pengaruh material lamun buatan terhadap...

104
PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN CRUSTACEA DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SKRIPSI Disusun oleh : Aji Septiyadi 105095003113 PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Upload: dinhthuan

Post on 06-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN CRUSTACEA DI PERAIRAN

PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU

SKRIPSI

Disusun oleh :

Aji Septiyadi 105095003113

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 2: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Kuasa, atas segala

Rahmat dan Hidayah-Nya yang dianugerahkan kepada penulis dalam menyelesaikan

SKRIPSI yang berjudul “Pengaruh Material Lamun Buatan Terhadap

Keanekaragaman dan Kelimpahan jenis Crustacea Di Perairan Pulau Pari,

Kepulauan Seribu”. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada

Rasulullah SAW.

Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan

bantuan dan motivasi dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung

untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga

kepada:

1. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud, selaku ketua Program Studi Biologi

dan Pembimbing II. Terima kasih telah memberikan bimbingan dan masukannya

dalam penulisan skripsi.

3. Dra. Rianta Pratiwi, M.Sc, selaku pembimbing I, terima kasih atas bimbingan

dan semua masukannya selama penelitian berlangsung, dengan bimbingan dari

Ibu penulis mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman yang tak pernah

didapatkan dari Kampus.

4. Drs. Indra Aswandy, selaku Peneliti Utama yang telah membantu dan memberi

masukan dalam mengidentifikasi sampel penelitian dan referensi skripsi.

Page 3: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

5. Bpk. Suhendra Unyang, selaku Pengawas Laboratorium Crustacea, LIPI yang

telah membantu dalam meminjamkan Alat – alat dalam penelitian dan proses

identifikasi sampel.

6. Para Dosen Biologi, yang telah memberikan dukungan baik moral maupun

spiritual dan membantu dalam teknis Akademis penyelesaian skripsi penulis.

7. Ayah dan Ibu Penulis, yang tidak henti – hentinya membantu baik doa, motivasi

maupun secara materi dalam proses mulai kuliah sampai selesai tugas akhir

penelitian dan memberikan masukan secara moral ketika dalam penelitian

berlangsung.

8. Adik – adik Penulis, yang telah membantu berupa dukungan baik moral maupun

spiritual.

9. Bpk. Mumuh, selaku Pengawas dan Teknisi Lapangan yang ada di Pulau Pari,

ketika memulai dan berlangsungnya penelitian.

10. Bpk. Hasan, selaku warga yang ada di Pulau Pari, yang telah memberikan

fasilitas baik pangan maupun papan (tempat tinggal) ketika saat penelitian di

lapangan.

11. Pengawas Perpustakaan LON-LIPI, yang telah memberikan bantuan berupa

referensi atau sumber literatur dalam proses penulisan skripsi penelitian.

12. Sdr. Achmad Syaifurrachman, S.Si, selaku teman yang selalu membantu dalam

penelitian berlangsung saat di lapangan (Pulau Pari) baik tenaga maupun fasilitas

alat dan bahan penelitian.

13. Sdr. Mr. Lukman Budianto, S.Si, selaku teman yang telah menyumbangkan

bantuan baik tenaga maupun teknis saat penelitian di lapangan.

Page 4: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

14. Sdr. Apep Fry Hidayat, S.Si, selaku teman penulis yang telah memberikan

bantuan baik moral maupun materi berupa fasilitas alat – alat penelitian.

15. Sdri. Siti Mulya Agnah, S.Pd, selaku kekasih penulis, yang telah memberikan

dukungan baik moral ataupun spiritual.

16. Keluarga Besar Biologi 2005 (BIOMA), kita semua telah mengarungi lautan dan

menjelajah lembah yang curam serta mendaki gunung – gunung tertinggi selama

hampir 4 tahun lebih bersama. Mudah – mudahan kita semua selalu diikatkan dan

jangan pernah terpisah. Semoga Allah SWT selalu memberkati ‘jalan’ yang kita

tempuh baik sekarang maupun kedepannya.

17. Teman-teman BIOLOGI angkatan 2006,2007 dan 2008 kita semua satu rumpun,

satu ordo, satu famili dan satu marga hingga kita menjadi satu saudara penuh.

18. Kepada semua pihak yang tidak dapat dituliskan semua karena keterbatasan

halaman dan tempat.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada

semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Skripsi ini tentu

saja masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis dengan senang hati menerima

saran dan kritik yang bersifat membangun dan mengembangkan. Akhirnya semoga

Skripsi ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta memiliki banyak manfaat bagi

semua pihak.

Jakarta, Maret 2011

Aji Septiyadi

Page 5: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan
Page 6: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan biota laut seperti crustacea berperan penting dalam berbagai

proses yang terjadi di daerah padang lamun. Peranan mereka tidak hanya sebagai

pengurai tapi juga sebagai komponen jaring makanan. Kelangsungan hidup

crustacea tidak dapat lepas dari keberadaan lamun sebagai tempat hidup, sumber

makanan, reproduksi dan lain – lain. Hewan yang datang sebagai pengunjung

biasanya untuk memijah dan tempat makanan seperti ikan dan beberapa jenis

crustacea di antaranya kepiting, udang, amphipoda dan isopoda (Putra, 2008).

Menurut Kasim (2005), bentuk crustacea infaunal maupun epifunal

berhubungan erat dengan produsen primer dan berada pada tingkatan trofik yang

lebih tinggi, karena selama masa juvenil dan dewasa mereka merupakan sumber

makanan utama bagi berbagai ikan dan invertebrata yang berasosiasi dengan

lamun. Adapun lamun memiliki produktifitas primer di perairan dangkal di

seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme

(Fahruddin, 2002). Oleh sebab itu, padang lamun merupakan ekosistem yang

mempunyai produktivitas tinggi dan kaya akan keanekaragaman jenis biota laut

khususnya crustasea. Padang lamun biasanya terdapat di perairan tropis seperti

yang terdapat di Pulau Pari kawasan Kepulauan Seribu.

Kawasan tersebut banyak terdapat pemukiman penduduk yang dilengkapi

fasilitas memadai dan dijadikan sebagai objek wisata bahari. Di sisi lain, masih

Page 7: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

2

kurang upaya yang diberikan untuk menyelamatkan ekosistem lamun, meskipun

data mengenai kerusakan ekosistem lamun tidak tersedia, tapi faktanya sudah

banyak mengalami degradasi akibat aktivitas di darat (Rani, 2008).

Sektor wisata, budidaya, dermaga dan kegiatan manusia lainnya

(reklamasi, pertambakan, industri dan pengembangan kota) yang berada di Pulau

Pari tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran untuk melestarikan lingkungannya

(Diatin et al, 2007). Hal ini banyak menimbulkan dampak negatif bagi pihak

setempat salah satunya mengalami pencemaran polusi dan sampah.

Menurut Rani (2008), degradasi padang lamun memberi dampak yang

nyata yaitu mengarah pada penurunan keragaman biota laut sebagai akibat hilang

atau menurunnya fungsi ekologi dari ekosistem lamun. Akibatnya dari berbagai

kegiatan manusia tersebut jelas ekosistem lamun akan mengalami kerusakan dan

kehilangan fungsinya serta membawa dampak terhadap penurunan produksi biota.

Khususnya bagi kehidupan biota crustacea ekonomis yang bergantung pada

habitat lamun akan mengalami penurunan dan berangsur – angsur akan hilang.

Sebagai tindak lanjut dalam menanggulangi penurunan produksi biota

lamun (crustacea) perlu dilakukan upaya antara lain pengembangan lamun buatan.

Lamun buatan dibentuk dari berbagai material seperti tali tambang, rumpon

plastik, batang bambu atau kayu, sabut kelapa dan lain – lain. Tujuannya untuk

memberikan habitat baru bagi berbagai biota laut dan dapat menciptakan suatu

proses ekologi terutama proses makan memakan (food chain & food web) (Rani,

2008).

Terbatasnya penelitian mengenai lamun buatan yang berperan penting bagi

biota lamun dapat dijadikan solusi pemanfaatan lebih lanjut dari berbagai pihak

Page 8: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

3

dan mengingat perairan Pulau Pari sebagai penunjang, tempat perawatan hidup

(nursery ground) bagi biota crustacea, memiliki padang lamun dan telah banyak

mengalami kerusakan, maka untuk mengembalikan fungsi lamun alami di

perairan setempat perlu dikembangkan lamun buatan (artifisial).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah di lamun buatan terdapat jenis–jenis crustacea?

2. Apakah terdapat pengaruh baik pada lamun buatan terhadap

keanekaragaman dan kelimpahan crustacea padang lamun yang bernilai

ekonomis dan non ekonomis?

1.3. Hipotesis

1. Di lamun buatan terdapat jenis–jenis crustacea antara lain dari kelompok

Decapoda (udang dan kepiting), Isopoda dan Amphipoda.

2. Terdapat pengaruh baik pada lamun buatan terhadap keanekaragaman

dan kelimpahan crustacea padang lamun yang bernilai ekonomis dan non

ekonomis.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh dan peranan dari beberapa material lamun buatan

pada lokasi yang berbeda terhadap keanekaragaman dan kelimpahan

crustacea.

2. Mengetahui jenis–jenis crustacea yang hadir pada lamun buatan, di

perairan padang lamun, Pulau Pari.

Page 9: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

4

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:

1. Memberikan informasi mengenai kelimpahan dan keanekaragaman

crustacea pada lamun buatan, di ekosistem lamun, Pulau Pari.

2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

Seribu.

3. Menjadi bahan informasi tambahan kepada pihak-pihak terkait

khususnya Lembaga Oseanografi, P2O-LIPI dan Balai Taman Nasional

Laut Kepulauan Seribu (BTNLKpS) dalam mengembangkan wilayah di

sekitar Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

Page 10: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

5

1.6. Kerangka Berpikir

Gambar 1: Kerangka berpikir penelitian.

Padang lamun Pulau Pari sebagai habitat bagi biota crustacea

Berubahnya parameter fisik dan kimia perairan Pulau Pari,

perputaran air akibat pergerakan aktivitas perahu nelayan di

perairan lamun dan metode penangkapannya.

Tercemar polusi dan rusaknya pada ekosistem lamun serta

turunnya regenerasi biota crustacea

Dilakukan pengelolaan dan penelitian mengenai pengaruh

material lamun buatan terhadap kelimpahan dan

keanekaragaman crustacea di perairan padang lamun, Pulau

Pari

Pengambilan sampel

crustacea dengan

model artifisial (tali

tambang hijau)

Pengambilan sampel

crustacea dengan

model artifisial (sabut

kelapa)

Identifikasi crustacea

yang diperoleh

Memberi informasi jenis crustacea khususnya bernilai

ekonomis dan non ekonomis yang terdapat di lamun

buatan

Memberikan informasi tentang kegunaan dan manfaat

dari artifisial lamun sebagai tempat kehidupan biota

crustacea dan kehidupan masyarakat pesisir

Page 11: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan Umum Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu

2.1.1. Letak Geografis Kawasan

Kepulauan Pari terletak antara 05° 50′ hingga 05° 52′ Lintang Selatan dan

106° 34′ sampai 106° 38’ Bujur Timur. Daerah ini terletak di Laut Jawa, tepatnya

di sebelah Utara DKI Jakarta dan Tangerang. Secara administrasi Kepulauan Pari

termasuk Kelurahan Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan,

Kabupaten Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta. Jumlah penduduk tercatat

567 jiwa pada tahun 1994 (Asriningrum, 2004) (Gambar 2).

Gambar 2. Peta Lokasi Pulau Pari, Kepulauan Seribu. (http:// kepulauan

seribu. multiply.com/GIF-image/item/Kepulauan_Seribu, 20

05).

Page 12: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

7

Gugusan Pulau Pari terdiri atas 6 pulau kecil yaitu Pulau Pari, Burung,

Kongsi Timur, Kongsi Tengah, Kongsi Barat, dan Tikus. Gugusan pulau ini

menjadi satu kesatuan oleh adanya pertumbuhan terumbu karang. Dalam kesatuan

kepulauan ini, terumbu karang membentuk lagun di tengahnya sehingga

kepulauan ini dapat dikatakan sebagai Pulau Atol dalam bentuk mini

(Asriningrum, 2004).

2.1.2. Topografi dan Luas Lahan

Menurut Asriningrum (2004) Gugusan Pari diketahui ada empat kelas

bentuk lahan dimana, dataran aluvial pantai merupakan bentuk lahan terluas.

Bentuk lahan terumbu cincin terbentuk oleh pertumbuhan terumbu karang atau

karena naiknya air laut pada terumbu samudera. Bentuknya seperti cincin dan

disebut juga atol. Luas bentuk lahan Gugus Pulau Pari dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Bentuk Lahan Gugus Pulau Pari.

Sumber : (Asriningrum, 2004).

Bentuk atol tersebut berasosiasi dengan terbentuknya lagun, sedangkan

bentuk lahan lagun merupakan genangan air laut yang berada di tengah terumbu

karang karena terbentuk oleh pertumbuhan terumbu karang atau naiknya air laut.

Bentuk lahan terumbu penghalang berupa terumbu karang yang muncul ke

No. Bentuklahan Luas (m2)

Luas

(km2)

%

Luas

1

Terumbu cincin

(atol) 8025497.731 8.025 70.65

2 Lagun 2133587.95 2.134 18.78

3

Terumbu

penghalang 740896.1737 0.741 6.52

4 Permukaan planasi 459497.6 0.459 4.05

∑ 11.359 100

Page 13: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

8

permukaan laut oleh pertumbuhannya atau penurunan air laut. Bentuk lahan ini

muncul ke permukaan sebagai pulau-pulau karang timbul, sedangkan bentuk

lahan permukaan yang lebih dari satu bidang datar (planasi) terbentuk oleh proses

pengikisan lapisan atas permukaan (denudasi) sehingga membentuk suatu relief

hampir datar. Bentuk lahan ini terdapat di Pulau Pari yang material penyusunnya

merupakan sedimentasi pasir (Asriningrum, 2004).

Pulau Pari berbentuk memanjang arah diagonal Barat Daya – Timur Laut

mengikuti pola patahan secara regional. Sementara ke-lima pulau kecil lainnya

menunjukkan pola bentuk perkembangan terumbu karang yang telah lanjut dan

oleh adanya pertumbuhan karang dan atau penurunan air laut, terumbu karang ini

muncul ke permukaan (Asriningrum, 2004). Karang Timbul lainnya juga muncul

di tepi Gugusan Pulau Pari bagian Barat dan Utara dengan ukuran lebih kecil.

Menurut Kiswara (1992) bagian Selatan Pulau Pari merupakan rataan

terumbu dengan panjang terpendek 180 m dan terpanjang 900 m. Pantai utaranya

terdiri atas Goba (Goba Besar I dan II) di sebelah Barat dan rataan terumbu di

Timur. Panjang dari bagian tersempit rataan terumbu di pantai Utara Pulau Pari

sekitar 300 m dan yang terlebar 600 m. Rataan terumbu adalah bagian pulau

karang yang berada di daerah pasang surut. Pada waktu pasang rataan terumbu

tergenang air dan waktu surut terdapat tempat – tempat kering dan dasarnya terdiri

atas lumpur, pasir dan puing karang mati.

2.1.3. Sejarah dan Dasar Hukum

Menurut Lestari (2008) Kelurahan Pulau Pari yang berkedudukan di Pulau

Pari merupakan salah satu kawasan Kepulauan Seribu yang meliputi 10 pulau.

Page 14: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

9

Adapun luas daratan Kepulauan Seribu kurang lebih 864,59 hektar dan luas

lautannya kurang lebih 6.997,50 km2 . Usaha pengaturan wilayah perairan laut di

Kepulauan Seribu sudah lama dilakukan, selain melalui peraturan daerah juga

melalui peraturan pusat (Diatin et al, 2007).

Pada tanggal 21 Juli 1982 dengan melihat potensi dan pemanfaatan

sumber daya alam khususnya daerah laut di Kepulauan Seribu yang cukup tinggi,

melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/1982, ditetapkan

wilayah seluas 108.000 hektar di Kepulauan Seribu sebagai Cagar alam dan

dengan diberi nama Cagar Alam Laut Seribu (Diatin et al, 2007). Selanjutnya

pada tahun yang sama dibulan Oktober, Menteri Pertanian memberikan

pernyataan pada Kongres Taman Nasional sedunia yang diadakan di Bali, dengan

Nomor 736/Mentan/X/1982, mengubah nama Cagar Alam Laut Pulau Seribu

menjadi Taman Nasional Kepulauan Seribu. Perubahan luas Taman Nasional

Kepulauan Seribu menjadi 108.475,45 hektar ditetapkan melalui Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 220/Kpts- II/2000. Namun, selanjutnya luas dari

Taman Nasional Kepulauan Seribu tersebut dirubah kembali menjadi 107.489

hektar dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 6310/Kpts-II/2002 pada

tanggal 13 Juni 2002.

Menurut Diatin et al (2007) adapun pengelolaan Kawasan Pelestarian

Alam Perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu diserahkan kepada

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Luas Taman

Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) tersebut hanya 15% luas Kabupaten

Kepulauan Seribu, akan tetapi sangat berperan dalam pembangunan Kepulauan

Seribu. Potensi yang ada di daerah TNLKpS sangat besar, 66 % keseluruhan

Page 15: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

10

potensi budidaya kelautan dan 73 % dari keseluruhan potensi wisata bahari yang

ada di Kepulauan Seribu.

2.1.4. Zonasi Kawasan

Berdasarkan administrasi Gugusan Pulau Pari termasuk Kelurahan Pulau

Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu,

Propinsi DKI Jakarta. Jumlah penduduk tercatat 567 jiwa (1994). Wilayah

Kepulauan Seribu seluas 108.000 Ha, sebagian telah ditetapkan sebagai Taman

Nasional melalui SK. Menteri Pertanian No. 736 /MENTAN/ X /1 982

(Asriningrum, 2004).

Zonasi Taman Nasional ini, ditetapkan sebagai berikut: Zona I, II, dan III

merupakan daerah yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya

perubahan dalam bentuk apapun oleh aktivitas manusia, kecuali yang

berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan, Pendidikan, dan Penelitian.

1. Zona inti I, merupakan perlindungan habitat Penyu Sisik yang berlokasi di

Pulau Gosong Rengat dan perairannya. Pulau Karang Rengat dan perairannya,

seluas 1.356,8 Ha.

2. Zona Inti II, merupakan perlindungan Hutan Bakau yang berlokasi di Perairan

Gosong Penjaliran dan perairannya, seluas 2.440,9 Ha.

3. Zona Inti III, merupakan ekosistem Terumbu Karang yang berlokasi di

Perairan Pulau Kayu Angin, Pulau Bira, dan perairan Pulau Belanda, seluas

507,7 Ha.

Page 16: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

11

Di samping Zona Inti tersebut, ada pula Zona Perlindungan yang

merupakan daerah perlindungan bagi zona inti dan dipergunakan sebagai kajian

konservasi serta pengembangan kegiatan cinta alam. Zona ini berlokasi di

perairan Pulau-pulau Jagung, Karang Buton, Karang Mayang, Rengit,

Nyamplung, Sebaru Besar dan Kecil, Lipan, Kapas, Bundar, Hantu Barat dan

Hantu Timur, Yu Barat dan Yu Timur, Satu, Kelor Barat, dan Kelor Timur. Zona

Perlindungan mempunyai luas total 12.271,94 Ha.

2.2. Karakteristik Crustacea

2.2.1. Klasifikasi

Menurut Romimohtarto dan Juwana (2007) crustacea merupakan

Arthropoda yang sebagian besar hidup di laut dan bernafas dengan insang.

Tubuhnya terbagi dalam kepala (chepalin), dada (thorax) dan abdomen. Kepala

dan dada bergabung membentuk kepala-dada (cephalotorax; Y: cephale = kepala;

thorax = bagian tengah tubuh atau dada). Kepalanya biasanya terdiri atas lima

ruas yang tergabung menjadi satu. Mereka mempunyai dua pasang antena,

sepasang mandibel (mandible) atau rahang dan dua pasang maksila (maxilla).

Dada mempunyai embelan dada yang bentuknya berbeda – beda. Beberapa di

antaranya digunakan untuk berjalan. Ruas abdomen biasanya sempit dan lebih

mudah bergerak daripada kepala dan dada. Ruas – ruas tersebut mempunyai

embelan yang ukurannya sering mengecil.

Salah satu kelompok crustacea adalah Ordo Decapoda, yang masuk ke

dalam kelompok Infra Ordo Caridea. Ordo ini sangat penting, baik dari segi

ekonomi maupun biologi (Ahyong et al, 2009). Kelompok tersebut memiliki

Page 17: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

12

karapas kecil yang tidak menutupi kepala dan dada (torax). Mereka memiliki

rangka luar (eksoskeleton), hanya satu atau dua sepasang kaki yang berfungsi

sebagai capit (chela) dan otot abdomen untuk berenang. Decapoda dari Klass

Crustacea biasa dibagi atas tiga kelompok menurut bentuk abdomennya, yakni

Macrura, Anomura dan Brachyura (Romimohtarto dan Juwana, 2007).

Gambar 3. Morfologi kelompok Macrura secara umum (Mackie, 1998).

Pengelompokkan Crustacea mengikuti Latreille yang pada tahun 1806

membagi Crustacea menjadi dua anak kelompok, yakni Entomostraca dan

Malacostraca. Berdasarkan ukuran tubuhnya Crustacea dikelompokkan menjadi

sebagai berikut (Putra, 2008):

1). Entomostraca (berukuran mikrokopis)

Hewan ini dikelompokkan menjadi empat ordo,yaitu:

a). Branchiopoda

b). Ostracoda

Page 18: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

13

c). Copepoda

d). Cirripedia

2). Malacostraca (berukuran makroskopis)

Hewan ini dikelompokkan dalam tiga ordo, yaitu:

a). Isopoda

b). Stomatopoda

c). Decapoda

d) Amphipoda

Malacostraca banyak hidup di laut dan air tawar. Tubuhnya terdiri dari

cephalotorax yaitu kepala dan dada bersatu dengan perut (abdomen).

Malacostraca dibagi tiga ordo, yaitu Isopoda, Amphipoda, Stomatopoda dan

Decapoda.

Decapoda (kaki sepuluh) terdiri dari udang dan kepiting. Decapoda

memiliki ciri – ciri kepala sampai dada menjadi satu (cephalotorax) yang ditutupi

oleh karapas, tubuh mempunyai lima pasang kaki atau sepuluh kaki (Jones (1984)

dalam Putra, 2008). Adapun Amphipoda yang terdiri atas Super Famili

Gammaridean mendominasi kelompok Crustacea (Pera Carida) di zona Intertidal

laut dunia, yang sebagian di wilayah tropis (Thomas, 1993).

Gammaridean dari Ordo Amphipoda yang terkecil berukuran 1-8 mm dan

kehidupannya bebas seperti udang-udangan dan menghabiskan waktunya di dalam

sedimen pasir. Amphipoda (Pera Carida) memiliki rahang mulut yang

berkembang baik, tubuh lateral kompresi (subcylindrical) dan kutikula halus

(Lowry & Springthorpe,1899).

Page 19: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

14

Menurut Brusca & Wilson (1991), seperti halnya dari (Pera Carida)

Crustacea, Isopoda memiliki 10 Sub Ordo, 4 memiliki perwakilan di dalam laut.

Namun, salah satu dari 4 Sub Ordo, kelompok Asellota jauh dari dominasi

Isopoda laut dalam klasifikasi takson, sedangkan kelompok yang paling umum

dijumpai di daerah zona pantai laut (intertidal) ada 3 Famili yaitu Idoteidae

(Valvifera), Sphaeromatidae (Flabellifera) dan Cirolanidae (Flabellifera).

Isopoda memiliki tubuh yang terbagi menjadi 3 daerah berbeda, yaitu

kepala (cephalon), dada dan perut (pleon). Segmen pertama bagian dada (toraks)

menyatu ke kepala dan bagian yang tersisa dari segmen (pereonites) dari toraks

terdiri dari pereon, masing – masing segmen terdapat sepasang kaki (pereiopods)

(Brusca & Wilson,1991).

Dalam Isopoda, perut berbentuk primitif terdiri dari 5 segmen (pleonites)

ditambah 6 yang merupakan bagian segmen pleonite + telson (pleotelson) dan

memiliki mata majemuk, dua pasang antena, dan empat set rahang. Rahang

(anterior ke posterior) terdiri dari mandibula, maxillae 1, maxillae 2 dan

maxillipeds (Brusca & Wilson, 1991).

2.2.2. Ekologi Crustacea lamun

Menurut Azkab (2000) padang lamun merupakan satu tipe biotip yang

sangat luas di lingkungan estuaria dan pesisir pantai. Di samping produktivitas

biologis yang tinggi dari lamun dan adanya asosiasi flora, kekayaan fauna

terkonsentrasi di padang lamun.

Crustacea termasuk salah satu fauna konsumen di padang lamun. Beberapa

Amphipoda, Isopoda dan Tanaidacea memakan detritus dan rimpang lamun. Di

Page 20: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

15

samping itu, beberapa decapoda memakan daun lamun dan beberapa kepiting

dengan ukuran besar memakan moluska, polikhaeta dan algae yang menempel

pada serasah lamun (Aswandy, 2008).

Menurut Schmitt (1973) dalam Pratiwi (2003) Amphipoda umumnya

hidup mendiami substrat dasar yang ditumbuhi oleh lamun (akar dan tangkai akar

lamun), tetapi apabila Amphipoda menempati substrat pasir mereka akan merubah

corak tubuhnya seperti warna pasir dan jenis ini juga membuat lubang pada

habitatnya dengan warna yang sesuai dengan akar lamun. Adapun pada Decapoda

ditemukan mendiami berbagai macam habitat dan substrat, terutama pada kepiting

(Sub ordo Brachyura) yang sebagian besar mendiami substrat keras seperti batu-

batuan (coral) yang terdapat di antara tumbuhan lamun (Aswandy, 2008).

Menurut Moosa dan Aswandy (1995) kepiting dan udang (Suku

Palaeomonidae) dari kelompok Decapoda beradaptasi dengan baik dan hidup

diantara daun lamun. Crustacea ini memangsa binatang–binatang kecil lainnya

yang hidup menempel (epizoa) pada daun atau bagian dari lamun. Kelompok ini

yang diwakili oleh berbagai jenis udang (Macrura), kepiting (Brachyura) dan

Kumang (Anomura) pada umumnya adalah pemakan segala (omnivore) dengan

kecenderungan ke arah pemakan daging (karnivore).

Decapoda sudah mengadaptasikan diri hidup pada tumbuhan seperti

beberapa jenis algae dan lamun, contohnya (Sub Ordo Brachyura) jenis Suku

Xantidae yang sebagian besar ditemukan pada substrat keras dan Suku Majidae

ditemukan merayap diantara tumbuhan, sedangkan Suku Portunidae dan

Calappidae bergerak di substrat dasar berpasir (Aswandy dan Moosa (1995)

dalam Aswandy, 2008).

Page 21: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

16

Menurut Widyastuti (2002) Sub Ordo Brachyura berperan sebagai parasit

dan diperkirakan ada 130 jenis yang terbagi dalam 4 marga Argulus, ke empat

marga tersebut merupakan parasit di laut. Morfologi dari kelompok ini

mempunyai sepasang alat penghisap (sucker), sepasang mata faset yang besar dan

kepala tertutup oleh karapas yang transparan pada bagian dorsalnya.

Investasi dari parasit dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh

mangsa (hospes), termasuk Ordo Isopoda yang bersifat parasit bagi ikan dan jenis

crustacea lain seperti kepiting dan lainnya, sehingga biasanya ditemukan melekat

pada bilik insang dari hospes (Widyastuti, 2002). Adaptasi morfologi dari Isopoda

terutama untuk memakan dan melekat pada mangsanya, sehingga pada bagian

mulut dengan mandibula dan maksila pertama mampu menusuk dan masuk

jaringan hospes. Adapun Stomatopoda merupakan pemangsa (predator) yang

bergerak aktif mencari mangsa tapi merupakan jenis karnivora yang menunggu

mangsanya untuk diterkam (Barnard (1971) dalam Aswandy, 2008).

Ordo hoplocarida (Stomatopoda) hidup di substrat dasar dengan meliang,

seperti Lysiosquilla maculate dan ada pula yang membenamkan diri di substrat

dasar atau hidup di antara batu – batuan yang terdapat dalam ekosistem lamun.

Binatang ini merupakan pemangsa yang memangsa berbagai jenis moluska atau

binatang lain seperti ikan kecil atau crustacea, sedangkan stomatopoda sendiri

merupakan mangsa dari hewan lainnya seperti ikan, cumi dan gurita (Aswandy,

1995).

Page 22: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

17

2.3. Asosiasi dan Interaksi Lamun

2.3.1. Pengertian

Menurut Azkab (2000) lamun merupakan tumbuhan berbunga

(Angiospermae) yang mempunyai adaptasi untuk hidup pada lingkungan laut dan

memerlukan kemampuan berkolonisasi untuk hidup pada media air asin yang

mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran

yang berkembang dengan baik, mempunyai kemampuan untuk berkembang biak

secara generatif dalam keadaan terbenam dan dapat berkompetisi dengan

organisme lain dalam kondisi stabil. Untuk melihat karakter dan jenis lamun dapat

dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Jenis–jenis Lamun di Perairan Indonesia. (http://

w ww.indo.seagrass.org.id.).

Menurut Azkab (2006) lamun juga sebagian besar memiliki struktur

berumah dua yang artinya dalam satu tumbuhan hanya ada bunga jantan saja atau

bunga betina saja. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi

Page 23: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

18

lamun adalah bersifat hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi

di bawah air.

Menurut Den Hartog (1970) dalam Azkab (2006) ekosistem padang lamun

memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem

mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain:

1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir

2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran

terumbu karang

3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan

terlindung

4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan

5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan

tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif

6. Mampu hidup di media air asin

7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.

2.3.2. Klasifikasi

Menurut ITK-IPB (2007) di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar

15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea ( 9 marga, 35

jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis Thalassia hemprichii

tersebar luas di seluruh Indonesia dan tumbuh merambat secara vertikal dari zona

intertidal bawah ke zona subtidal, sedangkan Halophila ovalis juga tersebar dan

tumbuh secara vertikal dari zona intertidal dengan kedalaman 20 meter dan

tumbuh dengan baik dalam sedimen dasar (Kuriandewa et al (2003) dalam Green

& Frederick, 2003).

Page 24: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

19

Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan Menez,

Phillips, dan Calumpong (1983) adalah sebagai berikut :

Divisi : Anthophyta

Kelas : Angiospermae

Famili : Potamogetonacea

Subfamili : Zosteroideae

Genus : Zostera

Phyllospadix

Heterozostera

Subfamili : Posidonioideae

Genus : Posidonia

Subfamili : Cymodoceoideae

Genus : Halodule

Cymodoceae

Syringodium

Amphibolis

Thalassodendron

Famili : Hydrocharitaceae

Subfamili : Hydrocharitaceae

Menurut Den Hartog (1970) dalam Azkab (2006) berbagai bentuk

pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun,

misalnya bentuk ‘Parvozosterid’ dan ‘Halophilid’ dapat dijumpai pada hampir

semua habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai lumpur yang lunak, mulai dari

daerah dangkal sampai dalam dan mulai dari laut terbuka sampai estuaria.

Page 25: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

20

2.3.3. Asosiasi Crustacea Lamun

Asosiasi lamun yang paling beragam ditemukan pada habitat terumbu

karang di zona sublitoral atas, ditemukan pada daerah yang memiliki kestabilan

tinggi dan paling sedikit mengalami penurunan atau pasir yang hampir horisontal

(landai). Pecahan karang yang menutupi terumbu karang termasuk banyak

habitatnya, sehingga tiap spesies fauna dapat sangat melimpah dan mendominasi

komunitas (Azkab, 2006).

Komunitas lamun dihuni oleh banyak jenis fauna bentik, organisme

‘demersal’ serta ‘pelagis’ yang menetap maupun yang tinggal sementara disana.

Adapun spesies yang sementara hidup di lamun biasanya adalah juvenil dari

sejumlah organisme yang mencari makanan serta perlindungan selama masa kritis

dalam siklus hidup mereka, atau mereka mungkin hanya pengunjung yang datang

ke padang lamun setiap hari untuk mencari makan (Kasim, 2005).

Menurut Ngangi (2003) ekosistem padang lamun berperan sebagai

penyuplai energi, baik pada zona bentik maupun pelagis, salah satunya detritus

daun lamun yang tua didekomposisi oleh sekumpulan jasad bentik crustacea

(seperti udang, kepiting, termasuk bakteri), sehingga dihasilkan bahan organik,

baik yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam bentuk nutrien. Nutrien

tersebut tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun, tetapi juga bermanfaat

untuk pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya zooplankton, juvenil ikan dan

lainnya (Dahuri (2003) dalam Ngangi, 2003).

Fauna crustacea yang berasosiasi dengan lamun merupakan komponen

penting dari jaring makanan di lamun, meskipun bentuk crustacea infaunal

maupun epifunal berhubungan erat dengan produsen primer. Crustacea berperan

Page 26: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

21

sebagai konsumen di lamun karena sebagian besar membutuhkan pakan nutrisi

atau epifit pada lamun dan lamun sebagai habitat yang ideal bagi crustacea untuk

berkembang biak. Kelompok crustacea di lamun berada pada tingkatan trofik

yang lebih tinggi, karena selama masa juvenil dan dewasa mereka merupakan

sumber makanan utama bagi berbagai ikan, udang dan invertebrata yang

berasosiasi dengan lamun (Kasim, 2005).

Gambar 5. Jenis Udang yang menjadikan Lamun sebagai habitat utama

nya (Kasim, 2005).

Banyak spesies epibentik udang baik yang tinggal menetap maupun

tinggal sementara di lamun dan bernilai ekonomis, seperti dari suku Penaeid

komersial penting, contohnya Penaeus esculentus dan P. semisulcatus (Bell &

Pollard 1989; Coles et al. 1993; Mellors & Marsh 1993; Watson et al. 1993) dan

lobster berduri (Panulirus ornatus) (Bell & Pollard 1989; Poiner et al. 1989),

yang tergantung pada lamun sebagai tempat mencari makan serta berlindung

selama masa post larva dan juvenil dari siklus hidup mereka (Aswandy, 2008).

