pengaruhasymetri informasi,manajemen laba...
TRANSCRIPT
1 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
'UriWulandati- Widilryllllti
ISSN : 1907-6304
PENGARUHASYMETRI INFORMASI,MANAJEMEN LABA
DANINDIKATORMEKANISME CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP KINERJAPERUSAHAAN
PUBLIKDI INDONESIA
The Influence of Asymetry Information, Earning Management, and
Corporate Governance Mechanism Indicator to Public Company
Performance in Indonesia
Ndaruningpuri Wulandari *)
Widaryanti *)
Abstract
The early perspective corporate governance comes from agency theory. In the model of
agency theory, principal is ownership of the company who give their right to agent. The conflict of
interest between principal and agent could be happen because existence of dissociation between
ownership and management of company. The corporate governance appears to minimize that
conflict and to control they behaviour. The aim of this research is to find out empirical evidence
about the influence of corporate governance mechanism indicator to public company performance
in Indonesia.
Population of this study is company where listed in Jakarta Stock Exchange (BEJ), with
amount of sampel 91 public company. There is two indicator of corporate governance mechanism
in this research, first the internal corporate governance mechanism indicator was measured and
proxied by the amount of board of directors, independent board of commissioner proportion, and
debt to equity.The second is external corporate governance mechanism was measured and proxied
by institutional ownership. The asymetry information was measured with relative bid ask spread,
earning management with discretionary accruals (DA) and performance of public company with
proxied by tobin's q. Hipotheses were tested by analysis of multiple linier regression.
This study reveals that in the internal corporate governance mechanism, only debt to equity
have positive significant effect to company performance. The amount of board of directors and
independent board of commissioner proportion do not have positive significant effect to company
performance. The institutional ownership as external corporate governance mechanism do not
have positiveeffect significant to company performance. Variable asymetry information and earning
management has significant effect to company performance.
Keywords: Corporate Governance, Asymetry Information, Earning Management, Company
Performance
•) Dosen STIE PENA Semarang
I
Abstraksi
Perkembangan perspektif corporate governance berawal dari agency theory. Dalam
model teori agency, prinsipal yang bertindak sebagai pemilik perusahaan menyerahkan
kewenangannya kepada agen. Dengan adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan maka kedua pihak tersebut memiliki kepentingan berbeda. Hal inimenimbulkan potensi
konflik kepentingan antara pihak-pihak (prinsipal dan agen) dalam perusahaan. Corporate
governance muncul untuk mengendalikan perilaku dan mengatasikonflik antara pihak-pihak dalam
perusahaan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai
pengaruh indikator mekanisme corporate governance, asimetri informasi dan manajemen laba
terhadap kinerja perusahaan publik di Indonesia.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta (BEJ), dengan jumlah sampel 91 perusahaan publik. Indikator mekanisme
corporate governance penelitian ini ada dua, pertama indikator mekanisme corporate governance
internal yang diproksikan denganjumlah dewan direktur, proporsi komisaris independen, dan debt
to equity. Kedua, ukuran mekanisme corporate governance eksternal yang diproksikan dengan
institutional ownership. Ukuran asimetri informasi diproksikan relative bid ask spread.
manajemen laba dengan discretionary accruals (DA) dan kinerja perusahaan penelitian ini
diproksikan dengan tobin's q.Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi berganda.
Dari pengujian analisis regresi berganda didapatkan hasil bahwa pada indikator mekanisme
corporate governance internal, hanya debt to equity yang signift.kan berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan, sedangkanjumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen tidak
signifikan berpengaruh positifterhadap kinerja perusahaan. Pada indikator mekanisme corporate
governance eksternal institutional ownership tidak signifikan berpengaruh positifterhadap kinerja
perusahaan. Variabel asimetri informasi dan manajemen laba berpengaruh signift.kan terhadap
kinerja perusahaan.
Kata Kunci : Corporate Governance, Asimetri Informasi, Manajemen Laba, Kinerja
Perusahaan
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Informasi akuntansi berguna bagi investor dan kreditur Guga pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengan perusahaan) untuk menilai suatu perusahaan dan untuk mengambil keputusan
investasi. Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada
pihak-pihak di luar korporasi. Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrua1dipilih karena
lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil, namun di sisi
lain penggunaan dasar akrual dapat dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam
memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku. Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan
tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau earnings management.
Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya potatSi konflik kepentingan antara
pihak-pihak. (prinsipal dan agen) dalam perusahaan yang mempengaruhi perilaku perusahaan dalam
berbagai cara yang berbeda antara lain asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik
(dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal (H. Sri Sulistyanto dan Meniek S. Prapti,
2003).Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek
2 Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998)
dalam Rahmawati, Yacob S, dan Nurul Q (2006) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang
positif antara asimetri informasi dengan manajemen laba.
Laba merupak:an indikator yang dapat digunak:an untuk mengukur kinerja operasional
perusahaan. Informasi tentang laba akan mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam
mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996). Sehingga hal tersebut dapat
menyebabkan para manajer memanipulasi laba. Menurut Possitive Accounting Theory Watts
dan Zimmerman (1986) dalam Nur fadjrihAsyik (2000), terdapat beberapa hipotesis yang diajukan
untuk menjelaskan secara umum manipulasi laba yaitu : (1) earnings-smoothing hypothesis, (2)
debt-equity hypothesis, dan (3) bonus-plan hypothesis. Earnings-smoothing hypothesis atau
Income-smoothing menak:sir bahwa laba dimanipulasi untuk mengurangi fluktuasi sekitar tingkat
yang dipertimbangkan normal bagi perusahaan. Debt-equity hypothesis menganggap adanya
hubungan positif antara rasio utang dan aktiva dengan pilihan manajer atas ak:tivitas yang
meningkatkan laba. Bonus-plan hypothesis menganggap bahwa manajer memak:simumkan
kompensasi mereka melalui manipulasi laba, dan manajer mengurangi laba ketika laba berada di
luar batas atas dan batas bawah dari perencanaan bonus dan meningkatkan laba apabila sebaliknya.
Beberapa penelitian menyatak:an bahwa manipulasi terhadap laba sering dilak:ukan oleh manajemen,
karena pihak: manajemen lebih mengetahui kodisi yang ada di dalam perusahaan (Dechow, 1995).
Manajemen dapat meningkatkannilaiperusahaan melalui pengungkapan informasi tambahan
dalam laporan keuangan namun peningkatan pengungkapan laporan keuangan ak:an mengurangi
asimetri informasi sehingga peluang manajemen untuk melak:ukan manajemen laba semakin kecil.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif antara manajemen laba dan tingkat
pengungkapan laporan keuangan, sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh (Lobo dan Zhou,
2001) serta (Sylvia Veronica dan Yanvivi Bachtiar, 2003) da1am (Halim J, Meiden C dan tobing,
2005).
Untuk mengurangi konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, menimbulkan adanya
perpektif corporate governance dalam mengelola perusahaan. Hal ini dibuktikan oleh Frank Yu
(2006), yang menemukan bahwa ada hubungan antara mekanisme corporate governance dan
manajemen laba. Dengan menggunakan mekanisme internal corporate governance yaitu
konsentrasi kepemilikan dan struktur dewan direksi, serta mekanisme eksternal corporate
governance yaitu tekanan take-over dan kepemilikan institusional, Yu menemukan bahwa
perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan yang tinggi dan struktur dewan yang kecil akan
menyebabkan banyak: manajemen laba. Sedangkan perusahaan dengan kepemilikan institusional
dan tekanan yang tinggi ak:an mengurangi manajemen laba. Selain Yu, Chtourou et al. (2001)
menemukan bahwa manajemen laba secara signifikan berhubungan dengan corporate governance
(dewan komisaris dan komite audit). Sedangkan Warfield et al. (1995) menemukan bukti bahwa
indikator corporate governance (kepemilikan manajerial) berhubungan negatif dengan manajemen
laba.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut diatas, corporate governance menyangkut
masalah pengendalian perilaku para eksekutif puncak: perusahaan untuk melindungi kepentingan
pemilik perusahaan (pemegang saham). TheCadbury Committee (1992) menyatakan bahwa adanya
perbedaan kepentingan dalam perusahaan menimbulkan corporate governance yang dinyatakan
sebagai sistem pengelolaan dan pengendalian perusahaan.Sedangkan Clarke(1993) dalam Darsono
3 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. -'UriWulandati- Widilryllllti
I
(2001) berpendapat bahwa Corporate governance adalah semua upaya untuk mencari cara
terbaik dalam menjalankan perusahaan, dimana kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang
ada dalam corporate governance dapat digunakan untuk mengontrol manajemen. Target kontrol
corporate governance adalah control terbadap corporation yang diarahkan pada pengawasan
perilaku manajer agar bisa menilai apakah bermanfaat bagi perusahaan (pemilik) atau bagi para
manajer sendiri. Control tidak diarahkan pada pengekangan kreatifitas dan potensi manajemen,
tetapi lebih diarahkan pada upaya mengarahkan pengelolaan perusahaan yang terbuka (transparan),
dan yang bisa dipertanggungjawabkan (accountable), serta ada proses monitoring (Bambang
riyanto, 2003).
Sistem corporate governance yang baik dapat memberikan perlindungan terhadap pihak
pihak yang berkepentingan yaitu para pemegang saham, manajemen maupun kreditor. Sistem
corporate governance terdiri dari (1) berbagai peraturan yang menjelaskan hubungan antara
pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah dan stakeholders yang lain; dan (2) berbagai
mekanisme yang secara langsung ataupun tidak langsung menegakkan aturan tersebut atau disebut
dengan mekanisme corporate governance internal dan eksternal (dikutip dari suadhusnan, 2000).
Sedangkan prinsip corporate governance meliputi empat komponen utama yang diperlukan untuk
meningkatkan profesionalismedan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan
stakeholder, yaitufairness,transparancy,accountability, dan responsibility (The Business Round
Table, 2002). Struktur corporate governance di Indonesia sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, dimana Rapat UnwmPemegang Saham (RUPS) adalah badan tertinggi
yang terdiri atas pemegang saham yang memiliki hak suara, memilih anggota dewan komisaris dan
dewan direksi. Jumlah anggota dewan komisaris dan dewan direksi masing-masing minimal 2
orang untuk perusahaan yang telah go publik.
Agar penyelenggaraan corporate governance berjalan dengan baik, pemerintah telah
mengeluarkan beberapa peraturan antara lain Bapepam dengan Surat Edaran No. SE-03/PM/
2000 mensyaratkan bahwa setiap perusahaan publik di Indonesia wajib membentuk komite audit
dengan anggota minima1 3 orang yang diketuai oleh satu orang komisaris independen perusahaan
dengan dua orang eksternal yang independen terbadap perusahaan serta menguasai dan memiliki
latar belakang akuntansi dan keuangan. Sementara bagi perusahaan BUMN, sesuai dengan
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: 117/M-MBU/2002 yang mengatur
kewajiban bagi BUMN dengan aset diatas 1 triliun dan go public, diwajibkan membentuk komite
audit (yang diketuai oleh komisaris independen) dan sekretaris perusahaan.
Penelitian ini termotivasi untuk dilakukan oleh karena belum lengkapnya bukti empiris
mengenai pengaruh asymetri informasi, manajemen laba dan corporate governance terbadap
kinerja perusahaan di Indonesia, sehingga basilnya belum membuktikan argumen teoritis yang
dinyatakan oleh Richardson (1998), Frank Yu (2006), The Business Roundtable (1997), Allen dan
Gale (2000), serta S. Beiner et al (2003). Motivasi yang lain yaitu adanya kontradiksi basil riset
tentang pengaruh jumlah dewan direktur, yang termasuk dalam indikator mekanisme corporate
governance internal, terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Hermalin dan Weisbach (2003) dalam
S. Beiner et al (2003) yang mendukung pendapat Jensen (1993), serta Lipton dan Lorsch (1992)
da1am S. Beiner et a/ (2003) bahwa jumlah dewan direktur termasuk dalam indikator mekanisme
corporate governance dan berpengaruh positif terbadap kinerja perusahaan.
4 Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Hasil tersebut bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan S. Beiner et al (2003)
Yermack (1996), Eisenberg, Sundgren dan Wells (1998), Conyon dan Peck (1998), serta Loderer
dan Peyer (2002) dalam S. Beiner et al (2003) yang menyatakan bahwajumlah dewan direktur,
yang termasuk dalam salah satu indikator mekanisme corporate governance internal, berpengaruh
negatif dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitian mereka tidak menemukan hubungan antara
jumlah dewan direktur terhadap kinerja perusahaan. Kontradiksi hasil riset ini mengakibatkan
ketidalgelasan dukungan bukti empiris terhadap proposisi Hermalin dan Weisbach (2003).
Kontradiksi hasil riset dari beberapa penelitian-penelitian tersebut diatas (Frank Yu, 2006,
Chtourou, 2001, Warfield et al., 1995, Lipton dan Lorsch, 1992, Jensen, 1993, Yermack, 1996,
Eisenberg et al,1998, Conyon dan Peck, 1998, Lederer dan Peyer, 2002, Hermalin dan Weisbach,
2003, S. Beiner et al, 2003), menarik minat penulis untuk mencoba melakukan penelitian mengenai
pengaruh asymetri informasi, manajemen laba dan indikator mekanisme corporate governance
terhadap kinerja perusahaan publik di Indonesia.Penulis juga mereplikasi penelitian yang dilakukan
oleh S. Beiner eta/, (2003) di SwissRichardson (1998) (dalam Sri Sulistyanto, 2004) dengan
objek penelitian pada perusahaan publik di Indonesia.Konsep Asimetri Informasi yang digunakan
dlam penelitian ini mengacu dari konsep relative bid ask spread yang digunakan oleh Rahmawati
dkk (2006). Konsep manajemen laba yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian
Dechow et.al (1996) mengenai manajemen laba. Sedangkan Konsep indikator mekanisme corporate
governance yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian S. Beiner eta/, (2003)
mengenai mekanisme corporate governance yang terdiri dari indikator mekanisme internal yaitu
jumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen, leverage, dan indikator mekanisme
ek:stemal yaitu ownership. Pada penelitian ini variabelleverage diganti dengan debt to equity.
Dari penelitian Rahmawati dkk (2006), Dechow et.al (1996), Richardson (1998), terdapat
keterbatasan karena belum mempertimbangkan variabel corporate governance dalam penelitian
mereka. Sedangkan pada.S. Beiner et al, (2003), terdapat keterbatasan pada indikator mekanisme
ek:stemal corporate governance, dimana penelitian tersebut belum mempertimbangkan adanya
institutional ownership dalam perusahaan publik.
1.2. Kerangka Pemikiran
1.2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen dan Meckling (1976) menggambarkan hubungan agency sebagai suatu kontrak
dibawah satu atau lebih (prinsipal) yang melibatkan orang lain (agent) untuk melaksanakan
beberapa1ayanan bagi mereka dengan melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan
kepada agen. Sedangkan Ber1e dan Means (1932) serta Pratt dan Zeckhauser (1985) berpendapat
bahwa dalam teori agensi, saham dimiliki sepenuhnya oleh pemilik (pemegang saham) dan manager
diminta untuk memaksimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Baik prinsipal maupun
agen diasumsikan sebagai orang ekonomi yang rasional dan semata-mata termotivasi oleh
kepentingan pribadi. Shareholder atau prinsipal, mendelegasikan pembuatan keputusan sehari
hari kepada manajer atau agen. Manajer ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumber
sumber ekonomi perusahaan. Bagaimanapun juga, manajer tidak sela1u bertindak sesuai dengan
keinginan terbaik pemegang saham, sebagian dikarenakan o1eh pemilihan yang kurang baik (adverse
selection) atau adanya moral hazard, selain itu juga dapat memicu adanya asymetri informasi
dan manajemen laba.Oleh sebab itu pemegang saham harus memonitor manajer untuk memastikan
mereka telah berbuat sesuai dengan ketentuan dari isi kontrak perjanjian (Jensen dan Meckling
1976).
5 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. -'UriWulandati- Widilryllllti
I
Pada tahun 1934, isu good corporate governance muncul karena terjadinya pemisahan
antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pemisahan ini memberikan kewenangan kepada
pengelola (manajer/direksi) untuk mengurus jalannya perusahaan, seperti mengelola dana dan
mengambil keputusan perusahaan atas nama pemilik (Serle dan Means, 1934 dalam Achmad D.,
2004). Hart (1995) juga mengungkapkan bahwa corporate governance diperlukan untuk
mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dengan manajer, dan untuk menyamakan
kepentingan antara pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan (Tri Gunarsih, 2003).
