pengaruh pendidikan agama islam yang diberikan orang tua
DESCRIPTION
Skripsi Ilmu Pendidikan tentang pengaruh pendidikan agama Islam yang diberikan orang tua siswa terhadap perilaku siswa di sekolahTRANSCRIPT
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG DIBERIKAN ORANG TUA DALAM KELUARGA TERHADAP KUALITAS KEAGAMAAN SISWA
(Studi Kasus terhadap Siswa Kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur
Tahun Pelajaran 2010-2011)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan Program Strata 1 Program Studi Pendidikan Agama Islam
oleh YANTI EPRIYANTI NIMKO : 2777.2007
NO POKOK : 0708150
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ”ASH-SHIDDIQIN” CIANJUR
2011 M – 1432 H
31
MOTTO
Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman tentang Al-Quraan dan As-Sunnah) kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran. (QS Al-Baqarah : 269)
Persembahan sederhana untuk Ayahanda dan Ibunda
yang tanpa lelah mendorong, mencintai, dan memberikan dukungan bagi kehidupanku menuju Ridla Allah
32
ABSTRAK YANTI EPRIYANTI: ”Pengaruh Pendidikan Agama Islam yang Diberikan Orang Tua dalam Keluarga Terhadap Kualitas Keagamaan Siswa (Studi Kasus terhadap Siswa Kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur Tahun Pelajaran 2010-2011)”
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang membentuk kepribadian snak. Pendidikan melalui lingkungan keluarga akan menentukan perkembangan sikap dan perilaku anak di kemudian hari dalam kehidupannya. Melalui lingkungan eluarga pula kualitas keagamaan anak akan terbentuk.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) cara orang tua menerapkan pendidikan keagamaan putra-putrinya yang duduk di MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan dalam lingkungan keluarga, (2) aktivitas keagamaan para siswa MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur sehari-hari, dan (3) pengaruh pendidikan keagamaan yang dibentuk orang tua di lingkungan keluarga terhadap kualitas keagamaan siswa kelas VIII MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur. Populasi yang dipilih adalah siswa kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur pada tahun pelajaran 2010 – 2011 dengan sampel siswa kelas VIII yang berjumlah 48 orang
Berdasarkan hasil analisis dari penilaian yang dilakukan atas angket yang masuk dari responden, dapat disusun kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut.
Cara orang tua dalam menanamkan akidah ke dalam diri putra-putrinya yang bersekolah di kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga ternyata berada pada tingkat yang sangat baik. Data penelitian sebanyak 93,712 % orang tua siswa ternyata memiliki motivasi yang sangat tinggi dalam hal mendidik dan menanamkan masalah akidah ini kepada anak-anaknya.
Berdasarkan pengamatan guru atas aktivitas keagamaan siswa di lingkungan sekolah dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa pada umumnya memiliki aktivitas keagamaan yang relatif cukup baik. Para siswa berusaha tidak meninggalkan shalat wajib serta melaksanakan shalat-shalat sunat secara teratur. Siswa juga secara teratur membaca Al-Quran melalui berbagai cara, seperti mengikuti kegiatan pengajian, belajar mengaji di luar rumah, atau membaca Al-Quran sendiri di rumah.
Kualitas dan aktivitas keagamaan siswa kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur sebagai wujud konkret pembinaan keagamaan orang ta siswa melalui lingkungan keluarga ternyata dalam tingkat yang sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan angka persentase kumulatif kualitas dan aktivitas keagamaan siswa yang berada pada angka 91,49 %. Angka ini sangat signifikan mengingat proses pembinaan keagamaan di lingkung-an keluarga (dan mungkin juga di sekolah) berada pada taraf yang rata-rata sebagaimana lazimnya keluarga muslim di kabupaten Cianjur. Aspek lain yang perlu memperoleh perhatian adalah faktor lingkungan yang kondusif sangat berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan beribadah siswa secara keseluruhan.
33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan
utama diterima anak. Orang tua berkewajiban umtuk memberikan perhatian serta
memelihara, mendidik, dan memberikan pandangan kepada anak-anaknya berupa
kasih sayang, kewajiban, dan tanggung jawab. Pada diri orang tua, mendidik anak
merupakan aspek naluriah yang timbul dengan sendirinya secara alami, tidak
karena dipaksa atau disuruh oleh orang lain. Demikian pula perasaan kasih sayang
orang tua terhadap anak-anaknya adalah kasih sayang yang timbul secara spontan
dan alamiah.
Seorang anak menerima kasih sayang dari orang tuanya, tempat ia
mencurahkan isi hatinya. Di rumah, anak merasa satu dengan keluarganya, tidak
merasa asing seperti ketika ia berada di luar lingkungan rumah. Kondisi alamiah
seperti inilah yang dapat dijadikan landasan bagi proses pembinaan dan
pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga.
Konsep dasar pertama yang harus ditanamkan kepada anak adalah masalah
agidah dalam membentuk keimanan yang teguh kepada Allah. Konsep aqidah ini
merupakan landasan utama dalam membentuk karakter anak di masa mendatang.
Hanya dengan keyakinan dan keimanan yang teguh kepada Allah yang tertanam
dalam diri anak, orang tua akan mampu membimbing dan membentuk kepribadian
anak ke arah yang diinginkannya.
1
34
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, Surat Adz-Dzariyat, ayat 56
berikut.
”Dan (tidak semata-mata) Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (Bachtiar Surin,1986:2261).
Firman Allah SWT dalam surat di atas memberikan pedoman kepada
seluruh manusia bahwa pada intinya manusia hidup untuk mengabdi kepada-Nya
sesuai dengan yang disyariatkan. Tujuan pendidikan agama Islam yang
dikembangkan di lingkungan sekolah dan rumah pada dasarnya adalah
membimbing anak agar menjadi muslim sejati yang memiliki keimanan tegug,
berakhlak mulia, beramal shaleh, serta berguna bagi agama, masyarakat, dan
bangsanya.
Pendidikan pada masa sekarang ini terlalu dipersempit pada
pengembangan kecerdasan pikir yang diukur dengan IQ saja. Pengertian ini harus
digeser pada pemahaman bahwa sebenarnya setiap orang memiliki kecerdasan
jamak/majemuk. Pendidikan dan pembelajaran seharusnya memobilisasi
kecerdasan jamak/majemuk. Artinya, sekolah dalam menyusun kurikulum, atau
pendidik dalam menyusun proses pembelajaran, atau orang tua dalam mendidik
dan melatih putra-putrinya, bertanya bagai-mana dapat membantu sebaik mungkin
anak-anak yang memiliki kecerdas-an emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan
logika-bahasa (bercerita), musik, berelasi dan berkomunikasi, kecerdasan logika-
35
matematika, kecerdasan gerakan badan, kecerdasan ruang, dan kecerdasan intra
pribadi.
Pendidikan Islam pada dasarnya menekankan kepada keseimbangan
kecerdasan rohani, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, serta kecerdasan
adversarial yang merupakan dasar pengembangan kecakapan hidup manusia yang
sesungguhnya. Kecerdasan rohani atau kecerdasan spiritual sesungguhnya harus
sudah mulai dibina sejak anak-anak berada di dalam lingkungan keluarganya.
Peran orangtua siswa sangatlah menentu-kan dalam menumbuhkan dan
mengembangkan kecerdasan spiritual ini.
Kecerdasan spiritual ini tidak mungkin tumbuh pada diri seseorang apabila
ia tidak meyakini suatu agama. Pendidikan dalam Islam harus dimulai dari
penanaman aqidah yang kokoh pada diri siswa, yang kemudian dilanjutkan
dengan penanaman kesadaran nilai-nilai ibadah dan akhlaq. Masalah-masalah
pendalaman dan pengembangan pengetahuan dalam masalah-masalah keagamaan
akan berkembang dengan sendirinya ketika anak telah berada pada jalur atau
jenjang pendidikan formal atau informal.
Hal ini ditegaskan oleh firman Allah SWT dalam QS Luqman:13 sebagai
berikut.
Artinya: ”Dan ingatlah ketika Luqman mengajari anaknya, “Hai anakku!
Janganlah engkau mempersekutukan Allah! Sebab musyrik itu adalah
dosa yang amat besar.” (Bachtiar Surin,1986:1735)
36
Secara esensial firman Allah tersebut menekankan bahwa pendidikan yang
pertama kali harus ditekankan kepada anak adalah masalah aqidah, yakni tidak
mempersekutukan Allah. Inilah landasan pendidikan yang akan menopang segala
jenis ilmu pengetahuan yang akan diterima oleh anak. Dengan demikian, orang
tua merupakan pembina dan pendidik pertama bagi pribadi anak. Orang tua adalah
tokoh yang kemudian akan selalu ditiru oleh anak dalam perilaku sehari-harinya.
Bahkan, sikap perilaku orang tua akan turut pula membentuk kepribadian anak di
kemudian hari.
Pendidikan dengan menampilkan perilaku nyata keseharian yang sesuai
dengan tuntutan agama adalah contoh yang mudah ditiru oleh anak. Membiasakan
diri melantunkan Al-Quran, shalat tepat pada waktunya, kebiasaan berdzikir,
memberi shadaqah, dan sebagainya adalah tindakan-tindakan yang akan dengan
mudah ditiru oleh anak. Pada konteks inilah pendidikan dasar keagamaan
diterapkan dalam keluarga, khususnya pada diri anak oleh orang tua.
Atas dasar uraian tersebut di atas, penelitian tentang ”Pengaruh Pendidikan
Agama Islam yang Diberikan Orang Tua dalam Keluarga terhadap Kualitas
Keagamaan Siswa” ini perlu dilakukan. Penelitian ini merupakan studi deskriptif
pada siswa Madrasah Tsanawiyah Swasta Al-Muawanah, di kecamatan Cianjur,
Kabupaten Cianjur.
37
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini tidak meluas, maka
masalah dalam penelitian ini perlu dibatasi. Permasalahan tersebut meliputi aspek-
aspek berikut ini.
a. Pendidikan keagamaan yang diterapkan dalam lingkungan keluarga
atau orang tua terhadap siswa meliputi penanaman akidah, pelaksanaan
shalat lima waktu, membaca dan mempelajari Al-Qur’an, serta
pendidikan akhlak.
b. Aktivitas keagamaan yang diamati dalam penelitian ini meliputi
aktivitas siswa dalam melaksanakan shalat wajib dan bersikap santun
terhadap orang lain.
2. Rumusan Masalah
Semua jenis penelitian apa pun akan dimulai dengan cara merumuskan
masalahnya. Suyatna (2000:7) mengemukakan bahwa mengidenti-fikasikan
masalah itu merupakan bagian yang paling sulit dalam proses penelitian. Yang
harus dirumuskan bukan sekedar ruang lingkupnya saja, melainkan juga
penjabaran masalahnya itu ke dalam bentuk khusus yang spesifik.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini disusun dalam bentuk
pertanyaan di bawah ini.
38
a. Bagaimanakah cara orang tua menerapkan pendidikan keagamaan
terhadap putra-putrinya yang duduk di kelas VIII MTs Swasta Al-
Muawanah Cianjur dalam lingkungan keluarga?
b. Bagaimanakah aktivitas keagamaan para siswa kelas VIII MTs Swasta Al-
Muawanah Cianjur dalam kehidupan sehari-hari?
c. Bagaimanakah pengaruh pendidikan keagamaan yang dibentuk orang tua
di lingkungan keluarga terhadap kualitas keagamaan siswa kelas VIII MTs
Swasta Al-Muawanah Cianjur?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Mendeskripsikan cara orang tua menerapkan pendidikan keagamaan putra-
putrinya yang duduk di MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur melalui
pendidikan dalam lingkungan keluarga.
2. Mendeskripsikan aktivitas keagamaan para siswa MTs Swasta Al-
Muawanah Cianjur sehari-hari.
3. Mendeskripsikan pengaruh pendidikan keagamaan yang dibentuk orang
tua di lingkungan keluarga terhadap kualitas keagamaan siswa kelas VIII
MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur.
39
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam pengembangan pembinaan dan penanaman
pendidikan agama Islam pada siswa melalui lingkungan keluarga, khususnya
orang tua siswa.
2. Manfaat Praktis
Sekecil apapun makna penelitian ini, penulis berharap memiliki makna
yang bermanfaat bagi guru, orang tua siswa, maupun lembaga pendidikan yang
terkait, terutama bagi penulis sendiri. Proses dan hasil penelitian ini diharapkan
dapat menggugah kesadaran orang tua siswa akan pentingnya pembinaan
pendidikan agama Islam, khususnya penanaman nilai-nilai akidah serta
pelaksanaan kewajiban-kewajiban pokok selaku Muslim sebagai bekal hidup
mereka kelak di kemudian hari. Lebih sederhana lagi, diharapkan siswa
termotivasi untuk lebih mengembangkan pemahaman nilai-nilai keagamaan
sebagai pokok kewajiban yang penting.
Bagi guru, penelitian ini diharapkan akan menjadi salah satu alternatif
dalam pengembangan model dan metode pembinaan nilai-nilai pendidikan agama
Islam. Guru yang bijaksana adalah guru yang mampu menerapkan metode teknik
yang tepat dalam situasi pembelajaran yang tepat. Sesederhana apapun model
pembinaan siswa yang dipaparkan dalam penelitian ini akan menjadi pilihan yang
tepat jika diterapkan dalam situasi yang tepat pula.
40
Selanjutnya, bagi lembaga pendidikan terkait, diharapkan keber-hasilan
penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya perkembangan dunia pen-didikan dan pengajaran. Lebih
jauh lagi, penulis berharap pula jika hasil penelitian ini dapat menjadi sumber
inspirasi bagi siapa pun yang ber-minat melakukan penelitian serupa di masa
mendatang.
E. Kerangka Pemikiran
Permasalahan pendidikan agama Islam bukanlah permasalahan adminis-
tratif kurikulum pendidikan di sekolah, melainkan permasalahan pembentukan
sikap dasar dan nilai-nilai keimanan individu. Oleh karena itu, pelaksanaan
pendidikan agama Islam bukan semata-mata menjadi tanggung jawab sekolah,
melainkan juga (dan terutama) tanggung jawab orang tua dan keluarga.
Kurikulum Standar Isi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (BSNP,
2005:3) mengemukakan bahwa ”Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam meng-
amalkan ajaran agama Islam dari sumber kita suci Al-Quran dan Hadits, melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalam-an.
Dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya
dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat sehingga terwujud
kesatuan dan persatuan bangsa.”
41
Pendidikan dasar-dasar keislaman ini dalam Al-Quran telah dikisahkan
melalui pendidikan yang diterapkan Luqman kepada anak-anaknya, sebagaimana
dikutip dari QS Luqman: 16-19 berikut ini.
Artinya:
(Luqman berkata): ”Hai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan baik maupun buruk sekalipun seberat biji sawi yang tersembunyi dalam batu karang, atau di mana pun juga baik di langit maupun di bumi ini, kelak akan diperhitungkan juga oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Halus dan Maha Mengetahui.
”Anakku! Kerjakanlah shalat, anjurkanlah perbuatan yang baik, cegahlah perbuatan keji dan bersabarlah terhadap kemalangan yang menimpamu. Sesungguhnya semua itu termasuk hal-hal yang menjadi inisari hidup, mengandung manfaat adiguna di dunia dan di akhirat.”
”Dan janganlah kamu membuang muka dengan sombong terhadap orang yang sedang berbicara denganmu, dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Allah sungguh-sungguh tidak senang terhadap semua orang sombong lagi angkuh.”
”Selanjutnya, sederhana sajalah dalam berjalan, dan lemah lembutlah dalam ucapan! Sesungguhnya suara yang paling buruk ialah suara keledai.” (Bachtiar Surin, 1986:1736-1738).
42
Keempat ayat tersebut merupakan pendidikan bagi seluruh manusia untuk
berpegang teguh kepada akidah Islam, mengerjakan kewajiban-kewajiban yang
disyariatkan, serta memiliki akhlak yang mulia.
Berkaitan dengan pendidikan tersebut, Rasulullah SAW memberikan
penegasan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud
sebagai berikut.
”Amer ibnu Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah bersabda: ”Perintahkan anak-anakmu mengerjakan shalat di kala mereka berumur tujuh tahun, dan bertindak keraslah/pukullah mereka karena tidak mengerjakannya di kala mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidurnya.” (Ash-Shidiqqy, 1970:35).
Hadits di atas memberikan peringatan kepada ummat Islam agar melak-
sanakan pendidikan anak sejak dini yang dimulai dari penanaman akidah dan
ibadah penting, yakni shalat. Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya
shalat ini dalam pendidikan anak.
Sejalan dengan sabda Rasulullah SAW tersebut, Dr. Zakiyah Daradjat,
dalam Priyatno (1978:30), berpesan kepada para orang tua bahwa setiap orang tua
hendaknya dapat menggerakkan hati anak-anaknya, hati para remajanya, untuk
selalu terbuka dalam menerima dan menimba ilmu pengetahuan. Dan satu hal
yang juga penting, pembinaan jiwa agama supaya dapat dihidupkan dalam
43
kepribadian anak-anaknya serta tumbuhkan jiwa optimis bahwa Allah itu Maha
Pengasih dan Maha Penyayang dan selalu melimpahkan ilmunya kepada setiap
manusia yang berusaha meraihnya.
44
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Belajar Menurut Pandangan Islam
Islam memberikan motivasi kepada masyarakat bahwa belajar itu
merupakan kewajiban yang penting. Kewajiban ini berdampak pada kegiatan
belajar yang harus dilakukan baik dalam dan terhadap lingkungan kehidupannya.
Sebagai ilustrasi, agama Islam memberikan dorongan kuat kepada pemeluknya
agar senantiasa belajar. Syarat utama yang perlu dimiliki oleh setoap individu
untuk melakukan kegiatan belajar adalah membaca. Oleh sebab itu, wahyu
pertama yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, untuk disampaikan kepada
seluruh manusia, adalah perintah untuk membaca dalam Al-Quran, Surah AL-
‘Alaq, ayat 1.
”Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan”
(Bachtiar Surin,1986:2693)
Kewajiban ummat untuk belajar ini dipertegas oleh Rasulullah SAW
dalam sabdanya ”Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi umat Islam, baik
laki-laki maupun perempuan” (Tholabul ‘ilmi faridlatun ‘ala kulli muslimin
wal-muslimat), serta ”Tuntutlah ilmu sejak dalam buaian hingga ke liang
lahat” (Uthlubul ‘ilma minal mahdi ilal ahdi). Kedua sabda Rasulullah SAW
12
45
tersebut sangatlah tegas dipahami bahwa kewajiban yang harus dilakukan oleh
setiap muslim selama hidupnya adalah belajar. Dengan demikian, kegiatan belajar
memiliki motivasi ibadah yaitu untuk melakukan kewajiban yang telah ditteapkan
Allah SWT dan Rasul-Nya.
Menurut Islam, belajar adalah kunci utama untuk mencapai kemajuan dan
kebahagiaan. Belajar dalam pengertian ini adalah proses pencarian dan
penguasaan ilmu untuk diterapkan dalam kehidupan. Sabda Rasulullah SAW yang
menjelaskan ”Barangsiapa ingin memperoleh kebahagiaan di dunia, maka ia harus
menguasai ilmu. Barang siapa yang ingin meraih kebahaigiaan di akhirat, maka ia
harus menguasai ilmu, dan barang siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan
keduanya, maka ia harus menguasai ilmu.”
Keutamaan ilmu ini memegang peranan penting dalam ajaran Islam
sehingga Allah berkali-kali menegaskan kedudukannya dalam Al-Quran, Surah
Al-Mujadalah:11 berikut.
”Allah meninggikan derajat orang yang berilmu di antara kamu
dan orang-orang yang berilmu pengetahuan.” (Bachtiar Surin,
1986:2375).
Hal yang sama juga dapat dilihat pada Surah Al-Fathiir:28 berikut ini.
46
”Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata, dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warna dan jenisnya. Sesungguhnya orang yang bertakwa kepada Allah dari hamba-hambanya itu adalah orang-orang yang berilmu pengetahuan. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Bachtiar Surin,19861849)
Orang yang berpengatahuan yang tidak mau mengajarkan ilmu yang
dikuasainya itu mendapatkan ancaman yang berat dari Allah SWT. sebagaimana
yang disampaikan oleh Rasulullah SAW:
”Barang siapa yang ditanya tentang ilmu kemudian menyimpan
ilmunya (tidak mau mengajarkannya), maka Allah akan mengekang dia (orang
yang berilmu itu) dengan api neraka pada hari kiamat.”
Bagi semua muslim ada kewajiban untuk mencari ilmu kepada siapa saja
yang dianggap lebih tinggi ilmunya atau lebih menguasai sesuatu dari pada
dirinya. Hal ini ditegaskan beberapa kali dalam Al-Quran, dan di antaranya dalam
surah An-Nahl ayat 43 berikut.
”Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmupengetahuan jika kamu tidak mengetahuinya” (Bachtiar Surin,1986:1099).
47
Dalam surah Al-Ankabuut ayat 43, Allah bahkan mensyaratkan ilmu
pengetahuan sebagai dasar untuk memahami segala sesuatu fenomena yang terjadi
di muka bumi ini.
”Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia,
dan tiada yang dapat memahaminya kecuali orang yang berilmu”
(Bachtiar Surin, 1986:1688).
Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran serta sabda Rasulullah di atas dapat
disimpulkan bahwa memang sejak semula Islam meletakkan dasar-dasar adanya
kewajiban belajar dan mengajar. Tinggallah kita sebagai ummat Islam dapat
memikirkan bagaimana masyarakat dapat menerima pendidikan secara layak serta
memudahkan mereka dalam memperoleh ilmu pengetahuan sebagai bekal bagi
kelangsungan hidupnya di muka bumi ini. Pada firman-firman Allah SWT dan
sabda Rasulullah SAW selalu ditekankan bahwa keimanan dan ketakwaan
merupakan landasan utama bagi manusia dalam mencari dan menyampaikan ilmu
pengetahuannya. Mencari dan menyampaikan ilmu pengetahuan yang didasari
keimanan dan ketakwaan akan membawa manusia ke arah kesejukan, kedamaian,
dan kerendahan hati. Orang yang melandasi dirinya dengan keimanan dan
ketakwaan dalam mencari ilmu dan menyebarkan ilmu, tidak akan didapati
kesombongan dan sifat riya dalam dirinya.
48
Dalam hubungan ini, Imam Ghazali berpendapat bahwa ”spesifikasi ilmu
pengetahuan seseorang tidaklah mengotori ilmu yang dimiliki oleh orang lain
dalam diri atau jiwa murid-muridnya. Para pendidik harus memiliki adab yang
baik karena murid akan selalu melihat gurunya sebagai contoh yang harus
diteladani. Perilaku guru akan selalu diikuti oleh muridnya, begitu pula
sebaliknya.”
