pena pendidikan 10

64
Nomor 10/Tahun I/Februari 2007/Rp 20.000 GURU MATI DI DAERAH KONFLIK KONTROVERSI FULLDAY SCHOOL PPPG Cianjur MENGANGKAT CITRA PROFESI PERTANIAN JALAN TERJAL SOSIALISASI KTSP 10_PENA all cover.indd 1 2/19/2007 11:10:18 AM

Upload: sekolah-maya

Post on 13-Jan-2015

10.486 views

Category:

Education


4 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: pena pendidikan 10

Nom

or 1

0/Ta

hun

I/Feb

ruar

i 200

7/R

p 20

.000 GURU MATI

DI DAERAH KONFLIK

KONTROVERSI FULLDAY SCHOOL

PPPG Cianjur

MENGANGKAT CITRAPROFESI PERTANIAN

JALAN TERJALSOSIALISASI

KTSP10_PENA all cover.indd 1 2/19/2007 11:10:18 AM

Page 2: pena pendidikan 10

PT. REKA GAGAS CIPTAJl. Pengadegan Barat Raya 22 Jakarta 12710T/F: +62 21 7973957Email: [email protected] PUBLISHING

ADVERTISING

PRODUCTION HOUSE

Setelah PENA Pendidikankini hadir BE ENTREPRENEUR

10_PENA all cover.indd 2 2/19/2007 11:10:27 AM

Page 3: pena pendidikan 10

Di bawah 20 th30 th ke atas

20 - 30 th

Sarjana S1 ke atas

Di bawah Sarjana S1Pria

Wanita

60 %

30 %

10 %

70 %

30 %

60 %

40 %

PROFIL PEMBACA

Pena Pendidikan adalah majalah berita pendidikan pertama yang mengupas

permasalahan hangat dunia pendidikan secara

menyeluruh, jernih dan berimbang, disajikan den-

gan standar jurnalistik yang teruji

10_PENA all cover.indd 3 2/19/2007 11:10:28 AM

Page 4: pena pendidikan 10

FOTO-FOTO: ERIN T.W. DAN MURNITA DIAN K.

IKLAN LAYANAN MASYARAKAT INI DIPERSEMBAHKAN OLEH:PT SAMUDERA INTERNATIONAL (ASI) PANGANDARAN, CIAMIS - JAWA BARAT

10_PENA all cover.indd 4 2/19/2007 11:10:54 AM

Page 5: pena pendidikan 10

Pena Pendidikan November 2006

Edisi 09/Tahun I/Januari 2007

Pena Pendidikan Februari 2007 �

SALAM PENA

PEMIMPIN UMUMIwan Qodar Himawan

PEMIMPIN REDAKSI/PEMIMPIN PERUSAHAAN

Saiful Anam

REDAKTUR PELAKSANADipo Handoko

SIDANG REDAKSIIwan Qodar Himawan, Saiful Anam,

Dipo Handoko, Ayu N. AndiniFetty Shinta Lestari, Murnita Dian Kartini

KORESPONDEN DALAM NEGERISuhartono (Balikpapan), Mukti Ali

(Malang), M. Arief Fathoni (Jogjakarta)Imam Bukhori (Surabaya), R. L. Hakim

(Bandung)

KORESPONDEN LUAR NEGERIMiranti Hirschmann (Jerman), Asmayani Kusrini (Belgia), Jenni Wang (Spanyol),

Frieska Evita Ayurananda (Thailand), Alfian (Belanda)

ARTISTIK & DESAIN KOM. VISUALRoy M. Paat

D. F. Prambudi

SEKRETARIAT REDAKSIYuli Lestari

IKLANSari Hidayat

KEUANGANAhadian Febrie

PENERBITPT Reka Gagas Cipta

DIREKTUR UTAMAIwan Qodar Himawan

DIREKTURSaiful Anam

GENERAL MANAJER OPERASIONALDipo Handoko

BANKPT Reka Gagas Cipta

Bank Niaga cab. BEJ JakartaRek. 064.01.63285.006

Surat untuk seluruh bagian dialamatkan:Pena Pendidikan

Jl Pengadegan Barat Raya 22 JAKARTA 12770

Telp/Faks: +6221 797 3957E-mail: [email protected]

I S S N 1 9 0 7 - 4 2 3 9

ejak terbit perdana Mei 2006, Majalah Berita Bulanan PENA PENDIDIKAN selalu terbit pada awal bulan, sebelum tanggal 10. Tapi, untuk edisi Februari ini, kami mengalami keterlambatan.

Banjir yang mengguyur Jakarta selama hampir sepekan sejak 2 Februari lalu, membuat kerja kami tidak maksimal. Beberapa wartawan kami yang tinggal di Bekasi dan Depok rumahnya terendam banjir. Mereka terpaksa tidak masuk selama beberapa hari. Beruntung kantor kami di Jalan Pengadegan Barat Nomor 22 Jakarta Selatan, tidak ikut-ikutan tersapu banjir. Hanya saja, telepon kantor kami sempat tidak beroperasi selama beberapa hari akibat gangguan dari jaringan Telkom.

Awalnya kami merencanakan terbit 9 Februari. Tapi ketika naskah sudah siap, giliran harus antri di percetakan. Maklum, percetakan langganan kami di kawasan Pulogadung juga terendam banjir, sehingga tidak beroperasi selama beberapa hari. Kami pun menjadwal ulang terbit 15 Februari.

Sesuai rancangan awal, kami menempatkan maraknya fullday school sebagai Bahasan Utama (Basut). Sedangkan masalah sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kami tulis dalam rubrik Bahasan Khusus (Basus).

Tapi, saat naskah sudah siap cetak, Saiful Anam, Pemimpin Redaksi majalah ini, mendapat informasi terbaru menyangkut KTSP. Mendiknas menandatangani beleid baru yang mengatur sosialisasi KTSP. Beleid anyar itu, yaitu Surat Edaran Nomor 33/MPN/SE/2007 dan Permendiknas Nomor 6/2007, ditandatangani tanggal 13 Februari 2007. Dua peraturan itu intinya berisi tentang perbaikan pelaksanaan sosialisasi KTSP. Saiful Anam mendapatkan bocorannya keesokan harinya.

Kami lantas melakukan rapat singkat membahas isu terbaru itu. Kami memutuskan untuk merombak naskah yang sudah siap cetak, dengan menempatkan masalah KTSP menjadi Bahasan Utama. Sementara fullday school “turun kelas” menjadi Bahasan Khusus. Kami lantas menghubungi pihak percetakan agar menghentikan proses pencetakan majalah.

Kami memutuskan merombak bagian pertama tulisan KTSP, dengan memasukkan beleid anyar tersebut. Selain itu, kami mewawancarai Dr. Baedhowi (Staf Ahli Bidang Pengembangan Kurikulum) dan Bambang Wasito Adi, SH, M.Sc, (Kepala Pusat Informasi dan Humas) terkait keluarnya peraturan baru tersebut. Bagian pertama yang semula dirancang dua halaman, dimekarkan menjadi 4 halaman. Otomatis ada dua halaman lain yang kami drop.

Meski begitu, ada bagian lain dari tulisan KTSP itu yang tetap kami biarkan, yaitu wawancara dengan Kepala Pusat Kurikulum. Wawancara dilakukan sebelum SE dan Permendiknas Nomor 6/2007 tersebut keluar. Tapi tetap menarik, karena hal itu justru menggambarkan persoalan yang terjadi sebelum dua peraturan tersebut keluar.

Pembaca yang budiman, perubahan yang kami lakukan itu membawa konsekuensi penerbitan majalah ini menjadi terlambat, sehingga baru terbit pada 19 Februari 2007. Kami tentu mohon maaf atas keterlambatan ini. Tetapi, dengan merombak bagian pertama tulisan KTSP dan menaikkan statusnya menjadi Bahasan Utama, pada dasarnya merupakan upaya kami untuk berusaha menyajikan informasi yang terbaik buat Anda. Semoga Anda maklum.

Banjir, Ganti BASUT, dan Maaf

10_PENA.indd 3 2/19/2007 11:16:18 AM

Page 6: pena pendidikan 10

Pena Pendidikan Februari 2007�

DAFTAR ISI

BAHASAN UTAMA 10

8

46

Setelah sepuluh bulan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diberlakukan,

hingga kini implementasinya menghadapi banyak kendala. Sumbernya adalah Peraturan Mendiknas Nomor 24/2005 yang mengatur sosial isasi KTSP. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan mendapat tugas berat sebagai pelaksana sosialisasi. Sementara Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah yang dulunya sebagai pelaksana sosialisasi, kini “cuma” ditugasi menggandakan pedoman KTSP.

Sosialisasi pun tersendat. Mendiknas kemudian menerbitkan Surat Edaran yang mengatur keterlibatan pemerintah daerah dalam sosialisasi KTSP. Apakah sosialisasi KTSP dijamin berjalan lancar? Ada pemikiran melibatkan pihak swasta.

JALAN TERJAL SOSIALISASI KTSP

Juling Ponganmoon, guru usia 24 tahun, meninggal dunia setelah

delapan bulan koma. Guru kesenian di Sekolah Dasar Ban Kuching Reupah, Narathiwat, meninggal saat bertugas mengajar di kawasan yang dikenal rawan konf l ik antara pemerintah dengan muslim militan. Bukan rahasia lagi, sejak konflik meruncing, hampir semua guru yang bukan penduduk asli berebut mengajukan permohonan pindah. Atau, kalaupun tidak, menuntut “uang tambahan” karena bertugas di daerah berbahaya.

Toh ancaman keamanan tak menyurutkan tekad Juling. Ia justru meminta ditempatkan mengajar di Distrik Rangae, kawasan yang termasuk kategori siaga merah alias sangat berbahaya. Jul ing yakin dengan mengajarkan kebijakan dan kebaikan pada anak didiknya, ia bisa menyumbang bagi perdamaian dan kemajuan di kawasan selatan Thailand. Baginya anak-anak muslim dan anak-anak Buddha tak berbeda.

PAPAN TULIS PINTAR

SMART Technologies Inc, perusahaan pembuat piranti canggih, meluncurkan

papan tulis pintar. Panjang-lebar rasionya 16:9. Papan putih ini dihubungkan dengan piranti audio sehingga bisa mengeluarkan suara. Tulisannya bisa direkam dengan USB, difotokopi, atau digandakan. Papan putih ini juga bisa dikombinasikan dengan proyektor, yang keduanya bisa dipasang dengan gampang di tembok, dan dicopot dengan mudah.

INTERNASIONALSENI MORALGURU JULING

Thailand:

TEKNOLOGI

DoK.

DEP

DIKN

ASW

WW

.Goo

GLE.

Co.ID

WW

W.G

ooGL

E.Co

.ID

10_PENA.indd 4 2/19/2007 11:16:22 AM

Page 7: pena pendidikan 10

Pena Pendidikan Februari 2007 �

36

60

KONTROVERSIBELAJAR SEHARI PENUH

Mo d e l p e m b e l a j a r a n f u l l d a y s c h o o l m a r a k

diselenggarakan di berbagai kota besar. Banyak orangtua yang sibuk karena pekerjaan merasa terbantu dengan sekolah sehari penuh. Namun, tak sedikit yang menuding sekolah sehari penuh cuma komersial belaka. Buktinya, biayanya jauh lebih mahal. Depdiknas tak menganjurkan, tapi juga tak melarang.

Cheche Kirani

NGIDAMKUNJUNGI

KORBAN BANJIR

APASIAPA

3. EDITORIAL

6 SUARA PEMBACA

8 TEKNOLOGI• Siswa dan Piranti Multimedia• Komputer-Televisi Jadi Satu• Jam Berblue Tooth• Energi Gerak Buat Ponsel• Papan Tulis Pintar

10 BAHASAN UTAMA• Jalan Terjal Sosialisasi KTSP• D iah Har ian t i : Daerah Harus

Dioptimalkan• Guru Meraba-raba KTSP

22 DASAR• Mus i Banyuas in : Memajukan

Pendidikan Serasan Sekate

24 MENENGAH • SMAN 3 Yogyakarta: Berkembanglah

Sang Padmanaba

26 KOLOM • Mudj i to : Investasi Pendid ikan

Prasekolah

28 GURU• S u s a h n y a M e n c a r i G u r u

Berkompeten• PPPG Cianjur: Menangkat Citra Profesi

Pertanian

34 NONFORMAL• Nonformal Menyalip di Tikungan • TK Al Islam Candipuro Lumajang

36 BASUS• Kontroversial Belajar Sehari Penuh• Mau Bagus Butuh Proses • Membuat Siswa Betah di Kelas• Sudah Gratis, Bisa Main Sirkus

46 INTERNASIONAL• Seni Moral Guru Juling

50 PERISTIWA • Ketika Bah Menyapu Ibu Kota• Bila Murid SD Berbahasa Inggris• Filantropis Mendamba Insentif• Lengkap Dengan Layanan Prima

56 BUKU• Menguji Beleid Pak Menteri• Inspirasi Serius Bagi Pendidikan

58 KRONIKA

62 CATATAN PENA• Saiful Anam: BWA

BAHASAN KHUSUS

MURN

ITA D

IAN

K.

Ketika Jakarta dihajar banjir besar, awal Februari lalu, Cheche Kirani punya

permintaan tak biasa. Meski dalam kondisi hamil, ia memaksa untuk mengunjungi korban banjir di lokasi yang tergenang air. Sang suami, Ahmad Hadi Wibowo, yang tengah sakit dan mesti istirahat di rumah, terang saja keberatan meluluskan keinginan istri tercinta. Namun, akhirnya ia tak bisa menolak rengekan sang istri.

Rupanya permintaan menyaksikan banjir itu bagian dari ngidamnya Cheche. Cheche menyambangi daerah banjir di Ciledug, Tangerang. Sambil mengelus-ngelus perutnya, Cheche hanya ada di mobil, tapi itu sudah cukup membuatnya lega. “Di sini saja, ah. Miris lihat kondisi banjir kayak gitu. Anakku ini mau lihat banjir katanya. Tenang ya, Nak, tenang,” ujarnya.

WW

W.K

APAN

LAGI

.CoM

10_PENA.indd 5 2/19/2007 11:16:27 AM

Page 8: pena pendidikan 10

SUARA PEMBACA

* Ongkos kirim per edisi: Jabodetabek Rp 2.000, Pulau Jawa Rp �.000, dan luar

Pulau Jawa Rp 7.000

Nomor 10/Tahun I/Februari 2007Desain Cover : PrambudiFoto : GIM Depdiknas

IJAZAH TERBAWA BANJIR

BENCANA banjir awal Februari lalu banyak menelan korban. Bukan saja kehilangan harta benda. Rumah-rumah rusak, sebagian hanyut, sekolah pun tak sedikit yang kebanjiran. Sekolah pun banyak yang “diliburkan” hingga sepekan karena tidak memungkinkan untuk proses belajar mengajar.

Ada satu hal yang membuat saya trenyuh ketika mengetahui teman saya kehilangan ijazah karena hanyut disapu banjir. Menurut sepengetahuan saya, Departemen Pendidikan Nasional hanya memiliki data kelulusan sekolah hingga sepuluh tahun ke belakang. Artinya hanya sampai angkatan kelulusan tahun 1997. Mohon bantuan Depdiknas menangani masalah ini. Mungkin pembaca Majalah Pena Pendidikan bisa membantu?

Ahmad Kurniawan, mahasiswaCipinang Indah, Jakarta Timur

*) Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta Sylviana Murni menegaskan bahwa pengurusan ijazah atau surat tanda tamat belajar yang rusak atau hilang akibat banjir tidak dipungut biaya alias gratis. Syaratnya, mudah: cukup membawa surat keterangan dari RT dan RW. Untuk ijasah SMP dan SMA, silakan Anda menghubungi Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta

BANJIR JAKARTA Banjir di Jakarta menyebabkan banyak

sekolah sempat tidak bisa melaksanakan proses belajar mengajar. Banyak hal melatarbelakangi kenapa proses belajar mengajar tidak berjalan. Salah satunya gedung sekolah dan fasilitasnya yang rusak karena banjir. Di Bekasi, bahkan ada sekolah yang terancam longsor. Bangku-bangku sekolah di daerah Cipinang, Jakarta Timur rusak terseret banjir. Buku-buku pelajaran hancur terendam air.

6 Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 6 2/19/2007 11:16:31 AM

Page 9: pena pendidikan 10

Dengan keadaan seperti ini, apakah pihak sekolah yang harus membiayai kerusakan ini? Apakah pihak sekolah kembali membebankan orangtua karena kerugian ini? Tidak adakah bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki sekolah dan fasilitasnya? Kepada siapa sekolah-sekolah ini minta tolong?

V.Rachman, pengamat sosial

dan pengamat pendidikanJakarta Utara

*) Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta mencatat sedikitnya 163.165 siswa SD dan SMP menjadi korban banjir. Mereka kehilangan buku pelajaran, tas, dan seragam sekolah. Adapun sekolah yang terendam sebanyak 1295 unit dari 2158 sekolah yang ada. Untuk meringankan korban banjir, Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta menyalurkan 25.000 pasang pakaian sekolah, 16.000 peralatan sekolah dan ribuan buku.

KTSP APA SIAPA?Saya senang, ada majalah yang

khusus mengupas masalah-masalah pendidikan. Makanya, saya berlangganan Majalah Pena Pendidikan. Karena masih sangat jarang majalah seperti ini. Saya mau bertanya banyak tentang masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Mengapa pemerintah sangat senang mengganti-ganti kurikulum? Ganti menteri, pasti ganti kurikulum. Padahal Kurikulum 200� itu belum jelas sejauh mana keberhasilannya sudah berganti lagi.

PENA PENDIDIKAN pernah menulisnya ketika KTSP digulirkan Juni lalu. Namun perkembangan pelaksanaan KTSP sepertinya tidak disentuh lagi. Bagaimana kabarnya sekarang ini. Jangan-jangan hanya jalan di tempat. Mohon Pena Pendidikan menulis perkembangan pelaksanaan KTSP. Mumpung masih dalam hitungan bulan, sehingga kalau ada yang kurang bisa diperbaiki.

Ratih, ibu rumah tangga,pembaca setia PENA PENDIDIKAN,

Tambun, Bekasi, Jawa Barat

*) Pena Pendidikan edisi kali ini mengupas perkembangan pelaksanaan KTSP. Memang ada kendala cukup serius menyangkut sosialisasi KTSP. Silakan baca Bahasan Utama edisi ini.

SEKOLAH BILINGUALSebenarnya bukan pada porsinya saya

memvonis sekolah bilingual berpotensi menuai cemas. Tapi, di lapangan memang terjadi demikian. Teman saya yang menyekolahkan anaknya di sekolah berstandar internasional itu, merasa kewalahan melihat kebiasaan berbahasa anaknya. Menurut dia, anaknya sangat fasih mengekspresikan perasaannya dalam bahasa Inggr is. Sang anak mengucapkan begitu saja, tanpa peduli lagi pada tataran kesopanan. Misalnya jika ia diminta segera belajar pada waktunya, ia dengan lugas menolak, “Please, don’t talk to me like that, cause I’ve never talk to you like that! Don’t disturbing me, mom.”

Alasan penolakannya memang sangat masuk akal, tetapi dengan raut wajah yang tidak menyenangkan ia mengucap itu di depan ibunya. Sang ibu merasa mestinya ada pelajaran tata krama berbahasa yang sayangnya tak dikenalkan guru. Bagaimana harus menyikapinya? Apakah pemerintah punya program standar untuk metode pengajaran Bahasa Inggris di sekolah?

Irma Susanti, karyawatiPasar Minggu, Jakarta Selatan

*) Terima kasih masukannya, Ibu. Semoga para guru bahasa Inggris bisa mengoreksi bagaimana pembelajarannya. Rasanya memang perlu mengajarkan berbahasa Inggris dengan adab ketimuran kita. Bagaimana bapak ibu guru bahasa Inggris?

MAJALAH PENDIDIKAN APA LAGI?

Saya ucapkan terima kasih kepada Majalah Pena Pendidikan yang terus idealis mengemas berita dan cerita dunia pendidikan. Saya harapkan Majalah Pena

7

Pendidikan bisa terus langgeng. Sayangnya, hanya majalah Pena Pendidikan yang menurut saya sangat serius dan fokus dalam mengupas berita pendidikan. Adakah majalah pendidikan lain juga juga menulis informasi pendidikan seperti halnya Pena Pendidikan? Apakah penerbit PT Reka Gagas Cipta juga menerbitkan majalah lain bertema pendidikan juga? Kalau ada, apa nama majalahnya dan bagaimana agar saya dapat majalahnya?

Iin Puspitasari, Guru SMA di Jakarta Timur

*) Terima kasih atas apresiasi Anda kepada majalah PENA PENDIDIKAN. PT Reka Gagas Cipta menerbitkan majalah lain bertemakan kewirausahaan, yakni Majalah BE ENTREPRENEUR, dan majalah kesetiakawanan sosial, yakni Majalah SETIA KAWAN.

EDISI NARKOBASaya suka sekali membaca Pena

Pendidikan Edisi 9, yang membahas tentang peredaran narkoba di kalangan pelajar. Dari artikel-artikel tersebut, saya baru menyadari bahwa betapa narkoba sudah mengerogoti masa depan bangsa Indonesia. Sayang sekali dengan bahaya yang sangat besar mengancam, tidak ada penanganan serius dari sekolah, juga Dinas Pendidikan kota dan kabupaten. Bahkan Depdiknas pun mengaku menjadi salah satu korban Narkoba.

Oleh karena itu saya sarankan kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya pembaca Pena Pendidikan, untuk bekerja sama dalam mengurangi peredaran narkoba di kalangan remaja Indonesia. Mulailah dari melakukan hal kecil, yaitu memperhatikan anak kita sendiri dan anggota keluarga kita sendiri.

Endang Kusrini, Guru SD Depok Timur, Jawa Barat

Pena Pendidikan Februari 2007

RALAT:Pada edisi 09/Januari 2007, halaman �1 Rubrik PERISTIWA tulisan berjudul Ketika BOS Kesandung Masalah, pada alinea kedua dari akhir tertulis “…. dana BOS 2006, misalnya, yang cair sekira Rp 16 triliun …” Seharusnya tertulis, “...nilai dana BOS 2006 yang cair sebesar Rp 10,� triliun.”

Demikian kesalahan tulis ini kami perbaiki.

10_PENA.indd 7 2/19/2007 11:16:32 AM

Page 10: pena pendidikan 10

TEKNOLOGI

Yunior Lanang Satrio

� Pena Pendidikan Februari 2007

Dalam pertemuan pemimpin ekonomi dunia di Davos, Swiss, akhir Januari lalu, pemimpin Microsoft, Bill Gates,

mengatakan bahwa era menyatunya televisi dan komputer tak lama lagi datang. Bila saat ini kita harus menggunakan komputer dan televisi secara terpisah, misalnya untuk melihat klip di internet serta di stasiun televisi, tak lama lagi, kedua hal itu menjadi satu.

Bersatunya televisi dan internet akan mengubah banyak hal. Di antaranya, akan terjadi pergeseran iklan dari yang selama ini dkuasai televisi, beralih ke internet.

Tak butuh waktu lama untuk melihat terwujudnya ramalan Bill Gates itu. Dewasa ini, dengan modal Rp 200.000, Anda bisa membeli TV tuner. Dengan proses pemasangan yang gampang, layar komputer di meja Anda bisa menangkap siaran dari berbagai stasiun televisi.

Januari lalu, sebuah perusahaan di Inggris, TerraTec, menyempurnakan TV tuner yang sudah lama kita kenal. TerraTec meluncurkan Cynergy HT Express. Alat ini harganya sekitar Rp 2 juta. Ia bisa menerima siaran radio, televisi, baik digital maupun analog.

Alat ini bisa diprogram dari jauh, dengan internet. Dari jarak

tak terbatas, dengan tinggal mengklik si mouse di tangan, Anda bisa memerintahkan si alat untuk merekam siaran yang tak sempat Anda simak. Ini dimungkinkan karena peralatannya dilengkapi fungsi untuk mencari program. Ia bahkan bisa diprogram untuk mengingatkan Anda akan siaran-siaran yang Anda sukai.

Bila Anda bepergian jauh, Anda cukup memasang peralatan dalam posisi siaga. Begitu siaran yang ingin Anda rekam nongol, si peralatan bergegas bangun. Siaran televisi itu langsung masuk ke perangkat keras, dan direkam. Begitu pulang, Anda tinggal menikmati siaran ulangnya.

T a t k a l a m e m b e l i piranti ini, A n d a m e m a n g j u g a d i m i n t a berlangganan s i a r a n t e l e v i s i be rbaya r . Tayangan berbagai stasiun pun termonitor dengan seksama di pesawat Anda.

NAIK sepeda memang menyehatkan. Tapi, kenyamanan itu bisa terganggu bila tiba-tiba pesawat telepon

genggam Anda baterainya habis. Kolega dan keluarga bisa kesulitan menghubungi Anda.

Namun, kesulitan itu kini bisa diatasi dengan keluarnya alat penyetrom telepon genggam keluaran Motorola, yang dikhususkan bagi pesawat dengan merek yang sama. Piranti ini terutama ditujukan bagi negara-negara dengan jaringan listrik memble, atau untuk Anda yang gemar bertualang ke daerah terpencil.

Prinsipnya, alat ini mengubah energi gerak menjadi setrom. Motorola menyediakan terminal yang bisa menyalurkan setrom itu ke baterai handhpone. Praktis, tapi masih mengundang banyak kritik. Misalnya, kenapa alat itu tidak dibuat multiguna, sehingga juga bisa dipakai untuk menyetrom baterai pesawat GPS dan kamera.

PAPANTULISPINTAR

SMART Technologies Inc., perusahaan pembuat piranti canggih, membuat papan tulis pintar yang mungkin

Anda perlukan. Papan tulis ini panjang dengan lebarnya rasionya 16:9, perbandingan yang menurut penelitian paling nyaman bagi mata. Selain itu, rasio inilah yang paling pas bagi sebagian besar tembok sekolah. Meski cerdas, papan pintar ini tetap harus dipakukan ke tembok.

