pengaruh pembangunan jaringan irigasi tingkat …repository.utu.ac.id/119/1/i-v.pdf · kondusif...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TINGKAT
USAHA TANI (JITUT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI
PADI DI KECAMATAN MEUREBO
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
SUWARNI
06C10404057
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2015
PENGARUH PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TINGKAT
USAHA TANI (JITUT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI
PADI DI KECAMATAN MEUREBO
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
SUWARNI
06C10404057
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2015
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pengaruh Pembangunan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha
Tani (Jitut) Terhadap Pendapatan Petani Padi Di
Kecamatan Meureubo Kecamatan Aceh Barat.
Nama Mahasiswa : Suwarni
NIM : 06C10404057
Program Studi : Agribisnis
Menyetujui;
Komisi Pembimbing
Ketua
Ir. Said Mahjali,MM
NIDN.0110116582
Anggota
Yoga Nugroho,SP,.MM
NIDN.0106018801
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Ir. Rusdi Faizin,MSi
NIP.196308111992031001
Ketua Prodi Agribisnis
Yoga Nugroho,SP,.MM
NIDN.0106018801
Tanggal Kelulusan : 24 Agustus2015
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi dengan judul :
PENGARUH PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TINGKAT USAHATANI
(JITUT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI DI KECAMATAN
MEUREUBO KABUPATEN ACEH BARAT
Yang Disusun Oleh :
Nama Mahasiswa : Suwarni
NIM : 06C10404057
Fakultas : Pertanian
Program Studi : Agribisnis
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 24 Agustus 2015 dan dinyatakan
memenuhi syarat untuk diterima.
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
1. Ir.Said Mahjali, MM ………………………………..
(Dosen Pembimbing Ketua)
2. Yoga Nugroho,SP,.MM ………………………………..
(Dosen Pembimbing Anggota)
3. Khairu Nisa,SP,.MP ………………………………..
(Dosen Penguji I)
4. Meiza Aulia,SP ………………………………..
(Dosen Penguji II)
Alue Peunyareng, 24 Agustus 2015 Ketua Prodi Agribisnis
Yoga Nugroho,SP.,MM
NIDN. 0106018801
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa kajian empiris menunjukkan bahwa salah satu kendala
terpenting yang dihadapi untuk memacu pertumbuhan produksi pangan khususnya
padi adalah turunnya kapasitas lahan. Turunnya kapasitas lahan merupakan akibat
dari sindroma over intensifikasi pada lahan sawah dan penurunan kualitas irigasi
(Simatupang, 2000).
Lebih dari 80 persen produksi padi di Indonesia berasal dari lahan irigasi.
Oleh karena itu degradasi kinerja irigasi merupakan ancaman nyata terhadap masa
depan pasokan pangan nasional. Dampak kemunduran kinerja irigasi bersifat
langsung dan tidak langsung. Dampak langsung adalah turunnya produktivitas,
turunnya intensitas tanam, dan meningkatnya risiko usahatani. Dampak tidak
langsung adalah melemahnya komitmen petani untuk mempertahankan ekosistem
sawah karena buruknya kinerja irigasi mengakibatkan lahan tersebut kurang
kondusif untuk usahatani padi (Sumaryanto dkk, 2003).
Infrastruktur dan sarana merupakan salah satu faktor penting dalam
proses usahatani, diantaranya infrastruktur irigasi. Infrastruktur irigasi sangat
menentukan ketersediaan air yang berdampak langsung terhadap kualitas dan
kuantitas tanaman khususnya tanaman padi yang diusahakan oleh sebahagian
besar masyarakat Aceh Barat terutama di Kecamatan Meurebo.
Pembangunan infra struktur dan sarana merupakan salah satu faktor
penting dalam proses usahatani, diantaranya infra struktur irigasi. Infrastruktur
2
irigasi sangat menentukan ketersediaan air yang berdampak langsung terhadap
kualitas dan kuantitas tanaman khususnya padi. Namun demikian, infrastruktur
yang telah dibangun dengan biaya tidak murah tersebut sering kali tidak
dimanfaatkan secara optimal oleh para petani. Hai ini karena peran petani selama
ini dalam pembangunan infrastruktur tersebut relative fasif dan akan hanya
merupakan objek pembangunan.
Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir
(downstream) memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai.
Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa: bendungan, bendung, saluran primer
dan sekunder, box bagi, bangunan-bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran
tingkat usaha tani (TUT). Rusaknya salah satu bangunan-bangunan irigasi akan
mempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan
efektifitas irigasi menurun. Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang SDA dan
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi mengamanatkan bahwa
tanggung jawab pengelolaan jaringan irigasi tersier sampai ke tingkat usahatani
dan jaringan irigasi desa menjadi hak dan tanggung jawab petani pemakai air
(P3A) sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38
tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah daerah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota disebutkan
bahwa kewenangan pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi tingkat
usahatani dan jaringan irigasi desa menjadi kewenangan dan tanggung jawab
instansi tingkat kabupaten/kota yang menangani urusan pertanian. Mengingat
sebagian besar pemerintah kabupaten/kota dan perkumpulan petani pemakai air
sampai saat ini belum dapat menjalankan tanggung jawabnya, maka Pemerintah
3
dalam hal ini Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP)
berusaha untuk membantu meningkatkan pemberdayaan petani pemakai air dalam
pengelolaan jaringan irigasi melalui kegiatan pengembangan jaringan.
Peningkatan produksi beras dilakukan melalui usaha diversifikasi,
intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. Sesuai dengan tujuan pembangunan
pertanian dalam pembangunan nasional, usaha peningkatan produksi dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yaitu menjamin ketersediaan pangan
serta untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Perbaikan
pendapatan petani diharapkan dapat meningkatkan daya beli mereka dan
secara berkesinambungan akan menunjang sektor lainnya.
Kabupaten Aceh Barat merupakan daerah potensial untuk pengembangan
irigasi karena memiliki sumberdaya air yang berasal dari beberapa sungai
besar dan kecil serta sumber resapan seperti Krueng Meurebo. Namun hal ini
belum dimanfaatkan secara optimal, misalnya saja areal persawahan di daerah
Kecamatan Meurebo yang daerahnya dilewati oleh aliran sungai ini masih
didominasi oleh sawah tadah hujan. Tercatat luas sawah tadah hujan mencapai
597 hektar atau 38 persen dari total areal sawah yang ada. Salah satu upaya untuk
mengatasinya, tahun 2010 pemerintah membangun beberapa jaringan irigasi
tingkat usahatani. Jaringan irigasi jitut ini belum mencakup daerah yang luas,
hanya sekitar 55 hektar sawah saja. Penerapan irigasi ini telah menyebabkan
perubahan-perubahan pada usahatani padi sawah seperti pola tanam,
produktivitas, tingkat pendapatan, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan
usahatani.
4
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pembangunan
jaringan irigasi tingkat usahatani (Jitut) terhadap pendapatan petani padi di
Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
ketersedian jaringan irigasi tingkat usaha tani (jitut) terhadap pendapatan petani
padi di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat.
1.4 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani
setempat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan
pengelolaan dan perawatan jaringan jitut sehingga dengan tersedia dan
mudahnya ketersedian jaringan air dapat memudahkan masyarakat dalam
melakukan proses budidaya tanaman padi dengan intensitas minimal 2 kali
dalam setahun.