Menurut Moosa dan Aswandy (1995) padang lamun juga ditemukan

kelompok Stomatopoda yang merupakan kelompok predator dengan jenis

beragam dan terdistribusi luas, tetapi nampaknya hanya spesies Pseudosquilla

Page 27: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

22

ciliata yang benar-benar berasosiasi dengan lamun. Stomatopoda umumnya hidup

berbatasan dengan rataan terumbu intertidal. Diantara stomatopoda ada yang

berasosiasi dengan karang dan paling beragam warnanya adalah Odontodactylus

scyllaus (Squillidae), merupakan predator aktif memakan moluska.

Crustacea predator yang berasosiasi dengan padang lamun umumnya

berada pada kondisi alami (tidak dieksploitasi oleh penduduk lokal). Kepiting dan

beberapa crustacea lain menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya dengan

mengubur diri di bawah permukaan substrat. Diantara yang paling umum adalah

jenis kepiting kotak dari Famili Calappidae. Kepiting kotak biasanya meliang

dibawah permukaan pasir, dan aktif memakan gastropoda. Capit kanan mereka

digunakan khusus untuk menghancurkan cangkang gastropoda (Kasim, 2005).

2.3.4. Parameter Ekologi Lamun

a. Suhu

Menurut Azkab (1999) kisaran suhu bagi spesies lamun dapat tumbuh di

bawah atau di atas tingkat temperatur normal yaitu antara 28 – 30oC . Hal tersebut

menyebabkan fotosintesis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Jenis

Thalassia sp yang hidup pada temperatur tinggi (di atas 30oC) dapat berbunga

tetapi tidak dapat berbuah dan dapat mengakibatkan banyak daun yang gugur.

b. Salinitas

Menurut Dahuri (2003) dalam Ngangi (2003) kisaran salinitas bagi spesies

lamun 10-40 per mil (o/oo) optimal 35

per mil (

o/oo). Ditambah pula bahwa

Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 35-60 per mil (

o/oo), namun dengan

waktu toleransi singkat.

Page 28: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

23

c. Kecerahan

Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus

lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, kecerahan sangat

penting karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhan cahaya yang

tinggi bagi lamun untuk kepentingan fotosintesis terlihat dari sebarannya yang

terbatas pada daerah yang masih menerima cahaya matahari (ITK-IPB, 2007).

Nilai kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan lumpur, kandungan

plankton, dan zat-zat terlarut lainnya.

d. Kedalaman

Menurut Gonzagawawa (2009) tumbuhan lamun ini hidup di habitat

perairan pantai yang dangkal hingga kedalaman 3 meter di lautan tropis hingga

sub tropis. Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan

perairan pantai yang dasarnya bisa berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan

karang mati, dengan kedalaman hingga empat meter. Adapun di perairan yang

sangat jernih, beberapa jenis lamun ditemukan tumbuh di kedalaman 8 hingga 15

meter (Husein, 2005).

e. Nutrien

Menurut Husein (2005) detritus daun lamun yang tua diuraikan

(dekomposisi) oleh sekumpulan hewan dan jasad renik yang hidup di dasar

perairan, seperti teripang, kerang, kepiting, dan bakteri. Hasil penguraian ini

berupa nutrien yang tercampur atau terlarut di dalam air. Nutrien ini tidak hanya

bermanfaat bagi tumbuhan lamun, melainkan juga bermanfaat untuk pertumbuhan

fitoplankton, dan selanjutnya zooplankton pada crustacea.

Page 29: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

24

f. Substrat

Menurut ITK-IPB (2007) kesesuaian substrat yang paling utama bagi

perkembangan lamun ditandai dengan kandungan sedimen yang cukup. Semakin

tipis substrat (sedimen) perairan akan menyebabkan kehidupan lamun yang tidak

stabil,sebaliknya semakin tebal substrat, lamun akan tumbuh subur yaitu berdaun

panjang dan rimbun serta pengikatan dan penangkapan sedimen semakin tinggi.

Sementara itu, di kepulauan Spermonde Makassar, Erftemeijer (1993) melaporkan

bahwa menemukan lamun tumbuh pada rataan terumbu dan paparan terumbu

yang didominasi oleh sedimen karbonat (pecahan karang dan pasir koral halus),

teluk dangkal yang didominasi oleh pasir hitam (terrigenous) dan pantai intertidal

datar yang didominasi oleh lumpur halus.

Page 30: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 bertempat di

Perairan Pesisir Pulau Pari, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS),

Teluk Jakarta – DKI Jakarta. Lokasi penelitian (Gambar 4), meliputi daerah Utara

(stasiun 1), Barat Daya (stasiun 2) dan Selatan (Stasiun 3) dari Pulau Pari untuk

mengambil data yang mewakili daerah tersebut.

Gambar 6. Lokasi dan Stasiun penelitian P. Pari, Kepulauan Seribu (PusLit

Geoteknologi-LIPI, 2002).

3.2. Alat dan Bahan

Alat–alat yang digunakan adalah termometer, kertas pH

universal/pHmeter, rollmeter, refraktosalinometer, kompas, water quality checker,

ember, GPS, mikroskop binokuler, snorkel, alat ukur kedalaman (Depth gauge),

Keterangan :

= Lokasi

Penelitian.

= Stasiun

Penelitian

Page 31: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

26

alat ukur kecerahan (Secchi disk), sabut kelapa, tali plastik (tambang), plastik,

patok bambu ukuran 1,5 m, botol sampel, sedotan plastik 10 cm, jaring net, pinset,

tatakan dan alat tulis. Sedangkan bahan–bahan yang digunakan adalah alkohol

70% untuk mengawetkan sampel biota crustacea dan mengidentifikasinya.

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Penentuan Titik Sampling

Untuk mengetahui penentuan titik sampling atau stasiun penelitian, maka

dilakukan pra survey terhadap kondisi lingkungan sebagai berikut:

a. Titik sampling ditentukan dari kondisi lingkungan atau parameter yang

mendukung baik (substrat, kondisi lamun dan geografis).

b. Penentuan stasiun tersebut berdasarkan pada zona padang lamun

sangat lebat (Selatan), sedang (Barat Daya) dan jarang (Utara).

c. Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi lamun

adalah metode transek garis dan petak contoh (Line Transect)..

d. Tiap stasiun pengamatan, ditetapkan transek garis dari arah tepi pantai

ke arah laut hingga jarak 100 m (tegak lurus garis pantai sepanjang

zonasi padang lamun yang terjadi) di daerah intertidal.

e. Pada transek garis, letakkan petak contoh berbentuk segi empat dengan

ukuran 50x50 cm (interval 10 m).

f. Peletakkan tiap petak contoh perlu dilakukan, agar area tersebut

menjadi homogen.

Page 32: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

27

Gambar 7. Petakan plot di tiap stasiun.

3.3.2. Metode Pengambilan sampel crustacea

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data sampel menggunakan

metode eksperimen rumpon buatan (Juwana, 2001), melalui beberapa tahap

sebagai berikut:

1. Tahap persiapan, yaitu menyiapkan seluruh keperluan alat atau bahan yang

digunakan untuk pembuatan artifisial lamun.

2. Tahap pembuatan konstruksi lamun buatan. Lamun buatan terdiri dari 2

model yaitu material tali plastik dan sabut kelapa yang sebelumnya dalam

bentuk produk pabrikan. Kemudian kedua material tersebut masing–

masing direntangkan dan dipotong dengan panjang 60 cm. Setelah itu,

material tersebut disisir dan dibuat bentuk rumbai atau rumpon. Sediakan

benang pancing dengan ketebalan ukuran 50–100 lbs dan dipotong dengan

ukuran 1-1,5 m. Setelah masing–masing material diukur, kemudian

diikatkan dengan ikatan simpul pada benang pancing. Jarak antar ikatan

Page 33: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

28

satu rumpon (lamun buatan) dengan rumpon lain dalam satu buah artifisial

adalah 10 cm.

3. Tahap peletakkan lamun buatan. Tiap stasiun dibuat petak ukuran 10x10

m untuk penempatan artifisial dengan 2 model secara sejajar dan diagonal.

Tiap–tiap artifisial sudah ditentukan dengan ukuran 1m x 0,2m x 0,3m (P

x L x T). Untuk perolehan luasan plot, maka ukuran artifisial tersebut

diasumsikan menjadi 1x1m dengan 3 ulangan (plot), agar mewakili area

tersebut. Lalu artifisial tersebut ditempatkan dimasing–masing zona lamun

dengan ketentuan tingkat kerapatan rendah (6,25-12,5%), sedang (12,5-

50%) dan tinggi (50-100%) (Keputusan Meneg LH, 2004) pada tiap

stasiun. Jarak penempatan lamun buatan dengan alami disesuaikan dengan

kondisi lamun sekitar. Pengambilan data sampel dilakukan setelah

artifisial berumur 1, 2, 3 dan 4 minggu berada di perairan padang lamun.

4. Tahap pengambilan data. Pengambilan sampel crustacea yang berada di

artifisial menggunakan metode pengambilan secara langsung, yang

terlebih dahulu meletakkan jaring tepat di bawah lamun buatan secara

menyeluruh agar biota crustacea yang masuk perangkap artifisial tidak

mudah lolos, kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam ember dan

dibawa ke laboratorium. Pengambilan sampel tersebut dilakukan mulai

jam 13.30 – 17.00 WIB waktu setempat.

5. Identifikasi data. Identifikasi sampel dilakukan di laboratorium. Sampel

dalam botol atau kantong plastik telah diberi pengawet alkohol 70%. Lalu

disortir antara jenis sampel crustacea dan non crustacea. Kemudian

diidentifikasi dengan referensi pedoman identifikasi crustacea antara lain

Page 34: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

29

dari buku “Identification Manual for the Marine Amphipoda:

(Gammaridea)” (Thomas, 1993) dan buku “Guide To The Marine Isopods

Of Southern Africa” (kensley, 1978) serta buku lainnya, sehingga dapat

dikelompokkan secara sistematik.

Gambar 8. Gambaran dan Letak Plot Lamun Buatan.

Keterangan gambar; (A) = Peta Pulau Pari yang terdiri dari beberapa lokasi :

a. Utara (tingkat kerapatan lamun jarang).

b. Selatan (sedang).

c. Barat Daya (padat).

(B) = Posisi Plot transek lamun buatan dalam petakan.

(C) = Model lamun buatan.

Page 35: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

30

3.3.3. Pengukuran Parameter Kualitas Perairan Pada Tiap Stasiun

Penelitian Dilakukan Sebanyak Tiga Kali Ulangan.

a. Temperatur

Suhu perairan diukur dengan menggunakan termometer alkohol, dengan

cara dicelupkan ke dalam perairan, kemudian suhu dilihat di dalam air. Untuk

menghindari berubahnya suhu dalam pengamatannya dengan cara pengambilan

sampel air. Posisi termometer harus sejajar dengan arah penglihatan agar tidak

terjadi kesalahan membaca suhu.

b. Kedalaman

Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan batang bambu berskala,

dengan dimasukkan tongkat tersebut ke dalam perairan sampai menyentuh dasar.

Kemudian catat nilai yang diperoleh.

c. Kecerahan

Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan Secchi disk, lalu

dimasukkan ke dasar permukaan air dan dilihat apakah masih terlihat atau tidak

terlihat warna yang terdapat di Secchi disk tersebut. Jika tak terlihat, maka

panjang tali dicatat dan pada saat Secchi disk diangkat lalu terlihat warna

lempengannya, maka panjang tali tersebut dicatat kembali. Sehingga hasilnya

dapat dihitung dengan diambil rata–rata dari tiap panjang tali yang dicatat.

Page 36: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

31

d. Salinitas

Salinitas perairan diukur dengan menggunakan refraktosalinometer, dengan cara

pengambilan sampel air pada setiap stasiun. Kemudian dibawa ke laboratorium

untuk dicatat nilai yang diperoleh.

e. pH

pH perairan diukur dengan menggunakan pH universal atau pHmeter,

dengan cara pengambilan sampel air pada tiap stasiun. Kemudian dibawa ke

laboratorium dan dicatat nilainya.

3.4. Analisis Data

3.4.1. Kelimpahan Crustacea

Analisis kelimpahan crustacea yang berada di lamun buatan, dihitung

dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Odum (1971), sebagai

berikut:

Keterangan :

X : Kelimpahan crustacea.

Xi : Jumlah individu (crustacea) pada stasiun pengamatan

ke-i.

n : Luas lamun buatan yang diamati (m2).

Page 37: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

32

3.4.3. Indeks Keanekaragaman (H’)

Untuk pengolahan data keanekaragaman digunakan rumus Shanon–

Wiener (Krebs (1989), yaitu;

S

H’ = ∑ (pi) (log2 pi) i=1

dimana :

H’ : Nilai Indeks Keanekaragaman.

pi : Proporsi jumlah individu spesies ke –i (ni) terhadap

total individu (N) : (ni/N).

N : Jumlah total individu semua spesies.

S : Jumlah jenis.

Nilai indeks keanekaragaman (Shanon-Wiener) mempunyai beberapa

kategori menurut (Hardjosuwarno (1990) dalam Darojah, 2005), dibagi menjadi

empat kriteria berdasarkan kondisi diversitas fauna bentik dengan kisaran:

H’ > 3,0 : Keanekaragaman sangat tinggi.

H’ 1,6–3,0 : Keanekaragaman tinggi.

H’ 1,0–1,5 : Keanekaragaman sedang.

H’ < 1 : Keanekaragaman rendah.

Page 38: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

33

3.4.4. Indeks Dominansi (D)

Metode indeks dominansi ‘Simpson’ digunakan untuk mengetahui adanya

spesies jenis tertentu yang mendominansi habitat tertentu (Krebs (1989) dalam

Werdiningsih, 2005), dengan rumus:

Keterangan:

D : Indeks dominansi Simpson.

Pi : Proporsi spesies ke-i dalam komunitas

ni : Jumlah individu spesies ke-i.

N : Jumlah total individu.

Indeks Dominansi antara 0–1

D = 0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya

atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.

D = 1, berarti terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya atau

struktur komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologis.

3.4.5. Indeks Keseragaman (E)

Indeks keseragaman dapat diketahui dengan cara membandingkan

keanekaragaman dengan nilai maksimum (Krebs (1989) dalam Werdiningsih,

2005), yang dinyatakan sebagai berikut:

Keterangan :

H’ max : Nilai maksimum H’ = Log2 S = 3,3219 log S.

E : Indeks keseragaman.

Page 39: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

34

H’ : Indeks keanekaragaman.

S : Jumlah jenis.

Nilai indeks berkisar antara 0–1

E ≈ 0: keseragaman antara spesies rendah, artinya kekayaan individu

yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.

E = 1: keseragaman antarspesies relatif merata atau jumlah individu

masing-masing spesies relatif sama.

Page 40: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Habitat

4.1.1. Kondisi Habitat Lamun Alami, Pulau Pari

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengambilan sampel crustacea,

didapat bahwa lokasi penelitian berada di Perairan Pulau Pari. Pengambilan

sampel crustacea dilakukan pada tiga titik stasiun antara lain stasiun Barat Daya,

Utara dan Selatan. Pada perairan Barat Daya, Pulau Pari memiliki struktur

permukaan dengan rataan terumbu dan terdapat goba serta substrat yang

berlumpur pasir. Lokasi stasiun tersebut merupakan titik penelitian yang baik,

karena didukung oleh hamparan padang lamun dan berhubungan langsung dengan

laut lepas. Diduga stasiun Barat Daya memiliki beranekaragam jenis bentik

(demersal atau pelagis) yang hidup pada ekosistem padang lamun.

Adapun di stasiun Barat Daya terdapat sebagian kecil mangrove yang

tumbuh disekitar pesisir padang lamun. Tumbuhan mangrove dan padang lamun

yang terdapat di stasiun Barat Daya memiliki hubungan yang erat dilihat dari segi

ekologi. Kedua tumbuhan tersebut mampu memberikan habitat yang baik bagi

bentik crustacea atau biota lainnya. Padang lamun merupakan salah satu

ekosistem perairan pantai yang menjadi habitat dari berbagai jenis binatang

invertebrata termasuk beraneka jenis crustacea (Moosa dan Aswandy, 1995).

Lamun yang terdapat di perairan Barat Daya antara lain dari jenis Enhalus

acroides, yang memiliki struktur daunnya memanjang (lanset) lebih dari 30 cm.

Page 41: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

36

Hampir sebagian besar di stasiun Barat Daya didominasi oleh jenis lamun

tersebut, walaupun ada sebagian kecil terdapat jenis Thalassia sp. Diduga jenis

Enhalus sp lebih cocok dengan substrat dasar lumpur berpasir, sehingga dapat

tumbuh subur dilingkungan tersebut.

