berbagai konsentrasi tepung maizena terhadap sifat
TRANSCRIPT
Jurnal Teknologi Pertanian , September 2019 Page 1
BERBAGAI KONSENTRASI TEPUNG MAIZENA TERHADAP SIFAT
FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK PETIS UDANG
Paramita Apriliani, Sri Haryati dan Sudjatinah
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakutas Teknologi Pertanian Universitas Semarang
Jln. Soekarno-Hatta Semarang, Telp. (024) 6702757 (Hunting) Fax. (024) 6702272
Email : [email protected]
Abstrak
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang memiliki aroma spesifik dan
mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Petis yang berasal dari cairan tubuh ikan atau udang
melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi lebih padat seperti pasta..
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi tepung maizena
sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi terhadap karakterisktik fisik, kimia dan
organoleptik pada petis udang.
Metode penelitian eksperimental menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap),
dengan 1 faktor yaitu konsentrasi tepung maizena 5 perlakuan yaitu P0 (100 g kaldu udang
dan 0 g tepung maizena); P1 (100 g kaldu udang dan 2 g tepung maizena); P2 (100 g kaldu
udang dan 4 g tepung maizena); P3 (100 g kaldu udang dan 6 g tepung maizena); P4 (100 g
kaldu udang dan 8 g tepung maizena) dan diulang sebanyak 4 kali.
Hasil menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap sifat kimia
(kadar air, kadar abu, kadar protein), sifat fisik (viskositas), dan sifat organoleptic (rasa,
warna, aroma, dan tekstur). Perlakuan P3 dipilih sebagai perlakuan terbaik karena
mendekati syarat mutu petis udang menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan
karakteristik kadar air 48.2919 %, kadar abu 1.1025 %, kadar protein 20.9529%, viskositas
91.01 Cp, dan skor organoleptik rasa 4.50 (Agak Gurih), warna 4.10 (Gelap), aroma 1.85
(Agak Amis), dan tekstur 4.05 (Kental).
Kata Kunci : Maizena, Petis, Udang
Abstract
Shrimp is a fishery product that has a specific aroma and has a high nutritional value.
Petis derived from the body fluids of fish or shrimp through a boiling process further so that
it becomes denser like pasta..
This study aims to determine the influence of cornstarch concentration as a binder and
filler material for physical, chemical and organoleptic characterize in shrimp petis.
Experimental research method using RAL (Complete Random Design), with 1 factor,
namely the concentration of maizene flour with 5 treatments, namely P0 (100 g shrimp broth
and 0 g maizene flour); P1 (100 g shrimp broth and 2 g maizene flour); P2 (100 g shrimp
broth and 4 g maizene flour); P3 (100 g of shrimp broth and 6 g of maizene flour); P4 (100 g
shrimp broth and 8 g maizene flour) and repeated 4 times.
The results showed that the treatment had an effect (p <0.05) on all observation
variables namely chemical properties (water content, ash content, protein content), physical
properties (viscosity), and organoleptic properties (taste, color, aroma, and texture). The P3
treatment was chosen as the best treatment because it approached the quality requirements
of shrimp paste according to SNI (Indonesian National Standard) with characteristics of
water content 48.2919%, ash content 1.1025%, protein content 20.9529%, viscosity 91.01
Cp, and taste organoleptic 4.50 (rather savory), color 4.10 (Dark), aroma 1.85 ( rather
Fishy), and texture 4.05 (Thick).
Keywords: Maizene Flour, Paste, Shrimp
Jurnal Teknologi Pertanian , September 2019 Page 2
1. Pendahuluan
Petis adalah hasil komoditi
pengolahan ikan atau udang yang cukup
dikenal terutama di Jawa, khususnya Jawa
Timur. Petis digunakan sebagai bumbu
masakan yang memberikan rasa sedap dan
bergizi. Petis adalah produk berbentuk
pasta, menyerupai bubur kental, liat dan
elastis, berwarna hitam atau coklat
(tergantung jenis bahan baku, bahan
tambahan dan bahan pengisi), dan tergolong
produk pangan bertekstur setengah padat
(Cahyarani, 2006).
Kualitas petis sendiri juga
dipengaruhi oleh penambahan bahan
pengisi. Penambahan bahan pengisi ini
dimaksudkan untuk menambah nilai
kuantitas, kualitas, tingkat penerimaan
konsumen maupun nilai jual produk petis.
Petis biasanya juga ditambah pula bahan
pengisi namun ada pula pengolahan petis
tanpa bahan pengisi. Petis tanpa pengisi
juga dirasa kurang efektif karena dalam
pengolahannya membutuhkan waktu yang
lama (Astawan, 2004).
Menurut Fakhrudin (2009) Bahan
pengisi yang umum digunakan dalam
pembuatan petis yaitu tepung terigu, tepung
tapioka, air tajin, dan lain-lain. Penggunaan
tepung tapioka pada pembuatan petis dari
cairan hasil pemindangan bandeng
didasarkan pada kemampuannya
membentuk kekentalan dalam air panas
karena kandungan pati yang tinggi.
Menurut Irma Fajrita (2016) hasil
penelitian dengan penambahan tepung
tapioka 0%, 2%, 4%, 6%, 8% , perlakuan
terbaik pada 4% merupakan perlakuan yang
paling disukai panelis dan memiliki
pencampuran rasa gurih, asin dan manis
yang terasa dan aroma khas gula merah
serta aroma khas kaldu ikan dengan warna
coklat kehitaman pada petis bandeng.
Menurut Suprapti (2001) tepung
maizena sangat baik untuk produk-produk
emulsi karena mampu mengikat air dan
menahan air selama pemasakan. Maizena
mengandung 74-76% amilopektin dan 24-
26% amilosa. Maizena menghasilkan pasta
yang agak keruh dengan viskositas dan gel
yang kaku. Fungsi dari tepung maizena
antara lain adalah memperbaiki tekstur,
citarasa, daya ikat air, dan memperbaiki
elastisitas pada produk ahkir (Vivi dan Joni,
2015).
Dalam penelitian ini akan diamati
penggunaan konsentrasi tepung maizena
terhadap karakteristik fisik, kimia dan
organoleptik petis udang dengan
menggunakan perlakuan 0%, 2%, 4%, 6%,
8%.
Tepung Maizena
Pati jagung atau maizena
merupakan salah satu produk dari hasil
pengolahan jagung pasca panen (Winarno,
1988). Seperti kelompok pati pada
umumnya, maizena merupakan
homopolimer glukosa dengan α-glikosidik.
Maizena terdiri dari dua fraksi yang dapat
dipisahkan dalam air panas yaitu fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak
terlarut disebut amilopektin. Perbandingan
amilosa dan amilopektin mempengaruhi
sifat pati. Makin kecil kandungan amilosa
atau smakin besar kandungan amilopektin,
kekentalan yang dihasilkan semakin tinggi.
Biasanya pati mengandung lebih banyak
amilopektin daripada amilosanya. Pada
maizena nisbah amilosa terhadap
amilopektin mendekati pebandingan 1-3
(Sakidja,1989).
Maizena mengandung 74-76%
amilopektin dan 24-26% amilosa. Maizena
menghasilkan pasta yang agak keruh
dengan viskositas dan gel yang kaku.
Petis
Menurut Isnaeni (2014) petis
merupakan produk olahan atau awetan yang
termasuk dalam kelompok saus yang
menyerupai bubur kental, liat dan elastis,
berwarna hitam atau cokelat tergantung
pada jenis bahan yang digunakan serta
merupakan produk pangan yang
menyerupai tekstur setengah padat
(Intermediate Moistured Food).
Menurut Astawan (2004), petis
sebagian besar tersusun dari cairan tubuh
ikan atau udang yang telah digarami dan
diuapkan. Ciri-ciri petis yang baik adalah
berwarna cerah (tidak kusam) umumnya
coklat kehitaman karena ada penambahan
gula merah, pewarna buatan, ataupun cairan
tinta cumi, berbau sedap, kental tetapi
sedikit lebih encer dari margarin.
Jurnal Teknologi Pertanian , September 2019 Page 3
Perbedaan mutu petis dapat
disebabkan oleh perbandingan mutu bahan
mentah, bahan pembantu, dan cara
pengolahan yang berbeda-beda. Petis
terbuat dari hasil perairan yang umumnya
terbuat dari hasil rebusan. Dari berbagai
petis yang ada dipasaran, secara
keseluruhan dapat dibagi dua golongan,
yaitu petis yang berasal sari udang dan
dapat berasal dari sari ikan (Suprapti,
2001).
Petis memberikan rasa yang
dominan pada makanan tradisional dari
beberapa tempat di Indonesia. Penyedap
yang bahan utamanya udang, ikan, dan
juga bisa daging ini bukan han1 ya
menambah rasa enak, tetapi juga
mengandung protein, karbohidrat, dan
beberapa unsur mineral, yaitu fosfor,
kalsium, dan zat besi (Suprapti, 2001),
karena bahan baku utama petis adalah
kaldu ataupun daging udang/ikan, maka
petis banyak mengandung mineral seperti
fosfor dan kalsium, selain tentunya protein
dan karbohidrat. Menurut Suprapti (2001)
dalam 100 g bahan petis udang terkandung
37 mg kalsium, 36 mg fosfor, 15 g protein,
dan 40 g karbohidrat.
Manfaat
Memberikan informasi dan
pengetahuan tentang konsentrasi tepung
maizena dalam pembuatan petis udang
terhadap karakteristik fisik, kimia dan
organoleptik yang dihasilkan.
Hipotesis
Diduga penggunaan konsentrasi
tepung maizena yang berbeda berpengaruh
terhadap karakteristik fisik, kimia dan
organoleptik petis udang yang dihasilkan.
H0 : Tidak ada pengaruh perlakuan
terhadap sifat kimia, sifat fisik serta sifat
organoleptik petis udang
H1 : Ada pengaruh perlakuan
terhadap sifat kimia, sifat fisik serta sifat
organoleptik petis udang.
2. Metodologi Penelitian
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini direncanakan akan
dilakukan pada bulan Desember 2018 –
Januari 2019 di Laboratorium Rekayasa
Pangan, Laboratorium Kimia Pangan dan
Laboratorium Uji Inderawi Universitas
Semarang.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang diperlukan untuk
pembuatan petis adalah udang segar, tepung
maizena, gula merah, garam, air, tinta cumi.
Bahan yang diperlukan untuk analisis
adalah , , NaOH, Indikator PP
dan HCl.
Alat yang digunakan untuk
pembuatan petis udang adalah kompor,
baskom, timbangan digital, pisau, talenan,
teflon.
Alat yang digunakan untuk analisis
adalah cawan porselin, desikator, oven,
gelas ukur, pipet tetes, tabung reaksi, labu
takar, labu Kjeldahl, texture analyzer.
Metode Penelitian
Penelitian ini dianalisis
menggunakan Rancangan percobaan RAL
(Rancangan Acak Lengkap) dengan 5
perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali.
Penetapan perlakuan mengacu pada
penelitian (Irma Fajrita, 2016) yang telah
dimodifikasi.
Perlakuan yang ditetapkan sebagai
berikut :
P0: 100 g kaldu udang dan 0% (0 g) tepung
maizena
P1: 100 g kaldu udang dan 2% ( 2 g )
tepung maizena
P2: 100 g kaldu udang dan 4% (4 g )
tepung maizena
P3: 100 g kaldu udang dan 6% (6 g )
tepung maizena
P4: 100 g kaldu udang dan 8% (8 g )
tepung maizena
Jurnal Teknologi Pertanian , September 2019 Page 4
Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan yaitu sifat
fisik (viskositas), sifat kimia (kadar air, kadar protein, dan kadar abu), dan sifat organoleptik (rasa, warna, aroma, dan tekstur) petis udang. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji analisis ragam ANOVA (Analysis of Variance) menggunakan software SPSS versi 23. Masukan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jika terdapat pengaruh nyata maka akan dilakukan Uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ)/ Tukey pada taraf 5% menggunakan kriteria pengujian sebagai berikut :
Signifikasi (Sig.) < 0,05 H0 diterima H1 ditolak
Signifikasi (Sig.) ≥ 0,05 H1 diterima H0 ditolak
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Kadar Air Petis Udang
Gambar 1. Diagram Batang Kadar Air Petis
Udang
Gambar 1 menunjukan bahwa
semakin meningkat penambahan tepung
maizena kadar air petis udang semakin
menurun. Semakin banyak penambahan
tepung maizena semakin tinggi nilai
viskositas yang dihasilkan (P0 – P4). Hal
ini karena kandungan pati pada maizena
yang lebih banyak akan mampu mengikat
lebih banyak air bebas pada petis sehingga
petis menjadi semakin kental dan viskositas
meningkat. Molekul pati yang berperan
dalam proses pengikatan air ini adalah
amilopektin, rantai karbonnya yang
bercabang memungkinkan proses
pengikatan molekul air.
Kadar air pada petis udang P3 (48.2919 %)
dan P4 (42.9909%) telah memenuhi syarat
mutu petis yang mencamtumkan kadar air
petis dalam SNI adalah antara 20% - 50%. 3.2 Kadar Abu Petis Udang
Gambar 2. Diagram Batang Kadar Abu
Petis Udang
Gambar 2 menunjukan bahwa kadar
abu merupakan sisa hasil pembakaran
(pengoksidasian) bahan organik pada bahan
pangan pada suhu tinggi hingga hanya
tersisa garam mineral organic maupun
anorganik (Sudarmadji, 2007). Kadar abu
petis udang terutama didapat dari udang dan
tepung maizena. Udang sendiri banyak
mengandung garam mineral organik seperti
kalsium (37 mg) dan fosfor (36 mg), selain
juga besi (2.8 mg). Tepung maizena pun
mengandung garam mineral seperti 20 mg
kalsium, 2 mg besi, dan 30 mg fosfor, hal
ini membuat kadar abu petis udang semakin
meningkat (P0 – P4), Kadar abu yang
dihasilkan petis udang telah memenuhi SNI
pada P0 (Maks. 1%), namun yang
mendekati syarat SNI yaitu P1 (1.0307%),
P2 (1.0706%), dan P3 (1.1025%).
3.3 Kadar Protein Petis Udang
Gambar 3. Diagram Batang Kadar Protein
Petis Udang
0
50
100
P0 P1 P2 P3 P4Kad
ar A
ir (
%)
Perlakuan
0
0,5
1
1,5
P0 P1 P2 P3 P4Kad
ar A
bu
(%
)
Perlakuan
20,6
20,7
20,8
20,9
21
P0 P1 P2 P3 P4
Kad
ar P
rote
in (
%)
Perlakuan
Jurnal Teknologi Pertanian , September 2019 Page 5
Gambar 3 menunjukan bahwa kadar
protein yang dihasilkan oleh petis udang
pada penelitian ini sudah memenuhi syarat
mutu SNI yang menetapkan kadar protein
petis udang minimal 15%. Hasil kadar
protein petis udang yang dihasilkan
memenuhi syarat mutu, tetapi kadar protein
yang terbaik ada pada P3 ( 20.9529%) dan
P4 (20.9887%). Protein petis yang
dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi
daripada protein yang dihasilkan dari petis
irma Fajrita (2016) yaitu 8%. Semakin
banyaknya penambahan tepung maizena
semakin meningkat kadar protein dan
warna menjadi semakin gelap pada petis
udang yang dihasilkan.
3.4 Viskositas
Gambar 4. Diagram Batang Viskositas
Petis Udang
Gambar 4 menunjukan bahwa
semakin banyak penambahan tepung
maizena semakin tinggi nilai viskositas
yang dihasilkan (P0 – P4). Hal ini karena
kandungan pati pada maizena yang lebih
banyak akan mampu mengikat lebih
banyak air bebas pada petis sehingga petis
menjadi semakin kental dan viskositas
meningkat. Molekul pati yang berperan
dalam proses pengikatan air ini adalah
amilopektin, rantai karbonnya yang
bercabang memungkinkan proses
pengikatan molekul air.
Menurut Immaningsih (2012)
viskositas bahan pangan yang
menggunakan maizena sebagai bahan
pengisi akan menghasilkan tekstur yang
“lebih lembek” dan “lebih mengalir”. Hal
ini, selain disebabkan oleh rendahnya
kandungan protein, juga disebabkan karena
kandungan amilopektin pada maizena yang
tinggi.
Amilopektin dengan kemampuannya
yang tinggi untuk mengikat air (secara
teknis kemampuan mengikat atom H)
membuat bahan pengan yang dihasilkan
menjadi lebih “keruh” dan “lembek”.
3.5 Organoleptik Rasa pada Petis
Udang
Gambar 5. Diagram Batang Organoleptik Rasa
Petis Udang
Gambar 5 menunjukan bahwa Sifat
organoleptik rasa secara spesifik dilakukan
menggunakan metode mutu hedonik.
Metode ini sangat bergantung pada
preferensi panelis. Sifat organoleptik rasa
yang dihasilkan pada petis udang dihasilkan
dari penggabungan empat cecapan utama di
lidah manis, asam, pahit, dan asin (Kartika,
1988). Perlakuan P3 (6 g tepung maizena)
mendapatkan skor rasa tertinggi dari
panelis. Hal ini karena P3 dapat
menghasilkan rasa yang seimbang,
sehingga rasa khas pati tepung tidak terlalu
tampak (P4). Proporsi bahan pengental
(tepung maizena) yang tepat (P3) pada
pembuatan petis, Kandungan karbohidrat
yang didalamnya terdapat glukosa dapat
menambah citarasa manis yang apabila
berpadu dengan citarasa asin dan sedikit
asam yang didapat dari kaldu udang dan
garam akan menimbulkan citarasa “sangat
gurih”, sebaliknya penambahan tepung
maizena yang kurang (P0 – P2) atau terlalu
banyak (P4) tidak akan menghasilkan
perpaduan citarasa gurih (umami) yang
disukai panelis.
0
50
100
150
P0 P1 P2 P3 P4
Vis
kosi
tas
(Cp
)
Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Sko
r R
asa
Perlakuan
Jurnal Teknologi Pertanian , September 2019 Page 6
3.6 Organoleptik Warna pada Petis
Udang
Gambar 6. Diagram Batang Organoleptik
Warna Petis Udang
Gambar 6 menunjukan bahwa
Organoleptik warna pada produk pangan
merupakan parameter yang
menitikberatkan pada kenampakan. Pada
proses pemasakan akan terjadi beberapa
proses citarasa dan perubahan warna akibat
reaksi maillard dan brownin. Reaksi
maillard terjadi karena adanya reaksi
Antara gula reduksi dan gugus amina dari
protein atau asam amino. Penilaian
dilakukan menggunakan indera mata,
tujuannya adalah untuk menilai
kehomogenan warna petis udang.
Perlakuan P4 mempunyai skor warna
tertinggi dengan 4.70/Sangat Gelap.
3.7 Organoleptik Aroma pada Petis
Udang
Gambar 7. Diagram Batang Organoleptik
Aroma Petis Udang
Gambar 7 menunjukan bahwa Aroma
merupakan senyawa gas yang dihasilkan
dari degradasi atau dekomposisi
komponen-komponen makro pada bahan
pangan seperti karbohidrat, protein,
ataupun lemak menjadi senyawa aronmatik.
Organoleptik aroma dilakukan dengan
menggunakan indera penciuman dengan
perantara sel olfaktori. Sel ini akan
menciptakan kesan dan mengirimkan kesan
ke otak untuk mendefinisikan aroma yang
tercium. Aroma yang terdefinisi adalah hasil
dari penggabungan empat macam aroma
utama yaitu harum, asam, tengik, dan harum
(Kartika dkk,1988).
Aroma dapat juga ditimbulkan akibat
kandungan komponen pati pada bahan,
bahwa pati adalah komponen yang diisolasi
dari tanaman sehingga bau yang berhubungan
dengan sumber tanaman sering masih
terbawa serta dalam pati (Stephen, 1995).
3.8 Organoleptik Tekstur pada Petis
Udang
Gambar 8. Diagram Batang Organoleptik
Tekstur Petis Udang
Gambar 8 menunjukan bahwa Sifat
organoleptik tekstur merupakan sifat yang
diperoleh melalui kesan yang terasa di lidah
Pada petis udang, sifat organoleptik tekstur
ditentukan oleh kandungan pati. Tingginya
skor tekstur pada P4, diduga disebabkan oleh
amilopektin yang telah terlalu banyak
mengikat air sehingga tidak mampu lagi
mengikat air. Seperti diketahui, peningkatan
kekentalan yang berpengaruh pada kepadatan
dan tekstur petis pada saat dirasakan dalam
mulut sangat dipengaruhi oleh molekul
amilosa dan amilopektin yang terkandung
pada maizena yang ditambahkan pada petis.
Protein mengelilingi granula pati
(amilosa), membatasi pengembangan
granula, dan sifat kohesinya menghambat
keluarnya material dari dalam granula selama
proses gelatinasasi. Protein melekat pada
permukaan granula pati dan mengisi ruang
diantara granula pati sehingga “membangun”
tekstur petis (Charles dkk, 2007).
0
1
2
3
4
5
P0 P1 P2 P3 P4
Sko
r W
arn
a
Perlakuan
012345
P0 P1 P2 P3 P4
Sko
r A
rom
a (%
)
Perlakuan
012345
P0 P1 P2 P3 P4
Sko
r Te
kstu
r
Perlakuan
Jurnal Teknologi Pertanian , September 2019 Page 7
3.9 Analisis Keputusan Perlakuan Terbaik
Di Indonesia, produk pangan yang baik, harus memenuhi syarat mutu yang tercantum
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI petis udang sendiri telah diatur dalam SNI No 1-
2718.1 tahun 2013 yang meliputi sifat kimia, dan sifat organoleptik. Dalam penelitian ini, telah
diamati sifat kimia (kadar air, kadar abu, dan kadar protein), sifat fisik (viskositas), dan sifat
organoleptic (rasa, warna, aroma, dan tekstur). Secara rinci, sistem pemberian skor pada Tabel 1
adalah semakin besar skor semakin sampel pada perlakuan mendekati SNI dan memiliki sifar
fisik dan organoleptik yang dinilai baik. P3 (tepung maizena 6%) menghasilkan petis udang
yang baik, analisis keputusan perlakuan terbaik ditampilkan pada Tabel.1.
Tabel 1. Tabel Analisa Keputusan Perlakuan Terbaik
Berdasarkan pada Tabel 1, perlakuan P3 dipilih sebagai perlakuan terbaik karena
merupakan variabel yang paling mendekati SNI dan memiliki sifat fisik dan organoleptik yang
dinilai baik. P3 (tepung maizena 6%) menghasilkan petis udang yang baik, dengan konsentrasi
kaldu udang 100 g dan tepung maizena 6 g. Perlakuan P3 untuk parameter kadar air menghasilkan
48,2919% berdasarkan syarat SNI 20%-50%, kadar abu 1.1025% berdasarkan syarat SNI maks
1%, kadar protein 20,9529% berdasarkan syarat SNI min 15%, viskositas 91.01Cp, dan uji
organoleptik rasa 4.50 (Sangat Gurih), warna 4.10 (Gelap), aroma 1.85 (Agak amis), dan tekstur
4.05 (Kental).
Jurnal Teknologi Pertanian , September 2019 Page 8
4. Kesimpulan
1. Berbagai konsentrasi tepung
maizena berpengaruh nyata
(p<0.05) terhadap sifat kimia (kadar
air, kadar abu, kadar protein), sifat
fisik (viskositas) dan organoleptik
(rasa, warna, aroma, dan tekstur)
pada petis udang.
2. Perlakuan P3 dengan konsentrasi
tepung maizena (6% tepung
maizena) menghasilkan petis udang
sebagai perlakuan terbaik karena
mendekati syarat mutu petis udang
menurut SNI (Standar Nasional
Indonesia) dengan karakteristik
kadar air 48.2919 %, kadar abu
1.1025 %, kadar protein 20.9529%,
viskositas 91.01 Cp, dan skor
organoleptik rasa 4.50 (Agak
Gurih),warna 4.10 (Gelap), aroma
1.85 (Agak Amis), dan tekstur
4.05 (Kental).
5. Saran
Perlu dilakukan pengamatan
lebih lanjut terhadap umur simpan.
Jurnal Teknologi Pertanian , September 2019 Page 9
Daftar Pustaka
Astawan, M 2004. Petis, Si Hitam Lezat Bergizi, dikutip dari http://republika.co.id (diakses
6 Oktober 2018)
Cahyarani, C.H. 2006. Perbedaan jumlah coliform pada petis ikan kemasan dan bukan
kemasan yang beredar di pasar baru kamal Madura. Skripsi. Universitas Airlangga,
Surabaya.
Charles A.L, T.C Huang, P.Y Lai, C.C Chen, Y.H Chang. 2007. Study
Fakhrudin, A. 2009. Pemanfaatan Air Rebusan Kupang untuk Pengolahan Petis dengan
Penambahan Berbagai Pati-patian. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fajrita, Irma. 2016. Tingkat Kesukaan Petis Dari Cairan Hasil Pemindangan Bandeng
Dengan Penambahan Tepung Tapioka Yang Berbeda. Jurnal Perikanan Kelautan. Vol.7
No. 2. Universitas Padjadjaran.
Imanningsih, N. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan untuk
Pendugaan Sifat Pemasakan. Jurnal Gizi Makanan.
Isnaeni, A.N., F. Swastawati, L.Rianingsih.2014. Pengaruh penambahan tepung yang
berbeda terhadap kualitas produk petis dari cairan sisa pengukusan bandeng
(Chanos chanos Forsk) presto. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Pertanian.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Kartika, B., Pudji, H., Wahyu, S. 1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan. UGM Press.
Yogyakarta.
[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 2013. SNI 2718.1:2013. Syarat Mutu dan Keamanan
Pangan Petis Udang. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Sakidja. 1989. Kimia Pangan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK.
Stephen, A.M. 1995. Food Polysaccharides and Their Applications. Marcel Dekker. Inc,
New York.
Sudarmadji. S., Haryono, B., Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian..
Liberty,. Yogyakarta
Suprapti, L. 2001. Membuat Petis Teknologi Tepat Guna. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Vivi, Retno., dan J. Kusnadi., 2015. Pembuatan Petis Instan (Kajian Jenis dan Proporsi
Bahan Pengisi). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol.3 No.2. FTP Universitas
Brawijaya Malang.
Winarno, F.G. dan Fardias. 1988. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.