pengaruh taurin

11
PENGARUH PENGGUNAAN TAURIN PADA PEMELIHARAAN BENIH BANDENG Oleh: Lisa Ruliaty, Siswanto dan Sahlan ABSTRAK I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan tingkat kelangsungan hidup pada benih ikan selain dengan penggunaan enzim dapat juga dengan memperkaya pakan alami Rotifer dengan bahan Taurin sehingga dapat memperbaiki pada kualitas nutrisinya. Taurin merupakan turunan dari metabolisme metionin dan cystein yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam fungsi fisiologi. Fungsi metabolisme dari taurin meliputi konjugasi asam empedu, stabilisasi membran dan osmoregulasi (Birdsall, 1998). Hasil penelitian Chen et al (2005) pada larva Red Sea Bream dan Javanese flounder menunjukkan bahwa pemberian rotifer yang diperkaya dengan taurin dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Rotifer merupakan zooplankton yang dapat mengambil makanan di sekitarnya yang tersedia dalam bentuk partikel mikroorganik yang mikro karena sifatnya yang non selective filter feeder sehingga Rotifer dapat di perkaya. Kandungan taurin yang terdapat dalam tubuh Rotifer tergolong rendah (0,8 1,8 mg/g) bila dibandingkan dengan Artemia (6,9 mg/g) yang di pergunakan pada stadia yang lebih besar (Takeuchi, 2001). Penelitian yang dilakukan Chen et al (2005) mendapatkan bahwa Rotifer yang diperkaya dengan taurin 400 mg/L memberikan hasil pertumbuhan dan perkembangan yang terbaik pada larva Javananese flounder. Demikian juga dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruchyani (2006) yang mendapatkan bahwa pengkayaan Rotifer dengan taurin sebesar 0,5 g/10 L memberikan sintasan dan pertumbuhan yang terbaik pada larva udang vaname. 1.2. Tujuan

Upload: lisa-ruliaty-631971

Post on 11-Apr-2017

220 views

Category:

Technology


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh taurin

PENGARUH PENGGUNAAN TAURIN PADA PEMELIHARAAN

BENIH BANDENG

Oleh:

Lisa Ruliaty, Siswanto dan Sahlan

ABSTRAK

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya peningkatan tingkat kelangsungan hidup pada benih ikan selain dengan penggunaan

enzim dapat juga dengan memperkaya pakan alami Rotifer dengan bahan Taurin sehingga dapat

memperbaiki pada kualitas nutrisinya. Taurin merupakan turunan dari metabolisme metionin

dan cystein yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam fungsi fisiologi. Fungsi

metabolisme dari taurin meliputi konjugasi asam empedu, stabilisasi membran dan osmoregulasi

(Birdsall, 1998). Hasil penelitian Chen et al (2005) pada larva Red Sea Bream dan Javanese

flounder menunjukkan bahwa pemberian rotifer yang diperkaya dengan taurin dapat

meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Rotifer merupakan zooplankton yang

dapat mengambil makanan di sekitarnya yang tersedia dalam bentuk partikel mikroorganik yang

mikro karena sifatnya yang non selective filter feeder sehingga Rotifer dapat di perkaya.

Kandungan taurin yang terdapat dalam tubuh Rotifer tergolong rendah (0,8 – 1,8 mg/g)

bila dibandingkan dengan Artemia (6,9 mg/g) yang di pergunakan pada stadia yang lebih besar

(Takeuchi, 2001). Penelitian yang dilakukan Chen et al (2005) mendapatkan bahwa Rotifer yang

diperkaya dengan taurin 400 mg/L memberikan hasil pertumbuhan dan perkembangan yang

terbaik pada larva Javananese flounder. Demikian juga dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ruchyani (2006) yang mendapatkan bahwa pengkayaan Rotifer dengan taurin sebesar 0,5 g/10 L

memberikan sintasan dan pertumbuhan yang terbaik pada larva udang vaname.

1.2. Tujuan

Page 2: Pengaruh taurin

II. METODA

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah larva bandeng, rotifer,pakan

buatan, taurin, bak larva dan peralatan kerja.

