pengaruh penambahan gliserin dan sukrosa untuk sabun transparan

69
PENGARUH PENAMBAHAN GLISERIN DAN SUKROSA TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN Oleh CHAIRUL FACHMI F03498068 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: un-real

Post on 19-Jan-2016

301 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Sabun

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

PENGARUH PENAMBAHAN GLISERIN DAN SUKROSA

TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN

Oleh

CHAIRUL FACHMI

F03498068

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

PENGARUH PENAMBAHAN GLISERIN DAN SUKROSA

TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

CHAIRUL FACHMI

F03498068

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PENAMBAHAN GLISERIN DAN SUKROSA

TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

CHAIRUL FACHMI

F03498068

Dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1979

di Subang

Tanggal Lulus: 8 September 2008

Menyetujui,

Bogor, Septermber 2008

Ir. M. Zein Nasution, MApp.Sc. Dr. Ir. Erliza Hambali, Msi.

Pembimbing I Pembimbing II

Page 4: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

RIWAYAT HIDUP

Chairul Fachmi anak pertama dari dua bersaudara,

pasangan dari Bapak Fuad Mucharaf (alm) dan Ibu Edeh

Haninah, terlahir di Subang pada tanggal 22 Juni 1979.

Memulai pendidikan formalnya di SDN Samratulangi

Subang pada tahun 1986 dan berhasil lulus pada tahun

1992. Pendidikan tingkat menengah dijalani antara tahun

1992 – 1995 di SMPN 1 Subang, setelah itu melanjutkan ke

SMAN 2 Subang dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama berhasil lolos

seleksi melalui jalur USMI dan diterima di Departemen Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun

2001 melakukan kegiatan Praktek Lapang di Sukabumi, Jawa barat dan menyusun

laporan yang berjudul “Proses Pengolahan Teh Hitam Orthodox di Perkebunan

Goalpara PTPN VIII Suka Bumi Jawa Barat”. Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

telah diperoleh pada tahun 2008 setelah berhasil menyelesaikan pendidikan S-1

dan menyusun skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Gliserin dan Sukrosa

terhadap Mutu Sabun Transparan”. sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor di bawah bimbingan Ir. M. Zein Nasution, MApp.Sc.,

dan Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi.

Page 5: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

Chairul Fachmi. F03498068. Pengaruh Penambahan Gliserin dan Sukrosa

terhadap Mutu Sabun Transparan. Di bawah bimbingan M. Zein Nasution dan

Erliza Hambali. 2008.

RINGKASAN

Produk yang diteliti adalah sabun transparan yang merupakan hasil reaksi

penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Sebagai sumber asam lemak

digunakan asam stearat dan lima jenis minyak nabati, yaitu minyak kelapa

(coconut oil), dengan penambahan gliserin (10, 30, dan 80) % dan sukrosa (10,

30, dan 80) %

Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa

natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani

(SNI, 1994). Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang

dihasilkan, karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda

pada sabun (Corredoira dan Pandolfi, 1996). Menurut Williams dan Schmitt

(2002), pemilihan bahan baku, khususnya asam lemak, akan memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap warna produk akhir.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi campuran

gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai bahan baku terhadap mutu sabun

transparan yang dihasilkan. Analisa yang dilakukan meliputi pengukuran kadar

air dan zat menguap dalam sabun, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar bagian tak

larut dalam alkohol, kadar alkali bebas, nilai pH, kekerasan (nilai penetrasi oleh

Penetrometer), dan stabilitas busa. Sebagai pembanding digunakan tiga merk

sabun komersial, yaitu Sabun X, Y, dan Sabun Z,

Sabun transparan yang dibuat dari kadar campuran gliserin dan sukrosa (10

dan 30) hanya termasuk nilai pH yang berada di dalam kisaran nilai mutu produk

pembanding. Sabun yang terbuat dari gliserin dan sukrosa (80) menghasilkan

tingkatan karakteristik ke dalam analisa nilai pH dan tingkat kekerasan yang

masuk dalam kisaran nilai mutu produk pembanding.

Analisa keragaman (α = 0,05) yang dilakukan terhadap sampel

menunjukkan bahwa jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku dalam

pembuatan sabun transparan memiliki pengaruh yang nyata terhadap semua

parameter mutu yang dianalisa, tetapi memiliki pengaruh yang tidak nyata untuk

nilai pH.

Page 6: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

Chairul Fachmi.F03498068. Glycerin and Succrose Affections Toward

Transparent Soap’s Quality. Supervised by M. Zein Nasution and Erliza Hambali.

2008.

SUMMARY

Products examined are transparent soaps derived as the results of the

saponification process between fatty acids and NaOH. As the source of fatty

acids are stearic acid and five different vegetable oils. The oils are coconut oil,

with Glycerin (10, 30, dan 80) % and Succrose (10, 30, dan 80) %.

Soaps are cleaning products made through chemical reaction between

sodium or kalium and fatty acids derived from vegetable oils or animal fats (SNI,

1994). The selection of fatty acids determines soap’s characteristics, for each

fatty acid will bring different characters for the soaps (Corredoira and Pandolfi,

1996). According to Williams and Schmitt (2002), the selection of raw

materials, specially fatty acids, will significantly determine the final color of the

products.

The subject of this research is to determine the affections of mix koncentrate

glycerin and Succrose used as raw materials toward the quality of transparent

soaps produced and then compare them to the commercial transparent soaps sold

in the market. The analysis include determination of some quality related

characteristics such as moisture and volatile content of the soaps, unsaponificable

fraction content, unsoluble part in alcohol content, free alkali content (measured

as caustic alkali), pH, soap’s hardness (penetration value of Penetrometer), and

foam stability. The commercial transparent soaps used as comparators are from

soap X,Y, and Z.

Transparent soaps is the make from mix glycerin and succrose (10 and 30)

analysis the commercial transparent soaps it’s pH in the commercial transparent.

Transparent soaps is the make from mix glycerin and succrose (80) analysis the to

soaps it’s pH and soap’s hardness (penetration value of Penetrometer) the

commercial transparent.

Univariate analysis of variance (α = 0,05) performed for samples indicate

that vegetable oils used as raw materials for transparent soap’s production have

significant affects for each analized parameter, except for pH value.

Page 7: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Chairul Fachmi

NRP : F03498068

Departemen : Teknologi Industri Pertanian

menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh

Penambahan Gliserin dan Sukrosa terhadap Mutu Sabun Transparan”

adalah hasil karya saya sendiri, yang disusun di bawah bimbingan dan arahan dua

orang dosen pembimbing akademik. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka yang ada di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2008

Yang membuat pernyataan,

Chairul Fachmi

Page 8: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Illahi, Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, Yang telah melimpahkan rahmat, berkah dan hidayah kepada seluruh

makhluk. Seiring ucapan hamdalah, terucap pula shalawat dan salam bagi Rasul-

Nya.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan

yang dibutuhkan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor. Topik yang dikaji adalah pengaruh penggunaan konsentrasi

campuran gliserin dan sukrosa yang berbeda terhadap mutu sabun transparan

yang dihasilkan.

Skripsi ini tak akan pernah selesai disusun, jika penulis hanya bekerja

sendirian. Berbagai bantuan, dalam berbagai bentuk, yang diberikan oleh orang-

orang di sekitar penulis, menjadi faktor yang sangat penting. Pada kesempatan

ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah berjasa.

Pertama, kepada Ibu tercinta. Tak ada cukup kata di dunia yang dapat

mengungkapkan betapa besar rasa terima kasih penulis atas segala doa, kasih

sayang, perhatian, pengertian dan pengorbanan yang telah Ibu berikan. Semoga

karya kecil ini dapat memberi sedikit kebahagiaan.

Kedua, untuk Fathullah Hamzah, Adikku tersayang, atas segala

perhatian, dorongan, masukan dan suntikan semangatnya. Maaf, dan terima kasih

untuk semuanya.

Ketiga, kepada Bapak. Ir. M. Zein Nasution, MApp.Sc, selaku

Pembimbing Akademik I. Terima kasih yang tak terhingga untuk segala petunjuk

dan bimbingan selama penulis menjalani masa studi.

Keempat, untuk Ibu Dr. Ir. Erliza Hambali, Msi., selaku Pembimbing

Akademik II. Tiada kata yang layak penulis ucapkan, selain terima kasih yang

sebesar-besarnya atas masukan, bimbingan dan koreksinya.

Page 9: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

iii

Kelima, untuk Ibu/Bapak selaku Dosen Penguji. Terima kasih atas

kesediaan Ibu/Bapak untuk menguji dan memberikan nilai, sehingga penulis dapat

dinyatakan lulus.

Keenam, kepada para staf Departemen Teknologi Industri Pertanian :

Bu Nina, Bu Nur dan Pak Usman. Juga untuk semua staf laboratorium : Pak Gun,

Bu Ega, Pak Edi, Bu Rini, Pak Sugi, Bu Sri dan Pak Yogi. Terima kasih untuk

segala bantuannya, dan maaf karena penulis sering merepotkan Ibu dan Bapak

sekalian.

Ketujuh, untuk Yuni, Nata, Aswin, dan Adhi’38 serta teman-teman

yang setia menemani dan berjuang bersama sampai saat-saat terakhir.

Terima kasih untuk provokasi dan kunjungan-kunjungan pembangkit

semangatnya. Semoga persahabatan kita dapat berlangsung selamanya.

Sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Tak ada

makhluk ciptaan-Nya yang sempurna dan tak ada manusia yang dapat luput

dari kekhilafan. Penulis menyadari, dalam skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan, namun semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, September 2008

Penulis

Page 10: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1

B. TUJUAN .......................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3

A. SABUN DAN SABUN TRANSPARAN .......................................... 3

B. ASAM LEMAK ............................................................................... 6

C. MINYAK KELAPA (Coconut Oil).................................................... 9

D. KOMPONEN LAIN PEMBENTUK SABUN ................................... 11

1. Asam Stearat ............................................................................... 11

2. Natrium Hidroksida (NaOH) ....................................................... 12

3. Dietanolamida (DEA) ................................................................. 12

4. Gliserin ....................................................................................... 14

5. Glukosa (atau Sukrosa) ............................................................... 15

6. Natrium Klorida (NaCl) .............................................................. 16

7. Etanol ......................................................................................... 16

8. Air .............................................................................................. 16

Page 11: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

v

III. BAHAN DAN METODE ..................................................................... 17

A. ALAT DAN BAHAN ....................................................................... 17

B. METODOLOGI ............................................................................... 17

1.Pembuatan Sabun Transparan ........................................................ 17

2. Analisa Mutu Produk .................................................................... 20

C. RANCANGAN PERCOBAAN ........................................................ 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 21

A. KADAR AIR DAN ZAT MENGUAP .............................................. 22

B. KADAR FRAKSI TAK TERSABUNKAN ...................................... 24

C. KADAR BAGIAN TAK LARUT DALAM ALKOHOL .................. 26

D. KADAR ALKALI BEBAS (DIHITUNG SEBAGAI NaOH) ............ 27

E. NILAI pH ......................................................................................... 29

F. KEKERASAN .................................................................................. 31

G. STABILITAS BUSA ........................................................................ 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 36

