pengaruh quenching dan tempering terhadap kekerasan dan kekuatan tarik

14
Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035 57 1. Pendahuluan Seiring dengan perkembangan dunia industri yang semakin maju, mendorong para pelaku dunia industri untuk meningkatkan kebutuhan penggunaan dari hasil pengerasan baja yang dibutuhkan konsumen. Perkembangan teknologi terutama dalam pengerasan logam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Untuk memenuhi tuntutan konsumen dalam teknik pengerasan logam ini peneliti mencoba mengangkat permasalahan pengerasan logam pada baja karbon sedang, khususnya baja pegas belakang mobil (pegas daun). Baja ini sering digunakan oleh pandai besi untuk pembuatan mata pisau pemanen sawit. Hal yang mendasari penelitian ini adalah sifat mekanis dari mata pisau pemanen sawit kurang baik, salah satunya kekerasan yang tidak merata akibat proses penempaan konvensional, dan sifat tangguh yang masih rendah yang menyebabkan pada suhu tertentu, dipertahankan pada waktu tertentu dan didinginkan pada media tertentu pula. perlakuan panas mempunyai tujuan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal, menghaluskan butir kristal, meningkatkan kekerasan, meningkatkan tegangan tarik logam dan sebagainya, tujuan ini akan tercapai seperti apa yang diinginkan jika memperhatikan faktor yang mempemgaruhinya, seperti suhu pemanasan dan media pendingin yang digunakan. Salah satu proses perlakuan panas pada baja adalah pengerasan (hardening), yaitu proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dinamakan quench, (Djafrie, 1995). Untuk menghasilkan suatu produk yang menuntut keuletan dan tahan terhadap gesekan perlu dilakukan PENGARUH QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK SERTA STRUKTUR MIKRO BAJA KARBON SEDANG UNTUK MATA PISAU PEMANEN SAWIT ARIEF MURTIONO Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Perlakuan panas (heat treatment) didefenisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan yang terkontrol dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada baja/logam atau paduan. Salah satu metode perlakuan panas tersebut dengan proses quenching dan tempering. Proses ini dilakukan pada temperatur austenite (830 0 C) selama 45 menit kemudian didinginkan dengan air es dan udara bebas, kemudian di-temper pada temperature 550 0 C, 600 0 C, dan 650 0 C dengan lama waktu penahanan 1 jam dan 2 jam. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa nilai kekerasan optimum adalah 825,6 BHN setelah quenching pada suhu 830 0 C dan 333 BHN setelah di-temper selama 1 jam pada suhu 550 0 C. Hasil pengujian tarik diperoleh tegangan luluh (yield strength) 607,72MPa dan tegangan batas (ultimate strength) 939 MPa. Besarnya kenaikan butiran dari raw material 5,6 μm menjadi 5,9 μm setelah quenching, dan setelah tempering naik menjadi 6,12 μm, 6,93 μm, dan 7,15 μm. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa proses tempering dapat menurunkan nilai kekerasan dan kekuatan tarik. Sementara hasil mikro struktur memperlihatkan bahwa diameter butiran bahan menunjukkan kenaikan diameter butiran selama proses heat treatment. Dimana korelasi antara diameter butiran dan sifat mekanis adalah berbanding terbalik sesuai dengan rumus yang dikemukakan oleh Hall and Petch method. Kata Kunci: Heat Treatment, Baja Karbon Sedang, Sifat Mekanis, Metallografi

Upload: endi-cahyono

Post on 22-Sep-2015

60 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Praktikum ilmu logam

TRANSCRIPT

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    57

    1. Pendahuluan

    Seiring dengan perkembangan dunia industri yang semakin maju, mendorong para pelaku dunia industri untuk meningkatkan kebutuhan penggunaan dari hasil pengerasan baja yang dibutuhkan konsumen. Perkembangan teknologi terutama dalam pengerasan logam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Untuk memenuhi tuntutan konsumen dalam teknik pengerasan logam ini peneliti mencoba mengangkat permasalahan pengerasan logam pada baja karbon sedang, khususnya baja pegas belakang mobil (pegas daun). Baja ini sering digunakan oleh pandai besi untuk pembuatan mata pisau pemanen sawit. Hal yang mendasari penelitian ini adalah sifat mekanis dari mata pisau pemanen sawit kurang baik, salah satunya kekerasan yang tidak merata akibat proses penempaan konvensional, dan sifat tangguh yang masih rendah yang menyebabkan

    sering patah atau lecetnya mata pisau sehingga umur pakai mata pisau lebih singkat. Alasan yang mendasari peneliti mengambil baja per karena baja tersebut banyak dipergunakan dalam bidang teknik atau industri. Baja ini memiliki kekerasan yang tinggi sehingga cocok untuk komponen yang membutuhkan kekerasan, keuletan, maupun ketahanan terhadap gesekan. Usaha menjaga agar logam lebih tahan gesekan atau tekanan adalah dengan cara perlakuan panas pada baja, hal ini memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kekerasan baja sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi pemanasan baja

    pada suhu tertentu, dipertahankan pada waktu tertentu dan didinginkan pada media tertentu pula. perlakuan panas mempunyai tujuan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal, menghaluskan butir kristal, meningkatkan kekerasan, meningkatkan tegangan tarik logam dan sebagainya, tujuan ini akan tercapai seperti apa yang diinginkan jika memperhatikan faktor yang mempemgaruhinya, seperti suhu pemanasan dan media pendingin yang digunakan.

    Salah satu proses perlakuan panas pada baja adalah pengerasan (hardening), yaitu proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau diatas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat dinamakan quench, (Djafrie, 1995).

    Untuk menghasilkan suatu produk yang menuntut keuletan dan tahan terhadap gesekan perlu dilakukan

    PENGARUH QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN TARIK SERTA STRUKTUR MIKRO BAJA KARBON SEDANG UNTUK MATA PISAU PEMANEN SAWIT

    ARIEF MURTIONO Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik

    Universitas Sumatera Utara

    ABSTRAK

    Perlakuan panas (heat treatment) didefenisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan yang terkontrol dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada baja/logam atau paduan. Salah satu metode perlakuan panas tersebut dengan proses quenching dan tempering. Proses ini dilakukan pada temperatur austenite (8300C) selama 45 menit kemudian didinginkan dengan air es dan udara bebas, kemudian di-temper pada temperature 5500C, 6000C, dan 6500C dengan lama waktu penahanan 1 jam dan 2 jam. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa nilai kekerasan optimum adalah 825,6 BHN setelah quenching pada suhu 8300C dan 333 BHN setelah di-temper selama 1 jam pada suhu 5500C. Hasil pengujian tarik diperoleh tegangan luluh (yield strength) 607,72MPa dan tegangan batas (ultimate strength) 939 MPa. Besarnya kenaikan butiran dari raw material 5,6 m menjadi 5,9 m setelah quenching, dan setelah tempering naik menjadi 6,12 m, 6,93 m, dan 7,15 m. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa proses tempering dapat menurunkan nilai kekerasan dan kekuatan tarik. Sementara hasil mikro struktur memperlihatkan bahwa diameter butiran bahan menunjukkan kenaikan diameter butiran selama proses heat treatment. Dimana korelasi antara diameter butiran dan sifat mekanis adalah berbanding terbalik sesuai dengan rumus yang dikemukakan oleh Hall and Petch method.

    Kata Kunci: Heat Treatment, Baja Karbon Sedang, Sifat Mekanis, Metallografi

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    58

    proses pemanasan ulang atau temper. Tujuan dari penemperan adalah untuk meningkatkan keuletan dan mengurangi kerapuhan. Pengaruh dari suhu temper ini akan menurunkan tingkat kekerasan dari logam. Kekerasan merupakan sifat ketahanan dari bahan terhadap penekanan. Kekerasan dalam penelitian ini adalah ketahanan dari baja pegas terhadap penekanan dari hasil pengujian Brinell. Penelitian disini membatasi cara pemanasan logam dengan cara tempering.

    Adapun pembatasan masalah pada skripsi ini yaitu: 1. Material yang digunakan adalah

    baja karbon sedang yang merupakan bahan yang digunakan sebagai pegas mobil (pegas daun) yang dijual di pasaran yang diaplikasikan sebagai mata pisau egrek/dodos sawit.

    2. Pemanasan awal dilakukan pada suhu 830C selama 45 menit kemudian di Quenching secara cepat dan udara bebas setelah itu ditemper pada suhu 550C, 600C, 650C kemudian ditahan selama 1 jam dan 2 jam.

    3. Pengujian sifat mekanis setelah dilakukan proses Heat Treatment meliputi uji kekerasan dan uji tarik. Pengamatan struktur mikro setelah dilakukan proses Heat Treatment.

    2. Tinjauan Pustaka 2.1 Baja

    Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V), dan unsur lainnya.

    Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon ( Carbon Steel ), dan Baja Paduan ( Alloy Steel )

    2.2 Klasifikasi Baja

    Berdasarkan tinggi rendahnya presentase karbon di dalam baja, baja karbon diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon

    Steel) mengandung karbon antara 0,10 s/d 0,30 %. Baja karbon ini dalam perdagangan dibuat dalam plat baja, baja strip dan baja batangan atau profil.

    2. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel) mengandung karbon antara 0,30% - 0,60% C. Baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian mesin juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk keperluan industri kendaraan, roda gigi, pegas dan sebagainya.

    3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) mengandung kadar karbon antara 0,60% - 1,7% C. Baja ini mempunyai tegangan tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung didalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat perkakas seperti: palu, gergaji atau pahat potong..

    2.3 Sifat Mekanik Baja Sifat mekanik suatu bahan adalah

    kemampuan bahan untuk menahan beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi.

    Sifat-sifat mekanik yang terpenting antara lain : 1. Kekuatan (strength) menyatakan

    kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    59

    geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.

    2. Kekerasan (hardness) dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk bertahan terhadap goresen, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana kekerasan ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.

    3. Kekenyalan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi.

    4. Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting daripada kekuatan.

    5. Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis yang permanen tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan/kekenyalan (ductility).

    6. Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja,

    pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur.

    7. Kelelahan (fatigue) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah apabila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya.

    8. Keretakan (creep) merupakan kecenderungan suatu logam mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.

    2.4 Diagram Fasa Fe-C Diagram kesetimbangan besi karbon seperti pada gambar 2.2 adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses pengerasan.

    Gambar 1. Diagram Fasa Baja

    Karbon

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    60

    2.5 Heat Treatment Perlakuan panas atau Heat Treatment mempunyai tujuan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal stress), menghaluskan ukuran butir kristal dan meningkatkan kekerasan atau tegangan tarik logam. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas, yaitu suhu pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, laju pendinginan dan lingkungan atmosfir Perlakuan panas adalah kombinasi anatara proses pemanasan atau pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperatur sangat menentukan 1. Quenching

    Pengertian pengerasan ialah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami baja. Perlakuan panas menuntut pemanasan benda kerja menuju suhu pengerasan dan pendinginan secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis

    2. Tempering Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan (quenching) pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis) sehingga diperoleh ductility tertentu, yang dilanjutkan dengan proses pendinginan (Koswara, 1999). Prosesnya adalah memanaskan kembali berkisar antara suhu 150oC 650 oC dan didinginkan secara perlahan-lahan tergantung sifat akhir baja tersebut.

    2.6 Media Pendingin

    Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam-macam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panasantara lain :

    1. Air

    Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan

    yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai usaha mempercepat turunnya temperatur benda kerja dan mengakibatkan bahan menjadi keras.

    Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (Dugan, 1972; Hutchinson, 1975; Miller, 1992). Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0oC (32o F) 100oC, air berwujud cair. Suhu 0oC merupakan titik beku (freezing point) dan suhu 100o C merupakan titik didih (boiling point) air.

    Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi panas atau dingin dalam seketika. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Oleh karena itudalam penelitian ini digunakan air es dalam proses pendinginan setelah proses Heat Treatment karena dapat mendinginkan logam yang telah dipanaskan secara cepat. Suhu air es berkisar antara 0C-5C, densitas (berat jenis) air maksimum sebesar 1 g/cm3 terjadi pada suhu 3,95o C. Pada suhu lebih besar maupun lebih kecil dari 3,95o C, densitas air lebih kecil dari satu (Moss, 1993; Tebbut, 1992)

    2. Minyak

    Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panasadalah benda kerja yang diolah. Selain minyak yang khusus digunakan sebagaibahan pendingin pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan oli,minyak bakar atau solar.

    3. Udara

    Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    61

    pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal kristal dan kemungkinan mengikat unsur unsur laindari udara. Adapun pendinginan pada udara terbuka akan memberikan oksidasi oksigen terhadap proses pendinginan.

    4. Garam

    Garam dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki sifat mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didiginkan di dalam cairan garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras karena pada permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang.

    Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan spesimen bisa berbeda-beda, perbedaan kemampuan media pendingin disebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pending. 2.7 Pengujian Kekerasan

    Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan memberikan indikasi cepat mengenai perilaku deformasi. Alat uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida atau kerucut ke permukaan logam dengan beban tertentu, dan bilangan kekerasan (Brinell atau piramida Vickers) diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam, Karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu. Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan (1). Dimana bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan kgf/mm2, diamana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang membentuk indentasi. Jadi

    BHN = () ..(1)

    dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. 2.8 Pengujian Tarik

    Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara tegangan dengan regangan.

    Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik( eng.), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik (L) terhadap panjang batang mula-mula (L0). Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (eng), dimana didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0).

    Gambar 2. Kurva tegangan regangan baja

    Tegangan normal tesebut akibat

    gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2).

    AoF

    . (2)

    Dimana: = Tegangan tarik (MPa) F = Gaya tarik (N) Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)

    Regangan akibat beban tekan

    statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (3).

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    62

    LL

    ... (3) Dimana: L L-L0 Keterangan: = Regangan akibat gaya tarik L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan (mm) Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)

    Pada prakteknya nilai hasil

    pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis. Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (4)

    E = / .. (4)

    E adalah gradien kurva dalam

    daerah linier, di mana perbandingan tegangan () dan regangan () selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas atau Young Modulus. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurvaSS (SS curve). 2.9. Perhitungan Dimater Butir

    Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian-bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti pada gambar 2.

    Gambar 3 Perhitungan butiran

    menggunakan metode planimetri Jumlah butir bagian dalam

    lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (5).

    = ( + ) (5) Dimana pengali Jeffries yang

    dipergunakan tergantung pada perbesaran yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetukan melalui tabel 1.

    Untuk selanjutnya setelah diperoleh nilai NA maka ukuran butir dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

    d = (3,322 log NA) 2,95 (6)

    Tabel 1. Hubungan antara perbesaran yang digunakan dengan pengali Jeffries Perbesaran (M)

    Pengali Jefrries( f) untuk menetukan butiran/mm2

    1 0.0002 10 0.02 25 0.125 50 0.5 75 1.125 100 2.0 150 4.5 200 8.0 250 12.5 300 18.0 500 50.0 750 112.5

    1000 200.0 Sumber: ASTM E 112-96, 2000

    3. Metodologi Penelitian 3.1. Alat-Alat dan Bahan Adapun peralatan yang di pergunakan selama penelitian ini adalah: 1. Tungku Pemanas(Furnace Naber) 2. Thermocouple Type-K

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    63

    3. Pengerol 4. Jangka sorong 5. Penjepit specimen 6. Mesin poles (polisher) 7. Mikroskop optic 8. Mikroskop VB 9. Alat uji kekerasan Brinell 10. Mesin Sekrap 11. Mesin uji tarik Torsee Type AMU-

    10 Bahan yang dipergunakan dalam

    penelitian ini sebagai berikut: 1. Baja karbon sedang yang

    merupakan bahan yang digunakan sebagai per belakang mobil (per daun) yang diaplikasikan pada mata pisau pemanen sawit.

    2. Resin dan hardener. 3. Kertas pasir dengan grade 120,

    240, 400, 600, 800, 1000, 1200 dan 1500.

    4. Larutan etsa nital 5% 5. Kain Panel 6. Larutan alumina 3.2 Langkah-langkah Penelitian Persiapan Spesimen Adapun banyaknya jumlah spesimen dalam penelitian ini berjumlah 26 spesimen, dengan perincian 9 spesimen kekerasan, 12 spesimen uji tarik, dan 5 spesimen uji metallografi. Proses Heat Treatment

    Pemanasan awal memberikan pengaruh pada sifat mekanis bahan. Setelah dipanaskan pada temperatur 830C, spesimen didinginkan dengan 2 media pendingin berbeda, yaitu air es (Quenching) dan udara bebas. Dalam penelitian ini digunakan thermocouple digital untuk mendapatkan pembacaan suhu yang akurat di dalam furnace. Setelah proses hardening selesai, proses selanjutnya yaitu proses tempering dengan variasi temperatur 550C, 600C, dan 650C dengan lama penahanan 1 jam dan 2 jam dan semuanya didinginkan pada udara bebas.

    3.2 Langkah-Langkah Proses Pengujian

    Pengujian pertama dilakukan pengujian kekerasan yang dilakukan terhadap baja karbon sedang yang telah mengalami proses heat treatment. Kemudian diambil 3 spesimen dengan nilai kekerasan tertinggi untuk selanjutnya dilakukan pengujian tarik dan pengamatan struktur mikro. Pengujian Kekerasan

    Pengujian kekerasan dilakukan di laboratorium metallurgi fakultas teknik USU. Sebelum diuji kekerasannya, spesimen dibersihkan dan diratakan permukanya terlebih dahulu dengan mesin polish dan kertas pasir. Setelah itu pengujian kekerasan dilakukan dengan alat brinell dengan pembebanan 3000 kg dan diameter jejak diukur menggunakan teropong indentor.

    Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian kekerasan dengan metode Brinell : 1. Spesimen dibersihkan

    permukaannya dengan mesin polish.

    2. Setelah bersih, spesimen diletakkan pada landasan uji dan bola indentor yang digunakan adalah bola dengan diameter 10 mm.

    3. Spesimen dinaikkan hingga menyentuh bola indentor, kemudian katup hidrolik dikunci.

    4. Tuas hidrolik ditekan berulang-ulang hingga skala pada panel menunjukkan angka 3000 kg kemudian ditahan selama 30 detik.

    5. Setelah 30 detik katup hidrolik dibuka untuk mengembalikan beban ke posisi semula (0 kg).

    6. Pengambilan data kekerasan diulang sebanyak 5 kali untuk masing-masing spesimen dan diambil data rata-ratanya.

    7. Pengamatan diameter indentasi dilakukan dengan menggunakan teropong Indentor dan data diameternya disesuaikan dengan tabel kekerasan.

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    64

    Pengujian Tarik

    Pada penelitian ini pengujian tarik dilakukan hanya pada kondisi pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi yang memiliki nilai kekerasan yang optimal yang diperoleh dari hasil uji kekerasan. Adapun nilai optimal yang diambil yaitu pada pengerolan dingin dengan suhu 650C dengan deformasi 5% dan 10% serta pada suhu 600C dengan deformasi 5%. Pada penelitian ini pengujian tarik menggunakan alat uji tarik Torsee Type AMU-10 dengan kapasitas 10 ton

    Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pengujian tarik dengan menggunakan alat uji tarik Torsee Type AMU-10: 1. Spesimen dibentuk sesuai ukuran

    menurut standar ASTM E-8M. 2. Mesin uji tarik dihidupkan

    kemudian disetting alat pembaca grafik dan jarum skala beban pada panel.

    3. Spesimen dicekam pada chuck atas, kemudian chuck bawah dinaikkan dengan menekan tombol UP hingga mencekam spesimen secara keseluruhan.

    4. Katup hidrolik (load valve) dibuka kemudian mesin (pompa hidrolik) dijalankan sampai spesimen putus.

    5. Setelah spesimen putus katup hidrolik (load valve) ditutup dan katup pembuka (unload valve) dibuka, kemudian chuck bawah diturunkan dengan menekan tombol DOWN.

    6. Spesimen yang putus dilepas dari chuck atas dan bawah, kemudian diukur besar pertambahan panjangnya dan dicatat data yang diperoleh dari grafik hasil uji tarik.

    7. Prosedur yang sama dilakukan pada spesimen uji tarik yang lain.

    Pengujian Metallografi

    Pengujian metalografi agar dapat diamati mikrostrukturnya, maka terlebih dahulu benda uji di potong yang merupakan bagian dari spesimen kekerasan yaitu pada bagian ujungnya,

    kemudian di mounting mengunakan resin dan hardener.

    Berikut ini adalah prosedur percobaan yang dilakukan pada pada pengujian Metallografi : 1. Spesimen yang telah dimounting

    dengan resin dipolish dengan polisher.

    2. Spesimen dipolish dengan kertas pasir grade 120 dan 240 selama 15 menit, kemudian dilanjutkan dengan grade 400, 600, 800, 1000, dan 1500 selama 15 menit.

    3. Setelah dipolish dengan kertas pasir, spesimen dipolish dengan bubuk alumina sampai terbentuk kilatan seperti cermin.

    4. Etsa nital 5% dituangkan dalam wadah atau cawan kemudian spesimen dicelupkan kedalam etsa selama 5-30 detik.

    5. Spesimen yang telah dietsa dibersihkan dengan cara dicelupkan lagi ke dalam alkohol kemudian dikeringkan di udara bebas atau dikeringkan dengan kipas angin.

    6. Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan alat mikroskop optik rax vision yang disambungkan ke program Rax Vision Plus 4.1 pada komputer.

    7. Spesimen diletakkan diatas bidang uji atau meja mikroskop kemudian didekatkan dengan optic mikroskop.

    8. Digunakan perbesaran 200X dan diambil photo dari masing-masing spesimen.

    9. Fokus pada mikroskop diputar untuk mendapatkan pengamatan yang baik pada spesimen.

    10. Setelah didapatkan fokus dan pencahayaan yang yang pas, diambil photo dari spesimen dengan mengklik icon Capture frame pada program Rax Vision plus 4.1.

    11. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk spesimen lainnya.

    12. Setelah itu diukur diameter masing-masing spesimen dengan metode

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    65

    planimetri dan dicatat data hasil pengukuran.

    4. Hasil dan Pembahasan

    4.1 Hasil Berikut ini adalah data hasil

    pengujian sifat mekanis dan uji komposisi sebelum dilakukan pengerolan dibawah temperatur rekristalisasi dapat dilihat pada tabel Tabel 2. Sifat Mekanis Baja Karbon Sedang

    Sifat Mekanis Tegangan Luluh (MPa) 782,13 Tegangan Tarik (MPa) 1134,546

    Elongasi (%) 20 Kekerasan (HB) 349,8

    Tabel 3. Hasil Uji Komposisi Bahan Baja Karbon Sedang

    Komposisi Kimia

    Unsur (%)

    Fe 98 C 0,596 Si 0,0100

    Mn 0,600 P 0,0020 S 0,0020 Cr 0,569 Mo 0,0100 Ni 0,0050 Al 0,0200 Cu 0,163 Ti 0,0050 V 0,0075

    Sn 0,0094 Nb 0,0020

    Hasil Uji Kekerasan

    Berikut ini adalah tabel grafik kekerasan Spesimen setelah dilakukan proses perlakuan panas, dimana pada proses hardening didinginkan dengan media pendingin air es (Quenching) dan lama waktu penahanan proses Tempering adalah 1 jam dan 2 jam.

    Tabel 4, Data Hasil Kekerasan

    Spesimen Nilai Kekerasan (BHN) Rata-Rata

    Standar Deviasi

    Hardening 830C, 45 Menit 825.6 37.2 Tempering 550C

    1 Jam 333 9.8

    2 Jam 307.4 13.3

    Tempering 600C

    1 Jam 289 8

    2 Jam 303.4 16.1

    Tempering 650C

    1 Jam 234.6 7.8

    2 Jam 229 10.7

    Gambar 4. Grafik hasil Uji Kekerasan

    Berikut ini adalah tabel dan grafik hasil pengujian kekerasan, dimana pada proses hardening didinginkan dengan media pendingin udara bebas dan lama waktu penahanan proses Tempering adalah 1 jam dan 2 jam

    Tabel 5. Data Hasil Kekerasan

    Spesimen Nilai Kekerasan (BHN) Rata-Rata

    Standar Deviasi

    Hardening 830C, 45 Menit 499.2 18.1

    Tempering 550C

    1 Jam 303.4 16.1

    2 Jam 285.8 11.4

    Tempering 600C

    1 Jam 281.8 6.4 2 Jam 275.4 5.9

    349.8

    825.6

    333289 234.6

    349.8

    825.6

    307.4303.4

    229200300

    400

    500

    600

    700

    800

    1 Jam2 Jam

    Kek

    eras

    an (B

    HN

    )

    Jenis PerlakuanRM H T5500C T6000C T6500C

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    66

    Tempering 650C

    1 Jam 251.4 21.5 2 Jam 233.8 5.8

    Gambar 5. Grafik Hasil Uji Kekerasan

    Hasil Uji Tarik

    Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari material akibat pengaruh perubahan suhu. Dalam penelitian ini pengujian tarik hanya dilakukan pada nilai kekerasan yang optimum dari proses tempering. Dan dibandingkan dengan nilai kekuatan tarik dari raw materialnya. Adapun spesimen yang akan diuji tarik setelah proses tempering yaitu tempering 550C 1 Jam, setelah quenching air es dengan kekerasan 333 BHN, tempering 550C 2 Jam, setelah quenching air es dengan kekerasan 307,4 BHN, dan tempering 550C 1 Jam, pendinginan udara terbuka dengan kekrasan 303,4 BHN.

    Tabel 6. Data Hasil Uji Tarik

    Spesimen y (MPa) u

    (MPa)

    (%) Standar Deviasi

    Tempering 550C 1

    Jam , setelah

    quenching air es

    607.72

    939.10

    1.04

    0.5

    Tempering 550C 2

    Jam, setelah

    quenching air es

    613.9

    920.2

    2.97

    0.87

    Tempering 631.02 861.67 8.5 0.37

    550C 1 Jam,

    pendinginan udara

    Hasil Pengamatan Mikrostruktur Setelah Heat Treatment

    Dalam pengamatan struktur mikro, perlu dilakukan persiapan benda uji. Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengamati besar ukuran butir pada nilai-nilai optimal yang diambil sebelumnya. Dengan menggunakan metode planimetri maka dapat diketahui besar butir dari spesimen.Berikut ini adalah gambar foto mikro hasil heat treatment dengan perbesaran 200X dari raw material sebelum dilakukan proses perlakuan panas (27C).

    Gambar 6.Foto Mikro Raw Material Perbesaran 200X (Sebelum

    Pemanasan)

    Berikut ini adalah foto mikro dari spesimen yang telah dilakukan perlakuan panas.

    (a)

    349.8

    499.2

    303.4281.8

    251.4

    349.8

    499.2

    285.8 275.4233.8200

    250

    300

    350

    400

    450

    500

    550

    1 Jam

    2 Jam

    Kek

    eras

    an (B

    HN

    )

    Jenis PerlakuanRM H T5500C T6000C T6500C

    Pearlit

    Ferrit

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    67

    (b)

    (c)

    (d)

    Gambar 7.Foto Mikro Pembesaran 200X (a) Setelah Quenching Air Es, (b) Setelah Tempering 1 jam hasil Quenching, (c) Setelah Tempering 2 jam hasil Quenching, (d) Setelah Tempering 1 jam hasil Hardening Pendinginan Udara

    Spesimen Diameter Butir Raw Material

    5.6 m

    Hardening 830C, Quenching Air Es

    5.9 m

    Tempering 550C 1 Jam setelah Quenching

    6.12m

    Tempering 550C 2 Jam setelah Quenching

    6.93m

    Tempering 550C 1 Jam Pendinginan

    7.15m

    Udara 4.2. Pembahasan

    Pada sub-bab ini akan membahas hubungan antara kekerasan, kekuatan tarik, serta diameter butir setelah dilakukan proses Heat Treatment.Kemudian ditarik garis regresi linier yang menghubungkan hubungan dari kekerasan terhadap diameter butir, kekerasan terhadap kekuatan tarik, dan kekuatan tarik terhadap diameter butir yang disesuaikan dengan Hall and Petch Method.

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    68

    782.13 (Sebelum Pemanasan)

    607.72 (Tempering

    550C)613.9 (Tempering

    550C)

    631.02 (Tempering

    550C)

    1134.55 (Sebelum

    PEmanasan)

    958.22 (Tempering

    550C)

    920.2 (Tempering 550C)

    861.67 (Tempering

    550C)y = 2.795x - 245.3

    y = 4.978x - 641.3

    550

    650

    750

    850

    950

    1050

    1150

    1250

    300 310 320 330 340 350 360

    yield

    ultimate

    Tega

    ngan

    (Mpa

    )

    Kekerasan (BHN)

    349.8 (Sebelum Pemanasan)

    825.6 (Quenching Air es)

    303.4(Tempering 550C)

    333 (Tempering 550C)

    307.4 (Tempering 550C)

    y = -149.5x + 1372

    250

    350

    450

    550

    650

    750

    850

    950

    5 5.5 6 6.5 7 7.5 8

    Kek

    eras

    an(B

    HN

    )

    Diameter Butir (m)

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    69

    Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah

    1. Sifat mekanis bahan baja karbon sedang dengan perlakuan Heat Treatment yang didapatkan dari hasil pengujian: Hasil uji kekerasan maksimum adalah

    825.6 BHN setelah proses hardening 830C quenching air es. Dan untuk proses tempering adalah 333 BHN

    pada suhu 550C selama 1 jam setelah di- quenching air es.

    Hasil pengujian tarik maksimum untuk nilai tegangan luluh (yield strength) sebesar 607.72 Mpa dan tegangan batas (ultimate strength) sebesar 939 Mpa pada suhu tempering 550C selama 1 jam.

    Meningkatnya suhu tempering memiliki kecenderungan menurunkan nilai kekerasan dan kekuatan tarik material.

    349.8 (Sebelum Pemanasan)

    825.6 (Quenching Air es)

    303.4(Tempering 550C)

    333 (Tempering 550C)

    307.4 (Tempering 550C)

    y = -149.5x + 1372

    250

    350

    450

    550

    650

    750

    850

    950

    5 5.5 6 6.5 7 7.5 8

    Kek

    eras

    an(B

    HN

    )

    Diameter Butir (m)

    782.13(Sebelum Pemanasan)

    691.9(Tempering 550C)607.7 (Tempering

    550C)

    613.9(Tempering 550C)

    1134.55(Sebelum Pemanasan)

    861.67 (Tempering

    550C)

    958.2(Tempering 550C)

    920.2(Tempering 550C)

    y = -55.61x + 1032.

    y = -151.9x + 1948.

    550

    650

    750

    850

    950

    1050

    1150

    1250

    5 5.5 6 6.5 7 7.5 8

    Tega

    ngan

    (Mpa

    )

    Diameter Butir (m)

  • Jurnal e-Dinamis, Volume II, No.2 September 2012 ISSN 2338-1035

    70

    2. Hubungan antara ukuran butiran dengan kekerasan dan kekuatan tarik berbanding terbalik, dimana semakin kecil ukuran butiran maka bahan semakin keras dan kekuatan tariknya makin tinggi.

    3. Pengaruh dari perlakuan Heat Treatment yang telah dilakukan, setelah diambil nilai optimalnya maka hasil yang diperoleh setelah di-temper masih dibawah dari raw material, nilai kekerasan raw material 349,8 BHN setelah di-temper menjadi 333 BHN, kekuatan luluh (yield strength) dan kekuatan batas (ultimate strength) raw material 782,13 MPa dan 1134,55 MPa setelah di-temper menjadi 607,72 MPa dan 939 MPa, dan pengamatan struktur mikro memperlihatkan kenaikan diameter butir dari raw material 5,6 m setelah di-temper menjadi 6,12 m .

    DAFTAR PUSTAKA

    1 Amanto, Hari. I999. Ilmu Bahan. Bumi Aksara, Jakarta.

    2 Amstead, BH.1997. Teknologi Mekanik jilid 1. Erlangga, Jakarta.

    3 ASM Handbook.2005. Volume 1, Properties and Selection: Irons Steels and High Performance Alloys. ASM International.

    4 ASTM E 10-01. 2004.Standard Test Method for Brinell Hardness of Metallic Materials. ASTM International.

    5 ASTM E 112-96 rev.2005. Standart Test Methods for Determining Average Grain Size. ASTM International

    6 Bradbury, EJ. 1990. Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

    7 Dieter, George E. 1987. Metalurgi Mekanik. Erlangga, Jakarta.

    8 Djafri, Sriati. 1983. Teknologi Mekanik Jilid I ,Terjemahan dari Manufacturing Processes. Erlangga ,Jakarta.

    9 Djafri, Sriati. 1987. Metalurgi Mekanik, Terjemahan dari Mechanical Metallurgy. Erlangga, Jakarta.

    10 Doan, G.E. 1952. The Principles of Physical Metallurgy. Mc Graw Book Company, New York.

    11 Koswara, Engkos. 1999. Pengujian Bahan Logam. Humaniora Utama Press,Bandung.

    12 Poerwadarminta, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

    13 Rajan, TJ, Sharma, 1997. Heat Treatment Principlea and Techniques. Prentice Hall of India Private Limited,New Delhi.

    14 Schonmentz, Gruber. 1985. Pengetahuan Bahan Dalam Pengerjaan Logam. Aksara, Bandung,

    15 Soejdono. 1978. Pengetahuan Logam 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

    16 Supardi, Edih. 1999. Pengujian Logam. Angkasa, Bandung.