Metoda

Pemeliharaan larva bandeng di lakukan dengan runtutan kegiatan sebagai berikut:

1. Pemeliharaan larva dilakukan pada bak out door dengan kapasitas bak 5 – 10 m3.

2. Mengatur kepadatan tebar telur. Kepadatan tebar telur sebesar 100.000 butir pada bak

bervolume 5 – 10 m3.

3. Pengelolaan lingkungan yang optimal. Pengaturan salinitas pada 30 ppt pada saat penebaran

telur dan penggantian air setelah umur pemeliharaan > 10 hari. Penggantian air dilakukan

sebesar 10 – 20%, dilakukan dengan mengurangi volume air, kemudian baru di lakukan

penambahan air baru dengan salinitas yang sama.

4. Pemberian pakan alami rotifer yang optimal dengan kepadatan 5 – 20 ind/ml dan dilakukan

pengkayaan pada rotifer. Rotifer yang telah di panen di perkaya dengan asam amino Taurin

dengan dosis perlakuan 0,5 g/10 L selama 5 jam. Sebagai kontrol adalah pemeliharaan larva

tanpa memperkaya rotifer. Perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. Tata cara : Untuk

perendaman 10 liter media rotifera di butuhkan 0,5 g bahan pengkaya yang kemudian

ditambah dengan 0,25 g ragi roti, 0,1 g kuning telur, 0,5 ml minyak cumi dan 400 ml air untuk

di emulsikan di dalam blender selama lebih kurang 2 – 5 menit. Bahan pengkaya kemudian

dilarutkan ke dalam media Rotifer. Perendaman dilakukan selama 5-6 jam. Sebelum

pemberian, rotifera di saring kembali dan di cuci bersih dengan air laut.

5. Pemberian pakan buatan berkualitas yang telah di campur dengan vitamin C sebanyak 3 g/kg

pakan pada umur pemeliharaan larva > 10 hari.

Page 3: Pengaruh taurin

6. Melakukan panen pada umur pemeliharaan larva >18 hari dengan panjang tubuh >1,6 cm.

Melakukan pendataan terhadap panjang tubuh dan umur pada saat panen.

7. Melakukan monitoring terhadap performa benih yang di hasilkan dengan melakukan

pengawalan terhadap pembudidaya yang menggunakan nener BBPBAP Jepara.

Selama kegiatan dilakukan pengamatan terhadap parameter : pengukuran panjang larva pada hari

ke-14, 18, 21 dan pada saat panen, sintasan benih dan parameter kualitas air.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Survival Rate

Pengkayaan rotifer dengan taurin memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai

Survival rate nener bandeng. Pada perlakuan pengkayaan dengan taurin memberikan survival

rate sebesar 27,71 % ± 1,02 % dan pada perlakuan tanpa pengkayaan dengan nilai survival rate

sebesar 21,86 % ±0,28 % (Grafik 1).

Grafikl 1. Survival Rate nener bandeng pada pengujian Taurin

Page 4: Pengaruh taurin

Lebih baiknya nilai survival rate pada perlakuan pengkayaan rotifer dengan taurin di duga

berkaitan dengan kecukupankadar taurin yang di konsumsi oleh larva bandeng. Sehingga taurin

dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Taurin merupakan osmolyte organic yang penting

dalam otak dan ginjal dan mempunyai kontribusi yang penting di dalam pengaturan volume sel

khususnya pada tekanan hypo dan hiperosmolar, dimana pengaturan ini penting bagi

perkembangan saraf pusat dan retina (Kim et al, 2003). Fungsi metabolism dari taurin meliputi

konjugasi asam empedu, detoksifikasi, stabilisasi membrane dan osmoregulasi (Birdsall, 1998).

Dalam kaitannya sebagai sumber energy, menurut Ronnested (1999), asam amino bebas yang

terdapat pada kuning telur mencapai 50% dari total asam amino, kuning telur tersebut

digunakan oleh larva awal sebagai sumber energy. Pada larva ikan laut penyerapan asam amino

bebas lebih besar daripada penyerapan protein (Ronnested, 1999), hal ini disebabkan karena

asam amino bebas paling mudah di serap karena tidak membutuhkan enzim untuk memecah

ikatan peptide. Perlakuan pengkayaan rotifer dengan taurin di duga telah menyumbangkan

energy sesuai kebutuhan larva bandeng sehingga mampu meningkatkan nilai survival rate

nener.

2. Pertumbuhan Panjang

Pengkayaan rotifer dengan taurin membuat pertumbuhan panjang larva lebih cepat bila

dibandingkan dengan pertumbuhan tanpa pengkayaan. Panjang akhir nener pada perlakuan

pengkayaan rotifer adalah sebesar 1,40 % ± 0,01 % dan tanpa pengkayaan sebesar 1,18 % ±

0,06 % (Grafik 2)

Page 5: Pengaruh taurin

Grafik 2. Rerata panjang akhir nener pada pengujian taurin

Lebih tingginya kandungan taurin pada rotifer yang di perkaya di duga memberikan

pengaruh terhadap pertumbuhan larva bandeng (Tabel 1). Hal ini sejalan dengan penelitian

yang di lakukan oleh Ruchyani (2006) pada larva udang vaname yang mendapatkan

perkembangan stadia larva vaname tanpa pengkayaan taurin lebih lambat bila dibandingkan

perlakuan dengan pengkayaan demikian juga hasil pada penelitan Chen et al (2005). Menurut

Birdsall (1998), kandungan taurin yang rendah akan menyebabkan pertumbuhan yang rendah,

deregenerasi retina dan keterlambatan dalam perkembangan stadia. Kemampuan ikan untuk

mensintesis taurin tergantung dari spesies ikan dan akan berpengaruh terhadap perkembangan

stadia. Hal ini dapat terjadao karena kurangnya aktifitas dari L-cysteine sulfinate decarboxilase

yang merupakan kunci enzim untuk mengkonversi dari cysteine menjadi taurin (Martines et al,

2005).

3. Kandunngan lemak, protein dan taurin

Hasil dari analisa kandungan lemak yang dilakukan pada penelitan Ruchyani (2006),

menunjukkan kandungan lemak pada rotifer sudah cukup tinggi, demikian juga dengan

kandungan protein. Namun, pengkayaan rotifer dengan taurin sebanyak 0,5 g/10 L media

mampu meningkatkan kandungan taurin pada rotifer sebesar 60 % (Tabel 6).

Page 6: Pengaruh taurin

Tabel 1. Data kandungan lemak, protein dan taurin pada Rotifer yang diperkaya taurin 0,5

mg/10 L media dan rotifer tanpa pengkayaan (Ruchyani.S., 2006)

Parameter Non Taurin Taurin

Lemak (%) 19.2 19.3

Protein (%) 68.1 69.3

Taurin (mg/100 g) 170.6 283.8

Kandungan lemak pada rotifer yang diperkaya maupun yang tidak diperkaya sudah mencukupi

kebutuhan lemak larva bandeng. Hal ini dapat dilihat dari kandungan asam lemak pada bandeng

laut dewasa kandungan EPA dan DHA sebesar 1.76 dan 1.39 (g/100 g edible portion), dan pada

bandeng dewasa tambak, yaitu masing-masing 1.44 EPA dan 0.44 DHA (Rachmansyah dkk,

2002 dalam Rachmansyah, 2004). Menurut Muir dan Robert (1994), kebutuhan lemak untuk

udang adalah berkisar 9 – 15 %. Demikan juga untuk kebutuhan protein sudah mencukupi untuk

kebutuhan larva. Kebutuhan protein optimum untuk pertumbuhan udang penaeid berkisar 28 –

60% (Lovelli, 1998).

4. Kualitas Air

Parameter kualitas air tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedua perakuan pada

pengujian pengkayaan rotifer dengan taurin. Nilai pramater kualitas air selama pengujian dapat

di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rerata kualitas air

Perlakuan Suhu O2 Sal pH NH3 NO2 Bhn.org

Taurin

30.13 ±

0,75

5.16 ±

0,22

32.25 ±

0,79

8.14 ±

0,02

0.08 ±

0,02

0.03 ±

0,02

86.01 ±

1,44

Non

Taurin

32.05 ±

0,76

4.71 ±

0,22

32.20 ±

0,69

8.13 ±

0,03

0.08 ±

0,02

0.02 ±

0,00

66.90 ±

9,15

Page 7: Pengaruh taurin

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

4.2. Saran

Pengkayaan rotifer dengan taurin memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai

Survival rate nener bandeng. Pengkayaan rotifer dengan taurin dapat menjadi SOP di

dalam pemeliharaan larva bandeng.

IV. REFERENSI

Birdsall, TC. 1998. Therapeutic Application Of Taurine. www.thorne.com/alt

medrev/fulltext/taurine3-2.html. Dikutip 15 April 204.

Budji, R.G. 2010. Skrining senyawa antibakteri dari Caulerpa racemosa dan Caulerpa

sartularioides asal perairan Pulau Lae-Lae Makassar. Skripsi Fakultas MIPA Jurusan

Biologi Universitas Hasanuddin. Makassar

Brown, J.A., Minkoff, G. & Puvanendran, V., 2003. Larviculture of Atlantic cod (Gadus

morhua): progress, protocols and problems. Aquaculture, 227, 357 – 372.

Chen JN, Takeuchi T, Takahashi T, Tomoda T, Kaiso M, Kuwada H. 2005. Effect Of Rotifers

Enriched With Taurine on Growth In Larvae Of Javanese Flounder Paralichthys olivaceus.

www.miyagi.kopas.co.jp/JSFS/jsfs-english/E-PUB/71-3/p 342.html. Dikutip 10 Agustus

2014.

Craig, S. & Helfrich, L.A., 2002. Understanding Fish Nutrition, Feeds, and Feeding. Virginia

Polytechnic Institute and State University. 18 p.

Djunaidah,I.S dkk. 2001. Penampilan Reproduksi dan Kualitas Larva Kepiting Bakau Scylla

paramamosain Yang Diberi Pakan Biomasa Artemia. Makalah pada Seminar Akuakultur

Indonesia. Semarang. 30 – 31 Oktober 2001.

De Val, A.G., G. Platas, A. Basilio, A. Cabello, J. Gorrochategui, I. Suay, F. Vicente, E.

Portilllo, M.J. del Rio, G.G. Reina, F. Peláez. 2001. Screening of antimicrobial activities in

red, green and brown macroalgae from Gran Canaria (Canary Islands, Spain). Int.

Microbiol. 4: 35-40.

Page 8: Pengaruh taurin

Furuita, H., Yamamoto, T., Shima, T., Suzuki, N., & Takeuchi, T., 2003. Effect of arachidonic

acid levels in broodstock diet on larval and egg quality of Japanese flounder Paralichthys

olivaceus. Aquaculture, 220, 725 – 735.

Furuita,H, Takeuchi,Watanabe,Fujimoto,H.Sehiya,s and Imazuki,K. 1996. Requirements of

Larva Yellowtail for Eicosapentaenoic Acid, Decosahexaenoic Acid and ω 3 Highly

Unsaturated Fatty Acid. Fisheries Science. Vol.63. pp 372 – 379.

Higgs, D.A. and Dong, F. M., 2000. Lipids and fatty acids. In: Encyclopedia of Aquaculture (ed.

R.R. Stickney), John Wiley and Sons, Inc., New York, 476 – 496.

Hutabarat, S. 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton Telaah terhadap Ilmu Perikanan dan

kelautan. Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Ibeas, C., Rodriguez, C., Badia, P., Cejas, J.R., Santamaria, F.J., Lorenzo, A., 2000. Efficacy of

dietary methyl esters of n-3 HUFA vs. triacylglycerols of n-3 HUFA by gilthead seabream

(Sparus aurata L.) juveniles. Aquaculture, 190, 273 – 287.

Izquierdo, M. S., Fernandez-Palacios, H., and Tacon, A. G. J., 2001. Effect of aquaculture. Rev.

Fish. Sci., 16, 73 – 94.

Izquierdo, M., 2005. Essential fatty acid requirements in Mediterranean fish species. Cahiers

Options Mediterraneennes, 63, 91 – 102.

Kandhasamy, M. and K.D. Arunachalam. 2008. Evaluation of in vitro antibacterial property of

seaweeds of southeast coast of India. African Journal of Biotechnology 7(12): 1958-1961.

Kim SK, Takeuchi T, Masahito Y, Yuko M. 2003. Effect of Dietary Supplementation with

Taurine, ß-alanine and GABA on The Growth of Juvenile and Fingerling Javanese

Flounder Paralichthys olivaceus. Fisheries Science. 2003, 69 : 242-248.

