pengaruh keterampilan sosial dan kesepian...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH KETERAMPILAN SOSIAL DAN KESEPIAN
TERHADAP KECENDERUNGAN ADIKSI INTERNET PADA
REMAJA PENGGUNA SMARTPHONE
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
ZAKIYYAH MUSA
NIM: 109070000048
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ii
LEMBAR ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Zakiyyah Musa
NIM : 109070000048
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH
KETERAMPILAN SOSIAL DAN KESEPIAN TERHADAP
KECENDERUNGAN ADIKSI INTERNET PADA REMAJA PENGGUNA
SMARTPHONE” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak
melakukan tindak plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-
kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber
pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai undang-undang
jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan karya orang
lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 27 April 2015
Zakiyyah Musa
NIM: 109070000048
vi
MOTTO
Kalau hari ini kita menjadi penonton bersabarlah
menjadi pemain esok hari.
PERSEMBAHAN
“Kupersembahkan karya kecil ini, untuk cahaya
hidup, yang senantiasa ada saat suka maupun
duka, selalu setia mendampingi, saat kulemah tak
berdaya (Orang tua ku, dan Adikku, serta
kekasihku tersayang) yang selalu memanjatkan doa
untuk putri tercinta dalam setiap sujudnya.
Terimakasih untuk semuanya”.
vii
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) April 2015
(C) Zakiyyah Musa
(D) Pengaruh Keterampilan Sosial dan Kesepian Terhadap Kecenderungan Adiksi
Internet Pada Remaja Pengguna Smartphone
(E) Xiv + 80 halaman + 17 lampiran
(F) Penelitian ini bertujuuan untuk melihat pengaruh keterampilan sosial dan kesepian
terhadap kecenderungan adiksi internet pada remaja pengguna smartphone, serta
variable mana yang paling mempengaruhi adiksi internet.
Sampel berjumlah 200 orang ramaja yang berada di Jakarta Timur. Sampel penelitian
ini di tentukan dengan menggunakan teknik non probability sampling. Instrument
pengumpulan data menggunakan skala adikisi internet, skala keterampilan sosial
menggunakan enam aspek yang di kembangkan oleh Riggio (1989), skala kesepian
dua aspek yaitu kesepian emosional dan kesepian sosial. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode analisis regresi berganda.
Pengujian validitas kostruk menggunakan teknik Analisis Faktor Konfirmatori (CFA).
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa ada pengaruh yang signifikan dari
keterampilan sosial dan kesepian terhadap kecenderungan adiksi internet pada remaja
pengguna smartphone. Hasil uji hipotesis minor yang menguji emotionan expressivity,
emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity, social
control, kesepian emosional dan kesepian sosial terdapat tiga variable yaitu
emotional expressivity, emotional sensitivity, dan kesepian emosional memberikan
pengaruh signifikan terhadap adiksi internet, sedangkan sisanya tidak berpengaruh
terhadap adiksi internet.
(G) Daftar Bacaan :28: buku: 4+ jurnal:20 + internet :2 + skripsi : 2
Kata kunci; keterampilan sosial, kesepiaan dan adiksi internet
viii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) April 2015
C) Zakiyyah Musa
D) The Influence social skills, and loneliness in internet addiction in adolescents.
E) Xiv + 81 Pages + 17 Attachment
F) This study was done to see the extent of the influence of social skills, and loneliness on
internet addiction, and which variable has most affect on internet addiction.
This study uses a quantitative approach with sample from adolescents in Jakarta Timur,
the number of sample was 200 people.
Instruments using Likert scale of internet addiction, social skills inventory using six
scales by Riggio (1989), and also loneliness by De Jong Gierveld (2006). The analisys
method used in this study multiple regression technique with SPSS version 17. As for
testing construct validity using confirmatory factor analysis technique (CFA).
Based on the results of multiple regression calculation sifnificance index of 0.000, so the
null hypothesis that there is no influence of social skills and loneliness on internet
addiction. This means that the emotional expressivity, emotional sensitivity, emotional
control, social expressivity, social sensitivity, social control, emptional loneliness and
social loneliness influence internet addiction. Based on the regression cooeficients of
each independent variable, the are three variables that have significant influence to
internet addiction, the are emotional expressivity, emotional sensitivity, and emotional
loneliness
G) Reading material; 28; book; 4 + journal; 20+ article; 2 + dissertation; 2
Keywords ; social skills, loneliness and internet addiction
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohiem
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunianya, dan hanya dengan izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh Keterampilan Sosial dan Kesepian
Terhadap Kecenderungan Adiksi Internet Pada Remaja Pengguna Smartphone.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad
SAW, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya.
Melalui berbagai proses penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, tidak dipungkiri
banwa selama proses terdapat berbagai cobaan dan rintangan, sehingga setiap proses yang
dilakukan dapat dijadikan pembelajaran yang bererti bagi penulis. Penulis menyadari bahwa
tidak mudah untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa adanya bantuan, bimbingan, masukan,
dukungan dan do’a dari berbagai pihak, dengan segala ketulusan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh wakil dekan dan jajaran dekanat lainnya yang
telah memfasilitasi pendidikan mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan
berkualitas.
2. Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi, Dosen pembimbing, terima kasih penulis ucapkan
atas kesabaran, bimbingan, arahan, dukungan, serta waktu yang telah diluangkan
dalam proses pembuatan skripsi ini. Terima kasih telah menjadi motivator bagi
penulis disaat sedang down.
3. Dr. Fadhilah Suralaga, M.Si, Dosen pembimbing akademik, terima kasih penulis
ucapkan atas kesabaran, bimbingan, dukungan, serta waktu yang telah diluangkan.
4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan. Semoga
ilmu yang telah diberikan dapat berguna dan dapat diaplikasikan dikehidupan
penulis.
5. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu penulis selama menjadi mahasiswa.
6. Seluruh responden penelitian penulis, terima kasih telah meluangkan waktunya
untuk mengisi angket penelitian ini.
7. Ayah dan ummi tersayang yang tak pernah hentinya mendoakan untuk keberhasilan
penulis, terima kasih untuk semua pengorbanan yang telah ayah dan ummi berikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga untuk adik penulis Afifah,
Latifah, Ahmad Mubarok tercinta yang selalu memberikan support dan
mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan cepat.
8. Untuk Diky Hidayat terima kasih atas do’a, support dan kasih sayangnya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
9. Teman-teman kelas B angkatan 2009 yang telah bersama selama 4 tahun ini,
semoga hubungan silaturahmi kita selalu terjaga.
10. Untuk sahabat-sahabat penulis, Ulan, Nurul, Lia, Resma, Pay, Racmi, ummi, Fida,
Datini, Wisti, Risa, dan Nuris yang telah menemani hari-hari penulis dengan
kebersamaan.
x
11. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutlkan satu per satu, terima kasih atas
dukungan dan bantuan yang diberikan.
Penulis sangat berterima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda, Amin.
Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi siapa yang membacanya.
Jakarta, 27April 2015
Zakiyyah Musa
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR ORISINALITAS ........................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ v
MOTTO .......................................................................................................... vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................... 1-11
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan masalah .......................................... 7
1.2.1. Pembatasan masalah.......................................................... 7
1.2.2. Perumusan masalah ........................................................... 9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 9
1.3.1. Tujuan penelitian ............................................................... 9
1.3.2. Manfaat penelitian ........................................................... 10
1.4. SistematikaPenulisan ................................................................ 10
BAB 2. LANDASAN TEORI ................................................................ 12-34
2.1. Adiksi internet ........................................................................... 12
2.1.1. Definisi adiksi internet dan Kriteria adiksi internet ....... 12
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi adiksi internet ......... 13
2.1.3. Dimensi-dimensi adiksi internet ..................................... 16
2.1.4. Pengukuran adiksi internet ............................................. 17
2.2. Keterampilan sosial ................................................................... 18
2.2.1. Definisi keterampilan sosial ............................................. 18
2.2.2. Dimensi keterampilan sosial ........................................... 19
2.2.3. Pengukuran keterampilan sosial ....................................... 21
2.3. Kesepian .................................................................................... 22
2.3.1. Definisi kesepian ............................................................. 22
2.3.2. Dimensi kesepian ............................................................ 23
2.3.3. Pengukuran kesepian ....................................................... 24
2.4. Remaja....................................................................................... 25
2.4.1. Perkembangan kognitif pada masa remaja ....................... 25
2.4.2. Perkembangan sosio-emosional pada masa remaja ......... 27
2.5. Kerangka berpikir...................................................................... 32
2.7. Hipotesis penelitian.....................................................................33
xii
BAB 3. METODE PENELITIAN ......................................................... 35-56
3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................. 35
3.2. Variabel Penelitian .................................................................... 35
3.2.1. Depinisi Operasional ...................................................... 36
3.3. Instrumen Pengumpulan Data ................................................... 37
3.3.1. Skala Adiksi Internet ..................................................... 38
3.3.2. Skala Keterampilan Sosial .............................................. 39
3.3.3. Skala Kesepian ............................................................... 40
3.4. PengujianValiditas Alat Ukur ................................................... 41
3.4.1. Uji validitas konstruk adiksi internet ............................. 42
3.4.2. Uji validitas konstruk keterampilan sosial...................... 44
3.4.3. Uji validitas konstruk kesepian....................................... 51
3.5. Teknik Analisis Data ................................................................. 54
3.6. Prosedur Penelitian ................................................................... 56
BAB 4. HASIL PENELITIAN .............................................................. 58-75
4.1. Gambaran Subjek Penelitian ..................................................... 58
4.2. Hasil Analisis Deskriptif ........................................................... 60
4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ...................................... 62
4.4. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ................................................... 68
4.5. Proporsi Varian ......................................................................... 72
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN............................... 76-81
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 76
5.2. Diskusi ...................................................................................... 77
5.3. Saran .......................................................................................... 80
5.4.1. Saran teoritis ................................................................... 80
5.4.2. Saran praktis ................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Skala Model Likert .................................................................... 38
Tabel 3.2 Blue print Skala Adiksi Internet ......................................................... 39
Tabel 3.3 Blue print Skala Keterampilan Sosial ................................................ 40
Tabel 3.4 Blue print Skala Kesepian .................................................................. 40
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Adiksi Internet ................................................... 43
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Emotional Expressivity ...................................... 45
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Emotional Sensitivity ......................................... 46
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Emotional Control ............................................. 47
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Social Expressivity ............................................ 48
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Social Sensitivity .............................................. 50
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Social Control. ................................................. 51
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Kesepian Emosional .......................................... 52
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Kesepian Sosial. ................................................ 53
Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. .............. 58
Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ............................... 59
Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Smartphone ................... 59
Tabel 4.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Waktu ........................... 60
Tabel 4.5 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian .............................................. 61
Tabel 4.6 Pedoman Interprestasi Skor ............................................................... 63
Tabel 4.7 Kategorisasi Variabel Adiksi Internet ................................................ 63
Tabel 4.8 Kategorisasi Variabel Emotional Expressivity .................................. 63
Tabel 4.9 Kategorisasi Variabel Emotional Sensitivity ...................................... 64
Tabel 4.10 Kategorisasi Variabel Emotional Control .......................................... 65
Tabel 4.11 Kategorisasi Variabel Social Expressivity ........................................ 65
Tabel 4.12 Kategorisasi Variabel Social Sensitivity ............................................ 66
Tabel 4.13 Kategorisasi Variabel Social Control. ............................................... 66
Tabel 4.14 Kategorisasi Variabel Kesepian sosial. .............................................. 67
Tabel 4.15 Kategorisas Variabel Kesepian Emosional. ....................................... 67
Tabel 4.16 Model Summary Analisis Regresi. ................................................... 68
Tabel 4.17 Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV ................................ 69
Tabel 4.18 Koefisien Regresi .............................................................................. 70
Tabel 4.19 Proporsi Varians Independent Variable (IV) .................................... 72
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ……………………………….. 32
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Kuesioner
Lampiran B Path Diagram
Lampiran C Syntax & Output CFA variabel Adiksi Internet
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah dan
perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian. Secara rinci dijelaskan
sebagai berikut:
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring berjalannya waktu dan zaman, perkembangan dalam bidang media
komunikasi dan informasi terus terjadi, salah satunya adalah internet. Perkembangan
produk teknologi yang ada, mendukung seseorang untuk mendapatkan kemudahan
dalam mengakses internet, yaitu adanya inovasi smartphone yang memungkinkan
mudahnya pengaksesan internet dari alat komunikasi sehari-hari.
Internet adalah sebuah saluran yang dikenal secara luas untuk pertukaran
informasi, penelitian akademis, hiburan komunikasi dan perdagangan (Frangos, 2009:
Moore 1995: Widyanto dan Griffiths, 2006, Dounglas et al.,2008 Byun et al., 2009).
Ajaji (dalam Johnson, 2009) melaporkan bahwa internet adalah kemajuan dari zaman
yang berlangsung selama beberapa dekade, orang semakin lebih banyak
menghabiskan waktu dengan teknologi dari pada dengan manusia.
Penggunaan internet dapat dilakukan dengan smartphone. Smartphone adalah
sebuah teknologi yang memiliki fungsi cerdas dalam spesifikasi software dan
2
hardwarenya. Hal ini memungkinkan pengguna untuk dapat melakukan pengaksesan
internet seperti berkirim email, chatting, bermain game online, membuka media
sosial, membuat grup chat, dan lain-lain. Hasil temuan riset Indonesia Smartphone
Consumer Insight, Mei 2013 yang dilakukan lembaga riset global Nielsen
menunjukkan per hari rata-rata orang Indonesia memanfaatkan smartphone selama
189 menit setara 3 jam 15 menit dengan penggunaan dominan untuk social media dan
rich media. Aktivitas paling tinggi yaitu chatting dengan persentase mencapai 90 %,
browsing 71 %, jejaringan sosial 64 %, blogging atau forum 41 %, App Store 32 %,
video on demand 27 %, sharing konten 26 %, hiburan 25 %, berita 24 %, dan
webmail 17%. Hasil survei ini membuktikan bahwa, orang-orang Indonesia rata-rata
memiliki smartphone dengan aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah chatting,
artinya orang Indonesia senang berkomunikasi secara online. Internet yang dilakukan
dengan smartphone tidak hanya dapat mengubah gaya hidup dan komunikasi
seseorang melainkan dapat mempengaruhi perilaku dan mental orang tersebut.
Pengguna internet yang berlebihan, dapat mengarahkan kepada suatu penggunaan
yang patologis yaitu adiksi internet.
Dalam DSM V (2013) yang baru diterbitkan American Psychiatric Association,
terdapat jenis adiksi terhadap sesuatu diluar obat-obatan, namun hanya adiksi
perjudian. Akan tetapi, pada section III dalam sub bab condition for futher study
terdapat adiksi terhadap game online yaitu internet gaming disorder. Gangguan ini
sedang dipertimbangkan untuk dapat dimasukkan dalam DSM selanjutnya
3
dikarenakan bermain game online secara berlebihan diduga dapat mengakibatkan
perilaku adiktif dimana hal ini dapat membahayakan performa akademik dan
pekerjaan, (American Psychiatric Publishing, 2013).
Kata adiksi dapat diaplikasikan ke pengguna internet karena gejalanya hampir
sama dengan kecanduan rokok dan alkohol, perbedaannya adiksi internet adalah
impulse-control disorder yang tidak melibatkan intoxicant (Young, 1998). Adiksi
internet dapat menyebabkan beberapa masalah psikologis, sosial dan pekerjaan,
seperti terganggunya pola makan dan tidur, masalah akademik seperti nilai yang
menurun, tidak menghadiri kelas, mengganggu pernikahan, masalah keuangan dan
masalah hubungan dengan orang lain seperti hubungan seksual atau romantik,
orangtua-anak, dan teman (Young, 1998).
Menurut Dr Kimber Young dari Center For Internet Addiction Recovery, orang
yang mulai kecanduan internet merasa internet sangat mengasyikkan, lalu lama-
kelamaan durasi berkutat di internet pun bertambah dan tidak dapat mengontrol
kebiasaanya. Kehidupan mereka pun mulai terganggu karena setiap ada waktu pasti
dihabiskan untuk internet.
Kecanduan internet telah berhubungan dengan berbagai masalah. Kekurangan
waktu tidur dan kesulitan mengatur kembali kegiatan sehari-hari. Individu yang
kecanduan internet mengalami peningkatan batas lebih toleransi terhadap pengguna
waktu onlinenya, dimana mencapai kepuasan yang terus meningkat, individu akan
4
memainkan jumlah waktu untuk online, sehingga waktu yang seharusnya digunakan
untuk beristirahat atau melakukan kegiatan lainnya akan dialihkan untuk berinternet
(Factsheet, 2012).
Pengguna internet ini populer di beberapa kalangan terutama dikalangan
remaja. Sifat remaja yang rentan dan masih ingin mengetahui banyak hal, dapat
membuat pengguna internet menjadi berlebihan, apabila dalam usia remaja mereka
memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu kegiatan rekreasi. Kegiatan rekreasi,
dapat membuat seseorang memperoleh kesegaran baik secara fisik maupun psikis,
sehingga terlepas dari rasa bosan, monoton dan memperoleh semangat yang baru.
Bermain internet dapat menjadi salah satu bentuk kegiatan rekreasi mereka, akan
tetapi kegiatan ini dapat menyebabkan adiksi internet.
Beberapa peneliti tentang adiksi internet menggunakan sampel pelajar, dengan
alasan, pelajar adalah sebuah populasi yang paling beresiko, karena mereka memiliki
fleksibilitas jadwal untuk mengakses internet (Moore dalam Widyanto & Griffitsh,
2006). Internet smartphone dapat digunakan untuk kebutuhan akademik seperti
belajar, mencari informasi untuk tugas sekolah dan meneliti. Sehingga internet
menjadi bagian yang penting bagi kehidupan pelajar (Chou, Condron & Belland,
2005).
Beberapa faktor yang dapat mengarahkan seseorang kepada adiksi internet
adalah faktor personal, sosial, dan hal-hal yang berhubungan dengan internet. Pada
faktor personal atau psikologis, hal-hal yang dapat mempengaruhi tingginya adiksi
5
internet seperti rendahnya keterampilan sosial (Caplan, 2005), rendahnya self-esteem
(Akin & Iskender, 2011), tingginya tingkat kesepian (Martin & Schumacher, 2003),
dan lain-lain. Pada faktor sosial, dapat dipengaruhi oleh pola komunikasi keluarga
(Salehi, Ahmadi & Noei, 2012) serta faktor yang berhubungan dengan internet seperti
banyaknya waktu yang digunakan untuk mengakses internet (Lee et al, dalam Kim &
Kim, 2002).
Salah satu faktor yang diteliti sebagai faktor yang dapat mempengaruhi adiksi
internet adalah keterampilan sosial. Keterampilan sosial dibutuhkan remaja untuk
komunikasi sosialnya. Keterampilan sosial didefinisikan sebagai kemampuan
membangun hubunganyang tepatdan efektif dengan orang lain (Sergin, dalam
Avsaroglu, Arslan & Deniz, 2012). Keterampilan sosial dapat memudahkan seorang
dalam memulai dan mempertahankan sebuah interaksi sosial dan menciptakan sebuah
hubungan sosial yang positif dengan orang lain. Individu dengan keterampilan sosial
yang tinggi akan dapat mengeksperesikan diri mereka dengan lebih nyaman, memberi
atensi pada emosi dan perilaku orang lain dan dapat meregulasi perilaku mereka
sendiri (Avsaroglu, Arslan & Deniz, 2012). Banyaknya waktu yang dihabiskan di
dunia maya, diperkirakan dapat mengakibatkan remaja kurang berinteraksi di dunia
nyata. Hal ini berpengaruh kepada keterampilan sosial remaja.
Keterampilan sosial meliputi kemampuan dalam mengekspresikan,
mengintepretasi dan mengontrol pesan atau komunikasi verbal atau sosial dan non
verbal atau emosi (Riggio, 1986). Internet memungkinkan emosi dapat terekspresikan
6
secara verbal dan non verbal (Oktug, 2011). Seseorang yang tinggi kemampuannya
dalam mengatasi situasi hubungan sosialnya akan lebih menghabiskan banyak waktu
di internet karena mereka dapat memiliki jaringan sosial yang baik di dunia maya
(Duvnjak& Bajraktarevis, 2013).
Seseorang yang menghabiskan banyak waktu di dunia maya, maka seseorang
tersebut akan menyediakan waktu yang lebih sedikit untuk hubungan secara langsung
di dunia nyata. Seiring bertambahnya usia seseorang diharapkan mampu
mengoptimalkan, mengembangkan, memahami karakteristik manusia dalam
bersosialisasi, dan hal tersebut dapat dipelajari dalam keterampilan sosial. Bagi
individu yang memiliki keterampilan sosial yang rendah akan cenderung memilih
internet sebagai sarana komunikasi dibandingkan komunikasi secara nyata. Hal ini di
karenakan individu yang memiliki keterampilan sosial yang rendah cenderung tidak
ramah, harga diri rendah, mudah marah, menganggap percakapan biasa sebagai suatu
tugas yang sulit, menarik diri dari lingkungan, serta tidak nyaman ketika
berkomunikasi secara nyata, sehingga melalui internet, ia dapat menjalin hubungan
yang lebih baik dengan orang lain. Sedangkan bagi individu yang memiliki
keterampilan sosial yang baik biasanya akan merasa kurang puas bila hanya berteman
di dunia maya, hal tersebut dikarenakan individu dengan keterampilan sosial yang
baik lebih suka berinteraksi dengan orang lain secara langsung (Ursa Majorsy, 2013)
Selain keterampilan sosial, adiksi internet juga dipengaruhi oleh perasaan
kesepian. Hal ini sesuai dengan penelitian Shaw dan Gant (dalam Hardie & Tee,
7
2007) menemukan bahwa penggunaan internet yang lebih besar dikaitkan dengan
penurunan dalam kesepian dan peningkatan dukungan sosial yang dirasakan.
Penelitian ini juga di dukung oleh (Moody dalam Hardie & Tee, 2007) menemukan
bahwa penggunaan internet yang tinggi terkait dengan tingginya tingkat kesepian
emosional, namun di sertai dengan rendahnya kesepian sosial. Begitu juga (Caplan
dalam Hardie & tee, 2007) menemukan bahwa individuyang kesepian dapat
mengembangkan preferensi untuk interaksi sosial secara online yang dapat
menyebabkan adiksi internet.
Penelitian lain (Morahan, Martin & Schumacher, 2003) menemukan bahwa
penggunaan internet dapat mengisolasi individu dari dunia nyata dan menghilangkan
mereka dari rasa memilikidan koneksi dengan kontakdunia nyata. Dengan demikian,
kesepian bisa menjadi dampak dari penggunaan internet yang berlebihan karena
pengguna menghabiskan waktu online, untuk hubungan pada kehidupan nyata.
Dengan adanya fenomena internet yang dapat mengarahkan seseorang
khususnya remaja adiksi internet, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
”Pengaruh Keterampilan Sosial dan Kesepian Terhadap Kecenderungan Adiksi
Internet Pada Remaja Pengguna Smartphone”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi agar permasalahan penelitian tidak meluas, maka masalah dalam
penelitian ini dibatasi pada pengaruh keterampilan sosial dan kesepian terhadap
8
kecenderungan adiksi internet pada remaja pengguna smartphone. Adapun batasan
konsep variabel yang menjadi objek penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Adiksi internet yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penggunaan internet
yang bersifat kompulsif, ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu
menggunakan internet, mengalami perubahan emosi, perubahan fisiologis dan
berdampak negatif pada kehidupan sosial dan akademik.
2. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan atau
kecakapan yang dimiliki seseorang untuk menyesuaikan diri dan berinteraksi
dengan lingkungannya yang meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin
hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, memberi
dan menerima kritik yang diberikan orang lain.
3. Kesepian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perasaan yang tidak
menyenangkan yang ditandai dengan emosi-emosi negatif dan perasaan yang
tidak menyenangkan yang dimiliki seseorang serta adanya ketidak sesuaian
antara hubungan sosial yang diharapkan.
4. Sampel penelitian ini adalah remaja yang berusia dari 12 – 23 tahun dan
memiliki smartphone (blackberry, android, Iphone, Windows) dan menggunakan
internet setiap hari.
9
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dari penelitian
ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan keterampilan sosial dan kesepian terhadap
kecenderungan adiksi internet pada remaja pengguna smartphone ?
2. Seberapa besar proporsi varian adiksi internet yang dapat dipengaruhi oleh IV
secara bersama?
Rumusan detail :
Apakah ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing dimensi keterampilan
sosial, dan kesepian terhadap adiksi internet?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan penelitian serta mengetahui
adakah pengaruh dari variabel-variabel independen yang diajukan peneliti (yaitu
emotional expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social expressivity,
social sensitivity, social control, kesepian emosional dan kesepian sosial) terhadap
kecenderungan adiksi internet pada remaja pengguan smartphone.
10
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis, yaitu :
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu
psikologi, dimana hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang adiksi internet serta variabel-variabel apa saja yang yang dapat
mempengaruhinya.
b. Manfaat Praktis
Sebagai referensi yang dapat digunakan bagi pembaca khususnya dan masyarakat
pada umumnya dalam memahami lagi tentang adiksi internet pada remaja serta hal-
hal apa saja yang dapat mempengaruhinya, sehingga dapat berguna nantinya untuk
mencegah para remaja yang mengalami adiksi internet.
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : Kajian Teori. Bab ini berisi teori yang mendasari penelitian, yaitu adiksi
internet, keterampilan sosial, kesepian, kerangka berpikir dan hipotesis.
11
BAB III : Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang populasi, sampel dan teknik
pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional, teknik
pengumpulan data, uji validitas instrumen, prosedur penelitian, dan teknik
analisis data.
BAB IV : Hasil Penelitian. Bab ini berisi tentang karakteristik sampel penelitian dan
uji hipotesis penelitian.
BAB V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan teori terkait dengan variabel penelitian, kerangka berpikir
dan hipotesis. Landasan teori tersebut terdiri adiksi internet, keterampilan sosial dan
kesepian.
2.1 Adiksi Internet
2.1.1 Pengertian Adiksi Internet dan Kriteria Adiksi Internet
Adiksi internet digambarkan sebagai gangguan kontrol implus yang tidak melibatkan
penggunaan yang memabukkan obat dan sangat mirip dengan judi patologis (Young
dalam Mustafa, 2011). Secara umum perilaku adiktif adalah kompleks, dalam definisi
terakhir, adiksi dibatasi untuk obat dan konsumsi alkohol, baru-baru ini sejumlah
perilaku di pandang berpotensi adiktif seperti olahraga, seks, perjudian,vidio game,
dan menggunakan internet (Terry, Szabo dan Griffiths (2004)
Adiksi internet adalah sindrom multidimensional yang terdiri dari gejala
kognitif dan perilaku yang mengakibatkan dampak negatif pada sosial, akademik,
atau hubungan kerja (Caplan, 2002, 2003; Davis, 2001; Davis, Flett, &Besser 2002;
Morahan- martin & Schumacher, 2003).
Berdasarkan definisi yang dipaparkan di atas, penenliti menggunakan definisi
yang dipaparkan oleh Griffiths (2005), yaitu penggunaan internet yang bersifat
13
patologis, yang ditandai dengan ketidak mampuan individu untuk mengontrol waktu
menggunakan internet, merasa dunia maya lebih menarik dibandingkan dengan
kehidupan nyata.
Kriteria Adiksi Internet
Kriteria seseorang dikatakan mengalami adiksi internet menurut Beard dan Wolf
(2001), berdasarkan kriteria yang dibuat oleh Young yaitu;
Semua berikut (1-5) harus ada:
1. Sibuk dengan internet (berpikir tentang aktivitas online sebelumnya atau
mengantisipasi secara online).
2. Kebutuhan untuk menggunakan internet dengan peningkatan jumlah waktu untuk
mencapai kepuasan.
3. Telah melakukan upaya yang gagal untuk mengontrol, mengurangi, atau
menghentikan penggunaan internet.
4. Gelisah, murung, depresi, atau mudah marah ketika mencoba untuk mengurangi
atau menghentikan penggunaan internet.
5. Telah tinggal secara online lebih lama dari awalnya ditujukan.
2.1.2 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Adiksi Internet
Berikut adalah faktor yang mempengaruhi adiksi internet :
14
1. Jenis kelamin
Pengguna yang ketergantungan internet lebih banyak laki-laki dibandingkan
perempuan (Scherer dalam Widyanto & Griffiths, 2006). Begitupun dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Chou dan Belland (2005) yang mengatakan laki-
laki lebih cenderung dapat terkena adiksi internet dibandingkan perempuan.
2. Tingkat Kelas
Pada penelitian (Kubey, Lavin dan Barrows, 2001), pelajar yang ketergantungan
adalah para pelajar yang menginjak kelas pertama yaitu 37,7%. Lalu penelitian
yang dilakuakn oleh Sergin (2012) mengatakan terdapat perbedaan yang signifikan
antara tingkat kelas dengan adiksi internet, yaitu pada pelajar yang menginjak
kelas akhir lebih cenderung adikisi internet dibandingkan dengan pelajar yang
menginjak kelas pertama.
3. Lama memiliki smartphone
Semakin seorang remaja mengenal dan mempelajari tentang sistem komputer
dalam hal ini smartphone, maka kemampuan mereka tentang internet akan
terbangun dan hal ini akan mengarahkan mereka pada adiksi internet (Orhan dan
Akkoyunlu dalam Sargin, 2012). Lalu hasil penelitian Young (1998) menemukan
bahwa kelompok yang ketergantungan internet adalah seorang yang baru dalam
internet.
15
4. Keterampilan sosial
Tidak memiliki keterampilan sosial yang baik akan menyebabkan seseorang
menjadi lebih memilih kepada interaksi secara online atau melalui internet dan hal
ini akan menyebabkan meningkatnya pengguna internet secara berlebihan dan
akan menimbulkan adiksi atau permasalahan dalam penggunaan internet (Kim,
Larose, dan Peng, 2009). Menggunakan internet adalah cara mereka untuk
melarikan diri dari perasaan yang mengganggu seperti kecemasan dalam
rendahnya kemampuan berkomunikasi, hal ini akan menyebabkan toleransi
penggunaan sampai mereka mencapai kepuasan serta akan mengalami gejala
seperti putus zat (withdrawal) ketika mengurangi penggunaan internet (Caplan
dalam Young, 2011). Jika dilihat dari teori kompensasi, individu memakai internet
untuk menutupi kekurangan keterampilan sosial mereka.
5. Faktor Situasional
Faktor situasional berperan penting dalam pengembangan adiksi internet. Individu
akan merasakan kewalahan atau yang mengalami masalah peribadi atau yang
mengalami peristiwa yang mengubah hidup seperti perceraian, stres dalam tugas
belajar dan tugas sekolah atau kuliah atau kematian dapat menyebabkan diri
mereka di dunia maya penuh fantasi dan intrik (Young, dalam Cristiano Nabuco
De Abreu, 2011). Internet dapat menjadi peralihan psikologis yang mengalihkan
perhatian pengguna dari masalah kehidupan nyata atau situasi sulit. Misalnya
seseorang sedang mengalami perceraian yang menyakitkan dapat beralih ke
16
teman-teman online untuk membantu mengatasi situasi. Untuk seseorang yang
baru-baru ini dipindahkan oleh pekerjaan baru atau datang dalam perusahaan baru,
mulai lagi dari awal dapat menyebabkan kesepian. Sebagai sarana untuk mengatasi
kesepian yang dialami oleh lingkungan baru, pengguna dapat beralih ke internet
untuk mengisi kekosongan dan kesepiannya. System pendidikan di Cina
merupakan faktor situasional utama untuk perilaku adiktif internet remaja (Tao,
dalam Young & Abreu, 2011).
2.1.3 Dimensi- Dimensi Adiksi Internet
Griffiths (2005) telah mencantumkan enam dimensi untuk menentukan apakah
individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet. Dimensi tersebut adalah
sebagai berikut;
1. Salience. Aktivitas menjadi hal yang paling penting dalam kehidupan individu.
Hal ini dapat dibagi menjadi kognitif (ketika seorang individu sering berpikir
tentang aktivitas) dan perilaku (misalnya, ketika seseorang mengabaikan
kebutuhan dasar seperti makan dan tidur).
2. Mood modification. Pengalaman subjektif dipengaruhi oleh aktivitas yang
dilakukan.
3. Tolerance. Proses dimana pemenuhan dalam kadar tertentu harus dipenuhi untuk
mendapatkan efek perubahan dari mood.
4. Withdrawal symptoms. Perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena
pengguna internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan hal ini berpengaruh pada
17
fisik seseorang, perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti pusing,
insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah atau modiness).
5. Conflict. Merupakan faktor umum yang menyertai kecanduan dan orang-orang di
sekitar mereka (konflik interpersonal) atau dari individu itu sendiri (konflik
intrapsikis) dengan kegiatan tertentu.
6. Relapse. Sebagaimana didefinisikan oleh Griffiths (2000), melibatkan
pengulangan ke pola sebelumnya setelah ada jeda. Penjelasan Hirschman (1992)
mendefinisikan kekambuhan sebagai kegagalan disebabkan masalah emosi yang
membantu memelihara kecanduan tersebut belum mendapatkan penanganan.
2.1.4 Pengukuran Adiksi Internet
Awalnya, Kimberly Young (1996) hanya membuat delapan item untuk Young
Diagnostik Questionaire (YDQ) yang merupakan modifikasi dari kriteria DSM IV,
kuesioner ini memakai pilihan jawaban ya atau tidak. Youngs centere for online
addiction mengembangkan kuesioner ini yang terdiri dari delapan item menjadi 20
item yang di kenal dengan internet addiction test. Aspek-aspek di dalam item tersebut
adalah preokupasi dengan internet, jumlah waktu yang di habiskan untuk bermain
internet dan efek internet bagi kehidupan penggunanya. Demikian pula, Griffiths
(2005), terdiri dari enam dimensi yaitu salience, mood modification, tolerance,
witdrawal symtoms, conflick, dan relapse.
18
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala yang dibuat berdasarkan
dimensi Griffiths (2005), mengusulkan enam kriteria yaitu salience, mood
modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, dan relapse untuk
mengidentifikasi pecandu internet. Karena menurut peneliti, teorinya Griffiths (2005)
mencakup dimensi apa yang diukur untuk fenomena kecanduan internet.
2.2 Keterampilan Sosial
2.2.1 Definisi Keterampilan Sosial
Menurut Sergin, Givert, Bedell dan Lennox (dalam Caplan, 2005) secara umum
keterampilan social mencerminkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain
dengan cara yang baik sesuai dan efektif. Sedangkan Yuksel (dalam Avsoroglu et al,
2012) mendefinisikan keterampilan sosial adalah dasar dari hubungan interpersonal
dan dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dipelajari, diterima secara sosial,
efektif, perilaku yang berorientasi pada tujuan, perilaku berubah sesuai dengan
konten sosial, termasuk kognitif dan emosional tertentu yang menerima reaksi positif
dan negatif dari orang lain dan memungkinkan berkomunikasi dengan orang lain.
Individu dengan keterampilan sosial yang tinggi akan dapat memahami
komunikasi dan memperhatikan orang lain dengan efektif dan dapat mengekspresikan
diri mereka (Avsaroglu, Arslan & Deniz, 2012). Berdasarkan definisi di atas, peneliti
memilih menggunakan definisi keterampilan sosial dari Riggio (1989), yaitu
kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain dengan melakukan
19
pengiriman, pengintepretasian dan mengatur komunikasi verbal maupun nonverbal,
sehingga tercipta interaksi sosial yang positif dan dapat membawa manfaat bagi
dirinya sendiri, orang lain, maupun keduanya.
2.2.2 Dimensi Keterampilan Sosial
Riggio (1989) membagi keterampilan sosial menjadi enam dimensi, yaitu emotional
expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social
sensitivity, dan social control.
1. Emotional Expressivity
Emotional expressivity mengacu pada keterampilan seseorang dalam berkomunikasi
secara non verbal, yaitu kemampuan mengirimkan pesan emosi atau ekspresi non-
verbal. Dimensi ini merefleksikan kemampuan individu untuk mengekspresikan
emosinya spontan dan akurat. Seseorang yang memiliki keterampilan ini adalah
seseorang yang bersemangat dan aktif serta dapat dikarakteristikkan sebagai seorang
yang emosional.
1. Emotional Sensitivity
Emotional sensitivity mengukur keterampilan dalam menerima dan
menginterprestasikan komunikasi nonverbal dari orang lain. Individu yang memiliki
sensitifitas emosional dapat secara akurat menginterprestasikan tanda emosi dari
orang lain. Seorang yang memiliki nilai tinggi disini akan dapat menginterprestasikan
komunikasi emosional secara cepat dan efisien, mereka dapat lebih mudah menjadi
20
orang yang terpengaruh secara emosional oleh orang lain, merasakan keadaan
emosional orang lain dengan penuh pengertian.
2. Emotional Control
Emotional control mengukur kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur
perilaku emosional dan nonverbal. Individu dengan emotional control yang tinggi
akan menjadi aktor emosional yang baik karena mampu menggunakan tanda
emosionalnya untuk menutupi keadaan emosional yang sebenarnya (seperti ketawa
seadanya saat mendengar gurauan, memasang wajah senang untuk menutupi
kesedihan).
3. Social Expressivity
Social expressivity mengukur keterampilan berbicara verbal dan kemampuan untuk
mengajak orang lain dalam interaksi sosial. Orang dengan social expressivity yang
tinggi akan tampak seperti individu yang mudah bergaul dan ramah karena
kemampuan mereka untuk memulai percakapan dengan orang lain serta dapat
mengarahkan percakapan dalam subjek apapun.
4. Social Sensitivity
Social sensitivity adalah kemampuan untuk menginterprestasikan dan memahami
komunikasi verbal dan pengetahuan umum dari norma-norma yang mengatur tingkah
laku sosial secara tepat. Individu yang memiliki sensitivitas sosial adalah seorang
yang penuh perhatian kepada orang lain, yaitu menjadi pengamat dan pendengar yang
baik.
21
5. Social Control
Social control mengukur keterampilan umum dalam presentasi diri dalam lingkungan
soisal. Social control adalah kemampuan untuk tahu bagaimana harus bersikap di
berbagai situasi sosial. Individu dengan social control tinggi adalah individu yang
bijaksana, beradaptasi sosial, dan percaya diri, mampu memainkan peran sosial dan
dengan mudah dapat mengambil posisi dalam sebuah diskusi. Mereka mampu
menyesuaikan perilaku personal untuk sesuai dengan situasi sosial manapun.
2.2.3 Pengukuran Keterampilan Sosial
Skala keterampilan sosial Matson (dalam Shahram Mami & Azadeh Hatami- Zad,
2014) Skala ini telah dirancang untuk mengukur keterampilan sosial pada anak-anak
dan dewasa muda dari umur 4-18 tahun. Skala ini memiliki 56 item dan mengukur
keterampilan sosial. Subjek menjawab masing-masing item sesuai dengan 5- poin
rentang skala linkert dari 1 (perselisihan yang sempurna) sampai 5 (perjanjian yang
sempurna).
Inventory keterampilan sosial (SSI) dikembangkan oleh Riggio1986 (dalam
Deniz, Hamarta & Ari, 2005) dan direvisi oleh Riggio 1989 (dalam Deniz, Hamarta
& Ari, 2005), dan disesuaikan dengan peserta Turki oleh Yuksel 1997 (dalam Deniz,
Hamarta & Ari, 2005) digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan
keterampilan sosial peserta. SSI berjumlah 90-item untuk mengukur keterampilan
sosial dasar. SSI terdiri dari enam sub-skala yaitu emotional expressivity, emotional
22
sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity, dan social
control.
Untuk mengukur keterampilan sosial dalam penelitian ini peneliti
menggunakan skala model likert dari keterampilan sosial yan dikemukakan oleh
Riggio (1989). Skala dari keterampilan sosial sebayak 90 item pernyataan. Terdiri
dari enam aspek keterampilan sosial yaitu emotional expressitivity, emotional
sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity, dan social
control.
2.3 Kesepian
2.3.1 Definisi Kesepian
Kesepian menurut Perlman dan Peplau (1984) adalah pengalaman tidak
menyenangkan yang terjadi ketika hubungan sosial individu tidak berjalan sesuai
dengan yang di harapkan.
Kesepian menurut Peplau L. Anne (1994) menunjuk pada kegelisahan subjektif
yang kita rasakan pada saat hubungan sosial kita kehilangan ciri-ciri pentingnya.
Hilangnya ciri-ciri tersebut bisa bersifat kuantitatif : kita mungkin tidak mempunyai
teman, atau hanya mempunyai sedikit teman- tidak yang seperti kita inginkan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti akan menggunakan definisi
kesepian yang diungkapkan oleh De Jong Giervel (2006) adalah persepsi terhadap
23
situasi yang dialami oleh individu sebagai satu dimana ada kekurangan yang tidak
menyenangkan atau tidak dapat diterima (kualitas) oleh hubungan tertentu.Ini
termasuk situasi, dimana jumlah hubungan yang ada lebih kecil dari pada dianggap
diinginkan atau diterima, serta situasi dimana keintiman satu keinginan untuk tidak
diwujudkan.
2.3.2 Dimensi Kesepian
De Jong Giervel, 2006 menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yang berkaitan
dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda, yaitu :
1. Kesepian Emosional
Suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan
yang intim ; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya
sering mengalami kesepian jenis ini.
2. Kesepian Sosial
Suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan
yang terintegrasi dalam dirinya ; tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau
komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang
terorganisasi, peran-peran yang berarti ; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat
seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas.
24
2.3.3 Pengukuran Kesepian
Untuk mengukur kesepian terdapat beberapa alat ukur yang berbeda, seperti yang
dirangkum oleh Sansoni J, Marosszeky N, Sansoni E, Fleming G (2010) yaitu:
1. Assessment of Quality og Life (AqoL) utility measure (Hawthorne et al., 1999)
social relationships subscale.
2. DUKE Functional Social Support Questionnaire (Broadhead et al. 1988)
3. Friendship Scale (Hawthorne, 2006)
4. Indicator of Support for Community-Residing Older Canadians (Kristjansson et
al., 2001)
5. Inadequacy of social contacts/loneliness scale (Wenger, 1983)
6. Medical Outcomes Study Social Support Survey (Sherbourne and Steawrt, 1991)
7. Norbeck Social Support Questionnaire (Norbeck, 1984;Norbeck et al. 1981;
Norbeck et al. 1983)
8. Nottingham Health Profil (Hunt, et al. 1981) social isolation subscale
9. Older Americans Resources and Services Multi-dimensional Functional
Assessment
10. Qoestionnaire (OARS-MFAQ) (Fillenbaum and Smyer, 1981) social resources
scale
11. Perceived Social Support from Friends and Family ( Precidano and Heller,
1983)
12. Single items to social loneliness (Holmen, et al., 2000)
25
13. UCLA Loneliness Scale ( Russell, et al. 1980, 1978; Russell, 1996)
14. Three-item Loneliness Scale (Hughes et al.,2004)
Untuk mengukur kesepian dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala
model likert dari kesepian yang dikemukakan oleh De Jong Gierveld (2006). Skala
dari kesepian sebanyak 11 item pernyataan. Terdiri dari 6 item kesepian emosional
dan 5 item kesepian sosial.
2.4 Remaja
Remaja dapat diartikan sebagai transisi perkembangan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan
sosio-emosional, (Santrock, 2007).
2.4.1 Perkembangan kognitif pada masa remaja
Dimana menurut Piaget (dalam Santrock 2002), kekuatan pemikiran remaja yang
sedang berkembang membuka cakrawala kognitif dan cakrawala sosial yang baru.
Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealistis; lebih mampu menguji
pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang
diri mereka; serta cenderung menginterprestasikan dan memantau dunia sosial.
Pertama, pandangan Piaget tentang pemikiran masa remaja, kedua, kognisi sosial
pada masa remaja, dan ketiga, pengambilan keputusan.
26
1. Pemikiran Operasional Formal
Piaget yakin bahwa pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 hingga
15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak dari pada pemikiran seorang
anak. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar
pemikiran. Sebaliknya, mereka dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan,
kemungkinan-kemungkinan hipotesis, atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-
benar abstrak.
2. Kognisi Sosial
Pemikiran remaja bersifat egosentris. David Elkind (1976) yakni bahwa ego
sentrisme remaja (adolescent egocentrism) memiliki dua bagian : penonton khayalan
dan dogeng pribadi. Penonton khayalan (imaginary audience) ialah keyakinan remaja
bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri.
Perilaku mengundang perhatian, umumnya terjadi pada masa remaja, mencerminkan
egosentrisme dan keinginan untuk tampil di atas pentas, diperhatikan, dan terlihat.
Dongeng pribadi (the personal fable) ialah bagian dari egosentrisme remaja yang
meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik pribadi remaja membuat
mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka
sebenarnya.
3. Pengambilan keputusan
Masa remaja ialah masa dimana pengambilan keputusan meningkat (Fischoff, &
Davis, 1993 dalam Santrock 2002). Remaja mengambil keputusan-keputusan tentang
27
masa depan, teman-teman mana yang dipilih, apakah harus kuliah, apakah harus
membeli mobil, dan seterusnya.
Transisi dalam pengambilan keputusan muncul kira-kira pada usi 11 hingga 12 tahun
dan pada usia 15 hingga 16 tahun. Akan tetapi keterampilan pengambilan keputusan
oleh remaja yang lebih tua dan orang dewasa sering kali jauh dari sempurna.
Kemampuan untuk mengambil keputusan tidak menjamin bahwa keputusan semacam
ini akan dibuat dalam kehidupan sehari-hari, dimana luasnya pemngalaman sering
memainkan peran yang penting (Menna, & Matthews, 1992 dalam Santrock 2002).
2.4.2 Perkembangan Sosio-Emosional pada Masa Remaja
Reed Larson dan Maryse Richards (1994) menemukan bahwa remaja melaporkan
emosi yang ekstrem dan lebih berubah-ubah dibandingkan dengan orang tua mereka.
Sebagai contoh, seorang remaja lima kali lebih mungkin untuk menyatakan dirinya
“sangat bahagia” dan tiga kali lebih mungkin untuk menyatakan “sangat sedih” jika
dibandingkan dengan orang tua mereka. Penemuan ini mendukung pandangan yang
menyatakan remaja adalah orang yang sangat moody dan mudah berubah-ubah
emosinya, (Rosenblum & Lewis, 2003 dalam Santrock 2005).
Sangat penting bagi dewasa untuk menyadari bahwa moody adalah aspek
normal dari masa remaja awal, dan kebanyakan remaja akan melalui masa ini untuk
kemudian berkembang menjadi orang dewasa yang kompeten. Meskipun begitu,
untuk remaja tertentu emosi-emosi yang dialami pada masa ini dapat menyebabkan
28
masalah yang serius, terutama remaja perempuan yang lebih rentan terhadap depresi
(Nolen-Hoekema, 2004 dalam Santrock 2005).
Fluktuasi emosi pada masa remaja awal mungkin berhubungan dengan
perubahan hormonal pada masa ini. Masa puber ditandai dengan perubahan hormonal
yang signifikan. Puber juga diasosiasikan dengan meningkatnya emosi negatif
(Williamson &Ryan, 2002). Mood akan menjadi lebih tidak ekstrem seiring dengan
beralihnya remaja menjadi orang dewasa, dan penurunan ini mungkin saja
berhubungan dengan adanya adaptasi terhadap kadar hormon yang ada dalam tubuh
(Rosenblum & Lewis, 2003). Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa hormon
hanya memiliki peranan kecil. Biasanya aspek ini berasosiasi dengan faktor-faktor
lain seperti stres, pola makan, aktivitas seksual, dan hubungan sosial (Rosenblum &
Lewis, 2003 dalam Santrock 2005).
Lingkungan memberi kontribusi yang lebih besar terhadap emosi seorang
remaja jika dibandingkan dengan perubahan hormonal. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa faktor sosial menyumbang 2 sampai 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan faktor hormonal terhadap kemarahan dan depresi pada remaja
putri (Brooks-Gunn & Warren, 1989, dalam Santrock 2005). Secara singkat,
perubahan hormonal dan pengalaman dari lingkungan sama-sama berpengaruh
terhadap keadaan emosi seorang remaja.
29
2.5 Kerangka Berpikir
Adiksi internet merupakan penggunaan internet yang bersifata patologis, yang
ditandai dengan ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu menggunakan
internet, merasa dunia maya lebih menarik dibandingkan kehidupan nyata.
Adiksi internet yang di lakukan menggunakan smartphone memang sudah
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Banyaknya manfaat yang didapat seperti
berkirim email, chatting, bermain game secara online, membuka media sosial,
membuat grup chat, dan lain-lainnya. Dibalik segala keuntungannya tersebut, internet
yang digunakan memiliki dampak negatif jika dipakai secara berlebihan yaitu
mengarahkannya kepada adiksi internet.
Keterampilan sosial adalah sesuatu yang dapat di pelajari, diterima secara
sosial, efektif, perilaku yang berorientasi pada tujuan, perilaku berubah sesuai dengan
konten sosial, termasuk kognitif dan emosional tertentu yang menerima reaksi positif
dan negatif dari orang lain dan memungkinkan berkomunikasi dengan orang lain
(Yuksel dalam Avsoroglu, 2012).
Keterampilan sosial bukanlah sebuah trait kepribadian. Ia adalah suatu
keterampilan yang dapat dilatih dan ditingkatkan (Riggio, 2006). Buruknya
keterampilan sosial akan mengarahkan seseorang kepada interaksi sosial secara
online. Mereka akan membangun penggunaan internet yang kompulsif yang akan
30
mengarahkannya kepada hal-hal yang negatif seperti terganggunya aktivitas
pekerjaan, sekolah dan hubungannya dengan orang lain (Kim, Larose & Peng, 2009).
Keterampilan sosial meliputi keterampilan emosi dan sosial. Internet
memungkinkan emosi dapat terekspresikan secara bebas pada situasi tertentu.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Engelberg dan Sjoberg (dalam Kun &
Demetrovics, 2010) mengatakan seseorang yang tinggi dalam nilai adiksi internetnya
adalah seorang yang rendah dalam pengintepretasian emosinya.
Remaja dengan emotional expressivity yang baik tidakmemiliki kesulitan dalam
mengekspresikan secara spontan. Mereka pun dapat merasakan keadaan emosional
sebaik memiliki kemampuan untuk mengekspresikan perilaku secara non-verbal.
Remaja yang adiksi internet dapat dikarakteristikkan sebagai remaja yang emosional.
Mereka pun dapat terpengaruh secara emosional atau menginspirasikan orang lain
karena kemampuannya memperlihatkan keadaan emosional yang mereka rasakan.
Remaja dengan emotional sensitivity tinggi adalah remaja yang menyimak dan
mudah menangkap saat memperhatikan tanda-tanda emosional non-verbal pada orang
lain adalah remaja dengan nilai adiksi internet yang rendah. Karena remaja dengan
emotional sensitivity tinggi dapat menginterprestasikan komunikasi emosional secara
cepat dan efisien, mereka dapat lebih mudah menjadi orang yang terpengaruh secara
emosional oleh orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa semakin adiksi seorang
remaja terhadap internet, maka keterampilannya dalam menerima dan melakukan
31
decoding komunikasi non-verbal dari orang lain yang dimilikinya akan kurang,
demikian sebaliknya, (Kusumasewi, 2009).
Remaja yang dapat mengendalikan dan mengatur perilaku emosional dan non-
verbal yang tampak (emotional control). Mereka tidak akan mengalami kesulitan saat
berpura-pura, memperagakan tanda-tanda emosi untuk menutupi keadaan emsional
yang sebenarnya (misalnya tertawa seadanya saat mendengar gurauan; memasang
wajah senang untuk menutupi kesedihan).
Remaja dengan social expressivity yang tinggi tampak luwes dalam bergaul dan
ramah, karena kemampuan dalam memulai percakapan dengan orang lain. Hal ini
menyimpulkan semakinadiksi seorang remaja terhadap internet, maka keterampilan
berbicara verbal dan kemampuan untuk melibatkan orang lain dalam interaksi
sosialnya semakin rendah.
Remaja dengan social sensitivity tinggi dapat menjadi individu yang terlalu
mengkhawatirkan tingkah laku yang tampak pada orang lain. Mereka akan merasa
cemas terhadap tingkah laku yang pantas yang dapat mendorong adanya kesadaran
diri dan kecemasan social, dimana dapat mengurangi parrisipasi seseorang dalam
interaksi sosial.
Remaja dengan social control yang tinggi adalah remaja yang diplomatis,
beradaptasi secara sosial, dan percaya diri. Mereka mampu dalam memainkan
berbagai peran sosial dan dengan mudah dapat mengambil posisi dalam sebuah
diskusi. Mereka adalah individu yang bergaya sosial dan bijaksana. Sehingga, mereka
32
dapat menyesuaikan tingkah laku personal mereka untuk masuk dalam apa yang
mereka anggap pantas dalam situasi sosial apapun.
Perasaan kesepian ini diawali ketika seseorang merasa bahwa ia membutuhkan
pertemanan di sekelilingnya, tetapi pada kenyataannya ia merasa tidak mempunyai
teman atau merasa kekurangan teman sehingga halini menyebabkan munculnya suatu
perasaan ketidaknyamanan emosi.
Internet yang menyediakan fasilitas informasi melalui browsing dan chatting
membuat individu yang kesepian dapat menghilangkan rasa kesepiannya dengan
melakukan aktivitas internet yang mana dapat menyebabkan adiksi internet.
Asumsinya adalah untuk keluar dari perasaan ini, internet menjadi pilihan individu
sebagai sarana untuk coping rasa kesepian yang di alaminya.
Secara singkat, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat diilustrasikan
dalam gambaran berikut ini.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Keterampilan Sosial
Emotional Expressivity
Emotional Sensitivity
Emotional Control
Social Expressivity
Social Sensitivity
Social Control
Kesepian
Kesepian Emosional
Kesepian Sosial
Adiksi Internet Pada
Remaja
33
2.6 Hipotesis
Hipotesis Mayor
“ Ada pengaruh keterampilan sosial (emotional expressivity, emotional sensitivity,
emotional control, social expressivity, social sensitivity, dan social control) dan
kesepian (kesepian emosional dan kesepian sosial) terhadap kecenderungan adiksi
internet pada remaja pengguna smartphone”
Hipotesis Minor
H1: ada pengaruh variabel emotional expressivity terhadap adiksi internet pada
remaja pengguna smartphone.
H2: ada pengaruh variabel emotional sensitivity terhadap adiksi internet pada remaja
pengguna smartphone.
H3: ada pengaruh variabel emotional control terhadap adiksi internet pada remaja
pengguna smartphone.
H4: ada pengaruh variabel social expressivity terhadap adiksi internet pada remaja
pengguna smartphone.
H5: ada pengaruh variabel social sensitivity terhadap adiksi internet pada remaja
pengguna smartphone.
34
H6: ada pengaruh variabel social control terhadap adiksi internet pada remaja
pengguna smartphone.
H7: ada pengaruh variabel kesepian emosional terhadap adiksi internet pada remaja
pengguna smartphone.
H8: ada pengaruh variabel kesepian sosial terhadap adiksi internet pada remaja
pengguna smartphone.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan tentang populasi dan sampel, teknik sampling, variabel
penelitian, instrumen pengumpulan data, uji validitas kontruk, teknik analisis data,
dan prosedur penelitian.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang berada di Wilayah Jakarta
Timur. Sampel penelitian berjumlah 200 sampel. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah non-probability sampling, dimana peluang untuk
terpilihnya responden pada pengambilan sampel tidak diketahui. Sampel dipilih
berdasarkan karakteristik sebagai berikut :
a. Remaja laki-laki dan perempuan dengan batasanusia remaja mengikuti Hall
(dalam Santrock, 2007) usia remaja berada pada rentang 12 – 23 tahun.
Kelompok remaja dianggap sebagai kelompok yang beresiko terkena adiksi
internet, familiar dengan internet dan memiliki fleksibilitas waktu untuk
bermain internet.
b. Memakai smartphone (android, blackberry, iphone dan windows) dan
merupakan pangguna aktif yaitu setiap harinya mengakses internet.
3.2 Variabel Penelitian
Dependent variable dalam penelitian ini adalah adiksi internet. Adapun aspeknya
salience, mood modification, tolerance, relapse, withdrawal symptoms, conflict.
36
Independent variable dalam penelitian ini adalah dimesi keterampilan
sosial dan kesepian. Dimensi keterampilan sosial terdiri dari enam , yaitu
emotional expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social
expressivity, social sensitivity, social control. Dan dimensi kesepian terdiri dari
dua, yaitu kesepian emosional, kesepian sosial.
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini
adalah:
a. Adiksi internet
Adiksi internet adalah pengguna internet patologis, yang ditandai dengan
ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu menggunakan internet,
merasa dunia maya lebih menarik dibandingkan dengan kehidupan nyata dan
mengalami gangguan dalam hubungan sosialnya. Adikisi ini terdiri dari enam
kriterian utama Griffiths (2005); yaitu salience,mood modification, tolerance,
withdrawal symptoms, conflict dan relapse.
b. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan interaksi remaja di sekolah, keluarga
dan teman sebaya yang didasarkan oleh enam aspek (emotional expressivity,
emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity
dan social contro), keenam aspek ini adalah kemampuan dalam melakukan
pengiriman, pengekspresian, dan pengaturan komunikasi verbal maupun
nonverbal. Pengukuran menggunakan skala baku yang disusun dan
dikembangkan oleh Ronald E. Riggio (1989) dengan menggunakan skala likert
yang mengukur enam aspek keterampilan sosial yaitu emotional expressivity,
37
emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity,
dan social control) .
c. Kesepian
Kesepian adalah persepsi terhadap situasi yang dialami oleh individu sebagai
satu dimana ada kekuranganyang tidak menyenangkan atau tidak dapat
diterima (kualitas) hubungan tertentu. Ini termasuk situasi, dimana jumlah
hubungan yang ada lebih kecil daripada dianggap diinginkan atau diterima,
serta situasi dimana keintiman satu keinginan untuk tidak diwujudkan.
Pengukuran menggunakan skala baku yang disusun dan dikembangkan oleh De
Jong Giervel (2006) dengan menggunakan skala model likert yang mengukur
dua aspek kesepian yaitu kesepian emosional dan kesepian sosial.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah Skala Model Likert
dengan empat kategori jawaban. Alasan peneliti memilih menggunakan Skala
Likert dengan empat kategori jawaban adalah untuk menghindari terjadinya
central tendency atau untuk menghindari respon yang bersifat netral. Pada skala
penelitian ini juga terdapat pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif
(unfavorable).
Subjek diminta untuk memilih salah satu dari empat kategori jawaban yang
sesuai dengan keadaan subjek sendiri, yaitu: “Sangat Setuju (SS)”, “Setuju (S)”,
“Tidak Setuju (TS)”, Sangat Tidak Setuju (STS)”. Penskoran tertinggi diberikan
pada pilihan sangat setuju, dan terendah pada pernyataan sangat tidak setuju untuk
pernyataan favorable. Sementara, skor tertinggi untuk pernyataan unfavorable
38
diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan
untuk pilihan sangat setuju. Setiap kategori memiliki nilai sebagai berikut:
Tabel 3.1
Skor Skala Model Likert
Item Favorable Skor Item Unfavorable Skor
SS (Sangat Setuju) 4 SS (Sangat Setuju 1
S (Setuju) 3 S (Setuju) 2
TS (Tidak Setuju) 2 TS (Tidak Setuju 3
STS (Sangat Tidak Setuju) 1 STS (Sangat Tidak Setuju) 4
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga alat ukur,
yaitu alat ukur adiksi internet, alat ukur keterampilan sosial dan alat ukur
kesepian.
3.3.1 Skala Adiksi Internet
Skala adiksi internet yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala
yang berasal dari teori adiksi internet Griffits (1996b) yang kemudian
dikembangkan oleh Lemmens (2009) yang terdiri dari enam dimensi yaitu
salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, relapse.
Terdapat 36 item pernyataan dari skala ini, namun peneliti hanya mengambil 18
item pernyataan sesuai dengan dimensi yang telah dibuat oleh Griffiths (1996b).
39
Tabel 3.2
Blue print skala adiksi internet
3.3.2 Keterampilan sosial
Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala baku yang barasal
dari teori Riggio (1989) yaitu Social Skills Inventory dan sudah diadaptasi dari
bahasa inggris ke dalam bahasa indonesia serta dimodifikasi sesuai kebutuhan
peneliti.
Skala terdiri dari 90 item, dengan 15 item untuk setiap dimensi. Namun
peneliti hanya mengambil 6 item dari setiap dimensi, dengan pertimbangan
responden akan kelelahan jika harus mengisi kuesioner dengan banyak item, hal
ini akan mengakibatkan terjadinya error lebih banyak. Riggio (1989)
No Dimensi Indikator No item Jumlah
1 Salience memodifikasi pikiran, perasaan
dan tingkah laku
1,2,3 3
2 Mood modification Peralihan masalah , perubahan
mood
4,5,6 3
3 Tolerance kontrol diri , intensitas
bertambah
7,8,9, 3
4 Relapse Adanya upaya yang tidak
berhasil dalam pengendalian
penggunaan internet
10,11,12 3
5 Withdrawal
symptoms
Gelisah, Moodiness, stres
13,14,15 3
6
Conflict konflik interpersonal, konflik
intra fisik
16,17,18 3
Jumlah 18
40
mengatakan, skala ini dapat dibuat bentuk ringkasannya dengan masing-masing
6 item. Adapun blue print skala keterampilan sosial terdapat pada table 3.3
Tabel 3.3
Blue print skala keterampilan sosial
No Dimensi Fav Unfav Jumlah
1 Emotional expressivity 13, 19,31 1, 37, 73 6
2 Emotional sensitivity 26, 32, 38,
52, 80, 86
6
3 Emotional control 27, 45, 57 21, 39, 81 6
4 Social expressivity 16, 34, 46,
58
70, 76 6
5 Social sensitivity 23, 47, 59,
65, 71, 89
6
6 Social control 42, 78, 90 30, 48, 84 6
Jumlah 36
3.3.3. Kesepian
Dalam penelitian ini, pengukuran kesepian menggunakan skala De Jong Gielveld
loneliness scale sebanyak 11 item pernyataan, terdiri dari 6 item kesepian
emosional dan 5 item kesepian sosial. Adapun blue print skala kesepian terdapat
pada tabel 3.4
Tabel 3.4
Blue print skala kesepian
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
1 Kesepian
emosional
Ketika seseorang tidak
memiliki ikatan
hubungan yang intim
2,3,5,6,9,10 6
2 Kesepian
sosial
Ketika seseorang tidak
memiliki keterlibatan
yang terintegrasi dalam
dirinya
1,4.7,8,11 5
Jumlah 11
41
3.4.Uji Validitas Konstruk Alat Ukur
Peneliti melakukan uji instrumen dengan sejumlah item dari tiga skala, yaitu
adiksi internet, keterampilan sosial dan kesepian. Untuk menguji validitas alat
ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory
Factor Analysis (CFA) dengan mengoperasikan software Lisrel 8.7. Adapun
logika dasar dari CFA adalah sebagai berikut (dalam Umar, 2011):
1. Sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara
operasional sehingga dapat disusun pernyataan untuk mengukurnya.
Kemampuan ini disebut faktor. Sedangkan pengukuran terhadap faktor ini
dilakukan melalui analisis terhadap respon (jawaban) atas item-itemnya.
2. Setiap item diteorikan hanya mengukur atau memberi informasi tentang satu
faktor tertentu saja.
3. Berdasarkan teori yang dipaparkan diatas, dapat disusun sehimpunan
persamaan matematis. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi
(dengan menggunakan data yang tersedia) matriks korelasi antar item yang
seharusnya akandiperolah jika teori tersebut benar (unidimensional). Matriks
korelasi ini dinamakan sigma (∑). Kemudian matriks ini akan dibandingkan
dengan matriks korelasi yang diperoleh secara empiris dari data (disebut
matriks S). Jika teori tersebut benar (unidimensional), maka seharusnya tidak
ada perbedaan yang signifikan antar elemen matriks ∑ dengan elemen matriks
S. Secara matematis dapat dituliskan: S - ∑ = 0
4. Pernyataan matematik inilah yang dijadikan hipotesis nihil (Ho) yang akan
dianalisis menggunakan CFA. Dalam hal ini, dilakukan uji signifikansi dengan
42
menggunakan chi square. Jika Chi Square yang dihasilkan tidak signifikan
(nilai p>0,05), maka dapat disimpulkan, bawa hipotesis nihil yang menyatakan:
“tidak ada perbedaan antara matriks S dan ∑” tidak ditolak. Artinya teori
unidimensional dapat diterima kebenarannya.
5. Jika teori diterima (model fit), langkah selanjutnya, adalah menguji hipotesis
tentang signifikan tidaknya masing-masing item dalam mengukur apa yang
hendak diukur. Uji hipotesis ini dilakukan dengan t-test. Jika nilai t signifikan
(> 1,96), berarti item yang bersangkutan signifikan dalam mengukur apa yang
hendak diukur. Dengan cara seperti ini, dapat dinilai butir item mana yang
valid dan yang tidak valid dalam konteks validitas kontruk. Dengan kata lain,
analisis faktor konfirmatori dalam hal ini adalah pengujian terhadap hipotesis
nihil (H0): S - ∑ = 0. Artinya tidak ada perbedaan antar matriks korelasi yang
diharapkan oleh teori dengan matriks korelasi yang diperoleh dari hasil
observasi.
3.4.1 Uji validitas item adiksi internet
Peneliti menguji apakah kedelapan belas item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur adiksi internet. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square = 797,
97, df = 135, P-Value = 0,00000, RMSEA= 0,157. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 97, 08, df = 84, P-Value = 0, 15572, RMSEA = 0,028, P-
Value >0,05 (tidak signifikan) yang artinya model dengan satu faktor
43
(unindimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu adiksi
internet.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel di bawah ini
Table 3.5
Muatan faktor adiksi internet No. Item Lamda Standard Error T-value Signifikan
1 0,52 0,07 7,66
2 0,58 0,07 8,81
3 0,73 0,06 11,52
4 0,47 0,07 6,33
5 0,49 0,07 7,01
6 0,30 0,07 4,12
7 0,41
0,07
5,89
8 0,63
0,07
9,51
9 0,44
0,07
6,35
10 0,71
0,06
11,15
11 0,60
0,07
9,10
12 0,61
0,07
8,93
13 0,65
0,07
9,96
14 0,54
0,07
7,88
15 0,58
0,07
8,84
16 0,62
0,06
9,56
17 0,47
0,07
6,94
18 0,62
0,06 9,55
Keterangan :tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
44
Berdasarkan tabel 3.5, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 1 dan 18
signifikan karena t >1.96. Dengan demikian keseluruhan item tidak ada di drop.
Artinya, bobot nilai keseluruhanitemikut di analisis dalam penghitungan faktor
skor. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan
negatif. Dari tabel 3.5 diketahui tidak terdapat item yang muatan faktornya
negatif. Dengan demikian, tidak ada item yang di drop.
3.4.2 Uji validitas item keterampilan sosial
Keterampilan sosial memiliki enam aspek, yaitu emotional expressivity, emotional
sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity dan social
control.
1. Emotional Expressivity
Peneliti menguji apakah keenamitem yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur emotional expressivity pada keterampilan sosial. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
Chi-Square = 22, 98 df = 9, P-Value = 0,00624, RMSEA= 0,088. Oleh sebab itu,
peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 10, 04 df = 8, P-Value = 0, 26244, RMSEA =
0,036, P-Value >0,05 (tidak signifikan) yang artinya model dengan satu faktor
(unindimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu emotional
expressivity.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
45
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor itm. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.6
muatan faktor emotional expressivity
No Item Lamda Standard
Eror
T-Value Signifikan
1 0,41 0,09
4,44
2 -0,17 0,09 -1,87 X
3 -0,06 0,09 -0,72 X
4 -0,28 0,09 -3,14 X
5 0,72 0,11 6,55 6 0,48 0,09 5,17
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.6 nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 2, 3 dan 4
tidak signifikan karena t <1.96. Dengan demikian item 2, 3 dan 4 akan di drop.
Artinya, bobot nilai item 2, 3 dan 4 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan
faktor skor. Selanjutnya melihat muatan faktor dari itemapakah ada yang
bermuatan negatif. Dari tabel 3.6 diketahui terdapat item 2,3 dan 4 yang muatan
faktornya negatif. Dengan demikian, item yang di drop adalah item 2, 3dan 4.
2. Emotional Sensitivity
Peneliti menguji apakah keenam item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur emotional sensitivity pada keterampilan sosial. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
Chi-Square = 25, 28, df = 9, P-Value = 0,00268, RMSEA= 0,95. Oleh sebab itu,
peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 9,48, df = 7, P-Value = 0,22000, RMSEA =
46
0,042, P-Value >0,05 (tidak signifikan) yang artinya model dengan satu faktor
(unindimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu emotional
sensitivity.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujianhipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.7
Muatan faktor emotional sensitivity
No Item Lamda Standard
Eror
T-Value Signifikan
1 0,70 0,07
9,37
2 0,78 0,07 10,58 3 0,54 0,08 7,16 4 0,64 0,07 9,71 5 0,05 0,08 0,61 X
6 0,51 0,08 6,72
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.7, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 5tidak
signifikan karena t <1.96. Dengan demikian item 5 akan di drop. Artinya, bobot
nilai item5 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
Selanjutnyamelihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif.
Dari tabel 3.7 diketahui terdapat item 5 yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian, item yang di drop adalah item 5.
3. Emotional Control
Peneliti menguji apakah keenam item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur emotional control pada keterampilan sosial. Dari hasil
47
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
Chi-Square =66, 10, df = 10, P-Value = 0,00000, RMSEA= 0,168 Oleh sebab
itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperolehmodel fit dengan Chi-Square = 12,33 df = 6, P-Value = 0,5497,
RMSEA = 0,073, P-Value >0,05 (tidak signifikan) yang artinya model dengan
satu faktor (unindimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
emotional control.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.8
Muatan faktor emotional control
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 1.00 0,05
19,95
2 0,03 0,04 0,94 X
3 0,46 0,07 6,83 4 0,10 0,06 1,63 X
5 -0,03 0,03 -0,75 X
6 1,79 1,25 1,44 X
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.8, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 2,4,5 dan 6
tidak signifikan karena t <1.96. Dengan demikian item 2,4,5 dan 6 akan di drop.
Artinya, bobot nilai item 2,4,5 dan 6 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan
faktor skor. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang
48
bermuatan negatif. Dari tabel 3.8 diketahui terdapat item yang muatan faktornya
negatif. Dengan demikian, item yang di drop adalah item 2,4,5 dan 6.
4. Social Expressivity
Peneliti menguji apakah keenam item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur social expressivity pada keterampilan sosial. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit, dengan Chi-
Square =12,71, df = 9, P-Value = 0,17617, RMSEA= 0,222. Oleh sebab itu,
peneliti tidak melakukan modifikasi terhadap model, P-Value >0,05 ( signifikan)
yang artinya model dengan satu faktor (unindimensional) bahwa seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu social control
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.9
Muatan faktor social expressivity
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0,54 0,08
7,15
2 0,74 0,07 10,27
3 0,49 0,08 6,47
4 0,40 0,08 5,20
5 0,73 0,07 10,14
6 0,22 0,08 2,81
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.9, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keenam item
signifikan karena t >1.96. Dengan demikian tidak ada item yang di drop. Artinya,
49
bobot nilai keenam item ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif.
Dari tabel 3.9 diketahui tidakterdapat item yang muatan faktornya negatif. Dengan
demikian, tidak ada item yang di drop.
5. Social Sensitivity
Peneliti menguji apakah keenamitem yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur social sensitivity pada keterampilan sosial. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
Chi-Square = 52, 28, df = 9, P-Value = 0,00000, RMSEA= 0,155 Oleh sebab
itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 4,79, df = 5, P-Value = 0,44144, RMSEA =
0,000, P-Value >0,05 (tidak signifikan) yang artinya model dengan satu faktor
(unindimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu social
sensitivity.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini :
50
Tabel 3.10
Muatan faktor social sensitivity
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0,17 0,09
1,90
X
2 0,51 0,08 6,33
3 0,55 0,10 5,64
4 0,22 0,09 2,46
5 0,64 0,09 6,78
6 0,62 0,08 7,40
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.10, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 1tidak
signifikan karena t <1.96. Dengan demikian item 1 akan di drop. Artinya, bobot
nilai item 1 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya
melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif. Dari tabel
3.10 diketahui terdapat item yang muatan faktornya negatif. Dengan demikian,
item yang di drop adalah item 1.
6. Social Control
Peneliti menguji apakah keenam item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur social control pada keterampilan sosial. Dari hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square = 97, 02 df = 9, P-Value = 0,00000, RMSEA= 0,222. Oleh sebab itu,
peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 12,46 , df = 6, P-Value = 0,05244, RMSEA =
0,074, P-Value >0,05 (tidak signifikan) yang artinya model dengan satu faktor
(unindimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu social
control.
51
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.11
Muatan faktor social control
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0,42 0,08
5,22
2 0,73 0,08 9,23
3 -0,11 0,08 -1,35 X
4 0,71 0,08 9,03
5 -0,02 0,08 -0,21 X
6 0,48 0,08 6,12
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.11, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 3 dan 5 tidak
signifikan karena t <1.96. Dengan demikian item 3 dan 5 akan di drop. Artinya,
bobot nilai item 3 dan 5 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif.
Dari tabel 3.11 diketahui tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif.
Dengan demikian, item yang di drop adalah item 3 dan 5.
3.4.3 Uji Validitas Kontruk Kesepian
Kesepian memiliki dua aspek, yaitu kesepian emosional, dan kesepian sosial.
1. Kesepian Emosional
Peneliti menguji apakah keenam item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur kesepian emosional pada kesepian. Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square =
52
113,48, df = 9, P-Value = 0,00000, RMSEA= 0,242. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 6,40, df = 5, P-Value = 0,26903, RMSEA = 0,038, P-Value
>0,05 (tidak signifikan) yang artinya model dengan satu faktor (unindimensional)
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kesepian emosional.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.12
Muatan faktor kesepian emosional
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0,71 0,07
10,22
2 0,32 0,08 4,08
3 0,72 0,07 10,46
4 0,23 0,08 2,93
5 0,78 0,07 11,13
6 -0,14 0,08 -1,64 X
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.12, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 6 tidak
signifikan karena t <1.96. Dengan demikian item6 akan di drop. Artinya, bobot
nilai 6 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya melihat
muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif. Dari tabel 3.12
diketahui terdapat item yang muatan faktornya negatif. Dengan demikian, item
yang di drop adalah item 6.
53
2. Kesepian Sosial
Peneliti menguji apakah kelimaitem yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur kesepian sosial pada kesepian. Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square =
29, 23,df = 5,P-Value = 0,00002, RMSEA= 0,156. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 2, 15, df = 3, P-Value = 0, 54282, RMSEA = 0,000, P-Value
>0,05 (tidak signifikan) yang artinya model dengan satu faktor (unindimensional)
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kesepian sosial.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di
drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.13
Muatan faktor kesepian sosial
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1 0,56 0,08
7,36
2 0,61 0,08 4,76
3 0,37 0,08 4,76
4 0,70 0,07 9,98
5 0,82 0,07 11,66
Keterangan : tanda = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.13, nilai t bagi koefisien muatan faktor signifikan karena t
>1.96. Dengan demikian item tidak ada yang di drop. Artinya, bobot nilai ikut
54
dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya melihat muatan faktor dari
item, apakah ada yang bermuatan negatif. Dari tabel 3.13 diketahui tidak terdapat
item yang muatan faktornya negatif. Dengan demikian, tidak ada item yang di
drop.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh
keterampilan sosial dan kesepian terhadap adiksi internet adalah menggunakan
analisis multiple regression. Teknik analisis multiple regression digunakan agar
dapat menjawab hipotesis nihil pada bab II, dengan devendent variable yaitu
adiksi internet, dan independent variable yaitu keterampilan sosial (emotional
expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social
sensitivity, social control) dan kesepian (kesepian emosional dan kesepian sosial),
maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Y = Dependent variable (DV) yang dalam penelitian ini adalah adiksi internet
a = Konstant intersepsi
b = Koefisiensi regresi
X1 = emotional expressivity
X2 = emotional sensitivity
X3 = emotional control
Y = a +b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 +
b9X9 + b10X10 +b11X11 +e
55
X4 = social expressivity
X5 = social sensitivity
X6 = social control
X7 = kesepian emosional
X8 = kesepian sosial
e: residu
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang
paling sesuai (memiliki error terkecil) dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis
sebagai berikut :
1. R2
(R Square, koefisien determinasi berganda)
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R2, yaitu antara keterampilan
sosial (emotional expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social
expressivity, social sensitivity, social control) dan kesepian (kesepian
emosional, kesepian sosial) terhadap adiksi internet. R2 digunakan untuk
mengetahui besarnya pengaruh independent variable (X) terhadap dependent
variable (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians dari IV. Untuk
mendapatkan R2, maka akan dilakukan perhitungan dengan system
komputerisasi menggunakan SPSS 16.0.
2. Uji F
Untuk membuktikan signifikansi regresi Y dan X maka digunakan uji F.
Berdasarkan hasil uji F, maka dapat dilihat pengaruh IV terhadap DV.Untuk
membuktikan hal tersebutdilakukan uji F dengan sistem komputerisasi
menggunakan SPSS 16.
56
3. Uji t
Uji t digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh yang diberikan
independent variable (X) terhadap dependent variable (Y) secara sendiri-
sendiri atau parsial. Uji t ini digunakan untuk menguji kontribusi yang
diberikan sebuah independent variable terhadap dependent variable.
Penghitungan skor faktor pada tiap variabel tidak menunjukkan item-item
seperti pada umumnya, tetapi dihitung dengan menggunakan maximum
likehood, skor ini disebut true score. Item-item yang dianalisis oleh maximum
likehood adalah item yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun true score
yang dihasilkan oleh maximum likehood satunya berbentuk Zscore.Untuk
menghilangkan bilangan negatif dari Zscore, semua skor di transformasi ke skala
T yang semuanya positif dengan menetapkan harga mean = 50 standar deviasi
= 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses komputasi melalui
formulaT- score = (10.z). Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang
akan dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan SPSS 16.
3.6 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini meliputi persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap
pengolahan data. Berikut penjelasannya :
1. Tahap persiapan
a. Merumuskan masalah yang akan diteliti.
b. Menentukan variabel yang akan diteliti dan melakukan studi pustaka untuk
memperoleh landasan teori yang sesuai dengan variabel dalam penelitian
c. Menentukan subjek penelitian
57
d. Mempersiapkan alat pengumpulan data dengan menentukan dan menyusun
alat ukur atau instrument penelitian yang akan digunakan. Dalam
penelitian ini adalah tiga alat ukur yang digunakan yaitu skala
keterampilan sosial, skala kesepian dan adiksi internet.
2. Tahap pelaksanaan
a. Memperbanyak instrument atau quesioner penelitian untuk dibagikan
kepada 200 remaja pengguna smartphone (android, blackberry, iphone
dan windows).
b. Mengambil data dengan mendatangi langsung pengguruan tinggi di daerah
Jakarta Timur untuk menemui langsung responden dan memberikan secara
langsung kuesioner.
3. Tahap pengolahan data
a. Melakukan skoring dengan membuat tabulasi terhadap hasil jawaban
responden.
b. Menganalisis jawaban responden dengan uji validitas terlebih dahulu, lalu
dilanjutkan dengan analisis statistik multiple regression untuk menguji
hipotesis.
4. Tahapan penulisan laporan
Memubuat kesimpulan, diskusi dan saran penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab empat peneliti membahas hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi analisis deskriptif, hasil uji regresi variabel penelitian
dan pengujian proporsi varian.
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 200 orang.Berikut deskripsi subjek
berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 4.1
Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin
Dalam mengelompokkan responden berdasarkan pendidikan terakhir, peneliti
membaginya berdasarkan perempuan dan laki-laki.
Jenis kelamin Frekuensi Persentase
Perempuan 142 71,0 %
Laki-laki 58 29,0 %
Total 200 100 %
Seperti tabel 4.1, sebanyak 71,0% dari subjek berjenis kelamin perempuan, yakni
berjumlah 142 orang, sementara 29% lainnya berjenis kelamin laki-laki, yakni
berjumlah 58 orang. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki adiksi internet
yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
58
59
Selanjutnya, akan dijelaskan deskripsi berdasarkan usia pada subjek seperti
yang ada pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2
Gambaran umum responden berdasarkan usia
No Usia Frekuensi Persentase
1 18 22 11.0%
2 19 74 37.0%
3 20 62 31.0%
4 21 31 15.5%
5 22 11 5.5 %
Total 200 100%
Dari hasil tabel di atas, maka diperoleh hasil persentase variabel usia sejumlah 22
subjek berusia 18 tahun (11,0%), 74 subjek berusia 19 tahun (37,0%), 62 subjek
berusia 20 tahun (31,0%), 31 subjek berusia 21 tahun (15,5%),11 subjek berusia 22
tahun (5,5%). Dengan demikian, dari hasil sebaran pada usia 19 tahun berada pada
kategori tinggi.
Selanjutnya, akan dijelaskan deskripsi berdasarkan pada subjekjenis
smartphone seperti yang ada pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3
Gambaran umum responden berdasarkan jenis smartphone
Smartphone Jumlah Persentase
Android 139 69.5%
Blackberry 38 19.0%
Iphone 15 7.5%
Windows 8 4.0%
Total 200 100%
60
Dapat kita lihat pada tabel 4.3,smartphone yang paling banyak digunakan adalah
android yaitu sebanyak 139 subjek (69,5%), blackberry yaitu sebanyak 38 subjek
(19,0%), Iphone yaitu sebanyak 15 subjek (7,5%), danwindows yaitu sebanyak 8
subjek (4,0%).
Selanjutnya, akan dijelaskan deskripsi berdasarkan waktu yang digunakan oleh
responden seperti yang ada pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4
Waktu yang digunakan subjek
Waktu (per hari) Jumlah Persentase
1-3 jam/hari 71 35.5%
6-9 jam/hari 40 20.0%
4-6 jam/hari 51 25.5%
>9 jam/hari 38 19.0%
Total 200 100%
Dapat kita lihat pada tabel 4.4 sebagian responden yaitu 71 subjek (35,5 %)
menghabiskan waktu online selama 1-3 jam/hari, sedangkan 40 subjek (20,0 %)
mengahbiskan waktu online selama 6-9 jam/hari, sedangkan 51 (25,5 %) subjek
menghabiskan waktu online selama 4-6 jam/hari dan 38 subjek (19,0 %)
menghabiskan waktu online selama >9 jam/hari.
1.2 Hasil Analisis Deskriptif
Sebelum dijelaskan secara detail tentang beberapa sub bab selanjutnya, perlu
dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisi statistik adalah skor faktor
dihitung untuk menghindari estimasi bias kesalahan pengukuran. Jadi, penghitungan
61
skor faktor pada tiap variabel dihitung dengan menggunakan maximum likehood, skor
ini disebut true score,item-item yang dianalisis oleh maximum likehood adalah item
yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun true score yang dihasilkan oleh
maximum likehood satuannya bentuk Z-score. Untuk menghilangkan bilangan negatif
dari Z-score, semua skor ditransformasi ke skala T yang semuanya positif dengan
menetapkan mean = 50 dan standar deviasi = 10. Lanagkah selanjutnya adalah
melakukan proses kompurisasi melalui formula T-score = 50 + (10.z). Selanjutnya
untuk menjelaskan gambaran umum tentang statistik deskriptif dari variabel-variabel
dalam penelitian ini,indeks yang menjadi patokan adalah nilai mean dan median.
Tabel 4.5
Deskripsi statistik variabel penelitian
Variabel N Minimun Maximum Mean Std
Deviation
ADIKSI 200 29.66 73.88 50.0000 9.41373
Emotional
expressivity 200 32.78 68.54 50.0000 7.50110
Emotional sensitivity 200 27.95 72.00 50.0000 8.35667
Emotional control 200 1.57 106.87 49.9970 21.13329
Social expressivity 200 25.32 69.65 50.0000 8.48004
Social sensitivity 200 28.91 69.97 50.0000 7.57804
Social control 200 27.87 72.89 50.0000 8.17859
Kesepian sosial 200 30.54 76.66 50.0000 8.66198
Kesepian emosional 200 24.59 66.65 50.0000 8.61210
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui jumlah subjek penelitian sebanyak 200
orang dengan skor adiksi internet yang terendah adalah 29.66 sedangkan skor adiksi
internet yang tertinggi adalah 73.88.
62
Skor keterampilan sosial pada dimensi emotional expressivity memiliki skor
terendah 32.78 dan skor emotional expressivity tertinggi berada pada angka 68.54,
dimensi emotional sensitivity memiliki skor terendah 27.95 dan skor tertinggi 72.00,
dimensi emotional control memiliki skor terendah 1.57 dan skor tertinggi 106.87,
sementara dimensi social expressivity memiliki skor terendah 25.32 dan skor tertinggi
69.65, dimensi social sensitivity memiliki skor terendah 28.91 dan skor tertinggi
69.97, dan untuk dimensi social control memiliki skor terendah 27.87 dan skor
tertinggi 72.89.
Skor kesepian pada dimensi kesepian sosial memiliki skor terendah 30.54 dan
skor tertinggi 76.66, dan dimensi kesepian emosionalmemiliki skor terendah 24.06
dan skor tertinggi 66.65.
1.3 Kategorisasi Variabel Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam
kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum
berdasarkan atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah
ke tinggi yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian.
Sebelum mengkategorisasikan skor masing-masing variabel berdasarkan
tingkat rendah dan tinggi, peneliti terlebih dahulu menetapkan norma dari skor
dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi pada tabel 4.4 dan berlaku pada
semua variabel. Adapun norma skor tersebut dapat digambarkan dalam tabel
63
Tabel 4.6
Norma Skor Variabel
Kategori Rumus
Rendah X < M – 1 SD
Tinggi X> M + 1 SD
Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, makaakan diperoleh nilai persentase
kategori untuk adikisi internet sebagaimana yang terdapat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7
kategorisasi skor adiksi internet
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 94 47.0 47.0 47.0
Tinggi 106 53.0 53.0 100.0
Total 200 100.0
Dari hasil tabel di atas, maka diperoleh hasil persentase variabel adiksi internet
sejumlah 94 subjek kategori rendah (47,0 %) dan 106 subjek kategori tinggi (53,0 %).
Dengan demikian, hasil sebaran pada variabel adiksi internet berada pada kategori
paling tinggi. Selanjutnya tabel berikut menjelaskan sebaran variabel emotional
expressivity yang dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.8
Kategorisasi emotional expressivity
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 105 52.5 52.5 52.5
Tinggi 95 47.5 47.5 100.0
Total 200
64
Dari hasil tabel di atas, maka diperoleh hasil persentase variabel emotional
expressivity sejumlah 95 subjek kategori tinggi (47,5%) dan 105 subjek kategori
rendah (52,5 %). Dengan demikian, hasil dari sebaran pada variabel emotional
expressivity paling tinggi berada pada kategori rendah.
Selanjutnya tabel berikut menjelaskan sebaran variabel emotional sensitivity
yang dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.9
Kategorisasi emotional sensitivity
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 95 47.5 47.5 47.5
Tinggi 105 52.5 52.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Dari hasil tabel di atas, maka diperoleh hasil variabel emotional sensitivity
sejumlah 105 subjek kategori tinggi (52.5 %) dan 95 subjek kategori rendah (47.5%).
Dengan demikian, hasil dari sebaran pada variabel emotional sensitivity paling tinggi
berada pada kategori tinggi.
Selanjutnya tabel berikut menjelaskan sebaran variabel emotional control yang
dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
65
Tabel 4.10
Kategorisasi emotional control
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 90 45.0 45.5 45.5
Tinggi 110 55.0 55.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Dari hasil tabel di atas, maka diperoleh persentase variabel emotional control
sejumlah 110 subjek kategori tinggi (55.0 %) dan 90 subjek kategori rendah (45.0 %).
Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel emotional control paling tinggi
berada pada kategori tinggi.
Selanjutnya tabel berikut menjelaskan sebaran variabel social expressivity yang
dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.11
Kategorisasi social expressivity
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 89 44.5 44.5 44.5
Tinggi 111 55.5 55.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Dari hasil tabel di atas, maka diperoleh hasil persentase variabel social
expressivity sejumlah 111 subjek kategori tinggi (55.5 %) dan 89 subjek kategori
rendah (44.5 %). Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel social
expressivity paling tinggi berada pada kategori tinggi.
66
Selanjutnya tabel berikut menjelaskan sebaran variabel social sensitivity yang
dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.12
Kategorisasi social sensitivity
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 91 45.5 45.5 45.5
Tinggi 109 54.5 54.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Dari hasil tabel di atas, maka diperoleh hasil persentase variabel social
sensitivity sejumlah 109 subjek kategori tinggi (54.5 %) dan 91 subjek kategori
rendah (45.5 %). Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel social sensitivity
paling tinggi berada pada kategori tinggi.
Selanjutnya tabel berikut menjelaskan sebaran variabel social control yang
dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4. 13
Kategorisasi social control
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 108 54.0 54.0 54.0
Tinggi 92 46.0 46.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Dari hasil tabel di atas, maka diperoleh hasil persentase variabel social control
sejumlah 92 subjek kategori tinggi (46.0 %) dan 108 subjek kategori rendah (54.0 %).
67
Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel social control paling tinggi berada
pada kategori rendah.
Selanjutnya tabel berikut menjelaaskan sebaran variabel kesepian sosial yang
dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.14
Kategorisasi kesepian sosial
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 110 55.0 55.0 55.0
Tinggi 90 45.0 45.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Dari hasil tabel di atas, maka dapat diperoleh hasil persentase sejumlah 90
subjek kategori tinggi (45.0 %) dan 110 subjek kategori rendah (55.0 %). Dengan
demikian, dari hasil sebaran pada variabel kesepian sosial paling tinggi berada pada
kategori rendah.
Selanjutnya tabel berikut menjelaskan sebaran variabel kesepian emosional
yang dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.15
Kategorisasi kesepian emosional
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Rendah 73 36.5 36.5 36.5
Tinggi 127 63.5 63.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
68
Dari hasil tabel di atas, maka diperoleh hasil persentase variabel kesepian
emosional sejumlah 127 subjek kategori tinggi (63.5 %) dan 73 subjek kategori
rendah (36.5 %). Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel kesepian
emosional paling tinggi berada pada kategori tinggi.
1.4 Hasil Uji Hipotesis
1.4.1 Uji Regresi Berganda
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis regresi
berganda yang penghitungannya menggunakan software SPSS 16. Ada tiga hal yang
perlu diperhatikan dalam analisis regresi, pertama adalah besaran R square untuk
mengetahui berapa persen (%) varian pada DV yang dijelaskan oleh IV, kedua adalah
apakah IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV dan yang ketiga adalah
melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Langkah
pertama yang dilakukan adalah menganalisis besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV. Untuk tabel R square
bisa dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.16
Tabel R square
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 0.411a 0.169 0.134 8.76163
a. Predictors: (Constant), EL, EC, SC, ES, EE, SL, SE, SS
69
Dari tabel 4.15 dapat dilihat bahwa perolehan R Square sebesar 0,169. Artinya
bervariasinya variabel dependen yang dipengaruhi emotional expressivity, emotional
sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity, social control,
kesepian sosial dan kesepian emosional yang diteliti pada penelitian ini sebesar
16,9% sedangkan 83,1% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independen
variabel terhadap adiksi internet. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.17
Anova keseluruhan IV terhadap DV
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
Regression 2972.675 8 371.584 4.840 .000a
Residual 14662.351 191 76.766
Total 17635.026 199
a. Predictors: (Constant), EL, EC, SC, ES, EE, SL, SE, SS
b. Dependent Variable: ADIKSI
Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai p (Sig) pada kolom paling kanan
adalah 0,000 atau p = 0,000 dengan nilai p < 0,05. Dengan demikian hipotesis nihil
yang menyatakan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari seluruh variabel
independen terhadap adiksi internet. Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan dari
emotional expressivity, emotional sensitivity, dan kesepian emosional terhadap adiksi
internet.
70
Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi dari masing-masing IV. Jika
sig < 0,05 maka koefisien regresi tersebut yang berarti variabel independen tersebut
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap adiksi internet. Adapun besarnya
koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap adiksi internet
dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut:
Tabel 4.18
Koefisien Regresi
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
(Constant) 47.945 11.864 4.041 .000
Emotional expressivity -.354 .096 -.282 -3.702 .000
Emotional sensitivity .264 .081 .234 3.255 .001
Emotional control .041 .032 .091 1.276 .203
Social expressivity .170 .090 .153 1.880 .062
Social sensitivity -.100 .103 -.080 -.972 .332
Social control .078 .079 .068 .981 .328
Kesepian sosial .134 .079 .124 1.699 .091
Kesepian emosional -.192 .094 -.175 -2.049 .042
a. Dependent Variable: ADIKSI
Dari tabel 4.18 dapat dilihat bahwa variabel emotional expressivity, emotional
sensitivity dan kesepian emosional memiliki nilai Sig < 0,05 sehingga variabel
tersebut signifikan. Sedangkan variabel emotional control, social expressivity, sosial
sensitivity, social control dan kesepian sosial memiliki nilai Sig > 0,05 sehingga
71
variabel tersebut tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang
diperoleh pada masing-masing variabel bebas adalah sebagai berikut :
1. Dimensi emotional expressivity diperoleh koefisien regresi sebesar -0,354 dengan
signifikansi sebesar 0,000 (Sig. < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel
emotional expressivity berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap adiksi
internet. Artinya semakin tinggi emotional expressivity, maka akan semakin
rendah adiksi internet dan sebaliknya, semakin rendah emotional expressivity
maka akan semakin tinggi adiksi internetnya.
2. Dimensi emotional sensitivity diperoleh koefisien regresi sebesar 0,264 dengan
signifikansi sebesar 0,001 (Sig. < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel
emotional sensitivity berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap adiksi
internet.
3. Dimensi emotional control diperoleh koefisien regresi sebesar 0,041 dengan
signifikansi sebesar 0,203 ( Sig > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel
emotional control tidak berpengaruh secara signifikan.
4. Dimensi social expressivity diperoleh koefisien regresi sebesar 0,170 dengan
signifikansi sebesar 0,062 (Sig >0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel
social expressivitytidak berpengaruh secara signifikan.
5. Dimensi sosial sensitivity diperoleh koefisien regresi sebesar -0,100 dengan
signifikansi sebesar 0,332 (Sig > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel
social sensitivity tidak berpengaruh secara signifikan.
72
6. Dimensi social control diperoleh koefisien regresi sebesar 0,078 dengan
signifikansi sebesar 0,328 (Sig >0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variabel
social control tidak berpengaruh secara signifikan.
7. Dimensikesepian sosialdiperoleh koefisien regresi sebesar 0,134 dengan
signifikansi sebesar 0,091 (Sig >0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa
variabelkesepian sosialtidak berpengaruh ssecara signifikan
8. Dimensikesepian emosional diperoleh koefisien regresi sebesar -0,192 dengan
signifikansi sebesar 0,042 (Sig.<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa variable
kesepian emosional berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap adiksi
internet. Artinya semakin tinggikesepian emosional, maka akan semakin rendah
adiksi internet dan sebaliknya, semakin rendahkesepian emosional maka akan
semakin tinggi adiksi internetnya.
Kemudian langkah selanjutnyapeneliti menguji penambahan proporsi varians
dari tiap variabel independen jika variabel independen tersebut dimasukkan satu per
satu ke dalam analisis regresi. Tujuannya adalah melihat penambahan (incremented)
proporsi varians dari tiap variabel independen apakah signifikan atau tidak. Untuk
analisis lengkapnya dibahas pada sub bab di bawah ini.
4.4.2 Pengujian Proporsi Varians Masing-masing Variabel Independen
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians
dari masing-masing variabel bebas terhadap kecenderungan adiksi internet yang
digambarkan pada tabel 4.19 sebagai berikut
73
Tabel 4.19
Pengujian Proporsi Varians
Change Statistics Model R R
Square
Adjusted
RSquare
Std.Error
of the
Estimate
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .258a .067 .062 9.11698 .067 14.165 1 198 .000
2 .331b .109 .100 8.92855 .043 9.446 1 197 .002
3 .335c .112 .099 8.93752 .003 .605 1 196 .438
4 .336d .113 .095 8.95556 .001 .211 1 195 .647
5 .358e .128 .106 8.90125 .015 3.387 1 194 .067
6 .362f .131 .104 8.90902 .003 .662 1 193 .417
7 .388g .150 .119 8.83428 .019 4.279 1 192 .040
8 .411h .169 .134 8.76163 .018 4.197 1 191 .042
a. Predictors; (Constant), EE
b. Predictors; (Constant), EE,ES
c. Predictors; (Constant), EE, ES,EC
d. Predictors; (Constant), EE,ES,EC,SE
e. Predictors; (Constant), EE,ES,EC,SE,SS
f. Predictors; (Constant), EE,ES,EC,SE,SS,SC
g. Predictors; (Constant), EE,ES,EC,SE,SS,SC,SL
h. Predictors; (Constant), EE,ES,EC,SE,SS,SC,SL,EL
Pada tabel di atas, kolom pertama adalah variabel bebas yang dianalisis secara
satu persatu, kolom kedua merupakan penambahan varians variabel terikat dari tiap
variabel bebas yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai
murni varians variabel terikat dari setiap variabel bebas yang dimasukkan secara satu
per satu, kolom keemapt adalah nilai F hitung bagi variabel bebas yang bersangkutan,
kolom df adalah derajat bebas bagi variabel bebas yang bersangkutan pula, yang
terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai
variabel bebas pada tabel F dengan df yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom
inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung
lebih besar dari F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan
74
dituliskan signifikan atau tidak signifikan. Dari tabel 4.19 di atas dapat dijelaskan
informasi sebagai berikut:
1. Variable emotional expressivity memberikan sumbangan sebesar 6,7% dalam
varians adiksi internet. Sumbangan tersebut signigikan secara statistik dengan F=
14,165, df1=1, df2= 198, dan signifikan F Chnge =0,000 (P<0,05)
2. Variabel emotional sensitivity memberikan sumbangan sebesar 4,3% dalam
varians adiksi internet. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=
9,446, df1 = 1, df2 = 197, dan signifikan F Change =0,002 (p<0,05)
3. Variabel emotional control memberikan sumbangan sebesar 0,3% dalam varians
adiksi internet. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F=
0,605, df1 = 1, df2 = 196, dan signifikan F Change =0,438 (p<0,05)
4. Variabel social expressivity memberikan sumbangan sebesar 0,1% dalam varians
adiksi internet. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F=
0,211, df1 = 1, df2 = 195, dan signifikan F Change =0,647 (p<0,05)
5. Variabel social sensitivity memberikan sumbangan sebesar 1,5% dalam varians
adiksi internet. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F=
3,387, df1 = 1, df2 = 194, dan signifikan F Change =0,067 (p<0,05)
6. Variabel social control memberikan sumbangan sebesar 0,3% dalam varians
adiksi internet. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan F=
0,662, df1 = 1, df2 = 193, dan signifikan F Change =0,417 (p<0,05)
75
7. Variabel kesepian sosial memberikan sumbangan sebesar 1,9% dalam varians
adiksi internet. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 4,279,
df1 = 1, df2 = 192, dan signifikan Fchange =0,040 (p<0,05)
8. Variabel kesepian emosional memberikan sumbangan sebesar 1,8% dalam
varians adiksi internet. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=
4,197, df1 = 1, df2 = 191, dan signifikan F Change =0,042 (p<0,05)
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa terdapat empat dari delapan IV yang
mempengaruhi adiksi internet secara signifikan berdasarka R Square yang dihsilkan
dari masing-masing IV tersebut terhadap proporsi varians DV secara keseluruhan,
IV tersebut adalah emotional expressivity, emotional sensitivity, kesepian sosial dan
kesepian emosional.
76
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti membahas kesimpulan dan diskusi berdasarkan hasil
penelitian yang telah diperoleh. Selain itu, peneliti juga akan memberikan saran
dari segi teoritis dan juga praktis untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian ini adalah ,“Ada pengaruh yang signifikan keterampilan sosial
(emotionalexpressivity, emotional sensitivity, emotional control, social
expressivity, social sensitivity, social control) dan kesepian(kesepian emosional,
kesepian sosial)”terhadap adiksi internet. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji F yang
menguji keseluruhan independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV)
dengan perolehan R square sebesar 0,169.
Hasil uji hipotesi minor yang menguji signifikan masing-masing koefisien
regresi terhadap dependent variable, diperoleh tiga variabel yang signifikan
pengaruhnya terhadap adiksi internet, yaitu emotional expressivity, emotional
sensitivity, dan kesepian emosional.
77
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab IV menunjukkan bahwa
emotional expressivity, emotional sensitivity dan kesepian emosional
mempengaruhi adiksi internet pada remaja pengguna smartphone. Variabel
emotional expressivity secara negatif berpengaruh signifikan terhadap adiksi
internet. Jadi semakin rendah emotional expressivity seorang remaja maka
semakin tinggi kecenderungan adiksi internetnya, begitupun sebaliknya. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wisti
(2014) yang menyatakan jika emotional experessivity tidak terkontrol maka
seorang remaja akan menjadi seseorang yang sangat ekspresif, sehingga ia dapat
menunjukkan emosi yang spontan.
Variabel emotional sensitivity secara positif berpengaruh signifikan terhadap
adiksi internet.Jadi semakin tinggi emotional sensitivity seorang remaja maka
semakin tinggi kecenderungan adiksi internetnya, demikian pula sebaliknya. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang yang dilakukan oleh
Kusumadewi (2009) yang menyatakan ada hubungan antara emotional sensitivity
dengan adiksi internet. Remaja dengan emotional sensitivity yang tinggi adalah
yang menyimak dan mudah menangkap saat memperhatikan tanda-tanda
emosional non-verbal pada orang lain adalah remaja dengan skor kecanduan yang
rendah. Seseorang yang memiliki skor tinggi disini akan dapat
menginterprestasikan komunikasi emosional secara cepat dan efisien, mereka
dapat lebih mudah menjadi orang yang terpengaruh secara emosional oleh orang
lain, merasakan keadaan emosional orang lain dengan penuh pengertian.
78
Variabel emotional control dengan nilai regresi 0,041berada positif tetapi
tidak signifikan terhadap adiksi internet. Jadi semakin tinggi emotional control
seorang remaja maka semakin tinggi kecenderungan adiksi internetnya, demikian
sebaliknya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Kusumadewi (2009) yang menyatakan remaja yang kecanduan
internet juga dapat mengendalikan dan mengatur perilaku emosional dan non-
verbal yang tampak. Mereka tidak akan mengalami kesulitan saat berpura-pura,
memperagakan tanda-tanda emosi untuk menutupi keadaan emosional yang
sebenarnya.
Variabel social expressivity secara positif tidak signifikan terhadap
kecenderungan adiksi internet. Jadi semakin tinggi social expressivity seorang
remaja maka semakin tinggi kecenderungan adiksi internetnya, begitupun
sebaliknya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Kusumadewi (2009) yang mengatakan ada hubungan antara social
expressivity dengan adiksi internet. Remaja dengan skor kecanduan yang rendah
makaia akan tampak luwes dalam bergaul dan ramah, karena kemampuannya
dalam memulai percakapan dengan orang lain, dengan kata lain ia memiliki social
expressivity yang tinggi.
Variabel social sensitivitysecara negatif tidak signifikan terhadap adiksi
internet. Jadi semakin rendah social sensitivity seorang remaja maka semakin
rendah kecenderungan adiksi internetnya, begitupun sebaliknya. Hasil penelitian
ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wisti (2014)
yang mengatakan jika seorang remaja memiliki skor sensitivity yang tinggi, maka
79
ia akan menjadi seorang yang terlalu mengkhawatirkan tingkah laku yang tampak
di depan orang lain sehingga ia akan mengalami kecemasan sosial, dimana akan
menghalanginya dalam partisipasi sosial.
Variabel social control secara positif tidak signifikan terhadap adiksi
internet. jadi semakin tinggi social control seorang remaja maka semakin rendah
kecenderungan adiksi internet, begitupun sebaliknya. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumadewi (2009) yang mengatakan
bahwa tidak ada terdapat hubungan yang signifikan antara social control dengan
adiksi internet.
Variabel kesepian sosial secara positif berpengaruh namum tidak signifikan
terhadap kecenderungan adiksi internet. jadi semakin tinggi kesepian sosial
seorang remaja maka semakin rendah kecenderungan adiksi internet, begitupun
sebaliknya. Kesepian emosional merupakan suatu bentuk kesepian yang muncul
ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim. Peneliti berasumsi
bahwa responden yang ada dalam penelitian ini rata-rata memiliki ikataan
hubungan yang baik.
Variabel kesepian emosional secaranegatif berpengaruh signifikan terhadap
adiksi internet. Jadi semakin tinggi kesepian emosional seorang remaja maka
semakin rendah kecenderungan adiksi internetnya, begitupun sebaliknya. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hardie &
Tee (2007) dan Moody (2001) menemukan tingginya pengguna internet
berhubungan dengan tingginya tingkat kesepian emosional, namun disertai
80
dengan rendahnya kesepian sosial. Caplan (2003) menemukan bahwa individu
yang kesepian dapat mengembangkan preferensinya terhadap interaksi sosial yang
dapat menjebaknya pada adiksi internet.
5.3. Saran Penelitian
Peneliti menyadari bahwa terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Oleh
karena itu, peneliti memaparkan saran teoritis dan saran praktis. Saran-saran ini
dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya yang memiliki variabel dependen
yang sama, yaitu adiksi internet.
5.3.1. Saran teoritis
Terdapat faktor lain di luar penelitian ini yang mungkin terkait erat dengan adiksi
internet. oleh karena itu, peneliti menyarankan agar peneliti menganai adiksi
internet selanjutnya dapat menambah variabel-variabel di luar penelitian ini yang
pengaruh terhadap adiksi internet, Seperti social anxiety, shypness, self-esteem,
locus ofcontrol,personality, sensation seeking, dan depression, karena dapat
mempengaruhi adiksi internet.
5.3.2. Saran praktis
1. Bagi remaja yang menggunakan smartphone dan tanpa disadari telah teradiksi
internet, hendaknya mulai mengurangi waktu dalam pengaksesan internet dan
dapat mengontrol dirinya.
2. Bagi remaja yang memiliki emotional sensitivity yang rendah hendaknya tidak
mudah terpengaruh oleh emosional yang di tampilkan di internet, karena dapat
menjadikan remaja tersebut terpengaruh secara emosional dari orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, A.B & Ngazis, A.N. (2013). Hasil survei kebiasaan pengguna smartphone
di Indonesia.
Akin, A & Iskender, M (2011). Internet addiction and depression, anxiety and
stress. International Online Journal Of Education Sciences, 3(1), 138- 148.
Avsaroglu, S, Arslan, C, & Deniz, M.E. (2012). Analisys of anger managemet in
terms of social skills. African Journal of Business Management, 6(11),
4150- 4157.
Aydin, B & Sari, S.V. (2011). Internet addiction among adolescent ; The role of
self-esteem. Procedia social and behavioral sciences, 15, 3500-3505.
Celik, S & Basal, A (2012). Predictive role of personality traits on internet
addiction. Journal of distance education, 13(4).
Caplan, S.E. (2005). A social skill account of problematic use. Journal of
communication.
Chou, C, Condron, L & Belland, J.C.(2005). A review of the research on internet
addiction. Educational psychology review, 17 (4), 369-389.
Deniz, M.E, Hamarta. E & Ari. R. (2005). An investigating of social skills and
loneliness level of university students with respect to their a attachment
styles in a sampel of Turkish students. Journal social bahavioral and
personality. 33(1), 19-32.
De Jong Gierveld, J & Tilburg, Theo Va (2006). A 6- Item scale for overall,
emotional, and social loneliness. Nethersland interdisciplinary demograpic
intitute ; Research on aging.
Duvnjak, B & Bajraktarevic D. (2013). Connections using social networks and
social intellegence of students. Journal for interdisciplinary studies, 3(2),
20-24.
Griffiths, M. (2005). A ‘components’ model of addiction within a biopsychosocial
framework. Journal of subtance use, 10 (4), 191-197.
Riggio, R.E & Carney, D.R. (2003). Social skills inventory manual, 2nd
. CA ;
Mind garden.
Riggio, R., E & Reichard, R. J. 2008. The emotional and social intellegences of
effective leadership: an emotional and social skills approach. Journal
Managerial Psychology, 23, 168-185
Hardie, Elizabeth & Tee, Ming Y. (2007). Excessive internet use; The role of
personality, loneliness and social support networks in internet addiction.
Australian Journal of emerging technologies and society, 5(1) , 34-47
Kim, J, Larose,R & Peng, W. (2009). Loneliness as the cause and the effect of
problematic internet use : The relationship between internet use and
psychological well-being. Cyber Psychology & Behavior, 12 (4).
Kun, B & Demetrovics, Z. (2010). Emotional intelligence and addictions : A
systematic review. Subtance use & misuse, 45 ; 1131-1160.
Kusuma Dewi, T.N. (2009). Hubungan antara kecanduan internet game online dan
keterampilan sosial pada remaja. Skripsi. Depok; Universitas Indonesia.
Liu, Xiaolei., Bao, Zhen., & Wang, Zhenghong. (2010). Internet use and internet
addiction disorder among students ; A case from China.
Martin, J.M & Schumacher, P. (2003). Loneliness and social uses of the internet.
Computers in human behaviors, 19, 659 – 671.
Mami, S & Zad, A. H. (2014). Investigating the effect of internet addiction on
social skills and in high school students achievement. International J. Soc. Sci &
Education. 3 (1), 49-74
Oktug, Zeynep. (2012). Gender differences in internet addiction and tendencyto
express emotion. Online journal of counseling & education, 1 (4), 39-54.
Santrock. Remaja, edisi 11 jilid 1. 2007. Jakarta : Erlangga.
Sansoni, J,. Marosszeky, N,. Sansoni, E,. Fleming, G. (2010). Final Report:
Effective Assessment of Social Isolation. Centre for Health Service
Deelopment, University of Wollongong. 3(8), 731-736
Sears, David ,O., Freedman, J, L & Peplau, L, A. (1985). Psikologi sosial. Jilid
kelima (terjemahan). Jakarta : Erlangga.
Santrock, Life span development, edisi kelima jilid 2. 2002. Jakarta : Erlangga.
Santrock, Children, eigh edition. 2005. Jakarta ; Erlangga.
Widyanto, L & Griffiths, M. (2006). ‘internet addiction’ : A critical review. Int J
Ment Healrh Addict 4, 31-51.
Wisti, H, P. (2014). Pengaruh keterampilan sosial dan pola komunikasi keluarga
terhadap kecenderungan adiksi internet pada remaja pengguna smartphone.
Skripsi. Jakarta ; Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.