Substrat berlumpur juga terdapat di stasiun Utara yang berbatasan

langsung dengan pulau kudus. Stasiun tersebut memiliki struktur dasar permukaan

yang curam dan tidak rata, ditambah juga kondisi dataran yang lunak, sehingga

cukup sulit apabila melintasinya. Perairan di stasiun Utara kondisinya cukup

tenang dan gelombang arus yang kecil, karena letaknya tidak berhubungan

langsung dengan perairan laut lepas. Perairan tersebut cukup ideal untuk dijadikan

tempat budidaya keramba khususnya jenis udang-udangan bagi masyarakat

sekitar. Hal ini diduga kondisi lingkungan perairan yang mendukung salah

satunya suhu mencapai (29-34oC) (tabel 8).

Padang lamun di stasiun Utara cenderung memiliki tingkat kerapatan yang

lebih rendah (12,1%) bila dibandingkan dengan stasiun lainnya (Barat Daya dan

Selatan) (lihat lampiran 9). Jenis lamun yang terdapat di stasiun Utara antara lain

Enhalus acroides dan Thalassia sp. Diduga kedua jenis lamun tersebut tidak

mendominasi satu sama lain dan kondisi lamunnya yang tidak lebat (jarang),

sehingga kemungkinan bentik penghuni lamun khususnya crustacea jarang

ditemukan. Tidak hanya ekosistem lamun yang terdapat di stasiun Utara, tetapi

ada juga ekosistem mangrove walaupun hanya sebagian kecil wilayahnya.

Selain lokasi di Utara ada juga lokasi Selatan yang memiliki kondisi

padang lamun yang cukup baik, karena stasiun tersebut ditumbuhi oleh lamun

jenis Cymodoceae rotundata, Thalassia sp dan Enhalus sp. Jenis Cymodoceae dan

Page 42: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

37

Thalassia mendominasi padang lamun di stasiun tersebut. Substrat dasar

lamunnya berpasir kasar dan halus serta permukaan dataran dengan rataan

terumbu. Disamping itu perairan bagian Selatan berdekatan dengan

perkampungan nelayan dan dermaga, sehingga bagi masyarakat tersebut dijadikan

tempat mencari ikan dan udang-udangan.

Lamun alami yang terdapat di 3 lokasi perairan dapat memberi keuntungan

tersendiri bagi crustacea dan terdapat suatu rantai makanan antar organisme

tersebut. Bentik crustacea sebagai konsumen bagi lamun, karena dapat

memanfaatkan daun lamun sebagai pakan nutrisi, sedangkan lamun sebagai

produsen dengan memanfaatkan detritus sisa pakan crustacea untuk dijadikan

nutrien bagi lamun.

4.1.2. Lamun Buatan

Beberapa material lamun buatan yang dijadikan sebagai bahan alternatif

lamun alami, antara lain material tali plastik dan sabut kelapa. Kedua material

tersebut tidak memiliki ukuran yang luas dan cukup untuk mewakili dari tiap

stasiun, karena hanya untuk mengetahui keberadaan crustacea baik dari segi

diversitas (keanekaragaman) maupun kelimpahan jenis yang terdapat di area

padang lamun. Salah satunya material tali plastik yang memiliki kondisi fisik

yang kuat dan tahan lama walaupun lebih cenderung kurang ramah lingkungan. Di

duga material tali plastik mampu memberikan keuntungan bagi crustacea bentik di

lamun. Pada dasarnya material tali plastik memiliki kandungan bahan kimia

anorganik. Hal ini disebabkan tali plastik memiliki kandungan polimer (protein,

Page 43: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

38

karet alam dan sejenisnya), mengandung zat pewarna yang berfungsi

meningkatkan penampilan fisik (Mujiarto, 2005).

Selain material tali plastik, sabut kelapa juga merupakan salah satu

material yang digunakan untuk pengambilan sampel dan mengetahui keberadaan

crustacea. Bahan tersebut diketahui dapat mempengaruhi keberadaan biota

crustacea antara lain dari jenis Amphipoda, Isopoda, Mysidacea dan sebagian dari

Decapoda, sehingga kemungkinan bahan tersebut mampu dijadikan sebagai

alternatif dan pengganti lamun alami. Sabut kelapa memiliki tekstur fisik yang

kasar pada tiap untaian helaiannya, karena dengan kondisi tekstur tersebut diduga

dapat menangkap zat–zat organik berupa kandungan mineral dan unsur hara lain

(fitoplankton) di perairan laut. Crustacea yang menempel pada material sabut

kelapa memiliki keuntungan antara lain sebagai tempat persembunyian dan

berlindung sementara agar terhindar dari predator di wilayah padang lamun.

Selain itu, dapat juga sebagai tempat mencari makan, karena diduga pada setiap

helai sabut kelapa terdapat zat organik (pakan) yang melekat, sehingga crustacea

dapat dengan mudah mencari makan.

Adapun bahan sabut kelapa memiliki daya tahan yang cukup terbatas

sebagai material lamun buatan. Diduga karena kondisi fisik yang cukup rentan

terhadap arus perairan laut dan teksturnya renggang, sehingga tiap beberapa

waktu perlu penggantian yang baru. Material Sabut kelapa cenderung ramah

terhadap lingkungan ataupun baik untuk dijadikan penunjang habitat sementara

bagi bentik crustacea. Hal ini juga karena bahan tersebut merupakan bahan

organik alternatif berasal dari buah kelapa tua yang memiliki serat kuat. Bagian

serat sabut yang terkandung oleh tempurung kelapa dapat didayagunakan sebagai

Page 44: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

39

absorben terutama polutan logam berat yang berbahaya dan mempunyai

kemampuan untuk menyerap logam berat Pb, Fe dan Cu (Putra, 2008).

Pada material tali plastik memiliki kondisi rimbunan lebih lebat bila

dibandingkan dengan sabut kelapa yang agak renggang. Material tersebut dapat

dijadikan sebagai habitat alternatif yang bersifat sementara bagi crustacea yang

melekat. Diduga dengan kondisi rimbunan yang lebat dapat dijadikan tempat

berkembang biak dan berteduh ataupun asuhan “nursery ground”.

Kedua material tersebut memiliki fungsi yang hampir sama dilihat dari

segi fisik bahan (kerimbunan, kandungan zat, struktur dan bentuk) ataupun

perolehan jumlah komposisi bentik crustacea tersebut. Perolehan komposisi jenis

crustacea pada material tali plastik lebih banyak daripada sabut kelapa. Lain

halnya dengan material, lamun alami cenderung merupakan habitat yang secara

alami dapat menunjang bentik crustacea tersebut dapat hidup berkembang biak

ataupun reproduksi secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

4.2. Kelimpahan jenis Crustacea

4.2.1. Lokasi Barat Daya

Pengambilan sampel crustacea di 3 stasiun penelitian yang dilakukan di

perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu diperoleh bahwa stasiun Barat Daya

terdapat jenis yang memiliki kelimpahan tertinggi yaitu Paracerceis sp (Ordo

Isopoda) dan Cymadusa filosa (Ordo Amphipoda). Paracerceis sp memiliki

kelimpahan sebesar 115 individu/m2, sedangkan Cymadusa filosa 67 individu/m2

(model artifisial sabut kelapa/M1). Pada jenis yang memiliki kelimpahan terendah

atau tidak memiliki kelimpahan pada model tersebut adalah Famili Gammaroidea,

Page 45: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

40

Ceradocus Sheardi (Ordo Amphipoda), Megaluropus sp (Famili Megaluropidae);

Liljeborgia brevicornis, Liljeborgia sp (Ordo Amphipoda; Famili Liljeborgidae);

Orchestia sp, Podocerus kleidus, Anamixis sp, Chevalia aviculae, Leucothoe sp,

(Ordo Amphipoda), Dynamenella sp, Cymodoce velutina, Cymodoce sp,

Ianiropsis sp (Ordo Isopoda); Cyclaspis sp (Ordo Cumacea); Famili Euphausid,

Alpheus sp (Famili Alpheidae); Palaemonetes sp, Palaemon sp (Ordo Decapoda;

Famili Palaemonidae), Spirontocaris sp (Caridean). Jenis–jenis tersebut masing –

masing memiliki kelimpahan antara 0–2 individu/m2.

Model artifisial sabut kelapa (M1) mendukung kehidupan biota crustacea,

sehingga tercatat pada jenis Paracerceis sp (Ordo Isopoda) dan Cymadusa filosa

(Ordo Amphipoda) memiliki kelimpahan jenis tertinggi. Hal ini diduga bahan

sabut kelapa memiliki struktur rimbunan agak renggang, kasar dan didukung oleh

faktor lingkungan (nutrien), dimana senyawa organik di perairan Barat Daya

menempel pada substrat sabut, sehingga memudahkan jenis–jenis tersebut dapat

mencari makan dengan mudah dan hadir di substrat sabut kelapa.

Model tali plastik (M2) memiliki kelimpahan jenis tertinggi adalah

Paracerceis sp (Ordo Isopoda) dan Cymadusa filosa (Ordo Amphipoda) yang

masing – masing sebesar 126 dan 72 individu/m2. Kelimpahan jenis terendah pada

model tali plastik (M2) adalah Ceradocus sheardi (Famili Gammaroidea),

Listriella barnardi (Famili Liljeborgidea), Eusiroidea sp, Anamixis sp, Chevalia

aviculae, Leucothoe sp, Cymodoce sp (Ordo Isopoda), Palaemon sp (Macrura;

Ordo Decapoda), Spirontocaris sp (Caridean) dan Lacnopodus subacutus

(Brachyura). Jenis–jenis tersebut tidak memiliki jumlah individu yang sama yaitu

0 individu/m2.

Page 46: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

41

Jenis yang memiliki kelimpahan tertinggi pada model tali plastik (M2)

hampir sama seperti model sabut kelapa (M1). Hal ini disebabkan tali plastik

memiliki kandungan polimer (protein, karet alam dan sejenisnya), mengandung

zat pewarna yang berfungsi meningkatkan penampilan fisik (Mujiarto, 2005).

Oleh sebab itu, tali plastik dapat memberikan habitat baru (sementara) untuk

berlindung bagi kehidupan crustacea.

Selain itu juga didukung oleh kondisi alaminya, pada jenis Paracerceis sp

yang termasuk Famili Sphaeromatidae (isopoda) penyebarannya bersifat

kosmopolit dan menguasai zona intertidal (pesisir). Beberapa spesiesnya terdapat

menempel pada substrat tonggak kayu atau serabut dan sekitar karang (Kensley,

1978).

Kondisi substrat berupa lumpur pasiran yang didiami oleh kedua jenis ini

mendominasi di stasiun Barat Daya. Kelompok organisme yang mampu

beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro

(berukuran 1-10 cm) yang mampu menggali liang di dalam pasir dan organisme

meiofauna mikro (berukuran 0,1–1 mm) yang hidup di antara butiran pasir dalam

ruang interaksi (Ardi (2002) dalam Schmieg, 2007). Hal lain adanya komponen

berupa lamun buatan dan alami pada stasiun Barat Daya yang saling memberi

asupan baik berupa kehidupan hunian maupun bereproduksi bagi Paracerceis sp

(isopoda) dan Cymadusa filosa (Amphipoda). Kelimpahan jenis crustacea dapat

dilihat pada Tabel 2.

Page 47: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

42

Tabel 2. Kelimpahan Crustacea (individu/m2) Pada Stasiun Penelitian Barat

Daya.

No Nama Crustacea Modul Artifisial

M1 M2

1 Famili Gammaroidae 2 39 2 Ceradocus sheardi 1 0 3 Anamaera hixoni 4 2 4 Megaluropus sp 0 3 5 Cymadusa filose 67 72 6 Orchestia sp 1 1 7 Liljeborgia brevicornis 0 1 8 Liljeborgia sp 0 1 9 Listriella barnardi 3 0 10 Podocerus kleidus 1 8 11 Famili Colomastigidae 5 4 12 Eusiroidea sp 10 0 13 Anamixis sp 1 0 14 Chevalia aviculae 1 0 15 Leucothoe sp 1 0 16 Dynamenella sp 0 4 17 Cymodoce setulosa 4 5 18 Paracerceis sp 115 126 19 Cymodoce velutina 0 3 20 Cymodoce sp (A) 0 1 21 Cymodoce sp (B) 4 0 22 Cymodoce sp (C) 6 0 23 Cymodoce natalensis 15 4 24 Ianiropsis sp 0 2 25 Ordo Mysidacea 31 30 26 Cyclaspis sp 0 2 27 Palaemonetes sp 0 1 28 Palaemonella sp 1 1 29 Palaemon sp 1 0 30 Famili Euphausidae 0 1 31 Alpheus sp 0 1 32 Spirontocaris sp 1 0 33 Lacnopodus subacutus 1 0

Keterangan:

M1 = Sabut Kelapa M2 = Tali Plastik (tambang)

Page 48: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

43

Sedikit atau tidak adanya kelimpahan jenis di stasiun Barat Daya bisa

disebabkan karena kurang cocoknya lamun buatan dalam memerankan fungsi

ekologinya bila dibanding dengan yang alami dan kondisi rimbunan lamun buatan

khususnya sabut kelapa yang kurang lebat, sedangkan pada lamun alaminya dapat

memproduksi detritus daun lamun untuk keperluan pakan crustacea. Kekurangan

lainnya bisa dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu parameter (kecerahan).

Diduga apabila kecerahan yang cukup rendah kehadiran dari biota khususnya

crustacea akan relatif banyak dan begitu juga sebaliknya.

4.2.2. Lokasi Utara

Pantauan dari hasil pengamatan yang didapat bahwa terdapat kelimpahan

jenis tertinggi yang berada di lokasi Utara antara lain pada Ordo Mysidacea dan

Paracerceis sp (Ordo Isopoda) yang masing–masing sebesar 24 dan 17

individu/m2. Jenis yang memiliki kelimpahan terendah antara lain Anamaera

hixoni (Ordo Amphipoda), Cymadusa filosa, Dynamenella sp (Ordo Isopoda),

Cymodoce setulosa, Cymodoce velutina, Famili Euphausidea, Alpheus sp (Ordo

Decapoda), Thalamita prymna (Brachyura), Thalamita sp dan Thalamita crenata.

Masing – masing jenis tersebut memiliki kelimpahan yang hampir sama dengan

rata – rata antara 0-3 individu/m2. Jenis–jenis tersebut berlaku pada kedua model

artifisial yaitu sabut kelapa (M1) dan tali plastik (tambang) (M2).

Jenis Paracerceis sp (Ordo Isopoda) merupakan paling dominan

menempati posisinya pada lokasi penelitian Utara dengan jumlah yang signifikan

yaitu 17 individu/m2. Hampir seluruh koloni crustacea yang didapat merupakan

salah satu jenis dari Ordo Isopoda. Umumnya kepadatan (density) dan diversitas

Page 49: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

44

pada Ordo Isopoda diperoleh dari koleksi yang berada di sepanjang pantai

(pesisir) dan zona karang yang dangkal (Glynn, 1971). Kelimpahan jenis

crustacea pada lokasi Utara dapat dilihat di tabel 3.

Tabel 3. Kelimpahan Crustacea (individu/m2) Yang Terdapat Pada Stasiun

Utara.

Keterangan:

M1 = sabut kelapa

M2 = tali plastik (tambang)

Walaupun demikian jenis tersebut mampu beradaptasi dengan lingkungan

sekitar baik yang berada di substrat alami maupun buatan dengan serabut atau

tonggak kayu untuk dijadikan habitat. Ordo Mysidacea memiliki kelimpahan lebih

tinggi daripada Ordo Isopoda yang berada di lokasi Utara yaitu dengan

kelimpahan 24 individu/m2. Hal ini dikarenakan Ordo Mysidacea memiliki

sifatnya yang hidup bebas (epibentik) di perairan dan hidup berkoloni serta

sifatnya yang memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat.

No Nama Crustacea Model Artifisial

M1 M2

1 Anamaera hixoni 2 0

2 Cymadusa filose 0 2

3 Dynamenella sp 1 0

4 Cymodoce setulosa 0 3

5 Paracerceis sp 1 17

6 Cymodoce velutina 0 3

7 Ordo Mysidacea 24 5

8 Famili Euphausidae 0 2

9 Alpheus sp 1 0

10 Thalamita prymna 0 1

11 Thalamita sp 0 1

12 Thalamita crenata 1 0

Page 50: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

45

Kelompok Mysidacea pada tingkatan taksa genusnya secara spesifik tidak

diketahui, karena keterbatasan data literatur yang diperoleh tentang kelompok

tersebut. Diketahui bahwa morfologi dan adaptasi dari Ordo Mysidacea sebagian

besar menyerupai kelompok larva udang (Macrura). Mysidacea memiliki karapas

yang hampir menutup seluruh dadanya, mata bertangkai dan embelan dada semua

bercabang dua (Romimohtarto dan Juwana, 2007). Adapun ciri khas yang

diperoleh dari kelompok Mysidacea salah satunya terdapat sepasang bulatan

(statocyst proximal) pada bagian endopod (uropods) (Meland & Willassen, 2007).

Jenis tersebut merupakan spesies laut yang beradaptasi dan hidup sebagai hewan

bentik dan pelagis, terdistribusi dari zona litoral pantai sampai laut terbuka hingga

kedalaman tinggi dan tersebar diseluruh lautan benua. Sebagian dari kelompok

tersebut terdapat pada habitat laut dalam dan di tubir gua (Meland & Willassen,

2007).