Lane, R.L. and Kohler, C.C., 2006. Comparative Fatty Acid Composition of Eggs from White

Bass Fed Live Food or Commercial Feed. North American Journal of Aquaculture, 69, 11

– 15.

Lall, S.P., Milley, J.E., Higgs, D.A., and Balfry, S.K., 2002. Dietary lipids, immune function and

pathogenesis of disease in fish. http://www-heb.pac.dfo-mpo.gc.ca/congress/2002

/Biochem/Lall.pdf. diambil tanggal 18 Maret 2014, Jam 11.10 wib.

Leger, P., Bengston, D.A., Simpson, K.L. and Sorgeloos, P., 1986. The use and nutritional value

of artemia as a food source. Oceanog. Mar. Biol.. Ann. Rev., 24, 521 – 624.

Li, Y.Y., Chen, W.Z., Sun, Z.W., Chen, J.H. and Wu, K.G., 2005. Effects of n-3 HUFA content

in broodstock diet on spawning performance and fatty acid composition of eggs and larvae

in Plectorhynchus cinctus. Aquaculture,

Page 9: Pengaruh taurin

Lindequist, U. and T. Schweder. 2001. Marine biotechnology. In: Rehm, H.J., Reed, G. (Eds.),

Biotechnology, vol. 10. Wiley-VCH, Weinheim, pp. 441–484.

Lovelli, 1998. Nutrition and Feeding of Fish. Auburn University Van Reinhold. New York. Hal

21 – 217.

Mahasneh, I., M. Jamal, M. Kashashneh, M. Zibdeh. 1995. Antibiotic activity of marine algae

against multiantibiotic resistant bacteria. Microbios 83: 23–26.

Manilal, A., S. Sujith, J. Selvin, G.S. Kiran, C. Shakir, A.P. Lipton. 2010. Antimicrobial

potential of marine organisms collected from the southwest coast of India against

multiresistant human and shrimp patogens. Scientia Marina 74(2): 287-296.

Mayer, A.M.S. and M.T. Hamann. 2002. Marine pharmacology in 1999: compounds with

antibacterial, anticoagulant, antifungal, anthelmintic, anti-inflammatory, antiplatelet,

antiprotozoal and antiviral activities affecting the cardiovascular, endocrine, immune and

nervous systems, and other miscellaneous mechanism of action. Comp. Biochem. Physiol.,

Part C 132, 315–339.

Martinez B, Stavrosh C, Pascal D and Toshio T. 2004. Effect of Dietary Taurine

Supplementation on Growth Performance and Feed Selection of Sea Bass Dicentrarchus

labrax Fry Fed with Demand-Feeder. Fisheries Science, 70 : 74 – 79.

Mazorra, C., Bruce M., Bell J. G., Davie A., Alorend E., Jordan, N., Rees J., Papanikos N.,

Porter M. and Bromage N., 2003. Dietary lipid enhancement of broodstock reproductive

performance and egg and larval quality in Atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus).

Aquaculture, 227, 21 – 33.

Muir JF dan Roberts RJ. 1994. Recent Advances in Aquacukture. Institute of Aquacuture.

Blackwell Science Hal. 25 – 167.

Mtolera, M.S.P.and A.K. Semesi. 1996. Antimicrobial activity of extraxts from six green algae

from Tanzania. Curr. Trends Mar. Bot. Res. East Afr.Reg. pp. 211-217.

Newman, D.J., G.M. Cragg, K.M. Snader. 2003. Natural products as source of new drugs over

the period 1981–2002. J. Nat. Prod. 66: 1022–1037

NRC (National Research Council), 1993. Nutrient Requirements of Fish. National Acad. Press,

Washington, DC. 114 p.

Place, A.R. and Harel, M., 2006. Use of arachidonic acid for enhanced culturing of fish larvae

and broodstock. University of Maryland Biotechnology Institute (Baltimore, MD, US).

Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten

Barru Sulawesi Selatan bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring

Apung [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Page 10: Pengaruh taurin

Rao, P.S. and K.S. Parekh. 1981. Antibacterial activity of Indian seaweed extracts. Botanica

Marina 24: 577-582.

Roo, F., Socorro, J., Izquierdo, M.S., Caballero, M.J., Hernandez-Cruz, C.M., Fernandez, A. and

Fernandez-Palacios, H., 1999. Development of red porgy Pagrus pagrus visual system in

relation with changes in the digestive tract and aquaculture. Aquaculture Research, 31, 703

– 711.

Ronnested, Thorsen A, Finn RN. 1999. Fish Larval Nutrition : A Review of Recent Advances in

The Roles of Amino Acids. Aquaculture 177, 210-216.

Ruchyani, S. 2006. Pengaruh Rotifera Yang Diperkaya dengan Taurin pada Kadar yang

Berbeda Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Udang Vaname. Skripsi.

IPB. 26 Hal.

Sachithananthan, K. and A. Sivapalan. 1975. Antibacterial properties of some marine algae of Sri

Lanka. Bulletin of Fisheries Research Station, Sri Lanka. 26: 5-9.

Saptasari, M. 2010. Variasi ciri morfologi dan potensi makroalga jenis Caulerpa di pantai

Kondang Merak Kabupaten Malang. Malang. Variasi Ciri Morfologi (19-22).

Sargent, J.R., Tocher, D.R., Bell, J.G., 2002. The lipids, In: Halver, J.E., Hardy, R.W. (Eds.),

Fish Nutrition, 3rd edition. Academic Press, San Diego, 181–257.

Sawanboonchun, J., 2009. Atlantic Cod (Gadus morhua L.) Broodstock Nutrition: The Role Of

Arachidonic Acid And Astaxanthin As Determinants Of Egg Quality. Institute of

Aquaculture, University of Stirling, Scotland. Doctoral Thesis, 212 p.

Serkedjieva, J. 2004. Antiviral activity of the red marine alga Ceramium rubrum. Phytotherapy

Research, 18(6): 480-483.

Seiffert, M.E.B., Cerqueira, V.R. and Madureira, L.A.S., 2001. Effect of dietary (n−3) highly

unsaturated fatty acids on growth and survival of fat snook (Centropomus parallelus,

Pisces: Centropomidae) larvae during first feeding. Brazilian Journal of Medical and

Biological Research, 34, 645 – 651.

Siddhanta, A.K, K.H. Mody, B.K. Ramavat, V.D. Chauhan, H.S. Garg, A.K. Goel, M. Jinandra

Doss, M.N. Srivastava, G.K. Patnaik, V.P. Kamboj. 1997. Bioactivity of marine

organisms: Part VIII-Screening of some marine flora of Western coast of India. Indian

Journal Experimental Biology 35: 638-643.

Sridhar, K.R. and N. Vidyavathi. 1991. Antimicrobial activity of seaweeds. Acta Hydrochim.

Hydrobiol. 5: 455-496.

Page 11: Pengaruh taurin

Sunyoto, P, Waspada dan Mustahal. 1996. Peningkatan Gizi Nauplius Artemia Salina untuk

Larva Ikan Laut dengan Pengkayaan Menggunakan Emulsi Lemak Scott’s Emulsion.

Skripsi. Undip Semarang (tidak dipublikasikan). 67 hal.

Takeuchi, Toshio. 2010. A Review Of Feed Development For Early life Stage Of Marine Fin

Fish In Japan. Aquaculture.2001.: 200 (202 – 222).

Tuney, I., B.H. Cadirci, D. Unal, A. Sukatar. 2006. Antimicrobial activities of the extracts of

marine algae from the coast of Urla (zmir, Turkey). Turk. J. Biol. 30: 1-5

Tocher, D.R., 2003. Metabolism and functions of lipids and fatty acids in teleost fish. Rev. Fish

Sci., 11, 107 – 184.

Watanabe, T., and Vassallo-Agius, R., 2003. Broodstock nutrition research on marine finfish in

Japan. Aquaculture, 227, 35 – 61.

Yildiz, M., 2008. Fatty Acid Composition of Some Commercial Marine Fish Feeds Available in

Turkey. Turk. J. Vet. Anim. Sci, 32, 3, 151 – 158.

Zainuddin, E.N. 2010. Antibacterial potential of marine algae collected from South Sulawesi

coast against human patogens. Proceedings of International Conference and Talkshow on

Medicinal Plants. BPPT, Jakarta, Indonesia. ISBN 978-602-95911-1-8.