pengaruh tingkat kesadaran situasi terhadap perilaku self

20
Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self-Protective Warga Komunitas Permukiman Kelurahan Kemanggisan Jakarta Barat Adrianus Ryan Lienardy & Yogo Tri Hendiarto Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424, Indonesia. E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini mencoba mendeskripsikan penyebab perilaku melindungi diri dari tindak kejahatan, konsep perilaku melindungi diri secara ilmiah disebut perilaku Self-Protective. Perilaku self-protective umumnya dianggap sebuah tindakan reaktif untuk menciptakan keamanan dari fenomena sosial, seperti kejahatan. Namun, bentuk-bentuk self-protective merupakan bentuk perilaku yang memiliki presisi dan terencana, sehingga peneliti menduga adanya suatu proses pemikiran dibalik perilaku tersebut. Peneliti memakai konsep kesadaran situasi sebagai pemicu untuk menjelaskan munculnya perilaku self-protective sebagai suatu proses kognisi dari individu maupun kelompok. Penelitian menggunakan pendekatan campuran menemukan bahwa perilaku self-protective merupakan perilaku yang multi-dimensi dan memiliki nilai manfaat. Perilaku tersebut muncul karena adanya proses kognisi individu dan kelompok terhadap elemen-elemen lingkungannya, jadi perilaku self-protective merupakan bentuk rekayasa terhadap lingkungan untuk keamanannya, bukan merupakan tindakan reaktif. Kata kunci: perilaku self-protective, kesadaran situasi, intensi perilaku, reaksi terhadap kejahatan. Abstract Effect of Situational Awareness towards Self-Protective Behavior on Community Residents Settlement Kemanggisan District West Jakarta This study tried to describe the causes of self protection behavior from crime, the concept of those behavior scientifically called Self-Protective behavior. Usually self-protective behavior considered as a reactive action that intended to create a secure feeling from some social phenomenon, such as crime. However,self-protective behavior can seen as a precise and well- planned behavior, so the researcher suspected the existence of a thought process behind self- protective behavior. Researchers used the concept of situation awareness as a independent variable to explain the emergence of self-protective behavior as a process of individual and group cognition. The study used a mixed approach found that self-protective behavior is a multi-dimensional behavior and have some benefit. Those behavior occurs because individual and groups cognition process of the elements in the environment, so self-protective behavior is a form of environment security engineering, not a reactive action. Keywords: self-protective behavior, situation awareness, behavioral intentions, reactions toward crime. Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self-Protective Warga Komunitas Permukiman Kelurahan Kemanggisan Jakarta Barat

Adrianus Ryan Lienardy & Yogo Tri Hendiarto

Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia,

Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424, Indonesia.

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini mencoba mendeskripsikan penyebab perilaku melindungi diri dari tindak kejahatan, konsep perilaku melindungi diri secara ilmiah disebut perilaku Self-Protective. Perilaku self-protective umumnya dianggap sebuah tindakan reaktif untuk menciptakan keamanan dari fenomena sosial, seperti kejahatan. Namun, bentuk-bentuk self-protective merupakan bentuk perilaku yang memiliki presisi dan terencana, sehingga peneliti menduga adanya suatu proses pemikiran dibalik perilaku tersebut. Peneliti memakai konsep kesadaran situasi sebagai pemicu untuk menjelaskan munculnya perilaku self-protective sebagai suatu proses kognisi dari individu maupun kelompok. Penelitian menggunakan pendekatan campuran menemukan bahwa perilaku self-protective merupakan perilaku yang multi-dimensi dan memiliki nilai manfaat. Perilaku tersebut muncul karena adanya proses kognisi individu dan kelompok terhadap elemen-elemen lingkungannya, jadi perilaku self-protective merupakan bentuk rekayasa terhadap lingkungan untuk keamanannya, bukan merupakan tindakan reaktif.

Kata kunci: perilaku self-protective, kesadaran situasi, intensi perilaku, reaksi terhadap kejahatan.

Abstract

Effect of Situational Awareness towards Self-Protective Behavior on Community Residents Settlement Kemanggisan District West Jakarta

This study tried to describe the causes of self protection behavior from crime, the concept of those behavior scientifically called Self-Protective behavior. Usually self-protective behavior considered as a reactive action that intended to create a secure feeling from some social phenomenon, such as crime. However,self-protective behavior can seen as a precise and well-planned behavior, so the researcher suspected the existence of a thought process behind self-protective behavior. Researchers used the concept of situation awareness as a independent variable to explain the emergence of self-protective behavior as a process of individual and group cognition. The study used a mixed approach found that self-protective behavior is a multi-dimensional behavior and have some benefit. Those behavior occurs because individual and groups cognition process of the elements in the environment, so self-protective behavior is a form of environment security engineering, not a reactive action. Keywords: self-protective behavior, situation awareness, behavioral intentions, reactions toward crime.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 2: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Pendahuluan

Kejahatan dapat memicu reaksi seperti pola perilaku, perilaku seperti melindungi diri

sendiri sampai pada pencegahan kejahatan, perilaku-perilaku tersebut dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan keamanan (Warr & Ellison, 2000). Perilaku manusia dipengaruhi oleh

lingkungannya. Lingkungan sangat berperan penting terutama menyangkut kondisi dan

keadaan lingkungan, kondisi lingkungan yang aman atau tidak aman secara langsung akan

membuat perilaku manusia yang berbeda. Hipotesa berbagai penelitian menunjukan bahwa

ketika lingkungan tidak aman kita akan cenderung untuk melakukan suatu tindakan menjaga

dan atau setidaknya menciptakan keamanan.

Tindakan yang akan dilakukan untuk menjaga atau menciptakan keamanan tersebut

dapat dilihat sebagai bentuk perilaku melindungi, namun pada kenyataanya tindakan tersebut

juga kita lakukan bahkan ketika lingkungan kita dianggap aman (Fallshore 2007). Sebagai

individu kita memiliki persepsi berbeda dalam melakukan perilaku melindungi diri, rasa aman

dan keadaan lingkungan merupakan banyak variabel yang dapat membentuk perilaku

melindungi diri.

Perilaku melindungi diri merupakan sebuah bentuk perilaku namun untuk mengkaji

secara ilmiah, peneliti harus menggunakan sebuah konsep ilmiah sehingga konteks dari apa

yang dikaji dapat dipahami. Penelitian kriminologi terkait dengan perilaku melindungi diri

umumnya menggunakan konsep self-protective, perilaku self-protective secara harafiah

memang dapat diartikan perilaku melindungi diri, namun dalam konteks kajian ilmiah

perilaku self-protective memiliki berbagai dikotomi, tipologi, dan konteks. Perilaku self-

protective yang dikaji dalam penelitian ini merupakan perilaku yang bersifat melindungi diri

dari kejahatan.

Perilaku melindungi diri juga dapat terbentuk karena didasari pada berbagai faktor sosial dan

faktor fisik yang berkaitan dengan rasa keamanan individu maupun kelompok. Perilaku ini

merupakan perilaku yang alami ada pada setiap individu maupun kelompok yang merasa

terancam (Bonino, Elena, & Ciairano, 2003). Mekanisme perilaku ini adalah dengan

melakukan aspek tindakan pengurangan resiko secara rasional dan terukur, baik secara fisik

maupun non fisik. Bagi manusia, berbagai bentuk perilaku melindungi diri atau melindungi

diri adalah insting dan hasil dari respon adaptif untuk kemungkinan hidup pada berbagai

keadaan lingkungan yang telah berkembang selama beberapa generasi (Pligt, 1996).

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 3: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Perilaku melindungi diri atau self-protective adalah sebuah fenomena sosial, karena

dalam kehidupan sehari-hari kita selalu tidak lepas dari perilaku tersebut, selain untuk

memberikan rasa aman terhadap diri, namun juga sebagai suatu cara untuk memberikan

respon terhadap situasi di lingkungan. Menurut Fallshore (2007) walaupun merasa aman,

namun kita cenderung untuk tetap melakukan perilaku yang bertujuan untuk melindungi diri,

walau umumnya ditujukan untuk kejadian aktual, perlindungan diri juga digunakan untuk

mengurangi potensi dan resiko kejahatan. Hal ini menarik karena perilaku kita untuk

melindungi diri kita sangat beragam dan cenderung menjadi sebuah keharusan, oleh sebab itu

banyak faktor yang perlu dikaji lebih jauh untuk memahami perilaku tersebut.

Fokus yang diangkat dalam penelitian ini adalah melihat perilaku melindungi diri atau

self-protective adalah sebuah bentuk fenomena sosial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor

kriminologis. Perilaku harus didefinisikan sebagai cara untuk hidup, serupa seperti penyakit

yang dibedakan dari penyakit lainnya berdasarkan penyebab, proses umum yang tergantung

pada penderita (Vambrey 1941: 164). Melalui pemahaman terhadap perilaku melindungi diri,

memungkinkan untuk memahami individu, kelompok, dan situasi lingkungan dalam konteks

kaitannya dengan reaksi terhadap kejahatan dan potensi kejahatan. Maka fokus utama

penelitian ini ingin melihat apakah terdapat pengaruh antara kesadaran situasi lingkungan

dengan perilaku melindungi diri atau self-protective.

Tinjauan Teoritis

Tingkat Kesadaran Situasi

Kesadaran terhadap lingkungan dan situasi merupakan salah satu variabel yang

mempengaruhi perilaku individu maupun kelompok. Individu maupun kelompok memiliki

kesadaran yang berbeda, setiap situasi dan keadaan lingkungan memunculkan kesadaran yang

akan diterjemahkan dalam berntuk perilaku berbeda-beda. Oleh sebab itu, peneliti

menggunakan konsep situation awareness untuk mengukur kesadaran terhadap lingkungan

dan situasi, baik untuk kesadaran yang bersifat individual maupun kolektif. Pengertian

situation awareness adalah sebuah persepsi dari elemen-elemen yang ada di dalam

lingkungan dengan volume waktu dan ruang, pemahaman makna , dan proyeksi status mereka

di masa depan (Endsley, 1995, 36). Menurut Endsley (1995) terdapat 3 fase dan komponen

yang membentuk situation awareness, fase-fase tersebut ditarik dari rumusan definisi, fase –

fase tersebut antara lain

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 4: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

• Persepsi terhadap unsur-unsur di dalam lingkungan, fase ini adalah merasakan

status, atribut, dan tingkatan dari unsur-unsur yang ada di lingkungan.

• Pemahaman atas situasi yang sedang terjadi, fase ini tingkat pengetahuan

terhadap situasi, seperti suatu pemahaman gambaran besar mengenai situasi.

• Proyeksi dari keadaan dimasa depan, proyeksi mengenai peningkatan atau

perubahan situasi yang diharapkan dan diperlukan di masa depan.

Perilaku Self-Protective

Konsep yang digunakan untuk menjelaskan perilaku melindungi diri adalah perilaku

self-protective, definisi perilaku self-protective menurut Weinsten (1987) adalah sebagai

perilaku yang dikenakan pada diri dan ruang lingkup yang kecil, muncul secara terbatas

sebagai sebuah respon yang dibuat atas risiko viktimisasi kejahatan. Karena tindakan tersebut

diarahkan untuk melindungi secara individu dan dalam ruang lingkup yang kecil, perilaku

tersebut dapat dilihat sebagai bentuk "private-minded", yaitu perilaku pencegahan kejahatan

atau perilaku pencegahan kejahatan berbasis privat (Weinsten, 1987).