B. Peran Orang Tua dalam Pembinaan Anak
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, khususnya pada pasal 7 ayat (2), mengemukakan bahwa ”Orang tua dari
anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada
anaknya.” Ayat tersebut mengungkapkan bahwa orang tua berkewajiban
memberikan pendidikan dasar kepada anaknya yang masih berada dalam usia
wajib belajar. Usia wajib belajar yang dimaksud tersebut adalah anak yang berusia
mulai tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun.
Harapan terbesar orang tua adalah ingin memiliki anak yang soleh, sopan,
pandai bergaul, pintar dan sukses, tetapi harapan besar ini jangan sampai menjadi
tinggal harapan saja. Bagaimana orang tua untuk mewujudkan harapan tersebut,
itulah yang paling penting.
Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia
sangatlah penting dan fundamental, keluarga pada hakekatnya
merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama
anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang
49
tuanya. Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik,
emosional sosial dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara
baik maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat
jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritis
yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui
dengan baik, maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukan
misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri dan kepribadian
yang terganggu. Lebih jauh lagi bahkan tugas sebagai makhluk sosial untuk
mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri
maupun untuk orang di lingkungannya akan gagal sama sekali.
Peran orang tua dalam hal pendidikan anak sudah seharusnya
berada pada urutan pertama, para orang tualah yang paling mengerti
benar akan sifat-sifat baik dan buruk anak-anaknya, apa saja yang
mereka sukai dan apa saja yang mereka tidak sukai. Para orang tua
adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan
karakter dan kepribadian anak-anaknya, hal-hal apa saja yang
membuat anaknya malu dan hal-hal apa saja yang membuat anaknya
takut. Para orang tualah yang nantinya akan menjadikan anak-anak
mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah buruk.
Peran orang tua dalam pendidikan adalah membangun fondasi
akidah dan akhlak pada diri anak sehingga anak memiliki dasar yang
50
kuat dalam mengikuti pembelajaran lainnya di sekolah maupun di
lingkungannya. Hal-hal yang disampaikan oleh Lukman Al-Hakim dalam
surah Luqman diawali dengan penanaman akidah pada diri anak.
Artinya: ”Dan ingatlah ketika Luqman mengajari anaknya, “Hai anakku!
Janganlah engkau mempersekutukan Allah! Sebab musyrik itu
adalah dosa yang amat besar.” (Bachtiar Surin,1986:1735)
Konsep akidah yang ditanamkan Lukman kepada anaknya ini
diperkokoh oleh sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh
Sumawaih, Ibunu ‘Adi, ‘Uqaili, Kharaithi, Khatib, Ibnu ‘Asakir
dan Rafi’i dari Anas r.a berikut ini.
Artinya: ”Ini adalah agama yang telah Kuridlai untuk diri-Ku sendiri, dan tidak dapat dimanfaatkan kecuali dalam perbuatan murah hati dan akhlak yang baik. Karena itu, jadikanlah mulia dengan kedua sifat itu selama kalian menganutnya.” (Al-Fasyani, 1999:157)
Allah SWT telah memilih agama Islam untuk dirinya sebagai
agama yang diridlai-Nya. Oleh karena itu, Allah tidak akan
51
menerima hamba-Nya selain dalam agama Islam. Hal ini ditegaskan
pula dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 85 berikut ini.
”Maka, barangsiapa yang berusaha memeluk agama selain agama
Islam, tidaklah akan diterima agamanya, dan kelak di akhirat dia
termasuk orang-orang yang merugi” (Bachtiar Surin,1986:241)
Setelah akidah kokoh pada diri anak, maka dimulailah
penanaman nilai-nilai akhlak dan ibadah berikutnya. Hal ini
difirmankan Allah dalam surah Lukman ayat 16-19 sebagai berikut.
Artinya:
(Luqman berkata): ”Hai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan baik maupun buruk sekalipun seberat biji sawi yang
52
tersembunyi dalam batu karang, atau di mana pun juga baik di langit maupun di bumi ini, kelak akan diperhitungkan juga oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Halus dan Maha Mengetahui.
”Anakku! Kerjakanlah shalat, anjurkanlah perbuatan yang baik, cegahlah perbuatan keji dan bersabarlah terhadap kemalangan yang menimpamu. Sesungguhnya semua itu termasuk hal-hal yang menjadi inisari hidup, mengandung manfaat adiguna di dunia dan di akhirat.”
”Dan janganlah kamu membuang muka dengan sombong terhadap orang yang sedang berbicara denganmu, dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Allah sungguh-sungguh tidak senang terhadap semua orang sombong lagi angkuh.”
”Selanjutnya, sederhana sajalah dalam berjalan, dan lemah lembutlah dalam ucapan! Sesungguhnya suara yang paling buruk ialah suara keledai.” (Bachtiar Surin, 1986:1736-1738).
Permasalahan akhlak ini sangat digarisbawahi dan ditekankan
oleh Rasulullah SAW. Dalam beberapa sabdanya, Rasulullah
mengemukakan sebagai berikut.
”Aku diutus terutama untuk menyempurnakan akhlak.” (Al-
Hasyimi, 2007:178)
”Yang paling banyak dimasukkan ke dalam surga adalah orang-
orang yang takwa dan berakhlak baik.” (Al-Hasyimi, 2007:181)
53
”Yang paling sempurna kemimanan seorang mu’min adalah yang
paling baik akhlaknya.” (Al-Hasyimi, 2007:181)
”Dengan akhlak yang baik, seorang hamba Allah pasti akan mencapai
derajat orang yang shaum diikuti shalat malam.” (Al-Hasyimi,
2007:182)
Akhlak yang baik (husnul khuluq) sebagaimana dikemukakan
pada keempat sabda Rasulullah SAW di atas seluruhnya mengacu
kepada sikap dan sifat baik, ramah, bermuka manis, selalu
menanggapi, mendengarkan ucapan orang lain dengan baik, dan selalu
menjadi teladan bagi lingkungannya.
Sebagian ahlul-'Ilmi menyatakan bahwa husnul khuluq berarti: (1)
menahan marah karena Allah, (2) menampakkan muka manis dan ramah tamah
kecuali kepada orang yang mungkar dan jahat, (3) memaafkan orang yang
sesat tanpa sengaja kecuali apabila mau mendidiknya, (4) menegakkan Batas-
Batas ketentuan Allah, (5) menghindarkan gangguan terhadap kaum
Muslimin dan kaum kafir yang ada dalam perlindungan pemerintah Islam,
kecuali usaha untuk merubah kemungkaran dan menyelamatkan orang yang
54
teraniaya tanpa melebihi batas (Ali Usman, H.A.A Dahlan, H.M.D Dahlan,
1988:358).
Selanjutnya, pembinaan yang lebih sungguh-sungguh selayaknya
diberikan kepada anak-anak yang sedang mengalami masa peralihan
atau masa transisi dari dunia anak-anak ke masa remaja. Anak-anak
pada masa peralihan ini lebih banyak membutuhkan perhatian dan
kasih sayang, maka para orang tua tidak dapat menyerahkan
kepercayaan seluruhnya kepada guru di sekolah, artinya orang tua
harus banyak berkomunikasi dengan gurunya di sekolah begitu juga
sebaliknya. Hal penting dalam pendidikan adalah mendidik jiwa
anak. Jiwa anak pada masa remaja transisi yang masih rapuh dan
labil, kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua dapat
mengakibatkan pengaruh lebih buruk lagi bagi jiwa anak. Banyaknya
tindakan kriminal yang dilakukan generasi muda saat ini tidak
terlepas dari kelengahan bahkan ketidakpedulian para orang tua
dalam mendidik anak-anaknya.
Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang saling
berkaitan dan memiliki keterkaitan yang kuat satu sama lain.
Terlepas dari beragamnya asumsi masyarakat, ungkapan “buah tak akan
pernah jatuh jauh dari pohonnya” adalah sebuah gambaran bahwa betapa
kuatnya pengaruh orang tua terhadap perkembangan anaknya. Supaya
55
orang tua dan sekolah tidak salah dalam mendidik anak, oleh karena
itu harus terjalin kerjasama yang baik di antara kedua belah
pihak.
Orang tua mendidik anaknya di rumah, dan di sekolah untuk
mendidik anak diserahkan kepada pihak sekolah atau guru, agar
berjalan dengan baik kerja sama diantara orang tua dan sekolah
maka harus ada dalam suatu rel yang sama supaya bisa seiring
seirama dalam memperlakukan anak, baik di rumah ataupun di
sekolah, sesuai dengan kesepahaman yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak dalam memperlakukan anak. Kalau saja dalam
mendidik anak berdasarkan kemauan salah satu pihak saja misalnya
pihak keluarga saja taupun pihak sekolah saja yang mendidik anak,
hal ini berdasarkan beberapa pengalaman tidak akan berjalan dengan
baik atau dengan kata lain usaha yang dilakukan oleh orang tua
atau sekolah akan mentah lagi karena ada dua rel yang harus
dilalui oleh anak dan akibatnya si anak menjadi pusing mana yang
harus diturut, bahkan lebih jauhnya lagi dikhawatirkan akan
membentuk anak berkarakter ganda.
Memang pada kenyataannya tidak mudah untuk melaksanakan
kesepahaman tersebut, tetapi kalau kita berlandaskan karena rasa
56
cinta kita kepada anak tentunya apapun akan kita lakukan, karena
rasa cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas,
keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi
telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. Kalau
hal ini sudah dimiliki oleh kedua belah pihak, hal ini merupakan
modal besar dalam mendidik anak.
Setiap kejadian yang terjadi, baik di rumah ataupun di
sekolah hendaklah dicatat dengan baik oleh kedua belah pihak
sehingga ketika ada hal yang janggal pada anak, hal ini bisa
dijadikan bahan untuk mengevaluasi sejauhmana perubahan-perubahan
yang dialami oleh anak, baik sifat yang jeleknya ataupun sifat
yang bagusnya, sehingga didalam penentuan langkah berikutnya bisa
berkaca dari catatn-catatan yang telah dibuat oleh kedua belah
pihak.
Setiap ada sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri anak
baik di rumah ataupun di sekolah, baik orang tua ataupun guru,
harus sesegera mungkin ditangani dengan cara saling
menginformasikan di antara orang tua dan guru, mungkin lebih
lanjut mendiskusikannya supaya bisa lebih cepat tertangani masalah
yang dihadapai oleh anak dan tidak berlarut-larut. Oleh karena
57
itu, sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa orang tua
dan sekolah merupakan satu kesatuan yang utuh di dalam mendidik
anak, agar apa yang dicita-citakan oleh orang tua atau sekolah
dapat tercapai, maka harus ada konsistensi dari kedua belah pihak
dalam melaksanakan program-program yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak.
C. Beberapa Cara Mendidik Anak dalam Islam
Menjadi orangtua pada zaman globalisasi saat ini tidak mudah. Apalagi
jika orangtua mengharapkan anaknya tidak sekadar menjadi anak yang pintar,
tetapi juga taat dan salih. Menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah
tidaklah cukup. Mendidik sendiri dan membatasi pergaulan di rumah juga tidak
mungkin. Membiarkan mereka lepas bergaul di lingkungannya cukup berisiko.
Pada konteks ini orang tua selayaknya bertindak bijaksana dalam menerapkan
pola pendidikan di lingkungan rumah tangga terhadap anak.
Anak merupakan amanah yang harus kita jaga sebaik mungkin.
Pendidikan yang baik sejak dini akan membentuk karakter anak. Peran orang tua
pada konteks ini sangatlah vital karena setiap perbuatan anak akan selalu
bercermin kepada perilaku kedua orang tuanya. Untuk mengatasi hal-hal negatif
yang muncul sebagai pengaruh lingkungan sekitar, ada tiga aspek yang perlu
diperhatikan orang tua dalam mendidik anak.
58
1. Tanamkan Akidah dan Syariah Sejak Dini
Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas utama orangtua. Orang-tualah
yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama
dalam diri anak. Rasulullah saw. bersabda:
”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR al-Bukhari).
Tujuan penanaman akidah pada anak adalah agar si anak mengenal betul
siapa Allah. Sejak si bayi dalam kandungan, seorang ibu bisa memulainya dengan
sering bersenandung mengagungkan asma Allah. Begitu sudah lahir, orangtua
mempunyai kesempatan untuk membiasakan si bayi mendengarkan ayat-ayat al-
Quran. Pada usia dini anak harus diajak untuk belajar menalar bahwa dirinya,
orangtuanya, seluruh keluarganya, manusia, dunia, dan seluruh isinya diciptakan
oleh Allah. Itu sebabnya mengapa manusia harus beribadah dan taat kepada Allah.
Lebih jauh, anak dikenalkan dengan asma dan sifat-sifat Allah. Dengan
begitu, anak mengetahui betapa Allah Mahabesar, Mahaperkasa, Mahakaya,
Mahakasih, Maha Melihat, Maha Mendengar, dan seterusnya. Jika anak bisa
memahaminya dengan baik, insya Allah, akan tumbuh sebuah kesadaran pada
anak untuk senantiasa mengagungkan Allah dan bergantung hanya kepada Allah.
Lebih dari itu, kita berharap, dengan itu akan tumbuh benih kecintaan anak
kepada Allah; cinta yang akan mendorongnya gemar melakukan amal yang
dicintai Allah.
Penanaman akidah pada anak harus disertai dengan pengenalan hukum-
hukum syariah secara bertahap. Proses pembelajarannya bisa dimulai dengan
59
memotivasi anak untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah,
misalnya, dengan mengajak shalat, berdoa, atau membaca al-Quran bersama.
Yang tidak kalah penting adalah menanamkan akhlâq al-karîmah seperti
berbakti kepada orangtua, santun dan sayang kepada sesama, bersikap jujur,
berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja,
sederhana, dan sifat-sifat baik lainnya. Jangan sampai luput untuk meng-ajarkan
itu semua semata-mata untuk meraih ridha Allah, bukan untuk mendapatkan
pujian atau pamrih duniawi.
2. Asah Akal Anak untuk Berpikir yang Benar
Hampir setiap orangtua mengeluhkan betapa saat ini sangat sulit men-
didik anak. Bukan saja sikap anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan
agak ’sulit diatur’, tetapi juga tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan
teknologi yang turut memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku
anak.
Tidak sedikit orang tua yang memiliki komentar bahwa anak-anak
sekarang jauh lebih sulit diatur, tidak memiliki rasa takut dan segan terhadap
orang tua, serta berani membantah perkataan orang tua. Anak-anak selalu
memiliki alasan untuk menolak perintah orang tua untuk mengerjakan sesuatu.
Contoh yang paling sederhana, misalnya, menyuruh anak shalat. Bukan hal yang
baru jika sering terdengar ibu-ibu mengomel, bahkan sambil membentak, atau
mengancam sang anak agar mematikan TV dan segera shalat. Di satu sisi banyak
60
juga ibu-ibu yang enggan mematikan telenovela/sinetron kesayangan-nya dan
menunda shalat. Fenomena ini jelas membingungkan anak.
Pandai dan beraninya anak-anak sekarang dalam berargumen untuk
menolak perintah atau nasihat, oleh sebagian orangtua atau guru, mungkin
dianggap sebagai sikap bandel atau susah diatur. Padahal bisa jadi hal itu karena
kecerdasan atau keingintahuannya yang besar membuat dia menjawab atau
bertanya; tidak melulu mereka menurut dan diam (karena takut) seperti anak-anak
zaman dulu.
Dalam persoalan ini, orangtua haruslah memperhatikan dua hal yaitu:
Pertama, memberikan informasi yang benar, yaitu yang bersumber dari ajaran
Islam. Informasi yang diberikan meliputi semua hal yang menyangkut rukun
iman, rukun Islam dan hukum-hukum syariah. Tentu cara memberikannya
bertahap dan sesuai dengan kemampuan nalar anak. Yang penting adalah
merangsang anak untuk mempergunakan akalnya untuk berpikir dengan benar.
Pada tahap ini orangtua dituntut untuk sabar dan penuh kasih sayang. Sebab, tidak
sekali diajarkan, anak langsung mengerti dan menurut seperti keinginan kita.
Anak tidak boleh didoktrin dengan ancaman. Ajaklah dulu anak mengetahui
informasi yang bisa merangsang mereka untuk menalar mengapa dia harus shalat.
Lalu, terus-menerus anak diajak shalat berjamaah di rumah, juga di masjid, agar
anak mengetahui bahwa banyak orang Muslim yang lainnya juga melakukan
shalat.
Kedua, orang tua harus menjadi teladan pertama bagi anak. Ini untuk
menjaga kepercayaan anak agar tidak ganti mengomeli orang tua karena hanya
61
pintar mengomel tetapi tidak pintar memberikan contoh. Terbiasa memahami
persoalan dengan berpatokan pada informasi yang benar adalah cara untuk
mengasah ketajaman mereka menggunakan akalnya. Kelak, ketika anak sudah
sempurna akalnya, mereka mempunyai prinsip yang tegas dan benar; bukan
menjadi anak yang gampang terpengaruh oleh trend pergaulan atau takut
dikatakan menjadi anak yang tidak ‘gaul’.
3. Kerja Sama Ayah dan Ibu
Anak akan lebih mudah memahami dan mengamalkan hukum jika dia
melihat contoh real pada orangtuanya. Orangtua adalah guru dan orang terdekat
bagi si anak yang harus menjadi panutan. Karenanya, orangtua dituntut untuk
bekerja keras untuk memberikan contoh dalam memelihara ketaatan serta
ketekunan dalam beribadah dan beramal salih. Insya Allah, dengan begitu, anak
akan mudah diingatkan secara sukarela.
Keberhasilan mengajari anak dalam sebuah keluarga memerlukan
kerjasama yang kompak antara ayah dan ibu. Jika ayah dan ibu masing-masing
mempunyai target dan cara yang berbeda dalam mendidik anak, tentu anak akan
bingung, bahkan mungkin akan memanfaatkan orangtua menjadi kambing hitam
dalam kesalahan yang dilakukannya. Ambil contoh, anak yang mencari-cari
alasan agar tidak shalat. Ayahnya memaksanya agar shalat, sementara ibunya
malah membelanya. Dalam kondisi demikian, jangan salahkan anak jika dia
62
mengatakan, “Kata ibu boleh nggak shalat kalau lagi sakit. Sekarang aku kan lagi
batuk, nih…”
4. Peran Lingkungan, Keluarga, dan Masyarakat
Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak belumlah cukup
untuk mengantarkan anak menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Anak
juga membutuhkan sosialisasi dengan lingkungan tempat dia beraktivitas, baik di
sekolah, sekitar rumah, maupun masyarakat secara luas.
Di sisi inilah, lingkungan dan masyarakat memiliki peran penting dalam
pendidikan anak. Masyarakat yang menganut nilai-nilai, aturan, dan pemikiran
Islam, seperti yang dianut juga oleh sebuah keluarga Muslim, akan mampu
mengantarkan si anak menjadi seorang Muslim sejati.
Potret masyarakat sekarang yang sangat dipengaruhi oleh nilai dan
pemikiran materialisme, sekularisme, permisivisme, hedonisme, dan liberalis-me
merupakan tantangan besar bagi keluarga Muslim. Hal ini yang menjadi-kan si
anak hidup dalam sebuah lingkungan yang membuatnya berada dalam posisi
dilematis. Di satu sisi dia mendapatkan pengajaran Islam dari keluarga, namun di
sisi lain anak bergaul dalam lingkungan yang sarat dengan nilai yang bertentangan
dengan Islam.
Tarik-menarik pengaruh lingkungan dan keluarga akan mempengaruhi
sosok pribadi anak. Untuk mengatasi persoalan ini, maka dakwah untuk
mengubah sistem masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam mutlak
harus di lakukan.
63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah, serta tujuan penelitian yang
dirumuskan dalam penelitian ini, maka metode yang akan digunakan adalah
metode deskritif. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Surakhmad
(1982:131), yakni suatu cara untuk menyimpulkan masalah aktual dengan jalan
menyimpulkan, menyusun, dan mengklasifikasi data.
Secara praktis, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan
untuk memperoleh akumulasi data dasar secara deskriptif, tidak saling
berhubungan, tidak menguji hipotesis, tidak membuat ramalan, atau tidak
mendapatkan makna implikasi (Suyatna, 2000:14). Selain dari itu, penelitian ini
bertujuan untuk memberikan pemerian (mendeskripsikan) berupa gambaran
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau hal
yang diteliti (Suyatna, 2000:14).
Sugiyono (2003:11) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri (independen),
baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan
antara variabel satu dengan variabel lainnya. Dengan demikian, variabel Pengaruh
Pendidikan Pendidikan Agama Islam yang Diberikan Orang Tua dalam Keluarga
Terhadap Kualitas Keagamaan Siswa pada Siswa MTs Swasta Al-Muawanah
30
64
Cianjur adalah variabel mandiri sehingga penelitian ini dinamakan sebagai
penelitian deskriptif.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi menurut Subana (2000:11) adalah semua nilai baik melalui
perhitungan kuantitatif maupun kualitatif, dari karakteristik tertentu mengenai
objek yang lengkap dan jelas. Ditinjau dari banyaknya anggota populasi, maka
populasi terdiri dari populasi terbatas (terhingga) dan populasi tak terbatas (tak
terhingga), dan dilihat dari sifatnya populasi dapat bersifat homogen dan
heterogen. Menurut Sugiyono (2003:11) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Secara sederhana, Subana (2000:12) memberikan batasan tentang populasi
sebagai berikut.
a. ”Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1988).”
b. ”Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri
yang ditetapkan (Nazir, 1983).”
c. ”Populasi adalah sekumpulan objek yang lengkap dan jelas (Vincent,
1989).”
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah
keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan,
65
tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa sebagai sumber data yang mewakili
karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah orang tua siswa
Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTsS) Al-Muawanah Cianjur yang seluruhnya
berjumlah 146 orang dengan perincian sebagai berikut.
Tabel 3.1
Data Populasi Penelitian
Jumlah Siswa Kelas
Laki-laki Perempuan Jumlah
VII 22 26 49
VIII 20 24 48
IX 22 24 49
JUMLAH 64 74 146
2. Sampel Penelitian
Sampel yang diambil pada penelitian ini didasarkan kepada pendapat
Arikunto (1988:94) yang menyatakan: ”Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila
subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya. Selanjutnya jika jumlah
subjeknya lebih besar, dapat diambil antara 10 % - 15 % atau 20 % - 25 %.”
Sesuai dengan judul penelitian yang diajukan bahwa subjek penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTs Swasta Al-
Muawanah Cianjur. Dengan mempertimbangkan pendapat Arikunto di atas, maka
sampel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
66
VIII yang berjumlah 48 orang. Dengan demikian, sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah sampel populasi atau sensus karena jumlahnya berada di
bawah 100 orang.
Penentuan kelas ini sebagai sampel dilakukan karena diasumsikan seluruh
populasi homogen serta siswa-siswa pada tingkat tersebut telah dapat
mengimplementasikan hasil pembinaan orang tua mereka di rumah.
C. Instrumen Penelitian
Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan efektif dan efisien, digunakan
sejumlah teknik penelitian. Dalam upaya memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini, digunakan beberapa teknik seperti berikut.
1. Angket yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara menyediakan
sejumlah pertanyaan dengan opsi pilihan jawaban yang telah disediakan.
Pemilihan teknik angket tertutup ini untuk menghindari pembiasan
informasi sehingga pembahasan hasil penelitian tidak meluas.
2. Studi Literatur yang dilakukan untuk menggali pemahaman teoretis
tentang pembinaan nilai-nilai pendidikan agama Islam serta aspek-aspek
yang relevan dengan rumusan masalah serta esensi penelitian ini secara
keseluruhan.
67
D. Langkah Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1. Menyusun Kisi-kisi Penelitian
Sebagaimana dijelaskan pada teknik penelitian, bahwa proses
pengumpulan data dari populasi dilakukan dengan menggunakan teknik angket.
Teknik angket yang dimaksud adalah teknik angket tertutup dengan opsi jawaban
yang telah ditentukan berupa skala sikap atau pernyataan sikap. Untuk
mempermudah proses pengolahan data, maka opsi jawaban yang digunakan pada
angket menerapkan skala Likert dengan menyajikan jawaban Selalu (SL), Sering
(S), Kadang-kadang (K), Jarang (J), dan Tidak Pernah (TP).
Bentuk angket yang digunakan terdiri atas dua macam, yakni angket untuk
orang tua siswa dan angket untuk siswa. Angket untuk orang tua siswa
dimaksudkan untuk menggali informasi tentang pembinaan dan pendidikan
keagamaan di rumah yang diberikan oleh orang tua siswa kepada anak-anaknya.
Sedangkan angket untuk siswa dimaksudkan untuk memperoleh informasi
mengenai perilaku keagamaan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Variabel penelitian yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian
dikembangkan dalam subvariabel dan indikator sebagai berikut.
68
Tabel 3.2
Variabel dan Indikator Penelitian
No Variabel Masalah Subvariabel Indikator Sumber Data
Akidah Memberikan pendidikan tauhid
Orang tua Siswa
Tidak menyekutukan Allah Makna Keesaan Allah Menjauhi perbuatan-
perbuatan syirik
Orang tua Siswa
Memiliki kebiasaan berdoa kepada Allah pada setiap saat
Orang tua Siswa
Ketergantung-an kepada Allah
Memiliki ketergantung-an hanya kepada Allah tempat meminta pertolongan dalam berbagai masalah
Orang tua Siswa
Selalu berpegang kepada prinsip-prinsip Al-Quran
1 Upaya orang tua dalam menanamkan akidah ke dalam diri putra-putrinya yang duduk di MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga.
Mencintai Allah dan Rasul-Nya
Selalu berpegang kepada Al-Hadits secara ketat.
Orang tua Siswa
Mengajari shalat Mengajari tata cara Ibadah Mengajari membaca Al-
Quran
Orang tua Siswa
Memberi contoh beribadah
2 Upaya orang tua siswa dalam menanamkan kebiasaan beribadah kepada putra-putrinya duduk di MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Keteladanan
Memberi contoh membaca Al-Quran
Orang tua Siswa
Mengajari sopan santun kepada keluarga
Akhlak
Mengajari sopan santun kepada sesama manusia
Orang tua Siswa
Berbicara dengan lemah lembut
Komunikatif
Memberi pengertian, bukan perintah
Orang tua Siswa
Mendorong anak untuk selalu belajar secara teratur
3. Upaya orang tua siswa dalam menanamkan akhlaq kepada putra-putrinya duduk di MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga.
Menjadi motivator
Mendorong anak untuk
Orang tua Siswa
69
No Variabel Masalah Subvariabel Indikator Sumber Data
belajar dengan pemberian penghargaan tertentu
Menjadi konsultan
Memberi saran untuk mengatasi kesulitan anak dan tidak bergantung kepada orang lain
Orang tua Siswa
Tidak menyekutukan Allah
Menjauhi perbuatan-perbuatan syirik
Memiliki kebiasaan berdoa kepada Allah pada setiap saat
Memiliki ketergantungan hanya kepada Allah tempat meminta pertolongan dalam berbagai masalah
Pendidikan akidah
Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi hal yang dilarang-Nya
Siswa
Shalat tepat waktu
Membaca Al-Quran
Pendidikan ibadah
Melaksanakan ibadah sunnah
Siswa
Berlaku santun terhadap orang tua
4 Kualitas dan aktivitas keagamaan siswa MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur sehari-hari
Pendidikan Akhlaq
Berbicara lemah lembut dan santun
Siswa
Kisi-kisi pengembangan instrumen penelitian selengkapnya dapat dilihat pada
tabel berikut.
70
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG DIBERIKAN ORANG TUA DALAM KELUARGA TERHADAP KUALITAS KEAGAMAAN SISWA MTs AL-MUAWANAH CIANJUR
No Rumusan Masalah Subvariabel Indikator Item Angket Parameter
Akidah Memberikan pendidikan tauhid
1. Mengajari anaknya untuk meyakini tiada Tuhan selain Allah.
2. Mengajarkan bahwa perbuatan syirik merupakan dosa yang sangat besar
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Tidak menyekutukan Allah 3. Menanamkan keyakinan dan sikap bahwa hanya Allah-lah Tuhan bagi semesta alam dan tidak patut kita menyembah selain Dia.
Makna Keesaan Allah
Menjauhi perbuatan-perbuatan syirik
4. Menanamkan pengertian dan keyakinan bahwa perbuatan meminta pertolongan kepada selain Allah adalah perbuatan syirik dan harus dijauhi.
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Memiliki kebiasaan berdoa kepada Allah pada setiap saat
5. Mendorong anak untuk selalu berdoa kepada Allah dalam segala kepentingan.
6. Mengajari anak dalan tata cara berdoa yang baik sesuai tuntunan Islam.
1 Cara orang tua dalam menanamkan akidah ke dalam diri putra-putrinya yang duduk di MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga.
Ketergantung-an kepada Allah
Memiliki ketergantungan hanya kepada Allah tempat meminta pertolongan dalam berbagai masalah
7. Mendorong dan memberikan contoh untuk selalu mengingat Allah dalam berbagai kesempatan.
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
71
No Rumusan Masalah Subvariabel Indikator Item Angket Parameter
Selalu berpegang kepada prinsip-prinsip Al-Quran dan Al-Hadits
8. Memberikan keyakinan bahwa Al-Quran bukan sekedar harus dibaca, tetapi juga dimengerti dan dipegang teguh sebagai pedoman hidup.
Mencintai Allah dan Rasul-Nya
Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi hal yang dilarang-Nya
9. Memberikan pembelajaran tentang mana yang diperintah Allah dan mana yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Mengajari shalat 10. Mengajarkan tata cara berwudlu yang benar dan baik
11. Mengajarkan tata cara shalat yang benar dan baik
12. Mengajarkan bacaan-bacaan shalat yang benar dan baik
Mengajari tata cara Ibadah
Mengajari membaca Al-Quran
13. Mengajari anak membaca Al-Quran 14. Mengajari anak makna ayat-ayat Al-
Quran
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Memberi contoh beribadah
15. Memberi contoh berwudlu dengan benar 16. Mengajak anak untuk shalat berjamaah 17. Memberi contoh shalat tepat waktu 18. Memberi contoh membacakan bacaan
shalat dengan benar.
2 Cara orang tua siswa dalam menanamkan kebiasaan beribadah kepada putra-putrinya yang duduk di MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Mendidik dengan cara memberikan keteladanan Memberi contoh membaca
Al-Quran
19. Membaca Al-Quran setiap hari pada waktu tertentu.
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
72
No Rumusan Masalah Subvariabel Indikator Item Angket Parameter
Mengajari sopan santun kepada keluarga
20. Mengajarkan untuk bersikap baik kepada ayah dan ibu
21. Mengajarkan untuk berlaku baik terhadap saudara-saudara
22. Mengajari berbicara dengan bahasa yang baik
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Mendidik akhlak anak
Mengajari sopan santun kepada sesama manusia
23. Mengajarkan untuk bersikap baik kepada sesama teman dan orang lain
24. Mengajarkan untuk menjamu sesama teman dan orang lain jika berkunjung ke rumah
25. Mengajari berbicara dengan bahasa yang baik kepada semua orang
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Berbicara dengan lemah lembut
26. Berbicara kepada anak dengan cara yang lemah lembut baik dalam pergaulan sehari-hari maupun pada saat membimbing belajar
Mendidik secara komunikatif
Memberi pengertian, bukan perintah
27. Menjelaskan tentang sesuatu agar anak mengerti dan bukan memberi perintah untuk patuh.
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Mendorong anak untuk selalu belajar secara teratur
28. Mengatur jadwal belajar bagi anak secara bersama-sama
3. Cara orang tua siswa dalam menanamkan pendidikan akhlaq kepada putra-putrinya yang duduk di MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga.
Menjadi motivator
Mendorong anak untuk belajar dengan pemberian penghargaan tertentu
29. Memberikan penghargaan tertentu jika anak berhasil dalam belajar
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
73
No Rumusan Masalah Subvariabel Indikator Item Angket Parameter
Menjadi konsultan
Memberi saran untuk mengatasi kesulitan anak dan tidak bergantung kepada orang lain
30. Memberikan alternatif pemecahan masalah kepada anak jika anak sedang mengalami kesulitan.
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Kisi-kisi Angket Siswa
No Rumusan Masalah Subvariabel Indikator Item Angket Parameter
Tidak menyekutukan Allah 1. Mempercayai adanya Allah dan tidak ada tuhan lain selain Allah
Menjauhi perbuatan-perbuatan syirik
2. Tidak pernah mempercayai hal-hal lain selain Allah
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Memiliki kebiasaan berdoa kepada Allah pada setiap saat
3. Selalu membaca basmallah dalam setiap melakukan kegiatan
Memiliki ketergantungan hanya kepada Allah tempat meminta pertolongan dalam berbagai masalah
4. Selalu berdoa kepada Allah
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
Pendidikan akidah
Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi hal yang dilarang-Nya
5. Melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya
Shalat tepat waktu 6. Melaksanakan shalat tepat waktu di masjid
4 Kualitas dan aktivitas keagamaan siswa MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur sehari-hari
Pendidikan ibadah Membaca Al-Quran 7. Belajar Al-Quran secara teratur setiap hari
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
74
No Rumusan Masalah Subvariabel Indikator Item Angket Parameter
Melaksanakan ibadah sunnah 8. Melaksanakan shalat sunnah 9. Melaksanakan puasa sunnah 10. Mengeluarkan infaq dan shadaqah
Berlaku santun terhadap orang tua
11. Berbicara sopan dan santun kepada orang tua
Pendidikan Akhlaq
Berbicara lemah lembut dan santun
12. Berbicara lemah lembut dan santun kepada setiap orang
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah
2. Menyusun Instrumen Penelitian
Kisi-kisi intrumen penelitian yang telah disusun di atas kemudian
dikembangkan menjadi instrumen penelitian. Sesuai dengan metode serta tujuan
penelitian yang telah ditetapkan, teknik penelitian ini mengembang-kan bentuk
angket sebagai alat atau instrumen utama penelitian. Langkah-langkah
penyusunan instrumen penelitian adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan pertanyaan penelitian menjadi subvariabel penelitian.
b. Mengembangkan setiap subvariabel penelitian menjadi indikator-indikator
penelitian.
c. Mengembangkan indikator-indikator penelitian menjadi item pertanyaan
angket yang diikuti oleh parameter tertentu sebagai alat ukur jawaban
responden.
E. Pelaksanaan Penelitian
d. Prosedur Pegumpulan Data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam mengumpulkan data pada penelitian
ini adalah sebagai berikut.
a. Merancang program penelitian sesuai dengan judul penelitian yang telah
disetujui.
b. Melaksanakan penelitian sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
c. Menghimpun data hasil penelitian untuk diklasifikasikan serta dianalisis
sesuai dengan kepentingannya.
2
e. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan metode penelitian serta teknik yang ditetapkan, maka
pengumpulan data dilakukan melalui teknik sebagai berikut.
a. Menyampaikan angket kepada orang tua siswa kelas VIII yang dijadikan
sensus penelitian.
b. Melakukan kajian kepustakaan yang berhubungan dengan variabel
penelitian serta mengkaji kemungkinan pengembangannya secara
proporsional.
F. Analisis Data
1. Prosedur Pengolahan Data
Langkah-langkah pengolahan data hasil penelitian dibagi dalam dua
kelompok sebagai berikut.
Data hasil angket yang diperoleh dari orang tua siswa berupa data
parametrik dianalisis dengan menggunakan penafsiran kriteria frekuensi dan
persentase. Penafsiran frekuensi dan persentase tersebut dirumuskan sesuai
dengan opsi dalam angket yang terdiri atas pilihan jawaban Selalu (SL), Sering
(S), Kadang-kadang (K), Jarang (J), dan Tidak Pernah (TP).
Rumus yang digunakan untuk menentukan penafsiran frekuensi dan
persentase tersebut adalah sebagai berikut.
P = 100% x NF
3
Keterangan:
P : Persentase jawaban setiap item
F : Frekuensi jawaban responden
N : Jumlah responden
2. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan meliputi pengolahan data hasil angket
yang diolah dengan menggunakan teknik persentase jawaban.
Data hasil tes angket tersebut diolah dengan langkah sebagai berikut.
a. Menghitung jawaban tiap item angket dalam bentuk tabulasi.
b. Menentukan persentase jawaban setiap item angket.
c. Menghitung akumulasi persentase jawaban dengan menggunakan
rumus Pk = IP∑
Pk = persentase kumulatif
∑P = Jumlah persentase jawaban seluruh item
I = Jumlah item dalam angket
d. Menafsirkan persentase pengaruh orang tua siswa dalam melakukan
pembinaan pendidikan agama Islam siswa berdasarkan persentase yang
telah ditetapkan, yakni
- 0 % - 33 % > pengaruh pembinaan pendidikan agama Islam yang
dilakukan oleh orang tua siswa terhadap anaknya kurang baik.
4
- 34 % - 67 % > pengaruh pembinaan pendidikan agama Islam yang
dilakukan oleh orang tua siswa terhadap anaknya cukup baik
- 68 % - 100 % > pengaruh pembinaan pendidikan agama Islam yang
dilakukan oleh orang tua siswa terhadap anaknya baik.
(Subana, 2000:127-128)
5
BAB IV
DESKRIPSI, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN HASIL
PENELITIAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Penelitian tentang dampak pendidikan orang tua dalam keluarga terhadap
kualitas keagamaan siswa ini telah menghasilkan data sebagaimana diuraikan
di bawah ini. Data yang dimaksud sepenuhnya dihasilkan dari hasil pengisian
angket terhadap 48 responden yang seluruhnya adalah orang tua siswa kelas
VIII MTs Al-Muawanah Cianjur.
Data selengkapnya mengenai data hasil penelitian dapat disajikan pada
uraian berikut ini.
1. Cara orang tua menerapkan pendidikan keagamaan terhadap putra-putrinya yang duduk di kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Pada variabel ini terdapat empat subvariabel yang dikembangkan dalam
sembilan item pertanyaan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian adalah
sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.
52
6
Tabel 4.1
Data Hasil Angket Orang Tua Siswa pada Variabel Penanaman Akidah
Jumlah Responden yang memberikan jawaban: Pertanyaan
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Variabel Rumusan Masalah: Cara orang tua menerapkan pendidikan keagamaan terhadap putra-putrinya yang duduk di kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga..
Subvariabel: Penanaman akidah Islam
31. Apakah Bapak/Ibu mengajari anaknya untuk meyakini tiada Tuhan selain Allah?
48 0 0 0 0
32. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan bahwa perbuatan syirik merupakan dosa yang sangat besar?
48 0 0 0 0
Subjumlah 96 0 0 0 0
Subvariabel : Mengajarkan dan memberikan keyakinan tentang makna Keesaan Allah
33. Apakah Bapak/Ibu menanamkan keyakinan dan sikap bahwa hanya Allah-lah Tuhan bagi semesta alam dan tidak patut kita menyembah selain Dia?
48 0 0 0 0
34. Apakah Bapak/Ibu menanamkan pengertian dan keyakinan bahwa perbuatan meminta pertolongan kepada selain Allah adalah perbuatan syirik dan harus dijauhi?
42 6 0 0 0
Subjumlah 90 6 0 0 0
Subvariabel : Mengajarkan anak untuk memiliki ketergantungan kepada Allah dalam segala aspek kehidupan.
35. Apakah Bapak/Ibu mendorong anak untuk selalu berdoa kepada Allah dalam segala kepentingan?
48 0 0 0 0
7
Jumlah Responden yang memberikan jawaban: Pertanyaan
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
36. Apakah Bapak/Ibu mengajari anak dalan tata cara berdoa yang baik sesuai tuntunan Islam?
22 10 12 2 2
37. Apakah Bapak/Ibu mendorong dan memberikan contoh untuk selalu mengingat Allah dalam berbagai kesempatan?
26 12 10 0 0
Subjumlah 96 22 22 2 2
Subvariabel : Mengajarkan anak untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya
38. Apakah Bapak/Ibu memberikan keyakinan bahwa Al-Quran bukan sekedar harus dibaca, tetapi juga dimengerti dan dipegang teguh sebagai pedoman hidup?
46 2 0 0 0
39. Apakah Bapak/Ibu memberikan pembelajaran tentang mana yang diperintah Allah dan mana yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya?
45 3 0 0 0
Subjumlah 91 5 0 0 0
Variabel Rumusan Masalah: Cara orang tua siswa dalam menanamkan kebiasaan beribadah kepada putra-putrinya yang duduk di kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Subvariabel: Mengajari tata cara ibadah dengan benar dan baik
40. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan tata cara berwudlu yang benar dan baik kepada putra-putri Bapak/Ibu?
3 19 20 6 0
41. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan tata cara shalat yang benar dan baik kepada putra-putri Bapak/Ibu?
2 9 15 12 10
42. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan bacaan-bacaan shalat yang
2 2 18 14 12
8
Jumlah Responden yang memberikan jawaban: Pertanyaan
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah benar dan baik sesuai dalil-dalil yang ada?
43. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan anak membaca Al-Quran? 37 8 3 0 0
44. Apakah Bapak/Ibu mengajari anak untuk memahami makna ayat-ayat Al-Quran yang dibacanya?
2 4 3 39 0
Subjumlah 46 42 59 71 22
Subvariabel: Mendidik dengan memberikan keteladanan
45. Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh bagaimana tata cara berwudlu dengan benar kepada anak Bapak/Ibu?
8 10 21 5 4
46. Apakah Bapak/Ibu mengajak anak untuk shalat berjamaah, baik di masjid (bagi anak laki-laki) atau di rumah (bagi anak perempuan?
30 16 2 0 0
47. Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh shalat tepat waktu kepada anak-anak?
3 9 31 5 0
48. Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh melafalkan bacaan shalat yang benar dan baik kepada anak? (misalnya ketika Bapak/Ibu bertindak sebagai imam dan anak bertindak sebagai ma’mum)
7 9 22 8 2
49. Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh membaca Al-Quran setiap hari pada waktu tertentu?
15 20 10 3 0
Subjumlah 63 64 86 21 6
Variabel rumusan masalah: Cara orang tua siswa dalam menanamkan pendidikan akhlaq kepada putra-putrinya yang duduk di kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga.
Subvariabel: Mendidik akhlak anak
9
Jumlah Responden yang memberikan jawaban: Pertanyaan
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
50. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/ putri Bapak/Ibu untuk bersikap baik kepada ayah dan ibu?
40 6 2 0 0
51. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/ putri Bapak/Ibu untuk berlaku baik terhadap saudara-saudaranya?
34 11 3 0 0
52. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/ putri Bapak/Ibu untuk berbicara dengan bahasa yang baik?
32 10 6 0 0
53. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/ putri Bapak/Ibu untuk bersikap baik kepada sesama teman dan orang lain?
28 12 4 4 0
54. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk menjamu teman dan atau orang lain jika mereka berkunjung ke rumah?
21 14 8 5 0
55. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/ putri Bapak/Ibu untuk berbicara dengan bahasa yang baik kepada semua orang?
20 15 7 6 0
Subjumlah 175 68 30 15 0
Subvariabel: Mendidik anak secara komunikatif
56. Apakah Bapak/Ibu berbicara kepada anak dengan cara yang lemah lembut, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun pada saat membimbing belajar?
14 14 16 4 0
57. Apakah Bapak/Ibu menjelaskan tentang sesuatu kepada putra/putri Bapak/Ibu agar ia mengerti dan bukan memberi perintah untuk patuh?
7 12 23 4 2
10
Jumlah Responden yang memberikan jawaban: Pertanyaan
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subjumlah 21 26 39 8 2
Subvariabel: Menjadi motivator dalam belajar anak
58. Apakah Bapak/Ibu mengatur jadwal belajar bagi anak secara bersama-sama?
0 0 12 10 26
59. Apakah Bapak/Ibu memberikan penghargaan tertentu jika putra/putri Bapak/Ibu berhasil dalam belajar? (misalnya memberikan sebuah buku ketika anak khatam Al-Quran, tamat shaum dalam bulan Ramadhan, memperoleh peringkat pertama di kelas, dsb.)
6 11 16 8 7
Subjumlah 6 11 28 18 33
Subvariabel : Menjadi konsultan dalam belajar anak
60. Apakah Bapak/Ibu memberikan alternatif pemecahan masalah kepada putra/putri Bapak/Ibu jika ia sedang mengalami kesulitan?
2 8 19 11 8
Subjumlah 2 8 19 11 8
JUMLAH PEMILIH 697 263 272 141 67
2. Aktivitas keagamaan para siswa kelas VIII MTs Al-Muawanah
Cianjur dalam kehidupan sehari-hari
Pada konteks ini terdapat tiga subvariabel yang dikembangkan ke
dalam dua belas pertanyaan sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.
11
Tabel 4.2
Data Hasil Angket Guru pada Variabel Aktivitas Keagamaan Siswa Kelas VIII
MTs Al-Muawanah Cianjur dalam Kehidupan Sehari-hari
Jumlah Responden yang memberikan jawaban:
Pertanyaan Selalu Sering Kadang-
kadang Jarang Tidak Pernah
Variabel rumusan masalah: Aktivitas keagamaan para siswa kelas VIII MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur dalam kehidupan sehari-hari.
Subvariabel: Aktivitas ibadah
1. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat lima waktu.
5 2 0 0 0
2. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat tepat waktu
1 4 2 0 0
3. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat sunat rawatib
0 2 4 1 0
4. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat sunat lainnya.
0 0 4 3 0
5. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa membaca Al-Quran secara teratur.
5 2 0 0 0
6. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa membaca Al-Quran dengan benar
2 4 1 0 0
7. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa memahami isi Al-Quran. 1 2 4 0 0
Subjumlah 14 16 15 4 0
Subvariabel: Aktivitas bergaul
8. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa berbicara santun terhadap orang tua
1 3 3 0 0
12
Jumlah Responden yang memberikan jawaban:
Pertanyaan Selalu Sering Kadang-
kadang Jarang Tidak Pernah
9. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa berbicara santun dengan sesama
0 0 4 3 0
10. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa berbicara santun dengan orang yang lebih muda.
0 0 4 3 0
Subjumlah 1 3 11 6 0
Subvariabel:
11. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan belajar secara teratur di sekolah maupun di rumah.
0 2 3 2 0
12. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa memiliki kebiasaan berdiskusi dengan teman tentang pelajaran dan atau keilmuan lainnya.
0 0 2 3 2
Subjumlah 0 2 5 5 2
TOTAL PEMILIH 15 21 31 15 2
3. Pengaruh Pendidikan Keagamaan yang Dibentuk Orangtua di
Lingkungan Keluarga terhadap Kualitas Keagamaan Siswa Kelas
VIII MTs Al-Muawanah Cianjur
Variabel ketiga tentang kualitas dan aktivitas keagamaan para siswa
diberikan dalam bentuk angket dengan siswa sebagai responden. Adapun
siswa yang digunakan sebagai responden adalah para siswa yang orang
tuanya menjadi responden. Hasil yang diperoleh dari hasil penelitian ini
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
13
Tabel 4.3
Data Hasil Angket Siswa pada variabel Kualitas dan Aktivitas Keagamaan Siswa
Jumlah Responden yang memberikan jawaban Pertanyaan
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Variabel rumusan masalah: Kualitas dan Aktivitas Keagamaan para siswa MTs Al-Muawanah Cianjur sehari-hari
Subvariabel: Kualitas penanaman pendidikan akidah pada diri siswa
13. Apakah kamu hanya mempercayai adanya Allah dan tidak ada tuhan lain selain Allah?
48 0 0 0 0
14. Apakah kamu tidak pernah mempercayai hal-hal lain selain Allah?
48 0 0 0 0
15. Apakah kamu membaca basmallah dalam setiap melakukan kegiatan 48 0 0 0 0
16. Apakah kamu berdoa kepada Allah pada setiap kesempatan, terutama setelah melaksanakan shalat?
46 2 0 0 0
17. Apakah kamu melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya
48 0 0 0 0
Subjumlah 238 2 0 0 0
Subvariabel: Kualitas dan aktivitas pelaksanaan ibadah siswa sehari-hari
18. Apakah kamu melaksanakan shalat tepat waktu di masjid atau di tempat lain?
39 4 5 0 0
19. Apakah kamu belajar Al-Quran secara teratur setiap hari? 45 3 0 0 0
20. Apakah kamu melaksanakan shalat sunnah (seperti shalat sunnah rawatib, shalat tarawih pada bulan Ramadhan, dan sejenisnya)?
44 3 1 0 0
21. Apakah kamu melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan dan
48 0 0 0 0
14
Jumlah Responden yang memberikan jawaban Pertanyaan
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah puasa-puasa sunnah lainnya?
22. Apakah kamu mengeluarkan shadaqah? 35 5 5 3 0
Subjumlah 211 15 11 3 0
Subvariabel: Kualitas akhlak siswa dalam perilaku sehari-hari
23. Apakah kamu berbicara sopan dan santun kepada orang tuamu sendiri dan orang yang lebih tua darimu?
40 8 0 0 0
24. Apakah kamu berbicara lemah lembut dan santun kepada setiap orang?
38 2 3 5 0
Subjumlah 78 10 3 5 0
B. Analisis Data Hasil Penelitian
Penelitian tentang pengaruh pendidikan orang tua dalam keluarga terhadap
kualitas keagamaan siswa pada dasarnya ingin mengungkapkan gambaran tentang
cara orang tua dalam menanamkan akidah kealam diri putra-putrinya yang duduk
di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga., cara
orang tua siswa dalam menanamkan kebiasaan beribadah kepada putra-putrinya
yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan
keluarga, cara orang tua siswa dalam menanamkan pendidikan akhlaq kepada
putra-putrinya yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di
lingkungan keluarga, dan kualitas keagamaan siswa yang duduk di MTs Al-
Muawanah Cianjur dalam kegiatan sehari-hari. Keempat tujuan ini merupakan
variabel rumusan masalah yang menjadi landasan pijakan dalam melaksanakan
15
penelitian. Oleh karena itu, analisis atas hasil penelitian pun akan dilakukan
berdasarkan tujuan penelitian tersebut.
1. Cara orang tua menerapkan pendidikan keagamaan terhadap putra-putrinya yang duduk di kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Variabel rumusan masalah ini terdiri atas 4 (empat) subvariabel
yang terdiri atas penanaman akidah Islam, mengajarkan dan memberikan
keyakinan tentang makna Keesaan Allah, mengajarkan anak untuk me-
miliki ketergantungan kepada Allah dalam segala aspek kehidupan, dan
mengajarkan anak untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya. Keempat sub-
variabel ini dikembangkan menjadi 7 (tujuh) indikator dan 9 (sembilan)
item pertanyaan. Ketujuh indikator itu adalah sebagai berikut.
a. Memberikan pendidikan tauhid
b. Tidak menyekutukan Allah
c. Menjauhi perbuatan-perbuatan syirik
d. Memiliki kebiasaan berdoa kepada Allah pada setiap saat
e. Memiliki ketergantungan hanya kepada Allah tempat meminta
pertolongan dalam berbagai masalah
f. Selalu berpegang kepada prinsip-prinsip Al-Quran dan Al-Hadits
g. Melaksanakan perintah Allah dan menjauhi hal yang dilarang-Nya.
Analisis yang dilakukan tidak didasarkan kepada indikator-indika-
tor yang dirumuskan, tetapi berdasarkan item pertanyaan yang kemudian
diakumulasikan berdasarkan subvariabel masing-masing. Analisis data
16
dilakukan didasarkan kepada opsi yang dipilih oleh responden sesuai
dengan pertanyaan yang diajukan.
a. Analisis atas subvariabel penanaman akidah Islam
Subvariabel ini terdiri atas 2 (dua) item pertanyaan sebagai berikut.
(1) Apakah Bapak/Ibu mengajari anak untuk meyakini tiada Tuhan selain Allah?
Akidah adalah hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Ia bersifat
mutlak dan kokoh. Pada item pertanyaan ini, seluruh responden (100 %)
memilih selalu mengajari anak untuk meyakini tiada tuhan selain Allah.
(2) Apakah Bapak/Ibu mengajarkan bahwa perbuatan syirik merupakan dosa yang sangat besar?
Seluruh responden yang berjumlah 48 orang (100 %) menyatakan
bahwa mereka mengajarkan kepada anak-anaknya mengenai perbuatan
syirik sebagai dosa yang sangat besar dan tidak terampunkan sehingga
dilarang oleh Allah.
Berdasarkan kedua pertanyaan yang diajukan, dapat disimpulkan
bahwa 100 % responden ternyata sangat menekankan penanaman akidah
Islam yang kokoh dalam diri anak-anak mereka.
b. Analisis atas subvariabel mengajarkan dan memberikan
keyakinan tentang makna Keesaan Allah
Subvariabel ini terdiri atas dua item pertanyaan sebagai berikut.
17
(3) Apakah Bapak/Ibu menanamkan keyakinan dan sikap bahwa hanya Allah-lah Tuhan bagi semesta alam dan tidak patut kita menyembah selain Dia?
Allah SWT adalah Dzat yang wajib disembah karena Dia-lah
Pencipta semesta alam beserta segala isinya. Tidak patut manusia me-
nyembah yang lain selain Allah. Pada konteks ini 100 % orang tua siswa
menyatakan bahwa mereka selalu menanamkan kepada anak-anak mereka
tentang keyakinan dan sikap bahwa hanya Allah-lah Tuhan bagi semesta
alam dan tidak patut kita menyembah selain Dia.
(4) Apakah Bapak/Ibu menanamkan pengertian dan keyakinan bahwa perbuatan meminta pertolongan kepada selain Allah adalah perbuatan syirik dan harus dijauhi?
Dari 48 responden, terdapat 42 orang tua siswa (87,50 %)
menyatakan bahwa mereka selalu menanamkan pengertian dan keyakinan
kepada anak-anak mereka yang bersekolah di MTs Al-Muawanah Cianjur
bahwa perbuatan meminta pertolongan kepada selain Allah adalah
perbuatan syirik dan harus dijauhi. Sedangkan 6 orang tua siswa (12,50 %)
menyata-kan sering mengemukakan hal tersebut kepada anaknya.
Berdasarkan kedua item pertanyaan yang diajukan, sebanyak
2%50,87%100 + = 93,75 % menyatakan bahwa mereka selalu menanam-
kan, mengajarkan, dan memberikan keyakinan tentang Keesaan Allah
sebagai hal yang mutlak.
18
c. Analisis atas subvariabel mengajarkan anak untuk memiliki
ketergantungan kepada Allah dalam segala aspek kehidupan
Pada subvariabel ini terdapat 3 (tiga) item pertanyaan yang
dianalisis sebagai berikut ini.
(5) Apakah Bapak/Ibu mendorong anak untuk selalu berdoa kepada Allah dalam segala kepentingan?
Berdoa adalah salah satu bentuk ibadah. Berdoa hanya kepada
Allah berarti hanya mengakui keberadaan Allah semata sebagai Dzat yang
Maha Mengabulkan segala permohonan dan permintaan manusia. Pada
konteks ini, seluruh responden sebanyak 48 orang tua siswa (100 %)
menyatakan bahwa mereka selalu mendorong anak untuk selalu berdoa
kepada Allah dalam segala kepentingan.
(6) Apakah Bapak/Ibu mengajari anak dalan tata cara berdoa yang baik sesuai tuntunan Islam?
Berdoa kepada Allah berarti memohon persetujuan Allah dalam
sesuatu perkara yang dihadapi manusia. Memohon persetujuan Allah tentu
memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi manusia. Di antaranya
adalah tata cara atau adab berdoa. Tata cara berdoa ini selayaknya
diajarkan oleh orang tua kepada anaknya agar menjadi kebiasaan yang
melekat dalam diri anak.
Dari 48 responden, 22 orang tua siswa (45,83 %) menyatakan
bahwa mereka selalu mengajari anak dalan tata cara berdoa yang baik
sesuai tuntunan Islam, kemudian 10 orang tua siswa (20,83 %) menyata-
19
kan sering mengajari hal tersebut kepada anaknya. Sementara itu, 12 orang
tua siswa lainnya (25,00 %) menyatakan kadang-kadang saja mengajari
anak tata cara berdoa yang baik.
(7) Apakah Bapak/Ibu mendorong dan memberikan contoh untuk selalu mengingat Allah dalam berbagai kesempatan?
Selaku orang tua, mengingatkan dan mendorong anak untuk selalu
mengingat Allah dalam berbagai keadaan dan kesempatan adalah kewajib-
an yang utama. Dari 48 responden yang memberikan jawaban, ternyata 26
orang tua siswa (54,17 %) menyatakan selalu mendorong dan memberikan
contoh untuk selalu mengingat Allah dalam berbagai kesempatan dan
keadaan, 12 orang tua siswa (25,00 %) menyatakan sering, dan 10 (20,83
%) orang tua siswa menyatakan kadang-kadang saja mendorong dan
memberikan contoh untuk selalu mengingat Allah dalam berbagai keadaan
dan kesempatan.
Kesimpulan sementara atas subvariabel mengajarkan anak untuk memiliki ketergantungan kepada Allah dalam segala aspek kehidupan
Secara keseluruhan pada subvariabel ini diperoleh data sebagai
berikut.
Tabel 4.4
Rekapitulasi data subvariabel mengajarkan anak untuk memiliki ketergantungan kepada Allah dalam segala aspek kehidupan
Pernyataan Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subjumlah 96 22 22 2 2
Persentase (%) 66,67 15,28 15,28 1,39 1,39
20
Berdasarkan tabel 1.37 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar
orang tua siswa (66,67 %) ternyata mereka memberikan pendidikan dan
keteladanan untuk selalu memiliki ketergantungan kepada Allah SWT
dalam segala urusan. Bahkan jika data di atas ditambah lagi dengan orang
tua siswa yang menyatakan sering, maka jumlah tersebut akan menjadi
81,95 %.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang tua siswa telah
melakukan tugasnya dengan baik dalam hal mengajarkan anak untuk
memiliki ketergantungan hanya kepada Allah SWT semata dalam berbagai
urusan.
d. Analisis atas subvariabel mengajarkan anak untuk mencintai
Allah dan Rasul-Nya
Pada subvariabel ini terdapat 2 (dua) buah item pertanyaan yang
dapat dianalisis sebagai berikut ini.
(8) Apakah Bapak/Ibu memberikan keyakinan bahwa Al-Quran bukan sekedar harus dibaca, tetapi juga dimengerti dan dipegang teguh sebagai pedoman hidup?
Al-Quran merupakan kitab yang harus menjadi pedoman hidup
bagi setiap Muslim dalam menjalankan kehidupannya di muka bumi agar
selamat di dunia maupun di akhirat. Keberadaan seperti ini harus selalu
diyakinkan kepada anak sehingga anak mengerti dan memahami dengan
baik.
Dari 48 responden yang memberikan jawaban, ternyata 46 orang
tua siswa (95,83 %) menyatakan bahwa mereka selalu memberikan
21
keyakinan kepada anak-anaknya bahwa Al-Quran bukan sekedar harus
dibaca, tetapi juga dimengerti dan dipegang teguh sebagai pedoman hidup,
sedangkan 2 orang lainnya menyatakan sering memberikan keyakinan ter-
sebut kepada anak-anaknya.
(9) Apakah Bapak/Ibu memberikan pembelajaran tentang mana yang diperintah Allah dan mana yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya?
Menaati perintah dan larangan Allah dan rasul-Nya adalah kunci
kesuk-sesan di dunia dan di akhirat. Pengertian ini harus selalu ditanam-
kan dalam diri anak sehingga menjadi bagian dari kehidupannya. Dari 48
responden yang memberikan jawaban, ternyata 45 orang tua siswa (93,75
%) menyatakan bahwa mereka selalu memberikan pembelajaran tentang
mana yang diperintah Allah dan mana yang dilarang oleh Allah dan Rasul-
Nya, sedangkan 3 orang tua lainnya (6,25 %) menyatakan sering
melakukan hal tersebut.
Kesimpulan sementara variabel cara orang tua dalam menanamkan akidah ke dalam diri putra-putrinya yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Dari 9 item pertanyaan yang dijawab oleh seluruh responden, diperoleh
data kumulatif sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.
22
Tabel 4.5
Rekapitulasi data variabel cara orang tua dalam menanamkan akidah ke dalam diri putra-putrinya yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui
pendidikan di lingkungan keluarga
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subvariabel 1 96 0 0 0 0
Subvariabel 2 90 6 0 0 0
Subvariabel 3 96 22 22 2 2
Subvariabel 4 91 5 0 0 0
JUMLAH 373 33 22 2 2
Persentase 86,343 7,369 5,093 0,463 0,463
Dari data di atas dapat diperoleh informasi bahwa sebanyak 86,343 %
orang tua siswa selalu memiliki motivasi yang tinggi dalam hal menanamkan
akidah ke dalam diri anak-anaknya yang bersekolah di MTs Al-Muawanah
Cianjur, sedangkan sisanya berada jauh di bawah.
Dari setiap subvariabel yang diajukan, dapat dilihat bahwa hampir
seluruh orang tua siswa menyatakan bahwa pembinaan dan penanaman akidah
Islam dalam diri anak merupakan tugas utama yang dapat mengalahkan
segala-galanya.
Sevara visual, data hasil penelitian pada variabel ini dapat dilihat
melalui grafik berikut.
23
Cara orang tua menanamkan akidah
Gambar 4.1
Cara Orang Tua Siswa Menanamkan Kebiasaan Beribadah kepada Putra-putrinya Melalui Pendidikan di Lingkungan Keluarga.
Pada variabel rumusan masalah ini terdapat 2 subvariabel relevan,
yakni mengajari anak tata cara beribadah yang benar dan baik, serta men-
didik dengan cara memberikan keteladanan. Pada kedua subvariabel ini
dirumuskan 5 indikator yang terdiri atas mengajari shalat, mengajari mem-
baca Al-Quran, memberi contoh beribadah, memberi contoh sopan santun,
dan memberi contoh membaca Al-Quran.
Kedua subvariabel dengan lima indikator di atas diuraikan dalam
10 (sepuluh) item pertanyaan sebagaimana terurai di bawah ini.
a. Analisis atas subvariabel mengajari tata cara beribadah yang
benar dan baik
Pada subvariabel ini terdapat 5 (lima) item pertanyaan sebagaimana
terurai dalam analisis di bawah ini.
SL
SR KJ
TP
Keterangan: SL = Selalu : 86,343 SR = Sering : 7,369 K = Kadang-kadang : 5,093 J = Jarang : 0,463 TP = Tidak Pernah : 0,463
24
(10) Apakah Bapak/Ibu mengajarkan tata cara berwudlu yang benar dan baik kepada putra-putri Bapak/Ibu?
Sebagian besar orang tua beranggapan bahwa mengajari tata cara
berwudlu dan shalat adalah tugas guru mengaji di mesjid atau guru pen-
didikan agama Islam di sekolah, sehingga banyak orang tua tidak memper-
hatikan tata cara berwudlu anaknya apakah sudah benar dan baik ataukah
belum. Sementara itu, tata cara berwudlu yang benar tentulah mengacu
kepada dalil-dalil yang ada, yakni hadits yang shahih.
Dari 48 responden yang memberikan pernyataan, ternyata masing-
masing 3 orang tua siswa (6,25 %) dan 19 orang tua siswa (39,58 %) me-
nyatakan selalu dan sering mengajari anak-anak mereka untuk berwudlu
dengan benar dan baik. Akan tetapi, sebagian lainnya, yakni 20 orang tua
siswa (41,67 %) dan 6 orang tua siswa (12,50 %) menyatakan kadang-
kadang dan jarang mengajari anaknya tata cara berwudlu dengan benar
dan baik. Kelompok inilah yang menganggap bahwa tata cara tersebut
merupakan tanggung jawab guru mengaji atau guru PAI di sekolah.
(11) Apakah Bapak/Ibu mengajarkan tata cara shalat yang benar dan baik kepada putra-putri Bapak/Ibu berdasarkan dalil-dalil yang ada?
Sebagaimana cara mengajarkan tata cara berwudlu, kebanyakan
orang tua selalu memiliki anggapan bahwa tata cara shalat yang benar dan
baik adalah tugas dan tanggung jawab guru mengaji di mesjid dan atau
guru mata pelajaran PAI (khususnya guru Fiqh) di sekolah. Akibatnya,
jarang sekali orang tua yang mengontrol apakah anaknya telah melakukan
shalat dengan benar dan baik ataukah belum.
25
Asumsi di atas ternyata dapat dibuktikan berdasarkan data hasil
penelitian. Dari 48 responden yang memberikan jawaban, ternyata hanya 2
orang tua siswa (4,17 %) dan 9 orang tua siswa (18,75 %) yang
memberikan pernyataan selalu dan sering mengajarkan anak-anak mereka
tata cara shalat yang benar dan baik berdasarkan dalil-dalil yang ada.
Sementara itu, 15 orang tua siswa (31,25 %) menyatakan kadang-kadang,
12 orang tua siswa (25,00 %) menyatakan jarang, dan 10 orang tua siswa
(20,83 %) menyatakan tidak pernah mengajarkan tata cara shalat dengan
benar dan baik berdasarkan dalil-dalil yang ada. Pada umumnya, para
orang tua siswa mengajari anak-anaknya melakukan shalat sebagaimana
yang ia lakukan sendiri seperti yang diterimanya dahulu.
(12) Apakah Bapak/Ibu mengajarkan bacaan-bacaan shalat yang benar dan baik sesuai dalil-dalil yang ada?
Shalat adalah media komunikasi manusia dengan Allah Al-Khaliq.
Oleh karena itu, baik tata cara maupun bacaannya harus benar dan baik
sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Untuk
mengetahui bahwa sesuatu itu dicontohkan oleh Rasulullah SAW, orang
perlu mengetahui dan memahami hadits-hadits yang relevan dengan sanad
shahih. Tugas mengajari anak untuk melafalkan bacaan shalat yang benar
dan baik tersebut bukan hanya terletak pada guru mengaji atau guru PAI di
sekolah, melainkan juga merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua
siswa di rumah.
Dari 48 responden yang memberikan jawaban, masing-masing 2
orang tua siswa (4,17 %) menyatakan selalu dan sering mengajarkan baca-
26
an-bacaan shalat yang benar dan baik sesuai dalil-dalil yang ada. Akan
tetapi, sebagian besar orang tua siswa menyatakan kadang-kadang (dipilih
oleh 18 orang tua siswa atau sebanyak 37,50 %), jarang (dipilih oleh 14
orang tua siswa atau sebanyak 29,17 %), dan tidak pernah (dipilih oleh 12
orang tua siswa atau sebanyak 25,00 %) mengajarkan bacaan-bacaan
shalat yang benar dan baik sesuai dalil-dalil yang ada.
(13) Apakah Bapak/Ibu mengajarkan anak membaca Al-Quran?
Setiap Muslim yang baik seharusnya dapat membaca Al-Quran
sebagai kitab suci dan pedoman hidup. Pendidikan membaca Al-Quran
pertama kali seharusnya dilakukan oleh orang tua.
Dari 48 responden orang tua siswa, ternyata 37 orang (77,08 %)
menyatakan bahwa mereka mengajarkan anak membaca Al-Quran,
sedangkan 8 orang tua siswa (16,67 %) menyatakan sering mengajari
anaknya membaca Al-Quran, dan 3 orang tua siswa (6,25 %) menyatakan
kadang-kadang saja mengajarkan membaca Al-Quran kepada anaknya.
(14) Apakah Bapak/Ibu mengajari anak untuk memahami makna ayat-ayat Al-Quran yang dibacanya?
Selain dibaca, Al-Quran harus pula dipahami. Sebagai pedoman
hidup bagi seluruh Muslim, isi kandungan Al-Quran seharusnya dipahami
dan dapat dijalankan. Oleh karena itu, selain mengajarkan membaca, orang
tua juga selayaknya mengajari anaknya pula untuk memahami isi
kandungan Al-Quran.
27
Dari 48 responden, ternyata masing-masing sebanyak 2 orang tua
siswa (4,17 %) dan 4 orang tua siswa (8,33 %) menyatakan selalu dan
sering mengajarkan kepada anaknya untuk memahami isi kandungan Al-
Quran melalui ayat-ayat yang dibacanya. Sementara itu, 3 orang tua siswa
(6,25 %) menyatakan kadang-kadang saja mengajari anaknya untuk
memahami isi kandungan Al-Quran. Akan tetapi, sebagian besar orang tua
siswa, yakni 39 orang atau sebesar 81,25 %, menyatakan bahwa mereka
jarang mengajari anaknya untuk memahami makna ayat-ayat Al-Quran
yang dibacanya, sehinga kegiatan membaca Al-Quran baru terbatas pada
mengajari tata cara membaca belaka dan belum memahami maknanya.
Kesimpulan sementara subvariabel mengajari tata cara ibadah
Secara akumulatif, data yang diperoleh pada subvariabel ini adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.6
Rekapitulasi data subvariabel mengajari tata cara ibadah
Pernyataan Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subjumlah 46 42 59 71 22
Persentase 19,17 17,5 24,58 29,58 9,17
Tata cara ibadah yang diajarkan orang tua siswa kepada anak-
anaknya yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur ternyata tidak
didasarkan atas pemahaman mendalam tentang syariah Islam yang benar.
Hal ini terlihat dari pernyataan orang tua siswa sebanyak 19,17 % yang
28
menyatakan selalu mengajarkan tata cara ibadah (shalat dan mem-baca Al-
Quran) sesuai dengan dalil yang ada, dan 17,5 % sering melaku-kannya
sehingga jumlah pernyataan pada konteks ini menjadi 32,67 %. Sementara
itu, orang tua yang menyatakan kadang-kadang sebesar 24,58 %, jarang
sebesar 29,58, dan tidak pernah sebesar 9,17 %.
Dari data tersebut dapat terlihat bahwa para orang tua siswa meng-
ajari anak-anaknya tata cara shalat tanpa didasari dalil-dalil shahih yang
mendukungnya. Demikian pula dengan membaca Al-Quran, para orang
tua tidak mengajari anaknya untuk memahami ayat-ayat Al-Quran yang
dibacanya.
b. Analisis atas subvariabel mendidik dengan memberikan
keteladanan
Pada subvariabel ini terdapat 5 (lima) item pertanyaan yang dijawab
oleh para responden dengan rincian sebagai berikut.
(15) Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh bagaimana tata cara berwudlu dengan benar kepada anak Bapak/Ibu?
Dari 48 rang tua siswa sebagai responden, masing-masing 8 orang
tua siswa (16,67 %) dan 10 orang tua siswa (20,83 %) menyatakan selalu
dan sering memberikan contoh tentang tata cara berwudlu dengan benar.
Sementara itu, 21 orang tua siswa (43,75 %) menyatakan kadang-kadang
saja memberikan contoh tata cara berwudlu kepada anak-anaknya.
Sedangkan masing-masing 5 dan 4 orang tua siswa menyatakan jarang dan
tidak pernah memberikan contoh tata cara berwudlu kepada anaknya.
29
(16) Apakah Bapak/Ibu mengajak anak untuk shalat berjamaah, baik di masjid atau di rumah?
Shalat berjamaah memiliki dua tujuan bagi anak. Pertama,
melaksanakan anjuran Rasulullah SAW dan kedua sebagai media
pendidikan bagi anak untuk melihat dan mengalami sendiri bagaimana
suasana dan tata cara shalat yang baik dan benar.
Dari 48 responden yang memberikan jawaban, ternyata 30 orang
tua siswa (62,50 %) memberikan pernyataan selalu mengakak anaknya
untuk shalat berjamaah, baik di masjid (bagi anak laki-laki) ataupun di
rumah (bagi anak perempuan), sedangkan 16 orang tua siswa (33,33 %)
menyatakan sering mengajak anaknya untuk shalat berjamaah. Hanya 2
orang tua siswa (4,17 %) yang menyatakan kadang-kadang mengajak
anaknya untuk shalat berjamaah. Pada konteks ini ternyata hampir seluruh
orang tua menjalankan fungsinya sebagai pemberi teladan kepada anaknya
untuk mengajak shalat berjamaah.
(17) Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh shalat tepat waktu kepada anak-anak?
Rasulullah SAW selalu menganjurkan ummatnya untuk shalat
tepat pada waktunya. Mengajari anak untuk shalat tepat waktu belumlah
lengkap jika tanpa disertai keteladanan orang tua siswa, yakni dengan
memberikan contoh yang nyata.
30
Dari 48 responden, ternyata hanya 12 orang tua siswa yang terdiri
atas 3 orang tua siswa (6,25 %) yang menyatakan selalu dan 9 orang tua
(18,75 %) yang menyatakan sering memberikan contoh kepada anak-
anaknya untuk shalat tepat waktu. Sedangkan sebagian besar orang tua
siswa, yakni 31 orang (64,58 %) yang menyatakan kadang-kadang saja
memberikan contoh shalat tepat pada waktunya, dan 5 orang tua siswa
(10,42 %) menyatakan jarang memberikan contoh seperti itu.
(18) Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh melafalkan bacaan shalat yang benar dan baik kepada anak? (misalnya ketika Bapak/Ibu bertindak sebagai imam dan anak bertindak sebagai ma’mum)
Masing-masing 7 orang tua siswa (14,58 %) dan 9 orang tua siswa
(18,75 %) menyatakan bahwa mereka selalu dan sering memberikan
contoh melafalkan bacaan shalat yang benar dan baik kepada anak ketika
orang tua bertindak sebagai imam dan anak bertindak sebagai ma’mum.
Sementara itu, 22 orang tua siswa (45,83 %) menyatakan kadang-kadang,
8 orang tua siswa (16,67 %) menyatakan jarang, dan 2 orang tua siswa
(4,17 %) menyatakan tidak pernah memberikan contoh melafalkan bacaan
shalat ketika mereka bertindak sebagai imam pada shalat berjamaah.
Data analisis ini menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua
siswa tidak melakukan upaya agar lafal bacaan mereka ketika shalat
terdengar oleh anak-anak mereka pada saat menjadi imam shalat
berjamaah. Bahkan, ada di antaranya yang sama sekali tidak memberikan
contoh melafalkan bacaan shalat.
31
(19) Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh membaca Al-Quran setiap hari pada waktu tertentu?
Al-Quran adalah kitab suci dan pedoman hidup yang selayaknya
dibaca secara tetap pada waktu-waktu tertentu secara berkala. Misalnya
sekali dalam sehari sehabis shalat Maghrib, atau waktu lainnya. Kebiasaan
orang tua dalam membaca Al-Quran secara tetap ini akan diserap oleh
anak dan dijadikan contoh bagi mereka sehingga mereka mengikuti
kebiasaan baik ini.
Dari 48 responden orang tua siswa, sebanyak 15 orang tua siswa
(31,25 %) dan 20 orang tua siswa (41,67 %) menyatakan selalu dan sering
memberikan contoh membaca Al-Quran setiap hari pada waktu tertentu.
10 reponden (20,83 %) penyatakan kadang-kadang membaca Al-Quran,
dan 3 responden (6,25 %) menyatakan jarang membaca Al-Quran.
Kesimpulan sementara subvariabel mendidik dengan memberikan keteladanan
Dari 5 item pertanyaan yang dijawab oleh orang tua siswa sebagai
responden, secara akumulatif diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 4.7
Rekapitulasi data subvariabel mendidik dengan memberikan keteladanan
Pernyataan Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subjumlah 63 64 86 21 6
Persentase 26,25 26,67 35,83 8,75 2,50
32
Berdasarkan tabel di atas dapat disusun kesimpulan sementara
bahwa pada umumnya orang tua siswa memberikan keteladanan kepada
anaknya dalam melaksanakan pendidikan ibadah. Hal ini dibuktikan
dengan jumlah pernyataan selalu dan sering yang diberikan orang tua
siswa yang mencapai jumlah 127 jawaban atau 52,82 %. Sedangkan
siswnya tersebar pada jawaban kadang-kadang (353,83 %), serta jarang
(8,75 %) dan tidak pernah (2,50 %).
Dengan keadaan data seperti ini, jelaslah bahwa kebiasaan
keteladanan telah dilakukan oleh orang tua siswa dalam keluarga mereka
masing-masing. Diduga hal seperti ini telah dilakukan secara turun-
temurun dalam keluarga Muslim di Cianjur sejak dahulu kala. Adapun
munculnya sikap orang tua yang tidak memberikan keteladanan (mem-
berikan contoh), diduga hal tersebut sebagai akibat dari meningkatnya
kesulitan hidup yang dialami oleh sebagian besar masyarakat dari strata
sosial menengah ke bawah dewasa ini.
Kesimpulan variabel rumusan masalah: cara orang tua siswa dalam menanamkan kebiasaan beribadah kepada putra-putrinya yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh 48 responden
terhadap 10 item pertanyaan yang diberikan pada variabel ini, diperoleh
data akumulatif sebagai berikut.
33
Tabel 4.8
Rekapitulasi data variabel cara orang tua siswa dalam menanamkan kebiasaan beribadah kepada putra-putrinya yang duduk di MTs Al-
Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subvariabel 1 46 42 59 71 22
Subvariabel 2 63 64 86 21 6
JUMLAH 109 106 145 92 28
Persentase (%) 22,708 22,083 30,208 19,167 5,833
Dari 10 item pertanyaan yang dijawab oleh 48 responden, 22,708
% orang tua siswa selalu memberikan motivasi dalam menanam-kan
kebiasaan beribadah kepada anak-anaknya melalui lingkungan keluarga.
Kemudian 22,083 % orang tua siswa sering memberikan motivasi dalam
menanamkan kebiasaan beribadah kepada anak-anaknya melalui
lingkungan keluarga. Jika dijumlahkan, orang tua siswa yang memiliki
motivasi besar dalam menanamkan kebiasaan beribadah kepada anaknya
ini masih berada dalam tahap cukup, yakni 44,791 %. Sementara itu,
jumlah orang tua siswa yang berada pada tingkat kadang-kadang
memotivasi anak berada pada tahap 30,208 %. Sedangkan sisanya yang
berjumlah 19,167 % dan 5,833 % berada pada tingkat jarang dan tidak
pernah memberikan motivasi dalam menanamkan kebiasaan beribadah
kepada anak-anaknya.
Penanaman kebiasaan beribadah oleh orang tua siswa kepada anak-
anaknya yang bersekolah di MTs Al-Muawanah Cianjur ini dilakukan
34
secara komunikatif dan persuasif, yakni dengan cara mengajak dan
memberikan contoh keteladanan. Mengajari dan memberi-kan keteladanan
dalam beribadah pada dasarnya sudah merupakan kebiasaan dalam
masyarakat Muslim di Cianjur sejak zaman dahulu. Akan tetapi, sedikit
demi sedikit terjadi perubahan kultur masyarakat dengan mulai
meninggalkan kebiasaan yang baik ini.
Secara visual, data di atas dapat digambarkan dalam grafik di
bawah ini.
Cara orang tua menanamkan kebiasaan beribadah
22,083
22,708 5,833
19,167
30,208
Gambar 4.2
Cara Orang Tua Siswa Menanamkan Pendidikan Akhlaq kepada Putra-putrinya Melalui Pendidikan di Lingkungan Keluarga.
Pada variabel rumusan masalah ini terdapat empat subvariabel
yang terdiri atas mendidik akhlak anak, menyampaikan pendidikan secara
SL
K
SR
J
TP
Keterangan: SL = Selalu : 22,708 SR = Sering : 22,083 K = Kadang-kadang : 30,208 J = Jarang : 19,167 TP = Tidak Pernah : 5,833
35
komunikatif, menjadi motivator bagi anak, dan menjadi konsultan bagi
anak. Pada variabel ini terdapat 11 (sebelas item) yang setelah disebarkan
kepada orang tua siswa sebagai responden diperoleh data yang dianalisis
sebagaimana terurai di bawah ini.
a. Analisis subvariabel mendidik akhlaq anak
Pada subvariabel mendidik akhlaq anak ini terdapat 6 item per-
tanyaan yang diajukan berdasarkan indikator-indikator mengajari sopan
santun kepada orang tua dan mengajari sopan santun kepada sesama
manusia. Analisis yang dilakukan menghasilkan penjelasan sebagai
berikut.
(20) Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk bersikap baik kepada ayah dan ibu?
Dari 48 responden yang mengisi angket, sebanyak 40 orang tua
siswa (83,33%) menyatakan bahwa mereka selalu mengajarkan kepada
anak-anaknya untuk bersikap baik kepada kedua orang tuanya, sedangkan
6 orang tua siswa (12,50%) menyatakan sering mengajarkan hal itu. Ada 2
orang tua siswa (4,17%) yang kadang-kadang saja mengajarkan anaknya
untuk bersikap baik kepada kedua orang tuanya.
Pada konteks ini, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar orang
tua siswa mengajari anak-anak mereka untuk selalu berikap baik kepada
kedua orang tua. Hal ini didasarkan kepada ajaran agama yang meng-
haruskan setiap anak untuk berlaku dan bersikap baik kepada orang
tuanya, khususnya kepada ibunya.
36
(21) Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk berlaku baik terhadap saudara-saudaranya?
Dari 48 responden, terdapat 34 orang tua siswa (70,83%) yang
menyatakan bahwa mereka selalu mengajari anak-anaknya untuk berlaku
baik dan santun kepada saudara-saudaranya. 11 orang tua siswa (22,92%)
menyatakan bahwa mereka sering mengajari anaknya untuk bersikap
santun kepada saudara-saudaranya. Sedangkan 3 orang tua siswa (6,25%)
menyatakan kadang-kadang saja mengajari anak untuk bersikap baik
kepada saudara-saudaranya.
Pada konteks ini sebagian besar orang tua siswa (34 orang yang
menyatakan selalu dan 11 orang yang menyatakan sering, sehingga
seluruhnya berjumlah 45 orang atau 93,75%) menyatakan bahwa mereka
mengajari anak-anak mereka untuk berlaku dan bersikap baik dan santun
kepada saudara-saudaranya.
(22) Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk berbicara dengan bahasa yang baik?
Dari 48 responden yang mengisi angket, 32 orang tua siswa
(66,67%) menyatakan bahwa mereka selalu mengajari anaknya untuk
berbicara dengan bahasa yang baik, sedangkan 10 orang tua siswa
(20,83%) menyatakan sering mengajari anaknya untuk bericara dengan
bahasa yang baik, dan 6 orang tua siswa (12,50%) menyatakan kadang-
kadang saja mengajarinya.
37
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar orang
tua siswa memberikan pernyataan bahwa mereka mengajari anak-anak
mereka untuk bericara dengan menggunakan bahasa yang baik. Hal ini
dapat terlihat dari jumlah orang tua yang menyatakan selalu (32 orang) dan
sering (10 orang), sehingga seluruhnya mencapai 42 orang tua siswa atau
sebesar 87,50%.
(23) Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk bersikap baik kepada sesama teman dan orang lain?
28 responden (58,33%) dari 48 orang tua siswa menyatakan bahwa
mereka selalu mengajari anak-anaknya untuk bersikap baik kepada sesama
temannya serta orang lain. Sementara itu, 12 orang tua siswa (25,00%)
menyatakan sering, 4 orang tua siswa (8,33%) menyatakan kadang-
kadang, dan 4 responden lainnya (8,33%) menyatakan jarang mengajari
anaknya untuk bersikap baik kepada sesama temannya serta orang lain.
Sebagian besar orang tua siswa ternyata mengajari anak-anaknya
untuk bersikap baik kepada teman-teman sesamanya. Hal ini dapat dilihat
dari jumlah orang tua yang memberikan pernyataan selalu (28 orang) serta
yang menyatakan sering (12 orang) sehingga seluruhnya berjumlah 40
orang atau 83,33 %.
(24) Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk membiasakan diri menjamu teman-temannya dan atau orang lain jika mereka berkunjung ke rumah?
Dari 48 responden yang menyampaikan angket yang telah diisinya,
21 orang tua siswa (43,75%) orang tua siswa menyatakan bahwa mereka
38
selalu mengajari anak-anak untuk membiasakan diri menjamu teman atau
orang lain jika mereka berkunjung ke rumah. 14 orang tua siswa (29,17%)
menyatakan diri sering, 8 orang tua siswa (16,67%) menyatakan kadang-
kadang, dan 5 orang tua siswa (10,42%) menyatakan jarang mengajari
anak mereka untuk membiasakan menjamu teman-temannya atau orang
lain jika mereka berkunjung ke rumah.
Meskipun orang tua yang menyatakan selalu mengajari anak-anak
untuk membiasakan diri menjamu teman atau orang lain jika mereka ber-
kunjung ke rumah hanya mencapai 43,74 % (21 orang), apabila
diakumulasikan dengan orang tua yang menyatakan sering sebanyak 29,17
% (14 orang), maka sebagian besar orang tua siswa (35 orang atau 72,95
%) pada dasarnya mengajari anak-anak mereka untuk membiasakan diri
menjamu teman-temannya apabila mereka berkunjung ke rumahnya.
(25) Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk berbicara dengan bahasa yang baik kepada semua orang?
Dari 48 responden yang mengisi angket, 20 orang tua siswa
(41,67%) menyatakan bahwa mereka selalu mengajari anak-anaknya untuk
berbicara dengan menggunakan bahasa yang baik kepada semua orang,
dan 15 orang tua siswa (31,25%) menyatakan sering mengajari hal itu
kepada anak-anaknya. Sementara itu, masing-masing 7 orang tua siswa
(14,58%) dan 6 orang tua siswa (12,50%) menyatakan kadang-kadang dan
jarang mengajari anak-anak mereka untuk berbicara dengan bahasa yang
baik kepada semua orang.
39
Dari data ini diketahui bahwa sebagian besar orang tua siswa,
yakni 35 orang (72,92%) mengajari anak-anaknya untuk berbicara dengan
menggunakan bahasa yang baik kepada semua orang.
Kesimpulan sementara atas subvariabel mendidik akhlaq anak
Secara akumulatif, data yang diperoleh pada subvariabel ini adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.9
Rekapitulasi data subvariabel mendidik akhlaq anak
Pernyataan Selalu Sering Kadnag-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subjumlah 175 68 30 15 0
Persentase 60,76 23,61 10,42 5,21 0
Dari 6 item yang diajukan kepada responden, ternyata terdapat 175
jawaban yang menyatakan selalu dan 68 jawaban menyatakan sering.
Dengan kedua jawaban ini (175 + 68 = 243) atau sebesar 486
243x
x 100 % =
84,375 % orang tua siswa mendidik anak-anaknya membangun akhlaq
yang baik. Secara visual, data ini dapat dilihat pada grafik berikut ini.
40
Mendidik akhlak yang baik
Gambar 4.3
b. Analisis subvariabel mendidik secara komunikatif
Pada subvariabel ini terdapat 2 item pertanyaan yang diajukan
sehingga jumlah jawaban ideal adalah 96 jawaban. Kedua item ini
mengacu kepada indikator berbicara dengan lemah lembut kepada anak
dan dalam berbagai konteks orang tua memberi pengertian, bukan perintah
kepada anaknya.
(26) Apakah Bapak/Ibu berbicara kepada anak dengan cara yang lemah lembut, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun pada saat mendidik anak?
Dari 48 responden orang tua siswa yang mengisi angket, ternyata
masing-masing 14 orang tua siswa (29,17 %) menyatakan selalu dan
sering bericara dengan cara yang lemah lembut kepada anaknya, baik
dalam pergaulan sehari-hari maupun pada saat membimbing belajar.
Keterangan: SL = Selalu : 60,76 SR = Sering : 23,61 K = Kadang-kadang : 10,42 J = Jarang : 5,21 TP = Tidak Pernah : 0,463
SL SR
K J
41
Selanjutnya, masing-masing 16 orang tua siswa (33,33 %) dan 4 orang tua
siswa (8,33 %) menyatakan kadang-kadang dan jarang bericara kepada
anak dengan cara yang lemah lembut, baik dalam pergaulan sehari-hari
maupun pada saat mendidik anak.
(27) Apakah Bapak/Ibu menjelaskan tentang sesuatu kepada putra/putri Bapak/Ibu agar ia mengerti dan bukan memberi perintah untuk patuh?
Sebagian orang tua merasa bahwa mendidik adalah agar anak
mematuhi segala peraturan dan perintah orang tuanya. Sering terjadi
penerapan pendidikan ini dilakukan dengan cara memberikan perintah-
perintah untuk dipatuhi anak sehingga anak menjadi takut. Kondisi seperti
ini tidai seharusnya terjadi karena pendidikan yang benar adalah memberi-
kan pengertian kepada anak sehingga tumbuh kesadaran dalam diri anak
untuk melakukan sesuatu kebaikan tanpa harus disuruh atau diperintah.
Dari 48 responden yang mengisi angket, ternyata hanya ada 7
orang tua siswa (14,58 %) yang menyatakan selalu memberikan penjelasan
dan pengertian kepada anak tentang sesuatu dan bukan memberikan
perintah untuk dipatuhi, kemudian 12 orang tua siswa (25,00 %) menyata-
kan sering melakukannya. Sementara itu, masing-masing 23 orang tua
siswa (47,92 %), 4 orang tua siswa (8,33 %), dan 2 orang tua siswa (4,17
%) menyatakan kadang-kadang, jarang, dan sama sekali tidak pernah
memberikan penjelasan dan pengertian tentang sesuatu kepada anak agar
anak menyadari dan bukan memberikan perintah-perintah yang harus
dipatuhi.
42
Kesimpulan sementara hasil analisis subvariabel mendidik anak secara komunikatif
Secara akumulatif, data yang diperoleh pada subvariabel ini adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.10
Rekapitulasi data subvariabel mendidik anak secara komunikatif
Pernyataan Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subjumlah 21 26 39 8 2
Persentase 21,88 27,08 40,63 8,33 2,08
Mendidik dengan cara komunikatif ternyata tidak sepenuhnya
diterapkan oleh orang tua siswa. Sebagian orang tua masih beranggapan
bahwa mendidik secara tegas dengan memberikan perintah-perintah untuk
dipatuhi merupakanm cara yang efektif dalam mendidik anak. Data hasil
penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian orang tua siswa (21,88 %
+ 27,08 % = 48,96 %) menyatakan bahwa pendidikan secara komunikatif
akan berhasil dilaksanakan dalam membentuk pribadi anak, sedangkan
sebagian orang tua lainnya (51,04 %) secara tersirat memberikan
pernyataan bahwa pendidikan yang diberikan kepada anak-anak tidak
dilakukan secara komunikatif.
Secara visual, gambaran kondisi ini dapat dilihat pada grafik
berikut ini.
43
Mendidik secara komunikatif
Gambar 4.4
c. Analisis atas subvariabel menjadi motivator dalam belajar anak
Pada subvariabel ini terdapat 2 item pertanyaan yang dianggap
memiliki relevansi dengan subvariabel dan variabel rumusan masalah.
Karena jumlah responden adalah 48, maka jumlah jawaban ideal yang
akan diberikan oleh orang tua siswa adalah 2 x 48 = 96 jawaban yang
terdistribusi pada masing-masing item sebagai berikut.
(28) Apakah Bapak/Ibu mengatur jadwal belajar bagi anak secara bersama-sama?
Mengatur jadwal belajar bersama-sama anak di rumah merupakan
salah satu cara untuk mendekati anak agar anak mau belajar dengan
sukarela. Pengaturan ini tentu saja harus dilakukan secara komunikatif.
Dari 48 responden, tidak ada seorang pun orang tua siswa yang selalu dan
sering melakukan pengaturan jadwal belajar bersama anaknya di rumah.
Keterangan: SL = Selalu : 21,88 SR = Sering : 27,08 K = Kadang-kadang : 40,63 J = Jarang : 8,33 TP = Tidak Pernah : 2,08
SL
SR K
J
TP
44
Kemudian, masing-masing 12 orang tua siswa (25,00 %) dan 10 orang tua
siswa (20,83 %) menyatakan kadang-kadang dan jarang saja melakukan
penyusunan jadwak belajar anak bersama-sama. Bahkan, 26 orang tua
siswa (54,17 %) menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak pernah
melakukan penyusunan jadwal belajar bersama anak-anaknya di rumah.
(29) Apakah Bapak/Ibu memberikan penghargaan tertentu jika putra/putri Bapak/Ibu berhasil dalam belajar? (misalnya memberikan buku kepada anak ketika anak khatam Al-Quran, tamat shaum dalam bulan Ramadhan, memperoleh peringkat pertama di kelas, dsb.)
Penghargaan (reward) merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan orang tua dalam menumbuhkan dan mengembangkan motivasi
belajar anak. Pemberian penghargaan ini tidak selalu harus merupakan
barang-barang mahal, sebuah ucapan selamat yang tulus diberikan kepada
anak akan dapat merangsang motivasi mereka untuk belajar dengan baik.
Dari 48 responden yang memberikan jawaban, masing-masing 6
orang tua siswa (12,50 %) dan 11 orang tua siswa (22,92 %) menyatakan
selalu dan sering memberikan penghargaan kepada anaknya ketika anak-
anak mereka berprestasi dalam belajar. Akan tetapi, sebagian besar orang
tua siswa, yakni 16 orang (33,33 %), 8 orang (16,67 %), dan 7 orang tua
siswa (14,58 %) masing-masing menyatakan kadang-kadang, jarang, dan
sama sekali tidak pernah memberikan penghargaan kepada anaknya
apabila mereka mencapai prestasi tertentu dalam belajar.
45
Kesimpulan sementara atas subvariabel menjadi motivator belajar
Secara akumulatif, data yang diperoleh pada subvariabel ini adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.12
Rekapitulasi data subvariabel menjadi motivator belajar
Pernyataan Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subjumlah 6 11 28 18 33
Persentase 6,25 11,46 29,17 18,75 34,38
Orang tua adalah motivator utama bagi anaknya dalam mencapai
tujuan tertentu, termasuk keberhasilan belajar. Fungsi ini sangat dominan,
karena orang tua akan mendorong anaknya dengan penuh ketulusan dan
kasih sayang. Akan tetapi, banyak di antara orang tua tidak memahami
dengan benar bagaimana seharusnya memberikan dorongan yang efektif
kepada anaknya agar berprestasi. Bahkan, ada sebagian orang tua
beranggapan bahwa memberikan motivasi sama dengan memberikan
perintah-perintah serta membuat peraturan-peraturan yang harus dipatuhi
anak agar berhasil.
Pada subvariabel ini, ternyata hanya 17 orang tua siswa (6 dan 11
orang tua yang menyatakan selalu dan sering) atau 17,71 % yang mampu
menjadi motivator yang baik dalam pendidikan anak-anaknya. Sementara
46
itu, 82,29 % orang tua siswa belum mampu menjadi motivator yang baik
dalam belajar anaknya.
Secara visual, kesimpulan di atas dapat dilihat pada grafik di
bawah ini.
Menjadi motivator belajar anak
Gambar 5
d. Analisis atas subvariabel menjadi konsultan dalam belajar anak
Pada subvariabel ini hanya terdapat satu pertanyaan yang dianggap
relevan dengan rumusan masalah yang diajukan. Data hasil penelitian
menunjukkan perolehan sebagai berikut.
Keterangan: SL = Selalu : 6,25 SR = Sering : 11,46 K = Kadang-kadang : 29,17 J = Jarang : 18,75 TP = Tidak Pernah : 34,38
SL SR
K J
TP
47
(30) Apakah Bapak/Ibu memberikan alternatif pemecahan masalah kepada putra/putri Bapak/Ibu jika ia sedang mengalami kesulitan?
Orang tua akan selalu menjadi tumpuan dan tempat bertanya
seorang anak ketika ia sedang menghadapi masalah atau kesulitan. Pada
posisi ini selayaknya orang tua mampu menjadi konsultan yang dapat
memberikan alternatif pemecahan masalah bagi kesulitan anaknya. Bukan
mengerjakan pekerjaan anak, melainkan memberikan bantuan saran dan
penjelasan agar anak dapat menyelesaikan sendiri persoalan dan kesulitan
yang dihadapinya.
Dari 48 responden yang memberikan jawaban, ternyata masing-
masing hanya 2 orang tua siswa (4,17 %) dan 8 orang tua siswa (16,67 %)
yang memberikan pernyataan selalu dan sering membantu anaknya dengan
memberikan alternatif pemecahan masalah ketika anak sedang meng-
hadapi kesulitan. Sebagian besar orang tua siswa, yakni 19 orang tua siswa
(39,58 %) menyatakan kadang-kadang, 11 orang tua siswa (22,92 %)
menyatakan jarang, dan 8 orang tua siswa (16,67 %) menyatakan tidak
pernah memberikan alternatif pemecahan masalah ketika anak sedang
menghadapi kesulitan. Kondisi ini menunjukkan bahwa para orang tua
siswa di MTs Al-Muawanah Cianjur belum memahami dengan benar
fungsinya sebagai konsultan bagi anaknya.
48
Kesimpulan sementara variabel rumusan masalah cara orang tua siswa dalam menanamkan pendidikan akhlaq kepada putra-putrinya yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada masing-masing sub-
variabel di atas, dapat disusun sebuah kesimpulan berdasarkan kumulasi
perolehan jawaban setiap item pada rumusan masalah ini.
Tabel 4.13
Rekapitulasi data variabel rumusan masalah cara orang tua siswa dalam menanamkan pendidikan akhlaq kepada putra-putrinya yang duduk di
MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subvariabel 1 175 68 30 15 0
Subvariabel 2 21 26 39 8 2
Subvariabel 3 6 11 28 18 33
Subvariabel 4 2 8 19 11 8
JUMLAH 204 113 116 52 43
Persentase (%) 38,64 21,40 21,97 9,85 8,14
Berdasarkan tabel akumulasi perolehan jawaban yang diberikan
oleh para responden di atas, dapat disusun kesimpulan bahwa cara orang
tua dalam menanamkan pendidikan akhlak kepada anak-anaknya yang
duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan
keluarga relatif cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan jumlah persentase
pernyataan orang tua yang menyatakan selalu dan sering mencapai 60,04
%. Kelemahan rata-rata yang dimiliki oleh orang tua siswa adalah
menerapkan pendidikan dengan pendekatan komunikatif. Orang tua pada
49
umumnya tidak menguasai bagaimana strategi pendidikan yang baik pada
lingkungan keluarga sehingga penanaman akhlaq dilakukan secara
konvensional sebagaimana mereka menerima dari para orang tua mereka
dahulu.
Secara visual, motivasi orang tua dalam menanamkan pendidikan
akhlaq bagi anak-anaknya dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Cara Orang Tua dalam Mendidik Akhlak Anak
Gambar 6
2. Aktivitas Keagamaan Para Siswa Kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur dalam Kehidupan Sehari-hari
Variabel masalah aktivitas keagamaan siswa dalam kehidupan sehari-hari
diberikan kepada guru mata pelajaran PAI, pembina siswa, serta guru
bimbingan dan konseling yang seluruhnya berjumlah 7 orang. Pada
variabel rumusan masalah ini terdapat tiba subvariabel yang dijabarkan ke
dalam 12 pernyataan sebagai berikut.
Keterangan: SL = Selalu : 36,64 SR = Sering : 21,40 K = Kadang-kadang : 31,97 J = Jarang : 9,85 TP = Tidak Pernah : 8,14
SL
SR K
J TP
50
(1) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat lima waktu.
Pada konteks ini 5 guru menyatakan bahwa siswa SELALU
melaksanakan shalat 5 waktu, dan 2 guru lainnya menyatakan
SERING melihat siswa melaksanakan shalat 5 waktu. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa memang menjalankan
kewajibannya dalam melaksanakan shalat 5 waktu.
(2) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat tepat waktu.
Pada konteks ini 1orang guru menyatakan bahwa siswa SELALU
melaksanakan shalat dengan tepat waktu, 4 guru menyatakan bahwa
siswa SERING melaksanakan shalat tepat waktu, dan 2 guru lainnya
menyatakan KADANG-KADANG saja siswa melaksanakan shalata 5
waktu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
siswa melaksanakan shalat lima waktu berusaha untuk tepat waktu
dan tidak teringgal.
(3) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat sunat rawatib.
Dalam pelaksanaan shalat sunnah rawatib, 2 orang guru menyatakan
bahwa siswa SERING melaksanakannya, 4 orang guru menyatakan
KADANG-KADANG saja siswa melaksanakannya, dan 1 orang guru
menyatakan JARANG siswa melaksanakannya. Dari data ini dapat
disimpulkan bahwa sebagian siswa memang melaksanakan shalat
sunnat rawatib meskipun dalam frekuensi yang kadang-kadang saja.
51
(4) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat sunat lainnya
Pada pelaksanaan shalat-shalat sunat lainnya, seperti shalat Dhuha,
qiyamul-lail, istikharah, dan shalat sunat lainnya, 4 orang guru
menyatakan bahwa siswa hanya KADANG-KADANG saja melak-
sanakannya, seddangkan 3 orang guru menyatakan JARANG melihat
siswa melaksanakannya. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan
bahwa siswa jarang melaksanakan shalat sunnat lainnya dalam aktivi-
tas sehari-harinya. Pelaksanaan shalat malam yang dilakukan siswa
secara konsisten hanya terjadi pada bulan Ramadhan saja.
(5) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa membaca Al-Quran secara teratur
Sebagian besar guru (5 orang) menyatakan bahwa siswa SELALU
membaca Al-Quran secara teratur setiap hari melalui kegiatan mengaji
di rumah atau sekitar rumahnya, sedangkan 2 guru lainnya menyata-
kan SERING menyaksikan siswa mengaji Al-Quran secara teratur.
Data ini menunjukkan bahwa siswa pada umumnya membaca Al-
Quran secara teratur.
(6) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa membaca Al-Quran dengan benar.
2 orang guru menyatakan bahwa siswa SELALU membaca Al-Quran
dengan benar, 4 guru menyatakan SERING siswa membaca Al-Quran
dengan benar, dan 1 orang guru menyatakan KADANG-KADANG
saja siswa membaca Al-Quran dengan benar. Berdasarkan data ini
52
dapat disimpulkan bahwa pada umumnya siswa dapat membaca AL-
Quran dengan benar.
(7) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa memahami isi Al-Quran.
1 orang guru menyatakan bahwa siswa SELALU memahami isi Al-
Quran yang sedang dibacanya, 2 orang guru menyatakan SERING
siswa memahami isi Al-Quran yang dibacanya, dan 4 guru
menyatakan KADANG-KADANG saja siswa memahami isi Al-
Quran yang dibacanya. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
siswa memang berusaha untuk memahami isi Al-Quran yang
dibacanya sesuai dengan kemampuannya.
(8) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa berbicara santun terhadap orang tua.
Menurut pengamatan 1 irang guru, siswa SELALU berbicara santun
terhadap orang tua, 3 orang guru menyatakan bahwa siswa SERING
berbicara santun terhadap orang yang lebih tua, dan 3 guru lainnya
menyatakan bahwa siswa KADANG-KADANG saja berbicara santun
terhadap orang tua. Data ini menunjukkan bahwa siswa tidak
selamanya dapat bericara santun terhadap orang yang lebih tua.
(9) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa berbicara santun dengan sesama.
Berdasarkan hasil pengamatan 4 orang guru, ternyata siswa
KADANG-KADANG saja berbicara santun dengan sesama temannya,
dan 3 orang guru menyatakan JARANG sekali siswa berbicara santun
53
dengan sesama temannya. Data ini menunjukkan bahwa siswa belum
terbiasa berbicara santun dengan sesamanya.
(10) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa berbicara santun dengan orang yang lebih muda.
4 orang guru mengamati bahwa siswa hanya KADANG-KADANG
saja memperhatian siswa berbicara santun ke[ada orang yang lebih
muda, dan 3 guru lainnya menyatakan bahwa siswa JARANG
berbicara santun terhadap orang yang lebih muda darinya. Data ini
menunjukkan bahwa sikap berbicara siswa belum menunjukkan
kualitas berkomunikasi yang santun dan baik.
(11) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan kegiatan belajar secara teratur di sekolah maupun di rumah.
Berdasarkan pengamatan 2 orang guru, siswa ternyata SERING
melaksanakan kegiatan belajar secara teratur baik di sekolah maupun
di rumah. Sementara itu, 3 orang guru menyatakan bahwa siswa
KADANG-KADANG saja melaksanakan kegiatan berlajar secara
teratur, dan 2 guru lainnya menyatakan bahwa siswa JARANG
melaksanakan kegiatan belajar secara teratur. Data di atas
menunjukkan bahwa pada umumnya aktivitas belajar siswa belum
mencapai tahap yang diharapkan oleh sekolah, guru-guru, maupun
orangtuanya sendiri.
54
(12) Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa memiliki kebiasaan berdiskusi dengan teman tentang pelajaran dan atau keilmuan lainnya.
Berdasarkan pengamatan 2 guru, siswa kelas VIII MTs Al-Muawanah
Cianjur KADANG-KADANG saja melakukan kegiatan diskusi
tentang pelajaran atau masalah keilmuan lainnya. Sementara itu, 3
guru lainnya menyatakan bahwa siswa JARANG melakukan kegiatan
diskusi tentang pelajaran atau masalah keilmuan lainnya, dan 2 orang
guru justru TIDAK PERNAH melihat siswa melaksanakan kegiatan
diskusi tentang pelajaran atau masalah keilmuan lainnya. Berdasarkan
data di atas dapat disimpulkan bahwa siswa pada umumnya belum
memiliki kebiasaan dalam kegiatan diskusi tentang pelajaran atau
masalah keilmuan lainnya secara mandiri.
Kesimpulan sementara tentang Aktivitas Keagamaan Para Siswa Kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur dalam Kehidupan Sehari-hari
Berdasarkan pengamatan guru atas aktivitas keagamaan siswa di
lingkungan sekolah dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa pada umumnya
memiliki aktivitas keagamaan yang relatif cukup baik. Para siswa berusaha
tidak meninggalkan shalat wajib serta melaksanakan shalat-shalat sunat
secara teratur. Siswa juga secara teratur membaca Al-Quran melalui
berbagai cara, seperti mengikuti kegiatan pengajian, belajar mengaji di
luar rumah, atau membaca Al-Quran sendiri di rumah.
Akan tetapi, dalam konteks pergaulan, siswa belum menunjukkan sikap
bergaul yang baik. Hal ini dibuktikan dengan sikap siswa dalam
55
berkomunikasi yang belum menunjukkan sikap santun dan sopan. Di sisi
lain, siswa juga belum memiliki kebiasaan mengisi waktu dengan
berdiskusi tentang masalah keilmuan.
3. Pengaruh Pendidikan Keagamaan yang Dibentuk Orangtua di Lingkungan Keluarga terhadap Kualitas dan Aktivitas Keagamaan para siswa MTs Al-Muawanah Cianjur sehari-hari.
Pada variabel ini terdapat tiga subvariabel yang terdiri atas kualitas
pendidikan akidah pada diri siswa, kualitas dan aktivitas pendidikan
ibadah pada diri siswa, serta kualitas pendidikan akhlak pada diri siswa.
Ketiga subvariabel di atas terbagi dalam 12 item pertanyaan sebagaimana
terurai di bawah ini.
a. Kualitas Hasil Pendidikan Akidah pada Diri Siswa
Pada variabel ini terdapat 5 (lima) item pertanyaan yang diajukan
kepada siswa dengan hasil rincian sebagai berikut.
(1) Apakah kamu hanya mempercayai adanya Allah dan tidak ada tuhan lain selain Allah?
Pada item ini seluruh siswa (sebanyak 48 orang siswa atau 100 %)
menjawab SELALU. Artinya, penanaman pendidikan akidah telah
berakar kuat dalam diri siswa sebagai bentuk keyakinan yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi.
56
(2) Apakah kamu tidak pernah mempercayai hal-hal lain selain
Allah?
Item pertanyaan ini dijawab SELALU oleh seluruh siswa sebagai
reponden (sebanyak 48 orang siswa atau 100 %) sebagai bentuk
pernyataan aplikatif dari keyakinan akidah yang dipegangnya.
(3) Apakah kamu membaca basmallah dalam setiap melakukan kegiatan
Sebagai muslim yang baik, seluruh siswa (sebanyak 48 orang siswa
atau 100 %) menyatakan bahwa mereka SELALU memulai kegiatan
dengan membaca basmallah. Keyakinan yang tertanam dalam diri
mereka bahwa tidak ada perbuatan baik yang sia-sia jika selalu diawali
dengan basmallah telah berakar dalam perilaku keseharian para siswa.
(4) Apakah kamu berdoa kepada Allah pada setiap kesempatan, terutama setelah melaksanakan shalat?
Dari 48 siswa sebagai responden, dengan jujur 46 siswa (95,83 %)
menyatakan SELALU dan 2 siswa lainnya menyatakan SERING
melakukan berdoa kepada Allah setiap kesempatan, terutama setelah
melaksanakan shalat wajib.
(5) Apakah kamu melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya (seperti mengerjakan shalat lima waktu, membaca Al-Quran, menjauhi perbuatan maksiyat, selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, dan sebagainya)?
Aplikasi dari melaksanakan perintah Allah dan Rasulnya serta
menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya sangatlah luas. Pada konteks
ini, siswa diarahkan kepada hal-hal praktis yang terjadi di sekitar
57
lingkungannya dan hal-hal yang dialaminya, seperti mengerjakan
shalat lima waktu, membaca Al-Quran, menjauhi perbuatan maksiyat,
selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, dan sebagainya.
Dari 48 siswa sebagai responden, seluruhnya (100 %) siswa
menyatakan SELALU melakukan hal-hal tersebut. Artinya, seluruh
siswa responden selalu melaksanakan perintah-perintah Allah dan
Rasul-Nya serta menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya.
b. Kualitas dan Aktivitas Ibadah Siswa sehari-hari
Pada subvariabel kualitas dan aktivitas ibadah siswa sehari-hari
terdapat 5 (lima) item pertanyaan sebagaimana diuraikan berikut ini.
(6) Apakah kamu melaksanakan shalat tepat waktu di masjid atau di tempat lain?
Shalat adalah kewajiban utama yang harus dijalankan oleh setiap
muslim yang baik. Bahkan, kewajiban menjalankan shalat harus sudah
dirintis jauh sebelum anak akil baligh sehingga menjadi suatu
kebiasaan dan kebutuhan.
Selanjutnya, shalat tepat waktu merupakan hal yang utama,
apalagi jika dilaksanakan secara berjamaah di masjid. Oleh karena itu,
konteks ini menjadi landasan utama aktivitas ibadah yang harus
dijalankan siswa.
Dari 48 siswa sebagai responden, ternyata 39 orang siswa (81,25
%) menyatakan SELALU melaksanakan shalat tepat waktu di masjid
atau di tempat lain; 4 siswa (8,33 %) menyatakan SERING
58
melaksanakan shalat tepat waktu, dan 5 siswa (10,42 %) siswa
menyatakan kadang-kadang saja shalat tepat waktu.
(7) Apakah kamu belajar Al-Quran secara teratur setiap hari?
Membaca Al-Quran adalah kegiatan yang harus dilakukan oleh
muslim sejak masih kanak-kanak. Kebiasaan membaca AL-Quran
selayaknya merupakan aktivitas yang selalu dilaksanakan setiap hari
oleh muslim. Pada konteks ini, 45 siswa dari 48 responden (93,75 %)
menyatakan bahwa mereka SELALU belajar membaca Al-Quran
secara teratur setiap hari, dan 3 siswa lainnya (6,25 %) menyatakan
SERING belajar membaca Al-Quran secara teratur setiap hari.
(8) Apakah kamu melaksanakan shalat sunnah (seperti shalat sunnah rawatib, shalat tarawih pada bulan Ramadhan, dan sejenisnya)?
Selain ibadah wajib, membiasakan diri dengan bentuk-bentuk
ibadah lain yang dicontohkan Rasulullah adalah hal yang harus pula
dibiasakan pada diri anak. Melaksanakan shalat sunnah rawatib, shalat
tarawih pada bulan Ramadhan, dan sebagainya adalah bentuk-bentuk
kegiatan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan.
Dari 48 siswa sebagai responden, sebanyak 44 siswa (91,67 %)
menyatakan bahwa mereka SELALU melaksanakan ibadah-ibadah
tambahan lain yang dicontohkan Rasulullah sesuai dengan kemampuan
mereka. Sedangkan 3 orang siswa (6,25 %) menyatakan SERING
59
melaksanakan, dan 1 orang siswa (2,08 %) menyatakan kadang-kadang
melaksanakan.
(9) Apakah kamu melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan dan puasa-puasa sunnah lainnya?
Puasa di bulan Ramadhan merupakan kegiatan ibadah wajib yang
dilaksanakan secara bersama-sama dan selalu mengundang rasa
kebersamaan dan kesatuan. Pada konteks ini, seluruh siswa, yakni
sebanyak 48 orang siswa sebagai responden atau 100 %, menyatakan
bahwa mereka SELALU melaksanakan ibadah puasa di bulan
Ramadhan serta puasa sunnah lainnya.
(10) Apakah kamu mengeluarkan shadaqah?
Infaq dan shadaqah adalah bentuk ibadah yang menekankan
kepada aspek sosial di antara ummat. Ibadah ini sangat dianjurkan oleh
Allah dan Rasul-Nya.
Dari 48 siswa sebagai responden, terdapat 35 orang siswa (72,92
%) menyatakan bahwa mereka SELALU melakukan shadaqah
meskipun nilainya kecil, 5 siswa lainnya (10,42 %) menyatakan
SERING, 5 siswa berikutnya (10,42 %) menyatakan KADANG-
KADANG, dan 3 siswa (6,25 %) menyatakan JARANG mengeluarkan
infaq dan shadaqah.
c. Kualitas Akhlak Siswa dalam kehidupan sehari-hari
Pada subvariabel ini dibatasi hanya pada dua aspek yang terukur
dalam kehidupan anak, yakni bersikap sopan dan santun.
60
(11) Apakah kamu berbicara sopan dan santun kepada orang tuamu sendiri dan orang yang lebih tua darimu?
Adab atau sopan santun merupakan cerminan akhlak seseorang.
Adab tersebut sering tercermin dalam tutur kata dan sopan santun yang
ditampilkan anak. Berdasarkan hal tersebut, dari 48 siswa sebagai
responden, 40 siswa (83,33 %) menyatakan bahwa mereka SELALU
berusaha berbicara sopan dan santun kepada orang tua serta orang-
orang yang lebih tua dari mereka.
(12) Apakah kamu berbicara lemah lembut dan santun kepada setiap orang?
Salah satu indikator akhlak adalah berbicara lemah lembut kepada
sesama serta siapa saja. Hal tersebut selalu dicontohkan oleh
Rasulullah SAW selama hidupnya. Pada konteks ini, dari 48 siswa
sebagai responden, 38 siswa (79,18 %) siswa menyatakan bahwa
mereka SELALU berusaha berbicara lemah lembut kepada semua
orang, 2 orang siswa (4,17 %) mentakan SERING berusaha berbicara
lemah lembut kepada semua orang, 3 siswa (6,25 %) menyatakan
KADANG-KADANG berbicara lemah lembut kepada sesama,
sedangkan 5 orang siswa (10,42 %) menyatakan JARANG berbicara
lemah lembut kepada sesamanya.
Kesimpulan sementara atas variabel kualitas dan aktivitas keagamaan para siswa MTs Al-Muawanah Cianjur sehari-hari
Dari 12 item pertanyaan yang disampaikan kepada siswa, ternyata
seluruh pertanyaan dijawab oleh siswa sehingga secara total diperoleh 576
61
jawaban yang dapat diolah sebagai data dan tersebar pada masing-masing
jawaban Selalu, Sering, Kadang-kadang, Jarang, dan Tidak Pernah.
Berdasarkan analisis yang dilakukan atas data hasil angket siswa diperoleh
akumulasi data sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.14
Rekapitulasi data variabel kualitas dan aktivitas keagamaan para siswa MTs Al-Muawanah Cianjur sehari-hari
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
Subvariabel 1 238 2 0 0 0
Subvariabel 2 211 15 11 3 0
Subvariabel 3 78 10 3 5 0
JUMLAH 527 27 14 8 0
Persentase (%) 91,49 4,69 2,43 1,39 0
Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat dilihat bahwa kualitas dan
aktivitas keagamaan siswa MTs Al-Muawanah Cianjur berada pada taraf
sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan persentase akumulatif pernyataan
SELALU yang terdapat pada tabel di atas berada pada angka 91,49 %.
Meskipun pola penerapan pendidikan keagamaan yang diterapkan orang
tua siswa di lingkungan keluarga berada pada taraf rata-rata, ternyata
kualitas dan aktivitas keagamaan yang ditunjukkan oleh para siswa berada
pada taraf yang sangat baik.
Secara visual, akumulasi data hasil angket siswa pada aspek
kualitas dan aktivitas keagamaan yang ditunjukkan oleh siswa dalam
kehidupan sehari-hari dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut.
62
Kualitas dan Aktivitas Keagamaan Siswa
Gambar 7
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian dilakukan sebagai pendalaman atas
temuan-temuan empiris dari sisi keilmuan sehingga fenomena yang diungkap
dalam penelitian ini memperoleh kejelasan konseptual.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menggunakan angket yang
harus diisi oleh para responden yang terdiri atas para orang tua siswa kelas
VIII dengan jumlah sampel sebanyak 48 orang. Pembahasan yang dilakukan
meliputi cara orang tua dalam menanamkan akidah ke dalam diri putra-
putrinya yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di
lingkungan keluarga., cara orang tua siswa dalam menanamkan kebiasaan
beribadah kepada putra-putrinya yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur
melalui pendidikan di lingkungan keluarga, cara orang tua siswa dalam
menanamkan pendidikan akhlaq kepada putra-putrinya yang duduk di MTs
Keterangan: SL = Selalu : 91,49 % SR = Sering : 4,69 % K = Kadang-kadang : 2,43 % J = Jarang : 1,39 % TP = Tidak Pernah : 0 %
SL
SR K J
63
Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga, dan
kualitas keagamaan siswa yang duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur dalam
kegiatan sehari-hari..
1. Cara Orang Tua Menanamkan Akidah ke Dalam Diri Putra-putrinya yang Duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui Pendidikan di Lingkungan Keluarga
Pendidikan akidah adalah pendidikan yang paling elementer dalam
mendidik anak. Pada taraf awal, anak diperkenalkan kepada eksistensi Allah
sebagai Dzat Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah-lah yang memberi-
kan kehidupan kepada manusia secara keseluruhan dalam berbagai aspek.
Pada konteks ini, peran orang tua sangatlah dominan karena orang tualah yang
selalu menjadi bahan acuan bagi setiap anak dalam melakukan berbagai hal
dalam kehidupannya. Hal-hal yang disampaikan oleh Lukman Al-Hakim
dalam surah Luqman, ayat 13, diawali dengan penanaman akidah
pada diri anak.
Artinya: ”Dan ingatlah ketika Luqman mengajari anaknya, “Hai anakku!
Janganlah engkau mempersekutukan Allah! Sebab musyrik itu
adalah dosa yang amat besar.” (Bachtiar Surin, 1986:1735)
Konsep akidah yang diajarkan oleh Luqman Al-Hakim ini menjadi
dasar dalam mengembangkan pendidikan berikutnya, yakni pendidikan
akhlak dan tata cara beribadah serta hubungan dengan lingkungannya.
Apabila aspek akidah telah melekat dalam diri seseorang, maka segala
64
tindakannya akan selalu bersumber dan kembali kepada Allah SWT
semata.
Pada penelitian ini, sebanyak 93,712 % orang tua siswa ternyata
memiliki motivasi yang sangat tinggi dalam hal mendidik dan menanam-
kan masalah akidah ini kepada anak-anaknya. Hampir semua orang tua
siswa menyatakan bahwa mereka telah menanamkan pemahaman,
keyakinan, dan kebiasaan selalu bergantung kepada Allah dalam segala
hal, tidak menyekutukan Allah, selalu mengingat Allah, serta mencintai
Allah dan Rasul-Nya dengan cara berupaya melaksanakan segala perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Cara Orang Tua Siswa Menanamkan Kebiasaan Beribadah kepada Putra-putrinya yang Duduk di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui Pendidikan di Lingkungan Keluarga.
Bersamaan dengan penanaman akidah dalam diri anak, ditanamkan
pula kebiasaan beribadah kepada anak secara komunikatif persuasif
melalui ajakan dan keteladanan. Pendidikan kebiasaan beribadah yang
harus ditanamkan kepada anak dalam lingkungan keluarga pada dasarnya
adalah pendidikan formal melaksanakan tata cara dan adab beribadah.
Pendidikan beribadah ini dimulai dari pendidikan tata cara
berwudlu dan tata cara shalat yang baik dan benar. Ukuran baik berkaitan
dengan adab berwudlu dan shalat yang tumaninah dan tidak tergesa-gesa,
sedangkan ukuran benar didasarkan kepada dalil-dalil yang shahih
sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Demikian pula dengan
65
bacaan berwudlu dan bacaan shalat yang harus benar dan baik sesuai dalil-
dalil yang diriwayatkan dengan sanad shahih.
Pendidikan beribadah selanjutnya yang harus ditanamkan kepada
anak adlaah cara membaca Al-Quran yang baik dan benar. Kegiatan
membaca Al-Quran ini tidak merupakan formalitas yang dipersyaratkan
bagi Muslim, tetapi harus menjadi kebiasaan yang mengakar dalam peri
kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, kebiasaan membaca Al-
Quran ini selayaknya dilakukan dengan ajakan dan keteladanan yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya.
Di samping tata cara serta adab beribadah, setiap Muslim harus
memahami apa yang diucapkannya agar kualitas beribadah yang dilaku-
kannya dapat meningkat. Bacaan-bacaan shalat yang dilafalkan ketika
melaksanakan shalat (baik shalat wajib maupun shalat sunat) harus benar-
benar dimengerti dan dipahami makna dan tujuannya. Dengan cara ini,
kualitas shalat yang dilakukan akan kian meningkat karena memahami apa
makna shalat bagi dirinya.
Demikian pula halnya dengan membaca Al-Quran. Sebagai
pedoman hidup bagi manusia, Al-Quran bukan hanya sekedar dibaca
setiap hari pada waktu-waktu tertentu, melainkan juga harus dipahami dan
dimengerti makna setiap ayat yang dibacanya. Kebiasaan membaca
(sekurang-kurangnya) terjemahan setelah membaca ayat dalam bahasa
aslinya, selayaknya ditanamkan sejak dini kepada anak. Dengan cara
seperti inilah akan tumbuh keinginan dalam diri anak untuk lebih
66
memahami dan menggali kandungan Al-Quran sesuai dengan bidang-
bidang yang diminatinya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun pendidikan me-
nanamkan kebiasaan beribadah dan membaca Al-Quran telah ada dalam
masyarakat Muslim Cianjur, tetapi kualitas kebiasaan tersebut ternyata
tidak berkembang sebagai bentuk pengkajian dan pendalaman makna
kehidupan. Persentase kebiasaan menanamkan tata cara beribadah dengan
benar dan baik yang bersumber pada dalil-dalil yang shahih tidak di-
kembangkan dengan baik, bacaan-bacaan shalat hanya sekedar dilantun-
kan dan tidak dipahami maknanya, serta kebiasaan membaca Al-Quran
menjadi semacam bentuk ritual yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu
(misalnya membaca Surah Yaasiin pada setiap malam Jumat) serta tidak
berusaha untuk memahami makna dan kandungan yang ada di dalamnya.
Jumlah persentase yang hanya mencapai 44,791 % menunjukkan bahwa
motivasi orang tua dalam menanamkan kebiasaan beribadah kepada anak-
anaknya yang bersekolah di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui
lingkungan keluarga berada pada taraf yang relatif cukup dan cenderung
kurang. Kekurangan ini terletak pada kebiasaan-kebiasaan yang mengakar
pada budaya masyarakat, sikap keteladanan orang tua yang mulai luntur,
serta tiadanya upaya untuk memahami makna ibadah secara tekstual
maupun secara kontekstual.
67
2. Aktivitas keagamaan para siswa kelas VIII MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur dalam kehidupan sehari-hari.
Secara harfiah, kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu jamak
dari kata “Khulk” yang berarti budi pekerti, tabiat, perangai, tingkah laku.
Sedangkan menurut istilah, akhlak didefinisikan oleh A Toto Suryana
(1997:188) sebagai ”pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan
buruk, mengatur pergaulan manusia dan menentukan tujuan akhir dari
usaha dan pekerjaannya”.
Jadi menurut pendapat ini akhlak memiliki batasan pengertian yang
luas mencakup tingkah laku dan pengetahuan yang menjadi tolok ukur
baik dan buruk, pengetahuan mana yang mengatur pergaulan manusia dan
pengetahuan yang menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaan
manusia, baikkah atau burukah.
Menurut Imam Ghazali (1983:150), akhlak adalah ”Sifat yang
tertanam dalam jiwa seseorang, yang menumbuhkan aneka macam
perbuatan dengan gampang atau mudah tanpa memerlukan pemikiran atau
pertimbangan”.
Berdasarkan pendapat tersebut, akhlak adalah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa seseorang sehingga menjadi karakter atau watak dan
karena telah begitu menyatu dengan jiwa, maka ia akan berwujud suatu
perbuatan yang tidak memerlukan pemikiran atau pertimbangan lagi
karena sudah menjadi kebiasaan
68
Pendidikan akhlaq adalah dasar dari pendidikan pembentukan dan
pengembangan pribadi Muslim yang baik. Departemen Pendidikan
Nasional (2002:3) mengemukakan bahwa ”budi pekerti merupakan salah
satu dimensi substansi pendidikan penting, belum sepenuhnya memberi-
kan dampak pembelajaran dan pengiring yang menggembirakan. Hal ini
tercermin antara lain dalam fenomena perilaku yang tidak santun, peleceh-
an. Hak Asasi Manusia, perilaku kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan,
menurunnya penghormatan kepada pemerintah.”
Bahkan lewat kritiknya yang tajam, Arief Rachman (2002:1),
mengatakan bahwa “Pendidikan di Indonesia telah gagal membangun
ahlak dan moral bangsanya. Masyarakat dan pemerintah telah kehilangan
pakem atau pegangan untuk dijadikan teladan dalam kehidupan bermasya-
rakat dan berbangsa”. Selanjutnya beliau mengatakan: “Gagalnya pen-
didikan membangun akhlak bangsa tak terlepas dari sikap pemalas, mau
enak, dan gampangan saja, tidak jujur dan tidak punya tanggung jawab.
Munculnya sikap-sikap itu terkait dengan kurangnya keteladanan si
pendidik di hadapan muridnya untuk menyampaikan sebuah pengajaran
yang dapat membangun karakter dan wataknya secara utuh”.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan penanaman akhlaq
pada siswa MTs Al-Muawanah Cianjur yang dilakukan oleh orang tua
siswa melalui lingkungan keluarga telah dilakukan secara konsisten dan
mengakar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dibuktikan dengan jumlah
persentase orang tua yang memberikan penekanan pendidikan akhlak
69
kepada anak-anaknya melalui lingkungan keluarga yang mencapai 60,04
% secara akumulatif. Kelemahan utama yang terdapat pada sistem
pendidikan akhlak melalui lingkungan keluarga ini terletak pada
pengembangan strategi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan
pendekatan dan metode pendidikan. Para orang tua siswa pada umumnya
melaksanakan pendidikan akhlaq dalam lingkungan keluarga secara
konvensional, secara turun-temurun sejak zaman para orang tua mereka
dahulu. Kebiasaan ini mengakar dalam budaya masyarakat Muslim di
Cianjur sejak zaman dahulu.
Menurut Abubakar Muhammad (1987:216): “Akhlak yang
dibutuhkan oleh manusia itu dan yang dituntut dari manusia untuk
memeliharanya ialah akhlak yang merupakan sendi agama di sisi Allah.
Bukan sekedar ajaran moral yang tertulis dalam kertas, bukan sekedar
ajaran yang mengetahui bahwa kebanaran itu mulia dan kebohongan itu
hina dan lain-lain. Tetapi yang dituntut ialah reaksi jiwa dan pengaruhnya
dalam segala sikap dan tindakan yang patut dikerjakan, maka dilaksanakan
atau diamalkan dan apa yang tidak patut dikerjakan maka ditinggalkannya.
Akhlak yang demikian itu hanya bias terwujud bila berdasarkan keimanan
kepada Allah (ajaran Agama Islam). Akhlak atau moral yang tidak
berlandaskan agama, bersifat semu dan tidak tetap”.
Pendapat Abubakar Muhammad di atas menitikberatkan akhlak
sebagai bentuk perbuatan yang berlandaskan kepada keimanan. Senada
dengan pendapat tersebut, Toto Suryana (1997:189) menyatakan
70
“Keimanan merupakan fondamen dari seluruh bangunan akhlak Islam.
Jika iman telah tertanam di dalam dada, maka ia akan memancar kepada
seluruh perilaku sehingga membentuk kepribadian yang menggambarkan
Akhlak Islam”.
Dalam konsep Islam, akhlak tidak terlepas dari aqidah dan syariah.
Oleh karena itu, akhlak merupakan pola tingkah laku yang
mengakumulasikan aspek keyakinan dan ketaatan. Sehingga tergambarkan
dalam prilaku yang baik. Perilaku yang baik ini tampak terlihat dengan
jelas dalam kata-kata maupun dalam perbuatan yang termotivasi oleh
dorongan karena Allah SWT.
Dalam banyak hal akhlak selalu menjadi tolok ukur yang bisa
mengukur keberagaman atau keimanan seseorang. Nabi Muhammad SAW
bersabda “Mukmin yang paling baik adalah yang paling baik akhlaknya,
dan orang paling baik ke-Islamannya adalah orang yang paling baik
akhlaknya”.
3. Pengaruh Pendidikan Keagamaan yang Dibentuk Orangtua di Lingkungan Keluarga terhadap Kualitas dan Aktivitas Keagamaan para Siswa MTs Al-Muawanah Cianjur Sehari-Hari
Kualitas keagamaan seorang anak sangat ditentukan oleh tindakan
pendidikan dan pembinaan agama yang diterima oleh anak tersebut dari
lingkungan sekitarnya, yakni lingkungan rumah atau keluarga, lingkungan
sekolah, serta lingkungan masyarakat di sekitarnya. Pengaruh tindakan
pendidikan dan pembinaan tersebut kemudian berkembang dan menjadi
bagian kebutuhan dalam diri anak sehingga tumbuh secara sadar menjadi
71
bagian dari kehidupannya sehari-hari. Selanjutnya, kualitas keagamaan
anak juga tercermin dari aktivitas kehidupan anak tersebut sehari-hari
secara nyata baik di lingkungan sekolah dan rumah maupun di luar sekolah
dan rumah.
Aktivitas keagamaan pada diri seorang anak akan tercermin
melalui tiga indikator penting, yakni seberapa taat anak menjalankan
ibadah-ibadah penting (seperti shalat wajib dan berpuasa pada bulan
Ramadhan), seberapa besar perhatiannya terhadap lingkungan sekitarnya
yang diwujudkan dengan perilaku sopan dan santun terhadap sesama
manusia maupun lingkungannya, serta bagaimana anak tersebut berpikir
dan bertindak sesuai dengan ajaran agama yang diterimanya. Ketiga
indikator ini dapat menjadi pedoman dalam menentukan kualitas keagama-
an seseorang, termasuk anak-anak.
Pada penelitian ini, pelaksanaan ibadah-ibadah penting menjadi
bagian dari sejumlah indikator yang diteliti karena alasan-alasan sebagai-
mana dikemukakan di atas. Melaksanakan shalat tepat waktu dan
dilaksanakan di masjid merupakan salah satu indikator penting yang dapat
menjadi ukuran kualitas beragama seseorang. Apabila seorang anak telah
mengabaikan atau menunda shalat wajib padahal anak tersebut tidak
sedang melakukan suatu pekerjaan yang menghalangi kegiatan ibadah,
maka nilai kualitas keagamaannya perlu dipertanyakan.
Indikator penting berikutnya yang menjadi tolok ukur kualitas
keagamaan anak adalah kualitas akhlak yang tercermin dari perilaku
72
sehari-hari dalam pergaulan. Sikap santun, berbicara sopan kepada orang
tua maupun sesamanya, berlaku penyabar, memberikan perhatian kepada
orang lain yang memerlukan bantuan, dan sebagainya adalah ukuran-
ukuran penting yang dapat menentukan kualitas keagamaan seorang anak.
Sikap sopan santun dan rasa sosial yang tinggi secara proporsional adalah
bagian dari pemeliharaan hubungan antarmanusia yang harus dijalankan
oleh setiap muslim.
Konteks ketiga dari pengukuran kualitas keagamaan seseorang
dapat pula diukur melalui cara berpikir dan bertindak dalam kehidupan
sehari-hari. Berpikir secara Islami akan melahirkan tindakan secara Islami
pula. Berpikir secara Islami akan melahirkan tindak tutur secara Islami
pula. Demikian seterusnya. Sebaliknya, apabila orang sudah tidak lagi
berpikir secara Islami, maka tindakan dan pembicaraan yang dilakukannya
pun tidak akan Islami pula.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan pengaruh
pendidikan orang tua dalam keluarga terhadap kualitas keagamaan siswa yang
bersekolah di MTs Al-Muawanah Cianjur melalui lingkungan keluarga. Oleh
karena itu, responden yang seluruhnya berjumlah 48 orang terdiri atas orang
tua siswa kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur, tahun pelajaran 2010 – 2011.
Berdasarkan data temuan yang diperoleh serta analisis yang dilakukan,
diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut.
1. Cara orang tua dalam menanamkan akidah ke dalam diri putra-putrinya
yang bersekolah di kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur melalui
pendidikan di lingkungan keluarga ternyata berada pada tingkat yang
sangat baik. Data penelitian sebanyak 93,712 % orang tua siswa ternyata
memiliki motivasi yang sangat tinggi dalam hal mendidik dan
menanamkan masalah akidah ini kepada anak-anaknya. Hampir semua
orang tua siswa menyatakan bahwa mereka telah menanamkan pemaham-
an, keyakinan, dan kebiasaan selalu bergantung kepada Allah dalam segala
hal, tidak menyekutukan Allah, selalu mengingat Allah, serta mencintai
Allah dan Rasul-Nya dengan cara berupaya melaksanakan segala perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya. Satu-satunya kelemahan orang tua siswa
pada variabel ini adalah adanya sebagian orang tua siswa yang jarang dan
120
74
tidak pernah mengajari anaknya bagaimana tata cara berdoa dengan baik
dan benar.
Cara orang tua siswa dalam menanamkan kebiasaan beribadah kepada
putra-putrinya yang bersekolah di kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur
melalui pendidikan di lingkungan keluarga ternyata berada pada tingkat
yang cukup. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan pernyataan jawaban
yang diberikan oleh para responden yang berjumlah 44,791 %. Jumlah ini
diperoleh sebagai rata-rata dari perolehan jawaban pada dua subvariabel
yang diajukan, yakni mengajari anak dalam tata cara beribadah dan
mendidik melalui keteladanan orang tua. Penanaman kebiasaan beribadah
oleh orang tua siswa kepada anak-anaknya yang bersekolah di kelas VIII
MTs Al-Muawanah Cianjur ini dilakukan secara komunikatif dan
persuasif, yakni dengan cara meng-ajak dan memberikan contoh
keteladanan. Mengajari dan memberikan keteladanan dalam beribadah
pada dasarnya sudah merupakan kebiasaan dalam masyarakat Muslim di
Cianjur sejak zaman dahulu. Akan tetapi, sedikit demi sedikit terjadi
perubahan kultur masyarakat dengan mulai meninggalkan kebiasaan yang
baik ini. Akibatnya, pada penelitian ini terungkap bahwa sebagian orang
tua siswa sudah tidak dapat lagi memberikan keteladanan dalam
melakukan ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, sangat sedikit
orang tua yang mampu mengajari anaknya tata cara ibadah yang benar dan
baik berdasarkan dalil-dalil yang shahih.
75
Cara orang tua siswa dalam menanamkan akhlaq pada anaknya yang
bersekolah di kelas VIII MTs Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di
lingkungan keluarga berada pada tingkat cukup baik. Hal ini dinyatakan
dengan jumlah persentase orang tua siswa secara kumulatif dalam
memberikan pendidikan akhlak yang mencapai 60,04 %. Jumlah
persentase ini merupakan akumulasi perolehan jawaban pada subvariabel
mendidik akhlaq anak dengan metode tertentu secara komunikatif,
keteladanan orang tua dalam berkomunikasi, serta peran orang tua dalam
menjadi konsultan bagi anaknya. Pada penelitian ini ditemukan sejumlah
kelemahan orang tua siswa yang berpusat pada pengembang-an strategi
pendidikan anak di lingkungan keluarga. Kelemahan rata-rata yang
dimiliki oleh orang tua siswa adalah menerapkan pendidikan dengan pen-
dekatan komunikatif. Orang tua pada umumnya tidak menguasai bagai-
mana strategi pendidikan yang baik pada lingkungan keluarga sehingga
penanaman akhlaq dilakukan secara konvensional sebagaimana mereka
menerima dari para orang tua mereka dahulu.
2. Berdasarkan pengamatan guru atas aktivitas keagamaan siswa di
lingkungan sekolah dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa pada umumnya
memiliki aktivitas keagamaan yang relatif cukup baik. Para siswa berusaha
tidak meninggalkan shalat wajib serta melaksanakan shalat-shalat sunat
secara teratur. Siswa juga secara teratur membaca Al-Quran melalui
berbagai cara, seperti mengikuti kegiatan pengajian, belajar mengaji di
luar rumah, atau membaca Al-Quran sendiri di rumah.
76
3. Kualitas dan aktivitas keagamaan siswa kelas VIII MTs Al-Muawanah
Cianjur sebagai wujud konkret pembinaan keagamaan orang ta siswa
melalui lingkungan keluarga ternyata dalam tingkat yang sangat baik. Hal
ini dibuktikan dengan angka persentase kumulatif kualitas dan aktivitas
keagamaan siswa yang berada pada angka 91,49 %. Angka ini sangat
signifikan mengingat proses pembinaan keagamaan di lingkung-an
keluarga (dan mungkin juga di sekolah) berada pada taraf yang rata-rata
sebagaimana lazimnya keluarga muslim di kabupaten Cianjur. Aspek lain
yang perlu memperoleh perhatian adalah faktor lingkungan yang kondusif
sangat berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan beribadah siswa
secara keseluruhan.
Secara visual, kesimpulan di atas disajikan dalam tabel di bawah ini untuk
menyatakan bahwa dampak pendidikan yang diberikan orang tua dalam
keluarga terhadap kualitas keagamaan siswa relatif beragam atau bervariasi.
Persentase (%) No. Variabel
SL SR K J TP
1 Cara orang tua dalam menanam-kan aqidah ke dalam diri putra-putrinya yang duduk di kelas VIII MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur melalui pendidikan di lingkungan keluarga.
86,3 7,37 5,09 0,46 0,46
2 Aktivitas keagamaan para siswa kelas VIII MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur dalam kehidupan sehari-hari.
22,71 22,08 30,21 19,17 5,83
4 Pengaruh pendidikan keagamaan yang dibentuk orang tua di lingkungan
91,49 4,69 2,43 1,39 0
77
Persentase (%) No. Variabel
SL SR K J TP keluarga terhadap kualitas keagamaan siswa kelas VIII MTs Swasta Al-Muawanah Cianjur
B. Rekomendasi
Pendidikan, sebagaimana tersurat pada Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003, merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Konteks masyarakat di sini salah satu di antaranya adalah
lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan tempat pertama bagi
anak untuk melakukan orientasi dalam kehidupannya. Kepribadian anak
sangat banyak dipengaruhi oleh kondisi dan kebiasaan yang berkembang
dalam lingkungan keluarga. Oleh karena itu, orang tua (ayah dan ibu),
saudara-saudara dari siswa, serta anggota keluarga lainnya, harus dikondisikan
dalam situasi yang kondusif bagi berlangsungnya pendidikan yang baik dan
benar menurut konsep Islam. Tugas ini tidak hanya terletak pada diri kepala
keluarga, tetapi juga pada seluruh anggota keluarga pada umumnya.
Tiga pilar Pendidikan Agama Islam yang harus diperhatikan oleh
keluarga (orang tua siswa dan anggota keluarga lainnya) serta sekolah sebagai
lembaga formal adalah pendidikan akidah, pendidikan akhlaq, dan pendidikan
ibadah yang benar berdasarkan dalil-dalil yang shahih. Hal ini akan dirasakan
sangat diperlukan apabila dikaitkan dengan kondisi zaman sekarang ini yang
banyak menampilkan berbagai perilaku yang menyimpang. Pendidikan
Agama Islam yang baik, benar, serta kokoh akan menjadi benteng bagi
78
menjalarnya arus budaya global yang saat ini melanda Indonesia. Peran ini
berada pada pundak orang tua di rumah, para pendidik di sekolah, serta tokoh-
tokoh masyarakat dan ulama di lingkungan yang lebih luas.
Permasalahan pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di dalam
lingkungan keluarga di Indonesia pada umumnya mengacu kepada cara pem-
binaan konvensional dan tradisional. Artinya, tata cara pembinaan dan pen-
didikan agama di lingkungan keluarga dilakukan secara turun-temurun dengan
menggunakan metode dan teknik yang diajarkan oleh orang tua. Cara seperti
ini, meskipun sudah tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi perkembang-
an zaman, terbukti masih cukup efektif dalam membina akidah dan kebiasaan
ibadah anak secara aktif.
Berdasarkan hasil temuan penelitian serta kaitannya dengan tujuan
pendidikan dalam lingkungan keluarga, khususnya dalam Pendidikan Agama
Islam, disampaikan rekomendasi bagi pihak-pihak orang tua siswa, madrasah,
guru-guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dan yayasan
penyelenggara pendidikan sebagai berikut.
1. Bagi Orang Tua dan Lingkungan Keluarga
Secara konstruktif, pemahaman dan penanaman akidah akan lebih
meresap ke dalam kalbu anak jika anak dihadapkan dengan permasalahan-
permasalahan penciptaan yang dapat menunjukkan keberadaan Allah
sebagai Maha Pencipta. Anak diajak untuk merenungkan berbagai
fenomena yang ada di sekitarnya sebagai media pemahaman eksistensi
79
Allah sehingga lambat-laun dalam diri anak terpatri dengan kuat akidah
yang tidak dapat luntur oleh apa pun.
Sikap keteladanan yang dilakukan oleh orang tua dalam beribadah
merupakan cara efektif yang telah dikembangkan sejak lama oleh para
orang tua. Pada dewasa ini, kebiasaan-kebiasaan shalat berjamaah di
masjid mulai luntur dan banyak ditinggalkan oleh masyarakat muslim
Indonesia akibat pergulatan mereka dengan kehidupan. Penumbuhan
kembali keteladanan shalat tepat waktu dengan berjamaah di masjid
merupakan hal yang paling utama harus dilaksanakan oleh para orang tua,
sehingga orang tua tidak akan merasa ragu jika suatu ketika harus
menggiring anak-anaknya memasuki masjid untuk shalat berjamaah.
Sikap keteladanan ini pun dapat pula diterapkan pada konteks
ibadah lain secara komprehensif aktif sehingga menjadi cerminan bagi
anak untuk mengikuti jejak orang tuanya.
Kebiasaan mengaji pada masyarakat tradisional adalah membaca
Al-Quran dengan benar sampai berkali-kali menamatkannya. Kebiasaan
seperti ini akan lebih baik jika disisipkan ke dalamnya materi pemahaman
konteks ayat-ayat Al-Quran, sehingga kitab suci ini tidak hanya dibaca
berulang-ulang tetapi juga dipahami isinya dan kandungannya.
2. Bagi Sekolah
Sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal yang dititipi anak
oleh orang tua, dapat memainkan perannya secara aktif untuk mengontrol
80
kebiasaan beribadah siswa secara konstruktif serta mengembangkan
pemahaman atas isi dan kandungan Al-Quran sebagai pedoman hidup
manusia. Kualitas keagamaan siswa akan lebih terasa dan menonjol
apabila disertai dengan pemahaman-pemahaman yang konstruktif atas
setiap hal yang seharusnya dikerjakan pada saat beribadah, termasuk
dalam memahami Al-Quran.
Sebagai lembaga pendidikan formal, selayaknya sekolah (dalam
hal ini Madrasah Ibtidaiyah Swasta) melakukan konsultasi, koordinasi,
atau sekedar temu wicara dengan orang tua siswa untuk membahas
perkembangan pendidikan anak-anaknya. Pada konteks tersebut hendak-
nya masalah pendidikan akidah, akhlaq, dan ibadah menjadi titik
penekanan yang paling dominan agar hal tersebut selalu menjadi perhatian
semua pihak setiap saat.
3. Bagi Guru Mata Pelajaran PAI
Secara periodik, pihak sekolah yang diwakili oleh guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam sebaiknya mengadakan kunjungan
kepada keluarga-keluarga siswa untuk mengembangkan silaturahim dan
mengamati perilaku kehidupan keluarga tersebut sebagai bahan
pengembangan pendidikan di sekolah. Kunjungan kepada keluarga siswa
ini akan lebih baik dijadwalkan oleh pihak sekolah tanpa sepengetahuan
pihak orang tua siswa maupun siswa sehingga proses pengamatan akan
berlangsung secara wajar.
81
4. Bagi Yayasan Penyelenggara Pendidikan
Sebagai penyelenggara pendidikan, yayasan pengelola pendidikan
selayaknya mampu memberikan fasilitas pendidikan agama Islam yang
dapat digunakan aktif oleh seluruh warga madrasah. Sarana dan prasarana
ibadah seperti pengadaan mushala yang memadai dengan jumlah warga
sekolah serta ketersediaan alat-alat shalat, jumlah Al-Quran yang relatif
cukup untuk kegiatan mengaji siswa, serta prasarana jamban untuk wudlu
dan bersuci.
Di samping itu, yayasan pun dapat aktif turut membina warga sekolah
secara periodik (misalnya sekali dalam waktu tiga bulan) melalui kegiatan
ceramah umum yang mengupas aspek-aspek ibadah dan muamalah secara
kontekstual dan implementatif sehingga mudah dipahami siswa. Untuk
penyelenggaraan kegiatan seperti ini, yayasan dapat melakukan kerja sama
internal (dengan pihak sekolah) dan eksternal (dengan pihak luar jika
diperlukan untuk mendatangkan dai dari luar).
5. Bagi Pihak Lain yang Berkepentingan
Bagi peneliti yang merasa tertarik pada konteks pengembangan motivasi
orang tua siswa dalam melaksanakan Pendidikan Agama Islam di
lingkungan keluarga, diharapkan akan dapat melakukan pengembangan
dan perbaikan melalui pencarian variabel-variabel yang lebih determinan
dan strategis.
82
DAFTAR PUSTAKA
Adlani, Nazry dkk. Al-Qur’an Terjemah Indonesia. Jakarta: Sari Agung. 1988.
Al-Fasyani, Syekh Ahmad Hijazi. Al-Majalisus Saniyyah Syarah Hadists Arbain Imam Nawawi alih bahasa oleh Sofyan Suparman. Bandung: Trigenda Karya. 1999.
Al-Hasyimi, Sayyid Ahmad. Syarah Mukhtaarul Ahaadits. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2007.
Ash-Shidiqqy, T. M. Hasby. Al Ahkamun Nabawiyah No. 2. Bandung: PT Al-Maarif. 1970.
Badan Nasional Standar Pendidikan. Standar Isi. Jakarta: BNSP. 2005.
Dahar, Ratna Wilis. Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga. 1989.
Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi, Ketentuan Umum. 2003.
Imam Ghazali. Ihya ‘Ulumuddin alih bahasa Nurhichmah dan R.H.A. Suminto. Jakarta: Tintamas. 1983.
Imam Nawawi. Riadush Shalihin alih bahasa oleh Salim Bahreisi. Bandung: Al-Ma’arif. 1964.
LPPI-Kabupaten Cianjur. Gerbang Marhamah. Rencana Strategis Mewujudkan Masyarakat Cianjur Sugih Mukti Tur Islami. Cianjur: BP-LPPI. 2002.
M. A. Prayitno. Syariah Islam dalam Menghadapi Kenakalan Remaja. Bandung: PT Al-Maarif. 1978.
Makmun, Abin Syamsuddin. Psikologi Kependidikan: Belajar dan Pembelajaran, Bandung: CV Remaja Rosda Karya. 1996
Sayuti, Hamid. Teori-teori Pembelajaran. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. 2000.
Sedyawati, Edi. Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur. Jakarta: Balai Pustaka. 1999.
Seno, Winarno Hami. Profesionalisme Guru dan Upaya Peningkatan Martabatnya. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Depdiknas. 1984.
129
83
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya. 1995.
Suyatna, Amir. Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan dan Pengajaran, Bandung: FBPS UPI. 2000.
Surin, Bachtiar. Adz-Dzikra: Terjemah dan Tafsir Al-Quran, Bandung: Angkasa. 1986.
Suparno, Paul dkk. Pedoman Budi Pekerti di Sekolah Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Kanisus. 2002.
Slameto. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Erlangga. 1995.
Subana, M. dkk. Statistik Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia. 2000.
Sudjana. Teknik Analisis Data Kualitatif, Bandung: Tarsito. 1996.
Sugiono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. 2004.
Sukamto, Tuti. Perancangan dan Pengembangan Sistem Instruksional. Jakarta: Penerbit Intermedia. 1993
Surakhmad,Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito. 1982.
84
ANGKET
Pengaruh Pendidikan Orang Tua dalam Keluarga Terhadap Kualitas Keagamaan Siswa
1. PETUNJUK PENGISIAN
a. Sangat diharapkan Bapak/Ibu/Saudara untuk menjawab seluruh
pertanyaan pada kuesioner ini dengan jujur dan sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
b. Bapak/Ibu/Saudara dapat memberikan tanda silang (X) pada kolom
pilihan jawaban sesuai dengan pertanyaan/pernyataan yang
dikemukakan.
c. Jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara berikan tidak berpengaruh apa pun
terhadap Bapak/Ibu/Saudara maupun terhadap putra-putri
Bapak/Ibu/Saudara.
d. Bapak/Ibu/Saudara dapat memilih salah satu alternatif jawaban sebagai
berikut.
SL jika jawaban atas pertanyaan adalah SELALU
S jika jawaban atas pertanyaan adalah SERING
K jika jawaban atas pertanyaan adalah KADANG-KADANG
J jika jawaban atas pertanyaan adalah JARANG
TP jika jawaban atas pertanyaan adalah TIDAK PERNAH
2. KARAKTERISTIK RESPONDEN
a. Umur : ...................... tahun
b. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan *)
85
Bapak/Ibu dapat memberikan silang (X) pada kolom alternatif jawaban dengan ketentuan pilihlah:
SL jika jawaban atas pertanyaan adalah SELALU
S jika jawaban atas pertanyaan adalah SERING
K jika jawaban atas pertanyaan adalah KADANG-KADANG
J jika jawaban atas pertanyaan adalah JARANG
TP jika jawaban atas pertanyaan adalah TIDAK PERNAH
Alternatif Jawaban Pertanyaan
SL S K J TP
61. Apakah Bapak/Ibu mengajari anaknya untuk meyakini tiada Tuhan selain Allah?
62. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan bahwa perbuatan syirik merupakan dosa yang sangat besar?
63. Apakah Bapak/Ibu menanamkan keyakinan dan sikap bahwa hanya Allah-lah Tuhan bagi semesta alam dan tidak patut kita menyembah selain Dia?
64. Apakah Bapak/Ibu menanamkan pengertian dan keyakinan bahwa perbuatan meminta pertolongan kepada selain Allah adalah perbuatan syirik dan harus dijauhi?
65. Apakah Bapak/Ibu mendorong anak untuk selalu berdoa kepada Allah dalam segala kepentingan?
66. Apakah Bapak/Ibu mengajari anak dalan tata cara berdoa yang baik sesuai tuntunan Islam?
67. Apakah Bapak/Ibu mendorong dan memberikan contoh untuk selalu mengingat Allah dalam berbagai kesempatan?
68. Apakah Bapak/Ibu memberikan keyakinan bahwa Al-Quran bukan sekedar harus dibaca, tetapi juga dimengerti dan dipegang teguh sebagai pedoman hidup?
69. Apakah Bapak/Ibu memberikan pembelajaran tentang mana yang diperintah Allah dan mana yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya?
70. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan tata cara berwudlu yang benar dan baik kepada putra-putri Bapak/Ibu?
71. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan tata cara shalat yang benar dan baik kepada putra-putri Bapak/Ibu?
72. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan bacaan-bacaan shalat yang benar dan baik sesuai dalil-dalil yang
86
Alternatif Jawaban Pertanyaan
SL S K J TP ada?
73. Apakah Bapak/Ibu mengajarkan anak membaca Al-Quran?
74. Apakah Bapak/Ibu mengajari anak untuk memahami makna ayat-ayat Al-Quran yang dibacanya?
75. Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh bagaimana tata cara berwudlu dengan benar kepada anak Bapak/Ibu?
76. Apakah Bapak/Ibu mengajak anak untuk shalat berjamaah, baik di masjid atau di rumah?
77. Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh shalat tepat waktu kepada anak-anak?
78. Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh melafalkan bacaan shalat yang benar dan baik kepada anak? (misalnya ketika Bapak/Ibu bertindak sebagai imam dan anak bertindak sebagai ma’mum)
79. Apakah Bapak/Ibu memberikan contoh membaca Al-Quran setiap hari pada waktu tertentu?
80. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk bersikap baik kepada ayah dan ibu?
81. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk berlaku baik terhadap saudara-saudaranya?
82. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk berbicara dengan bahasa yang baik?
83. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk bersikap baik kepada sesama teman dan orang lain?
84. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk menjamu teman dan atau orang lain jika mereka berkunjung ke rumah?
85. Apakah Bapak/Ibu mengajari putra/putri Bapak/Ibu untuk berbicara dengan bahasa yang baik kepada semua orang?
86. Apakah Bapak/Ibu berbicara kepada anak dengan cara yang lemah lembut?
87. Apakah Bapak/Ibu menjelaskan tentang sesuatu kepada putra/putri Bapak/Ibu agar ia mengerti dan bukan memberi perintah untuk patuh?
88. Apakah Bapak/Ibu mengatur jadwal belajar bagi anak secara bersama-sama?
87
Alternatif Jawaban Pertanyaan
SL S K J TP
89. Apakah Bapak/Ibu memberikan penghargaan tertentu jika putra/putri Bapak/Ibu berhasil dalam belajar? (misalnya khatam Al-Quran, tamat shaum dalam bulan Ramadhan, memperoleh peringkat pertama di kelas, dsb.)
90. Apakah Bapak/Ibu memberikan alternatif pemecahan masalah kepada putra/putri Bapak/Ibu jika ia sedang mengalami kesulitan?
Angket untuk Guru
Bapak/Ibu dapat memberikan silang (X) pada kolom alternatif jawaban dengan ketentuan pilihlah:
SL jika jawaban atas pertanyaan adalah SELALU
S jika jawaban atas pertanyaan adalah SERING
K jika jawaban atas pertanyaan adalah KADANG-KADANG
J jika jawaban atas pertanyaan adalah JARANG
88
TP jika jawaban atas pertanyaan adalah TIDAK PERNAH
Alternatif Jawaban Pertanyaan
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah
25. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat lima waktu.
26. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat tepat waktu
27. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat sunat rawatib
28. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan shalat sunat lainnya.
29. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa membaca Al-Quran secara teratur.
30. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa membaca Al-Quran dengan benar
31. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa memahami isi Al-Quran.
32. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa berbicara santun terhadap orang tua
33. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa berbicara santun dengan sesama
34. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa berbicara santun dengan orang yang lebih muda.
35. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa melaksanakan belajar secara teratur di sekolah maupun diu rumah.
36. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, siswa memiliki kebiasaan berdiskusi dengan teman tentang pelajaran dan atau keilmuan lainnya.
89
Angket Untuk Siswa PETUNJUK PENGISIAN
1. Jawablah angket ini dengan jujur sesuai dengan keadaanmu sendiri.
2. Berilah tanda silang (X) pada salah satu kolom sesuai dengan jawaban pernyataan yang kamu pilih.
3. Kamu dapat memilih salah satu jawaban dari Selalu, Sering, Kadang-kadang, Jarang, atau Tidak Pernah
4. Pilihan jawabanmu tidak mempengaruhi penilaian pembelajaran di sekolah
Alternatif Jawaban
Pertanyaan Selalu Sering Kadang-
kadang Jarang Tidak Pernah
37. Apakah kamu hanya mempercayai adanya Allah tidak kepada yang lain?
90
Alternatif Jawaban Pertanyaan
Selalu Sering Kadang-kadang Jarang Tidak
Pernah38. Apakah kamu tidak pernah
mempercayai hal-hal lain selain Allah?
39. Apakah kamu membaca basmallah dalam setiap melakukan kegiatan
40. Apakah kamu berdoa kepada Allah pada setiap kesempatan, terutama setelah melaksanakan shalat?
41. Apakah kamu melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya (seperti mengerjakan shalat lima waktu, membaca Al-Quran, menjauhi perbuatan maksiyat, selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, dan sebagainya)?
42. Apakah kamu melaksanakan shalat tepat waktu di masjid atau di tempat lain?
43. Apakah kamu belajar Al-Quran secara teratur setiap hari?
44. Apakah kamu melaksanakan shalat sunnah (seperti shalat sunnah rawatib, shalat tarawih pada bulan Ramadhan, dan sejenisnya)?
45. Apakah kamu melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan dan puasa-puasa sunnah lainnya?
46. Apakah kamu mengeluarkan shadaqah?
47. Apakah kamu berbicara sopan dan santun kepada orang tuamu sendiri dan orang yang lebih tua darimu?
48. Apakah kamu berbicara lemah lembut dan santun kepada setiap orang?