pengaruh penambahan multi nutrient sauce pada …digilib.unila.ac.id/60020/18/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENAMBAHAN MULTI NUTRIENT SAUCE PADA
RANSUM TERHADAP RESPONS FISIOLOGIS DOMBA JANTAN
(Skripsi)
Oleh
EDI SUSANTO
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGARUH PENAMBAHAN MULTI NUTRIENT SAUCE PADA
RANSUM TERHADAP RESPONS FISIOLOGIS DOMBA JANTAN
Oleh
Edi Susanto
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan Multi Nutrient
Sauce (MNS) pada ransum terhadap respons fisiologis domba, yaitu frekuensi
pernapasan, denyut jantung, dan suhu rektal. Penelitian ini dilaksanakan pada
Mei sampai Juni 2019 di peternakan rakyat Desa Kebagusan, Kecamatan Gedong
Tataan, Kabupaten Pesawaran. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK). Domba dikelompokkan menjadi enam
kelompok berdasarkan bobot tubuh setiap kelompok terdiri tiga ekor domba dan
diberikan tiga perlakuan yaitu R0 (ransum petani), R1 (ransum petani+5% MNS),
dan R2 (Ransum petani+ 10% MNS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan MNS dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05)
terhadap frekuensi pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan suhu rektal domba.
Jadi penambahan MNS sampai 10 % masih bisa dilakukan.
Kata kunci: Domba, Multi Nutrient Sauce, Respons fisiologis
ABSTRACT
THE EFFECT OF MULTI NUTRIENT SAUCE ADDITION ON THE
RATION TO PHYSIOLOGICAL RESPONSE OF MALE SHEEP
By
Edi Susanto
This research aims to evaluate the effect of Multi Nutrient Sauce (MNS) addition
in ration to the physiological response of sheep, namely the respiratory frequency,
heart rate, and rectal temperature. The research was carried out on May to June
2019 at the smallholder farmer Kebagusan Village, Gedongtataan District,
Pesawaran. The experimental design used was a completely randomized block
design. Sheep are grouped into six groups based on body weight, each group
consists of three sheep and given three treatments, namely R0 (basal diet), R1
(basal diet+ 5% MNS) and R2 (basal diet + 10% MNS). The results showed that
the addition of MNS in the ration did not have a significant effect (P>0.05) on the
respiratory frequency, heart rate frequency, and sheep's rectal temperature. So the
addition of MNS up to 10% can still be done.
Keywords: Sheep, Multi Nutrient Sauce, Physiological response
PENGARUH PENAMBAHAN MULTI NUTRIENT SAUCE PADA
RANSUM TERHADAP RESPONS FISIOLOGIS DOMBA JANTAN
Oleh
Edi Susanto
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PETERNAKAN
pada
Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Sukananti, Kecamatan Abung Selatan, Kabupaten
Lampung Utara pada 27 Desember 1996. Penulis merupakan anak pertama dari
tiga bersaudara, putra dari pasangan Bapak Sayuk Rukun (Alm) dan Ibu Sartinah.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2 Sri Mulyo pada 2009,
SMP Negeri 1 Anak Ratu Aji 2012, dan sekolah menengah kejuruan di SMK
Negeri 1 Bandar Lampung pada 2015. Pada tahun 2015 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Penulis melaksanakan magang di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD)
Terbanggi Besar, Lampung Tengah, Praktik Umum di PT Santosa Agrindo
(Santori) Lampung Tengah pada Juli--Agustus 2018, dan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Desa Kerang, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat pada
Januari--Februari 2019. Selama masa studi, penulis pernah menjadi Anggota
Korps Muda Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung periode 2015--
2016, dan pengurus Himpunan Mahasiswa Peternakan periode 2016/2017 sebagai
anggota bidang peneltian dan pengembangan, serta penulis pernah menjadi asisten
praktikum Ilmu Tanaman Pakan dan Produksi Ternak Daging.
“Barangsiapa yang kehidupan akhirat menjadi tujuan utamanya,
niscaya Allah akan meletakkan rasa cukup di dalam hatinya dan
menghimpun semua urusan untuknya serta datanglah dunia
kepadanya dengan hina. Tapi barangsiapa yang kehidupan
dunia menjadi tujuan utamanya, niscaya Allah meletakkan
kefakiran di hadapan kedua matanya dan mencerai-beraikan
urusannya dan dunia tidak bakal datang kepadanya,
kecuali sekedar yang telah ditetapkan untuknya”
(HR. Tirmidzi)
“ Tidak ada kesuksesan melaisnkan dengan pertolongan Allah”
(QS. Huud: 88)
“Bersyukurlah kepada Allah SWT atas apa yang kamu miliki saat
ini dan berjuanglah untuk esok yang lebih baik”
(Edi Susanto)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-
Nya dan kemudahan yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang akan memberikan syafa’at di hari akhir. Penulis persembahkan
karya sederhana ini kepada:
Bapak Sayuk (Alm) dan ibu Sartinah tercinta yang telah membesarkan,
mendidik dan memberikan bimbingan, serta selalu berdo’a untuk keberhasilan
dan keberkahan dari ilmu yang kudapat. Ucapan terimakasih juga penulis
sampaikan kepada adik dan seluruh keluarga atas saran, do’a, dan
dukungannya. Semoga Allah selalu melindungi kita semua.
Terimakasih banyak kepada seluruh dosen dan civitas akademik Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung atas ilmu yang
diberikan pada penulis, nasihat, tauladan, dan nilai-nilai luhur yang tidak
ternilai harganya.
Terimakasih kepada teman seperjuangan dan almamater tercinta, atas waktu,
motivasi, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis sehingga
penulis merasa sangat terbantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
SANWACANA
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi
yang berjudul ―Pengaruh Penambahan Multi Nutrient Sauce pada Ransum
terhadap Respons Fisiologis Domba Jantan‖. Skripsi ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilakukan di peternakan rakyat Desa Kebagusan, Kecamatan
Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.
Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si.--selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung--yang telah memberikan izin;
2. Bapak Dr. Ir. Arif Qisthon, M. Si.--selaku Ketua Jurusan Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung--atas persetujuan kepada penulis
dalam melaksanakan penelitian serta senantiasa memberikan dukungan,
motivasi, dan pemahaman;
3. Bapak Liman, S.Pt., M.S.--selaku Pembimbing Akademik penulis di Jurusan
Peternakan--atas bimbingan, dukungan, dan nasihat kepada penulis;
4. Bapak Dr. Ir. Arif Qisthon, M. Si.--selaku Dosen Pembimbing Utama--yang
senantiasa memberikan waktu, dukungan, motivasi, dan pemahaman;
5. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M. S.--selaku Dosen Pembimbing Anggota--yang
senantiasa memberikan waktu, dukungan, motivasi, dan pemahaman;
6. Ibu Sri Suharyati, S.Pt, M. P.--selaku Dosen Penguji--yang senantiasa
memberikan waktu, dukungan, motivasi, dan pemahaman;
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan--yang telah memberikan
pembelajaran dan pemahaman yang berharga;
8. Bapak Sayuk Rukun (Alm), Ibu Sartinah, Adikku Aprizal Muhaimin dan
Ahmad Romadoni, serta semua keluarga--atas do’a, dukungan, dan kasih
sayang yang selalu diberikan dengan tulus;
9. Diah Ayu Paramitha Agustin, Yogi Ramdani, M. Alvin Rifki, Windi Eka
Satria, Ibu Rini, Abah Ari, Nia, dan Rohma--selaku rekan satu tim penelitian
dan induk semang yang selalu memberi semangat dan bimbingan;
10. Sahabatku tim hura-hura Agung, Yuswan, Pandu, Udin, Wahyu, Ineto, Apri,
Mifta, dan Diah serta Raden arya dan Aryadi--atas do’a, dukungan, hiburan,
dan kasih sayang yang selalu diberikan serta pertemanan semoga kalian sehat
dan sukses selalu;
11. Teman seperjuangan sekaligus keluarga besar Jurusan Peternakan angkatan
2015,--terimakasih atas pertemanan dan dukungan selama perkuliahan sampai
saat ini, semoga sukses selalu bersama kita semua, Aamiin;
12. Abang dan Mbak Angkatan 2013 dan 2014, serta adik-adik Angkatan 2016,
2017, dan 2018 Jurusan Peternakan--yang telah memberikan semangat, saran,
dan motivasi;
13. Seluruh pihak yang ikut terlibat selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan mendapat pahala dan ridho dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, akan tetapi penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Bandar Lampung, 21 Oktober 2019
Penulis,
Edi Susanto
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
SANWACANA .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI.............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.3 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
1.4 Kerangka Pemikiran...................................................................... 4
1.5 Hipotesis ...................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 8
2.1 Gambaran Umum Domba ............................................................. 8
2.2 Respon Fisiologis Domba ............................................................. 10
2.2.1 Laju pernapasan ................................................................. 11
2.2.2 Denyut jantung ................................................................... 13
2.2.3 Suhu rektal ......................................................................... 15
2.3 Pakan ............................................................................................. 16
2.4 Suplemen....................................................................................... 17
2.4.1 Molases (tetes) ................................................................... 18
2.4.2 Urea .................................................................................... 18
2.4.3 Garam.................................................................................
19
2.4.4 Dolomit ...............................................................................
20
2.4.5 Mineral dan vitamin ............................................................
20
III. METODE PENELITIAN .................................................................
22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 22
3.2
Alat dan Bahan Penelitian.............................................................
22
3.2.1 Alat penelitian .....................................................................
22
3.2.2 Bahan penelitian..................................................................
22
3.3
Metode Penelitian .........................................................................
23
3.4
Peubah yang Diamati ....................................................................
26
3.5
Prosedur Penelitian .......................................................................
26
3.6
Analisis Data .................................................................................
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 29
4.1 Kondisi Iklim Mikro .....................................................................
29
4.2 Respons Fisiologis Domba ...........................................................
31
4.2.1 Frekuensi pernapasan domba ..............................................
32
4.2.2 Frekuensi denyut jantung domba ........................................
34
4.2.3 Suhu rektal domba ..............................................................
37
V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................
40
5.1 Simpulan .......................................................................................
40
5.2 Saran .............................................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN
41
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kandungan nutrient ransum basal petani .............................. 24
2. Imbangan nutrisi pemberian ransum basal petani pada domba .............. 24
3. Formulasi Multi Nutrient Sauce .............................................................. 24
4. Formulasi Multi Nutrient Sauce 5% dan 10% dalam ransum ................. 25
5. Susunan ransum R0, RI, dan R2 ............................................................. 25
6. Pemberian ransum perlakuan berdasarkan kelompok............................. 25
7. Presentase pemberian ransum pada masa adaptasi ................................. 27
8. Rata-rata suhu, kelembaban, dan temperatur humidity index pada
kandang peneltian……………………………………………………… 29
9. Frekuensi pernapasan domba…………………………………………... 32
10. Frekuensi denyut jantung domba .......................................................... 35
11. Suhu rektal domba................................................................................. 37
12. Suhu rektal harian domba selama 5 hari penelitian .............................. 48
13. Frekuensi pernapasan harian domba selama 5 hari penelitian .............. 49
14. Frekuensi denyut jantung harian domba selama 5 hari penelitian ........ 51
15. Kelembaban udara dan Temperature Humidity Index (THI) ................ 52
16. Rata-rata konsumsi ransum selama penelitian ...................................... 53
17. Analisis ragam frekuensi pernapasan domba ........................................ 53
18. Analisis ragam frekuensi denyut jantung domba .................................. 53
19. Analisis ragam suhu rektal domba ........................................................ 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Grafik frekuensi pernapasan domba........................................................ 33
2. Grafik frekuensi denyut jantung domba.................................................. 36
3. Grafik suhu rektal domba........................................................................ 38
4. Penimbangan domba penelitian .............................................................. 55
5. Tataletak domba penelitian ..................................................................... 55
6. Proses pembuatan MNS .......................................................................... 55
7. Menghitung frekuensi pernapasaan......................................................... 56
8. Menghitung frekuensi denyut jantung .................................................... 56
9. Menghitung suhu rektal........................................................................... 56
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, maka
bertambah pula pengetahuan masyarakat akan pentingnya nilai gizi, dengan
demikian menyebabkan peningkatan konsumsi produk-produk ternak.
Peningkatan ini terlihat pada konsumsi daging, salah satu daging yang meningkat
kebutuhannya adalah daging domba. Populasi domba di Provinsi Lampung selalu
mengalami kenaikan, pada tahun 2016 sebanyak 68.905 ekor, kemudian
meningkat menjadi 72.936 ekor pada tahun 2017 (Direktorat Jendral Peternakan
dan Kesehatan Hewan, 2017). Populasi tersebut diperkirakan akan terus
meningkat sebagai akibat meningkatnya kebutuhan pangan hewani masyarakat.
Domba merupakan ternak yang potensial sebagai sumber protein hewani dan daya
beli terhadap domba masih terjangkau oleh petani peternak sehingga mempunyai
peluang cukup besar untuk dikembangkan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
daging untuk masyarakat (Wibowo et al., 2014). Ternak domba lebih mudah
dipelihara, mudah dikembangbiakkan dan pasarnya selalu tersedia setiap saat,
serta memerlukan modal yang relatif sedikit dibandingkan ruminansia besar.
2 2
Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh faktor pemeliharaan, bibit,
dan pakan yang baik. Pakan utama ternak domba adalah hijauan berupa rumput
lapangan. Hijauan merupakan sumber energi dan vitamin yang baik, namun
kandungan protein kasarnya relatif rendah dibanding dengan bahan pakan biji-
bijian (Rudiah, 2011). Domba dapat mencerna pakan dengan serat kasar tinggi
berupa hijauan dan limbah industri yang tidak bersaing dengan kebutuhan
manusia. Hal tersebut sangat penting diperhatikan untuk meminimalisir kerugian
yang dapat ditimbulkan dalam proses pengembangan usaha peternakan.
Pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak. Biaya untuk
pemenuhan pakan ternak domba dapat mencapai 60--80% dari keseluruhan biaya
produksi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menekan biaya pakan namun
tidak mengurangi kualitas pakan yang dikonsumsi (Sodikin et al., 2016).
Kemampuan seekor ternak mengkonsumsi pakan tergantung pada jenis pakan,
temperatur lingkungan, ukuran tubuh ternak, dan keadaan fisiologi ternak.
Konsumsi pakan akan bertambah jika pakan yang dikonsumsi mudah dicerna
atau jika diberi pakan yang memiliki kecernaan tinggi. Penambahan bahan pakan
tambahan berupa konsentrat dan suplemen ke dalam pakan dapat meningkatkan
palatabilitas dan pertambahan berat badan.
Pakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat dapat diukur jumlah pemberiannya
sesuai dengan berat badan ternak dan produksi yang diharapkan. Namun kedua
jenis pakan tersebut belum menjamin terpenuhinya unsur-unsur mikro berupa
mineral, vitamin, maupun asam amino tertentu yang tidak diperoleh ternak saat di
alam bebas sehingga diperlukan pakan tambahan atau suplemen (Sodikin et al.,
3 3
2016). Salah satunya dengan menambahkan Multi Nutrient Sauce (MNS) di
dalam ransum.
MNS merupakan pengembangan suplemen ransum ternak bergizi tinggi yang
dapat meningkatkan keefektifan kerja mikroba yang hidup dan berkembang di
dalam rumen ternak ruminansia. Bahan utama MNS berupa molases atau tetes
tebu, urea, garam, dolomit, mineral, dan vitamin yang nantinya akan berfungsi
untuk meningkatkan palatabilitas dan nutrisi ransum berkualitas rendah
(Karolina et al., 2016).
Penambahan MNS diharapkan dapat memenuhi kebutuhan unsur-unsur mikro
yang dibutuhkan ternak sehingga dapat berproduksi dengan baik. Bahan
penyusun MNS dapat meningkatkan palatabilitas sehingga konsumsi pakan akan
meningkat dan mempercepat keefektifan kerja mikroba rumen dalam mencerna
pakan sehingga suplai nutrien pakan meningkat. Hal tersebut dapat meningkatkan
metabolisme dalam tubuh sehingga produksi panas tubuh akan meningkat dan
memacu termoregulasi dalam tubuh yang akan berdampak terhadap respons
fisiologis domba seperti peningkatan suhu tubuh, frekuensi pernapasan, dan
frekuensi denyut jantung. Namun di sisi lain produksi panas tubuh yang berlebih
dapat menyebabkan stres panas yang dapat mengganggu proses produksi sehingga
produktivitas ternak akan menurun. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan MNS dalam ransum terhadap
respons fisiologis domba.
4 4
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh penambahan Multi
Nutrient Sauce pada ransum terhadap respons fisiologis domba, yaitu frekuensi
pernapasan, denyut jantung, dan suhu rektal.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah
1. Sebagai informasi bagi peternak dalam penggunaan bahan tambahan berupa
Multi Nutrient Sauce pada ransum terhadap respons fisiologis domba;
2. Sebagai bahan informasi bagi para peneliti, kalangan akademisi, atau instansi
yang berkaitan dengan penggunaan bahan tambahan Multi Nutrient Sauce pada
ransum domba.
1.4 Kerangka Pemikiran
Secara umum produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan,
serta interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan meliputi
pakan, klimat, dan manajemen (Yani dan Purwanto, 2006). Lingkungan tropis
menyebabkan ternak domba mengalami beban panas tubuh yang berlebih.
Produksi panas tubuh ternak selain berasal dari lingkungan (heat gain), juga
berasal dari proses fermentasi pakan dalam rumen dan proses metabolisme tubuh.
Pada ternak yang berada di lingkungan panas, peningkatan produksi panas tubuh
perlu diminimalkan untuk menjaga suhu tubuh tetap normal. Hal ini merupakan
salah satu mekanisme termoregulasi. Mekanisme termoregulasi tubuh akan
5 5
membutuhkan energi, sehingga alokasi energi dari metabolisme pakan untuk
produksi menjadi berkurang. Dengan demikian perubahan-perubahan fisiologis
dan status nutrisi ternak karena panas tubuh berdampak pada penurunan
produktivitas ternak (Shibata, 1996). Cekaman panas tubuh memaksa ternak
untuk mengaktifkan mekanisme termoregulasi, yaitu peningkatan suhu rektal,
frekuensi denyut jantung, dan pernapasan, serta penurunan konsumsi pakan
(Purwanto et al., 1996).
Pemberian pakan pada ternak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok,
reproduksi, dan produksi (Sugeng, 2005). Pakan biasanya diberikan secara
adlibitum yaitu adanya pakan yang selalu tersedia, tetapi juga bisa diberikan
secara bertahap pada pagi dan sore dengan jumlah yang dibatasi (Santosa, 2005).
Pakan yang diberikan dengan level berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis
ternak seperti suhu tubuh, frekuensi pernapasan, dan denyut jantung berbeda
akibat perbedaan proses metabolisme dalam tubuh (Naidin et al., 2010).
Multi Nutrient Sauce merupakan pengembangan suplemen ransum
ternak bergizi tinggi yang dapat meningkatkan keefektifan kerja mikrobia di
dalam rumen ternak ruminansia. Manfaat pemberian pakan suplemen dari aspek
fisiologis ternak terhindar dari defisiensi vitamin (avitaminosis) dan mineral,
ternak terhindar dari malnutrisi yang disebabkan rendahnya kualitas pakan
(Hatmono dan Hastoro, 2001). Suplemen tersebut terdiri dari molases, urea,
garam, dolomit, vitamin, dan mineral yang berfungsi untuk meningkatkan
palatabilitas dan nutrisi ransum berkualitas rendah sehingga dapat meningkatkan
konsumsi pakan ternak yang dipelihara.
6 6
Hasil penelitian Karolina et al. (2016) menyatakan bahwa perlakuan penggunaan
Multi Nutrients Sauce ERO II 10% sebagai penambah ransum sapi potong
memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum dan
pertambahan bobot tubuh (PBT). Bahan penyusun MNS dapat meningkatkan
palatabilitas sehingga konsumsi pakan akan meningkat dan mempercepat
keefektifan kerja mikroba dalam rumen untuk mencerna pakan. Hal tersebut
dapat meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga produksi panas tubuh
akan neningkat dan memacu termoregulasi dalam tubuh yang akan berdampak
pada peningkatan suhu tubuh, frekuensi pernapasan, dan denyut jantung.
Konsumsi pakan yang berbeda akan menyebabkan adanya aktivitas metabolik
dalam tubuh yang berbeda pula, banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi akan
menyebabkan meningkatnya denyut jantung tiap menit dan suhu tubuh (Naidin
et al., 2010). Hasil penelitian Qisthon dan Widodo (2015) meyatakan bahwa
perlakuan rasio hijauan dan konsentrat 85% : 15% ; 70% : 30% ; dan 55% : 45%
pada kambing Peranakan Ettawah (PE) tidak berpengaruh (P>0,05) pada
konsumsi ransum, frekuensi pernapasan, suhu rektal, dan pertambahan bobot
badan. Sebaliknya, perlakuan berpengaruh (P<0,05) pada frekuensi denyut
jantung.
Respons fisiologis domba dilihat dari frekuensi pernapasan, denyut jantung, dan
suhu rektal. Suhu tubuh yang naik akan menyebabkan ternak pada kondisi yang
tidak nyaman sehingga ternak akan melakukan termoregulasi dengan cara
meningkatkan frekuensi nafasnya (Fitra dan Hendri, 2006). Penambahan Multi
7 7
Nutrient Sauce dalam ransum domba dapat berpengaruh terhadap respons
fisiologis domba.
1.5 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah penambahan bahan Multi Nutrient Sauce pada
ransum domba berpengaruh terhadap kondisi fisiologis domba, yaitu frekuensi
pernapasan, denyut jantung, dan suhu rektal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Domba
Ternak domba atau sering juga dikenal sebagai ternak ruminansia kecil,
merupakan ternak herbivora yang sangat populer di Indonesia. Domba yang kita
kenal sekarang merupakan hasil domestikasi manusia yang sejarahnya diturunkan
dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon (Ovis musimon) yang berasal dari Eropa
Selatan dan Asia, Argali (Ovis amon) berasal dari Asia Tenggara, dan Urial (Ovis
Vignei) yang berasal dari Asia (Williamson dan Payne, 1993).
Karakteristik domba atau biri (Ovis) adalah ruminansia dengan wol tebal
dipelihara untuk dimanfaatkan wol, daging, dan susunya. Domba yang paling
dikenal orang adalah domba peliharaan (Ovis aries), yang diduga keturunan dari
moufflon liar yang berada di wilayah Asia Tengah, Selatan, dan Barat Daya
(Anggorodi, 1990).
Menurut Ensminger (2002) taksonomi domestikasi domba sebagai berikut
Kingdom : Animalia (hewan)
Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang)
Class : Mammalia (hewan menyusui)
Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap)
9 99
Family : Bovidae (memamah biak)
Genus : Ovis (domba)
Species : Ovisaries (domba yang didomestikasi)
Domba lokal mempunyai posisi yang strategis di masyarakat karena mempunyai
fungsi ekonomis, sosial, dan budaya, merupakan sumber genetik yang khas untuk
digunakan dalam perbaikan bangsa domba lokal maupun dengan domba impor
(Sumantri et al., 2007). Bangsa-bangsa ternak lokal penting untuk dilindungi
karena mempunyai keunggulan antara lain mampu bertahan hidup pada tekanan
iklim dan pakan yang berkualitas rendah, tahan terhadap penyakit dan gangguan
caplak, sumber gen yang khas, produktif dipelihara dengan biaya relatif rendah,
mendukung keragaman pangan, pertanian, dan budaya (FAO, 2009).
Menurut Mulyaningsih (1990) domba di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu domba ekor tipis (javanesa thin tailed), domba priangan (pringan of west
java) dikenal juga dengan domba garut, dan domba ekor gemuk (javanesa fat
tailed). Sedangkan menurut Bradfrod dan Inounu (1996) hanya dikelompokkan
ke dalam dua kelompok yaitu Domba Ekor Tipis (DET) dan Domba Ekor
Gemuk (DEG).
Domba ekor tipis merupakan domba berukuran tubuh kecil sehingga disebut
domba kacang atau domba jawa. Memiliki ekor relatif kecil dan tipis, bulu badan
berwarna putih, kadang-kadang ada warna lain, misalnya belang-belang hitam di
sekitar mata, hidung, atau bagian lainnya. Domba betina umumnya tidak
bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan melingkar. Bobot badan
DET jantan di Jonggol umur 2--3 tahun adalah 34,90 kg dan betina sebesar
10
1010
26,11 kg, serta ukuran tinggi pundak pada jantan 55,66 cm dan betina 57,87 cm
(Einstiana, 2006).
Domba ekor gemuk banyak ditemukan di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-
pulau di Nusa Tenggara dan Sulawesi Tengah (domba donggala). Karakteristik
DEG adalah ekor yang besar, lebar, dan panjang. Bagian pangkal ekor yang
membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil tidak
berlemak. Warna bulu putih, tidak bertanduk, dan bulu wolnya kasar. Bentuk
tubuh DEG lebih besar dari pada DET. Domba ini merupakan domba tipe
pedaging, berat jantan dewasa berkisar 30--50 kg, sedangkan berat badan betina
dewasa 25--35 kg. Tinggi badan pada jantan dewasa berkisar 60--65 cm
sedangkan pada betina dewasa 52--60 cm (Malewa, 2007).
2.2 Respons Fisiologis Domba
Ternak domba merupakan hewan berdarah panas yang mempertahankan suhu
tubuhnya pada kisaran tertentu dengan cara homeostasis melalui proses
termoregulasi. Pada temperatur lingkungan yang rendah domba akan
memanaskan tubuhnya melalui pembakaran zat makanan dalam darah, sebaliknya
pada temperatur yang tinggi domba akan berusaha menurunkan temperatur
tubuhnya melalui kulit maupun pernafasan. Ternak akan selalu beradaptasi
dengan lingkungan tempat hidupnya. Apabila terjadi perubahan maka ternak
akan mengalami stres. Stres adalah respons fisiologis, biokimia, dan tingkah laku
ternak terhadap variasi faktor fisik, kimia, dan biologis lingkungan.
1111 1111
Stres terjadi apabila terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim, seperti
peningkatan atau penurunan temperatur lingkungan (Oktameina, 2011).
Respons fisiologis domba merupakan respons domba terhadap berbagai macam
faktor, baik fisik, kimia, maupun lingkungan sekitarnya (Yousef, 1985).
Rangkaian proses fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam tubuh ternak yang
berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi, dan manajemen (Awabien, 2007).
Hewan membutuhkan lingkungan yang cocok untuk kebutuhan fisiologisnya, jika
tidak sesuai dengan lingkungannya, misalnya dengan kondisi terlalu panas atau
terlalu dingin maka akan menyebabkan stres dan berakibat pada produktivitasnya,
sehingga pertumbuhan, perkembangan, atau produksi ternak akan menurun
(Johnston, 1983). Secara fisiologis tubuh ternak akan bereaksi terhadap
rangsangan yang mengganggu fisiologis normal. Sebagai ilustrasi ternak akan
mengalami cekaman panas jika jumlah rataan produksi panas tubuh dan
penyerapan radiasi panas dari sekelilingnya lebih besar dari pada rataan panas
yang hilang dari tubuh (Devendra dan Burns, 1994). Menurut Yousef (1985)
respons fisiologis pada domba dapat diketahui diantaranya dengan melihat laju
pernapasan, denyut jantung, dan suhu tubuh.
2.2.1 Laju pernapasan
Pernapasan meliputi semua proses baik fisik maupun kimia, dimana hewan
mengadakan pertukaran gas-gas dengan lingkungan sekelilingnya, khususnya gas
O2 dan CO2 (Widjajakusuma dan Sikar, 1986). Pernapasan pada hewan terdiri
dari tiga fase, yaitu pernapasan eksternal, pertukaran gas, dan pernapasan internal.
1212 1212
Pernapasan eksternal merupakan mekanisme saat hewan mengambil oksigen dari
lingkungan dan melepaskan karbondioksida ke lingkungan. Pertukaran gas yaitu
mekanisme pendistribusian oksigen ke seluruh sel-sel tubuh hewan dan
mekanisme perpindahan karbondioksida dari sel tubuh ke lingkungan. Pernapasan
internal merupakan reaksi metabolik saat oksigen dalam sel memproduksi energi
dan reaksi untuk memproduksi karbondioksida dalam sel (Wilson, 1979).
Frekuensi pernapasan bervariasi tergantung dari besar badan, umur, aktivitas
tubuh, kelelahan, dan penuh tidaknya rumen. Domba tropis mempunyai frekuensi
laju pernapasan berkisar 15--25 hembusan per menit. Bersamaan dengan
peningkatan suhu lingkungan, reaksi pertama ternak dalam menghadapi keadaan
ini adalah dengan panting (terengah-engah) dan sweating (berkeringat berlebihan)
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pada sapi, kerbau, kambing, dan domba
peningkatan frekuensi pernapasan merupakan salah satu mekanisme pengaturan
suhu tubuh. Kecepatan pernapasan meningkat sebanding dengan meningkatnya
suhu lingkungan. Meningkatnya frekuensi pernapasan menunjukkan
meningkatnya mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan fisiologis
dalam tubuh hewan (Mc Dowell, 1972).
Silanikove (2000) mengukur tingkat stres panas berdasarkan laju pernapasan tiap
menit pada domba yaitu stres panas rendah berkisar 40--60 pernapasan tiap menit,
stres panas sedang 60--80 pernapasan tiap menit, stres panas tinggi 80--200
pernapasan tiap menit, dan stres panas berat lebih dari 200 pernapasan tiap menit.
Uap air yang hilang meningkat hingga mencapai 60% dari total panas yang hilang
pada suhu 35 oC (Yousef, 1985).
1313 1313
Paparan suhu tinggi akan memperbesar upaya untuk menghilangkan panas tubuh,
diantaranya peningkatan pernapasan, suhu tubuh, konsumsi air, dan penurunan
konsumsi pakan. Berkaitan dengan dampak kelembaban, ketika kelembaban
tinggi maka akan meningkatkan frekuensi pernapasan domba (Marai et al., 2007).
Menurut Isnaeni (2006) peningkatan pada frekuensi pernafasan merupakan salah
satu upaya ternak dalam melakukan mekanisme termoregulasi untuk menstabilkan
suhu tubuh akibat adanya beban panas.
Proporsi hijauan yang besar menyebabkan produksi panas tubuh (heat
increament) meningkat sehingga menambah beban panas tubuh dan harus
dilepaskan. Pelepasan panas tubuh ke luar tubuh dengan cara memindahkan
panas dari organ-organ bagian dalam tubuh ke bagian-bagian terluar dari organ
tubuh terutama adalah kelenjar keringat di kulit dan kelenjar mukosa di sepanjang
saluran pernapasan (Ganong, 1983).
2.2.2 Denyut jantung
Jantung adalah suatu struktur muskular berongga yang bentuknya menyerupai
kerucut. Jantung terbagi menjadi bagian kanan dan bagian kiri, masing-masing
bagian terdiri atas atrium yang berfungsi menerima curahan darah dan pembuluh
vena, dan ventrikel, yang berfungsi memompakan darah dari jantung ke seluruh
tubuh melalui pembuluh arteri (Frandson, 1992).
Kisaran denyut jantung domba normal menurut Smith dan Mangkoewidjojo
(1988) adalah 70--80 kali tiap menit. Peningkatan laju denyut jantung terjadi pada
saat peningkatan suhu lingkungan, gerakan, dan aktivitas otot (Edey, 1983).
1414 1414
Secara umum, kecepatan denyut jantung yang normal cenderung lebih besar pada
hewan-hewan kecil dan semakin lambat dengan semakin besarnya ukuran tubuh
hewan (Frandson, 1992). Al-Haidary (2004) menyatakan bahwa tantangan stres
panas berkurang pada ternak yang diam, dan pengurangan tanda denyut jantung
menurun karena upaya umum untuk menurunkan produksi panas tubuh.
Menurut Adisuwirdjo (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung
yaitu: (1) aktivitas, aktivitas yang tinggi dapat menigkatkan frekuensi kerja
jantung, (2) ion kalsium, ion kalsium memicu sistol yaitu kontraksi salah satu
ruangan jantung pada proses pengosongan ruangan tersebut. Diastol adalah reaksi
dari satu ruang jantung sesaat sebelum dan selama pengisian ruangan tersebut.
(3) kadar CO2, dapat menaikkan frekuensi maupun kekuatan kontraksi jantung,
(4) acetylcolin, mengurangai frekuensi denyut jantung, (5) adrenalin, dapat
menaikkan frekuensi jantung, (6) atropin dan nikotin, dapat mempercepat
frekuensi denyut jantung, (7) morphin, dapat memperlambat frekuensi jantung,
(8) suhu tubuh, semakin tinggi suhu maka frekuensi jantung juga semakin besar,
(9) berat badan, semakin berat badan hewan maka frekuensi jantung juga
semakin besar, dan (10) umur, umur ternak muda memiliki frekuensi jantung
yang lebih cepat.
Peningkatan denyut jantung dapat membantu transportasi oksigen dan zat
makanan ke seluruh tubuh, selain itu peningkatan denyut jantung juga membantu
transportasi panas metabolisme ke seluruh tubuh yang dapat meningkatkan suhu
permukaan tubuh (Gatenby, 1991). Menurut Sarwono (2002) meningkatnya
denyut jantung bertujuan untuk mengatur tekanan darah dan membantu
mengedarkan panas dari organ tubuh bagian dalam ke permukaan tubuh.
1515 1515
Kisaran denyut jantung domba yang normal menurut Duke’s (1995) adalah 60 --
120 denyut tiap menit.
Jantung berkontraksi secara periodik untuk menjamin kelangsungan sirkulasi
darah. Kecepatan jantung dalam berkontraksi ini dipengaruhi oleh saraf,
rangsangan kimiawi berupa hormon, dan perubahan kadar O2 dan CO2 serta
rangsangan berupa panas (Isnaeni, 2006). Denyut jantung mencerminkan
keseimbangan sirkulasi sepanjang status metabolis dalam kondisi normal (Marai
et al., 2007). Menurut Isnaeni (2006) peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
metabolisme tubuh berjalan dengan cepat, sehingga membuat ternak akan
meningkatkan kecepatan jantung.
2.2.3 Suhu rektal
Suhu tubuh hewan merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan
dikeluarkan oleh tubuh. Suhu tubuh dapat diamati melalui suhu rektal, karena
suhu rektal merupakan indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal
tubuh ternak. Suhu rektal juga sebagai parameter yang dapat menunjukkan efek
dari cekaman lingkungan terhadap domba. Suhu rektal harian, pada pagi hari
rendah sedangkan pada siang hari tinggi (Edey, 1983).
Suhu rektal domba di daerah tropis berada pada kisaran 39,2--40 0C (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Kelembaban dapat pula mempengaruhi mekanisme
temperatur tubuh, pengeluaran panas dengan cara berkeringat ataupun melalui
respirasi akan lebih cepat (Parakkasi, 1999). Suhu rektal bervariasi antara 38,3--
39,9 oC (Marai et al., 2007).
1616 1616
Kenaikan panas tubuh disebabkan karena metabolisme pakan tinggi dengan pakan
berserat berkualitas rendah (Marai et al., 2007). Hal ini juga berkaitan dengan
adanya kegiatan makan yang tinggi. Kegiatan makan akan menyebabkan
metabolisme jadi meningkat (Tobin, 2012). Meningkatnya metabolisme
menyebabkan energi (panas) meningkat sehingga suhu tubuh juga meningkat.
Peningkatan metabolisme juga berkaitan dengan nutrisi. Tingginya konsumsi
nutrisi akan meningkatkan proses metabolisme tubuh sehingga panas tubuh yang
dihasilkan juga lebih banyak (Wuryanto et al., 2010).
Suhu rektal 42 oC dan lebih dari itu akan berbahaya bagi ternak (Yousef, 1985).
Umumnya domba merupakan hewan homeotermal yang mempertahankan
tubuhnya dalam kondisi seimbang dengan menghilangkan kelebihan panas dari
tubuhnya ketika terpapar suhu tinggi. Berada dalam kondisi yang seperti itu, suhu
tubuh ternak tercermin dari peningkatan suhu rektal, ketika tubuh gagal
mempertahankan keseimbangan panas (Marai et al., 2007).
2.3 Pakan
Pakan bagi ternak domba dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak.
Pakan sangat esensial bagi ternak domba karena pakan yang baik akan
menjadikan ternak sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses dalam
tubuh secara normal. Pada batasan minimal, pakan bagi ternak domba berguna
untuk menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi sehingga
mampu melaksanakan peran dalam proses metabolisme (Murtidjo, 1993).
1717 1717
Nista et al. (2007) menyatakan bahwa kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi
dengan pakan hijauan segar (sebagai pakan utama) dan konsentrat (sebagai pakan
penguat) untuk berproduksi. Kedua jenis bahan tersebut dapat diukur jumlah
pemberiannya sesuai dengan berat badan ternak dan produksi yang diharapkan.
Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak hanya
sebagai pengenyang tetapi juga berfungsi sebagai sumber nutrisi, baik berupa
protein, energi, vitamin, dan mineral. Hijauan yang bernilai gizi tinggi cukup
memegang peranan penting karena dapat menyumbangkan zat pakan yang lebih
ekonomis dan berhasil guna bagi ternak (Herlinae, 2003). Tujuan pemberian
pakan berupa konsentrat pada ternak ruminansia adalah untuk meningkatkan
pencernaan selulosa pada hijauan yang dikonsumsi (Parakkasi, 1999). Konsentrat
antara lain berfungsi sebagai perangsang aktivitas mikroba rumen, sehingga dapat
meningkatkan daya cerna dan konsumsi hijauan (Tillman et al., 1998).
2.4 Suplemen
Suplemen adalah suatu bahan pakan atau bahan campuran yang dicampurkan ke
dalam pakan untuk meningkatkan keserasian nutrisi pakan, bisa bahan pakan yang
mengandung protein, mineral, atau vitamin dalam jumlah yang besar
(Hartadi et al., 1986). Suplementasi adalah pemberian bahan pakan dalam jumlah
kecil dari bahan kering pakan yang diharapkan berguna dan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas. Suplementasi
pakan meningkatkan nutrisi pakan yang dapat mendukung pertumbuhan dan
perkembangan ternak (Hartadi et al., 1986).
1818 1818
2.4.1 Molases (tetes)
Molases banyak digunakan karena banyak mengandung karbohidrat sebagai
sumber energi dan mineral (baik mineral mikro maupun mineral makro) dan
merupakan komponen utama dalam pembuatan multi nutrient (Sodikin et al.,
2016). Molases merupakan limbah dari pabrik gula yang kaya akan karbohidrat
yang mudah larut (48--68%) gula untuk sumber energi dan mineral disamping
membantu fiksasi nitrogen, urea dalam rumen juga dalam fermentasinya
menghasilkan asam-asam lemak atsiri yang merupakan sumber energi yang
penting untuk biosintesa dalam rumen, disukai ternak, dan memberikan pengaruh
yang menguntungkan terhadap daya cerna (Nista et al., 2007).
2.4.2 Urea
Ruminansia secara spesifik mampu mensintesis asam-asam amino dari unsur-
unsur yang dihasilkan oleh berbagai proses yang terjadi di dalam rumen. Itulah
sebabnya, ruminansia mampu mengkonsumsi urea (yang merupakan non-protein
nitrogen) dalam jumlah terbatas, yang di dalam rumen terurai menjadi NH3 dan
merupakan bahan utama pembentukan asam-asam amino. Selain dari bahan
pakan yang dikonsumsinya, kebutuhan tubuh ruminansia terhadap protein juga
dipenuhi dari mikroba rumen (Abidin dan Sodiq, 2002).
Urea merupakan sumber Non Protein Nitrogen relatif murah harganya, namun
demikian pemberiannya tidak terlalu banya karena dapat menimbulkan keracunan
sehingga dalam pemberiannya kurang lebih 4%. Disamping itu urea merupakan
senyawa nitrogen yang sangat sederhana dan dapat diubah oleh mikro organisme
1919 1919
rumen, sebagian atau seluruhnya menjadi protein yang diperlukan dalam proses
fermentasi dalam rumen dan dapat meningkatkan konsumsi ransum (Nista et al.,
2007; Karolina et al., 2016).
2.4.3 Garam
Mineral merupakan bahan yang penting dalam pembuatan MNS ERO II. Pada
umumnya digunakan berupa: tepung kerang, tepung tulang, lactomineral, dolomit,
kapur bangunan, dan garam dapur (NaCl) dari bahan yang digunakan tersebut
dapat mensuplay kebutuhan mineral untuk ternak. Untuk meningkatkan
palatabilitas (selera makan) dan dapat membatasi konsumsi ransum yang
berlebihan serta harganya murah (Karolina et al., 2016).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada domba
diantaranya: bangsa hewan, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan
berkembang biak, laktasi, iklim, ransum, kandungan mineral tanah, keseimbangan
hormonal, dan kegiatan faali di dalam tubuh (Sumoprastowo, 1993). Secara
umum mineral-mineral berfungsi sebagai bahan pembentukan tulang dan gigi
yang menyebabkan adanya jaringan keras dan kuat, mempertahankan keadaan
koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam
basa dalam tubuh, aktivator sistem enzim tertentu, komponen dari suatu enzim,
dan mineral mempunyai sifat yang karakteristik terhadap kepekaan otot dan saraf
(Tillman et al., 1991).
2020 2020
2.4.4 Dolomit
Mineral dolomit merupakan variasi dari batu gamping (CaCO) kandungan mineral
karbonat > 50%. Istilah dolomit pertama kali digunakan untuk batuan karbonat
tertentu yang terdapat di daerah Tyrolean Alpina 3. Dolomit dapat terbentuk baik
secara primer maupun sekunder. Secara primer dolomit biasanya terbentuk
bersamaan dengan proses mineralisasi yang umumnya berbentuk urat-urat.
Secara sekunder, dolomit umumnya terjadi karena terjadi pelindihan (leaching)
atau peresapan unsur magnesium dari air laut kedalam batu gamping atau istilah
ilmiahnya proses dolomitisasi. Proses dolomitisasi adalah proses perubahan
mineral kalsit menjadi dolomit (Karolina et al., 2016).
2.4.5 Mineral dan vitamin
Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil, namun
berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral
digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan darah,
dan pembentukkan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang
berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral dalam
ransum domba dapat mencegah kekurangan mineral di dalam pakan
(Setiadi dan Inounu, 1991).
Mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik
tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Selain itu,
mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme terutama sebagai kofaktor
dalam aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh
2121 2121
diperlukan untuk pengaturan kegiatan enzim. Bagi ternak ruminansia mineral
merupakan nutrisi yang esensial, selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan
ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Pertumbuhan dan
perkembangbiakan mokroba rumen yang optimal membutuhkan mineral makro
(Ca, P, Mg, Cl, dan S), mikro (Cu, Fe, Mn, dan Zn) dan langka (I, Co, dan Se).
Mineral mikro dan mineral langka dibutuhkan mikroba untuk melakukan berbagai
aktivitas termasuk sintesis vitamin B12, kebutuhan akan mineral ini sangat sedikit
dibandingkan dengan mineral makro (Karolina et al., 2016).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Mei--Juni 2019, bertempat di peternakan rakyat
Desa Kebagusan, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang dan
perlengkapanya, meliputi kandang individu lengkap dengan tempat makan,
minum, timbangan. Alat untuk membuat ransum meliputi Mixer, sekop, cangkul,
terpal, tong ukuran 220 liter, dan pengaduk MNS. Alat hitung dan tulis meliputi
kalkulator, buku, dan pena untuk menulis data. Dry and Wet Thermometer ,
stetoskop 2 buah, stop watch 2 buah, dan hand tally counter 2 buah.
3.2.2 Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 ekor domba ekor tipis
jantan dengan kisaran umur 6--8 bulan yang dipelihara secara intensif pada
kandang individu. Ransum penelitian berupa ransum basal dengan bahan
2323 2323
penyusun MNS yaitu urea, molases, dolomit, garam, mineral, dan vitamin, serta
air minum yang diberikan secara ad libitum.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimen menggunakan metode Rancangan
Acak Kelompok (RAK). Masing-masing kelompok terdiri atas 3 ekor domba.
Pengelompokan tersebut terdiri atas 6 kelompok yang dikelompokan berdasarkan
berat badan yaitu: Kelompok 1 (11,18--13,18 kg), kelompok 2 (13,97--14,13 kg),
kelompok 3 (14,31--14,51 kg), kelompok 4 (14,89--15,91 kg), kelompok 5
(16,35--16,66 kg), dan kelompok 6 (17,15--17,37 kg). Perlakuan yang diberikan
adalah
R0 = Ransum basal petani
R1 = R0 + 5% Multi Nutrient Sauce
R2 = R0 + 10% Multi Nutrient Sauce
R2 R1 R0 R1 R0 R2 R0 R1 R2
K1 K2 K3
R1 R0 R2 R0 R1 R2 R1 R2 R0
K 4 K 5 K 6
Gambar 1. Tata letak kandang perlakuan
Keterangan:
K1--K6 : Kelompok perlakuan
R0, R1, dan R2 : Ransum perlakuan
2424 2424
PK LK SK Abu BETN TDN Ca P
21,98
12,96
12,26
22,97
13,12
-
61,00
0,80
0,22
23,46 2,23 2,51 30,52 3,06 79,02 60,74 - -
Formulasi penggunaan ransum basal petani, Multi Nutrient Sauce, dan susunan
ransum perlakuan disajikan pada Tabel 1, 2, 3, 4, dan 5 berikut:
Tabel 1. Komposisi kandungan nutrient ransum basal petani
Nilai Kandungan Berdasarkan Berat Kering (%) Pakan BK
Silase
Rumput
Onggok
Sumber: Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung (2019).
Fathul et al. (2015)
Tabel 2. Imbangan nutrisi pemberian ransum basal petani pada domba
Nilai Kandungan Ransum Berdasarkan Berat Kering (%)Pakan BK
Silase
PK LK SK Abu BETN TDN Ca P
Rumput
(90% )
Onggok
19,78 11,66 11,03 20,67 11,81 tad 54,90 0,72 0,20
(10%) 2,35 0,22 0,25 3,05 0,31 7,90 6,07 - -
Jumlah 22,13 11,89 11,29 23,73 12,11 7,90 60,97 0,72 0,20
Kebutuhan 55,84 11,8 <8 ≤17 - - 60- 65
0,21-
0,40 0,19-
0,36
Tabel 3. Formulasi Multi Nutrient Sauce
Nama Bahan Presentase (%)
Molases 67,7
Urea 9,9
Garam 7,9
Dolomit 7,9
Mineral vitamin 6,6
Total 100
Sumber : Sodikin et al. (2016)
2525 2525
Perlakuan Silase
(Kg)
Onggok
(Kg)
(Kg) Silase
(Kg)
Onggok
(Kg)
K1R0 13,18 2,08 0,20 2,27 1,04 0,10 0
K1R1 12,39 1,93 0,18 2,10 0,97 0,17 0,105
K1R2 11,88 1,85 0,18 2,02 0,93 0,09 0,202
K2R2 13,97 2,17 0,20 2,37 1,09 0,10 0,237
K2R0 13,97 2,17 0,20 2,37 1,09 0,10 0
K2R1 14,13 2,20 0,20 2,40 1,10 0,10 0,120
K3R2 14,51 2,25 0,20 2,45 1,13 0,10 0,245
K3R1 14,51 2,25 0,20 2,45 1,13 0,10 0,1225
K3R0 14,31 2,22 0,20 2,42 1,11 0,10 0
K4R2 15,91 2,47 0,22 2,69 1,24 0,11 0,269
K4R0 14,89 2,31 0,21 2,52 1,16 0,11 0
K4R1 15,01 2,33 0,21 2,54 1,17 0,11 0,127
K5R2 16,66 2,59 0,23 2,82 1,30 0,12 0,282
K5R1 16,66 2,59 0,23 2,82 1,30 0,12 0,141
K5R0 16,35 2,54 0,23 2,77 1,27 0,12 0
K6R0 17,37 2,70 0,24 2,94 1,35 0,12 0
K6R2 17,15 2,66 0,24 2,90 1,33 0,12 0,29
K6R1 17,36 2,70 0,24 2,94 1,35 0,12 0,147
Tabel 4. Formulasi Multi Nutrient Sauce 5% dan 10% dalam ransum
Nama Bahan Presentase (5%) Presentase (10%)
Molases 3,39 6,77
Urea 0,50 0,99
Garam 0,40 0,79
Dolomit 0,40 0,79
Mineral Vitamin 0,33 0,66
Total 5,00 10,00
Tabel 5. Susunan ransum R0, RI, dan R2
Persentase (%)
Pemberian R0 R1 R2
Ransum Basal Petani 100 95 90
MNS 0 5 10
Tabel 6. Pemberian ransum perlakuan berdasarkan kelompok
Kelompok/
BB (Kg)
Ransum
Jumlah
Pagi 07.00/ Sore
16.00
MNS
2626 2626
3.4 Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah frekuensi pernapasan, fekuensi
denyut jantung, dan suhu rektal domba.
3.5 Prosedur Penelitian
Penelitian ini diawali dengan tahap persiapan. Tahap persiapan penelitian ini
diawali dengan membersihkan kandang, peralatan, dan lingkungan sekitar
kandang. Kemudian melakukan penimbangan domba untuk memperoleh bobot
awal dan memasukkan ke dalam kandang sesuai dengan rancangan percobaan dan
tata letak yang telah ditentukan. Kandang individu berukuran 110 × 80 cm
berbentuk panggung. Ransum diberikan pada pukul 07.00 dan 16.00 WIB .
Setelah tahap persiapan, maka selanjutnya masuk pada tahap pelaksanaan
perlakuan.
Tahap pelaksanaan perlakuan diawali dengan prelium, yaitu domba percobaan
diberi ransum perlakuan secara berahap. Prelium berlangsung selama 14 hari.
Selanjutnya adalah masa pengambilan data. Domba diberi ransum perlakuan
sesuai dengan formulasi, tahap ini berlangsung selama 30 hari setelah prelium.
Pengukuran frekuensi pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan suhu rektal
dilakukan setiap 5 hari sekali selama 30 hari pada pukul 05.00, 10.00, dan
14.00 WIB.
Frekuensi pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan suhu rektal diukur menurut
Qisthon dan Suharyati (2007). Frekuensi pernapasan diamati dengan cara
menghitung pergerakan naik-turun permukaan tubuh di daerah flank selama satu
2727 2727
menit. Frekuensi denyut jantung dihitung dengan stetoskop yang ditempelkan di
bagian dada domba sebelah kiri selama satu menit. Selanjutnya, suhu rektal
diukur dengan termometer rektal digital yang dimasukkan ke dalam rektal
sedalam sekitar ± 2 cm untuk beberapa lama hingga terdengar bunyi alarm.
Selain frekuensi pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan suhu rektal juga
diamati mikroklimat kandang yang meliputi suhu, kelembaban, dan Temperature
Humidity Index (THI). Pengamatan suhu dan kelembaban lingkungan dilakukan
dengan menggunakan dry and wet thermometer sedangkan nilai THI dihitung
berdasarkan petunjuk Thompson dan Dahl (2012) sebagai berikut:
THI = (1,8 x T + 32) - (0,55 – 0,0055 x RH) x (1,8 x T – 26)
Keterangan: THI = Temperature Humidity Index
T = Suhu (oC)
RH = Kelembaban (%)
Tahap ketiga yaitu menganalisis data yang diperoleh berdasarkan hasil
pengamatan. Gambaran persentase pemberian ransum pada masa adaptasi
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Presentase pemberian ransum pada masa adaptasi
No. Hari ke- Ransum tanpa MNS (P0) Ransum MNS (R1 dan R2)
--------------------------------(%)-----------------------------------
1 1—3 85 15
2 4—5 75 25
3 6—8 50 50
4 9—11 25 75
5 12─14 0 100
2828 2828
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis of varian (ANOVA). Apabila
hasil analisis varian berpengaruh nyata pada peubah (P<0,05) maka analisis
dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan
atau 1%.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penambahan Multi Nutrient Sauce (MNS) hingga level 10% dalam ransum belum
mempengaruhi respons fisiologis (frekuensi pernapasan, denyut jantung, dan suhu
rektal) domba jantan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan bahwa :
1. Peternak sebaiknya menambahkan MNS hingga level 10 % pada ransum
domba karena belum memberikan pengaruh terhadap respons fisiologis
(frekuensi pernapasan, denyut jantung, dan suhu rektal);
2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut penambahan MNS pada musim
kemarau dengan tingkat cekaman tinggi menggunakan level pemberian,
formulasi ransum, dan bangsa atau jenis ternak yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, J. dan A. Sodiq. 2002. Penggemukan Domba. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Adisuwirdjo, D. 2001. Buku Ajar Dasar Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan.
Unsoed. Purwokerto.
Al-Haidary, A. A. 2004. Physiological responses of naimey sheep to heat stress
challenge under semi-arid environments. International of Agriculture &
Biology. 06: 307--309.
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta.
Awabien, R. L. 2007. Respons Fisiologis Domba yang Diberi Minyak Ikan Dalam
Bentuk Sabun Kalsium. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Baillie N. D. 1988. A Course Manual in Animal Handling and Management. IPB
– Australia Project. Bogor.
Bradford, G. E. dan I. Inounu. 1996. Prolific Breeds of Indonesia. In : Mohamed
H. Publisher. Inc.
Devendra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis.
Terjemahan: IDK Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Statistik Perternakan
dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian. Jakarta
Duke’s. 1995. Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing : New York
University Collage. Camel.
Edey, T. N. 1983. Goat and Sheep Production in The Tropics. ELBS. Longman
Group Ltd. Essex.
Einstiana, A. 2006. Studi Keragaman Fenotipik dan Pendugaan Jarak Genetik
Antar Domba Lokal di Indonesia. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
4242 4242
Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat Science. Sixth Edition. Fahmy (Ed).
Prolific Sheep. CAB International. Cambridge University Press.
Cambridge.
Fathul, F., Liman, N. Purwaningsih, dan S. Tantalo. 2015. Pengetahuan Pakan dan
Formulasi Ransum. Buku Ajar. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Lampung.
Fitra, A. P. dan Y. Hendri. 2006. Respons Tiga Jenis Kambing di Musim
Kemarau di Dataran Rendah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sumatra Barat. Padang.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2009. State of Food and Agriculture.
Livestock in the Balance. Food and Agriculture Organization. Roma.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Ganong. 1983. Receive of Logical Physiology. Large Medical Publishing.
Calivornia.
Gatenby, 1991. Performa Pertumbuhan Domba Lokal yang diberi Pakan dengan
Ampas Kurma Berbeda. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Hamdan, A., B. P. Purwanto, D. A. Astuti, A. Atabany, dan E. Taufik. 2018.
Respons kinerja produksi dan fisiologis kambing peranakan ettawa
terhadap pemberian pakan tambahan dedak halus pada agroekosistem
lahan kering di Kalimantan Selatan. Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian 12(1) : 73--84.
Hartadi, H., S. Reksohadiprojo, dan A. D. Tillman. 1986. Tabel Komposisi Pakan
Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hatmono, H. dan I. Hastoro. 2001. Urea Molases Blok Ransum Suplemen Ternak
Ruminansia. Trubus Agriwidya. Unggaran.
Herlinae. 2003. Evaluasi Nilai Nutrisi dan Potensi Hijauan Asli Lahan Gambut
Pedalaman di Kalimantan Tengah Sebagai Pakan Ternak. Tesis.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Jakarta.
Isroli S. A. B, Santoso, dan Haryati N. 2004. Respons termoregulasi dan kadar
urea darah domba Garut betina dewasa yang dipelihara di dataran tinggi
terhadap pencukuran wool. Pengembangan Peternakan Tropis. 2 :
110--114.
4343 4343
Johnston, R. G. 1983. Introduction to Sheep Farming. Granada Publishing Ltd.
London.
Karolina S., Erwanto, dan K. Adhianto. 2016. Pengaruh penggunaan Multi
Nutrients Sauce (MNS) ero II dalam ransum terhadap pertambahan
bobot tubuh sapi potong. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2):
124--128.
Laboratotium Nutrisi dan Makanan Ternak. 2019. Hasil analisis Rumput Lapang
dan Onggok. Jurusan Peternakan. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Malewa, A. D. G. 2007. Karakteristik Fenotipe dan Jarak Genetik Domba
Donggala di Tiga Lokasi di Sulawesi Tengah. Tesis. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marai, I. F. M., El-Darawany A. A., Fadiel A., Abdel-Hafez M. A. M. 2007.
Physiological traits as affected by heat stress in sheep. Small Ruminant
Research. 71 : 1--12.
McDowell, R. E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climates.
W. E. Freeman and Company. San Fransisco.
Mulyaningsih, N. 1990. Domba Garut Sebagai Sumber Plasma Nutfah Ternak.
Plasma Nutfah Hewan Indonesia. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah
Indonesia. Bogor.
Murtidjo. 1993. Performa Pertumbuhan Domba Lokal yang diberi Pakan dengan
Ampas Kurma Berbeda. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Naiddin, A., M. N. Rokhmat, S. Dartosukarno, M. Arifin, dan A. Purnomoadi.
2010. Respon fisiologi dan profil darah sapi Peranakan Ongole (PO)
yang diberi pakan ampas teh dalam level yang berbeda. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.
Hal. 217--223.
Nista, D., H. Natalia, A. Taufiq. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan. Direktorat
Jenderal Bina Produksi Peternakan. Sembawa.
Oktameina, W. Y. 2011. Respon Fisiologis Domba Garut yang Dipelihara Secara
Semi Intensif dengan Perlakuan Pencukuran Di Peternakan PT
Indocement. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Parakkasi. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Rumunansia. Universitas
Indonesia. Jakarta.
4444 4444
Preston, T.r. and R.A.Leng. 1987. Matching Ruminant Production Sistems with
Available Resources in the Tropic and Sub-Tropic. International Colour
Production. Stanthorpe Queensland. Australia.
Purwanto, B. P. 1993. Heat and Energy Balance in Dairy Cattle Under High
Environmental Temperatute. Tesis. Hiroshima University. Hiroshima.
Purwanto, B. P., M. Herada, dan S. Yamamoto. 1996. Effect of drinking water
temperature on heat balance and thermoregulatory responses in dairy
heifers. Aust. J. Agric. Res. 47 : 505--512.
Qisthon, A. dan S. Suharyati. 2007. Pengaruh naungan terhadap respons
termoregulasi dan produktivitas kambing peranakan ettawa. Majalah
Ilmiah Peternakan. Volume 10. Nomor 1 : 13--16.
Qisthon, A. dan Y. Widodo. 2015. Pengaruh peningkatan rasio konsentrat dalam
ransum kambing Peranakan Ettawah di lingkungan panas alami
terhadap konsumsi ransum, respons fisiologis, dan pertumbuhan.
J. Zootek. 35 (2): 351--360.
Rudiah. 2011. Respons kambing kacang jantan terhadap waktu pemberian pakan.
Media Litbang Sulteng. IV (1) : 67--74.
Saiya, H. V. 2014. Respons fisiologis sapi Bali terhadap perubahan cuaca di
Kabupaten Merauke Papua. Agricola 4 : 22--32.
Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiadi, B. dan I. Inounu. 1991. Beternak Kambing Domba Sebagai Ternak
Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Shibata, M. 1996. Factor Affecting Thermal Balance and Production of
Ruminants in a Hot Environmental. a review. Memoirs of National
Institute of. Animal Industry No. 10, March 1996. National Institute of
Animal Industry. Tsukuba. Japan.
Silanikove, N. 2000. Effects of heat stress on the welfare of extensively managed
domestic ruminants. J Livestock Production. Sci. 67 (1–2). 1–18.
Smith, J.B. dan S. Mangkoewiidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
4545 4545
Sodikin, A., Erwanto, dan K. Ahdianto. 2016. Pengaruh penambahan Multi
Nutrient Sauce (MNS) pada ransum terhadap pertambahan bobot badan
harian sapi potong. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 4 (3) :
199--203.
Sudarman, A. and T. Ito. 2000. Heat production and thermoregulatory response of
sheep fed roughage proportion diets and intake level when exposed to a
hight ambient temperature. Asian-Aus. J. Animal Science 13(5):
1523--1528.
Sugeng, B. Y. 2005. Berternak Domba. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Sumantri, C., A. Einstiana. J., F. Salamena, dan I. Inounu. 2007. Keragaan dan
hubungan phylogenik antar domba lokal di Indonesia melalui
pendekatan analisis morfologi. JITV. 12 (1):42‐-54.
Sumoprastowo. 1993. Performa Pertumbuhan Domba Lokal yang Diberi Pakan
dengan Ampas Kurma Berbeda. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Thompson, I. M. and G. E. Dahl. 2012. Dry-period seasonal effect on the
subsequen lactation. The Professional Animal Scientist. 28:628-631.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohardiprojo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah
Mada Press. Yogyakarta.
. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Tobin, A. J. 2012. Essential Chemistry Asking About Life. Agriculture Series.
Singapore (SG).
Wibowo, S. Y., E. Purbowati, dan A. Purnomoadi. 2014. Pengaruh waktu
pemberian pakan yang berbeda terhadap kandungan protein tubuh
domba lokal jantan. Agriculture Journal. 3(4): 544--549.
Widjajakusuma, R. dan S. H. S. Sikar. 1986. Fisiologi Hewan Jilid II. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wilson, J. A. 1979. Principle of Animal Phisiology. 2nd Edition. Publisher.
New York.
4646 4646
Wuryanto, I. P. R., L. M. Y. D. Darmoatmojo, S. Dartosukarno, M. Arifin, dan A.
Purnomoadi. 2010. Produktivitas respon fisiologis dan perubahan
komposisi tubuh pada sapi jawa yang diberi pakan dengan tingkat
protein berbeda. Prosiding Seminar Nasional. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Hal 331--338.
Yani, A. dan B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon
fisiologis sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan
untuk meningkatkan produktivitasnya. Media Petern. 29 (1) : 35-46.
Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock. Vol. 1. CRC Press Inc. Boca
Raton. Florida.