Ordo Mysidacea merupakan kelompok crustacea tingkat rendah, diduga

dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya saling memiliki sifat

ketergantungan dengan organisme lain atau sifat parasit. Substrat lamun buatan

yang dipakai dalam penggunaannya berpengaruh terhadap keberadaan Mysidacea,

karena terlihat dari data yang ada pada lokasi penelitian ini memiliki jumlah

individu lebih besar dari jenis yang lain. Hal ini disebabkan pengaruh dari lamun

buatan (substrat sabut kelapa) cukup terpenuhi sebagai tempat berkembang biak

atau aktivitas lainnya dan dapat dijadikan perantara sumber zat organik esensial

bagi kelompok tersebut. Pengaruh lain karena lokasi Utara berdekatan langsung

dengan ekosistem mangrove, sehingga nutrisi atau zat organik dari detritus daun

Page 51: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

46

mangrove juga berperan dalam proses penyuplai energi yang dibutuhkan oleh

kelompok Mysidacea.

Tingginya kelimpahan jenis dari kedua jenis tersebut di stasiun penelitian

Utara disebabkan oleh sifatnya yang hidup bebas di perairan dan kondisi

lingkungan yang terpenuhi dalam mencari makan, karena terdapat zat organik

berupa lamun alami yang merupakan habitat asli dalam memenuhi kebutuhannya

atau mikroalga serta substrat berlumpur. Adapun pantai berlumpur cenderung

untuk mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup banyak makanan yang

potensial bagi bentos pantai tersebut (Ardi (2002) dalam Schmieg, 2007).

Kondisi lamun buatan dari kedua model dengan bahan sabut kelapa (M1)

dan tali plastik (M2) menentukan keberadaan dari kedua jenis tersebut, sehingga

diduga stasiun ini merupakan habitat yang cukup cocok. Sumber makanan (zat

organik) yang menempel di lamun buatan khususnya pada bahan sabut kelapa

akan dikonsumsi oleh crustacea, sehingga dapat dijadikan tempat mencari makan

sementara dengan kondisi lingkungan parameter yang sesuai. Lokasi tersebut juga

berdekatan dengan ekosistem mangrove, sehingga dapat berinteraksi dengan baik.

Jenis yang memiliki kelimpahan sedikit bisa disebabkan karena kurang

cocoknya lamun buatan dalam memerankan fungsi ekologinya bila dibanding

dengan yang alami. Aktivitas masyarakat nelayan di perairan dan kondisi

parameter (suhu) yang mengalami perubahan signifikan dari minggu 3 ke 4 (Tabel

6). Oleh sebab itu, hasil yang didapat dari rimbunan kedua artifisial sabut kelapa

(M1) dan tali plastik (M2) relatif sedikit dengan jumlah kelimpahan antara 0–3

individu/m2 dari Ordo Decapoda dan Amphipoda. Dampak tersebut dapat juga

disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan dimusim kemarau yang suhunya

Page 52: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

47

mencapai 30-33oC dan salinitas 30-33

o/oo tinggi, sehingga memungkinkan

perkembangan bakteri patogen (Aeromonas) (Juwana, 2001).

4.2.3. Lokasi Selatan

Pada stasiun Selatan terdapat kelimpahan jenis tertinggi yaitu jenis

Cymadusa filosa (Ordo Amphipoda) dan Paracerceis sp (Ordo Isopoda) yang

masing – masing berjumlah 51 dan 17 individu/m2, sedangkan jenis yang

memiliki kelimpahan terendah yaitu Gammaropsis sp (Ordo Amphipoda),

Dynamenella sp (Ordo Isopoda), Cymodoce velutina, Thalamita sp (Brachyura),

Ordo Mysidacea yang masing–masing kelimpahannya antara 0–1 individu/m2.

Kelimpahan tertinggi dan terendah tersebut berlaku pada kedua model (sabut

kelapa (M1) dan tali plastik (M2). Ordo Mysidacea memiliki kelimpahan terendah

pada model tali plastik (M2).

Jenis Cymadusa filosa (Ordo Amphipoda) dan Paracerceis sp (Ordo

Isopoda), seperti halnya sama dengan lokasi sebelah Barat Daya yang

mendominasi sebagian dari seluruh crustacea yang didapat dari lamun buatan

tersebut. Jenis Paracerceis sp (Ordo Isopoda) yang mendominasi seluruh stasiun

dan berperan penting sebagai rantai makanan bagi organisme lain. Kedua jenis

tersebut yang memiliki kelimpahan tertinggi merupakan predator bagi organisme

lain, salah satunya ikan dan juga crustacea lain seperti kepiting dan udang. Hal ini

karena hidupnya yang bebas dan menguasai daerah territorial serta tidak memiliki

nilai ekonomis penting bagi masyarakat sekitar. Secara ekologi, jenis dari

Amphipoda berperan sebagai kutu dan hidupnya parasit pada organisme lain.

Jenis Isopoda juga berperan sebagai parasit yang terbagi atas 2 kelompok

Page 53: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

48

didasarkan pada hospesnya, yaitu Isopoda pada ikan dan crustacea lain

(Widyastuti, 2002). Pengaruh dari lamun buatan terhadap kedua jenis antara lain

Amphipoda dan Isopoda cukup ideal, karena materialnya berperan sebagai untuk

dijadikan tempat perlindungan, asuhan dan bahkan untuk mencari makan.

Kelimpahan jenis crustacea pada stasiun selatan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kelimpahan Jenis Crustacea (individu/m2) Pada Stasiun Selatan.

Keterangan:

M1 = sabut kelapa

M2 = tali plastik (tambang)

Jenis dari Decapoda yang diperoleh dari stasiun Selatan jumlah

kelimpahannya antara 0–2 individu/m2. Sementara itu, jumlah yang dominannya

berasal dari jenis Ordo Isopoda dan Ordo Amphipoda bila dibandingkan

kelompok Decapoda yang lebih sedikit. Hal ini diduga posisi peletakkan habitat

No Nama

Crustacea

Model Artifisial

M1 M2

1

Famili

Gammaroidae 2 2

2 Gammaropsis sp 1 0

3 Cymadusa filose 51 6

4 Cymadusa sp 2 3

5

Cymadusa

compta 2 1

6

Podocerus

kleidus 3 1

7 Dynamenella sp 1 0

8 Paracerceis sp 10 17

9 Cymodoce

velutina 1 0

10 ordo Mysidacea 4 0

11 Thalamita sp 0 1

Page 54: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

49

lamun buatan yang kurang efektif dan pada saat peletakkannya tidak diperoleh

larva crustacea dari jenis ekonomis, seperti suku Portunidae dan Penaeidae. Hanya

sebagian kecil crustacea ekonomis yang didapat dari lamun buatan, salah satunya

dari Ordo Brachyura (Thalamita sp) dan sebagian Ordo Mysidacea, walaupun

kedua jenis yaitu Ordo Mysidacea dan Brachyura menghuni ketiga lokasi stasiun.

Jenis– jenis crustacea yang ekonomis maupun non ekonomis dapat dilihat pada

tabel 5.

Tabel 5. Data tabel Crustacea yang bernilai ekonomis dan non ekonomis.

Ordo Brachyura (Thalamita sp) memiliki tingkat kelimpahan yang sedikit

dari lamun buatan yaitu 4,68% (lokasi Utara) dan 0,9% (lokasi Selatan). Jenis

crustacea ini memiliki ukuran yang relatif kecil atau juvenil yang didapat dari

lamun buatan dan bukan indukan. Hal ini diduga ada pengaruh dari faktor

lingkungan yaitu temperatur suhu yang rendah (stasiun Selatan), karena sebagian

jenis crustacea (Brachyura) memiliki sifat yang sensitif terhadap perubahan

lingkungan tersebut, sehingga hasil yang didapat lamun buatan relatif sedikit.

Adapun pengaruhnya dari kelompok crustacea sendiri baik dari jenis Amphipoda

No Crustacea

Ekonomis Non ekonomis

1 Thalamita sp (Portunidae) Amphipoda

2 Thalamita prymna Isopoda

3 Thalamita crenata Cumacea

4 Mysidacea Palaemonidae

5 - Alpheidae

6 - Hyppolytidae

7 - Xanthidae

Page 55: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

50

ataupun Isopoda sebagai rantai makanan (saling makan memakan). Jenis Isopoda

berperan sebagai parasit yang terbagi atas 2 kelompok didasarkan pada

hospesnya, yaitu Isopoda pada ikan dan crustacea lain.

Kondisi peranan dari lamun buatan tersebut cukup baik, dilihat dari segi

ekologi walaupun jumlah seluruh individu crustacea yang diperoleh lamun buatan

relatif sedikit khususnya jenis crustacea ekonomis. Adapun lamun buatan yang

dihuni crustacea dipengaruhi oleh kondisi substrat dasar. Pada stasiun Selatan

memiliki kandungan substrat dasar berpasir. Substrat berpasir umumnya miskin

akan organisme, kebanyakan bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam

substrat dan pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat

bagi organisme, karena aksi gelombang laut secara terus menerus menggerakkan

partikel substrat (Ardi (2002) dalam Schmieg, 2007).

Dilihat dari tiap stasiun, ternyata stasiun Barat Daya memiliki kelimpahan

individu tertinggi yang masing–masing berkisar antara 41 sampai 241 individu/m2

(berlaku pada kedua model lamun buatan). Kelimpahan individu di setiap stasiun

berbeda. Tetapi dilihat dari rata–rata perolehan individu yang didapat dari tiap

stasiun, bahwasanya yang lebih dominan berada di stasiun Barat Daya, yang

seluruh individu berjumlah 518 individu/m2 (Lampiran 5).

Bila dibandingkan dengan stasiun lainnya baik Utara maupun Selatan

yang hanya berjumlah seluruh individu 64 dan 108 individu/m2 (Lampiran 6 dan

7). Jenis yang paling dominan menguasai ketiga stasiun tersebut antara lain dari

Ordo Amphipoda, Isopoda dan Mysidacea. Melimpahnya dari ketiga ordo tersebut

disebabkan karena sifatnya yang kosmpolit dan adanya interaksi dari lamun

buatan maupun alami walaupun secara ekologis fungsinya tidak hampir sama.

Page 56: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

51

Jenis dari Ordo Isopoda, Paracerceis sp merupakan jenis yang paling dominan

menguasai ketiga stasiun penelitian yaitu berkisar antara 18 sampai 241

individu/m2

(berlaku pada kedua model lamun buatan).

Kondisi dari kedua lamun buatan yang berada ditiap stasiun dapat

dijadikan tempat untuk perlindungan dan asuhan. Pada model sabut kelapa (M1)

secara ekologi berpengaruh kuat pada crustacea salah satunya dari Ordo Isopoda

sebagai tempat asuhan hidup (nursery ground) dan berkembang biak untuk

memenuhi kebutuhan siklus hidupnya. Hal ini juga karena bahan tersebut

merupakan bahan organik alternatif berasal dari buah kelapa tua yang memiliki

serat kuat dan mampu menyerap polutan logam berat yang mencemari

lingkungan.

Model tali plastik (M2) fungsinya hampir sama dengan model sabut

kelapa dilihat dari segi ekologi dan manfaat bagi crustacea. Material tali plastik

memiliki kandungan polimer dan tidak dapat terurai oleh organisme laut

khususnya fauna bentik, sehingga kurang ramah terhadap lingkungan. Perbedaan

jumlah kelimpahan individu crustacea yang terdapat dari kedua model (M1) dan

(M2) di seluruh stasiun tidak terlampau jauh yaitu sebesar 393 dan 378

individu/m2, karena masing – masing model memiliki sifat yang menonjol dalam

interaksi dengan biota crustacea.

Sabut kelapa (M1) merupakan bahan artifisial yang paling baik daripada

bahan tali plastik (M2), karena cenderung ramah lingkungan dan kisaran

perbandingan jumlah kelimpahan individu yang diperoleh tidak terpaut jauh dan .

Hal ini diduga pada bahan sabut kelapa memiliki karakter yang cukup baik

sebagai habitat baru (sementara) bagi pengunjung biota crustacea, karena struktur

Page 57: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

52

sabut kelapa yang susunannya renggang, merupakan bahan organik dan

permukaannya agak kasar. Senyawa organik atau nutrien yang berada di perairan

menempel pada lamun buatan tersebut dan memungkinkan bentik tersebut dapat

hadir untuk mencari makan atau berteduh. Pada bahan tali plastik juga hampir

sama peranannya dengan sabut kelapa, tapi susunan dan strukturnya halus, berbau

kimia, sehingga memungkinkan crustacea yang hadir lebih sedikit.

4.3. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) Jenis

Crustacea.

4.3.1. Keanekaragaman Jenis.

Indeks keanekaragaman (H’) umumnya tergolong sedang. Indeks

keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun Utara sebesar 1,63. Hal ini

dapat dilihat pada Tabel 6, dimana pada stasiun Utara jumlah jenis tertinggi dan

jumlah individu yang besar dimiliki oleh beberapa jenis (berlaku pada kedua

model artifisial). Pada stasiun Utara dan Selatan memiliki jumlah jenis yang

hampir sama, namun pada stasiun Selatan memiliki H’ yang lebih kecil (1,45) dari

stasiun Utara yaitu sebesar 1,63. Hal ini dikarenakan pada stasiun Utara ada dua

jenis yaitu dari Ordo Mysidacea dan Paracerceis sp (Ordo Isopoda) yang jumlah

individunya lebih besar dibandingkan dengan jenis lainnya pada stasiun tersebut.

Banyaknya jumlah dari kedua jenis tersebut, salah satunya jenis Isopoda

disebabkan karena sebagian besar jenis tersebut penyebarannya luas (kosmopolit)

(Aswandy, 1985). Adapun jenis Mysidacea berada di perairan pelagis, kadang –

kadang sebagai epibentik atau bentik dan hidupnya bebas serta terdistribusi

diseluruh dunia (Wikispesies, 2009). Data grafik keanekaragaman jenis crustacea

tiap minggu pada ketiga lokasi penelitian dapat dilihat pada (lampiran 4).

Page 58: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

53

Indeks keanekaragaman (H’) terendah terdapat pada stasiun Selatan

sebesar 1,45. Dengan tingkat keanekaragaman jenis terendah pada Stasiun

tersebut, maka menunjukan bahwa keanekaragaman populasi pada stasiun ini

rendah dan stasiun tersebut memiliki jumlah jenis terendah yaitu 11 jenis, bila

dibandingkan dengan stasiun lain.

Model artifisial berupa sabut kelapa (M1) dan tali plastik (M2) merupakan

indikator yang baik di setiap stasiun dalam mengetahui keberadaan Ordo

Mysidacea. Dilihat dari rata–rata jumlah individu yang didapat hampir seluruh

stasiun memilikinya, walaupun bukan yang termasuk dominan. Substrat pasir

lumpuran dan lumpur pasiran mendominasi hampir disemua stasiun pada perairan

ini sehingga mendukung kehidupan Paracerceis sp (Ordo Isopoda) dan Ordo

Mysidacea.

Indeks keanekaragaman jenis (H’) tersebut umumnya tergolong sedang

dan tinggi. Tingkat keanekaragaman jenis (H’) pada setiap stasiun tidak terpaut

jauh dengan tingkat keanekaragaman jenis (H’) rata–rata dari tiap stasiun adalah

1,55 yang tergolong sedang. Data hasil analisis indeks keanekaragaman (H’),

keseragaman (E) dan dominansi (D) jenis crustacea di Perairan Padang Lamun,

Pulau Pari, Kepulauan Seribu dapat dilihat seperti pada Tabel 6.

Page 59: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

54

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

1 2 3

NIl

ai

Ind

ek

s

Stasiun

Grafik Indeks Diversitas

D

E

H'

Tabel 6. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan

Dominansi (D) Pada Stasiun Penelitian.

Keterangan: S = Jumlah Jenis

N = Jumlah Individu

E = Indeks Keseragaman Jenis

H’ = Indeks Keanekaragaman Jenis

D = Indeks Dominansi Jenis

Gambar 9. Grafik Nilai Analisis Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman

(E) dan Dominansi Jenis (D).

4.3.2. Keseragaman Jenis.

Hasil analisis indeks keseragaman jenis (E) berkisar antara 0,45 (Barat

Daya) sampai 0,65 (Utara). Nilai indeks keseragaman jenis (E) pada setiap stasiun

umumnya tergolong rendah, kecuali pada stasiun barat daya yang nilainya

tergolong kecil. Indeks keanekaragaman jenis (H’) berkisar antara 1,45 (Selatan)

sampai 1,63 (Utara).

