pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas ...digilib.unila.ac.id/30999/10/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS (Alpinia
galanga) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TESTIS MENCIT (Mus
musculus L.) JANTAN YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT
(Skripsi)
Oleh
ANNISA SHAFIRA PRAMONO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS (Alpinia
galanga) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TESTIS MENCIT (Mus
musculus L.) JANTAN YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT
Oleh
ANNISA SHAFIRA PRAMONO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
The Effect of Ethanol Extract of Galangal Rhizome (Alpinia galanga) on
Testicular Histopathology of Monosodium Glutamate-Induced Male Mice
(Mus musculus L.)
By
ANNISA SHAFIRA PRAMONO
Background: Monosodium Glutamate (MSG) may form free radicals that cause
damages to the organs of the body, one of which is the male reproductive organs,
i.e. testes. Galangal rhizome is one of the natural ingredients with antioxidant
content that can neutralize free radicals.
Objective: The purpose of this research was to determine the effect of ethanol
extract of galangal rhizome on testicular histopathology of MSG-induced mice.
Methods: The design of this research was experimental research with 5 treatment
groups, each group consisted of 5 mice (Mus musculus L.) DDY strain. Group K
(-) was not treated; k (+) was provided with 4 mg/ grBB MSG; P1 was provided
with 4 mg/ grBB MSG + 14 mg/ 20 grBB ethanol extract of galangal rhizome; P2
was provided with 4 mg/ grBB MSG + 28 mg/ 20 grBB ethanol extract of
galangal rhizome; P3 was provided with 4 mg/ grBB MSG + 56 mg/ 20 grBB
ethanol extract of galangal rhizome.
Results: Assessment used Johnsen score in group K(-) was 48,4, K(+) was 47,4,
P1 was 47,4, P2 was 47,4, and P3 was 48. Kruskal-Wallis test result was p=0,085
(p>0,05).
Conclusion: There was no effect of ethanol extract of galangal rhizome (Alpinia
galanga) on testicular histopathology of monosodium glutamate-induced male
mice (Mus musculus L.)
Keywords: Galangal Extract, Monosodium Glutamate, Testicular Histopathology.
ABSTRAK
Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga)
terhadap Gambaran Histopatologi Testis Mencit (Mus musculus L.) Jantan
yang Diinduksi Monosodium Glutamat
Oleh
ANNISA SHAFIRA PRAMONO
Latar belakang: Monosodium Glutamat (MSG) dapat membentuk radikal bebas
sehingga menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh salah satunya organ
reproduksi pria yaitu testis. Rimpang lengkuas adalah salah satu bahan alami
dengan kandungan antioksidan yang dapat menetralisir radikal bebas.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap gambaran histopatologi testis mencit
yang diinduksi MSG.
Metode: Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan 5 kelompok
perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit (Mus musculus L.)
strain DDY. Kelompok K(-) tidak diberi perlakuan; K(+) diberikan MSG 4
mg/grBB; P1 diberikan MSG 4 mg/grBB + ekstrak etanol rimpang lengkuas 14
mg/20 grBB; P2 diberikan MSG 4 mg/grBB + ekstrak etanol rimpang lengkuas 28
mg/20 grBB; P3 diberikan MSG 4 mg/grBB + ekstrak etanol rimpang lengkuas 56
mg/20 grBB.
Hasil: Penilaian dengan skor Johnsen pada kelompok K(-) adalah 48,4, K(+)
adalah 47,4, P1 adalah 47,4, P2 adalah 47,6, dan P3 adalah 48. Analisis uji
Kruskal-Wallis diperoleh nilai p=0,085 (p>0,05).
Simpulan: Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas
(Alpinia galanga) terhadap gambaran histopatologi testis mencit (Mus musculus
L.) yang diinduksi monosodium glutamat.
Kata Kunci: Ekstrak lengkuas, Histopatologi testis, Monosodium glutamat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 07 Maret 1997, anak pertama dari
empat bersaudara dari pasangan Bapak dr. Edi Pramono, Sp. An dan Ibu dr. Eni
Zatila, MKM.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Tadika Puri Palembang
pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Muhammadiyah 06
Palembang pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di
SMPN 1 Muara Enim pada tahun 2011, Sekolah Menengah Atas (SMA)
diselesaikan di SMAN 15 Palembang pada tahun 2014.
Pada tahun 2014, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Selama masa studi penulis juga aktif di lembaga
kemahasiswaan fakultas yaitu pada tahun 2014-2017 sebagai anggota Forum
Studi Islam (FSI) Ibnu Sina dan Genetalial and Education Health (GEN-C).
Persembahan sederhana untuk
Mama, Papa, dan adik-adikku
tersayang
“Allah has created us imperfect and
He doesn't expect perfection from us.
He only expect us to try our best.”
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih kepada Mama
dan Papa, dr. Eni Zatila, MKM dan dr. Edi Pramono, Sp.An yang senantiasa
mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan dukungan kepada penulis hingga
skripsi ini terselesaikan. Serta adik-adikku, Thifala, Hilya, dan Fakhri, terima
kasih atas semangat, doa, dan kasih sayangnya.
Skripsi dengan judul “PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL
RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN YANG
DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT” ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan,
bantuan, dorongan, saran, bimbingan, dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku rektor Universitas Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S.ked., M.Kes., Sp.PA, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dan Pembimbing Utama atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
3. dr. Eka Cania B, S.ked, selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk
memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. dr. Rizki Hanriko, Sp.PA, selaku Penguji Utama atas kesediannya untuk
memberikan masukan, ilmu, dan saran-saran yang diberikan kepada penulis;
5. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar Rengganis Wardani, SKM., M.Kes., selaku
pembimbing akademik dari semester satu hingga semester tujuh, atas
kesediannya memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasinya selama ini
dalam bidang akademik penulis;
6. Febrina Halimatunisa sebagai sahabat setia yang senantiasa mengisi
keseharian saya dengan keceriaan dari awal kuliah sampai terselesaikannya
skripsi ini;
7. Sahabat-sahabat penulis, Ayu Septia, Pau, Ayu Mango, Mitha, Ulima, Eka,
dan Dini Musman, yang telah mengisi hari-hari penulis dengan keceriaan,
semangat, dan kekompakan semoga kita semua bisa menjadi dokter yang
sukses dan berguna bagi masyarakat;
8. Muhammad Dwi Putra Nugraha yang memberikan bantuan dalam
menyelesaikan dan memperbaiki skripsi ini;
9. Sahabat seperjuangan skripsi, Nadia, Theo, dan Alda, yang senantiasa
mengulurkan bantuan dan menghibur penulis di setiap kesempatan;
10. Mas Bayu, Bu Nuriah, Mbak Wit, dan Keith yang telah membantu penulis
dalam melakukan penelitian skripsi;
11. Seluruh staff dosen FK UNILA, yang telah bersedia memberikan ilmu,
motivasi, dan bantuan dalam segala hal yang penulis butuhkan untuk
mewujudkan cita-cita penulis;
12. Seluruh staff civitas akademika FK UNILA, yang telah memberikan
bantuan bagi penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
13. Teman-teman angkatan 2014 yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas
kekompakan yang terjalin selama ini;
14. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat yang memberikan semangat
kebersamaan dalam satu kedokteran.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Namun, semoga kesederhanaan ini dapat memberi manfaat bagi
semua.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Testis .................................................................................................. 6
2.1.1 Anatomi....................................................................................... 6
2.1.2 Fisiologi ...................................................................................... 7
2.1.3 Histologi ...................................................................................... 8
2.2 Mencit (Mus musculus L.) ...................................................................12
2.2.1 Klasifikasi ...................................................................................13
2.2.2 Biologi Mencit.............................................................................13
2.2.3 Sistem Reproduksi Mencit Jantan ................................................14
2.2.4 Histologi Testis Mencit ................................................................14
ii
2.3 Lengkuas (Alpinia galanga) ................................................................16
2.3.1 Klasifikasi ...................................................................................16
2.3.2 Morfologi ....................................................................................16
2.3.3 Kandungan Lengkuas ..................................................................17
2.3.4 Pengaruh Ekstrak Rimpang Lengkuas terhadap Testis .................18
2.4 Monosodium Glutamat ........................................................................19
2.4.1 Deskripsi .....................................................................................19
2.4.2 Toksisitas ....................................................................................20
2.4.3 Pengaruh MSG terhadap Testis ....................................................22
2.5 Kerangka Teori ...................................................................................24
2.6 Kerangka Konsep ................................................................................25
2.7 Hipotesis .............................................................................................26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ................................................................................27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................27
3.3 Populasi dan Sampel ...........................................................................28
3.4 Alat dan Bahan ...................................................................................30
3.4.1 Bahan Penelitian ..........................................................................30
3.4.2 Bahan Kimia................................................................................31
3.4.3 Alat Penelitian .............................................................................31
3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ....................................32
3.5.1 Identifikasi Variabel ....................................................................32
3.5.2 Definisi Operasional Variabel ......................................................32
3.6 Prosedur Penelitian .............................................................................33
3.6.1 Adaptasi Hewan Percobaan .........................................................33
iii
3.6.2 Persiapan Hewan Percobaan ........................................................34
3.6.3 Penentuan Dosis MSG .................................................................34
3.6.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas ............................35
3.6.5 Penentuan Dosis Ekstak Etanol Rimpang Lengkuas .....................35
3.6.6 Prosedur Pemberian Perlakuan.....................................................36
3.6.7 Proses Pembedahan, Pengambilan, Penimbangan, dan Pengamatan
....................................................................................................37
3.7 Analisis Data.......................................................................................41
3.8 Alur Penelitian ....................................................................................43
3.9 Etika Penelitian ...................................................................................44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................45
4.1.1 Gambaran Histologi Testis Mencit ...............................................45
4.1.2 Perbedaan Skor Spermatogenesis Mencit .....................................48
4.2 Pembahasan ........................................................................................50
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan .............................................................................................55
5.2 Saran ...................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kriteria Jhonsen score....................................................................................41
2. Rerata skor testis ............................................................................................48
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tubulus seminiferus .......................................................................................9
2. Sel leydig dan sel sertoli .................................................................................12
3. Mencit (Mus musculus L.) ..............................................................................13
4. Histologi testis mencit ....................................................................................15
5. Lengkuas (Alpinia galanga) ...........................................................................17
6. Kerangka Teori ..............................................................................................23
7. Kerangka Konsep ...........................................................................................24
8. Bagan Alur Penelitian ....................................................................................42
9. Gambaran tubulus seminiferus mencit ............................................................47
10. Diagram skor testis rata-rata perkelompok perlakuan ...................................50
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Perhitungan Skor Testis
Lampiran 2. Hasil Analisis Data
Lampiran 3. Dokumentasi
Lampiran 4. Persetujuan Etik
Lampiran 5. Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 6. Surat Peminjaman Laboratorium
Lampiran 7. Sertifikat Mencit
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Monosodium Glutamat (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat
(glutamic acid) yang digunakan sebagai penambah rasa selama lebih dari 100
tahun dalam proses memasak makanan rumah tangga dan makanan olahan
komersial. Penambahan MSG memberikan rasa gurih yang alami seperti rasa
yang berasal dari makanan protein (Rangan dkk, 2009). Rata-rata konsumsi
MSG di Indonesia sekitar 0,3-1,0 g/hari. Taiwan adalah negara yang paling
tinggi konsumsi MSG per kapita, mencapai 3 g/hari sedangkan Amerika
adalah negara yang paling rendah konsumsi MSG per kapita, hanya 0,5 g/hari
(Sukawan, 2008).