Papan putih ini memang bukan sembarang papan elektronik seperti biasa kita jumpai berbagai kantor. Ia dihubungkan dengan peranti audio, sehingga bisa mengeluarkan suara. Tulisannya bisa direkam dengan USB, difotokopi, atau digandakan. “Saya yakin terutama para guru akan sangat terbantu dengan papan tulis ini,” kata Nancy Knowlton, Presiden dan CEO Smart Technologies.

Papan putih ini juga bisa dikombinasikan dengan proyektor, yang keduanya bisa dipasang dengan gampang di tembok, dan dicopot dengan mudah.

Papan cerdas ini juga dilengkapi dengan modul yang bisa dihubungkan dengan berbagai perangkat, mulai dari DVD hinga kamera. Tapi, ia juga bisa dioperasikan tanpa komputer. Sehingga gambar yang dihasilkan dari monitor, kamera, atau gambar DVD atau VCD, bisa ditayangkan di papan.

ENERGI GERAK BUAT PONSEL

KOMPUTER-TELEVISI JADI SATU

10_PENA.indd 8 2/19/2007 11:16:43 AM

Page 11: pena pendidikan 10

9Pena Pendidikan Februari 2007

Barangkali Anda sudah lama mengenal Fossil sebagai perusahaan pembuat busana, jam, dan berbagai aksesoris pengelok tubuh. Bekerjasama dengan perusahaan pembuat telepon bergerak, Sony Ericsson, Fossil meluncurkan jam yang bisa

berkomunikasi dengan handphone. Mereknya Abacus. Jamnya tetap bergaya. Gagah dan enak dilihat. Jam cerdas ini mulai dipasarkan di London, Januari lalu.

Dengan jam ini, Anda tak perlu bersusah payah selagi di toilet, sementara telepon di atas meja kerja berdering. Sekali pencet, panggilannya tertolak. Dua kali pencet cepat, deringnya menjadi sunyi. Dengan melihat layar jam, Anda bisa melihat nomor yang memanggil. Anda juga bisa membaca pesan singkat yang masuk. Setiap ada pesan masuk, di layar jam muncul gambar amplop berkedip-kedip, dan getaran ringan.

Jam elok itu bisa berkomunikasi dengan handphone melalui teknologi nirkabel, bluetooth. Teknologi canggih ini diprogram, sehingga ketika jam Anda terpisah 10 meter dari pesawat telepon, ia langsung berbunyi dan begetar.

Sumber daya jam ini adalah baterai lithium, yang tahan hingga tujuh hari. Habis? Tak usah khawatir. Ada perangkat penyetrom baterainya. Kalau si penyetrom tertinggal, tak usah pusing. Hubungkan dengan laptop Anda, dengan segera baterainya terisi.

Jam pintar ini dibuat dalam dua versi: dari baja dan dari karet. Di Inggris, yang terbuat dari baja harganya sekitar Rp 2,8 juta. Yang dari karet hitam harganya Rp 1,3 juta. Tertarik?

SEPULUH tahun lalu, hampir tak ada murid Sekolah Dasar di Indonesia yang membawa telepon genggam ke sekolah. Kini, membawa peralatan komunikasi itu menjadi hal biasa. Kecenderungan seperti ini memang hal umum di seluruh dunia.

Lembaga penyiaran BBC dari Inggris, akhir Januari lalu memuat riset oleh Direct Line, perusahaan asuransi rumah. Diketahui bahwa selama 10 tahun terakhir ini, kepemilikan para murid terhadap gadget-nya meningkat 50%. Pada 1996, para murid di Inggris hanya mempunyai barang-barang senilai sekitar Rp 38 juta. Tahun 2006 ini, dari 587 murid yang disurvei, rata-rata memiliki barang seharga Rp 58 juta.

Barang yang mereka miliki bervariasi. Mulai dari pemutar MP3, iPods, laptops, kamera digital, hingga televisi layar lebar. Kepemilikan barang-barang mewah itu juga menyebar ke peranti untuk penampilan. Para pelajar di Inggris menggunakan duitnya 40% lebih banyak untuk keperluan busana dan asesoris lainnya, ketimbang untuk membeli buku.

Survei itu menunjukkan, sebanyak 62% murid tiap bulan memanjakan dirinya dengan barang-barang baru, yang sebetulnya tidak begitu penting untuk dirinya. Murid wanita lebih peka terhadap barang-barang baru itu dibanding yang pria. Kata periset, para murid tidak memandang belanja barang-barang teknologi canggih itu sebagai ‘hura-hura’. Berbagai barang itu diperlukan untuk memperlancar ‘pekerjaannya’, yaitu sekolah.

Kata Simon Ziviani, “Barang-barang para murid itu menunjukkan, waktu memang telah berubah. Sebagian besar dari mereka ingin menikmati kesenangan,” kata Simon Ziviani, juru bicara Direct Line Home Insurance.

1. Alat perekam. Seringkali bapak dan ibu guru bicaranya terlalu cepat. Sering pula informasi yang mereka sampaikan kurang tercatat dengan baik. Dengan perekam mini yang makin canggih, kini para murid bisa merekam ucapan para guru, tentu dengan seijin mereka. Sehingga tatkala di rumah, para murid bisa mendengar kembali ucapan pak guru. Alat yang cukup populer adalah Sony M-570V.

2. Media penyimpan. Piringan cakram padat, CD-R memungkinkan Anda bisa merekam data hingga 700 MB, atau setara dengan 80 menit suara. Kini, hampir tiap laptop dan komputer dilengkapi dengan drive yang bisa membaca dan merekam data ke CD.

3. PDA System: Palm Treo 650 PSA Phone. Alat ini menyediaikan fasilitas serba komplet. Si mungil membuat hidup lebih sederhana dan lebih nyaman. Dengan asisten handal ini, Anda bisa mengakses telepon, pesan, pengaturan jadwal, serta berhubungan dengan internet, sekaligus. Alat ini dilengkapi teknologi Bluetooth, yang membuatnya bisa berhubungan dengan pesawat lain, tanpa melalui kabel.

4. Flash Drive 1 GB. Dengan alat ini, para murid bisa menyimpan data, lagu, foto, presentasi, hingga berbagai pekerjaan rumah. Merek yang terkenal adalah Corsair Flash Voyager, yang dirancang elok untuk jadi kalung melingkar di leher.

5. Laptop. Memiliki komputer yang bisa ditenteng ke mana-mana membuat Anda bisa bekerja di manapun. Dengan teknologi tanpa kabel, para pemakainya bisa mengakses internet di titik-titik hotspot, yang sekarang jumlahnya makin banyak.

SISWA & PIRANTI MULTIMEDIA

JAM BER-BLUETOOTH

10_PENA.indd 9 2/19/2007 11:17:03 AM

Page 12: pena pendidikan 10

BAHASAN UTAMA

1110 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 10 2/19/2007 11:17:05 AM

Page 13: pena pendidikan 10

BAHASAN UTAMA

1110 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 11 2/19/2007 11:17:08 AM

Page 14: pena pendidikan 10

BAHASAN UTAMA

1�12 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

FASLI JALAL SUYANTO

FoTo

-FoT

o:SA

IFUL

ANA

M

10_PENA.indd 12 2/19/2007 11:17:13 AM

Page 15: pena pendidikan 10

BAHASAN UTAMA

1�12 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

SUYANTO

WARAS KAMDI

MUKT

I ALI

10_PENA.indd 13 2/19/2007 11:17:17 AM

Page 16: pena pendidikan 10

BAHASAN UTAMA

1�1� Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 14 2/19/2007 11:17:20 AM

Page 17: pena pendidikan 10

BAHASAN UTAMA

1�1� Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 15 2/19/2007 11:17:23 AM

Page 18: pena pendidikan 10

BAHASAN UTAMA

1716 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

FoTo

-FoT

o: F

ETTY

SHI

NTA

LEST

ARI

Pemerintah kan punya tanggungjawab untuk mengontrol kualitas. Kalau tidak melalui ujian nasional, darimana kita bisa mengontrol kualitasnya. Sebagus apapun kurikulum, tapi kalau melenceng atau tidak sesuai dengan standar nasional, kita bisa menegur sekolah tersebut.

10_PENA.indd 16 2/19/2007 11:17:26 AM

Page 19: pena pendidikan 10

17Pena Pendidikan Februari 2007

BAHASAN UTAMA

1716 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

DoK.

PEN

A

Semua orang di tingkat pusat mesti menyadari bahwa sekarang adalah era otonomi daerah. tidak ada unit m a n a p u n d i t i n g k at p u s at yang mempunyai kekuasaan sampai ke daerah, termasuk Ditjen Mandikdasmen.

LAB BAHASA SMPN 1 TUBAN

10_PENA.indd 17 2/19/2007 11:17:27 AM

Page 20: pena pendidikan 10

BAHASAN UTAMA

1� Pena Pendidikan Februari 2007

DoK.

DBE

KEGIATAN PEMBELAJARAN DI SEBUAH SEKOLAH

10_PENA.indd 18 2/19/2007 11:17:29 AM

Page 21: pena pendidikan 10

19Pena Pendidikan Februari 2007

Sebelum otonomi, tim pengembang kurikulum itu sudah ada dan selalu berkoordinasi dengan pusat. Tapi setelah otonomi, tim pengembang ini tidak punya pegangan, sementara pusat tidak bisa memerintahkan mereka secara langsung.

10_PENA.indd 19 2/19/2007 11:17:30 AM

Page 22: pena pendidikan 10

BAHASAN UTAMA

20

silabus di sekolah-sekolah di Malang. Penyeragaman itu terjadi lantaran silabus dan RPP disusun bersama oleh guru-guru dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sekolah (GMPS). “Koordinasi MGMP dalam satu kabupaten bentuknya sharing bagaimana pembelajaran yang akan dipakai,” kata Arik, alumni Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang.

Sayangnya, forum MGMP saat membahas KTSP bukan semata berbagi. Sebaliknya menjadi ajang penyeragaman silabus dan RPP. Oleh karena itu Arik menilai sekolah-sekolah di Malang yang sudah melaksanakan KTSP masih sebatas uji coba.

SMAN 12 sendiri berencana menjadikan Kewirausahaan sebagai salah satu mata pelajaran khas. Kewirausahaan yang kini berupa kegiatan ekstra kurikuler nantinya bisa berupa pembelajaran mengenai pembuatan kripik apel, keterampilan sablon atawa percetakan.

YOGYAKARTA SAMPAI PELOSOK

Sebutan sebagai Kota Pelajar memang masih layak disematkan di Yogyakarta. Urusan pergantian kurikulum anyar, dengan kehadiran KTSP, tak emnjadi soal di sana. “Daerah pelosok pun telah memakai walaupun belum secara penuh,” kata Heri, Kepala SD Muhamadiyah Wonolelo, Pleret, Bantul.

KURIKULUM Tingkat Satuan Pendidikan bergulir Juni 2006 lalu. Sekolah yang telah siap dibolehkan memberlakukan

kurikulum paling mutakhir ini pada tahun ajaran 2006/2007. Bagi yang belum siap, diminta paling lambat menerapkan KTSP selambat-lambatnya pada 2008/2009. Coba: kita kunjungi SMAN 12 Malang. Sejumlah guru di sana bingung.

“Revolusi pembelajaran bikin bingung, terutama dialami guru-guru yang enjoy dengan cara pembelajaran ceramah,” kata Arik Harianto, SPd, 28 tahun, guru Matematika, sekaligus Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 12 Malang. Sekolah pun sepakat menerapkan KTSP pada tahun ajaran 2007/2008.

Kebingungan rekan-rekan guru Arik terutama dalam penyusunan silabus. “Sepintas memang sama dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Yang membedakan terletak pada rencana kegiatan serta jumlah jam pelajarannya saja,” kata Arik menambahkan.

Pada praktiknya, silabus dan rencana pelaksanaan pelajaran yang mestinya menjadi tanggung jawab guru dan sekolah, tak sepenuhnya dijalankan. Banyak guru dan sekolah sekadar menyontoh sekolah lain. Ada juga yang mengadopsi mentah-mentah silabus yang dibikin Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan di provinsi.

Pada perjalanannya, ada penyeragaman

Foto-

foto:

Mukti

Ali

Pena Pendidikan Februari 2007

Banyak daerah belum melaksanakan KTSP. Guru masih bingung bikin silabus dan rencana pelaksanaan pelajaran. Sekadar menjiplak contoh. MGMP justru bikin penyeragaman silabus.

GURU MERABA-RABA KTSP

Pendapat Heri dibenarkan Drs Tarwadi, bagian Humas Dinas Pendidikan Provinsi DIY. “Sekolah antusias menanggapinya. Setelah kami sampaikan mereka siap melaksanakan,” kata Tarwadi. “Jika ada yang belum menggunakan KTSP sedikit sekali, biasanya sekolah swasta kecil di pelosok seperti di Kulon Progo, Gunung Kidul.”

Namun, klaim Tarwadi tak sepenuhnya benar. Buktinya SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta pun belum melaksanakan KTSP. “Kami masih dalam proses perpindahan menuju kurikulum KTSP. Jika tak ada kendala, Februari ini sudah dilaksanakan,” kata Drs. Dalmono, Wakil Kepala Bagian Kur ikulum SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Di sana, materi pelajarannya kental sekali nuansa kemuhammadiyahan. Materi lain nantinya ditekankan pada penerapan KTSP mendatang adalah pengetahuan tentang teknologi informasi yang didasarkan pada Islam.

Beda halnya dengan sekolah unggulan macam SMAN 3 Yogyakarta. SMA ini memadukan KTSP dengan kurikulum internasional, khususnya Cambridge of University. Maklum, sejak 2006, SMA 3 merupakan rintisan sekolah nasional berstandar internasional (SNBI). “Kami tidak masalah dengan adanya pergantian kurikulum,” kata Drs. Maman Surakhman, Wakil Kepala Bagian Kurikulum SMAN 3 Yogyakarta.

Maman berpendapat, pergantian kurikulum apapun tidak menjadi masalah asal kualitas gurunya baik. “Kurikulum sejelek apa pun ditangan guru yang baik hasilnya akan baik dan sebaliknya kurikulum yang baik di tangan guru yang kemampuannya kurang baik hasilnya juga tidak akan baik. Baiknya memang kurikulumnya baik di tangan guru yang baik pula,” kata Maman.

Rasanya, itulah kondisi ideal yang diidamkan masyarakat: kurikulum baik dan guru yang baik. Jangan sampai banyak guru masih meraba-raba apa maunya kurikulum anyar.

DIPO HANDOKO, MUKTI ALI (Malang),dan M FATHONI ARIEF (Yogyakarta)

KEGIATAN BELAJAR DI SMA ISLAM MALANG

ARIK HARIYANTO

10_PENA.indd 20 2/19/2007 11:17:35 AM

Page 23: pena pendidikan 10

21Pena Pendidikan Februari 2007

RENCANA PELAJARAN 19�7

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda keientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.

Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. YangYang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

RENCANA PELAJARAN TERURAI 19�2

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16Ketika itu, di usia 16itu, di usia 16 tahun, Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.

Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

KURIKULUM 196� Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat

politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,

pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.

Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

KURIKULUM 197�Kurikulum 1975 menekankan pada

tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah“Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.

Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. KurikulumKurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

KURIKULUM 19��Kurikulum 1984 mengusung process

skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang Disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).

Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta -- sekarang Universitas Negeri Jakarta -- periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang

kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.

KURIKULUM 199� dan SUPLEMEN KURIKULUM 1999

Kurikulum 1994 bergul i r lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin“Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan tujuan dan pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.

Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. MateriMateri muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.

KURIKULUM 200�Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.

Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnay kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Perjalanan KTSP masih tersendat.

DPO

MENGGUSUR LEER PLAN HINGGA KTSP

10_PENA.indd 21 2/19/2007 11:17:36 AM

Page 24: pena pendidikan 10

SEJAK 2002, ada tiga kabupaten yang mampu menyelenggarakan program sekolah gratis dari SD

hingga SMA. Yakni Kabupaten Kutai Kartanegara, Jembrana, dan Musi Banyuasin (Muba). Musi Banyuasin mampu mewujudkan pendidikan gratis karena disokong pendapatan asli daerah dari bagi hasil minyak bumi, gas, dan batu bara.

Mesk i mereka mampu menye-lenggarakan pendidikan gratis, mutu lulusan bukannya asal-asalan. Contohnya, sekolah di Musi Banyuasin. Ujian Nasional 2006 untuk SMA lulus 100%. Lulusan yang diterima di perguruan tinggi terkemuka mencapai 65%. Padahal, sebelumnya pada 2001 --ketika belum ada kebijakan sekolah gratis, kelulusan SMA 100%, tapi hanya 10% saja lulusan SMA diterima di universitas ternama.

Program pendidikan memang menjadi prioritas kebijakan pembangunan “Bumi Serasan Sekate” di era kepemimpinan Bupati Alex Nurdin. Slogan Muba berlabel SMART (Sejahtera, Mandiri, Adil, Religius,

dan Terdepan) ditargetkan tercapai pada 2012 mendatang.

PORSI 26 PERSEN Panorama perjalanan menuju Musi

Banyuasin, dua jam perjalanan darat dari pusat kota Palembang, dihiasi kebun kelapa sawit dan deretan pohon karet. Kelapa sawit dan karet adalah kebun yang menjadi penghidupan masyarakat asli di sana selama puluhan tahun. Kabupaten ini dihuni 473.795 jiwa di wilayah seluas 14.265,96 km2.

“Keadaan topografi di Kabupaten Muba ini memang kurang menguntungkan. Karena hampir 69% merupakan dataran rendah. Pembiayaan pembangunannya juga lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang dataran lebih tinggi,” kata Yusri Efendi, Sekretaris Daerah Kabupaten Muba, di depan wartawan dan rombongan pejabat Direktorat Pembinaan TK-SD Depdiknas dalam kunjungan Januari lalu.

Muba meski mendapat bagi hasil penambangan minyak bumi dan gas

Memajukan Pendidikan Serasan Sekate

Kabupaten Musi Banyuasin

SUASANA BELAJAR DI SDN I,TELUKKAB. MUBA, PALEMBANG

Kebijakan pendidikan gratis sejak 2002,

masih sebatas untuk sekolah negeri. Mulai

tahun 2007 ini, sekolah gratis juga menyentuh

sekolah-sekolah swasta juga sekolah bercirikan

agama tertentu.

DASAR

22 Pena Pendidikan Februari 2007

FOTO

-FOT

O: AY

U N.

AND

INI

10_PENA.indd 22 2/19/2007 11:17:38 AM

Page 25: pena pendidikan 10

dan batubara bukan termasuk daerah kaya mineral. Barangkali karena itulah, Kabupaten Muba sadar bahwa sumber mineral mereka akan habis. “Tidak ada pilihan lain, kami harus menginvestasikan dalam bidang sumber daya manusia. Prioritas pertamanya adalah bidang pendidikan meski perlu biaya besar,” kata Yusri.

Anggaran pend id ikan memang menyedot porsi besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Musi Banyuasin. Pada 2002 silam, ketika Muba menggulirkan kebijaknan sekolah gratis, anggaran pendidikan sudah 20% dari APBD sebesar Rp 655,3 miliar. Tahun lalu, prosentase anggaran pendidikan meningkat menjadi 26%, yakni sebesar lebih dari Rp 327 miliar. Tahun ini naik lagi menjadi hampir Rp 342 miliar, dari total APBD sebesar lebih dari Rp 1,5 triliun.

Anggaran pendidikan bertambah jumlahnya dengan guyuran dana dari pemerintah pusat. Hingga tahun ini, dana pemerintah itu diperuntukkan untuk perbaikan sekolah. Kabupaten Musi Banyuasin mendapat jatah Rp 14 miliar, meningkat enam kali lipat dibanding tahun lalu. “Dana pengembangan infra struktur pendidikan dari APBD menghabiskan biaya Rp 98 miliar,” kata Ade Karyana, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten

Muba. Dana pembangunan rehabilitasi sekolah itu diperuntukkan buat 149 bangunan SD dan 30 SMP.

Sekolah Gratis SwastaKebijakan pendidikan gratis sejak 2002,

masih sebatas untuk sekolah negeri. Mulai tahun 2007 ini, sekolah gratis juga menyentuh sekolah-sekolah swasta juga sekolah bercirikan agama tertentu.

Tak semua dana bantuan habis untuk rehabilitasi bangunan. Misalnya di SDN I Desa Lais yang punya murid 191 anak. Ketika PENA PENDIDIKAN bersama rombongan wartawan dan Direktorat Pembinaan TK-SD Depdiknas menyambanginya, tampak sekolah ini tengah berbenah. Sebagian besar ruang kelas tengah direnovasi.

Sebagian besar struktur bangunan sekolah yang didirikan pada 1975 itu memang sudah dimakan usia. Dana rehabilitasi yang didapat SDN I Lais sebesar Rp 220 juta. “Rehabilitasi gedung menghabiskan anggaran Rp 120 juta. Sisanya kami pakai untuk membeli alat-alat peraga dan buku-buku penunjang,” kata Nazirin, Kepala SDN I Desa Lais.

Nasib lebih nestapa dialami bangunan SDN I Teluk. Sekolah dengan bangunan berdinding kayu itu sudah berdiri sejak 1954. Kerusakan sudah mendera

ruang-ruang kelas. Bocor di sana-sini. Murid sekolah ini cuma 89 orang. Entah mengapa, SDN Teluk belum mencicipi bantuan khusus rehabilitasi gedung. Yang lumayan beruntung adalah SDN Talang Mandu, Kecamatan Sungai Keruh. SDN Talang Mandu mendapat kucuran bantuan APBD. Sekolah yang terletak di desa terpencil ini bahkan dibangunkan bangunan baru.

Bumi Serasan Sekate masih banyak berbenah. Perbaikan sarana fisik sekolah ditargetkan kelar tahun ini. “Masih tersisa 30% sekolah yang perlu perbaikan sarana fisik,” kata Ade Karyana.

Sudah selayaknya, bila biaya pendidikan bisa gratis, alangkah afdol bila bangunan se-kolah pun oke. Sekolah pun menjadi tempat nyaman yang bikin siswa kerasan.

AYU N. ANDINI (Musi Banyuasin)

2�Pena Pendidikan Februari 2007

KUNJUNGAN DIREKOTRAT

PEMBINAAN TK DAN SD

KE DESA TERPENCIL DI

KAB. MUBA

Tidak ada pilihan lain, kami harus menginvestasikan dalam bidang sumber daya manusia. Prioritas pertamanya adalah bidang pendidikan meski perlu biaya besar,

10_PENA.indd 23 2/19/2007 11:17:41 AM

Page 26: pena pendidikan 10

MENENGAH

2�

terawat menyapa pengunjung. Deretan foto kepala sekolah tiap periode terpajang di ruangan cukup luas. Sisi lain ruang dihiasi lemari kaca yang sesak oleh piala dan penghargaan.

Nampak halaman tengah nan luas dirindangi pepohonan yang membuat panasnya udara Yogyakarta sedikit redup. Ada kolam dengan hiasan patung bunga teratai yang menyedot perhatian. Lambang ini mirip dengan simbol teratai milik SMA Negeri 1 Yogyakarta. Kedua sekolah ini sama-sama menyebut diri sebagai SMA Teladan Yogyakarta. Yang membedakan adalah SMA 3 populer dengan sebutan Padmanaba. Sebagian besar masyarakat Yogyakarta pun mafhum mana itu SMA Padmanaba. (Lihat: Kekuatan Yang Membumbung)

Di bawah rindang pepohonan itu biasa buat beristirahat, juga wahana belajar dan kegiatan belajar mengajar. Belajar? Ya, seperti yang PENA PENDIDIKAN saksikan: sekelompok siswa akselerasi, sekira 20-an orang, tengah menyimak sang guru, yang seorang wanita bule paruh baya. SMA Padmanaba memang punya kerjasama dengan Warrnambool College, Victoria,Warrnambool College, Victoria, Australia, juga sekolah di Jepang. Kerjasama lainnya adalah pembelajaran jarak jauh dengan sekolah di luar negeri.

Aktivitas belajar di luar kelas merupakan salah satu program di sana. Program outdoor begitu mereka biasa menyebut. “Program outdoor yang sebenarnya diselenggarakan empat kali dalam setahun. Bukan sebatas belajar di luar ruang. Misalnya siswa diajak ke suatu tempat untuk mengetahui aplikasi dan praktiknya di lapangan,” kata Drs Surakhman, Wakil Kepala Urusan Kurikulum SMA 3 Yogyakarta.

Misalnya, siswa mengunjungi kawasan yang terkena abu merapi. “Ini berkaitan dengan pelajaran kimia. Kandungan abu vulkanik apa saja,” kata Surakhman.

SMAN 3 Yogyakarta

Berdiri sejak 1942. Bangunan tempo doeloe masih terawat. Sejak 2006 menjadi rintisan sekolah nasional berstandar internasional. Mengadopsi kurikulum University of Cambridge. Kelasnya dibedakan menurut mata pelajaran. Lebih dari 90% lulusannya masuk perguruan tinggi negeri ternama.

GEMPA bumi yang menghantam Yogyakarta dan sekitarnya, 27 Mei tahun lalu, masih menyisakan

kerusakan di sejumlah bagian bangunan tua SMA Negeri 3 Yogyakarta. Sekolah yang populer disebut SMA Padmanaba ini memang sebagian besar gedungnya warisan zaman Belanda. Persisnya berdiri pada 1942 dengan nama awal AMS (Algemene Middelbare School) bagian B.

K e t i k a P E N A P E N D I D I K A N menyambangi sekolah yang terletak di Jalan Yos Sudarso, Kota Baru, Yogyakarta --sebelah utara Stadion Kridosono, pada akhir Desember lalu, rehabilitasi gedung masih berlangsung. Bila memasuki lewat sayap selatan, akan disambut lorong yang di kiri kanan bertuliskan visi dan misi sekolah. Lantai ubin tempoe doeloe yang masih

PILIH KHAWARIZMI HINGGA PLETON INTI

Daya tarik SMA 3 juga pada kegiatan ekstrakurikuler. Mulai dari hal yang berbau agama, seni, teater, kepramukaan, baris-berbaris,

hingga olahraga. Seksi Kerohanian Islam Al Khawarizmi, misalnya, mempunyai kegiatan kajian Islam intensif Padmanaba, pesantrenk, muktamar, rihlah/tadabur alam, kajian Jum’at Pagi, shalat Jum’at, bimbingan baca Al Quran, dan kajian keputrian Padmanaba. Juga mengelola majalah Ma’rifatullah.

Keluarga Pelajar Katholik, juga punya seabreg kegiatan. Antara lain kemah rohani, rosario, perayaan ultah, Novena, natalan, misa, perayaan paskah, persekutuan doa, persekutuan umum bersama siswa kristen, perpisahan dengan kakak kelas, ziarah dan bakti sosial.

Selain itu, ada Kelompok Ilmiah Remaja Padmanaba (KIRPAD), pleton inti (Bhayangkara Padmanaba/Bhapad), penerbitan majalah Progresif, pramuka. Para pramuka SMA 3 tergolong aktif. Ambalan SMA 3 acapkali meraih juara dan penghargaan pada even kepramukaan.

Kader-kader Ambalan juga banyak yang duduk di kepengurusan Kwartir Cabang dan Krawtir Daerah Yogyakarta. Masih ada lagi kegiatan Padmanaba Aero Modelling Club, lomba dan pertandingan olahraga, festival seni, debat bahasa Inggris, dan bedah buku. Beragam aktivitas ekstra kurikuler dilaksanakan setiap sore selepas jam sekolah dan pada Ahad.

BERKEMBANGLAH TERUSSANG PADMANABA

M Ar

ief F

athon

i

Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 24 2/19/2007 11:17:44 AM

Page 27: pena pendidikan 10

2�

No. Tahun Lulusan Pendaftar Diterima Prosentase1 1999-2000 2�2 2�2 212 91,�72 2000-2001 2�� 2�� 21� 91,��� 2001-2002 227 227 209 92,07� 2002-200� 271 271 2�2 92,9�� 200�-200� 2�0 2�� 22� 9�,�06 200�-200� 2�7 2�� 22� 9�,�07 200�-2006 2�0 127(data sementara)

KEKUATAN YANG MEMBUMBUNG

2003: Tri Wiyono Darsowiyono meraih medali emas Olimpiade Fisika Asia Pasifik. Ia juga memperoleh medali perunggu Olimpiade Fisika Internasional 200�.

2004: Lisendra Marbelia menggapi medali perunggu Olimpiade Kimia Internasional di Jerman. Kristo memperoleh medali emas Olimpiade Sains Nasional bidang matematika. Siswa lain memperoleh dua perak dan lima perunggu.

2005: Kristo memperoleh medali perunggu Olimpiade Matematika Asia Tenggara. Ia juga mewakili Indonesia dalam Olimpiade Matematika Internasional di Meksiko, namun belum mampu menyumbang medali.

2006: Yoshua Michael Maranatha memperoleh honorable mention Olimpiade Fisika Asia Pasifik (APhO) di Kazakstan. Yoshua tengah mengikuti pelatihan untuk ajang APHO 2007 di China dan IPHO 2007 di Iran.

Bidang Ekonomi/Akuntansi: Memenangkan lomba/liga atau olimpiade ekonomi yang diselenggarakan

perguruan tinggi tingkat provinsi DIY, regional DIY-Jawa Tengah dan nasional.

Bidang nonakademik: Sandra Forestyana terpilih menjadi anggota pasukan pengibar bendera

pusaka (Paskibraka) nasional, Nisma Aulia sebagai cadangan utama, dan Mona sebagai cadangan. Pada Maret 2006 siswa yang tergabung dalam Pad’s Dance meraih kejuaraan lomba dance tingkat nasional yang diselenggarakan Telkomsel.

PRESTASI SISWA PADMANABA

No Tahun

Nilai Ujian Nasional

Tertinggi Terendah Rata-rata

IPA IPS IPA IPS IPA IPS1 1999-2000 61,2 60,�� �0,72 �1,96 �1,9� ��,9�2 2000-2001 60,00 ��,21 ��,�� �7,�1 �9,6� ��,69� 2001-2002 �1,9� 7�,�0 ��,90 ��,1� 69,�� 69,9�� 2002-200� �2,�0 79,60 �1,20 ��,�2 72,�� 71,96� 200�-200� 1�2,�� 11�,99 111,�1 102,0� 129,1� 10�,�06 200�-200� 2�,67 26,�� 1�,66 2�,92 2�,�� 2�,�7 200�-2006 29,�0 29,1� 20,�0 22,�� 26,16 27,1�

Nilai Ebtanas Murni/ Nilai Ujian Nasional

Siswa Melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri(UGM dan SPMB)

KTSP PLUS CAMBRIDGE Sebagai rintisan sekolah nasional

berstandar internasional (SNBI), kurikulum SMA 3 memadukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan kurikulum standar internasional. Yakni kurikulumkurikulum International General Certif icate of Education (IGCSE) dan A Level dari University of Cambridge. Sedangkan metode pembelajarannya meramu problem-based learning, inquiry-based learning, dan project-based learning.

Pada tahun ajaran 2006-2007 mata pelajaran rintisan SNBI adalah MIPA dan Bahasa Inggris. Sedangkan pada 2007-2008 bertambah mata pelajaran IPS bertaraf internasional. Berturut-turut mata pelajaran bertarat internasional yang dirintis adalah pendidikan umum, pendidikan seni, dan pendidikan jasmani. Diharapkan pada tahun ajaran 2011-2012 telah mencapai SNBI.

SMA 3 juga membuka kelas akselerasi. Yakni kelas khusus bagi siswa dengan kemampuan intelektual di atas kelas reguler.

Syarat mutlaknya punya IQ minimal 125. Tentu saja ada seleksi khusus. Hingga tahun ajaran 2006/2007 lalu, kelas percepatan telah meluluskan angkatan keempat. Nyaris semua lulusan kelas akselerasi diterima di perguruan tinggi negeri ternama.

“Ada yang masuk universitas swasta itu karena keinginan pribadi, bukan disebabkan ketidakmampuan mereka,” kata Nurrakhman menambahkan. Selain itu, mulai tahun ajaran 2006-2007 program akselerasi naik derajatnya sebagai rintisan SNBI.

KELAS MATEMATIKA Ada yang unik dan berbeda dibanding

sekolah pada umumnya. Di sana kelas tidak lagi dibedakan menurut tingkat satu, dua, dan tiga. Melainkan dibedakan menurut jenis mata pelajarannya. Artinya, ruang-ruang itu diberi nama kelas Matematika, Fisika, Biologi, Akuntansi, dan mata pelajaran lain.

Tiap kelas juga didukung sarana dan prasarana penunjang pembelajaran yang

cukup. Semua ruang kelas dilengkapi white-board dan over head projector (OHP). Di ruang mata pelajaran yang dirintis bertaraf internasional dilengkapi komputer dan LCD proyektor. Ruang kelas reguler mengunakan proyektor LCD bergantian.

Prasarana penunjang lainnya adalah ruang multimedia, laboratorium bahasa, biologi, kimia, dan fisika. Pada laboratorium komputer, semua siswa tersambung dengan jaringan internet dengan model wireless alias tanpa kabel. Selain itu juga ada fasilitas lapangan bola, basket, bulutangkis, tenis dan ruang senam.

Pantaslah bila SMA Padmanaba disebut sebagai salah satu kebanggaan masyarakat Yogyakarta. Apalagi, orang nomor satu Kota Yogyakarta, Walikota Herry Zudianto, adalah alumni SMA Padmanaba. Siapa pula tak kenal RM Roy Suryo, ahli multi media, yang juga lulusan SMA 3, begitu juga Radius Prawiro mantan menteri era pemerintahan Soeharto?

M ARIEF FATHONI (Yogyakarta)

KATA padmanaba bagian sebagian masyarakat Yogyakarta mengingatkan pada gedung kuno peninggalan Belanda.

Letaknya di kawasan Kotabaru, sebelah utara lapangan Kridosono Yogyakarta. Gedung itu adalah sekolah yang dibangun Belanda. Namanya Algemene Middelbare School (AMS) afd. B.

Saat pemerintah Jepang menduduki Indonesia, sekolah ini diubah namanya menjadi Sekolah Menengah Tinggi (SMT) bagian A dan B. Rasa senasib sepenanggungan kalangan pelajar SMT Yogyakarta bersepakat membentuk wadah organisasi keluarga pelajar pada 19 September 1942 dengan nama Padmanaba. Hari bersejarah ini yang diperingati sebagai hari jadi SMA Negeri 3 Yogyakarta.

Padmanaba selalu melekat pada SMA Negeri 3 Yogyakarta. Padma dalam bahasa Sansekerta adalah bunga teratai merah, yang dalam riwayat kepercayaan dan agama

bangsa-bangsa timur merupakan lambang sakral menyangkut masalah kehidupan manusia.

Teratai merah dengan kuncup mengarah ke atas melambangkan kekuatan yang membumbung ke atas, cita-cita pertumbuhan manusia yang suci, beriman dan bertakwa. Bunga teratai juga melambangkan ketidakterikatan kehidupan terhadap keadaan lahiriah atau fisik di sekitarnya. Bahkan tersusun suatu harmoni kehidupan yang serasi tanpa tercemar atau terpengaruh oleh alam lingkungannya.

Logo padmanaba berupa bunga teratai merah dengan dua kelopak bunga dan delapan daun yang tersusun menjadi dua lapis yang arahnya bertolak belakang, adalah karya siswa bernama Suhud dibantu rekannya Soelaiman. Suhud juga mempersembahkan lagu Mars Padmanaba sebagai lagu organisasi yang dipakai sampai sekarang.

Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 25 2/19/2007 11:17:45 AM

Page 28: pena pendidikan 10

Masa pra sekolah, yang dalam dokumen kerja Konvensi Hak Anak (KHA) tahun 1989 didefinisikan sebagai rentang usia 0 (sejak lahir) sampai 8 tahun, merupakan

masa yang sangat penting dalam kehidupan. Pada masa ini --yang juga sering disebut masa kanak-kanak-- manusia berada pada periode yang sangat sensitif, yang ditandai oleh perubahan cepat dalam perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional.

Begitu pentingnya masa pra sekolah, maka kurangnya nutrisi, perhatian, dan perlakuan yang baik, dapat merusak kepribadian anak yang efeknya sering terasa sampai remaja. Anak-anak yang mendapatkan perhatian sangat buruk, misalnya jarang mendengar bahasa/ucapan (seperti terjadi di panti-panti asuhan), dapat berakibat pada gangguan perkembangan yang sulit diperbaiki di hari kemudian. Sebaliknya, anak-anak yang mendapatkan perawatan dan pendidikan yang bagus, dapat meningkatkan kesejahteraan mereka selama tahun-tahun permulaan dan akan membantu kemampuan komunikasi pada masa-masa berikutnya. Oleh karena itu, wajar bila KHA menempatkan kepentingan anak dan perkembangannya sebagai perhatian utama.

KHA telah mengingatkan banyak negara pada kewajibannya untuk mengembangkan kebijakan menyeluruh yang meliputi kesehatan, perawatan, dan pendidikan bagi anak. Intinya, pendidikan anak harus langsung dihubungkan dengan hak-hak mereka untuk mengembangkan kepribadian, bakat, serta kemampuan mental dan fisik sejak lahir.

PAKET NUTRISI-PENDIDIKANDewasa ini, setiap tahun lebih dari 10 juta anak meninggal di

bawah usia 5 tahun. Tentu, ini sebuah pemandangan yang sangat memprihatinkan. Asupan nutrisi yang buruk ditengarai sebagai penyebab utama.

Nutrisi buruk bukan hanya menyebabkan kematian pada usia sangat muda, tetapi juga berdampak negatif pada partisipasi dan prestasi anak di sekolah. Anak-anak yang terhambat perkembangannya (stunted) akibat mengonsumsi nutrisi buruk, pada gilirannya akan lebih besar kemungkinannya untuk tidak bersekolah, atau bahkan seringkali terlambat mendaftar ke sekolah dan kemudian putus sekolah. Kekurangan nutrisi selama tahun-tahun awal juga dapat merusak perkembagan bahasa, gerak atau aktivitas motorik, dan sosio-emosional.

Beberapa studi internasional menunjukkan bahwa pemberian nutrisi dalam setting pendidikan berimplikasi sangat positif bagi perkembangan anak. Program-program perawatan dan pendidikan anak usia pra sekolah (Early Childhood Care & Education/ECCE)

dalam satu paket terbukti mampu meningkatkan kebugaran fisik, keterampilan bahasa dan kognitif, serta meningkatkan perkembangan sosial dan emosi anak.

Implikasi selanjutnya dari paket nutrisi-pendidikan adalah meningkatnya partisipasi anak dalam pendidikan sekolah dasar maupun jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Anak-anak tersebut juga cenderung menunjukkan prestasi belajar yang mengagumkan. Di Inggris, misalnya, anak-anak yang memperoleh program pemberian nutrisi dan pendidikan dalam satu paket, terbukti menunjukkan peningkatan kemampuan intelektual yang membaik, mandiri, mudah berkonsentrasi, dan sikap sosial yang positif selama tiga tahun pertama di SD.

Studi sejenis di beberapa negara berkembang juga menunjukkan hubungan positif antara partisipasi pada program pendidikan pra sekolah dengan pendaftaran di sekolah dasar. Sekitar 95% anak-anak yang mengikuti program pendidikan pra sekolah melanjutkan ke sekolah dasar, dibanding dengan 75% anak yang tidak mengikuti program sejenis. Prestasi belajar anak-anak yang mengikuti pendidikan para sekolah juga terbukti lebih tinggi secara signifikan dibanding anak-anak yang sebelumnya tidak mengikuti pendidikan serupa, yang hal itu tampak pada ulangan akhir kelas satu.

Bukti yang paling banyak dikutip tentang pentingnya program pendidikan pra sekolah ini adalah studi longitudinal High Scope Perry Preschool Program di Amerika Serikat. Antara tahun 1962-1967, program ini memfokuskan penelitiannya pada anak-anak Amerika keturunan Afrika dari keluarga berpenghasilan rendah yang punya risiko putus sekolah. Anak-anak ini, baik dari kelompok peserta maupun kontrol, lantas ditelusuri setiap tahun dari usia 3 hingga 11 tahun, dan beberapa kali sampai mereka berusia 40 tahun.

Faktanya, anak-anak yang mengikuti pendidikan pra sekolah terbukti mampu meningkatkan IQ-nya pada usia 5 tahun. Lebih dari itu, tingkat kelulusan mereka juga lebih tinggi di sekolah menengah, dan pendapatan yang lebih tinggi pula pada usia 40 tahun. Analisis rinci menunjukkan bahwa program ini menghasilkan rasio manfaat/biaya 17:1.

ANGKA PARTISIPASI International Standard Classification of Education (ISCED)

mendefinisikan pendidikan pra sekolah sebagai program-program yang menawarkan serangkaian kegiatan pembelajaran yang terstruktur dan memiliki tujuan yang jelas, baik dalam lembaga resmi maupun dalam setting lembaga non formal. Pemerintah

INVESTASI PENDIDIKANPRA SEKOLAH

Drs. Mudjito AK, M.Si

KOLOM

2726 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 26 2/19/2007 11:17:48 AM

Page 29: pena pendidikan 10

memainkan peran penting dalam memberikan layanan program untuk anak usia tiga tahun atau lebih, dan relatif lebih terbatas untuk usia di bawah tiga tahun.

Usia tiga tahun menjadi usia resmi permulaan pendidikan pra sekolah dasar di 70% negara-negara di dunia. Di seluruh dunia, jumlah anak yang mendaftar di pendidikan pra sekolah berkembang menjadi tiga kali lipat selama tiga dekade terakhir, naik dari 44 juta pada pertengahan tahun 1970-an menjadi 124 juta pada tahun 2004. Dalam kurun tahun 1975 hingga 2004, Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan pra sekolah di dunia telah naik lebih dari dua kali lipat, dari 17% menjadi 37%.

Di negara-negara maju dan negara-negara transisi, APK pendidikan pra sekolah mengalami kenaikan luar biasa, dari sekitar 40% tahun 1970 menjadi 73% tahun 2004. Tetapi, di negara-negara berkembang kondisinya masih memprihatinkan. Pada tahun 1975 rata-rata kurang dari 1 dari 10 anak yang mendaftar ke lembaga pendidikan pra sekolah. Pada akhir tahun 2004, naik menjadi sekitar 1 dari 3 anak (32%).

Yang juga perlu dicermati, terdapat perbedaan regional yang mencolok dalam trend partisipasi pendidikan pra sekolah sejak tahun 1970-an. Di Amerika Latin dan Karibia, misalnya, tiga per empat dari negara-negara di kawasan ini sekarang memiliki APK pra sekolah di atas 75%. Di Amerika Utara dan Eropa Barat, hampir seluruh negara di kawasan ini memiliki APK di atas 60%, bahkan separuhnya memiliki APK hampir 100%. Sedangkan di sub Sahara Afrika, meskipun ada peningkatan sejak tahun 1970-an, namun separuh dari negara di kawasan ini memiliki APK lebih rendah dari 10%.

Di kawasan Asia Timur, jumlah anak-anak yang mendaftar ke pendidikan pra sekolah menurun hampir 10%, terutama karena tren di Cina setelah ekspansi besar-besaran (pendaftaran meningkat dari 6,2 juta tahun 1976 menjadi 24 juta tahun 1999) sebelum turun menjadi 20 juta pada tahun 2004 karena populasi anak usia 0-5 tahun berkurang. Masih di Asia Timur, APK kurang dari 10% terdapat di Kamboja. Sedangkan di Korea, Malaysia, dan Thailand, APK pendidikan pra sekolah sudah mencapai hampir 100%.

Kendati begitu, dari 52 negara dengan APK kurang dari 30%, sebagian besar berada di kawasan sub Sahara Afrika dan negara-negara Arab. Indonesia, dengan APK pendidikan pra sekolah saat ini yang masih sekitar 32,8 % masuk dalam kelompok ini.

Di negara-negara berkembang, kualifikasi awal bagi guru-guru pendidikan pra sekolah sangat beragam, mulai dari setingkat sekolah lanjutan tingkat atas sampai perguruan tinggi. Kadang-kadang persyaratan formal untuk menjadi guru pendidikan pra sekolah diabaikan. Untuk meningkatkan kompetensinya, mereka memperoleh sedikit pelatihan --selalu lebih sedikit dari pada guru-guru SD. Sementara di kebanyakan negara industri, kualifikasi untuk menjadi guru pra sekolah biasanya lulusan perguruan tinggi dan mendapat pelatihan khusus.

Menarik juga dicermati, baik di negara maju maupun berkembang, hampir semua guru pendidikan pra sekolah adalah wanita. Hal ini mencerminkan layanan pra sekolah sebagai kepanjangan peran ibu.

Di banyak negara berpenghasilan menengah, data yang ada menunjukkan bahwa penghasilan guru pra sekolah dan guru SD sama. Disparitas penghasilan terjadi antara guru pra sekolah

dengan staf lain, serta antara mereka yang bekerja di sistem formal dengan mereka yang bekerja dalam lembaga pendidikan non formal. Beberapa negara, seperti Inggris, mulai mengurangi kesenjangan penghasilan antara pendidikan dan pekerja perawatan anak dengan memberlakukan standar upah minimum dalam layanan pra sekolah.

PRoGRAM BERMUTUSejauh ini, tidak ada satu model layanan pendidikan pra sekolah

yang dapat diterapkan secara seragam di semua negara. Praktik-praktik perawatan anak oleh orangtua (parenting) berbeda di seluruh dunia. Oleh karena itu, program-program untuk anak pra sekolah harus mengenali perbedaan tersebut dan memastikan bahwa relevan dan seprogram dengan konteks dan kelompok-kelompok anak yang menjadi sasaran.

Apabila kita menginginkan agar anak-anak memperoleh manfaat dari kegiatan belajar yang bermutu pada masa kanak-kanak, maka pemerintah bersama para pemangku kepentingan lain harus mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan yang baik (sound) demi mereka. Empat area yang harus diperhatikan: akses, tata kelola, mutu, dan pendanaan --termasuk menargetkan kelompok yang kurang beruntung dan bermitra dengan lembaga terkait.

Sejak akhir tahun 1980, banyak negara menetapkan departemen pendidikan sebagai lembaga inti (lead) yang menangani layanan anak sejak lahir. Hal ini memang memudahkan peningkatan

perhatian pada pembelajaran anak-anak dan transisi mereka ke SD. Tetapi, karena layanan pendidikan pra sekolah sering tidak wajib, maka harus berjuang untuk mendapatkan perhatian dan sumber daya di dalam departemen. Belum lagi himpitan persoalan lain berupa tekanan dari orang tua dan masyarakat agar memberikan pelajaran formal seperti pada sekolah dasar.

Tanpa melihat siapa yang menjadi lembaga inti, diperlukan koordinasi dengan lembaga dan sektor terlibat. Mekanisme koordinasi menyediakan satu forum untuk mencapai visi bersama yang meliputi sumber

daya, standar, regulasi, pelatihan dan staffing. Sering lembaga yang mengkoordinir layanan pra sekolah memiliki sedikit staf dan hanya berperan sebagai pemberi nasihat sehingga kemampuannya terbatas untuk mendorong agenda layanan pra sekolah.

Sering pula diusulkan agar layanan pendidikan pra sekolah didesentraslisasikan sehingga lebih bisa diadaptasi sesuai kebutuhan dan situasi setempat. Akan tetapi, dalam praktiknya hal ini dapat menyebabkan ketidakmerataan implementasi kebijakan terkait akses dan mutu. Di banyak negara, desentralisasi di tahun 1990-an malah memperburuk ketidakadilan antara masyarakat mampu di perkotaan dan masyarakat miskin di pedesaan, dan telah mengarah pada penurunan mutu dan lingkup layanan Taman Kanak-kanak (TK). Sejak itu orang mengakui bahwa desentralisasi harus dibarengi dengan supervisi dan regulasi pemerintah pusat secara efektif.

* Direktur Pembinaan TK-SDDepartemen Pendidikan Nasional

Anak-anak yang mengikuti pendidikan pra sekolah terbukti mampu meningkatkan IQ-nya

pada usia 5 tahun.

KOLOM

2726 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 27 2/19/2007 11:17:48 AM

Page 30: pena pendidikan 10

GURU

292� Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

Akhir Januari lalu, Ir. Willius Ruslim, �� tahun, bersama sejumlah anak buahnya bertamu ke dr. Fasli Jalal,

Ph.D, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, di kantor Departemen Pendidikan Nasional Jakarta. Kedatangan Willius yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan, itu untuk menyampaikan keluhan sekaligus menawarkan kemungkinan kerjasama untuk meningkatkan mutu para pendidik pendidikan anak usia dini (PAUD).

Willius Ruslim memang bukan sembarang ngecap. Sarjana elektro dari Universitas Trisakti Jakarta yang tertarik menggeluti dunia pendidikan dan sejak tahun 2000 mengelola sebuah lembaga pendidikan plus bernama Palm Kids itu punya pengalaman kenyang menyangkut pelatihan guru PAUD. Palm Kids mengelola pendidikan anak usia dini, Taman Kanak-kanak (TK) dan Kelompok Bermain (KB)/play group, dan kini telah memiliki sejumlah cabang di berbagai daerah. Willius juga menjadi anggota pengurus pusat Asosiasi Sekolah Nasional Plus, yang berkantor di Sekolah Tiara Bangsa, Jl. Bantar Jati, Setu, Jakarta Timur.

Untuk mengetahui persoalan yang dihadapi Sekolah Nasional Plus terkait kebutuhan guru, war tawan PENA PENDIDIKAN Saiful Anam dan Fetty Shinta Lestari mewawancarai Willius Ruslim usai bertemu Fasli Jalal. Berikut petikannya:

Bisa dijelaskan Sekolah Nasional Plus itu apa? Apa bedanya dengan sekolah biasa?

Ada seke lompok seko lah yang menamakan dirinya Sekolah Nasional Plus. Sekolah ini menggabungkan kurikulum internasional dengan kurikulum nasional. Kurikulum internasional itu misalnya dari IB (International Baccalaureate) di Amerika Serikat, atau kurikulum internasional dari University of Cambridge, Inggris. Lalu digabung dengan kurikulum nasional yang dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional.

Sekolah-sekolah nasional plus ini berlomba-lomba untuk meningkatkan mutunya. Pengelola sekolah tentu berkeinginan agar sekolahnya berbobot. Jika kurikulum internasional diadopsi di sini, maka “harga jual” sekolahnya akan tinggi, apalagi ditambah dengan kehadiran guru-guru asing di sekolahnya.

Berapa banyak Sekolah Nasional Plus di Indonesia?

Cukup banyak, dan biasanya sekolah-sekolah swasta. Yang terdaftar sebagai anggota Asosiasi Sekolah Nasional Plus ada �� sekolah. Di antaranya, Sekolah Bina Nusantara, Global Jaya, Pelita Harapan,

Madaniah, BPK PENABUR, Cita Buana, Ciputra Surabaya, Tiara Bangsa, Tunas Bangsa, Palm Kids, dan lain-lain.

Kegiatan yang dilakukan Asosiasi Sekolah Nasional Plus itu apa saja?

Banyak, misalnya konferensi guru, pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan, pelatihan management skill bagi kepala

sekolah, pendalaman bahasa Inggris, dan lain-lain. Pelatih-pelatihnya itu umumnya dari luar, ada yang dari Australia, Amerika Serikat, dan Inggris.

Inilah yang saya sampaikan kepada pemerintah, bahwa kami sudah begitu jauh melangkah. Tapi pemerintah mungkin tidak memantau. Walaupun kami tergabung dalam asosiasi dan dalam beberapa hal

SUSAHNYA CARIGURU BERKOMPETENPraktik bajak membajak guru melanda sekolah-sekolah nasional plus akibat minimnya guru lokal yang berkualitas dan berkemampuan bahasa Inggris. Depdiknas diminta menyediakan bank data guru dan bersikap terbuka terhadap tawaran swasta untuk berpartisipasi dalam peningkatan mutu guru.

Fetty

Shin

ta L

10_PENA.indd 28 2/19/2007 11:18:05 AM

Page 31: pena pendidikan 10

GURU

292� Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

mengadakan kegiatan bersama-sama, tapi kami tetap saling berkompetisi.

Apa saja tantangan yang dihadapi sekolah-sekolah nasional plus?

Tantangan yang paling berat adalah mencari tenaga pendidik yang memiliki kualifikasi berstandar tinggi dan mampu berbahasa Inggris. Soalnya, kurikulum yang dipakai adalah bahasa Inggris, silabusnya bahasa Inggris, dan penyampaiannya pun dengan bahasa Inggris. Guru-guru kita umumnya tidak bisa berbahasa Inggris. Kalau pun ada, mereka hanya menjadi asisten guru.

Lantas bagaimana cara memenuhi kebutuhan guru yang seperti itu?

Inilah susahnya. Mendatangkan guru-guru dari luar negeri kan mahal. Memang cukup banyak sekolah yang ada guru asing-nya. Tapi yang juga sering terjadi adalah pembajakan terhadap guru-guru di antara sekolah nasional plus sendiri. Pembajakan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas sulit dihindari, karena ini menyangkut masalah tawaran uang yang banyak dan posisi yang menarik.

Kita selalu menyerukan agar seorang guru harus menjaga moral i tasnya, harus menjaga komitmennya di dunia kependidikan, dan memikirkan matang-matang bagaimana dengan murid-muridnya jika ditinggalkan pindah ke sekolah lain.

Untuk mengatasi kesulitan merekrut guru bagi sekolah nasional plus itu, lantas apa yang akan Anda lakukan?

Justru itulah yang sekarang sedang kami pikirkan. Persoalan ini juga kami sampaikan ke Pak Dirjen. Kami sedang mencoba mendirikan training-training center bagi para guru, seperti yang banyak dilakukan oleh orang asing di Indonesia. Saya tidak tahu apakah lembaga-lembaga pelatihan itu sudah dilegalisasi oleh pemerintah atau belum.

Saya tahu pemerintah bukannya tidak perduli, tapi mengalami kesulitan. Begitu juga dengan kami. Seharusnya pemerintah

membuat bank data guru, sehingga kita tinggal pilih mau pakai guru yang mana, dengan harga berapa, sehingga tidak terjadi pembajakan guru di antara kami sendiri. Terus terang kita tidak ingin di dunia pendidikan ini ada pembajakan.

Karena itu perlu ada MoU (Memorandum of Undestending) atau kemitraan antara kami dengan pemerintah. Masalah-masalah yang kita hadapi saat ini, perlu kita carikan solusi bersama-sama dengan pemerintah. Seharusnya yang lebih banyak berbuat adalah PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Kalau di Australia, teacher union-nya itu kuat sekali, sehingga dapat memberi masukan kepada pemerintah. Di sini, kalau PGRI merasa kesulitan, pemerintah sebaiknya terbuka terhadap pihak swasta yang ingin membantu dalam meningkatkan mutu guru.

Untuk itulah, kami mencoba menawarkan kerjasama kepada Pak Dirjen. Kami punya pengalaman dalam melatih guru-guru PAUD. Pak Dirjen menyambut baik. Tapi saya belum tahu wujud kerjasamanya. Apakah nanti ada semacam rujukan, ataukah kami mesti berjalan dulu. Kami belum sampai ke sana, tadi baru pemaparan.

Kabarnya biaya belajar di sekolah nasional plus itu sangat mahal?

Pada umumnya memang begitu, tapi relatif ya. Dan perlu diingat, sekolah yang mahal belum tentu otomatis bagus mutunya. Oleh karena itu masyarakat harus jeli melihatnya, mulai dari kurikulumnya, silabusnya, materi pembelajarannya, kualitas guru dan tenaga kependidikannya, manajemennya, pengelolanya, dan lain-lain.

Bagaimana prospek sekolah-sekolah nasional plus di Indonesia?

Ini sudah tidak terbendung lagi. Bahkan, jika lembaga pendidikan dari luar negeri ada yang jual franchise sekolah di sini, maka siapapun yang punya uang dapat membelinya, sehingga bisa mendirikan sekolah di Jakarta atau di kota-kota lain. Pangsa pasarnya di kota-kota besar itu memang ada.

Kalau dulu orang mencari sekolah, tapi sekarang sekolah yang mencari murid. Makanya, sekolah-sekolah saling berkompetisi, dan masyarakat cenderung mencari sekolah yang terbaik. Sekolah-sekolah nasional plus itu berusaha tampil yang terbaik.

Di sekolah yang Anda kelola sendiri ada guru asingnya?

Tidak ada, karena kami memang belum sanggup mengganti dengan guru dari luar negeri. Tapi rata-rata di sekolah nasional plus lain, sekitar 20-�0 persennya adalah guru asing. Karena kurikulumnya mengadopsi dari luar negeri, otomatis harus merekrut orang asing untuk mengimplementasikan kurikulum tersebut. Inilah yang membuat saya prihatin, karena guru-guru kita menjadi tersingkir.

Sekarang kita lihat di mana-mana, tidak hanya di dunia pendidikan. Kalau di dalamnya ada unsur atau orang asing, maka masyarakat cenderung mendewakannya.

Sejak kapan Anda mulai mengelola lembaga pendidikan Palm Kids?

Saya mendirikannya tahun 2000, berpusat di Palembang. Di Palembang saya memiliki dua sekolah, ada sekitar �00 murid. Jumlah gurunya kurang lebih �� orang. Palm Kids punya 11 cabang di kota-kota lain, yang rata-rata setiap cabang muridnya 1�0 anak dan sekitar 20 guru, termasuk guru dongeng.

10_PENA.indd 29 2/19/2007 11:18:13 AM

Page 32: pena pendidikan 10

GURU

�0 Pena Pendidikan Februari 2007

lembaga tersebut berada di bawah Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK).

Seperti dilansir dalam situs vedca.net, PPPG juga dikenal dengan istilah VEDCA, Versatile, Dedicated, and Care. Istilah ini merupakan semboyan bagi PPPG dalam meningkatkan sistem agribisnis melalui pemberdayaan mutu dan produksi hasil-hasil pertanian.

Selain i tu, PPPG juga memil ik i kebijakan mutu serta visi dan misi. Untuk kebijakan mutu, lembaga ini antara lain mengembangkan visionary innovation, excellent service, dynamic methodology, creative training and consultancy, active

Mengangkat CitraProfesi Pertanian

PPPG Pertanian Cianjur

Akhir tahun lalu, PPPG (Pusat Pengembangan dan Penataran Guru) Pertanian Cianjur bersama PPPG Teknologi Malang mendapat penghargaan bergengsi berupa Piala Citra Pelayanan Prima dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Yang dulu terkesan kumuh, kini sangat diperhitungkan. Tokoh penting yang berjasa merubahnya adalah Ir. Giri Suryatmana, Kepala PPPG Pertanian Cianjur periode 2002-2006 yang kini menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK), Departemen Pendidikan Nasional.

Ingat Cianjur, ingat beras berkualitas super, ingat ayam dan ikan bakarnya yang menggoda selera! Ya, Cianjur,

sebuah kabupaten di wilayah Jawa Barat, memang merupakan daerah yang lekat dengan produk-produk pertanian. Hamparan tanahnya terlihat subur. Di sana-sini tampak pepohonan hijau nan asri. Gemericik air menyusuri sekujur wilayah Cianjur.

Melihat lokasinya yang khas pertanian ini, tak salah jika Pusat Pengembangan dan Penataran Guru (PPPG) Pertanian Cianjur didirikan di daerah ini. Lembaga ini di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional (Diknas), yang pendiriannya dirintis sejak 19�6.

PPPG Pertanian Cianjur merupakan salah satu dari 12 PPPG di Indonesia. Ke-12 PPPG itu terdiri dari masing-masing 6 kejuruan dan non kejuruan. PPPG Kejuruan meliputi PPPG Teknologi Malang, PPPG Teknologi Bandung, PPPG Teknologi Medan, PPPG Pertanian Cianjur, PPPG Pariwisata Sawangan Bogor, dan PPPG Kesenian Yogyakarta. Enam yang non kejuruan adalah PPPG Bahasa Jakarta, PPPG IPA Bandung, PPPG Tertulis Bandung, PPPG IPS Malang, PPPG Matematika Yogyakarta, dan PPPG Keguruan di Parung, Bogor.

Dulunya, PPPG ini berada di bawah Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Kini

Dok.

PPPG

Per

tanian

Cian

jur

10_PENA.indd 30 2/19/2007 11:18:17 AM

Page 33: pena pendidikan 10

GURU

�1Pena Pendidikan Februari 2007

Indonesia agriculture product, agro industry, dan production and organic farming.

Sementara untuk visi dan misi, PPPG Cianjur bertekad menjadi lembaga pengembang dan penjamin mutu pendidikan dan pelatihan di bidang agribisnis bertaraf internasional, serta menyelenggarakan pendidikan vokasi berbasis talenta dengan mengutamakan spirit dan attitude. Juga berperan sebagai quality assurance dalam peningkatan mutu guru, mengembangkan kerjasama dengan lembaga nasional dan internasional, mengembangkan pendidikan vokasi berbasis keunggulan lokal, dan mengembangkan sumber belajar masyarakat dan pendidikan alternatif bagi masyarakat marjinal melelui Community Learning Center.

TERBESAR PPPG Cianjur diresmikan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Fuad Hasan, pada 9 Maret 1991. Kini, PPPG Cianjur merupakan PPPG terbesar dan satu-satunya yang berbasis pertanian di Indonesia. Luas lahannya mencapai hampir �0 hektare.

Setiap tahun, lebih dari 600 guru mendapat pelatihan di PPPG Cianjur. Guru yang dilatih sebagian besar adalah guru-guru dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pertanian. Belakangan, sejalan dengan banyaknya permintaan dari masyarakat, peserta pelatihan tidak hanya para guru, tetapi juga para pensiunan atau karyawan yang mau pensiun yang ingin menggeluti usaha di bidang pertanian.

Misalnya, yang sudah jadi langganan tetap adalah para karyawan Bank Indonesia, karyawan Depdiknas Jakarta, PT. Aneka Tambang, dan sejumlah karyawan dari departemen lain yang mau pensiun. Bahkan tahun lalu Bank Indonesia mengirimkan enam angkatan, yang setiap angkatan terdiri dari sekitar �0 orang. Mereka mendapat pembekalan, misalnya, bagaimana menggeluti bisnis budi daya ikan, mengolah hasil pertanian, dan lain-lain. “Kami memberikan pelatihan berbasis keterampilan

Sore itu, 26 Januari lalu, hujan gerimis mengguyur Cianjur,

Jawa Barat. Toh tidak menyurutkan pegawai PPPG Pertanian Cianjur menyesaki acara serah terima jabatan pimpinannya dari Ir. Giri Suryatmana ke Drs. Dedy Hermanto Karwan, MM., Dipl. ED, di ruang Auditorium. Acara serah terima dihadiri Pak Martinda (Ketua PPPG Pertanian Cianjur yang pertama) dan Dr. Sumarna Surapranata (Direktur Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Ditjen PMPTK).

Giri tampak melekat dan menyisakan berjuta kenangan indah di mata pegawai. Ia telah berhasil mendongkrak lembaga ini ke tataran yang patut diperhitungkan. Meski perawakannya lemah lembut, apalagi didukung postur tubuhnya yang kurus, tapi hentakan gagasan dan kerja kerasnya membuat orang pada terpana. Hal itu dibuktikan dengan prestasi-prestasi gemilang yang berhasil diraihnya selama memimpin PPPG Cianjur.

Ia memimpin PPPG Cianjur tahun 2002. Saat itu ia ditarget oleh Dr. Ir. Indra Djati Sidi, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Giri ingat betul pesan Indra kepadanya saat itu. “Kamu saya beri waktu enam bulan untuk memperbaiki kinerja PPPG Cianjur, apakah sanggup?” tanya Indra, seperti ditirukan Giri. “Sanggup, Pak,” jawabnya. Ia pun berhasil memenuhi janjinya.

Apa rahasia kesuksesan Giri dalam memimpin PPPG Cianjur sehingga meraih prestasi gemilang dan dicintai anak buahnya? “Saya menggunakan pendekatan kasih sayang. Saya datang ke sini sendiri, tidak membawa orang. Semua karyawan saya rangkul, saya ajak maju bersama-sama,” kata pria yang dikenal murah senyum itu.

Dengan pendekatan kasih sayang pula, Giri perlahan-lahan mengajak anak buahnya untuk merubah pola pikir (mind set) dan kultur

kerja. “Kalau saya menggunakan pendekatan represif, pasti akan mendapat perlawanan dan berakibat kontra produktif,” ujarnya.

Ia optimistis ke depan PPPG Cinajur akan lebih baik di bawah kepemimpinan Dedy Hermanto. Dedy sebelumnya adalah Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Lampung. “Saya satu pikiran dengan Pak Dedy,” ujar Giri yang memiliki obsesi menjadikan lembaga pendidikan pertanian yang membanggakan.

Bagi Giri, sosok Dedy memang sudah tidak asing lagi. Keberhasilan LPMP Lampung meraih penghargaan sertifikat ISO tahun 2004 adalah berkat bimbingan dari PPPG Cianjur. “Saya akan melanjutkan program-program yang telah dirintis dan dikembangkan oleh Pak Giri,” timpal Dedy.

Kehebatan Giri dalam memimpin PPPG Pertanian Cianjur juga diakui Sumarna Surapranata. Menurut dia, Giri sukses lantaran memahami dan mengimplementasikan lima konsep kepemimpinan yang dikenal lima C, yaitu competency, character, corps, connection, dan commitment. “Pak Giri berhasil melaksanakan � C itu dengan baik,” katanya.

Pranata berharap, pada tahun 2010 PPPG Pertanian Cianjur mampu menjadi benchmark internasional. “Memang ini bukan pekerjaan yang mudah, karena membutuhkan subsidi, dukungan, dan kompetensi. Tapi kita berupaya keras menuju ke sana,” katanya.

Saiful Anam dan Fetty Shinta Lestari

Lembut Bersahaja, Prestasi Luar Biasa

Fetty

Shin

ta L

10_PENA.indd 31 2/19/2007 11:18:22 AM

Page 34: pena pendidikan 10

�2 Pena Pendidikan Februari 2007

praktis,” kata Ir. Pamudji, penanggung jawab program PPPG Cianjur.

PPPG Pertanian Cianjur adalah salah satu dari tujuh PPPG yang mendapatkan sertifikat ISO 9001 versi 2000 untuk kategori layanan pendidikan dan pelatihan. Penghargaan itu diperoleh tahun 200�, saat PPPG Cianjur dipimpin Giri Suryatmana. Enam PPPG lain yang sudah mendapat ISO adalah lima PPPG kejuruan dan satu nonkejuruan, yaitu PPPG IPA Bandung.

Cerita mendapatkan sertifikat ISO bukan perkara gampang. Sejak 1996, PPPG Cianjur sudah merintis untuk mendapatkan ISO, tapi belum dapat juga. Nah, ketika Giri dipercaya memimpin lembaga ini tahun 2002, ia lantas berusaha keras meraihnya. Syukurlah, penghargaan itu akhirnya didapatkannya setahun kemudian.

Giri Suryatmana menegaskan, pada awal pendiriannya, PPPG Cianjur merupakan pusat penataran bagi para guru guna meningkatkan mutu guru yang mengajar di sekolah-sekolah pertanian. Kini, setelah berada di bawah Ditjen PMPTK, berkembang pemikiran bahwa penataran tidak harus dilakukan di pusat-pusat (PPPG) seperti itu. Kegiatan pelatihan bisa dilakukan di forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang ada di kabupaten/kota atau Kelompok Kerja Guru (KKG) yang berbasis di setiap kecamatan. “Justru MGMP dan KKG itu harus menjadi outlet-outlet bagi kegiatan pelatihan guru,” katanya.

Nah, tugas PPPG ke depan lebih bersifat strategis, yaitu sebagai pemegang powerhouse-nya. PPPG berperan merancang standar sampai pendeteksian kualitas penataran di tingkat outlet (KKG dan MGMP) tersebut. “Terlalu kecil jika kegiatan

GURU

�2 Pena Pendidikan Februari 2007

diklat dilakukan PPPG. Itu sudah masa lalu. Apalagi kemampuan setiap PPPG melakukan diklat maksimum seribu orang per tahun,” ujarnya.

RISAU NASIB PETANIJangan salah, Giri Suryatmana bukanlah

insinyur pertanian. Ia seorang insinyur arsitektur lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kendati begitu, komitmen dan perhatiannya terhadap sektor pertanian dan nasib para petani tak perlu diragukan. Justru banyak insinyur pertanian yang sudah capek-capek belajar pertanian tapi lebih suka bekerja di bank, telekomunikasi, atau menjadi birokrat. Kakinya terkena lumpur sawah saja merasa risih.

Giri merasa risau melihat nasib petani di Indonesia. Apalagi saat harga beras

Fetty

Shin

ta L

lagi mencekik seperti sekarang ini, yang menikmati cuma para pedagang. Nasib petani dari dulu ya begitu-begitu saja.

Menurut Giri, selain perlunya pemihakan kebijakan terhadap nasib petani, yang juga tak kalah penting adalah pembekalan teknologi pertanian terhadap para petani secara memadai. Ini yang mereka tidak punya. “Sepotong jagung kalau dijual langsung setelah diambil dari pohon, harganya pasti murah. Tapi dengan dikemas yang bagus, dimasukkan dalam plastik dan dijual di supermarket, harganya sudah naik berlipat-lipat. Ini yang tidak dikerjakan oleh petani kita,” kata pria berperawakan kalem yang lahir di Bandung, �0 September 19�� itu.

Sejak awal didirikan, PPPG Pertanian Cianjur diniatkan mampu menggairahkan produksi pertanian di Indonesia dan mengangkat derajat kaum petani . Sayangnya, apa yang dilakukan PPPG Cianjur tidak singkron dengan kebijakan ekonomi makro belakangan ini yang memberlakukan pasar bebas. Para petani kita dibiarkan tersungkur digempur habis oleh produk-produk pertanian dari luar negeri.

Padahal, negeri yang mengaku paling demokratis di dunia, yaitu Amerika Serikat, memberlakukan proteksi ketat bagi para petaninya. Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan banyak negara maju lain, membela habis-habisan para petaninya. Sementara Indonesia yang baru kemarin sore menjadi negara demokrasi, sudah berani-beraninya melepas proteksi kaum petani dan membiarkan mereka bertelanjang ria masuk jeratan ranjau globalisasi. Inilah yang membuat para petani kita seperti kuli di rumah sendiri. Tapi, itulah Indonesia.

SAIFUL ANAM, ROBBY SUGARA, dan FETTY SHINTA LESTARI (Cianjur)

SUMARNA SURAPRANATA MENYAKSIKAN ACARA SERAH TERIMA JABATAN KEPALA PPPG PERTANIAN CIANJUR.

10_PENA.indd 32 2/19/2007 11:18:27 AM

Page 35: pena pendidikan 10

SERTIFIKASI pendidik, sesuai amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

ibarat barang langka yang dinanti-nanti kedatangannya. Namun yang ditunggu-tunggu, yang diperkirakan kelahirannya sejak pertengahan 2006 lalu, belum juga nongol. Peraturan Pemerintah tentang Guru yang akan menjadi dasar segala aturan mengenai sertifikasi pendidik belum juga tuntas dibahas.

Meski belum juga kelar aturan mengenai sertifikasi, kebanyakan guru sudah bersiaga. Di antaranya, dengan menyiapkan syarat-syarat kualifikasi juga standar kompetensi yang jadi tuntutan mutlak sertifikat guru. Tak terkecuali para pendidik nonformal (PTK PNF), mereka tak mau tertinggal dengan para guru di jalur formal.

“Sertifikasi dan uji kompetensi bagi PTK PNF mutlak harus dilakukan bila ingin pendidikan nonformal maju dan berkualitas,” kata Erman Syamsuddin, Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik danTenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas.

Ditjen PMPTK tanpa banyak gembar-gembor tengah menyiapkan payung hukum buat sertif ikasi dan standar kompetensi para pendidik PNF. “Kami sedang menyiapkan peraturan pemerintah untuk pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal,” kata dr Fasli Jalal, PhD, Direktur Jenderal PMPTK Depdiknas.

DIAWALI PAUD & KESETARAAN

Hingga saat ini standar kompetensi PTK PNF belum dibuat oleh lembaga sertifikasi PTK PNF. Meski demikian, upaya untuk merumuskan substansi dan prosedur dalam kerangka sertifikasi dan akreditasi PTK PNF terus dilakukan. Setidaknya, Direktorat PTK PNF telah menggulirkan kebijakan program rintisan sertifikasi. Sejak Agustus 2006, program rintisan sertifikasi itu diawali dengan penyusunan pedoman sertifikasi dan standar kompetensi bagi PTK PNF.

Pada tahap rintisan, standar kompetensi yang telah dikembangkan terbatas pada tiga jenis PTK PNF. Yakni penilik, pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan pendidik pendidikan kesetaraan. Selain itu, akan menyusul kemudian rintisan untuk pamong belajar, tutor pendidikan keaksaraan, tenaga lapangan pendidikan masyarakat, penilik pendidikan luar sekolah, dan instruktur kursus. “Ada keterbatasan tenaga, biaya dan waktu. Untuk itu rintisan sertifikasi dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan pada tahun anggaran berikutnya,” kata Erman.

PAUD memang satu di antara jenis pendidikan nonformal yang merupakan fokus garapan Direktorat PTK PNF dalam janga pendek ini. Selain PAUD, adalah pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan dan lembaga kursus. PAUD sendiri kehadirannya

cukup kokoh. Setidaknya juga didukung oleh ketersediaan tenaga pendidik PAUD yang dihasilkan perguruan tinggi. Saat ini ada 10 perguruan tinggi yang membuka program S-1 PAUD. Bahkan sejumlah universitas telah membuka program S-2 dan S-3 PAUD. Tutor pendidikan kesetaraan juga lumayan terstruktur. Setidaknya yang ada di lapangan, tutor kesetaraan Paket A, sudah memiliki kemampuan setara dengan guru SD.

Bagaimana dengan yang lain? Misalnya, tutor keaksaraan. Secara kompetensi, sejatinya siapa saja tutor yang sudah pandai membaca dan menulis layak menjadi pendidik keaksaraan. Namun mereka juga perlu mengetahui minimal konsep-konsep andragogi, juga penguasaan materi pengajaran buta aksara.

Begitu juga dengan instruktur kursus. Acuannya betul-betul pada kompetensi tertentu dan mengarah pada sertifikat khusus. Saat ini telah berkembang lembaga kursus yang mengacu pada sertifikat skala internasional, seperti kursus tata rias, spa, akupuntur, dan komputer. Selain itu, ada juga kursus berstandar nasional, macam kursus rias pengantin.

Tampaknya, di masa mendatang, pendidikan nonformal bukan sekadar jadi pendidikan alternatif bagi mereka yang gagal di jalur nonformal. Bukan tak mungkin pendidikan nonformal menjadi sebuah pilihan tepat. Apalagi bila sertifikasi dan standar kompetensi para pendidik pendidikan nonformal telah digulirkan. Syukur-syukur tuntas sebelum sertifikasi guru dilaksanakan. Maklum, jumlah pendidik PNF “hanya” sekira satu jutaan. Harapannya, proses sertifikasi dan standar kompetensi bisa rampung lebih cepat. Ibarat PNF menyalip di tikungan.

DIPO HANDOKO

��Pena Pendidikan Februari 2007

NONFORMAL

NONFORMAL MENYALIPDI TIKUNGAN

Program rintisan sertifikasi pendidik PNF terus dikembangkan. Formula standar kompetensi terus digodog. Kota/kabupaten diminta fokus mengembangkan PAUD, pendidikan keaksaraan, kesetaraan, dan kursus.

GURUDo

k. PT

K-PN

F

10_PENA.indd 33 2/19/2007 11:18:30 AM

Page 36: pena pendidikan 10

NONFORMAL

�� Pena Pendidikan Februari 2007

Boleh jadi, Iftin Furoidah, 32 tahun, tak pernah mempelajari secara mendalam teori-teori mutakhir

yang dikemukakan sejumlah pakar psikologi tentang pentingnya memberikan rangsangan yang tepat pada anak usia dini (0-6 tahun). Para pakar psikologi itu, sebut saja Benjamin S. Bloom, Jean Piaget, Sigmund Freud, Daniel Goleman, hingga Howard Gardner, mengingatkan bahwa memberikan pendidikan yang tepat pada anak usia dini berimplikasi sangat positif bagi kehidupannya setelah dewasa. Kendati begitu, Iftin yang mengelola Taman Kanak-kanak (TK) Al-Islam Candipuro, Lumajang, sadar betul bahwa mendidik anak sejak usia dini merupakan investasi sangat berharga.

Bu Titin, demikian ibu satu anak itu biasa disapa, saat muda dikenal sebagai

perempuan yang cerdas dan akt i f berorganisasi. Saat di bangku SD dan SMP, ia langganan menyabet juara I. Di SMP Negeri Candipuro, ia pernah menjadi Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Saat di bangku SMP maupun SMA, ia tak pernah punya bayangan kalau kelak menjadi guru TK. Saat itu, Titin yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara, justru bercita-cita menjadi tenaga medis. Apa boleh buat, keinginan melanjutkan kuliah terbentur ekonomi orangtuanya yang pas-pasan. Ayahnya, Kholil, berpenghasilan pas-pasan lantaran bekerja sebagai guru SD.

Setelah lulus dari SMA Negeri 2 Lumajang tahun 1993, Titin yang baru berusia 19 tahun lantas menikah dengan Hari Widojoko, yang tak lain adalah gurunya saat di SMP. Hari, yang kini berusia 48 tahun, memang naksir berat Titin sejak masih di SMP. Setahun

kemudian, lahir anak satu-satunya yang diberi nama Afif Rois Yusro.

Tahun 1998, saat anaknya berusia 4 tahun, Titin berniat memasukkan ke TK. Namun, ia kebingungan lantaran di dekat rumahnya tidak ada TK. Titin lantas memasukkan ke sebuah TK di Kecamatan Pasirian, yang jaraknya sekitar 8 km dari rumahnya. Saban hari ia mengantarkan anaknya naik angkot.

Dari pengalaman menyekolahkan anaknya itu, Titin kemudian berbincang dengan suami dan orangtuanya untuk membikin TK. Suami dan ayahnya yang sama-sama berprofesi sebagai guru mendukung penuh. Ada satu rumah milik tetangganya yang dibeli dengan harga Rp 6,5 juta. Rumah sederhana berukuran 8x15 meter persegi yang berdiri di atas lahan 605 m2 itu kemudian dirombak dan disekat-sekat jadi TK. Karena berbasiskan nilai-nilai Islam, Titin menamakannnya dengan TK Al-Islam. “Saya memulai sendiri dari nol,” katanya. TK ini mulai berdiri tahun 1999.

Dalam waktu singkat, TK Al-Islam mendapat respons positif dari masyarakat Candipuro. Titin pun aktif dalam kegiatan guru-guru TK se-Kabupaten Lumajang, dan ia terpilih menjadi Ketua GOPTKI (Gabungan Organisasi Penyelenggara TK Indonesia) Kecamatan Candipuro tahun 2000-2002.

Keterlibatan Titin dalam pendidikan TK tampak sudah menjadi pilihan hidup. Meski menikah muda, toh tak menyurutkan tekadnya untuk menempuh ilmu. Sambil mengelola TK, ia melanjutkan pendidikannya di program Diploma Dua Pendidikan Guru TK (D-2 PGTK) Universitas Kanjuruhan (dulu IKIP PGRI) Malang, lulus 2004. Ia juga mengambil program sarjana (S-1) Akuntansi di Universitas Widyagama Lumajang, lulus 2005.

Pinjam BankSambutan antusias dari masyarakat

Candipuro atas TK yang dirintisnya,

TK Al-Islam Candipuro-Lumajang

Berawal dari Kesulitan Menyekolahkan Anak

Satu dari ribuan TK di Indonesia yang kondisisnya sangat memprihatinkan. Gaji gurunya hanya Rp 150.000 per bulan. Meski begitu, TK yang berada di kaki Gunung Semeru itu justru menerapkan prinsip pembelajaran dengan benar.

10_PENA.indd 34 2/19/2007 11:18:32 AM

Page 37: pena pendidikan 10

��Pena Pendidikan Februari 2007

membuat Titin mengembangannya dengan mendirikan Kelompok Bermain/KB (play group). Jika TK mendidik anak-anak usia 4-6 tahun, KB menangani anak-anak usia 2-4 tahun. Anak-anak TK masuk setiap hari, kecuali minggu. Sedangkan anak-anak KB masuk tiga hari dalam sepekan.

Lantaran muridnya semakin banyak, untuk memberikan layanan terbaik bagi anak didiknya, Titik lantas pinjam uang di bank tahun 2003 sebesar Rp 20 juta. Yang dijadikan jaminan adalah SK pegawai negeri sipil (PNS) suaminya. Gaji suaminya dipotong Rp 800.000 per bulan untuk mencicil. Setahun kemudian, ia mendapat bantuan dari Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Dinas Pendidikan Kabupaten Lumajang, Rp 25 juta. Uang pinjaman dan bantuan pemerintah tersebut habis terpakai untuk merenovasi bangunan TK, membikin bangunan baru, dan membeli sejumlah Alat Permainan Edukatif (APE). Daya tampungnya pun bertambah. Tahun 2006/2007, jumlah muridnya 97 anak, terdiri dari 75 murid TK dan 22 anak KB.

Lantas, darimana dana untuk membiayai operasionalnya sehari-hari? Titin murni mengandalkan iuran SPP dari anak didiknya. Setiap murid TK ditarik Rp 15.000 per bulan, sedangkan anak KB Rp 10.000 per bulan. “Tapi, bagi keluarga yang benar-benar tidak mampu, kami mengurangi Rp 5.000,” katanya. Selain itu, setiap hari anak-anak dibiasakan menyisihkan amal Rp 100 per anak --tapi sifatnya tidak wajib– yang digunakan untuk membeli bahan untuk membikin alat-alat permainan sederhana.

TK ini terdiri dari 9 guru, masing-asing 7 guru tetap dan 2 guru ektra (tari dan lukis). Jangan bayangkan besar gajinya. Gaji guru tetap, termasuk Titin sebagai pimpinannya, hanya Rp 150.000 per bulan. Sedangkan guru tari Rp 100.000 dan guru lukis Rp 75.000. Uang itu, ya diperoleh dari iuran SPP anak-anak tadi.

Protret UmumTK Al-Islam Candipuro merupakan

gambaran umum kondisi TK di Indonesia. Sebagaimana diakui Direktur Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan Nasional, Drs. Mudjito AK, M.Si, kondisi TK kita memang masih menyedihkan. Saat ini, dari 54.742 TK di Indonesia, 54.034 (98,7%) diselenggarakan swasta, hanya 708 TK (1,3%) yang negeri. Bandingkan dengan jumlah SD yang mencapai sekitar 150.000 sekolah dan lebih dari 95% berstatus negeri.

Angka partisipasi anak yang masuk TK (Angka Partisipasi Kasar/APK) juga baru mencapai 32,8 % --terendah dibanding SD (116%), SMP ( 88,5%) dan SMA (55%). Selain itu, yang juga sangat memprihatinkan, sebagian besar penyelenggaraan TK di Indonesia menyimpang. Bentuk-bentuk penyimpangan itu antara lain: pemaksaan pengajaran baca-tulis-hitung (calistung), memberikan pekerjaan rumah, memberikan rapor yang berisi angka-angka, melakukan ujian akhir, hingga memaksakan kegiatan wisuda saat kelulusan.

Menurut Mudjito, penyimpangan-penyimpangan itu terjadi lantaran hampir 99% TK diselenggarakan swasta, sehingga mereka punya kewenangan mengelola s e m a u n y a . A p a l a g i , masyarakat sering menuntut agar anak-anak TK sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung. Jika tidak bisa calistung dianggap kuno. “Padahal, justru yang seperti itu salah. Di TK anak tidak boleh dipaksa belajar membaca, menulis dan berhitung. Boleh dilakukan jika secara psikologis anak-anak sudah siap, tapi harus

dilakukan secara individual dan melalui pendekatan bermain,” kata Mudjito.

Hebatnya, TK Al-Islam Candipuro, walaupun berada di pelosok desa, justru tidak tergiur untuk melakukan berbagai penyimpangan tersebut. TK yang terletak di kaki Gunung Semeru ini menerapkan pembelajaran TK dengan benar: tidak memaksakan pengajaran baca-tulis-hitung. Mudjito memuji usaha-usaha swasta yang menyelenggarakan TK dengan benar, yang berpegang pada prinsip: bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain.

Mudjito menambahkan, anak-anak TK itu berada pada fase usia emas (golden age). Disebut usia emas karena pada rentang ini perkembangan anak, baik fisik maupun psikologis, mengalami kemajuan luar biasa. “Usia emas itu datang hanya sekali dan tidak dapat terulang lagi pada fase berikutnya. Olah karena itu, harus dimanfaatkan secara optimal. TK sebagai bagian pendidikan anak usia dini pada dasarnya adalah untuk mengembangkan syaraf-syaraf otak pada anak supaya bisa berfunsgi optimal, ” tegas Mudjito.

Kini, Titin yang masih berstatus guru swasta juga dipercaya menjabat sebagai bendahara Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Kabupaten Lumajang. Ia berharap agar nasibnya menjadi lebih baik dengan diangkat menjadi guru pegawai negeri. Ia juga berharap pemerintah lebih memperhatikan TK maupun KB bermodal dengkul seperti yang dikelolanya. “Saya berketad membesarkan lembaga pendidikan ini untuk melayani anak-anak usia dini,” katanya.

Dari yang semula mengalami kesulitan menyekolahkan anaknya, kini Titin tampil sebagai sosok guru TK dan PAUD idola, dan kerap memberikan pelatihan bagi guru-guru TK dan PAUD di wilayah Kabupaten Lumajang.

SAIFUL ANAM dan MUKTI ALI (Lumajang)

10_PENA.indd 35 2/19/2007 11:18:34 AM

Page 38: pena pendidikan 10

RABU itu, akhir Januari lalu, jam sudah menunjukkan hampir pukul tiga sore. Tapi sebuah sekolah

dasar (SD) di Jalan Manunggal, Durensawit, Jakarta Timur, masih tampak ramai. SD itu sebenarnya bukan sekolah sore, karena para muridnya datang sejak pagi. Tapi, tiap hari mereka pulang sore. Hampir seharian mereka belajar di sekolah.

Jangan heran! Pemandangan itu ditemui di Jakarta Islamic School atau biasa disingkat JISc, sebuah sekolah yang memang menerapkan sistem fullday school alias belajar sehari penuh.

Para siswanya masuk kelas pada pukul tujuh pagi, tapi pulangnya lebih sore dari sekolah kebanyakan. Murid kelas satu dan kelas dua pulang sekolah pada pukul 15.00 atau pukul tiga sore. Murid kelas tiga dan kelas empat pulang pukul 15.30. Sedangkan siswa kelas lima dan kelas enam balik ke rumah pada pukul 16.30.

Rabu sore itu, para siswa kelas tiga hingga kelas enam sedang mengikuti materi International Curriculum yang terdiri dari

Math in Action, Science and Technology, Information and Technology, English Skill, Art and Craft, dan Project History. Semuanya diberikan guru dengan pengantar Bahasa Inggris, tapi dalam suasana yang rileks, tidak melelahkan. Sebagian dari materi pelajaran disampaikan di luar kelas dalam nuansa bermain yang akrab.

Mereka memang belajar dalam konsep bermain, dengan menggunakan berbagai alat peraga. Untuk menggambarkan proses terjadinya gelombang laut dan peristiwa tsunami –bagian dari materi Science and Technology, misalnya, guru membuat model lautan secara sederhana.

Sebuah ember berisi air diletakkan di depan kipas angin. Riak airnya dianggap sebagai gelombang laut yang terbentuk dari tiupan angin. Lalu, jika dasar ember diguncangkan secara tiba-tiba, permukaan airnya pun akan berguncang membuat riak yang tidak normal. Para siswa paham, bahwa gelombang tsunami terjadi akibat guncangan hebat di dasar laut.

Materi-materi lainnya pun diberikan

dengan peragaan yang mudah dipahami. Dengan begi tu, anak-anak dia jar i menggunakan logikanya dalam memahami suatu peristiwa. Pada pelajaran melukis, anak-anak diajari bagaimana membuat sketsa dengan logika-logika terjadinya bayangan, perbandingan ukuran tiap bagian obyek yang dilukis, dan teori-teori dasar seni rupa lainnya.

LIKE AT HOME Mereka dilatih berpikir rasional termasuk

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Para siswa SD itu antara lain diajari metode menjaga keselamatan diri, misalnya dengan tidak gampang mempercayai orang asing. Sebuah simulasi penculikan dilakukan dengan menunjukkan peristiwa itu terjadi akibat seorang anak telanjur mempercayai orang yang baru dikenalnya.

“Mereka belajar dalam konsep bermain supaya tidak membuat lelah atau terbebani,” kata Direktur JISc, Proklawati Jubilea, SE, MSc, yang biasa dipanggil Mam Fi. Mam Fi menjelaskan, JISC adalah sekolah terpadu yang menyelanggarakan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak (TK), hingga sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), semuanya dengan sistem fullday school.

Saat ini, JISc memiliki 856 siswa untuk seluruh jenjang pendidikan yang diselenggarakannya. Tapi tidak semua sekolahnya berada dalam satu lokasi. Siswa TK belajar di Jalan Inspeksi, Kalimalang, Jakarta Timur. Sedangkan para murid SD dan SLTP belajar di JISc Durensawit, Jalan Manunggal, Jakarta Timur dan di kawasan Joglo, Jakarta Barat. JISc juga memiliki SLTP khusus untuk putra dengan sistem boarding house (asrama) di daerah Puncak, Jawa Barat.

Sekolah JISc dimulai pukul tujuh pagi. Siswa TK belajar hingga pukul satu sore, murid SD hingga pukul tiga sore dan setengah lima sore, sedangkan SLTP

Model pembelajaran full day school marak diselenggarakan di berbagai kota besar. Bermanfaat untuk pengembangan anak dan menolong para orangtua yang sibuk. Butuh biaya cukup mahal dan dituding sebagai trik sekolah menarik duit. Depdiknas tak menganjurkan, tapi juga tak melarang.

KONTROVERSIBELAJAR SEHARI PENUH

�7�6 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

BAHASAN KHUSUSFo

to-fot

o: Mu

rnita

Dian

K

10_PENA.indd 36 2/19/2007 11:18:37 AM

Page 39: pena pendidikan 10

hingga pukul lima sore. Menurut Mam Fi, pukul 07.00 hingga 09.00 diisi dengan materi agama, dan mulai pukul 09.00 hingga pukul 13.00 diisi dengan materi wajib dari Departemen Pendidikan Nasional. “Selanjutnya, mulai pukul 13.00 hingga selesai diisi dengan materi internasional, yang disajikan dalam bahasa Inggris,” papar Mam Fi.

Di antara jam belajar itu ada empat waktu istirahat, yang antara lain digunakan para siswa untuk makan siang dan solat. “Sebenarnya seluruh materi pelajaran usai jam sekolah itu bersifat bermain, sehingga sudah seperti istirahat, karena konsep pendidikannya adalah school like at home,” Mam Fi menambahkan.

JISc berdiri pada tahun 2002, atas prakarsa Mam Fi sendiri. Sejak awal berdiri, sekolah ini memang telah mengusung sistem fullday school. “Misinya sederhana saja: menyatukan konsep bermain dan belajar (active fun learning),” ujar Mam Fi. Pada mulanya konsep fullday school ini hanya diterapkan untuk primary class atau SD. Lalu diterapkan juga hingga ke tingkat SLTP.

“Fullday school ini sama saja dengan sekolah umum, perbedaannya hanya meletakkan pelajaran les yang biasa diambil anak sepulang sekolah ke dalam kurikulum,

dan itu dilakukan di sekolah,” ungkap Mam Fi. “Biasanya, sepulang sekolah, anak masih harus mengambil les, di JISc semua itu di-combine dalam kurikulum sekolah dan disajikan dalam bahasa Inggris.”

Mam Fi mengatakan bahwa biaya yang dipungut sekolahnya dari para siswa sebanding dengan yang mereka peroleh. Jumlahnya sekitar Rp 350.000 per siswa. Memang terbilang mahal bagi masyarakat kebanyakan. Namun, menurut Mam Fi, bagi para orangtua yang menyekolahkan anaknya di JISc, jumlah itu tak terlalu tinggi, bahkan dianggap tergolong murah. Maklum, mereka berasal dari masyarakat kalangan menengah-atas.

MARAK DI KOTA BESAR Bukan hanya JISc yang menerapkan

sistem fullday school. Sejumlah sekolah lain, terutama sekolah dasar, di Jakarta ramai-ramai menerapkan sistem belajar sehari penuh itu. Al Jannah Islamic School di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, misalnya, sudah lebih dulu menerapkannya. Sistem fullday school malah sudah berkembang juga di sejumlah kota besar di luar Jakarta. Di Bandung, sistem ini antara lain diterapkan di Sekolah Salman Al Farisi. Di Surabaya antara lain ada SMP Al Falah, dan di

Yogyakarta ada Sekolah Lukman Al Hakim.

Di SMP Al Falah, Surabaya, makan siang untuk siswa bahkan disediakan oleh sekolah. Cara makannya pun unik. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah 402 anak ini dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari sembilan orang. Setiap kelompok dibimbing satu guru. Dialah yang bertugas untuk memimpin makan. Selesai makan, sisa waktu istirahat banyak diisi dengan bermain.

Drs Sodikin, M.Pd., Kepala Sekolah SMP Al Falah mengatakan bahwa murid-muridnya pulang ke rumah pada pukul 16.00. Tapi di antara mereka ada yang masih betah tinggal di sekolah. “Banyak anak tetap bermain di sekolah hingga sore, padahal sudah jam pulang,” katanya.

Sekolah Al Falah memungut biaya Rp 600.000 per bulan, plus biaya kegiatan sekolah Rp 500.000 sampai Rp 600.000 setahun. “Kami tidak hanya memberikan pelajaran, tapi juga membentuk kepribadian,” kata Sodikin. Maka tidak heran jika SMP Al Falah selalu menempati posisi lulusan terbaik se Surabaya dan Sidoarjo sejak 1999 untuk sekolah swasta.

Di Malang terdapat beberapa sekolah dengan model fullday school. Di antaranya adalah SD Islam Sabilillah, dan SMP Islam

�7�6 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

BAHASAN KHUSUS

10_PENA.indd 37 2/19/2007 11:18:38 AM

Page 40: pena pendidikan 10

�9�� Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

Sabilillah. Sekolah Sabilillah bernaung di bawah Yayasan Sabilillah yang diketuai mantan menteri Agama RI, Profesor Dr Tholchah Hasan. Kepala SD Islam Sabilillah, Drs Mohamad Ishom Ihsan, M.Pd menuturkan, sekolahnya berdiri sejak 1997, dan langsung menerapkan sekolah sistem fullday school.

Biaya pendidikan di SD Islam Sabilillah Malang memang terbilang tinggi untuk standar SD kebanyakan. Tiap siswa dikenai uang pangkal Rp 4 juta, plus iuran bulanan (SPP) sebesar Rp 275.000, dan uang kegiatan Rp 390.000 setahun dengan dua kali pembayaran.

“Tapi biaya sebanyak itu tak jadi masalah bagi para orang tua murid SD Islam Sabilillah, karena sebanding dengan yang kami berikan,” kata Mohamad Ihsom Ihsan.

Di Yogyakarta, sistem fullday School antara lain diterapkan di SD Luqman Al Hakim yang bangunan sekolahnya terletak di Jalan Timoho. Kepala SD Lukman Al Hakim, Ahmad Aniq, Sag, mengatakan bahwa Sekolah ini berdiri sejak tahun 1994 di bawah tanggung jawab Yayasan Sosial dan Pendidikan Islam Luqman Al Hakim Yogyakarta.

Menurut Ahmad Aniq, sejak pertama kali berdiri sekolahnya sudah berbentuk fullday school. SD Luqman Al Hakim mennggunakan kurikulum terpadu yang terdiri dari ilmu qauliyah dan kauniyah, dan nuansa qur’ani. Saat ini jumlah siswanya mencapai sekitar 800 orang dari kelas satu hingga kelas enam, dibagi dalam 24 ruangan kelas.

“Animo masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di sini sangat tinggi, karena manfaat fullday school memang mereka

akui,” kata Ahmad Aniq. Seperti diakui Mam Fi, Direktur JISc, sistem ini diterapkan karena masyarakat menghendakinya. Fullday School diselenggarakan atas sejumlah pertimbangan. Antara lain, pertama, anak-anak butuh pendidikan yang tak cukup hanya diperoleh dengan jam pelajaran biasa. Kedua, para orangtua merasa lebih aman jika anak-anaknya berada di sekolah daripada keluyuran ke luar rumah setelah jam sekolah. Tujuan akhirnya adalah mencetak lulusan yang bermutu sehingga tetap berprestasi ketika memasuki jenjang pendidikan berikutnya.

Namun, betulkah anak-anak merasa senang belajar seharian, ataukah justru mereka merasa terbelenggu sehari penuh dikungkung di sekolah? Inilah yang menjadi kontroversi sistem fullday school.

Salah satu kekhawatiran terhadap penerapan sistem fullday school, adalah terhambatnya sosialisasi anak di masyarakat. Tapi Mam Fi berpendapat lain. “Anak-anak bersosialisasi dengan sebayanya di sekolah. Itu sifat natural of human being. Orang akan berkelompok dengan sebayanya, di mana pun,” katanya.

Nyonya Asih, salah seorang wali siswa kelas satu SD JISc juga merasa tak khawatir. “Walau pulang sore, anak saya tetap punya kesempatan bermain dengan anak-anak tetangga sebayanya,” kata Asih. “Anak-anak kan ngga ada cape-nya,” ia menambahkan sambil tersenyum. Asih mengaku tak khawatir putrinya akan merasa kelelahan dengan seharian di sekolah. “Putri saya selalu bersemangat pergi ke sekolah setiap hari,” tutur Asih. Ia juga menganggap biaya yang harus dibayarnya tidak terlalu mahal.

Seorang siswa kelas satu SD JISc, Sarah,

mengungkapkan bahwa bersekolah sampai sore tidak membuatnya lelah. “Ngga lelah kok, malah asyik bermain terus,” jawabnya malu-malu. Ungkapan senada juga datang dari Reva Hasna, kelas tujuh SMP Sabilillah Malang. Ia sudah terbiasa karena kebetulan lulusan SD Sabilillah yang juga menerapkan model fullday school. Tapi Rana Zenisa, teman sekelas Reva, mengaku awalnya ia merasa kelelahan mengikuti pelajaran sehari penuh. “Tapi sekarang sudah mulai kerasan,” katanya.

PERLU ANALISIS KULTURAL

Pendapat para pakar pendidikan tentang penerapan foolday school masih terbelah. Sebagian mendukung, sebagian lagi tidak setuju dengan sitem itu. Salah satu pakar pendidikan yang kurang mendukung penerapan fullday school adalah Dr. H. Imron Arifin M.Pd, dosen Universitas Negeri Malang.

“Konsep ful lday school berasal dar i negara-negara maju. Namun, ketika diadaptasi di Indonesia, terjadi kekurangan analisis kultural,” katanya. Imron memaparkan, di negara-negara maju seperti Jepang, negara Eropa, dan Amerika, para siswa mendapat lebih banyak hari libur. Pada musim panas dan musim dingin, misalnya, mereka libur masing-masing bisa sampai dua bulan. Dua hari sepekan yakni pada Sabtu dan Ahad, mereka libur rutin.

Nah, karena banyak liburnya, para siswa di negara-negara itu disarankan mendapat pelajaran tambahan. Akhirnya, banyak sekolah menerapkan sistem fullday school. Kondisi itu berbeda dengan di Indonesia. “Kita tidak mengenal libur musim dingin, dan hari Sabtu pun masuk,” ujar Imron. Tapi menurut Imron, penerapan sistem fullday school memiliki sisi positif dan negatifnya.

“Positifnya, anak-anak diberi rentang waktu yang lebih panjang untuk belajar,” kata Imron. “Para orangtua yang sibuk juga terbantu karena bisa menitipkan anaknya di sekolah.”

Tapi, kata Imron, kelemahannya juga banyak. Pertama, ketika anak merasa jenuh, apalagi jika bermasalah dengan guru, mereka akan stres. Kedua, jika mengalami kelalahan fisik, mereka bisa sakit. Guru pun bisa mengalami kelelahan, sehingga mengalami kesulitan mengembangkan diri.

Bagi Imron, model full day education yang lebih tepat adalah belajar yang alami tanpa terikat aturan sekolah. “Dengan begitu, anak akan dapat menemukan berbagai dinamika kehidupan secara alami,” katanya.

Drs Karnadi, MSc, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta,

BAHASAN KHUSUS

Foto-

foto:

Murn

ita D

ian K

10_PENA.indd 38 2/19/2007 11:18:40 AM

Page 41: pena pendidikan 10

�9�� Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

tak keberatan dengan penerapan fullday school, jika benar-benar dilaksanakan dengan kesiapan yang matang. Menurut Karnadi, fullday school bisa menjadi salah satu alternatif dalam mendukung pengembangan diri anak, terutama bagi anak yang orangtuanya super sibuk.

“Dengan fullday school, anak berada di lingkungan sekolah dan mereka tetap bisa bermain dengan lingkungan yang luas jangkauannya,” katanya. Namun ia berpesan agar pihak sekolah penyelenggara fullday school mampu memahami pola tumbuh kembang anak. “Jadi pihak sekolah harus bisa memfasilitasi kegiatan anak dengan suasana yang memungkinkan terjadinya proses tumbuh kembang anak tersebut.”

Materi yang diterapkan pada jam pelajaran tambahan pun harus dipertimbangkan matang-matang. “Di sini, peran pemandu bakat sangat diperlukan,” kata Karnadi. “Karena itu, penyelenggara fullday school harus tahu pakem, pembelajaran yang aktif, kreatif, efisien, dan sekaligus menyenangkan,” ia menambahkan.

Menurut Karnadi, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, sistem fullday school memang sudah berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan setting sosial masyarakatnya yang berbeda. Di sana, para orang tua sangat-sangat sibuk, dan pola pengasuhan orang tua terhadap anak mengalami pergeseran. Di negara-negara maju, orangtua sibuk, dan sistem pendidikannya sudah maju pula. Para orangtua di sana percaya sekali pada sekolah sehingga mereka mendukung penerapan fullday school.

Di Indonesia, penerapan fullday school mungkin baru dibutuhkan di kota-kota besar saja. “Di kota besar, sistem ini bisa dilaksanakan karena kesibukan para orangtua, dan keterbatasan ruang gerak anak-anak. Tapi untuk daerah-daerah yang memiliki alam terbuka yang sangat memungkinkan anak untuk mengeksplor dirinya, maka sistem ini belum begitu diperlukan,” kata Karnadi.

Psikolog anak dari Universitas Indonesia, Dr Reni Akbar Hawadi, juga melihat sisi positif fullday school terutama bagi anak-anak yang orangtuanya sibuk. “Bagi orangtua yang sibuk, mereka dapat menitipkan anak di sekolah yang jelas penuh aktifitas positif. Hal itu sungguh meringankan pikiran orangtua. Orangtua merasa aman dan yakin bahwa anaknya beraktivitas untuk menunjang perkembangan kepribadian dan bakatnya,” papar Reni.

Dibandingkan dengan anak yang sekolahnya hanya sampai siang hari, kata Reni, orangtua sering bingung siapa yang harus menjemput ke sekolah. Setelah anaknya sampai di rumah pun, mereka waswas karena anak mereka sendirian di rumah.

Memang, bagi orangtua mampu, mereka akan memasukkan anak pada bimbingan belajar atau kegiatan lain. Tapi bagi orangtua berkemampuan ekonomi tidak memadai, anak-anak mereka biasanya tak punya kegiatan lain sepulang sekolah. “Karena itu, akan lebih baik kalau sekolah diadakan sampai sore hari,” kata Reni.

Ia juga menganggap fullday school penting, jika melihat tuntutan globalisasi saat ini, ketika tingkat kompetisi manusia semakin tinggi. “Anak dituntut untuk memiliki keterampilan tertentu yang sesuai minatnya, dan jalan keluarnya adalah dengan adanya fullday school,” kata Reni. Sekolah diharapkan bisa lebih menyediakan kegiatan yang beragam yang sesuai dengan kebutuhan anak, sehingga anak tidak menghabiskan waktu lagi untuk hal yang sia-sia.

Tapi ia berpesan agar fullday school benar-benar diterapkan oleh sekolah yang siap. “Kita mengetahui bahwa banyak seka l i j en i s ekstrakurikuler. Jadi, kalau semua materi ekstrakulikluer dilakukan oleh satu sekolah, maka beban sekolah akan berat. Karena itu, perlu ada pemetaan, sekolah mana saja yang mengadakan fullday school itu dengan jenis kegiatan tertentu,” katanya.

Reni tidak khawatir model fullday school akan berdampak buruk pada psikologi anak akibat kelelahan, misalnya. “Asal bisa dilakukan

dengan senang hati dan sesuai dengan minat anak, maka palajaran fullday school tidak akan menjadi beban bagi psikologi anak,” katanya. Syaratnya, menurut Reni, kegiatan yang dilakukan oleh sekolah pada sore hari, harus bersifat kegiatan ringan, yang mengembangkan afektif dan psiko motornya. Misalnya seni melukis, musik, olahraga, atau pelajaran jurnalistik, sehingga anak senang dan bisa menyalurkan ekspresi dan kreatifitasnya.

TIDAK DIANJURKAN, TAK DILARANG

Baga imana s ikap pemer in tah? Depar temen Pendid ikan Nasional (Depdiknas) mendukung penerapan sistem itu pada sekolah-sekolah yang dianggap mampu, namun mewanti-wanti agar materi pelajaran tambahan pada sistem fullday school disiapkan dengan matang sehingga betul-betul bermanfaat bagi siswa, bukan justru membebani.

Menurut Suyanto, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas, bagi anak yang orangtuanya sibuk, konsep fullday school memang cocok. “Daripada anaknya dibimbing oleh pembantu, kan lebih baik di fullday school. Jadi anak bisa berinteraksi dengan grupnya. Anak bisa mengembangkan empati dan kolaborasi dengan teman-temannya,” kata Suyanto.

Di Amerika konsep fullday school rata-rata berkembang karena hampir semua orangtua murid bekerja. Dan di sana fullday school lahir, kata Suyanto, sebenarnya akibat pergesaran peran wanita. “Kalau dulu, peran wanita adalah melahirkan dan membesarkan anak. Sekarang ini melahirkan saja, membesarkannya hanya beberapa minggu, selanjutnya diserahkan kepada baby sitter atau tempat penitipan anak,” kata Suyanto

Di Indonesia, fullday school memang tidak dianjurkan, juga tidak dilarang. Suyanto berpesan, sekolah yang menerapkan sistem fullday school harus mempunyai program yang baik. Kurikulumnya harus jelas, sesuai dengan tingkatan pendidikan. Menurut dia, Depdiknas tidak perlu mengaturnya. Yang penting standar pendidikannya terpenuhi dan ditegakkan.

“Ini adalah bagian keunikan dari pendidikan kita. Semuanya dilakukan sebagai upaya meningkatkan mutu,” kata Suyanto. “Sekolah dibiarkan untuk berkreativitas, bertanggungjawab, dan juga memiliki otonomi yang sebesar-besarnya, sehingga timbul kompetisi satu sama lain.”

KI TUNGGARA, MURNITA DIAN KARTINI, FETTY SHINTA LESTARI, M. ARIEF FATHONI (Yogyakarta), MUKTI ALI

(Malang), dan JATMIKO (Surabaya)

BAHASAN KHUSUS

10_PENA.indd 39 2/19/2007 11:18:44 AM

Page 42: pena pendidikan 10

MARAKNYA sekolah-sekolah swasta yang memberlakukan kegiatan pembelajaran sehari penuh (fullday

school) dengan dalih untuk meningkatkan mutu, tidak membuat Prof. Suyanto, Ph.D risau. Ia hanya mengingatkan masyarakat agar cermat dalam memilih sekolah. Bagi Suyanto, yang meraih gelar doktor bidang Kurikulum dan Pembelajaran Imu-Ilmu Sosial dari Michigan State University, Amerika Serikat, peningkatan mutu tidak bisa dilakukan secara instan, tapi butuh proses panjang.

Untuk mengetahui lebih dalam pan-dangan Suyanto seputar fullday school, ikuti wawancara Saiful Anam dan Fetty Shinta Lestari dari PENA PENDIDIKAN dengan pria asal Magetan, Jawa Timur, itu di ruang kerjanya, akhir Januari lalu:

Sekarang banyak sekolah, khususnya swasta, yang memberlakukan kegiatan

pembelajaran seharian penuh dari pagi hingga sore (fullday school) dengan alasan untuk meningkatkan mutu, juga meringankan beban orangtua dalam mengasuh anak. Anda melihatnya bagaimana?

Orang Indonesia itu kan suka sekali dengan barang baru. Padahal tidak jarang sebenarnya cuma bungkusnya saja yang baru, sedangkan isinya sama saja. Ada yang namanya fullday school, sekolah internasional, sekolah unggul, dan banyak nama lain. Itu tidak jarang hanya strategi marketing mereka. Tapi itu sah-sah saja, hak mereka. Yang penting masyarakat harus cermat menilainya.

Kalau saya melihatnya tergantung bagaimana kualitas sebenarnya. Tidak mungkin sekolah yang baru didirikan, tiba-tiba bisa menjadi sekolah unggulan. Tidak mungkin pula masyarakat langsung percaya dengan iming-iming sekolah

MAUBAGUSBUTUHPROSES

Semua upaya untuk meningkatkan mutu

pendidikan harus terus kita dorong. Tidak

mungkin meningkatkan mutu pendidikan bisa dilakukan Depdiknas

sendirian. Biarkan sekolah berkreativitas dan bertanggungjawab dalam

meningkatkan mutunya, sehingga timbul kompetisi

satu sama lain.

Wawancara Prof. Suyanto, Ph.DDirektur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

DOK.

GER

AI IN

FORM

ASI D

EPDI

KNAS

�0 Pena Pendidikan Februari 2007

BAHASAN KHUSUS

10_PENA.indd 40 2/19/2007 11:18:45 AM

Page 43: pena pendidikan 10

unggulan seperti itu. Untuk menjadi sekolah unggulan atau bermutu kan butuh proses. Sekolah yang memiliki kualitas baik, pasti memiliki latar belakang sejarah yang panjang. Tidak mungkin berubah secara instan. Walaupun sekolah itu belum lama berdiri di suatu daerah, tapi jika di daerah lain sekolah tersebut sudah memiliki image yang baik, maka di mana pun sekolah itu didirikan pasti akan laris.

Artinya, Anda setuju apa tidak dengan fullday school?

Dari dulu, konsep fullday school itu sudah menuai pro dan kontra. Menurut kajian ilmiah pun fullday school yang dilakukan pada kelas-kelas awal (early class) belum menemui kesimpulan akhir. Sebagian ada yang berpendapat daripada anak tidak jelas menghabiskan waktunya di rumah, lebih baik berada di sekolah saja. Tapi ada juga sebagian yang mengatakan bahwa anak perlu kehidupan keluarga, perlu bergaul dengan orangtuanya, perlu mengenal situasi rumah.

Menurut saya, dari dua pendapat tersebut tidak ada yang paling benar. Kedua argumentasi itu sama-sama berkembang, tapi sama benar dan sama salahnya. Artinya, dua konsep itu tidak benar untuk semua orang. Karena pendidikan itu memang sangat unik. Mendidik itu tidak bisa dengan resep yang sama untuk semua orang. Itu kunci yang paling penting.

Kadang-kadang ada anak yang memang betah di sekolah. Sebaliknya, ada anak yang di sekolah itu merasa terpaksa, dan ingin berada dalam kehidupan keluarganya. Tapi ada juga anak yang sangat kerasan di sekolah, dan ketika di rumah pun masih bisa berinteraksi dengan keluarganya dengan baik. Oleh karena itu, solusinya adalah sekolah perlu menyediakan program-program yang bisa menggantikan kesempatan-kesempatan yang hilang ketika

anak jauh dari keluarga.

Dari mana sih awal mula diberla-kukannya konsep fullday school? Bagaimana pemberlakuan kosnep itu di sekolah-sekolah Amerika Serikat?

Lahirnya konsep fullday school ini dari negara maju dan sebenarnya terkait dengan pergesaran peran wanita. Kalau dulu, peran wanita adalah melahirkan dan membesarkan anak, atau terkait dengan urusan-urusan yang bersifat domestik. Sekarang, posisi wanita setara dengan pria. Peran wanita melahirkan sajalah. Membesarkannya hanya beberapa minggu, selanjutnya biarkan baby sister atau tempat penitipan anak yang membesarkannya. Karena itu, konsep fullday school di Amerika maupun di negara-negara maju berkembang bagus karena suami dan istri bekerja.

Sebenarnya, tidak fullday-fullday-an pun, sekolah di Amerika itu ya mulai jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Semua sekolah seperti itu. Hari Sabtu dan Minggu libur. Nah, kalau di Indonesia, pulang sekolah jam 4 sore itu dianggap fullday school. Tidak jarang, sekolah memberi label fullday school agar orangtua yakin. Padahal kalau di Amerika itu biasa.

Dalam konteks Indonesia yang secara sosio-antropologis menjunjung tinggi kekerabatan, sepertinya konsep fullday school ini kurang pas kalau diberlaku-kan untuk anak TK dan SD?

Tidak masalah. Bagi anak yang orangtuanya sibuk, konsep fullday school ya cocok. Daripada anaknya dibimbing sama pembantu, kan lebih baik dimasukkan ke fullday school. Jadi anak bisa berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Anak bisa mengembangkan empati dan kolaborasi dengan teman-temannya.

Persoalannya, bagi sekolah yang meng-klaim dirinya melakukan fullday school se-

harusnya mempunyai program yang baik. Kurikulumnya harus jelas untuk tingkatan SD dan seterusnya. Untuk tingkatan TK, tidak usah pakai pelajaran, hanya program permainannya saja yang harus jelas. Begitu juga di SD kelas I, II, dan III, lebih baik jika banyak permainannya. Biarkan anak mengeksplorasi lingkungannya dengan bermain, setelah itu baru mendapatkan konsep.

M i s a l n y a u n t u k m e n g e n a l k a n k o n s e p momentum, anak diberi t o n g k a t d a n d i m i n t a memegang bagian tengah. M e r e k a a k a n m e r a s a ringan. Kemudian diminta

memegang di bagian pinggir, maka mereka akan merasa tambah berat. Dari sinilah anak dapat belajar konsep dengan pengalamannya. Tidak usah disebutkan itu konsep momentum. Makanya orang di negara lain lebih hebat karena nalarnya dibangun dari pengalaman yang dimaknai oleh kemampuannya berpikir. Tidak dipaksakan seperti banyak terjadi di sini.

Apakah Depdiknas mengatur pelak-sanaan fullday school yang sekarang sedang menjadi tren?

Depdiknas tidak perlu mengatur. Biarkan saja, tidak jadi masalah. Yang penting standar-standarnya ditegakkan dan terpenuhi. Kita punya 8 standar nasional, antara lain standar isi, kompetensi lulusan, proses, pengelolaan, sarana prasarana, dan pendanaan. Misalnya untuk tingkat SMP, jam belajarnya 850 jam dalam satu tahun. Implementasinya terserah sekolah, yang penting memenuhi standar minimal. Sekarang kan sudah era desentralisasi. Ini adalah bagian keunikan pendidikan kita.

Peran Depdiknas hanya menetapkan standar-standar nasional saja. Sepanjang standar-standar nasional itu bisa dicapai dengan kurikulum yang ada, ya silakan saja melakukan dengan model apapun. Tapi harus tetap dilakukan dengan pembenaran akademik, tidak bisa sebebas-bebasnya. Prinsip belajar itu kan lebih baik frekuensinya berulang-ulang, daripada frekuensinya sedikit tapi akumulasi waktu yang sangat panjang. Misalnya, belajar 6 jam itu lebih baik dilakukan 2 x 3 jam daripada langsung diborong sekaligus 6 jam. Seperti sistem kejar satu malam saat menghadapi ujian, merupakan indikasi anak tidak sukses, karena mereka tidak bisa mengatur waktu. Kalau zaman saya kuliah dulu namanya belajar model wayangan, he..he..

Jadi, model apa pun yang dikembang-kan sekolah untuk meningkatkan mutu tidak ada larangan?

Ya. Semua upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan harus terus kita dorong. Tidak mungkin meningkatkan mutu pendidikan bisa dilakukan Depdiknas sendirian. Biarkan sekolah berkreativitas dan bertanggungjawab dalam meningkatkan mutunya, sehingga timbul kompetisi satu sama lain.

Apakah namanya fullday school, sekolah internasional, sekolah model, atau apa pun juga, silakan saja berpacu untuk meningkatkan mutu. Ini kan sudah era otonomi. Bagi saya, kriteria sekolah yang baik adalah ketika anak dijemput orangtuanya, anak tidak mau segera pulang. Berarti sekolah ini menciptakan iklim sekolah yang membuat anak kerasan. Itu baru bagus.

MAUBAGUSBUTUHPROSES

�1Pena Pendidikan Februari 2007

BAHASAN KHUSUS

10_PENA.indd 41 2/19/2007 11:18:48 AM

Page 44: pena pendidikan 10

sehari penuh alias fullday school. Selain membuat siswa betah di sekolah, model sekolah begini juga berupaya mendongkrak mutu siswa dengan memperpanjang jam pelajaran. Namun, hasilnya belum menggembirakan. Lulusan dari fullday school belum bisa dibanggakan sebagai model belajar yang jitu meningkatkan mutu siswa.

Model pembelajaran yang lebih “ekstrim” kemudian muncul. Salah satunya adalah Kelas Super. Inilah kelas yang digagas hanya dihuni siswa berintelektual super: minimal IQ 1�0 dan punya nilai rata-rata di SMP 9,�. Pencetusnya Profesor Dr Yohanes Surya, Ketua Lembaga Pengembangan Fisika Indonesia, yang juga populer disebut sebagai pencetak siswa berprestasi di ajang olmpiade fisika.

Program ambisius berlabel Kelas Super

Cinta Negeri itu baru bergulir tahun ajaran 2006/2007. Sebagai kelas super rintisan, Yohanes Surya menggandeng BMW Indonesia membuka satu kelas di SMAN � Jakarta. Satu kelas super “hanya” diisi 20 siswa super cerdas. Model pembelajaran kelas super sedikit berbeda dengan kelas reguler. Penekannya lebih pada pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi, dan komputer. Sedangkan sebagai pelajaran tambahan bahasa Inggris, agama, olahraga, seni dan etika. Perbedaan yang menyolok, materi di kelas super jauh lebih sulit. “Pelajaran sains kelas I setara dengan tingkat pertama universitas,” kata Ade Cristian Aritonang, staf operasional kelas super.

Siswa kelas super benar-benar tak punya waktu kelayapan di saat jam belajar. Pasalnya, dalam satu hari itu,

Fot

o-fo

to: M

ukti

Ali

���2 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

BAHASAN KHUSUS

Beragam model pembelajaran dikembangkan dengan kontrol waktu yang ketat. Jadwal belajar kelas super satu hari menyelesaikan satu materi. Kelas akselerasi menyingkat tiga semester cukup diselesaikan dalam satu tahun. Siswa senang waktunya habis untuk belajar.

MEMBUAT SISWABETAH DI KELAS

PROBLEMATIKA kenakalan siswa rasanya tak pernah surut dari tahun ke tahun. Dari yang sekadar

siswa suka kelayapan di mal dan pusat perbelanjaan pada waktu jam belajar hingga tawuran antarpelajar. Sekolah pun dengan berbagai cara mempersempit ruang gerak siswa mencuri waktu bisa mangkir dari sekolah.

Di sejumlah sekolah banyak menerapkan aturan disiplin ketat saat bel masuk sekolah. Mereka yang telat, atawa yang belum nongol di kelas, langsung dilaporkan ke orangtua. Pihak pusat perbelanjaan pun diwanti-wanti untuk tak mengizinkan siswa berseragam masuk mal. Kegiatan ekstra kurikuler usai jam sekolah, menjadi salah satu cara membuat siswa menghabiskan waktu lebih lama di sekolah.

Bahkan kemudian muncul model sekolah

10_PENA.indd 42 2/19/2007 11:18:48 AM

Page 45: pena pendidikan 10

��

mereka mesti melahap satu bab pelajaran. Sebagai perbandingan, materi yang sama diselesaikan dalam satu minggu di kelas reguler. Sementara di kelas super, cukup satu hari. Di akhir jam pelajaran langsung diujikan. Tak heran bila, para pengajarnya pun harus jempolan: 60 orang doktor berbagai disiplin ilmu.

Toh, anak-anak jenius ini merasa senang dengan pola belajar itu. “Kalau tesnya tiap hari, belajarnya malah enak,” kata Febrigia Ghana Reynaldi, siswa kelas super. “Di sini mata pelajarannya lebih sedikit, tetapi lebih fokus,” kata Friska Amalia, teman Febrigia menimpali.

Dr Terry Mart, gusu fisika kelas super mengakui anak didiknya memang punay kecerdasan di atas rata-rata. “Beberapa di antaranya sangat cepat berhitung,” kata dosen Departemen Fisika Fakultas MIPA Universitas Indonesia Jakarta ini. Ia tak ragu mengajar murid-muridnya dengan acuan buku-buku perguruan tinggi.

PERCEPATAN 1 TAHUN Jauh sebelum keberadaan kelas super,

lebih dulu berkembang kelas akselerasi. Yakni model pembelajaran khusus SMA, yang mempersingkat waktu belajar siswa dari � tahun, menjadi dua tahun saja. Artinya, satu semester di kelas reguler lamanya enam bulan, di kelas percepatan cuma � bulan.

Ke las percepa tan in i awa lnya diujicobakan pada Tahun Ajaran 199�/1999. Kelas akselerasi baru resmi diakui dengan keluarnya beleid Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah pada 2000. Saat itu Depdiknas menetapkan 11 sekolah sebagai penyelenggara kelas akselerasi. Namun

pada 200� saja, tercatat ada �6 kelas akselerasi tersebar di berbagai sekolah di daerah.

Di Jawa Timur, misalnya. SMPN 1 Surabaya adalah sekolah pertama yang menyelenggarakan kelas percepatan. Tahun ini, dari seratusan siswa yang terdaftar, setelah melalui tahap seleksi administratif tinggal puluhan. Akhirnya tinggal tersisa 20an siswa. Hingga kini sudah empat angkatan yang lulus dari kelas akselerasi. Hasilnya pun sesuai target. Nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) selalu memuaskan.

Kelas akselerasi di SMPN 1 Surabaya dilaksanakan sejak kelas satu. “Awalnya banyak siswa mengeluh merasa berat,” kata Drs. Dwi Projo Setiawan, pengajar kelas akselerasi SMP N 1 Surabaya. Sebab, materi di kelas akselerasi hanya b e r u p a p e m b e l a j a r a n intinya saja. Siswa dituntut mandi r i , sehingga b isa mengembangkan sendiri. Projo Setiawan pun kini tengah melanjutkan studi S-2 di Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Alasannya sederhana, “Supaya tidak kalah dengan siswanya,” kata Setiawan.

Selain model pembelajaran yang lebih menuntut siswa banyak belajar mandiri, kelas akselerasi juga dilengkapi fasilitas penunjang belajar. M isa lnya , ruang ke las yang dilengkapi perangkat multimedia. Untuk menjelaskan satu materi, guru bisa saja

cuma menyetel DVD player. Di akhir “tontotan film” itu, guru meminta siswanya menjelaskan ulang inti pelajaran.

Di Yogyakarta ada SMA Muhamadiyah 1 dan sekolah unggulan macam SMAn � serta SMAN 1 yang telah melaksanakannya. Di beberapa kabupaten di Yogyakarta, juga telah menyelenggarakan kelas akselerasi. Misalnya SMA Negeri 1 Wonosari yang mulai membukanya tahun ajaran ini.

Sementara di Jakarta, kelas akselerasi dibuka di antaranya di SMA 70. Kelas ini dibuka sejak Tahun Ajaran 2000/2001. selain mutlak memiliki kecerdasan IQ minimal 12�, siswa kelas akselerasi di sana juga mesti lulus tes task commitment. Yakni motivasi dan tingkat penyelesaian terhadap tugas. “Mereka harus kreatif dan memiliki komitmen tinggi,” kata Dra My Sri Wuryaningsih, koordinator kelas akselerasi SMA 70 Jakarta.

Namun motivasi siswa masuk kelas akselerasi beragam. Misalnya, Riza Putri Aulia Hernowo, siswa kelas XI-Alam-9 SMA 70 Jakarta. Ia hanya ingin cepat lulus, agar bisa segera kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. “Kuliah di kedokteran kan lama. Jadi di SMA harus cepat selesai,” kata Riza.

Ada pula yang sengaja ingin mengisi waktu dengan sebaik-baiknya. “Kalau terlalu banyak waktu luang, takutnya saya malah goyah,” kata Rachmadani Firmansyah.

Wah, senangnya para guru dan orangtua, bila para siswa seperti Rachmadani. Tak perlu susah payah mendorong murid belajar, atawa memperketat jadwal pelajaran agar siswa tak kelayapan mengisi waktu senggang.

DIPO HANDOKO, JATMIKO (Surabaya),dan M FATHONI ARIEF (Yogyakarta)

Pena Pendidikan Februari 2007 ���2 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

BAHASAN KHUSUS

10_PENA.indd 43 2/19/2007 11:18:49 AM

Page 46: pena pendidikan 10

�� Pena Pendidikan Februari 2007

BAHASAN KHUSUS

10_PENA.indd 44 2/19/2007 11:18:52 AM

Page 47: pena pendidikan 10

��Pena Pendidikan Februari 2007 ��Pena Pendidikan Februari 2007

BAHASAN KHUSUS

10_PENA.indd 45 2/19/2007 11:18:53 AM

Page 48: pena pendidikan 10

INTERNASIONAL

�6

SENI MORAL GURU JULING Meninggal dunia setelah koma delapan bulan, Juling Ponganmoon menjadi simbol kebangkit-an dan perjuangan guru di Thailand.

Thailand

JULING PANGANMOON

WW

W.G

ooGL

E.Co

.ID

WW

W.G

ooGL

E.Co

.ID

Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 46 2/19/2007 11:18:59 AM

Page 49: pena pendidikan 10

Fot

o S

aifu

l Ana

m

�7

WIJIT SRISA AN

MSN

WW

W.G

ooGL

E.Co

.ID

JENASAH JULING PANGANMOONDI PERKABUNGANDI WAT PONGSANOOK

Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 47 2/19/2007 11:19:04 AM

Page 50: pena pendidikan 10

INTERNASIONAL

�9�� Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 48 2/19/2007 11:19:09 AM

Page 51: pena pendidikan 10

�9�� Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 49 2/19/2007 11:19:10 AM

Page 52: pena pendidikan 10

Foto-

foto:

Arien

T. W

. dan

Mur

nita D

ian K

.PERISTIWA

�1�0 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

2 Februari 2007. Selalu diingat d a l a m b e n a k

Imas, warga Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jakarta Timur. Juga sebagian besar warga Jakarta. Betapa tidak, hanya selang sehari sebelumnya, Ibu Kota “cuma” diguyur hujan sekira � jam. Namun di sebagian wilayah sudah terendam: dari yang semata kaki, hingga selutut orang dewasa. Tak terbayang bila keesokan harinya, air seakan tak habis-habisnya dicurahkan dari langit, sejak pagi hari.

Wilayah RW 02 dan RW 0� Kampung Pulo, tempat tinggal Imas akrab dengan banjir. Kawasan ini rutin dikunjungi banjir saban musim penghujan tiba. Dari yang selutut, sepinggang, hingga sedada. “tapi, saya enggak nyangka banjir bisa segini gedenya. Rumah saya terbawa banjir,” kata Imas.

Ibu satu anak itu awalnya malas mengungsi, ketika air hujan merendam rumahnya hingga setinggi lutut. Baginya, genangan hujan sudah biasa ia alami saban tahun. Tahun lalu pun ia memilih tetap di rumah meski air menggenangi semua bagian rumah.

Yang senasib dengan Imas tak sedikit pula. Ketika banjir merendam rumah-rumah di Kampung Pulo, sedikitnya ada seribuan warga yang terjebak di rumah. Tim evakuasi sulit menjangkau mereka menembus derasnya arus menerjang di gang-gang sempit dan berbelok-belok. Banjir yang baru surut setelah empat hari menyapu Kampung Pulo itu menyisakan duka bagi sedikitnya 6.000-an warga di dua RW.

Kampung Pulo hanya sebagian kecil wilayah Jakarta yang ditenggelamkan bah besar. Kawasan Kelapa Gading sampai terendam setinggi leher orang dewasa. Rumah-rumah di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, bahkan biasa berendam air hujan meski telah mengungsi di lantai dua. Kawasan Jakarta Barat, seperti sekitar Kali Mookervart, Jalan Daan Mogot, Kedoya Utara, Rawa Buaya, masih tergenang air meski empat hari banjir menyapu.

KETIKA BAHMENYAPUIBU KOTA

10_PENA.indd 50 2/19/2007 11:19:19 AM

Page 53: pena pendidikan 10

PERISTIWA

�1�0 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

Nasib tak beruntung juga dialami banyak warga di wilayah lain DKI Jakarta. Jalanan yang berkalang banjir, membuat Jakarta lumpuh. Macet di sana-sini karena banyak akses jalan terputus. Sebagian besar pasar tradisional, dari 1�1 buah, terendam banjir.

Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta mencatat sedikitnya 16�.16� siswa SD dan SMP menjadi korban banjir. Mereka kehilangan buku pelajaran, tas, dan seragam sekolah. Sekolah yang terendam sebanyak 1.29� unit dari 2.1�� sekolah yang ada di Jakarta. Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta telah menyalurkan bantuan 2�.000 pasang pakaian sekolah, 16.000 peralatan sekolah dan ribuan buku.

10_PENA.indd 51 2/19/2007 11:19:35 AM

Page 54: pena pendidikan 10

PERISTIWA

���2 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

HINGGA akhir 19�0-an, sebagian besar siswa sekolah dasar (SD) belum menerima pelajaran bahasa

Inggris. Hanya segelintir SD mengenalkan bahasa Inggris kepada siswanya. Pada 1990-an, bahasa Inggris mulai diajarkan pada murid-murid SD kelas IV ke atas. Di akhir dekade 1990-an, bahasa Inggris mulai merambah ke siswa kelas I SD, bahkan murid Taman Kanak-kanak (TK) dan playgrup alias taman bermain. Kini, bukan pemandangan aneh lagi di banyak kota, murid SD kelas I sudah mampu bercakap dalam bahasa Inggris.

Memang, belum semua SD di seluruh kota di Tanah Air sudah menjadikan bahasa Inggris sebagai salah satu pelajaran wajib. Namun, mulai 2007 ini, Direktorat Pembinaan TK dan SD Departemen Pendidikan Nasional akan dirintis bahasa Inggris sebagai pelajaran muatan lokal di SD perkotaan. “Uji coba segera dilakukan di SD-SD negeri yang berada di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, dan Denpasar,” kata Drs Mudjito AK, MSi, Direktur Pembinaan TK-SD Depdiknas.

Meski ujicoba dilakukan di sekolah negeri, namun program itu tidak membedakan

sekolah negeri dan swasta. Justru peran sekolah swasta selama ini telah menjadi trendsetter pembelajaran bahasa Inggris di SD.

Program anyar Depdiknas itu juga didukung British Council, sebagai lembaga partner. Bristish Council bukan saja dilibatkan dalam penyusunan strategi efektif pelaksanaan program pembelajaran bahasa Inggris untuk SD. Namun British Council juga memberikan bantuan dana. Salah satu kegiatan pendukung adalah penyelenggaraan Simposium Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar di Hotel Bumikarsa, Jakarta, pertengahan Februari ini.

Acara dihadiri sekira �0 orang. Di antaranya, para pejabat Depdiknas, kalangan perguruan tinggi, dan para kepala subdin Pendidikan Dasar dari Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, DIY, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur. Juga para kepala SD Bilingual.

SEJAK KURIKULUM 199�Sebenarnya pembelajaran Bahasa

Inggr is untuk SD te lah ada pada Kurikulum 199�. Namun hasilnya tidak

menggembirakan. Pada Kurikulum 200�, pembelajaran bahasa Inggris di SD pun kembali dikembangkan. Hasilnya sami mawon. Hingga muncul Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar.

Menurut Drs Mudjito, agar program kali ini berhasil, telah disiapkan metodologi pembelajaran bahasa Inggris yang menyenangkan. “Selama ini metode pembelajaran melulu berisi penguasaan gramatikal. Juga budaya malu disinyalir sebagai penyebab kesulitan terbesar dalam aplikasi Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.

Padahal, di Singapura dan Malaysia, yang juga punya budaya multikultur ini, warganya tak malu berbahasa Inggris dengan dialek Tiongkok, Melayu dan India yang campur aduk di dalamnya. Berbeda dengan Indonesia yang punya 700-an bahasa daerah. Orang malu mengucapkan bahasa Inggris dengan dialek kedaerahan, misalnya Inggris dialek Sunda, atau Jawa. Sehingga orang menganggap pengucapan yang benar mesti dengan logat Inggris. “Persepsi seperti ini mestinya diubah,” katanya.

Mudjito juga berharap, target kurikulum bahasa Inggris sebaiknya tidak membebani siswa. “Sebagai muatan lokal, durasi dua jam pelajaran setiap minggu sudah cukup,” kata Mudjito.

Bolehlah siswa SD mulai diwajibkan mempelajari bahasa Inggris. Namun, yang tak kalah penting penguasaan bahasa Indonesia siswa SD di banyak daerah pun masih belum baik. Semoga, semangat mengejar ketertinggalan akan penguasaan bahasa dunia itu, tak membuat bahasa Indonesia dilupakan siswa SD.

AYU N ANDINI

Tahun ini Bahasa Inggris dirintis sebagai pelajaran muatan lokal di SD perkotaan. Peran swasta menjadi trendsetter. Cukup dua jam per minggu.

BILA MURID SD BERBAHASA INGGRIS

10_PENA.indd 52 2/19/2007 11:19:37 AM

Page 55: pena pendidikan 10

PERISTIWA

���2 Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

BANJIR yang menyapu Jakarta di awal Februari lalu, dampaknya masih dirasakan ratusan ribu

warga hingga dua pekan pascabanjir. Sebagian kehilangan rumah, sakit, hingga kehilangan mata pencaharian. Di tengah suasana duka, banyak bantuan mengalir. Penggalangan dana bantuan korban banjir bertebaran secara sporadis: di jalan-jalan, posko banjir, hingga organisasi dadakan yang mengatasnamakan lembaga peduli korban banjir.

Terlepas dari transparan tidaknya lembaga atawa institusi pengelola dana kemanusiaan itu, kegiatan kedermawanan sosial (filantropi) itu patut diacungi jempol. Menurut Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC), lembaga nirlaba yang fokus pada kegiatan filantropi, “angka kedermawanan sosial” masyarakat semakin meningkat. Pada survei PIRAC 2000 sumbangan masyarakat rata-rata Rp �00.000/orang per tahun. Pada 200�,

angkanya meningkat menjadi Rp 600.000/orang per tahun.

Penelitian PIRAC terhadap 16� media yang menggalang dana di Indonesia, juga menunjukkan bahwa sumbangan dari masyarakat nilainya besar. Stasiun televisi Metro TV, misalnya, dalam satu hari bisa mengumpulkan sumbangan masyarakat hingga Rp � miliar.

Kegiatan filantropi itu menjadi topik bahasan penting dalam diskusi yang diadakan Sampoerna Foundation Teacher Institute, di Gedung Sampoerna Stategic Square Tower, Jakarta, akhir Januari lalu. Diskusi lebih fokus pada kegiatan filantropi khusus pendidikan. Hadir dalam acara itu Hamid Abidin (PIRAC), Djoko Slamet Surjoputro (Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak), dan John Hutagalung (Kepala Subdit Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak) serta Hartiadi Budi Santoso (Deloitte Tax Solutions).

BERSIFAT AD HOCBukan rahasia lagi bila pemerintah

dituding kurang menaruh apresiasi kepada para filantropis, khususnya pemberian insentif pajak (pengurangan pajak). Banyak kalangan perusahaan yang mempunyai kegiatan filantropi, mengeluh tingginya beban perpajakan. Padahal, perusahaan telah menyisihkan sebagian laba untuk disumbangkan kepada masyarakat.

Menurut Hamid, mestinya pemerintah bisa mencontoh negara macam Singapura, Filipina, Bangladesh, India, Korea, Cina, Australia, Amerika Serikat dan Afrika Selatan. Di sejumlah negara, faktor utama pemberian insentif pajak karena pemerintah menyadari keterbatasan untuk membuat masyarakat sejahtera. Insentif pajak dianggap salah satu cara memberdayakan potensi-potensi filantropi masyarakat.

”Di Filipina dan Singapura, sebagian besar fasilitas publik mulai dari museum, perpustakaan, dibiayai yayasan nirlaba. Lembaga kedermawanan didukung pemerintah dengan pemberian insentif pajak agar mereka bisa terus memberikan kontribusi terhadap masyarakat,” kata Hamid.

Masih menurut penjelasan Hamid, sebenarnya pada UU Nomor 7 Tahun 19�� tentang Pajak Penghasilan, ada aturan mengenai pembebasan pendapatan perpajakan terbatas. Sayangnya, ketentuan itu tak ada lagi dalam UU Perpajakan mutakhir. “Pengurangan pajak di Indonesia tidak diatur dengan jelas dalam undang-undang, hanya bersifat ad hoc,” kata Hamid.

Umpamanya, insentif pajak diberikan kepada perusahaan saat melaksanakan kegiatan sosial pada bencana besar, seperti bencana tsunami di Aceh dan sebagian Sumatera Utara, 200� silam. Juga insentif pajak diberikan kepada seseorang yang berzakat. “Pemerintah perlu membuat mekanisme, persyaratan khusus dan aturan rinci bagi organisasi nirlaba yang ingin mendapatkan fasilitas pengecualian pajak agar akuntabilitasnya terjamin,” katanya.

Namun menuru t D joko S lamet Surjoputro, kebijakan insentif pajak harus melalui kajian mendalam. “Harus ada penerapan hukum yang sudah mantap untuk melaksanakan kebijakan ini. Jangan sampai malah diselewengkan pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata Djoko.

“Peranan pajak dalam pendidikan pun sangat besar. Mayoritas anggaran pendidikan nasional sumbernya dari pajak, termasuk dana Bantuan Operasional Sekolah,” John menimpali. Soal kebijakan insentif pajak itu sendiri saat ini sudah diusulkan pemerintah dalam RUU Pajak baru, yang tengah dibahas DPR.

FETTY SHINTA LESTARI

Insentif pajak buat organisasi atawa perusahaan filantropi belum sepenuhnya terinci. Masih dibahas dalam RUU Perpajakan baru. Jangan sampai diselewengkan.

FILANTROPISMENDAMBAINSENTIF

Fetty

Shin

ta Le

stari

10_PENA.indd 53 2/19/2007 11:19:39 AM

Page 56: pena pendidikan 10

ROM, database online, dan audio book. Tengok saja pameran buku internasional di Frankfurt Jerman, November lalu. Dari jumlah peserta tak kurang dari 7.272 penerbit dan distributor, yang memboyong buku bermedia kertas hanya berjumlah ��,1% dari ratusan ribu buku yang dipajang. Selebihnya majalah, koran dan jurnal (�,7%), serta peta (2,1%). Hampir separuh sisanya berbentuk CD ROM (�,�%) dan buku elektronik (1,9%). (Lihat: PENA PENDIDIKAN, Edisi November 2006)

Pengunjung Perpustakaan Senayan bisa memilah-milah sesuai tujuan, model

bacaan apa yang tengah dicari. Mereka juga bisa nyantai di sofa empuk di ruangan berpendingin menyaksikan tayangan televisi dari berbagai saluran internasional. Bahkan ada aroma wangi makanan ringan dan sedapnya minuman di La Biblio Café and Book Corner, yang terletak di sudut kanan bangunan. Asyik!

HIBAH BRITISH COUNCIL LIBRARY

Koleksi perpustakaan yang cukup banyak itu, memang rada-rada berbau kemujuran.

LENGKAP DENGAN LAYANAN PRIMA

Perpustakaan Depdiknas

PERISTIWA

���� Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

AKHIR tahun lalu, “catatan harian” di Perpustakaan Departemen Pendid ikan Nasional d i tu tup

dengan sebuah Piagam Penghargaan Citra Pelayanan Prima dari Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Piaga penghargaan serupa juga diterima Pusat Pengembangan dan Penataran Guru (PPPG) Kejuruan Jakarta. Akhir yang manis, mengingat, penghargaan buat perpustakaan ibarat barang langka.

Bagi yang belum pernah menyambangi Perpustakaan Pendidikan Nasional, saatnya Anda meluangkan waktu bertandang ke Departemen Pendidikan Nasional Gedung A Lantai 1, di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Nama kerennya “library@senayan” alias perpustakaan di Senayan. Rata-rata tiap bulannya dikunjungi �.000-an orang atawa seratusan pengunjung saban hari suntuk di sana.

Koleksinya dianggap banyak. Tak kurang dari 1�.000 buku, 7.000 koleksi buku audio visual, ��.000 jurnal elektronik, dan �0 judul majalah, tabloid, serta koran terbitan dalam dan luar negeri tersedia di sana. Namun, jangan bandingkan dengan koleksi di Perpustakaan Nasional Singapura, misalnya, yang punya lebih dari 1 juta judul buku sejumlah bahasa dan lebih dari 100.000 jurnal berkala.

Toh, Perpustakaan Senayan ini cukup nyaman dikunjungi. Pengunjung tak lagi terpaku pada tumpukan buku “konvensional”. Di era modern ini perpustakaan pun menambah koleksinya berupa e-book, CD-

Foto-

foto:

Ayu N

And

ini

POJOK LAYANAN TUNA NETRA

10_PENA.indd 54 2/19/2007 11:19:41 AM

Page 57: pena pendidikan 10

PERISTIWA

���� Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

Betapa tidak, sebagian besar koleksi sekarang adalah hibah dari Perpustakaan British Council. Perpusatkaan British Council dulu-dulunya dibuka untuk umum di Gedung Wijoyo Centre, Jakarta.

“Pada waktu itu, British Council sedang mengembangkan gerakan konsep perpusta-kaan digital. Koleksi-koleksi konvensionalnya yang berupa buku dan audio visual, itulah yang dihibahkan kepada Pemerintah RI melalui Depdiknas. Selain alasan-alasan keamanan karena tempo hari terjadi peristiwa Bom Kuningan,” kata Ridho, staf pengelola Perpustakaan Pendidikan Nasional.

Penandatanganan kesepakatan hibah dilakukan pada masa Abdul Malik Fadjar semasa menjabat Menteri Pendidikan Nasional. Sebelumnya ada proses lobbi tingkat internasional melibatkan Atase Pendidikan RI di London Bambang Wasito Adi --kini menjabat Kepala Pusat Informasi dan Humas Depdiknas. Akhirnya pada 2� November 200�, Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo meresmikan Perpustakaan Pendidikan Nasional.

Masih menurut penjelasan Ridho, hibah tak hanya berupa infrastruktur perpustakaan. Tapi juga beberapa sistem manajemen dan informasi. British Council juga memberikan hibah software otomatisasi perpustakaan. Contohnya, sistem peminjaman dan pengembalian buku dan sistem denda bagi keterlambatan pengembalian pinjaman. Selain itu juga bantuan uang tunai untuk menambah koleksi dan pengembangan perpustakaan selama satu tahun.

Ketika itu, Perpustakaan Pendidikan Nasional masih di bawah Biro Kerjasama Luar Negeri. Namun kini, tanggung jawab di tangan Pusat Informasi dan Humas. Perpustakaan Nasional pun menjadi bagian kehumasan sebagai ujung tombak untuk meningkatkan citra Depdiknas. Tentu, sesuai fungsinya sebagai penyedia jasa informasi dan gudang ilmu pengetahuan.

LAYANAN PRIMA A p a l a g i y a n g j a d i u n g g u l a n

Perpustakaan Pendidikan Nasional selain kenyamanan? Menurut penuturan Ridho, koleksi unggulan di tempat ini adalah koleksi pembelajaran Bahasa Inggris yang disebut dengan ELT atau English Learning and Teaching.

“Animo pengunjung sangat tinggi untuk menggunakan referensi ELT dari sini. Para mahasiswa Sastra Inggris dan mahasiswa yang ingin melanjutkan studi keluar negeri sangat antusias menggunakannya. Begitu juga halnya dengan para guru, pelatih-pelatih kursus, dosen-dosen, banyak yang datang ke sini untuk memanfaatkan koleksi ELT ini,” jelas Ridho.

Selain itu, koleksi audio visual cukup bagus. Ada beberapa judul film yang sedang populer di dunia hiburan. Bisa ditonton di tempat, ataupun dipinjam dan diputar di rumah. Tersedia pula layanan akses internet gratis bagi para anggotanya dan paket-paket diskon harga untuk pembelian makanan, minuman, dan beberapa buku di La Biblio Café and Book Corner. Semuanya sesuai keinginan konsumen.

Layanan prima ini termasuk kemudahan-kemudahan urusan pemesanan katalog dan pengembalian peminjaman. Masa perpanjangan peminjaman dapat dilakukan melalui telepon. Begitu pula dengan pemesanan katalog. Pihak perpustakaan akan menelpon pemesannya jika buku atau koleksi lainnya telah ada. Jika kebutuhan koleksi tidak dapat terpenuhi di perpustakaan, ada sebuah layanan yang disebut dengan layanan reference. Konsumen akan diberikan beberapa rekomendasi tempat lain yang dapat memenuhi kebutuhan katalognya.

AKSES BUAT TUNA NETRA

Perpustakaan dibuka untuk umum, setiap hari Senin sd Jumat sejak pukul 09.00 hingga 20.00. Khusus untuk hari Sabtu, hanya buka sampai pukul 1�.00.

Selebihnya untuk jadwal liburan nasional, perpustakaan ini tidak beroperasi. Namun sayangnya, walaupun perpustakaan ini dibuka untuk umum, koleksinya bagi kebutuhan anak-anak sekolah dasar, serta para siswa SMP dan SMA, masih belum menjadi prioritas.

Menurut catatan pihak pengelola, sepanjang tahun 2006 lalu, total jumlah pengun jungnya mencapa i �� .000 orang. Selain kunjungan personal dan rutin, perpustakaan ini juga menerima kunjungan khusus dari berbagai sekolah. Layanannya disebut dengan Layanan Bimbingan Pemakai. Para tamu khusus yang telah datang ke tempat ini, antara lain SMK I Brebes, British International School, dan beberapa sekolah swasta berkurikulum internasional. Tujuannya memperkenalkan fasilitas perpustakaan dan mengajarkan pengunjungnya untuk mengunakan fasilitas tersebut semaksimal mungkin.

Di tempat ini juga tersedia kemudahan akses bagi para tuna netra. Perpustakaan Pendidikan Nasional bekerja sama dengan Yayasan Mitra Netra menyediakan fasilitas dan program layanan khusus ini. Layanan Pojok Tuna Netra diresmikan pada hari ulang tahun Perpustakaan Pendidikan Nasional tanggal 2� November 2006 oleh Mendiknas Bambang Sudibyo.

“ K e u n t u n g a n k e r j a s a m a n y a , Perpustakaan Pendidikan Nasional mendapat hibah software JAWS dan Openbook. Perpustakaan ini cukup hanya membeli komputer konvensional biasa. Caranya, teks buku di scanning, kemudian ditransfer dalam bentuk bunyi bahasa oleh program software Openbook itu, dan file nya bisa di down load dalam bentuk MP�,” ucap Ridho.

Penghargaan boleh saja membuat bangga. Namun, masih banyak yang harus ditingkatkan. Selain menambah koleksi sebagai perpustakaan modern, juga layanan dan sistem pengelolaannya.

AYU N ANDINI

FASILITAS UNTUK AKSES INTERNET DAN AUDIO VISUAL

10_PENA.indd 55 2/19/2007 11:19:48 AM

Page 58: pena pendidikan 10

�6

BUKU

Pena Pendidikan Februari 2007

KEBIJAKAN perbukuan nasional selalu menyisakan persoalan. Baik dari masa Buku Paket (1971-1995)

hingga era Proyek Bank Dunia (1995-2000) dan fase Block Grant Buku (2000-2004). Masa ini, kental sekali nuansa monopoli dan oligopoli perbukuan teks pelajaran.

Perubahan besar aturan perbukuan ketika muncul Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 200� tentang Buku Teks Pelajaran. Dalam beleid itu ada ketentuan di antaranya, mengatur masa pakai buku teks pelajaran minimal lima tahun dan larangan kepada pihak sekolah terlibat penjualan buku pelajaran di sekolah.

Tentu saja, aturan Pak Menteri membuat kalang kabut kalangan penerbit dan toko buku. Maklum, sebelum ada aturan Mendiknas Bambang Sudibyo, sekolah-sekolah menjadi ajang empuk gerilya para penerbit. Penerbit saling berlomba memberi rabat lumayan tinggi kepada kepala sekolah atau guru bila buku-buku terbitan mereka diborong sekolah. Iming-iming penerbit tentunya menggiurkan para guru. Sekolah pun dengan entengnya mewajibkan siswa

membeli buku di sekolah.Toko-toko buku pun pada kehabisan

napas. Dengan pembatasan masa pakai minimal lima tahun, pasar buku tak bisa seramai setiap ganti tahun ajaran baru. Pasar buku loak pun bertambah sepi pengunjung. Tak ada buku bekas yang masuk loakan, lantaran buku pelajaran masih terus dipakai setidaknya dalam lima tahunan.

Aturan Mendiknas itu menuai protes dari kalangan penerbit dan toko buku. Pak Menteri pun dibuat bingung. “Padahal saya mengeluarkan peraturan ini karena sangat dijiwai dengan UU Nomor � Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopolir dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Juga karena UU No 20 tahun 200� tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan manajemen yang berbasis sekolah,” ujar Bambang.

Banyaknya tekanan itu mendorong Mendiknas merasa perlu berkonsultasi dengan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Rombongan Pak Menteri didampingi Sekretaris Jenderal Depdiknas Dodi Nandika

plus staf dari Badan Standar Nasional Pendidikan bertandang ke kantor KPPU di Jalan Veteran, Jakarta, awal Februari.

“Saya berkonsultasi dengan KPPU mengenai peraturan perbukuan. Saya ingin mengarahkan pasar buku yang tidak berkonsentrasi kepada beberapa penerbit saja, beberapa pecetakan saja, dan beberapa toko buku saja, tapi menjadi pasar kompetitif yang menyebar di seluruh Indonesia,” kata Pak Bambang.

KPPU baru sebatas akan melakukan evaluasi aturan itu, setelah meninjau implementasi di lapangan. Setidaknya dalam tiga bulan ke depan, KPPU baru akan menetapkan keputusan. “Kami memberikan apresiasi pada aturan Mendiknas karena sejalan dengan UU Nomor � Tahun 1999,” kata Ketua Umum KPPU Mohammad Iqbal.

GESEKAN PENERBITPeraturan Mendiknas mengenai buku

teks pelajaran ini menyulut gesekan dengan dengan kalangan penerbit. Coba simak sejumlah pasalnya, yang mempersempit praktek monopoli . Pasal 7 ayat 1, misalnya, menegaskan masa pakai buku teks pelajaran oleh satuan pendidikan minimal � tahun. Otimatis, sekolah dan para guru tak bisa mengganti buku teks pelajaran tiap tahunnya. Ketentuan Pak Menteri sebenarnya menjawab keluhan para orangtua yang merasa keberatan dengan kebijakan sekolah yang saban tahun mewajibkan siswanya membeli buku pelajaran baru.

Pasal � tegas menyatakan guru hanya dapat menganjurkan kepada siswa yang mampu untuk memiliki buku teks pelajaran. Bahkan dalam butir lain juga ditegaskan guru tidak bisa memaksa atau mewajibkan murid membeli buku teks pelajaran. Kebutuhan buku bagi siswa tak mampu, justru disediakan sekolah minimal ada 10 eksemplar buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan koleksi perpustakaan.

Sementara Pasal 9 mengaskan bahwa guru, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah tidak dibenarkan melakukan penjualan buku kepada peserta didik.

Selain itu, sejalan dengan ketentuan Mendiknas i tu, pada tahun ajaran 2006/2007, pemerintah menganggarkan dana cukup besar untuk pengadaan buku yang dibagikan kepada sekolah. Sekolah bebas membeli buku-buku mana yang sesuai dan yang telah lulus seleksi BSNP. Kebijakan ini sekaligus untuk menggairahkan pasar buku di daerah yang selama ini tak berkembang karena terdesak penebit besar asal kota-kota besar.

FETTY SHINTA LESTARI

Permendiknas mengenai Buku Teks Pelajaran kian menyulut gesekan dengan penerbit dan toko buku. Mendiknas sampai berkonsultasi ke KPPU.

MENGUJI BELEID PAK MENTERI

Fetty

Shin

ta Le

stari

10_PENA.indd 56 2/19/2007 11:19:50 AM

Page 59: pena pendidikan 10

lima tahunan, adanya perbedaan misi dan visi antara perguruan tinggi dan pasar kerja.

Di bagian akhir bahasannya, Suyanto menyisipkan pentingnya transformasi nilai-nilai agama dalam pendidikan. Pengembangan pend id ikan yang berorientasi pada penegakkan moralitas dapat dilakukan dengan mengembangkan tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Ia juga berharap pendidikan nasional ke depan lebih mengembangkan kecerdasan multidimensional. Paradigma baru mengenai kecerdasan perlu dikembangkan. Yakni menyangkut kecerdasan visual, verbal, logika, kinestetik, musikal, interpersonal, dan intrapersonal.

Ahmad Syafii Maarif, guru besar Universitas Negeri Yogyakarta, menilai buku Suyanto ini sebagai pemberi inspirasi dan dorongan kepada para pendidik dan pemimpin yang punya keprihatinan terhadap nasib generasi masa depan bangsa, untuk berpikir lebih serius dalam menangani masalah pendidikan.

DIPO HANDOKO

�7Pena Pendidikan Februari 2007

PROFESOR Proopert Lodge pernah mengatakan, life is education, and education is life. Nukilan kalimat itu

mengawali buku karya Profesor Suyanto, yang juga Direktur Jenderal Manajemen Pendid ikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional . Suyanto tampak menggiring pembaca sedari awal, untuk memahami kerangka filosofis bahwa proses dalam pendidikan tidak lain adalah proses manusia dalam mengarungi samudera kehidupan. Begitu juga sebaliknya. Pendidikan dan kehidupan hampir-hampir tidak bisa dipisahkan.

Buku ini kian meneguhkan Suyanto sebagai sosok yang berpemikiran serius pada masa depan pendidikan. Begitu ia duduk di jajaran birokrat, Suyanto sadar betapa konstruksi dasar-dasar filosofi pendidikan nasional masih sangat jauh dari harapan. Menurutnya, sistem pendidikan nasional masih dalam tahap perubahan dari kerangka filosofis pendidikan kolonial Belanda. Ia pun sadar proses perubahan itu tak mudah lantaran pendidikan bersinggungan dengan pergumulan ideologi dan politik. Sehingga dalam perkembangannya, pendidikan nasional menuai banyak kendala cukup serius, apalagi yang berbenturan dengan kebijakan-kebijakan politis.

Problem dan tantangan pendidikan nasional, dalam memasuki globalisasi, harus hadapi dengan pendekatan dan metode yang pas untuk kondisi sekarang dan tuntutan perubahan di masa depan. Susahnya, fenomena dunia pendidikan di era global ini adalah selalu tertinggal jika dibanding perkembangan teknologi, informasi dan dunia bisnis. “Sebab dunia pendidikan tidak selalu dapat mengembangkan dirinya atas dasar rugi-laba dan prinsip efisiensi semata. Pendidikan juga mengemban visi kemanusiaan,” kata Suyanto.

Judul:DINAMIKA PENDIDIKAN NASIONAL(Dalam Percaturan Dunia Global)penulis:Prof. Suyanto, Ph.Dpenerbit:Pusat Studi Agama dan Peradaban Muhammadiyah, Cetakan I Juni 2006tebal:xiv + 202 halaman

INSPIRASI SERIUS BAGI

Di era otonomi pendidikan, menurut catatan Suyanto, masih banyak pihak terutama sekolah dan pemerintah daerah, belum memahami apa yang seharusnya mereka lakukan. Padahal, menurut UU Pemerintahan Daerah, banyak hal yang seharusnya menjadi tugas daerah dalam mengelola pendidikan dasar dan menengah. Yakni yang berkaitan dengan manajemen, anggaran, kurikulum, pengawasan, evaluasi, pembinaan karier guru, pengendalian kualitas, dan pendirian sekolah.

Ada baiknya para petinggi berkaca pada negara-negara maju yang telah menerapkan otonomi pendidikan. Setidaknya ada delapan tujuan yang saling berkaitan yang mampu mendorong pembaruan. Yakni: akselerasi pembangunan ekonomi melalui modernisasi institusi, peningkatan efisiensi manajemen, realokasi tanggung jawab keuangan, penumbuhkembangan demokrasi, peningkatan pengawasan oleh daerah m e l a l u i d e r e g u l a s i , p e n g e n a l a n s i s t e m pendidikan berdasarkan k e k u a t a n p a s a r , netralisasi kompetesi antarpusat kekuatan y a n g b e r p e n g a r u h pada pendidikan, dan peningkatan kual i tas pendidikan.

Suyanto mencontohkan sejumlah pilihan bentuk pengelolaan otonomi pendidikan. Misalnya manajemen berbasis seko lah , yang je las lebih memperhat ikan kepentingan sekolah itu sendiri.

Satu hal yang juga penting, menurut Suyanto adalah adanya jembatan antara dunia akademis dan profesional. Konsep link and match dunia pendidikan dan dunia kerja selama ini karena adanya sejumlah kendala. Yakni belum bisa melakukan standarisasi outcome perguruan tinggi, sulitnya memprediksi jenis pekerjaan yang akan hilang dan muncul dalam kurun waktu

PENDIDIKAN

10_PENA.indd 57 2/19/2007 11:19:55 AM

Page 60: pena pendidikan 10

�9��

KRONIKA

Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

HARI jadi Balikpapan yang ke-110, pada 10 Februari 2007 menjadi tambah berkesan. Syukuran yang diselenggarakan di sebuah hotel mewah bintang

lima di Balikpapan, itu dihadiri Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo. Mendiknas hadir sekaligus meresmikan pencanangan Balikpapan sebagai “Kota Vokasi” alias Kotanya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pencanangan disaksikan Walikota Balikpapan Imdaad Hamid, SE dan Plt Gubernur Kalimantan Timur Yurnalis Ngayoh.

Balikpapan menjadi kota pertama yang ditahbiskan sebagai Kota SMK. Menurut Pak Menteri, Balikpapan memang tengah berkembang pesat sehingga sangat membutuhkan tenaga menengah yang dapat diandalkan. Harapannya, lulusan SMK kelak yang mengisi lowongan kerja di Balikpapan. “Bila mampu Balikpapan sekaligus dapat dijadikan kota Pelajar,” kata Mendiknas.

Pencanangan Balikpapan sebagai Kota SMK itu, mestinya dibarengi sosialisasi SMK, khususnya kepada siswa SMP dan orangtua, juga pihak terkait yang berkepentingan, seperti dunia usaha dan industri. “Sosialisasi di SMP, bahkan door to door mestinya dilakukan ke sekolah-sekolah, khususnya siswa kelas III SMP,” kata Marlock, Koordinator Lapangan Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia (FP3MKI).

Sayangnya, menurut Marlock, berdasar acak pendapat FP3MKI di sejumlah SMP di Balikpapan, banyak guru dan kepala SMP di sana tak tahu-menahu tentang pencanangan itu. Semoga, pencanangan Balikpapan sebagai Kota Vokasi bukan sekadar seremoni belaka. Harapannya SMK, tak lagi menjadi sekolah nomor kedua setelah SMA, sehingga bisa ditiru kota-kota lain.

BALIKPAPAN, KOTANYA SMK

Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Departemen Pendidikan Nasional mengembangkan program Kursus Para-Profesi (KPP). Tujuannya untuk mengatasi masalah

penggangguran. Sebagaimana dicatat Badan Pusat Statistik (Agustus 2006), ada 10,3% atau 10,9 juta orang belum bekerja atau tergolong pengangguran terbuka dari jumlah angkatan kerja usia di atas 15 tahun yang sekira 106,39 juta orang.

KPP diadakan untuk memberi tambahan keterampilan, kemahiran dan keahlian pada salah satu bidang. Harapannya peserta KPP punya bekal memasuki dunia usaha dan industri atau usaha mandiri. KPP dikembangkan dalam bentuk kursus wirausaha yang

KURSUS PARA-PROFESIberorientasi pedesaan, kursus wirausaha berorientasi perkotaan, dan kursus untuk tenaga kerja internasional berdasarkan permintaan pekerjaan suatu negara atau lembaga terkait.

Ditjen PLS mengalokasikan dana block grant sekitar Rp 143 miliar untuk kursus ini. Targetnya bisa menjangkau 160.000 peserta. Harapannya sekitar 35.000 di antaranta memiliki sertifikasi profesi dan 1.000 orang bisa bekerja di luar negeri.

Ditjen PLS juga tengah menyiapkan lembaga-lembaga kursus dan pelatihan yang terakreditasi. Dari data 2005, tercatat 11.809 lembaga kursus terakreditasi. Kursus komputer paling banyak jumlahnya. Sampai akhir Desember 2006, telah terdaftar 9.119 profil lembaga kursus. Diperkirakan lebih dari 30.000 lembaga kursus belum tercatat. Untuk mendorong lembaga kursus memperbaiki diri, Ditjen PLS memberikan dana bantuan kepada

KADO manis bagi Departemen Pendidikan Nasional mengawali tahun 2007. Sejumlah lembaga di bawah naungan Depdiknas mendapat penghargaan atas

kinerjanya selama 2006. Ada tujuh lembaga berhasil mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000. Yakni Direktorat PTK-PNF, LPMP Lampung, LPMP Sumatera Utara, PPPG Matematika Yogyakarta, BP-PLSP Regional I Medan, BP-PLSP Regional IV Surabaya, dan BP-PLSP Regional V Makassar.

Selain itu Piala Citra Pelayanan Prima diberikan kepada BP-PLSP Regional III Semarang, PPPG Pertanian Cianjur, dan PPPG Teknologi Malang. Sedangkan Perpustakaan Depdiknas dan PPPG Kejuruan Jakarta mendapat anugerah Piagam Citra Pelayanan Prima.

Acara penyerahan sertifikat ISO 9001:2000 dan penghargaan Piala Citra Pelayanan Prima di Depdiknas itu dilangsungkan di Gedung A lantai 3 pada 9 Februari lalu. Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menyerahkan sejumlah penghargaan membanggakan itu. Dalam pidatonya Mendiknas berharap semua direktorat dan biro di lingkungan Depdiknas harus bisa meraih ISO 9001:2000 paling lambat tahun 2009. “Mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 merupakan komitmen Depdiknas meningkatkan efisiensi serta mutu dalam mengolah pelayanan publik,” kata Pak Menteri.

Depdiknas juga berkomitmen menggunakan Sistem Informasi Manajemen berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Pada 2007 ini, Depdiknas sedang mengerjakan sebelas Sistem Informasi Manajemen. Sehingga seluruh proses penanganan informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang tepat, akurat, dan praktis.

SERTIFIKAT ISO PTK-PNF

Fetty

Shin

ta L

10_PENA.indd 58 2/19/2007 11:20:02 AM

Page 61: pena pendidikan 10

�9��

KRONIKA

Pena Pendidikan Februari 2007 Pena Pendidikan Februari 2007

1.000 lembaga kursus masing-masing sebesar Rp 20 juta.“Bagi lembaga kursus yang ingin mendapatkan block grant,

harus memiliki tiga persyaratan, yaitu harus berbadan hukum, mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atas nama lembaga dan memiliki rekening juga atas nama lembaga” ujar Triyadi.

Program lain Ditjen PLS adalah memberdayakan beberapa desa yang memiliki produk unggulan lokal dari hasil kursus wirausaha di pedesaan. Selain itu melaksanakan penilaian standarisasi lembaga kursus dan pelatihan oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal. Juga mendorong agar 1000 Unit Pelaksana Teknis (UPT) bisa menjadi lembaga uji kompetensi profesi (komputer) berstandar internasional dan tersusunnya 20 jenis SKKNI (Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional).

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas menyelenggarakan seminar nasional bertajuk “Sekolah

Menengah Kejuruan adalah Sekolah Menjamin Kesuksesan,” di Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Kejuruan Bidang Bisnis dan Pariwisata Sawangan, Depok, Januari lalu.

Seminar dihadiri 200-an peserta dari kalangan pengusaha, perguruan tinggi, widyaiswara PPPG Kejuruan Bidang Bisnis dan Pariwisata dan mahasiswa. Pada pidatonya, Direktur Jenderal PMPTK Dr Fasli Jalal menyatakan bahwa direktoratnya siap mendukung rencana SMK yang sedang menggenjot jumlah sekolah SMK mencapai rasio dibanding SMA, 70:30 pada 2010 mendatang. Pak Dirjen berharap PPPG sebagai institusi bagian dari Direktorat PMPTK mampu meningkatkan mutu guru. Sehingga lulusan SMK pun menjadi tenaga terampil yang siap bekerja.

Marlock, Koordinator Lapangan Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Indonesia (FP3MKI), sebagai penyaji tunggal, memaparkan pentingnya memunculkan citra baru SMK dan melakukan revitalisasi SMK. “Harapannya bisa mewujudkan Sekolah Menengah Kejuruan sebagai Sekolah dapat Menjamin Kesuksesan,” kata Marlock.

Kuncinya, kata Marlock, ada link and match antara SMK dan dunia usaha/dunia industri. “Tidak cukup teori saja. Mulai dari kepribadian, kepercayaan diri hingga mutu keterampilan lulusan SMK harus sesuai kriteria-kriteria dunia usaha dan dunia industri. Format ijasah pun harus disesuaikan,” katanya.

SEMINAR SMK PPPGPARIWISATA SAWANGAN

ExxonMobil Oil Indonesia Inc (EMOI) bekerja sama dengan Sampoerna Foundation dan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara mengadopsi tiga SMA Negeri

di Kecamatan Lhok Sukon Aceh Utara. Ketiga sekolah itu adalah SMAN 1 Syamtalira Aron, SMAN 1 Matangkuli dan SMAN 1 Tanah Luas, Kecamatan Lhok Sukon, Kabupaten Aceh Utara, Nangroe Aceh Darussalam.

Kerjasama itu terangkum dalam program EMOI-USP (ExxonMobil Oil Indonesia Inc–United School Program). Seremoni ditandai pemberian bantuan secara simbolis oleh Maman Budiman, Vice President Public Affairs EMOI, kepada Kepala SMA disaksikan Kepala Subdin Pendidikan Menengah Kabupaten Aceh Utara, Abdul Kadir, 16 Februari lalu.

Bagi Sampoerna program peningkatan kualitas SMA ini merupakan bagian dari United School Program (USP) Sampoerna Foundation, yang sudah berjalan sejak tahun 200� di beberapa wilayah di Indonesia. Misalnya seperti Bukitinggi, Musi Banyuasin, Depok, Bandung, Denpasar, Balikpapan, Surabaya, Pasuruan dan Malang.

Program ini bertujuan meningkatkan kualitas sekolah secara komprehensif mulai dari peningkatan kualitas sekolah melalui training kepala sekolah dan guru, perbaikan kurikulum, perbaikan perpustakaan, laboratorium, pengadaan tenaga pengajar bahasa Inggris native, sampai kegiatan ekstra kurikuler siswa.

“Hal ini merupakan komitmen kita sebagai korporat yang baik untuk membantu community di sekitar daerah operasi kita”, ujar Maman Budiman. Jangka waktu program bantuan selama lima tahun. Dari data yang diperoleh Exxon, sekitar 7.�00 siswa SMA di Aceh Utara, 70%nya tidak lulus ujian nasional pada 200�. Tahun 2006, berkurang menjadi �0% tidak lulus UAN.

EXXONMOBILADOPSI SMA DI ACEH

Fetty

Shin

ta L

10_PENA.indd 59 2/19/2007 11:20:06 AM

Page 62: pena pendidikan 10

APA SIAPA

60 Pena Pendidikan Februari 2007

Cheche Kirani

NGIDAM KUNJUNGI KORBAN BANJIR

Dunia selebritas Tanah Air tak pernah kehabisan cerita. Ketika Jakarta dihajar banjir besar, awal Februari lalu, warga mengungsi

di lokasi mana saja, seorang artis cantik justru “berjuang” mendapatkan izin suaminya untuk sebuah alasan: ia ingin melihat ke lokasi banjir.

Sang suami yang tengah sakit dan mesti istirahat di rumah, terang saja keberatan meluluskan keinginan istri tercinta. Namun pada akhirnya ia tak bisa menolak rengekan sang istri. Tak lain karena permintaan itu berhubungan dengan kondisi sang istri yang sedang berbadan dua.

Itulah kisah si cantik Cheche Kirani, yang memang tengah hamil. Rupanya permintaan menyaksikan banjir itu bagian dari ngidamnya Cheche. Setelah mendapat ijin Ahmad Hadi Wibowo, sang suami, ia bersama rombongan artis terjun ke lokasi banjir. Tentu saja disertai wanti-wanti Aa Hadi, panggilan akrab suami Cheche itu.

Cheche menyambangi daerah banjir di Ciledug, Tangerang. Sambil mengelus-ngelus perutnya, Cheche hanya ada di mobil, tapi itu sudah cukup membuatnya lega. “Di sini saja, ah. Miris lihat kondisi banjir kayak gitu. Anakku ini mau lihat banjir katanya. Tenang ya, Nak, tenang,” ujarnya.

SEMANGAT PEDULI NONFORMAL

Bupati Malang Sujud Pribadi, SSos, SE

Mukti

Ali

www.

kapa

nlagi.

com

10_PENA.indd 60 2/19/2007 11:20:12 AM

Page 63: pena pendidikan 10

61Pena Pendidikan Februari 2007

DI seputar Malang yang berhawa dingin, ada tiga pemerintahan berbeda: Kota Malang, Kabupaten Malang,

Kota Batu. Ketiganya populer sebagai kota pariwisata, juga dijuluki kota pendidikan plus kota industri. Di sana memang sama-sama bejibun apel Malang, tempat wisata, sekolah unggulan dan perguruan tinggi berkualitas. Tak heran bila tiga daerah ini bahu-membahu saling berbenah.

Yang tengah gencar sekarang ini, mereka berlomba memajukan pendidikan nonformal. Targetnya, berupaya menjadikan warga tertinggal menjadi warga berpendidikan. “Mulai 2007 Pemerintah Kabupaten Malang menargetkan mengentaskan sekitar 17.�16 penduduk yang masih bermasalah pendidikan dasarnya. Harus tuntas pada

2009 nanti,” kata Sujud Pribadi, S.Sos, SE, Bupati Malang, kepada Mukti Ali, wartawan PENA PENDIDIKAN.

Saking semangatnya, Pak Bupati tak sekadar duduk di kantor menerima laporan. “Beliau tidak segan-segan terjun ke pelosok-pelosok menanyakan permasalahan warga,” kata Gatot Sularso, SPd, Msi, Kepala Bagian Pendidikan Luar Sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.

Bupati Sujud Pribadi yang kelahiran Pakis Aji, Kabupaten Malang ini punya strategi penuntasan warga belum berpendidikan dasar. “Pertama, harus melek huruf. Kedua, punya keterampilan. Ketiga, diberi permodalan. Keempat, peningkatan wawasan. Peningkatan wawasan dilakukan dengan penggalakkan pendid ikan

kesetaraan, mulai dari Paket A, B, dan C,” kata Pak Bupati bersemangat.

Yang juga tak kalah penting, kata Pak Bupati, adalah keberadaan TLD alias Tenaga Lapangan Dikmas (Pendidikan Masyarakat). Rekrutmen TLD pun digalakkan, sejak 200� lalu. Mereka yang terpilih kebanyakan dari warga setempat. Tahun 200�, Pemkab Malang mengangkat �� orang TLD sebagai pegawai tetap, �� orang di antaranya menjadi pegawai negeri sipil, sisanya masih honorer. Hebatnya, �0 tenaga pendidikan lapangan adalah para sarjana. Sedangkan sisanya lulusan SMA.

Salut Pak Bupati. Kegigihan dan keseriusan Kabupaten Malang menggiring warganya menuntaskan pendidikan dasar patut dicontoh pemerintah daerah lain.

KALAU sudah gandrung pada sesuatu, bisa membuat orang rela mengorbankan apa saja.

Setidaknya seperti yang dilakukan, Sarah McLachlahan. ”Saya bahkan tidak tahu apa yang akan saya lakukan tanpa musik dalam hidup saya, ketika saya menginjak dewasa,” ujar penyanyi �9 tahun, asal Vancouver, Kanada.

Penyanyi cantik penerima Grammy Award 199�-1999 ini menggelar sebuah program musik inovatif “Sarah McLaclahan Music Outreach Program.” Program musik itu bagian dari kegiatan The Sarah McLachlahan Foundation, yayasan yang didirikan dan didedikasikan McLachlahan untuk kecintaannya bermusik. Harapannya, tercetak ABG berkualitas di jalur musik, khususnya piano, gitar, perkusi dan paduan suara. Program itu juga menyediakan jaringan yang memudahkan siswa mampu mengembangkan kecintaan kepada musik.

Program Sarah itu didukung Umberella Arts, lembaga nonprofit yang bergerak di bidang visual dan pertunjukan kesenian di Kanada. Umberella Arts berdiri pada 1979, juga di Vancouver. Juga penyanyi dan penulis lagu internasional, dan pelatih musik. Hingga awal tahun ini tak kurang dari ��0 orang berpartisipasi di program ini.

“Sukses program ini adalah melihat senyum di wajah anak-anak. Merasakan bagaimana bangganya mereka bernyanyi dan bermusik dengan baik,” kata Sarah bangga.

MUSIK BUAT REMAJA

Sarah McLachlahan

10_PENA.indd 61 2/19/2007 11:20:14 AM

Page 64: pena pendidikan 10

Oleh : Saiful AnamBWA

Anda pasti bertanya-tanya, singkatan apa BWA itu? Jangan-jangan merek mobil (karena “dekat” dengan merek mobil BMW), atau sebuah klub

liga sepakbola Divisi I Inggris, West Bromwich Albion yang singkatannya mirip-mirip WBA. Tapi bukan itu. BWA yang saya maksud adalah Bambang Wasito Adi.

Di kalangan wartawan pendidikan yang sehari-hari ngepos di Departemen Pendidikan Nasional, nama BWA sudah sangat populer. Mereka biasa memanggilnya dengan “Pak BWA” terhadap Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Departemen Pendidikan Nasional itu.

Saya baru dua kali mengetengahkan sosok tokoh dalam rubrik Catatan Pena ini. Yang pertama adalah Cristiano Ronaldo, bintang sepakbola asal Portugal, yang saya tulis pada edisi perdana Mei 2006 lalu. Saat itu, saya sudah meramalkan bintang idola saya yang bermain di Mancherter United itu bakal bersinar pada ajang Piala Dunia 2006 di Jerman.

Ronaldo adalah seorang pemain muda yang memiliki skill tinggi. Keterampilan mengolah bola dan umpan-umpannya yang akurat membuat decak kagum para penggemar bola. Postur tubuhnya yang sangat indah membuat jutaan cewek di berbagai belahan dunia sering dibuai mimpi hingga enggan bangun pagi. Kini, Ronaldo menjadi perbincangan publik dunia karena sedang menjadi rebutan dua klub raksasa Spanyol: Barcelona dan Real Madrid.

Tokoh kedua yang kali ini saya tulis adalah BWA. Saya beberapa kali bertemu pria kelahiran Solo, 1 September 1957, itu baik untuk kepentingan wawancara maupun sekadar bertukar pikiran. Secara pribadi saya tidak mengenal dekat Pak BWA. Saya tidak tahu keluarganya, sekolahnya dulu kayak apa, maupun aktivitas lainnya. Saya kenal BWA setahun lalu, karena kebetulan saya wartawan pendidikan dan dia dipromosikan menjadi Kepala PIH. Hubungan dengan Pak BWA ya sebatas hubungan kerja. Kalau saja jabatannya bukan Kepala PIH, mungkin sampai sekarang saya belum mengenalnya.

Ada beberapa hal yang membuat saya angkat topi pada dia. Pertama, tak lama setelah menjadi Kepala PIH, ia memberlakukan penghapusan amplop bagi wartawan Depdiknas. Awalnya kebijakannya itu menimbulkan perlawanan dari kawan-kawan wartawan. Budaya amplop itu sudah berlangsung sejak lama. Tapi teman-teman wartawan kemudian melihat sesuatu yang tersirat di balik kebijakan Pak BWA, yaitu bekerja lebih profesional.

Kedua, saat wawancara dengan Pak BWA yang dimuat PENA PENDIDIKAN edisi Januari lalu, saya terpana mendengar pengakuannya yang blak-blakan terkait persoalan besar yang dihadapinya untuk program

pencitraan publik. Dari awal sampai akhir wawancara, apa yang dikatakannya masuk kategori “layak kutip”, sebuah pernyataan yang ditunggu-tunggu oleh wartawan.

Saat itu BWA dengan lugas mengatakan bahwa persoalan berat yang dihadapinya di Depdiknas adalah merubah kultur dan pola pikir (mind set) pegawainya. Wawancara empat halaman itu dibaca dengan tekun oleh anak buahnya. Ujung-ujungnya, mereka pada ngerumpi, saling SMS, lalu ketawa-ketawa sendiri. “Tapi, apa yang dikatakan Pak BWA bener juga sih,” kata seorang anak buahnya.

Ketiga, sekali lagi saya dibuat terperangah saat wawancara dengan Pak BWA tanggal 14 Februari lalu terkait masalah sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selain mengutarakan pengakuan yang jujur, ia juga melontarkan ide gila. Ia mengusulkan agar ke depan pemerintah tidak mengangkangi sendiri sosialisasi KTSP, tapi melibatkan pihak swasta untuk menghidupkan industri jasa pendidikan.

Secara jujur, BWA mengakui bahwa selama ini sosialisasi kurikulum tidak pernah tuntas karena dikangkangi sendiri oleh Depdiknas. Dengan melibatkan swasta, maka akan lebih profesional, mendorong partisipasi publik, dan membuat ekonomi bergairah karena dana bergulir ke

masyarakat. Ia mencontoh pola di Inggris yang dalam sosialisasi kurikulum 40% dikerjakan oleh swasta. Pekerjaan serupa juga bisa dilakukan untuk program-program lain.

Kalau ide-ide cemerlang itu dikemukakan oleh pejabat eselon satu seperti Pak Fasli, Pak Dodi Nandika, dan Pak Suyanto, wajar-wajar saja. Bahkan terasa aneh kalau pejabat eselon satu tidak memiliki gagasan-gagasan besar dan segar. Berbincang dengan Pak Fasli, Pak Dodi, dan Pak Suyanto, dan sejumlah pejabat lain sungguh sangat mengasyikkan.

Tapi pejabat eselon dua? Memang ada beberapa yang punya gagasan cemerlang. Tapi yang mau mengambil resiko dilengser dari jabatannya dengan berbicara blak-blakan ke media, tampak masih jarang. Salah satunya ya BWA itu. Ia tampak tak peduli dan tak punya beban dalam melontarkan gagasan yang aneh-aneh, sebuah gejala yang keluar dari mainstream birokrasi pada umumnya yang lebih memilih mengamankan posisinya. Tak berlebihan jika BWA menjadi sosok fenomenal.

BWA layak kami ketengahkan karena majalah ini menaruh apresiasi terhadap orang-orang yang punya karya dan gagasan-gagasan besar untuk kemajuan bangsa kita ke depan. Lebih baik menjabat sebentar tapi menggoreskan perubahan besar, daripada berlama-lama duduk di kursi empuk tapi tidak melakukan perubahan berarti.

62

CATATAN PENA

Pena Pendidikan Februari 2007

10_PENA.indd 62 2/19/2007 11:20:17 AM