pengelolaan agroekosistem sawah irigasi

32
PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM SAWAH IRIGASI Sawah Irigasi Sawah yang merupakan bagian dari luas potensial yang sumber airnya berasal dari saluran melalui sistem jaringan irigasi melalui sistem jaringan irigasi Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram. Potensi Irigasi Agar tanaman dapat hidup dengan subur, selain dipengaruhi oleh faktor cuaca dan kandungan unsur hara didalam tanah, juga harus memperoleh cukup air. Pemberian air yang mencukupi merupakan faktor penting bagi pertumbuhan tanaman. Demikian pula halnya dengan usaha meningkatkan produktivitas suatu lahan pertanian. Ketersediaan air merupakan faktor penting, tanpa air yang cukup produktivitas suatu lahan tidak maksimal. Salah satu upaya penyediaan air bagi lahan pertanian adalah dengan membangun irigasi. Irigasi merupakan usaha pengadaan dan pengaturan air secara buatan, baik air tanah maupun air permukaan untuk menunjang pertanian. Sedangkan Daerah Irigasi adalah suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jaringan irigasi. Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi tigas jenis, yaitu : jaringan irigasi sederhana, jaringan irigasi semi teknis dan jaringan irigasi teknis.

Upload: praesidhi-caesa-permana

Post on 10-Jul-2016

27 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM SAWAH IRIGASI

Sawah Irigasi

Sawah yang merupakan bagian dari luas potensial yang sumber airnya berasal dari saluran melalui sistem jaringan irigasi melalui sistem jaringan irigasi Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram.

Potensi Irigasi

Agar tanaman dapat hidup dengan subur, selain dipengaruhi oleh faktor cuaca dan kandungan unsur hara didalam tanah, juga harus memperoleh cukup air. Pemberian air yang mencukupi merupakan faktor penting bagi pertumbuhan tanaman. Demikian pula halnya dengan usaha meningkatkan produktivitas suatu lahan pertanian. Ketersediaan air merupakan faktor penting, tanpa air yang cukup produktivitas suatu lahan tidak maksimal. Salah satu upaya penyediaan air bagi lahan pertanian adalah dengan membangun irigasi.Irigasi merupakan usaha pengadaan dan pengaturan air secara buatan, baik air tanah maupun air permukaan untuk menunjang pertanian. Sedangkan Daerah Irigasi adalah suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jaringan irigasi. Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi tigas jenis, yaitu : jaringan irigasi sederhana, jaringan irigasi semi teknis dan jaringan irigasi teknis.Tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai dan sebagainya hanya tumbuh dan berproduksi dengan baik apabila memperoleh air cukup pada saat yang tepat. Pada suatu studi menunjukkan kurangnya pengendalian air merupakan pembatas tunggal terbesar dan bertanggung jawab terhadap perbedaan 35 persen antara hasil aktual dan potensial. Dalam peningkatan produksi pangan, biasanya irigasi mempunyai peranan penting, yaitu :

1. Menyediakan air untuk tanaman dan dapat digunakan untuk mengatur ketersediaan lengas tanah bagi tanaman

2. Membantu menyuburkan tanah melalui kandungan hara dan bahan organik yang dibawa oleh air irigasi

3. Memungkinkan penggunaan pupuk dan obat – obatan dalam dosis tinggi4. Dapat menekan perkembangan hama penyakit tertentu5. Dapat menekan pertumbuhan gulma 6. Memudahkan pengolahan tanah dan penanaman bibit padi.

Page 2: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

Menurut laporan Bank Dunia 1983 menyebutkan bahwa kenaikan produksi beras di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor dengan nilai kontribusi (sebagai faktor tunggal) terhadap kenaikan sebagai berikut :

1. Air atau irigasi 16 persen2. Penggunaan bibit unggul 5 persen3. Penerapan teknologi seperti pupuk, pestisida dan lain – lain 4 persen, dan

sisanya sebesar 75 persen merupakan interaksi dari ketiga faktor tersebut (Suzanna dan Hutapea, 1995).

Agroekosistem padi sawah irigasi sampai saat ini merupakan kontributor terbesar bagi produksi padi di Indonesia. Selama kurun waktu lima dasawarsa, antara tahun 1950 – 2000 luas irigasi Indonesia hanya meningkat 5 persen dari 3,5 juta ha pada tahun 1950 menjadi 5,2 juta ha pada tahun 2000, sedangkan pada kurun waktu yang sama irigasi di dunia meningkat lebih dari tiga kali lipat yaitu dari 80 juta ha pada tahun 1950 menjadi 270 juta ha pada tahun 2000. Rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya konversi lahan sawah beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir, khususnya di pulau Jawa antara tahun 1978 – 1998 misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah sebesar satu juta ha (Irawan, 2004).Padahal kenyataannya sawah irigasi masih tetap merupakan sumber daya lahan yang terpenting dalam mendukung produksi padi. Pangsa areal panen sawah masih memberikan kontribusi sebesar sekitar 90 persen, sedangkan pangsa produksi berkisar 95 persen. Bila terjadi penurunan luas sawah irigasi yang tidak terkendali maka akan mengakibatkan turunnya kapasitas lahan sawah untuk produksi padi. Lebih dari itu jika proses degradasi kualitas jaringan irigasi terus berlanjut maka eksistensi lahan tersebut sebagai sawah sulit dipertahankan.Data empiris menunjukkan bahwa untuk mencapai pertumbuhan produksi padi sawah 4,78 persen (Tahun 2003 – 2007), dibutuhkan pertumbuhan luas lahan sawah sebesar 2,47 persen. Hal ini menunjukkan penambahan luas lahan sawah masih sangat dibutuhkan dalam peningkatan produksi padi (Munif, A 2009)Hal yang memprihatinkan dari program investasi publik dibidang irigasi, sawah irigasi yang terkonversi besar peluangnya adalah sawah yang baru direhabilitasi. Misalnya tidak lama setelah sistem irigasi Cisadane direhabilitasi dengan dana bantuan World Bank pada tahun 1970 an sebagian dari sawah irigasinya dikonversi menjadi lapangan terbang. Demikian pula perluasan perkotaan dan industri mengkonversi sawah – sawah irigasi di pinggir wilayah perkotaan.Rehabilitasi irigasi dianggap yang paling berhasil menunjang peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi walaupun ada kecendrungan terjadinya peningkatan pengeluaran pembiayaan persatuan luas yang cukup menonjol dan menjadi lebih singkatnya daur ulang rehabilitasi irigasi.Masyarakat yang tergantung pada irigasi untuk penghidupannya, seluruhnya ditata dalam hubungan dengan sistem distribusi dan pengaturan air. Hal ini menunjukkan bahwa pengadaan proyek irigasi adalah salah satu upaya penting guna membangun masyarakat desa yang menggantungkan harapan penghidupannya dari hasil sektor pertanian. Keberadaan penyediaan air yang cukup tidak hanya memperluas pembukaan areal persawahan tetapi sekaligus

Page 3: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

meningkatkan intensitas pertanaman dari satu kali dalam setahun menjadi dua kali dalam setahun. Selain itu potensi air yang tersedia akan dapat meningkatkan penganekaragaman hasil pertanian. Peningkatan produksi pertanian sebagai hasil penyediaan air yang cukup juga akan mempengaruhi faktor – faktor produksi yang lain, sekaligus diharapkan akan memotivasi anggota masyarakat untuk bersedia membayar kewajibannya atas jasa pelayanan air yang diterimanya.Pembangunan irigasi merupakan suatu kerniscayaan dan keharusan yang tidak dapat ditolak bagi pembangunan pertanian dan ketahanan pangan apapun ideologinya, karena kerusakan irigasi adalah lonceng kematian bagi kedaulatan pangan.

Jenis Irigasi

Irigasi PermukaanIrigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Di sini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier. Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu.

Irigasi LokalSistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal.

Irigasi dengan PenyemprotanPenyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.Irigasi Tradisional dengan EmberDi sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.

Irigasi Pompa AirAir diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.