Selain manfaat MSG sebagai penambah rasa makanan, ia juga memiliki efek
samping yang merugikan bagi kesehatan. Glutamat pada MSG memberikan
beberapa efek reaksi pada tingkat seluler, salah satunya membentuk radikal
bebas dan menyebabkan stres oksidatif (Muharani, 2016). Akibat
terbentuknya banyak radikal bebas dalam tubuh dapat menyebabkan
kerusakan pada organ-organ tubuh, salah satunya organ reproduksi pria yaitu
testis. Konsumsi MSG dalam dosis tinggi dapat menyebabkan perubahan
2
morfologi testis, kadar testosteron, dan konsentrasi sperma. Oleh karena itu,
konsumsi dosis tinggi MSG dikhawatirkan dapat menyebabkan kemandulan
parsial pada pria (Iamsaard dkk, 2014).
Sebuah penelitian yang dilakukan pada mencit (Mus Musculus L.) jantan,
pemberian MSG secara intraperitoneal menyebabkan penurunan jumlah
sperma dan sel spermatogenik yang berakibat pada penurunan berat testis
(Anindita, 2012). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Nosseir dkk
(2012) terhadap tikus Wistar jantan, pemberian MSG secara intraperitoneal
selama 14 hari menyebabkan perubahan histopatologi pada testis termasuk;
penurunan jumlah sel spermatogenik, atrofi tubulus seminiferus, vakuolisasi
interseluler pada stroma, dan fibrosis peritubular.
MSG menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang berlebih dan
menyebabkan stres oksidatif. Kemampuan MSG ini dapat menyebabkan
kerusakan neuron hipotalamus dan menyebabkan terganggunya sekresi
hormon reproduksi melalui pengaturan aksis hipotalamus-hipofisis-gonad.
Terganggunya hormon reproduksi dapat menyebabkan perubahan organ
reproduksi secara anatomis ataupun fungsional (Igwebuike dkk, 2011).
Kerusakan testis secara langsung juga dapat terjadi jika stres oksidatif terjadi
pada sel-sel dalam testis, karena pada penelitian sebelumnya oleh Hu dkk
(2004) membuktikan bahwa terdapat reseptor dan transporter glutamat pada
testis mencit.
3
Efek radikal bebas dapat dinetralisir oleh antioksidan, salah satu tanaman
yang dilaporkan memiliki khasiat antioksidan adalah lengkuas. Lengkuas
(Alpinia galanga) dibudidayakan secara luas di Cina, India, dan negara-
negara Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia, dan Filipina. Rimpang
tanaman ini digunakan dalam pengobatan tradisional untuk beberapa tujuan.
Pada studi kimia, telah dilaporkan terdapat berbagai macam aktivitas biologi
lengkuas, seperti anti tumor, anti-inflamasi, antifungal, antioksiidatif, dan
aktivitas penghambat xanthine oxidase (Hadjizadeh dkk, 2009). Ekstrak
rimpang lengkuas (Alpinia galanga) dilaporkan mengandung bahan aktif
yang memiliki potensi antioksidan (Singh dkk, 2010). Banyak peneliti yang
telah melaporkan bahwa ekstrak etanol dan air lengkuas (Alpinia galanga)
menunjukkan aktivitas pengumpulan radikal bebas yang signifikan dan juga
memiliki aktivitas pengumpulan anion superoksida kuat (Srividya dkk, 2010).
Aktivitas antioksidan yang terdapat pada ekstrak rimpang lengkuas dapat
berpengaruh terhadap testis, dibuktikan melalui sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Anas dkk (2015) pada mencit jantan galur Swiss, pemberian
ekstrak etanol rimpang lengkuas mampu meningkatkan spermatogenesis dan
juga meningkatkan kualitas spermatozoa.
Menurut penelitian lain yang dilakukan pada tikus Wistar jantan dengan
mengaplikasikan ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga) tampak
peningkatan persentase sperma, motilitas, viabilitas dan hormon testosteron
secara signifikan. Didapatkan peningkatan testosteron serum secara signifikan
pada kelompok yang diberi perlakuan dibandingkan dengan kelompok
4
kontrol. Selain itu, persentase viabilitas sperma dan motilitas pada kedua
kelompok yang diberi perlakuan meningkat secara signifikan (Mazaheri dkk,
2014). Peningkatan persentase sperma dan hormon testosteron secara
signifikan mengindikasikan bahwa ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia
galanga) berpengaruh terhadap sel-sel pada testis.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap efek
ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga) terhadap perubahan
histopatologi testis mencit jantan yang diinduksi monosodium glutamat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, disusunlah rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh pemberian Monosodium Glutamat terhadap
testis mencit (Mus Musculus L.) jantan?
2. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas
(Alpinia galanga) terhadap testis mencit (Mus Musculus L.) jantan?
3. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas
(Alpinia galanga) terhadap testis mencit (Mus Musculus L.) jantan yang
diinduksi monosodium glutamat?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh monosodium glutamat terhadap testis mencit (Mus
musculus L.) jantan.
5
2. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga)
terhadap testis mencit (Mus musculus L.) jantan.
3. Mengetahui pengaruh ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga)
terhadap testis mencit (Mus musculus L.) yang diinduksi monosodium
glutamat.
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian kali ini adalah:
1. Bagi peneliti:
Mendapatkan informasi dan wawasan tentang pengaruh ekstrak etanol
rimpang lengkuas (Alpinia galanga) terhadap gambaran histopatologi
testis mencit jantan yang diinduksi monosodium glutamat.
2. Bagi masyarakat:
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pengaruh monosodium
glutamat terhadap testis dan manfaat ekstrak etanol rimpang lengkuas
(Alpinia galanga).
3. Bagi ilmu kedokteran:
Dapat mendukung teori-teori kedokteran yang berhubungan dengan
pengaruh monosodium glutamat serta ekstrak etanol rimpang lengkuas
(Alpinia galanga) terhadap kesehatan tubuh manusia serta dapat dijadikan
referensi untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Testis
2.1.1 Anatomi
Kedua testis terletak di dalam skrotum. Masing-masing testis dikelilingi
oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen, yaitu tunika albuginea, setelah
itu dilapisi oleh lamina viseralis tunika vaginalis kecuali pada tempat
perlekatan epididimis dan funikulus spermatikus. Tunika vaginalis
adalah sebuah kantong peritoneal yang membungkus testis dan berasal
dari processus vaginalis embrional. Cairan dalam rongga tunika
vaginalis memisahkan lamina viseralis terhadap lamina parietalis dan
memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam skrotum (Moore &
Dalley, 2006). Dari permukaan dalam tunica albuginea, terbentang
banyak septa fibrosa yang membagi bagian dalam organ testis menjadi
lobulus-lobulus. Di dalam setiap lobulus terdapat satu sampai tiga
tubulus seminiferus yang berkelok-kelok. Tubulus seminiferus
bermuara ke dalam jalinan saluran yang dinamakan rete teslis. Di dalam
setiap lobulus di antara tubulus seminiferus terdapat jaringan ikat
lembut dan kelompok sel-sel bulat interstitial (sel-sel Leydig). Rete
7
testis dihubungkan oleh duktus efferentes yang kecil ke ujung atas
epididimis (Snell, 2012).
