pengaruh waktu kontak dan konsentrasi cr(vi) terhadap …repository.ub.ac.id/3878/1/reno sunarinda...
TRANSCRIPT
Pengaruh Waktu Kontak dan Konsentrasi Cr(VI) terhadap
Adsorpsi Cr(VI) dengan Menggunakan Granul Alumino
Silico Phosphate (GASP)
SKRIPSI
Oleh:
RENO SUNARINDA ENDRAYANA
135090200111012
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
Pengaruh Waktu Kontak dan Konsentrasi Cr(VI) terhadap
Adsorpsi Cr(VI) dengan Menggunakan Granul Alumino
Silico Phosphate (GASP)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana sains dalam bidang Kimia
Oleh:
RENO SUNARINDA ENDRAYANA
135090200111012
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Pengaruh Waktu Kontak dan Konsentrasi Cr(VI) terhadap
Adsorpsi Cr(VI) dengan Menggunakan Granul Alumino
Silico Phosphate (GASP)
Oleh:
RENO SUNARINDA ENDRAYANA
135090200111012
Setelah diseminarkan di depan Majelis Penguji
pada tanggal .........................
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains dalam bidang Kimia
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Sri Wardhani, M.Si Drs. Danar Purwonugroho, M.Si
NIP. 19680226 1992032 001 NIP. 19600610 1992031 002
Mengetahui, Ketua
Jurusan Kimia
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Masruri, S.Si., M.Si, Ph.D.
NIP.19731020 2002121 001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Reno Sunarinda Endrayana
NIM : 135090200111012
Jurusan : Kimia
Penulis Skripsi Berjudul :
Pengaruh Waktu Kontak dan Konsentrasi Cr(VI) terhadap
Adsorpsi Cr(VI) dengan menggunakan Granul Alumino Silico
Phosphate (GASP)
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya
sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-
nama yang tercantum di isi dan tertulis di daftar pustaka
dalam skrpisi ini.
2. Apabila di kemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis
terbukti hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung
segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, Agustus 2017
Yang menyatakan
Reno Sunarinda E.
135090200111012
iv
Pengaruh Waktu Kontak dan Konsentrasi Cr(VI) terhadap
Adsorpsi Cr(VI) dengan Menggunakan Granul Alumino Silico
Phosphate (GASP)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu kontak
terhadap kemampuan Granul Alumino Silico Phosphate (GASP)
sebagai adsorben Cr(VI) dan pengaruh konsentrasi Cr(VI) terhadap
kapasitas adsorpsi pada GASP. Proses sintesis GASP dilakukan dalam
beberapa tahapan utama yaitu: 1) aktivasi zeolit dengan penambahan
HCl, 2) fosfatasi zeolit dengan penambahan NH4H2PO4 rasio Si/P =
1/6 pada 235ᴼC, 3) pembuatan GASP dengan penambahan zeolit
terfosfatasi dan gel kitosan. GASP dikarakterisasi menggunakan XRF,
FT-IR dan SAA. Uji pengaruh waktu kontak menggunakan 0,1 g
GASP dalam K2CrO4 100 mg/L dengan variasi waktu kontak 0,5; 1,0;
1,5; 2,0 dan 2,5 jam. Uji pengaruh konsentrasi terhadap kapasitas
adsorpsi menggunakan 0,1 g GASP dalam K2CrO4 dengan variasi
konsentrasi 25, 50, 75, 100 dan 150 mg/L selama 2 jam. Kapasitas
adsorpsi ditentukan dengan menggunakan persamaan Langmuir. Hasil
karakterisasi dengan XRF menujukkan adanya penurunan kadar SiO2
sebesar 18,10 % dan Al2O3 sebesar 2,2 % setelah proses fosfatasi.
Hasil karakterisasi dengan FTIR menunjukkan keberhasilan proses
fosfatasi yang dibuktikan adanya pergeseran bilangan gelombang ke
daerah yang lebih rendah pada bilangan gelombang 1223,55; 1053,82
dan 695,09 cm-1 yaitu serapan tetrahedral silika dan alumina bergeser
ke bilangan gelombang 1138,69; 953,53 dan 577,44 cm-1 serapan
tetrahedral fosfat sesuai dengan hukum Hooke. Hasil karakterisasi
dengan SAA menunjukkan peningkatan luas permukaan, volume pori
dan jumlah pori setelah proses fosfatasi. Dari hasil penelitian
diperoleh waktu kontak optimum terjadi pada 2 jam. Variasi
konsentrasi berbanding lurus dengan peningkatan massa Cr(VI) yang
teradsorpsi. Adanya proses fosfatasi dan penambahan kitosan dapat
meningkatkan nilai kapasitas adsorpsi sebesar 48,077 mg/g.
Kata kunci: ASP, Cr(VI), granul, kapasitas adsorpsi, konsentrasi,
waktu kontak
v
Effect of Contact Time and Cr(VI) Concentration on
Adsorption of Cr(VI) Using Granules Alumino Silico Phosphate
(GASP)
ABSTRACT
This research is conducted with purpose to effect of contact time on
adsorption of Cr(VI) using Granules Alumino Silico Phosphate
(GASP) and the effect of Cr (VI) concentration on adsorption capacity
at GASP. The GASP synthesis process is carried out in several main
stages: 1) activation of zeolite with addition of HCl, 2) zeolite
phosphatation with addition of NH4H2PO4 ratio Si/P = 1/6 at 235ᴼC,
3) GASP manufacture with addition of zeolite phosphate and chitosan
gel. GASP is characterized using XRF, FT-IR and SAA. The contact
time effect is using 0.1 g of GASP in K2CrO4 100 mg/L with a contact
time variation of 0.5; 1.0; 1.5; 2.0 and 2.5 hours. The concentration
effect on adsorption capacity is using 0.1 g of GASP in K2CrO4 with
concentration variation 25, 50, 75, 100 and 150 mg/L for 2 hours. The
adsorption capacity can be determined using the Langmuir equation.
XRF characterization results showed a decrease in SiO2 levels of 18.10
% and Al2O3 by 2.2 % after phosphatation process. The result of
characterization with FTIR shows the success of the phosphatation
process as evidenced by the shift of wave numbers to the lower region
at wave number 1223.55; 1053,82 and 695,09 cm-1 of tetrahedral silica
and alumina uptake shifted to wave number 1138,69; 953.53 and
577.44 cm-1 of tetrahedral phosphate uptake in accordance with
Hooke's law. Characterization results with SAA showed increased
surface area, pore volume and pore count after phosphatation process.
The result of the research showed that the optimum contact time
occurred for 2 hours. The concentration variation is directly
proportional to the increase of the adsorbed Cr(VI) mass. The presence
of phosphatation and chitosan addition process can increase the value
of adsorption capacity by 48,077 mg/g.
Keywords: adsorption capacity, ASP, concentration, contact time,
Cr(VI), granules
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq,
serta hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Waktu
Kontak dan Konsentrasi Cr(VI) terhadap Adsorpsi Cr(VI)
dengan Menggunakan Granul Alumino Silico Phosphate (GASP) dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik. Penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih
ditujukan kepada:
1. Dra. Sri Wardhani, M.Si selaku pembimbing I dan Drs.
Danar Purwonugroho, M.Si selaku Pembimbing II yang
telah banyak memberikan bimbingan, saran, perhatian dan
doa yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
2. Drs. Warsito, M. Si selaku penasehat akademik yang telah
memberikan semangat, dukungan dan masukan.
3. Dr Tutik Setianingsih, M.Si selaku dosen penguji seminar
proposal dan kemajuan yang telah memberikan saran.
4. Masruri, S.Si, M.Si, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Kimia dan
segenap staf pengajar Jurusan Kimia atas semua bimbingan,
bantuan dan ilmu yang telah diberikan.
5. Kedua orang tua penulis, saudara tercinta Rovy S. E. dan
Rossy P. serta segenap keluarga besar atas segala dukungan
dan do’a yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-teman satu kelompok penelitian Laboratorium
Anoganik dan Kimia 2013, atas semua bantuan, dukungan,
motivasi dan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
7. Seluruh pihak dan instansi yang membantu terselesaikannya
penelitian dan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna
perbaikan dan penyempurnaan sehingga dapat bermanfaat bagi pihak
yang membaca.
Malang, Agustus 2017
Penulis
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ii
HALAMAN PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Kromium (Cr) 4
2.2 Zeolit 5
2.3 Zeolit Alam 6
2.4 Zeolit Aktif 7
2.5 Sifat Amonium Dihidrogen Fosfat 8
2.6 Fosfatasi Zeolit 8
2.7 Pembuatan Granul Alumino Silico Phosphate (GASP) 9
2.8 Karakterisasi GASP menggunakan Fourier Transform
Infrared (FT-IR)
11
2.9 Karakterisasi GASP menggunakan Surface Area
Analyzer (SAA)
13
2.10 Adsorpsi 13
2.11 Analisa Kuantitatif Cr(VI) Menggunakan
Difenilkarbazida
16
BAB III METODE PENELITIAN 18
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 18
3.2 Alat dan Bahan 18
3.3 Tahapan Penelitian 18
viii
3.4 Prosedur Penelitian 19
3.4.1 Aktivasi zeolit 19
3.4.2 Fosfatasi zeolit 19
3.4.3 Pembuatan granul ASP 19
3.4.4 Penentuan waktu kontak optimum adsorpsi GASP
terhadap Cr(VI)
19
3.4.5 Pengaruh konsentrasi Cr(VI) terhadap kapasitas
adsorpsi pada GASP
20
3.4.6 Penentuan kadar Cr(VI) 20
3.4.7 Penentuan rasio Si/P dan karakterisasi 21
3.4.8 Analisis data 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24
4.1 Aktivasi Zeolit 24
4.2 Fosfatasi Zeolit 24
4.3 Pembuatan granul ASP 25
4.4 Karakterisasi Adsorben GASP 26
4.4.1 XRF (X-Ray Flourosence) 26
4.4.2 FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) 28
4.4.2 SAA (Surface Area Analyzer) 31
4.5 Pengaruh Waktu Kontak Optimum Adsorpsi GASP
terhadap Cr(VI)
32
4.6 Pengaruh Konsentrasi Cr(VI) terhadap Kapasitas
Adsorpsi pada GASP
34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 40
5.1 Kesimpulan 40
5.2 Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN 47
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur kerangka zeolit alam dan model
tetrahedral Al/Si dalam zeolit
6
Gambar 2.2 Sistem saluran mordenit dan klinoptilolit 7
Gambar 2.3 Reaksi aktivasi zeolit secara kimia 7
Gambar 2.4 Mekanisme substitusi isomorfi 9
Gambar 2.5 Struktur kitosan 10
Gambar 2.6 Interaksi kitosan dengan zeolit 10
Gambar 2.7 Spektra FT-IR zeolit 11
Gambar 2.8 Spektra FT-IR AlPO4 zeolit 12
Gambar 2.9 Spektra FT-IR kitosan 12
Gambar 2.10 Mekanisme adsorpsi Langmuir pada
permukaan adsorben
15
Gambar 2.11 Lapisan tunggal (monolayer) pada adsorben 15
Gambar 2.12 Reaksi terbentuknya difenilkarbazon 16
Gambar 2.13 Kurva baku hubungan konsentrasi dengan
absorbansi
17
Gambar 4.1 Spektra XRF dari zeolit aktif 26
Gambar 4.2 Spektra XRF dari ASP 27
Gambar 4.3 Grafik hubungan kadar (%) terhadap jenis
senyawa oksida
27
Gambar 4.4 Spektra inframerah zeolit aktif, ASP dan GASP 29
Gambar 4.5 Data luas permukaan (m2/g) pada granul zeolit
aktif dan GASP
