pengaruh pendidikan kesehatan kebutuhan … · · 2017-07-24pembedahan seperti luka bakar, dan...
TRANSCRIPT
1
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KEBUTUHAN NUTRISI TERHADAP
PENGETAHUAN NUTRISI PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST
OPERASI APENDISITIS DI RSUD KOTA SURAKARTA
Alfonsus Roga1), Meri Oktariani
2), Aria Nurahman Hendra Kusuma
3)
1) Mahasiswa Program Studi Sarjana KeperawatanSTikes Kusuma Husada Surakarta
2) 3) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STikes Kusuma Husada Surakarta
Abstrak
Penyebabterjadinyaapendisitisyaituobstruksiapendisolehfeses,
penurunanmengkonsumsimakananberseratpadadiitharian,
terpuntirnyaapendisataupembuluhdarahnya. Angkakejadianapendisitis di
duniamencapai 321 jutakasussetiaptahun. Sedangkan diIndonesia menurut data
statistikapendisitismenyerang 10
jutapenduduksetiaptahunsedangkandinaskesehatanJawa Tengah
menyebutkanjumlahkasusapendisitissebanyak 5.980 penderita, dan 177
penderitadiantaranyamenyebabkankematian.
Tujuanpenelitianiniadalahuntukmengetahuipengaruhpendidikankesehatankebutuh
annutrisiterhadappengetahuan tentang penyembuhanlukapadapasien post
operasiapendisitis di RSUD Kota Surakarta.
Jenispenelitianadalahkuantitatifpraeksperimentaldenganrancanganprapost
testdalamsatukelompok. Sampelpenelitianiniadalahpasien post operasiapendisitis
yang dirawat di RSUD Kota Surakarta. Teknikpengambilansampelmenggunakan
Accidental Samplingsebanyak 21 orang.
HasilpenelitianmenunjukanbahwamayoritasrespondenberusiaDewasaawal
(57,1 %) denganjeniskelaminterbanyaklaki-laki (66,7 %),
dengantingkatpendidikanSMA (42,9 %) danlamanyaharirawat dua sampai empat
hari (100 %). Ada
pengaruhpendidikankesehatantentangkebutuhannutrisiterhadappengetahuan
tentang penyembuhanlukapadapasien post operasiapendisitis di RSUD Kota
Surakarta ( P value ( 0,001 < 0,05).
Rumahsakit (petugasgizi)
hendaknyamemberikanpendidikankesehatankepadamasyarakatbaikmelaluikonseli
ngtentangpentingnya status nutrisiuntuk proses penyembuhanluka.
Kata kunci : Kebutuhan nutrisi, penyembuhanluka,
apendisitisdanpendidikankesehatan
Daftarpustaka : 42 (2005-2015)
2
NURSING GRADUATE STUDIES PROGRAM
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA 2017
Alfonsus Roga
Influence of Health Education About Nutritional Requirements toward Knowledge
About Wound Healing in Patients Post Appendicitis Surgery at Hospital
Surakarta
Abstract
The cause of appendicitis is obstruction appendix by feces, decreased fiber foods
in the daily diet, twisting appendix or blood vessels. The incidence of appendicitis
in the world reached 321 million cases each year. While in Indonesia, according
to the statistical data of appendicitis attack 10 million people every year,
additionally Central Java health office said the number of cases of appendicitis as
many as 5,980 patients, and 177 patients of which resulted in death. The purpose
of this study is to determine the effect of health education on the knowledge of the
nutritional requirements of wound healing in patients post surgery appendicitis in
Surakarta City Hospital.
Kind of research is quantitative praeksperimental with prapost draft test in
one group. Samples were patients post surgery appendicitis whom treated in
Surakarta City Hospital. The sampling technique that using in this research is
Accidental Sampling as many as 21 people.
The results showed that the majority of respondents were early adults (57.1%)
with the largest gender was male (66.7%), also the level of high school education
(42.9%) and duration of hospitalization days is two until four days (100% ). There
is influence of health education about the nutritional necessarytoward knowledge
of wound healing in patients post surgery appendicitis in hospitals Surakarta (P
value (0.001 <0.05).
Hospital (nutrition officer) should provide health education to the community
through counseling about the importance of nutritional status to the wound
healing process.
Keywords: Nutritional needs, healing wounds, appendicitis and health education
Bibliography: 42 (2005-2015)
3
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah kasus gawat
bedah abdomen atau inflamasi di
apendis, yang dikenal dengan
apendisitis, setelah obstruksi apendis
oleh feses, atau terpuntirnya apendis
atau pembuluh darahnya. Inflamasi
menyebabkan apendik membengkak dan
nyeri yang dapat menimbulkan ganggren
karena suplai darah terganggu. Apendis
juga dapat pecah, biasanya terjadi antara
36-48 jam setelah awitan gejalanya.
Penyakit ini dapat terjadi pada dewasa
dan remaja muda, yaitu pada umur 10-
30 tahun, dan insiden tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun (Elizabeth,
2009)
Angka kejadian apendisitis
di dunia mencapai 321 juta kasus tiap
tahun. Apendisitis terjadi pada lebih dari
250.000 juta orang di Amerika Serikat.
Apendisitis dapat terjadi pada orang dari
segala usia, tetapi paling sering pada
masa anak usia lanjut sampai masa
dewasa muda. Statistik di Amerika
mencatat setiap tahun terdapat 20-35
juta kasus apendisitis 7% penduduk di
Amerika menjalani appendiktomi
(pembedahan untuk mengangkat
apendik) dengan insiden 1,1/1000
penduduk pertahun, sedangkan di
negara-negara barat sekitar 16%.
(Longo, 2002)
Insiden apendis di negara maju
lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun pada akhir-akhir
ini kejadiaannya menurut secara
bermakna. Hal ini diduga disebabkan
oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat pada diit harian (Paul,
2002). Statistik menunjukan bahwa
setiap tahun apendisitis menyerang 10
juta penduduk indonesia. Menurut
(Lubis, 2008), saat morbiditas angka
apendisitis di Indonesia mencapai
95/1000 penduduk dan angka ini
merupakan angka tertinggi di negara-
negara Assosiation South East Asia
Nation (ASEAN). Depertemen
kesehatan menganggap apendisitis
merupakan isu prioritas kesehatan
ditingkat lokal dan nasional kerena
mempunyai dampak besar pada
kesehatan masyarakat (Depkes RI,
2008). Dinkes Jawa Tengah
menyebutkan pada tahun 2009 jumlah
kasus apendisitis sebanyak 5.980
penderita, dan 177 penderita diantaranya
menyebabkan kematian. Sedangkan
untuk data angka kejadian apendisitis
yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum
Kota Surakarta selama tahun 2015 dari
Januari sampai Desember sebanyak 258
orang, dan untuk data kunjungan 3 bulan
terakhir yaitu dari Januari 2016 sampai
Maret 2016 sebanyak 21 orang yang di
diagnosa dengan apendisitis.
4
Diagnosa apendisitis ditegakan,
maka akan segera dilakukan tindakan
appendiktomi karena dapat menurunkan
resiko perforasi atau pecahnya usus
buntu yang dampaknya isi dari apendis
yang pecah tersebut akan keluar menuju
rongga perinium yang dapat
menyebabkan peritonitis atau abses
(Ardian, 2013). Menurut peneliti segera
dilakukan appendiktomi supaya tidak
terjadi komplikasi yang lebih luas,
seperti perforasi, dan juga lebih mudah
dalam penanganan saat pembedahan
dibandingkan sudah ada komplikasi
seperti perforasi ataupun sepsis, serta
proses persiapan pembedahan harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya
mengingat penyulit infeksi pada luka.
Luka diartikan sebagai terputusnya
kontinuitas jaringan (Sudjatmiko, 2009).
Adapun klasifikasi luka berdasarkan
integritas kulit menurut (Aminuddin,
2009) yaitu luka terbuka dimana luka
yang melibatkan kulit dan membran
mukosa dan luka tertutup yaitu luka
yang terjadi kerusakan pada integritas
kulit tapi terdapat kerusakan jaringan
lunak, kalau berdasarkan sifat luka yaitu
luka akut dan luka kronik. Luka akut
yaitu luka yang dapat dikategorikan
sebagai luka pembedahan, seperti luka
eksisi, insisi, dan luka bukan
pembedahan seperti luka bakar, dan luka
kronik yaitu luka yang gagal melewati
proses perbaikan untuk mengembalikan
integritas fugsi dan anatomi sesuai
dengan tahap penyembuhan luka.
Penyembuhan luka merupakan
suatu proses yang kompleks karena
proses penyembuhan luka adalah
kegiatan bio-seluler, atau bio-kimia yang
berkesinambungan (Suryadi, 2006).
Adapun fase-fase penyembuhan luka
yaitu fase inflamasi dimana fase ini
berlangsung pada awal kejadian luka
hingga hari ke 3 atau ke lima, pada fase
inflamasi ini tubuh akan memberikan
pertahanan atau perlindungan terhadap
benda asing yang masuk kedalam tubuh.
Respon ini diawali dengan semakin
banyak aliran darah kesekitar luka yang
ditandai dengan bengkak, kemerahan,
hangat / demam, nyeri, dan penurunan
fungsi tubuh. Fase proliferasi dimana
pada fase ini destruksi sel makrofag
membunuh bakteri jahat, fase ini terjadi
mulai hari ke 2 sampai hari ke 24. Pada
fase ini juga dikenal dengan proses
granulasi, yaitu tumbuhnya sel-sel yang
baru, sehingga tepi luka menyatu,
penampilan klinis pada fase ini antara
lain dasar luka merah cerah, adanya kulit
baru berwarna merah muda. Fase
maturasi yaitu fase dimana terjadi
peningkatan atau pembentukan
produksi maupun penyerapan kolagen,
selain pembentukan kolagen terjadi juga
pemecahan kolagen oleh enzim
5
kolagenase, tujuan dari fase ini yaitu
menyempurnakan terbentuknya jaringan
baru menjadi jaringan penyembuhan
kuat dan bermutu (Arisanty, 2014). Agar
penyembuhan luka sesuai dengan fase-
fasenya maka asupan nutrisi untuk
penyembuhan luka juga sangat penting
Berdasarkan jurnal (Rusjiyanto,
2009), proses penyembuhan luka juga
dipengaruhi oleh asupan nutrisi seperti
protein, vitamin C , vitamin A, vitamin
E dan asam lemak esensial, vitamin A
berperan dalam pembentukan epitel dan
sistem imunitas serta meningkatkan
jumlah makrofag dilokasi luka,
sementara vitamin E merupakan
antioksidan lipopilik utama dan berperan
dalam pemeliharaan membran sel,
menghambat terjadinya peradangan dan
pembentukan kolagen yang berlebihan.
Status nutrisi adalah keseluruhan dari
berbagai proses dalam tubuh makluk
hidup untuk menerima bahan-bahan dari
lingkungan hidupnya dan mengunakan
bahan-bahan tersebut agar menghasilkan
pelbagai aktivitas penting dalam
tubuhnya sendiri. Bahan-bahan tersebut
dikenal dengan istilah nutrien atau status
gizi (Sunita, 2010).
Nutrisi yang penting untuk
apendisitis seperti karbohidrat, protein
dan vitamin. Karbohidrat sangat penting
karena salah satu fungsinya untuk
memberi volume pada isi usus dan
melancarkan gerak peristaltik usus
sehingga memudahkan pembuangan
feces serta membantu mencegah bakteri
penyebab terjadinya infeksi pada bagian
apendik (Stephen, 2012). Menurut
peneliti pada pasien apendisitis sangat
penting asupan nutrisi karena pada
penderita apendiksitis terjadi peradangan
atau infeksi umbai cacing, selain
antibiotik untuk proses penyembuhan
nutrisi juga sangat penting untuk daya
tahan tubuh serta nutrisi yang adekuat
dapat meminimalisir terjadinya
komplikasi pada saat post operasi.
Nutrisi yang baik akan mendukung
penyembuhan luka, penundaan
kekurangan nutrisi menghambat
penyembuhan luka, dukungan nutrisi
merupakan dasar untuk perawatan
pasien dengan penyembuhan luka.
Sebelum kita meneliti pentingnya
penelitian nutrisi, kita harus melihat
pada nutrisi yang memiliki peran
penting dalam proses penyembuhan luka
antara lain protein, karbohidrat, lemak,
vitamin, dan mineral (Sunita, 2010).
Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan
menggunakan metode penyebaran
kuesioner dan wawancara kepada pasien
post appendicitis serta petugas gizi dan
perawat ruang rawat inap dewasa RSUD
Kota Surakarta, didapatkan pada 3
pasien post appendicitis, sebanyak 1
6
pasien sudah memahami bahwa status
nutrisi itu sangat berperan penting dalam
proses penyembuhan luka, sedangkan 2
pasien belum memahami bahwa status
nutrisi itu adalah salah satu faktor
pendukung dalam proses penyembuhan
luka selain faktor mobilisasi, serta hasil
wawancara dengan petugas gizi dan
perawat ruang rawat inap dewasa, untuk
pendidikan kesehatan status nutrisi
khusus untuk penyembuhan luka biasa
diberikan tetapi pada saat setelah selesai
operasi sedangkan sebelum operasi tidak
dilakukan pendidikan kesehatan tentang
pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
luka, serta diet nutrisi dilayani pada hari
kedua setelah proses pembedahan, yaitu
diet saring atau diet lunak sesuai
instruksi dokter dengan tinggi protein
dan tinggi kalori, untuk kalori dalam
sehari 2500 kkal sedangkan protein 0,8
gram / kg berat badan pasien. Maka
berdasarkan uraian masalah diatas
peneliti merasa penting dan tertarik
untuk meneliti tentang, Pengaruh
Pendidikan Kesehatan kebutuhan Nutrisi
Terhadap Pengetahuan nutrisi untuk
Penyembuhan Luka Pada Pasien Post
Operasi Apenditis Di RSUD Kota
Surakarta.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah
kuantitatif pra experimental dengan
rancangan pra-post test dalam satu
kelompok (One-group pra-post test
design) Penelitian ini dilakukan di
Ruang Rawat Inap RSUD Kota
Surakarta pada tanggal 04 november
2016 sampai dengan 19 januari 2017.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah
21 sampel. Teknik pengambilan sampel
menggunakan accidental sampling.
Instrumen pengumpulan data
menggunakan kuesioner mengenai
pengetahuan nutrisi penyembuhan luka
.Cara analisis data yaitu univariat untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian
dengan menggunakan distribusi
frekuensi dan analisis bivariat untuk
mengetahui hubungan keterkaitan dua
variabel dengan menggunakan uji
Wilcoxon.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik responden
Tabel 1Karakteristik responden
berdasarkan umur pasien
post operasi apendisitis di
RSUD Kota Surakarta
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat
diketahui mayoritas responden berumur
dewasa awalsebanyak 12 responden
(57,1%). Penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Widysari
(2013) dimana usia 20-35 tahun
mempunyai kematangan dalam pola
pikir, semakin bijaksana, dan semakin
banyak informasi yang didapat. Faktor
yang mempengaruhi pengetahuan adalah
umur, pada penelitian ini mayoritas
responden pada umur 20-35 tahun,
sehingga pada teori yang dikemukakan
oleh Notoatmodjo (2007), yang
menyatakan bahwa umur 20-35 tahun
merupakan umur yang cukup matang
untuk menyikapi aspek kehidupan.
Umur yang matang sangat berpengaruh
positif terhadap pencapaian pengetahuan
seseorang, umur sangat mempengaruhi
daya tangkap dan pola pikir seseorang
terhadap informasi yang diberikan.
Semakin bertambah umur maka daya
tangkap dan pola pikir seseorang
semakin berkembang, dimana saat
peneliti melakukan edukasi tentang
pentingnya kebutuhan nutrisi untuk
mendukung proses penyembuhan luka,
setelah ada proses tanya jawab dimana
umur dewasa awal lebih cepat mengerti
dan bisa menjawab pertanyaan yang
ditanyakan oleh peneliti.Umur yang
produktif dimana seseorang telah
mencapai kematangan intelektual dan
psikomotoriknya. Kemampuan
intelektual berfungsi dalam menganalisa
suatu informasi kesehatan yang diterima
(Astuti, 2012).
Peneliti berpendapat bahwa responden
yang sebagian besar umur dewasa awal,
mempunyai kemampuan untuk
memberikan penilaian secara objektif
terhadap pengalaman tentang status
nutrisi terhadap pengetahuan
penyembuhan luka.
Tabel 2 Karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin
pasien post operasi apendisitis
di RSUD Kota Surakarta Jenis Kelamin Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
Perempuan 7 33,3
Laki-laki 14 66,7
Umur Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
Remaja
akhir 3
14,3
Dewasa
Awal 12
57,1
Dewasa
Akhir 6
28,6
Total 21 100,0
8
Total 21 100,0
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat
diketahui mayoritas responden berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 14 responden
(66,7%).
Hasil ini tidak sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Putri
(2014) yang dilakukan terhadap 17
orang pasien yang dirawat di ruang
rawat inap bedah pada rumah sakit di
kota surabaya. Putri (2014) mendapat
jumlah responden perampuan lebih
banyak daripada laki-laki. Berdasarkan
teori bahwa penyakit apendisitis
menyerang semua baik yang berjenis
kelamin laki-laki maupun perampuan
tetapi yang lebih sering pada jenis
kelamin laki-laki diatas umur 20-30
tahun (Mansjoer 2000).
Penyebab penyakit usus buntu
adalah jarang mengkonsumsi makanan
yang mengandung serat, jenis makanan
yang mengandung serat adalah seperti
buah mangga. Makan berserat juga
memiliki fungsi untuk mengatasi susah
BAB atau melancarkan pencernaan,
jenis penyebab inilah yang bisa memicu
terjadinya apendisitis. Oleh sebab itu
harus bisa menjaga pola makan dan
makan makanan yang benar (Deden,
2010)
Peneliti berpendapat bahwa kasus
apendisitis menyerang semua jenis
kelamin,baik perampuan maupun laki-
laki,pada penelitian ini untuk
mayoritas apendisitis pada laki-laki
karena menurut peneliti laki-laki
jarang mengkonsumsi makanan yang
berserat, karena pada saat penelitian
melakukan penelitian dan pada saat
melakukan observasi pola makan
responden laki-laki tidak
menghabiskan sayur ataupun buah
yang sudah disiapkan oleh petugas
gizi.
Tabel 3 Karakteristik responden
berdasarkan tingkat
pendidikan pasien post
operasi apendisitis di
RSUD Kota Surakarta
Pendidikan Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
SD 3 14,3
SMP 4 19,0
SMA 9 42,9
PT 5 23,8
Total 21 100,0
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat
diketahui mayoritas responden
berpendidikan SMA sebanyak 9
responden (42,9%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mayoritas responden mempunyai tingkat
pendidikan SMA yaitu sebanyak 9 orang
(42,9%). Berdasarkan penelitian Suryati
(2014) mendapat hasil penelitian yang
sama dengan penelitian ini dimana
9
tingkat pendidikan responden sebagian
besar adalah berpendidikan SMA. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan dapat membantu
responden dalam memahami informasi-
informasi yang disampaikan peneliti
selama pelaksanaan pendidikan
kesehatan. Hal ini menyebabkan tingkat
pendidikan responden tentang
pengetahuan penyembuhan luka
sebelum pendidikan kesehatan sebagian
besar adalah cukup, tetapi setelah
pendidikan kesehatan maka tingkat
pendidikan responden adalah baik.
Karakteristik tingkat pendidikan
responden menunjukkan sebagian besar
responden mempunyai pendidikan
SMA. Tingkat pendidikan tersebut
menunjukkan bahwa responden telah
memiliki tingkat pendidikan menengah.
Tingkat pendidikan berhubungan dengan
tingkat kemampuan responden
memahami informasi tentang kesehatan
yang diterima. Semakin baik tingkat
pendidikan seseorang, maka
kemampuan memahami informasi
kesehatan semakin baik (Astuti, 2012).
Distribusi frekuensi tingkat pendidikan
responden menunjukkan distribusi
tertinggi adalah SMA. Tingkat
pendidikan tersebut membantu
responden dalam memahami informasi-
informasi yang disampaikan peneliti
selama pelaksanaan pendidikan
kesehatan. Hal ini menyebabkan tingkat
pendidikan responden tentang status
nutrisi adalah baik.
Menurut (Nikita, 2012), tingkat
pendidikan seseorang sangat
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan
seseorang, semakin tinggi tingkat
pencegahan berbagai jenis penyakit
maupun kelainan-kelainan yang dapat
mengakibatkan operasi, serta semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka akan semakin tinggi kemampuan
seseorang untuk menyerap informasi
dan mengimplementasikan kedalam
perilaku dan gaya hidup sehari-hari.
Menurut Nursalam (2011) bahwa latar
belakang pendidikan seseorang akan
mempengaruhi kemampuan berpikir
seseorang, dengan pendidikan seseorang
akan dapat meningkatkan kematangan
intelektual sehingga dapat membuat
keputusan dalam bertindak dan
memberikan penilaian tertentu.
Peneliti berpendapat bahwa makin
tinggi tingkat pendidikan maka akan
semakin mudah menerima informasi,
sehingga semakin banyak pengetahuan
yang diterimanya, tetapi sebaliknya
semakin rendah tingkat pendidikan akan
menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap informasi.
Tabel 4 Karakteristik responden
berdasarkan lama hari
10
rawat pasien post operasi
apendisitis di RSUD Kota
Surakarta Lama hari
rawat
Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
2-4 Hari 21 100,0
Total 21 100,0
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat
diketahui mayoritas lama hari rawat
responden 2-4 hari sebanyak 21
responden (100,0%).
Berdasarkan hasil penelitian
Syamsiatun dkk (2003) tentang
hubungan status gizi awal dengan lama
rawat dan status pulang pasien yang
dilakukan di Rumah Sakit Sardjito,
dimana lamanya hari rawat rata-rata 4-5
hari, ada perbedaan dengan lamanya hari
rawat pada penelitian ini yaitu lamanya
hari rawat pada penelitiaan ini rata-rata
2-4 hari. Lama hari rawat adalah
lamanya seseorang dirawat dirumah
sakit sejak awal masuk sampai keluar
dari rumah sakit. Lama hari rawat
merupakan indikator efisiensi
pengelolaan rumah sakit.
Menurut Suryadi (2006) cepat atau
lamanya hari rawat seseorang pasien
tergantung pada kelas perawatan dan
jenis penyakit. Lamanya hari rawat juga
dapat dipengaruhi oleh nutrisi, usia,
mobilitas, vaskularisasi, status
imunologi, kadar gula darah, dan
anemia. Peneliti berpendapat bahwa
lamanya hari rawat seorang pasien itu
berbeda-beda tergantung dari jenis
penyakit yang dialami seperti lama hari
rawat untuk pasien akut akan lebih cepat
dibandingkan dengan lama hari rawat
pada pasien kronis,apabila pasien
dirawat lama maka perawat tidak hanya
melakukan edukasi saja tapi harus
mendemontrasikan apa yang sudah
diedukasikan oleh perawat
Tabel 5 Karakteristik responden
berdasarkan pengetahuan
tentang kebutuhan nutrisi
untuk penyembuhan luka
sebelum diberikan
pendidikan kesehatan
pada pasien post operasi
apendisitis di RSUD Kota
Surakarta
Pengetahuan
kebutuhan
nutrisi
(pretest)
Frekuensi
(f)
Persentase
(%)
Baik 4 19,0
Cukup 14 66,7
Kurang 3 14,3
Total 21 100,0
Berdasarkan tabel 5 di atas dapat
diketahui mayoritas pengetahuan
tentang kebutuhan nutrisi untuk
penyembuhan luka sebelum diberikan
pendidikan kesehatan yaitu cukup
sebanyak 14 responden (66,7%).
Penelitian ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Widodo (2016)
dimana pengetahuan ibu dalam
perawatan luka post sectio cesarea
sebelum diberikan pendidikan kesehatan
11
mayoritas pengetahuan cukup.
Cukupnya pengetahuan pasien post
operasi apendisitis tentang nutrisi untuk
penyembuhan luka dikarenakan
cukupnya informasi tentang status
nutrisi untuk penyembuhan luka yang di
dapat oleh responden seperti melalui
media masa seperti majalah, koran,
radio, TV, dan internet. Hal ini sesuai
dengan teori yang mengatakan bahwa
melalui berbagai media masa baik cetak
maupun elektronik sebagai alat
informasi yang diterima oleh
masyarakat, sehingga masyarakat yang
lebih banyak mendapatkan informasi
dari media masa seperti televisi, radio,
majalah, dan koran akan memperoleh
informasi dan pengetahuan yang lebih
banyak dari pada yang tidak pernah
terpapar media sama sekali
(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan
sangat erat hubungannya dengan
pendidikan. Pendidikan berarti
bimbingan yang diberikan seseorang
kepada orang lain untuk mencapai
tujuan tertentu. Pada umumnya makin
tinggi pendidikan seseorang makin
muda pula dalam menerima informasi.
Faktor lain juga yang
mempengaruhi cukupnya pengetahuan
responden tentang status nutrisi untuk
penyembuhan luka yaitu karena
pengalaman pribadi maupun orang lain
tentang nutrisi itu sendiri, hal ini sesuai
dengan teori yang mengatakan bahwa
pengelaman pribadi pula juga dapat
digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang pernah
diperoleh dalam memecahnya
permasalahan yang dihadapi dimasa lalu
(Wawan dan Dewi, 2011).
Peneliti berpendapat bahwa pengetahuan
pasien post operasi apendisitis sudah
cukup karena pasien post apendisitis
sudah pernah mendapatkan informasi
tentang status nutrisi untuk
penyembuhan luka dari berbagai sumber
seperti majalah, koran, TV, radio serta
internet.
Tabel 6 Karakteristik responden
berdasarkan pengetahuan
tentang kebutuhan nutrisi
untuk penyembuhan luka
sesudah diberikan
pendidikan kesehatan pada
pasien post operasi
apendisitis di RSUD Kota
Surakarta Pengetahuan
kebutuhan
nutrisi
(posttest)
Frekuensi
(f)
Persen
tase
(%)
Baik 15 71,4
Cukup 6 28,6
Total 21 100,0
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat
diketahui mayoritas pengetahuan
tentang kebutuhan nutrisi untuk
penyembuhan luka sesudah diberikan
pendidikan kesehatan yaitu baik
sebanyak 15 responden (71,4%).
12
Hasil analisis diatas menunjukkan
adanya pengaruh dari pendidikan
kesehatan yang dapat meningkatkan
pengetahuan pasien post operasi
apendisitis tentang status nutrisi untuk
penyembuhan luka. Penelitian ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ripka dkk (2014)
yang dilakukan terhadap 35 responden
disalah satu Rumah sakit di kota
Minahasa, dimana diperoleh hasil
pengetahuan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan sebagian besar
berada pada kategori baik berjumlah 28
orang (80%). Hal ini sesuai dengan teori
yang menyebutkan bahwa pengetahuan
merupakan hasil tahu dari seseorang
yang melakukan pengindraan terhadap
suatu objek tertentu. Pengindraan
terhadap suatu objek terjadi melalui
panca indra manusia yaitu indra
pengelihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba (Notoatmodjo,
2007).Dimana menurut Mardela, dkk
(2012), pendekatan edukasi merupakan
pendekatan yang paling cocok
terhadap upaya pemecahan masalah
kesehatan masyarakat melalui faktor
perilaku dibandingkan dengan
pendekatan tekanan. Hal ini dikarenakan
perubahan atau tindakan pemeliharaan
kesehatan yang dihasilkan oleh edukasi
didasarkan kepada pengetahuan dan
kesadarannya melalui proses
pembelajaran sehingga perilaku tersebut
diharapkan akan berlangsung lama dan
menetap karena didasari oleh kesadaran.
Peneliti berpendapat bahwa tingkat
pengetahuan seseorang akan bertambah
bila sudah mendapatkan pendidikan dan
informasi kesehatan tentang status
nutrisi yang mendukung untuk proses
penyembuhan luka.
4.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang
dilakukan untuk mengetahui keterkaitan
dua variabel untuk mengetahui
hubungan caring perawat dalam
anamnese dengan kepuasan pasien.
Tabel 7Pengaruh pendidikan
kesehatan kebutuhan
nutrisi terhadap
pengetahuan nutrisi
penyembuhan luka post
operasi apendisitis di
ruang rawat inap dewasa
RSUD Kota Surakarta Variabel Perlakuan Mean t P
value
Pengetahu
an tentang
kebutuhan
nutrisi
Pretest
Postest
2,05
2,71
-
3,276
0,001
Hasil penelitian menunjukan rata-rata
pretest pengetahuan tentang kebutuhan
nutrisi penyembuhan luka post operasi
apendisitis (2,05) sedangkan rata-rata
postest (2,71). Hasil uji statistik dengan
wilcoxon diperoleh nilai p value 0,001 <
0,005 sehingga ada pengaruh pendidikan
13
kesehatan kebutuhan nutrisi terhadap
pengetahuan nutrisi penyembuhan luka
post operasi apendisitis.
Ada perubahan yang positif
terhadap pengetahuan pada pasien post
operasi apendisitis yang telah diberikan
pendidikan kesehatan, hal ini
mengindikasikan bahwa tujuan
pendidikan kesehatan telah berhasil,
karena dapat mengubah pemikiran yang
sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan
Depkes RI (2012) menyatakan bahwa
pendidikan kesehatan adalah suatu
proses pemberian bantuan dari petugas
konseling, melalui pertemuan tatap
muka dimana petugas konseling
menyampaikan informasi yang tidak
memihak serta memberikan dukungan
emosi, agar klien mampu mengenali
keadaan dirinya dan masalah yang
dihadapinya, sehingga dapat membuat
keputusan yang tepat dan mantap bagi
diri sendiri.
Didukung oleh penelitian lain
yang melakukan penelitian tentang
pengaruh pendidikan kesehatan status
nutrisi terhadap pengetahuan perawatan
luka yaitu adalah (Yunita, 2014) bahwa
ada pengaruh pendidikan kesehatan
dengan pengetahuan perawatan luka.
Hasil penelitian lain juga yang
melakukan penelitian tentang pengaruh
pemberian suplemen zeng dan vitamin C
terhadap kecepatan penyembuhan luka
pasca bedah (Rusjianto, 2009) dengan
hasil penelitiannya bahwa terdapat
pengaruh pemberian kombinasi vitamin
C dan Zeng (Zn) selama 7 (tujuh) hari
dapat mempercepat penyembuhan luka.
Dari hasil yang diperoleh diatas
dapat disimpulkan bahwa terdapat
peningkatan pengetahuan dilihat dari
sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan kesehatan. Hal ini bisa
terjadi dikarenakan pada saat pemberian
pendidikan kesehatan terdapat
perpindahan informasi dari pemberi
informasi kepada responden melalui
penyuluhan. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Notoatmodjo,
(2010), bahwa pendidikan kesehatan
dalam jangka waktu pendek dapat
menghasilkan perubahan dan
peningkatan pengetahuan individu,
kelompok dan masyarakat. Notoatmojo
(2007) mengemukakan bahwa
pengetahuan adalah merupakan hasil
dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pasca indra manusia yakni
pengelihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia didapat melalui
pengelihatan dan pendengaran.
Hal yang sama juga diungkapkan
oleh Muninja (2010) bahwa tujuan
14
pendidikan kesehatan adalah mengubah
perilaku masyarakat kearah perilaku
sehat sehingga tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang optimal,
untuk mewujudkan perubahan perilaku
yang diharapkan setelah menerima
penyuluhan tidak dapat terjadi sekaligus.
Pencapaian target penyuluhan kesehatan
dibagi menjadi tujuan jangka pendek
yaitu tercapainya perubahan
pengetahuan, tujuan jangka menengah
hasil yang diharapkan adalah adanya
peningkatan pengertian, sikap, dan
ketrampilan yang akan mengubah
perilaku sehat, dan tujuan jangka
panjang adalah dapat menjalankan
perilaku sehat dalam kehidupan sehari-
hari.
Peningkatan pengetahuan
responden setelah mengikuti pendidikan
kesehatan tentang status nutrisi terhadap
pengetahuan penyembuhan luka
memperkuat teori Notoatmodjo, (2007),
tingkat pengetahuan dari seseorang ada
enam tingkat yaitu: tahu, memahami,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
Namun pada hasil penelitian ini masih
hanya terlihat dari tataran tahu dan
memahami. Pada tataran aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi belum
ditindak lanjut oleh peneliti, hal ini
disebabkan untuk aplikasi, analisis dan
sintesis serta evaluasi dapat berkaitan
dengan status nutrisi untuk
penyembuhan luka post operasi
apendisitis tersebut.
Faktor penguat meningkatnya
pengetahuan adalah informasi saat
dilakukan pendidikan kesehatan pada
responden dengan metode leaflet yang
diterima responden yang dipelajari lebih
lanjut. Langkah penting dalam
pendidikan kesehatan adalah membuat
pesan yang disesuaikan dengan sasaran
termasuk dalam pemilihan media,
intensitasnya dan lamanya penyampaian
pesan. Penyampaian informasi
dipengaruhi oleh metode dan media
yang digunakan, yang mana metode dan
media penyampaian informasi dapat
memberikan efek yang signifikan
terhadap peningkatan pengetahuan
(Notoadmodjo, 2014).
Hal ini didukung oleh penelitian
sebelumnya yaitu Utami dkk (2014)
yaitu efektifitas pendidikan kesehatan
tentang kehamilan resiko tinggi tentang
pengetahuan ibu hamil dilakukan selama
15 menit. Hal ini sehingga dalam
pemberian post test, materi dari leaflet
masih dapat diingat dengan baik.
Peningkatan pengetahuan pada
responden dapat dipengaruhi oleh faktor
interaksi antar responden. Materi yang
tidak dimengerti oleh responden
kemudian mendapat jawaban dari
anggota responden yang lain ataupun
dari tutornya yang memang mengetahui
15
materi tentang status nutrisi untuk
mendukung penyembuhan luka sehingga
pengetahuan penyembuhan luka pada
pasien post operasi apendisitis lebih
baik.
Keberhasilan dari pendidikan
kesehatan ini juga sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa metode
pendidikan kesehatan dapat memberikan
gambaran tentang objek yang baru,
bersifat informatif, dan dapat
menghemat waktu karena sebagian
peserta dapat memahami materi dalam
waktu yang bersamaan. Hasil penelitian
tentang keberhasilan metode penyuluhan
ini dapat diterima karena faktor peserta
lebih suka mendengarkan daripada harus
membaca sendiri (Estriana, 2014).
Pendidikan kesehatan tentang status
nutrisi untuk penyembuhan luka sangat
penting yang harus perawat atau petugas
kesehatan seperti ahli gizi berikan
kepada pasien, karena selain faktor
umur, mobilitas, vaskularisasi, status
imunologi, kadar gula darah, anemia dan
cara perawatan luka yang sangat
mempengaruhi dalam proses
penyembuhan luka, nutrisi juga
merupakan salah satu faktor pendukung
dalam proses penyembuhan luka.
SIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :
� Mayoritas responden berumur
antara 20 sampai 35 tahun yaitu
sebanyak 12 orang (57,1%), dengan
jenis kelamin laki-laki sebanyak 14
orang (66,7%), serta pendidikan
terbanyak SMA sebanyak 9 orang
(42,9%), dan lamanya rawat inap
terbanyak 2 sampai 4 hari sebanyak
21 orang (100%).
� Mayoritas pengetahuan tentang
kebutuhan nutrisi untuk
penyembuhan luka post operasi
apendisitis di ruang rawat inap
dewasa RSUD Kota Surakarta
sebelum pemberian pendidikan
kesehatan (pretest) adalah cukup
sebanyak 14 orang (66,7%).
� Mayoritas pengetahuan tentang
kebutuhan nutrisi untuk
penyembuhan luka post operasi
apendisitis di ruang rawat inap
dewasa RSUD Kota Surakarta
sesudah diberikan pendidikan
kesehatan adalah baik sebanyak 15
orang (71,4%).
� Ada pengaruh pendidikan
kesehatan kebutuhan nutrisi
terhadap pengetahuan nutrisi
penyembuhan luka pada pasien post
operasi apendisitis di RSUD Kota
Surakarta dengan p value (0,001 <
0,05).
16
SARAN
Saran dalam penelitian ini antara lain
adalah :
� Bagi Responden
Pasien post operasi apendisitis
hendaknya memahami penting dari
nutrisi untuk mendukung proses
penyembuhan luka
� Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit hendaknya secara rutin
memberikan pendidikan kesehatan
kepada pasien melalui konseling
pribadi tentang nutrisi yang baik
untuk penyembuhan luka post
operasi apendisitis sehingga dapat
mencegah komplikasi yang akan
terjadi.
� Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan hendaknya
menambah literatur tentang ilmu-
ilmu gizi atau nutrien untuk
penyembuhan luka.
� Bagi Perawat
Perawat sebagai anggota inti tenaga
kesehatan yang jumlahnya terbesar
di rumah sakit, memiliki peran
kunci dalam mewujudkan
kesembuhan pasien, serta perawat
lebih proaktif dalam memberikan
pendidikan kesehatan tentang
pentingnya nutrisi untuk proses
penyembuhan luka.
� Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang
berharga dalam menambah
wawasan dan pengetahuan melalui
penelitian lapangan tentang
pengaruh pendidikan kesehatan
status nutrisi terhadap pengetahuan
penyembuhan luka post operasi
apendisitis di RSUD Kota
Surakarta.
� Bagi Peneliti Lain
Memberikan pengalaman dan
menambah wawasan peneliti lain,
sehingga dapat dijadikan acuan
dalam melakukan penelitian
selanjutnya khususnya untuk
meningkatkan pengetahuan tentang
nutrisi untuk penyembuhan luka
post operasi apendisitis, serta
penelitian lain bisa mengambil lagi
untuk dilakukan penelitian tetapi
melihat status nutrisi dari segi gizi
seimbang berdasarkan berat badan,
usia, tinggi badan dan status nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Prakik. Jakarta:
Rineka Cipta
Dan l. Longo. (2002). Gastroenterologi dan
Hepatologi. Jakarta: EGC
Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat
17
Elizabet, J. (2009). Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta: EGC
Ghozali, I. (2009). Aplikasi Analisis
Multivariat Dengan Program SSPS.
Semarang: Universitas Diponegoro
Halim. (2007). Ilmu Penyakit Bedah.
Jakarta: EGC
Hidayat , A. (2011). Metode Penelitian dan
Teknis Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika
Irma, Arisanty. (2014). Konsep Dasar
Manajemen Perawatan Luka. EGC:
Jakarta
JeanneTTe E. South Paul, dkk. (2002).
Diagnosa dan Terapi Terkini
Kedokteran Keluarga. Jakarta:
EGC
Jong, Wim D. (2004). Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta: EGC
Koes Irianto. (2014). Gizi Seimbang Dalam
Kesehatan Reproduksi. Bandung:
Alfabeta
Mary DiGiolio, RN, MSN, APRN, BC.
(2014). Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC
Monica. (2011). Defenisi dan Klasifikasi
Luka Monic – Nurse com. Diakses
Tanggal 12 juni 2016
Notoatmodjo. (2007). Kesehatan
Masyarakat, Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo. (2014). Promosi Kesehatan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmodjo. (2014). Promosi Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. (2014). Metodologi Penelitiaan
Ilmu Keperawatan Pendekatan
Praktis. Jakarta : Salemba Medika
Ratu Ardian, R (2013). Penyakit Hati,
Lambung, Usus dan Ambeien.
Yogyakarta: Nuha Medika
Riwidikdo, H. (2013). Statistik Kesehatan.
Yogyakarta: Mitra Cendekia Press
Rofiqoh. (2014). Perawatan Luka Operasi /
Bedah.www.academia.edu/1183956
4/. Diakses Tangal 12 Juni 2016
Rusjianto. (2009). Pengaruh Pemberian
Suplemen Seng (Zn) Terhadap
Kecepatan PenyembuhanLuka.
Jurnal Kedokteran Indonesia, vol. 1
/ No. 1 / Januari / 2009. Diakses
Tanggal 17 Juni 2016
Setiawati. (2008). Asuhan Keperawatan
keluarga. Jakarta: Trans Info
Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian
Sosial. Jakarta: Refika Aditama
Sjamsuhidayat. (2005). Buku Ajar Ilmu
Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Soekanto, S. (2007). Sosiologi Suatu
Pengantar Edisi Baru. Jakarta: Raja
Gravindo Perkasa
Stephen. (2012). Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: RajaGravindo
Persada
Suryadi. (2006). Perawatan Luka. Jakarta:
EGC
Sunita. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: SUN
18
Walyani, dkk. (2015). Asuhan Kebidanan
Mas a Nifas. Yogyakarta: Pustaka
Baru Pres
Wijaya, Andra S. (2013). Keperawatan
Medikal Bedah 1. Yogyakarta:
Nuha Medika