pengaruh model pembelajaran menggunakan digital...

16
2 1. Pendahuluan Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai proses pembelajaran disekolah sudah sangat banyak. Hal ini juga dilakukan oleh pihak SMP Negeri 2 Salatiga. Guru dan siswa sudah banyak yang menggunakan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi sebagai proses belajar. Namun meski begitu masih banyak permasalahan yang muncul. Hasil observasi yang telah dilakukan di SMP Negeri 2 Salatiga pada tanggal 7 dan 8 Januari 2014, ditemukan permasalahan yaitu banyak hasil belajar siswa yang masih rendah yaitu dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu <75. Dengan ratarata nilai ulangannya adalah 60. Sejalan dengan hasil observasi yang diperoleh, rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu yang berasal dalam diri (intern) dan yang berasal dari luar diri (ekstern) [1]. Hasil obervasi yang telah dilakukan, yang menyebabkan hasil belajar siswasiswi di SMP Negeri 2 rendah diantaranya adalah penggunaan teknologi yang kurang maksimal sesuai waktu dan tempatnya, misalnya penggunaan komputer laboratorium untuk mengakses jejaring sosial atau situssitus yang tidak berhubungan dengan materi yang diajarkan. Kemudian jenuhnya siswa terhadap pelajaran maupun pembelajaran yang guru berikan, serta model/cara mengajar guru yang membosankan dan monoton. Kejenuhan siswa dan model/cara guru mengajar merupakan hubungan sebab akibat yang menjadi faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa rendah. Faktorfaktor yang ditemukan dilapangan, akan sangat berpengaruh besar terhadap siswasiswi. Apabila faktorfaktor tersebut berlangsung secara terusmenerus, maka yang selanjutnya terjadi akan berakibat pada hasil belajar siswa. Maka dari itu diperlukan adanya sebuah model pembelajaran yang menyenangkan, menarik, meningkatkan kreativitas, mudah diterima siswa dan tentunya sesuai dengan perkembangan zaman yang ada, agar prestasi atau hasil belajar akan siswa meningkat dan membanggakan. Oleh karena itu manfaat teknologi yang ada tidak siasia dan digunakan dengan semaksimal mungkin. Salah satu model pembelajaran yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi yang ada, adalah dengan menggunakan digital storytelling. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, sudah banyak dari siswasiswi mengerti dan paham dalam membuat video. Penggunaan model pembelajaran yang menggunakan video digital storytelling khususnya pada mata pelajaran TIK kelas IX pada pokok bahasan Penerapan Aplikasi Internet belum dilakukan, maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan media pembelajaran tersebut terhadap hasil belajar mata pelajaran TIK siswa kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga. Penelitian ini dilakukan sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu untuk mengetahui pembelajaran dengan media digital storytelling ini apakah dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama untuk siswa kelas IX D SMP Negeri 2 Salatiga.

Upload: voliem

Post on 30-Jan-2018

223 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

2

1. Pendahuluan

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai proses

pembelajaran disekolah sudah sangat banyak. Hal ini juga dilakukan oleh pihak

SMP Negeri 2 Salatiga. Guru dan siswa sudah banyak yang menggunakan

kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi sebagai proses belajar. Namun

meski begitu masih banyak permasalahan yang muncul. Hasil observasi yang

telah dilakukan di SMP Negeri 2 Salatiga pada tanggal 7 dan 8 Januari 2014,

ditemukan permasalahan yaitu banyak hasil belajar siswa yang masih rendah yaitu

dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu <75. Dengan rata–rata nilai

ulangannya adalah 60.

Sejalan dengan hasil observasi yang diperoleh, rendahnya hasil belajar

siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu yang berasal dalam diri (intern) dan yang

berasal dari luar diri (ekstern) [1]. Hasil obervasi yang telah dilakukan, yang

menyebabkan hasil belajar siswa–siswi di SMP Negeri 2 rendah diantaranya

adalah penggunaan teknologi yang kurang maksimal sesuai waktu dan tempatnya,

misalnya penggunaan komputer laboratorium untuk mengakses jejaring sosial

atau situs–situs yang tidak berhubungan dengan materi yang diajarkan. Kemudian

jenuhnya siswa terhadap pelajaran maupun pembelajaran yang guru berikan, serta

model/cara mengajar guru yang membosankan dan monoton. Kejenuhan siswa

dan model/cara guru mengajar merupakan hubungan sebab akibat yang menjadi

faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa rendah.

Faktor–faktor yang ditemukan dilapangan, akan sangat berpengaruh besar

terhadap siswa–siswi. Apabila faktor–faktor tersebut berlangsung secara terus–

menerus, maka yang selanjutnya terjadi akan berakibat pada hasil belajar siswa.

Maka dari itu diperlukan adanya sebuah model pembelajaran yang

menyenangkan, menarik, meningkatkan kreativitas, mudah diterima siswa dan

tentunya sesuai dengan perkembangan zaman yang ada, agar prestasi atau hasil

belajar akan siswa meningkat dan membanggakan. Oleh karena itu manfaat

teknologi yang ada tidak sia–sia dan digunakan dengan semaksimal mungkin.

Salah satu model pembelajaran yang memanfaatkan perkembangan teknologi

informasi yang ada, adalah dengan menggunakan digital storytelling.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, sudah banyak dari siswa–

siswi mengerti dan paham dalam membuat video. Penggunaan model

pembelajaran yang menggunakan video digital storytelling khususnya pada mata

pelajaran TIK kelas IX pada pokok bahasan Penerapan Aplikasi Internet belum

dilakukan, maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan

media pembelajaran tersebut terhadap hasil belajar mata pelajaran TIK siswa

kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga. Penelitian ini dilakukan sejalan dengan tujuan

penelitian yang ingin dicapai, yaitu untuk mengetahui pembelajaran dengan media

digital storytelling ini apakah dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama

untuk siswa kelas IX D SMP Negeri 2 Salatiga.

Page 2: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

2. Kajian Pustaka

Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah dijabarkan,

maka berikut merupakan kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini.

