pengaruh variasi temperatur quenching dan media …
TRANSCRIPT
i
PENGARUH VARIASI TEMPERATUR QUENCHING DAN
MEDIA PENDINGIN TERHADAP TINGKAT
KEKERASAN BAJA AISI 1045
TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T)
Program Studi Teknik Mesin
Disusun Oleh :
ANGELIUS FREDY UTOMO
NIM : 175214033
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
THE EFFECT OF QUENCHING TEMPERATURE
VARIATION AND COOLING MEDIA ON THE
HARDNESS OF AISI 1045 STEEL
FINAL PROJECT
Submitted as One of Requirements
To Obtain the Engineering Degree (S.T)
Mechanical Engineering
Arranged by :
ANGELIUS FREDY UTOMO
STUDENT NUMBER : 175214033
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2021
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
LEMBAR KENYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul :
PENGARUH VARIASI TEMPERATUR QUENCHING DAN
MEDIA PENDINGIN TERHADAP TINGKAT
KEKERASAN BAJA AISI 1045
Dalam hal ini untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Strata
1, Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Pada penulisan yang saya lakukan ini tidak terdapat tiruan dari
skripsi atau penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh pihak lain yang
bersangkutan, kecuali kalimat yang diacu dalam naskah penelitian ini sebagaimana
disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 15 April 2021
Penulis
Angelius Fredy Utomo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Teknik Mesin
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta :
Nama : ANGELIUS FREDY UTOMO
Nim : 175214033
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Pihak
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Karya Ilmiah dengan judul :
PENGARUH VARIASI TEMPERATUR QUENCHING DAN
MEDIA PENDINGIN TERHADAP TINGKAT
KEKERASAN BAJA AISI 1045
Dengan demikian, saya memberikan kepada Pihak Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengelola bentuk
data, mengalihkan dalam bentuk lain, serta mempublikasikan di internet atau media
sosial lainnya untuk kepentingan akademis tanpa meminta izin kepada saya selama
mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan yang saya buat
dengan sebenar-benarnya.
Yogyakarta, 15 April 2021
Penulis
Angelius Fredy Utomo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK
Baja AISI 1045 merupakan baja yang memiliki kadar karbon sebesar 0,45%. Baja
jenis ini banyak digunakan pada komponen kendaraan sepeda motor seperti: roda
gigi, poros, dan bantalan. Pada penerapannya baja sering mengalami keausan akibat
dari gesekan dan tekanan. Untuk menjaga agar umur baja lebih tahan lama terhadap
gesekan maka perlu dilakukan perlakuan panas quenching. Perlakuan panas
quenching ini sangat berperan penting dalam upaya meningkatkan sifat mekanik
yang terdapat pada baja AISI 1045. Perlakuan panas quenching yang digunakan
pada penelitian ini yaitu 800oC, 850oC, dan 900oC holding time selama 25 menit
dengan menggunakan media pendingin air dan oli SAE 20W-50. Hasil beberapa
data pengujian selanjutnya diolah dan dibandingkan tingkat kekerasan pada setiap
variasi temperatur. Data yang diperoleh dari pengujian kekerasan Vickers (HV)
sangat bervariasi. Pada baja AISI 1045 tanpa perlakuan (raw material) didapat nilai
rata-rata kekerasan sebesar 202,78 HV. Selanjutnya nilai rata-rata kekerasan dengan
media pendingin air pada temperatur 800oC sebesar 398,48 HV, 850oC sebesar
457,02 HV, dan 900oC sebesar 496,42 HV. Berikutnya, nilai rata-rata kekerasan
dengan media pendingin oli SAE 20W-50 pada temperatur 800oC sebesar 252,87
HV, 850oC sebesar 402,55 HV, dan 900oC sebesar 476,92 HV. Nilai kekerasan
optimal pada baja AISI 1045 terdapat pada suhu 900oC dengan media pendingin
jenis air sedangkan nilai kekerasan paling rendah terdapat pada baja tanpa
perlakuan (raw material).
Kata kunci: Baja AISI 1045, quenching, media pendingin, temperatur, dan
kekerasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
AISI 1045 steel is a steel that has a carbon content of 0.45%. This type of steel is
widely used in motorcycle vehicle components such as: gears, axles, and bearings.
In its application, steel often experiences wear as a result of friction and pressure.
In AISI 1045 steel, the quenching heat treatment has an important role in improving
the mechanical properties. The quenching heat treatment in this study, namely
800oC, 850oC, and 900oC holding time for 25 minutes using water and oil cooling
media SAE 20W-50. Then, the results of the test data are processed and compared
the level of hardness at each temperature variation. The data obtained from the
Vickers hardness test (HV) varies widely. In AISI 1045 steel without treatment (raw
material), the average value of hardness is 202,78 HV. Then, the average value of
hardness with water cooling media at a temperature of 800oC is 398,48 HV, 850oC
is 457,02 HV, and 900oC is 496,42 HV. Then, the average value of hardness with
oil cooling media SAE 20W-50 at a temperature of 800oC is 252,87 HV, 850oC is
402,55 HV, and 900oC is 476,92 HV. The optimal hardness value on AISI 1045
steel is at a temperature of 900oC with water-type cooling media, while the lowest
hardness value is in steel without treatment (raw material).
Keywords: AISI 1045 steel, quenching, cooling media, temperature, and hardness.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih yang
telah Ia berikan sehingga penulis ini dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
naskah Skripsi yang berjudul “Pengaruh Variasi Temperatur Quenching dan Media
Pendingin Terhadap Tingkat Kekerasan Baja AISI 1045”.
Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat bagi
mahasiswa/i untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik
Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penyusunan naskah skripsi, penulis telah melakukan serangkaian penelitian
di Laboratorium Logam dan Riset berdasarkan referensi atau tinjauan pustaka. Pada
akhirnya, penyusunan naskah skripsi ini dapat terselesaikan berkat kasih Tuhan dan
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Sudi Mungkasi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
2. Budi Setyahandana, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin, Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Raden Benedictus Dwiseno Wihadi M.Si., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan kepada
penulis.
4. Dr. Eng. I Made Wicaksana Ekaputra, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan,
tenaga, masukan, dan dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan naskah tugas akhir ini.
5. Bapak (Al Rubiman) dan Ibu (Sutarmi) serta keluarga besar yang telah
mendukung penulis dengan memberikan perhatian dan doa.
6. Sahabat penulis : Geradus Septi Hantoro, Yosafath Andre Dewantara, Yosia
Julius Widdyana Eka Wardado, Alexander David Gregrorian, Giovany Amanda
Widiaratri A sebagai teman seperjuangan selama proses pengujian dan
pengambilan data di Laboratorium Logam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
7. Teman-teman kelas A dari awal hingga akhir semester yang selalu bersama,
serta teman-teman saat penjurusan material.
8. Teman-teman UKM KSR PMI Unit VI Universitas Sanata Dharma dan KSR
PMI Kota Yogyakarta yang telah memberi dukungan kepada penulis.
9. Segenap keluarga besar Teknik Mesin yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu.
10. Segenap Dosen dan Karyawan Laboran Teknik Mesin, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah membagikan
pengalaman dan ilmu yang berharga selama perkuliahan, serta membantu
penulis terkait dengan penggunaan alat di Laboran dan metode yang dapat
diambil demi kelancaran dalam menyelesaikan tugas akhir penulis.
11. Staff Karyawan Sekretariat Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi yang
telah membantu memudahkan proses administrasi dan kesuksesan penulis.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
penulis.
Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan
naskah ini. Semoga naskah ini dapat menambah informasi pembaca dan membawa
kemajuan di bidang teknologi.
Yogyakarta, 15 April 2021
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….......i
HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ……………………………………..ii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………..iii
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………………….iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI …………………………....v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS …………………………………………...……vi
ABSTRAK ……………………………………………………………………...vii
ABSTRACT ……………………………………………………………………viii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..……xiv
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..…xvii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….….1
1.2 Identifikasi Masalah …………………………………………………….….3
1.3 Rumusan Masalah ……………………………………………………....….3
1.4 Tujuan Penelitian ………………………….…………………………….…4
1.5 Batasan Masalah …………………………………………………….….….4
1.6 Manfaat Penelitian …………………………………………………….…...4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA …………………6
2.1 Dasar Teori ……………………………………………………………........6
2.2 Paduan Baja Karbon Sedang …………………………….…………...…….6
2.3 Pengaruh Unsur Paduan Pada Baja ………………………………………..11
2.4 Diagram TTT (Time Temperature Transformation) ……………………...13
2.5 Diagram CCT (Continuous Cooling Temperature) …………………….…14
2.6 Hardening …………………………………………………………...…... 16
2.7 Quenching ………………………………………………………….......... 17
2.8 Mekanisme Pelepasan Panas Selama Quenching ……….………………...17
2.9 Hardenability (Kemampukerasan) pada baja …………………………….19
2.10 Uji Kekerasan …………………………………………………………....21
2.11 Pengujian Kekerasan Vickers ……………………………….…….....…. 22
2.12 Tinjauan Pustaka …………………………………………………....…...23
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………….…27
3.1 Diagram Alir Penelitian …………………………………………….....….27
3.2 Alat Yang Digunakan Pada Pengujian …..……..…..………...….………..29
3.2.1 Uji Kekerasan Vickers ………………………………………………29
3.2.2 Furnace (Tungku pembakaran) ………………………………...…. 29
3.2.3 Mesin Polishing ……………………………………………………. 30
3.2.4 Optical Microscopy ……………………………...………………… 31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
3.2.5 Thermometer ..………………………………………………..…….32
3.2.6 Media Pendingin ………………………………………………..….33
3.2.7 Larutan Etsa ………………………………………………………..33
3.3 Langkah-langkah Pengujian Eksperimental ………………………..…….34
3.3.1 Pembubutan Spesimen Uji Kekerasan …………………………..…34
3.3.2 Perlakuan Panas Quenching Baja AISI 1045 …………………..….35
3.3.3 Pengujian Benda Uji Pada Alat Uji Kekerasan Vickers …….…….. 36
3.3.4 Pengujian Struktur Mikro …………………………………………..37
BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA ……………………………………..38
4.1 Hasil Uji Kekerasan ………………………………………………...…….38
4.2 Analisis Struktur Mikro …………………………...………………...…….53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………...…59
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………....….59
5.2 Saran ………………………………………………………………......….60
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Diagram fase Fe-Fe3C (Callister, 2007) ………….…………………..7
Gambar 2.2. Struktur mikro ferrite (Callister, 2007)……………….…...…..……..9
Gambar 2.3. Struktur mikro austenite (Callister, 2007) ……………….…..………9
Gambar 2.4. Struktur mikro pearlite (Callister, 2007)……………………....……10
Gambar 2.5. Struktur mikro cementite (Callister, 2007)…………………....…….10
Gambar 2.6. Struktur mikro martensite (Callister, 2007)……………….…..…....11
Gambar 2.7. Penurunan temperatur austenite (Callister, 2007)……………...…..12
Gambar 2.8. Perubahan konsentrasi karbon (Callister, 2007)…………....…..…..12
Gambar 2.9. Diagram TTT (Time Temperature Transformation) untuk paduan baja
karbon eutectoid (Callister, 2007)………………………………………………...14
Gambar 2.10. Diagram CCT (Continuous Cooling Temperature) untuk paduan baja
karbon eutectoid (Callister, 2007)……………………………………...……...….15
Gambar 2.11. Tahapan pendinginan pada kurva pendinginan dan kurva laju
pendinginan selama quenching dalam cairan yang mudah menguap (Pizetta Zordao
et al., 2019) ……………………………………………………..…….………….19
Gambar 2.12. Lekukan kekerasan Brinell dan Rockwell pada baja AISI 1020 dengan
lekukan Brinell yang lebih besar memiliki diameter 5,4 mm menghasilkan HB=
121, dan lekukan Rockwell yang lebih kecil menghasilkan HRB= 72. Disebelah
kanan baja berkekuatan lebih tinggi memiliki lekukan yang kecil dengan HRB= 241
dan HRC= 20 (Dowling, 2012) ………….………………………........................ 22
Gambar 2.13. Lekukan kekerasan Vickers (Dowling, 2012) ………………….….23
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian ………………………………......................28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
Gambar 3.2. Uji kekerasan Vickers ………………………………………........... 29
Gambar 3.3. Furnace (Tungku pembakaran) …………………………….………30
Gambar 3.4. Mesin polishing .……………………………………………….…...31
Gambar 3.5. Optical microscopy ……………………………...............................32
Gambar 3.6. Thermometer ..………………………………………………….......32
Gambar 3.7. Larutan etsa HNO3 dan alkohol 70% ……………………………....33
Gambar 3.8. Benda uji kekerasan Vickers ………………………………...……. 34
Gambar 3.9. Dimensi benda uji kekerasan Vickers ………………………….…...37
Gambar 4.1. Grafik perbandingan tingkat kekerasan baja AISI 1045 pada variasi
temperatur quenching dan media pendingin ………….………………………….45
Gambar 4.2. Struktur mikro baja AISI 1045 sebelum dilakukan proses heat
treatment dengan pembesaran 222x ….………………………………………….49
Gambar 4.3. Foto struktur mikro baja AISI 1045 sebelum dilakukan proses heat
treatment dengan pembesaran 800x, Nital 2% (Akhyar Ibrahim, 2010)
…………….……………………………………………………………………...49
Gambar 4.4. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 800oC dengan holding time 25 menit menggunakan media pendingin air,
pembesaran 222x ………………………….……………………………………. 50
Gambar 4.5. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 850oC dengan holding time 25 menit menggunakan media pendingin air,
pembesaran 222x ……………………………………….………………………. 50
Gambar 4.6. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 900oC dengan holding time 25 menit menggunakan media pendingin air,
pembesaran 222x ………………………………………………………………...51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
Gambar 4.7. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 800oC dengan holding time 25 menit menggunakan media pendingin oli
SAE 20W-50, pembesaran 222x ………………………….………………...........51
Gambar 4.8. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 850oC dengan holding time 25 menit menggunakan media pendingin oli
SAE 20W-50, pembesaran 222x ……………………………………...….………52
Gambar 4.9. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 900oC dengan holding time 25 menit menggunakan media pendingin oli
SAE 20W-50, pembesaran 222x ……….………………….……………….........52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis baja dan waktu penahanan yang dibutuhkan dalam proses perlakuan
panas (heat treatment) (Pramono, 2011)………………………………………….16
Tabel 3.1 Komposisi kimia baja AISI 1045 (wt%) (Rifai et al., 2016)…………..34
Tabel 3.2 Data parameter baja AISI 1045 pada kondisi proses perlakuan panas
quenching ……………………………………………………………………….. 35
Tabel 4.1 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 tanpa perlakuan …….……39
Tabel 4.2 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 800oC dengan holding time 25 menit menggunakan air …………………... 40
Tabel 4.3 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 850oC dengan holding time 25 menit menggunakan air ……………………40
Tabel 4.4 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 900oC dengan holding time 25 menit menggunakan air ……………...........41
Tabel 4.5 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 800oC dengan holding time 25 menit menggunakan oli SAE 20W-50
…............................................................................................................................42
Tabel 4.6 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 850oC dengan holding time 25 menit menggunakan oli SAE 20W-50
……........................................................................................................................43
Tabel 4.7 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 900oC dengan holding time 25 menit menggunakan oli SAE 20W-50
…………................................................................................................................43
Tabel 4.8 Hasil nilai rata-rata kekerasan Vickers berdasarkan variasi temperatur
quenching dan media pendingin …………………………………………………44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Baja AISI 1045 adalah baja karbon yang memiliki komposisi kandungan
0,42-0,50% C, 0,50-0,80% Mn, 0,035% S, 0,17-0,37% Si, 0,25% Ni, 0,25% Cr,
0,035% P, dan termasuk golongan baja karbon menengah (medium carbon steel)
(Rifai et al., 2016). Baja karbon menengah jenis ini banyak digunakan sebagai
komponen automotif misalnya untuk pembuatan roda gigi, poros, dan bantalan pada
kendaraan bermotor (Pramono, 2011). Baja AISI 1045 sering disebut sebagai baja
karbon, dikarenakan sesuai dengan pengkodean internasional, yaitu seri 10xx
berdasarkan nomenklatur yang dikeluarkan oleh AISI dan SAE (Society of
Automotive Engineers) pada angka 10 pertama merupakan kode yang menunjukan
plain carbon, selanjutnya pada kode xx setelah angka 10 menunjukan komposisi
kadar karbon pada baja AISI 1045 (Pramono, 2011).
Berdasarkan pengkodean tersebut, baja karbon atau plain carbon steel
dikategorikan sebagai baja karbon menengah dengan komposisi karbon sebesar
0,45%. Pada penerapannya, baja tersebut harus memiliki sifat ketahanan aus yang
baik dikarenakan sesuai dengan fungsinya harus mampu menahan keausan akibat
dari gesekan dan beban tekanan (Pramono, 2011). Ketahanan aus dapat
didefinisikan sebagai ketahanan suatu material terhadap pengurangan dimensi
akibat dari suatu gesekan antara permukaan tertentu (Pramono, 2011). Akan tetapi,
guna menjaga agar umur baja lebih tahan lama terhadap gesekan atau tekanan maka
perlu dilakukan proses perlakuan panas (heat treatment) pada baja AISI 1045
tersebut.
Handoyo, (2015) mengemukakan bahwa hardening adalah proses
pemanasan logam baja hingga mencapai temperatur diatas rekristalisasi di daerah
austenite. Pada proses hardening ini material yang sebelumnya memiliki struktur
pearlite akan berubah menjadi struktur austenite. Material yang dipanaskan
tersebut ditahan selama waktu tertentu agar permukaan baja memiliki struktur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
austenite serta mendapatkan pemanasan yang homogen kemudian didinginkan
secara cepat dengan cara dicelupkan (quenching) ke dalam media pendingin air dan
oli SAE 20W-50. (Anggoro, 2017) mengemukakan bahwa sifat-sifat dari baja
setelah mengalami proses pengerasan (hardening) meliputi dari sifat kekuatan,
kekerasan, dan ketangguhan pada baja AISI 1045. Pada saat proses pengerasan atau
hardening material baja AISI 1045, ada hal yang harus diperhatikan yaitu proses
quenching.
Aloysius Bagus Cahyadi, (2017) melaporkan bahwa proses quenching
merupakan salah satu teknik perlakuan panas yang diawali dengan proses
pemanasan hingga mencapai temperatur austenite (austenisasi) yang diikuti dengan
proses pendinginan secara cepat, sehingga fase austenite secara langsung
bertransformasi membentuk martensite. Tujuan utama dari proses quenching
adalah menghasilkan struktur martensite dan kekerasan optimum pada baja. Setelah
dilakukan proses quenching, untuk menguji sifat mekanik dari material tersebut
dilakukan pengujian salah satunya ialah dengan pengujian kekerasan Vickers (HV).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Nugroho et al., 2019)
dengan judul “Pengaruh Temperatur dan Media Pendingin pada Proses Heat
Treatment Baja AISI 1045 terhadap Kekerasan dan Laju Korosi” didapat nilai
kekerasan pada raw material sebesar 11,4 HRC. Selanjutnya, pada suhu 750oC
dengan holding time 30 menit untuk media air sebesar 16,9 HRC dan media oli
sebesar 14 HRC. Selanjutnya, pada suhu 850oC nilai kekerasan dengan media air
sebesar 58,2 HRC dan media oli sebesar 33 HRC. Sedangkan pada suhu 950oC
didapat nilai kekerasan dengan media air sebesar 51,7 HRC dan media oli sebesar
33,4 HRC. Penelitian yang dilakukan oleh (Nugroho et al., 2019) ini menyimpulkan
bahwa baja AISI 1045 yang di holding time selama 30 menit dengan berbagai
variasi suhu didapat nilai kekerasan yang berbeda-beda.
Baja yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis baja karbon
menengah yaitu baja American Iron and Steel Insitute (AISI) 1045. Baja AISI 1045
memiliki sifat tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak sehingga dapat ditingkatkan
sifat mekaniknya. Pada komponen sepeda motor ini jika menggunakan baja AISI
1045 sebelum dilakukan perlakuan panas akan menyebabkan kerusakan akibat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
gesekan dan beban tekanan, oleh sebab itu perlu dilakukan perlakuan quenching.
Pada tugas akhir ini pengaruh variasi temperatur quenching dan media pendingin
diinvestivigasi. Proses quenching diawali dengan memanaskan baja pada suhu
austenite, yaitu 800oC, 850oC, 900oC kemudian ditahan selama 25 menit dan
selanjutnya didinginkan dengan menggunakan media pendingin jenis air dan oli
SAE 20W-50.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah
penggunaan komponen sepeda motor seperti: roda gigi, poros, dan bantalan secara
terus menerus akan mengakibatkan kerusakan (keausan) pada komponen tersebut.
Seperti biasanya, baja AISI 1045 sebelum dilakukan perlakuan panas jika
diterapkan secara langsung akan menimbulkan kerusakan (keausan). Oleh sebab
itu, untuk meningkatkan sifat mekanik dan ketahanan aus yang tinggi pada baja
AISI 1045 dapat dilakukan melalui proses quenching dengan tiga variasi suhu yaitu
800oC, 850oC, 900oC menggunakan media pendingin jenis air dan oli SAE 20W-
50.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh media pendingin terhadap tingkat kekerasan baja AISI
1045 setelah dilakukan proses quenching?
2. Adakah perbedaan tingkat kekerasan pada baja AISI 1045 setelah dilakukan
proses pendinginan dengan media pendingin oli SAE 20W-50 dan air?
3. Bagaimana pengaruh dari variasi temperatur quenching dan media pendingin
air dan oli SAE 20W-50 terhadap karakteristik struktur mikro pada baja AISI
1045?
4. Bagaimana pengaruh temperatur quenching terhadap kekerasan baja AISI
1045?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh variasi media pendingin terhadap tingkat kekerasan baja
AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching.
2. Mengetahui perbedaan tingkat kekerasan baja AISI setelah dilakukan proses
quenching.
3. Mengetahui pengaruh variasi temperatur quenching dan media pendingin oli
SAE 20W-50 dan air terhadap karakteristik struktur mikro.
4. Mengetahui pengaruh variasi temperature quenching terhadap nilai kekerasan
baja AISI 1045.
1.5 Batasan Masalah
Agar terarah dan sistematis, penulis memberikan batasan masalah sebagai
berikut :
1. Pengujian dilakukan pada suhu ruangan.
2. Komposisi material dianggap homogen.
3. Tingkat kekerasan baja AISI 1045 setelah dilakukan proses perlakuan panas.
4. Baja AISI 1045 yang didapat ini merupakan hasil produk industri sesuai dengan
komposisinya.
5. Pengujian yang dilakukan meliputi : pengujian kekerasan Vickers (HV) dan
pengujian struktur mikro.
1.6 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan mempunyai manfaat praktis dan
teoritis.
1. Manfaat Praktis :
a. Dapat membantu untuk mendapatkan tingkat kekerasan pada baja AISI
1045 setelah mengalami proses perlakuan panas quenching dan mengetahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
fenomena yang terjadi pada baja AISI 1045 setelah di uji menggunakan
pengujian struktur mikro.
2. Manfaat Teoritis :
a. Menambah pengetahuan bagi peneliti dan pembaca tentang pengaruh
variasi temperatur quenching terhadap tingkat kekerasan baja AISI 1045
dengan media pendingin air dan oli SAE 20W-50.
b. Memperkaya dan menambah wawasan bagi peneliti dan pembaca pada
hasil pengujian dengan kondisi pengujian yang dilakukan.
c. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dalam lingkup teknik mesin
yang akan datang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Baja merupakan salah satu material yang sangat banyak digunakan dalam
bidang industri, khususnya dalam industri otomotif. Baja yang sering dijumpai
dalam bidang industri kebanyakan dalam bentuk alloy atau paduan dengan unsur
penambah utama seperti: karbon, magnesium, silicon, copper, mangan, nikel,
chromium, dan phosphor (Callister, 2007). Komposisi paduan pada proses
pengerasan (quenching) dapat mempengaruhi struktur mikro dari baja. Sifat
mekanik yang terdapat pada baja sangat bervariasi terdiri dari sifat kekuatan,
keuletan, kekerasan, dan ketangguhan. Baja yang dipadukan dan dilakukan proses
perlakuan panas akan mampu meningkatkan sifat mekanik dari material tersebut.
Proses pengerasan (quenching) ini akan mengakibatkan sifat kekerasannya semakin
naik sedangkan untuk sifat keuletannya akan menurun (Totten, 2006).
2.2 Paduan Baja Karbon Medium
Baja karbon adalah baja yang mempunyai kandungan utamanya ialah besi
dan karbon. Kandungan besi (Fe) pada baja sekitar 97% dan karbon (C) sekitar 0,2-
2,1% sesuai gradenya (Callister, 2007). Pada baja karbon terdapat elemen-elemen
tambahan seperti alumunium dan silicon. Elemen-elemen tersebut ditambahkan
guna keberhasilan dalam proses deoxidation serta kandungan serium dan mangan
ditambahkan agar dapat mengurangi kadar sulfur yang terdapat pada baja karbon
(Callister, 2007). Kandungan karbon yang terdapat pada baja berfungsi sebagai
unsur pengeras untuk mencegah dislokasi pada kisi kristal (criystal lattice) atom
besi. Baja karbon sedang memiliki keunggulan dalam sifat mekanik yaitu sifat
kekuatan dan keuletan yang seimbang. (Totten, 2006) mengemukakan bahwa baja
karbon sedang memiliki kandungan karbon sekitar 0,30-0,55% dan kandungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
mangan sekitar 0,60-1,65% tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan sifat
mekanik yang terdapat pada baja.
Fase dapat didefinisikan sebagai bagian dari bahan yang mempunyai
struktur tersendiri (Callister, 2007). Pada besi karbon terdapat diagram Fe-Fe3C.
Diagram Fe-Fe3C merupakan diagram yang dijadikan sebagai acuan parameter
untuk mengetahui jenis fase yang terjadi didalam baja pada saat berlangsung proses
perlakuan panas (heat treatment). Menurut (Callister, 2007), pada saat proses
pemanasan besi murni akan mengalami dua perubahan didalam struktur kristal
sebelum besi murni tersebut mencair pada suhu diatas suhu austenite. Pada diagram
fase Fe-Fe3C menunjukan bahwa pada saat memasuki temperatur sekitar 725oC
akan terjadi proses temperatur transformasi pearlite menjadi fase austenite.
Transformasi fase ini disebut dengan reaksi eutectoid. Selanjutnya, pada temperatur
sekitar 912oC hingga 1390oC merupakan daerah besi gamma (γ) atau yang disebut
dengan austenite (Callister, 2007).
Pada keadaan tersebut biasanya besi gamma bersifat lunak, ulet, mudah
dibentuk, dan memiliki struktur kristal FCC (Face Centered Cubic) (Callister,
2007). Besi gamma tersebut dapat melarutkan karbon dalam jumlah yang tinggi
sekitar 2,14% maksimum pada temperatur sekitar 1145oC. Pada temperatur sekitar
727oC besi memiliki struktur kristal BCC (Body Centered Cubic), dalam hal ini besi
dapat melarutkan karbon dalam jumlah rendah sekitar 0,77% (Callister, 2007).
Gambar 2.1. Diagram fase Fe-Fe3C (Callister, 2007)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Keterangan dari diagram fase diatas adalah sebagai berikut :
Fe3C : Daerah cementite
α : Daerah ferrite
γ : Daerah austenite
L : Daerah liquid
Dan beberapa daerah yang merupakan keadaan kesetimbangan fase adalah
Fe3C+γ : Daerah proeutectoid cementite
Fe3C+α : Daerah pearlite
α+γ : Daerah proeutectoid ferrite
γ +L : Daerah austenite in liquid
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam diagram Fe-Fe3C yaitu
perubahan fase ferrite atau besi alfa (α), austenite atau besi gamma (γ), cementite
atau besi karbida, pearlite, dan martensite. Berikut penjelasan fase dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Ferrite atau besi alfa (α)
Ferrite merupakan larutan padat karbon dalam struktur besi murni.
Ferrite memiliki struktur kristal BCC (Body Centered Cubic) serta memiliki
sifat lunak dan ulet. Batas kelarutan maksimum yang dimiliki oleh struktur
ferrite yaitu hanya 0,022% C. Kelarutan terbatas pada BCC membuat sulit
untuk menampung atom-atom karbon. Ferrite mulai terbentuk ketika
melewati temperatur antara 300oC hingga mencapai temperatur 727oC
(1341 F) (Callister, 2007). Struktur mikro ferrite dapat dilihat pada gambar
2.2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Gambar 2.2. Struktur mikro ferrite (Callister, 2007)
2. Austenite atau besi gamma (γ)
Austenite merupakan perpaduan antara struktur kristal FCC dengan
struktur besi murni yang memiliki jarak antar atom yang sangat jauh
dibandingkan dengan ferrite. Pada struktur kristal FCC ini memiliki rongga-
rongga yang hampir tidak dapat menampung atom-atom karbon dan proses
penyisipan atom karbon sehingga menyebabkan terjadinya tegangan dalam
pada struktur dan tidak semua rongga dapat terisi. Austenite memiliki
komposisi karbon sebesar 0,76% C. Fase austenite ini akan terbentuk ketika
melewati garis reaksi eutectoid pada temperatur 725oC hingga mencapai
temperatur 1394oC (Callister, 2007). Gambar struktur mikro austenite dapat
dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Struktur mikro austenite (Callister, 2007)
3. Pearlite
Pearlite merupakan perpaduan antara dua struktur cementite dan
ferrite yang berbentuk seperti lamelar (pelat-pelat kecil) yang tersusun
diantara cementite dan ferrite. Pearlite mulai terbentuk ketika komposisi
karbon mencapai 0,76% C dan memiliki komposisi eutectoid. Pada proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
pembentukan struktur pearlite, fase austenite akan bertransformasi menjadi
ferrite dan besi karbida secara bersamaan. Pearlite hanya terjadi dibawah
temperatur eutectoid yaitu sekitar 723oC. Pearlite memiliki sifat kuat dan
lumayan keras (Callister, 2007). Gambar struktur pearlite dapat dilihat pada
gambar 2.4.
Gambar 2.4. Struktur mikro pearlite (Callister, 2007)
4. Cementite (Besi Karbida)
Cementite merupakan paduan besi karbon dimana pada keadaan
tertentu karbon mengalami kelebihan batas kelarutan sehingga membentuk
fase kedua yang disebut dengan Fe3C atau besi karbida. Cementite memiliki
sifat keras tetapi rapuh. Cementite (Besi Karbida) memiliki komposisi
6,70% berat C dan 93,3% Fe. Pada konsentrasi ini terbentuk senyawa antara
besi karbida atau cementite (Fe3C) yang diwakili oleh garis vertikal pada
diagram fase (Callister, 2007). Gambar struktur mikro cementite dapat
dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Struktur mikro cementite (Callister, 2007)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
5. Martensite
Martensite adalah struktur fase tunggal non-equilibrium yang
dihasilkan dari transformasi austenite tanpa difusi. Pada proses
pembentukan dapat dianggap sebagai produk transformasi yang bersaing
dengan pearlite dan bainite (Callister, 2007). Transformasi martensite
terjadi ketika laju pendinginan cepat untuk mencegah difusi karbon. Setiap
difusi akan menghasilkan pembentukan ferrite dan cementite. Hal ini terjadi
sedemikian rupa sehingga austenite yang memiliki struktur kristal FCC
akan mengalami transformasi polimorphic menjadi martensite tetragonal
yang berpusat pada tubuh BCT (Body Centered Tetragonal) (Callister,
2007). Struktur ini sangat berbeda dari ferrite. Semua atom karbon tetap
sebagai pengotor interstisial di martensite, dengan demikian larutan padat
memiliki nilai tinggi yang mampu dengan cepat berubah menjadi struktur
lain (Callister, 2007). Gambar struktur mikro martensite dapat dilihat pada
gambar 2.6.
Gambar 2.6. Struktur mikro martensite (Callister, 2007)
2.3 Pengaruh Unsur Paduan Pada Baja
Pada material baja terdapat unsur paduan seperti: karbon, magnesium,
silicon, copper, mangan, nikel, chromium, dan phosphor. Elemen-elemen unsur
tersebut sangat berperan penting terhadap perubahan fase pada diagram FeFe3C
yang terdapat pada baja (Callister, 2007). Karbon yang terdapat pada baja sebagai
elemen mendasar yang digunakan untuk membantu dalam proses pengerasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
(Callister, 2007). Pada konsentrasi elemen tersebut dapat merubah fase yang
terbentuk. Luasnya dari perubahan fase tergantung pada elemen paduan tertentu
dan konsentrasinya. Salah satu perubahan penting adalah pergeseran posisi
eutectoid terhadap suhu dan konsentrasi kadar karbon (Callister, 2007). Efek suhu
eutectoid dan komposisi eutectoid (dalam % berat C) membuat fungsi konsentrasi
untuk paduan lainnya (Callister, 2007).
Gambar 2.7. Penurunan temperatur austenite (Callister, 2007)
Gambar 2.8. Perubahan konsentrasi karbon (Callister, 2007)
Pada gambar diatas menerangkan bahwa, ketika baja dipanaskan hingga
mencapai temperatur eutectoid sekitar pada suhu 723oC paduan elemen-elemen
yang terdapat pada baja akan mengalami perubahan fase dimana dalam hal ini unsur
elemen-elemen tersebut saling berkaitan (Callister, 2007). Unsur elemen mangan
dan nikel dalam gambar tersebut sebagai pembentuk austenite akibat dari medan
fase yang terbuka (Totten, 2006). Jumlah mangan yang melebihi 2% akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
menghasilkan peningkatan kecenderungan retak dan distorsi selama proses
quenching (Totten, 2006). Selain itu, unsur nikel berfungsi sebagai pembentuk ion
karbida dan pembentuk austenite dalam baja. Unsur nikel dapat meningkatkan
kemampuan pengeras yang lebih besar, ketangguhan benturan, dan ketahanan lelah
pada baja (Totten, 2006).
2.4 Diagram TTT (Time Temperature Transformation)
Diagram TTT (Time Temperature Transformation) merupakan diagram
yang menghubungkan antara fase yang terbentuk setelah mengalami proses
perlakuan panas (heat treatment) pada paduan baja karbon eutectoid (Callister,
2007). Pada proses perlakuan panas ini akan terjadi transformasi fase akibat adanya
perubahan suhu atau temperatur yang diiringi oleh waktu. Pada diagram TTT ada
beberapa daerah yang menggambarkan fase mulai terbentuk (Callister, 2007).
Ketika baja dipanaskan pada temperatur austenite dan didinginkan secara
cepat (quenching) tanpa menyentuh garis yang menyerupai hidung kurva pada
diagram TTT, maka fase austenite mulai bertransformasi ketika melewati garis Ms
(Martensite start) (Callister, 2007). Garis martensite start ini merupakan tanda awal
terjadinya perubahan fase austenite menjadi martensite. Perubahan fase dari
austenite menjadi martensite akan terus-menerus secara cepat hingga mencapai
suhu dibawah 100oC (Callister, 2007).
Terbentuknya martensite ini dikarenakan terjadinya proses transformasi
dari austenite menjadi martensite dengan laju pendinginan yang secara cepat. Oleh
sebab itu, dengan adanya laju pendinginan yang secara cepat ini akan
mengakibatkan atom-atom karbon tersebut terperangkap dalam larutan sehingga
membentuk struktur martensite dan membentuk struktur kristal BCT (Body
Centered Tetragonal) (Callister, 2007). Pada gambar diagram TTT kehadiran
hidung bainite menjelaskan bahwa kemungkinan akan terjadinya proses
pembentukan struktur bainite pada perlakuan panas dengan pendinginan secara
terus-menerus (Callister, 2007). Berkenaan dengan representasi transformasi
martensitik, garis M (start), M (50%), dan M (90%) terjadi pada suhu yang identik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
untuk diagram transformasi pendinginan isotermal dan kontinyu (Callister, 2007).
Gambar diagram TTT (Time Temperature Transformation) dapat dilihat pada
gambar 2.9.
Gambar 2.9. Diagram TTT (Time Temperature Transformation) untuk paduan baja
karbon eutectoid (Callister, 2007)
Keterangan dari gambar diagram TTT diatas adalah sebagai berikut :
Titik A : Daerah pembentukan austenite
Titik P : Daerah pembentukan pearlite
Titik B : Daerah pembentukan bainite
Titik M : Daerah pembentukan martensite
Titik A+B : Daerah pembentukan austenite dan bainite
Titik A+P : Daerah pembentukan austenite dan pearlite
2.5 Diagram CCT (Continuous Cooling Temperature)
Diagram CCT (Continuous Cooling Temperature) merupakan diagram
yang menggambarkan kondisi hubungan antara laju pendinginan secara kontinyu
dengan fase yang terbentuk setelah mengalami proses transformasi fase ketika
dilakukannya perlakuan panas (heat treatment) pada paduan baja eutectoid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Pada garis putus-putus kurva pendinginan yang berwarna merah
menunjukkan bahwa pendinginan secara cepat dari temperatur austenite sekitar
pada suhu 770oC menuju temperatur dibawah 100oC. Kurva garis putus-putus
merah yang terdapat pada diagram CCT menyebabkan terjadinya distorsi atom-
atom dan tekanan secara internal yang lebih tinggi dibandingkan dengan kurva garis
putus-putus yang berwarna biru. Laju pendinginan secara cepat ini akan
mengakibatkan terjadinya transformasi fase dari austenite menjadi martensite
(Callister, 2007).
Sebaliknya pada garis putus-putus kurva pendinginan yang berwarna biru
menunjukkan pendinginan secara sedang hingga lambat dari temperatur 770oC
menuju temperatur dibawah 100oC. Kurva garis putus-putus biru yang terdapat
pada diagram CCT akan mengakibatkan terjadinya proses distorsi atom-atom yang
lambat sehingga atom-atom tidak terperangkap dan memiliki jarak lebih luas untuk
membentuk struktur kristal BCC dan memiliki jumlah pearlite yang mendominasi.
Gambar diagram CCT (Continuous Cooling Temperature) dapat dilihat pada
gambar 2.10.
Gambar 2.10. Diagram CCT (Continuous Cooling Temperature) untuk paduan baja
karbon eutectoid (Callister, 2007)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2.6 Hardening
Hardening merupakan proses perlakuan panas (heat treatment) yang
digunakan untuk menghasilkan struktur mikro martensite sehingga mengakibatkan
permukaan benda atau material menjadi keras. Pada proses ini baja dipanaskan
hingga mencapai suhu austenite diatas suhu rekristalisasi sekitar 723oC dan
menahannya pada temperatur tersebut selama waktu tertentu guna mendapatkan
struktur austenite yang homogen dan kemudian didinginkan menggunakan media
pendingin seperti air, larutan air garam, oli, minyak, larutan polimer, dan udara
yang ditekan menggunakan kipas dengan kecepatan tertentu (Totten et al., 1993).
Metode pengerasan ini dapat ditentukan dengan variasi suhu, waktu
penahanan, dan media pendingin yang digunakan. Untuk mekanisme waktu
penahanan austenisasi bergantung pada komposisi dan konstituante mikrostruktur
baja serta derajat karbida yang diinginkan (Dossett & Totten, 2014). Waktu
penahanan untuk baja karbon rendah yang memiliki kadar karbon kurang dari 0,
3% C membutuhkan waktu selama 5-15 menit untuk mendapatkan struktur
austenite yang homogen. Untuk baja karbon menengah (baja karbon sedang) yang
memiliki kadar karbon sekitar 0,3-0,5 % C, waktu penahanan yang dibutuhkan
selama 15-25 menit guna mendapatkan struktur austenite yang homogen (Thelning,
1967).
Tabel 2.1 Jenis baja dan waktu penahanan yang dibutuhkan dalam proses perlakuan
panas (heat treatment) menurut (Pramono, 2011).
Jenis baja Waktu penahanan (menit)
Baja karbon dan baja paduan rendah 5-15
Baja paduan menengah 15-25
Low alloy tool steel 10-30
High alloy chrom steel 10-60
Hot- work tool steel 15-30
Menurut (Pramono, 2011) ketebalan benda uji dalam proses perlakuan
panas sangat mempengaruhi dari pemberian waktu penahanan (holding time) pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
saat baja telah masuk suhu austenisasi. Secara matematis, pemberian waktu
penahanan terhadap ketebalan benda uji dapat hitung pada persamaan berikut :
T = 1,4 x H (2.1)
Keterangan :
T : Waktu yang dibutuhkan dalam perlakuan panas (menit)
H : Ketebalan benda uji (mm)
2.7 Quenching
Quenching adalah proses heat transfer (perpindahan panas) dengan laju
pendinginan yang sangat cepat. Pada proses quenching ini diakibatkan adanya
percepatan pendinginan dari temperatur austenisasi dan mengalami perubahan dari
fase austenite menjadi bainite dan martensite untuk menghasilkan kekuatan dan
kekerasan yang tinggi (Pramono, 2011). Quenching dilakukan untuk mencegah
terbentuknya ferrite atau pearlite dan memungkinkan bainite atau martensite yang
akan terbentuk (Fernandes & Prabhu, 2007). Selain itu, proses quenching dapat
menyebabkan nilai kekerasan menjadi meningkat seiring bertambahnya jumlah
martensite (Fernandes & Prabhu, 2007).
2.8 Mekanisme Pelepasan Panas Selama Quenching
Perlakuan panas (heat treatment) dapat ditentukan oleh laju pendinginan
aktual dan kritis yang dicapai pada saat berlangsungnya proses quenching. Proses
ini akan menghasilkan struktur, kekuatan, dan kekerasan pada baja AISI 1045.
Apabila laju pendinginan kritis melebihi laju pendinginan aktual, maka hasil yang
didapat berupa martensite. Tetapi, jika laju pendinginan kritis yang lebih kecil dari
pada laju pendinginan aktual maka baja tidak akan sepenuhnya akan mengalami
proses pengerasan pada permukaan baja. Perbedaan diantara laju pendinginan
tersebut didapat hasil produk (hasil material) menjadi semakin lunak (Krauss,
1990).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Pada kurva pendinginan menunjukkan bahwa saat proses pendinginan
berlangsung, bentuk kurva dapat didefinisikan sebagai mekanisme pendinginan
yang terjadi selama proses quenching (Totten et al., 1993). Sebagai contoh pada
saat baja dipanaskan hingga mencapai suhu austenisasi dan didinginkan kedalam
media pendingin maka akan mengalami proses pendinginan secara cepat didalam
media cair yang mudah menguap, seperti: air, oli, dan larutan polimer (Pizetta
Zordao et al., 2019). Pada mekanisme pelepasan panas terdapat tiga jenis tahap
proses pendinginan yang terjadi saat pendinginan secara cepat. Tahap proses
pendinginan ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap A, B, dan C. Tahap ini
masing-masing dikenal sebagai tahap selimut uap, titik didih nukleat, dan
pendinginan konvektif (Pizetta Zordao et al., 2019) dan (Totten et al., 1993). Ketiga
tahap ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Tahap A
Pada tahap A ini biasa disebut sebagai tahap selubung uap (vapor blanket
stage). Tahap ini akan terjadi proses pembentukan selubung uap di sekitar logam
yang panas. Pada tahap A ini logam yang panas dicelupkan kedalam media
pendingin akan membentuk suatu uap disekitar permukaan logam yang panas
(Pizetta Zordao et al., 2019) dan (Totten et al., 1993).
b. Tahap B
Tahap B merupakan tahap perpindahan uap (vapor transport stage). Pada
tahap ini dimulainya proses nukleasi pendidihan pada media pendingin. Mekanisme
pendinginan ini dapat ditandai dengan adanya proses pendinginan yang secara cepat
pada permukaan logam yang panas (Totten et al., 1993). Setelah melewati
pendinginan lanjut dari tahap A maka akan mengakibatkan kondisi logam terutama
uap menjadi tidak stabil. Pada keadaan uap yang tidak stabil ini menyebabkan
terjadinya proses wetting dan violnet boiling pada permukaan logam. Perpindahan
panas dalam hal ini akan terjadi sangat cepat terlepas sebagai energi laten
penguapan (Pizetta Zordao et al., 2019) dan (Totten et al., 1993). Pada temperatur
transisi dimana antara A dan B disebut sebagai suhu leiden frost.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
c. Tahap C
Tahap C merupakan tahap proses pendinginan konveksi dan konduksi,
dimana ketika suhu logam panas turun dibawah titik didih quenching sehingga
menyebabkan proses pendidihan berhenti (Tensi et al., 1996). Pada tahap ini hanya
mengalami perpindahan panas secara konveksi dan konduksi (Pizetta Zordao et al.,
2019). Suhu transisi pada tahap B menuju C ini merupakan titik didih fluida
pendinginan atau quenching. Pada tahap C ini laju penghilangan panas jauh lebih
lambat dibandingkan dengan tahap B. Laju perpindahan panas di area ini
dipengaruhi oleh berbagai proses variabel, seperti: agitasi, viskositas media
pendingin, dan temperatur (Totten et al., 1993).
Gambar 2.11. Tahapan pendinginan pada kurva pendinginan dan kurva laju
pendinginan selama quenching dalam cairan yang mudah menguap (Pizetta Zordao
et al., 2019)
2.9 Hardenability (Kemampukerasan) pada baja
Setiap material memiliki nilai hardenability (kemampukerasan) yang
berbeda-beda. Karakteristik hardenability setiap material berbeda-beda hal ini
dipengaruhi oleh media pendingin, komposisi, ukuran dan geometri dari material
tersebut. Pada proses pengerasan quenching ini akan berhasil jika terdapat sifat-
sifat kemampukerasan tersebut pada baja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Menurut (Callister, 2007) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
keberhasilan untuk mendapatkan sifat hardenability pada baja.
1. Media pendingin
Media pendingin merupakan media yang digunakan untuk membantu dalam
proses pengerasan baja. Selain itu, media pendingin juga berfungsi sebagai
pengatur laju pendinginan baik secara cepat, sedang, ataupun lambat. Jika semakin
cepat laju pendinginan maka mengakibatkan nilai kekerasannya akan meningkat.
Laju pendinginan ini akan berpengaruh terhadap perubahan fase yang terjadi
setelah mengalami pendinginan secara setimbang (equilibrium) dan tidak
setimbang (non-equilibrium). Pada media pendingin terdapat viskositas dan
densitas. Menurut Meiriza Asyara dan Syafrul, (2019) viskositas merupakan tingkat
kekentalan yang dimiliki oleh fluida, sedangkan densitas adalah massa jenis yang
dimiliki oleh fluida. Media pendingin yang sering ditemukan biasanya, seperti: air
garam, air, oli, larutan polimer, minyak, dan udara. Menurut Meiriza Asyara dan
Syafrul, (2019) media pendingin memiliki nilai harga densitas dan viskositas, nilai
harga tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Air garam memiliki densitas (ρ) sebesar 1025 kg/m3 dan viskositas (v) sebesar
1,01 Pa.s.
b. Air memiliki densitas (ρ) 998 kg/m3 dan viskositas (v) sebesar 1,01 Pa.s.
c. Oli memiliki densitas (ρ) sebesar 981 kg/m3 dan viskositas (v) sebesar 4,02 Pa.s.
2. Komposisi (Elemen)
Pada material baja terdapat komposisi atau elemen-elemen tertentu guna
menunjang keberhasilan hardenability baja. Komposisi pada baja terdiri dari unsur
elemen seperti: Mn, Si, Pb, C, P, Mg, Ni, Cr serta unsur-unsur lainnya yang
terkandung dalam baja. Komposisi atau elemen-elemen tersebut menjadi faktor
penting untuk mendapatkan hardenability. Unsur elemen mangan dan nikel dalam
baja paduan sebagai pembentuk austenite akibat dari medan fase yang terbuka
(Totten, 2006). Selain itu, unsur nikel berfungsi sebagai pembentuk ion karbida dan
pembentuk austenite dalam baja. Unsur nikel dapat meningkatkan kemampuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
pengeras yang lebih besar, ketangguhan benturan, dan ketahanan lelah pada baja
(Totten, 2006). Unsur karbon yang terdapat pada baja paduan berfungsi sebagai
pengeras. Semakin tinggi kadar karbon maka semakin tinggi nilai kekerasannya.
3. Ukuran dan geometri
Ukuran dan geometri pada baja paduan sangat berpengaruh dalam
pemberian waktu penahanan (holding time) dan laju pendinginan. Material yang
memiliki dimensi geometri dan ukuran tertentu memiliki waktu penahanan dan laju
pendinginan yang berbeda-beda. Material dengan dimensi sangat kecil hanya
membutuhkan waktu penahanan sebentar, sedangkan untuk material yang memiliki
dimensi yang cukup besar membutuhkan waktu penahanan yang cukup lama.
Geometri merupakan rasio perbandingan antara massa terhadap laju pendinginan.
2.10 Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan adalah pengujian yang digunakan untuk mengukur
resistensi suatu bahan material terhadap beban penekanan indentasi (Dowling,
2012). Indentasi merupakan suatu penekanan bola baja atau titik bulat yang
memiliki sifat keras terhadap suatu bahan dengan gaya tertentu sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya lekukan (indentasi) pada suatu bahan logam. Proses
terjadinya suatu lekukan disini dihasilkan dari suatu pembebanan pada area
deformasi plastis dibawah indentor, seperti pada gambar 2.12 (Dowling, 2012).
Kedalaman atau ukuran diameter diagonal 1 dan diagonal 2 yang terdapat pada
permukaan material dapat dikatakan sebagai nilai angka kekerasan suatu bahan.
Jika dalam pengujian kekerasan Vickers didapat diameter diagonal 1 dan diagonal
2 yang nilainya cukup besar serta kedalamannya cukup dalam maka material
tersebut dikatakan ulet, tetapi jika diameter diagonal 1 dan diagonal 2 yang didapat
nilainya sangat kecil dan kedalaman lekukan relative kecil maka material tersebut
bersifat keras dan getas. Pengujian kekerasan ini sering digunakan pada penelitian
dikarenakan sangat mudah untuk dilakukan. Pada pengujian kekerasan ini, sifat
mekanik terutama sifat kekerasan dari suatu material baja akan terlihat. Ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
beberapa jenis pengujian kekerasan diantaranya : Brinell, Rockwell, Vickers, dan
Knoop (Dowling, 2012). Pada penelitian ini alat uji kekerasan yang digunakan yaitu
alat uji kekerasan Vickers.
Gambar 2.12. Lekukan kekerasan Brinell dan Rockwell pada baja AISI 1020 dengan
lekukan Brinell yang lebih besar memiliki diameter 5,4 mm menghasilkan HB=
121, dan lekukan Rockwell yang lebih kecil menghasilkan HRB= 72. Disebelah
kanan baja berkekuatan lebih tinggi memiliki lekukan yang kecil dengan HRB= 241
dan HRC= 20 (Dowling, 2012)
2.11 Pengujian Kekerasan Vickers
Pada pengujian kekerasan Vickers, indentor yang digunakan berbentuk
piramida dengan diameter bola indentor 10 mm. Bentuk indentor piramida ini
memiliki sudut antar muka sebesar α = 136o seperti yang ditunjukan pada gambar
2.13 (Dowling, 2012). Beban penekanan yang sering digunakan pada saat pengujian
berkisar 1-120 kg. Setelah dilakukan penekanan maka bentuk ini akan
menghasilkan kedalaman penetrasi (h) menjadi sepertujuh dari ukuran suatu
lekukan penekanan (Dowling, 2012). Diagonal 1 dan 2 dapat diukur dengan cara
menghitung diagonal 1 dan diagonal 2 yang terdapat pada permukaan suatu
material. Angka kekerasan Vickers (HV) dapat diperoleh dengan cara membagi
gaya pembebanan P dengan luas permukaan lekukan yang berbentuk piramida
dengan rumus angka kekerasan Vickers yang ditunjukan pada persamaan (2.2)
(Dowling, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
HV = 2P/d2 x sin α/2 (2.2)
P = Beban penekanan (kg)
d = Diagonal 1 dan diagonal 2 (millimeter)
= 136
h
Bagian A-A
Gambar 2.13. Lekukan kekerasan Vickers (Dowling, 2012)
2.12 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang baja AISI 1045 ini telah banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya yang dilakukan oleh (Pizetta Zordao et al., 2019) dengan judul
“Quenching Power of Aqueuos Salt Solution” menggunakan bahan baja AISI 1045
dengan diameter 25,4 mm dan panjang 100 mm yang sebelumnya dinormalisasikan
dan dipanaskan pada temperatur 850oC di holding time selama 120 menit
didinginkan pada suhu larutan 25oC dan 40oC dengan kecepatan agitasi 0-800 rpm.
Larutan yang digunakan yaitu NaCl, NaNO2, dan Na2O4 didapat nilai kekerasan
baja sebesar lebih dari 55 HRC, 50-55 HRC, 40-50 HRC, dan 30 HRC. Mekanisme
pendinginan ini dipengaruhi oleh penambahan garam. Peningkatan konsentrasi
garam akan meningkatkan laju pendinginan dan sifat termal hingga konsentrasi
optimal kecuali untuk larutan NaHCO3. Larutan NaHCO3 akan mengalami
dekomposisi termal yang melepaskan air dan karbon dioksida dalam bentuk gas
A d
A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
yang berkontribusi untuk stabilisasi dan pemeliharaan lapisan uap. Peningkatan
kekerasan terjadi karena terbentuknya struktur martensite. Menambahkan larutan
pembentuk garam dapat meningkatkan pendinginan yang lebih homogen untuk
menjaga nilai fluks panas tinggi selama sebagian besar penurunan suhu.
Pendinginan homogen diinginkan untuk menghindari terjadinya distorsi dan retak
selama proses quenching.
Penelitian yang dilakukan oleh (Nugroho & Haryadi, 2005) dengan judul
“Pengaruh Media Quenching Air Tersirkulasi (CIRCULATE WATER) Terhadap
Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja AISI 1045”. Pada penelitian ini, bahan
yang digunakan adalah baja AISI 1045 dengan diameter 30 mm dan panjang 100
mm lalu dilakukan proses pre heat pada suhu 650oC selama 5 menit lalu dipanaskan
hingga mencapai suhu 850oC dengan waktu penahanan selama 71 menit guna
menghasilkan struktur mikro austenite yang homogen serta menggunakan media
pendingin jenis air dengan volume air sebanyak 91 liter. Pada pengujian terdapat
kode jenis spesimen dan jenis perlakuan yang dibagi menjadi 5 yaitu Q1 adalah raw
material, Q2 adalah quenching tanpa agitasi pada Vi sebesar 0 m/s, Q3 adalah
quenching dengan agitasi katub by pass terbuka penuh pada Vi sebesar 0,597 m/s,
Q4 adalah quenching dengan agitasi katub by pass terbuka ¼ pada Vi sebesar 0,696
m/s, Q5 adalah quenching dengan agitasi katub by pass tertutup penuh pada Vi
sebesar 0,833 m/s. Nilai kekerasan yang didapat pada Q1 untuk jarak dari tepi 2
mm sebesar 198 VHN, jarak dari tepi 7 mm sebesar 198 VHN, jarak dari tepi 11 mm
sebesar 183,9 VHN, jarak dari tepi 15 mm sebesar 180,6 VHN. Selanjutnya untuk
Q2 untuk jarak dari tepi 2 mm sebesar 735,6 VHN, jarak dari tepi 7 mm sebesar
684,9 VHN, jarak dari tepi 11 mm sebesar 315,4 VHN, jarak dari tepi 15 mm sebesar
308 VHN. Selanjutnya untuk Q3 untuk jarak dari tepi 2 mm sebesar 735,6 VHN,
jarak dari tepi 7 mm sebesar 763,1 VHN, jarak dari tepi 11 mm sebesar 560,7 VHN,
jarak dari tepi 15 mm sebesar 417,6 VHN. Selanjutnya untuk Q4 untuk jarak dari
tepi 2 mm sebesar 709,6 VHN, jarak dari tepi 7 mm sebesar 709,6 VHN, jarak dari
tepi 11 mm sebesar 618,1 VHN, jarak dari tepi 15 mm sebesar 429,3 VHN.
Selanjutnya untuk Q5 untuk jarak dari tepi 2 mm sebesar 763,1 VHN, jarak dari tepi
7 mm sebesar 735,6 VHN, jarak dari tepi 11 mm sebesar 779,2 VHN, jarak dari tepi
15 mm sebesar 735,6 VHN. Quenching dengan agitasi memberikan hasil yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
sempurna yang dibuktikan pada gambar struktur mikro. Quenching yang lebih
sempurna akan menghasilkan kekerasan yang merata pada bagian tepi yang terjadi
pendinginan maksimum dengan bagian inti. Pada penelitian ini dilakukan pengujian
besar derajat kekerasan hasil quenching untuk setiap besar laju aliran agitasi
menurut jarak dari tepi menuju ke tengah (inti) spesimen benda uji.
Penelitian yang dilakukan oleh (Akhyar & Sayuti, 2015) dengan judul
“Effect of Heat Treatment on Hardness and Microstructures of AISI 1045”. Pada
penelitian yang dilakukan ini menggunakan baja AISI 1045 dengan silinder
berdiamater 20 mm lalu dipanaskan pada suhu 850oC dan ditahan sekitar 30 menit.
Selanjutnya dilakukan proses tempering dengan tiga variasi suhu 900oC, 950oC dan
1000oC pada waktu 60 menit, 120 menit dan 180 menit didapat nilai kekerasan pada
baja AISI 1045 dengan suhu 900oC sebesar 849,27 HV, suhu 950oC sebesar 570
HV, dan suhu 1000oC sebesar 444 HV. Berikutnya untuk raw material (tanpa
perlakuan) didapat nilai kekerasan sebesar 290 HV. Tujuan dari proses tempering
adalah untuk menurunkan kekerasan dan meningkatkan ketangguhan pada benda
uji. (Akhyar & Sayuti, 2015) menegaskan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan
maka semakin tinggi retak quench, dan semakin tinggi waktu penahanan (holding
time) maka semakin tinggi retak quench. Semakin tinggi kekerasan martensite pada
baja AISI 1045 akan menjadi getas, dan selama proses pendinginan cepat hingga
suhu kamar akan terjadi tegangan sisa. Jika tegangan sisa tarik lebih tinggi dari pada
kuat tarik, maka material ini akan mengalami perengkahan quench.
Penelitian yang dilakukan oleh (Ginting et al., 2020) dengan judul
“Pengaruh Variasi Waktu Tahan Austenisasi dengan Pendinginan Cepat terhadap
Kekerasan dan Ketangguhan Baja AISI 1045”. Pada penelitian ini menggunakan
baja AISI 1045 dengan ukuran 20 mm x 20 mm di holding time selama 0 menit, 15
menit, 25 menit, dan 40 menit pada suhu 830oC didapat nilai kekerasan baja untuk
raw material sebesar 15 HRC, lalu untuk waktu penahanan 0 menit sebesar 21 HRC,
untuk waktu penahanan selama 15 menit didapat nilai kekerasan sebesar 56 HRC,
selanjutnya untuk waktu penahanan selama 25 menit didapat nilai kekerasan
sebesar 68 HRC, dan untuk waktu penahanan selama 40 menit didapat nilai
kekerasan sebesar 75,3 HRC. (Ginting et al., 2020) menegaskan bahwa baja yang
mengalami waktu tahan yang terlalu lama akan mengakibatkan nilai kekerasannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
naik. Nilai kekerasan optimum terdapat pada waktu penahanan selama 40 menit
dikarenakan selama waktu tertentu baja mendapatkan struktur austenite yang
homogen. Selain itu, proses pemanasan di atas suhu kritis dan kemudian diikuti
pendinginan cepat dapat meningkatkan kekerasan dari baja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Metode penelitian
eksperimental yang dilakukan terdiri dari pengujian kekerasan dan pengujian
struktur mikro. Gambar diagram alir penelitian ini ditunjukan pada gambar 3.1.
Penelitian ini dimulai dengan studi literature, pembuatan spesimen, preparasi
spesimen, perlakuan panas quenching, pengujian kekerasan Vickers (HV), dan
pengujian struktur mikro. Sebelum material diuji kekerasan terlebih dahulu harus
menentukan beban penekanan, waktu pembebanan, dan alat uji kekerasan yang
akan digunakan. Untuk penelitian ini alat yang digunakan yaitu uji kekerasan
Vickers. Selanjutnya, untuk bahan baja tanpa perlakukan dilakukan uji kekerasan.
Tahap berikutnya yaitu untuk enam buah spesimen benda uji ini dilakukan proses
perlakukan panas dengan tiga variasi suhu quenching yaitu 800, 850, dan 900oC
serta di holding time selama 25 menit. Setelah dilakukan proses perlakuan panas
pada enam buah spesimen ini, tahap berikutnya melakukan pengujian kekerasan
untuk mengetahui nilai kekerasan pada material tersebut. Pada penelitian ini jenis
media pendingin yang digunakan yaitu air dan oli SAE 20W-50 guna mendapatkan
nilai kekerasan optimum pada baja AISI 1045. Pada proses perlakuan panas
quenching, pengujian kekerasan Vickers (HV), dan pengujian struktur mikro
dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Setelah data penelitian didapat maka langkah selanjutnya dilakukan dengan analisa
data penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Gambar 3.2. Diagram alir penelitian
Mulai
Kajian Pustaka
Pembuatan dan Preparasi Spesimen
Tanpa
Perlakuan Proses Perlakuan Panas Quenching
800oC, 850oC, dan 900oC holding
time 25 menit
Quenching oli SAE
20W-50 Quenching Air
Pengujian Kekerasan Vickers
dan Pengujian Struktur Mikro
Analisis Data
Penelitian dan
Kajian Pustaka
Kesimpulan
Selesai
No
Yes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
3.2 Alat Yang Digunakan Pada Pengujian
Pada pengujian ini menggunakan beberapa peralatan untuk mendukung
kelancaran dalam pengujian ini diantaranya adalah :
1) Alat Uji Kekerasan Vickers
Pada pengujian ini menggunakan alat uji kekerasan Vickers (HV) dengan
model DHV-50D. Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan yang terdapat pada
material baja AISI 1045. Tujuan dari pengujian kekerasan ini adalah untuk
mendapatkan harga nilai kekerasan dan membandingkan harga nilai kekerasan pada
setiap spesimen. Alat uji ini dilengkapi dengan sistem digital, sistem program, dan
mikroskop metalurgy sehingga pada saat proses pengujian berlangsung nilai
kekerasan akan terbaca dan terlihat pada layar komputer yang terdapat pada mesin
uji kekerasan tersebut. Gambar alat uji kekerasan Vickers dapat dilihat pada gambar
3.2.
Gambar 3.2. Alat uji kekerasan Vickers
2) Furnace (Tungku pembakaran)
Furnace (Tungku pembakaran), alat ini digunakan dalam proses perlakuan
panas quenching pada material baja AISI 1045. Furnace atau tungku pembakaran
dengan tipe Ney M525 seri II memiliki spesifikasi dengan tegangan pemakaian 120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
V dan range temperatur diantara 0-1200oC. Pada furnace dilengkapi dengan tombol
putaran temperatur (tombol power) dan lampu indikator. Tombol power berfungsi
untuk mengatur kecepatan proses pemanasan dan lampu indikator yang berwarna
merah berfungsi sebagai penunjuk proses pemanasan berlangsung didalam tungku
pembakaran. Gambar furnace atau tungku pembakaran terdapat pada gambar 3.3.
Gambar 3.3. Furnace (tungku pembakaran)
3) Mesin Polishing
Mesin polishing adalah mesin yang digunakan untuk memoles,
mengamplas, meratakan, dan menghaluskan permukaan logam setelah melewati
proses tahap pembubutan dan pemotongan benda kerja. Pada penelitian ini jenis
mesin polishing yang digunakan yaitu seri TNP-2020FRX. Mesin ini memiliki
spesifikasi kecepatan pemutaran motor (rotary motor) dengan range 50-800 rpm/60
Hz. Jenis amplas yang digunakan dalam proses pengamplasan ini terdiri dari ukuran
kertas amplas yang paling kasar 360, 660, 860, 1000, 1200, dan 1500. Amplas
tersebut selanjutnya dipotong melingkar dan disesuaikan dengan diameter dudukan
tempat amplas yang terdapat pada mesin polishing. Gambar mesin polishing
terdapat pada gambar 3.4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Gambar 3.4. Mesin polishing
4) Optical Microscopy
Optical Microscopy adalah alat yang digunakan untuk mengamati struktur
mikro dari spesimen benda uji baik sebelum dan sesudah dilakukannya proses
perlakuan panas quenching. Optical microscopy yang digunakan dalam penelitian
ini adalah seri Union Tokyo 2009. Pada alat ini dilengkapi lensa dengan berbagai
ukuran dari pembesaran: M 10 x 0,45, M 20 x 0,90, M 40 x 0,45, dan M 100. Pada
lensa mikroskop terdapat pencahayaan guna membantu dalam mengamati struktur
mikro. Pencahayaan dalam hal ini menjadi faktor terpenting dikarenakan pada saat
proses pengamatan, pantulan cahaya pada permukaan benda uji akan terlihat
struktur apa yang terbentuk setelah diamati melalui lensa setiap masing-masing
pembesaran. Gambar alat optical microscopy dapat dilihat pada gambar 3.5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Gambar 3.5. Optical microscopy
5) Thermometer
Pada pengujian ini, alat yang digunakan untuk menunjang keberhasilan
dalam proses perlakuan panas quenching yaitu thermometer. Thermometer
berfungsi untuk mendeteksi suhu pada saat berlangsungnya proses perlakuan panas
quenching. Alat ini dilengkapi dengan sistem digital dan sensor untuk pengukur
suhu yang disebut thermocouple. Alat ini diletakkan disamping tungku pemanasan
dan pada bagian kabel diletakkan didalam ruang furnace. Gambar thermometer
dapat dilihat pada gambar 3.6.
Gambar 3.6. Thermometer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
6) Media Pendingin
Media pendingin merupakan salah satu bahan yang digunakan pada saat
proses quenching guna mendapatkan nilai kekerasan baja AISI 1045. Media
pendingin yang digunakan pada penelitian ini yaitu volume air 65 liter dan volume
oli SAE 20W-50 sebanyak 25 liter. Sumber air dan oli SAE 20W-50 yang
digunakan berasal dari Laboratorium Ilmu Logam dengan temperatur ruangan
sekitar 26oC.
7) Larutan Etsa
Larutan etsa yang digunakan dalam pengujian struktur mikro yaitu HNO3
dengan kandungan sebesar 100% dan alkohol dengan berat 70%. Pemilihan jenis
larutan tersebut harus disesuaikan dengan komposisi kandungan yang terdapat pada
material baja. Pada proses pencampuran bahan etsa antara HNO3 100% dengan
alkohol 70% ini dilakukan pada gelas ukur kimia dan material dicelupkan kedalam
gelas kimia, setelah material dimasukan maka selanjutnya dilakukan proses
pengadukan dengan cara menggoyangkan (mengocok) gelas yang berisi larutan etsa
dan spesimen benda uji. Pada proses etsa ini memberikan pengaruh korosi yang
terdapat pada permukaan spesimen benda uji sehingga ketika dilakukan
pengamatan akan terlihat bentuk struktur. Selanjutnya, setelah melewati proses
pengetsaan, spesimen benda uji dicuci dan dibersihkan dengan menggunakan air
yang mengalir pada kran. Gambar larutan etsa dapat dilihat pada gambar 3.7.
Gambar 3.7. Larutan etsa HNO3 100% dan alkohol 70%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
3.3 Langkah-langkah Pengujian Eksperimental
Pengujian ini dilakukan terdiri dari beberapa tahap yaitu proses pembubutan
material, pemotongan material, proses perlakuan panas quenching, pengujian
kekerasan Vickers, dan pengujian struktur mikro pada baja AISI 1045.
3.3.1 Pembuatan Spesimen Uji Kekerasan
Pada proses pembuatan ini merupakan langkah awal dalam penelitian yang
akan dilakukan. Proses pembuatan spesimen ini dilakukan dengan menggunakan
mesin bubut konvesional yang terdapat di Laboratorium Ilmu Logam Universitas
Sanata Dharma. Tujuan dari proses ini dapat memperoleh diameter yang sesuai
untuk pengujian kekerasan Vickers. Proses pembubutan ini diawali dengan
mengurangi diameter yang awalnya 30 mm dengan panjang 200 mm menjadi
diameter 20 mm dan tebal spesimen 13 mm. Komposisi kimia dari baja AISI 1045
dapat dilihat pada tabel 3.1. Gambar spesimen benda uji untuk pengujian kekerasan
Vickers terdapat pada gambar 3.8.
Tabel 3.1 Komposisi kimia baja AISI 1045 (wt%) menurut (Rifai et al., 2016).
C Mn S Si Ni Cr P
0,42 –
0,50
0,50 –
0,80
0,035
maks.
0,17 –
0,37
0,25
maks.
0,25
maks.
0,035
maks.
Gambar 3.8. Benda uji kekerasan Vickers
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
3.3.2 Perlakuan Panas Quenching Baja AISI 1045
Pada pengujian ini menggunakan perlakuan panas quenching dengan tiga
variasi suhu 800, 850, dan 900oC untuk baja AISI 1045. Proses perlakuan panas
quenching ini mempunyai tujuan utama yaitu merubah struktur baja sedemikian
rupa sehingga diperoleh struktur martensite yang keras dan mendapatkan kekerasan
yang optimum pada baja AISI 1045. Setelah melalui proses pembubutan dan
pembentukan spesimen benda uji, selanjutnya material baja AISI 1045 dengan
diameter 20 mm dan tebal 13 mm dilakukan proses perlakuan panas quenching
didalam furnace dengan tiga variasi suhu 800, 850, dan 900oC serta di holding time
selama 25 menit guna merubah struktur pearlite menjadi austenite.
Pada pemilihan variasi suhu dan holding time selama 25 menit ini dapat
meningkatkan nilai kekerasan baja serta mendapatkan pemanasan yang homogen
(marata). Material yang telah selesai dilakukan proses perlakuan panas maka
langkah berikutnya dilakukan proses pencelupan kedalam media pendingin jenis air
dan oli SAE 20W-50. Pada saat proses pemindahan material dari dalam furnace
menuju tempat media quenching alat yang digunakan yaitu penjepit yang terbuat
dari besi. Penjepit ini berfungsi untuk menjepit material agar pada saat proses
pemindahan agar tidak jatuh dan saat proses pemindahan material harus dilakukan
secara cepat agar tidak terjadi penurunan suhu yang signifikan. Volume air yang
digunakan pada proses quenching sebanyak 65 liter dan oli SAE 20W-50 sebanyak
25 liter. Pada tahap ini dapat dilihat seberapa besar pengaruh variasi suhu quenching
dengan media pendingin jenis air dan oli SAE 20W-50 terhadap tingkat kekerasan
baja AISI 1045 dengan menggunakan alat uji kekerasan Vickers.
Tabel 3.2. Data parameter baja AISI 1045 pada kondisi proses perlakuan panas
quenching.
Bahan Quenching (oC) Media Pendingin
Baja AISI 1045
800 850 900 Volume air 65 liter
800 850 900 Volume oli SAE 20W-50
25 liter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
3.3.3 Pengujian Benda Uji Pada Alat Uji Kekerasan Vickers
Pengujian eksperimental merupakan proses pengambilan data dengan
menggunakan alat uji kekerasan Vickers secara digital. Pada alat uji kekerasan ini
terdapat program dimana sudah tercantum rumus untuk menghitung nilai kekerasan
pada permukaan material. Langkah awal dalam pengujian ini yaitu setelah melewati
proses pembuatan spesimen benda uji dan proses perlakuan panas quenching
selanjutnya menyiapkan tujuh bahan untuk dilakukan proses pengamplasan dengan
menggunakan mesin polishing yang ada di Laboratorium Ilmu Logam. Setelah
material tersebut sudah diamplas hingga rata permukaannya maka selanjutnya
dilakukan pemberian autosol pada material tanpa perlakuan (raw material) yang
akan diuji kekerasannya. Pemberian autosol ini bertujuan untuk membuat material
menjadi lebih jernih dan bersih agar pada saat proses pengujian kekerasan dapat
diketahui bekas injakan bola indentornya. Proses selanjutnya menentukan beban
penekanan, dan waktu penekanan pada alat uji kekerasan Vickers yang akan
digunakan.
Pada pengujian kekerasan ini menggunakan bola indentor jenis intan
dengan sudut kemiringan bola indentor sebesar 136o pada beban penekanan seberat
10 kg dan waktu penekanan selama 10 detik. Pemilihan jenis bola indentor, beban
penekanan, dan waktu tersebut harus disesuaikan dengan komposisi kandungan
pada material atau bahan yang akan digunakan. Tahap selanjutnya yaitu melakukan
pengujian kekerasan. Sebelum melakukan pengujian harus terlebih dahulu
menyetel titik koordinat garis (titik clear 0). Selanjutnya, setelah dilakukan proses
penyetingan maka dilakukan pengujian kekerasan Vickers sebanyak 15 titik untuk
mengetahui tingkat kekerasan pada setiap titik. Selanjutnya, bekas injakan beban
indetor diamati dengan menggunakan mikroskop metalurgy yang terdapat pada alat
uji kekerasan Vickers. Untuk material baja AISI 1045 dengan tiga variasi suhu 800,
850, dan 900oC pada media pendingin air dan oli SAE 20W-50 prosesnya hampir
sama dengan pengujian kekerasan tanpa perlakuan (raw material). Gambar dimensi
benda uji dapat dilihat pada gambar 3.9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Gambar 3.9. Dimensi benda uji kekerasan Vickers
3.3.4 Pengujian Struktur Mikro
Pada pengujian ini alat yang digunakan untuk melihat fenomena yang
terjadi setelah atau sebelum dilakukan proses perlakuan panas quenching dan
proses etsa yaitu dengan menggunakan alat optical microscopy. Alat uji ini
dilengkapi dengan lensa pembesaran M 10 x 0,45, M 20 x 0,90, M 40 x 0,45, dan
M 100. Sebelum melakukan pengamatan struktur mikro, material harus dilakukan
proses pengamplasan pada satu sisi permukaan terlebih dahulu hingga permukaan
material tersebut rata dan halus. Langkah selanjutnya yaitu melakukan proses etsa
dengan menggunakan alkohol 70% dan HNO3 100%. Pada proses etsa (etching)
yang sudah dicampur dalam gelas ukur, selanjutnya material baja AISI 1045
tersebut dicelupkan selama 60 detik agar larutan etsa dapat bercampur hingga
merata pada material atau spesimen sehingga bisa terlihat jelas proses korosi yang
terjadi pada permukaan baja AISI 1045 setelah atau sebelum mendapatkan proses
perlakuan panas quenching.
Setelah melewati proses etsa maka tahap selanjutnya pemberian autosol
pada permukaan benda yang akan diamati. Pemberian autosol ini bertujuan untuk
media pembersih agar pada saat proses pengamatan struktur mikro dapat terlihat
jelas struktur apa yang terbentuk setelah dan sebelum dilakukan proses quenching.
Selanjutnya, tahap terakhir melakukan pengamatan struktur mikro dengan
menggunakan ukuran lensa M 40 x 0,45 (pembesaran 222x) pada lensa okuler.
Ø = 20 mm
t = 13 mm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS DATA
Pada pengujian yang dilakukan ini mencakup uji kekerasan Vickers dan
pengujian struktur mikro. Langkah awal dalam pengujian ini yaitu dilakukannya
proses perlakuan panas (heat treatment). Setelah material baja AISI 1045 dilakukan
proses perlakuan panas, kemudian menentukan jenis pengujian kekerasan yang
akan digunakan. Alat yang digunakan dalam pengujian kekerasan ini adalah uji
kekerasan Vickers (HV). Pada pengujian kekerasan ini diambil 15 titik guna dapat
melihat nilai kekerasan disetiap titik pada permukaan baja AISI 1045. Dari
pengujian kekerasan ini didapat hasil harga nilai kekerasan baja AISI 1045.
Selanjutnya, menentukan beban penekanan dan waktu pembebanan untuk
pengujian. Data yang diperoleh dari pengujian kekerasan ini berupa persebaran nilai
kekerasan setiap titik pengujian kekerasan. Data eksperimental dari uji kekerasan
Vickers ini selanjutnya diolah kemudian dirata-rata untuk mengetahui nilai
kekerasan dan perbandingan tingkat kekerasan setiap variasi suhu quenching dan
variasi media pendingin.
4.1 Hasil Uji Kekerasan
Pada pengujian kekerasan Vickers ini menggunakan material jenis baja AISI
1045. Jumlah penekanan yang dilakukan sebanyak 15 kali seperti pada tabel 4.1
hingga 4.8. Hasil yang diperoleh dari pengujian kekerasan ini sangat bervariasi nilai
kekerasannya, baik untuk baja tanpa perlakuan atau baja setelah mengalami proses
perlakuan panas quenching. Perbedaan nilai kekerasan ini diakibatkan adanya sifat
kemampukerasan yang berbeda-beda pada material baja. Untuk nilai standar
deviasi yang diperoleh pada baja tanpa perlakuan sebesar 11,25. Setelah baja
melewati proses perlakuan panas quenching pada suhu 800, 850, 900oC holding
time selama 25 menit dengan media pendingin air didapat nilai standar deviasi
sebesar 44,82, 31,17, dan 27,80. Selanjutnya, untuk baja AISI 1045 setelah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
melewati proses perlakuan panas quenching pada suhu 800, 850, 900oC holding
time selama 25 menit dengan media pendingin oli dengan seri SAE 20W-50 didapat
nilai standar deviasi sebesar 24,93, 19,33, dan 30,58. Pada pengujian kekerasan ini,
nilai rata-rata kekerasan Vickers (HV) yang didapat untuk baja tanpa perlakuan
sebesar 202,78 HV, selanjutnya untuk baja yang telah dilakukan proses quenching
pada suhu 800, 850, 900oC holding time selama 25 menit dengan media pendingin
air didapat nilai kekerasan 398,48 HV, 457,02 HV, dan 496,42 HV. Sedangkan
untuk baja yang telah dilakukan proses quenching pada suhu 800, 850, 900oC
holding time selama 25 menit dengan media pendingin oli dengan seri SAE 20W-
50 didapat nilai kekerasan 251,87 HV, 402,55 HV, dan 476,92 HV.
Tabel 4.1 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 tanpa perlakuan.
Titik Bahan Beban Waktu Diagonal (μm)
HV (kg) (s) d1 d2
1
Baja AISI 1045
10 10 306,96 304,44 198,3
2 10 10 306,12 309,84 195,4
3 10 10 318,84 313,8 185,2
4 10 10 308,28 312,6 192,3
5 10 10 303,84 300,36 203
6 10 10 310,56 309,84 192,5
7 10 10 318,48 314,52 185
8 10 10 310,8 301,08 198
9 10 10 305,76 305,76 198,3
10 10 10 294,72 294,36 213,6
11 10 10 292,56 298,2 212,5
12 10 10 300,84 292,56 210,5
13 10 10 291,72 291,72 217,7
14 10 10 290,64 290,64 219,4
15 10 10 290.64 289,92 220
Rata-rata 202,78
Standar Deviasi 11,25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Tabel 4.2 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 800oC dengan holding time 25 menit menggunakan air.
Titik Bahan Beban Waktu Diagonal (μm)
HV (kg) (s) d1 d2
1
Baja AISI 1045
10 10 243,12 241,20 316,1
2 10 10 217,20 226,92 376
3 10 10 229,32 225,12 359
4 10 10 218,28 218,28 389
5 10 10 227,40 230,28 354
6 10 10 231,72 232,68 343,7
7 10 10 220,08 232,92 361,2
8 10 10 203,52 215,64 422,2
9 10 10 200,52 202,80 455,9
10 10 10 206,40 208,56 430,8
11 10 10 198,60 198,72 469,8
12 10 10 201,72 202,32 454,1
13 10 10 204 206,76 439,6
14 10 10 211,68 215,76 405,8
15 10 10 209,64 220,92 400,1
Rata-rata 398,48
Standar Deviasi 44,82
Tabel 4.3 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 850oC dengan holding time 25 menit menggunakan air.
Titik Bahan Beban
(Kg)
Waktu
(s)
Diagonal (μm) HV
d1 d2
1
Baja AISI 1045
10 10 192,84 197,76 485,8
2 10 10 200,4 201,72 458,7
3 10 10 201,48 204,24 450,6
4 10 10 209,52 208,08 425
5 10 10 210,72 205,08 428,7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Titik Bahan Beban
(Kg)
Waktu
(s)
Diagonal (μm) HV
d1 d2
6 10 10 209,4 209,4 422,6
7 10 10 210,24 203,76 432,4
8 10 10 208,68 203,28 437,1
9 10 10 205,68 197,16 456,8
10 10 10 205,44 202,92 444,8
11 10 10 204,24 202,8 447,5
12 10 10 199,92 213 435
13 10 10 194,52 192,6 494,9
14 10 10 192 189,72 509
15 10 10 185,64 189,72 526,5
Rata-rata 457,02
Standar Deviasi 31,17
Tabel 4.4 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 900oC dengan holding time 25 menit menggunakan air.
Titik Bahan Beban Waktu Diagonal (μm)
HV (kg) (s) d1 d2
1
Baja AISI 1045
10 10 191,64 193,44 500,1
2 10 10 199,44 195,72 475,1
3 10 10 196 192 518,7
4 10 10 192,12 193,92 497,5
5 10 10 201 203,40 453,2
6 10 10 195 199,2 477
7 10 10 197,04 199,80 470,8
8 10 10 197,16 198,36 474,1
9 10 10 191,16 193,68 500,6
10 10 10 188,64 188,64 521
11 10 10 188,16 188,16 523,7
12 10 10 183,48 182,28 554,6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Titik Bahan Beban Waktu Diagonal (μm)
HV (kg) (s) d1 d2
13 10 10 190,44 188,04 517,7
14 10 10 192 189,72 509
15 10 10 201 203,40 453,2
Rata-rata 496,42
Standar Deviasi 27,80
Tabel 4.5 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 800oC dengan holding time 25 menit menggunakan oli SAE 20W-50.
Titik Bahan Beban Waktu Diagonal (μm)
HV (kg) (s) d1 d2
1
Baja AISI 1045
10 10 298,44 299,76 207,1
2 10 10 292,92 290,76 217,6
3 10 10 283,80 279,60 233,5
4 10 10 258,60 262,32 273,3
5 10 10 260,52 257,28 276,4
6 10 10 257,88 259,80 276,6
7 10 10 269,16 274,08 251,2
8 10 10 299,88 296,04 208,8
9 10 10 272,52 271,44 250,6
10 10 10 276,12 273,84 245,2
11 10 10 269,52 273,48 251,4
12 10 10 264,12 258,72 271,2
13 10 10 261,84 261,84 270,3
14 10 10 245,16 253,68 297,9
15 10 10 275,40 272,40 247
Rata-rata 251,87
Standar Deviasi 24,93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Tabel 4.6 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 850oC dengan holding time 25 menit menggunakan oli SAE 20W-50.
Titik Bahan Beban Waktu Diagonal (μm)
HV (kg) (s) d1 d2
1
Baja AISI 1045
10 10 209,64 207,84 425,4
2 10 10 212,04 210,60 415
3 10 10 214,44 217,56 397,2
4 10 10 221,52 223,44 374,6
5 10 10 207,48 215,16 415
6 10 10 213,12 220,20 395
7 10 10 224,52 222,12 371,6
8 10 10 218,04 217,32 391,3
9 10 10 207,84 207,84 429,1
10 10 10 216,48 216,48 395,7
11 10 10 218,88 225,72 375
12 10 10 206,76 204,60 438,4
13 10 10 211,32 217,56 403,1
14 10 10 214,92 212,04 406,9
15 10 10 209,64 218,28 405
Rata-rata 402,55
Standar Deviasi 19,33
Tabel 4.7 Hasil pengujian kekerasan baja AISI 1045 perlakuan quenching pada
suhu 900oC dengan holding time 25 menit menggunakan oli SAE 20W-50.
Titik Bahan Beban
(Kg)
Waktu
(s)
Diagonal (μm) HV
d1 d2
1
Baja AISI 1045
10 10 192,72 200,28 479,9
2 10 10 197,16 197,16 477
3 10 10 209,52 213,12 415
4 10 10 195,36 195,36 485,8
5 10 10 203,16 203,16 449,2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Titik Bahan Beban
(Kg)
Waktu
(s)
Diagonal (μm) HV
d1 d2
6 10 10 197,16 195,24 481,4
7 10 10 195,24 196,8 482,4
8 10 10 204,72 199,92 452,8
9 10 10 198 202,08 463,3
10 10 10 203,88 206,4 440,5
11 10 10 200,28 198,2 466
12 10 10 198,72 199,2 486,4
13 10 10 190,44 188,04 517,7
14 10 10 188,28 188,28 523,2
15 10 10 186 186,9 533,3
Rata-rata 476,92
Standar Deviasi 30,58
Tabel 4.8 Hasil nilai rata-rata kekerasan Vickers berdasarkan variasi temperatur
quenching dan media pendingin.
No Baja AISI 1045 Nilai rata-rata kekerasan Vickers (HV)
1 Tanpa Perlakuan 202,78
2 Temperatur: 800o C Air 398,48
3 Temperatur: 850o C Air 457,02
4 Temperatur: 900o C Air 496,42
5 Temperatur: 800o C Oli
SAE 20W-50 251,87
6 Temperatur: 850o C Oli
SAE 20W-50 402,55
7 Temperatur: 900o C Oli
SAE 20W-50 476,92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Gambar 4.1 Grafik perbandingan tingkat kekerasan baja AISI 1045 pada variasi
temperatur quenching dan media pendingin
Pembahasan :
Berdasarkan gambar grafik yang terdapat pada gambar 4.1, hasil pengujian
kekerasan Vickers (HV) pada material baja AISI 1045 diperoleh nilai rata-rata
kekerasan yang bervariasi. Pada baja AISI 1045 tanpa perlakuan didapat nilai rata-
rata kekerasan sebesar 202,78 HV, hal ini dikarenakan pada baja dengan tanpa
perlakuan terdapat kandungan pearlite dan ferrite, dimana unsur tersebut
mempengaruhi nilai kekerasan pada permukaan baja. Sifat dari pearlite yaitu kuat
dan lumayan keras. Menurut (Callister, 2007) membuktikan bahwa pada baja
paduan dengan komposisi kandungan tertentu terdapat unsur pembentuk struktur
pearlite dan ferrite, sehingga baja memiliki sifat lunak, kuat, dan lumayan keras.
Selanjutnya, setelah baja AISI 1045 dilakukan proses perlakuan panas quenching
dengan menggunakan tiga variasi suhu 800, 850, dan 900oC dengan holding time
selama 25 menit pada media pendingin air sebanyak 65 liter menjelaskan bahwa
terjadi tingkat kenaikan nilai kekerasan yang sangat signifikan hal ini disebabkan
oleh adanya perubahan fase austenite menjadi martensite. Penambahan temperatur
dalam hal ini dapat meningkatkan kekerasan pada baja, hal ini dapat dibuktikan
pada saat baja dipanaskan hingga mencapai suhu austenite akan mengakibatkan
meningkatnya kelarutan karbon sehingga karbon akan terlarut dan menyusup pada
202.78
398.48
457.02496.42
251.87
402.55
476.92
0
100
200
300
400
500
600
TanpaPerlakuan
T: 800°C Air T: 850°C Air T: 900°C Air T: 800°C OliSAE 20W-50
T: 850°C OliSAE 20W-50
T: 900°C OliSAE 20W-50
Nila
i rat
a-ra
ta k
eker
asan
Vic
kers
Variasi temperatur quenching dan media pendingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
saat mencapai suhu austenisasi. Selain itu, pada kondisi baja telah melewati
temperatur eutectoid sekitar pada suhu 723oC dan di holding time selama 25 menit
maka terjadi peningkatan kelarutan karbon yang mengakibatkan nilai kekerasan
pada baja AISI 1045 akan menjadi naik. Struktur kristal yang awalnya FCC (Face
Centered Cubic) menjadi BCT (Body Centered Tetragonal) ketika didinginkan
secara cepat (non-equilibrium) (Callister, 2007). Struktur kristal BCT (Body
Centered Tetragonal) pada paduan baja akan mengakibatkan tingkat kekerasan baja
meningkat (Callister, 2007).
Pada temperatur 800oC didapat nilai rata-rata kekerasan sebesar 398,48 HV,
selanjutnya temperatur 850oC didapat nilai rata-rata kekerasan sebesar 457,02 HV,
dan temperatur 900oC didapat nilai rata-rata kekerasan sebesar 496,42 HV dengan
media pendingin air sebanyak 65 liter. Nilai kekerasan optimum terdapat pada
temperatur 900oC dengan media pendingin air hal ini dikarenakan bertambahnya
kelarutan karbon pada saat berlangsungnya proses perlakuan panas dan laju
pendinginan secara cepat akan merubah kondisi menjadi tidak setimbang (non-
equilibrium) yang akan mengakibatkan meningkatnya kekerasan pada material baja
AISI 1045 serta juga dipengaruhi dari dominasi struktur martensite yang cukup
banyak.
Selanjutnya, untuk hasil pengujian kekerasan dengan menggunakan media
pendingin oli dengan seri SAE 20W-50 pada temperatur 800oC didapat nilai rata-
rata kekerasan sebesar 251,87 HV, temperatur 850oC nilai rata-rata yang didapat
sebesar 402,55 HV, dan pada temperatur 900oC nilai rata-rata yang didapat sebesar
476,92 HV. Dari data hasil nilai rata-rata uji kekerasan Vickers menjelaskan bahwa
tingkat kenaikan kekerasan paling optimum terdapat baja AISI 1045 dengan
perlakuan panas quenching pada suhu 900oC media pendingin air sedangkan untuk
nilai kekerasan terendah terdapat pada baja tanpa perlakuan. Media pendingin air
dan oli memiliki viskositas dan densitas yang berbeda-beda. Pada media pendingin
air memiliki nilai densitas sebesar 998 kg/m3 dan viskositas 1,01 Pa.s. Sedangkan
untuk oli memiliki nilai densitas sebesar 981 kg/m3 dan viskositas 4,01 Pa.s Meiriza
Asyara & Syahrul, (2019). Semakin tinggi nilai densitas maka mengakibatkan laju
pendinginan menjadi cepat hal ini akan mempengaruhi tingkat kekerasan baja
menjadi naik, sedangkan apabila nilai viskositas dari suatu media pendingin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
semakin tinggi maka menyebabkan laju pendinginan menjadi sedang hal ini akan
mempengaruhi tingkat kekerasan pada baja AISI 1045. Laju pendinginan yang
berbeda-beda ini akan mempengaruhi nilai kekerasan dari material baja AISI 1045.
Pada saat baja mengalami waktu tahan yang terlalu lama akan
mengakibatkan nilai kekerasannya menjadi naik. Selain itu, proses pemanasan di
atas suhu kritis dan kemudian diikuti pendinginan cepat dapat meningkatkan
kekerasan dari baja (Ginting et al., 2020). Baja AISI 1045 yang telah mengalami
peningkatan nilai kekerasannya dipengaruhi oleh proses perlakuan panas (heat
treatment) dan media pendingin yang digunakan (Rifnaldi et al., 2019).
Menurut (Kim & Kwon, 2001) menegaskan bahwa pada saat proses
perlakuan panas, pengaruh suhu dan komposisi baja terhadap elemen paduan seperti
Ti, Mo, Ni, dll akan mempengaruhi sifat kekerasan dimana fase austenite berubah
menjadi martensite, hal ini disebabkan oleh waktu yang sangat singkat selama
proses pendinginan berlangsung. (Kim & Kwon, 2001) membuktikan pada
penelitiannya yang berjudul “Phase Transformation In Machining Steel” pada saat
transformasi fase dari pearlite menjadi austenite terjadi pada antar muka yang
dikarenakan oleh suhu permukaan meningkat melebihi suhu austenisasi.
Penelitian yang dilakukan (Otero et al., 2014) dengan judul “Quench Factor
Characterization of Steel Hardening” membuktikan bahwa perlakuan panas baja
melibatkan pemanasan ke suhu yang lebih tinggi, dalam hal ini fase bertransformasi
ke austenite yang selanjutnya diikuti dengan pendinginan terkontrol (quenching)
untuk mendapatkan struktur mikro dan properti yang diharapkan. (Otero et al.,
2014) menegaskan bahwa struktur mikro yang diperoleh bergantung pada laju
pendinginan. Proses pengerasan baja berhasil bergantung pada kemampuan
pengerasan dari komposisi baja, geometri bagian, sistem quenching, dan perlakuan
panas yang digunakan (Otero et al., 2014).
Otero menegaskan bahwa ketika baja dipanaskan mengakibatkan nilai
koefisien perpindahan panas dapat bervariasi secara subtansional, sehingga pada
kondisi tertentu rentan terhadap proses pendinginan yang terjadi ketika mekanisme
pendinginan lebih dominan. Pada media air yang tidak mengalami proses
pengadukan (agitasi) pada suhu ruangan memiliki nilai koefisien panas dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
karakteristik yang berbeda-beda dengan media lain. Untuk media air memiliki
pendidihan film sekitar 100-250 W/m2k, titik didih nukleasi sekitar 10-20 Kw/m2k,
dan pendinginan konvektif sebesar 700 W/m2k (Otero et al., 2014).
Otero menganalisa bahwa pada kurva pendinginan dianggap sebagai
metode terbaik guna mendapatkan proses quenching. Salah satu metode yang
digunakan untuk menghubungkan kurva suhu waktu pendinginan dengan kekerasan
baja yang telah di quenching yaitu metode QFA (quench factor analysis) (Otero et
al., 2014). Metode QFA telah banyak digunakan untuk memprediksi nilai kekerasan
baja setelah di quenching untuk baja paduan rendah dan baja karbon termasuk: AISI
4130, AISI 4140, dan AISI 5140. Penerapan metode QFA juga digunakan untuk
memprediksi kekerasan Jominy sebagai fungsi posisi untuk baja AISI 4130 (Otero
et al., 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Gambar 4.2. Struktur mikro baja AISI 1045 sebelum dilakukan proses heat
treatment dengan pembesaran 222x.
Gambar 4.3. Foto struktur mikro baja AISI 1045 sebelum dilakukan proses heat
treatment dengan pembesaran 800x, Nital 2% (Akhyar Ibrahim, 2010).
Pearlite
Ferrite
Pearlite
Ferrite
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Gambar 4.4. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 800oC dengan holding time selama 25 menit menggunakan media
pendingin air, pembesaran 222x.
Gambar 4.5. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 850oC dengan holding time selama 25 menit menggunakan media
pendingin air, pembesaran 222x.
Martensite
Martensite
Martensite
Martensite
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Gambar 4.6. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 900oC dengan holding time selama 25 menit menggunakan media
pendingin air, pembesaran 222x.
Gambar 4.7. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 800oC dengan holding time selama 25 menit menggunakan media
pendingin oli SAE 20W-50, pembesaran 222x.
Martensite
Martensite
Martensite
Bainite
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Gambar 4.8. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 850oC dengan holding time selama 25 menit menggunakan media
pendingin oli SAE 20W-50, pembesaran 222x.
Gambar 4.9. Struktur mikro baja AISI 1045 setelah dilakukan proses quenching
pada suhu 900oC dengan holding time selama 25 menit menggunakan media
pendingin oli SAE 20W-50, pembesaran 222x.
Martensite
Martensite
Martensite
Martensite
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
4.2 Analisis Struktur Mikro
Berdasarkan gambar struktur mikro baja AISI 1045 yang terdapat pada
gambar 4.2 dan 4.3 menjelaskan bahwa pada gambar struktur mikro 4.2 merupakan
baja tanpa perlakuan (raw material) yang terdapat dua struktur yaitu ferrite dan
pearlite. Ferrite dan pearlite sangat mendominasi pada permukaan baja sehingga
menyebabkan sifat ulet, kuat, dan lumayan keras. Pada gambar 4.2 warna area yang
berwarna hitam merupakan pearlite dan warna area yang berwarna putih
merupakan ferrite. Gambar 4.3 menegaskan bahwa pada baja AISI 1045 memiliki
struktur mikro ferrite dan pearlite. Area yang berwarna putih tersebut adalah ferrite
sedangkan area yang berwarna hitam tersebut merupakan pearlite (Akhyar Ibrahim,
2010). Menurut (Callister, 2007) menegaskan bahwa struktur pearlite mulai
terbentuk ketika komposisi karbon mencapai 0,76% C dan pearlite hanya terjadi
dibawah temperatur eutectoid yaitu sekitar 723oC. Sedangkan untuk ferrite mulai
terbentuk ketika melewati temperatur antara 300oC hingga mencapai temperatur
727oC (1341 F). Struktur mikro ferrite dan pearlite pada baja tanpa perlakuan ini
memiliki nilai kekerasan sebesar 202,78 HV. Ferrite memiliki sifat sangat ulet dan
lunak (Kalpakjian & Schmid, 2013).
Selanjutnya, berdasarkan gambar struktur mikro yang terdapat pada gambar
4.4, 4.5, dan 4.6 dengan media pendingin air menghasilkan struktur martensite yang
berbeda-beda. Pada gambar 4.4 menjelaskan bahwa, ketika baja AISI 1045
dipanaskan pada suhu 800oC dengan waktu penahanan selama 25 menit dan
didinginkan secara cepat akan merubah struktur austenite menjadi martensite.
Struktur mikro martensite pada gambar 4.4 ini sangat sedikit dibandingkan dengan
gambar 4.5 dan 4.6 hal ini dipengaruhi dari nilai rata-rata kekerasan yang diperoleh
sebesar 398,48 HV. Pada pembesaran 222x ini struktur martensite dalam gambar
4.4 terlihat seperti jarum kecil memanjang dan bercabang.
Berikutnya pada gambar 4.5 menjelaskan bahwa, ketika baja AISI 1045
dipanaskan pada suhu 850oC dengan waktu penahanan selama 25 menit dan
didinginkan secara cepat akan merubah struktur austenite menjadi martensite.
Struktur mikro yang terdapat pada gambar 4.5 memiliki lumayan banyak yang
terbentuk menjadi martensite dibandingkan dengan temperatur 800oC pada gambar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
4.4 dengan media pendingin air, hal ini dipengaruhi dari nilai rata-rata kekerasan
yang diperoleh sebesar 457,02 HV. Struktur martensite dalam gambar 4.5 ini
memiliki karakteristik yang berbeda dengan gambar struktur mikro pada gambar
4.4, dimana martensite terlihat jelas dan lebih mendominasi. Pada gambar struktur
martensite berbentuk jarum-jarum kecil yang menutupi area pada permukaaan dari
baja AISI 1045.
Selanjutnya pada gambar 4.6 menjelaskan bahwa, ketika baja AISI 1045
dipanaskan pada suhu 900oC dengan waktu penahanan selama 25 menit dan
didinginkan secara cepat akan merubah struktur austenite menjadi martensite.
Struktur mikro yang terdapat pada gambar 4.6 memiliki banyak martensite
dibandingkan dengan temperatur 800oC dan 850oC, hal ini dipengaruhi dari nilai
rata-rata kekerasan yang diperoleh sebesar 496,42 HV. Struktur martensite dalam
gambar 4.6 memiliki ciri khas yang unik dibandingkan dengan gambar 4.4 dan 4.5
dalam hal ini struktur martensite sangat terlihat jelas berbentuk menyerupai jarum
kecil yang memanjang. Pada gambar 4.6 ini martensite sangat mendominasi pada
area permukaan baja. Jarum-jarum kecil martensite ini saling berdekatan dan
berimpitan satu sama lain sehingga mengakibatkan nilai kekerasannya tinggi.
Pada gambar struktur mikro 4.4, 4.5, dan 4.6 ini menggunakan media
pendingin jenis air dengan volume air sebanyak 65 liter. Media pendingin air ini
memiliki nilai densitas (ρ) yang tinggi dibandingkan dengan media pendingin oli.
Air merupakan media yang paling banyak digunakan untuk proses quenching
(pendinginan secara cepat) karena biayanya yang murah dan mudah didapatkan. Air
memberikan pendinginan yang sangat cepat sehingga menyebabkan tegangan
dalam, distorsi, dan retakan. Menurut Meiriza Asyara & Syahrul, (2019)
menegaskan bahwa air memiliki nilai densitas (ρ) sebesar 998 kg/m3 dan viskositas
(v) 1,01 Pa.s. Viskositas merupakan kemampuan laju aliran dan kekentalan dari
suatu fluida. Viskositas memiliki kemampuan cairan untuk mempertahankan
kekentalan terhadap suhu pada logam yang dipanaskan. Semakin tinggi nilai
kekentalannya, maka mengakibatkan laju pendinginan menjadi sedang. Selain itu,
pada media air terdapat karakterisktik nilai densitas. Densitas merupakan massa
jenis yang dimiliki oleh suatu fluida tertentu. Semakin tinggi nilai densitas maka
laju pendinginan semakin cepat. Jumlah volume air dalam proses pendinginan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
secara cepat dapat mempengaruhi nilai kekerasan baja, hal ini disebabkan pada saat
proses pencelupan dengan kecepatan dan volume air tertentu maka kalor (panas)
yang dilepas sangatlah tinggi. Semakin banyak volume air maka jumlah panas yang
dilepas menuju media pendingin semakin tinggi dan cepat. Selain itu, pengaruh
penambahan temperatur dalam hal ini dapat meningkatkan kekerasan dan
mendapatkan struktur martensite pada baja.
Selanjutnya, berdasarkan hasil pengamatan gambar struktur mikro yang
terdapat pada gambar 4.7, 4.8, dan 4.9 dengan menggunakan media pendingin oli
seri SAE 20W-50 menghasilkan struktur bainite dan martensite yang berbeda-beda.
Pada gambar 4.7 menjelaskan bahwa, ketika baja AISI 1045 dipanaskan pada suhu
800oC holding time selama 25 menit dan didinginkan dengan menggunakan media
pendingin jenis oli seri SAE 20W-50 ini merubah struktur austenite menjadi
bainite. Struktur mikro yang terdapat pada gambar 4.7 ini memiliki bainite yang
banyak. Keberadaan bainite mempengaruhi dari nilai rata-rata kekerasan yang
diperoleh sebesar 251,87 HV. Pada pembesaran 222x ini struktur bainite lebih
mendominasi dibandingkan struktur martensite.
Totten menegaskan bahwa, pertumbuhan bainite ini dikarenakan hasil dari
produk dari pertumbuhan ferrite dan cementite menjadi austenite selama proses
dekomposisi eutectoid dengan hal ini cementite yang muncul dalam bentuk non
lamelar. Pada kinematika transformasi ini saling berkaitan dengan laju pergerakan
difusi karbon pada baja (Totten, 2006).
Pada gambar 4.8 menjelaskan bahwa, ketika baja AISI 1045 dipanaskan
pada suhu 850oC holding time selama 25 menit dan didinginkan menggunakan
media pendingin jenis oli seri SAE 20W-50 akan merubah struktur austenite
menjadi martensite. Struktur mikro yang terdapat pada gambar 4.8 memiliki jumlah
martensite yang cukup lumayan banyak, hal ini dipengaruhi dari nilai rata-rata
kekerasan yang diperoleh sebesar 402,55 HV. Struktur mikro pada suhu 850oC
memiliki karakteristik yang berbeda dengan suhu 800oC, hal ini dikarenakan pada
suhu 850oC struktur martensite mulai terlihat dan terbentuk jelas seiring dengan
naiknya nilai kekerasan baja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Selanjutnya, berdasarkan gambar struktur mikro 4.9 menjelaskan bahwa,
ketika baja dipanaskan pada suhu 900oC holding time selama 25 menit dan
didinginkan menggunakan media pendingin jenis oli seri SAE 20W-50 akan
merubah struktur austenite menjadi martensite. Struktur mikro yang terdapat pada
gambar 4.9 memiliki jumlah martensite yang sangat banyak dibandingkan dengan
gambar 4.8 pada suhu 850oC, hal ini dipengaruhi dari nilai rata-rata kekerasan yang
diperoleh sebesar 476,92 HV. Pada suhu 900oC struktur martensite sangat terlihat
jelas dan sangat mendominasi area pada permukaan baja.
Pada gambar struktur mikro 4.7, 4.8, dan 4.9 ini menggunakan media
pendingin jenis oli dengan seri SAE 20W-50 sebanyak 25 liter. Media pendingin
oli memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan media air dan air
garam. Oli merupakan fluida yang digunakan dalam proses pendinginan secara
sedang. Pada media oli memiliki nilai derajat kekentalan yang berpengaruh pada
Severity Of Quench (Handoyo, 2015). Menurut Meiriza Asyara & Syahrul, (2019)
menegaskan bahwa oli memiliki nilai densitas sebesar 981 kg/m3 dan viskositas
4,01 Pa.s. Semakin tinggi nilai viskositas pada media oli akan mengakibatkan laju
pendinginan menjadi sedang, sehingga pada saat proses pelepasan panas (kalor)
pada logam yang panas menyebabkan energi panas yang dibuang cukup sedang
dibandingkan media air dan air garam yang mampu melepas panas (kalor) lebih
tinggi dalam waktu yang cepat. Ketika material diberikan perlakuan panas
quenching pada suhu 800, 850, dan 900oC dengan media pendingin oli dengan seri
SAE 20W-50 di holding time selama 25 menit hasilnya cukup berbeda dengan
media pendingin air, karena media pendingin jenis oli dengan seri SAE 20W-50
memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dan densitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan media air.
Pada proses perlakuan panas quenching, ketika baja dipanaskan hingga
melewati temperatur eutectoid dan didinginkan secara cepat, maka fase austenite
berubah menjadi martensite, hal ini terjadi dikarenakan difusi antar atom-atom
secara serentak dalam waktu yang sangat cepat, sehingga atom-atom yang
tertinggal pada saat terjadi proses pergeseran atom-atom akan berada dilarutan
padat (α ferrite) (Callister, 2007). Menurut (Callister, 2007) menegaskan bahwa
dalam hal ini baja yang berada pada struktur martensite akan memiliki sifat keras.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Unsur karbon yang terdapat pada baja merupakan elemen pengeras utama. Efek
penguat utama karbon ini terdiri dari penguat larutan padat dan penguat dispersi
karbida (Totten, 2006).
Transformasi martensite terjadi ketika pada pendinginan secara cepat dan
pada suhu tinggi. Pada proses ini terdapat endapan austenite yang menyebar
menjadi campuran dua fasa yaitu ferrite dan karbida yang ditekan (Totten, 2006).
Konsentrasi karbon martensite ini sesuai dengan kondisi austenite. Transformasi
austenite menjadi martensite dimulai ketika melewati suhu awal martensite (M).
Martensite terbentuk pada interval suhu tertentu yang diiringi oleh laju pendinginan
secara cepat (Totten, 2006).
Totten menegaskan proses pendinginan dibawah Ms akan menyebabkan
jumlah martensite meningkat dengan cepat karena pembentukan pelat (jarum) baru
yang sangat cepat. Pelat (jarum) yang awalnya terbentuk tidak tumbuh seiring
dengan waktu. Suhu Ms mendefinisikan bahwa pada temperatur tersebut tergantung
pada paduan dan menurunnya suhu secara drastis seiring dengan peningkatan
kandungan karbon baja (Totten, 2006). Bagian dari karbon ini akan memasuki
karbida yang telah menyatu dengan austenite. Karbida akan larut dalam austenite
jika suhu pendinginan dinaikan, hal ini menyebabkan konsentrasi karbon austenite
akan meningkat (Totten, 2006).
Akhyar & Sayuti menegaskan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan maka
semakin tinggi retak quench, dan semakin tinggi waktu penahanan (holding time)
maka semakin tinggi retak quench. Semakin tinggi kekerasan martensite pada baja
AISI 1045 akan menjadi getas, dan selama proses pendinginan cepat hingga suhu
kamar akan terjadi tegangan sisa (Akhyar & Sayuti, 2015). Jika tegangan sisa tarik
lebih tinggi dari pada kuat tarik, maka material ini akan mengalami perengkahan
quench (Akhyar & Sayuti, 2015).
Pada media pendingin air dan oli dengan seri SAE 20W-50 memiliki laju
difusi yang berbeda, dimana air lebih cepat dibandingkan dengan oli SAE 20W-50.
Pada penelitian ini menggunakan penahanan suhu (holding time) selama 25 menit
karena dalam kurung waktu tertentu struktur dari baja dapat homogen. Selain itu,
hal-hal yang dapat meningkatkan nilai kekerasaan dari baja AISI 1045 terdiri dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
holding time, temperatur, dan jenis media yang digunakan. Pemilihan suhu dalam
penahanan material sangat berpengaruh terhadap proses transformasi fase dari
pearlite menjadi austenite. Waktu penahanan untuk klasifikasi baja karbon sedang
yang baik untuk merubah fase dan mendapatkan struktur austenite yang homogen
selama 15-25 menit. (Thelning, 1967) menegaskan bahwa waktu penahanan sangat
berpengaruh terhadap transformasi fase dan difusi karbon dengan elemen unsur
lainnya yang terdapat pada baja. Apabila waktu penahan terlalu cepat dan kurang
tepat sesuai dengan klasifikasi baja maka akan mengakibatkan proses transformasi
tidak sempurna dan tidak homogen (Pramono, 2011).
Proses perlakuan panas quenching dalam hal ini dapat meningkatkan
kekerasan, serta akan mendapatkan struktur mikro bainite dan martensite. Dengan
pemilihan suhu 800, 850, dan 900oC waktu penahanan (holding time) selama 25
menit diharapkan mendapatkan sifat mekanik terutama sifat kekerasan yang
optimum pada material tersebut. Selain itu, pemilihan jenis media pendingin yang
digunakan dalam penelitian ini akan mempengaruhi sifat kekerasan, dikarenakan
media pendingin air dan oli SAE 20W-50 memiliki viskositas, densitas, dan laju
pendinginan yang berbeda-beda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil perlakuan panas quenching pada baja AISI 1045 menggunakan
media air dan oli SAE 20W-50 dengan holding time selama 25 menit, diperoleh
beberapa kesimpulan diantaranya :
1. Ada pengaruh dari media pendingin terhadap kekerasan baja AISI 1045,
hal ini dikarenakan media pendingin dapat meningkatkan kekerasan baja
AISI 1045.
2. Ada perbedaan tingkat kekerasan yang signifikan pada kedua media
pendingin air dan oli SAE 20W-50. Pada media pendingin air tingkat
kekerasannya lebih tinggi dibandingkan dengan media oli seri SAE 20W-
50 hal ini dipengaruhi dari viskositas, densitas, dan laju pendinginan yang
berbeda-beda yang dimiliki oleh media pendingin tersebut.
3. Ada pengaruh dari variasi suhu quenching terhadap struktur mikro yang
terbentuk. Pada proses pemanasan suhu austenisasi, baja akan
bertransformasi dari pearlite menjadi austenite. Selanjutnya, pengaruh dari
media pendingin ini menyebabkan terbentuknya struktur mikro bainite dan
martensite.
4. Pengaruh dari suhu quenching yaitu semakin tinggi suhu quenching akan
menyebabkan karbon akan terlarut saat berlangsungnya proses perlakuan
panas, hal ini disebabkan pada proses pemanasan suhu austenisasi jumlah
kelarutan karbon akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Oleh
karena itu, semakin tinggi suhu pemanasan dengan bantuan media
pendingin yang cepat atau sedang akan mempengaruhi dari kekerasan baja
AISI 1045.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
5.2 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan penambahan unsur
komposisi kimia untuk meningkatkan nilai kekerasan baja AISI 1045.
2. Pengamatan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) dapat
dilanjutkan untuk mengetahui pretisipasi / elemen pengendap yang ada di
permukaan baja AISI 1045.
3. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan penambahan fraksi
volume komposisi kimia tertentu untuk meningkatkan sifat mekanik baja
AISI 1045.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Ibrahim, and M. Sayuti, ‘Effect of Heat Treatment on Hardness and
Microstructures of AISI 1045’, Advanced Materials Research, 2015
<https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/amr.1119.575>
Anggoro, Sotya, ‘Pengaruh Perlakuan Panas Quenching Dan Tempering Terhadap
Laju Korosi Pada Baja AISI 420’, Jurnal Engine: Energi, Manufaktur, Dan
Material, 2017 <https://doi.org/10.30588/jeemm.v1i2.257>
Asyara, Meiriza & Syahrul, (2019), ‘Efek Quenching Dengan Media Pendingin
Yang Berbeda Terhadap Nilai Kekerasan Pisau Berbahan SUP 9’, Journal Of
Multidicsiplinary Research and Development, (1), 887-896
Callister, Wd, Materials Science and Engineering : An Introduction , Jr.—7th Ed.
p. Cm.,TA403.C23 2007, John Wiley & Sons, Materials Science and
Engineering, 2007
Cahyadi, Aloysius Bagus, (2017), ‘Pengaruh Lingkungan Pantai Terhadap Laju
Korosi dan Sifat Mekanik Pada Baja Karbon Sedang Dengan Perlakuan
Quenching’, Skripsi, Diakses pada 22 Desember 2020. Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, http://repository.usd.ac.id/id/id/eprint/11682
Choudhury, Kalpan, D. K. Saha, and P. Chakraborty, ‘Geophysical Study for Saline
Water Intrusion in a Coastal Alluvial Terrain’, Journal of Applied Geophysics,
2001 <https://doi.org/10.1016/S0926-9851(01)00038-6>
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Dossett, Jon, and George Totten, ‘ASM Handbook, Volume 4B: Steel Heat Treating
Technologies’, ASM International, 2014
Dowling, Norman E., ‘Mechanical Behavior of Materials: Engineering Methods for
Deformation, Fracture and Fatigue, Fourth Edition’, Choice Reviews Online,
2012
Fernandes, Peter, and K. Narayan Prabhu, ‘Effect of Section Size and Agitation on
Heat Transfer during Quenching of AISI 1040 Steel’, Journal of Materials
Processing Technology, 2007
<https://doi.org/10.1016/j.jmatprotec.2006.08.028>
Ginting, Ediman, Endarmoko -, and Roniyus Marjunus, ‘Pengaruh Variasi Waktu
Tahan Pada Austenisasi Dengan Pendinginan Cepat Terhadap Kekerasan Dan
Ketangguhan Baja AISI 1045’, Jurnal Fisika Indonesia, 2020
<https://doi.org/10.22146/jfi.v24i1.54038>
Handoyo, Y., ‘Pengaruh Quenching Dan Tempering Pada Baja Jis Grade S45C
Terhadap Sifat Mekanis Dan Struktur Mikro Crankshaft’, Jurnal Ilmiah
Teknik Mesin Unisma ‘45’ Bekasi, 2015
Ibrahim, Akhyar, ‘Efek Perlakuan Panas Terhadap Retakan Pada Bahan AISI 1045',
2010
Irwanto, Fandi, (2010), ‘Analisis Kekerasan, Struktur Mikro, dan Ketahanan
Hydrogen Embrittlement Pada Baja SAE 1050 Hasil Quench Temper dan
Martemper’, Skripsi, Diakses pada 5 Januari 2021, Universitas Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Kalpakjian, Serope, and Stephen Schmid, Manufacturing Engineering and
Technology, SI 6th Edition, Pearson, 2013
Kim, Wonsik, and Patrick Kwon, ‘Phase Transformation in Machining Steels’, in
Tribology Series, 2001 <https://doi.org/10.1016/s0167-8922(01)80128-0>
Krauss, George, ‘Steels: Heat Treatment and Processing Principles’, ASM
International, 1990, 1990
Lee, Seok Jae, Erik J. Pavlina, and Chester J. Van Tyne, ‘Kinetics Modeling of
Austenite Decomposition for an End-Quenched 1045 Steel’, Materials Science
and Engineering A, 2010 <https://doi.org/10.1016/j.msea.2010.01.081>
Nugroho, Eko, Sulis Dri Handono, Asroni Asroni, and Wahidin Wahidin,
‘Pengaruh Temperatur Dan Media Pendingin Pada Proses Heat Treatment
Baja AISI 1045 Terhadap Kekerasan Dan Laju Korosi’, Turbo : Jurnal
Program Studi Teknik Mesin, 2019 <https://doi.org/10.24127/trb.v8i1.933>
NUGROHO, Sri, and Gunawan HARYADI, ‘PENGARUH MEDIA
QUENCHING AIR TERSIRKULASI (CIRCULATED WATER)
TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA BAJA AISI
1045’, ROTASI, 2005
Otero, Lucia Rosa Simencio, Walker Roberto Otero, George Edward Totten, and
Lauralice C F Canale, ‘Quench Factor Characterization of Steel Hardening : A
Review’, International Journal of Mechanical Engineering and Automation,
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Pizetta Zordão, Luís H., Vinícius A. Oliveira, George E. Totten, and Lauralice C.F.
Canale, ‘Quenching Power of Aqueous Salt Solution’, International Journal
of Heat and Mass Transfer, 2019
<https://doi.org/10.1016/j.ijheatmasstransfer.2019.06.036>
Pramono, Agus, ‘KARAKTERISTIK STRUKTUR MIKRO HASIL PROSES
HARDENING BAJA AISI 1045 MEDIA QUENCHING UNTUK APLIKASI
SPROCHET RANTAI’, Teknika: Jurnal Sains Dan Teknologi, 2011
<https://doi.org/10.36055/tjst.v8i2.6710>
Pramono, Agus, (2011), ‘Karakteristik Mekanik Proses Hardening Baja AISI 1045
Media Quenching Untuk Aplikasi Sproket Rantai’, Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin, 5(1), 32-38
Rifai, Damhuji, Ahmed N. Abdalla, Noraznafulsima Khamsah, Mohd Aizat, and
Muhd Fadzli, ‘Subsurface Defects Evaluation Using Eddy Current Testing’,
Indian Journal of Science and Technology, 2016
<https://doi.org/10.17485/ijst/2016/v9i9/88724>
Rifnaldi, Randy & Mulianti, (2019), ‘Pengaruh Perlakuan Panas Hardening dan
Tempering Terhadap Kekerasan (Hardeness) Baja AISI 1045’, Journal Of
Multidicsiplinary Research and Development, (1), 950-959
Tensi, H.M., K. Lainer, G.E. Totten, and G.M. Webster, ‘Quenching Uniformity
and Surface Cooling Mechanisms’, In Heat Treating: Proceedings of the 16
Th Conference, Ed. J.L. Dossett and R.E. Luetje, ASM International, Materials
Park, OH, 1996
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Thelning, Karl-Erik, Steel and Its Heat Treatment, Bofors Handbook, Nature, 1967
Totten, George E., Steel Heat Treatment: Metallurgy and Technologies, Steel Heat
Treatment: Metallurgy and Technologies, 2006
Totten, GE, Bates, CE, Clinton, NA, ‘Handbook of Quenchants and Quenching
Technology’, ASM Internasional, USA, 1993
Zinn, Stanley., and Lee. Semiatin, ‘Elements of Induction Heating: Design, Control,
and Applications’, ASM International, 1988
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI