pengaruh keterbukaan impor antar provinsi terhadap …

65
PENGARUH KETERBUKAAN IMPOR ANTAR PROVINSI TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BALI Dra.A.A.Ayu Suresmiathi D. MSi Dr. Drs. I Ketut Djayastra , SU JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2014

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

�PENGARUH KETERBUKAAN IMPOR ANTAR PROVINSI

TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN

DAERAH PROVINSI BALI

Dra.A.A.Ayu Suresmiathi D. MSi

Dr. Drs. I Ketut Djayastra , SU

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2014

��Halaman Pengesahan:

PENELITIAN PENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN

Judul Penelitian : Pengaruh Keterbukaan Impor Antar Provinsi

Terhadap Laju Pertumbuhan Perekonomian

Daerah Provinsi Bali.

Nama Mata Kuliah : Ekonomi Makro

Ketua Peneliti :

a. Nama Lengkap : Dra. A.A. Ayu Suresmiathi, D., MSi.

b. NIP/NID : 19510313197503 2 001.

c. Pangkat/Golongan : Pembina / IVa.

d. Jabatan Funsional : Lektor Kepala.

e. Jurusan : Ekonomi Pembangunan.

f. Alamat Rumah : Jln. Tukad Melangit. Gg. IX, Denpasar

g. Telp. Rumah / HP : 227 337 / 08123635913

Jumlah Anggota Peneliti : dua (2) Orang.

Lama Penelitian : tiga (3) Bulan.

Jumlah Biaya : RP 5.000.000 (Lima Juta Rupiah).

Ketua Jurusan: Ketua Peneliti:

(Prof. DR. Made Suyana Utama, SE., MS.) (Dra. A.A.Ayu Suresmiathi, D., MSi)

(NIP: 19540429198303 1 002) (NIP: 19510313197503 2 001)

Mengetahui

Dekan

(Prof. DR. I Gusti Bagus Wiksuana, SE., MS)

(NIP: 19610827198601 1 001)

���Identitas Peneliti

1. Judul Proposal: Pengaruh Keterbukaan Impor Antar Provinsi Terhadap

Laju Pertumbuhan Perekonomian Provinsi Bali.

2. Mata Kuliah : Ekonomi Makro.

3. Ketua Peneliti :

a. Nama Lengkap : Dra. A.A. Ayu Suresmiathi, D., MSi.

b. NIP/NID : 19510313197503 2 001.

c. Pangkat/Golongan : Pembina / IVa.

d. Jabatan Funsional : Lektor Kepala.

e. Jurusan : Ekonomi Pembangunan.

f. Alamat Rumah : Jln. Tukad Melangit. Gg. Ix. Br. Antap, Denpasar

Selatan

g. Telp. Rumah / HP : 227 337 / 08123635913

4. Anggota Peneliti:

No. Nama Bidang

Keahlian

Jurusan Alokasi

Waktu

1 Dr.Drs. I Ketut.

Djayastra,SU.

Ekonomi

Makro

Ekonomi

Pembangunan

10 Jam

/Minggu

5. Objek Penelitian Yang Diteliti : Impor Antar Provinsi.

6. Masa Pelaksanaan Penelitian : tiga (3) bulan.

7. Lokasi Penelitian : Daerah Provinsi Bali.

8. Hasil Yang Ditargetkan: Tren keterbukaan perekonomian Bali ke depan,

Kecenderungan impor antar provinsi, dan Elastisitas pendapatan terhadap

impor antar provinsi Bali.

��ABSTRAK

Penelitian berjudul “ Pengaruh Keterbukaan Impor Antar Provinsi Terhadap

Pertumbuhan Perekonomian Daerah Provinsi Bali “. Penelitian bertujuan untuk

mengetahui: tren derajat keterbukaan impor antara provinsi, pengaruh impor antar

provinsi terhadap laju pertumbuhan perekonomian Bali dan sifat elastisitas impor

antar provinsi Bali

Bali adalah sebagai daerah penelitian. Daerah ini dipilih karena memiliki

pertumbuhan ekonomi di atas nasional (5-6%), pusat industri pariwisata,

pertumbuhan penduduk tinggi (di atas 2 % per tahun) , dan pendapatan masyarakat

diukur dengan PDRB selalu meningkat. Perekonomian masyarakat yang semakin

berkembang, mendorong kemampuan mereka dalam mengimpor berbagai jenis

komoditas guna memenuhi kebutuhan konsumsinya. Realitas tersebut menginspirasi

peneliti untuk fokus meneliti pada masalah impor antar provinsi ini.

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti menggunakan alat analisis yakni tren

linier, model regresi linier berganda, dan koefisien elastisitas pendapatan.

Berdasarkan hasil analisis dapat diungkap dan disimpulkan, bahwa tren keterbukaan

perekonomian Bali diperkirakan mengalami peningkatan ke depan, kemudian PDRB

berpengaruh positif terhadap impor antar provinsi dan terakhir elastisitas

pendapatan terhadap impor antar provinsi adalah bersifat inelastik. Sifat inelastik ini

menandakan bahwa impor komoditas antar provinsi Bali masih sebatas komoditas

kebutuhan pokok guna pemenuhan konsumsi penduduk lokal.

Dengan hasil penelitian seperti itu maka peneliti menberikan saran, ke

depannya masyarakat agar berupaya untuk peningkatan produksi dan sekaligus

produktivitas dari jenis komoditas impor, khusus yang memang sudah dapat

diproduksi di daerah Bali. Kemudian bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang

sama untuk menggunakan model estimasi yang lebih baik, agar memperoleh hasil

yang lebih realistis.

�KATA PENGANTAR

Penelitian penunjang proses pembelajaran di danai Fakultas Ekonomi Dan

Bisnis Universitas Udayana. Dengan dana tersebut penelitian ini terlaksana, untuk

itu sudah sepantasnya peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak dan khususnya kepada bapak Dekan Fakultas Ekonomi Dan

Bisnis Universitas Udayana,

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa di lingkungan

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis , Universitas Udayana di dalam mengaplikasikan teori

Ekonomi Makro dan Ekonomi Perdagangan Internasional. karena objek penelitian

ini menekankan pada masalah tersebut khusunya impor antar provinsi dengan

mengambil daerah Bali sebagai daerah penelitian.

Sebagai akhir kata peneliti menyampaikan fuji syukur kehadapan Tuhan

Yang Maha Esa, karena penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang

tersedia sesuai dengan perjanjian kontrak penelitian yang ditandatangani

sebelumnya.

Denpasar, 20 Novemver 2014

Peneliti

��DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL PENELITIAN ……………………… …………………………..i

HALAMAN PENGESAHAN ……………………… ………………………….ii

IDENTITAS DIRI ……………………… ……………………….....iii

ABSTRAK ………………………. ………………………….iv

KATA PENGANTAR ……………………… …………………………..v

DAFTAR ISI ……………………… .…………………………vi

DAFTAR TABEL ……………………… ...………………………viii

DAFTAR GAMBAR ……………………… ………………………viii

BAB I. PENDAHULUAN ………………………. ………………………….1

1.1. Latar Belakang Masalah ……………………… …………………………1

1.2. Pokok Permasalahan ……………………… …………………………2

1.3. Tujuan Penelitian ……………………… …………………………2

1.4. Kegunaan Penelitian ……………………… …………………………3

BAB II. TEORI EKONOMI PENDUKUNG ……. …………………………4

2.1. Teori Perdagangan Antar Daerah ………………. …………………………4

2.2. Hasil Penelitian Pembanding ……………………. ………………………….9

BAB III.KERANGKA PEMIKIRAN KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 22

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian …………...…………………………………...22

3.2. Kerangka Konsep Penelitian ………………………………………………….. 25

3.3. Hipotesis Penelitian ……………………………………………………………27

BAB IV. METODA PENELITIAN …...………………………………………….. 29

4.1. Lokasi Penelitian ………………………………………………………………29

4.2. Jenis Dan Sumber Data Penelitian …………………………………………….29

4.3. Sampel Data Time Series ……………………………………………………...30

���4.4. Metoda Pengumpulan Data ……………………………………………………30

4.5. Metoda Analisis Data ………………………………………………………….31

BAB V. HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN EKONOMI………….35

5.1. PDRB Bali Dari Sisi Penggunaan ….…………………………………………..35

5.2. Estimasi Persamaan Tren Keterbukaan Perekonomian Bali …………………..38

5.3. Estimasi Persamaan Regresi – Pengaruh Derajat Keterbukaan Perekonomian

Bali Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bali ………………………………….…39

5.4.Estimasi Persamaan Regresi Berganda – Pengaruh PDRB (ADHB) Terhadap

Impor Antar Provinsi Bali – Koefisien Elastisitas Pendapatan Terhadap Impor

Komditas Antar Provinsi Bali ………………………………………………….42

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………46

6.1. Kesimpulan ……………………………………………………………………46

6.2. Saran …………………………………………………………………………..46

����DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Halaman

5.1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan, 2011-2013

(yoy.%) ………………………………………………………….

36

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Gambar Halaman

2.1 Perdagangan Antar Daerah – Pendekatan Ekuilibrium Parsial……. ………..6

3.1 Alur Pemikiran Penelitian ………………………………………… ………24

�BAB. I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Suatu negara ketika ingin memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di

dalam negeri, yang dapat dilakukan oleh negara bersangkutan adalah, pemenuhan

konsumsi melalui peningkatan produksi dalam negeri atau impor. Dalam teori

keseimbangan ekonomi, kegiatan ekspor dan impor memiliki keterkaitan dengan

perdagangan bebas. Dan bila impor dilakukan dalam pemenuhan konsumsi

berarti suatu negara tidak terlepas dari perdagangan internasional.

Perdagangan internasional juga terkait teori perhitungan Produk Domestik

Regional Bruto ( PDRB) dan Produk Nasional Bruto (PNB). PDRB = Konsumi +

Investasi + Pengeluaran Pemerintah + Ekspor – Impor. (BPS, Denpasar, 2014).

Perekonomian Indonesia (BPS, Indonesia, 2014) diukur dari PDB riil, pada

2013 mencapai Rp 2.770 triliun, dengan komponen impor naik 1,21 persen. Pada

2013 persentase impor/PDB di atas 10 %, yakni 36,71%. Untuk Provinsi Bali,

PDRB 2013 mencapai Rp 34 787.96 (Milyar) dengan persentase impor total /

PDRB sebesar 80,47 dan impor antar provinsi adalah 52,55%. Dan, menurut

Sumitro (1982), perbandingan ekspor (X) total maupun impor total yang melebihi

10 % PDB maka perekonomian negara itu masuk katagori perekonomian terbuka.

Kemudian Sugawa Korry (Antara, 2014) menyoroti bahwa masyarakat

Bali masih suka memanfaatkan buah impor disbanding dengan buah-buahan lokal

yang pada umumnya digunakan untuk kegiatan ritual seperti membuat gebogan,

kombinasi antara aneka jenis buah-buahan, kue dan janur. Melihat �

�kecenderungan yang meningkat dalam pemenuhan kebutuhan komoditas impor,

ada satu hal yang perlu diwaspadai adalah ketergantungan Provinsi Bali terhadap

produk-produk luar Bali, yang tergambar dari sisi impornya. Impor Bali baik

impor antar pulau maupun luar negeri cukup tinggi. Bahkan pada dua tahun

terakhir neraca perdagangan Bali tercatat defisit dimana nilai impor daerah Bali

melebihi nilai ekspor.

1.2. Pokok Masalah

Pokok masalah yang diajukan dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimana tren keterbukaan impor antar provinsi Bali selama ini ?

2) Seberapa besar pengaruh impor antar provinsi terhadap laju pertumbuhan

ekonomi Bali?

3) Seberapa besar elastisitas pendapatan terhadap impor antar provinsi Bali?