Sumber: Teknologi Hemat Air Di Lahan Sawah IrigasiHakcipta © 2011 . Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara.Jl. Prof. Muh. Yamin No. 89 Kendari 93114, Indonesia. Telp. (0401) 312571, Fax. (0401) 313180, e-mail: [email protected]

Page 4: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

Padi adalah tanaman unik karena mampu tumbuh di dalam kondisi hidrologi, jenis tanah, iklim yang berbeda, dan satu satunya tanaman serealia yang tumbuh di lahan basah. Ancaman serius yang dihadapi budidaya padi adalah semakin menurunnya ketersediaan air. Penyebab penurunan ketersediaan air bervariasi dan bersifat spesifik namun umumnya terjadi penurunaan kualitas dan sumber air, tidak berfungsinya sistem irigasi dan meningkatnya kompetisi kebutuhan air misalnya untuk perumahan dan industri. Hal tersebut menjadi ancaman bagi ketersediaan pangan yang berkelanjutan, padahal praktek pengelolaan air lahan sawah di tingkat petani umumnya dilakukan penggenangan secara terus menerus, oleh karena itu diperlukan pengelolaan air diantaranya dengan menerapkan teknologi hemat air. Prinsip teknologi hemat air adalah mengurangi aliran yang tidak produktif seperti rembesan, perkolasi, dan evaporasi, serta memelihara aliran transpirasi. Hal tersebut bisa dilaksanakan mulai saat persiapan lahan, tanam, dan selama pertumbuhan tanaman. Salah satu alternatif teknologi dalam pengelolaan air (water management) adalah alternate wetting and drying (AWD) atau pengairan basah kering (PBK). Teknologi ini telah diadaptasi di negara-negara penghasil padi seperti China, India, Philipina, dan Indonesia. Secara umum, penggunaan teknologi ini tidak menyebabkan penurunan hasil yang signifikan dan dapat meningkatkan produktivitas air.

Prinsif Pengairan Basah Kering Prinsif dari penerapan PBK adalah memonitor kedalaman air dengan menggunakan alat bantu berupa pipa. Setelah lahan sawah diairi, kedalaman air akan menurun secara gradual. Ketika kedalaman air mencapai 15 cm di bawah permukaan tanah, lahan sawah kembali diairi sampai ketinggian sekitar 5 cm. Pada waktu tanaman padi berbunga, tinggi genangan air dipertahankan 5 cm untuk menghindari stress air yang berpotensi menurunkan hasil. Batas kedalaman air 15 cm ini dikenal dengan PBK aman (safe AWD) yang bermakna bahwa kedalaman air sampai batas tersebut tidak akan menyebabkan penurunan hasil yang signifikan karena akar tanaman padi masih mampu menyerap air dari zona perakaran. Setelah itu, pada fase pengisian dan pemasakan, PBK dapat dilakukan kembali. Apabila terdapat banyak gulma pada saat awal pertumbuhan, PBK dapat ditunda 2 sampai 3 minggu sampai gulma dapat ditekan.

Manfaat pengairan berselang dan metode basah kering 1. Bersinergi dengan pemupukan, karena serapan hara tinggi terjadi pada

kondisi tanah basah-kering 2. Dapat menekan keracunan tanaman akibat akumulasi besi (Fe) dalam

tanah 3. Apabila dikombinasikan dengan pengendalian gulma menggunakan cara

manual (gasrok/landak) dan pemupukan, maka pupuk dapat bercampur dengan tanah sehingga pemakaiannnya lebih efisien.

4. Menghambat perkembangan hama (penggerek batang, wereng coklat, keong mas), dan penyakit (busuk batang dan busuk pelepah daun).

Page 5: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

5. Tanaman padi lebih tahan rebah karena sistem perakaran yang lebih dalam.

Pipa berlubang sebagai alat bantu Pipa paralon (PVC) bisa digunakan sebagai alat teknologi PBK untuk mengamati air di bawah permukaan. Pipa bisa diganti dengan bahan lain seperti bambu atau bahan lainnya. Banyaknya alat yang diperlukan tergantung pada tofografi lahan, satu alat bisa mewakili luasan 500 m2, sedangkan pada kemiringan 3 – 5% satu unit alat mewakili 100 m2. Pipa berukuran 35 cm dibenamkan sedalam 20 cm, sehingga tinggi pipa dari permukaan tanah adalah 15 cm, kemudian tanah di dalam pipa dikeluarkan. Untuk tahapan pengkajian atau uji coba, petani memonitor/mengukur kedalaman air di dalam pipa setiap interval waktu 2 hari dan melakukan teknik basah kering (pengairan lahan sawah) sesuai dengan prinsif PBK. Setelah petani percaya PBK tidak menurunkan hasil secara nyata, pipa yang dibenamkan cukup 15 cm sesuai dengan PBK aman dan tidak perlu lagi mengukur dengan mistar. Petani pun bisa mencoba mengubah batas PBK aman yakni dengan menambah batas kedalaman muka air untuk diairi misalnya 20 cm, 25 cm, dan 30 cm.

Produktivitas Padi Sawah

Dalam upaya meningkatkan produktivitas pemerintah membuat kebijaksanaan perangsang berproduksi, yaitu dengan kebijakan harga dan non harga. Kebijakan harga seperti penetapan harga dasar yang dimaksudkan untuk merangsang petani melakukan usaha taninyadengan baik. Sedangkan kebijaksanaan non harga yaitu dengan membangun Koperasi Unit Desa (KUD) atau kios – kios saprodi di sentra – sentraproduksi atau dekat dengan tempat tinggal petani agar sarana produksi seperti pupuk, bibit dan obat – obatan (pestisida) lebih cepat tersedia pada saat dibutuhkan serta memudahkan petani untuk memasarkan produksinya. Tersedianya sarana atau faktor produksi atau input belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi. Namun bagaimana petani melakukan usaha taninya secara efisien adalah upaya yang sangat penting.Secara umum produktivitas dipengaruhi oleh kendala biologi dan kendala sosial ekonomi. Kendala biologi yaitu disebabkan perbedaan varitas, adanya tumbuhan pengganggu, serangan hama dan penyakit, perbedaan kesuburan tanah dan sebagainya. Kendala sosial ekonomi yaitu perbedaan besarnya biaya dan penerimaan usaha tani, kurangnya biaya usaha tani yang diperoleh dari kredit, harga produksi, kebiasaan dan sikap, kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, adanya faktor ketidakpastian, resiko berusaha tani dan sebagainya.Terjadinya kendala biologi dan kendala sosial ekonomi, seringkali berlainan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Jadi sifatnya sangat lokal dan

Page 6: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

spesifik atau sangat kondisional sekali. Pertama di dataran tinggi akan berbeda dengan situasi pertanian didataran rendah dan pertanian didaerah pasang surut akan berbeda dengan pertanian di daerah persawahan.

Model PTT: Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya TerpaduPeningkatan Hasil Padi Sawah Irigasi dengan Pendekatan Model

Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu

Pengembangan model PTT padi telah dilakukan Desa Jenggik Utara, Kecamatan Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur pada MH 2006/2007. Model pengembangan PTT padi sawah irigasi melibatkan petani setempat yang sekaligus menjadi pelaksana atau petani looperator. Setelah permasalahan dilapangan dikumpulkan dan kebiasaan petani dievaluasi secara mendalam, maka disusun model teknologi yang akan dikembangkan. Pengembangan demplot PTT padisawah irigasi pada luasan 5,60 ha yang melibatkan 10 petani pemilik penggarap dan hanya penggarap. Dengan introduksi teknologi baru seperti : Varietas unggul, teknik pengendalian hama dan penyakit secara terpadui (PHT) dan teknik budidaya lainnya yang lebih efisien diharapkan selain ada peningkatan produksi juga akan meningkatkan kesejahteraan petani lahan sawah irigasi. Varietas yang digunakan sesuai dengan pilihan petani yang dianggap baik diantaranya adalah : Situ Bagendit, Kalimas, Cigeulis, Ciherang, Cibogo, Mekongga, Cimelati, Tukad Unda, Cilosari Ciliwung, Merawu dan Aek Sibundong, serta beberapa galur harapan termasuk galur Hibrida H 57. Jarak tanam yang diperkenalkan adalah sistem tegel 20 cm x 20 cm, dan Legowo 2 : 1 ( 40 x 20 x 10) cm, ditanam 2-3 bibit per lubang tanam. Pupuk kandang dengan takaran sebanyak 2 t/ha diberikan dua minggu sebelum tanam. Pemberian pupuk pertama 10 HST berupa 50 kg/ha urea bersamaan dengan 100 kg/ha SP 36 dan 50 kg KCL/ha dengan cara disebar rata. Satu minggu setelah pemberian pupuk pertama diadakan pembacaan bagan warna daun (BWD/LCC). Satu minggu setelah pemupukan pertama dilakukan pengamatan warna daun dengan alat BWD pada 10 daun teratas yang telah membuka penuh secara acak, bila telah mencapai rata-rata kurang dari skala 4 perlu dilakukan tambahan pupuk urea lagi dengan takaran 75 kg/ha. Pengendalian gulma dilaskukan dua kali pada umur 15 dan 30 HST dan pengendalian hama dan penyakit berdasarkan konsep PHT.Topik khusus yang dibahas oleh pemandu atau nara sumber disesuaikan dengan tahapan integrasi komponen teknologi. Pemandu SLPHT adalah pengamat hama atau tenaga lainnya yang telah mendapatkan pelatihan sebagai pemandu SLPHT. Narasumber utamanya adalah peneliti dari BPTP-NTB dan BB-Padi. Kegiatan sekolah lapang berlangsung dan diikuti oleh 20 orang peserta petani kooperator serta berpartisifasi aktif. Pada pertemuan dilakukan kegiatan belajar yang meliputi : 1) mengalami melalui pengamatan sendiri di sawah, 2) mengungkapkan apa yang dilihat dengan menggambar ekosistem, 3) menganalisa dengan mendiskusikan apa yang ditemukan, 4) Mengumpulkan