1.2.2. Corporate Governance
Tahun 1992, Dalam The Financial Aspects of Corporate Governance, Adrian Cadbury
mengungkapkan bahwa corporate governance merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan atau mengawasi perusahaan. Disamping itu, Corporate governance juga tersedia
untuk melayani tujuan perusahaan dengan menyediakan struktur dimana pemegang saham, direktur
dan manajemen dapat mengejar tujuan perusahaan dengan lebih efektif.
Dalam corporate governance terdapat beberapa prinsip-prinsip, antara lain diungkapkan
oleh Cadbury (1992) yaitu keterbukaan, integritas, dan akuntabilitas. Sedangkan The Business
Roundtable (1997) dan F. AntoniusAlijoyo (2003), menekankan ada empat prinsip yaitufairness,
transparancy, accountability, dan responsibility. OECD (1999) menyatakan ada lima prinsip
yaitu: perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham, perlaku.an yang adil terhadap seluruh
pemegang saham, peranan stakeholders dalam corporate governance, keterbukaan dan
transparansi, serta peranan board of directors dalam perusahaan.
Implementasi prinsip-prinsip good corporate governance dalam lingkup pasar modal di
Indonesia dapat dijabarkan melalui upaya-upaya Bapepam mendorong perusahaan publik untuk
memperhatikan dan melaksanakan prinsip-prinsip: transparency, dengan meningkatkan kualitas
keterbukaan informasi tentang "performance" perusahaan secara tepat waktu, baik yang berupa
informasifinancial maupun non-financial.Fairness, dengan memaksimalkan upaya perlindungan
hak dan perlakuan adil kepada seluruh shareholders tanpa kecuali. Responsibility, dengan
mendorong optimalisasi peran stakeholders dalam rangka mendukung program-program perusahaan.
Accountability, dengan mendorong optimalisasi peran Dewan Direksi danDewan Komisaris dalam
menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional (Anis Baridwan, 2003).
Sistem corporate governance pada perusahaan modern dibagi menjadi dua bagian yaitu
mekanisme internal governance dan mekanisme external governance. Indikator mekanisme
governance bisa beragam tergantung lingkungan tertentu yang dianjurkan (Short, Keasy, Wright
dan Hull, 1999, dalam Charlie Weir eta/., 2000). lndikator mekanisme internal governance
terdiri dari jumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen, dan debt to equity
sedangkan indikator mekanisme external governance terdiri dari institutional ownership (S.
Beiner et al., 2003). Dengan berjalannya kedua mekanisme tersebut secara bersamaan, maka
sistem corporate governance perusahaan mencoba memotivasi manajer agar memaksimalkan
nilai pemegang saham (Alexander dan Matts, 2003).
6 Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
A. lndikator Mekanisme CorporQte Governance Internal
1). Jumlah Dewan Direktur
S. Beiner et al. (2003) menegaskan bahwa Dewan direktur merupakan institusi ekonomi
yang membantu memecahkan permasalahan agensi, yang melekat dalam perusahaan publik. Dewan
direktur bertanggung jawab pada komisaris (governance) perusahaan mereka (Adrian Cadbury
dalam Cadbury Committee, 1992). Dewan direk:tur bertugas untuk menjalankan manajemen
perusahaan.Cadbury menyarankan CEO te:rpisah darianggota dewan komisaris.Menurut Hermalin
dan Weisbach (2003) dalam S. Beiner et al. (2003), jumlah dewan direktur biasanya berkaitan
dengan implikasi dari kebijakan mengenai batasan jumlah dewan direktur. Sebaliknya jika tidak
terdapat kebijakan mengenai batasan jumlah dewan direktur maka perusahaan akan memilih jumlah
yang paling optimal. Halinidiperkuat oleh basil penelitian S.Beiner et al (2003) yang menyimpulkan
bahwa kebanyakan perusahaan memilih jumlah dewan direktur yang optimal.
Struktur governance di Indonesia mirip di Jerman. Sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, struktur governance perusahaan adalah sebagai berikut: Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) adalah badan tertinggi yang terdiri atas pemegang saham yang memiliki
hak suara, mempunyai kewenangan memutuskan hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidup
perusahaan. RUPS memilih anggota dewan komisaris dandewan direksi. Dewan direksi bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perusahaan dalam dua hal:untuk kepentingan dantujuan perusahaan,
sertamewakiliperusahaan baik di dalammaupun di luar pengadilan.Jumlahanggota dewan komisaris
dan dewan direksi masing-masing minima12 orang untuk perusahaan yang telah go publik (Darsono,
2001).
Peneliti terdahulu menemukan bubungan negatif antara jumlah dewan direksi dengan kinelja
perusahaan yang diukur dengan tobins q (Yermack 1996, Eisenberg et al.1998, Conyon dan Peck
1998, Loderer dan Peyer 2002, dan S. Beiner et al. 2003). Perusahaan dengan jumlah dewan
direksi yang besar akan membuat nilai tobins q menjadi semakin rendah. Disamping itu perusahaan
dengan sistem corporate governance yang tidak berjalan dengan baik juga dikarakteristikkan
dengan jumlah dewan direktur yang besar.
2). Proporsi Dewan Komisaris lndependen
Ada peran yang dapat memediasi hubungan antara manajer, auditor, dan pemegang saham.
Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen)
dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal
dan mengawasi kebijaksanaan direksi serta memberikan nasihat kepada direksi. Sedangkan
komisaris independen merupakanposisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta
perusahaan yang good corporate governance.
Charlie Weir et al (2000) menganggap dewan komisaris yang independen sama dengan
direktur non-eksekutif. Direktur non-eksekutif ini adalah orang-orang yang tidak memiliki jabatan
eksekutif dalam perusahaan, dan juga tidak memiliki hubungan dengan perusahaan itu atau
kepentingan didalamnya sebelum mereka diangkat sebagai direktur (Thomas S. dan Nigel K.,
1992).Manfaat direktur non-eksekutifini menurut Thomas S. dan Nigel K. (1992) adalah sebagai
direktur penasihat. Sedangkan Fama (1980) dalam Charlie Weir et al (2000) be:rpendapat bahwa
fungsi utama dari direktur non-eksekutif adalah untuk memastikan bahwa direktur eksekutif
melaksanakan atau mengikuti kebijakan konsisten dengan kepentingan pemegang saham.
7 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE lERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. -'UriWulandati- Widilryllllti
I
Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa adanya dewan komisaris yang independen
dapat membahayakan kinerja. Dalam Charlie Weir et a/ (2000), Yermack (1996) dan Agrawal dan
Knoeber (1996) menemukan hubungan negatif antara proporsi dewan komisaris yang independen
dan kinerja. Sedangkan Bhagat dan Black (1998) dalamS.Beiner eta/.(2003) mdaporkan hubungan
negatif yang sama, tetapi mereka menunjukkan bahwa hal itu untuk beragam pengukuran kinerja
lebih dari satu periode tahun.
3). Debt To Equity
Modal merupakan masalah sumber dan penggunaan dana. Dana dapat dipenuhi dari sumber
intern dan ekstern perusahaan. Dana tersebut kemudian dialokasikan untuk membiayai aktiva
aktiva perusahaan. Pada hakekatnya, pemenuhan dari pengalokasian dana menyangkut masalah
keseimbangan fmansial dalam perusahaan, yaitu mengadakan keseimbangan antara aktiva dan
pasiva yang dibutuhkan beserta mencari susunan kualitatif dari aktiva dan pasiva tersebut dengan
sebaik-baiknya. (Bambang R., 1995). Sedangkan Western dan Copeland (1997) dalam R. Moch
Abadi (2004) mengartikan struktur modal adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya.
Dengan demikian, struktur modal adalah pencerminan cara suatu perusahaan untuk membiayai
aktivanya yang merupakan komposisi dari sumber modal yang terdiri dari total hutang dan modal
pemegang saham.
Bauran dari penggunaanmodal sendiri dan modal asing (hutang) dalam memenuhi kebutuhan
dana perusahaan disebut dengan struktur modal (Hom., 1991, dalam R. MochAbadi, 2004). Debt
to equity merupakan perbandingan antara modal asing (hutang) dengan modal sendiri (shareholder
equity). Semakin tinggi nilai debt to equity berarti semakin besar dana dari pihak luar (Hours &
Raviv, 1988, dalam R. Moch Abadi, 2004). Menurut Bambang Riyanto (1999), jumlah besamya
modal asing dalam keadaan bagaimanapun juga tidak boleh melebihi jumlah modal sendiri.
Berdasarkan penelitian Suad Husnan (2001), nilai debt to equity juga digunakan untuk
menilai indikator mekanisme corporate governance internal pada perusahaan publik di Indonesia.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan nmltinasionallebih konservatif dalam
penggunaan hutang (diproksikan dengan debt to equity) dan mempunyai kinerja yang lebih baik
(diproksikan dengan ROE dan Abnormal return),dan keputusanpendanaannya tidakmempengarubi
Return On Equity (ROE).
B. Mekanisme Corporate Governance Eksternal
Institutional Ownership
Suad Husnan (2001) menegaskan bahwa ada dua jenis ownership dalam perusahaan di
Indonesia yaitu perusahaan dengan kepemilikan sangat menyebar dan perusahaan dengan
kepemilikan terkonsentrasi. Dalam tipe perusahaan dengan kepemilikan sangat menyebar, masalah
keagenan yang sering timbul adalah antara agen (pihak manajemen) dengan owners (pemegang
saham). Perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar
kepada pihak manajemen dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi
(Goldberg dan Idson. 1995 dalam SuadHusnan, 2001).
Dalam tipe perusahaan seperti ini, timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling
dan minority shareholders (Asian Development Bank, 2000 dikutip dalam Suad Husnan, 2001).
Pemegang saham pen.gendali atau pemegang saham mayoritas (controlling shareholders) dapat
bertindak sama dengan kepentingan pemegang saham atau bertentangan dengan kepen.tingan
8 Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
pemegang saham, disamping itu juga mempunyai informasi yang lebih lengkap daripada pemegang
saham minoritas, dan halini akan mempengaruhi perilaku perusahaan (The Bussiness Roundtable,
1997). Pada kasus kansentrasi kepemilikan ini,kemungkinanmasalah keagenan yang muncul adalah
antara pemilik mayoritas dan pemilik minoritas. Pemilik mayoritas ikut dalam pengendalian
perusahaan sehingga cenderung bertindak untuk kepentingan mereka sendiri meskipun dengan
mengorbankan kepentingan pemilik minoritas.
Loderer dan Peyer (2002) dalam S.Beiner eta/.(2003) menggunakan struk:tur kepemilikan
sebagai mekanisme eksternal corporate governance. S. Beiner et a/., (2003) menemukan bahwa
ada hubungan positif antara struk:tur kepemilikan dengan kinerja. Selain itu, Jenis pemegang saham
(institusional, individual, corporation) juga akan mempengaruhi Corporate governance.(Bambang
R, 2003). Hasil pengujian empiris yang dilakukan oleh Tri Gunarsih (2003) adalah kepemilikan
institusi dotre<itik mempengaruhi pengelolaan(governance) perusahaan dan semakin tinggi proporsi
kepemilikan institusi domestik maka semakin rendah kinerja perusahaan.
Dalam S. Beiner et al., 2003, Stiglitz (1985) dan Shleifer dan Vishny (1986) menegaskan
bahwa untuk memperbaiki corporate governance, adalah dengan meyakinkan bahwa perusahaan
memiliki satu atau lebih pemegang saham besar. Berdasarkan hasil penelitian mereka, Morek,
Shleifer dan Vishny (1998) memperlihatkan bukti bahwa pemegang saham besar memiliki peran
campuran, sehingga ada hubungan antara tobins q dan fraksi saham perusahaan yang dimiliki oleh
insider. Peneliti lainnya menemukan bahwa ada hubungan signift.kan negatif antara struktur
kepemilikan dengan kinerja, karena investor yang memilikijumlah hak suara besar cenderung lebih
menuju kepada kinerja perusahaan yang rendah. Hal ini karena pemegang saham yangjumlahnya
besar (large shareholder) menggunakan kekuatan suara mereka untuk memperbaiki posisi mereka
sendiri pada pengeluaran pemegang saham lainnya (S. Beiner et al., 2003).
1.2.3. Asimetri Informasi
Dalam teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara
manajer sebagai agen danpemegang saham sebagai prinsipal (Ujiyantho, 2003). Asimetri informasi
muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang
akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Asimetri antara manajemen
(agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak
oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat
melakukan manajemen laba (earnings management) untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham)
mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Berdasarkan asumsi bahwa individu-individu bertindak
untuk memaksimalkan kepentingan dirinya sendiri, maka datgan asimetri informasi yang dimilikinya
mendorong agen untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal.
Misalnya dalam hal partisipasi anggaran. Agen sengaja membuat anggaran yang mudah dicapai di
bawah performance yang dapat diharapkan dari mereka, sehingga ketika agen dievaluasi maka
agen dapat mencapai target yang dianggarkan Schift dan Lewin (1970) dalam Nur FadjrihAsyik
(2000).
Dalam penelitian yang dilakukan Rabmawati, dkk (2006) terdapat dua tipeasimetri informasi,
yaitu pertama adverse selection. Adverse selection adalah jenis asimetri informasi di mana salah
satu pihak yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha yang potensial
memi1iki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Hal initerjadi karena beberapa orang seperti manajer
perusahaan dan para pihak insiders lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan
9 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. -'UriWulandati- Widilryllllti
suatu perusahaan daripada para investor luar.Kedua Moral Hazard, adalah jenis asimetri informasi
di mana salah satu pihak yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha
yang potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi
mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat tetjadi karena adanya pemisahan
pemilikan dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.
Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konilik yang terjadi antara principal dan
agent untuk saling mencoba memanfaatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri.Eisenhardt (1989)
dalam Ujiyantho (2003), mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia, yaitu:(1) manusia pada
umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memilik daya pikir terbatas
mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari
resiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia untuk manusia lain selalu
dipertanyakan reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan.
1.2.4. Manajemen Laba
Definisi manajemen laba menurut beberapa peneliti lainnya seperti Assih danGudoni (2000)
yang berpendapat bahwa manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja
dalam batasan General Accepted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan
laba yang dilaporkan. Ashari, dkk (1994) berpendapat bahwa manajemen laba merupakan area
yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Dechow (1996) berpendapat bahwa
manajemen laba ditentukan oleh selisih antara TA (Total Accruals) dan NDA (Non Discretionary
Accruals).Setiawati danNa'im (2000) berpendapat bahwa Manajemen laba adalah campur tangan
dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri.
Sedangkan Sugiri (1998) membagi definisi earnings management menjadi dua, yaitu dalam definisi
sempit earnings management hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi seperti perilaku
manajer untuk ''bermain" dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya
earnings.
Dalam definisi luas earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
(mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab,
tanpa mengakibatkan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Schipper
(1989) berpendapat bahwa manajemen laba sebagai "disclosure management", yaitu manajemen
melakukan intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk
memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral
dari proses tersebut).
Dalam Positive Accounting Theory (PAT) terdapat tiga hipotesis yang mendasari tindakan
manajemen laba yang dirumuskan oleh (Watts and Zimmerman, 1986) adalah (a) The Bonus Plan
Hyphotesis (Hipotesis Program Bonus); (b) The Debt Covenant Hypothesis (Hipotesis Perjanjian
Hutang); dan (c) The Political Cost Hypothesis (Hipotesis Biaya Politik).
Selain tiga kondisi hipotesis diatas, Scott (2000: 302) dalam Rahmawati, dkk (2006)
menambahkan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba yaitu (a) Taxation Motivations, (b)
Pergantian CEO, dan (c) Initial Public Offering (IPO).
Teknik dan pola manajemen laba menurut Worthy (1984) dalam Nur Fa4jrih Asyik (2000)
dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: (1) Perubahan Metoda Akuntansi, (2) Memainkan
Kebijakan Perkiraan Akuntansi, dan (3) Menggeser Periode Biaya atau Pendapatan.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Trueman danTitman (1988) dalam Rabmawati, dkk (2006) berpendapat bahwa hanya manajer
yang dapat mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap periode. Dalam menyiapkan
laporan manajer dapat memindah laba antar periode, pada saat sebagian laba ekonomi dik:etahui
sebagai laba akuntansi dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, melalui pengakuan biaya pensiun,
penyesuaian penaksiran umur ekonomis perusahaan, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika
manajer tidak dapat memindah laba antarperioda maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan
sama dengan laba ekonomi perusahaan pada setiap perioda. Fleksibilitas untuk menunda laba
antar periode hanya tersedia bagi beberapa perusahaan, dan hanya manajer yang mengetahui
apakah mereka mempunyai fleksibilitas tersebut atau tidak.
Magnan dan Cormier (1997) dalam Gumanti (2000), menyatakan bahwa ada tiga sasaran
yang dapat dicapai oleh manajer sehubungan dengan praktek manajemen laba. Ketiga sasaran
tersebut adalah minimisasi biaya politis (political cost minimization}, maksimisasi kesejahteraan
manajer (manager wealth maximization}, dan mminimisasi biaya fmansial (minimization of
financing costs). Jelas disini bahwa sasaran dari manajemen laba adalah cukup komprehensif,
yaitu mencakup banyak aspek dalam perusahaan baik demi keuntungan pribadi manajer maupun
perusahaan secara keseluruhan.
Manajer dapat mempengaruhi pelaporan keuangan dengan memanfaatkan kelemahan yang
inheren dalam akuntansi itu sendiri. Dalam hal ini, manajer mungkin terlibat dalam beragam pola
manajemen laba (Scott, 1997) dalam (Nur Falljrih Asyik, 2000), yaitu (1) Taking a Bath, (2)
Income Minimization, (3) Income Maximization, dan (4) Income Smoothing.
1.2.5. Kinerja Perusahaan
Dalam S. Beiner et al.(2003), Jensen (1993) serta Lipton dan Lorsch (1992) menegaskan
bahwa kinetja perusahaan merupakan hasil dari tindakan direktur. Sedangkan Keats et al.(1988)
menegaskan bahwa kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi maupun dalam
pengukurannya, karena sebagai sebuah konstruk, kinetja bersifat multidimensional dan oleh karena
itu pengukuran dengan menggunakan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu memberikan
pemahaman yang komprehensif.Venkatraman et al.(1986) berpendapat bahwa pengukuran kinetja
hendaknya menggunakan atau mengintegrasikan dimensi pengukuran yang beragam. Sehingga
Swamidass et al.(1987) menyimpulkan bahwa ukuran kinetja yang cocok dan layak tergantung
pada keadaan unik yang dihadapi peneliti.
Tobin's Q merupakan ukuran penilaian yang paling banyak digunakan dalam data keuangan
perusahaan.Nama Tobin's Q berasal dari James Tobin dari Yale University sete1ah dia mempero1eh
hadiah nobel. Morek et al. (1988) dan McConnell et al.(1990) menggunakan Tobin's Q sebagai
pengukuran kinerja perusahaan dengan alasan bahwa dengan Tobin's Q maka dapat dik:etahui
market value perusahaan, yang mencerminkan keuntungan masa depan perusahaan seperti laba
saat ini. Market value dipengaruhi oleh isi dari informasi asimetri, frekuensi atau volume insider
trading,dan likuiditas, sedangkan aliran laba tidak terpengaruh oleh tiga hal tersebut karena aliran
laba dalam laporan keuangan konvensional tidak mengungkapkan variabel-variabel yang
mempengaruhi market value. Sehingga hasil tingkat pengembalian yang dilaporkan dapat berbeda
dengan yang dipero1eh investor,begitu juga dengan nilai market value saham yang diperdagangkan
juga mengalami perbedaan.
Sebagai contoh, jika ada perbedaan yang signiflkan dalam likuiditas pada dua ekuitas yaitu
equity likuid dan equity non-likuid, equity likuid (modallancar) yang rendah harus menawarkan
11 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. -'UriWulandati- Widilryllllti
tingkat pengembalian yang dilaporkan nilainya cukup tinggi untuk: mengurangi kerugian dalam
likuiditas. Equity likuidyangmemiliki tingkatpengembalian tinggi digunakan untuk:menarikinvestor
agar membeli equity tersebut. Oleh karena itu Wernerfield eta/., (1988) menyimpulkan bahwa
Tobin's Q dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menentuk:an kinerja perusahaan (dikutip dalam
Eddy Suranta & Mas'ud Machfoed, 2003).
S. Beiner et al., (2003) menentuk:an bahwa nilai tobin's q merupakan rasio dari market
value of asset dibagi book value of asset. Market value of asset dihitung sebagai market
value of equity ditambah book value of assets dikurangi book value of equity. Perhitungan
tobins q yang terdapat dalam peneltian S. Beiner et al., (2003) dibawah ini sama dengan yang
terdapat dalam penelitian Lederer dan Peyer (2002). Dalam laporan keuangan, nilai market value
of equity diperoleh dari nilai market capitalization, nilai book value of assets diperoleh dari total
aset, nilai book value of equity diperoleh dari shareholder equity (Charlie Weir et al., 2000).
1.2.6. Asimetri informasi, Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja
Perusahaan
Dalam model asimetri informasi yang dikemukakan oleh Copeland dan Galai (1983) dalam
Puput (2001) mengasumsikan adanya tiga jenis agen di pasar, yaitu pedagang terinformasi (informed
traders) yang merupakan pemroses informasi potensial, pedagang tidak terinformasi (uninformed
traders}, dan risk-neutral specialist. Pedagang terinformasi melakukan transaksi perdagangan
dengan dilatarbelakangi oleh informasi privat yang mereka miliki yang tidak terefleksi dalam harga
saham dan mereka bersifat spekulatif, sedangkan pedagang yang tidak terinformasi atau yang
lebih dikenal dengan pedagang likuid (liquidity traders) berdagang dengan tujuan untuk
menyesuaikan portofolio yang dimilikinya berkaitan dengan optimisasi arus kas dengan seperangkat
informasi yang dimilikinya.
Sistem corporate governance pada perusahaan modern dibagi menjadi dua bagian yaitu
mekanisme internal governance dan mekanisme external governance. lndikator mekanisme
governance bisa beragam tergantung lingkungan tertentu yang dianjurkan (Short, Keasy, Wright
dan Hull, 1999, dalam Charlie Weir eta/., 2000). Indikator mekanisme internal governance
terdiri dari jumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen, dan debt to equity
sedangkan indikator mekanisme external governance terdiri dari institutional ownership (S.
Beiner et a/., 2003). Dengan berjalannya kedua mekanisme tersebut secara bersamaan, maka
sistem corporate governance perusahaan mencoba memotivasi manajer agar memaksimalkan
nilai pemegang saham (Alexander dan Matts, 2003).
Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan
eksternal yang bertujuan untuk: menguntungkan dirinya sendiri sehingga dapat mengurangi tingkat
kredibilitas suatu laporan keuangan perusahaan. Manajemen laba dapat menambah bias dalam
laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka
laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba yang sebenarnya.Manajemen laba dapat dilakukan
denganmemanfaatkan kelonggaran penggunaan metoda dan prosedur akuntansi, membuat kebijakan
akuntansi, dan mempercepat atau menunda biaya dan pendapatan agar laba perusahaan lebih kecil
atau lebih besar dari yang seharusnya. Earnings management ini dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu (1) mengendalikan berbagai akrual atau (2) dengan memilih prosedur akuntansi tertentu
(Richardson, 1998; Chambers, 1999; duCharme eta/.,2000) dalam (HSri sulistyanto, 2004).
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi maupun dalam pengukurannya,
karena sebagai sebuah konstruk, kinetja bersifat multidimensional dan oleh karena itu pengukuran
dengan menggunakan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu memberikan pemahaman yang
komprehensif. Pengukuran kinerja hendaknya menggunakan atau mengintegrasikan dimensi
pengukuran yang beragam. Tobin's Q merupakan ukuran penilaian yang paling banyak digunakan
dalam data keuangan perusahaan. Setelah melihat permasalahan diatas maka hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah:
H ta Jumlah Dewan Direktur berpengaruh positif signiflkan terhadap kinetja perusahaan.
H tb Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif signiftkan terhadap kinetja
perusahaan.
H le Debt to Equity berpengaruh positif signiftkan terhadap kinetja perusahaan.
H td Institusional Ownership berpengaruh positif signiflkan terhadap kinerja perusahaan.
H 2
Asimetri informasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinetja perusahaan.
H 3
Manajemen laba berpengaruh signiftkan terhadap kinerja perusahaan.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Pemilihan dan Pengumpulan Data
Penelitian inimenggunakan metode studi pustaka dalam mengumpulkan data-data keuangan.
Data-data tersebut diperoleh dari laporan keuangan yang disampaikan Bursa Efek Jakarta (dalam
hal ini diperoleh dari pojok BEJ), dan dari buku Indonesian Capital Market Directory 2001-
2005. Data pendukung lainnya diperoleh dan dikumpulkan darijurnal-jurnal ilmiah serta sumber
lain yang relevan dengan penelitian.
2.2. Variabel Penelitian dan Detinisi Operasional
2.2.1. Variabel Dependen
Variabel dependen untuk penelitian ini adalah kinetja perusahaan yang diukur dengan tobin
q. Dalam S. Beiner et al., (2003) penentuan nilai tobins q adalah sebagai berikut:
Market Value of Assets= (market value of equity+ book value of assets) - book value of equity
Tobins q = Market Value ofAsset:s
Book Value Assets
Dalam laporan keuangan, nilai market value of equity diperoleh dari nilai market capitalization,
nilai book value of assets diperoleh dari total aset, nilai book value of equity diperoleh dari
shareholder equity (Charlie Weir et al., 2000).
2.2.1. Variabel Independen
Variabel independent untuk menguku.r mekanisme corporate governance diproksi dalam :
a. Jumlah Dewan Direktur
Variabel dewan direktur dalam penelitian ini diperoleh dari jumlah dewan direktur dalam
perusahaan (S. Beiner et al., 2003).
b. Proporsi Dewan Komisaris Independen
96 Outside= Jurnlah Komisaris Intlependen Jumlah Keaaggotaaa Dewan Komisaris
13 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. -'UriWulandati- Widilryllllti
D
T
1
1
A
1
1
1
c. Debt to Equity
Debt to equity= rotetliabjtities
TotB/ Shareholder Equity
d. Institutional Ownership
Variabel institutional ownership merupakan variabel mekanisme governance eksternal.
Dalam penelitian ini variabel institutional ownership diperoleh dari jumlah persentase hak suara
yang dimiliki oleh institutional ownership. (S. Beiner eta/.2003).
Variabel earnings management diukur dengan proxy discretionary accruals (DA).
Penggunaan discretionarry accruals sebagai proxy earnings managemen selain mengacu pada
penelitian Dechow et.al (I996), juga dikarenakan pengukuran dengan discretionary accruals
saat ini telah dipakai secara luas untuk menguji earnings management hypothesis. Model yang
digunakan untuk menghitung DA adalah sebagai berikut:
DA ;, = TAit - NDAit
Keterangan:
=Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
= Total accruals perusahaan i pada tahun t
ND =Non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
TA,_ (ACA, -ACL
1 ACash
1 +ASTD
1 -Dep'"r)
= ---------------
A,_t
Keterangan:
ACA., Delta Current Assets (Aktiva Lancar) pada tahun t
ACL, Delta Current Liabilities (Utang Lancar) pada tahun t
ll.Cash,= Delta Cash and Cash Equivalents (Kas dan Setara Kas) pada tahun t
ASTD1 Delta debt included in curent non liabilities (hutang jangka panjang yang jatuh
tempo dalam waktu I tahun) pada tahun t
Depr
_ 1 1
Depreciation and Amortization Expense (Biaya Depresiasi dan Amortisasi) pada
tahun t
Total Assets (Total Aktiva) I tahun sebelum t
Penghitungan Nan Discretionary Accruals (NDA) dalam penelitian ini berbeda dengan
penghitungan NDA yang dilakukan Dechow et.al (1996). Dechow et.al (1996) menggunakan
penghitungan NDA dengan periode estimasi lebih dari 10 tahun. Karena keterbatasan data, maka
penelitian ini menggunakan metode penghitungan data yang sederhana, yaitu Industry Adjusted
Model. Model ini menggunakan asumsi yang sama dengan market adjusted model dalam
menghitung return sekuritas.
Analog dengan market adjusted model, maka NDA berdasarkan industry adjusted model
berasumsi bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi NDA pada tahun t adalah total accrual
market (dalam hal ini industri, yaitu perusahaan yang melakukan IPO maupun non IPO) pada
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
1
)
periode yang bersangkutan.Model inidapat menggunakan ukuran tendensi sentral dalamaplikasinya,
baik mean maupun median. Industry adjusted model dapat dirumuskan sebagai berikut:
NDAt =Mean atau Median (fAnvJ
Keterangan:
NDAt =Non Discretionary Accruals pada perusahaan t
TANn = Total Accrual Industry (perusahaan IPO maupun non IPO)
2.3. Metode Analisis Data
2.3.1. Uji Kualitas Data dan Uji Asumsi Klasik
Menurut Heir et al.,(1996) kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitian
dapat dievaluasi melalui uji kualitas data, dengan tujuan untuk mengetahui data terdistribusi normal
atau tidak. Untuk menguji normalitas data digunakan graftk histogram dan graftk normal probability
plot.Sedangkan Pendugaan nilai koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil (OLS) bertujuan
untuk: mencapai kondisi yang baik. Untuk mencapai kondisi yang baik, maka persamaan regresi
hams memenubi asumsi klasik. Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu data diuji kondisi
multicollinearity dengan menganalisis VIF, autocorrelation dengan memperhatikan nilai Durbin
Watson (DW), dan heterokedastisitas dengan metode park test (Gujarati, 1991).
2.3.2. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji menggunakan model regresi tinier berganda. Pengujian
lainnya yang mendukung pengujian hipotesis yaitu Uji T, untuk:mengetahui seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui kebenaran
prediksi dari pengujian regresi yang dilakukan, maka dilakukan pencarian nilai koefisien detemrinasi
(R2 yang menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
3. Basil Penelitian dan Pembahasan
3.1. Statistik Deskriptif
TABEL 1
Statistik DeskriptifVariabel
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
Tobin's Q (Y)
Jumlah Dewan
Dircktuc (X1)
Proporsi Komisaris
Independen (X2)
Leverege (X3)
Ownership (X4)
Spread (X5)
DA(X6)
91
91
91
91
91
91
91
,51
2,00
,33
,10
,13
,23
,15
2,31
10,00
1,00
2,25
,99
,85
1,23
1,1708
4,7253
,4086
,8012
,6782
,5463
,9647
,27804
1,61291
,10645
,36674
,19236
,26547
,24321
,077
2,601
,011
,134
,037
,064
,101
Sumber : Data penelitian yang diolah, 2005
15
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
'UriWulandati- Widilryllllti
.
3.2. Uji Kualitas Data
Untuk menguji normalitas data digunakan grafik. histogram dan graflk normal probability
plot.Hasil dari uji kualitas data dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini :
Gambarl
Grafik Basil Uji Kualitas Data
11 illtus ran1
Ocp.:::ndcnt Vulllldc: Tobin'1 Q
14
12
10
Normal P-P Plot of Regression
Dcpcudcut Variable: Tobin's Q I.UU . - - -- -- -- - -
.15 I
!ltd. D n . .9M
:\4' cJln • 0.00
. E
.",
.. :6; o.uu rJF--- - - ----.1.
D.iHI .lS .so .7S I .DO
R :sn:1111ion !ltandndh :d Rc11idaal
Sumber: DaiB penelitian yang dio/ah2005
0 b acn·fai (' u.m l•ro b
Dalam gambar 2, graflk basil uji kualitas data diatas maka dapat disimpulkan bahwa grafik.
histogram memberikan pola distribusi yang mendekati normal. Sedangkan pada graftk normal
probability plot terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti
arah garis diagonal. Kedua grafik. ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena
memenuhi asumsi normalitas.
3.3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Tabell
Basil pengujian multikolinierias dengan Variance Injllltion Factor (VIF)
Varlabel Nllal VIF Keterangan
Jumlah dewan direktur (Xl)
Proporsi Dewan Komisaris
Independen (X2)
1,118
1,128
Bebas Multikolinieritas
Bebas Multikolinieritas
Debt to Equity (X3) 1,048 Bebas Multikolinieritas
Spread(X5)
DA(X6)
1,102
1,056
Bebas Multikolinieritas
Bebas Multikolinieritas
Sumber:Data penelitian yang diolah, 2005
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Sebagai rule of thumb, jika nilai VIF lebih besar dan 10, maka vaniabel tersebut memiliki
kolinearitas yang tinggi. Hasil perhitungan nilai VIF menunjukkan bahwa tidak ada satu variabel
bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10.jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas
antar variabel bebas dalam model regresi atau menerima homoskedastisitas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Tabel 4.3
Ringkasan hasil pengujian heteroskedastisitas dengan metode Park Test
Dependent Variabel = Logaritma Residual kuadrat
Ind.Variabel
tstat Nilai
Signifikansi
Keterangan
LNXl -0,208 0,836 Bebas Heteroskedastisitas
LNX2 0,825 0,412 Bebas Heteroskedastisitas
LNX3 -1,083 0,282 Bebas Heteroskedastisitas
LNX4 0,130 0,897 Bebas Heteroskedastisitas
LNX5 0,830 0,213 Bebas Heteroskedastisitas
LNX6 0,541 0,341 Bebas Heteroskedastisitas
Sumber: Data penelitian yang diolah, 2005
Dari basil pengujian heteroskedastisitas di atas,menunjukkan bahwa masing-masing variabel
mempunyai nilai signifikansi yang lebih besar 0,05 (a.= 5%) atau tidak signifikan, maka dapat
disimpulkanbahwa model regresi yang akan digunakan tidak mengandung gejala heteroskedastisitas.
Dengan kata lain hipotesis homoskedastisitas dapat diterima.
17 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. -'UriWulandati- Widilryllllti
a
b
c
d
3.4. Uji Hipotesis
a. Hasil Analisis Regresi
Tabel 4.4
Rangkuman Hasil Analisis Regresi
Variabel Dependen =Tobin's Q (Y)
Variabel lndependen
Koef Regresi
t-ratio
Prob.Sig
Jumlah dewan direktur (Xl) 0,001 0,049 0,961
Proporsi Dewan Komisaris Independen
(X2)
0,174 1,233 0,221
Debt to Equity (X3) 0,060 11,209 0,000**
Tnstitutional Ownership (X4) -0,001 -,895 0,373
Spread(X5) 0,101 2,193 0,017
DA(X6) 0,213 ,924 0,012
Konstanta 0,668 7,964 0,000**
Rz = 0,617
F-Ratio = 34,650
Prob.Sig = 0,000"'*
l:Var.Indep. Signifikan = 1 dari 3
DW= 2,028 (Bebas Autokorelasi)
N = 91
Keterangan; •• Signifikan pada tarafkepercayaan sampai dengan 1%
Sumber ; Data diolah 2005
Dari tabe14.4 di atas dapat dibuat persamaan regresi seperti terlihat berikut ini ;
Kinerja = 0,668 +0,001 Jumlahdewandirektur+0,174ProporsiDewanKomisaris Independen
+0,060DebttoEquity-0,001 InstitusionalOwnership + 0,101 Spread +0,213 DA
+e
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas signifikansi variabel
asimetri informasi (X1) sebesar 0,961 lebih besar dari 0,05 atau taraf kepercayaan 5% (tidak
signifikan), maka H1 gagal diterima. Nilai probabilitas signifikansi variabel corporate governance
(X2) sebesar 0,2211ebih besar dari 0,05 atau tarafkepercayaan 5% yang berarti tidak signifikan,
maka H1 gagal diterima. Nilai probabilitas signiflkansi manajemen laba (X3) sebesar 0,000 lebih
kecil dari taraf kepercayaan 0,05 yang berarti signiflkan, maka H 1 diterima. Nilai signifikansi
variabel institutional ownership (X4) sebesar 0,373 lebih besar dari 0,05 atau tarafkepercayaan
5% (signifikan),maka H1
gagal diterima. Berturut-turut nilai signifikansi variable spread (X5) dan
DA (X6) sebesar 0,017 dan 0,012 lebih besar dari 0,05 atau taraf kepercayaan 5% (signiflcan),
makadan diterima.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
1
b
c
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Nilai F hitung sebesar 72,404 dengantingkatprobabilitas 0,000(signifikan).Tingkat probabilitas
sebesar 0,000 jauh lebih kecil dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa asimetri infonnasi, corporate
governance dan manajemen laba secara bersama-sama berpengaruh terbadap kinerja perusahaan.
c. Koefisien Determinasi ( az )
Nilai koefisien determinasi digunak:an untuk menunjukkan prosentase tingkat kebenaran
prediksi dari pengujian regresi yang dilakukan. Dari tabel4.4 menunjukkan bahwa besarnya R 2
adalah 0,617 hal ini berarti 61,7% variasi variabel tobin's Q (kinerja) bisa dijelaskan oleh variabel
independen (asimetri infonnasi, corporate governance dan manajemen laba). Sedangkan sisanya
sebesar 38,3% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model.
3.5. Interpretasi Basil Penelitian
Hasil uji H • menyimpu1kan bahwa jumlah dewan direktur tidak signi:fikan berpengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian hasil penelitian iniberbeda dengan penelitian Hermalin
dan Weisbach (2003) serta Lipton danLorsch (1992) dalam S.Beiner et al (2003) yangmenunjukkan
bahwa jumlah dewan direktur signifikan berpengaruh positif terbadap kinerja perusahaan. Namun
basil penelitian ini sesuai dengan basil penelitian S. Beiner et al (2003) bahwa jumlah dewan
direktur tidak signiflkan berpengaruh terbadap kinerja perusahaan.
Hasil uji H1
menyimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak signiflkan
berpengaruh positif terbadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan basil penelitian
Charlie Weir et al (2000), Yermarck (1996),Agrawal dan Knober (1996), Bbagat dan Black dalam
S. Beiner et al (2003).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan data di lapangan masih
banyak pemegang saham yang merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris dalam suatu
perusahaan. Mereka memiliki pertimbangan bahwa dengan adanya salah satu anggota pemegang
saham yang merangkap sebagai anggota dewan komisaris maka akan mempermudah pengawasan
kinerja manajemen. Selain itu dengan adanya jabatan ganda maka akan menimbulkan efisiensi
biaya keagenan bagi pemegang saham. Hal inikarena para pemegang saham belum bisa memberikan
kepercayaan penuh mengenai jalannya perusahaan kepada manajemen perusahaan. Disamping
itu, pemegang saham menganggap dewan komisaris independen tidak memiliki pengetahuan yang
cukup mengenai perusahaan mereka. Hal inilah yang membuat para pemegang saham belum bisa
melihat segi positif adanya dewan komisaris independen.
Hasil uji H1
menyimpulkan bahwa bahwa debt to equity berpengaruh positif dan signiflkan
terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian basil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Suad Husnan (2001). Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar struktur modal perusahaan
publik di Indonesia berasal dari modal asing (hutang).Adanya sejumlah modal asing yang terdapat
dalam struktur modal perusahaan menandakan bahwa pihak ekstemal perusahaan memiliki faktor
kepercayaan terbadap pihak internal (pemegang saham dan manajemen) perusahaan. Oleh karena
itu para pemegang saham perusahaan menggunakan modal asing tersebut sebagai upaya untuk
mengendalikan kinerja manajemen perusahaannya, agar pihak manajemen perusahaan tidak
melakukan tindakan diluar kepentingan pemegang saham. Dengan adanya modal asing tersebut
maka para manajemen perusahaan dituntut untuk berusaha mengoptimalkan pemakaian modal
asing tersebut.
19 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. -'UriWulandati- Widilryllllti
d Hasil uji H1 menyimpu1kan bahwa institutional awnership tidak: signiflkan berpengaruh
positifterhadap kinerja. Dengan demikian hasil penelitian inisesuai dengan hasil penelitian Charlie
Weir et al (2000).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemilik mayoritas institusi ikut dalam
pengendalian perusahaan sehingga cenderung bertindakuntuk kepentingan mereka sendiri meskipun
dengan mengorbankan kepentingan pemilik minoritas. Dengan adanya kecenderungan tersebut
membuat terjadinya ketidak:seimbangan dalam penentuan arah kebijakan perusahaan yang pada
akbimya hanya akan menguntungkan pemegang saham mayoritas (institutional ownership).
Hasil uji 1\menyimpulkan bahwa asimetri informasi signiflkan berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan. Maka hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Richardson (1998) dalam
Rahmawati, dkk: (2006) yang meneliti hubungan asimetri informasi dan kinerja perusahaan pada
senwa perusahaan yang terdaftar di NYSE periode akbir Juni selama 1988-1992.hasil penelitiannya
bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara magnitut asimetri informasi dan kinerja perusahan.
Fleksibilitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi
yang lebih berkuaitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat kinerja
perusahaan.
Hasil uji H3
menyimpu1kan bahwa manajemen laba signiftkan berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Julia Halim, Camel Meiden dan rudolf Lumban
Tobing (2005) dengan judul penelitian "Pengaruh manajemen laba pada tingkat pengungkapan
laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang termasuk indeks LQ-45", dengan
menggunakan sampel34 perusahaan, dari2001sampai 2002. hasil penelitiannya bahwa perusahaan
manufaktur yang termasuk indeks LQ-45 terlihat melakukan tindakan manajemen laba. Asimetri
informasi, kinerja masa kini dan masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan dan manajemen
laba berpengaruh signifikan pada kinerja perusahaan.
4. KesimpuJan dan Saran
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan atas hasil penelitian terhadap 91 perusahaan publik di Indonesia
yang listing di Bursa Efek Jakarta, maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel
jumlah direktur, proporsi dewan komisaris independen, debt to equity, dan institutional ownership
berpengaruh secara sign:fikan (0,000) terhadap kinerja sampai dengan taraf kepercayaan 1%
sedangkan secara parsial dengan taraf kepercayaan 5% diperoleh nilai signifikansi jumlah dewan
direktur sebesar 0,961, proporsi dewan komisaris independen sebesar 0,221 Debt to equity sebesar
0,000 daninstitutional ownership sebesar 0,373. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari keempat
variabel indikator mekanisme corporate governance, hanya debt to equity yang secara signift.kan
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya variabel asimetri informasi dan
manajemen laba secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
4.2. Saran
Penelitian selanjutnya yang hendak: mengkonfirmasi, mengekstensi ataupun mereplikasi
penelitian ini akan lebih baik jika mempertimbangkan pengaruh size perusahaan, melaku.kan
pengamatan terhadap tingkat keaktifan dewan komisaris independen dalam melak:sanakan tugasnya,
serta pengamatan yang lebih mendalam pada struktur kepemilikan perusahaan.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Daftar Pustaka
Anis Baridwan, Drs. MBA. 2003. "Good CorporateGovernance:Aturan-Aturan Dalam Governing
Mechanism." Seminar Sehari : Issues Application & Research In Corporate
Governance Dalam Rangka Launching Pusat Studi Corporate Governance FE UTY.
Bambang Riyanto. 1999. Manajemen Keuangan Perosahaan. Yogyakarta: BPFE.
Bambang Riyanto. 2003. "CorporateGovernance:Isu Utama Penelitian."Seminar Sehari : Issues
Application & Research In Corporate Governance Dalam Rangka Launching Pusat
Studi Corporate Governance FE UTY.
Beiner, S., W. Drobetz, F. Schmid dan H. Zimmermann. 2003. "Is Board Size An Independent
Corporate Governance Mechanism?". http://www.W'NZ.unibas.ch lcofi/publications!
papers/2003/06.03.pdf
Berle, A. danG Means. 1932. The Modern Corporation and Private Property. New York:
Macmillan.
Cadbury Committee. 1992. Report of the Committee on the Financial Aspects of Corporate
Governance. London: Gee.
Darsono. 2003. "Corporate Governance: State Of The Art." Jurnal Bisnis Strategi. VoL 7 Juli/
Tahun V/2001
Drobetz, W. 2003. The Impact of Corporate Governance on Firm Performance. http://
www.wwz.unibas.ch/cotilpublicationslpapers/2003/07-03.pdt
F. Antonius Alijoyo. 2003. "Rasio Keuangan Dan Praktek Corporate Governance." http://
www.tcgi.or.id_g/rasiolkeuanganl4-08-2002.
Frank Yu. 2006. "Corporate Governance and Earnings Management". http://www.emerald
library.com/ftp/2006
Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometric. New York: McGraw Hill Inc.
Heir, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L., dan Black, W.C. 1998. Multivariate Analysis. Fifth
Edition: Prentice Hall International Inc.
H. Sri Sulistyanto dan Meniek S. Prapti. 2003. "Good Corporate Governance: Bisakah
Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat ?" Jurnal Ekonomi dan Bisnis (EKOBIS). Vol.
4 No. 1. Jan 2003
H. Sri Sulistyanto. 2004. "Asimetri Informasi : Mendorong sikap Oportunis Manajer?" Jurnal
Ekonomi dan Bisnis {EKOBJS). VoL 5 No. 1. Jan 2004
21 PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. "'UriWulandati- Widilryllllti
Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. ··Theory of the Firm: Managerial Behaviour, Agency
Costs and Ownership Structure." Journal of Financial Economics, Vol13, pp. 305-360.
Julia Halim, Carmel Meiden dan RudolfLumban Tobing. 2005. "Pengaruh Manajemen laba pada
tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang termasuk
dalam Indeks LQ-45". SNA VIII Solo
Keats, B. W., & Hitt, M.A. 1988. "ACausal Model OfLinkagesAmong Environmental Dimension,
Macro Organizational Characteristics & Performance." Academy of Management
Journal, Vol. 31, pp 570-598.
Khomsiyah dan Susanti. 2003. "Pengungkapan Asimetri Informasi dan Cost of Capital". Jurnal
Bisnis dan Akuntansi. Vol 5 No 3 I Desember
Mahmudi. 2001. "Manajemen Laba : Sebuah Tinjauan Etika Akuntansi". Jurnal Bisnis dan
Akuntansi. Vol.3 No 2 I Agustus
McConnell, J.J.dan H. Servaes. 1990. ••Additional Evidence on Equity Ownership and Corporate
Value." Journal of Financial Economics, Vol 27, pp. 595-612.
Nendelstadh, Alexander V. dan Matts Rosenberg. 2002. "Corporate Governance Mechanisms
And Corporate Performance: Evidence From Finlandia." http://www.Shh.fi.lrosenberxf
overnance.pdf
Rahmawati, Yacob Suparno dan Nurul Qomariyah. 2006. ··PengaruhAsimetri Informasi terhadap
Praktek Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan public yang Terdaftar di BEJ''.
SNA IX Padang
R. Moch. Abadi. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan
pada Industri Manufaktur di BEJ. Tesis S2 di Magister Sains Akuntansi
Sylvia Veronica dan Yanivi Bachtiar. 2003. "Hubungan antara Manajemen Laba dengan Tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan". SNA VI SurabayaiOktober
Suad Husnan. 2001. "Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: Perbandingan Kinerja
Perusahaan Dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasional dan Bukan
Multinasional." Jurnal Riset Akuntansi. Manajemen, Ekonomi, Vol. 1 No. 1. Februari
2001.
Sunarto. 2003. "Corporate Governance dan Kinerja Saham". Fokus Ekonomi Vol 4 No. 2 I
Desember
Sutrisno. 2002. Studi Manajemen Laba; Evaluasi Pandangan Profesi Akuntansi, Pembentukan dan
Motivasinya". Kompak No 51 Mei
Swamidass, P.M dan Newel, W.T.1987. Manufacturing Strategy, Environmental Uncertainty And
Performance:APathAnalitic Model Management Science, vol. 33, no.4, pp. 509-525.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Tatang Arigumanti. 2000. "Earning Maoajemen : Suatu Telaah Pustaka". Jurna/ Akuntansi dan
Keuangan. Vol.2 No 2/November
The Business Rountable. 1997. "Statement On Corporate Governance". http/
:www.bussinessroundtable.org/pdf/!!.pdf
Tri Gunarsih. 2003. "Riset Empiris Dalam Corporate Governance." Seminar Sehari: Issues
Application & Research In Corporate Governance Dalarn Rangka Launching Pusat
Studi Corporate Governance FE UTY.
Tri Komalasari. 2001. "Asimetri Informasi dan Cost of Equity Capital". Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, Vol:4 No 1, Januari
Tri Komalasari. 2001. "Asimetri Informasi, Positive Accounting Theory dan Maoajemen Laba".
Jurnal Ekonomi dan Maoajemen, Vol:2 No 2, Desember:92-lll
Weir, Charlie, David Laing, danPhillip J. McKnight. 2000.AnEmpirical Analysis of The Impact of
Corporate Governance Mechanisms on The Performance of UK Firm. http://
papers.ssrn.com/so/3/papers.cfm? abstract id=286440.
23
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. -'UriWulandati- Widilryllllti