Indeks keseragaman (E) terendah sebesar 0,45 yang terdapat pada stasiun

Barat Daya. Menurut Odum (1971) dalam Puspawardani (2005) menunjukkan

Stasiun S N H' D E

Barat Daya 33 518 1,59 0,20 0,45

Utara 12 64 1,63 0,28 0,65

Selatan 11 108 1,45 0,34 0,60

Page 60: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

55

bahwa semakin kecil nilai E, maka keseragaman populasi semakin kecil,

penyebaran individu tiap spesies tidak sama atau kecenderungan satu spesies

mendominasi. Meskipun stasiun ini memiliki banyak jenis tetapi salah satu dari

jumlah jenis Paracerceis sp (Ordo Isopoda) memiliki jumlah yang relatif lebih

besar yaitu 241 individu bila dibandingkan dengan salah satu jenis dengan jumlah

terkecil yaitu Palaemonella sp (Ordo Decapoda), Alpheus sp, Spirontocaris sp

(Caridean) dan Leucothoe sp (Ordo Amphipoda) yang hanya memiliki 0–1

individu (Tabel 2).

Indeks keseragaman (E) umumnya tergolong rendah. Indeks keseragaman

(E) tertinggi sebesar 0,65 terdapat pada stasiun Utara. Menurut Odum (1971)

dalam Puspawardani (2005) semakin besar nilai E, maka keseragaman populasi

semakin besar, penyebaran individu tiap spesies merata atau tidak ada spesies

yang mendominasi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3, dimana pada stasiun Utara

memiliki 12 jenis dan 64 individu. Masing–masing jenis di stasiun ini memiliki

keseragaman yang tidak relatif jauh bila dibandingkan dengan stasiun lainnya

yang terpaut jauh. Walaupun di Stasiun Utara masih sedikit jenis yang

mendominasi.

4.3.3. Dominansi Jenis.

Indeks dominansi (D) berkisar antara 0,20 (Barat Daya) sampai 0,34

(Selatan). Tingkat dominansi (D) pada setiap stasiun umumnya stabil dan merata,

sedangkan pada stasiun Barat Daya yang memiliki tingkat dominansi stabil, hanya

0,20 dan hampir tidak ada individu yang mendominasi. Walaupun pada stasiun

lainnya tidak terpaut jauh tingkatan dominansinya.

Page 61: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

56

Indeks dominansi (D) stabil terdapat pada stasiun Barat Daya sebesar

0,20, walau tidak ada spesies yang mendominansi. Menurut Krebs (1989) dalam

Werdiningsih (2005) Jika indeks dominansi mendekati 0 berarti hampir tidak ada

individu yang mendominasi, karena nilai indek dominansi berkisar antara 0

hingga 1. Bila pada stasiun Barat Daya memiliki tingkat dominansi 0,20 berarti

menunjukkan tingkat dominansi yang stabil. Hal ini dapat dilihat pada (Tabel. 2),

dimana pada stasiun Barat Daya memiliki jumlah jenis terbesar yaitu 33 jenis dan

tidak ada jenis yang mendominansi. Data indeks diversitas bagi lamun alami dan

buatan dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Indeks Diversitas Lamun Alami dan Buatan, di Perairan Pulau Pari.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa material sabut kelapa

memiliki nilai H’= 0,67. Nilai H’ tersebut lebih rendah daripada yang lainnya

dengan kisaran yang tidak relatif jauh. Hal ini diduga bahwa material sabut kelapa

memiliki keterbatasan daya tahan fisik dan kondisi substrat habitat, sehingga tiap

beberapa waktu perlu pergantian yang baru dari material tersebut. Pada tali plastik

memiliki nilai D yang hampir mendekati 0 yaitu 0,23. Hal ini karena tidak

terdapatnya jenis crustacea yang mendominasi jenis crustacea lainnya atau pada

kondisi yang stabil. Diduga material tali plastik dapat dihuni oleh jenis bentik

crustacea apapun.

No Habitat Indeks Diversitas

Keanekaragaman Jenis (H')

Keseragaman Jenis (E)

Dominansi Jenis (D)

1 Lamun alami (kontrol) 3,05 0,8 0,33

2 Sabut kelapa (M1) 0,67 0,46 0,27

3 Tali plastik (M2) 1,03 0,62 0,23

Page 62: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

57

Tekstur dari material tali plastik cukup lebat bila dibanding dengan sabut

kelapa. Hal ini menjadi penyebab perbedaan kondisi habitat buatan yang hampir

sama fungsinya sebagai tempat tinggal sementara bagi bentik crustacea. Lain

halnya dengan material buatan, lamun alami lebih cenderung memiliki tingkat

keanekaragaman yang tinggi bila dibanding dengan yang lain. Kisaran nilai H’

pada lamun alami mencapai 3,05 sedangkan material buatan lebih rendah. Hal ini

disebabkan lamun alami yang berada ditiga stasiun lebih potensial bagi kehidupan

bentik crustacea sebagai habitat alami dan tempat reproduksi yang baik bagi

perkembangan larva crustacea.

Stasiun Barat Daya, Utara dan Selatan umumnya memiliki nilai indeks

keanekaragaman (H’) dan dominansi (D) yang stabil, namun pada ketiga stasiun

tersebut memiliki tingkat keseragaman (E) yang rendah. Hal ini dilihat dari

kondisi lamun buatan (sabut kelapa dan tali plastik) yang hanya menciptakan

habitat baru yang bersifat sementara, sehingga biota crustacea yang hadir hanya

digunakan untuk berlindung dari predator lain dan digunakan juga sebagai

perantara nutrisi organik, khususnya pada sabut kelapa (M2). Di samping itu,

dipengaruhi juga oleh parameter suhu yang kurang stabil dan mengalami

penurunan yang drastis pada stasiun Utara dan Selatan (minggu ke-4) antara 27oC

– 29oC (tabel 6). Menurut Ngangi (2003) keadaan seperti ini menunjukkan bahwa

terjadi pengaruh dari proses parameter alami (arus, gelombang, temperatur dan

sebagainya) pada lingkungan sekitarnya.

Kondisi ini juga dapat disebabkan karena dampak pencemaran yang

berasal dari daratan Pulau Pari yang secara tidak langsung mengenai daerah

pesisirnya khususnya ekosistem lamun. Menurut Rani (2008) banyak kegiatan

Page 63: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

58

pembangunan di wilayah pesisir yang telah mengorbankan ekosistem padang

lamun, seperti kegiatan reklamasi. Namun dampak yang nyata dari degradasi

padang lamun mengarah pada penurunan keragaman (biodiversity) biota laut

sebagai akibat hilang atau menurunnya fungsi ekologi dari ekosistem tersebut.

Dengan demikian diketahui bahwa perairan pada stasiun Barat Daya, Utara dan

Selatan umumnya masih bersih dan aman bagi kehidupan biota laut, termasuk

crustacea.

Pada stasiun Utara dan Selatan tersebut memiliki nilai indeks

keseragaman (E) yang hampir sama dengan tingkatan yang rendah, namun pada

stasiun Barat Daya indeks keseragamannya lebih kecil dari kedua stasiun tersebut.

Menurut Hakim (2010) wilayah perairan merupakan media yang rentan terhadap

pencemaran dan berbagai jenis pencemar baik yang berasal dari sumber

perumahan, gejala alam dan lainnya yang memasuki badan air. Pencemar akan

terakumulasi dan secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh

terhadap kualitas perairan tersebut. Hal ini diduga karena stasiun Barat Daya

kemungkinan besar tidak langsung menerima dampak pencemaran dari daratan

Pulau Pari bila dibandingkan dengan stasiun lainnya, karena jauh dari hunian

penduduk. Dengan adanya pengaruh tersebut menyebabkan stasiun Barat Daya

menjadi habitat yang cukup baik bagi kehidupan crustacea, dilihat dari tingkat

kelimpahan individu, walaupun tingkat keseragaman dan dominansi relatif rendah

dan stabil.

Makrozoobentos diantaranya Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta,

Molusca, Nematoda dan Annelida dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif

terhadap perubahan lingkungan perairan yang tercemar (Hakim, 2010). Oleh

Page 64: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

59

sebab itu, dikatakan biota crustacea tidak mampu menyesuaikan kondisi apabila

terjadi pencemaran lingkungan perairan dengan tingkat pencemaran rendah

maupun tinggi. Hal ini juga didukung bahwa kondisi perairan Pulau Pari

mengalami pencemaran secara tidak langsung maupun langsung yang disebabkan

oleh aktivitas masyarakat sekitar antara lain membuang sampah, MCK dan

bernelayan, sehingga diduga berpengaruh pada model lamun buatan khususnya

bahan tali plastik (tambang) yang digunakan sebagai penunjang keberadaan

crustacea (memiliki jumlah yang sedikit). Menurut Pearson, T. H and Rossemberg

(1976) dalam Aswandy, 1998) adapun jenis-jenis kondisi perairan laut yang

mempengaruhi kehidupan bentik crustacea antara lain:

1. Kondisi normal, bisa ditemukan jenis Polichaeta, Crustacea, Molusca dan

Echinodermata dalam kondisi seimbang.

2. Terganggu, ditemukan Polichaeta dan Molusca.

3. Tercemar 1, ditemukan hanya Polichaeta, ex: Capitelli sp.

4. Tercemar 2, tidak ada kehidupan Makrobentos, ditemukan hanya bakteri,

sedimen dan H2S tinggi.

4.4. Parameter Lingkungan Perairan Padang Lamun Pulau Pari.

Hasil pengukuran parameter lingkungan, yaitu parameter fisik di perairan

padang lamun Pulau Pari, Kepulauan Seribu secara umum masih cukup sesuai

untuk mendukung kehidupan biota laut, termasuk crustacea. Temperatur suhu

pada setiap stasiun bervariasi antara 27oC pada stasiun Selatan (minggu ke-4)

sampai 33oC stasiun Selatan (minggu ke-1) dan Utara (minggu ke-3). Salinitas

pada setiap stasiun bervariasi antara 30 o/oo pada stasiun Utara (minggu ke-2) dan

Selatan (minggu ke-3) sampai 34 o/oo stasiun Barat Daya (minggu ke-2), Utara

(minggu ke-3) dan Selatan (minggu ke-4). pH pada setiap stasiun bervariasi pada

Page 65: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

60

stasiun Utara (minggu ke-3) dan Barat Daya (minggu ke-4) memiliki pH 7,

sedangkan pH 8 pada stasiun Barat Daya (minggu ke-1), Selatan (minggu ke-3)

dan Utara (minggu ke-4). Kecerahan pada stasiun Barat Daya berkisar (80),

stasiun Utara (90) dan Selatan (100), sehingga terlihat jernih pada stasiun Selatan

bila dibandingkan dengan stasiun lainnya, sedangkan substrat tidak mendominasi

hampir di semua stasiun pada perairan ini antara lain pasir berlumpur dan lumpur

berpasir yang diperoleh dari ketiga stasiun. Data parameter lingkungan di Perairan

Pulau Pari, Kepulauan Seribu, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Data Parameter Lingkungan di Perairan Pulau Pari.

No Waktu

Penelitian Lokasi

PARAMETER

Suhu

(oc)

Salinitas

(o/oo) pH

Kedalaman

(m) Kecerahan Substrat

1 Minggu I

Utara 32 32 7,5 1 90

pasir

lumpuran

Selatan 33 31 7,9 0,5 100

pasir kasar

+ halus

Barat

Daya 32 33 8 0,8 80

lumpur

berpasir

2 Minggu II

Utara 32 30 7,8 0,8 90

pasir

lumpuran

Selatan 31 33 7,5 0,5 100

pasir kasar

+ halus

Barat

Daya 32 34 7,9 1,5 80

lumpur

berpasir

3 Minggu III

Utara 33 34 7 0,65 90

pasir

lumpuran

Selatan 31 30 8 0,2 100

pasir kasar

+ halus

Barat

Daya 31,5 32 7,5 0,5 80

lumpur

berpasir

4 Minggu IV

Utara 29 31 8 1 90

pasir

lumpuran

Selatan 27 34 7,9 0,25 100

pasir kasar

+ halus

Barat

Daya 30 32 7 1,25 80

lumpur

berpasir

± 31,12

5 32,16 7,6 0,75 90

Page 66: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

61

Berdasarkan data Tabel 8, temperatur suhu pada setiap stasiun bervariasi

antara 27oC pada stasiun selatan (minggu ke-4) sampai 33

oC pada stasiun Selatan

(minggu ke-1) dan Utara (minggu ke-3). Nilai terendah diperoleh pada stasiun

Selatan (minggu ke-4) yang terletak didekat dermaga dan tempat rehabilitasi

mangrove. Hal ini disebabkan oleh massa air atau angin yang datang dari timur,

karena saat itu kondisi cuaca kurang baik dan kecepatan angin tidak relatif stabil

(naik turun) mengarah dari barat ke timur, sehingga mempengaruhi dan

menyebabkan massa air tersebut bersuhu lebih rendah. Sebaliknya, nilai

temperatur suhu maksimum terjadi di stasiun Utara (minggu ke-3) dan Selatan

(minggu ke-1)

Di stasiun Utara (Minggu ke-3) yang letaknya tidak jauh antara Pulau

Pari dan Pulau Kudus serta dekat dengan pemukiman penduduk, disebabkan oleh

pertemuan arus yang terjadi diantara Pulau Pari dan Pulau Kudus, sehingga

mengakibatkan gesekan antara dua arus tersebut yang menimbulkan temperatur

perairannya tinggi dan juga dipengaruhi cuaca yang panas. Stasiun Selatan

(minggu ke-1) yang letaknya dekat dengan dermaga, disebabkan oleh pengaruh

daratan yang biasanya dijadikan tempat aktifitas para nelayan.

Pola distribusi salinitas bervariasi antara 30 o/oo pada stasiun Utara

(minggu ke-2) dan Selatan (minggu ke-3) sampai 34 o/oo pada stasiun Barat Daya

(minggu ke-2), Utara (minggu ke-3) dan Selatan (minggu ke-4). Nilai terendah

diperoleh pada stasiun Utara (minggu ke-2) dan Selatan (minggu ke-3). Pada

stasiun Utara (minggu ke-2) yang terletak dekat pemukiman penduduk,

disebabkan oleh pengaruh aktifitas para nelayan, begitu juga pada stasiun Selatan

(minggu ke-3).

Page 67: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

62

Sebaliknya salinitas tertinggi diperoleh di stasiun Barat Daya (minggu ke-

2), Utara (minggu ke-3) dan Selatan (minggu ke-4), yang masing–masing karena

dipengaruhi oleh kondisi kecepatan angin yang kurang relatif stabil, sehingga

terjadi gelombang air laut dari setiap sisi. Pola salinitas secara keseluruhan terlihat

bahwa di bagian Perairan Pesisir Pulau Pari umumnya bersalinitas kurang dari 33

o/oo, mulai dari lokasi sebelah Barat Daya sampai Utara dan Selatan. Kondisi

lingkungan Gugus Pulau Pari dimusim kemarau dengan salinitas (30-33o/oo)

tinggi (Juwana, 2001). Hal lainnya bisa disebabkan oleh pengaruh dari pantai

Utara Jakarta sampai ke Kepulauan Seribu.

Stasiun Utara (minggu ke-3) dan Barat Daya (minggu ke-4) memiliki pH

7, sedangkan pH 8 pada stasiun Barat Daya (minggu ke-1), Selatan (minggu ke-3)

dan Utara (minggu ke-4) yang cenderung pada pH basa. Nilai terendah diperoleh

pada stasiun Utara (minggu ke-3) dan Barat Daya (minggu ke-4) yang lokasinya

terletak antara UPT Loka P2O-LIPI dengan pemukiman penduduk, sedangkan pH

tertinggi diperoleh di stasiun Barat Daya (minggu ke-1), Selatan (minggu ke-3)

dan Utara (minggu ke-4). Variasi nilai pH di perairan tersebut dapat dipengaruhi

oleh buangan sampah anorganik atau limbah yang berasal dari penduduk di

sepanjang pantai. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

51/2004 mengenai Daftar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut bahwa pH yang

baik untuk perkembangan biota berkisar antara 7-8,5. Dengan demikian, secara

keseluruhan pH di Perairan Pulau Pari ini masih dalam kisaran baik bagi

kehidupan crustacea.

Kedalaman pada tiap stasiun bervariasi pada stasiun Selatan (minggu ke-

3) memiliki kedalaman 0,2 m, sedangkan kedalaman 1,5 m pada stasiun Barat

Page 68: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

63

Daya (minggu ke-2). Kedalaman tertinggi yaitu pada stasiun Barat Daya (minggu

ke-2). Hal ini karena terjadi pasang air laut dan arus yang deras dari sebelah ujung

barat Pulau Pari, sedangkan kedalaman terendah pada stasiun Selatan (minggu ke-

3) yang terletak dekat dermaga dipengaruhi surutnya air laut.

Substrat tidak mendominasi hampir di semua stasiun pada perairan

tersebut. Substrat lumpur berpasir diperoleh di stasiun Barat Daya, sedangkan

pasir berlumpur diperoleh di stasiun Utara dan pada di stasiun Selatan diperoleh

substrat pasir kasar dan halus. Menurut Nontji (2002) dalam Puspawardani

(2005), substrat di perairan laut Jawa terutama terdiri dari lumpur dan lumpur

pasiran.

Page 69: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

64

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Jenis-jenis crustacea yang ditemukan dari lamun buatan ada 5 jenis ordo

antara lain Ordo Amphipoda (Cymadusa sp, Cymadusa filosa (dominan),

Gammaropsis sp, Leucothoe sp, Podocerus kleidus, Leucothoe sp,

Megaluporus sp, Ceradocus sp dan Liljeborgia sp), Ordo Isopoda (Cymodoce

sp, Paracerceis sp (dominan), Dynamenella sp dan Ianiropsis sp), Ordo

Cumacea, Ordo Mysidacea dan Ordo Decapoda (Caridean, Macrura dan

Brachyura).

2. Material lamun buatan (bahan tali plastik dan sabut kelapa) memiliki pengaruh

dan berperan cukup baik sebagai alternatif pengganti (habitat sementara)

terhadap keanekaragaman dan kelimpahan jenis crustacea padang lamun yang

bernilai ekonomis maupun non ekonomis.

5.2. Saran

1. Mengingat pentingnya peranan lamun sebagai penunjang dan tempat asuhan

hidup (nursery ground) bagi larva crustacea dan dengan cara alternatifnya

melalui artifisial (sabut kelapa dan tali tambang), maka perlu diupayakan,

dikelola dan dikembangkan lebih lanjut lagi, agar kiranya dapat memperoleh

hasil yang maksimal khususnya untuk kelangsungan hidup crustacea yang

memiliki nilai ekonomis.

Page 70: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

65

2. Penggunaan lamun buatan tidak hanya dengan bahan artifisial (sabut kelapa

dan tali plastik), tapi dengan bahan alternatif lainnya yang ramah lingkungan,

agar dapat dijadikan solusi yang baik sebagai pengganti lamun alami yang

berperan penting bila kondisi lamun alaminya mengalami kerusakan baik

secara ekologi maupun fungsinya.

3. Sabut kelapa merupakan bahan artifisial lamun yang baik untuk pengganti

alternatif lamun alami bila dibandingkan dengan tali plastik, mengingat

bahan tersebut berbahan dasar buah kelapa dan cenderung lebih ramah

lingkungan, sehingga tidak merusak ekosistem perairan laut.

Page 71: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

66

DAFTAR PUSTAKA

Asriningrum, W. 2004. Studi Identifikasi Karakteristik Pulau Kecil Menggunakan

Data Landsat Dengan Pendekatan Geomorfologi Dan Penutupan Lahan:

studi kasus Kepulauan Pari dan Kepulauan Belakangsedih. Http:// www

.google.com/kepulauan seribu/profilpulaupari/pdf_doc. 11 januari 2010

(13.00 WIB).

Aswandy, I. 2008. Biota Laut: Krustasea Sebagai Konsumen Di Padang Lamun.

Oceana XXXIII, nomor 1-9.

Aswandy, I, dkk. 1998. Pengamatan Komunitas Krustasea Dan Ekhinodermata

Bentik Di Teluk Jakarta. LON-LIPI. Jakarta.

Aswandy, I. 1985. Beberapa Catatan Dalam Pengenalan Isopoda. Oceana X,

Nomor 3: 106-112.

Azkab, M. H. 2006. Ada Apa Dengan Lamun. Oceana XXXI. Nomor 3: Hal 46.

Azkab, M. H. 2000. Biota Laut: Struktur Dan Komunitas Padang Lamun. Oceana

XXV, Nomor 1.

Azkab, M. H. 1999. Petunjuk Penanaman Lamun. Oceana XXIV. Nomor 3.

Http://google.com/padanglamun/pdf_doc. 05 maret 2011 (13.00 WIB).

Brill, E. J. L. 1972. CRUTACEANA (International Journal of Crustaceana

Research): Studies On Peracarida (Isopoda, Tanaidacea, Amphipoda,

Mysidacea, Cumacea). Tuta Sub Aegide Pallas. EJB.

Bruscea & Wilson. 1991. Peracarida (SubOrdo Flabellifera). Http://www.

Google .com /Isopoda/Flabellifera/Sphaeromatidae_Pdf. 13 Januari 2010

(14.00WIB).

Cressey, R.F. 1983. Crustaceans as Parasites of Other Organism (In The Biology

of Crustacea. Http://www.google.com/Crustacean/Parasites of Crustacea

_Article/Html. 12 Januari 2010 (14.00WIB).

Diatin, Nahib, I., Anna, Fauzi, A. dan Putri, P. 2007. Studi Valuasi Ekonomi

Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Kawasan Lindung (Konservasi).

Http://www.google.com/profilpulauseribu/untitled/pdf_html. Diakses pada

tanggal 3 juni 2009 (14.00WIB).

Darojah, Y. 2005. Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos di Ekosistem Perairan

Rawapening Kabupaten Semarang. Skripsi: Universitas Negeri Semarang.

Semarang.

Page 72: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

67

Fahruddin, 2002. Pemanfaatan, Ancaman dan Isu – isu Pengelolaan Ekosistem

Padang Lamun. Http://google.co/untitled/MakalahFalsafahSains/html.doc.

Diakses pada tanggal 15 agustus 2009 (12.00 WIB).

Fachrul, F.M. 2006. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. Hal.

151-152.

Green E, P and Frederick T,. 2003. World Atlas of Seagrass. Univ. of California

Press. London-England. Hal. 171-172.

Gonzagawawa, G,. 2009. Padang Lamun di Kepulauan Seribu. http ://kepulauan

seribu.multiply.com/journal/item/25/Padang_Lamun_di_Kepulauan_Serib

u. 25 juli 2009 (14.00 WIB).

Glynn, P. W. 1971. Redicovery Of Paracerceis Edithae Boone (Isopoda ,Sphae

romatidae) With Supplementary Notes On Morphology And Habitat.

SmithSonian Tropical Research Institute. Panama. Hal. 146.

Hakim, L. M. 2010. Makrobentos Sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan.

Http://www.ilmukelautan.com/Bentik (Crustacea)/Pengaruh Fauna Bentik

Terhadap Limbah_Html. 12 Januari 2009 (10.00 WIB).

Husein, A,. 2005. Menguak Misteri Lamun. Http://Google. co/lamun /untitled

/ekosistemlamun.html. 2 agustus 2009 (15.00 WIB).

Holthuis, B. L. 1955. The Recent Genera Of The Carridean And Stanopodidean

Shrimps ( Class Crustacea, Order Decapoda, SuperSection Natantia) With

Keys For Their Determination). Rijksmuseum van Natuurlijke Historie,

Leiden. Netherlands.

Indonesian Seagrass Committee. 2002. Indonesian Seagrass. Http://www.

Indo.seagrass.org.id/gambarlamun/seagrass_image.html. 12 Januari 2010

(16.00 WIB).

Ilmu Teknik Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2007. Informasi Ekologi Laut

Tropis. Http: //www.Google.com/webmaster-ipb/Lab.Hidrologi-ipb/eko

logilauttropis/article /html. 4 agustus 2009 (13.00 WIB).

Juwana, S. 2001. Penggunaan Untaian Serabut Plastik Sebagai Rumpon Untuk

Pemeliharaan Rajungan (Portunus pelagicus) Di Dalam Jaring Kurung

Mendasar. Prosiding Seminar Laut Nasional III-ISOI (P2O-LIPI). Jakarta.

Hal. 97.

Kasim, M. 2005. Lingkungan Ekosistem Pesisir. Http://www.maruf. Word Press

.com./Seagrass(EkosistemYangTerabaikan)/Artikel/html. 30 juli 2009 (13.

00 WIB).

Page 73: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

68

Kensley, B. 1978. Guide To The Marine Isopods Of Southern Africa. South

African Museum. Cape Town. Hal. 85.

Kiswara, W. 1992. Vegetasi Lamun di Rataan Terumbu Pulau Pari, Pulau – Pulau

Seribu, Jakarta. Http://www.google.com/oseanologipulaupari /lamun pulau

pari/pdf_doc. 15 Januari 2010 (10.00 WIB).

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Status Padang Lamun. Http:

//www.google.com/webmaster-ipb/Lab.Hidrologi-ipb_article. 10 Januari

2010 (12.00 WIB).

Lestari, P. R. 2008. Gambaran Umum Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Http://www.google.com/kepulauanseribu/pulaupari_profil/pdf_doc. 13 jan

uari 2010 (13.00 WIB).

Lowry, J.K. & Springthorpe,R.T. 1899. Amphipod: Famili and SubFamili.

Http://www.crustacea.net/Gammaridae/Amphitoidae_Amphipod/Amphipo

d_Html. 16 januari 2010 (13.30 WIB).

Mackie. 1998. Morfologi Crustacea. Http://www.google.com /malacostraca /crust

acea/image_html. diakses pada tanggal 13 januari 2010 (13.30 WIB).

Matsuura, K., Sumadiharga, O. K., and Tsukamoto, K. 2000. Field Guide to

Lombok Island. Ocean Research Institute. University of Tokyo. Hal. 54-

55.

Meland, K & Willassen, E. 2007. The Disunity of ‘Mysidacea’ (Crustacea).

Http://www.sciencedirect.com/Mysidacea/Mysid-pdf.file. Diakses pada

tanggal 5 februari 2010 (14.00 WIB).

Menez, E.G., Phillips and Calumpong, H.P. 1983. Ekosistem Padang Lamun. Htt

p://www.google.com/lamun/ekologilauttropis_html. Diakses pada tanggal

5 juni 2009 (15.30 WIB).

Moosa, M.K. dan Aswandy, I. 1995. Krustacea Dari Padang Lamun Di Perairan

Lombok Selatan. Http://google.com/lamun/crustacealamun/adobe_reader-

pdf. Diakses pada tanggal 29 mei 2009 (13.00 WIB).

Mujiarto, I. 2005. Sifat Dan Karakteristik Material Plastik Dan Bahan Aditif.

Http://www.google.com/ArtifisialPlastik/MaterialPlastik/KarakterMaterial

Plastik_Pdf.doc. 13 januari 2010 (11.00 WIB).

Ngangi, E. LA. 2003. Pemanfaatan, Ancaman dan Pengelolaan Ekosistem

Padang Lamun (Makalah). Http://www.google.com/Ekosistem Lamun

/Pengelolaan Padang lamun_Html. 29 Januari 2010 (13.00 WIB).

Page 74: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

69

Odum, S. P. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Saunders Company. London.

Pratiwi, R. 2003. Cahaya Dan Warna Pada Krustasea. Oceana XXVIII, Nomor 1:

Hal. 4.

Puspawardani, M. 2005. Struktur Komunitas Amphipoda (Gammaridae) di

Perairan Utara Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas MIPA-UNJ. Jakarta.

Putra, A. N. 2008. Kajian Pengaruh Keberadaan Mangrove Terhadap Komunitas

Kepiting (Brachyura) di Ekosistem Mangrove Pesisir Klatakan. Skripsi.

Dept. Manajemen Sumber Daya Perairan (IPB). Bogor.

Putra, S. E. 2008. Kelapa Sebagai Bioindustri Potensial Indonesia. www.

Google.com/chemistry.org/html_doc. 8 maret 2011.

Rani, C. E. 2008. Rehabilitasi Padang Lamun:Pentingkah?. Http://www .google.

co.id/LamunBuatan/RehabilitasiPadangLamun_Html. 25 Januari 2010

(15.00 WIB).

Romimohtarto, K dan Juwana, S. 2007. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta. Hal. 1-

4, 195-206.

Romimohtarto, K dan Juwana, S. 1987. A Comparative Study of Some Larval

Stages of Penaeus monodon and Penaeus merguiensis (Crustacea:

Decapoda) from Indonesia. Center for Oceanological Research and

Development, Indonesian Institute of Science. Jakarta.

Sammy De Grave, N. Dean Pentcheff & Shane T. Ahyong. 2009. A classification

of living and fossil genera of decapod crustaceans. Http://www. Wikimed

ia.shrimp.com/decapoda/udang(shrimp)_html_wiki. 25 januari 2010 (13.0

0 WIB).

Schmieg, S. 2007. Pengamatan Transek Garis 100 m @Pulau Pari Bagian

Selatan. Http://www.google.com/wordpress.co/transekgaris_article.html.

24 Februari 2010 (11.00 WIB).

Tomascik, T., Nontji, A., Mah, A. dan Moosa, MK. 1997. Interaksi Padang

Lamun. Http://www.google.com/ekologilauttropis/lamun_html. Diakses

pada tanggal 1 juni 2009 (11.00 WIB).

Thomas, J.D. 1993. Identification Manual for the Marine Amphipoda:

(Gammaridea). Department of Invertebrate Zoology National History

Smithsonian Institution. Washington DC.

Werdiningsih, R. 2005. Struktur Komunitas Kepiting dan Kondisi Mangrove

Kawasan Mangrove Rehabilitasi Pantai Tanjung Pasir, Tangerang. Skripsi.

Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Page 75: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

70

Widyastuti, E. 2002. Beberapa Catatan Mengenai Parasit Krustasea. Oceana

XXVII. No. 2. hal. 29-34.

Wikispesies. 2009. Mysidacea (Opposum Shrimp). Http://www .wikispesies.com/

Mysidacea(Spesies)/Morfologi dan Distribusi Mysidacea_Html. 10 januari

2010 (14.00 WIB).

Page 76: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

71

Page 77: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

72

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu dan

dilaksanakan pada bulan November 2009. Ada 3 lokasi stasiun penelitian yaitu

sebelah Barat Daya, Utara dan Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk

Page 78: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

73

menggambarkan dan mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan crustacea

(malacostraca) yang hadir di lamun buatan. Ada dua model lamun buatan dibuat

dari material yang berbeda yaitu sabut kelapa dan tali plastik (tambang). Lamun

buatan ini ditempatkan pada kerapatan lamun yang berbeda (padat, sedang dan

jarang) pada masing – masing stasiun. Pengambilan data crustacea di lamun

buatan dilakukan pada minggu ke-1,2,3 dan 4 dengan menggunakan metode

pengambilan langsung. Komposisi crustacea (malacostraca) yang ditemukan ada 1

Ordo, 3 Famili, 23 Genus dan 14 Spesies. Jumlah crustacea yang ditemukan dari

lamun buatan terbanyak pada lokasi Barat Daya. Keanekaragaman di stasiun

Barat Daya tergolong rendah yaitu 1,59, sedangkan pada stasiun Utara dan

Selatan adalah 1,63 dan 1,45. Kelimpahan crustacea di stasiun Barat Daya

mencapai 518 ind/m2, sedangkan pada stasiun Utara dan Selatan mencapai 64

ind/m2 dan 108 ind/m

2. Keanekaragaman dan kelimpahan crustacea pada seluruh

stasiun baik Utara, Selatan dan Barat Daya di dominasi oleh jenis Paracerceis sp

dan Cymadusa filosa serta sebagian dari Ordo Mysidacea (ekonomis). Maka dapat

dikatakan material lamun buatan (sabut kelapa dan tali plastik) memberi pengaruh

terhadap jenis crustacea yang bernilai ekonomis maupun non ekonomis.

Page 79: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

74

Page 80: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

75

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Page 81: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

76

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 bertempat di

Perairan Pesisir Pulau Pari, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS),

Teluk Jakarta – DKI Jakarta. Lokasi penelitian (Gambar 4), meliputi daerah Utara

(stasiun 1), Barat Daya (stasiun 2) dan Selatan (Stasiun 3) dari Pulau Pari untuk

mengambil data yang mewakili daerah tersebut.

Gambar 6. Lokasi dan Stasiun penelitian P. Pari, Kepulauan Seribu (PusLit

Geoteknologi-LIPI, 2002).

3.2. Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan adalah termometer, kertas pH universal atau

pHmeter, rollmeter, refraktosalinometer, kompas, water quality checker, ember,

GPS, mikroskop binokuler, snorkel, alat ukur kedalaman air (Depth gauge), alat

ukur kecerahan (Secchi disk), sabut kelapa, tali plastik (tambang), kantong plastik,

Keterangan :

= Lokasi

Penelitian.

= Stasiun

Penelitian

Page 82: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

77

Page 83: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

LAMPIRAN 1. Komposisi seluruh jenis yang terdapat pada lamun buatan di lokasi Barat Daya (Elevasi = 73 ft, LS = 05,864500 , BT

= 106,608370).