Perilaku self-protective merupakan perilaku yang bersifat melindungi diri, perilaku

self-protective umumnya sangat beragam, untuk memahami perilaku self-protective maka

peneliti menggunakan tipologi respon perilaku self-protective terhadap kejahatan untuk

dijadikan dimensi dalam mengkaji perilaku self-protective. Weinsten (1987:231) membagi

menjadi 4 tipe, yaitu:

(a) Avoidance Behavior atau bentuk perilaku penghindaran terhadap perilaku

kejahatan,

(b) Self Protection Behavior atau bentuk perilaku perlindungan diri, bentuk perilaku

ini menekankan pada konfrontasi dengan perilaku kejahatan,

(c) Household Protection Behavior atau bentuk perilaku perlindungan tempat tinggal,

bentuk perilaku ini menekankan pada bentuk perlindungan terhadap tempat

tinggal dan berbagai aset yang dianggap berharga, dan

(d) Collective Action Behavior atau bentuk perilaku tindakan kolektif, bentuk perilaku

ini menekankan pada bentuk kerjasama antara individu atau individu dengan

kelompok untuk mengatasi perilaku kejahatan.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 5: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Teori aktivitas rutin, Kontrol sosial, dan Broken window

Peneliti menggunakan beberapa teori untuk menjelaskan unsur-unsur lingkungan yang

memicu perilaku self-protective. Teori–teori yang digunakan adalah teori aktivitas rutin,

kontrol sosial, dan Broken window, teori-teori tersebut membahas kejahatan dalam konteks

keruangan. Ketiga teori tersebut peneliti gunakan untuk menggambarkan unsur penyebab

terjadinya kejahatan yang umum terdapat di permukiman sebagai suatu ruang. Unsur-unsur

tersebut meningkatkan kesadaran situasi yang kemudian memicu terjadinya perilaku self-

protective, sedangkan Teori planned behavior peneliti gunakan sebagai penghubung untuk

menjelaskan hubungan antara kesadaran dengan perilaku.

Penelitian Tewksbury & Mustaine (2003) menunjukkan bahwa perilaku self-protective

dipengaruhi oleh tingkat guardianship. Hasil tersebut membuat Tewksbury & Mustaine

(2003) mengambil suatu kesimpulan bahwa teori aktivitas rutin dapat digunakan untuk

menjelaskan perilaku self-protective. Peran guardian dalam teori aktivitas rutin adalah

sebagai seorang penjaga yang mencegah terjadinya kesempatan interaksi antara pelaku dan

korban (Cohen & Felson, 1979). Namun dalam masyarakat salah satu bentuk peran guardian

tidak selalu baku, guardian dapat berbentuk perilaku (Giblin, 2008). Menurut Giblin (2008)

komunitas yang tidak mempercayai polisi cenderung memiliki tindak pencegahan, hal ini

menunjukkan bahwa dalam masyarakat guardian lebih kearah sebuah perilaku dan tindakan

disamping simbol otoritas.

Teori aktivitas rutin digunakan untuk menghubungkan antara gaya hidup korban

dengan kejahatan (Tewksbury & Mustaine, 2003), hubungan gaya hidup dan kejahatan

terletak disaat seseorang memiliki gaya hidup yang beresiko menjadi korban atau menjaga

diri. Seperti masyarakat, seorang individu dapat memiliki peran layaknya guardian,

ditunjukkan dalam penelitian Corsaro, & Schafer (2012) yang menemukan bahwa individu

akan berusaha mengurangi potensi resiko mejadi korban kejahatan dengan suatu tindakan.

Salah satu bentuk gaya hidup yang digunakan untuk mengurangi resiko adalah bentuk

tindakan guardianship bagi diri sendiri. Tingkat guardianship yang rendah dalam teori

aktivitas rutin membuat terjadinya kesempatan yang kemudian digunakan pelaku untuk

melakukan tindak kejahatan (Siegel, 2012), pernyataan tersebut secara langsung menunjukkan

bahwa untuk mengurangi resiko maka guardianship harus ditingkatnya. Guardianship sangat

diperlukan untuk mengurangi resiko.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 6: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Menurut Kornhauser (1978) disorganisasi sosial menghubungkan karakteristik

struktural dan kejahatan melalui kurangnya sosial kontrol formal. dan informal. Maka

terdapat 2 bentuk kontrol sosial yang ada di masyarakat, pertama adalah kontrol sosial yang

bersifat formal dan kontrol sosial informal. Kontrol sosial formal secara sederhana berasal

dari mekanisme dan otoritas yang resmi, sedangkan kontrol sosial informal berasal dari

sosialisasi nilai, kedua bentuk kontrol sosial itu terdapat di lingkungan.

Kontrol sosial merupakan salah satu elemen lingkungan yang mempengaruhi keadaan

lingkungan, terutama terkait dengan kejahatan. Tingkat kejahatan meningkat bila lingkungan

kurang kontrol sosial yang efektif informal dan / atau lingkungan, kurangnya kontrol sosial

meningkatkan rasa frustrasi warga lingkungan (Bursik, 1988). Seperti yang diketahui bahwa

perilaku self-protective merupakan respon dari kejahatan maka keadaan lingkungan harus

diukur melalui konsep kesadaran situasi, salah satunya adalah kontrol sosial.

Kontrol sosial yang rendah tidak hanya meningkatkan kejahatan secara aktual, namun

juga membuat resiko menjadi korban kejahatan menjadi lebih tinggi, tanpa adanya kontrol

perilaku yang dianggap merugikan (Snell, 2001). Maka tingkat kontrol sosial yang lemah juga

dapat memicu tindakan reaktif yang dapat bertujuan untuk mengembalikan kontrol sosial dan

mengurangi resiko menjadi korban kejahatan (Mendelsohn & O'Keefe, 1981).

Broken windows juga sebuah istilah untuk menyebut lingkungan masyarakat dengan

banyak ruang kosong, sampah yang berserakan di jalan, dan rumah tidak terpelihara (Kelling,

1996). Menurut Skogan (2008), bila suatu lingkungan masyarakat diindikasikan memiliki

situasi broken windows dapat dipastikan lingkungan masyarakat memiliki faktor penarik

terjadinya kejahatan. Menurut Kelling (1996), ketidakteraturan merupakan bentuk gangguan

terhadap fungsi normal yang membuat suatu lingkungan tidak berfungsi normal sebagaimana

mestinya. Ketidakteraturan mengurangi kemampuan lingkungan untuk dapat menunjang

kehidupan secara berkesinambungan, terdapat bentuk ketidak teraturan menurut Kelling

(1996) yaitu ketidakteraturan fisik dan ketidakteraturan sosial.