2. Penulisan ini juga diharapkan dapat menjadi sarana belajar dan berbagi
ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
5
1.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan tujuan di atas, maka dapat diambil
hipotesis diduga bahwa pembangunan jaringan irigasi tingkat petani (jitut)
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Meurebo.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Pembangunan Jitut
Tahun anggaran 2013 diambil suatu kebijakan bahwa pelaksanaan
pembangunan infrastruktur sarana pertanian terutama jaringan irigasi tingkat
usahatani lingkup Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Aceh Barat yang
dibiayai dengan DPA-SKPD tahun 2013, sejauh tidak memerlukan teknologi
canggih dan alat-alat berat, dilakukan dengan pola padat karya misalnya
pembangunan jaringan irigasi tingkat usaha tani (jitut). Kebijakan pelaksanaan
pola padat karya ini disamping merupakan wujud kepedulian dan keberpihakan
sektor pertanian terhadap petani dan buruh juga merupakan upaya untuk
mereposisikan petani sebagai pelaku atau subjek pembangunan. Diharapkan
kebijakan ini akan menciptakan kebersamaan dan rasa tan ggung jawab secara
kolektif terhadap infrastruktur sarana pertanian yang telah mereka bangun.
Disamping itu, dengan pola padat karya akan membuka lapangan pekerjaan baru
saat tidak ada kegiatan atau pekerjaan yang berarti dalam di lahan usaha taninya
(Dinas Pertanian dan Peternakan Aceh Barat, 2013).
2.2 Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam
tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi
apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media
(objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya
6
yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila terdapat
kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber
kehidupan (Fuad Bustomi, 2002).
Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia
kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian
tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman
pada saat persediaan lengas tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian
air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tatacara aplikasi, juga ditentukan
oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman
(Sudjarwadi, 2003).
2.2.1 Fungsi Irigasi
Fungsi umum irigasi secara garis besarnya dapat di bagi atas beberapa
macam :
1. Memasok kebutuhan air tanaman
2. Menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
3. Menurunkan suhu tanah
4. Mengurangi kerusakan akibat frost
5. Melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah (Sudjarwadi, 2007).
2.1.2 Tujuan Irigasi
Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah
adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam
menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan
serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis (Fuad Bustomi, 2004).
7
Menurut Sumaryanto 2003, Irigasi bertujuan untuk membantu para petani
dalam mengolah lahan pertaniannya, terutama bagi para petani di pedesaan yang
sering kekurangan air.
1. Meningkatkan Produksi Pangan terutama beras
2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi
3. Meningkatkan intensitas tanam
4. Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat desa dalam pembangunan
jaringan irigasi perdesaan.
2.2.3 Manfaat Irigasi
Irigasi sangat bermanfaat bagi pertanian, terutama di pedesaan. Dengan
irigasi, sawah dapat digarap tiap tahunnya, dapat dipergunakan untuk peternakan,
dan keperluan lain yang bermanfaat.
Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :
1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah
hujannya kurang atau tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi
sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun
musim penghujan.
3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung
lumpur & zat – zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut,
sehingga tanah menjadi subur.
4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan
pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi.
5. Untuk pengelontoran air , yaitu dengan mengunakan air irigasi, maka
kotoran / pencemaran / limbah / sampah yang terkandung di permukaan
8
tanah dapat digelontor ketempat yang telah disediakan ( saluran drainase )
untuk diproses penjernihan secara teknis atau alamiah.
6. Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari
pada tanah, sehingga dimungkinkan untuk mengadakan proses pertanian
pada musim tersebut (Fuad Bustomi, 2004).
2.3 Usahatani
Menurut Adiwilaga (2002), ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki
segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan
permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri
atau ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha
dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu.
Menurut Mosher (2001) usahatani adalah suatu tempat atau sebagian dari
permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu,
apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji dari sumber-
sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi
pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan atas tanah itu,
sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan
sebagainya.
Menurut Kadarsan (2003) dalam Kamaluddin, usahatani adalah suatu
tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur
produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan
berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian.
Menurut Soekartawi (2005) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
9
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan
yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara
efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal.
Sumberdaya itu adalah lahan, tenaga kerja dan modal.
2.3.1 Penerimaan
Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jumlah
tertentu yang dijual, diberikan kepada orang lain dan yang dikomsumsi yang
diperoleh dari jumlah produk secara keseluruhan dikalikan dengan harga yang
berlaku ditingkat petani. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa penerimaan
usahatani adalah perkalian antar produk dengan harga jual. Secara matematis
dapat diformulasikan sebagai berikut :
TR = Py. Y
Dimana :
TR = Total penerimaan
Py = Harga
Y = Produksi
2.3.2 Biaya
Konsep biaya menurut Hernanto (1999) adalah korbanan yang dicurahkan
dalam proses produksi yang semula fisik kemudian diberikan nilai Rupiah
sehingga biaya-biaya tidak lain adalah korbanan Biaya dalam usahatani dapat
dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai
usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan
biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai
dikeluarkan petani, biaya ini dapat berupa faktor produksi yang digunakan
petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan
10
atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan
benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Pengeluaran
usahatani secara umum meliputi biaya tetap (fixed cost ) dan biaya variabel
(variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh
jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap dapat berupa biaya sewa lahan,
pajak dan bunga pinjaman. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi
jumlah produksi yag dihasilkan. Biaya variabel dapat berupa biaya yang
dikeluarkan unt uk benih, pupuk, pestisida dan upah tenaga kerja.
Lebih lanjut Soekartawi (1995) mengklasifikasikan biaya produksi usahatni
menjadi 2 yaitu :
1. Biaya tetap (fixed cost)adalah biaya yang dipergunakan tidak habis dalam
satu proses produksi dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang
diperoleh banyak atau sedikit, besar biaya tidak tergantung pada besar
kecilnya biaya produksi yang diperoleh. Biaya tetap meliputi sewa tanah,
pajak, biaya alat pertanian dan penyusutan alat pertanian.
2. Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi
oleh hasil produksi. Biaya variabel ini meliputi: biaya bibit, biaya pupuk,
biaya pengolahan tanah dan biaya tenaga kerja. Biaya usahatani dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Biaya alat-alat luar yaitu semua pengorbanan yang diberikan dalam
usahatani untuk memperoleh pendapatan kotor, kecuali bunga
seluruh aktiva yang dipergunakan dan biaya untuk kegiatan
pengusaha (keuntungan pengusaha) dan upah tenaga keluarga
sendiri.
11
b. Biaya mengusahakan yaitu biaya alat-alat luar ditambah dengan upah
tenaga keluarga sendiri, yang diperhitungkan berdasarkan upah yang
dibayarkan kepada tenaga luar.
c. Biaya menghasilkan yaitu biaya mengusahakan ditambah dengan
bunga dari aktiva yang dipergunakan dalam usahatani.
Dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani membandingkan antara hasil
yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan
biaya (pengorbanan, cost) yang harus dikeluarkannya. Hasil yang diperoleh petani
pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya
produksi, sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan
dengan harga produksi (Wijaya, 2002).
2.3.3 Pendapatan
Pemenuhan kebutuhan hidup rumah tangga usahatani dicukupi dari
pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (2003) menyatakan bahwa
pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor- faktor produksi lahan, tenaga
kerja, modal dan jasa pengelolaan. Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari
kegiatan produksi saja tetapi dapat juga diperoleh dari hasil menyewakan atau
menjual unsur- unsur produksi, misalnya menjual kelebihan alat-alat produksi,
menyewakan lahan dan lain sebagainya. Berkaitan dengan ukuran pendapatan
dan keuntungan, Soekartawi (1986)mengemukakan beberapa definisi :
1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari
penjualan produk usahatani.
2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
3. Pendapatan tunai usahatani adalah prod uk usahatani dalam jangka waktu
12
tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.
4. Penerimaan total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai
atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.
5. Pengeluaran total usahatani merupakan selisih antara penerimaan kotor
usahatani dan pengeluaran total usahatani.
Secara harfiah pendapatan dapat didefenisikan sebagai sisa dari
pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan.
Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar
nilainya semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan
efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin juga diperoleh dari
investasi yang jumlahnya besar pula.
Untuk mengukur keberhasilan usahatani biasanya dilakukan dengan
melakukan analisis pendapatan usahatani. Dengan melakukan analisis pendapatan
usahatani dapat diketahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat
melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan
datang Untuk menganalisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai
keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.
Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu
tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga
satuan dari hasil produksi tersebut. Sedangkan biaya atau pengeluaran usahatani
adalah nilai penggunaan faktor- faktor produksi dalam melakukan proses produksi
usahatani. Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan kotor usahatani
dan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor usahatani mengukur
pendapatan kerja petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungk sebagai
komponen biaya. Pendapatan kotor usahatani merupakan selisih dari penerimaan
13
usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan bersih usahatani
mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang
dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan
usahatani dengan biaya total usahatani.
Dalam teori ekonomi pertanian tingkat pendapatan pertanian menjadi fokus
dari setiap tujuan aktivitas usahatani, tinggi rendahnya modal usaha akan
berpengaruh terhadap pruduksi yang akhirnya kembali berdampak pada
pandapatan petani. Menurut Tjakrawiralaksana (2003) Pendapatan usahatani
adalah sisa beda dari pada penggunaan nilai penerimaan usahatani dengan biaya-
biaya yang dikeluarkan. Ada beberapa ukuran untuk menghitung pendapatan
usahatani yaitu :
1. Pendapatan usahatani diperoleh dengan menghitung semua penerimaan
dikurangi dengan semua pengeluaran
2. Pendapatan keluarga tani diperoleh dari menambah pendapatan tenaga
kerja keluarga dengan bungan modal milik sendiri dan nilai sewa.
3. Pendapatan petani diperoleh dari menambah pendapatan tenaga kerja
biaya modal sendiri.
Soekarawi (1995) Pendapatan usahatani adalah selisih antara total
penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan.Selanjutnya dikatakan bahwa
pendapatan rumah tangga petani adalah keseluruhan pendapatan petani,tidak saja
dari usaha bidang pertanian dari usaha non pertanian juga.secara matematis
pendapatan usahatani diformulasikan sebagai berikut :
Pd = TR – TC
Dimana :
Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total Penerimaan
14
TC = Total biaya
Menurut Sukirno (2006), pendapatan adalah jumlah penghasilan yang
diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu baik
harian, mingguan, bulanan maupun tahunan.
Besar kecilnya pendapatan dipengaruhi oleh mata pencaharian/ pekerjaan
yang dilakukan. Pendapatan seorang individu dapat diartikan sebagai semua jenis
pendapatan termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu
kegiatan apapun yang diterima oleh penduduk suatu negara (Su’ud, 2007)
Pendapatan adalah perolehan aktiva/sumber ekonomi dari pihak lain sebagai
imbalan atas penyerahan barang dagangan, jasa/aktivitas-aktivitas usaha.
Pendapatan sebagai jumlah balas jasa berupa upah atau gaji keuntungan yang
diterima berbagai faktor produksi (BPS, 2005).
Pendapatan kotor adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari semua
cabang dan sumber di dalam usaha tani selama satu tahun, yang dapat
diperhitungkan dari hasil penjualan, pertukaran atau penaksiran kembali.
Sedangkan pendapatan bersih (net return) usaha tani dapat diperhitungkan dengan
mengurangi pendapatan kotor dengan biaya mengusahakan.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2015 di
Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat. Pemilihan lokasi dan pemilihan
waktu penelitian dilakukan dengan cara sengaja, dengan pertimbangan karena
pada saat tersebut petani mulai melakukan aktifitas panen pada tanaman padi.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan orang, kejadian, atau hal minat yang ingin
peneliti investigasi (Sekaran, 2006). Menurut Cooper (2009) populasi adalah
total kumpulan elemen atau unsur yang kita harapkan membuat kesimpulan.
Populasi dalam penelitian ini adalah petani padi di wilayah Kecamatan Meurebo
sejumlah petani.
Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah anggota yang dipilih
dari populasi (Sekaran, 2006). Penelitian ini mengambil sampel di 3 (tiga)
gampong yaitu gampong Ujung Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Rantau
Panjang Timur dengan jumlah sebanyak 15 orang petani pergampong, jadi total
keseluruhan 45 petani. Pemilihan ke tiga gampong tersebut berdasarkan
penjelasan dari Dinas Penyuluh Pertanian setempat bahwa sebahagian besar
masyarakat di ketiga lokasi tersebut berprofesi sebagai petani.
Jumlah sampel tersebut telah memenuhi aturan umum secara statistik
yaitu ≥ 45 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk
memprediksi populasi yang diteliti.
16
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden
yang dipandu dengan kuisioner. Wawancara dilakukan dengan petani, Sedangkan
data sekunder diperoleh melalui penelusuran karya-karya ilmiah dan data-data
yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemerintah yang memberikan informasi
dan data yang relevan dengan topik yang dikaji.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akurat dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Penelitian Lapangan ( Field Research )
Penelitian lapangan, yaitu metode penelitian lapangan untuk mendapatkan
data dan informasi yang dapat dipercaya .
2. Penelitian Perpustakaan ( Library Research )
Penelitian perpustakaan, yaitu mengumpulkan data dan keterangan yang
dapat mempertajam orientasi dan dasar teoritis tentang masalah penelitian
yang dikaji melalui buku-buku yang berhubungan dengan karya skripsi
dalam penelitian ini.
3.5 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder diolah dan
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif yang dianalisis yaitu
pendapatan petani padi.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Dengan pendekatan metode penelitian dari lapangan untuk mencari informasi
yang akurat dan dapat dipercaya kebenarannya. Teknik yang digunakan adalah
17
dengan menggunakan quisioner atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu.
Untuk mengetahui adanya pengaruh diolah dengan melihat adanya
perbedaan pendapatan petani Sebelum dan Sesudah Jitut digunakan uji t “sampel
tidak berhubungan” dengan formulanya (Sudjana,1992) sebagai berikut :
tcari =
Dimana :
X1 = Rata-rata pendapatan petani Sesudah jitut
X2 = Rata-rata pendapatan petani Sebelum jitut
S12
= Varians pendapatan petani Sesudah jitut
S22
= Varians pendapatan Petani Sebelum Jitut
n1 = Jumlah sampel petani Sesudah jitut
n2 = Jumlah Sampel petani Sebelum jitut
Sedangkan varians dihitung dengan mengunakan rumus :
S2 =
Dengan hipotesis yang diformulasi sebagai berikut :
Ha : X1 > X2 = Pendapatan usahatani padi sesudah jitut lebih besar
dibandingkan sebelum jitut
H0 : X1< X2 = Pendapatan usahatani padi sesudah jitut sama dengan atau
lebih kecil dibanding dari pendapatan petani sebelum jitut.
