pengaruh suhu kalsinasi dalam pembuatan katalis sio2-asam fosfotungstat (pwa) pada esterifikasi ...

6
Simposium Nasional RAPI X FT UMS – 2011 ISSN : 1412-9612 E-66 PENGARUH SUHU KALSINASI DALAM PEMBUATAN KATALIS SIO 2 -ASAM FOSFOTUNGSTAT (PWA) PADA ESTERIFIKASI MINYAK JARAK PAGAR CURAH Nur Hidayati, Ike Sambung Sari, Prinda Widyarani, dan Aning Tri Aisyah Jurusan Teknik Kimia, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta 57102 E-mail: [email protected] Abstrak Minyak jarak pagar (Jatropha Curcas) memiliki prospek yang baik sebagai bahan baku biodiesel karena minyak jarak pagar bukanlah minyak makan sehingga penyediaannya tidak bersaing dengan kebutuhan minyak makan nasioanal dan industri oleokimia. Akan tetapi karena kandungan asam lemak bebasnya yang tinggi, maka cara transesterifikasi konvensional tidak sesuai untuk memproduksi biodiesel dari minyak ini. Pretreatment dengan proses esterifikasi berkatalis asam yang dilanjutkan dengan transesetrifikasi trigliserida berkatalis basa mampu menghasilkan biodiesel dari bahan baku murah dengan kandungan asam lemak bebas tinggi tetapi memperoleh hasil semaksimal mungkin. Pada penelitian ini pretreatment dengan proses esterifikasi dipelajari dengan mengunakan katalis padat asam fosfotungstat (PWA) yang dicangkokkan pada silika yang dikalsinasi pada suhu 100 o C, 200 o C, 300 o C, 400 o C, 500 o C. Kinerja katalis SiO 2 -PWA yang dikalsinasi dibandingkan dengan katalis asam sulfat dan SiO 2 - PWA tanpa kalsinasi. Konversi asam lemak bebas dengan mengunakan katalis SiO 2 -PWA tanpa kalsinasi dan dengan kalsinasi pada suhu 100-500 o C berturut-turut adalah 50,62; 39,81; 36,44; 35,02; 29,06 dan 26,797%, sedangkan dengan katalis asam sulfat didapat konversi 99,13%. Penurunan konversi mungkin akibat pengurangan luas permukaan katalis akibat kalsinasi. Kata kunci: biodiesel, esterifikasi, SiO2-PWA, katalis asam Pendahuluan Minyak nabati memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan bakar altenatif mesin diesel (biodiesel), karena memiliki karakteristik yang serupa dengan bahan bakar mesin diesel yang berasal dari minyak bumi. Indonesia sebagai negara yang kaya sumber minyak nabati memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan secara luas penggunaan bahan bakar alternatif ini. Biodiesel memiliki banyak kelebihan. Pertama, biodiesel merupakan “green fuel “ karena sifatnya yang aman, dapat terbarukan, tidak beracun dan dapat terbiodegradasi [Ma, 1999]. Selain itu emisi CO, CO 2 , SO x , NO x , dan hidrokarbon yang tidak terbakar berkurang sampai 50%. Kedua, biodiesel dapat dicampur dengan minyak diesel konvensional dan dapat digunakan pada mesin diesel konvensional tanpa atau dengan sedikit modifikasi [Rakoz, 2001]. Komoditas perkebunan penghasil minyak nabati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel cukup berlimpah seperti minyak kelapa, sawit dan jarak pagar. Meskipun demikian penggunaan minyak makan (edible oil) seperti minyak kelapa dan sawit dapat meningkatkan biaya produksi secara signifikan [Corro, 2010] dan dapat mengganggu stok minyak makan nasioanal. Minyak jarak pagar (Jatropha Curcas) memiliki prospek yang baik sebagai bahan baku biodiesel karena minyak jarak pagar bukanlah minyak makan sehingga penyediaannya tidak bersaing dengan kebutuhan minyak makan nasioanal dan industry oleokimia [Hambali, dkk., 2007]. Biodiesel merupakan ester-ester alkil yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi trigliserida dan/atau esterifikasi asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak atau lemak dengan alkohol yang biasanya memiliki berat molekul rendah seperti metanol atau etanol. Proses transesterifikasi menggunakan katalis basa merupakan cara paling popular karena mampu menghasilkan biodiesel dengan kemurnian dan yield yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek (30-60 menit) [Muniyappa, 1996; Vyas, 2010; Dorado, 2004 dan Canakci, 2001]. Meskipun demikian metode ini sangat sensitif terhadap kemurnian reaktan. Asam lemak bebas dan air yang terkandung dalam minyak nabati tidak boleh melebihi batas 0,5% dan 0,3% berturut-turut [Lotero, 2005] . Kandungan asam lemak bebas dan air yang tinggi dapat memicu pembentukan sabun sehingga mengurangi yield biodiesel dan menyulitkan pemisahan produk [Ma, 1999]. Contoh

Upload: bayangan-maut

Post on 07-Aug-2015

169 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Biodiesel & Nanotechnology

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH SUHU KALSINASI DALAM PEMBUATAN KATALIS SIO2-ASAM  FOSFOTUNGSTAT (PWA) PADA ESTERIFIKASI  MINYAK JARAK PAGAR CURAH

Simposium Nasional RAPI X FT UMS – 2011 ISSN : 1412-9612

E-66

PENGARUH SUHU KALSINASI DALAM PEMBUATAN KATALIS SIO2-ASAM FOSFOTUNGSTAT (PWA) PADA ESTERIFIKASI

MINYAK JARAK PAGAR CURAH

Nur Hidayati, Ike Sambung Sari, Prinda Widyarani, dan Aning Tri Aisyah Jurusan Teknik Kimia, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta 57102 E-mail: [email protected]

Abstrak

Minyak jarak pagar (Jatropha Curcas) memiliki prospek yang baik sebagai bahan baku biodiesel karena minyak jarak pagar bukanlah minyak makan sehingga penyediaannya tidak bersaing dengan kebutuhan minyak makan nasioanal dan industri oleokimia. Akan tetapi karena kandungan asam lemak bebasnya yang tinggi, maka cara transesterifikasi konvensional tidak sesuai untuk memproduksi biodiesel dari minyak ini. Pretreatment dengan proses esterifikasi berkatalis asam yang dilanjutkan dengan transesetrifikasi trigliserida berkatalis basa mampu menghasilkan biodiesel dari bahan baku murah dengan kandungan asam lemak bebas tinggi tetapi memperoleh hasil semaksimal mungkin. Pada penelitian ini pretreatment dengan proses esterifikasi dipelajari dengan mengunakan katalis padat asam fosfotungstat (PWA) yang dicangkokkan pada silika yang dikalsinasi pada suhu 100oC, 200oC, 300oC, 400oC, 500oC. Kinerja katalis SiO2-PWA yang dikalsinasi dibandingkan dengan katalis asam sulfat dan SiO2-PWA tanpa kalsinasi. Konversi asam lemak bebas dengan mengunakan katalis SiO2-PWA tanpa kalsinasi dan dengan kalsinasi pada suhu 100-500oC berturut-turut adalah 50,62; 39,81; 36,44; 35,02; 29,06 dan 26,797%, sedangkan dengan katalis asam sulfat didapat konversi 99,13%. Penurunan konversi mungkin akibat pengurangan luas permukaan katalis akibat kalsinasi.

Kata kunci: biodiesel, esterifikasi, SiO2-PWA, katalis asam

Pendahuluan

Minyak nabati memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan bakar altenatif mesin diesel (biodiesel), karena memiliki karakteristik yang serupa dengan bahan bakar mesin diesel yang berasal dari minyak bumi. Indonesia sebagai negara yang kaya sumber minyak nabati memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan secara luas penggunaan bahan bakar alternatif ini.

Biodiesel memiliki banyak kelebihan. Pertama, biodiesel merupakan “green fuel“ karena sifatnya yang aman, dapat terbarukan, tidak beracun dan dapat terbiodegradasi [Ma, 1999]. Selain itu emisi CO, CO2, SOx, NOx, dan hidrokarbon yang tidak terbakar berkurang sampai 50%. Kedua, biodiesel dapat dicampur dengan minyak diesel konvensional dan dapat digunakan pada mesin diesel konvensional tanpa atau dengan sedikit modifikasi [Rakoz, 2001].

Komoditas perkebunan penghasil minyak nabati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel cukup berlimpah seperti minyak kelapa, sawit dan jarak pagar. Meskipun demikian penggunaan minyak makan (edible oil) seperti minyak kelapa dan sawit dapat meningkatkan biaya produksi secara signifikan [Corro, 2010] dan dapat mengganggu stok minyak makan nasioanal. Minyak jarak pagar (Jatropha Curcas) memiliki prospek yang baik sebagai bahan baku biodiesel karena minyak jarak pagar bukanlah minyak makan sehingga penyediaannya tidak bersaing dengan kebutuhan minyak makan nasioanal dan industry oleokimia [Hambali, dkk., 2007].

Biodiesel merupakan ester-ester alkil yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi trigliserida dan/atau esterifikasi asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak atau lemak dengan alkohol yang biasanya memiliki berat molekul rendah seperti metanol atau etanol. Proses transesterifikasi menggunakan katalis basa merupakan cara paling popular karena mampu menghasilkan biodiesel dengan kemurnian dan yield yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek (30-60 menit) [Muniyappa, 1996; Vyas, 2010; Dorado, 2004 dan Canakci, 2001]. Meskipun demikian metode ini sangat sensitif terhadap kemurnian reaktan. Asam lemak bebas dan air yang terkandung dalam minyak nabati tidak boleh melebihi batas 0,5% dan 0,3% berturut-turut [Lotero, 2005] . Kandungan asam lemak bebas dan air yang tinggi dapat memicu pembentukan sabun sehingga mengurangi yield biodiesel dan menyulitkan pemisahan produk [Ma, 1999]. Contoh

Page 2: PENGARUH SUHU KALSINASI DALAM PEMBUATAN KATALIS SIO2-ASAM  FOSFOTUNGSTAT (PWA) PADA ESTERIFIKASI  MINYAK JARAK PAGAR CURAH

Simposium Nasional RAPI X FT UMS – 2011 ISSN : 1412-9612

E-67

katalis basa yang sering digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah NaOH, KOH, dan CH3ONa [Gemma, 2004].

Dilaporkan bahwa kandungan asam lemak bebas dalam minyak jarak pagar curah bisa mencapai 22% [Kywe, 2009], sehingga proses esterifikasi menggunakan katalis asam akan lebih sesuai. Meskipun demikian penggunaan katalis asam cair tidak direkomendasikan karena proses membutuhkan waktu yang lebih lama dan membutuhkan peralatan tahan korosi. Beberapa contoh katalis asam cair yang biasa digunakan adalah asam sulfat [Berchman, 2008] dan asam phosphat [Sahoo, 2009]. Katalis-katalis lain juga sudah banyak diteliti, seperti HCl, BF3, H3PO4 dan asam sulfonik organic [Vyas, 2010]. Katalis-katalis asam ini selain bekerja untuk reaksi esterifikasi, pada saat yang sama juga untuk reaksi transesterifikasi.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa esterifikasi asam lemak lebih cepat daripada transesterifikasi trigliserida [Warabi, 2004 dan Kusdiana, 2001]. Hal ini dapat ditinjau dari mekanisme reaksinya, dimana pada estrifikasi hanya terdiri dari satu tahap reaksi, sedangkan pada transesterifikasi trigliserida terdiri dari tiga tahap reaksi dengan digliserida dan monogliserida sebagai intermediate. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa produksi biodiesel dengan katalis asam mampu berkompetisi dengan proses berbasis basa menggunakan minyak virgin, terutama bahan baku yang murah [Zhang, 2003a and 2003b].

Senyawa anorganik padat yang telah digunakan secara populer untuk memproduksi biodiesel adalah zeolit [Lotero, 2005]. Senyawa ini telah disintesa dengan struktur kristal, ukuran pori, perbandingan Si/Al yang berbeda-beda. Karakter-karakter inilah yang mempengaruhi sifat-sifat katalisis dari katalis, missal kekuatan asam. Dalam zeolit kekuatan asam bisa diatur sedemikian rupa disesuaikan dengan kebutuhan [Corma, 1997]. Untuk esterifikasi, optimum keasaman belum pernah dipublikasikan.

Masih berkaitan dengan zeolit, senyawa lain adalah silica MCM-41. Katalis ini secara umum tidak cukup tingkat keasamanya untuk reaksi esterifikasi karena struktur silika murninya [Lotero, 2005]. Zirkonia yang disulfasi (SO4/ZrO2) menunjukkan aktivitas yang cukup tinggi untuk reaksi esterifikasi karena kekuatan asamnya yang tinggi [Yadav, 1999]. Tetapi lepasnya SO4

= menyebabkan katalis menjadi tidak aktif dan menjadikannya katalis homogen. Jiménez-López [2010] telah mempersiapkan zirkonia yang di-doped dengan MCM-41 dan WOx, katalis dengan WOx 15% menunjukkan aktivitas paling aktif . Tin oksida yang disulfasi (SO4/SnO2) menunjukan aktivitas yang lebih daripada SO4/ZrO2 [Furuta, 2004]. Corro [2010] membuktikan kualitas biodiesel yang tinggi yang diproduksi dari minyak jarak pagar curah dengan proses dua tahap. Asam lemak bebas diesterifikasi dengan katalis SiO2-HF dan dilanjuktan dengan transesterifikasi berkatalis NaOH.

Zhang [2010] telah berhasil membuktikan bahwa ferric sulfat memiliki aktivitas katalitik yang tinggi untuk esterifikasi asam lemak bebas. Uji coba dilakukan dengan menggunakan minyak biji zanthoxylum bungeanum yang memiliki kadar asam lemak bebas 8%. Untuk memaksimalkan konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel, kami mengadopsi proses multi tahap (esterifikasi dan tranesterifikasi) dengan menggunakan katalis SiO2 yang dicangkokkan dengan asam phosphotungtic (PWA) untuk reaksi esterifikasi dan dilanjutkan dengan transesterifikasi menggunakan katalis CaO. Namun pada publikasi ini kami hanya akan meninjau proses esterifikasi saja. PWA merupakan heteropolyacid yang memiliki keasaman Brönsted yang sangat kuat dan lebih kuat dari asam sulfat, sehingga diharapkan dapat memperoleh katalis baru untuk reaksi esterifikasi asam lemak bebas. Diantara heteropolyacid, seperti H3PW12O40 (PWA), H4SiW12O40, H3PMo12O40 dan . H4SiMo12O40, PWA merupakan asam yang paling kuat. Alsalme [2008] telah mempelajari Nb2O5, ZrO2 dan TiO2 yang dicangkokkan dengan PWA. Berikut ini ditunjukkan kekuatan asam: 15% H3PW12O40/Nb2O5 > 15% H3PW12O40/ZrO2 > 15%H3PW12O40> H2SO4. Meskipun demikian lepasnya H3PW12O40 dari support- nya masih menjadi permasalahan yang menantang. Metodologi Material

Material-material yang digunakan pada penelitian ini meliputi: tetraetil ortosilikat (TEOS) 99.99%, asam phosphotungtic, metanol dan etanol. Semua material merupakan produk Merck, yang disuplai dari CV Citra Prima Semarang.

Page 3: PENGARUH SUHU KALSINASI DALAM PEMBUATAN KATALIS SIO2-ASAM  FOSFOTUNGSTAT (PWA) PADA ESTERIFIKASI  MINYAK JARAK PAGAR CURAH

Simposium Nasional RAPI X FT UMS – 2011 ISSN : 1412-9612

E-68

Pembuatan katalis asam Katalis SiO2-PWA (asam phosphotungtic) dipersiapkan dengan proses sol-gel berkatalis

asam [Staiti, 2001]. Satu bagian tetraetil ortosilikat (TEOS) 99.99% dicampur dengan 5 bagian etanol 99.5%. Beberapa tetes asam nitrat 8% ditambahkan ke dalam campuran. Larutan diaduk secara terus menerus selama 3 jam. Kemudian PWA ditambahkan sejumlah tertentu sehingga mencapai berat 30% terhadap silikat. Pengadukan diteruskan selama 3 jam. Solven kemudian diuapkan dalam lemari asam pada suhu ruang. Padatan yang diperoleh kemudian dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 50oC selama 2 jam. Katalis yang diperoleh dibagi menjadi 5 bagian dan masing-masing dikalsinasi pada suhu 100, 200, 300, 400 dan 500oC selama 3 jam. Karakterisasi sifat fisik katalis

Karakteristik katalis yang diukur meliputi luas permukaan (BET), dan sifat kelarutannya dalam air dan alkohol. Luas permukaan ditentukan dengan Gas Sorption Analysis (GSA) Quantachrome Nova 1200E. Sampel dialiri gas nitrogen dan dipanaskan sampai suhu 240oC selama 3 jam sebelum pengukuran dengan nitrogen physisorption dilakukan.

Pengujian kinerja katalis asam

Kinerja katalis diuji dengan cara reaksi esterifikasi minyak jarak dengan methanol dengan bantuan katalis-katalis yang telah disiapkan; SiO2-PWA 100, SiO2-PWA 200, SiO2-PWA 300, SiO2-PWA 400, dan SiO2-PWA 500. Angka 100, 200 dan seterusnya menunjukkan suhu kalsinasi. Sebagai perbandingan, reaksi esterifikasi juga dilakukan dengan katalis PWA dan asam sulfat. Unjuk kerja katalis ditentukan oleh besarnya % konversi asam lemak bebas.

% XFFA = (1)

Keterangan: Ao = bilangan asam awal; Aa = bilangan asam akhir Pada pengujian kinerja katalis-katalis, beberapa variabel tetap reaksi yang dipilih adalahw aktu reaksi 2 jam, suhu reaksi 60oC, jumlah katalis 2% terhadap berat minyak jarak, rasio methanol:minyak =1:12, dan kecepatan pengadukan 600 rpm. Hasil dan Pembahasan Tabel 1 menyajikan data komposisi asam lemak bebas minyak jarak pagar yang diperoleh dari hasil analisa menggunakan GCMS. Minyak jarak pagar yang digunakan pada penelitian ini mengandung asam oktadekonoat lebih dari 90%, sedangkan sisanya asam pentadekanoat dan asam tetradesiloksi, berturut-turut 8,16% dan 1,28%. Bilangan asam minyak jarak pagar curah sebesar 24,35 mg KOH/g minyak.

Tabel 1 Komposisi asam lemak bebas minyak jarak pagar No Nama Senyawa Komposisi, % 1 Asam pentadekanoat 8,16 2 Asam oktadekanoat 90,56 3 Asam tetradesiloksi 1,28

Tabel 2 menunjukkan data luas permukaan katalis tiap gram sampel. Katalis SiO2-PWA

tanpa kalsinasi, katalis dengan kalsinasi 100, 300 dan 500oC memiliki luas permukaan berturut-turut 232, 189, 154 dan 24 m2/g. Data ini menunjukkan bahwa perlakuan kalsinasi dan besarnya suhu kalsinasi berpengaruh pada luas permukaan katalis. Katalis mengalami penurunan luas permukaan ketika dikalsinasi. Semakin tinggi suhu kalsinasi penurunan luas permukaan semakin tajam. Hal ini mungkin disebabkan adanya aglomerasi atau penggumpalan partikel-pertikel katalis karena pengaruh suhu kalsinasi dan terlepasnya sebagian PWA dari SiO2. Fenomena yang sama terjadi pada katalis ZrO2-asam silikatungstat, bahwa kenaikan suhu kalsinasi menurunkan luas permukaan katalis [Devassy and Halligudi, 2005]. Al same et al. [2008] juga membuktikan dengan katalis Nb2O5-PWA dan ZrO2-PWA bahwa perlakuan suhu kalsinansi dari 100 menjadi 500oC dengan interval 200oC dapat menurunkan luas permukaan.

Page 4: PENGARUH SUHU KALSINASI DALAM PEMBUATAN KATALIS SIO2-ASAM  FOSFOTUNGSTAT (PWA) PADA ESTERIFIKASI  MINYAK JARAK PAGAR CURAH

Simposium Nasional RAPI X FT UMS – 2011 ISSN : 1412-9612

E-69

Tabel 2 Luas permukaan katalis.

Katalis SiO2-PWA BET (luas permukaan)

m2/g Tanpa kalsinasi 232 Kalsinasi 100oC 189 Kalsinasi 300oC 154 Kalsinasi 500oC 24

Kinerja katalis SiO2-PWA terhadap konversi reaksi

Pengaruh suhu kalsinasi katalis SiO2-PWA (100oC, 200oC, 3000C, 400oC dan 500oC) dipelajari dengan membandingkan konversi asam lemak bebas dalam minyak jarak pagar yang diperoleh dari katalis-katalis tersebut dengan katalis asam sulfat (H2SO4) dan katalis SiO2-PWA tanpa kalsinasi.

Data konversi hasil percobaan disajikan pada Gambar 3. Konversi asam lemak bebas yang didapat dengan mengunakan katalis SiO2-PWA tanpa kalsinasi dan dengan kalsinasi pada suhu 100-500oC berturut-turut adalah 50,62; 39,81; 36,44; 35,02; 29,06 dan 26,797%. Sedangkan penggunaan katalis asam sulfat menghasilkan konversi 99%. Dengan katalis padat, konversi tertinggi ditunjukkan oleh katalis SiO2-PWA tanpa kalsinasi, sedangkan katalis dengan kalsinasi menunjukkan penurunan konversi seiring peningkatan suhu kalsinasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan luas permukaan katalis dimana permukaan ini merupakan tempat adsorpsi reaktan dan tempat untuk berlangsungannya reaksi selanjutnya. Dengan demikian penurunan luas permukaan katalis mengurangi kesempatan reaktan untuk teradsorpsi ke permukaan tersebut.

Gambar 3 Hubungan antara jenis katalis dengan konversi asam lemak bebas

Hasil yang sama ditunjukkan oleh katalis Nb2O5-PWA dan ZrO2-PWA untuk reaksi esterifikasi asam hexanoic dengan methanol [ Al Same et al., 2008]. Katalis dengan perlakuan kalsinasi suhu meningkat akan menghasilkan alkil ester dengan konversi menurun. Dengan katalis Nb2O5-PWA kalsinasi 100oC diperoleh konversi 16,2%, sedangkan dengan katalis kalsinasi 500oC dihasilkan konversi 3,3%. Dengan katalis ZrO2-PWA kalsinansi 100 dan 500oC berturut-turut diperoleh konversi 53,2 dan 7,1%. Tetapi hasil yang berlawanan ditunjukkan oleh Cahyo, dkk.

Page 5: PENGARUH SUHU KALSINASI DALAM PEMBUATAN KATALIS SIO2-ASAM  FOSFOTUNGSTAT (PWA) PADA ESTERIFIKASI  MINYAK JARAK PAGAR CURAH

Simposium Nasional RAPI X FT UMS – 2011 ISSN : 1412-9612

E-70

[2010], yang meneliti tentang esterifikasi minyak jelantah berkatalis asam padat zirkonia sulfat dengan variabel suhu kalsinasi sebesar 500, 600, dan 700oC. Hasil konversi biodiesel tertinggi diperoleh dengan katalis yang dikalsinasi pada 600oC sebesar 80%.

Dibandingkan dengan katalis H2SO4 yang menghasilkan konversi sebesar 99,13 %, konversi asam lemak bebas menjadi biodiesel berkatalis SiO2-PWA (tanpa kalsinasi) hampir separuh lebih rendah. Cardoso, et al., [2008] melaporkan esterifikasi asam oleat dalam minyak kedelai dengan katalis asam sulfat. Pemakaian katalis asam sulfat memberikan konversi biodiesel yang tinggi, 95% untuk reaksi selama 4 jam. Konversi yang lebih rendah dengan mengunakan katalis padat dibandingkan dengan menggunakan katalis cair merupakan hal yang wajar, karena keberadaan katalis padat menjadikan campuran reaksi memiliki tiga fase. Hal ini menyebabkan laju reaksi diperlambat dengan perbedaan fase tersebut. Laju perpindahan massa akan lebih mengontrol proses secara keseluruhan.

Reaksi esterifikasi dengan bantuan katalis H2SO4 menghasilkan produk yang lebih gelap (kuning kecoklatan) dibandingkan dengan bantuan katalis asam padat SiO2-PWA (kuning jernih). Ramadhas et. al., [2005], menyatakan bahwa kelebihan katalis (excess H2SO4) akan menyebabkan larutan produk berwarna lebih gelap karena terbentuknya dimetil ester dari reaksi antara excess H2SO4 dengan metanol. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Biodiesel merupakan salah satu sumber energi terbarukan. Meskipun bukan satu-satunya solusi untuk mengatasi krisis energy, tetapi biodiesel dapat menjadikan salah satu komponen dari beberapa strategi untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak fosil. Pengembangan alternatif katalis untuk menjadikan proses pembuatan biodiesel lebih efisien dan ramah lingkungan merupakan strategi yang penting. Pada penelitian ini, kami telah berhasil membuat katalis SiO2-PWA sebagai alternatif terhadap asam sulfat untuk proses esterifikasi sebagai pretreatment di dalam proses pembuatan biodiesel secara keseluruhan. Katalis padat tersebut menunjukkan kinerja yang memadai, meskipun kondisi operasi yang tepat untuk memperoleh konversi maksimum belum diteliti. Konversi tertinggi ditunjukkan oleh katalis SiO2-PWA sebesar 50,6% yang dipersiapkan tanpa tahap kalsinasi. Peningkatan suhu kalsinasi justru menghasilkan konversi yang menurun. Saran

Katalis SiO2-PWA memiliki potensi untuk menggantikan posisi asam sulfat sebagai katalis homogen. Tetapi kondisi operasi yang optimum untuk menghasilkan konversi asam lemak bebas belum diketahui. Untuk itu penelitian lanjutan mengenai hal ini perlu dilakukan. Selain itu, studi kinetika untuk reaksi esterifikasi minyak jarak pagar curah dengan katalis SiO2-PWA perlu dilakukan untuk memperoleh data-data kinetika yang sangat penting untuk perancangan reaktor esterifikasi. DAFTAR PUSTAKA Alsalme, A., Kozhevnikova, E.F., and Kozhevnikov, I.V., 2008, Heteropoly acids as catalysts for

liquid-phase esterfication and transesterification, Applied catalysis A: General 349, 170-176.

Berchmans, H.J., and Hirata, S., 2008, Biodiesel production from crude Jatropha Curcas L. seed oil with a high content of free fatty acids, Bioresource Technology 99, 1716-1721.

Cahyo Purbo, Agus Adhiatma, dan Yoga Setyawan, 2010, Laporan Akhir Program Kreativitas Mahasiswa : Esterifikasi Minyak Jelantah dengan Etanol menggunakan Katalis Padat Zirkonia Sulfat, Teknik Kimia, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Canakci, M., and Gerpan J.V., Biodiesel production from oils and fats with high free fatty acids, Trans. American Soc. Agric. Eng. 44, 1429-1436.

Cardoso, Abiney L., Soraia Cristina Gonzaga Neves and Marcio J. da Silva, 2008, Esterification of Oleic Acid for Biodiesel Production Catalyzed by SnCl2 : A Kinetic Investigation, Departament of Chemistry, Federal University of Viçosa, Viçosa, Minas Gerais, Brazil

Page 6: PENGARUH SUHU KALSINASI DALAM PEMBUATAN KATALIS SIO2-ASAM  FOSFOTUNGSTAT (PWA) PADA ESTERIFIKASI  MINYAK JARAK PAGAR CURAH

Simposium Nasional RAPI X FT UMS – 2011 ISSN : 1412-9612

E-71

Corma, A., Garcia, H., 1997, Organic reaction catalysed over solid acids, Catalysis Today 38, 257-308.

Corro, G., Tellez, N., Ayala, E., and Marinez-Ayala, A., 2010, Two-step biodiesel production from jatropha Curcas crude oil using SiO2.HF solid catalyst for FFA esterification step, Fuel 89, 2815-2812.

Devassy, B.M., and Halligudi, S.B., 2005, Zirconia-supported heteropoly acid: characterisation and catalytic behaviour in liquid-phase verathrole benzylation, Journal of catalyst 236, 313-323.

Dorado, M.P., Ballesteros, E., Lopez Fj., 2004, Optimation of alkali catalysed transesterification of Brassica carinata oil for biodiesel production, Energy Fuel 89, 1-9.

Furuta, S., Matshusashi, H., Arata, K., 2004, Catalytic action of sulphated tin oxide for etherification and esterification in comparison with sulphated zirconia, Applied Catalysis A 269, 187-191.

Gemma, V., Mercedes, M., Jose, A., 2004, Integrated biodiesel production: a comparison of different homogeneous catalysts systems, Bioresource Technology 92, 297-305.

Hambali E., dkk, 2007, Jarak pagar tanaman penghasil biodiesel, Penebar Swadaya, Jakarta.

Jiménez-López, A., Jiménez-Morales, I., Santamaría-Gonzáles, J., Maireles-Torres, P., 2010, Biodiesel production from sunflower oil by tungten oxide supported on zirconium doped MCM-41 silica, Journal of Molecular Catalysis A: Chemical, in press.

Kusdiana D., Saka, S., 2001, Kinetics of transesterification in rapesees oil to biodiesel fuel as treated in supercritical methanol, Fuel 80, 693-698.

Kywe, T.T. and Oo, M.M., 2009, Production of biodiesel from Jatropha Oil (Jatropha Curcas) in pilot plant, World Academic of Science, Engineering and Technology 50, 477-483

Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn, K., Bruce, D.A., Goodwin Jr., J.G., 2005, Synthesis of biodiesel via acid catalysis, Ind. Eng. Chem. Res. 44, 5353-5363.

Ma, F., Hanna. M.A., 1999, Biodiesel production: a review, Bioresource Technology 70, 1-15

Muniyapa, P.R., Brammer, S.C., Nourredini, H., 1996, Improved conversion of plant oils and animal fats into biodiesel and co-product, Bioresource Technology 56, 19-24.

Rakoz, Ken, 2001, On-Farm Biodiesel Production from Waste Vegetable Oils, Sustainable Agriculture Research and Education, Western Region

Ramadhas, A.S., S. Jayaraj and C. Muraleedharan, 2005, Biodiesel production from FFA rubber

seed oil. Fuel, 84: 335-340.

Sahoo, P.K., Das, and L.M., 2009, Process optimation for biodiesel production from jatropha, karanja and polanga oils, Fuel 88, 1588-1594.

Staiti, P., et al., 2001, Hybrid Nafion-silica membranes doped with heteropolyacids for application in direct methanol fuel cells., Solid State Ionics, 145(1-4): p. 101-107.

Vyas, A.P., Verma, J.V., Subrahmanyam, N., 2010, A review on FAME production processes, Fuel 89, 1-9.

Warabi Y., Kusdiana, D., Saka, S., 2004 Reactivity of triglycerides and fatty acids in rapeseed oil in supercritical methanol, Bioresource Technology 91, 283-287.

Yadav, G.D., Nair, J.J., 1999, Sulfated zirconia and its modified versions as promising catalysts for industrial processes, Microporous Mesoporous Materials 27, 365-371.

Zhang, J., Chen, S., Yang, R., Yan, Y., 2010, Biodiesel production from vegetable oil using heterogeneous acid and alkali catalyst, Fuel 89, 2939-2944.

Zhang, Y., Dube, M.A., McLean, D.D., Kates, M., 2003, Biodiesel production from waste cooking oil: 1. Process design and technological assessment, Bioresource Technology 89, 1-16.

Zhang, Y., Dube, M.A., McLean, D.D., Kates, M., 2003, Biodiesel production from waste cooking oil: 1. Economical assessment and sensivity analysis, Bioresource Technology 90, 229-240.