pengaruh pupuk daun growmore pada pertumbuhan …eprints.unram.ac.id/272/1/skripsi dony sudiarta...

89
PENGARUH PUPUK DAUN GROWMORE PADA PERTUMBUHAN SEMAI GAHARU (Gyrinops versteegii. Gilg) DI TIGA TARAF INTENSITAS CAHAYA MATAHARI SKRIPSI Dony Sudiarta Pratama NIM. C1L013025 PROGRAM STUDI KEHUTANAN UNIVERSITAS MATARAM 2017

Upload: vannguyet

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENGARUH PUPUK DAUN GROWMORE PADA PERTUMBUHAN SEMAI GAHARU (Gyrinops versteegii. Gilg) DI TIGA TARAF

INTENSITAS CAHAYA MATAHARI

SKRIPSI

Dony Sudiarta Pratama NIM. C1L013025

PROGRAM STUDI KEHUTANAN UNIVERSITAS MATARAM

2017

PENGARUH PUPUK DAUN GROWMORE PADA PERTUMBUHAN SEMAI GAHARU (Gyrinops versteegii. Gilg) DI TIGA TARAF

INTENSITAS CAHAYA MATAHARI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Serjana pada Program Studi Kehutanan

Dony Sudiarta Pratama NIM. C1L013025

PROGRAM STUDI KEHUTANAN UNIVERSITAS MATARAM

2017

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : DONY SUDIARTA PRATAMA NIM : C1L013025 Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk Daun Growmore pada Pertumbuhan

Semai Gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg) di Tiga Taraf Intensitas Cahaya Matahari.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini sepenuhnya hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan saya tidak melakukan plagiat atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku. Jika terdapat karya orang lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka skripsi ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku di perguruan tinggi ini. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun.

Mataram, Juli 2017 Yang membuat pernyataan, Dony Sudiarta Pratama NIM. C1L013025

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : PENGARUH PUPUK DAUN GROWMORE PADA PERTUMBUHAN SEMAI GAHARU (Gyrinops versteegii. Gilg) DI TIGA TARAF INTENSITAS CAHAYA MATAHARI

Nama Mahasiswa : Dony Sudiarta Pratama

NIM : C1L013025

Program Studi : Kehutanan

Menyetujui,

Pembimbing Utama/Penguji Pembimbing Pendamping/Penguji

Ir. Raden Sutriono, MP Irwan Mahakam Lesmono Aji, S.Hut., M.For.Sc NIP. 19590421 198603 1 002 NIP. 19791119 200312 1 001

Penguji,

Dwi Sukma Rini, S.Hut.,M.Sc NIP. 19880621 201404 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan Universitas Mataram

Muhamad Husni Idris, SP., M.Sc.,Ph.D NIP. 19701231 199512 1 001

RINGKASAN

PRATAMA, Program Studi Kehutanan Universitas Mataram, 2017. Pengaruh Pupuk Daun Growmore pada Pertumbuhan Semai Gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg) di Tiga Taraf Intensitas Cahaya Matahari. Di bawah bimbingan Raden Sutriono dan Irwan Mahakam Lesmono Aji.

Gaharu adalah hasil hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi karena terdapat resin wangi berwarna hitam pada gubal gaharu. Harga gaharu meningkat pesat pada tahun 2000 sebesar Rp. 10 juta/kg, dan mencapai Rp. 15 juta/kg pada tahun 2009. Penanaman gaharu di lahan kosong atau tempat terbuka dinilai masih rendah yaitu kurang dari 30%. Hal ini disebabkan oleh teknik penanaman yang kurang sesuai dengan pertumbuhan gaharu karena gaharu akan tumbuh lebih baik di bawah naungan, sehingga perlu adanya perlakuan dalam meningkatkan pertumbuhan gaharu, salah satunya adalah pemupukan melalui daun. Oleh karena itu penting mengetahui dosis pupuk daun dan intensitas cahaya yang sesuai pada pertumbuhan gaharu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya serta interaksinya pada pertumbuhan semai gaharu. Penelitian menggunakan metode eksperimen. Rancangan percobaan penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan dua faktor. Faktor pertama adalah taraf intensitas cahaya terdiri dari 3 aras, faktor kedua adalah dosis pupuk terdiri dari 4 aras.

Penelitian ini dilakukan dengan prosedur yaitu: persiapan tempat, persiapan media, persiapan bibit, persiapan pupuk, perawatan awal, perawatan akhir, pemberian pupuk daun, pemeliharaan dan pengukuran berat berangkasan kering tanaman.

Hasil penelitian ini yaitu perlakuan pupuk daun Growmore tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai gaharu. Sedangkan perlakuan intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan berat berangkasan kering semai gaharu, dan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter dan jumlah daun semai gaharu. Pada interaksi antara perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai gaharu.

ABSTRACT PRATAMA. Forestry Study Program of Mataram University, 2017. The Effect of Foliar Fertilizer Of Growmore on Growth of Agarwood Seedlings (Gyrinops Versteegii. Gilg) in Various Levels Of Sunlight Intensity. Under the guidance of Raden Sutriono and Irwan Mahakam Lesmono Aji. Agarwood is a non timber forest product of high economic value due to itr a black fragrance resin in agarwood sap. Price of agarwood increased rapidly in 2000 to Rp. 10 million / kg, and reached Rp. 15 million / kg in 2009. Agarwood planting in empty land or open area is still low, that is, less than 30%. This is caused by planting techniques that are less suitable with the growth of agarwood because agarwood will grow better under shade, therefore it require some treatment to increace growth of agarwood, one of which is the fertilization through the leaves. Therefore it’s important to understand the dose of foliar fertilizer and light intensity appropriate to the growth of agarwood.

The purpose of the research is to know the effect of Growmore foliar fertilizer, light intensity and its interaction on growth of agarwood seedlings. The research used experimental method. Method of implementation used split plot design with two factors. The first factor is light intensity level consists of 3 levels, the second factor is dose of foliar fertilizer consists of 4 levels.

The research is done by procedure: land preparation, material, seedlings, fertilizer, first treatment, final treatment, giving of foliar fertilizer, maintenance, and than measurement of dry biomass weight agarwood seedlings.

The results show that Growmore foliar fertilizer treatment has no effect on growth of agarwood seedlings. While light intensity treatment has a significant effect on height and dry weight biomass of agarwood seedlings, and have no effect on diameter and number of leaves agarwood seedlings. Interaction between Growmore foliar fertilizer and light intensity treatment does mot effect on growth of agarwood seedlings.

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah Subhaanahu wa Ta’aala yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pupuk Daun Growmore pada Pertumbuhan Semai Gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg) di Tiga Taraf Intensitas Cahaya Matahari”

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan, bimbingan dan dukungan baik moril maupun materiil serta sarat-saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar - besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Raden Sutriono, MP dan Bapak Irwan Mahakam Lesmono Aji, S.Hut., M.For.Sc selaku Dosen Pembimbing Pertama dan Pembimbing Kedua yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dari persiapan dan pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi.

2. Ibu Dwi Sukma Rini, S.Hut., M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan guna kesempurnaan skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Kehutanan beserta staf yang telah memberikan bantuan guna kelacaran penulis menempuh perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Markum, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan perhatian selama penulis menempuh pendidikan.

5. Ayahanda dan Ibunda, serta saudara-saudara tercinta yang telah banyak memberikan kasih sayang, dukungan dan do’anya selama ini. Semoga segala bantuan mereka mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Kehutanan Universitas Mataram serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penulisan skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi kita semua.

Mataram, Juli 2017

Penulis,

vii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERNYATAAN ii HALAMAN PENGESAHAN iii RINGKASAN iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 3 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Hipotesis 3 1.5 Manfaat Penelitian 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1 Deskripsi Tanaman gaharu 5 2.1.1 Taksonomi 5 2.1.2 Morfologi 5 2.1.3 Ekologi dan Penyebaran 5 2.1.4 Kandungan dan Kegunaan Gaharu 6 2.1.5 Jenis Tanaman Penghasil Gaharu 6 2.2 Silvikultur Tanaman gaharu 7 2.2.1 Perbanyakan Tanaman 7 2.2.2 Teknik Silvikulur 7 6 2.2.3 Pemupukan 8 2.2.4 Aplikasi Pupuk Melalui Daun 8 2.2.5 Aplikasi Pupuk Melalui Akar 9 2.2.4 Teknik Memproduksi Gaharu 9 2.3 Sifat Silvika 10 2.3.1 Tanah 10 2.3.2 Air 11 2.3.3 Cahaya 11 2.3.4 Intensitas Cahaya 12 2.3.5 Unsur Hara 12 3 METODE PENELITIAN 14 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 14 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 14 3.3 Metode Penelitian 14

viii

3.4 Rancangan Percobaan 14 3.5 Denah Percobaan 15 3.6 Prosedur Penelitian 17 3.7 Pengamatan Parameter 19 3.8 Pengolahan dan Analisis Data 19 4 HASIL PEMBAHASAN 20 4.1 Hasil Analisis Tanah 20 4.2 Analisis Pertumbuhan 23 4.2.1 Tinggi Tanaman 24 4.2.2 Diameter Tanaman 28 4.2.3 Jumlah Daun 31 4.2.4 Berat Berangkasan Kering 34 5 KESIMPULAN DAN SARAN 39 5.1 Kesimpulan 39 5.2 Saran 39 DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN 42

ix

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 3.1 Kombinasi Perlakuan 15 4.1 Hasil Analisis Tanah 20 4.2 Hasil Analisis Sidik Ragam Parameter Penelitian 23 4.3 Analisis Sidik Ragam Terhadap Tinggi Tanaman Gaharu 24 4.4 Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Perlakuan Intensitas Cahaya Terhadap Tinggi Tanaman Gaharu 25 4.5 Analisis Sidik Ragam Terhadap Diameter Tanaman Gaharu 28 4.6 Analisis Sidik Ragam Terhadap Jumlah Daun Tanaman Gaharu 31 4.7 Analisis Sidik Ragam Terhadap Berat Berangkasan Kering Tanaman Gaharu 34 4.8 Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Perlakuan Intensitas Cahaya Terhadap Berat Berangkasan Tanaman 35

x

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 3.1 Letak Susunan Data Percobaan pada Naungan Dua Lapis Paranet (intensitas 27,98 lux/hari) 16 3.2 Letak Susunan Data Percobaan pada Naungan Dua Lapis Paranet (intensitas 40,88 lux/hari) 16 3.2 Letak Susunan Data Percobaan pada Tanpa Naungan (intensitas 151,73 lux/hari) 17 4.1 Pengaruh intensitas cahaya terhadap tinggi tanaman gaharu 25 4.2 Pengaruh Perlakuan Pupuk Daun Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman Gaharu 27 4.3 Pengaruh Perlakuan Intensitas Cahaya Terhadap Pertambahan Diameter Tanaman Gaharu 29 4.4 Pengaruh Perlakuan Pupuk Daun Terhadap Diameter Tanaman Gaharu 30 4.5 Pengaruh Perlakuan Intensitas Cahaya Terhadap Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Gaharu 32 4.6 Pengaruh Perlakuan Pupuk Daun Terhadap Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Gaharu 33 4.7 Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Berat Berangkasan Tanaman Gaharu 35 4.8 Pengaruh Perlakuan Pupuk Daun Terhadap Berat Berangkasan Kering Tanaman Gaharu 37

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman 1 Pengukuran Intensitas Cahaya 42 2 Pengukuran Suhu dan Kelembaban 47 3 Pengukuran Curah Hujan 52

4 Pengamatan Tinggi Tanaman 54

5 Pengamatan Diameter Tanaman 56

6 Jumlah Daun Tanaman 58

7 Berat Berangkasan Kering 60

8 Pertambahan Tinggi Setelah Tanam 62

9 Pertambahan Diameter Setelah Tanam 64

10 Pertambahan Jumlah Daun Setelah Tanam 66

11 Hasil Analisis Tanah 68 12 Foto-Foto Kegiatan Penelitian 70

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki luas lahan kering yang mencapai 84% dari luas wilayah daratannya, atau setara dengan 1,8 juta hektar. Dari luas tersebut sekitar 749 ribu hektar sangat berpotensi dikembangkan menjadi lahan pertanian dan penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), oleh karena itu merupakan potensi yang besar dalam menanggulangi lahan kering dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat melalui pengembangan komoditi gaharu (Siddik, 2010). Menurut Suryandari (2008 cit. Djajapertjunda et al, 2001) pemanfaatan hasil hutan bukan kayu seperti gaharu merupakan kegiatan yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi lahan kering, dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyaraat, karena sejak dipungut dari hutan, pengangkutan, hingga pengolahannya memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak. Lain dari pada itu pohon gaharu mempunyai tajuk yang rapat dan sistem perakaran yang dalam sehingga berfungsi dalam aspek ekologis dan aspek konservasi tanah dan air. Hal ini merupakan keuntungan yang berlipat ganda yaitu ada potensi untuk mengatasi lahan kering, dan untuk meningkatkan pendapatan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat (Suryandari, 2008).

Gaharu adalah hasil hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi karena terdapat resin wangi berwarna hitam atau kehitaman pada gubal gaharu. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2011) gaharu terbagi menjadi 3 klasifikasi yaitu gubal gaharu, kemedangan, dan serbuk/abu gaharu. Adapun penetapan mutu gaharu didasarkan pada warna, bobot, dan aroma. Kualitas gaharu secara umum bisa dilihat secara langsung dari warna, artinya semakin gelap dan merata warna gaharu menandakan kualitasnya semakin baik dimana warna lebih tua menandakan kandungan damar semakin tinggi. Pada tahun 1980 harga gaharu di tingkat pengumpul mencapai Rp. 30.000-50.000/kg untuk kualitas rendah dan Rp. 80.000/kg untuk kualitas super, harga meningkat pesat pada tahun 2000 menjadi Rp. 10 juta/kg, dan mencapai Rp. 15 juta/kg pada tahun 2009 (Suharti, 2010 cit. Adijaya, 2009). Sumarna (2012) menyatakan bahwa prospek pengembangan gaharu di Indonesia sangat tinggi karena Indonesia merupakan negara produsen gaharu terbesar di dunia. Pada tahun 1990 Indonesia menghasilkan lebih dari 600 ton/tahun, kemudian tahun 2000 terjadi penurunan produksi dengan kuota 300 ton/tahun namun yang terpenuhi 10-15%, selanjutnya pada tahun 2004 tidak ada catatan adanya data ekspor gaharu dari Indonesia dengan kuota 50-150 ton/tahun.

Pasar gaharu Indonesia yang paling utama adalah negara-negara antara lain Saudi Arabia, Bahrain, Kuait, Yaman, Emirate Arab, Turki, Iran, dan Oman. Selain itu negara Singapura, Cina, Hongkong, Taiwan,

2

dan Jepang termasuk negara pengimpor gaharu (Siddik, 2010). Nilai ekonomi yang tinggi mengakibatkan upaya masyarakat mengubah pola produksi, yang sebelumnya memungut dari pohon produksi yang telah mati alami, kini dilakukan dengan cara menebang pohon hidup, upaya tersebut mengancam kelestarian pohon penghasil gaharu sehingga pada tahun 2004 komisi perlindungan CITES (Convention on International in Trade Endangered Species of Fauna and Flora) mengupayakan perlindungan kepunahan plasma nutfah pohon penghasil gaharu, menetapkan larangan dan pembatasan pemungutan gaharu alam dari genus Aquilaria spp dan Gyrinops sp sehingga genus tersebut sebagai tumbuhan dalam daftar Appendix II CITES (Sumarna, 2012).

Salah satu pohon penghasil gaharu yang selama ini banyak dieksploitasi di daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah jenis Gyrinops versteegii (Gilg.) (Surata & Soenamo, 2011 cit. Sidiyasa, 1986). Ekologis tempat tumbuh pohon penghasil gaharu berupa suhu, kelembaban, besaran intensitas cahaya yang masuk ke lantai hutan, sangat berpengaruh nyata sehingga menjadi dasar untuk menentukan aspek kesesuaian tumbuh dalam upaya pembudidayaan pohon penghasil gaharu (Sumarna, 2008).

Menurut Surata & Soenamo (2011 cit. Surata & Widnyata, 2001) penanaman pohon penghasil gaharu dari jenis Gyrinops versteegii yang dilakukan di lahan kosong atau tempat terbuka dinilai masih rendah yaitu kurang dari 30%. Hal ini disebabkan oleh teknik penanaman yang kurang sesuai dengan pertumbuhan pohon gaharu sehingga menurut Surata & Soenamo (2011) pertumbuhan tanaman gaharu akan lebih baik bila ditanam di bawah naungan dibandingkan dengan tanpa naungan seperti pertumbuhan lebih sehat dan daun lebih hijau.

Berkaitan dengan hal tersebut Yudistira, Aji & Sutriono (2015) mengemukakan bahwa cahaya berpengaruh nyata terhadap perkecambahan dan pertumbuhan benih gaharu sedangkan kombinasi perlakuan antara media tanam dan kelas intensitas cahaya menunjukkan tidak adanya interaksi. Hal ini menunjukkan intensitas cahaya lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan gaharu dari pada perlakuan media yang digunakan, sehingga perlu adanya perlakuan dalam meningkatkan pertumbuhan gaharu, salah satunya adalah pemupukan melalui daun.

Pupuk daun merk Growmore memiliki kandungan unsur hara makro N (32%), P2O5 (10%), K2O (10%), Ca (0,05%), Mg (0,10%), dan S (0,20%), dan unsur-unsur hara mikro seperti B, Cu, Fe, Mn, Mo, dan Zn. Menurut Basahona et al (2013 cit. Sumekto, 2006) pupuk daun dapat memenuhi kebutuhan khusus tanaman akan unsur hara yaitu beberapa unsur hara baik itu mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, dan Cl) dan makro (N, P, K, Ca,

3

Mg, dan S). Dalam pemberian pupuk daun pada bibit gaharu yang perlu diperhatikan adalah ketepatan dosis dan konsentrasi larutan pupuk, karena setiap dosis pupuk daun yang diberikan pada tanamanan menghasikan pertumbuhan yang berbeda (Basahona et al, 2013). Oleh karena itu penting mengetahui pengaruh dosis pupuk daun dan intensitas cahaya yang sesuai pada pertumbuhan semai gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg), sehingga hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang coba dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh perlakuan pupuk daun Growmore terhadap pertumbuhan semai gaharu.

2. Bagaimana pengaruh perlakuan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan semai gaharu.

3. Bagaimana interaksi antara perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya pada pertumbuhan semai gaharu.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pupuk daun Growmore terhadap pertumbuhan semai gaharu.

2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan semai gaharu.

3. Untuk mengetahui interaksi antara perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya pada pertumbuhan semai gaharu.

1.4 Hipotesis Hipotesis atau jawaban sementara dari penelitian ini adalah:

1. H0 = Perlakuan pupuk daun Growmore tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai gaharu. H1 = Perlakuan pupuk daun Growmore berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai gaharu.

2. H0 = Perlakuan intensitas cahaya tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai gaharu. H1 = Perlakuan intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai gaharu.

3. H0 = Perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap pertumbuhan semai gaharu. H1 = Perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya menunjukkan adanya interaksi terhadap pertumbuhan semai gaharu.

4

1.5 Manfaat Penelitian Kegunaan yang akan diperoleh dari usulan program ini yaitu:

1. Dapat diketahuinya dosis pupuk daun Growmore yang sesuai di tiga taraf intensitas cahaya pada pertumbuhan semai gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg).

2. Sebagai solusi untuk permasalahan pembibitan gaharu.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg)

2.1.1 Taksonomi Gaharu dengan jenis Gyrinops versteegii. Gilg adalah salah satu tanaman yang menghasilkan gaharu. Menurut Betrianingrum (2009 cit. Gilg 1932) taksonomi gaharu jenis Gyrinops versteegii. Gilg sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Class : Dicotyledone Sub-Class : Magnoliopsida Family : Thymelaeaceae Genus : Gyrinops Species : Gyrinops versteegii (Gilg) Domke

2.1.2 Morfologi Morfologi gaharu jenis Gyrinops versteegii. Gilg ini merupakan salah satu jenis tanaman penghasil gaharu yang mempunyai bentuk pohon ciri dan sifat morfologisnya relatif hampir sama dengan kelompok anggota family Thymeleacae lainnya, hal ini dilihat dari bentuk daun, buah dan batangnya. Gaharu jenis Gyrinops mempunyai daun lonjong memanjang, hijau tua, tepi daun merata, ujung meruncing, panjang sekitar 8 cm, lebar 5-6 cm. Buah berwarna kuning-kemerahan dengan bentuk lonjong. Batang gaharu jenis Gyrinops berwarna abu-kecoklatan, banyak cabang, tinggi pohon dapat mencapai 30 m dan berdiameter sekitar 50 cm (Sumarna, 2012).

2.1.3 Ekologi dan Penyebaran Di Indonesia sebaran tumbuh pohon penghasil gaharu dijumpai di wilayah hutan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, dan Nusa Tenggara. Pohon penghasil gaharu dapat tumbuh pada ketinggian 0-2.400 mdpl, selain itu iklim yang cocok untuk pertumbuhan gaharu yaitu pada daerah yang beriklim panas dengan suhu antara 28º- 34ºC, dengan kelembaban sekitar 80% dan bercurah hujan antara 1.000-2.000 mm/thn. Lahan tempat tumbuh pada berbagai variasi kondisi struktur dan tekstur tanah, baik pada lahan subur, sedang hingga lahan marginal. Gaharu dapat dijumpai pada ekosistem hutan rawa, gambut, hutan dataran rendah atau hutan pegunungan, bahkan dijumpai pada lahan berpasir berbatu yang ekstrim (Sumarna, 2012).

6

2.1.4 Kandungan dan Kegunaan Gaharu Gaharu adalah produk hasil hutan bukan kayu yang mempunyai damar wangi yang beraroma khas serta memiliki bentuk dan warna yang khas. Wangi harum pada gaharu disebabkan oleh kandungan kimia yaitu komponen utama berupa furanoid sesquiterpen diantaranya α-garofuran, β-agarofuran, dan agarospirol, selain itu gaharu juga mengandung minyak berupa kromon yang biasanya menyebabkan bau harum dari gaharu ketika dibakar (Vantompan, Arreneuz & Wibowo, 2015 cit. Sumarna, 2005).

Adanya infeksi alami maupun buatan pada gaharu mengakibatkan adanya damar wangi pada gubal pohon penghasil gaharu, damar wangi pada gaharu dapat digunakan sebagai parfum, dupa, obat-obatan, sabun mandi, kosmetik, dan pengharum ruangan, selain itu daun dan buah pohon penghasil gaharu bisa digunakan sebagai obat malaria. Pohon gaharu berfungsi sebagai konservasi tanah dan air karena memiliki tajuk yang rapat dan sistem perakaran yang dalam, namun sebagian jenis pohon penghasil gaharu tidak bisa digunakan sebagai bahan bangunan (Suryandari, 2008).

Siddik (2010) menyatakan bahwa hampir semua bagian tanaman gaharu bermanfaat dan bernilai ekonomi, daun dan buahnya digunakan sebagai bahan baku pengganti teh yang berkhasiat sebagai obat, dan diinformasikan bisa sebagai obat malaria, selain itu kulit gaharu dapat dijadikan tali penarik atau mengikat yang kuat.

2.1.5 Jenis Tanaman Penghasil Gaharu Jenis tanaman penghasil gaharu terdapat tiga family yaitu family Thymeleaceae, Euphorbiaceae, dan Leguminoceae. Di Indonesia terdapat 27 jenis tanaman penghasil gaharu dari tiga family tersebut, diantaranya adalah family Thymeleaceae terdapat jenis Aquilaria malacensis, A. hirta, A. fillaria, A. microcarpa, A. agalloccha, A. beccariana, A. secundana, A. moszkowski, Aetoxylon sympethalum, Enkleia malacensis, Wikstroemia poliantha, W. tenuriamis, W. androsaemofilia, Gonystylus bancanus, G. macrophyllus, Gyrinops cumingiana, G. rosbergii, G. versteegii, G. moluccana, G. decipiens, G. ledermanii, G. salicifolia, G. audate, G. podocarpus, family Leguminoceae terdiri dari satu jenis yaitu Dalbergia farviflora, selain itu Euphorbiaceae merupakan family ketiga dari tanaman penghasil gaharu yang terdiri dari satu jenis yaitu Exccocaria agaloccha (Sumarna, 2012).

7

2.2 Silvikultur Tanaman gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg)

2.2.1 Perbanyakan Tanaman Perbanyakan tanaman gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan generatif dan vegetatif. Perbanyakan dengan cara generatif adalah perbanyakan yang dilakukan dengan menggunakan biji atau benih yang diambil langsung pada pohon induk melalui pengumpulan benih jatuh dan memanen buah matang, sedangkan perbanyakan dengan cara vegetatif adalah perbanyakan dengan menggunakan bagian dari tanaman induk melalui pencangkokan, stek pucuk, dan melalui kultur jaringan. Perbanyakan tanaman (Gyrinops versteegii. Gilg) cara generatif memanfaatkan pohon induk yang berasal dari kawasan hutan maupun pada kebun masyarakat, persyaratan memperoleh buah dari pohon induk melalui kriteria: Memiliki sifat dan karakter genetik rentan terhadap penyakit pembentuk gaharu, pohon memiliki kematangan sebagai induk sehat yang berbuah sesuai musim sepanjang tahun, memiliki mutu benih dengan daya tumbuh kecambah diatas 80% (Sumarna, 2012). Menurut Siran & Turjaman (2010 cit. Roberts et al, 1980) biji pohon penghasil gaharu tergolong cepat berkecambah dan tidak dapat disimpan dalam jangka panjang.

2.2.2 Teknik Silvikulur Teknik silvikultur tanaman penghasil gaharu menurut Sumarna (2012) yaitu:

1. Teknik Pemilihan Jenis Pemilihan jenis merupakan aspek yang utama dalam budidaya pohon penghasil gaharu, hal ini erat hubungannya dengan permintaan pasar, kualitas, nilai jual dan nilai guna produk gaharu yang dihasilkan, serta barang jadi yang dihasilkan (parfum, kosmetika, obat herbal).

2. Teknik Pemilihan Lahan Pada dasarnya dengan memperlihatkan peta sebaran tumbuh pohon penghasil gaharu yang relatif luas dan dapat dijumpai pada berbagai kondisi ekologis lahan tumbuh, baik pada lahan dengan kesuburan tinggi, sedang serta pada lahan-lahan marginal, sehingga secara teknis tumbuhan penghasil gaharu dapat tumbuh dan dibudidayakan di berbagai kondisi serta tipe lahan.

3. Teknik Pemilihan Benih atau Biji Benih bisa diperoleh dari indukan alam berkualitas yang terdapat di hutan atau kebun pembenihan, benih yang diperoleh hasil pungutan atau hasil panen buah matang berwarna kuning kemerah-merahan, dibersihkan dari kotoran dan dilakukan proteksi dari kemungkinan tercemar oleh penyakit jamur dengan membersihkan dan atau merendam dalam pestisida (fungisida, bakterisida).

8

4. Teknik Pembibitan Bahan tanaman penghasil gaharu dapat diperoleh melalui upaya pengembangan benih, anakan alam, stump, stek pucuk dan dimungkinkan dapat dikembangkan dengan teknologi kultur jaringan. Kegiatan pembibitan dilakukan melalui persemaian benih, penyapihan ke dalam polybag, dan perawatan bibit dalam polybag.

5. Teknik Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan dilakukan untuk menjaga dan mengontrol pertumbuhan dari tanaman penghasil gaharu, dengan cara penyiangan, penggemburan, pemupukan, pengendalian hama, dan penyakit.

2.2.3 Pemupukan

Dalam budidaya tanaman penghasil gaharu hal terpenting adalah proses pembibitan karena dalam proses pembibitan digunakan media tertentu untuk mempercepat pertumbuhan tanaman penghasil gaharu. Terdapat istilah pupuk makro dan mikro, pupuk merupakan kunci kesuburan tanah, menambahkan unsur hara ke dalam media tanah akan diserap akar dan menambahkan unsur hara ke tanaman akan diserap melalui daun (Lingga & Marsono, 2013).

2.2.4 Aplikasi Pupuk Melalui Daun Diketahui bahwa tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar dan melalui bagian tanaman di atas tanah yaitu batang atau daun. Menurut Mulyati & Lolita (2006) pemberian pupuk melalui daun boleh jadi merupakan suatu metode yang efektif dalam pemberian pupuk, namun dalam metode ini sangat beresiko tinggi karena jika pemberian pupuk dilakukan dengan konsentrasi tinggi berakibat kebakaran daun yang parah atau bisa mengakibatkan kematian tanaman. Teknik pupuk daun ini adalah suatu cara pemberian pupuk yang berbentuk cair, kemudian disemprotkan ke permukaan daun, agar unsur hara yang terkandung dalam pupuk dapat segera diserap oleh tanaman melalui stomata.

Aplikasi pupuk melalui daun digunakan untuk mengatasi kekahatan hara mikro seperti Fe, Zn, Mn, B, Cu, dan Mo, selain itu efektif juga dalam pemberian unsur hara makro seperti N, P, dan K, terutama pada daerah-daerah dingin, yang sangat mengganggu serapan hara oleh akar (Mulyati & Lolita, 2006).

Lingga & Marsono (2013) melaporkan bahwa pemberian pupuk langsung ke tanaman atau melalui daun harus memperhatikan alat semprot yang digunakan, konsentrasi pupuknya, pupuk daun disemprot ke mulut daun (stomata) yang menghadap ke bawah, penyemprotan ketika tidak terik matahari, penyemprotan jangan dilakukan ketika hujan dan malam hari.

9

Menurut Basahona et al (2013) dalam penelitiannya menggunakan pupuk daun merk Gandasil D, bahwa konsentrasi 6 g/l air (dosis 0,036 g) memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu konsentrasi 0 g/l air, konsetrasi 2 g/l air (dosis 0,012 g) , konsentrasi 4 g/l air, (dosis 0,024 g).

2.2.5 Aplikasi Pupuk Melalui Akar Pupuk akar adalah segala macam pupuk yang diberikan ke tanaman melalui akar yang tujuannya untuk menyuburkan tanah dan memberi hasil yang maksimal pada pertumbuhan tanaman. Pupuk melalui akar terdiri dari dua jenis yaitu pupuk organik dan anorganik, kedua jenis pupuk umumnya memiliki fungsi yang sama dalam pertumbuhan tanaman. Dalam aplikasinya pupuk melalui akar dilakukan dengan membenamkan pupuk dalam tanah kemudian diserap tanaman melalui akar (Lingga & Marsono, 2013).

Menurut Mulyati & Lolita (2006) teknik aplikasi pemberian pupuk atas dasar lokasi penempatan pupuk dalam tanah yang kemudian diserap oleh akar tanaman terdiri dari tiga teknik yaitu pemberian pupuk melalui permukaan tanah, di bawah permukaan tanah, dan penempatan pupuk dengan pengelolaan terbatas. Tujuan dari teknik aplikasi pupuk atas dasar lokasi dan penempatan pupuk tersebut adalah agar penggunaan pupuk lebih ekonomis dan efisien.

2.2.4 Teknik Memproduksi Gaharu Secara garis besar proses pembentukan gaharu terdiri dari dua yaitu secara alami dan buatan, dimana keduanya berkaitan dengan patologis yang dirangsang oleh adanya luka pada batang patah, cabang, atau ranting. Luka tersebut menyebabkan pohon terinfeksi oleh penyakit berupa bakteri, virus, jamur. Semakin lama kinerja penyakit berlangsung, kadar gaharu menjadi semakin tinggi (Siran & Turjaman, 2010). Pembentukan gaharu di hutan sangat sulit ditemukan, sehingga dilakukan rekayasa dengan cara inokulasi (penyuntikan) jamur atau cendawan pada pohon penghasil gaharu.

Masuknya cendawan mengakibatkan keluarnya senyawa fitoeleksin pada tanaman penghasil gaharu, senyawa fitoeleksin merupakan senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman penghasil gaharu sebagai wujud pertahanan diri dari gangguan cendawan yang menginfeksi. Teknik memproduksi gaharu secara buatan adalah teknik tradisional dan rekayasa teknologi. Kedua teknik ini berbeda karena teknik tradisional dilakukan tanpa menggunakan inokulan sedangkan teknik rekayasa teknologi menggunakan inokulan. Inokulan yang umum digunakan adalah cendawan dari jenis Fusarium sp. Teknik tradisional dilakukan dengan cara pohon dipaku pada seluruh batang, batang dikuliti, atau batang dilukai dengan parang, sedangkan teknik rekayasa teknologi dilakukan dengan cara metode suntik, infus, bambu stik, dan simpori.

10

Menurut Vantompan, Arreneuz & Wibowo (2015) keberhasilan inokulan Fusarium sp dengan metode infus dalam menginfeksi tanaman penghasil gaharu ditandai dengan adanya perubahan morfologis yaitu warna coklat kehitaman disekitar lubang yang lebih pekat serta diameter yang lebih besar dibandingkan dengan metode suntik, hal ini membuktikan metode infus lebih maksimal digunakan dari pada metode suntik.

Menurut Vantompan, Arreneuz & Wibowo (2015 cit. Rahayu et al, 1999) pohon penghasil gaharu yang sudah siap diinokulasi berumur 4-7 tahun atau diameter lebih dari 10 cm. Pembuatan lubang pertama berjarak 20 cm dari permukaan tanah, jarak lubang pertama dengan tingkat kedua adalah 10 cm, kedalaman lubang setengah dari diameter pohon dengan kemiringan 15-20º (Vantompan, Arreneuz & Wibowo, 2015 cit. Sumarna, 2005).

2.3 Sifat Silvika

2.3.1 Tanah Tanah didefinisikan sebagai bahan atau masa yang terdiri dari mineral dan bahan organik yang mendukung pertumbuhan tanaman di permukaan bumi, tanah memiliki kemampuan memberikan makanan air, maupun udara sehingga tanaman dapat tumbuh. Tanah terdiri dari partikel-partikel batuan, bahan organik, mahluk hidup, udara, dan air. Tanah terbentuk dari proses fisik, kimia, dan biologi menghasilkan lapisan-lapisan yang berbeda dari setiap tempat dengan tempat lain yang kemudian disebut horizon, penampakan vertikal dari tanah yang terdiri dari horizon-horizon disebut profil tanah. Pembentukan tanah atau horizon tanah dipengaruhi oleh faktor pembentuk tanah yaitu bahan induk, iklim, biologi tanah, topografi, dan waktu. Tanah berdasarkan ukurannya, dikenal fraksi utama yaitu krikil (>2mm), pasir (2-0,20 mm), debu (200-2 µm), liat ( < 2µm) (Hanafiah, 2014

a).

Di dalam tanah terdapat bahan organik, bahan organik biasanya menyusun 5% bobot total tanah, meskipun sedikit namun memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi maupun secara biologis. Bahan organik kaya akan unsur hara, unsur hara yang terdapat dalam tanah umumnya dikenal dengan unsur hara makro dan mikro yang dapat digunakan tumbuhan untuk pertumbuhannya (Hanafiah, 2014

a).

Air merupakan pelarut unsur hara dalam tanah selain itu terdapat udara yang berfungsi untuk respirasi organisme tanah, sehingga air dan udara sangat penting dalam pertumbuhan dan dibutuhkan dalam proses fotosintesis tanaman. Menurut Hanafiah (2014

a) secara umum tanah

tersusun atas 4 komponen utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air, udara, akibat adanya perbedaan dari komponen ini menyebabkan

11

perbedaan golongan jenis tanah, menurut volume persentasenya terdiri dari 45% bahan mineral dan 5% bahan organik yang membentuk padatan tanah, sedangkan untuk ruang pori tanah terdiri dari 25% udara dan 25% air.

2.3.2 Air Air adalah unsur penting dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, air meningkatkan pertumbuhan tanaman namun air juga bisa menghambat pertumbuhan tanaman, artinya kekurangan dan kelebihan air untuk tanaman bisa mempengaruhi pertumbuhan. Air sangat penting bagi tanaman untuk proses fotosintesis, sehingga kekurangan air dapat menghambat proses fotosintesis hingga menyebabkan kematian. Dalam memproduksi biomasa sangat banyak yang dibutuhkan air, tergantung dari jenis tanaman, biasanya dalam memproduksi setiap kg biomasa maka yang dibutuhkan air sebanyak 500 kg dalam tranpirasi. Oleh karena itu air memegang peranan penting baik secara fisik, kimiawi maupun biologis (Hanafiah, 2014

a).

Selain itu menurut Hanafiah (2014a) Air mempunyai peran sebagai

komponen utama tubuh tetanaman dan biota tanah, sebagian besar ketersediaan dan penyerapan hara oleh tanaman dimediasi oleh air, selain itu unsur-unsur mobil seperti N, K, dan Ca dominan diserap tanaman melalui mekanisme aliran masa air, baik ke permukaan akar maupun transportasi ke daun.

2.3.3 Cahaya Cahaya matahari sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui tiga sifat yaitu intensitas cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang), dan lama penyinaran. Pengaruh tiga sifat cahaya sangat penting bagi tanaman untuk proses fotosintesis, selain itu menurut Hanum (2008) tiga sifat cahaya mempengaruhi pembentukan klorofil, pembukaan stomata, pembentukan pigmen merah, perubahan suhu daun dan batang, penyerapan hara, permeabilitas dinding sel, transpirasi, dan gerakan protoplasma.

Cahaya berperan penting dalam fotosintesis tanaman, fotosintesis adalah proses penyerapan air dan CO2 dari udara bebas kemudian mengubahnya menjadi gula, sebagai molekul penyimpanan energi. CO2 diambil tanaman melalui stomata (mulut daun), sedangkan air diambil tanaman dari dalam tanah melalui akar kemudian hasil dari fotosintesis adalah O2 (Hanum, 2008). Menurut Lakitan (2013) klorofil sedikit sekali menyerap cahaya hijau dan hijau kekuning-kuningan atau kisaran panjang gelombang 500 nm sampai 600 nm. Klorofil a dan b menyerap secara efektif cahaya ungu, biru, jingga, dan merah, dengan panjang gelombang antara 390 nm sampai 500 nm, dan 600 nm sampai 700 nm.

12

2.3.4 Intensitas Cahaya Intensitas matahari sangat mempengaruhi fotosintesis tanaman dimana pada intensitas cahaya matahari yang tinggi menyebabkan hasil fotosintesis rendah karena menutupnya stomata untuk penyerapan CO2. Setiap tanaman memerlukan intensitas cahaya yang optimal bagi pertumbuhannya, ada tanaman yang memerlukan intensitas cahaya yang tinggi (jenis intoleran), dan ada yang memerlukan intensitas cahaya yang rendah (jenis toleran). Menurut Surata & Soenamo (2011) pertumbuhan gaharu akan lebih baik di bawah naungan dengan intensitas cahaya yang rendah, hal ini berkaitan dengan suhu, diamana perubahan suhu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman memerlukan suhu yang optimum dalam pertumbuhannya, kalau suhu naik dari optimum ke maksimum maka akan mengurangi pertumbuhan dan perkembangan tanaman hingga menyebabkan kematian.

Surata & Soenamo (2011) menyatakan bahwa tanaman gaharu yang ditanam tanpa tumpangsari ketika musim kemarau pucuk tanaman mengering dan sebagian daun muda menjadi kering dan banyak gugur karena terbakar sinar matahari, selain itu suhu yang tinggi akan meningkatkan evapotranspirasi. Selanjutnya menurut Yudistira, Aji & Sutriono (2015) kelas intensitas cahaya yang baik untuk pertumbuhan gaharu yaitu 12,06 lux/hari dan kelas intensitas cahaya 146,44 lux/hari memberikan pertumbuhan yang rendah pada perkecambahan dan pertumbuhan tanaman.

2.3.5 Unsur Hara Unsur hara dalam tanah terdiri dari unsur hara makro dan mikro, unsur hara makro umumnya digunakan tanaman dengan jumlah yang lebih besar dari pada unsur hara mikro, namun unsur hara mikro juga sangat penting bagi tanaman karena merupakan pelengkap unsur hara yang diserap oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Adapun beberapa unsur hara makro yang paling dibutuhkan tanaman yaitu (Mulyati & Lolita, 2006):

a. Nitrogen (N) Nitrogen diperlukan tanaman dalam jumlah yang besar. Di dalam jaringan tanaman, unsur hara nitrogen merangsang pertumbuhan vegetatif (akar, batang, daun). Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO3

- (nitrat) dan NH4

+ (amonium), apabila unsur nitrogen tersedia

banyak dari unsur lainnya maka menghasilkan protein lebih banyak.

b. Fosfor Fosfor merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang besar setelah unsur hara N. Tanaman menyerap unsur hara P dalam bentuk H2PO4

-, dan HPO4

-2. Fungsi unsur hara P adalah dapat

13

mempercepat pertumbuhan akar semai, peningkatan pembungaan, pemasakan buah dan biji.

c. Kalium Kalium merupakan unsur hara yang bersifat mudah larut dan hanyut, tanaman menyerap unsur K dalam bentuk K

+, kalium banyak terdapat

pada sel-sel muda atau bagian tanaman yang banyak mengandung protein. dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan perkembangan kekuatan akar tanaman, ketahanan terhadap kerebahan dan serangan hama/penyakit.

14

3 METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Program Studi Kehutanan Universitas Mataram, selama 60 hari mulai dari bulan Januari 2017 sampai bulan Maret 2017.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Semai gaharu umur 2 bulan, pupuk daun Growmore, air, tanah (hutan), bambu, lux meter, termohigrometer, oven, kondensor, alat semprot (sprayer), polybag (20x25), cangkul, paranet (naungan), ayakan, ember, karung, parang, gergaji, cangkul, mistar, jangka sorong (kaliper), timbangan analitik, kamera, alat tulis, kertas label.

3.3 Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan menggunakan metode eksperimental. Metode eksperimental adalah serangkaian tindakan coba-coba yang dilakukan terhadap suatu atau sekumpulan obyek yang pengaruhnya akan diselidiki (Hanafiah, 2014

b). Metode ini digunakan dalam penelitian untuk

mengetahui hubungan sebab dan akibat dari minimal satu variabel yang dimanipulasi, sehingga erat kaitannya dengan hipotesis untuk mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok yang dilakukan perlakuan.

3.4 Rancangan Percobaan Metode pelaksanaan menggunakan metode Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design). Rancangan Petak Terbagi adalah rancangan percobaan dalam penelitian yang menggunakan dua faktorial, menitik beratkan kepada pengaruh utama salah satu faktor dan interaksinya dianggap lebih penting untuk diteliti dari pada pengaruh utama faktor lainnya. Oleh karena itu dalam rancangan petak terbagi, terdiri dari petak utama (main plot) dan anak petak (sub plot). Adapun penelitian ini terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah faktor taraf intensitas cahaya matahari yang terdiri dari 3 aras, faktor kedua adalah faktor dosis pupuk yang terdiri dari 4 aras. Faktor dan taraf perlakuan penelitian ini sebagai berikut:

a. Faktor 1. Intensitas cahaya (C), terdiri dari 3 taraf yaitu: C0 = Intensitas cahaya tanpa paranet (151,73 lux/hari) C1 = Intensitas cahaya satu lapis paranet (40,88 lux/hari) C2 = Intensitas cahaya dua lapis paranet (27,98 lux/hari) b. Faktor 2. Dosis Pupuk (P), terdiri dari 4 dosis yaitu: P0 = Konsentrasi 0 gram/liter air (dosis 0 gram/tanaman) P1 = Konsentrasi 2 gram/liter air (dosis 0,008 gram/tanaman) P2 = Konsentrasi 4 gram/liter air (dosis 0,016 gram/tanaman) P3 = Konsentrasi 6 gram/liter air (dosis 0,024 gram/tanaman)

15

Dari kombinasi perlakuan diperoleh 3 aras perlakuan taraf intensitas cahaya dan 4 aras dosis pupuk, sehingga 3 x 4 = 12 perlakuan. Masing-maisng perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga 12 x 3 = 36 sampel percobaan. Kombinasi perlakuan dilihat pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Kombinasi Perlakuan

Kombinasi Perlakuan Ulangan

Taraf Intensitas Cahaya

Dosis Pupuk

1

2

3

C0

P0 P1 P2 P3

C0P0 C0P1 C0P2 C0P3

C0P0 C0P1 C0P2 C0P3

C0P0 C0P1 C0P2 C0P3

C1

P0 P1 P2 P3

C1P0 C1P1 C1P2 C1P3

C1P0 C1P1 C1P2 C1P3

C1P0 C1P1 C1P2 C1P3

C2

P0 P1 P2 P3

C2P0 C2P1 C2P2 C2P3

C2P0 C2P1 C2P2 C2P3

C2P0 C2P1 C2P2 C2P3

Keterangan:

C0P0 – cahaya 151,73 lux/hari + dosis 0 gram/tanaman/pekan

C0P1 – cahaya 151,73 lux/hari + dosis 0,008 gram/tanaman/pekan

C0P2 – cahaya 151,73 lux/hari + dosis 0,016 gram/tanaman/pekan

C0P3 – cahaya 151,73 lux/hari + dosis 0,024 gram/tanaman/pekan

C1P0 – cahaya 40,88 lux/hari + dosis 0 gram/tanaman/pekan

C1P1 – cahaya 40,88 lux/hari + dosis 0,008 gram/tanaman/pekan

C1P2 – cahaya 40,88 lux/hari + dosis 0,016 gram/tanaman/pekan

C1P3 – cahaya 40,88 lux/hari + dosis 0,024 gram/tanaman/pekan

C2P0 – cahaya 27,98 lux/hari + dosis 0 gram/tanaman/pekan

C2P1 – cahaya 27,98 lux/hari + dosis 0,008 gram/tanaman/pekan

C2P2 – cahaya 27,98 lux/hari + dosis 0,016 gram/tanaman/pekan

C2P3 – cahaya 27,98 lux/hari + dosis 0,024 gram/tanaman/pekan

3.5 Denah Percobaan Percobaan dilaksanakan dengan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3 berikut:

16

Gambar 3.1 Letak Susunan Data Percobaan pada Naungan Dua Lapis

Paranet (Intensitas 27,98 lux/hari).

Gambar 3.2 Letak Susunan Data Percobaan pada Naungan Satu Lapis

Paranet (Intensitas 40,88 lux/hari).

17

Gambar 3.3 Letak Susunan Data Percobaan pada Tanpa Naungan

(Intensitas 151,73 lux/hari).

3.6 Prosedur Penelitian Prosedur dalam penelitian ini adalah:

1. Persiapan Tempat Dibuat 3 tempat pembibitan dengan perlakuan 3 naungan yaitu tanpa paranet, 1 lapis paranet dan 2 lapis paranet. Masing-masing tempat berukuran panjang 1,5 m, lebar 1,5 m, dan tinggi 1,5 m.

2. Persiapan Media Penelitian ini menggunakan media tanam yaitu tanah (hutan) yang diambil dari hutan Pusuk Lestari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat dengan kedalaman 0-30 cm, dikering anginkan, diayak kemudian diisi penuh ke dalam polybag (20x25) lalu ditimbang sama rata.

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat, analisis tanah tersebut berupa kadar air, tekstur tanah, N tersedia, P tersedia, K tersedia, pH, dan C organik.

18

3. Persiapan Bibit Bibit gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg) yang digunakan berumur 2 bulan yang diperoleh dari petani gaharu di Desa Kekait, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat. Bibit yang didapat berukuran semai yang ditanam pada media pot tray, kemudian dipindahkan dari media pot tray ke media polybag.

4. Persiapan Pupuk 4 perlakuan pupuk daun merk Growmore dibuat dengan dosis 0 g/l, 2 g/l, 4 g/l, dan 6 g/l, kemudian larutan dibuat dengan cara menyiapkan 1 liter air bersih sebagai pelarut dalam gelas ukur, pupuk daun dimasukkan dengan berat tertentu sebagai terlarut, hingga jadilah larutan pupuk dengan dosis yang sudah ditentukan. Larutan yang sudah dibuat dimasukkan ke dalam sprayer.

5. Perawatan Awal Gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg) yang sudah dipindahkan ke tempat yang sudah disediakan diberikan waktu adaptasi media dan lingkungan selama 1 pekan di masing-masing kelompok taraf intensitas cahaya, jika ada bibit gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg) yang mati sebelum 1 pekan maka akan digantikan.

6. Perawatan Akhir Masing-masing sampel yang diamati diberikan label menurut jumlah perlakuan dan ulangan.

7. Pemberian Pupuk Daun Pemberian pupuk dilakukan pada pagi hari antara pukul 6.00-9.00 dan sore hari antara pukul 16.00-18.00. Pupuk disemprotkan pada permukaan daun bagian bawah sebanyak 2 ml di pagi dan sore hari, pemupukan dilakukan satu kali sepekan dengan interval waktu yang sama selama dua bulan.

8. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi hari antara pukul 6.00-9.00 dan sore hari antara pukul 16.00-18.00 selama satu pekan untuk adaptasi media tanam dan selama 60 hari pengamatan. Tumbuhan liar yang tumbuh pada media dibersihkan setiap pekan.

9. Berat Berangkasan Kering Tanaman Pengukuran berat berangkasan kering dilakukan pada akhir penelitian. Untuk mendapatkan berat berangkasan kering maka dilakukan pencabutan atau pemisahan tanaman dengan media, selanjutnya ditimbang berat awal tanaman kemudian dilakukan pengovenan pada suhu 60-65ºC selama 2x24 jam, setelah itu tanaman ditimbang kembali. Berat berangkasan kering dihitung dari selisih berat awal dikurangi berat kering.

19

3.7 Pengamatan Parameter Rancangan percobaan menggunakan metode kuantitatif artinya data yang diperoleh berfokus pada hasil data rill melalui pengukuran dan pengamatan di lapangan. Adapun parameter yang diamati adalah tinggi tanaman (cm), diameter batang (mm), jumlah daun (helai) dan berat berangkasan kering (gram) semai gaharu (Gyrinops versteegii. Gilg).

3.8 Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dari parameter yang diamati dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Analisis of Varian) pada program komputer (aplikasi costat statistic) pada jenjang nyata 5%. Jika terdapat perlakuan yang menunjukkan beda nyata maka dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada jenjang nyata 5%.

20

4 HASIL PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis Tanah Tanah yang digunakan dianalisis untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tanah, hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1. Hasil Analisis Tanah

No Parameter Satuan Hasil Uji Harkat*

1 Tekstur 3 fraksi (Pasir:debu:liat)

% 61:29:10 Lempung berpasir

2 pH-H2O - 5,24 Masam 3 Kadar air % 27,16 Rendah 4 C-Organik % 1,71 Rendah 5 N-NH4 ppm 51,43 Sangat tinggi 6 N-NO3 ppm 36,70 Sangat tinggi 7 P-Tersedia ppm 8,50 Tinggi 8 K-Tersedia ppm 46,77 Tinggi

Keterangan: * Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat (2017).

Hasil analisis tekstur tanah menunjukkan fraksi pasir, debu, liat dengan perbandingan 61%:29%:10%, menurut BPTP (2017) fraksi tersebut masuk dalam kategori lempung berpasir. Tekstur sangat penting bagi tanaman dimana dalam tanah akar berpenetrasi sehingga sifat fisik tanah menentukan pertumbuhan akar tanaman. Tekstur tanah berkaitan dengan banyaknya air di dalam tanah, dimana tanah dengan tekstur tanah lempung berpasir memiliki sedikit air, dikarenakan tanah bersifat porous atau mudah dalam meloloskan air. Menurut Hanafiah (2014

a)

porositas adalah proporsi ruang pori total yang terdapat dalam tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, tanah porous berarti mempunyai ruang pori total untuk pergerakan air dan udara masuk dan keluar dengan leluasa. Tanah lempung berpasir mempunyai pori-pori makro yang lebih besar, namun mempunyai luas permukaan yang kecil, sehingga tidak kuat dalam menahan air. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hanafiah (2014

a) bahwa dominansi pasir dalam tanah

menyebabkan terbentuknya pori-pori makro dan luas permukaan menjadi sempit, sehingga daya pegang terhadap air sangat lemah. Begitu halnya dengan tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori sedang, dan tanah yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro. Pori-pori berbanding terbalik dengan luas permukaan tanah, sehingga apabila pori-pori tanah lebih besar maka permukaan tanah akan makin sempit.

Hasil analisis tanah terhadap pH menunjukkan nilai 5,24, menurut BPTP (2017) nilai tersebut masuk dalam kategori tanah masam. pH mempunyai pengaruh langsung pada pertumbuhan tanaman, selain itu nilai pH juga menggambarkan ketersediaan hara bagi tanaman, sesuai

21

dengan yang dikemukakan oleh Hanafiah (2014a), bahwa nilai pH tanah

dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara pada tanah tersebut. Tanah netral umumnya mempunyai ketersediaan unsur hara secara maksimum, sedangkan tanah masam didominasi oleh unsur hara Fe, Mn, B, Cu dan Zn, meskipun begitu unsur hara makro seperti N, P, K tetap tersedia dalam tanah masam namun tidak dalam ketersediaan maksimum (ibid). Nilai pH 5,24 merupakan tingkat kemasaman tanah pada media yang digunakan sehingga tanaman perlu beradaptasi dengan pH yang masam. Dari pengamatan yang dilakukan, tanaman gaharu mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi. Sebagaimana disebutkan oleh Sumarna (2012) bahwa tanaman gaharu tahan terhadap berbagai kondisi struktur dan tekstur tanah, bahkan ekologi tempat tumbuh gaharu bisa tumbuh pada ketinggian 0-2.400 mdpl. Hal ini diduga bahwa tanaman gaharu juga mempunyai kemampuan adaptasi terhadap tingkat pH tersebut.

Kadar air menunjukkan nilai 27,16%, nilai tersebut menurut BPTP (2017) masuk dalam kategori rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki kemampuan mengikat air yang sangat rendah. Rendahnya kadar air tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah dimana tanah dengan kandungan pasir lebih banyak mempunyai pori-pori makro sehingga luas permukaannya kecil. Sesuai yang dikemukakan oleh Hanafiah (2014

a) yang menyatakan bahwa dominasi fraksi pasir akan

menyebabkan terbentuknya pori-pori makro dan luas permukaan yang disentuh bahan menjadi sangat sempit, sehingga daya pengangnya terhadap air sangat lemah. Kondisi ini menyebabkan air sedikit tertahan karena air dan udara mudah masuk-keluar tanah. Lain dari pada itu bahan organik sangat penting bagi tanah dalam meningkatkan daya serap atau daya simpan air dalam tanah. Adapun hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan bahan organik adalah 1,71% yang masuk dalam kategori rendah sehingga tanah tidak kuat dalam mengikat air.

Selama penelitian dilakukan penyiraman secara rutin untuk mengimbangi hilangnya air dalam tanah karena tanah tidak kuat dalam mengikat air, dimana hasil analisis kadar air tanah menunjukkan kategori rendah. Dari pengamatan yang dilakukan, tanaman gaharu mampu tumbuh dengan baik pada kadar air yang rendah. Hal ini diduga karena secara ekologi gaharu tumbuh pada musim beriklim panas dengan suhu 28º-34ºC. Selain itu lahan tempat tumbuh gaharu pada berbagai variasi tekstur dan struktur tanah, sehingga gaharu mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi (Sumarna, 2012).

22

C-organik menunjukkan nilai 1,71% dari total bahan organik tanah yaitu 5%, menurut BPTP (2017) jumlah tersebut masuk dalam kategori rendah. Tanah tersusun atas 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 25% air dan 25% udara. Bahan organik biasanya hanya menyusun 5% bobot total tanah, meskipun hanya sedikit, bahan organik memegang peranan yang sangat penting dalam kesuburan tanah baik secara fisik, kimiawi maupun secara biologis (Hanafiah, 2014

a). Bahan organik

berfungsi sebagai buffer (penyangga) hara, buffer pH dan buffer air, sehingga keberadaan bahan organik sangat penting bagi kesuburan tanah. Selain itu menurut Hanafiah (2014

a) kadar bahan organik tanah

mempunyai pori-pori mikro yang jauh lebih banyak dari pada partikel mineral tanah, sehingga luas permukaan dalam menyimpan air juga banyak, oleh karena itu makin tinggi bahan organik tanah maka makin tinggi kadar air dalam tanah.

Hasil analisis tanah terhadap kandungan N-tersedia dalam bentuk NH4+

dan NO3- menunjukkan nilai masing-masing 51,43 ppm (part per milion)

dan 36,70 ppm. Menurut BPTP (2017) jumlah tersebut masuk dalam kategori harkat sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena sampel tanah diambil dari Hutan Pusuk Lestari pada musim penghujan sehingga kandungan N-tersedia tinggi. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Hanafiah (2014

a) bahwa tingginya kandungan N-tersedia pada tanah

disebabkan oleh adanya fiksasi (pengikatan) yang terjadi secara fisik melalui pelepasan energi listrik pada saat terjadi kilat dan secara kimia melalui proses ionisasi, yang keduanya terjadi pada atmosfer paling atas dan turun ke tanah lewat hujan.

Unsur hara N mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar. Tingginya kandungan N-tersedia pada tanah memudahkan tanaman dalam menyerap unsur hara secara maksimum untuk pertumbuhannya. Hal ini dikarenakan nitrogen termasuk unsur hara makro esensial yang diserap tanaman dalam jumlah terbesar diantara unsur hara lainnya (Hanafiah, 2014

a).

Hasil analisis P-tersedia menunjukkan nilai 8,50 ppm. Nilai tersebut menurut BPTP (2017) masuk dalam kategori harkat tinggi. Unsur hara P sangat penting bagi tanaman yang berfungsi untuk perkembangan akar, menyimpan dan memindahkan energi, membuat tanaman tahan terhadap penyakit, serta penting dalam pertumbuhan generatif tanaman. Unsur hara P merupakan unsur hara yang diserap tanaman dalam jumlah yang besar selain unsur hara N. Selain itu menurut Hanafiah (2014

a) sumber utama di samping dari pelapukan bebatuan/bahan induk

juga berasal dari mineralisasi P-organik hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman. P-tersedia dalam tanah relatif lebih cepat menjadi tidak tersedia akibat terikat oleh kation tanah terutama Al dan Fe pada kondisi

23

masam atau dengan Ca dan Mg pada kondisi netral, kemudian mengalami pengendapan.

Hasil analisis K-tersedia menunjukkan nilai 46,77 ppm. Nilai tersebut menurut BPTP (2017) masuk dalam kategori harkat tinggi. Unsur hara K sangat penting bagi tanaman yang berfungsi untuk metabolisme, percepatan tumbuh jaringan meristem dan sebagai pengaturan buka tutup stomata dan hal-hal yang terkait dengan penggunaan air. Adapun salah satu fungsi spesifik unsur K adalah penyeimbang efek kelebihan unsur hara yang menyebabkan tanaman mudah terserang hama-penyakit, rapuh dan mudah rontok. Unsur K secara spesifik berfungsi dalam penebalan dinding sel dan ketegaran tangkai bunga, daun dan cabang (Hanafiah, 2014

a).

Mas’ud (1992), mengemukakan bahwa, unsur K diserap akar tanaman dalam bentuk kation K

+. Mekanisme penyerapan K melalui aliran massa,

konveksi, difusi, dan serapan langsung dari permukaan jarah tanah.

4.2 Analisis Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran pada tumbuhan baik berupa pertambahan tinggi, jumlah daun, ukuran diameter dan berat. Berdasarkan perlakuan pupuk daun dan perlakuan intensitas cahaya yang digunakan dalam mengetahui pertumbuhan gaharu, diperoleh data dari hasil pengukuran yang kemudian dilakukan analisis sidik ragam (Anova) sebagaimana yang ditunjukkan Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Sidik Ragam Parameter Penelitian

No Parameter Intensitas Cahaya

Pupuk Daun

Pupuk daun*Intensitas cahaya

1 Tinggi Tanaman

** ns ns

2 Diameter Tanaman

ns ns ns

3 Jumlah daun ns ns ns 4 Berangkasan

Kering ** ns ns

Keterangan: * = beda nyata, ** = sangat beda nyata, ns = tidak beda nyata

Berdasarkan data analisis pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa hanya perlakuan intensitas cahaya saja yang memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan berangkasan kering tanaman. Adapun perlakuan pupuk daun dan interaksi antara perlakuan pupuk daun dengan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai gaharu, baik berupa tinggi, diameter, jumlah daun, dan berat berangkasan kering semai gaharu.

24

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan semai gaharu. Untuk mengetahui pengaruh tiap perlakuan akan disajikan dalam masing-masing tabel dan gambar berikut:

4.2.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam (Anova) terhadap pertumbuhan tinggi tanaman gaharu dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Analisis Sidik Ragam Terhadap Tinggi Tanaman Gaharu

Sumber Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Rerata Kuadrat

F Nilai P

Intensitas Cahaya

2 2,468 1,234 19,640 0,008 **

Galat Petak Utama

4 0,251 0,063<-

Pupuk Daun 3 6,764 2,254 3,117 0,052 ns Pupuk*Intensitas Cahaya

6 10,171 1,695 2,344 0,075 ns

Galat 18 13,020 0,723<- Total 35 33,267

Keterangan: * = beda nyata, ** = sangat beda nyata, ns = tidak beda nyata

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman gaharu, sedangkan perlakuan pupuk daun dan interaksi antar perlakuan pupuk daun dengan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan adanya pengaruh.

Nilai yang beda nyata dapat dilihat dari nilai P sebesar 0,008 lebih kecil dari nilai selang kepercayaan sebesar 0,05, sehingga hal tersebut berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, artinya perlakuan intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai gaharu. Pada perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan pengaruh nyata karena nilai P sebesar 0,052 lebih besar dari nilai selang kepercayaan 0,05, hal tersebut berarti bahwa H1 ditolak dan H0 diterima, artinya perlakuan pupuk daun Growmore tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai gaharu. Demikian juga pada interaksi antar perlakuan pupuk daun dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata karena nilai P sebesar 0,075 lebih besar dari nilai selang kepercayaan 0,05, hal tersebut berarti bahwa H1 ditolak dan H0 diterima, artinya perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap pertumbuhan tinggi semai gaharu.

25

Berdasarkan analisis sidik ragam yang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada perlakuan intensitas cahaya, maka dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Adapun hasil uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap perlakuan intensitas cahaya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Perlakuan Intensitas Cahaya Terhadap Tinggi Tanaman Gaharu

Peringkat Perlakuan Intensitas Cahaya

Rata-rata Jumlah Nilai Beda Nyata

1 2 3,761 12 a 2 1 3,208 12 b 3 0 3,203 12 b

Keterangan: Notasi huruf yang sama pada tabel menunjukkan tidak beda nyata, notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata.

Selanjutnya nilai rata-rata perlakuan intensitas cahaya yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman gaharu dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pengaruh Perlakuan Intensitas Cahaya Terhadap Tinggi

Tanaman Gaharu

Gambar 4.1 menunjukkan hasil pengamatan tinggi tanaman dengan rata-rata pertumbuhan tertinggi yang terbesar ditunjukkan oleh perlakuan intensitas cahaya C2 (27,98 lux/hari) dengan nilai 3,761 cm, diikuti dengan perlakuan intensitas cahaya C1 (40,88 lux/hari) dengan nilai 3,208 cm, selanjutnya pertumbuhan terendah ditunjukkan oleh

26

perlakuan intensitas cahaya C0 (151,73 lux/hari) dengan nilai 3,203 cm. Pertumbuhan yang berbeda-beda pada tiap perlakuan intensitas cahaya disebabkan oleh besarnya intensitas cahaya yang diterima tanaman yang menyebabkan suhu meningkat dan kelembaban rendah, sehingga menyebabkan evapotranspirasi yang besar pula. Tanaman dapat mati atau pertumbuhannya akan terhambat jika jumlah air yang ada pada tanah tidak sebanding dengan laju evapotranspirasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Yudistira, Aji & Sutriono (2015) bahwa gaharu yang ditanam pada intensitas cahaya dua lapis paranet juga memberikan hasil pertumbuhan tinggi yang baik dengan nilai 4,04 cm. Pertumbuhan gaharu akan lebih baik di bawah naungan dibandingkan tanpa naungan, sebagaimana Surata & Soenamo (2011) menyatakan bahwa tanaman gaharu yang ditanam di bawah naungan menunjukkan pertumbuhan lebih sehat seperti daun lebih hijau, sedangkan yang ditanam tanpa naungan menunjukkan pertumbuhan daun kekuning-kuningan, pucuk tanaman dan daun muda mengering dan terjadi gugur daun.

Fisiologis pertumbuhan tinggi tanaman akan cepat panjang pada intensitas cahaya yang rendah. Intensitas cahaya yang rendah menyebabkan tanaman lebih tinggi karena pada umumnya tanaman mencari dan membutuhkan cahaya sebagai energi dalam fotosintesis guna menghasilkan glukosa dan oksigen. Menurut Lakitan (2013) cahaya sebagai sumber energi untuk reaksi anabolik fotosintesis yang jelas akan berpengaruh terhadap laju fotosintesis tersebut.

Selanjutnya nilai rata-rata pengaruh perlakuan pupuk daun berdasarkan analisis sidik ragam yang menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata, maka tidak dilakukan uji lanjut. Nilai rata-rata pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap pertumbuhan tinggi tanaman gaharu dapat dilihat pada Gambar 4.2.

27

Gambar 4.2 Pengaruh Perlakuan Pupuk Daun Terhadap Pertambahan

Tinggi Tanaman Gaharu

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, hal ini diduga dikarenakan kandungan unsur hara N, P, K pada media tanam tergolong tinggi. Tingginya unsur hara pada media tanam menyebabkan kurangnya pengaruh dari pemupukan. Hal ini terlihat jelas karena melalui analisis sidik ragam (Anova) pertumbuhan tinggi tanaman tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.

Unsur hara makro esensial seperti N, P, K sangat penting bagi tumbuhan dalam pertumbuhan vegetatif seperti pertumbuhan daun, batang, akar dan tunas. Apabila jumlah ketersediaan unsur hara esensial N, P, K kurang dari yang dibutuhkan tanaman maka mengakibatkan tanaman akan terganggu metabolismenya yang dapat terlihat dari penyimpangan-penyimpangan dalam pertumbuhannya seperti pertumbuhan batang, akar, daun yang terhambat (kerdil) dan klorosis atau nekrosis pada berbagai organ tanaman (Lakitan, 2013). Dari hasil pengamatan pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi tanaman yang paling baik ditunjukkan oleh perlakuan P1 (dosis 2 g/l) dengan nilai 3,994 cm, diikuti oleh perlakuan P2 (dosis 4 g/l) dengan nilai 3,464, P3 (dosis 6 g/l) dengan nilai 3,330 dan yang menunjukkan pertumbuhan paling rendah yaitu perlakuan P0 (dosis 0 g/l) dengan nilai 2.775 cm. Aplikasi pemupukan lewat daun (foliar application) sangat mudah diserap tanaman yaitu melalui stomata atau mulut daun yang berada di bawah permukaan daun. Menurut Mulyati & Lolita (2006) aplikasi pupuk melalui daun digunakan untuk mengatasi kekahatan hara

28

mikro seperti Fe, Zn, Mn, B, Cu, dan Mo, selain itu efektif juga dalam pemberian unsur hara makro seperti N, P, dan K, terutama pada daerah-daerah dingin, yang sangat mengganggu serapan hara oleh akar.

4.2.2 Diameter Tanaman Hasil analisis sidik ragam (Anova) terhadap pertumbuhan diameter tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Analisis Sidik Ragam Terhadap Diameter Tanaman Gaharu

Sumber Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Rerata Kuadrat

F Nilai P

Intensitas Cahaya

2 0,001 6,694 0,125 0,886 ns

Main Plot Error 4 0,021 0,005<- Pupuk Daun 3 0,083 0,028 2,302 0,112 ns Pupuk*Intensitas Cahaya

6 0,097 0,016 1,355 0,285 ns

Error 18 0,216 0,012<- Total 35 0,422

Keterangan: * = beda nyata, ** = sangat beda nyata, ns = tidak beda nyata

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya dan perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dikarenakan nilai P 0,886 dan 0,112 lebih besar dari selang kepercayaan 0,05, hal tersebut berarti bahwa H1 ditolak dan H0 diterima, artinya perlakuan intensitas cahaya tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter semai gaharu dan perlakuan pupuk daun Growmore tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter semai gaharu. Demikian juga pada Interaksi antar perlakuan pupuk daun dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata karena nilai P sebesar 0,285 lebih besar dari nilai selang kepercayaan 0,05, hal tersebut berarti bahwa H1 ditolak dan H0 diterima, artinya perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap pertumbuhan diameter semai gaharu.

Tidak adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan dan interaksi antar perlakuan pupuk daun dengan intensitas cahaya, maka tidak dilakukan uji lanjut.

Nilai rata-rata pengaruh perlakuan intensitas cahaya dan perlakuan pupuk daun terhadap pertumbuhan diameter tanaman gaharu dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.

29

Gambar 4.3 Pengaruh Perlakuan Intensitas Cahaya Terhadap

Pertambahan Diameter Tanaman Gaharu

Gambar 4.3 menunjukkan hasil pengamatan diameter tanaman dengan rata-rata pertumbuhan diameter yang terbesar ditunjukkan oleh perlakuan intensitas cahaya C2 (27,98 lux/hari) dengan nilai 0,362 mm, diikuti dengan perlakuan intensitas cahaya C1 (40,88 lux/hari) dengan nilai 0,361 mm, selanjutnya pertumbuhan terendah ditunjukkan oleh perlakuan intensitas cahaya C0 (151,73 lux/hari) dengan nilai 0,349 mm. Pertumbuhan diameter batang pada semai gaharu yang berbeda-beda pada tiap perlakuan intensitas cahaya diduga disebabkan oleh jumlah air, pada tiap perlakuan cenderung memiliki jumlah air yang berbeda, dikarenakan intensitas cahaya mempengaruhi suhu dan kelembaban, artinya jika intensitas cahaya matahari tinggi maka menyebabkan suhu meningkat dan kelembaban yang rendah kemudian hal ini berkaitan dengan laju evapotranspirasi.

Air merupakan komponen utama tumbuhan, bahkan hampir 90% sel-sel tanaman terdiri dari air, air juga berfungsi sebagai media reaksi hampir pada seluruh proses metabolismenya (Hanafiah, 2014

a). Oleh karena itu

perlakuan intensitas cahaya C2 (27,98 lux/hari) dan C1 (40,88 lux/hari) pertumbuhan diameternya lebih besar dari perlakuan tanpa naungan yaitu perlakuan intensitas cahaya C0 (151,73 lux/hari), bahkan menurut Surata & Soenamo (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa perlakuan naungan dengan sistem tumpangsari meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter, dan persen hidup gaharu. Hal ini disebabkan sistem tumpangsari menciptakan penaung yang lebih baik untuk tanaman gaharu, dimana tumpangsari cokelat menghasilkan

30

pertumbuhan yang paling baik dibandingkan dengan tumpangsari singkong dan jagung serta kontrol. Selanjutnya nilai rata-rata pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap pertumbuhan diameter tanaman gaharu dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Pengaruh Perlakuan Pupuk Daun Terhadap Diameter

Tanaman Gaharu

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap diameter tanaman. Hal ini terlihat jelas karena melalui analisis sidik ragam (Anova) pertumbuhan diameter tanaman tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Rata-rata pertumbuhan diameter yang paling baik ditunjukkan oleh perlakuan P3 (dosis 6 g/l) dengan nilai 0,412 mm, diikuti oleh perlakuan P1 (dosis 2 g/l) dengan nilai 0,392 mm, P2 (dosis 4 g/l) dengan nilai 0,336 mm dan yang menunjukkan pertumbuhan paling rendah yaitu perlakuan P0 (dosis 0 g/l) dengan nilai 0,29 mm.

Menurut Basahona (2013 cit. Mulyati & Lolita, 2006) pertumbuhan diameter batang merupakan pertumbuhan sekunder tanaman, dimana pertumbuhan diameter ini dilakukan oleh aktifitas kambium yang mengadakan pertumbuhan ke arah membujur, mendatar dan menjari sehingga diameter tanaman menjadi lebih tebal. Hal ini tidak lepas dari kebutuhan tanaman akan unsur hara dimana kandungan ketersediaan unsur hara N, P, K dalam media tanah yang digunakan berharkat tinggi, hingga menyebabkan tidak ada pengaruh nyata pemupukan terhadap pertumbuhan diameter batang.

31

4.2.3 Jumlah Daun Hasil analisis sidik ragam (Anova) terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman gaharu dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Analisis Sidik Ragam Terhadap Jumlah Daun Tanaman Gaharu

Sumber Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Rerata Kuadrat

F Nilai P

Intensitas Cahaya

2 30,408 15,204 6,036 0,062 ns

Main Plot Error 4 10,075 2,519<- Pupuk Daun 3 5,406 1,802 1,097 0,376 ns Pupuk*Intensitas Cahaya

6 7,800 1,300 0,792 0,588 ns

Error 18 29,558 1,642<- Total 35 85,165

Keterangan: * = beda nyata, ** = sangat beda nyata, ns = tidak beda nyata

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa perlakuan intensitas cahaya dan perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dikarenakan nilai P 0,062 dan 0,376 lebih besar dari selang kepercayaan 0,05, hal tersebut berarti bahwa H1 ditolak dan H0 diterima, dimana perlakuan intensitas cahaya tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun semai gaharu dan perlakuan pupuk daun Growmore tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun semai gaharu. Demikian juga pada interaksi antar perlakuan pupuk daun dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata karena nilai P sebesar 0,588 lebih besar dari nilai selang kepercayaan 0,05, sehingga hal tersebut berarti H1 ditolak dan H0 diterima, dimana perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap pertumbuhan jumlah daun semai gaharu.

Mengingat tidak adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan dan tidak ada interaksi antar perlakuan pupuk daun dengan intensitas cahaya, maka uji lanjut tidak dilakukan.

Nilai rata-rata pengaruh perlakuan intensitas cahaya dan pupuk daun terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman gaharu dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.

32

Gambar 4.5 Pengaruh Perlakuan Intensitas Cahaya Terhadap

Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Gaharu

Gambar 4.5 menunjukkan hasil pengamatan jumlah daun tanaman. Rata-rata pertumbuhan jumlah daun yang paling besar ditunjukkan oleh perlakuan intensitas cahaya C2 (27,98 lux/hari) dengan nilai 4,565 helai, diikuti dengan perlakuan intensitas cahaya C1 (40,88 lux/hari) dengan nilai 3,704 helai, selanjutnya pertumbuhan terendah ditunjukkan oleh perlakuan intensitas cahaya C0 (151,73 lux/hari) dengan nilai 3,333 helai. Pertambahan jumlah daun pada semai gaharu menunjukkan pertumbuhan yang berbeda-beda pada tiap perlakuan intensitas cahaya, diduga disebabkan oleh faktor intensitas cahaya yang mempengaruhi faktor lainnya seperti suhu, kelembaban, ketersediaan jumlah air tanah, dan laju evapotranspirasi, dimana semua faktor tersebut mempengaruhi fotosintesis.

Daun sangat penting dalam fotosintesis sehingga jumlah daun menentukan laju fotosintesis dalam pertumbuhan tanaman, dimana daun yang muda dengan yang tua atau sudah menguning memiliki kemampuan yang berbeda sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lakitan (2013) bahwa pengaruh umur daun, di samping perbedaan metabolisme fiksasi CO2, umur daun akan mempengaruhi laju fotosintesis. Kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat pada awal perkembangan daun kemudian menurun kemampuannya setelah daun mengalami senescene (penuaan) akan berwarna kuning dan hilang kemampuannya untuk berfotosintesis karena perombakkan klorofil dan hilangnya fungsi kloroplas.

33

Selanjutnya nilai rata-rata pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap pertambahan jumlah daun tanaman gaharu dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Pengaruh Perlakuan Pupuk Daun Terhadap Pertambahan

Jumlah Daun Tanaman Gaharu

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun, hal ini diduga dikarenakan kandungan unsur hara N, P, K pada media tanam memiliki harkat yang tinggi. Tingginya unsur hara pada media tanam menyebabkan kurangnya pengaruh dari pemupukan, hal ini terlihat melalui analisis sidik ragam (Anova) dimana perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah daun.

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah pertumbuhan daun tanaman yang paling banyak ditunjukkan oleh perlakuan P1 (dosis 2 g/l) dengan nilai 4 helai, diikuti oleh perlakuan P3 (dosis 6 g/l) dengan nilai 3,826 helai, P2 (dosis 4 g/l) dengan nilai 3,22 helai dan yang menunjukkan pertumbuhan paling rendah yaitu perlakuan P0 (dosis 0 g/l) dengan nilai 3,086 helai. Pentingnya unsur hara esensial merupakan kebutuhan yang harus ada dalam tanaman, bahkan organ tanaman seperti daun membutuhkan unsur hara N dan Mg sebagai penyusunnya. Lakitan (2013) mengemukakan bahwa unsur N merupakan penyusun protein dan Mg sebagai penyusun klorofil. Dalam jaringan tumbuhan nitrogen merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Selain itu, nitrogen terkandung dalam klorofil, hormon sitokinin dan auksin.

34

4.2.4 Berat Berangkasan Kering Tanaman Hasil analisis sidik ragam (Anova) terhadap berat berangkasan kering tanaman gaharu dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Analisis Sidik Ragam Terhadap Berat Berangkasan Kering Tanaman Gaharu

Sumber Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Rerata Kuadrat

F Nilai P

Intensitas Cahaya

2 6,178 3,089 18,149 0,010 **

Main Plot Error 4 0,681 0,170<- Pupuk Daun 3 1,329 0,441 1,135 0,361 ns Pupuk*Intensitas Cahaya

6 2.469 0,411 1,055 0,424 ns

Error 18 7,022 0,390<- Total 35 17,696

Keterangan: * = beda nyata, ** = sangat beda nyata, ns = tidak beda nyata

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan kering tanaman gaharu, sedangkan perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan adanya pengaruh, begitu pula interaksi antar perlakuan pupuk daun dengan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan adanya interaksi.

Nilai yang nyata dapat dilihat dari nilai P sebesar 0,010 lebih kecil dari nilai selang kepercayaan sebesar 0,05, hal tersebut berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, dimana perlakuan intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan kering semai gaharu. Pada perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata karena nilai P sebesar 0,361 lebih besar dari nilai selang kepercayaan 0,05, hal tersebut berarti H1 ditolak dan H0 diterima, hal ini menunjukkan perlakuan pupuk daun Growmore tidak berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan kering semai gaharu. Interaksi antar perlakuan pupuk daun dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata karena nilai P sebesar 0,424 lebih besar dari nilai selang kepercayaan 0,05, hal tersebut berarti H1 ditolak dan H0 diterima yang artinya perlakuan pupuk daun Growmore dan perlakuan intensitas cahaya tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap berat berangkasan kering semai gaharu.

Berdasarkan analisis sidik ragam yang menunjukkan adanya pengaruh nyata pada perlakuan intensitas cahaya, maka dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Adapun hasil uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap intensitas cahaya dapat dilihat pada Tabel 4.8.

35

Tabel 4.8 Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Perlakuan Intensitas

Cahaya Terhadap Berat Berangkasan Kering Tanaman

Peringkat Perlakuan Intensitas Cahaya

Rata-rata Jumlah Nilai Beda Nyata

1 2 1,829 12 a 2 1 1,685 12 a 3 0 0,887 12 b

Keterangan: Notasi huruf yang sama pada tabel menunjukkan tidak beda nyata, notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata.

Selanjutnya nilai rata-rata perlakuan intensitas cahaya yang berpengaruh nyata terhadap berat berangkasan kering tanaman gaharu dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Berat Berangkasan

Kering Tanaman Gaharu

Gambar 4.7 menunjukkan hasil berat berangkasan kering tanaman dengan berat rata-rata tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan intensitas cahaya C2 (27,98 lux/hari) dengan nilai 1,829 gram, diikuti dengan perlakuan intensitas cahaya C1 (40,88 lux/hari) dengan nilai 1,685 gram, selanjutnya pertumbuhan terendah ditunjukkan oleh perlakuan intensitas cahaya C0 (151,73 lux/hari) dengan nilai 0,887 gram. Berat berangkasan kering yang berbeda-beda tiap perlakuan intensitas cahaya diduga disebabkan oleh penerimaan tanaman terhadap intensitas cahaya

36

matahari, dimana cahaya matahari sebagai sumber energi dalam fotosintesis. Apabila intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman terlalu tinggi, maka mengakibatkan tanaman menjadi merana, seperti yang diungkapkan Surata & Soenamo (2011) bahwa gaharu yang ditanam tanpa naungan menunjukkan pertumbuhan daun kekuning-kuningan, pucuk tanaman dan daun muda mengering dan terjadi gugur daun.

Kaitannya dengan berat berangkasan kering pada perlakuan intensitas cahaya, C2 (27,98 lux/hari) dan C1 (40,88 lux/hari) merupakan pertumbuhan terbaik tanaman gaharu yang menghasilkan berat berangkasan kering yang menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan C0 yaitu tanpa naungan. Fotosintesis pada tanaman akan terjadi jika ketersediaan air sebagai bahan fotosintesis tercukupi. Dalam memproduksi biomasa sangat banyak air yang dibutuhkan, tergantung dari jenis tanaman. Untuk setiap kg bobot kering biomasa yang diproduksi akan ditranspirasikan air sebanyak 500 kg (Hanafiah, 2014

a).

Oleh karena itu ketersediaan air sangat penting untuk menghasilkan berat berangkasan kering, terlepas dari ketersediaan unsur hara esensial yang penting juga.

Selanjutnya nilai rata-rata perlakuan pupuk daun berdasarkan analisis sidik ragam yang menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata, maka tidak dilakukan uji lanjut. Nilai rata-rata pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap berat berangkasan kering tanaman gaharu dapat dilihat pada Gambar 4.8.

37

Gambar 4.8 Pengaruh Perlakuan Pupuk Daun Terhadap Berat

Berangkasan Kering Tanaman Gaharu

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk daun tidak menunjukkan pengaruh terhadap berat berangkasan kering tanaman. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa rata-rata berat berangkasan kering tanaman gaharu yang paling besar nilainya ditunjukkan oleh perlakuan P1 (dosis 2 g/l) dengan nilai 1,634 gram diikuti oleh perlakuan P3 (dosis 6 g/l) dengan nilai 1,626 gram, P2 (dosis 4 g/l) dengan nilai 1,447 gram dan yang menunjukkan berat berangkasan kering tanaman yang paling rendah yaitu perlakuan P0 (dosis 0 g/l) dengan nilai 1,160 gram. Dari hasil analisis diperoleh berat berangkasan kering tanaman tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, diduga berkaitan dengan ketersediaan unsur hara dalam media tanah yang berharkat tinggi, sehingga pengaruh dari pupuk daun tidak terlihat.

Pentingnya unsur hara makro esensial merupakan kebutuhan yang harus ada pada tanaman karena selain penting untuk pertumbuhannya namun juga sebagai penyusun berat tanaman. Menurut Hanafiah (2014

a) unsur hara carbon, hidrogen, dan oksigen, masing-masing

menyusun 45%, 45%, dan 6% bagian tanaman, sedangkan unsur hara makro esensial terbatas meliputi N, P, K, S Ca, dan Mg, yang masing-masing menyusun >0,1% bagian tanaman, dan selain itu unsur hara mikro menyusun 0,01% bagian tanaman.

Fotosintesis yang terjadi pada tanaman sangat dipengaruhi oleh jumlah daun tanaman itu sendiri dimana jumlah daun yang tinggi mengakibatkan laju fotosintesis yang tinggi pula, sehingga jumlah daun melalui fotosintesis mempengaruhi pertumbuhan diameter dan berat berangkasan kering tanaman. Adapun nilai yang discontinue (terputus)

38

pada perlakuan pupuk daun yang terlihat pada Gambar 4.4, 4.6, dan 4.8, diakibatkan oleh jumlah daun semai gaharu yang sudah berbeda sejak awal penelitian dimana jumlah daun menentukan serapan unsur hara melalui daun terlepas dari dosis yang diberikan.

39

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Perlakuan pupuk daun Growmore tidak berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun dan berat berangkasan kering semai gaharu.

2. Perlakuan intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan berat berangkasan kering semai gaharu, dan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter dan jumlah daun semai gaharu.

3. Interaksi dari perlakuan pupuk daun Growmore dan intensitas cahaya tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, dan berat berangkasan kering semai gaharu.

5.2 Saran Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai tinggi paranet yang sesuai dan umur gaharu yang lebih bervariasi dengan waktu penelitian yang lebih lama, dan menggunakan variabel bebas yang lebih bervariasi agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal untuk pembudidayaan yang baik ke depannya.

40

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2011. Gaharu. Badan Standardisasi Nasional SNI 7631. Diakses pada tanggal 15 Mei 2017. Dari <http://arkn-fpd.org/data_content/standard/13264_SNI_7631-2011.pdf>.

Basahona, S., Lasut M.T., Rombang, J.A., & Thomas, A. 2013.

Pemberian Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Bibit Gaharu (Grynops Caudata, (Gilg) Domke). Jurnal Cocus. Vol. 2 No. 3. Hal 1.

Betrianingrum, C. 2009. Kajian Pertumbuhan Eksplan Pucuk Gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg) Domke) Melalui Teknik Ex Vitro Epartemen. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Hanafiah, K.A. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Hanafiah, K.A. 2014. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Mas'ud, P. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa Bandung. Bandung.

Mulyati. & Lolita, E.S. 2006. Pupuk dan Pemupukan. Mataram University Press. Mataram.

Lakitan, B. 2013. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Lingga, P. & Marsono. 2013. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Perum Bukit Permai. Cibubur. Jakarta Timur.

Siddik, M. 2010. Pengembangan Rantai Nilai Komoditas Gaharu Sebagai Alternatif Pengentasan Kemiskinan di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Agroteksos. Vol. 20 No. 2-3. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram

Siran, A.S. & Turjaman, M. 2010. Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Kampus Balitbang Kehutanan. Bogor.

Suharti, S. 2010. Prospek Pengusahaan Gaharu Melalui Pola Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Jurnal Info Hutan. Vol. VII No. 2 : 141-154. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Sumarna. Y. 2008. Beberapa Aspek Ekologi, Populasi Pohon, dan Permudaan Alam Tumbuhan Penghasil Gaharu Kelompok Karas (Aquilaria Spp.) di Wilayah Provinsi JambI. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. V No. 1 : 93-99.

41

Sumarna. Y. 2012. Budidaya Jenis Pohon Penghasil Gaharu. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Litbang Produktivitas Hutan. Bogor.

Surata, I.K. & Soenamo. 2011. Penanaman gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke) Dengan Sistem Tumpang Sari di Rarung, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. 8 No. 4 : 349-361.

Suryandari, E.Y. 2008. Pengembangan Gaharu Di Kabupaten Lombok Barat : Potensi dan Permasalahan. Jurnal Info Sosial Ekonomi. Vol. 8 No. 217 - 229. Hal 218.

Vantompan, W.D.P., Arreneuz, S., & Wibowo, M.A. 2015. Perbandingan Inokulan Fusarium sp Menggunakan Metode Infus dan Injeksi Untuk Mendapatkan Gaharu Pada Pohon Aquilaria malaccensis. Jurnal Kimia Katulistiwa. Vol. 4 No. 1. Hal 34-37.

Yudistira., Aji, I.M.L., & Sutriono, R. 2015. Pengaruh Media Tanam Dan Kelas Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Benih Gaharu (Gyrinops versteegii). Jurnal Media Bina Ilmiah. Vol. 9 No 5. Hal 68.

LAMPIRAN

42

Lampiran 1. Pengukuran Intensitas Cahaya

No Tanggal Tanpa

Paranet 1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

1 3/1/2017

88,6 18,34 12,2

37,4 11,85 8,23

60,1 10,84 6,2

2 4/1/2017

19,12 5,5 3,3

108,8 30,6 15,71

46,9 18,59 9,11

3 5/1/2017

74,9 16,64 12,7

103,7 33,2 24,8

49,9 16,54 8

4 6/1/2017

60,3 15,22 8,1

94,5 30,4 17,4

15,19 4,39 2,34

5 7/1/2017

41,9 10,73 6,96

65,5 15,63 9,9

13,9 4,15 2,39

6 8/1/2017

73,6 21,6 12,62

100,9 29,2 20,6

19,99 5,66 3,21

7 9/1/2017

68,2 14,64 9,95

23,3 6,32 4,42

13,19 3,65 2,05

8 10/1/2017

62,7 13,16 9,92

102,8 29,6 19,34

7,76 2,07 1,25

9 11/1/2017

61,4 16,95 11,33

102,8 25,2 16,45

71,8 23,5 12,64

10 12/1/2017

62,5 15,13 10,58

39,6 10,44 6,45

34,3 10,18 5,53

11 13/1/2017

67,2 15,43 10,72

102,9 32,1 17,54

26,2 7,98 4,15

12 14/1/2017

22,8 6,37 4,65

31,2 8,75 5,24

47,6 16,77 8,72

43

No Tanggal Tanpa

Paranet 1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

13 15/1/2017

11,63 2,63 1,53

80,1 23,4 14,17

64,4 17,72 7,98

14 16/1/2017

36,6 10,38 6,24

20,7 5,65 3,56

37,6 11,85 6,35

15 17/1/2017

49,2 12,15 7,72

76,9 23,6 16,44

10,82 3,32 1,87

16 18/1/2017

72,3 17,88 10,83

94,8 23,2 15,06

50,3 15,39 9,14

17 19/1/2018

74,2 20 14,75

108,8 29,5 24,2

40,3 18,63 6,27

18 20/1/2019

17,06 4,84 3,03

12,34 3,41 2,25

14,67 4,09 2,43

19 21/1/2017

42,5 10,22 9,34

111,2 32,3 26,8

36,1 11,27 5,27

20 22/1/2017

59,2 15,02 13,43

78,9 16,41 12,07

26,3 8,47 4,78

21 23/1/2017

44,8 11,77 8,57

74,4 21,4 15,28

21,6 6,61 3,6

22 24/1/2017

65,6 17,29 11,29

68,8 14,22 9,14

43,4 10,66 9,12

23 25/1/2017

74,2 20,5 14,75

108,5 29,5 24,2

14,67 4,09 2,43

24 26/1/2017

36,6 10,38 6,24

78,4 21,4 16,44

47,6 16,77 8,7

25 27/1/2017

22,9 6,4 4,65

94,6 23,2 15,1

34,3 10,18 5,53

44

No Tanggal Tanpa

Paranet 1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

26 28/1/2017

47,2 12,5 7,5

76,8 23,2 16,35

14,67 4,03 2,4

27 29/1/2017

49,2 12,15 7,71

78,4 18,32 14,11

10,5 3,21 1,87

28 30/1/2017

11,8 2,65 1,63

50,4 13,45 7,68

13,54 3,21 2,02

29 31/1/2017

42,2 12,09 7,24

52,2 14,39 8,94

13,37 3,62 2,09

30 1/2/2017

0 0 0

0 0 0

0 0 0

31 2/2/2017

0 0 0

56,6 14,72 8,94

12,22 2,42 1,58

32 3/2/2017

13,19 3,34 1,95

49,3 12,53 7,66

0 0 0

33 4/2/2017

57,7 14,34 9,34

102,8 25,8 20,3

79,1 24,1 13,96

34 5/2/2017

59,4 9,32 5,62

0 0 0

9,54 2,52 1,49

35 6/2/2017

22,9 5,81 3,93

71,1 17,22 13,16

17,53 4,67 2,55

36 7/2/2017

26,7 6,62 4,88

108,3 30,2 21,75

28 7,48 4,32

37 8/2/2017

21,6 5,95 3,48

48,1 11,92 7,45

0 0 0

38 9/2/2017

20,4 5,18 3,35

49,2 12,37 8,32

14,69 3,52 2,31

45

No Tanggal Tanpa

Paranet 1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

39 10/2/2017

18,13 4,82 3,04

57,2 12,78 8,84

26,3 7,15 4,13

40 11/2/2017

23,6 5,99 3,82

64,4 16,95 12,82

67,7 17,86 8,21

41 12/2/2017

50,9 12,4 8,66

45,1 12,03 7,7

28,4 7,5 4,93

42 13/2/2017

15,11 3,91 7,78

108,6 28 22,2

62,3 17,41 9,67

43 14/2/2017

64,3 15,23 11,32

109,2 28,4 21

77,2 22,5 14,98

44 15/2/2017

67,9 14,94 11,88

109 28,4 21,3

88,8 26,2 13,52

45 16/2/2017

70,3 13,4 11,44

25,3 7,12 4,27

28,4 7,55 4,78

46 17/2/2017

59,4 17,25 10,2

109,6 29,3 24,7

81,4 27,6 14,72

47 18/2/2017

61,9 14,31 9,27

106,4 25,7 22,3

27,3 7,81 4,46

48 19/2/2017

56,9 16,23 11,69

76,1 17,75 12,82

9,14 2,65 1,32

49 20/2/2017

52,6 15,32 10,78

103,5 25 22,5

11,69 3,02 1,93

50 21/2/2017

55,7 14,89 11,17

100,9 24,7 19,47

21 5,73 3,39

51 22/2/2017

72,3 16,56 12,56

109,3 30,1 25,2

35,3 10,84 6,47

46

No Tanggal Tanpa

Paranet 1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

52 23/2/2017

74,3 18,08 13,21

17,68 5,12 3,28

72,3 24,9 14,62

53 24/2/2017

51,9 12,03 8,47

109,3 30,2 25,8

72,1 25,5 15,84

54 25/2/2017

44,6 12,22 8,37

75,4 17,6 13:07

40,6 15,19 8,75

55 26/2/2017

55,7 15,06 12,5

100,5 24,8 19,49

35,6 11,22 6,73

56 27/2/2017

42,8 11,87 8,38

75,9 17,8 13,21

0 0 0

57 28/2/2017

59,8 17,25 11,23

108,1 30 25,2

9,17 2,44 1,32

58 1/3/2017

45,2 12,73 8,54

31,7 6,58 4,21

0 0 0

59 2/3/2017

61,3 17,26 11,49

22,6 6,91 42,2

21 5,63 3,3

60 3/3/2017

40,8 11,23 7,54

31,2 8,75 5,31

36,5 11,12 6,7

jumlah 9.104,01 2.452,66 1.678,61

Rata-rata/hari 151,73 40,88 27,98

Persentase 100% 27% 18%

47

Lampiran 2. Pengukuran Suhu dan Kelembaban

No Tanggal

Tanpa Paranet

1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

°C % RH °C % RH °C % RH

1 3/1/2017

37,7 43,4 32,4 49,4 30,4 45,5

31,4 47 29,4 51,4 30,4 56,6

34,3 39,4 33,9 39,7 33,1 36,1

2 4/1/2017

29,8 49,7 29,3 50,5 29,3 54,9

38,6 38,5 32,5 45,7 32,2 48,4

37,5 35,8 33,8 38,7 32,2 38,9

3 5/1/2017

36,4 40,8 31,9 44,5 30,9 50,1

34,9 35,6 33,9 40,4 33 42

32,5 40,1 32,4 40,8 32 44,4

4 6/1/2017

33,8 44,3 32,6 49,1 32 50,8

35,4 35,4 24,4 39,5 34,2 40,9

31,5 45,6 31,1 45,7 30,5 46

5 7/1/2017

31,7 45,6 31,3 46,8 30,3 48,2

34 36,5 33,6 39,5 33,2 40,3

31,2 41,8 31 42 31 42,5

6 8/1/2017

32,1 42,1 30,8 46,4 30,8 49,6

37,6 32,7 32,6 38,2 32,1 41,4

32,2 42 31,7 42,6 31 42,8

7 9/1/2017

33,7 41,7 32,6 43,6 31,4 47

34 42 33,1 43,1 32,4 42,9

30,8 45,8 30,5 46,3 30,2 46,6

8 10/1/2017

34,3 41,3 31,9 44,3 31,5 45,5

36,7 33,8 33,8 38,5 33,4 42,2

29,7 52,5 29,5 52 29,6 51,4

9 11/1/2017

35,3 36,7 32,3 38,9 32,1 41,6

37,5 33,2 34,3 38,5 33,8 39,7

37,6 31,9 35,7 35,8 34 37,4

10 12/1/2017

34,2 38,1 32,6 43,1 31,5 44,5

33,1 43,4 31,7 45,4 31,4 40,1

31,4 37,8 30,5 45,7 30 46,7

11 13/1/,2017

32,1 41,2 31,7 45,6 31,4 47,9

37,2 30,2 33,9 35,2 33,5 38,5

32,8 36,2 31,7 38,5 31,6 39

12 14/1/2017

29,2 51,8 28,4 53,2 28,4 53,4

31,8 44,6 30,1 47,7 29,5 48,5

32,9 36,9 31,9 39,7 31,5 40,3

48

No Tanggal

Tanpa Paranet

1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

°C % RH °C % RH °C % RH

13 15/1/2017

27,8 66,7 27,3 67,9 27,1 71,8

34,6 37,2 31,6 45,4 30,5 51,4

30,5 49,7 29,5 51,3 29,6 51,6

14 16/1/2017

30,4 51,7 29,7 55,7 29,1 55,9

29,2 52,7 28,7 54,5 28,7 54

30,6 41,2 30,5 43,8 29,7 45,6

15 17/1/2017

32,4 41,7 30,1 49,5 29,4 51,4

32,7 41,7 31,6 44,6 31,2 47,2

27,6 64,9 27,5 61,8 27,1 62,6

16 18/1/2017

30,8 51,8 29,3 56,1 28,6 56,5

34,7 40,6 32,4 44,3 32,2 44,8

33,2 36,7 32,1 37,2 31,9 38,6

17 19/1/2017

31,8 42,4 29,5 47,9 29,7 48,8

36,1 32,7 33,3 39,2 32,5 40,4

31,9 44,1 31,4 46,5 31 45,7

18 20/1/2017

28,4 55,4 28,2 60,4 28,2 60,5

28,3 62,7 28,1 62,4 28,2 60,2

29,4 48,8 28,5 51,5 28,1 52,8

19 21/1/2017

33,8 38,4 32,6 40,4 31,1 42,8

36,3 33,2 34,5 34,7 33,9 38,5

33,1 43,4 31,1 46 31,1 46,7

20 22/1/2017

33,8 41,6 311,4 44,8 30,9 46,9

35 38,9 33,9 43,9 32,4 46,9

32,4 40,3 30,4 44,7 29,8 44,9

21 23/1/2017

31,9 43 30,1 50,7 29 56,1

36,13 37,2 32,2 43,9 31,8 44

32,8 45,9 30,9 48,4 31,1 48,3

22 24/1/2017

32,9 46,1 30,3 49,6 29,9 53,6

33,8 42,5 31,2 48,5 31,3 48,5

33 41,2 32 45,2 30,9 47,5

23 25/1/2017

31,8 42,4 29,5 47,9 29,7 48,8

36,1 32,7 33,3 39,2 22,5 40,4

39,4 48,8 28,5 51,5 28,1 52,6

24 26/1/2017

30,4 51,7 29,7 55,6 29,1 56,1

32,9 40,7 31,6 44,5 31,2 46,6

31,4 39,2 30,5 45,7 30 46,7

49

No Tanggal

Tanpa Paranet

1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

°C % RH °C % RH °C % RH

25 27/1/2017

29,3 51,8 29 55,2 28,4 53,4

23,7 40,6 32,4 44,3 32,2 44,5

31,4 37,8 30,5 45,8 30 46,6

26 28/1/2017

32,4 41,7 30,2 50 29,4 52,4

35 38,8 33,9 43,9 32,2 46,5

29,3 48,8 28,2 52,8 28 53,5

27 29/1/2017

32,8 42 30,5 51,2 29,5 52,3

35,1 38,5 33,8 43,6 32,2 47,5

27,5 64,9 27,5 63,7 27,5 62,2

28 30/1/2017

27,8 66,8 27,3 67,7 27,1 71,3

30,5 47,3 30,2 47,9 30,9 48,1

29,5 48,8 29,1 49,1 29,1 50,2

29 31/1/2017

30,3 56,9 30,1 81,5 30 53,5

30,7 46,9 30,7 47,5 30,4 49,1

29,7 48,2 29 48,6 29,1 48,8

30 1/2/2017

25,2 80 25,2 80 25,2 80

25,6 72,6 25,6 72,6 25,6 72,6

25,6 73,5 25,6 73,5 25,6 3,5

31 2/2/2017

24,8 80,2 24,8 80,2 24,8 80,2

28,6 55,6 28,5 55,9 28,5 55,8

26,8 60,3 26,4 60,8 26,8 61,5

32 3/2/2017

26,9 60,3 26,5 60,7 26,2 61,1

28,3 53,5 27,9 52,9 27,5 52,8

25,6 73,7 25,6 73,7 25,6 73,7

33 4/2/2017

30,8 45,6 31,5 48,1 30,6 48

34,5 34,7 33,5 38,6 33 42,9

34,8 30,8 33 35 31,7 40,4

34 5/2/2017

31,4 40,3 30,5 41,3 30,4 42,3

27,5 73,1 27,5 73,1 27,5 73,1

28,3 51,8 28,2 53,2 28 53,4

35 6/2/2017

29,3 55,5 29,3 55,6 29,3 55,7

32,3 44,3 32,1 44,6 32 45

29,9 50 29,8 51,5 29,6 54,8

36 7/2/2017

31,2 43,5 30,8 44,6 30,2 45,4

35,2 37,4 33,2 41,5 32,9 42,7

30,6 43,6 30,6 43,9 29,8 45

50

No Tanggal

Tanpa Paranet

1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

°C % RH °C % RH °C % RH

37 8/2/2017

28,7 52,9 28,3 53,4 28,1 54,2

31,3 46,5 31 46,8 30,8 47,1

27,1 75,8 27,1 75,8 27,1 75,8

38 9/2/2017

28,5 54,6 28,4 56,4 28,2 55,8

30,7 49,5 30,3 50,4 29,8 50,6

28,3 52,1 28,1 53,1 28 53,2

39 10/2/2017

28,9 59,8 28,1 60,2 28,1 60,8

29,6 55,7 28,9 55,9 28,9 56,2

30 50,4 29,8 50,7 29,7 50,7

40 11/2/2017

31,2 52,4 29,9 53,2 29,2 53,4

30,1 60,1 29,1 60,5 28,9 62

30,5 49,7 29,5 51,3 29,4 51,4

41 12/2/2017

29,2 56,2 30,1 53,4 31,4 47,8

31,1 43,4 30,3 47,9 30,1 44,2

28,7 52,1 28,6 53 28,4 53,2

42 13/2/2017

33,4 52,9 29,1 61,1 28,7 62,5

33,8 37,9 32,7 41,4 32,2 45,6

34,5 37,1 33,6 39,6 32,9 40,2

43 14/2/2017

34,1 33,4 32,2 40,8 31,5 42,4

35,9 32,7 33,8 38,6 34,7 41,1

33,8 35,2 32,8 38,9 32,1 39,7

44 15/2/2017

34,7 39 31,9 39,8 31,3 40,2

38,2 32,4 33,1 34,7 32,2 35,9

37,5 25,2 33,4 35,6 33,7 36,5

45 16/2/2017

31,7 39,5 30,6 43,3 29,7 44,7

30,9 42,9 30,2 45,2 30,9 44,9

28,9 53,3 28,8 54,8 28,4 55,2

46 17/2/2017

34,9 38 31 43,3 30,6 45,3

36,6 30,9 33,2 37,9 32,6 37,9

34,7 28,3 34,3 37,5 32,2 39,8

47 18/2/2017

35,5 31,6 31 41,2 30,6 43,8

36,7 37,4 33,3 40,7 32,7 41,4

31,5 42 30,9 43,3 30,6 44

48 19/2/2017

33,4 40,8 30,2 51,1 29,2 55,3

34,7 28 32,7 42,4 31,9 42,7

32,1 29,7 31,7 29,8 31,7 39,6

51

No Tanggal Tanpa Paranet 1 Lapis Paranet

2 Lapis Paranet

°C % RH °C % RH °C % RH

49 20/2/2017

34,3 38,2 22,1 43,14 31,4 47,2

35,2 34,8 33,4 40,2 32,7 42,8

31,6 45,3 30,9 45,1 24,9 46

50 21/2/2017

36,5 35,8 31,4 43,2 30,3 46,4

36,1 36,4 34,7 40,2 32,9 41,7

31,1 38,2 31,9 38 51,3 39,2

51 22/2/2017

32,9 40,7 32,4 42,3 31,2 47,4

37,6 30,1 35,9 34,3 34,4 38,4

36,3 33,3 33,9 35,5 33,8 37,4

52 23/2/2017

33,9 40,2 33,2 43,2 32,6 44,5

33,2 40,4 33,2 42,3 32,8 42,9

36,7 31 33,2 35,7 32,6 39,6

53 24/2/2017

31,4 41,4 30,3 46,2 29,5 47,9

36,7 30,9 33,3 38,4 32,5 39,2

34,9 31,1 34,1 39,5 32,2 40,2

54 25/2/2017

32,1 40,4 30,2 44,2 29,9 45,4

33,9 36,8 33 40,7 32,8 41,9

32,9 37,8 31,5 39,2 30,8 40

55 26/2/2017

35,5 35,9 31,9 42,3 30,4 46,3

36,2 35,8 34,7 40,1 32,8 42,5

36,1 36 34,2 41,3 32,8 42,9

56 27/2/2017

33,7 40,5 32,5 42,3 31,4 44,5

35,9 34,3 33,2 39,7 33 40,8

25,5 70 25,5 70 25,5 70

57 28/2/2017

33,9 40,6 31,2 46,4 30,6 48,4

37,3 34,9 34 42,7 33,9 43,5

32,1 40,7 31 44 31 45,2

58 1/3/2017

32,4 40,5 30,3 44,2 29,8 45,7

34,8 37,4 32,7 41,6 32,9 44,1

25,8 76,5 25,8 76,5 25,8 76,5

59 2/3/2017

32,5 42,5 30,6 46,7 29,6 49,5

33,2 41,2 30,3 46,2 29,7 48,8

31 42,8 30 46,4 29,2 49,1

60 3/3/2017

32,4 42,5 30,2 45,4 29 47,2

32,1 42 30,3 44,2 30,3 42,1

33,2 42,5 31,2 45,2 30,5 45

jumlah 5.825 7.964 5.832,5 8.564,8 5.493 8.693,4

Rata-rata 32,36 44,25 32,40 47,58 30,51 48,30

52

Lampiran 3. Pengukuran Curah Hujan

No Tanggal Volume air (ml) CH (mm)

1 3/1/2017 0 0

2 4/1/2017 0 0

3 5/1/2017 0 0

4 6/1/2017 0 0

5 7/1/2017 0 0

6 8/1/2017 0 0

7 9/1/2017 0 0

8 10/1/2017 0 0

9 11/1/2017 0 0

10 12/1/2017 0 0

11 13/1/2017 9,8 0,98

12 14/1/2017 247 24,7

13 15/1/2017 5,5 0,55

14 16/1/2017 85,5 8,55

15 17/1/2017 35 3,5

16 18/1/2017 0 0

17 19/1/2017 91 9,1

18 20/1/2017 0 0

19 21/1/2017 0 0

20 22/1/2017 128,4 12,84

21 23/1/2017 254 25,4

22 24/1/2017 0 0

23 25/1/2017 0 0

24 26/1/2017 13 1,3

25 27/1/2017 76 7,6

26 28/1/2017 28,9 2,89

27 29/1/2017 122,8 12,28

28 30/1/2017 323,5 32,35

29 31/1/2017 507,2 50,72

30 1/2/2017 763,8 76,38

31 2/2/2017 308,6 30,86

32 3/2/2017 71 7,1

33 4/2/2017 0 0

34 5/2/2017 21 2,1

35 6/2/2017 0 0

36 7/2/2017 215,3 21,53

37 8/2/2017 68,2 6,82

38 9/2/2017 415,5 41,55

39 10/2/2017 162,4 16,24

40 11/2/2017 171 17,1

53

No Tanggal Volume air (ml) CH (mm)

41 12/2/2017 168,7 16,87

42 13/2/2017 42,6 4,26

43 14/2/2017 0 0

44 15/2/2017 0 0

45 16/2/2017 0 0

46 17/2/2017 0 0

47 18/2/2017 0 0

48 19/2/2017 0 0

49 20/2/2017 0 0

50 21/2/2017 0 0

51 22/2/2017 0 0

52 23/2/2017 0 0

53 24/2/2017 0 0

54 25/2/2017 0 0

55 26/2/2017 0 0

56 27/2/2017 17 1,7

57 28/2/2017 14 1,4

58 1/3/2017 307 30,7

59 2/3/2017 60,8 6,08

60 3/3/2017 0 0

54

Lampiran 4. Pengamatan Tinggi Tanaman

No Perlakuan

Pengamatan Tinggi Pekan Ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 C0P0-U1 9,4 10,1 10,3 11 11,5 12,2 12,9 13,3 14,1 14,3

2 C0P0-U2 8,1 8,9 9,5 10,3 11,1 11,8 12,4 13,2 13,5 13,7

3 C0P0-U3 10,1 11 11,3 12 12,7 13,2 13,6 14 14,5 14,8

4 C0P1-U1 6,7 7,5 7,8 8,3 8,8 9,3 9,8 10,5 11 11,4

5 C0P1-U2 10,1 10,9 11,2 12,2 13 13,7 14,4 15,2 16,2 16,4

6 C0P1-U3 7,6 8,5 9,7 10,3 11 11,8 12,5 13,5 14,4 14,5

7 C0P2-U1 10,2 11,1 11,8 13 14 15 15,9 17,5 18,7 19,5

8 C0P2-U2 9,2 10,2 10,2 10,6 11,1 11,8 12,5 13,4 14,3 14,6

9 C0P2-U3 6 6,4 7,1 7,7 8,6 9,5 10,3 11,3 12 12,3

10 C0P3-U1 8,4 9,2 9,5 9,7 10,2 10,4 10,8 11,5 12,1 12,8

11 C0P3-U2 6,4 6,8 7,2 7,4 8,6 8,7 9,2 10 11 11,3

12 C0P3-U3 6,8 7,5 7,7 8,2 9 9,2 9,4 10,5 11,6 12

13 C1P0-U1 11 11,4 11,5 12,3 12,5 12,8 13,5 14 14,9 15,6

14 C1P0-U2 9,5 9,8 10,6 11 11,8 12,6 13,2 14,3 15,8 16,9

15 C1P0-U3 9,8 10 10,2 10,2 10,7 10,8 11,1 11,9 13,3 13,9

16 C1P1-U1 11,8 12,7 13,2 13,9 14,7 15,5 16,2 17 18,5 19,7

17 C1P1-U2 8,4 9,3 10 10,5 11,4 12 12,8 14 15,3 16,2

18 C1P1-U3 9,5 10,6 11,8 12,4 13,7 15,1 16,3 17,6 19,1 21,2

19 C1P2-U1 6,7 7,1 7,6 8,3 8,6 9,3 9,8 10,5 11,5 13

20 C1P2-U2 5,4 5,5 5,8 5,9 6,2 6,7 7,2 7,8 8,4 9,4

55

No Perlakuan Pengamatan Tinggi Pekan Ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

21 C1P2-U3 8,8 9,1 9,1 10 10,4 10,9 11,3 12,1 13,5 14,8

22 C1P3-U1 9,1 9,7 10,3 10,7 11,2 11,5 12,3 12,6 14,4 15,1

23 C1P3-U2 11 11,5 12,3 13,7 14,1 14,8 15,1 16,1 17,5 18,6

24 C1P3-U3 8,4 9,5 10,2 11,3 11,5 12,1 12,8 13,4 14,5 16,3

25 C2P0-U1 8,6 9,4 10,1 10,6 11 11,7 12 12,8 13,1 15,1

26 C2P0-U2 10 11 11,5 12 12,7 13,2 13,5 14 15,1 15,6

27 C2P0-U3 9 9,6 9,7 10,5 11,5 11,5 11,5 12 12,6 13,2

28 C2P1-U1 8,2 8,6 9,9 10,1 10,7 11 11,6 12,4 13,3 14

29 C2P1-U2 7,5 8,1 8,7 10 10,4 11,5 12 13,2 14 14,2

30 C2P1-U3 9,7 10,6 11,7 12 13,3 14,5 15,2 16,5 18 19

31 C2P2-U1 9,1 10,4 11,1 12 13 13,7 14,5 15,2 16,9 17,6

32 C2P2-U2 7,9 8,7 9,7 10,2 11,9 12,8 13,4 14,2 15 15,6

33 C2P2-U3 7 8 8,6 9,3 9,9 10,2 11,1 12,2 13,6 14,2

34 C2P3-U1 9 9,7 10,5 11,6 12,5 12,6 13,3 14,3 15,6 16,3

35 C2P3-U2 11 11,4 11,5 12,2 12,5 13 13,5 14,2 15,8 16,5

36 C2P3-U3 9,5 10,1 10,9 12,1 12,8 14,2 15 16,5 18 19,5

56

Lampiran 5. Pengamatan Diameter Tanaman

Perlakuan Pengamatan Pekan Ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 C0P0-U1 1,7 1,7 1,7 1,8 1,8 1,9 2 2,2 2,2 2,3

2 C0P0-U2 1,3 1,3 1,3 1,4 1,5 1,6 1,6 1,6 1,7 1,7

3 C0P0-U3 1,7 1,7 1,8 1,9 2 2 2,1 2,2 2,3 2,3

4 C0P1-U1 1,4 1,5 1,5 1,6 1,6 1,8 1,9 2 2,1 2,2

5 C0P1-U2 2 2 2 2 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,8

6 C0P1-U3 1,4 1,6 1,6 1,7 1,8 1,9 2 2,2 2,3 2,3

7 C0P2-U1 2,2 2,2 2,3 2,3 2,6 2,7 2,8 3 3 3,3

8 C0P2-U2 1,8 1,8 1,8 1,8 2 2,1 2,1 2,2 2,3 2,4

9 C0P2-U3 1,4 1,4 1,4 1,5 1,6 1,7 1,7 1,7 1,8 1,9

10 C0P3-U1 1,4 1,5 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2,1 2,2 2,3

11 C0P3-U2 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,8 1,8 1,9 2 2,1

12 C0P3-U3 1,5 1,5 1,5 1,6 1,7 1,8 1,8 2 2,1 2,4

13 C1P0-U1 1,5 1,6 1,6 1,7 1,7 1,7 1,8 1,9 2,1 2,2

14 C1P0-U2 1,6 1,6 1,7 1,7 1,8 1,9 1,9 2,2 2,5 2,5

15 C1P0-U3 1,7 1,8 2 2 2 2 2 2,2 2,3 2,3

16 C1P1-U1 1,9 1,9 2 2 2 2 2,1 2,3 2,5 2,8

17 C1P1-U2 1,5 1,5 1,7 1,7 1,8 1,9 2 2,2 2,5 2,6

18 C1P1-U3 1,7 1,7 1,7 1,8 2 2,1 2,2 2,5 2,9 3,2

19 C1P2-U1 1,4 1,4 1,4 1,5 1,6 1,6 1,7 1,9 2,2 2,5

20 C1P2-U2 1 1 1 1,1 1,2 1,2 1,3 1,3 1,3 1,3

21 C1P2-U3 1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 1,5 1,7 1,9 2,1

57

No Perlakuan Pengamatan Pekan Ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

22 C1P3-U1 1,6 1,7 1,8 1,8 1,9 1,9 1,9 2,2 2,5 2,8

23 C1P3-U2 1,6 1,6 1,8 1,9 1,9 1,9 2 2,2 2,5 2,7

24 C1P3-U3 1,5 1,5 1,6 1,7 1,7 1,7 1,8 2 2,2 2,3

25 C2P0-U1 1,9 1,9 1,9 1,9 2 2 2,1 2,3 2,5 2,7

26 C2P0-U2 1,6 1,7 1,7 1,7 1,7 1,8 1,9 2 2,2 2,4

27 C2P0-U3 1,4 1,5 1,5 1,5 1,6 1,6 1,6 1,6 1,7 1,8

28 C2P1-U1 1,5 1,5 1,5 1,6 1,7 1,7 1,7 1,7 1,9 2

29 C2P1-U2 1,6 1,6 1,6 1,8 1,9 1,9 2 2,2 2,6 2,7

30 C2P1-U3 1,6 1,7 1,7 1,7 1,8 1,9 2 2,1 2,3 2,4

31 C2P2-U1 1,9 2 2 2,1 2,3 2,3 2,4 2,6 2,8 3

32 C2P2-U2 1,6 1,7 1,8 1,9 2 2 2,1 2,3 2,5 2,7

33 C2P2-U3 1,4 1,4 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2 2,2

34 C2P3-U1 1,6 1,7 1,8 1,8 1,9 1,9 2,2 2,4 2,7 2,9

35 C2P3-U2 1,5 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,7 1,9 2,1 2,3

36 C2P3-U3 1,7 1,7 1,7 1,8 1,9 2 2,2 2,4 2,8 3,1

58

Lampiran 6. Jumlah Daun Tanaman

No Perlakuan Pengamatan Pekan Ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 C0P0-U1 9 9 7 6 7 6 7 8 8 9

2 C0P0-U2 7 8 9 10 9 9 10 11 10 11

3 C0P0-U3 6 7 8 9 10 11 12 10 8 8

4 C0P1-U1 7 8 9 9 9 10 11 11 12 11

5 C0P1-U2 12 13 13 14 14 14 14 14 14 15

6 C0P1-U3 7 9 10 10 11 12 13 14 11 11

7 C0P2-U1 14 14 15 16 17 17 18 19 20 19

8 C0P2-U2 9 7 8 8 9 10 11 11 10 11

9 C0P2-U3 6 6 8 9 9 10 11 11 10 10

10 C0P3-U1 9 10 9 9 9 10 11 11 12 12

11 C0P3-U2 8 9 10 10 10 11 12 10 12 10

12 C0P3-U3 7 8 9 9 9 11 12 12 11 12

13 C1P0-U1 5 6 7 8 9 10 10 10 11 12

14 C1P0-U2 9 10 11 12 13 13 14 16 17 18

15 C1P0-U3 11 11 11 11 12 15 16 16 17 17

16 C1P1-U1 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

17 C1P1-U2 9 10 11 12 13 13 14 15 15 16

18 C1P1-U3 7 8 9 10 11 12 12 11 12 12

19 C1P2-U1 9 9 10 11 11 13 14 14 16 16

20 C1P2-U2 5 5 5 6 6 6 7 8 9 10

21 C1P2-U3 8 8 8 9 10 10 11 11 12 12

59

No Perlakuan Pengamatan Pekan Ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

22 C1P3-U1 9 10 12 13 13 14 15 16 17 16

23 C1P3-U2 10 10 10 12 12 13 14 13 12 13

24 C1P3-U3 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

25 C2P0-U1 12 12 14 15 16 15 16 17 18 19

26 C2P0-U2 9 10 12 13 13 13 14 15 16 17

27 C2P0-U3 8 9 11 12 12 13 11 8 9 10

28 C2P1-U1 7 8 9 10 11 12 13 14 15 15

29 C2P1-U2 8 10 11 11 12 13 14 15 15 16

30 C2P1-U3 8 9 10 11 11 12 13 13 14 15

31 C2P2-U1 10 11 12 13 14 15 15 16 17 18

32 C2P2-U2 8 9 11 12 13 13 14 15 15 16

33 C2P2-U3 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

34 C2P3-U1 11 11 14 15 15 17 18 19 19 20

35 C2P3-U2 10 11 10 11 13 14 14 15 16 17

36 C2P3-U3 11 11 13 14 15 16 17 18 19 20

60

Lampiran 7. Berat Berangkasan Kering

No Perlakuan BA (gr) BK (gr) Berat Berangkasan

Kering (gr)

1 C0P0-U1 1,1942 0,3885 0,8057

2 C0P0-U2 0,902 0,3107 0,5913

3 C0P0-U3 0,8171 0,363 0,4541

4 C0P1-U1 1,1052 0,4105 0,6947

5 C0P1-U2 2,1751 0,825 1,3501

6 C0P1-U3 1,079 0,4649 0,6141

7 C0P2-U1 3,8719 1,5244 2,3475

8 C0P2-U2 1,1431 0,4177 0,7254

9 C0P2-U3 1,0205 0,3758 0,6447

10 C0P3-U1 1,0422 0,3148 0,7274

11 C0P3-U2 1,1516 0,3623 0,7893

12 C0P3-U3 1,4051 0,5045 0,9006

13 C1P0-U1 1,6268 0,431 1,1958

14 C1P0-U2 2,4484 0,7008 1,7476

15 C1P0-U3 2,1491 0,6308 1,5183

16 C1P1-U1 2,4175 0,7454 1,6721

17 C1P1-U2 3,2585 0,7715 2,487

18 C1P1-U3 3,7549 1,0822 2,6727

19 C1P2-U1 1,9587 0,4974 1,4613

20 C1P2-U2 1,6364 0,5601 1,0763

21 C1P2-U3 1,7855 0,5343 1,2512

61

No Perlakuan BA (gr) BK (gr) Berat Berangkasan

Kering (gr)

22 C1P3-U1 2,4532 0,6401 1,8131

23 C1P3-U2 2,4734 0,8307 1,6427

24 C1P3-U3 2,357 0,6704 1,6866

25 C2P0-U1 2,036 0,5983 1,4377

26 C2P0-U2 2,5612 0,6026 1,9586

27 C2P0-U3 1,0212 0,286 0,7352

28 C2P1-U1 1,3412 0,3673 0,9739

29 C2P1-U2 2,6372 0,6622 1,975

30 C2P1-U3 3,012 0,7449 2,2671

31 C2P2-U1 3,3861 0,8049 2,5812

32 C2P2-U2 2,2287 0,5868 1,6419

33 C2P2-U3 1,7985 0,5016 1,2969

34 C2P3-U1 3,1722 0,9137 2,2585

35 C2P3-U2 1,8622 0,4744 1,3878

36 C2P3-U3 4,5722 1,1412 3,431

62

Lampiran 8. Pertambahan Tinggi Setelah Tanam

No Perlakuan Pengamatan Pekan Ke- Rara-rata

(cm) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 C0P0-U1 0 0,7 0,9 1,6 2,1 2,8 3,5 3,9 4,7 4,9 2,8

2 C0P0-U2 0 0,8 1,4 2,2 3 3,7 4,3 5,1 5,4 5,6 3,5

3 C0P0-U3 0 0,9 1,2 1,9 2,6 3,1 3,5 3,9 4,4 4,7 2,9

4 C0P1-U1 0 0,8 1,1 1,6 2,1 2,6 3,1 3,8 4,3 4,7 2,7

5 C0P1-U2 0 0,8 1,1 2,1 2,9 3,6 4,3 5,1 6,1 6,3 3,6

6 C0P1-U3 0 0,9 2,1 2,7 3,4 4,2 4,9 5,9 6,8 6,9 4,2

7 C0P2-U1 0 0,9 1,6 2,8 3,8 4,8 5,7 7,3 8,5 9,3 5

8 C0P2-U2 0 1 1 1,4 1,9 2,6 3,3 4,2 5,1 5,4 2,9

9 C0P2-U3 0 0,4 1,1 1,7 2,6 3,5 4,3 5,3 6 6,3 3,5

10 C0P3-U1 0 0,8 1,1 1,3 1,8 2 2,4 3,1 3,7 4,4 2,3

11 C0P3-U2 0 0,4 0,8 1 2,2 2,3 2,8 3,6 4,6 4,9 2,5

12 C0P3-U3 0 0,7 0,9 1,4 2,2 2,4 2,6 3,7 4,8 5,2 2,7

13 C1P0-U1 0 0,4 0,5 1,3 1,5 1,8 2,5 3 3,9 4,6 2,2

14 C1P0-U2 0 0,3 1,1 1,5 2,3 3,1 3,7 4,8 6,3 7,4 3,4

15 C1P0-U3 0 0,2 0,4 0,4 0,9 1 1,3 2,1 3,5 4,1 1,5

16 C1P1-U1 0 0,9 1,4 2,1 2,9 3,7 4,4 5,2 6,7 7,9 3,9

17 C1P1-U2 0 0,9 1,6 2,1 3 3,6 4,4 5,6 6,9 7,8 4

18 C1P1-U3 0 1,1 2,3 2,9 4,2 5,6 6,8 8,1 9,6 11,7 5,8

19 C1P2-U1 0 0,4 0,9 1,6 1,9 2,6 3,1 3,8 4,8 6,3 2,8

20 C1P2-U2 0 0,1 0,4 0,5 0,8 1,3 1,8 2,4 3 4 1,6

21 C1P2-U3 0 0,3 0,3 1,2 1,6 2,1 2,5 3,3 4,7 6 2,4

63

No Perlakuan Pengamatan Pekan Ke- Rara-rata

(cm) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

22 C1P3-U1 0 0,6 1,2 1,6 2,1 2,4 3,2 3,5 5,3 6 2,9

23 C1P3-U2 0 0,6 1,4 2,8 3,2 3,9 4,2 5,2 6,6 7,7 4

24 C1P3-U3 0 1,1 1,8 2,9 3,1 3,7 4,4 5 6,1 7,9 4

25 C2P0-U1 0 0,8 1,5 2 2,4 3,1 3,4 4,2 4,5 6,5 3,2

26 C2P0-U2 0 1 1,5 2 2,7 3,2 3,5 4 5,1 5,6 3,2

27 C2P0-U3 0 0,6 0,7 1,5 2,5 2,5 2,5 3 3,6 4,2 2,3

28 C2P1-U1 0 0,4 1,7 1,9 2,5 2,8 3,4 4,2 5,1 5,8 3,1

29 C2P1-U2 0 0,6 1,2 2,5 2,9 4 4,5 5,7 6,5 6,7 3,9

30 C2P1-U3 0 0,9 2 2,3 3,6 4,8 5,5 6,8 8,3 9,3 4,9

31 C2P2-U1 0 1,3 2 2,9 3,9 4,6 5,4 6,1 7,8 8,5 4,8

32 C2P2-U2 0 0,8 1,8 2,3 4 4,9 5,5 6,3 7,1 7,7 4,5

33 C2P2-U3 0 1 1,6 2,3 2,9 3,2 4,1 5,3 6,6 7,2 3,8

34 C2P3-U1 0 0,7 1,5 2,6 3,5 3,6 4,3 5,3 6,6 7,3 3,9

35 C2P3-U2 0 0,9 1 1,7 2 2,5 3 3,7 5,3 6 2,9

36 C2P3-U3 0 0,6 1,4 2,6 3,3 4,7 5,5 7 8,5 10 4,8

64

Lampiran 9. Pertambahan Diameter Setelah Tanam

No Perlakuan Pengamatan Pekan Ke- Rata-rata

(mm) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 C0P0-U1 0 0 0 0,1 0,1 0,2 0,3 0,5 0,5 0,6 0,26

2 C0P0-U2 0 0 0 0,1 0,2 0,3 0,3 0,3 0,4 0,4 0,22

3 C0P0-U3 0 0 0,1 0,2 0,3 0,3 0,4 0,5 0,6 0,6 0,33

4 C0P1-U1 0 0,1 0,1 0,2 0,2 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,40

5 C0P1-U2 0 0 0 0 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,8 0,31

6 C0P1-U3 0 0,2 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,8 0,9 0,9 0,53

7 C0P2-U1 0 0 0,1 0,1 0,4 0,5 0,6 0,8 0,8 1,1 0,49

8 C0P2-U2 0 0 0 0 0,2 0,3 0,3 0,4 0,5 0,6 0,26

9 C0P2-U3 0 0 0 0,1 0,2 0,3 0,3 0,3 0,4 0,5 0,23

10 C0P3-U1 0 0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,7 0,8 0,9 0,44

11 C0P3-U2 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,4 0,4 0,5 0,6 0,7 0,40

12 C0P3-U3 0 0 0 0,1 0,2 0,3 0,3 0,5 0,6 0,9 0,32

13 C1P0-U1 0 0,1 0,1 0,2 0,2 0,2 0,3 0,4 0,6 0,7 0,31

14 C1P0-U2 0 0 0,1 0,1 0,2 0,3 0,3 0,6 0,9 0,9 0,38

15 C1P0-U3 0 0,1 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,5 0,6 0,6 0,37

16 C1P1-U1 0 0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,4 0,6 0,9 0,28

17 C1P1-U2 0 0 0,2 0,2 0,3 0,4 0,5 0,7 1 1,1 0,49

18 C1P1-U3 0 0 0 0,1 0,3 0,4 0,5 0,8 1,2 1,5 0,53

19 C1P2-U1 0 0 0 0,1 0,2 0,2 0,3 0,5 0,8 1,1 0,36

20 C1P2-U2 0 0 0 0,1 0,2 0,2 0,3 0,3 0,3 0,3 0,19

21 C1P2-U3 0 0 0 0 0 0 0,1 0,3 0,5 0,7 0,18

65

No Perlakuan Pengamatan Pekan Ke- Rara-rata

(mm) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

22 C1P3-U1 0 0,1 0,2 0,2 0,3 0,3 0,3 0,6 0,9 1,2 0,46

23 C1P3-U2 0 0 0,2 0,3 0,3 0,3 0,4 0,6 0,9 1,1 0,46

24 C1P3-U3 0 0 0,1 0,2 0,2 0,2 0,3 0,5 0,7 0,8 0,33

25 C2P0-U1 0 0 0 0 0,1 0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 0,24

26 C2P0-U2 0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,6 0,8 0,3

27 C2P0-U3 0 0,1 0,1 0,1 0,2 0,2 0,2 0,2 0,3 0,4 0,2

28 C2P1-U1 0 0 0 0,1 0,2 0,2 0,2 0,2 0,4 0,5 0,2

29 C2P1-U2 0 0 0 0,2 0,3 0,3 0,4 0,6 1 1,1 0,43

30 C2P1-U3 0 0,1 0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,7 0,8 0,36

31 C2P2-U1 0 0,1 0,1 0,2 0,4 0,4 0,5 0,7 0,9 1,1 0,49

32 C2P2-U2 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,4 0,5 0,7 0,9 1,1 0,51

33 C2P2-U3 0 0 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,8 0,32

34 C2P3-U1 0 0,1 0,2 0,2 0,3 0,3 0,6 0,8 1,1 1,3 0,54

35 C2P3-U2 0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 0,28

36 C2P3-U3 0 0 0 0,1 0,2 0,3 0,5 0,7 1,1 1,4 0,48

66

Lampiran 10. Pertambahan Jumlah Daun Setelah Tanam

No Perlakuan Pengamatan Pekan Ke- Rara-rata

(Helai) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 C0P0-U1 0 0 -2 -3 -2 -3 -2 -1 -1 0 -1,6

2 C0P0-U2 0 1 2 3 4 4 3 4 3 4 3,1

3 C0P0-U3 0 1 2 3 4 5 6 4 2 2 3,2

4 C0P1-U1 0 1 2 2 2 3 4 4 5 4 3

5 C0P1-U2 0 1 1 2 2 2 2 2 2 3 1,9

6 C0P1-U3 0 2 3 3 4 5 6 7 4 4 4,2

7 C0P2-U1 0 0 1 2 3 3 4 5 6 5 3,2

8 C0P2-U2 0 -2 -1 -1 0 1 2 2 1 2 0,4

9 C0P2-U3 0 0 2 3 3 4 5 5 4 4 3,3

10 C0P3-U1 0 1 0 0 0 1 2 2 3 3 1,3

11 C0P3-U2 0 1 2 2 2 3 4 2 4 2 2,4

12 C0P3-U3 0 1 2 2 2 4 5 5 4 5 3,3

13 C1P0-U1 0 1 2 3 4 5 5 5 6 7 4,2

14 C1P0-U2 0 1 2 3 4 4 5 7 8 9 4,8

15 C1P0-U3 0 0 0 0 1 4 5 5 6 6 3

16 C1P1-U1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5

17 C1P1-U2 0 1 2 3 4 4 5 6 6 7 4,2

18 C1P1-U3 0 1 2 3 4 5 5 4 5 5 3,8

19 C1P2-U1 0 0 1 2 2 3 4 4 7 7 3,3

20 C1P2-U2 0 0 0 1 1 1 2 3 4 5 1,9

21 C1P2-U3 0 0 0 1 2 2 3 3 4 4 2,1

67

No Perlakuan Pengamatan Pekan Ke- Rara-rata

(Helai) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

22 C1P3-U1 0 1 3 4 4 5 6 7 8 7 5

23 C1P3-U2 0 0 0 2 2 3 4 3 2 3 2,1

24 C1P3-U3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5

25 C2P0-U1 0 0 2 3 4 3 4 5 6 7 3,8

26 C2P0-U2 0 1 3 4 4 4 5 6 7 8 4,7

27 C2P0-U3 0 1 3 4 4 5 3 0 1 2 2,6

28 C2P1-U1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 8 4,9

29 C2P1-U2 0 2 3 3 4 5 6 7 7 8 5

30 C2P1-U3 0 1 2 3 3 4 5 5 6 7 4

31 C2P2-U1 0 1 2 3 4 5 5 6 7 8 4,6

32 C2P2-U2 0 1 3 4 5 5 6 7 7 8 5,1

33 C2P2-U3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5

34 C2P3-U1 0 0 3 4 4 6 7 8 8 9 5,4

35 C2P3-U2 0 1 0 1 3 4 4 5 6 7 3,4

36 C2P3-U3 0 0 2 3 4 5 6 8 9 20 6,3

68

Lampiran 11. Hasil Analisis Tanah

69

70

Lampiran 12. Foto-Foto Kegiatan Penelitian

Pembersihan Lahan Pembuatan Bedeng Pembuatan Bedeng Pemasangan Paranet Pengambilan Tanah Hutan Penjemuran Tanah

71

Pengayakan Tanah Penimbangan Tanah Peletakan Sampel Pengadaptasian Sampel Persiapan Pupuk Pembuatan Larutan Pupuk

72

Pengukuran Intensitas Cahaya Pengukuran Suhu Kelembaban Pengambilan Sampel Air Curah Pengukuran Tinggi Pekan 0 Hujan Pengukuran Diameter Pekan 0 Pengukuran Jumlah Daun Pekan 0

73

Pemupukan Pengukuran Tinggi pekan 9 Pengukuran Diameter Pekan 9 Pengukuran Jumlah Daun Pekan 9 Pertumbuhan Tanpa Paranet Pertumbuhan 1 Lapis Paranet Pekan 0 Pekan 0

74

Pertumbuhan 2 Lapis Paranet Pertumbuhan Tanpa Paranet Pekan 0 Pekan 9 Pertumbuhan 1 Lapis Paranet Pertumbuhan 2 Lapis Paranet Pekan 9 Pekan 9 Persiapan Pencabutan Tanaman Pengambilan Sampel Pencabutan

75

Pencabutan Tanaman Pemasukan Tanaman Dalam Kertas Sampel Penimbangan Berat Awal Pengovenan

76

Pengambilan Sampel Setelah Pemasukan Sampel ke Pengovenan Kondensor Penimbangan Berat Kering Pencatatan Berat Berangkasan Kering