31
Gambar 4.6 Data volume pori (cm3/g) pada granul zeolit
aktif dan GASP
31
Gambar 4.7 Data radius pori rata-rata (Å) pada granul zeolit
aktif dan GASP
32
Gambar 4.8 Grafik hubungan waktu kontak adsorpsi
terhadap massa Cr(VI) yang diserap per gram
adsorben GASP(qe)
33
Gambar 4.9 Grafik hubungan variasi konsentrasi Cr(VI)
terhadap massa Cr(VI) yang diserap per gram
adsorben GASP (qe)
34
Gambar 4.10 Grafik persamaan Langmuir GASP dari
konsentrasi Cr(VI) setelah proses adsopsi (Ce)
x
terhadap konsentrasi per massa Cr(VI) yang
diserap per gram adsorben (Ce/qe)
35
Gambar 4.11 Grafik persamaan Langmuir zeolit aktif dari
konsentrasi Cr(VI) setelah proses adsopsi (Ce)
terhadap konsentrasi per massa Cr(VI) yang
diserap per gram adsorben (Ce/qe)
36
Gambar 4.12 Grafik persamaan Langmuir granul zeolit aktif
dari konsentrasi Cr(VI) setelah proses adsopsi
(Ce) terhadap konsentrasi per massa Cr(VI)
yang diserap per gram adsorben (Ce/qe)
36
Gambar 4.13 Grafik persamaan Langmuir ASP dari
konsentrasi Cr(VI) setelah proses adsopsi (Ce)
terhadap konsentrasi per massa Cr(VI) yang
diserap per gram adsorben (Ce/qe)
37
Gambar 4.14 Grafik kapasitas adsorpsi maksimum pada
adsorben yang berbeda
37
xi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jenis-jenis zeolit pada batuan sedimen 6
Tabel 4.1 Interpretasi spektra inframerah 30
xii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Preparasi Larutan 45
A.1 Pembuatan larutan HCl 0,4 M 45
A.2 Pembuatan asam asetat 2 %(v/v) 45
A.3 Pembuatan NaOH 1 M 45
A.4 Pembuatan larutan stok Cr(VI) 1000 mg/L 46
A.5 Pembuatan larutan Cr(VI) 25, 50, 75, 100 dan 150 mg/L 46
A.6 Pembuatan larutan 1,5-difenilkarbazid 0,5 % 46
A.7 Pembuatan larutan baku Cr(VI) 1, 2, 3, 4 dan 5 mg/L 46
Lampiran B. Diagram Alur Penelitian 47
Lampiran C. Diagram Alir 48
C.1 Aktivasi zeolit 48
C.2 Fosfatasi zeolit 48
C.3 Pembuatan granul ASP 49
C.4 Penentuan waktu kontak optimum 50
C.5 Pengaruh konsentrasi Cr(VI) terhadap kapasitas adsorpsi
pada GASP
50
C.6 Penentuan kadar Cr(VI) hasil adsorpsi 51
Lampiran D. Perhitungan Data Hasil Penelitian 53
D.1 Penentuan rasio Si/P dari data XRF 53
D.2 Perhitungan massa Cr(VI) yang Teradsorpsi 53
Lampiran E. Data Kapasitas Adsorpsi 57
E.1 Data kapasitas adsorpsi GASP 57
E.2 Data kapasitas adsorpsi ASP 57
E.3 Data kapasitas adsorpsi granul zeolit aktif 57
E.4 Data kapasitas adsorpsi aeolit aktif 58
Lampiran F. Kurva Baku Cr(VI) 59
Lampiran G. Data Karakterisasi 60
G.1 Tabel karakterisasi XRF pada ASP 60
G.2 Tabel karakterisasi XRF pada zeolit aktif 61
G.3 Spektra IR zeolit aktif 62
G.4 Spektra IR ASP 62
G.5 Spektra IR GASP 63
G.6 Data karakterisasi SAA pada GASP 65
G.7 Data karakterisasi SAA pada granul zeolit aktif 67
Lampiran H. Dokumentasi 70
xiii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG
Simbol/singkatan Keterangan
% Persentase
A Absorbansi
ASP Alumino Silico Phosphate
FTIR Fourier Transform Infrared
g Gram
g/dm3 Gram per desimeter kubik
g/mol Gram per mol
GASP Granul Alumino Silico Phosphate
Meq/g Miliekuivalen per gram
mg/L Miligram per liter
p.a Pro analysis
rpm Revolution per minute
SAA Surface Area Analyzer
XRD X-Ray Diffraction
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit saat ini masih banyak menghasilkan
limbah cair yang dibuang ke lingkungan perairan. Limbah cair
tersebut mengandung senyawa krom (Cr) dalam bentuk Cr(III) dari
bahan dasar kromium sulfat (Cr2(SO4)3). Kadar Cr2(SO4)3 yang tinggi
sebesar 60-70 % tidak semuanya terserap oleh kulit saat proses
penyamakan, sehingga sisanya akan ikut terbuang bersama limbah
cair yang berpotensi sebagai cemaran bahan berbahaya dan beracun
(B3) dengan kadar Cr total di dalam limbah sebesar 0,5 – 650 mg/L[1].
Cr(III) di dalam limbah dapat mengalami oksidasi menghasilkan
Cr(VI) yang memiliki toksisitas tinggi dengan kadar Cr(VI) di dalam
limbah sebesar 0,2 – 218,5 mg/L. Cr(VI) menyebabkan iritasi pada
kulit, keracunan sistemik (kerusakan pada organ dalam) dan jika
terakumulasi dalam tubuh Cr(VI) akan menghambat kerja enzim
benzopiren hidroksilase, sehingga sel tubuh mengalami pertumbuhan
liar atau dikenal dengan istilah kanker. Menurut keputusan menteri
negara lingkungan hidup tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan
industri tahun 1995, batas maksimum Cr(VI) di perairan adalah 0,1
mg/L, sedangkan untuk krom total di dalam limbah industri
penyamakan kulit adalah 0,5 mg/L[2].
Cr(VI) yang terbentuk di dalam limbah tersebut perlu
diadsorpsi untuk menurunkan toksisitasnya dengan menggunakan
suatu adsorben seperti zeolit. Zeolit merupakan mineral aluminosilikat
hidrat yang memiliki struktur unik yaitu adanya gugus alumina AlO4-
dan gugus silika SiO4 yang saling terhubung oleh atom oksigen
membentuk kerangka tiga dimensi. Zeolit juga memiliki struktur
kristal berpori, dan memiliki luas permukaan yang besar. Selain
sebagai adsorben zeolit juga dapat dimanfaatkan sebagai katalisator,
penyaring molekul dan penukar ion[3]. Kemampuan adsorpsi zeolit
tidak hanya dipengaruhi oleh ukuran pori tetapi juga dipengaruhi oleh
muatan positif dan negatif yang terdapat pada pori-pori zeolit. Muatan
tersebut mampu mengikat ion molekul negatif dan positif dengan
melibatkan gaya elektrostatik (adsorpsi kimia)[4].
Zeolit alam memiliki ukuran pori dan muatan positif relatif
rendah. Sehingga untuk meningkatkan ukuran pori dan muatan
2
tersebut perlu dilakukannya aktivasi dengan asam kuat dan modifikasi
zeolit dengan menggunakan amonium dihidrogen fosfat (NH4H2PO4)
melalui proses fosfatasi. Pada proses fosfatasi struktur SiO4 bermuatan
netral atau AlO4- bermuatan negatif di dalam zeolit akan digantikan
dengan struktur PO4+ yang bermuatan positif. Diharapkan melalui
peningkatan muatan positif pada zeolit kemampuan adsorpsi pada
Cr(VI) juga meningkat[5]. Menurut [6 – 8] proses fosfatasi optimum
terjadi pada temperatur 235ᴼC dengan menggunakan amonium
dihidrogen fosfat (NH4H2PO4) selama 5 jam karena pada kondisi
tersebut NH4H2PO4 akan terdekomposisi membebaskan amonia
sehingga tidak terbentuk ion NH4+ yang dapat mengganggu proses
fosfatasi.
Pada penelitian [9] telah berhasil melakukan penelitian tentang
variasi pH dan konsentrasi adsorbat terhadap adsorpsi anion yang
dibentuk Cr(VI) oleh zeolit hasil fosfatasi dalam bentuk serbuk.
Konsentrasi adsorbat (K2CrO4) optimum sebesar 300 mg/L dan pH
optimum 4 terhadap 0,1 g Alumino Silico Phosphate (ASP) rasio Si/P
1:6 (mol/mol) diperoleh persentase adsorpsi 29,53 %. Tetapi pada
penelitian tersebut belum dilakukan uji pengaruh waktu kontak dan
konsentrasi adsorbat terhadap kemampuan adsorpsi Alumino Silico
Phosphate (ASP) dalam bentuk granul. Penambahan kitosan pada
Granul Alumino Silico Phosphate (GASP) berfungsi sebagai perekat
dan dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi Cr(VI) karena adanya
gugus amina (-NH3+) di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan
berdasarkan hasil penelitian[10] yang menghasilkan kapasitas
adsorpsi pada granul zeolit kitosan sebesar 4,05 mg/g lebih besar
dibanding kapasitas adsorpsi serbuk zeolit sebesar 3,48 mg/g terhadap
limbah anion (ion fosfat). Selain itu, ASP dalam bentuk granul dengan
mudah dapat dilakukan proses pemisahan dari adsorbat dibandingkan
dalam bentuk serbuk. Sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan
pengaruh waktu kontak adsorpsi dan konsentrasi adsorbat terhadap
kemampuan Granul Alumino Silico Phosphate (GASP) sebagai
adsorpsi Cr(VI). Selain itu juga dilakukan uji kapasitas adsorpsi dari
GASP.
3
1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik GASP dengan X-Ray Flourosence
(XRF), Fourier Transformation Infra Red (FT-IR) dan
Surface Area Analyzer (SAA)?
2. Bagaimana pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi Cr(VI)
dengan menggunakan GASP?
3. Bagaimana pengaruh konsentrasi Cr(VI) terhadap kapasitas
adsorpsi pada GASP?
1.3 Batasan Masalah
1. Sumber fosfat yang digunakan adalah amonium dihidrogen
fosfat (NH4H2PO4).
2. Perbandingan Si/P digunakan 1:6 (mol/mol).
3. Fosfatasi zeolit dilakukan selama 5 jam dengan temperatur
235 ᴼC.
4. Limbah buatan yang digunakan adalah Cr(VI) dari K2CrO4
1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui karakteristik GASP dengan X-Ray Flourosence
(XRF) Fourier Transformation Infra Red (FT-IR) dan Surface
Area Analyzer (SAA).
2. Mengetahui pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi Cr(VI)
dengan menggunakan GASP.
3. Mengetahui pengaruh konsentrasi Cr(VI) terhadap kapasitas
adsorpsi pada GASP.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alternatif
dalam penanganan limbah industri yang menerapkan adsopsi Cr(VI)
dari limbah cair secara ekonomis. Selain itu memberikan informasi
pengaruh waktu kontak adsorpsi dan pengaruh konsentrasi Cr(VI)
terhadap kapasitas adsorpsi pada GASP.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kromium (Cr) Kromium (Cr) merupakan unsur golongan VIB pada periode
empat dengan nomor atom 24 dan nomor massa 51,996 g/mol.
Kromium berwarna abu-abu, mengkilat, tidak berbau dan dalam
bentuk senyawa umumnya terbagi menjadi tiga macam yaitu Cr(0),
Cr(III) dan Cr(VI). Cr(0) dan Cr(III) merupakan senyawa yang
bersifat stabil, sedangkan Cr(VI) merupakan oksidator kuat, bersifat
asam dan memiliki sifat toksik[11].
Keberadaan krom dapat ditemukan pada industri penyamakan
kulit dalam bentuk Cr(III) dari bahan dasar kromium sulfat
(Cr2(SO4)3). Kadar Cr total di dalam limbah cair dari penyamakan
kulit sebesar 0,5–650 mg/L pada rentang pH 3-7[1]. Cr(III) di dalam
limbah dapat mengalami oksidasi menghasilkan Cr(VI) yang memiliki
toksisitas tinggi dengan kadar Cr(VI) di dalam limbah sebesar 0,2–
218,5 mg/L. Dampak paparan dari Cr(VI) seperti iritasi pada kulit,
keracunan sistemik (kerusakan pada organ dalam) dan jika
terakumulasi dalam tubuh, krom akan menghambat kerja enzim
benzopiren hidroksilase, sehingga sel tubuh mengalami pertumbuhan
liar atau dikenal dengan istilah kanker. Menurut keputusan menteri
negara lingkungan hidup tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan
industri tahun 1995, batas maksimum Cr(VI) di perairan adalah 0,1
mg/L, sedangkan untuk krom total di dalam limbah industri
penyamakan kulit adalah 0,5 mg/L[2].
Di perairan air tawar Cr(III) biasanya selalu dalam bentuk
kation Cr3+, sedangkan Cr(VI) selalu dalam bentuk anion kromat
(CrO42-) dan dikromat(Cr2O7
2-). Cr(VI) pada pH diatas 6 membentuk
ion kromat (CrO42-) yang berwarna kuning. Pada pH antara 2 sampai
6 Cr(VI) membentuk HCrO4- yang berkesetimbangan dengan ion
CrO42- menghasilkan warna kuning. Pada pH dibawah 1, Cr(VI)
membentuk H2CrO4. Ion CrO42- dan Cr2O7
2- mencapai kesetimbangan
H2CrO4 HCrO4- + H+ K= 4,2
HCrO4- CrO4
2- + H+ K=1. 10-5,9
2CrO42-+ 2H+ Cr2O7
2- + H2O K=1. 10-2,2 (2.1)
5
pada pH 4. Semakin asam larutan maka semakin mudah ion kromat
membentuk ion dikromat. Dengan reaksi kesetimbangannya yaitu
pada persamaan 2.1[12, 13]:
Larutan ion kromat (kuning) jika diasamkan, maka akan
berubah menjadi dikromat (merah jingga) dengan reaksi pada
persamaan 2.2[14].
2CrO42-
(aq) + 2H+(aq) Cr2O7
2-(aq) + H2O(l) (2.2)
Ion dikromat (berwarna jingga) dapat diubah menjadi ion
kromat (kuning) jika ditambahkan dengan basa dengan reaksi pada
persamaan 2.3[14].
Cr2O72-
(aq) + 2OH-(aq) 2CrO4
2-(aq) + H2O(l) (2.3)
2.2 Zeolit Zeolit merupakan mineral aluminosilikat hidrat yang memiliki
struktur unik yaitu adanya gugus alumina AlO4- dan gugus silika SiO4
yang saling terhubung oleh atom oksigen membentuk kerangka tiga
dimensi. Zeolit mengandung kation alkali atau alkali tanah yang dapat
digantikan dengan kation lain tanpa merusak struktur zeolit, selain itu
zeolit juga dapat mengadsorpsi air secara reversibel. Sedangkan rumus
struktur kristal zeolit yaitu[3],
Mx/n [AlO4-)x(SiO4)y].wH2O (2.4)
Dengan n, x dan w berturut-turut adalah valensi kation M(alkali
seperti Li+, Na+ atau K+dan alkali tanah seperti Mg2+, Ca2+ atau Ba2+),
jumlah tetrahedral per unit sel dan jumlah molekul air per unit sel (
nilai y/x biasanya 1-5)[3].
Unit utama pembentuk kerangka zeolit adalah tetrahedral,
dengan pusatnya diisi oleh atom silikon atau aluminium dan
dikelilingi oleh empat atom oksigen membentuk simpul. Substitusi
dari Si4+ oleh Al3+ akan menyediakan muatan negatif pada kerangka
zeolit sehingga perlu distabilkan oleh kation monovalen dan divalen
yang terletak pada permukaan kerangka. Struktur kerangka zeolit dan
model tetrahedral Al/Si seperti pada Gambar 2.1 [15].
6
Gambar 2.1 Struktur kerangka zeolit alam (kiri) dan model
tetrahedral Al/Si dalam zeolit(kanan)[15]
2.3 Zeolit Alam Zeolit alam banyak terdapat di batuan lava dan batuan sediman
terutama sedimen piroklastik berbutir halus. Pada batuan sedimen
terdapat 9 jenis zeolit yang sudah diketahui, seperti pada Tabel
2.1[16].
Tabel 2.1 Jenis-jenis zeolit pada batuan sedimen[16]
Nama Mineral Zeolit Rumus Kimia Unit Sel
Analsim Na16(Al16Si32O96).16H2O
Kabasit (Na2,Ca)6(Al12Si24O72).40H2O
Klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O
Erionit (Na,Ca5K)(Al9Si27O72).27H2O
Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O
Heulandit Ca4(Al8Si28O72).24H2O
Laumonit Ca4(Al8Si16O48).16H2O
Mordenit Na8(Al8Si40O96).24H2O
Filipsit (Na2K)10(Al10Si22O64).20H2O
Umumnya jenis zeolit alam yang ditemukan di Indonesia adalah
klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O dan modernit
[Na8(Al8Si40O96).24H2O]. Zeolit jenis klinoptilolit memiliki struktur
kristal monoklinik dengan berat jenis 2,16 g/dm3, volume ruang 39,7
% dan kapasitas tukar ion sebesar 2,54 Meq/g. Sedangkan modernit
memiliki struktur kristal ortorombik dengan berat jenis 2,12-2,15
g/dm3, volume ruang 28 % dan kapasitas tukar ion sebesar 2,29
Meq/g[16].
Mordenit memiliki saluran utama yang terbentuk 12 cincin
oksigen dengan diameter 6,7-7,0 Å dan dihubungkan oleh sistem 5
dan 6 cicin yang lebih kecil seperti pada Gambar 2.2 (kiri)[17].
Sedangkan klinoptilolit memiliki struktur saluran yang terbentuk dari
7
8 cincin oksigen dan 10 cincin oksigen. Saluran tersebut terikat silang
dengan 8 cincin oksigen kecil yang tersusun paralel seperti pada
Gambar 2.2(kanan)[18].
Gambar 2.2 Sistem saluran mordenit (kiri) dan klinoptilolit
(kanan)[17], [18]
2.4 Zeolit Aktif Zeolit dapat menyerap dan melepaskan molekul berdasarkan
bentuk, ukuran dan polaritas molekul. Untuk meningkatkan
kemampuan penjerapan pada zeolit perlu dilakukan proses aktivasi.
Aktivasi zeolit dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang
menutupi rongga yang menyebabkan daya tukar ion dan kapasitas
adsorpsi menjadi tidak optimal. Aktivasi zeolit dibagi menjadi dua
cara yaitu aktivasi kimia dan aktivasi dengan pemanasan[19].
Gambar 2.3 Reaksi aktivasi zeolit secara kimia [19]
Aktivasi secara kimia dilakukan untuk melarutkan pengotor
yang menutupi permukaan zeolit dan gugus fungsi pada zeolit dengan
bantuan asam. Reaksi aktivasi secara kimia seperti pada Gambar 2.3.
8
Aktivasi dengan pemanasan pada temperatur antara 150 - 350ᴼC
dilakukan untuk menghilangkan air yang terikat secara fisika dan
untuk menguraikan senyawa organik yang terperangkap dalam rongga
zeolit [19].
2.5 Sifat Amonium Dihidrogen Fosfat Amonium dihidrogen fosfat merupakan padatan putih yang
memiliki berat molekul 115,03 g/mol. Senyawa ini memiliki titik leleh
190ᴼC dan berat jenisnya 1.803 g/cm3. Kelarutan dalam air pada suhu
0ᴼ sebesar 22.7 g/100 mL dan pada suhu 100ᴼC sebesar 173,2 g/100
mL [20]. Pada temperatur 235ᴼC amonium dihidrogenfosfat akan
melepaskan amonia dengan reaksi sesuai persamaan 2.5[6]:
NH4H2PO4(s) NH3(g) + H3PO4(l) (2.5)
Asam fosfat pada temperatur lebih dari 250ᴼC akan membentuk
asam pirofosfat dan melepaskan uap air dengan reaksi sesuai
persamaan 2.6[13]:
2H3PO4(l) H2O(g) + H4P2O7(l) (2.6)
Asam pirofosfat yang terbentuk jika dipanaskan lebih dari
600ᴼC akan membentuk asam metafosfat (HPO4)x dan melepaskan
uap air dengan reaksi sesuai persamaan 2.7[13].
H4P2O7(l) H2O(g) + (HPO4)2(l) (2.7)
2.6 Fosfatasi Zeolit Zeolit dapat dimodifikasi dengan penambahan amonium
dihidrogen fosfat membentuk Alumino Silico Phosphate (ASP)
melalui substitusi isomorfi. Substitusi isomorfi adalah proses
pergantian suatu senyawa yang berbeda tetapi tidak merubah struktur
utama. Substitusi isomorfi terjadi 2 kemungkinan yaitu atom Si pada
tetrahedral SiO4 atau atom Al pada tetrahedal AlO4- dalam kerangka
zeolit dapat mengalami substitusi isomorfi dengan atom P pada
tetrahedal PO4+ yang bermuatan positif tanpa merubah struktur zeolit
seperti pada Gambar 2.4[5].
Δ
9
Gambar 2.4 Mekanisme substitusi isomorfi[5]
ASP dapat berfungsi sebagai penukar kation (oleh Al) dan
penukar anion (oleh P). ASP yang terbentuk memiliki rumus sesuai
persamaan 2.7 [5]:
xAlO4-.yPO4
+.zSiO4 (2.7)
Dengan x, y dan z berturut-turut adalah mol ekuivalen dari
AlO4-, PO4
+ dan SiO4. Jika nilai x < y maka zeolit memiliki kerangka
yang bermuatan positif dan jika x > y maka zeolit memiliki kerangka
yang bermuatan negatif[5].
2.7 Pembuatan Granul Alumino Silico Phosphate (GASP) Granul merupakan mikrokapsul berbentuk sferis/bola yang
dibuat sebagai substrat padat. Pada proses pembuatan granul
mengalami re-polimerisasi pada kitosan, kitosan dibuat dalam bentuk
gel kemudian dibentuk padat lagi dengan dimasukan ke dalam larutan
NaOH. Pada proses ini diharapkan polimer kitosan lebih tertata dan
memiliki struktur yang lebih baik. Sehingga saat diaplikasikan sebagai
adsorben akan menghasilkan interaksi yang lebih efektif dibanding
kitosan serbuk[21].
Kitosan merupakan turunan dari kitin yang dapat diperoleh dari
penyusun kulit hewan krutasea seperti udang, kerang dan beberapa
eksoskeleton dari serangga. Secara kimiawi, kitosan merupakan
10
polisakarida linear berupa β-(1,4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose
yang strukturnya seperti pada Gambar 2.5 [22].
Gambar 2.5 Struktur kitosan[22]
Kitosan memiliki sifat biodegradabilitas yang baik,
kemampuan untuk membentuk lapisan film, stabil secara fisiologis
dan dapat dimodifikasi dengan mudah secara kimiawi menjadi gel
yang memiliki daya rekat tinggi. Ciri khusus lain kitosan adalah
memiliki gugus hidroksil (-OH) dan gugus amina (-NH2). Gugus
amina (-NH2) dapat bermuatan positif dengan menangkap ion H+
menjadi (-NH3+) pada pKa ≤ 6,5 yang mampu berikatan kuat dengan
ion negatif (anion) dan molekul makro seperti protein, lemak dan
karbohidrat. Kitosan dapat larut dalam asam organik seperti asam
asetat 1-2 %, temperatur tinggi dan dapat menyebabkan terjadinya
depolimerisasi[21-23].
Gambar 2.6 Interaksi kitosan dengan zeolit[24]
Kitosan dapat berinteraksi dengan zeolit melalui ikatan
hidrogen antara atom H pada kitosan dengan atom O pada zeolit
seperti pada Gambar 2.6 [24]. Pembuatan granul dengan
11
mencampurkan ASP dan kitosan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan adsorpsi anion karena adanya situs positif pada gugus
PO4+ pada ASP dan gugus amina (-NH3
+) dari kitosan.
2.8 Karakterisasi GASP menggunakan Fourier Transform
Infrared (FT-IR) FT-IR merupakan spektroskopi yang digunakan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi suatu senyawa. Prinsip kerjanya yaitu
interaksi antara energi dari sinar inframerah dengan molekul senyawa
yang akan menyebabkan molekul tersebut mengalami vibrasi. Vibrasi
atom atau molekul berbeda-beda tergantung pada gugus fungsi dan
kekuatan ikatan yang menghubungkannya, sehingga menjadi ciri khas
antara molekul satu dengan yang lainnya[25].
Spektra zeolit pada Gambar 2.7 memiliki serapan bilangan
gelombang 3448,5 cm-1 menunjukkan adanya serapan –OH yang
terhidrasi pada zeolit. Pada bilangan gelombang 1056,9 cm-1 dan
794,6 cm-1 menunjukkan adanya regangan asimetris dan simetri dari
O-Si-O dan O-Al-O, sedangkan pada bilangan gelombang 462,9 cm-1
menunjukkan adanya interaksi Si-O-Si dan Al-O-Al[26].
Gambar 2.7 Spektra FT-IR zeolit[26]
Spektra zeolit AlPO4 pada Gambar 2.8 memiliki serapan
bilangan gelombang 3678 cm-1 dan 3743 cm-1 yang menunjukkan
gugus fungsi P-OH dan Al-OH. Serapan P=O terjadi pada bilangan
gelombang 1450-1400 cm-1. Serapan melebar pada 3000-4000 cm-1
menunjukkan vibrasi ulur O-H pada H2O dan N-H pada NH3. Serapan
melebar daerah 1100 cm-1 dan 550-600 cm-1 menunjukkan regangan
asimetris tetrahedral PO4 [27].
12
Gambar 2.8 Spektra FT-IR AlPO4 zeolit[27]
Spektra kitosan pada Gambar 2.9 memiliki serapan bilangan
gelombang 1650 cm-1 dan 1590 cm-1 yang menunjukkan gugus amina
primer dan amina sekunder. Vibrasi ulur C-O juga terbentuk pada
serapan bilangan gelombang 1200-1000 cm-1 dan vibrasi ulur O-H
pada bilangan gelombang 3440 cm-1 yang menunjukkan gugus OH
didalam kitosan[28].
Gambar 2.9 Spektra FT-IR kitosan[28]
13
2.9 Karakterisasi GASP menggunakan Surface Area
Analyzer (SAA) Surface Area Analyzer (SAA) merupakan alat yang berfungsi
untuk menentukan luas permukaan material, distribusi pori dari
material dan isotherm adsorpsi suatu gas pada suatu bahan. Prinsip
kerja SAA didasarkan pada proses adsorpsi dan desorpsi isotermis gas
N2 oleh sampel padat pada titik didih dari gas N2. Sejumlah volume N2
yang telah diketahui dimasukkan ke dalam tabung sampel, maka
sensor tekanan akan menghasilkan data tekanan yang bervariasi.
Sehingga hubungan volume gas N2 dan hasil kenaikan tekanan dapat
dibuat dalam persamaan BET (Brunauer Emmett dan Teller).
Sehingga diperoleh luas permukaan sampel padat tersebut. BET
menjelaskan mengenai fenomena adsorpsi molekul gas di permukaan
zat padat hingga beberapa lapis. Persamaan umum BET yang
menerangkan keadaan molekul yang teradsorpsi pada permukaan zat
padat sesuai dengan persamaan 2.8[29].
1
𝑉[(𝑃
𝑃𝑜)−1
=𝐶−1
𝑉𝑚𝐶(𝑃
𝑃𝑜) +
1
𝑉𝑚𝐶 (2.8)
Dengan P= nilai tekanan keseimbangan, Po= tekanan dalam
kondisi saturasi, V= volume gas yang mengalami adsorpsi, Vm=
Volume gas yang mengalami adsorpsi pada satu lapis dan c= konstanta
BET yang sesuai persamaan 2.9[29].
𝐶 = exp[𝐸𝐼−𝐸𝐿
𝑅𝑇] (2.9)
Dengan EI= kalor adsorpsi lapisan pertama, EL= kalor lebur,
R= konstanta Boltzmann(1,38 x 10-23 J/K) dan T= temperatur (K)[29].
2.10 Adsorpsi Adsorpsi merupakan proses yang terjadi ketika fluida (zat
terlarut cair dan gas) terakumulasi pada permukaan zeolit (adsorben)
membentuk lapisan molekul atau atom (adsorbat). Interaksi antara
adsorben dan adsorbat dapat terjadi secara adsorpsi fisik dan adsorpsi
kimia. Adsopsi fisik disebabkan oleh interksi gaya yang lemah antara
molekul adsorben dengan adsorbat karena adanya ikatan van der
14
waals. Molekul yang terabsopsi tidak menempel pada situs permukaan
adsorben tetapi bebas bergerak di atas permukaan. Sedangkan
adsorpsi kimia disebabkan oleh gaya elektrostatik yang kuat antara
adsorbat dan permukaan adsorben karena adanya ikatan kovalen
maupun ionik[4].
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi yaitu[30, 31]:
1. Ukuran molekul adsorbat
Semakin kecil molekul adsorbat maka semakin mudah
molekul tersebut teradsopsi ke dalam pori-pori adsorben.
2. Pengadukan
Proses adsorpsi dikendalikan oleh difusi pori maupun difusi
film, tergantung pada tingkat pengadukan pada sistem.
Sehingga semakin cepat proses pengadukan maka difusi
adsorbat ke adsorben semakin cepat.
3. pH larutan
pH adsorbat mempengaruhi tingkat ionisasi larutan. Pada pH
rendah, ion H+ akan berkompetisi dengan zat yang ingin
diserap, sehingga menyebabkan efisiensi penjerapan akan
menurun. Biasanya proses adsorpsi terjadi pada pH tinggi/ pH
basa.
4. Kepolaran zat
Adsopsi akan terjadi lebih kuat pada molekul yang memiliki
kepolaran tinggi dibandingkan dengan molekul yang kurang
polar pada kondisi diameter yang sama. Karena molekul yang
lebih polar akan mudah menggantikan molekul yang kurang
polar. Selain itu pada waktu kontak yang sama molekul polar
akan lebih dahulu teradsorpsi.
5. Kemurnian adsorben
Sebagai zat yang digunakan dalam proses adsopsi, adsorben
yang lebih murni memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih
baik.
6. Luas permukaan dan pori adsorben
Bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben
maka jumlah molekul adsorbat yang teradsorpsi semakin
meningkat.
7. Tekanan adsorbat
15
Terjadi pengaruh yang berbeda pada proses adsorpsi kimia
dan fisika. Pada adsopsi fisika kenaikan tekanan adsorbat
dapat meningkatkan jumlah yang teradsopsi. Sedangkan pada
adsorpsi kimia justru akan menurunkan jumlah yang
teradsopsi.
8. Lama kontak
Semakin lama waktu kontak dalam proses adsorpsi maka
memungkinkan proses difusi dan penempelan adsorbat
berlangsung lebih baik. Konsentrasi adsorbat akan menurun
dan pada titik tertentu akan mencapai kesetimbangan hingga
konstan.
9. Konsentrasi
Semakin tinggi konsentrasi adsorbat maka adsorbat yang
teradsopsi akan semakin banyak, karena frekuensi tumbukan
antar partikel semakin besar.
10. Temperatur
Proses adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan temperatur
dan akan mengalami penurunan ketika temperatur turun.
Kapasitas adsorpsi pada GASP dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan Langmuir. Langmuir menjelaskan bahwa
proses adsropsi terjadi pada permukaan adsorben yang didasarkan
pada prinsip kinetik. Proses tumbukan antara molekul dengan
permukaan adsorben terjadi secara terus menerus sampai laju
tumbukan mendekati nol dan menyebabkan molekul tersebut
terakumulasi di permukaan adsorben (kesetimbangan) dengan
mekanisme seperti pada Gambar 2.10[32].
Gambar 2.10 Mekanisme adsorpsi Langmuir pada permukaan
adsorben[32]
16
Model ini mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum
terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di
permukaan adsorben Gambar 2.11 sesuai dengan persamaan 2.10
[33, 34]
𝑞𝑒 =𝑏𝑞𝑚𝐶𝑒
1+𝑏𝐶𝑒 (2.10)
Persamaan 2.10 dapat diturunkan menjadi persamaan 2.11
yaitu[33, 34], 𝐶𝑒
𝑞𝑒=
1
𝑞𝑚𝑏+
1
𝑞𝑚𝐶𝑒 (2.11)
Kurva dapat dibuat sesuai persamaan 2.11 yaitu Ce/qe (sumbu
y) terhadap Ce (sumbu x) diperoleh persamaan linear dengan intersep
(1/qmb) dan kemiringan (1/qm). Dengan Ce adalah konsentrasi ion
adsorbat dalam larutan setelah diadsorpsi, qe adalah massa ion
adsorbat yang diserap per gram adsorben, b adalah konstanta
Langmuir / parameter afinitas yang berhubungan dengan energi
adsorpsi (L/mg) dan qm adalah kapasitas adsorpsi maksimum
(mg/g)[33, 34].
Gambar 2.11 Lapisan tunggal (monolayer) pada adsorben[32]
2.11 Analisa Kuantitatif Cr(VI) Menggunakan Difenilkarbazida
Konsentrasi Cr(VI) sisa dalam larutan dapat ditentukan dengan
metode spektrofotometri sinar tampak. Larutan Cr(VI) diasamkan
dengan asam sulfat atau asam asetat encer dan ditambahkan 1-2 mL
reagensia difenilkarbazida, menghasilkan warna merah-tua. Untuk
kromat dengan kadar yang sedikit, larutan akan menghasilkan warna
merah muda atau lembayung yang menandakan terbentuknya
difenilkarbazon dengan reaksi seperti pada Gambar 2.12[35]. Waktu
17
terbentuknya kestabilan kompleks Cr-difenilkarbazon terjadi pada 20-
40 menit[36]
Gambar 2.12 Reaksi terbentuknya difenilkarbazon[35]
Analisa kuantitatif secara spektrofotometri dilakukan dengan
menggunakan kurva baku hubungan absorbansi dengan konsentrasi
larutan standar Cr(VI). Berdasarkan hukum Lambert-Beer, absorbansi
berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang menyerap radiasi dan
panjang radiasi dalam medium. Sesuai dengan persamaan 2.12[37]:
A= ε b c (2.12)
Dimana, A adalah absorbansi, ε adalah absorpsivitas molar
(L.mol-1.cm-1), b adalah tebal medium yang terserap (cm) dan c adalah
konsentrasi larutan (mol.L-1)[37]. Grafik hubungan antara absorbansi
(A) dengan konsentrasi (c) akan diperoleh garis lurus melalui titik nol,
dengan ε dan b slope garis. Kurva baku hubungan antara konsentrasi
dengan absorbansi dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.13[38].
Gambar 2.13 Kurva baku hubungan konsentrasi dengan
absorbansi[38]
C
A
a= ε b
y= Absorbansi (A)
x= Konsentrasi (C)
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari hingga Mei 2017.
3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah magnetic
stirer, spektrofotometer UV-Vis 1601 (Shimazu), neraca analitik,
tanur 6000 (Barnstead Thermolgne), oven (Memmert), ayakan 150
mesh dan 200 mesh, syringe pump type BYZ-810T (Byond), shaker
(Wise Shake), gelas kimia, pipet ukur, hot plate, Fourier
Transformation Infra Red (FT-IR) 8400S, X-Ray Flourosence (XRF)
tipe Minipal 4 (PANalytical), Surface Area Analyzer (SAA), cawan
porselin dan peralatan gelas.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
zeolit, kertas saring, HCl 32 %, akuades, amonium dihidrogen fosfat
(NH3H2PO4) (p.a), magnesium nitrat (p.a), kitosan, asam asetat glasial
(p.a), NaOH (teknis), K2CrO4(p.a), 1,5-difenilkarbazid (p.a).
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan,
antara lain:
1. Aktivasi zeolit
2. Penentuan rasio Si/P
3. Fosfatasi zeolit
4. Pembuatan Granul ASP
5. Penentuan waktu kontak optimum adsorpsi GASP terhadap
Cr(VI)
6. Penentuan konsentrasi optimum dan kapasitas adsorpsi GASP
7. Karakterisasi dengan FT-IR, XRF dan SAA
8. Analisis data
19
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Aktivasi zeolit Zeolit yang sudah halus diambil dengan ukuran ayakan antara
150 mesh dan 200 mesh. Sebelum dilakukan aktivasi tiap 20 g zeolit
dicuci dengan akuades 250 mL dan diaduk dengan magnetic stirer
selama 1 jam. Lalu zeolit disaring dan dikeringkan pada 105ᴼC.
Kemudian zeolit yang sudah kering dicampur dengan HCl 0,4 M
dengan rasio 1 g zeolit / 10 mL HCl selama 4 jam diaduk dengan
magnetic stirer. Zeolit hasil aktivasi dibilas dengan akuades hingga
pH filtrat sama dengan pH akuades lalu dikeringkan pada 105ᴼC.
3.4.2 Fosfatasi zeolit Zeolit aktif sebanyak 6 g dicampur NH4H2PO4 dengan massa
sesuai hasil perhitungan penentuan rasio Si/P Lampiran D.1.
Campuran tersebut dipanaskan pada temperatur 235ᴼC selama 5 jam.
Kemudian didiamkan pada suhu ruang, lalu dicuci dengan akuades
sampai filtrat bebas ion fosfat. Untuk mengetahui filtrat bebas ion
fosfat dilakukan uji kualitatif dengan menambahkan larutan
Mg(NO3)2 (terbentuk endapan putih) [35]. Padatan hasil penyaringan
dikeringkan pada 105ᴼC sehingga diperoleh serbuk Alumino Silico
Phosphate (ASP).
3.4.3 Pembuatan granul ASP ASP sebanyak 3 g dicampur dengan 0,18 g kitosan dan 9 mL
asam asetat 2 %, lalu diaduk dengan magnetic stirer hingga homogen.
ASP-kitosan diteteskan ke dalam larutan NaOH 1 M dengan bantuan
syringe pump dengan laju alir 50 mL/jam sampai terbentuk granul.
Granul yang terbentuk kemudian dicuci dengan akuades hingga pH
filtrat sama dengan pH akuades lalu dikeringkan pada 105ᴼC sehingga
diperoleh Granul Alumino Silico Phosphate (GASP). Setelah itu
dilakukan karakterisasi GASP sesuai prosedur 3.4.7.2 dan 3.4.7.3.
Sebagai pembanding, pembuatan granul juga dilakukan untuk zeolit
aktif.
3.4.4 Penentuan waktu kontak optimum adsorpsi GASP
terhadap Cr(VI) Sebanyak lima buah erlenmeyer 250 mL yang masing-masing
mengandung 0,1 g GASP ditambahkan 25 mL larutan K2CrO4 100
20
mg/L dan dilakukan pengocokan menggunakan shaker dengan
kecepatan 100 rpm dengan variasi waktu kontak 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan
2,5 jam. Campuran dipisahkan antara filtrat dengan adsorben melalui
proses penyaringan. Filtrat diambil dan dilakukan penentuan kadar
Cr(VI) sesuai prosedur 3.4.6.3. Proses adsorpsi dilakukan duplo.
3.4.5 Pengaruh konsentrasi Cr(VI) terhadap kapasitas
adsorpsi pada GASP Sebanyak lima buah erlenmeyer 250 mL yang masing-masing
mengandung 25 mL larutan K2CrO4 25, 50, 75, 100 dan 150 mg/L
ditambahkan adsorben 0,1 g GASP dan dikocok menggunakan shaker
dengan kecepatan 100 rpm dan menggunakan waktu kontak optimum
dari hasil 3.4.4. Filtrat diambil dan dilakukan penentuan kadar Cr(VI)
sesuai prosedur 3.4.6.3. Proses adsorpsi dilakukan duplo dengan
pembanding granul zeolit aktif dan serbuk ASP.
3.4.6 Penentuan kadar Cr(VI) 3.4.6.1 Penentuan panjang gelombang maksimum Cr(VI)
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis
Penentuan panjang gelombang maksimum digunakan larutan
Cr-difenilkarbazon yang telah didiamkan selama 1 jam dengan
konsentrasi 3 mg/L dan diukur absorbansinya pada rentang panjang
gelombang 400-700 nm menggunakan spektrofotometer Uv-Vis.
3.4.6.2 Pembuatan kurva baku Cr-difenilkarbazon
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis Pembuatan kurva baku dilakukan dengan menggunakan ion
Cr-difenilkarbazon yang telah didiamkan selama 1 jam konsentrasi 0,
1, 2, 3, 4 dan 5 mg/L. Kemudian diukur pada panjang gelombang
maksimum dengan menggunakan spektrofotometer Uv-Vis. Hasil
pengukuran dapat dibuat kurva baku hubungan absorbansi terhadap
konsentrasi dan diperoleh persamaan regresi linear.
3.4.6.3 Pengukuran kadar Cr(VI) menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis
Larutan K2CrO4 diambil 1 mL kedalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan akuades secukupnya. Kemudian ditambahkan 10 mL
21
asam asetat 2 % dan 3 tetes 1,5-difenilkarbazid 0,5 %. Ditambahkan
akuades sampai tanda batas dan didiamkan selama 1 jam. Selanjutnya
diukur adsorbansinya pada panjang gelombang maksimum dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis. Absorbansi yang diperoleh
diplotkan ke dalam persamaan baku sehingga diperoleh konsentrasi
Cr(VI) sisa.
3.4.7 Penentuan rasio Si/P dan karakterisasi 3.4.7.1 Penentuan rasio Si/P menggunakan X-Ray Flourosence
(XRF)
Kadar Si sebagai SiO2 dapat ditentukan dengan menggunakan
XRF tipe Minipal 4 (PANalytical) dilakukan di Laboratorium Sentral
Mineral dan Material Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Malang. Zeolit aktif sebanyak 1 g dianalisis
kemudian dilakukan perhitungan rasio Si/P sesuai pada lampiran D.1.
3.4.7.2 Karakterisasi ASP menggunakan X-Ray Flourosence
(XRF)
Karakterisasi dengan menggunakan XRF tipe Minipal 4
(PANalytical) dilakukan di Laboratorium Sentral Mineral dan
Material Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang. Serbuk ASP sebanyak 1 g dianalisis untuk
mengetahui komposisi unsur dan senyawa oksida dan dibandingkan
dengan data XRF zeolit aktif.
3.4.7.3 Karakterisasi GASP menggunakan Fourier
Transformation Infra Red (FT-IR)
GASP sebanyak 0,1 g dianalisis menggunakan FT-IR tipe
Michelson yang dicampurkan dengan medium pelet KBr sebanyak 0,4
g. Campuran digerus, dimasukan dalam pellet press dan dikompresi.
Setelah itu sampel yang sudah bercampur dengan pelet KBr diletakkan
diantara dua celah yang akan dilewati oleh berkas sinar inframerah
dengan rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Analisis juga
dilakukan pada zeolit aktif dan serbuk ASP sebagai pembanding.
22
3.4.7.4 Karakterisasi GASP menggunakan Surface Area Analyzer
(SAA)
Sejumlah GASP dianalisis dengan menggunakan SAA,
kemudian dibandingkan dengan hasil analisis granul zeolit aktif.
3.4.8 Analisis data Berdasarkan hasil karakterisasi ASP dan zeolit aktif
menggunakan XRF diperoleh komposisi unsur dan senyawa
oksidanya. Hasil karakterisasi GASP menggunakan FT-IR diperoleh
gugus fungsi GASP dan SAA diperoleh luas permukaannya.
Sedangkan penentuan kondisi optimum dibuat dalam bentuk grafik
yaitu,
a. Hubungan waktu kontak (jam) Vs massa Cr(VI) yang diserap
per gram adsorben GASP (qe).
b. Hubungan variasi konsentrasi Cr(VI) (mg/L) Vs massa Cr(VI)
yang diserap per gram adsorben GASP (qe).
Massa Cr(VI) yang diserap per gram adsorben GASP (qe) dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
waktu kontak( jam)
qe
(mg/g
)
konsentrasi (mg/L)
qe
(mg/g
)
23
qe = (𝐶𝑜 − 𝐶𝑒)𝑥 𝑉
𝑚
Keterangan:
Co = konsentrasi Cr(VI) sebelum adsorpsi (mg/L)
Ce = konsentrasi Cr(VI) sesudah adsorpsi (mg/L)
V = volume larutan Cr(VI) yang digunakan saat proses adsorpsi (L)
m = massa adsorben yang digunakan saat proses adsorpsi (g)
Penentuan kapasitas adsorpsi juga dibuat dalam bentuk grafik
hubungan Ce/qe (sumbu y) terhadap Ce (sumbu x) berdasarkan
persamaaan Langmuir sebagai berikut:
𝐶𝑒
𝑞𝑒=
1
𝑞𝑚𝑏+
1
𝑞𝑚 𝐶𝑒
Keterangan :
Ce = konsentrasi ion adsorbat dalam larutan setelah diadsorpsi(mg/L)
qe = massa ion adsorbat yang diserap per gram adsorben(mg/g)
b = konstanta Langmuir / parameter afinitas (L/mg)
qm = kapasitas adsorpsi maksimum (mg/g)
Sehingga diperoleh persamaan linear dengan intersep (1/qmb)
dan kemiringan (1/qm).
Ce
Ce/
qe
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Aktivasi Zeolit Zeolit alam yang sudah halus terlebih dahulu dilakukan
pengayakan dan pencucian sebelum proses aktivasi. Ukuran ayakan
yang digunakan yaitu 150 mesh dan 200 mesh, dengan tujuan untuk
mendapatkan keseragaman ukuran butiran zeolit antara 150-200
mesh. Proses aktivasi zeolit dilakukan secara fisika dan kimia.
Aktivasi secara fisika dilakukan dengan mencuci zeolit menggunakan
akuades 250 mL dan diaduk dengan magnetic stirer selama 1 jam.
Zeolit disaring dan dikeringkan pada 105ᴼC sehingga diperoleh zeolit
150-200 mesh sebanyak 70 g yang berwarna kuning kecoklatan.
Tujuan aktivasi secara fisika yaitu untuk menghilangkan air yang
terikat secara fisika, menguraikan senyawa organik yang terperangkap
dalam rongga zeolit dan menghilangkan ion-ion yang larut dalam air
yang ada di permukaan atau pori-pori zeolit. Sehingga dapat
meningkatkan luas permukaan dan memperbesar volume pori zeolit.
Aktivasi secara kimia dilakukan dengan mencampurkan zeolit
sebanyak 60 g dengan HCl 0,4 M rasio 1 g zeolit / 10 mL HCl dan
diaduk selama 4 jam dengan magnetic stirer. Tujuan aktivasi secara
kimia adalah untuk menyeragamkan kation pada zeolit menggunakan
HCl dan menghilangkan pengotor yang larut dalam asam seperti
senyawa oksida logam. Oksida-oksida logam tersebut yaitu Fe2O3,
Al2O3, CaO, K2O dan TiO2. Zeolit hasil aktivasi dibilas dengan
akuades hingga pH akuades lalu dikeringkan pada 105ᴼC dan
ditimbang hingga berat konstan. Proses pembilasan zeolit dengan
akuades bertujuan untuk menghilangkan ion H+ dan Cl- yang tidak
terikat pada permukaan zeolit.
4.2 Fosfatasi Zeolit Fosfatasi zeolit bertujuan untuk menggantikan atom Si pada
tetrahedral SiO4 atau atom Al pada tetrahedal AlO4- dengan atom P
pada tetrahedal PO4+ yang bermuatan positif melalui proses subtitusi
isomorfi tanpa mengubah struktur zeolit[5]. Zeolit aktif yang
berwarna kuning kecoklatan sebanyak 6 g dicampur 45,552 g
NH4H2PO4 dari hasil perhitungan Lampiran D.1 (rasio Si/P = 1:6).
25
Campuran tersebut dipanaskan pada temperatur 235ᴼC selama 5 jam.
Kemudian didiamkan pada suhu ruang, lalu dicuci dengan akuades
sampai filtrat bebas ion fosfat agar dapat menghilangkan fosfat bebas
dan fosfat yang kemungkinan terikat secara fisik pada permukaan atau
pori zeolit. Untuk mengetahui filtrat bebas ion fosfat dilakukan uji
kualitatif dengan menambahkan larutan Mg(NO3)2[35]. Hal ini
ditandai dengan tidak adanya endapan putih dari Mg3(PO4)2 pada
filtrat dengan reaksi sebagai berikut:
2PO43-
(aq) + 3Mg2+(aq) Mg3(PO4)2 (s) [35]
Kemudian zeolit yang telah terfosfatasi dikeringkan pada
temperatur 105ᴼC untuk menghilangkan air yang ada di kerangka atau
pori-pori zeolit-fosfat. Sehingga diperoleh serbuk Alumino Silico
Phosphate (ASP) yang berwarna putih keabu-abuan sebanyak 5,9 g.
4.3 Pembuatan Granul ASP Alumino Silico Phosphate (ASP) sebanyak 4 g dicampur
dengan gel kitosan (0,24 g kitosan dan 12 mL asam asetat 2 %) lalu
diaduk dengan magnetic stirer hingga homogen. Gel kitosan berfungsi
sebagai perekat ASP sehingga dapat terbentuk granul. Selain itu gel
kitosan memiliki gugus amina (-NH3+) yang dapat dimungkinkan
untuk meningkatkan kemampuan ASP sebagai adsorpsi anion yang
dibentuk oleh ion Cr(VI). ASP-kitosan diteteskan ke dalam larutan
NaOH 1 M dengan bantuan syringe pump laju alir 50 mL/jam sampai
terbentuk granul. Syringe pump digunakan laju alir 50 mL/jam yaitu
untuk menyeragamkan ukuran granul saat terbentuk. Sedangkan
larutan NaOH berfungsi agar gel kitosan yang telah bercampur dengan
ASP dapat mengeras dan ASP-kitosan tidak pecah. Hal ini sesuai
dengan sifat kitosan yang larut dalam suasana asam (asam organik)
karena gugus -NH2 pada kitosan mengalami protonasi menjadi –NH3+
sehingga meningkatkan kepolaran kitosan dan mudah larut dalam
pelarut polar. Kemudian kitosan mengeras dalam suasana basa karena
gugus -NH3+ mengalami deprotonasi menjadi -NH2 sehingga
menurunkan kepolaran kitosan dan menyebabkan kitosan tidak larut
dalam pelarut polar/ mengalami penggumpalan[22]. Granul yang
terbentuk kemudian dicuci dengan akuades hingga pH filtrat sama
dengan pH akuades dan dikeringkan pada temperatur 105ᴼC untuk
26
menghilangkan air yang ada di kerangka atau pori-pori ASP-kitosan.
Sehingga diperoleh Granul Alumino Silico Phosphate (GASP) yang
berwarna putih kecoklatan sebanyak 3,6 g.
1.4 Karakterisasi Adsorben Granul Alumino Silico
Phosphate (GASP) 1.4.1 XRF (X-Ray Flourosence)
Analisis dengan menggunakan XRF bertujuan untuk
mengetahui komposisi yang terkandung di dalam adsorben zeolit
aktif, ASP dan GASP. Spektra XRF dari zeolit aktif dan Alumino
Silico Phosphate (ASP) terdapat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Sedangkan interpretasi dari spektra XRF dari zeolit aktif dan Alumino
Silico Phosphate (ASP) terdapat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.1 Spektra XRF dari zeolit aktif
Pada data XRF zeolit aktif Gambar 4.1 dan Gambar 4.3
kandungan silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) yang merupakan
komponen utama penyusun kerangka zeolit yaitu berturut-turut
sebesar 64,30 % (wt) dan 8,30 % (wt). Dari kadar silika tersebut dapat
ditentukan massa NH4H2PO4 yang diperlukan dalam proses fosfatasi
27
zeolit aktif dengan perhitungan sesuai pada Lampiran D.1. Walaupun
telah dilakukan proses aktivasi zeolit, masih terlihat senyawa pengotor
dengan kadar tinggi seperti Fe2O3 sebesar 14,70 % (wt), CaO sebesar
5,51 % (wt) dan K2O sebesar 3,65 % (wt).
Gambar 4.2 Spektra XRF dari ASP
Gambar 4.3 Grafik hubungan kadar (%) terhadap jenis senyawa
oksida.
64,30
0,00
14,708,30 3,65
5,513,54
46,20
34,70
9,26 6,101,00 0,97 1,77
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
SiO2 P2O5 Fe2O3 Al2O3 K2O CaO Lain-lain
Kad
ar (
%)
Senyawa Oksida
Zeolit aktif ASP
28
Kandungan silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) pada Gambar
4.3 mengalami penurunan setelah dilakukan proses fosfatasi menjadi
46,20 % (wt) dan 6,10 % (wt) bersamaan dengan munculnya senyawa
oksida P2O5 dari penambahan NH4H2PO4 sebesar 34,70 % (wt). Selain
itu senyawa pengotor Fe2O3, CaO dan K2O juga mengalami penurunan
kadar menjadi 9,26 % (wt), 0,97 % (wt) dan 1,00 % (wt). Munculnya
senyawa oksida P2O5 dimungkinkan terjadinya subtitusi isomorfi pada
kerangka zeolit saat proses fosfatasi dan atau ion fosfat bebas yang
tidak mengalami subtitusi isomorfi.
Dibandingkan dengan gugus alumina, gugus silika cenderung
mudah digantikan oleh gugus fosfat karena adanya beberapa
kemiripan sifat dari silika dan fosfat. Seperti panjang ikatan yang sama
yaitu Si-O pada silika sebesar 1,63 Å dan P-O pada fosfat sebesar 1,63
Å dibandingkan pada Al-O pada alumina sebesar 1,75 Å. Besarnya
panjang ikatan pada alumina menyebabkan kestabilan juga ikut
meningkat. Selain itu, energi ikat Al-O pada alumina sebesar 512
kJ/mol yang lebih besar dibandingkan enegi ikat dari Si-O pada silika
sebesar 452 kJ/mol dan P-O pada fosfat sebesar 335 kJ/mol [39, 40].
Sehingga alumina lebih sulit mengalami fosfatasi dibandingkan silika.
Keberhasilan fosfatasi zeolit secara rinci dapat diketahui berdasarkan
karakterisasi dengan FTIR dan hasil adsorpsi dari adsorben hasil
fosfatasi (ASP dan GASP).
1.4.2 FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)
Analisis dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk
mengetahui gugus fungsi yang terkandung di dalam zeolit aktif, ASP
dan GASP. Pola spektra IR dari zeolit aktif, Alumino Silico Phosphate
(ASP) dan Granul Alumino Silico Phosphate (GASP) terdapat pada
Gambar 4.4 dan interpretasi dari pola spektra IR terdapat pada Tabel
4.1 Berdasarkan pada Gambar 4.4 dan Tabel 4.1 pita nomor 1
muncul regangan gugus O-H pada zeolit aktif dan GASP yang
menandakan adanya H2O yang masuk di dalam pori-pori zeolit.
Adanya H2O diperkuat pada pita nomor 5 muncul tekuk O-H dari
zeolit aktif, ASP dan GASP. Gugus O-H pada ASP tidak muncul di
pita nomor 1 karena sangat sedikitnya kadar air yang menyebabkan
intensitas yang muncul juga sangat rendah (tidak cukup kuat untuk
menghasilkan puncak).
29
Gambar 4.4 Spektra inframerah zeolit aktif, ASP dan GASP
Pita nomor 6, 8, 10 dan 13 berturut-turut menunjukkan adanya
regangan gugus P=O, rengangan PO4 (O-P-O) , regangan PO4 (O-P-
O) dan tetrahedral PO4 yang hanya terjadi pada adsorben ASP dan
GASP. Hal ini membuktikan terjadinya subtitusi isomorfi antara
gugus alumina (AlO4-) dan silika (SiO4) dengan fosfat (PO4
+) saat
proses fosfatasi. Selain itu, adanya subtitusi isomorfi menyebabkan
terjadi pergeseran bilangan gelombang dari besar menjadi lebih kecil.
Pergeseran bilangan gelombang terjadi pada pita nomor 7, 9 dan 12
berturut-turut regangan asimetris external linkage TO4 (O-Si-O dan O-
Al-O), regangan asimetris internal tetrahedal (O-Si-O dan O-Al-O)
dan regangan simetris internal tetrahedal (O-Si-O dan O-Al-O) dari
zeolit aktif bergeser menjadi pita nomor 8, 10 dan 13 dari adsorben
ASP dan GASP. Sesuai dengan hukum Hooke yang menyatakan
bahwa meningkatnya massa antar atom yang berikatan yaitu dari
massa atom Si-O (Mr: 42,98 g/mol ) dan Al-O (Mr: 44,084 g/mol)
menjadi P-O (Mr: 46,972 g/mol) maka menyebabkan bilangan
gelombang bergeser ke daerah yang lebih rendah[46]. Walaupun
mengalami pergeseran, pada pita nomor 7, 9 dan 12 dari adsorben ASP
dan GASP masih menghasilkan puncak yang menandakan tidak
semua gugus alumina (AlO4-) dan silika (SiO4) digantikan oleh gugus
fosfat (PO4+).
0
20
40
60
80
100
120
400140024003400
% T
ran
smit
ansi
v (cm-1)
Zeolit Aktif ASF GASF
1 2
3 3 4
5
6
7 8 9
10
11
12
13
14 ASP GASP
30
Tabel 4.1 Interpretasi spektra inframerah zeolit aktif, ASP dan GASP
No
Pita
Zeolit
Aktif
(cm-1)
ASP
(cm-1)
GASP
(cm-1)
Jenis Vibrasi dan Gugus
Fungsi
1 3443,46 - 3449,25 Regangan O-H (H2O dan
kitosan)[26, 39, 40]
2 - 3206,23 3246,74 Regangan asimetri N-H
(NH4H2PO4 dan kitosan)[27]
3 - - 3063,51
2920,79
Regangan asimetris C-H
(kitosan)[26, 39]
4 - 2866,79 2853,29 Regangan simetris N-H
(NH4H2PO4 dan kitosan)[41]
5 1642,07 1686,43
1638,21 1651,72 tekuk O-H (H2O [41]
6 - 1426,06 1427,99 Regangan (P=O)[27, 41]
7 1223,55 1206,19 1213,90
Regangan asimetris external
linkage (O-Si-O dan O-Al-
O)[44]
8 - 1138,69 1130,97 Regangan PO4 (O-P-O) [27,
41]
9 1053,82 1086,61 1086,61
Regangan asimetris internal
tetrahedal (O-Si-O dan O-
Al-O)[26, 43]
10 - 953,53 951,6 Regangan PO4 (O-P-O)[27,
41]
11 797,31
779,95
795,38
768,38 797,31
Regangan simetris external
linkage(O-Si-O dan O-Al-
O)[42, 43]
12 695,09 695,09
652,66 697,02
Regangan simetris internal
tetrahedal (O-Si-O dan O-
Al-O)[45]
13 - 577,44 573,58 Tetrahedral PO4 (O-P-O,
O=P-O)[42]
14 465,58 465,58 459,79 Tekuk tetrahedral (Si-O-Si
dan Al-O-Al)[26, 43]
31
1.4.3 SAA ( Surface Area Analyzer) Analisis dengan menggunkan SAA bertujuan untuk mengetahui
luas permukaan, volume pori dan radius pori rata-rata atau distribusi
pori pada granul zeolit aktif dan GASP. Hasil karakterisasi SAA
terdapat pada Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.
Gambar 4.5 Data luas permukaan (m2/g) pada granul zeolit aktif dan
GASP
Gambar 4.6 Data volume pori (cm3/g) pada granul zeolit aktif dan
GASP
Berdasarkan Gambar 4.5 pada GASP memiliki luas
permukaan 30,100 m2/g yang lebih besar dibandingkan granul zeolit
1,054
30,100
0
5
10
15
20
25
30
35
Granul zeolit aktif GASP
Luas
per
mukaa
n (
m2/g
)
Jenis Adsorben
0,354
1,262
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
Granul zeolit aktif GASP
Vo
lum
e p
ori
(cm
3/g
)
Jenis adsorben
32
aktif 1,054 m2/g. Pada Gambar 4.6 GASP juga mempunyai volume
pori sebesar 1,262 cm3/g yang lebih besar dibandingkan granul zeolit
aktif sebesar 0,354 cm3/g. Hal ini menunjukkan bahwa proses fosfatasi
tidak hanya meningkatkan situs positif tetapi juga dapat meningkatkan
luas permukaan dan volume pori dari zeolit. Selain itu pada Gambar
4.7 radius pori rata-rata pada GASP yaitu 838,6 Å lebih rendah
dibandingkan granul zeolit aktif yaitu 6714 Å. Hal ini menunjukkan
bahwa meningkatnya luas permukaan dan volume pori setelah proses
fosfatasi menyebabkan radius pori rata-rata menurun. Radius pori
rata-rata menunjukkan seberapa dekat jarak antar pori di dalam
adsorben. Sehingga semakin kecil radius pori rata-rata maka semakin
dekat jarak antar pori dan semakin banyak pori pada adsorben.
Gambar 4.7 Data radius pori rata-rata (Å) pada granul zeolit aktif dan
GASP
1.5 Pengaruh Waktu Kontak Optimum Adsorpsi GASP
terhadap Cr(VI) Pada penelitian ini dipelajari pengaruh waktu kontak optimum
dengan menambahkan GASP sebanyak 0,1 g ke dalam 25 mL larutan
K2CrO4 100 mg/L dan dilakukan pengocokan menggunakan shaker
dengan kecepatan 100 rpm dengan variasi waktu kontak 0,5; 1,0; 1,5;
2,0 dan 2,5 jam. Filtrat diambil dan dilakukan penentuan kadar ion
Cr(VI) dengan metode spektrofotometri sinar tampak pada panjang
6714
838,6
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
Granul zeolit aktif GASP
Rad
ius
pori
rat
a-ra
ta (
Å)
Jenis adsorben
33
gelombang 541 nm dengan pengompleks difenilkarbazida. Sehingga
diperoleh data seperti pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Grafik hubungan waktu kontak adsorpsi terhadap massa
Cr(VI) yang diserap per gram adsorben GASP(qe).
Pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa waktu optimum pada
proses adsorpsi terjadi pada 2 jam dengan massa ion Cr(VI) yang
diserap per gram adsorben (qe) yaitu sebesar 5,24 ± 0,20 mg/g. qe
mengalami peningkatan pada waktu kontak 0,5 jam sampai 2 jam
berturut-turut 2,93 ± 0,05; 3,07 ± 0,05; 4,44 ± 0,05 dan 5,24 ± 0,05
mg/g. Meningkatnya qe dikarenakan pada awal proses adsorpsi
ketersediaan situs positif/sisi aktif dan ruang pada pori-pori adsorben
GASP yang besar serta perbedaan konsentrasi Cr(VI) antara adsorbat
dan adsorben yang besar. Hal tersebut menyebabkan proses
perpindahan massa Cr(VI) dari adsorbat ke adsorben GASP berjalan
dengan cepat[47]. Sedangkan pada waktu kontak dari 2 jam sampai
2,5 jam, qe mengalami penurunan yaitu dari 5,24 ± 0,05 mg/g menjadi
4,77 ± 0,10 mg/g. Penurunan massa Cr(VI) yang teradsorpsi terjadi
karena situs positif/sisi aktif pada adsorben GASP sudah terisi penuh
oleh Cr(VI) sehingga adsorben mengalami kejenuhan dan
menyebabkan terjadinya proses desorpsi/ terlepasnya Cr(VI) dari
adsorben kembali ke adsorbat. Sesuai dengan teori bahwa pada waktu
tertentu massa Cr(VI) yang teradsopsi akan meningkat kemudian
mengalami penurunan saat setelah konsentrasi Cr(VI) mengalami
kesetimbangan di dalam adsorben dan adsorbat [47].
2,93 ± 0,053,07 ± 0,05
4,44 ± 0,05
5,24 ± 0,054,77 ± 0,10
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
qe
(mg/g
)
Waktu kontak (jam)
34
4.6 Pengaruh Konsentrasi Cr(VI) terhadap Kapasitas
Adsorpsi pada GASP Pada penelitian ini dipelajari pengaruh konsentrasi Cr(VI)
terhadap kapasitas adsorpsi pada GASP dengan menambahkan 1 g
adsorben GASP ke dalam 25 mL larutan K2CrO4 25, 50, 75, 100 dan
150 mg/L. Kemudian dilakukan pengocokan menggunakan shaker
dengan kecepatan 100 rpm dan menggunakan waktu kontak optimum
yaitu 2 jam (Hasil 4.5). Filtrat diambil dan dilakukan penentuan kadar
Cr(VI) dengan metode spektrofotometri sinar tampak pada panjang
gelombang 541 nm dengan pengompleks difenilkarbazida. Sehingga
diperoleh data seperti pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Grafik hubungan variasi konsentrasi Cr(VI) terhadap
massa Cr(VI) yang diserap per gram adsorben GASP (qe).
Pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa semakin besar
konsentrasi Cr(VI) maka semain besar pula massa Cr(VI) yang
teradsorpsi oleh GASP. Massa Cr(VI) yang diserap per gram adsorben
(qe) terus mengalami kenaikan dari konsentrasi 25 mg/L sampai 150
mg/L berturut-turut 1,70 ± 0,15; 2,93 ± 0,05; 4,01 ± 0,05; 5,24 ± 0,05
dan 7,55 ± 0,87 mg/g. Hal ini terjadi karena adsorben GASP memiliki
pori-pori dan situs positif/sisi aktif yang besar sehingga dibutuhkan
lebih banyak lagi massa Cr(VI)/konsentrasi Cr(VI) yang lebih besar
untuk sepenuhnya menempati semua sisi aktif tersebut sampai
mengalami kejenuhan. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
semakin besar konsentrasi adsorbat, semakin banyak jumlah zat
1,70 ± 0,15
2,93 ± 0,054,01 ± 0,05
5,24 ± 0,05
7,55 ± 0,87
0,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
0 25 50 75 100 125 150
qe
(mg/g
)
Konsentrasi Cr(VI) (mg/L)
35
terlarut yang dapat diadsorpsi sampai tercapai kondisi kesetimbangan,
yaitu laju zat yang diserap sama dengan laju zat yang dilepas dari
adsorben pada temperatur tertentu[33].
Berdasarkan data yang diperoleh pada Gambar 4.9 ditentukan
kapasitas adsorpsi maksimum adsorben GASP dengan menggunakan
persamaan Langmuir. Persamaan Langmuir mengasumsikan bahwa
kapasitas adsorpsi maksimum terjadi pada lapisan tunggal
(monolayer) adsorbat di permukaan adsorben[33, 34]. Sehingga
diperoleh grafik seperti pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Grafik persamaan Langmuir GASP dari konsentrasi
Cr(VI) setelah proses adsopsi (Ce) terhadap konsentrasi per massa
Cr(VI) yang diserap per gram adsorben (Ce/qe).
Pada Gambar 4.10 diperoleh harga koefisien determinasi R2 ≥
0,9 (mendekati 1) yang menunjukkan bahwa persamaan y = 0,0208x
+13,594 memenuhi persamaan Langmuir dengan R2= 0,937.
Kapasitas adsorpsi maksimum(qm) pada adsorben GASP dapat
ditentukan dari nilai slope atau kemiringan (1/qm) dengan nilai slope
0,0208 yaitu sebesar 48,077 mg/g. Kapasitas adsorpsi maksimum juga
ditentukan untuk adsorben zeolit aktif, granul zeolit aktif dan Alumino
Silico Phosphate (ASP) berturut-turut Gambar 4.11, Gambar 4.12
dan Gambar 4.13.
y = 0,0208x + 13,594
R² = 0,9365
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
0,00 50,00 100,00 150,00
Ce/
qe
(g/L
)
Ce (mg/L)
36
Gambar 4.11 Grafik persamaan Langmuir zeolit aktif dari
konsentrasi Cr(VI) setelah proses adsopsi (Ce) terhadap konsentrasi
per massa Cr(VI) yang diserap per gram adsorben (Ce/qe).
Gambar 4.12 Grafik persamaan Langmuir granul zeolit aktif dari
konsentrasi Cr(VI) setelah proses adsopsi (Ce) terhadap konsentrasi
per massa Cr(VI) yang diserap per gram adsorben (Ce/qe).
Harga koefisien determinasi(R2) pada adsorben zeolit aktif
Gambar 4.11, granul zeolit aktif Gambar 4.12 dan ASP Gambar
4.13 memiliki R2 ≥ 0,9 (mendekati 1) sehingga memenuhi persamaan
Langmuir dengan nilai R2 berturut-turut 0,945; 0,939 dan 0,968.
Kapasitas adsorpsi maksimum dapat ditentukan dengan mengunakan
nilai slope masing-masing persamaan pada adsorben zeolit aktif,
granul zeolit aktif dan ASP. Sehingga diperoleh perbedaan
y = 0,0641x + 14,542
R² = 0,9452
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
0,000 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000
Ce/
qe
(g/L
)
Ce (mg/L)
y = 0,0614x + 14,653
R² = 0,9389
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
0,000 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000
Ce/
qe
(g/L
)
Ce (mg/L)
37
kemampuan adsorpsi berdasarkan nilai kapasitas adsopsi maksimum
pada masing-masing adsorben seperti pada Gambar 4.14.
Gambar 4.13 Grafik persamaan Langmuir ASP dari konsentrasi
Cr(VI) setelah proses adsopsi (Ce) terhadap konsentrasi per massa
Cr(VI) yang diserap per gram adsorben (Ce/qe).
Gambar 4.14 Grafik kapasitas adsorpsi maksimum pada adsorben
yang berbeda.
Pada Gambar 4.14 terlihat bahwa nilai kapasitas adsorpsi
maksimum tertinggi terjadi pada adsorben GASP yaitu sebesar 48,077
mg/g dibandingkan dengan jenis adsorben lain(zeolit aktif, granul
zeolit aktif dan ASP). Hal ini terjadi karena pada adsorben GASP
memiliki gugus/situs positif yang besar dari hasil proses fosfatasi
zeolit dengan NH4H2PO4 dan penambahan kitosan sehingga mampu
y = 0,0283x + 13,47
R² = 0,9678
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
0,000 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000
Ce/
qe
(g/L
)
Ce (mg/L)
15,601 16,287
35,336
48,077
0,000
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Zeolit aktif Granul
zeolit aktif
ASP GASPKap
asit
as A
dso
rpsi
Mak
s. (
mg/g
)
Jenis Adsorben
38
mengadsorpsi anion/ Cr(VI) lebih banyak. Gugus/situs positif yang
berperan yaitu PO4+ pada layer zeolit terfosfatasi dan gugus fungsi –
NH3+ dari kitosan. Selain itu meningkatnya luas permukaan, volume
pori dan jumlah pori (hasil karakterisasi SAA) juga dapat berperan
sebagai faktor dalam peningkatan kapasitas adsorpsi maksimum pada
GASP. Pengaruh zeolit yang terfosfatasi juga dapat diketahui dari nilai
kapasitas adsorpsi maksimum ASP yaitu 35,336 mg/g yang lebih besar
dibandingkan dengan zeolit aktif yaitu 15,601 mg/g. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa pada proses fosfatasi struktur SiO4 bermuatan
netral atau AlO4- bermuatan negatif di dalam zeolit akan digantikan
dengan struktur PO4+ yang bermuatan positif yang menyebabkan
muatan positif pada zeolit meningkat sehingga kapasitas adsorpsi
maksimum juga ikut meningkat[5]. Reaksi pergantian gugus fungsi
pada subtitusi isomorfi sesuai pada Gambar 2.4.
Sedangkan pengaruh penambahan kitosan dapat diketahui dari
nilai kapasitas adsorpsi maksimum antara zeolit aktif dengan granul
zeolit aktif dan ASP dengan GASP. Adanya kitosan pada granul zeolit
aktif menyebabkan nilai kapasitas adsorpsi maksimum granul zeolit
aktif yaitu 16,287 mg/g lebih besar dibandingkan zeolit aktif yaitu
15,601 mg/g. Begitu juga pada GASP yang memiliki nilai kapasitas
adsorpsi maksimum yaitu 48,077 mg/g lebih besar dibandingkan ASP
yaitu 35,336 mg/g. Selain berfungsi sebagai perekat dalam pembuatan
granul yang mudah dalam proses pemisahan, penambahan kitosan ke
dalam zeolit dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi Cr(VI) karena
kitosan mampu membentuk ikatan silang dengan zeolit dan memiliki
gugus amina (-NH3+) yang mampu mengikat anion/ Cr(VI)[21, 22].
Keefektifan penambahan kitosan juga dapat dibuktikan dari penelitian
Xie, dkk[10] yang menghasilkan kapasitas adsorpsi pada granul zeolit
kitosan sebesar 4,05 mg/g lebih besar dibanding kapasitas adsorpsi
serbuk zeolit sebesar 3,48 mg/g terhadap limbah anion (ion fosfat).
Adanya perbedaan jarak yang besar pada nilai kapasitas adsorpsi
antara zeolit aktif ke granul zeolit aktif yaitu dari 15,601 mg/g menjadi
16,287 mg/g dengan ASP ke GASP yaitu dari 35,335 mg/g menjadi
48,077 mg/g disebabkan karena terdapat ion amonium (NH4+) pada
ASP (dibuktikan dari serapan ion amonium pada spektra IR). Ketika
ditambahkan kitosan pada ASP, menyebabkan pH larutan berada di
sekitar 6,5 pada saat proses adsorpsi. Pada pH tersebut gugus amina (-
NH2) pada kitosan mengalami protonasi menghasilkan gugus amina
39
bermuatan positif (-NH3+). Meningkatnya jumlah gugus amina
bermuatan positif (-NH3+) di dalam kitosan berbanding lurus dengan
peningkatan kemampuan adsorpsi pada Cr(VI) dan dapat
meningkatkan jarak perbedaan kapasitas adsorpsi antara ASP dengan
GASP.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Hasil karakterisasi XRF menunjukkan kenaikan kadar P2O5
saat proses fosfatasi sebesar 34,70 % yang menyebabkan
menurunnya kadar SiO2 sebesar 18,10 % dan Al2O3 sebesar
2,2 %. Hasil karakterisasi dengan FTIR menunjukkan
keberhasilan proses fosfatasi yang dibuktikan adanya
pergeseran bilangan gelombang ke daerah yang lebih rendah
pada bilangan gelombang 1223,55; 1053,82 dan 695,09 cm-1
serapan tetrahedral silika dan alumina bergeser ke bilangan
gelombang 1138,69; 953,53 dan 577,44 cm-1 serapan
tetrahedral fosfat sesuai dengan hukum Hooke. Hasil
karakterisasi dengan SAA menunjukkan peningkatan luas
permukaan, volume pori dan jumlah pori setelah proses
fosfatasi.
2. Variasi waktu kontak mempengaruhi terjadinya peningkatan
massa Cr(VI) yang teradsorpsi. Waktu kontak optimum
terjadi pada proses adsorpsi selama 2 jam.
3. Variasi konsentrasi berbanding lurus dengan peningkatan
massa Cr(VI) yang teradsorpsi. Adanya proses fosfatasi dan
penambahan kitosan dapat meningkatkan nilai kapasitas
adsorpsi sebesar 48,077 mg/g pada GASP dibandingkan tanpa
proses fosfatasi dan penambahan kitosan sebesar 15,01 mg/g
pada zeolit aktif.
5.2 Saran Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan,
a. Pengaruh variasi pH untuk mengetahui efektifitas adsorpsi
Cr(VI) pada adsorben GASP terhadap perubahan spesi
Cr(VI).
b. Pengaruh waktu perendaman granul di dalam basa (NaOH)
terhadap kemampuan adsorpsi GASP.
41
DAFTAR PUSTAKA
[1] Suwarno, H. Dan Tandjung, S., 2014, Adsorpsi Pencemaran
Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit oleh Kitosan
yang Melapisi Arang Aktif Tempurung Kelapa, Jurnal
Teknosains, vol. 3, 132-141.
[2] Sahlan, L., dkk, 2016, Penurunan Kadar Krom (Cr) dalam
Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit dengan Metode
Elektrokoagulasi secara Batch, no. 51, 1–7.
[3] Lemoine, G., 2013, Comparison of Different Types of Zeolites
Used As Solid Acid Catalysis in The Transesterificatin
Reaction of Jatropha-type Oil for Biodiesel Production,
Worcester Polytechnic Institute.
[4] Wirawan, S. K., Sudibyo, H. dan Setiaji, M. F., 2015,
Development of Natural Zeolites Adsorbent : Chemical
Analysis and Preliminary TPD Adsorption Study X – Ray
Diffraction Agent, no. 3, 87–95.
[5] Mohammadi, M. H. dan Faghihian, H., 2008, Archive of SID
Isomorphous Substitution of P (V) in Natural
Clinoptilolite : Evalution of the Product for Removal of
NO3- , NO2
- and F- from Aqueous Solutions, vol. 27, no. 4,
115–118.
[6] Elok, K. H., 2002, Studi Pengaruh Jenis Senyawa Fosfat
terhadap Fosfatasi Zeolit Alam, Skripsi, Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya, Malang.
[7] Agustina, E., 2002, Studi Pengaruh Suhu Fosfatasi terhadap
Daya Tukar Anion Zeolit Alam Turen, Skripsi, Jurusan
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya, Malang.
42
[8] Praswanto, S. A., 2001, Studi Pengaruh Perbandingan Mol
Si/P terhadap Fosfatasi Zeolit Alam Turen, Skripsi,
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Brawijaya, Malang.
[9] Suraya, Z., 2003, Variasi pH Larutan dan Konsentrasi
Adsorbat terhadap Adsorpsi Anion yang Dibentuk Cr(VI)
oleh Zeolit Hasil Fosfatasi, Skripsi, Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya, Malang.
[10] Xie,J., dkk, 2013, Chitosan Modified Zeolite as a Versatile
Adsorbent for the Removal of Different Pollutants from
Water, Journal of Fuel, vol. 103, 480-485.
[11] Nurwati, E., 2009, Pengaruh Limbah Cair Industri
Penyamakan Kulit terhadap Kadar Kromium dalam
Tanaman Jahe (Zinggiber officanale), Program Studi
Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
[12] Rollinson, C. L., Bailar, J. C. nad Emeléus, H. J. ,2015 ,The
Chemistry of Chromium, Molybdenum and Tungsten 4th
Edition, Pergamon Press (Aust.) Pty. Ltd, Rushcutters Bay.
[13] Mittal, A. dan Mittal, J., 2002, Objective Chemistry for
Engineering & Medical Entrance Examinations. New Age
International (P) Ltd, New Delhi.
[14] Pratiwi, D. T., 2013, Penentuan Kadar Kromium dalam
Kopresipitasi Industri Melalui Pemekatan dengan Metode
Dithiokarbamat, Program Studi Kimia, Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang, Semarang.
[15] Szerement, J., dkk, 2014, Use of Zeolite in Agriculture and
Enviromental Protection. A Short Review, Department of
Physical Chemistry of Porous Material, 172–177.
43
[16] Ulmanu, M., 2012, Handbook of Natural Zeolites, Bentham E-
books, Romania.
[17] Ruthven, D. M., 1984, Principles of Adsorption & Adsorption
Processes, John Wiley & Sons, New York.
[18] Chmielewka, E., 2014, Environmental Zeolites and Aqueous
Media: Examples of Practical Solutions, Bentham E-books,
Romania.
[19] Firdaus, A., 2009, Aplikasi Bentonit-Zeolit dalam
Meningkatkan Mutu Minyak Akar Wangi Hasil
Penyulingan Daerah Kabupaten Garut, Skripsi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
[20] Smith, B. T., 2013, Ammonium Phosphate Monobasic MSDS,
Sciencelab.com, 1–5.
[21] Khazaeli, P., Pardhakhty, A. dan Hassanzadech, F., 2008,
Formulation of Ibupropen Beads Ionotropic Gelatin, J.
Pharmacetical Res, vol. 7, 163–170.
[22] Alvarenga, E. S. D., 2011, Characterization and Properties of
Chitosan, Biotechnology of Biopolymers, M. Elnashar, Ed.
InTech, Croatia, vol. 5, 91–109.
[23] Nygaard, J. N., dkk., 2015, Chitosan: Gels and Interfacial
Properties, J. Polymers, vol. 7, 552-579.
[24] Teimouri, A., dkk, 2016, Chitosan/Zeolite Y/Nano ZrO2
Nanocomposite as an Adsorbent for the Removal of
Nitrate from the Aqueous Solution, International Journal of Biological Macromolecules, vol. 93, 254-266.
[25] Stuart, B., 2004, Infrared Spectroscopy: Fundamental and
Applications, John Wiley & Sons, Ltd, France.
44
[26] Utubira, Y., dkk, 2006, Preparation and Characterization of
TiO2- Zeolite and its Application to Degrade Textile
Wastewater by Photocatalytic Method, Indo J .Chem, vol.
6, pp. 231–237.
[27] Nirmala, B., Sudha, A. G. dan Suresh, E., 2013, Synthesis and
Characterization of Alumino Phosphate Zeolites with Tri
Ethyl Amine as Template Using Microwave Assisted
Technique, Society of Education., vol. 4, 45–51.
[28] Batista, A., dkk, 2011, Chromium (VI) Ion Adsorption
Features of Chitosan Film and its Chitosan/Zeolite
Conjugate 13X Film, Journal Molecules, no.4, 2569-3579.
[29] Rosyid, H., Nawangsih, E. dan Dewita, 2012, Perbaikan Surface
Area Analyzer NOVA-1000 (Alat Penganalisis Luas
Pemukaan Serbuk, Prosiding Seminar Penelitian dan
Pengelolaan Perangkat Nuklir.
[30] Arfan, Y., 2016, Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar
Batubara dengan Perlakuan Aktivasi Terkontrol serta Uji
Kinerjanya, Departemen Teknik Kimia, Universitas
Indonesia, Jakarta.
[31] Suryawan, B., 2004, Karakteristik Zeolit Indonesia sebagai
Adsorben Uap Air, Universitas Indonesia, Jakarta.
[32] Do, D. D., 1998, Adsorption Analysis: Equilibria and
Kinetics. Imperial College Press, London.
[33] Handayani, M. dan Sulistiyono, E., 2009, Uji Persamaan
Langmuir dan Freundlich pada Penyerapan Limbah
Chrom (VI) oleh Zeolit, Pros. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Nuklir. PTNBR, Bandung, 130–136.
[34] Liu, Y. dan Chen, J., 2016, Ionic Liquids for Better Separation
Processes, Springer, Berlin.
45
[35] Vogel, 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif
Makro dan Semimikro Edisi Kelima. PT. Kalman Media
Pusaka, Jakarta.
[36] Dwiasi, D. dan Kartika, D., 2008, Spesiasi Cr(III) dan Cr(VI)
pada Limbah Cair Industri Elektroplating, Kimia,
Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman,
vol. 3, 85-90.
[37] Gusnedi, R., 2013, Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan
Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman
Obat, Pillar of Physics, vol. 2, 76–83.
[38] Ewing, G. W., 1985, Instrumental Methods of Chemistry
Analysis 4th Edition, Mc Graw-Hill and Co., New York.
[39] Huheey, P., 1958, The Strengths of Chemical Bonds, 2nd
Edition, Butterworths, London.
[40] Stuck, J. W. dan Banwart, W. L., 1979, Advanced Chemical
Methods for Soil and Clay Mineral Research, D. Reidel
Publishing Company, Illinois, USA.
[41] Silva, S. M. L., dkk, 2011, Canedo Application of Infrared
Spectroscopy to Analysis of Chitosan / Clay
Nanocomposites, Materials Science, Engineering and
Technology.
[42] Jegatheesan, A., Murugan, J., Neelakantaprasad, B. dan
Rajarajan, G., 2012, FTIR , XRD , SEM, TGA
Investigations of Ammonium Dihydrogen Phosphate (
ADP ) Single Crystal, Int. J. Comput. Appl., vol. 53, no. 4,
pp. 53–56.
[43] Ahsan, M. R., Uddin, M. A. dan Mortuza, M. G., 2005, Infrared
Study of The Effect of P2O5 in the Structure of Lead
Silicate Glasses, vol. 43, pp. 89–99.
46
[44] Jannah, M., Armilasari, N. dan Prasetyoko, D., 2014, Pengaruh
HF pada Pembentukan Zeolit ZSM-5 dari Kaolin Bangka
Tanpa Template Organik, J. Sains dan Seni Pomits, vol. 2,
no. 1, pp. 1–9.
[45] Mutngimaturrohmah, Gunawan dan Khabibi, 2009, Aplikasi
Zeolit Alam Terdealuminasi dan Termodifikasi HDTMA
sebagai Adsorben Fenol, J. Clays dan Clays, pp. 1–7.
[46] Kalsi, P. S., 2004, Spectroscopy of Organic Compounds Sixth
Edition. New Age International (P) Ltd., New Delhi.
[47] Emelda, L., Putri, S. M. dan Ginting, S., 2013, Pemanfaatan
Zeolit Alam Teraktivasi untuk Adsorpsi Logam Krom (Cr3+), J.
Rekayasa Kim. dan Lingkung., vol. 9, pp. 166–172.