pengelolaan dak: kondisi dan strategi ke...
TRANSCRIPT
Dr. Riatu Mariatul Qibthiyyah(Universitas Indonesia)
Dr. Machfud Sidik(Pakar Desentralisasi Fiskal)
Drs. Masrizal, M.Soc. Sc (Universitas Andalas)
PENULIS EDITOR
Prof. Dr. Robert A. Simanjuntak(Universitas Indonesia)
Dr. Hefrizal Handra(Universitas Andalas)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIADirektorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Didukung oleh:
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN
AustralianAid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIPFOR DECENTRALISATION (AIPD)
AustralianAid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIPFOR DECENTRALISATION (AIPD)
AustralianAid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIPFOR DECENTRALISATION (AIPD)
AustralianAid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIPFOR DECENTRALISATION (AIPD)
LAPORAN TIM ASISTENSI KEMENTERIAN KEUANGANBIDANG DESENTRALISASI FISKAL 2013
| Mendekatkan Akses Keadilan Bagi Perempuan Korbanii
AustralianAid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIPFOR DECENTRALISATION (AIPD)
AustralianAid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIPFOR DECENTRALISATION (AIPD)
AustralianAid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIPFOR DECENTRALISATION (AIPD)
AustralianAid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIPFOR DECENTRALISATION (AIPD)Acknowledgement
Buku Pengelolaan DAK: Kondisi dan Strategi ke Depan ini
disusun oleh Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang
Desentralisasi Fiskal (TADF) Republik Indonesia dan
didukung oleh Program Australia Indonesia Partnership for
Decentralisation (AIPD).
Disclaimer
Pandangan dan pendapat dalam buku Pengelolaan DAK:
Kondisi dan Strategi ke Depan ini bersumber dari Tim
Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal
(TADF) Republik Indonesia dan tidak menggambarkan
pandangan Pemerintah Australia.
| Mendekatkan Akses Keadilan Bagi Perempuan Korbaniv
v
Daftar Isi
Kata Pengantar Direktur Program AIPD ............................................. vii
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan .............. ix
Daftar Tabel dan Diagram .................................................................. xi
Ringkasan Eksekutif ........................................................................... xiii
1 Pendahuluan ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Permasalahan ........................................................................ 2
1.3. Metode Penelitian ................................................................. 3
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 5
2 Perkembangan Kebijakan dan Pengelolaan DAK ........................ 7
2.1. Perkembangan Kebijakan Dana Alokasi Khusus ..................... 8
2.2. Perkembangan Besaran Alokasi dan Daerah Penerima Dana
Alokasi Khusus ...................................................................... 15
3 Hambatan dan Evaluasi Pengelolaan DAK .................................. 19
3.1. Hambatan Pengelolaan DAK ................................................. 19
3.2. Evaluasi Pengelolaan dan Kinerja Penyerapan DAK................ 31
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPANvi
4 Kebijakan DAK dan Pencapaian SPM .......................................... 40
4.1. Kebijakan DAK untuk Pendanaan SPM Pelayanan Dasar ........ 41
4.2. Kebijakan DAK untuk Pencapaian SPM: Pendekatan
Top-down atau Bottom-up .................................................... 44
5 Arah Kebijakan Pengelolaan Dana Alokasi Khusus: Identifikasi
Diskresi Pemerintah Daerah ........................................................ 52
5.1. Kebijakan Perencanaan DAK .................................................. 52
5.2. Kebijakan Formula Alokasi DAK ............................................. 55
5.3. Kebijakan Penggunaan: Petunjuk Teknis yang Bersifat Umum
dan terkait SPM ..................................................................... 58
5.4. Kebijakan Monitoring dan Evaluasi DAK: Pelibatan
Pemerintah Provinsi dan Performance-Based Criteria ............ 60
6 Kesimpulan dan Rekomendasi .................................................... 62
6.1. Kesimpulan ........................................................................... 62
6.2. Rekomendasi Umum ............................................................. 64
Daftar Pustaka .................................................................................... 67
Lampiran ........................................................................................... 69
Lampiran 1. Daftar Daerah Sampel dan Jumlah Responden ........ 69
Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Kuesioner I dan Kuesioner II ....... 72
Lampiran 3. Arah Kegiatan DAK: Perkembangan Petunjuk
Teknis di 19 Bidang DAK .......................................... 77
Lampiran 4. SPM Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan
Umum ..................................................................... 87
Lampiran 5.1 Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang
Kesehatan dan Infrastruktur .................................... 93
Lampiran 5.2. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang
Pendidikan ............................................................... 94
Lampiran 5.3. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang
Lingkungan Hidup ................................................... 97
Lampiran 5.4. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Kelautan 98
Lampiran 5.5. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang
Pertanian ................................................................. 100
vii
Kata Pengantar Direktur Program AIPD
Sejak tahun 2012, Program AIPD mendukung Kementerian Keuangan,
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melalui Tim Asistensi Ke-
menterian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (TADF), terutama
untuk pengembangan kebijakan desentralisasi fiskal berbasis penelitian
(research based policy).
Pada tahun 2013 TADF mendapatkan mandat untuk melaksanakan em-
pat kajian dan penyusunan sejumlah policy brief. Hasil kajian tersebut telah
didokumentasikan dalam empat judul buku berikut ini:
1) Pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK): Kondisi dan Strategi ke Depan;
2) Municipal Development Funds sebagai Alternatif Pembiayaan Infra
struktur Daerah;
3) Evaluasi Regulasi Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pengaruhnya ter
hadap Upaya Peningkatan Kualitas Belanja Daerah;
4) Evaluasi Pelaksanaan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pa
jak Daerah dan Retribusi dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Daerah.
Sedangkan hasil policy brief yang disusun oleh TADF didokumentasikan
dalam buku Policy Brief 2013.
Kami mengharapkan bahwa kelima buku tersebut dapat berkontribusi
untuk dialog kebijakan yang dapat memperkuat implementasi desentralisasi
fiskal di Indonesia, terutama untuk dampak peningkatan layanan publik bagi
masyarakat.
Jessica Ludwig-Maaroof
Direktur Program
| Mendekatkan Akses Keadilan Bagi Perempuan Korbanviii
ix
Dinamika hubungan keuangan pusat dan daerah yang juga dipe-
ngaruhi oleh perubahan kondisi global maupun dinamika politik
perlu mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Pusat karena
sangat berkaitan dengan berbagai kebijakan yang langsung berdampak pada
penyelenggaraan layanan publik oleh Daerah. Oleh karenanya, perbaikan
kebijakan yang didasarkan pada hasil kajian yang sifatnya netral, jujur, dan
ilmiah harus dilakukan secara terus menerus.
Dalam rangka melakukan perbaikan kebijakan yang berbasis penelitian
atau research based policy, maka Kementerian Keuangan telah menjalin
kerjasama dengan Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi
Fiskal (TADF). TADF beranggotakan para akademisi dari berbagai universitas
terkemuka di Indonesia dan para pakar di bidang desentralisasi fiskal dan
otonomi daerah. Pada tahun 2013, TADF telah melakukan empat buah pene-
litian dan menghasilkan 7 (tujuh) buah policy brief dan 1 (satu) buah policy
note.
Salah satu hasil penelitian tersebut adalah “Pengelolaan DAK: Kondisi
dan Strategi ke Depan”. Penelitian mengenai DAK sudah banyak dilakukan,
namun penelitian ini lebih fokus pada upaya mengidentifikasi diskresi peme-
rintah daerah dan menganalisis efisiensi pengelolaan DAK. Rekomendasi
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
hasil penelitian ini antara lain perlunya penekanan bahwa DAK diprioritaskan
untuk pencapaian SPM sektor pelayanan dasar, simplifikasi informasi dan
tahap penetapan petunjuk teknis, perlunya penerapan Medium Term Frame
work (MTF) untuk pagu dan penggunaan DAK, dan simplifikasi prosedur
penyaluran dan monitoring evaluasi kegiatan DAK. Rekomendasi penelitian
lainnya adalah pemerintah pusat sebaiknya memberikan diskresi yang lebih
besar kepada pemerintah daerah dalam hal perencanaan DAK, pemerintah
daerah juga diharapkan lebih besar perannya dalam penyediaan data yang
akan dipakai dalam penghitungan formula alokasi, serta pemerintah daerah
baik Provinsi, Kabupaten, dan Kota harus lebih mengoptimalkan mekanisme
monitoring dan evaluasi DAK secara internal dan reguler.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kontribusi dalam penelitian ini dan juga kepada Australia
Indonesia Partnership for Decentralization yang telah mendukung terlaksana-
nya rangkaian kegiatan TADF 2013. Kami berharap bahwa hasil penelitian ini
bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak terkait lainnya dalam mendukung
pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang lebih baik di
Indonesia.
Direktur Jenderal,
Boediarso Teguh Widodo
xi
Tabel 2.1. Perkembangan Bidang DAK Tahun 2003-2013 ................... 10
Tabel 2.2. Proporsi Alokasi DAK Terhadap PDB ................................... 16
Tabel 2.3. Jumlah Pemerintah Kabupaten dan Kota Penerima DAK
2003-2013: Berdasarkan Bidang......................................... 17
Tabel 3.1. Regulasi Diketahui oleh (Unit SKPD) Pemerintah Daerah .... 20
Tabel 3.2. Perbandingan Tanggal Penetapan Petunjuk Teknis DAK
dengan Tanggal Penetapan Alokasi DAK ............................ 27
Tabel 3.3. Tahapan Pengelolaan DAK: Identifikasi Diskresi Pemerintah
Pusat dan Daerah ............................................................... 32
Tabel 3.4. Penyerapan Alokasi DAK Berdasarkan Bidang DAK ............. 35
Tabel 3.5. Rata-Rata Persentase Penyerapan DAK Per Wilayah
(Konsolidasi Provinsi Dan Kabupaten/Kota) ........................ 37
Tabel 4.1. Persepsi mengenai Tujuan DAK untuk Pencapaian Prioritas
Nasional, Pencapaian SPM, dan Tujuan Lainnya .................. 45
Tabel 4.2. Indikator Teknis dalam Penentuan Alokasi DAK .................. 47
Tabel 4.4. Pencapaian SPM, Penyerapan Alokasi DAK & Persentase
Realisasi Terhadap Pengeluaran Daerah (Konsolidasi
Kabupaten/Kota Sampel) .................................................... 51
Tabel 5.1. Persepsi mengenai Penetapan DAK dalam Medium Term
Framework (MTF) ............................................................... 55
Daftar Tabel dan Diagram
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPANxii
Tabel 5.2. Dana Pendamping DAK dari Pemerintah Daerah
disesuaikan dengan Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah .... 56
Tabel 5.3. Karakteristik Khusus Pemerintah Daerah Perlu Dibatasi
untuk Beberapa Bidang DAK .............................................. 57
Tabel 5.4. Kebijakan DAK Ke Depan: Pandangan Mengenai Juknis
yang Bersifat Umum ........................................................... 59
Diagram 3.1. Ada atau Tidaknya Regulasi yang Bermasalah dan Jenis
Regulasi yang Perlu Diperbaiki ....................................... 24
Diagram 3.2. Regulasi Petunjuk Teknis (Juknis) yang Perlu Diperbaiki .. 25
Diagram 3.3. Jenis Kegiatan DAK dapat dimasukkan dalam APBD ....... 29
Diagram 3.4. Alokasi DAK Mencerminkan Biaya Kegiatan ................... 34
Diagram 4.1. Persepsi Pencapaian SPM Berdasarkan Bidang ............... 42
Diagram 4.2. Kesesuaian Kegiatan DAK sesuai dengan RPJMD ............ 43
Diagram 4.3. Unit SKPD Pemerintah Daerah mengetahui Indikator
Teknis untuk Penetapan Alokasi DAK .............................. 44
Diagram 4.4. Jenis Kegiatan DAK dapat diubah untuk Pencapaian SPM 49
Diagram 5.1. Jumlah Pemerintah Daerah yangMendapatkan Alokasi
DAK selama 1, 2, dan 3 Tahun Berturut-Turut
(2010-2012) ................................................................... 54
Diagram 1. Jumlah Penerimaan Kuesioner II ..................................... 71
xiii
Ringkasan Eksekutif
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan bagian dari Dana Perimbangan
yang erat kaitannya dengan strategi pembangunan nasional. Kegiat-
an DAK dalam bentuk program pelayanan kepada masyarakat,
diha rapkan tidak saja menjadi prioritas pembangunan bagi pemerintah pusat
te tapi juga mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Hal ini mengingat
ketentuan mengenai kegiatan yang dapat didanai dari DAK adalah bentuk
kegiatan yang merupakan urusan pemerintah daerah.
Berdasarkan hal tersebut, studi ini difokuskan pada pembahasan me-
nge nai interaksi antara inisiatif pemerintah pusat dan inisiatif pemerintah
daerah dalam pengelolaan DAK terkait dengan tahapan perencanaan, pe-
netapan alokasi, penggunaan dan evaluasi. Melalui instrumen FGD (Focus
Group Discussion), kuesioner, indepth interview dengan beberapa Kemen-
terian, dan juga ekplorasi data sekunder, studi ini mengidentifikasi diskresi
pemerintah daerah dan menganalisis efisiensi pengelolaan DAK. Studi ini
tidak menganalisis skema penetapan alokasi atau formula DAK, mengingat
berbagai studi terdahulu telah membahas mengenai reform formula DAK
(ADB 2011, Shah dkk 2012, DJPK dan GIZ 2013).
Perkembangan Kebijakan dan Pengelolaan DAK
Secara umum, DAK merupakan transformasi Dana Inpres (Instruksi Presiden)
di masa Pemerintahan Orde Baru yang diimplementasikan terakhir pada
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPANxiv
tahun 1998. Berbeda halnya dengan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Bagi Hasil (DBH), pemanfaatan DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Se suai
dengan Pasal 1 angka 23 UU No. 33 Tahun 2004, pemerintah pusat me nya-
lurkan alokasi DAK untuk membantu daerah tertentu dalam pendanaan ke-
butuhan sarana prasarana pelayanan dasar masyarakat dan mendorong
percepatan pembangunan daerah untuk pencapaian sasaran prioritas na-
sional.
Pemerintah pusat melalui Bappenas menentukan target sektor pene rima
DAK setiap tahun, sesuai dengan prioritas nasional. Bappenas menen tu kan
sektor penerima DAK, dan didasarkan PP No. 55 Tahun 2005, Kemen terian
Teknis terkait menetapkan program yang menjadi prioritas nasional di sektor
tersebut. Selama tahun 2003-2013, total alokasi DAK mengalami pe ningkatan
dan untuk tahun 2013 DAK dialokasikan pada sekitar 90% dae rah kabupaten
dan kota yang meliputi 19 bidang. Terdapat peningkatan bidang dari 5
bidang prioritas di tahun 2003 menjadi 19 bidang sejak tahun 2011. Dan
hampir di setiap bidang, terdapat peningkatan jumlah daerah penerima,
walaupun pagu alokasi untuk setiap bidang relatif tidak banyak mengalami
peningkatan. Dalam hal ini, penentuan prioritas nasional re latif belum
terlihat jelas terkait dengan periode pencapaian dan eva lu asi bidang
DAK.
Hambatan dan Evaluasi Pengelolaan DAK
Beberapa permasalahan dalam pengelolaan DAK yang kemungkinan berpe-
ngaruh pada efisiensi pengelolaan DAK diantaranya adalah:
Alur penetapan DAK relatif bersifat supply driven dan cenderung
tidak mengikuti prinsip “money follow functions”. Alur yang berlaku saat
ini, penetapan petunjuk teknis terkait dengan penggunaan DAK dilakukan
setelah adanya penetapan alokasi DAK. Apabila Kementerian Teknis terkait
su dah menyusun Petunjuk Teknis, sebelum APBN ditetapkan, Petunjuk Teknis
tersebut tidak dapat diterbitkan. Hal ini mengindikasikan bahwa penetapan
DAK masih bersifat supply driven. Dalam hal ini, ketentuan di Petunjuk Teknis
terkadang juga disesuaikan dengan besar alokasi DAK yang ditetapkan.
RINGKASAN EKSEKUTIF xv
Terdapat pandangan bahwa permasalahan utama pengelolaan DAK
adalah pada pelaksanaan kegiatan terutama karena Petunjuk Teknis
yang diterbitkan oleh berbagai K/L umumnya: 1) sangat rinci untuk hal yang
sebenarnya membutuhkan penyesuaian dengan karakteristik pelayanan dae-
rah, 2) sering berubah-ubah dan penerbitannya terlambat sehingga terjadi
penundaan pelaksanaan kegiatan, dan 3) berlaku hanya dalam satu tahun
anggaran sehingga relatif terdapat ketidakpastian yang tinggi apabila peme-
rintah daerah berupaya menyesuaikannya dengan dokumen perencanaan di
daerah.
Permasalahan lainnya adalah bahwa kebijakan dana pendamping yang
bersifat sama untuk semua pemerintah daerah sementara alokasi yang di-
mung kinkan lebih besar untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal ren-
dah lebih memberatkan secara administratif untuk pemerintah daerah dengan
kapasitas fiskal rendah. Penyaluran DAK yang bersifat umum untuk keseluruh-
an bidang dengan 3 tahap dan adanya persyaratan penyaluran di tiap tahap
juga kurang memberikan fleksibilitas di setiap bidang untuk rekomendasi
jad wal pelaksanaan kegiatan sesuai dengan karakteristik kegiatan terkait. Isu
aspek administratif lainnya adalah mengenai prosedur dan kebijakan peng-
gunaan sisa DAK.
Dari aspek efisiensi, terdapat pola yang berbeda antar bidang dan
juga antar wilayah. Termasuk dalam hal tingkat kepentingan alokasi DAK
terhadap pengeluaran pemerintah daerah di bidang terkait. Penyerapan
DAK relatif tidak jauh berbeda antara bidang yang terkait dengan pelayanan
dasar dan bidang lainnya. Penyerapan DAK cenderung sangat rendah untuk
bidang pendidikan yaitu kurang dari 50 persen untuk tahun 2010-2011. Di
bi dang pendidikan dan kesehatan, penyerapan DAK relatif tinggi hanya un-
tuk wilayah dengan kapasitas fiskal (PDRB per kapita) sedang, sementara un tuk
bidang infrastruktur, penyerapan relatif rendah untuk wilayah dengan kapa-
sitas fiskal (PDRB per kapita) yang rendah. Diantara 3 bidang yaitu pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur, rata-rata alokasi DAK berkisar 9-10 persen dari
pengeluaran pemerintah daerah untuk bidang kesehatan dan infrastruktur.
Sementara untuk bidang pendidikan, rata-rata alokasi DAK hanya sekitar 3
persen dari pengeluaran pemerintah daerah di bidang pendidikan. Walaupun
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPANxvi
berdasarkan pagu alokasi, DAK untuk bidang pendidikan mencapai 50 persen
dari total alokasi untuk keseluruhan bidang DAK.
Kebijakan DAK dan Pencapaian SPM
Pemerintah pusat telah menetapkan SPM (Standar Pelayanan Minimal) yang
menjadi acuan kualitas pelayanan dasar yang juga dilakukan oleh pemerintah
daerah. Dan sesuai dengan GDFD - Grand Design Fiscal Decentralization (Ke-
men terian Keuangan, 2008) dan arah perubahan amandemen UU No. 33 Tahun
2004, alokasi DAK diharapkan terkait erat dengan penerapan dan dukungan
pencapaian SPM yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil kuesioner dan data realisasi DAK di setiap bidang dan
wilayah, pencapaian SPM relatif bervariasi untuk bidang dengan dukung-
an DAK dan apabila terkait dengan kinerja penyerapan DAK. Misalnya un-
tuk bidang pendidikan, penyerapan DAK cenderung rendah di wilayah sampel
dengan persepsi pencapaian SPM yang tinggi. Pencapaian SPM juga dipersep-
si kan mendukung pencapaian prioritas nasional dan sesuai dengan hasil kue-
sioner relatif merupakan tujuan DAK yang lebih valid dibandingkan dengan
tujuan untuk pendanaan kegiatan khusus.
Identifikasi Diskresi Pemerintah Daerah
Pengelolaan DAK mencakup perencanaan, penetapan alokasi, penggunaan
dan penyaluran serta pengawasan (evaluasi). Berdasarkan tujuan DAK, pene-
tapan perencanaan sampai dengan penetapan alokasi ditentukan sepenuhnya
oleh pemerintah pusat. Sementera itu, peran pemerintah daerah dimung kin-
kan untuk aspek penggunaan dan pengawasan dana transfer tersebut. Misal-
nya, pemerintah provinsi dilibatkan dalam proses monitoring dan evaluasi
DAK tingkat kabupaten dan kota di provinsi tersebut.
Diskresi pemerintah daerah yang lebih besar terkait dengan pengelolaan
DAK dapat dilakukan dari aspek kebijakan: 1) perencanaan yang mencakup
penentuan prioritas nasional dan bentuk kegiatan atau target dari DAK, 2)
formula alokasi DAK dari kebijakan yang terkait dengan penetapan dana pen-
damping, penggunaan indikator teknis dengan penyediaan data juga didu-
kung pemerintah daerah, sampai pada 3) mekanisme monitoring dan evaluasi
RINGKASAN EKSEKUTIF xvii
yang melibatkan pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten dan
kota untuk penekanan bahwa mekanisme evaluasi DAK dapat dilakukan se-
cara internal dan reguler.
Rekomendasi
1. Prioritas DAK untuk Pencapaian SPM Sektor Pelayanan Dasar
Evaluasi prioritas nasional dilakukan terutama untuk bidang dengan SPM
yang relatif terkait serta standar dalam penetapan SPM agar SPM lebih ber-
si fat output dibandingkan dengan inputbased. Hal ini dapat dilakukan me-
lalui review baik yang dilakukan berdasarkan feedback dari forum Musrenbang
atau melalui koordinasi di tingkat pemerintah pusat. Kebijakan untuk penca-
paian SPM sebaiknya diarahkan untuk bidang pelayanan dasar yang menjadi
urusan wajib daerah saja, terutama bidang kesehatan, pendidikan dan infra-
struktur.
2. Simplifikasi Informasi dan Tahap Penetapan Petunjuk Teknis
Di bidang pelayanan dasar, terutama bidang pendidikan, petunjuk teknis
perlu lebih fleksibel untuk memberikan diskresi bagi daerah dalam pengguna-
an DAK untuk percepatan pencapaian prioritas nasional dan SPM. Petunjuk
teknis sudah diterbitkan sebelum penentuan alokasi DAK. Penerbitan petunjuk
teknis dijadikan acuan untuk menentukan alokasi DAK yang juga disesuaikan
dengan perencanaan kewilayahan. Petunjuk teknis juga perlu bersifat umum,
hanya menetapkan kriterita penggunaan dana yang dapat mengacu pada
output seperti SPM, dan tidak menetapkan aspek lainnya terutama yang ter-
kait dengan pengelolaan anggaran. Tim koordinasi di tingkat pusat, misalnya
melalui DPOD, sebaiknya dioptimalkan sebagai clearinghouse untuk menya-
makan hal-hal yang tidak perlu diatur dalam petunjuk teknis, dan juga simpli-
fikasi detail teknis untuk bidang dan atau kegiatan tertentu.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPANxviii
3. Penerapan Medium Term Framework (MTF) untuk Pagu dan Penggunaan DAK
Estimasi alokasi DAK untuk jangka menengah (forward estimate) sebaiknya
disusun oleh Kementerian Keuangan dan Bappenas untuk memudahkan pe-
rencanaan daerah dan antisipasi ketika pemerintah daerah tidak lagi men-
dapatkan DAK untuk bidang-bidang tertentu yang phaseout terutama yang
sudah mencapai SPM. Dalam hal ini, petunjuk teknis juga perlu berlaku untuk
periode lebih dari 1 tahun.
Penerapan MTF ini tentunya dilakukan dengan kondisi terdapat perbaikan
formula DAK, seperti juga rekomendasi dari studi-studi terdahulu (Shah dkk
2012, ADB 2011, DJPK & GIZ 2013). Salah satu rekomendasi dari studi-studi
tersebut adalah aplikasi kriteria umum, teknis, dan khusus agar disederhanakan
jika memang setiap bidang memiliki karakteristik untuk fokus di salah satu
kri teria (misalnya antara kriteria teknis dan kriteria khusus). Dan untuk dae-
rah-daerah penerima DAK yang memiliki kapasitas fiskal di bawah rata-rata
untuk bidang-bidang pelayanan dasar tertentu, tidak dipersyaratkan adanya
dana pendamping.
4. Simplifikasi Prosedur Penyaluran dan Monitoring Evaluasi Kegiatan DAK
Tahap penyaluran dapat dilakukan dalam termin yang lebih fleksible, apakah
bersifat lumpsum (satu kali penyaluran) atau bersifat rutin per bulan agar
dapat menyesuaikan dengan variasi implementasi kegiatan di setiap bidang.
Monitoring dan evaluasi cukup minimal untuk aspek keuangan (karena sudah
tercakup dalam pertanggungjawaban APBD). Hal yang dapat diujicoba ada-
lah evaluasi teknis untuk kesesuaian pencapaian target atau pelaksanaan
kegiatan, dengan perencanaan, melalui pelibatan pemerintah provinsi. Pene-
tapan pagu DAK di setiap bidang atau DAK yang diterima pemerintah daerah
dimungkinkan juga untuk didasarkan pada evaluasi kinerja setiap bidang dan
atau pemerintah daerah.
1
1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Salah satu bentuk dan tujuan dari desentralisasi pengeluaran yang perlu
dihindari, adalah ketika pengalihan fungsi bertujuan semata untuk
meng alihkan beban pengeluaran pemerintah dari pemerintah pusat
ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Oleh karenanya, terdapat meka-
nis me transfer untuk setidaknya pemerintah pusat tetap dapat mendukung
pengeluaran atau fungsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah sepanjang
hal tersebut adalah bagian dari strategi perencanaan atau menjadi prioritas
pembangunan pemerintah pusat.
DAK (Dana Alokasi Khusus) merupakan bagian dari Dana Perimbangan
yang erat kaitannya dengan strategi pembangunan pemerintah yang terkait
dengan pelayanan kepada masyarakat, diharapkan tidak saja menjadi priori-
tas pembangunan pemerintah pusat tetapi tetapi juga mendapat dukungan
dari pemerintah daerah. Hal ini mengingat dari ketentuan mengenai kegiatan
yang dapat didanai dari DAK adalah bentuk kegiatan yang merupakan urusan
pemerintah daerah.
Berdasarkan beberapa studi, konsep mengenai tujuan DAK untuk peme-
nuhan prioritas nasional juga diinterpretasikan pemerintah daerah untuk
mengakomodasi tujuan pembangunan di daerah (TADF, 2009). Perbedaan
1
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN2
konsepsi di tingkat pemerintah daerah ini, ditengarai karena skema DAK saat
ini yang relatif masih dianggap inefisien. Dalam hal ini, inefisiensi ditengarai
muncul karena kurangnya diskresi yang dimiliki oleh pemerintah daerah da-
lam pengggunaan DAK dari ketentuan dan administrasi yang relatif rigid
(Bappenas, 2009; Bappenas dan GIZ, 2011), serta dari penetapan alokasi DAK
itu sendiri (Shah dkk, 2012).
Inefisiensi yang terjadi dalam pengelolaan DAK kemungkinan bersumber
dari kerangka kebijakan yang bersifat topdown. Sementara itu disisi lain, DAK
dihadapkan pada berbagai hambatan dalam pelaksanaannya di lapangan.
Salah satu pandangan munculnya berbagai permasalahan tersebut adalah
karena kurang diperhatikannya aspirasi dan diskresi daerah (bottomup) dari
aspek pengelolaan DAK.
1.2. Permasalahan
Studi ini menganalisa kemungkinan diberlakukannya pendekatan bottomup
dari mekanisme atau skema DAK untuk meminimalkan inefisiensi yang terjadi
dari implementasi DAK saat ini. Namun demikian sejauh mana diskresi peme-
rin tah daerah dapat diprediksi untuk memperbaiki inefisiensi yang ada masih
menjadi pertanyaan.1 Dalam perkembangannya, pemerintah pusat terutama
untuk pelayanan dasar telah menetapkan SPM (Standar Pelayanan Minimal)
yang menjadi acuan kualitas pelayanan dasar yang juga dilakukan oleh peme-
rintah daerah. Dalam hal ini, sesuai dengan GDFD - Grand Design Fiscal Decen
tralization (Kementerian Keuangan, 2008), skema DAK terkait erat dengan
penerapan dan dukungan pencapaian SPM yang dilakukan oleh pemerintah
daerah. Bentuk DAK untuk bidang pelayanan dasar yang relatif memiliki stan-
dar SPM dan telah diacu oleh pemerintah daerah kemungkinan berpotensi
mengakomodasi lebih besar diskresi pemerintah daerah dalam pengelolaannya
untuk meningkatkan efektifitas alokasi DAK.
1 Konsep inisiatif daerah yang cukup tinggi, misalnya, dapat menciptakan moral hazard dari pe me rintah daerah dengan memindahkan urusan yang selama ini rutin dianggarkan sendiri oleh pemerintah daerah menjadi kegiatan yang didanai oleh transfer dari pemerintah pusat, melalui DAK. Hal ini lebih mudah terjadi apabila perencanaan daerah juga relatif tidak mencer-minkan target pencapaian program pembangunan yang terukur.
PENDAHULUAN 3
Untuk itu, beberapa pertanyaan mendasar dari masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana interaksi antara inisiatif pemerintah pusat dan inisiatif peme-
rintah daerah dalam pengelolaan DAK (perencanaan, penetapan alokasi,
penggunaan dan evaluasi)?
2. Apakah terdapat permasalahan inefisiensi dalam pengelolaan DAK yang
ada saat ini untuk fungsi pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan dan infra-
struktur)?
3. Apakah terdapat kesesuaian persepsi pengelolaan dan arah kebijakan
DAK untuk pencapaian prioritas nasional terutama yang terkait dengan
pencapaian SPM?
1.3. Metode Penelitian
Berdasarkan pada pertanyaan penelitian tersebut, metode penelitian yang di-
gunakan adalah desk study, Focus Group Discussion (FGD), indepth interview
dan penyebaran kuesioner. Desk study dari studi dan kajian terdahulu menge-
nai DAK adalah untuk mengidentifikasi permasalahan utama dari skema DAK
saat ini, serta pengumpulan dan identifikasi regulasi dan data sekunder untuk
mendukung dan memberikan deskripsi mengenai setiap isu terkait.
Metode Penelitian yang digunakan dapat dijelaskan sbb:
1. FGD (Focus Group Dicussion) dan kuesioner pada 10 pemerintah daerah
dan 8 instansi pusat/kementerian teknis terkait.
2. Kuesioner terhadap 40 pemerintah daerah sampel lainnya untuk pen da-
laman masing-masing bidang DAK.
3. Indepth interview terhadap instansi pusat (Bappenas, Kementerian Ke-
uangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebu-
dayaan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup).
4. Pengolahan data sekunder untuk deskripsi dan/atau estimasi model em-
pirik yang relevan untuk mengkaji kesesuaian alokasi dengan kebutuhan
daerah.
FGD dan penyebaran kuesioner dilakukan melalui kunjungan ke lapangan
untuk memperoleh persepsi pemerintah daerah dan kementerian teknis me-
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN4
ngenai konsep dan kebijakan pelaksanaan DAK selama ini maupun untuk
strategi ke depan.
Lokasi kunjungan lapangan dan pemilihan daerah sampel didasarkan
pada data tahun 2010 untuk menentukan: 1) wilayah dengan karakteristik
per kapita alokasi DAK yang relatif besar atau yang relatif kecil, 2) wilayah
de ngan porsi DAK untuk fungsi pelayanan dasar yang relatif besar atau yang
relatif kecil.2
Berdasarkan indikator pemilihan pemerintah daerah tersebut, berikut
adalah daerah lokasi survai dan pemerintah kabupaten/kota yang berpartisipasi
dalam FGD dan penyebaran kuesioner di lima wilayah provinsi, yaitu:
1. Nusa Tenggara Barat (Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat).
2. Bangka Belitung (Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur).
3. Gorontalo (Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo).
4. Kalimantan Barat (Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak).
5. Jawa Timur (Kabupaten Malang dan Kota Batu).
Selain kegiatan FGD, penyebaran kuesioner juga dilakukan untuk peme-
rintah daerah lainnya terutama untuk mendalami masing-masing bidang
DAK yang ada sekarang. Pemilihan wilayah FGD dilakukan dengan pendekatan
purposive sampling, maka untuk penyebaran kuesioner, pemilihan daerah
ka bupaten dan kota dilakukan melalui random sampling, dengan daftar dae-
rah dapat dilihat di Lampiran 1 dan kuesioner yang digunakan dapat dilihat
di Lampiran 2.
Sementara itu, institusi dan kementerian teknis di tingkat pemerintah
pusat yang menjadi target FGD dan penyebaran kuesioner, adalah sebagai
berikut:
1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Kementerian Kesehatan.
3. Kementerian PU.
4. Kementerian Lingkungan Hidup.
5. Kementerian Kelautan.
6. Bappenas.
2 Lihat Lampiran 1
PENDAHULUAN 5
7. Kementerian Keuangan.
8. Kementerian Dalam Negeri.
Pemilihan kementerian teknis didasarkan pada jenis DAK dari kementerian
teknis yang relatif besar ataupun yang cenderung rendah dibandingkan de ngan
rata-rata alokasi untuk setiap bidang DAK secara umum. Selain FGD, indepth
interview dilakukan dengan kementerian yang terkait dengan pengelolaan
DAK, dengan sampel kementerian-kementerian yang menentukan kebijakan
umum alokasi DAK yaitu Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kementerian
Dalam Negeri dan kementerian yang menentukan penggunaan DAK sesuai
dengan bidang yang mendapat alokasi DAK. Terdapat Kementerian yang me-
wa kili bidang yang mendapatkan alokasi DAK terbesar dan bidang yang
memperoleh alokasi DAK terkecil yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebuda-
yaan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini di-
lakukan untuk mengidentifikasi kebijakan dan perkembangan regulasi untuk
perbaikan pengelolaan DAK ke depan.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Studi ini difokuskan pada masalah interaksi antara inisiatif pemerintah pusat
dan inisiatif pemerintah daerah dalam pengelolaan DAK terutama dalam
tahapan perencanaan, penetapan alokasi, penggunaan dan evaluasi. Dalam
instrumen kuesioner yang disesuaikan dengan tujuan identifikasi diskresi
pemerintah daerah dalam pengelolaan DAK, dieksplorasi mengenai konteks
penggunaan dan administrasi penyaluran alokasi DAK.
Dalam hal analisis mengenai efisiensi dari pengelolaan DAK, kajian ini
tidak akan fokus pada skema penetapan alokasi atau formula DAK, mengingat
berbagai studi terdahulu sudah banyak membahas mengenai reformulasi
for mula DAK (ADB 2011, Shah dkk 2012, DJPK dan GIZ 2013). Dari berbagai
studi tersebut, studi ini lebih pada identifikasi mengenai perspektif pemerintah
daerah dan juga instansi di pemerintah pusat untuk arah kebijakan tujuan DAK
yang dapat berimplikasi pada perbedaan atau perubahan formula alokasi
DAK.
Analisa efisiensi dalam studi dibatasi pada kajian mengenai sejauh mana
alokasi DAK dapat digunakan untuk pendanaan kegiatan yang telah ditetap-
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN6
kan dan juga kinerja penyerapan DAK oleh pemerintah daerah. Sementara
itu, kesesuaian antara tahap perencanaan terutama akan dikaitkan dengan
analisa mengenai sejauhmana DAK digunakan untuk pencapaian SPM. Untuk
analisa pencapaian SPM, studi ini membatasi pada bidang pelayanan dasar
yang utama yaitu di 3 bidang: Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur.
Oleh karena itu, laporan ini disusun lebih untuk menyesuaikan analisa
dari setiap pertanyaan masalah yang menjadi fokus dari studi ini. Terdapat
keseluruhan 6 Bab dalam laporan studi ini yang terdiri dari pendahuluan (Bab
1), perkembangan kebijakan dan pengelolaan DAK (Bab 2), hambatan dan
evaluasi pengelolaan DAK (Bab 3), kebijakan DAK dan pencapaian SPM (Bab
4), arah kebijakan pengelolaan DAK dalam rangkat mengoptimalkan diskresi
pemerintah daerah (Bab 5), serta bab terakhir adalah kesimpulan dan reko-
mendasi (Bab 6).
2
7
Perkembangan Kebijakan dan Pengelolaan DAK
K ebijakan desentralisasi yang mulai diimplementasikan sejak tahun
2001 mengubah secara fundamental sistem pemerintahan yang sen-
tralistis ke sistem yang desentralistis, dengan diundangkannya Un-
dang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Berdasar kan
ketentuan kedua UU tersebut, tanggung jawab terhadap sektor pembangunan
sebagian besar diserahkan kepada pemerintah tingkat kabupaten dan kota,
dan hanya sebagian kecil dari fungsi pelayanan dilakukan oleh pemerintah
tingkat provinsi dan pusat. Pengalihan tanggung jawab (devolusi) ini disertai
dengan peningkatan alokasi pendanaan dari APBN kepada pemerintah pro-
vinsi dan pemerintah kabupaten dan kota. Pada saat yang sama, standar pe-
layanan minimal (SPM) untuk pelayanan dasar diperkenalkan pada tahun 2002,
dan tanggung jawab pemerintah daerah, misalnya di bidang kesehatan, pen-
didikan, administrasi umum, infrastruktur, serta pasokan air, merupakan se-
suatu yang diharuskan1. Setelah diimplementasikan, tiga tahun kemudian
ke dua undang-undang tersebut diamandemen masing-masing menjadi UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004
1 Khususnya untuk pemerintah daerah tingkat kabupaten dan kota, sesuai dengan pembagian kewenangan berdasarkan PP 38 Tahun 2007.
2
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN8
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah.
Di sepanjang tahun 2010-2013, fokus kebijakan desentralisasi mulai
bergeser lagi, dengan kerangka pemikiran desentralisasi yang juga disesuaikan
dengan daya dukung politik, sosial, keberagaman kultural, harmonisasi pe-
rencanaan pembangunan, efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan
upaya peningkatan pelayanan publik dalam rangka pencapaian Standar
Pelayanan Minimum. Pada gilirannya, UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33
Tahun 2004 juga dalam tahap evaluasi untuk diamandemen kembali, sejalan
dengan paradigma desentralisasi yang bersifat dinamik di berbagai aspeknya.
Pemahaman mengenai konsep desentralisasi, baik di pihak pemerintah
maupun masyarakat, sangatlah penting bagi pelaksanaan proses desen trali-
sasi. Pemerintah dan masyarakat di daerah umumnya memahami prinsip-
prinsip yang terkait dengan konsep otonomi, tetapi interpretasi mengenai
konsep tersebut terkadang berbeda-beda (TADF, 2009; TADF, 2008). Komitmen
pemerintah pusat untuk melaksanakan otonomi daerah dengan pelibatan
pandangan dari pemerintah dan masyarakat di daerah akan menghilangkan
anggapan bahwa pemerintah pusat ingin kembali kepada sistem sentrali-
sasi.
2.1. Perkembangan Kebijakan Dana Alokasi Khusus
Dasar hukum DAK pada dasarnya meliputi sebagai berikut: (1) UU No. 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (2) UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; (3) UU No. 32 Tahun 2004 ten-
tang Pemerintahan Daerah; (4) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; (5) PP No. 55
Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; (6) Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 201/PMK.07/2012 tentang Pedoman Umum dan Alokasi DAK Tahun
Anggaran 2013; (7) Permendagri No 20/2009 tentang Pengelolaan Keuangan
DAK di Daerah; (8) Peraturan Menteri Teknis: Petunjuk Teknis Penggunaan DAK
masing-masing Bidang yang diterbitkan oleh Kementerian/Lembaga terkait.
Dua diantara peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi
daerah tersebut, yaitu UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004,
PERKEMBANGAN KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN DAK 9
menjadi dasar baru bagi penerapan struktur politik dan administrasi peme-
rintahan, khususnya fiskal, di Indonesia. Pengertian DAK diatur dalam Pasal
1 angka 23 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, menyebutkan bahwa:
“Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan
tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.”
Secara umum, DAK menyerupai Dana Inpres (Instruksi Presiden) yang
dikembangkan di masa Pemerintahan Orde Baru yang diimplementasikan
terakhir pada tahun 1998. DAK dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan
khusus di daerah. Tujuannya adalah untuk mengurangi kesenjangan pelayan-
an publik antar daerah dan meningkatkan tanggung jawab pemerintah dae-
rah dalam memobilisasi sumber dayanya. Berbeda halnya dengan Dana Alo-
kasi Umum dan Dana Bagi Hasil, pemanfaatan DAK juga ditentukan oleh
Pemerintah Pusat. Sumber pendanaan DAK adalah dari Pendapatan APBN.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat 23 UU No. 33 Tahun 2004 tersebut, pemerintah
pusat menyalurkan alokasi DAK untuk membantu daerah tertentu dalam
pendanaan kebutuhan sarana prasarana pelayanan dasar masyarakat dan
mendorong percepatan pembangunan daerah untuk pencapaian sasaran
prioritas nasional.
Pengelolaan DAK mencakup perencanaan, penetapan alokasi, pengguna-
an dan penyaluran serta pengawasan (evaluasi). Berdasarkan tujuan DAK,
pe netapan perencanaan sampai dengan penetapan alokasi ditentukan se-
penuhnya oleh pemerintah pusat. Sementara itu, peran pemerintah daerah
dimungkinkan untuk aspek penggunaan dan pengawasan dana transfer ter-
sebut.
Terkait dengan perencanaan, pemerintah pusat melalui Bappenas me-
nen tu kan target sektor penerima DAK setiap tahun, sesuai dengan prioritas
nasional. Bappenas menentukan sektor penerima DAK, dan sesuai dengan
PP No. 55 Tahun 2005, Kementerian Teknis terkait akan menetapkan program
yang menjadi prioritas nasional di sektor tersebut. Cakupan bidang DAK terus
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN10
mengalami perluasan dari hanya lima bidang pada awal introduksi di tahun
2003 hingga menjadi 19 bidang pada tahun 2011 dan tetap bertahan hingga
tahun 2013 (Tabel 2.1).
Lampiran 3 menggambarkan jenis kegiatan DAK untuk bidang pelayanan
dasar, yaitu untuk bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum, dan
juga untuk bidang lainnya. Dari lampiran 3, terlihat perkembangan bidang
atau jenis kegiatan tidak saja dalam lingkup pelayanan dasar tetapi juga un-
tuk bidang lainnya dengan pola ketersediaan pagu DAK untuk suatu bi dang
tidak hanya pada tahun tertentu tetapi cenderung dilanjutkan di tahun-
tahun berikutnya. Pola fragmentasi bidang DAK, selain perkembangan kegi-
at an di sektor yang terkait dengan pelayanan dasar, perkembangan alokasi
DAK juga untuk jenis sektor yang relatif merupakan urusan pilihan dari pe-
me rintah daerah seperti untuk sektor lingkungan hidup, kehutanan, dan ke-
luarga berencana, dan untuk beberapa tahun terakhir DAK juga dialokasikan
dengan penekanan karakteristik wilayah tertentu seperti pedesaan dan
wilayah perbatasan.
Tabel 2.1. Perkembangan Bidang DAK Tahun 2003-2013
Tahun Total Bidang
Jumlah Bidang Baru
Bidang Baru
2003 5 5 Pendidikan, Kesehatan, Infratruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi & Sarana Pemerintahan
2004 6 1 Perikanan-Kelautan
2005 8 2 Pertanian & Air Minum
2006 9 1 Lingkungan Hidup
2007 9 - -
2008 11 2 Keluarga Berencana & Kehutanan
2009 13 2 Sarana Prasarana Perdesaan & Perdagangan
2010 14 1 Infrastruktur Sanitasi
PERKEMBANGAN KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN DAK 11
2011 19 5 Listrik Perdesaan, Transportasi Perdesaan, Sarana Prasarana Daerah Perbatasan, Perumahan-Permukiman & Keselamatan Transportasi Darat
2012 19 - -
2013 19 - -
Sumber: GIZ, 2012
Dalam hal penetapan alokasi, pemerintah daerah dapat menerima DAK
apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu (1) kriteria umum berdasarkan indeks
fiskal neto; (2) kriteria khusus berdasarkan peraturan perundangan dan ka-
rakteristik daerah; dan (3) kriteria teknis berdasarkan indeks teknis bidang
terkait (UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004), dengan tujuan
setiap jenis (kriteria) sebagai berikut:
Kriteria umum didasarkan pada pertimbangan kemampuan keuangan
pemda dengan prioritas pada daerah yang selisih penerimaan umumnya de-
ngan belanja pegawai nol atau negatif atau berada di bawah rata-rata nasio-
nal berdasarkan indeks fiskal netto.
Kriteria khusus disusun dengan memperhatikan peraturan perundangan,
seperti daerah otonomi khusus, dan karakteristik daerah, misalnya daerah
pantai, kepulauan, perbatasan, dan lain-lain.
Kriteria teknis didasarkan pada pertimbangan yang ditentukan oleh ke-
menterian teknis/kementerian negara dengan menggunakan indikator yang
dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana pada setiap bidang.
Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui dua tahapan, yaitu: (a) Pe-
nentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan (b) Penentuan besaran
alokasi DAK masing-masing daerah. Pemerintah Daerah yang dapat mene-
rima DAK harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
Namun dalam perkembangannya, pemerintah daerah juga dapat menerima
DAK selama memenuhi salah satu dari ketiga kriteria tersebut2.
Sementara itu, penentuan besaran alokasi DAK untuk masing-masing
daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum,
2 Disarikan dari hasil indepth interview dan FGD dengan instansi di tingkat pemerintah pusat (2013).
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN12
kriteria khusus, dan kriteria teknis (lihat Kotak 2.1). Dalam hal ini, indikator
dan penentuan bobot dari kriteria umum ditentukan oleh Kementerian Ke-
uangan, sementara penentuan indikator untuk kriteria khusus, dan indikator
untuk kriteria teknis serta bobot dari setiap indikator tersebut ditentukan
oleh Kementerian Teknis. Besaran alokasi DAK untuk setiap daerah ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Kotak 2.1.
Proses Penentuan Alokasi DAK untuk Kabupaten/Kota
1. Penentuan kabupaten/kota yang berhak menerima DAK berdasarkan
indeks fiskal netto (IFN) atau kemampuan keuangan suatu daerah (IFN<1
otomatis daerah berhak menerima). Langkah ini termasuk ke dalam kri-
teria umum.
2. Apabila ada sebuah kabupaten/kota yang tidak memenuhi kriteria umum
namun memenuhi salah satu kriteria dari kriteria khusus, yaitu otonomi
khusus (otsus) dan daerah tertinggal sebagaimana tercantum dalam un-
dang-undang, seperti Provinsi NAD dan Provinsi Papua (untuk tahun 2007,
hanya Papua), daerah tersebut secara otomatis berhak mendapat DAK.
3. Jika daerah dimaksud tidak termasuk ke dalam wilayah Provinsi NAD atau
Provinsi Papua, daerah itu harus melalui proses penentuan berdasarkan
langkah kedua kriteria khusus, yakni karakteristik wilayah seperti daerah
pesisir, daerah yang berbatasan dengan negara tetangga, daerah terpen-
cil, daerah yang rawan banjir dan tanah longsor, daerah rawan pangan
dan, sejak tahun 2007, daerah pariwisata. Karakteristik wilayah tadi ma-
suk ke dalam indeks karakteristik wilayah (IKW).
4. Menggabungkan IFN (setelah dikonversi sesuai dengan arah IKW) dan
indeks karakteristik wilayah untuk mendapatkan indeks fiskal dan wilayah
(IFW).
5. Jika nilai IFW suatu kabupaten/kota lebih dari 1, kabupaten/kota tersebut
secara otomatis berhak menerima DAK (walaupun berdasarkan kriteria
umum daerah tadi tidak berhak). Apabila nilai IFW suatu daerah kurang
dari 1, daerah tersebut tidak berhak menerima DAK.
6. Daerah yang berhak menerima DAK adalah daerah yang memenuhi lang-
kah pertama (IFN<1) atau langkah kedua (kabupaten/kota berada pada
PERKEMBANGAN KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN DAK 13
wilayah provinsi NAD atau Papua, meskipun IFN>1), atau memenuhi
langkah kelima, yaitu IFW>1.
7. Menghitung bobot daerah (BD) dengan cara mengalikan indeks fiskal
dan wilayah (IFW) dengan indeks kemahalan konstruksi (IKK).
8. Untuk seluruh kabupaten/kota, kementerian teknis menghitung indeks
teknis untuk tiap sektor yang akan menerima DAK.
9. Menghitung bobot teknis (BT) dengan cara mengalikan indeks teknis de-
ngan IKK.
10. Menentukan bobot DAK berdasarkan hasil dari penggabungan BD dan
BT.
11. Setelah mendapatkan bobot DAK, Kemenkeu kemudian menentukan jum-
lah DAK untuk tiap kabupaten/kota.
Keterangan: Alur ini disusun berdasarkan hasil analisis beberapa peraturan
yang berkaitan dengan DAK dan hasil wawancara dengan ke-
men terian terkait.
Dalam hal administrasi penyaluran alokasi DAK, DAK disalurkan sebagai satu
keseluruhan alokasi seluruh bidang DAK yang diterima oleh pemerintah dae-
rah terkait. Kotak 2.2 menjelaskan prosedur dan tahapan penyaluran DAK.
Kotak 2.2.
Tahap dan Prosedur Penyaluran Alokasi DAK
1. Penyaluran DAK dilakukan dengan memindahkan rekening dari RKUN ke
RKUD. Akun tersebut didasarkan pada basis kas dan tidak berdasarkan
pengeluaran.
2. Penyaluran disalurkan dalam 3 tahap: pertama 30%, kedua 45%, dan
ketiga 25%.
3. Penyaluran DAK tidak bisa dilakukan dalam satu waktu, dan tidak dapat
dilakukan setelah satu tahun fiskal.
4. Penyaluran DAK dilakukan setelah dokumen yang diminta diterima oleh
DJPK. Penyaluran tahap pertama paling cepat adalah pada bulan Februari.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN14
5. Dokumen (dokumen) yang harus diserahkan untuk pencairan DAK tahap
pertama adalah sebagai berikut:
a. Penyampaian Perda APBD.
b. Realisasi DAK dan laporan kegiatan DAK tahun lalu.
c. DAK realisasi laporan tahap ketiga dari DAK tahun lalu.
d. SP2D rekap pada tahap ketiga DAK tahun lalu.
e. Surat pernyataan untuk dana pendampingan DAK tahun berjalan.
6. Dokumen yang diserahkan untuk pencairan DAK tahap kedua adalah
sebagai berikut:
a. Laporan penyerapan DAK tahap pertama tahun berjalan
b. SP2D rekap DAK tahap pertama tahun berjalan.
7. Dokumen yang diserahkan pencairan DAK tahap ketiga:
a. Laporan penyerapan DAK tahap kedua tahun berjalan.
b. SP2D rekap DAK tahap kedua tahun berjalan.
8. Laporan penyerapan DAK tahap pertama dan tahap kedua dapat dilaku-
kan setelah penggunaan dana DAK sama atau lebih dari 90% dari jumlah
DAK yang telah diterima.
9. Laporan penyerapan DAK tahap pertama dan kedua dapat disampaikan
paling lambat 7 hari sebelum akhir tahun fiskal. Jika laporan disampaikan
terlambat, maka sisa dana tidak akan ditransfer.
10. Semua dokumen prasyarat di kertas kop surat dan harus ditandatangani
oleh kepala daerah dan dicap basah. Semua dokumen yang diserahkan
harus dokumen asli yang ditambahkan dengan softcopy dari laporan
excel.
Sumber: Risdiwinarsa (2012)
Diskresi yang lebih besar dari sisi pengeluaran memberi peluang bagi
pemerintah daerah untuk meningkatkan sumberdaya untuk meningkatkan
kinerja berbagai indikator pembangunan. Tetapi banyak pemerintah kabupa-
ten dan atau kota tidak memiliki kapasitas untuk menerjemahkan potensi ini
melalui perencanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi yang efektif.
Misalnya, telah ditemukan bahwa lebih dari 60 persen anggaran kabupaten
dialokasikan untuk belanja tidak langsung, seperti upah dan gaji bagi pegawai
PERKEMBANGAN KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN DAK 15
negeri sipil, yang hanya menyisakan sekitar 40 persen untuk belanja langsung
pegawai, belanja modal, belanja barang dan jasa, dan belanja lainnya.
Dana alokasi khusus (DAK) merupakan salah satu mekanisme transfer
dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah yang bertujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional. Sesuai dengan peruntukannya, DAK hanya
untuk kegiatan fisik. Walaupun kontribusi DAK relatif rendah (hanya sekitar
7%) dari total dana perimbangan, DAK dianggap memiliki peran strategis
da lam dinamika pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di dae-
rah (Bappenas dan GIZ 2011). Peran strategis DAK dapat optimal apabila me-
kanisme transfer sudah sesuai dengan prinsip desentralisasi dan akuntabilitas
bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat.
Dalam usaha meningkatkan efektivitas penggunaan DAK, pemerintah
daerah dapat membentuk Tim Koordinasi Kegiatan DAK yang mengoordinasi-
kan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan. Tim ini biasanya
dikoordinasikan oleh instansi Bappeda dengan anggota dari setiap satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) pengelola DAK. Koordinasi ini bertujuan agar
terjadi sinkronisasi dan sinergi penggunaan DAK, dan supaya penggunaannya
tidak tumpang-tindih dengan penggunaan DAK untuk kegiatan pembangunan
lain. Koordinasi ini juga bertujuan untuk menciptakan transparansi, partisipasi,
dan akuntabilitas pada setiap kegiatan yang dibiayai DAK.
2.2. Perkembangan Besaran Alokasi dan Daerah Penerima Dana Alokasi Khusus
Dari tahun ke tahun, DAK mengalami peningkatan yang signifikan, baik dari
segi nilai nominalnya maupun dari segi perbandingan proporsinya dengan
proporsi DAU dan DBH (Lihat Tabel 2.2). Selain disebabkan oleh kenaikan ang-
garan pada setiap bidang yang dibiayai DAK, peningkatan DAK tersebut juga
disebabkan oleh perluasan bidang cakupan pembiayaan DAK dan peningkatan
jumlah kabupaten/kota yang menerima DAK. Hasil penghitungan alokasi DAK
dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Alokasi dan
Pedoman Pengelolaan DAK per Daerah. Menurut PP No. 55 Tahun 2005, Men-
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN16
teri Keuangan sudah harus mengeluarkan PMK ini paling lambat 2 minggu
setelah UU APBN disahkan.
Alokasi dana yang bersifat specific grant dalam bentuk DAK, juga terus
meningkat walaupun sempat turun pada tahun 2010. Alokasi DAK turun
menjadi Rp 21,0 triliun (0,3 persen terhadap PDB) di tahun 2010 sebagai
aki bat dari terbatasnya kemampuan keuangan negara. Alokasi DAK kembali
meningkat menjadi Rp24,8 triliun (0,3 persen terhadap PDB) tahun 2011 dan
Rp26,1 triliun (0,3 persen terhadap PDB) tahun 2012. Peningkatan DAK
tersebut antara lain terkait dengan (1) meningkatnya kemampuan keuangan
negara, (2) bertambahnya bidang yang didanai DAK, (3) bertambahnya dae-
rah otonom baru, dan (4) adanya pengalihan sebagian anggaran kementerian
negara/lembaga yang sebelumnya digunakan untuk mendanai urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah menjadi DAK.
Tabel 2.2. Proporsi Alokasi DAK Terhadap PDB
Tahun Alokasi DAK Nasional (Miliar Rupiah) Proporsi (%)
2004 2.839 0,12
2005 4.014 0,14
2006 11.570 0,35
2007 17.094 0,43
2008 21.202 0,43
2009 24.820 0,44
2010 21.133 0,33
2011 25.233 0,34
2012 26.116 0,32
Sumber: APBN Tahun 2012
Jumlah daerah penerima DAK juga bertambah signifikan, yakni dari 438
daerah tahun 2007, menjadi 476 daerah tahun 2008, 506 daerah tahun
2009, dan 518 daerah tahun 2010. Pada tahun 2011 dan 2012, jumlah dae-
PERKEMBANGAN KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN DAK 17
rah penerima DAK sama yakni 520 daerah. Perkembangan jumlah pemerintah
kabupaten dan kota yang menerima alokasi DAK di setiap bidang DAK dapat
dilihat di Tabel 2.3. Dari Tabel 2.3, terlihat bahwa jumlah pemerintah daerah
yang menerima DAK relatif terus meningkat setiap tahunnya di setiap bidang
DAK. Deskripsi di Tabel 2.3 ini menunjukkan kecenderungan yang kontradiktif
dengan amanat atau insight awal dari Pasal 162 ayat (1) UU No. 32 Tahun
2004 dan Pasal 39 UU No. 33 Tahun 2004 bahwa DAK hanya dialokasikan
ke pada daerah tertentu. Apabila alokasi DAK akan membantu pemerintah
daerah mencapai prioritas dan target nasional, tentunya setiap tahun, jumlah
pemerintah daerah yang menerima DAK akan berkurang dan bukan justru
bertambah sesuai dengan kemajuan pencapaian prioritas nasional terkait.
Pada APBN 2013, pemerintah pusat mengalokasikan DAK sebesar Rp31,7
triliun yang terdiri dari Rp29,7 triliun dialokasikan untuk 19 bidang dan bagi
seluruh pemerintah daerah serta Rp2 triliun yang dialokasikan untuk infra-
struktur jalan dan pendidikan bagi 183 daerah tertinggal. Dari 524 pemerintah
daerah, terdapat 6 daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAK, yaitu
Provinsi DKI Jakarta, Kota Tarakan, Kota Bontang, Kota Dumai, Kabupaten
Murung Raya, dan Kabupaten Tabalong.
Tabel 2.3. Jumlah Pemerintah Kabupaten dan Kota Penerima DAK
2003-2013: Berdasarkan Bidang
Bidang 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Pendidikan SD 267 282 311 409 409 425 426 425 421 415 415
Pendidikan SMP 415 423
Kesehatan Pelayanan Dasar 267 282 309 409 409 409 406 429 374 407 395
Kesehatan Pelayanan Farmasi 414 419 416
Kesehatan Pelayanan Rujukan 229 216 255 234 370
Infrastruktur Jalan 296 285 324 409 409 446 411 457 430 447 431
Infrastruktur Irigasi 200 192 217 319 342 395 368 389 380 389 376
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN18
Bidang 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Infrastruktur Air Minum 240 408 409 425 407 426 407 419 414
Infrastruktur Sanitasi 407 423 402 423 421
Sarpras Pemerintahan Daerah
22 53 32 129 152 101 97 118 98 133 81
Kelautan Dan Perikanan 188 279 380 409 409 388 415 441 454 445
Pertanian 144 378 409 409 380 333 287 360 393
Lingkungan Hidup 311 409 409 388 394 393 417 407
Keluarga Berencana 261 351 378 355 412 422
Kehutanan 98 94 222 332 354 356
Sarpras Perdesaan 103 221 171 171 171
Perdagangan 226 109 198 218 306
Keselamatan Transportasi Darat 401 420 441
Listrik Perdesaan 39 54 70
Perumahan Dan Permukiman 58 35 42
Sarpras Kawasan Perbatasan 7 13 23
Transportasi Perdesaan 37 41 65
Sumber: Diolah dari data PMK Alokasi DAK
3
19
Hambatan dan Evaluasi Pengelolaan DAK
3.1. Hambatan Pengelolaan DAK
Dalam pengelolaan DAK, pemerintah daerah yang memperoleh alokasi DAK
harus mengikuti berbagai regulasi pusat, seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan presiden, peraturan/keputusan menteri, Petunjuk
Teknis (Juknis) dan Surat Edaran Direktur Jenderal Kementerian dan Lembaga.
Banyaknya regulasi Pemerintah Pusat yang harus dijadikan acuan, meng aki-
batkan daerah menjadi tidak kreatif dalam membuat regulasi untuk memerinci
kebijakan pengelolaan DAK.
Tabel 3.1 dibawah ini menggambarkan mekanisme pengelolaan DAK
yang tidak sepenuhnya diketahui oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah
relatif tidak banyak mengetahui (dibawah 80% yang mengetahui) mengenai:
1) formula atau proses penentuan besaran alokasi DAK untuk setiap daerah,
2) penentuan pagu DAK untuk setiap bidang, 3) informasi mengenai penen-
tuan bidang DAK, serta 4) proses evaluasi DAK. Kondisi ini hampir tidak ber-
beda antara pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, serta antar unit
SKPD yang menerima DAK.
Pada bidang DAK; cakupan dan proses evaluasi DAK di bidang pendidikan
dan kesehatan pemerintah daerah dan SKPD sudah mengetahui dengan baik.
3
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN20
Sekitar 95 persen responden di bidang pendidikan dan 96 persen responden
di bidang kesehatan relatif sudah mengetahui regulasi mengenai cakupan
dan proses evaluasi DAK di bidang terkait. Sedangkan untuk bidang pekerjaan
umum, terdapat 83 persen responden dari unit SKPD tersebut yang menya-
takan mengetahui cakupan dan proses evaluasi untuk DAK Bidang Pekerjaan
Umum. Tingginya pemahaman mengenai regulasi yang terkait dengan eva-
luasi DAK di tiga bidang ini disebabkan karena adanya dukungan sosialisasi
skema evaluasi dan ketersedian data yang lebih baik dibandingkan dengan
bidang DAK lainnya.1
Tabel 3.1. Regulasi Diketahui oleh (Unit SKPD) Pemerintah Daerah
Bappeda & DPPKAD
Pendi-dikan Kesehatan PU Bidang
Lainnya
Keselu-ruhan Bidang
Penetapan pagu bidang DAK 82.35% 60.00% 30.43% 58.33% 65.00% 61.70%
Penentuan bidang DAK 88.24% 70.00% 56.52% 88.00% 72.50% 76.06%
Formula Alokasi DAK 64.71% 64.71% 50.00% 66.67% 62.50% 60.87%
Kegiatan yang dapat didanai DAK
88.24% 100.00% 43.48% 100.00% 92.50% 95.07%
Persyaratan penyaluran DAK 93.94% 94.74% 100.00% 91.67% 87.50% 90.65%
Cakupan & proses evaluasi DAK
78.79% 94.12% 95.65% 83.33% 82.50% 85.40%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
1 Untuk bidang pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengembangkan sistem online yang tersambung langsung dengan pihak sekolah. Sementara untuk bidang kesehatan, sekretariat DAK di Kementerian Kesehatan rutin dalam pengumpulan data indikator dari setiap wilayah melalui Dinas Kesehatan di masing-masing pemerintah Kabupaten dan Kota.
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 21
Berdasarkan FGD di daerah sampel dan hasil kuesioner yang diedarkan,
banyak daerah menilai bahwa regulasi tentang DAK yang dikeluarkan Peme-
rintah Pusat seringkali terlambat, berubah-ubah, sangat kaku, dan tidak se-
suai dengan jadwal perencanaan di daerah. Penetapan pagu alokasi ataupun
ketentuan penggunaan dana transfer misalnya, pada umumnya ditetapkan
berdekatan atau bahkan baru terbit setelah selesainya jadwal penyusunan
APBD oleh pemerintah daerah. Akibatnya, beberapa kegiatan dalam kom-
ponen belanja dalam APBD terpaksa harus diubah dan dimusyawarahkan lagi
dengan DPRD, terutama apabila ketetapan dari pemerintah pusat berbeda
dengan perkiraan pendapatan dalam penyusunan APBD. Proses birokrasi
yang berulang ini selain menyita waktu aparatur pemerintah juga berimplikasi
pada tingginya beban administrasi.
Kotak 3.1. Regulasi Sektor:
Kesesuaian dengan Sistem Desentralisasi
Peraturan perundangan mengenai Desentralisasi, UU No. 32 Tahun 2004 dan
UU No. 33 Tahun 2004, masih sering terhambat dalam pelaksanaannya oleh
karena peraturan perundangan tentang tugas dan fungsi kementerian dan
lembaga nonkementerian belum disesuaikan dengan regulasi tersebut atau
justru menganut sistem yang berbeda. Peraturan perundangan tentang tugas
dan fungsi kementerian dan lembaga nonkementerian yang ada disusun di
bawah nuansa sentralistis dengan kewenangan yang sangat besar untuk
meng atur dan memutuskan berbagai hal di seluruh pelosok tanah air. Meskipun
sebagian besar kewenangan pemerintahan sudah didesentralisasikan, namun
struktur kementerian dan lembaga nonkementerian tetap tidak berubah. Dari
segi anggaran, unit di tingkat pemerintah pusat masih menguasai proporsi
anggaran yang cukup besar, termasuk pengelolaan dana dekonsentrasi dan
tugas pembantuan untuk urusan yang sebenarnya sudah didesentralisasikan.
Pasal 108 UU No. 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa dana dekonsentrasi
dan tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian/
lembaga negara yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut
peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah secara bertahap di-
alihkan menjadi DAK. Untuk mengalihkan dana tersebut, Undang-Undang ini
memerintahkan agar Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah pelak-
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN22
sanaannya. Setelah 9 tahun pelaksanaan undang-undang ini, proses pengalihan
secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang merupakan
bagian dari anggaran kementerian/lembaga negara yang digunakan untuk
melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi
urusan daerah berjalan sangat lambat.
PP No. 55 Tahun 2005 Pasal 50 Ayat 2 menyebutkan “DAK … dialokasikan
dalam APBN sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional.” Se-
men tara itu, Pasal 51 meletakkan prioritas nasional mendahului urusan dae-
rah, sebagaimana tertulis dalam Ayat 1, “DAK dialokasikan kepada daerah
tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari pro-
gram yang menjadi prioritas nasional … yang menjadi urusan daerah.” Dalam
perspektif ini, DAK rentan untuk diperlakukan seperti pelimpahan wewenang
seperti Dana Dekonsentrasi atau penugasan seperti Dana Tugas Pembantuan
dengan titik tekan prioritas nasional (Bappenas 2011). Dilihat dari praktek
perkembangan jumlah bidang dan juga jumlah pemerintah daerah penerima
DAK di setiap bidang, terdapat kecenderungan bahwa alokasi DAK dari pe-
me rintah pusat di bidang terkait merupakan “quasi kanwil” dari Kemen terian
terkait di daerah.
Perkembangan ini tidak terlepas dari klausul mengenai tujuan alokasi
DAK untuk mendukung prioritas nasional relatif bersifat abstrak dan perlu
untuk diperjelas apakah prioritas nasional yang dimaksud disini adalah untuk
pencapaian output atau outcome tertentu di bidang yang menjadi target
alo kasi DAK, atau bahwa prioritas nasional perlu juga untuk dijabarkan sam-
pai pada tingkat kegiatan. Selanjutnya prasyarat suatu bidang mendapatkan
pagu alokasi DAK adalah ketika bidang tersebut memang menjadi prioritas
pembangunan yang utama dan terangkum dalam dokumen RPJMN. Penge-
lolaan DAK dikoordinasikan setidaknya melalui tiga kementerian, yaitu
Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri. Dalam
hal ini, Bappenas menentukan bidang yang mendapatkan alokasi DAK setiap
tahunnya mengacu pada RPJMN, penetapan fokus bidang juga dapat dilaku-
kan tidak setiap tahun tetapi untuk jangka waktu sesuai dengan RPJMN.
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 23
Keterlibatan pemerintah daerah dalam penetapan prioritas nasional,
dilakukan melalui Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Nasional). Selain itu, sesuai dengan proses penetapan dokumen perencanaan
di tingkat pemerintah daerah, dokumen perencanaan pemerintah daerah
RPJMD, mengacu pada RPJMN atau dokumen perencanaan pemerintah di
tingkat pusat yang merupakan acuan dari penentuan prioritas nasional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013, belanja yang bersumber dari DAK
dianggarkan pada SKPD yang berkenaan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dalam rangka optimalisasi pencapaian sasaran DAK, terhadap sisa tender
pelaksanaan kegiatan DAK, agar digunakan untuk menambah target dan
capaian sasaran kinerja kegiatan DAK yang telah ditetapkan dalam petunjuk
teknis DAK masing-masing bidang. Apabila sisa tender tidak dapat dimanfaat-
kan pada tahun berkenaan dan harus dilaksanakan pada tahun anggaran
berikutnya tetap menggunakan petunjuk teknis tahun anggaran ber kenaan.
Dalam rangka peningkatan efisiensi DAK yang didasarkan pada karak-
teristik DAK untuk pencapaian prioritas nasional dan pencapaian SPM, maka
bentuk diskresi pemerintah daerah dapat dilakukan dari aspek penggunaan
DAK dalam bidang-bidang terkait. Seperti terlihat pada Diagram 3.1, sekitar
66 persen responden dari sampel di tingkat pemerintah daerah kabupaten
dan kota, menyatakan terdapat permasalahan regulasi pengelolaan DAK yang
perlu diperbaiki.
Salah satu regulasi yang relatif dianggap menghambat pemerintah dae-
rah terutama terkait dengan penggunaan DAK adalah regulasi petunjuk tek-
nis pada setiap bidang. Sekitar 70 persen dari responden yang menyetujui
terdapat masalah regulasi dalam pengelolaan DAK menyatakan bahwa regu-
lasi yang bermasalah adalah regulasi mengenai petunjuk teknis. Permasalahan
regulasi lainnya diantaranya mencakup hal yang terkait dengan tahapan
penyaluran (6,67 persen), penggunaan sisa DAK (1,33 persen), serta persya-
ratan untuk penyediaan dana pendamping (1,33 persen).
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN24
Diagram 3.1. Ada atau Tidaknya Regulasi yang Bermasalah
dan Jenis Regulasi yang Perlu Diperbaiki
34%
66%
Tidak AdaMasalahRegulasi
MasalahRegulasi
69.33%
1.33%
6.67%
1.33%
21.33%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Regulasi Juknis
Penggunaansisa DAK
Tahapanpenyaluran
Danapendamping
Lainnya
34%
66%
Tidak AdaMasalahRegulasi
MasalahRegulasi
69.33%
1.33%
6.67%
1.33%
21.33%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Regulasi Juknis
Penggunaansisa DAK
Tahapanpenyaluran
Danapendamping
Lainnya
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Hal yang menjadi permasalahan utama mengenai regulasi petunjuk
teknis adalah bahwa petunjuk teknis dibanyak bidang dinilai terlalu detail
dan kaku sampai pada tingkat dimana beban administrasi yang tinggi untuk
persiapan dan pencairan dana oleh pihak ketiga sebagai pelaksana kegiatan.
Detail pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Petunjuk Teknis, dapat
dijustifikasi ketika kegiatan bersifat teknis dan perlu untuk memenuhi standar
tertentu, misalnya dalam ketentuan mengenai penyediaan alat laboratorium
atau pengadaan kebutuhan farmasi untuk penangangan dan pencegahan
penyakit tertentu.2 Namun untuk bentuk kegiatan yang bersifat umum, detail
kegiatan yang dianggap terlalu spesifik justru dapat membuat biaya pelak-
sanaan kegiatan menjadi lebih tinggi atau bahkan tidak sesuai dengan kon-
disi yang dibutuhkan di unit atau wilayah terkait.
Dari Diagram 3.2, sebanyak 61 persen dari total responden yang menya-
takan perlunya perbaikan regulasi petunjuk teknis, memiliki pandangan bah-
wa juknis mengenai DAK di bidangnya relatif terlalu kaku. Terdapat anggapan
bahwa acuan penggunaan dalam juknis adalah untuk kegiatan yang justru
tidak sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah di bidang tersebut. Se-
2 Dari hasil indepth interview di beberapa kementerian, antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan bahwa Petunjuk Teknis yang relatif detail masih diperlukan untuk menjamin target-target nasional dapat mudah dikontrol.
34%
66%
Tidak AdaMasalahRegulasi
MasalahRegulasi
69.33%
1.33%
6.67%
1.33%
21.33%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Regulasi Juknis
Penggunaansisa DAK
Tahapanpenyaluran
Danapendamping
Lainnya
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 25
mentara itu, sekitar 35 persen dari total responden yang menyatakan keter-
lambatan penetapan petunjuk teknis merupakan aspek yang perlu segera
ditangani dari regulasi petunjuk teknis.
Diagram 3.2. Regulasi Petunjuk Teknis (Juknis) yang Perlu Diperbaiki
61%
35%
2% 2%
Juknis yang terlalukaku
Juknis yangterlambat
Juknis Lainnya
Periode berlakunyajuknis
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Keterlambatan penetapan peraturan petunjuk teknis untuk kegiatan
DAK yang hanya bersifat fisik berimplikasi pada proses pelaksanaan kegiatan
yang tidak optimal. Penyelesaian kegiatan tidak dimungkinkan karena periode
waktu yang sangat terbatas, selain juga karena mekanisme penyaluran juga
dievaluasi berdasarkan kinerja penggunaan dana secara agregat dari keselu-
ruhan alokasi DAK yang diterima oleh pemerintah daerah terkait.
Sementara itu, proses mekanisme pelaksanaan kegiatan yang perlu dila-
kukan melalui proses lelang ataupun swa-kelola, membutuhkan waktu dan
biaya persiapan administrasi. Semua hal itu dibutuhkan untuk mencari dan
menarik partisipasi dari calon atau peminat pelaksana kegiatan untuk meng-
ikuti proses lelang dan atau pihak penerima manfaat kegiatan terkait ter-
utama untuk kegiatan yang mensyaratkan pelaksanaanya berdasarkan swa-
kelola. Dalam hal ini, permasalahan mengenai keterlambatan Petunjuk Teknis
relatif cukup sering terjadi untuk DAK bidang Pendidikan (lihat Kotak 3.2).
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN26
Kotak 3.2.
Permasalahan terkait Petunjuk Teknis Bidang Pendidikan
Keterlambatan penetapan ataupun adanya perubahan Petunjuk Teknis terjadi
di tahun 2010, 2011, dan 2013, dengan sebab yang bervariasi.
Tahun 2010:
Perubahan Juknis di tengah tahun anggaran, khususnya terkait dengan:
a. Pola pelaksanaan kegiatan; berubah dari mekanisme swakelola hibah
men jadi mekanisme pengadaan barang/jasa.
b. Pelaksana kegiatan; berubah dari satuan pendidikan/sekolah menjadi
SKPD Teknis/dinas pendidikan.
c. Revisi Juknis terkait perubahan tersebut ditetapkan di akhir bulan agustus
2010.
Tahun 2011:
Keterlambatan Penerbitan Juknis :
a. Juknis diterbitkan pada bulan Agustus, karena harus dikonsultasikan dan
mendapatkan persetujuan dari Komisi X DPR RI.
b. Proses tender/lelang terlambat.
Tahun 2012:
a. Perubahan pola pelaksanaan DAK dalam Juknis, yakni dari mekanisme
pengadaan barang dan jasa, menjadi mekanisme swakelola hibah (hibah
kepada unit/satuan kerja yang berada dibawah pemda itu sendiri).
b. Perubahan tersebut membingungkan Daerah karena sesuai PP No 58 Ta hun
2005 ttg Pengelolaan Keuangan Daerah, hibah dapat diberikan ke pada
pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, dan kelompok masyarakat/
perorangan (tidak kepada Satker di bawahnya).
c. Revisi Juknis baru terbit tgl 14 September 2012, sehingga Daerah hanya
memiliki waktu yang terbatas untuk menyesuaikan proses penganggaran
dan pelaksanaan DAK pendidikan.
Sumber: Kementerian Keuangan (2013)
Terkait dengan jadwal penetapan Petunjuk Teknis di berbagai bidang
DAK, Tabel 3.2 di bawah ini berisi informasi mengenai tanggal penetapan
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 27
Petunjuk Teknis untuk periode 2008-2013. Diantara ketiga bidang pelayanan
dasar (pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur), Petunjuk Teknis untuk bi dang
Pendidikan seringkali mengalami keterlambatan dalam penetapannya. Apa-
bila untuk bidang infrastruktur relatif menggunakan Petunjuk Teknis yang
tidak berubah sejak penetapannya di tahun 2010, Petunjuk Teknis di bidang
kesehatan walaupun mengalami perubahan setiap tahunnya, cenderung tidak
terlambat dalam penetapannya. Dalam hal ini, acuan keterlambatan pene tapan
Petunjuk Teknis, sesuai dengan penjelasan PP No. 55 Tahun 2004 Pasal 59 ayat
(2) adalah apabila Petunjuk Teknis ditetapkan melewati batas waktu yaitu 2
(dua) minggu setelah penetapan alokasi DAK oleh Menteri Keuangan.
Tabel 3.2. Perbandingan Tanggal Penetapan Petunjuk Teknis DAK
dengan Tanggal Penetapan Alokasi DAK
No. Bidang DAKJuknis DAK
2008 2009 2010 2011 2012 2013
1 Pendidikan SD
09/04/08 29/01/2009 01/02/10 23/08/2011 16/12/2011 15/02/2013
SMP 23/08/2011 16/12/2011 08/02/2013
2 Kesehatan 18/11/2008 26/11/2009 17/12/2010 10/12/2011 26/12/2012
3 Jalan * 18/12/2007 18/12/2007 15/12/2009 01/11/2010 01/11/2010 01/11/2010
4 Irigasi * 18/12/2007 18/12/2007 15/12/2009 01/11/2010 01/11/2010 01/11/2010
5 Air minum * 18/12/2007 18/12/2007 15/12/2009 01/11/2010 01/11/2010 01/11/2010
6 Sanitasi * 18/12/2007 18/12/2007 15/12/2009 01/11/2010 01/11/2010 01/11/2010
8 Prasarana Pemerintah
15/12/2008 26/01/2010 28/12/2012
9 Kelautan Dan Perikanan
10/12/08 08/12/09 09/12/2010 15/12/2011 27/12/2012
10 Pertanian 17/12/2008 08/10/09 29/12/2010 27/12/2011 10/01/2013
11 Lingkungan Hidup
31/12/2008 2009 11/02/2011 29/12/2011 16/12/2012
12 Keluarga Berencana
31/12/2008 26/11/2009 20/12/2012
13 Kehutanan 24/01/2008 29/10/2008 5/1/10 20/12/2012
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN28
14Sarana Prasaran Perdesaan
Belum ada 04/02/09 28/12/2012
15 Perdagangan Belum ada 27/01/2010 28/02/2012
Penetapan Alokasi DAK
-PMK Penetapan Alokasi DAK
PMK No. 142/07/2007
PMK No. 171/07/2008
PMK No. 175/07/2009
PMK No. 216/07/2010
PMK 209/07/2011
PMK 201/07/2012
- Tanggal Penetapan
20/11/2007 13/11/2008 11/11/09 3/12/2011 12/12/2011 17/12/2012
Sumber: Update dari Kementerian Keuangan (2009) dan Kementerian Keuangan (2013)
Catatan: Tanggal yang di-Bold adalah tanggal penetapan Petunjuk Teknis yang terlambat.
Permasalahan mengenai petunjuk teknis untuk tingkatan tertentu meru-
pakan kendala bagi pemerintah daerah tidak hanya dalam pelaksanaan kegi-
atan tetapi juga untuk dimasukkannya kegiatan DAK dalam APBD. Apabila
penetapan petunjuk teknis relatif terlambat dari periode yang sudah dijad-
walkan, kegiatan DAK kemungkinan baru dapat dicantumkan di APBD Per-
ubahan (APBD-P). Namun demikian, secara keseluruhan, dari Diagram 3.3,
kegiatan yang didanai dari DAK secara umum dapat dimasukkan dalam APBD,
terlihat dari setidaknya 80 persen responden menyatakan bahwa kegi atan
DAK dapat dimasukkan dalam APBD.
Pencantuman kegiatan DAK dari bidang seperti pendidikan dan kese-
hatan pada APBD atau APBD-P lebih membutuhkan birokrasi panjang. Hal ini
dapat disebabkan dari karakteristik kegiatan dan petunjuk teknis yang dapat
berbeda dari tahun-tahun sebelumnya ataupun faktor keterlambatan dari
penetapan petunjuk teknis. Kegiatan DAK yang dapat dimasukkan di APBD
atau dalam penyusunan APBD-P juga membutuhkan proses birokrasi yang
cukup detail. Disamping itu, masalah koordinasi tidak saja terjadi antara pi-
hak eksekutif tetapi juga dengan pihak DPRD.
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 29
Diagram 3.3. Jenis Kegiatan DAK dapat dimasukkan dalam APBD
73.91%
63.16%
54.55%
54.17%
48.72%
21.74%
26.32%
31.82%
41.67%
33.33%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Bappeda &DPPKAD
Dikbud
Dinkes
PU
Lainnya
Sangat Setuju Setuju
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Permasalahan lainnya adalah mengenai tahap atau administrasi penya-
luran alokasi DAK. Tahap penyaluran DAK didasarkan pada penggunaan dana
dari keseluruhan alokasi DAK dan bukan di setiap bidang. Untuk itu, tingkat
penyerapan DAK juga terkadang disebabkan oleh keputusan dan preferensi
pemerintah daerah untuk prioritas pelaksanaan bidang DAK.3 Apabila kepu-
tusan untuk prioritas penggunaan atau pelaksanaan bidang dan kegiatan
sangat tergantung dari pilihan pemerintah daerah, aspek penyerapan alokasi
DAK di akhir periode cukup krusial karena sisa dana yang belum digunakan
untuk alokasi DAK yang sudah disalurkan hanya dapat digunakan untuk bi-
dang dengan kegiatan yang belum terlaksanakan tersebut.
Prosedur penggunaan sisa alokasi DAK yang tidak terserap dapat ber-
beda untuk setiap sektor, yang mensyaratkan bahwa penggunaan sisa alokasi
DAK di tahun sebelumnya hanya dapat digunakan untuk kegiatan yang dite-
tapkan dalam petunjuk teknis di tahun terkait. Konteks kegiatan DAK yang
merupakan kegiatan fisik memiliki karakteristik lumpiness atau bentuk pro-
3 Terkait dengan prioritas penggunaan dana dan pelaksanaan kegiatan, untuk bidang kesehatan misalnya, rekomendasi dari Kementerian Teknis umumnya adalah untuk memprioritaskan penggunaan dana untuk bidang terkait terutama karena menyangkut antisipasi dan peme-nuh an akses dan keberlanjutan pelayanan kesehatan.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN30
gram pengeluaran yang perlu dilakukan secara keseluruhan. Oleh karena itu,
untuk pelaksanaan kegiatan DAK umumnya membutuhkan dana tertentu
yang relatif besar, tidak cocok dengan besar sisa DAK yang selain umumnya
kecil dibandingkan dengan kebutuhan total dana untuk pelaksanaan kegiatan
DAK tersebut, juga menjadi tidak relevan untuk kembali dilaksanakan jika
kegiatan terkait telah (selesai) dilakukan. Pengecualian adalah ketika jenis
fasilitas pelayanan tersebut di pemerintah daerah terkait memang relatif
masih sedikit berdasarkan standar nasional.
Penundaan atau tidak optimalnya pelaksanaan kegiatan DAK, juga
dipengaruhi oleh karakteristik dari jenis kegiatan dalam petunjuk teknis yang
relatif terbatas atau dianggap tidak sesuai dengan karakteristik daerah
terkait.4
Sementara itu, permasalahan mengenai kebijakan dana pendamping
terutama karena ketentuan yang relatif tidak mempertimbangkan aspek
kapasitas fiskal pemerintah daerah seperti dideskripsikan di Kotak 3.3.
Kotak 3.3.
Kebijakan Dana Pendamping
Berdasarkan ketentuan Pasal 41 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah antara lain me-
nyatakan “Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping seku-
rang-kurangnya 10% dari alokasi DAK, kecuali Daerah dengan kapasitas fiskal
tertentu yaitu Daerah yang selisih antara Penerimaan Umum APBD dan Belanja
Pegawainya sama dengan nol atau negatif”. Berdasarkan ketentuan ini, tidak
ada satu daerahpun yang dikecualikan dari ketentuan Dana Pendamping un-
tuk alokasi DAK yang diterima, atau dengan kata lain Dana Pendamping me-
rupakan suatu keharusan untuk seluruh pemerintah daerah.
Namun kenyataannya, banyak daerah mengalami keterbatasan anggaran
yang mengancam kelangsungan jasa layanan tertentu seperti kesehatan, pen-
didikan dan infrastruktur. Akibatnya alokasi DAK yang tidak terserap dalam
kurun waktu beberapa tahun anggaran, selain karena keterlambatan terbitnya
4 Kotak 4.1 di Bab 4 menggambarkan mengenai kendala petunjuk teknis yang relatif spesifik un tuk setiap sektor, dalam hal ini adalah di Sektor Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur.
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 31
Juknis dan hambatan-hambatan lainnya, termasuk karena pemerintah daerah
keterbatasan sumber pendanaan untuk pemenuhan Dana Pendamping.
Dana pendamping sebagaimana yang dikemukakan dalam PP No. 55
Tahun 2005, pada pasal 60 ayat 3) DAK dibatasi untuk belanja yang bersifat
fisik (belanja modal). Selain itu beban administrasi untuk pelaksanaan kegiatan
DAK juga perlu untuk dipenuhi oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, pe-
merintah daerah tidak saja menyediakan alokasi dana untuk pemenuhan dana
pendamping yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari pelaksanaan
kegiatan DAK, tetapi juga perlu menyediakan sumber pendanaan untuk be-
lanja yang bersifat non fisik yang terkait dengan administrasi, koordinasi, mau-
pun untuk kebutuhan evaluasi internal dari pelaksanaan kegiatan DAK tersebut.
3.2. Evaluasi Pengelolaan dan Kinerja Penyerapan DAK
Tahap pengelolaan DAK dapat diklasifikasikan berdasarkan proses perencana-
an dan penetapan alokasi DAK yang umumnya lebih merupakan diskresi dari
pemerintah pusat, walaupun untuk beberapa aspek, pemerintah daerah juga
dilibatkan. Misalnya dalam proses perencanaan, yaitu pada konteks penetapan
prioritas nasional, terdapat mekanisme Musrenbang dimana pemerintah
dae rah dapat urun rembuk dan memberikan feedback terkait dengan arah
kebijakan dari pemerintah pusat, dalam hal ini yang terkait dengan penetapan
prioritas nasional. Sementara itu, untuk tahap penetapan pemerintah daerah
yang dapat menerima DAK dan juga penetapan besar alokasi DAK, formula
yang dijadikan acuan ditentukan oleh instansi di tingkat pusat. Dalam hal ini,
pemerintah daerah di beberapa bidang dilibatkan untuk penyediaan data
yang akan digunakan untuk konstruksi variabel indikator teknis. Penggunaan
data dari pemerintah daerah perlu kehati-hatian agar upaya untuk meng hin-
dari gaming atau penyediaan data atau prilaku inefisiensi (apabila indikator
teknis didasarkan pada input) tidak dilakukan dengan mengorbankan trans-
paransi formula DAK.5
5 Apabila formula mengenai indikator yang dijadikan acuan untuk kriteria cenderung bersifat tetap, untuk formula kriteria teknis, bobot dan indikator cenderung berubah-ubah. Dalam hal
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN32
Tabel 3.3 memberikan gambaran peran pemerintah pusat dan keterli-
batan pemerintah daerah dalam pengelolaan DAK. Dalam hal ini, diskresi
pemerintah daerah dapat cukup besar di tahap penggunaan dan juga evaluasi
penggunaan DAK, terlebih jika mengacu bahwa yang mendapatkan penda-
na an DAK adalah urusan daerah yang juga menjadi prioritas nasional. Semen-
tara itu, seperti juga dalam proses penetapan alokasi, tahap penyaluran DAK
dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat (Kementerian Keuangan).
Tabel 3.3. Tahapan Pengelolaan DAK:
Identifikasi Diskresi Pemerintah Pusat dan Daerah
Tahap Diskresi Pusat Diskresi Daerah
Perencanaan Penetapan prioritas nasional Masukan dari Musrenbang
Penetapan Alokasi
Penetapan formula dan perhitungan Penyediaan data
Penggunaan Penetapan Juknis Usulan perubahan kegiatan
Penyaluran Penyaluran (evaluasi) untuk seluruh bidang
Evaluasi Dilakukan fragmentasi setiap Kementerian
Pelibatan provinsi di beberapa Kementerian
Dana Penyerapan DAK dapat mengacu pada besaran dana dari alokasi
DAK yang diterima oleh pemerintah daerah dan masuk di kas daerah namun
tidak atau belum dapat digunakan untuk pendanaan pelaksanaan kegiatan
yang dimaksud dalam Petunjuk Teknis. Kinerja DAK juga dapat dikaitkan de-
ngan seberapa besar untuk setiap pemerintah daerah, besar alokasi DAK yang
disalurkan oleh pemerintah pusat. Dari data pagu alokasi dan realisasi DAK,
data realisasi DAK mengacu pada besar dana DAK yang sudah masuk dalam
kas daerah. Dari keterbatasan karakteristik data tersebut, maka penyerapan
DAK hanya mengacu untuk pemerintah daerah yang memiliki besar pagu DAK
sama atau melebihi realisasi DAK. Ini berarti aspek inefisiensi hanya dari lihat
ini, perubahannya disangsikan merupakan refleksi dari perubahan atau roadmap prioritas nasional di sektor terkait.
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 33
dari definisi data penyerapan DAK, yaitu kondisi bahwa tidak keseluruhan
alokasi DAK dapat disalurkan kepada pemerintah daerah.
Apabila besar alokasi atau pagu DAK tidak seluruhnya disalurkan kepada
pemerintah daerah karena prosedur yang tidak dapat dipenuhi oleh peme-
rin tah daerah, maka sisa alokasi yang belum tersalurkan tidak akan dapat
di sa lurkan di tahun berikutnya. Dalam hal ini, sisa DAK yang tidak tersalurkan
akan kembali ke kas negara. Sedangkan untuk sisa dana yang sudah ada di
Kas Daerah namun belum dimanfaatkan atau merupakan sisa penghematan
dari kegiatan tender misalnya, maka dana tersebut umumnya dapat diguna-
kan untuk peruntukan yang telah diatur dan wajib digunakan di bidang DAK
yang sama. Tentunya ketentuan ini kemungkinan akan membuat pemerintah
daerah berupaya memenuhi prosedur penggunaan DAK agar alokasi DAK,
tetap masuk sebagai Kas Daerah. Aspek governance dalam konteks ini dite-
nga rai minimal untuk pengelolaan DAK terutama untuk bidang dengan
ukuran DAK yang relatif besar.
1. Alokasi DAK dan Biaya Kegiatan
Berdasarkan hasil kuesioner, untuk bidang kesehatan, hanya sekitar 25 persen
responden yang menyatakan bahwa alokasi DAK sesuai dengan biaya yang
diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Sedangkan sekitar 50 per-
sen responden di bidang pendidikan dan perkerjaan umum yang menyatakan
bahwa alokasi DAK sesuai dengan kebutuhan biaya pelaksanaan kegiatan
tersebut. Khusus untuk bidang pendidikan dan juga sub bidang sanitasi yang
menjadi bagian bidang pekerjaan umum, pelaksanaan kegiatan dilakukan
secara swakelola sementara bidang lainnya umumnya dilakukan berdasarkan
lelang.
Penggunaan alokasi DAK yang telah ditetapkan untuk jenis kegiatan
tertentu di setiap bidang, agar relatif efisien dan efektif, maka syarat kecukup-
an setidaknya menjamin adanya keterkaitan besar alokasi pendanaan dengan
kegiatan yang perlu dilakukan. Dari Diagram 3.4, sekitar 62,5 persen res pon-
den di bidang pendidikan menyatakan bahwa alokasi DAK yang diterima
untuk bidang yang terkait dengan unit SKPD-nya memang sesuai dengan biaya
yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Namun, hanya sekitar
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN34
27,3 persen responden dari unit SKPD di bidang kesehatan yang menyatakan
bahwa alokasi DAK sudah mencerminkan biaya kegiatan.
Diagram 3.4. Alokasi DAK Mencerminkan Biaya Kegiatan
57.14%62.50%
27.27%
52.00%55.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
Bappeda &DPPKAD
Dikbud Dinkes PU Lainnya
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
2. Pengelolaan DAK dan Kinerja Penyerapan Alokasi Bidang DAK
Penyerapan alokasi DAK sangat tergantung dari kinerja bidang DAK dengan
nilai alokasi yang relatif besar seperti untuk bidang-bidang yang terkait de-
ngan pelayanan dasar, seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa penyerapan atau realisasi penggunaan DAK
untuk sektor pendidikan secara rata-rata dibawah 50 persen untuk tahun
2010 dan tahun 2011 (Kementerian Keuangan 2013).
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 35
Tabel 3.4. Penyerapan Alokasi DAK Berdasarkan Bidang DAK
No Bidang2010 2011 2012
Pagu Real % Pagu Real % Pagu Real %
1 Pendidikan 9.334,9 4.090,2 43,8 10.041,3 3.419.1 34,1 10.041,3 7.709,7 76,8%
2 Kesehatan 2.829,8 2.619,9 92,6 3.000,8 2.710,2 90,3 3.005,9 2,745,5 91,3%
3 Inf Jalan 2.810,2 2.668,9 94,9 3.900,0 3,538.1 90,7 4.012,8 3.746,8 93,4%
4 Inf Irigasi 968,4 908,4 93,8 1.311,8 1.202,6 91,7 1.348,5 1.253,4 92,9%
5 Inf Sanitasi 357,2 312,8 87,6 419,6 375,7 89,5 463,7 422,8 91,2%
6 Inf Air Minum 357,2 335,6 93,9 419,6 381,9 91,0 502,5 457,7 91,1%
7 Pras PemdA 386,3 347,6 89,8 400,0 320,6 80,2 444,5 372,6 83,8%
8 Kelautan & Perikanan
1.207,8 1.115,1 92,3 1.500,0 1.318,9 87,9 1.547,1 1.401,9 90,6%
9 Pertanian 1.543,6 1.394,3 90,3 1.806,1 1.615,1 89,4 1.879,6 1.752,4 93,2%
10 Lingkungan Hidup
351,6 327,2 93,1 400,0 361,3 90,3 479,7 431,5 90,0%
11 Keluarga Berencana
329,0 309,1 93,9 368,1 329,8 89,6 392,3 354,5 90,4%
12 Kehutanan 250,0 221,2 88,5 400,0 350,1 87,5 489,8 440,3 89,9%
13 Sarpras Perdesaan
300,0 276,6 92,2 315,5 281,2 89,1 356,9 316,6 88,7%
14 PerdaganGan 107,3 103,2 96,1 300,0 269,6 89,9 345,1 309,9 89,8%
15 Kes Trans Darat
- - - 100,0 89,4 89,4 131,6 119,6 90,9%
16 Listrik Perdesaan
- - - 150,0 128,5 85,7 190,6 170,7 89,6%
17 Perumkim - - - 150,0 95,1 63,4 191,2 145,2 75,9%
18 Sarpras Perbatasan
- - - 100,0 87,4 87,4 121,4 108,5 89,4%
19 Trans Perdesaan
- - - 150,0 129,6 86,4 171,4 158,8 92,6%
Sumber: Kementerian Keuangan (2013)
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN36
Di bidang pendidikan, permasalahan keterlambatan tampaknya juga
disebabkan oleh kompleksnya kriteria juknis, sehingga berpengaruh terhadap
relatif rendahnya penyerapan di sektor ini, yaitu 34,1 persen di tahun 2011
dan 43,8 persen di tahun 2010. Berdasarkan hasil FGD dengan beberapa pe-
merintah daerah, ternyata masalah petunjuk teknis di bidang pendidikan me-
rupakan salah satu faktor penghambat yang paling banyak diungkapkan.
Sementara itu, penyerapan untuk DAK di bidang kesehatan sudah diatas
90 persen, walaupun apabila dilihat berdasarkan sub bidang, penyerapan
relatif rendah justru untuk jenis kesehatan pelayanan farmasi di tahun 2011,
dan pada tahun 2012 penyerapan DAK yang relatif rendah adalah penyerapan
DAK untuk pelayanan rujukan. Hal ini kemungkinan disebabkan sistem daftar
menu dengan jenis kegiatan baru ataupun penetapan sub-bidang baru yang
menjadi kendala bagi pemerintah daerah dalam melakukan persiapan dan
implementasi kegiatan.
Dibandingkan dengan penyerapan DAK di bidang pendidikan dan
kesehatan, penyerapan DAK di bidang infrastruktur relatif lebih baik. Kecuali
untuk DAK infrastruktur sanitasi, rata-rata penyerapan DAK untuk infrastruktur
selalu diatas 90 persen. Kemudahan implementasi dan juga tipe juknis yang
relatif tidak berubah-ubah memudahkan daerah dan melakukan persiapan
dan kegiatan implementasi DAK.
3. Kinerja Penyerapan Alokasi DAK dan Pengeluaran Pemerintah Daerah
Perbandingan antara penyerapan anggaran pemerintah daerah secara keselu-
ruhan dan penyerapan DAK antar daerah dapat menunjukkan sejauh mana
pengelolaan DAK terjadi karena hambatan regulasi atau lebih pada prilaku
pemerintah daerah yang relatif berbeda. Tabel 3.5 dibawah ini menunjukkan
total persentase penyerapan DAK antar provinsi (konsolidasi antara peme rin-
tah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota). Dari Tabel 3.5, penyerapan
alokasi DAK untuk tahun 2011 dan 2012 relatif rendah secara agregat untuk
pemerintah daerah seperti di Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Selatan,
Maluku Utara, dan wilayah Papua. Secara agregat, penyerapan DAK di bidang
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur untuk pemerintah daerah di wila-
yah-wilayah ini relatif kurang dari 50 persen. Variasi penyerapan DAK antar
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 37
wilayah relatif besar untuk DAK bidang Kesehatan dan DAK bidang Perkejaan
Umum, kemungkinan menunjukkan bahwa tingkat penyerapan DAK juga
tergantung kinerja pengelolaan pemerintah daerah terkait selain disebabkan
oleh faktor eksternal dari bentuk ketetapan regulasi dari pemerintah pusat.
Dalam hal ini, penyerapan sangat rendah untuk bidang pendidikan baik
untuk tahun 2011 maupun tahun 2012 dengan variasi penyerapan maksimum
untuk provinsi dan kabupaten kota secara agregat adalah 65% dan minimum
2,21% untuk wilayah Maluku Utara. Hal ini relatif kontras dengan karakteristik
penyerapan DAK antar wilayah untuk bidang kesehatan dan bidang infra-
struktur. Di antara ketiga bidang ini, apabila permasalahan yang terkait de-
ngan regulasi pengelolaan terutama untuk penggunaan DAK kemungkinan
diantisipasi secara berbeda antar wilayah, sehingga dimungkinkan penyerapan
DAK yang tinggi di beberapa wilayah.
Apakah penyerapan DAK yang relatif tinggi merupakan bentuk dari efi-
siensi di wilayah tersebut masih perlu untuk dieksplorasi lebih lanjut. Sekilas,
dari Tabel 3.5, wilayah dengan penyerapan yang relatif tinggi umumnya ti dak
hanya spesifik di satu bidang tertentu, tetapi di keseluruhan bidang tersebut.
Terdapat kemungkinan bahwa tingkat penyerapan DAK juga tergantung ki-
nerja pengelolaan pemerintah daerah terkait selain disebabkan oleh faktor
eksternal dari bentuk ketetapan regulasi dari pemerintah pusat.
Tabel 3.5. Rata-Rata Persentase Penyerapan DAK Per Wilayah
(Konsolidasi Provinsi Dan Kabupaten/Kota)
Provinsi
2011 2012
Pendidikan Kesehatan Infra-struktur Pendidikan Kesehatan Infra-
struktur
Aceh 58.51 88.38 93.21 42.63 86.76 91.34
Sumatera Utara 56.75 74.78 90.38 39.23 80.46 90.84
Sumatera Barat 16.99 69.64 83.95 28.60 81.17 86.29
Riau 58.53 87.17 86.58 31.69 90.61 90.22
Kepulauan Riau 56.68 44.61 52.72 20.36 36.31
Jambi 38.30 42.64 50.97 25.04 31.50 53.37
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN38
Sumatera Selatan 24.01 60.01 64.42 28.00 56.69 56.49
Kep. Bangka Belitung 21.49 71.97 81.07 34.99 71.54 71.54
Bengkulu 18.37 55.17 30.01 36.14 68.06 45.46
Lampung 13.62 38.96 42.83 25.73 54.05 46.86
DKI Jakarta
Jawa Barat 4.68 26.84 16.42 14.11 25.37 16.87
Banten 9.40 54.17 81.50 37.26 60.04 82.88
Jawa Tengah 3.38 47.72 53.57 18.83 56.96 59.85
Daerah Istimewa Yogyakarta 12.37 46.66 54.28 27.59 55.07 64.21
Jawa Timur 40.87 58.28 51.81 61.31 62.88 66.59
Kalimantan Barat 13.69 52.21 57.03 24.10 37.81 54.64
Kalimantan Tengah 8.90 36.00 48.09 15.93 50.33 43.47
Kalimantan Selatan 4.42 19.60 33.65 13.74 0.43 36.17
Kalimantan Timur 27.89 44.18 36.70 5.25 18.34
Sulawesi Utara 8.12 63.78 64.68 20.98 92.07 47.59
Gorontalo 28.96 76.01 63.05 50.82 80.15 61.22
Sulawesi Tengah 28.12 89.09 65.48 58.63 85.58 72.79
Sulawesi Selatan 16.48 56.02 59.01 35.96 60.97 65.12
Sulawesi Barat 4.44 81.96 47.35 25.77 66.36 39.91
Sulawesi Tenggara 25.65 68.85 59.88 36.47 67.73 69.87
Bali 17.03 77.35 68.10 37.02 57.43 65.96
Nusa Tenggara Barat 47.68 59.31 54.06 36.31 68.51 35.53
Nusa Tenggara Timur 65.48 78.77 36.95 63.33 69.19
Maluku 46.50 71.98 80.05 43.45 67.28 79.84
Maluku Utara 2.21 34.64 38.81 27.65 30.11 47.89
Papua 14.31 26.22 37.47 15.58 39.50 40.11
Papua Barat 43.23 60.09 64.05 45.94 75.79 56.98
HAMBATAN DAN EvALUASI PENGELOLAAN DAK 39
rata-rata 26.10 57.03 59.29 32.30 58.32 57.11
maksimum 65.48 89.09 93.21 61.31 92.07 91.34
minimum 2.21 19.60 16.42 13.74 0.43 16.87
Standar Deviasi 19.53 19.51 18.60 11.99 22.94 19.70
Sumber: DJPK, diolah
Catatan: data penyerapan yang dimasukkan hanya untuk wilayah dengan data realisasi DAK (kondisi di kas daerah) tidak melebihi pagu DAK.
Rata-rata persentase penyerapan DAK per wilayah (konsolidasi provinsi
dan kabupaten/kota) tampaknya cukup bervariasi. Tabel 3.6 menunjukkan
rata-rata persentase realisasi DAK terhadap pengeluaran pemerintah daerah,
mencakup keseluruhan pemerintah provinsi dan tingkat kabupaten dan kota
di masing-masing wilayah. Dari Tabel 3.6, terlihat bahwa alokasi DAK dari
bidang pendidikan dan juga untuk bidang kesehatan hampir diseluruh dae-
rah kecuali untuk wilayah Nusa Tenggara Timur dan Maluku, yang persentase-
nya tidaklah besar. Dana Alokasi Khusus untuk bidang Pendidikan di sebagian
besar daerah kurang dari 5 persen total pengeluaran bidang pendidikan yang
dilakukan agregat pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dan kota
di wilayah tersebut. Sementara untuk bidang kesehatan, rata-rata alokasi DAK
mencapai 9 persen dari total pengeluaran untuk bidang kesehatan oleh pe-
merintah daerah provinsi dan kabupaten dan kota di wilayah tersebut. Dalam
hal ini, khusus untuk wilayah Nusa Tenggara Timur dan Maluku, persentase
DAK untuk bidang kesehatan cukup dominan mencapai hampir 40 persen
dari total pengeluaran pemerintah daerah untuk bidang kesehatan di wilayah
tersebut.
40
Kebijakan DAK dan Pencapaian SPM
Pelayanan dasar yang berkualitas merupakan acuan bagi efektifitas
penyediaan pelayanan oleh pemerintah, baik di tingkat pemerintah
pusat maupun untuk tingkat pemerintah daerah. Setiap tingkat pe-
me rintahan memiliki porsi tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan ke we-
nangannya untuk menyediakan layanan yang berkualitas dalam rangka me-
ningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam hal ini, pelayanan dasar
yang sudah mencapai standar pelayanan minimum (SPM) tertentu merupakan
awal untuk menciptakan pelayanan dasar yang berkualitas. Artinya selama
pelayanan dasar pada suatu negara ataupun daerah belum dapat terpenuhi,
maka masyarakat di negara ataupun di daerah itu boleh dikatakan belum
tercapai tingkat kesejahteraannya, meskipun pada level yang minimum.
DAK merupakan jenis transfer yang dapat diarahkan untuk pencapaian
SPM, didasarkan pada tujuan DAK yang dapat mengakomodasi setidaknya
tiga hal berikut; Pertama, diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah yang
kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah, dalam rangka mendorong
pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kepada masyarakat, melalui
penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat. Kedua,
mendukung prioritas percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat
mis kin, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan
4
KEBIJAKAN DAK DAN PENcAPAIAN SPM 41
sosial, terutama dalam rangka perluasan akses pelayanan dasar masyarakat
miskin. Ketiga, mendukung prioritas peningkatan kualitas sumberdaya ma-
nusia, khususnya dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pelayanan
di bidang pendidikan, kesehatan, dan di wilayah tertinggal.
Konteks efisiensi untuk bentuk conditional transfer seperti DAK, sebe-
narnya perlu dilihat tidak saja dari apa dan bagaimana penggunaan alokasi
dana transfer tersebut tetapi juga dalam hal: 1) penentuan prioritas nasional
yang memang dapat mendorong pencapaian kesejahteraan masyarakat, 2)
penentuan besar dana alokasi untuk setiap bidang memang mencukupi un-
tuk pencapaian prioritas nasional, 3) penentuan kegiatan yang dapat didanai
oleh DAK konsisten dan efektif untuk pencapaian prioritas di bidang tersebut,
serta 4) formula transfer yang digunakan sesuai dengan outcome yang diha-
rapkan dipengaruhi dari adanya pendanaan pelaksanaan kegiatan tersebut.
4.1. Kebijakan DAK untuk Pendanaan SPM Pelayanan Dasar
Sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu tujuan alo-
kasi DAK adalah untuk pencapaian SPM pada bidang pelayanan dasar. Dia-
gram 4.1 menunjukkan persepsi unit SKPD mengenai pencapaian SPM dibi-
dangnya, dan terkait dengan bidang yang menerima alokasi DAK, hampir
keseluruhan bidang yang telah menetapkan SPM juga memiliki alokasi DAK.
Sekitar 60 persen responden dari unit SKPD Kesehatan dan Pekerjaan Umum
berpandangan bahwa SPM di bidangnya relatif telah tercapai, sementara
untuk bidang pendidikan hanya sekitar 36 persen responden dari SKPD
Pendidikan yang menyatakan telah mencapai SPM di daerahnya. Persentase
pencapaian SPM di bidang pendidikan ini relatif lebih rendah dibandingkan
dengan pandangan responden dari SKPD lainnya di luar bidang pelayanan
dasar. Namun demikian, secara agregat persentase responden yang menya-
takan telah mencapai SPM di bidangnya relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan pencapaian SPM di bidang lainnya. Adapun pelayanan dasar yang
di maksudkan di sini adalah pelayanan bidang pendidikan, bidang kesehatan
dan pelayanan dasar bidang infrastruktur.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN42
Diagram 4.1. Persepsi Pencapaian SPM Berdasarkan Bidang
41.94%
36.84%
52.38%
65.38%
47.22%
65.00%
66.67%
94.12%
91.30%
70.83%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Bappeda & DPPKAD
Dikbud
Dinkes
PU
Lainnya
SPM tercantum dalam RPJMD
Pencapaian SPM
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Dukungan dari pemerintah daerah relatif akan cukup besar ketika DAK
yang bertujuan untuk pencapaian prioritas nasional juga merupakan ke-
bijakan prioritas pemerintah daerah. Dari hasil kuesioner pemerintah daerah,
seperti ditampilkan di Diagram 4.2, mayoritas unit SKPD di pemerintah ka-
bupaten dan kota relatif berpandangan bahwa kegiatan DAK juga sesuai
dengan prioritas pemerintah daerah yang ada di RPJMD.
Didasarkan pada pandangan bahwa prioritas nasional yang terangkum
di RPJMN selayaknya juga diadopsi dalam RPJMD pemerintah daerah. Dari
Diagram 4.2, hanya sekitar 70 persen dari responden di setiap unit SKPD yang
menyatakan bahwa terdapat kesesuaian antara kegiatan DAK yang diasumsi-
kan merupakan representasi dari prioritas nasional yang ada di RPJMN de-
ngan RPJMD pemerintah daerah.
Informasi mengenai kesesuaian kegiatan DAK yang dilakukan dengan
RPJMD yang disusun dan ditetapkan oleh pemerintah daerah tentunya men-
syaratkan bahwa keseluruhan pemerintah daerah telah menetapkan dokumen
RPJMD. Dokumen RPJMD tersebut diasumsikan telah juga selaras dengan
RPJMN atau dokumen perencanaan pemerintah pusat.Namun demikian, da-
lam prakteknya, tidak semua pemerintah daerah, terutama untuk tingkat
KEBIJAKAN DAK DAN PENcAPAIAN SPM 43
ka bu paten dan kota telah menyusun dan menetapkan RPJMD ataupun RPJPD
(Kemendagri 2013).
Diagram 4.2. Kesesuaian Kegiatan DAK sesuai dengan RPJMD
50.00%
52.63%
45.45%
72.00%
52.50%
45.45%
31.58%
27.27%
24.00%
40.00%
0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%
Bappeda & DPPKAD
Dikbud
Dinkes
PU
Lainnya
Sangat Setuju Setuju
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Salah satu isu mengenai penetapan kegiatan atau program pemerintah
daerah untuk mendukung pencapaian SPM di bidang tersebut adalah bahwa
prioritas atau target pemerintah daerah untuk pencapaian SPM di bidang
tersebut sudah dimasukkan dalam dokumen RPMJD. Diagram 4.1 juga me-
nun jukkan informasi dan pandangan responden mengenai apakah indikator
SPM dicantumkan dalam RPJMD. Dalam hal ini, pandangan responden di
bidangnya masing-masing menunjukkan pola yang relatif sama dengan kon-
teks pencapaian SPM. Dari Diagram 4.1 hanya sekitar 50 persen dari respon-
den di unit SKPD bidang pendidikan kabupaten atau kota terkait yang menya-
takan bahwa indikator SPM tercantum dalam RPJMD.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN44
Diagram 4.3. Unit SKPD Pemerintah Daerah mengetahui Indikator Teknis
untuk Penetapan Alokasi DAK
61.29% 63.16%
47.83%
69.23% 66.67%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
Bappeda &DPPKAD
Dikbud Dinkes PU Lainnya
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
4.2. Kebijakan DAK untuk Pencapaian SPM: Pendekatan Top-down atau Bottom-up
Salah satu perubahan dalam cakupan tujuan DAK dalam draft revisi UU No.
33 Tahun 2004 yang disusun oleh pemerintah adalah bahwa DAK tidak hanya
untuk pencapaian prioritas nasional tetapi juga dapat digunakan untuk men-
dukung pemerintah daerah mencapai SPM di bidang yang menjadi urusan
wajib pemerintah daerah, serta untuk tujuan lainnya. Berdasarkan hasil kue-
sioner mengenai pandangan terhadap arah kebijakan DAK ke depan ini, dari
keseluruhan daerah sampel, lebih dari 80 persen responden menyatakan
bahwa penetapan DAK diperlukan untuk mengakomodasi pencapaian prio-
ritas nasional dan SPM nasional, dan hanya 6 persen responden yang menya-
takan ketidaksetujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pemerintah
daerah juga menyadari tujuan DAK untuk prioritas nasional walaupun pe-
ngelolaan DAK berada di bawah pemerintah daerah.1
1 Sementara itu, tidak banyak responden yang menyatakan persetujuan mengenai penyaluran DAK diluar tujuan prioritas nasional dan pencapaian SPM. Hanya sekitar 30 persen responden yang menyetujui perlunya penetapan DAK untuk tujuan lainnya. Konteks DAK untuk tujuan lainnya, relatif untuk mengakomodasi adanya berbagai jenis transfer yang sebenarnya tidak atau belum diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 seperti jenis-jenis transfer dari pemerintah
KEBIJAKAN DAK DAN PENcAPAIAN SPM 45
Tabel 4.1. Persepsi mengenai Tujuan DAK untuk Pencapaian Prioritas
Nasional, Pencapaian SPM, dan Tujuan Lainnya
Tujuan DAK Sangat Setuju Setuju Tidak
Setuju
Sangat Tidak Setuju
Penetapan DAK Perlu untuk Mengakomodasi Pencapaian Prioritas Nasional
69.2% 24.2% 4.4% 2.2%
Penetapan DAK Perlu untuk Mengakomodasi Pencapaian SPM Nasional
67.0% 26.4% 4.4% 2.2%
Penetapan DAK Perlu untuk Mengakomodasi Tujuan Lainnya 66.7% 30.3% 3.0% 0.0%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Namun demikian, dalam hal indikator SPM yang dijadikan acuan, relatif
belum ada standar untuk penetapan SPM yang dapat menjamin bahwa indi-
kator SPM memang dapat merepresentasikan kualitas layanan di bidang ter-
kait, dan juga jenis bidang apa saja yang memang cocok untuk diterapkan
SPM yang berlaku nasional. Hasil studi dari Bappenas dan GIZ (2011) dan DSF
(2011) menyatakan bahwa hampir semua indikator SPM di bidang Pendidikan,
Kesehatan dan Pekerjaan Umum berupa input, output dan proses, dengan
jumlah indikatornya cenderung sangat banyak. Untuk bidang pendidikan
dasar, terdapat 27 indikator, bidang kesehatan 18 indikator dan bidang pe-
ker ja an umum dan penataan ruang 23 indikator. Banyaknya indikator, tentu
relatif menyulitkan untuk menghitung kebutuhan jumlah DAK untuk SPM di
masing-masing bidang.
Studi-studi terdahulu juga telah menekankan bahwa upaya pencapaian
SPM di Indonesia tidak mungkin terjadi dalam jangka pendek (satu tahun).
Desain SPM sendiri masih banyak dipermasalahkan oleh berbagai pihak baik
di tingkat Pusat maupun Daerah. Salah satu input dari FGD dan indepth in
ter view dengan Kementerian adalah bahwa SPM sebaiknya tidak diterapkan
pusat kepada pemerintah daerah yang masuk dalam kategori Dana Penyesuaian.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN46
untuk seluruh urusan pemerintahan yang menjadi tanggungjawab Pemerintah
Daerah. Penetapan SPM cukup dibatasi pada beberapa urusan wajib yang
men jadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, serta dihindari pengukuran
SPM yang ambigu. Pendanaan pencapaian SPM memerlukan kepastian dan
keberlanjutan, sehingga perhitungan DAK untuk SPM dalam jangka menengah
(paling tidak tiga tahunan) akan memberikan kepastian dan keberlanjutan.
Hasil FGD yang dilakukan dengan beberapa daerah yang menjadi sampel
dalam penelitian ini juga mengkonfirmasi kesamaan pandangan dari peme-
rintah daerah dan pemerintah pusat bahwa penggunaan DAK untuk penca-
paian SPM tidak cukup dalam satu tahun saja.
Pendekatan perencanaan dan pelaksanaan dengan model top-down,
tampaknya semakin tidak efisien untuk pencapaian SPM di daerah. Karena
itu, berdasarkan hasil FGD yang dilakukan kepada beberapa daerah dan pe-
me rintah pusat menunjukkan efisiensi yang lebih baik dalam perencanaan
dan pelaksanaan DAK. Hal ini dilakukan oleh Kementrian Kesehatan dengan
jalan memberikan menu dalam menentukan DAK ke daerah. Artinya Kemenkes
tidak menetapkan juknis yang sangat kaku (rigid) tetapi lebih fleksibel sehing-
ga setiap daerah memiliki deskresi untuk memilih menu yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan di daerah mereka dalam rangka pencapaian SPM.
Disamping itu, Kemenkes juga sudah memiliki sistim online yang lang-
sung dari setiap Puskesmas di daerah ke Kemenkes. Dengan demikian maka
semua informasi yang terkait dengan kebutuhan dan permasalahan dapat
dilaporkan secara cepat kepada Kemenkes sebagai penentu alokasi DAK.
Kenyataan yang demikian sudah tentu diharapkan akan dapat mempercepat
proses pencapaian SPM di daerah.
Selanjutnya, untuk melakukan evaluasi terhadap pencapaian SPM pada
Kemendikbud, maka sudah dibangun sistem informasi yang langsung dengan
setiap sekolah, sehingga pencapaian SPM itu juga dapat dievaluasi sampai
di tingkat sekolah. Namun demikian, kriteria dalam juknis untuk pendidikkan
dasar yang relatif kaku justru tidak dapat dikaitkan langsung dengan SPM dan
kualitas output dari bidang pendidikan yang menjadi target dari alokasi DAK
ini. Misalnya penggunaan DAK untuk peralatan meubeler sekolah (almari, meja
dan kursi) maka juknisnya juga sampai mengatur hal yang sangat detail se-
perti ukuran dan jenis kursi dan almari tersebut. Hal ini tentunya akan menyu-
KEBIJAKAN DAK DAN PENcAPAIAN SPM 47
litkan semua sekolah dalam pengadaan barang dan kemungkinan berimplikasi
pada biaya yang lebih tinggi.
Dari kegiatan FGD yang dilakukan pada beberapa instansi pusat dan
daerah, para peserta secara umum menyetujui agar penetapan prioritas na-
sional sebaiknya fokus pada pencapaian SPM untuk pelayanan dasar saja
yaitu: pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Sebab dengan tetap meluaskan
sektor penerima DAK, maka cakupan sektor penerima DAK akan semakin
kecil, sehingga dapat berimplikasi pada relatif kecilnya pengaruh dari DAK
terhadap pencapaian SPM untuk masing-masing sektor terutama mengingat
pool penerimaan nasional yang disalurkan untuk jenis transfer DAK cenderung
tidak banyak berubah.
Skema alokasi DAK dengan pendekatan sektor untuk pencapaian SPM
di bidang terkait relatif dapat ditunjukkan dengan sejauh mana indikator
teknis dijadikan acuan untuk penetapan daerah penerima dan besaran alokasi
DAK. Hasil kuesioner menyatakan mayoritas daerah sampel (89 persen) setuju
adanya karakteristik teknis dalam penetapan besar alokasi DAK, dan hanya
sekitar 10 persen responden yang menyatakan tidak setuju. Adapun alasan
utama adalah agar kualitas kegiatan dapat dipertanggungjawabkan untuk
dapat mencapai target atau indikator SPM dari masing-masing daerah de-
ngan alokasi yang efektif sesuai dengan kebutuhan daerah. Sedangkan dari
10 persen yang menyatakan tidak setuju, alasan yang diutarakan adalah
karena ada hal-hal di luar karakteristik teknis yang perlu diperhatikan sesuai
dengan kebutuhan daerah itu, seperti potensi daerah dalam pariwisata untuk
Kabupaten Belitung.
Tabel 4.2. Indikator Teknis dalam Penentuan Alokasi DAK
Setuju Tidak Setuju
Pemerintah DaerahKarakteristik teknis perlu mendominasi penetapan besar alokasi DAK setiap bidang
89.02% 10.98%
Pemerintah PusatKarakteristik teknis perlu mendominasi penetapan besar alokasi DAK setiap bidang
100.00% 0.00%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN48
Kotak 4.1.
Karakteristik Kegiatan dan Petunjuk Teknis Bidang Pendidikan,
Kesehatan, dan Pekerjaan Umum
Untuk sektor pendidikan, bidang DAK mencakup pendidikan dasar yaitu DAK
untuk SD (sekolah dasar), DAK untuk SMP (Sekolah Menengah Pertama), serta
DAK untuk pendidikan SMA dan SMK. DAK untuk SMP mulai dialokasikan
tahun 2012 sedangkan alokasi DAK untuk pendidikan SMA dan SMK dimulai
tahun 2013. Untuk DAK sektor pendidikan, terdapat kegiatan yang berbentuk
kegiatan fisik dan juga jenis kegiatan yang ditujukan untuk peningkatan mutu
pendidikan.
Sementara itu untuk sektor kesehatan, DAK dialokasikan untuk pelayanan
dasar, pelayanan rujukan, dan bidang kefarmasian. Perbedaan antara kegiatan
untuk pelayanan dasar dan pelayanan rujukan lebih pada jenis penyedia
layanannya, bahwa untuk pelayanan dasar adalah pemenuhan sarana dan
prasarana untuk puskesmas, sedangkan untuk pelayanan rujukan adalah
untuk rumah sakit. Mengenai target penyedia layanan (puskesmas dan atau
rumah sakit) yang akan diberikan DAK, penentuannya dilakukan oleh peme-
rintah daerah (Dinas Kesehatan), yang kemudian akan dilaporkan ke Kemen-
terian Kesehatan. DAK untuk pelayanan kefarmasian mulai dialokasikan tahun
2012 dan umumnya ditujukan untuk penyediaan obat dan unit farmasi.
Petunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan bersifat menu list, dimana
pemerintah daerah dapat memilih jenis kegiatan di setiap bidang yang men-
dapatkan alokasi DAK. Namun demikian, sistem menu list untuk Petunjuk
Teknis di Kementerian Kesehatan relatif masih dipandang oleh pemerintah
daerah cukup kaku, terutama karena penetapan sistem paket dari pilihan ma-
sing-masing kegiatan di Petunjuk Teknis tersebut.2
Terkait dengan DAK untuk sektor pekerjaan umum, jenis kegiatan yang
dapat didanai dari DAK relatif tidak berubah. Untuk sektor pekerjaan umum,
DAK mencakup alokasi untuk infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infra-
struktur air minum, dan infrastruktur sanitasi. Dalam hal ini, infrastruktur
irigasi relatif bersinggungan dengan kegiatan DAK dari bidang pertanian.
2
2 Akan tetapi hal ini dimaksudkan oleh Kemenkes sebagai salah satu pengawasan (control) agar daerah benar-benar digunakan untuk pencapaian SPM di daerah. Sebab bila daerah diberi
KEBIJAKAN DAK DAN PENcAPAIAN SPM 49
Terkait dengan alokasi DAK digunakan untuk pencapaian SPM di bidang
tertentu, pada prakteknya, pemerintah daerah relatif juga dapat merubah
jenis kegiatan DAK yang telah ditetapkan untuk disesuaikan agar dapat men-
capai SPM. Dalam hal ini, informasi di kuesioner, tidak mengeksplorasi lebih
lanjut mengenai apakah perubahan jenis kegiatan untuk pencapaian SPM
tersebut relatif masih sesuai dengan ketetapan yang ada dalam pentunjuk
teknis bidang terkait. Dari Diagram 4.4, terlihat bahwa hampir 92 persen
responden dari SKPD yang terkait dengan DAK Bidang Pekerjaan Umum me-
nyatakan bahwa implementasi kegiatan DAK dapat diubah untuk pencapaian
SPM di bidang tersebut. Sementara itu, sekitar 73 persen responden di bi-
dang kesehatan dan 84 persen responden di bidang pendidikan menyatakan
bahwa jenis kegiatan DAK relatif dapat diubah untuk pencapaian SPM bidang
terkait.
Diagram 4.4. Jenis Kegiatan DAK dapat diubah untuk Pencapaian SPM
77.27%
84.21%
72.73%
92.00%
84.62%
0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00%
Bappeda & DPPKAD
Dikbud
Dinkes
PU
Lainnya
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah.
ke le luasaan yang penuh maka seringkali daerah salah dalam menggunakan kewenangannya tersebut. Misalnya “Daerah diberi kewenangan penuh dalam menggunakan DAK untuk pem-belian kenderaan Ambulance untuk Puskesmas, tapi daerah malahan membelikan kenderaan Innova”. Oleh karena itu, sistim menu list tersebut masih perlu untuk dilakukan sebagai bentuk pengawasan.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN50
Aspek diskresi pemerintah daerah untuk penggunaan DAK di bidang
yang telah ditetapkan pemerintah pusat dapat terdiri dari pemilihan kegiatan
yang didanai oleh DAK. Skema administrasi pengelolaan DAK, misalnya, apa-
kah melalui swa-kelola ataupun sistem lelang untuk meningkatkan penyerapan
dari alokasi yang sudah dianggap efisien tersebut, fleksibilitas atau pilihan
tahapan penyaluran, dan hal yang terkait dengan penggunaan sisa DAK.
Tabel 4.4 memberikan gambaran mengenai kesesuaian antara penye-
rapan alokasi DAK, persentase DAK yang terserap tersebut terhadap realisasi
pengeluaran pemerintah daerah di bidang terkait, dan persepsi responden
(aparat pemerintah daerah dari unit SKPD terkait) di daerah sampel mengenai
pencapaian SPM di bidang pelayanan dasar. Untuk bidang pendidikan, peme-
rintah daerah dari wilayah dengan persepsi pencapaian SPM yang relatif
tinggi cenderung terkait dengan kinerja penyerapan DAK yang rendah, seti-
daknya untuk wilayah di luar Jawa. Sementara itu, wilayah dengan proporsi
alokasi DAK bidang pendidikan yang relatif rendah terhadap total pengeluaran
pemerintah daerah di bidang tersebut cenderung juga menunjukkan kinerja
penyerapan alokasi DAK yang rendah, dengan pengecualian adalah untuk
wi layah Nusa Tenggara.
Untuk bidang infrastruktur, Tabel 4.4 juga menunjukkan pola yang sama
dengan yang tergambarkan di bidang pendidikan. Kinerja penyerapan DAK
bidang infrastruktur cenderung tinggi untuk wilayah dengan proporsi alokasi
DAK dari total pengeluaran pemerintah daerah di bidang tersebut yang juga
tinggi. Sementara itu, untuk bidang kesehatan, tidak cukup terlihat pola keter-
kaitan antara proporsi alokasi DAK terhadap pengeluaran pemerintah daerah
di bidang kesehatan dengan kinerja penyerapan DAK di bidang tersebut.
KEBIJAKAN DAK DAN PENcAPAIAN SPM 51
Tabel 4.4. Pencapaian SPM, Penyerapan Alokasi DAK
& Persentase Realisasi Terhadap Pengeluaran Daerah (Konsolidasi Kabupaten/Kota Sampel)
Pencapaian SPM Penyerapan (%)
Realisasi Terhadap
Pengeluaran (%)
Pendidikan SD Pendidikan SMP 2011 2012 2011
Sumatera 50.00 50.00 13.88 47.23 2.28
Jawa 20.00 20.00 2.01 19.97 0.12
Kalimantan 100.00 100.00 21.10 27.26 1.62
Sulawesi 16.67 0.00 38.06 46.42 3.01
Nusa Tenggara 33.33 33.33 8.91 55.80 10.16
Kesehatan Dasar 2011 2012 2011
Sumatera 42.86 27.20 61.12 7.29
Jawa 75.00 12.70 35.13 4.34
Kalimantan 66.67 42.38 28.90 9.45
Sulawesi 66.67 34.33 12.01 4.96
Nusa Tenggara 50.00 25.83 15.33 25.99
Infrastruktur Jalan
Infrastruktur Sanitasi 2011 2012 2011
Sumatera 85.71 60.00 56.96 57.19 9.98
Jawa 0.00 0.00 33.54 49.48 21.85
Kalimantan 50.00 50.00 23.09 0.00 6.05
Sulawesi 80.00 25.00 49.33 21.57 16.25
Nusa Tenggara 100.00 0.00 10.13 16.03 14.34
Sumber: Hasil Kuesioner dan DJPK, diolah
Catatan: Data konsolidasi hanya memasukkan daerah yang termasuk dalam sampel.
52
Arah Kebijakan Pengelolaan Dana Alokasi Khusus: Identifikasi Diskresi Pemerintah Daerah
Diskresi pemerintah daerah yang lebih besar terkait dengan penge-
lolaan DAK dapat dilakukan dari aspek kebijakan: 1) perencanaan
yang mencakup penentuan prioritas nasional dan bentuk kegiatan
atau target dari DAK, 2) formula alokasi DAK dari kebijakan yang terkait de-
ngan penetapan dana pendamping, penggunaan indikator teknis dan penye-
diaan data oleh pemerintah daerah, sampai pada 3) mekanisme moni toring
dan evaluasi yang melibatkan pemerintah provinsi ataupun pemerintah
kabupaten dan kota untuk penekanan bahwa mekanisme evaluasi DAK dapat
dilakukan secara internal dan reguler.
5.1. Kebijakan Perencanaan DAK
Peningkatan diskresi pemerintah daerah dalam aspek perencanaan dapat
meningkatkan efektifitas dan kemungkinan juga terkait dengan efisiensi
pengelolaan DAK. Pemerintah daerah akan lebih terdorong untuk meman-
faatkan DAK apabila target dari penggunaan dana tersebut memang sesuai
dengan kebutuhan pemerintah daerah. Untuk kegiatan yang juga memang
5
ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS: IDENTIFIKASI DISKRESI . . . 53
menjadi prioritas dan kebutuhan pemerintah daerah, pemerintah daerah
kemungkinan akan meningkatkan pelayanan atau jenis kegiatan dari yang
sudah didanai melalui DAK.
Karena DAK ditujukan untuk mencapai prioritas-prioritas nasional yang
sudah menjadi kewenangan daerah, seyogyanya pemerintah daerah lebih
berperan dalam perencanaan DAK. Pemerintah daerah dianggap lebih me-
ngetahui dan memahami kekhususan dan kebutuhan daerahnya. Dalam hal
ini, peraturan pelaksanaan sangat dibutuhkan oleh pemerintah daerah untuk
menjalankan kewenangannya dalam kerangka desentralisasi. Peraturan pe-
laksanaan yang terutama dibutuhkan adalah yang terkait dengan prosedur,
standar, dan arahan untuk menjalankan berbagai tugas dan kewenangan
pemerintah daerah, misalnya standar pelayanan publik.
Dokumen perencanaan terkait dengan penentuan kegiatan DAK dengan
pola yang lebih bottomup dan terintegrasi kedalam mekanisme dan siklus
perencanaan pembangunan nasional dan daerah merupakan alternatif untuk
mendorong pembangunan di daerah yang sesuai dengan prioritas nasional.
Perencanaan melalui proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan me-
rupakan salah satu mekanisme untuk mengidentifikasi bidang dan kegiatan
prioritas nasional yang juga dapat didukung oleh pemerintah daerah.
Pelaksanaan kegiatan DAK terkait erat dengan koordinasi perencanaan
pemerintah daerah dan pemerintah pusat dan kemungkinan relatif banyak
kegiatan DAK yang memerlukan investasi beberapa tahun (multiyears). Oleh
karena itu, DAK idealnya mengadopsi pendekatan yang berorientasi jangka
menengah sesuai dengan RPJMN.
Dalam hal karakteristik alokasi DAK untuk setiap bidang yang diterima
oleh pemerintah daerah, seperti terlihat di Diagram 5.1, untuk bidang pela-
yanan dasar dan jenis bidang yang relatif telah cukup lama menjadi bidang
DAK, sebagian besar daerah umumnya terus menerima DAK setidaknya se lama
tiga tahun berturut-turut. Misalnya, untuk bidang pendidikan dasar (SD), infra-
struktur jalan, dan juga DAK di bidang Kelautan dan Perikanan, lebih dari 80
persen pemerintah daerah yang menerima DAK telah menerima DAK seti dak-
nya selama tiga tahun berurutan. Dalam hal ini, untuk jenis pelayanan dasar
dan juga untuk bidang DAK yang disalurkan terkait dengan karakteristik wila-
yah daerah, penentuan suatu daerah menerima DAK atau tidak untuk jangka
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN54
waktu lebih dari satu tahun pada prakteknya telah dijalankan. Implikasi dari
hal ini adalah, bahwa untuk bidang-bidang tertentu, penentuan daerah dan
besar alokasi memang relevan untuk disusun dalam konteks medium term.
Diagram 5.1. Jumlah Pemerintah Daerah yangMendapatkan Alokasi DAK
selama 1, 2, dan 3 Tahun Berturut-Turut (2010-2012)
0 100 200 300 400 500
Sekolah Dasar (Pendidikan)
Pelayanan dasar (Kesehatan)
Pelayanan rujukan (Kesehatan)
Infrastruktur Jalan (PU)
Infrastruktur Irigasi (PU)
Air Minum (PU)
Sanitasi (PU)
Kelautan & Perikanan
Prasarana Pemerintah
Pertanian
Lingkungan Hidup
Keluarga Berencana
Kehutanan
Sarana Prasarana Pedesaan
Perdagangan3 Tahun
2 Tahun
1 Tahun
Sumber: DJPK, diolah
Hasil kuesioner di Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sekitar 76.25 persen
responden dari daerah sampel dan 80 persen pemerintah pusat menyatakan
setuju agar arah kebijakan alokasi DAK untuk periode lebih dari satu tahun.
Alasan yang diutarakan terutama adalah untuk mengurangi ketidakpastian
besaran alokasi di tahun ke depannya sehingga perencanaan dapat menjadi
lebih cepat dan tepat. Alasan lainnya adalah agar dapat terdanai dan lebih ter-
ja min keberlanjutannya kegiatan-kegiatan yang membutuhkan waktu lebih
dari satu tahun. Sementara itu hanya sekitar 20 persen responden me nyatakan
ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS: IDENTIFIKASI DISKRESI . . . 55
tidak setuju, mayoritas beralasan bahwa beban administrasi akan tinggi ka rena
birokrasi dan pertanggungjawaban yang lebih rumit dan kekakuan ter kait
dengan kebutuhan daerah yang bisa berubah-ubah untuk setiap tahun.
Tabel 5.1. Persepsi mengenai Penetapan DAK dalam Medium Term
Framework (MTF)
Setuju Tidak Setuju
Pemerintah Daerah Besar alokasi DAK bidang tertentu ditetapkan untuk periode lebih dari satu tahun
76.25% 23.75%
Pemerintah Pusat Besar alokasi DAK bidang tertentu ditetapkan untuk periode lebih dari satu tahun
80.00% 20.00%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
5.2. Kebijakan Formula Alokasi DAK
Penetapan formula alokasi DAK apabila dilihat dari penentuan formula alo-
kasi dapat dikatakan bersifat topdown. Namun demikian, untuk pengukuran
besar alokasi yang diterima oleh pemerintah daerah, salah satu bentuk dis-
kresi pemerintah daerah adalah pemerintah pusat menggunakan data yang
disampaikan oleh pemerintah daerah.1 Hal ini terkait dengan kemungkinan
data yang disampaikan bukan merupakan data yang benar, dan apabila veri-
fikasi tidak dilakukan, dapat terjadi bahwa alokasi yang diterima oleh peme-
rintah daerah lebih tinggi dari yang seharusnya. Bila hal itu terjadi maka ter-
dapat kelompok di pemerintah daerah yang cenderung dirugikan.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, formula alokasi DAK didasarkan pada
kriteria umum mengenai kondisi kapasitas fiskal pemerintah daerah, kriteria
1 Terkait dengan data yang didasarkan atau dilaporkan oleh pemerintah daerah ini, sulit untuk menjamin kebenaran data yang disampaikan oleh pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Pengukuran alokasi DAK didasarkan pada data yang disampaikan oleh pemerintah dae-rah, tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, relatif sulit untuk dikatakan reliable. Data dari pemerintah daerah ini digunakan untuk menentukan kelayakan suatu daerah (ber da-sarkan kriteria teknis) termasuk capaian pelayanan daerah untuk mendapatkan alokasi DAK.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN56
khusus atau karakteristik wilayah pemerintah daerah, dan indikator teknis
yang terkait dengan target pelaksanaan kegiatan untuk mencapai prioritas
nasional di sektor terkait. Dalam hal ini, persyaratan pemerintah daerah yang
dapat menerima alokasi DAK adalah pemerintah daerah yang relatif memiliki
kapasitas fiskal yang rendah, merupakan wilayah yang memang menjadi
prio ritas pengembangan karena kondisi khusus tertentu (misalnya wilayah
perbatasan). Kondisi pencapaian outcome dari sektor terkait juga perlu untuk
ditingkatkan karena merupakan bagian dari prioritas nasional.
Berdasarkan PP No. 55 Tahun 2005, indikator formula alokasi DAK sudah
ditetapkan untuk indikator yang bersifat indikator umum yaitu mengenai
pengukuran kapasitas fiskal pemerintah daerah dan juga cakupan dari indi-
kator karakteristik khusus. Namun demikian untuk cakupan indikator teknis
yang digunakan, tidak terangkum dalam PP No. 55 Tahun 2005, dengan per-
timbangan bahwa pemilihan indikator teknis didasarkan untuk pencapaian
prioritas nasional.
Sementara itu, terkait dengan dana pendamping yang apakah perlu un-
tuk disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah, mayoritas res-
pon den baik yang berasal dari sampel institusi pemerintah daerah maupun
dari instansi pemerintah pusat menyatakan setuju bahwa dana pendamping
DAK disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah. Dana pendam-
ping dirasa memberatkan pemerintah daerah selain juga karena berbedanya
kemampuan fiskal antar daerah. Berdasarkan diskusi pada FGD hal ini juga
telah disadari oleh pemerintah pusat dan telah ada rencana untuk menye su-
aikan dana pendamping tersebut dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah
dengan dibaginya daerah dalam beberapa kluster.
Tabel 5.2. Dana Pendamping DAK dari Pemerintah Daerah disesuaikan
dengan Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah
Setuju Tidak
Setuju
Pemerintah DaerahDana pendamping DAK dari pemda disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemda tersebut
93.90% 6.10%
ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS: IDENTIFIKASI DISKRESI . . . 57
Pemerintah PusatDana pendamping DAK dari pemda disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemda tersebut
100.00% 0.00%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Berbeda dari pertanyaan lainnya, pada pertanyaan mengenai pembatasan
karakteristik khusus pemerintah daerah relatif lebih banyak sampel pemerintah
daerah yang menyatakan tidak setuju dengan persentase lebih dari setengah
(61,84 persen). Mayoritas alasan yang diutarakan adalah terkait dengan per-
bedaan kondisi antar daerah untuk setiap bidangnya sehingga prioritas ke-
bu tuhan setiap daerah juga berbeda. Dari 38,16 persen yang menyatakan se-
tuju bahwa karakteristik khusus pemerintah daerah perlu dibatasi, keseluruhan
sampel dari pemerintah pusat termasuk di dalamnya. Alasan terbesar adalah
agar alokasi DAK dapat sesuai dengan prioritas nasional dan tidak digunakan
semena-mena oleh pemerintah daerah untuk kebutuhan yang sebenarnya
bukan prioritas.
Tabel 5.3. Karakteristik Khusus Pemerintah Daerah Perlu Dibatasi
untuk Beberapa Bidang DAK
Setuju Tidak Setuju
Pemerintah DaerahKarakteristik khusus pemerintah daerah perlu dibatasi untuk beberapa bidang
38.16% 61.84%
Pemerintah PusatKarakteristik khusus pemerintah daerah perlu dibatasi untuk beberapa bidang
90.00% 10.00%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Perkembangan dan perbaikan sistem administrasi pengelolaan DAK ada-
lah untuk menyelaraskan penetapan peraturan yang terkait dengan DAK agar
dapat sesuai dengan jadwal pengelolaan keuangan baik di tingkat pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Penetapan regulasi mengenai informasi
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN58
kegiatan dan besar alokasi DAK yang akan diterima pemerintah daerah di-
upa yakan untuk tidak berimplikasi pada penundaan penyusunan dan perse-
tujuan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah terkait.
Jadwal pengelolaan keuangan yang relatif tidak jauh berbeda antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyebabkan keterlambatan pe-
netapan regulasi kebijakan akan sangat berpengaruh ke tingkat pemerintah
daerah. Untuk DAK, tidak hanya informasi mengenai besar alokasi untuk DAK
dan juga besar dana pendamping yang perlu disediakan oleh pemerintah
daerah akan berakibat pada penyesuaian penyusunan APBD, bentuk kegiatan
dari DAK juga perlu dicantumkan dalam APBD. Dari kebijakan DAK saat ini,
penetapan regulasi mengenai bentuk kegiatan DAK di tingkat pemerintah
pusat baru dilakukan setelah adanya keputusan mengenai alokasi DAK yang
akan diterima oleh setiap daerah.
5.3. Kebijakan Penggunaan: Petunjuk Teknis yang Bersifat Umum dan terkait SPM
Kebijakan terkait dengan review atas penetapan indikator teknis ataupun
detail persyaratan dan prosedur penggunaan yang ada di peraturan Petunjuk
Teknis, kemungkinan dapat berimplikasi pada penurunan inefisiensi. Hal ini
misalnya dapat terjadi untuk pihak yang melakukan evaluasi dan monitoring
reguler.
Dari hasil kuesioner mengenai arah kebijakan DAK, sekitar 65 persen
responden dari sampel pemerintah daerah dan 50 persen instansi pusat me-
nyatakan kesetujuannya akan petunjuk teknis yang bersifat umum. Alasan
yang diutarakan di antaranya adalah agar pelaksanaan dapat menjadi lebih
mudah dan fleksibel serta agar terbentuk keseragaman dan integrasi antar
bidang sehingga proses monitoring akan lebih mudah. Sekitar sepertiga dari
sampel menyatakan pandangan yang berbeda dengan alasan terbesar adalah
karena setiap bidang memiliki karakteristik teknis yang berbeda. Juknis yang
bersifat umum dirasakan dapat mengakibatkan tumpang tindih dan rentan
akan penyalahgunaan.
ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS: IDENTIFIKASI DISKRESI . . . 59
Tabel 5.4. Kebijakan DAK Ke Depan: Pandangan Mengenai Juknis
yang Bersifat Umum
Setuju Tidak
Setuju
Pemerintah DaerahJuknis bersifat umum berlaku untuk semua bidang
65.00% 35.00%
Pemerintah PusatJuknis bersifat umum berlaku untuk semua bidang
50.00% 50.00%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Dari Lampiran 5.1-5.5, terlihat variasi informasi yang terdapat dalam Petunjuk
Teknis antar bidang. Dalam hal ini, untuk Juknis bidang Pendidikan dan Juknis
bidang Lingkungan Hidup, selain menetapkan penggunaan dan bentuk kegi-
atan, juknis di bidang tersebut juga menetapkan pengelolaan anggaran atau
proses penyaluran dari alokasi DAK. Sedangkan untuk, mekanisme monitoring
dan evaluasi serta pelaporan juga terangkum dalam petunjuk teknis di hampir
setiap bidang. Dalam hal ini, mekanisme monitoring dan evaluasi serta pela-
poran yang ditampilkan di bidang Kesehatan cukup komprehensif dengan
menyertakan pemerintah provinsi untuk pelaporan dan monitoring DAK
yang dialokasikan ke tingkat pemerintah kabupaten dan kota.
Dari informasi yang ada dalam Petunjuk Teknis, selayaknya Petunjuk
Teknis hanya menampilkan kriteria atau acuan penggunaan untuk DAK, dan
tidak perlu untuk menetapkan informasi lainnya yang kemungkinan juga
dapat berbeda dengan prosedur yang berlaku secara umum. Seperti untuk
Juknis di bidang pendidikan, pengelolaan anggaran DAK yang ditetapkan
da lam Juknis berbeda dengan mekanisme pengelolaan anggaran pemerintah
daerah yang diatur Kementerian Dalam Negeri.
Untuk itu, terkait dengan format Petunjuk Teknis yang bersifat umum, maka
bentuk informasi yang ada dalam Petunjuk Teknis tidak perlu untuk mengatur
hal lain terkait dengan pengelolaan DAK selain aspek penggunaan dana. Ke-
bi jakan mengenai evaluasi DAK dapat diatur tidak dalam bentuk Petunjuk
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN60
Teknis, tetapi misalnya, melalui regulasi bersama misalnya antara Kementerian
Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Teknis untuk meka-
nisme evaluasi dan monitoring DAK yang bersifat terpadu. Ter masuk untuk
mekanisme sinkronisasi antara dokumen perencanaan dan ben tuk peng gu-
naan DAK, diperlukan koordinasi antara Bappenas dan Kemen terian Teknis.
Dalam hal bentuk informasi penggunaan DAK, dalam konteks Petunjuk
Teknis yang bersifat umum, dapat membebaskan pilihan kegiatan selama
dana digunakan di bidang terkait, dan pelaksanaan kegiatan terkait dengan
kualitasnya telah memenuhi standar atau guideline yang telah ditetapkan
oleh pemerintah pusat (Kementerian Teknis) tidak hanya untuk kegiatan yang
didanai dari DAK tetapi juga kegiatan yang relatif sama dengan pendanaan
lainnya. Penekanan pada pencapaian SPM juga mengindikasikan bahwa
Petunjuk Teknis DAK dapat juga disesuaikan dengan SPM di bidang terkait,
atau dalam hal ini aturan penggunaan dana dalam Petunjuk Teknis tidak di-
da sarkan pada bentuk detail kegiatan (yang bersifat input) tetapi lebih dilihat
dari pencapaian output atau target di bidang tersebut.
Persepsi pemerintah daerah, dari hasil kuesioner di sampel pemerintah
daerah, dapat dijadikan acuan untuk mengidentifikasi jenis regulasi yang
dianggap menghambat efektifitas pengelolaan DAK. Seperti juga telah dije-
laskan di bagian sebelumnya, regulasi mengenai pengelolaan DAK yang
diang gap menciptakan beban administrasi yang cukup besar bagi pemerintah
daerah adalah terkait dengan masalah: 1) petunjuk teknis yang mengatur
penggunaan dana alokasi khusus di setiap sektor dan perlu ditetapkan dalam
alokasi anggaran di APBD, 2) peraturan dan prosedur penggunaan sisa ang-
garan dari DAK tahun sebelumnya yang dapat berbeda antar sektor, 3) dana
pendamping yang bersumber dari penerimaan pemerintah daerah di APBD,
dan 4) mekanisme pelaporan dan evaluasi penggunaan DAK.
5.4. Kebijakan Monitoring dan Evaluasi DAK: Pelibatan Pemerintah Provinsi dan Performance-Based Criteria
Inefisiensi tidak hanya dapat terjadi dari aspek kinerja penggunaan alokasi
DAK, tetapi juga dari proses monitoring dan evaluasi yang relatif kurang
ARAH KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA ALOKASI KHUSUS: IDENTIFIKASI DISKRESI . . . 61
cakupannya. Disamping itu juga karena hasil monitoring dan evaluasi yang
tidak disebarkan antar institusi atau diketahui oleh pemerintah daerah terkait
untuk perbaikan pengelolaan, dan kurangnya pemanfaatan komunitas atau
masyarakat sebagai penerima manfaat untuk terlibat dalam pengawasan.
Mekanisme monitoring dan evaluasi DAK yang dilakukan oleh pemerintah
pusat, terlepas dari sudah adanya Sekretariat Bersama, proses monitoring
dan evaluasi yang dilakukan cenderung fragmented. Monitoring dan evaluasi
dilakukan oleh setiap instansi pusat, walaupun sudah menghindari overlap ping
dengan penetapan fokus evaluasi yang berbeda, hasil dari monitoring dan
evaluasi ini cenderung tidak ada followup dalam konteks pemerintah dae rah
tidak mendapatkan feedback dari proses monitoring dan evaluasi yang telah
dilakukan.
Dalam hal cakupan kegiatan monitoring dan evaluasi oleh pemerintah
pusat yang relatif minimal, selain karena keterbatasan jumlah sumberdaya
yang dapat melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi, juga kemungkinan
dapat disebabkan dari proses pengelolaan DAK yang bersifat hanya satu ta-
hun. Perbaikan skema monitoring dan evaluasi tidak hanya terkait jadwal te-
tapi juga institusi yang terlibat.
Mekanisme monitoring dan evaluasi yang ditetapkan dalam buku Pe-
tunjuk Teknis cenderung berbeda antar bidang. Dalam hal ini, seperti juga
telah dijelaskan sebelumnya, mekanisme evaluasi dan monitoring di Kemen-
terian Kesehatan relatif lebih baik dibandingkan dengan bidang lainnya
terutama karena mengkaitkan aspek pelaporan penggunaan DAK dan juga
pelibatan provinsi dalam pelaporan dan kegiatan monitoring dan evaluasi.
Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Tek-
nis (K/L), adalah bahwa pemerintah daerah provinsi dapat menjadi perwakilan
pemerintah pusat. Pemerintah provinsi dilibatkan dalam pelaporan hasil eva-
luasi penggunaan DAK tingkat pemerintah kabupaten dan kota serta mem-
berikan atau meneruskan feedback terkait dengan penggunaan DAK dari
pemerintah pusat. Selanjutnya, hasil evaluasi untuk tingkatan tertentu dikait-
kan dengan alokasi DAK di periode akan datang (performancebased criteria).
62
Kesimpulan dan Rekomendasi
6.1. Kesimpulan
Secara umum, dari hasil kuesioner dan deskripsi data sekunder, serta studi
literatur mengenai penerapan kebijakan DAK, persepsi dan pandangan pe me-
rintah daerah dan juga pemerintah pusat mengenai permasalahan pengelo-
laan DAK relatif sama. Berikut adalah kesimpulan dari analisis perkembangan
pengelolaan DAK termasuk dalam aspek pencapaian SPM melalui DAK:
1. Penentuan prioritas nasional relatif belum terlihat jelas terkait de-
ngan periode pencapaian dan evaluasi bidang DAK.
Alokasi DAK, hampir di setiap bidang, mengalami peningkatan terkait
dengan jumlah penerima. Juga tidak ada periode yang cukup jelas me-
ngenai suatu bidang dan kegiatan tertentu di bidang tersebut sebagai
prioritas nasional yang juga menjadi urusan daerah. DAK dialokasikan
pada sekitar 90% daerah kabupaten dan kota yang meliputi 19 bidang.
2. Alur penetapan DAK relatif bersifat supply driven dan cenderung
tidak mengikuti prinsip “money follow functions”.
Alur yang berlaku saat ini, penetapan petunjuk teknis (juknis) terkait de-
ngan penggunaan DAK dilakukan setelah adanya penetapan alokasi
6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 63
DAK. Apabila Kementerian Teknis terkait sudah menyusun Petunjuk
Teknis, sebelum APBN ditetapkan, Petunjuk Teknis tersebut tidak dapat
diterbitkan. Hal ini mengindikasikan bahwa penetapan DAK masih ber-
sifat supply driven. Dalam hal ini, ketentuan di Petunjuk Teknis terkadang
juga disesuaikan dengan besar alokasi DAK yang ditetapkan.
3. Petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh berbagai K/L sangat bervariasi
yang menimbulkan berbagai masalah, terutama:
a. Menu dalam juknis sangat rinci, tapi seringkali terdapat kebutuhan
daerah yang tidak ada dalam menu sehingga membatasi keleluasaan
daerah dalam pengadaan.
b. Juknis sering berubah-ubah dan penerbitannya terlambat.
c. Juknis pada umumnya berlaku hanya dalam satu tahun anggaran
meskipun untuk beberapa K/L tidak ada perubahan yang signifikan,
tetapi pemerintah daerah tetap saja menunggu penerbitan juknis
untuk menghindari penyimpangan pengadaan barang dan jasa
yang tidak sesuai dengan juknis.
Beberapa juknis yang diterbitkan K/L seperti Bidang PU dan Bidang
Kesehatan secara umum dinilai oleh pemerintah daerah relatif baik, mi-
salnya juknis Bidang PU berlaku untuk beberapa tahun dan menunya
relatif fleksibel (memberikan diskresi pada daerah).
4. Koordinasi antar K/L dalam perencanaan, penyusunan kebijakan dan
monitoring dan evaluasi sangat lemah karena jangkauan pemerintah
pusat yang terbatas.
Dalam hal ini, sedikit pemerintah daerah yang mengetahui tentang me-
kanisme penentuan bidang dan pagu DAK serta formula untuk penentuan
alokasi DAK.
5. Dari aspek efisiensi, terdapat pola yang berbeda antar bidang dan
juga antar wilayah. Termasuk dalam hal tingkat kepentingan alokasi
DAK terhadap pengeluaran pemerintah daerah di bidang terkait.
a. Penyerapan DAK relatif tidak jauh berbeda antara bidang yang ter-
kait dengan pelayanan dasar dan bidang lainnya. Penyerapan DAK
cenderung sangat rendah untuk bidang pendidikan.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN64
b. Berdasarkan kinerja penyerapan antar wilayah, untuk bidang infra-
struktur, penyerapan juga rendah untuk wilayah dengan kapasitas
fiskal (PDRB per kapita yang rendah).
c. Porsi DAK dari pengeluaran pemerintah daerah di bidang terkait,
antara 3 bidang yaitu Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur, cu-
kup dominan (diatas 10 persen) hanya untuk bidang infrastruktur.
6. Pencapaian SPM dipersepsikan mendukung pencapaian prioritas
nasional, dan relatif merupakan tujuan DAK yang lebih valid diban-
dingkan dengan tujuan untuk pendanaan kegiatan khusus.
7. Untuk bidang pendidikan, penyerapan DAK cenderung rendah di
wilayah sampel dengan persepsi pencapaian SPM yang tinggi.
6.2. Rekomendasi Umum
1. Prioritas DAK untuk Pencapaian SPM Sektor Pelayanan Dasar
- Diperlukan evaluasi prioritas nasional terutama untuk bidang de-
ngan SPM yang relatif terkait serta penetapan standar SPM agar
SPM lebih bersifat outputbased dibandingkan dengan inputbased.
Hal ini dapat dilakukan melalui review baik yang dilakukan berdasar-
kan feedback dari forum Musrenbang atau melalui koordinasi di
tingkat pemerintah pusat.
- Bagi sektor yang sudah tercapai SPM-nya, maka alokasi bidang DAK
dari 19 bidang sebaiknya dikurangi secara bertahap berdasarkan
eva luasi indikator teknis dan juga kesesuaian dengan hasil atau
cakup an pelayanannya.
- SPM sebaiknya diarahkan untuk bidang pelayanan dasar yang men-
jadi urusan wajib daerah saja, terutama bidang kesehatan, pendi-
dikan dan infrastruktur.
2. Simplifikasi Informasi dan Tahap Penetapan Petunjuk Teknis
- Terkait bidang pelayanan dasar, terutama Bidang Pendidikan, pe-
tun juk teknis perlu lebih fleksibel untuk memberikan diskresi bagi
daerah dalam penggunaan DAK untuk percepatan pencapaian prio-
ritas nasional dan SPM.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 65
- Sebelum penentuan alokasi DAK, maka sebaiknya petunjuk teknis
sudah diterbitkan sehingga implementasi DAK lebih mudah dilaku-
kan oleh daerah untuk pencapaian prioritas nasional dan SPM di
daerah. Apabila DAK bertujuan untuk mendanai prioritas nasional
dan menekankan pada koordinasi perencanaan pembangunan an-
tara pemerintah pusat dan daerah, maka penerbitan pentunjuk tek-
nis seharusnya merupakan tahap awal setelah penetapan prioritas
nasional dilakukan. Penerbitan petunjuk teknis dijadikan acuan un-
tuk menentukan alokasi DAK yang juga disesuaikan dengan peren-
canaan kewilayahan.
- Juknis bersifat umum dan hanya menetapkan kriterita penggunaan
dana yang dapat mengacu pada output seperti SPM, dan tidak me-
netapkan aspek lainnya terutama yang terkait dengan pengelolaan
anggaran.
- Juknis berlaku untuk periode lebih dari 1 tahun.
- Tim koordinasi di tingkat pusat, misalnya melalui DPOD, sebaiknya
dioptimalkan sebagai clearinghouse untuk menyamakan juknis
yang lebih sederhana agar daerah lebih memiliki diskresi.
3. Perbaikan Formula Alokasi DAK dan Penerapan MTF untuk Pagu DAK
- Aplikasi kriteria umum, teknis dan khusus agar disederhanakan dan
diperketat sedemikian rupa sehingga hanya daerah-daerah tertentu
yang benar-benar memenuhi syarat yang menerima alokasi DAK
- Untuk daerah-daerah penerima DAK yang memiliki kapasitas fiskal
di bawah rata-rata untuk bidang-bidang pelayanan dasar tertentu,
tidak dipersyaratkan adanya dana pendamping.
- Estimasi alokasi DAK untuk jangka menengah (forward estimate)
sebaiknya disusun oleh Kementerian Keuangan dan Bappenas untuk
memudahkan perencanaan daerah dan antisipasi ketika pemerintah
daerah tidak lagi mendapatkan DAK untuk bidang-bidang tertentu
yang phaseout terutama yang sudah mencapai SPM.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN66
4. Simplifikasi Prosedur Penyaluran, Monitoring dan Evaluasi Kegiatan
DAK
- Kemudahan persyaratan penyaluran dana dengan dimungkinkannya
untuk didasarkan pada kinerja setiap bidang.
- Tahap penyaluran dapat dilakukan dalam termin yang lebih fleksibel,
apakah bersifat lumpsum (satu kali penyaluran) atau bersifat rutin
per bulan agar implementasi DAK tidak bias ke bidang tertentu yang
relatif memiliki alokasi DAK cukup besar diantara bidang lainnya.
- Monitoring dan evaluasi cukup minimal untuk aspek keuangan (ka-
rena sudah tercakup dalam pertanggungjawaban APBD) dan yang
perlu ditekankan adalah evaluasi teknis untuk kesesuaian pencapaian
target atau pelaksanaan kegiatan, dengan perencanaan, melalui
pelibatan pemerintah provinsi.
67
Daftar Pustaka
ADB (2011). Proposals for Reform of the Special Allocations Grant (DAK).
DJPK dan GIZ. (2013). Penyusunan Mekanisme Dana Alokasi Khusus Untuk
Pembiayaan Standar Pelayanan Minimum.
DSF. (2011). Status Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas Peren
canaan Pembiayaan dan Pelaksanaan SPM.
BAPPENAS. (2009). Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK). Sekretariat Bersama
DAK. Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas:
Jakarta. White Paper.
BAPPENAS dan GIZ (2012). Analisis Perspektif, Permasalahan dan Dampak
Dana Alokasi Khusus (DAK). White Paper Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah. Jakarta.
Kementerian Dalam Negeri. (2013), Hasil Evaluasi Penyusunan Rencana Pem-
bangunan Daerah dan Rencana SKPD Provinsi, Kabupaten/Kota Tahun
2012. Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian
Dalam Negeri Republik Indonesia.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2009a). Grand Design Desen
tralisasi Fiskal Indonesia. Kemenkeu. Jakarta.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2009b). Laporan Hasil Monitoring
dan Evaluasi DAK 2009.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN68
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2012). Nota Keuangan dan Ran
cangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Neagra 2013. Kemenkeu,
Jakarta.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07/2012 Tentang Pedoman
Umum dan Alokasi DAK Tahun Anggaran 2013.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20/2009 Tentang Pengelolaan Keuangan
DAK di Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012
Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Dae rah Tahun Anggaran 2013.
Republik Indonesia. (2003). UndangUndang No.17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara; Jakarta.
______. (2004). UndangUndang No. 25 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Jakarta.
______. (2004). UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Jakarta.
______. (2004). UndangUndang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan Daerah. Ja karta.
______. (2005). Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Per
imbangan. Jakarta.
Shah, A., R., Qibthiyyah, dan A. Ditta (2012). General Purpose Central-pro-
vincial-local Transfers (DAU) in Indonesia From Gap Filling to Ensuring
Fair Access to Essential Public Services for All. Policy research Working
Paper 6075. Worldbank.
Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal. (2006).
Pengalihan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Yang Mendanai
Urusan Daerah Menjadi DAK, Laporan Penelitian.
Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal. (2008).
Grand Design Desentralisasi Fiskal di Indonesia.
Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal. (2009).
Review Kebijakan Specific Grants DAK: Evaluasi Perspektif Daerah.
69
Lampiran
Lampiran 1. Daftar Daerah Sampel dan Jumlah Responden
1. Gambaran Umum Penerimaan Kuesioner: Kuesioner I
No FGD Jumlah Kuesioner yang Diterima
1 Lombok 15
2 Belitung 23
3 Gorontalo 15
4 Pontianak 14
5 Malang 22
Total 89
No 40 Daerah Jumlah Kuesioner yang Diterima
1 Kab. Bombana 1
2 Kab. Asahan 0
3 Kab. Konawe Utara 5
4 Kab. Indragiri Hulu 0
5 Kab. Brebes 5
6 Kab. Gunung Mas 1
7 Kab. Sumba Barat 1
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN70
8 Kab. Badung 1
9 Kab. Minahasa Utara 0
10 Kab. Kepulauan Mentawai 0
11 Kota Pekanbaru 0
12 Kab. Maros 0
13 Kota Padang Sidimpuan 0
14 Kab. Pidie 5
15 Kab. Ponorogo 2
16 Kota Magelang 5
17 Kota Singkawang 1
18 Kab. Tegal 0
19 Kab. Bantaeng 1
20 Kab. Cilacap 3
21 Kab. Karawang 2
22 Kab. Lampung Selatan 1
23 Kota Palangkaraya 0
24 Kab. Agam 5
25 Kota Samarinda 0
26 Kab. Pemalang 0
27 Kab. Lombok Utara 5
28 Kab. Ngada 2
29 Kab. Sukamara 0
30 Kab. Kampar 1
31 Kota Denpasar 0
32 Kab. Kaur 1
33 Kota Lhokseumawe 0
34 Kota Bengkulu 5
35 Kab. Nagekeo 0
36 Kab. Timor Tengah Utara 0
37 Kota Pare-pare 0
38 Kota Padang 0
39 Kab. Buol 8
40 Kab. Rembang 1
Total 62
Total Seluruh Kuesioner I 151
LAMPIRAN 71
2. Gambaran Umum Penerimaan Kuesioner: Kuesioner II
Dari dua metode persebaran kuesioner, yaitu melalui FGD dan melalui pengi-
riman ke 40 daerah, kuesioner II hanya disebarkan pada saat FGD baik di
dae rah maupun FGD dengan pemerintah pusat di Jakarta. Dari lima FGD di
daerah sampel yang mencakup 10 kabupaten/kota dan satu FGD pusat kue-
sioner yang terkumpul berjumlah 99 buah dengan rincian seperti pada Diagram
1. Penerimaan kuesioner terbanyak adalah dari FGD di Belitung yang menca-
kup Kab. Belitung dan Kab. Belitung Timur serta dari FGD di Malang yang
men cakup Kota Batu dan Kab. Malang dengan masing-masing penerimaan
kuesioner sebanyak 23 buah.
Diagram 1. Jumlah Penerimaan Kuesioner II
15
23
1513
23
10
0
5
10
15
20
25
Lombok Belitung GorontaloPontianak Malang Pusat
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN72
Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Kuesioner I dan Kuesioner II
Kuesioner i
Pengelolaan DAK: Kondisi dan Strategi DAK Ke Depan
Nama : .................................................................
Nama Daerah (Kabupaten/Kota) : .................................................................
Unit SKPD : .................................................................
I. Informasi Umum
1. Apakah unit SKPD Bapak/Ibu telah mencapai SPM (Standar Pelayanan
Minimum)
a. Ya b. Tidak
Sejak (tahun): ............................
2. (Jika jawaban pertanyaan I.1: Ya), Apakah SPM di unit Bapak/Ibu
tercantum dalam RPJMD?
a. Ya b. Tidak
3. Menurut pengetahuan Bapak/Ibu, apakah pemerintah daerah telah
mencapai SPM di bidang/unit berikut?
3.1. Pendidikan SD a. Ya b. Belum
3.2. Pendidikan SMP a. Ya b. Belum
3.3. Kesehatan Dasar a. Ya b. Belum
3.4. Infrastruktur Jalan a. Ya b. Belum
3.5 Infrastruktur Sanitasi a. Ya b. Belum
3.6. Lainnya (sebutkan bidang/unit yang telah mencapai SPM):
.................................................................................................................
...............................................................................................................
4. Apakah unit SKPD Bapak/Ibu mendapatkan alokasi DAK selama tiga
tahun terakhir ini (tahun 2011-2013)?
a. Ya b. Tidak
LAMPIRAN 73
II. Perencanaan
1. Bagaimana kesesuaian target RPJMD untuk unit SKPD Bapak/Ibu dengan
target RPJMN nasional?
a. Sesuai b. Sebagian tidak sesuai c. Sama sekali tidak sesuai
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu mengenai jenis kegiatan DAK dalam
petunjuk teknis di unit SKPD Bapak/Ibu?
(1: sangat setuju 4: sangat tidak setuju)
2.1. Jenis kegiatan sesuai dengan RPJMD 1 2 3 4
2.2. Jenis kegiatan dapat dapat diubah untuk 1 2 3 4
mencapai SPM daerah
2.3. Jenis kegiatan dapat dimasukkan dalam APBD 1 2 3 4
III. Penetapan dan Penggunaan
1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui indikator teknis yang digunakan untuk
penetapan besar alokasi DAK di bidang/unit SKPD Bapak/Ibu?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah besar alokasi DAK mencerminkan biaya pelaksanaan kegiatan?
a. Ya b. Tidak (lebih besar/lebih kecil)
3. Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah kegiatan DAK di bidang/unit
SKPD Bapak/Ibu juga telah mendukung pemerintah daerah dalam hal:
(1: selalu sesuai 2: seringkali sesuai 3: jarang sesuai 4: tidak sesuai sama
sekali)
1.1. Pencapaian prioritas daerah 1 2 3 4
1.2. Pencapaian SPM daerah 1 2 3 4
1.3. Tujuan khusus lainnya 1 2 3 4
(sebutkan: …………………………......................................................)
4. Apakah unit SKPD Bapak/Ibu menggunakan keseluruhan alokasi DAK
yang disalurkan?
a. Ya b. Tidak
(Jika Tidak) Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN74
IV. Regulasi Pendukung
1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui peraturan terkait dengan:
1.1. Penetapan pagu bidang DAK a. Ya b. Tidak
1.2. Penentuan bidang (jenis) DAK a. Ya b. Tidak
1.3. Formula alokasi DAK a. Ya b. Tidak
1.4. Kegiatan yang dapat didanai DAK a. Ya b. Tidak
1.5. Persyaratan penyaluran DAK a. Ya b. Tidak
1.6. Cakupan dan proses evaluasi DAK a. Ya b. Tidak
2. Menurut pandangan Bapak/Ibu, adakah regulasi spesifik yang perlu di-
per baiki dari pengelolaan DAK?
a. Ya b. Tidak
(Jika pertanyaan II.2: Ya) Sebutkan nama regulasi tersebut dan berikan
alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
Kuesioner ii
Pengelolaan DAK: Kondisi dan Strategi DAK Ke Depan
Nama : .............................................................
Nama Kementerian/Kabupaten/Kota : ............................................................
Direktorat/Unit SKPD : ............................................................
I. Kebijakan Umum DAK
1. Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah penetapan DAK perlu untuk meng-
akomodasi tujuan berikut (1: sangat setuju 4: sangat tidak setuju):
1.1. Pencapaian prioritas nasional 1 2 3 4
1.2. Pencapaian SPM nasional 1 2 3 4
LAMPIRAN 75
1.3. Tujuan khusus lainnya 1 2 3 4
(sebutkan: …….)
2. (3) Apakah Bapak/Ibu menyetujui bahwa karakteristik teknis perlu men-
dominasi penetapan besar alokasi DAK setiap bidang?
a. Ya b. Tidak
Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
3. (6) Apakah Bapak/Ibu menyetujui petunjuk teknis yang bersifat umum
ber laku untuk semua bidang?
a. Ya b. Tidak
Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
4. (2) Apakah Bapak/Ibu menyetujui besar alokasi DAK bidang tertentu dite-
tapkan untuk periode lebih dari satu tahun?
a. Ya b. Tidak
Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
5. Apakah Bapak/Ibu menyetujui bahwa dana pendamping DAK dari peme-
rintah daerah disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah
tersebut?
a. Ya b. Tidak
Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN76
6. (4) Menurut Bapak/Ibu apakah karakteristik khusus pemerintah daerah
perlu dibatasi untuk beberapa bidang?
a. Ya b. Tidak
Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
LAMPIRAN 77
Lampiran 3. Arah Kegiatan DAK: Perkembangan Petunjuk Teknis di 19 Bidang DAK
1) DAK Pendidikan, Tujuan DAK bidang pendidikan adalah mewujudkan
pengelolaan pendidikan yang transparan, profesional, dan bertanggung
gugat; melibatkan masyarakat secara aktif; mendorong masyarakat
untuk ikut mengawasi kegiatan pendidikan secara langsung; dan meng-
gerakkan perekonomian masyarakat bawah. Arah kebijakannya, antara
lain, untuk menghindari ketumpangtindihan dengan kegiatan yang di-
danai anggaran kementerian dan secara bertahap mengalihkan pen da-
naan kegiatan yang telah menjadi urusan daerah dari dana dekonsentrasi
dan tugas pembantuan ke DAK. DAK Pendidikan diarahkan untuk menun-
jang penuntasan program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 tahun
yang bermutu, dan merata dalam rangka memenuhi SPM dan secara ber-
tahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan terutama yang diperuntuk-
kan bagi SD, baik negeri maupun swasta, yang diprioritaskan pada daerah ter-
tinggal, daerah terpencil, daerah perbatasan, daerah rawan bencana, dan
daerah pesisir dan pulau- pulau kecil.
Kegiatan DAK Pendidikan tahun 2013 diprioritaskan untuk melaksa-
nakan rehabilitasi ruang kelas dan/atau ruang belajar rusak sedang
jenjang SD/SDLB dan SMP/SMPLB, rehabilitasi ruang belajar rusak berat
jenjang SMA/SMK/ SMLB, pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) dan
Ruang Belajar Lain (RBL) beserta perabotnya bagi jenjang SMP/SMPLB,
pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya, penyediaan
buku referensi perpustakaan, pembangunan laboratorium bagi jenjang
SMA/SMK/SMLB, dan penyediaan peralatan pendidikan. Sekolah pene-
rima DAK Bidang Pendidikan tahun 2013 meliputi jenjang SD/SDLB, SMP/
SMPLB, dan SMA/SMK/ SMLB, baik negeri maupun swasta. Lingkup kegi-
atannya diprioritaskan untuk melaksanakan: (1) rehabilitasi ruang kelas
rusak sedang jenjang SD/SDLB; (2) rehabilitasi ruang kelas rusak sedang
jenjang SMP/SMPLB; (3) pembangunan ruang belajar jenjang SMP/
SMPLB; (4) rehabilitasi ruang belajar rusak berat jenjang SMA/SMK/
SMLB; (5) pembangunan ruang kelas baru jenjang SMP/SMPLB; (6) pem-
bangunan perpustakaan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB dan SMA/SMK/
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN78
SMLB; (7) pembangunan ruang Laboratorium jenjang SMA/SMK/ SMLB;
(8) pengadaan peralatan pendidikan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan
SMA/ SMK/ SMLB; serta (9) pengadaan buku teks pelajaran/ referensi
jenjang SMP/SMPLB dan SMA/SMK/SMLB.
2) DAK Kesehatan, Tujuan kebijakan DAK bidang kesehatan diarahkan un-
tuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka
percepatan pencapaian target MDGs yang difokuskan pada penurunan
angka kematian ibu, bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi, serta
pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan terutama untuk pela-
yanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal,
terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah ke-
se hatan (DBK), dengan dukungan penyediaan jaminan persalinan dan
jaminan kesehatan di pelayanan kesehatan dasar dan rujukan pening-
katan sarana prasarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan termasuk
kelas III Rumah Sakit, penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan
kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman, bermutu dan bermanfaat
dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Badan Penyelenggaran
Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Lingkup kegiatannya adalah: (1) pela-
yan an kesehatan dasar yakni pemenuhan sarana, prasarana, dan per alat-
an bagi puskesmas dan jaringannya, antara lain meliputi: (a) Pemba ngun-
an Puskesmas Pembantu/Puskesmas di DTPK/Puskesmas Perawatan mampu
PONED/Instalasi pengolahan limbah puskesmas/pembangunan poskes-
des/ pos bindu, (b) Peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan
di DTPK, (c) Rehabilitasi puskesmas/rumah dinas dokter/dokter gigi/
paramedis (Kope l), (d) Penyediaan sarana dan prasarana penyehatan
lingkungan/pengadaan UKBM Kit; (2) pelayanan kesehatan rujukan yak ni
pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana dan peralatan bagi RSUD an-
tara lain meliputi: (a) Pengadaan sarana dan prasarana RS Siap PONEK,
(b) Penyediaan fasilitas Tempat Tidur Kelas III RS, (c) Pembangunan IPL
RS, (d) Pemenuhan peralatan UTD RS/ BDRS, (e) Pengadaan sarana dan
prasarana ICU dan IGD; (3) pelayanan kefarmasian, antara lain meliputi:
(a) Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan, (b) Pembangunan baru,
rehabilitasi, penyediaan sarana pendukung instalasi Farmasi Kabupaten/
LAMPIRAN 79
Kota, (c) Pembangunan baru Instalasi Farmasi gugus kepulauan/satelite
dan sarana pendukungnya.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 7/Menkes/SK/I/2007 tentang Pe-
tun juk Teknis Penggunaan DAK Tahun Anggaran 2007 dikeluarkan pada
8 Januari 2007 atau 3 minggu setelah keluarnya PMK tentang Penetapan
Alokasi DAK 2007. DAK bidang kesehatan dialokasikan untuk usaha
peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Kegiatannya diarah-
kan untuk peningkatan, rehabilitasi, perluasan, pengadaan, dan pem-
ba ngunan berbagai jenis unit pelayanan kesehatan serta pengadaan
peralatan kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dasar.
Pendistribusian alokasi DAK bidang kesehatan ke puskesmas dan jaring-
annya ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan Dinas Kesehatan ka-
bupaten/kota. Pendistribusian ini tidak didasarkan atas asas pemerataan,
melainkan diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pemanfaatnya.
Setiap kabupaten wajib memprioritaskan pembangunan pos kesehatan
desa (poskesdes) dalam rangka mendukung Program Desa Siaga. 12
Bupati/walikota menunjuk SKPD bidang kesehatan sebagai penanggung
jawab pelaksana kegiatan kesehatan yang dibiayai DAK. Setiap triwulan
sekali (pada Maret, Juni, September, dan Desember), bupati/walikota
ha rus menyampaikan laporan yang berisi jenis kegiatan, realisasi fisik,
realisasi keuangan, dan permasalahan kepada Sekretaris Jenderal Dep-
kes. Pada Maret, kabupaten/kota juga diminta untuk mengirimkan data
jumlah dan kondisi seluruh sarana kesehatan di wilayahnya.
3) DAK Infrastruktur Jalan, diarahkan untuk mempertahankan dan me-
ningkatkan kinerja pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten dan
kota serta menunjang aksesibilitas keterhubungan wilayah (domestic
connectivity) dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi wila-
yah/kawasan. Lingkup kegiatannya adalah: (1) pemeliharaan berkala jalan
dan jembatan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah pro-
vinsi/ kabupaten/kota, (2) peningkatan dan pembangunan jalan yang
kewenangan pengaturannya oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota,
(3) penggantian dan pembangunan jembatan yang kewenangan peng-
aturannya oleh pemerintah provinsi / kabupaten/kota.
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN80
4) DAK Infrastruktur Irigasi, diarahkan untuk mempertahankan dan me-
ningkatkan kinerja layanan jaringan irigasi/rawa kewenangan Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung pemenuhan
sasaran Prioritas Nasional di Bidang Ketahanan Pangan khususnya Pe-
ningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Menuju Surplus Beras 10 Juta
Ton Pada Tahun 2014. Lingkup kegiatannya adalah untuk kegiatan reha-
bilitasi jaringan irigasi yang kewenangan Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/
Kota dengan tidak menutup kemungkinan dimanfaatkan untuk kegiatan
peningkatan jaringan irigasi. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan DAK
Irigasi, kegiatan SID dan Operasi/Pemeliharaan jaringan irigasi menjadi
tanggungjawab Pemerintah Daerah sebagai kegiatan komplementer.
5) DAK Infrastruktur Air Minum, diarahkan untuk meningkatkan cakupan
pelayanan air dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi Standar
Pelayanan Minimal (SPM) penyediaan air minum di kawasan perkotaan,
perdesaan termasuk daerah tertinggal. Lingkup kegiatannya adalah:(1)
perluasan dan peningkatan sambungan rumah (SR) perpipaan bagi ma-
sya rakat berpenghasilan rendah (MBR) perkotaan. Daerah yang menjadi
sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang me ma-
dai untuk dibangun SR perpipaan, (2) pemasangan master meter untuk
MBR perkotaan khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan.
Daerah yang menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle
capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan; dan (3) pemba-
ngunan sistem penyediaan air minum (SPAM) perdesaan Daerah yang men-
jadi sasaran adalah desa-desa dengan sumber air baku yang relatif
mudah.
6) DAK Infrastruktur Sanitasi, diarahkan untuk meningkatkan cakupan dan
kehandalan pelayanan sanitasi, terutama dalam pengelolaan air limbah
dan persampahan secara komunal/terdesentralisasi untuk meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan mini-
mal (SPM) penyediaan sanitasi di kawasan daerah rawan sanitasi, ter ma-
suk daerah tertinggal. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) sub bidang air lim-
bah: pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air lim bah
komunal; dan (2) sub bidang persampahan: pembangunan dan pengem-
LAMPIRAN 81
bangan fasilitas pengelolaan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse,
dan recycle) di tingkat komunal yang terhubung dengan sistem penge-
lolaan sampah di tingkat kota.
7) DAK Prasarana Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk meningkatkan
kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan pu-
blik. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran, dan daerah tertinggal
guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah tersebut. Ling-
kup Kegiatannya adalah: (1) Pembangunan/perluasan gedung kantor
Bupati/Walikota, (2) Pembangunan/perluasan gedung kantor Setda Kab/
Kota, (3) Pembangunan/perluasan gedung kantor DPRD Kab/Kota dan
Sekretariat DPRD Kab/Kota, dan (4) Pembangunan/ perluasan gedung
kantor SKPD Kab/Kota.
8) DAK Kelautan dan Perikanan, diarahkan untuk meningkatkan sarana
dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan,
penyuluhan, data statistik dalam rangka mendukung industrialisasi
kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana pra-
sarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-
pulau kecil. Lingkup Kegiatannya adalah untuk DAK KP Provinsi yaitu
penyediaan kapal perikanan > 30 GT dan untuk DAK KP Kabupaten/Kota
yaitu: (1) pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap, (2)
pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya, (3) pengem-
bangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pe-
masaran hasil perikanan, (4) pengembangan sarana dan prasarana dasar
di pesisir dan pulau-pulau kecil, (5) pengembangan sarana dan prasarana
pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, (6) pengembangan
sarana dan prasarana penyuluhan perikanan, dan (7) pengembangan
sarana penyediaan data statistik kelautan dan perikanan.
9) DAK Pertanian, diarahkan untuk mendukung pengembangan prasarana
dan sarana air, pengembangan prasarana dan sarana lahan, pemba-
ngunan dan rehabilitasi balai penyuluhan pertanian serta pengembangan
lumbung pangan masyarakat dalam rangka peningkatan produksi ba-
han pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional.
Lingkup Kegiatannya adalah: (a) untuk provinsi: (1) Pembangunan/Reha-
bilitasi PTD/ Balai/Pembenihan/Perbibitan, (2) Pembangunan/Rehabilitasi
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN82
UPTD/Proteksi Tanaman, (3) Pembangunan/Rehabilitasi Laboratorium
Kesehatan Hewan; (b) untuk Kabupaten/ Kota: (1) Pengembangan Prasa-
rana dan Sarana Air, (2) Pengembangan Prasarana dan Sarana Lahan,
(3) Pembangunan/Rehabilitasi balai penyuluhan pertanian kecamatan;
dan (4) Pembangunan Lumbung Pangan masyarakat.
10) DAK Lingkungan Hidup, diarahkan untuk membantu Kab/Kota, dalam
rangka mendanai kegiatan untuk memenuhi standar pelayanan minimal
(SPM) di bidang lingkungan hidup yang merupakan urusan daerah, dan
upaya pencegahan perubahan iklim, (2) Menunjang percepatan pena-
nganan masalah lingkungan hidup di daerah, (3) Memperkuat kapasitas
kelembagaan/institusi pengelolaan LH di daerah, (4) Mendorong pencip-
ta an komitmen Pimpinan Daerah untuk memperbaiki dan atau memper-
tahankan kualitas lingkungan, (5) Mendorong pimpinan institusi LH dae-
rah untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja lembaganya, (6) Men do rong
pengembangan orientasi pengelolaan LH yang berbasis output dan
outcome sebagai upaya pemecahan masalah lingkungan, (7) Mendorong
pencapaian indikator kinerja utama (IKU) Kab/Kota, Provinsi dan KLH;
dan (8) Mendorong peran Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) dan Pro-
vinsi dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan DAK Bidang LH di
Kab/Kota guna peningkatan kinerja DAK Bidang Lingkungan Hidup.
Ling kup Kegiatannya adalah :(1) alat pemantauan dan pengawasan LH
melalui kegiatan: pengadaan peralatan laboratorium (untuk laboratorium
yang telah beroperasi) dan kendaraan operasional pemantauan dan
pengawasan, (2) alat pengendalian pencemaran lingkungan melalui
kegiatan: pembangunan IPAL UKM, IPAL Medik, IPAL Komunal dan unit
pengolah sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di fasilitas umum, (3) ke-
giatan pencegahan perubahan iklim melalui kegiatan: pembangunan
taman hijau/kehati dan instalasi biogas; dan, (4) kegiatan perlindungan
fungsi lingkungan melalui kegiatan: pembangunan sumur resapan/bio-
pori, pengolahan gulma, pencegah longsor/turap, embung, dan pena-
naman pohon.
11) DAK Keluarga Berencana, diarahkan untuk mendukung kebijakan pe-
ningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata, yang dilakukan
melalui: (a) peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan, peng-
LAMPIRAN 83
gerakan, pembinaan program KB lini lapangan, (b) peningkatan sarana
dan prasarana pelayanan KB, (c) peningkatan sarana pelayanan advokasi,
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB, (d) peningkatan
sarana pembinaan tumbuh kembang anak; dan (e) peningkatan pela-
poran dan pengolahan data dan informasi berbasis teknologi informasi.
Lingkup Kegiatannya adalah: (1) penyediaan sarana kerja dan mobilitas
serta sarana pengelolaan data dan informasi berbasis teknologi informasi
bagi tenaga lini lapangan, (2) pemenuhan sarana pelayanan KB di klinik
KB (statis) dan sarana dan prasarana pelayanan KB keliling dan pemba-
ngunan gudang alat/obat kontrasepsi, (3) penyediaan sarana dan pra-
sarana penerangan KB keliling, pengadaan Public Address dan KIE Kit,
(4) Penyediaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit, (5) Pembangunan/Renovasi
Balai Penyuluhan KB tingkat Kecamatan.
12) DAK Kehutanan, diarahkan untuk peningkatan fungsi Daerah Aliran
Sungai (DAS) terutama di daerah hulu dalam rangka memperta hankan
dan meningkatkan daya dukung wilayah, mendukung komitmen Presi-
den dalam penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha
sendiri dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional pada
tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor
61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Ru-
mah Kaca (RAN-GRK). Selain itu, DAK Bidang Kehutanan diarahkan un tuk
meningkatkan tata kelola kehutanan melalui pembentukan, operasio-
nalisasi dan perkuatan KPHP dan KPHL yang menjadi tanggung jawab
kabupaten/kota. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) rehabilitasi hutan lin dung
dan lahan kritis di luar kawasan hutan (termasuk hutan rakyat, penghi-
jauan lingkungan, turus jalan), kawasan mangrove, hutan pantai, Tahura
dan Hutan Kota, (2) Pengelolaan Tahura dan Hutan Kota termasuk peng-
amanan hutan, (3) Pemeliharaan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebe-
lumnya, (4) Pembangunan dan pemeliharaan bangunan sipil teknis (ba-
ngunan Konservasi Tanah dan Air/KTA) yang meliputi dam penahan, dam
pengendali, gully plug, sumur resapan, embung dan bangunan konser-
vasi tanah dan air lainny a, (5) Peningkatan penyediaan sarana dan pra-
sarana pengamanan hutan, (6) Peningkatan penyediaan sarana dan
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN84
prasarana penyuluhan kehutanan; dan (7) Pe ningk at an penyediaan
sa rana dan prasarana operasionalisasi KPH.
13) DAK Sarana dan Prasarana Perdagangan, diarahkan untuk mening-
katkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung:
(1) Pasokan dan ketersediaan barang (khususnya bahan pokok) sehingga
dapat meningkatkan daya beli masyarakat, terutama di daerah-daerah
tertinggal, perbatasan, daerah pemekaran, dan/atau daerah yang minim
sarana perdagangannya, serta (2) Pelaksanaan tertib ukur untuk men-
dukung upaya perlindungan konsumen dalam hal jaminan ke bena ran
has il pengukuran terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi
UTTP yang cukup besar dan belum dapat ditangani. Lingkup Kegiatannya
adalah: (1) Pembangunan dan pengembangan sarana distribusi perda-
gangan (pasar), (2) Pembangunan dan peningkatan sarana metrologi
legal, melalui pembangunan gedung laboratorium Metrologi Legal dan
pengadaan peralatan pelayanan tera/tera ulang (meliputi peralatan stan-
dar kerja, unit berjalan tera/tera ulang roda empat, unit fungsional peng-
awasan roda empat dan unit mobilitas roda dua); serta (3) Pembangunan
gudang komoditas pertanian dalam kerangka Sistem Resi Gudang.
14) DAK Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal, diarahkan untuk men-
dukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang diamanatkan
dalam RPJMN 2010-2014 dan RKP 2013 yaitu pengembangan per eko-
nomian lokal di daerah tertinggal melalui peningkatan kapasitas, pro-
duktivitas dan industrialisasi berbasis komoditas unggulan lokal secara
berkesinambungan beserta sarana prasarana pendukungnya sehingga
daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat
guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain
yang relatif lebih maju. Lingkup Kegiatannya adalah:(1) penyediaan sa-
rana transportasi umum darat dan air untuk menduk ung pengembangan
ekonomi lokal, (2) pembangunan/ rehabilitasi dermaga kecil/tambatan
perahu, (3) pembangunan embung di daerah rawan air.
15) DAK Energi Perdesaan, diarahkan untuk diversifikasi energi: meman-
faatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses
masyarakat perdesaan, termasuk masyarakat di daerah tertinggal dan
ka wasan perbatasan, terhadap energi modern. Lingkup kegiatannya ada-
LAMPIRAN 85
lah: (1) Pembangunan PLTMH baru, (2) Rehabilitasi PLTMH yang rusak,
(3) Perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH, (4)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat dan PLTS tersebar (SHS);
dan (5) Pembangunan instalasi biogas.
16) DAK Perumahan dan Permukiman, diarahkan untuk meningkatkan
pe nyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) perumahan dan ka was-
an permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan
dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah dan Ma-
syarakat Berpenghasilan Rendah (MBM/R) di Kabupaten/Kota termasuk
kawasan tertinggal, rawan air dan rawan sanitasi. Lingkup Kegiatannya
adalah membantu daerah dalam mendanai kebutuhan fisik infrastruktur
perumahan dan permukiman dalam rangka mencapai Standar Pelayanan
Minimum (SPM) meliputi: (1) Penyediaan jaringan pipa air minum, (2)
Sarana air limbah komunal, (3) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST), (4) Jaringan distribusi listrik, (5) Penerangan jalan umum.
17) DAK Keselamatan Transportasi Darat, diarahkan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan terutama keselamatan bagi pengguna transportasi
jalan di provinsi, kabupaten/kota guna menurunkan tingkat fatalitas
(jumlah korban meninggal) akibat kecelakaan lalu lintas secara bertahap
sebesar 20% pada akhir tahun 2014 dan menurunkan korban luka-luka
sebesar 50% hingga akhir tahun 2014. Lingkup kegiatannya adalah: (1)
pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan transportasi darat;
dan (2) pengadaan dan pemasangan alat pengujian kendaraan bermotor.
18) DAK Transportasi Perdesaan, diarahkan untuk: (1) meningkatkan pe-
layanan mobilitas penduduk dan sumber daya lainnya yang dapat men-
dukung terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah perdesaan, dan diha-
rapkan dapat menghilangkan keterisolasian dan memberi stimulan ke
arah perkembangan di semua bidang kehidupan, baik perdagangan,
industri maupun sektor lainnya di daerah perdesaan, (2) pengembangan
sarana dan prasarana wilayah perdesaan yang memiliki nilai strategis
dan diprioritaskan untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan di ka-
wasan strategis cepat tumbuh yang meliputi sektor pertanian, perikanan,
pariwisata, industri, energi dan sumber daya mineral, kehutanan dan
perdagangan. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) pembangunan, pening-
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN86
katan, dan pemeliharaan jalan poros desa; (2) pengadaan sarana trans-
portasi perdesaan.
19) DAK Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan, diarahkan untuk
mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan yang diama-
natkan dalam RKP 2013 yaitu untuk mengatasi keterisolasian wilayah
yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah, pelayanan
sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara
berkelanjutan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang ditetapkan
oleh Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2
Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara
dan Kawasan Perbatasan. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) pembangunan/
peningkatan kondisi permukaan jalan non-status yang menghubungkan
kecamatan perbatasan prioritas dengan pusat kegiatan di sekitarnya, (2)
pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu
un tuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga
kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Ke-
men terian Perhubungan; dan (3) penyediaan moda transportasi perairan/
kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa.
LAMPIRAN 87
Lampiran 4. SPM Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Dalam rangka pencapaian SPM dibidang pendidikan maka Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No.15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Pendidikan dasar di Kabupaten/Kota. Sedangkan,
peraturan mengenai Pedoman Teknis SPMnya ditetapkan dalam Keputusan
Dirjen Pendidikan Dasar. Akan tetapi sampai sekarang ini tampaknya belum ada
pedoman teknis perencanaan pembiayaan tentang SPM. Saat ini sedang di-
buat atau dihitung unit cost untuk masing-masing indikator pencapaian SPM.
Disamping itu Permendiknas yang mengatur mengenai SPM ini tampaknya
juga mengalami perubahan. Kenyataan yang demikian sudah tentu akan mem-
bawa kesulitan dan beberapa kendala bagi setiap daerah untuk mencapai
SPM nya, sebab setiap ada perubahan Permendiknas tentang SPM sudah tentu
akan membutukan dana, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana
untuk mendukungnya.
Dalam Permendiknas No.15 Tahun 2010 tentang SPM itu dijelaskan bah-
wa ada 14 indikator SPM yang merupakan Pelayanan Pendidikan Dasar oleh
Kabupaten/Kota, dan ada 13 indikator SPM yang merupakan Pelayanan Pen-
didikan Dasar oleh Satuan Pendidikan. Pendidikan dasar disini mencakup Seko-
lah Dasar (SD/Madrasah Ibtidaiyah) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP/
Madrasah Tsanawiyah). Pada tahun 2013 Permendikbud No. 23 tahun 2013
menjelaskan perubahan atas Permendiknas Tahun 2010 tentang SPM di ka-
bupaten/kota. Terjadinya perubahan Permendibud tersebut adalah akibat
dari adanya perubahan kurikulum pendidikan. Meskipun dari sisi jumlah indi-
kator SPM yang ada memang tidak mengalami perubahan yang mendasar,
akan tetapi membawa implikasi terhadap pencapaian SPM nya. Sebab de ngan
adanya perubahan kurikulum membawa dampak terhadap perubahan Juknis
dan juga realiasi pelaksanaan DAK baik dari sisi jumlah kebutuhan dana nya
maupun dari sisi kualitas pelayanan. Hal ini terjadi karena didalam implemen-
tasi kebijakannya masih berorientasi kepada input. Hal ini berarti, bahwa
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN88
semua indikator SPM di bidang pendidikan menggambarkan input dan
proses, karena sesuai pemahaman tentang SPM yang harusnya
menggambarkan input atau proses dalam pelayanan pendidikan dasar.
Dalam penyusunan 27 Indikator SPM ini Kemendikbud memang telah
mendapatkan pendampingan dari Kemendagri. Akan tetapi menurut Anwar
Syah (2007) pelaksanaan DAK yang masih berorientasi terhadap input paling
lemah pengaruhnya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, akun-
tabilitas keuangan dan penambahan kapasitas keuangan daerah. Kondisi yang
demikian jelas akan sulit untuk mencapai SPM sesuai dengan yang diharapkan.
Hal ini terjadi karena disamping jenis transfernya adalah bersyarat dengan
tujuan khusus, kelihatannya masih banyak juga Pemda yang belum mengerti
dan memahami masalah SPM tersebut.
Meskipun untuk pencapaian SPM pendidikan sudah disosialisasikan ke
masyarakat, namun masih banyak Pemda yang belum mengerti terhadap
SPM. Disamping itu, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh ADB (2011)
ternyata ada 1 indikator yang sulit diukur, terutama di daerah luar Jawa ten-
tang “tersedianya satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan
berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari
kelompok pemukiman permanen di daerah terpencil.”
Suatu hal yang cukup menggembirakan dalam mewujudkan pencapaian
SPM untuk daerah kabupaten/kota, adalah saat ini Kemendikbud sedang
menyusun dan mengembangkan Sistem Database Sekolah, yang diantaranya
berisi pencapaian SPM di satuan pendidikan, dan kemudian diagregasi ke ting-
kat Kabupaten/Kota. Dengan adanya sistem database sekolah ini “diharapkan”
tahun depan dapat dilihat pencapaian SPM seluruh satuan pendidikan secara
lengkap di Indonesia. Dengan adanya sistim ini, maka setiap sekolah juga akan
dapat menginformasikan semua kebutuhannya di daerah baik kebutuhan fisik
maupun kebutuhan peningkatan mutu untuk pencapaian SPM tersebut.
Karena pendanaan DAK pendidikan untuk pencapaian SPM juga relative
terbatas, maka untuk percepatan pencapaian SPM maka DAK itu harus diga-
bungkan atau diintegrasikan dengan pendanaan dari sumber-sumber lainnya
(DSF 2011). Saat ini misalnya, pendanaan untuk peningkatan mutu SD di-
prioritaskan untuk perpustakaan, dan SMP diprioritaskan untuk laboratorium.
Mekanisme pendanaan dari BOS melalui alokasi ke Provinsi dialokasikan
LAMPIRAN 89
langsung ke satuan pendidikan (SD/MI dan SMP/MTs). Berkaitan dengan hal
itu, maka harus ada pembagian yang jelas antara berbagai sumber pendanaan
ini dengan DAK pendidikan yang dilokasikan langsung ke Kabupaten/Kota
maupun kedalam satuan pendidikan. Disamping itu juga diperlukan petunjuk
teknis yang terintegrasi, sehingga akan relatif lebih mudah dalam menyusun
perencanaan serta evaluasi dan monitoringnya. Saat ini, umumnya Kabupaten/
kota boleh dikatakan malas untuk memonitor satuan pendidikan yang relatif
jauh.
Untuk mempercepat pencapaian SPM, maka Kemendikbud sangat men-
dukung pendanaan melalui DAK. Jika pendanaan DAK untuk pencapaian SPM
ini diberlakukan, paling tidak untuk tahun pertama ada permasalahan yang
terkait dengan ketersediaan data. Sampai sekarang ini ternyata masih ada dae-
rah yang belum punya data yang diperlukan untuk menghitung SPM sebagai-
mana yang nanti ditetapkan oleh peraturan tersebut. Karena itu, ketersediaan
data untuk mengukur SPM bidang Pendidikan Dasar nampaknya akan menj-
adi persoalan dalam menentukan jumlah DAK-SPM.
Dalam rangka percepatan pencapaian SPM maka mau tidak mau peran
Gubernur selaku wakil pemeritah di daerah hendaklah difungsikan. Fungsi
tersebut adalah terkait dengan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pencapaian SPM Kabupaten/Kota sesuai dengan Peraturan Menteri pendidikan
tersebut. Hal ini sudah tentu akan menjadi tugas tambahan (dekonsentrasi)
bagi Propinsi yang juga memerlukan kapasitas sumber daya manusia yang
memadai. Bahkan untuk perhitungan DAK yang sekarang ini, perlu adanya per-
baikan data dasar DAK, karena dirasa sudah tidak valid lagi dan datanya itu
perlu diperbaharui kembali (update).
Kementerian Kesehatan
Sejak tahun 2003 Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan Keputusan
Menteri Kesehatan No.1457/MENKES/SK/X/2003 tentang SPM bidang kese-
hatan untuk kabupaten/kota. Didalam keputusan Menkes ini sudah dijelaskan
beberapa hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi
jenis pelayanan beserta indicator kinerja dan target yang ingin dicapai pada
tahun 2010. Didalam Kemenkes ini dijelaskan bahwa ada lebih kurang terda-
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN90
pat 26 jenis pelayanan. Masing-masing jenis pelayanan tersebut juga memiliki
indikator yang bervariasi antara satu dengan lainnya (lihat Lampiran 4).
Oleh karena banyaknya jenis pelayanan tersebut maka jelas mengalami
kesulitan didalam mengimplementasikannya terutama untuk mencapai SPM
bidang kesehatan. Karena itu, untuk mempercepat pencapaian Standar Pela-
yanan Minimal (SPM) maka Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan No.741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di kabupaten/Kota. Di dalam Permenkes
tentang SPM ini dijelaskan bahwa terdapat 4 Jenis Pelayanan Dasar yaitu:
Pertama adalah Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas) yang terdiri dari 14
indikator SPM. Kedua adalah Pelayanan Kesehatan Rujukan (Rumah Sakit) yang
terdiri dari 2 indikator SPM. Ketiga adalah Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan KLB dengan hanya 1 indikator SPM saja, serta Keempat ada-
lah Promosi Kesehatan dan pemberdayaan Masyarakat yang juga hanya mem-
punyai 1 indikator SPM saja (Bappenas, 2012)
Selanjutnya juga dijelaskan bahwa untuk jenis Pelayanan Kesehatan
Dasar (Puskesmas), 9 indikator SPM ditargetkan telah dicapai pada Tahun
2010. Sedangkan batas waktu pencapaian SPM untuk 9 indikator lainnya ada-
lah pada Tahun 2015. Menurut salah satu Kasub di Biro Perencanaan Kemen-
kes, data mengenai 18 indikator SPM di Kabupaten/Kota sudah ada, meskipun
untuk beberapa Kabupaten datanya belum lengkap. Ketidak-lengkapan data
diantaranya disebabkan karena pemekaran daerah. Untuk Puskesmas, ada
400 laporan yang rutin disampaikan tiap bulan.
Disamping adanya perubahan peraturan Kemenkes untuk percepatan
pencapaian SPM tersebut, suatu kebijakan yang cukup menggembirakan
yang dilakukan oleh Kemenkes adalah membangun jaringan langsung antara
Puskesmas dengan dengan Kementerian. Dengan adanya jaringan ini jelas akan
dapat mempercepat mekanisme penyampaian data atau informasi ter kait
dengan Pelayanan Kesehatan Dasar. Dalam hal ini, data atau informasi terse-
but disampaikan oleh masing-masing Puskesmas ke Dinas kesehatan di daerah,
kemudian disampaikan ke Direktorat yang terkait di Kemenkes. Sedangkan
mekanisme penyampaian data atau informasi terkait dengan Pelayanan
Kesehatan Rujukan disampaikan oleh masing-masing Rumah Sakit langsung
ke Direktorat yang terkait di Kemenkes.
LAMPIRAN 91
Meskipun untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dalam
Kemenkes sudah dilakukan reformasi terhadap jenis pelayanan kesehatan,
na mun tampaknya belum semua jenis layanan kesehatan dapat terpenuhi
SPM nya. Hal ini terbukti dimana pada tahun 2010, tidak semua 9 indikator
SPM jenis Pelayanan Kesehatan Dasar dicapai, tergantung konteknya. Misal-
nya Polio, sampai tahun tertentu bebas polio. Saat ini ada 45 daerah DTPK
(Daerah Terpencil Kepulauan) dan DBK (Daerah berusaha Kesehatan) yang
diprioritaskan oleh Kemenkes. Selain itu sudah 101 Puskesmas telah mencapai
SPM terkait dengan PONEK dengan pendanaan DAK (Bappenas 2011).
Kementerian Pekerjaan Umum
Salah satu pelayanan dasar yang juga harus disediakan oleh Pemerintah ada-
lah sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai sesuai dengan SPM.
Berkaitan dengan hal ini, dalam rangka pencapaian SPM itu, maka Kementerian
PU telah menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang,
lengkap dengan petunjuk teknisnya. Namun demikian didalam Permen PU ini
ternyata belum ada pedoman teknis perencanaan pembiayaan SPM.
Peraturan tersebut ternyata juga belum memuat SPM Propinsi, sehingga
ada rencana untuk melakukan revisi Peraturan Menteri tersebut dan sekaligus
melakukan revisi terkait SPM Kabupaten/Kota. Saat ini Peraturan Menteri
sedang dalam proses revisi. Dengan menambah SPM Propinsi, maka peraturan
tentang SPM menjadi lebih menyeluruh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tim dari Bappenas (2011) menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelemahan
dari Peraturan mentri PU tersebut sehingga harus dilakukan perubahan. Ada-
pun beberapa kelemahan yang telah diketahui dalam peraturan tersebut
antara lain adalah:
a. Untuk bidang jalan, indikator yang diambil dengan amanat Peraturan
Pemerintah tentang jalan, hanya bisa dipakai jika ada sinergi pusat dan
daerah serta lintas sektor (terkait dengan sektor lain). Sebagai contoh,
indi kator Aksesibilitas, jaringan dasar bisa diukur jika ada jalan Propinsi
dan Nasional. Sementara itu, di Pusat tidak dihitung indikator aksesibilitas
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN92
dan mobilitas. Jadi perubahan Permen direncanakan untuk membuat SPM
terkait dengan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan.
b. Indikator yang ada saat ini merupakan indikator pada tinggi tingkatan
output yang lebih tinggi (kalaupun tidak bisa disebut outcome). Renca na-
nya indikator akan diturunkan ke level output langsung (direct output).
Beberapa indikator mungkin akan dipertahankan, seperti indikator kon-
disi mantap, supaya sejalan dengan target pusat (membina dan mem-
fasilitasi kondisi jalan kab/kota), tetapi yang lain akan lebih direct output,
seperti peningkatan jalan dari tanah ke aspal, dll.
c. Untuk Bidang Cipta Karya kemungkinan indikatornya tetap yang lama
dan lebih berbasis outcome (MDGs). Di Cipta Karya ada mekanisme RPJM,
sharing pembiayaan, mulai dari jaringan air baku sampai kran.
d. Permasalahan lain terkait dengan SPM adalah semua daerah belum punya
Perda RTRW.
e. Permeu PU SPM yang lama, ketika dirancang tidak mengundang unit
teknis. Jadi target-target dirasa tidak realistis.
f. Indikator SPM daerah sepertinya perlu dikaitkan dengan IKU KementErian
PU yang saat ini ada 35 indikator (diciutkan dari 104).
Disamping adanya beberapa kelemahan seperti diatas, permasalahan
lain yang juga cukup mendasar adalah terkait dengan ketersediaan data.
Tidak semua daerah punya data yang diperlukan untuk menghitung SPM seba-
gai mana yang ditetapkan oleh peraturan tersebut. Ketersediaan data untuk
mengukur SPM bidang Pekerjaan Umum untuk seluruh daerah nampaknya
akan menjadi persoalan dalam menentukan jumlah DAK untuk pencapaian SPM.
Menurut Peraturan Menteri tersebut, Gubernur selaku Wakil Pemerintah di
daerah harus melakukan monitoring dan evaluasBebei terhadap pencapaian
SPM Kabupaten/Kota. Hal ini sudah tentu akan menjadi tugas tambahan (de-
kon sentrasi) bagi Propinsi yang juga memerlukan kapasitas sumber daya
manusia yang memadai
LAMPIRAN 93
Lampiran 5.1. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Kesehatan dan Infrastruktur
Kesehatan Infrastruktur
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini.
Ya (Subbidang tetap sama, namun kegiatan di dalam setiap subbidang mengalami beberapa
perubahan)
Tidak (Juknis tidak berubah sejak 2010 hingga sekarang)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu Menu
3. Waktu pengesahan juknis 17-Dec-10 2011
1-Nov-10 15-Dec-11 2012
26-Dec-12 2013
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Tidak Tidak
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis. Mengikuti standar biaya dari PU daerah
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya 134 2011
84 124 2012
144 2013
7. Jumlah kegiatan yg ada Pelayanan Kesehatan Dasar 5
2011
Prasarana Jalan 8
Pelayanan Kesehatan Rujukan 6 Prasarana Irigasi 2
Pelayanan Kefarmasian 3 Prasarana Air Minum 1
Pelayanan Kesehatan Dasar 4
2012
Prasarana Sanitasi 1
Pelayanan Kesehatan Rujukan 4
Pelayanan Kefarmasian 3
Pelayanan Kesehatan Dasar 4
2013 Pelayanan Kesehatan Rujukan 6
Pelayanan Kefarmasian 4
8. Untuk sektor dengan sub-bidang di pendidikan/kesehatan/infrastruktur apakah detail kegiatan relatif sama antar sub bidang (jika tidak sub-bidang mana di setiap bidang/sektor yang relatif lebih detail.
Detail kegiatan relatif berbeda antar setiap subbidang sesuai dengan klasifikasi subbidang.
Subbidang pelayanan kesehatan rujukan relatif lebih detail dengan lebih kompleksnya
persyaratan teknis untuk setiap kegiatan
Selain pembangunan, kegiatan-kegiatan dalam
setiap subbidang berbeda. Subbidang Air Minum &
Sanitasi hanya terdiri dari kegiatan pembangunan.
Subbidang jalan dan irigasi masih serupa
dalam hal rehabilitasi dan peningkatan
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN94
Lampiran 5.2. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Pendidikan
Pendidikan 2011
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini. Ya (Empat juknis pada 2011)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis 9-Aug-11 SD
9-Aug-11 SMP
23-Aug-11 Mutu Pendidikan SD
23-Aug-11 Mutu Pendidikan SMP
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Tidak
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya
86 SD
136 SMP
85 Mutu Pendidikan SD
110 Mutu Pendidikan SMP
7. Jumlah kegiatan yg ada Rehabilitasi Ruang Kelas Rusat Sedang & berat 1
SD Ruang Kelas Baru &
Perabotnya 1
Perpustakaan & Perabotnya 1
Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan 1
Pembangunan Ruang Kelas Baru 1
SMP
Pembangunan Perpustakaan 1
Pembangunan Lab IPA 1
Pembangunan Lab Komputer 1
Pembangunan Lab Bahasa 1
Pembangunan Ruang Keterampilan 1
Pembangunan Ruang Kesenian 1
Rehabilitasi Ruang Belajar 1
LAMPIRAN 95
buku pengayaan 1
Mutu Pendidikan SD
buku referensi 1
buku panduan pendidik 1
alat peraga pendidikan 1
sarana teknologi informasi dan komunikasi pendidikan 1
multimedia interaktif 1
Alat Laboratortium IPA 1
Mutu Pendidikan SMP
Alat Laboratorium bahasa. 1
Peralatan Matematika 1
Peralatan IPS 1
Peralatan Kesenian 1
Peralatan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 1
Buku Perpustakaan 1
Sarana TIK Pendidikan dan Multimedia Pembelajaran Interaktif
1
8. Untuk sektor dengan sub-bidang di pendidikan/kesehatan/infrastruktur apakah detail kegiatan relatif sama antar sub bidang (jika tidak sub-bidang mana di setiap bidang/sektor yang relatif lebih detail.
Jenis kegiatan dalam juknis SD & SMP berbeda namun masing-masing juga memasukkan kegiatan peningkatan mutu pendidikan yang memiliki juknis
sendiri
Pendidikan 2012
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini. Ya (2 Juknis terbagi menjadi SD & SMP)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis 16-Dec-11 SD
16-Dec-11 SMP
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Ya (Juknis SD Permendikbud No. 56 Tahun 2011 diperbaharui dengan Permendikbud No. 61 Tahun 2012 pada bulan September)
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya 93 SD
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN96
110 SMP
7. Jumlah kegiatan yg ada Rehabilitasi ruang kelas rusak berat termasuk perabotnya 1
SD
Pembangunan ruang perpustakaan termasuk perabotnya
2
Pengadaan Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan berupa peralatan pendidikan
6
Rehabilitasi ruang kelas rusak berat termasuk perabotnya 1
SMP Pengadaan Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan berupa peralatan pendidikan
3
8. Untuk sektor dengan sub-bidang di pendidikan/kesehatan/infrastruktur apakah detail kegiatan relatif sama antar sub bidang (jika tidak sub-bidang mana di setiap bidang/sektor yang relatif lebih detail.
Secara keseluruhan jenis kegiatan hanya berbeda pada tidak adanya pembangunan ruang perpustakaan dalam juknis SMP dan pada rincian
kegiatan
Pendidikan 2013
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini. Ya (Dua juknis terbagi menjadi pendidikan dasar dan pendidikan menengah)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis 11-Feb-13 Pendidikan Dasar
20-Feb-13 Pendidikan Menengah
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Ya (Kedua juknis Permendikbud No. 8 & No.12 Tahun 2013 diperbaharui dengan Permendikbud No. 74 & 79 Tahun 2013 untuk masing-masing juknis)
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis. IKK
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya 19* Pendidikan Dasar
18* Pendidikan Menengah
7. Jumlah kegiatan yg ada SD: Rehabilitasi ruang kelas rusak sedang 1 Pendidikan Dasar
SD: Pembangunan ruang perpustakaan termasuk perabotnya
1
SD: Pengadaan Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan 6
LAMPIRAN 97
SMP: Penggandaan dan distribusi buku teks pelajaran sesuai kurikulum 2013 sehingga seluruh peserta didik kelas VII terpenuhi kebutuhan bukunya
1
SMP: Peningkatan prasarana pendidikan dan pengadaan sarana peningkatan mutu pendidikan
10
Penggandaan dan distribusi buku teks pelajaran 1 Pendidikan Menengah
Rehabilitasi ruang belajar rusak berat 1
Pengadaan sarana dan prasarana peningkatan mutu pendidikan
4
8. Untuk sektor dengan sub-bidang di pendidikan/kesehatan/infrastruktur apakah detail kegiatan relatif sama antar sub bidang (jika tidak sub-bidang mana di setiap bidang/sektor yang relatif lebih detail.
Secara keseluruhan jenis kegiatan dalam pendidikan dasar & pendidikan menengah hanya berbeda pada detailnya namun tetap terkait dengan
rehabilitasi ruang belajar, pengadaan perpustakaan & sapras peningkatan mutu serta distribusi buku
Lampiran 5.3. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Lingkungan Hidup
LH
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini. Ya (Kategori kegiatan berubah pada tahun 2012)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis 11-Feb-11 2011
29-Dec-11 2012
28-Dec-12 2013
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Tidak
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya 41 2011
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN98
64 2012
68 2013
7. Jumlah kegiatan yg ada Pemantauan Kualitas LH 4
2011
Pengendalian Pencemaran LH 4
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 2
Perlindungan Fungsi LH 2
Sistem Informasi Kualitas Lingkungan 3
Pemantauan Kualitas LH 3
2012
Pengendalian Pencemaran LH 4
Adaptasi & Mitigasi Perubahan Iklim 2
Perlindungan Fungsi LH 6
Program Tambahan (Bank Sampah & Adiwiyata) 2
Pemantauan Kualitas LH 3
2013
Pengendalian Pencemaran LH 4
Adaptasi & Mitigasi Perubahan Iklim 4
Perlindungan Fungsi LH 7
Program Tambahan (Bank Sampah, Adiwiyata & Kampung Iklim) 3
Lampiran 5.4. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Kelautan
Kelautan
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini. Ya (Kategori kegiatan tetap namun kegiatan di dalamnya mengalami berubah)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis 9-Dec-10 2011
15-Dec-11 2012
27-Dec-12 2013
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Tidak
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
LAMPIRAN 99
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya 148 2011
151 2012
173 2013
7. Jumlah kegiatan yg ada sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap 3
2011
sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya 2
sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan 2
sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil 3
sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan 4
sarana dan prasarana penyuluhan perikanan 6
penyediaan sarana statistik kelautan dan perikanan 3
sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap 6
2012
sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya 2
sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan 2
sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil 3
sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan 6
sarana dan prasarana penyuluhan perikanan 6
penyediaan sarana statistik kelautan dan perikanan 3
sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap 6
2013
sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya 2
sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan 2
sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil 3
sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan 6
sarana dan prasarana penyuluhan perikanan 6
penyediaan sarana statistik kelautan dan perikanan 3
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN100
Lampiran 5.5. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Pertanian
Pertanian1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini.
Ya (Tahun 2013 dipisahkan menu kegiatan untuk provinsi dan untuk kabupaten/kota)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis 29-Dec-10 2011 27-Dec-11 2012 10-Jan-13 20134. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Tidak
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya 14 2011
28 2012 39 20137. Jumlah kegiatan yg ada Perluasan areal pertanian 4
2011
Sapras pengelolaan air 4 Sapras pengelolaan lahan 5 Lumbung pangan masyarakat dan atau gudang
pangan pemerintah 1
Pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian/Kecamatan 4
Sapras Balai Perbenihan untuk tanaman pangan/hortikultura/perkebunan/peternakan 4
Pembangunan/rehabilitasi Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Inseminasi Buatan 1
Perluasan areal pertanian 3
2012
Sapras pengelolaan air 3 Sapras pengelolaan lahan 4 Lumbung pangan masyarakat dan atau gudang
pangan pemerintah 4
Pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian/Kecamatan 5
Sapras Balai Perbenihan untuk tanaman pangan/hortikultura/perkebunan/peternakan 4
Pembangunan/rehabilitasi Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Inseminasi Buatan 1
Penanganan Pasca Panen 4
LAMPIRAN 101
Sapras Air 4
2013
Sapras Lahan Jalan Usaha Tani 3 Pembangunan/rehabilitasi/renovasi Balai
Penyuluhan Pertanian & Penyedian Sarana Penyuluhan
5
Lumbung pangan masyarakat 1