pengaruh kurma tahnik dan bakteri asam laktat asal...
TRANSCRIPT
PENGARUH KURMA TAHNIK
DAN BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL ASI
DALAM PENGHAMBATAN BAKTERI Escherichia coli
JUNIETTA PUTRI CALIFORNIA SUMARGO
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
i
PENGARUH KURMA TAHNIK
DAN BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL ASI
DALAM PENGHAMBATAN Escherichia coli
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
JUNIETTA PUTRI CALIFORNIA SUMARGO
1111095000041
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1439 H
v
ABSTRAK
JUNIETTA PUTRI CALIFORNIA SUMARGO. Pengaruh Kurma Tahnik dan
Bakteri Asam Laktat Asal ASI dalam Penghambatan Bakteri Escherichia coli.
Skripsi. Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemberian ASI secara eksklusif (6 bulan tanpa tambahan makanan atau cairan
apapun) terbukti bermanfaat bagi kesehatan bayi. Terdapat kandungan Bakteri
Asam Laktat (BAL) yang memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri patogen. Namun, terdapat perbedaan persepsi tentang konsep ASI
Eksklusif, jika dilihat dari sudut pandang Islam. Beberapa hadits shahih
mengatakan bahwa Rasulullaah Shalallaahu 'alayhi wa Sallam mencontohkan
Sunnah Tahnik bagi bayi baru lahir. Tahnik adalah pemberian kurma yang telah
dikunyah hingga lumat, kemudian diletakkan di bagian langit-langit mulut bayi.
Kurma telah diketahui pula memiliki potensi sebagai antimikroba. Mengingat
adanya kesamaan antara BAL asal ASI dan kurma dalam penghambatan bakteri,
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah BAL asal ASI dan Kurma
Tahnik dapat bersinergi dalam penghambatan E.coli dan memiliki kemampuan
yang lebih baik daripada jika BAL asal ASI bekerja secara tunggal. Metode yang
dilakukan adalah eksperimental untuk mengetahui aktivitas antibakteri dengan uji
antagonisme. BAL dan Kurma Tahnik serta E.coli diinokulasi ke dalam media
Escherichia coli Agar yang merupakan media spesifik bagi pertumbuhan E.coli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultur yang mengandung BAL asal ASI dan
Kurma tahnik memiliki kemampuan hambat 25% lebih baik terhadap E.coli
daripada kultur yang hanya mengandung BAL asal ASI. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa Kurma Tahnik berperan membantu BAL asal ASI dalam
penghambatan E.coli dengan hasil yang lebih baik daripada jika BAL asal ASI
bekerja secara tunggal.
Kata kunci : ASI Eksklusif, Bakteri Asam Laktat, Kurma, Tahnik
vi
ABSTRACT
JUNIETTA PUTRI CALIFORNIA SUMARGO. The Influence of Tahneek
Palm Dates and Lactic Acid Bacteria from Breastmilk in The Inhibition Process of
Escherichia coli. Undergraduate Thesis. Department of Biology. Faculty of
Science and Technology. Islamic State University of Syarif Hidayatullah.
Exclusive breastfeeding (6 months without any additional food or liquid) has
beneficial for babies health. Lactic Acid Bacteria (LAB) which has ability to
inhibit the growth of pathogen is found in Breastmilk. However, there is a
contradiction on Exclusive Breastfeeding concept if we look closely from Islamic
view. Some of saheeh hadeeth said that Rasulullah Shalallahu 'Alayhi wa Sallam
gave us an example to Tahneek a newborn. Tahneek is putting Palm Dates (which
have been chewed before) at the newborn palate. Palm Dates is also known as
antimicrobial agents. Because of the similarity between LAB from Breastmilk
and Palm Dates in bacteria inhibition, this research is done to discover the synergy
possibility between LAB from Breastmilk and Palm Dates in the inhibition
process of Escherichia coli and the posibility to be a better antimicrobial agents
than LAB from breastmilk when they inhibit the E.coli by themselves. The
method used in this research is experimental to find out the antibacterial activity
with Antagonism Test . Culture contained LAB, Tahneek Palm Dates and E.coli
were inoculated to Escherichia coli Agar which is the spesific growth media for
E.coli. The result showed that the culture contained LAB from breastmilk and
Tahneek Palm Dates inhibited E.coli 25% better than the culture that only
contained LAB from breastmilk. Therefore, Tahneek Palm Dates have a role to
help the LAB from Breastmilk in the inhibition process of E.coli with a better
result than when LAB from Breastmilk worked alone.
Keywords: Exclusive Breastfeeding, Lactic Acid Bacteria, Palm Dates, Tahneek
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim
Alhamdulillahilladzi bini'matihi tatimmush shaalihat, segala puji hanya
milik Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Berkat
hidayah, izin dan rahmat-Nya, penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul "
Pengaruh Kurma Tahnik Terhadap Bakteri Asam Laktat Asal ASI Dalam
Penghambatan Bakteri Patogen Escherichia coli". Shalawat serta Sallam
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallaahu 'Alayhi wa Sallam yang
sunnah-sunnahnya senantiasa menjadi pedoman bagi kehidupan ummat Muslim
sejak dilahirkan hingga akhir hayat, dengan sunnahnya yang penuh hikmah
penelitian ini dapat terjadi dan Insyaa Allah dapat memberikan manfaat bagi
ummat Muslim. Jazaakumullaahu khayra, terutama untuk Ibu, Bapak, kedua
Kakak, Suami, serta Muslim dan Syaima anak-anakku, Mba dan keluarga besar
yang selalu mendo'akan, membantu di saat-saat tersulit dan tidak pernah lelah
memberikan semangat untuk tidak menyerah pada keadaan, semoga menjadi
pemberat timbangan amal di akhirat kelak dan kelak Allah ridho untuk
menghimpun semua anggota keluarga ini dalam surga-Nya.
Selain karena izin dan rahmat Allah, Skripsi ini tidak mungkin
terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis, diantaranya adalah:
1. Dr. Megga Ratnasari Pikoli dan Ibu Etyn Yunita, M.Si selaku pembimbing
yang selama ini telah memberikan bimbingan, saran, begitu banyak
viii
bantuan dan semangat kepada penulis sejak penulisan proposal hingga
penelitian selesai dan dituliskan dalam bentuk laporan.
2. Mba Puji, Kak Amal, Mba Festy, Kak Rama, Kak Daus, Kak Reza, Dara,
Dede dan Enjani yang telah banyak memberi saran dan membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian di Pusat Laboratorium Terpadu.
3. Rekan-rekan Mahasiswa Biologi Fakultas Sains dan Teknologi dari
berbagai angkatan yang selama ini menyumbangkan perannya dalam
penelitian ini, baik berupa bantuan, nasihat maupun semangat.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan semoga Allah
membalas segala kebaikan yang telah mereka lakukan, Jazaakumullaahu khayra,
Aamiin Yaa Mujibas Saailin.
Jakarta, Juli 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii
PENGESAHAN UJIAN.......................................................................................iii
PERNYATAAN....................................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR.........................................................................................vii
DAFTAR ISI.........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1.Latar Belakang.......................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah..................................................................................4
1.3.Hipotesis................................................................................................4
1.4.Tujuan Penelitian...................................................................................4
1.5.Manfaat Penelitian................................................................................5
1.6.Kerangka Pemikiran..............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................7
2.1. ASI Eksklusif.......................................................................................7
2.1.1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 33 Tahun
2012Tentang Pemberian ASI Eksklusif.................................8
2.2. Bakteri Asam Laktat Asal ASI............................................................9
x
2.2.1. Karakteristik Bakteri Asam Laktat....................................10
2.2.2. Metabolisme Bakteri Asam Laktat....................................11
2.2.3. Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat...................................12
2.3. Senyawa Antimikroba Bakteri Asam Laktat.................................13
2.3.1. Asam Laktat dan Asam Organik........................................14
2.3.2. Hidrogen Peroksida, Karbon Dioksida, Diasetil dan
Bakteriosin..........................................................................15
2.4. Sunnah Tahnik................................................................................18
2.4.1. Kurma.................................................................................19
2.4.2. Potensi Kurma sebagai Antibakteri....................................22
2.5. Komponen Antibakteri pada Saliva...................................................24
2.5.1. Protein Pertahanan Pada Saliva..........................................24
2.5.2. Bakteri Pada Saliva yang Memproduksi
Asam-asam Organik...........................................................28
2.6. Escherichia coli................................................................................26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................30
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................30
3.2. Alat dan Bahan...............................................................................30
3.3. Rancangan Percobaan.....................................................................30
3.4. Cara Kerja.......................................................................................31
3.4.1 Pengambilan Sampel ASI..................................................31
3.4.2. Isolasi Bakteri Asam Laktat Asal ASI................................31
3.4.3. Pengamatan Jumlah dan Morfologi Koloni........................32
3.4.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan BAL................................32
xi
3.4.5. Preparasi Sampel Kurma...................................................33
3.4.6. Kultur BAL dan Mikroorganisme Uji...............................33
3.4.7. Pengujian Aktivitas Antibakteri........................................33
3.5. Analisis Data.................................................................................35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................36
4.1. Hasil Isolasi dan Pengamatan Morfologi BAL asal ASI.................36
4.2. Pertumbuhan BAL asal ASI............................................................37
4.3. Pengujian Aktivitas Antibakteri.......................................................39
4.3.1. Uji Antagonisme...............................................................39
4.3.2. Hasil Uji Kontak BAL......................................................40
4.3.3. Konsentrasi E.coli Pasca Uji Antagonisme.......................41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................46
5.1. Kesimpulan......................................................................................46
5.2. Saran................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................47
LAMPIRAN.....................................................................................................51
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran............................................................5
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat........................38
Gambar 3. Konsentrasi BAL dari Hasil Uji Kontak BAL asal ASI...40
Gambar 4. Konsentrasi Sel E.coli pasca Uji Antagonisme.................42
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perlakuan Uji Aktivitas Antibakteri...........................................34
Tabel 2. Hasil Isolasi dan Pengamatan Morfologi Bakteri
Asam Laktat ASI......................................................................37
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, marak penelitian yang menyatakan bahwa pemberian Air Susu
Ibu (ASI) eksklusif selama 6 bulan pertama sejak bayi dilahirkan memiliki
dampak yang positif bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI eksklusif
adalah pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun (bahkan air
pun tidak diperbolehkan), dengan pengecualian cairan rehidrasi, atau vitamin
dalam bentuk tetes atau sirup, mineral atau obat pada saat dibutuhkan, hingga usia
6 bulan (World Health Organization, 2001). Pemberian ASI eksklusif diketahui
dapat mencegah obesitas (Monasta, 2010), menurunkan resiko tekanan darah
tinggi saat dewasa dan menurunkan resiko diabetes melitus tipe 1 dan 2 (Ip,
2007), mencegah infeksi gastrointestinal serta saluran pernapasan (Dujits, 2009),
mengoptimalkan perkembangan syaraf dan intelegensi bayi (Oddy, 2011),
mencegah penyakit celiac (European Food Safety Authority, 2009) serta
mencegah inflamasi usus (Hörnell, 2013). Penelitian terhadap kandungan ASI
yang dilakukan oleh Nuraida (2007) menunjukkan bahwa terdapat Bakteri Asam
Laktat (BAL) di dalam ASI. Bakteri tersebut berpotensi sebagai probiotik yang
memiliki ketahanan terhadap asam lambung serta garam empedu. Bakteri asam
laktat mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dengan memproduksi
asam laktat dan asam asetat yang dapat menurunkan pH usus sehingga tidak
sesuai untuk dijadikan tempat tumbuhnya bakteri. Selain itu BAL juga mampu
menjaga keseimbangan mikroflora usus dan menghasilkan zat anti mikroba
berupa bakteriosin (Setianingsih, 2010).
2
Jika dicermati melalui sudut pandang Islam terdapat perbedaan persepsi
tentang konsep ASI eksklusif. Beberapa hadits shahih menyatakan bahwa
Rasulullaah Shalallahu 'alayhi wa Sallam mencontohkan sunnah tahnik bagi bayi
yang baru lahir. Al-Asqolani (1959) dalam kitab Fathul Bari menuliskan kutipan
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Anas bin Malik
Radhiyallahu‘anhu yaitu: “Aku pergi membawa Abdullah bin Abi Thalhah
kepada Rasulullah Shalallahu 'alayhi wa Sallam ketika ia baru dilahirkan. Aku
mendatangi Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam yang ketika itu sedang mencat
seekor untanya dengan ter. Beliau bersabda kepadaku “Adakah kurma
bersamamu?”. Aku jawab, “Ya (ada)”. Beliau lalu mengambil bebeberapa kurma
dan memasukkannya ke dalam mulut beliau, lalu mengunyahnya sampai lumat.
Kemudian beliau mentahniknya, dengan memasukkan kurma yang masih tersisa
di mulut beliau ke mulut bayi tersebut, maka mulailah bayi itu menggerak-
gerakan ujung lidahnya (merasakan kurma tersebut). Melihat hal itu Rasulullah
Shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda, “Kesukaan orang Anshar adalah kurma”.
Lalu beliau menamakannya Abdullah”. Al-Asqolani juga mengatakan bahwa
mentahnik lebih baik dilakukan dengan kurma kering (tamr), jika tidak mudah
mendapatkan kurma kering (tamr), maka dengan kurma basah (ruthab)".
Hikmah dari sangat dianjurkannya sunnah tahnik menggunakan kurma dan
bukan dengan bahan-bahan lainnya telah diperkuat oleh penelitian-penelitian yang
menunjukkan manfaat dari kandungan buah kurma. Beberapa di antaranya adalah
penelitian Saleh dan Otaibi (2013) yang menunjukkan bahwa ekstrak kurma
memiliki potensi sebagai antimikroba terhadap bakteri patogen, dan memiliki
aktivitas penghambatan yang lebih signifikan terhadap bakteri Gram positif yaitu
3
Listeria monocytogenes dan Staphylococcus saprophyticus dibandingkan dengan
aktifitas penghambatan bakteri Gram negatif seperti Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella enterica. Berbeda dengan penelitian
Mahmood (2012) yang menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah kurma efektif
dalam menghambat pertumbuhan E.coli.
Hadits-hadits tentang tahnik tersebut menunjukkan bahwa terdapat sebuah
perbedaan persepsi antara praktik ASI eksklusif dengan sunnah tahnik. Praktik
ASI eksklusif yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki dasar bahwa bayi yang
baru lahir sangat disarankan untuk diberi asupan ASI saja selama 6 bulan,
sedangkan Rasulullaah Shalallaahu 'Alayhi wa Sallam mencontohkan untuk
mentahnik bayi yang baru lahir dengan Kurma. Padahal jika dilihat dari
penelitian-penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, BAL asal ASI dan
Kurma Tahnik sama-sama memiliki potensi sebagai antimikroba. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui adanya kemungkinan BAL asal ASI
dan Kurma Tahnik dapat bersinergi dan menghasilkan daya penghambatan yang
lebih baik terhadap bakteri patogen daripada jika BAL asal ASI bekerja secara
tunggal. Bakteri patogen yang digunakan sebagai bakteri uji dalam penelitian ini
adalah E.coli, hal tersebut dikarenakan E.coli merupakan salah satu bakteri
penyebab utama sepsis neonatal pada bayi yang terjadi sejak 5-7 hari pertama
setelah kelahiran dan dapat berkembang menjadi meningitis neonatal pada bayi.
Jika hasil penelitian menunjukkan bahwa sinergi antara BAL asal ASI dan Kurma
Tahnik memiliki daya penghambatan yang lebih baik terhadap E.coli, maka hasil
dari uji pendahuluan ini akan sangat bermanfaat bagi para orangtua dalam
mengoptimalkan asupan nutrisi dan probiotik yang baik bagi bayi pada masa awal
4
tumbuh kembangnya, tanpa harus meninggalkan sunnah tahnik dengan kurma
yang telah diajarkan oleh Rasulullaah Shalallahu 'Alayhi wa Sallam.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kombinasi antara
Kurma Tahnik dengan Bakteri Asam Laktat asal ASI dapat memberikan hasil
yang lebih baik dalam penghambatan Escherichia coli daripada jika hanya Bakteri
Asam Laktat asal ASI saja yang bekerja secara tunggal?
1.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sinergitas antara Kurma tahnik dan Bakteri
Asam Laktat asal ASI memberikan hasil yang lebih baik dalam penghambatan
E.coli, daripada jika Bakteri Asam Laktat asal ASI bekerja secara tunggal.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hikmah yang terkandung dalam
Sunnah Tahnik dengan kurma yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu
'Alayhi wa Sallam dari sisi ilmiah, dengan harapan dapat dicari titik temu dari
perbedaan persepsi antara praktik ASI Eksklusif dan Kurma Tahnik dan
ditemukan keselarasan antara syariat Islam dengan dunia sains atau dunia
kesehatan.
5
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menyebarkan
Sunnah Rasulullaah Shalallaahu 'Alayhi wa Sallam yang mulai terlupakan yaitu
Sunnah Tahnik dan memberikan pengetahuan tentang manfaat tahnik bagi bayi
baru lahir. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi jalan tengah
antara praktik ASI Eksklusif dengan Sunnah Tahnik, sehingga keduanya dapat
dilakukan secara bersamaan dan tidak lagi membuat para orangtua khawatir untuk
mentahnik bayinya.
6
1.6. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa, dan garam-garam anorganik yang disekresikan oleh kelenjar mamae ibu
dan berguna sebagai makanan bagi bayinya (Siregar, 2004). ASI mengandung zat
gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan anak. Kandungan zat gizi yang terdapat dalam ASI antara lain taurin,
DHA, AA, immunoglobulin A (IgA), laktoferin, lysosim, dan faktor bifidus di
samping juga zat gizi utama yaitu laktosa, lemak, oligosakarida, dan protein (Shin
dkk., 2004). Pada waktu lahir sampai beberapa bulan sesudahnya, bayi belum
dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI memberikan zat-zat
kekebalan yang belum dapat dibuat oleh bayi tersebut, sehingga bayi yang diberi
asupan ASI lebih jarang sakit, terutama pada awal dari kehidupannya. Komponen
zat anti infeksi yang banyak dalam ASI akan melindungi bayi dari berbagai
macam infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan antigen lainnya.
Pada tahun 2001, setelah melakukan telaah artikel secara sistemik dan
berkonsultasi dengan para pakar, World Health Organization (WHO) merevisi
rekomendasi ASI eksklusif dari 4-6 bulan menjadi 6 bulan. Hasil dari artikel
tersebut menyimpulkan bahwa bayi yang disusui secara eksklusif sampai 6 bulan
umumnya lebih sedikit menderita penyakit gastrointestinal dan lebih sedikit
mengalami
8
gangguan pertumbuhan. Definisi ASI eksklusif bermacam-macam tetapi definisi
yang sering digunakan adalah definisi WHO yang menyatakan ASI eksklusif
adalah pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali
vitamin, mineral, atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan.
Praktik pemberian ASI di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan
sekitar 1,5 juta bayi per tahun dari kematian dan kesakitan. Atas dasar tersebut
WHO merekomendasikan untuk pemberian ASI eksklusif sampai bayi 6 bulan.
Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi di Indonesia dan 1,3 juta bayi di dunia
dapat diselamatkan dari kematian dengan pemberian ASI eksklusif.
2.1.1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012
Tentang Pemberian ASI Eksklusif
Pemerintah Republik Indonesia pada 1 Maret 2012 mengeluarkan PP
Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif yang
ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan ini
melaksanakan ketentuan pasal 129 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan. Dalam rangka melindungi, mendukung, dan mempromosikan
pemberian ASI eksklusif perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dukungan
dari pemerintah, pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga
kesehatan, masyarakat serta keluarga agar ibu dapat memberikan ASI eksklusif
pada bayi.
Berikut beberapa pasal yang vital dalam pelaksanaan ASI eksklusif.
Sebagaimana termaktub dalam pasal 1, air susu ibu eksklusif yang selanjutnya
disebut ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan
9
selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain. Selain itu pasal 2 juga menekankan kepada pemberian ASI
eksklusif sebagai pemenuhan hak bayi dan semua pihak wajib membantu
pelaksanaannya, yaitu menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI
eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya, memberikan perlindungan
kepada ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, dan meningkatkan
peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah
terhadap pemberian ASI Eksklusif.
2.2. Bakteri Asam Laktat dalam ASI
Bakteri Asam Laktat sering ditemukan secara alamiah dalam bahan
pangan dan diketahui juga terdapat pada air susu ibu (ASI). Kolostrum
merupakan ASI yang keluar sejak hari pertama ibu yang melahirkan sampai hari
ketujuh (bisa juga sampai hari ke 10). Di dalam kolostrum inilah terdapat banyak
sekali zat gizi yang sangat diperlukan oleh bayi, salah satunya adalah faktor
bifidus, yaitu sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen dan dapat
menunjang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus (Cox, 2006). Menurut
Salminen dkk. (2004), ditemukan strain Bifidobacterium bifidum (yang kemudian
dikenal sebagai L. bifidus) di dalam ASI, khususnya karena keberadaan N-
acetylglucosamine. Di dalam ASI juga terdapat glikoprotein yang juga dapat
meningkatkan pertumbuhan BAL. Selain itu ASI juga mengandung laktoferin,
yaitu protein yang berikatan dengan zat besi. Dengan mengikat zat besi, maka
10
laktoferin dapat menunjang pertumbuhan BAL dan menghambat pertumbuhan
bakteri tertentu, seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Penelitian oleh Nuraida dkk. (2007) menyatakan bahwa isolat klinis
bakteri asam laktat yang diisolasi dari Air Susu Ibu (ASI), telah teridentifikasi ciri
fisiologis dan biokimianya sebagai Streptococcus heterofermentatif, Lactobacillus
heterofermentatif, dan Lactobacillus homofermentatif. Isolat - isolat BAL tersebut
terdiri dari 60% isolat Lactobacillus homofermentatif, 23% isolat Lactobacillus
heterofermentatif , 8% isolat Bifidobacterium, 4% isolat Streptococcus, 4% isolat
Leuconostoc, dan 1% isolat Pediococcus.
2.2.1. Karakteristik Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat secara fisiologi dikelompokkan sebagai bakteri Gram
positif yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang relatif tebal sedangkan Gram
negatif memiliki lapisan luar berupa lipopolisakarida yaitu lapisan peptidoglikan
yang lebih tipis. Bakteri ini berbentuk kokus atau batang yang tidak membentuk
spora, dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam laktat,
katalase negatif, tidak memiliki sitokrom, anaerobik fakultatif, memerlukan nutrisi
yang cukup (fastidious), tahan terhadap asam (acid tolerant), tidak motil atau
sedikit motil, bersifat mikroaerofilik sampai anaerob, serta bersifat mesofilik atau
optimal pada suhu 10-40oC. BAL sering dihubungkan dengan habitat yang
mengandung banyak nutrisi seperti berbagai produk pangan (susu, daging,
minuman, sayuran), namun beberapa diantaranya juga merupakan flora normal
pada mulut dan usus mamalia (Setianingsih, 2010).
11
Seluruh spesies BAL diketahui merupakan bakteri Gram positif dan ciri
tersebut tidak berubah hingga saat ini dan merupakan karakteristik utama dari
BAL (Salminen dkk., 2004). Struktur bakteri yang paling penting adalah dinding
sel. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang terdiri atas lapisan
peptidoglikan yang relatif tebal sedangkan Gram negatif memiliki lapisan luar
berupa lipopolisakarida yaitu lapisan peptidoglikan yang lebih tipis (Setianingsih,
2010).
2.2.2. Metabolisme Bakteri Asam Laktat
Bakteri Asam Laktat tidak memiliki mekanisme transpor elektron dan
sitokrom sehingga tidak dapat melakukan respirasi dan metabolismenya
bergantung pada fosforilasi substrat untuk menghasilkan energi (Salminen dkk.,
2004). Bakteri asam laktat secara umum dibagi menjadi dua kelompok,
homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif hanya
menghasilkan produk tunggal, yaitu asam laktat selama proses fermentasi gula,
sedangkan kelompok heterofermentatif dapat membentuk etanol, diasetil, format,
acetoin, asam asetat, karbondioksida bersamaan dengan sejumlah besar asam
laktat (John dkk., 2007).
Metabolisme homofermentatif menggunakan jalur Glikolisis (Embden-
Meyerhof-Parnas pathway) dan digunakan oleh seluruh BAL kecuali
Leuconostoc, Lactobacilli kelompok 3, Oenococci, dan Weisellas. Jalur ini
merupakan sistem metabolisme yang dicirikan dengan pembentukkan fruktosa-
1,6-diphospat (FDP) yang kemudian diubah FDP aldolase menjadi
dihidroksiaseton phospat (DHAP) dan gliseraldehid-3-phospat (GAP). GAP
12
kemudian diubah menjadi piruvat melalui sekuen metabolik termasuk fosforilasi
substrat. Pada kondisi normal yaitu keberadaan gula dan oksigen yang terbatas,
piruvat direduksi menjadi asam laktat dan dihasilkan NADH dan ATP (Salminen
et al., 2004).
Metabolisme heterofermentatif dicirikan dengan tahap oksidasi awal
berupa 6-phosphoglukonat diikuti dengan dekarboksilasi pentosa-5-phospat yang
tersisa diubah oleh phospoketolase menjadi GAP dan asetil phospat. GAP
dimetabolisme pada jalur yang sama dengan jalur glikolisis menghasilkan
pembentukkan asam laktat. Saat tidak ada akseptor elektron tambahan yang
tersedia, asetil phospat direduksi menjadi etanol via acetyl coA dan asetaldehid.
Pada metabolisme ini dihasilkan juga produk akhir lain seperti CO2 dan etanol
(Salminen, 2004).
2.2.3. Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat
Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel
suatu organisme. Bakteri Asam Laktat seperti halnya organisme bersel tunggal
lainnya mengalami pertumbuhan berupa pembelahan atau perbanyakan sel yang
merupakan pertambahan jumlah individu (Pelczar dan Chan, 2006). Beberapa
syarat yang menunjang pertumbuhan bakteri antara lain adalah adanya sel hidup,
adanya sumber energi, adanya nutrisi dan faktor pertumbuhan, tidak ada inhibitor
atau toksin, serta kondisi fisiko-kimia yang mendukung (Wibowo, 2010).
Pertumbuhan mikroba sangat berkaitan erat dengan senyawa metabolit
yang dihasilkannya. Secara umum pertumbuhan bakteri terbagi menjadi empat
tahap yaitu (1) fase lag (adaptasi), ketika sel mengalami perubahan dalam
13
komposisi kimiawi dan senyawa intraseluler bertambah namun tidak terjadi
pertambahan populasi, (2) fase logaritma yaitu ketika sel membelah dengan laju
konstan, (3) fase stasioner yaitu ketika jumlah sel yang membelah sama dengan
jumlah sel yang mati sehingga jumlah sel tetap akibat penumpukan produk
beracun dan/atau kehabisan nutrisi, dan (4) fase kematian yaitu fase saat jumlah
sel bakteri mulai menurun karena nutrisi dalam media dan cadangan energi dalam
sel mulai habis (Pelczar dan Chan, 2006).
Metabolit primer yaitu senyawa yang dihasilkan pada fase lag dan fase
logaritma untuk memenuhi kebutuhan bakteri dalam membentuk komponen
intraseluler sedangkan metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesa oleh
suatu organisme, tidak untuk memenuhi kebutuhan primernya seperti tumbuh dan
berkembang melainkan untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi
dengan lingkungan (Kusmiati dan Malik, 2002).
2.3. Senyawa Antimikroba Bakteri Asam Laktat
Senyawa antimikroba merupakan senyawa biologis atau kimia yang dapat
menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Senyawa antimikroba dapat
bersifat germistatik (menghambat pertumbuhan spora bakteri), germisidal
(membunuh spora bakteri), antibakteri dan antifungi (dapat menghambat
pertumbuhan atau membunuh keduanya), bakterisidal (membunuh bakteri),
bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang
dan khamir), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang dan khamir),
germisidal (menghambat germinasi spora bakteri) dan sporisidal (membunuh
spora bakteri dan fungi) (Natsch, 2006). Umumnya hampir semua senyawa yang
14
diproduksi oleh BAL mampu menghambat pertumbuhan BAL lainnya dan
beberapa di antaranya memiliki efek bakterisidal terhadap bakteri lain yaitu
bakteri patogen dengan menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida, diasetil,
senyawa antifungi (seperti asam lemak atau asam phenullactic) dan bakteriosin
(Savadogo dkk., 2006). Mekanisme aktivitas penghambatan antimikroba terhadap
bakteri patogen dapat melalui beberapa faktor, antara lain: (1) mengganggu
sintesis dinding sel, (2) menghambat sintesis protein, (3) mengganggu sintesis
asam nukleat, (4) menghambat jalur metabolisme dan (5) merusak stuktur
membran bakteri (Tenover, 2006).
Asam-asam organik dalam produk fermentasi merupakan hasil hidrolisis
asam lemak dan juga sebagai hasil aktivitas pertumbuhan bakteri. Asam organik
tersebut umumnya berupa asam organik lemah seperti asam laktat, asam asetat,
dan asam propionat. Asam-asam organik juga sering digunakan sebagai asidulan
(bahan pengasam) yang dapat menurunkan pH sehingga pertumbuhan mikroba
berbahaya pada produk fermentasi akan terhambat (Winarno, 1997).
2.3.1. Asam Laktat dan Asam Organik Lain
Asam laktat akan menyebabkan penurunan pH di bawah kisaran pH
pertumbuhan bakteri, asam-asam dalam bentuk tidak terdisosiasi ini dapat
berdifusi secara pesat ke dalam sel mikroorganisme. Asam tidak terdisosiasi ini
akan terurai menjadi anion dan proton, sehingga proton (H+) akan masuk ke dalam
sel, sehingga metabolisme sel akan terganggu seperti terjadinya pengasaman
sitoplasma, penghambatan transfer substrat, dan sintesis makromolekul yang
secara keseluruhan akan menghambat pertumbuhan bakteri (Setianingsih, 2010).
15
Di antara asam organik yang umum dihasilkan oleh bakteri asam laktat,
asam asetat diketahui merupakan inhibitor utama dengan spektrum penghambatan
yang luas baik terhadap bakteri, khamir, maupun kapang diikuti oleh asam
propionat yang memiliki spektrum penghambatan terhadap jenis kapang dan
khamir tertentu. Aktivitas antimikroba yang kuat dari asam-asam organik tersebut
dijelaskan dengan nilai pKa (derajat disosiasi) asam asetat dan asam propionat
yang lebih besar dibandingkan nilai pKa asam laktat. Asam laktat diketahui
berperan sebagai agen pereduksi pH sedangkan asam asetat dan asam propionat
adalah agen antimikroba yang sesungguhnya (Ouwehand dan Vesterlund, 2004).
2.3.2. Hidrogen Peroksida, Karbon Dioksida, Diasetil dan Bakteriosin
Efek bakterisidal dari hidrogen peroksida dikarenakan kemampuannya
sebagai oxidizing agent terhadap sel bakteri. Bagian dari dinding sel bakteri
seperti gugus sulfidryl dan lipid membran sel dapat dengan mudah teroksidasi
(Salminen dkk., 2004). Akibatnya proses metabolisme seperti glikolisis terhambat
dan kerja enzim seperti hexokinase dan aldehid-3-phospat juga terganggu. Selain
itu, hidrogen peroksida juga diketahui dapat mengikat oksigen (oxygen scavenger)
sehingga dapat membuat lingkungan menjadi anaerob yang menghambat
pertumbuhan bakteri tertentu. Umumnya hidrogen peroksida bersifat
bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif dan bersifat bakterisidal untuk bakteri
Gram negatif.
Karbon dioksida memiliki dua sifat sebagai antimikroba yaitu membuat
lingkungan menjadi anaerob dan meningkatkan permeabilitas lipid bilayer
membran. Pada konsentrasi rendah, CO2 dapat menstimulasi pertumbuhan
16
beberapa organisme namun pada konsentrasi yang tinggi, zat ini dapat
menghambat pertumbuhan bakteri (Salminen dkk., 2004). Bakteri Gram negatif
diketahui lebih sensitif terhadap CO2 dibandingkan bakteri Gram positif
(Setianingsih, 2010).
Umumnya diasetil dihasilkan oleh BAL spesies Lactobacillus,
Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, dan mungkin juga oleh spesies lain.
Diasetil lebih efektif pada pH kurang dari 7 dan sifat antimikrobanya berlawanan
dengan keberadaan glukosa, asetat, dan Tween 80. Diasetil juga diketahui lebih
efektif untuk membunuh bakteri Gram negatif, khamir, dan kapang dibandingkan
bakteri Gram positif (Setianingsih, 2010).
Bakteri asam laktat diketahui sebagai salah satu jenis bakteri penghasil
bakteriosin. Bakteriosin adalah senyawa antibakteri berupa protein. Secara umum,
zat ini merupakan peptida kationik yang menunjukkan sifat hidrofobik atau
amfifilik dan biasanya menjadikan membran bakteri sebagai target aktivitas
bakteriosin. Sebagian besar bakteriosin Gram positif merupakan senyawa aktif
membran yang dapat meningkatkan permeabilitas dari membran sitoplasma.
Bakteriosin Gram positif juga memiliki aktivitas bakterisidal dengan spektrum
yang lebih luas dibanding colicin (bakteriosin Gram negatif yang dihasilkan oleh
E. coli) (Savadogo dkk., 2006). Aktivitas penghambatan oleh bakteriosin baik
yang bersifat bakterisidal, bakteriostatik, maupun bakteriolisis umumnya
ditujukan terhadap dinding dan membran sel dari mikroorganisme target.
Bakteriosin dapat menghambat biosintesis peptidoglikan sebagai penyusun utama
dinding sel. Bakteriosin juga dapat mengganggu stabilitas membran sel dengan
melakukan kontak langsung. Gangguan terhadap integritas dinding dan membran
17
sel tersebut dapat menyebabkan terbentuknya lubang hingga sel mengalami
kebocoran dan terjadi kehilangan Proton Motive Force (PMF). Kebocoran
mengakibatkan terjadinya difusi keluar dan masuk molekul-molekul seluler dan
hilangnya PMF akan membawa pada penurunan pH gradien seluler. Efeknya
menyebabkan pertumbuhan sel terhambat karena terhentinya biosintesis
makromolekul seperti DNA, RNA, dan protein. Oleh karena itu proses tersebut
akan menghasilkan kematian pada sel yang sensitif terhadap bakteriosin
(Setianingsih, 2010).
Beberapa bakteriosin yang penting di antaranya adalah nisin, diplococcin,
acidophilin, bulgarican, helveticin, lactacin, dan plantaricin (Savadogo dkk.,
2006). Bakteriosin yang dihasilkan BAL dapat mengalami degradasi oleh enzim
proteolitik dalam pencernaan manusia, sehingga tidak membahayakan bagi
kesehatan manusia. Sintesis bakteriosin pada bakteri asam laktat merupakan
produksi yang berasosiasi dengan pertumbuhan, biasanya terjadi selama fase
pertumbuhan eksponensial dan berhenti pada akhir fase eksponensial.
Pertumbuhan yang melewati fase stasioner akan menurunkan aktivitas
bakteriosinnya. Penurunan tersebut dapat disebabkan terbebasnya protease dari sel
saat sel memasuki fase kematian (Savadogo dkk., 2006).
2.4. Sunnah Tahnik
Ibnu Hajar Al-Asqolani (1959) menjelaskan pengertian tahnik, “Tahnik
ialah mengunyah sesuatu kemudian meletakkan atau memasukkannya ke mulut
bayi lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit mulut. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar bayi terlatih dengan makanan, juga untuk menguatkannya. Ketika
18
mentahnik hendaklah mulut (bayi tersebut) dibuka sehingga (sesuatu yang telah
dikunyah) masuk ke dalam perutnya. Mentahnik lebih utama dilakukan dengan
kurma kering (tamr). Jika tidak mudah mendapatkan kurma kering (tamr), maka
dengan kurma basah (ruthab). Kalau tidak ada kurma, bisa diganti dengan sesuatu
yang manis. Tentunya madu lebih utama dari yang lainnya".
Tuntunan sunnah tahnik dijelaskan dalam beberapa hadits shahih,
diantaranya diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Anas bin Malik
Radhiyallahu‘anhu ia berkata: “Aku pergi membawa Abdullah bin Abi Thalhah
kepada Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam ketika ia baru dilahirkan. Aku
mendatangi Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam yang ketika itu sedang mencat
seekor untanya dengan ter. Beliau bersabda kepadaku “Adakah kurma
bersamamu?”. Aku jawab, “Ya (ada)”. Beliau lalu mengambil bebeberapa kurma
dan memasukkannya ke dalam mulut beliau, lalu mengunyahnya sampai lumat.
Kemudian beliau mentahniknya, maka bayi itu membuka mulutnya. Nabi
Shallallahu 'alayhi wa sallam kemudian memasukkan kurma yang masih tersisa
di mulut beliau ke mulut bayi tersebut, maka mulailah bayi itu menggerak-
gerakan ujung lidahnya (merasakan kurma tersebut). Melihat hal itu Rasulullah
Shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda, “Kesukaan orang Anshar adalah kurma”.
Lalu beliau menamakannya Abdullah” (Al-Asqolani, 1959). Al-Bukhari juga
meriwayatkan dari hadits Abu Burdah dari Abu Musa, ia berkata, “Aku pernah
dikaruniai anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu
'alayhi wa sallam, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya
dengan sebuah kurma (tamr)" (Al-Asqolani, 1959). Selain itu terdapat lafazh
dalam Shahih Muslim sebagai berikut, dari Aisyah, istri Nabi shallallahu 'alayhi
19
wa sallam, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam di datangkan
kepada beliau beberapa bayi kemudian beliau mendo’akan keberkahan atas
mereka dan mentahnik mereka. Lalu ada bayi yang dihadirkan kepada beliau,
kemudian bayi itu kencing di pangkuan beliau. Lantas beliau meminta air dan
memercikkannya ke kencing bayi tersebut dan beliau tidak sampai mencucinya”
(Muslim, 2000).
Kurma merupakan buah yang dianjurkan dalam sunnah tahnik, hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah yaitu, "Tahnik
dilakukan dengan kurma dan hukumnya adalah sunnah (anjuran). Namun andai
ada yang mentahnik dengan selain kurma, maka sudah dianggap pula sebagai
tahnik. Akan tetapi, tahnik dengan kurma lebih utama" (Nawawi, 1972). Ibnu
Hajar Al Asqolani rahimahullah juga menjelaskan, "Yang lebih utama (ketika)
mentahnik ialah dengan kurma kering (tamr). Jika tidak mudah mendapatkan
kurma kering (tamr) maka dengan kurma basah (ruthab), dan kalau tidak ada
kurma dengan sesuatu yang manis dan tentunya madu lebih utama dari yang
lainnya (kecuali kurma)” (Al-Asqolani, 1959).
2.4.1. Kurma
Kurma merupakan buah dari tanaman dari keluarga Arecaceae yang
memiliki biji dengan satu lembaga (monokotil) (Rahmadi, 2010). Kurma
mengandung 70% karbohidrat, oleh karena itu buah ini merupakan sumber energi
yang tinggi dan 100 g dari daging buahnya dapat menyediakan energi sebanyak
314 kcal (Baliga dkk., 2011). Terdapat lebih dari 600 jenis kurma, beberapa
varietas yaitu Aabel, Ajwah, Al-Barakah, Amir Hajj, Abid Rahim, Barhe, Baht,
20
Bekreri, Booman, Bouhattam, Barakawi, Bireir, Deglet Noor, Dabbas, Dayri,
Empress, Fard, Ftimi, Garn Ghzal, Halawi, Haleema, Hayany, Iteema, Jabri,
Kenta, Khardawy, Khlas, Kodary, Korkobbi, Khusatawi, Lulu, Maktoomi,
Maghool, Manakbir, Mermilla, Medjool, Mejraf, Mishriq, Nabtat-Seyf, Naptit
Saif, Nefzaoui, Raziz, Rotab, Rotbi, Sagai, Smiti, Shikat Al-Kahlas, Sagay,
Shishi, Shikat Al-Kahlas, Sokkery, Saidi, Sayir, Sekkeri, Shabebe, Sellaj, Sultana,
Tagyat, Tamej, Thoory, Umeljwary, Umelkhashab, Zahidi dan Bericcha Pazham
(Habib dan Ibrahim, 2009). Berikut merupakan taksonomi kurma, yaitu kingdom
Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Arecales, famili Arecaceae,
genus Phoenix dan spesies Phoenix dactylifera.
Kurma memiliki 5 tahap perkembangan sebelum mencapai kematangan,
proses tersebut berlangsung selama 7 bulan. Tekstur dan tingkat kemanisan kurma
sangat terkait dengan tahapan pertumbuhan dan kematangan. Selama proses
pertumbuhan dan perkembangan buah, beberapa perubahan eksternal dan internal
buah kurma diamati. Diketahui bahwa kurma diklasifikasikan ke dalam 5 tahap
kematangan, yaitu Hababouk, Kimri, Khalal, Rutab dan Tamar (Fadel dkk., 2006).
Tahap Hababouk adalah tahap setelah fertilisasi hingga 5 minggu
setelahnya. Buah kurma belum dewasa dan sepenuhnya ditutupi oleh kaliks. Buah
kurma pada tahapan ini hanya berbobot sekitar satu gram. Tahap selanjutnya
adalalah tahapan Khimri yaitu ketika buah kurma berwarna hijau, cukup keras,
dengan komposisi berat kering 80% uap air dan 50% gula (glukosa dan fruktosa).
Khimri pada umumnya pahit dan tidak cocok untuk dimakan. Setelah itu, buah
kurma berkembang dalam tahapan Khalal. Perubahan warna pada tahapan ini
berbeda pada tiap varietas, menjadi hijau kekuningan, kuning, merah muda, merah
21
tua atau merah. Tahapan ini berlangsung selama 6 minggu dan buah kurma sudah
dewasa secara fisiologis, keras dan matang. Buah kurma juga mencapai berat dan
ukuran maksimum pada akhir tahapa ini. Terjadi peningkatan konsentrasi gula
yang pesat dan diikuti dengan penurunan kadar air. Pada tahap Rutab apex mulai
matang dan tekstur buah menjadi lunak dan berwarna coklat atau hitam.
Berkaitan dengan pengurangan kadar air yang konsisten, berat mengalami
penurunan kembali. Terdapat peningkatan jumlah gula dan padatan dengan
peningkatan laju konversi sukrosa menjad gula sederhana secara bersamaan.
Tahapan terakhir dari proses pematangan yaitu tahap Tamar yaitu ketika kurma
mengalami dehidrasi. Kurma kering mengandung 50% sukrosa dan gula
pereduksi. Pada banyak varietas, kulit kurma melekat dengan daging buah yang
lunak dan keriput dan pada waktu yang bersamaan daging buah bagian dalam
mengering (Fadel dkk., 2006).
Buah Kurma mengandung 70% gula yang mudah dicerna (glukosa,
sukrosa dan fruktosa), serat dan mengandung sedikit protein dan lemak. Buah
kurma juga mengandung vitamin seperti riboflavin, tiamin, biotin, folik dan asam
askorbat yang pentig bagi tubuh. selain itu buah kurma juga kaya akan zat besi,
kalsium, kobalt, tembaga, fluorin, magnesium, mangan, potassium, fosfor,
sodium, sulfur, boron, selenium dan seng (Al Farsi dan Lee, 2008).
Kurma mengandung berbagai macam zat-zat yang dibutuhkan oleh bayi
pada masa awal kehidupannya, beberapa diantaranya adalah karbohidrat.
Komposisi gula pada buah kurma sangat tergantung dari jenis kultivar dan tingkat
kematangannya. Secara umum, semakin matang buah kurma, kadar glukosa dan
fruktosa akan semakin meningkat dan kadar serat kasar cenderung menurun.
22
Kadar sukrosa dan serat terlarut cenderung stabil pada semua tingkat kematangan,
kecuali pada tahapan khalal (kadar sukrosa akan meningkat) oleh sebab
pembentukan daging buah terjadi dengan pesat. (Rahmadi, 2010)
Kandungan total protein pada buah kurma mencapai angka 1,4-1,7 g per
100 g daging kurma (berat basah). Treonin, lisin dan isoleusin adalah asam amino
esensial (tidak dapat disintensis oleh tubuh) yang ditemukan pada buah kurma.
Kandungan protein dan asam amino pada buah kurma akan mencapai puncaknya
pada tahap kematangan Kimri dan terus menurun seiring dengan meningkatnya
derajat kematangan buah. Sementara itu kadar lemak dari kurma sangatlah rendah
(0,3-0,5%), sehingga buah kurma bukanlah makanan terbaik yang menyediakan
asupan asam-asam lemak bagi tubuh. Kandungan asam lemak jenuh rantai sedang
seperti laurat, palmitat, dan stearat juga cukup mendominasi kandungan nutritif
dari biji kurma, dengan total sekitar 40-45% berat. Buah kurma juga memiliki
kandungan mineral selenium, magnesium, flourin, seng dan mineral-mineral yang
dianggap juga memiliki efek kuratif. Kandungan mineral dalam buah dan biji
kurma akan menurun drastis seiring dengan tingkat kematangan (Rahmadi, 2010).
2.4.2. Potensi Kurma Sebagai Antibakteri
Selain keunggulan nutrisi, kurma juga kaya akan komponen fenolik dan
fitokimia yang berubah seiring proses pematangan, dan hal tersebut
memungkinkan adanya potensi kurma sebagai antibakteri (Saleh dan Otaibi,
2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Al-Daihan (2012), ekstrak
metanol buah kurma, biji dan daun tanaman kurma menunjukkan aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, E. coli dan
23
Pseudomonas aeruginosa. Berdasarkan hasil penelitian Sinulingga (2012),
Kurma Zizyphus jujuba Mill. memiliki potensi sebagai antimikroba karena
berdasarkan hasil Skrining, diketahui bahwa kurma tersebut mengandung
senyawa kimia golongan alkaloida, glikosida, flavonoida, tanin, saponin dan
steroida/triterpenoida.
Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan mekanisme
kerja mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
(Hasibuan, 2013). Sedangkan flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan
cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang
mengganggu integritas membran sel bakteri (Cowan, 1999).
Tanin merupakan salah satu fitokimia dalam tumbuhan yang dapat
mengikat protein (McGee, 2004). Tanin memiliki aktivitas antibakteri, toksisitas
tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringen tanin dapat
menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau
substrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion
logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri (Akiyama dkk.,
2001). Selain itu, Tanin diduga dapat mengerutkan dinding sel atau membran
sel, sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya
permeabilitas sel, maka sel tersebut tidak dapat melakukan metabolisme dengan
normal dan pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati (Ajizah, 2004).
Saponin memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur. Penelitian Soetan
dkk. (2006) menunjukkan bahwa saponin memiliki aktivitas farmakologi
24
terhadap S. aureus dan Candida albicans. Menurut Zablotowicz dkk. (1996),
saponin menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dengan cara
berinteraksi dengan membran sterol. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah
adanya pelepasan protein dan enzim dari dalam sel bakteri (Hasibuan, 2013).
2.5. Komponen Antibakteri Pada Saliva (Air Liur)
2.5.1. Protein Pertahanan pada Saliva
Terdapat beberapa protein pertahanan yang terdapat pada saliva. Protein-
protein tersebut menyediakan pertahanan antimikrobial dengan mempengaruhi
mikroba target pada saat yang bersamaan, sehingga menyebabkan eliminasi yang
efisien terhadap mikroba target. Terdapat 5 jaringan pertahanan utama dari
protein-protein pada saliva. Pertama, jaringan pertahanan yang bertanggung
jawab untuk aglutinasi mikrobial oleh protein-protein yang memiliki fungsi
untuk mengikat bakteri. Jaringan pertahanan yang kedua bertanggung jawab
dalam proses lisis membran mikroba, khususnya bakteri, dan dilakukan oleh
peptida kation dan Lisozim. Jaringan pertahanan ketiga dan keempat
bertanggung jawab sebagai antifungi dan antivirus. Jaringan pertahanan kelima
bertanggung jawab dalam pengaturan imun, yaitu berhubungan dengan protein-
protein yang mengeluarkan aktivator atau modulator imun (Fabian dkk., 2012)
Menurut Fabian dkk. (2012), protein-protein yang terdapat pada saliva
menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme sebagai berikut;
25
a. Immunoglobulin
Immunoglobulin memiliki fungsi utama untuk menonaktifkan
parasit, yaitu bakteri, fungi dan virus dengan mengikat atau
menggumpalkan partikel-partikel mikroba tersebut. Setelah itu diikuti
dengan proses fagositosis dan lisis.
b. Chaperokine HSP70/HSPA
Chaperokine HSP70/HSPA bekerja dengan cara menggumpalkan
bakteri, hasil penelitian terbaru mengindikasikan bahwa HSP70/HSPA
mengikat baik bakteri gram positif (Streptococcus mutans dan
Streptococcus mitis) maupun bakteri gram negatif (Escherichia coli).
c. Defensin
Defensin telah terbukti menunjukkan aktivitas antibakterial yang
luas, dengan mekanisme defensin yang berintegrasi dengan membran
bakteri, sehingga menghasilkan pembentukan saluran ion, pori
transmembran, kebocoran membran dan kerusakan membran yan mana
pada akhirnya menyebabkan kehancuran dari bakteri.
d. Histatin
Histatin mengekskresikan spektrum antibakteri dan antifungi yang
luas, serta menunjukkan fungsi sebagai antivirus. Mekanisme histatin
dalam penghambatan bakteri sama dengan mekanisme yang dilakukan
oleh defensin.
26
e. Lactoferrin
Lactoferrin merupakan protein yang aktif dalam melawan bakteri,
fungi dan virus. Lactoferrin menghambat bakteri dengan mekanisme
pengikatan dan penghancuran membran sel bakteri.
f. Cathelicidin
Cathelicidin memberikan efek antibakteri dengan mekanisme
bersatu dengan membran mikroba dan penghancuran melalui pembentukan
saluran ion, pori transmembran, kebocoran memran dan perusakan
membran, serta dengan mekanisme pengikatan dan penetralan
lipopolisakarida bakteri.
g. Adrenomedullin
Adrenomedullin mampu membunuh bakteri melalui mekanisme
yang sama dengan Cathelicidin, serta dapat pula mencegah pertumbuhan
bakteri melalui pembentukan septum yang abnormal selama pembelahan
sel.
h. Lisozim
Lisozim lebih berperan dalam membunuh bakteri gram positif.
Pembunuhan bakteri oleh lisozim tidak bergantung pada aktifitas
enzimatis lisozim, melainkan dilakukan oleh fungsi permeabilitas dari
lisozim yang terbukti aktif melawan baik bakteri gram positif maupun
bakteri gram negatif juga fungi. Lisozim juga mengikat bakteri
lipopolisakarida, struktur permukaan bakteri dan toksin bakteri.
27
i. BPI (Bactericidal Permeability Increasing Protein)
BPI (Bactericidal Permeability Increasing Protein)
mengekskresikan bakterisidal dan menetralkan endotoksin.
j. Parotid Sekretori Protein (PSP)
Parotid Sekretori Protein (PSP) bersifat bakteriostatik, mengikat
dan menggumpalkan bakteri.
k. Amilase
Amilase menunjukkan efek penghambatan langsung dalam
pertumbuhan bakteri, serta mengikat lipopolisakarida bakteri, permukaan
bakteri dan toksin bakteri.
l. Cystatin
Cystatin adalah penghambat protease, sehingga dapat mencegah
pertumbuhan bakteri.
m. Mucin
Mucin memiliki afiinitas tinggi terhadap mikroorganisme dan
menggumpalkan partikel bakteri. Mucin juga memiliki fungsi sebagai
bakterisidal dan antifungal.
28
n. Peroksidase
Peroksidase mengkatalisis proses oksidasi ion thiosianat, yang
menyebabkan produksi agen bakterisidal dan fungisidal yang lebih
banyak.
2.5.2. Bakteri Pada Saliva yang Memproduksi Asam-Asam Organik
Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus fermentum adalah 2 dari spesies
mikroba yang paling umum ditemukan pada saliva manusia. Lactobacilli
berkoloni secara natural pada vagina, saluran pencernaan dan memiliki fungsi
pertumbuhan antagonistik yang memberikan perlindungan dari invasi patogen.
Kelompok Lactobacili dapat memproduksi asam-asam organik, seperti asam laktat
dan asam asetat dari fermentasi karbohidrat, yang mana dapat mengganggu
pertumbuhan mikroorganisme di sekelilingnya. Lactobacilli juga memproduksi
hidrogen peroksida yang merupakan substansi antimikroba. Dikarenakan
Lactobacilli menunjukkan fungsi pertumbuhan antagonistik, bakteri-bakteri dari
kelompok ini dapat bermanfaat sebagai agen bioprotektif dalam mengontrol
infeksi (Chen, 2012).
2.6. Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang
pendek, terdapat dalam bentuk berpasangan atau tunggal, bersifat motil dengan
flagela peritrikat atau non motil dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini
memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar 0,4 - 0,7 μm dan bersifat
anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus
dengan tepi yang nyata (Kusuma, 2010).
29
E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam
sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan
penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang
memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat
menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa
organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat
anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Bila pertahanan inang tidak
mencukupi, E. coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Sepsis
neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang
umumnya terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih. Sepsis ditandai dengan
kejadian yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok
sepsis dengan angka kematian tinggi dengan angka mortalitas 15-45% dan
morbiditas kecacatan saraf(Pusponegoro, 2010). Selain itu E. coli dan
Streptococcus sp. adalah penyebab utama meningitis pada bayi. E. coli merupakan
penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal (Kusuma, 2010).
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada bulan Maret 2015 hingga Juli 2018.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pompa ASI, cooler box,
ice gel, botol kaca, sterilizer, yellow tube, timbangan analitik, tabung reaksi, gelas
ukur, jar, erlenmeyer, cawan petri, ose bulat, microtube, bunsen, microtip,
micropipette, batang gelas L, container, shaker, lampu pijar, thermometer, mortar,
alu spektrofotometer, autoklaf dan inkubator.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media de Man Rogosa
and Sharpe Agar (MRSA), aquades, NaCl, Nurtrient Agar (NA), Nutrient Broth
(NB), Escherichia coli Agar (ECA), Air Susu Ibu (ASI), kurma, kultur
Escherichia coli, alkohol 70%, spirtus.
3.3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode eksperimental yang
bertujuan untuk membandingkan kemampuan antara kombinasi BAL asal ASI
dan Kurma Tahnik dengan BAL asal ASI saja dalam penghambatan E.coli.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 2 kali ulangan.
31
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Pengambilan Sampel Air Susu Ibu (ASI)
Air Susu Ibu yang diujikan dalam penelitian ini diperoleh dari 5 pendonor
ASI yang memiliki bayi berusia 0-6 bulan. Pengambilan sampel dilakukan dengan
pompa ASI yang sebelumnya telah disterilkan, dan dilakukan pemompaan hingga
sampel ASI mencapai 10 ml. Sampel ASI kemudian dipindahkan ke dalam botol
kaca steril dan disimpan di dalam cooler box sebelum dipindahkan ke dalam
kulkas dengan suhu 4-6oC.
3.4.2. Isolasi Bakteri Asam Laktat Asal ASI
Tahapan isolasi bakteri asam laktat pada penelitian ini dilakukan dengan
metode tidak langsung, yaitu didahului dengan proses pengayaan bakteri asam
laktat. Pengayaan dilakukan dengan memasukkan masing-masing 1 ml dari 10 ml
sampel ASI ke dalam 50 ml media MRS broth secara aseptis, setelah itu
diinkubasi dengan shaker selama 24 jam. Kemudian dilakukan pengenceran
dengan mencampurkan 1 ml hasil pengayaan dengan 9 ml NaCl, setelah itu
dihomogenkan dengan vortex. Pengenceran dilakukan secara berseri dengan
kelipatan 10 hingga diperoleh koloni dengan jumlah minimal 30 dan maksimal
300 pada saat penghitungan Total Plate Count (TPC) pada permukaan media
MRS agar. Metode TPC dilakukan dengan cara menginokulasikan 0,1 ml hasil
pengenceran ke atas permukaan media MRS agar dengan teknik spread plate.
Setelah itu, cawan petri berisi inokulum kemudian diinkubasi dalam suhu 37oC
selama 24 jam.
32
3.4.3. Pengamatan Jumlah dan Morfologi Koloni
Hasil inkubasi kemudian dihitung jumlah koloninya dan diamati
morfologinya. Pengitungan koloni dilakukan untuk mengetahui nilai Colony
Forming Unit (CFU). Rumus untuk mengetahui nilai CFU adalah:
Morfologi yang diamati meliputi warna, bentuk, tepi, dan elevasi
permukaan koloni. Jenis koloni yang memiliki ciri berbeda kemudian
diremajakan. Peremajaan kultur dilakukan dengan metode kuadran pada media
MRS agar dengan tujuan untuk mendapatkan koloni tunggal. Setelah itu kultur
disimpan dalam media MRS pada agar miring.
3.4.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat
Bakteri Asam Laktat yang telah ditentukan sebagai bakteri uji terlebih
dahulu dibuatkan kurva pertumbuhan, untuk mengetahui fase midlog bakteri asam
laktat yang akan diujikan. Pembuatan kurva tumbuh dilakukan dengan
menginokulasikan 3 ose kultur bakteri ke dalam 100 ml media Nutrien Broth,
kemudian dikocok. Dilakukan pengukuran Optical Density (OD) menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 660 nm setiap 1 jam sekali
dari jam ke-0 hingga jam ke-24.
33
3.4.5. Preparasi Sampel Kurma
Preparasi sampel kurma terbagi menjadi 2 bagian, yaitu kurma dengan
perlakuan tahnik dan kurma tanpa perlakuan tahnik. Kurma dengan perlakuan
tahnik dipersiapkan sesaat sebelum pengujian dilakukan untuk meminimalisir
pertumbuhan bakteri lain yang terdapat dalam air liur. Kurma tahnik dipersiapkan
dengan melumat kurma hingga cukup halus. Sementara itu kurma nontahnik
dipersiapkan dengan cara menggerus kurma dengan mortar dan alu.
3.4.6. Kultur BAL dan Mikroorganisme Uji
Bakteri Asam Laktat (BAL) dikultur dengan cara menginokulasikan 3 ose
kultur BAL ke dalam 100 ml media NB steril, kemudian dikocok dengan shaker
hingga mencapai waktu yang dibutuhkan oleh BAL untuk mencapai fase midlog,
yang telah didapatkan sebelumnya pada saat pengamatan Kurva Pertumbuhan
BAL. Sedangkan strain bakteri yang akan digunakan sebagai mikroorganisme uji
dalam penelitian ini adalah Escherichia coli. Bakteri uji tersebut dikultur dalam
media Nutrient Broth dengan menginokulasikan 3 ose kultur E.coli ke dalam 100
ml media NB steril, kemudian dikocok dengan shaker hingga fase midlog
Escherichia coli yaitu 450 menit (Jauhari, 2010).
3.4.7. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu uji
antagonisme, uji kontak Bakteri Asam Laktat dan Total Plate Count (TPC) pasca
uji antagonisme. Uji antagonisme dilakukan terhadap bakteri patogen yaitu
Escherichia coli dan dilakukan dengan pendekatan metode Broth Dilution (Chen
dkk., 2012). Pengujian dilakukan dengan mencampurkan 1 ml kultur BAL pada
34
fase midlog dengan konsentrasi 106 sel/ml dan 1 gram kurma tahnik dengan 1 ml
kultur Escherichia coli pada fase midlog dengan konsentrasi 106 sel/ml di dalam
20 ml Nutrient Broth lalu dikocok selama 24 jam. Tahapan yang sama dilakukan
terhadap perlakuan-perlakuan lainnya. Terdapat 6 perlakuan yang diujikan dalam
penelitian ini, yaitu uji antagonisme E.coli terhadap campuran antara BAL asal
ASI dengan kurma yang telah ditahnik (perlakuan A), uji antagonisme E.coli
terhadap campuran antara BAL asal ASI dengan kurma nontahnik (perlakuan B),
uji antagonisme E.coli terhadap BAL asal ASI (perlakuan C), uji antagonisme
E.coli dengan kurma tahnik (perlakuan D), uji antagonisme E.coli dengan kurma
nontahnik (perlakuan E) dan uji antagonisme E.coli dengan air liur (perlakuan F).
Escherichia coli pada fase midlog dengan konsentrasi 106 sel/ml juga dikultur
dalam media NB sebagai kontrol. Perlakuan dapat dilihat dalam tabel 1 berikut.
Keterangan:
BAL = Bakteri Asam Laktat KT = Kurma Tahnik
KNT = Kurma Nontahnik AL = Air Liur
Uji kontak BAL dilakukan dengan mencuplik sebanyak 0,1 ml kultur yang
telah diberi 6 perlakuan berbeda pada saat uji antagonisme pada jam ke-0, jam ke-
Tabel 1. Perlakuan Uji Aktivitas Antibakteri
Perlakuan Inokulum dan Bahan
Bakteri
Uji
BAL KT KNT AL (E.coli)
A
B
C
D
E
F
Kontrol
35
12 dan jam ke-24. Setelah kultur dicuplik, 0,1 ml kultur tersebut kemudian
diinokulasikan dengan teknik sebar ke atas permukaan media MRS Agar. Setelah
itu diinkubasi dalam suhu 37oC selama 24 jam.
Total Plate Count pasca uji antagonisme dilakukan dengan
menginokulasikan masing-masing sebanyak 0,1 ml kultur yang telah diberi 6
perlakuan berbeda ke atas permukaan media Escherichia coli Agar (ECA) dengan
teknik sebar. Begitu pula kultur yang hanya berisi E.coli (kontrol) juga
diinokulasikan ke atas permukaan ECA. Cawan petri yang telah berisi inokulum
kemudian diinkubasi dalam suhu 37oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, dilakukan
penghitungan konsentrasi sel bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC),
lalu dibandingkan dengan hasil penghitungan konsentrasi sel kontrol E. coli.
3.5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif, yaitu dengan membandingkan hasil yang didapatkan dari hasil uji
antagonisme berdasarkan konsentrasi sel E.coli dari kultur yang telah diberi 6
perlakuan berbeda.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Isolasi dan Pengamatan Morfologi Bakteri Asam Laktat asal ASI
Isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) dari Air Susu Ibu (ASI) yang telah
didonorkan secara aseptis dari 5 Ibu pendonor didapatkan dengan cara
menginokulasikan 1 ml ASI ke dalam 50 media MRS broth, metode ini dilakukan
agar isolat yang didapatkan terseleksi secara spesifik, karena media MRS
merupakan media spesifik untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Safitri dkk.,
2016). Selain itu, metode tersebut dilakukan pula untuk mengayakan BAL agar
isolat dapat diperoleh dengan maksimal. Menurut Ibrahim (2015), identifikasi
secara makroskopik Bakteri Asam Laktat memperlihatkan hasil berupa isolat yang
mempunyai warna putih susu, bentuk bulat, tepi entire, permukaan halus dan
elevasi yang cembung, ciri-ciri tersebut sesuai dengan hasil pengamatan
morfologi koloni BAL pada semua sampel ASI dalam penelitian ini. Isolat BAL
yang akan digunakan sebagai bakteri uji adalah isolat dari sampel ASI E, karena
jika hasil isolasi BAL dari sampel E diamati jumlah koloni yang dihasilkan lebih
banyak jumlahnya dibandingkan dengan 4 sampel lainnya, meskipun
keseluruhannya mencapai lebih dari 300 koloni. Foto isolat BAL asal ASI sampel
E dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan hasil pengamatan morfologi dari
tahapan Isolasi BAL asal ASI dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
37
Tabel 2. Hasil Isolasi dan Pengamatan Morfologi Bakteri Asam Laktat ASI
4.2. Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Asal ASI
Pertumbuhan BAL dapat diketahui dengan pengukuran massa sel dengan
metode turbidimetri, yaitu pengukuran berdasarkan kekeruhan kultur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Tahapan ini dilakukan dengan
cara mengkultur BAL ke dalam media Nutrien Broth (NB) dan menginkubasinya,
kemudian optical density dari kultur tersebut diamati setiap 1 jam sekali selama
24 jam, sehingga pada akhir pengamatan akan didapatkan sebuah kurva
pertumbuhan. Tahapan kurva pertumbuhan dilakukan untuk menentukan waktu
yang dibutuhkan oleh BAL hingga mencapai fase midlog. Penentuan fase midlog
Sampel Koloni BAL Ciri
A Koloni Tumbuh
Warna : Putih Susu
Bentuk : Bulat
Tepi : Entire
Permukaan : Cembung
B Koloni Tumbuh
Warna : Putih Susu
Bentuk : Bulat
Tepi : Entire
Permukaan : Cembung
C Koloni Tumbuh
Warna : Putih Susu
Bentuk : Bulat
Tepi : Entire
Permukaan : Cembung
D Koloni Tumbuh
Warna : Putih Susu
Bentuk : Bulat
Tepi : Entire
Permukaan : Cembung
E Koloni Tumbuh
Warna : Putih Susu
Bentuk : Bulat
Tepi : Entire
Permukaan : Cembung
38
diperlukan karena sintesis bakteriosin oleh BAL bersifat growth associated atau
berkaitan dengan pertumbuhan BAL itu sendiri (Setianingsih, 2010). Pertumbuhan
BAL akan mengalami peningkatan dengan meningkatnya waktu inkubasi.
Peningkatan ini berlangsung secara logaritma. Meningkatnya jumlah biomassa akan
menyebabkan jumlah bakteriosin yang dihasilkan juga akan meningkat dan kemudian
menurun setelah mencapai fase stasioner. Oleh karena itu penentuan waktu ketika
BAL mencapai fase midlog (fase saat bakteri berkembang pesat) sangatlah penting
agar kondisi BAL dan bakteriosin yang diproduksi dalam keadaan optimum ketika
diujikan dengan bakteri patogen. Kurva pertumbuhan BAL asal ASI dapat diamati
melalui Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat
Kurva pada Gambar 1 menunjukkan bahwa jam ke-0 sampai jam ke-4
merupakan fase adaptasi, kemudian jam ke-5 hingga jam ke-15 merupakan fase
logaritma ketika BAL tumbuh dengan sangat pesat, terakhir pada jam ke-16 hingga
jam ke-24 merupakan fase kematian bakteri (fase stasioner). Sehingga dapat
ditentukan, bahwa fase midlog BAL asal ASI adalah pada jam ke-10. Hasil
39
pengamatan kurva pertumbuhan ini lah yang dijadikan acuan dalam menentukan
waktu inkubasi awal sebelum BAL diujikan dengan bakteri patogen.
4.3. Pengujian Aktivitas Antibakteri
Aktivitas antibakteri BAL asal ASI dan Kurma Tahnik dapat diketahui
dengan 3 tahapan, yaitu tahapan uji antagonisme, tahapan uji kontak BAL dan
tahapan penghitungan total plate count Escherichia coli pasca uji antagonisme.
4.3.1. Uji Antagonisme
Uji antagonisme dilakukan untuk melihat interaksi antara 6 perlakuan yang
diujikan (BAL + KT, BAL + KNT, BAL, KT, KNT dan AL) terhadap bakteri
Escherichia coli dengan tujuan agar dapat diketahui perlakuan mana yang paling
efektif dalam menghambat pertumbuhan E.coli. Uji antagonisme dilakukan di
dalam media Nutrien Broth dikarenakan media tersebut merupakan media
pertumbuhan bagi organisme yang memiliki jangkauan yang luas terhadap
berbagai macam spesies bakteri, sehingga dapat menjadi media pertumbuhan yang
baik terhadap semua bakteri yang berkaitan dengan penelitian ini. Uji ini
dilakukan dengan cara menginokulasikan BAL dan Escherichia coli pada saat
kedua bakteri tersebut berada pada fase midlognya, agar kedua bakteri tersebut
berada pada kondisi paling optimum di mana pada fase tersebut sel-sel bakteri
membelah dengan pesat dan produksi bakteriosin pun yang meningkat sejalan
dengan peningkatan sel-sel bakteri dapat berjalan dengan maksimal.
40
4.3.2. Hasil Uji Kontak Bakteri Asam Laktat (BAL)
Uji kontak dilakukan sebagai uji pendukung untuk mengetahui apakah
BAL tetap bertahan hingga akhir uji antagonisme, karena dikhawatirkan jika
terdapat faktor-faktor yang membuat BAL tidak dapat bergenerasi dengan baik,
salah satunya adalah kekurangan media tumbuh pada masa-masa akhir pengujian
karena telah digunakan bersamaan dengan Escherichia coli dan bakteri-bakteri
lain asal air liur. Oleh karena itu masing-masing kultur dengan 6 perlakuan yang
berbeda diuji dengan cara menginokulasikan 0.1 ml kultur ke dalam 6 cawan petri
berisi media MRS agar yang merupakan media spesifik untuk pertumbuhan BAL.
Hasil inokulasi kemudian dihitung dengan metode Total Plate Count.
Gambar 3. Konsentrasi Bakteri Asam Laktat dari Hasil Uji Kontak Bakteri Asam
Laktat asal ASI
Keterangan:
BAL = Bakteri Asam Laktat KT = Kurma Tahnik
KNT = Kurma Nontahnik AL = Air Liur
41
Perubahan konsentrasi sel BAL pada masing-masing perlakuan pada
waktu 0 jam, 12 jam dan 24 jam dapat terlihat pada Gambar 3 di atas. Konsentrasi
sel BAL pada setiap perlakuan cenderung meningkat dan tetap bertahan hingga
akhir uji antagonisme yaitu 24 jam. Hasil uji kontak ini juga menunjukkan bahwa
walaupun terdapat 3 kultur yang tidak diberi perlakuan BAL, BAL tetap tumbuh
pada semua kultur, artinya BAL pada penelitian ini tidak hanya berasal dari ASI
saja, namun pada saat inokulasi BAL dari lingkungan sekitar juga ikut tumbuh,
misalnya BAL pada air liur dan BAL yang sejak awal telah terdapat pada kurma.
Oleh karena itu, pada penelitian lebih lanjut mungkin diperlukan media yang lebih
spesifik untuk pertumbuhan BAL asal ASI atau dibutuhkan penelitian lebih lanjut
tentang media yang dapat menjadi media spesifik bagi BAL asal ASI.
4.3.3. Konsentrasi Escherichia coli Pasca Uji Antagonisme
Hasil uji antagonisme diketahui dengan menghitung konsentrasi sel E.coli
yang terdapat dalam masing-masing kultur dengan 6 perlakuan yang berbeda
menggunakan metode Total Plate Count. Metode tersebut dilakukan pada media
Escherichia coli Agar yang merupakan media spesifik untuk pertumbuhan E.coli.
Konsentrasi sel E.coli yang paling rendah menunjukkan perlakuan yang paling efektif
menghambat pertumbuhan E.coli. Gambar 4 berikut ini menunjukkan hasil uji
antagonisme pada 6 perlakuan berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri
E.coli serta 1 kontrol tanpa perlakuan apapun.
42
Gambar 4. Konsentrasi Sel E.coli Pasca Uji Antagonisme
Keterangan:
BAL = Bakteri Asam Laktat KT = Kurma Tahnik
KNT = Kurma Nontahnik AL = Air Liur
Gambar di atas menunjukkan bahwa semua kultur yang berisi Kurma Tahnik,
baik itu hanya Kurma Tahnik saja maupun ketika Kurma Tahnik terebut bersinergi
dengan Bakteri Asam Laktat asal ASI, sangatlah efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri E.coli dengan konsentrasi sel hanya 0.34x 109 sel/ml dan
1.5x109 sel/ml saja, sedangkan jika dibandingkan dengan kultur yang tidak diberi
perlakuan apa-apa (kontrol) konsentrasi sel E.coli relatif tinggi yaitu 6.2 x 109 sel/ml.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa jika hanya BAL asal ASI yang
bekerja dalam menghambat pertumbuhan E.coli, hasilnya tidaklah sebaik jika BAL
asal ASI tersebut dikombinasikan dengan Kurma Tahnik. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan melihat konsentrasi sel E.coli pada kultur yang hanya diberi BAL
masih lebih tinggi (2.07 x 109 sel/ml) jika dibandingkan dengan konsentrasi sel E.coli
pada kultur yang diberi kombinasi antara BAL asal ASI dengan Kurma Tahnik (1.5 x
109 sel/ml), perbandingan antara kedua perlakuan tersebut dapat dapat dengan jelas
terlihat pada foto yang terlampir pada Lampiran 2. Oleh karena itu dapat diketahui
bahwa jika BAL asal ASI dikombinasikan dengan Kurma Tahnik, maka proses
43
penghambatan pertumbuhan E.coli akan menjadi 25% lebih efektif daripada jika
BAL asal ASI bekerja sendiri saja dalam proses penghambatan pertumbuhan E.coli.
Hal ini mungkin disebabkan karena adanya sinergitas antara senyawa-senyawa
antibakteri yang terdapat pada BAL, kurma dan saliva. Seperti telah diketahui, semua
senyawa yang diproduksi oleh BAL mampu menghambat pertumbuhan BAL lainnya
dan beberapa di antaranya memiliki efek bakterisidal terhadap bakteri lain yaitu
bakteri patogen (dalam penelitian ini Escherichia coli) dengan menghasilkan asam
organik, hidrogen peroksida, diasetil, senyawa antifungi (seperti asam lemak atau
asam phenullactic) dan bakteriosin (Savadogo dkk., 2006). Lalu terdapat penelitian
yang membuktikan bahwa kurma mengandung senyawa kimia golongan alkaloida,
glikosida, flavonoida, tanin, saponin dan steroida/triterpenoida yang memiliki
kemampuan sebagai antimikroba (Sinulingga, 2012). Selain itu saliva juga turut
berperan dalam penghambatan Escherichia coli karena menurut Fabian (2012),
saliva mengandung banyak protein yang masing-masing memiliki fungsi dan
mekanismenya tersendiri dalam penghambatan bakteri patogen. Chen (2012), juga
menyatakan bahwa dalam saliva terdapat kelompok bakteri Lactobacilli yang
memiliki kemampuan sebagai agen bioprotektif dalam mengontrol infeksi
patogen.
Perbandingan hasil uji antagonisme antara perlakuan yang
mengombinasikan BAL asal ASI dan Kurma Tahnik dengan perlakuan yang
hanya menggunakan BAL asal ASI saja terhadap penghambatan Escherichia coli
dapat dijadikan penguat alasan bahwa pemberian Kurma Tahnik yang merupakan
Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alayhi wa Sallam kepada bayi baru lahir yang juga
mengonsumsi ASI memang bermanfaat bagi kesehatan. Khususnya dalam
penghambatan bakteri E.coli yang merupakan penyebab utama penyakit
44
meningitis neonatal pada bayi (Kusuma, 2010). Oleh karena itu, orangtua tidak
perlu khawatir lagi dalam melaksanakan sunnah mentahnik bayi baru lahir dengan
kurma dan tetap melakukan anjuran pemerintah dan WHO untuk melakukan
pemberian ASI Eksklusif terhadap bayi selama 6 bulan, karena telah diketahui
bahwa terdapat sinergitas yang positif antara BAL asal ASI dan Kurma Tahnik
dalam penghambatan bakteri patogen, khususnya bakteri Escherichia coli yang
menjadi bakteri uji dalam penelitian ini.
Pemberian kurma saja tanpa ditahnik (KNT) pun tidak memberikan hasil
sebaik Kurma yang ditahnik (KT). Hal tersebut dapat dilihat dari konsentrasi sel
E.coli dalam kultur BAL asal ASI yang dikombinasikan dengan Kurma Non
Tahnik (1.99 x 109 sel/ml) masih lebih tinggi sekitar 25% daripada kultur yang
mengombinasikan antara BAL dan Kurma yang ditahnik (1.5 x 109 sel/ml).
Berdasarkan hasil tersebut, kurang tepat rasanya jika sebagian masyarakat saat ini
menggunakan sari kurma kemasan atau kurma yang tidak ditahnik dengan alasan
meragukan kehigienisan kurma tahnik, padahal kurma yang ditahnik telah terbukti
mampu menghambat pertumbuhan bakteri E.coli dengan perbandingan sekitar 4
kali lipat lebih baik jika dibandingkan dengan kurma yang tidak ditahnik. Hal
tersebut dapat diamati dari konsentrasi sel E.coli dalam kultur yang hanya berisi
Kurma yang ditahnik (KT) sangatlah rendah yaitu hanya sebesar 0.34 x 109
sel/ml, sedangkan kultur yang hanya berisi Kurma Non Tahnik (KNT) memiliki
konsentrasi sel E.coli yang kurang lebih 4 kali lipat lebih banyak yaitu sebanyak
1.39 x 109
sel/ml.
Perbedaan yang cukup signifikan antara kultur-kultur yang diberi
perlakuan tahnik dan yang tidak diberi perlakuan tahnik mungkin dipengaruhi
45
oleh faktor ada atau tidaknya air liur (AL). Perlakuan yang menggunakan kurma
yang ditahnik mendapatkan bantuan tambahan dalam menghambat E.coli,
sedangkan perlakuan yang tidak menggunakan kurma tahnik tidak. Hal tersebut
diperkuat dengan hasil uji antagonisme antara air liur (AL) dengan E.coli yang
menunjukkan bahwa air liur juga memiliki daya penghambatan yang cukup efektif
bagi E.coli dengan konsentrasi sel E.coli hanya 0.89 x 109 sel/ml saja. Hal ini
disebabkan karena di dalam saliva (air liur) terdapat 2 komponen utama yang
berperan sebagai agen antibakterial yaitu protein-protein pertahanan dan bakteri-
bakteri asam laktat dari golongan Lactobacilli. Protein-protein pertahanan dalam
saliva menyediakan pertahanan antimikrobial dengan mempengaruhi mikroba
target pada saat yang bersamaan, sehingga menyebabkan eliminasi yang efisien
terhadap mikroba target. Protein-protein tersebut memiliki mekanisme yang
berbeda-beda dalam penghambatan pertumbuhan bakteri, diantaranya adalah
dengan proses penggumpalan bakteri (aglutinasi) dan proses lisis membran
bakteri. Beberapa diantara protein yang memiliki potensi antimikrobial adalah
immunoglobulin, chaperokine, defensin, histatin, lactoferin, cathelicidin,
adrenomedullin, lisozim, BPI, PSP, amilase, cystatin, mucin dan peroksidase
(Fabian dkk., 2012). Selain protein pertahanan, di dalam saliva juga terdapat
bakteri Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus fermentum yang memiliki
kemampuan sebagai agen antimikrobial, karena kelompok Lactobacili dapat
memproduksi asam-asam organik, seperti asam laktat dan asam asetat dari
fermentasi karbohidrat, yang mana dapat mengganggu pertumbuhan
mikroorganisme di sekelilingnya. Lactobacilli juga memproduksi hidrogen
peroksida yang merupakan substansi antimikroba.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kombinasi Kurma Tahnik dengan BAL asal ASI menunjukkan hasil
sekitar 25% lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan yang hanya
menggunakan BAL asal ASI dalam penghambatan bakteri E.coli. Kurma yang
ditahnik juga menunjukkan daya penghambatan terhadap E.coli sekitar 4 kali lipat
lebih baik daripada kurma yang tidak ditahnik. Oleh karena itu, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pemberian ASI pada bayi baru lahir yang diiringi dengan
pelaksanaan Sunnah Tahnik dengan kurma memiliki manfaat yang lebih baik bagi
kesehatan bayi (khususnya sebagai agen antibakteri), jika dibandingkan dengan
pemberian ASI saja.
5.2. Saran
1. Tetap mengikuti saran pemerintah dan WHO untuk memberikan ASI
Eksklusif pada bayi, diiringi dengan mentahnik bayi baru lahir dengan
kurma, sehingga didapatkan hasil yang lebih optimal dalam tumbuh
kembang serta pertahanan tubuh bayi terhadap bakteri.
2. Sebaiknya gunakan kurma yang ditahnik untuk melakukan Sunnah
Tahnik daripada menggunakan sari kurma kemasan ataupun kurma
yang tidak ditahnik, karena telah diketahui bahwa kurma yang ditahnik
memiliki daya penghambatan terhadap E.coli 4 kali lebih besar
daripada kurma yang tidak ditahnik.
47
3. Diperlukan penelitian lanjutan secara in vivo tentang manfaat tahnik
bagi bayi baru lahir.
4. Diperlukan penelitian lanjutan yang serupa dengan menggunakan
bakteri Gram Positif, yang selama ini diketahui lebih memiliki
ketahanan terhadap agen antimikrobial berdasarkan struktur dinding
selnya yang lebih tebal.
5. Diperlukan penelitian lanjutan yang serupa, menggunakan berbagai
jenis kurma dengan tingkat kandungan air yang berbeda-beda.
6. Diperlukan penelitian lanjutan yang serupa dengan kriteria Ibu
Pendonor ASI yang lebih spesifik dan seragam, contohnya kesamaan
usia Ibu, kesamaan asupan nutrisi, kesamaan profesi Ibu (Ibu Rumah
Tangga atau Ibu Pekerja) dan lainnya.
7. Diperlukan penelitian lanjutan yang lebih difokuskan terhadap Sunnah
Tahnik saja, terkait kemungkinan adanya manfaat yang diberikan
orangtua pada anaknya ketika melaksanakan Tahnik, yang disebabkan
oleh adanya perbedaan aktivitas enzimatis pada air liur orang dewasa
dengan air liur bayi yang mungkin aktivitas enzimatisnya belum
bekerja secara optimal.
48
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqolani, I. H. 1959. Fathul Baari. Beirut: Darul Ma’rifah. 9: 558.
Al-Daihan, S., Bhat, S. 2012. Antibacterial Activities of Extracts of Leaf Fruit,
Seedand Bark of Phoenix dactylifera. African Journal of Biotechnology.
11: 10021-10025.
Al Farsi, M. A. dan Lee, C. Y. 2008. Nutritional and Functional Properties of
Dates: a Review. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 48:
877-887.
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonellatyphymurium Terhadap Ekstrak daun
Jambu Biji (Psidium guajava L.). Bioscientia Universitas Lambung
Mangkurat. 1(1).
Akiyama, H., Fujii, K., Yamasaki, O., Oono, T., & Iwatsuki, K. 2001.
Antibacterial Action of Several Tannins Against Staphylococcus aureus.
Journal of antimicrobial chemotherapy. 48(4): 487-491.
Baliga, M. S., Baliga, B. R. V., Kandathil, S. M., Bhat, H. P., & Vayalil, P. K.
2011. A review of the chemistry and pharmacology of the date fruits
(Phoenix dactylifera L.). Food Research International. 44(7): 1812-1822.
Chen, L. J., Tsai, H. T., Chen, W. J., Hsieh, C. Y., Wang, P. C., Chen, C. S.,
Yang, C. C. 2012. In Vitro Antagonistic Growth Effects of Lactobacillus
fermentum and Lactobacillus salivarius and their Fermentative Broth on
Periodontal Pathogens. Brazilian Journal of Microbiology. 43(4): 1376-
1384.
Cowan, M. M. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Journal of Clinical
Microbiology. 12: 564.
Cox, SG. 2006. Expressing and Storing Colostrum Antenatally for Use in The
Newborn Period. Breastfeeding Review. 14(3).
Duijts L, Ramadhani M.K., Moll H.A. 2009. Breastfeeding Protects Against
Infectious Diseases During Infancy in Industrialized Countries. Maternal
and Child Nutrition Journal. 5: 199-210.
EFSA Panel on Dietetic Products Nutrition and Allergies. 2009. Scientific
Opinion on the appropriate age for introduction of complementary feeding
of infants. EFSA Journal. 7: 38.
Fábián TK, Hermann P, Beck A, Fejérdy P, Fábián G. 2012. Salivary Defense
Proteins: Their Network and Role in Innate and Acquired Oral Immunity.
International Journal of Molecular Science. 13(4):4295–4320.
Fadel, M. A., Kurmestegy, L., Rashed, M., dan Rashed, Z. 2006. Fruit color
properties of different cultivars of dates (Phoenix dactylifera, L.).
Agricultural Engineering International: the CIG
49
R E journal. 8(5).
Habib, H. M. dan Ibrahim, W. H. 2009. Nutritional Quality Evaluation of
Eighteen Date Pitvarieties. International Journal of Food Sciences and
Nutrition. 60: 99-111.
Hasibuan, Sawarni. 2013. Karakteristik Fisikokimia dan Antibakteri Hasil
Purifikasi Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Jurnal
Agritech. 33(3): 311-319.
Ibrahim A, Fridayanti A, Delvia F. 2015. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam
Laktat (BAL) dari Buah Mangga. Jurnal Ilmiah Manuntung. 1(2):159-163.
Ip S, Chung M, Raman G, Chew P, Magula N, DeVine D. 2007. Breastfeeding
and Maternal and Infant Health Outcomes in Developed Countries.
Medline Journal.
Jauhari, L. T. 2010. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit Penghasil
Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi.
Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. UIN. Jakarta.
John, R. P., Nampoothiri, K. M., & Pandey, A. 2007. Fermentative production of
lactic acid from biomass: an overview on process developments and future
perspectives. Applied Microbiology and Biotechnology. 74(3): 524-534.
Kusuma, S.A.F. 2010. Escherichia coli. Fakultas Farmasi Universitas
Padjajaran: Bandung.
Kusmiati dan Malik, Amarili. 2002. Aktivitas Bakteriosin dari Bakteri
Leuconostoc mesenteroides Pbac1 pada Berbagai Media. Jurnal Makara
Kesehatan. 6(1).
McGee, Harold. 2004. On Food and Cooking. New York. 714
Monasta L., Batty G.D., Cattaneo A, Lutje V, Ronfani L, Van Lenthe F.J. 2010.
Early-Life Determinants of Overweight and Obesity: a Review of
Systematic Reviews. Obesity Review. 11: 695–708.
Muslim. 2000. The Translation of the Meanings of Summarized, Sahih Muslim.
Darussalam: Riyadh.
Natsch, Andreas. 2006. Antimicrobial Compositions. U.S. Patent Application
12/097,958.
Nawawi, I. 1972. Syarh Muslim. Beirut: Dar Ihya’ At Turost. 14: 124.
Nuraida, L. dkk. 2007. Evaluation of Probiotics Properties of Lactic Acid Bacteria
Isolated From Breast Milk and Their Potency As Starter Culture.
International Journal of Food, Nutrition and Public Health. 5(1):33-60.
50
Oddy W.H., Robinson M., Kendall G.E., Li J., Zubrick S.R., Stanley F.J. 2011
Breastfeeding and Early Child Development: a Prospective Cohort Study.
Acta Paediatrica Journal. 100: 992.
Ouwehand AC, Vesterlund S. 2004. Antimicrobial components from lactic acid
bacteria. In: Salminen S, Ouwehand A, von Wright A (eds.), Lactic Acid
Bacteria: Microbial and Functional Aspects, 3rd ed. Marcel Dekker. 375–
395.
Pelczar, M.J. dan Chan, E. C. S. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas
Indonesia Press: Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Pusponegoro, T. S. 2000. Sepsis pada Nenonatus (Sepsis Meonatal). Sari Pediatri.
2(2): 96-102
Rahmadi, Anton. 2010. Kurma. Universitas Mulawarman: Samarinda.
Safitri. 2016. Formula Media Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Pediococcus
pentosaceus Menggunakan Substrat Whey Tahu. Jurnal Sumber Daya
Hayati. 2(2):31-38.
Saleh, F.A. dan M.M. Otaibi. 2013. Antibacterial Activity of Date Palm (
Phoenix Dactylifera L.) Fruit at Different Ripening Stages. Journal of
Food Process. 4(12): 1-6.
Salminen, S., Wright, A.V., Ouwehand, A. 2004. Lactic Acid Bacteria:
Microbiology and Functional Aspects. Marcel Dekker Incorporation.
Savadogo, A., Ouattara, A. C., Bassole, H. I., & Traore, S. A. 2006. Bacteriocins
and lactic acid bacteria-a minireview. African Journal of Biotechnology.
5(9).
Setianingsih, Siska. 2010. Kajian Senyawa Antimikroba Bakteri Asam Laktat
Homofermentatif Isolat ASI. Skripsi Fakultas Teknologi Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Shin, S.H. dkk. 2000. Growth and Viability of Commercial Bifidobacterium spp
in Skim Milk Containing Oligosaccharides and Inulin. Journal Food
Science. 65(5): 884-887.
Sinulingga, E. 2012. Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji
Aktivitas Antimikroba Ekstrak Dan Fraksi Buah Kurma Cina (Ziziphus
jujuba Mill.) Terhadap Beberapa Bakteri Dan Jamur. Skirpsi Universtitas
Sumatera Utara, Sumatera Utara.
Soetan, Oyekunie M.A., Aaiyelaagbe, O.O. dan Fafunsi, M.A. (2006). Evaluation
of the antimicrobial activity of saponins extract of sorghum bicolor L.
Moench. African Journal of Biotechnology. 5: 2405-2407.
51
Siregar, A. 2004. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang
mempengaruhi. Jurnal Gizi Kesmas Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Tenover, F. C. 2006. Mechanisms of antimicrobial resistance in bacteria. The
American journal of medicine. 119(6): 3-10.
Wibowo, M. S. 2010. Growth of Microorganism. School of Pharmacy ITB:
Bandung.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
World Health Organization. 2001. The Optimal Duration of Exclusive
Breastfeeding. Department of Nutrition for Health and Development:
Switzerland.
Zablotowicz, R.M, Hoagland, E. dan Wagner, S.C. 1996. Effect of saponin on the
growth and activity of Rizophere bacteria. In: Naindu A.S. (ed). Natural
Food Microbial Systems. CRC Press: USA.
52
LAMPIRAN
Lampiran 1. Isolat Bakteri Asam Laktat Asal ASI dari Sampel E
53
Lampiran 2. Perbandingan Jumlah Koloni E.coli yang tumbuh di media
ECA pada Kultur yang Diberi Perlakuan Bakteri Asam Laktat
dan Kurma Tahnik dengan Kultur yang Diberi Perlakuan
Bakteri Asam Laktat Saja