pengelengaraan badan penyelengara jaminan...

84
i PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA (STUDI UU NO 5 TAHUN 1999) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : ADE PUTRA INDRAWAN 1111048000051 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436H/2015M

Upload: dangthuan

Post on 09-May-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

i

PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

(STUDI UU NO 5 TAHUN 1999)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

ADE PUTRA INDRAWAN

1111048000051

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436H/2015M

Page 2: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

ii

PENGELOLAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

(STUDI UU NO 5 TAHUN 1999)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

ADE PUTRA INDRAWAN

1111048000051

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H, MA

NIP. 19500306 197603 1 001

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436H/2015M

Page 3: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul PENGELOLAAN BADAN PENGELOLAAN JAMINAN

SOSIAL (BPJS) DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA (STUDI

UU NO. 5 TAHUN 1999) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

02 April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu Hukum dengan Konsentrasi Hukum

Bisnis.

Jakarta, 02 April 2015

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

NIP. 19691216 199603 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH:

1. Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. (…………......…..….….)

NIP. 19551015 197903 1 002

2. Sekertaris : Arip Purkon, MA. (……....…..........….…..)

NIP. 19790427 200312 1 002

3. Pembimbing 1 : Drs.H.A. Basiq Djalil, S.H, M,Ag (…………….......…….)

NIP. 19500306 197603 1 001

4. Penguji 1 : Dr. Mesraini, M.Ag (……………..….……...)

NIP. 19760213 2003122 2 001

5. Penguji 2 : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H, MH (……………..…….…...)

NIP. 19591231 198609 1 003

Page 4: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) di Unversitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hadayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan saya dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Unversitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta

3. Jika kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Unversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hadayatullah Jakarta

Jakarta, 02 April 2014

Ade Putra Indrawan

Page 5: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

v

ABSTRAK

Ade Putra Indrawan, NIM 1111048000051, “PENGELOLAAN BADAN

PENYELENGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) DITINJAU DARI HUKUM

PERSAINGAN USAHA (STUDI UU NO 5 TAHUN 1999”, Konsentrasi Hukum

Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436H/2015M. xi + 63 halaman +

Halaman Lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui penyelengaraan Badan

Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) berdasarkan prinsip-prinsip persaingan sehat.

Latar belakang penelitian ini adalah bagaimana penyelengaraan BPJS yang mendapat

hak monopoli dari pemerintah sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sehat

sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun 1999, dan sebagai landasan hukum bagi

para pelaku usaha untuk mendapat kesempatan yang sama bersaing secara sehat.

Penelitian ini mengunakan tipe penelitian library research, yang menkaji berbagai

dokumen yang terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan adalah metode

penulisan yuridis normative dengan mengunakan pendekatan undang-undang (statue

approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum dalam penelitian ini yakni baham

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Hasil dari penelitian

menujukan bahwa meskipun BPJS mendapat pengecualian dari UU No.5 Tahun 1999

sebagaimana diatur didalam pasal 50 huruf a dan pasal 51, apabila BPJS melakukan

kegiatan usaha yang mengarah kepada praktek monopoli maka kegiatan usaha yag

dijalankan BPJS tidak lepas dari hukum persaingan usaha dalam hal ini UU No. 5

tahun 1999. Karena yang di kecualikan adalah monopoli bukan praktek monopoli,

sebagaimana di jelaskan dalam peraturan komisi (perkom) pasal 51 dikatakan

monopoli terkait “stuktur” sedangkan praktek monopoli lebik kepada “prilaku”.

Kata Kunci :Monopoli, Praktek Monopoli, Persaingan Usaha Sehat, Persaingan

Usaha Tidak Sehat.

Pembimbing : Drs. H. Basiq Djalil, S.H, MA

Dartar pustaka : Tahun 1984 s.d. Tahun 2013

Page 6: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

vi

KATA PENGANTAR

ٱلرحيم ٱلرحمن ٱلله بسم

Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, yang telah memberikan Penulis

kesehatan dan kekuatan sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S1) di Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Shalawat dan salam tidak lupa Penulis ucapkan kepada Rasulullah

Muhammad SAW, Nabi termulia yang telah menunjukkan jalan keselamatan dan

rahmat bagi seluruh umat manusia. Semoga Allah SWT menjadikan keluarga dan

para sahabat beliau yang senantiasa menjaga amanah sebagai umat pilihan dan ahli

surga.

Terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi tidak terlepas dari jasa-

jasa orang tercinta yaitu kedua orang tua Penulis yakni, Ayahanda Indra Wijaya

Kusuma dan Ibunda tercinta Innayah yang senantiasa selalu memberikan penulis

kasih sayang, nasehat, perhatian, bimbingan, dan selalu setia mendengarkan segala

keluhan Penulis serta doanya demi keberhasilan Penulis. Atas jasa-jasa yang tak

ternilai dari Ayahanda dan Ibunda tercinta, Penulis hanya bisa mengucapkan banyak

terima kasih dengan segala ketulusan hati. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada adik-adik tersayang yakni Aditya Indrawan, Ahmad Fachri Indrawan, dan

Page 7: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

vii

Alya Putri Indrawan, dan keluarga besar lainnya terima kasih atas segala doa,

perhatian, dan kasih sayang yang diberikan kepada Penulis selama ini.

Melalui kesempatan ini, Penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih kepada

pihak-pihak yang berjasa selama proses penulisan penyempurnaan skripsi Penulis.

Kepada bapak:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Prof.Dr Dede Rosyada.

MA.

2. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Bapak Dr. H. Djawahier Hejazziey,

SH,MH,MA.

4. Bapak Drs. H. Basiq Djalil, SH, MA selaku pembimbing yang dengan penuh

kesabaran telah meluangkan waktunya membantu penulis untuk

menyelesaikan penelitian ini.

5. Prof.Dr. Atho Mudzar, MSPD dan Bapak Indra Rahmatullah SHI, MH yang

telah banyak memberikan masukannya kepada penulis

6. Ahmad bactiarm M.Hum sekalu pembimbing akademin penulis

7. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga besar Bpk. Muhammad

Ahmad Syaefudin. S.Sos, MM yang telah membawa penulis kedalam tata

kehidupan intelektual. Khususnya kepada Saudari Fadiah Adlina Ulfah. S,Si

yang menjadi alasan kenapa penulis harus lulus dengan segera. Menukil

sebuah sajak dari Goenawan Muhammad “ barang kali cinta kita adalah akar

Page 8: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

viii

candangan pohon hitam yang menembus ke gua bawah, mencapai langit-

langit stalagtit, dimana waktu dan makna tak melapuk, tapi juga tak mengalir,

namun menumpuk dan mengeras layaknya batu permata yang indah”

8. Kepada rekan-rekan seperjuangan tim SKRIPsweet. Rekan-rekan Angkatan

Muda Peduli Hukum (AMPUH). Rekan-rekan Bisnis Law Community (BLC

UIN) yang banyak memperkenalkan penulis tetang HUKUM PERSAINGAN

USAHA dan team tiga iket yang berkat perjuangan bersama memberikan

sutikan meterill untuk penelitian ini.

Page 9: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 7

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .......................................................... 9

E. Kerangka Konseptual .................................................................................. 10

F. Metode Penelitian ....................................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................................. 14

BAB II. KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN HUKUM PERSAINGAN USAHA

A. Kebijakan persaingan dan Intervensi Pemerintah ....................................... 16

B. Persaingan Usaha, Monopoli, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat ................................................................................................. 18

C. Pendekatan dalam Menentukan Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha ... 23

D. Pengecualian dalam UU No. 5 Tahun 1999 ................................................ 27

BAB III. PROFIL ASURANSI SOSIAL DI INDONESIA

Page 10: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

x

A. Sejarah Singkat Asuransi Sosial di Indonesia ............................................. 31

B. Pengertian Asuransi Sosial ......................................................................... 32

C. Pelaksanaan Asuransi Sosial di Indonesia .................................................. 34

BAB IV. PENYELENGGARAAN BPJS

A. Kebijakan Persaingan Usaha Terhadap Penyelengaraan BPJS .................. 48

B. Tugas dan Kewenagan KPPU dalam Mengaja Iklim Persaingan

Perusahaan Asuransi di Indonesia ............................................................. 52

C. Harmonisasi Penyelengaraan BPJS dengan Prinsip-Prinsip Persingan Usaha

Sehat ............................................................................................................ 62

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 69

B. Saran ........................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 72

LAMPIRAN

1. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 5 Tahun 2009

tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf a Undang-

Undang No.5 Tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Tidak Sehat ........................................................................ 75

2. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 3 Tahun 2010

tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 Undang-Undang

No.5 Tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Tidak Sehat ............................................................................... 96

Page 11: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan salah satu perangkat hukum untuk

menunjang kegiatan bisnis dalam upaya menghadapi sistem ekonomi pasar

bebas. Hukum persaingan usaha merupakan suatu prasyarat bagi negara industri.

Indonesia, sebagai sebuah negara sedang menjalani proses sebagai negara

industri memang sudah saatnya untuk memiliki peraturan Perundang-undangan

yang mengatur menggenai persaingan usaha. Hukum ini pada dasarnya

mempunyai tujuan pokok antara lain menjaga agar persaingan usaha tetap hidup,

agar persaingan yang dilakukan antar pelaku usaha dilakukan secara sehat, dan

agar konsumen tidak di eksploitas oleh pelaku usaha.1

Seiring dengan kebijaksanaan pemerintah dalam memandu laju

perekonomian melalui mekanisme ekonomi pasar, kegiatan usaha pada setiap

lapisan masyarakat serta menyangkut semua kegiatan usaha yang dilakukan oleh

para pelaku usaha, perlu dilandasi oleh kekuatan hukum yang mendorong

bekerjanya mekanisme ekonomi pasar yang baik dan wajar. Undang-undang

Persaingan adalah sintesa dari 2 titik diametral yaitu free fight liberalisme yang

1Hikmahanto Juwana.Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional.

Jakarta:Lentera Hati,2001 dalam Hikmahanto Juwana “sekilas tentang hukum persaingan usaha dan

UU No.5 Tahun 1999”. Jurnal Magister Hukum Vol 1(September 1999), h.51

Page 12: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

2

menganut kompetisi bebas tanpa batas dan etatisme yang mengedepankan

pemilikan dan kontrol negara dalam ekonomi. Undang-undang persaingan adalah

jembatan yang menjamin persaingan dalam koridor pengaturan.2 Sehingga

dengan hadirnya Undang-undang No. 5 Tahun 1999 diharapkan dapat

menciptakan suasana kondusif bagi pelaku usaha sehingga dapat mengantarkan

negara Indonesia ke dalam kancah globalisasi.3

Dengan demikian adanya Undang-undang No 5 Tahun 1999 bertujuan

untuk menjamin kelompok usaha kecil untuk dapat memiliki kesempatan yang

sama dengan kelompok usaha menengah dan kelompok usaha besar dan/atau

konglomerasi dalam perkembangan sistem perekonomian bangsa. Karena pada

dasarnya persaingan dalam dunia usaha dapat dipahami sebagai kegiatan positif

dan independent dalam upaya mencapai equilibrium. Dalam kehidupan sehari-

hari, setiap pelaku ekonomi yang masuk dalam pasar akan melalui proses

persaingan dimana produsen mencoba memperhitungkan cara untuk

meningkatkan kualitas dan pelayanan dalam upaya merebut pasar dan konsumen.

Ketika keadaan ini dapat dicapai, maka produsen atau pelaku usaha

tersebut berupaya untuk mempertahankan kondisi tersebut atau paling tidak tetap

bertahan menjadi incumbent dengan pangsa pasar tertentu pada pasar

2 A.Juanaedi, Dkk. Negara Dan Pasar Dalam Bingkai Kebijakan Persaingan Usaha. Jakarta:

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2011.h.4 3 Hikmahanto Juwana. Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, h.51

Page 13: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

3

bersangkutan.4 Pada keadaan ini konsumen adalah pihak yang di untungkan

karena para pelaku usaha akan cenderung terus meningkatkan kualitas, pelayanan

dan menetapkan tarif yang bersaing dengan pelaku usaha sejenis dengan pasar

yang sejenis. Dilema yang terjadi adalah ketika pelaku usaha menjadi seorang

monopolis di pasar yang mengakibatkan produsen atau pelaku usaha tersebut

menjadi tidak efisien dan mampu meningkatkan hambatan masuk pasar (barrier

to entry) bagi pesaingnya.5 Bila kondisi ini terjadi maka efeknya adalah kualitas

barang atau jasa yang di hasilkan kurang terjamin dan dapat terjadi penetapan

harga yang sewenang-wenang.

Peraturan menggenai persaingan usaha yang sehat menjadi sangat penting

karena apabila tidak ada hukum yang mengatur tentang peraturan usaha yang

sehat sangat mungkin terjadi praktek monopoli dan oligopoli atau penguasaan

pasar oleh satu atau sekelompok orang tertentu terhadap suatu barang dan jasa,

sehingga memungkinkan para pelaku praktek monopoli atau oligopoli ini

menetapkan harga secara sewenang-wenang diatas tingkat harga yang wajar

kerena tidak ada produk alternatif yang di pilih oleh konsumen. Dampak dari pola

yang demikian telah melahirkan konglomerasi yang eksesif merusak tatanan

ekonomi dan menghambat demokrasi ekonomi contohnya yang terjadi dimasa

orde baru sebelum adanya Undang-undang No 5 Tahun 1999.

4Andi Fahmi Lubis,et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan

Konteks.Jakarta:Deutsche Gesellschhaft fur tecnische zusammenarbeit, 2009, h.213

5 Ibid,h.213

Page 14: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

4

Monopoli merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam setiap

pembahasan pembentukan Undang-undang Hukum Persaingan Usaha dan pada

umumnya monopoli merupakan istilah yang dipertentangkan dengan persaingan6.

Padahal monopoli sendiri pada dasarnya bukan merupakan suatu kejahatan atau

bertentangan dengan hukum, apabila diperoleh dengan cara-cara yang fair dan

tidak melanggar hukum. Oleh karena itu monopoli sendiri belum tentu dilarang

oleh hukum persaingan usaha. Yang dilarang adalah perbuatan-perbuatan dari

perusahaan yang mempunyai monopoli dan mengunakan kekuatanya di pasar

bersangkutan yang biasa di sebut praktek monopoli atau monopolizing.7

Praktek monopoli tidak hanya terjadi di kalangan pelaku usaha swasta saja,

tetapi juga terjadi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang biasanya

didukung atau disetujui oleh pemerintah atau karena Undang-undang. Hal ini

sangat jelas dapat dilihat dari pelaksanaan Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945 yang termaktub kembali dalam Pasal 51 Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999 yang mengisyaratkan negara dapat menguasai produk

tertentu berupa barang dan jasa yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat.

Pada umumnya pemberian status pengecualian ini di berikan kepada

industri yang di anggap strategis dan lebih baik pengelolaannya diserahkan

6 Arie Siswanto.Hukum Persaingan Usaha.Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002, h.18

7 Andi Fahmi Lubis et.al Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, h.127

Page 15: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

5

kepada negara. Terkait dengan pemberian status pengecualian yang berkaitan

dengan negara dalam hukum persaingan usaha dikenal dengan adanya, “State

action docktrin” yang memungkinkan adanya hak imunitas dan pengecualian dari

hukum persaingan usaha terhadap keadaan-keadaan tertentu. Pengecualian

tersebut diberikan terhadap perbuatan atau tindakan yang dilakukan pemerintah

untuk melaksanakan kegiatan tertentu.

Secara filosofis di bentuknya sistem jaminan sosial yang selanjutnya di

implementasikan melalui sebuah badan penyelenggara jaminan sosial

memberikan peluang kepada seluruh rakyat, dimanapun berada, apapun kegiatan

dan pekerjaannya, bagaimanapun status sosialnya kaya atau miskin, kecuali

mereka yang sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan, dapat

mendapatkan jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan

kecelakaan kerja, jaminan kematian, dimanapun dan kapanpun di pelosok negeri.8

Dengan demikian setiap warga Indonesia akan mendapatkan manfaat atas

asuransi ketika sedang menghadapi hal-hal yang mungkin tidak diinginkan. Usaha

yang dimaksud berupa jaminan sosial yang merupakan perlindungan

kesejahteraan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk menjaga

8 Naskah Akademik UU RI No 24 Tahun 2011

Page 16: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

6

dan meningkatkan taraf hidup rakyat9 yang dalam hal ini berwujud jaminan

sosial.

Pada dasarnya asuransi sosial hampir sama dengan asuransi pada

umumnya, tetapi harus ada satu unsur lagi ialah adanya unsur wajib bagi setiap

warga negara untuk menjadi perserta program jaminan sosial. Kewajiban setiap

warga negera sendiri diatur di dalam Pasal 14 sampai 17 UU No. 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelengara Jaminan Sosial. Penyelenggaraan jaminan sosial

merupakan salah satu mekanisme yang dituntut untuk disamakan dengan

penyelenggaraan bisnis. Salah satu hal yang menjadi perdebatan disini adalah

kewajiban setiap masyarakat untuk mengikuti atau menjadi peserta dalam

program BPJS. Masyarakat tidak dibiarkan memilih asuransi mana saja yang

mereka percaya dan mereka senangi, padahal sebelum adanya program SJSN dan

BPJS ini sudah banyak perusahaan yang bergerak baik di bidang asuransi

kesehatan mau asuransi keselamatan kerja dan produk-produk asuransi lainnya.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga

dapat mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan

masalah yakni, membahas praktik penyelenggaraan Badan Penyelenggara

9Djoko Prakoso. Hukum asuransi Indonesia .Jakarta:PT Rineka Cipta, 2004. dalam Harun

Alrasjid., Program Jaminan Sosial sebagai Salah Satu Usaha Penangulangan Masalah Kemiskinan di

Indonesia, 1978, h.333

Page 17: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

7

Jaminan Sosial (BPJS) dan menelaah langkah-langkah yang di lakukan oleh

Komisi Pengawas Persaingan Usaha ketika terjadi Penyalahgunaan posisi

dominan yang dilakukan oleh BPJS

2. Perumusan Masalah

Menurut UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

persaingan tidak sehat pemerintah berkewajiban melalui Undang-undang ini

untuk menjaga iklim persaingan sehat di Indonesia, namun kenyataannya

pemerintah memberikan hak monopoli kepada BPJS melalui Undang-undang

No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

yang bertedensi kepada praktek monopoli yang menimbulkan persaingan

usaha tidak sehat. Rumusan tersebut diatas penulis rinci dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana Penyelenggaraan BPJS di tinjau dari Undang-Undang

No. 5 Tahun 1999

b. Bagaimana bentuk penegakan hukum oleh KPPU terhadap

penyalahgunaan posisi monopoli yang dilakukan oleh BPJS

c. Bagaimana bentuk harmonisasi peraturan penyelenggaraan BPJS

terkait hak monopoli dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sehat

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penulisan adalah untuk mendalami tentang

permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan

Page 18: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

8

masalah. Secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui kesesuaian penyelenggaraan BPJS dengan prinsip-

prinsip persaingan usaha sehat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

No. 5 Tahun 1999 .

b. Untuk mengetahui bentuk penegakan hukum persaingan usaha oleh KPPU

apabila ada penyalahgunaan posisi monopoli yang dilakukan oleh BPJS

c. Untuk mengetahui bentuk harmonisasi penyelenggaraan BPJS yang di beri

hak monopoli dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sehat.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memeperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam

hukum bisnis dalam bidang hukum persaingan usaha di Indonesia,

utamanya menggenai segala aspek yang menggenai praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat. Selain dari pada itu adanya tulisan ini dapat

menambah perbendaharaan koleksi karya ilmiah dengan memberikan

kontribusi juga bagi perkembangan hukum bisnis di Indonesia

b. Secara Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan landasan

bagi penulis lanjutan, dan mudah-mudahan dapat memberikan masukan

bagi pembaca terutama bagi pembentuk hukum khususnya pembentukan

Page 19: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

9

peraturan tentang praktek penyelenggaraan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial tanpa menganggu iklim persaingan usaha perusahaan asuransi

lainnya. Serta menjadi acuan ketika terjadi penyalahgunaan posisi

dominan oleh BPJS dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh Komisi

Pengawas Persaingan Usaha dalam menjaga iklim persaingan.

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

1. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai PENYELENGGARAAN BPJS

DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA (Studi UU No 5 Tahun

1999). Namun terdapat penelitian terkait yang dibuat oleh mahasiswa

Universitas Indonesia pada tahun 2005 dengan judul “Monopoli Pemerintah

Dalam Pengelolaan Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri Sipil Menurut UU

No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat” yang hanya membahas urgensi diberikannya hak monopoli

kepada PT. ASKES (BUMN) dengan kepesertaan hanya sebatas para Pegawai

Negeri Sipil. Penelitian ini meninjau penyelenggaraan BPJS sesuai dengan

prinsip-prinsip persaingan usaha sehat, kemungkinan penyalahgunaan posisi

dominan oleh BPJS dari hak monopoli yang dimiliki dan peran Komisi

Pengawas Persaingan Usaha dalam mengawasi kegiatan usaha yang dilakukan

oleh BPJS.

2. Buku yang menjadi rujukan utama penelitian ini adalah buku karangan Andi

Fahmi Lubis, dkk yang berjudul “Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan

Konteks” yang di terbitkan oleh RDV Creative Media pada tahun 2009. Buku

Page 20: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

10

ini merupakan buku yang membahas aspek-aspek hukum persaingan usaha

secara komprehensif. Di dalam buku ini di jelaskan secara rinci menggenai

kegiatan monopoli, praktek monopoli dan monopoli alamiah sesuai dengan

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 serta menjelaskan dan menjabarkan

doktrin-doktrin serta asas-asas yang berkembang di dalam hukum persaingan

usaha.

E. Kerangka Konseptual

Penelitian penulisan ini berangkat dari konsep teoretis mengenai ukuran

Negara sejahtera (welfare state) yang selama ini sering kita dengar, apalagi

dalam konteks Negara yang sedang berkembang. Setiap Negara di dunia ini

berusaha untuk berlomba-lomba menkonsepkan bagaimana seyogyanya sebuah

Negara yang sejahtera secara idealnya. Pada masa sebelum reformasi

perekonomian Indonesia didominasi oleh struktur yang terkonsentrasi. Pelaku

usaha yang memiliki akses terhadap kekuasaan dapat menguasai perekonomian

Indonesia. Para pelaku usaha saat itu berlindung kepada sakralnya pasal 33 yang

mengariskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Akibatnya, kinerja

ekonomi nasional cukup memprihatinkan. Hal tersebut dapat dilihat dengan

pilihan bagi konsumen yang terbatas, kelangkaan pasokan, harga yang tak

terjangkau, lapangan kerja yang terbatas, pertumbuhan industri yang lambat,

daya saing produk melemah serta kesenjangan ekonomi dalam berbagai

kehidupan rakyak. Kondisi ini berujung pada runtuhnya ekonomi Indonesia pada

Page 21: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

11

krisis 1997. Krisis saat itu menjelaskan kepada kita bahwa fondasi ekonomi

Indonesia sangat lemah.

Dalam perkembangan sistem ekonomi di Indonesia, hukum persaingan

usaha adalah salah satu instrumen hukum yang perlu mendapat perhatian secara

khusus. Hal ini di implementasikan dengan dibuatnya Undang-undang No. 5

tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak

sehat. Undang-undang No. 5 Tahun 1999 merupakan tonggak bagi diakuinya

persaingan usaha sehat sebagai pilar ekonomi dalam sistem ekonomi di Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Lahirnya Undang-

undang No. 5 Tahun 1999 adalah sejalan dengan semangat Pancasila dan UUD

1945, khususnya Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal 34. Hal ini dapat dilihat

dari bunyi Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 yang

menyatakan “Pelaku Usaha di Indonesia dalam menjalakan kegiatan usahanya

berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara

kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Memperhatikan hal-hal diatas, secara konseptual Undang-undang No. 5

Tahun 1999 mengenal adanya pengecualian kepada pelaku usaha tertentu,

kegiatan tertentu dan perjajian tertentu yang di anggap penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak. Akan tetapi perlu adanya pengawasan agar

kegiatan yang dikecualikan tersebut bersadarkan tujuan diberikannya

pengecualian dan kegiatan usaha yang dilakukan pelaku usaha tidak mengarah

kepada praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Page 22: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

12

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitiaan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau

penelitian kepustakaan dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan

sekunder yang mencakup penelitian asas-asas hukum khususnya yang terkait

dengan hukum persaingan usaha, hukum asuransi khususnya asuransi sosial

yang berkaitan dengan teori negara kesejahteraan welfarestate dimana penulis

mengunakan peraturan perundang-undangan, buku-buku bacaan terkait

dengan judul penelitian, makalah-makalah, dan dokumen-dokumen lainnya.

2. Pendekatan yang Dipakai

Pendekatan Perundang-undangan, berupa:

a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat

c. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS)

d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional dan Undang-undang lain yang terkait.

3. Sumber Penelitian (Bahan yang Dijadikan Rujukan)10

a. Bahan Hukum Primer

10

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta : kencana, 2007.

Page 23: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

13

Bahan hukum primer adalah bahan hukum utama dalam penelitian

hukum normatif, yang berupa peraturan Perundang-undangan, dalam

penulisan bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-undang

No 5 tahun 1999 Tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai kekuatan

mengikat tapi bersifat membahas menjelaskan topik terkait dengan

penelitian berupa buku-buku terkait, artikel dalam majalah/media

elektronik, laporan penelitian/jurnal hukum, makalah yang disajikan

dalam pertemuan kuliah dan catatan kuliah.

c. Bahan Non Hukum

Bahan non hukum dalam penelitian ini yaitu wawancara yang

dilakukan kepada narasumber yang kompeten di bidang hukum persaingan

usaha dan bidang asuransi.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data

melalui studi dokumen/kepustakaan (library research) yaitu dengan

melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku

yang berkaitan dengan pasar modal, pendapat sarjana, surat kabar, artikel,

kamus dan juga berita yang penulis peroleh dari internet.

5. Metode Pengelolaan dan Analisa Data

Page 24: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

14

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis secara deskriptif

kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu metode analisa data yang

mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh dari berbagai sumber

kepustakaan dan peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian, kemudian

dianalisa secara interpretative menggunakan teori maupun hukum positif yang

telah dituangkan, kemudian secara induktif ditarik kesimpulan untuk

menjawab permasalahan yang ada.

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman

Penulisan Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang isi skripsi, maka

penulis memberikan sistematikanya secara garis besar. Penulisan penelitian ini di

bagi menjadi lima bab, dimana pada setiap bab akan di bahas secara rinci sebagai

bagian dari keseluruhan penelitian ini. Dengan maksud untuk mempermudah

memahami penulisan penelitian. Adapun susunan sistematika skripsi ini adalah

sebagai berikut :

BAB Pertama Tentang Pendahuluan Meliputi: Latar belakang penulisan,

pokok permasalahan, metode penelitian serta sistematika dalam penulisan

penelitian ini.

Page 25: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

15

BAB Kedua Tentang Kebijakan Pemerintah dan Hukum Persaingan

Meliputi: Pengertian menggenai persaingan, monopoli, praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat, teori-teori hukum anti monopoli dan aspek-aspek

hukum monopoli. Pengecualian dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat

BAB Ketiga Tentang Profil Asuransi Sosial di Indonesia Meliputi: Profil

asuransi sosial di Indonesia, menggenai pelaksanaan usaha asuransi sosial pra

UU No 24 Tahun 2011 dan pasca UU No 24 tahun 2011. Pada bab ini juga akan

dipaparkan apakah usaha yang di jalankan oleh BPJS sebagai Pelaksana Sistem

Jaminan Sosial Nasional dan kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat.

