pengembangan kurikulum keagamaan di pesantren...

140
PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN (Studi Kualitatif Kurikulum Keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok) TESIS Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Agama Islam pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Dosen Pembimbing: Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D Oleh: LIA SURAEDAH 21140110000010 PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Upload: letram

Post on 12-Mar-2019

307 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

i

PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN

(Studi Kualitatif Kurikulum Keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan

Depok)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Agama Islam

pada Program Studi Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing:

Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D

Oleh:

LIA SURAEDAH

21140110000010

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

ii

PERNYATAAN PENULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lia Suraedah

NIM : 21140110000010

Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 16 Januari 1983

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Pengembangan

Kurikulum Keagamaan di Pesantren (Studi Kualitatif Kurikulum Keagamaan di

Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok)” adalah benar-benar karya asli saya, kecuali

kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila terbukti saya melakukan kecurangan ilmiah

secara sengaja di dalam penulisan tesis ini, maka saya bersedia gelar Magister Pendidikan

Agama Islam yang telah diberikan kepada saya dicabut kembali.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, Januari 2017

Lia Suraedah

Page 3: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN

(Studi Kualitatif Kurikulum Keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan

Depok)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

pada Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

Lia Suraedah

21140110000010

Pembimbing

Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 4: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

iv

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis dengan judul “Pengembangan Kurikulum Keagamaan di Pesantren (Studi

Kualitatif Kurikulum Keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok)” yang disusun oleh Lia Suraedah dengan Nomor Induk Mahasiswa 21140110000010 telah

diujikan di sidang promosi tesis oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal, 04 Januari 2017. Tesis tersebut telah diperbaiki

sesuai dengan saran-saran penguji.

Jakarta, Januari 2017

Tim Penguji

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Program

Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag

NIP : 19670328 20003 1 001 ………… …………………

Penguji I Nama : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA

NIP : 19540802 198503 1 002 ………… …………………

Penguji II

Nama : Dr. Fauzan, MA

NIP : 19761107 200701 1 013 ………… …………………

Pembimbing

Nama : Muhammad Zuhdi, M. Ed, Ph. D

NIP : 19720704 199703 1 002 ………… …………………

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA

NIP. 19550421 198203 1 007

Page 5: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan garis dibawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ض

t te dengan garis bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas, menghadap ke kanan „ ع

gh ge dan ha غ

f ef ؼ

q ki ؽ

k ka ؾ

l el ؿ

n em ـ

Page 6: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

vi

n en ف

w we ك

h ha ق

apostrog , ء

y ye م

2. Vokal

a. Vokal Tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

__ a fathah

__ i kasrah

____ u dammah

b. Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

م __ ai a dan i

ك __ au a dan u

3. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ىا

ى ي î i dengan topi di atas

كي لى û u dengan topi di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu

dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf

qamariyyah. Contoh: الرجاؿ = al- rijâl bukan ar-rijâl.

يػيواف .al-dîwân bukan ad-dîwân = الد

Page 7: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

vii

Adapun jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf

kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.

Contoh: Abu Hâmid al-Ghazâlî bukan Abu Hamid Al-Ghazâlî

Page 8: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

viii

ABSTRAK

LIA SURAEDAH, NIM: 21140110000010, “Pengembangan Kurikulum Keagamaan di

Pesantren (Studi Kualitatif Kurikulum Keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan

Depok).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengembangan

kurikulum keagamaan di pesantren khususnya di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan

Depok. Persamaan tesis ini dengan disertasi Ali Anwar yang berjudul “Pembaharuan

Pendidikan di Pesantren: Studi Kasus Pesantren Lirboyo” adalah terletak pada pembahasan

pengembangan pendidikan di pesantren. Disertasi ini membahas seluruh unsur yang terkait

dengan pengembangan dan pembaharuan pendidikan di pesantren, namun tidak secara

spesifik membahas pengembangan kurikulumnya. Berbeda dengan tesis ini yang secara

mendalam dan komprehensif mengkaji pengembangan kurikulum keagamaan di pesantren.

Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu

dengan menggali informasi melalui sumber data primer dengan melakukan studi lapangan

dan mengolah dokumen-dokumen Pesantren al-Hamidiyah. Data sekunder penelitian ini

adalah buku-buku yang sangat berhubungan dengan persoalan kurikulum pesantren.

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan antara lain: observasi, wawancara dan

dokumuntasi. Analisis data dilakukan dengan mencocokkan hasil temuan dengan teori-

teori para ahli pengembangan kurikulum dan pesantren. Validasi data dilakukan dengan

mencocokkan dan membandingkan data dari berbagai sumber. Hasil penelitian ini adalah

Pesantren al-Hamidiyah mengkombinasikan sistem pendidikan pesantren salafiyah dengan

sistem pendidikan pesantren modern dan telah mengembangkan kurikulum keagamaannya

dengan melakukan beberapa langkah-langkah yang sesuai dengan teori pengembangan

kurikulum yang diterapkan oleh para ahli kurikulum, yaitu: mengupayakan pengembangan

kurikulum keagamaan dengan mempertimbangkan landasan filosofi, psikologi, sosiologi,

dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; prinsip fleksibelitas, relevansi dan

kontinuitas; menggunakan pendekatan subjek akademis dan humanistik, megupayakan

pengembangan pada komponen-komponen kurikulum dan menentukan model

pengembangan kurikulum. Dengan demikian berimplikasi pada peningkatan kualitas

kurikulum pesantren sehingga dapat terus menarik minat masyarakat dan mampu bersaing

dengan pesantren lain dan lembaga pendidikan lainnya.

Kata Kunci: pengembangan kurikulum, keagamaan, pesantren

Page 9: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

ix

ABSTRACT

LIA SURAEDAH, NIM: 21104110000010, Religiosity Curriculum Development in

Islamic Boarding School (Pesantren) (Religiosity Curriculum Qualitative Study in Islamic

Boarding School (Pesantren) al-Hamidiyah Sawangan Depok).

The goal of research is to acknowledge and analyze religiosity curriculum

development in pesantren, particularly in Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok. This

thesis is similar with Ali Anwar‟s dissertation entitled “Pembaruan Pendidikan di

Pesantren: Studi kasus Pesantren Lirboyo” or “Education Innovation in pesantren. That

dissertation discussed all the aspect of education development and innovation in pesantren,

but not specifically discussed about curriculum development, different from this thesis that

discussed deeply and comprehensively about religiosity curriculum development in

pesantren. The method used in this research is a descriptive analysis with a qualitative

approach, finding information by doing field study primery data and analyzing al-

Hamidiyah‟s documents. Secondary data of this research is the books that very related to

pesantren‟s curriculum. Data collection technique used were observations, interviews, and

decomentations. Data analyses have done by matcing the findings and the theories from

the experts of curriculum development and pesantren. Data validation has conducted by

matching and comparing the data from various sources. The result of this research is that

Pesantren al-Hamidiyah has applying curriculum of pesantren‟s education which combine

traditional, or known as salafiyah, and modern pesantren‟s curriculum; and developed its

religiosity curriculum by doing several steps which is appropriate with curriculum

development‟s theories conducted by curriculum experts, i.e.: endorsing religiosity

curriculum development by cosidering philosophy basis, psychology, sociology, and

development of science and technology; flexibelity principal, relevance, and continuity;

employing academic and humanistic subject approach; and attempting development on

curriculum‟s components. Therefore, it implicated on higher pesantren‟s curriculum

quality that constantly taking people‟s interest and being able to compete with other

pesantren and educatioan institutions.

Key Word: religiosity, curriculum development, pesantren

Page 10: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

x

ملخص

دراسة: تطوير ادلناىج الدراسية الدينية يف ادلعهد: 21140110000010رقم تسجيل الطالبة :يل سريدة . سواعنج ديفوء ادلناىج الدراسية الدينية يف معهد احلميديةنوعية

خيتاج لتحليل تطوير ادلناىج الدراسية الدينية يف ادلعهد خاصة يف معهد احلميدية سواعنج ديفوءلبحثىذا ا

دراسة يف معهد لريبيا يف حبث : جتديد التبية يف ادلعهد : باألطركحة لعل أنوار بعنواف لبحثكىذا امعادلة تطوير كىذه األطركحة خصت حبث التطوير كالتجديد يف ادلعهد إمجاال كالتبحث . تطوير التبية يف ادلعهد

سامالتفصيال يبني تطوير ادلناىج الدراسية الدينية يف ادلعهد لبحثادلناىج الدراسية خاصة خالفا هبذا ا منهجية النوعية من مصادر البينات الضركرية بدراسات ميدانية كحتليل الوثائق دلعهد لبحثىذا ااستخدـ .

كطريقها مجع البينات ادلعهديةاحلميدية كمصادر البينات احلاجية من الكتب قد تعلق بادلناىج الدراسية ادلناىج الدراسية كادلتخصصني يفكحتليل البينات مبوافقة النتائج من . كمنها ادلالحظات كادلقابالت كالتوثيق

حاصل ىذا البحث أف معهد احلميدية طور ادلناىج . ادلعهد كتصحيها مقارنة بادلصادرادلتخصصني يفالدراسية الدينية اليت توافق نظرية تطوير ادلناىج الدراسية من علمائها بنمط ادلناىج الدراسية ادلعهدية سلفية كحديثة ؛ككسب تطويرىا باإلعتبارات اإلمجاعية كادلركنية كادلوافقية كاإلستمرارية؛ كموضوعها اكادديية كإنسانية ككسب تطوير ادلناىج الدراسية كعاقبتها تقدمها الكمية ذلذادلعهد حىت حيبو اجملتمع كيزاحم مبعهد أخر كجلنة

التبية األخر

المعهد- الدينية – تطوير المناهج الدراسية :مفتاح الكلمة

Page 11: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena

atas limpahan rahmat dan hidayah serta lindungan-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini. Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut risalahnya hingga akhir zaman.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada seluruh dosen

dan civitas akademik Magister Pendidikan Agama Islam khususnya kepada Rektor UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, Ketua

Program Magister Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr.

Sapiudin, M.Ag, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memanfaatkan

segala fasilitas belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan memberikan ilmu, inspirasi

dan motivasi sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada dosen

pembimbing tesis, Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D, yang dengan penuh ketelitian dan

perhatian telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis dalam penulisan dan

penyusunan tesis ini.

Tak terlupakan rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua

orang tua dan mertua yang senantiasa mendoakan dan membimbing serta mengajarkan

untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT dan mentaati Rasullullah SAW. Secara khusus

penulis sampaikan terimakasih kepada suami tercinta, H. Munawwir al-Qosimi yang terus

mendo‟akan dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan studi, serta untuk putra-putri

tersayang; Muhammad al-Qosimi, Ahmad al-Qosimi, Ibrahim al-Qosimi dan Deana Silvi

semoga Allah SWT melindungi semua. Yang tidak terlupakan terimakasih kepada para

santri Pesantren al-Qosimiyyah Parung Bogor yang turut mendo‟akan dan membantu

penulis.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Yayasan Islam al-Hamidiyah,

Dewan Pengasuh, Kepala MTs dan MA, Kepala Kajian Islam, guru, staf dan karyawan

Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok yang telah terlibat dalam penelitian ini sehingga

berjalan dengan lancar dan baik tanpa ada hambatan yang berarti.

Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan di Magister Pendidikan Agama

Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan masukkan dan

saran dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga jasa baik semua pihak mendapatkan balasan yang berlipat-lipat dari Allah

SWT dan semoga semua mendapatkan ridha dari Allah SWT. Amin.

Jakarta, Januari 2017

Penulis

Page 12: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

LEMBAR PENGESAHAN iv

PEDOMAN TRANSLITERASI v

ABSTRAK viii

KATA PENGANTAR xi

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 7

C. Batasan Masalah 7

D. Rumusan Masalah 7

E. Tujuan dan Manfaat 7

BAB II : KURIKULUM DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN DI

PESANTREN 9

A. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan 9

1. Sejarah Pesantren di Indonesia 9

2. Ragam Pesantren 15

3. Pola Pendidikan di Pesantren 17

B. Kurikulum Keagamaan 21

1. Pendidikan Agama dan Keagamaan 21

2. Pengembangan Kurikulum Keagamaan di Pesantren 25

3. Model-model Pengembangan Kurikulum 46

C. Kerangka Berpikir 51

D. Telaah Pustaka 52

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 54

A. Metode Penelitian 54

1. Pendekatan Penelitian 54

2. Jenis Data 54

3. Objek dan Sumber Data Penelitian 55

B. Teknik Pengumpulan Data 55

C. Teknik Analisis dan Validasi Data 56

D. Kisi-kisi Pertanyaan Wawancara 56

Page 13: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

xiii

BAB IV : KURIKULUM DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN DI

PESANTREN AL-HAMIDIYAH 58

A. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Pendidikan Pesantren al-

Hamidiyah 58

B. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Keagamaan di Pesantren al-

Hamidiyah 63

1. Dinamika Pengembangan Kurikulum Keagamaan Pesantren

al-Hamidiyah 63 65

2. Upaya-upaya Pengembangan Komponen-komponen

Kurikulum Keagamaan Pesantren al-Hamidiyah 69

C. Analisis Pengembangan kurikulum Keagamaan/Kajian Islam

Pesantren al-Hamidiyah 91

1. Landasan Filosofi, Psikologi, Sosiologi, dan Perkembangan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 91

2. Prinsip Feksibelitas, Relevansi, dan Kontinuitas 93

3. Komponen-komponen Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam

Pesantren al-Hamidiyah 94

4. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Keagamaan/Kajian

Islam Pesantren al-Hamidiyah 98

5. Model Pengembangan Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam al-

Pesantren Hamidiyah 99

BAB V : PENUTUP 102

A. Kesimpulan 102 98

B. Saran-saran 102

DAFTAR PUSTAKA 103

LAMPIRAN 106

Page 14: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kitab Tata Bahasa Arab, Tajwid, dan Logika 40

Tabel 2.2 Kitab Fiqh dan Usul Fiqh 41

Tabel 2.3 Kitab Aqidah (Usulluddin dan Tauhid) 42

Tabel 2.4 Kitab Tafsir al-Qur‟an 42

Tabel 2.5 Kitab Hadits dan Ilmu Hadits 43

Tabel 2.6 Kitab Kesalehan, Perilaku Terpuji, dan Tasawuf 43

Tabel 2. 7 Kitab Sejarah Hidup Nabi (Sirah) dan Karya Penghormatan untuk

Nabi SAW 44

Tabel 4.1 Perkembangan Kurikulum Pesantren al-Hamidiyah dari Periode ke

Periode 63

Tabel 4.2 Daftar Perkembangan Santri MTs/MA Putra dan Putri Pesantren al-

Hamidiyah (2000-2014) 66

Tabel 4.3 Daftar Perkembangan Jumlah Santri MTs/MA Putra dan Putri

Pesantren al-Hamidiyah Tahun Pembelajaran 2014-2016 68

Tabel 4.4 Jadwal Kegiatan Santri Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah Tahun

Pembelajaran 2016/2017 73

Tabel 4.5 Struktur Program Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah 76

Tabel 4.6 Distribusi Jam Pelajaran Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah

Tahun Pembelajaran 2016/2017 77

Tabel 4.7 Rencana Pembelajaran Kitab Salaf Kajian Islam Pesantren al-

Hamidiyah Tahun Pembelajaran 2016/2017 79

Tabel 4.8 Target Pencapaian Pembelajaran al-Qur‟an, Tilawah dan Tahfidz

Tahun Pelajaran 2016/2017 80

Tabel 4.9 Target Pencapaian Bahasa Arab Tahun 2016/2017 81

Tabel 4.10 Silabus Kajian Islam 81

Tabel 4.11 Silabus Kajian Islam 83

Tabel 4.12 Daftar KKM Kemampuan Santri 90

Page 15: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

xv

DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN

Gambar 2.1 Visualisasi Pendidikan dan Pengajaran 22

Bagan 2.1 Komponen Sistem Agama (Relegi) 23

Bagan 2.2 Model Pengembangan Kurikulum (Pawlas dan Oliva) 27

Bagan 2.3 Model Pengembangan Kurikulum Oliva 28

Bagan 2.4 Prosedur Pengembangan Kurikulum Model Taba 47

Bagan 2.5 Model Pengembangan Kurikulum Beauchamp 48

Bagan 2.6 Skema Kerangka Berpikir 52

Gambar 4.1 Dokumentasi Pelatihan Internet Pesantren al-Hamidiyah 88

Gambar 4.2 Dokumentasi Syuting Live di Stasiun TV 89

Page 16: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi Yayasan Islam al-Hamidiyah Periode 2015-

2020 107

Lampiran 2 Struktur Organisasi Yayasan dan Pesantren al-Hamidiyah Tahun

2016/2017 108

Lampiran 3 Daftar Guru Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah Tahun

2016/2017 109

Lampiran 4 Daftar Guru dan Karyawan MTs al-Hamidiyah Tahun 2016/2017 113

Lampiran 5 Daftar Guru dan Karyawan MA al-Hamidiyah Tahun 2016/2017 115

Lampiran 6 Daftar Prestasi Santri 117

Lampiran 7 Data Lulusan Santri MA al-Hamidiyah Tahun 2015 119

Lampiran 8 Pedoman Wawancara 121

Lampiran 9 Pedoman Observasi 122

Lampiran 10 Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran dan Kegiatan Santri

Pesantren al-Hamidiyah 123

Page 17: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengkajian mengenai pendidikan, terutama yang terkait dengan proses belajar

mengajar tidak dapat dipisahkan dari persoalan kurikulum. Kurikulum merupakan salah

satu faktor terpenting dalam pelaksanaan pendidikan. Setiap lembaga pendidikan baik yang

dikelola oleh pemerintah, swasta ataupun masyarakat, membutuhkan kurikulum untuk

dapat merumuskan nilai-nilai yang akan ditanamkan pada peserta didik.

Kurikulum menjadi ukuran tersendiri dari keberhasilan proses pengajaran.

Kurikulum juga merupakan acuan yang digunakan oleh sebuah lembaga pendidikan dalam

menjalankan proses pembelajaran. Dalam dokumen kurikulum 2013, Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan (2012: 2) pembahasan umum mengenai pengertian dan

substansi kurikulum secara konseptual, menyebutkan bahwa:

“Kurikulum merupakan suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat

dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis,

kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta

didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang

menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas

yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah

suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan

keputusan yuridis di bidang pendidikan.”

Kurikulum menurut Sukmadinata (2012: 4), yaitu semua aspek yang terkait

dengan pendidikan seperti metode belajar dan sasaran-sasaran pembelajaran. Sementara

itu, Hidayat (2013: 20) menelusuri lebih jauh pengertian kurikulum, menurutnya

kurikulum memiliki beberapa arti, yaitu: (1) sebagai rencana pembelajaran, (2) sebagai

rencana belajar murid, (3) sebagai pengalaman belajar yang diperoleh murid dari sekolah

atau madrasah.

Secara lebih luas lagi menurut Arifin (2013: 5) kurikulum adalah semua kegiatan

dan pengalaman belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan

pribadi peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah

untuk mencapai tujuan pendidikan. Segala sesuatu yang dimaksud di sini merupakan

hidden curriculum (kurikulum tersembunyi), misalnya fasilitas sekolah, lingkungan yang

aman, suasana keakraban, kerja sama yang harmonis dan sebagainya yang dinilai turut

mendukung keberhasilan pendidikan. Dewey‟s sebagaimana dikutip oleh Ornstein dan

Hunkins (2009: 10) bependapat bahwa:“curriculum is all the experiences children have

under the guidance of teachers”.

Kurikulum sangat dibutuhkan oleh semua lembaga pendidikan termasuk pesantren.

Sudah seharusnya pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki kurikulum agar

pelaksanaan pembelajaran lebih terarah. Berbagai laporan penelitian oleh para sarjana

Islam mengenai pesantren, menandai bahwa pesantren merupakan hal yang masih cukup

menarik untuk diperbicangkan. Menurut hasil laporan penelitian yang dilakukan oleh

Anwar (2008: 101) pembaharuan pendidikan Pesantren Lirboyo Kediri ditandai dengan

dibuatnya Yayasan Pendidikan Islam HM. Tribakti al-Mahrusiyah dan Pesantren Salafi

Terpadu ar-Risalah sebagai unit (cabang) yang meyelenggarakan lembaga pendidikan di

luar unit pondok induk, selain pempertahankan sistem pendidikan tradisional atau

1

Page 18: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

2

pesantren salafiyah dengan melaksanakan pendidikan diniyah juga membuka sistem

pendidikan umum di bawah pengawasan Departemen Agama dan Departemen Pendidikan

Nasional, dengan membuka jenis pendidikan Taman Kanak-kanak, Madrasah Tsanawiyah,

Madrasah Aliyah dan perguruan tinggi dibawah naungan Yayasan Pendidikan Islam HM.

Tribakti (YPIT) dan jenis Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah

Menengah Atas dibawah naungan Pesantren Salafi Terpadu ar-Risalah. Sama halnya,

dengan laporan Damopoli (2011: 311) fungsi pesantren dan implikasi pembaruan

pendidikan Pesantren Modern IMMIM terhadap masyarakat salah satunya adalah

menyelenggarakan pendidikan formal kesekolahan (SLTP/SMU) sebagai pembaruan

pendidikan pesantren, juga tetap mempertahankan pendidikan kepesantrenan dengan

menjalankan kurikulum pendidikannya 100 % umum dan 100 % agama.

Lain halnya, dengan Pesantren Darul Fallah sebagaimana berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Malik MTT (2008: 49) ia meyebutkan dalam tulisannya

bahwa Pesantren Darul Fallah menerapkan suatu sistem pendidikan terpadu dari berbagai

sisi, seperti keterpaduan antara; (1) pendidikan agama dengan teknologi/keterampilan

agrobisnis, (2) pendidikan formal dengan non formal pesantren serta informal komunitas

pesantren, (3) pendidikan intelektual (teori) dengan praktek penerapan usaha dan

kewirausahaan, (4) pendidikan pencapaian prestasi individual dengan semangat pelayanan

pada masyarakat du‟afa wal masâkin.

Model pendidikan yang ditawarkan oleh masing-masing pesantren di atas

merupakan upaya pengelola pesantren agar memiliki daya minat masyarakat yang kian

berpikiran modern dan membutuhkan suatu lembaga pendidikan modern yang

memberikan pendidikan-pendidikan yang dapat menjadi bekal bagi kehidupan dunia dan

akhiratnya.

Laporan tersebut di atas menandakan bahwa pesantren terus berinovasi dengan

mengembangkan kurikulum pendidikannya menyesuaikan diri dengan perkembangan

kurikulum pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah dan mencoba terus mengikuti dan

memenuhi perkembagan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dalam memilih

lembaga pendidikan. Oleh karena itu pesantren masih dijadikan arternatif pilihan

masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan Islam. Untuk itu pesantren dituntut agar

lebih kreatif dan dapat berinovasi mengembangkan kurikulum pendidikannya yang

memiliki daya tarik yang cukup baik dan dapat bersaing dengan jenis pendidikan lain.

Menurut Nata (2012: 297) masyarakat saat ini membutuhkan sebuah lembaga

pendidikan yang menyediakan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan dalam

menggunakan teknologi yang canggih dan bahasa asing yang dibutuhkan untuk dapat

memasuki lapangan pekerjaan dan merebut berbagai peluang yang tersedia. Hal ini pula

yang dijadikan pertimbangan pesantren dalam mengembangkan kurikulumnya, yaitu selain

memberikan materi-materi keagamaan, pesantren juga berupaya untuk memenuhi tuntutan

kebutuhan masyarakat tersebut dengan memberikan materi tambahan berupa berbagai

keterampilan, pemanfaatan perkembangan teknologi dan memperdalam bahasa asing.

Berbagai bentuk dan model yang ditawarkan pada suatu lembaga pendidikan

termasuk jenis pesantren, sudah semestinya menempatkan kurikulum sebagai landasan

penting bagi keberlangsungan proses belajar mengajar walaupun dalam aplikasi di tingkat

institusi berbeda-beda karena disesuaikan dengan kondisi riil suatu lembaga. Meskipun

pesantren selama ini dikenal konservatif dan identik dengan wilayah Islam tradisional,

pada dasarnya pesantren tetap membuka diri bagi perubahan. Dari segi historis menurut

pandangan Madjid (1997: 3) pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan

keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous). Sebab,

Page 19: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

3

lembaga yang serupa dengan model pendidikan pesantren sudah ada sejak pada masa

kekuasaan Hindu-Buddha. Sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga

pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam sebagai

pelopor pendidikan di Indonesia.

Pesantren sebagai produk asli masyarakat Indonesia sudah selayaknya pesantren

hingga kini masih diminati oleh masyarakat Indonesia. Namun, pesantren perlu

menyesuaikan diri dengan kemajuan kebutuhan masyarakat dengan melakukan langkah-

langkah yang tepat seperti mengembangkan kurikulum keagamaannya yang sesuai dengan

perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia, agar kurikulum keagamaan yang

berada pada pendidikan kepesantren dapat berjalan lebih maju dan profesional

sebagaimana perkembangan kurikulum pendidikan pada sekolah/madrasah di Indonesia.

Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional, posisi dan keberadaan pesantren sebenarnya memiliki tempat yang istimewa.

Namun, kenyataan ini belum disadari oleh mayoritas masyarakat muslim khususnya yang

berkecimpung di dunia pesantren. Karena kelahiran Undang-undang ini masih sangat belia

dan belum sebanding dengan usia keberadaan pesantren di Indonesia. Keistimewaan

pesantren dalam sistem pendidikan nasional dapat dilihat dari ketentuan dan penjelasan

pasal-pasal dalam Undang-undang Sisdiknas sebagai berikut; dalam Pasal 3 UU Sisdiknas

dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di

pesantren. Bahkan pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang berperan membentuk

watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada

keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia.

Pesantren telah sejak lama melaksanakan objek kajian berorientasi keagamaan

namun tetap dalam kerangka kurikulum nasional. Dengan kata lain, secara tidak langsung

fungsi kurikulum sudah diterapkan oleh kalangan pesantren secara konsisten sebagai syarat

tercapainya tujuan pendidikan nasional, meskipun dalam konteks yang lebih sederhana.

Sebagai lembaga pendidikan pesantren terkenal dengan kemandirian dalam mengelola

sistem pembelajaran, inilah yang terkadang diartikan sebagai eksklusif, anti sosial, dan

semacamnya. Dalam kesederhanaannya, kenyataan menunjukkan bahwa penyelenggaraan

pendidikan sepanjang hayat (life long integrated education) di sebagian besar pesantren

telah berjalan dengan sangat baik dan konsisten. Selain itu, peran pesantren dalam berbagai

hal sangat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah selain sebagai sarana

pembentukan karakter dan pencetak kader-kader calon ulama, pesantren merupakan bagian

dari khazanah pendidikan Islam Indonesia yang setia berada dalam barisan “apa adanya”.

Menurut Madjid (1997 : 7) sebagai lembaga pendidikan dengan kurikulum yang

hanya mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (agama Islam), pesantren dianggap kurang

memberikan arah yang prospektif bagi masa depan dibandingkan dengan lembaga-lembaga

formal sekolah dan perguruan tinggi. Di sisi lain, juga dianggap kurang dapat

mengimbangi tuntutan zaman. Karena kurangnya dalam mengimbangi tuntutan zaman,

beserta faktor-faktor lain yang beragam, pesantren dianggap kurang siap untuk “lebur”

dalam mewarnai kehidupan modern.

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Qomar (2005: 113), yakni isi

kurikulum keagamaan pesantren dianggap kurang melakukan pengembangan-

Page 20: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

4

pengembangan yang di sesuaikan dengan tuntutan zaman seperti pada kajian bahasa Arab

yang sangat populer diajarkan di setiap pesantren. Bahasa Arab adalah sebagai alat dalam

memahami ajaran Islam terutama yang terurai dalam al-Qur‟an, Hadits, dan kitab-kitab

Islam klasik, dianggap terlalu berlebihan pada aspek kognitif, sedangkan pada aspek

afektif dan psikomotorik kurang terjelajahi secara proposional. Pesantren harus

memperhatikan dan menghadapi situasi yang berkembang sekarang. Oleh karena itu, perlu

trobosan-trobosan yang tepat dan sesuai, seperti kemampuan multibahasa sebagai alat

utama pengembangan pemikiran. Maka para santri selain memiliki akar tradisi (kitab

kuning dan pemikiran klasik), juga terlibat aktif dan kritis dalam wacana modernitas (Kitab

putih).

Guna membenahi kekurangan-kekurangan tersebut banyak para tokoh dari

kalangan pesantren mulai mengembangkan visi-misi dan kurikulumnya. Pesantren mulai

melakukan akomodasi dan penyesuaian seperti adanya sistem penjenjangan, kurikulum

yang lebih jelas dan sistem klasikal. Bahkan pesantren juga mulai melakukan

pengembangan kurikulum dengan memasukkan pelajaran umum seperti pelajaran bahasa

Inggris, sains teknologi, keterampilan, dan ilmu-ilmu lain serta pelajaran ekstra seperti

olah raga, seni dan lain-lain. Langkah lain yang ditempuh pesantren berdasarkan gagasan

kemandirian adalah memperkenalkan beberapa pelatihan keterampilan (vocational) dalam

sistem pendidikannya. Sebagai contoh, Pesantren Tebu Ireng dan Rejoso sejak dekade

1950-an dan awal 1960-an telah mengarahkan para santrinya untuk terlibat dalam kegiatan

keterampilan bidang pertanian dan perdagangan. Begitu juga pesantren Gontor, Denanyar,

Tambak Beras dan Tegalrejo telah mengembangkan koperasi (Madjid, 1997 : xviii).

Perjumpaan pesantren dengan kurikulum merupakan sebuah keharusan karena

kedudukannya yang cukup sentral dalam dunia keilmuan. Menurut Azra (1998: 87) karena

kedudukannya sebagai lembaga pendidikan indigenous, pesantren memiliki akar sosio-

historis yang cukup kuat. Dengan bekal tersebut pesantren mampu bertahan di tengah

gelombang perubahan berbagai sisi kehidupan menyangkut ekonomi, politik, sosial, dan

budaya. Dalam konteks keilmuan, Azra (1998: 89) berpendapat paling tidak pesantren

memiliki tiga fungsi pokok. Pertama, transmisi ilmu pengetahuan Islam (transmission of

Islamic knowledge); kedua, pemeliharaan tradisi Islam (maintenance of Islamic tradition);

ketiga, pembinaan calon-calon ulama (reproduction of ulama). Dilihat dari tanggungjawab

pesantren yang cukup besar terhadap tiga hal di atas maka agaknya pembaharuan terhadap

kurikulum khususnya aspek pembelajaran merupakan kebutuhan mendesak.

Namun, sejauh ini masih jarang dari kalangan pesantren yang memperhatikan

secara serius dalam kurikulumnya mengenai langkah pengenalan keluar secara lebih luas

terhadap keilmuan yang diajarkan. Padahal segala potensi yang ada khususnya di bidang

transmisi keilmuan klasik, jika tidak dikembangkan dan didukung dengan improvisasi

metodologi hanyalah akan menghadirkan penumpukan keilmuan sebagaimana yang

diungkapkan Malik Fajar seperti dikutip Madjid (1997 : 114), sehingga akhirnya karena

kurangnya improvisasi metodologi tersebut materi keilmuan, ketrampilan yang didapatkan

dari pesantren baik pesantren klasik maupun modern hanya menjadi teori-teori yang tidak

dapat diaplikasikan secara praktis di dalam kehidupan sosial masyarakat, karena tidak

responsif terhadap perubahan dan perkembangan zaman.

Kurikulum harus senantiasa berkembang disesuaikan dengan kemajuan dan

perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat merupakan input dari institusi

pendidikan memerlukan proses dan output yang baik. Menurut Wahyudin (2014: 62)

Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensip yang meliputi perencanaan,

Page 21: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

5

penerapan, dan evaluasi karena pengembangan kurikulum menunjukkan perubahan-

perubahan dan kemajuan-kemajuan.

Pembahasan mengenai perubahan untuk pencapaian kemajuan dalam kaitannya

dengan pendidikan Qomar (2010: 214) berpendapat bahwa, perubahan merupakan salah

satu dari arah pembaruan. Perubahan dapat mengarah kepada kemajuan atau kemunduran.

Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola perubahan agar

mengarah pada upaya dan orientasi penyempurnaan yang terkendali.

Perubahan dan perkembangan yang dirumuskan dalam ajaran Islam secara umum,

memiliki landasan teologis normatif, yaitu yang terkandung dalam al-Qur‟an Surah al-Ra‟d

(13): 11 dan al-Qur‟an Surah al-Anfâl (8): 53, kedua ayat tersebut mengandung pengertian

bahwa suatu kaum harus merubah dirinya sendiri, jika menginginkan suatu perubahan pada

keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Ayat ini juga menjelaskan bahwa Allah Maha

berkehendak atas segala sesuatu, maka sebagai makhluk ciptaan-Nya hendaklah kita selalu

memohon perlindungan hanya kepada-Nya. Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa

pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sudah semestinya melakukan perubahan dan

pengembangan pada kurikulum keagamaannya dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya.

Sebagai lembaga pendidikan, pesantren telah sejak lama diakui sebagai lembaga

induk yang berperan menciptakan usaha dalam memodernisasikan masyarakat dalam ruang

lingkup yang sederhana. Keberadaan pesantren dari awal keberadaannya, hingga kini

merupakan salah satu alternatif lembaga pendidikan Islam yang dipilih masyarakat

Muslim. Pesantren terus berkembang, baik dari segi fisik maupun sistem kurikulum

pendidikannnya, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.

Hal tersebut juga yang menjadikan pesantren tetap menjadi pilihan bagi sebagian

masyarakat Muslim yang ingin mempelajari dan mendalami ajaran-ajaran Islam.

Pesantren sejak awal keberadaannya, hingga kini telah menunjukkan

perkembangannya terutama pada kurikulum yang diterapkan, baik pada pesantren yang

menerapkan sistem tradisional (salafiyah), modern dan pesantren kombinasi yang

memadukan sistem pendidikan tradisional dan modern tersebut. Fenomena hadirnya

pesantren dengan sistem pendidikan kombinasi tersebut merupakan salah satu upaya yang

dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan pesantren agar dapat memenuhi kebutuhan dan

minat masyarakat yakni masyarakat yang tidak hanya memiliki bekal pada kesalehan

akhirat saja namun, juga dapat memenuhi kebutuhan duniawi. Fenomena keberadaan

pesantren dengan sistem pendidikan kombinasi tersebut merupakan suatu bentuk

perkembangan pesantren yang ditunjang dengan pengakuan yang diberikan pemerintah,

yakni berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 tentang

Pendidikan Agama dan Keagamaan, yakni terdapat pada Pasal 14 ayat (3) “Pesantren

dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada

jalur formal, nonformal, dan informal” dan Pasal 26 ayat (2) “Pesantren menyelenggarakan

pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan/atau pendidikan tinggi”.

Upaya pengembangan kurikulum, terutama pada pendidikan keagamaan dapat

dilakukan dengan terus mempertahankan ciri khas utama pesantren yakni pendalaman pada

kajian yang bersumber pada al-Qur‟an, Hadits dan kajian-kajian keislaman karya-karya

ulama klasik (kitab kuning) dengan mengembangkan komponen-komponen kurikulum,

seperti tujuan, materi dan metode kurikulum dan ditambah dengan keterampilan yang

menunjang nilai-nilai keagamaan, seperti konsep yang ditawarkan Qomar (2014: 42-43),

yaitu: (1) memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki kemampuan

Page 22: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

6

mendakwahkan Islam sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman baik dalam sekala

lokal, nasional, maupun internasional; (2) memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri

memiliki kemampuan meneliti (menggali, menemukan, dan mengembangkan khazanah

keislaman); (3) Memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki keterampilan

kewirausahaan, seperti usaha memasarkan hasil karya keterampilan kaligrafi Islam; (4)

memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki konsentrasi keahlian.

Pesantren al-Hamidiyah adalah salah satu lembaga pendidikan swasta yang

beralamat di Jl. Raya Depok Sawangan KM. 2 No. 12 Kec. Rangkapan Jaya Kel. Pancoran

Mas Kota Depok. Pesantren al-Hamidiyah termasuk pesantren yang terus mengembangkan

kurikulumnya. Pesantren yang didirikan oleh seorang ulama kharismatik yakni KH.

Achmad Sjaichu pada 17 Juli 1988, lembaga ini pada awal berdirinya adalah pesantren

dengan jenis pendidikan formal berbentuk Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah,

dan kini telah memiliki unit satuan pendidikan yang berkembang dengan pesat antara lain;

Kelompok Bermain (KB), Taman Kanak-kanak Islam (TK), Taman Pendidikan al-Qur‟an

(TPQ), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu

(SMPIT) berwawasan Internasional, dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI).

Keberadaan unit-unit tersebut tetap mengedepankan ajaran dan nilai-nilai yang bercirikhas

keagamaan. (Profil Pesantren al-Hamidiyah)

Pesantren al-Hamidiyah mengembangkan kurikulum pesantren salafiyah dengan

memadukan kurikulum pesantren salafiyah dan pendidikan modern yang lazim dikenal

dengan sistem salafiyah asriyah. Kurikulum yang digunakan oleh unit-unit pendidikan

Pesantren al-Hamidiyah menggunakan kurikulum Kementrian Agama RI, Kementrian

Pendidikan Nasional, dan kurikulum kepesantrenan/keagamaan yang biasa disebut Kajian

Islam, adapun kitab kuning yang digunakan, seperti Bulugh al-Maram, Ta‟lim Muta‟alim,

Fath al-Qarib, Imritî dan Amtsilah al-Tasrifiyah. (Profil Pesantren al-Hamidiyah)

Secara geografis keberadaan Pesantren al-Hamidiyah berada di tengah perkotaan,

disana terdapat beberapa lembaga pendidikan lain yang memiliki kualitas yang cukup baik

dan diminati oleh masyarakat sekitar. Namun, hal tersebut tidak menjadikan

keberadaannya tersingkir dari minat masyarakat. Pesantren al-Hamidiyah terus melakukan

pengembagan kurikulum yang disesuaikan dengan minat masyarakat, yakni masyarakat

yang membutuhkan pendidikan yang dapat dijadikan bekal untuk memenuhi tuntutan

kehidupan duniawi dan akhiratnya kelak. Sebagai pesantren yang menerapkan pola

pendidikan pesantren kombinasi, Pesantren al-Hamidiyah memberikan keilmuan agama

dan non agama melalui sekolah/madrasah dan memberikan ilmu keagamaan tambahan

melalui pendidikan kepesantren yang dilaksanakan di luar jam sekolah. Nampaknya, hal

tersebutlah yang menjadikan Pesantren al-Hamidiyah tetap menjadi alternatif pendidikan

yang diminati oleh masyarakat, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah kota

Depok.

Pengembangan kurikulum keagamaan yang dilakukan oleh Pesantren al-

Hamidiyah adalah sebagai upaya peningkatan mutu pendidikannya terbukti dengan

berbagai prestasi yang diperoleh para santrinya baik dalam bidang akademik dan non

akademik, selain itu Pesantren al-Hamidiyah memiliki alumni yang tersebar di beberapa

Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia dan Universitas al-Azhar Kairo yang berada

di luar Negeri. Dengan berdasarkan latar belakang tersebut penulis mencoba mengangkat

tesis yang berjudul “Pengembangan Kurikulum Keagamaan di Pesantren (Studi Kualitatif

Kurikulum Keagamaan Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok)”.

Page 23: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

7

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dalam latar belakang

masalah di atas, maka beberapa masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana pola pengembangan kurikulum keagamaan yang diterapkan di Pesantren al-

Hamidiyah dalam meningkatkan mutu pendidikannya?

2. Bagaimana dinamika pengembangan kurikulum keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah?

3. Adakah upaya pengembangan kurikulum keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah yang

sesuai dengan konsep pengembangan kurikulum?

4. Bagaimana kualitas lulusan Pesantren al-Hamidiyah?

C. Batasan Masalah

Merujuk pada identifikasi masalah tersebut di atas, penelitian ini kiranya perlu

penulis batasi, dengan demikian diharapkan menjadi jelas konteks apa saja yang akan

menjadi inti permasalahan. Secara garis besar penelitian ini penulis batasi pada:

1. Langkah-langkah yang dilakukan Pesantren al-Hamidiyah dalam mengembangkan

kurikulum keagamaannya.

2. Dinamika pengembangan kurikulum keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari beragam problematika yang terjadi dalam dunia pendidikan saat

ini, khususnya pesantren, maka masalah yang akan dikupas pada penelitian ini akan

dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah pengembangan kurikulum keagamaan di

Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok?”

Pertanyaan tersebut tentu tidak mewakili semua pembahasan yang disajikan.

Namun, secara garis besar penelitian ini akan diarahkan pada satu titik, yakni mengupas

secara komprehensif program-program yang ditempuh Pesantren al-Hamidiyah dalam

menjaga irama sistem pendidikannya agar senantiasa dalam posisi yang tidak tertinggal.

Selain beberapa hal yang telah diungkapkan di atas, tentunya dalam penelitian ini juga

akan dibahas secara spesifik kegiatan-kegiatan pendidikan keagamaan yang diterapkan

Pesantren al-Hamidiyah.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji aspek-aspek dalam perkembangan

lembaga pendidikan Islam terutama menyangkut topik yang akan dibahas yaitu:

1. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan Pesantren al-Hamidiyah dalam

mengembangkan kurikulum keagamaannya.

2. Untuk mengetahui dinamika pengembangan kurikulum keagamaan di Pesantren al-

Hamidiyah.

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik secara teoritif substantif maupun

manfaat secara praktis empirik.

1. Manfaat secara teoritif substantif, yaitu:

a. Memberikan masukan keilmuan dalam pengembangan dunia pendidikan pesantren.

b. Menambah wacana baru seputar pengembangan kurikulum keagamaan di pesantren

dan kurikulum lembaga pendidikan Islam.

Page 24: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

8

c. Memperkaya teori tentang pengembangan kurikulum keagamaan di lembaga

pendidikan Islam.

2. Manfaat secara praktis empirik, yaitu:

a. Sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi Magister Pendidikan Agama Islam

b. Sebagai sumbangan informasi mengenai perkembangan praktis kurikulum

keagamaan di pesantren dan lembaga pendidikan Islam.

c. Sebagai masukan dan pertimbangan kepada pesantren dan lembaga pendidikan

Islam terkait dengan pengembangan kurikulum.

Page 25: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

9

BAB II

KURIKULUM DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN DI PESANTREN

A. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan

Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, telah sejak lama diakui

sebagai lembaga induk yang berperan menciptakan usaha dalam memodernisasikan

masyarakat dalam ruang lingkup yang sederhana. Keberadaan pesantren dari awal

keberadaannya, hingga kini merupakan salah satu alternatif lembaga pendidikan Islam

yang dipilih masyarakat Muslim. Pesantren terus berkembang, baik dari segi fisik maupun

sistem kurikulum pendidikannnya, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan

kebutuhan masyarakat. Hal tersebut juga yang menjadikan pesantren tetap menjadi pilihan

bagi sebagian masyarakat Muslim yang ingin mempelajari dan mendalami ajaran-ajaran

Islam.

Menurut Tafsir (2013: 290) pesantren merupakan komunitas dan sebagai lembaga

pendidikan yang besar dan luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak

memberikan saham dalam pembentukan manusia yang religious. Lembaga tersebut telah

banyak melahirkan pemimpin bangsa di masa lalu, kini, dan agaknya di masa datang.

Lulusan pesantren banyak yang mengambil partisipasi aktif dalam pembagunan bangsa.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan dapat menyelenggarakan pendidikan pada

jalur formal, non formal, dan informal dengan jenjang pendidikan yang terdiri dari

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Pesantren

juga termasuk pada jenis pendidikan keagamaan. Hal tersebut berdasarkan ketentuan

Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan,

yakni terdapat pada Pasal 14 ayat (3) “Pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atau

berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal”

dan Pasal 26 ayat (2) “Pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara

terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar, menengah, dan/atau pendidikan tinggi”, juga diperkuat dengan ketentuan

Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 30 ayat

(4), yang berbunyi: Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,

pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

1. Sejarah Pesantren di Indonesia

Sebelum membahas lebih lanjut sejarah perkembangan pesantren, terlebih dahulu

perlu suatu penjelasan yang dapat dipahami mengenai pengertian dari pesantren. Pesantren

memiliki berbagai macam pengertian, menurut Dhofier (2011: 41) pesantren berasal dari

kata “santri” yang diberi awalan pe- di depan dan akhiran -an, yang berarti tempat tinggal

para santri. Sedangkan C.C. Berg sebagaimana di kutip Dhofier, berpendapat bahwa istilah

tersebut berasal dari istilah “shastri” yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu

buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Dari

pengertian ini, istilah shastri jika dikaitkan dengan santri dalam makna pendidikan Islam,

yakni orang yang mempelajari dan memperdalam ajaran agama Islam kemudian

mengajarkannya kepada masyarakat, dari sini dapat dipahami bahwa pesantren merupakan

tempat santri dalam proses mempelajari dan mendalami ajaran agama Islam tersebut.

Istilah pesantren yang mengadopsi istilah-istilah yang digunakan oleh masyarakat

Hindu di atas, terkadang menimbulkan pertanyaan, yaitu mengapa istilah yang digunakan

tidak mengadopsi istilah-istilah ajaran Islam. Penggunaan istilah pesantren tersebut bila

9

Page 26: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

10

dikaitkan dengan sejarah asal mula menyebarkan ajaran Islam di Indonesia sebagaimana

disebutkan oleh Yunus (1995: 220) salah satu faktor keberhasilan penyebaran Islam di

Indonesia adalah menggunakan metode yang digunakan oleh Rasullullah SAW, yaitu

dengan cara mudah, tidak sempit, dan disampaikan secara beranggsur-angsur. Pernyataan

Yunus tersebut menunjukkan bahwa penggunaan istilah pesantren yang biasa digunakan

oleh masyarakat Hindu, merupakan metode yang digunakan oleh para ulama yang

menyebarkan Islam di Indonesia yakni menyesuaikan dengan tradisi dan kebudayaan yang

digunakan oleh masyarakat Indonesia sebelum masuknya Islam yang sebagian besar

menganut agama Hindu.

Pada zaman Sultan Agung (1613), kebudayaan lama Indonesia asli dan Hindu

disesuaikan dengan agama dan kebudayaan Islam, seperti Gerebeg Poso” dan “Gamelan

Sekatan” dalam memperingati hari raya Idul Fitri dan perayaan memperingati Maulid

Nabi Muhammad SAW. (Yunus: 1995: 221)

Secara lebih tegas Madjid (1997: 20) membedah asal mula kata “santri” dan juga

kiai karena kedua unsur ini senantiasa menyatu ketika berbicara mengenai pesantren. Cak

Nur berpendapat bahwa kata “santri” berasal dari “sastri” (bahasa Sansekerta) yang berarti

melek huruf, sehingga dikonotasikan bahwa santri merupakan kelas literary, yaitu bagian

dari komunitas yang memiliki pengetahuan agama yang dibaca dari kitab-kitab berbahasa

Arab dan selanjutnya diasumsikan paling tidak santri mampu membaca al-Qur‟an.

Kemudian istilah santri juga diyakini berasal dari bahasa Jawa, “cantrik” yang berarti

orang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun sang guru pergi dan menetap,

dengan tujuan dapat belajar suatu keahlian. “Cantrik” juga terkadang diartikan sebagai

orang yang menumpang hidup atau ngenger. Pandangan Cak Nur tersebut, mengandung

pengertian bahwa pesantren merupakan tempat belajar santri yang didalamnya ada figur

kiai sebagai seorang guru yang membimbing dan mengajarkan ilmu dan nilai-nilai

keagaman Islam.

Istilah lain yang selalu berpasangan dengan pesantren adalah pondok. Istilah

“pondok pesantren” menjadi sangat dikenal masyarakat. Kata “pondok”, sebelum tahun

1960-an lebih dikenal dari pada pesantren. Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-

asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal dari kata

bahasa Arab “funduq”, yang artinya hotel atau asrama. (Dhofier, 2011: 41) Dari pengertian

dua istilah tersebut, baik pesantren maupun pondok, sama-sama mengandung pengertian

sebagai tempat tinggal santri, sehingga pemakaian istilah tersebut secara bersamaan

merupakan penguatan makna saja. Akan tetapi, menggunakan salah satu saja sudah

dianggap cukup memadai untuk mendeskripsikan lembaga pendidikan Islam pesantren.

Istilah Pesantren atau pondok pesantren menurut Peraturan Pemerintah RI No. 55

Tahun 2007 pasal 1 ayat (4) “Pesantren atau Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan

keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau

secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya”. Peraturan pemerintah tersebut dijadikan

landasan bagi pesantren-pesantren saat ini, banyak pesantren yang terus berupaya bertahan

dan mengembangkan pendidikannya dengan mengkombinasikan antara pendidikan

kepesantrenan dengan jenis pendidikan lain seperti sekolah/madrasah.

Menurut Dhofier (2011: 79) harus ada lima elemen sekurang-kurangnya untuk

dapat disebut pesantren, yaitu pondok, masjid, pengajian kitab-kitab klasik, santri, dan kiai.

Teori Dhofier tersebut ini dapat dijadikan rujukan untuk mengidentifikasi sebuah

pesantren, setidaknya pesantren harus memiliki lima elemen, jika elemen tersebut tidak

ada salah satunya, maka menjadi salah satu hambatan untuk kemajuan pesantren tersebut.

Adapun elemen-elemen dasar pesantren adalah:

Page 27: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

11

(1) Pondok atau asrama: sebagai tempat tinggal para santri. Dengan adanya pondok para

santri menjadi tinggal teratur berada dalam satu lingkungan.

(2) Masjid: sebagai tempat menjalankan aktifitas ibadah harian dan biasanya pengajaran

juga dilakukan di dalam masjid. Biasanya bagi pesantren dalam periode rintisan yang

belum memiliki masjid, melakukan kegiatan ibadah di ruang-ruangan yang berada

dilingkungan sekitar pesantren. Hal tersebut menjadi salah satu hambatan bagi

pesantren dalam melakukan aktivitas ibadah dan pendidikannya.

(3) Kiai: sebagai tokoh kunci dalam lingkungan pesantren, seorang kiai hendaklah betul-

betul menguasai keilmuannya karena seorang kiai dituntut untuk mengajar dan

memimpin berbagai kegiatan ibadah keagamaan para santri, selain itu figur kiai sama

seperti figur ayah dalam keluarga yakni sebagai pendidik dalam menanamkan nilai-

nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Seorang kiai dalam pesantren

menentukan keberhasilan santri dikehidupannya kelak. Kiai juga biasanya dibantu

oleh guru/ustadz baik yang menetap didalam lingkungan pesantren atau tidak.

(4) Santri: sebagai pelaku dari pembelajaran, keberadaan santri sangat dibutuhkan sekali

karena santrilah adanya pesantren.Untuk itu diperlukan manajemen rekrutmen santri,

yakni untuk merekrut masyarakat agar tertarik pada pendidikan pesantren. Karena

pada beberapa kasus terdapat pesantren yang gulung tikar disebabkan tidak memiliki

santri terutama yang menetap.

(5) Pengajaran Kitab-kitab kuning: merupakan salah satu alat dan sarana pendidikan dan

ciri khas dari pesantren, pada beberapa pesantren seperti pesantren modern tidak

memakai kitab kuning namun menggantinya dengan buku-buku karangan intelektual

Islam.

Berbagai pengertian mengenai pesantren tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai tempat yang

digunakan para penuntut ilmu yang biasa disebut sebagai santri, untuk mempelajari ilmu-

ilmu keagamaan yang berasal dari al-Qur‟an dan Hadits kemudian ditambah kitab-kitab

ulama klasik (kitab kuning) yang merupakan ciri khas pesantren sebagai rujukan dalam

proses pembelajaran. Sistem asrama yang dipandu langsung oleh kiai beserta para guru-

guru dalam waktu 24 jam di dalamnya menjadikan kelebihan tersendiri bagi pesantren,

yakni memungkinkan terbentuknya karakter santri yang mandiri dan dapat bersosialisasi

langsung terhadap lingkungannya.

Sebagai institusi pendidikan Islam yang dinilai paling tua, pesantren memiliki akar

tradisi sejarah yang jelas. Orang yang pertama kali mendirikannya dapat dilacak meskipun

ada sedikit perbedaan pemahaman. Di kalangan ahli sejarah terdapat perselisihan pendapat

dalam menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Menurut beberapa sumber, sebagian

menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal sebagai Syaikh Maghribi, dari

Gujarat, India, sebagai pendiri pencipta pondok pesantren yang pertama kali di Jawa. Muh.

Said dan Junimar Affan menyebut Sunan Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri

pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya. Bahkan Kiai Machrus Aly

menginformasikan bahwa di samping Sunan Ampel (Raden Rahmat) Surabaya, ada ulama

yang menganggap Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) di Cirebon sebagai

pendiri pertama, sewaktu mengasingkan diri bersama pengikutnya dalam khalwat,

beribadah secara istiqamah untuk bertaqarrub kepada Allah. (Qomar, 2005: 8)

Mengenai teka-teki siapa pendiri pesantren pertama kali di Jawa khususnya,

Qomar (2005: 9) mengutip beberapa catatan ahli sejarah, bahwa Maulana Malik Ibrahim

adalah sebagai peletak dasar sendi-sendi berdirinya pesantren, sedangkan Imam

Page 28: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

12

Rahmatullah (Raden Rahmat/Sunan Ampel) sebagai wali pembina pertama di Jawa Timur.

Adapun Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), terdapat dua kemungkinan yang tercatat

oleh ahli sejarah, yakni pendapat pertama, mendirikan pesantren sesudah Sunan Ampel,

sedangkan pendapat kedua, menyatakan kemungkinan Sunan Gunung Jati sebagai pendiri

pesantren pertama, tetapi khusus di wilayah Cirebon atau secara umum Jawa Barat.

Terlepas dari perbedaan pendapat para ahli sejarah mengenai siapa tokoh pertama

sebagai pendiri pesantren di tanah nusantara ini, hal yang terpenting adalah keberadaan

pesantren di Indonesia seiring dengan awal masuknya ajaran Islam di bumi nusantara ini.

Para ulama yang terkenal dengan “Wali Songo” tersebutlah merupakan perwakilan para

tokoh-tokoh terpenting dari perkembagan awal ajaran Islam dan pesantren merupakan

tempat yang dijadikan pusat pendidikan dan kegiatan dakwah Islam.

Pendidikan pesantren juga dapat dikatakan sebagai pioneer dan bahkan secara

geneologis merupakan “cikal bakal” bagi perkembangan pendidikan nasional di Indonesia,

menurut Dhofier (2011: 63) indikatornya adalah dari keterangan-keterangan yang terdapat

dalam Serat Cebolek dan Serat Centhini dapat disimpulkan bahwa paling tidak sejak

permulaan abad ke-16 telah banyak pesantren-pesantren yang masyhur dan menjadi pusat

pendidikan Islam, Mulyadi (dalam Nizar, 2013: 90) juga menambahkan bahwa saat itu

juga telah banyak dijumpai pesantren yang besar yang mengajarkan berbagai kitab Islam

klasik dalam bidang fiqh, teologi dan tasawuf.

Pada awal rintisannya, pesantren bukan hanya menekankan misi pendidikan,

melainkan juga dakwah, justru misi yang kedua ini lebih menonjol. Lembaga pendidikan

Islam tertua di Indonesia ini selalu mencari lokasi yang sekiranya dapat menyalurkan

dakwah tersebut tepat sasaran sehingga terjadi benturan antara nlai-nilai yang dibawanya

dan nilai-nilai yang telah mengakar di masyarakat setempat. Lazimnya, baik pesantren

yang berdiri pada awal pertumbuhannya maupun pada abad ke-19 dan ke-20 masih juga

menghadapi kerawanan-kerawanan sosial dan keagamaan pada awal perjuangannya.

(Qomar, 2005: 11)

Selanjutnya, pesantren ikut berperan dalam melawan penjajahan kolonial Belanda

dan Jepang. Kemudian pada masa kemerdekaan pesantren mengalami nuansa baru, rakyat

menyambut munculnya era pendidikan baru yang belum dirasakan sebelumnya akibat

penjajahan, sedangkan pemerintah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan.

Perkembagannya lembaga pendidikan milik pemerintah, justru menjadi ancaman bagi

pesantren. Namun, pada perkembagan selanjutnya pesantren tetap masih bertahan hidup

dan berkembang dengan baik hingga sekarang. (Qomar, 2005: 12-14)

Lembaga pendidikan pesantren berkembang terus dari segi jumlah, sistem, dan

materi yang diajarkan. Bahkan pada tahun 1910 beberapa pesantren seperti pesantren

Denanyar (Jombang), mulai membuka pondok khusus untuk santri-santri wanita.

Kemudian pada tahun 1920-an pesantren-pesantren di Jawa Timur, seperti pesantren

Tebuireng (Jombang), Pesantren Singosari (Malang), mulai mengajarkan pelajaran umum

seperti bahasa Indonesia, bahasa Belanda, berhitung, ilmu bumi, dan sejarah. (Dhofier,

2011: 72)

Sebagaimana kita ketahui bersama, pendidikan pesantren kian berkembang sesuai

dengan perkembangan jiwa dan kepribadian masyarakat Indonesia, karenanya

perkembangan dan kemajuan pesantren merupakan cita-cita ideal semua elemen

masyarakat (Muslim). Setidaknya, konsep tentang manusia yang menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sekaligus menerapkan keimanan dan ketakwaan

(IMTAK) dapat muncul dari institusi pesantren.

Page 29: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

13

Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya Islam hingga sekarang,

pesantren telah berperan aktif dalam masyarakat luas. Pesantren telah berpengalaman

menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu itu. Pesantren tumbuh atas

dukungan mereka, bahkan menurut Rahim (2001: 152), pesantren berdiri didorong

permintaan (demand) dan kebutuhan (need) masyarakat. Sehingga pesantren memiliki

fungsi yang jelas.

Fungsi pesantren sejak awal keberadaannya sampai sekarang telah mengalami

perkembangan. Visi, posisi, dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah. Qomar

(2005: 22) mengutip berbagai catatan peneliti dari beberapa fungsi sekaligus peran

pesantren sesuai dengan perkembagannya, yaitu:

(1) Pesantren sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam. Kedua fungsi ini

bergerak saling menunjang. Pendidikan agama dapat dijadikan bekal dalam

menyebarkan dakwah Islam, sedangkan dakwah dapat dimanfaatkan sebagai sarana

dalam membangun sistem pendidikan.

(2) Pesantren sebagai pencetak calon ulama dan mubaligh yang militan dalam

menyiarkan agama Islam.

(3) Pesantren sebagai fungsi religious (diniyyah), fungsi sosial (ijtima‟iyyah), dan fungsi

edukasi (tarbawiyyah).

(4) Pesantren sebagai lembaga pembinaan moral dan kultur.

(5) Pencetak kader bangsa yang benar-benar patriotik; kader yang rela mati demi

memperjuangkan bangsa, sanggup mengorbankan seluruh waktu, harta, bahkan

jiwanya.

(6) Pesantren sebagai pusat penyuluhan kesehatan.

(7) Pesantren sebagai pusat pengembagan teknologi bagi masyarakat pedesaan.

(8) Pesantren sebagai pusat usaha-usaha penyelamatan.

(9) Pesantren sebagai memberdayaan ekonomi masyarakat sekitar.

Berbagai fungsi dan peran pesantren di atas merupakan sebuah bukti pesantren

telah terlibat dalam menegakkan Negara dan mengisi pembangunan sebagai pusat

perhatian pemerintah. Begitu besarnya fungsi dan peran pesantren bagi perkembangan

Indonesia, selain sebagai pusat pendidikan dan dakwah Islam dan pusat reproduksi ulama,

pesantren dalam masalah-masalah tertentu berperan sebagai kepanjagan tangan pemerintah

dalam mengsukseskan program-program pembangunan.

Selanjutnya, tujuan dari pesantren sebagaimana terdapat pada Peraturan

Pemerintah No. 55 tahun 2007 Pasal 26 ayat (1) adalah menanamkan keimanan dan

ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk

mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk menjadi

ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/atau menjadi muslim yang memiliki

keterampilan/keahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat.

Menurut Qomar (2005: 7) pesantren bertujuan membentuk kepribadian muslim

yang menguasai ajaran-ajaran Islam dan mengamalkannya, sehingga bermanfaat bagi

agama, masyarakat, dan Negara. Dhofier, (2011: 186) mengambil contoh dari tujuan

pendidikan Pesantren Tebuireng yakni dalam 30 tahun pertama adalah untuk mendidik

calon ulama. Sekarang ini, tujuannya sudah diperluas yaitu untuk mendidik para santri agar

kelak dapat mengembangkan dirinya menjadi “ulama intelektual” (ulama yang menguasai

pengetahuan umum) dan “intelektual Ulama” (sarjana dalam bidang pengetahuan umum

yang juga menguasai pengetahuan Islam.

Page 30: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

14

Istilah “ulama” sebenarnya berasal dari kata „alim dan merupakan bentuk jama‟

dari kata itu. Tetapi dalam pengertian umum sekarang, “ulama” sudah menjadi bentuk

tunggal. Seorang alim adalah orang yang berilmu, tetapi kata “ulama”menunjuk kepada

orang yang memiliki pengetahuan agama, terutama dibidang fiqih atau hukum agama,

padahal ahli fiqh disebut sebagai faqih atau jamaknya fuqaha. Para ulama, menurut suatu

Hadits Nabi SAW adalah pewaris para Nabi. (Rahardjo, 1999:185) Sedangkan Istilah

“intelektual”, disamakan dengan golongan terpelajar, golongan intelektual digolongkan

menjadi dua, yang pertama adalah golongan terpelajar yang sekolahan atau bukan

(termasuk drop-outs), yang peranannya tidak harus berkaitan dengan ilmu yang dipelajari

atau profesi yang dikuasai. Sedangkan golongan kedua adalah kaum terpelajar yang

kepentingan utamanya adalah menggunakan disiplin ilmunya secara profesional, dan

karena itu peran yang mereka jalankan berkaitan erat dengan ilmu yang mereka pelajari

sekolah atau profesi yang mereka kuasai. (Rahardjo, 1999: 68)

Dengan pengertian ulama dan intelektual di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

ulama adalah mereka yang menekuni keseluruhan ajaran-ajaran Islam, melakukan

interprestasi dan mensistematiskannya, kemudian menyampaikannya kepada masyarakat.

Jadi, dapat dikatakan bahwa ulama adalah mereka yang benar-benar menguasi ajaran-

ajaran Islam kemudian menyampaikannya kepada orang lain, sedangkan mereka yang

menyampaikan ajaran-ajaran Islam, namun tidak menekuni dan menguasai secara

keseluruhan ajaran-ajaran Islam tersebut, maka belum dapat dikatakan ulama dan

dibutuhkan istilah lainnya. Kemudian istilah intelektual disini mengandung arti sebagai

orang yang terpelajar baik menekuni ilmu agama atau non agama. Jadi, cukup jelas bahwa

tujuan pesantren untuk mereproduksi ulama yang intelektual, yang memungkinkan dapat

berperan menyesuaikan keberadaannya di era globalisasi ini.

Menurut Mastuhu sebagaimana dikutip oleh Tafsir (2013: 303), terdapat prinsip-

prinsip yang berlaku pada pendidikan di pesantren. Prinsip-prinsip tersebut

menggambarkan ciri-ciri utama tujuan pendidikan pesantren, antara lain sebagai berikut:

1) Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran Islam.

2) Memiliki kebebasan yang terpimpin.

3) Berkemampuan mengatur diri sendiri.

4) Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi.

5) Menghormati orang tua dan guru.

6) Cinta kepada ilmu.

7) Mandiri.

8) Kesederhanaan.

Inti dari tujuan pembelajaran yang merupakan keunggulan utama di pesantren

adalah menanaman keimanan. Metode menanaman keimanan terbentuk dari kondisi

menyeluruh kehidupan budaya pesantren, pengaruh kiai baik dalam ritual peribadatan

maupun dalam perilaku kesehariannya. (Tafsir, 2013: 305)

Dari tujuan pesantren yang diuraikan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa tujuan pesantren adalah untuk mendidik dan membentuk kepribadian muslim yang

menguasai ajaran Islam atau ilmu-ilmu keagamaan, dan kaderisasi ulama yang dilakukan

adalah upaya agar mereka siap mengamalkan ilmunya kepada masyarakat. Kaderisasi

ulama ini sudah semestinya dilakukan oleh pesantren, agar tujuan-tujuan pembelajaran

pesantren dapat tercapai sebagaimana semestinya dan tidak terjadi penyimpangan-

penyimpangan dalam pemahaman ilmu keagamaan yang disebabkan karena kurangnya

pendalaman dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan tersebut. Wacana kaderisasi ulama

Page 31: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

15

intelektual, merupakan trobosan yang sangat baik selain para santri menguasai ilmu-ilmu

keagamaan juga menguasai ilmu-ilmu bidang lain yang dapat menjadi modal bagi

kehidupan duniawinya dan merupakan salah satu solusi dalam menghadapi perkembangan

arus globalisasi. Namun, pendalaman ilmu-ilmu keagamaan dan akhlak mulia harus tetap

dilakukan karena merupakan ciri khas dari pesantren itu sendiri.

2. Ragam Pesantren

Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang awal keberadaannnya

adalah hasil usaha mandiri kiai yang dibantu santri dan masyarakat, pesantren memiliki

berbagai bentuk dan ciri khusus tergantung selera kiai dan keadaan sosial budaya maupun

geografis yang yang berada disekelilingnya. Keberagaman pesantren dapat dilihat dari

berbagai sudut pandang, seperti dari rangkaian kurikulum, tingkat kemajuan dan

kemoderenan, keterbukaan terhadap perubahan, dan dari sudut sistem pendidikannya.

Pertama, pesantren dilihat dari segi kurikulumnya terbagi menjadi tiga kelompok,

yaitu (a) pesantren modern; (b) pesantren tahassus (tahassus ilmu alat, ilmu fiqh/usul al-

fiqh, ilmu tafsir/Hadits, ilmu tasawwuf/tariqah, dan qira‟at al-Qur‟an); dan (c) pesantren

campuran. (Arifin dalam Qomar, 2005: 16) Pembagian ketiga jenis pesantren ini,

nampaknya tidak perlu dipertentangkan secara gradual. Ketiganya nampak jelas perbedaan

satu sama lainnya, pada pesantren modern memang dikelompokkan sebagai pesantren jenis

baru karena pada sistem pendidikannya berbeda dengan pesantren tahassus yang pada

praktek pelaksanaan pendidikannya masih menggunakan sistem tradisional atau klasik.

Kedua jenis pesantren tersebut tentunya berbeda dengan pesantren campuran, yang

menggabungkan atau mengkombinasikan sistem kurikulum pendidikan modern dan

tradisional.

Kedua, pesantren dilihat dari segi kemajuan muatan kurikulumnya, yaitu: (a)

pesantren paling sederhana yang hanya mengajarkan cara membaca huruf Arab dan

menghafal sebagian dari al-Qur‟an; (b) pesantren sedang yang hanya berbagai kitab fiqh,

aqidah tata bahasa Arab/nahwu saraf, dan terkadang amalan sufi; dan (c) pesantren paling

maju yang mengajarkan kitab-kitab fiqh, aqidah, tasawwuf yang lebih mendalam dan

beberapa mata pelajaran tradisional lainnya. (Qomar, 2005: 16) Pembagian kelompok pada

jenis pesantren ini terasa masih kabur, karena kemajuan bukan hanya dilihat dari

banyaknya mata pelajaran yang ditawarkan, namun dapat dilihat dari hasil atau alumninya.

Pada pelaksanaan dibeberapa pesantren yang hanya lebih fokus dengan satu bidang ilmu

malah lebih terlihat keahliannya pada ilmu tersebut, dibandingkan dengan pesantren yang

lebih banyak menawarkan berbagai macam keilmuan namun tidak lebih fokus pada satu

keahlian. Namun, tidak dipungkiri banyak juga pesantren yang menawarkan berbagai

macam keilmuan melahirkan alumni yang berkompeten, tentunya dalam pelaksanaan

kurikulum pendidikannya harus didukung oleh metode, visi, sarana prasarana, dan sistem

yang baik dan sesuai.

Ketiga, pesantren dilihat dari segi jumlah santri dan pengaruhnya, yaitu: (a)

pesantren kecil jumlah santri kurang dari 1.000 santri dan pengaruhnya hanya pada tingkat

kabupaten; (b) pesantren menengah memiliki santri antara 1.000 sampai 2.000 santri dan

pengaruhnya pada beberapa kabupaten; (c) pesantren besar biasanya memiliki santri lebih

dari 2.000 orang dan memiliki pengaruh keberbagai kabupaten dan propinsi. (Dhofier,

2011: 79) pengelompokkan jenis pesantren ini nampaknya tidak perlu diperdebatkan, jika

memang dilihat dari jumlah santri yang ada, namun jika diukur dengan tingkat

keberhasilan penggolongan pesantren kecil, menengah, dan besar perlu dikaji lagi, yakni

tidak menjadi sebuah standar bahwa pesantren yang jumlah santrinya sedikit tetapi

Page 32: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

16

digolongkan pesantren kecil, bisa jadi pesantren dengan jumlah santri sedikit menghasilkan

alumni yang berkualitas pada bidang tertentu dan pengaruhnya bisa menjangkau

masyarakat di berbagai daerah yang memang tertarik dan membutuhkan sistem pendidikan

pesantren tersebut.

Keempat, pesantren dilihat dari segi usia santri, yaitu (a) pesantren khusus anak-

anak balita; (b) pesantren khusus orang tua; dan (c) pesantren mahasiswa. (Qomar, 2005:

18) pengelompokan jenis pesantren ini masih perlu dipertegas, yakni pada pesantren

khusus orang tua, karena tidak ada pembagian batasan usia. Jika memang yang dimaksud

orang tua di atas batas kelompok usia mahasiswa, maka perlu satu pengelompokan lagi

dari pesantren berdasarkan tingkat usia ini, seperti pesantren khusus remaja yang berada

pada standar usia sekolah.

Kelima, pesantren dilihat dari segi kecenderungan pada organisasi sosial

keagamaan, yaitu: (a) pesantren NU; (b) pesantren Muhammadiyah; (c) pesantren Persis;

dan (d) pesantren netral. (Qomar, 2005: 18) Jenis pesantren ini biasanya tidak semua

melabeli dirinya secara langsung, jenis organisasi sosial keagamaan yang dianut pada

nama lembaganya. Namun, dapat terlihat pada implementasi pendidikannya.

Keenam, pesantren dilihat dari segi sistem yang dikembangkan, dikelompokkan

menjadi tiga macam, yaitu: (a) memiliki santri yang belajar dan tinggal bersama kiai,

kurikulum tergantung dengan kiai, dan pengajaran secara individual; (b) memiliki

madrasah, kurikulum tertentu, pengajaran bersifat aplikasi, kiai memberikan palajaran

secara umum dalam waktu tertentu, santri bertempat di asrama untuk mempelajari

pengetahuan agama dan umum; dan (c) hanya berupa asrama, santri belajar di

sekolah/madrasah, bahkan perguruan tinggi umum atau agama, kiai sebagai pengawas dan

pembina mental. (Qomar, 2005: 18) Ketiga kelompok ini masing-masing memiliki

kelebihan dan kekurangan, yaitu bagi pesantren yang santri dan kiai tinggal bersama serta

kiai sejara langsung memberikan pembelajaran secara individu memiliki kelebihan yakni

adanya kedekatan emosional antara keduanya serta kiai dapat langsung memantau

perkembagan santri, hal tersebut tentunya akan berbeda dengan kiai yang tinggal terpisah

dengan santri dan hanya sebagai pengawas dan pembina mental saja, namun jenis

pesantren ini biasanya memiliki kelebihan dalam sistem manajemen yang lebih baik,

dibandingkan dengan pesantren yang masih menggunakan sistem tradisional.

Ketujuh, pesantren dilihat berdasarkan elemennya, dibagi menjadi lima kelompok,

yaitu: (a) terdiri dari masjid dan rumah kiai; (b) terdiri dari masjid, rumah kiai, dan pndok

(asrama); (c) memiliki masjid, rumah kiai, pondok (asrama), dan pendidikan formal; (d)

memiliki masjid, rumah kiai, pondok (asrama), pendidikan formal dan pendidikan

keterampilan; dan (e) memiliki masjid, rumah kiai, pondok (asrama), madrasah, dan

dilengkapi bangunan-bangunan fisik lainnya. (Qomar, 2005: 18) Pengelompokkan jenis

pesantren ini memang perlu diperhatikan oleh pesantren dalam menghadapi

perkembangannya, karena elemen-elemen dasar tersebut memang yang sangat penting

untuk perkambangan pesantren.

Kedelapan, pesantren dikelompokkan berdasarkan unsur kelembagaan, yaitu: (a)

pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum

nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan maupun sekolah umum; (b)

pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan

mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional; (c) pesantren

yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyah; (d) pesantren

yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majlis ta‟lim); dan (e) pesantren untuk

asrama anak-anak belajar sekolah umum dan mahasiswa. (Qomar, 2005: 18)

Page 33: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

17

Pengelompokkan jenis pesantren ini, merupakan ciri khas tersendiri bagi masing-masing

pesantren dan memiliki daya tarik sendiri berbagai kalangan masyarakat yang memiliki

beragam kebutuhan akan jenis pendidikan pesantren. Namun, disini pesantren harus lebih

jeli memperhatikan perkembagan dan kebutuhan masyarakat tersebut.

Kesembilan, pesantren dilihat dari segi keterbukaan terhadap perubahan terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi, yaitu: (a) pesantren salafiyah yang mengajarkan

pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya, penerapan sistem madrasah

untuk memudahkan sistem sorogan tanpa mengenalkan pengajaran umum; (b) pesantren

khalafi memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrsasah-madrasah yang

dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam lingkungan pesantren.

(Dhofier, 2011: 76) Pesantren jenis ini, nampaknya yang paling popular dibandingkan

pengelompokan pesantren-pesantren lainnya. Terlepas dengan adanya kerancuan dalam

praktik tentang pemahaman pesantren salafiyah dan khalafiyah, untuk sementara istilah itu

masih digunakan untuk memudahkan pemahaman terutama ditinjau dari perspektif

jaringan dan perubahan sosial.

Variasi dan keberagaman pesantren merupakan ciri khas dari masing-masing

pesantren tersebut, naman pesantren juga perlu melihat dan mempertimbangkan

perkembangan kebutuhan masyarakat dan tentunya harus menyesuaikan dirinya dengan

kebutuhan masyarakat tersebut. Jika, tidak dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan

zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat, pesantren harus siap ditinggalkan oleh

masyarakat dan memilih jenis pendidikan lainnya.

3. Pola Pendidikan di Pesantren

Pola Pendidikan di pesantren dapat diklasifikasikan berdasarkan kurikulum

pendidikannya menjadi beberapa pola, diantaranya, yaitu:

Pesantren Pola I adalah pesantren yang materi pelajaran agama bersumber dari

kitab-kitab kuning dan metode yang digunakan adalah wetonan dan sorogan, dan

bandongan tidak memakai sistem klasikal, juga tanpa mengenalkan pengajaran

pengetahuan umum. Pesantren pola ini menurut Dhofier (2011: 76) adalah sebagai

pesantren tipe lama (klasik), sedangkan menurut Rahim (2005: 76) pesantren pola ini

disebut pesantren salafiyah. Pada pola ini juga terdapat beberapa pesantren yang hanya

mengajarkan dan memperdalam satu bidang ilmu saja, Arifin (dalam Qomar, 2005: 18)

menyebutnya sebagai pesantren tahassus, seperti Pesantren Krapyak dan Wonokromo

misalnya, hanya mengkhususkan pendidikannya untuk pendalaman ilmu Qirâ‟at al-

Qur‟an, kemudian pesantren Lirboyo Kediri dan pesantren Bendo Jampes yang

mengutamakan pengajaran gramatika bahasa Arab. Menurut Yasmadi (2002: 70-71) dalam

konteks keilmuan pesantren tradisional (salafiyah) merupakan salah satu jenis pesantren

yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik sebagai inti pendidikannya.

Pola pengajaran di pesantren tersebut menjadikan kelebihan tersendiri sebagai

salah satu lembaga pendidikan Islam yang mewarisi sistem pengajaran Islam, yang

digunakan pada lembaga-lembaga pendidikan klasik. Dengan sistem tradisional ini tidak

sedikit melahirkan alumni-alumni pesantren yang berbengaruh dan meneruskan sang guru

“kiai” dengan membuka pesantren baru. Hal ini menjadi siklus yang berkelanjutan dalam

melestarikan pendidikan dan ajaran-ajaran Islam.

Keberadaan pesantren-pesantren tradisional atau komunitas Islam tradisi yang

merakyat sangat dirasakan manfaatnya. Hal ini dapat dilihat dari perspektif perlindungan

dari serangan budaya Barat yang secara ekstrem merobek gaya hidup generasi muda yang

sederhana menjadi individu-individu hedonis. Dengan pola hidup pesantren yang sangat

Page 34: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

18

bersahaja, paling tidak menjauhkan pikiran materialistik. Meski peranannya cukup sentral

dalam menjaga keilmuan namun bukan berarti pesantren tipe ini lepas dari kelemahan.

Dalam pandangan Cak Nur pelaksanaan pola salafiyah secara kaku (rigid) merupakan

kendala tersendiri. Dalam posisinya sebagai institusi pendidikan, keagamaan, dan sosial,

pesantren dituntut melakukan kontekstualisasi tanpa harus mengorbankan watak aslinya.

(Madjid, 1997: 114)

Dalam konteks ini, ada baiknya pesantren salafiyah, disamping tetap

mempertahankan kekhasan isi dan metode pendidikannya, hendaklah dapat melangkapi

dengan kurikulum yang dapat disesuaikan dengan kemajuan zaman dan kebutuhan serta

keinginan masyarakat yang beragam akan jenis pesantren saat ini. Namun, perubahan dan

pengembangan yang dilakukan, semestinya hanya sebatas aspek oprasional dan

manajemennya saja, bukan pada substansi pendidikan pesantren itu sendiri.

Contoh tradisi pesantren yang perlu dan harus dipertahankan menurut Qomar

(2014: 13) adalah:

(1) Penggunaan kitab kuning berbahasa Arab.

(2) Penguasaan ilmu alat seperti nahwu, saraf, dan balaghah.

(3) Penggunaan asrama (pondok).

(4) Memaksimalkan penggunaan masjid.

(5) Hubungan batiniah antara kiai dan santri.

(6) Kemandirian (sikap independent) pesantren.

Mempertahankan pengajaran dengan menggunakan kitab kuning berbahasa Arab

dan didukung dengan penguasaan terhadap ilmu alat, dapat memungkinkan santri

mengenal dan menguasai khasanah Islam klasik dan menjadikan santri terbiasa dengan

bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci dan wahyu. Selanjutnya, dengan memaksimalkan

kegiatan melalui asrama dan masjid, tentunya dapat mendukung semua kegiatan santri,

seperti sebagai tempat kegiatan belajar dan dapat mengontrol kedisiplinan ibadah santri.

Selain itu, kedekatan hubungan batiniah antara kiai dengan santri dapat menghubungkan

perasaan keduanya dalam proses pembentukan kepribadian. Terakhir, kemandirian (sikap

independent) pesantren, dapat terlihat dalam sikap kemandirian kiai, ustadz, dan santri,

yakni kebebasan menentukan dan merumuskan model pendidikan yang dipandang

alternatif.

Unsur-unsur modernisasi tersebut dapat diambil oleh pesantren sebagai salah satu

cara agar tetap dapat bertahan dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman,

manfaat lainnya memungkinkan pesantren untuk memperluas wawasan santri tentang

perkembagan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun pengetahuan

pendukung lainnya.

Pesantren Pola II adalah sistem pendidikan yang dalam proses belajarnya sudah

mengenal penjenjangan (klasikal), referensi utama dalam materi keislaman bukan kitab

kuning, melainkan kitab-kitab baru yang ditulis para sarjana Muslim abad ke-20, sistem

pendidikannya tidak mengikuti sistem pemerintah, yakni menggunakan kurikulum sendiri.

(Subhan, 2012: 129) jenis pesantren ini biasa disebut pesantren modern (independent)

karena dalam sistem pendidikannya berbeda dengan sistem pesantren tradisional, yakni

memadukan pengetahuan agama dan non agama dalam satu sistem dengan kurikulum yang

independent. Contoh pesantren dengan pola pendidikan tersebut adalah Pondok Modern

Gontor Ponorogo Jawa-Timur. Menurut laporan Pohl (2006: 389-409) Terinspirasi oleh

reformasi di Universitas al-Azhar Kairo, Gontor berusaha untuk memodernisasikan metode

pengajaran dan memperluas ruang lingkup mata pelajaran yang diajarkan. Mulai tingkat

Page 35: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

19

sekolah dasar sampai tingkat Universitas, bahasa Arab dan Inggris sebagai Bahasa

pengantar, sertifikat yang ditawarkan oleh Gontor diakui oleh al-Azhar, Pesantren ini

dikenal untuk mengirim sejumlah besar siswa ke Kairo.

Kurikulum pendidikan di Pesantren Modern Gontor mencakup semua kegiatan

dalam berbagai bentuknya. Semua itu merupakan satu kesatuan kurikulum yang tidak

dapat dipisahkan, yang mengatur seluruh kehidupan santri. Totalitas kegiatan yang ada

memiliki nilai pendidikan dalam berbagai aspek, sehingga “segala yang dilihat,

didengarkan, dirasakan, dan dialami oleh santri adalah untuk pendidikan.” Kurikulum

yang mengintegrasikan antara kegiatan intra dan ekstra. Adapun pelaksanaan kurikulum itu

didelegasikan kepada lembaga-lembaga yang telah ditetapkan, kegiatan intrakulukuler

diselenggarakan oleh lembaga Kulliyat al-Mu‟alimin al-Islamiyah (KMI). Sedanglan

kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler merupakan tanggung jawab Lembaga Pengasuhan Santri.

(Zarkasyi, 2005: 126)

Berbeda dengan pesantren tradisional yang cenderung „kurang membuka diri‟ dari

unsur-unsur luar, maka lain halnya dengan pesantren modern. Pesantren jenis ini

tampaknya lebih fleksibel dan terbuka dalam menerima hal-hal baru disamping tetap

mempertahankan tradisi lama yang sudah ada. Salah satu ciri pesantren modern yakni

dalam proses belajarnya sudah mengenal penjenjangan (klasikal) dan kurikulum.

Fenomena munculnya pesantren modern sangat terkait dengan keberadaan kolonialisme

yang mendirikan sekolah-sekolah modern yang kemudian berpengaruh pada pola pikir

para elit Islam tentang sistem pendidikan yang lebih baik.

Menurut Azyumardi Azra dalam sebuah pengantar yang diberi judul “Pesantren:

Kontinuitas dan Perubahan” yang terdapat dalam Madjid (1997: xii), bahwa harus diakui

bahwa modernisasi paling awal dari sistem pendidikan Islam di Indonesia tidak bersumber

dari kalangan muslim sendiri. Pendidikan dengan sistem yang lebih modern justru

diperkenalkan oleh Belanda melalui perluasan kesempatan bagi pribumi untuk

mendapatkan pendidikan pada paruh kedua abad ke-19. Meskipun ada kesan terpaksa

karena desakan komunitas internasional yang mengecam sikap pemerintahan kolonial yang

eksploitatif, program pendidikan bagi kaum pribumi ini diimplementasikan pemerintah

kolonial Belanda dengan cara mendirikan volkschoolen atau lebih dikenal dengan istilah

sekolah rakyat.

Senada dengan Azra, dalam pandangan Madjid (1997: 89), suatu kenyataan

sederhana namun cukup tajam adalah anggapan bahwa „modern‟ selalu dikonotasikan

dengan „Barat‟. Munculnya anggapan ini karena masih banyak yang meyakini bahwa nilai-

nilai kemodernan didominasi nilai-nilai dari Barat. Padahal sebetulnya nilai-nilai

kemodernan itu sifatnya adalah universal, sangat berbeda dengan nilai-nilai Barat yang

lokal atau regional saja. Ketika Barat mengalami kemajuan secara kebetulan akses

informasi sudah berevolusi secara merata ke seluruh belahan dunia, hasilnya simbol

modern melekat secara permanent. Yang menjadi arus bawah peradaban modern adalah

ilmu pengetahuan dan teknologi, jadi dapat dipastikan bahwa yang dimaksud dengan

kemodernan adalah penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pandangan Cak Nur di atas memang merupakan realitas. Artinya komponen-

komponen kemodernan pada dasarnya telah memiliki standar yang cukup jelas.

Hakikatnya adalah tantangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hanya saja penguasaan

teknologi itu saat ini berada dalam kendali Barat, sehingga seolah-olah Barat adalah

sumber modernisasi. Dalam kaitannya dengan ini, umat Islam sesungguhnya memiliki

kesempatan yang sama dengan Barat dalam merengkuh nilai-nilai modernitas. Hanya saja

rasa percaya diri dan semangat sangat dibutuhkan. Hal tersebut dimungkinkan karena

Page 36: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

20

secara historis Islam merupakan perintis berbagai bidang keilmuan seperti kedokteran,

ilmu alam, dan aljabar. Bahkan seperti yang dikutip Azra (1998:104), Herbert A. Davies

dalam A Outline Hitory of the World, mengemukakan bahwa umat Islam telah mendirikan

universitas-universitas besar yang selama beberapa abad melebihi apa yang dipunyai Eropa

Kristen.

Keinginan kuat dari kalangan pesantren yang berbasis tradisional untuk

memperbarui sistem pendidikannya, yakni berawal dari keinginan untuk bertahan dari

ekspansi lembaga-lembaga pendidikan umum, lembaga-lembaga pesantren tersebut mulai

melakukan sejumlah akomodasi dan penyesuaian yang mereka anggap tidak hanya akan

mendukung kontinuitas pesantren itu sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi para santri,

seperti sistem penjenjangan, kurikulum yang lebih jelas, dan sistem klasikal. Sejumlah

perubahan ini tentu menuntut kesiapan yang matang dari kalangan pesantren, sehingga

tidak terkesan memaksakan diri.(Madjid, 1997: xv)

Unsur-unsur moderisasi dari sistem pendidikan sekuler yang perlu diambil

menurut Qomar (2014: 13) di antaranya:

(1) Penerapan manajemen secara professional.

(2) Penerapan kepemimpinan kolektif.

(3) Penerapan sikap kritis.

(4) Menghindari pemahaman pemikiran agama yang mensucikan pemikiran agama

(taqdis afkar al-dinî).

(5) Penguatan epistemologi dan metodologi.

(6) Penerapan keharusan penelitian dan penulisan karya ilmiah.

(7) Penggunaan alat-alat teknologi modern.

Unsur-unsur modernisasi tersebut dapat diambil oleh pesantren sebagai salah satu

cara agar pesantren tetap dapat bertahan dan berkembang sesuai dengan perkembangan

zaman, manfaat lainnya memungkinkan pesantren untuk memperluas wawasan santri

tentang perkembagan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun pengetahuan

pendukung lainnya.

Pada pekembangannya beberapa pesantren lainnya, mengadopsi sistem dan

kurikulum modern pesantren Gontor, seperti Pondok Pesantren Modern Islam Assalam

Surakarta, dan Pesantren Darun Najah (Pohl, 2006: 389-409). Namun, pesantren tersebut

lebih cocok masuk dalam kelompok pesantren pola III karena dalam pelaksanaannya

memadukan sistem kurikulum pendidikan Pondok Modern Gontor dan membuka

sekolah/madrasah dengan mengikuti kurikulum pemerintah.

Pesantren Pola III adalah pesantren yang materi pelajaran agama bersumber dari

kitab-kitab kuning dan metode yang digunakan adalah wetonan dan sorogan, hafalan, dan

musyawarah serta memakai sistem klasikal dan non klasikal. Selain itu pendidikan

keterampilan dan pendidikan organisasi juga diberikan. Memasukkan pengetahuan umum,

mengkombinasi berbagai sistem pendidikan, yaitu sistem pengajaran menggunakan kitab-

kitab klasik, membuka madrasah dan sekolah, (dengan menggunakan kurikulum

pemerintah dan kurikulum pesantren yang dibuat sendiri), perguruan tinggi serta

pendidikan keterampilan, seperti: pertanian, pertukangan, dan peternakan.

Menurut Dhofier (2013: 76) pesantren dengan pola tersebut adalah pesantren tipe

baru, seperti Pesantren Tebuireng dan Rejoso di Jombang, telah membuka SMP dan SMA,

dan Universitas. Begitu juga pada Yayasan Pendidikan Islam HM Tribakti (YPIT) yang

kini menjadi Pesantren al-Mahrusiyah dan Pesantren Salaf Terpadu ar-Risalah, sebagai

unit pengembangan pesantren Lirboyo Kediri, selain tetap mempertahankan sistem

Page 37: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

21

pendidikan pesantren tradisional (salafiyah), juga membuat membuka sistem pendidikan

umum sebagai cabangnya diluar pondok induk. (Anwar, 2008: 101) Sementara itu,

Menurut Zuhdi (2006: 421) contoh pesantren yang memadukan sistem pendidikannya,

seperti Pesantren Tebu Ireng, Jawa Timur adalah sebuah sistem pendidikan kombinasi,

dengan memperbarui sistem pendidikannya, yang semula sebagai pesantren tradisional

menjadi pesantren yang mengkombinasikan antara pesantren tradisonal dengan sistem

sekolah dan madrasah, yakni (a) Sekolah: disediakan bagi santri/pesera didik yang

berminat mempelajari pengetahuan non agama; (b) Madrasah: disediakan bagi

santri/peserta didik yang berminat memperdalam pengetahuan agama. Selain sekolah dan

madrasah juga mempertahankan pendidikan pesantren tradisional setelah jam

sekolah/madrasah.

Contoh lain dari pesantren yang mengkombinasikan kurikulum pendidikannya,

berdasarkan laporan Malik MTT (2008: 46) adalah Pesantren Darul Falah Bogor,

memadukan pendidikan pesantren dan pendidikan pertanian, menurut Daulay (2009: 67)

pesantren jenis ini lebih menitikberatkan pada pelajaran keterampilan disamping pelajaran

agama. Selanjutnya, Pesantren Mahasiswa al-Hikam Jawa Timur. Menerapkan kurikulum

dengan menggabungkan modernitas dan tradisi, melengkapi pendidikan perguruan tinggi

sekuler dengan pelatihan agama berakar pada sufi dan lebih menerapkan tradisi pesantren.

(Lukens-Bull, 2001: 350-372)

B. Kurikulum Keagamaan

1. Pendidikan Agama dan Keagamaan

Pendidikan berasal dari kata “didik“, mendapat awalan “pen” dan “an”, yang

berarti proses pengubahan sikap dan tingkah laku sesorang atau sekelompok orang dalam

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (Depdikbud, 1993:

232). Menurut Maksum (1999: 16) bahwa dalam khasanah pendidikan Islam terdapat

sejumlah istilah yang merunjuk langsung pada pengertian pendidikan dan pengajaran

seperti tarbiyah, ta‟lim, ta‟dib, tabyin, dan tadris. Istilah “tarbiyah” berasal dari kata kerja

“rabba” yang berarti memperbaiki, bertanggung jawab, dan memelihara atau mendidik.

Syed Muhammad al-Attas, sebagaimana dikutip Maksum (1999: 19) menawarkan istilah

“ta‟dib” yang dalam pandangannya lebih mampu mewakili pendidikan Islam dalam

keseluruhan esensinya yang fundamental. Menurutnya, istilah ini sudah mengandung arti

ilmu (pengetahuan), pengajaran (ta‟lim), dan pengasuhan (tarbiyah). Dari pengertian di

atas dapat dipahami bahwa Istilah “tarbiyah” berasal dari kata kerja “rabba” yang berarti

mendidik, sedangkan kata pengajaran dalam bahasa Arab adalah “ta‟lim” dari kata kerja

“‟allama” yang berarti mengajar.

Menurut al-Hazimi (2000: 18-19) kata “tarbiyah”, yang banyak dijumpai dalam

al-Qur‟an memiliki beberapa arti, diantaranya:

a. Al-Hikmah (bijaksana), al-„Ilm (pengetahuahan) dan al-ta‟lim (pengajaran).

Sebagaimana dalam firman Allah SWT, yang berbunyi:

“Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu

mengajarkan al-kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali

„Imran (3): 79)

Page 38: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

22

Kata rabbani berasal dari akar kata tarbiyah. al-Hazimi mengutip penafsiran Ibn

Abbas, yaitu kata rabbani ini berarti orang yang bijaksana, berpengetahuan dan lemah

lembut. Pengertian ini mengandung arti bahwa seorang pendidik haruslah pemiliki sifat

yang bijaksana, berpengetahuan dan lemah-lembut.

b. Al-Ri‟âyah (melindungi). Sebagaimana dalam Firman Allah SWT, yang berbunyi: .

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan

dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana

mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. al-Isrâ (17): 24)

Kata “rabbayânî” (mendidik) dalam ayat ini memiliki arti orang tua harus

melindungi anaknya. Makna melindungi disini bukan berarti terus-menerus memberikan

kesenangan-kesenangan duniawinya, namun memberikan pengarahan atas perbuatan yang

dilarang dalam ketentuan hukum agama. Kedua pengertian diatas tentunya tersimpan

pengertian bahwa pendidikan adalah menanamkan sifat-sifat kebaikan dan akhlak mulia.

Kata “tarbiyah” berarti mendidik dan “ta‟lim” berarti “mengajar mempunyai

pengertian yang berbeda. Menurut Yunus (1990: 19) mendidik berarti menyiapkan anak

dengan segala macam jalan agar dapat menggunakan tenaga dan bakatnya dengan sebaik-

baiknya. Sedangkan mengajar berarti memberikan ilmu pengetahuan kepada anak dengan

tujuan supaya pandai. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa mendidik mempunyai

cakupan yang lebih luas dari mengajar. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Azra

(1999: 3) bahwa arti pendidikan adalah suatu proses transformasi nilai dan pembentukan

kepribadian dengan segala aspeknya. Sedangkan pengajaran hanyalah sebagai proses

transfer ilmu saja. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan dan

pengajaran tidak dapat dipisahkan. Pengajaran dibutuhkan untuk menambah ilmu

pengetahuan sedangkan pendidikan bermanfaat untuk mengisi berbagai dimensi nilai yang

hidup dalam masyarakat, baik nilai agama, etika, maupun adat istiadat.

Sejalan dengan uraian di atas, Tafsir (2013: 37-38) menulis bahwa pendidikan

adalah mengembangkan seluruh aspek kepribadian, sedangkan pengajaran hanyalah

mengembangkan sebagian dari aspek kehidupan. Disinilah letak keterkaitan antara makna

pendidikan dengan pengajaran. Tafsir mencoba melakukan visualisasi terhadap pendapat

Dewantara, yakni pengajaran tidak lain adalah dengan cara memberikan pengetahuan serta

kecakapan. Berikut ini visualisasi yang dibuat tafsir untuk memudahkan makna pendidikan

dan pengajaran:

Gambar 2.1

Visualisasi Pendidikan dan Pengajaran A = Daerah Pendidikan

B = Usaha Pendidikan dalam bentuk pengajaran

C = Usaha pendidikan dalam bentuk memberi contoh

D = Usaha pendidikan dalam bentuk pembiasaan

E = Usaha pendidikan dalam bentuk hadiah dan pujian

F = Usaha pendidikan dalam bentuk lainnya

Page 39: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

23

Jadi, pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan seseorang (pendidik)

terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai secara maksimal. Adapun usaha tersebut

dapat beragam macamnya, diantaranya adalah mengajarkan dengan mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan, memberikan contoh (teladan), pembiasaan melakukan

kegiatan poitif, memberikan pujian dan hadiah. Kesimpulannya, pengajaran adalah

sebagian usaha dari pendidikan. (Tafsir, 2014: 38)

Secara terminologis pendidikan terdapat pengertian yang bervariasi, tergantung

latar belakang perumusannya. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 (2003: 3)

tentang pendidikan pada pasal 1 ayat (1) mendefinisikan pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Azra (1999: 4)

mendefinisikan pendidikan sebagai proses belajar dan penyesuaian individu-individu

secara terus menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat. Pendidikan

merupakan proses yang komprehensif, mencakup seluruh aspek kehidupan untuk

mempersiapkan mereka agar mampu mengatasi segala tantangan.

Berdasarkan pengertian pendidikan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa definisi

pendidikan adalah upaya membentuk pengalaman dan perubahan yang dikendaki dalam

tingkah laku seseorang kearah yang lebih baik dari sebelumnya. Upaya ini hanya akan

berhasil melalui interaksi antara pendidik dengan yang dididik.

Selanjutnya, dalam memahami makna pendidikan agama dan keagamaan perlu

pemahaman mengenai definisi agama. Menurut Tumanggor (2014: 19) agama adalah suatu

ajaran yang mengandung aturan, hukum, kaidah, historis, i‟tibar serta pengetahuan tentang

alam, manusia, roh, Tuhan, dan metafisika (natural dan supranatural atau riil dan ghaib)

baik yang datang dari manusia maupun dari Tuhan. Dapat dipahami bahwa agama berisi

pengajaran dan aturan-aturan yang harus dijalankan manusia, sesuai dengan ajaran agama

yang diyakini. Adapun keagamaan yang merupakan bagian dari agama dapat diartikan

bahwa keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala sesuatu yang

berkaitan dengan agama, seperti ajaran-ajaran keagamaan, emosi keagamaan dan soal-soal

keagamaan.

Koentjaraningrat sebagaimana dikutip oleh Tumanggor (2014: 7) menegaskan

bahwa komponen yang terkait dalam sistem agama (relegi), antara lain: emosi keagamaan

“emotion of religion”, system keyakinan “faith of belief system”, sistem ritus dan upacara

“ritual and ceremonial system”, peralatan ritus dan upacara “ritual and ceremonial tool”,

dan umat agama “religious people”. Bagannya sebagai berikut:

Bagan 2.1

Komponen Sistem Agama (Relegi)

Page 40: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

24

Dalam ajaran Islam ilmu dan aturan-aturan yang terdapat dalam agama bersumber

pada al-Qur‟an dan Hadits, adapun ajaran yang terdapat dalam pendidikan agama Islam

menurut al-Jantani sebagaimana dikutip oleh Ghazali dan Gunawan (2015: 40), yakni

mencakup keluruh aspek kehidupan manusia, yaitu aspek pendidikan jasmani, pendidikan

spiritual, pendidikan intelektual, pendidikan emosional, pendidikan moral, pendidikan

sosial, dan pendidikan kepribadian. Teori ini dapat dipahami, bahwa dalam agama Islam

terdapat berbagai aspek pengajaran dan pendidikan yang dapat dijadikan pedoman bagi

manuasia dalam menjalani kehidupannya.

Berdasarkan pengertian pendidikan dan agama menurut para ahli di atas, istilah

pendidikan agama dan keagamaan memiliki arti yang hampir sama dengan sedikit

perbedaan. Perbedaan tersebut dapat diartikan bahwa, pendidikan keagamaan merupakan

rincian lebih mendalam dari pendidikan agama itu sendiri.

Perbedaan makna pendidikan agama dan keagamaan juga terlihat pada Peraturan

Pemeritah RI No. 55 tahun 2007 pasal 1 ayat (1) dan (2) berdasarkan pengertiannya, yaitu

pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk

sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya,

yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur,

jenjang, dan jenis pendidikan. Sedangkan, pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang

mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan

pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan

ajaran agamanya.

Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama berupa pengajaran

dan pemahaman ilmu-ilmu keagamaan, sedangkan pendidikan keagamaan selain

mempelajari ilmu-ilmu keagamaan tersebut, juga mempersiapkan atau mengkader para

peserta didik untuk menjalankan perannya menjadi ahli agama atau dengan istilah

kaderisasi ulama. Dalam hal ini, pendidikan keagamaan dibutuhkan materi-materi dan

metode tambahan dibandingkan dengan pendidikan agama.

Pendidikan agama dan keagamaan berdasarkan fungsi dan tujuan berdasarkan

Peraturan Pemeritah RI No. 55 tahun 2007 pasal 2 ayat (1) dan (2), yaitu Pendidikan

agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan

hubungan inter dan antarumat beragama dan bertujuan untuk berkembangnya kemampuan

peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang

menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Sedangkan,

Fungsi dan tujuan pendidikan keagamaan terdapat pada Peraturan Pemeritah RI No. 55

tahun 2007 pasal 8 ayat (1) dan (2), yaitu hampir sama dengan fungsi dan tujuan

pendidikan agama, perbedaannya adalah pendidikan keagamaan sama dengan

pengertiannya yaitu memiliki fungsi dan tujuan menjadikan dan mengkader peserta didik

untuk menjadi ahli agama atau ulama yang mengamalkan ilmunya.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan agama dan keagamaan di atas dapat

disimpulkan bahwa pendidikan keagamaan berupa upaya yang lebih spesipik dan

mendalam lagi dalam memberi pelajaran dan pemahaman aspek-aspek terpenting dari

ilmu-ilmu agama kepada peserta didik, dibandingkan dengan pendidikan agama itu sendiri.

Upaya tersebut dimaksudkan agar peserta didik mampu benar-benar menjadi ahli-ahli

agama berdasarkan keilmuan dan pengalaman yang didapat selama berlangsungnya proses

pendidikan keagamaan tersebut.

Selanjutnya Peraturan Pemeritah RI No. 55 tahun 2007 pasal 14 ayat (1) sampai

(3) juga menjelaskan bahwa, pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah

Page 41: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

25

dan pesantren. Adapun Pendidikan diniyah yang dimaksud adalah diselenggarakan pada

jalur formal, nonformal, dan informal. Sedangkan pendidikan pesantren dapat

menyelenggarakan satu atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur

formal, nonformal, dan informal. Kemudian Pada pasal 26 ayat (2) juga dijelaskan bahwa

Pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis

pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah,

dan/atau pendidikan tinggi.

Pada lembaga pendidikan pesantren yang melaksanakan jalur pendidikan formal

dapat berupa pendidikan diniyah formal dan bagi lembaga pendidikan pesantren yang

melaksanakan jalur pendidikan non formal dapat melaksanakan pendidikan diniyah non

formal yang diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan

al-Qur‟an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis, hal ini sebagaimana terdapat

pada Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 Pasal 21 ayat (1). Pesantren juga dapat

menyelenggarakan pendidikan diniyah yang dipadukan dengan jenis pendidikan lain

seperti sekolah/madrasah.

Jadi, pendidikan keagamaan di pesantren dapat diselenggarakan pada satu atau

berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal

atau pendidikan keagamaan di pesantren dapat juga diselenggarakan pada jenis pendidikan

diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak

usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan/atau pendidikan tinggi.

2. Pengembangan Kurikulum Keagamaan di Pesantren

Sebelum membahas lebih jauh apa itu pengembangan kurikulum keagamaan di

pesantren, perlu diketahui tentang konsep dan makna kurikulum secara umum terlebih

dahulu. Kurikulum memiliki pengertian yang sangat bervariasi, para ahli kurikulum

memberikan pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang dan pemikiran

mereka masing-masing. Perbedaan pemikiran tersebut berjalan sesuai dengan

perkembangan teori dan praktik pendidikan yang digunakan.

Pengertian tentang kurikulum dibahas dalam dokumen kurikulum 2013,

kementrian pendidikan dan kebudayaan (2012: 9-10) terdapat dua pengertian, yaitu:

Pertama, kurikulum sebagai rencana adalah rancangan untuk konten pendidikan yang

harus dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya di satu

satuan atau jenjang pendidikan tertentu. Kedua, Kurikulum sebagai proses adalah totalitas

pengalaman belajar peserta didik di satu satuan atau jenjang pendidikan untuk menguasai

konten pendidikan yang dirancang dalam rencana.

Apabila ditelusuri lebih jauh, kurikulum mempunyai berbagai arti, yaitu: (1)

sebagai rencana pembelajaran, (2) sebagai rencana belajar murid, (3) sebagai pengalaman

belajar yang diperoleh murid dari sekolah atau madrasah. (Hidayat, 2013: 20)

Menurut Arifin, (2013: 5) kurikulum diartikan sebagai semua kegiatan dan

pengalaman belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan

pribadi peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah

untuk mencapai tujuan pendidikan. Segala sesuatu yang dimaksud di sini merupakan

hidden curriculum (kurikulum tersembunyi), misalnya fasilitas sekolah, lingkungan yang

aman, suasana keakraban, kerja sama yang harmonis dan sebagainya yang dinilai turut

mendukung keberhasilan pendidikan. Pengertian kurikulum tersebut hampir sama dengan

pendapat Dewey‟s sebagaimana dikutip oleh Ornstein dan Hunkins (2009: 10), yaitu

“curriculum is all the experiences children have under the guidance of teachers”.

Page 42: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

26

Pengertian yang sama juga dijelaskan oleh Tafsir (2013: 81), bahwa dalam

pendidikan, kegiatan yang dilakukan peserta didik dapat memberikan pengalaman belajar,

seperti pergaulan, olah raga, dan pramuka selain mempelajari bidang studi itu sendiri. Atas

dasar inilah maka inti dari kurikulum adalah pengalaman belajar. Karena dalam

kenyataannnya pengalaman belajarlah yang memiliki pengaruh besar terhadap

perkembangan pendewasaan peserta didik. Pendewasaan disini bukan hanya dalam hal

mempelajari mata pelajaran melainkan interaksi sosial juga, baik di lingkungan sekolah

maupun di luar sekolah.

Dalam sistem pendidikan Islam al-Syaibani sebagaimana dikutip oleh Tafsir

(2013: 97), kurikulum dikenal dengan istilah „manhaj‟ yang berarti „jalan terang‟. Makna

tersirat dari jalan terang tersebut menurut al-Syaibany adalah jalan yang harus dilalui oleh

para pendidik dan anak-anak didik untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan

sikap mereka. Istilah „manhaj‟ yang mengandung arti „jalan terang‟ juga terdapat dalam

firman Allah SWT yang berbunyi:

“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur‟an dengan membawa kebenaran,

membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan

sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah

perkara menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa

nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.

Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.

Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),

tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka

berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu

semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan

itu.” (QS. al-Mâidah (5): 48)

Lebih lanjut al-Syaibany dalam Tafsir (2013: 98) menyatakan, bahwa kurikulum

pendidikan Islam seharusnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(1) Menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak. Agama dan akhlak harus diambil dari

al-Qur‟an dan hadis serta contoh-contoh dari tokoh-tokoh terdahulu yang shaleh.

(2) Memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani,

akal, dan ruhani. Untuk pengembangan menyeluruh ini harus berisi mata pelajaran

yang banyak, sesuai dengan tujuan pembinaan setiap aspek.

Page 43: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

27

(3) Memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat,

jasmani, akal, dan ruhani manusia.

(4) Memperhatikan seni halus, yaitu ukur, pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya.

Selain itu, memperhatikan juga pendidikan jasmani, latihan militer, teknik,

keterampilan, bahasa asing sekalipun semuanya iinidiberikan kepada setiap individu

secara efektif berdasarkan bakat, minat, dan kebutuhan.

(5) Mempertimbangkan perbedaan-perbedaan kebudayaan yang sering terdapat

masyarakat karena perbedaan tempat dan zaman.

Dari penjelasan para ahli mengenai pengertian kurikulum tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kurikulum adalah rencana pembelajaran dan rencana belajar peserta

didik, selain itu kurikulum merupakan pengalaman belajar peserta didik secara

keseluruhan, baik berasal dari dalam maupun luar lingkungan sekolah. Pengertian

kurikulum tersebut sangat tepat bila dikaitkan dengan proses pendidikan Islam seperti

pesantren, karena di pesantren pembelajaran bukan hanya terjadi dalam lingkungan kelas

saja, namun di luar kelas seperti asrama yakni pengalaman berinteraksi antar teman atau

dengan guru (kiai), disiplin pada kegiatan keseharian, pembentukan karakter yang

menanamkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia terjadi dalam keseluruhan

lingkungan pesantren.

Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai kurikulum tersebut di atas,

selanjutnya dapat dirumuskan tentang pengertian pengembangan kurikulum.

Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan

rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan

pengorganisasian sebagai komponen situasi belajar-mengajar, antara lain penempatan

jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran,

kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu pada kreasi

sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum ganda lainnya, untuk

memudahkan proses belajar-mengajar. (Hamalik, 2013: 183)

Menurut Sukiman (2015: 5) pengembangan kurikulum pada dasarnya adalah suatu

proses yang dimulai dari kegiatan menyusun kurikulum, mengimplementasikan,

mengevaluasi, dan memperbaiki sehingga diperoleh suatu bentuk kurikulum yang

dianggap ideal. Wahyudin (2014: 62) juga menambahkan bahwa, pengembangan

kurikulum adalah istilah yang komprehensip yang meliputi perencanaan, penerapan, dan

evaluasi karena pengembangan kurikulum menunjukkan perubahan-perubahan dan

kemajuan-kemajuan. (Wahyudin, 2014: 62) Secara sederhana menurut Pawlas dan Oliva

(2008: 266) proses dari pengembangan kurikulum dapat terlihat pada bagan 2.2 berikut:

Bagan 2.2

Model Pengembangan Kurikulum (Pawlas dan Oliva, 2008: 266)

Model pengembangan kurikulum berdasarkan bagan di atas menunjukkan bahwa

dalam pengembangan kurikulum dibutuhkan beberapa tahapan, yakni dimulai dengan

melakukan perencanaan kurikulum, setelah itu adalah implementasi kurikulum, yakni

Evaluation Implementation Planning

Page 44: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

28

dengan merelisasikannya kedalam proses belajar-mengajar, kemudian kurikulum yang

telah dilaksankan tersebut dievaluasi, dengan melihat sesuai atau tidaknya kurikulum yang

telah dilaksankan tersebut dengan tujuan dari pengembangan kurikulum.

Secara lebih luas lagi Oliva sebagaimana dikutip oleh Pawlas dan Oliva (2008: 267)

menggambarkan proses pada model pengembangan kurikulum yang terlihat pada bagan

2.3 di bawah berikut:

Bagan 2.3

Model Pengembangan Kurikulum Oliva

Menurut Hamalik (2012: 104) kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilakukan

pada berbagai kondisi, mulai dari tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional. Kondisi-

kondisi tersebut meliputi:

a. Pengembangan kurikulum oleh guru kelas.

b. Pengembangan kurikulum oleh kelompok guru dalam satu sekolah.

c. Pengembangan kurikulum melalui pusat guru (teacher‟s center).

d. Pengembangan kurikulum pada tingkat daerah.

e. Pengembangan kurikulum melalui proyek nasional.

Pengembangan kurikulum dilakukan dalam upaya agar kurikulum dapat

berkembang kearah yang lebih baik dari kurikulum sebelumnya dan sesuai dengan

perkembangan praktik pendidikan di sekolah, pengembangan kurikulum dapat dilakukan

dengan menambah atau mengembangkan kurikulum sebelumnya. Pengembangan

kurikulum merupakan suatu proses perencanaan dan penyusunan kurikulum sekolah, mulai

tingkat kelas hingga Nasional, kemudian diterapkan ke dalam kelas sebagai wujud proses

belajar mengajar disertai dengan penilaian-penilaian terhadap kegiatan tersebut, sebagai

langkah penyempurnaan sehingga memperoleh hasil yang lebih baik dan bagus.

Uraian dan pembahasan mengenai pengembangan kurikulum dan pendidikan

keagamaan di atas, selanjutnya dapat dikaitkan mengenai maksud dari pengembangan

kurikulum keagamaan di pesantren. Pengembangan kurikulum keagamaan di pesantren

adalah proses pengembangan kurikulum terhadap ilmu-ilmu dan pendidikan keagaman

yang dipersiapkan atau mengkader peserta didik untuk menjadi ahli agama atau ulama

yang mengamalkan ilmunya.

Selanjutnya, perlu diketahui kurikulum keagamaan yang dikembangkan dalam

sistem pendidikan di pesantren, namun terlebih dahulu perlu juga suatu pembahasan terkait

dengan pengembangan kurikulum itu sendiri. Dalam pembahasan mengenai

pengembangan kurikulum, terdapat beberapa hal penting yang terkait dengan

pengembangan kurikulum, diantaranya adalah prinsip-prinsip, landasan-landasan, dan

komponen-komponen kurikulum.

Kurikulum dalam pengembangannya haruslah berdasarkan prinsip-prinsip tertentu

yang akan menjadi kaidah, norma, pertimbangan atau aturan yang menjiwai kurikulum

tersebut. Pengembangan kurikulum dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah

Evaluation

of The

Curriculum

Implementation

of The

Curriculum

Design of

Curriculum

Plan

Statement

of

Curriculum Objectives

Statement

of

Curriculum Goals

Statement

of

Philosophy and Aims

Page 45: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

29

berkembang maupun prinsip yang diciptakan sendiri, sehingga bisa saja terjadi perbedaan

prinsip di masing-masing lembaga pendidikan. (Arifin, 2013: 27)

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam kurikulum diantaranya, yaitu:

prinsip secara umum dan khusus. Beberapa prinsip kurikulum secara umum yang perlu

dibahas terlebih dahulu sebelum mengakaji prinsip pengembangan secara khusus. Adapun

prinsip-prinsip umum tersebut, yaitu:

1) Prinsip Relevansi

Relevansi mempunyai kedekatan hubungan sesuatu dengan apa yang terjadi.

Apabila dikaitkan dengan pendidikan, berarti perlunya kesesuaian antara program

pendidikan dengan tuntutan kehidupan masyarakat. Pendidikan dikatakan relevan bila hasil

yang diperoleh akan berguna bagi kehidupan seseorang. (Idi, 2010: 179)

Dua macam relevansi yang harus dimiliki dalam program kurikulum menurut

Sukmadinata (2012: 150):

(a) Relevansi keluar, yaitu :

- Kesesuaian atas keserasian antara pendidikan dengan lingkungan hidup siswa

- Kesesuaian antara pendidikan dengan kehidupan anak didik disaat sekarang dan yang

akan datang.

- Kesesuaian antara pendidikan dengan tuntutan dunia kerjanya bagi siswa.

Pada prinsip relevansi keluar tersebut dimaksudkan bahwa unsur-unsur yang

terdapat dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan

perkembangan masyarakat. Sebagai contoh, penyesuaian isi, tujuan, dan metode belajar

pada peserta didik yang berada dilingkungan pedesaan idealnya berbeda dengan peserta

didik yang berada di daerah kota-kota besar, karena lingkungan dan kebutuhan serta

tuntutan dunia kerjanya masyarakatnya akan berbeda-beda pula. Contoh lainnya, seperti

metode dan alat-alat yang digunakan pada masa lampau sudah tidak dapat digunakan pada

masa sekarang. Untuk itu diperlukan penyesuaian-penyesuaian yang tepat agar tujuan dari

kurikulum tersebut dapat tercapai sesuai yang dikehendaki.

(b) Relevansi ke dalam, yaitu :

Kurikulum juga harus memiliki relevansi ke dalam yaitu ada kesesuaian atau

konsistensi antara komponen-komponen kurikulum. yaitu antara tujuan, isi, proses

penyampaian dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan

kurikulum.

Pengembangan kurikulum dengan mempertimbangkan relevansi internal ini

idealnya akan menghasilkan kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum tersebut,

apabila terjadi ketidak sesuai kurikulum bisa jadi kemungkinan adanya ketidak sinkronan

antar komponen-komponen kurikulum tersebut.

2) Prinsip Fleksibelitas

Prinsip fleksibelitas artinya kurikulum memungkinkan terjadinya penyesuaian-

penyesuaian dengan kemampuan karakteristik peserta didik, karakteristik sekolah, serta

kondisi dan potensi daerah. (Widyastono, 2014: 38)

Fleksibelitas yang dimaksud adalah tidak kaku artinya memberi sedikit kebebasan

dan kelonggaran dalam melakukan atau mengambil suatu keputusan tentang suatu kegiatan

yang akan dilaksanakan oleh pelaksana kurikulum. Prinsip fleksibelitas juga berkaitan

dengan adanya kebebasan siswa dalam menentukan program atau jurusan yang sesuai

Page 46: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

30

dengan minat, bakat, dan kemampuannya. Demikian pula memberi kebebasan kepada guru

dalam mengembangkan program dan kegiatan-kegiatannya. (Hidayat, 2013: 77)

Fleksibelitas terhadap guru, dapat diwujudkan dengan memberikan kesempatan

kepada guru untuk mengembangkan sendiri program-program pembelajaran yang terdapat

dalam kurikulum yang masih bersifat agak umum. Guru diberikan kebebasan menentukan

metode pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya, sebagai salah

satu contohnya, guru bidang studi keagamaan akan berbeda metode pembelajaran yang

digunakannya dengan guru bidang studi matematika dan IPA.

Menurut Drajat, (2006: 127) memberi kebebasan terhadap ruang gerak peserta

didik dan pendidikan dalam bertindak di lapangan. Hal ini dikarenakan dalam diri anak

didik terdapat banyak perbedaan-perbedaan dalam segala hal, bakat, kemampuan

membaca, menulis (belajar), keterampilan, dan sebagainya. Dengan demikian sekolah

dapat memberi fasilitas yang luas terhadap siswa. Dengan terbentuknya pengadaan

program pilihan, jurusan, program spesialisasi, program pendidikan keterampilan dalam

program-program lain yang dapat dipilih siswa atas dasar kemampuan, kemauan serta

minat dan bakat yang dimilikinya. Keadaan tersebut akan sulit terwujud apabila sekolah

tidak dapat memenuhi kebutuhan peserta didik, seperti sedikitnya program-program

pilihan yang di sediakan oleh lembaga pendidikan atau sekolah.

3) Prinsip Kontinuitas (Kesinambungan)

Prinsip ketiga adalah kotinuitas yaitu kesinambungan. Perkembangan dan proses

belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau tidak

berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan

kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas

lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga antara jenjang

pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan secara serempak

bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi dan kerja sama antara para pengembang

kurikulum sekolah dasar dengan SMTP, SMTA, dan Perguruan Tinggi. (Sukmadinata

2012: 151)

Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukkan adanya

saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan bidang studi.

Menurut Idi (2010: 182) minimal ada dua kesinambungan dalam pengembangan

kurikulum ini, yaitu:

(a) Kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah:

- Bahan pelajaran (subject matters) yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada

tingkat pendidikan yang lebih tinggi hendaknya sudah diajarkan pada tingkat

pendidikan sebelumnya atau di bawahnya.

- Bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih rendah

tidak harus diajarakan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga

terhindar dari tumpang tindih dalam pengaturan bahan dalam proses belajar

mengajar.

(b) Kesinambungan di antara berbagai bidang studi:

Kesinambungan di antara berbagai bidang studi menunjukkan bahwa dalam

pengembangan kurikulum harus memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu

dengan yang lainnya. Misalnya, untuk mengubah angka temperatur dari skala Celcius ke

skala Fahrenheit dalam IPA diperlukan keterampilan dalam pengalian pecahan.

Karenanya, pelajaran mengenai bilangan pecahan tersebut hendaknya sudah diberikan

sebelum anak didik mempelajari cara mengubah temperatur itu.

Page 47: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

31

Dengan adanya kesinambungan dalam program-program yang terdapat dalam

kurikulum, baik pada berbagai tingkat pendidikan maupun pada berbagai macam mata

pelajaran (bidang studi), tentunya akan memudahkan peserta didik dalam proses

pembelajaran, sebagai contohnya pelajaran-pelajaran dasar yang terdapat pada tingkat

dasar sebagai penentu keberlanjutan pada tingkat pelajaran selanjutnya yakni pada tingkat

menengah atau apa saja yang sudah dipelajari pada tingkat dasar tidak perlu pengulangan

mendalam pada tingkat selanjutnya, jika diperlukan pengulangan hal tersebut hanya

bersifat review secara singkat saja.

4) Prinsip Praktis (Efisiensi)

Prinsip keempat adalah praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat

sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efesiensi. Betapapun

bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang

sangat khusus dan mahal pula biayanya, maka kurikulum itu tidak praktis dan sukar

dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-

keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. (Sukmadinata,

2012: 151)

Menurut Sukiman (2015: 37) prinsip efisiensi maksudnya adalah berhubungan

perbandingan antara hasil yang dicapai dengan usaha yang dijalankan, atau biaya yang

dikeluarkan. Suatu usaha dapat dikatakan efisien, apabila hasil yang dicapai telah sesuai

dengan usaha atau biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya, jika hasil yang dicapai tidak

sebanding dengan apa yang dikeluarkan, maka tidak dapat dikatakan efisien.

Efisien waktu dapat diwujudkan dengan merencanakan kegiatan belajar mengajar

peserta didik agar tidak terjadinya waktu yang bayak terbuang. Efisiensi jumlah guru dan

peralatan sekolah dengan menyesuaikan jumlah peserta didik yang ada. Hal tersebut akan

memungkinkan efisiensi waktu dan biaya pendidikan.

5) Prinsip Efektifitas

Menurut Hidayat (2013: 75) efektifitas dalam kurikulum dapat ditinjau dari dua

aspek, yaitu: (a) efektifitas pembelajaran terutama menyangkut sejauhmana jenis-jenis

kegiatan pembelajaran yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik, (b) efektifitas

belajar siswa atau peserta didik, terutama menyangkut seberapa jauh tujuan-tujuan

pembelajaran atau kompetensi dasar yang diinginkan dapat dicapai melalui kegiatan

pembelajaran yang ditempuh.

Sedangkan menurut Sukiman (2015: 37), selain efektifitas yang berkaitan dengan

belajar siswa atau peserta didik, efektifitas dari segi pendidik atau guru juga perlu

dipertimbangkan. Adapun upaya efektifitas terhadap guru, dapat dilakukan dengan

kegiatan-kegiatan tambahan untuk meningkatkan kompetensi guru, seperti melalui

pelatihan-pelatihan, workshop, diskusi-diskusi, dan studi lanjut. Sedangkan upaya untuk

memenuhi efektifitas peserta didik, yakni dengan memilih dan menggunakan strategi dan

media pembelajaran yang dipandang paling tepat di dalam mencapai tujuan yang

diinginkan.

Upaya-upaya tersebut di atas apabila dapat terlaksana sebagaimana yang

dimaksudkan, tentunya akan berdapak pada efektifitas belajar mengajar yang terjadi di

sekolah. Namun, apabila upaya-upaya tersebut belum dapat terpenuhi, sebagai dampaknya

memungkinkan ketidak tercapaiannya tujuan kurikulum pendidikan secara menyeluruh.

Selain prinsip-prinsip umum di atas ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam

mengembangkan kurikulum. Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi,

Page 48: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

32

pengalaman belajar, dan penilaian. Berikut ini diuraikan dengan lebih mendetail tentang

prinsip-prinsip khusus di atas, yaitu:

(1) Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan mencakup pada tujuan yang bersifat umum atau berjangka

panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (tujuan khusus). Perumusan tujuan

pendidikan menurut Sukmadinata (2012: 153) bersumber pada :

(a) Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah yang dapat ditemukan dalam dokumen

lembaga negara mengenai tujuan dan strategi pembangunan termasuk di dalamnya

pendidikan.

(b) Survai mengenai persepsi orang tua siswa/masyarakat tentang kebutuhan mereka

yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka.

(c) Survai tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu dihimpun

melalui angket atau wawancara, observasi dan dari berbagai media massa.

(d) Survai tentang manpower

(e) Pengalaman Negara-negara lain dalam masalah yang sama.

(f) Penelitian

Perumusan tujuan di atas, harus adanya kesesuaian dan saling melengkapi yakni

antara kebutuhan masyarakat, pandangan para ahli, pengalaman dari Negara-negara lain,

pengalaman-pengalaman pelaksanaan pendidikan sebelumnya, dan tujuan yang ditentukan

oleh pemerintah harus sinkron. Tujuan tersebut akan sulit dicapai apabila salah satu dari

urutan tersebut, ada bahkan banyak perbedaannya dan tidak sinkron.

(2) Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan

Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah

ditentukan para perencana kurikulum menurut Sukmadinata (2012: 153) perlu

mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:

(a) Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil

belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar

dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar.

(b) Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap dan keterampilan.

(c) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. Ketiga

ranah belajar, yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan diberikan secara simultan

dalam urutan situasi belajar. Untuk hal tersebut diperlukan buku pedoman guru

yang memberikan penjelasan tentang organisasi bahan dan alat pengajaran secara

lebih mendetail.

Jadi, dalam perumusan yang berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan

hendaknya adanya rician dari tujuan pendidikan/pengajaran tersebut, selain itu juga

hendaknya mencakup aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik

(keterampilan). Langkah-langkah tersebut dilakukan agar proses pembelajaran dapat

berjalan dengan baik dan memiliki arah yang jelas.

(3) Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar

Menurut Sukmadinata (2012: 153) Pemilihan proses belajar mengajar digunakan

hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Apakah metode atau tekhnik belajar mengajar yang digunakan cocok untuk mengajar

bahan pelajaran?

Page 49: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

33

2) Apakah metode atau tekhnik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga

dapat melayani perbedaan individual siswa?

3) Apakah metode atau tekhnik tersebut memberikan uraian kegiatan yang bertingkat-

tingkat?

4) Apakah metode atau tekhnik tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai

tujuan kognitif, afektif dan psikomotorik?

5) Apakah metode atau tekhnik tersebut lebih mengaktifkan siswa atau mengaktifkan

guru atau kedua-duanya?

6) Apakah metode atau tekhnik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?

7) Apakah metode atau tekhnik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah

dan di rumah juga mendorong penggunaan sumber yang ada di rumah dan di

masyarakat?

8) Untuk belajar keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan pada

”learning by doing?” di samping ”learning by seeing and knowing?”

Pengembangan kurikulum dengan memperhatikan prinsip ini dibutuhkan

kreatifitas serta pengalaman yang cukup dari praktik belajar mengajar, untuk menemukan

metode apa yang sesuai dengan peserta didik. Keberagaman tingkat intelektual dan

spikologi perserta didik, serta lingkungan juga dapat dijadikan pertimbangan untuk

menentukan metode yang tepat. Dengan metode pembelajaran yang tepat maka diharapkan

pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan mudah untuk dipahami oleh peserta

didik.

(4) Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian

Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam penilaian, sebagaimana dirumuskan oleh Sukmadinata (2012: 154):

(a) Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkah-langkah sebagai

berikut: rumusan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranah kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Uraikan ke dalam bentuk tingkah laku murid yang dapat

diamati. Hubungkan degan bahan pelajaran, tulislah butir-butir tes.

(b) Dalam merencanakan suatu penilaian hendaknya diperhatikan beberapa hal:

- Bagaimana kelas, usia dan tingkat kemampuan kelompok yang akan dites?

- Berapa lama waktu dibutuhkan waktu untuk pelaksanaan tes?

- Apakah tes tersebut berbentuk uraian atau obyektif?

- Berapa banyak butir tes perlu disusun?

- Apakah tes tersebut diadministrasikan oleh guru atau oleh siswa.

(c) Dalam pengelolaan suatu penilaian hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

- Norma apa yang digunakan dalam pengelolaan hasil tes?

- Apa digunakan formula quessing ?

- Bagaimana pengelolaan skor ke dalam skor masak?

- Skor standart apa yang digunakan?

- Untuk apakah hasil tes digunakan?

Dengan menyusun langkah-langkah apa saja yang harus diperhatikan dalam

melakukan penilaian, maka akan mendapatkan cara penilaian yang baik dan objektif sesuai

dengan keadaan tingkat intelektual peserta didik. Kurangnya kriteria apa yang harus

Page 50: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

34

dijadikan sebagai sumber penilaian, maka akan memungkinkan penilaian yang kurang baik

dan tidak objektif, keadaan ini tentunya akan merugikan peserta didik.

Selain memperhatikan prinsip-prinsip kurikulum tersebut di atas, dalam

pengembangan kurikulum juga perlu memperhatikan landasan-landasan pengembangan

kurikulum. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup

sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil

pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam

perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan

sembarangan. Pengembangan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang

didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kalau landasan

pembuatan sebuah gedung tidak kokoh yang akan ambruk adalah gedung tersebut, tetapi

kalu landasan pendidikan, khususnya kurikulum yang lemah, yang akan ambruk adalah

manusianya. (Sukmadinata, 2012: 38)

Terdapat beberapa landasan-landasan dalam mengembangkan kurikulum, yaitu

landasan filosofi, landasan psikologi, dan landasan sosiologis, dan landasan perkembangan

ilmu dan teknologi. Masing-masing landasan sangat berperan dalam langkah

pengembangan kurikulum.

1) Landasan Filosofi, yakni pandangan hidup masyarakat. Adapun pandangan hidup

masyarakat Indonesia adalah pendidikan berdasarkan pancasila. (Dakir, 2010: 79)

Menurut Hamalik (2014: 19) filsafat pendidikan dapat menjadi landasan untuk

merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta seperangkat

pengalaman belajar yang bersifat mendidik. (Hamalik, 2014: 19)

2) Landasan Psikologi, yakni dapat dijadikan landasan dalam memilih pengalaman belajar

yang akurat berdasarkan ilmu-ilmu psikologi, Sukmadinata (2012: 46) mengungkapkan

bahwa sedikitnya terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan

kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat

diperlukan, baik dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar,

memilih dan menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian. Menurut

Idi (2010: 80) teori-teori belajar, teori-teori kognitif, pengembangan emosional,

dinamika group, perbedaan kemampuan individu, kepribadian, model formasi sikap dan

perubahan, serta mengetahui motivasi, semuanya sangat relevan dalam merencanakan

pengalaman-pengalaman pendidikan (educational experiences).

3) Landasan Sosiologi, yakni pertimbangan-pertimbangan sosio-kurtural. Sekolah adalah

suatu institusi sosial yang didirkan dan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu kurikulum sebaiknya mempertimbangkan segi sosiologis ini, baik

dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun perbaikan kurikulum. Menurut Hamalik,

2013: 80) Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang meliputi berbagai komponen,

yakni subsistem kepercayaan, nilai-nilai, kebutuhan dan permintaan. Masing-masing

komponen atau susbsistem tersebut berpengaruh terhadap penyusunan dan

perkembangan kurikulum, sehingga relevan dengan kondisi sosiologis masyarakat.

Arifin (2013: 75) menambahkan bahwa unsur-unsur sosiologis lain yang perlu

diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yakni: Pertama, mengembangan

kurikulum harus memperhatikan unsur-unsur pendidikan informal, seperti peran orang

tua dan anggota keluarga lainnya dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.

Kedua, pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan kepentingan peserta didik

masa yang akan datang. Ketiga, pengembangan kurikulum harus dapat membekali

kemampuan yang cukup kepada peserta didik.

Page 51: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

35

4) Landasan perkembangan ilmu dan teknologi, yakni kurikulum dapat mengimbagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Widyastono (2014: 33) isi

kurikulum harus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi. Dengan mempertimbangkan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka akan didapatkan kurikulum

sesuai. Sehingga, komponen-komponen kurikulum, seperti Isi dan metode kurikulum

tidak tertinggal dengan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

semakin modern.

Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah pengembangan komponen-

komponen yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri, yang terdiri dari empat

komponen utama, yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi pencapaian

tujuan, dan komponen evaluasi. (Wahyudin, 2014: 46) Komponen-komponen kurikulum

tersebut dapat diurai lebih lanjut diantaranya, yaitu:

a. Komponen Tujuan Kurikulum

Sebagaimana diketahui kurikulum adalah suatu program untuk mencapai tujuan

pendidikan. Tujuan tersebut harus menjadi fokus segala aktifitas pendidikan. Berhasil

tidaknya proses belajar di institusi pendidikan sangat tergantung pada seberapa maksimal

pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap lembaga pendidikan atau sekolahperlu

adanya pensosialisasian tujuan yang akan dicapai oleh sekolah yang bersangkutan, ini jelas

untuk menstimulasi pada semua pihak di lingkungan sekolah agar pengajaran berjalan

sebagaimana mestinya.

Komponen tujuan dalam pengembangan kurikulum terbagi menjadi dua, yaitu

tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan pendidikan yang masih bersifat umum adalah

tujuan nasional dan tujuan institusional. Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan

kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan institusional adalah tujuan yang menjadi landasan

bagi setiap lembaga dan masih menggambarkan nilai-nilai, kebutuhan, dan harapan dari

masyarakat. Tujuan khusus dalam pendidikan adalah menggambarkan kecakapan atau

kemampuan dalam bidang studi atau aspek tertentu. (Wahyudin, 2014: 53)

Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab II pasal 3 adalah sebagai berikut:

”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Hamalik (2012: 122) merumuskan tujuan kurikulum dengan mempertimbangkan

beberapa faktor, seperti:

1) Tujuan pendidikan Nasional, karena tujuan ini menjadi landasan bagi setiap lembaga

pendidikan.

2) Kesesuaian antara tujuan kurikulum dan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan.

3) Kesesuaian tujuan kurikulum dengan kebutuhan masyarakat atau lapangan kerja, untuk

mana tenaga-tenaga akan disiapkan.

4) Kesesuaian tujuan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.

5) Kesesuian tujuan kurikulum dengan sistem nilai dan aspirasi yan berlaku dalam

masyarakat.

Page 52: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

36

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut baik tujuan secara nasional, tujuan umum, dan

tujuan khusus, selanjutnya dapat ditentukan atau direncanakan materi pelajaran sesuai

dengan jenjang pendidikan yang ada, yaitu mulai tingkat dasar, menengah, dan pendidikan

tinggi yang tentunya memiliki perbedaan dalam setiap jenjangnya.

b. Komponen Materi/Isi Kurikulum

Isi program kurikulum atau bahan ajar adalah segala sesuatu yang diberikan

kepada peserta didik dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan. (Hidayat, 2013:

62) Isi kurikulum meliputi mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dan isi

masing-masing mata pelajaran tersebut. Jenis-jenis mata pelajaran ditentukan atas dasar

tujuan institutional atau tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.

(Hidayat, 2013: 62)

Menurut Hamalik (2014: 25) materi kurikulum pada hakikatnya adalah isi

kurikulum atau pendidikan. Adapun isi kurikulum disusun dan dikembangkan berdasarkan

prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Materi kurikulum berupa bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan kajian atau

topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses belajar dan

pembelajaran.

2) Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan

pendidikan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan

oleh perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut.

3) Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini, tujuan

pendidikan nasional merupakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui

penyampaian kurikulum.

Menurut Wahyudin (2014: 54) materi kurikulum dapat berasal dari beberapa

sumber, yaitu: masyarakat beserta budayanya, siswa, dan ilmu pengetahuan. Menurutnya,

isi/materi kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembagan siswa,

berupa keterampilan dan pengetahuan yang dapat menjadi pengalaman belajarnya yang

kelak dapat berguna untuk menghadapi kebutunhannya dimasa yang akan datang. Selain

itu, materi kurikulum diambil dapat dari dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang

memang dibutuhkan siswa yang dapat digunakan sebagai bekal untuk melanjutkan

kejenjang berikutnya atau untuk bekerja.

Lebih lanjut, Wahyudin (2014: 55) menyusun beberapa tahapan dalam

penyeleksian materi kurikulum yakni sebagai berikut: Identifikasi kebutuhan,

Mendapatkan bahan kurikulum, dan Analisis bahan. Menurutnya, ketiga tahapan tersebut

dapat dilakukan dengan menyusun isi/materi kurikulum yakni harus berdasarkan

kesesuaian antara harapan dan kenyataan. Oleh karena itu, dalam menentukan isi/materi

kurikulum harus sesuai berdasarkan tujuan. Selanjutnya, dalam menentukan bahan dari

isi/materi kurikulum dapat lakukan dengan mengkaji beberapa jurnal, menelaah sumber-

sumber literatur baru, dan melacak informasi melalui internet. Kemudian, menganalisis

isi/materi kurikulum dapat dilakukan dengan menguji konsep atau keterampilan yang ada

dalam bahan kurikulum.

Langkah-langkah tersebut dapat dijadikan acuan bagi guru atau pengembang

kurikulum dalam menyusun isi/materi kurikulum, agar isi/materi yang digunakan dalam

pelaksanaan proses sesuai dengan tujuan, baik tujuan institusional maupun tujuan secara

nasional dan sesuia dengan kebutuhan masyarakat.

Page 53: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

37

c. Komponen Strategi (Metode) Pembelajaran

Strategi dapat disebut juga sebagai metode, yaitu cara yang digunakan untuk

menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Suatu metode

dikatakan berhasil bila kegiatan guru dan siswa terlaksana dengan baik dalam proses

belajar mengajar. Metode dilaksanakan melalui prosedur tertentu.

Metode atau strategi pembelajaran menempati fungsi yang penting dalam

kurikulum, karena memuat tugas-tugas yang perlu dikerjakan pada siswa dan guru, karena

itu penyusunannya hendaknya berdasarkan analisis tugas yang mengacu pada tujuan

kurikulum dan berdasarkan perilaku awal siswa. Menurut Hamalik (2014: 27) dalam

hubungan ini ada tiga alternatif pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:

1) Pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran, di mana materi pembelajaran terutama

bersumber dari mata pelajaran. Penyampaiannya dilakukan melalui komunikasi antara

guru dan siswa. Guru sebagai penyampai pesan atau komunikasi, sedangkan siswa

sebagai penerima pesan. Bahan pelajaran adalah pesan itu sendiri, dalam rangkaia

komunikasi tersebut dapat digunakan berbagai metode pengajaran.

2) Pendekatan yang berpusat pada siswa. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan

kebutuhan, minat dan kemampuan siswa. Dalam pendekatan ini lebih banyak

digunakan metode dalam rangka individualisasi pembelajaran. Seperti belajar mandiri,

belajar modul, paket belajar dan sebagainya.

3) Pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat, metode ini bertujuan

mengintegrasikan sekolah dan masyarakat serta untuk memperbaiki kehidupan

masyarakat. Prosedur yang ditempuh adalah dengan mengundang masyarakat ke

sekolah atau siswa berkunjung kemasyarakat. Metode yang digunakan terdiri dari

karyawista, nara sumber, kerja pengalaman, survei proyek, pengabdian atau pelayanan

masyarakat, berkemas dan unit.

Menurut Hidayat (2013: 65) hal terpenting dalam strategi pembelajaran, yaitu:

Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian tindakan)

termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumberdaya/kekuatan dalam

pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam pelaksanaannya, strategi pembelajaran merupakan implementasi kegiatan

antara guru dan siswa yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Strategi belajar mengajar

efektif yang dapat dilakukan diantaranya sebagaimana terdapat dalam Wahyudin (2014:

56), yaitu:

a) Pengajaran Ekspositori, seperti: pengajaran yang menggunakan metode ceramah, tugas

membaca, dan presentasi audio visual.

b) Pengajaran Interaktif, pengajaran yang hampir sama dengan pengajaran ekspositori

perbadaannya terdapat dorongan yang disengaja ketika terjadi interaksi antara guru dan

siswa yang biasanya terbentuk dengan memberikan pertanyaan.

c) Pengajaran Kelompok Kecil, strategi ini melibatkan pembagian kelas ke dalam

kelompok-kelompok kecil yang bekerja relatif bebas untuk mencapai suatu tujuan.

Guru berperan sebagai koordinator aktivitas dan pengarah informasi.

d) Inkuiri (pemecahan masalah), pengajaran ini biasanya melibatkan pembelajaran dengan

aktivitas yang dilaksanakan secara bebas, berpasangan, atau dalam kelompok yang

lebih besar.

Page 54: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

38

d. Komponen Evaluasi Kurikulum

Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Evaluasi kurikulum

dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan tujuan-tujuan pendidikan yang ingin

diwujudkan melalui kurikulum.

Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang

menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi

kuantitas dan kualitas. Instumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif

seperti tes standar, tes prestasi belajar, dan tes diagnostis. Sedangkan instrumen untuk

mengevaluasi dimensi kualitatif dapat menggunakan questionnaire, inventori, interview,

dan catatan anekdot. (Wahyudin, 2014: 57)

Sukmadinata (2012: 185-188) mengemukakan model-model evaluasi kurikulum,

yaitu:

1) Evaluasi model penelitian: didasarkan atas teori dan metode tes psikologi dan tes

lapangan

2) Evaluasi model objektif: evaluasi dilakukan pada akhir pengembangan kurikulum dan

kurikulum diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus)

3) Evaluasi model campuran multivariasi: membandingkan lebih dari satu kurikulum

berdasarkan kriteria khusus dari masing-masing kurikulum.

Sementara itu, Hidayat (2013: 69), membagi proses evaluasi pada dua situasi,

yaitu:

1) Evaluasi hasil pembelajaran: menilai keberhasilan siswa atau tujuan-tujuan khusus yang

telah tentukan, dalam evaluasi ini disusun butir-butir soal untuk mengukur pencapaian

setiap tujuan yang khusus atau indikator yang telah ditentukan. Menurut ruang lingkup

bahan dan jarak waktu belajar dibedakan atau evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

(a) Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan

pembelajaran dalam waktu yang relatif pendek.

(b) Evaluasi sumatif: ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan

dan kompetensi yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu

yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang pendidikan.

(Sukmadinata, 2012: 111)

2) Evaluasi pelaksanaan pembelajaran: komponen yang dievaluasi dalam pembelajaran

bukan hanya hasil belajara tetapi keseluruhan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi

evaluasi komponen tujuan pembelajaran, materi pembeljaran, strategi atau metode

pembelajaran serta komponen evaluasi pembelajaran itu sendiri. Pada jenis evaluasi ini

menggunakan model CIPP, yaitu:

(a) Evaluasi konteks (context evaluation): tujuannya untuk mengetahui kekuatan dan

kelemahan evaluan.

(b) Evaluasi masukan (input evaluation): mengatur keputusan, menentukan sumber-

sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk

mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

(c) Evaluasi proses (process evaluation): mendeteksi atau memprediksi rancangan

prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan

informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang

telah terjadi. (Hidayat, 2013: 70-71)

(d) Evaluasi hasil (product evaluation): penilaian yang dilakukan guna melihat

ketercapaian atau keberhasilan program dalam mencapai tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya. Pada tahapan ini evaluator dapat menentukan atau

Page 55: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

39

memberikan rekomendasi kepada yang dievaluasi, apakah suatu program dapat

dijalankan, dikembangkan, dimodifikasi atau bahkan dihentikan.

Untuk mengembangkan fungsi dan makna evaluasi kurikulum terhadap

pengembangan kurikulum, menurut Hamalik (2013: 255) ada empat keadaan yang harus

dihindari, yaitu:

1) Apabila dalam desain kurikulum sama sekali tidak terdapat rancangan evaluasi, desain

ini tidak perlu dilaksanakan.

2) Apabila dalam proses evaluasi terjadi penyimpangan tujuan evaluasi.

3) Apabila tidak menghiraukan kesimpulan dan penilaian evaluasi yang telah ada.

4) Evaluasi sering sekali digunakan sebagai alat peserta didik, yang justru sebenarnya

harus menimbulkan kepercayaan diri pada peserta didik.

Berbagai metode yang digunakan dalam komponen evaluasi kurikulum

dimaksudkan agar tercapainya tujuan kurikulum dan upaya untuk memperbaiki program-

program yang terdapat dalam kurikulum. Dalam melakukan pengembangan kurikulum

tahap evaluasi sangat diperlukan untuk menilai seberapa berhasil suatu program yang telah

ditentukan sebelum implementasi kurikulum yang dibuat tersebut.

Dari pengertian kurikulum beserta prinsip-prinsip, landasan-landasan dan

komponen-komponennya, dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan sebagai alat

untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan pengalaman peserta didik dalam

memecahkan segala masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, pada hakikatnya dengan

penggunakan kurikulum yang baik tentunya akan dapat meningkatkan cara berpikir

masyarakat dalam berpikir dan bertindak.

Berdasarkan uraian-uraian mengenai konsep pengembangan kurikulum keagamaan

di atas, selanjutnya perlu diketahui mengenai apasaja yang termasuk dalam kajian

kurikulum keagamaan di pesantren. Pesantren sebagai lembanga pendidikan Islam

memiliki kurikulum yang sangat bervariasi, kurikulumnya sesuai dengan konsep kiai dan

kelembagannya. Kurikulum keagamaan di pesantren terdapat berbagai macam ragam dan

polanya, semua itu berdasarkan perkembangan pesantren dan kebutuhan masyarakat.

Kurikulum keagamaan di pesantren ketika masih berlangsung di langgar (surau) atau

masjid adalah berupa pengajian yang masih dalam bentuk yang sederhana, yakni berupa

inti ajaran Islam yang mendasar. Rangkaian trio komponen ajaran Islam yang berupa iman,

Islam, dan ihsan atau doktrin ritual, dan mistik telah menjadi perhatian kiai perintis

pesantren sebagai isi kurikulum yang diajarkan kepada santrinya. Penyampaian tiga

komponen ajaran Islam tersebut dalam bentuk yang paling mendasar, sebab disesuaikan

dengan tingkat intelektual dengan masyarakat (santri) dan kualitas keberagamaannya pada

waktu itu. (Qomar, 2005: 109)

Kemudian kurikulum pesantren berkembang menjadi bertambah luas lagi dengan

penambahan ilmu-ilmu yang masuk merupakan elemen dari materi pelajaran yang

diajarkan pada masa awal pertumbuhannya. Beberapa laporan mengenai pelajaran tersebut

dapat disimpulkan: al-Qur‟an dengan tajwid dan tafsirnya, aqaid dan ilmu kalam, fiqh

dengan usul al-fiqh dan qawâid al-fiqh, hadits dengan mustalah al-hadîts, bahasa Arab

dengan ilmu alatnya seperti nahwu dan saraf, bayan, ma‟ani, badi‟ dan arud, tarikh,

mantiq, tasawuf, akhlak dan falak. (Qomar, 2005: 112)

Selain mempertahankan kitab-kitab Islam klasik sebagai upaya pelestarian

khazanah yang lama, pada awal abad ke-20 beberapa pesantren mulai bersikap progresif

dengan mulai memasukkan pelajaran-palajaran umum. Beberapa laporan tersebut dapat

Page 56: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

40

disimpulkan diantaranya, yaitu: Bahasa Indonesia, matematika, ilmu bumi, bahasa

Belanda, sejarah, IPS, IPA, tehnik, sosial, kesenian dan olah raga. (Qomar, 2005: 130-13)

Saat ini, meskipun kebanyakan pesantren telah mengakomodasi sejumlah mata

pelajaran umum untuk diajarkan di pesantren, tetapi pengajaran kitab-kitab Islam Klasik

tetap diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren yakni mendidik

calon-calon ulama yang setia kepada paham Islam tradisional. Yang dimaksud paham

Islam tradisional di sini merujuk kepada kitab-kitab Islam Klasik karangan ulama yang

beraliran Syafi‟iyah. Dalam kaitan ini kitab-kitab Islam Klasik yang diajarkan di pesantren

dapat digolongkan kedalam delapan kelompok, yaitu: (1) nahwu (syntax) dan saraf

(morfologi); (2) fiqh; (3) usul al-fiqh; (4) hadits; (5) tafsir; (6) tauhid; (7) tasawuf; dan (8)

cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Selain penggolongan di atas, kitab-kitab

tersebut memiliki pula karakteristik teks yang sangat pendek sampai teks yang terdiri dari

berjilid-jilid tebal. Juga dapat dikategorisasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) kitab-

kitab dasar; (2) kitab-kitab tingkat menengah; dan (3) kitab-kitab besar. (Dhofier, 2011:

87)

VanBruinessen (1999: 154-155) melaporkan bahwa kitab-kitab Islam Klasik (kitab

kuning) yang digunakan di beberapa pesantren di Indonesia, yaitu: Kitab Fiqh, Usul al-

Fiqh, Akidah, Tafsir al-Qur‟an, Hadits dan Ilmu Hadits, tata bahasa Arab (nahwu dan

saraf), akhlak dan tasawuf. Rincian dari kitab-kitab kuning yang biasa digunakan oleh

pesantren-pesantren di Indonesia, dapat dilihat pada table-tabel berikut:

Tabel 2.1

Kitab Tata Bahasa Arab, Tajwid, dan Logika

Nama Kitab Tingkat

Sharaf:

1. Al-Kailanî/Syarah al-Kailanî

2. Al-Maqshûd/Syarah al-

Maqshûd

3. Al-Amtsilah al-Tasrifîyyah

4. Al-Bina‟

Aliyah

Aliyah

Tsanawiyah

Ibtida‟iyah

Nahwu:

1. Al-Jurumîyyah/Syarah al-

Jurumîyyah

2. Al-Imritî/Syarah al-Imritî

3. Al-Mutammimah

4. Al-Fîyah

5. Ibn „Aqîl

6. Al-Dahlan Qatrun Nada

7. Al-Awâmil

8. Qawâid al-I‟rab

9. Al-Nahwu al-Wadih

10. Qawaid al-Lughat

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Tsanawiyah

Ibtida‟iyah/ Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Page 57: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

41

Balaghah:

1. Jawâhil al-Maknum

2. „Uqud al-Jumân

Aliyah

Aliyah

Tajwid:

1. Tuhfah al-Atfâl

2. Hidayah al-Shibyân

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Manthiq: 1. Al-Sullam al-Munauraq

2. Idah al-Mubham

Aliyah

Aliyah

Sumber: VanBruinessen (1999: 149)

Tabel 2.2

Kitab Fiqh dan Usul Fiqh

Nama Kitab Tingkat

Fiqh:

1. Fath al-Mu‟în

2. „Iânah al-Tâlibin

3. Al-Taqrîb

4. Fath al-Qarîb

5. Kifâyat al-Akhyâr

6. Al-Bâjurî

7. Al-Iqnâ‟

8. Minhaj al-Talibîn

9. Minhaj al-Tulâb

10. Fath al- Wahab

11. Al-Mahallî

12. Minhaj al-Qawîm

13. Safinah

14. Kasyifat al-Saja

15. Sullam al-Taufîq

16. Al-Tahrîr

17. Uqud al-Lujain

18. Sittîn Mas‟alah/Syarah Sittîn

Mas‟alah

19. Al-Muhazhab

20. Bughyat al-Mustarsyidîn

21. Al-Mabâdi al-Fiqhîyyah

22. Al-Fiqh al-Wâdih

23. Sabil al-Muhtadîn

Aliyah

Aliyah

Tsanawiyah

Aliyah

Tsanawiyah/Aliyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Aliyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Ushul Fiqh:

1. Al-Waraqât/Syarah al-

Waraqat

Aliyah/Khawash

Page 58: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

42

2. Lataif al-Isyarat

3. Jam‟ al-Jawâmi‟

4. Al-Lumâ‟

5. Al-Asybah wa al-Nadhair

6. Al-Bayân

7. Bidayat al-Mujtahid

Aliyah/Khawash

Aliyah/Khawash

Aliyah/Khawash

Khawashah

Tsanawiyah/Aliyah

Khawashah

Sumber: VanBruinessen (1999: 154)

Tabel 2.3

Kitab Aqidah (Ushuluddin, Tauhid)

Nama Kitab Tingkat

Tauhid:

1. Umm al-Barâhin

2. Al-Sanusî

3. Al-Dasuqî

4. Al-Syarqawî

5. Kifayah al-„Awâm

6. Tijan al-Durarî

7. Aqidah al-„Awâm

8. Nur al-Zulâm

9. Jauhar al-Tawhîd

10. Tuhfah al-Murîd

11. Fath al-Majid

12. Jawahir al-Kalamiyah

13. Husn al-Hamîdîyyah

14. Aqidah al-Islamîyyah

Aliyah

Tsanawiyah

Aliyah/Khawash

Aliyah/Khawash

Tsanawiyah/‟Aliyah

Tsanawiyah

Ibtida‟iyah/Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Khawash

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Sumber: VanBruinessen (1999: 155)

Tabel 2.4.

Kitab Tafsir al-Qur’an

Nama Kitab Tingkat

Tafsir:

1. Al-Jalâlain

2. Tafsir al-Munîr

3. Tafsir Ibn Katsîr

4. Tafsir Baidawî

5. Jami‟ al-Bayan (al-

Tabarî)

6. Al-Marâghi

7. Tafsir al-Manâr

8. Tafsir Dep. Agama

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Khawash

Aliyah/Khawash

Khawash

Tsanawiyah

‘Ilm Tafsir:

Page 59: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

43

1. Al-Itqân

2. Itmam al-Dirayah

Aliyah

Aliyah

Sumber: VanBruinessen (1999: 158)

Tabel 2.5

Kitab Hadis dan Ilmu Hadis

Nama Kitab Tingkat

Hadis:

1. Bulugh al-Marâm

2. Subul al-Salâm

3. Riyad al-Sâlihîn

4. Sahih al-Bukhârî

5. Tajrid al-Sarih

6. Jawahir al-Bukhâri

7. Sahih al-Muslim/Syarah

8. Arbain Nawawi

9. Majâlis al-Sanîyyah

10. Durrat al-Nâshihîn

11. Tanqih al-Qawl

12. Mukhtar al-Hahadîts

13. Al-Usfurîyyah

Tsanawiyah

Aliyah/Khawash

Khawash

Aliyah

Aliyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

‘Ilm Dirayah al-Hadits:

1. Al-Baiquniyah/Syarah

2. Minhat al-Mughits

Tsanawiyah

Aliyah

Sumber: VanBruinessen (1999: 160)

Tabel 2.6

Kitab Kesalehan, Perilaku Terpuji, dan Tasawuf

Nama Kitab Tingkat

Akhlaq:

1. Ta‟limul al-Muta‟alim

2. Al-Wasâyâ

3. Al-Akhlak li al-Banât

4. Al-Akhlak li al-Banîn

5. Irsyâd al-„Ibâd

6. Nasaih al-„Ibâd

Tsanawiyah

Ibtida‟iyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Aliyah

Tashawuf:

1. Ihya Ulum al-Din

2. Sâir al-Sâlikîn

3. Bidayat al-Hidâyah

4. Maraqi al-„Ubûdîyyah

Aliyah

Aliyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Page 60: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

44

5. Hidâyat al-Sâlikîn

6. Minhaj al-„Âbidîn

7. Sirajut al-Talibîn

8. Al-Hikam/Syarah

Hikam

9. Hidâyat al-Azkiya

10. Kifayat al-Atqiya‟

11. Risalat al-Mu‟awanah

12. Al-Adzkar

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah/Aliyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Aliyah

Sumber: VanBruinessen (1999: 163)

Tabel 2.7.

Kitab Sejarah Hidup Nabi (Sirah) dan Karya Penghormatan untuk Nabi Saw.

Nama Kitab Tingkat

1. (Khulashat) Nur al-Yaqin

2. Barzanjî

3. Dardirî

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Tsanawiyah

Sumber: VanBruinessen (1999: 168)

Selain kitab-kitab kuning, pesantren pada perkembanganya juga memakai buku-

buku lain diluar kitab kuning. Laporan Mastuhu sebagaimana dikutip oleh Qomar (2005:

130) menyebutkan bahwa sejak 1970-an, telah banyak buku-buku agama Islam yang berisi

pembaharuan pemikiran Islam yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang dipelajari santri

dan kiai-kiai muda dalam bentuk pelajar kelompok, seperti buku-buku karya Harun

Nasution, Nurcholis Madjid, Munawir Syadzali, Abdurrahman Wahid, Kuntowijoyo, dan

Ali Syari‟ati yang mulai mendapat sambutan serius dari beberapa santri pesantren.

Berbagai macam perkembangan kurikulum keagamaan yang ada pada pesantren

menurut Qomar (2014: 63) kurikulumnya tidak perlu diserangamkan hanya saja pesantren

harus memperhatikan beberapa hal, di antaranya yaitu:

1) Memperkuat penguasaan epistemologi dan metodologi.

2) Memperkuat ilmu-ilmu pendekatan metodologis (manhaji) seperti usul al-fiqh

(epistemologi hukum Islam), al-qawaid al-fiqhiyah (kaidah-kaidah ilmu fiqh, mantiq

(logika), dan filsafat ilmu keislaman.

3) Memperkuat ilmu-ilmu wawasan, seperti sejarah, filsafat, perbandingan madzhab

(muqaranat al-madzahib), perbandingan agama (muqaranat al-adyan), ilmu-ilmu al-

Qur‟an, ilmu-ilmu hadits („ulum al-hadits).

4) Mengenalkan pelajaran metode penelitian.

5) Mengenalkan pelajaran metode penulisan karya ilmiah.

6) Mengenalkan pelajaran telaah teks kitab secara kontekstual.

Perkembangan kurikulum pendidikan dan keagamaan di pesantren bukan hanya

ditandai dengan pelajaran-pelajaran kitab kuningnya. Namun, kurikulum keagamaan juga

dapat berbentuk pendidikan karakter, yang terbentuk dari sistem asrama yang membentuk

kepribadian santri. Dari sisi keagamaan karakter santri terbentuk, seperti membiasakan

santri untuk salat berjamaah, dan program menjalankan aktivitas-aktivitas keagamaan

Page 61: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

45

lainnya, sehingga santri terbiasa menjalankan ritual-ritual keagamaannya dalam kehidupan

sehari-harinya.

Sebagai contoh lain, sebagaimana terdapat dalam Qomar (2005: 136), yakni dalam

bidang kesenaian Islami, pesantren telah mengembangkannya diantaranya: seni tulis indah

dalam bahasa Arab (khat, kaligrafi Arab), seni baca al-Qur‟an, seni baca salawat (lagu

pujaan untuk Rasullullah SAW), seni hadrah (rebana), dan lagu-lagu kasidah, juga seni

berpidato (ceramah).

Selain isi atau materi, pengembangan kurikulum keagamaan juga terlihat pada

pada upaya pengembangan metode pembelajarannya. Pada mulanya, pesantren

menggunakan metode-metode yang bersifat tradisional. Bahkan beberapa pesantren

tradisional meskipun hidup pada kurun waktu sekarang juga masih menggunakan metode-

metode tradisional itu. Metode-metode itu terdiri atas: metode wetonan, metode sorogan,

metode muhâwarah, dan metode majlis taklim. Metode tersebut kemudian kembangkan

dengan menambah metode diskusi yang berjalan cukup baik, bahkan mampu memacu

para santri untuk melakukan telaah (mutala‟ah) atas kitab-kitab besar. (Qomar, 2014: 64-

65)

Metode wetonan (bandongan) merupakan metode pengajaran dengan cara guru

atau kiai membaca, menterjemahkan, menerangkan, dan mengulas buku-buku Islam dalam

bahasa Arab. Kemudian santri mendengarkannya dan mereka memperhatikan bukunya

sendiri serta membuat catatan-catatan tersendiri. Dhofier (2011: 54) Pada metode ini kiai

dapat mengajarkan santri dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang sama. Selain itu,

metode ini memungkinkan santri menambah perbendaharaan kata dari gramatika Arab

yang terdapat kitab tersebut. Namun, kekurangan pada metode ini guru atau kiai tidak

dapat langsung mengetahui tingkat intelektual santri dan kadang menyebabkan santri pasif.

Selain wetonan atau (bandongan) juga ada metode sorogan, metode ini dilakukan

dengan cara guru menyampaikan kepada santri secara individual. Dhofier (2011: 54)

Melalui metode ini memungkinkan guru atau kiai dapat mengetahui kepribadian santri,

mengamati perbedaan tingkat kemampuan intelektual santri, dan mempererat kedekatan

emosional antara guru atau kiai dengan santri. Namun, pada metode ini membutuhkan

waktu yang cukup lama oleh karena itu, dibutuhkan beberapa guru untuk mengefisienkan

waktu atau dapat pula dilakukan sistem penjadwalan terhadap santri yang akan melakukan

metode ini.

Berbeda dengan metode-metode tersebut, metode muhâwarah adalah suatu

kegiatan bebicara dengan bahasa Arab yang diwajibkan pesantren kepada santri. Manfaat

metode ini besar sekali dalam bentuk lingkungan bahasa (bi‟ah lughawiyah) dan dapat

menambah perbendaharaan kata (mufradat) tanpa melalui hafalan. Selanjutnya metode

mudzakarah yaitu, suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah

diniyah seperti akidah, ibadah, dan masalah agama pada umumnya. Metode ini diminati

kiai yang tergabung dalam forum Bahts al-Masail dengan wilayah pembahasan yang

diperluas. (Qomar, 2014: 65) Pada metode muhâwarah, manfaat bagi santri adalah

memungkinkan santri terbiasa dengan bahasa Arab dalam keseharian, secara tidak

langsung dapat memungkinkan kelancaran dalam berbahasa Arab. Selanjutnya, pada

metode mudzakarah yang biasa terjadi pada forum Bahts al-Masail, bermanfaat bagi

santri untuk mengembangkan pengetahuan keagamaannya berdasarkan masalah-masalah

yang terjadi dalam masyrakat yang dibahas dalam forum tersebut, tentunya dengan

pertimbangan aspek keagamaan dan kemaslahatan. Namun, metode ini tidak dapat

dilakukan oleh seluruh santri, hanya santri yang sudah cukup pendalaman ilmu

Page 62: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

46

keagamaannya, bagi santri yang masih belum cukup pendalam ilmu keagamaannya, hanya

dapat dilakukan dalam forum kecil saja pada lingkungannya sendiri.

Adapun metode majlis taklim adalah suatu metode menyampaikan ajaran Islam

yang bersifat umum dan terbuka, dihadiri oleh jamaah yang memiliki berbagai latar

belakang pengetahuan, tingkat usia, dan jenis kelamin. Metode ini tidak hanya melibatkan

santri tetapi juga masyarakat disekitar pesantren. (Qomar, 2014: 65) Metode majlis taklim

ini memungkinkan santri untuk belajar cara penyampaian ilmu keagamaan kepada

masyarakat, yakni ceramah agama.

Metode-metode di atas merupakan metode yang banyak dipakai di berbagai

pesantren hingga saat ini. Namun, dalam metode-metode tersebut memerlukan metode

yang lebih trampil dan kreatif yang memungkinkan santri lebih aktif dalam proses

pembelajaran dan dapat mengaplikasikan keilmuannya dengan baik, serta dengan

keilmuannya tersebut dapat bersaing dengan dengan masyarakat luas, yang menghasilkan

pemikiran-pemikiran baru yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengenahun namun tidak

keluar dari esensi Islam itu sendiri.

3. Model-model Pengembangan Kurikulum

Model-model yang dapat digunakan dalam proses pengembangan kurikulum

sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pendidikan mulai dari suatu model yang

sederhana sampai dengan model yang paling sempurna, model-model tersebut biasa

dijadikan rujukan oleh pengembang kurikulum dalam proses perbaikan atau perubahan

kurikulum diantaranya adalah:

a. Model Pengembangan Kurikulum Hilda Taba

Model Taba lebih menekankan pada bagaimana melakukan perbaikan dan

penyempurnaan kurikulum yang sedang berjalan. Taba tidak setuju dengan pendekatan

deduktif, alasannya kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pembaruan

kurikulum. Menurut Taba, sebaiknya kurikulum dilakukan secara induktif. (Widyastono,

2014: 44)

Sukmadinata (2012: 166) menyebutkan ada lima langkah pengembangan

kurikulum model Taba ini, yaitu:

1) Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di dalam unit eksperimen ini

diadakan studi yang saksama tentang hubungan antara teori dengan praktik.

Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan pelaksanaan eksperimen di dalam

kelas menghasilkan data-data yang untuk menguji landasan teori yang digunakan.

2) Menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan

di kelas eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk

mengetahui validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan.

3) Mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh beberapa data,

data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain

perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan

kesimpulan tentang hal-hal yang lebih bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan

yang lebih luas. Hal itu dilakukan, sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup

valid dan praktis pada suatu sekolah belum tertentu demikian juga pada sekolah yang

lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya

kegiatan konsolidasi.

4) Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Apabila dalam kegiatan

penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau

Page 63: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

47

berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli kurikulum dan para

professional kurikulum lainnya. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui konsep-

konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk dan dipakai.

5) Implementasi dan diseminasi, yaitu menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau

sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah ini kemungkinan adanya masalah

dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan dihadapi, baik berkenaan dengan kesiapan guru-

guru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.

Bagan 2.4

Prosedur Pengembangan Kurikulum Model Taba (Wahyudin, 20114: 65)

Model Taba ini, memungkinkan pengembangan kurikulum yang sesuai dengan

tujuan kurikulum pendidikan dan kebutuhan masyarakat, karena melakukan proses

pengembagan dimulai langsung dari pelaksana kurikulum yakni guru. Guru sebagai

pelaksana kurikulum baik dikelas atau di sekolah, tentunya lebih mengetahui apa saja yang

sesuai dan dibutuhkan oleh peserta didik dan masyarakat sekitar.

b. Model Pengembangan Kurikulum Beauchamp

Model pengembangan kurikulum ini dikembangkan oleh Beaucamp seorang ahli

kurikulum. Beucamp dalam Sukmadinata (2012: 163) mengemukakan lima langkah yang

dapat dilakukan di dalam suatu pengembangan kurikulum:

1) Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut,

apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, ataupun seluruh daerah.

Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil

kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan

kurikulum.

2) Menetapkan personalia yaitu menetapkan siapa-siapa saja yang turut serta terlibat

dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi

dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (a) para ahli pendidikan/kurikulum yang ada

pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar; (b) para ahli

pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru terpilih; (c) para profesional

dalam sistem pendidikan; (d) profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.

3) Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum langkah ini berkenaan dengan

prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus,

memilih isi dan pengalaman belajar serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan

Page 64: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

48

keseluruhan desain kurikulum. Beaucamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam

lima langkah, yaitu:

a) Membentuk tim pengembang kurikulum.

b) Mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang

digunakan.

c) Studi penjajakan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru.

d) Merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru.

e) Penulisan dan penyusunan kurikulum baru.

4) Implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah menerapkan atau

melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana sebab membutuhkan

kesiapan yang meyeluruh baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya

di samping kesiapan managerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.

5) Langkah ini merupakan langkah terakhir yaitu mengevaluasi kurikulum. Dalam langkah

ini mencakup empat hal, yaitu:

a) Evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru.

b) Evaluasi desain kurikulum.

c) Evaluasi belajar siswa.

d) Evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum data yang diperoleh dari hasil evaluasi

ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum serta prinsip-

prinsip pelaksanaannya.

Bagan 2.5

Model Pengembangan Kurikulum Beauchamp (Wahyudin, 2014: 70)

Page 65: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

49

Model pengembangan kurikulum yang diterapkan Beauchamp berbeda dengan

model yang diterapkan oleh Taba dan Tyler, yakni seperti model Taba yang lebih

menekankan pada pendekatan induktif yang dilakukan oleh pelaksana pendidikan dalam

hal ini guru, sedangkan pada model Beauchamp, menerapkan pendekatan deduktif, yakni

melibatkan berbagai kalangan yang berhubungan dengan kurikulum dalam cangkupan

yang lebih luas, seperti: para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat

pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar, para ahli pendidikan dari

perguruan tinggi atau sekolah dan guru terpilih, para profesional dalam sistem pendidikan,

profesional lain, dan tokoh-tokoh masyarakat. Hal tersebut memungkinkan perubahan

kurikulum secara Nasional. Hambatan pada pelaksanaan kemungkinan terjadi dalam hal

hasil kurikulum yang diterapkan pada lembaga pendidikan, seperti ketidak sesuaian

kurikulum yang diberikan kepada lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki perbedaan

kebutuhan dan sosial budaya yang berbeda-beda.

Berbagai model pengembangan kurikulum yang diterapkan oleh para ahli,

kesemuanya memiliki persamaan yakni mengikuti struktur kurikulum dan komponen-

komponennya. Perbedaannya terlihat pada perincian dan kelengkapan pada setiap

tahapannya. Pemilihan pada salah satu model di atas, dalam pengembangan kurikulum

yakni dengan melihat kekuatan dan kelemahan, kemungkinan pencapaian yang maksimal

serta kesesuai dengan sistem dan konsep pendidikan yang digunakan.

Model pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh Taba berdasarkan

pendekatan induktif yakni berdasarkan pengalaman belajar dari dalam dengan melibatkan

guru-guru sebagai pelaksana kurikulum. Taba tidak setuju dengan pendekatan deduktif,

alasannya kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pembaruan kurikulum.

Selain itu, model Taba ini bersifat hanya memperbaiki dan mengembangkan kurikulum

sudah ada. Model Taba ini, dapat digunakan sebagai acuan lembaga pendidikan Islam,

seperti pesantren yakni dengan mengikuti langkah-langkah pada model taba ini.

Pertama, membuat unit-unit eksperimen oleh guru dan pemimpin atau pengasuh

pesantren (kiai) yang merupakan orang-orang yang biasa terlibat langsung dalam

pelaksanaan kurikulum dan pendidikan, yaitu dengan melihat kebutuhan dan minat

masyarakat akan pengetahuan. Dalam hal ini, kebutuhan dan minat masyarakat modern

adalah ingin mendapatkan pengetahuan akan agama agar dapat bermanfaat untuk dirinya

dan orang lain, namun tetap dalam metode dan sistem yang modern. Kemoderenan dapat

dilakukan pesantren yakni dengan melengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta sarana

prasarana yang baik. Selanjutnya, merumuskan tujuan, visi, dan misi sebuah lembaga

pendidikan pesantren, dengan mengetahui tujuan, visi, dan misi maka dapat menentukan

isi atau materi pelajaran dan pengalaman belajar atau metode apa saja yang perlu

diterapkan tentunya juga berdasarkan kebutuhan masyarakat.

Kedua, menguji eksperimen. Dengan pengetahui apa saja kebutuhan dan minat

masyarakat, mengetahui tujuan, visi, dan misi, dan menentukan isi atau materi serta

metode apa saja yang harus diterapkan pada pesantren, maka langkah selanjutnya adalah

menguji eksperimen tersebut. Apakah hasil eksperimen tersebut sesuai dengan kebutuhan

dan tujuan dari pesantren.

Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Langkah ini dapat dilakukan dengan

melihat hasil pengujian eksperimen, dengan begitu pesantren dapat memilih hasil yang

sudah sesuai dengan kebutuhan dan tujuan atau merevisi hasil yang belum sesuai.

Keempat, mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum. Langkah ini dapat

dilakukan dengan memilih dan mengembangkan materi, metode, dan pengalaman belajar

Page 66: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

50

apa saja yang perlu diterapkan. Untuk selanjutnya adalah pelaksanaan dari kurikurim

tersebut.

Selanjutnya, model Beauchamp. Kemungkinan dapat dilakukan oleh lembaga

pendidikan pesantren adalah dengan dua cara, yaitu:

Pertama, model Beauchamp ini dilakukan oleh pemerintah, yakni dengan

melakukan diskusi antara pemerintah terkait dengan para ahli bersama perwakilan

beberapa guru yang kemudian mengembangkan atau memperbarui kurikulum pesantren

secara nasional yang kemudian dapat diterapkan pada lembaga pendidikan pesantren. Hal

ini sebagaimana yang dilakukan pemerintah dalam memberikan standar kurikulum

nasional kepada pesantren-pesantren yang memiliki lembaga pendidikan kombinasi, yakni

kurikulumnya berdasarkan kurikulum pemerintah dan kurikulum yang dibuat oleh bidang

kurikulum pesantren sendiri.

Kedua, model Beauchamp dilakukan oleh lembaga pendidikan pesantren besar,

yang memiliki beberapa unit-unit, yakni dengan berdiskusi antara ketua yayasan,

pengasuh/kiai, perwakilan beberapa guru, dengan menentukan tujuan pesantren, materi dan

metode apa saja yang perlu dikembangkan atau ditambah berdasarkan kebutuhan peserta

didik dan masyarakat, yang kemudian diterapkan pada masing-masing unit-unit sesuai

dengan jenjang pendidikannya. Kemungkinan ada kekurangan pada model ini, yaitu belum

tentu kurikulum yang diterapkan tersebut sesuai pada masing-masing unit dalam

persantren tersebut. Kelebihan pada model ini, memungkinkan pesantren memiliki standar

kurikulum yang dapat digunakan pada masing-masing unit pesantren tersebut.

Menurut Qomar (2014: 42-43) terdapat beberapa model pengembangan kurikulum

yang dapat dipertimbangkan oleh lembaga pendidikan pesantren, yaitu: pengembangan

pesantren menekankan kemampuan santri pada pendalaman ajaran Islam melalui literatur-

literatur atau sumber-sumbernya yang asli (al-Qur‟an, Hadits, dan kitab-kitab bahasa Arab

baik kitab kuning/kutub al-safra‟ maupun kitab putih/al-kutub al-baida‟, baik kitab

warisan/al-kutub al-turats maupun kitan hasil modifikasi), kemudian ditambah dengan

beberapa keilmuan di antaranya:

(1) Memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki kemampuan

mendakwahkan Islam sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman baik dalam sekala

lokal, nasional, maupun internasional.

(2) Memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki kemampuan meneliti

(menggali, menemukan, dan mengembangkan khazanah keislaman.

(3) Memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki keterampilan

kewirausahaan.

(4) Memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki konsentrasi keahlian.

Model-model yang ditawarkan Qomar (2014: 43-44) tersebut, menurutnya dapat

dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

Pertama, untuk mewujudkan santri memiliki kemapuan tambahan yakni

berdakwah, diperlukan tambahan wawasan kepada santri tentang cara-cara dan metode-

metode dakwah yang dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan perkembangan

berpikir masyarakat.

Kedua, agar santri memiliki tambahan kemampuan untuk meneliti, maka dapat

dilakukan dengan menambah mata pelajaran yang terkait langsung dengan metodologi

penelitian terhadap bidang sosial keagamaan, seperti metode penelitian hadits, metode

penelitian sejarah, dan metode penelitian yang terkait dengan memperkuat penguasaan

ilmu-ilmu keagamaan.

Page 67: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

51

Ketiga, untuk menambah kemampuan santri dalam bidang kewirausahaan,

diperlukan pelajaran tambahan pelajaran-pelajaran yang terkait dengan kewirausahaan,

adapun kaitan kewirausahaan dengan nilai-nilai keagamaan seperti hasil-hasil keterapilan

kaligrafi yang dapat digunakan sebagai produk keterampilan yang dapat dipasarkan

keberbagai tempat. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pengetahan dasar-

dasar bisnis kewirausahaan, ekonomi bisnis, dan manajeman perekonomian yang dapat

dilakukan dengan melaksanakan lokakarya/workshop yang terkait dengan kewirausahaan,

maupun memberikan keterampilan yang dapat membuka peluang ekonomi selain itu dapat

pula dengan membuka kelas sekolah kejuaruan.

Keempat, langkah yang dapat dilakukan agar santri memiliki tambahan konsentrasi

keahlian pada bidang tertentu, yaitu diperlukan pendalaman-pendalaman dalam beberapa

keilmuan yang diajarkan, seperti dengan menambah tenaga-tenaga pengajar konsentrasi

yang professional dan tenaga khusus dengan menyeleksi bakat dan minat santri.

Dari empat model yang ditawarkan oleh Qomar tersebut, perlu diperhatikan lebih

mendalam yakni dalam penguasaan ilmu-ilmu keagamaan yang merupakan ciri khas dari

pesantren harus benar-benar dipertahankan. Dalam hal ini, jika santri memiliki

kemampuan selain ahli dalam keagamaan, juga memiliki kemampuan dibidang lain, ini

berararti sudah sesuai dengan tujuan dari pesantren yakni menjadikan santri sebagai calon

ulama yang intelektual, paling tidak merupakan tambahan sebagai bekal untuk

kehidupannya kelak.

C. Kerangka Berpikir

Pesantren pada awal keberadaannya berupa sistem pendidikan sederhana yang

mencerminkan model tradisional, seiring dengan perjalanan waktu, dunia pesantren pun

mulai melakukan penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat akan tenaga-tenaga trampil

yang dapat memenuhi tuntutan kehidupan duniawi dan ukhrawinya. Oleh karena itu,

banyak institusi pesantren yang mulai mengembangkan sistem pendidikannya, berupa

pendidikan umum, baik berupa sekolah ataupun madrasah. Kesediaan pesantren

mengembangkan pendidikannya dengan pendidikan umum ini sejalan dengan pandangan

Azra pada tulisannya yang berjudul: Kontinuitas dan Perubahan yang terdapat dalam

Madjid ( 1997: ix) menegaskan bahwa jika pesantren ingin tetap survive, maka institusi ini

dapat mentrasformasikan dirinya menjadi lembaga pendidikan umum, atau setidak-

tidaknya menyesuaikan diri dan sedikit banyak mengadopsi isi dan metodologi pendidikan

umum.

Selanjutnya, diperlukan skema berpikir yang dibangun berdasarkan asumsi bahwa

pengembagan kurikulum dan pendidikan keagamaan di pesantren hendaknya berdasarkan

prinsip relevansi, fleksibelitas, kontinuitas, efisiensi, efektifitas, dan ditambah

produktivitas sebagai indikator yang memungkinkan tercapainya sasaran yang diinginkan,

yaitu kemajuan. Skema berikut ini dimaksudkan untuk memberi gambaran alur berpikir

yang dikembangkan dalam penelitian ini.

Page 68: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

52

Bagan 2.6

Skema Kerangka Berpikir

Pola pendidikan pesantren kombinasi merupakan perpaduan dari pola pendidikan

pesantren tradisional dan pola pendidikan pesantren modern (independent). Langkah-

langkah yang dilakukan pada pengembagan kurikulum dapat terlihat mulai dari

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, langkah-langkah tersebut dipertimbangkan

berdasarkan upaya pencapaian tujuan, baik tujuan nasional ataupun tujuan kelembagaan.

Adapun pengembangan kurikulum keagamana dalam penelitian ini terdapat beberapa

komponen sebagai objek pengembangan yang dapat melengkapinya, yaitu tujuan,

metodologi, isi/materi, evaluasi dan tenaga pengajar. Komponen-komponen tersebut

sebagai penentu sejauhmana pengembangan tersebut. Penelitian ini lebih menekankan

sejauh mana pengembagan kurikulum keagamaan yang dilakukan oleh pesantren dalam

merespon perkembagan zaman dan perkembangan intelektual.

D. Telaah Pustaka

Penelitian yang membahas tentang kurikulum secara umum sudah cukup sering

dibahas oleh para ahli pendidikan, baik pada tingkat lokal ataupun internasional. Akan

tetapi pembahasan yang secara gamblang mengkhususkan pada persoalan kurikulum

keagamaan pesantren di tengah perubahan politik nasional masih tergolong kurang, apalagi

yang spesifik menyangkut suatu era dan kondisi tertentu.

Beberapa penelitian terdahulu telah membahas tentang kurikulum pesantren secara

keseluruhan, penelitian tersebut dapat dijadikan acuan dalam mengungkap perbedaan

dengan penelitian ini. Oleh karena itu, dilakukan telaah pustaka pada beberapa hasil

laporan penelitian sebelumnya, antara lain adalah:

Model

Pengembangan

Kurikulum:

Perencanaan

Pelaksanaan

Evaluasi

Sasaran:

Kemajuan

Indikator:

Relevansi

Fleksibelitas

Kontinuitas

Efisiensi

Efektifitas

Produktifitas

Objek

Pengembangan:

Kelembagaan

Tujuan

Isi/Materi

Metodologi

Evaluasi

Tenaga

Pengajar

Model Pesantren

Kombinasi:

Kolektif Yayasan

Klasikal

Kitab Ulama Klasik/

Kitab Kuning

Sorogan dan

Bandongan

Penekanan Bahasa Arab

dan Inggris

Sekolah/Madrasah

Keterampilan

Kurikulum Pemerintah

dan Kepesantrenan

Page 69: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

53

Pertama, tesis yang berjudul Politik Pendidikan Pesantren Melacak Transformasi

Institusi, Kurikulum dan Metode oleh Prof. DR. Mujamil Qomar, M.Ag. Tesis ini

kemudian diterbitkan oleh penerbit Erlangga dengan judul Pesantren Dari Transformasi

Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi pada tahun 2005. Kajian dari penelitian ini

adalah berusaha mengungkap transformasi kepemimpinan pesantren, transformasi sistem

pendidikan pesantren, transformasi institusi pesantren, transformasi kurikulum pesantren,

dan transformasi metode pendidikan pesantren. Di samping itu, kajian ini juga

mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi tersebut dan implikasinya.

Kedua, tesis yang berjudul Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di Pondok Pesantren

yang di tulis oleh A. Malik MTT, kemudian tesis ini diterbitkan oleh Departemen Agama

Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Islam pada tahun 2008. Tesis ini berisi tentang

inovasi kurikulum yang dilakukan oleh pesantren dengan berbasis lokal.

Ketiga, disertasi yang berjudul Pembaharuan Pendidikan di Pesantren: Studi Kasus

Pesantren Lirboyo Kediri oleh Ali Anwar tahun 2008. Kajian dari penelitian ini

mengungkap pembaharuan pendidikan pada pesantren salaf iyah, yakni dengan mendirikan

unit-unit pendidikan yang mengkombinasikan sistem pendidikan tradisional dengan

modern.

Keempat, disertasi yang berjudul Pembaruan Pendidikan Islam di Makasar: Studi

Kasus Pesantren modern Pendidikan al-Qur‟an IMMIM Tamalanrea Makasar. Disertasi ini

kemudian dijadikan buku yang berjudul Pesantren Modern IMMIM: Pencetak Muslim

Modern oleh Muljono Damopoli pada tahun 2011. Kajian dari penelitian ini adalah

berusaha mengungkap pembaharuan pendidikan Islam di wilayah Makasar.

Dari sejumlah studi tentang pesantren tersebut di atas, sepanjang penelusuran

penulis, belum ada yang secara spesifik melakukan kajian dengan fokus pada

pengembangan kurikulum keagamaan secara utuh. Titik perbedaan antara buku dan hasil

penelitian tersebut di atas dengan tesis penulis adalah secara mendalam penelitian ini akan

fokus kepada kajian tentang pengembangan kurikulum keagamaan di pesantren. Dengan

begitu, maka studi tentang pengembangan kurikulum keagamaan pesantren secara

komprehansif barulah dilakukan melalui penelitian tesis ini.

Page 70: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

54

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif atas dasar paradigma

naturalistik. Sugiono (2009: 9) menegaskan bahwa: metode penelitian kualitatif adalah

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk

meneliti pada kondisi objek yang alamiyah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana

peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara

triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian

kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Moleong (2013: 10-12)

menambahkan bahwa, penelitian kualitatif itu berakar pada setting dunia empiris sebagai

mengandalkan keutuhan manusia sebagai instrument penelitan. Dengan menggunakan

metode penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara induktif, serta lebih

menekankan pada kualitas proses penelitian, membatasi studi tentang fokus penelitian, dan

memilih seperangkat kriteria untuk validitas rancangan penelitian serta subjek penelitian.

Hasil penelitian dalam penelitian kualitatif tidak digunakan untuk menjawab

hipotesis yang telah diumuskan, dan memutuskan menerima atau menolak hipotesis, tetapi

lebih ditekankan pada bagaimana pengumpulan data yang dimaksud untuk

mendeskripsikan dan menganalisis terhadap keadaan sesungguhnya yang terjadi di

lapangan penelitian.

2. Jenis Data

Data yang akan dicari dan dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data yang

sesuai dengan fokus penelitian, yaitu tentang pengembangan kurikulum Pesantren al-

Hamidiyah, termasuk di dalamnya terdapat pola-pola pengembangan sistem pendidikan

Pesantren al-Hamidiyah, setting sosial dan keadaan dan kebutuhan pendidikan masyarakat

sekitar Pesantren al-Hamidiyah, dan alur perkembangan Pesantren al-Hamidiyah itu

sendiri.

Jenis data dalam penelitian ini dibedakan menjadi data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dalam bentuk verbal yaitu dalm bentuk kata-kata atau ucapan lisan

dan perilaku subjek (informan), berkaitan dengan pengembangan kurikulum keagamaan

Pesantren al- Hamidiyah. Lexy J Moleong (2013: 157) menyatakan bahwa karakteristik

data primer adalah bentuk kata-kata atau ucapan lisan dan perilaku manusia. Data sekunder

bersumber dari dokumen-dokumen dan foto-foto yang dapat digunakan sebagai pelengkap

data primer. Karakteristik yang ada pada data sekunder yaitu berupa tulisan-tulisan,

rekaman, gambar, foto yang berhubungan dengan subjek penelitian. Dari kedua jenis data

tersebut penulis akan menggunakan data primer yang didapat dari wawancara dan

observasi terhadap informan penelitian yang ditentukan, dan data sekunder pendukung

yaitu berupa literatur tambahan dan dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian ini.

Data primer akan digali melalui wawancara yang akan dilakukan kepada orang-

orang yang terkait dengan penelitian ini, seperti: pengasuh pesantren (kiai), kepala

madrasah, kepala kajian Islam dan Asrama, bidang kurikulum pesantren, bidang

kepesantrenan, guru-guru, dan staf-staf terkait dengan penelitian. Sedangkan, data skunder

pada penelitian ini didapat dengan mengumpulkan data-data tulisan-tulisan, seperti

dokumen-dokumen, profil pesantren, program kerja dan arsip-arsip yang berkaitan dengan

54

Page 71: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

55

penelitian. Kemudian data sekunder lainnya berupa rekaman, gambar, foto kegiatan yang

berhubungan dengan subjek penelitian.

3. Objek dan Sumber Data Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah kurikulum Pesantren al-Hamidiyah

yang diwujudkan dalam pengembangan satuan pendidikan yang ada dalam ruang lingkup

Pesantren al-Hamidiyah. Sebagai perluasan dari satuan pendidikan pesantren maka

madrasah bisa menjadi kepanjangan tangan dari Pesantren al-Hamidiyah dalam

mengembangkan kurikulum keagamaan dan menjawab kebutuhan masyarakat

disekitarnya.

Berkaitan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang dirumuskan, maka

yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah sumber yang berasal dari informan

(narasumber penelitian), dokumentasi, dan literatur pendukung yang relevan. Pada

dasarnya perolehan data-data penelitian ini bermuara pada dua sumber, yakni sumber

primer dan sumber sekunder. Mengenai sumber data primer, penulis melakukan observasi

lapangan dan mengolah dokumen-dokumen Pesantren al-Hamidiyah. Sedangkan data

sekunder penelitian ini adalah buku-buku utama yang sangat berhubungan dengan

persoalan kurikulum, jurnal-jurnal ilmiah pendidikan, makalah-makalah, informasi sekitar

pesantren, serta sumber-sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini, undang-undang

tentang pendidikan.

Selanjutnya, penulis juga melakukan studi eksplorasi (Morissan, 2012: 35), yaitu

mengumpulkan berbagai informasi tentang Pesantren al-Hamidiyah dari aspek

kependidikannya sebagai bahan untuk penelitian. Informasi akan penulis lacak dari

elemen-elemen penting Pesantren al-Hamidiyah seperti para tenaga pengajar,

pembina/pengelola pesantren, kepengurusan struktural, dan alumni pesantren tersebut.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan

dokumentasi, dan gabungan ketiganya atau triangulasi. Peneliti menggunakan pedoman

wawancara dengan pertanyaan yang bersifat terbuka. ( Moleong, 2013: 189) Pedoman ini

dimaksudkan untuk menjaga agar wawancara dapat berlangsung tetap pada konteks

permasalahan penelitian. Dengan daftar pertanyaan tersebut diharapkan dapat memperoleh

data primer mengenai pengembagan kurikulum dan pendidikan keagamaan. Penelitian ini

akan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.

Studi lapangan (field research), yaitu pengamatan langsung di lapangan untuk

memperoleh data dan informasi yang dikumpulkan dengan cara:

(1) Observasi (pengamatan), yaitu teknik observasi (pengamatan) dilakukan dengan cara

pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis atas fokus permasalahan dan

objek penelitian. (Moleong, 2013: 174) Dalam penelitian ini observasi penulis

digunakan untuk memperoleh gambaran nyata berkaitan dengan fokus studi dan objek

yang diteliti berkenaan dengan kondisi objektif dilapangan serta pengamatan dan

sudut pandang peneliti terhadap objek penelitian. Teknik observasi ini mengambil

berbagai data yang berhubungan dengan perkembangan Pesantren al-Hamidiyah,

perkembangan kurikulum keagamaan Pesantren al-Hamidiyah, dan keadaan Pesantren

al-Hamidiyah masa kini.

(2) Wawancara, yaitu sebagai instrumen penting dalam penelitian kualitatif, wawancara

yang akan penulis gunakan adalah wawancara yang mendalam, yang menggali

Page 72: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

56

sedalam-dalamnya informasi yang didapat dari informan (narasumber) yang telah

penulis tentukan. Wawancara ini digunakan untuk menggali data tentang sejarah

lahirnya Pesantren al-Hamidiyah, serta perkembangan Kurikulum kegamaan

Pesantren al-Hamidiyah dari dulu sampai sekarang. Adapun narasumber yang telah

penulis tentukan adalah Pimpinan Pengasuh Pesantren al-Hamidiyah, Kepala

Madrasah dan Waka kurikulum setiap jenjang pendidikan di Pesantren al-Hamidiyah,

Kepala Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah.

(3) Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data yang terkait dengan fokus studi dan

objek penelitian yang berasal dari sumber utamanya yaitu modul yang dibuat yayasan,

pesantren, maupun madrasah, silabus, RPP, arsip-arsip yang terkait dengan kurikulum

pesantren dan madrasah, majalah dan artikel yang memuat tentang Pesantren al-

Hamidiyah, serta brosur dan pemberitaan lain yang terkait dengan permasalahan fokus

studi serta objek yang dikaji.

C. Teknik Analisis dan Validasi Data

Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif-

eksploratif dengan melibatkan tiga komponen analisis. Menurut Suprayogo (2003: 193-97)

dan Moleong (2013: 248-269) proses yang dapat dilakukan dalam menganalisis data

deskriptif-eksploratif, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Ketiga komponen analisis ini bersifat interaktif. pada tahap reduksi data dilakukan

kategorisasi dan pengelompokan data dalam sekala prioritas, mana yang lebih penting,

yang bermakna, dan yang relevan dengan fokus studi dan objek yang diteliti, sehingga

kesimpulan-kesimpulan finalnya mampu ditarik dan diverivikasi. Pada tahap penyajian

data digunakan analisis tema, grafik, matrik, dan tabel. Adapun penarikan kesimpulan

dilakukan dengan teknik mencari pola, tema, hubungan, persamaan, dan hal-hal yang

sering timbul.

Analisis data akan disesuaikan berdasarkan hasil temuan penelitian dan teori-teori

para ahli pengembangan kurikulum, seperti model pengembangan kurikulum Hilda Taba,

Beauchamp yang terdapat pada buku karangan Nana Syaodih Sukmadinata tahun 2012,

yang berjudul “Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek”, model pengembangan

kurikulum Oliva yang terdapat pada buku karangan George Paulas dan Peter F. Oliva

tahun 2008, yang berjudul “Supervision for Today‟s Schools”, dan model pengembangan

kurikulum pesantren yang terdapat dalam buku karangan Mujamil Qomar tahun 2014 yang

berjudul “Menggagas Pendidikan Islam”.

Pengujian validasi data pada penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi.

Mengenai triangulasi, Moleong (2013: 330) menjelaskan bahwa metode ini digunakan

sebagai teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data lain. Untuk menguji validasi data

pada penelitian ini, penulis mencocokkan dan membandingkan data dari berbagai sumber,

baik sumber lisan (hasil wawancara), tulisan (pustaka), maupun data hasil observasi.

D. Kisi-kisi Pertanyaan Wawancara

Terdapat beberapa informasi penting yang dapat dijadikan rujukan dalam

penelitian ini, untuk itu dibutuhkan beberapa pertanyaan yang akan digunakan dalam

metode wawancara. Agar lebih jelas dan terarah berikut ini terdapat beberapa kisi-kisi

pertanyaan yang akan dipakai sebagai pedoman wawancara, yaitu:

1. Konsep pengembangan kurikulum

a. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum

Page 73: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

57

b. Landasan pengembangan kurikulum

c. Komponen pengembagan kurikulum:

- Tujuan

- Materi/isi

- Metodologi

- Evaluasi

d. Model pengembangan kurikulum

e. Pengembangan kurikulum keagamaan di pesantren

2. Struktur organisasi lembanga

3. Latarbelakang pendidikan tenaga pengajar (guru)

4. Kegiatan penunjang kurikulum keagamaan

Page 74: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

58

BAB IV

KURIKULUM DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN DI PESANTREN AL-

HAMIDIYAH

A. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Pendidikan Pesantren al-Hamidiyah

Pesantren al-Hamidiyah merupakan pesantren yang berada dalam naungan

Yayasan Islam al-Hamidiyah (YIH) yang didirikan pada tanggal 6 Desember 1976

berdasarkan Akta Notaris Nomor 3 dengan notaris pengganti Basuki Budinanto. Akte ini

merupakan penyempurnaan dari Akte nomor 16 tahun 1969 oleh Raden Soerojo

Wongsowidjojo, SH. Saat ini Yayasan Islam al-Hamidiyah di ketuai oleh Dr. H. Imam

Susanto Sjaichu, Sp.BP yang merupakan salah satu putra dari KH. Achmad Sjaichu.

Yayasan Islam al-Hamidiyah menetapkan tujuan kegiatannya, yaitu Pendidikan dan

Dakwah serta mengusahakan kesejahteraan ummat Islam. Melalui bidang-bidang itu, YIH

merencanakan dan menyelenggarakan program-program untuk mencapai tujuannya, yakni

mempertinggi mutu pendidikan Islam dan mengusahakan kesejahteraan bagi ummat Islam.

(Profil Yayasan Islam al-Hamidiyah)

Tujuan kegiatan yang ditetapkan Yayasan Islam al-Hamidiyah di atas

menunjukkan bahwa Yayasan Islam al-Hamidiyah masih tetap konsisten sejak awal

berdiri hingga kini yakni sebagai lembaga yang konsen dalam pelestarian pendidikan dan

dakwah Islamiyah serta mengupayakan kesejahteraan umat Islam melalui kegiatan-

kegiatan sosialnya.

Yayasan Islam al-Hamidiyah melewati tahap-tahap perkembangannya secara

istiqamah, terencana, dan konsisten pada jalur pendidikan dan dakwah. Dari tahun ke

tahun program-program yang diselenggarakan YIH berkembang cukup pesat, mulai dari

Kelompok Bermain dan TK, TPQ, SDIT, SMP, MTs dan MA yang berpusat di Jl. Raya

Sawangan-Depok, Grup Medik Meruya (GMM) yang berpusat di Meruya-Jakarta Barat,

dan Tarbiyah Islamiyah Surabaya yang beralamat di Jl. Kedung Tarukan, Surabaya. (Profil

Yayasan Islam al-Hamidiyah)

Semakin banyak unit yang dikembangkan oleh Yayasan Islam al-Hamidiyah,

menunjukkan bahwa Yayasan Islam al-Hamidiyah semakin berkembang dan dapat

memenuhi perkembangan kebutuhan masyarakat akan pendidikan, khususnya pendidikan

dengan ciri keagamaan.

Pesantren al-Hamidiyah merupakan salah satu bagian dari unit-unit yang berada

dalam tanggung jawab Yayasan Islam al-Hamidiyah. Pesantren al-Hamidiyah juga

merupakan unit pertama dari Yayasan Islam al-Hamidiyah yang terintegrasi dengan

Madrasah baik Madrasah Tsanawiyah maupun Madrasah Aliyah al-Hamidiyah.

Pesantren al-Hamidiyah merupakan salah satu wujud dari harapan dan keinginan

yang sudah lama dicita-citakan oleh KH. Achmad Sjaichu (Almarhum). Pesantren al-

Hamidiyah didirikan pada tanggal 17 Juli 1988 untuk mewujudkan keinginan yang besar

dalam menangani pengembangan dan pelestarian kegiatan pendidikan dan dakwah. (Profil

Pesantren al-Hamidiyah)

KH. Achmad Sjaichu mengharapkan dunia pesantren bisa menjadi penutup bagi

perjalanan panjang kehidupannya, setelah ditinggalkan selama hampir 40 tahun terhitung

sejak ia meninggalkan pesantren al-Hidayah, Lasem. Dalam kurun waktu selama 40 tahun

(1950-1980) KH. Achmad Sjaichu terjun dalam dunia politik dan bergiat dalam Jam‟iyah

Nahdatul Ulama. Dalam bidang tersebut, KH. Achmad Sjaichu berhasil membukukan

berbagai prestasi. Di bidang politik, KH. Achmad Sjaichu mencapai karir yang cukup

58

Page 75: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

59

terhormat, yaitu dengan menjadi ketua DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong

Royong), yang kini berubah menjadi DPR RI. Dengan basis keilmuan pesantren yang

diperkaya dengan berbagai pengalaman dan peristiwa yang menyertai perkembangan

kehidupannya itulah, KH. Achmad Sjaichu menemukan kembali dunia pesantren yang

pernah ditinggalkannya dalam konsep dan kesadaran yang lebih maju. Melalui pesantren,

KH. Achmad Sjaichu ingin mengkader da‟i dan ulama yang berwawasan luas dan memiliki

kedalaman ilmu. Kesadaran baru itu muncul dari hasil pemahaman menyeluruh tentang

makna kehadiran para juru dakwah dan ulama ditengah-tengah masyarakat yang bergerak

maju dan cepat. (Profil Pesantren al-Hamidiyah)

KH. Achmad Sjaichu merasakan keprihatinan yang mendalam atas kenyataan

makin langkanya ulama dan juru dakwah, baik dari segi kuantitas karena banyaknya ulama

yang wafat, maupun segi kualitas karena sistem pendidikan dan pengajaran dalam lembaga

pesantren yang masih harus lebih disempurnakan lagi. Menurutnya, para juru dakwah dan

ulama perlu dipersiapkan sejak dini dengan seperangkat ilmu dan keterampilan yang cukup

untuk menyertai perkembangan kehidupan modern yang kian kompleks. KH. Achmad

Sjaichu kemudian teringat kembali akan keprihatinan dan kekhawatiran yang pernah

dirasakan Rasulullah SAW belasan abad yang silam tentang kondisi umatnya yang

kehilangan pemimpin dari kalangan ulama. Namun, KH. Achmad Sjaichu tidak tenggelam

dan hanyut dalam keprihatinan semata-mata. Ia optimis dapat mewujudkan keinginannya

mendirikan pesantren sebagai jawaban atas keprihatinan dan kekhawatiran tersebut. Sebab

Nasyr al-„Ilmi (pengembangan ilmu pengetahuan) bukan semata-mata menjadi keinginan

manusia, tetapi juga mendapat jaminan dari Allah SWT. (Profil Pesantren al-Hamidiyah)

Upaya yang dilakukan oleh KH. Achmad Sjaichu sangat tepat sekali yakni

memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk terus melakukan upaya

reproduksi/kaderisasi calon ulama atau para juru dakwah, dengan mendirikan pesantren.

Dengan adanya pesantren sedikitnya dapat menimalisir kelangkaan ulama karena dari

pesantren lahirlah para calon-calon ulama walaupun dibutuhkan pendidikan dan

pengajaran keagamaan yang lebih mendalam dan khusus lagi untuk mencapai tahap

menjadi ulama. Setidaknya, pesantren dapat dijadikan gerbang pertama dalam mendalami

pendidikan keagamaan.

Motivasi yang besar untuk mendirikan sekaligus menjadi pengasuh pesantren juga

mendapat dorongan dari istrinya (almarhumah) Ny. Hj. Solchah Sjaichu. Sebelum

wafatnya tanggal 24 Maret 1986, Ny. Hj. Solchah terus mendorong agar rencana

mendirikan pesantren itu segera diwujudkan. Atas dasar itu, bulatlah tekad untuk

mendirikan pesantren. Kebetulan pada saat yang sama, ada sebidang tanah di daerah

Depok di jual dengan harga relatif murah. Tanah yang berlokasi di daerah Rangkapan Jaya,

Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat itu, akhirnya dibeli pada tahun 1980. Di atas tanah

inilah, pesantren yang menjadi idamannya dan idaman istrinya, didirikan. Karena beberapa

kesibukan dan persiapan yang belum cukup, pembangunan pesantren itu tertunda. Baru

pada tahun 1987, dengan disaksikan para ulama dan tokoh masyarakat, Menteri Agama H.

Munawir Sjadzali meletakan batu pertama, mengawali pembangunan pesantren. Oleh KH.

Achmad Sjaichu pesantren itu diberi nama al-Hamidiyah, dinisbatkan dengan nama

ayahandanya, H. Abdul Hamid. Pesantren al-Hamidiyah kemudian dimasukan dalam

daftar unit kerja di lingkungan Yayasan Islam al-Hamidiyah. (Profil Pesantren al-

Hamidiyah)

Berdirinya Pesantren al-Hamidiyah tentunya dilakukan dengan perencanaan yang

matang, baik secara fisik maupun program-program yang akan dijalankan yakni dengan

merekrut orang-orang yang memang ahli pada bidangnya masing-masing.

Page 76: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

60

Secara fisik, bangunan pesantren al-Hamidiyah dirancang dan ditangani langsung

pengawasannya oleh Ir. H. Mochamad Sutjahjo Sjaichu, putra ketiga KH Achmad Sjaichu.

Bersamaan dengan itu dilakukan pula perencanaan berbagai program pendidikan di bawah

koordinasi (Almarhum) DR. H. Fahmi D. Saifuddin, MPH, wakil ketua Yayasan Islam al-

Hamidiyah pada saat itu, yang juga menantu KH. Achmad Sjaichu. Sementara

pembangunan fisik berjalan, persiapan pembukaan pesantren juga dilakukan. Rapat-rapat

Yayasan kemudian menghasilkan keputusan perlunya segera dibentuk suatu badan

pengelola. Maka dicarilah tenaga-tenaga yang siap untuk menjalankannya. Seperangkat

kepengurusan dipersiapkan, dan tepat tanggal 17 Juli 1988, pondok Pesantren al-

Hamidiyah dibuka. Pada saat itu, pesantren menerima murid pertama 150 siswa untuk

Madrasah Aliyah, dan 120 untuk Madrasah Tsanawiyah. Dari jumlah tersebut, 75 santri

putra dan 40 santri putri bermukim di asrama, sedang lainnya pulang pergi. (Profil

Pesantren al-Hamidiyah)

Menteri Agama RI H. Munawir Sadzali kembali menjadi saksi bagi pembukaan

kegiatan perdana Pesantren al-Hamidiyah. Dalam pidato sambutan peresmian pembukaan

pesantren, menteri antara lain menyatakan rasa syukur dan penghargaan yang tinggi atas

dibangunnya pesantren al-Hamidiyah Depok oleh KH. Achmad Sjaichu. Pendirian pondok

pesantren sejalan dengan usaha Menteri Agama yang saat itu mengadakan proyek

percontohan pendidikan madrasah dengan materi pendidikan terdiri dari 70% substansi

agama dan 25% substansi umum yang disebut MAPK (Madrasah Aliyah Program

Khusus). (Profil Pesantren al-Hamidiyah)

Pada acara peresmian yang dihadiri alim ulama, pemerintah, dan tokoh masyarakat

itu, Menteri Agama lebih jauh menyatakan, program yang menekankan pengajaran bidang

studi agama adalah jawaban atas kelangkaan ulama yang sedang dirasakan umat Islam

dewasa ini, khususnya di Indonesia. Dan membangun pondok pesantren bukan sekedar

membangun bangunan fisik belaka. Tapi lebih dari itu, adalah membangun manusia,

mempersiapkan ulama yang mampu menjawab tantangan zaman. Pesantren al-Hamidiyah

tidak hanya membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan agama dan umum, tetapi

juga mendidik mereka menjadi seorang muslim yang beriman, berakhlak karimah, berpola

hidup sederhana, dan dibimbing untuk menempuh kehidupan secara mandiri dalam

berbagai hal dengan mengedepankan semangat kebersamaan. Hingga saat ini Pesantren al-

Hamidiyah telah dikenal secara nasional. Hal ini terbukti dari santri yang belajar tidak

hanya berasal dari Jabodetabek tetapi juga dari luar Jabodetabek seperti dari daerah Aceh,

Batam, Padang, Palembang, Lampung, Kepulauan Seribu, Cianjur, Bandung, Kalimantan,

Ambon, Papua, dan daerah lainnya. (Profil Pesantren al-Hamidiyah)

Sejak berdirinya, Pesantren al-Hamidiyah dipimpin langsung oleh KH. Achmad

Sjaichu hingga beliau pulang ke rahmatullah pada tanggal 5 Januari 1995. Sesudah beliau

wafat, Pesantren al-Hamidiyah dipimpin oleh beberapa ulama dan cendikiawan seperti

Prof. KH. Alie Yafie, KH. Utsman Abidin dan KH. Musthafa Bisri yang duduk sebagai

mustasyar dan majelis pengarah. Sedangkan sebagai pelaksana, dipimpin DR. H Fahmi D.

Saifuddin, MPH selaku penanggung jawab/pengasuh dan KH. Ali Mustafa Yaqub , MA

selaku pengasuh/pelaksana harian hingga tahun 1997 kemudian dilanjutkan oleh KH. Drs.

M. Hamdan Rasyid, MA selaku pengasuh/kepala pesantren, selajutnya diteruskan oleh

KH. Drs. Zainuddin Ma‟sum Ali hingga tahun 2016 dan kini dilanjutkan Oleh KH. Drs. A.

Zarkasyi. (Buku Pedoman Umum Pesantren al-Hamidiyah).

Sosok pengasuh atau yang biasa disebut dengan kiai dalam lingkungan pesantren

memang sangat dibutuhkan sekali. Kiai bukan hanya memberikan pendidikan dan

pengajaran dalam bidang keagamaan namun, lebih dari itu yakni memberikan

Page 77: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

61

pembelajaran kehidupan yang sesuai dengan syari‟at dan ajaran-ajaran keislaman.

Pesantren al-Hamidiyah mulai sejak awal selalu dipimpin dan dibimbing oleh ulama-ulama

yang memang ahli dan berpengalaman dalam ilmu-ilmu keagamaan dan pesantren. Selain

kiai, tentunya para guru/ustadz sangat dibutuhkan oleh pesantren dalam mengajar dan

mendidik, dan membimbing santri agar dapat menguasai keilmuan yang diajarkan dan

memiliki akhlak yang terpuji tentunya.

Sebelum wafat, KH. Achmad Sjaichu telah mewakafkan seluruh asset, sarana dan

fasilitas pesantren al-Hamidiyah kepada Yayasan Islam al-Hamidiyah untuk tujuan

nasyirul „ilmi (penyebaran ilmu/pendidikan) dan pembinaan ummat. Hal ini telah beliau

ikrarkan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Kecamatan Pancoran Mas Depok

sehingga terbitlah akta Ikrar Wakaf No. K-26/BA.032/118/IV/1993, No. K-

26/BA.032/119/IV/1993, No. K-26/BA.032/120/IV/1993, K-26/BA.032/121/IV/1993, dan

No. K-26/BA.032/122/IV/1993 yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf

Kecamatan Pancoran Mas Depok. Berdasarkan ikrar wakaf tersebut, maka pesantren al-

Hamidiyah berstatus wakaf untuk umat Islam. Sebagai nadzir yang bertanggung jawab atas

keberlangsungan dan pengembangan Pesantren al-Hamidiyah demi terwujudnya cita-cita

almaghfurlah KH. Achmad Sjaichu adalah Yayasan Islam al-Hamidiyah. (Buku Pedoman

Umum Pesantren al-Hamidiyah, 2000: 3)

Wakaf yang dilakukan oleh KH. Achmad Sjaichu tersebut di atas merupakan

sedekah dan dapat dijadikan amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir sesuai

dengan firman Allah SWT, yaitu:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu

menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu

nafkahkan. Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran (8): 92)

Dan sesuai dengan Hadits Rasullullah SAW yang terdapat dalam Muslim bin Hijâj,

jilid III, Juz 5 (73), yaitu: نيسافى : " عني أ ىىريػيرة أفن رسىوؿ اا صلن ااى علييو كسلنم قاؿ إذا مات اإلي

إالن مني صدقةة جاريةة أكي عليمة يػىنيتػفعى بو أكي كلدة : انػيقطع عنيوى عملىوى إالن مني ثالثةة عىو لوى (ركاه مسلم) صالحة يدي

“Dari Abî Hurairah sesungguhnya Rasulullâh SAW bersabda, “Apabila manusia

meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah,

ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya. (HR. Muslim)

Page 78: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

62

Wakaf Pesantren al-Hamidiyah termasuk Wakaf Permanen (al-Waqf al-

Mu‟abbad). Menurut Mundzir Qahâf (2006: 158-159) wakaf permanen (al-Waqf al-

Mu‟abbad), yaitu wakaf berbentuk barang yang bersifat abadi seperti tanah dan bangunan

dengan tanahnya, atau barang bergerak yang ditentukan wâqif sebagai wakaf abadi dan

produktif, dimana sebagian hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan

sisanya untuk biaya perawatan wakaf dan mengganti kerusakannya.

Adapun Visi dan Misi Pesantren al-Hamidiyah sebagaimana tertulis dalam brosur

penerimaan santri baru Pesantren al-Hamidiyah tahun pembelajaran 2016/2017 adalah

sebagai berikut:

Visi :

“Sebagai pesantren yang unggul dalam ilmu pengetahuan agama dan umum,

sehingga diharapkan dapat menghasilkan kader muslim yang intelek, cerdas,

terampil, percaya diri, berkepribadian kuat, mampu mengembangkan diri dan

mampu mengembangkan diri dan umat manusia seutuhnya”.

Misi :

1. Menyiapkan kader-kader muslim yang menguasai ilmu pengetahuan agama Islam dan

ilmu pengetahuan umum yang luas dan mendalam serta memiliki pribadi muslim yang

berakhlak mulia.

2. Menyiapkan kader muslim yang memiliki sifat istiqamah terhadap ajaran yang

diyakini dan mampu mengamalkan kepada masyarakat.

3. Menyiapkan kader muslim yang luas wawasan ilmu pengetahuan dan tekhnologi

dengan dilandasi nilai-nilai ajaran Islam yang kuat dan mampu menerapkan dalam

kehidupan masyarakat.

4. Mewujudkan Pesantren al-Hamidiyah Depok menjadi pesantren yang unggul dan

berkualitas yang menjadi rujukan pesantren lainnya.

5. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan professional tenaga pendidik sesuai

dengan perkembangan dunia pendidikan.

Pesantren al-Hamidiyah juga menyediakan fasilitas-fasilitas berupa sarana dan

prasarana sebagai faktor pendukung pelaksanaan pendidikannya yang terintegrasi dengan

sekolah/madrasah sebagaimana terdapat dalam brosur penerimaan santri baru Madrasah

Tsanawiyah dan Aliyah Pesantren al-Hamidiyah tahun pembelajaran 2016/2017

diantaranya sebagai berikut:

1. Asrama Santri Putra

2. Asrama Santri Putri

3. Lab. IPA

4. Lab. Komputer/Ruang Internet

5. Lab. Bahasa

6. Perpustakaan

7. Masjid

8. Musalla Putri

9. Poliklinik

10. WiFi Hotspot

11. Lapangan Upacara

12. Lapangan Olah Raga

13. Barber Shop

Page 79: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

63

14. Wartel

15. Koperasi dan Waserba

16. Kantin (Putra dan Putri)

17. Ruang Makan Santri Putra dan Santri Putri

18. Ruang Kelas yang memadai dan representatif.

B. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah

1. Dinamika Pengembangan Kurikulum Keagamaan Pesantren al-Hamidiyah

Secara kelembagaan Pesantren al-Hamidiyah dalam pengembangan pendidikannya

mengalami beberapa tahapan, yaitu:

Tahap I : Tahap persiapan dan membuka pesantren (1976-1988)

Tahap II : Tahap konsolidasi untuk mempertahankan keberlangsungan

hidup pesantren (1988-1993)

Tahap III : Tahap persiapan untuk melakukan pengembangan pesantren

secara berencana (1994-1996)

Tahap IV : Tahap pengembangan pesantren secara berencana

Fase 1 : (1996-2000)

Fase 2 : (2001-2005)

Fase 3 : (2006-2010)

Tahap V : Tahap Pembangunan lanjut (2011 dan seterusnya)

Tahapan-tahapan tersebut di atas juga berpengaruh pada pengembagan dibidang

kurikulum keagamaan, setidaknya telah menjalani pengembangan kurikulum keagamaan

sebanyak tiga kali, pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan tuntutan dan keadaan.

Pengembangan Kurikulum Keagamaan Pesantren al-Hamidiyah dikembangkan

berdasarkan prinsip fleksibelitas, prinsip fleksibelitas pada kurikulum menurut Widyastono

(2014: 38) artinya kurikulum memungkinkan penyesuaian-penyesuaian dengan karakter

peserta didik, karakteristik sekolah, serta kondisi dan potensi daerah. Kaitannya prinsip

fleksibelitas pada pengembangan kurikulum keagamaan Pesantren al-Hamidiyah yakni

menyesuaikan kemampuan santri dan karakteristik pesantren.

Tabel 4.1

Perkembangan Kurikulum Pesantren al-Hamidiyah

dari Periode ke Periode

Periode Sumber kurikulum Sifat Keterangan

1988-2002 Departemen Agama

Kepesantrenan

Formal

Non Formal

- Kurikulum Depag dan

Kurikulum

Kepesantrenan berjalan

dalam satu kesatuan

- Evaluasi pembelajaran

menyatu

2002-2014 Departemen Agama

Kajian Islam Sistem

Marhalah

Formal

Non Formal

- Kurikulum Depag dan

Kepesantrenan/Kajian

Islam Berjalan secara

Mandiri

Page 80: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

64

- Santri di tes pada awal

masuk dan

dikelompokkan

berdasarkan

kemamampuan

- Evaluasi pembelajaran

secara mandiri

2014-

Sekarang

Departemen Agama

Kajian Islam Sistem

Tingkat Pendidikan

Formal

Non Formal

- Kurikulum Depag dan

Kepesantrenan/Kajian

Islam berjalan Secara

Mandiri

- Santri dikelompokkan

sesuai tingkat pendidikan

di madrasah formal

- Evaluasi pembelajaran

secara mandiri

Sumber: Kepala Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah 2016

Data di atas menunjukkan adanya pengembangan kurikulum dari periode ke

periode. Pengembangan tersebut berupa pengembangan sistem kurikulum itu sendiri.

Pengembangan kurikulum dengan jalan efisiensi, dari sistem yang menyatu antara

kurikulum Depag (pemerintah) dengan kurikulum kepesantrenan menjadi kurikulum yang

terpisah. Langkah tersebut dilakukan agar kurikulum kepeantrenan yang dikembangkan

dapat berjalan beriringan dengan porsi yang seimbang dengan kurikulum yang

dikembangk oleh madrasah formal. Berikut ini uraian tentang dinamika perkembangan

kurikulum keagamaan/kepesantrenan Pesantren al-Hamidiyah:

a. Tahap Awal Kurikulum Pesantren al-Hamidiyah

Pada awal keberadaannya pada tahap sebelum tahap pengembangan pesantren

secara berencana, sebagaimana menurut Abdul Rasyid Marhali, Lc selaku Kepala Kajian

Islam dan sebagai salah satu alumni Madrasah Aliyah Pesantren al-Hamidiyah yang

kemudian melanjutkan pendidikannya ke luar negeri, yaitu Baghdad University,

berasarkan wawancara pada 18 November 2016, menurutnya pengembangan kurikulum

Keagamaan/kepesantrenan Pesantren al-Hamidiyah sempat melaksanakan kurikulum yang

menyatu antara kurikulum Madrasah dengan kepesantrenan dengan sistem pembelajaran

dan ujian evaluasi yang menyatupula. Pelaksanaan kurikulum ini berlangsung sejak awal

berdiri yaitu pada tahun 1988-2002.

Pada tahapan ini kurikulum dan pembelajaran madrasah formal dan kepesantrenan

berjalan dalam satu kesatuan kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Materi-materi terdiri

dari materi-materi umum dan keagamaan yang sesuai kurikulum pemerintah dan materi-

materi keagamaan/kepesantrenan yang bersumber pada kitab-kitab karangan ulama klasik

atau kitab kuning. Metode pembelajaran juga masih sederhana seperti, metode sorogan,

bandongan dan ceramah. Evaluasi hasil pembelajaran juga menyatu dalam bentuk laporan

hasil belajar yang disatukan semua antara materi-materi kemadrasahan dengan materi-

materi kepesantrenan.

Page 81: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

65

Pada saat awal berdiri, pesantren menerima murid pertama 150 siswa untuk

Madrasah Aliyah, dan 120 untuk Madrasah Tsanawiyah. Dari jumlah tersebut, 75 santri

putra dan 40 santri putri bermukim di asrama, sedang lainnya pulang pergi. Kemudian

jumlah santri kian bertambah, menurut Abdul Rasyid Marhali, Lc selaku Kepala Kajian

Islam dan juga sebagai alumni Pesantren al-Hamidiyah berasarkan wawancara pribadi

pada 18 November 2016, menurutnya jumlah santri diperkirakan bertambah hingga

berjumlah ribuan, namun kebanyakan pada saat itu santri yang tidak bermukin di asrama

melainkan pulang pergi.

Pada perkembangan kurikulum tahap pertama ini, tidak ditemukan dokumen-

dokumen yang terkait dengan kurikulum keagamaan, penulis berasumsi hal tersebut

disebabkan tahap awal ini merupakan tahap persiapan dan membuka pesantren, tahap

konsolidasi untuk mempertahankan keberlangsungan hidup pesantren, dan tahap persiapan

untuk melakukan pengembangan. Oleh karena itu, tidak banyak dokumen yang tersimpan

karena bergantinya beberapa kepengurusan yang menyebabkan tercecernya beberapa

dokumen. Ketidakadaan dokumen-dokumen tersebut juga menandakan bahwa pada

tahapan ini sistem administrasi dan manajemen yang dilakukaan secara terbatas dan

kemungkinan kurikulum berjalan dengan konsep yang sederhana, dengan kata lain

Pesantren al-Hamidiyah pada tahapan ini sedang mencari jadi diri yang sesuai antara

tujuan awal pendiri dengan perkembangan kemampuan santri pada saat itu.

b. Tahap Pengembangan Kurikulum Sistem Marhalah

Pengembangan kurikulum dengan sistem Marhalah Kajian Islam mulai tahun

2002-2014. Sistem Marhalah pada kurikulum kepesantrenan ini, struktur dan pelaksanaan

pembelajarannya dipisahkan antara kurikulum madrasah formal dengan kurikulum

keagamaan/kepesantrenan yang biasa disebut dengan Kajian Islam. Pelaksanaan program

Kajian Islam agar mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan kurikulum Kajian Islam

sistem marhalah, maka dilaksanakan sistem dari yang paling mudah menuju tingkatan

yang paling sulit yaitu marhalah Ula, Wusta Alif, Wusta Ba‟, Ulya Alif, Ulya Ba‟, dan

Ulya Jim, santri di tes kemampuan akademik bidang keagamaan kemudian

(pengelompokan santri berdasarkan hasil mapping) dalam jangka waktu pembelajaran 6

tahun. Dalam hal ini kemungkinan bercampurnya santri, antara santri yang belajar pada

madrasah formal tingkat Aliyah dengan santri tingkat Tsanawiyah menjadi satu

kelompok/kelas di kelas Kajian Islam tergantung hasil tes awal masuk. (Profil Pesantren

al-Hamdiyah)

Pada tahap kedua ini, kurikulum keagamaan mulai terlihat seperti kurikulum

sekolah/madrasah pada umumnya. Tahap pengembangan ini telah dibuat struktur program

kegiatan yang terdiri dari materi-materi keagamaan/kepesantrean yang dikelompokkan

berdasarkan jenis kajian seperti, al-Qur‟an, Hadits, Tauhid, Akhlak, Fiqh, Bahasa Arab,

dan Tarikh. Metode pembelajaran yang digunakan juga mulai bervariatif, dengan

menambahkan metode-metode dalam pembelajaran bahasa Arab seperti metode

mubasyarah. Evaluasi pembelajaran juga mulai di buat beberapa kriteria-kriteria standar

penilaian, kenaikan kelas, dan kelulusan.

Pada tahap mengembangan ini, sebagai temuan data terdapat beberapa buku

pedoman yang dibuat oleh pengelola pesantren seperti, buku pedoman umum, pedoman

santri, dan pedoman pendidikan dan pengajaran pesantren al-Hamidiyah yang diterbitkan

mulai 17 Juli 2000. Buku tersebut berisi berbagai ketentuan yang dapat dijadikan pedoman

dalam pelaksanaan pendidikan dan digunakan hingga sekarang. Hal tersebut menunjukkan

bahwa secara administratif Pesantren al-Hamidiyah sudah melakukan pengembangan. Pada

Page 82: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

66

tahapan ini juga, kurikulum keagamaan/kepesantrenan mulai terlihat upaya-upaya

pengembangan terkait dengan komponen-komponen kurikulum.

Pengembangan pesantren tahap kedua ini, pihak pengelola pesantren selain

mengubah dan mengembangkan kurikulum pembelajarannya, juga mengeluarkan

kebijakan baru sebagaimana menurut Abdul Rasyid Marhali, Lc selaku Kepala Kajian

Islam dan sebagai salah satu alumni Madrasah Aliyah Pesantren al-Hamidiyah, berasarkan

wawancara pada 18 November 2016 mengungkapkan bahwa Pesantren al-Hamidiyah pada

merubah kebijakan bahwa seluruh santri diwajibkan tinggal di asrama. Hal tersebut

merupakan upaya pesantren untuk meningkatkan kualitas pendidikannya dan agar lebih

mudah dalam pengawasan pada seluruh santri. Kebijakan tersebut mempengaruhi

perkembangan jumlah santri, pada saat itu sempat terjadi kegoncangan, jumlah santri

mengalami penurunan yang sangat banyak. Namun, seiring berjalannya waktu pengurus

Yayasan, dewan pengasuh dan para guru berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dan

melengkapi sarana prasarana yang dibutuhkan, dari sini jumlah santri terus bertambah dan

minat masyarakat untuk menitipkan putra putrinya belajar keagamaan di Pesantren al-

Hamidiyah kian mengalami kemajuan.

Bertambahnya minat masyarakat untuk menitipkan putra putrinya belajar

keagaamaan di Pesantren al-Hamidiyah, tidak semata-mata dimanfaatkan kepercayaan

masyarakat tersebut. Pesantren al-Hamidiyah lebih mementingkan kualitas dari pada

kuantitas, dalam artian dalam menampung jumlah santri disesuaikan dengan kemampuan

daya tampung pesantren baik dari segi sarana prasarana maupun jumlah guru. Sehubungan

dengan hal tersebut pihak Yayasan Islam al-Hamidiyah memberikan alternatif lain bagi

masyarakat yang masih ingin menitipkan putra putrinya belajar di bawah naungan yayasan

yang sama dengan membuka kelas pada Kelompok Bermain dan TK, TPQ, SDIT, SMP

dan Perguruan Tinggi, yang dimana tidak mewajibkan santri atau peserta didik untuk

mukim atau tinggal di asrama. Namun, masih dalam tujuan yang hampir sama dalam

bentuk sistem yang berbeda yakni melestarikan dakwah dan pendidikan Islam. Terlihat

pada beberapa kegiatan keagamaan seluruh unit bergabung pada satu acara. Sehubungan

dengan hal tersebut penelitian ini hanya berfokus pada unit yang berhubungan langsung

dengan pesantren yakni Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah al-Hamidiyah saja.

Perubahan dan perkembangan jumlah santri Pesantren al-Hamidiyah dapat terlihat

pada tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2

Daftar Perkembangan Santri MTs/MA Putra dan Putri

Pesantren al-Hamidiyah (2000-2014)

No.

Tahun

Pembelajaran

Santri MTs Santri MA Jumlah Santri

1 2000-2001

555 465 1.020

2 2001-2002

550 465 1.015

3

2002-2003 425 199 624

4

2003-2004 340 178 518

5 2004-2005 338 161 499

Page 83: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

67

6

2005-2006 323 147 470

7

2006-2007 380 153 533

8

2007-2008 351 190 541

9

2008-2009 295 188 483

10

2009-2010 352 190 541

11

2010-2011 297 189 484

12

2011-2012 300 180 480

13

2012-2013 345 203 548

14

2013-2014 353 222 575

Sumber: Tata Usaha MTs/MA Pesantren al-Hamidiyah

c. Tahap Pengembangan Kurikulum Keagamaan dengan Sistem Jenjang dan Tingkat

Pendidikan

Pada perkembangan selanjutnya kurikulum kepesantrenan (Kajian Islam)

diterapkan dengan sistem berdasarkan Jenjang dan Tingkat Pendidikan di madrasah formal

mulai tahun 2014 hingga sekarang, yaitu Madrasah Tsanawiyah kelas VII, VIII dan IX,

dan Madrasah Aliyah kelas X, XI dan XII Program IPA/IPS yang dibedakan antara alumni

santri Pesantren al-Hamidiyah dengan non alumni dengan memberikan tambahan materi

dasar dalam pembelajaran al-Qur‟an dan program PAI atau Keagamaan, dibedakan dari

mulai kurikulum dan Asramanya.

Pada santri program keagamaan kini mulai tahun 2016 dipisahkan asrama, ruang

belajar serta kurikulumnya dari santri program IPA/IPS. Khususnya untuk santri Madrasah

Aliyah program Keagamaan kelas X dan XI, sedangkan kelas XII masih menyatu dalam

struktur kurikulum Kajian Islam. Hal ini disebabkan santri kelas XII meneruskan program

kurikulum sebelumnya. Sedangkan santri kelas X dan XI sudah mulai mengikuti

pembelajaran kurikulum yang baru yang terpadu pada kurikulum Madrasah Aliyah

program Keagamaan Kementrian Agama RI. Santri program keagamaan memiliki

kurikulum diluar kurikulum Kajian Islam, kurikulum program keagamaan melaksanakan

program pendidikan terpadu antara pendidikan pagi dengan malam dijadikan satu

berdasarkan kurikulum Kementrian Agama RI, tidak seperti kurikulum yang diterapkan

pada kajian Islam dengan kurikulum Madrasah formal yang terstruktur secara mandiri.

Kurikulum yang digunakan program keagamaan Madrasah Aliyah al-Hamidiyah

menurut Suyatno, S.Si, M.Pd selaku Kepala MA al-Hamidiyah dan Jauhari, Lc selaku

Kordinator pelaksana, yaitu mengikuti ketentuan dari Kementrian Agama RI kemudian

ditambah dengan pendalaman kemampuan bahasa Arab dan bahasa pengatar pada

pelajaran agama juga menggunakan bahasa Arab serta pendidikan melalui asrama.

Page 84: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

68

Sedangkan, pada santri MTs dan MA program IPA/IPS berada pada pengawasan dan

melaksanakan kurikulum kepesantrenan atau Kajian Islam dan Asrama.

Kurikulum pada tahapan Sistem Jenjang dan Tingkat Pendidikan tersebut, tidak

banyak perubahan dari kurikulum sebelumnya. Berubahan terlihat pada bobot pada materi

yang diberikan dan perincian pada beberapa sub materi, seperti materi al-Qur‟an pada

sistem marhalah terbagi menjadi dua sub pokok pelajaran Qira‟ah dan tahfidz dengan

bobot jam belajar masing-masing 3, sedangkan pada sistem tingkat materi al-Qur‟an

terbagi menjadi Tahqiq/Tahfidz dengan bobot jam belajar 6, Bin Nadar/Tilawah, dan

Tajwid dengan bobot jam belajar masing-masing 2. Perubahan tersebut pada tahapan

sistem kurikulum ini lebih konsen pembelajaran al-Qur‟an pada Tahqiq/Tahfidz.

Pembahasan lebih rinci terkait pengembangan kurikulum keagamaan dapat terlihat pada

upaya-upaya pengembangan komponen-komponen kurikulum Pesantren al-Hamidiyah

pada pembahasanan selanjutnya.

Perbedaan antara sistem marhalah dan sistem tingkat pendidikan tersebut di atas,

terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan kurikulum pada sistem marhalah, yakni

memudahkan santri dalam pelaksanaan pembelajaran ketingkat selanjutnya, karena santri

dapat menyesuaikan tingkat kemampuannya sesuai dengan kurikulum mata pelajaran yang

diterapkan. Namun, disisi lain karena bercampurnya tingkat usia maka mempengaruhi

psikologi perkembangan santri yang berbeda-beda tingkat usia sehingga terkadang

menimbulkan kendala dalam pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan, kelebihan kurikulum

pada sistem Tingkat Pendidikan adalah memudahkan proses pembelajaran karena terdapat

tingkat usia yang sama, sehingga memudahkan guru dalam menerapkan metode

pembelajaran yang sesuai dengan psikologi santri yang sama pada jenjang usia.

Kelemahan pada sistem ini adalah terdapat kendala bagi santri tingkat Madrasah Aliyah

yang masih rendah pengetahuan keagamaannya. Oleh karena itu, pengelola membedakan

materi dan metode pembelajaran antara santri yang berasal dari lulusan tingkat MTs al-

Hamidiyah (alumni) dengan santri lulusan luar Pesantren al-Hamidiyah (non alumni)

dengan memberikan tambahan materi namun pada kelas dan jenjang pendidikan yang

sama.

Perubahan kurikulum dengan system tingkat pendidikan ini juga mempengaruhi

perkembangan jumlah santri. Perubahan dan perkembangan jumlah santri Tingkat MTs

dan MA baik putra dan putri Pesantren al-Hamidiyah dapat terlihat pada tabel 4.3 di bawah

ini.

Tabel 4.3

Daftar Perkembangan Jumlah Santri MTs/MA Putra dan Putri

Pesantren al-Hamidiyah

Tahun Pembelajaran 2014-2016

NO.

TAHUN

PEMBELAJARAN

SANTRI

MTS

SANTRI

MA

JUMLAH

SANTRI

1

2014-2015 373 231 604

2

2015-2016 387 231 618

3

2016-2017 417 267 684

Sumber: Tata Usaha MTs/MA Pesantren al-Hamidiyah

Page 85: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

69

Hal lain yang berpengaruh terhadap kebijakan pengembangan kurikulum, yaitu

lulusan yang berminat untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi pada bidang

keagamaan khususnya. Pasang surut santri untuk melanjutkan pada bidang keagamaan

dipengaruhi kebijakan pemerintah yang mana pada perkembangannnya mengharuskan

tingkat Madrasah Aliyah untuk membuka jurusan/program. Pesantren al-Hamidiyah yang

semula hanya ada jurusan/program keagamaan kemudian pada perkembangannya

membuka dua jurusan yakni jurusan IPA dan IPS. Dari sini minat santri malah lebih

banyak tertarik untuk masuk pada program IPA dan IPS dibandingkan Program PAI. Hal

ini juga berpengaruh juga pada santri untuk melanjutkan pendidikan pada program di luar

keagamaan. Namun, saat ini pihak pesantren berupaya untuk menarik minat santri untuk

lebih banyak memilih program keagamaan dengan memberikan fasilitas pendukung yakni

memiliki asrama tersendiri, dengan program-program yang lebih menekankan pada

keilmuan agama, upaya tersebut bertujuan agar dapat mencapai tujuan awal pendiri yakni

pelestarian kegiatan pendidikan dan dakwah serta kaderisasi calon ulama.

2. Upaya-upaya Pengembangan Komponen Kurikulum Pesantren al-Hamidiyah

a. Komponen Tujuan Kurikulum

Tujuan kurikulum tidak terlepas dari tujuan pendidikan itu sendiri. Bagi pendiri

Pesantren al-Hamidiyah, tujuan dari pendidikan yang dicita-citakan pada awal mula

pendirian pesantren sangatlah sederhana, yaitu untuk mewujudkan keinginan yang besar

dalam menangani pengembangan dan pelestarian kegiatan pendidikan dan dakwah. Tujuan

awal tersebut terus disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan keadaan. Ketika santri kian

bertambah maka tujuan pesantren ini kian berkembang. Sebagaimana terdapat dalam buku

pedoman umum Pesantren al-Hamidiyah (2000: 23), tujuan pendidikan Pesantren al-

Hamidiyah adalah menghasilkan manusia muslim yang beriman, bertakwa, berakhlak

mulia menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam, memiliki ilmu

pengetahuan dan keterampilan sehat jasmani dan rohani, mempunyai kepribadian yang

mantap dan mandiri, serta memiliki kesadaran dan tanggungjawab terhadap kesejahteraan

masyarakat guna mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, selain itu menghasilkan

calon atau kaderisasi ulama yang mampu mengembangkan ajaran Islam ala Ahlu al-

Sunnah wal Jama‟ah dan melakukan dakwah Islamiyah ditengah masyarakat.

Tujuan Pesantren al-Hamidiyah kian berkembang disesuaikan berdasarkan

perkembangan pendidikan unit lain yang merupakan bagian dari sistem pendidikan

terpadu yakni antara pesantren dengan madrasah formal baik MTs maupun MA al-

Hamidiyah program IPA dan IPS yang menerapkan pengetahuan keagamaan dan umum.

Oleh karena itu, menurut Drs. Eridian Patrio Putra, Wakamad dan Kabid. Pendidikan dan

Pengajaran, berdasarkan hasil wawancara pada 14 Maret 2016, tujuan dari pendidikan

Pesantren al-Hamidiyah selain mereproduksi/kaderisasi calon ulama juga unggul dalam

pengetahuan umum (intelektual). Namun, upaya untuk terus melahirkan calon ulama dapat

terlihat pada santri Madrasah Aliyah program Keagamaan, kurikulum yang diterapkan

lebih banyak menekankan pelajaran keagamaan dengan banyak pelajaran yang bersumber

dari kitab-kitab kuning ulama klasik dan menekankan bahasa Arab sebagai bahasa

pengantar dalam pembelajaran khususnya pelajaran keagamaan. Dengan kata lain, tujuan

dari Pesantren al-Hamidiyah yakni mereproduksi/kaderisasi calon ulama-intelektual atau

intelektual-ulama, ulama yang memiliki keilmuan agama dan keilmuan non agama dan

intelektual yang paham ilmu keagamaan. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan

zaman. Tujuan pesantren tersebut, baik ulama-intelektual maupun intelektual ulama,

kedua-duanya mencerminkan adanya keutamaan ilmu. Penegasan tentang betapa utamanya

Page 86: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

70

ilmu yang dilandasi dengan iman yang kuat disebutkan dalam firman Allah, sebagai

berikut: … …

“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. al-

Mujadilah (58): 11)

Tujuan pesantren secara struktural diuraikan lebih rinci disesuaikan dengan visi

dan misinya sebagaimana terdapat dalam brosur penerimaan santri baru tahun

pembelajaran 2016/2017 diantaranya adalah:

1) Mendidik santri yang memiliki iman yang kuat dan kepercayaan yang mantap

terhadap kebenaran seluruh ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT, kepada Nabi

Muhammad SAW.

2) Mendidik santri agar beriman, berakhlak mulia, beramal salih, cakap, serta memiliki

kesadaran dan tanggung jawab atas kesejahteraan umat manusia dan masa depan

negara Republik Indonesia.

3) Mendidik santri agar mampu berpikir rasional dilandasi dengan dasar-dasar ilmu

pengetahuan dan tekhnologi dan mampu menjabarkan pada agama Islam sehingga

dapat mengembangkan prikehidupan masyarakat.

4) Mendidik santri agar memiliki kemampuan menuangkan buah pikirannya yang

rasional, metodologi yang tepat dan mampu menuliskan sebagai karya tulis, laporan

penelitian atau kajiaan telaah yang berguna bagi upaya peningkatan kualitas dan

pengembangan ilmu dakwahnya.

5) Tercapainya kehidupan baik di dalam maupun di luar pesantren berciri khas Islam dan

nilai-nilai kepesantrenan.

Sedangkan, tujuan-tujuan kurikulum tercermin pada masing-masing bidang studi

yang diajarkan, Kurikulum kepesantrenan/keagamaan Pesantren al-Hamidiyah biasa

disebut dengan Kajian Islam. Program pembelajaran Kajian Islam merupakan bagian dari

realisasi visi, misi dan tujuan yang telah diterapkan oleh Pesantren al Hamidiyah. Oleh

karena itu, secara umum tujuan kurikulum program Kajian Islam tercermin pada masing-

masing bidang studi/materi pelajaran sebagaimana terdapat pada profil Pesantren al-

Hamidiyah diantaranya meliputi :

1) Al-Quran :

a) Mengerahkan santri kepada kemampuan membaca al-Qur‟an sesuai dengan

kaidah-kaidah bacaan.

b) Mendorong santri untuk membiasakan membaca al-Qur‟an secara baik dan benar

dan menjadikannya sebagai suatu kebutuhan.

c) Mengarahkan santri untuk menghafal surat-surat dan ayat-ayat pilihan

2) Tauhid/Aqidah Tauhid :

a) Menanamkan dan meningkatkan keyakinan bertauhid kepada Allah SWT, baik

tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah maupun tauhid ubudiyyah.

b) Memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar menghayati dan

meyakini rukun iman serta menjadikannya sebagai landasan perilaku dalam

Page 87: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

71

kehidupan sehari-hari baik dalam hubungannya dengan Allah SWT, dengan

sesama manusia maupun dengan alam sekitar.

c) Memberikan dasar utama dalam pembentukan kepribadian manusia sehingga

menjadi manusia-manusia yang beriman sesuai dengan aqidah ahlussunnah wal

Jamaah.

3) Akhlak:

a) Memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada para santri agar menghayati

dan meyakini akhlak Islam sebagai landasan perilaku dalam kehidupan sehari-

hari.

b) Memberikan dasar utama dalam pembentukan pribadi muslim dengan

mengarahkan santri menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

4) Fiqih:

a) Mendorong, membimbing, mengembangkan, dan membina santri untuk

mengetahui, memahami, dan menghayati hukum Islam agar dapat diamalkan dan

dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari hari.

b) Memberikan bekal kepada santri agar lebih mampu memahami ajaran Islam

dalam aspek hukum.

5) Hadits:

a) Mendorong, membimbing dan membina kemampuan para santri dalam membaca

kitab kitab hadis serta dalam memahami arti dan pokok kandungannya sehingga

dapat meningkatkan ilmu , iman dan takwa kepada Allah SWT.

b) Melatih para santri dalam memahami menghafal dan mengamalkan Hadits-hadits

Nabi SAW.

6) Ilmu Hadits:

Memberikan bekal ilmu kepada para santri untuk memahami Hadits-hadis Nabi

SAW sebagai sumber kedua ajaran Islam sesudah al-Qur‟an, serta menseleksi

Hadits-hadits yang sahih, dari Hadits Nabi yang daif, maudu‟ dan lain-lain.

7) T a f s i r:

a) Mengarahkan santri kepada pemahaman dan penghayatan terhadap isi dan

kandungan al-Qur‟an yang kemudian diharapkan dapat diamalkan dalam

kehidupan sehari-hari.

b) Melatih para santri untuk memahami ayat-ayat al-Qur‟an (pilihan).

8) Ilmu Tafsir:

Memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada para santri untuk memahami ayat-ayat

al-Qur‟an sebagai wahyu dan sumber utama ajaran Islam yang mencakup bahan

kajian tentang pokok pokok ilmu tafsir.

9) Usul Fiqh :

Memberikan bekal kepada para santri agar lebih mampu memahami metodologi

istimbat hukum Islam serta mempraktekkan metode istimbat tersebut untuk menggali

hukum hukum Islam tentang masalah masalah kontemporer dari nas al-Qur‟an, al-

Sunnah, Ijma‟ dan fatwa sahabat.

Page 88: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

72

10) Bahasa Arab :

a) Memberikan bekal kemampuan berbahasa Arab kepada para santri untuk

memahami dan mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan Islam dan ajaran

Islam serta mengembangkan hubungan antar bangsa dan negara negara Islam.

b) Memberikan pengetahuan dan kemampuan berbahasa Arab baik secara pasif

maupun aktif untuk memahami ajaran agama Islam yang asli dari sumber

pokoknya.

c) Memberikan dasar-dasar bahasa Arab sebagai bekal untuk pengembangan lebih

lanjut di pendidikan tinggi.

d) Pelajaran bahasa Arab meliputi keterampilan membaca menyimak, berbicara,

mengungkapkan dan menulis dalam bahasa Arab yang diajarkan secara terpadu,

unsur-unsur berbahasa seperti tata bahasa, kosakata, pelafalan, dan ejaan

diajarkan sebagai dasar untuk menunjang kelima keterampilan tersebut.

b. Komponen Materi/Isi Kurikulum

Pada dasarnya kurikulum Pendidikan Pesantren al-Hamidiyah memadukan antara

kurikulum pemerintah dan kurikulum yang disusun oleh Pimpinan dan Pendiri Pesantren

al-Hamidiyah. Kedua macam kurikulum tersebut diintegrasikan sehingga menjadi

kurikulum terpadu. Oleh karena itu, para santri harus menempuh seluruh kurikulum

tersebut tanpa membeda-bedakan kedua kurikulum tersebut.

Kurikulum yang disusun merupakan perluasan terhadap materi-materi pelajaran

agama yang bersumber dari teks-teks kitab klasik, di samping pengembangan bahasa Arab

dan bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan agar para lulusan Pesantren al-Hamidiyah

memiliki keunggulan-keunggulan dibanding lembaga pendidikan lain, khususnya dalam

dalam kemampuan untuk mengakses kitab-kitab kuning dan berkomuikasi dengan bahasa

Arab dan Inggris yang sangat diperlukan bagi ulama, da‟i dan muballigh pada era modern.

Pesantren al-Hamidiyah menerapkan Sistem Pendidikan Integral (Terpadu) yaitu

sistem pendidikan yang menyatukan seluruh aktivitas yang berhubungan dengan proses

pendidikan dan pengajaran termasuk didalamnya proses belajar mengajar untuk

menghasilkan santri/siswa yang berkualitas dan berwawasan luas serta mampu menjawab

tuntutan zaman. Satuan unit pendidikan yang secara integral (terpadu) dengan pesantren al-

Hamidiyah adalah Madrasah Tsanawiyah (MTs) al-Hamidiyah dan Madrasah Aliyah

(MA) al-Hamidiyah.

Adapun pelaksanaan pendidikan madrasah dengan kepesantrenan secara struktur

berkembang mandiri yakni antara madrasah dengan kepesantrenan melaksanakan

kurikulum sesuai ketentuan kurikulum masing-masing kecuali untuk Madrasah Aliyah

program Keagaman. Namun, secara tidak langsung ada keterkaitan dalam artian Pesantren

al-Hamidiyah memadukan pendidikan formal melalui madrasah, pendidikan non formal

melalui pesantren dan masjid, dan pendidikan informal melalui asrama, selama 24 jam

seluruh aktivitas pendidikan dilaksanakan. Pendidikan formal madrasah dan non formal

kepesantrenan/kajian Islam dilaksanakan dengan tujuan memberikan pengetahuan secara

akademik dan pendidikan informal yakni melalui asrama dengan tujuan pembentukan

karakter dan akhlak mulia. (Wawancara dengan Drs. Eridian Patrio Putra, Wakamad dan

Kabid. Pendidikan dan Pengajaran, 14 Maret 2016)

Mutu pendidikan pada dasarnya tidak terlepas dari kurikulum yang digunakan dan

dilaksanakan oleh sebuah institusi pendidikan. Pesantren mempunyai ciri khas tersendiri

dalam dunia pendidikan yaitu pendidikan yang memberikan pengetahuan dan nilai-nilai

keagamaan. Pesantren al-Hamidiyah mengembangkan kurikulum kombinasi yang

Page 89: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

73

memadukan kurikulum pesantren salafiyah dan modern yang lazim dikenal dengan sistem

salafiyah asriyah.

Sebagai sebuah lembaga pendidikan, Pesantren al-Hamidiyah memiliki nilai-nilai

dasar yang menjadi landasan, sebagaimana tertuang dalam buku pedoman umum Pesantren

al-Hamidiyah (2000: 9-12) diantaranya, yaitu:

1) Nilai-nilai dasar agama, meliputi: bidang Aqidah mengikuti faham Ahlussunnah wal

Jama‟ah; bidang Syari‟ah atau Fiqh mengikuti salah satu dari Madzhab Empat (al-

Madzahib al-Arba‟ah), yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hambali; bidang

Tasawuf atau Akhlak mengikuti faham transenden mystical yang dikembangkan oleh

Imam al-Ghazali dan al-Junaidi.

2) Nilai-nilai Pendidikan didasarkan pada :

a) Landasan Filosofi, yaitu bertujuan mendidik para santri agar menjadi calon atau

kader „ulama warasah al-anbiya‟ yang akan memperjuangkan tegaknya ajaran

Islam ala Ahlussunnah wal Jama‟ah, sesuai dengan firman Allah SWT, yaitu:

“…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah

ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Fatir

(35): 28)

b) Landasan Psikologis, yaitu dengan memahami keadaan psikologis santri serta

dapat memberikan situasi-situasi belajar yang tepat kepada mereka agar mereka

dapat mengembangkan bakat dan minatnya sebagai kader ulama warasah al-

anbiya.

c) Landasan Sosiologis, yaitu para santri dikenalkan dan didik norma-norma dan adat

istiadat masyarakat dan santri harus berusaha menyumbangkan derma baktinya

untuk memajukan masyarakat.

Kurikulum kepesantrenan Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah dilaksanakan

diluar jam madrasah formal yang dimulai dari waktu Subuh dan dilanjutkan setelah ba‟da

Ashar dan selesai hingga pukul 21.00 yang dilaksanakan mulai hari Senin hingga Ahad.

Tabel 4.4

JADWAL KEGIATAN SANTRI

KAJIAN ISLAM PESANTREN AL-HAMIDIYAH

TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

WAKTU KEGIATAN

04.00-05.45 Bangun pagi, shalat subuh berjama‟ah, durus al-lughah,

takhtiman/tabarukan

05.45-07.00 Mandi, sarapan pagi, dan persiapan masuk kelas

07.00-09.40 KBM

09.40-10.00 Istirahat KBM dan Shalat Duha

10.00-12.00 KBM

12.00-13.20 Salat Zuhur berjama‟ah dan makan siang

13.20-14.40 KBM

Page 90: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

74

14.40-15.15 Salat Ashar berjama‟ah

15.15-18.00 Program Bahasa, KKI, mandi dan persiapan salat maghrib

18.00-18.30 Salat Maghrib berjama‟ah dan wirid/zikir

18.30-19.00 Makan malam

19.00-19.40 Salat Isya berjama‟ah dan wirid/zikir

19.40-21.00 KKI

21.00-22.00 Belajar mandiri

22.00-04.00 Istirahat/tidur dan salat tahajud

Keterangan:

1. KBM adalah Kegiatan Belajar Mengajar di Madrasah

2. KKI adalah Kegiatan Kajian Islam

Sumber: Kepala Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah

Deskripsi gambaran rutinitas santri sebagai berikut; Pukul 04.00-05.45 seluruh

santri dibangunkan dari tidur dan langsung menuju masjid untuk melaksanakan salat

Subuh berjama‟ah dilanjutkan dengan pemberian kosa kata baru bahasa atau muhâdatsah

(durus al-Lughah) bagi santri kelas VII dan kelas X IPA/IPS, sedangkan santri kelas VIII,

IX, XI dan XII IPA/IPS/PAI mengikuti takhtiman /tabarukan (Kajian Kitab Salaf). Dan

kegiatan ini berakhir pada pukul 06.00. Pukul 05.45-07.00 seluruh santri melaksanakan

mandi dan sarapan pagi. Pada pukul 06.45 bel berbunyi sebagai tanda masuk kelas dan

seluruh santri harus bergegas mengosongkan asrama menuju ruang kelas masing-masing.

Pukul 07.00-12.00 kegiatan belajar mengajar termin pertama dilaksanakan, pada termin ini

dilaksanakan dua kali istirahat yaitu pada pukul 08.30-09.00 dan pukul 10.30-10-45. Pukul

12.00-13.20 kegiatan belajar mengajar termin pertama selesai, dilanjutkan salat Zuhur

berjama‟ah. Setelah itu seluruh santri makan siang dan istirahat. Dan pukul 13.20 bel

berbunyi tanda masuk kelas untuk termin kedua. Pukul 13.20-14.40 seluruh santri harus

berada diruang kelas masing-masing untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar termin

kedua.

Pukul 14.40-15.15 setelah keluar dari ruang kelas dan pulang ke asrama, santri

langsung menuju masjid untuk salat Asar berjama‟ah. Selanjutnya pukul 15.15-18.00

seluruh santri melaksanakan kegiatan bahasa untuk santri MTs kelas VII dan MA kelas X

IPA/IPS, sedangkan santri VIII, IX, XI, dan XII melaksanakan kegiatan mengaji al-Qur‟an

(tahqiq/tahfidz) dan Kajian Kitab Salaf di kelas masing-masing. dilanjutkan mandi dan

persiapan salat Maghrib.

Pukul 18.00-18.30 santri melaksanakan salat Maghrib berjama‟ah dan wirid. Pukul

18.30-19.00 makan malam dan 19.00-19.40 salat Isya berjama‟ah dan wirid. Pukul 19.40-

21.00 seluruh santri mengikuti Kegiatan Kajian Islam di kelas masing-masing. 21.00-

22.00 belajar mandiri, mengulangi materi pelajaran yang dipelajari dan mempersiapkan

materi untuk keesokan harinya, selain belajar di depan asrama masing-masing diadakan

juga pengulangan materi-materi yang dianggap kurang oleh guru bidang studi masing-

masing. Dan pada pukul 22.00 bel tanda belajar malam berakhir, santri istirahat/tidur dan

kemudian harus bangun esok hari pada pukul 04.00.

Kegiantan santri mulai pagi hingga malam terbagi pada tiga kelompok kegiatan

yang dibawah kordinator masing-masing, yakni Kegiatan di Madrasah dibawah

pengawasan Kepala Madrasah dan guru-guru madrasah, Kegiatan Kajian Islam dan

Asrama dibawah pengawasan Kepala Kajian Islam dan Asrama yang dibantu oleh guru-

guru Kajian Islam beserta Koordinator Asrama. Semua rangkaian kegiatan tersebut

merupakan satu kesatuan sebagai upaya Pesantren al-Hamidiyah, yang tidak hanya

Page 91: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

75

memberikan pendidikan akademik baik berupa pelajaran umum dan keagamaan, namun

pendidikan karakter yang terbagun berdasarkan pengalaman bersama guru dan teman, baik

di sekolah/madrasah ataupun di Asrama. Semua kegiatan tersebut menjadi kesatuan dalam

kurikulum Pesantren al-Hamidiyah, namun berjalan dibawah pengawasan masing-masing

unit tersebut.

Upaya pengembangan komponen materi/isi kurikulum yang dilakukan oleh

Pesantren al-Hamidiyah dilakukan sebagai upaya untuk mencapai tujuan Pesantren al-

Hamidiyah. Pada awal mula pelaksanaan pembelajaran, materi/isi yang diajarkan belum

terformat secara profesional dan pada perkembangannya materi/isi pelajaran dibuat secara

baik dan dibuat struktur berupa nama-nama kitab yang digunakan berdasarkan tingkat

kelas santri. Pada struktur program Kajian Islam sistem marhalah, yakni berupa tingkatan

dari yang paling mudah menuju tingkatan yang paling sulit yaitu marhalah Ula, Wusta

Alif, Wusta Ba‟, Ulya Alif, Ulya Ba‟, dan Ulya Jim. Santri di tes kemampuan akademik

bidang keagamaan kemudian (pengelompokan santri berdasarkan hasil mapping) dalam

jangka waktu pembelajaran 6 tahun. Kemudian, pada perkembangan selanjutnya

menggunakan sistem tingkat pendidikan yang disesuaikan dengan kelas dan tingkatan pada

madrasah formal. Perbedaan pada sistem yang digunakan terdapat sedikit perubahan

disesuaikan berdasarkan tingkat perkembangan kemampuan santri.

Pada sistem marhalah materi pembelajaran dibagi menjadi delapan bagian mata

pelajaran dengan pengelompokkan menggunakan istilah, yaitu al-Qur‟an, Hadits, Tauhid,

akhlak, fiqih, bahasa Arab, muhadârah dan tarikh. Sedangkan pada sistem berdasarkan

tingkat pendidikan mata pelajaran dibagi menjadi empat, yaitu bahasa Arab, al-Qur‟an,

kitab salaf dan muhadârah. Adapun kitab-kitab yang digunakan pada sistem marhalah di

antaranya adalah:

1) Al-Qur‟an : Qira‟ah dan Tahfidz

2) Hadits : Bulugh al-Marâm dan Baiquni

3) Tauhid : Hujjah Ahlu Sunnah dan Husn al-Hamidîyyah

4) Akhlak : Ta‟lim al-Muta‟lim dan Nasaih al-„Ibâd

5) Fiqh : Fâth al-Qarîb dan Fâth al-Mu‟în

6) Bahasa Arab : Muhâdasah, al-„Imritî, Alfiyah, al-Amtsilah al-Tasrifiyyah, dan

Nadzam al-Maqsûd

7) Tarikh : Khulasah Nurul Yaqin

Sedangkan, pada sistem tingkat pendidikan kitab-kitab/sumber materi yang

digunakan diantaranya adalah:

1) Bahasa Arab : Durus al-Lughah, Muthala‟ah Haditsah, Imla‟, Nahwu, Saraf,

dan Imritî

2) Al-Qur‟an : Tahqiq/Tahfidz, Bin Nadar/Tilawah, dan Tajwid

3) Kitab Salaf : Ta‟lim al-Muta‟lim/Akhlak lil Banin-Banat, Matan Taqrîb,

Jawahir al-Kalamiyah, Khulashah Nur al-Yaqin, Fath al-Qarîb, al-Tibyan, Bulugh

al-Marâm, Baiquniyah, Husn al-Hamîdîyyah, Nasaih al-Ibad, Fath al-Mu‟în dan

Mabadi Awaliyah

Perbedaan materi-materi yang terdapat pada pelaksanaan pembelajaran Kajian

Islam sistem marhalah dan sistem tingkat pendidikan dapat terlihat pada tabel 4.5 dan 4.6.

Page 92: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

76

perubahan tersebut disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan santri dan perkembangan

kondisi pesantren.

Tabel 4.5

Struktur Program Kepesantrenan/Kajian Islam

Pesantren al-Hamidiyah

NO.

1

MATA PELAJARAN

MARHALAH

JML WUSTO BA’ ULYA

BA’

ULYA

JIM A B C D

AL-QUR’AN

a. Qira‟ah 3 3 3 3 3 3 18

b. Tahfidz al-Qur‟an 3 3 3 3 3 3 18

c. Ulum al-Qur‟an

2

HADITS

a. Tahfidz

- Arbain Nawawi

- Bulugh al-Marâm 2 2 2 2 2 2 12

b. Jawahir al-Bukhari

c. Ilmu Hadits Baiquni 2 2 4

3

TAUHID

a. Aqidah al-Awam

b. Hujjah Ahlu Sunnah 2 2 2 2 8

c. Husn al-Hamîdîyyah 2 2 4

4

AKHLAQ

a. Akhlaq lil Banîn/lil

Banât

b. Ta‟lim al-Muta‟alim 2 2 2 2 8

c. Usfuriyah

d. Nasailul „Ibad 2 2 4

5

FIQIH

a. Safinah al-Najah

b. Taqrib

c. Fath al-Qarîb 2 2 2 2 2 10

d. Fath al-Mu‟în 2 2

e. Al-Waraqat (Usul

Fiqh)

6

BAHASA ARAB

a. Muhadatsah 2 2 2 2 2 2 12

b. Mahfudat/Tahsin

Khithabah

c. Imla‟

d. Nahwu:

- Jurmiyah

- Imritî 2 2 2 2 8

- Al-fiyah 2 2 4

e. Saraf:

Page 93: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

77

- Al-Amtsilah al-

Tasrifiyyah

2 2 2 2 8

- Nadam Maqsûd 2 2 4

- Al-fiyah Ibn al-

Malik

f. Balaghah Al-

Wadihah

7 MUHADARAH

8 TARIKH

a. Khulasah Nur al-

Yaqin

2 2 2 2 8

b. Madarij al-Su‟ud

JUMLAH 22 22 22 22 22 22 132

Sumber: Kepala Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah

Tabel 4.6

Distribusi Jam Pelajaran

Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah

Tahun Pembelajaran 2016/2017

NO

MATA

PELAJARAN

TINGKAT PENDIDIKAN

MADRASAH TSANAWIYAH

VII VIII IX JM

L A B C D E A B C D A B C D E

BAHASA ARAB

1 Durus al-Lughah 6 6 6 6 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 66

2 Mutala‟ah

Haditsah

1 1 1 1 1 - - - - - - - - - 5

3 Imla‟ 1 1 1 1 1 - - - - - - - - - 5

4 Nahwu - - - - - 3 3 3 3 4 4 4 4 4 32

5 Saraf - - - - - 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27

6 Imritî - - - - - - - - - - - - - - -

AL-QUR’AN

1 Tahqiq/Tahfidz 6 6 6 6 6 2 2 2 2 2 2 2 2 2 48

2 Bin

Nadar/Tilawah

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28

3 Tajwid 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 23

KITAB SALAF

1 Ta‟lim.

M/Akhlak lil

Banîn-Banât

2 2 2 2 2 - - - - - - - - - 10

2 Matan Taqrib - - - - - 2 2 2 2 - - - - - 8

3 Jawahir al-

Kalamiyyah

- - - - - 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

4 Khulashah Nur

al-Yaqîn

- - - - - 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9

5 Fath al-Qarib - - - - - - - - - 2 2 2 2 2 10

6 Al-Tibyan - - - - - - - - - - - - - - -

7 Bulugh al-Marâm - - - - - - - - - - - - - - -

Page 94: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

78

8 Baiquniyah - - - - - - - - - - - - - - -

9 Husn al-

Hamîdîyyah

- - - - - - - - - - - - - - -

10 Nasaihul „Ibad - - - - - - - - - - - - - - -

11 Fath al-Mu‟în - - - - - - - - - - - - - - -

12 Mabadi Awaliyah - - - - - - - - - - - - - - -

MUHADARAH 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28

JUMLAH 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 308

TINGKAT PENDIDIKAN

NO

MATA

PELAJARAN

MADRASAH ALIYAH JM

L X IPA-IPS XI IPA-IPS XI IPA-

IPS

XII

PAI Alumni Non

Alumni

PA PI PA PI PA PI PA PI

1 Durus al-Lughah 6 6

6 6 2 2 2 2 2 34

2 Mutala‟ah Haditsah 1 1

1 1 - - - - -

4

3 Imla‟ 1 1 1 1 - - - - - 4

4 Nahwu - - - - 3 3 3 3 3 15

5 Saraf - - - - 3 3 3 3 3 15

6 Imritî - - - - 2 2 2 2 2 10

AL-QUR’AN

1 Tahqiq/Tahfidz 6 6 6 6 2 2 1 1 1 31

2 Bin Nadar/

Tilawah

2 2 2 2 2

2 1 1 1 15

3 Tajwid 2 2 2 2 - - - - - 8

KITAB SALAF

1 Ta‟lim. M/Akhlak

lil Banîn-Banât

- - - - -

-

- - -

-

2 Matan Taqrib - - - - - - - - -

3 Jawahir al-

Kalamiyah

- - - - -

- - - - -

4 Khulasah Nur al-

Yaqin

-

- - - - - - - - -

5 Fath al-Qarib - - - - - - - - - -

6 Al-Tibyan - - - - - - - - 1 1

7 Bulugh al-Marâm 2 2 2 2 2 2 2 2 1 17

8 Baiquniyyah - - - - - - - - 1 1

9 Husn al-

Hamîdiyyah

- - - 1 1 2 2 1 7

10 Nasaihul Ibad - - - 1 1 2 2 1 7

11 Fath al-Mu‟în - - - - 2 2 2 2 2 10

12 Mabadi Awaliyah - - - - - - 1 1

MUHADARAH 2 2 2 2 2 2 2 2 2 18

JUMLAH 22 22 22 22 22

22 22 22 22

198

Sumber: Kepala Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah

Page 95: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

79

Dari kedua struktur dan distribusi jam pelajaran pada tabel di atas, perbedaan yang

paling menonjol dari sistem marhalah dengan sistem tingkat pendidikan, yaitu pada materi

pelajaran al-Qur‟an, Nahwu dan Saraf. Perbedaan terlihat pada sistem marhalah materi

pelajaran al-Qur‟an memiliki bobot yang sama antara tiap tingkatan dan pada materi

pelajaran Nahwu dan saraf diberikan pada setiap tingkatan. Sedangkan, pada sistem tingkat

pendidikan materi pelajaran al-Qur‟an, bobotnya lebih banyak pada tingkat MTs kelas VII

dan materi pelajaran Nahwu dan Saraf tidak diberikan. Penambahan bobot jumlah

pembelajaran al-Qur‟an dimaksudkan agar santri dapat membaca al-Qur‟an dengan baik

dan benar seperti diungkapkan oleh Drs. KH. Zainuddin Ma‟sum selaku Mustasyar

Pesantren al-Hamidiyah sebagaimana hasil wawancara pribadi pada penelitian

pendahuluan 14 Maret 2016, beliau mengungkapkan santri harus dapat membaca al-Qur‟an

dengan baik dan benar terlebih dahulu sebelum mempelajari materi-materi pembelajaran

yang lain, selain itu kemampuan santri dalam membaca al-Qur‟an juga dijadikan salah satu

pertimbangan dalam kenaikan kelas.

Selain mendata kitab-kitab salaf dalam materi/isi kurikulum Kajian Islam juga

memiliki rencana pembelajaran kitab salaf dan target pencapaian pembelajaran

pembelajaran al-Qur‟an, tilawah dan tahfidz yang dibedakan antara target hafalan alumni

(alumni MTs Pesantren al-Hamidiyah) dan non alumni pada kelas X untuk tahun ajar

2016-2017 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7

Rencana Pembelajaran Kitab Salaf

Kajian Islam Pesantren al-Hamididyah

Tahun Pembelajaran 2016/2017

No. KELAS DAFTAR KITAB SALAF

1. VII Ta‟lim al-Muta‟alim

2. VIII

a. Matan Taqrîb

b. Jawahir al-Kalamiyyah

c. Khulasah Nur al-Yaqin

3. IX

a. Jawahir al-Kalamiyyah

b. Khulasah Nur al-Yaqin

c. Fath al-Qarîb

4. X, XI, XII IPA/IPS

a. Bulugh al-Marâm

b. Husn al-Hamîdîyyah

c. Nasaihul „Ibad

d. Fath al-Mu‟în

5. XII PAI

a. „Ulum al-Qur‟an

b. Bulugh al-Marâm

c. Baiquniyah

d. Husn al-Hamîdîyyah

e. Nasaihul „Ibad

Page 96: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

80

f. Fath al-Mu‟în

Sumber: Buku Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama (2016: 5)

Tabel 4.8

Target Pencapaian Pembelajaran al-Qur’an Tilawah dan Tahfidz

Tahun Pembelajaran 2016/2017

No Semester Kelas

VII VIII IX X XI XII

1 Ganjil Q.S. al-

Fatihah

s/d al-

Bayyinah

(Tahqiq

dan

Tahfidz)

Q.S. at-

Tariq s/d

al-

Mutaffifin

(Tahqiq

dan

Tahfizh)

Q.S.

Yasin

dan ar-

Rahman

(Tahfizh

)

Q.S al-

Fatihah

s/d Al-

„Ala

(Tahqiq

dan

Tahfizh)

Non

Alumni

Q.S al-

Baqarah

Juz 1

bagi

Alumni

Q.S. al-

Baqarah

Juz 2

(Tahfidz

)

Q.S. al-

Baqarah

Juz 3

(Tahfidz)

2 Genap Q.S. al-

Qadar s/d

al-„Ala

(Tahqiq

dan

Tahfizh)

Q.S. al-

Infithar

s/d al-

Naba‟

(Tahqiq

dan

Tahfizh)

Q.S. al-

Waqiah

Q.S. al-

Thariq

s/d al-

Naba‟

(Tahqiq

dan

Tahfizh)

Non

Alumni.

Dan

Q.S. al-

Baqarah

Juz 2

bagi

Alumni

Q.S. al-

Baqarah

Juz 2

(Tahfidz

)

Q.S. al-

Baqarah

Juz 3

(Tahfidz)

Sumber: Buku Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama (2016:3)

Selain Pembelajaran al-Qur‟an dan kitab salaf Kajian Islam pesantren al-

Hamidiyah juga mengembangkan pendidikan bahasa Arab dalam kurikulumnya. Pelajaran

bahasa Arab meliputi: membaca, menyimak, praktik berbicara (muhadastah),

mengungkapkan dan menulis dalam bahasa Arab (imla‟) yang diajarkan secara terpadu,

melalui metode-metode mutakhir, yaitu mengadopsi metode verbal kitab Durus al-Lughah

al-Arabiyah dari Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, dengan unsur-unsur ilmu

Page 97: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

81

alat kaidah bahasa Arab seperti ilmu tata bahasa Arab (nahwu dan saraf), pengayaan

mufradat (pembendaharaan kosa kata), pelafalan dan ejaan (imla‟) yang diajarkan dari

dasar agar tercapainya keterampilan bahasa Arab. Berikut ini batasan-batasan pelajaran

yang harus ditempuh santri dalam pelajaran bahasa Arab.

Tabel 4.9

Target Pencapaian Pembelajaran Bahasa Arab

Tahun Pembelajaran 2016/2017

PELAJARAN KELAS KETERANGAN

DURUS AL-LUGHAH 7 Juz 1 (25 bab)

8 & 9 Juz 2 (14 bab)

10 Juz 1 (25 bab + Tamrinat Juz 1)

11 & 12 Tamrinat Juz 2 & 3

MUTALA‟AH HADITSAH 7 Jilid 1 & 2

10 Qiraan Rasyidah Juz 1

IMLA‟ 7 Mutalaah Haditsah Jilid 2

10 Qiraan Rasyidah Jilid 1

NAHWU 8 & 9 Nahwu Jilid 1

11 & 12 Nahwu Jilid 2

SARAF 8 & 9 Al-Amtsilah al-Tasrifiyah

11 & 12 Qawaid al-Sarfiyah

MUHADATSAH

7 Muhadatsah Yaumiyah Jilid 1 +

Mahfuzat + Imla

8 Muhadatsah Yaumiyah Jilid 2

(Muhadatsah Malam)

9 Muhadatsah Yaumiyah Jilid 3

(Muhadatsah Malam)

10 & 11

Sumber: Buku Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama (2016: 15)

Selain target pencapaian dan jenis-jenis kitab salaf, Pesantren al-Hamidiyah juga

membuat silabus untuk memudahkan guru akan batasan-batasan pelajaran dan mengetahui

tujuan pencapaian akan masing-masing pelajaran. Berikut ini contoh dari silabus dalam

pembelajaran kitab-kitab kuning (salaf).

Tabel 4.10

Silabus Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah

Kelas

VIII

Pelajaran Tauhid

Waktu 21 x 45 Menit

Sumber Kitab Jawahir al-Kalamiyyah

Tujuan Pembelajaran:

1. Santri memahami arti aqidah Islamiyah

2. Santri memahami dengan terinci sifat-sifat yang wajib bagi Allah

3. Santri dapat memahami dan menjelaskan terkait sifat-sifat musybihat

Page 98: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

82

4. Santri dapat mengenal dan memahami malaikat dan peranannya

5. Santri dapat mengetahui cara mengimani terhadap kitab-kitab samawi

6. Santri dapat memahami secara terinci seputar iman terhadap Rasul-rasul Allah SWT

Semester Genap Semester Ganjil

1 معت العقيدة اإلسالمية 1 كيفية اإلعتقاد بالزبور

2 كيفية اإلدياف باا إمجاال 2 كيفية اإلعتقاد اإلجنيل

3 تعل كيفية اإلعتقاد بالوجود اا 3 كيفية اإلعتقاد بالقراف

4 كيفية اإلعتقاد مبخالفة ذات اا 4 القراف أعظم ادلعجزات

5 كيفية اإلعتقاد بأفعاؿ اا 5 اإلدياف بالرسل

6 كيفية اإلعتقاد بقياـ بنفسو 6 عدد األنبياء

7 كيفية اإلعتقاد حبياة اا 7 ما ادلعجزات

8 كيفية اإلعتقاد بعلم اا 8 كجو داللة ادلعجزات عل صدؽ األنبياء

9 كيفية اإلعتقاد بقدرة اا 9 كجو داللة ادلعجزات عل صدؽ األنبياء

10 كيفية اإلعتقاد ببصر اا 10 الفرؽ بني ادلعجزات كالسحر

UTS 11 UTS 11

12 الصفات ادلستحيلة يف حق اا تعاىل 12 الفرؽ بني ادلعجزات كالكرامة

13 اجلواز يف حق اا تعاىل 13 الصفات الواجبة يف حق اا

14 ادلراد باإلستواء 14 الصفات ادلسحيلة يف حق اا

دلاذ أكل أدـ عليو السالـ من الشجرة اليت هن عنو

15 ادلراد باليد يف حق اا 15

دلاذ أكل أدـ عليو السالـ من الشجرة اليت هن عنو

الكيف فيو " كيف نثبت شيأ مث نقوؿ 16 رلهوؿ

16

17 اإلدياف بادلالئكة 17 صفات اجلواز يف حق األنبياء

18 كظائف ادلالئكة 18 احلكمة يف حلوؽ األمراض لألنبياء

19 اإلدياف بكتب اا 19 اخلالصة

كيف إعتقاد العلماء يف حق التورة 20 اخلالصة ادلوجودة األف

20

UAS 21 UAS 21

Sumber: Buku Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama (2016: 9)

Page 99: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

83

Tabel. 4.11

Silabus Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah

Kelas IX

Pelajaran Tauhid

Waktu 21 x 45 Menit

Sumber Kitab Jawahir al-Kalamiyyah

Tujuan Pembelajaran:

1. Santri memahami keistimewaan Nabi Muhammad SAW

2. Santri memahami mukjizat Nabi Muhammad SAW

3. Santri dapat mengetahui sirah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW

4. Santri dapat mengetahui cara mengimani hari akhir

5. Santri dapat memahami seputar alam barzah

6. Santri dapat memahami secara terinci seputar iman terhadap qada dan qadar

Semester Genap Semester Ganjil

ىل يبلغ الويل درجة النيب إمتياز نبينا صل اا عليو كسلم عن 1سائر األنبياء

1

2 أف عيس ينزؿ يف أخر الزماف 2 ما اجملتهد كمن اجملتهدكف

3 معجزات نبينا عليو الصالة كالسالـ 3 مل إختلف اجملتهدكف يف بعض ادلسائل

4 سرية نبينا عليو الصالة كالسالـ 4 ماأشراط الساعة

5 اإلدياف باليـو األخر 5 من السعيد

6 اإلعتقاد بسؤاؿ القدر 6

7 كل من مات يسأؿ مث يعذب أك ينعم 7

8 اإلعتقاد حبشر األجساد 8

9 اإلعتقاد بالصراط 9

10 حكم ادلؤمن الطائع بعد احلساب 10

11 UTS 11

بالقضاء كالقدر اإلعتقاد 12 12

13 كل إنساف مبجبور عل مجيع أفعالو 13

14 ىل جيوز التكلم يف ذاتو تعاىل بالعقل 14

15 ىل متكن رؤية اا بالبصر 15

Page 100: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

84

16 كيف تؤثر العني 16

17 ما اإلسراء كادلعراج 17

18 ىل ينفع الدعاء 18

UAS 19 UAS 19

Sumber: Buku Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama (2016: 10)

c. Komponen Strategi (Metode) Pembelajaran

Sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan di atas, pesantren al-Hamidiyah

menerapkan sistem pendidikan pesantren kombinasi, yaitu memadukan kurikulum

pesantren salaf dan modern yang lazim dikenal dengan sistem salafiyah asriyah. Adapun

metode yang digunakan adalah mengadopsi dari keduanya. Diantara ciri-ciri kemoderenan

Pesantren al-Hamidiyah sebagaimana tercatat dalam buku pedoman umum Pesantren al-

Hamidiyah (2000: 7) adalah sebagai berikut:

1) Disiplin ilmu yang dikembangkan di pesantren al-Hamidiyah tidak terbatas pada ilmu-

ilmu agama yang bersumber dari kitab kuning (al-kutub al-salafiyah), tetapi juga

“ilmu-ilmu umum” yang dikembangkan oleh sekolah-sekolah umum.

2) Sistem pendidikannya tidak lagi menekankan hafalan terhadap materi-materi

keilmuan klasik yang terkesan verbalistik, tetapi lebih banyak menggunakan

penalaran terhadap materi-materi keilmuan yang relevan dengan perkembangan

zaman dan kebutuhan masyarakat.

3) Metode pengajarannya dilakukan dalam bentuk klasikal (madrasah/sekolah),

meskipun tidak meninggalkan sama sekali metode sorogan, bandongan atau wetonan

yang menjadi ciri khas pesantren salafiyah.

4) Menerapkan manajemen modern dengan ciri-ciri kemoderenan seperti, rasional,

keterbukaan, perencanaan yang matang, memperhatikan proses dan tidak hanya

berorientasi pada tujuan, serta tidak nepotism (family oriented).

Meskipun demikian, sesuai dengan prinsip al-muhafadatu „ala al-qadim al salih

wa al-akhdzu bi al-aslah, Pesantren al-Hamidiyah tetap mempertahankan beberapa ciri

khas pesantren salaf yang dinilai masih relevan hingga kini di antaranya, yaitu:

1) Pengkajian terhadap kitab-kitab salaf, baik dalam disiplin „ulum al-Qur‟an, „ulum al-

Hadits, Fiqh beserta Usul Fiqh, Aqidah, Akhlak maupun ilmu-ilmu bantu seperti,

Nahwu, Saraf, dan balaghah.

2) Metode sorogan (tutorial mentorship).

3) Metode Wetonan (Bandongan).

4) Mewajibkan para santri untuk salat berjama‟ah, melakukan salat sunnah, qiam al-lail,

dzikir sesudah salat, membaca rawi (diba dan barzanji), istighasah, tahlil, dan

melaksanakan puasa sunnah.

5) Lebih menekankan pendidikan dalam arti pembentukan kepribadian muslim yang

beriman, bertakwa dan berakhlak mulia, dan tidak sekedar pengajaran yang lebih

menekankan pada pengembangan kecerdasan para santri dengan membekali ilmu

pengetahuan. Dengan kata lain, berorientasi pada to be, bukan sekedar to have.

Page 101: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

85

Pesantren al-Hamidiyah juga menerapkan strategi pembelajaran bahasa Arab,

strategi pembelajaran bahasa Arab Pesantren al-Hamidiyah mengadopsi strategi dan

metode dari lembaga pendidikan dan pesantren-pesantren yang terbukti efektif

keberhasilannya dalam bidang bahasa Arab baik dalam dan luar negeri, secara garis besar

sebagaimana terdapat dalam Buku Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama

(2016: 12) adalah sebagai berikut:

1) Diciptakan lingkungan berbahasa Arab, dimana santri ditempatkan pada situasi

terpojok, sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka selain menggunakan bahasa

Arab. Program ini didukung oleh semua komponen di Pesantren al-Hamidiyah.

Penggeraknya adalah musyrif asrama dan native speaker.

2) Dalam menjelaskan teori, atau makna kalimat, digunakan metode mubasyarah, mana

guru menggindari penggunaan bahasa Indonesia (bahasa non Arab), misalnya

menunjukkan langsung pada benda yang dimaksud.

3) Penguasaan mufradat dan ungkapan dengan cara dihafal, proses pembinaannya

melalui kegiatan mufradat pada waktu Subuh yang dibimbing oleh guru secara

klasikal, dan kegiatan tamrin penguasaan mufradat serta hiwar yang dilakkan

dilapangan dengan menekankan keaktifan santri. (ba‟da Subuh/Ashar).

4) Membuat tempelan-tempelan yang berisi mufradat, hiwar atau ungkapan berbahasa

Arab yang diganti secara periodik.

5) Membuat klub bahasa Arab, yang dimotori oleh santri yang dianggap mampu.

Adapun program kegiatan bahasa, yaitu:

(a) Hari Bahasa : Senin, Selasa, dan Rabu

(b) Mahkamah Bahasa : Malam Kamis dan Jum‟at

(c) Muhadatsah : Malam Rabu dan Jum‟at Pagi

(d) Lab. Bahasa : Disesuaikan

(e) Program Semester : Mengadakan lomba pidato bahasa, mengadakan debat

bahasa, mengadakan madding bahasa, mengadakan pensi bahasa, dan

mengadakan cerdas cermat bahasa.

(f) Program Tahunan : Mengadakan studi banding

Metode-metode di atas memungkinkan santri menguasai bahasa Arab baik dalam

keseharian maupun dalam pelaksanaan pembelajaran.

Selain itu, Pesantren al-Hamidiyah juga menerapkan metode pendidikan yang

diterapkan dalam mendidik para santri sebagaimana terdapat dalam buku pedoman umum

Pesantren al-Hamidiyah (2000: 26) diantaranya, yaitu:

1) Memberikan keteladanan (Uswah al-Hasanah), yaitu memberikan contoh keteladanan

dari segala perbuatan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam dan sesuai dengan panca

jiwa pesantren yakni jiwa keikhlasan, jiwa kesederhanaan, jiwa kemandirian, jiwa

persaudaraan, dan jiwa kebebasan, baik dari kiai, guru, dan pengasuh/pembimbing

asrama.

2) Memberikan pengajaran (Ta‟lim), yaitu memberikan pengajaran dan pendidikan,

bukan hanya sekedar mengajarkan keilmuan akademis namun memberikan

pendidikan yang kelak dapat membentuk karakter dan akhlak yang baik bagi santri

3) Memberikan hadiah dan hukuman (al-Hadiyyah wa al-„Uqubah), yaitu dengan

memberikan penghargaan baik secara lisan atau materi atas prestasi yang diperoleh

santri serta memberikan hukuman yang mendidik bagi santri yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan.

Page 102: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

86

Selain itu, ada juga metode pembinaan santri agar santri tidak hanya unggul dalam

bidang akademik, namun juga unggul dalam kepribadian (pembentukan karakter dan

akhlak mulia). Menurut Hidayat M. Idris selaku Kepala MTs sebagaimana terdapat pada

Warta al-Hamidiyah (2016: 16), salah satu program unggulan pendidikan MTs dan

termasuk salah satu program Pesantren al-Hamidiyah adalah pembentukan akhlaq al-

karimah, yaitu penerapan nilai-nilai Islam, budi pekerti/kesopanan, nilai etika/estetika,

nilai kepribadian dan kebangsaan. Menurutnya, pengembangan Pesantren al-Hamidiyah

agar menjadi lebih baik adalah pengembangan yang didasari oleh nilai-nilai Islami atau

akhlaq al-karimah untuk menuju keunggulan akademik.

Selain pembentukan karakter dan akhlak mulia, diterapkan juga metode

keterampilan dalam bidang keagamaan, seperti Kegiatan Sibghah Ma‟hadiyah,

Muhadarah, dan KPM (Kegiatan Pengabdian Masyarakat):

1) Kegiatan Sibghah Ma‟hadiyah:

(a) Membiasakan santri selalu membaca al-Qur‟an dengan khatam di bawah

bimbingan seorang guru atau kakak senior dari Ikatan Santri Pesantren al-

Hamidiyah (ISPAH) atau Ta‟mir masjid (asisten)

(b) Kegiatan takhtiman dilakukan perkelas

(c) Waktunya dilakukan ba‟da asar, dengan durasi 30 menit

(d) Target-target pembacaan al-Qur‟an, yaitu:

- Kelas VIII dan kelas IX: semester ganjil juz 1-15 dan semester genap juz 16-

30 Minimum bacaan al-Qur‟an sebanyak 2 halaman per-hari

- Kelas XI dan XII: semester ganjil juz 1-30 dan semester genap juz 1-30

Minimum bacaan al-Qur‟an sebanyak 4 halaman per-hari

(e) Khusus hari Jum‟at santri dibekali materi taharah dan ibadah, untuk praktek

ibadahnya dilaksanakan pertriwulan.

2) Program dari Sibghah Ma‟hadiyah adalah:

(a) Semester ganjil:

- Praktek wudu

- Praktek Salat

- Praktek bacaan tahlil

- Praktek menjadi imam tahlil

(b) Semester genap:

- Praktek bacaan Ratibul Haddad

- Do‟a salat tahajud

- Do‟a salat Duha

(c) Tabarukan wajib diikuti kelas VIII-XII putra atau putri, waktunya ba‟da salat

subuh dengan durasi 40 menit.

(d) Pelatihan pengurusan jenazah bagi putra dan putrid setahun sekali

(e) Pembekalan bagi santri putra dan putri tentang fiqh kewanitaan (Haid, Nifas, dan

Istihadah

(f) Dzikir sesudah salat fardu, wajib diikuti oleh semua santri dengan harapan

mereka hafal bacaan dzikir tersebut dengan berpegang pada pedoman buku dzikir

yang diterbitkan oleh Pesantren al-Hamidiyah.

3) Muhadarah: dilaksanakan pada hari Sabtu pagi pukul 07.00-08.20 WIB dengan

alokasi waktu 2 jam dan dibimbing oleh guru yang ditunjuk oleh Kepala Kajian Islam

dan Asrama.

4) KPM (Kegiatan Pengabdian Masyarakat)

Page 103: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

87

(a) KPM dilaksanakan satu tahun sekali bagi seluruh santri setelah UAS ganjil.

(b) Peserta KPM dikelompokkan terlebih dahulu secara khusus sesuai minat dan

bakat santri, yaitu: Ceramah, MC, Qori, Do‟a, Salawat dan mendapatkan

bimbingan dari seorang ustadz.

(c) Setelah mendapatkan pelatihan dibentuk satu kelompok Muhadarah dengan

susunan (MC 2 orang, 2 orang penceramah, 4 orang pembaca salawat, qari dan

saritilawah, dan doa 1 orang dalam bimbingan seorang ustadz), kelompok

muhadarah akan terjun ke masyarakat di Majlis Ta‟lim, Masjid, Musalah di

sekitar wilayah Jabodetabek dengan terlebih dahulu menyebarkan form

kesediaan. (Buku Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama, 2016:

17-18)

Ada pula, program pembinaan santri Pesantren al-Hamidiyah dalam bidang

keagamaan yang terpadu dengan kegiatan madrasah formal diantaranya sebagai berikut:

1) Menyisipkan jiwa agama pada setiap mata pelajaran dengan mengintegrasikan bidang

IMTAQ dan IPTEK

2) Salawat Nabi, doa, zikir, tadarus al-Qur‟an, dan Salat Duha

3) Salat berjama‟ah

4) Pelatihan Salat Jenazah

5) Pelatihan Imam (Salat Rawatib, Tarawih, Idul Fitri dan Idul Adha)

6) Pelatihan Bilal (Salat Jum‟at, Tarawih, Idul Fitri, dan Idul Adha)

7) Pelatihan Kultum dan Khatib

8) Kegiatan Qurban dan Bakti Sosial

9) Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)

10) Tahfidz al-Qur‟an

11) Muhadarah

Dalam proses pembelajan para guru diberikan panduan proses pembelajaran kajian

Islam hal ini dimaksudkan agar guru lebih mudah dan terarah dalam menyampaikan

materi-materi pembelajaran sebagaimana terdapat dalam Buku Laporan Hasil Rapat Kerja

Kajian Islam dan Asrama (2016: 6-7) meliputi:

1) Perencanaan Proses Pembelajaran:

(a) Guru mempersiapkan materi pembelajaran sebelum mengajar

(b) Guru datang tepat waktu

(c) Masing-masing guru memiliki silabus materi yang akan diajarkan

(d) Membuat RPP

(e) Membawa absensi

2) Pelaksanaan Proses Pembelajaran

(a) Mengawali KBM dengan membaca do‟a: tawasul kepada muallif dan sahib al-

ma‟had

(b) Meriview pelajaran sebelumnya baik dengan tanya jawab atau membaca

bersama-sama (lalaran)

(c) Menyampaikan materi sesuai dengan silabus

(d) Menyimpulkan materi ajar sebelum menutup KBM baik dengan tanya jawab atau

ringkasan

(e) Menutup KBM dengan do‟a yang seragam

3) Pelaksanaan Pembelajaran

Page 104: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

88

(a) Mengadakan ulangan harian minimal dua kali

(b) Guru melakukan analisa hasil ulangan santri

(c) Mengadakan remedial bagi santri yang tidak mengikuti ulangan harian dan yang

mendapatkan nilai di bawah KKM

(d) Pelaksanaan remedial disesuaikan dengan waktunya

4) Pengawasan Proses Pembelajaran

(a) Supervisi pembelajaran oleh kepala Kajian Islam

(b) Supervisi administrasi oleh kepala Kajian Islam

(c) Laporan bulanan absensi siswa

(d) Memberikan teguran dan sanksi terhadap santri yang tidak masuk kelas

(e) Mengadakan rapat bulanan dalam mengevaluasi capaian silabus meteri ajar

Panduan proses pembelajaran kajian Islam tersebut dipatuhi dan diterapkan oleh

para ustadz/ustadzah, baik sebelum atau sedang berlangsungnya pelaksanaan

pembelajaran. Sebagaimana hasil pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran di kelas,

terlihat ustadz/ustadzah mempersiapkan materi yang akan disampaikan dan masing-masing

dari mereka terlihat memiliki silabus dan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yang sudah disusun sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, selain itu mereka juga

melengkapi administrasi pendukung pembelajaran seperti absensi. Pada proses

pelaksanaan pembelajaran, berdasarkan hasil pengamatan, diawali dengan membaca do‟a

yang telah ditentukan, secara bersama-sama kemudian ustadz/ustadzah meriview pelajaran

sebelumnya dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada santri, setelah proses tanya-

jawab tersebut, kemudian para santri membaca bersama-sama materi biasa disebut pada

lingkungan pesantren dengan “lalaran”.

Pesantren al-Hamidiyah juga mengembangkan metode pembelajarannya dengan

memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Metode ini dilakukan dengan memanfaat

komputer dan internet, hal ini terlihat dari beberapa kegiatan pembelajaran dan pelatihan-

pelatihan, seperti pelatihan internet sebagai wahana syi‟ar digital dari santri Madrasah

Aliyah dan tampil langsung didepan kamera baik sebagai MC atau sebagai penceramah di

salah satu stasiun TV Indonesia. Upaya ini dilakukan agar santri dapat mempelajari

praktek langsung dalam melakukan syi‟ar Islam kelak di hadapan masyarakat.

Sebagaimana terlihat pada gambar-gambar di bawah ini:

Gambar 4.1

Pelatihan Internet Pesantren al-Hamidiyah

Sumber: Dokumentasi Pesantren al-Hamidiyah

Page 105: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

89

Gambar 4.2

Syuting Live di Stasiun TV

Sumber: Dokumentasi Pesantren al-Hamidiyah

d. Komponen Evaluasi Kurikulum

Upaya pengembangan komponen evaluasi kurikulum yang dilakukan oleh

Pesantren al-Hamidiyah, yakni dengan mengevaluasi seluruh kegiatan. Pada kegiatan

pembelajaran Kajian Islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu evaluasi pembelajaran al-

Qur‟an, evaluasi pembelajaran kitab salaf, dan evaluasi pembelajaran Bahasa Arab.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan diantaranya, yaitu:

1) Evaluasi Penilaian Hasil Pembelajaran al-Qur‟an sebagaimana terdapat dalam Buku

Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama (2016: 3)

(a) Menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM):

Bagi santri yang belum mahir dalam membaca al-Qur‟an nilai KKM 60 dan bagi

santri yang sudah mahir nilai KKM 70.

(b) Prosedur Penilaian Hasil Belajar:

Melakukan ulangan harian minimal 3X, Ulangan Tengah Semester (UTS) dan

Ulangan Akhir Semester (UAS)

(c) Teknik dan Instrumen Penilaian Hasil belajar: bagi santri yang kurang lancar dan

kurang benar bacaannya rentang nilainya adalah 40-50, santri yang lancar tapi

kurang benar bacannya rentang nilainya adalah 60-70, dan santri yang lancar dan

benar bacaannya rentang nilainya adalah 80-90

(d) Penentuan Kriteria Kenaikan Kelas dan Kelulusan

Diputuskan berdasarkan hasil rapat guru dan disahkan oleh ketua dan disetujui

oleh pemimpin atau kepala kajian Islam.

2) Evaluasi Penilaian Hasil Pembelajaran Kitab Salaf sebagaimana terdapat dalam Buku

Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama (2016: 7-8)

(a) Menentukan KKM: membuat daftar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

(b) Prosedur Penilaian Hasil belajar:

- Mengadakan ulangan harian/Lembar Kerja Santri (LKS) baik tertulis maupun

praktek

- Mengadakan evaluasi belajar (UTS dan UAS) baik tertulis maupun praktek

Page 106: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

90

- Mendeteksi/memeriksa kitab-kitab santri pada setiap bulan

(c) Teknik dan instrument penilaian hasil belajar

- Menentukan persen untuk hasil belajar harian, UTS maupun UAS (harian

30%, UTS 30% dan UAS 40%)

- Masing-masing ustadz menentukan instrument penilaian sesuai dengan mata

pelajaran/kitab yang diampu baik tulis maupun praktek

(d) Menentukan Kriteria kenaikan kelas dan kelulusan: seorang santri dapat

dinyatakan naik kelas kajian Islam apabila:

- Nilai rata-rata mencapai 60

- Nilai pelajaran al-Qur‟an dan bahasa Arab mencapai minimal 60

- Santri tidak dapat memenuhi kriteria tersebut di atas maka yang bersangkutan

tidak naik kelas kajian Islam dan diberi kesempatan yang mengulang sekali

lagi di kelas yang sama

(e) Pelaporan hasil penilaian (rapot)

- Memastikan santri mengambil rapot kajian Islam

- Nilai hasil ujian diserahkan kepada panitia seminggu setelah ujian

3) Evaluasi Penilaian Hasil Pembelajaran Bahasa Arab dengan membuat format

penilaian dan menentukan Kriteria Ketuntasan Minimum atau KKM santri

sebagaimana terdapat dalam Buku Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan

Asrama (2016: 13)

a) Format penilaian lisan/interaktif untuk ulangan harian dan semester

b) Format penilaian tertulis/latihan soal tulisan untuk ulangan harian dan semester

c) Format penilaian daftar nilai harian/bulanan/semester

Tabel 4.12

DAFTAR KKM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

KAJIAN ISLAM PESANTREN AL-HAMIDIYAH

NO. MATERI KKM

1 DURUS AL-LUGHAH 6,5

2 MUTALAAH 6,6

3 IMLA‟ 6,6

4 NAHWU 6,5

5 SARAF 6,3

6 MUHADATSAH 6,6

7 TAMRINAT 6,5

8 MAHFUZAT 6,6

Sumber: Buku Laporan Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama (2016:14)

Page 107: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

91

Tabel di atas menunjukkan bahwa santri dalam pembelajaran bahasa Arab nilai-

nilai minimal yang telah ditentukan tersebut harus dicapai, kemudian apabila nilai santri

kurang dari batas nilai tersebut maka santri akan diberikan kesempatan untuk melakukan

remedial dan apabila setelah dilakukan remedial nilai masih belum mencukupi maka santri

tidak naik kelas dan diberikan kesempatan untuk mengulang sekali lagi di kelas yang

sama. Hal ini kemungkinan terjadi pada pelaksanaan pembelajaran sistem marhalah,

terlihat pada ketentuan sistem penempatan kelas yang disesuaikan dengan kemampuan

santri. Namun, hal ini jarang terjadi pada sistem tingkat kelas, pada system ini santri

diupayakan untuk mencapai nilai ketuntasan dengan memberikan pembelajaran tambahan

dan kesempatan remedial bagi santri yang belum mencapai nilai KKM dan terlihat juga

berdasarkan rekap nilai yang dimiliki guru rata-rata santri adalah mencapai nilai ketuntasan

dan naik kelas.

C. Analisis Pengembangan Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam Pesantren al-

Hamidiyah

Kurikulum yang digunakan pada Pesantren Al-Hamidiyah adalah seluruh

pengalaman belajar santri yang terdiri dari beberapa materi keagamaan yang bersumber

pada al-Qur‟an dan Hadits ditambah dengan kitab-kitab salaf/kuning dan pengalaman-

pengalaman belajar lain berupa praktek-praktek dari teori-teori yang diajarkan dan praktek

kehidupan bermasyarakat, baik sesama teman di asrama ataupun terhadap para guru dan

pembimbing/pengawas asrama. Jadi, dapat dikatakan bahwa seluruh kegiatan santri adalah

pengalaman belajaran yang seluruhnya merupakan bagian dari kurikulum itu sendiri.

Kurikulum sebagai pengalaman belajar juga diungkapkan oleh beberapa ahli.

Menurut Arifin, (2013: 5) kurikulum diartikan sebagai semua kegiatan dan pengalaman

belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta

didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai

tujuan pendidikan. Segala sesuatu yang dimaksud di sini merupakan hidden curriculum

(kurikulum tersembunyi), misalnya fasilitas sekolah, lingkungan yang aman, suasana

keakraban, kerja sama yang harmonis dan sebagainya yang dinilai turut mendukung

keberhasilan pendidikan. Pengertian kurikulum tersebut hampir sama dengan pendapat

Dewey‟s sebagaimana dikutip oleh Ornstein dan Hunkins (2009: 10), yaitu “curriculum is

all the experiences children have under the guidance of teachers”.

Pesantren al-Hamidiyah dalam mengembangkan dan merubah kurikulum

keagamaannya mempertimbangkan beberapa hal yang berkaitan dengan kurikulum, baik

landasan kurikulum, prinsip kurikulum, komponen-komponen kurikulum, dan pendekatan

kurikulum, model pengembangan kurikulum itu sendiri.

1. Landasan Filosofi, Psikologi, Sosiologi, dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi

Dalam pengembangan kurikulum perlu memperhatikan dasar atau landasan apa

kurikulum dikembangkan. Landasan-landasan yang dipertimbangkan oleh Pesantren al-

Hamidiyah dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum keagamaannya, diantaranya

adalah landasan filosofi, psikologi, sosiologi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Pertama, pengembangan kurikulum atas dasar pertimbangan landasan filosofis.

Menurut Hamalik (2014: 19) filsafat pendidikan dapat menjadi landasan untuk merancang

tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta seperangkat pengalaman belajar

yang bersifat mendidik. (Hamalik, 2014: 19) Dalam hal ini Pesantren al-Hamidiyah tujuan

Page 108: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

92

dari kurikulum pendidikannya adalah bertujuan mendidik para santri agar menjadi calon

atau kader „ulama warasah al-anbiya‟ yang akan memperjuangkan tegaknya ajaran Islam

ala Ahlussunnah wal Jama‟ah. Tujuan tersebut dimaksudkan agar santri dapat meneruskan

dan melestarikan ajaran-ajaran Islam.

Kedua, pengembangan kurikulum atas dasar pertimbangan landasan psikologi,

Pesantren al-Hamidiyah memperhatikan unsur perkembangan psikologis santri dan

memberikan situasi-situasi belajar yang tepat kepada mereka agar mereka dapat

mengembangkan bakat dan minatnya sebagai kader ulama warasah al-anbiya. Upaya

tersebut terlihat pada pengelompokkan kelas yang disesuaikan dengan kelompok usia yang

sama dan memberikan situasi-situasi belajar yang disesuaikan dengan perkembangan anak

sesuai tingkat kelasnya. Hal ini selaras dengan konsep Sukmadinata (2012: 46) yang

mengungkapkan bahwa sedikitnya terdapat dua bidang psikologi yang mendasari

pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya

sangat diperlukan, baik dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar,

memilih dan menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.

Ketiga, pengembangan kurikulum berlandaskan sosiologis. Menurut Arifin (2013:

75) unsur-unsur sosiologis yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:

pengembangan kurikulum harus memperhatikan unsur-unsur pendidikan informal,

pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan kepentingan peserta didik untuk masa

yang akan datang dan pengembangan kurikulum harus dapat membekali kemampuan yang

cukup kepada peserta didik.

Kaitannya dengan pendapat ahli di atas, Pesantren al-Hamidiyah telah

mempertimbangkan pengembangan kurikulumnya atas pertimbangan sosiologis tersebut.

Pertimbangan sosiologis tersebut dilakukan dengan memberikan pengetahuan yang cukup

dalam bidang keagamaan, baik secara teori maupun praktek, hal ini dimaksudkan agar

santri siap ketika berhadapan secara nyata dengan masyarakat luas. Dalam hal materi yang

diberikan yakni santri dibekali dengan teori-teori dan praktek dalam bidang keagamaan,

teori yang diberikan melalui sumber-sumber keagamaan berupa kitab-kitab karangan

ulama salaf dan praktek yang diberikan dengan memberikan santri seperti praktek ibadah

harian, pelatihan pengurusan jenazah, kegiatan muhadarah baik yang diaksanakan pada

kegiatan mingguan di hadapan teman-temannya yang lain, kegiatan pengabdian

masyarakat (KPM) yang dilakukan satu tahun sekali, atau mengikuti lomba bidang

keagamaan antar pesantren lain.

Keempat, pengembangan kurikulum berlandaskan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Menurut Widyastono (2014: 33) isi kurikulum harus sejalan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengantisipasi perubahan

yang mungkin terjadi. Dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi maka akan didapatkan kurikulum sesuai. Sehingga, komponen-komponen

kurikulum, seperti Isi dan metode kurikulum tidak tertinggal dengan kemajuan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin modern.

Pesantren al-Hamidiyah memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, oleh karena itu dalam mengembangkan kurikulumnya memberikan pelatihan-

pelatihan yang berkaitan dengan perkembangan teknologi. Hal ini dimaksudkan agar santri

memiliki kemampuan tambahan, seperti pelatihan internet sebagai wahana syi‟ar digital

dari santri Madrasah Aliyah dan tampil langsung didepan kamera baik sebagai MC atau

sebagai penceramah di salah satu stasiun TV Indonesia. Upaya ini dilakukan agar santri

dapat mempelajari praktek langsung dalam melakukan syi‟ar Islam menggunakan

teknologi kelak di hadapan masyarakat.

Page 109: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

93

2. Prinsip Fleksibelitas, Relevansi dan Kontinuitas

Dalam pengembangan kurikulum dapat dilakukan atas dasar beberapa prinsip

pengembangan kurikulum, prinsip tersebut salah satunya adalah prinsip flesibelitas.

Menurut Sukmadinata (2012: 151) prinsip fleksibelitas dalam pengembangan kurikulum,

yaitu kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Sukiman (2015: 38)

menambahkan bahwa fleksibelitas yang dimaksud, yaitu fleksibelitas bagi peserta didik

dalam wujud kebebasan dalam memilih program pendidikan, dan fleksibelitas bagi guru

adalah dalam bentuk pengembangan program pembelajaran.

Pesantren al-Hamidiyah sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan

sebelumnya telah melakukan pengembagan kurikulum keagamaannya, langkah tersebut

dilakukan berdasarkan prinsip fleksibelitas. Prinsip fleksibelitas ini diwujudkan oleh

Pesantren al-Hamidiyah dengan pembuka tiga program jurusan pada Madrasah Aliyah,

kaitannya dengan kurikulum keagamaan, yaitu bagi santri yang memilih salah satu

program keagamaan berdasarkan minat dan kemampuan, pihak pengelola pesantren

memberikan solusi untuk mereka dengan cara memberikan bobot materi yang berbeda-

beda, seperti bagi santri yang mimilih program IPA/IPS diberikan bobot materi yang lebih

ringan dibandingkan dengan santri yang memilih program Keagamaan.

Langkah tersebut di atas, dilakukan atas dasar bahwa santri pada kelompok

program IPA/IPS memiliki beban yang lebih banyak pelajaran non agama yang tentunya

akan semakin memberatkan jika diberikan materi keagamaan yang sama beratnya, alasan

lain yakni santri pada kelompok program ini memang tidak memiliki orientasi khusus

dalam mendalami bidang keagamaan. Sedangkan, pada santri kelompok program

keagamaan memang memiliki bakat dan minat untuk ahli dalam bidang keagamaan.

Namun, bukan berarti santri program IPA/IPS tidak unggul dalam bidang keagamaan,

sebagai contoh menurut Kepala Madrasah Aliyah Suyatno, S.Si, M.Pd berdasarkan hasil

wawancara pada 18 November 2016, ada juga santri pada kelompok program IPA/IPS

kemampuannya melebihi santri program keagamaan seperti dalam bidang tahfidz al-

Qur‟an.

Solusi yang diberikan oleh Pesantren al-Hamidiyah agar santri tetap mendapatkan

haknya yakni mendapatkan berbagai keilmuan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan

mereka, yakni dengan membekali seluruh santri dengan memberikan teori dan praktek

ilmu keagamaan dan umum.

Pesantren al-Hamidiyah selain mempertimbangkan pengembangan kurikulum

keagamaan berdasarkan prinsip fleksibelitas juga mempertimbangan pengembangan

kurikulum berdasarkan prinsip relevansi. Menurut Sukiman (2015: 35), relevansi

kurikulum adalah adanya hubungan, kaitan, kesesuaian atau keserasian antar unsur-unsur

kurikulum itu sendiri dan antara isi kurikulum dengan tuntutan dan kebutuhan hidup yang

ada dimasyarakat.

Prinsip relevansi dipertimbangkan berdasarkan tuntutan dan kebutuhan para santri

yang pada umumnya akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ke

perguruan tinggi yang pada umumnya perguruan tinggi yang menuntut kemampuan bahasa

Arab dan tahfidz al-Qur‟an seperti Universitas Islam Negeri dan Universitas luar Negeri

(Kairo/Mesir). Untuk itu Pesantren al-Hamidiyah memberikan pendalaman ilmu

keagamaan dalam bidang tersebut. selain itu juga ditambah dengan materi-materi kitab

salaf sebagai ciri dari Pesantren al-Hamidiyah yang bersifat sebagai pesantren kombinasi,

yakni salaf modern.

Selain prinsip fleksibelitas dan relevansi Pesantren al-Hamidiyah juga

mempertimbangkan pengembangan kurikulum keagamaannya berdasarkan prinsip

Page 110: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

94

kontinuitas. Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikulum menunjukkan adanya

saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan bidang studi.

Menurut Idi (2010: 182) minimal ada dua kesinambungan dalam pengembangan

kurikulum ini, yaitu:

a. Kesinambungan di antara berbagai tingkat sekolah, dalam hal ini Pesantren al-

Hamidiyah menerapkan materi keberlanjutan antara materi yang diberikan pada santri

MTs kelas VIII dan kelas IX yang dapat dilihat dari contoh silabus yang ada di atas,

walaupun masih menggunakan sumber materi dari kitab salaf/kuning yang sama,

namun dengan materi yang berbeda. Santri kelas VIII diberikan materi untuk

mengenal aqidah Islamiyah, sifat-sifat wajib bagi Allah, kemudian mengimani

Malaikat, Kitab-kitab dan Rasul-rasul Allah dan pada kelas IX materi berlanjut pada

pemahaman keistimewaan Nabi Muhammad SAW, mengetahui lebih jauh sirah

perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, mengimani hari akhir, seputar alam barzah

dan dapat mengimani terhadap qada dan qadar. Pada masing-masing tingkat kelas

tidak terjadi tumpang tindih materi.

b. Kesinambungan di antara berbagai bidang studi, dalam hal ini kesinambungan dari

bidang studi terlihat pada perbedaan materi yang diberikan pada santri baru kelas VII

dengan tingkat kelas lainnya, materi yang diberikan menekankan pembelajaran pada

kelompok pembelajaran al-Qur‟an, hal ini dimaksudkan agar santri baru dapat

membaca al-Qur‟an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid terlebih

dahulu sebelum mempelajari kitab salaf/kuning dan nahwu saraf pada tingkat

selanjutnya dikarenakan materi pembelajaran tersebut membutuhkan kemahiran

dalam membaca dan tulis al-Qur‟an dalam bahasa Arab.

3. Komponen-komponen Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam al-Hamidiyah

a. Tujuan

Perkembangan tujuan Pesantren al-Hamidiyah, baik tujuan sebagai institusi

lembangan pendidikan Islam maupun tujuan kurikulum itu sendiri, telah menunjukkan

bahwa Pesantren al-Hamidiyah masih konsisten bertujuan untuk terus melestarikan

pendidikan Islam itu sendiri. Dalam tujuan-tujuan tersebut terkandung beberapa poin

penting diantaranya adalah:

1) Membantu pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa, hal tersebut merupakan cita-

cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam mukaddimah UUD 1945.

2) Telah melaksanakan tujuan pendidikan itu sendiri, sebagaimana tercantum dalam

Undang-undang tentang Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yaitu:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional ini terlihat pada tujuan Pesantren al-

Hamidiyah secara umum.

3) Mendidik dan mengarahkan santri menjadi calon ulama-intelektual dan intelektual-

ulama. Sebagai calon ulama, diwujudkan dengan memberikan materi-materi pendalam

keagamaan baik di madrasah formal maupun pada Kajian Islam/Kepesantrenan; dan

sebagai intelektual, diwujudkan dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan selain

Page 111: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

95

pengetahuan keagamaan di madrasah formal, yang keduanya dapat menjadi bekal bagi

santri setelah selesai masa pendidikan di pesantren.

4) Telah melaksanakan tujuan kurikulum. Tujuan ini terlihat pada materi-materi baik

teori dan praktek yang diberikan, sudah sesuai dengan tujuan Pesantren itu sendiri.

Pesantren al-Hamidiyah dalam mengukur keberhasilan tujuan pendidikannya

sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni dengan mengukur keberhasilan tersebut

berdasarkan kemampuan santri yang telah menyelesaikan program pendidikan pada santri

tingkat Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Pesantren al-Hamidiyah sebagaimana terdapat

pada buku pedoman umum pesantren al-Hamidiyah (2000: 24) diantaranya sebagai

berikut:

1) Dari Segi Kemampuan (Keilmuan dan Keterampilan)

a) Mampu membaca al-Qur‟an secara fasih dan tartil

b) Memiliki pengetahuan tentang kaidah-kaidah dalam membaca al-Qur‟an dengan

benar

c) Mampu melaksanakan salat lima waktu dan salat-salat sunnah dengan benar

d) Mampu membaca dzikir, wirid, dan do‟a setelah salat dengan benar

e) Mampu membaca tahlil, istighatsah dan rawi dengan benar

f) Minimal mampu membaca kitab Taqrib untuk Tsanawiyah dan Fath al-Qarib

untuk tingkat Aliyah

g) Memiliki basis keilmuan yang diperlukan untuk menempuh jenjang pendidikan

yang lebih tinggi. Para lulusan tingkat Tsanawiyah mampu melanjutkan pada

jenjang Aliyah, dan para lulusan Aliyah mampu melanjutkan kejenjang Perguruan

tinggi

h) Memiliki kemampuan berbahasa Arab dan Inggris dengan baik, sehingga mampu

berkomunikasi dengan kedua bahasa tersebut serta mampu mengakses kitab-kitab,

buku, koran, majalah yang menggunakan bahasa Arab dan Inggris

2) Dari Segi Kepribadian

a) Memiliki rasa tanggungjawab untuk melaksanakan salat fardu lima waktu dan

salat-salat sunnah

b) Memiiki kesadaran untuk membaca al-Qur‟an, berzikir, berdo‟a, membaca tahlil,

istighatsah, rawi dan sebagainya

c) Selalu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, baik kepada Allah SWT

dengan melaksanakan berbagai ibadah mahdah, kepada sesama manusia saling

menghormati dan tolong menolong, serta kepaa makhluk Allah lain dengan

memelihara dan tidak merusaknya

d) Menghormati dan mentaati orang tua, saudara, dan keluarga yang lebih tua, serta

menyayangi keluarga yang lebih muda

e) Memiliki kesandaran untuk memiliki perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan

negatif yang tidak layak dilakukan oleh santri

f) Memiliki, menghayati, dan mengamalkan jiwa keikhlasan, kesederhanaan,

kemandirian, pesaudaraan dan kebebasan

b. Materi/Isi

Pesantren al-Hamidiyah dalam mengembangankan materi/isi kurikulum

keagamaannya berdasarkan pada tujuan, pengembangan itu dilakukan dengan memberikan

Page 112: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

96

materi-materi, pengetahuan dan pengalaman-pengalaman keagamaan. Materi-materi yang

bersumber dari kitab-kitab kalisik/kitab kuning, sudah sesuai dengan tujuan pesantren itu

sendiri. Hanya saja pendalaman pada kitab-kitab kalisik/kitab kuning agak sedikit berbeda

antara perkembangan kurikikulum keagamaan/kepesantrenan sistem marhalah dengan

tingkat pendidikan. Perbedaan yang paling menonjol terlihat pada bobot dan materi

pelajaran, yaitu pada materi pelajaran al-Qur‟an dan Nahwu dan Saraf. Perbedaan terlihat

pada sistem marhalah materi pelajaran al-Qur‟an memiliki bobot yang sama antara tiap

tingkatan dan pada materi pelajaran Nahwu dan Saraf diberikan pada setiap tingkatan.

Sedangkan, pada sistem tingkat pendidikan materi pelajaran al-Qur‟an bobot lebih banyak

pada tingkat MTs kelas VII dan materi pelajaran Nahwu dan Saraf tidak diberikan pada

tingkat MTs kelas VII. Perbedaan lain pada dua sistem (marhalah/tingkat pendidikan)

tersebut, yaitu adanya penambangan dan mengurangan materi, penambangan bobot pada

materi tahqiq/tahfiz al-Qur‟an pada sistem tingkat pendidikan dan tidak terlihat lagi kajian

ulum al-Qur‟an yang sebelumnya ada dalam sistem marhalah.

Perbedaan lain, yakni pada tingkatan materi-materi kitab-kitab salaf Pesantren al-

Hamidiyah pada tingkat pendidikan seperti terlihat dalam daftar kitab-kitab salaf yang

umum digunakan pesantren-pesantren di Indonesia, sebagaimana terlihat dalam bukunya

Martin VanBruinessen (1999: 149) salah satu contohnya adalah kitab Imritî pada Pesantren

al-Hamidiyah dipakai pada tingkatan aliyah sedangkan pada daftar yang disusun

VanBruinessen digunakan untuk tingkat tsanawiyah. Perbedaan tersebut dikarenakan

kitab-kitab yang digunakan oleh pesantren-pesantren yang terdapat dalam data

VanBruinessen umumnya adalah pesantren salafiyah dan data tersebut disusun pada tahun

yang sudah cukup lama.

Untuk memaksimalkan penyampaian materi Pesantren al-Hamidiyah

menggunakan silabus pada masing-masing materi keagamaan yang diajarkan, tidak seperti

pesantren-pesantren tipe lama (klasik) sebagaimana menurut Azra (1998: 88) pola

pendidikan pada pesantren klasik tidak menggunakan kurikulum dan silabus. Tetapi berupa

jenjang level kitab dalam berbagai disiplin ilmu, yang pembelajarannya dilaksanakan

dengan pendekatan tradisional. Pesantren al-Hamidiyah menerapkan kurikulum tersendiri

diluar kurikulum pemerintah dan memakai silabus, yaitu berupa batasan-batasan materi

yang akan diajarkan dan tujuan pencapaian dari materi secara keseluruhan pada masing-

masing bidang studi yang diajarkan, namun belum terlihat lebih rinci pada masing-masing

pembahasan atau bab, seperti: pokok pembahasan, sub pokok pembahasan, materi

pembelajaran, metode, penilaian, bahan/alat atau berupa rincian Kompetensi Dasar, Materi

Pokok/Pembahasan, Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, Jam

tatap muka, dan referensi yang terstruktur secara profesional. Walaupun dalam pedoman

guru rincian-rincian tersebut sudah ada namun jika disajikan dalam struktur yang lebih

profesional tentunya akan memudahkan guru dalam penyampaian materi.

c. Strategi/Metode

Strategi atau metode pengembangan kurikulum keagamaan Pesantren al-

Hamidiyah adalah mengadopsi metode yang digunakan oleh pesantren salaf dan modern.

Menurut Qomar (2014: 64-65) metode-metode pembelajaran yang biasa digunakan oleh

pesantren, seperti sorogan, bandongan, muhawarah, metode majlis ta‟lim dan metode

diskusi. Metode tradisional atau metode pesantren salafiyah yang digunakan oleh

pesantren al-Hamidiyah, seperti masih menggunakan sistem halaqah berupa metode

sorogan, bandongan dalam pembelajaran kitab-kitab kuning/salaf seperti pengajian

tabarukan, sedangkan metode pesantren modern ditandai dengan memberikan penekanan-

Page 113: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

97

penekanan dalam bahasa Arab baik dalam keseharian maupun dalam pengajaran dalam

bentuk muhawarah, metode mubâsyarah, dimana guru menggindari penggunaan bahasa

Indonesia (bahasa non Arab), misalnya menunjukkan langsung pada benda yang dimaksud.

Pesantren al-Hamidiyah juga mengembangkan metode-metode pendidikan lainnya,

seperti memberikan keteladanan (Uswah al-Hasanah) baik ketelaanan yang diberikan oleh

pengasuh maupun para guru, memberikan pengajaran (Ta‟lim), dan memberikan hadiah

dan hukuman (al-Hadiyyah wa al-„Uqubah) metode ini dimaksudkan agar santri lebih

bertanggung jawab atas segala perbuatannya.

Pendidikan bukan hanya memberikan materi-materi pelajaran tetapi pendidikan

juga dapat dilakukan dengan memberikan keteladanan yang baik, karena biasanya santri

akan meniru perbuatan baik atau buruk yang dilakukan oleh gurunya. Oleh karena itu

metode keteladanan ini biasa diterapkan dalam pendidikan di lingkungan pesantren. Secara

tidak langsung metode keteladanan merupakan bagian dari kurikulum tersembunyi yang

biasa disebut hidden curriculum. Menurut Nana Sudjana (1996: 7) kurikulum tersembunyi

adalah hal atau kegiatan yang terjadi di sekolah dan ikut mempengaruhi perkembangan

peserta didik, tetapi tidak diprogramkan dalam kurikulum potensial. Pendapat yang sama

diungkapkan juga oleh Arifin (2013: 7) menyatakan bahwa, kurikulum tersembunyi, yaitu

segala sesuatu yang mempengaruhi peserta didik secara positif ketika sedang mempelajari

sesuatu. Menurutnya, pengaruh itu mungkin dari pribadi guru, peserta didik itu sendiri,

karyawan sekolah, dan suasana pembelajaran.

Kedeladanan terlihat dari perilaku para guru atau ustadz/ustadzah dalam salat

berjama‟ah di masjid. Berdasarkan hasil pengamatan penulis para guru tidak hanya

mengarahkan para santri untuk salat berjama‟ah, namun mereka juga ikut melaksanakan

salat berjama‟ah bersama para santri.

Metode lainnya adalah metode pembinaan santri agar santri tidak hanya unggul

dalam bidang akademik, namun juga unggul dalam kepribadian (pembentukan karakter)

dan berakhlak mulia. Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani (2011: 12) karakter dan

akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu

tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran karena sudah tertanam dalam pikiran

dengan kata lain keduanya dapat disebut dengan kebiasaan. Kebiasaan harian yang

diterapkan oleh Pesantren al-Hamidiyah, terlihat seperti kewajiban salat berjama‟ah, hal ini

diupayakan agar santri terbiasa untuk salat berjama‟ah. Contoh lainnya, seperti pendidikan

akhlaq al-karimah yang diberikan merupakan upaya agar tertanam dalam diri para santri

untuk memiliki akhlak yang baik. Cerminan pada pembentukan akhlak mulia tercermin

pada para santri sebagaimana hasil pengamatan penulis, para santri bersikap sopan dan

santun terhadap guru dan tamu yang berkunjung. Mereka memberikan salam

penghormatan dan penyambutan yang baik dan sopan kepada guru atau tamu yang ada

dihadapan mereka.

Selain itu, direrapkan juga metode keterampilan dalam bidang keagamaan, yaitu

Kegiatan Sibghah Ma‟hadiyah, Muhadarah, dan KPM (Kegiatan Pengabdian Masyarakat).

Metode ini merupakan bagian dari kurikulum yang dikembangkan oleh pesantren al-

Hamidiyah, metode ini merupakan pengalaman belajar di luar pendidikan akademis.

Pesantren al-Hamidiyah juga mengembangkan metode pembelajarannya dengan

memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Metode ini dilakukan dengan memanfaat

komputer dan internet, hal ini terlihat dari beberapa kegiatan pembelajaran dan pelatihan-

pelatihan, seperti pelatihan internet sebagai wahana syiar digital dari santri Madrasah

Aliyah. Strategi ini merupakan upaya Pesantren al-Hamidiyah dalam menambah

keterampilan santri dalam memanfaatkan kemajuan teknologi.

Page 114: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

98

d. Evaluasi

Pesantren al-Hamidiyah dalam merumuskan evaluasi hasil pembelajaran sudah

cukup baik, terlihat dari pengelompokkan materi, yakni evaluasi hasil pembelajaran al-

Qur‟an, evaluasi hasil pembelajaran kitab salaf, dan evaluasi hasil pembelajaran Bahasa

Arab. Evaluasi dilaksanakan dengan menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal, prosedur

penilaian hasil belajar, teknik dan instrumen penilaian hasil belajar, penentuan kriteria

kenaikan kelas, menentukan target batasan pencapaian pembelajaran.

Langkah-langkah dalam mengevaluasi hasil belajar Pesantren al-Hamidiyah sudah

sesuai dengan langkah-langkah mengevaluasi hasil belajar yang dirumuskan oleh para ahli

pendidikan. Menurut Hidayat (2013: 69), proses evaluasi pada dua situasi, yaitu: Evaluasi

hasil pembelajaran dan Evaluasi pelaksanaan pembelajaran. Pesantren al-Hamidiyah

melakukan evaluasi sebagaimana evaluasi menurut para ahli pendidikan, yaitu:

1) Evaluasi hasil pembelajaran: menilai keberhasilan santri berupa penilaian harian, ujian

tengah semester, ujian akhir semester dan ujian kenaikan kelas atau penilaian berupa

penilaian jangka pendek dan jangka panjang (evaluasi formatif dan evaluasi sumatif).

2) Evaluasi pelaksanaan pembelajaran: komponen yang dievaluasi dalam pembelajaran

bukan hanya hasil belajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi

evaluasi komponen tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi atau metode

pembelajaran serta komponen evaluasi pembelajaran itu sendiri.

4. Pendekatan Pengembangan Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam al-Hamidiyah

Pesantren al-Hamidiyah dalam mengembangkan kurikulum keagamaan/

kepesantrenannya berdasarkan pendekatan subjek akademis, pendekatan subjek akademis

menurut Sukiman (2015: 45) adalah pengembangan dilakukan dengan cara menetapkan

lebih dahulu mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk

persiapan pengembangan disiplin ilmu. Pendekatan ini berpijak pada teori-teori pendidikan

klasik yang mempunyai asumsi bahwa semua ilmu pengetahuan, ide-ide dan nilai-nilai

telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu.

Pendekatan subjek akademis tersebut di atas, diaplikasikan Pesantren al-

Hamidiyah dengan memilih sumber materi pembelajaran keagamaannya berdasarkan al-

Qur‟an, Hadits beserta kitab-kitab karangan ulama klasik atau kitab salaf/kuning dan

menyajikan materi-materi tersebut disesuaikan dengan tingkat kelas santri. Hal ini sesuai

dengan tujuan dari Pesantren al-Hamidiyah yang ingin terus memelihara dan melestarikan

ajaran Islam yang sudah ada dan khasanah keilmuan ulama klasik, terlihat pada pengajian

“tabarukan” menggunakan kitab-kitab ulama salaf dengan metode bandongan. Selain itu,

metode yang digunakan yakni dengan menyampaikan materi kemudian dielaborasi oleh

santri sampai mereka menguasai dan dimanifestasikan dalam perilaku sehari-hari.

Selain menggunakan pendekatan subjek akademis, Pesantren al-Hamidiyah juga

menerapkan pendekatan Humanistik. Pendekatan Humanistik menurut Hilda Taba

sebagaimana dikutip oleh Sukiman (2015: 45), yakni menekankan bahwa tugas pendidikan

yang utama adalah mengembangkan anak sebagai individu selain sebagai makhluk sosial.

Dalam hal ini Pesantren al-Hamidiyah bukan hanya memberikan pendidikan akademis

saja, melainkan memberikan pendidikan yang dapat mengembangakan kemampuan santri

dalam bidang non akademik melalui kegiatan muhadarah dan Kegiatan Pengabdian

Masyarakat (KPM), dimana dalam kegiatan ini santri diberikan kesempatan untuk

mengembangkan bakat dan minat masing-masing.

Selain kedua pendekatan di atas, Pesantren al-Hamidiyah dalam mengembangkan

kurikulum keagamaannya berdasarkan pendekatan rekonstruksi sosial. Menurut

Page 115: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

99

Sukmadinata (2012: 91) kurikulum dengan pendekatan rekonstruksi sosial ini lebih

memusatkan perhatian pada problem-problem yang dihadapi masyarakat. Pendidikan

bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi dan kerjasama. Dalam

pendekatan rekonstruksi sosial, santri diberikan pendidikan baik dikelas maupun di

asrama. Dimana santri berinteraksi dan bekerjasama, baik dengan teman maupun dengan

guru dalam melaksanakan tugas-tugas dan kegiatan-kegiatan hariannya. Selain itu, dengan

adanya bimbingan yang dilakukan oleh wali asrama yakni melalui sistem pelayanan dan

pembinaan asrama, dalam hal ini terdapat wali asrama melaksanakan kegiatan pengasuhan

dalam rangka mengembangkan potensi mental/spiritual, intelektual dan sosial santri

dengan memberikan bimbingan kehidupan asrama berdasarkan daur kehidupan santri.

Serta memberikan bimbingan kepada santri agar santri dapat berinteraksi dan bersosialisasi

dengan baik bersama santri lainnya.

5. Model Pengembangan Kurikulum Keagamaan/Kajian Islam al-Hamidiyah

Pesantren al-Hamidiyah paling sedikit telah tiga kali memperbaiki dan

mengembangkan kurikulum keagamaannya. Pesantren al-Hamidiyah melakukan beberapa

langkah dalam melaksanakan pengembangan kurikulum keagamaan atau

kepesantrenannya. Langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum keagamaan/

kepesantrenan yang dilakukan Pesantren al-Hamidiyah, jika merujuk pada model

pengembangan yang dirumuskan oleh ahli kurikulum, model pengembangan kurikulum

yang dilakukan oleh Pesantren al-Hamidiyah hampir serupa dengan model yang

dirumuskan oleh Beauchamp. Model Beauchamp sebagaimana dikutip oleh Sukmadinata

(2012: 163) terdapat langkah-langkah dalam melakukan pengembangan kurikulum di

antaranya yaitu:

a. Menetapkan arena atau ruang lingkup wilayah yang dicakup oleh kurikulum tersebut,

dalam hal ini kurikulum dikembangkan mencakup satu lembaga pendidikan, yaitu

Pesantren al-Hamidiyah.

b. Menetapkan personalia, dalam hal ini Pesantren al-Hamidiyah menentukan anggota

dalam rapat kerja pengembangan kurikulum keagamaannya terdiri atas beberapa

personel yang berpengalaman dalam bidang pendidikan dan pesantren (Dewan

Pengasuh/Kiai) dan guru-guru sesuai keahlian pada bidang/mata pelajaran masing-

masing, seperti ahli dalam pembelajaran al-Qur‟an, ahli dalam kitab kuning dan ahli

dalam bidang bahasa Arab. Yang kemudian disetujui oleh ketua Yayasan Islam al-

Hamidiyah. Pesantren al-Hamidiyah dalam menentukan personel dalam tim

pengembangan kurikulum keagamaan/kepesantrenannya hanya melibatkan tim ahli

pendidikan dan guru-guru tingkat lokal pesantren saja yang tentunya sudah

berpegalaman dibidang pendidikan dan pesantren, yang sebelumnya telah melakukan

studi banding dengan beberapa pesantren lain dan konsultasi dengan pihak

Kementrian Agama RI yang berwenang.

c. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Tahapan ini dilaksankan oleh

Pesantren al-Hamidiyah dengan:

1) Membagi tim berdasarkan bidang dan keahlian, terdiri dari para guru, kepala

Kajian Islam dan Asrama, Ketua Dewan Pengasuh, Kepala Bidang Pendidikan dan

Pengajaran Yayasan Islam al-Hamidiyah, Kepala Bidang SDM. Yayasan Islam al-

Hamidiyah, dan beberapa ahli yang berpengalaman sesuai bidangnya, seperti ahli

dalam bahasa Arab, Ahli dalam Kitab Kuning serta ahli dari ilmu al-Qur‟an.

Kemudian membagi para peserta rapat kerja tersebut menjadi lima komisi, yaitu:

Page 116: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

100

Komisi A: membidangi pelajaran al-Qur‟an; Komisi B: membidangi pelajaran

kitab salaf/kuning; Komisi C membidangi pelajaran Bahasa Arab; Komisi D:

membidangi kegiatan Sibghah Ma‟hadiyah dan Muhadarah; komisi E:

membidangi masalah asrama.

2) Mengadakan penilaian terhadap kurikulum yang sedang digunakan, setelah itu

meneliti apa saja yang menjadi kekurangan dari kurikulum yang sedang digunakan

untuk selanjutnya memberikan masukan berupa beberapa usulan dari masing-

masing komisi untuk bahan pertimbangan bagi pelaksanaan kurikulum selanjutnya.

3) Merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, selanjutnya masing-

masing tim yang terbagi menjadi lima komisi di atas menentukan program-

program masing-masing. Program-program tersebut berupa program kegiatan

semester/tahunan, pedoman proses pembelajaran, dan pedoman penilaian hasil

belajar.

4) Setelah menentukan program-program sesuai bidang masing-masing, pada masing-

masing program tersebut di rumuskan komponen-komponen kurikulum, yaitu:

a) Merumuskan tujuan pembelajaran

b) Memilih materi/isi: dengan menentukan kitab-kitab yang digunakan dalam

setiap jenjang dan tingkat pendidikan, dan menyusun silabus pembelajaran, dan

menentukan batasan-batasan pencapaian minimum materi pembelajaran

c) Menentukan pengalaman belajar

d) Menentukan strategi atau metode pembelajaran pada masing-masing bidang

e) Menentukan kriteria evaluasi/penilaian hasil belajar.

d. Penulisan dan penyusunan kurikulum baru.

e. Implementasi Kurikulum. Kurikulum yang telah direncanankan kemudian

dilaksanakan oleh masing-masing guru sesuai dengan keahlian masing-masing

dibawah pengawasan Kepala Kajian Islam.

f. Evaluasi Kurikulum. Evaluasi berupa evaluasi pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru,

evaluasi desain kurikulum, evaluasi hasil belajar santri dan evaluasi keseluruhan

kurikulum.

Sebagai lembaga pendidikan Islam, Pesantren al-Hamidiyah merupakan pesantren

yang menerapkan pola pendidikan pesantren kombinasi. Pola pendidikan pesantren

kombinasi, menyatukan sistem pendidikan pesantren modern dan tradisional/salafiyah dan

pendidikan pesantren yang terintegrasi dengan sekolah/madrasah. Menurut Dhofier (2013:

76) pesantren dengan pola tersebut adalah pesantren tipe baru, seperti Pesantren Tebuireng

dan Rejoso di Jombang, telah membuka SMP dan SMA, dan Universitas. Begitu juga pada

Yayasan Pendidikan Islam HM. Tribakti (YPIT) yang kini menjadi Pesantren al-

Mahrusiyah dan Pesantren Salaf Terpadu ar-Risalah, sebagai unit pengembangan pesantren

Lirboyo Kediri, selain tetap mempertahankan sistem pendidikan pesantren tradisional

(salaf), juga membuat membuka sistem pendidikan umum sebagai cabangnya di luar

pondok induk. (Anwar, 2008: 101) Sementara itu, Menurut Zuhdi (2006: 421) contoh

pesantren yang memadukan sistem pendidikannya, seperti Pesantren Tebu Ireng, Jawa

Timur adalah sebuah sistem pendidikan kombinasi, dengan memperbarui sistem

pendidikannya, yang semula sebagai pesantren tradisional menjadi pesantren yang

mengkombinasikan antara pesantren tradisonal dengan sistem sekolah dan madrasah, yakni

(a) Sekolah: disediakan bagi santri/pesera didik yang berminat mempelajari pengetahuan

non agama; (b) Madrasah: disediakan bagi santri/peserta didik yang berminat

Page 117: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

101

memperdalam pengetahuan agama. Selain sekolah dan madrasah juga mempertahankan

pendidikan pesantren tradisional setelah jam sekolah/madrasah.

Sebagai lembaga pendidikan pesantren yang mengembangkan model pendidikan

pesantren kombinasi tentunya terdapat kelebihan dan kelemahan dari beberapa sisi.

Kelebihan pada pesantren dengan pola/model pendidikan kombinasi ini, yaitu

memungkinkan santri melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi sesuai dengan

jurusan yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Selain itu, lulusan pada pesantren

kombinasi ini memiliki peluang untuk dapat memiliki berbagai profesi baik dibidang

keagamaan maupun non keagamaan, seperti guru/dosen, pengasuh pesantren, Insinyur,

dokter, pengacara, ekonom, dan akuntan. tentunya memiliki nilai tambah yakni memiliki

modal pemahaman keagamaan yang lebih luas dibandingkan dengan lembaga pendidikan

non keagamaan.

Disisi lain, pesantren dengan model/pola pendidikan kombinasi ini terdapat

beberapa kelemahan, yaitu kemungkinan santri kurang menguasai ilmu

kepesantrenan/keagamaannya dibandingkan dengan santri yang berada di pesantren salaf,

hal ini dipengaruhi oleh banyaknya materi pelajaran yang diberikan yang mengakibatkan

pengurangan materi-materi kepesantrenan.

Untuk itu, sebagai pesantren yang memiliki model kombinasi, Pesantren al-

Hamidiyah mengembangkan kurikulum keagamaannya yakni dengan tetap

mempertahankan pembelajaran yang bersumber dari kitab-kitab ulama klasik atau kitab

kuning, juga memberikan keterampilan bagi santri agar mampu menyampaikan

keilmuannya sesuai dengan tujuan awal pesantren yakni sebagai pelestarian pendidikan

dan dakwah Islam yakni Pesantren al-Hamidiyah memberikan tambahan materi berdakwah

dan latihan-latihan yang membimbing agar mempunyai keterampilan tersebut. Melalui

kegiatan muhadarah yang merupakan bagian dari kurikulum kepesantrenannya, dimana

santri diupayakan agar kelak dapat memiliki kemampuan dalam berdakwah pada

masyarakat luas, selain itu santri diberi kesempatan mengikuti perlombaan-perlombaan

keagamaan baik antar santri Pesantren al-Hamidiyah maupun antar pesantren lain, hal ini

sebagai acuan dan semangat serta menguji kemampuan santri ketika berhadapan langsung

didepan masyarakat luas. Pada intinya upaya pesantren bertujuan untuk memeberikan

bekal kepada santri, sehingga diharapkan apapun bidang atau profesi yang dimiliki para

santri kelak, tetap dapat melestarikan pendidikan dan dakwah Islamiyah.

Orientasi santri Pesantren al-Hamidiyah untuk menjadi calon ulama-intelektual

atau intelektual-ulama terlihat pada data lulusan yang melanjutkan keberbagai perguruan

tinggi baik perguruan tinggi keagamaan atau non keagamaan, perguruan tinggi negeri

maupun swasta sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing santri. Lulusan yang

memilih jurusan keagamaan biasanya mereka melanjutkan studi ke Universitas Islam

Negeri di beberapa wilayah dan Universitas al-Azhar Kairo Mesir dengan bea siswa penuh

dari kedutaan Mesir, sedangkan lulusan yang memilih jurusan non keagamaan (umum)

tersebar di beberapa perguruan tinggi Nasional, seperti Universitas Brawijaya, Universitas

Padjajaran, Universitas Jambi dan Universitas Andalas. Selain itu dapat juga dilihat dari

berbagai prestasi-prestasi yang diraih oleh santri dalam bidang akademik dan non

akademik, prestasi-prestasi dibidang bahasa dan keagamaan, dan prestasi-prestasi pada

bidang umum (non keagamaan).

Page 118: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

102

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana terdapat dalam bab-bab tersebut di

atas dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Pesantren al-Hamidiyah melakukan pengembangan kurikulum keagamaan dengan

menggunakan model pengembangan kurikulum yang diterapkan oleh Beauchamp.

Langkah-langkah pengembangan yang dilakukan, yaitu dengan membentuk tim yang

terdiri dari beberapa orang yang berpengalaman dalam bidang kurikulum dan

kepesantrenan serta pengasuh dan beberapa perwakilan guru; pengorganisasian dan

prosedur pengembangan kurikulum dengan melakukan penilaian terhadap kurikulum yang

sedang digunakan, menentukan kriteria-kriteria untuk menentukan kurikulum yang baru,

merumuskan komponen-komponen kurikulum; mengimplementasikan kurikulum; dan

mengevaluasi kurikulum.

Pengembangan kurikulum keagamaan juga dilakukan dengan memisahkan antara

kurikulum keagamaan (kepesantrenan) dengan kurikulum sekolah/madrasah formal,

sehingga menghasilkan kurikulum yang seimbang.

B. Saran-saran

1. Pesantren al-Hamidiyah hendaknya terus melakukan pengembangan kurikulum

keagamaannya dengan lebih mengembangkan unsur-unsur yang terkait dengan

kurikulum, seperti pembuatan silabus dan RPP yang lebih rinci lagi sebagaimana

silabus dan RPP yang diterapkan oleh para ahli kurikulum dan digunakan oleh

sekolah/madrasah fomal.

2. Pesantren al-Hamidiyah perlu menambah materi-materi keagamaan yang bersumber

dari kitab berbahasa Arab karangan ulama salafiyah dan ulama kontemporer yang

belum digunakan, agar santri mendapatkan informasi ilmu-ilmu keagamaan yang

lebih luas lagi dan dapat meningkatkan kemampuan santri dalam penguasaan kitab-

kitab tersebut.

3. Pesantren al-Hamidiyah perlu lebih meningkatkan metode pembelajaran, seperti

metode diskusi dengan mengadakan diskusi-diskusi ilmiah, seminar-seminar baik

dalam lingkup pesantren maupun bersama pesantren-pesantren lain yang berkaitan

dengan pendidikan pesantren dan meningkatkan metode menterjemah berbahasa

Arab.

102

Page 119: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

103

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ali. 2008. Pembaharuan Pendidikan di Pesantren: Studi Kasus Pesantren Lirboyo

Kediri. Disertasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Arifin, Zainal. 2013. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Azra, Azyumardi. 1998. Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta:

Logos Wacana Ilmu

_____. 1999. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta:

Logos Wacana Ilmu

Damopolii, Muljono. 2011. Pesantren Modern IMMIM: Pencetak Muslim Modern.

Jakarta: Rajawali Pers

Daulay, Haidar Putra. 2009. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di

Indonesia. Jakarta: Kencana

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka

Dhofier, Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren (Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya

Mengenai Masa Depan Indonesia). Jakarta: LP3S

Dakir. 2010. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta

Drajat, Zakiyah. 2006. Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Gazali, Dede Ahmad dan Gunawan, Heri. 2015. Studi Islam Suatu Pengantar dengan

Pendekatan Interdisipliner. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Hamalik, Oemar. 2012. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Kerjasama SPs

UPI dengan PT Remaja Rosdakarya

_____. 2013. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

_____. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jakarta: Bumi Aksara

Hasbullah. 2007. Otonomi Pendidikan, Kebijakan otonomi Daerah dan Implikasinya

terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta : PT. Grafindo Persada

Al-Hazimi, Khâlid bin Hâmid. 2000. Usul al-Tarbiyah al-Islamiyyah. Madinah: Dâr‟âlim

al-Kutub

Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Al-Hujâj, Muslim. Sahîh Muslim, Jilid III. Juz 5. Beirut: Dâr al- Fikr

Idi, Abdullah. 2010. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jogjakarta: ar-Ruzz

Media

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta:

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Lukens-Bull, A, Ronald, Two Side of Same Coin: Modernity and Tradition in Islamic

Education in Indonesia, Wiley, Vol. 32, No. 3, 2001, p. 350-372,

http://www.jstor.org/stable/3195992, Accessd: 30/03/2015

Madjid, Nurkholish. 1997. Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:

Paramadina

Maksum. 1999. Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Malik MTT, A. 2008. Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di pondok Pesantren. Jakarta:

Balai Penelitian dan Pengembangan Agama

Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Morissan. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana

Page 120: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

104

Nata, Abuddin. 2012. Sejarah Sosial Intelektual Islam dan Institusi Pendidikannya.

Jakarta: Rajawali Pers

Nizar, Samsul (ed.). 2013. Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual: Pendidikan Islam

Nusantara. Jakarta: Kencana

Ornstein, Alan C. and Francis, P. Hunkins. 2009. Curriculum: Foundations, Prinsiples,

and Issues. Boston: Allyn & Bacon

Paulas, George. E dan Oliva, Peter F. 2008. Supervision for Today‟s Schools. USA: John

Wiley & Sons Inc

Peraturan Pemerintah RI No. 55. 2007. Pendidikan Agama dan Keagamaan. Jakarta:

Kementrian Agama

Pesantren al-Hamidiyah. 2000. Pedoman Umum Pesantren al-Hamidiyah. Depok:

Pesantren al-Hamidiyah

_____. 2016. Hasil Rapat Kerja Kajian Islam dan Asrama. Depok: Kajian Islam dan

Asrama Pesantren al-Hamidiyah

_____. 2016. Brosur Madrasah Tsanawiyah al-Hamidiyah Tahun Pembelajaran 2016/2017.

Depok: Pesantren al-Hamidiyah

_____. 2016. Brosur Madrasah Aliyah al-Hamidiyah Tahun Pembelajaran 2016/2017.

Depok: Pesantren al-Hamidiyah

Pohl, Florian, Islamic Education and Civil Sosiety, Chicago Journals , Vol. 50, No. 3,

2006, p. 389-409, http://www.jstor.org/stable/10.1086/503882, Accessed:

30/03/2015

Qahâf, Mundzir. 2006. Al-Waqfu al-Islâmî Tathatawaruhû, Idaratuhû Tanmiyatuhû.

Damaskus: Dar al-Fikr

Qomar, Mujamil. 2005. Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi. Jakarta: Erlangga

_____. 2010. Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga

Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga

_____. 2014. Menggagas Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Rahardjo, M. Dawam. 1999. Intelektual Inteligensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah

Cendekiawan Muslim. Bandung: Mizan

Rahim, Husni. 2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana

Ilmu

_____. 2005. Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana

Ilmu

Subhan, Ali. 2012. Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad 20: Pergumulan Antara

Modernisasi dan Identitas. Jakarta: Kencana

Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung:

Sinar Baru Algesindo

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alvabeta

Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

Sukiman. 2015. Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2012. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.

Bandung: Rosdakarya

Tafsir, Ahmad. 2013. Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Tumanggor, Rusmin. 2014. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kencana

Page 121: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

105

Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan

Van Bruinessen, Martin. 1999. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi

Islam di Indonesia. Bandung: Mizan

Widyastono, Herry. 2014. Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah. Jakarta:

Bumi Aksara

Yayasan Islam al-Hamidiyah. 2016. Warta al-Hamidiyah: Media Komunikasi Pembangun

Generasi Islami. Edisi. 55. Depok: Yayasan Islam al-Hamidiyah

Yasmadi. 2002. Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan

Islam Tradisional. Jakarta Ciputat Press

Yunus, Mahmud. 1990. Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: Hidakarya Agung

_____. 1995. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Mutiara Sumber Widya

Zarkasyi, Abdullah Syukri. 2005. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren.

Jakarta: PT. RajaGrafindo

Zuhdi, M. (Ed.) Roger Slee. 2006. Inclusive Education: Modernization of Indonesia

Islamic Schools‟ Curricula, 1945-2003. Vol. 10, No. 4-5. Canada: Taylor &

Francis

DAFTAR WAWANCARA

Drs. KH. Zainuddin Ma‟sum, selaku Mustasyar Pesantren al-Hamidiyah

Abdul Rasyid Marhali, Lc, selaku Kepala Kajian Pesantren al-Hamidiyah

Suyatno, S.Si, M.Pd selaku Kepala MA al-Hamidiyah

Jauhari, Lc, selaku Koordinator Pelaksana Program Keagamaan MA al-Hamidiyah

Drs. Eridian Patrio Putra, selaku Wakil Kepala MA al-Hamidiyah dan Kepala Bidang

Pendidikan dan Pengajaran Yayasan al-Hamidiyah

Page 122: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

106

Lampiran 1

STRUKTUR ORGANISASI YAYASAN ISLAM AL-HAMIDIYAH

PERIODE 2016-2020

Page 123: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

107

Lampiran 2

STRUKTUR ORGANISASI YAYASAN DAN

PESANTREN AL-HAMIDIYAH TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

1. Ketua Yayasan : Dr. H. Imam Susanto Sjaichu, Sp.BP

2. Mustasyar : Drs. KH. Zainuddin Ma‟sum

3. Pelaksana Harian YIH : Ir. H. Ahmad Fahri Sjaichu

Marti Alifa, S. Psi

4. Kepala Bid. Pendidikan dan Pengajaran : Drs. Eridian Patrio Putra

a. Kepala Madrasah Aliyah : Suyatno, S.Si, M.Pd

b. Kepala Madrasah Tsanawiyah : Hidayat, S.S

5. Kepala Dewan Pengasuh : Drs. KH. Achmad Zarkasih

a. Kepala Kajian Islam dan Asrama : H. Abdul Rasyid Marhali, Lc

b. Wakil/Penjab. Kitab dan al-Qur‟an : R. Ahmad Fauzan, S.Pd

c. Koordinator Bahasa : Saiful Bahri, S.Pd

d. Koordinator Asrama Putra : Asenih, S.Ag.

e. Koordinator Asrama Putri : Dra. Sofiah

Page 124: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

108

Lampiran 3

DAFTAR GURU KAJIAN ISLAM DAN ASRAMA

PESANTREN AL-HAMIDIYAH

TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

NO NAMA L/P PEND.

TERAKHIR

MATA PELAJARAN

YANG DIAMPU

1 Drs. KH. Zainuddin

Ma‟sum L S1 Pengajian Tabarukan

2 Drs. KH. A. Mahfudz

Anwar, M.Ag L S2 Bulugh al-Marâm

3 Drs. H. Achmad Zarkasih L S1 Bulugh al-Marâm

4 H. Addin A. Rochim, Lc L S1

Muhadarah, Fath al-

Mu‟in, Jawahir al-

Kalamiyyah

5 Asenih, S.Ag. L S1 Tajwid

6 Subhan Hidayat, S.Sos.I L S1 Nasailul „Ibad, Saraf,

Imritî

7 H. Abdul Rasyid, Lc L S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

tajwid, Jawahir al-

Kalamiyah, Nasail al-

„Ibad

8. Dra. Syukriyah P S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Tajwid,

9 Fahmi A. Purnoto, M.Pd L S2

Tahqiq/tahfidz, Durus

al- Lughah, Mutala‟ah

Haditsah, Bulugh al-

Marâm

10 R. Ahmad Fauzan, S.Pd L S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Tajwid, Ta‟lim al-

Muta‟alim/Akhlak

(Banin-Banat),

Mutala‟ah Haditsah,

Imla‟, Fath al-Qarib,

Jawahir al-

Kalamiyyah,

Muhadarah

11 Abdul Mun‟im H, S.Pd. I L S1 Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Page 125: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

109

Tajwid, Durus al-

Lughah, Mutala‟ah

Haditsah, Imla‟,

Ta‟lim al-

Muta‟alim/Akhlak

(Banin-Banat), saraf,

Muhadarah

12 Dra. Masfufah P S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Muhadarah

13 Fatihatul Hasanah P Pesantren Tahqiq/tahfidz

14 M. Miftahul Arif, S.Ag L S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Tajwid, Durus al-

Lughah, Mutala‟ah

Haditsah, Imla‟,

Ta‟lim al-

Muta‟alim/Akhlak

(Banin-Banat) ,

Muhadarah

15 Imam Mahrus L Pesantren

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Nahwu, Saraf, Imriti,

Fath al- Mu‟în

16 Wawan, S.Pd. L S1 Khulashah Nur al-

Yaqin

17 Muhaidi, S.Pd.I L S1 Nahwu

18 Ahmad Ridwan, S. S. I L S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Tajwid, Muhadarah

19 M. Fauzi L S1 Nahwu, Saraf, Durus

al- Lughah

20 Aan Kumaidi L Pesantren

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Jawahir al-

Kalamiyyah, Fath al-

Qarib, Muhadarah

21 Aryan Kusuma L Pesantren

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Matan Taqrib, Jawahir

al-Kalamiyyah

22 Siti Hanah, S.Ag P S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Muhadarah

23 Nurul Abidah L Pesantren Tahqiq/tahfidz,

Page 126: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

110

Tilawah/Bin Nazar,

Tajwid, Mutala‟ah

Hadistah, Ta‟lim al-

Muta‟alim, Muhadarah

24 Siti Sholihah L Pesantren Matan Taqrib, Jawahir

al-Kalamiyah

25 Drs. Azhri Azhari L S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Jawahir al-

Kalamiyyah, Fath al-

Qarib, Muhadarah

26 M. Syifa Zakaria L S1 Durus al-Lughah,

Muhadarah

27 Fitri Ariyani L Pesantren Durus al-Lughah

28 Ilah Rohilah, S.Hum L S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Tajwid, Mutala‟ah

Haditsah, Muhadarah

29 M. Syaiful Bahri, S.Pd L S1 Durus al-Lughah

30 Tanzirrurrahman L Pesantren Durus al-Lughah

31 Dra. Isti‟anah Masfufah P S1 Nahwu, Saraf,

32 Imam Nafi‟ J, SQ L S1 Tahqiq/tahfidz, Tajwid

33 Ahmad Syaiful Huda L Pesantren Fath al-Qarib

34 M. Nur Iskandar, S.Pd L S1 Durus al-Lughah

35 Zainuddin Nur L Pesantren

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Durus al-Lughah,

Muhadarah

36 Hj. R. Zulfatullaila, SHI L S1 Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

37 Nanang Suaidi, S.Pd. I L S1

Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar,

Nahwu, Matan Taqrib,

Saraf, Fath al-Qarib

38 Fathurrazaq L Pesantren Nahwu, Saraf, Fath al-

Qarib

39 Luthfi Zulfikar, S.Pd. I L S1

Durus al-Lughah,

Nahwu, Imritî, Bulugh

al-Marâm

Page 127: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

111

40 Hj. Nur Ilman, SPd. I L S1 Tahqiq/tahfidz,

Tilawah/Bin Nazar

41 Arief Masthuro Warli, Lc L S1 Fath al-Mu‟in, Nahwu,

Saraf, Muhadarah

42 H. Mukhtar Syarih L S1 Durus al-Lughah

43 Yunus Priadi L Pesantren Saraf, Imritî

Page 128: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

112

Lampiran 4

DAFTAR GURU DAN KARYAWAN MTS AL-HAMIDIYAH

TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

NO

NAMA

L/P

Pend.

Terakhir

Jurusan

Jabatan/Bidang

Keahlian

1 Hidayat, S.S. L S1 Sastra

Inggris

Kepala Madrasah/

Bahasa Inggris

2 Sinta Wahyuning , SH P S1 Hukum

Perdata

PKn

3 Dra. Siti Barkah P S1 Tarbiyah/

IPA

IPA

4 M. Muchtar Sy L MA Keagamaan Akidah Akhlak

5 Rif'ah Zulfatullaila,

SHI

P S1 Tarbiyah/

Muamalah

Fiqh

6 Drs. Muslich L S1 Tarbiyah Akidah Akhlak

7 Acmad Rifa'i L S1 MIPA IPA

8 M. Shoheh Ali, S.Ag L S1 Tarbiyah/

Bahasa Arab

Bahasa Arab

9 Wulansari A, S.Ag P S1 Ushuludin SKI

10 Bayu Wardhani, STP L S1 Teknologi IPA

11 Luthfi Jawahirul. Q,

S.S

L S1 Sastra/

Bahasa

Indonesia

Bahasa Indonesia

12 Maryamah, S.Pd. P S1 FKIP/BK Bimbingan

Konseling

13 Siti Andriyani, S.Si P S1 MIPA Matematika

14 Lidia, S.Pd. P S1 FBIPS/ IPS

15 Asenih, S.Ag L S1 Dakwah/

KPI

Al-Qur‟an Hadis

16 Abdul Rasyid, Lc L S1 Ilmu Islam Al-Qur‟an Hadis

17 Hj. Nur Ilman H,

S.Pd.I

P S1 PAI Al-Qur‟an Hadis

18 Yulia Darmawaty,

S.Pd

P S1 FBIPS IPS

19 Dra. Nurul Hidayah P S1 FPBS/

Bahasa

Indonesia

Bahasa Indonesia

20 Dra. Desi Fitriani P S1 FPBS/

Bahasa

Indonesia

Bahasa Indonesia

21 Dwi Wahyu P, S.Si L S1 IPS IPS

22 Dwi Alfiani R, S.Pd L S1 FKIP/

Matematika

Matematika

Page 129: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

113

23 Bambang S, S.Pd L S1 FKIP/

Matematika

TIK

24 Nurbaeti, S.Pd. P S1 Ilmu Sosial/

Sejarah

PKn

25 Euis Virgiani, S.Pd. P S1 FKIP/

Bahasa

Inggris

Bahasa Inggris

26 Ilman, S.Pd L S1 FKIP/

Matematika

Matematika

27 Irma Aryani, S.Pd P S1 FKIP/

Matematika

Matematika

28 Djamaluddin P.,

M.Ag.

L S2 Managemen

Pendidikan

Bahasa Arab

29 Nursyamsiyah, M.Ag. P S1 Pendidikan

Bahasa Arab

Bahasa Arab

30 Dewi Retno, S.Si P S1 MIPA Matematika

31 Saaman, S.Pd L S1 PAI PKn

32 Rodiyah Rodiyanah P S1 Penjaskes Penjaskes

33 Oos Sarcosih, M.Pd.I L S1 Bahasa Arab Bahasa Arab

34 Abdul Muis, S.Ag L S1 Perpustakaan

35 Evi Herawati P SMA Sekretaris TU

36 Ahmad Tamim P MA Keagamaan Laboran

37 Fuad Hasan P D1 Managemen

Informatika

IT

38 Nurul Abidah P SMA IPS TU

Page 130: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

114

Lampiran 5

DAFTAR GURU DAN KARYAWAN MA AL-HAMIDIYAH

TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

N

O NAMA

L/

P

Pend.

Terakhir

Jurusan Jabatan/Bidang

Keahlian

1 Suyatno, S.Si, M.Pd L S2 Pend. MIPA Kepala Madrasah/

Matematika

2 Jauhari, Lc L S1 Syari‟ah/Bah

asa Arab

Bahasa Arab/ Usul

Fiqih/ Muhadarah

3 Drs. H. Achmad

Zarkasih L S1

PAI Fikih/ Usul Fiqih/

I.Hadits/Akhlak/I.Ka

lam

4 Drs. H. Ahmad

Mahfudz Anwar L S1

Ilmu Qur‟an Qurdits/ Fiqih/ I.

Tafsir

5 Drs. Ashri Azhari L S1 PAI Qurdits/Aqidah

Akhlak/ SKI

6 Subhan Hidayat,

S.Sos.I L S1

STAI al-

Hamidiyah

Ilmu Hadits/Aqidah

Akhlak/I. Tafsir/

Qurdits

7 Nurbaeti, S.Pd P S1 Sejarah

PKn/ Sejarah

8 Dra.Embay Sa'adiah,

M.Pd P S2

Pendidikan Bahasa

Indonesia/Seni

Budaya

9 N. Yanti Supriyanti,

S.Ag P S1

Bahasa

Indonesia

Bahasa

Indonesia/Seni

Budaya

10 Mahyudin, SS, M.Pd L S2 Pendidikan

B. Inggris Bahasa Inggris

11 Dra. Hj. Yufiyani P S1 Matematika

Matematika

12 Dwi Wahyu Prihantoro,

S.Si L S1

Biologi Biologi

13 Supriyo, S.Si L S1 Fisika

Fisika/Matematika

14 Prita Ayu Eka

Septiawanty, S.Pd L S1

Kimia Kimia

15 Ratu Mariatul Khusnah,

S.Pd P S1

Ilmu Sejarah Sosiologi/Geografi

16 Drs. Eridian Patria

Putra L S1

Pendidikan

Koperasi Ekonomi

Page 131: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

115

17 Sinta Wahyuning Sri,

SH P S1

Hukum PKn

18 Mujahidin L STKIP

Penjas

19 Dra. Hj. Yayuk Hari

Sugihartini P S1

Ilmu

Pendidikan

Bimbingan

Konseling

20 Aghnini Ghinan Nafsi,

S.Pd P S1

Pendidikan

Bahasa

Inggris

B. Inggris

21 Arief Masthuro Warli,

Lc L S1

Syari‟ah dan

Hukum

I.Hadits/ B.Arab/

Ushul Fiqh/

Muhadatsah

22 Dewanti Puspitawati,

S.Pd P S1

Pendidikan

Ekonomi

Ekonomi/PKn/Wira

Usaha

23 Suparno, S.Pd L S1

Pendidikan

Bahasa

Inggris

Bahasa Inggris

24 Bambang Sumaryono,

S.Pd L S1

Pendidikan

Matematika Matematika

25 M. Luthfi Zulfikar,

S.Pd.I L S1

PAI SKI/ I.Kalam/

I.Hadits/ I.Tafsir

26 Nur Muhammad

Iskandar, S.Pd L S1

Pendidikan

Bahasa Arab Bahasa Arab

27 Muhaidi Abdul Muhid L S1

28 Oos Sarchosi, M.M. L S2 Managemen

Pendidikan Ushul Fiqh

29 Abdul Mun'im Hasan,

S.Pd.I L S1

Tarbiyah/

PAI Muhadarah

30 Evi Herawati P SMK Sekretaris

TU

31 Khurzudin L SMA Keagamaan

TU

32 Mutia Hijriyana P D3 Akutansi

TU

33 Achmad Ta'mim L MA Keagamaan

Laboran

34 Mochamad Fachrur

Rozie A, Skom L S1

Tehnik

Informatika Kordinator TI

35 Norma Juwita Novianti,

S.Ip P S1

Ilmu

Perpustakaan Perpustakaan

36 Abdul Muis, S,Ag L S1 KPI

Perpustakaan

Page 132: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

116

Lampiran 6

DAFTAR PRESTASI SANTRI MTS DAN MA

PESANTREN AL-HAMIDIYAH

A. Tingkat Madrasah Tsanawiyah

1. Juara 1 dan 2 lomba pidato bahasa Inggris tingkat MTs kota Depok (2014)

2. Juara 1 Lomba Bulu Tangkis Tingkat Kota Depok (2014)

3. Juara 2 Lomba Bulu Tangkis Pospeda Tingkat Kota Sukabumi (2014)

4. Juara 3 Olimpiade MIPA (Biologi) dan PAI (2014)

5. Juara 3 lomba pidato bahasa Indonesia Tingkat Kota Depok (2014)

6. Juara 2 Lomba Lintara Tingkat Kota Depok (2014)

7. Finalis Lomba Storytelling Humaniora Tingkat Nasional (2014)

8. Juara 1 Olimpiade Sains dan PAI Tingkat Kota Depok (2014)

9. Juara 2 Olimpiade MIPA (Fisika) dan PAI Tingkat Kota Depok (2014)

10. Juara 1 LTC IPA Tingkat Kota Depok (2015)

11. Peringkat 1 Bidang Studi Fisika dalam Lomba KSM dan PAI Tingkat Kota Depok

(2015)

12. Juara 2 Lomba KSM Tingkat Provinsi Jawa Barat (2015)

13. Juara 1 MIPA (Matematika) dan PAI Tingkat Kota Depok (2014)

14. Peringkat 3 Lomba Bidang Studi Matematika Tingkat Kota Depok (2015)

15. Juara 3 LCT Matematika Tingkat Kota Depok (2015)

16. Juara 1 LCT Fotografi Tingkat Kota Depok (2015)

17. Juara 3 LCT IPS Tingkat Kota Depok (2015)

18. Terbaik 1 Recycly (Team). Terbaik 2 Tilawah (Team). Terbaik 3 Ceramah

Keagamaan Tingkat Jabodetabek (2015)

19. Peringkat 1 Bidang Studi Lagu Religi (2015)

20. Juara 1 Speech Kontes Tingkat Kota Depok (2015)

21. Juara 3 berbagi Cerita Sains BPPT Ipttek (2015)

22. Juara 2 Lomba Standup Comedi PMI Tingkat Jabodetabek (2015)

23. Peringkat 1 Lomba olimpiade PAI Tingkat Kota Depok (2015)

24. Juara 3 Lomba Marawis Tingkat Kota Depok (2016)

B. Tingkat Madrasah Aliyah

1. Juara 1 pidato bahasa Arab Tingkat Jabodetabek (2011)

2. Peringkat 1 Olimpiade Geografi Tingkat Kota Depok (2011)

3. Juara 3 Paskibra Tingkat Kota Banten (2012)

4. Peringkat 1 Olimpiade Matematika Tingkat Kota Depok (2012)

5. Peringkat 2 Olimpiade Matematika Tingkat Jabodetabek (2012)

6. Peringkat 1 Olimpiade Matematika se- Jawa (2012)

7. Juara 2 MTQ Putra Tingkat Kota Depok (2013)

8. Juara 1 MTQ Putri Tingkat Kota Depok (2013)

9. Terbaik 3 Ceramah Keagamaan Tingkat Jabodetabek (2015)

10. Terbaik 2 Tilawah Tingkat Jabodetabek (2015)

11. Terbaik 1 Recyle Tingkat Jabodetabek (2015)

12. Terbaik 4 Ceramah Keagamaan Tingkat Jabodetabek dan Jawa Barat (2015)

13. Juara 3 Cerdas Tangkas Matematika Tingkat Jawa Barat (2016)

Page 133: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

117

14. Mengirim santri untuk melanjutkan studi ke United State of America (USA) dalam

Program Pertukaran Pelajar Antar Bangsa

15. Mengirim santri MA untuk melanjutkan studi ke Universitas al-Azhar Kairo Mesir

dengan bea siswa penuh dari kedutaan Mesir

16. Lulusan diterima dibeberapa Universitas/perguruan Tinggi Islam Negeri Ternama di

Idonesia.

Page 134: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

118

Lampiran 7

DATA LULUSAN SANTRI MA AL-HAMIDIYAH

TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016

NO NAMA SANTRI Kelas PTN/PTS JURUSAN

1 Fakhri Maulidi XII MAK UIN Ambon Tafsir Hadist

2 Alwin Maulana A. XII MAK UIN Bandung Hukum Keluarga

3 Rani Rufaida XII IPA UIN Bandung Komunikasi

4 Ananda Rachma A. XII IPS UIN Jakarta Psikologi

5 Jafar Wicaksono D. XII MAK UIN Jakarta Hukum Keluarga

6 Mohammad Adam F. XII MAK UIN Jakarta Dirosah Islamiyah

7 Moh. Jibril XII MAK UIN Jambi Ilmu Hadist

8 Saiful Hidayatullah XII MAK UIN Jogjakarta

Pengembangan

Masyarakat

9

Adam Abdurrahman

H. XII IPS UNBRAW Akutansi

10 Nur Gusti Ditta Z. XII IPS UNPAD Jurnalistik

11 Yudhia Fairuz F. XII IPS UNPAD Sastra Perancis

12 Anindita Putri W. XII IPS UNS Seni Rupa

13 Muhammad Ilyas XII IPA UIN Bandung Biologi

14

Ahmad Quthbuddin

S.M. XII MAK UIN Jakarta Tasawuf

15 Hanif Dzikri J. XII MAK UIN Jakarta

Komunikasi

Penyiaran Islam

16

Muhammad Miftahur

R. XII MAK UIN Jakarta Ahwal Syahsiyah

17

Noer Fadillah

Raissoevel XII MAK UIN Jakarta Jinayah Siyasyah

18

Achmad Rifa'i XII IPA UIN Jogjakarta

Ilmu Komunikasi &

Dakwah

19 Mohammad Adam F. XII MAK UIN Jakarta Dirosah Islamiyah

20 Ahmad Musthafa XII MAK UIN Jakarta

Ilmu Tafsir & Al-

Qur'an

XII MAK UIN Jogja

Ilmu Tafsir & Al-

Qur'an

21 Hengky Fernando XII MAK UIN Jakarta Dirosah Islamiyah

22 Mohammad Iqbal R. XII IPS PNJ Desain Grafis

23 Mohammad Ghasan S. XII IPA Poltek AKA Analisis Kimia

24 Kamelia Latifa XII IPA UIN Bandung

Hukum Keluarga

Islam

25

Muhammad Andika

Riedo P XII IPA UIN Bandung Teknik Informatika

26 Muhammad Ilyas XII IPA UIN Jakarta Pendidikan Agama

Page 135: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

119

Islam

Agribisnis

27 Mohammad Andi A. XII MAK UIN Jakarta Managemen Dakwah

28 Rendra Trinanda Putra XII MAK UIN Jakarta Hukum Tata Negara

29 Iqbal Zauqul Adib XII IPA UIN Jakarta Teknik Informatika

30 Yudita Yuara XII IPA UNILA Biologi

31 Ken Warsy Triastuti XII IPA Univ. Andalas Sistem Informasi

32 Said Andi Hendriyan XII IPS Univ. Jambi Hukum

33 Muhammad Fikri Hadi XII IPS Univ. Brawijaya Ekonomi Islam

34 Ikrar Firstian XII IPS Univ.Soedirman Hukum

35 Astri Ainun Annisa XII IPA UPN Jakarta Ilmu Keperawatan

36 Jasmine Hanifa M. XII IPA UPN Jakarta Teknik Informatika

37 Nida Amalia XII IPA UPN Jakarta Ilmu Gizi

38 Achmad Sofyan Aziz XII IPA

ISTN Tanah

Baru Teknik Elektro

39

Agiandika

Sastramijaya XII IPA

ITENAS

Bandung Teknik Informatika

40 Astri Ainun Annisa XII IPA STIKES Imu Keperawatan

41 Ilham Ramadhani S. XII IPA

ITENAS

Bandung Tehnik Sipil

42 Khansa Permata Ary XII IPA STT Telkom Design Interior

43 Muhamad Facri Putra XII IPA BINUS Teknik Informatika

44 Muhammad Yusuf I. XII IPA STT PLN Teknik Informatika

45 Siti Halimatusy Syarah XII IPA Unv. Pancasila Teknik Sipil

46 Shopia Devi A. XII IPA UIKI Kedokteran

47

Syifa Amalia XII IPA Univ. Trilogi

Ilmu & Teknologi

Pangan

48 Thifal Indri Maulidina XII IPA Univ. Trisakti Arsitektur

49 Utari Larasati XII IPA Univ. Pancasila Arsitektur

50 Winne Keke H. XII IPA

STT Tekstil

Bandung Desiner

51 Ananda Virghi A. XII IPS UMJ Akutansi

52 Anindita Putri W. XII IPS Univ. Trisakti

Desain Komunikasi

Visual

53 Dhiya Ulhaq Q. XII IPS Mercubuana Managemen

54 Salmadianka K. XII IPS STT Telkom Desain Interior

55 Syifa Putri N. XII IPS STT Telkom Desain Interior

56 Syifa Violita XII IPS APP Manegemen

57 Faris Muhammad XII MAK YAMAN Studi Islam

Sumber: Tata Usaha Madrasah Aliyah al-Hamidiyah

Page 136: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

120

Lampiran 8

PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana pola kurikulum pendidikan di Pesantren al-Hamidiyah?

2. Kurikulum keagamaan seperti apa yang direkomendasikan oleh Pesantren al-

Hamidiyah untuk menarik minat masyarakat?

3. Adakah kurikulum khusus yang diterapkan di Pesantren al-Hamidiyah? (kurikulum

yang beda dengan pesantren lain)

4. Apakah Pesantren al-Hamidiyah menjalin kerjasama dalam bidang kurikulum

Keagamaan dengan lembaga lain?

5. Bagaimana pola pengembangan kurikulum kegamaan Pesantren al-Hamidiyah sejak

berdiri hingga sekarang?

6. Berapa kali mengalami pengembagan kurikulum bidang keagamaan pesantren?

7. Berdasarkan prinsip-prinsip apa saja pengembangan kurikulum keagamaan

dilakukan?

8. Apasaja yang menjadi landasan-landasan dalam merancang pengembangan kurikulum

keagamaan tersebut?

9. Seperti apa bentuk mengembangan kurikulum keagamaan yang dilakukan oleh

Pesantren al-Hamidiyah yang berkaitan dengan komponen-komponen kurikulum:

a. Perkembagan tujuan

b. Perkembangan materi/isi bahan ajar

c. Perkembangan metodologi pembelajaran

d. Perkembagan evaluasi hasil belajar

10. Model pengembangan kurikulum seperti apa yang digunakan oleh Pesantren al-

Hamidiyah?

11. Bagaimana bentuk struktur organisasi kelembagaan Pesantren al-Hamidiyah?

12. Bagaimana sistem rekrutment tenaga pendidikan keagamaan?

13. Apasaja kegiatan-kegiatan edukatif tambahan sebagai penunjang kurikulum utama

Pesantren al-Hamidiyah (khususnya dalam bidang keagamaan)?

14. Bagaimana kualitas output yang dihasilkan berdasarkan pengembangan kurikulum

keagamaan yang dilakukan?

Page 137: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

121

Lampiran 9

PEDOMAN OBSERVASI

1. Mengamati kondisi fisik atau sarana dan prasarana pendukung kegiatan pembelajaran

keagamaan

2. Mengamati proses pembelajaran secara umum, baik yang berlangsung di dalam ruangan

maupun di luar ruangan

3. Mengamati aktifitas guru dan kelengkapan dokumen pendukung pembelajaran

4. Mengamati metode dan media yang digunakan dalam proses pembelajaran

5. Mengamati tata waktu dan tempat dalam proses pembelajaran

6. Mengamati kondisi santri saat proses pembelajaran

7. Mengamati situasi dan kondisi lingkungan pesantren

Page 138: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

122

Lampiran 10

DOKUMENTASI KEGIATAN SANTRI PESANTREN AL-HAMIDIYAH

Page 139: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

123

Page 140: PENGEMBANGAN KURIKULUM KEAGAMAAN DI PESANTREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33886/1... · Tanggal Tanda Tangan . Ketua Program . Nama : Dr. H. Sapiudin Shidiq,

124

BIODATA PENULIS

Nama : Lia Suraedah

Alamat : Pesantren al-Qosimiyyah

Kp. Tajur RT 001/04

Ds. Pemagarsari

Kecamatan Parung

Kabupaten Bogor

Jawa Barat

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Januari 1983

Riwayat Pendidikan

1. Pendidikan Formal

a. SD Negeri Pedurenan 1 Bekasi (1989-1995)

b. MTs NU Putri Buntet Pesantren Cirebon (1995-1998)

c. MA HM Tribakti Kediri (1998-2001)

d. S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2001-2005)

e. S2 FITK Megister Pendidikan Agama Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta (2014-2017)

2. Pengalaman Organisasi

a. Kepala Sekolah SMP Islam Terpadu al-Qosimiyyah (2011-2012)

b. Kepala Sekolah SD Islam Terpadu al-Qosimiyyah (2013-2014)

c. Bendahara Yayasan Sunan Drajat Sejahtera (2010-Sekarang)