1.3. Tujuan Penelitian

1) Untuk menganalisis koefisien tren derajat keterbukaan impor antar

provinsi Bali. Dengan hasil analisis koefisien trend ini dapat diperkirakan

lebih lanjut arah dari perkembangan keterbukaan impor antar provinsi

Bali, yakni mengalami peningkatan atau penurunan ke depan.

2) Untuk menganalisis pengaruh derajat keterbukaan perekonomian Bali

terahadap laju pertumbuhan ekonomi daerah Bali. Kecenderungan impor

ini penting diketahui untuk dipakai sebagai alat untuk mendeteksi

kemampuan ekonomi masyarakat untuk mendatangkan barang impor dari

daerah provinsi lain di Indonesia.

3) Untuk menganalisis sifat elastisitas pendapatan penduduk terhadap impor

komoditas antar provinsi Bali. Respons pendapatan masyarakat ini perlu

�diketahui untuk mengungkap kebutuhan masyarakat akan produk impor

seperti kebutuhan pokok atau bukan kebutuhan pokok yang memang tidak

dapat dihasilkan di Bali dan juga untuk memantau pendapatan penduduk

lokal yang mengalir keluar daerah Bali.

1.4. Kegunaan Penelitian

1) Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan nilai tambah berupa

pengalaman menulis karya ilmiah yang terkait aplikasi teori ekonomi

perdagangan antar provinsi yang ada pada perekonomian daerah yang

saat ini masuk era perekonomian global.

1) Bagi pengambil kebijakan dan instansi, hasil penelitian ini dapat

memberikan tambahan informasi dalam bentuk trend keterbukaan impor,

kecenderungan impor dan sifat elastistas impor, yang semua itu dapat

dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan impor antar

provinsi daerah Bali. �� Bagi masyarakat pengusaha dan peneliti lain, hasil penelitian dalam

bentuk perkembangan derajat keterbukaan impor, kecenderungan impor

dan elastisitas impor dapat menjadi tambahan informasi atau pengetahuan

yang berguna untuk upaya mengoptimalkan pengembangan usahaterkait

komoditas impor.

�BAB II.

TEORI EKONOMI PENDUKUNG

2.1. Teori Perdagangan Antar Daerah

Dalam bagian ini dikemukakan teori perdagangan antar daerah (atau antara

provinsi ), yang dikemukakan dalam model klasik, yakni sebagai berikut. Sektor

perdagangan merupakan salah satu sendi perekonomian yang menyumbangkan

pemasukan yang berpengaruh bagi suatu daerah apabila daerah tersebut memiliki

potensi yang cukup besar. Dengan adanya keunggulan-keunggulan itu, maka sektor

perdagangan sangat perlu untuk dikembangkan semaksimal mungkin untuk

mendapatkan pemasukan yang maksimal bagi daerah setempat sehingga secara tidak

langsung berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan penduduknya. Kegiatan

perdagangan terdiri dari perdagangan ekspor dan impor baik antar negara maupun

antar provinsi (daerah) atau perdagangan antar pulau, dengan jenis komoditi yang

diperdagangkan meliputi komoditi hasil pertanian, pertambangan, industri,

perkebunan, perikanan, perternakan dan kehutanan, sedangkan untuk impor adalah

barang modal dan bahan baku industry dan lain-lain. Dengan adanya perbedaan antar

daerah dalam hal jumlah penduduk, pendapatan masyarakat, selera, maka kurva

permintaannya akan berbeda tendensinya antar daerah.

Untuk lebih jelasnya, suatu negara yang memiliki banyak pulau dan terbagi

dalam daerah provinsi seperti negara Indonesia teori perdagangan internasional dapat

diterapkan dengan menggunakan penjelasan sebagai berikut. Di misalkan di sini �

�bahwa antar pulau A dan B pada mulanya tidak ada kontak sama sekali antara

masyarakat di antara pulau tersebut, yang ulasannya di dasarkan dengan

menggunakan Gambar 1.

Pada gambar 1, kurva permintaan pasar masyarakat pulau A akan barang X

sebagai kurva DA--DA, sedang kurva serupa untuk pulau B ditandai DB--DB,

terlihat bahwa elastisitas kedua kurva berbeda. Sama halnya dengan kurva

penawaran pasar akan suatu barang tendensinya juga berbeda antar daerah. Hal ini

disebabkan oleh karena perbedaan kuantitas, kualitas maupun komposisi sumber

daya yang ada di daerah. Pada Gambar 1, kurva penawaran pasar akan barang X

untuk penduduk pulau A di gambar sebagai kurva SA--SA, sedangkan penduduk

pulau B sebagai kurva SB--SB, terlihat pula bahwa kedua kurva elastisitasnya

berbeda.

�Misalnya mula-mula sama sekali tidak ada kontak antara penduduk pulau A

dan penduduk pulau B, maka antara pulau A dan B akan terbentuk ekuibrium dengan

nilai-nilai :

1). Pulau A

a. Harga ekuilibrium barang X====== OPA / X

b. Jumlah konsumsi barang X ====== OXA / bulan

c. Jumlah produksi barang X ======= OXA / bulan

2). Pulau B

a. Harga ekuilibrium barang X====== OPB / X

b. Jumlah konsumsi barang X ====== OXB / bulan

c. Jumlah produksi barang X ======= OXB / bulan

Dari contoh di atas jelas bahwa dalam keadaan tertutup, yaitu tidak ada

hubungan dagang dengan daerah lain, dalam keadaan ekuilbrium jumlah produksi

selalu sama dengan jumlah konsumsi.

Selanjutnya, ditinjau kalau suatu kontak dagang antara penduduk pulau A

dengan penduduk pulau B. Dengan sendirinya dengan adanya kontak tersebut para

konsumen di pulau A akan mengetahui bahwa harga barang X di pulau B lebih

rendah bila dibandingkan dengan harga barang X di pulau tempat kediamannya

sendiri, sehingga mereka akan berusaha untuk membeli barang X dan pulau B.

Sebaliknya yang terjadi di pulau B ialah bahwa harga satuan barang X di pulau A

lebih tinggi daripada harga per satuan barang X di pulau tempat tinggal mereka. Oleh

karena itu para produsen di pulau B, didorong oleh keinginan memperoleh

�keuntungan yang lebih tinggi, akan berusaha menjual hasil produksinya berupa

barang X ke pulau A. Oleh karena ke inginan para konsumen di pulau A untuk

membeli barang X dan pulau B mempunyai sifat komplementer dengan keinginan

para produsen di B untuk menjual hasil produksinya ke pulau A, maka kiranya

mudah difahami kalau kemudian terjadi jual beli barang X antara penduduk pulau B

dengan penduduk pulau A.

Terjadinya transaksi jual beli barang X antara penduduk pulau A dengan

penduduk pulau B yang berupa mengalirnya barang X dan pulau B ke pulau A,

mengakibatkan di satu fihak bertambahnya jumlah barang X yang dapat dibeli oleh

para konsumen di pulau A, di lain fihak di pulau B terjadi pengurangan jumlah

barang X yang dapat dibeli oleh konsumen setempat. Sebagai akibat dan kejadian mi

maka harga barang X di pulau A mempunyai tendensi untuk turun sedangkan di

pulau B bertendensi untuk naik.

Akibat selanjutnya ialah, dikarenakan oleh menurunnya harga barang X di

pulau A, maka jumlah barang X yang oleh para konsumen pulau A ingin dan

sanggup untuk membelinya untuk dikonsumsi bertambah. Kejadian yang sebaliknya

terjadi di pulau B. Sebagai akibat meningkatnya harga barang X di pulau B, maka

kesediaan para konsumen untuk membeli barang X akan menurun. Bagi produsen

dilain fihak akan memberikan reaksi yang berkebalikan dengan reaksi para

konsumen. Sebagai akibat menurunnya harga barang X di pulau A maka para

produsen barang X di pulau A akan mengurangi produksinya. Sebaliknya para

�produsen di pulau B; melihat harga pasar barang yang dihasilkan naik, kesediaan

mereka untuk menghasilkan barang X akan meningkat.

Sebagai akibat bertambahnya konsumsi dan berkurangnya produksi barang X

di pulau A rnenyebabkan adanya kelebihan konsumsi dan produksi. Sebaliknya di

pulau B di mana terdapat peningkatan produksi dan penurunan konsumsi akan terjadi

kelebihan produksi di atas konsumsi. Mudahlah kiranya difahami bahwa kelebihan

konsumsi barang X di pulau A akan dipenuhi dan pengiriman kelebihan produksi di

pulau B.

Proses perubahan di atas, yaitu perubahan harga, perubahan kuantitas yang

dihasilkan dan perubahan kuantitas yang dikonsumsi untuk barang X, baik di pulau

A maupun pulau B akan berjalan terus dan akan berhenti hanya apabila jumlah

kelebihan produksi barang X di pulau B telah sama dengan jumlah atau kuantitas

kelebihan konsumsi barang X oleh penduduk pulau A.

Dalam contoh Gambar:1. perubahan-perubahan tersebut di atas terhenti pada

ketinggian harga baik di pulau A maupun di pulau B untuk barang X per unit

setinggi OP sebab pada ketinggian harga tersebut besarnya kelebihan konsumsi

barang X di pulau A, yang dapat pula disebut supply deficiency, kekurangan

penawaran atau kelebihan permintaan barang X sebesar K sama dengan besarnya

kelebihan penawaran barang X, yang biasa juga disebut adanya excess supply atau

adanya surplus barang X di negara B, yang besar nya sama dengan L.

Perlu di sini diketengahkan bahwa kesamaan harga ekuilibrium barang X di

daerah minus barang X pulau A dengan harga ekuilibriuin barang X di daerah

�surplus barang X pulau B adalah didasarkan kepada asumsi bahwa untuk

memindahkan barang X dan pulau B ke pulau A, atau sebaliknya, sama sekali tidak

dibutuhkan pengeluaran biaya transpor.

Setelah kita menemukan harga ekuilibrium barang X yang baru, yaitu

setinggi OP, baik di pulau A maupun di pulau B, maka kita akan dapat mengetahui

pula besarnya produksi dan konsumsi barang X tersebut baik di A maupun di B. Di

pulau A, jumlah produksi ekuilibrium barang X sebesar OX1A , dan jumlah konsumsi

ekuilibrium barang X sejumlah OX2A . Di pulau B jumlah produksi ekuilibrium

barang X sebesar 0X1B unit dan jumlah konsumsi ekuilibrium untuk barang yang

sama sebanyak OX2b.

Berdasarkan contoh di atas dapat dijelaskan bahwa, pada tingkat harga OP di

kedua pulau yakni A dan B, akan terjadi hal-hal sebagai berikut:

1) Di Pulau A : di sini produksi adalah minus (DA>SA), dan kondisi ini

dimanfaatkan oleh produsen di Pulau B dengan melakukan penjualan

produksi surplus (SB>DB) ke Pulau A.

2) Di Pulau B : di sini produksi adalah surplus (SB>DB), dan kondisi ini

dimanfaatkan oleh konsumen di Pulau A dengan melakukan pembelian untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi dengan harga yang lebih murah dari Pulau B.

2.2. Hasil Penelitian Pembanding

Ketua Tim Perekonomian Jatim yang juga Asisten Perekonomian dan

Pembangunan Sekda Prov. Jatim, Hadi Prasetyo, bersefakat untuk membuka ruang

konsolidasi dan memperluas jaringan perdagangan ekonomi antar provinsi dalam

��menghadapi perdagangan bebas dalam sistem keterbukaan ekonomi di bidang

perdagangan, investasi dan jasa. Ia menjelaskan, sasaran praktis dari kegiatan ini

dalam jangka pendek yakni akan mengupayakan kesepakatan secara praktis dan

taktis untuk mengurangi barang impor dan mensubstitusi perdangangan di masing-

masing provinsi. Selanjutnya, kegiatan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan

perdagangan antar provinsi dan antar pulau dalam negeri sehingga market atau pasar

yang ada di Indonesia akan tetap terpelihara. Diharapkan, domestik market bisa

dikuasai oleh para pelaku ekonomi yang ada di Indonesia “Kita menyadari neraca

perdagangan kita defisit terhadap komoditi impor dari luar negeri. Maka

perdagangan antar provinsi dan antar pulau menjadi salah satu

solusinya,”.(Kabargress, 2004).

Bhirawa (2014) mengungkap perdagangan antara daerah Jatim, yakni

Triwulan I-2014 perdagangan barang dan jasa antardaerah /ekspor Jatim ke provinsi

lain di Indonesia atas harga berlaku mencapai Rp.97,357 triliun. Ini naik Rp 18,632

triliun dibandingkan periode yang sama 2013 sebesar Rp 78,722 triliun. Kepala

Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, M Sairi Hasbullah, di kantornya, Senin (19/5)

mengatakan impor antar provinsi Jatim selama triwulan I-2014 mencapai Rp 76,422

triliun atau naik Rp 12,963 triliun dibandikan impor antar daerah periode yang sama

2013 yang hanya Rp 63,459 triliun. Selama triwulan I-2014 perdagangan antar pulau

Jatim surplus Rp 20,932 triliun. Sedangkan ekspor antar negara Jatim selama

triwulan I-2014 atas dasar harga berlaku Rp 60,685 triliun atau naik Rp 4,150 triliun

dibanding periode yang sama 2013 yang hanya Rp 56,735 triliun. Sementara impor

��Jatim dari luar negeri selama triwulan I-2014 sebesar Rp 64,615 triliun atau naik Rp

5,926 triliun dibandingkan impor periode yang sama 2013 yang hanya Rp 58,689

triliun. Perlu diketahui menurut data BPS pada 2013 perdagangan antar provinsi

Jatim Rp 346,021 triliun. Sedangkan impor antar provinsi Jatim pada 2013 hanya

275,604 triliun. Jadi neraca perdagangan antarprovinsi Jatim sepanjang 2013

mengalami surplus Rp 70,417 triliun sedangkan tahun 2012 surplus Rp 62,85 triliun.

“Ini sungguh luar biasa membuktikan kinerja ekonomi dan perdagangan Pemprov

Jatim cukup membanggakan. Kondisi tersebut menunjukan kinerja perekonomian

Jatim cukup baik. Terbukti perdagangan antar pulau terus surplus,” kata Sairi.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Budi Setiawan,

menuturkan, ekspor antar provinsi Jatim dari tahun ke tahun terus naik. Pada 2009

perdagangan antar pulau Jatim hanya sekitar Rp 192 triliun naik menjadi Rp 204,2

triliun pada 2010 meningkat lagi menjadi Rp 222,7 triliun pada 2011, dan pada 2012

meningkat menjadi Rp 301,488 triliun. Pada 2013 perdagangan antar daerah Jatim

lebih besar dari tahun lalu yakni mencapai Rp 346,021 triliun. Untuk mencapai target

tersebut tidak mudah diperlukan kerja keras dengan membuka pasar baru dan

melakukan kerjasama serta dan akan terus membuka perwakilan dagang baru di

provinsi lain di Indonesia. Data dari Disperindag Jatim menunjukan pada awalnya

2010 Jatim hanya membuka perwakilan dagang di Sulawesi Selatan (Suksel),

Kalimantan Timur (Kaltim) Nusatenggara Timur (NTT) dan Kalimantan Selatan

(Kalsel). Pada 2011 Jatim terus melebarkan sayapnya dengan menambah perwakilan

dagangnya dari empat perwakilan dagang menjadi 10 perwailan yakni Sulawesi

��Utara (Sulsel), Sulawesi Tenggara, (Sulteng), Nusa Tenggara Barat (NTB),

Gorontalo, Kalimantan Barat (Kalbar) dan Maluku. Pada 2012 hingga 2013 Jatim

telah membuka 16 perwakilan dangan lagi didaerah lain di Indonesia yakni

Kalimantan tengah (Kalteng), Kepulauan Riau, Maluku Utara, Sulawesi Tengah,

Jambi, Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat,

Bali, Sumatera Selatan, Aceh, Bapua Barat dan Papua. Jadi total perwakilan dagang

Jatim di provinsi-provinsi di Indonesia sampai dengan akhir 2013 sebanyak 26

perwakilan. Dengan membuka perwakilan dagangnya diluar Provinsi Jatim membuat

provinsi Jatim saat ini telah menguasai lebih 30 persen perdagangan di Indonesia

(http://harianbhirawa.co.id/2014/05).

Indonesia telah menjadi semakin global terpadu selama setengah abad

terakhir, dengan rasio perdagangan terhadap PDB naik dari 30 persen pada tahun

1970 menjadi 60 persen di tahun 2000-an. Nilai ekspor Indonesia naik pesat pada

awal tahun 1970 sejalan dengan pertama kali guncangan harga minyak. Dengan

harga minyak dunia tersisa tinggi, ekspor minyak terus menjadi sumber penting

pendapatan untuk Indonesia ekonomi melalui awal 1980-an dan di Indonesia rasio

perdagangan naik meskipun pemerintah menggunakan kebijakan proteksionis (ADB

et al 2010). Pada akhir 1980-an, ekspor (dan impor) telah mulai bangkit kuat lagi

sebagai akibat penerapan kebijakan liberalisasi perdagangan Pemerintah dan sebagai

industrialisasi Indonesia ekonomi yang dipercepat. Dari waktu ini sampai krisis Asia,

rasio perdagangan Indonesia meningkat terus ( Stephen Elias and Clare Noone,

2011).

��Sjamsu Rahardja and Gonzalo Varela (2014) mengemukakan tentang impor

penyediaan dan penggunaan intermeadiate impor Indonesia, di mana antara produsen

di Indonesia telah menghasilkan pertumbuhan yang lebih besar output, pertumbuhan

yang lebih besar dalam nilai tambah, produktivitas yang lebih tinggi, dan, akibatnya,

lebih punya kemampuan untuk membayar pekerja. Intermediatte impor juga telah

dikaitkan dengan peningkatan kualitas input domestik dan dengan pelebaran lingkup

produk perusahaan ', sehingga memberikan kontribusi bagi diversifikasi ekonomi

Indonesia. Intermediate impor dapat meningkatkan proses produksi jika mereka

menambahkan ke kelompok input yang tersedia dari mana perusahaan domestik

dapat memilih. Perusahaan kemudian memiliki akses ke berbagai baik intermediate

dengan nilai yang lebih baik untuk uang. Ini mungkin terjadi bahwa, dalam kasus

tertentu, baik buruknya kinerja perusahaan adalah mereka yang mampu mengakses

impor input antara, daripada mereka intermediate impor sendiri menjadi pendorong

kinerja yang unggul. Namun demikian, yang jelas dari analisis ini adalah bahwa

menerapkan pembatasan pada penggunaan intermediate impor akan merugikan

perusahaan berkinerja yang paling terbaik. Sektor ekonomi yang negatif dan luas ini

mungkin memiliki yang efek dalam hal produktivitas, dan akhirnya penciptaan

lapangan kerja dan upah. Penggunaan intermediate impor belum dikaitkan dengan

penurunan manufaktur di Indonesia. Sebaliknya, ini mungkin merupakan tanda

bahwa manufaktur bergeser dari berbasis sumber daya dan produksi bernilaitambah

rendah dan ke dalam proses produksi yang lebih canggih di mana produsen

��cenderung untuk mengkhususkan diri dalam bagian-bagian tertentu dari tahap

produksi secara keseluruhan.

Doroodian (1994) memperkirakan elastisitas impor agregat Saudi Arabia dan

menemukan elastisitas pendapatan dan elastisitas harga jangka panjang adalah sangat

signifikan dibandingkan dengan jangka pendek. Ditemukan pula oleh peneliti bahwa

elastisitas pendapatan riil adalah 0,22 dalam jangka pendek dan 0,47 dalam jangka

panjang, yang menyiratkan bahwa impor dianggap sebagai barang yang diperlukan

di Indonesia. Elastisitas impor terhadap harga sendiri adalah - 0,68 dalam jangka

pendek dan - 1,45 dalam jangka panjang, menunjukkan bahwa permintaan impor

cenderung elastis dalam jangka panjang. Di sisi lain, elastisitas impor terhadap harga

barang-barang domestik adalah 1,3 dalam jangka pendek dan 2,9 dalam jangka

panjang, menunjukkan bahwa konsumen lebih respon terhadap perubahan yang sama

dalam harga domestik dibandingkan dengan perubahan yang sama dalam harga

impor.

Menurut Siddgcue (1994) dari hasil penelitian empirik membuktikan lebih

lanjut bahwa pendapatan riil dan harga relatif yang menentukan sekali permintaan

atas impor. Peneliti menemukan bahwa elastisitas pendapatan lebih besar daripada

satu (1) mesikupun tidak begitu signifikan, yang menunjukkan bahwa secara umum

dikatakan, ke Indonesia adalah elastis. Ketika pertumbuhan ekonomi impornya

tumbuh pada tingkat yang tinggi. Ini membuktikan beberapa peluang bagi para

eksportir Indonesia yang potensial dan yang telah ada. Elastisitas harga

diketemukankurang daripada satu (1) dalam nilai absolute namun tidak begitu

��signifikan, yang menunjukkan bahwa permintaan atas impor di Indonesia adalan

bersifat inelastis.

Samsumbar Saleh (2010) ekonomi terbuka tidak dapat dipisahkan dari

kegiatan impor. Kesenjangan domestik konsumsi dan investasi dapat dipenuhi

dengan mengimpor barang dan jasa asing. Di Indonesia impor adalah salah satu

komponen yang paling penting dalam pembangunan ekonomi terutama dalam

mempercepat industrialisasi berbasis pertumbuhan ekonomi. Awalnya industrialisasi

strategi ini ditetapkan untuk mengimpor industri substitusi yang dikembangkan.

Strategi substitusi impor selanjutnya menciptakan ketergantungan impor yang tinggi.

Melalui pengembangan integrasi ekonomi ASEAN, impor Indonesia secara otomatis

terpengaruh oleh perkembangan ini. Elastisitas impor akan berubah sehubungan

dengan berbagai variabel yang mempengaruhi impor. Berdasarkan fakta-fakta itu

perlu untuk lebih mempelajari bagaimana integrasi ASEAN mempengaruhi

elastisitas faktor-faktor perdagangan dan investasi ASEAN. Integrasi ekonomi akan

memungkinkan untuk penciptaan perdagangan atau pengalihan perdagangan

terhadap negara-negara ASEAN. Jika ada peningkatan proporsi perdagangan dari

luar daerah ke negara-negara ASEAN maka disebut sebagai ciptaan perdagangan.

Sebaliknya, ketika ada pengalihan perdagangan dari negara-negara mitra dagang

aslinya menuju luar daerah maka itu adalah trade diversion.

Penelitian dari Samsumbar Saleh mengidentifikasi bagaimana pengaruh

integrasi ekonomi ASEAN mempengaruhi variabel elastisitas impor. Selain itu

penelitian nya juga akan dapat memastikan apakah ada penciptaan perdagangan atau

��trade diversion impor manufaktur Indonesia sepanjang integrasi ekonomi ASEAN.

Permintan impor (konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah) dari dalam

negeri untuk barang dan jasa asing, dan permintaan domestik sangat dipengaruhi

oleh tingkat pendapatan. Dalam konteks makro, tingkat pendapatan dikenal sebagai

Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga secara langsung mempengaruhi impor. Hal

ini dapat dilihat dengan jelas ketika krisis melanda Indonesia pada tahun 1997-1998.

Impor Indonesia mengalami penurunan drastis karena penurunan GDP riil Indonesia.

Hafeez UR Rehman, 2007, mengemukakan tentang sektor perdagangan

internasional dengan globalisasi dunia dalam beberapa tahun terakhir adalah semakin

penting. Negara-negara yang memiliki tingkat keterlibatan yang lebih tinggi dalam

ekonomi global melalui perdagangan dan investasi telah meningkatkan ekonomi

mereka secara signifikan and mengurangi tingkat kemiskinan. Perdagangan Pakistan

juga telah memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan ekonomi.

Perdagangan Pakistan sebagai persentase dari PDB memiliki tren yang meningkat

sejak 1999-2000 kecuali 2001-2002. Seperti negara berkembang lainnya, Pakistan

telah mencoba untuk mencapai manfaat dari pertumbuhan ekonomi dunia. Pakistan

telah mengalami pertumbuhan rata-rata ekspor hampir 16 persen ekspor dan impor

29 persen selama empat tahun terakhir. Kenaikan ekspor ini terutama disebabkan

oleh peningkatan yang cepat dalam lingkungan perdagangan di tingkat internasional.

Lingkungan perdagangan yang lebih sehat ini adalah produk dari yang paling

berjuang dan yang dimenangkan dalam putaran negosiasi perdagangan multilateral di

Uruguay di bawah payung Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan

��(GATT). Kenaikan permintaan domestik karena pertumbuhan ekonomi yang kuat

telah meningkatkan tingkat investasi, yang pada akhirnya meningkatkan permintaan

impor negara itu. Total penyaluran impor Pakistan menunjukkan bahwa saham

kelompok Petroleum dan bahan baku yang hampir sama (masing-masing 22,3% dan

22,7%). Selanjutnya berdasakan hasil penelitiannya, ia memperkirakan bahwa ada

hubungan ekuilibrium jangka panjang antar variabel. Hasil tes stabilitas memprediksi

bahwa fungsi permintaan impor tetap stabil selama periode sampel sehingga hasilnya

sesuai untuk implikasi kebijakan. Elastisitas yang diperkirakan menunjukkan bahwa

perubahan pendapatan riil dan harga impor secara signifikan mempengaruhi

permintaan impor dalam jangka panjang. Tetapi variasi dalam tingkat harga

domestik dan tingkat harga impor tidak signifikan mempengaruhi permintaan impor

dalam jangka pendek. Elastisitas pendapatan jangka panjang inelastis menyiratkan

bahwa impor dianggap sebagai barang yang diperlukan di Pakistan.

Leonard Cheng Mayumi Fukumoto, (2006) dalam studinya ini mencoba

untuk memperkirakan elastisitas jangka panjang dan jangka pendek yang

memisahkan permintaan impor China sehubungan dengan harga relatif impor dan

variabel macroeoconomic yang relevan, dengan menggunakan data dari periode

1988 -. 2005.Dengan menggunakan data yang disediakan oleh IDE, peneliti

mengolah data perdagangan BEC untuk memperoleh tiga kelas SNA dan

mengestimasi fungsi permintaan impor untuk masing-masing kelas. Peneliti

mengadopsi variabel makroekonomi domestik yang berbeda, yaitu GDP, pendapatan,

Konsumsi agregat, investasi agregat, dan ekspor agregat. Kami pertama meneliti

��keberadaan kointegrasi antara impor, harga relatif dan variabel makroekonomi

domestik dengan mengadopsi tes batas. Kemudian, berdasarkan hasil tes, peneliti

memperkirakan jangka panjang dan koefisien jangka pendek dengan menggunakan

pendekatan ARDL untuk persamaan terkointegrasi. Batas uji kointegrasi

menunjukkan antara impor barang modal dan kedua GDP dan investasi agregat.

Impor barang setengah ditemukan memiliki kointegrasi dengan ekspor, dan impor

barang konsumsi berkointegrasi dengan GDP dan pendapatan disposable Kami

memperoleh inelastis elastisitas harga jangka pendek yang konsisten dengan literatur

tetapi perkiraan elastisitas harga jangka panjang kami berbeda di kelas SNA. Barang

setengah jadi dan capit al barang inelastis memiliki elastisitas harga jangka panjang

namun elastis untuk barang konsumsi. Penelitian yang didasarkan pada Goldsbrough

(1981) 's yang elastisitas harga yang lebih rendah berhubungan dengan perdagangan

intra perusahaan, kami berhipotesis bahwa impor barang modal dapat digerakkan

oleh perdagangan intra perusahaan melalui perluasan FDI .

Tiga studi awal agregat permintaan impor China menemukan panjang

menjalankan elastisitas harga menjadi inelastis: - 0,52 (Moazzami dan Wong, 1988),

- 0.30 (Senhadji, 1998), antara - 0,45 dan - 0,6 (Tang, 2003). Elastisitas harga jangka

panjang kami untuk barang modal dan barang setengah jadi juga tidak elastis yang

konsisten dengan perkiraan mereka. Apalagi jika kita menghitung elastisitas harga

rata-rata tertimbang dari tiga jenis impor menggunakan pangsa impor rata-rata setiap

kelas SNA sebagai berat badan, dan termasuk PDB sebagai variabel makroekonomi,

itu adalah - 0.64 yang inelastis dan tidak terlalu berbeda dari perkiraan diperoleh di

��atas tiga studi. 22 Dengan demikian, tampak bahwa temuan dari sifat kaku dalam

studi sebelumnya adalah hasil dari agregasi dan kegagalan untuk menggunakan

variabel makroekonomi yang paling relevan untuk berbagai jenis impor. Kecuali

dalam hal barang modal menggunakan investasi sebagai variabel makroekonomi,

elastisitas harga jangka pendek lebih kecil dari jangka panjang elastisitas, sebuah

temuan yang konsisten dengan hasil literatur itu. Perlu dicatat bahwa elastisitas harga

jangka panjang untuk barang-barang konsumsi adalah sekitar dua kali lebih tinggi

sebagai yang jangka pendek rekan. Koefisien ECM t -1 menunjukkan bahwa sedikit

kurang dari 50% dari ketidakseimbangan disesuaikan dalam satu tahun. Jangka

pendek sifat kaku diikuti dengan elastisitas jangka panjang menyiratkan J - efek

kurva penyusutan pada neraca perdagangan, i. e., depresiasi memperburuk neraca

perdagangan dalam jangka pendek tetapi meningkatkan dalam variabel

makroekonomi run.Domestic panjang seperti GDP, disposable income, investasi dan

ekspor agregat agregat tampaknya penentu penting dari jenis yang relevan dari

permintaan impor dalam jangka panjang dan jangka pendek. Elastisitas jangka

panjang yang ditemukan elastis untuk semua kelas SNA, menyiratkan penurunan

kemungkinan neraca perdagangan China sebagai ekonomi mengembang, jika

ekspansi ekonomi tidak didorong oleh ekspor. Dalam jangka pendek, peningkatan

ekspor meningkatkan neraca perdagangan karena impor meningkat dengan

persentase yang lebih kecil. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang sangat

bergantung pada investasi juga bisa menciptakan tekanan negatif terhadap neraca

perdagangan.

��Mustafa Öztürk, 2012, dalam penelitiannya mencoba untuk menentukan

faktor-faktor ekonomi makro yang mempengaruhi impor untuk periode antara tahun

1998 dan 2012 di Turki, dan untuk mengembangkan proposal kebijakan untuk masa

depan. Ekspor, Produk Domestik Bruto dan Nilai Tukar Reel Efektif adalah variabel

independen dari model. Dan mencoba untuk menentukan dampak dari variabel-

variabelimpor Turki ini, maka Metode perkiraan Engle-Granger Langkah Dua

digunakan dalam estimasi model.

Moran (1989) mengembangkan dua jenis model permintaan impor

permintaan. Model pertama menganggap pendapatan riil, harga relatif, penerimaan

devisa dan cadangan internasional sebagai penentu impor. Model ini mengikuti

kedua model tradisional dan Hemphill. Dalam model kedua, baik volume impor dan

harga relatif yang endogen ditentukan. Menurut model tersebut pendapatan riil dan

harga relatif adalah penting dalam penentuan total impor. Tapi pengaruh kendala

devisa sangat kuat pada perilaku impor di negara berkembang. Tuncer (2002)

meneliti hubungan antara PDB, ekspor, impor dan investasi di Turki. Hasil analisis

menunjukkan bahwa GDP memiliki salah satu cara mempengaruhi ekspor dan

investasi. Ekspor tidak mempengaruhi GDP dan kausalitas dari investasi terhadap

PDB lemah.

Bayraktutan dan Bıdırdı (2010) berupaya mengidentifikasi faktor penentu

utama impor di Turki. Dengan menggunakan metode peramalam dua langkah Engle-

Granger, mereka memperkirakan permintaan jangka panjang untuk impor. Analisis

menunjukkan bahwa impor Turki lebih sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi

��daripada nilai tukar riil. Yıldız dan Ay (2011) menyelidiki keberlanjutan

pertumbuhan impor utama di Turki. Hasil tes mereka menunjukkan, impor modal

dan barang setengah jadi terhadap PDB adalah kausalitas.

Berdasarkan hasil penelitian peneliti lain terkait dengan masalah impor di sini

nampak ada perbedaan namun juga ada sedikit persamaan dengan hasil penelitian

kali ini. Persamaan penelitian antara lain ditinjau dari sudut pandang terjadinya

kegiatan impor antar daerah baik di Indonesia yakni antar provinsi demikian pula di

negara lain. Penelitian mereka pada umumnya menekankan pada masalah pengaruh

perubahan pendapatan masyarakat di mana ada yang mengukur menggunakan

pertumbuhan ekonomi disamping diukur berdasarkan pendapatan daerah/regional

maupun nasional terhadap impor. Sedangkan dalam penelitian kali ini lebih

menekankan derajat keterbukaan impor daerah Bali, mengingat Bali akhir-akhir ini

sudah semakin terbuka dengan perdagangan internasional bilai dilihat semakin

meningkatnya impor bali akhir-akhir ini.Disamping itu, penelitian yang dilakukan di

daerah Bali lebih menekankan pada analisis kecenderungan impor daerah Bali dilihat

dari sifat elastisitas pendapatan terhadap impor tersebut. Dan ternyata untuk impor

daerah Bali dilihat atas dasar antar provinsi, yang dilakukan selama ini adalah

berkisar pada impor kebutuhan pokok bagi pemenuhan konsumsi masyarakat yang

sebagaian terbesar tidak dapat dihasilkan di daerah sendiri.

��BAB III.

KERANGKA PEMIKIRAN KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Perekonomian Bali dari sisi tinjauan ekonomi makro yakni dilihat melalui

PDRB menurut penggunaan diketahui terdiri dari komponen: pengeluaran konsumsi

rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga swata nirlaba, pengeluaran konsumsi

pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, ekspor dan impor.

Memperhatikan komponen PDRB Bali, khusus untuk impor Bali, dibedakan

menjadi dua yakni impor antar provinsi dan impor antar negara. Dalam penelitian ini

lebih ditekankan pada impor antar provinsi Bali, karena penduduk Bali memiliki

kecenderungan yang meningkat dalam mengimpor produk tersebut. Kondisi ini

disebabkan oleh banyak faktor, antara lain peningkatan jumlah penduduk lokal,

peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Bali, peningkatan pendapatan per

kapita penduduk Bali, dan sebagainya.

Peningkatan pendapatan per kapita penduduk Bali diduga sebagai pemicu

terjadinya impor antar provinsi Bali, mengingat keterbukaan perekonomian Bali

akhir-akhir ini ada kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bali

dikenal sebagai daerah pariwisata, sehingga dengan sendirinya kebutuhan akan

konsumsi para wisatawan itu harus dipenuhi baik dari produk impor lokal dan tidak

dapat lepas dari produk impor ini. Kenyataan juga menunjukkan kebutuhan

konsumsi penduduk Bali sebagai terbesar memang harus dipenuhi melalui produk ��

��impor terutama dari daerah provinsi lain di Bali, karena produksi semacam itu ada

yang tidak dihasilkan di Bali dan ada juga yang mampu dihasilkan di Bali namun

dalam jumlah yang masih kurang sesuai dengan kebutuhan penduduk.

Mengetahui kondisi seperti yang diuraikan di atas maka dalam penelitian ini

peneliti tertarik untuk membahas impor antar provinsi, karena sampai saat ini tidak

ada pembatasan yng dilakukan oleh pemerintah seperti Peraturan Kementerian

Perdagangan dan Perda Provinsi Bali tentang Penggunaan Buah Lokal. Demikian

pula apa yang dikatakan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan

(Disperindag) Provinsi Bali Ni Wayan Kusumawathi di Denpasar, (Bisnis Com,

Minggu 11/5/2014), bahwa:

"Tidak ada pembatasan secara khusus misalnya untuk buah impor, tetapi mengikuti aturan yang sudah ada. Implementasinya sesuai dengan pasar dan tidak mengesampingkan aturan yang sudah ada terkait dengan pengaturan masuknya buah impor ke Bali

Keterbukaan produk impor antar provinsi nampak terus mengalami

peningkatan sampai tahun terakhir ini sesuai dengan data Biro Pusat Statistik (BPS)

Denpasar yang disajikan dalam analisis data berikutnya, Keterbukaan impor itu

diduga banyak dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yakni pendapatan per kapita

yang diukur melalui PDRB per kapita atas dasar harga berlaku (tahun 2000). Dengan

melakukan impor dari daerah di luar Bali, berarti pendapatan masyarakat ada yang

mengalir ke luar Bali, dan tentunya ini dapat kembali mempengaruhi perekonomian

Bali sendiri ke depan. Untuk lebih jelas pembahasan materi di atas berikut disajikan

Gambar 1 tentang alur pemikiran penelitian ini.

��Gambar 3.1: Alur Pemikiran Penelitian

KETERBUKAAN

EKONOMI BALI

(PASAR BEBAS)

PENINGKATAN IMPOR

ANTAR PROVINSI

TREND IMPOR ANTAR

PROVINSI BALI

PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI BALI

PERTUMBUHAN EKONOMI TINGGI

PENINGKATAN:

JUMLAH PENDUDUK

JUMLAH WISATAWAN

PENDAPATAN PERKAPITA

KECENDERUNGAN

IMPOR ANTAR

PROVINSI BALI DAN

PEREKONOMIAN BALI

ELASTISTAS IMPOR

TERHADAP

PENDAPATAN

ALIRAN PENDAPATAN PENDUDUK KE LUAR BALI

KEBERLANJUTAN PERTUMBUHAN EKONOMI BALI

��3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Agar dapat menganalisis alur pemikiran di atas maka selanjutnya dibahas

beberapa konsep pemikiran yang diaplikasikan dalam penelitian ini, yakni sebagai

berikut:

Pertama, dalam mengukur perekonomian Bali di sini digunakan yang

namanya konsep pertumbuhan ekonomi. Bali selama ini secara teoritis nampak

mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi yangmana ini dapat dibuktikan dari

upaya pemerintah untuk mencapai tingkat pertumbuhan sekitar 6,05 persen (tahun

2013).

Kedua, pertumbuhan ekonomi di Bali berpengaruh terhadap pendapatan per

kapita yang berdasarkan data BPS Bali – Denpasar menunjukkan terjadi peningkatan

hingga tahun 2013. Peningkatan pendapatan nampak mempengaruhi terjadinya

peningkatan jumlah penduduk, apalagi kondisi ekonomi Bali banyak didukung oleh

peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali selama ini.

Ketiga, dengan kondisi ekonomi yang membaik dilihat dari peningkatan

pendapatan per kapita maka ada kecenderungan peningkatan konsumsi penduduk

untuk komoditas barang impor terutama komoditi impor antar provinsi guna

memenuhi konsumsi penduduk yang meningkat baik akibat pertumbuhan penduduk

yang naik maupun karena peningkatan jumlah wisatawan.

Keempat, dengan kondisi ekonomi yang membaik ini pula yang mendorong

trend impor antar provinsi Bali mengalami kecenderungan yang meningkat dari

tahun ke tahun hingga tahun 2013 ini. Untuk itu maka terjadinya trend impor antar

��provinsi ini di analisis menggunakan analisis trend linier sederhana dengan

persamaan garis lurus: Mt = a + b Tt (dimana Mt = jumlah komoditi impor antar

provinsi Bali tahun t; Tt = waktu atau tahun t; dan b khususnya menunjukkan derajat

perkembangan jumlah impor antar provinsi Bali selamam beberapa tahun terakhir).

Kelima, persentase jumlah komoditas impor antar provinsi dengan

pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan memiliki hubungan yang saling

mempengaruhi dan disini diperkirakan derajat keterbukaan perekonomian Bali yang

diukur dari persentase jumlah komoditas impor antar provinsi ini juga memiliki

pengaruh yang positif terhada pertumbuhan ekonomi Bali

Log LPPt = Log.a0 + a1 Log.Mt + a2 Log. KURSt+ a3 Log INFLt + Log. er

(dimana : LPPt = Laju pertumbuhan PDRB Bali (atas dasar harga berlaku) pada

tahun tertenu; Mt = persentase jumlah komoditas impor antar provinsi Bali pada

tahun tertentu; KURS t = Rp/1 $ US pada tahun tertentu, INFLt = inflasi di Bali pada

tahun t dan er = error term (kesalahan dalam penaksiran yang ada dalam model

regresi).

Keenam, pertumbuhan ekonomi Bali yang positif ini mengakibatkan

terjadinya peningkatan pendapatan penduduk per kapita yang meningkat dan ini juga

menyebabkan persentase jumlah komoditas impor antar provinsi Bali terus

mengalami peningkatan. Untuk maksud tersebut kondisi ini dianalisis menggunakan

persamaan regresi berganda dengan persamaan sebagai berikut;

Log Mt = Log.a0 + a1 Log. PDRBt + a2 Log.JWBt+ a3 Log INFLt + Log er

��(dimana : Mt = jumlah impor antar provinsi Bali tahun t; PDRBt = Produk Domestik

Regional Bruto pada tahun t atas dasar harga berlaku, JWBt = jumlah wisatawan

yang berkunjung ke Bali pada tahun t, INFlt = inflasi di Bali pada tahun t dan er =

erro term (kesalahan dalam penaksiran yang ada dalam model regresi).

Dengan memanfaatkan persamaan regresi berganda di atas selanjutnya dapat

dihitung koefisien elastisitas impor terhadap pendapatan penduduk yang diukur

dengan PDRB per kapita atas dasar harga konstan, yakni dengan rumus sebagai

berikut:

Di mana a1 adalah hasil estimasi koefisien regresi dalam persamaan di atas. Karena

persamaan regresi ini dihitung menggunakan perhitungan logarithma (log).

Berdasarkan koefisien a1 diketahui sebagai koefisien elastisitas pendapatan yang

diukur dengan PDRB atas dasar harga berluku terhadap impor komoditas antar

provinsi Bali. Kemudian melalui kriteria koefisien elastisitas tersebut secara teori

mikro ekonomi dapat ditentukan sifat impor komditas antar provinsi Bali, yaitu

bersifat inelastik, elastik atau unitari elastis, dan lain-lain.

3.3. Hipotesis Penelitian

Dengan memperhatikan pokok permasalahan yang diajukan sebelumnya,

maka di sini dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji kebenarannya dengn data

penelitian. Hipotesis yang diajukan disesuaikan dengan pokok permasalahan pertama

da kedua yang ada, yakni sebagai berikut:

��1) Bahwa trend derajat keterbukaan impor komoditas antar provinsi Bali adalah

positif atau mengalami peningkatan setiap tahun.

2) Bahwa derajat keterbukaan perekonomian Bali berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi provinsi Bali.

3) Bahwa koefisien elastisitas pendapatan penduduk terhadap impor komoditas

antar provinsi Bali, diperkirakan bersifat inelastis atau besarnya koefisien

tersebut lebih kecil dari satu. Kondisi ini terjadi karena impor komoditas

antar provinsi Bali masih sebatas memenuhi kebutuhan pokok penduduk

terutama komoditas yang belum dapat diproduksi atau yang sudah dapat

diproduksi namun konsumsi penduduk masih lebih besar dari kemampuan

produksi lokal.

��BAB IV.

METODA PENELITIAN

4.1. Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ddaerah Bali. Daerah Bali ini dipilih karena

pertama sebagai daerah pariwisata yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup

tinggi yakni lebih tinggi dari ukuran Nasional (Indonesia). Disamping itu

pertambahan penduduk yang juga tinggi diikuti pertambahan PDRB yang senantiasa

meningkat, yang menyebabkan kebutuhan barang impor total maupun antar provinsi

juga meningkat. Dengan perkembangan seperti tersebut di atas, nampaknya Bali kini

menjadi daerah perdagangan produk internasional untuk memenuhi kebutuhan

wisatawan khususnya, disamping untuk memenuhi kebutuhan pokok penduduk yang

memang tidak dapat diproduksi di daerah Bali.

4.2. Jenis Dan Sumber Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

dipublikasikan oleh berbagai sumber yang bukan sebagai pemilik data pertama. Data

yang dimaksud terkait dengan kegiatan perdagangan yakni impor antara provinsi,

PDRB Bali, dan lain-lain. Data sekunder ini bersumber dari instansi seperti; BPS

Provinsi Bali, BI Denpasar, Dinas Perindustridan Perdagangan Provinsi Bali, yang

diperoleh melalui media laporan bulanan, dan tahunan dan media Internet.data yang

bersumber dari berbagai instansi yang sudah dipublikasikan oleh sumber bukan

pemilik data asli. ��

��4.3. Sampel Data Time Series

Data time series digunakan dengan mengambil periode waktu yakni tahun

1998–2013. Periode data itu dipilih karena sejak tahun 1998 perekonomian Bali

kembali pulih dari gangguan krisis ekonomi global dan sedikit mengalami pasang

surut akibat berbagai kejadian baik ekonomi maupun non ekonomi. Non ekonomi

misalnya dalam bentuk gangguan keamanan seperti pernah terjadi di Bali pada tahun

2002 dan 2004 yakni bom Kuta-Jimbaran. Sedangkan ganguan dari faktor ekonomi

seperti inflasi, selama kurun waktu tersebut relatif gejolaknya tidak membuat shok

kondisi ekonomi di daerah Bali..

4.4. Metoda Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang digunakan dalam penelitian ini di sini

digunakan metoda pengumpulan data yang disebut studi kepustakaan. Dalam

pelaksanaan penerapan metoda ini, peneliti melakukan mengumpulkan data yang

dibutuhkan melalui pencatatan data, mengcopy data yang didokumentasikan oleh

beberapa instansi, ada juga dengan cara mengakses melalui internet, serta

mengumpulkan buku laporan tahunan dari berbagai instansi dan perpustakaan.

Data yang dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan itu adalah data yang

sifatnya kualitatif maupun kuantitatif. Data kualitatif yakni data yang bentuknya

bukan berupa angka tetapi berupa informasi, keterangan, penjelasan yang ada pada

berbagai buku laporan, literature, dan lain-lain. Sedangkan data kuantitatif yang

dikumpulkan dengan studi kepustakaan meliputi data dalam bentuk angka, yang

��sudah disusun secara sistimatis oleh sumber data yakni dalam bentuk buku laporan

tahunan.

4.5. Metoda Analisis Data

Dalam membahas permasalahan yang diajukan di dalam sub bab ini

dibicarakan tentang alat analisis, antara lain yang terkait dengan:

1) Permasalahan tren keterbukaan import antar provinsi Bali dianalisis sebagai

berikut:

a) Analisis keterbukaan impor antar provinsi Bali diukur menggunakan

angka perbandingan dengan rumus sebagai berikut:

PMt = (Mt/PDRBt) x 100%

Di mana PMt = persentase impor antar provinsi Bali terhadap PDRB t ; t

= tahun tertentu. Angka PMt tersebut digunakan untuk menaksir seberapa

besar exposure impor antar provinsi Bali. Dengan demikian setelah

dianalisis dengan analisis tren akan dapat diketahui besar kecenderungan

persentase perubahan pendapatan masyarakat untuk penggunaan

permintaan barang impor antar provinsi Bali dan juga dapat diketahui

seberapa besar dampak dari efek demonstrasi yang harus dihadapi oleh

daerah tersebut. Semakin besar angka kecenderungan persentase

perubahan pendapatan masyarakat ini maka semakin besar exposure

impor antar provinsi Bali bersangkutan. Ini diartikan pula bahwa daerah

tersebut dari sisi penggunaan pendapatan masyarakat yang diukur dengan

PDRB, penggunaan devisanya secara proporsi adalah semakin membesar.

��Dengan kata lain penggunaan pendapatan masyarakat terkuras hanya

untuk pembayaraan impor komditas antar provinsi, dan ini menandakan

bahwa pintu masuk efek demonstrasi semakin melebar merasuki pola

konsumsi masyarakat daerah.

b) Selanjutnya, angka PMt ini diestimasi menggunakan analisis trend

sederhana, dengan rumus sebagai berikut:

PMt = a + b Tt.

Di mana : PMt = persentase impor antar provinsi yang mengukur

derajat keterbukaan perekonomian daerah, a = konstanta , b = koefisien

tren yang menunjukkan kecenderungan keterbukaan perekonomian

daerah yang diukur dengan perubahan PMt per tahun, Tt = waktu atau

tahun tertentu.

2) Permasalahan bahwa laju pertumbuhan perekonomian Bali dipengaruhi oleh

persentase jumlah komoditas impor antar provinsi, di sini dianalisis dengan

menggunakan persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Log LPPt = Log a0 + a1 Log PMt + a2 Log KURSt+ a3 Log INFLt + Log er

Dimana : LPPt = Laju pertumbuhan PDRB Bali atas dasar harga berlaku

diukur dalam pesentase pada tahun tertenu; PMt = persentase jumlah

komoditas impor antar provinsi Bali pada tahun tertentu; KURS t = Rp/1 $

US pada tahun tertentu, INFLt = inflasi di Bali diukur dalam persentase pada

tahun t dan er = error term (kesalahan dalam penaksiran yang ada dalam

model regresi.

��3) Permasalahan koefisien elastisitas pendapatan terhadap impor antar provinsi

Bali di sini dianalisis dengan persamaan regresi berganda, dimana persamaan

tersebut dihitung dengan menggunakan logarithma (Log). Adapun bentuk

persamaan regresi berganda disusun sebagai berikut:

Log Mt = Log.a0 + a1 Log. PDRBt + a2 Log.JWBt+ a3 Log INFLt + Log er

dimana : Mt = jumlah impor antar provinsi Bali tahun t; PDRBt = Produk

Domestik Regional Bruto pada tahun t atas dasar harga berlaku, JWBt =

jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali pada tahun t, INFlt = inflasi di

Bali pada tahun t dan er = erro term (kesalahan dalam penaksiran yang ada

dalam model regresi).

Dengan memanfaatkan persamaan regresi berganda di atas

selanjutnya dapat dihitung koefisien elastisitas pendapatan terhadap impor

antar provinsi Bali, yakni

Di mana a1 diambil dari hasil estimasi koefisien regresi dalam persamaan di

atas.

Log Mt = a1 Log PDRBt

Dengan menerapkan asumsi sebagai berikut: 1) Log. a0 ; 2) a2 Log. JWBt

3) a3 Log. INFLt ; dan Log er ; adalah sama dengan nol (0).

Persamaan di atas ini kemudian dihitung dengan perhitungan diffrensial,

maka hasilnya sebagai berikut:

Diffrensial : a1Log.PDRBt = a1(1/PDRBt)(∆PDRBt)……………….(1)

�� Diffrensial : Log Mt = (1/Mt)(∆MT) ……………………..………..…..(2)

Persamaan (1) disamakan dengan persamaan (2) , hasilnya adalah:

Atau:

Di mana : a1 = elastisitas pendapatan terhadap impor antar provinsi Bali.

��BAB V

HASIL ANALISIS DATA DAN BAHASAN EKONOMI

Dalam bagian BAB V di bahas beberapa hal utama yakni, pertama tentang

tinjauan perekonomian Bali dari sisi aspek PDRB menurut penggunaan untuk impor,

ke dua estimasi tren perkembangan impor antar daerah, ke tiga perkiraan regresi

terkait pengaruh PDRB per kapita terhadap impor antar daerah Bali, dan ke empat

perhitungan koefisien elastisitas PDRB terhadap impor antar daerah Bali

5.1. PDRB Bali Dari Sisi Penggunaan Impor

Saat ini dunia sedang berada dalam era globalisasi, dimana perdagangan antar

negara bergerak ke arah perdagangan bebas. Indonesia sebagai bagian dari

komunitas dunia tidak dapat menghindar dari kenyataan tersebut. Terutama sekali,

tantangan pasar bebas semakin nyata setelah terbentuknya ASEAN China Free

Trade Area atau ACFTA yang mulai berlaku tanggal 10 Januari 2010. Konskwensi

dari keberadaan AFCTA adalah produk dunia akan semakin membajiri pasar

domestik dengan harga kompetitif. Sementara bagi Indonesia, dengan produktivitas

tenaga kerja masih tergolong rendah (sesuai dengan catatan ILO yang masuk

perinkat 59 dai negara di dunia) dibandingkan dengan negara-negara pesaing.

Adanya kebijakan perdagangan bebas tersebut cenderung dapat mengancam

eksistensi industry dan perdagangan dalam negeri. Hal ini ditandai dengan semakin

membanjirnya produk China dengan harga yang semakin murah. Tentu saja harga ��

��yang semakin murah itu menjadikan produk China semakin digemari oleh konsumen

di dalam negeri Indonesia.

Provinsi Bali dengan potensi wisatanya, telah berkembang menjadi pusat

perdagangan produk Indonesia kepada pembeli dari mancanegara. Selain itu,

perkembangan pariwisata yang melibatkan industri pariwisata internasional dan

banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara menyebabkan meningkatnya

permintaan akan produk impor sesuai dengan kebutuhan industri pariwisata dan

wisatawannya. Posisi ini memberikan tempat yang strategis dari Bali dalam konteks

perdagangan bebas. Perkembangan perdagangan yang pesat tersebut memberikan

tantanan tersendiri bagi peran pemerintah dalam mengelola daerahnya. Bali bukan

wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas, tetapi arus

perdagangan barang dan jasa memiliki kemiripan dengan kawasan perdagangan

bebas.

Berdasarkan data Bank Indonesia tahun 2012 s/d 2013 memperlihatkan

perkembangan perdagangan barang dan jasa daerah Bali

Tabel 5.1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan, 2011-2013 (yoy.%) Komponen

KW I

KW II

KW III

KW IV

Total 2012

KW I

KW II

KW III

KW IV

Tahun 2013

Expor Bali

7.36 5.93 4.34 4.78 5.56 4.74 8.62 17.45 15.35 11.65

Impor Bali

11.27

14.37 5.15 7.62 9.42 14.33 17.65 24.26 20.12 19.18

PDRB Bali

6.09 6.76 6.79 6.94 6.65 6.71 6.05 5.97 5.49 6.05

Sumber : Bank Indonesia , Denpasar, 2014.

��Data pada table 5.1 memberikan gambaran tentang ekspor impor Bali.

Pertumbuhan komponen ekspor dan impor pada Triwulan IV - 2013 menunjukkan

perlambatan. Pertumbuhan ekspor di Triwulan IV - 2013 melambat dari 17,45%

menjadi 15,35% (yoy). Sedangkan untuk impor, impor di Triwulan IV - 2013

tumbuh melambat dari 24,26% menjadi 20,12% (yoy). Untuk sepanjang tahun

2013, komponen ekspor dan impor menunjukkan peningkatan pertumbuhan

dibanding tahun sebelumnya. Ekspor di tahun 2013 tumbuh sebesar 11,65% (yoy)

dibanding tahun sebelumnya, sedangkan impor tumbuh 19,18% (yoy).

Untuk impor luar negeri, sejalan dengan pertumbuhan impor di Triwulan IV-

2013, impor luar negeri Bali mengalami perlambatan di Triwulan IV-2013. Setelah

tumbuh hingga 186,31% (yoy) pada triwulan sebelumnya, impor luar negeri Bali di

Triwulan IV-2013 tumbuh melambat menjadi 139,22% (yoy), dengan nilai impor

total sebesar 127,24 juta USD (Grafik 1.50). Sedangkan dari sisi volume, setelah

mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya, volume impor luar negeri kembali

mengalami kontraksi di Triwulan IV-2013. Terkontraksi volume komoitas impor

yang berasal dari luar negeri semakin dalam, dari sebelumnya 16,53% menjadi

kontraksi hingga 31,81% (yoy). Kontraksi volume komoditas impor dan

pertumbuhan positif nilai komoditas impor yang kembali terjadi tersebut

menunjukkan bahwa komoditas impor luar negeri Bali lebih difokuskan kepada

komoditas berbobot rendah, sedangkan memiliki nilai yang sangat tinggi, sebagai

contoh di sini diberikan data tentang komponen pada alat-alat transportasi

(transportation equipment) (BI. Denpasar, 2014).

��5.2. Estimasi Persamaan Tren Keterbukaan Perekonomian Bali

Dalam bagian ini dibahas hasil estimasi persamaan trend yangmana koefisien

trennya menunjukkan keterbukaan perekonomian Bali dilihat dari sisi jumlah

komoditas impor antar provinsi Bali. Data yang digunakan dalam analisis tren

tersebut yakni persentase jumlah komoditas impor antar provinsi Bali terhadap

PDRB Bali atas dasar harga berlaku selama periode tahun terpilih, yakni 1998 -2013

seperti disajikan dalam Lampiran 1.1.

Dengan data pada Lampiran 1.1. ini, selanjutnya data tersebut diolah

menggunakan program SPSS.17.0. Hasil analisis data memberikan estimasi koefisien

persamaan tren linier (garis lurus), sebagaimana disajikan dalam Lampiran 1.2. Hasil

analisis koefisien persamaan tren linier berdasarkan data pada Lampiran 1.2

selanjutnya disusun persamaan tren estimasi dengan koefisien persamaan sebagai

berikut:

* Konstanta yang dinayatakan dengan : a = - 5700.087

* Koefisien variabel persamaan dengan : b = + 2,856

Data hasil estimasi di atas selanjutnya digunakan untuk menyusun persamaan tren

impor antar provinsi Bali, sebagai berikut:

Mt = a + b Tt

(Di mana: Mt = jumlah komoditas impor antar provinsi Bali per tahun, Tt = tahun

terpilih), a dan b koefisie tren, dan b sendiri adalah derajat perubahan dari jumlah

komoditas impor antar provinsi Bali.

��Dengan mensubstitusi hasil perhitungan data yang menghasilkan a da b seperti

tersebut di atas maka persamaan estimasi tren dapat disajikan sebagai berikut:

Sumber: Lampirn 1.2.

Estimasi persamaan tren (Mt) di atas memberikan informasi bahwa setiap

tahun di provinsi Bali telah terjadi peningkatan jumlah komoditas impor antar

provinsi dengan perkiraan perubahan yang konstan yakni sebesar b = 2.856. Ini

artinya bahwa perubahan jumlah impor komoditas antar provinsi Bali mencapai Rp

2.856 juta. Per tahun. Perubahan jumlah impor komoditas antar provinsi Bali ini

dapat terjadi karena berbagai fakor, antara lain oleh faktor peningkatan PDRB

masyarakat atas dasar harga berlaku di daerah Bali, perkembangan penduduk lokal

dan kunjungan wisatawan ke Bali, yang diprediksi oleh BPS Bali-Denpasar sampai

dengan tahun terakhir mengalami peningkatan setiap tahun.

5.3. Estimasi Persamaan Regresi – Pengaruh Derajat Keterbukaan

Perekonomian Bali Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bali

Dalam upaya mengungkap bahwa derajat keterbukaan perekonomian Bali

berpengaruh terhadap perekonomian Bali maka di sini digunakan model regresi

berganda dngan persamaan double log sebagai berikut:

Mt = - 5700.087 + 2.856 Tt

th = - 4,261 th = 4,282

t(0,25; 15) = - 2,131

t(0,25; 15) = - 2,131

R = 0,753 R2 = 0,567

��Log LPPt = Log.a0 + a1 Log.Mt + a2 Log.KURSt+ a3Log.INFLt+ Log er

(dimana : LPPt = pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku tahun tertentu; Mt =

derajat keterbukaan perekonomian Bali dilihat dari sisi persentase jumlah impor

antar provinsi Bali tahun t; Kurs (Rp/ $ US) tahun t; Inflasi di Bali tahun t; er = erro

term (kesalahan dalam penaksiran yang ada dalam model regresi); a0, a1,a2 dan a3 =

koefisien regresi berganda.

Hasil perhitungan data pada Lampiran 1.3 menyajikan estimasi terhadap

koefisien regresi berganda, masing-masing sebagai berikut:

· Untuk koefisien a0 = - 1.327.

· Untuk koefisien a1 = 0,214

· Untuk koefisien a2 = 1,932

· Untuk koefisien a3 = 0,344

Koefisien regresi berganda tersebut di atas selanjutnya disusun dalam bentuk

persamaan estimasi regresi berganda, memberikan hasil sebagai berikut:

Log LPPt = - 1,327 + 0,214 Log.Mt + 1,932 Log.KURSt + 0,344 Log.INFLt

t hitung

= 2,596

t hitung

= 2,704

t hitung

= 3,514

t hitung

= 5,274

t 0,025(15)

= 2.131

t 0,025(15)

= 2.131

t 0,025(15)

= 2.131

t 0,025(15)

= 2.131

R

= 0,861

R2

= 0,928

Dw

= 2.498 Sumber : Lampiran 1.3

��

Dengan memperhatikan besarnya koefisien regresi yakni a1, a2 dan a3 dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Bahwa varaibel derajat keterbukaan perekonomian Bali yang diukur dari

persentase jumlah komoditas impor antar provinsi Bali, ternyata berpengaruh

positif terhadap laju pertumbuhan perekonomian Bali yang diukur dengan

PDRB (atas dasar harga berlaku). Adapun koefisien regresinya adalah a1 =

0,214 yang dapat diartikan bahwa jika terjadi peningkatan persentase

komoditas impor antar provinsi Bali sebesar 1 persen per tahun maka

diperkirakan akan meningkatkan penggunaan pendapatan masyarakat yang

diukur dengan laju pertumbuhan PDRB (atas dasar harga berlaku) sebesar

0,214 persen, untuk membeli komoditas impor antar provinsi Bali guna

memenuhi komsumsi penduduk di daerah Bali selama satu tahun.

2) Bahwa variabel kurs (Rupiah/ 1 $ US) ternyata berpengaruh positif terhadap

laju pertumbuhan perekonomian Bali yang diukur dengan PDRB (atas dasar

harga berlaku). Besar koefisien regresinya adalah a2 = 1,932 yang berarti

bahwa apabilai terjadi kenaikan nilai Kurs tersebut sebesar 1 persen maka

diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang diukur dengan

laju pertumbuhan PDRB (atas dasar harga berlaku) sebesar 1,932 persen

selama satu tahun.

3) Bahwa variabel inflasi yang terjadi di Bali ternyata berpangruh positif

terhadap perekonomian Bali. Ini dibuktikan dari besarnya koefisien regresi a3

��= 0,344 yang memiliki arti bahwa apabila terjadi kenaikkan inflasi sebesar 1

persen maka diperkirakan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Bali

yang diukur dengan laju pertumbuhan PDRB (atas dasar harga berlaku)

sebesar 0,344 persen dalam satu tahun.

5.4. Estimasi Persamaan Regresi Berganda – Pengaruh PDRB (ADHB)

Terhadap Impor Antar Provinsi Bali – Koefisien Elastisitas Pendapatan

Terhadap Impor Komditas Antar Provinsi Bali.

Pada bahasan berikut disajikan hasil analisis estimasi koefisien persamaan

regresi berganda yang menunjukkan pengaruh dari pendapatan masyarakat yang

diukur dengan PDRB (atas dasar harga berlaku) . Persamaan regresi berganda yang

dimaksud disajikan dalam bentuk sebagai berikut:

Log Mt = Log a0 + a1Log PDRBt + a2Log JWBt + a3Log INFLt + Log er.

Dimana : Mt = jumlah komoditas antar provinsi Bali pada tahun 1, PDRBt = Produk

Domestik Regional Bruto (atas dasar haga berlaku) pada tahun t, JWBt = jumlah

wisatawan yang berkunjung ke Bali pada tahun t, INFLt = inflasi di Bali pada tahun

t, dan er = error term (kesalahan pengganggu yang ada dalam model penaksir.

Berdasarkan hasil analisis data pada Lampiran 1.4 diperoleh hasil estimasi

terhadap koefisien regresi bergandat di atas, yakni:

· Untuk koefisien a0 = - 10.265

· Untuk koefisien a1 = + 0,758

· Untuk koefisien a2 = + 1,717

· Untuk koefisien a3 = + 0,330

��Dengan menggunakan koefisien hasil estimasi di atas selanjutnya dapat disusun

persamaan regresi berganda, sebagai berikut:

Log Mt = -10.265 + 0,758 Log PDRBt + 1,717 Log JWBt + 0,330 Log INFLt

� ������� � ����� � ������� ����� � ������� ����� � ������� ����� � ��������� �� ����� � ��������� �� ����� � ��������� �� ����� � ��������� �� �����

��� ��� � ������ �� ������Sumber: Lampiran 1.4.

Kemudian dari masing-masing koefisien tersebut dalam persamaan regresi berganda

di atas, selanjutnya dapat diartikan secara ekonomis sebagai berikut:

1) Untuk koefisien a1 = 0,758 diartikan sebagai berikut bahwa pendapatan

masyarakat yang diukur dengan PDRB atas dasar harga berlaku ternyata

berpengaruh positif terhadap jumlah komoditas impor antar provinsi

Bali.Kemudian dapat diperkirakan pula bahwa jika pendapatan masyarakat

tersebut mengalami kenaikkan sebesar Rp 1 000 000 per tahun maka impor

komoditas antar provinsi diperkirakan meningkat sebesar Rp 758 000 per

tahun, Artinya semakin meningkat pendapatan penduduk maka ada

kecenderungan penduduk untuk mengimpor komiditas antar provinsi juga

meningkat. Ini kemungkinan disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah

wisatawan yang berkunjung ke Bali, yang membutuhkan jenis komoduitas

impor tersebut, atau dapat saja karena peningkatan jumlah penduduk setiap

tahun baik penduduk lokal maupun penduduk pendatang, dan lain-lain.

��2) Untuk koefisien a2 = 0,717 diartikan bahwa jumlah wisatawan yang

berkunjung ke Bali ternyata berpengaruh positif terhadap impor komoditas

antar provinsi Bali. Kondisi ini dimungkinkan karena kedatanga wisatawan

ke Bali juga membutuhkan konsumsi sehari-hari, dan ini menyebabkan

kebutuhan konsumsi tersebut harus terpenuhi dan didatangkan dari luar Bali

seperti buah-buahan, daging sapi, dan lain-lain.

3) Untuk koefisien a3 = 0,330 berarti bahwa inflasi di Bali ternyata

berpengaruh positif terhadap impor komoditas antar provinsi Bali, namun

pengaruh tersebut belum dapat dikatakan meyakinkan. Yang dimaksud di

sini yakni terjadinya kenaikkan harga komditas secara menyeluruh di Bali,

ternyata tidak secara meyakinkan mempengaruhi terjadinya kenaikkan impor

komditas antar provinsi Bali. Hal ini dapat saja terjadi karena impor

komoditas tersebut adalah merupakan kebutuhan pokok penduduk untuk

memenuhi konsumsi penduduk yang memang sangat diperlukan dan ada

yang memang tidak dapat dihasilkan di daerah lokal atau kebuthan penduduk

masih lebih besar dari produksi lokal (seperti gula pasir, garam, buah-buahan,

dan sebagainya). Oleh karena itu, terjadi atau tidak terjadinya inflai di Bali,

impor antara provinsi akan senantiasa meningkat dimasa mendatang.

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis persamaan regresi tersebut di atas,

selanjutnya dapat diketahui besarnya “ koefisien elastisitas pendapatan

masyarakat yang diukur dengan PDRB atas dasar harga berlaku, terhadap

impor komoditas antar provinsi Bali” . Koefisien elastisitas pendapatan terhadap

��kuantitas impor komoditas antar provinsi Bali, adalah sama dengan besanya

koefisien a1, yakni:

Dengan besar koefisien elastisitas pendapatan penduduk terhadap impor

komoditas antar provinsi Bali sebesar 0,758 maka ini berarti bahwa sifat dari impor

komoditas antara provinsi Bali adalah tergolong inelastisi (karena koefisien

elastisitasnya lebih kecil adri 1). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa impor

komoditas antar provinsi Bali selama ini adalah barang-barang yang masuk katagori

kebutuhan pokok penduduk Bali.

��BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Dengan mengambil makna dari hasil bahasan bab seblumnya maka berikut

diberikan kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1) Sesuai dengan hasil analisis ternyata derajat keterbukaan impor antar provinsi

adalah positif atau mengalami peningkatan setiap tahun di Bali

2) Demikian pula derajat keterbukaan ekonomi Bali berpengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi Bali.

3) Dan terakhir diketahui bahwa koefisien elastisitas impor antar provinsi

terhadap pendapatan penduduk di Bali, diperkirakan bersifat inelasti atau

besarnya koefisien tersebut lebih kecil dari satu. Kondisi ini terjadi karena

impor komoditas antar provinsi Bali masih sebatas memenuhi kebutuhan

pokok penduduk terutama komoditas yang belum dapat diproduksi, bahkan

ada kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang masih lebih

besar dari produksi lokal di provinsi Bali.

6.2. SARAN

Untuk kesempurnaan hasil penelitian ini maka diberikan beberapa saran

berikut: ��

��1) Selama impor komditas antara provinsi tersebut masih dapat diperoduksi di

daerah lokal di Bali, memang sebaiknya ada upaya peningkatan produktivitas

komoditas itu untuk mengurangi kecenderungan impor ke depan dan

sekaligus mengurangi aliran penggunaan pendapatan masyarajat untuk impor

produk luar Bal,i yang mana akhirnya dapat digunakan untuk investasi di

daerah lokal.

2) Penelitian ini masih mengunakan model yang sangat sederhana maka

disarankan bagi peneliti lain yang berkenan untuk meneliti hal yang sama,

agar menggunakan model penaksiran yang lebih baik sehingga memperoleh

hasil estimasi yang lebih realistis.

��DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anne Booth dan Peter Mc Cawley, 1980, Ekonomi Orde Baru, Jakarta, Penerbit

LP3ES.

Bayraktutan, Y.Bıdırdı, H., 2010, The Basic Determinants of Turkish Import (1989-2004), Ege Academic Review, 10 (1), pp.351-369.

Bui Trinh, Pham Le Hoa and Bui Chau Giang, 2008, Import multiplier in input-

output analysis, Depocen, Working Paper Series No. 2008/23, Vietnam, http://www.depocenwp.org

Boedino, 1983, Ekonomi Internasional, Yogyakarta, Penerbit BKFE.Universitas

Gadjahmada. Dewi C., 2014, Tinggi, Ketergantungan pada Alat Produksi Impor, Denpasar,

Antara, 21/6/2014. Deliarnov, 2006, Ekonomi Politik. Jakarta, Penerbit Erlangga. Doroodian, K.R.K. Khosal dan S. Al-Muhanna, 1994, An Aximination on the

Traditional Aggreagate import Demand Fucntion for Saudi Arabia. Apllied

Economics, 26, 909-915. Eko Atmadji, 2004, Analisis Impor Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian

Ekonomi Negara Berkembang, Vol. 9 No. 1, Juni 2004, 33 – 46. Gerni, C.Emsen S.Deger K., 2008, İthalata Dayalı İhracat ve Ekonomik Büyüme:

1980-2006 Türkiye Deneyimi, 2. Ulusal İktisat Kongresi/20-22 Şubat 2008 / DEÜ İİBF İktisat Bölümü / İzmir -Türkiye

Goldstein, M. and Khan, M.S. and L.H. Officer, “Prices of Tradable and Nontradable

Goods in the Demand for Total Imports”, Review of Economics and

Statistics, Vol.62, 1980. Gujarati, Damodar N., 1980, Dasar-Dasar-Ekonometrika,Jakarta, Penerbit Salemba

Empat.

��Hamdy Hady, 2001, Ekonomi Internasional – Teori Dan Kebijakan Perdagangan

Internasional, Buku I- Edsi Revisi , Ghalia Indonesia, Jakarta. Halit Yanikkaya, 2002, Trade openness and economic growth: a cross-country

empirical investigation, Journal of Development Economics, No. 72 ,2003, 57– 89.

Hafeez UR Rehman, 2007, An Econometric Estimation Of Traditional Import Demand Function For Pakistan, Pakistan Economic and Social Review, Volume 45, No. 2 (Winter 2007), pp. 245-256.

Leonard Cheng Mayumi Fukumoto, 2006, Estimation of China’s Disaggregate

Import Demand Functions, Hong Kong University of Science and Technology.

Mustafa Öztürk, 2012, Macroeconomic Factors Affecting The Import In Turkey,

Fatih University , UOT, 330.44, Number 34, 2012, Istanbul / Turkey. Mangkoesoebroto ,Guritno, dan Algifari, 1992, Teori Ekonomi

Makro,SekolahTinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta, Yogyakarta. Moazzami, B., and Wong, E. (1988), Income and price elasticities of China's trade,

Asian Economic Review, 30, pp.218–230. Moran, C., 1989, Imports Under A Foreign Exchange Constrain , The World Bank

Economic Review, Vol.3,No.2,pp.279–295. Yılmaz Akyüz, 2011, Export – import Dependence and Sustainability of Growth in

China, China & World Economy, 1 – 23, Vol. 19, No. 1. Yıldız, E. B., Berber M., 2011, Sustainability The Import-Led Growth: The Case Of

Turkey (1989–2007), İİBF Dergisi, Cilt.25, Sempozyum Özel Sayısı, pp.165-181.

Samsumbar Saleh, 2010, Asean Economic Integration: Trade Creation Or Trade

Divertion For Import Of Indonesia Manufactures?, Economic Journal Of

Emergency Markets, April 2010, 2 (1), 31-45. Riccardo Faini, Lant Pritchett,and Fernando Clavijo, 1988, Import Demand in

Developing Countries Country Economic Department The World Bank, November 1988, WPS 122

Sumitro, Djoyohadikusumo, 1982, Perekonomian Indonesia Menjelang Akhir Pelita

v Dan Perspektif Pembangunan Jangka PanjangTahap II, Jakarta.

��Siddigcue, 1994, Estimation of an Import Demand Function for Indonesia, 1971-

1993, Paper, Departement of Economis The University of Western Australia, Sukirno, S., 1999, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Jakarta, PT. Rajagrafindo

Persada. Sjamsu Rahardja and Gonzalo Varela, 2014, Nothing to Fear but Fear Itself:

Evidence on Imported Intermediates in Indonesia, Economic Premise-World

Bank, No. 138. www.worldbank.org/economicpremise. Stephen Elias and Clare Noone, 2011, The Growth and Development of the

Indonesian Economy, Bulletin, December Quarter 2011. http://www.rba.gov.au/publications/bulletin.

Senhadji, A. (1998), Time - series estimation of structural import demand equations:

A cross- country analysis, IMF Staff Papers, Vol. 45, No. 2. Tang, T.C. (2003), An empirical analysis China’s aggregate import demand function,

China Economic Review, 14, pp. 142-163. Tuncer, 2002,Türkiye’de İhracat, İthalat ve Büyüme: Toda-Yamamoto Yöntemiyle

Granger Nedensellik Analizleri (1980-2000)”, Çukurova Üniversitesi, Sosyal Bilimler Enstitüsü, Enstitü Dergisi, 9 (9), pp.90-106.

V. Jeníček, V. Krepl, 2009, The role of foreign trade and its effects, Faculty of

International Relations, University of Economics, Prague,Czech Republic, Agric. Econ. – Czech, 55, 2009 (5): 211–220.

----------, 2014, Masyarakat Bali Masih Tergantung Buah Impor, Denpasar, Antara,

21/6/2014.

---------, 2014, Gubernur Kuatkan Kerjasama Bisnis Antar Provinsi, Surabaya, Kabargress, http://kabar gress.com.

--------, 2014, Perdagangan Antar Daerah Jatim Tembus Rp 97 T, Surabaya, http://harian bhira wa. co.id/ 2014/05.

��LAMPIRAN

Lampiran 1.1 : Data penelitian

��Lampiran 1.2. ANALISIS TREN LINIER: DERAJAT KETERBUKAAN

PEREKONOMIAN BALI

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

%-IMPOR-ap-adhb 27.8869 18.05789 16

TAHUN 2005.50 4.761 16

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Co

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -5700.087 1337.701 -4.261 .001

TAHUN 2.856 .667 .753 4.282 .001

a. Dependent Variable: %-IMPOR-ap-adhb

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2773.547 1 2773.547 18.335 .001a

Residual 2117.763 14 151.269

Total 4891.311 15

a. Predictors: (Constant), TAHUN

b. Dependent Variable: %-IMPOR-ap-adhb

��Correlations

%-IMPOR-ap-adhb TAHUN

Pearson Correlation %-IMPOR-ap-adhb 1.000 .753

TAHUN .753 1.000

Sig. (1-tailed) %-IMPOR-ap-adhb . .000

TAHUN .000 .

N %-IMPOR-ap-adhb 16 16

TAHUN 16 16

Lampiran 1.2. Regressi Berganda : Pengaruh Derajat Keterbukaan

Perekonomian Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Bali

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N ��� ���� ������ �� ���1.16170793 .169300701 16 ��� � ���� ������� � ���1.37836068 .236969359 16 ��� ��� ���� ��� � ���.97713360 .037050690 16 ��� �������� ���.88792406 .316953820 16

Correlations

LOG LAJU PERTUMBUHAN PDRB

LOG % IMPOR AP-BALI

LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t

LOG INFLASI TAHUN t

Pearson Correlation

LOG LAJU PERTUMBUHAN PDRB 1.000 .211 .715 .769

LOG % IMPOR AP- BALI TAHUN t .211 1.000 .064 -.179

LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t .715 .064 1.000 .423

LOG INFLASI TAHUN t .769 -.179 .423 1.000

Sig. (1-tailed)

LOG LAJU PERTUMBUHAN PDRB . .216 .001 .000

LOG % IMPOR AP- BALI TAHUN t .216 . .407 .254

LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t .001 .407 . .051

LOG INFLASI TAHUN t .000 .254 .051 .

��Model Summary

b

Mo

del R R Sq

Adjusted

R Sq Std. Er Est

Change Statistics

D.Watson R Sq Ch F Change df1 df2 Sig. F Ch

1 .928a .861 .826 .070609203 .861 24.745 3 12 .000 2.498

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .370 3 .123 24.745 .000a

Residual .060 12 .005

Total .430 15

Coefficient Correlationsa

Model

LOG

INFLASI

LOG %

IMPOR AP

LOG KURS

(RP/$ US)

1 Correlat

ions

LOG INFLASI TAHUN t 1.000 .228 -.443

LOG % IMPOR AP- BALI TAHUN t .228 1.000 -.157

LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t -.443 -.157 1.000

Covaria

nces

LOG INFLASI TAHUN t .004 .001 -.016

LOG % IMPOR AP- BALI TAHUN t .001 .006 -.007

LOG KURS (RP/$ US) TAHUN t -.016 -.007 .302

a. Dependent Variable: LOG LAJU PERTUMBUHAN PDRB – adhb

��Lampiran 1.3 Regressi Berganda: Pengaruh Pendapatan Penduduk (PDRB

Atas Dasar Harga Berlaku) Terhadap Impor Komoditas Antar

Provinsi Bali

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

LOG IMPOR ANTAR PROVINSI

TAHUN t

3.93517537 .474601353 16

LOG PDRB (ADHB) TAHUN t 4.56563965 .270093756 16

LOG JLH. WISMAN DI BALI 6.23571762 .162606314 16

LOG INFLASI TAHUN t .88792406 .316953820 16

Correlations

LOG

IMPOR AP

TH t

LOG PDRB

(ADHB)

TH t

LOG JLH.

WISMAN DI

BALI TH t

LOG

INFLASI

TH t

Pearson

Correlati

on

LOG IMPOR AP - TAHUN t 1.000 .932 .957 -.383

LOG PDRB (ADHB) TAHUN t .932 1.000 .870 -.493

LOG JLH. WISMAN DI BALI .957 .870 1.000 -.326

LOG INFLASI TAHUN t -.383 -.493 -.326 1.000

Sig. (1-

tailed)

LOG IMPOR AP - TAHUN t . .000 .000 .072

LOG PDRB (ADHB) TAHUN t .000 . .000 .026

LOG JLH. WISMAN DI BALI .000 .000 . .109

LOG INFLASI TAHUN t .072 .026 .109 .

��Model Summary

b

Mo

del R

R

Square

Adjusted

R

Square

Std. Error of

the Estimate

Change Statistics

Durbin-

Watson

R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .978a .957 .946 .110362710 .957 88.466 3 12 .000 1.481

a. Predictors: (Constant), LOG INFLASI TAHUN t, LOG JLH. WISMAN DI BALI, LOG PDRB (ADH

b. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3.233 3 1.078 88.466 .000a

Residual .146 12 .012

Total 3.379 15

a. Predictors: (Constant), LOG INFLASI TAHUN t, LOG JLH. WISMAN DI BALI, LOG PDRB (ADHB)

b. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Standard

t Sig.

Correlations Collinearity

B Std. Er Beta Zero Parti Part Toler VIF

1 (Constant) -10.265 1.448 -7.086 .000

LOG PDRB .758 .239 .431 3.167 .008 .932 .675 .190 .194 5.149

LOG JLH.

WISMAN

1.717 .366 .588 4.695 .001 .957 .805 .282 .229 4.358

LOG

INFLASI

.033 .106 .022 .308 .763 -.383 .089 .018 .713 1.403

a. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t

��Coefficient Correlations

a ����� ��� ������� ��� �� ������� ��� ������ ��� ���������� ��� �������� ��� ����� ����� ������� �� � ������ �� ���� ����� ����� �������� ��� ��� ��� ��� ���� ����� ����������� �� ��� �������� ��� ���� ����� ������� �� � ������ �� ���� ����� ���� �������� ��� ��� ��� ��� ���� ����� ������ ������� �������� ��� ���� ��� �������� ���

Collinearity Diagnosticsa

Mo

del

Di

me

nsI

Eigenva

lue

Condition

Index

Variance Proportions

(Constant)

LOG PDRB

(ADHB) t

LOG JLH.

WISMAN

LOG INFLASI

TAHUN t

1 1 3.910 1.000 .00 .00 .00 .00

2 .089 6.644 .00 .00 .00 .65

3 .001 58.358 .15 .29 .00 .30

4 9.707E 200.700 .85 .71 1.00 .04

a. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Dev. N

Predicted Value 3.36131430 4.72616577 3.93517537 .464222470 16

Residual -.145902142 .231765553 .000000000 .098711409 16

Std. Pred Value -1.236 1.704 .000 1.000 16

Std. Residual -1.322 2.100 .000 .894 16

a. Dependent Variable: LOG IMPOR ANTAR PROVINSI TAHUN t