pengaruh konsep diri dan dukungan sosial terhadap motivasi
TRANSCRIPT
Pengaruh Konsep Diri dan Dukungan Sosial terhadap Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial
SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS PSIKOLOGI UNTUK MEMENUHI
SYARAT-SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA PSIKOLOGI
Oleh :
Luqman Syah
106070002256
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2011
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTAUniversitas Islam Negeri
PENGARUH KONSEP DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP
MOTIVASI BELAJAR REMAJA PANTI SOSIAL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
LUQMAN SYAH
NIM: 106070002256
Di bawah bimbingan:
Pembimbing I
Dra. Netty Hartati, M.Si NIP : 19531002 198303 2 001
Pembimbing II
Solicha, M.Si NIP: 19720415 199903 2 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2011 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “PENGARUH KONSEP DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR REMAJA PANTI SOSIAL” telah diujikan
dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas
Psikologi.
Jakarta, 12 Desember 2011
Sidang Munaqosyah
Dekan/Ketua PembantuDekan/Sekretaris
Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D Dra.FadhilahSuralaga,M.Si
NIP: 130 885 522 NIP: 19561223 198303 2 001
Dra. Netty Hartati, M.Si . Solicha. M.Si
NIP : 19720415 199903 2 001 NIP: 19531002 198303 2 001
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Luqman Syah
NIM : 106070002256
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ PENGARUH KONSEP
DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP MOTIVASI BELAJAR
REMAJA PANTI SOSIAL ” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan
tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun
kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan
sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan
undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau
jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 21 November 2011
Luqman Syah . NIM: 106070002256
MOTTO
Hujan tak selalu dikawal mendungHujan tak selalu dikawal mendungHujan tak selalu dikawal mendungHujan tak selalu dikawal mendung
Keajaiban bukan karena beruntungKeajaiban bukan karena beruntungKeajaiban bukan karena beruntungKeajaiban bukan karena beruntung
Tapi datang bagi mereka yang mau bertarungTapi datang bagi mereka yang mau bertarungTapi datang bagi mereka yang mau bertarungTapi datang bagi mereka yang mau bertarung
@syairkecil@syairkecil@syairkecil@syairkecil
PERSEMBAHAN “
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua
tercinta. Kepada Baba, yang menjadi panutan, semoga tercinta. Kepada Baba, yang menjadi panutan, semoga tercinta. Kepada Baba, yang menjadi panutan, semoga tercinta. Kepada Baba, yang menjadi panutan, semoga
semakin tenang di sisisemakin tenang di sisisemakin tenang di sisisemakin tenang di sisi----Nya. Dan kepada Emak, terima kasih Nya. Dan kepada Emak, terima kasih Nya. Dan kepada Emak, terima kasih Nya. Dan kepada Emak, terima kasih
telah sabar dan mendukung saya dan menjadi ibu terhebat.telah sabar dan mendukung saya dan menjadi ibu terhebat.telah sabar dan mendukung saya dan menjadi ibu terhebat.telah sabar dan mendukung saya dan menjadi ibu terhebat.
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Desember 2011 (C) Luqman Syah (D) xv + 92 halaman + lampiran (E) Pengaruh Konsep Diri dan Dukungan Sosial Terhadap Motivasi Belajar
Remaja Panti Sosial (F) Kemiskinan yang melatar belakangi sebagian anak yang ada di panti sosial,
menjadikan si anak ingin mendapatkan perbaikan dalam hidup, keinginan untuk mendapatkan hidup yang layak nantinya dengan memperoleh ilmu dan pendidikan formal yang menjadikan mereka mempunyai kemampuan akademis yang tinggi guna menjadi modal untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak. Cita-cita dan keinginan untuk menjadi orang yang berhasil dan sukses, memotivasi anak untuk memperbaiki kehidupannya yang sekarang dengan mengikuti program pendidikan dan pelatihan yang diadakan di panti agar dapat memperoleh apa yang mereka cita-citakan.
Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, salah satunya yaitu konsep diri dan dukungan sosial yang berasal dari orang tua, teman sebaya dan orang-orang sekitar. Konsep diri berkaitan dengan evaluasi dan penilaian terhadap diri. Sedangkan dukungan sosial adalah dukungan dari orang lain yang dicintai dan perduli, dihargai dan bernilai dan bagian dari jaringan komunikasi yang saling mengisi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh konsep diri dan dukungan sosial terhadap motivasi belajar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan analisis regresi berganda dimana peneliti ingin melihat sumbangsih dari tiap-tiap independent variable dengan jumlah sampel 90 remaja. Instrumen penelitian berupa skala dari konsep diri yang dibagi menjadi empat berdasarkan dimensi yaitu subjective self, body image, ideal self dan social self kemudian skala dari dukungan sosial yang dibagi menjadi lima berdasarkan jenis dukungan yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan jaringan.
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan analisis regresi, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: Untuk uji hipotesis nihil mayor (H0) ditolak, karena “Ada Pengaruh yang Signifikan Antara Konsep Diri dan Dukungan Sosial Terhadap Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial”. Selanjutnya untuk proporsi varians yang dapat dijelaskan oleh Independent Variable (IV) dari konsep diri (subjective self, body image, ideal
self, social self) dan dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif, dukungan jaringan) sejumlah 46,4 % sedangkan sisanya sejumlah 53,6 % dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Berdasarkan proporsi varians independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV) yang dihasilkan melalui analisis statistik maka variabel subjective self dari konsep diri dan variabel dukungan penghargaan dan dukungan informatif dari dukungan sosial yang berpengaruh signifikan terhadap motivasi belajar. Maka untuk uji hipotesis minor ada 3 hipotesis minor yang ditolak, yaitu, H01 (Tidak Ada Pengaruh yang Signifikan antara Subjective Self Terhadap Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial) dengan nilai signifikansi (0.000) dan memberikan sumbangan sebesar 34,7 % terhadap motivasi belajar, H06 (Tidak Ada Pengaruh yang Signifikan Antara Dukungan Penghargaan Terhadap Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial) dengan nilai signifikansi (0.016) dan memberikan sumbangsih terhadap motivasi belajar sebesar 4,3 % dan H08 (Tidak Ada Pengaruh yang Signifikan Antara Dukungan Informatif Terhadap Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial) dengan nilai signifikansi (0.016) dan sumbangannya terhadap motivasi belajar sejumlah 4 %. Karena ketiga variabel tersebut, terbukti signifikan berdasarkan hasil analisis statistik.
Berdasarkan penelitian di atas, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk menggunakan variabel lain seperti konsep diri akademik, self efficacy,dan self confidence. Serta menggunakan skala baku yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi dan menggunakan sampel pada panti sosial lain selain panti sosial Marsudi Putra Handayani, misalnya panti sosial di daerah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat yang memiliki kriteria yang sama.
(G) Daftar Bacaan: 36, 13 buku; 1 Ebook; 22 Jurnal.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillahirabbil’alamiin puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat
kekuasaan-Nya, rahmat, karunia, anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi besar Muhammad SAW
beserta sahabat dan keluarga, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Allahumma
shalli ‘ala saiyidinaa Muhammad wa’ala alisaiyidina Muhammad.
Skripsi ini, bukanlah hasil karya penulis seorang diri, karena banyak pihak
yang berpartisipasi dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu, izinkan penulis untuk
mengucapkan sekedar rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menjadi dekan inspiratif. Beribu
pengalaman Bapak membuat kami menjadi lebih termotivasi lagi.
2. Jajaran Dekanat, Pudek I Ibu Fadhilah Suralaga, M.Si., Pudek II Bapak
Bambang Suryadi, Ph.D., Pudek III Ibu Nihayah, M.Si., yang telah
memberikan banyak ilmu serta pengalaman, baik sebagai pembimbing
maupun dosen.
3. Ibu Netty Hartati, M.Si. dan Ibu Solicha, M.Si. yang telah membimbing,
mengarahkan, dan memberi saran serta dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis mendapat banyak masukan dan
wawasan yang berharga.
4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan kesabaran dan
keikhlasan. Semoga ilmu yang telah diberikan berkah dan menjadi amal
jariyah, amin.
5. Kedua orang tua penulis, H. Emus Alamsyach (alm) dan Hj. Djani Amdja,
terima kasih telah merawat dan mendidik penulis. Ini adalah sebagian kecil
kebanggaan yang dapat penulis berikan. Serta kepada semua saudara, Po’
Suroh, Bang Zen Hae, Po’ Iyam, Bang Jirin, Bang Oten, Opik, Memi dan
Kacong.
6. Keluarga kecil dan sahabat penulis, Iswahyudi “Cat” dan Nabilah Yasmin,
Dwi Atmoko (bibiw), Mr. Adiyo. R (Jambrong), Fajar “Gendut”, Supadi,
Samsul, Fahmi “Sky” Cebsa, Rajib dan Acut, Eda “Edot” dan Pupis, Ucup
dan Lili, Denil dan Afada, Tokecang yang selalu sabar, Ibnul, Nobel,
Surya dan Bang Dodo, Khafidoh dan Indra “Abeng”, adik Vidya dan
Aini, Eneng, Tika “Tucha” dan ibu, Fahmi Yazid, Andrew, dan Nelan
yang rela jadi gitaris. Terima kasih atas segala pengalaman hidup yang
sangat bernilai.
7. Seluruh pemain tim basket fakultas Psikologi UIN, Niken yang bersedia
membantu penulis, Keke, Mamet, Hendra, Gori, Azis, Kholid, Sukma,
Haikel, Leo, Fadel, Lingga, Rido, dan Bang Jul. Terima kasih atas
perjuangan dan kemenangan yang kita raih.
8. Sahabat kecil penulis, Dian “Ciput” Safitri, Si kembar Anggra dan Citra,
Kiwil, Nabila, Dwi “Pelo”, Tamil, Aji Pitoyo, yang telah membagi waktu
dan pengalaman, serta Siti “Aci” Sulastri yang telah mengajarkan
mendewasakan diri dari konflik yang ada.
9. Seluruh teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas C, 2007, 2008,
2009, 2010, dan 2011 yang telah berinteraksi dengan penulis dan
memberikan inspirasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada Ibu Sri Musfiah dari pihak Panti Sosial Marsudi Putra Handayani,
terima kasih atas segala bantuan dan bimbingan selama KKL dan
penelitian skripsi penulis dan adik-adik di panti yang tetap semangat
meskipun dalam keterbatasan, semoga dapat meraih kesuksesan kelak,
amin.
11. Keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat
Fakultas Psikologi atas segala pengalaman organisasi yang telah diberikan.
12. Semua pihak yang telah berinteraksi kepada penulis dan memberikan
semangat serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini memberikan manfaat khususnya bagi
penulis dan pembaca serta para pencari pengetahuan yang tidak pernah lelah
belajar.
Jakarta, Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN OLEH PANITIA UJIAN ................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................... iii
MOTTO .............................................................................................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
LEMBAR PERNYATAAN BUKAN PLAGIAT .......................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................xii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1
1.1. Latar Belakang .......................................................................1 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .....................................8 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................10 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................10 1.5. Sistematika Penulisan ............................................................11
BAB II KAJIAN TEORI ...........................................................................14
2.1. Motivasi belajar.........................................................................14 2.1.1. Definisi motivasi belajar ...............................................14 2.1.2. Komponen pembentuk motivasi belajar .......................16 2.1.3. Faktor-fakor yang mempengaruhi motivasi belajar ......21 2.1.4. Fungsi motivasi…………………………………..........26 2.1.5. Jenis-jenis motivasi……………………………………27 2.1.6. Pengukuran motivasi belajar…………………………..37 2.2. Konsep diri ................................................................................38 2.2.1. Definisi konsep diri .......................................................38 2.2.2. Jenis-jenis konsep diri ...................................................40 2.2.3. Dimensi konsep diri ......................................................41 2.2.4. Faktor-faktor pembentuk konsep diri…………………46 2.2.5. Fungsi konsep diri…………………………………….47 2.2.6. Pengukuran konsep diri……………………………….48 2.3. Dukungan sosial .......................................................................49
2.3.1. Definisi dukungan sosial ...............................................49 2.3.2. Jenis-jenis dukungan sosial ..........................................50 2.3.3. Komponen dukungan sosial .........................................51 2.3.4. Sumber-sumber dukungan sosial……………………...53 2.3.5. Faktor yang mempengaruhi dukungan sosial……….....55 2.3.6. Pengukuran dukungan sosial………………………….56 2.4. Kerangka Berpikir.....................................................................56 2.5. Hipotesis Penelitian ..................................................................59
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................61
3.1. Pendekatan dan Jenis Peneitian ................................................61 3.1.1. Pendekatan Penelitian .................................................61 3.1.2. Jenis Penelitian ...........................................................61
3.2. Populasi dan Sampel ................................................................61 3.2.1. Populasi ......................................................................61 3.2.2. Sampel .......................................................................61 3.2.3. Teknik pengambilan sampel ......................................63 3.3. Variabel Penelitian ...................................................................63 3.3.1. Definisi konseptual .....................................................64 3.3.2. Definisi operasional ....................................................65 3.4. Pengumpulan Data ...................................................................65 3.4.1. Metode Pengumpulan Data………………………….65 3.4.2. Instrumen Penelitian…………………………………66 3.5. Teknik Uji Instrumen................................................................70 3.5.1. Uji validitas ................................................................70 3.5.2. Uji reliabilitas .............................................................70 3.6. Prosedur Penelitian ...................................................................70 3.7. Teknik Analisis Data………………………………………….72
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN ..............................................73
4.1. Analisis Deskriptif .................................................................73 4.1.1 Deskriptif Subjek Penelitian…………………………...73 4.1.2 Deskriptif Variabel Penelitian…………………………73 4.2. Kategorisasi Variabel Penelitian ............................................74 4.3 Hasil Uji Hipoteisis Penelitian ................................................77 4.3.1 Analisis Koefisien Regresi .............................................77 4.3.2 Hasil Uji Hipotesis Minor ..............................................80
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...................................84
5.1. Kesimpulan ............................................................................84 5.2. Diskusi ...................................................................................85 5.3. Saran ..................................................................................... . 89
5.3.1. Saran teoritis ............................................................. .89 5.3.2. Saran praktis ............................................................. . 89
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... . 90
LAMPIRAN ........................................................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman Skoring Skala .......................................................................66
Tabel 3.2 Hasil Try Out Skala Konsep Diri ........................................................67
Tabel 3.3 Hasil Try Out Skala Dukungan Sosial .................................................68
Tabel 3.4 Hasil Try Out Skala Motivasi Belajar ..................................................69
Tabel 4.1 Deskriptif Statistik Variabel Penelitian ...............................................74
Tabel 4.2 Kategorisasi Motivasi Belajar ..............................................................75
Tabel 4.3 Kategorisasi Dukungan Sosial ............................................................76
Tabel 4.4 R Square Change ..................................................................................77
Tabel 4.5 Tabel ANOVA Motivasi Belajar .........................................................78
Tabel 4.6 Koefisien Regresi ................................................................................79
Tabel 4.7 Proporsi Varians ...................................................................................80
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Keterangan Penelitian .................................................................................
Hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur ..........................................................
Hasil uji hipotesis mayor ......................................................................................
Hasil koefisien regresi ..........................................................................................
Hasil uji proporsi varians .....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini membahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan
dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Panti sosial sebagai pusat pelayanan dan rehabilitasi anak nakal dan
berhadapan dengan hukum keberadaannya diharapkan dapat menjadi sarana
tempat tinggal remaja dalam proses perkembangannya dan dapat memberikan
ilmu serta pembentukan perubahan tingkah laku dan sikap pada remaja ke arah
yang lebih baik. Karena banyak remaja yang berada di pinggir jalan, bahkan
sampai melakukan tindak kriminal yang dapat membahayakan diri mereka. Masa
muda mereka harusnya digunakan sebagai waktu untuk belajar dan memperoleh
pendidikan yang layak dan dilindungi oleh suatu wadah yang menjamin
pendidikan dan kehidupan keseharian mereka.
Seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasal 28 B ayat 2 yaitu setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Begitu juga dengan pasal 34 ayat 1 yaitu fakir miskin
dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Di sinilah pentingnya keberadaan
panti sosial yang menangani keberadaan anak-anak tersebut.
Kemiskinan yang melatar belakangi sebagian anak yang ada di panti
sosial, menjadikan si anak ingin mendapatkan perbaikan dalam hidup, keinginan
untuk mendapatkan hidup yang layak nantinya dengan memperoleh ilmu dan
pendidikan formal yang menjadikan mereka mempunyai kemampuan akademis
yang tinggi guna menjadi modal untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan
yang layak. Cita-cita dan keinginan untuk menjadi orang yang berhasil dan
sukses, memotivasi anak untuk memperbaiki kehidupannya yang sekarang dengan
mengikuti program pendidikan dan pelatihan yang diadakan di panti agar dapat
memperoleh apa yang mereka cita-citakan.
Kemudian, dalam hal ini peneliti beranggapan lingkungan pembentuk
motivasi yang bertindak sebagai pendorong dalam kegiatan belajar untuk meraih
prestasi di bidang akademik berbeda dengan remaja-remaja pada umumnya yang
berada pada lingkungaan rumah dengan keluarga yang masih mampu secara
ekonomi dalam membiayai sekolah. Dalam hal ini juga sumber dukungan yang
didapatkan si anak berbeda karena keberadaan keluarga mereka di panti sosial
telah digantikan oleh orangtua asuh yang bertindak sebagai orang yang mengasuh
mereka di panti sosial. Serta lingkungan yang berbeda dari remaja pada umumnya
yang menjadi perbedaan dalam pembentukan sikap dan perilaku tentang
pandangan si anak terhadap dirinya tersebut. Sehingga inilah yang membuat
peniliti tertarik untuk meneliti tentang motivasi remaja yang berada dalam
lingkungan panti sosial.
Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi
keberhasilan dalam belajar. Lingkungan sekitar juga menjadi pengaruh dalam
terbentuk nya motivasi belajar. Mulai dari keluarga terdekat, teman sebaya (peer
group), hingga lingkungan tempat remaja tersebut tinggal. Penguatan
(reinforcement) perilaku yang termotivasi akan menjaga dan mempertahankan
perilaku tersebut. Keterbatasan akan adanya dukungan dari orang-orang sekitar
juga menjadi kekurangan yang dimiliki oleh remaja di panti sosial. Ryan dan
Deci (2000) menjelaskan ruangan kelas dan lingkungan tempat tinggal dapat
menumbuhkan motivasi yang ada dalam diri pelajar dengan dukungan untuk
kemandirian dan kompetensi.
Selain itu motivasi belajar menjadi suatu bagian penting dalam diri remaja.
Karena motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan
perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi,
terarah dan bertahan lama. Mc. Donald (dalam Djamarah, 2002) mengatakan
motivaiton is energy change within the person charachterized by affective arousal
and anticipatory goal reaction. Motivasi dapat didefinisikan dengan segala
sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong
seseorang memenuhi kebutuhan. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam
diri pribadi seseorang yang di tandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan
reaksi untuk mencapai tujuan dan keinginan untuk sukses dalam akademis.
Reynolds dan Miller (tanpa tahun) menjelaskan kebanyakan teori motivasi
mencoba untuk memprediksi empat hasil penelitian yang umum. Pertama, teori
motivasi tertuju pada mengapa individu memilih satu kegiatan dari sekian banyak
kegiatan yang ada, apakah itu keputusan dari hari ke hari mengenai pilihan
kegiatan dalam tugas atau relaksasi atau yang lebih penting dan pilihan yang lebih
serius mengenai karir, menikah, dan memiliki keluarga. Di bidang akademik, isu
utama mengenai pilihan kegiatan memberikan perhatian tentang kenapa beberapa
anak memilih untuk melakukan tugas sekolah mereka dan lainnya memilih untuk
menonton televisi, berbicara di telepon, memainkan komputer, bermain dengan
teman-temannya, atau banyak kegiatan lainnya yang bisa pelajar pilih untuk
dilakukan dari pada mengerjakan tugas sekolah mereka.
Hasil penelitian kedua dari tingkah laku yang termotivasi adalah bahwa
penelitian tentang motivasi telah menguji tingkatan kegiatan pelajar atau
keterlibatan pelajar dalam mengerjakan tugas. Telah diasumsikan bahwa pelajar
termotivasi ketika mereka mengerahkan segala daya dan upaya dalam
mengerjakan tugas mereka, dari waktu tidur sampai keadaan dimana anak lebih
aktif terlibat dalam pelajaran. Indikator tingkah laku dalam keterlibatan ini juga
meliputi pencatatan hasil belajar yang di anggap penting, menanyakan pertanyaan
yang baik di kelas, merasa mampu dan berani untuk mengambil resiko di kelas
dengan mengerluarkan ide dan pendapat mereka, berkumpul setelah kelas selesai
untuk diskusi menjelaskan lebih rinci tentang ide yang telah diberikan di kelas,
mendiskusikan ide dari pelajaran dengan teman-teman kelas di luar jam pelajaran,
menghabiskan waktu untuk belajar dan menyiapkan bahan untuk belajar atau
ujian, menghabiskan waktu lebih banyak dalam pelajaran dari pada kegiatan
lainnnya, dan mencari kegiatan belajar tambahan atau informasi baru dari
perpustakaan atau sumber pelajaran lainnya yang akan dijelaskan di kelas.
Hasil yang ketiga dari tingkah laku yang termotivasi telah diuji dalam teori
motivasi adalah keketekunan atau kegigihan. Jika individu menekuni tugas yang
diberikan meskipun tugas yang dihadapi sulit, membosankan, atau melelahkan,
dapat disimpulkan bahwa mereka termotivasi untuk mengerjakan tugas tersebut.
Ketekunan sangat mudah diamati pada umumnya karena guru mempunyai
kesempatan atau peluang untuk mengamati pelajar yang sedang mengerjakan
tugas selama jam pelajaran. Guru dapat memberikan komentar pada pelajar yang
tekun dan bekerja keras dalam mengerjakan tugas.
Hasil ke-empat dari teori motivasi telah menguji mengenai prestasi atau
kinerja dalam ruang kelas, keterlibatan dalam hal ini memprediksi tingkat
pemahaman pembelajaran, nilai dalam ujian kelas, atau kinerja mereka pada tes
prestasi yang terstandarisasi. Ini adalah merupakan hasil yang penting dalam
kegiatan belajar di sekolah.
Ryan dan Deci (2000) mencoba menjelaskan pembagian jenis motivasi
menjadi tiga bagian, yaitu; Amotivation, keadaan dimana seorang anak sama
sekali tidak memiliki motivasi untuk melakukan kegiatan yang sedang dilakukan
oleh teman-temannya. Intrinsic motivation, adalah which refers to doing
something because it inherently interesting or enjoyable, yaitu melakukan sesuatu
karena ketertarikan dan menyenangkan. Kemudian yang terakhir, extrinsic
motivation yaitu sebagai kebalikan dari motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang
timbul karena adanya rangsangan dari luar. Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik
bila anak didik menempatkan tujuan belajarnya di luar dari faktor-faktor situasi
belajar.
Manning (2007) menjelaskan konsep diri (self-concept) sebagai persepsi
pelajar terhadap evaluasi kompetensi atau kemampuan yang terwujud dalam
persepsi diri (self-perception) yang ada pada dirinya. Manning (2007) juga
menjelaskan bahwa transisi pelajar dari sekolah menengah ke sekolah tingkat atas,
konsep diri (self-concept) mereka secara bertahap tumbuh. Sanchez dan Roda
(tanpa tahun) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
konsep diri dalam pencapaian akademik dengan pengukuran yang dilakukan
terhadap kinerja akademik anak.
Bong dan Clark (1999) menjelaskan bahwa ada hubungan antara konsep
diri dan motivasi akademik yang ada pada anak. Ketika si anak memiliki
pandangan yang positif terhadap kemampuan yang ada pada dirinya akan
memperoleh kesuksesan dan dapat melewati rintangan-rintangan yang mereka
hadapi. Pada lain hal jika si anak dengan konsep diri yang negatif maka si anak
akan merasa gagal untuk memperoleh atau memenuhi potensi yang ada dalam
dirinya.
Secara umum dukungan sosial menurut Sarafino (2002) didefinisikan
sebagai bermacam-macam bantuan material dan emosional yang diterima individu
dari orang lain dan perhatian, perasaan nyaman dan bantuan yang di dapat dari
orang lain atau kelompok sehingga menimbulkan perasaan bahwa kita memiliki
arti bagi orang lain atau menjadi bagian dari jaringan sosialnya. Kemudian jenis
dukungan sosial menurut Sarafino (2002) yaitu, dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif, dukungan jaringan.
Dalam hal ini layaknya seperti eksternal motivator atau orang sekitar remaja yang
membangkitkan motivasinya.
Wentzel (1998) dalam penelitiannya tentang hubungan sosial melalui
sumber-sumber dukungan sosial terhadap motivasi anak menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dari penerimaan siswa terhadap dukungan
sosial dan kepedulian yang diberikan dari orang tua, guru-guru, dan teman sebaya
terhadap aspek-aspek positif pada motivasi. Kerekatan keluarga sangat
berhubungan positif pada siswa terhadap penerimaan kompetensi, rasa saling
berhubungan antar teman sebaya, dan usaha akademis serta ketertarikan dalam
sekolah.
Wentzel (1998) juga mengatakan bahwa, ada hubungan yang saling
mendukung dari orangtua, guru, dan teman sebaya yang sangat berhubungan
dengan beberapa aspek motivasi di sekolah. Diantaranya, penerimaan dukungan
dari orangtua adalah salah satu bentuk dukungan yang berhubungan dengan tujuan
orientasi akademik. Hubungan yang signifikan juga terlihat pada penerimaan
dukungan dari teman sebaya dalam menampilkan bentuk prososial dalam
bertingkah laku yang mengingatkan kita pada peran positif dari remaja dalam
berperan ketika bermain dengan teman sekelas dan penyesuaian sosial di sekolah.
Meece (dalam Pintrich & Schunk, 2002) menjelaskan orang tua yang
mengembangkan suasana hangat, responsif dan mendukung lingkungan tempat
tinggal, mendorong daya jelajah, merangsang rasa ingin tahu, dan
mengembangkan materi belajar dan bermain mempercepat perkembangan
intelektual anak tersebut.
Berdasarkan fenomena serta beberapa penelitian yang telah dilakukan,
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan tentang konsep diri
(self-concept) dan dukungan sosial yang berkaitan dengan motivasi belajar. Oleh
karena itu peneliti mengajukan penelitian dengan judul “Pengaruh Konsep Diri
dan Dukungan Sosial Terhadap Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial”
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
Suatu penulisan ilmiah sangat diperlukan adanya pembatasan dan
perumusan masalah. Hal ini dimaksudkan agar penulisan ini tidak menyimpang
dari sasarannya.
1. Pembatasan Masalah
a. Peneliti membatasi konsep diri dengan membagi berdasarkan dimensi
konsep diri yang dijelaskan oleh Atwater (1983) yaitu, subjective self, body
image, ideal self, dan social self.
b. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep dukungan sosial dengan
membagi dukungan so sial menjadi lima bagian berdasarkan jenis-jenis
dukungan sosial yang dijelaskan Sarafino (2002), yaitu; dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif, dan
dukungan jaringan.
c. Dalam penelitian ini peneliti membagi motivasi belajar dalam dua bagian
yang di jelaskan oleh Ryan dan Deci (2000) yaitu; intrinsic motivation dan
extrinsic motivation.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal di atas, maka perumusan masalah mayor dalam penelitian ini
adalah;
- Apakah ada pengaruh yang signifikan konsep diri dan dukungan sosial
terhadap motivasi belajar remaja panti sosial?
Berdasarkan hal-hal di atas, maka perumusan masalah minor dalam penelitian ini
adalah;
- Apakah ada pengaruh yang signifikan subejctive self terhadap motivasi
belajar remaja panti sosial?
- Apakah ada pengaruh yang signifikan body image terhadap motivasi
belajar remaja panti sosial?
- Apakah ada pengaruh yang signifikan ideal self terhadap motivasi belajar
remaja panti sosial?
- Apakah ada pengaruh yang signifikan social self terhadap motivasi belajar
remaja panti sosial?
- Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan emosional terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial?
- Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan penghargaan terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial?
- Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan instrumental terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial?
- Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan informatif terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial?
- Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan jaringan terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh konsep diri dan
dukungan sosial terhadap motivasi belajar.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun praktis yaitu sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan
teori-teori psikologi, khususnya yang berhubungan dengan psikologi
pendidikan.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
yaitu:
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam
mengembangkan motivasi belajar.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur atau bacaan yang bisa
membantu guru untuk menambah pengetahuan tentang konsep diri dan
dukungan sosial.
c. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan guru untuk
menciptakan strategi dan pengembangan dalam mendidik anak serta
meningkatkan motivasi belajar anak.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan hasil penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB 1 Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian
mengenai pengaruh konsep diri (self-concept) dan dukungan sosial terhadap
motivasi belajar pada remaja panti sosial, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistemetika penulisan
BAB 2 Kajian Teori, menguraikan sejumlah teori yang digunakan dalam
penelitian diantaranya penjabaran dan definisi tentang motivasi belajar, komponen
pembentuk, faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuk nya motivasi belajar,
jenis-jenis motivasi belajar, dan tentang konsep diri, definisi konsep-diri, jenis-
jenis konsep-diri, komponen pembentuk konsep diri, serta dukungan sosial,
definisi dukungan sosial, jenis-jenis dukungan sosial, komponen dukungan sosial,
dan fungsi-fungsi dukungan sosial, kerangka berfikir dan hipotesis.
BAB 3 Metode Penelitian, bab ini berisi penguraian mengenai variabel penelitian,
populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, desain penelitian,
instrumen penelitian, teknik pengambilan data dan metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini.
BAB 4 Presentasi dan Analisa Data, menguraikan mengenai pengolahan semua
data yang terkumpul dari penelitian ini. Data yang terkumpul meliputi gambaran
umum subjek penelitian, hubungan konsep diri dan dukungan sosial analisis
multipel regresi tiap aspek konsep diri dan dukungan sosial terhadap motivasi
belajar remaja pada panti sosial.
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran, pada bagian kesimpulan berisi jawaban
terhadap permasalahan penelitian. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisis dan
interpretasi data yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Pada bagian diskusi,
akan dibahas hasil penelitian. Selain itu, juga akan diberikan pembahasan
mengapa suatu hipotesis penelitian ditolak atau diterima, serta keterbatasan-
keterbatasan penelitian. Bagian saran berisi saran-saran teoritis untuk keperluan
penelitian selanjutnya serta saran-saran praktis sesuai dengan permasalahan dan
hasil penelitian.
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab dua ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian. Teori motivasi belajar, teori konsep diri, dan teori dukungan sosial,
serta kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.
2.1 Motivasi Belajar
2.1.1 Definisi motivasi belajar
Uno (2008) menjelaskan motivasi belajar sebagai dorongan internal dan
eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan
tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang
mendukung. Hal ini mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang
dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1.
adanya hasrat dan keinginan berhasil; 2. adanya kebutuhan dan dorongan dalam
belajar; 3. adanya harapan dan cita-cita masa depan; 4. adanya penghargaan dalam
belajar; 5. adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; 6. adanya lingkungan
belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar
dengan baik.
Menurut Lumsden (1994) motivasi pada diri pelajar yang secara alami
aktif dengan hasrat pada diri pelajar untuk berpartisipasi dalam proses belajar.
Tetapi juga mencakup alasan-alasan dan tujuan-tujuan yang menggaris bawahi
keterlibatan mereka dalam aktifitas akademik.
Uno (2008) menjelaskan motivasi sebagai dorongan dasar yang
menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri
seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan
dorongan dalam dirinya. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari
luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota
masyarakat.
Uno (2008) menjelaskan motivasi dan belajar merupakan dua hal yang
saling mempengaruhi. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang relatif
permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan
(reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan
berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor
ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan
kegiatan belajar yang menarik.
Pintrich dan Schunk (2002) mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan
yang mendorong, menopang, dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan akhir
(goal). Motivation can be defined as the intensity and direction of effort,
McCullagh (2005). Intensity refers to the quantity of effort, while direction refers
to what you are drawn too. Eveidence suggests that enhances motivation
promotes learning, performance, enjoyment, and persistence in sport, among
other benefits, McCullagh & Wilson (2005).
Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa motivasi belajar adalah
motivasi pada diri pelajar yang secara alami aktif dengan hasrat pada diri pelajar
untuk berpartisipasi dalam proses belajar dan kekuatan yang mendorong,
menopang, dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan akhir (goal).
2.1.2 Komponen pembentuk motivasi belajar
Frith (2004) menjabarkan beberapa aspek dari komponen pembentuk
motivasi belajar sebagai berikut :
a. Rasa ingin tahu (Curiosity)
Manusia secara alami memiliki rasa ingin tahu. Mereka mencari pengalaman
baru, mereka menikmati pembelaran pada hal-hal baru, penyempurnaan
keahlian dan mengembangkan kompetensi. Rasa ingin tahu adalah motif yang
ada secara intrinsik untuk belajar, dan demikian pembelajaran secara berlanjut
tidak bergantung kepada imbalan (reward) pembelajaran dari guru. Rasa ingin
tahu juga mendorong anak untuk mengeksplorasi terhadap ilmu pengetahuan
yang menarik, sehingga anak lebih terstimulasi dan termotivasi untuk
memperoleh hal-hal baru dalam belajar.
b. Self-Efficacy
Bandura (dalam Pintrich dan Schunk, 2002) mendefinisikan self-efficacy
sebagai “people’s judgments of their capabilities to organize and excecute
courses of action required to attain designed types of performance”, penilaian
seseorang terhadap kemampuan dirinya dalam mengatur dan menjalankan
bagian dari tindakan yang diperlukan untuk mencapai bentuk dari tipe-tipe
kinerja. Driscoll (dalam Frith, 2004) menggambarkan self-efficacy sebagai
pencapaian prestasi, satu dari empat sumber yang memungkinkan dari self-
efficacy. Yang lainnya digambarkan meliputi pengalaman pribadi, persuasi
verbal, dan bentuk psikologis. Zimmerman (2000) menjelaskan bahwa efek
langsung yang menunjukkan bahwa persepsi terhadap self-efficacy
mempengaruhi metode belajar pada anak didik juga pada proses motivasional
mereka. Hasil tersebut membenarkan bahwa peran self-efficacy pada
kegigihan motivasi dan pencapaian akademik. Pernyataan dari Bandura
(dalam Zimmerman, 2000) bahwa self-efficacy para pelajar berperan pada
kesiapan, pekerja keras, ketekunan, dan mempunyai lebih sedikit reaksi
emosional yang kurang baik ketika mereka menghadapi kesulitan lebih baik
ketimbang orang-orang yang meragukan kemampuan mereka.
c. Sikap (Attitude)
Para peneliti menyarankan jika seseorang diperintahkan untuk menampilkan
tingkah laku yang berlawanan dari sikap orang tersebut, perubahan sikap akan
terjadi. Sikap merupakan hasil dari perubahan dalam proses belajar yang
terjadi dalam diri si anak, sehingga setelah melalui proses belajar si anak
diharapkan dapat memiliki perubahan sikap ke arah yang lebih baik.
Flemming dan Levie (dalam Frith, 2004) menjelaskan ada tiga pendekatan
pada perubahan sikap, yaitu: “mengembangkan pesan-pesan yang bersifat
meyakinkan, memberikan contoh dan penguatan yang selaras pada tingkah
laku dan antara kognitif, afektif dan komponen tingkah laku pada perubahan
sikap.” Flemming dan Levie juga menyarankan bahwa jika seseorang dibujuk
untuk menampilkan tingkah laku yang berlawanan dengan sikap yang
diinginkan orang itu sendiri, maka perubahan sikap akan muncul.
d. Kebutuhan (Need)
Kebutuhan individu dari pelajar bisa sangat beragam. Yang paling banyak di
ketahui mengenai klasifikasi dari kebutuhan manusia yang paling di percaya
adalah hirarki kebutuhan Maslow, ada lima tingkat kebutuhan pada hirarki
tersebut: (1) Kebutuhan Psikologis (level terendah) (2) Kebutuhan akan
keamanan (level terendah) (3) Cinta kasih dan saling memiliki (kebutuhan
tertinggi) (4) Kebutuhan penghargaan atau self-esteem (kebutuhan tertinggi)
(5) Aktualisasi diri (kebutuhan tertinggi). Pentingnya aspek ini dalam motivasi
adalah kebutuhan tingkat terendah harus terpenuhi sebelum tingkat kebutuhan
tertinggi menjadi yang paling dominan dalam mempengaruhi tingkah laku.
Pelajar tidak akan siap untuk belajar jika kebutuhan mendasar mereka tidak
terpenuhi. Anak yang pergi ke sekolah dalam keadaan lapar tidak mampu
bergerak untuk belajar. Kebutuhan terendah ini harus terlebih dahulu di
penuhi.
e. Kompetensi (Competence)
Kompetensi adalah motif intrinsik untuk belajar yang sangat berhubungan
dengan self-efficacy. Manusia pada umumnya menerima kepuasan ketika
melakukan selalu dengan baik. Pada siswa yang memiliki rasa self-efficacy
rendah, guru tidak hanya mengembangkan situasi dimana kesuksesan terjadi
tetapi juga memberikan pelajar kesempatan untuk mengerjakan tugas yang
menantang melalui pembuktian pada dirinya bahwa mereka mampu untuk
mencapai nya. Pintrich dan Schunk (2002) juga menjelaskan bahwa dalam diri
seseorang haruslah memiliki need of competence untuk membangkitkan
motivasinya dalam kinerja akademik. Sehingga individu lebih termotivasi
untuk merasa kompeten pada salah satu bidang akademik yang diminatinya.
f. External Motivator
External motivator berupa dukungan informasi, material, emosional, dan
harus dapat diterima, bernilai dan mendukung bagi pelajar. Mereka harus
merasa bahwa pandangan mereka itu bernilai, dan mereka mempunyai
kesempatan untuk berbagi tentang pemikiran dan perasaan mereka. McCombs
(1996) “Kondisi eksternal yang mendukung kondisi internal tersebut meliputi;
ketentuan pada perhubungan, pilihan, kontrol, tantangan, tanggung jawab,
kompetensi, hubungan personal, kesenangan, dan dukungan dari lainnya
sebagai bentuk dari kepedulian, rasa hormat dan bimbingan dalam
pengembangan kemampuan”.
Model ARCS dari Keller (dalam Frith, 2004) menjelaskan ada empat komponen
yang membentuk motivasi dalam belajar, yaitu;
a. Attention
Perhatian siswa harus ditumbuhkan dan dipertahankan. Kategori tersebut meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan rasa ingin tahu dan pencarian sensasi, walaupun
selalu mudah dalam menumbuhkan perhatian pada permulaan pelajaran.
Mempertahankan perhatian tersebut menjadi tantangan. Mengembangkan
beragam bentuk presentasi melalui media, demonstrasi, grup diskusi kecil, debat
yang melibatkan seluruh siswa. Demikian juga, buku cetak dapat menjadi variasi
dengan merubah tipe dan ukuran huruf atau kesimpulan melalui diagram dan
gambar yang menarik.
b. Relevance
Setelah perhatian pelajar ditumbuhkan, para pelajar mungkin membayangkan
bagaimana materi yang telah diberikan kepada mereka dihubungakn dengan
ketertarikan mereka (interest) dan tujuan (goal) mereka. Jika isi materi dirasakan
membantu dalam menyelesaikan tugas dan memenuhi target atau tujuan yang di
capai, lalu mereka akan terasa lebih termotivasi. Membantu pelajar dalam mencari
hubungan ketika belajar dapat tugas yang mnakutkan bagi beberapa subjek.
Menghubungkan apa yang sedang di pelajari ke sesuatu yang familiar dan relevan
bagi pelajar dapat membantu memotivasi pelajar.
c. Self-Confidence
kepercayaan diri terhadap apa yang mereka miliki dan evaluasi diri tentang
kemampuan pelajar sejauh mana dia mampu dalam menyelesaikan sesuatu.
Pelajar harus mengetahui bahwa mereka akan kemungkinan besar sukses sebelum
menyelesaikan tugas yang diberikan. Mereka harus merasa agak percaya diri.
Kesuksesan tidak menjamin orang tersebut menikmati tantangan tersebut.
Walaupun tantangan tersebut tidak begitu sulit.
d. Satisfaction.
Jika tingkah laku yang dihasilkan dari pelajar konsisten dengan harapan dan
mereka merasa relatif baik terhadap tingkah laku tersebut, mereka akan tetap
termotivasi. Kepuasan yang didapatkan anak dari proses belajar yang dilakukan,
akan menjaga motivasi yang ada dalam diri si anak tersebut.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
Berikut ini fakor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya motivasi belajar
menurut Spitzer’s (dalam Frith, 2004);
a. Action : Keterlibatan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran baik
secara fisik dan mental.
b. Fun : Kesenangan, membantu untuk memperkuat pelajar dan
mengembangkan kesempatan dalam format yang berbeda dan keterlibatan
pelajar. Permainan komputer adalah sebuah contoh yang baik bagaimana
menyatukan aktifitas belajar yang menyenangkan.
c. Choice : Pilihan, mengembangkan variasi dan kontrol pembelajaran.
Pilihan mungkin dapat dikembangkan melalui pemilihan metode
pembelajaran, isi atau materi intruksi.
d. Social Interaction : Interaksi sosial, adalah kebutuhan tertinggi
berdasarkan hirarki kebutuhan Maslow. Kesempatan atau peluang untuk
berinteraksi sosial dapat dicontohkan melalui diskusi grup kecil, panduan
teman sebaya, kolaborasi antara pemecahan masalah dan pembuat
keputusan.
e. Error Tolerance : Toleransi kesalahan, biasanya jarang terjadi di latar
pendidikan. Pelajar harus merasa nyaman ketika berbuat kesalahan dan
mempunyai kesempatan belajar dari kesalahan tersebut.
f. Measurement : Penilaian, seperti nilai pada pelajaran olahraga bisa
menjadi faktor yang memotivasi. Dalam penilaian lingkungan
pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam daya yang dapat
meningkatkan meliputi pemusatan pada evaluasi formatif, mengumpulkan
masukan dari pelajar pada apa yang seharusnya di nilai, dan mendorong
penilaian diri.
g. Feedback : Dalam pelajaran, umpan balik ini selalu menjadikan anak
kurang berani. Umpan balik yang membangun harus diterapkan secara
berlanjut, mengarahkan dan memusatkan hal positif kepada bagaimana
kinerja si anak dapat dikembangkan di masa depan.
h. Challenge : Tantangan, dapat memotivasi terutama sekali jika respon
pelajar pada tantangan tersebut melalui setting tujuan (goal setting).
Secara mengejutkan setting tujuan yang dilakukan secara pribadi
cenderung lebih ambisius dari pada yang dilakukan oleh orang lain, dalam
artian, tujuan yang di inginkan berdasarkan keinginan sendiri dari pada
tujuan yang di arahkan oleh orang lain.
i. Recognition : Pengakuan, harus tampak pada saat pencapaian yang rendah
begitu juga yang tinggi. Ini begitu penting untuk mengarahkan hal-hal
yang positif kepada pelajar.
Sementara itu menurut Lumsden (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan motivasi belajar pada anak, yaitu:
a. Kompetensi : kompetensi di peroleh melalui pengalaman pada umumnya
tetapi dirangsang lebih banyak secara langsung melalui contoh,
komunikasi terhadap harapan yang di inginkan, dan instruksi langsung
atau sosialisasi dari orang-orang terdekat (terutama orangtua dan guru).
b. Lingkungan : lingkungan tempat tinggal anak adalah titik awal dari sikap-
sikap yang mereka kembangkan yang mengarah ke belajar. Ketika
orangtua mendidik rasa ingin tahu yang terdapat pada diri si anak tentang
dunia melalui penerimaan terhadap pertanyaan-pertanyaan si anak,
memberanikan diri untuk bereksplorasi, dan membiasakan diri mereka
dengan sumber-sumber yang dapat memperluas pengetahuan mereka,
orangtua memberikan anak mereka pesan bahwa belajar itu bermanfaat
dan menyenangkan.
c. Konsep-diri : ketika anak dibesarkan di lingkungan rumah mereka
menumbuhkan rasa terhadap harga-diri, kompetensi, dan kemandirian,
dan self-efficacy, mereka akan merasa lebih mampu untuk menerima
resiko yang sering terjadi ketika belajar. Sebaliknya, ketika anak tidak
memandang dirinya sebagai seorang yang mampu dan kompeten, maka
kebebasan mereka untuk terlibat di dalam kegiatan akademik dalam
mencari tantangan dan kemampuan untuk mentoleransi dan berhadapan
dengan kegagalan akan sangat berkurang.
d. Relevansi : keterkaitan, ketika anak memulai sekolah, mereka mulai
membentuk kepercayaan tentang sekolah dan hubungan nya dengan
kesuksesan dan kegagalan. Sumber-sumber yang menjadi atribut dalam
kesuksesan mereka seperti (usaha yang dilakukan, kemampuan,
keberentungan, atau tingkatan kesulitan dari tugas-tugas) dan kegagalan
(seringkali kurangnya kemampuan dan kurangnya usaha yang dilakukan)
memiliki dampak yang penting pada bagaimana pendekatan mereka dan
kemampuan mereka menghadapi situasi belajar.
e. Kepercayaan guru : kepercayaan guru terhadap dirinya tentang
kemampuan mengajar dan belajar dan tentang pengaharapan yang mereka
berikan pada pelajar juga akan sangat mempengaruhi. Seperti yang
diungkapkan oleh Deborah (dalam Lumsden, 1994), “untuk tingkatan
yang lebih luas, pelajar berharap ingin belajar jika guru mereka
mengharapkan mereka ingin belajar”
Kemudian, konsep diri yang dapat mempengaruhi motivasi belajar di
simpulkan berdasarkan dari faktor-faktor yang dijabarkan oleh Lumsden. Sanchez
dan Roda (tanpa tahun) juga menjelaskan bahwa pengalaman anak dalam bidang
akademik terhadap kesuksesan dan kegagalan mempengaruhi konsep diri anak,
kita dapat menyimpulkan bahwa konsep diri dapat meningkatkan kinerja anak
dalam pencapaian akademik dengan mengoptimalkan konsep diri terutama pada
tingkatan persepsi anak terhadap kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan
dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan berdasarkan komponen dari
motivasi belajar tersebut yaitu dari external motivator, dukungan dari eksternal
atau dari luar adalah dukungan yang bersumber dari orang tua, guru-guru, dan
teman sebaya. Wentzel (1998) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa hubungan
yang saling mendukung antara orangtua, guru-guru, dan teman sebaya sangat
berhubungan erat dengan aspek-aspek motivasi. Wentzel (1998) menjelaskan
dalam penelitiannya terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan
dukungan sosial dari orang tua dengan orientasi akademik anak. Berikutnya
Wentzel (1998) menjelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dukungan yang diberikan dari guru dan teman-teman sebaya terhadap pencapaian
akademik anak.
2.1.4 Fungsi motivasi dalam belajar
Sardiman (2008) menjelaskan beberapa fungsi motivasi dalam belajar, ada
tiga menurut Sardiman, yaitu;
1. Sebagai pendorong, mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai
penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini
merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Seseorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus,
tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan
waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak sesuai
dengan tujuan.
Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain menurut Sardiman (2008).
Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi.
Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang
baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, dengan
adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang
yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi
seseorang akan dapat melahirkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang
siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
2.1.5 Jenis-jenis motivasi
Ryan dan Deci (2000) dalam teori self-determination membagi tipe motivasi
berdasarkan orientasi tujuan nya (goal oerientation) yaitu, amotivation, intrinsic
motivation, dan extrinsic motivation, berikut penjelasannya;
1. Amotivation : Ryan dan Deci (2000) menjelaskan bahwa amotivation
yaitu sebagai bentuk kurangnya niat dalam melakukan sesuatu. Ketika tidak
termotivasi, tingkah laku seseorang terlihat kurangnya niat atau hasrat dan
kurangnya rasa alasan personal dalam bertindak. Amotivasi adalah hasil dari tidak
adanya perhatian terhadap aktifitas, tidak merasa kompeten untuk melakukan
sesuatu, atau tidak percaya bahwa sesuatu yang diinginkan akan ada hasilnya.
Barkoukis, et al (2008) menjelaskan bahwa amotivation adalah tidak adanya
kemungkinan dari sesuatu yang akan terjadi antara suatu tindakan yang dilakukan
dan hasil akhirnya. Individu yang amotivated tidak terlihat seperti memiliki
maksud dan tujuan dan mereka tidak terlihat seperti memiliki pendekatan pada
hasil akhirnya secara sistematis. Keterlibatan mereka dalam suatu aktifitas adalah
bukan sebuah hasil yang mereka in0ginkan. Barkoukis, et al (2008) menjelaskan
bahwa amotivation disebabkan oleh empat, yaitu: (a) keyakinan mereka tentang
kurangnya kemampuan untuk melakukan aktifitas, (b) keyakinan mereka bahwa
strategi yang diadopsi tidak akan menghasilkan hasil yang diinginkan, (c)
keyakinan mereka terhadap aktifitas tersebut terlalu membebani individu tersebut,
dan (d) keyakinan bahwa meskipun usaha yang dilakukan sangat tinggi itu tidak
sebanding dengan kesuksesan yang diraih pada kinerja dalam penyelesaian tugas.
2. Intrinsic motivation : Ryan dan Deci (2000), which refers to doing
something because it inherently interesting or enjoyable, yaitu melakukan sesuatu
karena ketertarikan dan menyenangkan. McCullagh (dalam Wilson, 2005) dapat
didefinisikan sebagai kebutuhan individu untuk merasa kompeten dan bangga
dalam melakukan sesuatu
Ryan dan Stiller (dalam Ryan & Deci, 2000) Motivasi intrinsik muncul
sebagai fenomena penting pada pendidik, sumber alami dari belajar dan
berprestasi yang dapat secara sistematis sebagai penggerak atau dapat berkurang
melalui orang tua dan latihan dari guru. Motivasi intrinsik dihasilkan melalui
pembelajaran yang berkualitas dan kreatif.
Vansteenkiste, et al (2006) menjelaskan bahwa tingkah laku yang
termotivasi secara intrinsik didefinisikan sebagai tingkah laku yang tidak
diaktifkan melalui dorongan-dorongan psikologis mereka atau dari bentuk
dorongan lainnya dan hadiah (reward) adalah sebuah kepuasan yang tergabung
dalam aktifitas atau kegiatan itu sendiri. Motivasi intrinsik inilah yang mewakili
keterlibatan dalam aktifitas yang dilakukan untuk kesenangan semata.
Pintrich dan Schunk (2002), refers to motivation to engage in an activity
for its own sake. People who are instrinsically motivated work on tasks because
they find them enjoyable. Task participation is its own reward and does not
depend on explicit rewards or other external constraint. Merujuk kepada motivasi
untuk mendorong melakukan sebuah aktifitas untuk kesenangan sendiri. Orang
yang secara instrinsik termotivasi mengerjakan tugas karena mereka mendapatkan
kesenangan atau menikmatinya. Pembagian tugas adalah sebagai imbalan
(reward) tersendiri dan tidak bergantung kepada imbalan (reward) yang khusus
atau batasan lainnya. Lumsden (1994) mengatakan bahwa pelajar yang
termotivasi secara intrinsik melakukan aktifitas “untuk kepuasaan semata, untuk
kesenangan yang tersedia, pelajaran yang diberikan, atau memunculkan perasaan
untuk berprestasi”.
Djamarah (2002) menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi
intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik juga diartikan sebagai motivasi yang
pendorongnya ada kaitannya langsung dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalam tujuan pekerjaan itu sendiri. Bila seseorang telah memiliki motivasi
intrinsik dalam dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang
tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktifitas belajar, motivasi
instrinsik sangat diperlukan, terutama belajar sendiri. Seseorang yang tidak
memiliki motivasi instrinsik sulit melakukan aktifitas belajar terus-menerus.
Seseorang yang memiliki minat yang memiliki minat yang tinggi untuk
mempelajari suatu mata pelajaran, maka ia akan mempelajarinya dalam jangka
waktu tertentu. Seseorang itu dikatakan memiliki motivasi belajar.
Ryan dan Deci (2000) mendefinisikan motivasi instrinsik sebagai
melakukan suatu aktifitas untuk memenuhi kepuasan dasar ketimbang untuk
memisahkan akibat yang akan terjadi dari aktifitas tersebut. Ketika secara
instrinsik termotivasi seseorang bergerak untuk melakukan sesuatu untuk
kesenangan atau melibatkan tantangan melainkan karena dorongan dari luar,
tekanan, hadiah atau penghargaan. Meskipun begitu, dengan kata lain, motivasi
instrinsik timbul bersamaan dengan diri individu, motivasi instrinsik juga timbul
dari hubungan antara individu dan aktifitas yang di lakukannya.
Sedangkan Sardiman (2008) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak
perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh, seseorang yang senang membaca, tidak
usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku
untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang
dilakukannysa (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi
intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan
belajar itu sendiri. Intrinsic motivations are inherent in the learning situations and
meet pupil-needs and purposes. Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga
dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai
dengan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak
berkait dengan aktivitas belajarnya. Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki
motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang
berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu.
Condry dan Chambers (dalam Lumsden, 1994) menemukan bahwa ketika
pelajar dihadapi pada tugas yang kompleks dan rumit, mereka dengan orientasi
intrinsik lebih menggunakan informasi yang logis (mengumpulkan informasi dan
strategi untuk membuat keputusan daripada yang dilakukan oleh pelajar yang
terorientasi secara ekstrinsik).
Lepper (dalam Lumsden, 1994) menyatakan bahwa pelajar yang
mempunyai orientasi intrinsik selalu mempunyai kecenderungan untuk memilih
tugas yang agak sedikit menantang, sedangkan pelajar yang terorientasi secara
ekstrinsik bergerak ke arah tugas-tugas yang tingkat kesulitannya rendah. Pelajar
yang terorientasi secara ekstrinsik cenderung untuk melakukan usaha yang sedikit
untuk mendapatkan hadiah (reward) yang tinggi.
Lepper dan Hodell (dalam Pintrich dan Schunk, 2002) mengidentifikasi
empat sumber-sumber utama dari motivasi intrinsik, yaitu ; tantangan, rasa ingin
tahu, kontrol, dan fantasi. Motivasi intrinsik mungkin tergantung pada pelajar
yang menemukan aktitifitas yang menantang, ketika tujuan (goal) yang akan di
capai cukup sulit dan tidak yakin akan kesuksesan yang di raih.
1. Tantangan (challenge) : Aktivitas yang menantang keahlian pelajar
mungkin termotivasi secara intrinsik. Aktivitas yang menantang harusnya
memiliki tingkatan yang cukup culit, dan sebagai pelajar mengembangkan
kemampuan yang dimiliki, tingkat kesulitan harusnya disesuaikan keatas
untuk mempertahankan tingkatan tersebut. Pencapaian tujuan yang
menantang membawa pelajar bahwa mereka menjadi lebih kompeten,
yang mana di dapatkan dari meningkatkan self-efficacy dan kontrol
persepsi terhadap apa yang telah dihasilkan. Sebaliknya, pelajar telah
terampil untuk menata tujuan-tujuan baru yang menantang, yang mana
untuk mempertahankan motivasi intrinsik.
2. Rasa ingin tahu (curiousity) : Rasa ingin tahu disebabkan oleh aktifitas
yang diberikan pada pelajar dengan informasi atau ide-ide yang tidak
sesuai dengan ilmu pengetahuan saat ini atau kepercayaan yang timbul
begitu mengejutkan atau tidak seimbang. Seperti ketidakseimbangan
memotivasi pelajar untuk mencari informasi dan mencari solusi dari
ketidaksesuaian tersebut. Lowenstein (dalam Pintrich dan Schunk, 2002)
menganjurkan bahwa rasa ingin tahu adalah perasaan dari penghilangan
proses kognitif yang terjadi ketika seseorang menjadi sadar akan adanya
kesenjangan pada informasi yang didapat. Pelajar yang mempunyai rasa
ingin tahu percaya bahwa kesenjangan pada informasi yang didapat akan
menstimulasi rasa ingin tahu dan secara efektif memotivasi.
3. Kontrol : Aktifitas yang mengembangkan pelajar dengan kemampuan
kontrol terhadap hasil akademik mereka mungkin dapat meningkatkan
motivasinya. Boggiano (dalam Pintrich dan Schunk, 2002) menemukan
anak yang merasa kompeten dan memiliki kontrol diri berhubungan positif
pada motivasi intrinsik akademik mereka dan kecenderungan untuk
memilih sesuatu yang menantang. Memperbolehkan pelajar memilih
dalam beraktifitas dan berperan dalam menentukan peraturan dan proses
menumbuhkan persepsi terhadap kontrol. Dan sebaliknya, pelajar tidak
termotivasi untuk terlibat dalam aktifitas ketika mereka percaya bahwa
tindakan mereka sedikit berpengaruh pada apa yang akan dihasilkan.
4. Fantasi : Motivasi intrinsik dapat ditingkatkan melalui aktifitas yang
melibatkan pelajar dalam fantasi dan menumbuhkan rasa percaya melalui
simulasi dan permainan yang disajikan kemudian dengan situasi yang
tidak sesungguhnya terjadi. Dengan mengidentifikasi karakter fiksi, pelajar
dapat memperoleh kesenangan untuk orang lain yang pada umumnya
tersedia untuk mereka.
3. Extrinsic motivation : Djamarah (2002) menjelaskan motivasi ekstrinsik
sebagai kebalikan dari motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang timbul karena
adanya rangsangan dari luar. Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik
menempatkan tujuan belajarnya di luar dari faktor-faktor situasi belajar. Anak
didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang
dipelajarinya. Misalnya, untuk mencapai angka tinggi, diploma, gelar,
kehormatan, dan sebagainya.
Ryan dan Deci (2000) menjabarkan motivasi ekstrinsik sebagai konstruk
yang berhubungan apabila sebuah aktifitas selesai dilakukan dengan perintah
untuk mencapai beberapa hasil yang terpisah. Motivasi ekstrinsik demikian
berbeda dengan motivasi intrinsik, yang mana melakukan aktifitas semata-mata
hanya untuk kesenangan dari melakukan aktfitas tersebut, dari pada nilai yang
yang ada pada aktifitas tersebut. Sebagai contoh, pelajar yang mengerjakan tugas
nya hanya karena dia takut terkena sangsi dari orang tuanya jika tidak
mengerjakan tugas tersebut juga termasuk tingkah laku yang termotivasi secara
ekstrinsik karena dia mengerjakan tugas tersebut untuk mencapai hasil yaitu
menghindari sangsi yang akan diberikan. Begitu juga, seorang pelajar yang
merngerjakan tugas karena dia secara pribadi percaya apa yang dia kerjakan itu
bernilai atau berarti untuk dirinya dalam memilih karir di masa depan juga
termasuk termotivasi secara ekstrinsik karena dia juga bernanggapan dia
melakukan sesuatu untuk nilai-nilai yang ada melainkan karena dia menemukan
ketertarikan dalam melakukan hal tersebut.
Pintrich dan Schunk (2002) menjelaskan definisi motivasi ekstrinsik
adalah motivasi untuk melibatkan diri dalam beraktifitas yang berarti pada
akhirnya. Individu yang termotivasi secara ekstrinsik mengerjakan tugas karena
mereka percaya keterlibatan akan menghasilkan sesuatu yang menarik pada apa
yang telah dikerjakan seperti hadiah, pujian dari guru, atau terhindar dari
hukuman.
Vansteenkiste, et al (2006) menjelaskan tingkah laku yang termotivasi
secara ekstrinsik didefinisikan sebagai keterlibatan dalam aktifitas untuk
memperoleh hasil yang terpisah dari aktifitas yang dilakukan, dengan kata lain
kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan sesuatu yang tidak
terkandung didalam aktifitas yang dilakukan.
Sardiman (2008) motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang itu
belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai
baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya, atau temannya. Jadi yang penting bukan
karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang
baik, atau agar mendapatkan hadiah. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat
juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktifitas belajar dimulai
dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan
dengan aktifitas belajar. Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik
ini tidak baik atau tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting.
Sebab kemungkinan komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada
yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
Tipe-tipe extrinsic motivation
Ryan dan Deci (2000) dalam teori self-determination nya menjelaskan ada
beberapa tipe dari motivasi ekstrinsik, yairu :
External regulation
Begitu tingkah laku ditampilkan untuk memperoleh kepuasan permintaan
dari luar atau memperoleh imbalan dari luar yang dibebani. Individu itu biasanya
memiliki pengalaman eksternal dalam meregulasi tingkah laku sebagai kontrol.
Pintrich dan Schunk (2002) memberikan contoh dari external regulation sebagai
berikut; pelajar yang pada awalnya mungkin tidak ingin mengerjakan tugas tetapi
tetap dilakukan karena ingin memperoleh imbalan dari guru dan ingin
menghindari hukuman. Pelajar ini merespon baik terhadap ancaman dan hukuman
atau tawaran imbalan ekstrinsik dan kecenderungan untuk menjadi penurut.
Mereka tidak termotivasi secara intrinsik dan tidak memperlihatkan ketertarikan
yang tinggi, tetapi mereka cenderung untuk berperilaku baik dan mencoba untuk
mengerjakan tugas mereka untuk memperoleh imbalan dan menghindari
hukuman.
Introjected regulation
Introjected Regulation dijelaskan sebagai tipe dari regulasi internal yang
sedikit mengontrol karena seseorang menampilkan tindakan-tindakan dengan
perasaan tertekan untuk menghindari rasa bersalah atau kecemasan atau untuk
mencapai peningkatan-ego atau kebanggaan. Pintrich dan Schunk (2002)
memberikan contoh bahwa pelajar mungkin terlibat dalam pengerjaan tugas
karena mereka berfikir mereka harus melakukannya da mungkin akan merasa
bersalah jika mereka tidak melakukannya (misal, belajar untuk ujian). Pelajar
tersebut tidak melakukannya semata-mata untuk memperoleh imbalan atau untuk
menghindari hukuman; perasaan terhadap rasa bersalah atau “harus” sebenarnya
bentuk internal pada orang tersebut, tetapi sumbernya tetap berada dari luar
karena mereka mungkin melakukan hal tersebut untuk menyenangkan orang lain
(guru, orang tua).
Idenfication
Ryan dan Deci (2000) menjelaskan nya sebagai seseorang diidentifikasi
melalui kepentingan personal dari tingkah laku mereka dan demikian dapat
diterima oleh regulasi sebagai keinginan mereka. Pintrich dan Schunk (2002)
menjelaskannya sebagai keterlibatan individu dalam aktifitas karena secara
personal penting bagi mereka. Sebagai contoh, seorang pelajar mungkin belajar
berjam-jam untuk ujian sebagai syarat untuk memperoleh nilai yang baik agar
dapat diterima di universitas. Pelajar yang ingin mengerjakan tugasnya karena
mereka pikir itu penting bagi mereka, meskipun karena alasan kegunaan atau
manfaat lebih banyak keluar ketimbang ketertarikan secara intrinsik pada tugas
tersebut.
Integrated regulation
Dimana individu menggabungkan bermacam sumber internal dan eksternal
dari informasi kedalam skema-diri mereka dan keterlibatan dalam tingkah laku
karena sebuah kepentingan untuk perasaan terhadap diri mereka. Penggabungan
terjadi ketika regulasi mengidentifikasi secara penuh dan menyatu pada diri kita.
Ini terjadi melalui pengujian diri dan membawa regulasi baru kepada penyesuaian
dengan nilai dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
2.1.6 Pengukuran motivasi belajar
Telah banyak pengukuran yang dilakukan terhadap motivasi belajar,
diantaranya berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan oleh Vallerand, et al
(1992) yang disebut dengan Academic Motivation Scale. Pengukuran yang
dilakukan berdasarkan dari teori yang dikemukakan oleh Ryan dan Deci (2000)
tentang motivasi, dan membagi jenis dari motivasi menjadi tiga, yaitu;
Amotivation, Intrinsic Motivation, dan Extrinsic Motivation. Tetapi dalam
penelitian ini, peneliti tidak menggunakan aspek Amotivation dari skala baku yang
ada dan hanya menggunakan tiga sub skala di bagi dari extrinsic motivation
(external, introjected, dan identified regulation), dan tiga lagi di bagi dari intrinsic
motivation (motivasi intrinsik untuk tahu, untuk menyelesaikan tugas, dan
memahami rangsangan) sehingga jumlah item dari skala baku yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 24 item pernyataan berdasarkan skala baku yang
digunakan. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggunakan alat ukur yang
sama, yaitu Academic Motivation Scale. Karena sesuai dengan konstruk teori yang
peneliti jelaskan di atas tetapi dengan melakukan modifikasi pada item-item skala
tersebut.
2.2 Konsep Diri
2.2.1 Definisi konsep diri
Manning (2007) menjelaskan konsep diri (self-concept) sebagai persepsi
pelajar terhadap evaluasi kompetensi atau kemampuan yang terwujud dalam
persepsi diri (self-perception) yang ada pada dirinya. Pada perkembangan pelajar,
mereka lebih baik memahami bagaimana orang lain memandang kemampuan
mereka dan lebih baik mereka membedakan antara usaha-usaha yang mereka
lakukan dan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki. Sebagai hasilnya,
persepsi-diri mereka menjadi lebih tinggi dan akurat.
Wigfield, et al (2005) menjelaskan konsep diri sebagai kepercayaan diri
dan evaluasi individu tentang karakteristik yang ada pada diri mereka, peran-peran
mereka, kemampuan mereka, dan hubungan sosial mereka.
Sedangkan Atwater (1983) menjelaskan definisi konsep diri sebagai
keseluruhan bagaimana individu memandang dirinya. Konsep diri disusun dari
semua persepsi terhadap “aku” dan “saya” bersama dengan semua perasaan, nilai-
nilai, dan kepercayaan menyatu dengan semua bagian tersebut. Sebenarnya, apa
yang disebut konsep diri itu lebih sebagai sebuah kumpulan dari diri kita
ketimbang sebuah hal yang statis. Ini meliputi ratusan dari persepi-diri dalam
pengalaman individu dengan orang lain.
Cooley (dalam Burns, 1993) mendefinisikan self “sebagai sesuatu yang
dirancang melalui percakapan yang umum melalui kata ganti orang pertama yaitu,
‘saya’, ‘aku’ ”. Dia mengenalkan sebuah konsep “looking-glass self”, dengan
pemikiran bahwa konsep diri seseorang dipengaruhi oleh apa yang diyakini
individu-individu bagaimana orang lain berpendapat mengenai dirinya. Cooley
menunjukkan betapa pentingnya umpan balik yang di interpretasikan secara
subyektif dari orang-orang lain sebagai sumber data utama mengenai diri.
G. H Mead (dalam Burns, 1993) mengembangkan dari konsep looking-
glass self dari Cooley. Dia mencatatkan bahwa konsep-diri muncul dalam
interaksi sosial sebagai sebuah hasil dari kepedulian individu tentang bagaimana
orang lain bereaksi terhadap orang lain. Sebagai sebuah antisipasi terhadap reaksi
dari orang lain sehingga mereka dapat berperilaku sesuai dengan situasi nya,
individu belajar mempersepsikan dunianya melalui sesuatu yang dia lakukan.
Rogers (dalam Burns, 1993) menjelaskan bahwa diri itu merupakan
sebuah faktor dasar di dalam pembentukan kepribadian dalam bertingkah laku.
Konsep diri merupakan organisasi diri yang menjadi penentu (determinant) yang
paling penting dari respon individu terhadap lingkungannya.
Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan konsep diri sebagai
gambaran mental diri seseorang. Burns (1993) mendefinisikan konsep diri sebagai
kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya
terhadap diri sendiri, pendapat tentang gambaran diri di mata orang lain, dan
pendapatnya tentang hal-hal yang dicapai.
Jadi definisi konsep diri dalam penelitian ini adalah kepercayaan diri dan
evaluasi individu tentang karakteristik yang ada pada diri mereka, peran-peran
mereka, kemampuan mereka, dan hubungan sosial mereka.
2.2.2 Jenis-jenis konsep diri
Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri menjadi dua jenis,
yaitu;
• Konsep diri positif; ciri konsep diri yang positif adalah yakin
terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar
dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa tiap orang
mempunyai keragaman perasaan, hasrat, dan perilaku yang tidak disetujui oleh
masyarakat serta mampu mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya. Konsep
diri yang positif adalah penerimaan yang mengarahkan individu ke arah sifat yang
rendah hati, dermawan, dan tidak egois
• Konsep-diri negatif, ciri konsep diri negatif adalah peka terhadap
kritik, responsif terhadap pujian, punya sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak
disukai orang lain, dan pesimistis terhadap kompetisi. Lebih jauh lagi, Calhoun
dan Acocella membagi konsep diri negatif menjadi dua, yaitu:
1. Pertama, yaitu pandangan seseorang terhadap dirinya tidak teratur,
tidak memiliki kestabilan dan keutuhan diri. Kondisi seperti ini
acapkali terjadi pada remaja. Namun, tidak menutupi kemungkinan
terjadi pada orang dewasa. Pada orang dewasa hal ini dapat terjadi
karena ketidakmampuan menyesuaikan diri.
2. Kedua, kebalikan dari yang pertama, yaitu konsep diri yang terlalu
stabil dan terlalu alias kaku. Hal ini karena pola asuh dan didikan yang
sangat keras.
2.2.3 Dimensi konsep diri
Dari Atwater (1983) membagi konsep diri menjadi beberapa dimensi
yaitu:
The subjective self
Subjektifitas diri kita, adalah bagaimana cara kita memandang diri kita,
terbentuk dari begitu banyaknya persepsi diri yang kita peroleh semasa
perkembangan hidup kita. Perkembangan self kita kebanyakan dipengaruhi oleh
bagaimana kita dipandang dan diperlakukan oleh orang-orang terdekat kita,
khususnya oleh orang tua kita. Ketika kita muda dan mudah terpengaruh, kita
cenderung untuk memahami apa yang mereka pikir tentang kita, penilaian dan
pengharapan mereka, bersamaan dengan penerimaan diri kita. Burns (1993)
menjelaskan pembentukan konsep diri dan evaluasi-evaluasi mereka yang
berhubungan dengannya berasal dari penyusunan nilai-nilai subyektif orang
tersebut yang berarti dan berkenaan dengan perbuatan-perbuatan dan sifat-
sifatnya.
Body image
Salah satu sumber yang utama dan yang terpenting dari persepsi diri kita
adalah gambaran diri (body image) kita. Ini adalah bagaimana bagaimana caranya
kita melihat diri kita. Gambaran diri meliputi tidak hanya apa yang kita lihat pada
diri kita yang terlihat di kaca, tetapi juga cara kita memahami tubuh kita. Seymour
Fisher (dalam Atwater, 1983) menekankan tidak ada pandangan yang lebih
menarik melainkan gambaran diri kita yang terpancar melalui kaca. Makna dari
body image itu sendiri berbeda pada tiap jenis kelamin. Wanita pada umumnya
lebih terfokus pada ketertarikan atau daya tarik sosial yang ditujukan pada
penampilan mereka. Sedangkan pria, bagaimanapun, menekankan pada
kemampuan fisik atau apa yang dapat mereka lakukan oleh tubuhnya sebagai
bentuk pengaruh dari lingkungan. Meskipun kedua jenis kelamin tersebut setuju
terhadap pandangan pada pentingnya keberagaman karakteristik pada tubuh,
terutama pada penampilan yang umum dan bentuk wajah, selalu saja terdapat
perbedaan.
Burns (1993) menjelaskan bahwa body image atau citra tubuh adalah
merupakan gambaran yang dievaluasikan mengenai diri fisik seseorang. Sosok
tubuh, penampilan dan ukurannya merupakan hal yang penting dalam
mengembangkan pemahaman tentang evolusi konsep diri seseorang. Tinggi
tubuh, berat, warna kulit, proporsi tubuhnya menjadi sedemikian berkaitan dengan
sikapnya terhadap dirinya sendiri dan perasaan tentang kemampuan pribadi dan
kemampuan menerima keadaan orang lain. Grogan (dalam Liechty dan Yarnal,
2010) menjelaskan bahwa body image mengarah pada sikap seseorang, evaluasi,
perasaan dan persepsi mereka tentang bentuk tubuhnya. Berikutnya Cash, dkk
(dalam Liechty dan Yarnal, 2010) menjelaskan bahwa body image adalah
konstruk multi-dimensional yang melingkupi persepsi individu dari beberapa dan
keseluruhan aspek dari tubuh, meliputi berat badan dan bentuknya, bentuk wajah,
kemampuan tubuh, dan kesehatan fisik. Bernadetta (2010) menjelaskan bahwa
pada pengamatan terakhir pada perilaku remaja, terungkap perubahan besar pada
sikap mereka terhadap perubahan bentuk tubuh, ketika dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Sebuah peningkatan pada ketertarikan terhadap
penampilan bentuk tubuh, masih diperkuat oleh keinginan yang dinilai
berdasarkan ketertarikan pada masyarakat, telah diamati pada remaja muda.
“seperti apa saya?” tergantung kepada “seperti apa saya terlihat” bagi orang lain.
Body image adalah penentu yang paling signifikan terhadap daya tarik kita serta
daya tarik kita terhadap orang lain. Persepsi body image dan penampilan tubuh
kita juga dapat dipengaruhi oleh sikap orangtua kita terhadap komponen-
komponen pembentuk yang signifikan pada tubuh kita.
The ideal self
Cara seseorang memandang dirinya sebagai sosok yang ideal, seseorang
dipandang oleh orang lain sebagai diri pribadi yang didambakan. Biasanya, kita
berfikir untuk merubah gambaran-diri kita dan tingkah laku kita untuk beradaptasi
ke diri ideal kita. Sesungguhnya, ada beberapa petunjuk bahwa diri ideal kita tidak
berubah atau tetap dan lebih konsisten sepanjang waktu ketimbang diri-subjektif
kita. Tetapi ketika harapan-harapan membutktikan untuk menjadi sesuatu yang
berlebihan atau tidak realistis, ini akan mejadi lebih pantas untuk kita untuk
merubah diri-ideal kita menjadi sebuah cara untuk melanjutkan perkembangan
kita dan self-esteem kita. Menurut Strang (dalam Burns, 1993) diri ideal adalah
macam pribadi yang di harapkan individu tersebut menjadi pribadi yang sesuai
atau didambakan. Lalu menurut Burns (1993) saat pandangan seorang anak
tentang bagaimana keadaan dia saat ini hampir sama dengan yang dia yakini dan
dia cita-citakan, dia mengekspresikan apa yang tampaknya sebagai suatu
pandangan mengenai dirinya yang menyenangkan. Sedangkan menurut Rogers
(dalam Burns, 1993) menjelaskan bahwa diri ideal yang diperkenalkan ke dalam
teori itu sebagai “konsep diri yang paling disukai untuk dimiliki oleh individu,
kepadanya dia menempatkan nilai tertinggi mengenai dirinya sendiri”. Berikutnya
Burns (1993) menjelaskan bahwa citra fisik yang ideal ini didasarkan pada norma-
norma budaya dan stereotip-stereotip yang dipelajari. Semakin mendekati
kecocokan di antara citra tubuh yang telah ada dan yang ideal yang dipegang oleh
seorang individu maka semakin besar kemungkinannya orang tersebut akan
menunjukkan secara umum perasaan harga diri yang tinggi begitu pula akan
merasa positif tentang penampilannya.
Our social selves
Tiap kali kita bertemu dengan orang lain, kita terpengaruh oleh sikap-sikap
orang tersebut dan tingkah lakunya pada kita. Sebagai hasilnya, kita cenderung
untuk merubah tingkah laku kita agar dapat diterima oleh mereka, dan dalam
prosesnya kita merubah persepsi diri kita menjadi lebih baik. Dari apa yang telah
kita bicarakan tentang kecenderungan self-perpetuating pada self-concept kita, ini
akan terlihat jelas ketika kita tidak merubah apapun pada diri kita. Apa yang kita
rubah adalah persepsi terhadap diri kita yang lebih yang mudah dicapai terhadap
pengaruh sosial, atau diri-sosial kita. Ini meliputi semua persepsi diri kita yang
disusun melalui peran sosial kita (atau apa yang orang lain harapkan pada diri
kita), sebagaimana orang lain memperlakukan kita dengan baik. Pada sisi yang
positif, kemampuan kita untuk memiliki banyak diri-sosial kita memberanikan
kita untuk mengembangkan aspek-aspek pada potensi diri kita. Setiap waktu kita
mencoba untuk melakukan aktifitas baru di waktu senggang atau pekerjaan kita
atau memperoleh teman baru, anda memuaskan kebutuhan yang lain dan
ketertarikan kita pada aktifitas baru tersebut.
Pada sisi yang negatif, keberagaman pada diri kita dan apa yang tampak
sebagai sebuah ancaman terhadap identitas personal kita. Ini akan menjadi
masalah bagi tiap orang yang hidup dalam masyarakat yang memiliki
keberagaman. Orang tua dari remaja mengharapkan satu hal, sedangakan teman-
temannya mengharapkan yang lain, dan sang guru dan pegawainya lainnya juga
memiliki harapan yang lain. Mencoba untuk membahagiakan mereka semua
mungkin akan membawa kita kepada kebingungan identitas. Meskipun ada
keberagaman yang luas antara diri individu, kecenderungan ini mengarahkan
kebingungan identitas cenderung untuk menjadi puncak dalam perkembangan
remaja. G. H. Mead (dalam Burns, 1993) menjelaskan bahwa diri dari setiap
individu berkembang sebagai hasil dari aktifitas sosial dan pengalaman dan
hubungan dengan individu lainnya di dalam proses tersebut. Konsep diri sebagai
suatu obyek timbul di dalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan
dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang lain bereaksi
kepadanya.
2.2.4 Faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri
Calhoun dan Acocella (1990) mengemukakan tentang sumber informasi
yang penting dalam pembentukan konsep diri antara lain:
• Orangtua, dikarenakan orangtua adalah kontak sosial yang paling
awal dan yang paling kuat dialami oleh individu
• Teman sebaya (peer group), teman sebaya menempati peringkat
kedua karena selain individu membutuhkan cinta dari orangtua
juga membutuhkan penerimaan dari teman sebaya dan apa yang
diungkapkan pada dirinya akan menjadi penilaian terhadap diri
individu
• Masyarakat, dalam masyarakat terdapat norma-norma yang akan
membentuk konsep diri pada individu, misalnya pemberian
perlakuan yang berbeda pada laki-laki dan perempuan akan
membuat laki-laki dan perempuan berbeda dalam berperilaku.
2.2.5 Fungsi konsep diri
Pujijogjanti (dalam Ghufron dan Risnawita, 2010) ada tiga peranan
penting dari konsep diri sebagai penentu perilaku, yaitu:
• Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin.
Pada dasarnya individu selalu mempertahankan keseimbangan
dalam kehidupan batinnya. Bila timbul perasaan, pikiran dan
persepsi yang tidak seimbang atau bahkan saling berlawanan, maka
akan terjadi iklim psikologi yang tidak menyenangkan sehingga
akan merubah perilaku.
• Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri
berpengaruh besar terhadap pengalamannya. Setiap individu akan
memberikan penafsiran yang berbeda terhadap sesuatu yang
dihadapi.
• Konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Jadi
pengharapan adalah inti dari konsep diri. Konsep diri merupakan
seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada
harapan tersebut. Sikap dan pandangan negatif terhadap
kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan titik harapan
yang rendah. titik tolak yang rendah menyebabkan individu tidak
mempunyai motivasi yang tinggi.
Berdasarkan ketiga peranan konsep diri tersebut dapat disimpulkan bahwa
konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan sebagai sikap diri
sendiri dan penyeimbang batin bagi individu.
2.2.6 Pengukuran konsep diri
Pengukuran konsep diri telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya,
dalam penjelasan berikut ini peneliti mencoba menjabarkan salah satu pengukuran
konsep diri. Stake (1994) melalui penelitian nya mencoba mengukur konsep diri
yang diberi nama Sic-Factors Self-Concept Scale (SFSCS) dari enam aspek, yaitu;
power, task accomplishment, giftedness, vulnerability, likeability, dan morality.
Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggunakan skala konsep diri
dengan memodifikasi berdasarkan dari dimensi-dimensi yang dijelaskan oleh
Atwater (1983) yaitu; subjective self, ideal self, body image, dan social self.
2.3 Dukungan Sosial
2.3.1 Pengertian dukungan sosial
Sarafino (2002) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pandangan
terhadap kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima
individu dari orang lain.
Sarason, et al (1983) menekankan pada tersedianya orang lain yang dapat
kita percaya, yang kemudian menimbulkan perasaan bahwa kita memiliki arti bagi
orang lain, orang yang membiarkan kita mengetahui bahwa mereka perduli
kepada kita, menghargai, dan mencintai kita. Teori Bolwby tentang kelekatan
(dalam Sarason, et al, 1983) menekankan pada interpretasinya dalam dukungan
sosial. Ketika dukungan sosial, dalam bentuk sosok kelekatan, yang ada dalam
kehidupan kita, Bolwby percaya anak akan menjadi ketergantungan-diri,
bersandar pada fungsi sebagai dukungan untuk orang lain, dan dapat mengurangi
kecenderungan pada psikopatologi dalam hidup.
Cohen (2004) menjelaskan dukungan sosial mengarah kepada ketersediaan
jaringan sosial dari sumber-sumber psikologikal dan material yang ditujukan
untuk memberikan keuntungan pada kemampuan individu dalam mengatasi stress.
Kim, et al (2008) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi dari
orang lain yang dicintai dan perduli, dihargai dan bernilai, dan bagian dari
jaringan komunikasi dan saling mengisi. Ini dapat bersumber dari pasangan atau
sahabat, keluarga, teman-teman, rekan sekerja, dan komunitas yang memiliki
kesamaan. Dukungan sosial sangat efektif dalam mengurangi tekanan psikologis,
seperti depresi atau kecemasan, jangka waktu ketika stress, dan berkaitan dengan
berbagai bentuk kesehatan fisik yang menguntungkan.
Bernal, et al, (2003) menjelaskan bahwa dukungan sosial adalah interaksi
manusia dalam hal sosial, emosional, instrumental, dan sesuatu yang menghibur
saling bertukar. Fenomena sosial ini saling berkaitan dengan stress, depresi, dan
masalah kesehatan mental.
Jadi definisi dukungan sosial dalam penelitian ini adalah sebagai informasi
dari orang lain yang dicintai dan perduli, dihargai dan bernilai, dan bagian dari
jaringan komunikasi dan saling mengisi. Ini dapat bersumber dari pasangan atau
sahabat, keluarga, teman-teman, rekan sekerja, dan komunitas yang memiliki
kesamaan.
2.3.2 Jenis dukungan sosial
Sarafino (2002) menjelaskan beberapa jenis dari dukungan sosial sebagai
berikut;
1. Dukungan emosional, yaitu suatu bentuk dukungan yang diekspresikan
melalui perasaan positif yang berwujud empati, perhatian dan kepedulian
terhadap individu lain.
2. Dukungan penghargaan, adalah suatu bentuk dukungan yang
diekspresikan melalui penghargaan dan tanpa syarat atau apa adanya.
Bentuk dukungan sosial seperti ini dapat menimbulkan perasaan berharga
dan kompeten. Kemudian, House (dalam dalam Glanz, et al, 2008)
menjelaskan bahwa dukungan ini menyediakan informasi yang berguna
sebagai evaluasi diri, dengan kata lain, umpan balik yang konstruktif dan
penegasan.
3. Dukungan instrumental, merupakan dukungan sosial yang diwujudkan
dalam bentuk langsung. Misalnya seperti memberi uang.
4. Dukungan informatif , adalah suatu dukungan yang diungkapkan dalam
bentuk pemberian nasehat atau saran.
5. Dukungan jaringan, yaitu bentuk dukungan yang diperoleh melalui
keterlibatan dalam suatu aktivitas kelompok yang diminati oleh individu
yang bersangkutan.
2.3.3 Komponen dukungan sosial
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam
berbagai komponen yang berbeda-beda. Misalnya Russell dan Cutrona, (1987)
mengemukakan adanya 6 (enam) komponen dukungan sosial yang disebut sebagai
“The Social Provision Scale”, dimana masing-masing komponen dapat berdiri
sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan dan digunakan sebagai
pengukuran pada dukungan sosial. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:
1. Kerekatan emosional (emotional attachment). Jenis dukungan sosial
semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh kerekatan
(kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang
menerima. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa
tenteram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan
bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan
umum adalah diperoleh dari pasangan hidup, namun bisa juga diperoleh
melalui hubungan yang akrab dengan kerabat.
2. Integrasi sosial (social integration). Jenis dukungan sosial semacam ini
memungkinkan seorang untuk memperoleh perasaan memiliki di dalam
kelompoknya yang memungkinkan untuk membagi minat, perhatian serta
melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber
dukungan semacam ini memungkinkan seseorang mendapatkan rasa aman,
nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok.
3. Adanya pengakuan (reanssurance of worth). Pada dukungan sosial jenis
ini seseorang akan mendapatkan pengakuan atas kemampuan dan
keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga.
Sumber dukungan sosial semacam ini dapat berasal dari perusahaan atau
organisasi dimana sang pegawai tersebut bekerja. Karena jasa,
kemampuan dan keahliannya maka ia tetap mendapat perhatian dan
santunan dalam berbagai bentuk penghargaan. Uang pensiun mungkin
dapat dianggap sebagai salah satu bentuk dukungan sosial juga, bila
seseorang menerimanya dengan rasa syukur. Bentuk lain dukungan sosial
berupa pengakuan adalah mengundang para pegawai pada setiap event
atau hari besar untuk berpartisipasi dalam perayaan tersebut bersama-sama
dengan para pegawai lain.
4. Ketergantungan yang dapat diandalkan (reliable reliance). Dalam
dukungan sosial jenis ini, seseorang mendapat dukungan sosial berupa
jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan untuk membantunya
ketika ia membutuhkan bantuan tersebut.
5. Bimbingan (guidance). Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya
hubungan sosial yang memungkinkan seseorang untuk mendapatkan
informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.
6. Kesempatan untuk mengasuh (opportunity for nurturance). Suatu
aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan dibutuhkan
oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk
memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk
memperoleh kesejahteraan.
2.3.4 Sumber Dukungan Sosial
Sumber-sumber dukungan sosial banyak diperoleh individu dari
lingkungan sekitarnya. Namun perlu diketahui seberapa banyak sumber dukungan
dukungan sosial ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber dukungan
sosial merupakan aspek paling penting untuk di ketahui dan di pahami. Dengan
pengetahuan dan pemahaman tersebut, seorang akan tahu pada siapa ia akan
mendapatkan dukungan sosial yang sesuai dengan situasi dan keinginannya yang
spesifik, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah
pihak. Wentzel (1998) dalam penelitiannya menjelaskan hubungan sosial manusia
berdasarkan sumber-sumber dukungan sosial ada tiga, yaitu: keluarga, guru-guru
atau orang lain sekitar dan teman sebaya (peer group) mereka.
Murphy dan Moriarty (dalam Sarason, et al, 1983) menemukan bahwa
ketersediaan dukungan dari keluarga meningkatkan ketahanan pada diri anak
dalam menghadapi stress. Di dalam panti sosial atau panti asuhan, keberadaan
orang tua mereka di gantikan dengan orang tua asuh mereka.
Menurut Sidney Cobb (dalam Sarafino, 2002) orang dengan dukungan
dukungan sosial percaya bahwa mereka itu dicintai, diperdulikan, dihargai dan
bernilai, dan merupakan bagian dari jaringan social, seperti di dalam keluar atau
komunitas dari sebuah organisasi, yang dapat mengembangkan kebaikan,
pelayanan, dan saling membantu ketika dalam kesusahan.
Arslan (2009) menjelaskan bahwa penting bagi remaja dalam
mengumpulkan informasi tentang bagaimana cara remaja memandang lingkungan
dan penilaiannya terhadap dukungan sosial. Sistem dukungan sosial individu
meliputi teman sebaya, teman-teman, dan anggota keluarga, tetapi yang lebih
penting lagi dari sumber dukungan sosial adalah keluarga, teman sebaya, dan
guru-guru.
Berdasarkan uraian di atas, maka dukungan sosial yang diterima individu
dapat diperoleh dari anggota keluarga, teman sebaya, dan organisasi
kemasyarakatan yang diikuti. Dalam penelitian ini, sumber dukungan sosial bagi
remaja di panti sosial dapat diperoleh dari pengasuh dan teman-teman di panti
asuhan.
Bagi remaja panti sosial, lingkungan panti sosial merupakan lingkungan
utama yang dikenalnya, sehingga merupakan sumber dukungan sosial yang utama
bagi remaja. Dukungan sosial tersebut remaja dapatkan dari pengasuh dan teman-
teman sesama penghuni panti sosial. Remaja yang tinggal di panti sosial
berkembang dengan bimbingan dan perhatian pengasuh yang berfungsi sebagai
pengganti orang tua.
2.3.5 Faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial, menurut Hupcey
(dalam Rash, 2007) adalah sebagai berikut;
• Tindakan-tindakan seseorang dalam menyediakan sumber-sumber
dukungan sosial.
• Penerima dukungan sosial memiliki rasa bahwa dirinya telah
diperdulikan atau perasaan terhadap kelangsungan hidup
• Tindakan tersebut memiliki dampak yang positif terhadap hasil
yang terjadi.
• Adanya hubungan antara penyedia sumber dukungan sosial dengan
penerima.
• Dukungan tidak diberikan dari dan atau untuk sebuah organisasi,
komunitas, atau dari seorang profesional.
• Dukungan tidak memiliki tujuan negatif atau diberikan secara
enggan.
2.3.6 Pengukuran
Pengukuran dukungan sosial telah banyak dilakukan oleh beberapa
peneliti terdahulu. Diantaranya Sarason, et al (1983) meneliti tentang pengukuran
dukungan sosial melalui kuesioner yang diberi nama Assessing Social Support:
The Social Support Questioner. Berikutnya yaitu Russell dan Cutrona (1987),
yang mengukur dukungan sosial melalui komponen-komponen dari dukungan
sosial yang mereka sebut dengan The Social Provisions Scale, terdiri dari enam
komponen yang membentuk dukungan sosial dan keberadaannya saling memiliki
keterkaitan yaitu, kerekatan emosional (emotional attachment), integrasi sosial
(social integration), adanya pengakuan (reanssurance of worth), ketergantungan
yang dapat diandalkan (reliable reliance), bimbingan (guidance), kesempatan
untuk mengasuh (opportunity for nurturance).
2.5 Kerangka Berfikir
Motivasi belajar adalah motivasi pada diri pelajar yang secara alami aktif
dengan hasrat pada diri pelajar untuk berpartisipasi dalam proses belajar dan
kekuatan yang mendorong, menopang, dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan
akhir (goal).
Sedangkan konsep-diri adalah kepercayaan diri dan evaluasi individu
tentang karakteristik yang ada pada diri mereka, peran-peran mereka, kemampuan
mereka, dan hubungan sosial mereka. Berdasarkan dimensi konsep diri yang
dijelaskan oleh Atwater (1983) ada empat mensi yaitu: subejctive self, body
image, ideal self dan social self, peneliti mencoba mencari dari ke-empat dimensi
tersebut, dimensi mana yang akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
motivasi belajar. Subjective self berkaitan dengan pandangan individu terhadap
dirinya sendiri, evaluasi dan harapan-harapan yang ada pada dirinya, body image
berkaitan dengan pandangan individu terhadap bentuk fisik yang dimilikinya,
kemudian ideal self adalah pandangan individu terhadap dirinya yang ideal dan
social self yaitu kemampuan invidu dalam berinteraksi di lingkungan sosialnya.
Kemudian, dukungan sosial adalah sebagai informasi dari orang lain yang
dicintai dan perduli, dihargai dan bernilai, dan bagian dari jaringan komunikasi
dan saling mengisi. Ini dapat bersumber dari pasangan atau sahabat, keluarga,
teman-teman, rekan sekerja, dan komunitas yang memiliki kesamaan. Begitu juga
dengan tiap aspek dari dukungan sosial, jika si anak semakin tinggi mendapatkan
dukungan sosial baik itu dari orang tua, guru-guru, dan teman sebaya, maka
motivasi nya akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan teori dari Sarafino (2002) mengenai dukungan sosial, ada
lima jenis dukungan sosial yaitu, dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan instrumental, dukungan informatif dan dukungan jaringan, diharapkan
dari tiap jenis dukungan tersebut yang dapat diterima anak menjadikan si anak
merasa lebih termotivasi, sehingga mencari dari jenis-jenis dukungan tersebut,
dukungan mana yang berpengaruh secara signifikan.
Bagan kerangka berfikir
Konsep-Diri
Subejctive Self
Body Image
Dukungan
Sosial
Dukungan
Emosional
Dukungan
Penghargaan
Dukungan
Instrumental
Dukungan
Informatif
Dukungan
Jaringan
Motivasi
Belajar
Remaja
Panti Sosial
Ideal Self
Social Self
2.6 Hipotesis penelitian
2.6.1 Hipotesis mayor
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan konsep diri dan dukungan sosial
terhadap motivasi belajar remaja panti sosial.
2.6.2 Hipotesis minor
Ho1 : Tidak ada pengaruh yang signifikan subjective self terhadap motivasi
belajar remaja panti sosial.
Ho2 : Tidak ada pengaruh yang signifikan body image terhadap motivasi
belajar remaja panti sosial.
Ho3 : Tidak ada pengaruh yang signifikan ideal self terhadap motivasi belajar
remaja panti sosial.
Ho4 : Tidak ada pengaruh yang signifikan social self terhadap motivasi belajar
remaja panti sosial.
Ho5 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dukungan emosional terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial.
Ho6 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dukungan penghargaan terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial.
Ho7 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dukungan instrumental terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial.
Ho8 : Tidak ada pengaruh yang signifikan dukungan informatif terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial.
Ho9 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara dukungan jaringan terhadap
motivasi belajar remaja panti sosial.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari pendekatan dan
jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, pengumpulan data, uji
alat ukur, prosedur penelitian, analisis data.
3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini
digunakan karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan
statistik. Menurut Sugiyono (2010) penelitian kuantitatif sesuai dengan
namanya,data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.
Jenis penelitian ini adalah non-experimental regresi dikarenakan peneliti ingin
melihat dari pengaruh IV terhadap DV.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi menurut Sugiyono (2010) adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi berjumlah 100 remaja. Adapun karakteristik dari
populasi ini adalah:
1. Remaja yang tinggal di panti Marsudi Putra Handayani binaan Dinas
Sosial DKI Jakarta wilayah Jakarta Timur.
2. Berumur 12-17 tahun.
3. Bisa membaca dan menulis.
4. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
3.2.2 Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2010) adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi tersebut besar,
dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Dalam
penelitian ini, peneliti mencoba mengambil sampel dari remaja-remaja yang
tinggal di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani di daerah Bambu Apus Jakarta
Timur.
Dengan mempertimbangkan pada kenyataan akan besarnya jumlah
populasi yang akan diteliti dan adanya berbagai keterbatasan dalam pelaksaan
penelitian, maka peneliti menentukan jumlah responden pada penelitian ini terdiri
dari:
1. Jumlah sampel untuk try out sebanyak 50 remaja.
2. Jumlah sampel untuk penelitian sebanyak 90 remaja.
Try out dilaksanakan di panti Yayasan Darma Indonesia dengan jumlah
sampel 50 remaja, sedangkan penelitian dilaksanakan di Panti Marsudi Putra
Handayani.
3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
probability sampling. Menurut Sugiyono (2010) probability sampling adalah
teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap
unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, dan
menggunakan teknik cluster sampling yaitu teknik pengambilan sampling pada
remaja yang berada dalam satu area yaitu di Panti Sosial Marsudi Putra
Handayani.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel menurut Sugiyono (2010) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai
dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel pada
penelitian ini terdiri dari variabel bebas (Independent Variabel) dan variabel
terikat (Dependent Variabel). Adapun Independent Variabel dalam penelitian ini
adalah konsep diri dan dukungan sosial dan Devendent Variabel dalam penelitian
ini adalah motivasi belajar.
Dalam penelitian ini terdapat 10 variabel yaitu:
1. Independent variabel
● Konsep Diri : Subjective self
Body image
Ideal self
Social self
● Dukungan Sosial : Dukungan emosional
Dukungan penghargaan
Dukungan instrumental
Dukungan informatif
Dukungan jaringan
2. Dependent variabel : Motivasi belajar.
3.3.1 Definisi konseptual variabel
1. Konsep diri adalah kepercayaan diri dan evaluasi individu tentang karakteristik
yang ada pada diri mereka, peran-peran mereka, kemampuan mereka, dan
hubungan sosial mereka.
2. Dukungan sosial adalah sebagai informasi dari orang lain yang dicintai dan
perduli, dihargai dan bernilai, dan bagian dari jaringan komunikasi dan saling
mengisi. Ini dapat bersumber dari pasangan atau sahabat, keluarga, teman-teman,
rekan sekerja, dan komunitas yang memiliki kesamaan.
3. Motivasi belajar adalah motivasi pada diri pelajar yang secara alami aktif
dengan hasrat pada diri pelajar untuk berpartisipasi dalam proses belajar dan
kekuatan yang mendorong, menopang, dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan
akhir (goal).
3.3.2 Definisi operasional variable
1. Konsep diri adalah skor yang diperoleh dari pengukuran konsep diri melalui
skala konsep diri yang dibuat berdasarkan pandangan diri individu terhadap
dirinya secara positif atau negatif melalui dimensi-dimensi konsep diri, yaitu;
subjective self, body image, ideal self, dan social self.
2. Dukungan sosial adalah skor yang diperoleh dari skala dukungan sosial yang
dibuat berdasarkan dari jenis-jenis dukungaan sosial yang mungkin diterima oleh
remaja tersebut yaitu: dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dukungan informatif, dukungan jaringan.
3. Motivasi belajar adalah skor yang diperoleh dari skala motivasi belajar yang
dibuat berdasarkan teori yang telah dijelaskan. Dalam penelitian ini peneliti
menjelaskan aspek-aspek dari motivasi belajar yaitu: intrinsic motivation, dan
extrinsic motivation.
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Metode pengumpulan data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner.
Menurut Sugiyono (2010) kuesioner merupakan pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab.
3.4.2 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2010). Di dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan tiga skala berbentuk skala model Likert
yaitu, skala konsep diri, skala dukungan sosial, dan skala motivasi belajar yang di
susun dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu, sangat sesuai (SS),
sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS) dan tidak menggunakan
pilihan jawaban tengah (netral/ragu-ragu) dengan alasan pilihan jawaban tersebut
tidak dapat menggambarkan konstruk psikologis dari sampel yang ingin diteliti.
Peneliti membagi dua kategori item pernyataan yaitu favorable dan unfavorable
serta menentukan bobot nilai. Untuk item favorable,skor subjek dimulai dari 4, 3,
2, 1. Sementara untuk item unfavorable, skor subjek dimulai dari 1, 2, 3, 4.
Tabel 3.1
Pilihan Jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
a. Skala Konsep Diri
Skala konsep diri dibuat berdasarkan dimensi-dimensi dari konsep diri
yang dijelaskan oleh Atwater (1983). Dimensi yang disebutkan ada empat, yaitu;
subjective self, body image, ideal self, dan social self. Di dalam tiap dimensi ada
indikator-indikator yang dijadikan acuan yang mendukung dalam pembuatan
skala.
Tabel 3.2
Hasil Try Out Skala Konsep Diri
Ket: *item valid
Dimensi Indikator Favorable Jumlah
Pandangan dan Evaluasi diri
1*, 12* 2
Pengharapan terhadap diri
2*, 13*, 23*, 30 4
Subjective Self
Penerimaan terhadap diri
3*, 14*, 24* 3
Evaluasi bentuk tubuh
4*, 15*, 25 3
Ketertarikan bentuk tubuh
5*, 16* 2
Daya tarik sosial 6*, 17*, 26* 3
Body Image
Kemampuan yang dapat dilakukan oleh tubuh
7*, 18* 2
Diri yang didambakan
8*, 19* 2 Ideal Self
Memandang diri yang ideal dan sesuai
9*, 20*, 27*, 31* 4
Mampu beradaptasi
10*, 21*, 28* 3 Social Self
Interaksi terhadap lingkungan sekitar
11*, 22*, 29* 3
Total 31
b. Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
menggunakan konstruk teori dukungan sosial dari Sarafino (2002) dengan
membagi jenis dukungan sosial menjadi lima jenis, yaitu; dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif, dan
dukungan jaringan.
Tabel 3.3
Hasil Try Out Skala Dukungan Sosial
Dimensi Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
Ungkapan empati
1*, 2* 23*, 24* 4
Kepedulian 13*, 14* 3, 4* 4
Dukungan Emosional
Perhatian terhadap orang yang bersangkutan.
21*, 22* 12* 3
Ungkapan penghargaan untuk orang tersebut
5*, 6* 15*, 16* 4
Dukungan untuk merasa kompeten dan maju
25, 26* 31*, 32* 4
Dukungan penghargaan
Umpan balik yang 22*, 34* 8* 3
membangun
Dukungan instrumental
Mencakup bantuan langsung
17*, 18* 7* 3
Petunjuk-petunjuk atau informasi
9*, 10* 19*, 20* 4 Dukungan informative
Saran-saran atau umpan balik
35* 27*, 28* 3
Dukungan jaringan
Dukungan dari kegiatan kelompok atau aktifitas yang dilakukan bersama.
29*, 30* 11* 3
Total 35
Ket: *item valid
c. Skala Motivasi Belajar
Skala motivasi belajar yang digunakan merupakan adopsi dari skala baku
yang digunakan oleh Vallerand, et al (1992) dan teori yang digunakan dalam hal
pembagian jenis motivasi yang digunakan berdasarkan konstruk teori dari Ryan
dan Deci (2000) yaitu dengan membagi jenis motivasi menjadi dua bagian yaitu,
intrinsic motivation, dan extrinsic motivation.
Tabel 3.4
Hasil Try Out Skala Motivasi Belajar
Dimensi Indikator Favorable Jumlah
Intrinsic
Motivation
Senang mengetahui dan
mendapatkan hal-hal
yang baru.
2*, 8*, 14*, 20* 4
Keinginan untuk
mencapai sesuatu dalam
belajar.
5*, 11*, 17*, 23* 4
Mempunyai keinginan
dan rangsangan yang
tinggi pada pengalaman
dalam proses belajar.
4*, 10*, 16*, 22* 4
Mengidentifikasi bahwa
belajar itu penting dan
bermanfaat.
3*, 9*, 15*, 21* 4
Introjected, diri internal
yang mendorong
sebagai peningkatan
ego dan kebanggaan.
6, 12*, 18*, 24* 4
Extrinsic
Motivation
External regulation
adanya dorongan dari
luar atau hasil setelah
belajar yang menjadi
alasan utama.
1*, 7*, 13*, 19* 4
Total 24
Ket: *item valid
3.5 Teknik Uji Instrumen Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrument (try
out) alat ukur kepada 50 sampel penelitian. Uji instrumen dilakukan dengan
maksud untuk:
1. Sejauh mana pemahaman sampel terhadap pernyataan item-item yang
diberikan.
2. Mengetahui validitas instrument dan item-item yang akan dilakukan pada
penelitian sebenarnya (field test).
3. Mengetahui tingkat reliabilitas instrumen.
3.5.1 Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2010) instrumen yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
3.5.2 Uji Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2010) instrumen yang reliabel adalah instrumen yang
bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan
menghasilkan data yang sama.
3.6 Prosedur Penelitian
Secara garis besar, penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yaitu:
1. Tahap persiapan
• Dimulai dengan perumusan masalah yang akan diteliti.
• Menentukan variabel yang akan diteliti.
• Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori yang
tepat mengenai variable penelitian.
• Menentukan subjek penelitian.
• Persiapan alat pengumpulan data dengan menentukan dan
menyusun alat ukur atau instrument penelitian yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu skala model Likert yang
terdiri dari skala konsep diri, dukungan sosial dan motivasi belajar.
2. Tahap uji coba alat ukur
• Melakukan uji coba terhadap alat ukur yang telah dibuat. Uji coba
dilakukan di panti asuhan atau panti sosial dengan karakteristik
sampel yang sama.
• Memilih item-item skala yang valid dan reliabel.
• Memilih dan menyusun kembali item-item yang valid dan reliabel
untuk dijadikan alat ukur siap pakai dalam penelitian ini.
3. Tahap pelaksanaan
• Menentukan jumlah sampel penelitian.
• Melaksanakan pengambilan data penelitian.
4. Tahap pengolahan data
• Melakukan skoring terhadap hasil jawaban responden.
• Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan
membuat data.
• Menganalisis data dengan menggunakan statistik untuk menguji
hipotesis.
• Membuat kesimpulan dan laporan akhir.
3.7 Teknik Analisis Data
Metode pengolahan data adalah suatu metode yang digunakan untuk
menganalisa data hasil penelitian dalam rangka menguji kebenaran hipotesis.
Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah multi regresi, untuk
mengetahui besar dan arah hubungan antara variabel X1 (konsep diri) dan X2
(dukungan sosial) dengan Y (motivasi belajar). Analisa multi regresi adalah suatu
metode untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat dari lebih satu variabel
bebas terhadap satu variabel terikat, dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi
dan regresi. Analisis dalam penelitian ini menggunakan SPSS Versi 17. 0.
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab ini akan diuraikan hasil pengolahan data yang diambil pada penelitian,
gambaran umum mengenai subjek penelitian serta hasil penelitian yang telah
dilaksanakana.
4.1 Analisis Deskriptif
4.1.1 Deskriptif subjek penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani daerah
Bambu Apus Jakarta Timur. Panti tersebut berada di bawah naungan Dinas
Departemen Sosial daerah Jakarta Timur. Secara keseluruhan jumlah subjek yang
diambil dalam penelitian ini ada 90 remaja. Remaja tersebut adalah remaja yang
tinggal dan memperoleh pembinaan di dalam panti sosial tersebut.
4.1.2 Deskriptif masing-masing variabel penelitian
Tabel berikut ini menunjukkan skor mean dan standar deviasi dari masing-
masing variabel penelitian. Skor mean adalah skor yang pada umumnya
digunakan untuk mengukur titik tengah. Mean di hasilkan dari penjumlahan skor-
skor dan membagi jumlah tersebut dengan jumlah individu (Gravetter dan
Forzano, 2009). Kemudian, standar deviasi adalah skor yang digunakan sebagai
pengukuran dari variablitias. Standar deviasi menggunakan mean dari distribusi
sebagai titik tolak dan pengukuran variabilitas dengan mengukur jarak antara skor
dan mean (Gravetter dan Forzano, 2009). Skor-skor ini, yang selanjutnya
digunakan untuk mengetahui kategorisasi tiap variabel.
Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Descriptive Statistics
Mean
Std. Deviation N
motivasi_belajar 41.8556 4.92770 90
konsep_diri 76.6889 7.45570 90
dukungan_sosial 83.5333 8.30892 90
Dari tabel 4.1, diketahui bahwa mean variabel motivasi belajar sebesar
41.8556 dan standar deviasi 4.492770, variabel konsep diri memiliki skor mean
sebesar 76.6889 dan standar deviasi sebesar 7.45570, sementara variabel
dukungan sosial memiliki skor mean sebesar 83.5333 dan standar deviasi
8.30892.
4.2 Kategorisasi Variabel Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam
kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum
berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2008). Kontinum jenjang ini contohnya
adalah dari rendah ke tinggi yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi
variabel penelitian.
Tabel berikut menjelaskan motivasi belajar yang dikategorikan menjadi
tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Tabel 4.2
Kategorisasi Motivasi Belajar
Kategori Rumus Raw Score
Jumlah Responden
Persentase
Tinggi X > M + 1 SD > 46 20 21,1%
Sedang M – 1SD ≤ X ≤ M + 1 SD
37 – 46 55 61,1%
Rendah X < M – 1 SD < 37 16 17,8%
Total 90 100%
Keterangan:
X : skor total masing-masing individu
M : mean dari motivasi belajar
SD : standar deviasi motivasi belajar
Setelah kategorisasi didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentase
untuk motivasi belajar yang tinggi sejumlah 20 orang (21,1%), sedang sejumlah
55 orang (61,1%) dan rendah sejumlah 16 orang (17,8%). Untuk melihat lebih
jelas tentang pola sebaran motivasi belajar dapat dilihat dalam grafik di bawah ini:
Motivasi
Motivasi
tinggisedangrendah
Fre
quen
cy
60
50
40
30
20
10
0
Pada tabel berikut ini menggambarkan dukungan sosial responden yang
dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Tabel 4.3
Kategorisasi Dukungan Sosial
Kategori Rumus Raw Score
Jumlah Responden
Persentase
Tinggi X > M + 1 SD > 91 16 17,8%
Sedang M – 1SD ≤ X ≤ M + 1 SD
76 – 91 62 68,9%
Rendah X < M – 1 SD < 76 11 13,3%
Total 90 100%
Keterangan:
X : skor total masing-masing individu
M : mean dari dukungan sosial
SD : standar deviasi dukungan sosial
Setelah kategorisasi didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentase
untuk dukungan sosial yang tinggi sejumlah 16 orang (17,8%), sedang 62 orang
(68,9%) dan rendah sejumlah 11 orang (13,3%). Kemudian untuk melihat lebih
jelas pola sebaran dukungan sosial dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Dukungansosial
Dukungansosial
tinggisedangrendah
Freq
uenc
y
70
60
50
40
30
20
10
0
4.3 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik
analisis regresi berganda (multiple regression) menggunakan software SPSS 17.0.
Uji regresi ini dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah diajukan
di Bab II.
4.3.1 Analisis koefisien regresi
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis penelitian untuk mengetahui
seberapa besar atau berapa persen varians dependent variable (DV) yang
dijelaskan oleh independent variable (IV). Maka dari itu peneliti ingin mengetahui
lebih jauh mengenai apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan
terhadap DV, dengan melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari
masing – masing IV. Langkah pertama peneliti menganalisis dampak dari seluruh
independent variable dari konsep diri dan dukungan sosial terhadap motivasi
belajar sebagai dependen variabel. Adapun hasilnya dapat dilihat ditabel berikut.
Tabel 4.4 Tabel Anova Motivasi Belajar
ANOVA b
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 1003.300 9 111.478 7.703 .000a
Residual 1157.822 80 14.473
1
Total 2161.122 89
a. Predictors: (Constant), duk_jaringan, duk_instrumental, ideal_self, body_image, duk_informatif, duk_penghargaan, duk_emosional, social_self, sub_self
b. Dependent Variable: motivasi_belajar
Jika melihat kolom ke Sig. dapat diketahui bahwa (p < 0.05), maka
hipotesis nihil mayor (Ho) yaitu “Tidak Ada Pengaruh yang Signifikan Konsep
Diri dan Dukungan Sosial Terhadap Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial”,
ditolak. Artinya, bahwa konsep diri dan dukungan sosial secara signifikan
mempengaruhi motivasi belajar. Langkah kedua peneliti melihat besaran R square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV.
Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
R Square Change Model Summaryb
Change Statistics
Model R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
R Square Change
F Chang
e df1 df2 Sig. F
Change
1 .681a .464 .404 3.80431 .464 7.703 9 80 .000 a. Predictors: (Constant), duk_jaringan, duk_instrumental, ideal_self, body_image, duk_informatif, duk_penghargaan, duk_emosional, social_self, sub_self
b. Dependent Variable: motivasi_belajar
Dari tabel 4.5, dapat diketahui bahwa nilai R Square Change adalah
sebesar 0.464 Artinya, proporsi varian dari dependent variable (motivasi belajar)
yang dapat dijelaskan oleh independent variabel konsep diri (subjective self, body
image, ideal self, social self) dan dukungan sosial (dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif, dukungan
jaringan) dalam penelitian ini adalah sebesar 46,4%, sedangkan sisanya yaitu
53,6%, dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Pengujian selanjutnya yaitu koefisien regresi (B), untuk mengetahui
seberapa banyak dampak dari setiap variabel independen. Sedangkan untuk
mengetahui signifikansi tiap variabel dilihat dari kolom Sig., jika nilai signifikansi
< 0.05 maka variabel tersebut signifikan. Adapun hasil penghitungannya adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.6
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 16.012 6.345 2.524 .014 1
sub_self .776 .152 .660 5.091 .000
body_image -.027 .226 -.015 -.118 .906
ideal_self -.380 .380 -.087 -.998 .321
social_self .227 .317 .077 .716 .476
duk_emosional -.359 .146 -.266 -2.456 .016
duk_penghargaan
.171 .139 .124 1.227 .223
duk_instrumental
.233 .270 .072 .862 .391
duk_informatif .488 .219 .233 2.232 .028
duk_jaringan .287 .324 .083 .887 .378
a. Dependent Variable: motivasi_belajar
Setelah mengetahui koefisien-nya, maka dapat disusun persamaan
regresinya sebagai berikut:
Berdasarkan tabel 4.6, dari 9 koefisien regresi yang dihasilkan ternyata
hanya 3 IV yang secara statistik berpengaruh signifikan terhadap motivasi belajar,
yaitu 1 variabel dari dimensi konsep diri yaitu subjective self dengan nilai
signifikansi (0.000) dan 2 dari dukungan sosial yaitu dukungan emosional (0.016)
dan dukungan informatif (0.028) nilai ( p <0,05).
4.3.2 Hasil uji hipotesis minor
Untuk menjawab hipotesis minor dalam penelitian ini, maka dilakukan uji
proporsi, yaitu mencari proporsi varians masing-masing variabel independen
penelitian. Nilai signifikansi pada kolom Sig. F Change kemudian dibandingkan
Motivasi Belajar = 16.012 + 0.776 *sub_self + -0.027 *body_image + -0.380
*ideal_self + 0.227 *social_self + -0.359 *duk_emosional +
0.171 *duk_penghargaan + 0.233 *duk_instrumental + 0.488
*duk_informatif + 0.287 *duk_jaringan
dengan 0.05 (taraf sigifikansi 5%) yang telah ditentukan sebelumnya. Jika nilai
signifikansi < 0.05, maka variabel tersebut dapat dikatakan signifikan. Besarnya
proporsi varians pada motivasi belajar dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Proporsi Varians
Ket: 1. Subjective self 2. Body image 3. Ideal self 4. Social self 5. Dukungan emosional 6. Dukungan penghargaan 7. Dukungan instrumental 8. Dukungan informatif 9. Dukungan jaringan
Dari tabel 4.7, diketahui bahwa hanya terdapat 3 variabel independen yang
memiliki pengaruh signifikan terhadap motivasi belajar yaitu, subjective self
dengan nilai signifikansi 0.000, kemudian variabel dukungan penghargaan dengan
nilai signifikansi 0.016 dan variabel dukungan informatif dengan nilai signifikansi
Model Summaryj
Change Statistics
Model R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of
the Estimate
R Square Change
F Change df1 Df2
Sig. F Change
1. .589a .347 .340 4.00378 .347 46.815 1 88 .000 2. .589b .347 .332 4.02673 .000 .000 1 87 .999
3. .592c .350 .328 4.04048 .003 .409 1 86 .524
4. .603d .364 .334 4.02208 .013 1.788 1 85 .185
5. .607e .368 .330 4.03213 .004 .577 1 84 .450
6. .641f .411 .368 3.91654 .043 6.031 1 83 .016 7. .647g .419 .369 3.91342 .008 1.133 1 82 .290
8. .677h .459 .406 3.79929 .040 6.000 1 81 .016 9. .681i .464 .404 3.80431 .005 .786 1 80 .378
0.016. Sedangkan 6 variabel independen lainnya, yaitu: body image, ideal self,
social self, dukungan emosional, dukungan instrumental, dan dukungan jaringan
tidak signifikan.
Dengan demikian, dari 9 hipotesis minor dalam penelitian ini, ada 3
hipotesis minor yang ditolak yaitu, H01 (Tidak ada pengaruh yang signifikan
subjective self terhadap motivasi belajar remaja panti sosial), H06 (tidak ada
pengaruh yang signifikan dukungan penghargaan terhadap motivasi belajar remaja
panti sosial) dan H08 (tidak ada pengaruh yang signifikan dukungan informatif
terhadap motivasi belajar remaja panti sosial). Adapun penjelasan dari nilai R
square change dari masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel subjective self memberi sumbangan atau pengaruh sebesar
34,7% bagi motivasi belajar dan signifikan secara statistik. Nilai
signifikansi (0.000). Jadi, semakin tinggi subjective self seseorang
maka akan semakin tinggi pula motivasi belajarnya. Maka untuk
hasil uji hipotesis minornya, ditolak, karena hasil tersebut signifikan.
2. Variabel body image memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0%
bagi motivasi belajar dan tidak signifikan secara statistik. Nilai
signifikansi (0.999). Jadi, body image tidak memberikan pengaruh
terhadap motivasi belajar anak. Maka untuk hasil uji hipotesis
minornya, diterima, karena hasil tersebut tidak signifikan.
3. Variabel ideal self memberi sumbangsih atau pengaruh sebesar 3%
bagi motivasi belajar dan tidak signifikan secara statistik. Nilai
signifikansi (0.524). Jadi, semakin tinggi ideal self seseorang maka
akan semakin tinggi juga motivasi belajarnya. Maka untuk hasil uji
hipotesis minornya, diterima, karena hasil tersebut tidak signifikan.
4. Variabel social self memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 1,3%
bagi motivasi belajar dan tidak signifikan secara statistik. Nilai
signifikansi (0.185). Jadi, semakin tinggi social self seseorang maka
semakin tinggi pula motivasi belajarnya. Maka untuk hasil uji
hipotesis minornya, diterima, karena hasil tersebut tidak signifikan.
5. Variabel dukungan emosional memberi sumbangsih atau pengaruh
sebesar 0,4% bagi motivasi belajar dan tidak signifikan secara
statistik. Nilai signifikansi (0.450). Jadi, semakin tinggi dukungan
emosional seseorang maka semakin tinggi pula motivasi belajarnya.
Maka untuk hasil uji hipotesis minornya, diterima, karena hasil
tersebut tidak signifikan.
6. Variabel dukungan penghargaan memberi sumbangsih atau pengaruh
sebesar 4,3% bagi motivasi belajar dan signifikan secara statistik.
Nilai signifikansi (0.016). Jadi, semakin tinggi dukungan
penghargaan seseorang maka akan semakin tinggi pula motivasi
belajarnya. Maka untuk hasil uji hipotesis minornya, ditolak, karena
hasil tersebut signifikan.
7. Variabel dukungan instrumental memberi sumbangsih atau pengaruh
sebesar 0,8% bagi motivasi belajar dan tidak signifikan secara
statistik. Nilai signifikansi (0.290). Jadi, semakin tinggi dukungan
instrumental seseorang maka akan semakin tinggi pula motivasi
belajarnya. Maka untuk hasil uji hipotesis minornya, diterima, karena
hasil tersebut tidak signifikan.
8. Variabel dukungan informatif memberi sumbangsih atau pengaruh
sebesar 4% bagi motivasi belajar dan signifikan secara statistik. Nilai
signifikansi (0.016). Jadi, semakin tinggi dukungan informatif
seseorang maka akan semakin tinggi pula motivasi belajarnya. Maka
untuk hasil uji hipotesis minornya, ditolak, karena hasil tersebut
signifikan.
9. Variabel dukungan jaringan memberi sumbangsih atau pengaruh
sebesar 0,5% bagi motivasi belajar dan tidak signifikan secara
statistik. Nilai signifikansi (0.378). Jadi, semakin tinggi dukungan
jaringan seseorang maka akan semakin tinggi pula motivasi
belajarnya. Maka untuk hasil uji hipotesis minornya, diterima, karena
hasil tersebut terbukti tidak signifikan.
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab lima peneliti akan memaparkan lebih lanjut mengenai hasil dari
penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan,
diskusi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan analisis regresi, maka
kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:
1. “Ada Pengaruh yang Signifikan Antara Konsep Diri dan Dukungan Sosial
Terhadap Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial”. Selanjutnya untuk proporsi
varians yang dapat dijelaskan oleh Independent Variable (IV) dari konsep diri
(subjective self, body image, ideal self, social self) dan dukungan sosial (dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif,
dukungan jaringan) sejumlah 46,4 % sedangkan sisanya sejumlah 53,6 %
dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
2. Jika dilihat berdasarkan koefisien regresi pada setiap variabel yang
dihasilkan berdasarkan analisis statistik, maka variabel subjective self, dukungan
emosional dan dukungan informatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
motivasi belajar. Dengan nilai signifikansi subjective self (0.000), dukungan
emosional (0.016) dan dukungan informatif (0.028).
3. Jika dilihat berdasarkan proporsi varians independent variable (IV)
terhadap dependent variable (DV) yang dihasilkan melalui analisis statistik maka
variabel subjective self dari konsep diri dan variabel dukungan penghargaan dan
dukungan informatif dari dukungan sosial yang berpengaruh signifikan terhadap
motivasi belajar. Maka untuk uji hipotesis minor ada 3 hipotesis minor yang
ditolak, yaitu, H01 (Tidak Ada Pengaruh yang Signifikan Subjective Self Terhadap
Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial), H06 (Tidak Ada Pengaruh yang Signifikan
Dukungan Penghargaan Terhadap Motivasi Belajar Remaja Panti Sosial) dan H08
(Tidak Ada Pengaruh yang Signifikan Dukungan Informatif Terhadap Motivasi
Belajar Remaja Panti Sosial). Karena ketiga variabel tersebut, terbukti signifikan
berdasarkan hasil analisis statistik.
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian pada bab 4, menunjukkan bahwa konsep diri
dan dukungan sosial secara keseluruhan memberikan sumbangan proporsi varians
terhadap motivasi belajar sebesar 46,4 %. Ketika konsep diri dijabarkan
berdasarkan nilai koefisien regresi, maka ditemukan bahwa varibel subjective self,
dukungan penghargaan dan dukungan informatif memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap motivasi belajar. Sedangakan sisanya sejumlah 53,6 %
dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya menurut pada variabel
konsep diri. Bong dan Clark (1999) menemukan bahwa terdapat hasil yang
signifikan antara konsep diri motivasi belajar. Maka berdasarkan hasil penelitian
yang telah peneliti lakukan menemukan bahwa variabel tersebut terbukti
berhubungan dan memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar. Karena Bong
dan Clark (1999) beranggapan bahwa ketika si anak memiliki pandangan yang
positif terhadap kemampuan yang ada pada dirinya akan memperoleh kesuksesan
dan dapat melewati rintangan-rintangan yang mereka hadapi. Pada lain hal jika si
anak dengan konsep diri yang negatif maka si anak akan merasa gagal untuk
memperoleh atau memenuhi potensi yang ada dalam dirinya.
Pada variabel dukungan sosial jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya berdasarkan penelitian dari Wentzel (1998) melalui sumber-sumber
dukungan sosial yang diterima si anak, maka terdapat hasil yang signifikan
terhadap motivasi anak. Maka berdasarkan hasil penelitan yang telah peneliti
lakukan terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi anak.
Karena Wentzel (1998) beranggapan kepedulian yang diberikan oleh orangtua,
guru-guru dan teman sebaya memberikan hasil yang signifikan. Hasil tersebut
terlihat pada penerimaan dukungan dari teman sebaya dalam menampilkan bentuk
prososial dalam bertingkah laku yang mengingatkan kita pada peran positif dari
remaja dalam berperan ketika bermain dengan teman sekelas dan penyesuaian
sosial di sekolah.
Kemudian dalam penelitian ini, peneliti mencoba membagi tiap-tiap
variabel inti menjadi beberapa variabel turunan agar memenuhi menjadi sejumlah
9 variabel, yaitu 4 dari konsep diri (subjective self, body image, ideal self, social
self) yang diturunkan dari dimensi konsep diri berdasarkan teori dari Awater
(1983) dan 5 dari dukungan sosial (dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan instrumental, dukungan informatif, dukungan jaringan) yang diturunkan
dari jenis-jenis dukungan sosial yang memungkinkan akan diterima pada diri si
anak berdasarkan dari teori dukungan sosial Sarafino (1994).
Pada variabel konsep diri dari 4 variabel yang ada, berdasarkan hasil
analisis statistik yang telah dilakukan hanya variabel subjective self yang
berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi belajar dengan nilai
signifikansi (0.000) dan memberikan sumbangan sebesar 34,7 % terhadap
motivasi belajar. Jadi jika semakin tinggi subjective self seseorang maka akan
semakin tinggi motivasi belajarnya. Berdasarkan teori subjective self yang ada
menurut Atwater (1983) bahwa subjektifitas diri kita, adalah bagaimana cara kita
memandang diri kita, terbentuk dari begitu banyaknya persepsi diri kita yang
diperoleh semasa perkembangan hidup kita. Ketika kita muda dan mudah
terpengaruh, kita cenderung untuk memahami apa yang mereka pikir tentang kita,
penilaian dan pengharapan mereka, bersamaan dengan penerimaan diri kita.
Kemudian, pada variabel dukungan sosial dari 5 variabel yang diturunkan
berdasarkan jenis-jenis dukungan sosial yang diterima pada diri si anak yaitu
dukungan emosional, dukungan pernghargaan, dukungan instrumental, dukungan
informatif dan dukungan jaringan dari teori dukungan sosial Sarafino (2002). Ada
2 variabel yang berpengaruh dan signifikan berdasarkan hasil analisis statistik
terhadap motivasi belajar, yaitu variabel dukungan penghargaan dan dukungan
informatif. Pada variabel dukungan penghargaan memberikan sumbangsih
terhadap motivasi belajar sebesar 4,3 % dan nilai signifikansi (0.016). Jadi dapat
diasumsikan semakin tinggi dukungan penghargaan yang didapat si anak, maka
akan semakin tinggi motivasi belajarnya. Berdasarkan teori yang dijelaskan oleh
Sarafino (2002) dukungan penghargaan adalah jenis dukungan yang diberikan
sebagai bentuk suatu dukungan yang diekspresikan melalui penghargaan dan
tanpa syarat atau apa adanya. Karena jenis dukungan ini dapat menimbulkan
perasaan berharga dan kompeten pada diri si anak. Kemudian, House (dalam
dalam Glanz, dkk, 2008) menjelaskan bahwa dukungan ini menyediakan
informasi yang berguna sebagai evaluasi diri, dengan kata lain, umpan balik yang
konstruktif dan penegasan.
Untuk variabel berikutnya yaitu, variabel dukungan informatif,
berdasarkan hasil analisis statistik variabel tersebut memberikan perngaruh yang
signifikan dengan nilai signifikansi (0.016) dan sumbangannya terhadap motivasi
belajar sejumlah 4 % sehingga dapat diasumsikan semakin tinggi dukungan
informatif yang didapatkan si anak maka akan semakin tinggi motivasi belajarnya.
Karena berdasarkan teori yang dijelaskan oleh Sarafino (2002) dukungan
informatif adalah jenis dukungan berupa pemberian nasihat, saran dan informasi
pada anak tersebut.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Peneliti menyadari
bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Untuk itu, peneliti
memberikan beberapa saran untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan
penelitian selanjutnya, baik berupa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran Teoritis
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan independent
variable lain selain konsep diri dan dukungan sosial misalnya konsep diri
akademik, self efficacy dan self confidence yang sekiranya dapat
digunakan untuk penelitian terhadap motivasi belajar.
2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan skala baku
dari tiap variabel yang akan diteliti atau skala yang memiliki reliabilitas
dan validitas yang baik agar dapat memperoleh data yang baik.
3. Pada penelitian selanjutnya jika ingin melakukan penelitian dengan
kriteria sampel yang sama, dapat menggunakan sampel pada panti sosial
lain, seperti panti sosial daerah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat.
5.3.2 Saran Praktis
Bagi remaja panti sosial, keberadaannya di panti sosial adalah untuk
mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang lebih layak. Pelajaran yang
diberikan diharapkan dapat memberikan perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik. Sehingga dapat memberikan ilmu yang bermanfaat yang dapat digunakan
untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi sehingga dapat memperoleh
pekerjaan yang layak nantinya.
Kemudian, pembentukan konsep diri yang baik pada diri anak. Sehingga,
anak dapat memandang dirinya dengan positif terhadap penilaian pada
kemampuan yang dimiliki oleh anak. Begitu juga pengharapan dan penerimaan
diri anak terhadap kekurangan yang ada pada dirinya karena keberadaannya di
panti sosial tersebut sehingga tidak mematahkan semangatnya dalam belajar guna
memperoleh kehidupan yang lebih layak nantinya.
Pada dukungan sosial yang diberikan dari lingkungan yang ada di panti
sosial diharapkan dapat lebih di tingkatkan. Sehingga anak merasa hidup di
lingkungan yang nyaman dan merasa dihargai keberadaannya serta lebih
termotivasi dalam aktifitas akademik. Meskipun latar belakang keberadaan
mereka beragam seperti terpisah dari orang tua, ketidakmampuan dari segi
keuangan diharapkan keberadaan dan kegiatan mereka di panti sosial
mendapatkan dukungan yang baik.
Daftar Pustaka
Buku:
Atwater, E (1983) Psychology of adjustment (2nd Edition) Prentice-Hall, Inc. United Stated.
Azwar, S (2008). Penyusunan skala psikologi. Pustaka Pelajar. Jogjakarta
Burns, R. B (1993) Konsep diri teori, pengukuran, perkembangan, dan perilaku. Alih Bahasa Eddy. Penerbit Arcan. Jakarta
Calhoun, J. F. & Acocella, J. R. (1990) Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan kemanusiaan. Alih bahasa oleh Satmoko, R. S. IKIP Semarang Press.
Djamarah, S. B (2002) Psikologi belajar. Rineka Cipta. Jakarta
Gravetter, F. J & Forzano, L. B (2009) Research method for the behavioral sciences. Wadsworth Cengage Learning. USA
Ghufron, M. N. & Risnawita, R. S (2010) Teori-teori psikologi. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta
Pintrich, P. R. & Schunk, D. H (2002) Motivation in education, theory, research, and applications. Pearson Merrill Prentice Hill, New Jersey.
Reynolds, W. M & Miller, G. E (tanpa tahun) Handbook of psychology. John Wiley & Sons, Inc.
Sarafino, E. P (2002). Health psychology biopsychological interactions (3rd edition). John Wiley & Sons, Inc. United States of America.
Sardiman, A. M. (2008) Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Sugiyono (2010) Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung
Uno, H. B (2008) Teori motivasi dan pengukurannya analisis di bidang pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta
Glanz, et al (2008) Health behavior and health education theory, research and practice (4th Edition). Jossey-Bass A Wiley Imprint. USA
Jurnal:
Arslan, C (2009) Anger, self-Esteem, and perceived social support in adolescence. Social Behavior and Personality, 2009, 37 (4), 555-564. Society for Personality Research (Inc.)
Barkoukis, et al (2008) The assesment of intrinsic and extrinsic motivation and amotivation: validity and reliability of the Greek version of the academic motivation scale. Routledge. England. 13 April 2011 http://www.informaworld.com/smpp/tittle-content=t713404048
Bernadetta, I. (2010) Body image amoung young females with anorexia nervosa and the structure of body image among their mothers. Archives of Psychiatry and Psychotherapy, 2010; 4 : 61-67
Bernal, et al. (2003). Developments brief scale for social support: reliability and validity in Puerto Rico. International Journal of Clinical and Health Psychology ISSN 1576-7329 2003, Vol. 3, No. 2.
Bong, M. & Clark, R. E (1999) Comparison between self-concept and self-efficacy in academic motivation research. Educational Psychologist, 139-153. Routledge, London.
Cohen, Sheldon. (2004) Social relationship and health. American Psychologist 2004 676-684.
Frith, C. (2004) Motivation to learn. Educational Communication and Technology http://www.usask.ca/education/coursework/802papers/Frith/Motivation.
16 Maret 2011
Kim, et al. (2008) Culture and social support. American Psychological Association Vol. 63, No. 6, 518-526
Liechty, T & Yarnal C. M. (2010) The role of body image in older women’s leisure. Journal of Leisure Research 2010, Vol. 42, No. 3, pp. 443-467. National Recreation and Park Association
Lumsden, L. S (1994) Student motivation to learn. ERIC Clearinghouse on Educational Management
http://punya.educ.msu.edu/courses/coursevault/summer09/readings/motivation-lumsden.pdf 21 April 2011
Manning, M. A (2007) Self-concept and self-esteem in adolescents. National Association of School Psychologists. www.naspcenter.org 16 Maret 2011
Rash, E. M. (2007) Social support in elderly nursing home populations: manifestations and influences. The Qualitative Report Vol. 12 No. 3 September 2007. 375-396
Russel, D. & Cutrona, C. (1987) The social provision scale. The Provisions of Social Relationships and Adaptation to Stress. Vol. 1, Page 37-67. JAI Press.
Ryan, R. M. & Deci, E. L (2000) Intrinsic and extrinsic motivations: classic definitions and new directions. Contemporary Educational Psychology 25, 56-67 http:/www.idealibrary.com 16 Januari 2011
Sanchez, F. J. P & Roda, M. D. S (tanpa tahun) Relationship between self-concept and academic achievement in prymary students. Electronic Journal of Research in Educational Psychology and Psychopedagogy, 1 (1), 95-120. ISSN: 1696-2095
Sarason, et al. (1983) Assessing social support: The social support questionaire. Journal of Personality and Social Psychology 1983, Vol. 44, No. 1, 127-139
Stake, J. (1994) Six factor self-concept scale. Psychological Measures for Asian Americans:Tools for Practice and Research www.columbia.edu/cu/ssw/projects/pmap 28 Maret 2011
Vansteenkiste, et al. (2006) Intrinsic versus extrinsic goal content in self-determination theory: another look at the quality of academic motivation. Educational Psychologist, 41 (1), 19-31.
Valllerand, et al. (1992) The academic motivation scale: A measure of intrinsic, extrinsic, and amotivation in education. Educational and Psychological Measurement 1992, 52
Wentzel, K. R. (1998). Social relationship and motivation in middle school: the role of parents, teachers, and peers. Journal of Educational Psychology, Vol. 90, No. 2, 202-209.
Wigfield, et al (2005) Early adolescents’ development across the middle school years: implication for school counselors. American School Counseling Association 112-119 9:2
Zimmerman, B. J. (2000) Self-efficacy: An essential motive to learn. Contemporary Educational Psychology 25, 82-91, (2000). http://www.idealibrary.com 5 April 2011
LAMPIRAN
Hasil Try Out Skala Konsep Diri
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.843 31
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
VAR00001 89.3200 82.140 .389 .837
VAR00002 89.5200 82.459 .335 .839
VAR00003 89.5400 82.009 .328 .839
VAR00004 89.5800 81.187 .376 .837
VAR00005 89.5000 80.827 .333 .839
VAR00006 89.2200 83.400 .272 .840
VAR00007 90.3200 79.406 .505 .833
VAR00008 89.8800 81.414 .298 .840
VAR00009 89.7200 81.634 .346 .838
VAR00010 89.2000 81.878 .432 .836
VAR00011 89.4400 82.374 .347 .838
VAR00012 90.0000 81.837 .338 .839
VAR00013 89.3600 82.766 .324 .839
VAR00014 89.0000 82.776 .356 .838
VAR00015 88.9600 83.876 .235 .841
VAR00016 89.3600 82.766 .260 .841
VAR00017 88.9400 84.262 .260 .841
VAR00018 89.8800 81.496 .394 .837
VAR00019 90.2400 81.900 .388 .837
VAR00020 89.6600 79.127 .465 .834
VAR00021 89.7600 82.839 .325 .839
VAR00022 89.2600 78.972 .544 .832
VAR00023 90.0400 79.876 .392 .837
VAR00024 90.0800 81.830 .275 .841
VAR00025 89.7000 84.255 .130 .846
VAR00026 88.8400 83.729 .285 .840
VAR00027 89.6800 80.712 .394 .837
VAR00028 89.3600 79.174 .560 .832
VAR00029 89.3600 81.378 .383 .837
VAR00030 89.5000 84.745 .112 .846
VAR00031 89.9800 78.102 .609 .830
Hasil Try Out Skala Dukungan Sosial
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.856 35
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
VAR00001 101.0600 102.833 .256 .855
VAR00002 100.3200 100.916 .375 .852
VAR00003 100.4400 105.394 .105 .859
VAR00004 100.2400 100.880 .450 .850
VAR00005 100.3600 103.011 .373 .852
VAR00006 100.2200 102.338 .397 .851
VAR00007 100.3000 103.439 .284 .854
VAR00008 100.4600 102.294 .362 .852
VAR00009 100.4000 103.633 .299 .853
VAR00010 100.1600 102.872 .374 .852
VAR00011 100.1400 102.572 .368 .852
VAR00012 100.5800 97.881 .554 .847
VAR00013 100.4200 102.657 .286 .854
VAR00014 100.3400 100.556 .460 .850
VAR00015 100.6400 100.398 .362 .852
VAR00016 100.0400 102.651 .376 .852
VAR00017 100.9400 102.874 .243 .855
VAR00018 100.5800 102.371 .285 .854
VAR00019 100.2400 102.390 .284 .854
VAR00020 100.2600 100.686 .357 .852
VAR00021 100.1200 102.271 .409 .851
VAR00022 100.3200 103.814 .263 .854
VAR00023 100.2000 101.837 .488 .850
VAR00024 100.6000 96.571 .633 .844
VAR00025 100.0800 106.524 .057 .859
VAR00026 100.2400 104.023 .267 .854
VAR00027 100.6400 99.337 .437 .850
VAR00028 100.3000 101.112 .464 .850
VAR00029 99.9000 102.459 .368 .852
VAR00030 100.0200 105.040 .208 .855
VAR00031 100.5000 102.908 .243 .855
VAR00032 100.2200 99.073 .488 .849
VAR00033 100.7600 100.635 .405 .851
VAR00034 100.5800 100.861 .431 .850
VAR00035 100.2600 101.502 .393 .851
Hasil Try Out Skala Motivasi Belajar
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.834 24
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
VAR00001 78.1200 47.496 .251 .833
VAR00002 78.3000 44.255 .638 .818
VAR00003 77.9600 47.100 .424 .828
VAR00004 78.7000 44.541 .436 .826
VAR00005 78.3400 46.433 .303 .831
VAR00006 78.5600 48.007 .165 .836
VAR00007 78.4000 46.898 .220 .836
VAR00008 78.5800 43.800 .520 .822
VAR00009 78.5800 44.371 .426 .826
VAR00010 78.5000 46.949 .293 .831
VAR00011 78.0000 46.122 .465 .825
VAR00012 78.3800 47.016 .323 .830
VAR00013 78.1400 45.102 .529 .822
VAR00014 78.1400 45.143 .465 .825
VAR00015 78.3800 45.342 .388 .828
VAR00016 78.2800 46.614 .337 .830
VAR00017 78.2400 43.819 .586 .819
VAR00018 78.3800 46.649 .322 .830
VAR00019 78.2800 46.451 .334 .830
VAR00020 78.6800 46.793 .344 .829
VAR00021 78.1600 47.362 .265 .832
VAR00022 78.0800 47.300 .282 .832
VAR00023 78.1200 47.251 .338 .830
VAR00024 78.2600 44.727 .510 .823
Hasil Uji Hipotesis Mayor
Model Summaryb
Change Statistics
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
R Square Change
F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .681a .464 .404 3.80431 .464 7.703 9 80 .000
a. Predictors: (Constant), duk_jaringan, duk_instrumental, ideal_self, body_image, duk_informatif, duk_penghargaan, duk_emosional, social_self, sub_self
b. Dependent Variable: motivasi_belajar
ANOVA b
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 1003.300 9 111.478 7.703 .000a
Residual 1157.822 80 14.473
1
Total 2161.122 89
a. Predictors: (Constant), duk_jaringan, duk_instrumental, ideal_self, body_image, duk_informatif, duk_penghargaan, duk_emosional, social_self, sub_self
b. Dependent Variable: motivasi_belajar
Hasil Uji Koefisien Regresi
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 16.012 6.345 2.524 .014
sub_self .776 .152 .660 5.091 .000
body_image -.027 .226 -.015 -.118 .906
ideal_self -.380 .380 -.087 -.998 .321
social_self .227 .317 .077 .716 .476
duk_emosional -.359 .146 -.266 -2.456 .016
duk_penghargaan .171 .139 .124 1.227 .223
duk_instrumental .233 .270 .072 .862 .391
duk_informatif .488 .219 .233 2.232 .028
1
duk_jaringan .287 .324 .083 .887 .378
a. Dependent Variable: motivasi_belajar
Hasil Uji Proporsi Varians
Model Summaryj
Change Statistics
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate R Square Change F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .589a .347 .340 4.00378 .347 46.815 1 88 .000
2 .589b .347 .332 4.02673 .000 .000 1 87 .999
3 .592c .350 .328 4.04048 .003 .409 1 86 .524
4 .603d .364 .334 4.02208 .013 1.788 1 85 .185
5 .607e .368 .330 4.03213 .004 .577 1 84 .450
6 .641f .411 .368 3.91654 .043 6.031 1 83 .016
7 .647g .419 .369 3.91342 .008 1.133 1 82 .290
8 .677h .459 .406 3.79929 .040 6.000 1 81 .016
9 .681i .464 .404 3.80431 .005 .786 1 80 .378
a. Predictors: (Constant), sub_self
b. Predictors: (Constant), sub_self, body_image
c. Predictors: (Constant), sub_self, body_image, ideal_self
d. Predictors: (Constant), sub_self, body_image, ideal_self, social_self
e. Predictors: (Constant), sub_self, body_image, ideal_self, social_self, duk_emosional
f. Predictors: (Constant), sub_self, body_image, ideal_self, social_self, duk_emosional, duk_penghargaan
g. Predictors: (Constant), sub_self, body_image, ideal_self, social_self, duk_emosional, duk_penghargaan, duk_instrumental
h. Predictors: (Constant), sub_self, body_image, ideal_self, social_self, duk_emosional, duk_penghargaan, duk_instrumental, duk_informatif
i. Predictors: (Constant), sub_self, body_image, ideal_self, social_self, duk_emosional, duk_penghargaan, duk_instrumental, duk_informatif, duk_jaringan
j. Dependent Variable: motivasi_belajar
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Saya mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Konsep Diri dan Dukungan Sosial
Terhadap Motivasi Belajar Remaja”. Untuk itu, saya memohon kesediaan adik-adik
untuk mengisi kuesioner yang berkaitan dengan perihal tersebut.
Dalam mengisi kuesioner ini tidak perlu berdiskusi dengan orang lain karena
tidak dinilai jawaban yang benar atau salah. Jadi diharapkan jawaban yang diberikan
adalah pendapat pribadi
Setiap pernyataan yang adik-adik berikan akan saya jaga kerahasiaannya dan
hanya digunakan untuk tujuan penelitian. Oleh karena itu saya harapkan kejujuran dalam
mengisi kuesioner ini.
Saya berharap agar adik-adik tidak melewatkan satu nomor pun yang ada demi
kelengkapan informasi data yang saya butuhkan. Atas kerjasama dan partisipasinya, saya
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
IDENTITAS RESPONDEN
Nama (inisial) :
Jenis kelamin : L (laki-laki) / P (perempuan)
Usia :
Suku : 1. Sunda 2. Jawa
3. Minang 4. Batak
5. Lainnya : …….
Semua identitas yang saya tulis diatas adalah benar, dan saya bersedia menjadi responden dalam penelitian
Peneliti Responden
Luqman Syah Tandatangan
Petunjuk pengisian
Baca dan pahamilah baik-baik setiap pernyataan berikut ini. Adik-adik diminta untuk
mengemukakan pendapat apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri anda. Cara
pengisiannya adalah dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu pilihan
jawaban yang telah tersedia. Dan pilhan jawaban tersebut adalah:
SS : Sangat Sesuai, jika pernyataan sangat sesuai dengan pendapat anda
S : Sesuai, jika pernyataan sesuai dengan pendapat anda
TS : Tidak Sesuai, jika pernyataan tidak sesuai dengan pendapat anda
STS : Sangat Tidak Sesuai, jika pernyataan sangat bertentangan dengan pendapat
anda
Contoh:
No PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya senang belajar di dalam kelas X
Artinya:
Anda merasa sangat senang belajar di dalam kelas
KD
NO. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya dapat menilai sifat baik dan buruk yang ada pada diri saya.
2. Saya berharap dapat masuk kelas tepat waktu.
3. Saya menerima sifat baik dan buruk yang
pada ada diri saya.
4. Menurut saya,bentuk tubuh saya sudah cukup baik.
5. Saya ingin merubah penampilan saya.
6. Saya ingin berteman dengan semua orang di sekolah.
7. Saya dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
8. Sikap saya menyenangkan bagi teman-teman saya.
9. Saya tidak ingin merubah apa yang ada pada tubuh saya.
10. Saya anak yang mudah bergaul.
11. Komunikasi dengan teman-teman saya berjalan baik.
12. Menurut pandangan saya, saya adalah anak yang rajin dalam belajar.
13. Saya berharap dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
14. Saya dapat menerima keadaan diri saya saat ini.
15. Saya mengetahui kekurangan yang ada pada tubuh saya.
16. Saya ingin memiliki bentuk tubuh seperti seorang atlet olahraga.
17. Saya senang memiliki teman banyak.
18. Saya dapat melakukan kegiatan yang
orang lain lakukan.
19. Teman-teman saya ingin menjadi seperti saya.
20. Menurut saya, saya sudah memiliki bentuk tubuh yang sesuai.
21. Saya senang jika mendapat teman-teman baru.
22. Saya tidak membedakan antara teman laki-laki atau perempuan dalam berteman.
DS
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Teman-teman dapat merasakan masalah yang saya hadapi.
2. Dukungan dari lingkungan membuat saya merasa tidak hidup seorang diri.
3. Teman saya menjauh ketika saya menghadapi masalah.
4. Teman-teman perhatian ketika saya sedang menceritakan masalah saya.
5. Saya selalu mendapat perhatian dari orang-orang sekitar.
6. Terkadang hinaan sering kali saya dapati ketika saya sedang menghadapi masalah dalam hidup.
7. Teman-teman selalu mendukung saya agar saya mampu menjalani hidup.
8. Lingkungan sekitar saya ikut berperan dalam kemajuan hidup saya.
9. Saya sering kali dicela ketika sedang
dibandingkan dengan orang lain.
10. Bantuan berupa uang sering kali saya terima dari teman-teman.
11. Teman-teman sering kali turun tangan langsung dalam penyelesaian masalah yang saya hadapi.
12. Saya merasa seperti hidup seorang diri karena tidak ada informasi dari orang lain.
13. Tanpa diminta orang-orang di sekeliling saya sering kali memberikan saran yang positif bagi hidup saya.
14. Orang-orang di sekitar saya tidak perduli terhadap keberadaan saya.
15. Banyak teman yang peduli akan masalah yang saya hadapi.
16. Kepedulian lingkungan sekitar terhadap saya sesuai dengan harapan saya.
17. Jarang sekali saya menemui teman yang peduli terhadap kehidupan saya.
18. Masyarakat sekitar menghormati kehidupan saya.
19. Sikap menghargai dan menghormati saya dapatkan dari lingkungan sekitar saya.
20. Kurangnya perhatian dari lingkungan sekitar menyebabkan saya sulit mengambil keputusan dalam hidup.
21. Saya selalu diberi pujian ketika dibandingkan dengan orang lain.
22. Saya dijadikan contoh yang baik ketika sedang dibandingkan oleh orang lain.
23. Banyak orang di sekitar saya yang ingin menjerumuskan saya.
24. Saya mudah mendapatkan petunjuk atau informasi dari teman-teman.
25. Petunjuk-petunjuk yang positif sering kali diberikan teman kepada saya.
26. Orang-orang di sekitar saya tidak perduli terhadap keberadaan saya.
27. Saya senang melakukan kegiatan bersama teman-teman.
28. Saya senang mengobrol dan bercerita bersama teman-teman.
29. Saya jarang menerima umpan balik yang membangun ketika saya sedang menceritakan masalah yang saya hadapi.
MB
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya senang mempelajari hal yang baru.
2. Saya senang jika saya dapat mewujudkan cita-cita saya.
3. Saya akan membicarakan ide-ide saya kepada orang lain.
4. Saya pikir belajar itu sangat penting.
5. Saya ingin menunjukkan bahwa saya seorang anak yang cerdas.
6. Saya ingin mendapatkan kehidupan yang layak nantinya.
7. Saya menikmati pengalaman menemukan hal yang baru.
8. Saya senang jika saya dapat menyelesaikan tugas sekolah.
9. Saya senang jika telah mengerti tentang buku pelajaran yang saya baca.
10. Belajar membantu saya mendapatkan pekerjaan yang saya inginkan.
11. Saya akan menunjukkan bahwa saya akan sukses dalam pelajaran di sekolah.
12. Saya belajar agar saya mendapatkan penghasilan yang cukup ketika bekerja.