pengelolaan penyadapan tanaman karet (hevea … · karet gurach batu estate pt bakrie sumatera...
TRANSCRIPT
i
PENGELOLAAN PENYADAPAN TANAMAN KARET (Hevea
brasiliensis Muell-Arg) DI PERKEBUNAN KARET GURACH
BATU ESTATE PT BAKRIE SUMATERA PLANTATION Tbk,
ASAHAN, SUMATERA UTARA
AWLIYA RAHMI ARJA
A24120155
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan
Penyadapan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) di Perkebunan
Karet Gurach Batu Estate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan,
Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Awliya Rahmi Arja
A24120155
iii
ABSTRAK
AWLIYA RAHMI ARJA. Pengelolaan Penyadapan Tanaman Karet (Hevea
brasiliensis Muell-Arg.) di Perkebunan Karet Gurach Batu Estate PT Bakrie
Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SUPIJATNO.
Kegiatan magang ini dilaksanakan di Divisi IV Gurach Batu Estate, PT
Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Sumatera Utara sejak Februari 2016 sampai Juni
2016. Tujuan pelaksanaan magang adalah mempelajari dan melakukan kegiatan
penyadapan karet untuk meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial secara
langsung di lapangan. Penyadapan adalah kegiatan utama pada perkebunan karet,
maka harus dilakukan dengan manajemen yang baik. Penyadapan di GBE belum
sesuai dengan standar perusahaan namun masih dalam rentang yang dapat
ditoleransi. Rata-rata ketebalan pemakaian kulit sadap ada frekuensi sadap d/4 dan
d/3 adalah 1,3 mm dan 1,6 mm. Rata–rata kedalaman irisan sadap pada sadapan
d/4 adalah 2,5 mm dan pada sadapan d/3 0,9 mm. Produksi latek oleh penyadap
kelas A lebih banyak dibanding kelas B, dan pemakaian kulit oleh kelas A lebih
sedikit dibanding kelas B. Kecepatan menyadap kelas A dan kelas B tidak berbeda
nyata yaitu sekitar 16,17 detik pohon-1
dan 17,97 detik pohon-1
. Aplikasi zat
stimulan yang dilakukan di Divisi IV GBE telah sesuai dengan aturan dan standar
perusahaan. Persentase serangan KAS pada klon RRIM 921, PB 260 dan IRR 118
adalah 6,6%, 7,5%, dan 5,75%. Sebaiknya dilakukan penanganan yang lebih
serius terhadap serangan KAS di GBE karena tingkat serangan tergolong tinggi.
Pengawasan sadapan pada panel B sebaiknya lebih diperhatikan.
Kata kunci: karet, penyadapan, stimulan
ABSTRACT
AWLIYA RAHMI ARJA. Rubber tapping system (Hevea brasiliensis Muell-
Arg.) at Gurach Batu Estate PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan,
Sumatera Utara. Supervised by SUPIJATNO.
The internship program was conducted at Gurach Batu Estate PT Bakrie
Sumatera Plantation Tbk, North Sumatera began from Februari 2016 until June
2016. This internship was aimed to analyze rubber tapping system directly at the
field so could improve the technical and management skill. Tapping was a main
aspect in rubber plantation so it must be well managed and controlled. Tapping in
GBE was not complify to company standard but still in tolerate range. Bark
consumption of d/3 and d/4 tapping frequency were 1,3 mm and 1,6 mm and its
tapping depth were 2,5 mm and 0,9 mm, both are out of company standard range.
Latex production by A class tapper was higher than B class tapper and monthly
bark consumption by A class tapper was lower than B class tapper. Tapping speed
between A class tapper and B class tapper was not significantly different, it’s
around 16,17 second tree -1
and 17,97 second tree-1
. Stimulant application in GBE
is complify to company standard. Tapping Panel Dryness (TPD) disease in clone
RRIM 921, PB 260 and IRR 118 are 6,6%, 7,5%, and 5,75%. There should be a
serious effort to handle TPD because the precentage of disease was high. Tapping
supervision in Panel B should be done better.
Keywords: rubber,stimulant,tapping,
PENGELOLAAN PENYADAPAN TANAMAN KARET (Hevea
brasiliensis Muell-Arg) DI PERKEBUNAN KARET GURACH
BATU ESTATE PT BAKRIE SUMATERA PLANTATION
Tbk, ASAHAN, SUMATERA UTARA
AWLIYA RAHMI ARJA
A241120155
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini berjudul Pengelolaan Penyadapan Tanaman Karet (Hevea
brasiliensis Muell-Arg.) di Perkebunan Karet Gurach Batu Estate PT Bakrie
Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara berdasarkan penelitian dan
kegiatan magang yang telah dilakukan sejak Februari sampai Juni 2016.
Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Supijatno, M.Si, selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam
menyelesaikan usulan penelitian ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ahmad
Junaedi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, Bapak Dr.Ir. Sudradjat,
MS. dan Ibu Dr. Ir. Faiza C. Suwarno MS. selaku dosen penguji. Terima kasih
kepada seluruh Bapak Ibu dosen Agronomi dan Hortikultura yang telah
mengajarkan dan membagi ilmunya kepada saya. Terima kasih kepada manajer
Gurach Batu Estate bapak Ir. Adni Said, asisten Divisi IV GBE bapak Hari
Pramono S.P., dan karyawan GBE yang telah membantu kelancaran kegiatan
magang dan pegambilan data untuk skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayah, Ama, adik-adik, seluruh keluarga, serta sahabat atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Terima
kasih.
Bogor, November 2016
Awliya Rahmi Arja
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2 Botani Karet 2
Penyadapan 3 Konsumsi Kulit Sadapan 3
Tenaga Kerja Penyadapan 4 Aplikasi Zat Stimulansia 4
Kering Alur Sadap 5 METODE MAGANG 5
Tempat dan Waktu Penelitian 5 Metode Pelaksanaan 5
Pengamatan dan Pengumpulan Data 6 Analisis Data 7
KEADAAN UMUM 7 Letak Geografis dan Wilayah Administratif 7
Keadaan Iklim dan Tanah 8 Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan 8
Keadaan Tanaman dan Produksi 9 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 12 Aspek Teknis 12
Aspek Manajerial 22 Pembahasan 24
KESIMPULAN DAN SARAN 26 Kesimpulan 26
Saran 27 DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 31 RIWAYAT HIDUP 40
DAFTAR TABEL
1 Luas areal konsesi dan tata guna lahan Gurach Batu Estate 8
2 Luas areal TBM dan TM karet Divisi IV GBE berdasarkan tahun tanam 9
3 Produksi dan produktivitas karet GBE tahun 2011-2015 10
4 Rincian jumlah tenaga kerja aktif di kebun Gurach Batu Estate 11
5 Jumlah borongan penyadap pada setiap panel 16
6 Pengelolaan dan perencanaan bidang sadapan PT BSP 17
7 Kondisi kulit sadapan berdasarkan frekuensi penyadapan 17
8 Kondisi kulit sadapan berdasarkan panel sadap 18
9 Kecepatan sadap, pemakaian kulit, dan hasil sadapan penyadap
berdasarkan kelas
19
10 Warna kapur inspeksi 21
11 Tanda inspeksi penyadapan yang digunakan di PT BSP 22
DAFTAR GAMBAR
1 Produksi karet kering bulanan Gurach Batu Estate tahun 2014-2016 10
2 Bibit APM yang sudah diberi kapur 13
3 Penandaan tanaman yang terserang JAP dan gejalanya 14
4 Garis penuntun bukaan sadap tanaman karet 15
5 Penandaan batas hanca, tapping area, dan blok 16
6 Respon produksi lateks setelah aplikasi stimulan 19
7 Persentase tanaman terserang KAS pada beberapa klon tahun 2016 20
8 Tanaman yang terserang Kering Alur Sadap (KAS) dan bark nekrosis 20
9 Alat dan pelaksanaan inspeksi sadapan 21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jurnal kegiatan sebagai karyawan harian lepas 31
2 Jurnal kegiatan sebagai pendamping mandor dan krani 33
3 Jurnal kegiatan sebagai pendamping asisten 35
4 Peta kebun Gurach Batu Estate 37
5 Tabel curah hujan di GBE tahun 2006-2015 38
6 Struktur organisasi kebun Gurach Batu Estate 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet alam adalah salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia yang
diproduksi tanaman karet (Hevea brasiliesis Muell-Arg). Ekspor karet merupakan
salah satu sektor yang selama ini menopang perekonomian Indonesia pasca krisis
1998. Data BPS (2014) menyebutkan bahwa pada tahun 2013 volume ekspor
karet alam Indonesia mencapai 2.590.200 ton dengan total nilai ekspor sebesar
US$6,6 milyar. Ekspor karet Indonesia masih dalam bentuk karet remah. Sekitar
85,96% produksi karet alam Indonesia diekspor ke mancanegara dan hanya
sebagian kecil yang dikonsumsi dalam negeri.
Pemenuhan kebutuhan karet dunia sebagian telah tergantikan oleh karet
sintetik. Adanya karet sintetik tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran karet
alam. Beberapa kelebihan karet alam yang tidak dapat dipenuhi oleh karet sintetik
adalah elastisitas yang tinggi dan daya lenting sempurna, daya aus yang tinggi,
tidak mudah panas dan tahan terhadap keretakan.
Tahun 2012 Indonesia memiliki perkebunan karet seluas 3.506.201 ha
dengan produksi mencapai 3.012.254 ton dan produktivitas 1.073 kg karet kering
ha-1
(Ditjenbun, 2014). Perkebunan karet ini sebagian besar adalah perkebunan
rakyat yaitu 85,06%, perkebunan besar milik swasta 7,9% dan perkebunan milik
negara sebesar 6,95%. Perkebunan karet Indonesia masih jauh lebih luas
dibandingkan lahan karet Malaysia dan Thailand namun produksi karet Indonesia
masih di bawah negara-negara tersebut. Luas perkebuan karet Malaysia adalah
1.048.000 ha dengan produktivitas 1.494 kg ha-1
dan luas perkebunan karet
Thailand sebesar 2.760.000 ha dengan produktivitas 1.800 kg ha-1
(ANRPC, 2011).
Kuantitas dan kualitas sadapan di perkebunan karet Indonesia masih rendah,
kebun tidak terawat, dan petani karet memiliki pendapatan yang kecil
(Kemenperin, 2014). Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya produksi karet
Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain: teknik budidaya yang kurang tepat,
sistem eksploitasi atau manajemen teknis penyadapan yang belum efisien,
penyakit akar dan kering alur sadap yang belum dapat teratasi, dan masih
kurangnya pengembangan klon unggul yang tahan penyakit.
Pelaksanaan teknis penyadapan karet akan berkaitan dengan produktivitas
tanaman, umur ekonomis tanaman dan perencanaan produksi untuk periode
mendatang. Manajemen penyadapan dapat dilakukan dengan memperhatikan
konsumsi kulit sadap, keterampilan tenaga kerja penyadap, dan penggunaan
aplikasi zat stimulansia. Konsumsi kulit akan dipengaruhi oleh frekuensi atau
intensitas penyadapan, kedalaman irisan, ketebalan irisan dan waktu penyadapan.
Bila faktor-faktor tersebut dikombinasikan dengan baik dan dirumuskan dalam
bentuk notasi atau sistem eksploitasi yang benar maka akan dapat meningkatkan
produktivitas tanaman karet. Tenaga kerja penyadapan pada kelas berbeda
memiliki tingkat keterampilan yang berbeda, sehingga jumlah produksi lateks
yang dihasilkan juga berbeda (Robianto, 2013). Perkebunan karet Dolok Ulu PT
BSRE menempatkan kelas penyadap pada sistem sadap yang berbeda karena akan
mempengaruhi produksi dan pemakaian kulit sadapan. Penyadap Kelas A
ditempatkan pada sadap tarik ½ S d/3 dan penyadap junior pada sistem sadap
2
sorong ¼ S d/3. Hal ini ditetapkan berdasarkan produksi cuplump yang dihasilkan
(Wiguna, 2014)
Harga karet di pasaran dunia (SIR 20) selama 2015 hanya USD 1,2 kg-1
sedangkan harga di tingkat petani adalah Rp4.000,00-Rp5.500,00 kg-1
karet
kering. Harga ini adalah harga paling rendah selama satu dekade terakhir
(Gapkindo, 2015). Harga karet 2016 mulai sedikit meningkat yaitu sekitar
Rp7.000,00 kg-1
karet kering di tingkat petani (Gapkindo, 2016). Melihat harga
karet yang merosot belakangan ini memang tidak dapat dihindari namun harus
dihadapi dengan pengaturan manajemen penyadapan yang lebih efisien agar tidak
menimbulkan kerugian yang lebih banyak. Apabila kondisi ini dihadapi dengan
gegabah tanpa perencanaan yang jelas maka hanya akan menambah kerugian.
Penyadapan yang dilakukan sistem eksploitasi tinggi dan aplikasi zat stimulansia
akan menyebabkan tingginya penyakit kering alur sadap. Penyadapan yang
dilakukan sembarangan akan menghambat peremajaan kulit sadap (Obuayeba et
al., 2009).
Menjalankan manajemen penyadapan yang baik akan menjaga kontinuitas
produksi karet dan meningkatkan produksi karet pada periode puncaknya. Selain
itu, tanaman karet adalah tanaman perkebunan yang umur ekonomisnya cukup
panjang mencapai 20 tahun. Harga yang merosot selama dua tahun terakhir
seharusnya tidak lantas menyurutkan semangat karena masih akan tertutupi
dengan masa produksi yang panjang. Seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi
masih ada kemungkinan dan peluang bahwa dalam setahun atau dua tahun ke
depan harga karet akan kembali membaik.
Tujuan
Pelaksanaan magang secara umum bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman, keterampilan teknis dan manajerial tentang penyadapan karet secara
langsung di lapangan.
Tujuan magang secara khusus adalah mempelajari dan mengetahui sistem
penyadapan tanaman karet di perkebunan karet Gurach Batu Esatate PT Bakrie
Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara. Setelah mengikuti pekerjaan
sesuai dengan prosedur, dapat meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial
secara langsung di lapangan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Karet
Karet adalah tanaman yang berasal dari wilayah Amerika yang beriklim
tropis, karet bisa tumbuh di Indonesia yang juga beriklim tropis. Karet merupakan
tanaman dataran rendah dengan ketinggian 0-400 m dpl. Karet merupakan pohon
yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai
15-25 meter. Kulit batang karet mengandung getah yang disebut lateks. Getah
inilah yang dipanen dari tanaman karet dangan cara penyadapan (Siregar dan
Suhendry, 2013).
Tanaman karet dapat disadap mulai umur 5-6 tahun. Produktivitas lateks
umumnya akan semakin meningkat sesuai dengan pertambahan umur tanaman.
Tahun-tahun awal sejak mulai disadap produksi karet biasanya hanya 100-1.000
3
kg karet kering ha-1
tahun-1
. Produksi tersebut akan terus meningkat hingga
mencapai puncaknya pada tahun ke-8 sebesar 2.000 kg karet kering ha-1
tahun-1.
Setelah itu, produksi akan terus menurun sampai diremajakan (Setiawan dan
Andoko, 2005).
Penyadapan
Produksi lateks dari tanaman karet selain ditentukan oleh keadaan tanah dan
pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen
penyadapan. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada
ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 45 cm dan 60%
dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut maka areal pertanaman
sudah siap dipanen. Menurut Balitsembawa (2006), beberapa hal yang perlu
diperhatikan saat awal membuka bidang sadap adalah:
Peralihan tanaman dari TMB ke TM, apabila didukung dengan kondisi
pertumbuhan yang sehat dan baik maka tanaman karet akan memenuhi
kriteria matang sadap pada umur 5–6 tahun.
Tinggi bukaan sadap,tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke
bawah (Downward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas
(Upward tapping system,UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah.
Waktu bukaan sadap, Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu pada
permulaan musim hujan (Juni) dan permulaan masa intensifikasi sadapan
(bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak semua tanaman yang sudah matang
sadap lalu langsung disadap.
Kemiringan irisan sadap, permulaan sadapan dimulai dengan sudut
kemiringan sebesar 40° dari garis horizontal. Besar sudut irisan akan semakin
mengecil hingga 30° bila mendekati pertautan bekas okulasi. Jika
menggunakan sistem sadapan ke atas maka sudut irisan akan semakin
membesar.
Prinsip penyadapan adalah mengeluarkan getah karet (lateks) dengan
melukai kulit batang tanaman karet secara terukur dan terbatas. Penyadapan pada
batang utama bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks di kulit
pohon. Pembuluh lateks yang dilukai akan pulih kembali dalam rentang waktu
tertentu sehingga dapat dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya
Keluarnya lateks karena adanya tekanan pada pembuluh lateks dari tekanan
turgor sel. Semakin banyak isi sel semakin besar tekanan tugor pada dinding sel.
Tekanan turgor paling besar pada tanaman karet terjadi sekitar pukul 04.00-08.00
pagi (Rodrigo, 2010). Penyadapan dianjurkan untuk dilaksanakan pada rentang
waktu tersebut.
Penyadapan memberikan pengaruh besar terhadap konsentrasi karbohidrat
pada batang tanaman. Konsentrasinya lebih tinggi dibanding pada pohon karet
yang tidak disadap. Regenerasi dan biosintesis lateks memerlukan karbohidrat
sebagai substrat dan sumber energi metabolik mengingat bahwa penyadapan
adalah sebagai sink tambahan yang mengalihkan atau membelokkan karbohidrat
dari fungsi normalnya (Silpi et al., 2007).
Konsumsi Kulit Sadapan
Konsumsi kulit sadapan akan menentukan umur produksi tanaman. Selain
frekuensi sadap yang digunakan, standar pemakaian kulit juga mempengaruhi
4
konsumsi kulit sadap. Kedalaman sadap yang tidak sesuai (lebih dalam) dari yang
dianjurkan menyebabkan semakin tipisnya kulit yang tersisa dan semakin besar
resiko luka kayu yang akan mengakibatkan semakin tipisnya kulit pulihan yang
terbentuk sehingga menyulitkan dalam kegiatan penyadapan selanjutnya (Kiswara,
2007). Sekitar awal tahun 2000-an ditemukan stimulan untuk meningkatkan
produksi lateks. Aplikasi stimulan ini dapat meningkatkan produktivitas lateks
dan mengurangi tenaga kerja penyadapan namun tidak semua klon karet dapat
diaplikasikan stimulan (Soumahin et al., 2009).
Konsumsi kulit per bulan atau per tahun ditentukan oleh rumus sadap atau
notasi sadap yang digunakan. Contoh rumus sadap untuk sistem eksploitasi
konvensional yaitu ½ S, d/2, 100%. Maksudnya adalah penyadapan pada setengah
lingkaran batang dua hari sekali dengan intensitas 100%. Rumus tersebut berarti
setiap bulan kulit yang tersadap adalah 2,5 cm, 10 cm/4 bulan, atau 30 cm/tahun
(Siregar dan Suhendry, 2013). Contoh rumus sadap sistem sadap menggunakan
stimulan yaitu ½ S d/3+ET 2,5%. Ga 0,5 (-) 9/y (3w). Artinya sadap setengah
spiral sekali dalam tiga hari menggunakan stimulan etefon 2,5%, dengan sistem
groove application yang dilakukan sembilan kali dalam setahun dan interval
pemberian setiap tiga minggu sekali (Priwanto, 2009)
Double Cut Alternative (DCA) adalah sistem penyadapan yang dilakukan
dengan membuka sadapan di kedua sisi bersamaan, sadap atas dan sadap bawah.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa DCA tidak memberikan dampak
yang nyata terhadap pertumbuhan dan lingkar batang namun memingkatkan
konsumsi kulit sadapan sebesar 13-19%. DCA juga meningkatkan produktivitas
tenaga penyadap dan efisien tanpa zat stimulansia (Sdoodee et al., 2012).
Tenaga Kerja Penyadapan
Selain tanaman sebagai modal dalam produksi, tenaga kerja juga
merupakan faktor yang tidak bisa lepas dari kegiatan produksi. Kelas sadap
seorang penyadap dipengaruhi oleh pengalaman menyadap. Penentuan kelas
biasanya dilakukan oleh mandor sadap berdasarkan kualitas sadapan sesuai
dengan petunjuk dari perusahaan. Hal-hal yang dinilai dalam penentuan kelas
sadap antara lain kedalaman sadap, tebal kulit sadapan, sudut sadapan,
kelengkapan alat sadap, serta ada dan tidaknya tanaman yang tidak disadap atau
lateks yang tidak dikutip.
Secara umum, semakin lama pengalaman menyadap maka kemampuan
manyadap (kelas sadap) semakin baik (Robianto, 2013). Menurut Asim (2012)
faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap produksi
lateks yang dihasilkan dari penyadapan.
Penyadapan dengan intensitas rendah dengan aplikasi zat stimulansia
dapat menurunkan kebutuhan jumlah tenaga kerja sadap sampai 33% (Soumahin,
2009). Hal ini diukur dengan margin keuntungan yang masih positif setelah
diperhitungkan dengan jumlah produksi, harga karet, upah tenaga kerja dan dosis
zat stimulansianya.
Aplikasi Zat Stimulansia
Stimulansia adalah zat yang digunakan untuk memacu gas etilen pada
tanaman karet sehingga lateks mengalir lebih banyak. Bahan aktif yang digunakan
biasanya adalah etefon yang dioleskan pada bidang sadap. Stimulasi penyadapan
5
menggunakan etilen meningkatkan produksi lateks beberapa gram per penyadapan
pada tanaman karet tidak ada perbedaan produksi lateks kumulatif dibandingkan
dengan penyadapan konvensional. Kadar karet kering (KKK) lateks pada pohon
yang beri zat stimulansia secara terus menerus akan lebih rendah 4-5%
dibandingkan dengan yang tidak diberi zat stimulansia (Sainoi dan Sdoodee,
2012).
Kering Alur Sadap
Kering alur sadap (KAS) atau dikenal dengan istilah kulit dalam cokelat
(bruine binnenbast atau brown bark atau bark dryness atau brown bast) yang
sering disingkat menjadi BB merupakan penyakit yang sampai saat ini belum
diketahui secara pasti penyebab utamanya. Penyakit ini telah diketahui sejak awal
budidaya karet dilakukan dan akhir-akhir ini mulai menimbulkan masalah serius
di beberapa negara penghasil karet alam (Fairuzah, 2011). KAS mulai dilaporkan
pertama kali di Brazil tahun 1990, terdapat 35 artikel mengenai KAS sampai
tahun 1930 dan 327 artikel sejak tahun 1940-2004 (Jacob dan Krishakumar, 2006).
Hal ini menunjukkan bahwa serangan KAS sudah terjadi sejak lama dan tersebar
luas pada budidaya karet dunia.
Menurut Sumarmadji (2005), KAS disebabkan karena tanaman disadap
dengan intensitas tinggi (over eksploitasi) ataupun pemberian stimulansia yang
berlebihan tanpa disertai pemupukan. Tanaman yang berumur lebih tua sering
dilaporkan mengalami KAS lebih tinggi dikarenakan adanya interaksi dengan
tingkat eksploitasi yang lebih tinggi.
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan magang ini dilaksanakan di perkebunan karet Gurach Batu Estate
PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara. Magang dilakukan
selama empat bulan dimulai dari Februari 2016 sampai dengan Juni 2016.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang dilaksanakan dengan mengikuti serangkaian kegiatan
teknis dan manajerial secara umum di perkebunan karet Gurach Batu Estate PT
Bakrie Sumatera Plantation Tbk, Asahan, Sumatera Utara. Kegiatan yang
dilaksanakan adalah kegiatan teknis sebagai karyawan harian lepas selama 1,5
bulan dan kegiatan manajerial sebagai pendamping mandor selama 1,5 bulan serta
sebagai pendamping asisten sub-divisi selama satu bulan.
Kegiatan teknis yang dilaksanakan sebagai Karyawan Harian Lepas (KHL)
adalah kegiatan persiapan penyadapan, pemeliharaan TBM dan TM, pengendalian
gulma dan penyakit, aplikasi zat stimulansia, penyadapan, pengumpulan lateks
dan penimbangan hasil. Kegiatan persiapan penyadapan meliputi sensus pokok,
penggambaran bidang sadap, pemasangan alat sadapan, pembagian hanca, dan
pembukaan sadapan awal. Rincian kegiatan sebagai KHL dapat dilihat pada
Lampiran 1. Kegiatan manajerial yang dilaksanakan sebagai pendamping mandor
sadap dan perawatan adalah mengawasi kegiatan kerja, mengecek kehadiran
6
karyawan, dan membuat laporan realisasi pekerjaan harian. Kegiatan sebagai
pendamping mandor dapat dilihat pada Lampiran 2. Kegiatan sebagai pendamping
asisten meliputi kegiatan rutin briefing pag membahas permasalahan teknis
dikebun, rapat bersama staf, kontrol dan pengawasan penyadapan. Rincian
kegiatan sebagai pendamping asisten dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data Primer
1. Kondisi Kulit Sadapan
Data diperoleh dengan mengamati tiga orang tenaga kerja penyadap pada 20
tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada frekuensi penyadapan tiga hari
sekali (d/3) dan empat hari sekali (d/4), sadapan Panel A dan Panel B.
Pengamatan diulang tiga kali (tiga hari berturut-turut). Parameter kondisi sadapan
yang diamati adalah :
a. Tinggi alur sadap. Diperoleh dengan mengukur tinggi bukaan alur sadap
dari permukaan menggunakan meteran diukur dari tautan okulasi.
b. Lingkar batang. Diperoleh dengan mengukur lilit batang yang diukur 100
cm dari tautan okulasi.
c. Konsumsi kulit sadapan. Diperoleh dengan mengukur tebal kulit yang
disadap pada hari itu (tatal) menggunakan penggaris.
d. Kedalaman irisan sadapan dari lapisan kambium. Diperoleh dengan
mengukur dalamnya sadapan dengan menusuk kulit sisa sadapan
menggunakan alat tusuk berupa jarum inspeksi dengan skala.
Pengamatan tebal irisan sadap dan kedalaman sadap diukur pada tiga titik
yaitu : bagian atas, tengah, dan bawah pada bidang sadapan.
2. Tenaga Kerja Sadap
Pengamatan dilakukan pada masing-masing kelas penyadap(Kelas A dan
Kelas B) yang telah ditentukan oleh perusahaan. Ada lima orang penyadap yang
diamati pada masing masing kelas. Hal yang diamati mengenai tenaga kerja
penyadapan adalah:
a. Jumlah pohon yang dapat disadap: menghitung jumlah pohon yang dapat
disadap per hanca sadap oleh penyadap dalam satu hari.
b. Pemakaian kulit sadapan: pengamatan dilakukan pada 10 pohon yang
disadap oleh masing-masing penyadap pada gilir sadap tertentu. Data hasil
pemakaian kulit sadap diukur menggunakan penggaris setelah pohon
tersebut disadap 10 kali.
c. Kecepatan menyadap: data kecepatan menyadap diukur dari waktu yang
diperlukan oleh masing-masing penyadap menyelesaikan penyadapan 30
pohon.
d. Hasil sadapan: menghitung jumlah lateks yang dapat dihasilkan oleh
masing-masing penyadap dalam satu hari.
3. Aplikasi zat stimulansia
Beberapa hal yang diamati mengenai aplikasi zat stimulansia adalah
waktu aplikasi, dosis, konsentrasi (pengenceran), cara aplikasi, frekuensi aplikasi,
zat stimulansia yang dipakai (bahan aktif dan merek dagang). Data akan
dibandingkan apakah data yang diperoleh di lapangan sesuai dengan aturan dan
7
standar yang telah ditetapkan perusahaan. Pengamatan juga dilakukan terhadap
respon hasil produksi lateks setelah aplikasi stimulan pada klon yang ada di Divisi
IV GBE.
4. Persentase tanaman yang terserang Kering Alur Sadap (KAS)
Tanaman yang terserang Kering Alur Sadap (KAS) di kebun diamati secara
visual. Pengamatan dilakukan pada tanaman yang bidang sadapannya Panel A,
Panel B dan Panel H. Tanaman sampel yang akan diamati adalah 200 tanaman
dari tiap blok yang ditentukan secara acak. Pengamatan dilakukan pada tanaman
dengan klon PB 260, RRIM 921, dan IRR 118. Jumlah tanaman yang terserang
KAS dipresentasekan lalu dikalikan dengan jumlah tanaman pada blok tersebut.
Data Sekunder
a. Produktivitas tanaman
Data diperoleh dari laporan tahunan perusahaan tentang produksi dan
produktivitas tanaman selama tahun 2015.
b. Keadaan tanaman dan produksi
Menganalisis arsip blok tanaman, tahun penanaman, dan klon yang ditanam
di perkebunan karet Gurach Batu Estate PT BSP .
c. Kelas penyadap di kebun
Data ini diperoleh dari arsip perusahaan mengenai syarat penentuan kelas
penyadap berdasarkan mutu sadapan sesuai prosedur operasional standar
penyadapan perusahaan.
d. Letak geografis dan administratif, keadaan iklim dan tanah
Mengenali batas-batas kebun secara administratif, menentukan letak
geografis kebun Gurach Batu Estate PT BSP dengan cara mempelajari peta
kebun. Mencari data laporan catatan curah hujan kebun dilanjutkan dengan studi
pustaka mengenai tipe iklim di PT BSP berdasarkan klasifikasi Schmidth-
Ferguson.
e. Struktur organisasi dan ketenagakerjaan
Data ini diperoleh dari arsip perusahaan mengenai struktur organisasi kebun
di Gurach Batu Estate PT BSP dan laporan jumlah tenaga kerja efektif tahun 2015.
Analisis Data
Data yang diperoleh dinalisis secara kuantitatif dan kualitatif, mencari rata-
rata, mempersentasekan, dan menggunakan uji t-student taraf 5%. Data yang
diolah diuraikan secara deskriptif dengan membandingkan nilai rataan yang
didapat dengan standar perusahaan.
KEADAAN UMUM
Letak Geografis dan Wilayah Administratif
PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk merupakan perusahaan swasta dibawah
naungan Bakrie group. Wilayah Sumut I PT BSP terdiri dari 7 estate, 1 pabrik
karet dan 1 pabrik kelapa sawit. Lokasi magang berada di Divisi IV Gurach Batu
Estate yang secara administratif adalah bagian dari Kecamatan Pulo Bandring,
Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Letak kebun GBE geografis ada di 2˚57’-
8
3˚2’ LU dan 99˚30’-99˚35’ BT. Batas-batas wilayah kebun Gurach Batu Estate
adalah sebelah barat dengan Kec. Sungai Puleh, sebelah selatan dengan Kec.Silau
Maraja dan Kec.Sukadamai, sebelah timur dengan Kec. Sidodadi, dan sebelah
utara dengan Kec. Pulo Bandring serta perkebunan PTPN V. Lokasi perkebunan
hanya berjarak ±10 km dari pusat kota Asahan dan 162 km dari kota Medan.
Batas wilayah dan letak geografis Gurach Batu Estate dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Keadaan Iklim dan Tanah
Berdasarkan klasifikasi Schmidth-Ferguson iklim di GBE termasuk tipe B
yang bersifat basah. Curah hujan rata-rata selama 10 tahun terakhir adalah
1.620,75 mm tahun-1
, hari hujan 98,5 hh tahun-1
, 2,4 bulan kering, dan 7,8 bulan
basah. Data curah hujan GBE selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada
Lampiran 5. Berdasarkan data yang diperoleh dari arsip perusahaan wilayah
kebun Gurach Batu Estate berada diketinggian 24-38 m dpl dan kemiringan 0-8%.
Jenis tanah di wilayah kebun GBE adalah tanah podsolik merah kuning, tekstur
tanah liat berpasir dengan pH 4-6.
Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan
Berdasarkan HGU No.66/HGU/DA/85/B/51PT BSP diizinkan mengelola
18.512 ha untuk budidaya karet dan kelapa sawit di 7 Estate. Gurach Batu Estate
berada pada areal seluas 3.562 ha yang dibagi menjadi 4 divisi. Luas areal untuk
budidaya sawit adalah 987 ha dan untuk karet seluas 2.474 ha. Areal yang
digunakan selain untuk tanaman produksi adalah seluas 101 ha meliputi kantor,
gudang, pondok pekerja, jalan, sungai dan rel. Tata guna lahan dan luas areal GBE
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas areal konsesi dan tata guna lahan Gurach Batu Estate
Penggunaan lahan Luas per divisi (ha) Total
(ha) GB1 GB2 GB3 GB4
Kelapa Sawit 987
TM 466 183 237 0 886
TBM 101 - - 101 101
Karet 2474
TM 233 618 717 876 2.454
TBM 3 10 - 1 14
Nursery - 6 - - 6
Penggunaan lain 101
building sites 5 5 15 18 43
jalan, sungai, rel 6 15 21 8 50
Tanah yang dipinjamkan
untuk jalan umum 4 2 2 - 8
Total 818 839 1.002 903 3.562
Sumber: Laporan luas ha GBE per maret 2016
Kegiatan magang dan pengambilan data dilakukan di Divisi IV GBE seluas
903 ha. Komoditas yang ada di Divisi 4 seluruhnya adalah tanaman karet saja.
9
Keadaan Tanaman dan Produksi
Sebelum ditanami karet, GBE adalah areal perkebunan tembakau di bawah
perusahaan Belanda. Areal tanaman karet yang ada di GBE sekarang adalah
tanaman karet yang sudah diremajakan berkali-kali sejak tahun 1957. Sejak tahun
1993 mulai dilakukan konversi sebagian lahan ke kelapa sawit. Sekarang ini areal
yang masih digunakan untuk tanaman karet adalah 71,5% dari total areal budidaya
GBE.
Blok tanaman di Divisi IV GBE dibagi berdasarkan tahun tanam dan klon.
Lokasi dan posisi blok dalam kebun tidak tersusun atau berurut. Luas tiap blok
juga tidak semuanya sama. Tahun 2016 ini ada 24 blok yang terdiri dari berbagai
jenis klon yaitu 5 klon prang besar (PB 330, PB340, PB 260, PB 366, PB 314), 1
klon prang merah (PM 10), 2 klon IRR (IRR 118 dan IRR series), GT1, dan
T3601B. Jarak tanam yang digunakan sampai tahun 2005 adalah 5,5 m×3,8 m
dengan populasi 478 tanaman ha-1
. Sejak 2006 sampai sekarang jarak tanam yang
digunakan adalah 6,5 m×3 m dengan populasi 512 tanaman ha-1
. Luas areal
tanaman belum menghasilkan(TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) yang ada
di Divisi IV GBE dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas areal TBM dan TM karet Divisi IV GBE berdasarkan tahun tanam
Tahun tanam Divisi Total
(ha) GB1 GB2 GB3 GB4
Tanaman Menghasilkan
1997 262 262
1998 306 118 25 449
1999 39 39
2001 145 282
2002 44 28 210 260
2003 2 75 180 260
2004 40 87 127
2005 80 156 66 302
2006 17 17
2007 140 79 107 326
2008 44 114 158
2010 87 87
Total TM 233 618 727 876 2.454
Tanaman belum menghasilkan
2013 3 10 1 14
Total TBM 3 10 1 14 Sumber: Laporan Luas Areal produksi GBE per maret 2016
Sebagian besar tanaman karet yang ada di Divisi IV GBE adalah tanaman
menghasilkan yaitu seluas 876 ha. Sedangkan tanaman belum menghasilkan
hanya seluas 1 ha. Sejak 2010 belum ada program peremajaan tanaman karet di
divisi IV GBE. Tanaman belum menghasilkan yang ada saat ini merupakan lahan
bekas pondok yang diolah dan tanami kembali.
Produksi tanaman karet di Gurach Batu Estate dari tahun 2010-2016
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya luas areal TM
10
selama tahun 2015 sebanyak 87 ha dan tidak ada TM yang diremajakan
(replanting). Namun produktivitasnya tidak selalu mengalami peningkatan.
Produktivitas tanaman karet per tahun pada tahun 2014 adalah 1.653,3 kg ha-1
dan
pada tahun 2015 turun menjadi 1.602,34 kg ha-1.
Angka produksi dan
produktivitas tanaman karet Gurach Batu Estate selama 5 tahun terakhir dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi dan produktivitas karet GBE tahun 2011-2015
Tahun Luas lahan TM
(ha)
Produksi
(kg)
Produktivitas per tahun
(kg ha-1
)
2011 1.909 3.269.542 1.712,70
2012 2.124 3.345.805 1.575,24
2013 2.311 3.625.119 1.568,64
2014 2.367 3.913.497 1.653,36
2015 2.454 3.932.166 1.602,34 Sumber: Laporan statistik karet GBE 2011-2015 dan review produksi GBE 2016.
Produktivitas karet di GBE lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata
produktivitas perkebunan karet nasional. Produktivitas karet nasional tahun 2014
adalah 1036 kg ha-1
dan produktivitas perkebunan swasta adalah 2014 adalah
1514 kg ha-1
(Ditjenbun, 2014). Bila dibandingkann dengan perusahaan swata lain
seperti PT BSRE dan tulung gelam estate PT PP London Sumatera Indonesia,
produktivitas karet di GBE relatif setara. Produktivitas PT BSRE tahun 2012
adalah 1.599 kg ha-1
(Wiguna, 2014). Produktvitas tanaman karet di TGE PT PP
London Sumatera adalah sebesar 1.097 kg ha-1
(Robianto, 2013).
Produksi rata-rata per bulan selama tahun 2014 adalah 333.335 kg,
sedangkan pada 2015 adalah 316.412 kg . Grafik produksi bulanan tanaman karet
di GBE dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Produksi karet kering bulanan Gurach Batu Estate tahun 2014-2016
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa produksi karet selalu menurun
pada bulan Februari-Maret-April dan akan mulai naik lagi pada bulan Mei. Hal ini
disebabkan oleh gugurnya daun selama bulan-bulan tersebut. Absisi/ pengguguran
daun tanaman karet dilakukan untuk penyesuaian fisiologis tanaman karet dengan
lingkungan terutama air dan nutrisi. Bila dilihat curah hujan selama bulan
Februari sampai April 2015 di bawah 60 mm/bulan dan termasuk bulan kering.
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
pro
du
ksi
(kg
kare
t ke
rin
g)
2014 2015 2016
11
Kekurangan air dan pengguguran daun ini menyebabkan produksi lateks tidak
maksimal. Selama gugur daun ini aplikasi stimulan dihentikan dan frekuensi
sadapan beberapa klon dijadikan d/4.
Semua hasil produksi lateks, cuplump, dan treelace di GBE diolah di Bunut
Rubber Factory (BFR) milik PT BSP. Pengolahan utama di Pabrik Bunut adalah
lateks konsentrat atau Cenex, SIR 3, dan SIR 10. Pengangkutan lateks dari gudang
pengumpulan ke pabrik menggunakan truk bertangki dan lori berkapasitas 2 ton
tangki-1
.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Wilayah sumut I PT BSP dipimpin oleh manajer area, sedangkan estate di
pimpin oleh seorang manajer. Empat divisi yang ada di GBE dipimpin oleh
asisten yang mengelola sekitar 700-900 ha. Urusan administrasi dan distribusi
dilakukan oleh krani yang dipimpin oleh kepala krani (Chief clerk) dan dibantu
oleh 3-5 krani di tiap divisi. Tugas krani dibagi beberapa bagian yaitu krani
produksi, krani timbang, krani panen dan krani distribusi.
Jumlah total tenaga kerja di GBE adalah 790 orang, dengan demikian
indeks tenaga kerjanya (ITK) adalah sebesar 0,22 orang ha-1
. Angka ITK ini
lebih kecil dibandingkan dengan perkebunan karet yang lain karena di GBE tidak
seluruhnya tanaman karet jadi kebutuhan tenaga kerjanya juga lebih sedikit. ITK
di GBE lebih rendah dibandingkan perkebunan karet TGE PT PP London
Sumatera sebesar 0,38 orang ha-1
(Robianto, 2013). Sedangkan bila dibandingkan
dengan ITK di PT BSRE relatif sama yaitu sebesar 0,28 orang ha-1
(Wiguna,
2014). Rincian jumlah tenaga kerja GBE dapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rincian jumlah tenaga kerja aktif di kebun Gurach Batu Estate
Jabatan Jumlah
Staf 5
Karyawan tetap (SKUdan HIP) 686
Karyawan tidak tetap (PKWT dan Casual Labour) 36
Tenaga Musiman Fungsional 63
Total 790
Sumber:Buku laporan tenaga kerja Aktif 2015.