No Nama Crustacea Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

∑ % No Nama Crustacea Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

∑ %

M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1

1 Ordo Amphipoda

a. Famili Gammaroidae 39 2 41 6.99 Cymodoce natalensis 4 15 19 3.24

Ceradocus sheardi 1 1 0.17 b. Famili Jaeropsidae

Anamaera hixoni 2 4 6 1.02 Ianiropsis sp 2 0.34

b. Famili

Megaluporidae ordo Mysidacea 2 10 24 18 7 61 10.4

Megaluropus sp 3 3 0.51 3 ordo Cumacea

b. Famili Ampithoidae a. Famili Bodotriidae

Cymadusa filosa 5 43 25 24 42 139 23.72 Cyclaspis sp 2 2 0.34

c. Famili Talitroidae 4 ordo Decapoda

Orchestia sp 1 1 2 0.34 5

a. Famili

Palaemonidae

d. Famili

Liljeborgiidae Palaemonetes sp 1 1 0.17

Liljeborgia brevicornis 1 1 0.17 Palaemonella sp 1 1 2 0.34

Liljeborgia sp 1 1 0.17 Palaemon sp 1 1 0.17

Listriella barnardi 3 3 0.51

b. Famili

Euphausidae 1 1 0.17

e. Famili Podoceridae c. Famili Alpheidae

Podocerus kleidus 7 1 1 9 1.53 Alpheus sp 1 1 0.17

f. Famili

Colomastigidae 4 4 1 9 1.53

d. Famili

Hippolytidae

g. Famili Eusiridae Spirontocaris sp 1 1 0.17

Eusiroidea sp 10 10 1.7 d. Famili Xanthidae

h. Famili Anamixidae

Lacnopodus

subacutus 1 1 0.17

Anamixis hanseni 1 1 0.17 Jenis Lain-lainnya

i. Famili Corophiidae 6 ordo Polychaeta

Chevalia aviculae 1 1 0.17 Famili Nereidae 1 2 1 5 0.85

j. Famili Leucothoidea 7 klass Gastropoda

Leucothoe sp 1 1 0.17 famili cerithidae

2 ordo Isopoda Cerithium sp 5 3 3 4 10 11 4 5 45 7.67

a. Famili famili Columbelidae

Page 84: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

Ket :

M1 = Sabut Kelapa

M2 = Tali Plastik (tambang)

Sphaeromatidae

Dynamenella sp 1 3 4 0.68 Pyrene sp 1 1 2 1 5 0.85

Cymodoce setulosa 2 3 4 9 1.53 8 klass Bivalvia 7 7 1.19

Paracerceis sp 8 113 80 23 27 171 29.18 9 klass Stelleroidea

Cymodoce velutina 3 3 0.51 subklass Asteroidea 1 1 0.17

Cymodoce sp (A) 1 1 0.17 subklass Ophiuroidea 1 2 3 0.51

Cymodoce sp (B) 4 4 0.68 10 klass Pisces 2 2 0.34

Cymodoce sp (C) 6 6 1.02 Total 15 4 14 15 227 173 82 121 585 100

Page 85: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan
Page 86: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

73

LAMPIRAN 2. Komposisi seluruh jenis yang terdapat pada lamun buatan di lokasi Utara ,

(Elevasi = 57 ft , LS = 05,855990 , BT = 106,61635

0).

Keterangan:

M1 = Sabut Kelapa.

M2 = Tali Plastik (tambang).

No Nama Crustacea

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

∑ %

M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1

1 Ordo Amphipoda

a. Famili Gammaroidea

Anamaera hixoni 2 2 0.63

b. Famili Ampithoidae

Cymadusa filose 2 2 0.63

2 ordo Isopoda

a. Famili Sphaeromatidae

Dynamenella sp 1 1 0.31

Cymodoce setulosa 3 3 0.95

Paracerceis sp 2 7 8 1 18 5.75

Cymodoce velutina 3 3 0.95

3 ordo Mysidacea 2 8 13 3 3 29 9.26

4 ordo Decapoda

b. Famili Euphausidae 2 2 0.63

c. Famili Alpheidae

Alpheus sp 1 1 0.31

e. Famili Portunidae

Thalamita prymna 1 1 0.31

Thalamita sp 1 1 0.31

Thalamita crenata 1 1 0.31

Jenis Lain-lainnya

5 ordo Polychaeta

Famili Nereidae 1 2 2 0.63

6 klass Gastropoda

famili cerithidae

Cerithium sp 10 30 40 62 22 52 19 235 75.07

famili Columbelidae

Pyrene sp 2 2 2 1 4 11 3.51

7 klass Bivalvia 1 1 0.31

Total 12 0 39 50 81 38 66 27 313 100

Page 87: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

74

LAMPIRAN 3. Komposisi seluruh jenis yang terdapat pada lamun buatan di lokasi Selatan,

(elevasi = 56 ft, LS = 05,860640 BT = 106, 61686

0).

Keterangan:

M1 = Sabut Kelapa.

M2 = Tali Plastik (tambang).

No Nama Crustacea Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

∑ %

M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1

1 Ordo Amphipoda

a. Famili Gammaroidae 1 1 1 1 4 3.41

Gammaropsis sp 1 1 0.85

b. Famili Ampithoidae

Cymadusa filose 24 5 18 1 9 57 48.71

Cymadusa sp 3 2 5 4.27

Cymadusa compta 1 2 3 2.56

e. Famili Podoceridae

Podocerus kleidus 3 2 4 3.41

2 ordo Isopoda

a. Famili

Sphaeromatidae

Dynamenella sp 1 1 0.85

Paracerceis sp 2 1 7 7 7 2 26 22.21

Cymodoce velutina 1 1 0.85

3 ordo Mysidacea 4 4 3.41

4 ordo Decapoda

Thalamita sp 1 1 0.85

Lain-lainnya

5 ordo Polychaeta

Famili Nereidae 1 1 0.85

6 klass Gastropoda

famili cerithidae 1 1 0.85

Cerithium sp 1 2 1 1 5 4.27

7 klass Demospongia 1 1 0.85

8 klass Pisces 2 1 2 1.7

Total 0 2 4 31 20 37 11 12 117 100

Page 88: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

75

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

Minggu

ke-1

Minggu

ke-2

Minggu

ke-3

Minggu

ke-4

Sabut kelapa

Tali plastik (tambang)

LAMPIRAN 4. Keanekaragaman jenis crustacea tiap minggu pada ketiga lokasi penelitian.

a. Lokasi Barat Daya.

b. Lokasi Utara.

No Waktu

(perminggu)

Stasiun Penelitian Barat daya

M1 M2

1 Minggu ke-1 0 1,16

2 Minggu ke-2 0,35 1,52

3 Minggu ke-3 1,46 1,46

4 Minggu ke-4 1,67 1,49

No Waktu

(perminggu)

Stasiun Penelitian Barat daya

M1 M2

1 Minggu ke-1 0 0

2 Minggu ke-2 0,63 1,08

3 Minggu ke-3 0,59 1,49

4 Minggu ke-4 0,55 0,58

Page 89: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

76

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

Minggu

ke-1

Minggu

ke-2

Minggu

ke-3

Minggu

ke-4

Sabut kelapa

Tali plastik (tambang)

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

Minggu

ke-1

Minggu

ke-2

Minggu

ke-3

Minggu

ke-4

Sabut kelapa

Tali plastik (tambang)

c. Lokasi Selatan.

No Waktu

(perminggu)

Stasiun Penelitian Barat daya

M1 M2

1 Minggu ke-1 0 0

2 Minggu ke-2 0,7 1

3 Minggu ke-3 1,36 1,41

4 Minggu ke-4 0,7 0,93

Page 90: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

77

LAMPIRAN 5. Kelimpahan seluruh jenis crustacea pada lamun buatan di lokasi Barat Daya.

No Nama Crustacea Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

∑ % M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1

1 Ordo Amphipoda

a. Famili Gammaroidae 39 2 41 7,91

Ceradocus sheardi 1 1 0.19

Anamaera hixoni 2 4 6 1.15

b. Famili Megaluporidae

Megaluropus sp 3 3 0.57

b. Famili Ampithoidae

Cymadusa filosa 5 43 25 24 42 139 26,83

c. Famili Talitroidae

Orchestia sp 1 1 2 0.38

d. Famili Liljeborgiidae

Liljeborgia brevicornis 1 1 0.19

Liljeborgia sp 1 1 0.19

Listriella barnardi 3 3 0.57

e. Famili Podoceridae

Podocerus kleidus 7 1 1 9 1.73

f. Famili Colomastigidae 4 4 1 9 1.73

g. Famili Eusiridae

Eusiroidea sp 10 10 1,93

h. Famili Anamixidae

Anamixis sp 1 1 0.19

i. Famili Corophiidae

Chevalia aviculae 1 1 0.19

j. Famili Leucothoidea

Leucothoe sp 1 1 0.19

2 Ordo Isopoda

a. Famili

Sphaeromatidae

Dynamenella sp 1 3 4 0.77

Cymodoce setulosa 2 3 4 9 1.73

Paracerceis sp 8 103 80 23 27 171 33,01

Cymodoce velutina 3 3 0.57

Cymodoce sp (A) 1 1 0.19

Cymodoce sp (B) 4 4 0.77

Cymodoce sp (C) 6 6 1.15

Cymodoce natalensis 4 15 19 3.66

b. Famili Jaeropsidae

Ianiropsis sp 2 2 0.38

3 Ordo Mysidacea 2 10 24 18 7 61 11,77

4 Ordo Cumacea

a. Famili Bodotriidae

Cyclaspis sp 2 2 0.38

Page 91: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

78

5 Ordo Decapoda

6 a. Famili Palaemonidae

Palaemonetes sp 1 1 0.17

Palaemonella sp 1 1 2 0.38

Palaemon sp 1 1 0.17

b. Famili Euphausidae 1 1 0.17

c. Famili Alpheidae

Alpheus sp 1 1 0.17

d. Famili Hippolytidae

Spirontocaris sp 1 1 0.17

d. Famili Xanthidae

Lacnopodus subacutus 1 1 0.17

∑ 10 0 9 9 219 154 76 121 518 100

Keterangan:

M1 = Sabut Kelapa.

M2 = Tali Plastik (tambang).

LAMPIRAN 6. Kelimpahan seluruh jenis crustacea pada lamun buatan di lokasi Utara.

Page 92: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

79

No Nama Crustacea Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

∑ % M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1

1 Ordo Amphipoda

a. Famili Gammaroidea

Anamaera hixoni 2 2 3.125

b. Famili Ampithoidae

Cymadusa filose 2 2 3.13

2 Ordo Isopoda

a. Famili

Sphaeromatidae

Dynamenella sp 1 1 1.56

Cymodoce setulosa 3 3 4.68

Paracerceis sp 2 7 8 1 18 28.13

Cymodoce velutina 3 3 4.68

3 Ordo Mysidacea 2 8 13 3 3 29 45.31

4 Ordo Decapoda

b. Famili Euphausidae 2 2 3.13

c. Famili Alpheidae

Alpheus sp 1 1 1.56

e. Famili Portunidae

Thalamita prymna 1 1 1.56

Thalamita sp 1 1 1.56

Thalamita crenata 1 1 1.56

∑ 0 0 6 10 17 16 11 4 64 100

Keterangan:

M1 = Sabut Kelapa.

M2 = Tali Plastik (tambang).

LAMPIRAN 7. Kelimpahan seluruh jenis crustacea pada lamun buatan di lokasi Selatan.

Page 93: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

80

No Nama Crustacea

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

∑ % M2 M1 M2 M1 M2 M1 M2 M1

1 Ordo Amphipoda

a. Famili Gammaroidae 1 1 1 1 4 3.7

Gammaropsis sp 1 1 0.925

b. Famili Ampithoidae

Cymadusa filose 24 5 18 1 9 57 52.77

Cymadusa sp 3 2 5 4.62

Cymadusa compta 1 2 3 2.77

e. Famili Podoceridae

Podocerus kleidus 3 1 4 3.7

2 Ordo Isopoda

a. Famili

Sphaeromatidae

Dynamenella sp 1 1 0.925

Paracerceis sp 2 1 8 7 7 2 27 25

Cymodoce velutina 1 1 0.925

3 Ordo Mysidacea 4 4 3.7

4 Ordo Decapoda

Thalamita sp 1 1 0.925

∑ 0 0 2 30 18 35 10 12 108 100

Keterangan:

M1 = Sabut Kelapa.

M2 = Tali Plastik (tambang).

LAMPIRAN 8. Jenis crustacea yang dominan diperoleh dari Lamun buatan.

Page 94: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

81

a. Minggu 1.

b. Minggu 2.

No Keterangan

STASIUN PENELITIAN

Barat daya Utara Selatan

M1 M2 M1 M2 M1 M2

1 jenis (dominan) Paracerceis sp - Ordo Mysidacea - Cymadusa filosa -

2 S (jumlah jenis) 2 7 3 3 5 1

3 N (jumlah individu) 9 9 10 6 30 2

4 H' (Keanekaragaman) 0,35 1,52 0,63 1,08 0,7 1

5 λ (Dominansi) 0,77 0,05 0,62 0,2 0,64 1

6 J' (Keseragaman) 0,35 0,54 0,39 0,68 0,3 0

c. Minggu 3.

No Keterangan

STASIUN PENELITIAN

Barat daya Utara Selatan

M1 M2 M1 M2 M1 M2

1 jenis (dominan) Paracerceis

sp

Paracerceis

sp

Ordo

Mysidacea

Paracerceis

sp

Cymadusa

filosa

Paracerceis

sp

2 S (jumlah jenis) 12 12 3 6 7 6

3 N (jumlah individu) 154 219 16 17 35 18

4 H' (Keanekaragaman) 1,46 1,46 0,59 1,49 1,36 1,41

5 λ (Dominansi) 0,32 0,29 0,65 0,2 0,3 0,26

6 J' (Keseragaman) 0,41 0,41 0,37 0,58 0,48 0,55

d. Minggu 4.

No Keterangan

STASIUN PENELITIAN

Barat daya Utara Selatan

M1 M2 M1 M2 M1 M2

1 jenis (dominan) - Cymadusa filosa - - - -

2 S (jumlah jenis) 0 4 0 0 0 0

3 N (jumlah individu) 0 10 0 0 0 0

4 H' (Keanekaragaman) 0 1,16 0 0 0 0

5 λ (Dominansi) 0 0,28 0 0 0 0

6 J' (Keseragaman) 0 0,58 0 0 0 0

Page 95: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

82

No Keterangan

STASIUN PENELITIAN

Barat daya Utara Selatan

M1 M2 M1 M2 M1 M2

1 jenis (dominan) Cymadusa

filosa

Cymadusa

filosa

Ordo

Mysidacea

Paracerceis

sp

Cymadusa

filosa

Paracerceis

sp

2 S (jumlah jenis) 13 7 2 2 3 4

3 N (jumlah individu) 121 76 4 11 12 10

4 H' (Keanekaragaman) 1,67 1,49 0,55 0,58 0,7 0,93

5 λ (Dominansi) 0,19 0,24 0,5 0,56 0,56 0,46

6 J' (Keseragaman) 0,45 0,53 0,56 0,58 0,44 0,46

LAMPIRAN 9. Data pengamatan kerapatan padang lamun pada tiap stasiun penelitian.

Page 96: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

83

a. Barat Daya

No ∑ Tanaman Persentase Substrat Keterangan

1 11 11% Pasir Halus EA

2 16 16% Lumpur Berpasir EA

3 20 20% Lumpur Berpasir EA

4 20 20% Lumpur Berpasir EA

5 75 75% Lumpur Berpasir EA

6 18 20% Lumpur Berpasir Kasar EA + bintang laut

7 28 30% Lumpur Berpasir Kasar TH

8 50 50% Lumpur Berpasir Kasar TH + bintang laut + timun laut

9 19 20% Pasir Kasar TH

10 0 0 Pasir Kasar

Persentase Density ∑ = 26,2 %

b. Utara

No ∑ Tanaman Persentase Substrat keterangan

1 6 6% Pasir Lumpur, Pecahan Karang

2 0 0 Pasir Lumpur, Pecahan Karang

3 0 0 Pasir Lumpur halus, Pecahan Karang

4 5 4% Pasir Lumpur halus + Pecahan Karang

5 8 8% Lumpur berpasir

6 3 40% Lumpur berpasir + Pecahan karang TH

7 10 10% Lumpur berpasir + Pecahan karang

8 46 50% Pasir berlumpur EA

9 2 1% Pasir berlumpur TH

10 4 2% Pasir berlumpur kasar EA

Persentase Density ∑ = 12,1 %

c. Selatan

Page 97: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

84

No

Tanaman Persentase Substrat Keterangan

1 75 75% Pasir halus TH + CR

2 49 50% Pasir kasar TH + CR + bintang laut

3 57 60% Pasir kasar TH + CR

4 79 80% Pasir Kasar EA + CR + TH

5 48 50% Pasir Kasar TH + CR

6 80 80% Pasir kasar TH + CR

7 74 75% Pasir kasar TH + CR

8 37 40% Pasir kasar TH + CR

9 9 9% Pasir Kasar + Pecahan karang TH + CR

10 15 15% Pasir Kasar + Pecahan karang TH + CR

Persentase Density ∑ = 53,4 %

Keterangan:

TH = Thalassia hempricii

CR = Cymodoceae rotundata

EA = Enhalus acroides

LAMPIRAN 10. Jenis – jenis crustacea yang ditemukan dari lamun buatan di Perairan Pulau

Pari.

Page 98: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

85

1. Ordo Isopoda.

Paracerceis sp Cymodoce setulosa

Cymodoce sp Dynamenella sp

2. Ordo Amphipoda.

Page 99: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

86

Cymadusa filosa Orchestia sp

Famili Gammaroidea Podocerus kleidus

Page 100: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

87

3. Ordo Cumacea.

Cyclaspis sp

4. Ordo Mysidacea.

Mysidacea (Uropod dan Telson ; Mysidacea)

Page 101: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

88

5. Ordo Decapoda.

Spirontocaris sp Alpheus sp

Palaemonetes sp Palaemonella sp

Page 102: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

89

Lacnopodus subacutus Thalamita sp (molting)

Thalamita prymna (molting)

Page 103: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

90

Page 104: PENGARUH MATERIAL LAMUN BUATAN TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3576/1/AJI... · 2. Memberikan informasi tentang kualitas perairan Pulau Pari, Kepulauan

ERROR: dictfullOFFENDING COMMAND: image

STACK: