pengaruh pengalaman, kompetensi, independensi, …eprints.perbanas.ac.id/1883/1/artikel...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENGALAMAN, KOMPETENSI, INDEPENDENSI,
DAN PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP
PENDETEKSIAN KECURANGAN
ARTIKEL ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian
Program Pendidikan Strata Satu
Jurusan Akuntansi
Oleh :
LINGGA SULISTYOWATI
2010310331
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS
SURABAYA
2014
1
INFLUENCE OF EXPERIENCE, COMPETENCE, PROFESSIONALISM
AND AUDITORS INDEPENDENCE TO THE DETECTION FRAUD
Lingga Sulistyowati
STIE Perbanas Surabaya
Email : [email protected]
Jl. Nginden Semolo 34-36 Surabaya
ABSTRACT
This research entitled "Influence of Experience, Competence, Professionalism and
Auditors Independence to the Detection Fraud " which aims to determine whether there is
influence between the independent variables, namely Experience, Competence, Independence
and professionalism with the dependent variable is Fraud Detection The population of this
research is the auditors who worked on KAP in Surabaya. The sample used in this study were
58 respondents that auditors contained in 12 public accounting firm in the city of Surabaya.
Data were obtained through a survey questionnaire completed by senior accountants to
partners working in the public accounting firm located in the city of Surabaya. Taking the
samples using the purposive sampling method, and analysis of research data using multiple
regression analysis using SPSS version 20: 00. From the research results are obtained that
the variable experience, competence, and professionalism to the detection of fraud. But
independence does not affect the detection of fraud
Keywords: Experience, Competence, Independence, Professionalism, Fraud Detection
PENDAHULUAN
Perkembangan dunia usaha yang semakin
pesat saat sekarang ini dapat memicu
persaingan yang semakin meningkat
diantara pelaku bisnis. Salah satu
kebijakan yang selalu ditempuh oleh pihak
perusahaan adalah dengan melakukan
pemeriksaan laporan keuangan perusahaan
yang diaudit oleh auditor eksternal yang
merupakan pihak ketiga yang dianggap
independen (Sri, 2010).
Menurut Lilis ( 2010 : 329 ), bahwa
para pemakai laporan keuangan akan
selalu melakukan pemeriksaan dan
mencari informasi tentang kehandalan
laporan keuangan perusahaan yang
dibuatnya. Cara yang ditempuh untuk
mendapatkan informasi yang handal
adalah dengan mengharuskan dilakukan
audit oleh auditor independen
agar informasi laporan keuangan yang
digunakan dalam pengambilan keputusan
lengkap, akurat, dan tidak bias.
Semakin meluasnya kebutuhan
akan jasa professional akuntan publik
sebagai pihak yang dianggap independen,
menuntut profesi akuntan publik untuk
meningkatkan kinerjanya agar dapat
menghasilkan produk audit yang dapat
dihandalkan bagi pihak yang
berkepentingan. . Untuk mempertahankan
kepercayaan dari klien dan dari para
pemakai laporan keuangan lainnya,
akuntan publik dituntut untuk memiliki
kompetensi yang memadai. Menurut
Statement of Financial Accounting
Concept No. 2, menyatakan bahwa
relevansi dan reliabilitas adalah dua
kualitas utama yang membuat informasi
akuntansi berguna untuk pembuat
keputusan, kualitas relevansi dan
reliabilitas dari laporan keuangan dilihat
dari susunannya telah sesuai kriteria yang
telah ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang berlaku di
Indonesia (Arleen & Yulius, 2009).
2
Oleh karena itu, auditor dituntut
untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat
menghasilkan produk audit yang dapat
diandalkan bagi pihak yang membutuhkan.
Guna peningkatan kinerja, hendaknya
auditor memiliki sikap profesional yang
telah menjadi isu kritis dalam
melaksanakan audit atas laporan keuangan.
Gambaran tentang Profesionalisme dalam
profesi akuntan publik seperti yang
dikemukan oleh Hastuti dkk. (2003) dalam
Arleen & Yulius (2009), tercermin dalam
lima hal yaitu: pengabdian pada profesi,
kewajiban sosial, kemandirian,
kepercayaan terhadap peraturan profesi
dan hubungan dengan rekan profesi
Selain menjadi seorang profesional
yang memiliki sikap profesionalisme,
seorang auditor juga harus memiliki
pengalaman yang cukup agar dapat
membuat keputusan yang tepat dalam
laporan audit. Sesuai dengan standar
umum, bahwa auditor diisyaratkan
memiliki pengalaman kerja yang cukup
dalam profesi yang ditekuninya, serta
dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis
dan berpengalaman dalam industri-industri
yang mereka audit. Dari pernyataan
tersebut juga mengindentifikasikan bahwa
semakin lama masa kerja yang dimiliki
auditor maka auditor akan semakin baik
pula kualitas audit yang dihasilkan.(Ika
dkk, 2009).
Icuk berpendapat, bahwa semakin
banyak jumlah jam terbang seorang
auditor membentuk keahliannya baik
secara teknis maupun psikis., sehingga
dapat memberikan kualitas audit yang
lebih baik dibandingkan dengan auditor
yang baru memulai kariernya. Secara
teknis, semakin banyak tugas yang
dikerjakan, akan semakin mengasah
keahlian auditor dalam mendeteksi suatu
hal yang memerlukan treatment atau
perlakuan khusus yang banyak dijumpai
dalam pekerjaannya dan sangat bervariasi
karakteristiknya. Hal ini dikarenakan
auditor telah benar-benar memahami
teknik penyelesaiannya, serta banyak
mengalami berbagai hambatan dalam
pekerjaan tersebut, sehingga dapat lebih
cermat dan berhati-hati menyelesaikannya.
Secara psikis, pengalaman akan
membentuk pribadi seseorang, yaitu akan
membuat seseorang lebih bijaksana baik
dalam berpikir maupun bertindak, karena
pengalaman seseorang akan mengukur
kemampuannnya bilamana dia dalam
kondisi baik dan bilamana dia dalam
kondisi buruk. Seseorang akan semakin
berhati-hati dalam bertindak ketika ia
merasakan fatalnya melakukan kesalahan
(Icuk dan Elisha, 2010).
Kompetensi juga menjadi syarat
utama bagi seorang yang ingin menjadi
auditor eksternal. Kompetensi harus
dimiliki oleh auditor agar dapat
mendeteksi dengan cepat dan tepat ada
tidaknya kecurangan serta trik-trik
rekayasa yang dilakukan dalam melakukan
kecurangan tersebut, karena keahlian yang
dimiliki auditor dapat menjadikannya lebih
sensitive (peka) terhadap tindak
kecurangan Lastanti (2005) dalam
penelitian (Marcellina dan Sugeng, 2009).
M. Nizarul dkk (2007),
mendifinisikan kompetensi sebagai aspek
pribadi dari seorang pekerja yang
memungkinkan untuk mencapai kinerja
yang superior. Kompetensi yang
dibutuhkan dalam melakukan audit adalah
pengetahuan dan pengalaman. Auditor
harus memiliki pengetahuan untuk
memahami entitas yang diaudit, kemudian
Auditor juga harus memiliki pngalaman
untuk dapat meningkatkan kinerjanya
dalam proses audit.
Kompetensi auditor diukur melalui
banyaknya ijasah/sertifikat yang dimiliki
serta jumlah banyaknya keikutsertaan
auditor dalam pelatihan-pelatihan, seminar
atau symposium, sehingga diharapkan
auditor akan semakin cakap dalam
melaksanakan tugasnya. Program
pelatihan dan praktek-praktek audit yang
dilakukan para auditor juga akan
mengalami proses sosialisasi, agar dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan
situasi yang akan ditemui, bekerja sama
dalam tim serta kemampuan dalam
3
menganalisa permasalahan. Semakin
tinggi kompetensi auditor akan semakin
baik kualitas hasil opini yang diberikan
(Yulius (2002) dan (M. Nizarul dkk
(2007)).
Persyaratan lain yang harus
dimiliki oleh seorang auditor adalah
Independensi. Yulius (2002),
mendefinisikan Independensi merupakan
salah satu komponen etika yang harus
dijaga oleh akuntan publik. Independen
berarti akuntan publik tidak mudah
dipengaruhi, tidak dibenarkan memihak
kepentingan siapapun, berkewajiban untuk
jujur tidak hanya kepada manajemen dan
pemilik perusahaan, namun juga kepada
pihak berkepentingan lainnya yang
meletakkan kepercayaan atas pekerjaan
akuntan publik. Sikap mental independen
tersebut meliputi independen dalam fakta
(in fact) maupun dalam penampilan (in
appearance). Koroy (2008), menyatakan
bahwa tekanan kompetisi atas fie audit,
tekanan waktu, dan relasi hubungan
auditor -auditee merupakan komponen
independensi yang dapat mempengaruhi
kualitas pendeteksian kecurangan yang
dilakukan auditor. Jadi, auditor tidak
hanya berkewajiban mempertahankan
fakta bahwa ia independen, tetapi juga
harus menghindari keadaan yang dapat
menyebabkan pihak luar meragukan sikap
independensinya.
Krisis keuangan global yang kian
merebak diperkirakan telah mempengaruhi
pelaku bisnis dalam berbagai aspek.
Persaingan bisnis yang semakin lama
semakin tajam, dikhawatirkan akan
mempengaruhi para pengusaha untuk
berbuat menghalalkan segala cara,
termasuk melakukan praktik-praktik
kecurangan yang berakibat pada
pendistorsian laporan keuangan.
Terungkapnya berbagai kasus kecurangan
laporan keuangan ini dimulai dari
peristiwa runtuhnya salah satu perusahaan
raksasa di Amerika Serikat yaitu Enron
Corporation pada tahun 2001. Selanjutnya
disusul oleh perusahaan raksasa Amerika
Serikat lainnya seperti Tyco International,
Adelphia Communication, Global
Crossing, Xerox Corp., Walt Disney
Company, dan ImClone System
Incorporation. Kasus yang terjadi pada
negara adi kuasa ini menunjukkan kepada
seluruh dunia bahwa perusahaan yang
dikatakan besar ternyata dapat juga terjadi
kecurangan di dalamnya.
Hal yang paling menarik dari
adanya kecurangan laporan keuangan
adalah adanya keterlibatan akuntan publik,
bahkan sampai melibatkan kantor akuntan
publik peringkat teratas. Berbagai kasus
kecurangan laporan keuangan yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
besar, dipandang gagal untuk dicegah oleh
akuntan publik yang mengaudit
perusahaan tersebut, sehingga
menyebabkan masyarakat
mempertanyakan kembali apakah akuntan
publik benar-benar mampu untuk
memberikan jasa audit yang berkualitas.
Permasahan yang dicontohkan
diatas menimbulkan pertanyaan, mengapa
auditor eksternal gagal dalam mendeteksi
kecurangan dalam laporan keuangan?
Apabila auditor eksternal melakukan tugas
auditnya dalam mendeteksi kecurangan
laporan keuangan pada perusahaan secara
tepat, akurat dan sesuai dengan kriteria,
maka tidak akan menimbulkan kasus yang
merugikan bagi semua pihak yang
berkepentingan. Atas literatur yang
tersedia, dapat dipetakan empat faktor
yang terindentifikasi yang menjadikan
pendeteksian kecurangan menjadi sulit
dilakukan sehingga auditor gagal dalam
usaha mendeteksi antara lain, Karakteristik
terjadinya kecurangan, standar
pengauditan mengenai pendeteksian
kecurangan, lingkungan pekerjaan audit
yang mengurangi kualitas audit, dan
metode dan prosedur audit yang tidak
efektif dalam pendeteksian kecurangan
(Koroy, 2008).
Dalam penelitian ini peneliti
mengambil subyek akuntan publik yang
bekerja di kantor akuntan publik yang
berada di Surabaya, penelitian terhadap
pendeteksian kecurangan ini perlu
4
dilakukan selain karena profesi akuntan
publik yang aktifitasnya memberikan jasa
kepada kliennya berupa pemeriksaan dan
audit terhadap laporan keuangan yang
bermanfaat bagi masyarakat umum
khususnya para investor dan kreditur, juga
karena kinerja sangat dibutuhkan untuk
dapat menghasilkan suatu hasil yang lebih
baik dan berkualitas, selain itu juga
akuntan publik dituntut untuk dapat
menerapkan etikadan profesionalisme
dalam menjalankan aktivitasnya.
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan, maka penelitian ini
mengangkat judul : “Pengaruh
Pengalaman, Kompetensi, Independensi
Dan Profesionalisme Auditor Terhadap
Pendeteksian Kecurangan”. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui lebih jauh
tentang pengaruh pengalaman,
kompetensi, independdensi, dan
profesionalisme terhadap pendeteksian
kecurangan secara parsial pada Kantor
Akuntan Publik di wilayah Surabaya.
LANDASAN TEORI
Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi merupakan sebuah teori yang
memberikan penjelasan mengenai
hubungan agensi—yaitu prinsipal
(principal) dan agen (agent)-. Hubungan
agensi dikenal sebagai suatu kontrak di
mana suatu pihak yang berkedudukan
sebagai prinsipal mengikat pihak lain yang
berkedudukan sebagai agen untuk
melaksanakan suatu pekerjaan bagi
kepentingan prinsipal, yang disertai
dengan pendelegasian wewenang
pengambilan keputusan oleh prinsipal
kepada agen (Jensen, M. C, dan Meckling,
W. H., 1976).
Upaya pemegang saham dalam
mempercayakan pengelolaan perusahaan
kepada manajer. Akan menyebabkan
adanya keterbatasan akses yang dimilki
oleh pemegang saham atas pengelolaan
perusahaan akan menjadi terbatas dan
tidak sebesar akses yang dimiliki oleh
manajer. Keterbatasan akses informasi ini
mengakibatkan pemegang saham memiliki
kesulitan untuk mengamati perilaku
manajemen dalam mengelola perusahaan
sesuai dengan kontrak yang telah
disepakati. Konflik kepentingan antara
prinsipal dan agen akan berusaha untuk
diminimalkan dengan cara melakukan
mekanisme pengawasan yang dapat
membatasi kesempatan agen untuk
melakukan perilaku oportunistik. Audit
adalah salah satu bentuk pengawasan yang
dilakukan dalam meminimalkan konflik
agensi yang dilakukan manajemen sebagai
upaya melakukan tindakan yang
menguntungkan diri sendiri maupun
golongan (Jensen, M. C, dan Meckling, W.
H., 1976). Audit yang dilakukan oleh
pihak independen memungkinkan untuk
verfikasi angka-angka laporan keuangan
yang dibuat oleh pihak manajemen, agar
terhindar dari informasi keuangan yang
menyesatkan.
Laporan keuangan merupakan
salah satu alat yang digunakan oleh
manajemen/perusahaan untuk menarik
calon investor, sehingga tidak
mengherankan jika angka yang tercantum
di laporan keuangan dibuat sedemikian
rupa untuk menampilkan angka yang
diinginkan oleh manajemen/perusahaan
melalui berbagai tindakan manipulasi atau
bahkan kecurangan. Angka-angka tersebut
seharusnya menjadi informasi yang
menunjukkan kondisi perusahaan yang
sebenarnya. Audit dianggap sebagai alat
monitoring dan alat meyakinkan diri
bahwa laporan keuangan harus tergantung
pada pemeriksaan dari aspek pengawasan
internal (Sofyan, 2012 : 532).
Seandainya laporan hasil
pemeriksaan perusahaan oleh auditor
adalah wajar, hal ini berarti penyajian
laporan keuangan telah sesuai dengan
prinsip akuntansi. Sofyan (2012 : 532),
mengatakan dalam hal ini, audit
memberikan keyakinan kepada pihak
eksternal perusahaan, pemilik, kreditur
tentang pengelolaan perusahaan oleh
manajemen sebagai agen.
5
Auditor Eksternal
Laporan keuangan merupakan salah satu
alat yang digunakan oleh pihak-pihak yang
terkait untuk mengambil keputusan.
Adanya pernyataan dari seseorang profesi
akuntan yang memeriksa keuangan
tersebut untuk dapat digunakan oleh pihak-
pihak terkait guna pengambilan keputusan.
Wilopo (2013 : 63), berpendapat bahwa
pada dasarnya profesi akuntan terbagi dua
kelompok besar. Profesi pertama adalah
profesi akuntan yang aktivitas uatamanya
mempersiapkan dan menyajikan laporan
keuangan. Profesi ini lazim disebut dengan
akuntan manajemen. Profesi kedua adalah
profesi akuntan yang aktivitas utamanya
memeriksa laporan keuangan dan
selanjutnya memberikan pendapat atau
opini atas laporan keuangan yang disusun
oleh akuntan manajemen tersebut. Profesi
ini lazim disebut dengan auditor
independen atau auditor eksternal. Profesi
auditor independen memperoleh
honorarium dari kliennya dalam
menjalankan keahliannya, namun auditor
independen harus independen, tidak
memihak kepada kliennya.
Pengalaman
Seorang auditor dituntut untuk memiliki
banyak pengalaman di bidang auditing dan
akuntansi. Dengan banyaknya pengalaman
yang dimiliki, auditor akan dapat
memenuhi tuntutan pekerjaannya karena
memiliki pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan yang dituntut dari pekerjaan
tersebut. Pengalaman yang dimiliki auditor
akan memberikan kontribusi yang tinggi
bagi pengembangan tugas auditnya.
Pengalaman menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai
sesuatu yang pernah dialami. Sedangkan
audit menurut Sukrisno (2012), diartikan
sebagai suatu pemeriksaan yang dilakukan
secara kritis dan sistematis, oleh pihak
yang independen, terhadap laporan
keuangan yang telah disusun oleh
manajemen, beserta catatan – catatan
pembukuan dan bukti–bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendepat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut.
Icuk dan Elisha (2010),
mengatakan bahwa auditor yang
berpengalaman diasumsikan dapat
memberikan kualitas audit yang lebih baik
dibandingkan dengan auditor yang belum
berpengalaman. Hal ini dikarenakan
pengalaman akan membentuk keahlian
seseorang baik secara teknis maupun
secara psikis.
Ika dkk, (2009), menyimpulkan
bahwa semakin banyak pengalaman kerja
seorang auditor maka semakin meningkat
kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Auditor yang melakukan pekerjaan sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya
akan memberikan hasil yang lebih baik
daripada auditor yang tidak memiliki
pengetahuan yang cukup dalam
menjalankan tugasnya. Kenyataan
menunjukkan bahwa semakin lama
seseorang bekerja maka, semakin banyak
pengalaman yang diperoleh pekerja
tersebut. Sebaliknya, semakin singkat
masa kerja berarti semakin sedikit
pengalaman yang diperolehnya. Kebiasaan
untuk melakukan tugas dan pekerjaan
sejenis merupakan sarana positif untuk
meningkatkan keahlian tenaga kerja.
Bahkan agar akuntan yang baru
selesai menempuh pendidikan formalnya
dapat segera menjalani pelatihan teknis
dalam profesinya, pemerintah
mensyaratkan pengalaman kerja paling
sedikit 1000 jam dalam 5 (lima) tahun
terakhir dengan reputasi baik di bidang
audit bagi akuntan yang ingin memperoleh
izin praktik dalam profesi akuntan publik
(Peraraturan Menteri Keuangan Nomor 17
/ PMK . 01 / 2008 tentang Jasa Akuntan
Publik Bab 2 Pasal 5 a).
Dari beberapa pengertian di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa seorang
akuntan pemeriksa yang lebih
berpengalaman akan lebih sadar terhadap
banyaknya kekeliruan yang terjadi dan
mampu mengidentifikasi secara lebih baik
mengenai kesalahan-kesalahan serta
memperlihatkan perhatian selektif yang
6
lebih tinggi terhadap informasi yang
relevan.
Kompetensi
Arens dkk, (2011 : 42), mendefinisikan
kompetensi sebagai keharusan bagi auditor
untuk memiliki pendidikan formal di
bidang auditing dan akuntansi,
pengalaman praktik yang memadai bagi
pekerjaan yang sedang dilakukan, serta
mengikut pendidikan profesional yang
berkelanjutan. Standar umum pertama (SA
seksi 210 dalam (Standar Profesional
Akuntan Publik, 2011), menyebutkan
bahwa Audit harus dilaksanakan oleh
seorang atau yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai
auditor.”
Yulius (2002), menyatakan bahwa
kompetensi berkaitan dengan pendidikan
dan pengalaman memadai yang dimiliki
seorang auditor dalam bidang auditing dan
akuntansi. Dalam melaksanakan audit,
auditor harus bertindak sebagai seorang
yang ahli di bidang akuntansi dan auditing.
Pencapaian keahlian dimulai dengan
pendidikan formal, yang selanjutnya
diperluas melalui pengalaman dalam
praktik audit.
Sikap kompetensi diperlukan agar
auditor dapat mendeteksi dengan cepat dan
tepat ada tidaknya kecurangan serta trik-
trik rekayasa yang dilakukan dalam
melakukan kecurangan tersebut, karena
keahlian yang dimiliki auditor dapat
menjadikannya lebih sensitive (peka)
terhadap tindak kecurangan Lastanti
(2005) dalam penelitian (Marcellina dan
Sugeng, 2009).
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Mayangsari (2003),
menunjukkan bahwa variabel kompetensi
untuk auditor di Indonesia terdiri atas: (1)
Pengetahuan, yang merupakan komponen
penting dalam suatu kompetensi.
Pengetahuan ini meliputi pengetahuan
terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur
dan pengalaman, (2) Ciri-ciri psikologi,
seperti kemampuan berkomunikasi,
kreativitas, kemampuan bekerja sama
dengan orang lain. Kompetensi yang
dibutuhkan dalam melakukan audit adalah
pengetahuan dan pengalaman. Auditor
harus memiliki pengetahuan untuk
memahami entitas yang diaudit, kemudian
auditor juga harus memiliki pengalaman
untuk dapat meningkatkan kinerjanya
dalam proses audit
Zu'amah, (2009), menyimpulkan
kompetensi auditor adalah keahlian
profesional yang dimiliki oleh auditor
sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian
profesional maupun keikutsertaan dalam
pelatihan, seminar, simposium dan lain-
lain seperti : (1) Ujian CPA (Certified
Public Accountant) untuk luar negeri dan
ujian SAP (Sertifikat Akuntan Publik)
untuk di Indonesia, (2) PPB (Pendidikan
Profesi Berkelanjutan), (3) Pelatihan-
pelatihan interndan ekstern, (4)
Keikutsertaan dalam seminar, simposium
dan lain-lain.
Independensi
Dalam melakukan pemeriksaan laporan
keuangan, auditor memperoleh
kepercayaan dari klien dan para pemakai
laporan keuangan lainnya untuk
membukikan kewajaran laporan keuangan.
Oleh karena itu, seorang auditor harus
memiliki sikap independen terhdap
kepentingan klien, para pemakai laporan
keuangan, dan kepentingan akuntan public
itu sendiri.
Peratuan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK 01/2008 tentang Jasa Akuntan.
Peraturan ini menyatakan bahwa
pemberian jasa audit oleh suatu kantor
akuntan publik kepada klien hanya boleh
dilaksanakan paling lama enam tahun
buku berturut-turut, sedangkan bagi
seorang partner audit di suatu kantor
akuntan publik, pemberian jasa audit
kepada klien hanya boleh dilaksanakan
paling lama tiga tahun buku berturut-turut.
Independen berarti akuntan publik
tidak mudah dipengaruhi, tidak dibenarkan
memihak kepentingan siapapun,
berkewajiban untuk jujur tidak hanya
kepada manajemen dan pemilik
7
perusahaan, namun juga kepada pihak
berkepentingan lainnya yang meletakkan
kepercayaan atas pekerjaan akuntan
publik. Terdapat empat hal yang
menggangu independensi akuntan publik,
yaitu: (1) akuntan publik memiliki mutual
atau conflicting interest dengan klien, (2)
mengaudit pekerjaan akuntan publik
sendiri, (3) berfungsi sebagai manajemen
atau karyawan dari klien dan (4) bertindak
sebagai penasihat (advocate) dari klien.
(Yulius, 2002).
Arens dkk, (2011 : 74)
independensi dalam audit berarti
mengambil sudut pandang yang tidak bias
dalam melakukan pengujian audit, evaluasi
atas pengujian, dan penerbitas laporan
audit.independensi merupakan salah satu
karakteristik terpenting bagi auditor dan
merupakan dasar dari prinsip integritas dan
objektivitas.
Independensi dapat disimpulkan
sebagai sikap mental yang bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak
lain, tidak tergantung pada orang lain. Dan
adanya kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif dalam
merumuskan dan menyatakan
pendapatnya. Independensi akuntan publik
merupakan dasar utama kepercayaan
masyarakat terhadap profesi akuntan
publik dan merupakan salah satu faktor
yang sangat penting untuk menilai mutu
jasa audit.
Menurut Halim (2001) dalam
penelitian Zu'amah, (2009), ada tiga aspek
independensi seorang auditor, yaitu
sebagai berikut: (1) Independence in fact
(independensi senyatanya) yaitu auditor
harus mempunyai kejujuran yang tinggi
dalam mempertimbangkan berbagai fakta
yang ditemuinya dalam auditnya. (2)
Independence in appearance
(independensi dalam penampilan) yang
merupakan pandangan pihak lain terhadap
diri auditor sehubungan dengan
pelaksanaan audit. (3) Independence in
competence (independensi dari sudut
keahliannya) yang berhubungan erat
dengan kompetensi atau kemampuan
auditor dalam melaksanakan dan
menyelesaikan tugasnya
.
Profesionalisme
Dalam pengertian umum, seseorang
dikatakan profesional jika memenuhi tiga
kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk
melaksanakan tugas sesuai dengan
bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau
profesi dengan menetapkan standar baku
di bidang profesi yang bersangkutan, dan
menjalankan tugas profesinya dengan
mematuhi etika profesi yang telah
ditetapkan (Arleen & Yulius, 2009).
Arens dkk, (2011 : 68),
mendefinisikan profesionalisme sebagai
tanggung jawab untuk bertindak lebih dari
sekedar memenuhi tanggung jawab diri
sendiri maupun ketentuan hukum dan
peraturan masyarakat.
Seorang auditor bisa dikatakan
profesional apabila telah memenuhi dan
mematuhi standar-standar kode etik yang
telah ditetapkan oleh IAI, antara lain: a).
prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI
yaitu standar ideal dari perilaku etis yang
telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam
terminologi filosofi, b). peraturan perilaku
seperti standar minimum perilaku etis yang
ditetapkan sebagai peraturan khusus yang
merupakan suatu keharusan, c).
inteprestasi peraturan perilaku tidak
merupakan keharusan, tetapi para praktisi
harus memahaminya, dan d). ketetapan
etika seperti seorang akuntan publik wajib
untuk harus tetap memegang teguh prinsip
kebebasan dalam menjalankan proses
auditnya, walaupun auditor dibayar oleh
kliennya (Hendro dan Aida, 2006).
Konsep profesionalisme yang
dikembangkan oleh Hall (1968) dalam
penelitian Sri (2010), banyak digunakan
oleh para peneliti untuk mengukur
profesionalisme dari profesi auditor yang
tercermin dari sikap dan perilaku. Konsep
profesionalisme tersebut dicirikan oleh
adanya lima faktor, yaitu: (1) Pengabdian
pada profesi dicerminkan dari dedikasi
profesionalisme dengan menggunakan
8
pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.
Keteguhan untuk tetap melaksanakan
pekerjaan meskipun imbalam ekstrinsik
kurang. (2) Kewajiban sosial adalah
pandangan tentang pentingnya peranan
profesi dan manfaat yang diperoleh baik
masyarakat maupun profesional karena
adanya pekerjaan tersebut. (3)
Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu
pandangan seseorang yang profesional
harus mampu membuat keputusan sendiri
tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah,
klien, dan bukan anggota profesi). Setiap
ada campur tangan dari luar dianggap
sebagai hambatan kemandirian secara
profesional. (4) Keyakinan terhadap
peraturan profesi adalah suatu keyakinan
bahwa yang paling berwenang menilai
pekerjaan profesional adalah rekan sesama
profesi, bukan orang luar yang tidak
mempunyai kompetensi dalm bidang ilmu
dan pekerjaan mereka. (5) Hubungan
dengan sesama profesi adalah
menggunakan ikatan profesi sebagai
acuan, termasuk didalamnya organisasi
formal dan kelompok kolega informal
sebagai ide utama dalam pekerjaan.
Melalui ikatan profesi ini para profesional
membangun kesadaran profesional.
Pendeteksian Kecurangan
Pada dasarnya terdapat dua tipe
kecurangan, yaitu eksternal dan internal.
Kecurangan eksternal adalah kecurangan
yang dilakukan oleh pihak luar terhadap
suatu perusahaan/entitas, seperti
kecurangan yang dilakukan pelanggan
terhadap usaha; wajib pajak terhadap
pemerintah. Kecurangan internal adalah
tindakan tidak legal dari karyawan,
manajer dan eksekutif terhadap perusahaan
tempat ia bekerja (Amrizal, 2004).
Koroy (2008 :), menyatakan bahwa
pendeteksian kecurangan bukan
merupakan tugas yang mudah
dilaksanakan oleh auditor. Atas literatur
yang tersedia, dapat dipetakan empat
faktor yang teridentifikasi yang
menjadikan pendeteksian kecurangan
menjadi sulit dilakukan sehingga auditor
gagal dalam usaha mendeteksi. Faktor-
faktor penyebab tersebut adalah: (1)
Karakteristik terjadinya kecurangan, (2)
Memahami Standar pengauditan mengenai
pendeteksian kecurangan, (3) Lingkungan
pekerjaan audit yang mengurangi kualitas
audit, dan (4) Metode dan prosedur audit
yang tidak efektif dalam pendeteksian
kecurangan.
Berikut adalah gambaran secara
garis besar pendeteksian kecurangan
berdasar penggolongan kecurangan oleh
ACFE dalam Amrizal (2004), yaitu : (1)
Kecurangan Laporan Keuangan
didefinisikan sebagai kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen dalam bentuk
salah saji material Laporan Keuangan yang
merugikan investor dan kreditor.
Kecurangan ini dapat bersifat financial
atau kecurangan non financial. (2) Asset
Misappropriation (Penyalahgunaan Aset) Kecurangan jenis ini lebih sering
dilakukan oleh karyawan disbanding
manajemen. (3) Corruption (korupsi) yaitu
skema kejahatan kerah putih, dimana
seorang karyawan secara tidak benar
menggunakan pengaruhnya di dalam
transaksi bisnis dengan cara yang
melanggar tugasnya kepada atasannya
yang secara langsung atau tidak langsung
memperoleh manfaat.
Sebagian besar kecurangan ini dapat
dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja
yang jujur, laporan dari rekan, atau
pemasok yang tidak puas dan
menyampaikan complain ke perusahaan.
Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini
kemudian dilakukan analisis terhadap
tersangka atau transaksinya. Pendeteksian
atas kecurangan ini dapat dilihat dari
karakteristik si penerima maupun si
pemberi.
Metode pendeteksian kejahatan
kerah putih yang proaktif dapat
diungkapkan pada gambar di bawah ini :
(Wilopo, 2013 : 31-33)
9
Gambar 1
KERAH PUTIH (kecurangan)
Hubungan Pengalaman terhadap
Pendeteksian Kecurangan
Auditor yang mempunyai pengalaman
yang berbeda, akan berbeda pula dalam
memandang dan menanggapi informasi
yang diperoleh selama melakukan
pemeriksaan dan juga dalam memberi
kesimpulan audit terhadap obyek yang
diperiksa berupa pemberian pendapat.
Semakin tinggi tingkat pengalaman
seorang auditor, semakin baik pula
pandangan dan tanggapan tentang
informasi yang terdapat dalam laporan
keuangan, karena auditor telah banyak
melakukan tugasnya atau telah banyak
memeriksa laporan keuangan dari berbagai
jenis industri. Oleh karena itu, dengan
bertambahnya pengalaman auditing,
jumlah kecurangan yang diketahui oleh
auditor diharapkan akan bertambah (Reza,
2013).
Pengalaman didapat dari
pendidikan dan frekuensinya melakukan
pekerjaan yang berulang dan rutin. Hal ini
dikarenakan auditor semakin terasah
dalam mendeteksi suatu hal melalui
pemahaman teknik penyelesainnya dan
telah mengalami kesulitan atau kesalahan
dalam tugasnya, sehingga auditor lebih
cermat dan cepat menyelesaikannya.
Selain itu, pengalaman secara psikis akan
membentuk pribadi seseorang lebih
bijaksana dan berhati-hati baik dalam
berperilaku maupun berpikir. Banyaknya
pengalaman akan memberikan tingkat
kecermatan dan ketepatan dalam
memeriksa laporan keuangan yang tinggi
dan memberikan dampak yang positif
terhadap kualitas audit.
Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis 1 : Pengalaman berpengaruh
terhadap Pendeteksian Kecurangan
Hubungan Kompetensi terhadap
Pendeteksian Kecurangan
Kompetensi yang dibutuhkan dalam
melakukan audit yaitu pengetahuan dan
kemampuan. Auditor harus memiliki
pengetahuan untuk memahami entitas
yang diaudit, kemudian auditor harus
memiliki kemampuan untuk bekerja sama
dalam tim serta kemampuan dalam
menganalisa permasalahan (Ika dkk,
2009). Seorang auditor harus memiliki
tingkat kemahiran umum yang dimiliki
oleh auditor pada umumnya dan harus
menggunakan keterlampilan tersebut
dengan kecermatan dan seksama yang
wajar.
Tahap Analisis
Tahap 1
Pemahaman
Bsnisnya
Tahap 2
Identifikasi
kemungkinan
kecurangan
Tahap 3
Katalogisasi
gejala –gejala
kecurangan
Tahap Teknologi
Tahap 4
Menggunakan teknologi untuk
mendapatkan data tentang gejala-
gejala
Tahap 5
Menggunakan Hasil
Tahap Investigasi
Tahap 6
Melakukan Investigasi Gejala - gejala
10
Auditor yang mempunyai
kompetensi dari segi pengetahuan,
pengalaman, pendidikan dan pelatihan
yang memadai dapat melakukan audit
secara objektif dan cermat. .Program
pelatihan mempunyai pengaruh yang lebih
besar dalam peningkatan keahlian auditor
untuk melakukan auditr. Dari segi
pengalaman akan mempengaruhi
kemampuan auditor untuk mengetahui
kecurangan yang ada di perusahaan yang
menjadi kliennya. Keahlian audit dan
kemampuan untuk mengetahui kecurangan
merupakan bagian dari kompetensi auditor
(Yulius, 2002).
Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis 2 : Kompetensi berpengaruh
terhadap Pendeteksian Kecurangan
Hubungan Independensi Auditor
terhadap Pendeteksian Kecurangan
Sikap independensi juga diperlukan oleh
auditor agar ia bebas dari kepentingan dan
tekanan pihak manapun, sehingga
kecurangan yang ada pada perusahaan
yang diauditnya dapat dideteksi dengan
tepat, dan setelah kecurangan tersebut
telah terdeteksi, auditor tidak ikut
mengamankan praktik kecurangan tersebut
Lastanti (2005), dalam penelitian
(Marcellina dan Sugeng, 2009).
Yulius (2002), seorang akuntan
publik yang independen adalah akuntan
publik yang tidak mudah dipengaruhi,
tidak memihak siapapun, dan
berkewajiban untuk jujur tidak hanya
kepada manajemen dan pemilik
perusahaan, tetapi juga pihak lain pemakai
laporan keuangan yang mempercayai hasil
pekerjaanya.
Dapat disimpulkan bahwa seorang
auditor yang bersikap independen, maka ia
akan memberi penilaian yang senyatanya
terhadap laopran keuangan yang diperiksa,
tanpa memiliki beban apapun terhadap
semua pihak. Dengan demikian maka
jaminan atas keandalan laporan yang
diberikan oleh auditor tersebut dapat
dipercaya oleh semua pihak yang
berkepentingan. Jadi, semakin tinggi
independensi seorang auditor maka
kualitas audit yang diberikannya semakin
baik.
Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis 3 : Independensi berpengaruh
terhadap Pendeteksian Kecurangan
Hubungan Profesionalisme Auditor
Terhadap Pendeteksian Kecurangan
Salah satu ukuran kinerja auditor yang
baik adalah apabila auditor dapat
memperoleh keyakinan memadai
mengenai laporan keuangan yang
diauditnya, apakah bebas dari salah saji
yang disebabkan oleh kekeliruan maupun
kecurangan. Hal ini dapat diperoleh
dengan menggunakan profesionalisme
auditor, yaitu dengan menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat
dan seksama. Pada penelitian ini,
diharapkan auditor dapat menggunakan
sikap profesionalismenya dalam
mendeteksi kecurangan sehingga kinerja
yang dilakukan auditor menjadi lebih
baik(Marcellina dan Sugeng, 2009).
Untuk menjalankan tugas secara
profesional, seorang auditor harus
membuat perencanaan sebelum melakukan
proses pengauditan laporan keuangan,
termasuk penentuan tingkat materialitas.
Seorang auditor yang profesional, akan
mempertimbangkan material atau tidaknya
informasi dengan tepat, karena hal ini
berhubungan dengan kesimpulan yang
akan diberikan. Sebagai profesional,
auditor mengakui tanggung jawabnya
terhadap masyarakat, terhadap klien, dan
terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk
berperilaku yang terhormat, sekalipun ini
merupakan pengorbanan pribadi (Reza,
2013).
Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Hipotesis 4 :Profesionalisme berpengaruh
terhadap Pendeteksian Kecurangan
11
Kerangka Pemikiran
Gambar 2
Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Klasifikasi Sampel
Populasi untuk penelitian ini adalah
Kantor Akuntan Publik di kota Surabaya
yang terdaftar dalam Institut Akuntan
Publik Indonesi (IAPI) sebanyak 45
Kantor Akuntan Publik. Pemilihan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan
purposive sampling dengan tujuan untuk
mendapatkan sampel yang sesuai dengan
tujuan penelitian. Dengan kriteria
pengambilan sampelnya yaitu : (1) Auditor
yang memiliki pengalaman kerja 3 tahun
atau lebih, (2) Masih aktif bekerja pada
Kantor Akuntan Publik (KAP).
Data Penelitian
Penelitian ini mengambil sampel pada
Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah
Surabaya yang terdaftar di Ikatan Akuntan
Publik Indonesia (IAPI) pada tahun 2014.
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer. Data
primer diperoleh dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang telah terstruktur
dengan tujuan untuk mengumpulkan
informasi dari auditor yang bekerja pada
Kantor Akuntan Publik (KAP) di Surabaya
sebagai responden dalam penelitian ini.
Pengumpulan data dilakukan melalui
metode survey dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner yang disebarkan
secara langsung kepada auditor yang
terdaftar di KAP yang tersebar di
Surabaya. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap,
yaitu : (1) Pada tahap ini peneliti
melakukan pencarian informasi tentang
KAP yang ada di Surabaya melalui
website IAPI (Ikatan Akuntan Publik
Indonesia) di www.iapi.or id. (2) Pada
tahap ini peneliti mengumpulkan dan
mempelajari literatur yang berkaitan serta
menghubungi pihak KAP untuk
mengetahui masa aktif dan kesediaan
mengisi kuesioner. (3) Pada tahap ini
penelitian dilakukan dengan datang secara
langsung ke KAP di Surabaya dan
melakukan penyebaran kuesioner pada
para auditor untuk memperoleh data
penelitian yang diperlukan dalam
penelitian ini.
Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi variabel dependen
yaitu pendeteksian kecurangan dan
variabel independen terdiri dari
pengalaman, kompetensi, independensi
dan profesionalisme.
Pengalaman
(X1)
Kompetensi
(X2)
Independensi
(X3)
Pendeteksian
Kecurangan
(Y)
Profesionalime
(X4)
12
Definisi Operasional Variabel
Pendeteksian Kecurangan
Marcellina dan Sugeng (2009) menyatakan
mendeteksi kecurangan berarti proses
menemukan atau menentukan suatu
tindakan ilegal yang dapat mengakibatkan
salah saji dalam pelaporan keuangan yang
dilakukan secara sengaja.Variabel
pendeteksian kecurangan akan diukur
dengan menggunakan replikasi
Muhammad Yusuf Aulia (2013).
Instrument terdiri dari 1 item memahami
SPI, 2 item karakteristik kecurangan, 2
item metode audit, 3 item bentuk
kecurangan, dan 1 item uji dokumen dan
personal.
Pengalaman
Pengalaman audit adalah pengalaman
auditor dalam melakukan audit laporan
keuangan baik dari segi lamanya waktu
maupun banyaknya penugasan yang
pernah ditangani (Suraida, 2005)..
Semakin banyak jumlah jam terbang
seorang auditor, tentunya dapat
memberikan kualitas audit yang lebih baik
daripada seorang auditor yang baru
memulai kariernya (Icuk dan Elisha,
2010). Variabel pengalaman auditor diukur
dengan menggunakan instrument yang
dikembangkan oleh Ika Sukriah (2009),
replikasi Muhammad Yusuf Aulia
(2013),. Instrument terdiri 1 item lamanya
bekerja sebagai auditor, 1 item membuat
keputusan, 3 item kemampuan kerja, dan 1
item lama kerja
Kompetensi
Christiawan (2002), menyatakan bahwa
kompetensi berkaitan dengan pendidikan
dan pengalaman memadai yang dimiliki
akuntan publik dalam bidang auditing dan
akuntansi. Variabel kompetensi auditor
diukur dengan menggunakan instrument
yang dikembangkan oleh Ika Sukriah
(2008) dan replikasi Septiana
Setyaningrum (2010). Instrument ini
terdiri dari 5 item pengetahuan umum, dan
1 item pengalaman.
Independensi
Dalam Standar Auditing (SA) seksi 220
(PSA No. 04) menjelaskan bahwa auditor
harus bersikap independen, artinya tidak
mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum.Variabel independensi
auditor diukur dengan menggunakan
instrument dari replikasi Septiana
Setyaningrum (2010), dan replikasi
Muhammad Yusuf Aulia (2013)
Instrument terdiri dari 3 item independensi
pelaksanaan pekerjaan. 2 item lama
hubungan dengan klien, dan 1 item jasa
lainnya.
Profesionalisme
Dalam pengertian umum, seseorang
dikatakan profesional jika memenuhi tiga
kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk
melaksanakan tugas sesuai dengan
bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau
profesi dengan menetapkan standar baku
di bidang profesi yang bersangkutan dan
menjalankan tugas profesinya dengan
mematuhi etika profesi yang telah
ditetapkan (Herawaty, A., & Susanto, Y.
K, 2009). Variabel profesionalisme auditor
diukur dengan menggunakan instrument
yang dikembangkan oleh Sri Trisnaningsi
(2008) dan replikasi Muhammad Yusuf
Aulia (2013), Instrumen ini terdiri dari 1
item pengabdian pada profesi, 2 item
pikiran kritis, 2 item cermat dalam
pemeriksaan laporan keuangan klien, 1
item asumsi tepat.
13
Hasil Analisis dan Pembahasan
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel Item Cronbach Alpha Pearson Correlation*
Pengalaman 6 0.729 0.522-0.745
Kompetensi 6 0.813 0.605-0.772
Independensi 6 0.730 0.289-0.844
Profesionalisme 6 0.897 0.608-0.897
Pendeteksian Kecurangan 9 0.887 0.544-0.847
*signifikan <0.05
Sumber:Data Diolah
Tabel di atas menunjukan nilai P value
(sig) dari masing-masing variabel baik
variabel X dan Y , yaitu Pengalaman,
Kompetensi,Independensi, rofesionalisme
dan Pendeteksian Kecurangan
menghasilkan nilai signifikan tidak lebih
dari 0,05 atau setara dengan 5 persen,
sehingga dinyatakan bahwa semua
variabel valid. Dan untuk nilai reliabilitas
dari masing-masing variabel mempunyai
cronbach’s Alpha di atas 0.07 maka
dinyatakan reliable.
Hasil Statistik Deskriptif
Tabel 2 Statistika Deskriptif
Variabel Mean Standart
Deviation
Actual Range
Pengalaman 20.05 2.123 2-4
Kompetensi 20.45 2.137 2-4
Independensi 19.84 2,215 2-4
Profesionalisme 20.36 2.375 3-4
Pendeteksian Kecurangan 29.59 3,168 2-4
Sumber ; Data Diolah
Hasil statistik deskriptif menunjukan
bahwa rata-rata responden memberikan
nilai pada variabel pengalaman sebesar
20.05, kompetensi sebesar 20.45,
independensi sebesar 19.84,
profesionalisme sebesar 5,327 dan
pendeteksian kecurangan sebesar 29.59.
Sedangkan untuk deviasi variabel
pengalaman sebesar 2.123, kompetensi
sebesar 2.137, independensi sebesar 2.215,
profesionalisme sebesar 2.375 dan
pendeteksian kecurangan sebesar 3.168.
Nilai minimum dan nilai maksimum yang
diberikan responden untuk variabel
variabel pengalaman sebesar 2 sampai 4,
kompetensi sebesar 2 sampai 4,
independensi sebesar 2 sampai 4,
profesionalisme sebesar 3 sampai 4dan
pendeteksian kecurangan sebesar 2 sampai
4.
14
Hasil Pengujian Hipotesis
Tabel 3 Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. Collinearity
Statistics
B Std.
Error
Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 2.735 3.496 .782 .437
PG .361 .173 .242 2.083 .042 .645 1.549
KOM .472 .189 .319 2.500 .016 .535 1.869
IND .155 .158 .108 .979 .332 .610 1.639
PRO .338 .159 .254 2.124 .038 .709 1.411
Hasil Statistika Deskriptif
Dari tabel di atas menghasilkan nilai
masing-masing variabel yang akan
dijelaskan berikut ini. Untuk Variabel
pengalaman atau X1, berdasarkan
perhitungan diperoleh tingkat signifikansi t
lebih kecil dari 0.05 dengan nilai 0.042.
Hal ini disimpulkan bahwa pengalaman
auditor berpengaruh secara signifikan
terhadap pendeteksian kecurangan.
Variabel kompetensi,atau X2 berdasarkan
perhitungan diperoleh tingkat signifikansi t
lebih kecil dari 0.05 dengan nilai 0.16 Hal
ini disimpulkan bahwa kompetensi auditor
berpengaruh secara signifikan terhadap
pendeteksian kecurangan. Variabel
independensi, atau X3 berdasarkan
perhitungan diperoleh tingkat signifikansi t
lebih besar dari 0.05 dengan nilai 0.332.
Hal ini disimpulkan bahwa independensi
auditor tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pendeteksian
kecurangan.Variabel profesionalisme atau
X4, berdasarkan perhitungan diperoleh
tingkat signifikansi t lebih kecil dari 0.05
dengan nilai 0.038. Hal ini disimpulkan
bahwa profesionalisme auditor
berpengaruh secara signifikan terhadap
pendeteksian kecurangan.
Pembahasan
Pengaruh Pengalaman Auditor
terhadap Pendeteksian Kecurangan
Dari hasil uji hipotesis menunjukkan
bahwa pengalaman auditor berpengaruh
terhadap pendeteksian kecurangan.
Semakin lamanya seorang auditor bekerja
maka akan semakin baik pula pemeriksaan
yang dilakukannya, sehingga berdampak
pada peningkatan pendeteksian
kecurangan dengan menghasilkan kualitas
audit yang lebih baik lagi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan yang diungkapkan oleh
Ika, dkk (2009) menyimpulkan bahwa
semakin banyak pengalaman kerja seorang
auditor maka semakin meningkat kualitas
hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Pengaruh Kompetensi Auditor
terhadap Pendeteksian Kecurangan
Dari hasil uji hipotesis menunjukkan
bahwa kompetensi auditor berpengaruh
terhadap pendeteksian kecurangan. Hasil
ini menunjukkan semakin tinggi
kompetensi yang dimiliki auditor maka
akan semakin tinggi tingkat pendeteksian
kecurangan. Opini yang dikeluarkan oleh
auditor untuk menentukan hasil audit
sangat ditentukan dari pengetahuan dan
pengalaman seorang auditor yang
merupakan unsur dari kompetensi auditor.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang
15
diungkapkan oleh Alim, dkk (2009)
menyimpulkan bahwa kompetensi
berpengaruh terhadap kualitas audit, di
mana salah satu indikasi kualitas audit
yang baik adalah jika kecurangan yang ada
dalam audit tersebut dapat terdeteksi.
Pengaruh Independensi Auditor
terhadap Pendeteksian Kecurangan
Dari hasil uji hipotesis menunjukkan
bahwa independensi auditor tidak
berpengaruh terhadap pendeteksian
kecurangan. Hasil ini menunjukkan
semakin rendah independensi yang
dimiliki auditor maka akan semakin
rendah tingkat pendeteksian kecurangan.
Auditor dipengaruhi suatu tekanan untuk
mempertahankan kliennya dalam hal
mengambil keputusan dibidang auditnya,
karena adanya rasa kekhawatiran yang
muncul dari seorang auditor akan
kemungkinan kehilangan perusahaan yang
diauditnya. Oleh karena itu, auditor tidak
hanya harus bersikap bebas menurut
faktanya, tapi ia juga harus menghindari
keadaan-keadaan yang membuat orang
lain meragukan kebebasannya. Hasil
penelitian ini tidak mendukung hasil
penelitian yang dilakukan Marcellina dan
Sugeng (2009) yang menyatakan dengan
menggunakan independensi, kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan
akan menjadi lebih baik dan setelah
kecurangan terdeteksi, auditor tidak ikut
terlibat dalam mengamankan praktik
kecurangan tersebut.
Pengaruh Profesionalisme Auditor
terhadap Pendeteksian Kecurangan
Dari hasil uji hipotesis menunjukkan
bahwa profesionalisme auditor
berpengaruh terhadap pendeteksian
kecurangan. Hasil ini menunjukkan
semakin tinggi profesionalisme auditor
maka akan semakin tinggi tingkat
pendeteksian kecurangan. Auditor yang
memiliki profesionalisme yang tinggi akan
memberikan kontribusi yang dapat
dipercaya oleh para pengambil keputusan.
Pada penelitian ini, diharapkan auditor
dapat menggunakan sikap
profesionalismenya dalam mendeteksi
kecurangan sehingga kinerja yang
dilakukan auditor menjadi lebih baik. Hal
ini sesuai dengan pernyataan yang
diungkapkan oleh Marcellina dan Sugeng
(2009) menyimpulkan bahwa semakin
meningkatnya profesionalisme seorang
auditor dalam menjalankan tugasnya,
maka kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan juga meningkat
karena auditor memiliki keyakinan
memadai bahwa laporan keuangan bebas
dari salah saji material, baik yang
disebabkan oleh kekeliruan maupun
kecurangan.
KESIMPULAN, KETEBATASAN,
DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah
dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. variabel independen yang berpengaruh
signifikan terhadap pendeteksian
kecurangan adalah pengalaman,
kompetensi, dan profesionalisme.
2. Variabel independensi tidak
berpengaruh signifikan terhadap
pendeteksian kecurangan.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai beberapa
keterbatasan yang kemungkinan akan
menimbulkan bias atau ketidakakuratan
dalam penelitian ini. Keterbatasan tersebut
antara lain sebagai berikut::
1. Menggunakan kuesioner sebagai
teknik pengumpulan data bergantung
pada kemampuan responden
memahami pernyataan yang diajukan.
Hal ini dapat menimbulkan bias jika
persepsi responden tidak sesuai
dengan realitanya.
2. Peneliti melakukan penelitian hanya
pada 16 Kantor Akuntan Publik yang
bersedia menerima kuesioner.
16
3. Tidak adanya kontrol responden untuk
mengetahui kebenaran hasil
penelitian,
Saran
Peneliti memberikan saran-saran untuk
pihak-pihak yang terkait dengan harapan
dapat bermanfaat untuk penelitian
berikutnya.
1. Bagi Auditor dan Kantor Akuntan
Publik:
KAP perlu memperhatikan dan selalu
memberikan fasilitas-fasilitas yang ada
kaitannya dengan peningkatan
pendeteksian kecurangan..
2. Bagi Penulis maupun Peneliti
selanjutnya:
a. Tidak hanya menggunakan data yang
berasal dari survei melalui kuisioner
sebaiknya menambah informasi melalui
wawancara atau terlibat langsung dalam
kegiatan di Kantor Akuntan Publik,.
b. Penelitian selanjutnya untuk lebih
memperbayak jumlah responden
penelitian dengan cara memperluas
wilayah penelitian.
c. Menambah jumlah variabel yang dapat
mempengaruhi pendeteksian
kecurangan.
d. Untuk Penelitian selanjutnya
diharapkan menyebarkan dan
mengumpulkan kuesioner pada waktu
yang tepat.
e. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan
melakukan kontrol terhadap responden
untuk mengetahui kebenaran hasil
penelitian
DAFTAR RUJUKAN
Amrizal, Ak, MM, CFE. 2004.
“Pencegahan dan Pendeteksian
Kecurangan oleh Internal
Auditor”. BPKP. Jakarta.
Andi Supangat. 2007. Statistika dalam
Kajian Deskriptif Inferensi, dan
Nonparametik. Jakarta: Kencana.
Arens. A. Alvin., Randal J. Elder., Mark S.
B., dan Jusuf, A. A. 2011.
Auditing dan Jasa Assurance
Pendekatan Terpadu. Edisi
Indonesi. Jakarta: Salemba
Empat.
Arleen, H., dan Yulius K. S. 2009.
“Pengaruh Profesionalisme,
Pengetahuan Mendeteksi
Kekeliruan, dan Etika Profesi
Terhadap Pertimbangan Tingkat
Materialitas Akuntan Publik”.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
Vol 11. No 1. Mei. 13-20
Christiawan, Y. J. 2002. “Kompetensi dan
Independensi Akuntan Publik :
Refleksi Hasil Penelitian
Empiris”. Jurnal Akuntansi &
Keuangan. Vol 4. No 2.
November. 79-92.
Hendro, W., dan Aida A. M. 2006.
“Pengaruh Profesionalisme
Auditor terhadap Tingkat
Materialitas dalam Pemeriksaan
Laporan Keuangan”. Simposium
Nasional Akuntansi 9 Padang. 1-
26.
Ghozali, I. 2012. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program
IBM SPSS 20 . Edisi Keenam.
Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Icuk Rangga Bawono dan Elisha Muliani
Singgih. 2010. “Pengaruh
Independensi, Pengalaman, Due
Professional Care dan
Akuntabilitas terhadap Kualitas
Audit”. Jurnal Akuntansi dan
Auditing Indonesia. Vol 14. No
2. 197-211. Ikatan Akuntan Publik Indonesia, 2011,
Standar Profesional Akuntan
Publik. Jakarta : Salemba Empat
17
Ika Sukriah Akram dan Biana Adha
Inapty. 2009. “Pengaruh
Pengalaman Kerja, Independensi,
Obyektifitas, Integritas, dan
Kompetensi terhadap Kualitas
Hasil Pemeriksaan”. Jurnal
Simposium Nasional Akuntansi
XII Palembang.
Jensen, M. C., dan Meckling, W. H. 1976.
“Theory of the Firm ; Managerial
Behavior, Agency Costs and
Ownership Structure”. Journal of
Financial Economics. Vol 3. No
4. Oktober. 305-360.
Lilis Ardini. 2010. “Pengaruh Kompetensi,
Independensi, Auntabilitas dan
Motivasi terhadap Kualitas
Audit”. Majalah Ekonomi. Vol
20. No 3. 329-349.
M. Nizarul Alim., Trisni Hapsar, dan
Liliek Purwanti. 2007. “Pengaruh
Kompetensi dan Independensi
terhadap Kualitas Audit dengan
Etika Auditor sebagai Variabel
Moderasi”. Simposium Nasional
Akuntansi X. 1-26.
Marcellina Widiyastuti dan Sugeng
Pamudji. 2009. “Pengaruh
Kompetensi, Independensi, dan
Profesionalisme Terhadap
Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan
(Fraud)”. VALUE ADDED|
MAJALAH EKONOMI DAN
BISNIS. Vol 5. No 2. 52-73.
Mayangsari, Sekar. 2003. “Pengaruh
Keahlian dan Independensi
terhadap Pendapat Audit: Sebuah
Kuasieksperimen”. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia. Vol 6. No
1.
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo.
1999. Metodologi Penelitian
Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Reza Minanda, D. M. 2011. “Analisis
Pengaruh Profesionalisme,
Pengetahuan Mendeteksi
Kekeliruan, Pengalaman Bekerja
Auditor, dan Etika Profesi
terhadap Pertimbangan Tingkat
Materialitas Akuntan Publik
(Studi Empiris Para Auditor KAP
Di Semarang)”. Diponegoro
Journal of Accounting.Vol 1. No
1. 1-8.
Romanus Wilopo. 2013. Etika Profesi
Akuntan : Kasus-kasus di
Indonesia. Surabaya: STIE
Perbanas Pers.
Sofyan Safri Harahap. 2012. Teori
Akuntansi. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: Alfabeta.
Sujoko Efferin, Stevanus Hadi Darmadji,
dan Yuliawati Tan. 2008. Metode
Penelitian Akuntansi
Mengungkap Fenomena dengan
Pendekatan Kuantitatif dan
Kualitatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Sukrisno Agoes. 2012. Auditing Petunjuk
Praktis Pemeriksaan Akuntan
oleh Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Setyaningrum, 2010. Pengaruh
Independensi Dan Kompetensi
Auditor Terhadap Tanggung
Jawab Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan Dan
Kekeliruan Laporan Keuangan.
Surabaya: Skripsi. Fakultas
Ekonomi STIE Perbanas. Jurusan
Akuntansi.
18
Sri Trisnaningsih. 2010. “Profesionalisme
Auditor, Kualitas Audit Dan
Tingkat Materialitas Dalam
Pemeriksaan Laporan
Keuangan”. maksi:Jurnal
Manajemen Akuntansi & Sistem
Informasi. Vol 10. No 02. 202-
217.
Tri Ramaraya Koroy. 2008. “Pendeteksian
Kecurangan (Fraud) Laporan
Keuangan oleh Auditor
Eksternal”. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan”. Vol 10. No 1. Mei.
22-33.
Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian
untuk Bisnis. Buku Kedua.
Jakarta: Salemba Empat.
Yusuf Aulia, M. 2013. Pengaruh
Pengalaman, Independensi dan
Skeptisme Profesional, Auditor
terhadap Pendeteksian
Kecurangan (Studi Empiris pada
KAP di Wilayah Jakarta).
Jakarta: Skripsi Sarjana,
Universitas Islam Negeri.
Zu'amah, Surroh. 2009. “Independensi dan
Kompetensi Auditor pada Opini
Audit (Studi BPKB Jateng)”.
Jurnal Dinamika Akuntansi, Vol
1. No 2. 145-154.