A. KESIMPULAN ................................................................................ 36

B. SARAN ............................................................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 37

LAMPIRAN ................................................................................................ 39

Page 12: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan (Kusumah, 2004) .... 18

Gambar 2. Sabun transparan yang diteliti .................................................. 21

Gambar 3. Produk pembanding ................................................................. 21

Gambar 4. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa terhadap

kadar air sampel ....................................................................... 22

Gambar 5. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa terhadap

kadar fraksi tak tersabunkan sampel ......................................... 24

Gambar 6. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa terhadap

kadar bagian tak larut dalam alkohol sampel ............................ 26

Gambar 7. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa terhadap

kadar alkali bebas sampel ......................................................... 28

Gambar 8. Hubungan konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa terhadap

pH sampel ................................................................................ 30

Gambar 9. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa

terhadap kekerasan (nilai penetrasi oleh Penetrometer) sampel 32

Gambar 10. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa

terhadap stabilitas busa sampel ................................................. 34

Page 13: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Formula dasar sabun transparan .................................................... 5

Tabel 2. Asam lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun ........ 7

Tabel 3. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik sabun .............. 8

Tabel 4. Pengaruh jenis minyak terhadap karakteristik sabun .................... 8

Tabel 5. Komposisi asam lemak dalam minyak kelapa .............................. 10

Tabel 6. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa .................................................. 11

Tabel 7. Formulasi sabun transparan yang digunakan dalam penelitian ...... 19

Page 14: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Beberapa formula sabun transparan ....................................... 39

Lampiran 2. Diagram alir pembuatan sabun transparan yang digunakan

dalam penelitian (Kusumah, 2004).......................................... 40

Lampiran 3. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ......... 41

Lampiran 4. Prosedur analisa mutu sabun transparan ................................. 42

Lampiran 5. Hasil analisa kadar air dan zat menguap dalam sampel .......... 45

Lampiran 6. Hasil analisa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sampel ....... 46

Lampiran 7. Hasil analisa kadar bagian tak larut dalam alkohol

untuk sampel .......................................................................... 47

Lampiran 8. Hasil analisa kadar alkali bebas sampel .................................. 48

Lampiran 9. Hasil analisa nilai pH sampel ................................................. 49

Lampiran 10. Hasil analisa kekerasan (penetrasi oleh Penetrometer)

sampel .................................................................................... 50

Lampiran 11. Hasil analisa stabilitas busa sampel ........................................ 51

Lampiran 12. Hasil analisa produk pembanding .......................................... 52

Page 15: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara

basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak

hewani (SNI, 1994). Sabun transparan atau disebut juga sabun gliserin adalah

jenis sabun mandi yang dapat menghasilkan busa lebih lembut di kulit dan

penampakannya berkilau jika dibandingkan dengan jenis sabun yang lain.

Sabun transparan dapat dihasilkan dengan sejumlah cara berbeda. Salah satu

metode tertua adalah dengan cara melarutkan sabun dalam alkohol dengan

pemanasan lembut untuk membentuk larutan jernih, yang kemudian diberi

pewarna dan pewangi. Warna dari sabun batangan akhir tergantung pada

pilihan bahan awal dan bila tidak digunakan sabun yang berkualitas baik,

kemungkinan akan berwarna sangat kuning (Williams dan Schmitt, 2002).

Sabun mandi adalah sabun natrium yang umumnya ditambah

pewangi atau antiseptik, digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan

tidak membahayakan kesehatan. Sabun transparan merupakan hasil reaksi

penyabunan antara asam lemak dan basa kuat seperti sabun mandi biasa.

Perbedaan di antara keduanya hanya terletak pada penampakan yang

transparan dan tidak transparan (Mitsui, 1997). Menurut Jungermann et al.

(1979), sabun transparan memiliki penampakan yang transparan dan menarik,

serta mampu menghasilkan busa yang lembut di kulit. Sabun transparan

dapat digunakan untuk merawat kulit karena mengandung bahan-bahan yang

berfungsi sebagai humektan (moisturizer).

Dua komponen utama penyusun sabun adalah asam lemak dan alkali.

Asam lemak merupakan monokarboksilat berantai panjang dengan panjang

rantai berbeda-beda, tetapi bukan siklik atau bercabang. Pada umumnya asam

lemak yang ditemukan di alam merupakan monokarboksilat dengan rantai

tidak bercabang dan memiliki jumlah atom genap.

Page 16: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

2

Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang

dihasilkan, karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang

berbeda pada sabun (Corredoira dan Pandolfi, 1996). Cavitch (2001)

melaporkan adanya perbedaan kekerasan dan karakteristik busa pada

sabun-sabun yang dibuat dari asam-asam lemak yang berbeda. Menurut

Williams dan Schmitt (2002), pemilihan bahan baku, khususnya asam lemak,

akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap warna produk akhir.

Asam lemak merupakan komponen utama penyusun lemak atau

minyak. Shrivastava (1982) menyatakan bahwa pemilihan jenis minyak yang

akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun merupakan hal

yang sangat penting, karena sebagian besar komponen pembentuk sabun

adalah minyak.

Menurut Mitsui (1997), gliserin telah lama digunakan sebagai

humektan. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin juga berfungsi dalam

pembentukan struktur transparan, sedangkan glukosa dalam formulasi sabun

transparan sebagai transparent agent dan humektan.

B. TUJUAN

Pemilihan bahan baku berpengaruh pada produk yang dihasilkan.

Penggunaan bahan baku yang berbeda akan menghasilkan produk dengan

karakteristik yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk

mempelajari pengaruh penambahan komponen bukan lemak (non-fatty

substances) sebagai bahan pembantu pembentukan sabun transparan yaitu

gliserin dan sukrosa dengan jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku

terhadap mutu sabun transparan.

Page 17: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SABUN DAN SABUN TRANSPARAN

Sabun mandi adalah garam natrium atau kalium dari asam lemak yang

berasal dari minyak nabati dan atau lemak hewani. Sabun tersebut dapat

berwujud padat, lunak atau cair, berbusa dan digunakan sebagai pembersih

(Kamikaze, 2002). SNI (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang

dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam

lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dari NaOH

dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat

dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap).

Sabun mandi merupakan sabun natrium yang pada umumnya

ditambah zat pewangi atau antiseptik, digunakan untuk membersihkan tubuh

manusia dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Sabun yang baik harus memiliki

daya detergensi yang tinggi, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan dan

tetap efektif walaupun digunakan pada temperatur dan tingkat kesadahan air

yang berbeda-beda (Shrivastava, 1982).

Sabun dapat dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan

proses netralisasi minyak. Pada proses saponifikasi minyak, akan diperoleh

produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan sabun yang diperoleh dengan

proses netralisasi tidak menghasilkan gliserol. Proses saponifikasi terjadi

karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi

terjadi karena reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali (Kirk et al.,

1954).

Kirk et al. (1954) menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang

digunakan untuk tujuan mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen

utama, yaitu asam lemak dengan rantai karbon C12 – C18 dan sodium atau

potasium. Jungermann et al. (1979) membagi sabun batangan menjadi tiga,

yaitu cold-made, opaque dan transparan. Sabun cold-made dapat berbusa

Page 18: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

4

dengan baik dalam air yang mengandung garam (air sadah), sabun opaque

adalah sabun mandi biasa yang berbentuk batang dan penampakannya tidak

transparan, sementara sabun transparan memiliki penampakan yang transparan

dan menarik, serta mampu menghasilkan busa yang lembut di kulit.

Mitsui (1997) menyatakan bahwa sabun transparan dapat dibuat

dengan menggunakan bahan baku lemak (beef tallow), minyak kelapa, minyak

zaitun atau dengan penambahan minyak jarak. Pilihan untuk pewangi,

pewarna dan bahan aditif lain lebih terbatas karena tidak satupun dari bahan-

bahan ini yang boleh memiliki efek yang berlawanan dengan pembentukan

tekstur transparan sabun (Williams dan Schmitt, 2002).

Molekul sabun terbentuk dari rantai panjang atom hidrogen dan

karbon. Salah satu ujung rantai tersusun dari atom-atom polar yang suka air

(hidrofilik) sementara ujung yang lain terdiri dari atom-atom non-polar yang

tidak suka air (hidrofobik) tetapi mudah mengikat lemak. Kotoran pada kulit

umumnya berasal dari minyak, lemak dan keringat yang sukar larut dalam air

karena bersifat non-polar. Sabun dapat membersihkan kotoran dari kulit.

Bagian molekul sabun yang non-polar, yaitu gugus R (rantai hidrokarbon),

akan mengikat kotoran, sedangkan gugus COONa yang bersifat polar akan

mengikat air. Kotoran dapat lepas dari kulit karena terikat pada sabun

sementara sabun terikat pada air. Seperti sabun mandi biasa, sabun transparan

merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan basa kuat.

Perbedaan hanya terletak pada penampakannya yang transparan (Mitsui,

1997).

Proses tradisional mencakup penghilangan sebagian alkohol melalui

destilasi, dan pencetakkan dari sabun cair menjadi blok. Blok tersebut

dibiarkan hingga tiga bulan sebelum dicetak dan dikemas ke dalam

penampilan akhirnya. Proses ini, dengan sifat alaminya, merupakan proses

yang mahal dan terbatas pada beberapa produk yang sudah dikenal dan ada

di pasar selama beberapa tahun. Kini telah dikembangkan metode yang

lebih murah dengan menggunakan minyak jarak dan gula dalam

penambahan bahan baku pada pembuatan sabun secara umum. Metode ini

Page 19: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

5

memungkinkan untuk membuat sabun transparan atau transluen langsung

dari bahan baku penyusunnya tanpa harus melakukan prapersiapan sabun

sebagai tahap perantara dalam proses. Formula dasar untuk tipe sabun

transparan ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Formula dasar sabun transparan

BAHAN KOMPOSISI (%)

Asam lemak dari lemak hewan 27,00

Minyak kelapa 7,00

Asam lemak minyak jarak 5,00

Alkohol 10,00

Natrium hidroksida 6,20

Gula 15,50

Gliserin 9,00

EDTA 0,25

Air Hingga 100,00

(Williams dan Schmitt, 2002)

Metode produksi sabun transparan melibatkan pelelehan fase lemak

dan persiapan air untuk melarutkan gula, gliserin dan pengawet. Kedua fase

ini bereaksi dengan larutan beralkohol dari kaustik soda di bawah pemanasan

terkontrol. Setelah reaksi selesai, untuk memastikan saponifikasi telah

berlangsung sempurna, massa sabun diperiksa dengan bahan akhir berupa

kaustik soda yang sangat sedikit (< 0,1%). Massa sabun ini kemudian siap

untuk pewarnaan dan pewangian (Williams dan Schmitt, 2002).

