pengaruh pemakaian ear plug terhadap stres kerja …/pengaruh...(nab) 85 dba dan karyawannya tidak...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH PEMAKAIAN EAR PLUG TERHADAP STRES KERJA DAN GEJALA GANGGUAN TIDUR
PADA KARYAWAN YANG TERPAPAR BISING PENGGILINGAN PADI DI SRAGEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
Oleh: RECHA DWINDRA FITRAYANTI
R.0208076
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juli 2012
Recha Dwindra Fitrayanti
NIM. R0208076
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Recha Dwindra Fitrayanti. R0208076. 2012. Pengaruh Pemakaian Ear Plug Terhadap Stres Kerja Dan Gejala Gangguan Tidur Pada Karyawan Yang Terpapar Bising Penggilingan Padi Di Sragen. Skripsi. Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Latar Belakang : Usaha Dagang Anggraini adalah sebuah usaha penggilingan padi yang menggunakan mesin yang bisingnya melebihi nilai ambang batas (NAB) 85 dBA dan karyawannya tidak memakai ear plug. Kebisingan itu menyebabkan stres kerja dan gejala gangguan tidur pada karyawannya. Tujuan : Penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui pemakaian ear plug dapat menurunkan stres kerja dan gejala gangguan tidur pada karyawan. Metode : Jenis penelitian eksperimental semu dengan rancangan perlakuan ulang. Subjek penelitian ini semua karyawan berjumlah 40 orang dengan teknik sampling purposive sampling dengan kriteria : laki- laki, umur 20 – 50, tidak punya penyakit pendengaran, tidak konsumsi alkohol, bekerja 7 jama/hari, dan sehat terdapat 28 orang. Stres kerja diukur menggunakan kuesioner HRSA dan gejala gangguan tidur menggunakan kuesioner ISQ. Uji statistik Wilcoxon untuk stres kerja sebelum dan sesudah pemakaian ear plug dan Uji Risk untuk gejala gangguan tidur sebelum dan sesudah pemakaian ear plug dengan program komputer SPSS versi 16.0. Hasil : Stres kerja sebelum dan sesudah pemakaian ear plug menunjukkan nilai signifikansi p = 0,000 (p≤0,01), sedangkan gejala gangguan tidur sebelum dan sesudah pemakaian ear plug menunjukkan nilai signifikansi p = 0,042 dan nilai korelasi r = 0,831. Simpulan : Pemakaian ear plug berpengaruh terhadap stres kerja dan gejala gangguan tidur pada karyawan. Karyawan sebaiknya menggunakan ear plug saat bekerja agar tidak terjadi gangguan psikologis seperti stres kerja yang juga mengakibatkan gejala gangguan tidur. Kata Kunci : Ear Plug, Stres Kerja, Gejala Gangguan Tidur, Intensitas
Kebisingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Recha Dwindra Fitrayanti. R0208076. 2012. The Influenced of Usage Ear Plug to the Stress of Work and Symptoms of Sleep Disorders in Workers who are exposed of Rice Milles Noise in Sragen. Skripsi. Occupational Health and Safety Study Programme, Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta. Background : Anggraini’s trading business is one of rice milles which used machine with noise intensity exceed the limit point (NAB) 85 dBA and the workers . That noise caused stress of work and symptoms of sleep disorders to the employees. Objective : The objective of his research was to know the ear plug using which can decreased work of stress and symptoms of sleep disorders. Method : This research was a quasi experimental research with one group pre and post test design. The subject was all employees which was an amount 40 persons with sampling technique and was resquire is 20 – 50 aged man, no hearing disorder history, not drinking alcohol, 7 hours work duration every day, and healthy. Stress of work be measured using HRSA questionnaire and symptoms of sleep disorders using Insomnia Symptoms Questionnaire (ISQ). Wilcoxon statistic test for stress of work before and after usage ear plug and McNemar statistic test for symptoms of sleep disorders before and after usage ear plug with computer programme SPSS version 16.0. Result : the stress of work before and after usage ear plug showed the significancy value p = 0,000 (p ≤0,01), while the symptoms of sleep disorders before and after usage ear plug shows the significancy value p = 0,042 and correlation value r = 0,831. Conclution : The ear plug usage influenced to the stress of work and symptoms of sleep disorders in the workers. So for the workers were better to used ear plug when working in order to not occure psychology symptoms like stress of work which the symptoms of sleep disorders also as result. Keywords : Ear Plug, Stress of Work, Symptoms of Sleep Disorders, Noise
Intensity.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemakaian Ear Plug terhadap Stres Kerja dan Gejala Gangguan Tidur pada Karyawan yang Terpapar Bising Penggilingan Padi di Sragen”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. S.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Ipop Sjarifah, Dra, M.Si, selaku ketua Program Diploma IV Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
3. Ibu Isna Qadrijati., dr., M.Kes, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak Tutug Bolet Atmojo, SKM, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penulisan skripsi ini.
5. Ibu Diffah Hanim., dr., M.Si, selaku Penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.
6. Bapak Mulyono, selaku pengelola UD. Anggraini Sragen dan semua karyawannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dan membantu selama melaksanakan penelitian.
7. Ayah Moh. Yaskurun, SH, MM dan Ibunda Iswati, SP, serta kakaku Ika Novrida K., S.Pd tercinta, terima kasih atas nasehat, motivasi dan kasih sayang yang tiada batasnya.
8. Siti Nurjanah, mbak Eka Rosanti dan mbak Adhin Ria, terima kasih atas motivasinya selama ini
9. Windhi, Rudi, Wayan, Yogi, Ratih dan semua teman-teman Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja angkatan 2008 serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, sehingga kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi civitas akademika Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................................... v
PRAKATA ...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 6
B. Kerangka Pemikiran ................................................................ 34
C. Hipotesis .................................................................................. 35
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 36
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 36
C. Populasi Penelitian .................................................................. 36
D. Teknik Sampling ..................................................................... 37
E. Sampel Penelitian .................................................................... 37
F. Desain Penelitian ..................................................................... 38
G. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................... 49
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................ 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I. Alat dan Bahan Penelitian ....................................................... 41
J. Cara Kerja Penelitian ............................................................... 45
K. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ...................................... 46
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum .................................................................... 48
B. Karakteristik Subjek Penelitian ............................................... 49
C. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Tempat Kerja .......... 52
D. Hasil Pengukuran Stres Kerja Karyawan ................................ 52
E. Hasil Pengukuran Gejala Gangguan Tidur Karyawan ............ 54
F. Uji Perbedaan Stres Kerja Sebelum dan Sesudah
Pemakaian Ear Plug ................................................................ 55
G. Uji Perbedaan Gejala Gangguan Tidur Sebelum dan
Sesudah Pemakaian Ear Plug .................................................. 55
BAB V. PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian ............................................... 57
B. Analisis Intensitas Kebisingan Tempat Kerja ......................... 58
C. Analisis Stres Kerja Karyawan ................................................ 59
D. Analisis Gejala Gangguan Tidur ............................................. 61
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................................... 64
B. Saran ......................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 66
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Nilai Ambang Batas Faktor Fisik dan Kimia .................................... 9
Tabel 2.2. Kebutuhan Tidur ............................................................................... 25
Tabel 3.1. Pedoman Interpretasi Koefisen Korelasi ........................................... 47
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Usia .................................................................. 49
Tabel 4.2. Distribusi Kategori Beban Kerja berdasarkan Denyut Jantung ........ 50
Tabel 4.3. Distribusi Status Gizi Subjek Penelitian berdasarkan IMT ............... 51
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan ........................................... 52
Tabel 4.5. Hasil Pengukuran Stres Kerja Sebelum Pemakaian Ear Plug .......... 53
Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Stres Kerja Sesudah Pemakaian Ear Plug ........... 53
Tabel 4.7. Hasil Pengukuran Gejala Gangguan Tidur Sebelum Pemakaian Ear
Plug .................................................................................................... 54
Tabel 4.8. Hasil Pengukuran Gejala Gangguan Tidur Sesudah Pemakaian Ear
Plug .................................................................................................... 54
Tabel 4.9. Hasil Uji Wilcoxon ............................................................................ 55
Tabel 4.10. Hasil Pengukuran Gejala Gangguan Tidur ....................................... 55
Tabel 4.11. Hasil Uji Risk .................................................................................... 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Aksis HPA ........................................................................... 14
Gambar 2.2. Siklus Tidur ..................................................................................... 23
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 34
Gambar 3.1. Desain Penelitian ............................................................................. 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 2. Instrument L-MMPI
Lampiran 3. Kuesioner HRSA
Lampiran 4. Kuesioner Gangguan Gejala Tidur
Lampiran 5. Hasil pengukuran Stres Kerja dan Gejala Gangguan Tidur
Lampiran 6. Hasil Uji SPSS versi 16.0
Lampiran 7. Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 8. Foto-foto Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan dilaksanakan Indonesia pada segala bidang guna
mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata
baik materi maupun spiritual. Visi pembangunan kesehatan di Indonesia
adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan
dan perilaku sehat, mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (Departemen Kesehatan RI, 2002). Menurut teori yang
dikemukakan oleh Blum yang dikutip oleh Budiono (2003) bahwa status
kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, pelayanan kesehatan,
perilaku, dan lingkungan. Hal tersebut berlaku pula pada kesehatan tenaga
kerja.
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi dalam ilmu kesehatan/
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan
usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan
kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum (Suma’mur, 2009).
Kebisingan di tempat kerja menyebabkan berbagai gangguan pada
tenaga kerja, salah satunya adalah gangguan terhadap psikologis. Gangguan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kebisingan terhadap psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur serta cepat marah. Bila kebisingan di tempat kerja
diterima dalam waktu lama lebih dari 8 jam/hari dapat menyebabkan penyakit
psychosomatic berupa stres akibat kerja (Roestam, 2003).
Langkah yang baik untuk melindungi pendengaran adalah melalui
teknologi pengendalian secara teknis. Akan tetapi, cara tersebut tidak selalu
dapat dilakukan, sehingga sebagai alternatif terakhir diperlukan pemakaian
alat pelindung telinga berupa sumbat telinga (ear plug) (Budiono, 2003).
UD. Anggraini Sragen adalah sebuah usaha penggilingan padi yang
dimulai dari proses pembersihan, pemecahan kulit, penyosohan, pemutihan,
penggosokan dan pengayaan. Jumlah tenaga kerja terutama di bagian
penggilingan yang ada di UD. Anggraini adalah 40 orang. Pada survei awal,
ditemukan intensitas kebisingan yang terukur 95 dBA dan tenaga kerja
terpapar selama ± 8 jam. Menurut Permenakertrans RI No.
PER.13/MEN/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja menyebutkan bahwa intensitas kebisingan 85 dBA
selama 8 jam kerja dalam sehari, sehingga hal tersebut sudah melebihi Nilai
Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan. Dijumpai pula semua tenaga kerja
tidak memakai ear plug, padahal mesin-mesin penggiling padi tersebut
mengeluarkan suara bising melebihi NAB. Selain itu, penulis juga
menemukan beberapa karyawan yang mengalami stres kerja berat yang
didapat dari hasil wawancara menggunakan kuesioner, serta keluhan-keluhan
misalnya sulitnya untuk memulai tidur dan sering terbangun pada malam hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan tiga masalah yaitu tidak adanya pemakaian ear plug di
sekitar area bising, adanya stres kerja dan gejala gangguan tidur pada
karyawan, maka penulis ingin mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh
pemakaian ear plug terhadap stres kerja dan gejala gangguan tidur karyawan
yang terpapar bising penggilingan padi di Sragen”.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh pemakaian ear plug terhadap stres kerja dan
gejala gangguan tidur pada karyawan yang terpapar bising penggilingan padi
di Sragen ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bahwa pemakaian ear plug dapat menurunkan
stres kerja dan gejala gangguan tidur pada karyawan yang terpapar bising
penggilingan padi di Sragen.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur dan menganalisis intensitas kebisingan di lingkungan
penggilingan padi di Sragen.
b. Mengukur dan menganalisis stres kerja para karyawan penggilingan
padi di di Sragen.
c. Mengukur dan menganalisis gejala gangguan tidur yang dikeluhkan
para karyawan penggilingan padi di di Sragen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Mengetahui pengaruh pemakaian ear plug terhadap stres kerja dan
gejala gangguan tidur para karyawan penggilingan padi di Sragen.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang pengaruh pemakaian ear plug terhadap stres kerja dan gejala
gangguan tidur pada karyawan penggilingan padi di Sragen.
2. Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Peneliti dapat mengetahui tentang pengaruh pemakaian ear plug
terhadap stres kerja dan gejala gangguan tidur pada para karyawan
penggilingan padi yang terpapar bising di Sragen.
2) Dapat mengaplikasikan teori- teori mata kuliah yang telah
didapatkan di bangku kuliah dan menambah pengalaman secara
langsung melalui pengamatan di lapangan.
3) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh
pemakaian ear plug terhadap stres kerja dan gejala gangguan tidur
pada karyawan.
b. Bagi Tenaga Kerja
Tenaga kerja dapat membiasakan pemakaian ear plug pada saat
bekerja agar tidak menyebabkan gangguan pendengaran dan gangguan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
psikologis seperti stres kerja yang dapat mengakibatkan gangguan
tidur.
c. Bagi Pengusaha
1) Pengusaha dapat lebih mengetahui mengenai kondisi lingkungan
kerja.
2) Pengusaha mendapatkan masukan mengenai stres kerja dan gejala
gangguan tidur pada karyawan yang bekerja disana agar dapat
dilakukan upaya pengendalian.
d. Bagi Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1) Dapat menambah referensi dan informasi mengenai teori- teori
kebisingan, stres kerja, gejala gangguan tidur, dan pengaruh
pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) berupa ear plug dengan
stres kerja dan gejala gangguan tidur.
2) Dapat dijadikan sebagai acuan dan referensi untuk penelitian-
penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kebisingan
a. Definisi Bising
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau
kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan
(KepMenLH No. 48 Tahun 1996) atau semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan
atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan
gangguan pendengaran (Kepmenaker No 51). Sedangkan bising
adalah suara atau bunyi yang tidak diinginkan (Budiono,
2003).
Didalam kesehatan kerja kebisingan diartikan sebagai semua
sumber suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-
alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
b. Jenis-jenis Kebisingan
Jenis kebisingan menurut Suma’mur (2009) adalah :
1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan
spektrum frekuensi yang lebar (Steady state, Wide band noise).
Misal : mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis
(Steady state, narrow band noise).
Misal : gergaji sirkuler, katup gas.
3) Kebisingan terputus-putus (intermittent noise).
Misal : lalu lintas, suara kapal terbang di bandara.
4) Kebisingan impulsive (impact or impulsive noise).
Misal : pukulan palu, tembakan bedil atau meriam, ledakan.
5) Kebisingan impulsive berulang.
Misal : mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang
bangunan.
Menurut Tambunan (2005), kebisingan di tempat kerja
diklasifikasikan ke dalam 2 jenis golongan besar, yaitu:
1) Kebisingan tetap (steady noise).
2) Kebisingan tidak tetap (non-steady noise).
c. Sumber Kebisingan
Menurut Depkes RI (2000) sumber kebisingan dibedakan
menjadi :
1) Bising Industri
Industri besar termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan
sejenisnya. Bising industri dapat dirasakan oleh karyawan maupun
masyarakat disekitar industri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Bising Rumah Tangga
Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu
tinggi tingkat kebisingannya.
3) Bising Spesifik
Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya
pemasangan tiang pancang tol atau bangunan.
Sedangkan menurut Tambunan (2005), sumber bising berasal
dari aktivitas-aktivitas di tempat kerja seperti :
1) Mengoperasikan mesin-mesin produksi “ribut” yang sudah cukup
tua.
2) Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas
kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.
3) Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi ala
kadarnya, misalnya mesin diperbaiki hanya pada saat mesin
mengalami kerusakan parah.
4) Melakukan modifikasi/perubahan/penggantian secara parsial pada
komponen-komponen mesin produksi tanpa mengindahkan kaidah-
kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-
komponen mesin tiruan.
5) Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara
tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian
penghubung antara modul mesin (bad connection).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6) Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya
penggunaan palu/alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-
benda metal atau alat bantu pembuka baut.
d. Standar Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor tempat kerja
yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan dalam pekerjaannya sehari-hari untuk waktu tidak
melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut
Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/2011 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, NAB
kebisingan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Nilai Ambang Batas Faktor Fisik dan Kimia
Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan dalam
dBA
8
Jam
85
4 88
2 91
1 94
30
Menit
97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 115
bersambung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14,06
Detik
118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Sumber : Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/2011
e. Gangguan Kebisingan
Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah
kerusakan pada indera- indera pendengar yang menyebabkan ketulian
(Suma’mur, 2009). Menurut Sasongko (2000), pengaruh kebisingan
terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis, waktu
berlangsung, dan waktu kejadiannya. Pengaruh tersebut berbentuk
gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan rasa
aman manusia. Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh
kebisingan adalah sebagai berikut :
1) Gangguan Pendengaran
Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang
berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran
yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang
mampu merespons suara pada kisaran antara 0 - 140 dBA tanpa
sambungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menimbulkan rasa sakit. Kerusakan pendengaran (dalam bentuk
ketulian) merupakan penurunan sensitivitas yang berlangsung
secara terus-menerus. Tindak pencegahan terhadap ketulian akibat
kebisingan memerlukan kriteria yang berhubungan dengan tingkat
kebisingan maksimum dan lamanya kebisingan yang diterima.
2) Gangguan Percakapan/komunikasi
Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga
mempengaruhi komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via
telepon).
3) Gangguan Psikologis
Kebisingan bisa menimbulkan gangguan psikologis seperti
kejengkelan, kecemasan, dan ketakutan. Gangguan psikologis
akibat kebisingan tergantung pada intensitas, frekuensi, periode,
saat dan lama kejadian, kompleksitas spektrum/kegaduhan dan
ketidakteraturan kebisingan.
4) Gangguan Produktivitas Kerja
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang memulai gangguan
psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan
produktivitas kerja.
5) Gangguan Kesehatan
Kebisingan berpotensi untuk mengganggu kesehatan
manusia apabila terpapar suara dalam suatu periode yang lama dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terus-menerus. Selain gangguan terhadap sistem pendengaran,
kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental
emosional serta meningkatkan frekuensi detak jantung dan
meningkatkan tekanan darah (Sasongko, 2000).
f. Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat dikendalikan dengan :
1) Mengisolasi mesin-mesin yang menjadi sumber bising yaitu
mendesain ulang mesin dengan memberikan kaca penghalang
sehingga suara bising tidak seluruhnya mengenai pekerja (Habsari,
2003).
2) Engineering control yang dilakukan untuk mengendalikan
kebisingan yaitu dengan perawatan peralatan/mesin-mesin,
penggantian proses/peralatan yang menyebabkan bising,
penggunaan bahan sebagai penyerap suara dan lain- lain
(Tambunan, 2005).
3) Penempatan penghalang pada jalan transmisi. Isolasi tenaga
kerja/mesin adalah usaha untuk mengurangi kebisingan. Bahan-
bahan yang dipakai harus mampu menyerap suara dan bahan
penutup dibuat cukup berat dan lapisan dalam terbuat dari bahan
yang menyerap suara, agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat
(Suma’mur, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Dengan memakai alat pelindung telinga yaitu ear plug atau ear
muff. Alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20 -
25 dBA (Sasongko, 2000).
2. Stres Kerja
a. Definisi Stres
Stres dalam bahasa teknik diartikan sebagai kekuatan dari
bagian-bagian tubuh. Stres dalam bahasa biologi dan kedokteran
diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh
luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh. Stres secara umum
diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan
penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa. Stres dapat digambarkan
sebagai suatu kekuatan yang dihayati mendesak atau mencekam dan
muncul dalam diri seseorang sebagai akibat ia mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri (Tarwaka, 2010).
Stres adalah suatu kekuatan yang merusak tubuh. Stres dalam
bahasa biologi dan kedokteran adalah suatu proses dalam tubuh yang
beradaptasi terhadap semua pengaruh, perubahan, kebutuhan dan
hambatan, ketika terjadi paparan (Rahayu, 2002).
b. Definisi Stres Kerja
Stres akibat kerja secara lebih sederhana adalah stres yang
terjadi karena suatu ketidakmampuan pekerja dalam menghadapi
tuntutan tugas yang mengakibatkan ketidaknyaman dalam kerja.
Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stres kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tersebut akan mengakibatkan menurunnya performansi, efisiensi dan
produktivitas kerja tenaga kerja yang bersangkutan (Tarwaka, 2010).
c. Mekanisme Stres Dalam Tubuh
Menurut Heryati (2008), stressor pertama kali ditampung oleh
panca indera dan diteruskan ke pusat emosi yang terletak di sistem
saraf pusat. HPA (Hipotalamus-Pituitari-Adrenal) memegang peranan
penting dalam beradaptasi terhadap stres baik stres eksternal maupun
internal. HPA tersebut adalah poros atau aksis yang merupakan jalur
antara hipotalamus, kelenjar pituitary atau hipofisis, dan kelenjar
adrenal (korteks adrenal). Ketika berespon terhadap ketakutan, marah,
cemas, dan hal-hal yang tidak menyenangkan atau bahkan juga
terhadap harapan, dapat terjadi peningkatan aktivitas aksis HPA.
Stressor
Korteks dan sistem limbik
Hipotalamus
CRF
Hipofisis (pituitary) feedback
ACTH mechanism (-)
Korteks adrenal
Glukokortikoid (kortisol)
Gambar 2.1. Skema Aksis HPA
Kortisol mempunyai efek umpan balik yang sifatnya langsung
terhadap hipotalamus untuk menurunkan CRF, dan kelenjar hipofisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
anterior untuk menurunkan ACTH. Namun jika stressor terus-menerus
ada, maka mekanisme umpan balik ini tidak akan mampu lagi
menekan sekresi CRF maupun ACTH sehingga aktivitas pada aksis
HPA ini akan meningkat terus. Bila peningkatan aktivitas ini terus
terjadi sehingga produksi kortisol terus meningkat, dapat merusak sel-
sel neuron di hipotalamus sehingga terjadi atrofi hipotalamus, dan
akibatnya bisa muncul gangguan kognitif, seperti pada penderita
depresi. Dan bahkan kortisol yang meningkat terus diduga kuat dapat
mempengaruhi kekebalan tubuh dengan menekan T-cell (Heryati,
2008).
d. Faktor Penyebab Stres
Adapun faktor yang mempengaruhi stres kerja menurut
Nurmianto (2003), antara lain adalah :
1) Faktor dari individu, antara lain usia, jenis kelamin, status gizi,
kondisi kesehatan, dan keadaan psikologis.
2) Faktor dari luar, antara lain beban kerja dan lingkungan kerja fisik
(bising).
e. Akibat Stres Kerja
Stres kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia.
Reaksi tubuh karena stres akibat kerja yang merupakan masalah
kesehatan (Roestam, 2003), diantaranya adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Penyakit psikis yang diinduksi oleh stres kerja
Misalnya jantung koroner, hipertensi, tukak lambung dan
gangguan psikomatik lain. Kondisi lain yang juga mungkin terjadi
adalah keletihan, sering pilek, gangguan tidur, nafas pendek, sakit
kepala, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, muntah, alergi
dan serangan asma.
2) Kecelakaan kerja
Berbagai data dapat dinyatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi
90% karena tindakan yang kurang berhati-hati.
3) Absen kerja
Absensi kerja sering terdapat pada pekerja yang sulit
menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Ketidakhadiran ini
biasanya karena gejala sakit psikis ringan.
4) Lesu kerja
Terjadi apabila tenaga kerja kehabisan motivasi dalam upaya
mencari suatu kinerja yang tinggi.
5) Gangguan jiwa
Berupa suatu continnum, mulai gejala subjektif yang mempunyai
efek ringan sehari-hari hingga gangguan jiwa mengganggu fungsi
pekerjaan.
f. Pengendalian Stres Kerja
Cara pengendalian timbulnya stres di tempat kerja (Rahayu,
2002), yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Faktor promosi kesehatan di tempat kerja
2) Penyesuaian pekerjaan dengan kemampuan dan kebutuhan
3) Menanggulangi stres dalam kondisi
4) Kontrol reaksi stres psikologis
5) Peranan profesi kesehatan kerja di tempat kerja
Selain itu, menurut Roestam (2003) program pencegahan stres
akibat kerja dapat dilaksanakan dengan pendekatan :
1) Pemahaman dan pengenalan yang lebih baik tentang kesehatan
mental bagi para pengusaha dan profesi kesehatan.
2) Pendekatan organisasi dalam rangka mewujudkan suasana kerja
yang meminimalkan terjadinya stres kerja.
3) Pendidikan pada karyawan untuk melaksanakan berbagai adaptasi.
3. Gangguan Tidur
a. Definisi Tidur
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 2003).
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi
dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan
dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup.
Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran yang
bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis tubuh serta penurunan
respon terhadap rangsangan dari luar (Asmadi, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh
adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian
mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun.
Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis
yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan
susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur
(Hidayat, 2008).
Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak
dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Reticular Activating System
(RAS) berlokasi pada batang otak teratas. RAS dipercayai terdiri dari
sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan tidur. Selain itu,
RAS dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan
perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk
rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron
dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin.
Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya
pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan
batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR),
sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima
di pusat otak dan sistem limbic. Dengan demikian, sistem pada batang
otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan
BSR (Hidayat, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan
berada dalam posisi relaks. Stimulus ke RAS menurun. Jika ruangan
gelap dan tenang, maka aktivasi RAS selanjutnya menurun. Pada
beberapa bagian BSR mengambil alih yang menyebabkan tidur
(Potter&Perry, 2006).
c. Jenis Tidur
Pada hakikatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye
Movement/REM), dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-
Rapid Eye Movement/NREM) (Asmadi, 2008).
1) Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur
paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak
sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat
sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot–otot kendur,
tekanan darah bertambah, garakan mata cepat (mata cenderung
bergerak bolak–balik), sekresi lambung meningkat, ereksi penis
pada laki–laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung dan
pernapasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan
metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka
akan menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut :
a) Cenderung Hiperaktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b) Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil).
c) Nafsu makan bertambah.
d) Bingung dan curiga.
2) Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam.
Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada
orang yang sabar atau tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara
lain : mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun,
kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan gerakan bola
mata lambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing–masing
tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak.
Keempat tahap tersebut menurut Asmadi (2008) yaitu :
a) Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang
beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai
dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot
menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata
bergerak ke kiri dan ke kanan, kecepatan jantung dan
pernapasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi
penurunan voltasi gelombang–gelombang alfa. Seseorang yang
tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola mata
berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot berlahan–
lahan berkurang, serta kecepatan jantung dan pernapasan turun
dengan jelas. Pada EEG timbul gelombang beta yang
berfrekuensi 14 – 18 siklus/detik. Gelombang–gelombang ini
disebut dengan gelombang tidur. Tahap II berlangsung sekitar
10 – 15 menit.
c) Tahap III
Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus
otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan,
dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat
dominasi sistem saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan
perubahan gelombang beta menjadi 1 – 2 siklus/detik.
Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk
dibangunkan.
d) Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang
berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan
fisik yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada
EEG tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat
dengan frekuensi 1 – 2 siklus/detik. Denyut jantung dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pernapasan menurun sekitar 20 – 30%. Pada tahap ini dapat
terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat memulihkan
keadaan tubuh.
Selain keempat tahap tersebut, ada satu tahap lagi yakni
tahap V. Tahap kelima ini merupakan tidur REM dimana setelah
tahap IV seseorang masuk ke tahap V. Hal tersebut ditandai dengan
kembali bergeraknya kedua bola mata yang berkecepatan lebih
tinggi dari tahap–tahap sebelumnya. Tahap V ini berlangsung
sekitar 10 menit, dapat pula terjadi mimpi.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur NREM,
maka akan menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut :
a) Menarik diri, apatis dan respons menurun
b) Merasa tidak enak badan
c) Ekspresi wajah layu
d) Malas bicara
e) Kantuk yang berlebihan
Sedangkan apabila seseorang kehilangan tidur kedua–
duanya, yakni tidur REM dan NREM, menurut Asmadi (2008)
akan menunjukkan manifestasi sebagai berikut :
a) Kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan
menurun.
b) Tidak mampu untuk konsentrasi (kurang perhatian).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c) Terlihat tanda–tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual
dan pusing.
d) Sulit melakukan aktivitas sehari–hari.
e) Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi
penglihatan atau pendengaran.
d. Siklus Tidur
Gambar 2.2. Siklus Tidur
Keterangan :
1) Kondisi pre-sleep merupakan keadaan dimana seseorang masih
dalam keadaan sadar penuh, namun mulai ada keinginan untuk
tidur. Pada perilaku pre-sleep ini, misalnya seseorang pergi ke
kamar tidur lalu berbaring di kasur atau berdiam diri merebahkan
dan melemaskan otot, namun belum tidur. Selanjutnya mulai
merasa kantuk, maka orang tersebut memasuki tahap I. Bila tidak
bangun baik disengaja maupun tidak disengaja, maka selanjutnya
ia memasuki tahap II. Begitu seterusnya sampai tahap IV, ia
kembali memasuki tahap III dan selanjutnya tahap II. Ini adalah
Bangun
NREM I
NREM II
NREM III
NREM IV
NREM III
NREM II
REM
NREM III
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
fase tidur NREM. Selanjutnya ia akan memasuki tahap V, ini
disebut tidur REM. Bila ini telah dilalui semua, maka orang
tersebut telah melalui siklus tidur pertama baik tidur NREM
maupun REM. Siklus ini terus berlanjut selama orang tersebut
tidur. Namun, pergantian siklus tidur ini tidak lagi dimulai dari
awal tidur, yaitu pre-sleep dan tahap I, tetapi langsung tahap II ke
tahap selanjutnya seperti pada siklus pertama. Semua siklus ini
berakhir bila orang tersebut terbangun dari tidurnya (Asmadi,
2008).
2) Jika orang tersebut terbangun dan kembali tidur, yang merupakan
hal yang sering terjadi pada lansia, maka tahap I akan dimulai
kembali. Dalam pola tidur normal, sekitar 70 sampai 90 menit
setelah awitan tidur dimulailah periode REM pertama, bergantian
dengan tidur NREM pada siklus 90 menit selama periode tidur
nocturnal. Konsekuensi dari terbangun, seperti untuk ke toilet pada
malam hari atau prosedur keperawatan dapat menimbulkan efek
buruk pada fisiologis dan fungsi mental lansia (Stanley&Bear,
2007).
e. Kebutuhan Tidur
Kebutuhan tidur pada manusia tergantung pada tingkat
perkembangan seperti pada tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2.2. Kebutuhan Tidur
Usia Tingkat
Perkembangan
Jumlah
Kebutuhan Tidur
(jam/hari)
0 – 1 bulan Masa neonates 14 – 18
1 – 18 bulan Masa bayi 12 – 14
18 bulan – 3 tahun Masa anak 11 – 12
3 – 6 tahun Masa prasekolah 11
6 – 12 tahun Masa sekolah 10
12 – 18 tahun Masa remaja 8,5
18 – 40 tahun Masa dewasa muda 7 – 8
40 – 60 tahun Masa paruh baya 7
>60 tahun Masa dewasa tua 6
Sumber : Hidayat, 2008
f. Faktor yang Mempengaruhi Tidur
Tidur sebagai kebutuhan dasar manusia sangat dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhi gangguan
pemenuhan tidur pada seseorang (Siti Nurlela, 2009). Potter&Perry
(2006) mengemukakan faktor yang mempengaruhi tidur yaitu : faktor
fisiologi, psikologis, lingkungan dan gaya hidup. Beberapa faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Status Kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia
dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa
nyeri, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak.
Misalnya pada tenaga kerja yang menderita gangguan pada sistem
pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka seseorang
tidak mungkin dapat istirahat dan tidur (Asmadi, 2008).
2) Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi
seseorang untuk tidur. Pada lingkungan yang tenang
memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak. Sebaliknya
lingkungan yang ribut, bising, dan gaduh akan menghambat
seseorang untuk tidur. Keadaan lingkungan yang tenang dan
nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur
(Hidayat, 2008).
3) Stres Psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada
frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan
meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat
ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008).
4) Nutrisi/Status Gizi
Menurut Hidayat (2008), terpenuhinya kebutuhan nutrisi
yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi
seperti pada keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat mempercepat
proses tidur, karena adanya triptofan yang merupakan asam amino
dari protein yang dicerna. Sedangkan menurut Asmadi (2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sebaliknya minuman yang mengandung kafein maupun alkohol
akan mengganggu tidur.
5) Obat-obatan
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis
obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan
obat diuretic menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan
dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis
yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker
dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik
dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk (Hidayat, 2008).
g. Gangguan Tidur
1) Insomnia
Adalah ketidakmampuan memperoleh secara cukup kualitas
dan kuantitas tidur. Tiga macam insomnia yaitu insomnia inisial
(initial insomnia) adalah tidak adanya kemampuan untuk tidur;
insomnia intermitten (intermittent insomnia) merupakan
ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur karena sering
terbangun; dan insomnia terminal (terminal insomnia) adalah
bangun lebih awal tetapi tidak pernah tertidur kembali. Penyebab
insomnia yaitu ketidakmampuan fisik, kecemasan, dan kebiasaan
minum alkohol dalam jumlah yang banyak (Tarwoto dan
Wartonah, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Hipersomnia
Merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan,
pada umumnya lebih dari 9 jam pada malam hari, disebabkan oleh
kemungkinan adanya masalah psikologis, depresi, kecemasan,
gangguan susunan saraf pusat, ginjal, hati, dan gangguan
metabolisme (Hidayat, 2008).
3) Parasomnia
Merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat
mengganggu pola tidur, seperti somnambulisme (berjalan-jalan
dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak, yaitu pada tahap
III dan IV dari tidur NREM. Somnambulisme ini dapat
menyebabkan cedera (Hidayat, 2008).
4) Enuresa
Merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu
tidur atau biasa disebut juga dengan istilah mengompol. Enuresa
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu enuresa nocturnal merupakan
mengompol di waktu tidur; dan enuresa diurnal yaitu mengompol
pada saat bangun tidur (Hidayat, 2008).
5) Narcolepsi
Adalah suatu keadaan atau kondisi yang ditandai oleh
keinginan yang tidak terkendali untuk tidur. Gelombang otak
penderita pada saat tidur sama dengan orang yang sedang tidur
normal, juga tidak terdapat gas darah atau endoktrin. (Tarwoto dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Wartonah, 2010). Misalnya, tertidur dalam keadaan berdiri,
mengemudikan kendaraan, atau di saat sedang membicarakan
sesuatu. Hal ini merupakan gangguan neurologis (Hidayat, 2008).
6) Apnea tidur dan mendengkur
Mendengkur bukan dianggap sebagai gangguan tidur, akan
tetapi apabila disertai apnea maka bisa menjadi masalah.
Mendengkur disebabkan oleh adanya rintangan pengeluaran udara
di hidung dan mulut, seperti amandel, adenoid, otot-otot di
belakang mulut mengendor dan bergetar. Periode apnea
berlangsung selama 10 detik – 3 menit. (Tarwoto dan Wartonah,
2010). Terjadinya apnea dapat mengacaukan jalannya pernapasan
sehingga dapat mengakibatkan henti napas. Bila kondisi ini
berlangsung lama dapat menyebabkan kadar oksigen dalam darah
menurun dan denyut nadi tidak teratur (Hidayat, 2008).
7) Mengigau
Mengigau dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu
sering dan di luar kebiasaan. (Hidayat, 2008). Hampir semua orang
pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM (Tarwoto dan
Wartonah, 2010).
8) Gangguan pola tidur secara umum
Merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami
atau mempunyai risiko perubahan dalam jumlah dan kualitas pola
istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
gaya hidup yang diinginkan. Gangguan ini terlihat dengan ciri-ciri
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah,
lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata
membengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-
pecah, sakit kepala, dan sering menguap atau mengantuk.
Penyebabnya antara lain kerusakan transpor oksigen, gangguan
metabolism, kerusakan eliminasi, pengaruh obat, immobilitas,
nyeri pada kaki, takut operasi, dan faktor lingkungan yang
mengganggu (Hidayat, 2008).
4. Alat Pelindung Telinga
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan
yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian
tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan
kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2010). Alat
pelindung telinga merupakan alternatif terakhir bila pengendalian yang
lain telah dilakukan. Tenaga kerja dilengkapi dengan sumbat telinga (ear
plug) atau tutup telinga (ear muff) disesuaikan dengan jenis pekerjaan,
kondisi, dan penurunan intensitas kebisingan yang diharapkan (Budiono,
2003).
Menurut Budiono (2003), APD yang dipilih hendaknya memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya.
b. Berbobot ringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Dapat dipakai secara fleksibel (tidak membedakan jenis kelamin).
d. Tidak menimbulkan bahaya tambahan.
e. Tidak mudah rusak.
f. Memenuhi standar dari ketentuan yang berlaku.
g. Pemeliharaan mudah.
h. Penggantian suku cadang mudah.
i. Tidak membatasi gerak.
j. Rasa “tidak nyaman” tidak berlebihan (rasa tidak nyaman tidak
mungkin hilang sama sekali, namun diharapkan masih dalam batas
toleransi).
k. Bentuknya cukup menarik.
Dalam menentukan jenis alat pelindung telinga yang dipakai, perlu
dipertimbangkan berbagai faktor seperti jenis alat pelindung yang dipakai,
bahan dan cara pemakaiannya, kemampuan alat untuk melindungi telinga,
intensitas kebisingan, kenyamanan, harga dan sebagainya (Budiono,
2003).
Menurut Budiono (2003), secara umum alat pelindung telinga ada dua
jenis, yaitu :
a. Sumbat telinga (ear plug)
Ear plug adalah alat pelindung telinga yang cara penggunannya
dimasukkan pada liang telinga dan dapat mengurangi intensitas suara
10 - 15 dBA. Kelebihan ear plug dibandingkan dengan ear muff adalah
mudah untuk dibawa dan disimpan karena kepraktisannya. Dan ear
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
plug tidak mengganggu apabila digunakan bersama-sama dengan
kacamata dan helm.
b. Tutup telinga (ear muff)
Ear muff adalah alat pelindung telinga yang penggunaannya
ditutupkan pada seluruh daun telinga dan dapat mengurangi intensitas
suara hingga 20 – 30 dBA. Dibandingkan dengan ear plug, kelebihan
ear muff antara lain adalah kedisiplinan dalam pemakaian APD. Selain
itu bila telinga sedang terinfeksi, ear muff tetap dapat digunakan.
Ukuran ear muff bagi setiap orang lebih fleksibel. Pemilihan dalam
penggunaan ear plug atau ear muff disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan yang ada, karena masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan.
5. Hubungan antara Kebisingan, Stres kerja, dan Gejala Gangguan Tidur
Pengaruh kebisingan di tempat kerja menyebabkan berbagai
gangguan pada psikologis dan emosional. Adapun dampak yang
ditimbulkan oleh kebisingan bagi fisiologis seperti kehilangan fungsi
pendengaran, sedangkan dampak psikologis berupa : gangguan emosional,
gangguan tidur dan istirahat, serta gangguan komunikasi (Sukmal Fahri,
2010). Bila kebisingan di tempat kerja diterima dalam waktu lama lebih
dari 8 jam/hari dapat menyebabkan penyakit psychosomatic berupa stres
akibat kerja (Roestam, 2003).
Kebisingan dapat mengakibatkan stres. Efek awal dari kebisingan
adalah takut dan perubahan kecepatan detak jantung, kecepatan respirasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tekanan darah, metabolisme, ketajaman penglihatan, ketahanan kulit
terhadap listrik. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa bising yang
berkepanjangan akan mengakibatkan naiknya tekanan darah secara
permanen. Perubahan dalam tubuh seperti ini akan menurunkan
kenyamanan sehingga efektivitas dalam melakukan pekerjaanpun akan
menurun (Anizar, 2009). Menurut Heryati (2008), stressor pertama kali
ditampung oleh panca indera dan diteruskan ke pusat emosi yang terletak
di sistem saraf pusat. Dari pusat emosi yaitu kelenjar HPA (Hipotalamus-
Pituitari-Adrenal) akan meningkatkan aktivitas hormon kortisol yang
kemudian akan menyebabkan stres. Stres juga akan mengakibatkan
gangguan pada kesehatan, salah satunya adalah gangguan tidur.
Sedangkan menurut Tarwaka (2010), salah satu penyebab dari stres
kerja adalah dari faktor intrinsik pekerjaan, seperti : keadaan fisik
lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan
lembab), stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, pembebanan
berlebih dan lain- lain. Stres kerja yang dialami oleh tenaga kerja juga akan
meberikan efek atau pengaruh pada kesehatan individu, misalnya : depresi,
gejala psikosomatis, gangguan tidur, hipertensi, keluhan sistem
musculoskeletal, dan gangguan mental.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran
Sumber : - Hidayat (2008) - Asmadi (2008) - Heryati (2008) - Nurmianto (2003)
Keterangan : ------------ = tidak diteliti
= diteliti
Karyawan tidak memakai ear plug
Intensitas kebisingan tetap tinggi
Karyawan memakai ear plug
Intensitas kebisingan berkurang 10 – 15 dBA
Indera pendengaran
Otak mengaktifkan kelenjar HPA (hipotalamus, pituitary, adrenalin)
Hormon kortisol meningkat
Hormon kortisol normal
Stres kerja
Gejala gangguan tidur
Normal
Faktor dari luar : - Status gizi - Kondisi
kesehatan - Kondisi
psikologis
Faktor dari dalam : - Usia - Jenis kelamin - Beban kerja - Lingkungan
kerja
Intensitas kebisingan yang tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Hipotesis
Ada Pengaruh Pemakaian Ear Plug Terhadap Stres Kerja dan Gejala
Gangguan Tidur pada Karyawan yang Terpapar Bising Penggilingan Padi di
Sragen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental semu (quasi
experimental) dan rancangannya dengan menggunakan rancangan perlakuan
ulang atau one group pre-test and post-test design yaitu rancangan penelitian
yang menggunakan cara satu kali pengukuran didepan (pre-test) sebelum
adanya perlakuan dan setelah itu dilakukan pengukuran lagi (post-test)
(Sarwono, 2006).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi : Penggilingan padi UD. Anggraini Sragen
2. Waktu : bulan Mei-Juni 2012
C. Populasi Penelitian
Populasi penelitian merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek
yang diteliti (Notoatmodjo, 2002). Populasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah semua tenaga kerja penggilingan padi di UD. Anggraini Sragen
yang berjumlah 40 orang. Subjek yang diambil untuk dijadikan sampel
penelitian adalah yang memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :
1. Jenis kelamin : Laki- laki
2. Usia : 20 – 50 tahun
3. Tidak mempunyai riwayat penyakit pendengaran sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Tidak sedang minum alkohol.
5. Lama kerja 7 jam sehari.
6. Dalam keadaan sehat.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan menggunakan purposive sampling,
yang berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah
ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu (Hadi,
2004).
Populasi tenaga kerja yang ada di bagian penggilingan padi adalah 40
orang. Untuk mengambil sampel dari populasi yang ada yaitu dengan
menggunakan purposive sampling atau pengambilan sampel dengan ciri-ciri
yang telah disebutkan diatas.
E. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). Jumlah sampel
ditentukan dengan menggunakan rumus pengambilan sampel umum. Menurut
Notoatmodjo (2002), untuk populasi kecil atau lebih kecil dari 10.000, dapat
menggunakan rumus yang sederhana seperti berikut :
n = 2)(1 dN
N
= 2)1,0(401
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Paired T-test
= 4,1
40= 28 orang
Keterangan :
n = besar sampel
N = besar populasi
d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 10% (0.1)
Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel proposional yang
digunakan sebanyak 28 orang. Sehingga dari populasi yang berjumlah 40
orang tersebut dan berdasarkan cirri-ciri diatas maka terpilih 28 orang yang
menjadi sampel untuk penelitian ini.
F. Desain Penelitian
Gambar 3.1. Desain Penelitian
Unit Penggilingan
Subjek (n = 28)
Purposive Sampling
Pengukuran I
Uji Risk Pengukuran II
Tidak memakai ear plug
Memakai ear plug
Populasi (N = 40)
Stres kerja
Gejala gangguan
tidur
Stres kerja
Gejala gangguan tidur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Keterangan :
a. Pengukuran I : pengukuran stres kerja dan gangguan tidur
karyawan sebelum memakai ear plug.
b. Pengukuran II : pengukuran stres kerja dan gangguan tidur
karyawan sesudah memakai ear plug.
c. Lama waktu perlakuan : menurut penelitian yang pernah dilakukan
oleh Triwibowo (2009), memberikan perlakuan
pemakaian ear plug kepada karyawan yang bekerja
7 jam/hari selama 5 hari.
d. Uji statistik : hasil pengukuran stres kerja menggunakan Uji T
Berpasangan (Paired t-test) dan hasil pengukuran
gejala gangguan tidur menggunakan Uji Risk.
G. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya
atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah memakai ear plug dan kebisingan.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah stres kerja dan gejala gangguan tidur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel pengganggu
dalam penelitian ini ada dua, yaitu :
a. Variabel pengganggu terkendali : usia, jenis kelamin, beban kerja,
status gizi, sehat, dan lingkungan kerja.
b. Variabel pengganggu tidak terkendali : keadaan psikologis.
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh mesin gilingan padi.
Dalam penelitian ini yang diukur adalah intensitas kebisingan di
lingkungan kerja tersebut. Untuk mengetahui intensitas kebisingan di
lingkungan kerjanya yaitu melalui pengukuran langsung pada tempat kerja
yang dilakukan oleh orang lain yang mempunyai pengalaman dengan
menggunakan :
Alat ukur : Sound Level Meter (SLM)
Satuan : dBA (desibel)
Skala Pengukuran : Rasio
2. Stres Kerja
Stres kerja merupakam reaksi/respon tubuh berupa respon fisiologis,
psikologis maupun perilaku terhadap stressor yang diamati, yang tertuang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam kuesioner HRSA (terjemahan dari kuesioner Hamilton Rating Scale
Anxiety).
Alat ukur : Kuesioner HRSA (terjemahan dari kuesioner
Hamilton Rating Scale Anxiety)
Skala Pengukuran : Interval
3. Gejala Gangguan Tidur
Gangguan tidur dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu gangguan
yang dialami oleh seseorang untuk memulai tidur maupun saat tidur
sehingga kuantitas dan kualitas tidurnya menurun.
Alat ukur : Kuesioner ISQ (Insomnia Symptom Questionnaire)
Skala Pengukuran : Nominal
4. Ear Plug
Ear plug adalah sumbat telinga yang dipakai tenaga kerja selama
melakukan proses penggilingan padi. Jenis ear plug yang dipakai yaitu
karet yang kontur bahannya lembut dan mudah menyesuaikan dengan
ukuran lubang telinga, sehingga nyaman digunakan.
I. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan
data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang
digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :
1. Sound level meter, yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan.
Merek alat : Sound Level Meter RION NA-20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Cara Kerja :
a. Memutar switch ke A.
b. Memutar FILTER-CAL-INT kea rah INT.
c. Memutar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan yang terukur.
d. Menggunakan meter dynamic characteristic selector switch “FAST”
karena jenis kebisingannya continue.
e. Pengukuran dilakukan selama 1 - 2 menit, mengarahkan mikropon ke
sumber kebisingan.
f. Jarak Sound Level Meter dengan sumber bising adalah sesuai dengan
posisi tenag kerja selama kerja.
g. Membaca angka skala dan mencatat setelah panah penunjuk dalam
keadaan stabil.
2. Kuesioner L-MMPI (Lie Minnesota Multiphasic Personality Inventory),
yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi hasil mungkin valid karena
kesalahan atau ketidakjujuran subjek penelitian. Bila responden menjawab
”TIDAK” maka diberi nilai 1. Nilai batas skala adalah 10, artinya apabila
responden mempunyai nilai > 10 maka data hasil penelitian responden
tersebut dinyakan invalid (Graham, 1990).
3. Kuesioner HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety)
Yaitu kuesioner untuk mengukur stres kerja, yang berisi 14 kelompok
gejala yang masing-masing gejala diberi penilaian antara 0 – 4 sebagai
berikut :
a. Nilai 0 : tidak ada gejala atau keluhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Nilai 1 : gejala ringan
c. Nilai 2 : gejala sedang
d. Nilai 3 : gejala berat
e. Nilai 4 : gejala berat sekali
Gejala-gejala yang ada dalam kuesioner ada 14 antara lain : gejala
perasaan cemas, gejala ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan
kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala somatik fisik, gejala
kardiovaskuler dan pembuluh darah, gejala respiratori, gejala
gastrointestinal, gejala urogenital, sikap dan tingkah laku.
Hasil dari kuesioner adalah dikategorikan menjadi 3 kriteria
dengan jumlah skor yaitu : ringan (≤ 20), sedang (21 – 27), dan berat (≥
27). Tetapi dalam penelitian ini menggunakan skala pengukuran interval,
sehingga setiap responden akan diambil hasil skor terakhir saja.
Uji validitas kuesioner ini telah dilakukan oleh Dewi (2011)
dengan hasil r tabel n = 30 adalah 0,361, sehingga r tabel dimana jika nilai
Corrected Item Total Correlation untuk tiap butir pertanyaan dibawah
nilai 0,361 maka pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid dan
dikeluarkan dari kuesioner untuk penelitian selanjutnya. Dari hasil uji
validitas yang telah dilakukan, terdapat 2 item pertanyaan yang memiliki
nilai kurang dari 0,361 yaitu item no. 23 dengan nilai r hitung 0,081 dan
no. 24 dengan nilai r hitung 0,081. Hal tersebut mengartikan bahwa item
pertanyaan no. 23 dan 24 tidak valid dan dikeluarkan dari kuesioner.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari hasil uji reliabilitas, didapat rAlpha yaitu bernilai 0,926, maka
kuesioner ini dinyatakan sangat reliabel dan layak untuk disebarkan
kepada responden untuk penelitian (Dewi, 2011).
4. Kuesioner ISQ (Insomnia Symptom Questionnaire).
Yaitu kuesioner yang digunakan untuk mengukur gejala gangguan tidur
pada seseorang. Kuesioner ini berisi 13 pertanyaan subyektif dengan
rincian : pertanyaan nomor 1, 2, dan 5 digunakan untuk menentukan
adanya frekuensi dan durasi kriteria gejala tidur, serta pertanyaan nomor 6
– 13 digunakan untuk mengidentifikasi konsekuensi keluhan tidur yang
signifikan pada malam hari. Skoring atau penilaian ISQ adalah sebagai
berikut :
1) Kriteria gejala tidur
Memeriksa jawaban pertanyaan nomor 1, 2, atau 5, apakah salah satu
jawaban “sering” atau “selalu”.
2) Kriteria durasi
jawaban pertanyaan nomor 1, 2, atau 5, apakah salah satu jawaban ≥ 4
minggu.
3) Kriteria gangguan pada siang hari
Memeriksa jawaban pertanyaan nomor 6 - 13, apakah salah satu
jawaban “agak” atau “sangat”.
4) Apabila hasil koreksi dari setiap kriteria di atas adalah “ya”, maka
hasil skoring adalah mengalami gejala gangguan tidur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5) Apabila terdapat salah satu hasil koreksi dari 3 kriteria di atas adalah
“tidak”, maka hasil skoring adalah tidak mengalami gejala gangguan
tidur.
Uji validitas kuesioner ini telah dilakukan oleh Michele (2009)
dengan hasil kuesioner ISQ ini memiliki spesifitas yang tinggi (>90%) dan
nilai Likehood Ratios (LR) yang positif sebesar 4,23. LR digunakan untuk
mengevaluasi cukup memadai atau tidak ISQ digunakan sebagai
kuesioner.
Dari hasil uji reabilitas, didapat rAlpha yaitu bernilai 0,89, maka
kuesioner ini dinyatakan sangat reliabel dan layak untuk disebarkan
kepada responden untuk penelitian (Michele, 2009).
5. Lembar isian data, yaitu daftar pertanyaan yang digunakan untuk
menentukan subjek penelitian.
6. Alat tulis, yaitu untuk mencatat hasil dari pengukuran.
7. Kamera digital, yaitu alat untuk mengambil dokumentasi sebagai bukti
penelitian selama penelitian berlangsung. Dalam hal ini peneliti
menggunakan Samsung Wave525.
J. Cara Kerja Penelitian
1. Tahap Persiapan :
Sebelum penelitian, peneliti melakukan ijin penelitian, survey awal,
menyusun proposal dan ujian proposal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Tahap Pelaksanaan :
a. Ijin ke perusahaan untuk menjelaskan tujuan penelitian.
b. Mengisi lembar data responden.
c. Menentukan sampel.
d. Mengukur kebisingan dengan Sound Level Meter.
e. Mengukur stres kerja sebelum dan sesudah pemakaian ear plug dengan
HRSA.
f. Mengukur gejala gangguan tidur sebelum dan sesudah pemakaian ear
plug dengan ISQ.
g. Mencatat hasil pengukuran.
3. Tahap Penyelesaian :
a. Mengumpulkan data.
b. Mengolah dan menganalisis data dengan 2 jenis uji yaitu Uji T
Berpasangan (Paired t-test) dan Uji Risk.
c. Menyusun laporan skripsi.
K. Teknik Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan 2 jenis uji
statistik yaitu Uji T Berpasangan (Paired t-test) dan Uji Risk dengan
menggunakan program komputer SPSS versi 16.0, dengan interpretasi hasil
sebagai berikut :
1. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan.
2. Jika p value > 0,01 tetapi < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Hastono,
2001).
Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kekuatan hubungan,
maka dapat dipergunakan pedoman pada tabel berikut :
Tabel 3.1. Pedoman Interpretasi Koefisen Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum
Usaha Dagang (UD) Anggraini merupakan industri informal yang
bergerak di bidang penggilingan padi. UD. Anggraini terletak di Desa Tanon,
Pungkruk Kecamatan Sragen. Produk yang dihasilkan oleh UD. Anggraini
adalah beras. Proses kerja yaitu dari penjemuran padi hingga menjadi beras,
gabah yang digiling berasal dari berbagai daerah baik yang berasal dari daerah
sekitar Sragen maupun diluar Sragen. UD. Anggraini dapat memproduksi
kurang lebih dalam 1 hari sebanyak 15 – 20 ton padi. UD. Anggraini sudah
berdiri lama karena merupakan usaha turun temurun dan pada tahun 2002
mengalami berkembang pesat dan telah memiliki cabang penggilingan padi.
Jumlah karyawan pada saat pertama kali hanya berjumlah 16 orang, yang
kemudian seiring berjalannya waktu jumlah karyawan sampai sekarang total
berjumlah ± 40 orang yang sebagian besar adalah laki- laki. Para pekerja di
UD. Anggraini bekerja selama 6 hari dalam satu minggu yaitu dari hari Senin
sampai Sabtu, dengan lama bekerja selama 8 jam/hari dan istirahat selama 1
jam (07.00 – 16.00 WIB) dengan istirahat selama 1 jam (12.00 – 13.00 WIB).
Dilihat dari lokasinya penggilingan satu dengan penggilingan yang
lainnya tidak berjauhan dan sangat strategis karena ada beberapa yang terletak
di pinggir jalan raya. Fasilitas yang dimiliki pemilik berupa truk digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk mengangkut padi yang dibeli maupun untuk pengiriman hasil
produksinya, mengingat padi yang diambil juga berasal dari luar kota.
Secara keseluruhan ventilasi yang digunakan pada masing-masing
penggilingan padi terdapat ventilasi dari dua buah pintu masuk dan lubang-
lubang kecil yang terdapat dari sela-sela dinding pembatas antar ruangan, dan
terdapat cerobong yang disambungkan dengan mesin yang digunakan untuk
mengalirkan debu padi yang dihasilkan oleh mesin penggiling padi ke udara
luar, sehingga debu dari sisa penggilingan padi tidak berterbangan di area
penggilingan padi.
B. Karakteristik Subjek Penelitian
1. Usia
Responden yang diambil dalam penelitian ini berusia antara 20
sampai 50 tahun dan diperoleh sebaran usia sebagai berikut :
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Usia Usia (Tahun) Frekuensi Prosentase (%)
20 – 30 9 32,14 31 – 40 15 53,57 41 – 50 4 14,29 Jumlah 28 100
Sumber : Data Primer, Juni 2012
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rentang usia yang
terbesar adalah 31 – 40 tahun dengan prosentase 53,57%, sedangkan yang
terkecil pada rentang usia 41 – 50 tahun dengan prosentase 14,29%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan penyebaran kuesioner pada tanggal 6 Juni 2012
terhadap 28 subjek penelitian di penggilingan padi UD. Anggraini
didapatkan hasil bahwa semuanya berjenis kelamin laki- laki.
3. Beban Kerja
Penilaian beban kerja pada responden dilakukan dengan metode
pengukuran tidak langsung yaitu menghitung denyut jantung selama kerja
menggunakan metode 10 denyut. Dengan metode tersebut dapat dihitung
denyut nadi kerja sebagai berikut :
Denyut nadi (denyut/menit) = tunganwaktuperhi
denyut10x 60
Sebaran distribusi kategori beban kerja berdasarkan denyut jantung
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2. Distribusi Kategori Beban Kerja Berdasarkan Denyut Jantung Denyut Jantung
(denyut/min) Kategori Beban
Kerja Frekuensi
Prosentase (%)
75 – 100 Ringan - 100 – 125 Sedang 28 100 125 – 150 Berat - 150 – 175 Sangat berat -
>175 Sangat berat sekali - Jumlah 28 100
Sumber : Data Primer, Juni 2012
Berdasarkan hasil pengukuran denyut jantung diketahui bahwa
beban kerja dari semua responden termasuk kategori beban kerja sedang,
yaitu antara 100 – 125 denyut/min dengan prosentase 100%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Status Gizi
Status gizi responden dapat dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT)
yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :
IMT = 2)(
)(
mntinggibada
kgberatbadan
Hasil perhitungan status gizi menurut IMT pada pekerja di UD.
Anggraini diperoleh sebaran status gizi (IMT) sebagai berikut :
Tabel 4.3. Distribusi Status Gizi Subjek Penelitan Berdasarkan IMT
IMT Kategori Frekuensi Prosentase
(%) 18,5 – 25,0 Normal 28 100 25,0 – 27,0 Gemuk -
>27,0 Sangat Gemuk -
Jumlah 28 100 Sumber : Data Primer, Juni 2012
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa status gizi dari
semua responden dalam kategori normal (Prosentase 100%) menurut IMT
dengan status gizi terendah 18,97 dan status gizi tertinggi 24,68.
5. Kondisi Kesehatan
Berdasarkan penyebaran kuesioner pada tanggal 6 Juni 2012
terhadap 28 subjek penelitian di penggilingan padi UD. Anggraini
didapatkan hasil bahwa semua subjek dalam keadaan sehat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan Tempat Kerja
Pengukuran intensitas kebisingan pada tempat kerja dilakukan dalam 7
(tujuh) titik pengukuran. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan No. Titik Pengukuran Lek (dBA) 1. A 95,2 2. B 92 3. C 89,8 4. D 89 5. E 87,2 6. F 83,8 7. G 77,8
Rata-rata 87,74 Sumber : Data Primer, Juni 2012
Intensitas kebisingan rata-rata dalam sehari adalah 87,74 dBA dengan
intensitas kebisingan tertinggi didapatkan pada titik pengukuran A yaitu jarak
1 m dari mesin penggiling padi dan intensitas kebisingan terendah didapatkan
pada titik pengukuran G yaitu jarak 15 m dari mesin penggiling padi. Selama
penelitian dilakukan tidak ada penambahan mesin dan alat-alat lainnya yang
dapat menambah intensitas kebisingan. Selain itu selama penelitian dilakukan
alat yang beroperasi untuk penggilingan sama, sehingga intensitas kebisingan
tidak jauh berbeda dibandingkan hari-hari lainnya.
D. Hasil Pengukuran Stres Kerja Karyawan
Pengukuran stres kerja dilakukan dengan menggunakan kuesioner
HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety). Pengukuran dilakukan 2 (dua) kali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yaitu sebelum dan sesudah pemakaian ear plug. Hasil pengukuran stres kerja
sebelum pemakaian ear plug adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5. Hasil Pengukuran Stres Kerja Sebelum Pemakaian Ear Plug No. Kategori Stres Kerja Frekuensi Prosentase (%) 1. Ringan (≤ 20) 1 3,57 2. Sedang (21 – 27) 8 28,57 3. Berat (> 27) 19 67,86
Jumlah 28 100 Rata-rata 35,39
Std. Deviasi 12,80 P 0,003
Sumber : Data Primer, Juni 2012
Berdasarkan tabel 4.8 rata-rata yang didapat adalah 35,39, dengan skor
tertinggi 66 dan skor terendah 20. Sedangkan standar deviasi yang didapat
sebesar 12,80 dengan nilai p = 0,003, (p < 0,05) sehingga distribusi data tidak
normal.
Hasil pengukuran stres kerja sesudah pemakaian ear plug adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Stres Kerja Sesudah Pemakaian Ear Plug No. Kategori Stres Kerja Frekuensi Prosentase (%) 1. Ringan (≤ 20) 14 50 2. Sedang (21 – 27) 9 32,14 3. Berat (> 27) 5 17,86
Jumlah 28 100 Rata-rata 23,29
Std. Deviasi 9,23 P 0,000
Sumber : Data Primer, Juni 2012
Berdasarkan tabel 4.9 rata-rata yang didapat adalah 23,29, dengan skor
tertinggi 56 dan skor terendah 11. Sedangkan standar deviasi yang didapat
sebesar 9,23 dengan nilai p = 0,000, (p < 0,05) sehingga distribusi data tidak
normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Hasil Pengukuran Gejala Gangguan Tidur Karyawan
Pengukuran gejala gangguan tidur dilakukan dengan menggunakan
kuesioner ISQ (Insomnia Symptom Questionnaire). Pengukuran dilakukan 2
(dua) kali yaitu sebelum dan sesudah pemakaian ear plug. Hasil pengukuran
gejala gangguan tidur sebelum pemakaian ear plug adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7. Hasil Pengukuran Gejala Gangguan Tidur Sebelum Pemakaian Ear Plug Kriteria Frekuensi Persentase (%)
Mengalami gejala gangguan tidur
17 60,71
Tidak mengalami gejala gangguan tidur
11 39, 29
Jumlah 28 100 Sumber : Data Primer, Juni 2012
Berdasarkan tabel 4.10 jumlah responden yang mengalami gejala
gangguan tidur sebanyak 17 orang (60,71%), dan responden yang tidak
mengalami gangguan tidur sebanyak 11 orang (39,29%).
Hasil pengukuran gejala gangguan tidur sesudah pemakaian ear plug
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.8. Hasil Pengukuran Gejala Gangguan Tidur Sesudah Pemakaian Ear Plug Kriteria Frekuensi Persentase (%)
Mengalami gejala gangguan tidur
3 10,71
Tidak mengalami gejala gangguan tidur
25 89,29
Jumlah 28 100 Sumber : Data Primer, Juni 2012
Berdasarkan tabel 4.11 jumlah responden yang mengalami gejala
gangguan tidur sebanyak 3 orang (10,71%), dan responden yang tidak
mengalami gangguan tidur sebanyak 25 orang (89,29%).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
F. Uji Perbedaan Stres Kerja Sebelum dan Sesudah Pemakaian Ear Plug
Uji perbedaan ini dengan menggunakan uji statistik paired t-test.
Dikarenakan pada saat uji normalitas kedua data tersebut berdistribusi tidak
normal, maka uji yang dipilih menjadi Uji Wilcoxon. Sehingga didapatkan
hasil sebagai berikut :
Tabel 4.9. Hasil Uji Wilcoxon
Stres Kerja n Median
(minimum-maksimum) p Z
Sebelum Pemakaian Ear Plug
28 30 (20 – 66) 0,000 -4,411
Sesudah Pemakaian Ear Plug
28 20,5 (56 – 11)
Sumber : Hasil Uji SPSS
G. Uji Perbedaan Gejala Gangguan Tidur Sebelum dan Sesudah Pemakaian
Ear Plug
Uji perbedaan ini dengan menggunakan uji Risk yang didapatkan hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.10. Hasil Pengukuran Gejala Gangguan Tidur
Kriteria Frekuensi
Sebelum Pemakaian Ear Plug
Sesudah Pemakaian Ear Plug
Mengalami Gejala Gangguan Tidur
17 3
Tidak Mengalami Gejala Gangguan Tidur
11 25
Jumlah 28 28 Tabel 4.11. Hasil Uji Risk
Sumber : Data Primer, Juni 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.11. Hasil Uji Risk
Mengalami Tidak
Mengalami Jumlah p r
Odds Ratio
Gejala gangguan tidur
sebelum pemakaian ear
plug
17 11 28
0,042 0,831 1,333 Gejala gangguan tidur
sesudah pemakaian ear
plug
3 25 28
Jumlah 28 28 56 Sumber : Hasil Uji SPSS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin,
beban kerja, status gizi, dan kondisi kesehatan. Dari hasil wawancara, usia
responden berada pada rentang 20 – 50 tahun. Depkes RI (2010) menyebutkan
bahwa usia produktif adalah antara 15 – 65 tahun, sehingga responden masih
berada pada usia yang produktif. Menurut Roestam (2003), kebanyakan
kinerja fisik mencapai pusat dalam usia pertengahan 20-an dan peran dari
faktor usia yang memberikan respon terhadap situasi yang potensial
menimbulkan stres kerja, dimana kelompok usia > 40 tahun lebih rentan
dalam menghadapi stres kerja.
Berdasarkan penyebaran kuesioner di UD. Anggraini, hampir seluruh
pekerjanya adalah laki- laki, sehingga pemilihan responden juga dimaksudkan
untuk memperoleh karakteristik responden yang hampir sama.
Menurut Tarwaka (2010), pembebanan berlebih merupakan salah satu
faktor intrinsik pekerjaan yang menyebabkan terjadinya stres kerja. Pada UD.
Anggraini, terdapat beberapa pekerjaan di setiap harinya, seperti penjemuran
gabah yang dilakukan berulang-ulang, pembersihan, pemecahan kulit,
penyosohan, pemutihan dan sampai akhirnya menjadi beras. Pekerjaan yang
dilakukan oleh semua sampel yang digunakan termasuk dalam kategori beban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kerja sedang dengan prosentase 100%, hal ini diperoleh dengan pengukuran
denyut jantung.
Pekerja yang menjadi subjek penelitian adalah pekerja dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) minimal 18,97 dan maksimal adalah 24,60. Indeks Massa
Tubuh yang kurang dari 17,0 termasuk dalam kategori kurus (kekurangan
berat badan tingkat berat), untuk IMT antara 17,0 – 18,4 termasuk kategori
kurus (kekurangan berat badan tingkat ringan), untuk IMT 18,5 - 25,0
termasuk dalam kategori Normal, untuk IMT 25,1 - 27,0 termasuk dalam
kategori gemuk (kelebihan berat badan tingkat ringan) dan untuk IMT lebih
dari 27,0 termasuk dalam kategori gemuk (kelebihan berat badan tingkat
berat) (Supariasa, 2002). Dari referensi tersebut dapat diketahui bahwa dari 28
responden penelitian masih dalam kategori IMT normal karena IMT berada
diantara 18,5 - 25,0, sehingga status gizi dapat dikendalikan.
Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan dari semua responden dalam
keadaan sehat selama penelitian. Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat akan
memungkinkan akan terhindar dari stres kerja dan dapat tidur dengan
nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya
tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan
nyenyak (Asmadi, 2008).
B. Analisis Intensitas Kebisingan Tempat Kerja
Rata-rata intensitas kebisingan yang diperoleh dari 7 titik
pengukuran selama sehari adalah 87,74 dBA. Berdasarkan Permenakertrans
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RI No. PER.13/MEN/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja yang menyebutkan bahwa Nilai Ambang Batas
untuk pemaparan 8 jam per hari adalah sebesar 85 dBA. Dari hasil
pengukuran dapat disimpulkan bahwa intensitas kebisingan pada tempat kerja
tersebut melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan. Dalam
bekerja semua tenaga kerja tidak memakai ear plug. Sehingga intensitas
kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas tersebut dapat menyebabkan
gangguan kesehatan. Menurut Sasongko (2000), bahwa kebisingan yang
melebihi nilai ambang batas (NAB) dapat menyebabkan berbagai gangguan
terhadap kesehatan tenaga kerja seperti gangguan komunikasi, psikologis
(stres kerja), fisiologis, keseimbangan (pusing), dan ketulian. Sehingga untuk
menghindari tersebut perlu adanya pengendalian. Pengendalian yang bisa
dilakukan adalah dengan memakai alat pelindung telinga, seperti ear plug.
C. Analisis Stres Kerja
Pengukuran stres kerja dilakukan dengan menggunakan kuesioner
HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety) terdiri dari 14 kelompok gejala, antara
lain : gejala perasaan cemas, gejala ketegangan, ketakutan, gangguan tidur,
gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala somatik fisik,
gejala kardiovaskuler dan pembuluh darah, gejala respiratori, gejala
gastrointestinal, gejala urogenital, sikap dan tingkah laku. Pengukuran
dilakukan 1 hari sebelum dan 1 hari sesudah pemakaian ear plug.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Analisis Stres Kerja Sebelum Pemakaian Ear Plug
Dari analisis data sebelum pemakaian ear plug diperoleh rata-rata
stres kerja sebesar 35,39 dengan skor tertinggi 66 dan skor terendah 20.
Standar deviasinya adalah 12,80, dan dari uji normalitas data diperoleh
0,003 yang berarti p < 0,05, maka data tersebut berdistribusi tidak normal.
2. Analisis Stres Kerja Sesudah Pemakaian Ear Plug
Dari analisis data sesudah pemakaian ear plug diperoleh rata-rata
stres kerja sebesar 23,29 dengan skor tertinggi 56 dan skor terendah 11.
Standar deviasinya adalah 9,23, dan dari uji normalitas data diperoleh
0,000 yang berarti p < 0,05, maka data tersebut berdistribusi tidak normal.
Dari kedua hasil analisis tersebut didapatkan kedua data berdistribusi
tidak normal, sehingga uji T Berpasangan (Paired t-test) tidak dapat dilakukan
maka dipilih uji Wilcoxon. Dari hasil uji statistik Wilcoxon dapat diketahui
bahwa nilai sig. (2-tailed) adalah 0,000 atau kurang dari 0,01 (p ≤ 0,01) yang
berarti sangat signifikan. Dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh pemakaian
ear plug terhadap stres kerja, dengan nilai Z = -4,411 yang artinya jika tidak
memakai ear plug memiliki 4,411 kali lebih besar berpotensi mengalami stres
kerja dibandingkan yang memakai ear plug.
Dari analisis data dapat diketahui bahwa rata-rata stres kerja sebelum
dan sesudah pemakaian ear plug mengalami penurunan 12,1. Hal ini
menunjukkan bahwa intensitas kebisingan yang melebihi nilai ambang batas
(NAB) mempengaruhi psikologis karyawan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan memakai ear plug maka intensitas yang diterima berkurang 10
– 15 dBA, sedangkan yang tidak memakai ear plug intensitas kebisingan yang
diterima tetap melebihi nilai ambang batas (NAB). Sehingga hal inilah yang
menyebabkan pemakaian ear plug dapat menurunkan gangguan psikologis
khususnya stres kerja akibat bising.
Penelitian yang sejenis juga dilakukan oleh Noviani (2010), yang
menyatakan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan yang tinggi terhadap
stres kerja pada tenaga kerja penggilingan padi di Sukoharjo, dengan nilai p =
0,03 (p≤0,05) yang berarti signifikan. Selain itu, penelitian yang dilakukan
oleh Nadhiroh (2011), juga menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat
signifikan antara paparan kebisingan dengan stres kerja pada tenaga di bagian
weaving PT. Triangga Dewi Surakarta dengan nilai p = 0,000 (p≤0,01).
D. Analisis Gejala Gangguan Tidur
Pengukuran gejala gangguan tidur dilakukan dengan menggunakan
kuesioner ISQ (Insomnia Symptom Questionnaire) terdiri dari 13 pertanyaan
subyektif dengan rincian : pertanyaan no 1, 2 dan 5 digunakan untuk
menentukan adanya frekuensi dan durasi kriteria gejala tidur, serta pertanyaan
no 6 – 13 digunakan untuk mengidentifikasi konsekuensi keluhan tidur yang
signifikan pada malam hari. Pengukuran dilakukan 1 hari sebelum dan 1 hari
sesudah pemakaian ear plug.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Analisis Gejala Gangguan Tidur Sebelum Pemakaian Ear Plug
Berdasarkan hasil pengukuran sebelum pemakaian ear plug
diperoleh hasil yaitu 17 orang yang mengalami gejala gangguan tidur dan
11 orang yang tidak mengalami gejala gangguan tidur.
2. Analisis Gejala Gangguan Tidur Sesudah Pemakaian Ear Plug
Berdasarkan hasil pengukuran sesudah pemakaian ear plug
diperoleh hasil yaitu 3 orang yang masih mengalami gejala gangguan tidur
dan 25 orang yang tidak mengalami gejala gangguan tidur.
Dari hasil uji Risk dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
menunjukkan p = 0,042, maka dapat dinyatakan bahwa gejala gangguan tidur
antara sebelum dan sesudah pemakaian ear plug berbeda secara bermakna.
Tingkat kekuatan korelasi dapat dilihat dari nilai r yaitu 0,831. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat dengan nilai interval
0,80 – 1,000. Nilai Odds Ratio (OR) = 1,333 yang artinya jika tidak memakai
ear plug memiliki 1,333 kali lebih besar berpotensi mengalami gangguan tidur
dibandingkan yang memakai ear plug.
Menurut Tarwaka (2010), gangguan tidur merupakan salah satu efek
atau pengaruh dari stres kerja yang dialami oleh tenaga kerja. Gejala gangguan
tidur yang dialami oleh beberapa karyawan UD. Anggraini adalah efek dari
gangguan psikologis (stres kerja) yang diakibatkan oleh intensitas kebisingan
yang tinggi. Dari analisis data dapat diketahui bahwa karyawan yang
mengalami gejala gangguan tidur sebelum dan sesudah pemakaian ear plug
mengalami penurunan 15 orang, sedangkan untuk karyawan yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengalami gejala mengalami kenaikan sebesar 14 orang. Sehingga gejala
gangguan tidur yang merupakan efek dari stres kerja tersebut mengalami
penurunan setelah adanya pemakaian ear plug.
Dengan memakai ear plug maka intensitas yang diterima berkurang
10 – 15 dBA, sedangkan yang tidak memakai ear plug intensitas kebisingan
yang diterima tetap melebihi nilai ambang batas (NAB). Sehingga hal inilah
yang menyebabkan pemakaian ear plug dapat menurunkan gejala gangguan
tidur dari efek stres kerja yang diakibatkan oleh intensitas kebisingan melebihi
nilai ambang batas (NAB).
Hasil tersebut juga senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
Triyono (2000), yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif dari
penggunaan ear plug terhadap stres kerja dengan nilai p = 0,000 (p<0,05)
yang artinya signifikan.
Selain itu, terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Ulumuddin
(2011), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat stres dengan
kejadian insomnia (gangguan tidur) dengan nilai p = 0,009 (p<0,05) yang
artinya signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Intensitas kebisingan melebihi nilai ambang batas (NAB) yang
diperkenankan, yaitu rata-ratanya 87,74 dBA.
2. Rata-rata stres kerja karyawan sebelum pemakaian ear plug yaitu 35,39
dengan skor tertinggi 66 dan terendah 20, sedangkan rata-rata stres kerja
sesudah pemakaian ear plug yaitu 23,29 dengan skor tertinggi 56 dan
terendah 11.
3. Jumlah responden yang mengalami gejala gangguan tidur sebelum
pemakaian ear plug ada 17 orang (60,71%) dan yang tidak mengalami ada
11 orang (39,29%), sedangkan jumlah responden yang mengalami
gangguan tidur sesudah pemakaian ear plug ada 3 orang (10,71%) dan
yang tidak mengalami sebanyak 25 orang (89,29%).
4. Ada pengaruh pemakaian ear plug terhadap penurunan stres kerja dengan
p = 0,000 yang artinya sangat signifikan dan gejala gangguan tidur dengan
p = 0,042 dan r = 0,831 yang artinya hubungannya sangat kuat pada
karyawan penggilingan padi di Sragen.
B. Saran
1. Bagi tenaga kerja sebaiknya menggunakan alat pelindung telinga atau ear
plug untuk mencegah gangguan psikologis yang berakibat pada terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
gangguan tidur akibat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin
penggilingan padi.
2. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih
mendalam dengan memperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi stres
kerja dan gangguan tidur lainnya, seperti : keadaan psikologis, lingkungan
kerja, dan konsumsi obat-obatan.