Dengan kaidah pengambilan keputusan melalui metode analisis sebagai berikut :
Bila tcari > ttabel maka terima Ha dan tolak H0
Bila tcari < ttabel maka terima H0 dan tolak Ha
18
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Petani Padi
Identifikasi karakteristik produksi dan pendapatan petani padi anggota jitut
di Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang
Timur yang menjadi lokasi penelitian, dianalisis berdasarkan karakteristik sosial
ekonomi, karakteristik usahatani, produksi, pendapatan dan karakteristik tenaga
kerja lokal. Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
tingkat pendapatan, budidaya usahatani, dan tenaga kerja yang digunakan oleh
petani anggota jitut di ketiga lokasi penelitian dilakukan.
Petani responden dalam penelitian ini yaitu petani padi yang tergabung
dalam Kelompok Tani Jitut di Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan
Gampong Ranto Panyang Timur. Karakteristik sosial ekonomi petani padi jitut
dapat dianalisis dalam beberapa kriteria yaitu meliputi usia, tingkat pendidikan,
status pekerjaan petani padi dan pengalaman usahatani dari pelaku pertanian di
ketiga lokasi penelitian.
4.1.1 Umur
Aspek umur sangat mempengaruhi kegiatan petanian responden pada
kondisi fisik petani. Umur petani yang masih muda akan memiliki kondisi
fisik yang sangat baik untuk menjalankan setiap aktivitas usahatani, sedangkan
usia petani yang semakin tua akan mengakibatkan kondisi fisik yang kurang
prima dan cepat lelah, sehingga pada saat pengelolaan lahan pertanian akan
kurang maksimal. Sebaran jumlah petani padi jitut berdasarkan usia petani dapat
dilihat pada tabel 1.
19
Tabel 1. Jumlah Petani Jitut Berdasarkan Sebaran Umur Petani Jitut Gampong
Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang
Timur tahun 2015.
No
Gampong
Umur
Kelompok Tani 25-35 36-45 46-55 56-65 66-75 Jumlah
1 Ujong Tanoh Darat
Makmur
6
14
21
8
3
52
2 Ujong Tanjong
Udeep Beusare
3
11
16
19
13
62
3
Ranto Panyang Timur
Karya Bersama
Serikat Delapan
8
14
6
24
4
4
18
1
3
51
31
Jumlah 17 55 65 49 20 196 Sumber : Hasil Analisis Data (2015)
Berdasarkan Tabel 1, tingkatan umur petani padi jitut Gampong Ujong
Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang Timur, tingkatan
umur responden cukup bervariasi dengan selang umur antara 25-75 tahun. Petani
yang memiliki umur paling muda adalah berumur 28 tahun dan umur paling tua
adalah berumur 73 tahun. Sebaran umur petani Jitut Gampong Ujong Tanoh
Darat dengan persentase terbesar berada pada range umur 46 - 55 tahun dan 36 -
45 tahun dengan nilai 10,7 % dan 7,14 %, sedangkan persentase terendah berada
pada range usia 66-75 tahun dengan nilai persentase 1, 5%. Hal ini dikarenakan
beberapa dari warga Gampong Ujong Tanoh Darat menjadikan sektor pertanian
sebagai mata pencaharian pokok yang mana kegiatan ini merupakan kegiatan
turun temurun dari orang tua responden, sehingga banyak masyarakat memilih
untuk tetap melakukan kegiatan ini pada usia produktif mereka. Gampong Ujong
Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Gampong Ranto Panyang Timur dalam
penelitian ini memiliki penyebaran umur petani padi tertinggi pada range umur
25-35 tahun dengan nilai persentase sebesar 8,67%. Sedangkan sebaran umur
terendah berada pada range umur 36-45 tahun dengan nilai sebesar 10%.
20
Hal ini dikarenakan Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan
Gampong Ranto Panyang Timur miliki lahan pertanian yang masih luas dan
beberapa masyarakat desa ini bermata pencaharian pokok sebagai petani,
sehingga ketika memasuki umur dewasa beberapa masyarakat desa lebih
memilih untuk menjadi seorang petani daripada harus bekerja yang lain yang
tidak menentu sifat kerjanya.
4.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden akan berpengaruh terhadap tingkat
penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan dalam pengelolaan
lahan pertanian. Responden pada lokasi-lokasi penelitian ini sebagian besar telah
mengenyam pendidikan formal, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah
menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), hingga tingkat
perguruan Tinggi (PT). Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Petani Jitut Berdasarkan Tingkat Pendidikan Gampong Ujong
Tanoh Darat dan Ranto Panyang Timur 2015.
No
Gampong
Pendidikan
Tidak
lulus SD
SD
SMP
SMA
D3
PT
1 Ujong Tanoh Darat 24 10 24 17 1
2 Ujong Tanjong 11 12 29 8 2
3 Ranto Panyang Timur 13 20 13 12 1
Jumlah 47 42 66 37 3 1
Sumber : Hasil olah Data (2015)
Tabel 2 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan yang dilalui oleh
petani jitut. Persentase tertinggi sebanyak 14,79% dari total tani anggota jitut
Gampong Ujong Tanoh Darat merupakan petani dengan tingkat pendidikan akhir
tidak lulus Sekolah Dasar (SD).
21
Sedangkan persentase terendah sebesar 4% dari total tani responden merupakan
petani dengan tingkat pendidikan terakhir Sekolah menengah Atas (SMA) dan
Perguruan Tinggi (PT). Hal yang sama terjadi pada petani jitut Gampong Ujong
Tanjong, petani dengan tingkat pendidikan terakhir SMP menjadi persentase
tertinggi sebesar 14,7%. Sedangkan persentase terendah yaitu petani dengan
tingkat pendidikan terakhir SMA dan D3 dengan jumlah masing-masing sebesar
2%. Pola pendidikan yang dijalani oleh petani jitut relatif rendah, sehingga
banyak dari masyarakat Gampong Ujong Tanoh Darat, Ranto Panyang Timur
serta Ujong Tanjong hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SD dan SMP
saja. Hal ini mengakibatkan tingkat penyerapan teknologi dalam mengembangkan
usahatani petani jitut sangat rendah.
4.1.3 Tanggungan Keluarga Petani Padi
Masyarakat Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Ranto
Panyang Timur pada umumnya menjadikan usahatani sebagai mata pencaharian
pokok atau utama untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani. Tabel 3
menyajikan sebaran petani responden berdasarkan Tanggungan keluarga Petani
padi jitut Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Ranto Panyang
Timur.
Tabel 3. Rata-rata Tanggungan Keluarga Petani Jitut .
No. Kelompok Tani Rata-rata
per/kk/Jiwa
1 Ujong Tanoh Darat
Makmur
6
2 Ujong Tanjong
Udeep Beusare
6
3
Ranto Panyang Timur
Serikat Delapan
6
Jumlah 18
Sumber : Hasil Data diolah (2015)
22
Berdasarkan Tabel 3.Total rata-rata Tanggungan keluarga sebanyak 6
orang Per/KK Petani anggota jitut di Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong
Tanjong dan Ranto Panyang Timur bermata pencaharian pokok sebagai petani
dan sisanya sebesar 8,16 % memilih usahatani sebagai mata pencaharian
sampingan. Tanggungan petani jitut di Gampong Ujong Tanoh Darat sebanyak
23,97 % petani menjadikan usahatani sebagai mata pencaharian utama mereka
dan 2,5 % dari total petani responden memilih usahatani menjadi mata
pencaharian sampingan. Tanggungan Petani Padi memperlihatkan sejauh mana
waktu dan perhatian petani terhadap pekerjaannya. Jika petani menjadikan
usahatani sebagai mata pencaharian pokok, maka seluruh waktu dan perhatiannya
akan tertuju pada usahatani tersebut. Begitupun sebaliknya, jika petani
menjadikan usahatani sebagai mata pencaharian sampingan, waktu dan
perhatian petani tidak akan tercurah maksimal untuk kegiatan pertanian. Hal ini
berpengaruh terhadap fokus usaha tidaknya pengawasan petani terhadap segala
kegiatan pertanian, sehingga akan berimplikasi terhadap produksi padi dan
pendapatan yang akan diterima oleh usaha tani jitut.
4.1.4 Pengalaman Usahatani
Keberhasilan suatu usahatani petani responden tidak terlepas dari
pengalamannya dalam mengelola lahan pertaniannya. Semakin lama seorang
petani berusaha dalam bidang usahatani, maka semakin banyak pula pengalaman
usahatani yang dimiliki oleh petani dalam mengelola lahan pertaniannya agar
menjadi lebih baik.
23
Tabel 4. Jumlah Petani Anggota Jitut Berdasarkan Pengalaman Usahatani
Padi di Kec.Meureubo Kab.Aceh Barat 2015.
No Gampong Pengalaman Usahatani (Tahun)
1-12 13-23 24-34 35-45 46-65
1 Ujong Tanoh Darat 24 10 24 17 1
2 Ujong Tanjong 11 12 29 8 2
3 Ranto Panyang Timur 13 20 13 12 1
Jumlah 47 42 66 37 4 Sumber : Hasil olah Data (2015)
Pengalaman usahatani petani jitut Gampong Ujong Tanoh Darat beragam,
dengan pengalaman paling rendah yaitu 2 tahun dan pengalaman paling lama
yaitu 65 tahun. Begitupun pengalaman usahatani petani Jitut Gampong Ujong
Tanjong dan Ranto Panyang Timur dengan rata-rata lamanya 23-34 tahun,
pengalaman usaha tani paling rendah yaitu 2 tahun dan pengalaman paling lama
itu 51 tahun. Tabel 4 menunjukkan bahwa pengalaman usahatani petani jitut
Gampong Ujong Tajong sebagian besar (28%) berkisar pada 2-12 tahun,
sedangkan petani dengan pengalaman usahatani 46-65 tahun merupakan
range pengalaman usahatani terendah (12%). Berbeda dengan Gampong Ujong
Tanoh Darat, sebahagian besar petaninya telah berpengalaman dalam
usahatani selama 32-41 tahun, sedangkan petani dengan pengalaman 42-51
tahun menjadi range pengalaman usahatani terendah begitu pula dengan
gampong Ranto Panyang Timur yang petaninya sudah sangat berpengalaman
dalam mengelola usaha tani. Pengalaman usahatani merupakan salah satu
indikator keberhasilah pengelolaan lahan pertanian, dimana dengan semakin lama
pengalaman seorang petani dalam mengelola lahan pertanian, maka diharapkan
prooduksi padi dari suatu lahan tersebut akan meningkat. Hal ini dikarenakan
petani sangat mengerti bagaimana lahannya harus dikelola agar menjadi lebih baik
dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.
24
4.1.5 Teknik Budidaya Padi
Keberadaan sistem irigasi jitut memberikan dampak positif yang
secara langsung dapat dirasakan berupa perubahan masa tanam padi dalam satu
tahun dan hal lain yang sangat dirasakan adalah meningkatnya produksi dan
kualitas produk pertanian serta berpengaruh langsung terhadap tingkat
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani di daerah penelitian. Lokasi lahan
pertanian yang teraliri saluran jitut tidak pernah Mengalami kesulitan
dalam pemenuhan kebutuhan air, baik ketika musim hujan ataupun musim
kemarau, kebutuhan air untuk sarana pengairan lahan pertanian selalu terpenuhi.
Ketersediaan air yang melimpah dan keberadaan kelembagaan perkumpulan
petani jitut mengakibatkan pola tanam petani jitut miliki dua kali masa tanam
dalam satu tahun.
Sumber air yang digunakan untuk usahatani yaitu mulai dari pengolahan
tanah seperti membajak tanah dengan Mesin hand traktor hingga beberapa hari
menjelang panen cukup tersedia. Air yang digunakan pada setiap aktivitas
pertanian disesuaikan dengan kebutuhan. Satu kali musim tanam tanaman padi
memiliki waktu kurang lebih 100 hari mulai dari menanam benih (tandur) hingga
panen. Selama penanaman benih di hingga tumbuh dewasa, padi digenangi
dengan air setinggi 3-5 cm dari perrmukaan lahan. Sebelum pemupukan, lahan
dikeringkan hingga 7 hari dan kembali dialiri air untuk menggenangi padi
setelah dilakukan pemupukan hingga panen. Ketika panen telah dilakukan,
persiapan pengolahan lahan sebelum memasuki musim tanam kedua dilakukan
selama 20 hari. Persiapan pengolahan lahan ini tidak membutuhkan waktu yang
banyak jika ketersediaan air selalu tersedia setiap saat.
25
Hal inilah yang menyebabkan masa tanam padi petani jitut Gampong
Ujong Tanoh darat, Ujong Tanjong dan Ranto Panyang Timur memiliki dua kali
masa tanam dalam satu tahun dibandingkan dengan petani-petani lain yang tidak
mendapatkan air jitut yang hanya memiliki masa tanam dua kali dalam satu
tahun.
Petani non jitut disekitar ketiga gampong tersebut juga memiliki masa
tanam dua kali dalam satu tahun. Sarana pengairan petani non jitut disekitar
gampong tersebut hanya mengandalkan ketersediaan air pada musim penghujan.
Perbedaan kebutuhan air yang digunakan untuk pengelolaan usahatani di petani
jitut dan non jitut yaitu ketika pengairan untuk menggenangi tanaman di mulai
dari mulai tandur hingga tanaman padi dewasa. Jika petani jitut
menggenangi padi dengan ketinggian 3-5 cm dari permukaan lahan maka petani
non jitut menggenangi lahan sesuai dengan ketersediaan air pada saat tersebut.
4.2 Biaya Usahatani
Biaya produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mencakup
keseluruhan modal yang dioperasikan sebagai biaya produksi selama proses
produksi berlangsung baik yang dibayar tunai maupun yang tidak dibayar tunai,
tetapi diperhitungkan. Biaya produksi yang digunakan dalam uasahatani petani
meliputi penggunaan biaya tetap dan biaya tidak tetap.
4.1.2 Biaya Tetap
Biaya tetap adalah yang dikeluarkan selama satu periode tertentu,
jumlahnya tetap dan tidak habis dipakai dalam satu kali proses produksi serta
besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tidak berpengaruh terhadap hasil produksi.
26
Adapun penggunaan biaya tetap yang meliputi pengadaan peralatan pada
proses kegiatan usahatani padi dikecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
dapat dilihat pada Tabel 5. berikut :
Tabel 5.Perincian Penggunaan Peralatan pada Usahatani Sebelum Jitut dan
Sesudah Jitut di Kec.Meureubo Kab.Aceh Barat,Tahun 2015.
No. Uraian Jumlah
(Unit)
Harga satuan
(Rp/Unit)
Total Biaya
(Rp/Ha)
1 Cangkul 2 52.500 84.000
2 Sabit 2 52.500 84.000
3 Parang 2 52.500 84.000
4 Hand Spayer 1 285.000 285.000
5 Karung 20 2.750 54.389
Jumlah 591.389 Sumber : Data Diolah 2015
Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa Penggunaan Biaya tetap
sebelum Jitut dan sesudah Jitu adalah sama rata-rata sebesar Rp.591.389,- adapun
peralatan tersebut adalah cangkul,arit/sabit, parang,karung dan alat semprot hama.
Cangkul digunakan untuk untuk mengemburkan tanah,arit/sabit digunakan untuk
menyiangi ilalang yang ada disekitar lahan sawah,alat semprot hama digunakan
sebagai wadah penyemprotan pestisida untuk memberantas hama yang
menganggu tanaman. Sementara itu goni digunakan sebagai media untuk
mengumpulkan hasil panen. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani di lokasi
penelitian, diketahui bahwa peralatan yang digunakan oleh petani rata-rata
merupakan milik pribadi. Walaupun demikian, dalam hal penelitian usahatani ini,
biaya peralatan tersebut tetap dimasukkan dalam perhitungan.
Metode perhitungannya adalah dengan cara menjumlahkan harga masing-
masing peralatan di kalikan dengan jumlah yang dimiliki oleh masing-masing
petani lalu dikurangi dengan nilai penyusutan peralatan tersebut pengurangan nilai
penyusutan ini perlu dilakukan karena dengan bertambahnya umur peralatan,
27
maka nilai peralatan tersebut semakin berkurang. Untuk lebih jelasnya mengenai
biaya penyusutan dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini :
Tabel 6. Perincian Biaya Penyusutan pada Usahatani Padi Sebelum Jitut dan
Sesudah Jitut Dikecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, 2015.
No. Uraian Umur
Ekonomis
Total Biaya
(Rp)
Penyusutan
/Produksi
1 Cangkul 2 84.000 42.000
2 Sabit 4 84.000 21.000
3 Parang 4 84.000 21.000
4 Hand Spayer 2 285.000 128.250
5 Karung 1 54.389 48.950
Jumlah 259.889 Sumber : Hasil Data Diolah 2015
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah biaya penyusutan
pada usahatani padi diperkirakan sebesar Rp. 259.889,- untuk setiap tahun.
4.1.3 Biaya Tidak Tetap
Biaya Tidak Tetap atau biaya variable adalah biaya yang habis dipakai
dalam satu kali proses produksi dan besar kecilnya biaya yang dikeluarkan sangat
mempergaruhi hasil produksi. Biaya tidak tetap yang digunakan dalam usaha tani
padi yaitu biaya yang dikeluarkan untuk input produksi berupa Benih, Pupuk dan
Pestisida dan lain-lain.
Untuk lebih jelah jelasnya mengenai pengunaan biaya tidak tetap langkah pertama
yang dilakukan dalam mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi
yaitu dengan menganalisis terlebih dahulu faktor- faktor produksi yang digunakan
dalam Produksi usahatani.
28
4.1.4 Biaya Sebelum Jitut
Pada penelitian ini faktor produksi yang dianalisis yaitu penggunaan benih,
pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan air.
Benih merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam
usaha tani padi. Hasil produksi usahatani akan baik jika menggunakan benih
yang unggul disertai dengan pola tanam yang teratur. Benih padi yang
digunakan oleh usaha tani petani jitut umumnya menggunakan varietas Ciherang.
Benih sebagai faktor produksi usaha tani petani di Gampoeng Ujung Tanoh
Darat, Ujong Tanjong dan Ranto Panyang Timur.
Petani yang menjadi responden di Petani Gampong Ujong Tanoh Darat,
Ujong Tanjong dan Ranto Panyang Timur. Sebahagian besar petani merupakan
petani padi anorganik sehingga pupuk yang digunakan untuk pengolahan lahan
pertaniannya adalah pupuk kimia, pupuk kimia yang digunakan yaitu Urea, SP36,
dan pupuk NPK. Jika oleh petani dinilai tanaman padinya memerlukan pestisida,
penyemprotan bias dilakukan empat kali dalam satu masa tanam. Jumlah rata-rata
pestisida yang digunakan responden perhektar lahan adalah sebanyak 1 liter
pestisida cair dengan harga pestisida cair sebesar Rp.16.000 merek Porpetan dan
Decis. Rata-rata Penggunaan pestisida sebanyak Rp.3,6 Liter,- Rata-rata Biaya
tidak Tetap yang digunakan petani jitut dapat dilihat pada tabel 7.
29
Tabel 7. Rata - rata Penggunaan Input Usahatani sebelum Jitut per Hektar
Musim Tanam Gadu April 2014 September 2014
No
Komponen Input
Penggunaan Input Sebelum Jitut/Ha
Jumlah (kg) Harga (Rp) Jumlah (Rp)
1. Bibit 16 12.500 233.933 2. Pupuk
Urea (kg) 58 1.800 198.000 SP 36 (kg) 15 2.000 73.333
NPK (kg) 73 2.300 168.667
Phonska 3 Pestisida 3,6 16.000 57.000
Cair (L)
Jumlah 699.517
Sumber : Hasil olah Data (2015)
Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan Penggunaan total rata-rata pupuk
urea untuk petani jitut di Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong Tanjong dan Ranto
Panyang Timur dengan rata-rata yaitu sebesar 699.517 kg/ha. Penggunaan total
rata-rata untuk pupuk SP36 98 kg dan NPK 168.667 kg.
Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani jitut yaitu
dengan melakukan penyemprotan pestisida kimia. Pestisida yang digunakan
yaitu berupa pestisida cair tergantung aplikasi penggunaan dari pestisida tersebut.
Pestisida cair digunakan dengan cara melarutkan pestisida dengan air, kemudian
dilakukan penyemprotan terhadap tanaman padi. Penyemprotan pestisida
sebagai pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan
handsprayer.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat
berpengaruh terhadap suatu kegiatan usahatani. Tenaga kerja yang digunakan
sebelum jitut dapat berupa tenaga mekanik (hand traktor) dan tenaga kerja
manusia.
30
Tenaga kerja mekanik (hand traktor) digunakan untuk melakukan
pengolahan lahan karena dengan menggunakan tenaga hand traktor, mengolah
lahan pertanian menjadi lebih cepat dan lebih efektif, sedangkan tenaga kerja
manusia digunakan untuk melakukan pengelolaan lahan seperti mencangkul,
penyemaian, penanaman benih padi, penyiangan, penyemprotan pestisida,
pemupukan, dan panen. Kebutuhan tenaga kerja manusia yang digunakan
petani dalam pengelolaan lahannya tidak hanya menggunakan tenaga kerja luar
keluarga, namun juga menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang biasanya
sering terabaikan dalam perhitungan struktur biaya usahatani. Kebutuhan tenaga
kerja untuk setiap aktivitas usahatani berbeda antara satu petani dengan petani
lainnya disesuaikan dengan luas lahan yang mereka garap, namun secara kongrit
jumlah penggunaan tenaga kerja untuk petani Jitut setiap musim tanam tidak
terlalu jauh berbeda. Tenaga kerja yang digunakan dalam semua kegiatan
usahatani padi tersebut seluruhnya dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki. Cara
pengupahan yang dilakukan responen pada umumnya dengan borongan, yaitu
akan dibayar upah kepada tenaga kerja (TKLK) sesuai dengan luas lahan yang
akan dikerjakan. Pada umumnya responden mengupahkan hampir semua jenis
pekerjaan kepada orang lain berdasarkan jenis pekerjaannya yaitu mengolah tanah
rata-rata sebesar Rp.917.333,- Penyemaian sebesar Rp.111.667,- Penanaman
sebesar Rp.79.444,- Pemupukan sebesar Rp.75.000,- Penyiangan sebesar
Rp.70.000,- Penyemprotan sebesar Rp.70.000,- dan Panen sebesar Rp.121.889,-
Total rata-rata biaya yang dikeluarkan usahatani padi jitut adalah sebesar
Rp.1.444.889,-.
31
4.2.2 Biaya Sesudah Jitut
Setelah berjalannya jitut, petani padi di ketiga daerah penelitian banyak
mendapatkan masukan dari Dinas Pertanian setempat melalui penyuluh pertanian.
Penerapan teknologi pertanian sudah mulai diterapkan sesuai dengan
anjuran dari penyuluh pertanian. Untuk meningkatkan hasil produksi secara
maximal penggunaan sarana produksi pertanian sudah disesuaikan dengan anjuran
yang diberikan oleh penyuluh, mulai dari pengolahan lahan sampai dengan
penggunaan pupuk. Beberapa petani dari ketiga gampong tersebut juga
menggunakan pupuk kandang sebagai faktor produksi usaha tani, namun
dalam jumlah yang tidak banyak. Keputusan petani untuk lebih memilih
menggunakan pupuk kimia dari pada pupuk kandang yaitu karena lahan yang
mereka garap lebih cocok menggunakan pupuk kimia sebagai salah satu faktor
produksi padinya. Selain itu ketersediaan pupuk kimia lebih mudah didapat dan
lebih memberikan hasil yang lebih cepat daripada penggunaan pupuk kandang.
Jumlah pupuk kimia yang digunakan petani sesudah jitut dapat dilihat pada
tabel 9.
Tabel 9. Rata - rata Penggunaan Input Usahatani Sesudah Jitut per Hektar
Musim Tanam Rendengan Bulan Oktober 2014 Maret 2015.
No
Komponen Input
Penggunaan Input Sesudah Jitut
Jumlah (kg) Harga (Rp) Jumlah (Rp)
1. Bibit 16 12.500 233.933 2. Pupuk
Urea (kg) 58 1.800 198.000
SP 36 (kg) 15 2.000 73.333 NPK (kg) 73 2.300 168.667
Phonska
3 Pestisida 3,6 16.000 57.000 Cair (L)
Jumlah 699.517
Jumlah
Sumber : Hasil olah Data (2015)
32
Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa sesudah adanya Jitut petani
penggunaan input usaha tani sama dengan penggunaaan sebelum Jitut seperti
Pupuk urea yaitu kisaran sebesar 198.000 kg/ha.
Penggunaan total rata-rata pupuk SP36 sebesar 98.917 kg, dan NPK
168.667 kg dengan total pengeluaran input usahatani sebesar Rp.699.517,- tidak
terjadi peningkatan dari sebelum penggunaan jaringan jitut yang mana biaya yang
diluarkan sama dengan sebelum Jitut.
Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani Jitut yaitu
dengan melakukan penyemprotan pestisida kimia. Pestisida yang digunakan
yaitu berupa pestisida cair, tergantung aplikasi penggunaan dari pestisida tersebut.
Pestisida cair digunakan dengan cara melarutkan pestisida dengan air, kemudian
dilakukan penyemprotan terhadap tanaman padi, sedangkan pestisida padat
digunakan dengan cara mencampurkan pestisida dengan pupuk urea, NPK yang
kemudian ditaburkan dilahan sawah. Penyemprotan pestisida sebagai
pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan handsprayer.
Pengunaan sarana pengolahan tanah sepenuhnya menggunakan sarana
mekanisasi pertanian yaitu dengan tenaga kerja mekanik (hand traktor).
Kebutuhan tenaga kerja manusia yang digunakan petani dalam pengelolaan
lahannya sudah banyak menggunakan tenaga kerja luar dengan system borongan.
Kebutuhan tenaga kerja untuk setiap aktivitas usahatani berbeda antara satu petani
dengan petani lainnya disesuaikan dengan luas lahan yang mereka garap, namun
secara kongrit jumlah penggunaan tenaga kerja untuk petani Jitut setiap musim
tanam tidak terlalu jauh berbeda.
33
4.3 Produksi dan Nilai Produksi
Produksi merupakan aktivitas yang menghasilkan barang dan jasa atau
suatu proses menstransformasikan input-input menjadi output-output yang
bermanfaat dan dengan demikian menambah nilai pada usaha dalam
menghasilkan produksi yaitu besarnya hasil panen pada usahatani padi. Sedang
kan nilai produksi adalah penerimaan kotor yang diperoleh dari rata-rata hasil
produksi perhektar, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
Besar kecilnya nilai produksi yang diperoleh perhektar dari usahataninya sangat
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya produksi dan tingkat harga produksi yang akan
mencermikan besarnya pendapatan. Rata-rata produksi dan nilai produksi
perhektar perproduksi, pada Tabel 9. berikut :
Tabel 9. Rata-rata Jumlah Produksi, Harga dan Nilai Produksi pada Usahatani
Padi Sebelum Jitut dan sesudah Jitut,Tahun 2014 – 2015.
Uraian
Harga (Rp)
Jumlah
Produksi (Rp)
Nilai
Produksi (Rp)
Sebelum Jitut
Sesudah Jitut
4.300
4.300
4.038
5.596
17.364.356
21.763.363
Sumber : Hasil Olah Data (2015)
Tabel diatas 11 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah produksi usahatani
Sebelum jitut perhektar sebanyak Rp.4.038,- kg per musim tanam, dengan harga
4.300,- per kg. untuk maka penghasilan sebesar Rp. 17.364.356,-per produksi.
Sedangkan usahatani sesudah jitut produksi mencapai Rp.5.596,- per produksi
dengan harga 4.300,- per kg serta nilai produksi sebesar Rp.21.763.363,- per
proses produksi.
34
4.4 Pendapatan Usaha tani
Tujuan utama suatu aktivitas ekonomi yaitu untuk memperoleh
keuntungan yang maksimum.
Suatu usahatani dikatakan menguntungkan jika selisih antara
penerimaan dengan pengeluaran bersifat positif.
Pendapatan usahatani dianalisis berdasarkan pendapatan atas biaya tunai
dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari
selisih antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya
total diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya total. Pendapatan
atas biaya total akan lebih rendah dari pada pendapatan atas biaya tunai,
karena dalam analisis pendapatan biaya total memperhitungkan biaya tenaga
kerja dalam rumah tangga, sedangkan pada analisis pendapatan atas biaya tunai
tidak memperhitungkan hal sebut. Secara rinci pendapatan usahatani petani
anggota jitut dan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Pendapatan Usaha tani Petani Gampong Ujong Tanoh Darat, Ujong
Tanjong dan Gampong Ranto Panyang Timur Tahun 2015.
No Uraian Rupiah/ha/tahun
Sebelum (Rp) Sesudah (Rp)
1 Nilai Produksi (Rp) 17.364.356 24.060.889
2 Biaya Produksi
a. Total Biaya Tetap 233.900 233.900
b. Total Biaya Tidak Tetap 594.081 594.081
c. Total Biaya (a+b) 827.981 827.981
3 Biaya Tenaga Kerja 1.441.889 1.441.889
4 Pendapatan Atas Biaya Total (1-2c) 15.066.830 21.763.363 Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 10, penerimaan total
usahatani sebelum jitut yaitu sebesar Rp 15.066.830,- per musim tanam dan
Biaya Total Sesudah sebesar Rp.21.763.363,- dalam satu musim tanam.
Biaya tersebut merupakan jumlah total dari rata-rata biaya tunai dan biaya non
35
tunai. Biaya tunai terdiri atas pengeluaran biaya untuk pembelian input
produksi berupa benih, pupuk, pestisida, pemberian upah terhadap tenaga
kerja, yaitu pemenuhan air untuk irigasi, sewa lahan, dan penyusutan alat-alat
pertanian.
Biaya non tunai yang harus diperhitungkan dalam struktur biaya usahatani
yaitu berupa pemberian upah terhadap tenaga kerja dalam keluarga.
4.5 Pengaruh Pendapatan Usahatani Padi Sebelum Jitut dan sesudah Jitut
Pendapatan merupakan tujuan pokok dan motivasi petani dalam
melakukan kegiatan usahatani. Peningkatan pendapatan merupakan salah satu
usaha petani untuk menuju arah peningkatan kesejahteraan petani dan
keluarganya, sekaligus meningkatkan perkapita.
Petani sebelum Jitut adalah merupakan petani yang dulunya belum adanya
prasarana irigasi dalam proses Budidaya Padi mengalami kendala kekurangan air
pada proses budidaya padi. Sedangkan usahatani sesudah jitut dalam proses
budidaya padi tidak lagi mengalami kendala seperti kekurangan air.
Terjadi perbedaaan pendapatan antara petani sebelum jitut dengan petani
sesudah jitut banyak hal, diantaranya jumlah produksi, yang dihasilkan dari usaha
tani padi sesudah jitut lebih besar dibandingkan usahatani sebelum jitut.
Berdasarkan analisis komperatis uji t sampel tidak berhubungan dapat
dilihat pada tabel 11 berikut :
36
Tabel 11. Rata-rata Perbandingan Antara Pendapatan Usatani Padi sebelum Jitut
dan Sesudah Jitut di kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2015.
No Uraian Jumlah
Responden
Pendapatan
Bersih (Rp)
1 Pendapatan Petani Sebelum Jitut 45 15.066.852
2 Pendapatan Petani Sesudah Jitut 45 21.763.363
tcari = 4,72
t.tabel 0,05 = 1,81
Sumber : Data Primer diolah tahun 2015
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat kondisi pendapatan rata-rata petani
sebelum Jitut baik sesudah jitut di Gampong Ujong Tanjong, Ujong Tanoh Darat
dan Rantau panyang Timur Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Adapun
besarnya pendapatan yang diterima oleh petani sebelum Rp. 15.066.852,- per
produksi, sedangkan untuk usahatani sesudah jitut sebesar Rp. 21.763.363,- per
produksi.
Terdapat perbedaan pendapatan antara petani sebelum jitut dan sesudah
jitut. Hal ini juga diperkuat oleh hasil analisis menggunakan analisis uji “t”
sampel tidak berhubungan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh tcari = 4,72 > t tabel
= 1,81 maka hipotesis terima Ha tolak Ho. Hal ini disebabkan usahatani padi
sesudah jitut mempunyai jumlah pendapatan yang lebih besar.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dari penelitian yaitu melihat Pengaruh pendapatan
antara usahatani padi sebelum jitut dan sesudah jitut di Gampong Ujong
Tanjong, Ujong Tanoh Darat dan Rantau Panyang Timur Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu
Jitut berpengaruh secara nyata dalam meningkatkan pendapatan Petani.
Adapun perbedaan rata-rata pendapatan per proses produksi usahatani
sebelum jitut sebesar Rp.15.066.830,- dan sesudah jitut mencapai sebesar
21.763.363,- per produksi.
2. Saran – saran
Adapun beberapa saran yang dapat penulis berikan terhadap kesimpulan
yang telah diperoleh diantaranya sebagai berikut :
1. Guna mencapai hasil produksi padi yang lebih baik, maka perlu
dikembangkan kelembagaan organisasi Perkumpulan Petani Pemakai air
(jitut) agar segala urusan keirigasikan dapat dioptimalkan.
2. Selain itu, perlu juga ditingkatkan peran penyuluhan di bidang pertanian
agar kualitas dan kualitas hasil produksi padi menjadi lebih baik. Guna
meningkatkan akses aliran irigasi kepada lahan-lahan sawah petani, maka
Pemerintah Daerah perlu melakukan perluasan aliran proyek irigasi ke
beberapa lokasi lahan pertanian yang belum teraliri air irigasi agar dapat
teraliri dengan baik.
38
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, 2003. Seuntai Pengetahuan Usaha Tani Indonesia. Penerbit Renika
Cipta.
Cooper, 2009 Production Economics Theory With Applications. John Wiley &
Sons, Inc. United States of America.
Direktorat Jenderal Pengairan, 2006. Standar Perencanaan Irigasi (KP. 01.05).
Dinas Pertanian Aceh Barat, 2013
Fuad Bustomi, 2002. Sistem Irigasi : Suatu Pengantar Pemahaman, Tugas
Kuliah Sistem Irigasi. Program Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil
UGM, Yogyakarta .
Fuad Bustomi, 2004. Simulasi Tujuh Teknik Pemberian Air Irigasi Untuk Padi di
Sawah dan Konsekuensi Kebutuhan Air Satu Masa Tanam. Tesis Program
Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil UGM, Yogyakarta.
Kadarsan , 2003 Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi. Jakarta. 13-22 hlm.
Mosher, A. T, 2001. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasaguna.
Jakarta.
Noor, Henry Fayzal. 2007. Ekononomi Manajerial. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Mubyarto, 2004 Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.
Soekartawi, 2005 Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Sukirno, 2000. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Oganik Metode System
of Rice Intensification (SRI) dengan Padi Konvensional. Program Sarjana
Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Su’ud, Hasan. 2007. Pengantar Ilmu Pertanian. Yayasan PENA. Banda Aceh
Sudjarwadi, 2007. Teknik Sumberdaya Air. Diktat kuliah Jurusan Teknik Sipil
UGM, Yogyakarta.
Sudarman, 2011 dalam Kurnia Sari Paradigma Baru Pembangunan Pertanian.
Yogyakarta:Kanisius.
Sudjarwadi 2005, Pengembangan Wilayah Sungai (Wawasan dan Konsep),
Teknik Sipil UGM, Yogyakarta.
39
Suryananto, Galih. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatn
Pedagang Konveksi. Skripsi Universitas Islam Indonesia. Di publikasikan.
Di download. 24 Agustus 2014.
Sumaryanto dkk 2003 Pembangunan Irigasi, Usahatani Berkelanjutan dan
Gerakan Hemat Air. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional. Yogyakarta.
Simatupang, 2000 Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. PT
RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Wijaya A. 2002. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi
Input Rendah di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Propinsi
Jawa Barat. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.