Page 7: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

atau mengambil keputusan apa yang diperlukan dengan kondisi pertanaman saat ini, dan 5) menerapkan hasil pemahaman di lahan masing-masing. Pada saat pertemuan langsung diinformasikan teknologi yang berhubungan dengan PTT padi sawah irigasi maupun sawah tadah hujan.Kondisi pertanaman sampai saat ini di Desa Jenggik Utara, Kecamatan Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur sudah memasuki umur 30 HST, secara umum pertanaman di lapangan menampilkan pertanaman hijau merata dan lebih nampak pada model perlakuan sistem tanam legowo maupun tandur jajar sistem tegel.

EFISIENSI PRODUKSI SISTEM USAHATANI PADI SAWAH IRIGASI TEKNIS

Penelitian efisiensi produksi sistem usahatani padi sawah telah dilakukan di lahan sawah irigasi teknis di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan kondisi agroekosistem (AEZ) yang berlangsung dari bulan Juli hingga Nopember 2005. Penelitian bertujuan untuk mengetahui rasionalitas petani di dalam menggunakan faktor produksi. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dengan menggunakan regresi linear berganda, dilanjutkan dengan uji efisiensi alokatif. Hasil analisis fungsi produksi menunjukkan bahwa luas panen, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh positip terhadap produksi padi sawah dimana peningkatan produksi masih bisa dicapai dengan penambahan ketiga faktor produksi tersebut. Hasil uji efisiensi alokatif menunjukkan bahwa untuk mendapatkan pendapatan yang maksimal petani perlu mengurangi penggunaan pupuk SP-36. Oleh karena itu untuk mencapai produksi yang optimal dan keuntungan maksimal maka perlu memperluas areal panen, penambahan pestisida dan tenaga kerja serta mengurangi jumlah pupuk SP-36.

Pendahuluan

Program peningkatan ketahanan pangan diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di dalam negeri dari produksi pangan nasional. Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah melalui kegiatan pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu intensifikasi serta optimalisasi dan perluasan areal pertanian. Salah satu bahan pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya tercukupi sepanjang tahun adalah beras yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Sumber daya lahan di Sulawesi Tenggara masih sangat berpotensi untuk pengembangan pertanian. Menurut laporan BPS Sulawesi Tenggara (2005), luas lahan sawah adalah 90.730 ha yang tersebar di 10 kabupaten, sedangkan lahan tegalan/kebun seluas 1.196 ha dan lahan yang sementara tidak diusahakan seluas 281.692 ha.

Page 8: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

Khusus untuk lahan sawah yang menurut jenis pengairannya diketahui bahwa lahan sawah yang paling banyak adalah lahan sawah berpengairan, yaitu seluas 70.786 ha atau 78,02 persen dari total lahan sawah.Dari luasan tersebut lahan sawah mempunyai peranan yang strategis dalam penyediaan program ketahanan pangan, penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan petani. Pengembangan padi sawah semakin meningkat terkait dengan kebutuhan konsumsi beras dan meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu titik berat perbaikan sumberdaya lahan sawah banyak diperuntukkan untuk pemacuan peningkatan produktivitas. Menurut laporan Dinas Petanian Sulawesi Tenggara (2005), produktivitas padi sawah selama 5 tahun terakhir (2001 – 2005) sebesar 3,72 t/ha dengan rata-rata peningkatan 0,14 persen per tahun. Nilai produktivitas ini masih tergolong rendah dan masih berpeluang untuk ditingkatkan karena berdasarkan hasil penelitian Idris et al., (2004) menunjukkan bahwa beberapa varietas padi sawah di Sulawesi Tenggara dengan menerapkan teknologi dapat memberikan hasil 4 – 6 t/ha, dan Suharno et al., (2000) melaporkan bahwa melalui perbaikan teknologi budidaya seperti pemupukan, waktu tanam yang tepat dan pengendalian jasad pengganggu, hasil padi sawah dengan menanam varietas unggul dapat mencapai 4,4 – 7,2 ton/ha. Perbedaan hasil antara hasil penelitian dengan produksi di tingkat petani disebabkan oleh penggunaan benih yang bermutu rendah, teknologi yang belum sesuai anjuran dan adanya faktor pembatas lahan yaitu tingkat kesuburan yang rendah. Hal ini seperti dilaporkan oleh Mustaha et al., (2002) bahwa ketersediaan hara pada sebagian besar lahan pertanian di Sulawesi Tenggara berada pada kategori rendah hingga sangat rendah. Selain itu jenis tanah Podsolik Merah Kuning yang memiliki karakteristik kandungan unsur hara makro (N, P dan K) rendah, kandungan unsur mikro (Al dan Fe) yang tinggi, reaksi tanah yang masam, kandungan bahan organik yang rendah, serta kandungan basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, Na dan K) yang rendah (Kartono, 2002).Berdasarkan potensi lahan sawah yang terluas adalah Kabupaten Konawe, yaitu 38.021 ha atau 41,91 persen dari luas lahan sawah Sulawesi Tenggara. Pengembangan padi sawah di Kecamatan Uepai merupakan salah satu kebijakan pemerintah daerah untuk mewujudkan sebagai lumbung pangan, khususnya beras di Kabupaten Konawe. Namun dengan berbagai keterbatasan daya dukung lahan dan teknologi di tingkat petani maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja petani didalam berusahatani padi sawah sehingga diperoleh gambaran tingkat efisiensi sarana produksi terhadap produksi padi sawah.

Untuk menganalisis efisiensi produksi maka terlebih dahulu dilakukan analisis faktor produksi yang mengikuti model fungsi produksi Cobb-Douglas. Bentuk matematis fungsi produksi padi sawah dinyatakan sebagai :

Ln Y = ln a + α1 ln X1 + α2 ln X2 + α3 ln X3 + α4 lnX4 + α5 lnX5 + α6 lnX6 + α7 lnX7+ ε

Page 9: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

dengan :Y = produksi padi sawah (kg)X1 = jumlah benih (kg)X2 = luas panen (ha)X3 = pupuk Urea (kgX4 = pupuk SP-36 (kg)X5 = pupuk KCl (kg)X6 = pestisida (ml)X7 = tenaga kerja (HKP)

Untuk menganalisis efisiensi penggunaan sarana produksi dengan melakukan pengujian efisiensi alokatif atau efisiensi harga. Uji efisiensi harga telah digunakan oleh Malian et al., (1989) yang menganalisis efisiensi benih unggul kedelai di Jawa Tengah dan digunakan oleh Kadir et al., (2002) untuk menguji efisiensi faktor produksi usahatani kapas dan jagung di Sulawesi Selatan. Alokasi penggunaan sarana produksi dikatakan efisien apabila nilai marginal produk (NPMxi) sama dengan harga inputnya (Pxi), artinya alokasi sarana produksi telah mencapai titik optimal atau telah efisien. Ini juga berarti bahwa perbandingan antara nilai produk marginal dengan harga input pada titik kombinasi tersebut sama dengan satu (Widodo, 1989). Secara matematis efisiensi alokatif dituliskan sebagai berikut :

NPMxi = Pxi atau NPMxi/Pxi = 1 = ki

Apabila ki = 1 berarti penggunaan input efisien, ki > 1 penggunaan input belum efisien dan masih perlu ditambah, sedangkan bila ki < 1 penggunaan input sudah tidak efisien dan perlu dikurangi.

Penerapan Teknologi Usahatani

1. Pengolahan TanahPengolahan tanah merupakan salah satu tahap penyiapan media tumbuh bagi tanaman. Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna dengan menggunakan traktor diolah 3 kali hingga kondisi tanah siap tanam, yaitu bajak satu kali, kemudian digaru dan diratakan. Pengolahan tanah dilakukan antara bulan Juli – Agustus.

2. PesemaianBenih disiapkan untuk menjadi bibit biasanya diambil dari hasil panen sebelumnya sehingga lama penyimpanan benih antara 1 – 2 bulan. Untuk mematahkan masa dormansi benih direndam selama satu malam kemudian diangin-anginkan selama 24 jam, kemudian benih dihambur di pesemaian. Setelah bibit berumur 15 hari, dicabut dan diikat, akar bibit dicuci sehingga air dan lumpur di perakaran terbuang untuk mempermudah penanaman. Luas

Page 10: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

pesemaian antara 20 m2 – 200 m2 sesuai dengan luas lahan yang akan ditanami.

3. Penanaman BibitPetani melakukan penanaman dengan menggunakan sistem tanam pindah (tapin) dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Cara menanam bibit dari pesemaian dengan cara mencaplak atau mengajir dan rata-rata bibit padi ditanam sebanyak 3-4 batang per rumpun. Penanaman dilakukan dimana kondisi tanah macak-macak. Pada MK 2005 penanaman padi dilakukan pada bulan Agustus.

4. PemupukanSemua responden petani padi sawah melakukan pemupukan dengan pupuk buatan terutama pupuk Urea dan SP-36. Dalam hal pengadaan pupuk dikelola oleh kelompok tani, ada petani yang membayar langsung, namun ada pula petani yang membayar pada saat panen. Dilihat dari jumlah takaran pupuk masih beragam, yakni dari 66,67 – 333,33 kg/ha Urea atau rata-rata 209,50 kg/ha, SP-36 antara 0 – 133,33 kg/ha atau rata-rata 76,60 kg/ha, sedangkan KCl hanya 10 persen petani responden menggunakan pupuk KCl dengan dosis antara 62,5 – 66,67 kg/ha sedangkan 90 persen responden tidak menggunakan pupuk KCl. Aplikasi pemberian pupuk pada umumnya pupuk Urea diberikan dua kali, sedangkan pupuk yang lain diberikan satu kali. Waktu pemupukan pertama pada saat tanaman berumur 15 – 25 HST dan pemupukan kedua pada 40 – 45 HST. Cara pemberian pupuk dilakukan dengan cara menghambur diantara barisan tanaman.

5. Penggunaan PestisidaKegiatan pengendalian organisme pengganggu tanaman dalam usahatani padi sawah merupakan salah satu faktor penentu untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Jenis hama yang ditemui di areal pertanaman padi sawah pada MK 2005 adalah ulat grayak dan walang sangit, namun tingkat serangan kedua hama tersebut belum melampaui batas ambang kendali.

Fungsi Produksi Padi SawahHasil analisis regresi fungsi produksi usahatanu padi sawah di Kecamatan Uepai diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) yang cukup besar, yaitu 0,9123. Nilai koefisien tersebut berarti 91,23 persen produksi padi sawah dipengaruhi oleh variabel-variabel dalam model yang meliputi luas panen, jumlah benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja, sedangkan 8,77 persen dipengaruhi oleh faktor lain di luar model seperti curah hujan, kelembaban, suhu udara dan sebagainya.

Sarana produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi adalah luas panen, pestisida dan tenaga kerja, sedangkan benih dan pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi. Dalam fungsi produksi Cobb- Douglas koefisien regresi merupakan elastisitas dari setiap faktor produksi terhadap hasil. Hasil estimasi koefisien regresi luas panen adalah 0,4998, hal ini

Page 11: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

berarti apabila areal panen bertambah 10 persen maka produksi padi meningkat 4,998 persen, demikian pula sebaliknya apabila luas panen berkurang 10 persen maka produksi akan menurun 4,391 persen. Rata-rata produksi padi sawah pada MK 2005 sebesar 3,420 ton yang diperoleh dari luasan 0,729 ha atau produktivitas 4,69 /ha.Produksi padi sawah di Kecamatan Uepai pada MK 2005 tidak dipengaruhi oleh banyaknya benih yang ditanam. Rata-rata benih yang digunakan petani sebanyak 48,84 kg atau 67 kg/ha yang melebihi kebutuhan benih padi untuk keperluan satu hektar, yaitu 25 – 30 kg/ha. Berlebihnya jumlah benih tersebut dikarenakan benih disemaikan terlebih dahulu hingga menjadi bibit. Setelah berumur 15 hari bibit dipindahkan ke pertanaman. Dengan demikian tanaman yang tumbuh berasal dari bibit yang terseleksi sehingga secara statistik jumlah benih tidak pempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi padi.Demikian pula pupuk yang diberikan tidak berbeda nyata terhadap produksi, artinya penambahan atau pengurangan pupuk tidak bermakna, namun hal ini bukan berarti bahwa tanaman tidak memerlukan tambahan unsur hara bagi pertumbuhannya. Pupuk yang digunakan oleh petani pada setiap musim tanam lebih banyak dari jenis Urea dan SP-36 dengan dosis masing-masing 209,5 kg/ha dan 76,6 kg/ha. Tidak berpengaruhnya pupuk Urea terhadap produksi padi sawah diduga oleh sifat pupuk Urea yang mudah terurai baik oleh penguapan maupun pencucian walaupun dosis yang diberikan telah melampaui dosis anjuran namun waktu pemberian masih kurang tepat sehingga tanaman tidak opimal merespon unsur N. Demikian pula pupuk SP-36 dan KCl yang jumlahnya masih dibawah anjuran sehingga ketersediaan unsur P2O5 dan K2O yang tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman. Hal ini senada dengan pendapat Suwalan et al., (2004) bahwa respon tanaman terhadap pemberian pupuk akan meningkat apabila pupuk yang digunakan tepat jenis, dosis, waktu dan cara pemberian. Serangan hama yang ditemui di lapangan adalah hama walang sangit, ulat grayak dan ulat tentara. Tingkat serangan dari ketiga hama tersebut masih dibawah batas ambang ekonomi, namun sebagai tindakan pencegahan agar serangan tidak semakin meluas peani melakukan penyemproan dengan pestisida. Jenis pestisida yang digunakan adalah Lansette dan Matador dengan rata-rata dosis 1,16 l/ha. Perlakuan ini ternyata berpengaruh positip terhadap upaya penyelamatan produksi, sehingga petani masih bisa mengintensifkan penyemprotan bila terjadi serangan yang lebih berat.Pada usahatani padi sawah, tenaga kerja digunakan dari saat pengolahan tanah hingga pasca panen. Jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam satu musim rata-rata 57,74 hari setara pria (HKP). Hasil estimasi koefisien regresi dari tenaga kerja sebesar 0,5123 dan berpengaruh positip terhadap produksi, artinya produksi padi akan meningkat 5,123 persen apabila ada penambahan tenaga kerja sebanyak 10 persen. Hal ini menyebabkan pengelolaan usahatani akan semakin intensif dengan penambahan curahan tenaga kerja di dalam proses produksi.

Page 12: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

Efisiensi Penggunaan Sarana ProduksiDalam kegiatan usahatani sering ditemui banyak petani melakukan aktivitas kegiatan usahatani berdasarkan kebiasaan dan pengalaman semata sehingga rasionalitas sering terabaikan. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya beberapa permasalahan di lingkungan petani, seperti keterbatasan modal dan sulitnya memperoleh sarana produksi sehingga mempengaruhi petani di dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu untuk melihat rasionalitas petani didalam berusahatani dalam upaya meningkatkan pendapatan maka dilakukan uji efisiensi alokasi penggunaan sarana produksi.

Penggunaan benih, pupuk Urea dan KCl, pestisida serta tenaga kerja telah mencapai optimal. Di lokasi sawah ini, penggunaan pupuk SP-36 sebanyak 76,60 kg/ha perlu dikurangi walaupun jumlahnya masih dibawah anjuran yaitu 100 – 150 kg/ha untuk mencapai efisien. Dilihat dari sisi ekonomi, harga pupuk SP-36 di tingkat petani mencapai Rp 1.550/kg sehingga dengan mengurangi alokasi biaya pembelian pupuk maka tingkat pendapatan petani akan mengalami peningkatan.

Dari uraian di atas dapat diabstraksikan hal-hal berikut :

1. Secara teknis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah adalah luas panen, pestisida dan tenaga kerja. Ketiga faktor produksi tersebut masih bisa dinaikkan jumlahnya untuk meningkatkan produksi.

2. Secara ekonomis efisiensi produksi dalam usahatani padi di lahan sawah irigasi belum optimal. Pencapaian efisien masih dimungkinkan dengan mengurangi penggunaan pupuk SP-36 untuk menambah pendapatan.

3. Dengan adanya beberapa faktor produksi terutama pupuk yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi maka disarankan untuk melakukan percobaan dengan menggunakan dosis sesuai dengan acuan rekomendasi untuk melihat potensi hasil padi sawah di lahan irigasi.

Page 13: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

PENGEMBANGAN PRIMA TANI BERBASIS LAHAN SAWAH IRIGASI

PELAKSANAAN PRIMA TANI

1.1. Proses Implementasi Pelaksanaan Prima Tani

1.1.1. Pemilihan lokasi Contoh

Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) merupakan sentra produksi beras di provinsi Sulawesi Utara. Atas arahan Pemda Bolmong, kegiatan Prima Tani dilaksanakan di desa Cempaka kecamatan Sang Tombolang, dengan komoditas unggulan padi sawah, yang didukung sarana irigasi Bendung Ayong desa Cempaka, berjarak 10 km dari pusat kecamatan dan kantor BPP, 100 km dari ibu kota kabupaten Kotamobagu dan 205 km dari ibu kota provinsi Manado. Jumlah penduduk desa Cempaka 501 jiwa, terdiri dari 127 KK. Letak geografis pada titik ordinat 0˚48’45” - 0˚50’00” Lintang Utara dan 123˚52’55”- 123˚54’10” Bujur Timur (Gambar 1). Luas wilayah desa berdasarkan pengukur digital adalah 430 ha dengan elevasi 15 – 359 m dpl, sebesar 84% luas areal adalah sawah, tegalan dan kebun 12%

1.1.2. Organisasi pelaksana dan jaringan kerjasamaOrganisasi pelaksana Prima Tani di tingkat provinsi Sulut sudah terbentuk melalui Kep. Gubernur Sulut No : 22 Tahun 2006, akan tetapi belum ditindaklanjuti dengan pembuatan tupoksi. Organisai pelaksana di tingkat Kabupaten Bolmong, walaupun draf Kep. Bupati sudah diusulkan sejak Juni 2007. Sekalipun demikian Dinas Praskim Sulut sudah menyusun program perbaikan jalan pertanian di desa Cempada 2008, Dinas Pengairan Sulut menyusun rehabilitasi saluran primer bendung Ayong 2008, Dinas Pengairan Bolmong merehabilitasi saluran sekunder bendung Ayong 2007. Dinas Pertanian Bolmong memberikan alat rontok padi 2007, dan BPP Sang Tombolang yang operasional di desa Primatani 2007.

1.1.3. Pemilihan komoditas unggulanKomoditas unggulan di Lab Agribisnis Cempaka adalah padi sawah. Penetuan komoditas unggulan ini mengacu pada komoditas unggulan Kabupaten Bolmong, arahan Pemda Bolmong, hasil PRA dan hasil analisis sumberdaya lahan dan air, yang dikerjakan bersama antara BPTP, Balitklimat, Balitnak, dan Puslitbangtan. Komoditas penunjang semangka, kakao, ternak sapi.

1.1.4. Perumusan inovasi teknologi dan kelembagaanPerumusan inovasi teknologi dan kelembagaan yang dituangkan dalam rancang bangun lab agribisnis disusun atas kerja sama BPTP, pemandu teknologi dari Puslitbangtan, Penyelia dari PSE, dan disosialisasikan kepada Pemda Bolmong untuk mendapatkan umpan balik. Dasar-dasar penyusunan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan adalah hasil PRA dan analisis SDL, umpan balik

Page 14: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

stakeholder dan petani, kebijakan Pemda, ketersediaan teknologi pada tingkat Balai dan Puslit.

1.1.5. Pembentukan Klinik AgribisnisKlinik Agribisnis yang diketuai oleh petugas PPL setempat belum ada topoksi dan belum berjalan efektif (dibangun sejak akhir Agustus 2007), namun peran dan fungsinya sudah berjalan pada Juni 2007. Hal ini disebabkan karena adanya Posko Primatani yang dimulai pada akhir Mei 2007 di mana para peneliti, penyuluh dan teknisi litkayasa mulai menginap di lokasi. Semenjak itu setiap hari banyak petani yang datang berdiskusi tentang permasalahan lapang, terutama padi sawah. Di tempat ini juga kebanyakan pelatihan dan pertemuan petani diadakan.

1.1.6. Pengembangan dan fungsi laboratorium agribisnisDari aspek diseminasi, dalam jangka pendek lahan-lahan percontohan ini tidak saja menjadi sekolah lapang bagi petani kooperator, tetapi kenyataannya juga menjadi show window bagi banyak petani lainnya, baik dari dalam desa maupun luar desa Cempaka. Tampilan fisik tanaman padi percontohan, baik pada fase vegetatif mapupun generatif yang jauh lebih unggul dari pada di luar percontohan, menjadikan daya tarik tersendiri bagi petani. Fenomena yang sama juga nampak pada plot-plot penangkaran benih padi unggul yang disamping tertata sangat apik juga tampilan fisik yang eksklusif, sehingga sebelum panen sudah banyak petani yang memesan benih.

Kelembagaan agribisnis yang diintroduksi dan dikembangkan masih terbatas pada Klinik Agribisnis sebagai lembaga inovasi dan kelembagaan Penangkar Benih padi unggul sebagai salah satu kelembagaan input. Sekalipun ke dua kelembagaan ini merupakan inovasi introduksi, namun demikian sejak mulai dibangun sampai saat ini terasa besar manfaatnya bagi petani. Sebagai desa yang terisolasi secara geografis dan administratif, kehadiran klinik agribisnis dan lembaga penangkar benih membuat akses petani terhadap beberapa teknologi dan informasi menjadi terbuka lebar dan peluang adopsi inovasi teknologi menjadi besar.

1.1.7. Pengembangan sumberdaya petani/kelompokBerdasarkan hasil PRA di Cempaka maka jumlah kelompok tani di Cempaka adalah 5 kelompok. Dari ke lima kelompok tersebut kenyataannya tidak aktif. Pembinaan kelompok tani difasilitasi BPPK Sang Tombolang melalaui PPL setempat. Nara sumber pembina adalah penyuluh BPTP dan PPL setempat. Pelatihan petani meliputi pendekatan PTT padi sawah irigasi, teknologi budidaya semangka, teknologi menangkar benih padi, Kelembagaan penangkar benih padi, Kelembagaan Klinik Agribisnis. Dari ke 5 kelompok yang ada, terdapat satu kelompok yang sudah mulai beraktifitas kembali. Kebanyakan petani tidak tertarik dengan kelompok tani akibat masalah-masalah internal kelompok di masa lalu.

Page 15: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

1.2. Peluang Keberhasilan

1.2.1. InternalSampai saat ini Puslitbangtan, Puslitbangnak, dan Puslitbang Sosek berpatrisipasi secara langsung maupun secara tidak langsung melalui media cetak dalam sosialisasi inovasi teknologi. Puslitanak terlibat langsung dalam kegiatan analisis sumberdaya lahan dan air.

1.2.2. EksternalDukungan instansi terkait pada tahun pertama Prima Tani (2007) memang belum signifikan. Pada tahun 2007 beberapa instansi pendukung meliputi Dinas Pertanian dan Peternakan Bolmong, Dinas Pengairan Bolmong, Dinas Pengairan Provinsi, Dinas Kimpraswil Sulut. Kesesuain inovasi PTT padi dengan kelembagaan agribisnis yang ada sekarang di Cempaka memang belum semuanya tepat dan menyebabkan respon petani masih kurang.Masalah kesulitan tenaga kerja, lemahnya kemampuan modal kerja, akses ke lembaga keuangan dan lembaga input yang sulit menyebabkan respon terhadap inovasi baru melemah.

1.2.3. Pengembangan jaringan kerja sama (internal dan eksternal)Untuk usahatani komoditas padi, fungsi kelembagan keuangan, kelembagaan pasar input, kelembagaan pasca panen dan kelembagaan pasar output diperanan tunggal pengusaha swasta yang berodal besar dan mampu membuka akses ke luar. Beberapa komoditas penunjang sperti kelapa, kakao, semangka dan lain-lain petani memang sudah membangun akses ke luar sebelum Prima Tani dan tidak tergantung pedagang input.

1.3.Kinerja Prima Tani

1.3.1. Pembentukan/Penguatan kelembagaan tingkat pedesaanLaboratorium Agribisnis desa Cempaka, walaupun masih belum mendekati AIP, namun akses informasi dan pengetahuan masyarakat tentang informasi teknologi cukup meningkat. Hal ini disebabkan banyak informasi teknologi yang dipercepat sampai ke petani. Klinik Agribisnis sebagai tempat konsultasi dan pelatihan petani, dan inovasi penangkar benih padi. Kelembagaan / pasar input, pasar output, serta modal kerja secara eksisting masih ditangani tunggal pengsuaha yang belum tentu berpola pikir saling ketergantungan karena bunga kredit yang kurang transparan kepada petani. Beberapa kelembagaan yang berprospek untuk dikembangkan pada tingkatkelompok tani adalah Lembaga Kredit Mikro, dan lembaga tenaga kerja sesuai kebutuhan lapangan.

1.3.2. Terpilihnya komoditas dan teknologi unggulanKomoditas unggulan di desa Cempaka adalah padi sawah, sedangkan komoditas penunjang adalah tanaman semusim semangka, jagung, dan kacang

Page 16: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

hijau dan tanaman tahunan kelapa dan kakao. Ternak yang dapat diintegrasikan dengan tanaman unggulan adalah ternak sapi.Terpilihnya padi sebagai komoditas unggulan adalah atas dasar bahwa sekitar 84% potensi lahan adalah sawah, lahan kering hanya sekitar 10% yang umumnya merupakan pertanian terpadu antara kelapa dan kakao dan jagung. Pemilihan komoditas ungulan juga adalah berdasarkan hasil analisis sumberdaya lahan dan air, dan berdasarkan hasil PRA.

1.3.3. Sinergi program antara Prima Tani dan program pemda dan pemangku kepentingan yang lain.Pengembangan Primatani berbasis sawah irigasi di Cempaka secara langsung telah mendukung program Pemda. Walaupun dukungan sharing dana antara BPTP dengan Pemda Bolmong masih tergolong sedikit, namun sedikit-demi sedikit komitmen kerja sama semakin kuat.Selain dukungan instansi Dinas Pengairan Provinsi dan kabupaten, juga melalui Dinas Pertanian sudah mengalokasikan program pemberdayaan petani (P3TIP) untuk tahun 2008 di desa Cempaka. Adopsi pendekatan Prima tani oleh Pemda belum nampak, kecuali terhadap beberapa komponen inovasi teknologi padi sawah seperti varitas unggul baru, juga program perberdayaan petani (P3TIP) akan memanfaatkan beberapa inovasi ari Prima Tani.

1.3.4. DampakKegiatan Prima Tani di desa Cempaka dalam jangka pendek memang belum benar-benar menjadi ajang kunjungan bagi penyuluh, siswa dan mahasiswa serta petani-petani lua. Namun masyarakat petani desa Cempaka mulai dapat mengakses langsung beberapa inovasi baru, bahkan dapat kerkomunikasi langsung dengan sumber teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya.Dampak kegiatan Prima Tani terhadap peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga tani di Cempaka memang belum nampak, kecuali petani kooperator percontohan yang berhasil meningkatkan produksi gabah dari 3,5 t/ha sebelum kegiatan menjadi 5 t/ha setelah percontohan demikian pula petani adopter seluas hanya 4 ha mendapatkan hasil yang hampir mendekati 5 t/ha.

II. MASALAH DAN UPAYA PEMECAHANNYA

2.1. MasalahSubsistem rantai hulu : pasar input sangat terbatas, mahal, transaksi dikredit dengan ikatan tidak transparan. Ini mendorong petani enggan menggunakan input sesuai dengan kebutuhan dan tepat waktu. Akses ke lembaga keuangan pemerintah masih tertutup sehingga tetap bergantung pada pengusaha gilingan padi dengan bunga yang ditentukan sepihak. Dukungan instansi pemerintah terhambat oleh letak geografis desa Cempaka yang cukup terisolir.

Subsistem rantai proses : Sarana irigasi yang mengalami kerusakan selama sekitar 7 tahun menyebabkan pasokan air berkurang dan tidak menentu, pada

Page 17: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

musim panas hanya sekitar 20 % sawah ditanami. Kekurangan tenaga kerja menyulitkan adopsi inovasi PTT padi. SDM petani yang rata-rata tidak dapat baca – tulis menghambat diseminasi pola pelatihan yang menggunakan media cetak dan bahasa baku.Subsistem rantai hilir : Kelembagaan pasca panen untuk komoditas padi di desa Cempaka ditangani pengusaha gilingan padi sebanyak 5 unit. Kegiatan terdiri dari pengangkutan gabah dari sawah ke gudang, penjemuran, penyimpanan dan penggiligan padi menjadi beras. Semua tahapan berjalan lancar sperti tidak ada masalah. Namun subsistem hilir ini sebernarnya merupakan bentuk pengikatan pihak pengusaha hilir (lembaga input dan keuangan) terhadap petani.

2.2. Upaya PemecahannyaSubsistem rantai hulu : Upaya pemecahan untuk 2007 belum ada, biarkan berjalan, tetapi secara perlahan dimulai tahun 2008 dari salah satu kelompok memulai kegiatan kelembagaan kooperasi, disini perlu modal awal yang dikumpulkan petani atau distimulir dengan sitkapital dari Primatani.Subsistem rantai proses : Kerusakan sarana irigasi, upaya yang dilakukan adalah bermohon ke Pemda (delengkapi data dukung) dalam hal ini Dinas Pengairan Provinsi dan Kabupaten. Hasil sementara yang diperoleh bahwa rehabilitas saluran airigasi primer akan dimasukkan dalam program 2008 oleh Dinas Provinsi. Bahkan Dinas Pengairan Kabupaten pada tahun 2007 mengalokasikan dana perbaikan dan perawatan saluran sekunser. Kekurangan tenaga kerja akan mengintroduksi beberapa alat pertanian seperti atabela dan alat penyiang untuk mengurangi biara tenaga kerja manusia. Masalah SDM petani yang rata-rata tidak dapat baca – tulis akan berupaya menggunakan teknik penyuluhan peragaan lapangan, bahasa lisan, dan bahasa visual seperti poster dan foto-foto.

Subsistem rantai hilir : Upaya pemecahan untuk 2007 belum ada, biarkan berjalan, tetapi secara perlahan dimulai tahun 2008 dari salah satu kelompok memulai kegiatan kelembagaan kooperasi, disini perlu modal awal yang dikumpulkan petani atau distimulir dengan sitkapital dari Primatani.

Usahatani Terpadu untuk Sawah Irigasi

Menggabungkan usaha pertanian, perikanan dan peternakan dalam satu tempat kini bukan hal yang mustahil. Disamping mendatangkan pendapatan sampingan, penggabungan usaha tani terpadu yang berpijak pada pemanfaatan hubungan saling menguntungan antara satu sama lain ini (simbiosis mutualisme) juga memberikan dampak lingkungan yang positif bagi pertanian berkelanjutan. Hanya saja , mindazbesi ini baru bisa dilaksanakan pada sawah yang airnya lancar (irigasi). Mengusahakan beberapa macam komoditas dalam satu tempat bisa dilakukan dimana saja, termasuk diantaranya adalah pada sawah irigasi. Tidak sedikit petani kita yang memiliki lahan sawah yang mengandalkan pengairan dari irigasi

Page 18: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

tersebut. Daripada mengusahakan hanya satu komoditas saja, misalnya padi, mengapa tidak berfikir untuk menam-bah penghasilan dengan mengga-bungkan beberapa komoditas yang saling menunjang di dalam ekosistem sawah itu sendiri.

BPTP Malang-Jawa Timur telah menggagas suatu sistem usahatani terpadu yang dinamakan Mindazbesi. Dari namanya yang agak aneh itu, kita tentu bertanya-tanya seperti apa mindazbesi itu. Mindazbesi merupakan kependekkan dari mina – padi – azolla- bebek dan sapi. Usahatani terpadu mindazbesi yang menggabungkan beberapa komoditas dalam satu ekosistem sawah irigasi yang melibatkan padi, ikan, azolla, serta ternak ini dilatar belakangi dari besarnya potensi lahan sawah irigasi terutama dari ketersediaan air yang terjamin selama pertumbuhan tanaman. Mengapa harus mindazbesi? Konsep mindazbesi ini lebih didasarkan pada pemikiran untuk mengelola secara optimal sawah yang terjamin perairannya dengan memadukan intensifikasi dan diversifikasi yang mana antar bagian yaitu padi, azolla, ikan, bebek dan padi memiliki hubungan/keterkaitan yang saling menguntungkan satu sama lain. Adanya bebek dan sapi dalam pertanaman minapadi-azolla yang bersifat saling melengkapi (komplementer) ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani, gizi masyarakat dan distribusi tenaga kerja secara merata dan yang paling penting adalah penerapan teknologi yang ramah lingkungan (sustainable farming).

Keunggulan Usahatani Terpadu

Penggabungan beberapa jenis komoditas dalam ekosistem sawah irigasi yang memiliki hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) ini tidak hanya memberikan keuntungan pada ekosistem itu sendiri namun juga keuntungan bagi petani yang mengusahakannya, yaitu : dapat meningkatkan pendapatan dan pemenuhan karbohidrat serta protein hewani. Dengan mengusahakan padi, sekaligus ikan, azolla, bebek dan itik ini tentu saja memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan bila kita hanya mengusahakan satu komoditas saja. Pengusahaan tanaman padi tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan semata namun juga untuk memenuhi kebutuhan pangan sebagai sumber karbohidrat. Sedangkan adanya ikan dan bebek ini secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi sumber protein hewani.

Mengapa demikian? Karena dengan adanya kotoran yang berasal dari bebek sapi serta ikan menjadi pupuk organik yang selain dibutuhkan tanaman padi juga dapat memperbaiki sifat fisik maupun kimia tanahnya. Kotoran yang dihasilkan oleh bebek maupun sapi dapat dimanfaatkan sebagai media makanan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang menjadi makanan alami ikan. Sedangkan perilaku bebek dan ikan yang suka mengaduk-aduk tanah dalam mencari makanan dapat menyebabkan struktur tanah sawah menjadi lebih baik.

Page 19: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

IKANPakan ikan berasal dari azolla, gulma, hama padi dan dedak. Kotoran yang dihasilkan dapat menjadi pupuk organik bagi tanaman padi, azolla dan tanah sawah. Hasil yang diperoleh berupa daging ikan.

SAPIPakan berupa jerami, azolla, gulma dan dedak sedangkan kotoran yang dihasilkan dapat menjadi pupuk organik bagi tanaman padi dan sawah sedangkan hasil yang diperoleh dari ternak sapi berupa : tenaga untuk pengolahan lahan, daging dan uang, tentunya.

BEBEKBebek membutuhkan pakan berupa gabah sisa panen, gulma padi, azolla dan dedak, kotoran yang dihasilkannya akan menjadi pupuk organik bagi tanah sawah dan hasil yang didapat berupa telur dan daging. Kehadiran bebek, dan ikan serta sapi yang memakan gulma tertentu sebagai saingan tanaman padi memberikan keuntungan karena kita tidak perlu melakukan kegiatan penyiangan lebih banyak. Selain itu, adanya pertumbuhan azolla yang menutupi permukaan air tanah dapat menekan dan mengurangi ruang tumbuh gulma padi. Selain dapat mengurangi gulma, kehadiran bebek, sapi dan ikan juga dapat menjadi predator hama-hama padi seperti ikan yang memakan serangga tertentu (wereng) serta bebek yang menyukai ulat dan bekicot perusak tanaman padi sehingga dapat menekan perkembangan populasi hama. Keunggulan lain adalah dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi maupun produktivitas per satuan luas dan waktu selain itu, adanya usahatani terpadu ini dapat menyebabkan terjadinya distribusi dan aktivitas kerja yang berorientasi pada keseimbangan gender.

Tahapan - tahapan SIstem Usahatani Terpadu di Sawah Irigasi

PersyaratanApakah semua sawah irigasi bisa menerapkan usahatani ini? Tentu saja tidak karena selain memerlukan penanganan lebih intensif juga harus memenuhi beberapa kondisi tertentu. Karena dalam penanaman padi ini juga mengikut sertakan ternak ikan, maka sistem penanamannya pun harus memberikan keleluasan bagi ikan maupun pertumbuhan azolla itu sendiri. Jadi, dalam hal ini budidaya minapadi-azolla sangat dianjurkan menggunakan cara tanam sistem legowo. Cara tanam legowo ini tidak lain adalah merupakan upaya rekayasa ruang tumbuh menjadi barisan tanaman pinggir yang diharapkan dapat meningkatkan produksi padi. Adanya ruang antar baris tanaman yang lebih lebar tentu saja memberikan perkembangan ikan dan tanaman azolla tumbuh secara baik. Selain untuk tujuan tersebut, penggunaan cara legowo akan mempermudah bagi kita dalam pemeliharaan ikan, azolla serta tanaman padi itu

Page 20: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

sendiri.

Lokasi harus aman dan pengairan terjamin. Agar lebih mudah dikontrol dan demi keamanan, maka lokasi mindazbesi haruslah berada dalam lahan yang dekat dengan rumah. Kemudian diusahakan dilakukan pada areal sawah yang bukan daerah banjir maupun endemis hama. Hal ini dimaksudkan karena akan sia-sia usaha kita menanam azolla dan ikan bila sawahnya mudah sekali kebajiran sehingga resiko kehilangan ikan sangat besar. Dan yang penting dalam pemilihan lokasi mindazbesi adalah lahan sawah irigasi tersebut terjamin pengairannya. Untuk apa mengusahakan di sawah irigasi bila sistem pengairannya tidak lancar? Apalagi kita mengusahakan mina padi yang notabene membutuhkan air yang cukup.

Dilengkapi “caren”

Setelah kita mendapatkan lahan yang sesuai, langkah berikutnya adalah proses pengolahan tanah. Hal ini penting karena pengolahan untuk mina padi tidak sama dengan tanam padi biasa. Pada saat pengolahan pertama, berikan pupuk kandang yang matang berupa kompos dari kotoran sapi dan bebek. Petakan sawah haruslah dilengkapi dengan caren yang dibuat bersamaan pengolahan terakhir dengan lebar 40 – 45 cm dan kedalaman 25 – 30 cm yang panjangnya disesuaikan petakan sawah. Caren ini haruslah dilengkapi pipa pemasukan dan pelimpasan air serta di bagian ujung nya diberi kawat kasa (saringan). Fungsi caren ini adalah untuk mengatur keluar masuknya air dalam petakan serta memudahkan pemanenan ikan.

BENTUK-BENTUK PEMATANG DAN CAREN IKAN

Bibit padi yang berumur 21- 25 hari setelah semai dengan jumlah 2 – 3 batang per rumpun siap ditanam pada lahan yang sudah diolah. Penanaman sistem legowo yang direkomendasikan adalah 2 : 1 artinya dengan jarak tanam 40 cm x (20 cm x 10 cm). Karena pada mina padi digabungkan dengan azolla dan ikan, maka varietas padi yang ditanam haruslah memiliki karaterisitik batang yang kokoh, cepat beranak dan struktur akarnya kuat seperti Ciliwung, IR-64, Citanduy, Cisadane dll.Kemudian 3 – 5 hari setelah penanaman padi, kita lakukan penanaman azolla microphylla. Sehari kemudian barulah ditanam ikan. Jumlah azolla segar yang diberikan adalah 1000 kg/ha sedangkan populasi ikan berukuran 10 – 12 cm sebanyak 2000 ekor/ha. Lama pemeliharaan dan jenis ikan yang ditanam tergantung tujuan. Ikan yang dipelihara bisa menggunakan mas, nila, tawes, lele dan lain-lain dimana lama pemeliharaannya sekitar 45 – 60 hst (padi menjelang berbunga). Ketinggian air dalam petakan sawah sebaiknya 15 – 30 cm. Sedangkan untuk bebek dan sapi dapat dibuat kandangnya di sekitar tanaman padi dan menghadap utara selatan agar menerima cahaya matahari yang cukup.

Page 21: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

Azolla, Pupuk hijau baik untuk padi

Tabel Kandungan Nutrisi pada Tanaman Azolla Sp.

1. Nitrogen 4.52. Fosfor 0.703 Kalsium 0.704 Kalium 3.305 Magnesium 0.606 Mangan 0.107 Besi 0.208 Protein Kasar 27.009 Lemak Kasar 3.2010 Gula 3.5011 Amilum 6.5012 Klorofil 0.5013 Abu 10.5014 Serat Kasar 9.10

Azolla sp. adalah jenis tumbuhan paku air yang mengapung banyak terdapat di perairan yang tergenang terutama di sawah-sawah dan di kolam, mempunyai permukaan daun yang lunak mudah berkembang dengan cepat dan hidup bersimbosis dengan Anabaena azollae yang dapat memfiksasi Nitrogen (N2) dari udara. Pada kondisi optimal Azolla akan tumbuh baik dengan laju pertumbuhan 35% tiap hari Nilai nutrisi Azolla mengandung kadar protein tinggi antara 24-30%. Kandungan asam amino essensialnya, terutama lisin 0,42% lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrat jagung, dedak, dan beras pecah (Arifin, 1996) dalam Akrimin 2002. Tanaman Azolla Sp. memang sudah tidak diragukan lagi konstribusinya dalam mempengaruhi peningkatan tanaman padi. Hal ini telah dibuktikan dibeberpa tempat dan beberapa negara. Konstribusi terbesar azolla adalah dengan menjaga hasil panen tetap tinggi. Meskipun penggunaannya sebagai pupuk hijau pada tanaman padi masih dilakukan di China dan Vietnam, dengan adanya peningkatan biaya tenaga kerja , membuatnya kurang diminati. Meskipun demikian, seiiring dengan perkembangan pupuk hijau, penggunaan azolla ini kini lebih banyak dimanfaatkan untuk budidaya perikanan. Dengan adanya mindazbesi yang menggabungkan mina padi dengan azolla, selain menjadikannya sebagai pakan perikanan juga konstribusi dapat digunakan untuk peningkatan produksi padi.

Mudah PemeliharaannyaUntuk tanaman padi, dosis pupuk yang diberikan adalah 45 Kg N, (100 Kg Urea), 25 Kg P2O5 (70 Kg SP-36) dan 25 Kg K2O a(40 Kg KCl) per hektare. Dengan waktu pemberian adalah 15 Kg N, 25 Kg P2O5 dan 25 Kg K2O per Hektare saat

Page 22: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

tanam, 15 Kg N saat umur 28 hst dan 15 Kg N umur 42 hst. Bila ada serangan hama yang cukup serius dapat diberikan pestisida yang sesuai hamanya.Ikan yang dipelihara sebenarnya sudah mendapatkan pakan langsung dari azolla yang ditanam dengan padi. Agar pertumbuhan ikan lebih baik, maka dapat diberikan pakan tambahan dedak dengan takaran 4 – 5 % dari berat badan ikan yang diberikan setiap pagi.Bebek yang dipelihara dapat diberikan pakan dua kali yaitu pagi dan sore. Pelepasan bebek ke lahan dapat dilakukan hanya setelah padi berumur 21 – 56 hst. Pakan alami yang didapatkan dari lahan sawah seperti rumput muda, azolla, cacing, siput, wereng, ulat dll. Ransum makanan di kandang dapat menggunakan 1,5 – 2 ons per ekor per hari yang terdiri dari biji pecah 30%, dedak 34,5 %, azola segar 10 % tepung ikan/tulang 20% bungkil kelapa 5 % dan garam dapur 0,5 %.Untuk sapi, dapat diberikan pakan berupa jerami yang dipotong dan disiram urea 6% dalam larutan 100 % air yang diinkubisi dalam lubang yang dilapisi dan ditutup plastik. Pakan jerami yang telah siap dicampur dedak 30 % , azolla 7 % dan garam 1,5 %. Selain itu dapat juga ditambahkan rumput segar 18,5 %, mineral plus vitamin 1 %. Adanya ternak sapi selain mengurangi gulma sebagai makanannya, juga kotoran yang dihasilkan menjadi pupuk hijau bagi lahan sawah.

Panen BertahapPemanenan mindazbesi dilakukan dengan memanen ikan terlebih dahulu yaitu pada saat padi menjelang berbunga (65 hari). Dengan cara air yang ada di petakan dikeluarkan . Ikan akan terkumpul dalam caren sehingga mempermudah untuk penangkapan. Setelah itu azolla dan gulma yang ada diinjak-injak/dibenamkan dalam tanah sebagai pupuk organik. Sehari kemudian air dimasukkan ke dalam petakan tinggi 5 – 8 cm. 10 hari sebelum panen padi, air dikeluarkan terlebih dahulu sampai sawah kering untuk kemudian dapat dilakukan pemanenan padi. Pemanenan padi dilakukan bila 95 % bulir gabah telah menguning. Gabah dapat dirontokkan di ditempat dengan tresher. Setelah pemanenan selesai, maka bebek bisa dilepas kempali ke petakan sawah untuk mencari sisa gabah panen sebagai makanannya.Dengan demikian, selain kita bisa menjual ikan dan padi hasil mina padi, kita juga mendapat keuntungan dari azolla, bebek dan sapi yang menjadi pupuk organik bagi lahan sawah kita.

Page 23: Pengelolaan Agroekosistem Sawah Irigasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Biro Pusat Statistik, 2005. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2004. Kendari.2. Idris, Suharno, Djasmi, Amiruddin dan G. Kartono, 1999. Pengkajian SUP padi

berbasis ekoregional lahan irigasi di Sulawesi Tenggara. Laporan Hasil Pengkajian/Penelitian BPTP Sulawesi Tenggara.

3. Kadir, S., Muslimin, Rosmiati, J. Biri, dan Benyamin S., 2002. Analisis komparatif usahatani kapas dan jagung di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Prosiding Expose Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor. p629-638.

4. Kartono, G., 2002. Pengelolaan sumberdaya lahan dalam upaya peningkatan pendapatan petani dan keberlanjutan sistem usahatani di Sulawesi Tenggara. Pros. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Tepat Guna Berorientasi Agribisnis untuk Pemberdayaan Pertanian Wilayah. Puslitbang Sosek Pertanian Bogor.

5. Malian, A.H., Rachmanto, B., dan Djauhari, A., 1989. Efisiensi produksi dan system distribusi benih unggul kedelai di Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. 9(2):56-61

6. Mustaha, M.A., Agussalim, I. Landu dan Rusdi, 2002. Hasil analisis sampel tanah Kabupaten Kendari. Pelatihan Pengambilan dan Analisis Sampel Tanah. Kegiatan Proyek DAFEP Kabupaten Kendari.

7. Suharno, Idris, M. Darwin, Sahardi dan Subandi, 2000. Keunggulan dan peluang pengembangan padi varietas Konawe. Laporan Hasil Pengkajian/Penelitian BPTP Sulawesi Tenggara. 19p.

8. Suwalan, S., Nana, S., Bambang S., R. Kusmawa dan Didi Ardi, 2004. Penggunaan Pupuk Alternatif pada Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.

9. Widodo, S., 1989. Production Efficiency of Rice Farmers in Java, Indonesia. Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta.