pengaruh tekanan

31
PENGARUH TEKANAN OSMOTIK TERHADAP MEMBRAN ERITROSIT A. Landasan Teori Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55% adalah cairan sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Susunan darah, serum darah atau plasma terdiri atas air (91,0%), protein (8,0%), mineral (0,9%), dan sisanya diisi oleh sejumlah bahan organik seperti glukosa, lemak, urea, asam urat, kretinin, kolesterol, dan asam amino. Darah merupakan cairan tidak tembus cahaya, agak kental, berwarna merah terang, dan merah gelap, berat jenisnya berkisar antara 1,06, pH bersifat alkalis (7,2) (Benson et al., 1999). Apabila disentrifus (centrifuge), dengan kecepatan putaran tertentu, maka akan terpisah menjadi dua bagian utama yaitu bagian yang berwarna merah gelap disebut benda benda darah yang terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, keping darah dan bagian kuning jernih yang disebut plasma. Komposisi darah merupakan salah satu indikator parameter fungsi fisiologis hewan maupun manusia. Perbandingan antara plasma dan benda-benda darah pada kondisi

Upload: dewi-tita

Post on 10-Aug-2015

341 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENGARUH TEKANAN OSMOTIK TERHADAP MEMBRAN ERITROSIT

A. Landasan  Teori

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan

yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Volume

darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter.

Sekitar 55% adalah cairan sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Susunan darah,

serum darah atau plasma terdiri atas air (91,0%), protein (8,0%), mineral (0,9%), dan sisanya

diisi oleh sejumlah bahan organik seperti glukosa, lemak, urea, asam urat, kretinin, kolesterol,

dan asam amino. Darah merupakan cairan tidak tembus cahaya, agak kental, berwarna merah

terang, dan merah gelap, berat jenisnya berkisar antara 1,06, pH bersifat alkalis

(7,2) (Benson et al., 1999).

Apabila disentrifus (centrifuge), dengan kecepatan putaran tertentu, maka akan terpisah

menjadi dua bagian utama yaitu bagian yang berwarna merah gelap disebut benda

benda darah yang terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, keping darah

dan bagian kuning jernih yang disebut plasma. Komposisi darah merupakan salah

satu indikator parameter fungsi fisiologis hewan maupun manusia. Perbandingan antara

plasma dan benda-benda darah pada kondisi normal bervariasi pada laki-laki sekitar

47% dan perempuan 45%. Pada kondisi tertentu persentase darah mengalami penurunan atau

sebaliknya.

Dalam Pengantar Fisiologi Manusia, Nyayu Syamsiar Nangsari

menyebutkan beberapa sifat-sifat dasar dari masing-masing sel darah, yaitu:

1. Sel darah merah (eritrosit)

Bentuknya seperti cakram, bikonkaf, cekung pada kedua sisinya dan dapat

dilipat ketika melewati kapiler. Sel ini dibentuk di dalam sumsum, terutama

tulang pendek dan tulang pipih. Dalam setiap mm

3

 darah terdapat 5 juta sel

darah. Rata-rata umur sel darah merah adalah 120 hari.

2. Sel darah putih (leukosit)

Ukuran sel darah putih lebih besar dari sel darah merah, 10–15 mikron dan

terdapat nuclei. Fungsinya adalah melindungi tubuh melawan infeksi,

senjata utamanya adalah fagosit, yakni menelan bakteri yang masuk ke

tubuh. Hal ini misalnya terjadi pada saat luka pada kulit. Ketika kulit

terluka maka bakteri akan masuk ke luka dan terus mengikuti aliran darah.

Untuk membunuh bakteri tersebut maka peran leukosit sangat diperlukan.

Dalam setiap mm

3

 darah terdapat 6.000–10.000 sel darah putih.

3. Keping darah (trombosit)

Besarnya hanya 2–5 mikron. Bentuknya oval bergranula dan tidak

mempunyai inti. Fungsi utamanya adalah berperan pada pembekuan darah

agar darah tidak terus keluar pada saat terjadinya luka (Nangsari, 1988:

203-209). Setiap mm

3

 darah orang dewasa mengandung sekitar 200.000–

400.000 butir keping darah.

Lebih lanjut Nangsari (1981: 37) menyebutkan bahwa “Perbedaan

kecepatan antara aliran air yang masuk dan keluar dapat menyebabkan perbedaan

kompisisi kimiawi dari cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Jumlah

keseluruhan air di dalam tubuh ditentukan oleh proses pemasukan, peredaran,  dan

pengeluaran”. Setiap sel penyusun suatu organisme pasti berada dalam suatu

cairan yang mengandung berbagai zat yang diperlukan oleh sel. Cairan tersebut

berupa cairan ekstraseluler yang dapat dibedakan menjadi cairan interstitial

dan/atau plasma darah. Sel pada umumnya berada dalam cairan interstitial,

sedangkan eritrosit berada dalam plasma darah. Membran sel eritrosit seperti

hanya membran sel lainnya tersusun atas lipid bilyer, dan bersifat semipermeabel.

Pada kondisi cairan hipertonis, maka air akan berpindah dari dalam eritrosit ke

luar sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan (krenasi). Sebaliknya pada

kondisi larutan hipotonis, maka air akan masuk ke dalam sitoplasma eritrosit

sehingga eritrosit akan menggembung yang kemudian pecah (lisis). Kecepatan

hemolisis dan krenasi eritrosit diperngaruhi oleh konsentrasi larutan.

Sifat lipid tidak larut dalam air, namun lipida yang menyusun membran sel

terdiri atas dua bagian, polar dan nonpolar. Muatan listrik pada bagian polar

bersifat mengikat air (hidrofilik), sedangkan pada bagian nonpolar bersifat tidak

mengikat air (hidrofobik). Bagian lipida yang hidrofobik mengikat molekul air

dan zat-zat terlarut di dalamnya untuk dimasukkan ke dalam sel. Fungsi utama

membran sel adalah untuk mengatur pertukaran substansi zat antar sel dengan

lingkungannya (Sudarno, dkk., 2000: 14).

Cairan tubuh pada hakikatnya merupakan pelarut zat-zat yang terdapat

dalam tubuh, dengan demikian mengandung berbagai macam zat yang diperlukan

oleh sel dan sisa-sisa metabolisme yang dibuang oleh sel. Selain itu, cairan tubuh

juga pemberi suasana pada sel, sebagai contoh kehangatan (suhu), kekentalan

(viskositas), dan keasaman (pH) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik maupun

kimiawi dari dalam dan luar tubuh.

Cairan yang memiliki tekanan atau konsentrasi sama dengan cairan dalam

tubuh disebut isotonis (osmotic equilibrium), lebih tinggi dari pada dalam sel

disebut hipertonis, dan lebih rendah daripada dalam sel disebut hipotonis. Cairan

hipertonis akan menarik air secara osmosis dari sitoplasma ke luar sehingga

eritrosit akan mengalami penyusutan dan membran selnya rusak tampak berkerut-

kerut atau yang disebut krenasi atau plasmolysis. Sebaliknya, cairan hipotonis

akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit

akan menggembung (plasmoptysis) yang kemudian pecah (hemolisis).

B. Tujuan  Praktikum

1. Tujuan Kegiatan

1.1 Mengetahui  kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai

konsentrasi  larutan

1.2 Mengetahui persentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi

larutan.

2. Kompetensi Khusus

2.1 Mahasiswa dapat melakukan cara penentuan kecepatan hemolisis dan

krenasi eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.

2.2 Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi

persentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.

C. Alat dan Bahan

1. Mikroskop

2. Kaca benda dengan gelas penutupnya (cover glass)

3. Pipet

4. Garam fisiologis (NaCl); 3%, 1%, 0,9%, 0,7%, dan 0,5%.

5. Alkohol

6. Lanset

7. Aquades (air murni)

8. Sampel darah manusia

9. Stopwatch

D. Cara Kerja Praktikum

1. Mengambil sampel darah (rekan praktikan), menusuk dengan

menggunakan lanset.

2. Taruh di atas gelas objek, kemudian tambahkan 1 tetes NaCl 0,7%,

kemudian diamati di bawah mikroskop, dan catat waktu yang diperlukan

saat eritrosit tampak mulai hemolisis.

3. Melakukan kegiatan seperti cara 1 dan 2 untuk larutan NaCl 0,5%, 0,9%,

1,0% dan 3,0% serta aquades, lalu dicatat hasil pengamatannya.

4. Untuk mengetahui kecepatan terjadinya krenasi, dilakukan seperti di atas

dengan menggunakan larutan NaCl lebih pekat dari 0,7%, lalu dicatat

hasilnya (misalnya digunakan NaCl 1%).

E. Hasil Pengamatan

Sesuai hasil pengamatan dengan menggunakan mikroskop, darah manusia

yang ditetesi dengan NaCl (konsentrasi berbeda-beda) dan aquades maka

didapatkan waktu terjadinya krenasi dan hemolisis sebagai berikut:

No

Larutan 

Waktu  

krenasi/hemolisis

Keterangan

(menit/dtk)

6:50

15:17

Terjadi hemolisis

NaCl 0,5%

2:00

Waktu rata-rata 453 detik

8:36

1

5:00

8:00

9:20

Terjadi hemolisis

NaCl 0,7%

1:30

Waktu rata-rata 331 detik

6:45

2

2:00

8:30

4:45

Terjadi krenasi

NaCl 0,9%

1:35

Waktu rata-rata 279

5:27

3

3:00

7:55

   3:50

Terjadi krenasi

NaCl 1,0%

2:05

Waktu rata-rata 217 detik

3:54

4

0:20

7:30

2:15

Terjadi krenasi

NaCl 3,0%

0:45

Waktu rata-rata 179 detik

2:26

5

2:00

2:30

2:15

Eritrosit pecah

Aquades

1:45

Waktu rata-rata 103 detik

1:05

1:00

F. Pembahasan

Membrann sel merupakan lapisan yang mengandung lemak, di atasnya

ditutupi oleh selaput protein. Cairan pada sisi membran sel (sel darah) merembes

ke bagian membran protein, tetapi bagian membran lemak berbeda dengan

cairannya medianya. Oleh karena itu, menurut Nyayu Syamsiar (1988: 39) ada

dua cara yang berbeda supaya bahan-bahan dapat berdifusi melalui membran,

yaitu:

1. Bahan-bahan tersebut harus larut dahulu dalam lemak, sehingga difusinya

melalui membarannya sama dengan difusi air melewati membran.

2. Membran tersebut membentuk pori-pori seingga bahan-bahan dapat masuk.

Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit sehingga hemoglobin

bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit

dapat disebabkan oleh penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke dalam darah,

penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat atau unsur kimia tertentu,

pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah, dan

lain-lain. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena

penambahan larutan NaCl) medium tersebut (plasma dan larutan NaCl) akan

masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermeabel dan

menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan

tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah akibatnya

hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya, sebaliknya bila eritrosit

berada dalam medium yang hipertonis maka cairan eritrosit akan keluar menuju

ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi).

Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke

dalam medium luar eritrosit (plasma).

Dalam kegiatan ini hanya menggunakan satu jenis larutan, yakni natrium

klorida (NaCl) dan aquades. Untuk melihat perbedaan terjadinya proses difusi

pada eritrosit maka digunakan konsentrasi NaCl yang berbeda. Konsentrasi NaCl

yang digunakan adalah 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1,0% dan 3,0%.

Pada hasil percobaan, eritrosit mengalami hemolisis sempurna pada darah

yang diberi larutan NaCl 0,5%. Hemolisis terjadi karena adanya larutan hipotonis,

sehingga eritrosit menjadi rapuh dan pecah dan menyebabkan hemoglobin

tumpah. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang

hipertonis terhadap isi eritrosit, dari hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk

eritrosit yang diujicobakan menunjukkan bahwa larutan NaCl yang lebih pekat

akan lebih cepat mengalami krenasi.

Perbedaan konsentrasi NaCl yang digunakan dalam percobaan ini

memberikan hasil yang berbeda. Ketika dilakukan pengamatan pada NaCl 0,5%

dan 0,7%, maka terlihat adanya sel membulat dan kembung. Setelah itu terjadi

perubahan bentuk sel. Sel terlihat sudah tidak utuh, tidak beraturan, lapisan atas

bening, berwarna merah gelap, terdapat endapan, dan sel tersebut telah mengalami

pemecahan yang disebabkan karena cairan NaCl terus mendesak masuk ke dalam

sel darah sehingga menyebabkan sel darah tidak dapat menampung lagi NaCl

yang berdifusi ke dalam sel dan akhirnya sel pecah. Proses ini disebut dengan

hemolisis. Pada larutan NaCl 0,5% waktu yang diperlukan untuk hemolisis 453

detik dan larutan NaCl 7% adalah 331 detik.

Perbedaan terjadinya proses osmosa pada sel (membran), dapat diamati

ketika dilakukan percobaan pada konsentrasi NaCl di atas 0,7%. Pada percobaan

NaCl di atas 0,7% ini (0,9%, 1%, dan 3%) bentuk sel darah menjadi berubah. Hal

ini disebabkan karena pada kondisi cairan NaCl adalah hipertonis, maka air akan

berpindah ke luar dari dalam sel darah sehingga sel darah mengalami penyusutan

(krenasi). Perbedaan kecepatan terjadinya krenasi dapat pula kita amati  dari hasil

pengamatan, dimana semakin tinggi konsentrasi (NaCl 3%) maka akan semakin

cepat waktu yang diperlukan untuk terjadinya krenasi.

Grafik Hemolisis (waktu Vs konsentrasi)

0

100

200

300

400

500

NaCl  0,5%

NaCl  0,7%

Konsentrasi  larutan

w

a

k

tu 

(d

e

ti

k)

Dari uraian di atas dapat dilihat adanya hubungan antara tingginya

konsentrasi lingkungan terhadap peristiwa osmosis yang terjadi pada sel darah

manusia. Pada peristiwa hemolisis, semakin tinggi konsentrasi lingkungan maka

semakin lambat proses hemolisis terjadi dan sebaliknya apabila konsentrasinya

rendah maka proses hemolisis akan semakin cepat. Sedangkan pada peristiwa

krenasi, semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin cepat waktu yang

diperlukan untuk terjadinya krenasinya dan semakin rendah konsentrasi maka

akan semakin lambat waktu yang diperkukan untuk terjadinya krenasi.

Dari hasil pengamatan terdapat beberapa ketidakkonsistennya waktu

pada masing masing perlakuan karena perbedaan ketelitian yang dilakukan.

Namun, secara garis besar dapat diamati perubahan limit waktu yang dibutuhkan

dari masing-masing percobaan.

G. Kesimpulan

Dari kegiatan  ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Larutan NaCl berkonsentrasi 0,5% akan berdifusi ke dalam sel. Hal ini

terjadi karena konsentrasi sel lebih rendah dari konsentrasi lingkungan.

Cairan NaCl yang terus masuk ke dalam sel menyebabkan terjadinya

hemolisis pada sel. Maka pada peristiwa hemolisis semakin tinggi

konsentrasi lingkungan (NaCl) maka waktu yang dibutuhkan semakin

lama, sebaliknya semakin rendah konsentrasi NaCl maka hanya

dibutuhkan waktu yang sedikit untuk terjadinya hemolisis. Larutan NaCl

dengan konsentrasi di atas 0,7% (0,9%, 1,0%, dan 3,0%) menyebabkan

Grafik Krenasi (waktu vs konsentrasi)

0

50

100

150

200

250

300

NaCl  0,9%

NaCl  1,0%

NaCl  3,0%

konsentrasi  larutan

w

ak

tu 

(

d

et

ik

)

terjadinya krenasi (penyusutan) pada sel. Krenasi terjadi karena

konsentrasi pada ruang sel lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi

lingkungan. Maka pada peristiwa krenasi semakin tinggi konsentrasinya

maka waktu yang dibutuhkan semakin sedikit (cepat), sebaliknya

rendahnya konsentrasi NaCl menyebabkan lamanya proses krenasi. Hal ini

merupakan kebalikan dari hemolisis sedangkan pada aquades eritrosit

pecah.

2. Semakin tinggi konsentrasi NaCl yang dipakai maka akan semakin cepat

terjadinya hemolisis dan krenasi.

Diskusi

1. Percobaan pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit

sebaiknya dilakukan pada usia yang berbeda untuk mengetahui apakah

faktor usia juga mempengaruhi.

2. Mikroskop yang digunakan sebaiknya sudah diuji bekerja dengan baik,

agar praktikan tidak kesulitan dalam percobaan, karena dengan mikroskop

yang telah diuji sebelumnya akan memberikan hasil yang valid.

H.  Daftar Pustaka

Evelin C. Pearce. (1985). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT.

Gramedia

Nangsari, Nyayu Syamsiar. (1988). Pengantar fsiologi manusia. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sudarno, dkk. (2000). Biologi 3 sekolah menengah umum. Surakarta: PT. Pabelan

Syamsuri, Istamar, dkk. (2000). Biologi 2000 2B SMU Kelas 2. Jakarta: Erlangga

Tjitrosoepomo, Gembong, dkk. (1979). Biologi II.  Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.