pengaruh intellectual capital (vaictm)terhadap...

105
PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL (VAIC TM )TERHADAP PROFITABILITAS (ROA, ROE DAN GR) (Studi Empiris Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Jawa Barat Periode Tahun 2013 2015) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Oleh: DICKY RIZA HIDAYAT NIM: 1110046100204 PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Upload: lethuy

Post on 19-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL (VAICTM)TERHADAP

PROFITABILITAS (ROA, ROE DAN GR)

(Studi Empiris Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Jawa Barat

Periode Tahun 2013 – 2015)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Oleh:

DICKY RIZA HIDAYAT

NIM: 1110046100204

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

i

ii

iii

iv

ABSTRAK

Dicky Riza Hidayat. 1110046100204. Pengaruh Intellectual Capital

(VAICTM) terhadap Profitabilitas (ROA, ROE dan GR) pada BPRS di Jawa Barat.

Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Juli 2017.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh pengaruh

Intellectual Capital (VAICTM) terhadap profitabilitas (ROA, ROE dan GR) pada

BPRS di Provinsi Jawa Barat periode Januari 2013 – Desember 2015. Metode

analisis penelitian ini menggunkan Partial Least Squares (PLS), dimana

Profitabilitas yang di ukur dengan ROA, ROE dan GR sebagai Variabel Dependen

dan Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) sebagai Variabel Independen.

Pada penelitian ini berusaha menjelaskan kemampuan Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah yang berada di Jawa Barat pada periode 2013-2015 dalam

mengelola modal intelektual. Hasil pengamatan selama tiga tahun membuktikan

bahwa nilai t-statistic seluruh path antara VAIC dan Profitabilitas adalah diatas

2,131. Hal ini berarti loading-nya signifikan pada p < 0.05 (two-tailed) dan

mengindikasikan adanya pengaruh modal intelektual yang signifikan terhadap

profitabilitas BPRS selama tiga tahun pengamatan 2013-2015. Nilai R-square

untuk tahun tahun 2013 adalah 0.781, sedangkan tahun 2014 adalah 0.751 dan

tahun 2015 sebesar 0.819. Hal ini menunjukan bahwa kekuatan modal intelektual

dalam menjelaskan variabel profitabilitas BPRS di Jawa Barat adalah sebesar 78,1

persen di tahun 2013; 75,1 persen pada tahun 2014 dan di tahun 2015 sebesar 81,9

persen.

Kata Kunci: Intellectual Capital, Modal Intelektual, BPRS, dan Profitabilitas.

Pembimbing : Ir. Aries Koentjoro

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, taufiq,

serta nikmat-Nya, sehingga Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Pengaruh Intellectual Capital terhadap Profitabilitas pada

BPRS di Jawa Barat”. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada

nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat serta umatnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit

hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat berkat keguguhan

hati, kerja keras, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung

ataupun tidak langsung, sehingga membuat penulis tetap bersemangat dalam

menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis

berterima kasih kepada:

1. Ayahanda H. Zabidi dan Ibunda Diah Rini yang senantiasa memberikan cinta

dan kasih sayangnya serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

ini.

2. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak AM Hasan Ali, MA. selaku Kepala Program Studi Muamalat Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menjadi guru

dan Ustadz yang sabar dan baik dalam membimbing penulis.

vi

4. IbuCut Erika Ananda Fatimah, SE., MBAselaku Ketua Jurusan Program

Studi Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Ir. Aries Koentjoro MM, Dosen Pembimbing yang tidak hanya

membimbing namun turut pula menuntun penulis layaknya orang tua kepada

ananknya.

6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga

ilmu ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

7. Nur Annis Fitri teman sekaligus sahabat terbaik yang selalu memotivasi

penulis dan menjadi salah satu bahan bakar penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan di Program Studi Muamalat, terutama

Dedat, Dimas, Lutfi, Haidir, Encep, Saeful yang selalu berbagi kebahagian

dalam canda dan tawa maupun ketika duka.

9. Sahabat-sahabat di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang turut

memotivasi penulis.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis berupaya semaksimal mungkin agar

dapat memenuhi harapan semua pihak. Namun penulis menyadari masih banyak

sekali terdapat kekurangan dan kehilafan dalam penulisan dan penyusunan Skripsi

ini. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis, oleh karena itu

vii

saran serta kritik juga saya butuhkan demi perbaikan skripsi saya. Terakhir saya

berharap semoga segala bantuan yang diberikan menjadi amal ibadah sehingga ini

dapat bermanfaat untuk ummat. Akhirnya saya ucapkan terimakasih.

Jakarta, 31 Juli 2017

Dicky Riza Hidayat

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING.................................................. .i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................................. v

DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 8

C. Pembatasan Masalah ....................................................................................... 8

D. Perumusan Masalah ........................................................................................ 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 9

F. Metode Penelitian ......................................................................................... 10

1. Jenis Penelitian ......................................................................................... 10

2. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 10

3. Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 10

4. Teknik Pengolahan Data ........................................................................... 11

5. Teknik Analisis Data ................................................................................ 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 12

A. Kerangka Teori ............................................................................................. 12

1. Stakeholder Theory ................................................................................... 13

2. Legitimacy Theory .................................................................................... 16

3. Intellectual Capital .................................................................................... 20

4. Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) ...................................... 32

5. Prinsip-Prinsip Efisiensi Intellectual Capital ........................................... 36

6. Profitabilitas .............................................................................................. 40

B. Penelitian Sebelumnya .................................................................................. 46

C. Kerangka Berpikir dan Pengembangan Hipotesis ....................................... 49

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 51

A. Jenis Penelitian.............................................................................................. 51

ix

B. Objek Penelitian ............................................................................................ 51

C. Periode Penelitian ......................................................................................... 52

D. Metode Penentuan Sampel ............................................................................ 53

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 54

F. Sumber Data.................................................................................................. 54

G. Teknik Analisa Data ..................................................................................... 55

H. Operasional Variabel Penelitian ................................................................... 58

1. Variabel Independen ................................................................................. 58

2. Variabel Dependen ................................................................................... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 63

A. Gambaran Umum Objek ............................................................................... 63

B. Deskripsi Data Penelitian .............................................................................. 68

1. Statistik Deskriptif .................................................................................... 68

2. Uji Outer Model ........................................................................................ 71

3. Uji Inner Model ........................................................................................ 85

4. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Profitabilitas pada BPRS di

Jawa Barat. ............................................................................................... 88

BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 91

A. Kesimpulan ................................................................................................... 91

B. Keterbatasan .................................................................................................. 91

C. Saran ............................................................................................................. 92

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 93

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan memasuki abad 21, lingkungan bisnis dikarakterisasikan dengan

akselerasi perubahan yang sangat radikal dibandingkan dengan dekade

sebelumnya. Perubahan pasar global, siklus inovasi yang makin pendek,

organisasi yang dikendalikan oleh pengetahuan (knowledge-driven business),

meningkatnya peran konsumen dalam proses perkembangan produk, serta

pentingnya informasi dan teknologi komunikasi dalam hubungan intern dan intra

perusahaan.1Kecepatan perkembangan serta inovasi teknologi saat ini membuat

persaingan yang ketat antara perusahaan-perusahaan, hal tersebut membuat

perusahaan mengubah cara mereka dalam menjalankan bisnisnya. Pertumbuhan

perusahaan berubah dari bisnis yang berdasarkan tenaga kerja (labor-based

business) menjadi bisnis yang berdasarkan pengetahuan (knowledge-based

business). Dalam era pengetahuan tersebut untuk bisa bertahan atau tidak dalam

persaingan sangat bergantung pada kapasitas untuk mengelola intangible asset,

pengetahuan dan kapabilitas inovasi secara efektif dan efisien menjadi nilai

penting bagi pengendali aktivitas perusahaan.

Untuk dapat memanfaatkan modal intelektual, perusahaan perlu

memahami apa yang dimaksud dengan modal intelektual tersebut. Melalui

pemahaman makna intangible asset tersebut perusahaan dapat menyusun dan

1 Lina Anatan, “Manajemen Modal Intelektual: Strategi Memaksimalkan Nilai Modal

Intelektual Dalam Technology Driven Business, Vol.V No.2 (2006) hlm.2

2

menetapkan strategi serta kebijakan-kebijakan untuk mengevaluasi dan

memaksimalkan produktivitas aset mereka yang paling bernilai tersebut. Ide atau

gagasan tentang modal intelektual dimulai pada pertengahan tahun 1980an yang

diindikasikan dengan munculnya pergeseran dari production based to service ke

knowladge-based economy.

Beberapa penulis memberikan definisi yang berbeda-beda tentang modal

intelektual. Stewart mendefinisikan modal intelektual sebagai materi intelektual

yaitu pengetahuan, informasi, kekayaan intelektual, pengalaman yang digunakan

untuk menciptakan kesejahteraan. Ia mengemukakan bahwa pengetahuan telah

menjadi faktor produksi yang penting dan oleh karenanya aset intelektual harus

dikelola oleh perusahaan,

Mouritsen mendefinisikan modal intelektual sebagai suatu proses

pengelolaan teknologi yang mengkhususkan untuk menghitung prospek

perusahaan di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Reilly kategori

intangible asset merupakan sesuatu yang berhubungan dengan teknologi,

konsumen kontrak, proses data, modal personal, pemasaran, lokasi dan goodwill.

Perkembangan modal intelektual di Indonesia dimulai dengan munculnya

PSAK No.19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud,walaupun tidak

dinyatakan secara eksplisit sebagai modal intelektual namun lebih kurang modal

intelektual telah mendapat perhatian. Menurut PSAK No.19, aktiva tidak

berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat di identifikasi dan tidak

mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau

3

menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya atau untuk tujuan

administratif.

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang merupakan salah satu dari

3 bentuk Bank Syariah di Indonesia. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.21

tahun 2008 yang dimaksud dengan BPRS adalah Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran. Adapun sasaran pembiayaan BPRS adalah pengusahan kecil dan

sektor informal serta masyarakat lain yang menghadapi masalah modal dengan

prospek usaha yang layak.

TABEL 1.1

PEMBIAYAAN BPRS BERDASARKAN GOLONGAN PEMBIAYAAN

TAHUN 2011 – 2015

(dalam Juta Rupiah)

GOLONGAN

PEMBIAYAAN 2011 2012 2013 2014 2015

g

(%)

Usaha Kecil

dan

Menengah

1.547.205 2.080.094 2.620.263 3.005.858 3.377.987 21,55

Porsi dari Total

Pembiayaan

(%)

57,82 58,54 59,10 60,06 58,59 0,33

Selain Usaha

Kecil dan

Menengah

1.128.725 1.473.426 1.813.230 1.999.051 2.387.184 20,50

Porsi dari Total

Pembiayaan

(%)

42,18 41,46 40,90 39,94 41,41 -0,46

Total 2.675.930 3.553.520 4.433.492 5.004.909 5.765.171 21,15

Sumber : Statistik Perbankan Syariah September, Otoritas Jasa Keuangan 2016

Catatan : g = Pertumbuhan rata-rata tahun 2011-2015 (%)

4

Berdasarkan Tabel 1.1 tampak bahwa selama periode 2011-2015 dari sisi

porsi pembiayaan BPRS menyalurkan pembiayaannya lebih banyak pada sektor

usaha kecil dan menengah dibandingkan selain UMKM, dimana pertumbuhan

rata-rata pembiayaan untuk UMKM selama periode tahun 2011-2015 tumbuh

sebesar 21,55% dan selain UMKM bertumbuh dengan 20,50%. Secara eksplisit

BPRS memang berfokus dalam pengembangan UMKM di daerah.

Jaringan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia

mengalami perkembangan dalam jumlah Bank, Kantor dan Tenaga Kerja pada

periode tahun 2009-2015 dimana secara rata-rata perkembangan jumlah bank

memiliki rata-rata peningkatan sebesar 2,60%, jumlah kantor sebesar 11,52% dan

tenaga kerja sebesar 9,43%sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.2.

TABEL 1.2

PERKEMBANGAN JUMLAH JARINGAN DAN TENAGA KERJA BPRS

DI INDONESIA

PERIODE 2009-2015

Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Bank 138 150 155 158 163 163 161

Kantor 225 286 364 401 402 439 433

Tenaga

Kerja 2799 3172 3773 4359 4826 4704 4808

Sumber : Statistik Bank Indonesia Juni 2015

Dengan perkembangan jaringan dan tenaga kerja BPRS yang ada di

Indonesia tersebut tentunya peran human capital atau sumber daya manusia

sangat penting bagi bank syariah. Bila perusahaan secara terencana melakukan

investasi di dalam pengembangan karyawan, maka kemampuan dan kualitas

karyawan akan menjadi modal intelektual (intellectual capital) dari perusahaan,

5

maka karyawan akan menjadi energi yang kuat untuk menciptakan nilai tambah

bagi perusahaan.

Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan perbankan syariah, maka

tingkat persaingan pun menjadi tinggi. Persaingan yang semakin tajam ini harus

didukung dengan manajemen sumber daya manusia berbasis pengetahuan yang

baik untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah satu faktor yang harus

diperhatikan oleh bank untuk bisa bertahan adalah dengan menjaga kinerja dan

meningkatkan kinerja bank. Penilaian terhadap kinerja bank sangan penting. Salah

satu indikator untuk menilai kinerja keuangan suatu bank adalah melihat tingkat

profitabilitasnya. Semakin tinggi profitabilitas suatu bank, maka semakin tinggi

pula kinerja bank tersebut.

TABEL 1.3

PERKEMBANGAN ASET, PEMBIAYAAN DAN DPK BPRS DI

INDONESIA

PERIODE TAHUN 2011-2015

(dalam Triliun)

Sumber : Statistik Perbankan Syariah September, Otoritas Jasa Keuangan 2016

Perkembangan aset BPRS yang terus meningkat tentunya sebuah hal yang

positif, dimana aset BPRS secara nasional pada 2015 berkembang sebesar 17,73%

3,5

4,6

5,86,5

7,7

2,63,5

4,45

5,7

22,9

3,6 44,8

0

2

4

6

8

10

2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5

Aset Pembiayaan DPK

6

dibandingkan pada tahun 2014 yang hanya berkembang sebesar 12,68%. Dana

Pihak Ketiga (DPK) sendiri masih menjadi modal kerja utama bagi BPRS dengan

presentase sebesar 62,04% pada tahun 2015. Hal tersebut dapat sedikit

menggambarkan kepercayaaan masyarakat dalam menaruh dananya pada BPRS.

TABEL 1.4

KINERJA BPRS DI INDONESIA

PERIODE TAHUN 2011 – 2015

(%)

Rasio 2011 2012 2013 2014 2015 g (%)

ROA 2,67 2,64 2,79 2,26 2,20 -4,72

ROE 18,95 20,54 21,22 16,13 14,66 -6,21

Sumber : Statistik Perbankan Syariah September, Otoritas Jasa Keuangan 2016

Perkembangan Aset, DPK dan Pembiayaan pada BPRS sayangnya tidak

diikuti dengan pertumbuhan positif pada kemampuan bank untuk memperoleh

laba. Pada periode tahun 2011-2015 BPRS di Indonesia mencatat penurunan rata-

rata pertumbuhanReturn on Asset (ROA) sebesar -4,72% dan Return on Equity

(ROE) sebesar -6,21% yang berarti penurunan pada kemampuan manajemen bank

dalam menghasilkan keuntungan dan dalam segi penggunaan aset. Kinerja BPRS

sempat mencapai Rasio ROA sebesar 2,79% pada tahun 2013, namun turun secara

drastis pada 2015 menjadi 2,20%. Begitu pula ditahun yang sama ROE mencatat

21,22% dan menurun menjadi 14,66%.

Intellectual Capital(IC)memiliki peran yang sangat penting dan strategis

di dalam perusahaan. Laporan keuangan kurang memadai dalam melaporkan

kinerja intellectual capital perusahaan. Menurut Ulum, penciptaan nilai yang tidak

berwujud (intangible value creation) harus mendapatkan perhatian yang cukup

karena hal ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap kinerja perusahaan.

7

Penciptaan nilai dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki perusahaan

baik karyawan (human capital),aset fisik (physical capital), maupun structural

capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan menciptakan value

added bagi perusahaan yang kemudian dapat mendorong kinerja keuangan

perusahaan untuk kepentingan stakeholder.2

OJK dalam materi nya di seminar yang bertema “Industri BPR-BPRS

Sebagai Pilar Ekonomi Daerah Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat” pada

bulan Oktober 2016 mengemukakan kelemahan dari BPR/BPRS yang terdiri dari

Lack of Capital, Lack of Management, Lack of Governance dan Lack of IT

System. Kelemahan tersebut pun menjadi masalah yang saling bertautan, dimana

keterbatasan modal yang dikarenakan kurang mampunya Pemilik Saham Prioritas

(PSP) dalam menambah modal menjadi gambaran kurang berkomitmenya PSP

dalam pengembangan BPR/BPRS dan membuat pembiayaan tidak diimbangi

dengan penguatan modal. Keterbatasan modal tersebut mengakibatkan ketidak

mampuan BPR/BPRS merekrut SDM yang berkualitas dan mengembangkan

SDM yang berintegritas, tidak mampu dalam pengadaan IT yang handal, tidak

mampu mengelola secara profesional dan tidak mampu mengembangkan produk

dan layanan yang bersaing. Hal tersebut mengakibatkan kinerja BPR/BPRS

menjadi buruk.3

2 Ihyaul Ulum, Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2009), h.6. 3 Otoritas Jasa Keuangan, bertema “Industri BPR-BPRS Sebagai Pilar Ekonomi Daerah

Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat” diakses pada 23 Desember 2016 dari

http;//www.bprpuri.com/informasi-detail-20.html.

8

Modal intelektual yang merupakan intangible assets adalah sesuatu yang

tidak mudah untuk diukur, karena itulah kemudian muncul konsep value added

intellectual coefficient (VAICTM) yang menjadi solusi untuk mengukur dan

melaporkan modal intelektual dengan mengacu pada informasi keuangan

perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis ingin melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Profitabilitas

(Studi EmpirisPada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Jawa

Barat)”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang diuraikan dalam penulisan penelitian ini adalah :

1. Perkembangan Aset dan Pembiayaan pada BPRS tidak diikuti dengan

pertumbuhan laba pada BPRS.

2. Perkembangan Jaringan dan Tenaga Kerja belum menjadi pendorong bagi

pertumbuhan laba pada BPRS.

3. Keterbatasan modal merupakan salah satu masalah dalam pengembangan

BPRS.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti membatasi permasalahan yang

akan diteliti, diantaranya :

1. Modal tak berwujud (intangible asset) pada BPRS yang diukur dengan

Value Added Intellectual Capital.

2. Pertumbuhan laba pada BPRS yang diukur dengan Rasio Profitabilitas

9

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pengidentifikasian adanya masalah-masalah tersebut maka

penulis merumuskan masalah yaitu Apakah Intellectual Capital berpengaruh

terhadap Profitabilitas BPRS di Provinsi Jawa Barat?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pokok masalah yang dirumuskan, maka penelitian ini

bertujuan:

1. Mengetahui pengaruh Intellectual Capital (VAICTM) terhadap

profitabilitas (ROA, ROE dan GR) pada BPRS di Provinsi Jawa Barat.

2. Mengetahui seberapa besarIntellectual Capital

(VAICTM)berpengaruhterhadap profitabilitas (ROA, ROE dan GR)

pada BPRS Di Provinsi Jawa Barat.

Manfaat dari hasil penelitian dan penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Bagi akademisi, penilitian ini berguna untuk memberrikan informasi

dan kontribusi bagi kalangan pelajar/mahasiswa dan dapat digunakan

sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya, khususnya

mengenai Intellectual Capital.

2. Bagi investor diharapkan menjadi tolak ukur investasi dan salah satu

referensi sehingga mampu memberikan gambaran dalam melakukan

investasi di perusahaan-perusahaan.

3. Bagi bank dapat dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan modal

baik modal yang berwujud maupun tidak berwujud.

10

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitan yang digunakan penulis disini adalah dengan

menggunakan penelitian kuantitatif yang artinya berkaitan dengan angka-

angka dan dapat diukur yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel

independent terhadap variabel dependent.Penelitian ini bersifat deskriptif,

yaitu penulis melihat keterkaitan hubungan dan mengkontekstualisasikan

keterangan dari lapangan.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif karena variabel-

variabel yang diteliti merupakan data yang berbentuk angka. Sumber data

yang digunakan adalah Data Sekunder yang berupa literature berupa jurnal,

majalah, artikel, surat kabar, website yang pembahasannya berkaitan dengan

objek kajian penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Mengenai teknik pengumpulan data, penulis akan mendapatkan data

dengan metode :

a. Studi dokumenter, yaitu dengan cara pengumpulan data-data yang

berhubungan dengan Intellectual Capital, Profitabilitas dan BPRS Al-

Salaam Amal Salman.

b. Studi pustaka, yaitu dengan mempelajari dan memperdalam literatur

yang bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan

11

dengan penelitian ini dari berbagai media yang relevan dan objektif

guna memenuhi target pembahasan.

4. Teknik Pengolahan Data

Guna mengubah data mentah menjadi data yang dapat terbaca dan

terinterpretasi dengan baik maka dalam penelitian ini data akan diolah

menggunakan bantuan software program Microsoft Excel dan SPSS.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

dependen dengan independen.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi yang diterapkan agar terfokus dalam

kajian yang dimaksud, maka penulis membuat sistematika penulisan sesuai

dengan masing-masing bab. Penulis membaginya menjadi 5 (lima) bab, yang

masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari

bab tersebut. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

pustaka/review terdahulu, hipotesis, kerangka teori, kerangka konseptual dan

sistematika penulisan.

12

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini memaparkan mengenai landasan teori yang digunakan dalam

penelitian, yaitu Intellectual Capital, komponen intellectual capital, pengukuran

intellectual capital, value added intellectual capital (VAICTM) dan Profitabilitas.

Bab III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang ruang lingkup penelitian, sumber data

penelitian, objek penelitian, teknik pengumpulan data, variabel dependent dan

independent nya.

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran objek penelitian, deskripsi data

penelitian, analisis regresi dan interpretasi.

Bab V PENUTUP

Pada bab ini penulis mencoba membuat kesimpulan dari pembahasan yang

telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dan memberikan saran-saran yang

kiranya dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

Terdapat dua teori yang mendasari penelitian ini, yaitu stakeholder theory

dan legitimacy theory.Kedua teori ini merupakan teori yang paling tepat untuk

13

mendasari penelitian di bidang intellectual capital.4Teori stakeholder erat

kaitannya dengan teori legitimacy. Keduanya menjelaskan alasan pengungkapan

suatu informasi oleh perusahaan dalam laporaan keuangan. Kedua teori tersebut

juga dapat dijadikan dasar dalam menjelaskan hubungan antara kinerja intellectual

capital (VAICTM) dengan kinerja keuangan perusahaan.

1. Stakeholder Theory

Istilah stakeholder dalam definisi klasik adalah definisi Freeman dan

Reed yang menyatakan bahwa stakeholder adalah: “any identifiable group or

individual who can affect the achivement of an organisation’s objectives, or

is affected by the achivement of an organisation’s objectives”.5

Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan

untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka

dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori

ini menyatakan bahwa stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi

tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka, bahkan ketika

mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan bahkan

ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif

dalam kelangsungan hidup organisasi.

4 James Guthrie, dkk, “The voluntary reporting of intellectual capital; Comparing

evidence from Hong Kong and Australia”, Journal of Intellectual Capital Vol.7, no.2 (2006):

h.256. 5 R. Edward Freeman dan David L. Reed, “Stockholders and Stakeholders: A New

Perspective on Corporate Governance” California Management Review, Vol.25, no.3 (1983), h.91.

14

Teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi

kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa

organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi tentang

kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan diatas

permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang

diakui oleh stakeholder.6

Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer

perusahaan mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan

pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan

dilingkungan perusahaan mereka. Namun tujuan yang lebih luas dari teori

stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan

nilai dari dampak aktifitas-aktifitas mereka dan meminimalkan kerugian-

kerugian bagi stakeholder. Pada kenyataanya, inti keseluruha teori

stakeholder terletak pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan

stakeholder menjalakan hubungan mereka.

Untuk menjelaskan hubungan VAICTM dengan kinerja keungan

bank, teori stakeholder harus dipandang dari kedua bidangnya, baik bidang

etika (moral) maupun bidang manajerial. Bidang etika berargumen bahwa

seluruh stakeholder memeliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh

organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh

6 Craig Deegan dan Christopeher Blomquist, “Stakeholder Influence on Corporate

Reporting : An Exploration of The Interaction Between the World Wide Fund for Nature and the

Australian Minerals Industry” (Australia: Faculty of Commerce, University of Southern

Queensland, 2006), h.11.

15

stakeholder.7 Ketika manajer mampu mengelola organisasi secara maksimal,

khususnya dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan , maka artinya

manajer telah memenuhi aspek etika dari teori ini. Penciptaan nilai (value

creation) dalma konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi

yang dimiliki bank, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical

capital), maupun structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh

potensi ini akan menciptakan value added bagi bank yang kemudian dapat

mendorong kinerja keuangan bank untuk kepentingan stakeholder.

Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat baahwa

kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen perusahaan harus

dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas

sumberdaya yang dibutuhkan organisasi. Ketika para stakeholder berupaya

untuk mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah

untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut

diwujudkan dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.

Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk

mempengaruhi manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang

dimiliki oleh organisasi. Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan

maksimal atas seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan value

7 Craig Deegan dan Christopeher Blomquist, “Stakeholder Influence on Corporate

Reporting : An Exploration of The Interaction Between the World Wide Fund for Nature and the

Australian Minerals Industry” (Australia: Faculty of Commerce, University of Southern

Queensland, 2006), h.12.

16

added untuk kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang

merupakan orientasi para stakeholder dalam mengintervensi manajemen.

2. Legitimacy Theory

Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder. Teori

legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara

untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku

di masyarakat.8 Menurut Deegan, dalam perspektif teori legitimasi, suatu

perusahaan akan sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen

menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas. Teori

legitimasi bergantung pada premis bahwa terdapat kontrak sosial antara

perusahaan dengan masyarakat di mana perusahaan tersebut beroperasi.

Kontrak sosial adalah suatu cara untuk menjelaskan sejumlah besar harapan

masyarakat tentang bagaimana seharusnya organisasi melaksanakan

operasinya. Harapan sosial ini tidak tetap, namun berubah seiring berjalannya

waktu. Hal ini menuntut perusahaan untuk responsif terhadap lingkungan di

mana mereka beroperasi.9

Lindblom menyarankan jika suatu organisasi menganggap bahwa

legitimasinya sedang dipertanyakan, organisasi tersebut dapat mengadopsi

8 Craig Deegan dan Christopeher Blomquist, “Stakeholder Influence on Corporate

Reporting : An Exploration of The Interaction Between the World Wide Fund for Nature and the

Australian Minerals Industry” (Australia: Faculty of Commerce, University of Southern

Queensland, 2006),h.10. 9 Craig Deegan dan Christopeher Blomquist, “Stakeholder Influence on Corporate

Reporting : An Exploration of The Interaction Between the World Wide Fund for Nature and the

Australian Minerals Industry” (Australia: Faculty of Commerce, University of Southern

Queensland, 2006), h.11

17

sejumlah strategi yang agresif. Pertama, organisasi dapa mencari jalan untuk

mendidik dan menginformasikan kepada stakeholder nya perubahan-

perubahan pada kinerja dan akrifitas organisasi. Kedua, organisasi dapat

mencari cara untuk mengubah persepsi stakeholder tanpa mengubah perilaku

sesungguhnya dari organisasi tersebut. Ketiga, organisasi dapat mencari cara

untuk memanipulasi persepsi stakeholder dengan cara mengalihkan (memutar

balik) perhatian atas isu tertentu kepada isu yang berkaitan lainnya dan

mengarahkan ketertarikan pada simbol-simbol emosional.10

Berdasarkan teori legitimasi, organisasi harus secara berkelanjutan

menunjukkan telah beroperasi dalam perilaku yang konsisten dengan nilai

sosial. Hal ini seringkali dapat dicapai melalui pengungkapan (disclosure)

dalam laporan perusahaan. Organisasi dapat menggunakan disclosure untuk

mendemonstrasikan perhatian manajemen akan nilai sosial, atau untuk

mengarahkan kembali perhatian komunitas akan keberadaan pengaruh negatif

aktifitas organisasi. Sejumlah studi terdahulu melakukan penilaian atas

pengungkapan sukarela laporan tahunan dan memandang pelaporan informasi

lingkungan dan sosial sebagai metode yang digunakan organisasi untuk

merespon tekanan publik.11

Teori legitimasi sangat erat berhubungan dengan pelaporan

intellectua capital dan juga erat hubungannya dengan penggunaan metode

10 Guthrie, dkk, “The voluntary reporting of intellectual capital; Comparing evidence

from Hong Kong and Australia”, h.257. 11 Guthrie, dkk, “The voluntary reporting of intellectual capital; Comparing evidence

from Hong Kong and Australia”, h.255.

18

content analysis sebagai ukuran dari pelaporan tersebut. Perusahaan

sepertinya lebih cenderung untuk melaporkan intellectual capital mereka jika

mereka memiliki kebutuhan khusus untuk melakukannya. Hal ini mungkin

terjadi ketika perusahaan menemukan bahwa perusahaan tersebut tidak

mampu melegitimasi statusnya berdasarkan tangible assets yang umumnya

dikenal sebagai simbol kesuksesan perusahaan. Menurut Guthrie, alat terbaik

untuk pengukuran pengembangan pelaporan intellectual capital pada saat ini

adalah dengan menggunankan content analysis.12

Berdasarkan kajian tentang teori stakeholder dan teori legitimacy,

dapat disimpulkan bahwa kedua teori tersebut memiliki penekanan yang

berbeda tentang pihak-pihak yang dapat mempengaruhi luas pengungkapan

informasi di dalam laporan keuangan perusahaan. Teori stakeholder lebih

mempertimbangkan posisi para stakeholder yang dianggap powerfull.

Kelompok stakeholder inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi

perusahaan dalam mengungkapkan dan/atau tidak mengungkapkan suatu

informasi di dalam laporan keuangan. Sedangkan teori legitimasi

menempatkan persepsi dan pengakuan publik sebagai dorangan utama dalam

melakukan pengungkapan suatu informasi dalam laporan keuangan.

Dalam konteks penelitian ini teori stakeholder lebih tepat digunakan

sebagai basis utama untuk menjelaskan hubungan intellectual capital dengan

profitabilitas bank. Dalam pandangan teori stakeholder, perusahaan memiliki

12 Guthrie, dkk, “The voluntary reporting of intellectual capital; Comparing evidence

from Hong Kong and Australia”, h.257

19

stakeholder, bukan sekedar shareholder.13 Kelompok-kelompok stake

tersebut, menurut Riadhi-Belkaoui meliputi pemegang saham, karyawan,

pelanggan, pemasok, kreditor pemerintah dan masyarakat.

Konsensus yang berkembangdalam konteks teori stakeholder adalah

bahwa laba akuntansi hanyalah merupakann ukuran return bagi pemegang saham

(stakeholder), sementara value added adalah ukuran yang lebih akurat yang

diciptakan oleh stakeholders dan kemudian didistribusikan kepada stakeholders

yang sama (Meek dan Gray, 1988) dapat menjelaskan kekuatanteori stakeholder

dalam kaitannya dengan pengukuran kinerja organisasi.14

Value added dalam hal ini diukur dengan melihat value added

intellectual coefficient (VAICTM). Beberapa penelitian tentang analisis

pengungkapan item/komponen intellectual capital dalam laporan keuangan juga

menggunakan teori stakeholder sebagai dasar utama.

Sedangkan teori legitimacy menjadi ppijakan kedua dadlam mendasari

penelitian ini. Menurut pandangan teori legitimasi, perusahaan akan terdorong

untuk menunjukkan kapasitas intellectual capital nya dalama laporan keuangan

untuk memperoleh legitimasi dari publik atas kekayaan intelektual yang

dimilikinya. Pengakuan legitimasi publik ini menjadi penting bagi perusahaan

untuk mempertahankan eksistensinya dalam lingkungan sosial perusahaan.

13 Ahmed Riahi-Belkaoui, “Intellectual capital and firm performance of US multinational

firms; A study of the resource-based and stakeholder views” Journal of Intellectual Capital Vol.4,

no.2 (2003): h.215. 14 Ahmed Riahi-Belkaoui, “Intellectual capital and firm performance of US multinational

firms; A study of the resource-based and stakeholder views” Journal of Intellectual Capital Vol.4,

no.2 (2003), h.216.

20

3. Intellectual Capital

a. PengertianIntellectual Capital

Perhatian terhadap pengelolaan intellectual capital (IC) telah

meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena adanya

kesadaran bahwa modal intelektual merupakan sumberdaya bagi perusahaan

untuk dapat menciptakan nilai. Ketertarikan mengenai IC berawal ketika Tom

Stewart Juni 1991, menulis sebuah artikel yang berjudul “Brain Power – How

Intellectual Capital Is Becoming America’s Most Valuable Asset”, yang

mengantar IC kepada agenda manajemen.15

Tabel 2.1

Kronologi Kontribusi Signifikan terhadap

Pengidentifikasian, Pengukuran dan Pelaporan Intellectual Capital

Periode Perkembangan

Awal 1980-an Muncul pemahaman tentantang intangible value (biasa

disebut “goodwill”)

Pertengahan

1980-an

Era informasi (information age) memegang peranan,

dan selisih antara nilai buku dan nilai pasar semakin

tampak jelas dibeberapa perusahaan.

Akhir 1980-an

Awal usaha para konsultan (praktisi) untuk membangun

laporan/akun yang mengukur intellectual capital

(Sveiby 1988)

15 Ihyaul Ulum, Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2009), h.18.

21

Awal 1990-an

Prakarsa secara sistematis untuk mengukur dan

melaporkan persediaan perusahaan atas intellectual

capital kepada pihak eksternal (misalnya: Celemi dan

Skandia, SCSI, 1995)

Pada tahun 1990, Skandia AFS menugaskan Leif

Edvinsson sebagai “Direktur Intellectual Capital”.

Hal ini adalah untuk kali pertama bahwa tugas

pengelolaan intellectual capital diangkat pada posisi

formal dan mendapatkan legitimasi perusahaan.

Kaplan dan Norton memperkenalkan konsep tentang

balance scorecard (1992)

Pertengahan

1990-an

Nokana dan Takeuchi (1995) mempresentasikan karya

yang sangat berpengaruh terhadap “penciptaan

pengetahuan perusahaan”.

Meskipun buku ini berkonsentrasi pada ‘knowledge’

pembedaan antara pengetahuan dan intellectual capital

dalam buku ini cukup menunjukkan bahwa mereka

fokus pada intellectual capital

Pada tahun 1994, sumplemen laporan tahunan Skandia

dihasilkan. Sumplemen ini fokus pada penyajian dan

penilaian persediaan perusahaan atas intellectual

capital. Visualisasi IC menarik minat perusahaan lain

untuk mengikuti petunjuk Skandia

Sensasi lainnya terjadi pada tahun 1995 ketika Celemi

menggunakan knowledge audit untuk menawarkan

suatu taksiran detail atas pernyataan intellectual capital

nya.

Para pioneer intellectual capital mempublikasikan

buku-buku laris dengan topik IC (Kaplan dan Norton :

1996, Edvinsson dan Malone : 1997, Sveiby : 1997).

Karya Edvinsson dan Malone lebih banyak mengupas

tentang proses dan bagaimana pengukuran IC

Akhir 1990-an

Intellectual capital menjadi topik populer dengan

konferensi para peneliti dan akademisi, working paper

dan publikasi lainnya menemukan audien.

22

Peningkatan jumlah proyek-proyek besar (misalnya The

Meritium Project, Danish, Stockholm) yang

diselenggarakan dengan tujuan antara lain, untuk

memperkenalkan beberapa penelitian tentang

intellectual capital.

Pada tahun 1999, OECD menyelenggarakan

symposium internasional tentang intellectual capital di

Amsterdan

Sumber : Petty dan Guthrie (2000)

Ada begitu banyak definisi mengenai intellectual capital

diantaranya, Stewart seperti dikutip oleh Ulum mendefinisikan

intellectual capital sebagai berikut “The Sum of everything in your

company knows that gives you a competitive edge in the market place, it

is intellectual material-knowledge, information, intellectual property,

experience-that can be put to use to create wealth”. Menurut Stewart

modal intelektual yaitu jumlah dari semua orang di perusahaan yang

memberikan keunggulan kompetitif di pasar, yaitu materi intelektual –

pengetahuan, informasi, kekayaan intelektual, pengalaman – yang dapat

dimanfaatkan untuk menciptakan kekayaan.

Definisi Brooking seperti dikutip oleh Astuti dan Sabeni,

“Intellectual Capital is the term given to the combined intangible assets

of market, intellectual property, human centered and infrastructure –

which enable the company to function”. Menurut Brooking modal

intelektual adalah istilah yang diberikan terhadap aktiva tidak berwujud

23

pada pasar, kekayaan intelektual, human centered dan infrastruktur –

yang memungkinkan perusahaan berfungsi.16

Nick Bontis mendefinisikan IC sebagai berikut, “Intellectual

capital is elusive, but once it is discovered and exploited it may provide

an organisation with a new resource-base from which to compete and

win”.Menurutnya Modal Intelektual sulit dipahami, tetapi setelah modal

dapat dijelaskan dan dieksploitasi, akan memberikan sumber daya yang

baru untuk bersaing dan menang.17

Lev Brauch seperti dikutip Ronald mendefinisikan IC sebagai

“Knowladge that can be converted into profit”(Pengetahuan yang dapat

diubah menjadi keuntungan).18

Leif Edvinsson dalam Nermien mendefinisikan IC sebagai

jumlah kolektif dari pengetahuan anggota organisasi dan transformasi

pengetahuan mereka ini menjadi aset tak berwujut kemudian

menyamakan intellectual capital dengan aset tidak berwujud yang

digunakan untuk menciptakan nilai.19

16 Partiwi Dwi Astuti dan Arifin Sabeni, “Hubungan Intellectual Capital dan Business

Performance dengan Diamond Specification : Sebuah Perspektif Akuntansi”, SNA VIII Solo

(September 2005): h.696. 17 Nick Bontis, “Intellectual capital: an exploratory study that develops measures and

models” Management Decision, MCB University Press (1998): h.63. 18 Ronald J. Baker, “The firm of the future”, Accounting today (Agustus 2011): h.12. 19 Nermien Al-Ali, “Comprehensive Intellectual Capital Management: Step-by-Step”,

(Newjersey: Wiley & Sons, Inc, 2003), h.31.

24

Sawarjuwono dan Kadir mendefinisikan IC sebagai jumlah dari

apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital,

structural capital, customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan

dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa

keunggulan bersaing organisasi.20

Organisation for Economic Co-operation and Development

(OECD) seperti dikutip oleh Ulum menjelaskan intellectual capital

sebagai: Nilai ekonomi dari dua kategori aset tak berwujud, (1)

organisatinal (structural) capital; dan (2) human capital. Structural

Capital meliputididalamnya sistem software, jaringan distribusi, dan

rantai pasokan. Sedangkan human capital meliputi sumberdaya manusia

yang ada di dalam organisasi tersebut seperti karyawan dan sumberdaya

eksternal yang berkaitan dengan organisasi, seperti konsumen dan

suplier.21

Society of Management Accountants Canada (SMAC) seperti

dikutip oleh Iswati, mendefinisikan intellectual capital sebagai : Item

pengetahuan yang dimiliki oleh manusia yang kemudian masuk kedalam

20 Tjiptohadi Sawarjuwono dan Agustine Prihatin Kadir, “Intellectual Capital: Perlakuan,

Pengukuran dan Pelaporan: sebuah library research”, Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol.5, no.1,

(Mei 2003): h.38. 21 Ihyaul Ulum, Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2009), h.21.

25

perusahaan yang akan menghasilkan keuntungan dimasa yang akan

datang bagi perusahaan.22

Berdasarkan definisi-definisi tentang intellectual capital yang

ada, maka secara umum intellectual capital dapat didefinisikan sebagai

aset tidak berwujud perusahaan yang berbasis pengetahuan, yang dapat

diolah untuk menciptakan nilai bagi perusahaan. Aset berbasis

pengetahuan tersebut berada didalam diri anggota perusahaan yang

disebut dengan modal manusia (human capital) dan didalam organisasi

disebut dengan modal struktural (structural capital).

Dengan demikian, intellectual capital merupakan sumberdaya

berupa pengetahuan yang tersedia pada perusahaan yang pada akhirnya

akan mendatangkan keuntungan dimasa depan bagi perusahaan. Dimana

pengetahuan tersebut akan menjadi modal intelektual bila diciptakan,

dipelihara dan di transformasi serta di kelola dengan baik.

b. Komponen Intellectual Capital

Dengan memahami komponen-komponen Intellectual Capital maka

diharapkan dapat memberikan dasar bagi perusahaan untuk mampu

menciptakan nilai tambah yang akhirnya akan membantu daya saing

perusahaan. International Federation of Accountants (IFAC)

mengklasifikasikan intellectual capital kedalam tiga kategori,

22 Sri Iswati, “Memprediksi Kinerja Keuangan dengan Modal Intelektual pada Perusahaan

Perbankan Terbuka di Bursa Efek Jakarta”, Ekuitas Vol.11, no.2 (Juni 2007): h.162

26

yaitu:organizational capital, relational capital, dan human capital. Berikut

tabel pengklasifikasian komponen intellectual capital.

Tabel 2.2

Klasifikasi Komponen Intellectual Capital

Organizational

Capital Relational Capital Human Capital

Intellectual Property:

Patens

Copyrights

Trade secret

Trademarks

Service marks

Infrastructure Assets:

Management

philosophy

Corporate culture

Management Processes

Information systems

Networking systems

Financial relations

Brands

Customers

Customers loyalty

Backlog orders

Company names

Distribution channels

Bussiness

collaboration

Licensing agreements

Favourable contracts

Franchising

Agreements

Know-how

Education

Vocational

qualification

Work-related

knowledge

Work-related

competencies

Enterpreneurial spirit,

innovativeness,

proactive and reactive

abilities, changebility,

Psycometric valuation

Sumber: IFAC (1998) dalam Astuti dan Sabeni (2005)

Banyak praktisi yang menyatakan bahwa intellectual capital terdiri

dari tiga elemen utama,23 yaitu:

1) Human Capital (Modal Manusia)

Human Capital merupakan unsur utama dalam modal

intelektual. Human Capital merupakan aktifa tak berwujud yang

dimiliki perusahaan dalam bentuk kemampuan intelektual, kreatifitas

dan inovasi-inovasi yang dimiliki oleh karyawannya.Disinilah

23 Tjiptohadi Sawarjuwono dan Agustine Prihatin Kadir, “Intellectual Capital: Perlakuan,

Pengukuran dan Pelaporan: sebuah library research”, Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol.5, no.1,

(Mei 2003): h.38.

27

sumber inovasi kreativitas, tetapi merupakan komponen yang sulit

untuk diukur. Human Capital juga merupakan tempat bersumbernya

pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi

dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human Capital

mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan

solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-

orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human Capital akan

meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang

dimiliki oleh karyawannya.

Human Capital menunjuk nilai pengetahuan, keterampilan,

inovasi dan pengalaman yang dimiliki oleh anggota perusahaan.

Berbagai ahli mendefinisikan Human Capital sebagai pengetahuan

yang dimiliki oleh karyawan perusahaan melalui proses pendidikan

dan pelatihan. Edvinsson dan Malone mendefinisikan Human

Capital sebagai kombinasi pengetahuan, ketrampilan, inovasi dan

kemampuan anggota perusahaan untuk melaksanakan tugas-

tugasnya.

Sementara Brinker seperti dikutip oleh Sawarjuwono dan

Kadir memberikan beberapa karakteristik dasar yang dapat diukur

dari modal ini, yaitu Program pelatihan, pengalaman, kompetensi,

pengrekrutan, mentoring, program pembelajaran, potensi individu,

dan kepribadian. Modal manusia menjadi faktor kunci kesuksesan

bagi sebuah perusahaan karena menyediakan kemampuan bersaing

28

terhadap perusahaan karena menyediakan kemampuan bersaing

terhadap perusahaan dimasa depan.

Beberapa ahli menyatakan bahwa, peran modal manusia dalam

modal intelektual sangat penting, karena proses penciptaan modal

pelanggan (customer capital) berada pada komponen modal manusia

dan kemudian dibantu oleh modal struktur (structural capital).

Modal manusialah yang berinteraksi dengan para pelanggan, yang

mengetahui apa pengetahuan, keterampilan dan nilai yang

diharapkan pelanggan.

2) Structural Capital atau Organizational Capital (Modal Organisasi)

Structural Capital merupakan kemampuan organisasi atau

perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan

strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan

kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara

keseluruhan, misalnya sistem operasional perusahaan, proses

manufaktur, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua

bentuk yang dimiliki perusahaan.

Edvinsson dan Malone mendefinisikan Structural Capital yang

diistilahkan dengan modal perusahaan, sebagai kemampuan

perusahaan untuk membagi dan mengirimkan pengetahuan, dimana

bentuknya dapat berupa hardware, software, database, struktur

perusahaan, hak paten dan trademark.

29

Lebih lanjut Bontis, menyebutkan bahwa Structural Capital

meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam

organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah database, bagan

organisasi, proses manual, strategi dan segala hal yang membuat

nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya.24

Seorang individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang

tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang

buruk maka modal intelektual tidak dapat mencapai kinerja secara

optimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara

maksimal.

3) Relational Capital atau Customer Capital (Modal Pelanggan)

Modal pelanggan merupakan komponen modal intelektual

yang memberikan nilai secara nyata. Relational Capital merupakan

hubungan yang harmonis/associationnetwork yang dimiliki oleh

perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para

pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang

loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahan yang bersangkutan,

berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun

dengan masyarakat sekitar.

Perusahaan harus mampu menciptakan barang dan jasa yang

berbeda dan memiliki nilai lebih dimata konsumen. Customer

24 Nick Bontis, dkk., “Intellectual Capital and Business Performance In Malaysian

Industries” Journal of Intellectual Capital (2000), h.88.

30

Capital juga meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi pasar yang

dibidik dan memprediksikan perusahaan dalam pasar. Hal ini dapat

tercipta melalui pengetahuan karyawan yang diproses dengan modal

struktural yang akhirnya menghasilkan hubungan yang baik dengan

pihak luar.

Customer Capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar

lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan

tersebut. Akan tetapi, Customer Capital sulit dalam pengukurannya.

Customer Capital tidak dapat diukur dengan angka-angka yang

tercantum didalam laporan keuangan sehingga relational capital

tidak dicatat dalam laporan keuangan.

Dalam penelitian ini komponen intellectual capital hanya

diklasifikasikan sebagai modal sumber daya manusia (human

capital) dan modal struktural (structural capital). Customer Capital

tidak dilakukan pengujian karena adanya keterbatasan data di dalam

laporan keuangan dan pengukuran yang digunakan.

c. Pengukuran Intellectual Capital

Menurut How Peng Tan seperti dikutip oleh Ulum, Metode

pengukuran Intellectual Capital dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori,

31

yaitu: (1) Kategori yang tidak menggunakan pengukuran moneter, dan (2)

Kategori yang menggunakan ukuran moneter.25

Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba

mengestimasi nilai uang dari Intellectual Capital, tetapi juga ukuran-ukuran

turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio-rasio keuangan.

Berikut adalah daftar ukuran Intellectual Capital yang berbasis non-

moneter :

1) The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton

(1992)

2) Brooking’s Technology Broker Method (1996)

3) The Skandia IC Report Method, oleh Edvinsson dan Malone (1997)

4) The IC Index, dikembangkan oleh Roos et. al., (1997)

5) Intangible Assets Monitor, oleh Sveiby (1997)

6) The Heuristic Frame, dikembangkan oleh Joia (2000)

7) Vital Sign Scorecard, dikembangkan oleh Vanderkaay (2000), dan

8) The Ernst & Young Model, oleh Barsky dan Merchant (2000).

Sedangkan model penelitian Intellectual Capital yang berbasis

moneter adalah:

1) The EVA and MVA Model (Bontis dkk., :1999)

2) The Market to Book Value Model (beberapa penulis)

25 Ihyaul Ulum, Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2009), h.21.

32

3) Tobin’s Q Method (Luthy, 1998)

4) Pulic’s Value Added Intellectual Coefficient Model (Pulic, 1998)

5) Calculated Intangible Value (Dzinkowski, 2000)

6) The Knowledge Capital Earnings Model (Lev dan Feng, 2001)

4. Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM)

Intellectual capital merupakan aset yang sangat bernilai dimana juga

dibutuhkan oleh pihak eksternal, akan tetapi pengakuan tersebut tidak terdapat

dalam laporan keuangan. Sulitnya mengukur intellectual capital secara langsung

tersebut, maka berkembanglah suatu pengukuran secara langsung tersebut, maka

berkembanglah suatu pengukuran secara tidak langsung untuk mengukur efisiensi

nilai tambah terhadap intellectual capital perusahaan yang dikenal dengan Value

Added Intellectual Coefficient (VAICTM).

Metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) dikembangkan

oleh Ante Pulic pada tahun 1998 yang didesain untuk menyajikan informasi

tentang value creation efficiency dari asset berwujud (tangible asset) dan aset

tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAIC merupakan

instrumen untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Definisi Pulic

tentang efisiensi disini adalah menghasilkan nilai tambah sebesar mungkin dengan

menggunakan sumber daya yang ada. Pendekatan ini relatif mudah dan sangat

33

mungkin untuk dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun dalam laporan

keuangan perusahaan.26

Dalam model VAIC ini intellectual capital terdiri dari dua unsur yaitu

human capital dan structural capital sebagai intangible assett yang efisien yang

dapat meningkatkan nilai perusahaan,dengan ditambah aset fisik yang tergabung

dalam capita employed/physical capital atau aset perusahaan yang dipergunakan

untuk keperluan operasional perusahaan dengan efisien. Menurut Pulic untuk

menciptakan nilai, ada dua sumber daya yang penting dalam perekonomian

berbasis pengetahuan, yaitu modal fisik (physical capital termasuk didalamnya

Financial Capital) dan modal intelektual.27 Asumsi dasarnya adalah modal

intelektual tidak dapat beroperasi sendiri tanpa dukungan modal fisik. VAIC

menunjukkan bagaimana kedua sumberdaya tersebut (modal fisik dan modal

intelektual) secara efisien dimanfaatkan oleh perusahaan.

Model VAIC dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan

value added. Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai

keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan

nilai (value creation). Value added (VA) dihitung sebagai selisih antara output

dan input. Output (OUT) mempresentasikan revenue, didalam laporan keuangan

terdapat dalam akun pendapatan operasional dan non operasional. Input (IN)

26 Ihyaul Ulum, Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2009), h.87. 27 Ante Pulic, “Measuring the Performance of Intellectual Potential in Knowledge

Economy” presented in 2nd McMaster World Congress on Measuring and Managing Intellectual

Capita by the Austrian Team for Intellectual Potential (1998) h.7.

34

mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal paling

penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak

termasuk dalam IN, karena peran aktifnya dalam proses penciptaan nilai, maka

intellectual potential (yang direpresentasikan dengan labour expenses) tidak

dihitung sebagai biaya dan tidak termasuk dalam komponen IN. Oleh karena itu,

aspek kunci dalam model Pulic in adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai

entitas penciptaan nilai (value creation entity). Didalam laporan keuangan

komponen IN terdapat dalam akun bag hasil untuk investor dana tidak terikat,

beban penysihan penghapusan aktiva, beban estimasi kerugian komitmen dan

kontinjensi, beban operasional (dikurang beban karyawan) dan beban non

operasional.

Setelah memperoleh nilai value added, maka selanjutnya adalah mencari

informasi tentang seberapa efisien value added ini diciptakan. Caranya adalah

dengan menghitung komponen-komponen utama dari VAICTM yang terdiri dari

Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU),

dan Structural Capita Value Added (STVA).

a. Value Added Capital Employed (VACA)

Value Added Capital Employed (VACA) adalah indikator value

added (VA) yang tercipta atas modal yang diusahakan perusahaan dengan

efisien. VACA menggambarkan seberapa banyak nilai tambah perusahaan

yang dihasilkan dari modal yang digunakan. Didalam laporan keuangan,

capital employed (CE)terdapat dalam akun ekuitas. Jika 1 unit dari CE

menghasilkan return yang lebih besar dari pada perusahaan yang lain, maka

35

berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan modal kerjanya.

Dengan demikian, pemanfaatan CE yang baik merupakan bagian dari IC

perusahaan.28

b. Value Added Human Capital (VAHU)

Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan seberapa

banyak value added yang dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan

tenaga kerja. VAHU ini mengindikasikan kemampuan human capital (HC)

untuk menciptakan nilai didalam perusahaan. Dalam model ini, human

capital direpresentasikan oleh beban karyawan. Didalam laporan keuangan,

human capital terdapat dalam akun beban personalia.

c. Structural Capital Value Added (STVA)

Structural Capital Value Added (STVA) menunjukan kontribusi

structural capital (SC) dalam proses penciptaan nilai. Besarnya nilai SC juga

tergantung pada nilai human capital (HC) pada perusahaan. Semakin besar

kontribusi HC dalam value creation maka akan semakin kecil kontribusi SC

dalam hal tersebut. Hal ini dikarenakan SC didapatkan dari jumlah

pengurangan value added (VA) dengan human capital (HC).

Penjumlahan dari komponen-komponen (VACA, VAHU, dan

STVA)tersebut menunjukkan nilai VAICTM.

28 Ihyaul Ulum, Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2009), h.87

36

Keunggulan metode VAICTM ini adalah karena data yang dibutuhkan

relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang

dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio-rasio tersebut adalah angka-angka

keuangan yang standar yang umumnya tersedia dalam laporan keuangan

perusahaan sehingga dianggap lebih objektif. Selain itu metode VAICTM ini lebih

sederhana dan bisa dilakukan oleh semua stakeholder baik itu internal maupun

eksternal. Sedangkan alternatif pengukuran modal intelektual yang lainnya

dikritik karena terlalu subjektif dan menggunakan data-data yang sulit diverifikasi

kebenarannya.

Alternatif pengukuran IC lainnya terbatas hanya menghasilkan indikator

keuangan dan non-keuangan yang unik yang hanya untuk melengkapi profil suatu

perusahaan secara individu. Indaktor-indikator tersebut, khususnya indikator non-

keuangan tidak tersedia atau tidak tercatat oleh perusahaan yang lain,

konsekuensinya kemampuan untuk pengukuran IC alternatif tersebut secara

konsisten terhadap sampel yang besar dan terdiversifikasi menjadi terbatas.

5. Prinsip-Prinsip Efisiensi Intellectual Capital

Ante Pulic memperkenalkan prinsip-prinsip efisiensi pada bisnis turut

mendukung peran modal intelektual sebagai berikut:

a. Intellectual Capital Efficiency Has No Limit

Pada masa industrial, produktivitas dibatasi oleh faktor teknik dan

sumberdaya alam. Namun, pada knowledge economytidak ada pembatasan

37

pada penciptaan nilai. Pada saat prodk berbasis pengetahuan diciptakan,

hambatan yang mungkin timbup ialah tanggapan dan perilaku dari pelanggan.

Oleh karenanya, peningkatan penciptaan nilai tergantung pada:

1) Definisi tujuan yang jelas dalam menciptakan nilai.

2) Pengetahuan dan kapabilitas dari manajemen serta karyawan dalam

mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

b. Value Creators are Presuppositon of Efficiency

Saat ini, perusahaan tidak membutuhkan manajer yang hanya

mampu memahami proses organisasi, melainkan manajer yang juga mampu

memberikan nilai tambah bagi organisasi. Manajer diharapkan dapat

mengatur penciptaan nilai, tidak sekedar mengatur manusia.

c. Continuous Increase of Value Added

Untuk meningkatkan produktivitas pengetahuan dari pekerja, hal

pertama yang harus dikaji ialah penciptaan value added. Perusahaan patut

menyadari bahwa tanpa peningkatan value added keberlangsungan hidup

perusahaan akan terancam. Beragam kombinasi berdasarkan pergerakan

pendapatan dan biaya dapat dibentuk untuk meningkatkan value added.

Peningkatan value added tercermin saat pertumbuhan pendapatan melebihi

pertumbuhan biaya atau saat pendapatan yang dicapai tetap dengan biaya

yang lebih rendah. Kemungkinan ketiga ialah saat penghasilan yang lebih

tinggi diraih dengan biaya yang lebih rendah. Adapun faktor yang

mempengaruhi keberlanjutan pertumbuahan value added ialah inovasi

38

(memastikan peningkatan pengetahuan dari produk dan jasa) dan investasi

secara berkelanjutan pada pengembangan kompetensi, pengetahuan dan

kapabilitas karyawan.

d. Efficiency in Value Creation

Peningkatan value added harus dilakukan dengan defisien. Efisiensi

memiliki makna menciptakan nilai yang lebih banyak dengan satu nilai

moneter yang di investasikan pada sumberdaya (financial dan intellectual

capital). Kriteria penciptaan nilai per unit moneter yang di investasikan pun

diperkenalkan sebagai dasar untuk peningkatan produktivitas dari knowledge

worker.

e. Increasing The Level of Intellectual Capital Efficiency

Layaknya pemantauan peningkatan nilai, peninjauan efisiensi

penggunaan sumberdaya pun menjadi penting untuk dikaji. Hubungan antara

penciptaan value added dan modal intelektual (human dan structural) turut

menggambarkan tingkat efisiensi modal intelektual yang diciptakan.

Berikut ini parameter efisiensi modal intelektual yang diciptakan:

TABEL 2.3

PARAMETER EFISIENSI INTELLECTUAL CAPITAL (VAICTM)

NILAI Gambaran Tingkat Efisiensi

2,50

(atau lebih) merupakan tanda kinerja bisnis yang sangat

sukses. Hasil ini terutama diterima oleh perusahaan dari bisnis

teknologi tinggi. Ini adalah tingkat efisiensi yang benar-benar

dapat memastikan bisnis dan tempat kerja yang aman.

2,00

Ini adalah sebuah tingkat minimum untuk kinerja bisnis yang

efisien di kebanyakaan sektor (value yang cukup dibuat untuk

menutupi gaji karyawan, amortisasi, bunga bank, pajak, dan

dividen kepada pemegang saham). Sisanya cukup untuk

39

investasi intensif dalam pembangunan/pengembangan.

1,75

Bisnis dalam kondisi relatif baik namun tidak menjamin

keamanan jangka panjang. Bagaimanapun, ini tidak cukup

untuk investasi bisnis dan oleh karena itu kesuksesan bisnis

dimasa depan menjadi tak pasti.

1,25

Mengkhawatirkan – kelangsungan hidup perusahaan terancam

– value yang diciptakan tidak cukup untuk memastikan

perkembangan usaha. Beberapa input dan beberapa kewajiban

terhadap stakeholders tidak tercover.

1.00

Sangat mengkhawatirkan, dibatas kelangsungan hidup –

output tidak mencukupi untuk menutupi semua input yang

diperlukan untuk usaha operasional – dengan tingkat efisiensi

ini hanya biaya tenaga kerja yang ter-cover. Dalam hal

efisiensi dibahwah 1, maka nilai yang diciptakan tidak cukup

untuk menutupi kewajiban terhadap karyawan.

f. Control of Value Added and Efficiency

Penciptaan produk dan jasa meliputi beragam aktivitas yang

terealisasi melalui proses. Terkadang sebuah nilai tercipta akan hilang akibat

proses yang terjadi. Dengan demikian, sangat penting untuk mengawasi

kontribusi dari setiap proses terhadap penciptaan nilai dan efisiensi, baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk menilai efisiensi modal

intelektual, sangat penting untuk mengidentifikasi proses yang

menghancurkan nilai (proses yang dibawah rata-rata tingkat efisiensi

perusahaan). Pengawasan yang memadai melalui peninjauan penciptaan nilai

dari setiap proses harus dilakukan untuk mencari penyebab kehancuran nilai

dan mengeliminasinya jika memungkinkan. Berikut adalah situasi yang

merupakan tanda peringatan dari masalah yang mungkin timbul dalam bisnis:

1) Penurunan value added dibanding periode sebelumnya.

40

2) Penurunan efisiensi modal intelektual.

3) Efisiensi dibawah rata-rata lingkungan, perusahaan, dan nasional.

4) Peningkatan value added yang lebih rendah dari inflasi.

g. Continuos Elimination of Value Destruction

Untuk meningkatkan produktivitas bisnis, pengawasan terhadap

efisiensi modal intelektual sangat penting, terutama pengkajian pada proses

bisnis yang menghancurkan nilai. Oleh karenanya, peningkatan proses bisnis

yang terbukti menghancurkan nilai harus dilakukan utnuk meningkatkan

efisiensi modal intelektual.

h. Efficiency Remuneration

Peran karyawan sebagai pencipta nilai (knowledge worker) penting

ditilik agar kontribusi yang diberikan karyawan terhadap efisiensi modal

intelektual dapat terus meningkat. Oleh karenanya, pengkajian remunerasi

untuk mendorong peran karyawan sangatlah penting. Remunerasi harus dapat

menjadi dasar karyawan untuk memiliki kapabilitas yang dapat menciptakan

nilai dengan efisien. Prinsip semakin banyak kontribusi pekerjaan terhadap

penciptaan nilai dan peningkatan efisiensi sangat wajar jika dijadikan kriteria

remunerasi untuk karyawan dan manajemen.

6. Profitabilitas

a. Pengertian Profitabilitas

Profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan keuntungan. Rasio ini menggambarkan kemampuan

41

perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumberdaya

yang ada, seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah

cabang dan sebagainya. Selain itu rasio profitabilitas digunakan sebagai salah

satu tolak ukur menilai kinerja manajemen dalam upaya menciptakan

efisiensi dan efektifitas dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.

Profitabilitas bank tidak hanya penting bagi pemilik, tetapi juga bagi

pihak-pihak lain. Bila bank berhasil meningkatkan laba dan dana cadangan

guna memperkuat posisi modal bank, maka nasabah (deposan) tidak perlu

merasa was-was terhadap keamanan dananya di bank. Peningkatan laba bank

juga penting bagi pemerintah dan masyarakat karena bertambahnya laba bank

mencerminkan terjaminnya arus lalu-lintas keuangan (penghimpunan dan

penyaluran dana dari dan ke masyarakat) secara timbal balik dapat berjalan

dengan baik.

Bank syariah adalah salah satu lembaga keuangan yang berorientasi

laba (profit) dimana laba tersebut bukan hanya untuk kepentingan pemilik,

tetapi juga untuk pengembangan usaha bank syariah. Agar memperoleh hasil

yang optimal, bank syariah dituntut untuk meningkatkan kapabilitasnya

dalam mencetak laba termasuk mengelola dana yang dikumpulkan secara

efektif dan efisien. Hal tersebut sangat penting dilakukan karena keuntungan

yang rendah merupakan hambatan bagi pertumbuhan bank yang dapat

menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank, begitupun

sebaliknya.

42

Profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan beberapa cara,

antara lain Return on Asset, Return on Equity, Return on Investment, Earning

per Share, dan lain-lain. Dalam penelitian ini pengukuran profitabilitas

menggunakan Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Growth

Revenue (GR).

b. Return on Asset(ROA)

Return on Asset (ROA) merupakan perbandingan laba sebelum pajak

terhadap total aset. Jadi rentabilitas ekonomi mengindikasikan seberapa besar

kemampuan aset yang dimiliki untuk menghasilkan tingkat pengembalian

atau pendapatan. Dengan kata lain ROA menunjukkan kemampuan total aset

dalam menghasilkan laba.

Return on Asset (ROA) merefleksikan keuntungan bisnis dan

efisiensi perusahaan dalam pemanfaatan total aset. ROA berfungsi untuk

mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan laba dengan

memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Semakin besar ROA yang dimiliki suatu

perusahaan maka semakin efisien penggunaan aktiva sehingga akan

memperbesar laba. Laba yang besar akan menarik investor karena perusahaan

memiliki tingkat pengembalian yang semakin tinggi

ROA dapat dihitung dengan rumus:

ROA = Laba Bersih Sebelum Pajak ÷Total Aktiva

43

Besarnya nilai untuk laba sebelum pajak dapat dilihat pada

perhitungan laba rugi bank, sedangkan total aktiva dapat dilihat pada laporan

neraca bank. Adapun penghitungan ROA untuk bank syariah biasanya

menggunakan laba sebelum zakat dan pajak.

Laba sebelum pajak adalah laba rugi bank yang diperoleh dalam

periode berjalan sebelum dikurangi pajak. Sedangkan total aktiva merupakan

kompononen yang terdiri dar kas, giro pada BI, penempatan pada bank lain,

piutang, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, pembiayaan dengan prinsip

jual beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, pinjaman qardh, aktiva tetap dan

lain-lain.

c. Return on Equity(ROE)

Return on Equity (ROE) adalah rasio yang menunjukkan

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan

menggunakan modal sendiri dan menghasilkan laba bersih yang tersedia bagi

pemilik dan investor. ROE sangat bergantung pada besar kecilnya

perusahaan, misalnya untuk perusahaan kecil sehingga ROE yang dihasilkan

pun kecil, begitu pula sebaliknya untuk perusahaan besar.

ROE membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang

telah diinvestasikan pemegang saham perusahaan. Rasio ini menunjukkan

daya untuk menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai buku para

pemegang saham, dan seringkali digunakan dalam membandingkan dua atau

44

lebih perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen yang

efektif.

Menurut Tandelilin, ROE merefleksikan seberapa banyak

perusahaan telah memperoleh hasil atas dana yang telah diinvetasikan oleh

pemegang saham (baik secara langsung atau dengan laba yang telah ditahan).

Rasio ini menggambarkan berapa persen diperoleh laba bersih bila

diukur dari modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini semakin baik karena

berarti posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian juga sebaliknya.

Rumus ROE adalah sebagai berikut:

ROE = Laba Bersih Setelah Pajak ÷Ekuitas

Hasil perhitungan ROE mendekati 1 menunjukkan semakin efektif

dan efisien penggunaan ekuitas perusahaan untuk menghasilkan pendapatan,

demikian sebaliknya jika ROE mendekati 0 berarti perusahaan tidak mampu

mengelola modal yang tersedia secara efisien untuk menghasilkan

pendapatan.

d. Growth Revenue(GR)

Growth Revenue (GR) atau Pertumbuhan Penjualan mencerminkan

keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi

pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan merupakan

indikator permintaan dan daya saing perusahaan dalam suatu industri. Laju

pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuannya

45

mempertahankan keuntungan dalam menandai kesempatan-kesempatan pada

masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan yang tinggi, maka akan

mencerminkan pendapatan meningkat sehinggaa pembayaran deviden

cenderung meningkat.

Pertumbuhan perusahaan dalam manajemen keuangan diukur

berdasar perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat dihitung berapa

pertumbuhan yang seharusnya (sustainable growth rate) dengan melihat

keselarasan keputusan investasi dan pembiayaan. Pertumbuhan perusahaan

menimbulkan konsekuensi pada peningkatan investasi ats aktiva perusahaan

dan akhirnya membutuhkan penyediaan dana untuk membeli aktiva.

Secara keuangan tingkat pertumbuhan dapat ditentukan dengan

mendasarkan pada kemampuan keuangan perusahaan. Tingkat pertumbuhan

yang ditentukan dengan hanya melihat kemampuan keuangan dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu tingkat pertumbuhan atas kekuatan sendiri dan

tingkat pertumbuhan berkesinambungan. Tingkat pertumbuhan atas kekuatan

sendiri merupakan tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat dicapai

perusahaan tanpa membutuhkan dan eksternal atau tingkat pertumbuhan yang

hanya dipicu oleh tambahan laba ditahan. Tingkat pertumbuhan

berkesinambungan adalah tingkat pertumbuhan maksimum yang dapat

dicapai perusahaan tanpa melakukan pembiayaan modal tetapi dengan

memelihara perbandingan antara hutang dan modal.

46

Tingkat pertumbuhan penjualan dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

GR = (Pendapatan tahun ke-t÷Pendapatan tahun ke-t-1) – 1 x 100%

B. Penelitian Sebelumnya

Hubungan intellectual capital dengan profitabilitas perusahaan telah

dibuktikan secara empiris oleh beberapa peneliti dalam berbagai pendekatan di

beberapa negara. Bontis pada 1998 mengawali penelitian tentang IC dengan

melakukan eksplorasi hubungan diantara komponen-komponen IC (human

capital, customer capital, dan structural capital). Penelitian tersebut

menggunakan instrumen kuesioner dan mengelompokkan industri dalam kategori

jasa dan non jasa. Kebanyakan penelitian tentang IC menggunakan data sekunder

berupa laporan keuangan (tahunan). Beberapa peneliti menggunakan VAICTM,

baik untuk mengukur IC itu sendiri maupun untuk melihat hubungan antara IC

dengan kinerja keuangan perusahaan.

TABEL 2.4

PENELITIAN-PENELITAN TENTANG HUBUNGAN

INTELLECTUAL CAPITAL DAN KINERJA PERUSAHAAN

PENELITI NEGARA METODE HASIL

Bontis (1998) Kanada Kuesioner,

PLS

HC berhubungan dengan SC

dan CC; CC berhubungan

dengan SC; CC dan SC

berhubungan dengan kinerja

industri.

47

Bontis dkk.

(2000) Malaysia

Kuesioner,

PLS

HC berhubungan dengan SC

dan CC; CC berhubungan

dengan SC; CC dan SC

berhubungan dengan kinerja

industri.

Riahi-

Belkaoui

(2003)

USA

Laporan

tahunan,

Regresi

IC (diproyeksikan dengan

RVATA) secara signifikan

berhubungan dengan kinerja

perusahaan multinasional di

USA

Firer dan

Williams

(2003)

Afrika

Selatan

VAICTM,

regresi

linear

VAICTM berhubungan dengan

kinerja perusahaan

(ROA,ATO,MB)

Mavridis

(2004) Jepang

VAICTM,

regresi

VAICTM digunakan untuk

merangking perusahaan

perbankan di jepang

berdasarkan kinerja IC.

Astuti dan

Sabeni (2005) Indonesia

Kuesioner,

AMOS

HC berhubungan dengan SC

dan CC, CC dan SC

berhubungan dengan kinerja

industri.

Abdol

mohammadi

(2005)

USA Content

analysis

Frekuensi pengungkapan

elemen IC meningkat dari

tahun ke tahun. Kelompok

“new industry” lebih banyak

mengungkapkan informasi IC

daripada “old industry”.

Chen

dkk.(2005) Taiwan

VAICTM,

korelasi,

regresi

IC berpengaruh terhadap nilai

pasar dan kinerja perusahaan,

R&D berpengaruh terhadap

kinerja perusahaan

Kamath (2007) India VAICTM,

regresi

VAICTM digunakan untuk

merangking perusahan

perbankan di India

berdasarkan kinerja IC

Tan

dkk.(2007) Singapore

VAICTM,

PLS

IC berpengaruh terhadap

kinerja perusahaan, baik masa

kini maupun masa mendatang,

rata-rata pertumbuhan IC

Sumber: Data sekunder diolah, 2016

48

Firer dan Williams pada 2003 menguji hubungan VAICTM dengan kinerja

perusahaan di Afrika Selatan. Hasilnya mengindikasikan bahwa hubungan antara

efisiensi dari value added IC dan tiga dasar dari ukuran kinerja perusahaan (yaitu

Profitability, productivity, dan market valuation) secara umum adalah terbatas dan

mixed. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa physical

capital merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap kinerja

perusahaan di Afrika Selatan.

Chen dkk.pada 2005 menggunakan model Pulic (VAICTM) untuk menguji

hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan dengan

menggunakan sampel peusahaan publik di Taiwan. Hasilnya menunjukkan bahwa

IC dapat menjadi salah satu indikator untuk memprediksi kinerja perusahaan

dimasa mendatang. Selain itu penelitian ini juga membuktikan bahwa investor

mungkin memberikan penilaian yang berbeda terhadap tiga komponen VAICTM

(yaitu physical capital, human capital, dan structural capital).

Mavridis dan Kamath memilih khusus sektor perbankan sebagai sampel

penelitian. Hasil kedua penelitian ini menunjukkan bahwa VAICTM dapat

dijadikan sebagai instrument untuk melakukan pemeringkatan terhadap sektor

perbankan di Jepang dan India berdasarkan kinerja IC-nya. Mavridis dan Kamath

mengelompokkan bank berdasarkan kinerja IC dalam empat kategori, yaitu (1) top

performers, (2) good perfomers, (3) common performers, dan (4) bad performers.

Selanjutnya, Tan dkk menggunakan 150 perusahaan yang terdaftar di

bursa efek Singapore sebagai sampel penelitian. Hasilnya konsisten dengan

49

penelitian Chen dkk bahwa IC berhubungan secara positif dengan kinerja

perusahaan, IC juga berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di masa

mendatang. Selain itu, penelitian ini mengindikasikan bahwa kontribusi IC

terhadap kinerja perusahaan berbeda berdasarkan jenis industrinya.

C. Kerangka Berpikir dan Pengembangan Hipotesis

Intellectual capital diyakini sebagai faktor penggerak dan pencipta nilai

perusahaan (value driver dan creation) (Frederic S Mishkin, 2008:306). Apabila

intellectual capital meningkat, maka kinerja keuangan akan semakin meningkat,

begitu juga sebaliknya. Intellectual capital dikatakan sebagai aset yang secara

alami tidak nyata, yang sekarang ini dapat diterima dan dinyatakan sebagai suatu

aset utama perusahaan dalam bentuk strategi yang dapat meningkatkan

kemampuan perusahaan dalam bersaing dan dapat meningkatkan kinerja keungan

hingga ke tingkat superior.Selain itu, jika intellectual capital merupakan

sumberdaya yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka

intellectual capital akan memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan

perusahaan.

Firer dan Willliams (2003), Chen dkk.(2005), Tan dkk. (2007), Nik dan

Amin (2009), Budi Artinah (2011), dan Dwi Rahmawati (2012) telah

membuktikan bahwa intellectual capital mempunyai pengaruh positif terhadap

kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan VAICTM yang diformulasikan

Pulic pada 1998 sebagai ukuran kemampuan intelektual, diajukan hipotesis

sebagai berikut:

50

H1 : Terdapat pengaruh positif Intellectual Capital (VAICTM)

terhadap Profitabilitas BPRS

Gambar 3.1

Kerangka Konseptual

VAICTM

PROFITABILITAS

PLS

Analisis dan

Kesimpulan

ROA

STVA VAHU VACA

BPRS

ROE GR

51

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis di sini adalah dengan

menggunakan penelitian kuantitatif yang artinya berkaitan dengan angka-angka

dan dapat diukur yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel independent

terhadap variabel dependent. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penulis melihat

keterkaitan hubungan dan mengkontekstualisasikan keterangan dari lapangan.

Penelitian ini merupakan studi empiris yang dilakukan untuk membuktikan

adanya hubungan kausalitas antara intellectual capital (yang diukur dengan VAICTM)

dengan profitabilitas pada bank. Penelitian ini merupakan pengujian hipotesis yang

diajukan terkait dengan pengaruh antara variabel independen terhadap variabel

dependen.

B. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memilih Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

yang beroperasi di Provinsi Jawa Barat, pemilihan BPRS yang beroperasi di Jawa

Barat dengan pertimbangan Jawa Barat memiliki perkembangan yang paling pesat

di Indonesia dengan Total Pembiayaan terbesar di Indonesia dengan jumlah 98

milyar yang disalurkan kebeberapa sektor ekonomi. BPRS yang menjadi sample

setidaknya mulai beroperasi sejak tahun 2011 dan secara rutin melaporkan posisi

keuangannya kepada Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Berdasarkan data OJK, jumlah BPRS di Jawa Barat pada tahun 2016 sebanyak 31

BPRS. Berikut ini daftar BPRS di Provinsi Jawa Barat:

52

Tabel 3.1

Daftar BPRS di Provinsi Jawa Barat

No Kab/Kota Nama

1 Kab. Bekasi PT BPRS Amanah Insani

2

PT BPRS Artha Madani

3

PT BPRS Harta Insan Karimah Cibitung

4 Kab. Bogor PT BPRS Amanah Ummah

5

PT BPRS Bina Rahmah

6

PT BPRS Bogor Tegar Beriman

7

PT BPRS Insan Cita Artha Jaya

8

PT BPRS Rif'atul Ummah

9 Kab. Cianjur PT BPRS Artha Fi Sabilillah

10 Kab. Bandung PT BPRS Al Ihsan

11

PT BPRS Al Ma'soem Syari'ah

12

PT BPRS Amanah Rabbaniah

13

PT BPRS Harta Insan Karimah Parahyangan

14 Kab. Sumedang PT BPRS Al Wadiah

15

PT BPRS Baiturrahman

16 Kab. Garut PT BPRS Harum Hikmah Nugraha

17

PT BPRS Mentari

18 Kab. Subang PT BPRS Gotong Royong

19 Kota Bandung PT BPRS Baiturridha Pustaka

20

PT BPRS Berkah Amal Salman

21

PT BPRS Mitra Harmoni Kota Bandung

22 Kota Tasikmalaya PT BPRS Al Madinah Tasikmalaya

23 Kota Cimahi PT BPRS Daarut Tauhid

24 PT BPRS Shadiq Amanah

25 Kota Depok PT BPRS Al Barokah

26

PT BPRS Al Hijrah Amanah

27

PT BPRS Al Salaam Amal Salman

28

PT BPRS Bina Amwalul Hasanah

29 Kota Bekasi PT BPRS Artha Karimah Irsyadi

30

PT BPRS Harta Insan Karimah Bekasi

31

PT BPRS Patriot Bekasi Sumber : Otoritas Jasa Keuangan 2016

C. Periode Penelitian

Periode penelitian ini dimulai dari periode Januari 2013 hingga periode

Desember 2015.

53

D. Metode Penentuan Sampel

Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive

sampling berdasarkan keputusan peneliti yang didasarkan pada pertimbangan

ketersediaan data yang akan diteliti. Adapun sampel yang akan diteliti harus

memenuhi beberapa kriteria berikut ini:

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tersebut berada di wilayah

Provinsi Jawa Barat,

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tersebut beroperasi minimal

sejak tahun 2011,

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tersebut mempublikasikan

laporan keuangannya secara lengkap baik lewat situs Bank Indonesia (BI)

maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dengan memperhatikan kriteria diatas maka jumlah sampel yang didapat

adalah sebanyak 17 BPRS yang dapat dijadikan sampel, dan 14 BPRS tidak dapat

dijadikan sampel dari total 31 BPRS yang berada di Provinsi Jawa Barat. Berikut

ini daftar BPRS yang sesuai dengan kriteria tersebut.

Tabel 3.2

Daftar BPRS Sesuai Dengan Kriteria

No Kab/Kota Nama

1 Kab. Bekasi PT BPRS Artha Madani

2

PT BPRS Harta Insan Karimah Cibitung

3 Kab. Bogor PT BPRS Amanah Ummah

4

PT BPRS Bina Rahmah

54

5

PT BPRS Insan Cita Artha Jaya

6

PT BPRS Rif'atul Ummah

7 Kab. Cianjur PT BPRS Artha Fi Sabilillah

8 Kab. Bandung PT BPRS Al Ihsan

9

PT BPRS Al Ma'soem Syari'ah

10

PT BPRS Amanah Rabbaniah

11

PT BPRS Harta Insan Karimah Parahyangan

12 Kab. Garut PT BPRS Mentari

13 Kota Depok PT BPRS Al Barokah

14

PT BPRS Al Hijrah Amanah

15

PT BPRS Al Salaam Amal Salman

16

PT BPRS Bina Amwalul Hasanah

17 Kota Bekasi PT BPRS Harta Insan Karimah Bekasi

Sumber : Data sekunder diolah, 2017

E. Teknik Pengumpulan Data

Mengenai teknik pengumpulan data, penulis akan mendapatkan data

dengan metode:

1. Studi dokumenter, yaitu dengan cara pengumpulan data-data yang

berhubungan dengan intellectual capital dan profitabilitas BPRS di Jawa

Barat.

2. Studi pustaka, yaitu dengan mempelajari dan memperdalam literatur yang

bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan

penelitian ini dari berbagai media yang relevan dan objektif guna

memenuhi target pembahasan.

F. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk jadi dan telah diolah oleh pihak

lain, yang biasanya dalam bentuk publikasi. Data sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini adalah laporan triwulan BPRS di Jawa Barat yang bersumber dari

55

website Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan. Serta laporan-laporan

atau data-data yang merupakan hasil dari library research, dengan teknik studi

dokumentasi terhadap sumber-sumber buku yang dijadikan acuan dalam menelaah

suatu penelitian.

G. Teknik Analisa Data

VAICTM yang diformulasikan oleh Pulic (1998;1999) digunakan untuk

menentukan efisiensi dari tiga model Intellectual Capital, yaitu physical capital,

human capital, dan structural capital. Dalam konteks ini, komponen yang

digunakan adalah VACA, VAHU dan STVA sebagai satuan yang terpisah dan

tidak menggunakan hasil penjumlahan dari ketiga komponen tersebut.

Analisis data dilakukan dengan metode Partial Least Square (PLS). PLS

adalah metode penyelesaian structural equation modelling (SEM) yang dalam hal

ini (sesuai tujuan penelitian) lebih tepat dibandingkan dengan teknik-teknik SEM

lainnya. Jumlah sample yang kecil, potensi distribusi variabel tidak normal, dan

penggunaan indikator formative dan refleksive membuat PLS lebih sesuai.

Pemilihan metode PLS didasarkan pada pertimbangan bahwa PLS mampu

memodelkan banyak variabel dependen dan variabel independen, mengelola

masalah multikolinieritas antar variabel independen. Hasil tetap kokoh (robust)

walaupun terdapat data yang tidak normal dan hilang (missing value).

Menghasilkan variabel laten independen secara langsung berbasis cross-product

yang melibatkan variabel laten dependen sebagai kekuatan prediksi. Metode PLS

56

dapat digunakan pada konstruk reflektif dan normatif, dan dapat digunakan pada

sampel kecil. Tidak mensyaratkan data berdistribusi normal.

Namun perlu diketahui bahwa PLS memiliki beberapa kelemahan, yaitu

sulit menginterpretasi loading variabel laten independen jika berdasarkan pada

hubungan cross product yang tidak ada (seperti pada teknik analisis faktor

berdasarkan korelasi antar manifes variabel independen). Properti distribusi

estimasi yang tidak diketahui menyebabkan tidak diperolehnya nilai signifikansi

kecuali melakukan proses bootstrap, dan metode PLS terbatas pada pengujian

model statistika.29

Dalam penelitian ini, baik variabel independen (VAICTM) maupun variabel

dependen (profitabilitas), keduanya dibangun dengan indikator formative. Oleh

karena itu, peneliti memilih menggunakan PLS karena program analisis lainnya

tidak mampu melakukan analisis atas laten variable dengan indikator formative.

Terdapat dua bagian analisis yang harus dilakukan dalam PLS, yaitu;

1. Menilai Outer Model atau Measurement Model

Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasii,

maka ukuran internal konsistensi reabilitas (cronbach alpha) tidak

diperlukan untuk menguji realibilitas konstruk formatif. Hal ini berbeda

dengan indikator refleksif yang menggunakan tiga kriteria untuk menilai

29 Willy Abdillah dan Jogiyanto, Partial Leas Square (PLS) Alternatif Structural

Equation Modelling (SEM) dalam penelitian bisnis, (Yogyakarta: ANDI, 2015), h.165-166

57

outer model, yaitu convergent validity, composite reability, dan

discriminant validity.

Lebih lanjut Ghozali menyatakan bahwa karena konstruk formatif pada

dasarnya merupakan hubungan regresi dari indikator ke konstruk, maka

cara menilainya adalah dengan melihat nilai koefisien regresi dan

signifikansi dari koefisien regresi tersebut. Jadi, kita melihat nilai weight

masing-masing indikator dan nilai signifikansinya. Nilai weight yang

disarankan adalah di atas 0.50 dan T-statistic diatas 1.645 untuk α = 0.05

(one tailed).

2. Menilai Inner Model atau Structrual Model

Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk

konstruk dependen, Stone-Geiser Q-square test untuk predictive relevance

dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur structural. Dalam

menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk setiap

variabel laten dependen. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk

menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel

laten dependen apakah mempengaruhi pengaruh yang substansif. Pengaruh

besarnya f2 dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

f2 = R2 included – R2

excluded

1 - R2 included

Dimana R2 included dan R2

excluded adalah R-square dari variabel laten

dependen ketika prediktor variabel laten digunakan atau dikeluarkan

didalam persamaan struktural.

58

Disamping melihat nilai R-square, model PLS juga dievaluasi dengan

melihat Q-Square predictive relevance untuk model konstruk. Q-Square

predictive relevance mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan

oleh model danjuga estimasi parameternya. Nilai Q-Square predictive

relevance kurang dari 0 menunjukkan bahwa model kurang memiliki

predictive relevance.

H. Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah intellectual capital

yang diproyeksikan dengan Value Added Intellectua Coefficient (VAICTM).

Intellectual capital yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja modal

intelektual yang diukur berdasarkan value added yang diciptakan oleh

physical capital, human capital, dan structural capital. Kombinasi dari ketiga

value added tersebut disimbolkan dengan Value Added Intellectual

Coefficient (VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic. Konsep ini telah diuji

dan diadopsi oleh Firer dan Williams (2003); Mavridis (2004); Chen dkk.,

(2005); Tan dkk., (2007) dan beberapa peneliti lainnya.

Formulasi dan tahapan perhtungan VAICTM adalah sebagai berikut:

Tahap Pertama: Menghitunga Value Added (VA). VA dihitung sebagai selisih

antara output dan input (Pulic, 1999)

VA = OUT – IN

59

Dimana:

a. OUT = Output; total penjualan dan pendapatan lain.

b. IN = Input; beban penjualan dan biaya-biaya lain (selain beban

karyawan).

Tahap Kedua: Menghitung Value Added Capital Employed (VACA). VACA

adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical

capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari

CE terhadap value added organisasi.

VACA = VA/CE

Dimana:

a. VACA = Value Added Capital Employed: rasio dari VA terhadap CE

b. VA = Value Added

c. CE = Capital Employed: dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)

Tahap Ketiga: Menghitung Value Added Human Capital (VAHU). VAHU

menunjukkan berapa banya VA dapat dihasilkan dengan dana yang

dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini menunjukkan kontribusi yang

dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam HC terhapad value

added organisasi.

VAHU = VA/HC

Dimana:

a. VAHU = Value Added Human Capital: rasio dari VA terhadap HC.

60

b. VA = Value Added

c. HC = Human Capital; beban karyawan.

Tahap Keempat: Menghitung Structural Capital Value Added (STVA). Rasio

ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari

VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan

nilai.

STVA = SC/VA

Dimana:

a. STVA = Structural Capital Value Added; rasio dari SC terhadap VA

b. SC = Structural Capital; VA – HC

c. VA = Value Added;

Tahap Kelima: Menghitung Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM).

VAICTM mengindikasikan kemampuan intelektual organisasi yang dapat juga

dianggap sebagai BPI (Bussiness Performance Indicator). VAICTM

merupakan penjumlahan dari 3 komponen sebelumnya, yaitu: VACA,

VAHU, dan STVA.

VAICTM = VACA + VAHU + STVA

61

2. Variabel Dependen

Variabel dependen penelitian ini adalah profitabilitas atau financial

performance. Variabel kinerja keuangan menggunakan proksi profitabilitas

ROA.

Return on Asset (ROA). ROA merefleksikan keuntungan bisnis dan efisiensi

perusahaan dalam pemanfaatan total aset. ROA dikalkulasi dengan rumus:

ROA = Laba Bersih Sebelum Pajak ÷Total Aktiva

Return on Equity (ROE). ROE Menurut Tandelilin, merefleksikan seberapa

banyak perusahaan telah memperoleh hasil atas dana yang telah diinvetasikan

oleh pemegang saham (baik secara langsung atau dengan laba yang telah

ditahan). ROE dapat dihitung dengan rumus:

ROE = Laba Bersih Setelah Pajak ÷Ekuitas

Growth Revenue (GR). GR mengukur perubahan pendapatan perusahaan.

Peningkatan pendapatan biasanya merupakan sinyal bagi perusahaan untuk

dapat tumbuh dan berkembang. GR dihitung dengan rumus:

GR = (Pendapatan tahun ke-t÷Pendapatan tahun ke-t-1) – 1 x 100%

62

Gambar 3.1 adalah bentuk model pengujian hipotesis dengan

menggunakan partial least square. Pada penelitian ini variabel independen

(VAICTM) dihubungkan dengan variabel dependen (profitabilitas) pada tahun

yang sama (2013 dengan 2013; 2014 dengan 2014; dan 2015 dengan 2015).

GAMBAR 3.1

Model Pengujian dengan PLS

63

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berawal dari keinginan untuk membantu

para petani, pegawai dan buruh untuk melepaskan diri dari jeratan rentenir yang

memberikan kredit dengan bunga yang tinggi. Berikut tabel tentang sejarah

BPR.30

TABEL 4.1

SEJARAH BPR

Abad ke 19 : Di bentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan

Bank DagangDesa.

Pasca

Kemerdekaan

Indonesia

: Didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa

(BKPD

Awal 1970an : Didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP)

oleh PemerintahDaerah

1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober

1988 (PAKTO1988) melalui Keputusan Presiden RI

No.38 yang menjadi momentumawal pendirian BPR-

BPR baru. Kebijakan tersebut memberikankejelasan

mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank

PerkreditanRakyat” atau BPR

1992 : Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan,

30http://www.bi.go.id/id/perbankan/edukasi/Pages/edukasiperbankan9.aspx diakses

tanggal 08 Mei 2017

64

BPR diberikanlandasan hukum yang jelas sebagai salah

satu jenis bank selain BankUmum.

PP No.71/1992 Lembaga Keuangan Bukan Bank yang

telahmemperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan

dan lembaga-lembagakeuangan kecil seperti Bank

Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, BankPegawai, LPN,

LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan

lembagalembagalainnya yang dipersamakan dengan itu

dapat diberikan statussebagai BPR dengan memenuhi

persyaratan dan tata cara yangditetapkan untuk menjadi

BPR dalam jangka waktu sampai dengan 31Oktober

1997.

Sumber: Edukasi Perbankan, Bank Indonesia 2017

Seiring perkembangannya, BPR yang tumbuh semakin banyak dengan

menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya,

maka dibentuklah BPR Syariah

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebelumnya disebut sebagai Bank

Perkreditan Rakyat Syariah, menurut Undang-undang (UU) Perbankan No.7 tahun

1992 adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam

bentuk deposito berjangka tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu dan menyalurkannya sebagai usaha BPRS. Sedangkan pada UU

65

Perbankan No.10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPRS adalah lembaga keuangan

yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prisnsip syariah.31

GAMBAR 4.1

Total Aset BPRS di Indonesia

Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Otoritas Jasa Keuangan 2017

Jika ditinjau dari aspek aktiva yang ada pada BPRS, terjadi peningkatan

walaupun tidak signifikan. Tahun 2014 terjadi peningkatan sebesar 739.843 dari

tahun 2013, sedangkan tahun 2016 terjadi peningkatan sebesar 1.165.939 dari

tahun 2014. Dalam PSAK No 16 revisi tahun 2011 disebutkan bahwa aset

merupakan semua kekayaan yang dimiliki oleh seseorang atau perusahaan baik

berwujud atau tidak berwujud yang berharga atau bernilai yang akan

mendatangkan manfaat bagi seseorang atau perusahaan.32

31 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama RI, Produk-

Produk Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Kementrian Agama RI, 2010) h.99 32 Ikatan Akutansi Indonesia, Standar Akutansi Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat,

2011).

2013; 5.833.488

2014; 6.573.331

2015; 7.739.270

66

GAMBAR 4.2

Jumlah BPRS Berdasarkan Total Aset

Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK 2016

Bila dikelompokkan berdasarkan total aset dari setiap BPRS maka akan

menghasilkan seperti Gambar 4.2. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa

jumlah BPRS dengan total aset diatas 10 Miliar terus bertambah setiap tahunnya.

Pada 2013 tercatat sebanyak 110 BPRS yang memiliki aset diatas 10 Miliar, lalu

bertambah menjadi 117 pada 2014 dan terus meningkat menjadi 125 BPRS yang

memiliki total aset lebih dari 10 Miliar.

Peningkatan pada BPRS yang memiliki total aset diatas 10 Miliar tentunya

akan menurunkan jumlah dari total BPRS yang memiliki aset dibawahnya, yang

paling jelas terlihat adalah dari yang memiliki aset diantara 1 sampai dengan 5

Miliar, pada kategori ini tahun 2013 tercatat terdapat 19 BPRS lalu menurun

menjadi 11 pada 2014, dan di tahun 2015 hanya 8 BPRS dengan total aset antara 1

sampai dengan 5 Miliar. Hal tersebut diperkuat dengan total BPRS yang tidak

berubah, yaitu sebanyak 163 baik pada 2013, 2014 dan 2015.

4 1 1

19

11

8

30 34

29

11

0 11

7 12

5

2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5

< 1 Miliar 1 s.d. 5 Miliar > 5 s.d. 10 Miliar > 10 Miliar

67

GAMBAR 4.3

Laba Rugi BPRS Di Indonesia

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2017

Jika dilihat dari bagan tersebut total pendapatan tiap tahunnya terus

meningkat seiring dengan meningkatnya biaya/beban. Jadi semakin besar

pendapatan maka semakin besar pula biaya operasionalnya. Pendapatan adalah

arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas

selama suatu periode, jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas

yang tidak berasal dari konstribusi penanaman modal.33 Biaya adalah nilai sesuatu

yang dikorbankan yang diukur dalam satuan uang untk memperoleh aktiva yang

diimbangi dengan pengurangan aktiva atau penambahan utang atau modal.34

33 Kieso, Warfield Weygantd, Intermediate Acoounting, (New York: Hoboken, 2011),

h.955 34 Muhamad Nafarin, Penganggaran Perusahaan, (Jakarta: Salemba Empat, 2004),

h.379

753271,676796942,856

874260,791

597088,896646614,45 701933,3

0

200000

400000

600000

800000

1000000

2013 2014 2015

Total Pendapatan Total Beban

68

B. Deskripsi Data Penelitian

1. Statistik Deskriptif

Tabel dibawah ini menunjukkan statistics descriptive atas variabel

dependen VAICTM dan komponen-komponen yang membentuknya, yaitu

VACA, VAHU dan STVA untuk periode tahun 2013 sampai dengan 2015.

TABEL 4.2

STATISTIK DESKRIPTIF VAICTM 2013-2015

2013 2014 2015

Mean Standard

Deviation Mean

Standard

Deviation Mean

Standard

Deviation

VACA 0,413 0,288 0,424 0,267 0,395 0,276

VAHU 1,725 0,526 1,683 0,383 1,556 0,568

STVA 0,356 0,243 0,376 0,136 0,383 0,978

VAICTM 2,494 0,857 2,483 0,613 2,334 1,147

Sumber: Data sekunder diolah 2017

Tabel diatas menjelaskan bahwa nilai rata-rata (mean) VAICTM pada

bank pembiayaan rakyat syariah di Jawa Barat untuk tahun 2013 adalah

sebesar 2,494 dengan standard deviation 0,857. Sedangkan untuk tahun 2014

dan 2015, nilai mean VAICTM tidak berubah secara signifikan menjadi 2,483

dan 2,334 dengan standard deviation 0,613 dan 1,147.

Secara umum, kinerja IC BPRS di Jawa Barat pada tahun 2013 sampai

2015 masuk dalam kategori “bad performers” berdasarkan klasifikasi yang

dibuat oleh Mavridis dan Kamath. Menurut Kamath, suatu bank akan masuk

dalam “top performers” bila memiliki skor VAICTM diatas 5.00. Jika skornya

antara 4.00 sampai dengan 5.00, maka masuk kategori “good performers”,

69

dan kategori “common performers” untuk yang memiliki skor antara 2.5

sampai 4.00. Sedangkan perusahaan dengan skor VAIC di bawah 2.5 masuk

dalam kategori “bad performers”.

Sedangkan Mavridis, ketika mengelompokkan bank-bank di Jepang

berdasarkan kinerja IC-nya menyatakan bahwa skor VAIC minimal untuk

masuk dalam kategori “top performers” adalah 2.02. Kategori “good

performers” untuk skor antara 1.04 sampai 1.97. Perusahaan dengan skor

antara 0.03 sampai 0.97 masuk dalam kelompok “common performers”, dan

kategori “bad performers” untuk perusahaan yang memiliki skor di bawah

0.03.

TABEL 4.3

Kategori Kinerja IC BPRS di Jawa Barat

Tahun2013-2015

Tahun

Kategori Kinerja IC

Versi Kamath Versi Mavridis

2013 Bad Performers Top Performers

2014 Bad Performers Top Performers

2015 Bad Performers Top Performers

Sumber : Data sekunder diolah (2017)

Peringkat 10 besar BPRS di Jawa Barat berdasarkan nilai VAIC

disajikan dalam Tabel 4.3 dibawah ini.

70

TABEL 4.4

Peringkat BPRS di Jawa Barat Berdasarkan Kinerja IC

Tahun2013-2015

Peringkat Tahun

2013 2014 2015

1 HIK Cibitung HIK Cibitung HIK Cibitung

2 Artha Madani Artha Madani Artha Madani

3 Artha fi Sabilillah Amanah Ummah Al Ma’soem Syariah

4 HIK Parahyangan Al Ma’soem Syariah Amanah Ummah

5 Al Ma’soem Syariah HIK Parahyangan HIK Parahyangan

6 Mentari Artha fi Sabilillah Amanah Rabbaniah

7 Amanah Ummah Mentari Mentari

8 Amanah Rabbaniah Rif’atul Ummah Al Barokah

9 Al Barokah HIK Bekasi Al Ihsan

10 Al Ihsan Amanah Rabbaniah HIK Bekasi

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Tabel diatas menggambarkan bahwa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Harta Insan Karimah (HIK) Cibitung dan BPRS Artha Madani memiliki

kinerja IC yang sangat baik hingga mampu menempati posisi pertama dan

kedua pada tahun 2013 hingga 2015. HIK Cibitung menempati posisi pertama

pada 2013 dengan rata-rata VAIC 3,713 sedangkan Artha Madani pada posisi

kedua dengan 3,572. Sedangkan rata-rata terendah pada 2013 adalah 0,657.

Pada 2014 posisi pertama memiliki rata-rata VAIC 3,622 dengan posisi

terakhir memiliki nilai rata-rata terendah 1,592. Nilai rata-rata pada HIK

menurun namun secara umum nilai VAIC tersebut meningkat pada setiap

BPRS di Jawa Barat. Pada 2015 nilai rata-rata tertinggi adalah 3,780

sedangkan nilai terendah 1,123.

71

TABEL 4.5

Statistik Deskriptif VAICTM 2013-2015

2013 2014 2015

Mean Standard

Deviation Mean

Standard

Deviation Mean

Standard

Deviation

ROA 0,023 0,018 0,021 0,013 0,015 0,027

ROE 0,145 0,124 0,145 0,106 0,095 0,195

GR 0,471 0,792 0,294 0,414 0,128 0,197

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Secara umum, dalam kurun waktu 2013-2015, kinerja keuangan pada

BPRS di Jawa Barat tidak mengalami perubahan yang signifikan pada tiga

rentan waktu tersebut, justru menurun pada nilai rata-rata ROA tahun 2015

yang hanya 0,015 dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 0,021. Demikian

pula nilai rata-rata GR, dimana sebesar 0,471 menurun menjadi 0,294 dan

0,128 pada tahun 2014 dan 2015. Sedangkan untuk nilai ROE pada 2013 dan

2014 memiliki nilai 0,145 dan menurun menjadi 0,095 pada 2015.

Pertumbuhan nilai GR dari tahun ke tahun merupakan sinyal bagi

perusahaan untuk dapat tumbuh dan berkembang. Dalam konteks ini, selama

kurun waktu 3 tahun telah terjadi penurunan rata-rata GR yang cukup

signifikan. Nilai rata-rata GR pada tahun 2015 sebesar 0,128 menurun dari

tahun 2013 yang mencatat nilai rata-rata GR sebesar 0,471.

2. Uji Outer Model

Uji outer model bertujuan untuk mengevaluasi variabel indikator.

Model pengukuran variabel laten di dalam PLS ada dua yaitu model reflektif

dan model formatif. Pada penelitian ini menggunakan evaluasi model

72

reflektif. Variabel indikator di dalam model reflektif merupakan variabel

yang berkorelasi tinggi dan saling mengganti sehingga evaluasi model

reflektif didasarkan pada reabilitas dan validitas variabel indikator. Evaluasi

model reflektif terdiri dari:

Indicator reliability

Indicator reliability didasarkan pada outer loading. Jika nilai outer

loading lebih dari 0.7 maka variabel indikator perlu dipertahankan

untuk penelitian uji teori sedangkan untuk penelitian eksplorasi

antara 0,5-0,7 dan bila kurang dari 0,5 maka variabel indikator

harus dihilangkan. Pada penelitian ini nilai outer loading yang

digunakan sebagai batas adalah 0,5 karena penelitian ini adalah

penelitian eksplorasi.

Discriminant validity

Ada dua metode yaitu cross loading variabel indikator dan Fornell-

Larcker. Cross loading variabel indikator terhadap variabel laten

harus lebih besar nilainya terhadap variabel laten yang lain.

Fornell-Larcke yaitu akar dari AVE (Average Variance Extracted)

untuk setiap laten variabel harus lebih besar dari korelasi antar

variabel laten. Cross loading adalah kriteria yang longgar

sedangkan Fornell Larcker merupakan kriteria yang konservatif.

Penelitian ini menggunakan cross loading sebagai alat evaluasi

pada discriminant validity.

73

Internal consistency

Composite reliability digunakan untuk mengevaluasi konsistensi

internal. Penelitian uji teori nilainya seharusnya lebih dari 0,7

sedangkan penelitian eksplorasi ninyai lebih dari 0,6. Selain itu

juga bisa digunakan Cronbach’s alpha dimana nilainya harus lebih

dari 0,7 untuk uji teori dan diatas 0,6 untuk penelitian eksplorasi.

Convergent validity

Average Variance Extracted (AVE) digunakan untuk mengevaluasi

convergent validity. Nilai AVE harus lebih dai 0,5.

a. Uji Outer Model Hipotesis Tahun 2013

Gambar 4.4 dibawah ini merupakan hasil perhitungan dengan

menggunakan PLS untuk data tahun 2013. Dalam hal ini, komponen-

komponen VAICTM tahun 2013 dihubungkan dengan ukuran-ukuran

kinerja keuangan tahun 2013.

GAMBAR 4.4

Hasil Outer Model2013

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Berdasarkan hasil pengujian dengan SmartPLS sebagaimana

ditunjukkan gambar di atas, diketahui bahwa hasil outer loading yang

digunakan sebagai indicator reability hanya GR yang memiliki nilai <

74

0,5 yaitu 0,481 sedangkan indikator lain baik dari variabel VAICTM

maupun Profitabilitas memiliki nilai diatas 0,5. Berdasarkan nilai

tersebut berarti GR tidak memenuhi prinsip bahwa setiap pengukur dari

suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi yang dinilai berdasarkan

faktor loadingnya atau karena GR tidak termuat ke konstruk yang

mewakilinya maka indikator tersebut harus dihapus. Dalam model

reflektif seluruh indikator akan bergerak bersama artinya perubahan

satu indikator menyebabkan perubahan terhadap indikator lain. Maka

perlu dilakukan penghitungan ulang selanjutnya.

TABEL 4.6

NILAI CROSS LOADING 2013

Profitabilitas VAICTM

GR 0,481 0,401

ROA 0,946 0,832

ROE 0,949 0,862

STVA 0,675 0,899

VACA 0,617 0,599

VAHU 0,814 0,905

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Pada Tabel 4.6 di atas dapat dilihat nilai cross loading yang

merupakan indikator kelayakan dari discriminant validity, dari seluruh

nilai cross loading di atas hanya nilai VACA yang tidak memiliki nilai

yang seharusnya lebih besar dibandingkan terhadap variabel laten

profitabilitas yaitu 0,599 dibandingkan dengan 0,617. Meskipun nilai

cross loading konstruk VACA lebih kecil dari nilai konstruk

profitabilitas peneliti tidak menghapus indikator VACA karena nilai

75

AVE (Average Variance Extracted) pada VAIC masih diatas 0,5. AVE

sendiri merupakan nilai rerata presentase skor varian yang diekstraksi

dari seperangkat variabel laten yang diestimasi melalui loading

standardize indikatornya dalam proses literasi algoritma dalam PLS.

TABEL 4.7

NILAICRONBACH’S ALPHA, COMPOSITE RELIABILITY

DAN AVERAGE VARIANCE EXTRACTED 2013

Cronbach’s

Alpha

Composite

Reliability AVE

Profitabilitas 0,732 0,853 0,676

VAIC 0,698 0,840 0,647

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Tabel 4.7 menjelaskan bahwa dari sisi internal consistency atau

untuk mengukur apakah suatu konstruk itu reliabel dapat dinilai melalui

cronbach’s alpha dan composite reliability,dan hasil Tabel 4.7 memiliki

nilai sesuai batas kelayakan yaitu lebih besar atau sama dengan 0,6 bagi

Cronbach’s alpha dan nilai Composite reliability yang harus lebih dari

0,7. Maka dapat dikatakan bahwa konstruk yang terbentuk memiliki

konsistensi internal dan termasuk reliabel untuk dapat di teliti.

Sedangkan nilai AVE yang digunakan untuk menilai convergent

validity memiliki nilai 0,676 dan 0,647 yang berarti keduanya memiliki

nilai AVE lebih dari 0,5.

Oleh karena terdapat indikator yang memiliki nilai rendah dan

tidak signifikan, maka perlu dilakukan pengujian ulang dengan

76

mengeliminasi indikator-indikator yang tidak signifikan, adapun

indikator yang tereliminasi adalah GR. Hasil pengujian ulang yang

dilakukan ulang dapat dilihat pada Gambar 4.5, Tabel 4.8 dan Tabel

4.9.

GAMBAR 4.5

HASIL OUTER MODEL 2013 (Recalculate)

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Hasil dari penghitungan ulang menghasilkan masing-masing

indikator nilai outer loadings di atas 0,5. Artinya probabilitas indikator

di kedua konstruk tersebut masuk ke variabel lain lebih rendah (kurang

0,5) sehingga probabilitas indikator tersebut konvergen dan masuk di

konstruk yang dimaksud lebih besar, yaitu di atas 50 persen.

TABEL 4.8

NILAI CROSS LOADING 2013 (Recalculate)

Profitabilitas VAICTM

ROA 0,969 0,837

ROE 0,971 0,876

STVA 0,649 0,882

VACA 0,682 0,600

VAHU 0,758 0,886

Sumber : Data sekunder diolah, 2017

77

Walaupun nilai cross loading dari VACA terhadap profitabilitas

masih belum berubah dan tetap berada dibawah variabel lain namun

nilai AVE seperti yang tertera pada Tabel 4.9 masih diatas 0,5 sehingga

hal tersebut dapat ditolerir.

TABEL 4.9

NILAICRONBACH’S ALPHA, COMPOSITE RELIABILITY

DAN AVERAGE VARIANCE EXTRACTED 2013 (Recalculate)

Cronbach’s

Alpha

Composite

Reliability AVE

Profitabilitas 0,937 0,969 0,941

VAIC 0,698 0,839 0,641

Sumber : Data sekunder diolah, 2017

Sedangkan pada uji reabilitas yang menggunakan Cronbach’s

alpha dan composite reliability mendapatkan nilai di atas 0,6 bagi

cronbach’s alpha yaitu 0,937 dan 0,698. Sedangkan di atas 0,7 bagi

composite reliability yaitu 0,969 dan 0,839. Hasil tersebut berarti

konstruk yang terbentuk memiliki konsistensi internal yang baik dalam

uji reliabilitas instrumen atau data psikometrik.

b. Uji Outer Model Hipotesis Tahun 2014

Gambar 4.6 dibawah ini merupakan hasil perhitungan dengan

menggunakan PLS untuk data tahun 2014. Dalam hal ini, komponen-

komponen VAICTM tahun 2014 dihubungkan dengan ukuran-ukuran

kinerja keuangan tahun 2014.

78

GAMBAR 4.6

HASIL OUTER MODEL 2014

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Berdasarkan hasil pengujian dengan PLS sebagaimana

ditunjukkan gambar di atas, diketahui bahwa hasil outer loading yang

digunakan sebagai indicator reability hanya GR yang memiliki nilai

dibawah 0,5 yaitu 0,248 sedangkan indikator lain baik dari variabel

VAICTM maupun Profitabilitas memiliki nilai diatas 0,5. Nilai 0,248

pada GR berarti indikator ini tidak termuat ke konstruk yang

mewakilinya yaitu profitabilitas, sehingga probabilitas GR tidak

konvergen dan masuk di konstruk yang dimaksud lebih kecil yaitu

hanya sebesar 24,8 persen.

TABEL 4.10

NILAI CROSS LOADING 2014

Profitabilitas VAICTM

GR 0,248 0,185

ROA 0,945 0,774

ROE 0,951 0,863

STVA 0,630 0,882

VACA 0,706 0,568

VAHU 0,658 0,888

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

79

Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat nilai cross loading yang

merupakan indikator kelayakan dari discriminant validity, dari seluruh

nilai cross loading di atas hanya nilai VACA yang tidak memiliki nilai

yang seharusnya lebih besar dibandingkan terhadap variabel laten

lainnya yaitu 0,568 dibandingkan dengan 0,706. Sebagaimana halnya

pada hipotesis tahun 2013 maka nilai VACA tidak harus untuk

dihapuskan karena memiliki nilai outer loadings sebesar 0,568 dan nilai

AVE 0,629.

TABEL 4.11

NILAICRONBACH’S ALPHA, COMPOSITE RELIABILITY

DAN AVERAGE VARIANCE EXTRACTED 2014

Cronbach’s

Alpha

Composite

Reliability AVE

Profitabilitas 0,628 0,801 0,620

VAIC 0,677 0,831 0,629

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Tabel 4.11 menjelaskan bahwa dari sisi internal consistency yang

dinilai melalui cronbach’s alpha dan composite reliability, memiliki

nilai sesuai batas kelayakan yaitu lebih besar atau sama dengan 0,6.

Sedangkan nilai AVE yang digunakan untuk menilai convergent

validity memiliki nilai 0,620 dan 0,629 yang berarti keduanya memiliki

nilai AVE lebih dari 0,5.

Oleh karena terdapat indikator yang memiliki nilai rendah dan

tidak signifikan, maka perlu dilakukan pengujian ulang dengan

mengeliminasi indikator yang tidak signifikan, adapun indikator yang

80

tereliminasi adalah GR. Hasil pengujian ulang yang dilakukan ulang

dapat dilihat pada Gambar 4.7, Tabel 4.12 dan Tabel 4.13.

GAMBAR 4.7

HASIL OUTER MODEL 2014 (Recalculate)

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Sesuai dengan teori konstruk dalam model reflektif bahwa seluruh

indikator akan bergerak bersama yang artinya perubahan satu indikator

menyebabkan perubahan terhadap indikator lain. Hal tersebut dapat

terlihat dari hasil penghitungan ulang pada Tabel 4.7 dimana nilai outer

loading dari setiap indikator mengalami perubahan.

Hasil penghitungan ulang tersebut menghasilkan nilai outer

loading diatas 0,5 bagi seluruh indikator, sehingga probabilitas

indikator-indikator tersebut konvergen.

TABEL 4.12

NILAI CROSS LOADING 2014 (Recalculate)

Profitabilitas VAICTM

ROA 0,949 0,778

ROE 0,960 0,871

STVA 0,616 0,870

VACA 0,732 0,588

VAHU 0,638 0,876

Sumber : Data sekunder diolah, 2017

81

Nilai cross loading hasil penghitungan ulang pun turut berubah

sesuai teori konstruk model reflektif terutama pada nilai cross loading

dari konstruk profitabilitas.

TABEL 4.13

NILAICRONBACH’S ALPHA, COMPOSITE RELIABILITY

DAN AVERAGE VARIANCE EXTRACTED 2014 (Recalculate)

Cronbach’s

Alpha

Composite

Reliability AVE

Profitabilitas 0,903 0,953 0,911

VAIC 0,677 0,828 0,624

Sumber : Data sekunder diolah, 2017

Setelah di evaluasi ulang dengan mengeluarkan indikator GR

yang memiliki nilai outer loading dibawah standar, maka didapat nilai

outer loading seperti pada Gambar 4.13 dengan nilai Cronbach’s alpha

0,903 bagi profitabilitas dan 0,677bagi intelletual capital. Sedangkan

pada composite reliability memiliki nilai 0,953 bagi profitabilitas dan

0,828 bagi intellectual capital.

Baik composite reliability dan maupun Cronbach’s alpha

merupakan teknik statistika yang digunakan untuk mengukur

konsistensi internal dalam uji reliabilitas. Namun, Composite reliability

mengukur nilai sesungguhnya dari suatu variabel. Sedangkan

Cronbach’s alpha mengukur nilai terendah reliabilitas suatu variabel,

sehingga nilai Composite reliability selalu lebih tinggi dibandingkan

nilai Cronbach’s Alpha.

82

c. Uji Outer Model Hipotesis Tahun 2015

Gambar 4.8 dibawah ini merupakan hasil perhitungan dengan

menggunakan PLS untuk data tahun 2015. Dalam hal ini, komponen-

komponen VAICTM tahun 2015 dihubungkan dengan ukuran-ukuran

kinerja keuangan tahun 2015.

GAMBAR 4.8

HASIL OUTER MODEL 2015

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Berdasarkan hasil pengujian dengan PLS sebagaimana

ditunjukkan gambar di atas, diketahui bahwa hasil outer loading yang

digunakan sebagai indicator reability hanya STVA yang memiliki nilai

dibawah 0,5 yaitu -0,322 sedangkan indikator lain baik dari variabel

VAICTM maupun Profitabilitas memiliki nilai diatas 0,5. Sehingga

indikator STVA harus dihapus karena indikator tersebut seharusnya

tidak saling berkorelasi dengan indikator yang lain.

83

TABEL 4.14

Nilai Cross Loading 2015

Profitabilitas VAICTM

GR 0,860 0,752

ROA 0,975 0,899

ROE 0,954 0,908

STVA -0,269 -0,322

VACA 0,600 0,741

VAHU 0,856 0,859

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Pada Tabel 4.14 di atas dapat dilihat nilai cross loading yang

merupakan indikator kelayakan dari discriminant validity, memiliki

nilai cross loading di atas nilai indikator pada konstruk lainnya.

TABEL 4.15

NILAICRONBACH’S ALPHA, COMPOSITE RELIABILITY

DAN AVERAGE VARIANCE EXTRACTED 2015

Cronbach’s

Alpha

Composite

Reliability AVE

Profitabilitas 0,922 0,951 0,866

VAIC 0,140 0,503 0,464

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Tabel 4.15 menjelaskan bahwa dari sisi internal consistency yang

dinilai melalui cronbach’s alpha dan composite reliability, hanya

profitabilitas yang memiliki nilai diatas 0,6 yaitu 0,922 dan 0,951.

Sedangkan variabel VAIC baik pada Cronbach’s Alpha dan Composite

Reliability berada dibawah 0,6 yaitu 0,140 dan 0,503. Sedangkan nilai

AVE yang digunakan untuk menilai convergent validity memiliki nilai

0,866 bagi profitabilitas dan 0,464 pada variabel VAIC. Hasil tersebut

84

diatas berarti konstruk pada VAIC tidak reliabel untuk digunakan,

ketidak reliabel konstruk pada VAIC pada hipotesis 2015 dapat

disebabkan karena nilai outer loading pada indikator STVA yang

mendapatkan nilai -0,322

Oleh karena terdapat indikator yang memiliki nilai rendah dan

tidak signifikan, maka perlu dilakukan pengujian ulang dengan

mengeliminasi indikator-indikator yang tidak signifikan, adapun

indikator yang tereliminasi adalah STVA. Hasil pengujian ulang yang

dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.9, Tabel 4.16 dan Tabel 4.17

GAMBAR 4.9

Hasil Outer Model 2015 (Recalculate)

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Hasil penghitungan ulang menyisakan indikator-indikator dengan

nilai outer loading di atas 0,5 setelah di keluarkannya indikator STVA.

TABEL 4.16

NILAI CROSS LOADING 2015 (Recalculate)

Profitabilitas VAICTM

GR 0,863 0,763

ROA 0,973 0,868

ROE 0,953 0,891

VACA 0,598 0,747

VAHU 0,857 0,886

Sumber : Data sekunder diolah, 2017

85

Pada Tabel 4.16 di atas dapat dilihat nilai cross loading yang

merupakan indikator kelayakan dari discriminant validity, memiliki

nilai cross loading di atas nilai indikator pada konstruk lainnya.

TABEL 4.17

NILAICRONBACH’S ALPHA, COMPOSITE RELIABILITY

DAN AVERAGE VARIANCE EXTRACTED 2015 (Recalculate)

Cronbach’s

Alpha

Composite

Reliability AVE

Profitabilitas 0,922 0,951 0,867

VAIC 0,524 0,803 0,672

Sumber : Data sekunder diolah, 2017

Setelah mengeluarkan STVA sebagai indikator yang memiliki

nilai outer loading yang kurang signifikan, dan dilakukan

pengevaluasian ulang maka didapatkan nilai yang sesuai terutama pada

nilai cronbach’s alpha, composite reliability dan AVE yang lebih besar.

Meskipun cronbach’s alpha yang digunakan sebagai salah satu metode

evaluasi internal consistency memiliki nilai dibawah 0,6 yaitu 0,524.

Namun data ini tetap dapat digunakan karena nilai composite reliability

yang juga digunakan untuk mengukur internal consistency memiliki

nilai 0,803. Sedangkan nilai AVE yang sebelumnya 0,464 meningkat

menjadi 0,672.

3. Uji Inner Model

Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat

hubungan antara konstruk , nilai signifikansi dan R-square dari model

penelitian. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk

86

konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive relevance

dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural.

Setelah melakukan evaluasi outer model dan model dinyatakan layak,

langkah berikutnya adalah mengevaluasi inner model atau model struktural

yang menjelaskan pengaruh variabel laten independen terhadap variabel laten

dependen. Ada dua evaluasi dasar pada tahap ini yaitu:

Signifikansi dan besarnya pengaruh variabel laten independen

Uji ini untuk mengetahui apakah variabel laten independen

mempengaruhi variabel laten dependen melalui uji t. Selain itu kita

juga bisa melakukan evaluasi besarnya pengaruh masing-masing

variabel laten independen dengan melihat koefisien analisis

jalurnya (path coefficient).

Koefisien determinasi R2

Koefisien determinasi mengukur seberapa besar variasi variabel

laten dependen dijelaskan oleh variabel laten independen.

TABEL 4.22

NilaiR-Square

Variabel R-Square

2013 2014 2015

VAICTM - - -

Profitabilitas 0,781 0,751 0,819

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

87

Tabel 4.22 diatas menunjukkan bahwa nilai R-square profitabilitas

tahun 2015 adalah 0,819, artinya variabel VAIC mampu menjelaskan variabel

profitabilitas sebesar 81,9 persen.Pada tahun 2014 dan 2013 memiliki nilai

Rsquare sebesar 0,751 dan 0,781. Semakin besar angka R-square

menunjukkan semakin besar variabel independen tersebut dapat menjelaskan

variabel dependen, sehingga semakin baik persamaan struktural yang

terbentuk.

Signifikansi parameter yang diestimasi memberikan informasi

mengenaihubungan antar variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian ini

batas untuk menolak dan menerima hipotesis yang diajukan yaitudengan α =

5% dan dƒ = 15 dengan uji dua sisi adalah 2,131. Tabel 4.19 berikut ini

menyajikan output estimasi untuk pengujian model struktural.

TABEL 4.23

NilaiInner Weights

Variabel

Original

Sample

Estimate

Sample

Mean

Standard

Deviation T-Statistic Keterangan

VAIC13 => Profit13 0.884 0.887 0.022 39.543 t-stat > t-tabel

VAIC14 => Profit14 0.867 0.872 0.022 39.720 t-stat > t-tabel

VAIC15 => Profit15 0.905 0.912 0.017 52.339 t-stat > t-tabel

Sumber : Data sekunder diolah, 2017

Dari tabel 4.23 diatas dapat diketahui bahwa Hipotesis pertama pada

tahun 2013 yang diajukan secara utuh diterima, karena karena skor T-Statistic

88

nya 39.543 ada di atas nilai T-table. Artinya bahwa pengaruh intelektual yang

terdapat pada BPRS di Jawa Barat berpengaruh positif terhadap profitabilitas

di BPRS. Hal yang sama juga pada hipotesis kedua dan ketiga pada tahun

2014 dan 2015 dimana nilai T-table keduanya adalah 39.720 dan 52.339

4. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Profitabilitas pada BPRS di Jawa

Barat.

Intellectual capital yang menjadi pengukur sebenarnya memiliki ruang

lingkup yang cukup luas untuk dapat di eksplorasi. Luasnya ruang lingkup

tersebut sebagaimana di klasifikasikan oleh IFAC (International Federation

of Accountants) pada 1998, yang terdiri dari organizational capital, relational

capital dan human capital. Luasnya ruang lingkup tersebut tentunya menjadi

salah satu alasan yang cukup kuat sulitnya dalam mengukur modal

intelllektual. Dimana modal intelektual lebih mengacu pada hal-hal yang

tidak berwujud dan tidak dapat diukur dengan pasti.

Value Added Intellectual Capital (VAICTM) yang dikembangkan oleh

Pulic pada 1998 bertujuan untuk menyajikan informasi tentang value creation

efficiency dari asset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud

(intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAIC merupakan instrumen

untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Definisi Pulic

tentang efisiensi disini adalah menghasilkan nilai tambah sebesar mungkin

dengan menggunakan sumber daya yang ada. Pendekatan ini relatif mudah

89

dan sangat mungkin untuk dilakukan, karena dikonstruksi dari akun-akun

dalam laporan keuangan perusahaan.35

Dalam model VAIC ini intellectual capital terdiri dari dua unsur yaitu

human capital dan structural capital sebagai intangible assett yang efisien

yang dapat meningkatkan nilai perusahaan,dengan ditambah aset fisik yang

tergabung dalam capital employed/physical capital atau aset perusahaan yang

dipergunakan untuk keperluan operasional perusahaan dengan efisien.

Menurut Pulic untuk menciptakan nilai, ada dua sumber daya yang penting

dalam perekonomian berbasis pengetahuan, yaitu modal fisik (physical

capital termasuk didalamnya Financial Capital) dan modal intelektual.36

Asumsi dasarnya adalah modal intelektual tidak dapat beroperasi sendiri

tanpa dukungan modal fisik. VAIC menunjukkan bagaimana kedua

sumberdaya tersebut (modal fisik dan modal intelektual) secara efisien

dimanfaatkan oleh perusahaan.

Data hasil pengamatan selama tiga periode tersebut menjelaskan bahwa

Value Added Human Capital memiliki nilai pengaruh terbesar terhadap VAIC

secara keseluruhan, dengan presentase rata-rata sebesar 68%. Sedangkan

variabel pembentuk VAIC lainnya hanya memiliki pengaruh yang kecil. Hal

tersebut sejalan dengan temuan pada penelitian ini bahwa hanya VAHU yang

35 Ihyaul Ulum, Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2009), h.87. 36 Ante Pulic, “Measuring the Performance of Intellectual Potential in Knowledge

Economy” presented in 2nd McMaster World Congress on Measuring and Managing Intellectual

Capita by the Austrian Team for Intellectual Potential (1998) h.7.

90

memiliki pengaruh secara konsisten terhadap variabel profitabilitas pada

periode 2013-2015 hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan Ulum pada tahun 2007. Pada penelitian ini variabel profitabilitas

yang secara konsisten berkorelasi dengan intellectual capital hanya ROA dan

ROE sedangkan GR tidak berkorelasi pada pengamatan selama periode 2013-

2015.

Pada penelitian ini berusaha menjelaskan kemampuan Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah yang berada di Jawa Barat pada periode 2013-

2015 dalam mengelola modal intelektual. Hasil pengamatan selama tiga tahun

yang disajikan pada tabel-tabel sebelumnya membuktikan bahwa nilai t-

statistic seluruh path antara VAIC dan Profitabilitas adalah diatas 2,131. Hal

ini berarti loading-nya signifikan pada p < 0.05 (two-tailed) dan

mengindikasikan adanya pengaruh modal intelektual yang signifikan terhadap

profitabilitas BPRS selama tiga tahun pengamatan 2013-2015. Nilai R-square

untuk tahun tahun 2013 adalah 0.781, sedangkan tahun 2014 adalah 0.751

dan tahun 2015 sebesar 0.819. Hal ini menunjukan bahwa kekuatan modal

intelektual dalam menjelaskan variabel profitabilitas BPRS di Jawa Barat

adalah sebesar 78,1 persen di tahun 2013; 75,1% persen pada tahun 2014 dan

di tahun 2015 sebesar 81,9 persen. Sehingga dengan demikian maka berarti

hipotesis yang diajukan diterima.

91

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan sebagaimana telah disajikan

pada Bab 4, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Intellectual Capital yang

diwakilkan oleh VAICTMberpengaruh terhadap Profitabilitas pada Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Jawa Barat. Pengaruh terjadi secara

konsisten pada ROA dan ROE di tiga tahun pengamatan, dan GR hanya

berpengaruh pada penelitian di tahun 2015.

B. Keterbatasan

Sebagaimana umumnya suatu penelitian, hasil pelitian ini juga

mengandung beberapa keterbatasan antara lain:

1. Bukti yang disajikan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari 3

ukuran profitabilitas yang digunakan, hanya profitabilitas ROA dan

ROE yang secara statistik signifikan untuk menjelaskan konstruk

kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran profitabilitas

GR yang digunakan tidak tepat untuk digunakan sebagai proksi atas

profitabilitas yang pada penelitian ini sebagai variabel dependen,

dimana variabel indepen-nya adalah modal intelektual. Maka perlu

dicari ukuran kinerja lain yang lebih sesuai.

2. Jumlah sampel yang relatif kecil hanya mengambil sampel selama tiga

tahun dan hanya BPRS yang terdapat di Jawa Barat, menjadikan

pengujian menjadi kurang kuat. Sampel dalam penelitian ini hanya

92

terbatas 17 BPRS saja, sehingga hasil penelitian tidak dapat

digeneralisasi. Penelitian terkesan sempit sehingga tidak cukup

objektif untuk menggambarkan kinerja modal intelektual suatu bank.

C. Saran

Berdasarkan hasil dan keterbatasan yang diperoleh dalam penelitian ini

maka dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Menggunakan sampel yang lebih besar dengan mengambil sampel

lebih dari 3 tahun dan dapat meneliti pada sampel seluruh perbankan di

Indonesia.

2. Menambah varibel kinerja keuangan perusahaan dilihat dari sisi rasio

rentabilitas yang lain, agar dapat menunjukkan kemampuan perbankan

dalam menghasilkan laba operasi usahanya.

93

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama RI, Produk-

Produk Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta : Direktorat Jenderal

Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama RI, 2010)

Supranto, J. Statistik Teori dan Aplikasi. Jil 2, Edisi Keenam Jakarta: Erlangga,

2000.

Moh Nazir, Metode Penelitian, Cet 7. Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.

Willy Abdillah dan Jogiyanto. Partial Least Squares (PLS) Alternatif Structural

Equation Modelling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andi,

2015.

Widarjono, Agus. Analisis Multivariat Terapan dengan Program SPPS, AMOS

dan SmartPLS, Edisi Kedua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2015.

Soemitra, Andri. M.A, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Prenada

media, 2009.

Nasution, Hamid dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. CeQDA (Center for

Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah, Tahun

2012.

Heryanto dan Lukman. Statistik Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penelitian

Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

94

Sandjaja dan Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, Edisi Revisi. Jakarta:

Prestasi Pustaka , 2011

Ikatan Akutansi Indonesia, Standar Akutansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat,

2011.

http://www.bi.go.id/id/perbankan/edukasi/Pages/edukasiperbankan9.aspx

http;//www.bprpuri.com/informasi-detail-20.html

Willy Abdillah dan Jogiyanto, Partial Leas Square (PLS) Alternatif Structural

Equation Modelling (SEM) dalam penelitian bisnis, Yogyakarta: ANDI,

2015.

Ihyaul Ulum, Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris, Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2009.

Ahmed Riahi-Belkaoui, “Intellectual capital and firm performance of US

multinational firms; A study of the resource-based and stakeholder views”

Journal of Intellectual Capital Vol.4, no.2 (2003), h.216.

Craig Deegan dan Christopeher Blomquist, “Stakeholder Influence on Corporate

Reporting : An Exploration of The Interaction Between the World Wide

Fund for Nature and the Australian Minerals Industry” (Australia: Faculty

of Commerce, University of Southern Queensland, 2006), h.11

95

James Guthrie, dkk, “The voluntary reporting of intellectual capital; Comparing

evidence from Hong Kong and Australia”, Journal of Intellectual Capital

Vol.7, no.2 (2006): h.256.

Partiwi Dwi Astuti dan Arifin Sabeni, “Hubungan Intellectual Capital dan

Business Performance dengan Diamond Specification : Sebuah Perspektif

Akuntansi”, SNA VIII Solo (September 2005): h.696.

Nick Bontis, “Intellectual capital: an exploratory study that develops measures

and models” Management Decision, MCB University Press (1998): h.63.

Nermien Al-Ali, “Comprehensive Intellectual Capital Management: Step-by-

Step”, (Newjersey: Wiley & Sons, Inc, 2003), h.31.

Tjiptohadi Sawarjuwono dan Agustine Prihatin Kadir, “Intellectual Capital:

Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan: sebuah library research”, Jurnal

Akuntansi & Keuangan Vol.5, no.1, (Mei 2003): h.38.

Muhamad Nafarin, Penganggaran Perusahaan, Jakarta: Salemba Empat, 2004.