Status ketenagakerjaan di GBE dibagi menjadi Staf, karyawan tetap (SKU
dan HIP), karyawan tidak tetap (pekerja kontrak waktu tertentu, casual labour),
dan tenaga musiman fungsional (TMF). Karyawan tetap diberi gaji bulanan
dengan premi, layanan kesehatan, jatah beras bulanan atau catu, dan rumah
pondok. Karyawan tidak tetap juga dibayar dengan gaji bulanan dengan premi
namun tidak mendapatkan fasilitas lainnya. Sedangkan TMF dibayar berdasarkan
hasil sadapannya yang dikonversi ke harga karet kering saat itu tanpa premi.
Jam kerja harian di GBE adalah 7 jam dengan standar kerja yang berbeda
beda sesuai yang telah ditetapkan di buku budget perusahaan. Sistem kerja harian
penyadap adalah menyelesaikan hanca sadapnya berdasarkan pembagian hanca
yang dilakukan oleh mandor. Sistem kerja untuk tenaga kerja perawatan seperti
pengendalian gulma, pemasangan alat sadap, perbaikan jalan, dan pembongkaran
tanaman dilakukan selam 7 jam untuk 1 HK dan harus menyelesaikan pekerjaan
sesuai standar kerja perusahaan.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Teknis
Pembibitan dan Okulasi
Pembibitan di Gurach Batu Estate untuk sementara tidak dilakukan karena
belum ada program replanting dalam waktu dekat. Oleh karena itu, dilakukan
kunjungan ke pembibitan yang ada di Aek Selabat Estate. Pembibitan di Aek
Selabat Estate ada seluas 2 ha. Klon yang tanam dipembibitan saat ini adalah
PM10 dan PB 330, untuk batang atas GT1, AVROS dan PB260 untuk batang
bawah. Asal benih yang ada dari seed garden (legitim) dan ada yang berasal dari
benih sapuan (illegitim). Ada dua jenis pembibitan yang ada di ASE yaitu
pembibitan langsung ditanah dan pembibitan polybag.
Okulasi yang dilakukan di GBE ada 2 yaitu okulasi hijau (green budding)
dan okulasi coklat (brown budding). Okulasi hijau dilakukan saat bibit karet
berumur 4-6 bulan dengan diamater batang 0,8-1,2 cm. Sedangkan okulasi coklat
dilakukkan saat bibit karet berumur lebih dari 6 bulan dengan diameter batang
1,3-2,0 cm. Mata tunas yang akan ditempel diambil dari kebun entres. Kebun
entres GBE ada di Divisi II seluas 6 ha. Klon yang ditanam adalah PB 260, PB
330, PB 340, PB 217, RRIC 100, RRIM 921, T3601B, T3401B, dan PM 10.
Standar kerja untuk okulasi adalah 175 okulasi hk-1
dan okulasi yang dapat
dilakukan saat kegiatan magang adalah 50 okulasi hk-1
.
Penyisipan TBM
Penyisipan tanaman dilakukan saat bibit berumut 1-2 tahun. Bibit untuk
penyisipan juga ditanam bersamaan dengan penanaman awal. Bahan tanam untuk
penyisipan yang dilakukan ketika magang menggunakan APM (advance planting
material) yang ditanam di kebun APM. Bibit APM dipersiapkan 3 minggu
sebelum dilakukan penyisipan. Sebelum dipindahkan dilakukan topping dan
chopping.
Chopping adalah pemotongan akar tunggang pada tanaman yang akan
dipindahkan. Tanah disekeliling tanaman digali ±20 cm dari pangkal batang lalu
dipotong pada kedalaman 60 cm. Sekitar 2 minggu setelah itu dilakukan topping
atau pemotongan daun dan cabang tanaman. Pemotongan dilakukan pada
ketinggian 2,75 m atau tepat dibawah mata cincin dengan kemiringan potongan
45˚. Setelah dipotong ujung batang diolesi coaltar untuk menutup luka
pemotongan. Seminggu setelah pemotongan barulah tanaman dipindahkan ke
lokasi yang akan disisip.
Setelah tanaman disisip, 3 minggu kemudian dilakukan pengapuran pada
batang tanaman. Kapur pertanian (kaptan) yang dicampur dengan air hingga
menjadi pasta dioleskan pada batang tanaman hingga ketinggian 2,5 m. Contoh
tanaman sisipan yang telah diolesi kapur dapat dilihat pada Gambar 2. Tujuan
pengapuran batang ini adalah untuk mencegah tumbuhnya tunas-tunas baru disisi
batang sehingga batang tetap lurus tegak, dan bidang sadap akan lebih datar tanpa
benjolan bekas tunas.
13
Gambar 2. Bibit APM yang sudah diberi kapur.
Standar kerja untuk chopping dan topping APM adalah 60 bibit hk-1
.
Prestasi kerja yang dapat dilakukan saat magang adalah 54 bibit hk-1
dan yang
dapat dilakukan oleh karyawan harian adalah 60 bibit hk-1
. Standar kerja
pemberian Kapur pada APM adalah 100 bibit hk-1
sedangkan yang dapat
dilakukan adalah 36 bibit hk-1
.
Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma yang dilakukan terhadap TBM adalah secara strip
spraying dan babat manual. Strip spraying dilakukan pada barisan tanaman
dengan lebar 0,75 m ke kiri dan kanan tanaman. Tujuan dilakukan strip spraying
adalah untuk mengendalikan gulma di sekitar jalur penyadapan dan memudahkan
jalan penyadap. Sedangkan babat manual dilakukan untuk gulma yang sudah
tinggi di gawangan atau di pinggiran blok. Umumnya gulma yang dikendalikan
pada pembabatan manual adalah gulma berkayu dan gulma paku yang tumbuh
tinggi.
Herbisida yang digunakan adalah BioUp yang bahan aktif IPA glifosat
dengan dosis 0,35 L ha-1
. Selain itu digunakan juga herbisida Cyro yang berbahan
aktif metil metsulfuron dengan dosis 0,001 L ha-1
. Herbisida yang dipakai
tersebut adalah herbisida sistemik untuk mengendalikan gulma jenis daun lebar.
Gulma yang ada di divisi IV GBE umumnya adalah jenis paku pakuan dan daun
lebar seperti Nephrolevis bisserata, Mikania micrantha,dan Melastoma affine.
Alat yang digunakan untuk penyemprotan adalah micron herby kapasitas
10 L dan knapsack sprayer dengan kapasitas 15 L. Menurut standar kerja
perusahaan yang tercantum dalam BME-WI-15 flowrate nozel yang normal
adalah 170 ml menit-1
, rentang flowrate yang masih layak dipakai adalah 150-190
ml menit-1
. Hasil kalibrasi ulang flowrate nozel yang dilakukan dilapangan saat
pelaksanaan kegiatan adalah 183,3 ml menit-1
sehingga masih layak digunakan.
Lebar semprot nozel yang dipakai adalah 1,2 m.
Standar kerja untuk tenaga harian strip spraying adalah 4 ha hk-1
, sedangkan
prestasi kerja yang dapat dilakukan penulis adalah 1,5 ha hk-1
. Standar kerja untuk
pengendalian gulma manual adalah 1,4 ha hk-1
dan yang dapat dilakukan oleh
karyawan adalah 1 ha hk-1
sedangkan yang dapat dilakukan penulis adalah 0,2 ha
hk-1
.
14
Identifikasi dan Pengobatan Jamur Akar Putih (JAP)
Jamur akar putih adalah salah satu penyakit berbahaya yang banyak
menyerang tanaman karet. Kehilangan hasil karena jamur akar putih mencapai 3-
5% pada perkebunan besar dan 5-25% pada perkebunan rakyat (Litbangtan,
2014). Penyakit ini disebabkan oleh Rigidoporus micropus yang menyerang
pangkal batang dan akar. Pengendalian serangan JAP dapat dilakukan dengan
pengandalian kimia, pengendalian hayati, dan pengendalian secara teknis.
Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan menggunakan agen hayati
trichoderma sedangkan secara teknis dapat dilakukan dengan membongkar
tanaman yang terserang dan membuat lubang/parit di sekeliling tunggul agar
jamur tidak menyebar. Pengendalian yang dilakukan di GBE adalah secara kimia
menggunakan fungisida.
Pemeriksaan JAP dilakukan 4 kali setahun dengan pengobatan 2 kali
setahun. Pengobatan menggunakan fungisida Bayleton 250 EC yang berbahan
aktif triadimefon dan bersifat sistemik. Dosis unntuk pengobatan TBM adalah 10
cc per tanaman dan untuk TM sebanyak 20 cc per tanaman. Larutan fungisida 20
cc tersebut dicampurkan ke 10 L air dan disiramkan ke pangkal batang tanaman.
Standar kerja perusahaan untuk identifikasi dan pengobatan JAP ini adalah 5 ha
hk-1
. Identifikasi dan pengobatan yang dapat dilakukan saat magang adalah 3 ha
hk-1
.
Cara melakukan identifikasi tanaman dapat dilakukan dengan melihat fisik
tanaman dan mengorek pangkal akarnya. Ciri fisik tanaman yang terserang adalah
daun tampak kusam dan beberapa bagian mengerut, berbuah sebelum waktunya,
dan bila dikorek bagian akarnya tampak ada miselium putih. Setelah identifikasi
dilakukan tanaman yang terserang diberi tanda seperti yang ada pada Gambar 3.
(a)
(b)
(c)
(a) Penanda tanaman terserang JAP memuat bulan dan tahun
identifikasi. (bulan 5 tahun 2015) (b) Miselium Jamur akar putih di pangkal batang tanaman
(c) Daun tanaman yang terserang kusam dan mengkerut
Gambar 3. Penandaan tanaman terserang JAP dan gejalanya.
15
Penyadapan
Penyadapan tanaman karet dilakukan bila pohon telah mencapai kriteria
matang sadap. Kriteria matang sadap yang dipakai oleh BSP adalah berdasarkan
lilit batang yaitu bila sudah >48 cm. Umumnya ukuran itu dapat dicapai saat
tanaman sudah berumur 5 tahun. Apabila lilit batang tanaman yang sudah
mencapai 48 cm berjumlah 60% dari total populasi maka pembukaan sadapan bisa
mulai dilakukan. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan
pembukaan sadapan bila tanaman yaitu sensus pokok, penggambaran bidang
sadap, pemasangan alat sadapan, pembagian hanca dan pembukaan sadapan awal
(pembedelan).
Sensus pokok. Saat tanaman telah berumur 5 tahun maka mulai diadakan
sensus pokok dengan pengukuran lilit batang dan dotting. Dotting pemberian
tanda titik dilakukan untuk menandai tanaman yang sudah siap sadap. Tanda titik
satu (•) untuk tanaman yang lilit batang nya 45-48 cm dan tanda titik dua (:) bila
lilit batang sudah >48 cm dan siap untuk dibuka sadapan.
Penggambaran bidang sadap. Batang tanaman yang sudah diberi doting 2
di gambar garis penuntun sadapan untuk setahun (Panel A1). Garis penuntun
dibuat 130 cm dari permukaan tanah yang menghadap ke timur. Setelah garis
pertama dibuat garis sejajar 2,5 cm di bagian bawahnya untuk pembukaan sadap
sehingga penyadapan panel A1 dimulai dari 127,5 cm dari permukaan tanah.
Sketsa penggambaran garis penuntun bidang sadap dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Garis penuntun bukaan sadap tanaman karet.
Pemasangan alat sadapan. Alat sadap yang dipasang sebelum pembukaan
sadapan adalah talang, mangkuk dan kawat. Talang adalah kepingan logam yang
berfungsi mengalirkan lateks dari alur sadap ke mangkuk. Berdasarkan BME-WI-
BSP No.14 tentang persiapan penyadapan, talang dipasang 7-9 cm di bawah alur
sadap. Mangkuk ditahan dengan kawat yang dililitkan ke batang 10-15 cm di
bawah talang.
Pembagian hanca. Hanca sadap pada tanaman karet adalah hanca tetap.
Pembagian hanca dilakukan berdasarkan hasil sensus pokok. Jumlah pohon yang
dapat disadap dibagi menjadi 4 bagian (half A,B,C,D) karena pada panel A
frekuensi penyadapan adalah sekali 4 hari. Setiap half dibagi berdasarkan jumlah
borongan penyadap, untuk panel A1 jumlah pohon yang harus disadap oleh
16
penyadap adalah 600-650 pohon. Jumlah pohon yang harus disadap pada setiap
panel dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah borongan penyadap pada setiap panel.
Panel Sistem sadap
Jumlah pohon yang harus disadap
(Tanaman penyadap-1
)
Areal datar Areal berbukit
A1-2 ½ S ↓ d/4 600-650 450-500
A3-6 ½ S ↓ d/3 600-650 450-500
B ½ S ↓ d/3 550-600 350-450
C ½ S ↓ d/3 500-550 300-350
D ½ S ↓ d/3 450-500 275-325
H0 ¼ S ↑ d/3 dan
¼S↑+ ½S↓D/3 425-475 400-450
Sumber: BME-WI-14
Jumlah borongan penyadap pada tiap panel berbeda karena saat perpindahan
panel umur tanaman bertambah, lilit batang bertambah, maka alur sadapnya pun
semakin panjang. Jumlah borongan untuk areal datar dan areal yang berbukit juga
berbeda karena pada areal yang berbukit jalur deresan akan lebih sulit. Selain itu
pada areal berbukit penyadap melewati tangga deresan untuk pindah dari teras ke
teras berikutnya.
Batas hanca yang sudah dibagi ditandai dengan polet pada batang tanaman
dan diberi pelat berukuran 15 cm x 20 cm yang memuat nomor hanca, nomor
penyadap dan tanda buang amek. Tanda buang amek adalah tanda jumlah pohon
yang menjadi bagian penyadap 1 dan penyadap berikutnya pada barisan batas
hanca. Gambar batas hanca dan pelat hanca sadap dapat dilihat pada Gambar 5.
(a)
(b)
(d) (c)
Keterangan
(a). Batas blok (c) Batas hanca
(b). Batas tapping area (d). Pelat tanda hanca dan buang amek
Gambar 5. Penandaan batas hanca, tapping area, dan blok
Setelah pembagian hanca selesai maka dapat dilakukan pembukaan sadapan.
Pembukaan sadapan awal dilakukan dengan pelukaan kulit karet selebar 2,5 cm
sesuai garis penuntun yang telah digambar. Lateks yang keluar saat pembukaan
17
sadapan awal yang biasanya berwarna kekuningan tidak diambil atau
dikumpulkan.
Penulis melakukan semua kegiatan persiapan penyadapan. Standar kerja
perusahaan untuk penggambaran dan pembukaan bidang sadap adalah adalah 300
tanaman hk-1
. Penggambaran dan pembedelan bidang sadap biasanya dilakukan
oleh mandor-mandor yang telah berpengalaman. Premi untuk penggambaran dan
pembukaan sadapan adalah Rp2.250 per hanca. Gambaran garis sadapan dan
pembukaan sadap yang dapat dilakukan oleh penulis adalah 50 tanaman hk-1
.
Pengelolaan Bidang Sadapan
Penyadapan pada setiap pohon rata-rata dapat dilakukan selama 20 tahun.
Selama itu pula kulit tanaman karet dijaga dan dikelola agar tetap mengeluarkan
lateks. PT BSP hanya menggunakan kulit perawan dan tidak menggunakan kulit
pulihan karena sebagian besar klon yang dipakai adalah klon quick starter
sehingga produksi dari kulit pullihan dianggap tidak efisien. Pengelolaan bidang
sadap yang dilakukan pada PT BSP dapat dilihat dalam Tabel 6.
Tabel 6. Pengelolaaan dan perencanaan bidang sadapan PT BSP
Panel Waktu Sistem sadap
A1- A2 2 tahun ½ S ↓ d/4
A3 - A6 4 tahun ½ S ↓ d/3
B1 - B4 4 tahun ½ S ↓ d/3
H01 –H04 4 tahun ¼ S ↑ d/3
B5 1 tahun ½ S ↓ d/3
HO5 –H08 4 tahun ¼ S ↑ d/3
B6 1 tahun ½ S ↓ d/3
Sadap bebas 2 tahun Bebas
Sumber: BE-SP-02
Selama 20 tahun tersebut kulit tanaman karet dijaga, dihemat dan disadap
sesuai aturan yang telah ditetapkan perusahaan. Pemakaian kulit saat penyadapan
tanaman setiap harinya adalah 1,3-1,5 mm kedalaman kulit sadapan diukur dari
kulit kayu adalah 1-1,5 m. Kondisi kulit sadapan berdasarkan frekuensi
penyadapan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kondisi kulit sadapan berdasarkan frekuensi penyadapan
Frekuensi
sadap Penyadap
Tinggi alur
sadap (cm)
Lilit batang
(cm)
Ketebalan
sadapan/tatal
(mm)
Kedalaman
irisan
(mm)
d/4 1 116,0 51,9 1,3 2,7
2 116,6 52,3 1,2 2,3
3 116,4 52,0 1,5 2,6
116,4a 52,1b 1,3b 2,5a
d/3 1 87,1 65,5 1,7 0,8
2 84,4 66,1 1,5 0,8
3 86,0 65,3 1,8 1,0
85,8b 65,6a 1,6a 0,9b *Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji t-student taraf 5%
18
Ketebalan pemakaian kulit sadap di Divisi IV GBE pada sadapan d/3 dan
d/4 adalah 1,3 mm dan 1,6 mm. Kedalaman irisan sadap pada sadapan d/3 dan d/4
adalah 2,5 mm dan 0,9 mm. Rata-rata tinggi lilit batang sadapan d/4 adalah 116,4
cm dan sadapan d/3 85,8 mm. Lilit batang d/4 adalah 52,1 cm dan d/3 65,6 cm.
Tanaman karet yang disadap dengan frekuensi d/4 adalah tanaman muda yang
baru disadap (TM1-TM2), sedangkan frekuensi sadap d/3 adalah TM 3 sampai
selanjutnya.
Selain kondisi kulit sadapan berdasarkan frekuensi penyadapan juga
dilakukan pengamatan terhadap kondisi kulit sadapan berdasarkan panel sadap.
Kedalaman irisan sadapan dan ketebalan pemakaian kulit sadapan pada panel A
dan panel B tidak berbeda nyata. Tinggi alur sadapan dan lilit batang
menunjukkan perbedaan yang nyata. Kondisi kulit sadapan berdasarkan panel
sadap dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kondisi kulit sadapan berdasarkan panel sadap
Frekuensi
sadap (tahun
tanam)
Penyadap
Tinggi alur
sadap
(cm)
Lilit
batang
(cm)
Ketebalan
sadapan/tatal
(mm)
Kedalaman
irisan
(mm)
Panel A 1 87,1 65,5 1,7 0,8
(2008) 2 84,4 66,1 1,5 0,8
3 86,0 65,3 1,8 1,0
Rata-rata 85,8a 65,6b 1,6a 0,9a
Panel B 1 71,7 73,2 1,6 0,7
(2003) 2 69,5 71,6 1,5 0,8
3 68,5 68,8 1,6 0,9
Rata-rata 69,9b 71,2a 1,6a 0,8a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata berdasarkan uji t-student taraf 5%
Tenaga Kerja Penyadapan Penyadap tanaman karet seluruhnya adalah jenis kelamin laki-laki. Penyadap
diberi tanggung jawab di hanca yang harus diselesaikannya tiap hari.
Keterampilan penyadap dan hasil sadapan penyadap dievaluasi setiap bulannya
untuk menentukan kelas penyadap. Kelas penyadap ditentukan berdasarkan hasil
poin tapping inspection dan hasil sadapan. Penetapan kelas dilakukan pada
tanggal 20 setiap bulannya. Kelas penyadap sangat perlu dilakukan untuk menjaga
mutu dan kualitas sadapan. Penyadapan yang baik akan menjaga kulit dan bidang
sadap sehingga dapat dipakai selama 20 tahun sesuai yang direncanakan
perusahaan.
Rata-rata kecepatan menyadap kelas A adalah 16,17 detik per pohon dan
kelas B 17,97 detik per pohon. Hasil uji t-student taraf 5% kecepatan menyadap
penyadap kelas A dan kelas B tidak berbeda nyata. Pemakaian kulit dan hasil
sadapan penyadap kelas A dan kelas B menunjukkan perbedaan yang nyata. Basis
sadapan untuk hanca penyadap yang diamati adalah 40 kg lateks. Penyadap kelas
A menghasilkan lateks melebihi basis sadapan sedangkan kelas B di bawah basis
sadap. Kecepatan menyadap, pemakaian kulit per bulan dan hasil sadapan
penyadap berdasarkan kelas dapat dilihat pada Tabel 9.
19
Tabel 9. Kecepatan sadap, pemakaian kulit, dan hasil sadapan penyadap
berdasarkan kelas
Kelas
penyadap N
Kecepatan
menyadap
(detik pohon-1
)
Pemakaian
kulit 1 bulan
(cm)
Hasil sadapan
(kg)
A 15 16,17 ±1,35 1,6±0,2 45,00±5,33
B 15 17,97±1,69 1,8±0,2 37,80±4,65
p-Value 0,003tn
0,000**
0,001*
Keterangan : * berbeda nyata,** sangat nyata, tn tidak berbeda nyata
Aplikasi Stimulansia
Stimulasi peningkatan produksi lateks selain dengan sistem eksploitasi yang
tepat dapat dilakukan dengan pemberian zat stimulansia. Zat stimulan pada
dasarnya mempengaruhi turgor sel dan membuat aliran lateks menjadi lebih lama
sehingga volume lateks yang dihasilkan juga meningkat.
Stimulan yang dipakai di GBE adalah merek dagang Newtex 10 PA yang
berbentuk pasta dengan bahan aktif etefon 10%. Stimulan yang diaplikasikan ke
tanaman adalah yang telah diberi pewarna merah dan diencerkan. Stimulan
dicampur dengan pewarna agar memberikan bekas setelah aplikasi, selain sebagai
penanda untuk pekerja juga untuk memudahkan pengawasan. Zat stimulan
diencerkan sampai 2,5% untuk tanaman muda dan 5% untuk tanaman tua. Cara
aplikasi stimulan ke tanaman adalah dengan cara mengoleskan pada aliran sadap
(groove application). Alat yang digunakan untuk mengoleskan stimulan adalah
kuas dan mangkok. Kuas yang digunakan dibuat dari ijuk yang diikat dan diberi
tangkai. Ukuran kuas yang tidak seragam membuat jumlah stimulan yang
teroleskan tidak dapat dianggap sama sehingga tidak dapat dipastikan sesuai
dengan dosis yang ditetapkan oleh perusahaan.
Respon yang diharapkan dari aplikasi stimulan ini adalah peningkatan
produksi sebanyak 20% pada penyadapan pertama, 15% pada penyadapan kedua,
dan 5% pada penyadapan ketiga dan keempat. Setelah itu, dapat dilakukan
aplikasi kembali. Grafik respon peningkatan produksi setelah aplikasi stimulan
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Respon produksi lateks setelah aplikasi stimulan
Peningkatan produksi lateks klon PB, GT 1 dan IRR meningkat lebih tinggi
pada penyadapan kedua (6 hari setelah aplikasi). Klon RRIC 100 menunjukkan
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
1 2 3
Per
sen
tase
ken
aika
np
rod
uks
i (%
)
Penyadapan ke-PB RRIM IRR GT 1 RRIC 100
20
peningkatan hanya pada penyadapan pertama setelah aplikasi dan menurun pada
penyadapan berikutnya. Produksi klon RRIM setelah aplikasi stimulan masih
meningkat sampai penyadapan ketiga (9 hari setelah aplikasi).
Tanaman yang Terserang Kering Alur Sadap.
Kering alur sadapan atau yanag sering disebut brown bast atau tapping
panel dryness bukanlah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. Kering
alur sadapan merupakan gejala kerusakan fisiologis tanaman karet akibat sistem
eksploitasi yang tinggi dan aplikasi stimulan yang terlalu sering. Gejala awal
hanya sebagian alur sadap yang tidak mengalirkan latek dan mengeluarkan cairan
berwarna coklat yang menggumpal. Beberapa minggu kemudian sepanjang aliran
sadap akan mengering. Tanaman yang terserang KAS di GBE ditandai dengan
kapur berwarna hitam pada pohon karet dengan simbol BB lalu dituliskan juga
bulan dan tahun identifikasi. Gambar 7 berikut menunjukkan tingkat serangan
KAS pada panel A dan Panel B.
Gambar 7. Persentase tanaman terserang KAS pada beberapa klon tahun 2016
Pengendalian KAS di GBE hanya dilakukan dengan pemberhentian
penyadapan dan tidak ada pengendalian kimia. Pohon karet yang terserang KAS
diistirahatkan selama 6 bulan. Setelah 6 bulan dilakukan pengecekan kembali
pada tanaman tersebut dan mulai disadap kembali.
Selain KAS juga ditemukan penyakit kulit lain pada tanaman karet di GBE
yaitu bark necrosis. Gejalanya adalah kulit tanaman karet mengering kemudian
retak dan mengelupas. Penyebab bark necrosis adalah jamur Fusarium solani dan
Boitrydiplodia sp. yang menyebabkan bercak coklat dan kematian kulit. Serangan
jamur ini biasanya diikuti oleh serangan kumbang penggerek Xyloborus sp.
hingga menyebabkan pengelupasan kulit yang parah. Tanaman yang sudah
terserang bark necrosis tidak dapat disadap lagi.
Pengendalian penyakit bark necrosis dapat dilakukan dengan menggunakan
fungisida bila masih pada gejala awal. Namun di GBE masih jarang ditemui
serangan penyakit ini. Tanaman yang teridentifikasi biasanya yang sudah
serangan lanjut dan tidak dapat lagi dilakukan pengendalian. Gejala KAS dan
bark necrosis dapat dilihat pada Gambar 8.
3%
6,5%
5%
6,5%7%
6.5%
10,5%
9%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
RRIM 921 PB 260 IRR 118
Per
senta
se K
AS
(%
)
panel A
panel B
panel H
21
(a) Brown bast/ Kering alur sadap (b) Bark nekrosis
Gambar 8. Tanaman yang terserang Kering alur sadap (KAS) dan Bark
necrosis
Evaluasi dan Pengawasan Penyadapan.
Pengawasan penyadapan dilakukan untuk menjaga dan kualitas penyadapan
dan menjaga ketahanan pohon dan kulit tanaman karet. Kulit pohon adalah aset
utama dalam budidaya tanaman karet sehingga harus dimanfaatkan semaksimal
mungkin. Evalusi penyadapan dilakukan dengan melakukan inspeksi sadapan dan
pengkelasan penyadap sehingga mempengaruhi preminya. Inspeksi sadap
dilakukan oleh mandor, asisten, manajer, inspektur dan general manager
plantation. Setiap jabatan menggunakan warna kapur berbeda untuk penandaan.
Warna kapur yang digunakan sesuai jabatan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Warna kapur inspeksi
Warna Pemberi tanda
Putih Mandor
Kuning Mandor besar
Merah Asisten
Hijau Manajer
Biru Inspektur penyadapan
Hitam General manajer planting
Sumber: Hasil wawancara dengan mandor
Alat yang digunakan untuk melakukan tapping inspeksi adalah kapur dan
jarum inspeksi. Jarum inspeksi berupa besi runcing yang diberi skala milimeter,
bila ditancapkan ke alur sadap sampai ke kambium akan terlihat berapa sisa
ketebalan kulitnya/kedalam irisan sadap. Setiap mandor, mandor besar dan asisten
diberi alat untuk inspeksi sadap setiap setahun sekali. Alat inspeksi sadapan dapat
lihat pada Gambar 9.
(a) Jarum ispeksi dan kapur (b)Pengukuran kedalaman irisan sadap
Gambar 9. Alat dan pelaksanaan inspeksi sadapan
22
Hasil inspeksi sadapan yang dilakukan tiap bulan oleh mandor akan
menentukan kelas penyadapan. Hal yang diperhatikan untuk penentuan kelas
penyadap adalah jumlah poin hasil inspeksi sadap, produksi, kebersihan dan
kelengkapan alat sadap. Penyadap termasuk kelas A bila poin berjumlah 90-100,
termasuk kelas B bila poin berjumlah 70-89, dan termasuk kelas B bila jumlah
poin 52-69. Tanda yang biasa digunakan pada inspeksi sadapan di PT BSP adalah
seperti yang tercantum pada Tabel 11.
Tabel 11.Tanda inspeksi penyadapan yang digunakan di PT BSP
Tanda Arti tanda kapur
/ Sadapan terlalu dalam/ hampir luka kayu
H Luka kayu
O Sadapan kurang dalam
× Pemakaian kulit terlalu boros
= Pemakaian kulit terlalu hemat
↑ Alur Sadapan terlalu miring, tahan.
↓ Alur Sadapan terlalu landai
Sumber: Hasil wawancara dengan mandor
Fungsi tanda kapur bagi penyadap adalah untuk teguran atau arahan agar
penyadap memperbaiki sadapannya. Bagi tim audit lapang tanda ini untuk melihat
kinerja mandor ataupun asisten. Bila tanda kapur ini dapat dijumpai di seluruh
blok menandakan mandor, asisten dan manajer rajin turun ke lapangan untuk
melihat kondisi dan pengawasan kebun.
Aspek Manajerial
Pelaksanaan aspek manajerial selama kegiatan magang dilakukan pada
bulan kedua, 5 minggu menjadi pendamping mandor dan mandor besar, dan 1
bulan menjadi pendamping asisten. Beberapa kali juga dilakukan kegiatan sebagai
pendamping krani untuk mempelajari administrasi kebun.
Mandor
Tanggung jawab dan tugas mandor secara umum adalah mengawasi,
mengarahkan, memotivasi dan mengevaluasi pekerjaan penyadap secara langsung
setiap harinya. Selama kegiatan sebagai pendamping mandor penulis ikut
malaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dilakukan oleh mandor. Setiap hari
mandor sadapan dan mandor harian mengikuti briefing bersama asisten dan
mandor besar pada pukul 5.30 pagi. Setelah briefing semua mandor akan menuju
ke hanca penyadap yang untuk melakukan absensi dan pengawasan. Bila ada
anggota yang tidak hadir maka mandor harus berkoordinasi dengan mandor besar
untuk mencari pengganti yang akan menyadap hanca tersebut. Mandor harus
mengecek kelengkapan dan kebersihan alat sadap, kebersihan patok tengah, dan
kerapihan meja lump setiap penyadap. Mandor juga mengawasi pengumpulan
hasil (lateks, cuplump, treelace) di TPH untuk mencegah terjadinya kecurangan.
Semua tugas ini bertujuan untuk memaksimalkan produksi, mengurangi
kecelakaan kerja, serta menjaga mutu dan hasil sadapan.
Mandor diwajibkan memeriksa sadapan setiap penyadap dengan melakukan
tapping inspection dan memberikan tanda dengan kapur putih. Tanda di pohon
tersebut akan memberi peringatan kepada penyadap saat menyadap di hari
23
berikutnya. Setiap tanggal 20 mandor harus melaporkan hasil inspeksi sadapan
dan kelas penyadap. Mandor biasanya ikut istirahat dan makan siang bersama para
penyadap di kebun, pada waktu itulah mandor mendengar aspirasi pekerja dan
memberikan motivasi kerja.
Mandor harian melakukan pengawasan terhadap kegiatan perawatan dan
pemeliharaan kebun secara umum. Kegiatan yang dilakukan sebagai mandor
harian adalah: mengawasi pengendalian gulma di barisan sadap (strip spraying),
mengawasi kegiatan identifikasi dan pengobatan tanaman karet yang terserang
jamur akar putih, perbaikan jalan dan parit, pembabatan manual, dan dongkel
anak kayu.
Mandor Besar
Tugas dan tanggung jawab mandor besar adalah menjadi perpanjangan
tangan asisiten untuk hal-hal teknis yang terjadi dilapangan. Mandor besar
mengkoordinasi pengganti penyadap yang berhalangan hadir, dan menindak serta
menyelesaikan karyawan yang berkasus. Mandor besar mengatur dan mengawasi
pembagian gaji penyadap. Bila cuaca kurang baik maka mandor besar juga harus
jeli memperkirakan dan menentukan waktu pemungutan lateks dan segera
menginstruksikan kepada semua mandoran agar produksi hari itu bisa
diselamatkan.
Krani
Krani mengurus dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan
administrasi dan pencatatan di divisi. Kraniyang ada di divisi meliputi krani
timbang dan krani distribusi. Krani timbang bertugas melakukan penimbangan
dan pencatatan hasil lateks, cup lump dan treelace penyadap tiap harinya. Krani
bertanggung jawab melakukan pengawetan lateks sebelum dibawa ke pabrik
sesuai produksi lateks hari itu. Krani juga harus melakukan rekapitulasi produksi
bulanan untuk diserahkan ke krani estate.
Krani distribusi melakukan pencatatan material yang keluar masuk gudang
divisi. Melaporkan kebutuhan seperti pupuk, pestisida, alat sadap, dan stimulan
yang telah dibuat asisten dan membagikan ke setiap mandoran. Krani distribusi
juga mencatat dan mengawasi pembagian jatah beras bulanan (catu) ke setiap
karyawan serta mengurus pembuatan surat izin dan rujukan ke dokter bagi
karyawan yang sakit.
Asisten Divisi
Asisten divisi memimpin luasan areal 800-900 ha dan semua orang yang
berada di dalamnya. Asisten bertanggung jawab untuk melakukan perencanaan,
pengelolaan dan pengawasan terhadap kegiatan budidaya di divisi. Asisten
dituntut untuk memperoleh target produksi yang telah ditetapkan direksi dan
mengendalikan operational cost-nya. Selain itu, Asisten memonitor penjagaan
mutu sadapan dan hasil sadapan. Setiap pagi asisten yang didampingi mandor
besar memimpin briefing pagi untuk semua mandor. Briefing membahas
permasalahan teknis yang terjadi dikebun dan mencari solusinya, asisten juga
memberikan informasi tambahan yang perlu disampaikan dari hasil rapat staf
bersama manajer.
24
Pembahasan
Kondisi Kulit Sadapan
Tinggi alur sadap, kedalaman irisan sadap, ketebalan sadapan, dan lilit
batang adalah beberapa hal yang mempengaruhi produksi dan umur ekonomis
tanaman karet. Irisan sadap yang terlalu dalam dan pemakaian kulit yang terlalu
tebal merupakan suatu pemborosan dan dianggap sebagai losses, bila irisan sadap
terlalu dangkal bisa menyebabkan luka kayu dan akan berdampak pada produksi
berikutnya. Menurut standar perusahaan PT BSP, kedalaman irisan sadap untuk
sadap bawah adalah 1-1,5 mm sedangkan ketebalan sadapan untuk sekali sadap
adalah 1,3-1,5 mm.
Kondisi kulit sadapan yang tercantum pada Tabel 7 menunjukkan bahwa
sadapan dengan frekuensi sadap d/4 dan d/3 berbeda nyata berdasarkan uji t-
student 5%. Tinggi alur sadap dan lilit batang berbeda nyata, karena sistem sadap
d/4 diterapkan pada tanaman TM 1- TM 2 dan sistem sadap d/3 adalah pada TM
3-TM 15. Tinggi alur sadap akan berkurang seiring bertambahnya umur tanaman
sehingga tinggi alur sadap d/3 lebih rendah dibanding alur sadap d/4. Rata-rata
ketebalan pemakaian kulit pada sadapan d/4 adalah 1,3 mm dan pada sadapan d/4
1,6 mm. Rata–rata kedalaman irisan sadap pada sadapan d/4 adalah 2,5 mm dan
pada sadapan d/3 0,9 mm. Ketebalan pemakaian kulit sadapan d/4 masih sesuai
dengan aturan sadapan perusahaan sedangkan pada sadapan d/3 sedikit melebihi
standar. Irisan sadap pada sadapan d/4 terlalu dalam bila dibandingkan dengan
aturan perusahaan dan menyisakan setengah bagian kulit yang tidak tersayat.
Ketebalan kulit karet saat matang sadap biasanya adalah 6-7 mm (Pusari dan
Haryanti, 2014). Penyadap yang ditaruh pada sadapan d/4 seluruhnya adalah
penyadap kelas A dan cenderung agak berhati-hati saat penyadapan karena masih
TM 1 dan TM 2, sehingga kedalaman irisannya terlalu tebal dan sangat jarang
ditemui luka kayu.
Kondisi kulit sadapan di Panel A dan Panel B menunjukkan bahwa lilit
batang dan tinggi alur sadapnya berbeda nyata namun ketebalan sadapan dan
kedalaman irisan tidak berbeda nyata. Rata-rata ketebalan sadapan pada Panel A
adalah 1,6 mm dan pada Panel B 1,5 mm, angka ini sedikit melebihi standar
perusahaan. Rata-rata kedalam irisan sadap pada panel A adalah 0,9 mm dan
panel B 0,8 mm. Kedalaman irisan sadapan kurang dari standar perusahaan yaitu
1 mm-1,5 mm.
Kondisi kulit sadapan dan kualitas penyadapan harus dijaga dengan baik
agar kulit karet dapat tetap berproduksi dan memperpanjang umur ekonomisnya.
Mathurin et al. (2016) menyatakan bahwa, konsumsi kulit yang terlalu tinggi,
penyadapan yang terlalu dalam, banyak kelukaan pada kulit, dan frekuensi
penyadapan yang tinggi menyebabkan stres pada tanaman karet secara fisiologis.
Tenaga Kerja Penyadapan
Kelas penyadap dibedakan berdasarkan keterampilan menyadap yang benar
dan sesuai aturan perusahaan. Keterampilan ini mempengaruhi hasil sadapan.
Salah satu hal yang mempengaruhi adalah kedalaman sadapan dan pemakaian
kulit. Kedalaman sadapan yang terlalu tebal dari kambium membuat hasil sadapan
tidak maksimal karena hanya sebagian pembuluh yang tersayat sehingga lateks
25
yang dikeluarkan tidak maksimal. Tabel 9 menunjukkan bahwa penyadap kelas A
dan kelas B memperoleh rata-rata hasil sadapan yang berbeda nyata. Rata-rata
hasil lateks per hari penyadap kelas A adalah 45 kg dan penyadap kelas B adalah
38,8 kg.
Hasil pengamatan dan pengujian t-student 5% pada kecepatan menyadap
kelas A dan kelas B tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Rata-rata
kecepatan menyadap pada kelas A adalah 16,17 detik per pohon dan kelas B
adalah 17,97 detik per pohon. Pengamatan terhadap kecepatan menyadap
dilakukan karena akan mempengaruhi waktu tunggu mengalirnya lateks sebelum
dipungut. Jam kerja penyadapan di GBE hanya dilakukan jam 06.00-13.00 dengan
hitungan 7 jam. Lain halnya di PT Bridgestone Sumatera Rubber Estate yang
penyadapannya dilakukan sampai jam 5 sore dengan hitungan lembur sehingga
memungkinkan lateks mengalir lebih lama sampai akhirnya berhenti karena
penggumpalan (Wiguna, 2013). Bila penyadap lebih cepat menyelesaikan
hancanya diharapkan waktu tunggu sebelum pengumpulan lateks lebih lama.
Walaupun lateks setelah pemungutan masih akan diambil besok harinya dalam
bentuk cuplump, namun produksi utama di GBE adalah lateks karena akan diolah
menjadi lateks konsentrat dan SIR.
Peningkatan produksi tanaman karet di perusahaan swasta selain di
pengaruhi aspek teknis penyadapan juga dipengaruhi oleh aspek non teknis seperti
manajemen penyadapan. Manajemen penyadapan dengan pengekelasan penyadap
dan sistem premi adalah cara untuk memacu produksi penyadap. Premi yang
berlaku di GBE adalah premi dasar, premi progresif, premi bonus dan premi sadap
hari libur.
Aplikasi Zat Stimulansia
Aplikasi zat stimulansia yang dilakukan di GBE telah disesuaikan dengan
aturan dan standar perusahaan. Respon dari aplikasi zat stimulan pada tiap klon
menunjukkan hasil yang berbeda. Persentase peningkatan hasil pada klon PB, IRR
dan GT-1 akan lebih melonjak pada penyadapan kedua setelah aplikasi yaitu
sebesar 57,8% pada klon PB, 55,5% pada klon IRR, dan 65,5% pada klon GT-1.
Sedangkan pada klon RRIC peningkatan hasil paling tinggi adalah saat
penyadapan pertama setelah aplikasi sebesar 36% lalu menurun pada penyadapan
kedua dan ketiga. Klon RRIM menunjukkan peningkatan hasil sebesar 47,2% dan
cenderung stabil pada penyadapan berikutnya.
Perbedaan respon peningkatan hasil ini dapat menjadi pertimbangan dalam
jadwal aplikasi stimulan berikutnya sehingga dapat menekan biaya produksi dan
menghindari over eksploitasi. Untuk klon RRIC setelah penyadapan ke-4
mungkin bisa segera dilakukan aplikasi ulang karena produksi sudah menurun
sejak penyadapan ke-2, sedangkan untuk klon RRIM, PB, IRR dan GT-1 aplikasi
berikutnya dilakukan setelah produksinya sudah mulai turun, pada sadapan ke-5
atau sadapan ke-6.
Zat stimulan dapat meningkatkan produksi lateks melalui beberapa cara
yaitu meningkatkan permeabilitas membran, mengakselerasi metabolisme
sukrosa, memperpanjang waktu pengaliran lateks, memodulasi aktivitas enzim
seperti glutamine synthase dan HGMS (Zhu dan Zhang, 2009). Aplikasi stimulan
harus disesuaikan dengan karakter klon dan intensitas aplikasinya. Menurut
Boerhendy (2013) aplikasi stimulan pada klon karet IRR 39 dapat meningkatkan
26
produksi hingga 123% bila diaplikasikan sejak awal penyadapan dengan notasi
sadap ½ S d/3+ ET 2%.
Tanaman yang Terserang Kering Alur Sadapan
Keringnya alur sadapan adalah penyakit fisiologis yang terjadi karena
eksploitasi yang tinggi dan tidak seimbang dengan metabolisme karet untuk
menghasilkan lateks. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman yang
terserang kering alur sadap lebih banyak pada penel sadap B. Tanaman dengan
panel sadap B umurnya tentu lebih tua dibandingkan panel A dan telah
berulangkali diberi stimulan. Persentase serangan KAS pada klon RRIM 921
adalah 3% pada panel A, 6,5% pada panel B dan 10,5% pada panel H. Persentase
tanaman yang terserang KAS pada klon PB 260 adalah 6,5% pada panel A, 7%
pada panel B dan 9% pada panel H. Jumlah tanaman klon IRR 118 yang terserang
KAS adalah 5% pada panel A dan 6,5% pada panel B. Persentase KAS pada panel
H Klon IRR 118 tidak dapat diamati karena di Divisi IV GBE tidak ada blok
tanaman IRR dengan panel sadap H.
Tingkat serangan KAS yang ada di Divisi IV GBE dapat digolongkan tinggi
karena menurut Andriyanto dan Tistama (2014), tingkat serangan KAS tinggi
pada klon quick starter adalah 9,2% dan 7,3% untuk klon slow starter. Hasil
pengamatan serangan KAS ada yang mencapai 10,5%. Bila dibandingkan dengan
serangan yang ada di perkebunan swasta lainnya tingkat serangan di BSP
tergolong lebih tinggi karena tingkat serangan KAS di Tulung Gelam Estate pada
tanaman tahun 2006 (Panel A4) adalah sebesar 5,62% (Robianto, 2013). Wiguna
(2014) melaporkan bahwa di PT Bridgeston Sumatera Rubber Estate tingkat
serangan pada klon quick starter hanya sebesar 4,09% dan pada klon slow starter
1,97%.
Tanaman yang terserang KAS di GBE diistirahatkan penyadapannya selama
6 bulan. Tanaman yang terserang diberi tanda BB dengan kapur hitam. Untuk
mencegah terjadinya KAS tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah
menetapkan sistem sadap yang baik dan benar, pemakaian stimulansia yang sesuai
aturan dan menghindari terjadinya luka kayu. Pemakaian stimulan seperti etefon
dapat mendorong terjadinya KAS karena etefon mengeluarkan etilen untuk
meninginduksi fungsi sel lateks termasuk produksi senyawa reactive oxygen
species (ROS), akumulasi ROS akan menyebabkan penggumpalan pertikel karet
dalam sel lateks (Putranto et al., 2015). Menurut Andriyanto dan Tistama (2014),
luka kayu merupakan salah satu penyebab terjadinya KAS karena merusak dan
memutus pembuluh lateks sehingga aliran lateks menjadi terganggu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kegiatan teknis budidaya karet yang dilakukan di lapangan, kegiatan sebagai
pendamping mandor dan pendamping asisten divisi dapat meningkatkan
kemampuang teknis dan manajerial mengenai perkebunan karet. Penyadapan yang
dilakukan di Divisi IV GBE kurang sesuai dengan standar perusahan namun
masih dalam rentang yang bisa ditoleransi. Rata-rata ketebalan pemakaian kulit
27
pada sadapan d/4 dan d/3 adalah 1,3 mm dan 1,6 mm. Rata-rata kedalaman irisan
sadap pada sadapan d/4 adalah 2,5 mm dan pada sadapan d/3 0,9 mm. Rata-rata
ketebalan pemakaian kulit dan kedalaman irisan pada sadapan Panel A dan Panel
B tidak berbeda nyata. Produksi latek yang didapatkan oleh penyadap kelas A
lebih banyak dibanding kelas B, dan pemakaian kulit oleh kelas A lebih sedikit
dibanding kelas B. Kecepatan menyadap kelas A dan kelas B tidak berbeda nyata
yaitu sekitar 16,1 detik pohon-1
dan 17,9 detik pohon-1
.
Aplikasi zat stimulan yang dilakukan di divisi IV GBE telah sesuai dengan
aturan dan standar perusahaan. Respon produksi zat stimulan pada klon IRR,
RRIM, dan PB menunjukkan persentase peningkatan produksi yang lebih tinggi
pada penyadapan kedua setelah aplikasi. Sedangkan pada klon RRIC peningkatan
produksi hanya pada penyadapan pertama setelah aplikasi. Persentase serangan
KAS pada klon RRIM 921, PB 260 dan IRR 118 adalah 6,6%, 7,5%, dan 5,75%.
Saran
Pengawasan sadapan pada panel B sebaiknya lebih diperhatikan. Perlu
diadakan retraining secara berkala untuk penyadap yang belum memenuhi kriteria
dan pelatihan kesadaran APD untuk penyadap. Sebaiknya dilakukan penanganan
yang lebih serius terhadap serangan KAS di GBE karena tingkat serangan
tergolong tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyanto M. dan R. Tistama.2014.Perkembangan dan upaya pengendalian
kering alur sadap (KAS) pada tanaman karet (Hevea brasiliensis). Warta
Perkaretan 33(2):89-102.
[ANRPC] Association of Natural Rubber Producing Countries .2011. Member
country info http://anrpc.org. [20 Januari 2016].
Asim M. 2012. Penyadapan karet (Hevea brasiliensis Muell.-Arg.) di PT Air
Muring, Bengkulu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
[Balitsembawa] Balai Penelitian Sembawa. 2006.Sapta Bina Usahatani Karet
Rakyat. Balitsembawa. Sembawa.
Boerhendy I.2013. Penggunaan stimulan sejak awal penyadapan untuk
meningkatkan produksi klon IRR 39. Jurnal Penelitian Karet 31(2):117-126. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Karet Indonesia 2011
http://www.bps.go.id. [08 Maret 2015].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Ekspor Karet dalam Bentuk Remah Menurut
Negara Tujuan Utama 2008-2013.http://www.bps.go.id. [01 November 2016].
[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Karet
Indonesia 2013-2015. Kementrian Pertanian. Jakarta.
Fairuzah Z. 2011. Manajemen Pengendalian KAS dan Penyakit Bidang Sadap.
Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Medan.
[Gapkindo] Gabungan Petani Karet Indonesia.2015. Analisis pasar Desember
2015. Info Karet 12:1-7.
[Gapkindo] Gabungan Petani Karet Indonesia. 2016. Analisis pasar Juni 2016.
Info Karet 6: 1-8.
28
Jacob J. and Krishnakumar R. 2006. Tapping panel syndrome:what we know and
what we do not know. Dalam Jacob J., R. Krishnakumar , N.M. Mathew
(Ed). Tapping panel dryness of rubber. Rubber Research Institute of India.
[Kemenperin] Kementrian Perindustrian. 2014. Produktivitas Karet Nasional
Kalah dari Malaysia dan Thailand. www.kemenperin.go.id/artikel/7341 [07
Maret 2015].
Kiswara A.P. 2007. Sistem produksi tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell
Arg.) berdasarkan komposisi umur tanaman di PT Sentosa Mulia Bahagia,
Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[Litbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2014. Pengendalian
penyakit jamur akar putih (JAP) pada pembibitan karet dengan Trichoderma
sp.Info Tek. Perkebunan 6(1):2.
Mathurin O.K., Kuadiou D., Francis S.E, Angeline E.A, Sekou D., Obuayeba S.,
and Jules K.Z. 2016. Agricultural practices in Cote’ D’Ivoire andappariton
and development of tapping panel dryness in (Hevea brasiliensis Muell.
Arg.). International Journal of Current Agricultural Sciences 6(7):74-80.
Obuayeba S., Coulibay L.F., Gohet E., Yao T.N., and Ake S.2009. Effect of
tapping system and height of tapping opening on clone PB 235 agronomic
parameters and its susceptibility to tapping panel dryness in south east of
Cote d’Ivoire`.J. Appl. Biosci. 24:1535-15542.
Priwanto.2009. Penyadapan karet [Hevea brasilliensis Muell Arg.] di Tulung
Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Sumatera Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pusari D. dan Haryanti S. 2014. Pemanenan getah karet (Hevea brasiliensis
Muell.Arg.) dan penentuan kadar karet kering (KKK) dengan variasi
temperatur pengovenan di PT. Djambi Waras Jujuhan Kabupaten Bungo,
Jambi. Buletin anatomi dan fisiologi 22(2):64-74
Putranto R.A., Herlinawati E., Rio M., Leclercq J., Piyatrakul P., Gohet E., Sanier
C., Oktavia F., Pirello J., Kuswanhadi, and Muntoro P. 2015. Involvement
of ethylene in latex metabolism and tapping panel dryness on Hevea
brasiliensis.Int. J. Mol. Sci. 16: 17885-17908.
Robianto.2013. Sistem penyadapan karet [Hevea brasilliensis Muell Arg.] di
Tulung Gelam Estate, PT PP London Sumatera Indonesia, Tbk. Kabupaten
Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Rodrigo, V.H.L.2010.Rubber tree: Ecophysiology dan Land Productivity. Hal.
309-324. Dalam Fabio D.M. (Ed.). Ecophysiology of Tropical Tree Crops.
Nova Science Publishers Inc. New York,USA.
Sainoi T., and Sdoodee S. 2012. Impact of ethylene gas application on young tree
rubber tree. Journal of Agricultural Technology 8(4):1497-1507.
Sdoodee S., Laconte A. , Ragsawat S, Rukkun J., Huaynu T., and Chinatiam
H.2012. First test of double cut alternative rubber tapping system in
Southern Thailand.. J. Kasetsart (Nat Sci.) 46:33-38.
Setiawan H.D. dan Andoko A. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet(edisi
revisi). Agromedia Pustaka. Jakarta.
Silpi U., Laconte A., Kasempsap P., Thanysanyawangkurat S., Chantuma P.,
Musigamart N., Clement A., and Ameglio T.2007. Carbohydrat reserves as
29
competing sink: evidence from tapping rubber trees. Three Physiology
27:881-889.
Siregar T.H.S., dan Suhendry I. 2013. Budidaya dan Teknologi Karet. Penebar
Swadaya.Jakarta.
Soumahin, E.F.,Obuayeba S., and Pierre A.A.. 2009. Low tapping frequency with
hormonal stimulaion on Hevea brasiliensis clune PB 217 reduce tapping
manpower requirement. Journal of Animal & Plant Sciences: 2(3):109-117.
Sumarmadji. 2005. Optimasi produktivitas klon karet melalui berbagai sistem
eksplotasi. Hal. 123-140. Dalam. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan
Tanaman Karet.
Wiguna H.2014. Manajemen penyadapan karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.)
di Dolok Merangir Estate, PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate,
Simalungun, Sumatera Utara. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zhu, J., and Zhang Z. 2009. Ethylene stimulation of latex productiom in Hevea
brasiliensis. Plant Signaling & behaviour 4(11):1072-1074.
30
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 1. Jurnal kegiatan sebagai karyawan harian lepas
Tanggal Uraian kegiatan
Prestasi kerja (HK-1
)
Lokasi Penulis Karyawan
Standard
perusahaan
09-02-2016 Tiba di lokasi magang dan mengurus akomodasi Kantor manajer estate
10-02-2016 Perkenalan dengan staf dan asisten pembimbing. Kantor Divisi
11-02-2016 Menguti brondolan dan mencabut tukulan
dipiringan sawit
Field P09303 Divisi III
12-02-2016 Diskusi lapang bersama asisten dan keliling kebun Divisi III
13-02-2016 Sanitasi pokok sawit 242 tanaman Field P08301 Divisi III
14-02-2016 Libur –Minggu
15-02-2016 Mengambil sampel dan perhitungan AKP
&BB sawit
Field P09301 Divisi III
16-02-2016 Penyadapan tanaman karet panel A3 650 pohon Field R08301 Divisi III
17-02-2016 Perawatan dan pengisian rorak 10 ha Field P09302 Divisi III
18-02-2016 Pembuatan TPH panen sawit 150 TPH Field P09303 Divisi III
19-02-2016 Penyadapan cekung panel H01 650 pohon Field R97301 Divisi III
20-02-2016 Seminar anti kanker dari YKSI Kantor estate
21-02-2016 Libur-Minggu
22-02-2016 Belajar menggambar bidang sadap panel A1 3 hanca Field R10402 Divisi IV
23-02-2016 Menggambar bidang sadap 3 hanca Field R10402 Divisi IV
24-02-2016 Pemasangan talang (perlengkapan sadap) 100 pcs 600 pcs 600 pcs Field R10403 Divisi IV
25-02-2016 Pemberian kapur APM 36 bibit 60 bibit 100 bibit Field R13401 Divisi IV
26-02-2016 Pemasangan talang 250 pcs 600 pcs 600 pcs Field R10404 Divisi IV
27-02-2016 Pengendalian gulma Strip spraying 1,5 ha 4ha 4 ha Field R02403 Divisi IV
28-02-2016 Libur-Minggu
29-02-2016 Pemasangan kawat 150 pcs 600 pcs 600 pcs Field R10404 Divisi IV
01-03-2016 Belajar melakukan okulasi 15 okulasi - 175 okulasi Kebun entres Divisi II
31
2
Lampiran 1 (lanjutan)
Tanggal Uraian kegiatan
Prestasi kerja (HK-1
)
Lokasi Penulis Karyawan
Standar
perusahaan
02-03-2016 Pemasangan talang 250 pcs 600 pcs 600 pcs Field R10404 Divisi IV
03-03-2016 Pemasangan talang 250 pcs 600 pcs 600 pcs Field R10402 Divisi IV
04-03-2016 Diskusi Kantor Divisi IV
05-03-2016 Keliling kebun GBE
06-03-2016 Libur-Minggu
07-03-2016 Kunjungan ke pembibitan Aek Selabat Estate
08-03-2016 Identifikasi dan pengobatan JAP 3 ha 3ha 5 ha Field R07403 Divisi IV
09-03-2016 Libur-Nyepi -
10-03-2016 Pengendalian gulma strip spraying 0,5 ha 4ha 4 ha Field R02403 Divisi IV
11-03-2016 Pembabatan gulma manual 0,2 ha 1 ha 1.4 ha Field R02402 Divisi IV
12-03-2016 Buka sadapan panel B5 25 500 pohon 500 pohon Field R98401 Divisi IV
13-03-2016 Libur-Minggu
14-03-2016 Buka sadapan panel B5 100 pohon 500 pohon 500 pohon Field R98401 Divisi IV
15-03-2016 Buka sadapan panel B5 200 pohon 500 pohon 500 pohon Field R98401 Divisi IV
16-03-2016 Topping APM Kebun APM Divisi I
17-03-2016 Buka sadapan B5 100 pohon 500 pohon 500 pohon Field R98401 Divisi IV
19-03-2016 Diskusi Kantor Divisi IV
20-03-2016 Libur-Minggu -
21-03-2016 Menurunkan mukuna 76 pohon 160 pohon 160 pohon Field P14102 Divisi I
22-03-2016 Pengendalian oryctes 2 liringan 10 liringan 10 liringan Field P14103 Divisi I
23-03-2016 Penentuan AKP dan black bunch I blok I blok I blok Field P12101 Divisi I
24-03-2016 Penentuan ANP Kantor Divisi I
25-03-2016 Libur-Paskah -
26-03-2016 Libur minggu
32
3
Lampiran 2. Jurnal kegiatan sebagaipendamping mandor dan krani
Tanggal Uraian kegiatan
Prestasi kerja penulis
Keterangan Jumlah KHL
yg diawasi
Luas areal
yg diawasi
Lama
kegiatan
28-03-2016 Pengawasan aplikasi stimulan 15 orang 31 ha 7 jam R 05401
29-03-2016 Pelaksanaa identifikasi JAP 3 orang 3 ha 7 jam R07402
30-03-2016 Pelaksanaan identifikasi JAP 3 orang 4 ha 7 jam R08402
31-03-2016 Pengawasan penyadapan 22 orang 32 ha 7 jam Mandoran VIII
01-04-2016 Pengawasan penyadapan 22 orang 32 ha 7 jam Mandoran VIII
02-04-2016 Pengamatan KAS - - 3 jam R08403, R05402
03-04-2016 Minggu
04-04-2016 Pengawasan penyadapan 14 orang 23 ha 7 jam Mandoran X
05-04-2016 Pengawasan penyadapan 14 orang 23 ha Mandoran X
06-04-2016 Pembukaan sadapan 2 orang 2 ha 7 jam R98401
07-04-2016 Pengendalian gulma bersama mandor harian 3 orang ±7 ha 4 jam R03401
08-04-2016 Pengamatan 4 jam
09-04-2016 Pengamatan 4 jam
10-04-2016 Minggu
11-04-2016 Diskusi dan pembagian gaji 3 jam Kantor Divisi IV
12-04-2016 Pengawasan penyadapan ±15 orang 25 ha 4 jam Mandoran V
13-04-2016 Pegawasan penyadapan ±15 orang 25 ha 7 jam Mandoran V
14-04-2016 Pengawasan penyadapan 29 orang 43 ha 7 jam Mandoran IX
15-04-2016 Pengawasan penyadapan dan pengecekan cuci
mangkok
29 orang 43 ha 7 jam Mandoran IX
16-04-2016 Administrasi kantor dan penimbangan lateks - - 7 jam Kantor Divisi IV
17-04-2016 Minggu
18-04-2016 Pengawasan pengendalian gulma 3 orang 15 ha 4 jam
19-04-2016 Hari bebas
33
4
Lampiran 2 (lanjutan)
Tanggal Uraian kegiatan
Prestasi kerja penulis
Keterangan Jumlah KHL
yg diawasi
Luas areal
yg diawasi
Lama
kegiatan
20-04-2016 Pengawasan penyadapan 21orang 29 ha 7 jam Mandoran VI
21-04-2016 Pengawasan penyadapan 21 orang 29 ha 7 jam Mandoran VI
22-04-2016 Pengamatan 4 jam
23-04-2016 Pengawasan penyadapan 9 orang 13 ha 7 jam Mandoran IV
24-04-2016 Minggu
25-04-2016 Pengamatan
26-04-2016 Pengumpulan data sekunder 4 jam Kantor Estate
27-04-2016 Diskusi di kantor 4 jam Kantor divisi IV
34
5
Lampiran 3. Jurnal kegiatan sebagai pendamping asisten
Tanggal Uraian kegiatan
Prestasi kerja penulis
Keterangan Jumlah mandor
yg diawasi
Luas areal
yg diawasi
Lama
kegiatan
18-03-2016 Melakukan ispeksi bersama tapping inspector,
manajer, asisten dan mandor besar
3 R05401, R02404,
R10404
28-04-2016 Pengawasan penyadapan 1 44 ha 7 jam Mandoran IX
29-04-2016 Persiapan bahan untuk review bersama manajer Kantor divisi IV
30-04-2016 Rapat bersama asisten dan manajer Kantor divisi III
01-05-2016 Minggu
02-05-2016 Pengawasan penyadapan 1 56 ha Mandoran V
03-05-2016 Pengawasan pengendalian gulma 2 63 ha 7 jam Field R04403
04-05-2016 Pengawasan pengendalian gulma 1 31 ha 7 jam Field R05402
05-05-2016 Libur (kenaikan Isa almasih)
06-05-2016 Libur (Isra’ mi’raj)
07-05-2016 Libur bonus
08-05-2016 Minggu
09-05-2016 Kontrol lapangan 3 7 jam Mandoran X,II, dan VII
10-05-2016 Pengawasan penyadapan dan pembagian gaji 7 jam Mandoran V
11-05-2016 Melakukan tapping inspeksi bersama mandor
besar
5 ±101 ha 5 jam Divisi IV
12-05-2016 Melakukan tapping inspeksi bersama mandor
besar
5 ±200 ha 5 jam Divisi IV
13-05-2016 Persiapan audit internal untuk ISO dan RSPO - - - Kantor Divisi III
14-05-2016 Izin
15-05-2016 Minggu
16-05-2016 Pengurusan kasus ke kantor polisi
17-05-2016 Pengamatan ulang - - 5 jam R10401, R07402
35
6
Lampiran 3 (lanjutan)
Tanggal Uraian kegiatan
Prestasi kerja penulis
Keterangan Jumlah mandor
yg diawasi
Luas areal
yg diawasi
Lama
kegiatan
18-05-2016 Pengamatan ulang - - 5 jam R03404
19-05-2016 Pengamatan ulang - - 4 jam R08401, R04402,
R98401, R08403,
20-05-2016 Pengamatan ulang - - 5 jam R05402, R02404
21-05-2016 Sakit
22-05-2016 Minggu
23-05-2016 Sakit
24-05-2016 Sakit
25-05-2016 Kunjungan ke pabrik karet bunut Bunur Rubber Factory
BSP
26-05-2016 Rapat Kantor Estate
27-05-2016 Rapat dan konsultasi bersama asisten Kantor Divisi IV
28-05-2016 Review kegiatan magang bersama asisten Kantor Divisi IV
29-05-2016 Minggu -
30-05-2016 Pengurusan berkas, pengembalian kondite
penilaian dan administrasi lainnya
Kantor Estate
31-05-2016 Pamitan Kantor Divisi IV dan
kantor Estate
01-06-2016 Persiapan pulang
02-06-2016 Pulang
36
7
Lampiran 4. Peta kebun Gurach Batu Estate
37
8
Lampiran 5. Tabel curah hujan di GBE tahun 2006-2015
Bulan
Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 rata-rata
hh ch hh ch hh ch hh ch hh ch hh ch hh ch hh ch hh ch hh ch HH CH
Januari 7 48 11 202 3 48 7 134 3 103 10 146 4 90 9 200 4 33 8 167 6.6 117
Februari 9 65 5 22 2 30 3 63 4 44 2 47 5 81 5 64 2 46 3 34 4 49.6
Maret 7 117 6 50.5 15 171 9 135 7 71 9 172 13 221 3 27 3 42 6 62 7.8 107
April 11 126 13 183 7 73 4 29 2 116 5 49 13 192 12 110 5 97 7 56 7.9 103
Mei 14 293 15 174 5 118 4 33 2 113 6 134 6 86 8 131 9 88 8 89 7.7 126
Juni 9 134 9 134 7 108 1 2 11 245 9 194 3 41 4 53 4 33 6 80 6.3 102
Juli 5 113 10 214 8 180 7 177 13 183 5 37 8 248 5 18 5 66 10 294 7.6 153
Agustus 6 154 9 184 7 155 10 111 13 221 14 296 6 95 9 97 9 130 12 208 9.5 165
September 14 260 9 228 10 172 7 188 9 170 9 212 7 164 9 129 9 162 9 158 9.2 184
Oktober 17 432 14 161 11 156 6 143 4 98 16 248 14 312 12 224 9 165 9 130 11.2 207
November 10 146 10 118 7 139 10 138 14 326 7 116 10 132 12 162 16 226 16 274 11.2 178
Desember 11 146 7 152 6 77 4 59 6 79 6 139 14 192 11 195 23 216 7 35 9.5 129
Jumlah 120 2034 118 1821,5 88 1427 72 1212 88 1768,5 98 1790 103 1854 99 1409,5 98 1304 101 1587 98,5 1620,75
Rata-rata 10 170 9.83 152 7.33 119 6 101 7.33 147 8.17 149 8.58 155 8.25 117 8.17 109 8.42 132 8.21 135
BK
1
2
2
4
1
3
1
3
4
3
2,4
BB
10
10
8
7
8
9
7
7
5
7
7,8
Sumber: Data Curah Hujan GB
*Keterangan Tipe iklim Schmidt-Ferguson
hh: hari hujan
ch: curah hujan (mm)
BK: Bulan kering (<60 mm)
BB: Bulan basah (>100 mm)
A: Sangat basah
B: Basah
C: Agak basah
D: Sedang
E: Agak kering
F: Kering
G:Sangat kering
(Q: 14.3 %)
(Q: 14.3 %- 33.3%)
(Q: 33.3 %- 60%)
(Q: 60 % -100 %)
(Q:100%-167 %)
(Q: 167%-300 %)
(Q: 300%-700%)
𝑄 =𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ× 100%
𝑄 =2,4
7,8 × 100% = 30,76 %
Jadi, iklim di GBE termasuk Tipe B
38
9
Lampiran 6. Struktur organisasi kebun Gurach Batu Estate
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batusangkar, Kab. Tanah Datar Provinsi Sumatera
Barat pada tanggal 22 Oktober 1994. Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara oleh ayah Aziardi dan ibu Jasni. Penulis menyelesaikan pendidikan
SMA di SMA N 1 Batusangkar pada tahun 2012. Setelah itu penulis melanjutkan
studi ke S-1 Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut pertanian Bogor
melalu jalur tes SNMPTN. Selama 4 tahun menempuh pendidikan di IPB penulis
mendapatkan beasiswa dari Bidikmisi. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang
di International Cooperation and Development Fund (ICDF) pada tahun 2014
yang berlokasi di Cikarawang, Bogor dan di Gurach Batu estate PT BSP Tbk,
Asahan, Sumatera Utara.
40