pengaruh terapi tertawa terhadap derajat …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · ketua program...

19
i PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT INSOMNIA PADA LANSIA DI DUSUN JOMEGATAN, NGESTIHARJO, KASIHAN, BANTUL Naskah Publikasi Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta DEWI CAESARIA FITRIANI 20100320118 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2014

Upload: buikhue

Post on 07-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

i

PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT INSOMNIA

PADA LANSIA DI DUSUN JOMEGATAN, NGESTIHARJO, KASIHAN,

BANTUL

Naskah Publikasi

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat

Sarjana Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DEWI CAESARIA FITRIANI

20100320118

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2014

Page 2: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah

PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT INSOMNIA

PADA LANSIA DI DUSUN JOMEGATAN, NGESTIHARJO, KASIHAN,

BANTUL

Telah diseminarkan dan disetujui pada tanggal:

14 Agustus 2014

Oleh:

DEWI CAESARIA FITRIANI

20100320118

Pembimbing:

Nurul Hidayah, S. Kep., Ns. (………………………………)

Penguji:

Nurvita Risdiana, S. Kep., Ns., M. Sc. (………………………………)

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(Sri Sumaryani, Ns., M. Kep., Sp. Mat., HNC)

Page 3: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul “Pengaruh Terapi Tertawa terhadap Derajat Insomnia pada

Lansia di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul” ini telah disetujui

untuk diseminarkan pada:

Hari : Kamis

Tanggal : 14 Agustus 2014

Jam : 11.00 WIB

Tempat : Ruang Sidang Kecil

Untuk mempertahankan di hadapan penguji pada Uji Karya Tulis Ilmiah.

Dosen Pembimbing

Nurul Hidayah, S. Kep., Ns.

Page 4: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

iv

Page 5: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

v

Pengaruh Terapi Tertawa terhadap Derajat Insomnia pada Lansia di Dusun

Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul

Dewi Caesaria Fitriani1, Nurul Hidayah, S.Kep., Ns.2, Nurvita Risdiana, S.Kep.,

Ns., M.Sc2

Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Ilmu Keperawatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

INTISARI

Latar Belakang:

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dialami oleh lansia. Insomnia dapat memberikan dampak negatif pada kualitas hidup dan kualitas tidur lansia. Penggunaan terapi farmakologi sebagai penanganan insomnia

memberikan efek samping obat jangka panjang yang merugikan bagi lansia, padahal terdapat beberapa terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk

menangani insomnia pada lansia. Salah satunya adalah terapi tertawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi tertawa terhadap derajat insomnia pada lansia.

Metodologi Penelitian:

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

desain penelitian Quasy Experiment Design: Pretest-Posttest with Control Group Design.Sampel pada penelitian ini sebanyak 32 orang lansia yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 15 orang sebagai kelompok perlakuan dan 17 orang sebagai

kelompok kontrol di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Pembagian kelompok sampel yang memenuhi kriteria inklusi

akan dipilih secara simple random.. Hasil Penelitian:

Analisis data yang digunakan adalah Paired Samples t-test dan Independent Sample t-test dengan tingkat signifikan p value <0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terapi tertawa terhadap derajat

insomnia pada lansia dengan nilai p value 0,002 (p<0,05). Nilai p value pada kelompok perlakuan adalah 0,000 dan kelompok kontrol adalah 0,136.

Kesimpulan:

Kesimpulan dari penilitian ini adalah terapi tertawa berpengaruh terhadap penurunan derajat insomnia pada lansia.

Kata Kunci: Terapi Tertawa, Insomnia, Lansia

1 Mahasiswa PSIK FKIK UMY 2 Dosen Pengajar PSIK FKIK UMY

Page 6: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

vi

The Effect of Laughter Therapy to Insomnia Degree among Elderly in

Jomegatan Village, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul

Dewi Caesaria Fitriani1, Nurul Hidayah, S.Kep., Ns.2, Nurvita Risdiana, S.Kep.,

Ns., M.Sc2

Student Research Project. School of Nursing. Faculty of Medicine and Health Science. Muhammadiyah University of Yogyakarta.

ABSTRACT

Background:

Insomnia is a sleep disorder that is commonly experienced by the elderly. Insomnia can give negative effects to elderly’s quality of life and quality of sleep. The use of pharmacological therapy as a treatment of insomnia gives side effects

of long-term drug to the elderly which causes damage to the elderly, whereas there are some nonpharmacological therapies which can be used as a treatment

of insomnia among the elderly. One of them is laughter therapy. This study aimed to know the effect of laughter therapy to insomnia degree among the elderly. Methodology of Research:

The study was a quantitative research that used Quasy Experiment Design: Pretest-Posttest with Control Group Design. The sample of this study was

32 elderly people who were divided into two groups, i.e. 15 people as the intervention group and 17 people as control group in Jomegatan Village, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. The sampling technique used purposive sampling

with inclusion and exclusion criteria. The sample distribution of group was done by simple random. Results:

Analysis of the data used the Paired Samples t-test and Independent Sample t-test with p value <0,05. The study showed that there was influence of

laughter therapy to insomnia degree among elderly with p value 0,006 (p < 0,05). The p value of the intervention group was 0,002 and the control group was 0,136. Conclusion:

The conclusion of this study is laughter therapy affects the decreased of insomnia degree among elderly.

Keywords: Laughter Therapy, Insomnia, Elderly

1 Student of PSIK FKIK UMY 2 Lecturer of PSIK FKIK UMY

Page 7: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

1

PENDAHULUAN

Proses menua adalah suatu proses dimana menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mempertahankan struktur

fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita oleh individu tersebut1. Mubarak et al.2

menyebutkan pertambahan usia atau menua dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai sel, organ maupun sistem yang ada pada tubuh manusia. Menurut World Health Organization (WHO)

dalam Ismayadi3, lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun.

Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari presentase penduduk lansia pada tahun 2012 yang telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk seperti laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

(2011) dalam Kementrian Kesehatan RI4. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS)5, jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 7,59%

dari jumlah seluruh penduduk di dunia.Jumlah penduduk lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun atau lebih diperkirakan akan terus meningkat dari 18,1 juta pada tahun 2010 menjadi 29,1 juta pada tahun 2020, kemudian menjadi 36 juta pada

tahun 20256. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang

memiliki jumlah lansia tertinggi di Indonesia. Hal ini dikarenakan DIY memiliki angka harapan hidup tertinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia, yaitu 76 tahun untuk perempuan dan 72 tahun untuk laki-laki7. Berdasarkan Profil

Kesehatan Penduduk di Indonesia8, jika dilihat sebaran penduduk lansia menurut provinsi, presentase penduduk lansia di atas 10% ada di provinsi DIY (14,02%),

Jawa Tengah (10,99%), Jawa Timur (10,92%), dan Bali (10,79%). Sedangkan, presentase penyebaran penduduk lansia di DIY menurut kabupaten maupun kota yang tertinggi ada di kabupaten Bantul (35,52%)7.

Pertambahan usia pada individu merupakan suatu proses yang akan terjadi pada setiap manusia. Pada proses penuaan, seseorang akan mengalami berbagai

masalah tersendiri baik secara fisik, mental, maupun sosioekonomi9. Salah satu masalah yang sering terjadi pada lansia adalah gangguan tidur atau insomnia9.Para lansia beresiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh banyak faktor,

misalnya pensiun dan perubahan pola sosial, kematian pasangan hidup atau teman dekat, peningkatan penggunaan obat-obatan, penyakit yang dialami, dan

perubahan irama sirkadian pada lansia9.Gangguan mood, kecemasan, kepercayaan terhadap tidur, dan perasaan negatif merupakan indikator terjadinya insomnia pada lansia10.

Menurut Zorick dalam Potter & Perry11, insomnia adalah gejala pada seseorang yang mengalami kesulitan untuk tidur, sering terbangun dari tidur, dan

tidur singkat atau tidur nonrestoratif, serta dapat menandakan adanya gangguan fisik dan fisiologis. Menurut National Institute of Health America yang dikutip dari Suryadi12, jumlah penderita insomnia lebih tinggi dialami oleh lansia, dimana

satu dari empat pada usia 60 tahun atau lebih mengalami sulit tidur yang serius dengan lama waktu tidur kurang dari empat jam. Gangguan tidur menyerang 50%

lansia yang tinggal di rumah dan 66% lansia yang tinggal di fasilitas jangka

Page 8: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

2

panjang, misalnya panti sosial9. Busko dan Vega13 dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa prevalensi insomnia sekitar 10-17% terjadi pada lansia yang tinggal di komunitas.

Pola tidur pada lansia dapat berubah dan akan mengganggu lansia11. Dampak yang muncul jika lansia kurang tidur yaitu perasaan bingung, curiga,

hilangnya produktivitas kerja, serta menurunkan imunitas11. Melillo dan Houde14 menyatakan kurang tidur menyebabkan masalah pada kualitas hidup lansia, memperburuk penyakit yang mendasarinya, mengubah perilaku, suasana hati

menjadi negatif, mengakibatkan kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam rumah tangga.Insomnia juga dapat menyebabkan kematian pada lansia15.

Banyaknya permasalahan kesehatan pada lansia, membuat lansia mengkonsumsi obat dua kali lebih banyak11. Pengobatan insomnia dengan menggunakan farmakologi atau obat-obatan antidepresan, benzodiazepine short

acting, golongan imidazopyridine, dan golongan fenobarbital atau benzodiazepine long acting, memiliki efek samping obat sebesar 10,5% pada lansia11. Obat-obat

tersebut bila dikonsumsi jangka panjang oleh lansia dapatmenyebabkan perubahan pola tidur, ketergantungan, menurunkan kewaspadaan, mengantuk berlebih pada siang hari, kebingungan, penurunan energi, ataksia serta gangguan motor yang

akan meningkatkan resiko kecelakaan11. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam hal penanganan insomnia bagi

lansia selain dengan terapi farmakologi, yaitu dengan terapi nonfarmakologi. Nabil et al.16 menyebutkan lebih dari 50% lansia dengan insomnia biasanya tidak dikelola dan intervensi nonfarmakologi kurang dimanfaatkan oleh tenaga

kesehatan, padahal ada beberapa terapi nonfarmakologi untuk mengurangi insomnia. Salah satunya adalah terapi tertawa yang dinyatakan oleh Hae-Jin &

Chang Ho17. Terapi tertawa merupakan salah satu terapi relaksasi yang ekonomis, tidak

membutuhkan tempat dan persiapan khusus serta mudah untuk dilakukan

sendiri17. Menurut Subandi18, penggunaan relaksasi mempunyai sejarah yang luas dalam bidang psikologi, klinis, dan psikiatri. Denyut nadi dan tekanan darah dapat

dikurangi dengan relaksasi otot dan daya tahan kulit meningkat dengan pernapasan menjadi lebih pelan dan teratur selama relaksasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Fauzan19 yang menyebutkan bahwa relaksasi adalah teknik untuk

mengatasi kekhawatiran atau kecemasan melalui pengendoran otot-otot dan syaraf yang bersumber pada suatu obyek tertentu.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan stress seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia, dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi. Kelelahan, aktivitas mental, dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi dengan teknik

relaksasi.Konsekuensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat harga diri seseorang dapat meningkat seperti pendapat Beech (1982) dalam

Subandi18. Melalui terapi tertawa, lansia dilatih untuk memunculkan respon relaksasi sehingga dapat mencapai keadaan tenang17. Hal ini dikarenakan latihan relaksasi dapat memberikan pemijatan halus di kelenjar-kelenjar dalam tubuh,

menurunkan produksi kortisol dalam darah serta mengembalikan pengeluaran hormon secukupnya sehingga dapat memberikan keseimbangan emosi dan

ketenangan pikiran serta meningkatkan angka kesehatan pada lansia20, 21.

Page 9: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

3

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan derajat insomnia pada lansia. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui derajat insomnia pada lansia sebelum dilakukan terapi

tertawa (pretest) pada responden kelompok perlakuan dan kelompok control di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, (2) Mengetahui derajat insomnia

pada lansia sesudah dilakukan terapi tertawa (post-test) pada responden kelompok perlakuan dan kontrol di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, dan (3) Mengetahui adanya perbedaan derajat insomnia pada lansia yang diberikan terapi

tertawa pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul.

METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

desain penelitian Quasy Experiment Design: Pretest-Posttest with Control Group Design. Populasi pada penelitian ini adalah lansia yang mengalami

insomnia.Berdasarkandata tahun 2012 di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II serta dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan, jumlah lansia di Dusun Jomegatan adalah 171 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik

purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusisebanyak 34 orang yang akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol. Pembagian kelompok sampel yang memenuhi kriteria inklusi akan dipilih secara simple random. Jumlah responden pada masing-masing kelompok adalah 17 orang, namun saat penelitian dua responden pada kelompok perlakuan tidak

mengikuti terapi tertawa selama dua kali pertemuan sehinggapeneliti melakukan drop out kepada kedua responden tersebut dan hanya terdapat 15 responden yang

memenuhi kriteria inklusi sebagai kelompok perlakuan. Sedangkan, jumlah responden pada kelompok kontrol adalah 17 orang sehingga jumlah seluruh responden pada penelitian ini adalah 32 orang.

Variabel penelitian yang digunakan adalah variabel independen yaitu perlakuan terapi tertawa pada lansia yang mengalami insomnia dengan skala

nominal dan variabel dependen yaitu derajat insomnia padalansiadikatakanskala ordinal. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner Kelompok Studi Psikologi Biologi Jakarta-Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS) dengan wawancara kepada

responden. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program software

komputer. Tahapan analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yaitu untuk menghitung distribusi frekuensi dan persentase sehingga diketahui gambaran karakteristik responden, seperti mean, median, dan modus yang

digunakan untuk mendukung pembahasan dari penelitian. Analisis ini dilakukan pada faktor-faktor yang mempengaruhi derajat insomnia pada lansia seperti faktor

internal (usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit) dan faktor eksternal (status perkawinan, pekerjaaan dan dukungan keluarga).

Tahapan analisis data selanjutnya adalah analisis bivariat. Analisis bivariat

dalam penelitian ini adalah uji untuk distribusi data dengan menggunakan Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤50 responden. Setelah dilakukan uji

normalitas didapatkan hasil data terdistribusi normal dengan nilai

Page 10: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

4

kemaknaan/significant (p) >0,05. Kemudian dilakukan uji parametric yaitu uji paired sampel t-test untuk kelompok berpasangan dan independent sampel t-test untuk kelompok tidak berpasangan.Tahap ini meneliti hubungan antara dua

variabel yang meliputi variabel bebas dan terikat untuk membuktikan adanya pengaruh sebelum dan sesudah dilakukan terapi tertawa terhadap derajat insomnia

pada lansia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada pertengahan bulan Februari sampai akhir bulan Maret 2014 selama 4 minggu di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan,

Bantul dengan jumlah responden sebanyak 32 orang, yaitu 15 responden sebagai kelompok perlakuan dan 17 responden sebagai kelompok kontrol. Analisa data yang digunakan meliputi analisis univariat dan analisis bivariat yang

dideskripsikan sebagai berikut ini: 1. Karakteristik Responden Penelitian

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul (n=32, Juni 2014)

Karakteristik

Responden

Kelompok

Perlakuan

Kelompok

Kontrol Total

n=15 % n=17 % n %

Usia

60-74 tahun

15

100,0

17

100,0

32

100,0

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

5

10

33,3

66,7

5

12

29,4

70,6

10

22

31,2

68,8

Tingkat Pendidikan

Tidak sekolah

SD SMP

SMA Sarjana

6 6

1 1 1

40,0 40,0

6,7 6,7 6,7

11 4

- 2 -

64,7 23,5

- 11,8

-

17 10

1 3 1

53,1 31,2

3,1 9,4 3,1

Pekerjaan

Tidak bekerja Petani

Pedagang Buruh Pensiunan

12 1

1 - 1

80,0 6,7

6,7 -

6,7

15 -

- 2 -

88,2 -

- 11,8

-

27 1

1 2 1

84,4 3,1

3,1 6,2 3,1

Status Pernikahan

Janda/Duda Menikah

7 8

46,7 53,3

7 10

41,2 58,8

14 18

43,8 56,2

Riwayat Penyakit

Tidak ada Hipertensi

DM tipe 2 Asam urat

11 2

1 -

73,3 13,3

6,7 -

11 2

1 1

64,7 11,8

5,9 5,9

22 4

2 1

68,8 12,5

6,2 3,1

Page 11: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

5

Ginjal

Asma Rematik

1

- -

6,7

- -

-

1 1

-

5,9 5,9

1

1 1

3,1

3,1 3,1

Status Tinggal

Bersama

Sendiri Keluarga

-

15

-

100,0

2 15

11,8 88,2

2 30

6,2 93,8

Sumber: Data Primer, 2014

Lansia mengalami perubahan pola tidur dibandingkan dengan orang yang lebih muda, dimana mencakup kelatenan tidur, terbangun di malam hari,

dan peningkatan jumlah tidur siang yang lebih lama juga menurun9.Usia yang lanjut merupakan faktor utama yang paling berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur9.

Jumlah responden pada penelitian ini adalah 32 responden yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

dengan masing-masing sebanyak 17 responden sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Pada saat penelitian, terdapat dua responden pada kelompok perlakuan yang tidak mengikuti terapi tertawa dengan rutin sehingga peneliti

melakukan drop out. Jumlah akhir responden pada penelitian ini adalah 15 orang sebagai kelompok perlakuan dan 17 orang sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa usia responden berkisar antara 60 – 74 tahun dengan usia paling banyak adalah 70 tahun yaitu 9 orang (28,1%). Berdasarkan Sensus Penduduk 20106, Indonesia memiliki

jumlah lansia dengan usia lebih dari 60 tahun sebanyak 18,1 juta jiwa atau 9,6%. Menurut Nurmiati, proses penuaan atau pertambahan usia akan

mempengaruhi penurunan produksi hormon melatonin oleh kelenjar pineal di otak sehingga menyebabkan lansia cenderung mengalami gangguan tidur berupa insomnia.

Sebagian besar dari responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 22 orang (68,8%). Menurut Profil Kesehatan8, jumlah lansia paling

banyak berdasarkan jenis kelamin di Yogyakarta adalah perempuan yaitu 226.168 jiwa dan laki-laki berjumlah 184.999 jiwa. Berdasarkan angka harapan hidup (AHH)5 penduduk lansia yang paling banyak adalah perempuan

yaitu 8,2 % dan laki-laki sebanyak 6,9 %. Lansia berjenis kelamin perempuan lebih berpotensi mengalami insomnia dengan perbandingan 40% untuk lansia

perempuan dan 30% untuk lansia laki-laki. Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah tidak sekolah

yaitu sebanyak 17 orang (53,1%). Menurut hasil Susenas tahun 2012

memperlihatkan pendidikan lansia relatif rendah karena tidak atau belum pernah sekolah yaitu 26,84% dan tidak tamat SD sebanyak 32,32%, serta

lulusan SD sebanyak 23,49%5. Tamher dan Noorkasiani mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah menghadapi masalah yang terjadi, baik masalah sosial, kesehatan, maupun

lainnya. Salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah gangguan tidur atau insomnia9.

Page 12: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

6

Pekerjaan responden pada masing-masing kelompok paling banyak adalah sudah tidak bekerja lagi yaitu sebanyak 12 orang (80%) untuk kelompok perlakuan dan 15 orang (88,2%) untuk kelompok kontrol. Data

BPS5 mengungkapkan bahwa angka ketergantungan penduduk tua (old dependency ratio) adalah sebesar 11,90 yang menunjukkan bahwa setiap 100

orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 12 orang penduduk lansia.

Status pernikahan responden janda/duda pada kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol adalah sama yaitu sebanyak 7 orang (46,7% dan 21,9%). Sementara responden yang berstatus menikah sebanyak 8 orang (53,3%) untuk

kelompok pelakuan dan 10 orang (58,8%) untuk kelompok kontrol. Berdasarkan data BPS5, lansia berstatus menikah sebanyak 57,81% dan cerai mati sebanyak 39,06%. Maryam22 berpendapat bahwa salah satu faktor yang

dapat menyebabkan insomnia pada lansia adalah kehilangan pasangan atau cerai mati. Seseorang yang sedang dalam proses kehilangan seseorang yang

dicintai akan lebih beresiko untuk mengalami masalah psikologis, seperti insomnia, sehingga akan dibutuhkan proses koping untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi akibat stress dan kecemasan.

Sebagian besar responden mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit kronis yaitu sebanyak 11 orang untuk kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol (73,3% dan 64,7%). Sedangkan, beberapa responden mengatakan memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, DM tipe 2, asam urat, ginjal, asma, dan rematik pada kedua kelompok.

Semua responden penelitian baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol tinggal bersama dengan keluarga yaitu sebanyak 32 orang

(100%). Menurut Nugroho23, faktor sosial seperti kurangnya dukungan keluarga dapat menyebabkan seseorang beresiko mengalami insomnia, dimana dukungan keluarga tersebut dapat berupa adanya keluarga yang tinggal

bersama responden. 2. Gambaran Derajat Insomnia pada Lansia

Gambaran derajat insomnia pada lansia berdasarkan hasil dari kuesioner KSPBJ-IRS (Kelompok Studi Psikologi Biologi Jakarta-Insomnia Rating Scale) dari 32 orang responden yang berisi delapan pertanyaan terkait

gejala insomnia. Tabel 2 merupakan data derajat insomnia pretest dan posttest pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Adapun gambaran derajat

insomnia pada lansia adalah sebagai berikut: Tabel 2. Distribusi frekuensi derajat insomnia IP1 dan IP2 di Dusun

Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul (n=15, Juni 2014)

Derajat Insomnia IP1 IP2

n % n %

Ringan Sedang Berat

8 4 3

53,3 26,7 20,0

10 5 -

66,7 33,3

-

Total 15 100 15 100

Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 2 menunjukkan bahwa gambaran derajat insomnia pada lansia

Page 13: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

7

sebelum diberikan terapi tertawa diperoleh data bahwa derajat insomnia paling banyak adalah insomnia ringan (tabel 2) sebanyak 8 orang (53,3%) dan setelah diberikan perlakuan mengalami perubahan menjadi 10 orang (66,7%). Selain

itu, terdapat 4 orang (26,7%) yang mengalami insomnia sedang dan 3 orang (20,0%) yang mengalami insomnia berat (tabel 2) juga mengalami perubahan

menjadi 5 orang (33,3%) dan tidak ada (0%). Hal ini menunjukkan adanya perubahan derajat insomnia yang signifikan dari derajat yang berat menjadi lebih ringan.

Tabel 3. Distribusi frekuensi derajat insomnia IK1 dan IK2 di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul (n=17, Juni 2014)

Derajat Insomnia IK1 IK2

n % n %

Ringan

Sedang Berat

6

6 5

35,3

35,3 29,4

5

7 5

29,4

41,2 29,4

Total 17 100 17 100

Sumber: Data Primer, 2014

Sedangkan, pada kelompok kontrol diperoleh data bahwa responden mengalami peningkatan derajat insomnia (tabel 3) dari insomnia ringan

sebanyak 6 orang (35,3%) menjadi insomnia sedang yaitu sebanyak 7 orang (47,1%) dan insomnia berat yang hanya mengalami perubahan sedikit atau tidak sama sekali sebanyak 5 orang (29,4%). Hal ini menunjukkan tidak

terjadi perubahan derajat insomnia yang signifikan pada kelompok kontrol. Menurut peneliti, adanya perubahan derajat insomnia terjadi setelah

responden mendapatkan terapi tertawa dimana terapi ini akan membuat responden merasa tenang dan rileks sehingga dapat meningkatkan kualitas tidur dari responden. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Hae-jin &

Chang-ho17 diketahui bahwa terapi tertawa dapat digunakan sebagai intervensi pada lansia untuk menurunkan derajat insomnia dan gangguan tidur lainnya.

Tertawa akan merangsang pelepasan hormon endorfin, yang disebut juga sebagai morfin tubuh, untuk memperlancar sirkulasi darah sehingga membuat tubuh menjadi lebih nyaman dan rileks11.

Kemudian kelompok kontrol yang tidak mengalami perubahan yang signifikan bisa dikarenakan oleh responden yang tidak mendapatkan terapi

tertawa sehingga responden masih merasa tidak tenang dan mempengaruhi kualitas tidur responden. Hal ini didukung dengan pernyataan Amirta24 mengenai beberapa faktor penyebab insomnia pada lansia antara lain adalah

stress atau kecemasan yang berlebihan, depresi, penyakit yang diderita, kurang olahraga, nutrisi yang kurang, lingkungan, serta obat yang dikonsumsi.

Adanya masalah gangguan tidur pada lansia akan menyebabkan perasaan bingung dan curiga serta perubahan fungsi tubuh seperti perubahan suasana hati, performa motorik, memori, keseimbangan, dan fungsi imun11.

3. Pengaruh Terapi Tertawa terhadap Derajat Insomnia di Dusun

Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul

Hasil uji normalitas pada derajat insomnia responden berdasarkan nilai pretest dan posttest dari kedua kelompok adalah sebagai berikut:

Page 14: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

8

Tabel 4. Hasil uji normalitas pada derajat insomnia responden berdasarkan nilai pretest dan posttest (n=32, Juni 2014)

Tests of

Normality

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

Nilai Pretest

Nilai Posttest

0,948

0,966

32

32

0,123

0,401

Sumber: Data Primer, 2014 Berdasarkan tabel 4, hasil uji normalitas pada derajat insomnia

responden berdasarkan nilai pretest dan posttest dengan menggunakan Shapiro-Wilk didapatkan nilai signifikan sebesar 0,123 (p>0,05) dan 0,401 (p>0,05) yang berarti data terdistribusi normal. Sehingga analisis data yang

digunakan adalah uji Paired Sample t-test dan Independent Sample t-test. Hasil penelitian ini menggambarkan perbandingan antara derajat

insomnia pretest dan posttest pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang ditunjukkan dengan tabel berikut: Tabel 5. Hasil uji Paired Samples t-test pada K-P dan K-K di Dusun

Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul (n=32, Juni 2014)

Kelompok Mean Sig. (2-

tailed)

IP1-IP2

IK1-IK2 1,600

-0,294

0,000

0,136

Sumber: Data Primer, 2014 Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji Paired Sample t-test derajat

insomnia pretest dan posttest pada kelompok perlakuan didapatkanmean

sebesar 1,600 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara derajat insomnia sebelum dan sesudah

diberikan terapi tertawa. Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkanmean sebesar -0,294 dengan nilai signifikan sebesar 0,136 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Hasil uji Paired Sample t-test pada kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang signifikan antara derajat insomnia sebelum dan sesudah

diberikan terapi tertawa. Responden yang mengalami insomnia pada kelompok perlakuan sesudah diberikan terapi tertawa terdapat penurunan derajat insomnia dari derajat insomnia berat ke derajat yang lebih ringan

dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (p<0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi tertawa tidak terdapat perbedaan derajat

insomnia yang signifikan dengan nilai signifikan sebesar 0,136 (p>0,05). Dapat disimpulkan bahwa terapi tertawa berpengaruh terhadap penurunan derajat insomnia pada lansia yang dapat memberikan rasa tenang dan rileks

sehingga lansia dapat dapat tidur lebih nyaman. Menurut Boedhi & Darmojo25, beberapa mekanisme yang dapat

mempengaruhi tidur seseorang adalah cahaya, suhu tubuh, dan hormon. Rangsangan cahaya dapat memberikan pengaruh terhadap neurotransmitter untuk melepas hormon pengatur suhu tubuh, kortisol, dan growth hormone.

Hormon ini yang berhubungan dengan siklus tidur-bangun seseorang25. Seiring dengan bertambahnya usia, melatonin sebagai hormon yang

Page 15: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

9

diekskresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur akan menurun sehingga membuat lansia cenderung mengalami insomnia26.

Tertawa adalah proses fisik yang berguna untuk mengurangi nyeri,

kecemasan, stress, kemarahan, dan ketakutan. Terapi ini dapat dilakukan oleh semua orang dengan mengeluarkan suara tawa dari mulut yang akan

melibatkan otot-otot wajah, perut, dan diafragma yang akan memperlancar peredaran darah sehingga membuat tubuh lebih bugar dan ceria27. Salah satu faktor penyebab insomnia pada lansia adalah stress atau kecemasan yang

berlebihan24. Dengan tertawa, tubuh akan merangsang pelepasan hormon endorfin untuk memperlancar sirkulasi darah sehingga membuat tubuh

menjadi lebih nyaman dan rileks11. Tabel 6. Hasil uji Independent Samples t-test pada nilai posttest K-P dan K-K

di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul (n=32, Juni 2014)

Kasihan, Bantul (n=32, Juni 2014)

Kelompok Mean Std. Deviation Sig. (2-tailed)

IP2

IK2 7,13 10,29

2,588 2,779

0,002

Sumber: Data Primer, 2014

Tabel 6 menunjukkan bahwa uji Independent Samples t-test pada nilai posttest kelompok perlakuan dan kelompok kontrol didapatkan selisih mean

sebesar 3,16 dengan nilai signifikan sebesar 0,002. Nilai ini lebih kecil daripada 0,05 sehingga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai posttest derajat insomnia kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol. Hasil uji Independent Samples t-test pada nilai posttest kelompok

perlakuan dan kelompok kontroldiperoleh nilai signifikan sebesar 0,002 (p<0,05). Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai posttest derajat insomnia kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol. Kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada saat posttest berdasarkan hasil uji memiliki perbedaan yang bermakna karena kelompok

perlakuan telah diberikan terapi tertawa selama satu bulan, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan. Kelompok kontrol diberikan terapi tertawa yang sama dengan kelompok perlakuan setelah didapatkan data posttest yang

diperlukan. Hal ini membuat hipotesis penelitian dapat diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian terapi tertawa terhadap penurunan

derajat insomnia pada lansia di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul.

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa terapi tertawa dapat digunakan

sebagai suatu terapi yang dapat menurunkan derajat insomnia, terutama pada lansia. Hal ini dapat terjadi karena responden mengikuti terapi yang diberikan

peneliti dengan baik dan benar. Responden sangat antusias dengan terapi yang diberikan dan merasa ada perbedaan yang berhubungan dengan derajat insomnianya setelah mengikuti terapi tertawa selama satu bulan.

Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hae-jin & Chang-ho17 bahwa terapi tertawa dapat digunakan sebagai intervensi pada

lansia untuk menurunkan derajat insomnia dan gangguan tidur lainnya. Terapi

Page 16: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

10

ini akan merangsang pelepasan hormon endorfin, yang disebut juga sebagai morfin tubuh, untuk memperlancar sirkulasi darah sehingga membuat tubuh menjadi lebih nyaman dan rileks11. Masalah-masalah kesehatan yang

berhubungan dengan insomnia, seperti stress, cemas, penurunan kognitif, dan lainnya, juga dapat dikurangi dengan terapi tertawa17.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Terdapat pengaruh yang signifikan pada pemberian terapi tertawa terhadap derajat insomnia pada lansia di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul.

Saran

Perlu adanya program yang melatih terapi tertawa pada lansia sehingga dapat dijadikan salah satu cara alternatif untuk menurunkan derajat insomnia pada

lansia. Lansia juga harus berperan aktif dan mandiri dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik . Yogyakarta:

Nuha Medika. 2. Mubarak, W. I., Chayatin, N., & Santoso, B. A. (2009). Ilmu Keperawatan

Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. 3. Ismayadi. (2004). Proses Menua. Artikel. USU Digital Library. Diakses

tanggal 14 November 2013, dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3595/1/keperawatan-ismayadi.pdf

4. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Diakses tanggal 29 Januari 2014, dari

http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Lansia.pdf 5. Badan Pusat Statistik. (2012). Penduduk Menurut Umur Dan Jenis Kelamin

dalam Angka Yogyakarta. Yogyakarta.Diakses tanggal 30 Oktober 2013, dari http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_

INDONESIA_TAHUN_2011.pdf 6. Departemen Kesehatan RI. (2012). Sehat Dan Aktif Di Usia Lanjut.

Departemen Kesehatan RI. Diakses tanggal 13 Januari 2014, dari http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2143

----------. (2013). Buletin Lansia- Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di

Indonesia. Diakses tanggal 4 Januari 2014, darihttp://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Lansia.pdf

----------. (2013). Buletin Lansia- Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia semserter I. Diakses tanggal 20 Juni 2014, dari http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Lansia.pdf

7. Dinas Kesehatan DIY. (2012). Profil Kesehatan Penduduk Indonesia. Departemen Kesehatan Provinsi DIY.

Page 17: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

11

8. ----------. (2013). Yogyakarta diakses tanggal 20 Juli 2014 melalui http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KES_PROVINSI_2012/14_Profil_Kes.Prov.DIYogyakarta_2012.pdf

9. Stanley, M. & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik (2nded). Jakarta: EGC.

10. Galea, M. (2008). Subjective Sleep Quality in The Elderly: Relationship to Anxiety, Depressed Mood, Sleep Beliefs, Quality of Live, and Hipnotic Use. Journal, School of Psychology, Victoria University. Diakses

tanggal 13 Januari 2014, dari http://vuir.vu.edu.au/1520/1/Galea.pdf 11. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses, dan Praktik (4thed.). Jakarta: EGC. ----------. (2010). Fundamental Keperawatan.Ed. 7.Buku 3. Jakarta: Salemba

Medika.

12. Suryadi, S. (2008). Perbedaan Insomnia pada Mahasiswa yang Sedang Mengerjakan Skripsi dan Belum Mengerjakan Skripsi. Skripsi Strata

Satu, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 13. Busko, M & Vega, C. (2008). Persistent Insomnia May Blunt Esponse to

Depression Treatment in Elderly CME. Diakses tanggal 30 November

2013, dari http://www.medscape.com/viewarticle/572736 14. Melillo, K.D., & Houde, S.C. (2005). Geropsychiatric and Mental Health

Nursing. USA: Jones and Batlett. Diakses tanggal 13 Januari 2014, dari http://books.google.co.id/books/about/Geropsychiatric_and_Mental_H

ealth_Nursin.html?id=cQzAyxtZixkC&redir_esc=y 15. Susilowati, P. (2008). Insomnia. Diakses tanggal 14 November 2013 dari

http://www.e-psikologi.com/artikel/klinis/insomnia 16. Nabil, S., Kamel., Julie, K., & Gammack. (2006). Insomnia pada Usia Lanjut:

Penyebab, Pendekatan, dan Pengobatan. (Ika Syamsul Huda,

penerjemah). The American Journal of Medicine 199, 463-469. Diakses tanggal 14 November 2013 dari

http://pdfcast.org/download/gangguan-tidur-pada-usia-lanjut-insomnia.pdf

17. Hae-Jin, K. & Chang-Ho, Y. (2011). Effect of Laughter Therapy on

Depression, Cognition and Sleep Among the Community-Dwelling Elderly. Japan Geriatrics Society. Diakses tanggal 19 Oktober 2013,

dari http://laughterourbestmedicine.com/images/peerrev.pdf 18. Subandi, M. A. (2002). Psikoterapi: Pendekatan Konvensional dan

Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

19. Fauzan, L. (2009). Teknik Konseling Individu Relaksasi. Diakses tanggal 30 November 2013, dari

http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/12/29/teknik-konseling-individu-relaksasi/

20. Purwanto, S. (2007). Terapi Insomnia. Diakses tanggal 14 November 2013,

dari http://klinis.wordpress.com 21. Erliana, E., Haroen, H., & Susanti, D. R. (2008). Perbedaan Tingkat Insomnia

Lansia Sebelum dan Sesudah Latihan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Page 18: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,

12

(Progressive Muscle Relaxation) di BPSTW Ciparay Bandung. Diakses tanggal 13 Januari 2014, dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/07/perbedaan_tingkat_insomnia_lansia.pdf

22. Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Juaedi, A., & Batubara, I. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

23. Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik . Ed. 3. Jakarta: EGC.

24. Amirta, Y. (2009). Tidur Bermutu, Rahasia Hidup Berkualitas. Purwokerto:

Keluarga Dokter. 25. Boedhi & Darmojo. (2009). Buku Ajar Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia

Lanjut). Ed. Martono, H & Pranaka, K. ed. 4. Jakarta: FKUI. 26. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M. K., & Setiati, S.

(2006). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. 27. Kataria, M. (2010). Certified Laughter Yoga Leader Training (CLYL).

Bangalore. Diakses tanggal 14 November 2013, dari http://ebookbrowse.com/2010-leader-training-flyer-doc-d119936081

Page 19: PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP DERAJAT …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34163.pdf · Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Sri Sumaryani, Ns.,