Pilihan pewangi, bahan aditif dan pewarna lebih terbatas karena

kondisi proses dan yang penting adalah tidak satupun dari bahan aditif ini

memiliki efek yang berlawanan dengan transparansi batangan akhir. Setelah

Page 20: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

6

pewarnaan dan pewangian, sabun akhir dituangkan ke dalam cetakan atau

gelas terpisah dan dibiarkan mengeras sebelum dikemas (Williams dan

Schmitt, 2002).

B. ASAM LEMAK

Pada umumnya asam lemak yang ditemukan di alam memiliki jumlah

atom genap. Dimana asam lemak merupakan monokarboksilat berantai

panjang, mungkin bersifat jenuh atau tidak jenuh, dengan panjang rantai

berbeda-beda tetapi bukan siklik atau bercabang. Asam-asam lemak dapat

dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak

jenuh. Penggolongan tersebut berdasarkan perbedaan bobot molekul dan

derajat ketidakjenuhannya (Winarno, 1997).

Asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap memiliki titik cair

yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang mengandung banyak

ikatan rangkap, sehingga asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada

suhu ruang (Ketaren, 1986). Berdasarkan hal tersebut, asam lemak jenuh

dapat digunakan pada pembuatan sabun batangan.

Menurut Bailey (1950), asam lemak sangat cocok digunakan untuk

produk-produk surfaktan karena struktur molekulnya yang spesifik. Asam

lemak yang ada di pasaran kebanyakan merupakan hidrokarbon berantai

lurus dengan jumlah atom karbon antara 12 – 18 (C12 – C18), dan diakhiri

dengan gugus karboksil yang reaktif. Bagian ekor hidrokarbon akan memiliki

afinitas terhadap lemak, alifatik hidrokarbon dan senyawa rantai panjang

lainnya, sedangkan bagian lainnya, yaitu gugus hidroksil, akan memiliki daya

tarik terhadap air.

Asam lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah yang

memiliki rantai karbon berjumlah 12 – 18 (C12 – C18). Asam lemak dengan

rantai karbon kurang dari 12 tidak memiliki efek sabun (soapy effect) dan

Page 21: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

7

dapat menimbulkan iritasi pada kulit, sementara asam lemak dengan rantai

karbon lebih dari 20 memiliki kelarutan yang sangat rendah (Corredoira dan

Pandolfi, 1996). Beberapa jenis asam lemak yang biasa digunakan dalam

pembuatan sabun disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Asam lemak yang biasa digunakan dalam

pembuatan sabun

Asam Lemak Rumus Bangun

Kaprat (C10H20O2)

Kaprilat (C8H16O2)

Kaproat (C6H12O2)

Laurat (C12H24O2)

Linoleat (C18H32O2)

Miristat (C14H28O2)

Oleat (C18H34O2)

Palmitat (C16H32O2)

Risinoleat (C18H34O2)

Stearat (C18H36O2)

Sumber : Shrivastava (1982)

Cavitch (2001) menyatakan bahwa setiap jenis asam lemak

memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang dihasilkan. Dalam Tabel 3

dapat dilihat jenis-jenis asam lemak dan pengaruhnya terhadap karakteristik

sabun.

Page 22: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

8

Tabel 3. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik sabun

Asam Lemak Karakteristik Sabun

Asam laurat (C12H24O2)

Keras (konsistensi tinggi), daya detergensi

(kemampuan membersihkan) tinggi, kelarutan

tinggi, menghasilkan busa yang lembut

Asam linoleat (C18H32O2) Melembabkan kulit

Asam miristat (C14H28O2) Keras, daya detergensi tinggi, menghasilkan busa

yang lembut

Asam oleat (C18H34O2) Melembabkan kulit

Asam palmitat (C16H32O2) Keras, menghasilkan busa yang stabil

Asam risinoleat (C18H34O2) Melembabkan kulit, menghasilkan busa yang

stabil dan lembut

Asam stearat (C18H36O2) Keras, menghasilkan busa yang stabil

Sumber : Cavitch (2001)

Asam-asam lemak merupakan komponen utama penyusun lemak atau

minyak. Pada Tabel 4 disajikan pengaruh beberapa jenis minyak nabati

terhadap karakteristik sabun.

Tabel 4. Pengaruh jenis minyak terhadap karakteristik sabun

Karakteristik Sabun Minyak

Konsistensi Sifat Pembusaan Daya Detergensi

Minyak kelapa

Minyak sawit Keras dan rapuh Cepat berbusa

Sangat bagus dalam

air hangat dan dingin

Minyak jarak Lunak Sedikit busa Cukup

Sumber : Shrivastava (1982)

Page 23: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

9

C. MINYAK NABATI

1. Minyak Kelapa (Coconut Oil)

Kelapa (Cocos mucifera) termasuk dalam famili Palmaceae dan

dapat ditemukan di daerah beriklim tropis (Woodroof, 1979). MacDonald

dan Low (1984) menyebutkan bahwa kelapa membutuhkan curah hujan

sekurang-kurangnya 1.250 mm/tahun dan dapat tumbuh dengan baik pada

lingkungan bersuhu panas dengan ketinggian kurang dari 1.000 m di atas

permukaan laut. Pohon kelapa membutuhkan tanah yang sangat kering,

dapat tumbuh dengan baik pada tanah liat, berpasir dan kurang subur, serta

dapat mentolerir kandungan garam dalam tanah sampai batas tertentu,

tetapi tidak dapat tumbuh dengan baik di tanah yang berbatu-batu.

Menurut Woodroof (1979), minyak kelapa diperoleh sebagai hasil

ekstraksi kopra atau daging buah kelapa segar. Daging kelapa segar

mengandung 35 – 50 % minyak dan jika dikeringkan (dijadikan kopra),

kadar minyaknya akan naik menjadi 63 – 65 % dan Asam-asam lemak

dominan yang menyusun minyak kelapa adalah laurat dan miristat, yang

merupakan asam-asam lemak berbobot molekul rendah sedangkan

menurut Ketaren (1986) Minyak kelapa memiliki sekitar 90 % kandungan

asam lemak jenuh.

Menurut Shrivastava (1982), minyak kelapa memiliki sifat mudah

tersaponifikasi (tersabunkan) dan cenderung mudah menjadi tengik

(rancid). Serta Shrivastava (1982) menyatakan minyak kelapa sebagai

salah satu jenis minyak dengan kandungan asam lemak yang paling

kompleks. Asam lemak yang paling dominan dalam minyak kelapa adalah

asam laurat (HC12H23O2). Asam-asam lemak yang lain adalah kaproat

(HC16H11O), kaprilat (HC8H15O2) dan kaprat (HC10H19O2). Semua asam

lemak tersebut dapat larut dalam air dan bersifat mudah menguap jika

didestilasi dengan menggunakan air atau uap panas. Komposisi asam

lemak minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 24: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

10

Tabel 5. Komposisi asam lemak dalam minyak kelapa

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam lemak jenuh

Laurat (C12H24O2) 44 – 52

Miristat (C14H28O2) 13 – 19

Palmitat (C16H32O2) 7,5 – 10,5

Kaprilat (C8H16O2) 5,5 – 9,5

Kaprat (C10H20O2) 4,5 – 9,5

Stearat (C18H36O2) 1 – 3

Kaproat (C6H12O2) 0 – 0,8

Arachidat (C20H40O2) 0 – 0,4

Asam lemak tak jenuh

Oleat (C18H34O2) 5 – 8

Linoleat (C18H32O2) 1,5 – 2,5

Palmitoleat (C16H30O2) 0 – 1,3

Sumber : Thieme (1968)

Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah

kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, gum sterol (0,06 – 0,08

%), tokoferol (0,003 %) dan asam lemak bebas (kurang dari 5 %). Sterol

yang terdapat di dalam minyak nabati disebut phitosterol. Sterol bersifat

tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai penstabil dalam

minyak. Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan dan

berfungsi sebagai anti-oksidan (Ketaren, 1986). Sifat fisiko-kimia minyak

kelapa dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 25: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

11

Tabel 6. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa

Karakteristik Nilai

Specific gravity, 15°C 0,931

b

Bilangan Iod 7,5 – 10,5 c

Bilangan penyabunan 250 – 260 a

Titik leleh (°C) 20 – 25 b

Sumber : a. Woodroof (1979)

Sumber : b. Shrivastava (1982)

Sumber : c. Ketaren (1986)

D. KOMPONEN LAIN PEMBENTUK SABUN

1. Asam Stearat

Asam stearat adalah jenis asam lemak dengan rantai hidrokarbon

yang panjang, mengandung gugus karboksil di salah satu ujungnya dan

gugus metil di ujung yang lain, memiliki 18 atom karbon dan merupakan

asam lemak jenuh karena tidak memiliki ikatan rangkap di antara atom

karbonnya. Menurut Poucher (1974), asam stearat sering digunakan

sebagai bahan dasar pembuatan krim dan sabun. Asam stearat berbentuk

padatan berwarna putih kekuningan (Wade dan Weller, 1994) dan

berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun

(Mitsui, 1997).

Swern (1979) menyebutkan bahwa asam stearat meleleh pada suhu

69,6°C dan mendidih pada suhu 240°C. Titik didih dan titik leleh asam

stearat relatif lebih tinggi dibanding asam lemak jenuh yang memiliki

atom karbon lebih sedikit dan relatif lebih rendah dibanding asam lemak

jenuh dengan atom karbon yang lebih banyak.

Page 26: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

12

2. Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida adalah senyawa alkali berbentuk butiran padat

berwarna putih dengan berat molekul 40,01, titik leleh 318,4°C, titik didih

139,0°C dan merupakan basa kuat yang larut dalam air. Menurut

Poucher (1974), natrium hidroksida diperoleh melalui proses hidrolisis

natrium klorida, dan sering disebut sebagai kaustik soda atau soda api.

Shrivastava (1982) menyebutkan bahwa NaOH merupakan alkali

yang paling sering digunakan dalam industri pembuatan hard soap. Hard

soap sendiri merupakan jenis sabun yang paling banyak diproduksi dan

dikonsumsi. Bersama dengan asam lemak, NaOH bereaksi membentuk

sabun dan gliserol (Swern, 1979). Menurut Departemen Perindustrian

(1984), banyaknya alkali yang akan digunakan dapat ditentukan dengan

melihat besarnya bilangan penyabunan.

3. Dietanolamida (DEA)

Dalam satu sediaan kosmetika, DEA berfungsi sebagai surfaktan

dan zat penstabil busa (Wade dan Weller, 1994). Shipp (1996)

menyebutkan dietanolamida sebagai penstabil busa yang paling efektif.

Dietaloamida tidak pedih di mata, mampu meningkatkan tekstur kasar

busa serta dapat mencegah proses penghilangan minyak secara berlebihan

pada kulit dan rambut (Suryani et al.a, 2002).

Menurut Rieger (1985), surfaktan mampu menurunkan tegangan

permukaan dan tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan partikel

yang terdispersi dan mengontrol jenis formulasi emulsi, misalnya oil in

water (o/w) atau water in oil (w/o). Tegangan antar muka suatu fasa yang

berbeda derajat polaritasnya akan menurun jika gaya tarik-menarik antar

molekul yang berbeda dari kedua fasa (adhesi) lebih besar dibandingkan

gaya tarik-menarik antar molekul yang sama dalam fasa tersebut (kohesi)

(www.pharmacy.wilkes.edu, 2004). Semakin besar penurunan tegangan

antar muka, semakin kecil energi yang dibutuhkan untuk membentuk

Page 27: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

13

sistem emulsi yang stabil (www.svce.ac.in, 2004).

Surfaktan (surface active agents) merupakan senyawa aktif yang

digunakan untuk menurunkan energi pembatas yang membatasi dua cairan

yang berbeda tingkat kepolarannya dan tidak saling larut (Matheson,

1996). Surfaktan bersifat ampifatik. Pada molekulnya terdapat dua gugus,

yaitu gugus hidrofilik yang bersifat polar dan gugus hidrofobik yang

bersifat non-polar.

Menurut jenisnya, surfaktan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

1. Surfaktan anionik. Gugus hidrofobiknya merupakan pembawa sifat

penurun tegangan permukaan dan dihubungkan dengan ion bermuatan

negatif (Swern, 1995). Surfaktan anionik memiliki kutub bermuatan

negatif yang bersifat hidrofilik karena adanya gugus sulfat atau

sulfonat (Williams dan Schmitt, 2002). Contoh surfaktan anionik

adalah alkohol sulfat dan ester sulfonat.

2. Surfaktan kationik, yang memiliki kutub bermuatan positif karena

adanya gugus garam ammonia (Williams dan Scmitt, 2002). Bagian

pangkal (head) yang merupakan gugus hidrofilik berhubungan dengan

ion bermuatan positif sebagai pembawa sifat penurun tegangan

permukaan (Swern, 1995). Surfaktan jenis ini tidak banyak diproduksi

dan harganya sangat mahal. Contohnya adalah senyawa quarternary

ammonium.

3. Surfaktan nonionik, yang tidak memiliki gugus yang bermuatan

(Williams dan Schmitt, 2002). Sifat hidrofiliknya timbul karena

adanya gugus eter oksigen dan hidroksil. Tipe utama surfaktan ini

adalah fatty alcohol, fatty acid, amida dan amina.

4. Surfaktan amfoterik. Di dalam media cair, surfaktan jenis ini memiliki

ion positif dan negatif yang sama jumlahnya. Gugus hidrofobik pada

rantai lemaknya berikatan dengan gugus hidrofilik yang bermuatan

positif dan negatif (Swern, 1995). Sifatnya tergantung pada kondisi

media dan nilai pH. Contoh surfaktan tipe ini adalah alkyl betaines.

Masing-masing kelompok surfaktan memiliki kinerja dan

karakteristik tertentu. Surfaktan yang dipilih sebagai bahan baku

Page 28: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

14

pembuatan suatu produk tergantung pada kinerja dan karakteristik

surfaktan tersebut. Karakteristik dari produk yang diinginkan juga

mempengaruhi pemilihan jenis surfaktan.

Surfaktan dapat diproduksi secara sintetis kimiawi maupun

biokimiawi dan digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah,

pembusa dan pengemulsi oleh industri farmasi, kosmetika, kimia,

pertanian dan pangan (Suryani et al.a, 2002).

Dietanolamida (DEA) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan

dari minyak atau lemak. Penggunaan dietanolamida lebih disukai daripada

monoetanolamida. Monoetanolamida memiliki sifat yang lebih baik

sebagai pembangkit busa, penstabil busa dan pengental, namun sulit untuk

dicampurkan dengan bahan lain karena berbentuk padatan berlilin yang

memiliki titik cair tinggi. Menurut Williams dan Schmitt (2002),

dietanolamida berbasis minyak kelapa merupakan dietanolamida

terpopuler, walaupun efek pengentalannya berkurang jika ditambahkan

gliserol. Harganya relatif murah dan lebih mudah ditangani dibanding

amida-amida murni berbasis metil ester.

Sampai saat ini penggunaan DEA masih diperdebatkan karena

dapat memicu terbentuknya nitrosamin yang bersifat karsinogenik.

Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) hanya memperbolehkan pemakaian

alkanolamida dan dietanolamina bebas pada produk kosmetik dengan

konsentrasi kurang dari 4 % (Williams dan Schmitt, 2002). Bila

digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, DEA dapat menimbulkan

iritasi pada kulit (Wade dan Weller, 1994).

4. Gliserin

Gliserin merupakan produk samping pemecahan minyak atau

lemak untuk menghasilkan asam lemak, diperoleh sebagai hasil samping

pembuatan sabun atau dari asam lemak tumbuhan dan hewan, berbentuk

Page 29: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

15

cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa yang manis. Kegunaan

gliserin berubah-ubah sesuai dengan produknya. Beberapa contoh

kegunaan gliserin adalah sebagai pengawet buah dalam kaleng, bahan

dasar lotion, penjaga kebekuan pada dongkrak hidraulik, bahan baku tinta

printer, kue dan permen. Menurut Mitsui (1997), gliserin telah lama

digunakan sebagai humektan. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin

juga berfungsi dalam pembentukan struktur transparan.

Humektan (moisturizer) adalah skin conditioning agents yang

dapat meningkatkan kelembaban kulit (George dan Serdakowski, 1996).

Fungsinya adalah sebagai komponen higroskopis yang mengundang air

dan mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Efektifitasnya

tergantung pada kelembaban lingkungan di sekitarnya. Menurut Murphy

(1978), humektan, contohnya gliserin dan propilen glikol, dapat

melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau pada kondisi

kelembaban tinggi. George dan Serdakowski (1996) melaporkan bahwa

gliserin dengan konsentrasi 10 % dapat meningkatkan kehalusan dan

kelembutan kulit.

Penggunaan glikol dan alkohol, contohnya gliserin dan sorbitol,

dalam konsentrasi tinggi (di atas 10 %) dapat menyebabkan terbentuknya

titik-titik air (fenomena sweating) pada produk jika disimpan dalam

lingkungan yang lembab. Ini adalah masalah yang umum terjadi pada

sabun transparan yang menggunakan humektan sebagai bahan baku.

Masalah ini tidak terjadi pada sabun yang menggunakan bahan-bahan

tersebut dengan konsentrasi kurang dari 5 % (George dan Serdakowski,

1996).

5. Glukosa (atau Sukrosa)

6.

Menurut Mitsui (1997) bahwa fungsi glukosa dalam formulasi

sabun transparan sebagai transparent agent dan humektan. Glukosa

merupakan monosakarida dengan enam atom C. Penggabungan antara

Page 30: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

16

molekul-molekul glukosa dan fruktosa akan membentuk sukrosa. Sukrosa,

sering juga disebut sakarosa atau gula tebu, merupakan jenis oligosakarida

yang bersifat larut dalam air. Sukrosa biasa digunakan dalam bentuk

butiran kristal halus atau kasar.

7. Natrium Klorida (NaCl)

Wade dan Weller (1994), menyatakan bahwa natrium klorida

merupakan bahan berbentuk butiran kristal kubik berwarna putih, bersifat

higroskopik rendah dan dapat ditambah pewarna atau pewangi. Dalam

sabun transparan, NaCl berfungsi sebagai elektrolit (Cognis, 2003) dan

turut berperan dalam pembentukan busa (Swern, 1979). Untuk

menghasilkan sabun berkualitas tinggi, NaCl yang digunakan harus bebas

dari unsur besi, kalsium dan magnesium (Shrivastava, 1982).

8. Etanol

Dalam hal ini alkohol cenderung berfungsi sebagai preservative

(bahan pengawet) yang dapat menghambat timbulnya ketengikan pada

berbagai produk berbahan baku minyak atau lemak, tetapi dalam

pembuatan sabun transparan, alkohol adalah bahan yang paling penting

untuk membentuk tekstur transparan sabun. Di sisi lain, penggabungan

etanol dengan asam lemak akan menghasilkan sabun dengan kelarutan

yang tinggi. (Shrivastava, 1982).

9. Air

Menurut Winarno (1997) bahwa sebuah molekul air terdiri dari

sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen.

Air tergolong senyawa alam yang paling mantap. Semua atom dalam

Page 31: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

17

molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat, yang hanya dapat

dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik, atau

zat kimia, seperti logam kalium sehingga air merupakan pelarut yang

bersifat polar dan tidak dapat bercampur dengan fraksi lemak.

Page 32: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

III. BAHAN DAN METODE

A. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan sabun adalah

hot plate, gelas piala dan pengaduk kaca. Untuk mencetak sabun digunakan

cetakan dari bahan plastik keras.

Bahan baku sabun transparan adalah minyak nabati, asam stearat,

NaOH, gliserin, etanol, sukrosa, dietanolamida (DEA), NaCl dan air. Dalam

penelitian ini digunakan jenis minyak nabati, yaitu minyak kelapa (merk

Barco). Daftar lengkap alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada Lampiran 3.

B. METODOLOGI

1. Pembuatan Sabun Transparan

Pemilihan formula untuk pembuatan sabun transparan dalam

penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Kusumah (2004). Formulasinya disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Formulasi sabun transparan yang digunakan dalam penelitian

Komponen %

(w/w) Fungsi

Asam stearat 10

Minyak nabati 20

NaOH 30 % 24,5

Pembuatan stok sabun

Gliserin 13 Pelarut, transparent agent, humektan

Etanol 15 Pelarut, transparent agent

Sukrosa 7,5 Transparent agent, humektan

DEA 3 Penstabil busa

NaCl 0,5 Elektrolit

Air 6,5 Pelarut

Sumber : Kusumah (2004)

Page 33: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

19

Pembuatan sabun transparan diawali dengan pencampuran antara

fraksi lemak, yaitu asam stearat dan minyak nabati, dengan fraksi alkali,

yaitu NaOH, untuk membentuk stok sabun. Stok sabun harus merupakan

reaksi yang sempurna antara asam lemak dengan alkali, untuk

menghindari adanya sisa asam lemak atau alkali bebas yang tertinggal

dalam sabun.

Setelah stok sabun terbentuk, ke dalam adonan ditambahkan

bahan-bahan lain, yaitu gliserin dan alkohol, kemudian NaCl, sukrosa,

DEA dan air. Adonan kemudian diaduk dengan kecepatan konstan pada

suhu 70 – 80°C, sampai semua bahan tercampur dengan sempurna dan

adonan terlihat transparan. Tahap berikutnya adalah pencetakan.

Adonan sabun yang masih panas langsung dituangkan ke dalam

cetakan. Setelah dingin, sabun akan mengeras dan dapat dikeluarkan dari

cetakannya. Diagram alir pembuatan sabun transparan yang digunakan

dalam penelitian ini tersaji pada Gambar 1, sementara proses lengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan (Kusumah, 2004)

NaCl Sukrosa DEA Air

Pemanasan

T = 70 - 80°C

Asam Stearat

Minyak Kelapa NaOH 30 %

Stok Sabun

Sabun Transparan

Pengadukan

T = 70 - 80°C

Pencetakan

Gliserin Etanol

Page 34: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

20

2. Analisa Mutu Produk

Analisa dilakukan terhadap beberapa parameter yang berhubungan

dengan mutu produk, yaitu kadar air dan zat menguap, kadar fraksi tak

tersabunkan, kadar bagian tak larut dalam alkohol, kadar alkali bebas

yang dihitung sebagai NaOH, nilai pH, kekerasan, dan kestabilan busa.

Prosedur lengkap untuk setiap analisa dapat dilihat pada Lampiran 4.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Dalam penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap dengan faktor

tunggal. Faktor yang diamati adalah komponen bukan lemak (non-fatty

substances) yang digunakan sebagai bahan tambahan sabun transparan. Bahan

pembantu pembentukan sabun transparan yaitu gliserin dan sukrosa.

Proses pengulangan dilakukan dua kali. Model matematisnya

(Sudjana, 1994) adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij

Yij = Variabel yang akan dianalisa pada ulangan ke-j

µ = Nilai tengah populasi atau rata-rata yang sebenarnya

τi = Pengaruh sebenarnya dari faktor jenis minyak pada taraf ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan

i = Jumlah taraf/perlakuan = 1, 2, 3, 4, 5

j = Jumlah ulangan pada perlakuan ke-i = 1, 2

Analisa keragaman dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan

terhadap peubah yang diukur. Bila hasil yang diperoleh menunjukkan nilai

yang berbeda nyata, maka analisa dilanjutkan dengan uji Duncan.

Page 35: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk yang diteliti adalah sabun transparan yang dibuat melalui reaksi

penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Sebagai sumber asam lemak

digunakan asam stearat dan jenis minyak nabati, yaitu minyak kelapa (coconut

oil). Penampakan sabun transparan yang dibuat dari perlakuan komponen bahan

bukan lemak yaitu gliserin dan sukrosa tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Sebagai pembanding digunakan tiga merk sabun komersial, yang dalam

penelitian ini disingkat dengan sabun X, Y,dan Z. Penampakan ketiganya bisa

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Sabun transparan yang diteliti

Gambar 3. Produk pembanding sabun mineral X,Y,dan Z

Kela

Saw

Gliserin dan Sukrosa

(10%)

Gliserin dan Sukrosa

(30%)

Gliserin dan Sukrosa

(80%)

Godiva

Pears Extraderm Sabun X Sabun Y Sabun Z

Page 36: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

22

25.5

26

26.5

27

27.5

28

28.5

Gliserin &Sukrosa

(10%)

Gliserin & Sukrosa

(30%)

Gliserin & Sukrosa

(80%)

28.10

26.46

27.72

Jenis Moisturizer

Kadar Air dan Zat

Menguap (%)

Analisa yang dilakukan meliputi pengukuran terhadap kadar air dan zat

menguap, kadar asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar bagian tak larut

dalam alkohol, kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH), nilai pH, kekerasan

(penetrasi oleh Penetrometer), dan stabilitas busa yang dihasilkan.

A. KADAR AIR DAN ZAT MENGUAP

Jumlah air dan zat menguap dalam sabun mempengaruhi karakteristik

sabun saat disimpan. Sabun dengan kadar air dan zat menguap yang tinggi

lebih cepat mengalami penyusutan bobot dan dimensi. Hubungan antara kadar

campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan terhadap kadar air sampel

dapat dilihat pada Gambar 4.

Sampel yang memiliki kadar air tertinggi, yaitu 28,10 %, adalah yang

menggunakan gliserin dan sukrosa (10%). Kadar air terendah dimiliki oleh

sampel yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (30%), yaitu sebesar 26,46 %.

Kadar air produk pembanding berada pada kisaran 5,48 – 9,70 %. Sehingga

nilai sampel berada diluar kisaran sabun pembanding. Rekapitulasi data hasil

analisa kadar air dan zat menguap untuk sampel dapat dilihat pada Lampiran

Gambar 4. Hubungan antara kadar campuran gliserin dan sukrosa

terhadap kadar air sampel

Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)

10 30 80

30

25

20

15

10

5

0

26,46 27,7

5,48

9,70

Page 37: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

23

5, sementara data hasil analisa untuk kadar air produk pembanding dapat

dilihat pada Lampiran 12.

Shrivastava (1982) menyatakan bahwa sabun mandi umumnya

memiliki kadar air sekitar 30 %. Jika kadar airnya kurang dari 30 %,

kemungkinan besar sabun tersebut telah melewati proses pengeringan buatan

(artificial drying) atau menjadi lebih kering karena pengaruh lingkungan

tempatnya disimpan.

Semua sampel yang diteliti memiliki kadar air kurang dari 30 %, tetapi

masih jauh lebih tinggi daripada kadar air produk pembanding. Sampel dalam

penelitian ini tidak mendapat perlakuan pengeringan, namun kemungkinan

besar telah mengalami proses pengeringan secara alami pada saat disimpan

sebelum dianalisa.

Analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa kadar campuran

gliserin dan sukrosa berpengaruh nyata terhadap kadar air dan zat menguap

sampel. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa gliserin dan sukrosa (10%)

dan gliserin dan sukrosa (30%) ternyata menghasilkan sabun dengan kadar air

yang tidak saling berbeda nyata, sementara gliserin dan sukrosa (80%)

menghasilkan sabun dengan kadar air yang berbeda nyata. Hasil analisa

keragaman dan uji Duncan untuk kadar air dan zat menguap dalam sampel

dapat dilihat pada Lampiran 5.

Kadar air dalam sabun, selain berasal dari air yang ditambahkan

sewaktu proses pembuatan sabun, juga merupakan hasil samping dari proses

penyabunan. Villela (1996) menyatakan bahwa asam lemak (RCOOH) yang

bereaksi dengan NaOH akan membentuk sabun (RCOONa) dan air (H2O).

Rantai hidrokarbon (C7 – C17) diwakili oleh gugus R.

Kandungan zat menguap dalam sabun berasal dari bahan-bahan

pembentuk sabun yang bersifat mudah menguap, misalnya alkohol, atau

merupakan hasil dari reaksi-reaksi lanjutan yang terjadi di antara bahan-bahan

RCOOH + NaOH RCOONa +

Page 38: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

24

tersebut. Menurut Ketaren (1986), apabila minyak atau lemak mengalami

kontak dengan oksigen, akan terjadi proses oksidasi yang menghasilkan

senyawa aldehid dan keton yang bersifat mudah menguap. Shrivastava (1982)

menyatakan bahwa beberapa jenis asam lemak, seperti laurat, kaproat,

kaprilat dan kuprat, bersifat larut dalam air dan mudah menguap jika

didestilasi dengan menggunakan air atau uap panas.

B. KADAR FRAKSI TAK TERSABUNKAN

Fraksi tak tersabunkan adalah senyawa-senyawa yang sering terdapat

larut dalam minyak, tidak dapat membentuk sabun dengan soda alkali dan

dapat diekstrak dengan pelarut lemak (Wood, 1996). Hubungan antara kadar

campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan dan kadar fraksi tak

tersabunkan dalam sampel dapat dilihat pada Gambar 5,

Gambar 5. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa terhadap

kadar fraksi tak tersabunkan sampel

Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)

10 30 80

5,40

5,00

Page 39: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

25

Kadar fraksi tak tersabunkan terendah, yaitu sebesar 4,22 %, terdapat

pada sampel yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (10%), sementara yang

tertinggi, yaitu sebesar 5,44 %, terdapat pada sampel yang dibuat dari gliserin

dan sukrosa (30%). Kadar fraksi tak tersabunkan produk pembanding adalah 5

– 5,40 %. Sehingga nilai sampel berada di luar kisaran sabun pembanding.

Rekapitulasi data hasil analisa produk untuk kadar fraksi tak tersabunkan

dapat dilihat pada Lampiran 6, sementara untuk produk pembanding dapat

dilihat pada Lampiran 12.

Analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa kadar campuran

gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai komponen tambahan yang

berpengaruh nyata terhadap kadar fraksi tak tersabunkan. Hasil uji Duncan

menunjukkan bahwa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun dengan

komponen tambahan gliserin dan sukrosa (10%) tidak berbeda nyata dengan

komponen tambahan gliserin dan sukrosa (80%), sementara sabun yang dibuat

dari dengan komponen tambahan gliserin dan sukrosa (30%) memiliki nilai

fraksi tak tersabunkan yang saling berbeda nyata. Hasil analisa keragaman dan

uji Duncan untuk kadar fraksi tak tersabunkan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Menurut Wood (1996), yang termasuk fraksi tak tersabunkan

adalah kolesterol, fatty alcohol, sterol, pigmen dan hidrokarbon. Menurut

Swern (1979) dan Wood (1996), adanya bahan yang tidak tersabunkan

dalam sabun dapat menurunkan kemampuan membersihkan (daya detergensi)

pada sabun. Kadar fraksi tak tersabunkan juga menunjukkan adanya

asam lemak dalam bentuk bebas yang tidak bereaksi membentuk sabun

dengan alkali.

Page 40: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

26

C. KADAR BAGIAN TAK LARUT DALAM ALKOHOL

Dalam pembuatan sabun transparan, alkohol berfungsi sebagai pelarut

dan transparent agent. Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai

nilai polaritas yang sama. Hubungan antara kadar campuran gliserin dan

sukrokasa yang digunakan terhadap kadar bagian tak larut dalam alkohol

untuk sampel dapat dilihat pada Gambar 6.

Sampel dengan kadar bagian tak larut dalam alkohol tertinggi, yaitu

5,67 %, adalah sabun yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (10%), sementara

yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (80%), memiliki kadar bagian tak larut

dalam alkohol yang paling rendah, yaitu sebesar 5,40 %. Produk-produk

pembanding memiliki kadar bagian tak larut dalam alkohol sebesar 0,23 –

0,27 %. Sehingga nilai sampel berada di luar kisaran sabun pembanding.

Rekapitulasi data hasil analisa sampel untuk kadar bagian tak larut dalam

alkohol dapat dilihat pada Lampiran 7, sementara data hasil analisa untuk

produk pembanding dapat dilihat pada Lampiran 12.

Gambar 6. Hubungan konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa

terhadap kadar bagian tak larut dalam alkohol sampel

2,5

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

3,0

3,5

4,0

5,0

4,5

5,5

6,0

Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)

10 30 80

5,41 5,40

0,27

0,23

Page 41: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

27

Analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi

campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan dalam pembuatan sabun

berpengaruh nyata terhadap kadar bagian tak larut dalam alkohol yang ada

dalam sabun. Uji Duncan menunjukkan bahwa sabun yang dibuat dari gliserin

dan sukrosa (30%), dan gliserin dan sukrosa (80%) memiliki kadar bagian tak

larut dalam alkohol yang tidak saling berbeda nyata, sementara penggunaan

gliserin dan sukrosa (10%), memberikan nilai yang tidak berbeda nyata

dengan penggunaan minyak jarak. Hasil analisa keragaman dan uji Duncan

untuk kadar bagian tak larut dalam alkohol dapat dilihat pada Lampiran 7.

Menurut Ketaren (1986), minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam

alkohol, tetapi akan larut dengan sempurna dalam etil eter dan karbon

disulfida. Bahan lain yang tidak larut dalam alkohol adalah protein.

ASTM (2001) menyebutkan bagian terbanyak yang tak larut dalam alkohol

adalah garam alkali, seperti karbonat, borat, silikat, fosfor dan sulfat,

sementara bahan lainnya adalah pati.

D. KADAR ALKALI BEBAS

Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar alkali dalam sabun ada

dalam bentuk terikat dengan asam lemak, sementara sebagian yang lain ada

dalam bentuk bebas. Hubungan antara kadar campuran gliserin dan sukrosa

yang digunakan dan kadar alkali bebas sampel dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 42: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

28

Gambar 7. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa

terhadap kadar alkali bebas sampel

Sabun dengan komponen tambahan gliserin dan sukrosa (10%),

memiliki kadar alkali bebas terendah, yaitu sebesar 0,70 %. Kadar alkali bebas

tertinggi, yaitu 0,84 %, dimiliki oleh sabun yang dibuat dari gliserin dan

sukrosa (30%). Kadar alkali bebas produk pembanding berada pada kisaran 5

– 5,47 %. Sehingga nilai sampel berada di luar kisaran sabun pembanding.

Rekapitulasi data hasil analisa kadar alkali bebas untuk sampel dapat dilihat

pada Lampiran 8, sementara data untuk produk pembanding dapat dilihat pada

Lampiran 12.

Analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa kadar campuran

gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai komponen tambahan yang

berpengaruh nyata terhadap kadar alkali bebas. Hasil uji lanjut Duncan yang

dilakukan menunjukkan bahwa setiap konsentrasi campuran gliserin dan

sukrosa menghasilkan sabun dengan kadar alkali bebas yang saling berbeda

nyata. Hasil analisa keragaman dan uji Duncan untuk kadar alkali bebas dapat

dilihat pada Lampiran 8.

1,0

5,5

5,0

4,5

2,5

2,0

1,5

3,0

3,5

4,0

6,0

0,5

0,70 0,84 0,75

5,00

5,47

10 30 80

Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)

0,0

Page 43: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

29

Alkali bebas yang ada dalam sabun merupakan alkali (dalam hal ini

NaOH) yang tidak habis bereaksi dengan asam lemak pada saat pembentukan

stok sabun. Adanya alkali dalam bentuk bebas menandakan kurangnya jumlah

asam lemak dalam formula sabun. Villela (1996) menyatakan bahwa

satu molekul asam lemak (RCOOH) akan bereaksi dengan satu molekul

NaOH membentuk satu molekul sabun (RCOONa) dan satu molekul air

(H2O). Rantai hidrokarbon (C7 – C17) diwakili oleh gugus R.

Adanya sejumlah besar alkali bebas dalam sabun adalah hal yang

tidak diinginkan. Penggunaan sabun berkadar alkali bebas tinggi dapat

mengakibatkan iritasi pada kulit. Menurut Poucher (1974), natrium

hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit

dengan cepat. Wade dan Weller (1994) menyatakan bahwa NaOH termasuk

golongan alkali kuat yang bersifat korosif dan dapat dengan mudah

menghancurkan jaringan organik halus.

E. NILAI pH

Departemen Perindustrian (1984) menyebutkan sabun sebagai garam

alkali yang bersifat basa. Hubungan antara kadar campuran gliserin dan

sukrosa yang digunakan dan pH sampel dapat dilihat pada Gambar 8.

RCOOH + NaOH RCOONa +

Page 44: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

30

GGambar 8. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa

terhadap pH sampel

Sabun yang menggunakan gliserin dan sukrosa (10%) sebagai

komponen tambahan memiliki pH paling rendah, yaitu 9,63. Sabun dengan pH

tertinggi, yaitu 10,84, adalah yang menggunakan gliserin dan sukrosa (80%)

sebagai komponen tambahannya. Nilai pH produk pembanding berada pada

kisaran 9,36 – 10,61 %. Sehingga nilai sampel berada di dalam kisaran sabun

pembanding. Rekapitulasi data hasil analisa untuk nilai pH sampel dapat

dilihat pada Lampiran 9, sementara data nilai pH untuk produk pembanding

dapat dilihat pada Lampiran 12.

Menurut Jellinek (1970), pH sabun umumnya berkisar antara 9,5 –

10,8. Jumlah alkali yang ada dalam sabun mempengaruhi besarnya nilai pH.

Pembuatan sabun melibatkan pemakaian sejumlah besar natrium hidroksida.

Dalam penelitian ini, jumlah NaOH yang digunakan dalam pembuatan

sampel mencapai hampir 25 % (tepatnya 24,8 %) dari seluruh bahan

pembuat sabun.

Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi

campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai komponen tambahan

Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)

10 30 80

2

1

3

4

5

6

7

8

9

10

11

10,18

9,36

9,83 9,63

10,61

Page 45: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

31

tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap pH sabun. Ini berarti besarnya

pH sabun tidak dipengaruhi oleh konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa

yang digunakan sebagai komponen tambahan. Hasil analisa keragaman untuk

nilai pH sampel dapat dilihat pada Lampiran 9.

Menurut Wasitaatmadja (1997) bahwa pH yang sangat tinggi atau

sangat rendah dapat meningkatkan daya absorbansi kulit, sehingga kulit dapat

mengalami iritasi. Keasaman kosmetik sebaiknya disesuaikan dengan pH

kulit, yaitu antara 4,5 – 7.

Jellinek (1970), menyatakan kulit manusia memiliki pH normal sekitar

5. Mencuci kulit dengan menggunakan sabun akan membuat pH kulit

meningkat untuk sementara, tetapi tidak akan melebihi 7.

F. KEKERASAN

Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan

alat yang disebut Penetrometer. Nilai yang diperoleh menunjukkan seberapa

dalam jarum Penetrometer dapat menembus sabun dalam rentang waktu

tertentu. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar.

Hubungan antara kadar campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan dan

nilai penetrasi Penetrometer terhadap sampel dapat dilihat pada Gambar 9.

Page 46: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

32

Gambar 9. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa

terhadap kekerasan (nilai penetrasi oleh Penetrometer)

sampel

Sabun yang memiliki tingkat kekerasan tertinggi adalah sabun

dengan nilai penetrasi yang paling rendah (0,332 mm/det), yaitu yang dibuat

dari gliserin dan sukrosa (80%), sedangkan sabun yang paling lunak, yaitu

yang memiliki nilai penetrasi tertinggi (0,650 mm/det), adalah sabun yang

dibuat dari gliserin dan sukrosa (30%). Nilai penetrasi Penetrometer terhadap

produk pembanding berkisar antara 0,004 – 0,398 mm/det. Sehingga nilai

sampel berada di dalam kisaran sabun pembanding. Rekapitulasi data hasil

analisa untuk nilai penetrasi Penetrometer terhadap sampel dapat dilihat pada

Lampiran 10, sementara rekapitulasi nilai penetrasi Penetrometer terhadap

produk pembanding dapat dilihat pada Lampiran 12.

Analisa keragaman (α = 0,05) yang dilakukan menunjukkan bahwa

konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai komponen

tambahan berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun. Dari uji Duncan dapat

diketahui bahwa sabun yang menggunakan gliserin dan sukrosa (10%)

ternyata memiliki nilai kekerasan yang tidak berbeda nyata dengan yang

0,398

0,004

Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)

10 30 80

Page 47: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

33

menggunakan gliserin dan sukrosa (30%) sebagai komponen tambahan.

Sabun yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (80%) menunjukkan nilai

kekerasan yang berbeda nyata. Hasil analisa keragaman dan uji Duncan untuk

kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 10.

Mutu dan konsistensi sabun sangat ditentukan oleh jenis asam lemak

yang digunakan. Sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul

kecil, misalnya asam laurat, akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari

asam lemak dengan bobot molekul yang lebih besar, misalnya asam stearat.

Cavitch (2001) menyatakan bahwa asam oleat, laurat, miristat, palmitat dan

stearat yang ditambahkan pada fomula dapat membuat sabun menjadi keras

dan padat.

Menurut Atmoko (2005), kekerasan sabun dipengaruhi oleh adanya

asam lemak jenuh dalam sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang

tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki titik cair yang lebih tinggi

dibanding asam lemak yang mengandung banyak ikatan rangkap. Semakin

banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun, maka sabun akan menjadi

semakin keras. Adapun faktor lain yang juga berpengaruh pada kekerasan

sabun adalah kadar air. Semakin tinggi kadar air, sabun akan semakin lunak.

Sabun yang lebih keras dan padat memiliki umur simpan yang lebih lama

daripada sabun yang lunak. (Atmoko, 2005).

G. STABILITAS BUSA

Busa adalah dispersi gas-dalam-cairan yang distabilkan oleh suatu zat

pembusa, merupakan struktur yang relatif stabil dan terdiri atas kantong-

kantong udara yang terbungkus dalam lapisan tipis. Kecepatan pembentukan

dan stabilitas busa merupakan dua hal penting untuk produk pembersih tubuh.

Busa yang banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit atau

tidak stabil.Hubungan antara konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa yang

digunakan dan stabilitas busa yang dihasilkan oleh sampel dapat dilihat pada

Gambar 11.

Page 48: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

34

Gambar 10. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa terhadap

stabilitas busa sampel

Pengukuran terhadap kestabilan busa pada sampel yang diteliti

menunjukkan nilai tertinggi pada sabun yang dibuat dari gliserin dan sukrosa

(10%), yaitu 61,85 %, sementara nilai terendah diperoleh dari sabun yang

dibuat dari gliserin dan sukrosa (80%), yaitu 0 %. Kisaran nilai stabilitas busa

untuk produk pembanding adalah 81,20 – 90 %. Sehingga nilai sampel berada

di luar kisaran sabun pembanding. Rekapitulasi data hasil analisa sampel

untuk stabilitas busa dapat dilihat pada Lampiran 11, sementara data untuk

produk pembanding dapat dilihat pada Lampiran 12.

Analisa keragaman (α = 0,05) pada data hasil penelitian menunjukkan

bahwa penggunaan konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa yang berbeda

berpengaruh nyata terhadap stabilitas busa. Selanjutnya, uji Duncan

menunjukkan bahwa penggunaan ketiga konsentrasi campuran gliserin dan

sukrosa menghasilkan sabun dengan stabilitas busa yang saling berbeda nyata.

Hasil analisa keragaman dan uji Duncan untuk stabilitas busa dapat dilihat

pada Lampiran 11.

Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)

10 30 80

20

30

40

50

60

70

80

90

34,23

61,85

90,00

81,20

Page 49: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

35

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan

dan kestabilan busa adalah konsentrasi ion logam dalam air. Menurut

Piyali et al. (1999), keberadaan ion-ion logam (seperti Ca2+ dan Mg

2+) dalam

air dapat menurunkan stabilitas busa.

Karakteristik busa yang dihasilkan oleh sabun dipengaruhi oleh jenis

asam lemak yang digunakan. Asam laurat dan miristat dapat menghasilkan

busa yang lembut, sementara asam palmitat dan stearat memiliki sifat

menstabilkan busa. Asam oleat dan risinoleat dapat menghasilkan busa yang

stabil dan lembut (Cavitch, 2001).

Menurut Corredoira (1996), sodium laurat dapat menghasilkan busa

dengan cepat, tetapi dengan daya detergensi yang rendah. Sodium palmitat

dan sodium stearat memiliki daya detergensi yang sangat baik pada suhu

tinggi. Sodium oleat memiliki kelebihan karena mampu menghasilkan busa

yang banyak, memiliki daya detergensi dan kelarutan yang tinggi, tetapi tidak

dapat menghasilkan busa yang lembut. Sodium miristat dapat menghasilkan

busa dengan jumlah dan karakteristik yang nyaris ideal.

Woodroof (1979) menyatakan bahwa sabun yang dibuat dari minyak

kelapa dapat menghasilkan busa dengan baik pada air yang mengandung

garam atau berkesadahan tinggi. Karena bilangan Iodnya yang sangat rendah

(8 – 10) dan bilangan penyabunannya yang tinggi (250 – 260), minyak kelapa

dapat menghasilkan sabun dengan daya pembentukan busa yang sangat baik.

Menurut Shipp (1996), stabilitas busa dapat ditingkatkan dengan

penambahan surfaktan. Williams dan Schmitt (2002) berpendapat bahwa

dietanolamida berfungsi menstabilkan busa dan dapat membuat sabun

menjadi lebih lembut.

Page 50: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pemilihan bahan bukan lemak terutama gliserin dan sukrosa

berpengaruh pada produk yang dihasilkan. Penggunaan gliserin dan sukrosa

dengan tingkat kadar campuran yang berbeda akan menghasilkan produk

dengan karakteristik yang berbeda pula. Hal ini dapat dilihat dengan

perbadingan yang termasuk kedalam kisaran nilai produk pembanding dimana

kadar campuran gliserin dan sukrosa (10 dan 30) menghasilkan tingkatan

karakteristik hanya ke dalam analisa nilai pH terhadap bahan pembanding

sedangkan kadar campuran gliserin dan sukrosa (80) menghasilkan tingkatan

karakteristik ke dalam analisa nilai pH dan tingkat kekerasan. Sehingga kadar

campuran gliserin dan sukrosa dapat menghasilkan produk sabun transparan

yang memenuhi ketentuan yang berlaku.

B. SARAN

Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai komposisi asam lemak

dan alkali yang optimal untuk setiap jenis minyak. Secara umum, komposisi

bahan secara keseluruhan juga perlu mendapat perhatian.

Hal lain yang perlu dikaji adalah kemungkinan penggunaan lebih dari

satu jenis minyak dalam satu formula sabun dengan penambahan bahan bukan

lemak yang berbeda dalam komposisi yang banyak. Sehingga karakter yang

tidak dimiliki oleh minyak dan bahan bukan lemak yang satu diharapkan dapat

disubstitusi oleh minyak bahan bukan lemak yang lain, sementara

kemungkinan munculnya sifat-sifat yang tidak diinginkan dapat ditekan

serendah mungkin. Kombinasi ini dapat menghasilkan berbagai jenis sabun

dengan sifat dan karakter yang bervariasi.

Page 51: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

DAFTAR PUSTAKA

Cavitch, S.M. 2001. Choosing Your Oils, Oil Properties of Fatty Acid.

Http://users.siloverlink.net/~timer/soapdesign.html.

Corredoira, R.A. dan A.R. Pandolfi. 1996. Raw Materials and Their Pretreatment

for soap Production. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and

Detergents, A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.

George, E.D. dan J.A. Serdakowski. 1996. The Formulation of Bar Soaps. Di

dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents, A Theoretical and

Practical Review. AOCS Press, Illinois.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Kirk, R.E., D.F. Othmer, J.D. Scott dan A. Standen. 1954. Encyclopedia of

Chemical Technology. 12 : 573-592. Interscience Publishers, New York.

MacDonald, I. dan J. Low. 1984. Fruit and Vegetables. Evans Brothers Limited,

London.

Shrivastava, S.B. 1982. Soap, Detergent and Parfume Industry. Small Industry

Research Institute, New Delhi.

SNI 06-3532. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi. Dewan Standarisasi Nasional,

Jakarta.

Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Penerbit Tarsito,

Bandung.

Suryani, A., E. Hambali dan M. Rivai.a 2002. Teknologi Produksi Surfaktan.

Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

IPB, Bogor.

Suryani, A., I. Sailah dan E. Hambali.b 2002. Teknologi Emulsi. Jurusan

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Page 52: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

38

Thieme, J.G. 1968. Di dalam Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan.

UI Press, Jakarta.

Villela, C. dan E.A.L. Suranyi. 1996. Continuous Saponification and

Neutralization Process. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and

Detergents, A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.

Wood, T.E. 1996. Quality Control and Evaluation of Soap and Related

Materials. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents, A

Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.

Woodroof, J.G. 1979. Coconuts : Production, Processing, Products. 2nd Edition.

The AVI Publishing Company, Inc., Connecticut.

Http://www.pharmacy.wilkes.edu

Http://www.svce.ac.in

Page 53: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

LLAAMMPPIIRRAANN

Page 54: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

39

Lampiran 1. Beberapa formula sabun transparan

Komposisi (%)

Bahan-bahan Mitsui (1997)

Williams dan

Schmitt (2002) Cognis (2003)

Lemak

Asam stearat - 15 7

Asam laurat - 6 -

Beef tallow 22 - -

Minyak kelapa 10 - 20

Minyak jarak 4 - 12

Minyak zaitun 4 - -

Alkali

NaOH 30 % 6 4,4 20,3

Surfaktan/humektan

Propilen glikol - 18 -

SLES - 16 -

SLS - 12 -

Gliserin 1 8 7

DEA - - 1

Transparancy agent

Sukrosa 9 10 11

Pelarut

Alkohol 20 - 15

Air 23,8 10,2 6,5

Pengawet

EDTA 0,2 0,2 -

BHT - 0,2 -

Elektrolit

NaCL - - 0,2

Page 55: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

40

Lampiran 2. Diagram alir pembuatan sabun transparan yang digunakan dalam

penelitian (Kusumah, 2004)

Asam Stearat (Padat)

Pemanasan

T = 70 - 80°C

Asam Stearat (Cair)

Stok Sabun

Sabun Transparan

Minyak Kelapa NaOH 30 % Penyabunan

Gliserin Etanol

NaCl Sukrosa DEA Air

Pengadukan

T = 70 - 80°C

Pencetakan

Page 56: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

41

Lampiran 3. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sabun transparan adalah

timbangan, hot plate, gelas piala, pengaduk kaca dan cetakan sabun dari

bahan plastik. Untuk analisa, alat-alat yang digunakan adalah gelas piala, labu

erlenmeyer, gelas ukur, labu takar, labu Cassia berskala minimal 0,1 ml,

tabung reaksi, kaca arloji, buret, pipet, pipet tetes, kertas saring, pisau,

penggaris, neraca analitik, hot plate, pH meter, vorteks, krus Gooch (atau krus

kaca masir), pompa (penghisap) vakum, penetrometer, desikator, oven listrik

dan freezer.

2. Bahan Baku

Bahan-bahan untuk pembuatan sabun transparan adalah minyak nabati,

asam stearat, NaOH, gliserin, etanol, sukrosa, dietanolamida (DEA), NaCl

dan air. Dalam penelitian ini digunakan lima jenis minyak nabati, yaitu

minyak kelapa (merk Barco),

3. Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan untuk analisa adalah HCl 10 % (bisa diganti

dengan H2SO4 25 %), HCl 0,5 N, H2SO4 1 N, KOH 0,5 N dalam etanol,

BaCl 20 %, etanol 70 %, indikator phenolphthalein dan metil oranye.

Page 57: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

42

Lampiran 4. Prosedur analisa mutu sabun transparan

1. Kadar air dan zat menguap (SNI 06-3532-1994)

Sampel sebanyak 5 gram ditempatkan di dalam wadah tahan panas,

kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 105°C selama 2 jam. Gelembung

yang timbul dihancurkan dengan batang pengaduk. Sampel ditimbang setelah

didinginkan di dalam Desikator, atau dipanaskan lagi bila perlu, sampai

bobotnya tetap.

2. Kadar fraksi tak tersabunkan (SNI 06-3532-1994)

Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml,

ditambah 10 ml KOH 0,5 N dalam alkohol dan kemudian dipanaskan di atas

penangas air dengan menggunakan pendingin tegak selama kurang lebih 1

jam. Setelah itu sampel didinginkan, ditambah indikator phenolphtalein dan

dititrasi dengan HCl 0,5 N. Pengerjaan blanko menggunakan 70 ml alkohol

netral untuk menggantikan sampel. Prosedurnya sama seperti pada pengerjaan

sampel.

a = Volume HCl untuk Sampel (ml)

b = Volume HCl untuk Blanko (ml)

N = Normalitas HCl (N)

56,1 = Bobot molekul larutan KOH

258 = Rata-rata bilangan penyabunan

Bobot Awal (g) – Bobot Akhir (g)

Bobot Awal (g)

Kadar Air (%) = x 100 %

Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (%) = x 100 % (a – b) x N x 0,0561

0,258 x Bobot Sampel (g)

Page 58: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

43

Kadar Alkali Bebas (%) = x 100 % 3,1 x Bobot Sampel (g)

Volume H2SO4 (ml)

Lampiran 4 (Lanjutan)

3. Kadar bagian tak larut dalam alkohol (SNI 06-3532-1994)

Kira-kira 5 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml,

ditambah 10 ml etil alkohol 95 % dan diuapkan di atas penangas air sampai

kering. Perlakuan tersebut diulang tiga kali. Sampel kemudian dilarutkan

dalam 100 ml alkohol netral, kemudian disaring dengan menggunakan

penghisap vakum melalui krus Gooch (atau krus kaca masir) yang telah

dilapisi kertas saring. Kertas saring yang digunakan telah diketahui bobotnya.

Selama pengerjaan, krus harus ditutup dengan kaca arloji. Residu yang

tertahan oleh kertas saring dibilas dengan alkohol netral. Kertas saring

kemudian dikeringkan pada suhu 105oC sampai bobotnya konstan dan setelah

itu ditimbang.

4. Kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) (SNI 06-3532-1994)

Sampel seberat 50 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer,

ditambah kurang lebih 150 ml etanol dan sedikit batu didih, kemudian

dipanaskan. Setelah sampel larut, ke dalam erlenmeyer ditambahkan 10 ml

BaCl 20 % panas dan indikator phenolphtalein. Labu diputar agar

pencampuran terjadi secara sempurna. Sampel kemudian dititrasi dengan H2-

SO4 1 N sampai warna merah jambu hilang.

5. Nilai pH

Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH Meter

pada larutan sampel 10 %, yang dibuat dengan melarutkan 1 gram sampel ke

Kadar Bagian Tak Larut dalam Alkohol (%) = x 100 % Bobot Sampel (g)

Bobot Residu (g)

Page 59: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

44

Lampiran 4 (Lanjutan)

dalam 9 ml air. Sebelumnya, pH Meter harus dikalibrasi dengan larutan

buffer pH 4 dan 9.

Pengukuran dilakukan pada suhu 25°C dengan cara mencelupkan

elektroda pH Meter yang telah dibilas dengan air suling ke dalam larutan

sampel. Nilai pH ditentukan setelah angka yang terbaca pada pH Meter

menjadi stabil. Pembacaan dilakukan dua kali. Pengukuran ulang, termasuk

kalibrasi, harus dilakukan bila selisih nilai setelah dua kali pembacaan

melebihi 0,2.

6. Kekerasan (Wood, 1996)

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Penetrometer.

Sampel diletakkan di bawah jarum Penetrometer dengan kondisi ujung jarum

tepat menyentuh permukaan sampel. Tombol kendali ditekan dan jarum

dibiarkan menembus bahan selama 10 detik. Pengukuran dilakukan pada tiga

titik yang berbeda. Hasil akhirnya adalah rata-rata dari ketiga pembacaan

tersebut.

7. Stabilitas busa (Modifikasi, Awang et al., 2001)

Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam 9 ml air, dimasukkan ke

dalam tabung reaksi, kemudian dikocok dengan menggunakan Vorteks selama

30 detik. Busa yang terbentuk diukur tingginya. Sampel didiamkan selama 1

jam, kemudian tinggi busanya diukur kembali. Jika sampel yang diukur

jumlahnya lebih dari satu, harus digunakan tabung-tabung reaksi yang

dimensinya sama.

Stabilitas Busa (%) = x 100 % Tinggi Akhir Busa (mm)

Tinggi Awal Busa (mm)

Page 60: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

45

Lampiran 5. Hasil analisa kadar air dan zat menguap dalam sampel

1. Rekapitulasi data hasil analisa

Kadar Air dan Zat Menguap (%) Konsentrasi

campuran gliseril

dan sukrosa (%)

Ulangan Hasil Analisa Rata-rata

Ulangan

1 28,33 Gliserin dan Sukrosa

(10) 2 28,06 28,10

1 26,47 Gliserin dan Sukrosa

(30) 2 26,45 26,46

1 27,88 Gliserin dan Sukrosa

(80) 2 27,56 27,72

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)

Sumber

Keragaman dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan

Konsentrasi

campuran gliseril

dan sukrosa

2 113,4585 28,3646 116,253 0,0001

Galat 3 1,2200 0,2440

Total Terkoreksi 6 114,6784

Berpengaruh

Nyata

3. Hasil uji Duncan

Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran

A 27,72 Gliserin dan Sukrosa (80%)

B 28,10 Gliserin dan Sukrosa (10%)

B 26,46 Gliserin dan Sukrosa (30%)

Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata

Page 61: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

46

Lampiran 6. Hasil analisa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sampel

1. Rekapitulasi data hasil analisa

Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (%) Konsentrasi

campuran gliseril dan

sukrosa (%)

Ulangan Hasil Analisa Rata-rata Ulangan

1 4,22 Gliserin dan Sukrosa

(10) 2 4,21 4,22

1 5,36 Gliserin dan Sukrosa

(30) 2 5,52 5,44

1 4,56 Gliserin dan Sukrosa

(80) 2 4,33 4,45

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)

Sumber

Keragaman dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan

Konsentrasi

campuran gliseril

dan sukrosa

2 27,4473 6,8618 1456,860 0,0001

Galat 3 0,0236 0,0047

Total Terkoreksi 6 27,4708

Berpengaruh

Nyata

3. Hasil uji Duncan

Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran

A 5,44 Gliserin dan Sukrosa (30%)

B 4,45 Gliserin dan Sukrosa (80%)

B 4,22 Gliserin dan Sukrosa (10%)

Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata

Page 62: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

47

Lampiran 7. Hasil analisa kadar bagian tak larut dalam alkohol untuk sampel

1. Rekapitulasi data hasil analisa

Kadar Bagian Tak Larut dalam

Alkohol (%) Konsentrasi

campuran gliseril dan

sukrosa (%)

Ulangan Hasil Analisa Rata-rata

Ulangan

1 5,78 Gliserin dan Sukrosa

(10) 2 5,56 5,67

1 5,15 Gliserin dan Sukrosa

(30) 2 5,67 5,41

1 5,35 Gliserin dan Sukrosa

(80) 2 5,45 5,40

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)

Sumber

Keragaman dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan

Konsentrasi

campuran gliseril

dan sukrosa

2 0,0550 0,0138 105,850 0,0001

Galat 3 0,0007 0,0001

Total Terkoreksi 6 0,0557

Berpengaruh

Nyata

3. Hasil uji Duncan

Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran

A 5,67 Gliserin dan Sukrosa (10%)

B 5,41 Gliserin dan Sukrosa (30%)

B 5,40 Gliserin dan Sukrosa (80%)

Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata

Page 63: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

48

Lampiran 8 Hasil analisa kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) sampel

1. Rekapitulasi data hasil analisa

Kadar Alkali Bebas (%) Konsentrasi

campuran gliseril dan

sukrosa (%)

Ulangan Hasil Analisa Rata-rata Ulangan

1 0,52 Gliserin dan Sukrosa

(10) 2 0,87 0,70

1 0,67 Gliserin dan Sukrosa

(30) 2 0,83 0,75

1 0,69 Gliserin dan Sukrosa

(80) 2 0,99 0,84

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)

Sumber

Keragaman dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan

Konsentrasi

campuran gliseril

dan sukrosa

2 778,1338 194,5335 1801,900 0,0001

Galat 3 0,5398 0,1080

Total Terkoreksi 6 778,6736

Berpengaruh

Nyata

3. Hasil uji Duncan

Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran

A 0,84 Gliserin dan Sukrosa (80%)

B 0,75 Gliserin dan Sukrosa (30%)

C 0,70 Gliserin dan Sukrosa (10%)

Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata

Page 64: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

49

Lampiran 9. Hasil analisa nilai pH sampel

1. Rekapitulasi data hasil analisa

pH Konsentrasi

campuran gliseril dan

sukrosa (%)

Ulangan Hasil Analisa Rata-rata Ulangan

1 9,54 Gliserin dan Sukrosa

(10) 2 9,72 9,63

1 10,15 Gliserin dan Sukrosa

(30) 2 9,50 9,83

1 10,18 Gliserin dan Sukrosa

(80) 2 10,18 10,18

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)

Sumber

Keragaman dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan

Konsentrasi

campuran gliseril

dan sukrosa

2 2,2388 0,5597 4,690 0,0603

Galat 3 0,5963 0,1193

Total Terkoreksi 6 2,8351

Tidak

Berpengaruh

Nyata

Page 65: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

50

Lampiran 10. Hasil analisa kekerasan (penetrasi oleh Penetrometer) sampel

1. Rekapitulasi data hasil analisa

Penetrasi oleh Penetrometer

(mm/det) Konsentrasi

campuran gliseril dan

sukrosa (%)

Ulangan Hasil Analisa Rata-rata

Ulangan

1 0.457 Gliserin dan Sukrosa

(10) 2 0.527 0,492

1 0,600 Gliserin dan Sukrosa

(30) 2 0,587 0,594

1 0,300 Gliserin dan Sukrosa

(80) 2 0,363 0,332

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)

Sumber

Keragaman dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan

Konsentrasi

campuran gliseril

dan sukrosa

2 0,1172 0,0293 21,85 0,0023

Galat 3 0,0067 0,0013

Total Terkoreksi 6 0,1239

Berpengaruh

Nyata

3. Hasil uji Duncan

Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran

A 0,332 Gliserin dan Sukrosa (80%)

B 0,492 Gliserin dan Sukrosa (10%)

B 0,594 Gliserin dan Sukrosa (30%)

Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata

Page 66: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

51

Lampiran 11. Hasil analisa stabilitas busa sampel

1. Rekapitulasi data hasil analisa

Stabilitas Busa (%) Konsentrasi

campuran gliseril dan

sukrosa (%)

Ulangan Hasil Analisa Rata-rata

Ulangan

1 64,59 Gliserin dan Sukrosa

(10) 2 59,10 61,85

1 33,04 Gliserin dan Sukrosa

(30) 2 35,42 34,23

1 0,00 Gliserin dan Sukrosa

(80) 2 0,00 0,00

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)

Sumber

Keragaman dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan

Konsentrasi

campuran gliseril

dan sukrosa

2 3905,2493 976,3123 252,990 0,0001

Galat 3 19,2955 3,8591

Total Terkoreksi 6 3924,5448

Berpengaruh

Nyata

3. Hasil uji Duncan

Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran

A 61,85 Gliserin dan Sukrosa (10%)

B 34,23 Gliserin dan Sukrosa (30%)

C 0,000 Gliserin dan Sukrosa (80%)

Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata

Page 67: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

52

Lampiran 12. Hasil analisa produk pembanding

1. Kadar air dan zat menguap

Kadar Air dan Zat Menguap (%) Merk

Hasil Analisa Rata-rata

9,72 Sabun X

9,68 9,70

5,50 Sabun Y

5,46 5,48

6,60 Sabun Z

6,58 6,59

2. Kadar fraksi tak tersabunkan

Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (%) Merk

Hasil Analisa Rata-rata

5,36 Sabun X

5,43 5,40

5,10 Sabun Y

5,31 5,21

5,00 Sabun Z

5,00 5,00

3. Kadar bagian tak larut dalam alkohol

Kadar Bagian Tak Larut dalam Alkohol (%) Merk

Hasil Analisa Rata-rata

0,24 Sabun X

0,22 0,23

0,29 Sabun Y

0,25 0,27

0,25 Sabun Z

0,27 0,26

Page 68: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

53

Lampiran 12 (Lanjutan)

4. Kadar alkali bebas

Kadar Alkali Bebas (%) Merk

Hasil Analisa Rata-rata

4,97 Sabun X

5,02 5,00

5,23 Sabun Y

5,19 5,21

5,44 Sabun Z

5,50 5,47

5. Nilai pH

pH Merk

Hasil Analisa Rata-rata

9,33 Sabun X

9,39 9,36

9,56 Sabun Y

9,60 9,58

10,62 Sabun Z

10,59 10,61

6. Kekerasan (penetrasi oleh Penetrometer)

Penetrasi oleh Penetrometer (mm/det) Merk

Hasil Analisa Rata-rata

0,400 Sabun X

0,395 0,398

0,005 Sabun Y

0,004 0,005

0,003 Sabun Z

0,004 0,004

7. Stabilitas busa

Stabilitas Busa (%) Merk

Hasil Analisa Rata-rata

89,91 Sabun X

88,99 89,90

81,17 Sabun Y

81,23 81,20

90,01 Sabun Z

90,00 90,00

Page 69: Pengaruh Penambahan Gliserin Dan Sukrosa Untuk Sabun Transparan

54