pengaruh perbandingan tepung garut dengan ...repository.ub.ac.id/3430/1/ni’ma ilyana.pdftepung...
TRANSCRIPT
-
PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG GARUT DENGAN MAIZENA DAN
JENIS TELUR (UTUH DAN PUTIH) TERHADAP KUALITAS FISIK DAN
ORGANOLEPTIK MUFFIN NON TERIGU
SKRIPSI
Oleh :
NI’MA ILYANA
135100501111028
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG GARUT DENGAN MAIZENA DAN
JENIS TELUR (UTUH DAN PUTIH) TERHADAP KUALITAS FISIK DAN
ORGANOLEPTIK MUFFIN NON TERIGU
Oleh :
NI’MA ILYANA
135100501111028
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batu-Malang pada tanggal 30 Oktober 1994 dari
ayah yang bernama Achmad Sa’id dan Ibu Sri Mastutik, serta satu adik
perempuan bernama Atania Alya Rahma.
Penulis menyelesaikan pendidikan TK di RA. Thoriqul Huda Giripurno
pada tahun 2001, dilanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar di SDN Giripurno 01
Bumiaji Batu pada tahun 2007, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama di SMPN 01 Batu, dan menyelesaikan Sekolah Menengah Akhir di
SMAN 01 Batu pada tahun 2013.
Penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di Universitas
Brawijaya Malang di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian tahun 2017. Pada masa pendidikannya, penulis pernah menjadi
anggota paduan suara fakultas yang bernama FLOICE tepatnya dalam grup
sopran 1.
-
ii
Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu
Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!“
Maka jadilah sesuatu itu
(QS. Yaasiin : 82)
Don’t think that someone else is more blessed than you are,
Allah blessed us in different ways.
Alhamdulillah ‘alaa kulli hal
Jika ada kata yang lebih dari sekedar terima kasih,
Maka kata tersebut ku tujukan pada Ilaahi Robbi
Tanpa-Nya diriku hanyalah hamba yang tak berdaya
-
iii
NI’MA ILYANA. 135100501111028. Pengaruh Perbandingan Tepung Garut dengan Maizena dan Jenis Telur (Utuh dan Putih) terhadap Kualitas Fisik dan Organoleptik Muffin Non Terigu. SKRIPSI. Pembimbing: Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc
RINGKASAN
Tepung terigu merupakan bahan baku penting dalam pembuatan produk bakery. Terigu digunakan karena memiliki komponen khas terigu yaitu gluten yang berpengaruh terhadap daya elastisitas dalam adonan serta kekenyalan makanan. Namun, tepung terigu yang merupakan salah satu komoditas impor di Indonesia yang mencapai 775 ribu ton per tahun (BPS, 2012). Selain itu, kandungan gluten dalam tepung terigu membuat penderita celiac disease (gluten intolerance) tidak bisa mengkonsumsi produk bakery berbahan dasar tepung terigu. Oleh karena itu, digunakan tepung garut (Maranta arundinaceae L) yang berpotensi menjadi substituen terigu. Granula tepung garut sangat mudah pecah, dan tidak stabil, selama pemanasan, serta mudah membentuk gel dengan viskositas yang tinggi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pembuatan muffin yang menggunakan pencampuran tepung garut dan tepung maizena dengan perbandingan tertentu. Selain itu, telur merupakan salah satu komponen utama pembentuk struktur. Jenis telur (utuh dan putih) akan menghasikan karakteristik yang berbeda-beda. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan penggunaan tepung garut dengan tepung maizena dan jenis penambahan telur yang tepat untuk membuat kue muffin yang kualitasnya baik.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor, faktor I yaitu perbandingan tepung garut dan maizena (1:0, 3:1, 1:1, 1:3, dan 0:1) dan faktor II yaitu jenis telur (utuh dan putih), masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Pada penelitian ini dilkukan analisa fisik (distribusi pori, volume, tekstur dan warna), kimia (kadar air, kadar pati, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat), dan organoleptik (warna, aroma, , pori, tekstur, rasa, dan keseluruhan).
Hasil analisa ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur berpengaruh nyata terhadap volume pengembangan, kekerasan, nilai kecerahan, nilai kemerahan, dan nilai kekuningan. Sedangkan pada karakteristik ukuran pori, jenis telur berpengaruh nyata terhadap ukuran pori dan perbandingan tepung garut dengan maizena tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran pori. Hasil uji Friedman, menunjukkan bahwa panelis berpengaruh nyata pada atribut warna, aroma, pori, teksur, rasa, dan keseluruhan. Berdasarkan analisa Multiple Attribute Zeleny, diperoleh perlakuan terbaik pada perlakuan perbandingan tepung garut dan maizena (3:1) dan jenis telur utuh. Kata kunci: Kue Muffin, Tepung Garut (Maranta arundinaceae L), Tepung
Maizena, Kualitas Muffin.
-
iv
NI’MA ILYANA. 135100501111028. The Effect of Arrowroot Flour With Cornstarch Ratio and the Type of Egg Addition in Physic And Sensory Quality of Muffin Non Wheat Flour. ESSAY. Supervisor: Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc
SUMMARY
Wheat flour is the most important raw material in baked product. Wheat
flour used in baked product because it has a component called gluten that influence in dough and food elasticity. But, wheat flour is one of highest import comodity in Indonesia, based on statistic wheat flour import reach 775,000 Ton per year. Beside that, person with celiac disease (gluten intolerance) can not consume all the food with gluten content. Because of that, we used the subtituent flour like arrowroot (Maranta arundinaceae Linn.) flour. Arrowroot starch granule has the characteristic very easily broken, unstable when heating, and easy to form gel with the high viscous. To stabilize its characteristic, we use cornstarch and than mixed with arrowroot flour with certain ratio. Furthermore, egg is one of structure builder in baked product. Different type of egg addition will give the different result too. The aim of this research is knowing the right arrowroot flour with cornstarch ratio and the type of egg addition to make the best quality muffin
Experimental design that used in this research is factorial randomize design with two factor, first factor is ratio between arrowroot flour and cornstarch (1:0, 3:1, 1:1, 1:3, and 0:1) and the second factor is type of egg (whole egg and white egg), each treatment was done with three replication. Physical characteristic (volume expansion, hardness, average pore size, and colour) and sensory attributes will be analyzed in this research.
The result showed that ratio between arrowroot flour and cornstarch and type of egg had significant difference on volume expansion, hardness, and color. Type of egg addition have the real different effect on average pore size, but ratio between arrowroot flour and cornstarch does not have real different effect on average pore size. Friedman test show that panelis have real real different effect on all sensory attributes. Based on Multiple Attribute Zeleny, the best quality of muffin found on ratio between arrowroot flour and cornstarch 1:3 and whole egg addition. Key word: Muffin, Arrowroot Flour (Maranta arundinaceae L.), Corn Starch ,
Muffin quality.
-
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perbandingan
Tepung Garut dengan Maizena dan Jenis Telur (Utuh dan Putih) terhadap
Kualitas Fisik dan Organoleptik Muffin Non Terigu”. Penulisan skripsi ini
bertujuan untuk menyelesaikan tugas akhir yang merupakan salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, tenaga, serta pikiran untuk membimbing serta
memberikan saran dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
2. Bapak, Ibu, dan keluarga yang selalu mengiringi saya dengan doa agar
saya bisa dengan lancar menyelesaikan proposal skripsi ini.
3. Sahabat dan teman-teman yang membantu dan menjadi penyemangat
selama ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun, dari semua pihak demi
perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini dan dapat memeberikan manfaat bagi
kita semua..
Malang, 25 July 2017
Penulis
-
vi
DAFTAR ISI
RINGKASAN ................................................................................................. i
SUMMARY .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................................ 3
1.4 Manfaat .......................................................................................... 3
1.5 Hipotesa ......................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2.2 Kue Muffin ...................................................................................... 4
2.2 Tepung Terigu ................................................................................. 5
2.3 Celiac disease ................................................................................. 8
2.4 Gluten Free Baking ......................................................................... 9
2.5 Umbi Garut ...................................................................................... 11
2.6 Tepung Garut .................................................................................. 13
2.7 Tepung Maizena .............................................................................. 15
2.8 Bahan-bahan lain yang Diperlukan dalam Pembuatan Kue Muffin ... 16
2.8.1 Telur ...................................................................................... 16
2.8.2 Gula ...................................................................................... 18
2.8.3 Margarin ............................................................................... 19
2.8.4 Susu Skim ............................................................................ 19
2 8.5 Baking Powder ...................................................................... 20
2.9 Tahapan Pembuatan Kue Muffin ..................................................... 21
2.9.1 Mixing (Pencampuran Adonan) .............................................. 21
2.9.2 Pemanggangan (Pengovenan) .............................................. 21
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 24
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 24
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 24
-
vii
3.2.1 Alat ....................................................................................... 24
3.2.2 Bahan ................................................................................... 24
3.3 Metodologi Penelitian ..................................................................... 24
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 25
3.4.1 Formulasi dan Prosedur Pembutan Kue Muffin ..................... 26
3.5 Pengujian dan Analisa Data ............................................................. 27
3.5.1 Pengujian .............................................................................. 27
3.5.2 Analisa Data ......................................................................... 27
3.6 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 28
3.6.1 Diagram Alir Pembutan Kue Muffin ....................................... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 29
4.1 Karakteristik Bahan Baku................................................................. 29
4.2 Karakteristik Fisik Muffin non Terigu ................................................ 31
4.2.1 Volume Pengembangan ........................................................ 31
4.2.2 Kekerasan ............................................................................ 33
4.2.3 Ukuran Pori ........................................................................... 35
4.2.4 Warna ................................................................................... 37
4.3 Karakteristik Organoleptik Muffin non Terigu ................................... 45
4.3.1 Uji Hedonik ........................................................................... 45
4.3.2 Uji Skoring ............................................................................ 47
4.4 Perlakuan Terbaik ........................................................................... 49
4.5 Analisa Proksimat Perlakuan Terbaik .............................................. 49
V. PENUTUP ............................................................................................. 52
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 52
5.2 Saran ............................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 54
LAMPIRAN ................................................................................................... 57
-
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Muffin .............................................................. 5
Tabel 2.2 Kandungan Tepung Terigu ........................................................... 6
Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Terigu........................................................... 7
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Garut ..................................................... 13
Tabel 2.5 Perbandingan Kandungan Gizi Tepung Terigu dan Tepung Garut 13
Tabel 2.6 Syarat Mutu Tepung Garut ............................................................ 14
Tabel 2.7 Syarat Mutu Tepung Maizena ....................................................... 15
Tabel 2.8 Komposisi Maizena ....................................................................... 16
Tabel 2.9 Komposisi Telur ............................................................................ 17
Tabel 3.1 Formula Perlakuan Kue Muffin ...................................................... 25
Tabel 3.2 Formula Bahan dalam Pembuatan Kue Muffin .............................. 26
Tabel 4.1 Perbandingan Data Analisis Kimia Bahan Baku dengan Literatur . 29
Tabel 4.2 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Volume
Pengembangan Muffin non Terigu ................................................ 32
Tabel 4.3 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap
Kekerasan Muffin non Terigu ........................................................ 34
Tabel 4.4 Pengaruh Jenis Telur terhadap Ukuran Pori Muffin non Terigu ..... 35
Tabel 4.5 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai
Kecerahan (L) crust Muffin non Terigu .......................................... 39
Tabel 4.6 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai
Kecerahan (L) crumb Muffin non Terigu ........................................ 40
Tabel 4.7 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai
Kemerahan (a*) crust Muffin non Terigu ....................................... 41
Tabel 4.8 Pengaruh Perbandingan Tepung (Garut:Maizena) terhadap
Kemerahan Crumb ....................................................................... 42
Tabel 4.9 Pengaruh Jenis Telur terhadap Kemerahan Crumb ...................... 42
Tabel 4.10 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai
Kekuningan (b*) crust Muffin non Terigu ....................................... 43
Tabel 4.11 Pengaruh Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Nilai
Kekuningan (b*) crumb Muffin non Terigu ..................................... 44
Tabel 4.12 Karakteristik Organoleptik Muffin non Terigu Uji Hedonik .............. 46
Tabel 4.13 Karakteristik Organoleptik Muffin non Terigu Uji Skoring ............... 47
Tabel 4.14 Karakteristik Muffin non Terigu Perlakuan Terbaik ........................ 44
-
ix
Tabel 4.15 Perbandingan Karakteristik Kimia Muffin Non Terigu dengan Muffin
Terigu Standar USDA ................................................................... 50
-
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kue Muffin ................................................................................... 4
Gambar 2.2 Struktur Gluten ............................................................................ 8
Gambar 2.3 Umbi Garut ................................................................................. 12
Gambar 2.4 Tepung Garut .............................................................................. 14
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Kue Muffin ........................................... 28
Gambar 4.1 Tepung Garut dan Tepung Maizena ............................................ 29
Gambar 4.2 Kenampakan Pori Muffin Seluruh Perlakuan ............................... 36
Gambar 4.3 Kenampakan Warna Muffin Seluruh Perlakuan ........................... 38
-
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisis Kimia, Fisik dan Organoleptik ......................... 57
Lampiran 2. Analisa Kimia Proksimat Bahan Baku ......................................... 62
Lampiran 3. Data Analisa Volume Pengembangan ......................................... 64
Lampiran 4. Data Analisa Kekerasan .............................................................. 65
Lampiran 5. Data Analisa Ukuran Pori ............................................................ 66
Lampiran 6. Data Analisa Warna Crust ........................................................... 67
Lampiran 7. Data Analisa Warna Crumb ......................................................... 68
Lampiran 8. Data Analisa Ragam menggunakan Minitab 16 ........................... 69
Lampiran 9. Formulir Isian untuk Uji Organoleptik .......................................... 81
Lampiran 10. Data Analisa Organoleptik......................................................... 83
Lampiran 11. Uji Friedman menggunakan Minitab 16 ..................................... 84
Lampiran 12. Analisa Ukuran Pori .................................................................. 88
Lampiran 13. Analisa Kimia Perlakuan Terbaik dan Pembanding ................... 90
-
xii
-
xiii
-
1
-
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gandum dan tepung terigu merupakan salah satu komoditas impor di
Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor biji gandum
pada tahun 2011 mencapai 4,8 juta ton dengan nilai 1.4 Milliar US$, sedangkan
impor terigu mencapai 775.000 ton (BPS, 2012). Menurut Asosiasi Produsen
Tepung Terigu Indonesia (Aptindo, 2014), permintaan tepung terigu dalam negeri
mencapai 44.560 ton. Tepung terigu banyak digunakan sebagai bahan baku
pembuatan produk bakery. Tingginya impor tepung terigu disebabkan karena
tepung terigu memiliki komponen khas terigu yaitu gluten yang tidak dimiliki oleh
tepung non-terigu. Gluten merupakan jenis protein dan berada dalam terigu
sekitar 80% dari total protein terigu. Gluten terdiri atas gliadin dan glutenin, yang
berperan penting dalam membuat adonan menjadi elastis, dapat memerangkap
gas di dalam produk yang dipanggang, membentuk tekstur yang ringan dan
lembut.
Namun, produk berbasis terigu tidak dapat dikonsumsi oleh semua orang,
karena pada beberapa populasi, terdapat orang yang menderita celiac disease.
Celiac disease adalah ketidaktoleranan yang bersifat seumur hidup terhadap
fraksi gliadin dari gandum. Penderita celiac disease tidak bisa mengonsumsi
makanan yang berbahan dasar tepung terigu. Hal ini disebabkan karena
kerusakan pada lapisan mukosa usus penyerapan, sehingga berakibat pada
ketidakmampuan menyerap nutrient dari makanan. Penangan yang efektif bagi
penderita celiac disease dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang bebas
gluten. Produk-produk bebas gluten yang umum dikalangan masyarakat
diantaranya roti, cake, cookies, dan sebagainya yang diperoleh dari proses
gluten free baking. Gluten free baking berbeda dari proses pembuatan produk
bakery pada umumnya karena menggunakan tepung yang bebas gluten. Hasil
dari gluten free baking biasanya kurang mengembang karena tidak adanya
gluten, sehingga diperlukan bahan tambahan lain berupa hidrokoloid yang dapat
menggantikan peran gluten dalam memerangkap gas. Namun, pada produk
quick bread seperti muffin tidak memerlukan hidrokoloid, karena muffin memiliki
karakteristik volume pengembangan yang tidak terlalu besar. Sehingga putih
telur dan baking powder digunakan sebagai agen pengembang yang
-
2
menghasilkan muffin yang mengembang seperti muffin yang terbuat dari tepung
terigu.
Pembuatan muffin dapat menggunakan 100% tepung terigu maupun
dilakukan subtitusi dengan tepung lain seperti umbi-umbian dengan
perbandingan tertentu. Pada penelitian yang dilakukan Intan (2013),
menggunakan subtituen tepung kulit singkong dalam pembutan muffin, diperoleh
kualitas muffin yang terbaik pada perbandingan tepung terigu 80% dan tepung
kulit singkong 20%. Sedangkan hasil penelitian Setyanti (2015), pembuatan
muffin dengan subtituen tepung sorghum dengan perbandingan tepung terigu
90% dan tepung sorghum 10% memiliki kualitas terbaik. Pada penelitian
sebelumnya hanya dilakukan subtitusi tepung terigu dalam pembuatan muffin,
sehingga pada penelitian ini dilakukan pembuatan muffin tanpa tepung terigu.
Sebagai pengganti tepung terigu, dipilihlah komoditas lokal yaitu umbi
garut karena berpotensi sebagai sumber karbohidrat namun pemanfaatannya
masih terbatas. Garut dapat dimanfaatkan dalam bentuk pasta, tepung maupun
patinya. Garut (Maranta arundinaceae L) atau arrowroot dapat menjadi
substituen terigu dalam pembuatan kue kering, mie, dan roti tawar apabila dibuat
tepung terlebih dahulu (Karjono, 1998).
Pemilihan garut dalam bentuk tepung daripada pati disebabkan oleh
kandungan serat tepung lebih tinggi karena tepung diperoleh dengan mengiris
tipis umbi kemudian mengeringkan dan menggilingnya. Sedangkan pati garut
diperoleh dengan ekstraksi sehingga kemungkinan mengandung serat lebih
sedikit daripada tepung garut. Kelemahan menggunakan tepung garut dalam
pembuatan kue muffin adalah granula tepung garut sangat mudah pecah, dan
tidak stabil, selama pemanasan, serta mudah membentuk gel dengan viskositas
yang tinggi sehingga menghasilkan tekstur yang terlalu kenyal (Umi, 2011). Oleh
karena itu pada penelitian ini dilakukan pembuatan kue muffin yang
menggunakan pencampuran tepung garut dan maizena dengan perbandingan
tertentu untuk menghasilkan tekstur yang disukai masyarakat. Maizena juga
merupakan bahan tambahan atau pengganti terigu yang biasa digunakan dalam
pembuatan cake karena membuat teksturnya menjadi lembut.
Selain komponen tepung, faktor utama yang berpengaruh pada tekstur
muffin adalah jenis telur. Telur dalam adonan berfungsi mengikat semua
komposisi agar menjadi satu. Protein dalam telur terkoagulasi ketika dipanaskan
untuk membentuk struktur yang kuat pada adonan dan lemak pada telur
-
3
membuat kue enjadi empuk (Alberta, 2006). Bagian kuning telur mengandung
fosfolipid dan lipoprotein yang dapat bertindak sebagai pengemulsi dalam
adonan muffin. Sedangkan protein pada putih telur berfungsi sebagai pembentuk
struktur yang menghasilkan produk yang mengembang dan stabil. Pada
penelitian ini akan dilihat pula pengaruh jenis telur dalam pembuatan muffin.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah "Bagaimana pengaruh perbandingan penggunaan
tepung garut dengan maizena dan jenis telur terhadap kualitas fisik, kimia, dan
organoleptik kue muffin?"
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui perbandingan penggunaan tepung garut dengan maizena dan
jenis telur yang tepat untuk membuat kue muffin yang kualitasnya baik sehingga
menyerupai muffin yang terbuat dari tepung terigu.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Diharapkan penelitian ini dapat menciptakan kue muffin dari tepung non
terigu dengan kualitas yang baik.
2. Diharapkan penelitian ini dapat mengurangi penggunaan tepung terigu dan
berdampak pada menurunnya tingkat impor terigu di Indonesia
3. Diharapkan penelitian ini dapat mengoptimalkan penggunaan tepung
berbahan baku lokal yang sebelumnya belum maupun kurang termanfaatkan
1.4 Hipotesa
Diduga perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur
berpengaruh terhadap kualitas fisik, kimia, dan organoleptik kue muffin.
-
4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kue Muffin
Muffin dikenal sebagai roti dengan bentuk seperti cangkir, yang
dihidangkan dalam kondisi panas serta dapat dikonsumsi sebagai makanan
berat ataupun sebagai makanan ringan (Smith et al., 2004). Nama muffin berasal
dari bahasa Jerman muffe atau dari bahasa Perancis moufflet, yang artinya roti
halus (soft bread). Muffin pada umumnya yang dikembangkan saat ini tergolong
sebagai quick bread karena agen pengembang kimia yang digunakan dapat
bereaksi dengan cepat sebagai pengganti ragi yang merupakan agen
pengembang biologis yang reaksinya lebih lambat (Ira, 2016).
Muffin merupakan produk yang tergolong quick breads yaitu produk
bakery yang dibuat tanpa melalui proses fermentasi. Ciri khas muffin yaitu
permukaan crust yang merekah serta simetris, crust berwarna coklat keemasan,
pori crumb tidak halus namun ukurannya seragam, ringan, lembut, lembab, serta
tidak membutuhkan volume pengembangan yang besar (Vail et al., 1978).
Menurut Smith et al. (2004), penggunaan tepung terigu 100% pada
produk muffin menghasilkan bentuk yang seragam, bagian puncaknya melingkar
atau bulat dengan warna coklat keemasan, ukuran rongga sedang dan seragam,
cita rasa yang manis serta aromanya sedap, tekstur produk lembut dan lembab,
mudah dibelah dan dikunyah, serta cita rasa yang ditinggalkan menyenangkan
dimulut setelah ditelan. Penampakan muffin dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kue Muffin (Hamidah, 2009)
Muffin yang dikemas dalam bentuk satuan memiliki umur simpan tiga
sampai lima hari sedangkan muffin yang dikemas dalam nampan dan dikemas
-
5
dengan menggunakan alumunium foil atau pembungkus plastik memiliki umur
simpan selama empat sampai tujuh hari. Muffin yang langsung terpapar pada
oksigen dan kelembaban akan mempengaruhi umur simpannya (Mc Williams et
al., 2001). Syarat mutu yang digunakan untuk muffin menurut USDA (2016)
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Muffin
Kandungan nutrisi Satuan Jumlah per 100 gram
Air g 37,20
Energi kkal 243,00
Energi kj 1017,00
Protein g 9,40
Total lemak g 2,10
Abu g 2,50
Karbohidrat g 48,70
Serat kasar, serat pangan g 5,00
Total gula g 1,70
Kalsium, Ca mg 193,00
Zat besi, Fe mg 3,12
Magnesium, mg mg 42,00
Phospor, P mg 125,00
Potasium, K mg 202,00
Sodium, na mg 384,00
Zinc, zn mg 1,22
Copper, cu mg 0,16
Mangan, mn mg 1,12
Selenium, se μg 31,80
Vitamin C, total asam askorbat mg 0,00
Thiamin mg 0,38
Sumber : USDA, 2016
2.2 Tepung Terigu
Tepung terigu adalah salah satu bahan utama dalam pembuatan kue dan
pastry. Bubuk halus yang berasal dari bulir gandum dan digunakan sebagai
bahan dasar kue, mie dan roti ini berperan dalam menentukan kekenyalan
makanan yang dibuat dengan tepung terigu. Menurut jenisnya tepung terigu
dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
(1) Tepung terigu lunak yang biasa digunakan untuk cake, biskuit, dan kue
kering, mengandung protein 8 - 9%,
-
6
(2) Tepung terigu sedang yaitu campuran antara tepung lunak dan tepung
keras, biasa digunakan untuk cake, gorengan dan kue kering, mengandung
protein 9 - 11%,
(3) Tepung terigu keras biasa digunakan untuk membuat roti dan mie,
mengandung protein 11 - 13 % (Suhardjito, 2005).
Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan muffin adalah jenis
tepung terigu soft atau lunak yang mengandung protein 8 - 9% dan kadar abu
0,3%. Karakteristik tepung terigu soft ini adalah teksturnya lembut, berwarna
putih murni, daya serap air rendah, lengket, dan tidak elastis. Fungsi tepung
terigu dalam pembuatan muffin adalah sebagai kerangka pada adonan.
Kandungan tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Kandungan Tepung Terigu
Komponen Kadar %
Kadar air 12 Kadar protein 8
Kadar abu 1,3 Kadar pati 60-68
Kadar serat 2,5 Kadar lemak 1,5
Sumber : Sunarsi dkk. (2011)
Berikut merupakan syarat mutu tepung terigu menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-3751-2009 tentang syarat mutu tepung terigu sebagai bahan
makanan yang disajikan dalam Tabel 2.3
-
7
Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung Terigu
Jenis uji satuan persayaratan
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan : - Bentuk Serbuk
- Bau Normal (bebas bau asing)
- Warna - Putih, khas terigu - Benda asing - Tidak ada
- Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak
- Tidak ada
Kehalusan - Lolos ayakan 70 mesh % Min 95
Kadar air % (b/b) Maks 14,5 Kadar Abu % (b/b) Maks 0,70
Kadar protein % (b/b) Min 7,0 Derajat asam mg KOH / 100 g Maks 50
Falling number (atas dasar kadar air 14%) detik Min 300 Besi (Fe) mg/kg Min 50 Seng (Zn) mg/kg Min 30
Vitamin B1 (tiamin) mg/kg Min 2,5 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg Min 4
Asam folat mg/kg Min 2 Cemaran logam :
Timbal (Pb) Raksa (Hg)
Cadmium (Cd)
mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 1,0 Maks 0,05 Maks 0,1
Cemaran arsen mg/kg 0,50
Angka lempeng total E.coli
Kapang Bacillus cereus
Koloni/g APM/g
Koloni/g Koloni/g
Maks 1 x 106
Maks 10 Maks 1 x 10
4
Maks 1 x 104
Sumber : SNI (2009)
Pati tepung terigu memiliki viskositas puncak yang paling rendah
dibandingkan dengan ketiga jenis tepung lainnya. Nilai viskositasnya empat kali
lebih rendah dibandingkan dengan jenis tepung lainnya. Aplikasi pada
pengolahan pangan adalah tepung terigu kurang cocok digunakan sebagai
bahan pembentuk kekentalan pada makanan semi-solid (Immaningsih, 2012).
Menurut Bellitz et al. (1999), komposisi protein dalam tepung terigu
adalah protein gliadin dan protein glutenin yang berbeda pada proporsi 50:50.
Pada saat diaduk, kedua protein tersebut akan tercampur kemudian membentuk
gluten. Gluten merupakan protein yang terkandung dalam endosperm gandum.
Gluten adalah golongan protein yang mempunyai proporsi terbesar pada
gandum. Gluten dapat dibedakan atas gluten dengan berat molekul tinggi,
sedang, dan rendah. Setelah gluten terbentuk, adonan yang lengket akan
menjadi liat, elastis serta timbul gelembung-gelembung pada permukaan
-
8
adonan. Apabila dicampur air, protein pada gluten akan menyerap air dan
volumenya akan membesar (Wade,1988). Struktur gluten dapat dilihat pada
Gambar 2.2
Gambar 2.2 Struktur Gluten (Wade, 1988)
Struktur gluten tergolong struktur sekunder protein yang termasuk ke
dalam β-spiral. Mekanisme pembentukan adonan oleh gluten diawali dengan
interaksi hidrofobik sehingga terbentuk agregat protein yang mengikat lemak dan
substansi nonpolar lainnya. Selanjutnya akan terbentuk ikatan hidrogen yang
akan mengikat air dan bersifat kohesi dan adhesi, kemudian ikatan sulfihidril dan
disulfida akan membentuk polimer (Chayati dkk., 2008).
.
2.3 Celiac Disease
Celiac disease adalah penyakit autoimun serius yang bersifat genetik,
yang dipicu oleh konsumsi protein bernama gluten yang ditemukan pada
gandum, barley dan rye. Ketika penderita celiac disease mengkonsumsi
makanan yang mengandung gluten, sistem imun mereka merespon dengan cara
merusak vili dari usus halus, kemudian tubuh tidak dapat mengabsorbsi nutrisi ke
dalam pembuluh darah dan berakhir pada malnutrisi (Cereda, 2004). Selain itu,
bagi penderita autis, gluten dianggap sebagai racun karena tubuh penderita autis
tidak memproduksi enzim yang berfungsi untuk mencerna jenis protein tersebut
(Amalia, 2014). Menurut Murry (1999), celiac disease adalah ketidaktoleranan
yang bersifat seumur hidup terhadap fraksi gliadin dari gandum, prolamin dari rye
(secalins), barley (hordein), dan kemungkinan oats (avenin). Reaksi pencernaan
gluten pada penderita celiac disease ditandai dengan terjadinya inflamasi dari
-
9
usus halus hingga malabsorbsi pada beberapa nutrien termasuk besi, asam folat,
kalsium, dan vitamin larut lemak (Feighery,1999).
Menurut data statistik, 1 dari 133 orang Amerika dan Eropa mengidap
celiac disease, namun studi terbaru menunjukkan bahwa banyak populasi Asia
yang mengidap celiac disesase. Ketidaktoleranan pada gandum, rye, barley, oat,
dan malt pada penderita celiac disease, membuat mereka tidak bisa
mengonsumsi produk bakery, pasta, biskuit, cookies, es krim, dan produk lainnya
yang terbuat dari tepung terigu. Satu-satunya penanganannya yang efektif
terhadap penderita celiac disease terletak pada gluten free diet yang dilakukan
seumur hidup. Hal ini dapat membuat mukosa memulihkan fungsinya dan
mengembalikan kondisi fisiologis penderita.
Konsumsi makanan bebas gluten ini harus terus berlanjut karena
penderita celiac disease sangat dimungkinkan untuk mengidap penyakit
lymphoma dan tipe kanker lainnya (Tesch, 2006). Selama bulan Januari 2007,
FDA berniat untuk membuat peraturan pemberian label pada produk bebas
gluten untuk memuaskan tingginya permintaan konsumen pada cookies atau pun
roti bebas gluten dengan kualitas yang tinggi, hampir sama dengan cookies dan
roti yang terbuat dari tepung terigu (Sweeta, 2011).
2.4 Gluten Free Baking
Gluten seringkali terasosiasi dengan gandum dan tepung terigu, namun
juga bisa ditemukan pada barley, rye, dan triticale (gandum hibrida). Protein
gluten pada tepung terigu dapat membuat adonan menjadi elastis dan dapat
memerangkap gas di dalam produk yang dipanggang, membentuk tekstur yang
ringan dan lembut. Selain itu gluten ditemukan pada produk salad dressing,
saos, dan bahkan pasta gigi (Fenster, 2007).
Produk bebas gluten dapat dibuat dari berbagai macam tepung maupun
pati yang tidak mengandung gluten seperti amaranth, garut, kacang-kacangan,
buckwheat, chia, tepung jagung, maizena, flax, millet, montina, kacang, quinoa,
kentang, beras, sorgum, teff, dan tapioka (Belton, 2002). Menurut Sweta (2011),
suatu produk dikatakan bebas gluten apabila mengandung gluten tidak lebih dari
20 ppm.
Pembuatan produk bebas gluten dapat menjadi tantangan karena gluten
berkontribusi penting dalam kualitas beberapa produk seperti cookies, cake,
pastries, dan roti. Pengembangan gluten tidak terlalu penting bagi cookies dan
-
10
cake, sehingga tepung terigu dapat disubtitusi dan menghasilkan kualitas yang
sama. Selain itu, untuk mengganti tepung terigu dengan tepung bebas gluten,
bahan tambahan dapat digunakan untuk menahan gas. Bahan tambahan pangan
tersebut dapat berupa xanthan gum, dan guar gum yang umum ditemui di
pasaran. Roti dapat menjadi produk bebas gluten yang paling menantang untuk
dibuat, karena gluten membantu pembentukan struktur dan crumb yang lembut
,serta dapat menahan gas. Dengan adanya penelitian tentang kombinasi dari
tepung bebas gluten dan gum yang dapat membantu dalam pengembangan
volume yang baik dan tekstur yang lembut (Hagman, 2000).
Banyaknya jenis tepung dan pati bebas gluten dapat dikombinasi
sehingga terbentuk produk dengan kualitas tinggi. Formulasi tersebut dapat
terdiri dari dua hingga empat tepung yang berbeda. Tepung dengan flavor yang
kuat biasanya memiliki jumah yang tidak lebih dari 30% dari total campuran
tepung, dan diimbangi dengan tepung yang netral. Bahan pengikat yang kuat
dalam roti bebas gluten. Telur dapat menggantikan banyak fungsi dari gluten
seperti kemampuan mengikat, memperbaiki tekstur, dan membentuk struktur
akhir dari produk. Disamping itu, telur yang merupakan protein-based disatukan
dengan produk berbasis pati (guar gum dan xanthan gum) sering digunakan
untuk pengikat dan pengental gluten free baked product (Washburn, 2003).
Beberapa hal yang disarankan untuk mencapai hasil yang baik dalam
gluten free baking diantaranya adalah (Watson, 2008) :
1. Untuk meningkatkan nutrisi : digunakan jenis tepung bebas gluten yang
memiliki kandungan nutrisi tinggi, tepung yang berasal dari penggilingan
seluruh bagian biji sehingga mengandung vitamin dan mineral, dan
subtitusi 25% bagian dengan flaxseed.
2. Untuk meningkatkan kelembaban (kadar air) : dapat ditambahkan gelatin,
tambahan telur atau minyak pada resep, madu atau rice malt syrup dapat
membantu mempertahankan kelembaban, mengganti gula pasir dengan
brown sugar, serta menggunakan dough enhancer untuk meningkatkan
keempukan dan staling resistance.
3. Untuk menambah flavor : ditambah chocolate chips, kacang, atau pun
buah-buahan yang dikeringkan
4. Untuk meningkatkan struktur : dapat digunakan kombinasi tepung bebas
gluten dan dicampur sebelum bahan-bahan lain ditambahkan,
ditambahkan susu bubuk atau keju lembut dalam resep, penggantian
-
11
susu biasa dengan susu evaporasi (evaporated milk), untuk mengurangi
tekstur berpasir digunakan campuran tepung beras atau pun tepung
jagung dengan air kemudian dididihkan dan didinginkan sebelum
dicampur dengan bahan lain, serta dapat ditambahkan telur berlebih atau
putih telur jika produk terlalu rapuh.
5. Pengembang : tepung pati membutuhkan lebih banyak bahan
pengembang daripada tepung terigu, bahan pengembang tersebut dapat
berupa baking powder, baking soda dan butter milk, krim tartar dapat
ditmbahkan untuk menetralkan baking soda.
6. Tekstur/ kelembutan : penngayakan tepung/pati dapat membantu
memperbaiki tekstur, meletakkan adonan selama setengah jam hingga
semalam dalam refrigerator untuk melembutkan dan memperbaiki tekstur
akhir produk.
7. Peralatan baking : digunakan peralatan (cetakan) yang memiliki ukuran
yang lebih kecil dari biasanya dalam suhu yang lebih rendah dan waktu
yang lebih lama, digunakan pula wadah yang gelap untuk browning yang
lebih baik.
8. Freshness : gluten free baked product juga dapat kehilangan kelembaban
dan kualitasnya dengan cepat sehingga produk ditutup dengan plastik
wrap dan diletakkan dalam refrigerator atau freezer untuk menghindari
kondisi kering dan staling.
Sementara itu, Muffin tergolong dalam produk quick bread. Karakteristik
quick bread tidak membutuhkan pengembangan yang terlalu besar dalam
prosesnya. Cakes dan quick bread lainnya membutuhkan gluten karena
kemampuannya dalam menahan gas yang menghasilkan tekstur halus dan
ringan dan crumb yang empuk . Peranan gluten dalam muffin free gluten
maupun quick breads dapat digantikan oleh telur dan baking powder (Case,
2006).
2.5 Umbi Garut ( Maranta arundinacea Linn.)
Garut (Maranta arundinacea Linn.) merupakan tanaman berbentuk terna
yang memiliki umbi dengan ciri-ciri yaitu tegak, berumpun, dan merupakan
tanaman tahunan. Tinggi tanaman mencapai 1 – 1,5 m dengan batang berdaun
dan memiliki percabangan menggarpu. Tumbuh baik pada lahan dengan
ketinggian 0-900 mdpl (meter di atas permukaan laut) dan paling baik pada
-
12
ketinggian 60-90 m. Masa panen tanaman ini berlangsung dari bulan Mei hingga
Agustus. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan khusus dan kasus hama
penyakit yang menjangkit relatif sedikit (Rukmana, 2000).
Menurut Rukmana (2000), tingkatan takson tanaman garut adalah
sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Zingerbales
Suku : Marantaceae
Marga : Maranta
Jenis : Maranta arundinacea Linn.
Garut dapat ditanam diseluruh wilayah Indonesia tetapi belum banyak
digunakan. Menurut Djaafar dkk., (2006), umbi garut dapat dijadikan sumber
karbohidrat alternatif untuk menggantikan tepung terigu karena kandungan
patinya yang tergolong besar, terutama yang berumur 10 bulan setelah tanam.
Batang tanaman memiliki tinggi 75-90 cm, batang semu, bulat, membentuk
rimpang dan berwarna hijau. Daun tunggal, bulat memanjang, ujung runcing,
bertulang menyirip, panjang 10-27 cm, lebar 4,5 cm berpelepah, berbulu, dan
berwarna hijau. Bunga majemuk bentuk tandan, kelopak bunga hijau muda,
mahkota berwarna putih, buah memiliki garis tengah 1 cm, bentuk kotak dan
agak buat dengan bulu menyelimuti badan buah (Soedibyo, 1995). Bentuk umbi
garut dapat dlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Umbi Garut (Rukmana, 2000)
-
13
2.6 Tepung Garut
Tepung garut merupakan tepung yang diperoleh dari penepungan umbi garut
( Maranta arundinacea Linn.). Tepung garut memiliki tekstur yang lembut, kering,
dan berwarna putih. Tepung garut dapat digunakan sebagai alternatif untuk
pengganti atau subtitusi tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue, mie,
roti kering, bubur bayi, makanan diet pengganti nasi, karena mempunyai sifat
yang mendekati tepung terigu, dan kandungan gizinya tidak jauh berbeda
dengan tepung terigu. Selain itu tepung garut juga digunakan dalam industri
kimia, kosmetik, pupuk, gula cair, dan obat-obatan (Sukarsa, 2011). Komposisi
kimia tepung garut ditunjukkan pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5. Sedangkan
perbandingan kandungan gizi tepung terigu dan tepung garut disajikan dalam
Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Komposisi Kimia Tepung Garut
Komposisi Kimia Jumlah (%)
Air 11,9 Abu 0,58
Protein 0,14 Lemak 0,84 Amilosa 25,94
Serat Larut Air 5,03 Serat Tidak Larut Air 8,74
Sumber : Marsono, 2005
Tabel 2.5 Perbandingan Kandungan Gizi tepung terigu dan tepung garut per 100 gram
No. Kandungan Gizi Tepung Terigu Tepung Garut
1. Kalori (kal.) 365 355 2. Protein (g) 8,9 0,7 3. Lemak (g) 1,3 0,2 4. Karbohidrat (g) 77,3 85,2 5. Kalsium (mg) 16 8 6. Fosfor (mg) 106 22 7. Zat besi (mg) 1 2 8. Vitamin B 0,12 0,09
Sumber: Suyatno (2010)
Selain kandungan gizi yang terdapat pada tabel tersebut, umbi garut
mempunyai keunggulan dalam hal nilai indeks glikemiksnya yang rendah yaitu
14 (Marsono, 2002). Granula tepung garut meskipun memiliki permukaan yang
halus, namun permukaan itu berlekuk. Kekerasan gel paling tinggi pada garut
dan uwi ungu, jika diukur menggunakan TAXT-Plus Texture Analyzer. Pati garut
dapat mengembang bila terkena air panas, pengembangannya sebesar 54%
(Mariati, 2001).
-
14
Penelitian Umi (2011) menunjukkan data karakteristik gelatinisasi pati
(pasting behaviour) hasil analisis menggunakan amylograph menunjukkan
bahwa tepung garut memiliki viskositas 4963 cP, viskositas breakdown 2820 cP
dan peak time 6,73 menit. Hal ini menunjukkan bahwa granula tepung garut
sangat mudah pecah, dan tidak stabil, selama pemanasan, serta mudah
membentuk gel dengan viskositas yang tinggi. Tingginya viskositas sangat
berkaitan dengan besarnya granula. Granula pati garut memiliki ukuran sebesar
10.5 µm. ukuran pati mempengaruhi daya serap air yang berakibat pada
pengembangan adonan pada roti. Granula pati tepung garut kebanyakan
berbentuk bulat dengan celah dan bulat yang tidak beraturan. Tepung garut
memiliki kekuaatan gel 288,60 g/cm2, titik pecah 0,842 cm, rigidity 171,375,
hardness 22,855 g. Berikut merupakan syarat mutu tepung garut menurut BSN
(1999) yang disajikan dalam Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Syarat Mutu Tepung Garut
Sumber : BSN (1999)
Gambar 2.4 Tepung Garut (Marsono,2002)
Kriteria Syarat
Bentuk Serbuk halus Benda asing Tidak ada
Lolos ayakan 100 mesh Minimal 95% Kadar air Maksimal 16%
Serat kasar Maksimal 1% Derajat asam maksimal 4.0 ml NaOH/100 g
Residu SO2 Maksimal 30 mg/kg
-
15
2.7 Maizena (Corn Starch)
Maizena adalah tepung yang terbuat dari pati jagung yang diperoleh dari
penggilingan pada kernel jagung. Maizena termasuk ke dalam golongan tepung
yang bebas dari gluten. Syarat mutu maizena dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Syarat Mutu Maizena
Jenis uji satuan persayaratan
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan : - Bau - Normal - Rasa - Normal
- Warna - Normal - Benda asing - Tidak boleh
- Serangga - Tidak boleh - Pati selain jagung - Tidak boleh
Kehalusan - Lolos 80 mesh % Min 70 - Lolos 60 mesh % Min 99
Kadar air % (b/b) Maks 10 Kadar Abu % (b/b) Maks 1.5
Silikat % (b/b) Maks 0.1 Serat kasar % (b/b) Maks 1.5
Derajat asam Ml N NaOH / 100 g
Maks 4.0
Timbal (Pb) Mg/Kg Maks 1.0 Tembaga (Cu) Mg/Kg Maks 10
Seng (Zn) Mg/Kg Maks 40 Raksa (Hg) Mg/Kg Maks 0.04
Cemaran arsen (As) Mg/Kg Maks 0.5 Angka lempeng total Koloni/g Maks 5 x 10
6
E.coli APM/g Maks 10 Kapang Koloni/g Maks 10
4
Sumber : SNI 01-3727-1995
Maizena sering menjadi bahan tambahan atau bahan pengganti terigu
dalam pembuatan makanan. Misalnya, dalam pembuatan cake, kue kering,
bubur, puding, dan saus, maizena akan menghasilkan tekstur makanan yang
lebih baik. Penggunaannya memang tidak boleh terlalu banyak, karena
penggunaan yan berlebihan justru akan membuat kue lebih cepat basi dan
berjamur. Tekstur maizena halus dan lembut seperti tepung terigu, namun
warnanya lebih pucat dan keruh daripada tepung terigu (Sholihah, 2007). Berikut
ini merupakan komposisi kimia maizena yang disajikan pada Tabel 2.8.
http://www.kerjanya.net/faq/17860-tepung-terigu.html
-
16
Tabel 2.8 Komposisi Kimia Maizena
Komposisi Kimia Jumlah (%)
Air 11 Pati
Amilosa Amilopektin
88 28 72
Protein 0,35 Lemak 0,04 Serat 0,1 Abu 0,1
Sumber : Kulp (2000)
Granula pati jagung (maizena) memiliki ukuran yang cukup besar berkisar
antara 5-25 µm dan tidak homogen (Bellitz et al., 1999). Bentuk pati jagung
adalah polygonal shape (Synder, 1984). Granula pati yang lebih kecil akan
menunjukkan ketahanan yang lebih kecil terhadap perlakuan panas dan air
daripada granula pati yang besar. Suhu optimal gelatinisasi pati jagung adalah
62-70oC dengan waktu sekitar 30 menit (Harborne, 1987).
2.8 Bahan-Bahan lain yang Diperlukan dalam Pembuatan Kue Muffin
2.8.1 Telur
Telur merupakan bahan yang penting dalam pembuatan kue muffin. Telur
terdiri dari kuning telur, putih telur (albumen), dan cangkang. Di dalam telur
terdapat pula membran tipis yang terletak pada cangkang, rongga udara pada
salah satu ujung telur, dan kalaza yang berfungsi untuk menjaga posisi kuning
telur agar tetap di tengah. Bagian kuning telur kaya akan lemak dan protein,
mengandung zat besi dan beberapa vitamin. Warnanya berkisar antara kuning
terang hingga kuning gelap, hal ini tergantung pada pakan ayam. Pada putih
telur, protein utamanya adalah albumin yang berwarna bening dan larut air
apabila dalam keadaan mentah, tetapi pada saat terkoagulasi warnanya berubah
menjadi putih dan keras. Putih telur juga mengandung Sulfur. Telur dilindungi
oleh cangkang, yang merupakan pengemas alami. Cangkang telur memiliki
tekstur berporos sehingga bau dan flavor pada lingkungan dapat terabsorbsi ke
dalam telur (Gisslen, 2013) Komposisi umum telur mentah dapat dilihat pada
Tabel 2.9.
-
17
Tabel 2.9 Komposisi Telur
Komposisi Telur utuh (%) Putih Telur (%) Kuning Telur (%)
Air 73 86 49 Protein 13 12 17 Lemak 12 - 32
Mineral dan komponen lain 2 2 2
Sumber : Gisslen (2013)
Menurut Huff (2015), peranan kuning telur (yolk) umumnya
memanfaatkan kandungan lemak dan kemampuan mengemulsi. Lemak
membuat produk bakery memiliki cita rasa yang kuat (extra rich flavor) dan
tekstur yang lembut (velvety texture). Kuning telur juga memiliki kemampuan unik
untuk mengikat cairan dan lemak bersama membentuk sebuah emulsi dan
mencegahnya untuk memisah. Proses emulsi ini membantu membuat campuran
bahan-bahan menjadi lebih homogen, bahkan kuning telur membantu dalam
distribusi cairan dan lemak yang merata di seluruh bagian agar menghasilkan
adonan yang halus, custard yang mengkilap, dan curd yang lembut (creamy
curd). Ketika yolk dipanaskan, ikatan protein yang terkandung di dalamnya akan
terlepas dan membentuk gel. Suhu yang terlalu tinggi membuat protein semakin
menjadi gel, dan menjadi sangat kental serta kasar. Namun,ketika dipanaskan
pada suhu yang sedang (hangat), kuning telur memiliki kemampuan yang baik
untuk mengentalkan produk seperti saos dan custard.
Ketika putih telur digunakan tanpa kuning telur, putih telur akan
menunjukkan kemampuan membentuk krim kocok (whipped cream).
Pengocokan putih telur berarti menggabungkan jutaan gelembung-gelembung
udara kecil ke dalam putih telur sehingga terbentuk warna putih. Buih tersebut
bersifat sangat stabil untuk membuat soufflé hingga meringue. Untuk membantu
menstabilkan putih telur, dapat ditambahkan pengasam seperti krim tartar dan
jus lemon. Penggunaan terbaik dari putih telur kocok adalah sebagai agen
pengembang pada cake yang halus, sponge cake dan soufflé. Dalam kondisi
panas pada oven udara yang terjebak pada buih akan mengembang tanpa
bantuan yeast maupun baking soda. Buih putih telur juga dapat dikocok dengan
gula untuk membuat meringue. Pengocokan yang terlalu lama akan membuat
putih telur terlalu mengembang dan kasar serta sulit untuk menyatu dalam
adonan (Huff, 2015).
Ketika kuning telur dan putih telur (whole egg) digunakan, beberapa sifat
terbaik dari keduanya akan muncul. Meskipun kemampuan mengemusi whole
-
18
egg tak sebagus kuning telur, whole egg masih bisa menjadi agen pengikat yang
baik, terutama pada cake, cookies, dan produk bakery yang lainnya. Telur juga
akan mengeras dan memadat ketika dipanaskan, dan memberikan struktur yang
baik dalam dessert yang lembut dan pastries. Disaat yang bersamaan, telur
membuat produk bakery menjadi lebih empuk dan tekstur ringan (Huff, 2015).
2.8.2 Gula
Gula ditambahkan pada adonan kue untuk melengkapi karbohidrat dan
memberikan rasa manis. Selain itu penambahan gula juga dapat mempengaruhi
tekstur (Buckle et al., 1987). Dari berbagai penelitian terdahulu, diketahui bahwa
gula dapat memberi efek tenderizing terhadap tekstur produk akhir dalam
pengolahan produk berbahan dasar pati (Farhat dkk., 2000). Menurut Mudjajanto
dkk. (2004), gula dapat memberikan daya pembasahan dan memberikan warna
cokelat yang menarik pada cake dan roti. Jenis-jenis gula yang biasa digunakan
pada pengolahan bakery yaitu sukrosa, fruktosa, dextrose, laktosa dan gula
merah (semua berbentuk kristal) serta gula cair antara lain sirup jagung, HFCS,
sirup gula invert, tetes tebu dan madu.
Sifat-sifat utama gula yang harus diperhatikan dalam aplikasinya sebagai
komposisi produk bakery adalah kemanisan, kelarutan, dan higroskopis. Jenis
gula yang paling banyak digunakan adalah sukrosa. Selain sebagai pemanis,
sukrosa berperan dalam penyempurnaan mutu pengovenan dan warna crust,
dan memungkinkan proses pematangan yang lebih cepat (Koswara, 2009).
Struktur cake sangat dipengaruhi oleh tingkat dan jenis gula yang digunakan,
sebutan low ratio cake dipakai untuk cake yang jumlah gulanya sama atau
kurang dibanding jumlah terigu, sedang istilah high ratio cake dipakai pada cake
yang jumlah gulanya melebihi jumlah terigunya. Cake yang tinggi kandungan
gulanya juga tinggi kandungan shortening dan airnya sehingga dihasilkan volume
yang besar dan remah yang empuk.
Penggantian sukrosa dengan gula lain di dalam formulasi cake tidaklah
sesederhana pada roti dan membutuhkan formulasi ulang khusus. Pengaruh
penggantian sukrosa oleh gula lain yang telah diobservasi terdiri atas penurunan
waktu pemanggangan, penurunkan volume cake, mengubah warna remah dan
kerak cake, memperbesar ukuran butiran remah, mengubah rasa (sweetness),
dan kesan bergetah (gummy mouthfeel) (Intan, 2013).
-
19
2.8.3 Margarin
Lemak yang sering digunakan untuk adonan muffin adalah margarin.
Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80%
fase lemak (O’Brien, 2009). Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega
dengan kenampakan fisik, bau, konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama
dengan mentega. Margarin mrngandung 80 % lemak, 16% air, dan beberapa zat
lain (Wahyuni dkk., 1998). Minyak nabati yang sering dijadikan lemak adalah
minyak kelapa, minya inti sawit, minyak biji kapas, miyak wijen, minyak kedelai
dan minyak jagung. Minyak nabati umumnya berwujud cair karena mengandung
asam lemak tidak jenuh, seperti asam oleat, linoleat, dan linolenat.
Berdasarkan SNI 01-3541-2002, margarin merupakan produk makanan
berbentuk emulsi (w/o), baik semi padat maupun cair, yang dibuat dari lemak
makan atau minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi
termasuk sebagai bahan utama serta mengandung air dan bahan tambahan
pangan yang diizinkan. Menurut Desrosier (1988), fungsi dari penambahan
margarin dalam adonan adalah untuk memerbaiki struktur fisik seperti volume
pengembangan, tekstur, dan memberikan flavour serta sebagai pelumas dan
mencegah pengembangan protein yang berlebih selama pembuatan adonan.
Lemak atau shortening membantu membuat kue muffin menjadi empuk,
memberikan tekstur yang baik, membantu dalam proses browning kue, dan
menjaga kue agar tetap lembab (Alberta, 2006).
2.8.4 Susu Skim
Penggunaan susu skim untuk produk-produk bakery berfungsi
membentuk flavor, mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur
yang kuat dan berpori karena adanya kasein, membentuk warna karena terjadi
reaksi pencoklatan, dan menambah keempukan karena adanya laktosa
(Koswara, 2009).
Menurut Hamidah dkk. (2009), fungsi susu dalam pengolahan cake
adalah untuk menambah gizi, membangkitkan rasa dan aroma, dan mampu
menjaga cairan dan membantu mongontrol kerak pada cake. Komposisi pada
susu bubuk bervariasi tergantung bahan bakunya, karena sebagian besar airnya
dihilangkan maka bahan keringnya naik kira-kira dengan proporsi yang sama.
2.8.5 Baking Powder
-
20
Baking powder sebagai bahan pengembang yang dipakai secara luas
dalam produksi roti dan kue. Baking powder merupakan bahan pengembang
hasil reaksi asam dengan Natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan
berlangsung, baking powder mengasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat
merugikan. Fungsi baking powder pada pembuatan roti dan kue adalah
mengembangkan adonan dengan sempurna, menyeragamkan remahan, dan
menjaga kue agar tidak rusak (Aliem, 1995).
Menurut Sutomo (2011), baking powder biasanya digunakan sebagai
pengembang (leavening agent) cake, bolu panggang, bolu kukus, cup cake, dan
pancake. Baking powder harus ditimbang secara tepat, bila baking powder
melebihi batas, maka akan menghasilkan kue yang keriput dan bantat.
Sedangkan baking powder yang terlalu sedikit akan menghasilkan kue yang
padat dan berat (Anni dkk., 2008). Persamaan kimia pada baking powder adalah:
NaHCO3 + H+→Na+ + CO2 + H2O.
Cara kerja baking powder, yaitu dengan melepaskan gas karbon dioksida
ke dalam adonan melalui reaksi asam-basa, sehingga menyebabkan adanya
gelembung-gelembung di dalam adonan yang masih basah, dan ketika
dipanaskan adonan menjadi memuai namun pada saat adonan matang
gelembung-gelembung tersebut terperangkap hingga menyebabkan kue menjadi
naik dan ringan (Tyana, 2011).
Baking powder umumnya terbuat dari unsur basa biasa disebut soda kue
atau Natrium bikarbonat ditambah satu atau lebih garam asam, dan pati lembam
(umumnya pati jagung). Penambahan pati lembam dalam baking powder
bertujuan unutk menyera kelembaban sehingga umur simpan dapat lebih lama
karena mencegah terjadinya reaksi unsur asam-basa sebelum pemakaian baking
powder. Baking powder digunakan unutk menggantikan ragi ketika tidak ada
proses fermentasi pada adonan dan ketika adonan kurang memiliki sifat elastis
untuk menahan gelembung-gelembung gas lebih dari beberapa menit (Tyana,
2011).
2.9 Tahapan Pembuatan Kue Muffin
2.9.1 Mixing (Pencampuran Adonan)
-
21
Menurut Ira (2016), terdapat dua metode dalam pencampuran adonan
muffin, yaitu metode cake dan metode muffin. Pada metode cake, melibatkan
proses pembentukan krim gula bersamaan dengan mentega, kemudian
penambahan bahan cair, dan terakhir dengan penambahan bahan kering.
Sedangkan metode muffin melibatkan dua sampai tiga tahapan. Pertama semua
bahan kering dicampur menjadi satu, kedua bahan cair lainnya dicampur di
wadah terpisah, kemudian bahan cair ditambahkan ke bahan kering dan
dicampur hingga bahan kering menjadi lembab.
Proses pencampuran yang tidak mencukupi akan menghasilkan muffin
dengan volume yang rendah karena sebagian baking powder akan menjadi
kering untuk bereaksi sempurna dengan bahan lainnya (Smith et al., 2004).
Waktu mixing umumnya selama 8-10 menit atau 10-12 menit menggunakan
mixer (Mudjajanto dkk., 2004). Untuk kue muffin, mixing dilakukan sampai bahan
kering menjadi basah. Overmixing menurunkan volume dan keempukan
(kelembutan) serta mencegah kue mengalami browning yang baik. Pengisian
adonan dalam cetakan dilakukan hingga tiga per empat bagian dari cetakan
(Alberta, 2006).
2.9.2 Pemanggangan (Pengovenan)
Pengovenan adalah suatu cara untuk mematangkan muffin menggunakan
oven, dengan suhu dan waktu yang ditentukan. Terlebih dahulu oven tersebut
dipanaskan, sebelum muffin masuk dalam oven. Pengovenan dilakukan dengan
cara memasukkan muffin dalam cetakan ke dalam oven (di atas nampan)
kemudian di lalu panggang dengan suhu oven atas 180°C dan suhu oven bawah
200°C selama 30 menit. Selama pemanggangan tidak boleh terlalu sering di
buka karena akan mempengaruhi pemanasan yang kurang maksimal (Intan,
2013).
Pemanggangan atau pengovenan akan menyebabkan kenaikan suhu.
Dalam pemanggangan terjadi pengembangan adonan, kehilangan air,
pencoklatan kulit, dan bentuk roti menjadi tetap. Selain itu juga terjadi reaksi
Maillard yang terjadi mulai suhu 1500C dan menyebabkan kulit roti berwarna
coklat (oleh senyawa mellanoidin). Peristiwa yang juga terjadi selama
pemanggangan adalah pati mulai menggembung dan tergelatinisasi pada suhu
sekitar 600C (Haryadi, 2004).
-
22
Ketika proses pengovenan berlangsung, adonan akan kehilangan kadar
air kurang lebih 8-10% dari total berat adonan. Lama waktu proses pengovenan
tergantung dari jenis roti, besar adonan dan loyang yang dipergunakan dalam
proses pengovenan (Astuti, 2015). Tahapan dalam proses pengovenan menurut
(Gisslen, 2013) :
Melelehnya lemak (melting of fat) : lemak padat yang bercampur dengan
adonan memerangkap udara, ketika lemak tersebut meleleh gas akan
dilepaskan sehingga memberi kontribusi untuk pengembangan kue muffin.
Umumnya lemak memiliki titik leleh antara 32 – 55oC.
Pembentukan dan pengembangan gas : gas merupakan komponen utama
yang membuat muffin mengembang. Beberapa gas seperti karbondioksida
terbentuk ketika proses mixing menggunakan mixer. Beberapa gas lainnya
terbentuk ketika terjadi peningkatan suhu pada adonan. Baking powder
memproduksi gas dengan cepat ketika adonan diletakkan ke dalam oven.
Gas yang terbentuk kemudian mengembang, akan terperangkap pada
jaringan yang elastis terbentuk dari protein yang berasal dari telur.
Koagulasi protein : protein utama yang terdapat pada telur sangat
berpengaruh pada struktur. Protein tersebut dapat memperbaiki struktur
muffin ketika suhunya cukup untuk koagulasi atau mengeras. Proses ini
terjadi pada suhu 60-70oC. Ketika proses ini berjalan, gas akan melanjutkan
pengembangannya dan untaian protein menjadi lentur. Pada akhirnya, ketika
koagulasi selesai rongga udara tidak dapat mengembang lagi. Suhu yang
tepat sangat penting untuk membuat muffin yang memiliki pengembangan
yag baik. Apabila suhu pengovenan terlalu tinggi, koagulasi akan terjadi
lebih awal sebelum ekspansi gas dalam adonan dimulai, sehingga muffin
memiliki volume yang kecil dan bagian luar muffin (crust) yang retak.
Sedangkan suhu pengovenan yang terlalu rendah, protein tidak terkoagulasi
sesegera mungkin sehingga muffin dapat mengempis.
Gelatinisasi pati : pati merupakan bagian penting pembentuk struktur.
Molekul pati tersusun dalam granula yang kecil dan keras. Granula pati
menarik air ketika proses mixing. Ketika dipanaskan pada oven, air tersebut
diabsorbsi oleh granula pati kemudian mengembang. Beberapa granula pati
pecah dan mengeluarkan molekul pati. Pada proses ini, molekul pati
berikatan dengan air yang ada sehingga bagian dalam muffin menjadi
kering.Proses ini terjadi pada suhu 40-95oC.
-
23
Pengeluaran uap air dan gas : pada proses pengovenan, beberapa air
berubah wujud menjadi uap air dan terlepas ke udara. Ketika proses ini
terjadi sebelum protein terkoagulasi, uap air dan gas dapat berkontribusi
pada pengembangan volume adonan. Pengeluaran uap air dan gas
menyebabkan berkurangnya kelembaban adonan sehingga menginisiasi
terbentuknya crust.
Pembentukan crust dan browning : crust terbentuk ketika air terevaporasi
dari permukaan dan membuatnya kering. Browning tidak dapat terjadi
apabila suhu permukaan kurang dari 150oC. browning terjadi ketika terdapat
perubahan kimia pada pati, gula, dan protein. Terdapat dua reaksi yang
terlibat yaitu karamelisasi (pencoklatan gula) dan reaksi Maillard yang
menyebabkan browning pada crust. Reaksi Maillard terjadi ketika protein
dan gula dikenai suhu tinggi. Perubahan kimia yang diakibatkan oleh
karamelisasi dan reaksi Maillard berkontribusi terhadap flavor dan
penampakan luar muffin.
-
24
III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan Laboratorium Pengolahan dan Rekayasa Pangan,
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, dan Laboratorium sensori Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
Malang. Penelitian tersebut dimulai dari bulan Januari hingga April 2017.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan kue muffin adalah baskom,
sendok makan, sendok teh, sarung tangan kain, mixer, cetakan muffin, kertas
label, dan oven listrik. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah
neraca analitik, oven listrik (merk Maspion), color reader, Tensile Strength,
penggaris, cawan, oven untuk analisa kadar air, desikator (merk Scoot Duran),
cawan porselen, penjepit, furnace, Soxhlet, labu lemak, buret, statip, labu
Kjeldahl, alat destilasi, glassware, spatula, dan plastik.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk membuat kue muffin adalah tepung garut,
maizena, margarin (merk Forvita), susu skim, telur, dan baking powder.
Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisa adalah sampel, tablet Kjedahl,
H2SO4 pekat, pp (phenoftalein), akuades, NaOH, H3BO3, Metil Red, HCl (0,1 N),
dan petroleum eter.
3.3 Metodologi Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I adalah perbandingan tepung
garut dan maizena yang terdiri dari 5 level (1:0, 3:1, 1:1, 1:3, dan 0:1). Faktor II
adalah jenis telur yang terdiri dari 2 level (utuh dan putih). Pada perlakuan ini
diperoleh 10 kombinasi perlakuan dengan ulangan 3 kali sehingga diperoleh 30
satuan percobaan. Berikut merupakan rincian perlakuan yang digunakan dalam
penelitian ini.
-
25
Faktor I adalah perbandingan tepung garut dan maizena (P) yang terdiri dari 5
level yaitu :
P1 = perbandingan tepung garut dan maizena 1:0
P2 = perbandingan tepung garut dan maizena 3:1
P3 = perbandingan tepung garut dan maizena 1:1
P4 = perbandingan tepung garut dan maizena 1:3
P5 = perbandingan tepung garut dan maizena 0:1
Faktor II adalah jenis telur yang terdiri dari 2 level (T) yaitu :
T1 = utuh
T2 = putih
Tabel 3.1 Formula Perlakuan Kue Muffin
Jenis Telur Perbandingan Tepung
T1
P1
P2
P3
P4
P5
T2
P1
P2
P3
P4
P5
Keterangan : P1T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:0 dan jenis telur utuh P1T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:0 dan jenis telur putih P2T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 3:1 dan jenis telur utuh P2T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 3:1 dan jenis telur putih P3T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:1 dan jenis telur utuh P3T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:1 dan jenis telur putih P4T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:3 dan jenis telur utuh P4T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 1:3 dan jenis telur putih P5T1 : perbandingan tepung garut dengan maizena 0:1 dan jenis telur utuh P5T2 : perbandingan tepung garut dengan maizena 0:1 dan jenis telur putih
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui
ketepatan perbandingan tepung garut dan maizena yang digunakan, serta
menentukan faktor kedua yaitu pengaruh jenis telur. Penelitian selanjutnya
-
26
dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan penggunaan tepung garut
dengan maizena dan jenis telur terhadap kualitas fisik dan organoleptik kue
muffin.
3.4 1 Formulasi dan Prosedur Pembuatan Kue Muffin
Berikut merupakan formulasi bahan dalam pembuatan kue muffin untuk
seluruh perlakuan yang disajikan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Formulasi Bahan dalam Pembuatan Kue Muffin Nama Bahan
Satuan Proporsi
P1 T1
P1 T2
P2 T1
P2 T2
P3 T1
P3 T2
P4 T1
P4 T2
P5 T1
P5 T2
Tepung garut
gram 100 100 75 75 50 50 25 25 0 0
Maizena gram 0 0 25 25 50 50 75 75 100 100
Margarin gram 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Gula gram 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Susu skim
gram 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Telur utuh
(kuning dan
putih)
gram 100 0 100 0 100 0 100 0 100 0
Putih telur
gram 0 100 0 100 0 100 0 100 0 100
Baking powder
gram 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Adapun prosedur pembuatan muffin adalah sebagai berikut :
margarin dihaluskan dengan mixer kecepatan sedang
gula bubuk dan susu bubuk skim dimasukkan secara perlahan sambil
dicampur menggunakan mixer hingga halus.
telur dimasukkan dan dicampur menggunakan mixer sampai halus dan
mengembang.
Tepung dan baking powder kemudian dimasukkan dan diaduk hingga rata
dengan sendok dan selanjutnya dicampur dengan mixer
Adonan dimasukkan dalam cetakan dan dipanggang dalam oven dengan
suhu 170 °C selama 25-30 menit (Artanti, 2014).
-
27
3.5 Pengujian dan Analisa Data
i. Pengujian
1. Pengamatan Fisik meliputi :
- Volume Pengembangan (Yuwono dan Susanto, 1998)
- Kekerasan metode “Digital Force Gauge” (Yuwono dan Susanto, 1998)
- Ukuran pori (Schoenlechner, 2009)
- Warna metode “Colour Reader Test” (Yuwono dan Susanto, 1998)
2. Pengamatan Kimia meliputi :
- Kadar Air Metode Thermogravimetri (Sudarmadji dkk, 1996)
- Kadar Abu (Sudarmaji dkk, 1996)
- Kadar Protein (SNI-01-2782-1998)
- Kadar Lemak (Sudarmaji dkk, 1996)
- Kadar Karbohidrat by difference
3. Pengamatan Organoleptik meliputi (Rahayu, 2001) :
- Warna
- Aroma
- Pori
- Tekstur
- Rasa
- Keseluruhan
4. Pemilihan Perlakuan Terbaik Multipe Atribute Zeleny
3.5.2 Analisa Data
Data analisa-analisa tersebut yang diperoleh dari hasil penelitian
dianalisa dengan metode analysis of variance (ANOVA). Apabila dari hasil uji
menunjukkan adanya beda nyata, dilakukan uji lanjut dengan uji BNT (Beda
Nyata Terkecil) dan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).
-
28
3.6 Diagram Alir Penelitian
3.6.1 Pembuatan Kue Muffin
Dihaluskan dengan mixer
Dicampur menggunakan mixer hingga halus
Dicampur menggunakan mixer hingga mengembang ± 10 menit
Dicampur menggunakan mixer selama ± 3 menit
Dimasukkan dalam cetakan
Dimasukkan ke dalam oven bersuhu 170oC selama ± 35 menit
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Kue Muffin (Artanti, 2014) yang telah
dimodifikasi
23% (b/b) Margarin
23% (b/b) gula dan 7% (b/b) susu skim
23% (b/b) telur utuh; 23% (b/b) putih telur
Tepung garut dan maizena (1:0; 3:1; 1:1; 1:3; 0:1)
Uji fisik : - volume pengembangan - kekerasan - ukuran pori - warna
0,2% (b/b) Baking powder dan maizena
Muffin non terigu
Organoleptik : - Warna - Aroma - Pori - Tekstur - Rasa - Keseluruhan
Perlakuan
Terbaik
Uji kimia : - kadar air - kadar abu - kadar protein - kadar lemak - kadar karbohidrat
-
i
-
29
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bahan Baku
Pada penelitian ini, pembuatan muffin non terigu menggunakan dua jenis
tepung yaitu tepung garut dan maizena. Bahan baku tersebut dianalisa kimia
untuk mengetahui kualitasnya berdasarkan nilai kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar karbohidrat, kadar lemak, dan kadar serat sebelum digunakan.
Kemudian hasil analisis tersebut dibandingkan dengan literatur untuk
memudahkan peneliti dalam mengoreksi analisis yang dilakukan dengan metode
standar yang telah ditentukan. Bahan baku tepung garut dan maizena serta data
perbandingan analisis bahan baku dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1.
a b
Gambar 4.1 Tepung Garut (kiri) dan Maizena (kanan) (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Tabel 4.1 Perbandingan Data Analisis Kimia Bahan Baku dengan Literatur
Parameter (%) Tepung Garut Maizena Analisa Literatur Analisa Literatur
Kadar Air 12,00±0.87
9,01-11,71a
11,28±0.47 14,00b
Kadar Abu 0,63±0.28 1,2-1,6a 0,12±0.02 0,70
b
Kadar Protein 3,74±2.50 1,12-1,68a 8,12±0.18 0,30
b
Kadar Lemak 0,37±1.78 0,21-1,28a 3,59±0.19 0,00
b
Kadar Karbohidrat 82,65±83.38 85,20-86,54a
76,89±76.88 85,00b
Pati Amilosa
- 75,58-81,03a
21,91-25,09a
- 88c
28c
Serat - 0,57d
- 0,1c
Sumber : Mariati (2001)a
Kulp et al. (2000)c
Rukmana (2005)b
Wijayanti (2015)d
-
30
Berdasarkan Tabel 4.1, hasil analisa kadar air pada tepung garut yaitu
12,00%, lebih tinggi dibandingkan dengan literatur 9,01-11,71%. Namun
perbedaan hasil tersebut tidak signifikan. Hal ini diduga terjadi karena perbedaan
varietas umbi garut. Menurut Mariati (2001), variasi kadar air dari masing-masing
varietas baik tepung maupun pati dipengaruhi oleh kondisi pengeringan yang
meliputi metode, lama, dan suhu pengeringan. Sedangkan hasil analisa kadar air
maizena menghasilkan nilai 11,28%. Hasil tersebut lebih rendah jika
dibandingkan dengan hasil pada literatur (14,00%). Perbedaan yang tidak terlalu
signifikan tersebut dapat disebabkan karena perbedaan varietas jagung dan
perbedan pengolahan yang meliputi metode dan kondisi pengeringan. Untuk
mendapatkan produk tepung yang awet, batas kadar air minimum dimana
mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (Fardiaz, 1989).
Kadar abu hasil analisa tepung garut adalah 0,63%, lebih rendah apabila
dibandingkan dengan kadar abu pada literatur (1,2-1,6%). Perbedaan tersebut
tidak terlalu signifikan. Hal tersebut diduga terjadi karena perbedaan varietas
umbi garut. Begitu pula pada hasil analisa kadar abu pada maizena (0,12%) lebih
rendah dibandingkan dengan literatur (0,70%). Perbedaan yang tidak terlalu
signifikan tersebut dapat disebabkan karena perbedaan varietas jagung yang
digunakan untuk membuat maizena. Menurut Wargiono (1979), perbedaan
kandungan abu pada varietas tanaman diduga karena perbedaan kandungan
mineral dalam tanaman yang disebabkan karena perbedaan penambahan pupuk
dan kondisi tanah tempat tumbuh tanaman tersebut.
Hasil analisa kadar protein tepung garut adalah sebesar 3,74%, lebih
tinggi apabila dibandingkan dengan kadar protein pada literatur (1,12-1,68%).
Sementara itu, hasil analisa kadar protein maizena adalah sebesar 8,12%, jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil pada literatur (0,30%). Hal ini diduga
karena perbedaan metode analisa kadar protein yang digunakan. Dalam
penelitian ini metode analisa yang digunakan adalah metode Kjedahl. Penetapan
kadar protein menggunakan metode Kjedahl merupakan metode empiris (secara
tidak langsung) yaitu melalui kadar N dalam bahan. Dengan metode ini, senyawa
bernitrogen lain selain protein juga terukur sebagai protein, sehingga metode ini
sering disebut penetapan protein kasar (Poedjiadi, 1994).
Analisa kadar lemak pada tepung garut menghasilkan nilai sebesar
0,37%, dimana hasil ini telah sesuai dengan data pada literatur yaitu 0,21-1,28%.
Kandungan lemak pada tepung garut ini tergolong rendah. Sementara itu, hasil
-
31
analisa kadar lemak pada maizena menghasilkan nilai sebesar 3,59%, dimana
hasil tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan literatur (0,00%). Hal ini
diduga disebabkan oleh perbedaan varietas jagung yang digunakan untuk
membuat maizena serta metode ekstraksi yang digunakan untuk analisa kadar
lemak. Menurut Kaur et al. (2006), perbedaan kadar lemak pada tepug
disebabkan oleh bervariasinya kadar lemak bahan mentah.
Kadar karbohidrat tepung garut berdasarkan analisa adalah 83,38%.
Hasil tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan literatur (85,20-
86,54%). Begitu pula analisa kadar karbohidrat pada maizena adalah 76,88%,
lebih rendah jika dibandingkan dengan literatur 85,00%. Hal ini diduga
disebabkan oleh perbedaan varietas, iklim, kesuburan tanah, dan umur panen
dari bahan baku. Selain itu, metode analisa juga dapat mempengaruhi
perbedaan kadar karbohidrat. Pengukuran karbohidrat sejak dahulu hingga
sekarang yang masih dilakukan adalah menggunakan metode by difference.
Hasil yang kurang akurat disebabkan oleh akumulasi dari kesalahan pada
metode yang digunakan untuk menganalisis komponen lain, seperti protein dan
lemak, sehingga nilai yang didapatkan semakin jauh dari nilai yang sebenarnya
(Manikharda, 2011).
4.2 Karakteristik Fisik Muffin non Terigu
4.2.1 Volume Pengembangan
Volume pengembangan merupakan perubahan volume ketika
penambahan leavening agent hingga proses baking (Marcotte, 2007). Volume
pengembangan muffin non gluten dapat dihitung dengan mengurangi tinggi
muffin setelah proses baking dengan tinggi adonan muffin dibagi tinggi adonan
kemudian dikalikan 100%. Pengukuran tinggi muffin dilakukan dengan
menggunakan penggaris. Hasil analisa diolah menggunakan software Minitab 16
dan akan menghasilkan data volume pengembangan dengan satuan persen
(100%).
Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan
berbagai perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) pada peningkatan volume
pengembangan muffin non terigu. Data menunjukkan adanya interaksi antara
kedua faktor. Hasil uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) perlakuan
-
32
perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur terhadap volume
pengembangan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pengaruh Perlakuan Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Volume Pengembangan Muffin non Terigu
Perbandingan Tepung (Garut :
Maizena)
Jenis Telur Rerata Volume Pengembangan (%)
Nilai DMRT 5%
1:0 Utuh 39,048 ± 0,952 c 1,295 1,359 1,399 1,427 1,447 1.463 1,475 1,484 1,491
1:0 Putih 40,635 ± 0,550 d 3:1 Utuh 52,698 ± 1,010 g 3:1 Putih 24,762 ± 0,952 a 1:1 Utuh 45,714 ± 0,952 e 1:1 Putih 36,508 ± 0,549 b 1:3 Utuh 61,587 ± 0,549 h 1:3 Putih 35,238 ± 0,952 b 0:1 Utuh 49,524 ± 0,952 f 0:1 Putih 35,873 ± 0,549 b
Keterangan : Data merupakan rerata dari 3 ulangan Angka yang disertai huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% atau α=0,05
Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa volume pengembangan terendah
terdapat pada perlakuan perbandingan tepung (garut : maizena) 3:1 dan jenis
telur putih yaitu sebesar 24,762%. Sedangkan hasil volume pengembangan
tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan tepung (garut : maizena) 1:3 dan
jenis telur utuh menunjukkan nilai sebesar 61,587%. Semakin banyak maizena,
volume pengembangan muffin cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena kadar
amilosa pada maizena (28%) lebih tinggi daripada kadar amilosa dalam tepung
garut (21,91-25,09%).
Menurut Juliano (1994), kandungan amilosa mempengaruhi tingkat
pengembangan dan penyerapan air. Semakin tinggi kandungan amilosa,
kemampuan pati untuk menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar
karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih
besar daripada amilopektin. Hal tersebut berdampak pula pada peningkatan
volume pengembangan adonan. Selain itu, kadar serat tepung juga berpengaruh
terhadap volume pengembangan muffin. Kadar serat pada maizena (0,1%) lebih
rendah daripada kadar serat pada tepung garut (0,57%). Serat dapat berinteraksi
secara kimia dengan protein melawan pelebaran adonan, sehingga kadar serat
yang rendah akan berpengaruh positif terhadap pengembangan volume (Chung,
1986).
-
33
Selain itu, volume adonan akan mengembang perlahan karena adanya
telur dalam komposisi roti (Dexter et al.,1989). Jenis telur memberikan hasil
volume pengembangan muffin yang lebih tinggi daripada putih telur. Pada jenis
telur utuh, bagian protein putih telur akan membentuk buih ketika dilakukan
pengocokan menggunakan mixer. Sedangkan bagian kuning telur mengandung
lesitin yang berfungsi mengikat udara dalam buih sehingga adonan dapat
mengembang pada saat terkena suhu tinggi (Bastin, 2010). Sementara itu, pada
putih telur tidak terdapat lesitin sebagai pengemulsi dalam adonan, sehingga
tidak ada yang menahan udara dalam buih dan berdampak pada terbentuknya
adonan yang kurang mengembang (Huff, 2015).
4.2.2 Kekerasan (Hardness)
Kekerasan adalah salah satu sifat fisik yang termasuk dalam atribut
tekstur. Kekerasan merupakan parameter yang sangat penting dalam
mengetahui kualitas produk bakery. Pengukuran tingkat kekerasan dilakukan
menggunakan Tensil Strength Instrument dengan satuan data berupa Newton.
Presentasi data pengukuran (load) merupakan hasil dari pemberian gaya yang
diperlukan untuk menekan atau memberi beban bahan sehingga bahan
mengalami deformasi. Apabila nilai load besar maka semakin tinggi pula tingkat
kekerasan.
Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan
berbagai perbandingan tepung garut dengan maizena dan jenis telur
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) pada kekerasan muffin non terigu.
Data menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor. Hasil uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test) perlakuan perbandingan tepung garut dengan
maizena dan jenis telur terhadap kekerasan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
-
34
Tabel 4.3 Pengaruh Perlakuan Perbandingan Tepung dan Jenis Telur terhadap Kekerasan Muffin non Terigu
Perbandingan Tepung (Garut :
Maizena)
Jenis Telur Rerata Kekerasan (N)
Nilai DMRT 5%
1:0 Utuh 4,700 ± 0,500 b 1,273 1,336 1,376 1,403 1,423 1,438 1,450 1,459 1,466
1:0 Putih 5,733 ± 0,839 bc 3:1 Utuh 2,367 ± 0,751 a 3:1 Putih 7,733 ± 0,839 de 1:1 Utuh 4,733 ± 0,493 b 1:1 Putih 8,500 ± 1,015 e 1:3 Utuh 2,467 ± 0,902 a 1:3 Putih 6,400 ± 0.693 cd 0:1 Utuh 6,400 ± 0,702 cd 0:1 Putih 11,000 ± 0,265 f
Keterangan : Data merupakan rerata dari 3 ulangan Angka yang disertai huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% atau α=0,05.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai kekerasan terendah terdapat pada
perlakuan perbandingan tepung (garut : maizena) 3:1 dan jenis telur utuh yaitu
sebesar 2,367 N. Sementara itu, nilai kekerasan tertinggi terdapat pada
perlakuan perbandingan tepung (garut : maizena) 0:1 dengan jenis telur putih
yaitu 11 N. Semakin banyak perbandingan tepung garut dan semakin sedikit
perbandingan maizena memiliki kecenderungan nilai kekerasan yang menurun.
Karakteristik kekerasan muffin diduga berhubugan dengan kadar protein dalam
tepung yang digunakan. Berdasarkan analisa bahan baku, kadar protein tepung
maizena (8,12%) lebih tinggi daripada tepung garut (3,74%). Kekerasan suatu
produk berkaitan dengan kadar air dan kadar protein tepung, dimana semakin
tinggi kadar protein tepung akan semakin menyerap air. Menurut Mahmud
(2009), daya serap air tergantung dari mutu protein dan jumlah kandungan asam
amino polar dalam protein tepung. Kadar protein tinggi yang terdapat pada
maizena akan meningkatkan daya serap air sehingga dihasilkan tekstur muffin
yang lebih kokoh dan kekerasan yang lebih tinggi.
Jenis telur utuh menghasilkan kekerasan yang lebih rendah daripada
jenis telur putihsaja. Jenis telur utuh dapat membantu membuat tekstur muffin
menjadi lembut. Hal ini terjadi karena kemampuan kuning telur yang
mengandung lesitin sebagai pengemulsi komponen lemak dan cairan. Emulsifier
tersebut cenderung berikatan dengan pati dan membentuk kompleks yang
peranannya sangat tinggi dalam memperbaiki tekstur crumb dan crust (Koswara,
2009). Sementara itu menurut Pilsbury (1999), telur adalah bahan pengikat yang
-
35
mempunyai kemampuan untuk mengikat seluruh bahan menjadi satu. Putih telur
berfungsi sebagai pengera