Testis diperdarahi oleh arteria testikularis yang berasal dari aorta pars
abdominalis pada kaudal arteria renalis. Vena-vena meninggalkan testis
dan berhubungan dengan plexus pampiriformis yang melepaskan vena
tetikularis dalam canalis inguinalis. Aliran limfe dari testis disalurkan
ke nodi lymphoide lumbalis dan nodi lymphoidei preaortici. Saraf
otonom testis berasal dari plexus testicularis sekeliling arteria
testicularis (Moore dan Dalley, 2006).
2.1.2 Fisiologi
Testis memiliki fungsi ganda yaitu menghasilkan sperma dan
mengeluarkan testosteron. Sekitar 80% dari massa testis terdiri dari
tubulus seminiferus yang berkelok-kelok dan menjadi tempat
berlangsungnya spermatogenesis. Sel-sel endoftrin yang menghasilkan
testosteron-sel Leydig atau sel interstisial terletak di jaringan ikat
(jaringan interstisial) antara tubulus-tubulus seminiferus. Karena itu,
bagian-bagian testis yang menghasilkan sperma dan mengeluarkan
testosteron secara struktural dan fungsional terpisah. Testosteron adalah
suatu hormon steroid yang berasal dari molekul prekursor kolesterol,
demikian juga hormon seks wanita, estrogen dan progesteron. Setelah
diproduksi, sebagian testosteron disekresikan ke dalam darah untuk
diangkut, terutama dalam bentuk terikat ke protein plasma, ke tempat
8
kerjanya. Sebagian dari testosteron yang baru dibentuk mengalir ke
lumen tubulus seminiferus, tempat hormon ini berperan penting dalam
produksi sperma. Sebagian besar, tetapi tidak semua, kerja testosteron
akhirnya berfungsi untuk menjamin penyaluran sperma kepada wanita.
Efek testosteron dapat dikelompokkan menjadi lima kategori: (1) efek
pada sistem reproduksi sebelum lahir; (2) efek pada jaringan spesifik
seks setelah lahir; (3) efek terkait reproduksi lainnya; (4) efek pada
karakteristik seks sekunder; dan (5) efek nonreproduksi (Sherwood,
2007).
2.1.3 Histologi
2.1.3.1 Tubulus Seminiferus
Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran
basalis yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut
jaringan peritubular yang mengandung serat-serat jaringan
ikat, sel-sel fibroblast dan sel otot polos yang disebut dengan
sel mioid. Diduga kontraksi sel mioid ini dapat mengubah
diameter tubulus seminiferus dan membantu pergerakan
spermatozoa. Setiap tubulus ini dilapisi oleh epitel berlapis
majemuk. Garis tengahnya lebih kurang 150-250 μm dan
panjangnya 30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis
mencapai 250 m.
9
Tubulus seminiferus terdiri sel spermatogenik dan sel Sertoli
yang mengatur dan menyokong nutrisi spermatozoa yang
berkembang, hal ini tidak dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel
spermatogenik membentuk sebagian terbesar dari lapisan epitel
dan melalui proliferasi yang kompleks akan menghasilkan
spermatozoa. Diameter tubulus seminiferus adalah jarak antar
dua titik yang bersebrangan pada garis tenganya, titik tersebut
berada pada membrana basalis tubulus seminiferus (Junqueira,
2007).
Gambar 1. Tubulus Seminiferus (Junqueira, 2007).
2.1.3.2 Sel Germinal
Spermatogonium adalah sel spermatid yang terletak di
samping lamina basalis. Sel spermatogonium relatif kecil,
bergaris tengah sekitar 12 μm dan intinya mengandung
kromatin pucat. Pada keadaan kematangan kelamin, sel ini
mengalami sederetan mitosis lalu terbentuklah sel induk atau
10
spermatogonium tipe A, dan mereka berdiferensiasi selama
siklus mitotik yang progresif menjadi spermatogonium tipe B.
Spermatogonium tipe A adalah sel induk untuk garis keturunan
spermatogenik, sementara spermatogonium tipe B merupakan
sel progenitor yang berdiferensiasi menjadi spermatosit primer.
Spermatosit primer adalah sel terbesar dalam garis turunan
spermatogenik ini dan ditandai adanya kromosom dalam tahap
proses penggelungan yang berbeda di dalam intinya.
Spermatosit primer memiliki 46 (44+XY) kromosom dan 4N
DNA (Junqueira, 2007).
Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena
merupakan sel berumur pendek yang berada dalam fase
interfase yang sangat singkat dan dengan cepat memasuki
pembelahan kedua. Spermatosit sekunder memilki 23
kromosom (22+X atau 22+Y) dengan pengurangan DNA per
sel (dari 4N menjadi 2N). Pembelahan spermatosit sekunder
menghasilkan spermatid. Spermatid memiliki ukuran yang
kecil garis tengahnya 7-8 μm, inti dengan daerah-daerah
kromatin padat dan lokasi jukstaluminal di dalam tubulus
seminiferus. Spermatid mengandung 23 kromosom. Karena
tidak ada fase S (sintesis DNA) yang terjadi antara pembelahan
meiosis pertama dan kedua dari spermatosit, maka jumlah
11
DNA per sel dikurangi setengahnya selama pembelahan kedua
ini menghasilkan sel-sel haploid (1N) (Junqueira, 2007).
2.1.3.3 Sel Sertoli
Sel Sertoli adalah sel piramid memanjang yang berdekatan
dengan sel-sel dari garis keturunan spermatogenik. Dasar sel
Sertoli melekat pada lamina basalis, sedangkan ujung apeksnya
sering meluas ke dalam lumen tubulus seminiferus. Dengan
mikroskop cahaya, bentuk sel Sertoli tidak jelas terlihat karena
banyaknya juluran lateral yang mengelilingi sel
spermatogenik. Kajian dengan mikroskop elektron
mengungkapkan bahwa sel ini mengandung banyak retikulum
endoplasma licin, sedikit retikulum endoplasma kasar, sebuah
kompleks Golgi yang berkembang baik, dan banyak
mitokondria dan lisosom. Inti yang memanjang yang sering
berbentuk segitiga, memiliki banyak lipatan dan sebuah anak
inti yang mencolok, memiliki sedikit heterokromatin. Fungsi
utama sel Sertoli adalah untuk menunjang, melindungi dan
mengatur nutrisi spermatozoa. Selain itu, sel Sertoli juga
berfungsi untuk fagositosis kelebihan sitoplasma selama
spermatogenesis, sekresi sebuah protein pengikat androgen dan
inhibin, dan produksi hormon anti-Mullerian (Junqueira,
2007).
12
2.1.3.4 Sel Leydig
Sel insterstisial Leydig merupakan sel yang memberikan
gambaran mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig
letaknya berkelompok memadat pada daerah segitiga yang
terbentuk oleh susunan-susunan tubulus seminiferus. Sel-sel
tersebut besar dengan sitoplasma sering bervakuol pada sajian
mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung butir-butir
kromatin kasar dan anak inti yang jelas. Umumnya pula
dijumpai sel yang memiliki dua inti. Sitoplasma sel kaya
dengan benda-benda inklusi seperti titik lipid, dan pada
manusia juga mengandung kristaloid berbentuk batang. Celah
di antara tubulus seminiferus dalam testis diisi kumpulan
jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe (Junqueira,
2007). Sel leydig dan sel sertoli tersaji pada gambar 2.
Gambar 2. Sel Leydig dan Sel Sertoli (Slomianka, 2009).
13
2.2. Mencit (Mus Musculus L.)
2.2.1 Klasifikasi
Menurut Priyambodo (2003) klasifikasi mencit sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Bangsa : Muridae
Marga : Mus
Jenis : Mus musculus L.
Gambar 3. Mencit (Mus musculus L.) (Priambodo, 2003).
2.2.2 Biologi Mencit
Mencit temasuk hewan mamalia yang masuk dalam kelas Mamalia.
Mencit merupakan salah satu golongan hewan mamalia pengerat,
bersifat omivorus dan nokturnal. Ciri umum mencit memiliki warna
kulit rambut tubuh putih atau keabu-abuan dengan perut sedikit pucat,
mata berwarna merah atau hitam (Murwanti dkk, 2004).
14
Mencit memiliki bentuk tubuh kecil, berwarna putih, serta memiliki
siklus estrus yang pendek dan teratur antara 4 – 5 hari. Tempat untuk
pemeliharaan mencit harus dijauhkan dari kebisingan, serta menjaga
kebersihannya, dengan suhu ruangan 18 – 19oC dan kelembaban udara
antara 30 – 70%. Pada mencit jantan memiliki berat badan sekitar 18-
35 g dan dewasa dengan umur 35-60 hari. Biasanya mencit dapat hidup
selama 1-2 tahun, dengan masa reproduksi 1,5tahun (Akbar, 2010).
2.2.3 Sistem Reproduksi Mencit Jantan
Organ reproduksi mencit jantan terdiri atas organ reproduksi primer,
kelompok kelenjar kelamin pelengkap, dan organ kopulatoris. Organ
reproduksi primer mencit jantan disebut gonad atau testis yaitu suatu
kelenjar benih yang merupakan bagian alat reproduksi utama pada
hewan jantan. Kelenjar kelamin pelengkap terdiri kelenjar vesikularis,
kelenjar prostat, dan kelenjar cowper, serta terdiri dari saluran-saluran
reproduksi yang terdiri dari epididimis, dan vas deferens.
Organ kopulatoris mencit jantan yaitu penis yang merupakan alat
kelamin luar, berfungsi untuk menyalurkan sperma pada organ
reproduksi betina (Syaifuddin, 2006).
2.2.4 Histologi Testis Mencit
Organ reproduksi jantan yaitu testis, tubulus seminiferus, dan
epididimis. Testis merupakan organ utama pada jantan, biasanya
berpasangan dan fungsi utama adalah menghasilkan sperma dan
15
hormon reproduksi jantan utamanya androgen. Tubulus seminiferus
terdiri atas jaringan ikat fibrosa, lamina basalis, dan epitel
germinitivum. Epitel germinal terdiri dari 4-8 lapisan sel yang
menempati ruang antara membran basalis dan lumen tubulus.
Epididimis dibatasi oleh jaringan ikat pada bagian luar, lapisan otot
polos ditengah, dan epitel berlapis banyak palsu bersilis di bagian
dalam. Pada mencit, testis hanya terdiri dari satu ruangan saja. Di dalam
testis terdapat saluran-saluran halus yang melilit disebut tubulus
seminiferus, tempat berlangsungnya spermatogenesis (Adnan, 2010).
Histologi testis mencit tersaji pada gambar 4.
Gambar 4. Histologi testis mencit (Marieb & Hoehn, 2007).
Sel Sertoli yang berfungsi untuk memelihara, memberi nutrisi, serta
melindungi sel spermatogenik dari perubahan PH. Sel sertoli terletak
diantara sel spermatogonia, tegak pada lamina basalis, dan puncaknya
mencapai lumen (Junqueira, 2007).
16
Sel-sel sertoli ini juga mensekresikan cairan ke dalam tubulus
seminiferus yang digunakan sebagai transport sperma, dan juga
mensekresikan protein pengikat androgen oleh sel-sel sertoli di bawah
pengawasan FSH dan testosteron dalam tubulus seminiferus yang akan
digunakan dalam proses spermatogenesis (Adnan dkk, 2010).
2.3 Lengkuas (Alpinia galanga)
2.3.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Alpinia Roxb.
Spesies : Alpinia galanga (L.) Sw. (USDA, 2014).
2.3.2 Morfologi
Lengkuas ini merupakan tumbuhan tegak yang tinggi dan berumur
panjang (berumur tahunan) dengan tinggi sekitar 1-2 meter, bahkan
dapat mencapai 3,5 meter. Lengkuas terdiri atas batang, daun, pelepah,
dan rimpang. Batangnya tegak, tersusun oleh pelepah-pelepah daun
yang bersatu membentuk batang semu berwarna hijau agak keputih-
putihan. Permukaan atasnya berwarna hijau mengkilat dan bawahnya
17
hijau pucat. Daun lengkuas berbentuk bulat panjang dengan ujung
meruncing dengan pangkal tumpul serta tepi daun rata dan bertangkai
pendek serta tersusun berseling. Pertulangan daun lengkuas ini
menyirip dengan panjang daun sekitar 20-60 cm dan lebar daun 4-15
cm. Pelepah daun sekitar 15-30 cm, beralur dan berwarna hijau
(Udjiana, 2008). Rimpang lengkuas berukuran besar dan tebal,
berdaging, berbentuk silindris, diameter sekitar 2–4 cm, dan bercabang-
cabang. Rimpang lengkuas merupakan salah satu bahan obat herbal
yang telah banyak digunakan oleh masyarakat (Winarti, 2015).
Gambar 5. Lengkuas (Alpinia galanga) (Mooduto, 2014).
2.3.3 Kandungan Lengkuas
Lengkuas (Alpinia galanga) telah dilaporkan memiliki beberapa bahan
aktif obat yang memiliki potensi antitumor, antioksidan, antijamur,
antibakteri, pelindung sistem pencernaan, hipoglikemik, hipolipidemik,
zat anti-inflamasi (Singh dkk., 2012). Ekstrak etanol rimpang lengkuas
(Alpinia galanga) menunjukkan aktivitas pembersihan radikal bebas
yang baik (Mahae dkk, 2009). Ekstrak etanol rimpang lengkuas
menunjukkan kemampuan membersihkan radikal 2,2-diphenyl-1-
18
picrylhydrazyl (DPPH) tertinggi serta nilai oxygen radical absorbance
capacity (ORAC) tertinggi dibandingkan dengan ekstrak air dan
minyak esensial. Rimpang lengkuas (Alpinia galanga) mengandung
flavonoid, beberapa di antaranya adalah kaemperol, kaempferida,
galangin, dan quercetin (Jain, 2012). Galangin dan kaempferida
memiliki efek proteksi pada DNA dari kerusakan (Divakaran dkk,
2013). Rimpang lengkuas (Alpinia galanga) juga mengandung ACA
(acetoxy chavicol acetate) yang memiliki aktivitas antioksidan.
Penelitian mengenai ACA pada lengkuas dikombinasi dengan
auraptene, nobiletin dan zerumbone serta meneliti mekanisme
molekuler yang mendasari memberikan informasi bahwa phytochemical
dapat sebagai kemopreventif dengan penghambatan inflamasi yang
berhubungan dengan penghambatan karsinogenesis dan dengan
kombinasi beberapa phytochemical akan memberikan hasil yang baik,
karena masing-masing phytochemical mempunyai cara kerja yang
berbeda (Morikawa dkk, 2005). Ekstrak tanol, air dan volatil oil dari
lengkuas (Alpinia galanga) digabung dengan Boesenbergia pandurata,
Curcuma longa, Kaemferia galanga dan Zingiber afficinale mempunyai
efek menghilangkan radikal bebas (Zaeoung dkk, 2005).
2.3.4 Pengaruh Ekstrak Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga) terhadap
Testis
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anas dkk (2015) membuktikan
bahwa pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas yang telah
difraksinasi mampu meningkatkan spermatogenesis dan juga
19
meningkatkan kualitas spermatozoa. Hal ini berkaitan dengan senyawa
ACA dan senyawa golongan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak
rimpang lengkuas. Senyawa ACA dan senyawa golongan flavonoid
mampu mempengaruhi spermatogenesis dan kualitas spermatozoa
karena aktivitasnya sebagai antioksidan. Secara umum, antioksidan
mampu mencegah aktivitas berlebih dari reactive oxygen species (ROS)
yang dihasilkan melalui stres oksidasi. Aktivitas oksidasi ROS yang
dihambat oleh antioksidan memberikan kesempatan sel-sel germinal
utuh dapat berkembang menjadi sel-sel spermatosit, spermatid dan pada
akhirnya menjadi spermatozoa matang yang memenuhi tubulus
seminiferus (Maneesh & Jayalekshmi, 2006).
2.4 Monosodium Glutamat
2.4.1 Deskripsi
Monosodium glutamat (MSG) yang juga disebut umami, ditemukan
pertama kali oleh Profesor Kikunae Ikeda seorang ahli kimia Jepang
pada tahun 1909, ia mengisolasi asam glutamat dari rumput laut yang
biasa digunakan dalam masakan Jepang, kemudian dia menemukan rasa
lezat dan gurih dari MSG yang berbeda dengan rasa yang pernah
dikenalnya, oleh karena itu, dia menyebut rasa itu dengan sebutan
‘umami’ yang berasal dari bahasa Jepang ’umai’ yang berarti enak dan
lezat (Wakidi, 2012). Ia mengidentifikasi umami sebagai rasa dasar
kelima setelah manis, asam, asin, dan pahit di lidah. Umami
20
digambarkan sebagai rasa gurih, atau daging, atau sebagai rasa kaldu
(Rangan dkk, 2009).
MSG bersifat sangat larut dalam air, namun MSG tidak bersifat
higroskopis sehingga sulit untuk larut di bahan pelarut organik umum
(Geha dkk, 2000). MSG bila larut dalam air ataupun saliva akan
berisosiasi menjadi garam bebas dan menjadi bentuk anion dari
glutamat. Glutamat akan membuka channel Ca2+ pada neuron yang
terdapat taste bud sehingga memungkinkan Ca2+ bergerak ke dalam sel
dan menimbulkan depolarisasi reseptor dan potensial aksi yang sampai
ke otak lalu diterjemahkan sebagai rasa lezat (Siregar, 2009). Glutamat
yang terdapat dalam MSG merupakan suatu asam amino yang banyak
dijumpai pada makanan, kandungan glutamat 20% dari total asam
amino pada beberapa makanan baik bebas maupun terikat pada peptida
ataupun protein (Garattini, 2000).
2.4.2 Toksisitas
MSG dikategorikan sebagai bahan yang aman untuk dikonsumsi (FDA,
2011). Toksisitas akut glutamat sangat rendah dalam keadaan normal,
dosis oral yang mematikan pada 50% tikus percobaan adalah 15.000-
18.000 mg/KgBB. Ada dua isu yang berkaitan dengan asupan tinggi
MSG, yaitu neurotoksisitas potensial pada bayi dan peran MSG dalam
"Chinese Restaurant Syndrome" setelah mengkonsumsi makanan Cina
(Walker & Lupien, 2000).
21
Sehubungan dengan neurotoksisitas, sebuah percobaan pada mencit
baru lahir melalui subkutan dapat menyebabkan nekrosis otak termasuk
hipotalamus yang ketika dewasa dapat terjadi hambatan perkembangan
tulang rangka, obesitas bahkan sterilitas pada betina (Olney, 1969).
Selain itu, sebuah penelitian terhadap tikus Sprague dawley yang
mengalami lesi nucleus arkuatus setelah penyuntikan MSG 4 mg/gr
berat badan secara subkutan pada hari 1, 3, 5, 7 dan 9 setelah 10
minggu memperlihatkan adanya plak aterosklerotik pada permukaan
lumen dinding aorta, degenerasi endothelium, inti endothelium
mengalami edema, adanya vesikel berbagai ukuran pada lapisan
subendotelium dan otot polos mengalami migrasi dari tunika media ke
tunika intima melalui interna elastika yang robek, juga disertai
peningkatan kadar kolesterol total, low density lipoprotein (LDL), kadar
nitric okside berkurang sedangkan kadar high density lipoprotein
(HDL) tidak berubah. Konsumsi MSG dosis tinggi memiliki beberapa
efek merusak pada otak tikus wistar. Dapat mempengaruhi fungsi otak,
menyebabkan tremor, tidak stabil, gerakan yang tidak terkoordinasi,
dan ataksia (Eweka, 2011).
Terdapat laporan timbulnya gejala yang tidak nyaman pada manusia
antara lain kaku pada bagian belakang leher yang berangsur menjalar
pada kedua lengan dan punggung, lemah, jantung berdebar, sakit
kepala, rasa terbakar, tekanan pada wajah dan nyeri dada. Kumpulan
gejala tersebut dikenal dengan sebutan chinesse restaurant syndrome
22
yang umumnya timbul setelah mengkonsumsi makanan china yang
banyak mengandung MSG (FDA, 2011).
2.4.3 Pengaruh Monosodium Glutamat terhadap Testis
Terdapat tiga mekanisme MSG memberikan efek negatif pada testis,
yaitu gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-testis, gangguan
langsung pada testis, dan melalui transporter glutamat (Alalwani, 2013).
MSG di dalam tubuh akan mengalami penguraian menjadi bentuk
asalnya, yaitu asam glutamat. Konsumsi MSG yang berlebih akan
meningkatkan glutamat dalam tubuh meningkat. Jumlah asam glutamat
yang berlebih menyebabkan asam glutamat tidak dapat digunakan
dalam proses sintesis protein, melainkan akan menjadi radikal bebas di
dalam tubuh. Radikal bebas akan mencari pasangan elektron dari
molekul-molekul tubuh manusia; seperti pada karbohidrat, protein,
maupun lemak; sehingga akan merusak organela-organela dalam sel
manusia; proses ini disebut sebagai stres oksidatif. Stres oksidatif pada
otak menyebabkan degenerasi sel-sel otak (terlebih lagi pada beberapa
bagian otak yang memiliki banyak reseptor asam glutamat dan tidak
memiliki sawar darah otak, misalnya hipotalamus). Degenerasi sel-sel
otak akan menyebabkan kerusakan pada hipotalamus (MSG
menyebabkan kerusakan yang signifikan pada neuron nukleus arkuata)
sehingga kadar adalah Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)
menurun. Penurunan GnRH mengakibatkan penurunan kadar FSH dan
23
LH. FSH berfungsi merangsang spermatogenesis dan merangsang sel
Sertoli untuk memproduksi androgen binding protein (ABP), sementara
LH berfungsi merangsang sel Leydig untuk menghasilkan testosteron.
Terganggunya produksi FSH dan LH tentunya akan mempengaruhi
aktivitas sel Sertoli dan sel Leydig, semua hal ini akan berujung pada
gangguan spermatogenesis yang dapat dilihat pada gambaran
histopatologis testis (Alalwani, 2013).
Mekanisme kedua terjadi ketika jumlah asam glutamat yang berlebih
akan menyebabkan stres oksidatif pada sel-sel dalam testis sehingga
akan menyebabkan kerusakan secara langsung pada sel-sel di dalam
testis (Budiman, 2015).
Transporter dan reseptor glutamat dapat ditemukan dalam berbagai
jaringan: hipotalamus, limpa, timus, hati, ginjal, sistem endokrin,
ovarium, dan juga testis (Alalwani, 2013). Ketika sel terpajan glutamat
dalam jumlah banyak, sel akan mati. Glutamat memiliki kemampuan
untuk membuka kanal kalsium sel sehingga kalsium dapat masuk ke
dalam sel. Selain itu, glutamat juga menghambat magnesium untuk
menghalangi terbukanya kanal kalsium, hal ini merupakan reaksi yang
normal. Namun ketika jumlah glutamat berlebihan akan menyebabkan
macetnya kanal kalsium di beberapa sel, hal ini mengarah pada
kerusakan sel-sel tersebut (Haroun, 2009).
24
2.5 Kerangka Teori
Gambar 6. Kerangka Teori
Ekstrak etanol rimpang
lengkuas (Alpinia galanga)
Monosodium
Glutamat
Antioksidan
Hipotalamus
Penurunan sekresi
FSH dan LH
Penurunan sekresi
testosteron
Radikal bebas
Stres oksidatif
Gangguan spermatogenesis
Kelainan gambaran
histopatologi testis
Testis
25
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 7. Kerangka Konsep
K(+)
Tidak diberi perlakuan
K(-)
MSG 4 mg/grBB
P3
MSG 4 mg/grBB
Ekstrak etanol rimpang lengkuas
56 mg/20 grBB
P2
MSG 4 mg/grBB
Ekstrak etanol rimpang lengkuas
28 mg/20 grBB
P1
MSG 4 mg/grBB
Ekstrak etanol rimpang lengkuas
14 mg/20 grBB
Gambaran
Histopatologi testis
26
2.7 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh pemberian monosodium glutamat terhadap testis
mencit (Mus musculus L.) jantan.
2. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia
galanga) terhadap testis mencit (Mus musculus L.) jantan.
3. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia
galanga) terhadap testis mencit (Mus musculus L.) yang diinduksi
monosodium glutamat.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian metode eksperimental dengan rancangan acak
lengkap (RAL) dan desain penelitian Post Test Only Control Group. Desain
ini melibatkan kelompok subjek yang diberi perlakuan eksperimental
(kelompok eksperimen). Dari desain dilakukan percobaan terhadap 5 (lima)
kelompok perlakuan terhadap hewan percobaan mencit putih jantan (Mus
musculus L.) strain DDY (Deutschland, Denken and Yoken) dewasa.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan pada bulan Oktober sampai
dengan Desember 2017 di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Pembedahan organ dan pembuatan preparat histologi testis mencit (Mus
musculus L) dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Sementara pembuatan ekstrak etanol
rimpang lengkuas (Alpinia galanga) dilakukan di Laboratorium Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
28
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mencit putih jantan (Mus musculus L.)
strain DDY dewasa umur 2,5-3 bulan dengan berat 25-35 gram yang
dikembangbiakan di Palembang Tikus Center, Palembang.
Penentuan jumlah sampel ini berdasarkan rumus Federer untuk uji
eksperimental.
(t-1) (n-1) ≥ 15
Keterangan:
t = jumlah kelompok percobaan dan n adalah jumlah pengulangan atau
jumlah sampel pada setiap kelompok (Arkeman & David, 2006).
Penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan. Jadi, perhitungan
sampelnya menjadi:
(5-1) (n-1) ≥ 15
4 (n-1) ≥ 15
n-1 ≥ 15/4
n-1 ≥ 3,75
n ≥ 4,75
29
Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan sampel 5 ekor
mencit putih jantan untuk setiap perlakuan. Untuk menghindari drop out
ditambahkan mencit dengan rumus sebagai berikut:
N = n
1 − 𝑓
Keterangan:
N = Besar sampel koreksi
n = jumlah sampel berdasarkan estimasi
f = Perkiraan proporsi drop out sebesar 10% (Sastroasmoro & Ismael, 2010).
N = 5
1 − 𝑓
N = 5
1 − 10%
N = 5
0,9
N = 5,55
N = 6
Berdasarkan perhitungan sampel di atas, akan diberikan penambahan 1 ekor
tikus perkelompok untuk menghindari drop out. Sehingga jumlah sampel
30
yang digunakan adalah sebanyak 30 ekor mencit putih jantan (Mus musculus
L.) strain DDY. Sampel ini akan dipilih menggunakan metode random
stratified.
Sampel yang dipilih ialah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Adapun kriterianya ialah sebagai berikut:
Kriteria Inklusi
a. Mencit putih (Mus musculus L.) strain DDY
b. Jenis kelamin jantan
c. Usia 2,5-3 bulan
d. Berat badan 25-35 gram
Kriteria Eksklusi
a. Kelainan anatomis
b. Tikus kurang sehat, penampakan rambut rontok, kurang aktif, keluar
eksudat dari hidung, ruam pada kulit
c. Penurunan berat badan lebih dari 10% pada saat masa adaptasi
d. Mati selama masa penelitian
3.4 Alat dan Bahan
3.4.1 Bahan Penelitian
a. Mencit (Mus Musculus L.) jantan sebanyak 30 ekor
b. Pelet sebagai makanan hewan percobaan
31
c. Air
d. Monosodium glutamat (MSG)
e. Lengkuas
3.4.2 Bahan Kimia
a. Kloroform
b. Formalin
c. Alkohol 70-100%
d. Zat warna Hematoksilin-Eosin (HE)
e. Paraffin
f. Xylol
g. Canada balsam
h. NaCl 0,9%
i. Aquades
j. Kloroform
3.4.3 Alat Penelitian
a. Kandang mencit
b. Sonde lambung
c. Spuit 1 cc
d. Tempat minum mencit
e. Minor set
f. Mikroskop
g. Pipet tetes
h. Erlenmeyer
i. Mikrotom
32
j. Rotary evaporator
k. Soxhlet
3.5 Identifikasi variabel dan definisi operasional
3.5.1 Identifikasi variabel
3.5.1.1 Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan
gambaran histopatologi testis yang dinilai dengan
menggunakan kriteria Johnsen.
3.5.1.2 Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol
rimpang lengkuas dan MSG.
3.5.2 Definisi operasional variabel
Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian dan agar penelitian
tidak menjadi terlalu luas, maka dibuat definisi operasional sebagai
berikut:
1. Monosodium glutamat: penambah rasa makanan dengan L-
glutamic acid sebagai komponen asam amino. Adapun MSG yang
digunakan dalam penelitian ini adalah MSG yang ada di pasaran
yang telah dilarutkan dalam NaCl yang diberikan secara
intraperitoneal sebanyak 4 mg/grBB yang ditimbang
menggunakan neraca analitik.
33
2. Ekstrak etanol rimpang engkuas: penyaringan dari zat-zat aktif
yang terdapat dalam rimpang lengkuas menggunakan pelarut
etanol 70%. Ekstrak etanol rimpang lengkuas diberikan peroral
dengan beberapa macam dosis yang berbeda tiap kelompok
perlakuan. Dosis 14 mg/20 grBB diberikan pada kelompok
perlakuan 1. Dosis 28 mg/20 grBB diberikan pada kelompok
perlakuan 2. Dosis 56 mg/20 grBB pada kelompok perlakuan 3.
3. Gambaran Histopatologi testis: gambaran histopatologi testis mencit
(Mus Musculus L.) jantan dinilai setelah diinduksi monosodium
glutamat dan diberi ekstrak etanol rimpang lengkuas. Penilaian
gambaran histopatologi testis dilakukan menggunakan mikroskop
dengan pembesaran 400x dalam 5 lapang pandang dan
menggolongkannya dalam kriteria Johnsen (Dohle dkk, 2012).
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Adaptasi hewan percobaan
Mencit yang telah diambil dari populasi di Palembang Tikus Center
kemudian dimasukan ke kandang yang telah dipersiapkan di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Sebelum diadaptasi, mencit
ditimbang terlebih dahulu, kemudian mencit diadaptasikan pada
lingkungan barunya selama 1 minggu. Pemberian makan dan minum
dilakukan secara ad libitum (tidak terbatas). Mencit yang telah
diadaptasi selama 1 minggu ditimbang kembali berat tubuhnya.
34
3.6.2 Persiapan hewan percobaan
Tikus yang telah diadaptasi selama 1 minggu ditimbang berat tubuhnya
lalu diamati kesehatannya secara fisik (gerakan, pola makan dan
minumnya) sebelum diberi perlakuan.
3.6.3 Penentuan dosis MSG
Preparat yang digunakan berupa Monosodium Glutamat murni dalam
bentuk serbuk kristal dengan dosis toksik 4 mg/g berat badan. Mencit
yang digunakan dalam penelitian memiliki berat badan yang berkisar
antara 25-35 gram sehingga rata-rata berat badan mencit yang dipakai
adalah 30 gram.
MSG = dosis x berat badan mencit
= 4 mg/gr BB x 30 gr
= 120 mg
Didapati berat MSG yang digunakan sejumlah 120 mg. Kemudian
MSG ditimbang dengan menggunakan neraca analitik sampai berat
MSG 120 mg. Setelah ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam gelas
ukur lalu ditambahkan dengan 0,5 ml larutan NaCl 0,9%. Setelah itu
diaduk dengan spatula sampai kristal MSG larut (Anindita, 2012).
35
3.6.4 Pembuatan ekstrak etanol rimpang lengkuas
Pembuatan ekstrak diawali dengan pemotongan dan pengeringan
rimpang lengkuas dengan oven suhu 50°C, selanjutnya dihaluskan
menjadi serbuk. Proses selanjutnya adalah maserasi, yaitu menimbang
serbuk lengkuas kemudian ditambahkan pelarut etanol 70% dengan
perbandingan bahan dan pelarut 1 : 7. Proses maserasi dibantu dengan
pengadukan. Jika larutan sudah jenuh maka dilakukan remaserasi
dengan perbandingan 1 : 4. Setelah proses pengadukan selesai lalu
diamkan dan rendam selama lima malam, kemudian dilakukan
penyaringan. Filtrat yang dihasilkan diuapkan pelarutnya menggunakan
evaporator dengan pengurangan tekanan sampai dihasilkan ekstrak
kental.
3.6.5 Penentuan dosis ekstrak etanol rimpang lengkuas
Jumlah bahan uji yang diberikan ke tubuh mencit disesuaikan dengan
dosis dan berat badan mencit. Sebuah percobaan pada tikus putih
menggunakan dosis ekstrak etanol rimpang lengkuas 100 mg/200 g
menunjukkan efek antioksidan yang baik (Wibowo, 2013). Maka
dilakukan konversi dosis tikus ke dosis mencit:
Dosis ekstrak etanol rimpang lengkuas adalah 100 mg/200 gr tikus
(Wibowo, 2013). Nilai konversi dari tikus 200 gr untuk mencit 20 gr
adalah 0.14 (Suhardjono, 1995).
36
Dosis tikus 200 gr = 200 gr/200 gr x 100 mg = 100 mg
Dosis mencit 20 gr = 100 mg x 0.14 = 14 mg
Dosis untuk 20 g mencit adalah 14 mg. Dalam penelitiaan ini,
kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak diberikan ekstrak
etanol rimpang lengkuas. Jadi, dosis yang digunakan untuk tiap mencit
pada kelompok perlakuan 1 adalah sebanyak 14 mg/20 gr, pada
kelompok perlakuan 2 adalah 28 mg/20 gr, dan pada kelompok
perlakuan 3 adalah 56 mg/20 gr.
3.6.6 Prosedur pemberian perlakuan
Setiap kelompok mempunyai perlakuan yang berbeda, yaitu:
1. Kontrol (+): tidak diberi perlakuan.
2. Kontrol (-): hanya diberi MSG 4 mg/gr berat badan yang dilarutkan
dalam 0,5 ml NaCl 0,9% secara intraperitoneal selama 14 hari
perlakuan.
3. Perlakuan 1: diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam
0,5 ml NaCl 0.9% secara intraperitoneal setiap hari selama 14 hari +
ekstrak etanol rimpang lengkuas 14 mg/20 gr berat badan secara oral
setiap hari selama 7 hari perlakuan.
4. Perlakuan 2: diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam
0,5 ml NaCl 0.9% secara intraperitoneal setiap hari selama 14 hari +
37
ekstrak etanol rimpang lengkuas 28 mg/20 gr berat badan secara oral
setiap hari selama 7 hari perlakuan.
5. Perlakuan 3: diberi MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam
0,5 ml NaCl 0.9% secara intraperitoneal setiap hari selama 14 hari +
ekstrak etanol rimpang lengkuas 56 mg/20 gr berat badan secara oral
setiap hari selama 7 hari perlakuan.
3.6.7 Proses Pembedahan, Pengambilan, Penimbangan, dan Pengamatan
3.6.7.1 Proses Pembedahan
Setelah 21 hari perlakuan, masing-masing hewan coba
dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya
dibedah. Mempersiapkan alatalat bedah (bak paraffin, gunting,
pinset, jarum) yang akan digunakan.
3.6.7.2 Proses Pengambilan dan Penimbangan Testis
Setelah pembedahan selesai, pengambilan bagian testis dengan
menggunakan gunting. Kemudian meletakkan testis mencit
pada kertas aluminium foil agar dapat dengan mudah
memisahkan testis dengan lemak. Selanjutnya penimbangan
dilakukan untuk megetahui berat testis, dengan cara
menimbang berat testis bagian kiri dan kanan mencit dengan
timbangan analitik yang memiliki akurasi 0,01 g. Selanjutnya,
38
berat kedua testis dirata-ratakan dan menjadi rata-rata testis
masing-masing mencit.
3.6.7.3 Pembuatan Sediaan Mikroskopis
Pembuatan sediaan miskropkopis dilakukan dengan metode
parafin dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE).
Hematoksilin memiliki sifat memulas jaringan basofilik,
sedangkan eosin memulas jaringan bersifat asidofilik.
Pewarnaan HE adalah pewarnaan yang paling sering dilakukan
(Aziztama, 2012).
Sampel testis akan difiksasi dengan formalin 10% lalu dikirim
ke laboratorium Patologi Anatomi FK Unila untuk membuat
sediaan mikroskopis jaringan testis.
Teknik pembuatan histopatologi menurut bagian Patolofi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Mahesya,
2014):
a. Fixation
Spesimen berupa potongan testis yang telah dipotong secara
representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin
10% selama 3 jam. Setelah itu, dicuci di bawah air mengalir
sebanyak 3-5 kali.
39
b. Trimming
Organ dikecilkan hingga ukuran 3 mm. Potongan organ
testis tersebut lalu dimasukkan ke dalam tissue cassette.
c. Dehidrasi
Keringkan tissue cassette dengan diletakkan pada tisu
pengering dehidrasi dengan:
- Alkohol 70% selama 30 menit
- Alkohol 96% selama 30 menit
- Alkohol 96% selama 30 menit
- Alkohol 96% selama 30 menit
- Alkohol absolut selama 1 jam
- Alkohol absolut selama 1 jam
- Alkohol absolut selama 1 jam
- Alkohol xylol 1:1 selama 30 menit
d. Clearing
Sisa alkohol dibersihkan dengan xylol I dan xylol II
masing-masing selama 1 jam.
e. Impregnasi
Menggunakan parafin selama 1 jam, di dalam oven dengan
suhu 65°C.
f. Embedding
Sisa parafin yang ada di pan dibersihkan dengan dipanaskan
di atas api dan diusap dengan kapas. Parafin cair disiapkan
dengan memasukkan parafin ke dalam cangkir logam dan
40
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu di atas 58°C.
Parafin cair dituangkan ke dalam pan. Kemudian,
pindahkan satu per satu dari tissue cassette ke dasar pan
dengan mengatur jarak yang satu dengan yang lain. Setelah
itu, pan dimasukkan ke dalam air. Parafin yang berisi
potongan jaringan testis dilepaskan dari pan dengan
dimasukkan ke dalam suku 4-6°C selama beberapa saat.
Parafin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada
dengan menggunakan skalpel. Letakkan pada balok kayu,
ratakan pinggirannya, dan dibuat ujungnya sedikit
meruncing. Blok parafin, siap dipotong dengan mikrotom.
g. Cutting
Dilakukan setelah pemotongan halus dengan ketebalan 4-5
mikron menggunakan mikrotom dengan disposable knife.
h. Staining (pewarnaan) dengan Hematoksilin-Eosin
Lakukan deparafinisasi dalam larutan xylol I selama 5
menit dan xylol II selama 5 menit.
Dehidrasi dalam ethanol absolut selama 1 jam, alkohol 96%
selama 2 menit, alkohol 70% selama 2 menit, dan air
selama 10 menit.
Pulaskan inti dengan Hematoksilin selama 15 menit dan
bilas dengan air mengalir. Warnai dengan Eosin selama
maksimal1 menit. Dehidrasi dengan alkohol 70% selama 2
menit, alkohol 96% selama 2 menit, dan alkohol absolut
41
selama 2 menit. Penjernihan dengan xylol I selama 2 menit
dan xylol II selama 2 menit.
i. Mounting dengan entelan dan tutup dengan deck glass
Slide ditempatkan di atas kertas tisu pada kertas datar dan
tetesi dengan bahan mounting, yaitu entelan. Tutup dengan
deck glass dan cegah terbentuknya gelembung udara.
j. Slide dibaca dengan mikroskop
3.6.6.4 Pemeriksaan Histologi
Penilaian struktur histopatologi testis dilakukan terhadap
preparat awetan yang diwarnai dengan Haematoxilin-Eosin
dan dinilai secara semikuantitatif menggunakan skor
Johnsen dengan melihat 5 lapang pandang pada mikroskop
dengan perbesaran 400x.
Tabel 1. Kriteria Johnsen score
Skor Penilaian
10 Spermatogenesis lengkap dan tubulus tampak normal
9 Tampak banyak spermatozoa namun spermatogenesis tidak
teratur
8 Hanya sedikit spermatozoa yang tampak
7 Tidak tampak spermatozoa namun banyak spermatid yang tampak
6 Hanya sedikit spermatid yang tampak
5 Tidak tampak spermatozoa atau spermatid namun banyak
spermatosit
4 Tampak sedikit spermatosit
3 Hanya spermatogonia yang tampak
2 Tidak ada sel germinal yang tampak
1 Tidak ada sel germinal atau sel Sertoli yang tampak
(Johnsen, 1970)
42
3.7 Analisis Data
Setelah mendapatkan data dari penelitian, data tersebut dianalisis dengan
program SPSS versi 22.0 untuk menilai apakah distribusi datanya normal atau
tidak secara statistik. Pengujian bisa menggunakan uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov atau menggunakan uji Shapiro-Wilk. Karena sampel
yang digunakan dalam penelitian kurang dari 50, maka uji yang digunakan
adalah uji Shapiro-Wilk. Setelah menguji normalitas data, dilakukan uji untuk
mengetahui apakah dua atau lebih kelompok data memiliki varians yang sama
atau tidak dengan uji Levene. Jika didapatkan data yang berdistribusi normal
dan homogen maka dilanjutkan dengan uji parametrik one way ANOVA.
Namun bila tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji parametrik, pengujian
akan menggunakan uji non-parametrik, pengujian akan menggunakan uji
non-parametrik Kruskal-Wallis, hipotesis dapat dikatakan diterima ketika
nilai p<0,05.
43
3.8 Alur Penelitian
Gambar 8. Bagan alur penelitian
Persiapan penelitian
Alat & bahan yang
diperlukan
Kontrol (+) Kontrol (-) Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
Mencit diadaptasi selama 1 minggu
Tidak diberi
perlakuan
Pemberian secara IP
MSG 4
mg/grBB 14
hari
Pembedahan dan pembuatan preparat histologi
Pengamatan histopatologi testis dengan mikroskop
Interpretasi hasil pengamatan dan penyusunan
laporan
Selesai
Terminasi dengan pembiusan menggunakan kloroform
Pemberian
MSG dihentikan
pada hari ke-
15
Pemberian secara IP
MSG 4
mg/grBB 14
hari
Pemberian
MSG
dihentikan
pada hari ke-
15 dilanjutkan
dengan
pemberian ekstrak etanol
rimpang
lengkuas 14
mg/20 grBB
secara oral
selama 7 hari
Pemberian secara IP
MSG 4
mg/grBB 14
hari
Pemberian secara IP
MSG 4
mg/grBB 14
hari
Pemberian
MSG
dihentikan
pada hari ke-
15 dilanjutkan
dengan
pemberian
ekstrak etanol
rimpang
lengkuas 28
mg/20 grBB secara oral
selama 7 hari
Pemberian
MSG
dihentikan
pada hari ke-
15 dilanjutkan
dengan
pemberian
ekstrak etanol
rimpang
lengkuas 56
mg/20 grBB secara oral
selama 7 hari
44
3.9 Etika Penelitian
Penelitian ini telah melewati kaji etik yang dilakukan oleh Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan
nomor 461/UN26.8/DL/2017.
45
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Tidak terdapat pengaruh pemberian monosodium glutamat terhadap
testis mencit (Mus musculus L.) jantan.
2. Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas
(Alpinia galanga) terhadap testis mencit (Mus musculus L.) jantan.
3. Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas
(Alpinia galanga) terhadap gambar histopatologi testis mencit (Mus
musculus L.) yang diinduksi monosodium glutamat.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dengan dosis MSG lebih besar untuk
menggambarkan lebih baik pengaruh pemberian MSG terhadap
gambaran histopatologi testis mencit (Mus musculus L.) jantan.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan dosis ekstrak etanol rimpang
lengkuas (Alpinia galanga) lebih besar untuk menggambarkan lebih
46
baik pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap
gambaran histopatologi testis mencit (Mus musculus L.) jantan.
3. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan waktu yang lebih lama dari 21
hari sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap gambaran
histopatologi testis mencit.
47
DAFTAR PUSTAKA
Akbar B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi
Sebagai Bahan Anti Fertilitas. Jakarta: Adabia Press.
Aiache JM, Devissaguet P, Guyot-herman AM. 1993. Farmasetika 2. Edisi ke-2.
Surabaya: Airlangga University Press.
Alalwani A. 2013. Monosodium Glutamate Induced Testicular Lesions in Rats
(Histological Study). Middle East Fertility Society Journal. 19: 274-80.
Anas Y, Faozi I, Suharjono. 2015. Potensi Fraksi n-Heksan Ekstrak Etanol
Rimpang Lengkuas [Alpinia galanga (L.) Swartz.] dalam Meningkatkan Kualitas
Sperma dan Spermatogenesis. Semarang: Universitas Wahin Hasyim.
Anindita K. 2012. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Berat Testis, Jumlah
Sel Leydig, dan Diameter Tubulus Seminiferus Mencit Jantan Dewasa (Mus
Musculus L.) yang Diinduksi Monosodium Glutamat (MSG) [skripsi]. Lampung:
Universitas Lampung.
Arkeman H, David. 2006. Efek Vitamin C dan E terhadap Sel Goblet Saluran
Nafas pada Tikus akibat Pajanan Asap Rokok [skripsi]. Jakarta: Universitas
Trisakti.
Aziztama R. 2012. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Gambaran Histologi
Otak Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus L.) yang Diinduksi Monosodium
Glutamate (MSG) [skripsi]. Lampung: Universitas Lampung.
Budiman J. 2015. Pengaruh Madu terhadap Gambaran Mikroskopis Testis pada
Tikus Wistar yang Diinduksi Monosodium Glutamat [skripsi]. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Dohle GR, Elzanaty S, van Casteren NJ. 2012. Testicular biopsy: clinical practice
and interpretation. Asian J Andrology. 14(1): 88-93.
48
Eweka A, Om'iniabohs F. 2011. Histological studies of the effects of monosodium
glutamate on the liver of adult wistar rats. Journal of Gastroenterology. 1(1): 21-9.
FDA. 2011. FDA and monosodium glutamate (MSG). Diakses pada tanggal 15
Maret 2017. Tersedia di http://www.fda.gov/opacom/backgrounders/msg.html.
Ganiswarna S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Garattini S. 2000. Glutamic acid, twenty years later. Journal of Nutrition. 130:
901-9.
Geha RS, Beiser A, Ren C, Patterson R, Greengerger PA, Grammer LC. 2000.
Review of alleged reaction to monosodium glutamate and outcome of a
multicenter double-blind placebo-controlled study. Journal of Nutrition. 130(4):
1058-62.
Hadjizadeh MR, Tavakol AJ, Barati M. 2009. The inhibitory effects of ethanolic
extract Alpinia Galangal on colonic cancer cells (HT-29) and L929 Cells in Vitro.
Iranian Journal of Cancer Prevention. 3(69): 572–82.
Haroun SHA. 2009. Serrio biocamical efects of monosodium glutamate on wistar
albino rats [tesis]. Sudan: University of Khartoum.
Hu JH, Yang N, Ma YH, Jiang J, Zhang JF, Fei J, Guo LH. 2004. Identification of
Glutamate Transporters and Receptors in Mouse Testis. Acta Pharmacol. 25(3):
366-71.
Iamsaard S, Sukhorum W, Samrid R, Yimdee J, Kanla, Pipathong,
Chaisiwamongkol K, Hipkaeo W, Fongmoon D, Kondo H. 2014. The sensitivity
of male rat reproductive organs to monosodium glutamate. Khon Kaen: Khon
Kaen University. 43(1): 3-9.
Igwebuike UM, Ochiogu IS, Ihedinihu BC, Ikokide JE, Idika IK. 2011. The
effects of oral administration of monosodium glutamate (MSG) on the testicular
morphology and cauda epididymal sperm reserves of young and adult male rats.
Veterinarski Arhiv. 81: 525-34.
Iryani D. 2003. Kadar Testosteron Darah dan Gambaran Histologik Sel-Sel
Leydig Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Dewasa Setelah Pemberian
Monosodium Glutamat Peroral. Padang: Majalah Kedokteran Andalas.
Johnsen SG. 1970. Testicular biopsy score count--a method for registration of
spermatogenesis in human testes: normal values and results in 335 hypogonadal
males. Hormones. 1(1): 2-25.
Junqueira LC. 2007. Histologi Dasar, Teks dan Atlas. Edisi ke-10. Jakarta: EGC
Hlm: 416-7.
49
Lutz S. 2009. Gambaran Histologi Sel Lydig dan Sel Sertoli. Diakses pada
tanggal 13 September 2017. Tersedia di http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/
corepages/malerepro/malerepro.htm
Mahesya AP, 2014. Pengaruh pemberian minyak goreng bekas yang dimurnikan
dengan buah mengkudu (Morinda citrofilia) terhadap gambaran hepatosit tikus
wistar jantan [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Maneesh M, Jayalekshmi H. 2006. Role of Reactive Oxygen Species and
Antioxidants on Pathophysiology of Male Reproduction. J. Clin. Biochem. 21(2):
80-9.
Marieb EN, Hoehn K .2007. Human Anatomy and Physiology. Edisi ke-7. San
Francisco: Pearson.
Mazaheri M, Shahdadi, Vahid, Boron, Ashraf. 2014. Molecullar and biochemical
effect of alcohlic extract of Alpinia galanga on rat spermatogenesis process. Iran J
Reprod Med. 12(11): 765-70.
Morikawa T, Ando S, Matsuda H, Kataoka S, Muraoka O, Yoshikawa M. 2005.
Inhibitor of nitric oxide production from the rhizomes of alpinia galanga:
structures of new 8-9’ linked neolignans and sesquineolignan. Pharmaceutical
society of japan. 53(6):625-30.
Moore KL, Dalley AF. 2006. Clinically Oriented Anatomy. Edisi ke-5. USA:
Philadelphia. Hlm: 922.
Muharani, Eriska. 2016. Pengaruh Pemberian MSG (Monosodium Glutamate)
pada Tikus Sprague-Dowley Betina Usia Reproduktif Selama 2 Minggu Terhadap
Kadar Enzim Penanda Kerusakan Sel Hati (AST/ALT) [skripsi]. Jakarta:
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah.
Murwanti R, Meiyanto E, Nurrochmad A, Kristina SA. 2004. Efek Ekstrak Etanol
Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoria Rosc.) terhadap Pertumbuhan Tumor
Paru Fase Post Inisiasi pada Mencit Betina Diinduksi Benzo(a)piren. Majalah
Farmasi Indonesia. 15(1): 7-12.
Mooduto SFM. 2014. Formulasi Krim Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas
(Alpinia galanga L.) sebagai Sediaan Topikal Antifungi [skripsi]. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.
Nosseir NS, Ali MHM, Ebaid HM. 2012. A Histological and Morphometric Study
of Monosodium Glutamate Toxic Effect on Testicular Structure and Potentiality
of Recovery in Adult Albino Rats. Research Journal of Biology. 2: 66-78.
Olney JW. 1969. Brain Lesion, Obesity, and Other Disturbance in Mice Treated
with Monosodium Glutamate. Science. 164: 719-72.
50
Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Rangan C, Barceloux DG. 2009. Food additives and sensitivities. Disease-a-
Month. 55(5): 292–311.
Ridwan E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Sastroasmoro, Sudigdo, Ismael, Sofyan. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto.
Sherwood L. 2007. Human Physiology From Cells to Systems. Edisi ke-7.
Kanada: Brooks/Cole Cengage Learning.
Singh B, Gupta V, Bansal P, Singh R, Kumar D. 2010. Pharmacological Potential
of Plant Used as Aphrodisiacs. Int. J. Pharm. Sci.Rev.Res. 5(1): 104-13
Siregar JH. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Leydig
Dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus Musculus, L.) Yang Dipapari
Monosodium Glutamate (MSG) [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Suhardjono D. 1995. Percobaan Hewan Laboratorium. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Snell RS. 2012. Clinical Anatomy by Regions. Edisi ke-9. Philadelphia:
Lippincott Wolliams & Wilkins.
Srividya AR, Dhanabal SP, Satish KMN, Parth KH, Bavadia. 2010. Antioxidant
and antidiabetic activity of Alpinia galangal. International Journal of
Pharmacognosy and Phytochemical Ressearch. 3(1): 6-12.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Sukawan UY. 2008. Efek Toksik Monosodium Glutamat (MSG) pada Binatang
Percobaan. Jurnal Sutisning. 3 (2): 306-14.
Turner D, Bagnara J. 1986. Endokrinologi Umum. Surabaya: Airlangga
University Press.
Turner PV, Brabb T, Cynthia P, Vasbinder MA. 2011. Administration of
Substances to Laboratory Animals: Routes of Administration and Factors to
Consider. Journal of the American Association for Laboratory Animal Science. 50
(5): 600-613.
51
Udjiana S. 2008. Upaya Pengawetan Makanan Menggunakan Ekstrak Lengkuas.
Jurnal Teknologi Separasi. 1(2):6.
USDA. 2012. Alpinia galanga (greater galangal). Diakses pada tanggal 15 Maret
2017. Tersedia di https://plants.usda.gov/core/profile?symbol=ALGA2.
Wakidi RF. 2012. Efek Protektif Vitamin C dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit
Jantan Dewasa yang di Pajan Dengan Monosodium Glutamat [tesis]. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Wibowo NT. 2013. Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Lengkuas (Alpinia galanga)
Terhadap Kadar Alanin Aminotransferase (ALT) pada Tikus Putih yang
Diinduksi Asetaminofen [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Winarti. 2015. Pestisida Organik, Langkah Mudah Meramu Pestisida Organik
Sendiri. Yogyakarta. Lily Publisher.
Walker R. Lupien JR. 2000. The Safety Evaluation of Monosdium Glutamate.
Journal of Nutrition. 130: 1049-52.
Zaeoung S, Plubrukarn A, Keawpradub N. 2005. Cytotoxic and free radical
scavenging activities of Zingiberaceous rhizomes. J. Sci. Technol. 27(4): 799-812.