BAB Keempat Tentang Pengaturan Penyelenggaraan BPJS ditinjau

Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Meliputi: Penyelenggaraan BPJS ditinjau dari

ketentuan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana telah diatur

dalam Undang-undang No 5 Tahun 1999 serta langkah-langkah yang diambil

oleh KPPU dalam rangka menegakan hukum persaingan usaha terkait apabila

ada dugaan praktek monopoli yang dilakukan oleh BPJS atas posisi monopoli

yang dimilikinya.

BAB Kelima Tentang Penutup Meliputi: Yang terdiri dari kesimpulan dan

saran. Dalam bab ini penulis mencoba menyimpulkan dan memberikan usulan-

usulan menggenai permasalahan yang telah dibahas dalam penulisan penelitian

ini.

Page 26: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

16

BAB II

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN HUKUM PERSAINGAN USAHA

A. Kebijakan Persaingan dan Intervensi Pemerintah

Negara memiliki tujuan untuk melindungi kepetingan umum (public interst).

Oleh sebab itu negara mempunyai peran dalam mentransformasikan pemahaman

akan kompetisi yang sehat diantara pelaku usaha. Negara berperan penting dalam

menciptakan “the right tool” untuk lebih mempromosikan kebijakan hukum

persaingan usaha secara lebih efektif. Peran negara dalam mengatur persaingan

sehat dapat diidentifikasikan dimana negara adalah suatu institusi yang berhak

membuat perundang-undangan untuk mengatur persaingan.11

Namun peran negara sendiri juga harus di awasi karena berdasarkan

pengalaman, praktek monopoli dapat saja terjadi karena persetujuan pemerintah

sendiri (government consent). Beberapa tindakan masa lalu beberapa fakta

menujukan bahwa negara memainkan peran yang cukup signifikan dalam tindakan

yang bersifak praktek monopoli serta tidak membudayakan persaingan sehat12

,

seperti :

a. Kemudahan yang diberikan pemerintah oleh beberapa pelaku usaha dimana

kemudahan itu tidak pernah di kontrol kembali walaupun pelaku usaha jelas

telah melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

11

Hikmahanto Juwana, sekilas tentang Hukum persaingan usaha dan UU No. 5 Tahun 1999,

Jurnal Magister Hukum 1 (September 1999) h.31

12

Ayuda D, Prayoga, dkk. Persaingan Usaha Dan Hukum yang mengaturnya Di Indonesia.

Jakarta: ELIPS, 2005.h. 25

Page 27: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

17

b. Peran pemerintah yang sedemikian besarnya dalam memberikan kemudahan

untuk melakukan monopoli kepada pelaku usaha dari BUMN.

c. Demikian juga tidak ada kejelasan menggenai monopoli alamiah yang

diperbolehkan dilakukan oleh pemerinah. Perbuatan ini selalu berlindung

dibalik sakralnya Pasal 33 UUD 1945 dimana perbuatan monopolitik yang

dilakukan oleh perusahaan milik negara ini mengakibatkan perekonomian

biaya tinggi serta tidak efisien.13

Kebijakan persaingan (competition policy) merupakan salah satu bentuk

intervensi pemerintah di pasar selain dari regulasi ekonomi. Selain untuk

meningkatkan efisiensi ekonomi yang relatif bebas nilai yang tidak memihak

kepada produsen atau konsumen. Kebijakan persaingan usaha juga dapat bertujuan

untuk melindungi kepentingan konsumen di pasar atau meningkatkan

kesejahteraan konsumen. Karena sering kali dalam bentuk pasar yang tidak

sempurna, konsumen menjadi pihak yang dirugikan. 14

Dalam keadaan pasar yang tidak sempurna terjadi inefisiensi ekonomi atau

berkurangnya kesejahteraan konsumen disebabkan oleh intervensi baik dari pihak

luar maupun dari pemerintah dan prilaku anti persaingan yang dilakukan oleh

pelaku ekonomi di pasar. Memperbaiki atau merubah struktur pasar ke arah

struktur pasar ke pasar persaingan sempurna dapat membuat pasar menjadi lebih

baik. Perbaikan dari struktur (misalnya membatasi atau melarang kepemilikan

dominan) akan dapat mengurangi praktik-praktik anti persaingan.

13 Munir Fuady Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Usaha Sehat. Bandung

PT. Citra Aditya Bakti, 1999, dikutip dari Frank Fishwick, “srategi persaingan”, Terjemnahan

Mohd.Kurd. DJunaidi, 1995,h. 21

14 Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h.38

Page 28: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

18

Kebijakan persaingan juga di arahkan untuk membatasi prilaku

penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh perusahaan, terutama perusahaan

yang memiliki posisi dominan. Persaingan diarahkan untuk membatasi dan

mengurangi hambatan untuk masuk ke dalam pasar. Yang dapat dilakukaan oleh

perusahaan yang dominan dalam pasar maupun kerena regulasi pemerintah.

Sehingga kebijakan persaingan diharapkan menjadi konsideran utama bagi

pemerintah ketika akan mengeluarkan regulasi yang berpotensi menimbulkan

dampak di pasar.15

B. Persaingan Usaha, Monopoli, Praktek Monopoli, dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat

Secara umum tujuan pokok dari hukum persaingan usaha adalah menjaga

persaingan antar pelaku usaha tetap hidup, dilakukan secra sehat, dan konsumen

tidak di ekploitasi oleh pelaku usaha. Tiga tujuan umum ini sebenarnya ditujukan

untuk mendukung sistem pasar yang dianut oleh suatu negara. Tanpa adanya

hukum persaingan dalam sistem ekonomi pasar, tidak akan terhindarkan

kedudukan monopoli, oligopoli, praktek penetapan harga, dan lain sebagainya.16

Kata persaingan sendiri diambil dari penggantian istilah bahasa inggris yaitu

competition, competition sendiri dijelaskan dalam black’s law Dictionary:

“contest of two rival. The effort of two or more parties, acting

independently, to secure the business of a third party by the effort of the

15

Ibid, h.40

16

Hikmahanto Juwana. Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional.h.60

Page 29: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

19

most favourite term; also the relation between different buyers or didifferent

sellers which result from this effort. It is the struggle between rivals for the

same trade at the same time; the act of seeking.”17

“Kontes antara dua saingan, usaha yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak

tanpa saling bergantung, untuk mengamankan jalannya usaha atau bisnis

dari pihak ketiga dengan memberikan penawaran yang memiliki persyaratan

terbaik; suatu perjuangan diantara para saingan dalam satu perdagangan

yang sama pada waktu yang sama; tindakan untuk mendapatkan dalam

waktu yang bersamaan; berlaku dalam hal mendapatkan atau memperoleh

suatu subjek yang sama sebagai hasil akhir oleh dua atau lebih pesaing.”

Monopoli merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam setiap

pembahasan pembentukan hukum persaingan usaha. Monopoli itu sendiri

sebetulnya bukan merupakan suatu kejahatan atau bertentangan dengan hukum,

apabila diperoleh dengan cara-cara yang fair dan tidak melanggar hukum. Oleh

karenanya monopoli itu sendiri belum tentu dilarang oleh hukum persaingan

usaha, akan tetapi yang dilarang justru praktek monopoli untuk mengunakan

kekuatannya di pasar bersangkutan yang biasanya disebut praktek monopoli atau

monopolizing/monopolisasi.18

Istilah monopoli berasal dari bahasa Inggris yaitu monopoly dan istilah

tersebut menurut sejarahnya berasal dari bahasa Yunani yaitu “monos polein”

yang berarti sendirian menjual.19

Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang di

maksud dengan monopoli adalah situasi pengadaan barang daganggan tertentu (di

pasar lokal atau nasional) sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu

17 Bryan A. Gardner, ed. Black’s Law Dictionary. Dallas: West Group, 1991.h. 278

18

Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h. 127

19

Ibid. h. 127

Page 30: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

20

orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan. Sedangkan

menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat:

“Monopoli adalah penggusaan atas suatu produksi dan/atau pemasaran

dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu

kelompok usaha”

UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat melarang monopoli secara rule of reason yang berarti

monopoli akan dilarang jika monopoli tersebut merusak persaingan secara

signifikan dan pertimbangan bahwa monopoli tersebut akan menimbulkan praktek

monopoli.

Praktek monopoli merupakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau

lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran

barang atau jasa tertentu sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak

sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.20

Yang dimaksud dengan

pemusatan kekuatan ekonomi diatas sebagaimana dikatankan dalam UU No. 5

tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat

adalah “Penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih

pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan/atau jasa”.

20 Ibid, h.132

Page 31: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

21

Praktek monopoli dapat terbentuk jika hanya satu pelaku mempunyai kontrol

eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa disuatu pasar dan demikian juga

terhadap penentuan harga.21

Hal ini dapat terjadi karena dipasar tidak terdapat

barang pengganti atau tidak tersedia lagi barang substitusi atau produk substitusi

yang potensial, terjadinya hambatan masuk ke dalam pasar (to entry barrier) dan

terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menetapkan harga produk

yang lebih tinggi, tanpa mengikuti persaingan pasar atau hukum tentang

penerimaan dan penawaran pasar. 22

Berdasarkan dari uraian di atas maka dapat disimpulkan unsur-unsur praktek

monopoli adalah:23

a. Terjadi pemusatan kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku usaha

b. Terdapat penguasaan produksi atau pemasaran barang atau jasa tertentu

c. Terjadi persaingan usaha tidak sehat, serta

d. Tindakan tersebut merugikan kepentingan umum

Adapun pengaruh atau dampak negatif sehubungan dengan dilakukannya

praktek monopoli oleh pelaku atau kelompok pelaku usaha yang dapat merugikan

konsumen atau pelaku usaha lain, yaitu antara lain:24

21 Suyud Margo. Hukum Antimonopoli. Jakrta:Sinar Grafika,2009.h. 5

22

Munir Fuady. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Usaha Sehat.h. 4

23

Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h. 133

Page 32: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

22

a. Adanya peningkatan harga produk barang maupun jasa tertentu sebagai akibat

tidak adanya persaingan sehat, sehingga harga yang tinggi dapat

memicu/menyebabkan terjadi inflasi yang merugikan masyarakat luas

b. Pelaku usaha mendapatkan keuntungan secara tidak wajar, dan dia berpotensi

untuk menetapkan harga seenaknya guna mendapatkan keuntungan yang

berlipat, tanpa memperhatikan pilihan-pilihan konsumen, sehingga konsumen

mau tidak mau tetap mengkonsumsi produk atau jasa tertentu yang dihasilkan

c. Terjadi eksploitasi terhadap daya beli konsumen dan tidak memberikan hak

pilih pada konsumen untuk mengkonsumsi produk lainnya, sehingga konsumen

tidak peduli lagi pada masalah kualitas.

d. Terjafi inefisiensi dan tidak efektif dalam menjalankan kegiatan usaha nya yang

pada akhirnya dibebankan kepada masyarakat luas/konsumen berkaitan dengan

produk yang dihasilkan karena monopolis tidak lagi mampu menekan AC

(average cost) secara minimal.

e. Terjadi entry barrier, dimana tidak ada perusahaan lain yang mampu

menembus pasar monopoli untuk suatu produk yang sejenis, sehingga pada

gilirannya perusahaan kecil tidak mampu masuk ke pasar monopoli dan akan

mengalami kesulitan untuk dapat berkembang secara wajar dan pada akhirnya

akan bangkrut.

Untuk meneliti apakah pelaku usaha mempunyai niatan untuk melakukan

praktek monopoli atau tidak. Di Amerika terdapat 2 doktrin yang pertama general

intent test dan yang kedua specific intent test, dalam general intent test pengadilan

harus menguji apakah tindakan yang dilakukan pelaku usaha terdapat usaha

adanya kemungkinan yang jelas bahwa tindakan tersebut akan mengkibatkan

terjadinya praktek monopoli. Sedangkan dalam specific intent test pengadilan

harus menguji apakah tindakan yang dilakukan pelaku usaha mempunyai tujuan

kongkrit/nyata yang mencerminkan adanya kehendak atau niatan untuk melakukan

praktek monopoli atau tidak.25

24Ahmad Yani dan Gunawan wijaya, Anti Monopoli. Jakarta:PT.Raja Grafindo

Persada,1999.h. 30-31

25

Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h. 136

Page 33: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

23

C. Pendekatan dalam Menentukan Pelanggaran Hukum Persaingan

Dalam hubungan dengan aplikasi hukum persaingan usaha kita mengenal

beberapa teori yuridis yang berkembang dalam hukum persaingan usaha untuk

menentukan apakah kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku usaha melanggar

ketentuan hukum persaingan atau tidak :.

1. Teori Per Se Illegal

Pendekatan Per se Illegal adalah pendekatan yang menekankan pada

perjanjian atau kegiatan tertentu yang dinyatakan sebagai illegal didalam

Undang-undang hukum persaingan usaha, contoh dalam UU No. 5 tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat dimana

terdapat kalimat “kata dilarang”, tanpa anak kalimat “yang menyebabkan”.26

Artinya suatu perbuatan itu dengan sendirinya telah melanggar ketentuan yang

di atur jika perbuatan itu telah memenuhi rumusan dari Undang-undang tanpa

ada alasan pembenar atau tanpa harus melakukan penelitian secara mendalam

terhadap kondisi pasar.27

2. Rule Of Reason

Pendekatan rule of reason adalah model pendekatan yang menyatakan suatu

kegiatan tertentu dikatakan illegal, setelah melakukan evaluasi ekonomis

26 Tri Anggraini. Konsep Dasar Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Penerapan Pendekatan

“Rule Of Reason dan Per Se Illegal” Dalam Hukum Persaingan. Prosiding rangkaian Lokal Karya

terbatas Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya 17-18 mei 2004. Jakarta : Pusat

pengkajian Hukum , 2005.h. 89

27

Elyta Ras Ginting. Hukum Anti Monopoli Indonesia “ Analisis Dan Perbandingan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999”, Bandung: PT citra Aditnya bakti, 2001.h. 28

Page 34: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

24

menggenai akibat yang ditimbulkan terhadap persaingan.28

Artinya penerapan

hukumnya bergantung pada akibat yang ditimbulkannya, apakah perbuatan dari

pelaku usaha tersebut telah menimbulkan praktek monopoli atau praktek usaha

tidak sehat lainnya

3. Analisis Kekuatan Pasar (Market Power Analysis)

Analisis kekuatan pasar ini atau biasa disebut juga analisis struktural

(structural analysis) merupakan suatu pendekatan dimana agar suatu tindakan

dari pelaku usaha dapat dikatakan melanggar hukum persaingan usaha, maka

dalam melakukan analisis terhadap tindakan yang di lakukan dan juga dilihat

kepada kekuatan pasar atau struktur pasar.29

Misalnya jika ada tindakan

penetapan harga bersama (price fixing) di suatu pasar maka yang dilihat bukan

hanya penetapan harga bersama saja. Akan tetapi di tinjau pula efek negatif

terhadap pasar, struktur pasar, cara penetapan harga bersama, dan lain-lain

faktor yang relevan.30

4. Doktrin Pembatasan Tambahan (Ancillary Restraint)

Teori ini mengajarkan bahwa tidak semua monopoli atau pembatasan

persaingan usaha bertentangan dengan hukum. Hanya perbuatan-perbuatan

yang mempengaruhi persaingan secara langsung dan segera (direct and

28 Tri Anggraini. Konsep Dasar Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Penerapan Pendekatan

“Rule Of Reason dan Per Se Illegal” Dalam Hukum Persaingan.h. 89

29 Munir Fuady. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Usaha Sehat, h.48

30 Ibid, h. 49

Page 35: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

25

immediate) yang dapat dianggap bertentangan dengan hukum. Apabila efeknya

terhadap persaingan terjadi secara tidak langsung atau merupakan efek samping

semata-mata, maka tindakan tersebut walaupun menimbulkan efek yang negatif

terhadap persaingan pasar tetap dianggap tidak bertentangan dengan hukum

persaingan usaha. Sebaliknya apabila efeknya terhadap persaingan secara

langsung walaupun tidak tergolong rasionable tetap dikatakan melanggar

hukum persaingan usaha.31

5. Pendekatan Paradigma Harvard

Paradigma SCP tradisional berpendapat bahwa struktur pasar akan

mempengaruhi perilaku perusahaan dalam membuat keputusan untuk

berkompetisi atau berkolusi, misalkan tingkat konsentrasi yang tinggi akan

mendorong perusahaan untuk melakukan kolusi, yang pada gilirannya akan

menentukan kinerja yang dicapai. Kinerja yang baik akan muncul dari struktur

dan perilaku yang kompetitif. Pola hubungan linier yang sederhana ini

menempatkan struktur sebagai pengaruh utama dari keberhasilan fungsi pasar.

Karena hal tersebut, pengikut aliran SCP tradisional dikenal dengan istilah

ekonom „strukturalis‟.32

Kinerja = f (struktur, perilaku dan kondisi dasar)33

31Ibid,.h.49.

32 Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h.42.

33 Ibid, h.42.

Page 36: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

26

Ukuran kinerja yang diambil biasanya tingkat keuntungan, variable struktur

mencakup tingkat konsentrasi dan hambatan masuk, kondisi dasar dapat berupa

kondisi permintaan, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya.

6. Paradigma Chicago

Berbeda dengan aliran SCP tradisional yang berbasiskan studi empiric,

tradisi aliran Chicago menekankan pada pentingnya analisis teoritis.

Pandangan-pandangan yang berasal dari paradigm Chicago memiliki banyak

perbedaan dengan aliran SCP tradisional. Perbedaan yang mendasar adalah jika

aliran SCP tradisional menggunakan model persaingan tidak sempurna sebagai

„teropong‟ yang paling tepat dalam memandang perilaku industri, maka aliran

Chicago memilih model persaingan sempurna, karena dianggap memiliki

kekuatan penjelasan (explanatory power) yang lebih baik.34

Dengan kata lain munculnya monopoli atau perilaku anti kompetisi berasal

dari struktur pasar yang timpang (terkonsentrasi). Dengan perilaku strategisnya,

perusahaan-perusahaan besar yang ada di pasar berusaha mencegah masuknya

perusahaan-perusahaan baru untuk ikut berkompetisi dan dapat menetapkan

harga secara tidak wajar. Implikasi dari argument ini adalah pemerintah perlu

turun tangan untuk dapat mencegah dan menghentikan perilaku strategis yang

merugikan pasar tersebut.35

34 Ibid, h.43

35

Ibid, h.43

Page 37: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

27

D. Pengecualian dalam Undang-undang No 5. Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Hukum persaingan usaha adalah element esensial sehingga dibutuhkan

adanya Undang-undang sebagai “code of conduct” bagi pelaku usaha untuk

bersaing di pasar sesuai dengan peraturan Undang-undang yang berlaku.36

Sehingga ada kepastian hukum bagi para pelaku usaha, dengan kapastian yang

adil dan keadilan yang pasti dan kebergunaan hukum itulah dapat menjamin

kebebasan yang teratur dalam dinamika perekonomian. Sehingga pada

gilirirannya dapat membawa kesejahteraan bersama dalam kehidupan masyarakat.

Dalam hal ini negara berkepentingan membuat kebijakan persaingan yang

bertujuan menjaga proses keberlangsungan proses kebebasan persaingan itu

sendiri yang di selaraskan dengan freedom of trade (kebebasan berusaha),

freedom of choice (kebebasan untuk memilih), dan access to market (akses untuk

memasuki pasar).

Di samping tujuan tersebut sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 secara

ekplisit UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat menegaskan bahwa ada kebijakan persaingan yang

berorientasi pada jaminan kesempatan berusaha yang sama bagi para pelaku

usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil. Oleh sebab itu

kebijakan persaingan suatu negara dalam penegakan hukum persaingan akan

36 Jimly Ashiddiqie. Konstitusi Ekonomi, Jakarta:Kompas,2010.h. 12

Page 38: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

28

sangat menentukan efektif atau tidaknya suatu Undang-undang hukum

persaingan.37

Hukum persaingan usaha mengenal adanya pengecualian (exception) untuk

menegaskan bahwa aturan hukum persaingan dinyatakan tidak berlaku bagi jenis

pelaku ataupun prilaku/kegiatan tertentu. Pada umumnya status pengecualian ini

diberikan kepada industri yang dianggap strategis dan lebih baik pengelolaannya

diserahkan kepada negara. Pasal 33 UUD 1945 menghendaki adanya monopoli

negara untuk menguasai bumi dan air berikut kekayaan alam yang terkandung

didalamnya, serta cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang

banyak.38

Oleh sebab itu perlu adanya suatu acuan yang dipergunakan untuk

pengecualian apakah suatu kegiatan, industry/badan, pelaku usaha yang

bagaimanakah yang dikecualikan dari pengaturan hukum persaingan usaha.

Dalam hal yang dikecualikan dalam hukum persaingan umumnya di dasarkan

kepada beberapa pertimbangan antara lain:

1. Adanya instruksi atau perintah dari UUD Tahun 1945.

2. Adanya instruksi atau perintah dari UU atau peraturan Perundang-undangan

lainnya.

37 Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h. 218

38

Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha “Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di

Indonesia”. Malang:Bayumedia Publishing,2007.h. 40

Page 39: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

29

3. Instruksi atau pengaturan berdasarkan regulasi dalam suatu badan

administrasi.39

Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menggenai pengecualian ini di

tentukan dalam Pasal 50 dan ketentuan Pasal 51 yang menyatakan

Pasal 50 Yang dikecualikan dari ketentuan Undang-undang ini adalah:

a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan

Perundang-undangan yang berlaku;

b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti

lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian

elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan

dengan waralaba;

c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang

tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;

d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan

untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga lebih rendah

daripada harga yang telah diperjanjikan;

e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar

hidup masyarakat luas;

f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik

Indonesia;

g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak

mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;

h. pelaku usaha yang tergolong dalam Usaha Kecil; ataukegiatan usaha

koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.

Dalam Pasal 51 ini diatur menggenai ketentuan monopoli oleh negara:

“Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi

dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang

39 Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks. Mengutip

Thomas jorde et.al. Gilberl Law Summaries – Anti Trust, 9th

Ed (Harcourt Brece Legal And

Professional Publications.Inc, 1996).h. 219

Page 40: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

30

banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur

dengan Undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik

Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh

Pemerintah.”

Khusus menggenai pemberian status pengecualian yang berkaitan dengan

negara dalam hukum persaingan dikenal dengan adanya “state action doktrin”

dimana perbuatan atau tindakan yang dilakukan pemerintah (atau yang diberikan

kewenang) dari atau yang mewakili pemerintah akan dikecualikan dari ketentuan

peraturan undang-undang hukum persaingan. Doktirn ini banyak memberikan

keuntungan kepada pemerintah sepanjang status ini dipergunakan sesuai

tujuannya terutama efisiensi pada level nasional.40

Disamping dampak positif, perlu diingatkan bahwa adanya dampak negatif

bila pengawasan tidak dijalankan dengan baik sesuai dengan kebijakan persaingan

akan berdampak terhadap ekonomi secara nasional. Oleh sebab kebijakan harus

dibatasi agar pemerintah tidak bertindak oportunis misalnya dengan memastikan

apakah kegiatan tersebut benar-benar bertujuan untuk kepentingsan umum,

kepentingan hajat orang banyak atau memang di perintah oleh konstitusi (active

supervision). Dalam implementasinya pengawasan juga penting untuk

menghindari terjadinya prilaku anti persaingan yang bersifat privat (bukan

negara) tetapi dengan melaksanakan doktrin ini.41

40 Ibid.h 221

41

Ibid.h 222

Page 41: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

31

BAB III

PROFIL ASURANSI SOSIAL DI INDONESIA

A. Sejarah Singkat Asuransi Sosial di Indonesia

Usaha asuransi di Indonesia sudah mulai terbentuk pada permulaan abad ke

19, namun jenis asuransi ini belum dapat berkembang secara merata dalam setiap

lapisan masyarakat. Akibatnya sebagian besar masyarakat di pedesaan belum

mengetahui arti dan manfaat asuransi sebagai pengalihan resiko apabila terjadi

sesuatu yang tidak diinginkan atau diluar dugaan yang menimbulkan kerugian,

namun secara tradisional sebenarnya masyarakat Indonesia memiliki bentuk atau

cara penyelenggaraan usaha-usaha bantuan untuk kepentingan bersama. Usaha

tersebut dikenal dengan sebutan gotong-royong.42

Gotong-royong merupakan ciri

yang hakiki dari diri kepribadian bangsa Indonesia yang disimpulkan dalam

Pancasila, dan ideology Pancasila ini berakar pada nilai-nilai budaya Indonesia.

Dimasukannya asas gotong-royong dalam asuransi sosial, merupakan salah satu

sebab mengapa asurasi sosial dapat diterima dan berkembang didalam masyrakat.

Dalam hubungan ini dapat menggutip pendapat Von Savighny yang mengatakan

bahwa seharusnya ada hubungan organis antara hukum suatu bangsa dengan jiwa

dan sifat-sifat bangsa itu sendiri.43

Usaha ini merupakan modal atau dasar yang

kuat bagi terwujudnya serta berkembangnya asuransi sosial di Indonesia.

42 T. Sumarnogroho. Sistem Intervensi Kesejahteraan sosial.Yogyakarta: Hanindita,1984.h

153

Page 42: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

32

Secara formal masuknya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia ialah

sejak berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Belanda di

Indonesia pada tahun 1848. Berlakunya KUHD Belanda di Indonesia ini adalah

atas dasar konkordasi yang dimuat dalam Stb 1943 No.23, yang di undangkan

pada tanggal 30 April 1947 dan mulai berlaku pada 1 Mei 1848.44

B. Pengertian Asuransi Sosial

Asuransi atau dalam bahasa Belanda “verzekering” yang berarti

pertanggungan. Dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu: pihak yang satu

bersedia untuk menjadi penanggung atau penjamin dan pihak yang lain mendapat

pengantian suatu kerugian, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu

peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum di tentukan

saat akan terjadinya.45

Sedangkan dalam Pasal 246 KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang)

“ Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana penangung

dengan menikmati premi dari tertanggung mengikatkan diri untuk

memberikan ganti rugi kepadanya karena suatu kehilangan kerugian atau

ketidak untungan yang diharapkan yang mungkin dapat diderita olehnya

karena suatu peristiwa yang tidak pasti.

43 Bernard l Tanya,dkk,. Teori Hukum “Strategi Terbib Manusia Lintas Ruang dan

Generasi”.Yogyakarta: Genta Publishing, 2013.h. 84

44

Sri Rejeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta:Sinar

Grafika,1995.h 51

45

Wirjono Projodikoro.Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta:PT.Intermasa,1994.h. 1

Page 43: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

33

Dari pengertian asuransi diatas maka dapat diambil beberapa unsur penting

dalam asuransi;

1. Adanya pihak penanggung dan tertanggung, sehinnga ia merupakan perjanjian

timbal balik. Oleh karna itu harus terdapat kesepakatan antara penanggung

dan tertanggung.

2. Peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung karena penanggung

tidak mampu menghadapi risiko yang akan terjadi.

3. Adanya kewajiban membayar premi dari pihak tertanggung kepada pihak

penanggung

4. Adanya peristiwa yang tidak tertentu, yang semula belum jelas terjadi dan

tidak diharapkan terjadinya

5. Adanya ganti kerugian, bilamana peristiwa yang tidak tertentu itu benar-benar

terjadi, maka penanggung berkewajiban mambayar ganti rugi.

Pengertian Asuransi sosial sendiri menurut Mehr dan Cammack dalam buku

yang berjudul “Principil of Insurance” yang ditermahkan oleh A.Hasim dengan

judul “Badan Usaha Asuransi”, memberikan definisi tentang asuransi sosial

adalah “alat untuk menghimpun risiko dengan memindahkan kepada organsasi

yang biasanya adalah organisasi pemerintah, yang diharuskan oleh Undang-

undang untuk memberikan manfaat keuangan atau pelayanan kepada atau atas

nama orang-orang yang diasuransikan itu pada waktu terjadinya kerugian tertentu

Page 44: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

34

yang telah ditetapkan sebelumnya.46

Berdasarkan pengertian di atas asuransi

sosial mempunyai sifat wajib dan besarnya santunan (benefit) pada umumnya di

tetapkan pemerihtah. Golongan asuransi ini tidak ditujukan untuk memperoleh

keuntungan, tetapi lebih banyak ditekankan kepada kepantasan masyarakat (sosial

adequacy). Penyelenggaraan biasanya diselengarakan oleh pemerintah sehinnga

sering pula disebut Social Government Insurance.47

Oleh karena itu Asuransi Sosial memiliki ciri-ciri khusus, yaitu

1. Penanggung (Biasanya organisasi di bawah wewenang pemerintah)

2. Tertanggung (Biasanya masyarakat luar anggota/golongan masyarakat

tertentu)

3. Risiko (Suatu kerugian yang sudah di atur dan di tentukan terlebih dahulu)

4. Wajib (Berdasarka suatu ketentuan Undang-undang atau ketentuan lain).48

C. Pelaksanaan Asuransi Sosial di Indonesia

1. Pra BPJS

a. Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil

Sejak tahun 1963 bagi pegawai negeri telah berlaku suatu jenis

asuransi sosial yaitu tabungan dan asuransi sosial pegawai negeri sipil

(Taspen). Setelah mengalami beberapa perubahan, setelah tahun 1981

dengan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981 Taspen perubah menjadi

Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil. Dengan penyelenggaraan Persero

46 Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia.Jakarta:PT.Rineka Cipta,2004.h. 339

47

Man Suparman Sastrawidjaja. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga.

Bandung: P.T Alumni,2003.h. 89-90

48 Sri Rejeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi.h. 146-147

Page 45: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

35

Taspen dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1981 yang merubah

Perusahaan Umum Taspen menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).49

Perserta Asuransi Pegawai Negeri Sipil adalah semua Pegawai Negeri

Sipil, kecuali Pegawai Negeri Sipil yang berada di lingkungan

Departemen Pertahanan dan Keamanan. Untuk pegawai lain termasuk

Badan Usaha Miliki Negara dapat ditetapkan sebagai perserta Asuransi

Sosial dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pada prekteknya dana

taspen bersumber dari pembayaran premi oleh peserta asuransi sosial ini

sebesar 4,75% dari penghasilan sebulan (gaji pokok+tunjangan keluarga)

berdasarka Kepres No. 8 Tahun 1977.

Program yang dikelola oleh Taspen:

1) Program tabungan hari tua.

2) Program asuransi sosial tenaga kerja.

3) Program pensiun.50

b. Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang

Jenis asuransi sosial diatas diatur dalam Undang-undang No. 33 Tahun

1964 jo Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1965. Asuransi ini

diselengarakan untuk menanggung orang-orang yang menerima ganti rugi

akibat dari suatu kecelakaan atau ongeval yang menggenai tubuh pihak

49Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia.h.340

50 Man Suparman Sastrawidjaja. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga.h. 118

Page 46: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

36

tertanggung.51

Adapun yang ditunjuk sebagai penyelenggaranya adalah

PT. Persero Asuransi kerugian Jasa Raharja.

Menurut ketentuan diatas, setiap penumpang kendaraan umum baik

darat dan udara diwajibkan membayar iuran wajib kepada PT. Persero

Asuransi Kecelakaan Jasa Raharja disatukan dengan harga tiket. Apabila

terjadi kecelakaan yang menimpa kendaraan tersebut, maka penumpang

atau ahli warisnya akan mendapat satunan dari PT. Persero Asuransi

Kecelakaan Jasa Raharja yang jumlahnya ditetapkan dengan keputusan

Mentri Keuangan.52

c. Dana Kecelakaan Lalu Lintas

Asuransi yang dimaksud untuk memberikan santunan bagi korban

kecelakaan lalu lintas jalan ini diatur didalam Undang-undang No. 34

Tahun 1964 jo Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 ditetapkan

bahwa setiap pengusaha atau pemilik alat angkutan lalu lintas jalan

diwajibkan memberi sumbangan setiap tahunnya untuk dana kecelakaan

lalu lintas jalan. Pada prakteknya pemungutan sembangan disatukan

dengan pembayaran pajak untuk memperoleh/ memperpanjang Surat

Tanda Nomor Kendaraan bermotor (STNK) setiap tahunnya. Adapun

51 Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia, h. 270

52 Man Suparman Sastrawidjaja. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga.h. 119

Page 47: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

37

yang mendapat santunan adalah korban diluar kendaraan yang mendapat

musibah sebagai pengguna kendaraan tersebut.53

d. Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun

Program pemeliharaan kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan

Peneriman Pensiun atau yang lebih dikenal dengan (ASKES) diatur dalam

Peraturan Pemerinta No. 22 tahun 1984. Untuk memperoleh jaminan

kesehatan dengan sistem asuransi ini, setiap pegawai negeri sipil wajib

membayar iuran setiap bulannya sebesar 2% dari penghasilannya setiap

bulan.54

Pada perkembangannya sejak 23 Desember 1991 Peraturan

Pemerintah No. 22 Tahun 1984 dinyatakan tidak berlaku lagi oleh

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991 Tentang Pemeliharaan

Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran, Pejuang

Kemerdekan. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) PP No. 69 Tahun 1991

yang menjadi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran, Pejuang

Kemerdekan serta keluargannya, selain itu pegawai dan penerima pensiun

badan usaha dan badan lainnya dapat menjadi peserta penyelenggara dapat

menjadi peserta penyelenggaraan yang diselenggarakan oleh askes.55

53 Ibid, h. 118

54 Ibid, h. 199

55

Abdulkadir Muhammad,Hukum Asuransi Indonesia, Bandung:PT.Citra Aditnya Bakti,2011,

h.250

Page 48: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

38

e. Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI)

ASABRI dibentuk tahun 1963, seperti halnya pegawai negeri sipil

anggota ABRI termasuk dalam peserta Taspen yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1963. Dengan beberapa pertimbangan

kemudian anggota ABRI dibentuk asuransi sosial sendiri, yaitu ASABRI

dengan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1971.56

Sejak tanggal 17 Desember 1991 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun

1971 diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 yang

mengatur tentang ASABRI. Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerinta No. 67

tahun 1991 program ASABRI terdiri dari satuan asuransi, santunan resiko

kematian, santunan nilai tunai asuransi dan biaya pemakaman.57

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 ini dimaksudkan

Pegawai Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil dan anggota ABRI, dimana

anggota ABRI terdiri dari prajuritTNI dan anggota Polri. Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1974 ini ditindaklanjuti dengan Keppres Nomor 56 Tahun

1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran dan

Besarnya Iuran-iuran yang dipungut dari 4 % sebagaimana tercantum

dalam pasal 1 Keppres tersebut dan diubah menjadi 4,75 % pada Keppres

56 Man Suparman Sastrawidjaja. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,h.120

57 Ibid, h.121

Page 49: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

39

Nomor 8 Tahun 1977, untuk Tunjangan Hari Tua dan Perumahan sebesar

3,25 % dan Dana Kesehatan sebesar 2 % dari gaji.58

f. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Menggenai asuransi tenaga kerja pengaturannya terdapat dalam

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 dan Peraturan Pemerintah No.

34 tahun 1977. Kemudian sejak tanggal 17 Februari 1992, ASTEK di

ubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 menjadi Jaminan Sosial

tenaga Kerja mengenai kewajiban pembayaran premi berdasarkan

ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 14 Tahun tentang Jaminan

Sosial Tenaga Kerja, pengusaha menanggung penuh iuran Jaminan

Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan dan untuk iuran jaminan Hari Tua 3,70% ditanggung oleh

pengusaha dan 2% ditanggung oleh tenaga kerja. yang ruang lingkupnya

meliputi:

1) Jaminan kecelakaan kerja

2) Jaminan hari tua

3) Jaminan kematian

4) Jaminan pemeliharaan kesehatan.59

2. Pasca BPJS

58 http://www.asabri.co.id/index.php/info_syarat/info_pensiun diunduh pada 5 April 2015,

Pada pukul 14:30

59 Ibid,h.121

Page 50: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

40

Usaha memajukan kesejahteraan rakyat, berarti suatu usaha untuk

mewujudkan suatu tingkat kehidupan masyarakat yang optimal berupa

kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin dengan kualitas kehidupan yang

dapat memenuhi unsur-unsur kebutuhan dasar manusia diantaranya kesehatan.

Bidang pelayanan kesehatan sebagai salah satu unsur perbekalan kesehatan

merupakan faktor yang paling dominan dalam memenuhi kebutuhan untuk

mewujudkan derajat kesehatan tersebut.60

Status hukum Persero Jamsostek, Taspen, Asabri dan Askes pasca putusan

Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2005 terhadap perkara Nomor

007/PUU-III/2005 dalam posisi transisi. Karena Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3)

nnUU SJSN yang menyatakan ke-4 Persero tersebut sebagai BPJS menurut

UU SJSN dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara

R.I. Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Mahkamah

Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya menyatakan antara lain:

“seandainya pembentuk undang-undang bermaksud menyatakan bahwa

selama ini belum terbentuk BPJS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

badan-badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatas diberi hak untuk

bertindak sebagai BPJS, maka hal itu sudah cukup tertampung dalam

Ketentuan Pasal 52 UU SJSN.61

Selanjutnya Mahkamah Konstitusi

60 Muhammad Djumhana. Hukum Ekonomi Sosial Indonesia.Bandung:PT.Citra Aditya

Bakti,1994.h 51

61

Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, h. 198

Page 51: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

41

berpendapat bahwa ketentuan Pasal 52 UU SJSN justru dibutuhkan untuk

mengisi kekosongan hukum (rechstsvacuum) dan menjamin kepastian hukum

(rechtszckerheid) karena belum adanya badan penyelenggara jaminan sosial

yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat dilaksanakan.62

Bertitik tolak dari uraian diatas dapat dikemukakan beberapa alasan yang

dijadikan pertimbangan mengapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosiasl harus

segera di buat:

a. Sebagai pelaksanaan UU SJSN pasca putusan Mahkamah Konstitusi

terhadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005.

b. Untuk memberikan kepastian hukum bagi badan penyelenggara jaminan

sosial dalam melaksanakan program jaminan sosial berdasarkan UU

SJSN.63

Untuk itu sebagaimana diaut di dalam amanat Undang-undang No. 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 5 ayat (1) dan

Pasal 51 maka Tranformasi keempat Badan Usaha Milik Negara BUMN PT.

Askes PT. Jaminan Sosial tenaga kerja, PT. Asuransi Sosial Angkatan

bersenjata (Asabri), dan PT. Taspen menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan

a. BPJS Kesehatan

62Ibid, h,199

63 Ibid, h.200

Page 52: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

42

Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing

yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

membayar iuran.64

meliputi :

1) Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan

orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

2) Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri

dari :

a) Peneriman upah dan anggota keluarganya.

b) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya.

c) Bukan pekerja dan anggota keluarganya.65

Anggota Keluarga yang ditanggung

1) Pekerja Penerima upah :

Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung,

anak tiri, dan/atau anak angkat), sebanyak banyaknya 5 (lima) orang.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja: peserta dapat

mengikut sertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas)

64 http://bpjs-kesehatan.go.id/m/ di unduh pada 23 Desember 2013 pukul 19.35

65 Ibid, http://bpjs-kesehatan.go.id/m/.

Dalam penjelasan UU No.24 Tahun 2011 yang dimaksud dengan :

a) Yang dimaksud penerima upah adalah pegawai yang memliki gaji pokok baik pegawai negeri sipil

maupun pegawai swasta seperti: Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat

Negara, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri, Pegawai swasta dan Pekerja yang tidak

termasuk huruf a s/d f yang menerima upah termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling

singkat selama 6 bulan.

b) Yang dimakud bukan peneriman upah adalah pekerja di luar hubungan atau pekerja mandiri dan

Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang tidak meneriman upah termasuk WNA yang bekerja di

Indonesia paling singkat selama 6 bulan.

c) Yang dimaksud bukan pekerja adalah Investor, Pemberi Kerja, Penerima Pensiun, Veteran, perintis

kemerdekaan, Janda duda anak yatim piatudari Veteran atau Perintis Kemerdekaan dan bukan

pekerja yang tidal termasuk huruf a s/d yang mampu membayar iuran

Page 53: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

43

3) Peserta yang dapat mengikut sertakan anggota tambahan, yang

meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua

4) Peserta dapat mengikut sertakan anggota keluarga tambahan, yang

meliputi kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, sisten ruah tangga,

dll.66

b. BPJS Ketenagakerjaan

1) Program Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua ditujukan sebagai pengganti

terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau

hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua.

Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan

penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia 55

tahun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.

Iuran program jaminan hari tua:

a) Ditanggung perusahaan 3,7%

b) Ditanggung pekerja 2 %.67

Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran

ditambah hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan

dikembalikan/dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah

dengan hasil pengembangannya.68

2) Program Jaminan Kecelakaan Kerja :

66 http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id di unduh pada 23 Desember 2014 pukul 21.15

67 Ibid, http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id.

68 Ibid, http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id

Page 54: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

44

. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan

rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat

dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau

menderita penyakit akibat hubungan kerja seperti kematian atau cacat

karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan

adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga

kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha

memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja

yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha.

Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan.

Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha

sebagaimana tercantum pada iuran. 69

3) Program Jaminan Kematian

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta

program BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal bukan karena

kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya

meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman

maupun santunan berupa uang. Pengusaha wajib menanggung iuran

Program Jaminan Kematian sebesar 0,3% dengan jaminan kematian

yang diberikan adalah Rp 21.000.000,- terdiri dari Rp 14.200.000,-

69 http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id di unduh pada 23 Desember 2014 pukul 21.30

Page 55: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

45

santunan kematian dan Rp 2 juta biaya pemakaman dan Santunan

Berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan)

4) Sektor Informal

Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di Luar Hubungan

Kerja (LHK) adalah orang yang berusaha sendiri yang pada umumnya

bekerja pada usaha-usaha ekonomi informal. Yang bertujuan

memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang

melakukan pekerjaan diluar hubungan kerja pada saat tenaga kerja

tersebut kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai

akibat terjadinya risiko-risiko antara lain kecelakaan kerja, hari tua dan

meninggal dunia dan memperluas cakupan kepesertaan program BPJS

Ketenagakerjaan. Iuran ditetapkan berdasarkan nilai nominal tertentu

berdasarkan upah sekurang-kurangnya setara dengan Upah Minimum

Provinsi/Kabupaten/Kota. Besar iuran jaminan kecelakaan kerja 1%,

jaminan hari tua 2% (Minimal), jaminan Kematian 0,3%, iuran

ditanggung sepenuhnya oleh peserta. 70

Jenis Program dan Manfaat (sesuai PP 14/1993):

a) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari biaya pengangkutan

tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja, biaya perawatan

medis, biaya rehabilitasi, penggantian upah Sementara Tidak

Mampu Bekerja (STMB), santunan cacat tetap sebagian, santunan

cacat total tetap, santunan kematian (sesuai label), biaya

pemakaman, santunan berkala bagi yang meninggal dunia dan

cacat total tetap.

70 http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id di unduh pada 23 Desember 2014 pukul 21.47

Page 56: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

46

b) Jaminan Kematian (JK), terdiri dari biaya pemakaman dan

santunan berkala.

c) Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah

disetor, beserta hasil pengembangannya.

5) Sektor Kontruksi

Adalah Program Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja Harian Lepas,

Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Sektor Jasa

Konstruksi yang diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Nomor: KEP-196/MEN/1999 Tanggal 29 September 1999 Tahap

Kepesertaan Setiap Kontraktor Induk maupun Sub Kontraktor yang

melaksanakan proyek Jasa Konstruksi dan pekerjaan borongan

lainnya wajib mempertanggungkan semua tenaga kerja

(borongan/harian lepas dan musiman) yang bekerja pada proyek

tersebut kedalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan

Jaminan Kematian (JKM).

Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

ditanggung sepenuhnya oleh kontraktor dan besarannya ditetapkan

sebagai berikut:

1. Pekerjaan Konstruksi sampai dengan Rp.100.000.000,- (seratus

juta rupiah) sebesar 0,24% dari nilai kontrak kerja konstruksi

2. Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

sampai dengan Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sebesar

penetapan angka 1 ditambah 0,19% dari selisih nilai, yakni dari

nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi Rp 100.000.000,-

(seratus juta rupiah)

3. Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)

sebesar penetapan angka 2 ditambah 0,15% dari selisih nilai, yakni

Page 57: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

47

dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi Rp 500.000.000,-

(lima ratus juta rupiah)

4. Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 1.000.000.000,- (satu miliar

rupiah) sampai dengan Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)

sebesar penetapan angka 3 ditambah 0,12% dari selisih nilai, yakni

dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi Rp 1.000.000.000,-

(satu miliar rupiah)

5. Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 5.000.000.000,- (lima miliar

rupiah) sebesar penetapan huruf d ditambah 0,10% dari selisih

nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi dikurangi Rp

5.000.000.000,- (lima miliar rupiah)

Nilai Kontrak Kerja Konstruksi yang dipergunakan sebagai dasar

perhitungan iuran tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

sebesar 10%.

Adapun proyek - proyek tersebut meliputi :71

a) Proyek-proyek APBD.

b) Proyek-proyek atas Dana Internasional.

c) Proyek-proyek APBN.

d) Proyek-proyek swasta, dll

71

http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id di unduh pada 23 Desember 2014 pukul 22.04

Page 58: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

48

BAB IV

PENYELENGGARAAN BPJS

A. Kebijakan Persaingan Usaha Terhadap Penyelenggaraan BPJS

BPJS terbentuk sesuai dengan amat UU SJSN yang diwujudkan dengan

Uudang-undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

untuk mengelola asuransi sosial di Indonesia. Sejalan dalam perkembangannya,

sebenarnya sebelum adanya BPJS sudah ada banyak pelaku usaha asuransi baik

berupa asuransi kesehatan, ketenagakerjaan, asuransi jiwa, asuransi jaminan hari

tua dan lain-lain, mereka adalah pelaku usaha swasta. Pelaku usaha swasta ini

sebenarnya sudah mampu mengelola jenis-jenis asuransi sebagaimana yang telah

disebutkan diatas yang diperuntukan bagi masyarakat luas dengan berbagai

pelayanan dan fasilitas yang di tawarkan, sehingga pelaku usaha swasta ini dapat

dikatakan sebagai pesaing yang potensial yang memang sudah eksis sebelum

adanya BPJS. Hal ini dapat dilihat dengan menjamurnya pelaku-pelaku swasta di

bidang asuransi. Tetapi pemerintah mengeluarkan kebijakan Melalui Undang-

undang yang memberikan delegasi kepada BPJS untuk menjalankan program

asuransi sosial, dan memberikan BPJS hak monopoli melalui Undang-undang

No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara jaminan Sosial.

Menggenai ketentuan hak monopoli yang dimiliki BPJS di atur di dalam

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Page 59: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

49

Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasal 50 huruf a yang menyatakan,Yang

dikecualikan dari ketentuan Undang-undnag ini adalah :

(a) Perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan

perundang-undang

Pasal ini menyebabkan monopoli pemerintah melalui BPJS tidak dapat

dikatakan melawan hukum, karena ada delegasi dari Undang-undang No. 24

Tahun 2011. Kegiatan usaha yang dilakukan BPJS bersifat melaksanakan perintah

Undang-undangan yang menjadi dasar hukum pengecualian bagi BPJS, yang

keberadaannya di akui dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menggenai pengaturan pelaksanaan monopoli di atur di dalam Pasal 51 UU

No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat:

“Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan

atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang

banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur

dengan Undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik

Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh

Pemerintah.”

Karena di dalam penjelasan Pasal 51 dikatakan cukup jelas maka pengaturan

lebih lanjut menggenai ketentuan Pasal 51 dijelaskan secara rinci dalam Peraturan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 3 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Disana dijelaskan

tujuan dari Pasal 51 melalui pedoman pelaksanaan Pasal 51 adalah

Page 60: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

50

mengidentifikasi batasan hukum yang jelas menggenai maksud dari kegiatan

bidang produksi atau pemasaran barang dan jasa yang menguasai hajat hidup

orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara, menjadi pedoman

bagi para pihak dalam melakukan kegiatan usaha agar tidak mengakibatkan

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.72

Dalam menjabarkan keberadaan Pasal 51, terdapat beberapa bagian yang

merupakan elemen utama dalam Pasal ini terkait keberadaan intervensi negara.

Keberadaan Pasal 51 memungkinkan adanya monopoli dan pemusatan kegiatan

yang di kecualikan dari Undang-undang hukum persaingan usaha, Namun apabila

prilaku pelaku usaha melalui posisi dominannya yang bertendensi melakukan

praktek monopoli yang berujung pada persaingan usaha tidak sehat, kegiatan

tersebut tidak lepas dari penegakan persaingan usaha. Karena kegiatan usaha yang

mengarah kepada praktek monopoli akan akan merugikan pelaku usaha,

konsumen, dan kepetingan umum, sehingga praktek monopoli menjadi sebuah

kegiatan yang dilarang.

Sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam, islam juga mendorong para

pelaku usahanya bersaing secara sehat. Didalam ekonomi Islam juga melarang

pelaku usaha menjalankan usahanya secara curang (batil) atau menjalankan

usahanya secara tidak sehat. Pelarangan pelaku usaha untuk tidak melakukan

kegiatan usahanya secara curang atau secara tidak sehat sebagaimana Allah SWT

72

Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999. h.6

Page 61: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

51

berfirman di dalam Al-Qur‟an Surat An-nisa (4) : 29 dan Al- Baqarah (2) : 279

yang berbunyi ;

) سورة

4:29) /النساء

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku

dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

(2:279) القرآن الكريم

Artinya : “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka

ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu

bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak

Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

Pasal 51 UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat mengakui kewenangan negara dalam memberikan

hak monopoli kepada BUMN dan/atau kepada badan atau lembaga yang dibentuk

atau ditunjuk pemerintah untuk menyelengarakan monopoli atas barang atau jasa

yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta cabang produksi yang penting

bagi negara. Namun terhadap tindakan yang dilakukan oleh pemegang hak

monopoli yang bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha tidak sehat

tidak dikecualikan. Apabila kita menelaah frasa “ bertujuan melaksanakan” dalam

Page 62: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

52

Pasal 50 huruf (a) diartikan bahwa pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan

usaha bukan atas otoritasnya sendiri melainkan menjalankan perintah dan

kewenanggannya yang di atur secara tegas di dalam Undang-undang. Dengan

demikian “perbuatan atau perjanjian” yang dikecualikan dalam ketentuan Pasal 50

huruf (a) adalah perbuatan dan/atau perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha

berdasarkan perintah dan kewenanggan yang diberikan oleh Undang-undang untuk

dilaksanakan.73

Sebuah monopoli atau pemusatan kegiatan hanya dapat dikecualikan dari

ketentuan Pasal 51 tadi selama monopoli atau pemusatan kegiatan tersebut diatur

keberadaannya oleh Undang-undang. Dengan kata lain yang di kecualikan adalah

tindakan-tindakan yang jelas di atur di dalam Undang-undang dan peraturan

pelaksanaanya, namun tidak berlaku ketika monopoli atau pemusatan kegiatan

tersebut melahirkan perbuatan yang anti persaingan di Undang-undang terkait atau

peraturan pelaksananya. Dengan kata lain kegiatan monopoli yang berujung pada

praktek monopoli tanpa memberikan kesempatan pada perusahaan lain yang

sejenis untuk menawarkan bentuk kerjasama yang kompetitif, maka potensi

benturan dengan prinsip persaingan yang sehat dapat terjadi, khususnya terkait

dugaan menghambat persaingan usaha yang sehat sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 19 UU No.5 tahun 1999.74

73 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 UU No. 5 Tahun 1999.h.15

74

Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999. h.12

Page 63: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

53

B. Tugas dan Kewenangan KPPU dalam Menjaga Iklim Persaingan Perusahaan

asunransi di Indonesia.

Dalam konteks ketatanegaraan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

merupakan lembaga negara komplementer (state auxiliary organ) yang

mempunyai wewenang berdasarkan UU No.5 tahun 1999 untuk melakukan

penegakan hukum persaingan usaha. Secara khusus pembentukan Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bertujuan untuk menjamin iklim usaha yang

kondusif, dengan adanya persaingan yang sehat memberikan kesempatan usaha

yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha

kecil. Selain itu komisi ini dibentuk untuk mendorong terciptanya efisiensi dan

efektivitas dalam kegiatan usaha.75

Dalam Pasal 35 UU No.5 tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan

bahwa tugas KPPU terdiri dari :

a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur

dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi

dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan

Pasal 28;

d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur

dalam Pasal 36;

e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang

berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

75

Andi Famhi lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h 311-313

Page 64: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

54

f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang

ini;

g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden

dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan Pasal 35 diatas salah satu tugas KPPU adalah melakukan

penilaian terhadap kegiatan perusahaan atau tindakan pelaku usaha, melakukan

penilaian terhadap “ada atau tidaknya” penyalahgunaan posisi dominan, serta

memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang

berkaitan dengan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Karena hal

ini merupakan kewajiban dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang

harus dipenuhi maka tidak diperlukan lagi adanya permintaan dari pemerintah.

Sebaliknya, KPPU berkewajiban memberi saran dan pertimbangan kepada

pemerintah apabila dianggap perlu tanpa diminta dengan tujuan untuk mendorong

ekonomi pasar berfungsi secara lancar, karena pelaku usaha harus dilindungi dari

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.76

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa proses pengawasan

oleh KPPU dalam bidang hukum persaingan usaha, memiliki tujuan untuk menilai

apakah kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha tertentu melanggar hak-hak

konsumen atau pelaku usaha dari sebuah tindakan tertentu yang diduga melanggar

ketentuan Hukum Persaingan Usaha. Ketentuan persaingan usaha haruslah

menjadikan kesejahteraan konsumen dan kepastian untuk para pelaku usaha

76

Knud Hansen, et.al, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 : Undang-undang Antimopoli dan

Persaingan Usaha Tidak sehat ( Law Concering probhition of monopolistic practies and unfair business

competition), Jakarta:Katalis dan GTZ.h.380

Page 65: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

55

menjalankan usahanya, sebagai parameter utama dalam menilai apakah suatu

tindakan melanggar prinsip-prinsip persaingan sehat atau tidak. Hal ini

berimplikasi pula dalam melakukan pengawasan/supervisi terhadap kegiatan usaha

yang memiliki aroma monopoli yang di dapat khususnya karena menjalakan

Undang-undang atau monopoli alamiah dimana yang di awasi adalah kegiatan

usaha yang keberadaannya berdasarkan intervensi dari pemerintah, untuk

mencegah terjadinya praktek monopoli yang mengarah kepada persaingan usaha

tidak sehat.

Dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang diintervensi oleh

pemerintah tersebut. Maka yang digunakan di Indonesia adalah pendekatan dari

Mazhab Harvard atau Harvard school yang mengunakan metode analisis dengan

pendekatan terhadap Structure, Conduct, Performance (Struktur, Perilaku, dan

Kinerja). Mazhab Harvard atau Harvard school adalah pendekatan yang

berpendapat bahwa struktur pasar akan mempengaruhi prilaku perusahaan dalam

membuat keputusan untuk berkompetisi atau berkolusi. Apabila kinerja pelaku

usaha baik akan muncul struktur atau dan prilaku yang kompetitif, namun apabila

tingkat konsentrasi tinggi akan mendorong perusahaan melakukan praktek

monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.77

Sedangkan Mazhab Chicago atau

Chicago School mengunakan metode analisis dengan mengunakan pendekatan

terhadap Price Theory (Teori Harga). Sedangkan Mazhab Chicago atau Chicago

77 Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h. 42

Page 66: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

56

School mengunakan metode analisis dengan mengunakan teori harga, pelaku usaha

dikatakan melanggar hukum persaingan usaha apabila menetapkan harga terhadap

suatu barang dan/atau jasa secara sewenang-wenang.78

Dalam konteks adanya

pengawasan aktif terhadap kebijakan pemeritah, maka yang kita kedepankan

adalah pendekatan Mazhab Harvard, karena kebijakan pemerintah dan hukum

persaingan usaha harus berjalan secara beriringan. Hukum persaingan usaha harus

menjadi parameter utama dalam menilai kenerja perekonomian sebuah negara

lewat analisis terhadap pasar.

Untuk melihat adanya pengawasan/supervisi aktif akan di jabarkan sebuah

perkara hukum persaingan usaha di Indonesia dimana terdapat pengecualian dari

negara berupa hak monopoli yang di lakukan untuk menjalankan Undang-undang

atau suatu peraturan tertentu. Namun tidak lepas dari pengawasan KPPU dan

Undang-undang No. 5 Tahun 1999

Perkara Monopoli Air Bersih di Batam (Putusan Komis Pengawas Persaingan

Usaha Perkara Nomor: 11/KPPU-L/2008) :

1. Duduk Perkara

Dalam perkara ini PT Adhya Tirta Batam (ATB) adalah perusahaan

yang melaksanakan pengelolaan air bersih di batam dengan hak eksklusif

konsensi pengolahan air bersih berdasarkan Keputusan Otorita Batam

Nomor 063/UM-KPTS/IX/1995.

78

Ibid, h.45

Page 67: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

57

PT ATB dinilai telah melakukan praktek monopoli berdasarkan Pasal

17 Uudang-undang No. 5 Tahum 1999. PT ATB dengan hak monopolinya

telah melakukan praktek monopoli dalam pengolahan air bersih di pulau

Batam berupa penghentian atau pengurangan pemasangan sambungan baru

yang menyebabkan konsumen terhalangi haknya untuk mendapatkan

pasokan air bersih. PT ATB juga diduga telah melakukan deskriminasi

berdasarkan Pasal 19 huruf d Undang-undang No .5 Tahun 1999 karena

tidak melakukan pemansangan meteran air terhadap perumahan yang telah

membangun jaringan air sesuai prosedur.79

Selain dua Pasal tadi, PT ATB juga disebut menyalahgunakan posisi

dominan pada Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

PT ATB menetapkan pemasangan meteran baru hanya dapat dilakukan

apabila rumah telah selesai dan/atau telah akad kredit.80

Dalam putusannya, Majelis komisi dari Komisi Pengawas Persaingan

Usaha (KPPU) memutus PT ATB telah melanggar Pasal 17 huruf a,81

namun

tidak memenuhi unsur dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 19 huruf d Undang-

undang No. 5 Tahun 1999. Hal ini disebabkan unsur „barang dan jasa

bersaing‟ dalam Pasal yang bersangkutan tidak terpenuhi karena meskipun

terdapat pelaku usaha lain yang menyediakan jasa pelayanan air bersih di

79 Putusan Perkara Nomor: 11/KPPU-L/2008, h.4

80 Ibid, h.5

81 Ibid, h.179

Page 68: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

58

pulau batam yakni PT PKT dan PT Batamindo, tetapi kedua pelaku usaha

tersebut tidak berada pada pasar yang sama dengan PT ATB sehingga

ketentuan Pasal ini tidak terpenuhi.82

Dalam konteks adanya supervisi atau pengawasan aktif terhadap

kebijakan pemeritah, maka yang kita kedepankan adalah pendekatan Mahzab

Harvard. Karena kebijakan pemerintah dan hukum persaingan usaha harus

berjalan secara beriringan. Hukum persaingan usaha harus menjadi

parameter utama dalam menilai kenerja perekonomian sebuah negara lewat

analisis terhadap pasar, yang memberikan hak untuk melaksanakan konsensi

pengelolaan air bersih di Pulau Batam mulai tanggal 15 Desember 1995

dengan hak eksklusif. Keberadaan konsensi ini sendiri telah di kuatkan

dengan adanya keputusan No. 14/G.TUN/2005/PTUN.BPR tanggal 23

November dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah

memutuskan bahwa hak konsensi air PT ATB sesuai dengan perjanjian

(kontrak) konsensi dan Keputusan Pemberian Hak Monopoli konsensi Air

adalah sah dan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Dalam eksistensi pengecualian dalam kerangka Hukum Persaingan

Usaha di Indonesia, maka PT ATB mendalilkan bahwa berdasarkan Pasal 50

huruf a UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, kegiatan monopoli yang mereka lakukan

82

Ibid, h.135

Page 69: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

59

merupakan kegiatan yang di kecualikan oleh undang-undang (UU No.5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat) karena setiap perbuatan atau perjanjian yang bertujuan

melaksanakan peraturan Perundang-undangan yang berlaku adalah

dikecualikan dari penegakan Hukum Persaingan Usaha.83

PT ATB kemudian menngajukan keberatan di Pengadilan Negeri

Batam dimana atas hal ini Putusan Komisi Pengawas Persaingan

Usaha(KPPU) dibatalkan PN Batam dengan pertimbangan bahwa PT ATB

pengembang amanat Peraturan Daerah Otorita Batam. KPPU kemudian

mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA melalui putusan No.

413/PDT.SUS/2009 tanggal 28 Oktober 2009 Menguatkan Putusan KPPU.84

2. Analisis kasus

Posisi yang dimiliki oleh PT. ATB sebagaimana kewenagan yang

diberikan oleh Otorita Batam melalui keputusan 063/UM-KPTS/IX/1995

sesuai dengan Pasal 50 huruf a Undang-undang No. 5 tahun 1999 dapat

dibenarkan karena ada unsur yang jelas yaitu delegasi yang diberikan oleh

pihak yang berwenang yaitu Otorita Pengembang Daerah Industri Pulau

Batam (Otoria Batam), namun harus tetap diperhatikan apakah praktek

monopoli yang dilakukan oleh PT ATB benar-benar diatur secara formal

83 Ibid, h. 143

84 KPPU, “MA Menguatkan Putusan Monopoli Air di Batam”, Majalah Kompetisi,Edisi

22,(2010).h.16

Page 70: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

60

legalistik dan merupakan delegasi yang tegas dari peraturan Perundang-

undangan tertentu seperti tindakan-tindakan yang diduga melanggar prinsip-

prinsip persaingan sehat oleh KPPU. Dengan kata lain, ketika praktek

monopoli yang dilakukan oleh PT ATB terbukti merugikan atau membuat

pelaku usaha lainnya atau konsumen air menderita kerugian. Maka praktek

monopoli yang menyebebkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat yang

dilakukan PT ATB tersebut tidaklah dikecualikan oleh penegakan hukum

persaingan usaha.

Berdasarkan contoh kasus monopoli PT ATB di atas jelas bahwa yang yang

dikecualikan dalam Pasal 50 huruf a Undang-undnag No. 5 Tahun 1999 adalah

posisi monopoli yang bermaksud menjalankan perintah Undang-undang. Namun

apabila pelaku usaha melakukan praktek monopoli yang tidak di atur di dalam

ketentuan Undang-undang yang memberikan delegasi monopolinya maka kegiatan

tersebut tidak lepas dari hukum persaingan usaha. Begitu pun juga Badan

Penyelerengara Jaminan Sosial (BPJS) yang mendapatkan delegasi dari Undang-

undang No. 24 tahun 2011 yang menjadi sebuah legitimasi yuridis untuk

memonopoli program asuransi dengan mewajibkan seluruh warga negara menjadi

perserta program BPJS tersebut. Pada Pasal 51 Undang-undang No.5 Tahun 1999

memlilik unsur tujuan yang jelas dari negara untuk mengecualikan kegiatan

tertentu dari hukum persaingan usaha dalam unsur “diatur oleh Undang-undang”.

Pasal ini juga berbicara menggenai monopoli bukan praktek monopoli karena yang

dikecualikan adalah adalah monopoli atau pemusatan kegiatan, dengan kata lain

Page 71: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

61

Pasal 51 UU membenarkan BUMN menguasai sektor strategis sebagai monopoli

alamiah yang dihormati, asalkan tidak menyalahgunakannya.85

Dalam melakukan pegawasan terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh

BPJS. KPPU berwenang untuk melakukan penyelidikan dan pemeriksaan kepada

pelaku usaha,saksi ataupun pihak lain karena adanya laporan (Pasal 39 UU No. 5

Tahun 1999) maupun melakukan pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU sendiri.

1. Pemeriksaan Atas Dasar Laporan

Pemeriksaan atas dasar laporan adalah pemeriksaan yang dilakukan karena

adanya laporan dari masyarakat yang dirugikan atas dasar laporan dari pelaku

usaha yang dirugikan oleh tindakan pelaku usaha yang di laporkan.

2. Pemeriksaan Atas Dasar Inisiatif KPPU

Permeriksaan atas dasar inisiatif adalah pemeriksaan yang dilakukan atas

dasar inisiatif dari KPPU sendiri karena ada dugaan atau indikasi pelanggaran

terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak sehat.86

Apabila BPJS terbukti melakukan penyalahgunaan posisi monopoli atau posisi

dominannya, Maka KPPU dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada BPJS.

Sebagaimana diatur di dalam Pasal 47, berupa :

1. Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai

13, Pasal 15 dan Pasal 16;

85

A.Juanaedi, Dkk. Negara Dan Pasar Dalam Bingkai Kebijakan Persaingan Usaha.,h.4

86

Andi Famhi lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h 326

Page 72: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

62

2. Perintah untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 14;

3. Perintah untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;

4. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan

pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;

5. Penetapan pembayaran ganti rugi;

6. Penganaan denda minimal Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dan

setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah).87

Sehingga apabila terjadi praktek monopoli dari kegiatan usaha yang dilakukan

BPJS menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, yang lahir dari posisi

yang monopoli tadi haruslah tetap mendapat supervisi dari penegakan hukum

persaingan usaha.

C. Harmonisasi Penyelenggaraan BPJS dengan Prinsip-Prinsip Persaingan

Usaha Sehat.

Undang-undang hukum persaingan usaha berupaya untuk mengatur

menggenai berbagai kegiatan, maupun perjanjian yang dilarang yang dapat

menghambat proses persaingan, oleh sebab itu adanya kebutuhan yang mendasar

tehadap pengaturan dan regulasi jenis kegiatan, pihak, maupun industri tertentu

kedalam pengaturan hukum persaingan usaha. Segala bentuk regulasi yang di

buat harus difokuskan adalah perlindungan terhadap pihak yang lemah dalam

proses persaingan yang sangat keras, karena pada akhirnya akan mengakibatkan

87 Ibid, 342-343

Page 73: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

63

para pelaku usaha tersingkir dari proses persaingan, atau pertimbangan

difokuskan pada suatu industri yang memang sebelumnya telah di proteksi

Undang-undang seperti kereta api, air minum, atau listrik. Keseluruhan

pertimbangan ini haruslah di pikirkan secara matang oleh pemerintah sehingga

tidak terjadi kesenjangan kesempatan kepada pelaku usaha yang kurang mampu

bersaing dalam pasar, proteksi yang berlebihan pada suatu industri atau pelaku

tententu yang juga dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pada proses

persaingan atau sekedar menjadi proteksi yang tidak efektif pada satu pelaku

usaha tertentu. Tetapi apapun permasalahannya, apakah dibutuhkan atau tidak,

maka regulasi dalam persaingan usaha harus di lihat sebagai jalan keluar untuk

mengatur pasar persaingan.88

Sampai saat ini, hanya ada sedikit panduan yang secara jelas mengukur

bagaimana pengaruh suatu peraturan pada persaingan yang sehat. Munculnya

berbagai macam kebijakan tidak menutup kemungkinan adanya gesekan dengan

UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat. Oleh sebab itu, diperlukan adanya harmonisasi antara

kebijakan persaingan dan kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah.

“Prinsip-prinsip Analisa Dampak Regulasi” yang meliputi:

1. Bahwa setiap regulasi/kebijakan harus menjamin kesejahteraan rakyat melalui

ketersediaan produk di pasar berikut inovasi dan variasinya;

88Ningrum Natasya Sirait. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia,Medan: Pustaka Bangsa

Press, 2004 h 214-215

Page 74: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

64

2. Bahwa setiap regulasi/kebijakan harus mendorong efisiensi ekonomi nasional

melalui ketersediaan produk di pasar dengan harga yang ekonomis;

3. Bahwa setiap regulasi/kebijakan harus menjamin kepastian dan kesempatan

berusaha bagi setiap pelaku usaha melalui pengurangan hambatan masuk

(entry barrier) dan hambatan keluar dari pasar;

4. Bahwa setiap regulasi/kebijakan harus mencegah timbulnya perilaku yang anti

persaingan;

Selain itu, untuk melakukan analisa dampak regulasi, maka perlu diketahui

pula mengenai “Parameter Analisa Dampak Regulasi” yang meliputi:

1. Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap iklim persaingan apabila

berakibat pada kenaikan harga dan atau penurunan tingkat (volume) produksi

di pasar;

2. Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap iklim persaingan apabila

mengakibatkan pengurangan atau pembatasan terhadap variasi dan kualitas

produk di pasar;

3. Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap iklim persaingan apabila

mengurangi tingkat atau kemampuan pelaku usaha untuk meningkatkan

efisiensi;

4. Regulasi/kebijakan akan berdampak negatif terhadap persaingan apabila

berakibat kepada penurunan atau pembatasan ruang bagi pelaku usaha untuk

melakukan inovasi produk;

Page 75: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

65

Menggenai panduan mengukur dampak sebuah kebijakan suatu kebijakan

terhadap persaingan usaha dikaitkan dengan Pasal-Pasal dalam Undang-undang

No.24 tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Didalam Pasal

14 sampai dengan Pasal 17, mewajibkan seluruh warga Indonesia termasuk orang

asing yang berkerja minimal 6 bulan dan para pemberi kerja menjadi peserta

wajib BPJS apabila ditinjau dari ketentuan Pasal 19 Undang-Undnag No.5 tahun

1999 BPJS melalui kewenangannya bertendensi melalukan penguasaan terhadap

pasar asuransi di Indonesia. Melalui ketentuan Pasal-Pasal diatas Undang-undang

No.24 tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara tidak

langsung, tidak memberikan pilihan terhadap konsumen untuk memilih produk

asuransi yang dia kehendaki. Di lihat dari ketentuan Pasal 14 sampai dengan

Pasal 17 Undang-undang No.24 tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Undang-undang ini bersifat imperative (memaksa) tanpa

memberi pilihan kepada konsumen, hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada

penyalahgunaan posisi dominan sebagaimana diatur didalam Pasal 25 Undang-

Undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat akibat pemberian hak monopoli yang diberikan pemerintah

kepada BPJS.

Mengingat sudah terdapat banyak perusahaan asuransi swasta dan sudah

terciptanya pasar persaingan sempurna di bidang jasa asuransi seharusnya UU

No.24 Tahun 2011 bersifat fakultatif atau bersifat menganjurkan. Pemerintah

dalam mewujudkan kesejahteraan negara (welfare state) harus pula

Page 76: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

66

memperhatikan kesejahteraan konsumen (welfare consumer) dalam hal ini

pemerintah tetap menyelengarakan asuransi sosial yang kepesertaannya bersifat

sukarela dan memberikan kebebasan konsumen untuk memilih atau pemerintah

dalam hal ini hanya mewajibkan semua pekerja, pemberi kerja dan setiap orang

di luar pekerja dan pemberi kerja mengikuti program asuransi sosial, terlepas

nantinya memilih BPJS atau asuransi lain selain BPJS, sehingga menjamin para

pelaku usaha asuransi di Indonesia mempunyai kesempatan yang sama dan

pangsa pasar yang sama untuk bersaing secara sehat.

Pada akhirnya kompetisi diharapkan dapat menjadi suatu mekanisme yang

mampu menciptakan efisiensi yang berfungsi sebagai alat untuk melindungi

konsumen dan pelaku usaha. Dari persaingan yang sehat diharapkan akan

tercapainya hasil produksi yang efisien, efektif, dan berkualitas tinggi. Sehingga

tujuan akhir yang di untungkan adalah konsumen karena di berikan kesempatan

untuk memiliki pilihan terhadap produk yang berkualitas dan dapat membeli

dengan harga yang bersaing yang cenderung relatif murah.

Untuk itu dalam hal melakukan pengaturan dalam posisi monopoli yang

didapat pelaku usaha perlu adanya upaya pengaturan pasal-pasal untuk mencegah

terjadinya penyalahgunaan posisi monopoli yang pada akhirnya menyebabkan

praktek monopoli yang mengarah pada persaingan usaha tidak sehat. Langkah

yang dapat diambil dalam rangka mengharmonisasikan antara kepentingan

penyelengaraan BPJS dan kepentingan persaingan usaha. Seperti penetapan

bahwa kewajiban untuk mengikuti bersifat konstitusional bersyarat arti

Page 77: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

67

melibatkan peran serta dan partisipasi aktif perusahaan asuransi swasta dalam

menjalankan program jaminan sosial yang telah mereka laksanakan sebelum

terbentuknya BPJS. Sehingga pelaksaan jaminan sosial tidak hanya di

selenggarakan BPJS.

Dalam hal ini BPJS dapat menjadi regulator yang keputusannya ditaati oleh

penyelengara asuransi sosial lainnya. Cabang-cabang yang penting dan

menguasai hajat orang banyak memang harus dikuasai oleh negara, tetapi

pergetian dikuasai tersebut tidak dimaksudkan untuk dimiliki. Pengertian

“dikuasai oleh negara” harus dipahami tidak indentik dengan dengan dimiliki

oleh negara. Bahkan dikatakan bahwa pengertian penguasaan oleh negara dalam

ketentuan pasal 33 ayat (2) dan (3) tersebut bukan dimaksudkan harus

diwujudkan melalui pemilikan oleh negara, dalam hal ini negara hanya berperan

sebagai regulator.89

Dalam implemetasinya perwujudan dari harmonisasi

pengaturan ini dapat dilakukan dengan membuat Peraturan Pemenritah yang

mengatur bentuk penyelengaraan jaminan sosial atau penetapan bahwa

kewajiban dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang badan Penyelengara Jaminan

Sosial inkonstitusional bersyarat.

Perekonomian modern menghendaki efisiensi yang tinggi, sehingga

membiarkan badan-badan usaha milik negara untuk eksis selama ini justru sama

dengan membiarkan berkembangan inefisiensi dan penggelolaan sumber daya

89 Jimly Asshiddqie, Konstitusi Ekonomi.h. 250

Page 78: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

68

ekonomi yang justru merugikan negara dan rakyak banyak.90

Karena perlu

diingat bahwa tujuan dari Undang-undang No. 5 tahun 1999 adalah untuk

menegakan proses persaingan yang berlaku bagi semua pihak tanpa terkecuali

bagi siapapun juga. Sehingga hormonisasi dan pengakomodasian dari regulasi

yang diciptakan haruslah mengikut sertakan pertimbangan bahwa pengaturan

tidak akan berbenturan dengan mekanisme pasar, sistem ekonomi yang dianut,

maupun peruturan yang sejajar atau peraturan yang lebih tinggi di atasnya.

Diantaranya adalah pertimbangan norma hukum yang berlaku dan kepentingan

umum sehingga dapat di kombinasikan rasionalisasi kepentingan yang bervariasi

tersebut dengan jalan melihat fakta kepentingan serta tujuan keduanya.91

90 Ibid,h.250

91

Ningrum natasya sirait. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia.h 215-216

Page 79: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kegiatan usaha yang diselengarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) sesuai dengan ketentuan pada peraturan UU No.5 Tahun 1999 yaitu

Pasal 50 huruf (a) dan Pasal 51 yang mengatur menggenai pengecualian

terhadap Undang-undang ini, yang intinya adalah pengecualian bagi perbuatan

dan/atau perjanjian yang melaksanakan peraturan perundang-undang dan

monopoli. Namun yang harus benar-benar di perhatikan adalah bahwa Undang-

undang hanya melegitimasi kegiatan monopoli yang di atur sesuai Undang-

undang baik dari Undang-undang No. 5 tahun 1999 tetang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maupun Undang-Undang No.24

Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Namun apabila

kegiatan usaha yang di selengarakan BPJS di luar wewenang yang di berikan

Undang-undang No. 24 Tahun 2011 atau mengarah pada penyalahgunaan posisi

dominan dari hak monopolinya yang menyebabkan terjadinya praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Maka kegiatan usaha yang

dilakukan oleh BPJS tidak lepas dari hukum persaingan usaha.

2. Untuk mengetahui apakah ada pelanggaran yang di lakukan BPJS dalam

menjalankan kegiatan usahanya, maka di perlukan pengawasan aktif oleh

KPPU. Berdasarkan Pasal 35 KPPU mempunyai tugas memberikan saran dan

Page 80: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

70

pertimbangan, serta melakukan penilaian secara mendalam mengenai apakah

kegiatan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memegang hak

monopoli menyebabkan persaingan usaha tidak sehat atau tidak melalui

penilaian terhadap stuktur, prilaku, dan kinerja BPJS dalam menjalankan

kegiatan usahanya. Ketika BPJS terbukti melanggar prinsip-prinsip persaingan

usaha sehat maka BPJS tidak lepas dari jerat hukum persaingan usaha dan

KPPU dapat mejatuhkan sanksi administratif kepada BPJS yang melanggar

ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 berupa perintah untuk

menghentikan penyalahgunaan posisi dominan.

3. Mengingat sudah terdapat banyak perusahaan asuransi swasta dan sudah

terciptanya pasar persaingan sempurna di bidang jasa asuransi seharusnya UU

No.24 Tahun 2011 bersifat fakultatif atau bersifat menganjurkan, karena apabila

bersifat imperative (memaksa) tanpa memberi pilihan kepada konsumen

dikhawatirkan akan berdampak pada penyalahgunaan posisi dominan yang

dimilikinya. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah penetapan bahwa

kewajiban untuk mengikuti bersifat konstitusional bersyarat arti melibatkan

peran serta dan partisipasi aktif perusahaan asuransi swasta dalam menjalankan

program jaminan sosial. Dalam implemetasinya perwujudan dari harmonisasi

pengaturan ini dapat dilakukan dengan membuat Peraturan Pemenritah yang

mengatur bentuk penyelengaraan jaminan sosial atau penetapan bahwa

kewajiban dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang badan Penyelengara Jaminan

Sosial konstitusional bersyarat.

Page 81: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

71

B. Saran

1. Seharusnya BPJS dalam menjalankan kegiatan usahanya di berikan sosialisasi

melalui seminar pelatihan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

menggenai hukum persaingan usaha dan prinsip-prinsip menjalankan usaha

secara sehat, agar didalam menjalankan kegiatan usahanya BPJS tidak

menyalahgunakan posisi monopoli yang didapatkan melalui Undang-Undang.

Sehingga kegiatan usaha yang diselengarakan BPJS sesuai dengan prinsip-

prinsip persaingan sehat.

2. Penyeleggaraan kegiatan usaha oleh BPJS harus di awasi secara aktif baik oleh

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui penilaian KPPU terhadap

kegiatan usaha BPJS secara pro aktif maupun oleh masyarakat. Sehingga ketika

terjadi penyalahgunaan posisi monopoli atau pelanggaran terhadap prinsip-

prinsip persaingan sehat yang dilakukan oleh BPJS, dapat segera ditindak

lanjuti oleh KPPU.

3. Agar pembahasan tentang BPJS dimasukan di dalam kurikulum pendidikan di

Fakultas Hukum maupun Fakultas Syariah dan Hukum didalam mata kuliah

Hukum Asuransi yang di dalamnya di masukan pula materi persaingan usaha

sehat di lingkungan asuransi di Indonesia.

Page 82: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

72

Daftar Pustaka

Buku :

Anggraini, Tri. Konsep Dasar Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Penerapan

Pendekatan “Rule Of Reason dan Per Se Illegal” Dalam Hukum Persaingan.

Prosiding rangkaian Lokal Karya terbatas Masalah Kepailitan dan Wawasan

Hukum Bisnis Lainnya 17-18 mei 2004. Jakarta : Pusat pengkajian Hukum ,

2005.

Ashiddiqie, Jimly. Konstitusi Ekonomi, Jakarta:Kompas,2010.

Djumhana,Muhammad. Hukum Ekonomi Sosial Indonesia. Bandung:PT.Citra Aditya

Bakti,1994.

Fuady,Munir,Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Usaha Sehat.

Bandung PT. Citra Aditya Bakti, 1999

Gardner, Bryan A, ed. Black’s Law Dictionary. Dallas: West Group, 1991.

Ginting, Elyta Ras. Hukum Anti Monopoli Indonesia “ Analisis Dan Perbandingan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999”, Bandung: PT citra Aditnya bakti,

2001

Hartono,Sri Rejeki. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta:Sinar

Grafika,1995.

Hansen Knud, et.al, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 : Undang-undang

Antimopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat ( Law Concering probhition of

monopolistic practies and unfair business competition), Jakarta:Katalis dan

GTZ.

Ibrahim, Johnny, Hukum Persaingan Usaha “Filosofi, Teori dan Implikasi

Penerapannya di Indonesia”. Malang:Bayumedia Publishing,2007

Juwana, Hikmahanto.Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional.

Jakarta:Lentera Hati,2001

Junaedi.A, Dkk. Negara Dan Pasar Dalam Bingkai Kebijakan Persaingan Usaha.

Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2011.

Page 83: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

73

Lubis, Andi Fahmi,et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan

Konteks.Jakarta:Deutsche Gesellschhaft fur tecnische zusammenarbeit, 2009,

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum. Jakarta : kencana, 2007.

Margo, Suyud, Hukum Antimonopoli. Jakrta:Sinar Grafika,2009.

Muhammad, Abdulkadir,Hukum Asuransi Indonesia, Bandung:PT.Citra Aditnya

Bakti,2011

Prakoso,Djoko. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta:PT.Rineka Cipta,2004.

Prayoga Ayuda D, dkk. Persaingan Usaha Dan Hukum yang mengaturnya Di

Indonesia. Jakarta: ELIPS, 2005.

Projodikoro,Wirjono.Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta:PT.Intermasa,1994.

Sastrawidjaja,Man Suparman. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga.

Bandung: P.T Alumni,2003.

Sumarnogroho,T. Sistem Intervensi Kesejahteraan sosial. Yogyakarta:

Hanindita,1984.

Sirait, Ningrum Natasya. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, medan pustaka

bangsa press, 2004

Siswanto, Arie, Hukum Persaingan Usaha.Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002,

Tanya,Bernard L,dkk,. Teori Hukum “Steategi Terbib Manusia Lintas Ruang dan

Generasi.Yogyakarta: Genta Publishing, 2013.

Yani,Ahmad dan Gunawan wijaya, Anti Monopoli. Jakarta:PT.Raja Grafindo

Persada,1999.

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Undang-Undang No 24 Tahun 2012 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 5 Tahun 2009 tentang Pedoman

Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

Page 84: PENGELENGARAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30557/1/ADE... · ditinjau dari hukum persaingan usaha ... konsentrasi hukum bisnis

74

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 3 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

Putusan Pengadilan :

Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor: 11/KPPU-L/2008

(Perkara Monopoli Air Bersih di Batam)

Internet :

http://bpjs-kesehatan.go.id/m/

http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id

http://www.asabri.co.id/index.php/info_syarat/info_pensiun

Majalah:

Majalah Kompetisi,Edisi 22,(2010)