pengelolaan zakat ditinjau dari aspek …eprints.walisongo.ac.id/277/4/062411031_bab4.pdf ·...

30
61 BAB IV ANALISIS PENDAPAT AHMAD M. SAEFUDDIN TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DITINJAU DARI ASPEK MANAJEMEN A. Analisis Pendapat Ahmad M. Saefuddin tentang Pengelolaan Zakat Ditinjau dari Aspek Manajemen Apabila mencermati dan menyikapi pendapat Ahmad M. Saefuddin tentang pengelolaan zakat ditinjau dari aspek manajemen sebagaimana telah dikemukakan dalam bab tiga, maka substansi atau inti pendapatnya sebagai berikut Menurut M. Saefuddin dalam Islam, zakat dan berbagai bentuk ibadah sedekah lainnya memiliki posisi potensial sebagai sumber pembelanjaan dalam masyarakat muslim. Zakat berposisi fardhu 'ain bagi kita yang beriman dan takwa. Dengan zakat, insya Allah kita mampu membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan income-economic growth with equity. Menurut M. Saefuddin, untuk mengelola atau mengembangkan zakat kita harus memiliki potensi kepemimpinan yang berwibawa, berpengaruh dan mempunyai otoritas dalam menghimpun, mendistribusikun dan memanfaatkan zakat untuk khalayak sasaran berdasarkan syariah. Hendaknya pengumpulan zakat itu berbasis manajemen. Kredibilitas suatu lembaga amil zakat sangat tergantung pada kemampuannya mengelola zakat secara

Upload: duongnga

Post on 27-Aug-2018

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

61

BAB IV

ANALISIS PENDAPAT AHMAD M. SAEFUDDIN TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT DITINJAU DARI ASPEK MANAJEMEN

A. Analisis Pendapat Ahmad M. Saefuddin tentang Pengelolaan Zakat

Ditinjau dari Aspek Manajemen

Apabila mencermati dan menyikapi pendapat Ahmad M. Saefuddin

tentang pengelolaan zakat ditinjau dari aspek manajemen sebagaimana telah

dikemukakan dalam bab tiga, maka substansi atau inti pendapatnya sebagai

berikut

Menurut M. Saefuddin dalam Islam, zakat dan berbagai bentuk ibadah

sedekah lainnya memiliki posisi potensial sebagai sumber pembelanjaan

dalam masyarakat muslim. Zakat berposisi fardhu 'ain bagi kita yang beriman

dan takwa. Dengan zakat, insya Allah kita mampu membangun pertumbuhan

ekonomi sekaligus pemerataan income-economic growth with equity.

Menurut M. Saefuddin, untuk mengelola atau mengembangkan zakat kita

harus memiliki potensi kepemimpinan yang berwibawa, berpengaruh dan

mempunyai otoritas dalam menghimpun, mendistribusikun dan

memanfaatkan zakat untuk khalayak sasaran berdasarkan syariah. Hendaknya

pengumpulan zakat itu berbasis manajemen. Kredibilitas suatu lembaga amil

zakat sangat tergantung pada kemampuannya mengelola zakat secara

62

profesional dan transparan serta dapat meyakinkan masyarakat bahwa zakat

telah dikelola dengan baik.1

Dari pernyataan M. Saefuddin di atas, bahwa pada intinya pengelolaan

zakat itu sebagai berikut: pertama, pengumpulan zakat itu harus berbasis

manajemen. Kedua, zakat harus dikelola secara modern dan terorganisir.

Ketiga, dapat meyakinkan masyarakat bahwa zakat telah dikelola dengan baik

Dari inti pendapatnya itulah, penulis hendak menganalisis sebagai

berikut:

Terlepas bagaimana hukum penggunaan manajemen dalam

pengumpulan zakat, yang jelas pengumpulan zakat berbasis manajemen

seperti yang dikehendaki M. Saefuddin merupakan suatu kebutuhan dalam

masyarakat modern. Kredibilitas suatu lembaga amil zakat sangat tergantung

pada kemampuannya mengelola zakat secara profesional dan transparan.

Selama ini para muzaki umumnya, lebih suka menyampaikan zakat secara

langsung kepada para mustahik. Pembayaran zakat masih banyak dilakukan

sendiri-sendiri mengikuti tradisi yang berlaku secara turun-temurun, tanpa

pemahaman yang utuh (kaffah), belum dikelola secara modern dan

terorganisir, pemanfaatan dan pendistribusiannya belum merata, dan belum

berdaya guna dalam pemberdayaan potensinya untuk mengentaskan

kemiskinan. Ini dapat dipahami bahwa:

1. Muzaki tidak percaya dengan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh amil

selama ini.

1 Ahmad M Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta:

Rajawali Press, 1987, hlm. 113, 114.

63

2. Zakat diyakini umat Islam sebagai ibadah mahdah, karena itu mereka akan

lebih suka menyampaikan langsung pada orang yang berhak (mustahik),

karena dengan demikian mereka beranggapan ibadah mereka telah

ditunaikan langsung.

3. Muzaki lebih yakin bahwa kalau ia menyampaikan sendiri hartanya

kepada para mustahik pasti sampai dan dapat langsung dimanfaatkan oleh

para mustahik. Sedangkan, jika melalui amil zakat mereka kurang yakin

bahwa hartanya telah benar-benar sampai atau belum.

4. Para pengelola zakat masih beranggapan bahwa mengelola zakat hanya

merupakan kegiatan ritual, karena itu, dilakukan hanya sekedar

melaksanakan kewajiban agama dan atas dasar keikhlasan saja.

Melihat kondisi di atas, berarti model dan cara pengelolaan zakat

mesti dirubah. Perubahan mendasar dalam pengelolaan zakat adalah pada

bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa zakat telah dikelola dengan baik.

Masyarakat diyakinkan bahwa harta zakat mereka benar-benar sampai kepada

para pihak yang berhak menerimanya. Karena itu, berkaitan dengan hal ini,

transparansi dalam pengelolaan sangat dibutuhkan, ini karena pada umumnya

keyakinan akan bertambah manakala dibuktikan dengan hal-hal yang riil.

Lembaga zakat telah menunjukkan bahwa ia telah melakukan kegiatan

dengan benar-benar amanah dalam melakukan pengelolaan zakat.

Sebagai lembaga keuangan yang menjadi perantara antara muzaki dan

mustahik melalui jasa pelayanan yang diberikannya, kompetensi yang harus

64

dikembangkan menurut Emmy Hamidiyah (Direktur Eksekutif BAZNAS)

setidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:2

1. Pelayanan prima (service excellent) bagi muzaki dan mustahik dengan

komitmen memberikan pelayanan yang tepat cepat, benar (zero defect)

dengan penanganan keluhan baik (zero complain).

2. Program pendayagunaan ZIS yang kreatif, inovatif tetapi sederhana dan

memungkinkan dapat diakses oleh seluruh mustahik, sesuai dengan

kebutuhan, terukur serta berkelanjutan sehingga benar-benar mampu

meningkatkan status mustahik.

3. Administrasi dan laporan keuangan yang akurat, tepat waktu, transparan

dan dapat diakses oleh para muzaki, mustahik dan stakeholder lainnya.

4. Produk dan program layanan ZIS yang kreatif dan inovatif yang membuat

muzaki semakin meningkat kesadaran dan kemauannya untuk menunaikan

ZIS.

Ketidakmauan muzaki menunaikan zakat melalui amil zakat

sebenarnya dapat diatasi melalui program-program sosialisasi. Sedangkan,

untuk meningkatkan kepercayaan muzaki terhadap lembaga pengelola zakat

diperlukan kualitas manajemen lembaga pengelola zakat dan sifat amanah

para pengelolanya. Upaya menghindari ketidaktepatan dalam mengumpulkan

dan menyalurkan dana zakat, perlu dilakukan melalui manajemen zakat.

Dengan demikian, diharapkan dapat memberdayakan zakat sebagai sarana

untuk mewujudkan tujuan sosial, mengembangkan masyarakat dan

2S. Hadi Permono Pengelolaan Zakat yang Efektif dan Efisien,

http://www.formulaazakat.net/index.php?act=viewartikel&id=51, diakses tanggal 3 Mei 2013

65

menyelamatkan modal harta dan pengembangannya. Konsekuensinya, akan

menimbulkan kepercayaan para mustahik zakat melalui lembaga pengelola

zakat (amil) zakat.

Apabila lembaga pengelola (amil) zakat mengabaikan urgensi

manajemen dalam pengelolaan zakat, maka akan berakibat pada kesalahan-

kesalahan pengelolaan zakat. Kondisi ini akan berakibat pada hilangnya

kepercayaan mustahik untuk menyalurkan zakat melalui amil zakat. Hal ini

bukan saja akan menghilangkan kepercayaan mustahik pada lembaga amil

zakat, lebih dari itu, mereka akan kurang percaya dengan konsep zakat. Pada

gilirannya mereka enggan menunaikan zakat.

Pengelolaan zakat berbasis manajemen dapat dilakukan dengan

asumsi dasar bahwa semua aktivitas yang terkait dengan zakat dilakukan

secara profesional. Selama ini, kegiatan yang berkaitan dengan zakat

dilakukan secara terpisah. Terpisah dalam hal ini maksudnya tidak ada

kesingkronan antara amil zakat, sosialisasi zakat, pengelolaan zakat,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Biasanya yang memiliki

keterkaitan hanya pada pendistribusian, pendayagunaan, dan pengawasan itu

pun belum dilakukan secara profesional.

Pengelolaan zakat secara profesional, perlu dilakukan dengan saling

keterkaitan antara berbagai aktivitas yang terkait dengan zakat. Dalam hal ini,

keterkaitan antara sosialisasi, pengumpulan, pendistribusian/pendayagunaan

serta pengawasan. Semua aktivitas tersebut harus menjadi satu kegiatan yang

utuh, tidak dilaksanakan secara parsial (sendiri-sendiri) atau bergerak sendiri-

66

sendiri. Jika semua kegiatan tersebut tetap dilaksanakan secara parsial, maka

keberhasilan dalam pengumpulan zakat dan pendayagunaan zakat sangat

pesimis akan terwujud. Dikatakan demikian karena, dengan adanya kegiatan

yang utuh dapat saling mengevaluasi satu kegiatan dengan kegiatan yang

lainnya, sehingga ditemukan kelemahan mengenai aspek mana yang tidak

berjalan secara efektif-efisien.

Urgensi pengelolaan zakat, memerlukan pengorganisasian yang rapi

dengan target mencapai efektifitas optimal adalah perintah untuk

mengorganisasikan zakat seperti tersirat dalam surat at-taubah ayat 103.

Pengelolaan zakat secara efektif dan efisien perlu di-manage dengan baik.

Karena itu, dalam pengelolaan zakat memerlukan penerapan fungsi

manajemen modern. Dalam hal ini, dapat mengambil model manajemen

sederhana yang dipelopori oleh James Stoner. Model manajemen tersebut

meliputi proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

pengarahan (actuating) dan pengawasan (controlling). Keempat aktivitas itu,

perlu diterapkan dalam setiap tahapan aktivitas pengelolaan zakat.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam suatu kegiatan sangat

memerlukan sosialisasi. Begitu juga halnya dalam pengelolaan zakat, tahapan

ini sangat diperlukan, karena keberhasilan tahapan berikutnya sangat

tergantung pada tahapan ini. Pada tahapan ini perlu diterapkan manajemen,

artinya tahapan itu perlu direncanakan, diorganisasikan, diarahkan, dan

dikontrol. Begitu juga tahapan berikutnya, pengumpulan, pendistribusian,

pendayagunaan, dan pengawasan, juga perlu diterapkan manajemen.

67

Menurut terminologi, bahwa istilah manajemen hingga kini tidak ada

standar istilah yang disepakati. Istilah manajemen diberi banyak arti yang

berbeda oleh para ahli sesuai dengan titik berat fokus yang dianalisis.3 Hal ini

dapat dilihat sebagai berikut:

1. Manajemen seperti dikemukakan George. R.Terry adalah

Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human beings and other resources. (manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain).4

Dalam buku lainnya, George. R. Terry menyatakan, manajemen

adalah mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh

individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui

tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebut

meliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan,

menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana

mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha

mereka.5

3Moekiyat, Kamus Management, Bandung: Alumni, 1980, hlm. 320. 4George.R.Terry, Principles of Management, Richard D. Irwin (INC. Homewood, Irwin-

Dorsey Limited Georgetown, Ontario L7G 4B3, 1977, hlm. 4. 5George.R.Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Terj. J. Smith, Jakarta: Bumi Aksara,

1993, hlm. 9.

68

2. Menurut Sofyan Syafri Harahap manajemen adalah proses tertentu yang

dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan tertentu yang sudah

ditetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber-sumber lainnya.6

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah

serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan,

mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan

mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk

mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

Dalam proses pelaksanaannya, manajemen mempunyai tugas-tugas

khusus yang harus dilaksanakan. Tugas-tugas khusus itulah yang biasa disebut

sebagai fungsi-fungsi manajemen.

1. Fungsi Perencanaan

Perencanaan adalah kegiatan merumuskan apa yang akan dilakukan di

masa yang akan datang. Perencanaan ini biasanya dirumuskan setelah

penetapan tujuan yang akan dicapai telah ada.7 Pada perencanaan terkandung

di dalamnya mengenai hal-hal yang harus dikerjakan seperti apa yang harus

dilakukan, kapan, di mana dan bagaimana melakukannya? Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia disebutkan bahwa perencanaan dapat berarti proses,

perbuatan, cara merencanakan atau merancangkan.8

Perencanaan dapat berarti meliputi tindakan memilih dan

menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi

6Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Pengawasan dan Manajemen dalam Perspektif Islam,

Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, 1992, hlm. 121. 7Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Pengawasan dan Manajemen dalam Perspektif Islam,

Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, 1992, hlm. 131. 8 Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm. 948.

69

mengenai masa yang akan datang dalam hal memvisualisasikan serta

merumuskan aktivitas-aktivitas yang diusulkan yang dianggap perlu untuk

mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Perencanaan berarti menentukan

sebelumnya apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya.9

Dengan demikian, perencanaan merupakan proses pemikiran, baik secara

garis besar maupun secara detail dari satu pekerjaan yang dilakukan untuk

mencapai kepastian yang paling baik dan ekonomis. Perencanaan merupakan

gambaran dari suatu kegiatan yang akan datang dalam waktu tertentu dan

metode yang akan dipakai. Oleh karena itu, perencanaan merupakan sikap

mental yang diproses dalam pikiran sebelum diperbuat, ia merupakan

perencanaan yang berisikan imajinasi ke depan sebagai suatu tekad bulat yang

didasari nilai-nilai kebenaran.

Untuk memperoleh perencanaan yang kondusif, perlu dipertimbangkan

beberapa jenis kegiatan yaitu;

a. Self-audit (menentukan keadaan organisasi sekarang).

b. Survey terhadap lingkungan

c. Menentukan tujuan (objektives)

d. Forecasting (ramalan keadaan-keadaan yang akan datang)

e. Melakukan tindakan-tindakan dan sumber pengerahan

f. Evaluate (pertimbangan tindakan-tindakan yang diusulkan)

g. Ubah dan sesuaikan "revise and adjust" rencana-rencana sehubungan

dengan hasil-hasil pengawasan dan keadaan-keadaan yang berubah-ubah.

9 George.R.Terry, Prinsip-prinsip Manajemen, Terj. J. Smith, Jakarta: Bumi Aksara,

1993, hlm. 163.

70

h. Communicate, berhubungan terus selama proses perencanaan.10

Rincian kegiatan perencanaan tersebut menggambarkan adanya persiapan

dan antisipasi ke depan yang berkaitan dengan kegiatan perencanaan yang akan

dilakukan. Atas dasar itu maka perencanaan merupakan proses pemikiran dan

pengambilan keputusan yang matang dan sistematis mengenai tindakan-

tindakan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang.11

Merencanakan di sini menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan

dari organisasi tersebut, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai

tujuan dan menyusun hirarki lengkap rencana-rencana untuk

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan.

Dengan demikian perencanaan dapat berjalan secara efektif dan efisien

bila diawali dengan persiapan yang matang. Sebab dengan pemikiran secara

matang dapat dipertimbangkan kegiatan prioritas dan non prioritas, Oleh

karena itu, kegiatan-kegiatan dapat diatur sedemikian rupa, sehingga dapat

mencapai sasaran dan tujuannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka proses perencanaan meliputi langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Forecasting

Forecasting adalah tindakan memperkirakan dan

memperhitungkan segala kemungkinan dan kejadian yang mungkin timbul

dan dihadapi di masa depan berdasarkan hasil analisa terhadap data dan

10Mahmuddin, Manajemen Dakwah Rasulullah (Suatu Telaah Historis Kritis), Jakarta:

Restu Ilahi, 2004, hlm. 24, 11 A.Rosyad Shaleh,, Management Da'wah. Jakarta: Bulan Bintang, 1977, hlm. 64.