Kajian pustaka yang digunakan meliputi penelitian sebelumnya yang relevan,

model pembelajaran, media pembelajaran, video pembelajaran, digital storytelling

dan hasil belajar. Penjabaran mengenai kajian pustaka yang melandasi penelitian

yang dilakukan, dijelaskan berikut dibawah ini.

Penelitian terdahulu tentang storytelling menunjukkan bahwa hasil tes yang

dilakukan pada saat penelitian menunjukkan bahwa cerita–cerita yang dikerjakan

oleh kelompok eksperimen lebih menarik, karena mereka menggunakan sejumlah

kata, kata–kata transisi, rumusan, dan akhir cerita yang digunakan, kosakata yang

digunakan, terorganisirnya cerita yang dibuat, imajinasi–imajinasi dan urutan

cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis. Hasil lainnya dari

penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa tulisan–tulisan oleh kelompok

eksperimen mendapatkan hasil yang lebih baik daripada kelompok kontrol, karena

cerita–ceritaya lebih imajinatif dan memiliki struktur kalimat yang berurutan [2].

Penelitian terdahulu lainnya mengenai digital storytelling, yaitu subjek yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah dosen dan mahasiswa. Hasil dari penelitian

ini menghasilkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan digital storytelling

akan memperoleh berbagai keuntungan. Keuntungan–keuntungan tersebut

diantaranya adalah dengan menggunakan metode ini, tidak memerlukan

pengeluaran yang banyak, dengan menggunakan digital storytelling ini dapat

meningkatkan motivasi, kreativitas dan pemikiran kritis dosen dan mahasiswa

yang menjadi objek penelitiannya [3].

Model pembelajaran merupakan suatu kerangka yang digunakan dalam

pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu [4]. Model pembelajaran dapat

dipahami sebagai suatu desain yang melukiskan pengalaman belajar dan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan digunakan sebagai

pedoman bagi perencanaan pengajaran guru dalam melaksanakan aktivitas

pembelajaran [5]. Definisi lain tentang model pembelajaran menyatakan bahwa

model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar [6]. Beberapa definisi tentang model pembelajaran yang telah dijabarkan

merupakan definisi dari beberapa ahli. Kajian pustaka mengenai model

pembelajaran yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli tersebut dapat ditarik

sebuah kesimpulan akhir. Model pembelajaran adalah suatu desain/kerangka

konseptual yang disusun dengan sistematis dan digunakan sebagai pedoman

pengajaran guru/pendidik dalam proses belajar mengajar sehingga tercipta sebuah

pengalaman belajar yang terorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi yaitu guru

(komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan), dan

tujuan pembelajaran. Selain itu definisi dari media pembelajaran adalah segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran),

sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam

kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar [7]. Definisi lain tentang media

Page 3: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

pembelajaran menyatakan bahwa media pembelajaran adalah media yang

digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar

serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa)

[8]. Beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh kedua ahli diatas, dapat

ditarik kesimpulan akhir. Media pembelajaran merupakan alat bantu

guru/pendidik yang dapat digunakan untuk menyalurkan dan memudahkan

penyampaian materi/pesan pembelajaran serta sebagai stimulus untuk merangsang

pikiran, perasaan dan kemauan siswa–siswi dalam pembelajaran sehingga apa

yang menjadi tujuan dari pengajaran akan tercapai. Kesimpulan ini merupakan

definisi yang diambil dari kedua pendapat tentang media pembelajaran yang telah

dijabarkan oleh ahli.

Video pembelajaran merupakan media pembelajaran yang bersifat

interaktif-tutorial [9]. Tinjauan lain menyatakan bahwa video pembelajaran yang

hanya memiliki durasi beberapa menit menyediakan fleksibilitas maksimum bagi

guru dan meningkatkan pembelajaran secara spesifik terkait dengan kebutuhan

siswa. Video pembelajaran mencakup empat ranah pengajaran, yaitu ranah

kognitif, ranah afektif, ranah kemampuan motorik dan ranah kemampuan

interpersonal. Terdapat banyak jenis video pembelajaran, dua diantaranya yaitu

(1) penceritaan kisah lewat video, (2) animasi. Penceritaan kisah lewat video

memungkinkan siswa–siswi untuk kreatif mengembangkan kemampuan mereka

memahami visual, kemampuan menulis dan kemampuan memproduksi video

serta menjadi sarana siswa untuk menyampaikan gagasan melalui sebuah kisah.

Untuk jenis video pembelajaran animasi, pada dasarnya video pembelajaran

animasi ini dibuat dari serangkaian foto, gambar, atau gambar komputer dari

pemindahan–pemindahan kecil dari benda atau gambar [10]. Kesimpulan yang

dapat diambil dari kedua pendapat ini adalah video pembelajaran merupakan

sebuah tutorial yang interaktif dalam membantu siswa untuk memahami sebuah

materi pembelajaran dan disajikan secara audio visual yang mencakup ranah

kognitif, afektif, kemampuan motorik dan kemampuan interpersonal.

Beberapa ahli menyatakan pendapatnya mengenai definisi digital

storytelling. Sebelum membahas mengenai digital storytelling, hal yang harus

diketahui adalah definisi mengenai storytelling itu sendiri. Storytelling is a

natural component of society and culture. Story is based in language and

delivered by the tools of the day. The tool may once have been a rock used to etch

pictures onto another rock; it may have been a quill or a fountain pen, a printing

press, a television screen, or a movie reel [11]. Kemudian, ahli lain yang

menyatakan definisinya mengenai digital storyttelling menyatakan bahwa digital

storytelling adalah ekspresi modern dari seni kuno dalam bercerita. Kekuatan

digital storytelling terletak pada menggabungkan gambar, musik, narasi dan suara

bersama–sama, sehingga memberikan dimensi dalam dan warna hidup untuk

karakter, situasi, pengalaman dan wawasan [12]. Pendapat lain yang menjabarkan

definisinya mengenai digital storytelling berpendapat bahwa digital storytelling

sebuah aplikasi teknologi yang memiliki posisi yang baik dalam memberikan

kontribusi yang menguntungkan untuk pengguna dan membantu guru mengatasi

beberapa hambatan untuk produktif dalam menggunakan teknologi di dalam kelas

mereka [13]. Kajian lain mengenai digital storytelling bahwa digital storytelling

Page 4: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

adalah ekspresi modern dari seni kuno bercerita. Sepanjang sejarah, cerita telah

digunakan untuk berbagi pengetahuan, kebijaksanaan dan nilai–nilai. Penyesuaian

media yang digunakan untuk bercerita diawali dari lingkaran api unggun sebagai

layar dan kemudian menjadi layar komputer [14]. Digital storytelling merupakan

salah satu media pembelajaran yang mencoba menggabungkan beberapa

keterampilan yaitu keterampilan berbicara, keterampilan menulis, keterampilan

mendengarkan dan keterampilan mengoperasikan program yang memanfaatkan

perkembangan ICT. Media digital storytelling merupakan salah satu jenis media

pembelajaran yang menggabungkan aspek visualisasi gambar dan efek suara [15].

Beberapa definisi yang telah dijabarkan oleh ahli tentang storytelling dan digital

storytelling dapat ditarik sebuah kesimpulan. Digital storytellling merupakan

teknik menggabungkan keterampilan bercerita dan kemajuan teknologi aplikasi

digital dengan menyisipkan gambar, suara, narasi, musik secara bersamaan

sehingga materi dapat tersampaikan dengan baik dan tidak membosankan.

Hasil belajar disebut juga dengan prestasi belajar. Hasil belajar merupakan

suatu proses dimana suatu organisme mengalami perubahan perilaku karena

adanya pengalaman dan proses belajar telah terjadi jika didalam diri anak telah

terjadi perubahan, perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman sebagai interaksi

dengan lingkungan [16]. Selain itu pendapat lain mengenai hasil belajar adalah

angka yang diperoleh siswa yang telah berhasil menuntaskan konsep–konsep mata

pelajaran sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan

sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Terdapat tiga ranah dalam

mengklasifikasikan hasil belajar, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik

[17]. Pendapat lainnya yang mengungkapkan tentang hasil belajar, bahwa terdapat

tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Pada aspek

kognitif, Bloom menyebutkan tujuh tingkatan yaitu (1) Pengetahuan, (2)

Pemahaman, (3) Pengertian, (4) Aplikasi, (5) Analisa, (6) Sintesa dan (7) Evaluasi

[18]. Pendapat–pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan angka yang diperoleh siswa dari

penguasaan pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dimana suatu

organisme/siswa mengalami perubahan perilaku yang lebih baik bila dibanding

saat sebelum belajar.

3. Metode Penelitian

Pada sebuah penelitian, diperlukan sebuah metode penelitian untuk

membantu menyelesaikan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experimental design. Quasy

experimental design adalah sebuah metode penelitian yang menggunakan dua

kelas, yakni kelas kontrol dan kelas experimen. Desain penelitian pada ekperimen

ini mengambil subjek secara acak dari populasi. Tujuannya adalah untuk

mengetahui hubungan sebab akibat dengan cara dikenai perlakuan pada kelompok

eksperimen dan membandingkannya dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai

perlakuan/kelompok kontrol.

Alasan menggunakan metode penelitian quasy experimental design adalah

untuk mengetahui apakah pembelajaran yang menggunakan digital storytelling

Page 5: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran TIK di SMP Negeri 2

Salatiga. Tipe quasy experimental design yang digunakan dalam penelitian ini

adalah “Pretest–Posttest Control Group Design”. Sampel pada penelitian ini

menggunakan kelas IX D sebagai kelas eksperimen dengan model pembelajaran

yang menggunakan digital storytelling dan kelas IX B sebagai kelas kontrol yang

menggunakan model pembelajaran konvensional. Masing–masing sampel

memiliki jumlah siswa–siswi yang sama, yaitu 28 siswa.

Tahapan dalam penelitian ini menggunakan pengembangan model

pembelajaran Dick and Carey [19]. Lima tahapan utama yang dijabarkan oleh

Dick and Carey antara lain tahap analisis kebutuhan, tahap desain strategi

instruksional, tahap pengembangan, tahap implementasi dan tahap evaluasi.

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media pembelajaran digital storytelling

dan yang menjadi variabel terikat adalah hasil belajar siswa. Teknik pengumpulan

data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan angket yang

berfungsi untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran yang

telah dilakukan, observasi untuk mengamati tingkah laku siswa–siswi maupun

guru selama proses pembelajaran sedang berlangsung, studi dokumentasi dengan

mengumpulkan data dan informasi dari Silabus dan RPP serta dari buku–buku

literature, referensi, e-book, internet, jurnal serta skripsi yang berkaitan dengan

penelitian. Selanjutnya yang menjadi instrumen penelitian dalam penelitian ini

adalah menggunakan pretest dan posttest.

Pretest diberikan sebelum pemberian perlakuan pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol dengan maksud untuk mengetahui kondisi awal sebelum pemberian

perlakuan. Setelah pretest dilakukan selanjutnya adalah pemberian treatment atau

perlakuan untuk kelas eksperimen yang menggunakan digital storytelling dan

kelas kontrol dengan model pembelajaran yang setiap hari dilakukan. Data yang

dianalisis adalah data nilai pretest dan posttest. Untuk menguji data penelitian ini,

langkah pertama adalah menguji normalitas, kedua homogenitas, ketiga uji

hipotesis. Uji normalitas dalam penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji

normal atau tidaknya sebaran data penelitiannya. Uji normalitas dalam penelitian

ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov (|FT – FS|). Penghitungan uji normalitas

ini menggunakan software statistik.

Uji normalitas dilakukan dengan membandingkan nilai |FT – FS|

(Kolmogorov-Smirnov) terbesar dengan nilai tabel Kolmogorov-Smirnov untuk

taraf signifikansi 5%. Jika nilai |FT – FS| terbesar kurang dari nilai tabel

Kolmogorov-Smirnov, maka data tidak berdistribusi normal. Namun jika nilai |FT

– FS| terbesar lebih dari nilai tabel Kolmogorov-Smirnov, maka data terdistribusi

normal. Tahapan selanjutnya adalah menguji homogenitas data nilai pretest dan

posttest. Tujuannya adalah untuk mengetahui keseimbangan varians nilai pretest

dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemudian membandingkan nilai

Fhitung dengan Ftabel. Jika Fhitung lebih dari atau sama dengan Ftabel, berarti varians

tidak homogen. Tetapi jika Fhitung kurang dari atau sama dengan Ftabel, berarti

memiliki varians homogen.

Apabila data nilai pretest dan posttest yang telah diuji terbukti berdistribusi

normal dan memiliki varians yang homogen, maka tahap selanjutnya adalah

Page 6: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

menguji hipotesis. Pengujian hipotesis ini menggunakan pengujian perbedaan

rata–rata dua sampel tidak berhubungan (Independent-Sample T-Test). Pengujian

ini juga menggunakan software statistik. Pengujian dilakukan mula–mula

menghitung nilai thitung. Setelah nilai thitung diketahui, kemudian dibandingkan

dengan nilai ttabel. Tingkat signifikansi pada penelitian ini adalah 5% (0,05)

dengan kriteria pengujiannya adalah jika thitung kurang dari ttabel atau –thitung lebih

dari -ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Namun jika thitung lebih dari ttabel atau

–thitung kurang dari -ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian yang telah dilakukan, data yang dibutuhkan untuk diproses dan

diuji dikumpulkan untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah dikemukakan.

Langkah pengujian diawali dengan menguji normalitas, homogenitas dan yang

terakhir adalah menguji hipotesis. Sebelum menguji normalitas, homogenitas, dan

hipotesis, terlebih dahulu mendeskripsikan data hasil pretest dan posttest untuk

dicari nilai mean, median, mode, standar deviasi, nilai minimum dan nilai

maksimum pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Pengujian dilakukan dengan bantuan software statistik. Berikut tabel hasil

uji coba nilai pretest kelas kontrol dan kelas eksperimen yang telah diuji untuk

mendeskripsikan data yang diperoleh:

Tabel 1 Tabel Uji Deskripsi Nilai Pretest kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

No. Paramenter Eksperimen Kontrol

1

2

3

4

5

6

Mean

Median

Mode

Std. Deviasi

Nilai Minimum

Nilai Maksimum

51,93

53,00

47

10,353

33

73

61,00

60,00

47

13,819

40

80

Dapat dilihat pada tabel 1, dapat dideskripsikan bahwa data pretest kelas

eksperimen dan kelas kontrol, didapati rerata kelas eksperimen sebesar 51,93

dimana nilai ini lebih kecil dari pada rerata kelas kontrol yang mendapatkan angka

sebesar 61,00. Pada tabel juga terlihat bahwa nilai minimum pada kelas

eksperimen adalah 33, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 40. Untuk nilai

maksimum pada kelas eksperimen hanya berada pada angka tertinggi 73, nilai ini

masih dibawah nilai maksimum kelas kontrol.

Selanjutnya adalah mengolah data posttest kelas eksperimen dan kelas

kontrol untuk dapat dideskripsikan data–data yang dibutuhkan sebelum menguji

normalitas dan homogenitas. Berikut merupakan tabel hasil pengujian yang

diperoleh dengan menggunakan bantuan software statistik.

Page 7: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

Tabel 2 Tabel Uji Deskripsi Nilai Posttest kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

No. Paramenter Eksperimen Kontrol

1

2

3

4

5

6

Mean

Median

Mode

Std. Deviasi

Nilai Minimum

Nilai Maksimum

79,25

80,00

73

7,189

67

93

70,89

73,00

73

8,962

53

87

Setelah diberikan treatment atau perlakuan pada kelas eksperimen dan

diberikan posttest dengan soal yang sama saat mengerjakan soal prestest, maka

dilakukan deskripsi data dengan bantuan software statistik. Pada tabel deskripsi

data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh nilai rerata kelas

eksperimen sebesar 79,25. Angka ini lebih tinggi dari pada rerata kelas

eksperimen pada saat diberikan pretest. Selain itu, angka ini juga lebih besar dari

pada posttest kelas kontrol yang hanya memiliki rerata 70,89. Pada nilai minimum

yang diperoleh kelas eksperimen setelah dilakukan treatment adalah sebesar 67.

Nilai ini juga lebih tinggi dari pada sebelum diberikan treatment serta lebih tinggi

dari pada nilai minimum pada kelas kontrol yang hanya memperoleh 53.

Sedangkan untuk nilai maksimum pada kelas eksperimen, dapat dilihat bahwa

terdapat kenaikan nilai sebesar 20, dari yang semula hanya 73 menjadi 93 setelah

dilakukan treatment. Angka ini juga lebih besar dari pada nilai maksimum yang

diperoleh kelas kontrol yang hanya mendapatkan sebesar 87.

Setelah deskripsi data pretest dan posttest dilakukan dan mendapatkan hasil

yang dibutuhkan, maka langkah berikutnya adalah menguji normalitas data pretest

data posttest. Perhitungan uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software

SPSS 19.0. Uji normalitas dikatakan normal jika nilai signifikansi lebih dari 0,05

dan dikatakan tidak normal apabila nilai signifikansi kurang dari 0,05. Berikut ini

tabel hasil uji normalitas pada nilai pretest dan posttest kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Pretest

Hasil pengujian

Hasil belajar

pretest

(eksperimen)

Hasil belajar

pretest (kontrol)

N 28 28

Normal

Parameters

Mean 51,93 61,00

Std. Deviation 10,353 13,819

Nilai | FT – FS | terbesar 0,916 0,878

Asymp.Sig.(2-tailed) 0,371 0,424

Test distribution is Normal.

Pada tabel 3 hasil uji normalitas untuk nilai pretest kelas eksperimen dan

kelas kontrol dapat diketahui bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat

diketahui dari perincian hasil yang diperoleh pada data nilai pretest kelas

Page 8: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

eksperimen dan data nilai pretest kelas kontrol. Pada data nilai pretest kelas

eksperimen diketahui bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari

signifikansi 0,05 yaitu 0,371 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225

yaitu 0,916 > 0,225. Selanjutnya untuk hasil yang diperoleh pada data nilai pretest

kelas kontrol bahwa nilai Asymp.Sig.(2-tailed) lebih besar dari signifikansi 0,05

yaitu 0,424 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225 yaitu 0,878 >

0,225.

Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Posttest

Hasil pengujian

Hasil belajar

posttest

(eksperimen)

Hasil belajar

posttest (kontrol)

N 28 28

Normal

Parameters

Mean 79,25 70,89

Std. Deviation 7,189 8,962

Nilai | FT – FS | terbesar 1,061 1,059

Asymp.Sig.(2-tailed) 0,210 0,212

Test distribution is Normal.

Pada tabel 4 hasil uji normalitas untuk nilai posttest kelas eksperimen dan

kelas kontrol, dapat diketahui bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat

diketahui dari perincian hasil yang diperoleh pada data nilai posttest kelas

eksperimen dan data nilai posttest kelas kontrol. Pada data nilai posttest kelas

eksperimen diketahui bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari

signifikansi 0,05 yaitu 0,210 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225

yaitu 1,061 > 0,225. Selanjutnya untuk hasil yang diperoleh pada data nilai

posttest kelas kontrol bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) lebih besar dari

signifikansi 0,05 yaitu 0,221 > 0,05, dengan nilai | FT – FS | lebih besar dari 0,225

yaitu 1,059 > 0,225.

Hasil yang telah diperoleh dari uji normalitas, dapat ditarik sebuah

kesimpulan. Uji normalitas yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

normalitas datanya, dapat disimpulkan bahwa kedua data yang telah diuji yaitu

data nilai pretest dan posttest berdistribusi normal. Langkah selanjutnya setelah

melakukan uji normalitas adalah melakukan uji homogenitas.

Langkah sebelumnya yaitu uji normalitas yang telah dilakukan, dan hasil

yang didapat adalah data berdistribusi normal, maka selanjutnya adalah menguji

homogenitas data. Uji homogenitas dilakukan dengan bantuan program software

statistik, dihasilkan skor yang menunjukkan varians homogen. Syarat agar varians

dikatakan homogen apabila signifikansi lebih dari 0,05. Berikut tabel pengujian

homogenitas yang telah dilakukan:

Page 9: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

Tabel 5 Tabel Homogenitas Model Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Test of Homogeneity of Variances

Nilai

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1,018 1 54 ,317

Berdasarkan hasil pengujian homogenitas varians nilai posttest dengan

model pembelajaran yang menggunakan media digital storytelling dan model

pembelajaran konvensional dengan bantuan software statistik dalam penelitian ini,

menunjukkan bahwa kedua data tersebut mempunyai varians yang homogen.

Karena diketahui bahwa nilai signifikansi lebih dari 5% (p > 0,05). Hasil

pengujian menunjukkan bahwa Sig. 0,317 > 0,05.

Selanjutnya dapat diketahui pula apabila fhitung kurang dari ftabel pada taraf

signifikansi 5%, maka data dikatakan homogen. Hasil penelitian uji homogenitas

ini menunjukkan bahwa nilai fhitung kurang dari harga ftabel. Angka yang diperoleh

dari hasil uji homogenitas ini adalah fhitung (1,018) kurang dari ftabel (4,02). Jadi,

data tersebut telah memenuhi syarat untuk dianalisis.

Setelah melalui tahap uji normalitas dan uji homogenitas maka pengujian

data yang terakhir adalah menguji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan apabila data

sudah lolos uji normalitas dan uji homogenitas. Pengujian yang sebelumnya telah

dilakukan, didapatkan hasil yang menyatakan bahwa data berdistribusi normal dan

memiliki varians yang homogen. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan

software statistik. Pengujian hipotesis ini menggunakan Independent-Sampel T-

Test. Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0: Tidak ada perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran dengan

media digital storytelling dengan model pembelajaran konvensional dalam

memahami materi Penerapan Aplikasi Internet kelas IX SMP.

H1: Ada perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran dengan media

digital storytelling dengan model pembelajaran konvensional dalam

memahami materi Penerapan Aplikasi Internet kelas IX SMP

Pengujian hipotesis yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang dirangkum

pada tabel 6 hasil uji hipotesis berikut ini:

Tabel 6 Tabel Hasil Uji-t (t-test)

Variabel

yang diuji

Identifikasi

variansi

data

t-test for Equality of Means

thitung ttabel dk

(df)

Sig. (2-tailed) Mean

Difference

Hasil

Belajar

Kelas

Experimen

dan Kelas

Kontrol

(Posttest)

Equal

variances

assumed

3,849 2,00488 54 0,000 8,357

Page 10: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa nilai thitung > ttabel maka H1 diterima

dan H0 ditolak. Nilai thitung adalah 3,849 yang artinya thitung > ttabel (2,00488)

sehingga H1 diterima ada perbedaan hasil belajar antara model pembelajaran yang

menggunakan media digital storytelling dengan model pembelajaran yang

menggunakan model ceramah (konvensional) dalam memahami materi Penerapan

Aplikasi Internet kelas IX SMP.

Selain itu pada tabel 6 dapat pula dilihat dari rerata nilai posttest kelas

eksperimen yaitu 79,25 lebih besar dari rerata nilai posttest kelas kontrol yaitu

70,89 dengan selisih rerata keduanya adalah 8,357. Selain melihat dari thitung dan

nilai rata–rata dapat dilihat juga pada Sig. (2-tailed) dengan nilai 0,000 dimana

nilai ini lebih kecil dari Sig. (5% atau 0,05) berarti, hasil belajar siswa yang model

pembelajarannya menggunakan media pembelajaran digital storytelling lebih

tinggi dari hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran konvensional. Beradasarkan pengumpulan data yang dilakukan

dengan menggunakan angket/kuesioner yang diberikan terhadap responden siswa

kelas eksperimen, hasil yang diperoleh dari respon siswa terhadap pembelajaran

yang menggunakan digital storytelling dapat dilihat melalui tabel 7 berikut ini:

Keterangan:

STS : Sangat Tidak Setuju

TS : Tidak Setuju

KS : Kurang Setuju

S : Setuju

SS : Sangat Setuju

Tabel 7 Respon Siswa Terhadap Media Pembelajaran Menggunakan Digital Storytelling

Pertanyaan/Pernyataan Prosentase %

STS TS KS S SS

1. Kamu menyenangi penyampaian materi yang

dilakukan dengan menggunakan model

pembelajaran menggunakan video digital

storytelling.

0 3,57 17,85 50 28,57

2. Model pembelajaran yang dilakukan dengan

media video digital storytelling mengenai materi

pembelajaran dapat berpengaruh pada minat

belajar.

0 0 14,28 64,28 21,42

3. Model pembelajaran yang dilakukan dengan

media video digital storytelling mengenai materi

pembelajaran dapat berpengaruh pada motivasi

belajar.

0 3,57 25 60,71 10,71

4. Dengan model pembelajaran yang menggunakan

video digital storytelling, kamu dapat mengerti

dan memahami secara keseluruhan materi

penerapan aplikasi internet

0 0 32,14 53,57 14,28

5. Pembelajaran yang menggunakan video digital

storytelling harus sering dilakukan.

0 10,71 10,71 50 28,57

Page 11: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

6. Tugas berupa membuat video digital storytelling

yang diberikan oleh guru sangat mudah.

0

7,14 10,71 57,14 25

7. Tugas berupa membuat video digital storytelling

yang diberikan oleh guru dapat membuat kamu

berpikir kreatif.

0

3,57 7,14 64,28 25

8. Tugas berupa membuat video digital storytelling

yang diberikan oleh guru dapat membuat kamu

berpikir lebih kritis.

0 7,14 17,85 57,14 17,85

9. Tugas berupa membuat video digital storytelling

yang diberikan oleh guru membuat hasil belajar

kamu meningkat.

0 3,57 10,71 60,71 25

10. Tugas berupa membuat video digital

storytelling yang diberikan oleh guru secara

tidak langsung membuat kamu belajar hal lain

yang bermanfaat diluar materi pembelajaran.

0 3,57 14,28 39,28 42,85

Rata – Rata 0 4,28 16,07 55,71 23,92

Berdasarkan tabel respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan

digital storytelling, dapat dilihat pada rerata prosentase siswa yang setuju sebesar

55,71% dan siswa yang sangat setuju memperoleh sebesar 23,92%. Sedangkan

prosentase siswa yang sangat tidak setuju 0%, tidak setuju 4,28% dan kurang

setuju sebesar 16,07%. Prosentase siswa yang setuju dan sangat setuju masih lebih

tinggi dari pada prosentase siswa yang sangat tidak setuju, tidak setuju maupun

yang kurang setuju. Hal ini membuktikan bahwa siswa menyenangi pembelajaran

yang menggunakan digital storytelling. Pembelajaran yang menggunakan digital

storytelling dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Pembahasan

Penelitian diawali dengan pemilihan sampel secara acak untuk kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Maka dari pemilihan acak tersebut terpilihlah kelas

IX D sebagai kelas eksperimen dan kelas IX B sebagai kelas kontrol. Model yang

digunakan pada metode penelitian ini adalah Pretest – Posttest Control Group

Design. Pada penelitian ini yang menjadi faktor utama untuk diamati adalah hasil

belajar siswa. Hasil belajar pada penelitian ini adalah nilai pretest dan posttest.

Pretest dan posttest dilaksanakan sebanyak satu kali dengan butir soal yang sama.

Pretest dilakukan sebelum dilakukannya treatment atau perlakuan untuk melihat

kondisi awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Namun berbeda dengan

posttest, posttest dilakukan setelah adanya treatment atau perlakuan yang

digunakan untuk mengetahui ketercapaian peningkatan hasil belajar siswa.

Langkah pertama memberikan soal pretest terhadap kelas eksperimen dan

kelas kontrol pada minggu pertama. Pada minggu yang sama di kelas eksperimen,

diberikan treatment berupa pembelajaran yang menggunakan digital storytelling.

Pembuatan digital storytelling diawali dengan pembuatan story/ceritanya terlebih

dahulu. Kemudian membuat narasi selanjutnya membuat storyboard. Fungsi dari

pembuatan storyboard supaya memudahkan dalam menyusun gambar, narasi dan

Page 12: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

musik agar membentuk cerita digital sesuai dengan materi yang disusun dan

direncanakan. Materi untuk membuat storyboard adalah penerapan aplikasi

internet. Pada video digital storytelling ini, isi dari materi yang dijelaskan berupa

penjelasan secara umum mengenai materi yang akan dipelajari. Berikut

merupakan salah satu contoh storyboard dengan materi penerapan aplikasi

internet:

Gambar 1 Contoh Storyboard oleh peneliti

Setelah itu pembuatan video digital storytelling menggunakan salah satu

software pembuat video dengan menggabungkan gambar, suara, narasi, musik

menjadi satu. Gambar dan musik yang digunakan untuk pembuatan materi dalam

bentuk digital storytelling diambil dengan cara mencari dan mengunduh secara

online menggunakan salah satu search engine. Selanjutnya untuk narasi dilakukan

dengan merekam suara peneliti menggunakan perekam bawaan dari software

pembuat video yang digunakan. Kemudian gambar, narasi, dan musik yang telah

selesai dikumpulkan disusun sesuai dengan storyboard yang telah dibuat. Setelah

video digital storytelling selesai dalam pembuatannya, selanjutnya diberikan pada

kelas eksperimen sebagai treatment. Selanjutnya setelah diberikan treatment pada

kelas eksperimen, siswa dengan bantuan peneliti membentuk tujuh kelompok

dengan masing–masing anggota tiap kelompoknya sejumlah empat orang siswa.

Kemudian dari setiap kelompok yang telah dibentuk, peneliti memberikan sub

tema dari materi penerapan aplikasi internet secara acak kepada ketujuh kelompok

tersebut. Pembagian sub tema dari materi penerapan aplikasi internet tersebut

selanjutnya dijadikan bahan untuk tugas pembuatan digital storytelling oleh

siswa–siswi kelas eksperimen. Sub tema untuk kelompok satu sampai dengan

tujuh adalah (1) E-mail dan Download, (2) E-mail dan Upload, (3) Mailing List,

Page 13: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

(4) Chatting via PC/Laptop, (5) Chatting via HP/Smartphone, (6) Newsgroup, (7)

Blog. Tugas yang harus diselesaikan tersebut harus diselesaikan dalam waktu dua

minggu. Pada minggu kedua dikelas eksperimen peneliti hanya mengamati siswa–

siswi yang mengerjakan tugas kelompok berupa pembuatan video digital

storytelling. Siswa-siswi mula-mula membuat cerita, selanjutnya membuat narasi

dan dilanjutkan membuat storyboard secara berkelompok dengan kelompoknya

masing-masing. Berikut ini salah satu contoh storyboard yang dibuat oleh

kelompok 3 dengan materi yang akan dijadikan video digital storytellingnya

adalah Mailing List:

Gambar 2 Contoh Storyboard oleh salah satu kelompok kelas eksperimen

Selanjutnya pada minggu ketiga untuk kelas eksperimen, tugas kelompok

digital storytelling yang dikerjakan oleh siswa–siswi dipresentasikan didepan

kelas dan dikumpulkan. Setelah proses presentasi dilakukan dan tugas kelompok

yang telah dikerjakan dikumpulkan, selanjutnya yaitu peneliti memberikan

posttest terhadap kelas eksperimen. Setelah posttest diberikan, selanjutnya yaitu

memberikan angket pada kelas eksperimen untuk mendapatkan respon siswa-

siswi terhadap pembelajaran yang menggunakan digital storytelling. Kemudian

pada minggu ketiga untuk kelas kontrol, tanpa memberikan treatment peneliti

juga memberikan posttest.

Langkah berikutnya setelah proses pemberian pretest, treatment untuk kelas

eksperimen, dan posttest adalah mengumpulkan data berupa nilai hasil pretest dan

posttest siswa–siswi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah itu dilanjutkan

uji normalitas dan uji homogentias. Uji normalitas dan homogenitas harus

dilakukan sebelum uji hipotesis. Diketahui pada pengujian yang telah dilakukan,

data berdistribusi normal dan berasal dari varians yang homogen, sehingga dapat

dilakukan uji hipotesis.

Page 14: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

Ketika data berupa nilai pretest dan posttest yang telah diuji normalitas dan

homogenitasnya dan diketahui hasilnya data berdistribusi normal dan memiliki

varians yang homogen, maka langkah selanjutnya adalah uji-t. Uji-t yang

dilakukan menggunakan nilai posttest dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menggunakan Independent-Sample T-Test

diketahui ada perbedaan hasil belajar siswa-siswi yang menggunakan media

pembelajaran digital storytelling dengan siswa-siswi yang menggunakan model

pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari thitung sebesar 3,849 yang

mempunyai arti thitung > ttabel (2,00488) sehingga H1 diterima. Selain itu, jika dilihat

dari rerata nilai posttest kelas eksperimen yaitu 79,25 lebih besar dari rerata nilai

posttest kelas kontrol yaitu 70,89 dan selisih rerata keduanya adalah 8,357.

Berarti, hasil belajar siswa yang model pembelajarannya menggunakan media

pembelajaran digital storytelling lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini

menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran

yang menggunakan media digital storytelling dari pada pembelajaran dengan

model konvensional.

Dilihat dari hasil pengujian yang diperoleh, diperkuat dengan hasil respon

siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan digital storytelling dengan

pengumpulan datanya menggunakan angket. Rerata prosentase siswa yang setuju

(55,71 %) dan sangat setuju (23,92%) dengan total 79,63% lebih tinggi

dibandingkan dengan prosentase siswa yang sangat tidak setuju (0 %), tidak setuju

(4,28 %) dan kurang setuju (16,07 %) dengan total 20,35%.

Penelitian yang telah dilakukan, memperoleh kesimpulan dari data hasil

pretest dan posttest yang telah diuji dan dari hasil angket yang disebar terhadap

siswa kelas eksperimen yaitu lebih menarik perhatian siswa dan tidak membuat

siswa menjadi jenuh ketika pembelajaran berlangsung, serta membuat siswa

menjadi kreatif. Selain itu dengan model pembelajaran yang menggunakan digital

storytelling meningkatkan hasil belajar siswa, dengan rata–rata kelas eksperimen

lebih besar dari pada rata–rata kelas kontrol yaitu sebesar 79,25 untuk kelas

eksperimen dan sebesar 70,89 untuk kelas kontrol. Penelitian ini sependapat

dengan penelitian yang dilakukan oleh Theodora (2008) bahwa dengan

menggunakan storytelling, kelompok eksperimen mendapatkan hasil yang lebih

baik daripada kelompok kontrol. Penelitian ini juga sependapat dengan yang telah

dilakukan oleh Carol Lunce bahwa dengan menggunakan digital storytelling

dapat meningkatkan kreatifitas dan pemikiran kritis siswa.

5. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran TIK yang model pembelajarannya menggunakan media

digital storytelling berpengaruh positif terhadap hasil belajar TIK pada materi

Penerapan Aplikasi Internet untuk siswa kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga pada

tahun ajaran 2013/2014. Hal ini dibuktikan pada uji-t yang telah dilakukan. Hasil

yang didapat pada perhitungan uji-t diperoleh thitung (3,849) > ttabel (2,00488) yang

berarti ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelas eksperimen yang

Page 15: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

model pembelajarannya menggunakan media pembelajaran digital storytelling

dan kelas kontrol yang hanya menggunakan model pembelajaran yang

konvensional. Hasil ini diperkuat dengan respon siswa pada angket yang telah

disebar. Sebanyak 55,71 % siswa setuju dan 23,92% sangat setuju dengan

pembelajaran yang menggunakan digital storytelling. Simpulan dari penelitian ini

menjawab permasalahan yang ditemukan pada saat observasi dan yang menjadi

latar belakang masalah penelitian ini. Hasil belajar rendah yang dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang menyebabkannya, dapat dijawab dengan model

pembelajaran yang menggunakan digital storytelling, karena dengan

menggunakan digital storytelling guru dan siswa dapat menggunakan

perkembangan teknologi informasi pada waktu dan tempat yang tepat. Selain itu

membuat cara mengajar guru menjadi tidak monoton dan tidak membuat jenuh

siswa. Penggunaan model pembelajaran menggunakan digital storytelling dapat

digunakan untuk pembelajaran mata pelajaran lain. Penelitian ini dapat dikaji

lebih lanjut dengan mengukur peningkatan aspek lain dari siswa.

6. Daftar Pustaka

[1] Charles. 2010. Hubungan Antara Pemanfaatan E-learning dengan Prestasi

Belajar Matakuliah Konsep Dasar IPS Mahasiswa SI PGSD Kabupaten

Landak Angkatan 2009 di Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga:

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Kristen Satya Wacana

[2] Theodora, A. 2008. Enhancing Students’ First Language Writing Skills

Through Storrytelling. Salatiga: Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas

Kristen Satya Wacana

[3] Lunce, C. Digital Storytelling as an Educational Tool. Indiana Libraries, 30:

1.https://journals.iupui.edu/index.php/IndianaLibraries/article/viewFile/192

0/1832. Diakses tanggal 14 Januari 2014, jam 08.05 WIB.

[4] Fitria,N.U. 2012.https://www.google.com/#q=pengertian+model+pembelajar

an. Diakses tanggal 14 November 2013, jam 12.28 WIB.

[5] Mulia, F. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Para Ahli.

http://www.trigonalworld.com/2013/04/pengertian-model-pembelajaran-

menurut.html. Diakses tanggal 28 November 2013, jam 14.37 WIB.

[6] Riadi, A. 2012. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri

Banjarmasin dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share

(TPS) dan Tanpa Model Pembelajaran Kooperatif Tahun Pelajaran

2011/2012.

https://www.academia.edu/3675033/Jurnal_Eksperimen_TPS_Arifin_A1C1

08047. Diakses tanggal 13 Maret 2014, jam 15.35 WIB.

[7] Santyasa, I Wayan. 2007. Landasan Konseptual Media Pembelajaran,

Disajikan dalam Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-Guru SMA

Negeri Banjar Angkan Pada tanggal 10 Januari 2007 di Banjar Angkan

Klungkung.

http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/MEDIA_PEMBELAJARAN.pdf.

Diakses tanggal 13 April 2014, jam 17.30 WIB.

[8] Apriyanti,V.2011.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29381/4/

Page 16: Pengaruh Model Pembelajaran Menggunakan Digital ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5132/3/T1_702010066_Full... · cerita hasil dari beberapa teman yang ikut dalam menulis

Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 14 November 2013, jam 12.12 WIB.

[9] Indriana, D. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta :

DIVA Press

[10] Smaldino, Sharon E., Lowther Deborah L., Russell James D. 2011.

Instructional Technology & Media For Learning : Teknologi Pembelajaran

Dan Media Untuk Belajar Edisi Kesembilan. Jakarta: KENCANA

[11] Frazel, M.. 2011. Digital Storytelling Guide for Educators. Washington,

DC: ISTE

[12] Rule, L. http://electronicportfolios.org/digistory/. Diakses tanggal 8

November 2013, jam 10.34 WIB.

[13] Robin, B. http://digitalstorytelling.coe.uh.edu/. Diakses tanggal 8 November

2013, jam 10.27 WIB.

[14] Matthews-DeNatale, G. 2008. Digital Storytelling Tips and Resources. https://net.educause.edu/ir/library/pdf/ELI08167B.pdf. Diakses tanggal 5

Agustus 2014, jam 13.20 WIB.

[15] Muhyadi, Rahayu dan Purwaningsih. Pelatihan Pembuatan Media Digital

Storytelling (DST) Dalam Rangka Pengembangan Media Berbasis ICT

untuk Pembelajaran Kelas SBI di SMP 1 Karangmojo.

eprints.uny.ac.id/3479/1/aRTIKEL_sbi.doc. Diakses tanggal 5 Agustus

2014, jam 14.00 WIB.

[16] Winarno, B. 2012. Pengaruh Lingkungan Belajar dan Motivasi Berprestasi

Terhadap Hasil Belajar Siswa Kompetensi Keahlian Teknik Otomasi

Industri Di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Depok Yogyakarta.

Yogyakarta : Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Yogyakarta

[17] Idris, M. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Matematika dalam Menentukan

Nilai Optimum dengan Metode Cooperative Learning Pada Siswa Program

Keahlian Pemasaran SMK N 2 Temanggung, Aksioma 3, http://e-

jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/aksioma/article/view/228/199. Diakses

tanggal 14 April 2014, jam 20.06 WIB.

[18] Darmawan, D. Konsep Dasar Pembelajaran.

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1962090619

86011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Konsep_Pembelajaran.pdf.

Diakses tanggal 15 April 2014, jam 08.53 WIB.

[19] Administrator. 2013. Model Pengembangan Sistem Pembelajaran Dick &

Carey. http://www.modul-dsp.org/bagian-pertama/model-desain. Diakses

tanggal 30 April 2014, jam 16.00 WIB.