pengaruh media online, sensitivitas industri dan …lib.unnes.ac.id/22598/1/72111411119-s.pdf ·...

143
PENGARUH MEDIA ONLINE, SENSITIVITAS INDUSTRI DAN STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia) SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang Oleh Arga Mustika Winarsih NIM 72111411119 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

Upload: nguyenxuyen

Post on 28-Aug-2019

225 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

PENGARUH MEDIA ONLINE, SENSITIVITAS

INDUSTRI DAN STRUKTUR CORPORATE

GOVERNANCE TERHADAP

KUALITAS ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia)

SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Arga Mustika Winarsih

NIM 72111411119

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

i

PENGARUH MEDIA ONLINE, SENSITIVITAS

INDUSTRI DAN STRUKTUR CORPORATE

GOVERNANCE TERHADAP

KUALITAS ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Arga Mustika Winarsih

NIM 72111411119

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

ii

iii

iv

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu

telah selesai dari urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang

lain (Q.S. Al-Insyirah: 6-7).

“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” (Andrea

Hirata)

PERSEMBAHAN :

Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa

mengiringi langkahku serta menyebut

namaku dalam doanya.

Adikku Dedy dan Prasetyo tersayang

yang selalu memberikan semangat dan

motivasi.

Mbak Uthe, Mbak Rida, Dwi, Mbak

Novi, Ghani, Kiki, Dhanu, Hendy dan

Mbak Ani yang selalu memberikan

semangat dan bantuan.

Dulur-dulur lanang (Abah Mansur, Roi,

Dedy, Bagus) dan sahabat tersayang Kak

Hesti, Kak Vira dan Kak Mekar.

Keluarga kecil di Beautiful House Kost.

Sahabat-sahabat Akuntansi B 2011.

vi

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang

senantiasa melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

yang berjudul “Pengaruh Media Online, Sensitivitas Industri dan Struktur Corporate

Governance Terhadap Kualitas Environmental Disclosure” dengan baik, untuk

memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Dalam penulisan skripsi penulis banyak mendapat bantuan baik secara

langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak dalam hal membimbing,

mengumpulkan data, pengarahan dan saran-saran. Pada kesempatan ini penulis

menyatakan ucapan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di Universitas

Negeri Semarang.

2. Dr. Wahyono, M.M, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Semarang yang memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti program

S1 di Fakultas Ekonomi

vii

3. Drs. Fachrurrozie, M.Si, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan

selama masa studi.

4. Bestari Dwi Handayani, SE, M.Si, selaku Dosen Wali Akuntansi B 2011 yang

telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi selama penulis menimba

ilmu di Universitas Negeri Semarang.

5. Badingatus Sholikhah, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing sekaligus Penguji 3

yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasihat kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

6. Dr. Agus Wahyudin, M.Si, selaku Penguji 1 yang telah memberikan masukan

dan penilaian terhadap penelitian ini.

7. Indah Anisykurlillah, SE, M.Si., Akt, CA, selaku Penguji 2 yang telah

memberikan masukan dan penilaian terhadap penelitian ini.

8. Nanik Sri Utaminingsih, SE, M.Si., Akt, selaku dosen akuntansi terima kasih

atas bimbingan, arahan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.

9. Semua dosen dan staff tata usaha yang telah membantu kelancaran penulis

selama menuntut ilmu di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universtas

Negeri Semarang.

10. Seluruh kerabat, sahabat, teman dan pihak-pihak yang sudah membantu namun

tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan dan doanya.

viii

Penulis memohon maaf apabila dalam penyusunan maupun pembahasan

skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan

pengalaman. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan

informasi bagi semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Semarang, 5 Februari 2015

Penulis

ix

SARI

Winarsih, Arga Mustika. 2015. “Pengaruh Media Online, Sensitivitas Industri dan

Struktur Corporate Governance Terhadap Kualitas Environmental Disclosure (Studi

pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi. Jurusan Akuntansi

S1. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Badingatus

Solikhah, S.E., M.Si.

Kata Kunci : Corporate Governance, Environmental Disclosure, Liputan Media

Online, Sensitivitas Industri.

Permasalahan tentang lingkungan dalam beberapa dekade menjadi perhatian

oleh sebagian besar perusahaan di tingkat nasional maupun internasional, sehingga

menyebabkan permintaan akan pengungkapan lingkungan semakin meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh environmental media,

sensitivitas industri dan struktur corporate governance terhadap kualitas

environmental disclosure.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan high profile industry

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011, 2012 dan 2013. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria: 1)

Merupakan perusahaan non keuangan; 2) Merupakan perusahaan high profile

industri yaitu pertambangan, energi, kimia, farmasi, kosmetik dan makanan dan

minuman; 3) Menerbitkan laporan tanggung jawab sosial. Jumlah sampel yang

diobservasi yaitu 129 data. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda

yang dikembangkan menjadi lima model. Pengembangan model tersebut didasarkan

pembagian tingkatan kualitas Environmental Disclosure, yaitu: Disclosure Quality

Compliance (DQ_COMP), Disclosure Quality Pollution Prevention

(DQ_POLLPREV), Disclosure Quality Product Stewardship (DQ_PRODSTEW),

Disclosure Quality Sustainable Development (DQ_SUSDEV) dan Disclosure

Quality Total (DQ_TOTAL).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas industri berpengaruh positif

signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi

(pollution prevention) dan pengembangan berkelanjutan (sustainable development).

Komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas

environmental disclosure di tingkat kepatuhan (compliance), pencengahan polusi

(pollution prevention), penanganan produk (product stewardship) dan secara total.

Keberagaman gender berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas environmental

disclosure di tingkat kepatuhan (compliance). Dewan komisaris yang mempunyai

pekerjaan lebih dari satu berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas

environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention) dan

total. Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas

environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention),

penanganan produk (product stewardship), pengembangan berkelanjutan

(sustainable development) dan secara total. Komite audit independen berpengaruh

negatif signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat tingkat

x

pencengahan polusi (pollution prevention), penanganan produk (product

stewardship), pengembangan berkelanjutan (sustainable development) dan secara

total. Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas

environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention),

pengembangan berkelanjutan (sustainable development).

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1) environmental

disclosure di tingkat sustainable development merupakan pengungkapan yang paling

tinggi, sehingga perusahaan yang sudah mencapai di tingkat sustainable development

menunjukkan bahwa perusahaan sudah melakukan pengungkapan secara

berkelanjutan; 2) environmental disclosure perusahaan di Indonesia masih minim,

sehingga kualitas environmental disclosure masih bervariasi. Saran yang berkaitan

dengan hasil penelitian ini yaitu: 1) penelitian selanjutnya diharapkan menambah

kategori perusahaan dan jenis media online lain. 2) penelitian selanjutnya diharapkan

dapat meminimalisir unsur subjektivitas pada pengukuran kualitas environmental

disclosure

xi

ABSTRAK

Winarsih, Arga Mustika. 2015. “The Influence of Online Media, Sensitivity

Industrial and Corporate Governance Structure on the Quality of Environmental

Disclosure (Study on High Profile Company in Indonesia Stock Exchange)”. Final

Project. S1 Accounting Department. Faculty Of Economics. Semarang State

University. Advisor: Badingatus Solikhah, S.E., M.Si.

Keywords: Corporate Governance, Environmental Disclosure, Online Media,

Sensitivity Industry.

Environmental issues of concern in recent decades by the majority of

companies in the national and international levels, causing the demand for increased

environmental disclosure. This study aims to determine the influence of

environmental media, the sensitivity industry and the structure of corporate

governance on the environmental disclosures quality.

The population in this study are all high-profile industry companies listed in

Indonesia Stock Exchange in 2011, 2012 and 2013. The sampling method used in

this research is purposive sampling, with the following criteria: 1) Is a non-financial

company; 2) It is a high profile company is the mining industry, energy, chemical,

pharmaceutical, cosmetic and food and beverage; 3) publish social responsibility

reports. The number of samples was observed that 129 data. The analysis technique

used is multiple regression developed into five models. The model development is

based division of the Environmental Disclosure quality levels, namely: Disclosure

Quality Compliance (DQ_COMP), Disclosure Quality Pollution Prevention

(DQ_POLLPREV), Disclosure Quality Product Stewardship (DQ_PRODSTEW),

Disclosure Quality Sustainable Development (DQ_SUSDEV) and Disclosure Quality

Total (DQ_TOTAL).

The results showed that the sensitivity industry significant positive effect on

the environmental disclosure quality in level of pollution prevention and sustainable

development. Independent Commissioner significant negative effect on the

environmental disclosure quality in the level of compliance, pollution prevention,

product stewardship and in total. Gender diversity significant positive effect on the

environmental disclosure quality in the level of compliance. Commissioners who

have more work than one significant positive effect on the environmental disclosure

quality in level of pollution prevention and total. Board size significant positive

effect on the environmental disclosure quality in level of pollution prevention,

product stewardship, sustainable development and in total. Independent audit

committee significant negative effect on the environmental disclosure quality in level

of pollution prevention, product stewardship, sustainable development and in total.

Institutional ownership significant positive effect on the environmental disclosure

quality in level of pollution prevention, sustainable development.

Conclusions that can be drawn from this study are: 1) environmental

disclosure in the expression level of sustainable development of the most high, so

that the company has reached at the level of sustainable development shows that the

xii

company has been doing continuous disclosure; 2) disclosure of environment

companies in Indonesia is still low, so that the quality of environmental disclosures

varies. The advice relating to the results of this study are: 1) further research is

expected to add to the category of companies and other types of online media. 2)

further research is expected to minimize the element of subjectivity in the

measurement of the quality of environmental disclosure.

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN .......................................................................... iii

PERNYATAAN ................................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v

PRAKARTA ........................................................................................................ vi

SARI ..................................................................................................................... ix

ABSTRAK ........................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 13

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 14

1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Legitimasi .................................................................................... 16

2.2. Teori Agensi ......................................................................................... 18

xiv

2.3. Corporate Social Responsibility (CSR) ................................................ 19

2.4. Kinerja Lingkungan .............................................................................. 20

2.5. Kualitas Environmental Disclosure ...................................................... 21

2.6. Environmental Disclosure Index Scorecard..........................................25

2.7. Environmental Media ........................................................................... 27

2.8. Sensitivitas Industri............................................................................... 29

2.9. Corporate Governance ......................................................................... 30

2.9.1. Definisi dan Konsep Corporate Governance ............................. 30

2.9.2. Asas Corporate Governance ...................................................... 32

2.9.3. Struktur Corporate Governance ................................................. 33

2.10. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 41

2.11. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis .................. 45

2.11.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................... 45

2.11.2. Pengembangan Hipotesis ......................................................... 46

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian................................................................... 56

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............................. 57

3.2.1. Populasi.......................................................................................57

3.2.2. Sampel.........................................................................................57

3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel.......................................................57

3.3. Variabel Penelitian...... .......................................................................... 58

3.3.1. Variabel Dependen ..................................................................... 58

3.3.2. Variabel Independen ................................................................... 59

xv

3.3.3. Variabel Kontrol ......................................................................... 62

3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 66

3.5. Metode Analisis Data ............................................................................ 66

3.5.1. Analisis Deskriptif ...................................................................... 66

3.5.2. Uji Asumsi Klasik ...................................................................... 66

3.5.3. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) ....... 68

3.5.4. Uji Hipotesis ............................................................................... 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian ................................................................... 72

4.2. Statistik Deskriptif ................................................................................ 75

4.3. Uji Asumsi Klasik ................................................................................. 82

4.3.1. Uji Normalitas ............................................................................ 82

4.3.2. Uji Multikolinearitas .................................................................. 82

4.3.3. Uji Heteroskedastisitas ............................................................... 83

4.3.4. Uji Autokorelasi ......................................................................... 84

4.4. Uji Hipotesis ......................................................................................... 85

4.5. Uji Statistik t dan Model ....................................................................... 97

4.6. Uji Koefisien Determinasi (R2)........................................................... 104

4.7. Pembahasan ........................................................................................ 106

4.7.1. Pengaruh Environmental Media Terhadap Kualitas

Environmental Disclosure ....................................................... 106

4.7.2. Pengaruh Sensitivitas Industri Terhadap Kualitas

Environmental Disclosure ....................................................... 107

xvi

4.7.3. Karakteristik Dewan Komisaris ............................................... 108

4.7.4. Pengaruh Komite Audit Independen Terhadap Kualitas

Environmental Disclosure ....................................................... 115

4.7.5. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kualitas

Environmental Disclosure ....................................................... 116

4.7.6. Variabel Kontrol ....................................................................... 118

BAB V PENUTUP

5.1. Simpulan ............................................................................................ 121

5.2. Keterbatasan........................................................................................ 123

5.3. Saran ................................................................................................... 123

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................125

LAMPIRAN.....................................................................................................131

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Indikator Lagging dan Leading Ukuran Kinerja Lingkungan ........ 21

Tabel 2.2 A Natural Resource-Based View: Conceptual Framework ............. 23

Tabel 2.3. Ringkasan Penelitian Terdahulu ..................................................... 44

Tabel 3.1. Definisi Variabel ............................................................................ 63

Tabel 4.1. Populasi dan Sampel ...................................................................... 73

Tabel 4.2. Daftar Sampel Perusahaan.............................................................. 73

Tabel 4.3. Statistik Deskriptif .......................................................................... 75

Tabel 4.4. Frekuensi Sensitivitas Industri (SEN_IND) ................................... 80

Tabel 4.5. Hasil Analisis Frekuensi Variabel Sensitivitas Industri ................. 80

Tabel 4.6. Statistik Non-Parametrik Kolmogorov-Smirnov (KS) .................... 82

Tabel 4.7. Uji Multikolinearitas ...................................................................... 83

Tabel 4.8. Uji Glejser ...................................................................................... 84

Tabel 4.9. Uji Run Test .................................................................................... 85

Tabel 4.10. Uji Hipotesis DQ_COMP ............................................................. 86

Tabel 4.11. Uji Hipotesis DQ_POLLPREV .................................................... 88

Tabel 4.12. Uji Hipotesis DQ_PRODSTEW .................................................. 90

Tabel 4.13. Uji Hipotesis DQ_SUSDDEV ..................................................... 92

Tabel 4.14. Uji Hipotesis DQ_TOTAL ........................................................... 95

Tabel 4.15. Uji Statistik t DQ_COMP ............................................................. 97

Tabel 4.16. Uji Statistik t DQ_POLLPREV .................................................... 99

Tabel 4.17. Uji Statistik t DQ_PRODSTEW ................................................ 100

xviii

Tabel 4.18. Uji Statistik t DQ_SUSDEV ...................................................... 101

Tabel 4.19. Uji Statistik t DQ_TOTAL ......................................................... 102

Tabel 4.20. Ringkasan Hasil Uji Regresi ...................................................... 103

Tabel 4.21. Hasil Uji Koefisien Determinasi ................................................. 104

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Perbandingan Jumlah Protes Lingkungan Hidup Satu Dekade. ..... 5

Gambar 1.2. Provisi Kasus Lingkungan Hidup Tahun 2013 .............................. 6

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir ........................................................................ 46

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar Sampel Perusahaan ......................................................... 131

Lampiran 2 Kualitas Environmental Disclosure ............................................ 133

Lampiran 3 Environmental Disclosure Index Scorecard ............................... 137

Lampiran 4 Deskriptif Statistik ...................................................................... 146

Lampiran 5 Hasil Uji Asumsi Klasik dan Regresi ......................................... 147

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan pedoman pengungkapan lingkungan yang diterbitkan oleh

Global Reporting Initiative (GRI), perusahaan dituntut untuk tidak hanya

memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dapat

membantu dalam memecahkan permasalahan terkait resiko dan ancaman terhadap

keberlanjutan (sustainability) dalam lingkup hubungan sosial, lingkungan dan

perekonomian (GRI, 2006). Menurut Elkington (1997), saat ini paradikma dan tujuan

bisnis tidak hanya mencari keuntungan (profit), tetapi juga bertanggung jawab

kepada masyarakat (people) dan bumi (planet). Paradigma bisnis inilah yang dikenal

dengan Triple–P Bottom Line (Profit, People, Planet).

Konsep Triple–P Bottom Line didasarkan pada konsep sustainability

development yaitu konsep pembangunan dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia sekarang, tidak boleh mengurangi kemampuan generasi yang akan datang

dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka (GRI, 2006). Konsep bisnis ini dibuat

guna pemenuhan kesejahteraan masyarakat agar perusahaan turut berkontribusi

dalam menjaga kelestarian lingkungan. Itulah sebabnya mengapa perusahaan perlu

mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan ini dapat

diungkap melalui laporan keberlanjutan (sustainability report). Sustainability report

ini dapat disusun dengan pedoman (standar) Global Reporting Initiative yang telah

2

dikembangkan sejak tahun 1990 dan disusun tersendiri secara terpisah dari laporan

keuangan atau laporan tahunan. Laporan ini menyajikan nilai-nilai organisasi, model

pemerintahan dan menunjukkan hubungan antara strategi dan komitmennya untuk

ekonomi global yang berkelanjutan. Pelaporan informasi tanggung jawab sosial dan

lingkungan merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan dalam rangka

mendapatkan legitimasi serta perwujudan komitmennya kepada stakeholders.

Perusahaan harus memperhatikan kepentingan para stakeholder baik dari segi sosial,

lingkungan maupun ekonomi khususnya dalam hal lingkungan dan sosial.

Permasalahan tentang lingkungan telah menjadi perhatian oleh sebagian besar

perusahaan baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Permasalahan

tersebut timbul akibat aktivitas industri ekstraktif yang menyebabkan pencemaran

lingkungan mulai dari pengadaan bahan baku sampai proses produksi seperti:

kerusakan tanah, rusaknya ekosistem, polusi air, polusi udara dan polusi suara. Atas

dasar berbagai permasalahan lingkungan tersebut menyebabkan permintaan akan

pengungkapan lingkungan semakin meningkat.

Penelitian berbagai perusahaan yang dilakukan di Amerika Serikat

menunjukkan adanya peningkatan minat masyarakat terhadap pengungkapan

sukarela atas informasi lingkungan. Peningkatan tersebut terjadi setelah

diterbitkannya berbagai peraturan dan pedoman mengenai tanggung jawab sosial dan

lingkungan. Peraturan dan pedoman tersebut diantaranya: Securities and Exchange

Commision (SEC) yang menerbitkan persyaratan yang berkaitan dengan resiko bisnis

dan perubahan iklim (SEC, 2010), GRI yang mengeluarkan pedoman pelaporan

pengungkapan lingkungan (GRI, 2006), International Organization for

3

Standardization (ISO) yang menetapkan ISO 14001 tentang sistem manajemen

lingkungan (ISO, 2004) dan United States Environmental Protection Agency (US

EPA) yang mengeluarkan data Toxics Release Inventory (TRI) (EPA, 2013).

Mengacu berbagai peraturan tersebut sebagian besar perusahaan berkeinginan untuk

mengungkapkan informasi lingkungannya dalam rangka mendapatkan legitimasi dari

para stakeholder dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas perusahaan.

Sejalan dengan perkembangan, berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas, pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungan

bukan lagi bersifat sukarela bagi perusahaan dalam mempertanggungjawabkan

kegiatan perusahaannya. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 menyatakan :

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan. (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban

Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang

pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3)

Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pasal 66 ayat 2c mewajibkan

semua perseroan terbatas untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan

lingkungan dalam Laporan Tahunan. Dengan demikian, perusahaan atau perseroan di

bidang sumber daya alam harus melaporkan tanggung jawab sosial dan lingkungan

sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap masyarakat serta

lingkungan.

4

Berdasarkan data ISRA (Indonesia Sustainability Reporting Award) dalam

antaranews.com menyatakan bahwa pada tahun 2005 hanya ada 1 perusahaan yang

membuat laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan secara terpisah. Selanjutnya

di tahun 2013 terdapat 42 perusahaan yang melaporkan seara terpisah. Data tersebut

menunjukkan ketika pelaporan sustainability report masih bersifat sukarela hanya

ada 1 perusahaan yang melaporkan. Peningkatan pengungkapan di tahun 2013,

terjadi setelah terdapat aturan tentang pelaporan sustainability report. Namun

peningkatan tersebut mengindikasikan masih minimnya perusahaan yang melakukan

pelaporan sustainability report, apabila dibandingkan dengan perusahaan publik di

Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 yaitu kurang lebih terdapat 500 emiten.

Berbagai kasus lingkungan menjadi penyebab masih minimnya pelaporan

tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia. Kasus-kasus tersebut

diantaranya: kasus PT. Indah Kiat Pulp and Paper (PT. IKPP) Serang Banten yang

tidak memiliki sistem pengolahan limbah yang baik dengan membuang limbah ke

Sungai Ciujung yang mengakibatkan pencemaran dan berdampak pada menurunnya

kualitas sungai (WALHI, 2014). PT. Power Steel Mandiri (PT. PSM) yang berada di

Tangerang mengoperasikan empat dari sepuluh tungku pembakaran baja yang belum

mendapatkan izin Amdal dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten

Tangerang yang mencemari udara dengan bahan B3 yaitu Bahan Beracun dan

Berbahaya (WALHI, 2014). Selain itu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

menyebutkan terdapat 15 temuan yang dilakukan 22 perusahaan di empat provinsi

(Kalimantan Tengah, Riau, Maluku Utara dan Papua Barat) dimana menambang dan

mengeksplorasi di kawasan hutan tanpa izin (WALHI, 2014). Akibat berbagai

5

penyimpangan tersebut total kerugian negara mencapai Rp 100 miliar (WALHI,

2014).

Media lingkungan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)

menyatakan bahwa pada tahun 2011 terdapat kasus pelanggaran lingkungan hidup

sebanyak 107 kasus, tahun 2012 terdapat 118 kasus dan pada semester pertama di

tahun 2013 sebanyak 123 kasus. Kasus-kasus tersebut terkait dengan berbagai krisis

lingkungan dan pengambilan tanah-tanah rakyat untuk kepentingan investasi. Grafik

di bawah ini mengungkapkan protes lingkungan hidup akibat kurangnya kepedulian

terhadap lingkungan, sehingga permasalahan terkait pentingnya pengungkapan

lingkungan merupakan masalah yang harus diperhatikan di Indonesia.

Gambar 1.1. Perbandingan Jumlah Protes Lingkungan Hidup Satu Dekade

Sumber : Walhi 2014

Berdasarkan grafik di atas, kondisi lingkungan ekonomi mengalami

perubahan yang berdampak pada dunia industri. Pada semester pertama di tahun

2013 protes lingkungan hidup terbanyak terjadi di DKI Jakarta yaitu sebanyak 38

protes. Hal ini terjadi karena kondisi lahan di Jakarta banyak didirikan bangunan-

6

bangunan pabrik untuk kepentingan investasi. Akibatnya terjadi berbagai konflik

serta krisis lingkungan di daerah tersebut. Di tahun 2013, terdapat sedikitnya 40

kasus yang ditangani WALHI di berbagai daerah yang dibawa ke tingkat nasional.

Hal ini terkonfirmasi dalam analisa media di tahun 2013, sebagai berikut:

Gambar 1.2. Provinsi Kasus Lingkungan Hidup Tahun 2013

Sumber : Walhi 2014

Data di atas menjelaskan persentase kasus-kasus lingkungan hidup yang

terjadi di berbagai provinsi di Indonesia. Secara nasional terdapat 32,3% kasus

lingkungan hidup yang terjadi di tahun 2013. Kasus-kasus tersebut terkait dengan

beberapa sektor seperti hutan, perkebunan besar, pertambangan, kelautan dan pesisir,

serta kasus-kasus yang terkait dengan pencemaran dan tata ruang. Dari pengalaman

advokasi yang WALHI lakukan, khususnya di sepanjang tahun 2013, korporasi

menempati angka tertinggi sebagai aktor/pelaku perusakan dan pencemaran

lingkungan hidup, dengan prosentase 82,5%. Pada tahun 2013, sedikitnya ada 52

perusahaan yang menjadi pelaku berbagai konflik lingkungan, sumber daya alam dan

7

agraria. Angka-angka ini menunjukkan bahwa industri ekstrakif seperti tambang dan

perkebunan sawit skala besar merupakan predator puncak ekologis.

Dari berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi, perusahaan harus lebih

transparan dalam pelaporan informasi baik dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan

khususnya pengungkapan dalam hal lingkungan. Kondisi perusahaan yang besar

akan memberikan dampak yang besar pula terhadap lingkungan. Oleh karena itu

semakin besar perusahaan akan semakin berkepentingan untuk mengungkap

informasi yang lebih luas (Kristi, 2013). Hal ini disebabkan oleh kegiatan perusahaan

yang berpengaruh secara langsung dengan alam, sehingga berpotensi mencemari

lingkungan.

Pengungkapan informasi lingkungan memberikan beberapa keuntungan

kepada berbagai pihak, diantaranya ketertarikan pemegang saham dan stakeholders

(Pflieger, et al., 2005 dalam Suhardjanto, 2010). Perusahaan yang memberikan lebih

banyak informasi terhadap lingkungan, akan memberikan citra positif di mata

masyarakat. Dengan mengungkapkan informasi lingkungan, perusahaan akan

berkontribusi positif dan negatif dalam kelangsungan hidup manusia dan lingkungan.

Pengungkapan dan pelaporan lingkungan di Amerika Serikat sebagian besar

ditujukan kepada board of director dan shareholder (Millstein, 1991 dalam Rupley,

et al., 2012). Dalam Two Tier Board System, board of director dibagi menjadi dua

badan yang terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan komisaris) dan Dewan

Manajemen (Dewan direksi). Negara-negara dengan Two Tier System antara lain:

Denmark, Jerman, Belanda dan Jepang (Saptono, 2014). Termasuk Indonesia dalam

hal ini menganut Two Tier Board System karena sistem hukum Indonesia yang

8

berasal dari sistem hukum Belanda. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di

Indonesia mempunyai dua badan yang terpisah yaitu dewan komisaris dan dewan

direksi.

Dewan Komisaris merupakan salah satu organ khusus yang terdapat dalam

Corporate Governance. Tugas utama dewan komisaris adalah bertanggung jawab

untuk mengawasi tugas-tugas manajemen (dewan direksi). Corporate Governance

mencakup berbagai mekanisme dalam board of directors guna menjalankan kontrol

atas manajemen, dalam rangka melindungi kepentingan stakeholder dan

meningkatkan transparansi (Ingley dan Vander Walt, 2004 dalam Rupley, et al.,

2012). Teori agensi juga menyatakan bahwa di dalamnya terdapat dua sisi

kepentingan yang berbeda yaitu pihak agen (manajemen) dan pihak prinsipal

(pemegang saham). Untuk memberikan bentuk pertanggungjawaban perusahaan

terhadap dua kepentingan tersebut salah satu cara yang dilakukan perusahaan adalah

dengan menggunakan sistem tata kelola perusahaan (corporate governance), dimana

didalamnya terdapat Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bentuk

kepedulian perusahaan terhadap lingkungan.

Berdasarkan penelitian Gillan (2006); Suchman (1995) dalam Rupley, et al.

(2012), selain dewan komisaris terdapat stakeholders lainnya seperti institusional

investors, lenders, regulators, governmental agencies, non-governmental

organizations, business associations, customers dan suppliers semua berpengaruh

atas keputusan manajemen. Stakeholder disini dibagi menjadi dua yaitu shareholder

dan non-shareholder. Tugas utama shareholder berkaitan dengan keberhasilan

keuangan perusahaan, sedangkan non-shareholder berhubungan dengan keuangan

9

perusahaan yaitu kepedulian terhadap lingkungan (environmental stewardship),

kemitraan perusahaan (company partnerships), dll).

Keberadaan dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya di perusahaan

Indonesia belum memadai. Untuk itu diperlukan suatu komite guna membantu

dewan komisaris dalam memenuhi tugas dan fungsinya. Komite ini sering disebut

komite audit. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua Badan

Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep-29/PM/2004 Pasal 2 yang mewajibkan emiten

atau perusahaan publik membentuk komite audit. Komite ini diwajibkan

beranggotakan minimal tiga orang independen dan salah satu diantaranya berasal

dari komisaris independen yang merangkap sebagai ketua komite audit. McMullen

(1996) dikutip oleh Suhardjanto (2010) menyatakan keberadaan anggota komite

audit independen dalam komite audit akan meningkatkan transparansi komite audit

dalam menjalankan tugasnya.

Ashforth dan Gibbs (1990) dalam Rupley, et al. (2012) menyatakan bahwa

teori legitimasi akan menyampaikan informasi perusahaan kepada berbagai pihak

agar sesuai dengan harapan masyarakat (stakeholder). Legitimasi lingkungan

(environmnetal legitimacy) sebagai atribut eksternal yang diamati suatu perusahaan,

dapat mempengaruhi bagaimana perusahaan memilih untuk mengungkapkan

komitmen lingkungannya (Aerts dan Cormier, 2009 dalam Rupley, et al., 2012).

Berdasarkan Bansal dan Clelland (2004) dalam Rupley, et al. (2012),

mempertimbangkan legitimasi lingkungan perusahaan berdasarkan liputan media

tentang isu-isu lingkungan hidup, sebagai potensi mekanisme governance. Media

10

digunakan sebagai proxy untuk menangkap beberapa aspek dalam non-shareholder

dan memeriksa hubungannya dengan kualitas environmental disclosure (ED).

Hasil penelitian yang dilakukan Gamerschlag et al. (2011) mengenai

hubungan antara karakteristik perusahaan dengan pengungkapan sosial dan

lingkungan sosial pada perusahaan-perusahaan di Jerman menunjukkan bahwa

ukuran perusahaan dan industri berhubungan dengan jumlah pengungkapan. Menurut

Utomo (2000), para peneliti akuntansi sosial tertarik untuk menguji pengungkapan

sosial pada berbagai perusahaan yang memiliki perbedaan karakteristik. Salah satu

perbedaan karakteristik yang menjadi perhatian adalah tipe industri, yaitu industri

yang high profile dan low profile. Sedangkan fokus perusahaan yang dijadikan

sampel dalam penelitian ini hanya perusahaan dalam kategori high profile.

Perusahaan yang termasuk dalam tipe industri high profile merupakan perusahaan

yang mempunyai tingkat sensitivitas tinggi terhadap lingkungan, tingkat risiko

politik yang tinggi, atau tingkat kompetisi yang kuat (Robert, 1992 dalam Utomo,

2000).

Penelitian Reverte (2009) dikutip oleh Kristi (2013) melakukan penelitian

terhadap 46 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Spanyol pada tahun 2008. Dalam

penelitiannya menggunakan 7 variabel yaitu, ukuran perusahaan, sensitivitas industri,

profitabilitas perusahaan, struktur kepemilikan perusahaan, media exposure,

international listing, leverage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran

perusahaan, sensitivitas industri, media exposure, berpengaruh positif terhadap

indeks pengungkapan CSR perusahaan. Dengan mengukur pengaruh sensitivitas

industri terhadap pengungkapan CSR, dimungkinkan perusahaan yang memiliki

11

dampak yang besar terhadap lingkungan dan masyarakat akan mengungkapkan lebih

banyak informasi sosial. Dalam hal ini, berdasarkan teori legitimasi pengungkapan

informasi sosial yang dilakukan perusahaan bertujuan untuk melegitimasi kegiatan

operasinya dan menurunkan tekanan dari para stakeholder.

Pengujian pengaruh stakeholder, manajemen menggunakan dewan komisaris,

komite audit independen dan atribut investor institusional terhadap kualitas

environmental disclosure. Sementara beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa corporate governance perusahaan yang memandu tingkat dan metode

pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan. Ajinkya, et al. (2005)

dikutip oleh Prasetianti (2014) menemukan bukti yang konsisten dengan governance

yang lebih kuat (misalnya board independence dan institutional ownership)

menyebabkan pengungkapan sukarela lebih transparan.

Penelitian ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang mengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSR), khususnya dalam pengungkapan lingkungan

(environmental disclosure). Berthelot et al. (2003), hal. 1 dalam Rupley, et al.

(2012), mendefinisikan environmental disclosure perusahaan sebagai set item

informasi yang berhubungan dengan masa lalu perusahaan, kegiatan pengelolaan

lingkungan saat ini dan masa depan serta kinerja masa lalu, implikasi keuangan saat

ini dan mendatang yang timbul dari keputusan manajemen lingkungan suatu

perusahaan atau tindakan.

Penelitian Rupley, et al. (2012), memberikan bukti dampak pemerintahan

multi-stakeholder dalam kualitas environmental disclosure. Variabel dependen yang

digunakan adalah kualitas environmental disclosure. Sedangkan variabel independen

12

menggunakan atribut media, board of directors dan institusional investor. Hasil

menunjukkan adanya liputan media lingkungan dikaitkan dengan kualitas

environmental disclosure, sejalan dengan gagasan bahwa stakeholder memiliki

pengetahuan tentang masalah lingkungan. Penelitian ini konsisten dengan

perusahaan-perusahaan yang berusaha untuk mengubah persepsi masyarakat melalui

peningkatan environmental disclosure, yang menunjukkan bahwa atribut board of

director termasuk independence, diversity dan multiple directorship berpengaruh

terhadap kualitas environmental disclosures. Hasil ini sesuai dengan pernyataan

bahwa pemerintahan yang baik mengarah pada peningkatan transparansi.

Penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012), terdapat empat kategori

yang digunakan dalam mengukur variabel dependen yaitu Compliance (kepatuhan),

yang menunjukkan tingkat kepatuhan perusahaan dalam mengungkapkan tanggung

jawab lingkungan perusahaan. Pollution Prevention (pencegahan polusi),

menunjukkan tingkat pencegahan polusi perusahaan terhadap lingkungan. Product

Stewardship (penanganan produk), dimana perusahaan mulai melakukan pengawasan

terhadap produk mulai dari menggunakan bahan-bahan produk yang ramah

lingkungan sampai adanya proses daur ulang atas produk yang telah diproduksi.

Sustainable Development (pengembangan berkelanjutan) merupakan kategori paling

baik, pada tahap ini perusahaan telah melakukan ketiga kategori sebelumnya dan

sudah melakukan tanggung jawab lingkungan secara berkelanjutan. Oleh karena itu

kualitas environmental disclosure menjadi variabel dependen dalam penelitian ini.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al.

(2012), yang meneliti tentang pengaruh governance, media dan quality of

13

environmental disclosure terhadap perusahaan-perusahaan yang terdapat di Amerika

Serikat dan disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang berada di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012) dalam meneliti environmental

disclosure menggunakan environmental disclosure index scorecard yang lebih

menunjukkan kualitas environmental disclosure daripada menggunakan pengukuran

secara dummy.

Berdasarkan beberapa penelitian di atas peneliti bermaksud mengadakan

penelitian mengenai pengaruh environmental media, sensitivitas industri dan struktur

corporate governance terhadap kualitas environmental disclosure dengan

environmental disclosure index scorecard sebagai alat ukur kualitas environmental

disclosure serta ukuran perusahaan (firm size) dan profitabilitas sebagai variabel

kontrol.

1.2. Rumusan Masalah

Pengungkapan lingkungan sekarang ini bukan menjadi fenomena baru lagi,

akan tetapi isu mengenai pengungkapan lingkungan atau yang sering disebut

environmental disclosure masih menjadi topik yang sering diperbincangkan.

Environmental disclosure merupakan pengungkapan informasi perusahaan yang

berkaitan dengan lingkungan hidup, dimana bentuk pertanggungjawaban sosial dan

lingkungan perusahaan terhadap masyarakat. Dengan pengungkapan environmental

disclosure yang berkualitas, perusahaan akan memperoleh perhatian, kepercayaan

dan dukungan dari masyarakat sehingga perusahaan dapat tetap eksis.

Dari uraian latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah tentang pengaruh environmental media, sensitivitas industri dan

14

struktur corporate governance terhadap kualitas environmental disclosure. Sehingga

rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Seberapakah luas environmental disclosure yang dilakukan perusahaan?

2. Apakah keberadaan environmental media berpengaruh terhadap kualitas

environmental disclosure?

3. Apakah sensitivitas industri berpengaruh terhadap kualitas environmental

disclosure?

4. Apakah karakteristik dewan komisaris berpengaruh terhadap kualitas

environmental disclosure?

5. Apakah komite audit independen berpengaruh terhadap kualitas environmental

disclosure?

6. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kualitas environmental

disclosure?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas environmental disclosure yang

dilakukan perusahaan high profile di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk memperoleh bukti empiris apakah terdapat pengaruh antara

environmental media, sensitivitas industri, karakteristik dewan komisaris,

komite audit independen dan kepemilikan institusional terhadap kualitas

environmental disclosure.

15

1.4. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Akademisi dan Perguruan Tinggi

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk mengetahui

variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi kualitas environmental

disclosure, serta dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu

khususnya di bidang kualitas environmental disclosure.

2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi perusahaan- perusahaan

dalam melakukan pertimbangan dan pengambilan keputusan yang nantinya akan

bermanfaat dalam memberikan nilai tambah perusahaan. Selanjutnya merupakan

wujud tanggung jawab perusahaan dalam memberikan transparansi kepada para

stakeholder terkait masalah lingkungan sosial.

3. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan para investor sebagai dasar

penentuan serta pertimbangan dalam membuat keputusan untuk berinvestasi,

kepada perusahaan mana yang mempunyai kinerja perusahaan yang baik serta

memiliki prospek yang bisa dipertanggungjawabkan dalam jangka panjang.

4. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman serta acuan kinerja pemerintah

dalam menentukan kebijakan dan standar dalam mengatur praktik environmental

disclosure di Indonesia.

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Legitimasi

Beberapa studi tentang pengungkapan sosial lingkungan telah menggunakan

teori legitimasi sebagai basis dalam menjelaskan basisnya (Ghozali dan Chariri,

2007). Teori legitimasi menjelaskan bahwa perusahaan beroperasi dalam lingkungan

eksternal yang berubah secara konstan dan mereka berusaha meyakinkan bahwa

perilaku mereka sesuai dengan batas-batas dan norma masyarakat (Brown dan

Deegan, 1998). Teori legitimasi memfokuskan pada interaksi antara perusahaan

dengan masyarakat (Ulman, 1982; dalam Ghozali dan Chariri, 2007).

Dowling dan Pfeffer (1975) p. 131 dikutip oleh Ghozali dan Chariri (2007)

menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku

organisasi. Mereka mengatakan :

“Karena legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan

yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial dan reaksi terhadap

batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan

memperhatikan lingkungan”.

Legitimasi suatu perusahaan dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan

masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan

dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi dapat katakan sebagai manfaat atau

sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (Ashforth dan Gibbs, 1990

17

dalam Rupley, et al., 2012) dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk

melanjutkan kegiatan usahanya yang akan mengancam keberlangsungan perusahaan.

Perusahaan harus memperdulikan keadaan sosial lingkungan disekitarnya,

karena dengan kepedulian tersebut perusahaan akan mendapatkan kepercayaan dari

masyarakat. Perusahaan harus menyelaraskan aktivitas perusahaan dan harapan

masyarakat dengan melakukan aktivitas perusahaan sesuai dengan norma-norma

masyarakat agar tidak terjadi legitimacy gap. Legitimacy gap dapat terjadi karena

karena tiga (3) alasan (Warticl dan Mahon, 1994 dalam Chariri, 2008):

1. Ada perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan masyarakat terhadap

kinerja perusahaan tidak berubah.

2. Kinerja perusahaan tidak berubah tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja

perusahaan telah berubah.

3. Kinerja perusahaan dan harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan

berubah ke arah yang berbeda, atau ke arah yang sama tetapi waktunya berbeda.

Keberadaan dan besarnya legitimacy gap bukanlah hal yang mudah untuk

ditentukan, karena yang terpenting adalah bagaimana perusahaan berusaha

memonitor nilai-nilai perusahaan dan sosial masyarakat serta mengidentifikasi

kemungkinan munculnya gap tersebut. Jadi, untuk mengurangi legitimacy gap,

perusahaan harus mengidentifikasi aktivitas yang berada dalam kendalinya dan

mengidentifikasi publik yang memiliki power sehingga mampu memberikan

legitimacy kepada perusahaan (Neu, et al., 1998 dalam Chariri, 2008). Legitimasi

dapat dilihat sebagai diskursif masalah terfokus interaksi antara perusahaan dan

pemangku kepentingan utamanya, dimana perusahaan mencoba untuk menggunakan

18

perilaku mengurangi risiko yang mendukung stabilitas jangka panjang dengan

memenuhi harapan sosial para stakeholders (Suchman, 1995; Zucker, 1977, dalam

Rupley, et al., 2012).

Berdasarkan teori legitimasi yang dijelaskan diatas, mengindikasikan bahwa

perusahaan harus bertindak seminimal mungkin sesuai dengan aturan-aturan serta

norma-norma yang berlaku di masyarakat. Environmental disclosure yang dilakukan

perusahaan seharusnya menjadi prioritas strategi perusahaan agar mendapatkan

legitimasi dari masyarakat. Dengan adanya struktur governance yang baik

merupakan kontrol bagi perusahaan supaya manajemen perusahaan dapat

menjalankan tugas serta tanggungjawabnya terhadap para stakeholder.

2.2. Teori Agensi

Teori agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara agen dan

prinsipal. Agen disini merupakan pihak manajemen perusahaan dan prinsipal

merupakan investor atau pemegang saham. Teori ini menyatakan bahwa hubungan

keagenan timbul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk

melakukan beberapa jasa untuk kepentingannya yang melibatkan pendelegasian

beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen (Jensen dan Mecking, 1976)

Teori ini menyatakan bahwa dengan adanya asimetri informasi, manajer

sebagai agen akan memilih kebijakan untuk memaksimalkan kepentingan para

prinsipal yaitu para pemilik perusahaan baik itu dalam jangka panjang maupun

jangka pendek. Selain itu manajer juga memiliki kepentingan untuk memaksimalkan

kesejahteraannya sendiri. Dengan adanya dua kepentingan ini mengindikasikan

19

manajer bertindak semaunya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan pihak

prinsipal. Untuk menghindari hal tersebut beberapa penelitian menyatakan teori

keagenan dapat dikurangi dengan meningkatkan pengungkapan. Ball (2006) dalam

Almilia (2008) menyatakan bahwa peningkatan transparansi dan pengungkapan akan

memberikan kontribusi untuk menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang

saham.

Corporate governance merupakan mekanisme pengelolaan yang didasarkan

pada teori agensi. Dengan adanya konsep corporate governance pihak manajemen

(agen) diharapkan dapat dipercaya dalam mengelola kekayaan pemilik (prinsipal),

dan pemilik juga yakin bahwa agen bertindak sewajarnya dan tidak melakukan

kecurangan untuk kepentingan agen sendiri sehingga dapat meminimalkan konflik

serta biaya keagenan.

2.3. Corporate Social Responsibility (CSR)

Konsep CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela

mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan

interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang

hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006).

Pengungkapan tanggung jawab sosial adalah proses pengkomunikasian efek-

efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada

kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara

keseluruhan (Gray et al., 1987 dalam Waryanto, 2010). Dengan mengungkapkan

informasi mengenai operasi perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan

perusahaan diharapkan bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Dalam

20

melaksanakan aktivitasnya, perusahaan tidak hanya berfokus pada keuntungan

semata melainkan perusahaan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkan

terhadap lingkungan. Selain itu upaya perusahaan dalam rangka mengembangkan

potensi energi yang tidak diimbangi dengan upaya pemeliharaan lingkungan akan

berakibat pada keadaan yang merugikan bagi pihak terkait manapun.

2.4. Kinerja Lingkungan

Kinerja lingkungan perusahaan merupakan kinerja perusahaan dalam

menciptakan lingkungan yang baik sesuai dengan tujuan para stakeholders. Kinerja

lingkungan berfokus pada kegiatan perusahaan dalam melestarikan lingkungan serta

mengurangi dampak lingkungan seperti limbah hasil aktivitas perusahaan.

Pengkajian kinerja lingkungan didasarkan pada tiga aspek diantaranya kebijakan

lingkungan, sasaran lingkungan dan target lingkungan.

Kinerja lingkungan dibagi menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif.

Kinerja lingkungan secara kuantitatif adalah kinerja lingkungan yang hasilnya dapat

diukur dari sistem manajemen lingkungan terkait dengan kontrol aspek lingkungan

fisiknya. Sedangkan kinerja lingkungan secara kualitatif merupakan kinerja yang

hasilnya diukur dari hal-hal yang terkait dengan ukuran aset non fisik, misalnya:

prosedur, proses inovasi, motivasi dan semangat kerja yang dialami pelaku kegiatan,

dalam mewujudkan kebijakan lingkungan organisasi, sasaran dan targetnya.

Berdasarkan Global Enviromental Management Initiatives (GEMI) tahun

1998, jenis ukuran indikator kinerja lingkungan secara umum terdiri dari dua

indikator, yaitu :

21

1. Indikator lagging yaitu ukuran kinerja end-process, mengukur output hasil

proses seperti jumlah polutan dikeluarkan.

2. Indikator leading yaitu ukuran kinerja in-process guna mengukur faktor apa saja

yang dapat membawa perubahan bagi kinerja lingkungan perusahaan.

Tabel 2.1.

Indikator Lagging dan Leading Ukuran Kinerja Lingkungan

Tipe

Indikator

Indikator tertinggal (lagging) Indikator memimpin (leading)

Ukuran Indikator output/end-of-process Indikator manajemen / in-process

Fokus Hasil (output) Tingkat status aktifitas (input)

Pendekatan Kuantitatif Kuantitatif dan kualitatf

Contoh Jumlah kimia beracun dilepas

ke udara

Persen fasilitas berfungsi audit

lingkungan sendiri

Kekuatan Mudah menjumlahkan dan

dimengerti; umum disukai

publik dan pihak pemerintah

Merefleksikan tidak hanya kinerja

masa lalu, namun sekarang dan

masa depan.

Kelemahan Kesenjangan waktu dalam

lingkar umpan balik; akar

penyebab tidak teridentifikasi.

Lebih sulit dihitung dan

dievaluasi; sulit membangun

dukungan penggunaaan; tidak

mengarah pada semua perhatian

pemegang saham.

Sumber GEMI, 1998

2.5. Kualitas Environmental Disclosure

Environmental Disclosure merupakan pengungkapan informasi yang

berkaitan dengan lingkungan hidup. Kualitas environmental disclosure dalam

penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012).

Standar yang digunakan berdasarkan Global Reporting Indeks (GRI) masih terlalu

umum dan tidak mengidentifikasi langkah-langkah khusus yang mencerminkan

dampak lingkungan dari bisnis. Indeks dalam Rupley, et al. (2012) lebih operasional

dalam menangkap dampak bisnis terhadap lingkungan dan lebih deskriptif tentang

motif strategis yang mempengaruhi environmental disclosure. Indeks pengungkapan

22

mencakup beberapa karakteristik masing-masing indikator untuk meningkatkan

kemampuan guna menangkap kualitas. Karakteristik indikator ini didasarkan pada

implikasi strategi untuk perilaku lingkungan. Dalam penelitian Rupley, et al. (2012)

kualitas environmental disclosure dibagi menjadi empat tingkatan yaitu :

1. Compliance

2. Pollution Prevention

3. Product Stewardship

4. Sustainable Development

Perpindahan dari tingkat compliance sampai tingkat sustainable development

menyiratkan integrasi semakin holistik terhadap pengelolaan lingkungan ke dalam

organisasi proses, strategi dan budaya. Roome (1992) dalam Rupley, et al. (2012)

dan Hunt dan Auster (1990) telah menyarankan klasifikasi indikator pengungkapan

sehingga perusahaan proaktif dalam pengelolaan lingkungan. Roome (1992) dalam

Rupley et al. (2012) mengidentifikasi 5 (lima) strategi manajemen lingkungan yaitu :

1. Non-compliance

2. Compliance

3. Compliance plus

4. Commercial and environmental excellence

5. Leading edge

Non-compliance terjadi ketika beban sebuah perusahaan dibatasi dan tidak

bisa bereaksi atau memilih untuk tidak bereaksi terhadap perubahan standar

lingkungan. Compliance adalah posisi reaktif yang didorong oleh undang-undang.

Compliance tidak mungkin berada dalam posisi untuk menggunakan sikap

23

lingkungan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif. Compliance plus adalah

posisi reaktif dalam pengelolaan lingkungan. Sehubungan dengan compliance,

compliance plus menunjukkan kemauan pada bagian dari senior manajemen

perusahaan untuk menggunakan sistem manajemen dan kebijakan untuk mendorong

perubahan organisasi. Commercial and environmental excellence dan leading edge

menunjukkan pengelolaan manajemen lingkungan yang baik dan berusaha untuk

menjadi pemimpin lingkungan dalam industri mereka.

Dalam penelitian Hart (1995) terdapat kemungkinan bahwa strategi dan

keunggulan kompetitif dalam beberapa tahun mendatang akan berakar pada

kemampuan yang memfasilitasi lingkungan yang berkelanjutan adalah kegiatan

ekonomi berbasis sumber daya alam perusahaan. Hart (1995) memperkenalkan

conceptual framework yang terdiri dari tiga strategi yang saling berhubungan, yaitu :

pollution prevention, product stewardship dan sustainable development. Berikut

penjelasan dari ketiga strategi tersebut :

Tabel 2.2.

Sumber : Hart, 1995

Pollution prevention merupakan strategi pencegahan polusi yang berusaha

untuk mengurangi emisi dengan menggunakan perbaikan berkelanjutan yang

24

difokuskan pada tujuan lingkungan (Hart, 1995). Menurut Cairncross (1991) dalam

Hart (1995) pollution prevention dapat dicapai melalui dua cara utama :

1. Control : emisi dan limbah disimpan, dirawat dan dibuang menggunakan

peralatan pollution-control.

2. Prevention: emisi dan limbah berkurang, diubah atau dicegah melalui rumah

tangga yang lebih baik, substitusi bahan, daur ulang atau inovasi proses.

Melalui pollution prevention, perusahaan dapat mewujudkan penghematan

yang signifikan, sehingga keuntungan biaya relatif terhadap pesaing (Hart & Ahuja,

1994 dalam Hart 1995). Pollution prevention dapat menyimpan tidak hanya biaya

instalasi dan operasi perusahaan tetapi juga dapat meningkatkan produktivitas dan

efisiensi. Selain itu pollution prevention juga dapat mengurangi waktu siklus dengan

menyederhanakan atau menghapus langkah-langkah yang tidak perlu dilakukan

dalam operasi produksi. Pada akhirnya pollution prevention menawarkan potensi

untuk mengurangi emisi jauh di bawah tingkat yang diperlukan, mengurangi

kepatuhan perusahaan dan biaya kewajiban (Rooney, 1993). Dengan demikian,

strategi polusi pencegahan harus memfasilitasi biaya yang lebih rendah, yang pada

gilirannya, harus menghasilkan arus kas ditingkatkan dan profitabilitas bagi

perusahaan (Hart, 1995).

Strategi selanjutnya yaitu product stewardship dimana strategi sebelumnya

pollution prevention berfokus pada kemampuan dalam produksi dan operasi,

sedangkan product stewardship berfokus pada pengawasan produk, pengembangan

produk dan memandu dalam pemilihan bahan baku serta mendisiplinkan desain

produk dengan tujuan untuk meminimalkan dampak lingkungan.

25

Menurut Hart (1995) melalui strategi product stewardship perusahaan dapat :

1. Terhindar dari dampak lingkungan yang berbahaya.

2. Mendesain ulang sistem produk yang ada untuk mengurangi kewajiban.

3. Mengembangkan produk baru dengan biaya siklus hidup yang lebih rendah.

Strategi terakhir adalah sustainable development. Strategi ini merupakan

strategi yang paling baik, dimana perusahaan telah menghubungkan antara

lingkungan, bisnis dan kegiatan ekonomi perusahaan (Hart, 1995). Dengan

menerapkan sustainable development berarti perusahaan telah mampu

mengimplementasikan perkembangan substansial baru dan komitmen terhadap

perkembangan pasar dalam jangka panjang. Perusahaan yang mencapai strategi ini

dimungkinkan akan meningkatkan harapan perusahaan untuk kinerja masa depan

terhadap pesaing yang nantinya akan memberikan dampak positif dihadapan para

stakeholder.

2.6. Environmental Disclosure Index Scorecard

Environmental disclosure index scorecard dalam penelitian ini didasarkan

pada penelitian yang dilakukan Rupley, et al. (2012). Indikator kategori yang

digunakan untuk mengukur kualitas environmental disclosure menggunakan

environmental disclosure index scorecard berdasarkan kerangka global reporting

initiative (GRI). Indikator kategori tersebut dapat dilihat di lampiran 3.

Pelaporan mengenai lingkungan yang dibuat oleh Global Reporting Initiative

(GRI) dinamakan the sustainability reporting guidelines. Standar pelaporan ini

ditujukan sebagai sebuah standar pelaporan yang dapat diterima umum yang

26

digunakan oleh berbagai organisasi yang berbeda ukuran, sektor dan lokasinya (GRI,

2006). Standar pengungkapan yang harus dimasukkan dalam laporan keberlanjutan

terdiri dari tiga tipe yaitu :

1. Strategi dan Profil : Pengungkapan yang membentuk keseluruhan konteks untuk

dapat memahami kinerja organisasi, seperti strategi yang dimiliki, profil dan tata

kelola.

2. Pendekatan Manajemen : Pengungkapan yang mencakup mengenai bagaimana

sebuah organisasi menggunakan topik tertentu untuk memberikan konteks

dalam memahami kinerja pada sebuah bidang spesifik tertentu.

3. Indikator Kinerja : Indikator yang memberikan perbandingan informasi terkait

kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial dari organisasi.

Pelaporan yang dibuat GRI mengandung kandungan isi umum dan sektor secara

spesifik yang telah disetujui oleh berbagai stakeholders di seluruh dunia dan dapat

diaplikasikan secara umum dalam melaporkan kinerja keberlanjutan dari sebuah

organisasi.

Environmental disclosure index scorecard dalam penelitian Rupley, et al.

(2012), terdiri dari berbagai karakteristik dari setiap indikator untuk meningkatkan

kemampuan indeks dalam menggambarkan kualitas environmental disclosure.

Karakteristik indikator ini didasarkan pada implikasi strategi lingkungan. Strategi

lingkungan terdiri dari empat strategi yaitu compliance, pollution prevention, product

stewardship dan sustainable development. Selain keempat strategi tersebut,

penelitian ini juga mengukur jumlah total indikator untuk menjelaskan strategi

lingkungan secara keseluruhan.

27

Perpindahan dari tingkat kepatuhan ke tingkat pembangunan berkelanjutan

menyiratkan integrasi semakin holistik mengenai pengelolaan lingkungan ke dalam

proses organisasi, strategi dan budaya. Penelitian Rupley, et al. (2012) menggunakan

tingkat strategi ini dan pemahaman tentang kualitas pengungkapan penilaian, dengan

skema pengkodean yang dikembangkan dan diuji. Sebagai contoh, pengungkapan

konsumsi energi termasuk pengungkapan total konsumsi energi (compliance-level),

pengungkapan per-unit energi konsumsi (pollution prevention-level) dan

pengungkapan konsumsi energi terbarukan dari sumber daya (product stewardship-

level). Sebuah pengungkapan tingkat sustainable development adalah penyediaan

'Green' balanced score card.

2.7. Environmental Media

Ettredge et al. (2001) menjelaskan bahwa sebagian besar perusahaan yang

terdaftar di negara maju sekarang memiliki situs web internet dimana mereka

mempublikasikan informasi keuangan. Semakin banyak pengungkapan yang

dilakukan perusahaan memberikan dampak positif dalam mengubah persepsi

masyarakat khususnya pengungkapan dibidang lingkungan yang dalam hal ini

berkaitan langsung dengan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan masyarakat.

Dengan adanya media memungkinkan lebih fleksibel terhadap kemampuan dan

ketersediaan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan.

Allam dan Lymer (2002) meneliti jenis informasi yang tersedia di Internet

dari 50 perusahaan dari lima negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Kanada,

Australia dan Hong Kong. Relevansi khusus bagi penelitian ini adalah temuan dari

28

Amerika Serikat dan situs web perusahaan Australia. Dari 50 perusahaan yang

disurvei, hanya 23 (46 persen) dari situs web perusahaan AS memiliki informasi

lingkungan. Survei KPMG (2002) yang dikutip oleh Joshi dan Simon (2009), yang

terlihat pada praktek pelaporan dari 100 perusahaan di 19 negara, menemukan bahwa

72 persen perusahaan Jepang, 49 persen Perusahaan Inggris dan 36 persen dari

perusahaan-perusahaan AS mengeluarkan informasi lingkungan, sosial atau laporan

keberlanjutan, selain laporan keuangan mereka.

Pelaporan sukarela mengenai dampak lingkungan dan inisiatif dalam laporan

tahunan perusahaan telah meluas di kalangan organisasi yang menerima kewajiban

untuk memperpanjang tanggung jawab lingkungan di luar kepatuhan terhadap

peraturan (Brophy dan Starkey, 1996 dalam Joshi dan Simon, 2009). Rupley, et al.

(2012) dalam penelitiannya menunjukkan adanya liputan media lingkungan dikaitkan

dengan kualitas pengungkapan sukarela, kompatibel dengan gagasan bahwa

stakeholder memiliki pengetahuan tentang masalah environmental disclosure. Dalam

penelitiannya juga meneliti media yang negatif yang dikaitkan dengan kualitas

environmental disclosure. Temuan ini konsisten dengan perusahaan-perusahaan yang

berusaha untuk mengubah persepsi masyarakat melalui peningkatan environmental

disclosure.

Teori legitimasi (Ashforth dan Gibbs, 1990 dalam Rupley, et al., 2012)

menyatakan bahwa legitimasi sebuah perusahaan dapat diperoleh melalui berbagai

tindakan, termasuk mengkomunikasikan informasi perusahaan kepada stakeholder

yang relevan. Perusahaan dengan legitimasi lingkungan yang rendah lebih bertindak

proaktif untuk mengkomunikasikan informasi melalui media (Bansal dan Clelland,

29

2004 dalam Rupley, et al., 2012). Sehingga untuk mendapatkan kepercayaan serta

legitimasi dari masyarakat, perusahaan senantiasa berusaha dalam menjaga

reputasinya. Dengan demikian liputan media dapat membentuk kesadaran

masyarakat terkait isu-isu tertentu.

2.8. Sensitivitas Industri

Sensitivitas industri dapat diartikan sebagai seberapa besar pengaruh aktivitas

industri yang bersinggungan langsung dengan lingkungan. Pada umumnya

perusahaan dengan tingkat sensitivitas industri yang tinggi terhadap lingkungan akan

memperoleh perhatian yang tinggi pula dari masyarakat karena aktivitas operasinya

yang memiliki potensi mempengaruhi alam. Penelitian yang dilakukan Anggraini

(2006) menggambarkan perusahaan yang memiliki tingkat sensitivitas industri tinggi

akan memperoleh perhatian yang lebih dari masyarakat dan kepentingan lain karena

aktivitas industri yang berpotensi mempengaruhi kepentingan luas, baik dari segi

ekonomi, sosial dan lingkungan. Hasil penelitiannya menyatakan sensitivitas industri

berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

Perusahaan yang termasuk kategori sensitive industry merupakan perusahaan

tipe high profile. Umumnya perusahaan high profile merupakan perusahaan yang

memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasi perusahaan memiliki

potensi dan kemungkinan berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas

(Purwanto, 2011). Menurut Zuhroh dan Sukmawati (2003) perusahaan yang

tergolong dalam industri high profile memiliki karakteristik seperti memiliki jumlah

30

tenaga kerja yang besar dan dalam proses produksinya mengeluarkan residu, seperti

limbah dan polusi.

Penelitian ini mengukur kualitas environmental disclosure dengan jenis

industri high profile yang terbagi atas dua kelompok yaitu non sensitive industri dan

sensitive industri. Perusahaan yang terklasifikasi dalam kelompok non sensitive

industri pada penelitian ini antara lain: cosmetic and household, farmasi, kimia dan

makanan dan minuman. Sedangkan perusahaan yang terklasifikasi dalam kelompok

sensitive industri antara lain: energi dan pertambangan (batubara, batu-batuan, logam

dan mineral lainnya dan minyak dan gas bumi).

2.9. Corporate Governance

2.9.1. Definisi dan Konsep Corporate Governance

Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)

dalam (Surya dan Yustivandana, 2006) bahwa corporate governance merupakan

sekumpulan hubungan antara perusahaan dan para stakeholder-nya (pemegang

saham dan pihak lain) yang terlibat dalam suatu perusahaan. Hubungan ini berkaitan

dengan tanggung jawab perusahaan terhadap para stakeholder. Tanggung jawab yang

dimiliki dapat diwujudkan melalui good corporate governance dan leading yang

seimbang antara asas dan realisasinya. Tanpa adanya corporate governance yang

baik perusahaan atau institusi apapun dapat terjebak dalam pola kerja yang

cenderung mengahalalkan segala cara dan tidak mampu untuk menjalankan

organisasi secara berkesinambungan (Setiawan, 2005).

31

Konsep Good Corporate Governance (GCG) semakin mendapatkan perhatian

di kalangan dunia usaha. Sejak era reformasi bergulir, masyarakat semakin kritis dan

mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Menurut Monks dan Minow,

(2001) dikutip oleh Dewi (2008), Good Corporate Governance (GCG) merupakan

tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam

perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Implementasi Good

Corporate Governance dalam kinerja perusahaan merupakan kunci sukses untuk

memperoleh keuntungan dalam jangka panjang dan dapat bersaing dalam bisnis

global. Selain itu penerapan Good Corporate Governance berhubungan dengan

peningkatan citra perusahaan. Perusahaan yang menerapkan Good Corporate

Governance, akan mendapatkan citra positif dan peningkatan nilai perusahaan.

Hasil survei yang dilakukan Mc Kinsey & Co. (2002) dalam Windah (2013)

mengatakan bahwa para investor cenderung menghindari perusahaan-perusahaan

dengan predikat buruk dalam Corporate Governance. Di era sekarang ini, investor

meyakini bahwa dalam menerapkan praktek GCG perusahaan telah berupaya

meminimalkan risiko keputusan yang akan menguntungkan diri sendiri. Sehingga

dapat meningkatkan kinerja perusahaan serta nilai perusahaan. Hal lain juga

diungkapkan oleh FGCI (2011) yang dikutip oleh Ratih (2011), yang menyatakan

bahwa ada empat manfaat dalam penerapan GCG yaitu, 1) lebih mudah untuk

meningkatkan modal (Easier to raise capital), 2) biaya yang lebih rendah dari modal

(Lower cost of capital), 3) memperbaiki kinerja usaha dan peningkatan kinerja

ekonomi (Improved business performance and improved economic performance), 4)

dampak yang baik pada harga saham (good impact on share price).

32

2.9.2. Asas Corporate Governance

Implementasi GCG sudah mulai banyak diterapkan di berbagai perusahaan-

perusahaan di Indonesia. Penerapan GCG di Indonesia berawal sejak

ditandatanganinya Letter Of Intent (LOI) yang bekerjasama dengan IMF, yang di

dalamnya terdapat pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan-

perusahaan di Indonesia. Selain itu Komite Nasional Kebijakan Corporate

Governance (KNKG) (2006), berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di

Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah

diterapkan di tingkat Internasional.

Menurut KNKG terdapat lima asas dalam GCG yaitu :

1. Transparansi (Transparency)

Perusahaan harus menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, serta

menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah

diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan

dan wajar.

3. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan

tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.

33

4. Independensi (Independency)

Perusahaan harus dikelola secara independen, sehingga masing-masing organ

perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak

lain.

5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness).

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan

asas kewajaran dan kesetaraan.

Kelima asas tersebut harus dilaksanakan secara efektif, agar dalam penerapan

GCG dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan kepercayaan para stakeholder.

Dengan demikian, dengan sistem tata kelola perusahaan yang baik dapat

meningkatkan jumlah investasi oleh para investor.

2.9.3. Struktur Corporate Governance

1. Dewan Komisaris

Salah satu prinsip Corporate Governance menurut Organization for

Economic Cooperation and Development (OECD) adalah menyangkut peranan

dewan komisaris. Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal

perusahaan, memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Sistem hukum tentang

bentuk dewan komisaris yang dianut Indonesia menggunakan two tier board system.

Sistem ini sering dipakai di negara Eropa seperti Denmark, Jerman dan Belanda,

dimana memiliki dua badan yang terpisah yaitu dewan komisaris dan dewan direksi.

Dewan direksi berkewajiban mengelola dan mewakili perusahaan di bawah

pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dalam sistem ini anggota dewan

34

direksi diangkat dan dapat diganti oleh dewan komisaris (Saptono, 2014). Sehingga

dewan komisaris terutama bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas

manajemen.

Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Bab 1 Pasal 1

ayat 6 menyatakan bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas

melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar

serta memberi nasehat kepada direksi. Berikut penjelasan secara spesifik mengenai

wewenang, tugas dan tanggung jawab dewan komisaris :

a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan,

jalannya pengurusan pada umumnya dan memberikan nasehat kepada direksi

(Pasal 108 dan Pasal 114).

b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang

bersangkutan atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat

4).

c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila

disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan

dan pemberi nasehat (Pasal 115).

d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk mendukung

tugas dewan komisaris.

Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 108 ayat (5)

menjelaskan bahwa bagi perusahaan Perseroan Terbatas wajib memiliki paling

sedikit 2 (dua) anggota dewan komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota dewan

35

komisaris di Indonesia bervariasi yang disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan

dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme

pengendalian intern tertinggi, yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan

manajemen (Waryanto, 2010). Dengan proses monitoring yang baik, maka

diharapkan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan akan semakin luas dan

terjamin keandalannnya.

2. Komisaris Independen

Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota

manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan

langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu

perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan Yustivandana,

2006). Berdasarkan Kep-00001/BEI/01-2014, perusahaan yang listed di bursa harus

mempunyai komisaris independen minimal 30% dari jumlah anggota dewan

komisaris. Dengan makin besarnya proporsi komisaris independen maka proses

pengawasan yang dilakukan dewan ini makin berkualitas dengan makin banyaknya

pihak independen dalam perusahaan yang menuntut adanya transparansi dalam

pelaporan keuangan perusahaan (Nasution dan Setiawan, 2007).

Keberadaan dewan komisaris belum memberikan jaminan terlaksananya

prinsip-prinsip corporate governance. Khususnya mengenai perlindungan terhadap

investor. Untuk mendorong implementasi GCG, maka dibuatkan sebuat organ khusus

dalam struktur perseroan, diantaranya terdapat komisaris independen. Keberadaan

36

komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan

yang dibuat oleh direksi.

Berdasarkan peraturan BEJ tanggal 19 Juli 2004 yang dikutip oleh Surya dan

Yustivandana (2006), beberapa kriteria tentang dewan komisaris independen antara

lain :

a. Komisaris independen tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak

langsung pada emiten atau perusahaan publik.

b. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau

pemegang saham mayoritas dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.

c. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau

komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.

d. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan

lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.

e. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.

f. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang

pasar modal.

g. Komisaris independen diusulkan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang

bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS).

Komisaris independen bersama dewan komisaris memiliki tugas-tugas utama

meliputi (Surya dan Yustivandana, 2006):

a. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja,

kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha;

37

menetapkan sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta

memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset. Tugas

ini terkait dengan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin

penyeimbangan kepentingan manajemen (accountability).

b. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian

anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan

direksi yang transparan (transparency) dan adil (fairness).

c. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat

manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk

penyalahgunaan aset dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas ini

memberikan perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham (fairness).

d. Memonitor pelaksanaan governace dan melakukan perubahan jika diperlukan.

e. Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam perusahaan.

3. Keberagaman Gender

Menurut Adams dan Ferreira (2004) dalam Prawinandi (2012) komisaris

wanita lebih rajin dalam menghadiri rapat dewan komisaris dibandingkan dengan

komisaris pria, dimana kehadiran dalam rapat ini penting karena rapat dewan

komisaris merupakan cara agar dewan komisaris memperoleh informasi penting

tentang perusahaan sebagai dasar untuk melakukan tugas mereka.

Huse dan Solberg (2006) dalam Rao, et al. (2011) menemukan bahwa

perempuan lebih berkomitmen dan terlibat, lebih siap, lebih rajin, mengajukan

pertanyaan dan akhirnya menciptakan suasana yang baik di dalam dewan komisaris.

Demikian pula Kusumastuti, et al. (2007) menyatakan komisaris wanita juga akan

38

meningkatkan monitoring terhadap kinerja perusahaan karena wanita memiliki sikap

kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko dan lebih teliti

dalam melakukan pengawasan dibandingkan pria.

4. Multiple-Directorship

Multiple-directorship merupakan anggota dewan komisaris yang bekerja di

perusahaan lain yang mendapatkan pengetahuan serta interaksi berbagai dewan

komisaris. Carter, et al. (2003) dalam Rupley, et al. (2012) memberikan bukti bahwa

keragaman pekerjaan meningkatkan efektivitas dewan dan nilai pemegang saham.

Anggota dewan yang bekerja di berbagai perusahaan cenderung memiliki

reputasi yang memiliki nilai tambah dari tipe anggota lain (Rupley, et al., 2012).

Namun terkadang manfaat atas representasi dari direktur eksternal diukur melalui

pengaruh dari interlocking directorship. Dalam environmental disclosure perusahaan

dengan anggota dewan yang melayani di beberapa perusahaan akan memiliki

kualitas environmental disclosure yang lebih tinggi karena telah melakukan

pelaporan lingkungan di perusahaan-perusahaan lain (Rupley, et al., 2012).

5. Komite Audit Independen

Komite audit adalah pihak yang bertanggung jawab melakukan pengawasan

dan pengendalian untuk menciptakan keadilan, transparansi, akuntabilitas dan

responsibilitas (Agustia, 2013). Bentuk pertanggungjawaban ini ditujukan kepada

dewan komisaris dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi

perusahaan. Selain itu, dalam bekerja komite audit juga dituntut harus bersifat

independen sehingga kinerjanya dapat dipercaya. Untuk menjamin independensi

39

komite audit, Bapepam (2004) menetapkan persyaratan yang akan menjadi anggota

komite audit, yaitu :

a. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan

Hukum, atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit dan atau jasa

konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam

waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.

b. Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk

merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau perusahaan

publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris,

kecuali komisaris independen.

c. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten

atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham

akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan

setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.

d. Tidak mempunyai:

1. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua,

baik secara horisontal maupun secara vertikal dengan komisaris, direksi,

atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.

2. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang

berkaitan dengan kegiatan emiten atau perusahaan publik.

Komite audit harus terdiri dari individu-individu yang mandiri dan tidak

terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan dan

memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif

40

(Waryanto, 2010). Dengan dibentuknya komite audit yang bersifat independen

memastikan laporan keuangan yang disajikan akan berkualitas sehingga akan

menjadi kontrol perusahaan serta dapat meminimalisasi manajemen laba yang

dilakukan oleh manajemen.

6. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan proporsi saham yang beredar yang

dimiliki oleh institusi lain di luar perusahaan, seperti bank, perusahaan asuransi,

perusahaan investasi, dana pensiun dan lain-lain pada akhir tahun yang diukur dalam

prosentase (Wahidawati, 2001). Konsentrasi kepemilikan institusi merupakan saham

yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank,

perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Dari berbagai institusi atau

lembaga tersebut mempunyai tingkat kebutuhan yang berbeda-beda terhadap

environmental disclosure. Hal ini menyebabkan jenis pengungkapan yang diberikan

oleh perusahaan juga ikut bervariasi sesuai dengan kompleksitas perusahaan.

Scott (2000) yang dikutip oleh Dewi (2008) menyatakan tingkat saham

institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang lebih

intensif sehingga dapat membatasi perilaku opportunistic manager, yaitu manajer

melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa dengan adanya

kepemilikan institusional yang semakin tinggi, menyebabkan kontrol eksternal

terhadap perusahaan semakin kuat, sehingga dapat mengurangi biaya keagenan

(agency cost).

41

Juniarti dan Sentosa (2009) menegaskan bahwa investor institusional

memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memonitor tindakan manajemen

dibandingkan dengan investor individual dimana investor institusional tidak mudah

diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen. Selain itu,

investor institusional, yang umumnya juga berperan sebagai fidusiari, memiliki

insentif yang lebih besar untuk memantau tindakan manajemen dan kebijakan

perusahaan. Kondisi ini dapat menyebabkan berkurangnya perilaku oportunistik

manajemen yang mengarah pada biaya ekuitas yang lebih rendah. Selain itu investor

institusional sebagai pemegang saham mayoritas akan mengurangi efektivitas dewan

komisaris maupun manajemen perusahaan. Investor yang memiliki saham besar akan

mendominasi dan mempengaruhi keputusan manajemen sebagai imbalan atas saham

yang ditanamkan di perusahaan (Lau, et al., 2009 dalam Rao, et al., 2011).

2.10. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian mengenai kualitas environmental disclosure telah banyak

mengalami perkembangan. Mulai dari variasi jenis perusahaan yang berbeda-beda.

Dalam sub bab ini akan dijelaskan beberapa penelitian terdahulu yang pernah

dilakukan oleh para peneliti yang berhubungan dengan media, corporate govenance

dan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Suhardjanto (2010) menguji pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate

governance terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian ini menunjukkan

latar belakang etnic komisaris utama dan ukuran perusahaan berpengaruh positif

terhadap environmental disclosure, leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap

42

environmental disclosure. Sedangkan proporsi komisaris independen, jumlah rapat

dewan komisaris, proporsi auditor independen, jumlah rapat komite audit,

profitabilitas dan cakupan operasional perusahaan tidak berpengaruh terhadap

environmental disclosure.

Effendi, et al. (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh dewan komisaris

terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian menunjukkan leverage sebagai

variabel kontrol berpengaruh negatif signifikan terhadap environmental disclosure.

Variabel kontrol lain yaitu size juga berpengaruh signifikan. Sedangkan ukuran

dewan komisaris, proporsi dewan komisaris, latar belakang pendidikan presiden

komisaris dan jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap

environmental disclosure.

Ariani (2010) melakukan penelitian tentang corporate governance dan latar

belakang pendidikan terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian

menunjukkan proporsi komisaris independen dan latar belakang pendidikan

komisaris berpengaruh terhadap environmental disclosure. Sedangkan jumlah rapat

dewan komisaris, jumlah komite audit dan jumlah rapat komite audit tidak

berengaruh terhadap environmental disclosure.

Handayani (2010) meneliti tentang environmental performance terhadap

environmental disclosure dan economic performance serta environmental disclosure

terhadap economic performance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

environmental performance tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure

dan tidak berpengaruh pula terhadap economic performance. Serta environmental

disclosure juga tidak berpengaruh terhadap economic performance.

43

Deegan, et al. (2002) meneliti liputan media positif dan liputan negatif

terhadap environmental disclosure. Hasil dari penelitian ini menyatakan liputan

media positif berpengaruh positif terhadap environmental disclosure. Sedangkan

liputan media negatif berpengaruh lebih besar dibandingkan dengan liputan media

positif terhadap environmental disclosure.

Rupley, et al. (2012) melakukan penelitian tentang liputan media dan struktur

corporate governance terhadap kualitas voluntary environmental disclosure. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa variabel liputan media yang terdiri dari keberadaan

liputan media dan liputan media negatif, variabel struktur corporate governance

terdiri dari karakteristik dewan komisaris dan investor institusional. variabel

karakteristik dewan komisaris terdiri dari dewan komisaris independen, keberagaman

gender, multiple-directorship, CEO duality dan keberadaan komite tanggung jawab

sosial perusahaan, variabel investor institusional terdiri dari variabel kepemilikan

institusi jangka panjang dan kepemilikan institusi jangka pendek, secara keseluruhan

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keberadaan liputan media, liputan media

negatif, dewan komisaris independen dan multiple-directorship berpengaruh positif

terhadap kualitas environmental disclosure, sedangkan variabel lain tidak memiliki

pengaruh secara signifikan terhadap kualitas environmental disclosure. Secara

ringkas penelitian-penelitian terdahulu disajikan dalam tabel berikut :

44

Tabel 2.3.

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti dan

Tahun

Variabel

Dependen

Metode

Analisis

Hasil

1. Suhardjanto,

Djoko (2010

Environmental

Disclosure

Analisis

Regresi

Berganda

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel

latar belakang etnic komisaris

utama dan ukuran perusahaan

berpengaruh positif dan

signifikan terhadap

environmental disclosure serta

leverage berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap

environmental disclosure.

Sedangkan variabel proporsi

komisaris independen, jumlah

rapat dewan komisaris,

proporsi auditor independen,

jumlah rapat komite audit,

profitabilitas dan cakupan

operasional perusahaan tidak

berpengaruh terhadap

environmental disclosure. 2. Effendi,

Bahtiar., Lia

Uzliawati dan

Agus

Sholikhan

Yulianto

(2012)

Environmental

Disclosure

Analisis

Regresi

Linier

Berganda

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel

kontrol yaitu leverage

berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap

environmental disclosure

dan variabel kontrol size

berpengaruh signifikan

terhadap environmental

disclosure. Sedangkan variabel

ukuran dewan komisaris,

proporsi dewan komisaris, latar

belakang pendidikan presiden

komisaris dan jumlah rapat

dewan komisaris tidak

berpengaruh terhadap

environmental disclosure. 3. Ariyani, Eka

Wahyuni

(2013)

Environmental

Disclosure

Analisi

Regresi

Berganda

Hasil dari penelitian ini adalah

proporsi komisaris independen

dan latar belakang pendidikan

komisaris utama berpengaruh

45

terhadap environmental

disclosure. Sedangkan jumlah

rapat dewan komisaris, jumlah

komite audit dan jumlah rapat

komite audit tidak berpengaruh

terhadap environmental

disclosure.

4. Handayani,

Ari Retno

(2010)

Environmental

Disclosure

dan Economic

Performance

Analisis

Regresi

Hasil dari penelitian ini adalah

variabel environmental

performance tidak berpengaruh

terhadap environmental

disclosure dan tidak

berpengaruh pula terhadap

economic performance. Serta

variabel environmental

disclosure tidak berpengaruh

terhadap economic

performance.

5. Deegan,

Craig.,

Michaela

Rankin dan

John Tobin

(2002)

Environmental

Disclosure

Analisi

Regresi

Berganda

Hasil dari penelitian ini adalah

Liputan media positif

berpengaruh positif terhadap

environmental disclosure

Liputan media negatif

berpengaruh lebih besar

dibandingkan dengan liputan

media positif terhadap

environmental disclosure.

6. Rupley,

Kathleen

Hertz., Darrell

Brown, R.

Scott Marshall

(2012)

Kualitas

Environmental

Disclosure

Analisis

Regresi

Berganda

Keberadaan liputan media,

liputan media negatif,

dewan komisaris independen,

dan multiple-directorship

berpengaruh positif terhadap

kualitas environmental

disclosure.

2.11. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

2.11.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan telaah pustaka dan beberapa penelitian terdahulu yang menguji

Stuktur Corporate Governance, Media serta sensitivitas industri yang dapat

mempengaruhi Environmental Disclosure, oleh karena itu dapat digambarkan

46

kerangka pemikiran yang dapat memperlihatkan seberapa besar pengaruh antara

variabel-variabel mempengaruhi kualitas environmental disclosure sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

2.11.2. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh keberadaan liputan media tentang lingkungan terhadap

kualitas environmental disclosure.

Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang

diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat. Legitimasi dapat dilihat

sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang

diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Penelitian Ashforth dan Gibbs

(1990) dalam Rupley, et al. (2012) juga menyatakan bahwa legitimasi perusahaan

VARIABEL INDEPENDEN

ENVIRONMENTAL MEDIA

VARIABEL KONTROL

INDEPENDEN

GENDER

DIRECTORSHIP

BOARD SIZE

KOMITE AUDIT INDEPENDEN

KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL

LN_SALES

ROA

SENSITIVITAS INDUSTRI

KUALITAS

ENVIRONMENTAL

DISCLOSURE

H1 (+)

H2 (+)

H3a (+)

H3b (+)

H3c (+)

H3d (+)

H4 (+)

H5 (+)

47

dapat diperoleh dengan berbagai macam cara, diantaranya melakukan komunikasi

dengan para stakeholder.

Keberadaan liputan media tentang lingkungan merupakan atribut eksternal

perusahaan yang dapat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap komitmen

perusahaan terhadap lingkungannya. Khususnya para non-shareholder, mereka akan

menilai baik buruknya reputasi perusahaan melalui media dibandingkan dengan

informasi keuangan yang disajikan perusahaan. Melalui media akan meningkatkan

reputasi perusahaan di mata masyarakat. Oleh karena itu liputan media akan

membentuk legitimasi stakeholders.

Penelitian Brosius dan Kepplinger (1990) dalam Deegan, et al. (2002)

menunjukkan bahwa intensitas liputan media tentang isu-isu tertentu mempengaruhi

pengungkapan sukareka perusahaan. Penelitian Rupley, et al. (2012) juga

menunjukkan adanya hubungan positif liputan media tentang lingkungan terhadap

kualitas environmental disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis

penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H1 : Keberadaan Liputan media tentang lingkungan berpengaruh positif

terhadap kualitas environmental disclosure.

2. Pengaruh sensitivitas industri terhadap kualitas environmental disclosure.

Sensitivitas industri merupakan dampak dan pengaruh yang diciptakan

perusahaan yang berkaitan dengan bidang usaha, resiko usaha dan karyawan

terhadap lingkungan perusahaan (Adam et al., 1998 dalam Kristi, 2013).

Berdasarkan teori legitimasi perusahaan yang memberikan dampak yang besar

terhadap lingkungan dan para stakeholder, akan lebih banyak mengungkapkan

48

informasi lingkungan. Dengan kondisi perusahaan yang besar, dengan jumlah tenaga

kerja yang besar dan dalam aktivitas industrinya menghasilkan residu berupa limbah

dan polusi serta berpotensi mempengaruhi kepentingan luas, baik dari segi ekonomi,

sosial dan lingkungan menyebabkan environmental disclosure yang dilakukan

perusahaan bertujuan agar mendapatkan legitimasi oleh para stakeholder demi

keberlangsungan usahanya.

Penelitian yang dilakukan Zaleha (2005) menyatakan sensitivitas industri

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini

dikarenakan perusahaan tersebut mempunyai dampak potensi yang lebih tinggi

dalam mempengaruhi kondisi serta keberadaan lingkungan tersebut. Penelitian ini

mengukur sensitivitas industri dengan variabel dummy, yaitu dengan memberikan

nilai 1 untuk kategori perusahaan sensitive industri dan 0 untuk kategori perusahaan

non sensitive industri. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang

diajukan dalam penelitian ini adalah :

H2 : Sensitivitas industri berpengaruh positif terhadap kualitas

environmental disclosure.

3. Karateristik Dewan Komisaris

a. Pengaruh komisaris independen terhadap kualitas environmental

disclosure

Komisaris Independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak

terafiliasi. Maksud dari pihak tidak terafiliasi adalah pihak yang tidak mempunyai

hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang dalam pengendali, anggota

direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri.

49

Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang

berhubungan dengan kandungan informasi laba (Utami, 2011). Melalui perannya

sebagai fungsi pengawasan dewan komisaris memberikan dampak terhadap kinerja

manajemen agar tidak merugikan kepentingan stakeholders. Dengan demikian,

keberadaan dewan komisaris independen harus bersikap netral terhadap segala

kebijakan yang dibuat oleh direksi. Termasuk dalam melakukan pengawasan atas

pelaporan environmental disclosure, karena semakin besar proporsi dewan komisaris

independen, maka akan semakin mendukung pula prinsip responsibilitas dalam

penerapan corporate govenance bagi perusahaan terhadap pertanggungjawabannya

kepada stakeholders.

Penelitian Chen dan Jaggi (2000), menyatakan bahwa proporsi komisaris

independen berpengaruh positif terhadap environmental disclosure. Penelitian

Rupley, et al. (2012) menunjukkan hubungan yang positif antara independensi

dewan komisaris dengan kualitas environmental disclosure. Rao, et al. (2011) juga

menyatakan hal yang sama yaitu terdapat pengaruh positif signifikan antara proporsi

komisaris independen terhadap environmental disclosure. Berdasarkan uraian di atas,

maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H3a : Komisaris independen berpengaruh positif terhadap kualitas

environmental disclosure.

b. Pengaruh keragaman gender terhadap kualitas environmental

disclosure.

Menurut Adams dan Ferreira (2004) dalam Rao, et al. (2011) komisaris

wanita lebih rajin dalam menghadiri rapat dewan komisaris dibandingkan dengan

50

komisaris pria, dimana kehadiran dalam rapat ini penting karena rapat dewan

komisaris merupakan cara agar dewan komisaris memperoleh informasi penting

tentang perusahaan sebagai dasar untuk melakukan tugas mereka.

Dewan komisaris perempuan lebih banyak memiliki pengaruh positif

terhadap pengungkapan baik finansial maupun non finansial. Penambahan dewan

komisaris perempuan memiliki sinyal yang positif pada stakeholder (Huse dan

Solberg, 2006 dalam Rao, et al., 2011). Komisaris wanita juga akan meningkatkan

monitoring terhadap kinerja perusahaan karena wanita memiliki sikap kehati-hatian

yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko dan lebih teliti dalam melakukan

pengawasan dibandingkan pria (Kusumastuti, et al., 2007).

Beberapa penelitian di atas menunjukkan terdapat pengaruh positif dewan

komisaris perempuan terhadap environmental disclosure. Dewan komisaris

perempuan mempunyai keterlibatan aktif, persiapan yang lebih baik, kemandirian

dan kualitas lainnya, yang memungkinkan mereka untuk berkontribusi secara

maksimal terhadap pengambilan keputusan terkait dengan environmental disclosure

(Rao, et al., 2011). Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang

diajukan dalam penelitian ini adalah :

H3b : Keragaman gender berpengaruh positif terhadap kualitas environmental

disclosure.

c. Pengaruh multiple directorships terhadap kualitas environmental

disclosure.

Multiple-directorship merupakan anggota dewan komisaris yang bekerja di

perusahaan lain yang mendapatkan pengetahuan serta interaksi berbagai dewan

51

komisaris. Rupley, et al. (2012) menyatakan dewan komisaris yang bekerja di

perusahaan lain akan mendapatkan pengetahuan dari interaksi anggota dewan lainnya

jika bekerja di perusahaan lain. Hal ini juga didukung oleh penelitian Fama dan

Jensen (1983) dalam Rupley, et al. (2012) bahwa dewan komisaris akan

menunjukkan keahliannya dengan bekerja di perusahaan lain.

Anggota dewan yang bekerja di beberapa perusahaan cenderung memiliki

reputasi sebagai anggota yang memiliki nilai tambah daripada anggota lain Rupley,

et al. (2012). Berkaitan dengan environmental disclosure, perusahaan dengan

anggota dewan komisaris yang bekerja di beberapa perusahaan akan memiliki

kualitas environmental disclosure lebih tinggi jika dibandingkan dengan anggota

dewan komisaris yang hanya bekerja di satu perusahaan, karena anggota dewan

komisaris telah melakukan pelaporan lingkungan di perusahaan-perusahaan lain

dimana mereka bekerja.

Berdasarkan penelitian Rupley, et al. (2012) menunjukkan adanya pengaruh

antara multiple-directorship terhadap kualitas environmental disclosure. Dewan

komisaris yang mempunyai pekerjaan di perusahaan lain atau dengan kata lain

mempunyai pekerjaan lebih dari satu akan membawa dampak positif bagi

perusahaan, karena dewan komisaris akan melakukan pengawasan secara maksimal

demi kepentingan stakeholders. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian

yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H3c : Multiple directorships berpengaruh positif terhadap kualitas

environmental disclosure.

52

d. Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kualitas environmental

disclosure.

Inti dari corporate governance di Indonesia ada pada dewan komisaris karena

tugas utama dewan komisaris adalah mengawasi dan mengevaluasi pembuatan

kebijakan dan pelaksanaan kebijakan tersebut oleh dewan direksi serta memberi

nasehat kepada dewan direksi (Muntoro, 2005). Teori agensi juga menyatakan bahwa

dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme pengendalian intern tertinggi, yang

bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak (Sembiring,

2005).

Keberadaan dewan komisaris dalam suatu perusahaan dapat memberikan

pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen guna mengungkapkan

informasi yang luas. Sehingga, semakin besar jumlah anggota dewan komisaris,

maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang

dilakukan akan semakin efektif (Sembiring, 2005). Selain itu, dengan semakin

banyak proporsi dewan komisaris dalam suatu perusahaan, maka environmental

disclosure juga akan semakin luas dan terjamin keandalannya karena adanya proses

monitoring yang baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang positif signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan Corporate

Social Responsibility (CSR). Hasil yang sama juga diperoleh dalam penelitian (Rao,

et al., 2011) bahwa ukuran dewan komisaris berhubungan positif terhadap

environmental disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang

diajukan dalam penelitian ini adalah :

53

H3d : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kualitas

environmental disclosure.

4. Pengaruh komite audit independen terhadap kualitas environmental

disclosure.

Komite audit merupakan pihak yang berfungsi membantu komisaris dalam

meningkatkan kualitas laporan keuangan dan sebagai sistem pengendalian (Collier,

1993 dikutip oleh Suhardjanto 2010). Dengan adanya komite audit dapat menjamin

transparansi, keterbukaan laporan keuangan dan keadilan. Kehadiran komite audit

membantu dewan komisaris untuk mengawasi manajemen dalam penyusunan

laporan keuangan. Hal ini menjadikan komite audit untuk bersikap independen dan

tidak berperilaku oportunistik (earning management) terhadap laporan keuangan.

Konflik keagenan muncul ketika manajer berperilaku oportunis terhadap

laporan keuangan dengan cenderung memanipulasi laporan keuangan demi

kepentingan dirinya sendiri. Perilaku ini akan menyebabkan agency cost sehingga

merugikan perusahaan. Dengan adanya komite audit independen manajer dapat

bersikap obyektif dalam pelaporan laporan keuangan sehingga tidak terjadi konflik

keagenan dan dapat meminimalkan agency cost.

Mayangsari dan Murtanto (2002) menyatakan bahwa pengumuman

pembentukan komite audit merupakan hal penting dalam Corporate Governance.

Dengan dibentuknya komite audit perusahaan dianggap memiliki informasi yang

menarik bagi para investor. Keberadaan komite audit dapat mempengaruhi

pengungkapan yang dilakukan perusahaan secara signifikan (Ho dan Wong, 2001

dalam Waryanto, 2010). Selain itu perusahaan juga akan memiliki sistem

54

pengawasan yang dapat membantu dewan komisaris dalam rangka peningkatan

kualitas laporan keuangan.

Focker (1992) dalam Zulaikha (2012) menyebutkan bahwa Komite Audit

dianggap sebagai alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan,

sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan

informasi perusahaan. Dengan dibentuknya komite audit dapat membantu dalam

menjamin pengungkapan dan sistem pengendalian akan berjalan dengan baik

(Collier, 1993 dalam Waryanto, 2010). Hal ini didukung penelitian yang dilakukan

Simon (2001) dikutip oleh Suhardjanto (2010) bahwa komite audit independen

berpengaruh positif terhadap luasnya disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka

hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H4 : Komite audit independen berpengaruh positif terhadap kualitas

environmental disclosure

5. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kualitas environmental

disclosure.

Teory agency memunculkan pendapat tentang adanya perbedaan kepentingan

antar pemilik yaitu pemegang saham dengan manajer. Perbedaan kepentingan ini

dapat diminimalkan dengan suatu sistem pengawasan yang dapat menyeimbangkan

kepentingan-kepentingan kedua pihak tersebut. Namun dalam proses pengawasan

menyebabkan timbulnya biaya yaitu biaya keagenan (agency cost). Agency cost

dapat dikurangi dengan kepemilikan institusional dengan cara mengaktifkan

pengawasan melalui investor-investor institusional.

55

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional

memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang

terjadi antara manajer dan pemegang saham. Dengan demikian kepemilikan

institusional dapat dijadikan upaya mengurangi masalah agensi melalui monitoring.

Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring

yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Monitoring yang

dilakukan pihak institusi tentu lebih efektif dibandingkan oleh pihak individu karena

institusi memiliki sumber daya dan kemampuan yang lebih besar sehingga mampu

melakukan monitoring yang lebih kuat (Utami, 2011).

Rupley, et al. (2012) menunjukkan investor institusional berpengaruh negatif

terhadap kualitas voluntary environmental disclosure. Sejalan dengan penelitian

Rupley, et al. (2012), penelitian (Rao, et al., 2011) juga menyatakan adanya

pengaruh negatif dari kepemilikan institusional terhadap environmental disclosure.

Semakin besar kepemilikan institusi yang dimiliki, perusahaan akan mengungkapkan

informasi lebih banyak. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang

diajukan dalam penelitian ini adalah :

H5 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas

environmental disclosure

56

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini merupakan

penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang

diangkakan. Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena

empiris yang disertai data statistik, karakteristik dan pola hubungan antar variabel.

Data yang digunakan merupakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari

annual report dan laporan keberlanjutan seluruh perusahaan high profile yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 sampai dengan 2013 dari situs

www.idx.co.id.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari

environmental media, sensitivitas industri dan struktur corporate governance

terhadap kualitas environmental disclosure yang dikembangkan menjadi lima (5)

model regresi. Lima (5) model ini meliputi 1) Disclosure Quality (DQ) Compliance

(Kepatuhan); dimana perusahaan hanya sebatas patuh dalam memenuhi persyaratan

aturan tentang environmental disclosure. 2) DQ Pollution Prevention (Pencegahan

Polusi); environmental disclosure perusahaan sudah sampai pada tahap

meminimalkan emisi, limbah, dan sampah. 3) DQ Product Stewardship (Penanganan

Produk); environmental disclosure perusahaan sudah sampai pada tahap

meminimalkan biaya dengan daur ulang produk. 4) DQ Sustainable Development

(Pengembangan Berkelanjutan); environmental disclosure perusahaan sudah sampai

57

pada tahap meminimalkan kerugian lingkungan untuk pertumbuhan perusahaan. 5)

DQ Total; menjelaskan seluruh strategi (compliance, pollution prevention, product

stewardship dan sustainable development) secara keseluruhan yang diungkapkan

perusahaan.

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan high

profile industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013.

3.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam

penelitian ini perusahaan non-keuangan yang termasuk dalam perusahaan high

profile industry. Hal ini dikarenakan perusahaan high profile industry melakukan

pengolahan produk yang berhubungan langsung dengan alam, sehingga berdampak

terhadap kerusakan lingkungan yang menyebabkan permintaan environmental

disclosure akan semakin banyak.

3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan berdasarkan

kriteria-kriteria tertentu yang sesuai dengan penelitian ini. Dengan kriteria

pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan publik non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari

tahun 2011-2013.

58

2. Perusahaan high profile industry menurut Rupley, et al. (2012) yaitu :

Pertambangan, Energi, Kimia, Farmasi, Kosmetik dan Makanan dan Minuman.

3. Perusahaan publik yang membuat dan menerbitkan laporan tanggung jawab

sosial baik dalam annual report maupun laporan berkelanjutan yang beroperasi

dari tahun 2011-2013.

3.3. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini menggunakan 3 (tiga) variabel yaitu Variabel

Dependen, Variabel Independen, dan Variabel Kontrol.

3.3.1. Variabel Dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas

environmental disclosure yang dilambangkan dengan ED. ED merupakan informasi

yang diungkapkan perusahaan yang berkaitan dengan aktivitas lingkungan

perusahaan. Informasi lingkungan perusahaan tersebut dapat diperoleh dalam annual

report maupun laporan keberlanjutan atau laporan tanggung jawab sosial perusahaan.

Pengukuran ED menggunakan indeks berdasarkan Rupley, et al. (2012) yaitu

menggunakan environmental disclosure index scorecard yang disajikan dalam

lampiran 3. Environmental disclosure index scorecard ini terdiri dari 60 item

pengukuran untuk mengukur kualitas environmental disclosure perusahaan.

Berdasarkan beberapa literatur penelitian manajemen lingkungan, kualitas

environmental disclosure dibagi menjadi 4 tingkatan kelompok strategi yaitu

compliance, pollution prevention, product stewardship dan sustainable development,

dimana setiap perubahan dari tingkat compliance ke tingkat sustainable development

59

menggambarkan peningkatan dari pengelolaan lingkungan ke dalam proses

organisasi, strategi dan budaya ke arah yang lebih baik.

3.3.2. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari environmental media,

sensitivitas industri, karakteristik dewan komisaris, komite audit independen dan

kepemilikan institusional.

1. Environmental Media

Bansal dan Clelland (2004) dalam Rupley, et al. (2012) menyatakan bahwa,

untuk mengukur environmental legitimacy menggunakan media sebagai alat ukur

berdasarkan pengembangan metode. Environmental media ini merupakan

environmental disclosure yang dipublikasikan secara luas oleh perusahaan secara

online. Media yang digunakan untuk mengukur proksi ini adalah surat kabar yang

dipublikasi secara online, yaitu media kompas.com, antaranews, kontan.com, walhi

nasional dan liputan media yang berasal dari web perusahaan itu sendiri. Kata kunci

yang digunakan untuk mencari artikel tentang environmental disclosure yaitu

“lingkungan”, “polusi”, “limbah”, “green”, “sustainable” dan “CSR”.

Model untuk proksi media menggunakan eksistensi atau keberadaan liputan

media. Pengukuran eksistensi media menggunakan variabel MEDIA_EXIST, yang

diukur dengan menjumlahkan seberapa banyak artikel positif, seberapa banyak

artikel negatif dan seberapa banyak artikel netral dengan menggunakan Janis-Fadner

coefficient of imbalance (Janis dan Fadner 1995; Bansal dan Clelland, 2004 dalam

Rupley, et al., 2012) sebagai berikut :

60

Koefisien Janis- Fadner

Dimana :

e adalah menggambarkan jumlah artikel lingkungan yang positif

c adalah jumlah artikel lingkungan yang negatif dan

t adalah sama dengan e +c

* jika artikel positif lebih banyak dari artikel negatif maka menggunakan rumus

pertama.

** jika artikel negatif lebih banyak dari artikel positif maka menggunakan rumus

kedua.

*** jika artikel bersifat netral, tidak ada pengungkapan atau jumlah antara artikel

positif dan negatif sama maka langsung dihitung dengan nominal 0.

2. Sensitifitas Industri

Sensitivitas industri ini berkaitan dengan pengaruh aktivitas perusahaan

terhadap lingkungan. Perusahaan yang memiliki tingkat sensitivitas industri yang

tinggi cenderung mendapatkan sorotan oleh masyarakat karena aktivitasnya yang

bersinggungan secara langsung dengan alam. Sensitivitas industri (SEN_IND) diukur

menggunakan variabel dummy.

1 jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan tambang dan energi.

0 jika perusahaan selain tambang dan energi.

61

3. Karakteristik Dewan Komisaris

Karakteristik dewan komisaris diukur dengan menggunakan 4 variabel

indikator yaitu dewan komisaris independen, keberagaman gender, multiple-

directorship dan ukuran dewan komisaris (board size).

a. Dewan komisaris independen merupakan komisaris yang berasal dari luar

perusahaan dengan tidak memiliki hubungan dengan perusahaan serta secara

independen melakukan pengawasan terhadap perusahaan. Dewan komisaris

independen dilambangkan dengan “IND”.

IND = Jumlah anggota dewan komisaris independen yang dimiliki perusahaan.

b. Keberagaman gender merupakan dewan komisaris wanita yang berada di

perusahaan. Dengan adanya dewan komisaris wanita di perusahaan akan

cenderung bertindak lebih hati-hati, teliti dalam melakukan pengawasan

daripada komisaris laki-laki. Keberagaman gender dilambangkan dengan

“GENDER”.

GENDER = Jumlah anggota dewan komisaris perempuan yang dimiliki

perusahaan.

c. Multiple-Directorship merupakan anggota dewan komisaris yang mempunyai

pekerjaan lebih dari satu. Variabel multiple-directorship dilambangkan dengan

“DIRECTORSHIP”

DIRECTORSHIP = Jumlah anggota dewan komisaris yang memiliki pekerjaan

lebih dari satu.

62

d. Ukuran dewan komisaris (board size) merupakan jumlah dewan komisaris yang

berada di perusahaan. Variabel Board Size dilambangkan dengan “BS”.

BS = Jumlah anggota dewan komisaris yang berada di perusahaan

4. Komite Audit Independen

Komite audit independen merupakan pihak yang melakukan pengawasan serta

pengendalian yang ditujukan kepada dewan komisaris dalam rangka meningkatkan

akuntabilitas dan transparansi perusahaan. Variabel komite audit independen

dilambangkan dengan “KAI”

KAI = Jumlah anggota komite audit independen yang berada di perusahaan.

5. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusi merupakan saham yang dimiliki oleh institusi di

perusahaan. Kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan presentase

kepemilikan institusional mayoritas dibandingkan dengan total saham. Kepemilikan

saham perusahaan penelitian ini seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun dan

investment banking. Kepemilikan institusional dilambangkan dengan simbol “KI”.

KI =

3.3.3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan sehingga pengaruh

variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat) tidak dapat

63

dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol dalam penelitian ini

antara lain :

a. Ukuran Perusahaan (Firm Size)

Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang

ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata

total aktiva (Feery dan Jones dalam Widianto, 2011). Dalam penelitian ini ukuran

perusahaan diproksikan dengan log natural sales (total penjualan). Ukuran

perusahaan dilambangkan dengan Ln_SALES yang merupakan logaritma natural

dari total penjualan untuk menilai ukuran perusahaan.

b. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

memperoleh laba. Profitabilitas diproksikan dengan ukuran ROA dan dilambangkan

dengan ROA. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Laba Bersih

Total Aset

Tabel 3.1.

Definisi Variabel

Variabel Definisi Pengukuran Literatur

Variabel Dependen (Kualitas Environmental Disclosure)

Disclosure

Quality_Compliance

(Kepatuhan)

(DQ_COMP)

Dimana perusahaan hanya sebatas

patuh dalam memenuhi persyaratan

aturan tentang environmental

disclosure.

Jumlah indikator

compliance dalam

sustainability report atau

annual report

Rupley, et al.

(2012)

Disclosure

Quality_Pollution

Prevention

(Pencegahan Polusi)

(DQ_POLLPREV)

Environmental disclosure

perusahaan sudah sampai pada tahap

meminimalkan emisi, limbah dan

sampah.

Jumlah indikator pollution

prevention dalam

sustainability report atau

annual report

Rupley, et al.

(2012)

Disclosure

Quality_Product

Stewardship

Environmental disclosure

perusahaan sudah sampai pada tahap

meminimalkan biaya dengan daur

Jumlah indikator product

stewardship dalam

sustainability report atau

Rupley, et al.

(2012)

64

(Penanganan Produk)

(DQ_PRODSTEW)

ulang produk. annual report

Disclosure

Quality_Sustainable

Development

(Pengembangan

Berkelanjutan)

(DQ_SUSTDEV)

Environmental disclosure

perusahaan sudah sampai pada tahap

meminimalkan kerugian lingkungan

untuk pertumbuhan perusahaan.

Jumlah indikator

sustainable development

dalam sustainability report

atau annual report

Rupley, et al.

(2012)

Disclosure

Quality_Total

(DQ_TOTAL)

Menjelaskan seluruh strategi

(compliance, pollution prevention,

product stewardship dan sustainable

development) secara keseluruhan

yang diungkapkan perusahaan.

Jumlah total indikator

environmental disclosure

(compliance, pollution

prevention, product

stewardship dan

sustainable development)

dalam sustainability report

atau annual report

Rupley, et al.

(2012)

Variabel independen

Enviromental Media

Janis-Fadner coefficient Koefisien Janis-fadner mengukur

jumlah negatif dan positif

referensi media dalam media

online nasional yang

berhubungan dalam isu

lingkungan.

Keberadaan liputan

media

(MEDIA_EXIST)

Environmental disclosure yang

dipublikasikan secara luas oleh

perusahaan secara online

Janis-Fadner

coefficient =

Dimana e adalah

jumlah artikel positif

tentang lingkungan,

c adalah jumlah

tentang artikel negatif

tentang lingkungan

dan

t adalah jumlah e +c

Janis dan Fadner

1995; Bansal dan

Clelland, 2004

Sensitivitas Industri

Sensitivitas Industri

(SEN_IND)

Pengaruh aktivitas perusahaan

terhadap lingkungan

1 jika perusahaan

merupakan industri

pertambangan dan

65

energi

0 perusahaan yang

lainnya

Karakteristik Dewan Komisaris

Independen

(IND)

Komisaris yang berasal dari luar

perusahaan dengan tidak

memiliki hubungan dengan

perusahaan serta secara

independent melakukan

pengawasan terhadap perusahaan

IND = Jumlah anggota

dewan komisaris

independen yang

dimiliki perusahaan.

Ratnasari, 2011

Keberagaman Gender

(GENDER)

Dewan komisaris wanita yang

berada di perusahaan

GENDER = Jumlah

anggota dewan

komisaris perempuan

yang dimiliki

perusahaan.

Prasetianti, 2014

DIRECTORSHIP Anggota dewan komisaris yang

mempunyai pekerjaan lebih dari

satu

DIRECTORSHIP =

Jumlah anggota

dewan komisaris yang

memiliki pekerjaan

lebih dari satu.

Prasetianti, 2014

Board Size (BS) Jumlah dewan komisaris yang

berada di perusahaan.

BS = Jumlah anggota

dewan komisaris yang

berada di perusahaan

Prawinandi, 2012

Komite Audit Independen

Komite Audit

Independen (KAI)

Pihak yang melakukan

pengawasan serta pengendalian

yang ditujukan kepada dewan

komisaris.

KAI = Jumlah Komite

Audit Independen di

Perusahaan

Ratnasari, 2011

Shareholders

Kepemilikan Institusional

(KI)

Institusi yang memiliki saham di

dalam perusahaan.

Waryanto, 2010

Kontrol

Ukuran Perusahaan (Firm

Size)

Besar kecilnya suatu perusahaan

yang ditunjukkan oleh total

aktiva, jumlah penjualan, rata-

rata total penjualan dan rata-rata

total aktiva.

Log Natural dari Total

Aset (Ln_Sales)

Widianto, 2011

Profitabilitas (ROA) Kemampuan perusahaan dalam

memperoleh laba.

Widianto, 2011

66

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan metode

dokumentasi berupa pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan

dengan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan yang meliputi annual report

maupun laporan berkelanjutan dan laporan tangung jawab sosial yang diperoleh dari

website resmi BEI www.idx.co.id dan data pendukung dari Indonesia Sustainability

Reporting Award (ISRA) serta sumber data dari surat kabar nasional yang

dipublikasikan secara online, yaitu media kompas.com, antaranews, kontan.com,

walhi nasional dan liputan media yang berasal dari web perusahaan itu sendiri.

3.5. Metode Analisis Data

3.5.1. Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan gambaran

atau informasi data yang dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata

(mean) dan standar deviasi. Hal ini dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan

dari sampel yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan

sampel penelitian. Variabel yang digunakan dalam perhitungan statistik deskriptif ini

antara lain: ukuran kualitas environmental disclosure yang terdiri dari DQ_COMP,

DQ_POLLPREV, DQ_PRODSTEW, DQ_SUSDEV dan DQ_TOTAL,

MEDIA_EXIS (keberadaan liputan media), SEN_IND (sensitivitas industri), variabel

struktur corporate governance yang terdiri dari IND (komisaris independen),

GENDER (komisaris perempuan), DIRECTORSHIP (dewan komisaris yang

memiliki pekerjaan lebih dari satu), BS (Board Size) yaitu ukuran dewan komisaris,

67

KAI (Komite Audit Independen), KI (Kepemilikan Institusional), serta variabel

kontrol yaitu Ln_SALES (logaritma natural dari total sales) dan ROA (Return On

Asset)

3.5.2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk menghilangkan penyimpangan-

penyimpangan yang mungkin terjadi dengan terpenuhinya asumsi tersebut, maka

hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan

(Ghozali, 2011). Pengujian dalam uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji

normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedasitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki ditribusi normal. Pengujian normalitas data

dalam penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogrov-Smirnov

(K-S). Jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan nilai signifikan di atas 0,05 maka

data residual terdistribusi dengan normal. Sedangkan jika hasil Kolmogrov-Smirnov

menunjukkan nilai signifikan di bawah 0,05 maka data residual terdistribusi tidak

normal (Ghozali, 2011).

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2011). Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antar variabel independen. Untuk

mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas pada model regresi dapat dilihat dari

68

tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Berikut ini adalah dasar

acuannya:

a. Jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa

tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

b. Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada

multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi linear

terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi autokorelasi berarti terdapat masalah

autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan uji statistik melalui uji

run tes. Run tes digunakan sebagai bagian dari statistik non-parametrik dan dapat

pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi.

Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual

adalah acak atau random (Ghozali, 2011). Model regresi dikatakan tidak terjadi

autokorelasi jika nilai signifikansi lebih dari 0,05.

4. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2011), uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain. Ghozali (2011) juga menyatakan bahwa model

regresi yang baik adalah model regresi yang terjadi homokedastisitas. Untuk

mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji glejser.

Dalam uji glejser, apabila variabel independen signifikan secara statistik

69

mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedasitisitas. Hal

tersebut, diamati dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%

(Ghozali, 2011).

3.5.3. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis)

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara

lebih dari satu variabel prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat.

Persamaan regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini dapat diringkas

sebagai berikut :

DQ_QUALITY = α + β1MEDIA_EXIST + β2SEN_IND + β3IND + β4GENDER +

β5DIRECTORSHIPS + β6BS + β7KAI + β8KI + β9Ln_SALES +

β10ROA + e

DQ_QUALITY terdiri dari lima variabel dependen yaitu DQ_TOTAL, DQ_COMP,

DQ_POLLPREV, DQ_PRODSTEW dan DQ_SUSDEV.

Keterangan :

DQ_QUALITY (DQ_COMP, DQ_POLLPREV, DQ_PRODSTEW, DQ_SUSDEV

dan DQ_TOTAL)

DQ_COMP : Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat

compliance

DQ_POLLPREV : Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat

pollution prevention

DQ_PRODSTEW : Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat

product stewardship

DQ_SUSDEV : Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat

sustainable development

DQ_TOTAL : Jumlah kualitas environmental disclosure secara keseluruhan

MEDIA_EXIST : Keberadaan liputan media

70

SES_IND : sensitivitas industri

IND : Jumlah dewan komisaris independen

GENDER : Jumlah dewan komisaris perempuan

DIRECTORSHIP : Jumlah dewan komisaris yang memiliki pekerjaan lebih dari

satu

BS : Jumlah anggota dewan komisaris (Board Size)

KI : Proporsi kepemilikan saham institusi keuangan (kepemilikan

institusional)

Ln_SALES : logaritma natural total penjualan

ROA : return on asset

α : konstanta (intercept)

β1 - β12 : koefisien regresi

e : eror

3.5.4. Uji Hipotesis

1. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t)

T-test digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen

terhadap variabel dependen. Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh

satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen

(Ghozali, 2011). Dengan tingkat signifikansi 0,05 (α=5%). kriteria pengujian dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Apabila nilai signifikan α < 0,05, maka hipotesis diterima, artinya terdapat

pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel

dependen.

71

b. Apabila nilai signifikansi α > 0,05, atau = 0, maka hipotesis ditolak, artinya

tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap

variabel dependen (Ghozali, 2011).

2. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat

terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel dependen (Ghozali, 2011).

Fungsi dari r Square (r2) adalah mencari besarnya pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen secara individual. Apabila r2 mendekati 1,

maka variabel independen berpengaruh kuat terhadap variabel dependen dan apabila

r2 (r square) mendekati angka nol, maka variabel independen berpengaruh tidak

nyata terhadap variabel dependen. Jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2

negatif, maka dianggap bernilai nol. Secara matematis jika nilai R2 = 1, maka

adjusted R2 = 1 sedangkan jika nilai R

2 = 0, maka adjusted R2 = (1-k) / (k-n). Jika K

> 1, maka adjusted R2

akan bernilai negatif (Ghozali, 2011).

121

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari

environmental media dan karakteristik struktur corporate governance terhadap

kualitas environmental disclosure yang dikembangkan menjadi 5 model regresi yaitu

1) Disclosure Quality (DQ) Compliance (Kepatuhan), 2) DQ Pollution Prevention

(Pencegahan Polusi), 3) DQ Product Stewardship (Penanganan Produk), 4) DQ

Sustainable Development (Pengembangan Berkelanjutan) dan 5) DQ Total.

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Environmental disclosure di tingkat sustainable development merupakan

pengungkapan yang paling tinggi, sehingga perusahaan yang sudah mencapai di

tingkat sustainable development menunjukkan bahwa perusahaan sudah

melakukan pengungkapan secara berkelanjutan.

2. Pengujian hipotesis pertama (H1) menunjukkan bahwa keberadaan liputan

media tentang lingkungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas

environmental disclosure pada semua tingkat pengungkapan dalam lima model.

3. Pengujian hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa sensitivitas industri

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure

pada tingkat sustainable development dalam model kedua (DQ_POLLPREV)

dan keempat (DQ_SUSDEV).

122

4. Pengujian hipotesis ketiga a (H3a) menunjukkan bahwa komisaris independen

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure

pada semua tingkat pengungkapan kecuali di tingkat sustainable development

dalam model keempat (DQ_SUSDEV).

5. Pengujian hipotesis ketiga b (H3b) menunjukkan bahwa keberagaman gender

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure

pada tingkat compliance dalam model pertama (DQ_COMP).

6. Pengujian hipotesis ketiga c (H3c) menunjukkan bahwa multiple directorship

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure

pada tingkat pollution prevention dan tingkat secara total yaitu dalam model

kedua (DQ_POLLPREV) dan kelima (DQ_TOTAL).

7. Pengujian hipotesis ketiga d (H3d) menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure

pada semua tingkat pengungkapan kecuali pada tingkat compliance yaitu dalam

model pertama (DQ_COMP).

8. Pengujian hipotesis keempat (H4) menunjukkan bahwa komite audit independen

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure

pada semua tingkat pengungkapan kecuali dalam model petama (DQ_COMP).

9. Pengujian hipotesis kelima (H5) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure

pada tingkat pollution prevention dalam model ketiga (DQ_POLLPREV) dan

pada tingkat sustainable development dalam model keempat (DQ_SUSDEV).

123

5.2. Keterbatasan

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Adapun keterbatasan

dalam penelitian ini adalah:

1. Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian hanya perusahaan

pertambangan, energi, kimia, farmasi, kosmetik dan makanan dan minuman

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013 sehingga kurang

mewakili seluruh perusahaan di Indonesia.

2. Terdapat unsur subjektivitas dalam menentukan indeks environmental

disclosure. Hal ini disebabkan oleh perbedaan maksud peneliti dalam

menganalisa dan mengidentifikasi item environmental disclosure yang

dipublikasikan baik dalam laporan keberlanjutan maupun dalam annual

report.

3. Terdapat unsur subjektivitas dalam mengukur jenis liputan media. Hal ini

disebabkan oleh perbedaan maksud peneliti dalam menganalisa dan

mengidentifikasi sifat liputan media positif, negatif dan netral.

4. Terbatasnya media online yang dijadikan sumber dalam mengukur variabel

environmental media yaitu media kompas.com, antaranews, kontan.com,

walhi nasional dan liputan media yang berasal dari web perusahaan itu sendiri.

5. Minimnya environmental disclosure perusahaan di Indonesia menyebabkan

kualitas environmental disclosure masih bervariasi.

5.3. Saran

Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:

1. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah kategori perusahaan, sehingga

124

tidak hanya perusahaan high profile industry.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah sumber media online lain yang

mempublikasikan environmental disclosure perusahaan.

3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meminimalisir unsur subjektivitas

pada pengukuran kualitas environmental disclosure dengan menggunakan

skala pembobotan yang lebih valid daripada menggunakan skala 0 dan 1.

125

DAFTAR PUSTAKA

Agustia, Dian. 2013. “Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash

Flow, dan Leverage terhadap Manajemen Laba”. Dalam Jurnal Akuntansi dan

Keuangan, Vol. 15 No. 1 Mei 2013 Hal. 27-42 Surabaya: Universitas

Airlangga.

Allam, A. and Lymer, A. 2002, “Benchmarking Financial Reporting Online: The

2001 Review”, University of Birmingham Working Paper Birmingham:

University of Birmingham.

Almilia, Luciana Spica. 2008. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

Sukarela “Internet Financial and Sustainability Reporting”. Dalam Jurnal

Akuntansi dan Auditing Indonesia.Vol. 12 No. 2 (Desember 2008) Surabaya:

STIE Perbanas Surabaya.

Anggraini, Fr. RR. 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan

Tahunan”. (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar pada

Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, 23-26 Agustus.

Ariyani, Eka W. 2013. “Pengaruh Corporate Governance dan Latar Belakang

Pendidikan terhadap Environmental Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan

Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011)”. Skripsi.

Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

http:/eprints.uns.ac.id/16097/1/351210703201407421.pdf. (2 November 2014)

BAPEPAM, 2004. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. No.: Kep-

29/PM/2004. Tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite

Audit Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. Departemen Keuangan Republik

Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal.http://www.bapepam.go.id/. (5

November 2014)

Brown, N., Deegan, C., 1998. “The Public Disclosure of Environmental Performance

Information - A Dual Test of Media Agenda Setting Theory and Legitimacy

Theory”. Accounting and Business Research Vol. 29 No.1 Hal. 21-41.

Chariri, Anis. 2008. “Kritik Sosial Atas Pemakaian Teori dalam Penelitian

Pengungkapan Sosial dan Lingkungan”, Dalam Jurnal Maksi Vol. 8 No. 2

Hal. 151-169.

126

Chen, C.J.P. dan Jaggi, B. 2000. “Association Between Independent Non-Executive

Directors, Family Control and Financial Disclosures in Hong Kong”. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 19 Hal. 285–310.

Deegan, Craig, Michaela Rankin dan John Tobin. 2002. “An Examination of The

Corporate Social and Environmental Disclosure of BHP from 1983-1997”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol.15.

Dewi, Sisca Christianty, 2008. “Pengaruh Kepemilikan Managerial, Kepemilikan

Institusional, Kebijakan Hutang, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan

terhadap Kebijakan Deviden”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 10 No. 1

April 2008 Hal. 47-58.

Effendi, Bahtiar., Lia Uzliawati dan Agus Sholikhan Yulianto. 2012. “Pengaruh

Dewan Komisaris terhadap Environmental Disclosure pada Perusahaan

Manufaktur yang Listing di BEI Tahun 2008-2011”. Jurnal Riset Akuntansi

Indonesia. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Elkington, John. 1997. Cannibals With Forks The Triple Bottom Line of Twentieth

Century Business. Capstone Publishing Ltd, Oxford.

EPA, 2013. The Toxics Release Inventory in Action: Media, Government, Business,

Community and Academic Uses of TRI Data. www2.epa.gov. (23 Oktober

2014)

Ettredge, M., Richardson, V.J. and Scolz, S. (2001), “The Presentation of Financial

Information at Corporate Web Sites”, International Journal of Accounting

Information Systems, Vol. 2 pp. 149-68

Gamerschlag, R., Moller, K., & Verbeeten, F. (2011). “Determinants of Voluntary

CSR Disclosure: Empirical Evidence from Germany”. Jurnal of Management

Science 5, 233-262.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang : Badan Penerbit

Universitas Diponegoro.

Global Environmental Management Initiatives (GEMI). 1998. Measuring

Environmental Performance: The Primer and Survey of Metric In Use,

Washington DC.

127

Global Reporting Initiative 2000-2006. 2006. “Pedoman Laporan Keberlanjutan”, http://www.globalreporting.org. (23 Oktober 2014)

Handayani, Ari Retno. 2010. “Pengaruh Environmental Performance terhadap

Environmental Disclosure dan Economic Performance serta Environmental

Disclosure terhadap Economic Performance”. Studi Empiris pada Perusahaan

Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Semarang:

Universitas Diponegoro.

Hart, S.L. 1995. “A Natural Resource Based View of The Firm”. Academy of

Management Journal, Vol. 37.

http://www.antaranews.com/ (4 Oktober 2014)

http://www.idx.co.id/ (19 Oktober 2014)

http://isra.ncsr-id.org/ (20 Oktober 2014)

http://news.kompas.com/ (10 Oktober 2014)

http://www.kontan.com/ (28 Oktober 2014)

Hunt, G.B.,& Auster,E.R.1990. “Proactive Environmental Management: Avoiding

The Toxic Trap”. Sloan Management Review, Vol. 31 No. 2 Hal. 7-18.

ISO, 2004. ISO 14001: Environmental Management System-Requirements With

Guidance for Use, Switzerland, 2004.

Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of The Firm: Managerial

Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial

Economics.

Joshi, Prem Lal dan Simon S. Gao. 2009. “Multinational Corporations’ Corporate

Sosial and Environmental Disclosures (CSED) on Web Sites”. Dalam

International Journal of Commerce and Management, Vol. 19 No. 1 pp. 27-

44.

Juniarti dan A. A. Sentosa. 2009. “Pengaruh Good Corporate Governance,

Voluntary Disclosure terhadap Biaya Utang (Cost of Debt)”. Jurnal Akuntansi

Keuangan, Vol. 11 No. 2 November 2009 Hal. 88-100.

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good

Corporate Governance Indonesia. http:/hvww.gooftle.com. (27 Oktober

2014)

128

Kristi, Agatha Aprinda. 2013. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal

Ilmiah Mahasiswa FEB. http://jimfeb.ub.ac.id. (22 Desember 2014)

Kusumastuti, S., Supatmi dan P. Sastra. 2007. “Pengaruh Board Diversity terhadap

Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance”. Jurnal Akuntansi

dan Keuangan Vol. 9 No. 2 Hal. 88-98.

Luthfia, Khaula. 2011. “Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan, Struktur

Modal, dan Corporate Governance terhadap Publikasi Sustainability Report”. Skripsi.Semarang: Universitas Diponegoro. http:/eprints.undip.ac.id/35636/1/.

(13 Agustus 2014)

Mayangsari, Sekar dan Murtanto. 2002. “Reaksi Pasar Modal Indonesia terhadap

Pembentukan Komite Audit”. Proceeding Simposium Surviving Strategies to

Cope With the Future. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.

Muntoro, R. K. 2005. Membangun Dewan Komisaris yang Efektif. Majalah

Usahawan Indonesia No.11 Tahun XXXVI.

Nasution, M. dan D. Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance terhadap

Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia”. Simposium Nasional

Akuntansi X Makassar: 1-26.

Prasetianti, Nurani. 2014. “Pengaruh Media dan Struktur Corporate Governance

terhadap Kualitas Environmental Disclosure”. Skripsi. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Prawinandi, Wardani 2012. “Peran Struktur Corporate Governance dalam Tingkat

Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS”. Skripsi. Fakultas

Ekonomi Universitas Negeri Surakarta.

PT Bursa Efek Indonesia 2014. Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor:

Kep-00001/BEI/01/2014 Tentang Perubahan Peraturan Nomor I-A Tentang

Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain yang Diterbitkan oleh

Perusahaan Tercatat. http://www.idx.co.id/. (10 November 2014)

Purwanto, Agus. 2011. “Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas

terhadap Corporate Social Responsibility”. Jurnal Akuntansi dan Auditing.

Vol. 8 No. 1 November 2011 Hal. 1-94. Semarang: Universitas Diponegoro.

Rao, Kathyayini Kathy, Carol A. Tilt dan Laurance H. Lester. 2011. “Corporate

Governance and Environmental Reporting”. An Australian Study. Corporate

Governance, Vol. 12.

129

Ratih, Suklimah. 2011. “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Nilai

Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada

Perusahaan Peraih The Indonesia Most Trusted Company-CGPI”. Jurnal

Kewirausahaan Vol. 5 No. 2 Desember 2011.

Ratnasari, Yunita. 2011. “Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Dalam Sustainability

Report”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Rooney, C. 1993. Economics of Pollution Prevention: How Waste Reduction Pays.

Pollution Prevention Review. 3 (Summer): 261-276.

Rupley, Kathleen Hertz, Darrell Brown dan R. Scott Marshall. 2012. “Governance,

Media, and Quality of Environmental Disclosure”. Journal Accounting Public

Policy, Vol. 31.

Saptono, Agus. 2014. “Board - CEO Relationship (One Tier System - Anglo Saxon)

Hubungan Dewan Komisaris-Dewan Direksi (Two Tier System Continental)”. Dalam Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi Vo. 10, No. 1, April

2014: 63-75. Magister Akuntansi FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta.

SEC. 2010. SEC Issues Interpretive Guidance on Disclosurem Related to Bussiness

or Legal Developments Regarding Climate Change. United Stated: Securities

Exchange Comission. http://www.sec.gov/news/press/2010/2010-15.htm. (22

November 2014)

Sembiring, Eddy Rismanda 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan

Tanggung Jawab Sosial : Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di

Bursa Efek Jakarta”. SNA VIII Solo, 15-16 September 2005.

Setiawan, Maman. 2005. “Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik Perusahaan,

dan Karakteristik Tata Kelola Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan”. Dalam Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.

Sudarno, 2013. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan

Kepemilikan Asing terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report”. Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 2 No. 1 Hal. 1-14 (2013).

Suhardjanto, Djoko. 2010. “Corporate Goverance, Karakteristik Perusahaan dan

Environmental Disclosure”. Prestasi Vol. 6 No. 1-Juni 2010. ISSN 141-1497.

Surya, Indra dan Ivan Yustivandana. 2006. Penerapan Good Corporate Governance.

Jakarta: Kencana.

130

Undang-undang Republik Indonesia tentang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007.

Utami, Anindyati Sarwindah, 2011. “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai

Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility dan Good

Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi”. Skripsi. Surabaya:

Universitas Jember.

Utomo, Muhammad Muslim. 2000. “Praktek Pengungkapan Sosial Pada Laporan

Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan Antara Perusahaan-

Perusahaan High Profile dan Low Profile)”. Simposium Nasional Akuntansi III.

Jakarta.

Wahidawati. 2001. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan

Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory

Agency”. Simposium Akuntansi Nasional IV. Bandung.

Walhi, 2014. Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI 2014. Politik 2014: Utamakan

Keadilan Ekologis. http://chirpstory.com/li/67594. (7 November 2014)

Waryanto. 2010. “Pengaruh Karakteristik Good Corporate Govenance (GCG)

terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di

Indonesia”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Widianto, Hari Suryono. 2011. “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage,

Aktivitas, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance terhadap Praktik

Pengungkapan Sustainability Report.” Skripsi. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Windah, Gabriela Cynthia dan Fidelis Arastyo Andono. 2013. “Pengaruh Penerapan

Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Hasil Survei

The Indonesian Institute Perception Govenance (IICG) Periode 2008-2011”. Dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. 2 No. 1 (2013).

Zaleha, S. 2005. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Sosial

dalam Laporan Tahunan Perusahaan Go Public di BEJ Tahun 2003”. Skripsi.

Semarang: Universitas Diponegoro.

Zuhroh, Diana dan I Putu Pande Heri Sukmawati. 2003. “Analisis Pengaruh Luas

Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi

Investor”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.

Zulaikha, Benny Setyawan. 2012. “Analisis Pengaruh Praktik Good Corporate

Governance dan Manajemen Laba terhadap Corporate Environmental

Disclosure”. Dalam Jurnal Akuntansi Universitas Diponegoro. Vol. 1 No. 1

Tahun 2012, Hal. 1-13.

131

LAMPIRAN 1

DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN

No. Nama Perusahaan Kode

1. PT. Aneka Tambang Tbk. ANTM

2. PT. Timah Tbk. TINS

3. PT. Vale Indonesia Tbk.. INCO

4. PT. Benekat Petroleum Tbk. BIPI

5. PT. Elnusa Tbk. ELSA

6. PT. Energy Mega Persada Tbk. ENRG

7. PT. Medco Energy Internasional Tbk. MEDC

8. PT. Ratu Prabu Energy Tbk. ARTI

9. PT. Citatah Tbk. CTTH

10. PT. Mitra Investindo Tbk. MITI

11. PT. Adaro Energy Tbk. ADRO

12. PT. ATPK Resources Tbk. ATPK

13. PT. Bayan Resources Tbk. BYAN

14. PT. Berau Coal Energy Tbk. BRAU

15. PT. Bukit Asam Tbk. PTBA

16. PT. Bumi Resources Tbk. BUMI

17. PT. Darma Henwa Tbk. DEWA

18. PT. Delta Dunia Makmur Tbk. DOID

19. PT. Garda Tujuh Buana Tbk. GTBO

20. PT. Harum Energy Tbk. HRUM

21. PT. Indo Tambangraya Megah Tbk. ITMG

22. PT. Petrosena Tbk. PTRO

23. PT. Resource Alam Indonesia Tbk. KKGI

24. PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. PGAS

25. PT. Leyand Internasional Tbk. LAPD

26. PT. Budi Acid Jaya Tbk. BUDI

27. PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk. TPIA

28. PT. Ekadharma Internasional Tbk. EKAD

29. PT. Eterindo Wahanatama ETWA

30. PT. Indo Acidatama Tbk. SRSN

31. PT. Intan Wijaya Internasional Tbk. INCI

32. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk. UNIC

33. PT. Madom Indonesia Tbk. TCID

34. PT. Martina Berto Tbk. MBTO

35. PT. Unilever Indonesia Tbk. UNVR

36. PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. DVLA

37. PT. Indofarma Tbk. INAF

38. PT. Kalbe Farma Tbk. KLBF

132

39. PT. Kimia Farma Tbk. KAEF

40. PT. Merk Tbk. MERK

41. PT. Pyridam Farma Tbk. PYFA

42. PT. Tempo Scan Pasifik Tbk. TSPC

43. PT. Akasha Wira Internasional Tbk. ADES

44. PT. Delta Djakarta Tbk. DLTA

45. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. ICBP

46. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. INDF

47. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. MLBI

48. PT. Prashida Aneka Niaga Tbk. PSDN

49. PT. Tiga Pilar Sejahtera Tbk. AISA

50. PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk. ULTJ

133

LAMPIRAN 2

Kualitas Environmental Disclosure

No Tahun Kode Variabel Dependen (Kualitas Environmental Disclosure)

DQ_

COMP

DQ_

POLLPREV

DQ_

PRODSTEW

DQ_

SUSDEV

DQ_

TOTAL

1 2013 ANTM 10 24 20 4 58

2 2013 TINS 2 33 18 4 57

3 2013 INCO 11 9 12 1 33

4 2013 BIPI 9 4 7 0 20

5 2013 ELSA 12 10 10 1 33

6 2013 ENRG 15 5 8 0 28

7 2013 MEDC 12 9 10 0 31

8 2013 ARTI 10 4 3 0 17

9 2013 CTTH 6 3 4 0 13

10 2013 MITI 7 5 6 1 19

11 2013 ADRO 18 13 15 3 49

12 2013 ATPK 9 2 4 0 15

13 2013 BYAN 10 5 7 1 23

14 2013 BRAU 12 8 9 1 30

15 2013 PTBA 20 10 17 3 50

16 2013 BUMI 16 11 17 3 47

17 2013 DEWA 9 7 8 0 24

18 2013 DOID 11 4 8 0 23

19 2013 GTBO 9 3 10 0 22

20 2013 HRUM 10 7 8 1 26

21 2013 ITMG 11 6 11 1 29

22 2013 PTRO 12 6 9 0 27

23 2013 KKGI 13 5 9 1 28

24 2013 PGAS 15 10 14 2 41

25 2013 LAPD 10 3 5 0 18

26 2013 BUDI 11 7 10 0 28

27 2013 TPIA 14 3 11 0 28

28 2013 EKAD 11 3 8 0 22

29 2013 ETWA 11 10 10 1 32

30 2013 SRSN 10 5 11 0 26

31 2013 INCI 13 3 7 0 23

32 2013 UNIC 9 5 10 0 24

33 2013 TCID 16 8 13 0 37

134

34 2013 MBTO 15 7 10 0 32

35 2013 UNVR 11 21 18 4 54

36 2013 DVLA 12 4 6 0 22

37 2013 INAF 15 8 9 0 32

38 2013 KLBF 17 7 11 0 35

39 2013 KAEF 18 5 10 0 33

40 2013 MERK 14 2 6 0 22

41 2013 PYFA 13 4 7 0 24

42 2013 TSPC 13 1 5 0 19

43 2013 ADES 15 5 10 0 30

44 2013 DLTA 10 2 8 0 20

45 2013 ICBP 20 8 11 0 39

46 2013 INDF 19 8 15 2 44

47 2013 MLBI 12 3 7 0 22

48 2013 PSDN 13 1 5 0 19

49 2013 AISA 15 4 8 0 27

50 2013 ULTJ 15 4 7 0 26

51 2012 ANTM 11 22 20 4 57

52 2012 TINS 7 28 18 4 57

53 2012 INCO 12 10 13 0 35

54 2012 BIPI 10 4 7 0 21

55 2012 ELSA 14 9 10 0 33

56 2012 ENRG 15 4 8 0 27

57 2012 MEDC 17 9 9 0 35

58 2012 ARTI 10 4 5 0 19

59 2012 CTTH 6 2 4 0 12

60 2012 MITI 9 5 6 0 20

61 2012 ADRO 17 12 15 3 47

62 2012 ATPK 10 3 6 0 19

63 2012 BYAN 14 11 12 2 39

64 2012 BRAU 13 12 11 3 39

65 2012 PTBA 12 20 17 4 53

66 2012 BUMI 14 15 20 3 52

67 2012 DEWA 13 8 9 1 31

68 2012 DOID 13 5 6 0 24

69 2012 GTBO 13 2 8 0 23

70 2012 HRUM 14 7 8 0 29

71 2012 ITMG 16 8 11 2 37

72 2012 PTRO 15 7 8 0 30

135

73 2012 KKGI 13 5 7 0 25

74 2012 PGAS 13 19 17 3 52

75 2012 LAPD 10 3 5 0 18

76 2012 BUDI 20 9 15 1 45

77 2012 TPIA 13 10 10 0 33

78 2012 EKAD 13 3 8 0 24

79 2012 ETWA 14 8 8 0 30

80 2012 SRSN 13 7 8 0 28

81 2012 INCI 16 2 4 0 22

82 2012 UNIC 14 5 9 0 28

83 2012 TCID 17 8 12 0 37

84 2012 MBTO 15 6 9 0 30

85 2012 UNVR 10 21 20 4 55

86 2012 DVLA 12 4 5 0 21

87 2012 INAF 17 8 10 0 35

88 2012 KLBF 17 10 11 0 38

89 2012 KAEF 18 5 9 0 32

90 2012 MERK 14 2 5 0 21

91 2012 PYFA 14 3 6 0 23

92 2012 TSPC 13 1 5 0 19

93 2012 ADES 15 5 10 0 30

94 2012 DLTA 10 2 6 0 18

95 2012 ICBP 20 8 12 1 41

96 2012 INDF 20 9 14 2 45

97 2012 MLBI 12 2 6 0 20

98 2012 PSDN 13 2 5 0 20

99 2012 AISA 15 4 7 0 26

100 2012 ULTJ 16 4 8 0 28

101 2011 ANTM 11 22 18 4 55

102 2011 TINS 7 24 18 4 53

103 2011 INCO 15 10 11 0 36

104 2011 BIPI 14 4 7 0 25

105 2011 ELSA 16 9 10 0 35

106 2011 ENRG 14 3 8 0 25

107 2011 MEDC 18 9 10 0 25

108 2011 ARTI 9 2 4 0 37

109 2011 CTTH 7 3 4 0 15

110 2011 MITI 10 4 6 0 20

111 2011 ADRO 18 13 15 4 50

136

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015

112 2011 ATPK 9 1 4 0 14

113 2011 BYAN 12 11 12 2 37

114 2011 BRAU 15 12 11 3 41

115 2011 PTBA 14 17 18 4 53

116 2011 BUMI 13 15 19 4 51

117 2011 DEWA 15 7 7 1 30

118 2011 DOID 12 5 6 0 23

119 2011 GTBO 11 4 6 0 21

120 2011 HRUM 15 6 7 0 28

121 2011 ITMG 14 7 7 2 30

122 2011 PTRO 20 10 16 4 50

123 2011 KKGI 11 3 6 0 20

124 2011 PGAS 14 19 17 3 53

125 2011 LAPD 10 3 5 0 18

126 2011 BUDI 20 9 14 1 44

127 2011 TPIA 13 9 9 0 31

128 2011 EKAD 12 1 4 0 17

129 2011 ETWA 13 8 7 0 28

130 2011 SRSN 13 3 5 0 21

131 2011 INCI 16 2 5 0 23

132 2011 UNIC 14 5 9 0 28

133 2011 TCID 17 7 8 0 32

134 2011 MBTO 18 8 8 0 34

135 2011 UNVR 11 21 20 4 56

136 2011 DVLA 11 4 5 0 20

137 2011 INAF 16 8 9 0 33

138 2011 KLBF 19 9 10 0 38

139 2011 KAEF 17 5 9 0 31

140 2011 MERK 13 2 5 0 20

141 2011 PYFA 12 3 6 0 21

142 2011 TSPC 12 1 5 0 18

143 2011 ADES 14 2 9 0 25

144 2011 DLTA 10 2 5 0 17

145 2011 ICBP 20 8 12 1 41

146 2011 INDF 19 9 12 2 42

147 2011 MLBI 11 2 6 0 19

148 2011 PSDN 13 1 5 0 19

149 2011 AISA 13 4 7 0 24

150 2011 ULTJ 16 4 7 0 27

137

LAMPIRAN 3

Environmental Disclosure Index Scorecard

Kategori Kualitas Pengungkapan (Disclosure)

Berdasarkan pada Roome (1992); Henriques dan Sandorsky (1999) dalam Rupley, et al. (2012)

1. Compliance (Kepatuhan) / End of Pipe ( C ) : kata kunci: memenuhi persyaratan aturan; Sumber utama: pengetahuan tentang

regulasi; Competitive adavantage: meminimalkan biaya kepatuhan.

Berdasarkan Hart (1995)

2. Pollution Prevention (Pencegahan Polusi) (PP) : kata kunci : meminimalisasi emisi, limbah, dan sampah; Sumber utama: peningkatan

keberlanjutan; Competitive advantage: biaya lebih rendah.

3. Product Stewardship (Penanganan Produk) (PS) : kata kunci: meminimalisasi biaya dengan daur ulang produk; Sumber

utama:integrasi stakeholder; Competitive advantage: mendahului persaing.

4. Sustainable Development (Pengembangan Berkelanjutan) (SD) : kata kunci: meminimalisasi kerugian lingkungan untuk pertumbuhan

perusahaan; Sumber utama: kesamaan visi; Competitive advantage : posisi masa depan.

138

No Pengukuran Map to

GRI

Jumlah

Absolut

Periode

Sekarang

Pengungkapan

berhubungan

dengan

produksi atau

penjualan

Historical Target Perbandingan

dengan target

sebelumnya Single

Year

Multiple

Year

Single

Year

Multiple

Year

A B C D E F G

Bahan

1 Bahan yang digunakan ke dalam

proses produksi

EN1 C PP C PP PP PP PP

2 Bahan yang digunakan ke dalam

proses produksi dari bahan daur

ulang yang disediakan

EN2 PS PS PS PS PS PS PS

3 Penjualan bahan diabaikan EN2 PS PS PS PS PS PS PS

Energi

4 Konsumsi energi (joules, BTUs,

atau yang lain)

EN3 C PP C PP PP PP PP

5 Konsumsi energi dari sumber yang

diperbaharui

EN3 PS PS PS PS PS PS PS

6 Konsumsi energi dari sumber yang

diperbaharui, khususnya

Hydropower

EN8,

EN3,

EN4

PS PS PS PS PS PS PS

Air

7 Penggunaan Air EN8 C PP C PP PP PP PP

8 Rehabilitasi air, dimasukkan

kembali ke daerah aliran sungai

(watershed)

EN21 PP PP PP PP PP PP PP

139

9 Air digunakan kembali, untuk

proses tambahan

EN8 PP PP PP PP PP PP PP

Emisi atmosfer

10 Emisi gas rumah kaca EN16,

17

C PP C PP PP PP PP

11 Emisi bahan perusak ozon EN19 C PP C PP PP PP PP

12 Emisigas lain yang signifikan EN20 C PP C PP PP PP PP

13 Penyeimbang karbon EN18 PS PS PS PS PS PS PS

Jumlah Limbah

14 Jumlah limbah yang dibuat

dan/atau dibuang, limbah tidak

dirinci atau seluruh limbah

dikumpulkan

EN22,

21

C PP C PP PP PP PP

15 Total limbah yang dibuang dari satu

limbah yang terperinci/spesifik

EN22 C PP C PP PP PP PP

16 Total limbah yang dibuang dari dua

limbah yang terperinci/spesifik

EN22 C PP C PP PP PP PP

17 Total limbah yang dibuang dari tiga

limbah yang terperinci/spesifik

EN22 C PP C PP PP PP PP

18 Total limbah yang dirawat, di daur

ulang, dan/ atau digunakan kembali

EN24 PS PS PS PS PS PS PS

Limbah Berbahaya/Beracun

19 Total limbah berbahaya/beracun

yang dibuat dan/atau dibuang,

limbah tidak dirinci atau seluruh

limbah dikumpulkan

EN22 C PP C PP PP PP PP

20 Total limbah berbahaya yang

dibuang dari satu limbah yang

terperinci atau spesifik

EN22 C PP C PP PP PP PP

140

21 Total limbah berbahaya yang

dibuang dari dua limbah yang

terperinci atau spesifik

EN22 C PP C PP PP PP PP

22 Total limbah berbahaya yang

dibuang dari tiga limbah yang

terperinci atau spesifik

EN22 C PP C PP PP PP PP

23 Total limbah berbahaya yang

dirawat, di daur ulang, dan / atau

digunakan kembali

EN24 PS PS PS PS PS PS PS

Limbah Radioaktif

24 Total limbah radioaktif yang dibuat

dan/atau dibuang, limbah tidak

dirinci atau seluruh limbah

dikumpulkan

EN22 C PP C PP PP PP PP

25 Total limbah radioaktif dari satu

limbah yang terperinci atau spesifik

EN22 C PP C PP PP PP PP

26 Total limbah radioaktif dari dua

limbah yang terperinci atau spesifik

EN22 C PP C PP PP PP PP

27 Total limbah radioaktif dari tiga

limbah yang terperinci atau spesifik

EN22 C PP C PP PP PP PP

Tumpahan Polutan

28 Jumlah polutan, kimia, minyak atau

bahan bakar

EN23 C PP C PP PP PP PP

29 Volume polutan, kimia, minyak

atau bahan bakar

EN23 C PP C PP PP PP PP

141

No Pengukuran Map to GRI Dampak Terperinci Dampak Kuantitatif

A B

Biodiversitas

30 Tanah sensitif terkenan dampak kegiatan dan operasi perusahaan EN 11, 13 PP PP

31 Dampak terhadap spesies yang terancam punah akibat kegiatan

dan operasi perusahaan

EN 12, 15 PP PP

No Pengukuran Map to

GRI

Identifikasi

produk

secara rinci

Jumlah

Absolut

Periode

Sekarang

Pengungkapan

berhubungan

dengan

produksi atau

penjualan

Historical Target Perbandingan

dengan target

sebelumnya Single

Year

Multiple

Year

Single

Year

Multiple

Year

A B C D E F G H

Produk

32 Produk atau komponen diambil

kembali atau di reklamasi

EN26,

27

PS PS PS PS PS PS PS PS

33 Green product EN27 PS PS PS PS PS PS PS PS

34 Dampak lingkungan akibat

penggunaan green product yang

dipakai oleh perusahaan

EN26 PS PS

142

No Pengukuran Diidentifikasi sebagai

perangkat perusahaan

Deskripsi

pengimplementasian

konsep secara terperinci

Contoh

A B C

35 Analisis daur ulang (LCA) SD SD SD

36 Desain untuk lingkungan(DfE) SD SD SD

37 Sistem manajemen lingkungan (EMS) PP PP PP

No Pengukuran Map to

GRI

Jumlah

Absolut

Pengungkapan

berhubungan

dengan

produksi atau

penjualan

Historical Target Perbandingan

dengan target

sebelumnya Single

Year

Multiple

Year

Single

Year

Multiple

Year

A B C D E F G

Kepatuhan

38 Kecelakaan (incidents) SO8,

EN28

C PP C PP PP PP PP

39 Denda (fines) SO8,

EN28

C PP C PP PP PP PP

Beban Lingkungan

40 Total beban lingkungan EC1 C PP C PP PP PP PP

41 Tipe beban lingkungan EC1 C PP C PP PP PP PP

143

No Pengukuran Mengungkapkan

(Provided)

Deskripsi secara

rinci

A B

Akuntansi atau Sistem Penilaian

42 Akuntansi lingkungan SD SD

43 Green Balanced Score Card SD SD

No Pengukuran Map to

GRI

Jumlah

Absolut

Pengungkapan

berhubungan

dengan

produksi atau

penjualan

Historical Target Perbandingan

dengan target

sebelumnya Single

Year

Multiple

Year

Single

Year

Multiple

Year

A B C D E F G

Pelatihan Pekerja

44 Pelatihan lingkungan, jam LA10 C PP C PP PP PP PP

45 Pelatihan lingkungan, Rupiah LA10 C PP C PP PP PP PP

46 Presentase dari pelatihan

lingkungan

LA10 C PP C PP PP PP PP

144

No Pengukuran Map to

GRI

Diterima

(Received)

Jumlah

absolut atau

presentase

Historical Target Perbandingan

dengan target

sebelumnya Single

Year

Multiple

Year

Single

Year

Multiple

Year

A B C D E F G

Sertifikat (Certification)

47 Sertifikasi proses lingkungan 4.12 PS PS PS PS PS PS PS

48 Sertifikasi produk lingkungan 4.12 PS PS PS PS PS PS PS

No Pengukuran MAP to

GRI

Identifikasi

Stakeholder

Deskripsi secara rinci

Pembahasan Proses

Perikatan

Contoh dengan

Fokus Proses

Contoh dengan

Fokus Produk

A B C D

Perikatan stakeholder

49 Perikatan stakeholder – komunitas 4.14,4.16 PS PS PS PS

50 Perikatan stakeholder- NGOs 4.14,4.16 PS PS PS PS

51 Perikatan stakeholder- pemerintah 4.14,4.16 PS PS PS PS

52 Perikatan stakeholder- konsumen 4.14,4.16 PS PS PS PS

53 Perikatan stakeholder- pekerja 4.14,4.16 PS PS PS PS

54 Perikatan stakeholder- supplier 4.14,4.16 PS PS PS PS

55 Perikatan stakeholder- shareholder 4.14,4.16 PS PS PS PS

145

No Pengukuran Pernyataan kebijakan

lingkungan dengan

penjelasan secara rinci

Target kuantitatif dan/ atau

rencana mengenai

pengembangan pernyataan

kebijakan lingkungan

A B

Kebijakan Lingkungan

56 Kebijakan lingkungan PP PP Internal 3rd party

57 Kebijakan lingkungan atau program audit PP PP Indentifikasi secara individu Identifikasi pada struktur perusahaan

58 Struktur tanggung jawab lingkungan PP PP Tersedianya kerangka standar Deskripsi standar disediakan

Pelaporan

59 Menerbitkan laporan keberlanjutan merupakan

standar yang dibentuk

PS PS Internal 3rd party

60 Verifikasi pelaporan PS PS

Catatan : Indeks ini dikembangkan untuk menentukan pengukuran variabel dependen untuk mengukur kualitas environmental

disclosure: compliance ( C ), pollution prevention (PP), product stewardship (PS), dan sustainable development (SD).

Perkembangan dari satu tingkat ke tingkat yang lainnya memerlukan pendekatan yang signifikan terhadap

perkembangan lingkungan (Rupley, et al.,2012).

146

LAMPIRAN 4

STATISTIK DESKRIPTIF

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DQ_COMP 129 ,03 ,33 ,2194 ,05359

DQ_POLLPREV 129 ,02 ,55 ,1110 ,08843

DQ_PRODSTEW 129 ,05 ,33 ,1508 ,06672

DQ_SUSDEV 129 ,00 ,07 ,0101 ,02014

DQ_TOTAL 129 ,20 ,97 ,4912 ,18102

MEDIA_EXIS 129 -4,29 3,00 ,6357 1,19020

IND 129 ,00 ,75 ,3836 ,09572

GENDER 129 ,00 ,75 ,0945 ,18844

DIRECTORSHIP 129 ,00 1,00 ,6846 ,28240

BS 129 2,00 13,00 5,0078 1,95455

KAI 129 ,20 1,00 ,7918 ,24761

KI 129 ,00% 95,34% 54,0861% 28,16416%

Ln_SALES 129 20,62 31,69 28,4353 1,98976

ROA 129 ,00 1,68 ,1150 ,18676

Valid N (listwise) 129

Frekuensi Sensitivitas Industri (SEN_IND)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ,00 64 49,6 49,6 49,6

1,00 65 50,4 50,4 100,0

Total 129 100,0 100,0

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015

Hasil Analisis Frekuensi Variabel Sensitivitas Industri

No. Kode Kriteria Frekuensi Persentase

1. 0 Perusahaan selain tambang dan energi 64 49,6%

2. 1 Perusahaan tambang dan energi 65 50,4%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015

147

LAMPIRAN 5

HASIL UJI ASUMSI KLASIK DAN REGRESI

DQ_COMP

a. Uji Normalitas

Charts

148

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 129

Normal Parametersa,b

Mean ,0000000

Std. Deviation ,03965501

Most Extreme

Differences

Absolute ,089

Positive ,056

Negative -,089

Kolmogorov-Smirnov Z 1,012

Asymp. Sig. (2-tailed) ,258

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

b. Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

MEDIA_EXIS ,810 1,234

SEN_IND ,671 1,490

IND ,877 1,140

GENDER ,784 1,276

DIRECTORSHIP ,852 1,174

BS ,743 1,347

KAI ,692 1,445

KI ,702 1,424

Ln_SALES ,738 1,354

ROA ,892 1,122

a. Dependent Variable: DQ_COMP

149

c. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) ,003 ,030 ,107 ,915

MEDIA_EXIS ,001 ,002 ,040 ,405 ,686

SEN_IND -,004 ,005 -,090 -,827 ,410

IND ,000 ,019 ,002 ,017 ,986

GENDER -,015 ,012 -,123 -1,230 ,221

DIRECTORSHIP -,005 ,008 -,058 -,607 ,545

BS ,001 ,001 ,078 ,761 ,448

KAI ,005 ,010 ,051 ,479 ,633

KI ,001 ,000 ,002 ,014 ,989

Ln_SALES ,001 ,001 ,115 1,117 ,266

ROA -,030 ,016 -,172 -1,827 ,070

a. Dependent Variable: ABS_COMP

d. Uji Autokorelasi

NPar Tests

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea -,00164

Cases < Test Value 64

Cases >= Test Value 65

Total Cases 129

Number of Runs 64

Z -,265

Asymp. Sig. (2-tailed) ,791

a. Median

150

e. Uji Regresi

Regression

Variables Entered/Removedba

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 ROA, Ln_SALES,

IND, GENDER,

MEDIA_EXIS,

DIRECTORSHIP,

KI, KAI, BS,

SEN_IND

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: DQ_COMP

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 ,595a ,354 ,299 ,04130 1,806

a. Predictors: (Constant), ROA, Ln_SALES, IND, GENDER,

MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KI, KAI, BS, SEN_IND

b. Dependent Variable: DQ_COMP

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression ,110 10 ,011 6,464 ,000a

Residual ,201 118 ,002

Total ,312 128

a. Predictors: (Constant), ROA, Ln_SALES, IND, GENDER, MEDIA_EXIS,

DIRECTORSHIP, KI, KAI, BS, SEN_IND

b. Dependent Variable: DQ_COMP

151

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -,023 ,056 -,421 ,674

MEDIA_EXIS ,000 ,003 -,005 -,057 ,955

SEN_IND -,036 ,009 -,370 -4,099 ,000

IND -,070 ,034 -,162 -2,051 ,042

GENDER ,049 ,023 ,178 2,134 ,035

DIRECTORSHIP ,014 ,014 ,082 1,028 ,306

BS ,002 ,002 ,069 ,808 ,421

KAI ,004 ,019 ,021 ,235 ,815

KI -,068 ,000 -,038 -,434 ,665

Ln_SALES ,009 ,002 ,399 4,637 ,000

ROA -,031 ,030 -,081 -1,036 ,302

a. Dependent Variable: DQ_COMP

152

DQ_POLLPREV

a. Uji Normalitas

Charts

153

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 129

Normal Parametersa,b

Mean ,0000000

Std. Deviation ,03629439

Most Extreme

Differences

Absolute ,048

Positive ,048

Negative -,037

Kolmogorov-Smirnov Z ,542

Asymp. Sig. (2-tailed) ,931

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

b. Uji Multikolinearitas

Coefficients a

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

MEDIA_EXIS ,847 1,180

SEN_IND ,686 1,458

IND ,860 1,162

GENDER ,844 1,185

DIRECTORSHIP ,821 1,218

BS ,666 1,503

KAI ,640 1,563

KI ,713 1,403

Ln_SALES ,691 1,448

ROA ,925 1,081

a. Dependent Variable: DQ_POLLPREV

154

c. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

a. Dependent Variable: ABS_POLLPREV

d. Uji Autokorelasi

NPar Tests

Runs Test

Unstandardized

Residual

Test Valuea ,00035

Cases < Test Value 64

Cases >= Test Value 65

Total Cases 129

Number of Runs 62

Z -,618

Asymp. Sig. (2-tailed) ,537

a. Median

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) ,006 ,036 ,174 ,862

MEDIA_EXIS ,002 ,002 ,085 ,886 ,377

SEN_IND ,002 ,005 ,034 ,320 ,749

IND -,039 ,025 -,145 -1,524 ,130

GENDER ,005 ,014 ,036 ,377 ,707

DIRECTORSHIP ,004 ,008 ,053 ,544 ,588

BS -,025 ,001 -,002 -,019 ,984

KAI -,010 ,011 -,094 -,849 ,397

KI ,065 ,000 ,064 ,616 ,539

Ln_SALES ,001 ,001 ,121 1,143 ,255

ROA ,021 ,012 ,164 1,789 ,076

155

e. Uji Regresi

Regression

Variables Entered/Removedb

Mode

l Variables Entered

Variables

Removed Method

1 ROA, IND,

MEDIA_EXIS,

GENDER,

Ln_SALES,

DIRECTORSHIP,

SEN_IND, KI, BS,

KAI

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: DQ_POLLPREV

Model Summaryb

Mode

l R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 ,731a ,534 ,495 ,03780 1,893

a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, GENDER,

Ln_SALES, DIRECTORSHIP, SEN_IND, KI, BS, KAI

b. Dependent Variable: DQ_POLLPREV

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression ,193 10 ,019 13,528 ,000a

Residual ,169 118 ,001

Total ,362 128

a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, GENDER, Ln_SALES,

DIRECTORSHIP, SEN_IND, KI, BS, KAI

b. Dependent Variable: DQ_POLLPREV

156

Coefficientsa

a. Dependent Variable: DQ_POLLPREV

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -,214 ,057 -3,762 ,000

MEDIA_EXIS ,001 ,003 ,015 ,216 ,829

SEN_IND ,023 ,008 ,214 2,823 ,006

IND -,134 ,040 -,226 -3,338 ,001

GENDER ,025 ,021 ,081 1,178 ,241

DIRECTORSHIP ,035 ,013 ,189 2,729 ,007

BS ,006 ,002 ,250 3,243 ,002

KAI -,042 ,018 -,182 -2,319 ,022

KI ,000 ,000 -,204 -2,740 ,007

Ln_SALES ,012 ,002 ,461 6,103 ,000

ROA -,010 ,019 -,036 -,554 ,581

157

DQ_PRODSTEW

a. Uji Normalitas

Charts

158

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 129

Normal Parametersa,b

Mean ,0000000

Std. Deviation ,03303327

Most Extreme

Differences

Absolute ,085

Positive ,085

Negative -,048

Kolmogorov-Smirnov Z ,968

Asymp. Sig. (2-tailed) ,306

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

b. Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

MEDIA_EXIS ,843 1,186

SEN_IND ,672 1,487

IND ,883 1,132

GENDER ,811 1,234

DIRECTORSHIP ,865 1,156

BS ,652 1,535

KAI ,678 1,476

KI ,786 1,272

Ln_SALES ,675 1,483

ROA ,917 1,090

a. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW

159

c. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) ,021 ,029 ,721 ,472

MEDIA_EXIS ,002 ,002 ,122 1,260 ,210

SEN_IND ,003 ,004 ,065 ,597 ,552

IND ,015 ,019 ,072 ,762 ,447

GENDER ,005 ,010 ,046 ,464 ,643

DIRECTORSHIP ,010 ,006 ,142 1,490 ,139

BS ,001 ,001 ,109 ,991 ,324

KAI -,005 ,009 -,058 -,537 ,592

KI ,041 ,000 ,053 ,529 ,598

Ln_SALES ,000 ,001 -,039 -,360 ,719

ROA ,009 ,010 ,082 ,881 ,380

a. Dependent Variable: ABS_PRODSTEW

d. Uji Autokorelasi

NPar Tests

Runs Test

Unstandardized

Residual

Test Valuea -,00542

Cases < Test Value 64

Cases >= Test Value 65

Total Cases 129

Number of Runs 65

Z -,088

Asymp. Sig. (2-tailed) ,930

a. Median

160

e. Uji Regresi

Regression

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 ROA, IND,

MEDIA_EXIS,

Ln_SALES, GENDER,

DIRECTORSHIP, KI,

SEN_IND, KAI, BS

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 ,788a ,621 ,589 ,03440 1,994

a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, Ln_SALES,

GENDER, DIRECTORSHIP, KI, SEN_IND, KAI, BS

b. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression ,229 10 ,023 19,322 ,000a

Residual ,140 118 ,001

Total ,368 128

a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, Ln_SALES, GENDER,

DIRECTORSHIP, KI, SEN_IND, KAI, BS

b. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW

161

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -,237 ,050 -4,764 ,000

MEDIA_EXIS ,005 ,003 ,105 1,696 ,093

SEN_IND ,011 ,007 ,100 1,453 ,149

IND -,108 ,034 -,194 -3,218 ,002

GENDER ,013 ,018 ,044 ,706 ,482

DIRECTORSHIP ,016 ,011 ,088 1,438 ,153

BS ,008 ,002 ,307 4,366 ,000

KAI -,036 ,015 -,161 -2,342 ,021

KI ,000 ,000 -,125 -1,955 ,053

Ln_SALES ,014 ,002 ,527 7,629 ,000

ROA -,011 ,017 -,040 -,672 ,503

a. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW

162

DQ_SUSDEV

a. Uji Normalitas

Charts

163

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 129

Normal Parametersa,b

Mean ,0000000

Std. Deviation ,01372300

Most Extreme

Differences

Absolute ,055

Positive ,055

Negative -,037

Kolmogorov-Smirnov Z ,625

Asymp. Sig. (2-tailed) ,830

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

b. Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

MEDIA_EXIS ,795 1,258

SEN_IND ,647 1,546

IND ,889 1,124

GENDER ,795 1,257

DIRECTORSHIP ,874 1,144

BS ,672 1,487

KAI ,709 1,410

KI ,715 1,398

Ln_SALES ,654 1,530

ROA ,922 1,084

a. Dependent Variable: DQ_SUSDEV

164

c. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) ,002 ,018 ,115 ,909

MEDIA_EXIS ,000 ,001 ,030 ,303 ,762

SEN_IND ,004 ,003 ,175 1,609 ,110

IND -,021 ,012 -,165 -1,772 ,079

GENDER ,001 ,006 ,022 ,224 ,823

DIRECTORSHIP -,001 ,004 -,024 -,254 ,800

BS ,091 ,001 ,014 ,135 ,893

KAI -,001 ,005 -,023 -,219 ,827

KI -,030 ,000 -,068 -,654 ,514

Ln_SALES ,001 ,001 ,123 1,138 ,257

ROA -,002 ,006 -,031 -,341 ,733

a. Dependent Variable: ABS_SUSDEV

d. Uji Autokorelasi

NPar Tests

Runs Test

Unstandardized

Residual

Test Valuea ,00042

Cases < Test Value 64

Cases >= Test Value 65

Total Cases 129

Number of Runs 58

Z -1,325

Asymp. Sig. (2-tailed) ,185

a. Median

165

e. Uji Regresi

Regression

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 ROA, IND,

Ln_SALES,

GENDER,

MEDIA_EXIS,

DIRECTORSHIP

, KAI, KI, BS,

SEN_IND

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: DQ_SUSDEV

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression ,028 10 ,003 13,618 ,000a

Residual ,024 118 ,000

Total ,052 128

a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS,

DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND

b. Dependent Variable: DQ_SUSDEV

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

Durbin-

Watson

1 ,732a ,536 ,496 ,01429 1,739

a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS,

DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND

b. Dependent Variable: DQ_SUSDEV

166

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -,074 ,021 -3,573 ,001

MEDIA_EXIS ,001 ,001 ,083 1,175 ,242

SEN_IND ,012 ,003 ,292 3,738 ,000

IND -,015 ,014 -,073 -1,096 ,275

GENDER -,004 ,008 -,035 -,504 ,615

DIRECTORSHIP ,006 ,005 ,082 1,224 ,223

BS ,002 ,001 ,184 2,401 ,018

KAI -,016 ,006 -,195 -2,624 ,010

KI ,000 ,000 -,311 -4,198 ,000

Ln_SALES ,003 ,001 ,330 4,256 ,000

ROA -,001 ,007 -,013 -,193 ,847

a. Dependent Variable: DQ_SUSDEV

167

DQ_TOTAL

a. Uji Normalitas

Charts

168

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 129

Normal Parametersa,b

Mean ,0000000

Std. Deviation ,10312751

Most Extreme

Differences

Absolute ,083

Positive ,083

Negative -,078

Kolmogorov-Smirnov Z ,945

Asymp. Sig. (2-tailed) ,333

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

b. Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

MEDIA_EXIS ,795 1,258

SEN_IND ,647 1,546

IND ,889 1,124

GENDER ,795 1,257

DIRECTORSHIP ,874 1,144

BS ,672 1,487

KAI ,709 1,410

KI ,715 1,398

Ln_SALES ,654 1,530

ROA ,922 1,084

a. Dependent Variable: DQ_TOTAL

169

c. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

a. Dependent Variable: ABS_TOTAL

d. Uji Autokorelasi

NPar Tests

Runs Test

Unstandardized

Residual

Test Valuea -,01746

Cases < Test Value 64

Cases >= Test Value 65

Total Cases 129

Number of Runs 74

Z 1,503

Asymp. Sig. (2-tailed) ,133

a. Median

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) ,138 ,074 1,858 ,066

MEDIA_EXIS ,003 ,004 ,075 ,748 ,456

SEN_IND ,020 ,011 ,198 1,794 ,075

IND -,041 ,050 -,077 -,819 ,415

GENDER -,023 ,027 -,084 -,841 ,402

DIRECTORSHIP ,021 ,017 ,114 1,202 ,232

BS ,000 ,003 -,018 -,169 ,866

KAI -,039 ,022 -,189 -1,788 ,076

KI ,000 ,000 ,091 ,867 ,388

Ln_SALES -,001 ,003 -,021 -,195 ,846

ROA ,002 ,025 ,008 ,085 ,932

170

e. Uji Regresi

Regression

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 ROA, IND,

Ln_SALES,

GENDER,

MEDIA_EXIS,

DIRECTORSHIP

, KAI, KI, BS,

SEN_IND

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: DQ_TOTAL

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 ,822a ,675 ,648 ,10741 2,126

a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER,

MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND

b. Dependent Variable: DQ_TOTAL

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 2,833 10 ,283 24,558 ,000a

Residual 1,361 118 ,012

Total 4,195 128

a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS,

DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND

b. Dependent Variable: DQ_TOTAL

171

Coefficientsa

a. Dependent Variable: DQ_TOTAL

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -,668 ,156 -4,280 ,000

MEDIA_EXIS ,011 ,009 ,074 1,260 ,210

SEN_IND ,042 ,024 ,117 1,798 ,075

IND -,325 ,105 -,172 -3,088 ,003

GENDER ,053 ,056 ,055 ,933 ,353

DIRECTORSHIP ,072 ,036 ,112 2,000 ,048

BS ,022 ,006 ,235 3,681 ,000

KAI -,186 ,046 -,254 -4,086 ,000

KI -,002 ,000 -,291 -4,694 ,000

Ln_SALES ,047 ,006 ,518 7,987 ,000

ROA ,001 ,053 ,001 ,023 ,982