71

keterangan-keterangan yang konkrit.12 Singkatnya forecasting adalah

usaha untuk meramalkan kondisi-kondisi yang mungkin terjadi di masa

datang.13 Perencanaan di masa datang memerlukan perkiraan dan

perhitungan yang cermat sebab masa datang adalah suatu prakondisi yang

belum dikenal dan penuh ketidakpastian yang selalu berubah-ubah. Dalam

memikirkan perencanaan masa datang, jangan hanya hendaknya mengisi

daftar keinginan belaka.

Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam rangka forecasting

diperlukan adanya kemampuan untuk lebih jeli di dalam memperhitungkan

dan memperkirakan kondisi objektif suatu kegiatan di masa datang,

terutama lingkungan yang mengitari kegiatan itu, seperti keadaan sosial,

politik, ekonomi dan kebudayaan yang mempunyai pengaruh (baik

langsung maupun tidak langsung) pada setiap pelaksanaan suatu kegiatan.

Dalam kerangka forecasting ini, berbagai tindakan yang perlu

diperhatikan adalah:

1) Evaluasi keadaan

Hal ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan rencana yang lalu

terwujud. Dari hasil telaah dan penelitian itu, maka dapat diketahui

keberhasilan dan kegagalan pelaksanaannya. Dari situ dapat diketahui

12 Ibid., hlm. 65. 13 George R.Terry,, dan Leslie.W.Rue, Dasar-Dasar Manajemen, alih bahasa, G.A.

Ticoalu, Jakarta: Bina Aksara, 1988, hlm. 56.

72

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga memerlukan

tindak lanjut perbaikan di masa datang.14

2) Membuat Perkiraan-perkiraan

Langkah ini dilakukan berdasarkan kecenderungan masa lalu,

dengan bertolak pada asumsi; kecenderungan masa lalu diproyeksikan

pada masa yang akan datang, peristiwa yang terjadi berulang-ulang

pada masa datang, menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa

yang lain. Bertolak dari asumsi di atas, maka diperlukan hal-hal

sebagai berikut;

a) Pendekatan ekstrapolasi; yaitu perluasan data di luar data yang

tersedia, tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yang

tersedia.15

b) Pendekatan normatif; yaitu pendekatan yang berpegang teguh

pada norma atau kaidah yang berlaku.16

c) Pendekatan campuran.

3) Menetapkan sasaran/tujuan

4) Merumuskan berbagai alternatif

5) Memilih dan menetapkan alternatif

6) Menetapkan rencana

b. Objectives

Objectives diartikan sebagai tujuan. Sedangkan yang dimaksud

dengan tujuan adalah nilai-nilai yang akan dicapai atau diinginkan oleh

14 Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 192. 15Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm. 222. 16 Ibid., hlm. 618.

73

seseorang atau badan usaha. Untuk mencapai nilai-nilai itu dia bersedia

memberikan pengorbanan atau usaha yang wajar agar nilai-nilai itu,

terjangkau.17

Penyelenggaraan suatu kegiatan usaha dalam rangka pencapaian

tujuan, dirangkai ke dalam beberapa kegiatan melalui tahapan-tahapan

dalam periode tertentu. Penetapan tujuan ini merupakan langkah kedua

sesudah forecasting. Hal ini menjadi penting, sebab gerak langkah suatu

kegiatan akan diarahkan kepada tujuan. Oleh karena itu, ia merupakan

suatu keadaan yang tidak boleh tidak harus menjadi acuan pada setiap

pelaksanaan kegiatan usaha.

Tujuan tersebut harus diarahkan pada sasaran suatu usaha yang

telah dirumuskan secara pasti dan menjadi arah bagi segenap tindakan

yang dilakukan pimpinan. Tujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk

target atau sasaran kongkrit yang diharapkan dapat dicapai.18 Sasaran

tersebut harus diperjelas secara jelas guna mengetahui kondisi sasaran

yang diharapkan, wujud sasaran tersebut berbentuk individu maupun

komunitas masyarakat.19

c. Mencari berbagai tindakan

Tindakan harus relevan dengan sasaran dan tujuan, mencari dan

menyelidiki berbagai kemungkinan rangkaian tindakan yang dapat

diambil, sebagai tindakan yang bijaksana. Tindakan harus singkron

17 Robert H. Davis, Learning System Design, New York: McGraw-Hill.Inc, 1974, hlm.

90. 18Muchtarom, Zaini, Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Al-Amin, 1997, hlm, 189-

190. 19 Didin Hafidhuddin, op.cit., hlm. 184 – 185.

74

dengan masyarakat, sehingga tercapai sasaran yang telah ditetapkan.

Ketidaksingkronan dalam menentukan tindakan dapat menimbulkan

dampak negatif.

Oleh karena itu jika sudah ditemukan berbagai alternatif tindakan,

maka perencana harus menyelidiki berbagai kemungkinan yang dapat

ditempuh, dalam arti bahwa perencana harus memberikan penilaian

terhadap kemungkinan tersebut. Pada tiap-tiap kemungkinan tersebut,

harus diperhitungkan untung ruginya dengan mempertimbangkan faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Hal ini menjadi dasar pengambilan

keputusan.

d. Prosedur kegiatan

Prosedur adalah serentetan langkah-langkah akan tugas yang

berkaitan, ia menentukan dengan cara-cara selangkah demi selangkah

metode-metode yang tepat dalam mengambil kebijakan.20

Prosedur kegiatan tersebut merupakan suatu gambaran mengenai

sifat dan metode dalam melaksanakan suatu pekerjaan, atau dengan kata

lain, prosedur terkait dengan bagaimana melaksanakan suatu pekerjaan.

e. Penjadwalan (Schedul)

Schedul merupakan pembagian program (alternatif pilihan)

menurut deretan waktu tertentu, yang menunjukkan sesuatu kegiatan harus

20 George R.Terry,, dan Leslie.W.Rue, op.cit., hlm. 69.

75

diselesaikan. Penentuan waktu ini mempunyai arti penting bagi proses

kegiatan suatu usaha. Dengan demikian, waktu dapat memicu motivasi.21

Untuk itu perlu diingat bahwa batas waktu yang telah ditentukan

harus dapat ditepati, sebab menurut Drucker semakin banyak menghemat

waktu untuk mengerjakan pekerjaan merupakan pekerjaan profesional.

f. Penentuan lokasi

Penentuan lokasi yang tepat, turut mempengaruhi kualitas

tindakan. Oleh karena itu, lokasi harus dilihat dari segi fungsionalnya dari

segi untung ruginya, sebab lokasi sangat terkait dengan pembiayaan,

waktu, tenaga, fasilitas atau perlengkapan yang diperlukan. Untuk itulah

lokasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangka

perencanaan suatu usaha.

g. Biaya

Setiap kegiatan memerlukan biaya, kegiatan tanpa ditunjang oleh

dana yang memadai, akan turut mempengaruhi pelaksanaan suatu usaha.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

perencanaan (planning) adalah menentukan dan merumuskan segala apa yang

dituntut oleh situasi dan kondisi pada badan usaha atau unit organisasi yang

kita pimpin. Perencanaan berkaitan dengan upaya yang akan dilakukan untuk

mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan

strategi yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi. Di dalam

perencanaan pengelolaan zakat terkandung perumusan dan persoalan tentang

21 Sondang P. Siagian, op.cit., hlm. 11.

76

apa saja yang akan dikerjakan oleh amil zakat, bagaimana pelaksanaan

pengelolaan zakat, mengapa mesti diusahakan, kapan dilaksanakan, di mana

dilaksanakan, dan oleh siapa kegiatan tersebut dilaksanakan. Dalam badan amil

zakat perencanaan meliputi unsur-unsur; perencanaan sosialisasi, perencanaan

pengumpulan zakat, perencanaan penggunaan zakat, dan perencanaan

pengawasan zakat. Tindakan-tindakan ini diperlukan dalam pengelolaan zakat

guna mencapai tujuan pengelolaan zakat.

2. Fungsi Pengorganisasian

Pengorganisasian merupakan proses pengelompokan kegiatan-kegiatan

untuk mencapai tujuan-tujuan dan penegasan kepada setiap kelompok dari

seorang manejer. Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan

mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia.

Gumur merumuskan organizing ke dalam pengelompokan dan

pengaturan orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan sesuai dengan

rencana yang telah dirumuskan, menuju tercapainya tujuan yang ditetapkan.22

Sedangkan Fayol menyebutkan sebagai to organize a bussiness is to provide it

with everything useful to its fungsioning, raw materials, tools, capital,

personal.23

Fayol melihat bahwa organisasi merupakan wadah pengambilan

keputusan terhadap segala kesatuan fungsi seperti bahan baku, alat-alat

kebendaan, menyatukan segenap peralatan modal dan personil (karyawan).

22 Alex Gumur, Manajemen Kerangka Pokok-Pokok, Jakarta: Barata, 1975, hlm. 23. 23 Henry Fayol, Industri dan Manajemen Umum, Terj. Winardi, London: Sir Issac and

Son, 1985, hlm. 53.

77

Baik Gumur maupun Fayol sama-sama melihat bahwa organizing

merupakan pengelompokan orang-orang dan alat-alat ke dalam satu kesatuan

kerja guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun

mengenai wujud dari pelaksanaan organizing adalah tampaknya kesatuan yang

utuh, kekompakan, kesetiakawanan dan terciptanya mekanisasi yang sehat,

sehingga kegiatan lancar, stabil dan mudah mencapai tujuan yang ditetapkan.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka terlihat adanya tiga unsur

organizing yaitu:

a. Pengenalan dan pengelompokan kerja

b. Penentuan dan pelimpahan wewenang serta tanggung jawab.

c. Pengaturan hubungan kerja.

Setelah adanya gambaran pengertian pengorganisasian sebagaimana telah

diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan pengorganisasian sebagai rangkaian

aktivitas dalam menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap

kegiatan usaha dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang

harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja di

antara satuan-satuan organisasi.24

Pelaksanaan suatu kegiatan usaha dapat berjalan secara efisien dan

efektif serta tepat sasaran, apabila diawali dengan perencanaan yang diikuti

dengan pengorganisasian. Oleh karena itu, pengorganisasian memegang

peranan penting bagi proses suatu kegiatan usaha. Sebab dengan

pengorganisasian, rencana suatu kegiatan usaha akan lebih mudah

24 Mahmuddin, op.cit., hlm. 32.

78

pelaksanaannya, mudah pengaturannya bahkan pendistribusian tenaga kerja

dapat lebih mudah pengaturannya. Hal ini didasarkan pada adanya pengamalan

dan pengelompokan kerja, penentuan dan pelimpahan wewenang dan

tanggungjawab ke dalam tugas-tugas yang lebih rinci serta pengaturan

hubungan kerja kepada masing-masing pelaksana suatu kegiatan usaha.

Mencermati paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

pengorganisasian adalah pengelompokan dan pengaturan sumber daya manusia

untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan sesuai dengan rencana yang telah

dirumuskan, menuju tercapainya tujuan yang ditetapkan. Pengorganisasian

dimaksudkan untuk mengadakan hubungan yang tepat antara seluruh tenaga

kerja dengan maksud agar mereka bekerja secara efisien dalam mencapai

tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Pengorganisasian berarti mengkoordinir pemanfaatan sumberdaya

manusia dan sumber daya materi yang dimiliki oleh lembaga amil zakat yang

bersangkutan. Efektivitas sebuah amil zakat sangat ditentukan oleh

pengorganisasian sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuannya.

Dengan demikian, semakin terkoordinir sumber daya manusia dan sumber daya

materi sebuah amil, akan semakin efektif amil itu.

Dalam kaitannya dengan Amil zakat pengorganisasian meliputi

pengorganisasian sosialisasi, pengorganisasian pengumpulan, pengorganisasian

dalam penggunaan zakat, dan pengorganisasian dalam pengawasan amil zakat.

Dalam konteks ini pertama-tama yang harus diketahui adalah apa yang akan

dikerjakan oleh masing-masing job tersebut, kemudian baru dicarikan orang

79

yang akan menyelenggarakan pekerjaan itu dengan segala persyaratannya.

Pengorganisasian terhadap semua aspek tersebut dimaksudkan agar

sumberdaya manusia dan sumberdaya materi yang ada pada suatu amil zakat

termanfaatkan secara efektif dan efisien serta tidak tumpang tindih. Dengan

demikian, lembaga zakat akan terhindar dari sekedar tempat penampungan

belaka, sehingga berakibat pemborosan, karena orang-orang yang tidak tepat,

dan tidak terbiasa bekerja sesuai tujuan, tidak mengetahui apa yang nanti

dikerjakan dan apa yang hendak dicapai.

3. Fungsi Penggerakan

Pengertian penggerakan adalah seluruh proses pemberian motivasi kerja

kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja

dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan

ekonomis.25 Setelah rencana ditetapkan, begitu pula setelah kegiatan-kegiatan

dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan, maka tindakan berikutnya

dari pimpinan adalah menggerakkan mereka untuk segera melaksanakan

kegiatan-kegiatan itu, sehingga apa yang menjadi tujuan suatu kegiatan usaha

benar-benar tercapai. Tindakan pimpinan menggerakkan itu disebut

"penggerakan" (actuating)

Inti kegiatan penggerakan adalah bagaimana menyadarkan anggota suatu

organisasi untuk dapat bekerjasama antara satu dengan yang lain.26 Menurut

SP. Siagian bahwa suatu organisasi hanya bisa hidup apabila di dalamnya

25 M. Munir, dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2006, hlm.

139. 26 Mahmuddin, op.cit., hlm. 36.

80

terdapat para anggota yang rela dan mau bekerja-sama satu sama lain.

Pencapaian tujuan organisasi akan lebih terjamin apabila para anggota

organisasi dengan sadar dan atas dasar keinsyafannya yang mendalam bahwa

tujuan pribadi mereka akan tercapai melalui jalur pencapaian tujuan organisasi.

Kesadaran merupakan tujuan dari seluruh kegiatan penggerakan yang metode

atau caranya harus berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dapat

diterima oleh masyarakat. 27

Kesadaran yang muncul dari anggota organisasi terutama kaitannya

dengan proses suatu kegiatan usaha, maka dengan sendirinya telah

melaksanakan fungsi manajemen. Penggerakan merupakan lanjutan dari fungsi

perencanaan dan pengorganisasian, setelah seluruh tindakan dipilah-pilah

menurut bidang tugas masing-masing, maka selanjutnya diarahkan pada

pelaksanaan kegiatan. Tindakan pimpinan dalam menggerakkan anggotanya

dalam melakukan suatu kegiatan, maka hal itu termasuk actuating.

Unsur yang sangat penting dalam kegiatan adalah penggerakan setelah

unsur manusia, sebab manusia terkait dengan pelaksanaan program. Oleh

karena itu, di dalam memilih anggota suatu organisasi dan dalam meraih

sukses besar, maka yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mendapatkan

orang-orang yang cakap. Dengan mendapatkan orang-orang yang cakap

berarti akan memudahkan dalam pelaksanaan suatu kegiatan usaha.

27 SP. Siagian., op.cit., hlm. 80.

81

Tindakan untuk menggerakkan manusia oleh Panglaykim disebut

dengan leadership (kepemimpinan), perintah, instruksi, communication

(hubung menghubungi), conseling (nasihat).28

Menyikapi keterangan di atas, maka kesimpulannya bahwa

penggerakan (actuating) adalah suatu fungsi pembimbingan orang agar

kelompok itu suka dan mau bekerja. Penekanan yang terpenting dalam

penggerakan adalah tindakan membimbing, mengarahkan, menggerakkan,

agar bekerja dengan baik, tenang, dan tekun, sehingga dipahami fungsi, dan

diferensiasi tugas masing-masing. Hal ini diperlukan, karena dalam suatu

hubungan kerja, diperlukan suatu kondisi yang normal, baik, dan

kekeluargaan (familiar). Untuk mewujudkan hal ini, tidak terlepas dari peran

piawai seorang pimpinan. Seorang pimpinan harus mampu menuntun dan

mengawasi bawahan agar yang sedang dikerjakan sesuai dengan yang

direncanakan.

Berkaitan dengan pengelolaan zakat, penggerakan memiliki peran

stategis dalam memberdayakan kemampuan sumber daya amil zakat. Dalam

konteks ini penggerakan sekaligus memiliki fungsi sebagai motivasi, sehingga

sumber daya amil zakat memiliki disiplin kerja tinggi. Untuk menggerakkan

dan memotivasi karyawan, pimpinan amil zakat harus mengetahui motif dan

motivasi yang diinginkan oleh para pengurus amil zakat. Satu hal yang harus

dipahami bahwa orang mau bekerja karena mereka ingin memenuhi

kebutuhannya, baik kebutuhan yang disadari maupun kebutuhan yang tidak

28 Panglaykim dan Hazil Tanzil, Manajemen Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia,

1981, hlm. 39 – 40.

82

disadari, berbentuk materi atau non-materi, kebutuhan fisik maupun rohaniah.

Mengingat pentingnya motivasi, maka wujud perhatian pihak manajemen

mengenai masalah motivasi karyawan dalam bekerja ialah melakukan usaha

pemotivasian pada karyawan amil zakat melalui serangkaian usaha tertentu

sesuai dengan kebijakan lembaga amil zakat.

4. Fungsi Pengendalian dan Evaluasi

Pengendalian berarti proses, cara, perbuatan mengendalikan,

pengekangan, pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan

hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan

hasil pengawasan.29

Pengertian pengendalian menurut istilah adalah proses kegiatan untuk

mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki dan

mencegah terulangnya kembali kesalahan itu, begitu pula mencegah sebagai

pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang telah ditetapkan.30

Pengendalian atau pengawasan yang dilakukan sering disalah artikan

untuk sekedar mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal sesungguhnya

pengendalian atau pengawasan ialah tugas untuk mencocokkan program yang

telah digariskan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil bahwa pengawasan

adalah mengetahui kejadian-kejadian yang sebenarnya dengan ketentuan dan

29 DEPDIKNAS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit., hlm. 543 30 Abdul Arifin Rahman, Kerangka Pokok-Pokok Management Umum. Jakarta: Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1976, hlm. 99.

83

ketetapan peraturan, serta menunjuk secara tepat terhadap dasar-dasar yang

telah ditetapkan dalam perencanaan semula.

Proses kontrol merupakan kewajiban yang terus menerus harus

dilakukan untuk pengecekan terhadap jalannya perencanaan dalam organisasi,

dan untuk memperkecil tingkat kesalahan kerja. Kesalahan kerja dengan

adanya pengontrolan dapat ditemukan penyebabnya dan diluruskan.

Kegiatan-kegiatan yang ada dalam masing-masing fungsi atau tahapan

manajemen, yakni: pertama, dalam perencanaan (planning) yang harus

dilakukan adalah menetapkan tujuan dan target kegiatan; merumuskan strategi

untuk mencapai tujuan dan target kegiatan; menentukan sumber-sumber daya

yang diperlukan; dan menerapkan standar/indikator keberhasilan dalam

pencapaian tujuan dan targetnya.

Kedua, dalam fungsi atau tahapan pengorganisasian (organizing), yang

perlu dilakukan adalah mengalokasikan sumberdaya, merumuskan dan

menetapkan tugas serta menetapkan prosedur yang diperlukan; menetapkan

struktur organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggung

jawab; kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan, dan pengembangan

sumberdaya manusia/tenaga dan kegiatan penempatan sumberdaya manusia

pada posisi yang paling tepat.

Ketiga, dalam fungsi atau tahapan penggerakan (actuating), yang harus

dilakukan adalah mengimplementasikan proses kepemimpinan,

pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada sumber daya yang direkrut

agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan;

84

memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan, dan menjelaskan

kebijakan yang ditetapkan.

Keempat, dalam fungsi atau tahapan pengawasan (controlling), yang

harus dilakukan adalah mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan

dan target kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan; mengambil

langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan,

dan melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait

dengan pencapaian tujuan dan target kegiatan.

Berdasarkan uraian di atas, kesimpulan yang dapat diambil

bahwa yang menonjol dari konsep Ahmad M. Saefuddin adalah

penekanannya pada manajemen modern dan regulasi undang-undang

pengelolaan zakat. Dalam kaitannya dengan manajemen modern, Ahmad M.

Saefuddin merekomendasikan agar pengelolaan zakat dikelola secara

sistematis yang bertumpu pada planning, organizing, actuating dan

controlling. Keempat fungsi manajemen ini menurut Ahmad M. Saefuddin

harus dijalankan secara ketat dan disiplin serta berpijak pada prinsip efisiensi

dan menghindari tumpah tindih dalam pembagian tugas dan wewenang dari

para pengelola zakat. Dalam kaitannya dengan regulasi undang-undang,

menurut Ahmad M. Saefuddin, untuk adanya kepastian dan aturan yang jelas,

maka pengelolaan zakat harus dirumuskan dalam undang-undang dengan

memperhatikan aspek masyarakat dan negara dalam hubungan timbal balik.

Dengan demikian bedanya konsep Ahmad M. Saefuddin dengan ahli lain

yaitu bahwa konsep Ahmad M. Saefuddin menggunakan pendekatan

85

manajemen modern dan pendekatan sosiolologis (artinya Ahmad M.

Saefuddin menggagas tentang pengelolaan zakat berangkat dari fenomena

yang terjadi di masyarakat. Dalam hal ini, Ahmad M. Saefuddin melihat

kenyataan di masyarakat bahwa masyarakat masih kurang percaya dengan

sistem pengelolaan zakat yang ada di Indonesia ini. Akan tetapi kekurangan

konsep Ahmad M. Saefuddin adalah beliau agak mengenyampingkan

pendapat-pendapat ulama terdahulu. Beliau terlalu mengagungkan sistem

manajemen modern yang sekuler.

B. Aktualisasi Pendapat Ahmad M. Saefuddin tentang Pengelolaan Zakat

Ditinjau dari Aspek Manajemen dan Pengelolaan Zakat di Indonesia

Saat Ini

Aktualisasi (perwujudan) pendapat Ahmad M. Saefuddin tentang

pengelolaan zakat yaitu pada saat ini bangsa Indonesia telah memiliki

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 (Undang-undang Tentang

Pengelolaan Zakat). Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun

2011 (Undang-undang Tentang Pengelolaan Zakat) ditegaskan pengelolaan

zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Ayat (7)

menyatakan Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS

adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Ayat (8)

menandaskan Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah

86

lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu

pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Dalam Pasal 2 undang-undang tersebut bahwa pengelolaan zakat

berasaskan:

a. syariat Islam; b. amanah; c. kemanfaatan; d. keadilan; e. kepastian hukum; f. terintegrasi; dan g. akuntabilitas.

Dalam Pasal 3 undang-undang tersebut, bahwa pengelolaan zakat

bertujuan:

a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan

zakat; dan

b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

dan penanggulangan kemiskinan.

Dalam Pasal 1 ayat (9) undang-undang di atas bahwa Unit Pengumpul

Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk

oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat. Dalam Pasal 1 ayat (11)

bahwa hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan

untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai syariat Islam.

Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, ditegaskan bahwa BAZNAS

menyelenggarakan fungsi:

a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

87

b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

dan

d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

Pasal 17 undang-undang tersebut menyatakan: untuk membantu

BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ (Lembaga Amil

Zakat).

Tujuan dilaksanakannya pengelolaan zakat oleh pengelola zakat antara

lain: pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penunaian dan

pelayanan zakat. Sebagaimana realitas yang ada di masyarakat sebagian besar

umat Islam yang kaya (mampu) belum menunaikan ibadah zakatnya, jelas ini

bukan persoalan kemampuan, tetapi menyangkut kurangnya kesadaran

berzakat dikalangan umat Islam.

Kedua, meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam

upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. Zakat

merupakan salah satu institusi yang dapat dipakai untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat atau menghapuskan derajat kemiskinan masyarakat

serta mendorong terjadinya keadilan distribusi harta. Dikatakan demikian,

karena zakat dipungut dari orang-orang kaya untuk kemudian didistribusikan

kepada orang-orang yang lemah. Dalam hal ini akan terjadi aliran dana dari

para aghniya kepada dhuafa dalam berbagai bentuknya mulai dari kelompok

konsumtif maupun produktif (investasi). Maka secara sadar, penunaian zakat

88

akan membangkitkan solidaritas sosial, mengurangi kesenjangan sosial dan

pada gilirannya akan mengurangi derajat kejahatan di tengah masyarakat.

Lembaga zakat harus memahami peranan ini.

Ketiga, meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Setiap lembaga

zakat sebaiknya memiliki database tentang muzaki dan mustahik. Profil

muzaki perlu didata untuk mengetahui potensi-potensi atau peluang untuk

melakukan sosialisasi maupun pembinaan kepada muzaki.

Muzaki adalah nasabah kita seumur hidup, maka perlu adanya

perhatian dan pembinaan yang memadai guna memupuk nilai

kepercayaannya. Terhadap mustahik pun juga demikian, program

pendistribusian dan pendayagunaan harus diarahkan sejauh mana mustahik

tersebut dapat meningkatkan kualitas kehidupannya, dari status mustahik

berubah menjadi muzaki.

Untuk mencapai tujuan di atas, kelembagaan dalam pengelolaan zakat

memiliki posisi strategis. Dengan pengelolaan zakat secara kelembagaan,

pengumpulan dan pendistribusian/pendayagunaan zakat akan lebih optimal.

Fungsi pengumpulan dan pendistribusian zakat bisa dilakukan secara

bersama-sama antara lembaga zakat, sehingga masing-masing lembaga zakat

tidak berjalan secara parsial (sendiri-sendiri) seperti halnya lembaga profit

(yang hanya mencari keuntungan) . Disini perlu disadari bahwa lembaga zakat

bukan lembaga profit yang berorientasi pada keuntungan semata, tetapi harus

dikelola secara profesional. Oleh karena itu, semua lembaga zakat (BAZ dan

LAZ) perlu bekerjasama dan ada jaringan kerja.

89

Kelembagaan merupakan syarat mutlak dalam pengelolaan zakat

berbasis manajemen. Sahal Mahfudz menyatakan bahwa pengelolaan zakat

harus tertata dengan melembagakan zakat itu sendiri. Bukan hanya dengan

pembentukan panitia, tetapi hal ini menyangkut aspek manajemen modern

yang dapat diandalkan, agar zakat menjadi kekuatan yang berarti.31

Pelembagaan pengelolaan zakat mencakup aspek-aspek pengumpulan,

administrasi modern, tasharruf (pemanfaatan), monitoring dan evaluasi

(penilaian keberhasilan) yang diperlukan pada sebuah organisasi yang kuat

dan rapi.

Kelembagaan dalam pengelolaan zakat merupakan mediasi antara

kelompok muzaki dan mustahik zakat. Seorang muzaki adakalanya enggan

berhubungan langsung dengan mustahik. Muzaki yang seperti ini dapat

menyerahkan zakat lewat lembaga pengelola zakat. Demikian juga sebaliknya,

bagi para mustahik pada umumnya, mereka ada yang mau meminta-minta dan

ada yang tidak mau meminta-minta. Alasan mereka tentunya bermacam-

macam, baik karena malu, menjaga harga diri atau yang lainnya. Dalam

kondisi yang demikian, antara muzaki dan mustahik zakat tidak akan ketemu,

tidak akan ada saling ketergantungan, karena masing-masing pihak

mempunyai ukuran dan prinsip yang subjektif. Pentingnya kelembagaan

dalam pengelolaan zakat bukan saja memfasilitasi muzaki yang enggan

berhubungan langsung dengan mustahik atau sebaliknya. Lebih dari itu,

31 Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta: LKis, 1994, hlm. 145-146.

90

lembaga zakat sangat urgen dalam kerangka penataan dan pengorganisasian

harta zakat. Sehingga zakat benar-benar dinikmati oleh para mustahik.

Penataan dan pengorganisasian dalam melaksanakan kewajiban zakat,

dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat mempertegas manfaat dan tujuan

kelembagaan dalam pengelolaan.