Potensi kerugian dan viktimisasi membuat masyarakat secara sadar merespon dengan

perilaku self-protective. Teori Broken Windows dapat dijadikan unsur dan indikator kesadaran

situasi, karena teori ini menjelaskan bagaimana keteraturan sosial dan fisik di suatu

lingkungan mempengaruhi fear of crime, resiko viktmisasi, dan kerugian akibat kejahatan.

Ketiga hal tersebut dalam banyak penelitian disimpulkan sebagai salah satu pemicu perilaku

self-protective, perilaku self-protective juga merupakan respon indvidu terhadap lingkungan.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 7: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Maka, Resiko viktimisasi dan kerugian juga dapat digunakan menjadi faktor penyebab

kesadaran akan tingkat keteraturan sosial dan tingkat keteraturan sosial meningkat, kemudian

berpengaruh terhadap perilaku individu maupun kelompok.

Teori Reasoned Action dan Planned Behavior

Ajzen (1991) mencetuskan teori Reasoned Action dan Planned Behavior, kedua teori

tersebut serupa karena membahas proses terjadinya perilaku. Teori Planned Behavior

merupakan penyempurnaan dari teori Reasoned Action, namun garis besar yang dapat ditarik

dari keduanya adalah terdapat suatu perantara antara penyebab dengan perilaku manusia,

perantara tersebut adalah intensi. Konsep intensi tersebut digunakan dalam tesis Rosval

(2013) untuk menjelaskan seseorang akan melakukan tindakan reaktif atau perilaku self-

protective, perilaku tersebut muncul bila intensinya untuk menolong dirinya dan intervensi

keadaan cukup tinggi.

Kesadaran situasi dan perilaku self-protective merupakan suatu variabel yang menurut

peneliti terpisah, peneliti menggunakan konsep intensi dalam teori Reasoned Action dan

Planned Behavior. Disertasi Yao (2006) mengaitkan antara perilaku self-protective di dunia

maya dengan intensi, Yao (2006) menunjukkan bahwa seseorang melakukan atau mengadopsi

tindakan self-protective didasarkan pada tingkat intensinya, tingkat intensi yang diperoleh dari

besarnya resiko. Namun resiko yang besar belum tentu membuat seseorang melakukan

tindakan self-protective di dunia maya karena seseorang belum tentu berintensi untuk

melindungi diri.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Campuran,

peneliti menggunakan campuran antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Peneltian

kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada pendekatan

positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu (Bryman, 2012).

Penelitian kuantitatif dapat membuat sampel tertentu digunakan sebagai generalisasi atas

populasi, dalam hal ini peneliti ingin melakukan generalisasi hubungan pengaruh dalam

populasi. Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan instrumen kuesioner untuk data

kuantaitif, wawancara untuk pengumpulan data kualitatif analisis data bersifat kuantitatif dan

kualitatif dengan adanya tujuan untuk melakukan pengujian hipotesis yang ditelah ditetapkan.

Pendekatan kuantitatif juga digunakan untuk menemukan pengaruh tingkat kesadaran

situasi terhadap perilaku self-protective. Penelitian kualitatif menekankan pada pemahaman

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 8: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

menyeluruh, seutuhnya dan mendalam pada objek (Creswell, 2013), kualitatif digunakan

untuk memahami perilaku self-protective, memahami tingkat kesadaran situasi, mengetahui

perbedaan tingkat intensi, dan tingkatan dari variabel-variabel tersebut. Penggunaan kualitatif

di dalam penelitian digunakan peneliti bertujuan untuk memperkuat dan memperkaya data,

menurut Creswell (2013: 218) salah satu bentuk prosedural dari metode campuran adalah

menjelaskan hasil kuantitatif dengan temuan data kualitatif dan analisisnya. Jadi, data

kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menunjang data kuantitatif.

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif. Hubungan yang diteliti

dalam penelitian ini adalah hubungan pengaruh tingkat situation awareness dengan perilaku

self-protective. Desain penelitian cross-sectional menekankan pada pengumpulan data pada

satu waktu tertentu dan tujuan penelitian untuk menguji pola asosiasi hubungan antara

variabel yang diteliti (Bryman, 2012: 59).

Peneliti menentukan kelurahan kemanggisan, Jakarta Barat sebagai tempat penelitian.

Selain berdasarkan data tingkat kerawanan yang diperoleh dari Polres Metro Jakarta Barat,

kejahatan yang terjadi di kelurahan kemanggisan umumnya juga beragam. Waktu penelitian

berlangsung antara bulan Desember 2015 sampai maret 2016. Penentuan waktu penelitian dan

panjang waktu penelitian disesuaikan dengan desain penelitian yaitu cross-sectional, selain

desain penelitian berbagai hambatan yang dialami oleh peneliti juga mempengaruhi lama

waktu dari penelitian. Maka peneliti hanya mengumpulkan data untuk mengetahui pada

tempat dan jangka waktu tersebut.

Populasi penghuni Kelurahan Kemanggisan sebanyak 36.923 jiwa, selanjutnya jumlah

tersebut dimasukkan kedalam rumus untuk menemukan jumlah sampel. Presisi yang

ditetapkan oleh peneliti adalah 5%, sebab presisi atau tingkat kesalah yang dapat ditolerir di

dalam disiplin dalam ilmu sosial adalah 5%. Melalui rumus diatas, besaran sampel yang

diperoleh adalah sebagai berikut :

! =   !!.!!!!

=   !".!"#!".!"#  .!,!"!!!

=   !".!"#!",!"#$

! = 395,71  (dibulatkan  menjadi  400  responden  )

Teknik sampling kuota memberikan kebebasan kepada peneliti untuk menentukan kuota pada

tiap unit sampel, penentuan kuota pada unit sampel dilakukan berdasarkan beberapa faktor.

Pengaruh faktor-faktor tersebut membuat adanya perbedaan jumlah kuota yang cukup

signifikan, namun peneliti menggunakan penarikan random untuk memilih responden yang

akan memenuhi kuota pada tiap unit sampel

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 9: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian adalah tingkat kesadaran situasi,

kesadaran situasi memiliki tiga elemen, ketiga elemen tersebut adalah persepsi, pemahaman,

dan proyeksi. Ketiga elemen tersebut diukur dengan skala interval, penggunaan skala interval

bertujuan untuk mengukur ketiganya secara kuantitatif. Menurut Endsley & Garland (2000:7)

kesadaran situasi sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, situasi, dan kognisi individu.

Oleh sebab itu konsep kesadaran situasi dalam penelitian ini digabungkan dengan teori

kriminologis yang berkaitan dengan lingkungan. Elemen-elemen kesadaran situasi digunakan

untuk menjadi subgrup pengukuran untuk tingkat Guardianship, kontrol sosial informal,

kontrol sosial formal, ketidakteraturan sosial,dan ketidakteraturan fisik. Elemen persepsi

mengukur perasaan, elemen pemahaman mengukur pengetahuan, dan elemen proyeksi

mengukur keinginan.

Teori yang digunakan dibalik tingkat Guardianship adalah teori aktivitas rutin, tingkat

Guardianship kemudian dimasukkan indikator elemen-elemen kesadaran situasi dan

menggunakan skala interval, sedangkan untuk kontrol sosial formal dan informal, peneliti

menggunakan teori disorganisasi sosial, dan teori Broken Windows untuk dimensi

ketidakteraturan sosial dan fisik. Sementara untuk variabel mediasi peneliti mengambil

tingkat intensi, tingkat intensi dipayungi oleh teori Planned Behavior, dalam teori tersebut

tingkat intensi disebabkan oleh norma subyketif, tingkat kontrol perilaku, dan sikap terhadap

perilaku. Tiga hal itu dijadikan peneliti sebagai dimensi untuk mengukur tingkat intensi,

ketiganya memiliki indikator berupa tipe, bentuk, dan tingkat.

Variabel depeden menggunakan konsep perilaku Self-Protective, perilaku Self-

Protective sangat beragam oleh sebab itu peneliti menggunakan tipologi perilaku Self-

Protective terhadap kejahatan. Tipologi perilaku Self-Protective dibagi menjadi empat bentuk,

terdapat perilaku Self-Protective yang bersifat penghindaran terhadap bentuk ancaman yang

disebut Avoidance Behavior, melindungi diri disebut Self Protection Behavior, melindungi

harga benda atau tempat tinggal disebut Household Protection Behavior, dan perilaku kolektif

disebut Collective Action Behavior. Tipe-tipe tersebut digunakan menjadi dimensi untuk

mengukur tingkat perilaku Self-Protective, menggunakan indikator bentuk perilaku, frekuensi,

dan intensitas.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 10: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Hasil Penelitian

Pengukuran tingkat kesadaran situasi dan perilaku self-protective pada 400 responden

yang terdiri dari 209 laki-laki dan 191 perempuan, yang berasal dari beragam latar belakang

pada lokasi penelitian menemukan beberapa hal. Peneliti menemukan bahwa umumnya

responden memiliki tingkat kesadaran yang tinggi.

Grafik 1. Tingkat Kesadaran Situasi

Hasil tersebut menunjukkan bahwa umumnya responden menyadari, mengetahui, dan

menginginkan keadaan elemen-elemen di lingkungannya. Elemen-elemen di lingkungan yang

diukur antara lain tingkat Guardianship, tingkat Kontrol Sosial formal, tingkat kontrol sosial

non formal, tingkat Ketidakteraturan baik fisik dan non-fisik.

Grafik 2. Tingkat Intensi dan Perilaku Self-Protective

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 11: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Sementara untuk tingkat intensi dan perilaku self-protective, penelitian menemukan bahwa

umumnya responden memiliki intensi yang cukup tinggi. Hasil serupa ditemukan pada tingkat

perilaku self-protective, tidak terdapat perbedaan jumlah yang signifikan antara tingkat intensi

dengan perilaku self-protective. Bentuk-bentuk perilaku self-protective yang paling sering

dilakukan oleh responden adalah collective action behavior, diikuti oleh avoidance behavior,

houseold protection behavior, dan self protection behavior sebagai bentuk perilaku self-

protective yang paling jarang dilakukan oleh responden.

Bagan 1. Hubungan Fase-Fase Tingkat Kesadaran Situasi Terhadap Tingkat

Intensi

intensi memiliki hubungan dengan proyeksi dan komprehensi. Proyeksi secara umum

memiliki hubungan dengan tingkat intensi, hal ini karena proyeksi yang digambarkan dalam

konsep kesadaran situasi Endsley (2000) menekankan pada gambaran individu terkait dengan

elemen-elemen lingkungan di masa depan. Terdapat irisan konteks gambaran dengan konsep

intensi dan proyeksi. Salah satu bagian dari itensi adalah sikap terhadap perilaku, hubungan

dengan proyeksi adalah proyeksi membuat individsu memiliki sikap terhadap suatu perilaku

yang menurut individu dapat digunakan untuk mengubah keadaan.

Komprehensi elemen guardianship, kontrol sosial, dan ketidakteraturan dapat dilihat

sebagai sebuah norma subyektif terhadap perilaku. Komprehensi merupakan pemahaman

terkait dengan elemen-elemen lingkungan. Peningkatan pengetahuan memberikan individu

gambaran terkait dengan kondisi resiko lingkungan terkait dengan perubahan elemen

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 12: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

guardianship, kontrol sosial, dan ketidakteraturan di lingkungan. Gambaran tersebut yang

kemudian akan diverifikasi melakui salah satu aspek intensi yaitu norma subyektif perilaku,

norma subyektif terhadap perilaku serupa dengan komprehensi karena berbasis pada

pengetahuan, sehingga proses lanjut dari pengetahuan adalah pertimbangan.

Bagan 2. Hubungan Tingkat Kesadaran Situasi Elemen Lingkungan Terhadap

Tingkat Intensi

kesadaran situasi terhadap elemen guardianship memiliki hubungan dengan intensi, hal ini

terjadi karena dalam berbagai penelitian perubahan guardianship membuat individu atau

kelompok bereaksi. Peneltiain ini menemukan bahwa perubahan guardianship dapat

dirasakan dan diketahui oleh responden, sehingga responden akan bereaksi melakukan

tindakan yang betujuan untuk mengembalikan fungsi guardianship. Namun untuk

mengembalikan guardianship diperlukannya proses kognitif yang tepat untuk membuat proses

pengembalian guardianship menjadi efektif.

Hubungan antara kesadaran situasi guardianship dengan intensi merupakan hubungan

yang terjadi karena intensi meruapakan penghubung terhadap perilaku. Penelitian Barberet

(2009) dan Giblin (2008) menunjukkan bahwa tingkat guardianship sangat mempengaruhi

munculnya perilaku self-protective. Perbedaan dari dua penelitian tersebut adalah uji regresi

penelitian menemukan bahwa kesadaran situasi dimoderasi oleh intensi, maka beberapa fase

dan elemen dari kesadaran situasi juga mengalami proses moderasi sebelum memicu

kesadaran situasi.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 13: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Bagan 3. Hubungan Tingkat Intensi Terhadap Perilaku Self-Protective

intensi memiliki hubungan dengan semua bentuk perilaku self-protective. Bentuk-

bentuk perilaku sepertli self-protection, household protection, dan collective protection

menurut Weinstein merupakan perilaku yang perilaku memerlukan sumber daya yang lebih

dan juga proses pertimbangan yang mapan. Penggunaan intensi tepat untuk mengetahui

bagaimana proses kesadaran situasi responden berubah menjadi pertimbangan dalam konteks

intensi yang kemudian menjadi perilaku self-protective.

Bagan 4. Hubungan Tingkat Kesadaran Situasi Elemen Lingkungan Terhadap

Perilaku Self-Protective

Hubungan antara kesadaran situasi secara langsung dengan perilaku self-protective

umumnya seluruhnya didominasi guardianship. Penelitian Ziegenhagen (1990) dan

Tewksbury (2003) menemukan bahwa faktor tingkat pengamanan atau guardianship memicu

perilaku self-protective. Tingkat guardianship yang lemah akan meningkatan resiko dan

untuk mengatasi resiko tersebut individu akan melakukan tindakan. Temuan yang sama

ditemukan dalam penelitian ini tingkat guardianship yang dirasakan, diketahui, dan dinginkan

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 14: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

oleh responden. Tingkat guardianship yang dirasakan memiliki hubungan dengan

perilaku self-protection, hal ini karena beberapa responden melihat perilaku self-protection

dianggap relevan untuk mengataasi resiko menjadi korban kejahatan, tindakan menghindar

juga tindakan yang tepat untuk menghadapi resiko.

Bagan 5. Hubungan Tingkat Kesadaran Situasi Elemen Lingkungan Terhadap

Perilaku Self-Protective

Elemen ketidakteraturan umumnya berhubungan dengan perilaku avoidance dan

perilaku self-protection, Menurut Skogan (2008) ketidakteraturan sosial dan fisik di suatu

lokasi merupakan faktor penarik potensi terjadinya kejahatan, hal tersebut secara langsung

meningkatkan resiko di lokasi tersebut. Selain itu menurut Kelling (1996) membuat

lingkungan tidak dapat berfungsi normal, sehingga dalam kondisi tertentu ketidakteraturan

fisik dan sosial di suatu lokasi tidak dapat diintervensi lingkungan. Perubahan tingkat

ketidakteraturan yang dirasakan responden di lingkungan membuat mereka terikat dengan

perilaku avoidance dan self-protection, perilaku ini dianggap relevan karena perilaku ini

umumnya ditujukan untuk menghadapi dan menurukan resiko dengan bentuk perlindungan

diri.

Ketidakteraturan fisik dan sosial memiliki indikator yang dapat diperhatikan di

lingkungan Kelling (1996), sehingga umumnya tindakan yang tepat dilakukan individu

adalah melakukan tindakan pencegahan seperti melindungi diri dan menghindari. Umumnya

ketikdateraturan juga memicu kejahatan tertentu.

Menurut Davies (2006) kontrol sosial yang lemah berpotensi meningkatan kejahatan

di suatu lingkungan, karena lemahnya kontrol sosial lingkungan tidak stabil dan terjadinya

disorganisasi sosial. Responden memiliki tingkat kesadaran tinggi dapat merasakan perubahan

kontrol sosial yang terdapat di lingkungannya, untuk mengatasinya umumnya lingkungan

akan melakukan pengembalian kontrol sosial. Menurut Mendelsohn (1981) lemahnya kontrol

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 15: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

sosial akan memicu tindakan reaktif yang bertujuan mengembalikan kontrol sosial. Salah satu

bentuknya adalah perilaku collective action dan household protection.

Perilaku collective action dan household protection umum muncul karena kesadaran

situasi responden terhadap perubahan tingkat kontrol sosial. Perilaku collective action

umumnya bertujuan untuk mengembalikan kontrol sosial karena kunci dari collective action

adalah kontrol sosial. Sementara household protection muncul karena perubahan kontrol

Bagan 5. Hubungan Tingkat Kesadaran Situasi Elemen Lingkungan Terhadap

Perilaku Self-Protective

sosial umumnya mengancam hunian dan harta benda, hunian dan harta benda

merupakan sumber daya yang berharga.

perubahan elemen guardianship yang dirasakan akan memunculkan hampir seluruh

bentuk perilaku self-protective yang berusaha menambal peran guardian, sementara

perubahan kontrol sosial akan memunculkan perilaku collective action yang bertujuan

mengembalikan kontrol sosial, dan perubahan tingkat ketidakteraturan yang dirasakan

memunculkan perilaku self-protection dan collective action yang bertujuan untuk melindungi

diri dari ketidakteraturan dan juga mengembalikan keteraturan.

Sedangkan untuk komprehensi, umumnya pengetahuan terkait kontrol sosial akan

memunculkan perilaku household protection. Lingkungan yang beresiko umumnya juga

mengancam hunian dan harta benda yang dimiliki oleh individu, maka perlu suatu tindakan

untuk mengurangi ancaman tersebut. Namun perlindungan terhadap harga benda dan hunian

berbeda dari melindungi diri, diperlukan pengetahuan terhadap lingkungan untuk melakukan

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 16: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

tindakan pengamanan sesuai keadaan lingkungan yang tepat, sehingga tindakan melindungi

hunian efektif untuk menjaga diri, hunian, dan harta benda.

Penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diteliti

dalam penelitian. Hubungan antara kesadaran situasi sebagai variabel independen, perilaku

self-protective sebagai variabel dependen, dan intensi sebagai variabel mediasir. Tiap variabel

yang diukur mayoritas berada pada tingkat yang cukup tinggi, artinya mayoritas responden

memiliki tingkat kesadaran situasi yang tinggi, melakukan perilaku self-protective, dan

memiliki tingkat intensi yang tinggi. Hubungan antara variabel bersifat positif, baik antara

variabel independen dan variabel dependen dan juga dimoderasii variabel mediasi. Sifat

hubungan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kesadaran situasi maka semakin tinggi

perilaku self-protective.

Hasil temuan tersebut sejalan dengan hipotesis penelitian, peneliti menggunakan

konsep kesadaran situasi untuk menjelaskan bahwa perilaku self-protective muncul karena

adanya proses kognisi. Artinya perilaku self-protective muncul bukan bersifat reaktif, maka

perlu konsep yang lebih kompleks untuk dijadikan sebagai varibael independen. Kesadaran

situasi merupakan kesadaran yang lebih rumit karena terdiri dari persepsi, komprehensi, dan

proyeksi. Sehingga konsep kesadaran situasi cocok digunakan sebagai variabel independen.

Temuan lain yang dianggap menarik adalah ternyata terdapat juga hubungan dengan

variabel mediasi atau intensi. Intensi digunakan peneliti untuk menjadikan proses kognisi

lanjutan dari kesadaran situasi terhadap perilaku self-protective. Hasil uji statistik

menunjukkan adanya peningkatan korelasi maupun regresi ketika variabel intensi dimasukkan

dalam uji korelasi maupun regresi. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa perilaku self-

protective lebih kompleks dan tidak berhenti pada kesadaran individu atau kelompok, bahkan

perilaku ini memerlukan intensi yang terdiri dari kontrol perilaku, norma subyektif terhadap

perilaku, dan sikap terhadap perilaku (Ajzen,1991).

Temuan-temuan dalam penelitian menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang

dianggap rawan memang dapat memicu suatu bentuk perilaku atau tindakan sebagai reaksi

terhadap kondisi tersebut. Namun hubungan yang terjadi tidak bersifat reaktif, tetapi adanya

proses kognitif sebelum munculnya perilaku atau tindakan. Proses kognitif terjadi karena

kejahatan yang terjadi di tiap lingkungan umumnya bersifat unik, maka untuk mengatasi,

mencegah, ataupun menguranginya perlu tindakan yang tepat. Tindakan dan perilaku yang

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 17: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

tepat muncul karena pemahaman mendalam terkait unsur-unsur atau umumnya kita kenal

penyebab terjadinya kejahatan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat proses tersebut sebelum individu atau

kelompok melakukan tindakan atau perilaku reaksi terhadap kejahatan, perilaku tersebut tidak

terjadi secara tiba-tiba, tetapi perilaku tersebut berasal dari sebuah proses pemahaman kondisi

lingkungan yang mendalam. Perilaku yang muncul juga umumnya beragam, dalam konteks

penelitian perilaku tersebut dibagi bedasarkan tipologi bentuk perilaku self-protective

Weinsten (1987). Perilaku yang muncul berdasarkan analisis juga sangat tergantung pada

tingkat intensi dan juga fase kesadaran situasi, hal ini menjadi temuan yang unik karena

bentuk-bentuk perilaku berkorelasi pada fase tertentu dan dimoderasi oleh intensi.

Hubungan antara tingkat kesadaran situasi dengan perilaku self-protective memiliki

hubungan yang signifikan, ditemukan sebanyak 6,3 kesadaran situasi menyubang terhadap

munculnya perilaku self-protective. Namun ketika tingkat intensi dimasukkan sebagai

variabel moderasi antara tingkat kesadaran situasi dengan perilaku self-protective, ditemukan

bahwa tingkat kesadaran situasi dengan adanya tingkat intensi menyumbang 15,8 terhadap

munculnya perilaku self-protective, hasil tersebut menunjukkan peningkatan hampir 2 kali

lipat. Peningkatan nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat intensi memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap hubungan antara kesadaran situasi dengan perilaku self-protective.

Analisis perbedaan terhadap responden dalam penelitian menunjukkan adanya

perbedaan tingkat kesadaran situasi yang signifikan antara responden yang melakukan

perilaku self-protective dan responden yang tidak melakukan perilaku self-protective.

Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa responden yang melakukan perilaku self-protective

memiliki kesadaran situasi yang tinggi terhadap lingkungannya, sedangkan sebaliknya mereka

yang tidak melakukan perilaku self-protective memiliki tingkat kesadaran situasi yang lebih

rendah. Hal ini mendukung hipotesis penelitian bahwa terdapat perbedaan kesadaran situasi

dari mereka yang melakukan perilaku self-protective dan tidak.

Hasil tersebut terjadi karena mereka yang memiliki kesadaran situasi yang tinggi

memahami elemen-elemen lingkungannya, sehingga mereka dapat melakukan suatu tindakan

yang dianggap tepat untuk melindungi diri mereka. Sedangkan mereka yang memiliki

kesadaran situasi rendah umumnya tidak melakukan perilaku self-protective karena mereka

tidak melakukan tindakan yang tidak tepat dan malah beresiko bagi dirinya.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 18: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Saran

Melalui penelitian diperoleh beberapa hasil yang memnunjukkan terdapat pengaruh

tingkat kesadaran situasi terhadap perilaku self-protective, hasil tersebut memnunjukkan

bahwa perilaku self-protective bukan merupakan reaksi yang bersifat tiba-tiba namun

merupakan bentuk respon yang didsasari pada pemahaman individu mengenai elemen-elemen

di lingkungannya. Maka perilaku self-protective dapat dikembangkan lebih luas untuk

menunjang keperluan praktis, seperti dalam hal pengamanan dan pencegahan kejahatan. Hal

tersebut karena perilaku self-protective muncul dari proses pemikiran masyarakat, proses

pemikiran tersebut yang membuat masyarakat yang melakukan perilaku self-protective

dilibatkan.

Selain pemanfaatan perilaku self-protective, perilaku self-protective sendiri dapat

digunakan untuk mengetahui bagaimana keadaan lingkungan. Umumnya lingkungan yang

rawan kejahatan dianggap memicu perilaku self-protective, namun dalam penelitian ini

ditemukan bahwa perilaku self-protective juga dipicu oleh kesadaran terhadap elemen

lingkungan. Maka perilaku self-protective dapat menjadi indikator bagaimana masyarakat

merasakan, memahami, dan menginginkan elemen lingkungannya. Indikator tersebut dapat

digunakan untuk meningkatkan berbagai bentuk pelayanan terkait keamanan dan

keselamatan.

Salah satu kekurangan penelitian adalah tidak memasukkan pengalaman viktimisasi

dalam pengukuran, peneliti hanya berfokus pada elemen-elemen lingkungan karena kesadaran

situasi dibentuk dari perasaan, pengetahuan, dan keinginan terhadap elemen lingkungan. Pada

penelitian-penelitian perilaku self-protective lainnya, pengalaman viktimisasi menjadi pemicu

yang dianggap paling mempengaruhi. Oleh sebab itu pengaruh pengalaman viktimisasi

terhadap perilaku self-protective dan proses kognisi dari pengalaman tersebut sangat perlu

untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

Kepustakaan

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational behavior and human

decision processes, 50(2) , 179-211.

Bonino, S., Elena, C., & Ciairano, S. (2003). Adolescents and Risk: Behaviors, Functions and

Protective Factors. New York: Springer.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 19: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Bryman, A. (2012). Social research methods 4th edition. Oxford university press.

Bursik, R. J. (1988). Social disorganization and theories of crime and delinquency: Problems

and prospects. Criminology, 26(4) , 519-552.

Cohen, L. E., & Felson, M. (1979). Social change and crime rate trends: A routine activity

approach. American sociological review , 588-608.

Creswell, J. W. (2013). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods

approaches. . Sage publications.

Endsley, M. R. (1995). Toward a theory of situation awareness in dynamic systems. Human

Factors: The Journal of the Human Factors and Ergonomics Society, 37(1) , 32-64.

Endsley, M. R., & Garland, D. J. (2000). Situation awareness analysis and measurement.

CRC Press.

Fallshore, M., Meško, G., Rep, M., & Huisman, A. (2007). Police Efforts in the Reduction of

fear of Crime in Local Communities–Big Expectations and Questionable Effects . Mintis ir

veiksmas, (02) , 70-91.

Giblin, M. J. (2008). Examining personal security and avoidance measures in a 12-city

sample. Journal of Research in Crime and Delinquency, 45(4) .

Giblin, M. J., Burruss, G. W., Corsaro, N., & Schafer, J. A. (2012). Self-Protection in Rural

America A Risk Interpretation Model of Household Protective Measures. Criminal Justice

Policy Review, 23(4).

Kelling, G. L. (1996). Fixing broken windows: Restoring order and reducing crime in our

communities. Simon and Schuster.

Kornhauser, R. R. (1978). Social Sources of Delinquency. Chicago, IL: University of Chicago

Press.

Mendelsohn, H., & O'Keefe, G. J. (1981). Public Communications and the Prevention of

Crime: Evaluations and Strategies. Denver, CO; University of Denver, Center for Mass

Communications Research and Policy .

Pligt, J. V. (1996). Risk Perception, Adaptation and Behavior Change: Self-protection in the

Wildland-Urban Interface. Hogrefe & Huber Publishers.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016

Page 20: Pengaruh Tingkat Kesadaran Situasi terhadap Perilaku Self

Rosval, L. (2013). Utilizing the Theory of Planned Behaviour to Examine the Cognitive and

Social Determinants of Behavioural Responses to Bully/Victim Problems in Middle and

Secondary School Students. University of Ottawa .

Siegel, L. J. (2012). Criminology Eleventh Edition. Wadsworth : Cengange learning.

Skogan, W. G. (2008). Broken windows: Why—and how—we should take them seriously.

Criminology & Public Policy, 7(2) , 195-201.

Snell, C. (2001). Neighborhood structure, crime, and fear of crime: testing Bursik and

Grasmick's neighborhood control theory. . LFB Scholarly Publishing LLC.

Tewksbury, R., & Mustaine, E. E. (2003). College Students' Lifestyles and Self-Protective

Behaviors Further Considerations of the Guardianship Concept in Routine Activity Theory.

Criminal Justice and Behavior, 30(3) .

Vambrey, R. (1941). Criminology and Behaviorism. Journal of Criminal Law and

Criminology Volume 32 Issue 2 , 164.

Warr, M., & Ellison, C. G. (2000). Rethinking Social Reactions to Crime: Personal and

Altruistic Fear in Family Households. American Journal of Sociology, 106(3).

Weinsten, N. D. (1987). Taking Care: Understanding and encouraging self-protective

behavior. Cambridge: Cambridge University Press.

Yao, M. Z. (2006). Predicting the Adoption of Self-Protections of Online Privacy: A Test of

an Expanded Theory of Planned Behavior Model. University of California, Santa Barbara.

Pengaruh Tingkat ..., Adrianus Ryan Lienardy, FISIP UI, 2016