pengaruh debu padi pada faal paru pekerja …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf ·...

36
©2003 Digitized by USU digital library 1 PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA KILANG PADI YANG MEROKOK DAN TIDAK MEROKOK ANTARUDDIN Program Pendidikan Dokter Spesialis Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Pada tiga dasawarsa yang lalu, penyakit paru masih didominasi oleh penyakit infeksi, khususnya tuberkulosis, pneumoni, bronkiektasis, empiema, abses paru dan lain – lain. Namun perkembangan yang sangat pesat disegala sektor saat ini telah mengubah pola penyakit yang ada. Berbagai faktor yang berperan terhadap pola penyakit pernafasan tersebut antara lain: perkembangan sektor industri yang bertanggung jawab terhadap terjadi polusi udara, meningkatnya produksi rokok, urbanisasi, dan krisis ekonomi. (1) Keadaan ini menyebabkan meningkatnya frekuensi penyakit pernafasan yang tidak ada kaitannya dengan infeksi, antara lain : asma, bronkitis kronis, penyakit akibat pencemaran lingkungan, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker paru dan lain-lain. (2) Data dari Inggris, British Columbia dan Kanada menyebutkan bahwa 26 persen sampai 52 persen penyakit paru akibat kerja timbul dalam bentuk asma kerja ini. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 400.000 sampai 3 juta pekerja menderita penyakit ini. Secara umum asma sendiri terjadi pada sekitar 5 – 10% penduduk. Penderita asma kerja di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 2 persen dari seluruh penderita asma, kendati survey menunjukkan bahwa 15 persen dari seluruh kasus asma diduga berhubungan dengan pekerjaan. Di sebagian daerah Jepang bahkan dilaporkan 15 persen kasus asma adalah asma kerja. Di Amerika Serikat tahun 1985, asma kerja ini mengakibatkan 6,5 kali kunjungan kedokter , 500.000 perawatan rumah sakit dan hilang 1 juta hari kerja produktif. Kita belum punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. Akan tetapi, bila angka – angka persentase diatas dikonversikan ke jumlah penduduk Indonesia dan bila kita ingat industriliasasi kita yang terus meningkat, maka dapat diperkirakan bahwa jumlah penderita asma kerja di Indonesia cukup tinggi. (3) Pada penelitian Darma Setyakusuma dkk pada pengaruh debu besi terhadap kesehatan paru-paru pekerja pabrik besi PT. Krakatau Steel, Cilegon (1985) mendapatkan bronkitis industri sebesar 11,9 % pada kelompok terpajan dan pada kelompok tidak terpajan. (4) Pada penelitian Ria Faridawati,dkk (1955) melaporkan prevalensi bronkhitis kronis 14 % (42 orang dari 150 orang) dan 0,33 % (20 orang dari 150 orang) yang diteliti pada pekerja di PT. Krakatau Steel Cilegon. (5) Pada penduduk yang tinggal 25 km dari pabrik semen terdapat kekerapan PPOK 14,66 % pada laki-laki dan 23,46 % pada perempuan. Pada daerah ± 5 km dari pabrik, penyakit ini 33,33 % pada laki-laki dan 22,35 % pada perempuan. Sementara para pekerja yang bekerja berhubungan dengan tepung keadaan lebih kompleks, berbagai komponen padi , tungau, endotoksin, bakteri, binatang dan debu inert berperan menimbulkan bronkitis . 6) Jumlah perokok di Amerika Serikat terus menurun dari tahun ke tahun, tetapi jumlah penderita kanker paru antara mereka yang tidak merokok di Amerika Serikat semakin meningkat dari 13,3 /

Upload: lamnguyet

Post on 02-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 1

PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA KILANG PADI YANG MEROKOK DAN TIDAK MEROKOK

ANTARUDDIN

Program Pendidikan Dokter Spesialis Paru

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

Pada tiga dasawarsa yang lalu, penyakit paru masih didominasi oleh penyakit infeksi, khususnya tuberkulosis, pneumoni, bronkiektasis, empiema, abses paru dan lain – lain. Namun perkembangan yang sangat pesat disegala sektor saat ini telah mengubah pola penyakit yang ada. Berbagai faktor yang berperan terhadap pola penyakit pernafasan tersebut antara lain: perkembangan sektor industri yang bertanggung jawab terhadap terjadi polusi udara, meningkatnya produksi rokok, urbanisasi, dan krisis ekonomi. (1) Keadaan ini menyebabkan meningkatnya frekuensi penyakit pernafasan yang tidak ada kaitannya dengan infeksi, antara lain : asma, bronkitis kronis, penyakit akibat pencemaran lingkungan, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker paru dan lain-lain. (2) Data dari Inggris, British Columbia dan Kanada menyebutkan bahwa 26 persen sampai 52 persen penyakit paru akibat kerja timbul dalam bentuk asma kerja ini. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 400.000 sampai 3 juta pekerja menderita penyakit ini. Secara umum asma sendiri terjadi pada sekitar 5 – 10% penduduk. Penderita asma kerja di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 2 persen dari seluruh penderita asma, kendati survey menunjukkan bahwa 15 persen dari seluruh kasus asma diduga berhubungan dengan pekerjaan. Di sebagian daerah Jepang bahkan dilaporkan 15 persen kasus asma adalah asma kerja. Di Amerika Serikat tahun 1985, asma kerja ini mengakibatkan 6,5 kali kunjungan kedokter , 500.000 perawatan rumah sakit dan hilang 1 juta hari kerja produktif. Kita belum punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. Akan tetapi, bila angka – angka persentase diatas dikonversikan ke jumlah penduduk Indonesia dan bila kita ingat industriliasasi kita yang terus meningkat, maka dapat diperkirakan bahwa jumlah penderita asma kerja di Indonesia cukup tinggi. (3) Pada penelitian Darma Setyakusuma dkk pada pengaruh debu besi terhadap kesehatan paru-paru pekerja pabrik besi PT. Krakatau Steel, Cilegon (1985) mendapatkan bronkitis industri sebesar 11,9 % pada kelompok terpajan dan pada kelompok tidak terpajan. (4) Pada penelitian Ria Faridawati,dkk (1955) melaporkan prevalensi bronkhitis kronis 14 % (42 orang dari 150 orang) dan 0,33 % (20 orang dari 150 orang) yang diteliti pada pekerja di PT. Krakatau Steel Cilegon. (5) Pada penduduk yang tinggal 25 km dari pabrik semen terdapat kekerapan PPOK 14,66 % pada laki-laki dan 23,46 % pada perempuan. Pada daerah ± 5 km dari pabrik, penyakit ini 33,33 % pada laki-laki dan 22,35 % pada perempuan. Sementara para pekerja yang bekerja berhubungan dengan tepung keadaan lebih kompleks, berbagai komponen padi , tungau, endotoksin, bakteri, binatang dan debu inert berperan menimbulkan bronkitis . 6) Jumlah perokok di Amerika Serikat terus menurun dari tahun ke tahun, tetapi jumlah penderita kanker paru antara mereka yang tidak merokok di Amerika Serikat semakin meningkat dari 13,3 /

Page 2: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 2

100.000 pada tahun 1958, menjadi 22,8 / 100.000 tahun 1969 yang lalu. Pada pekerja kasar dipekirakan bahwa 30 % penyebab kanker paru adalah polusi udara di tempat kerja. Angka dari Norwegia meningkat bahwa 13 % sampai 27 % kanker paru disebabkan oleh polusi akibat kerja. Pembangunan diberbagai sektor khususnya industri dapat menyebabkan terjadi pemcemaran udara, air dan komponen lingkungan yang sangat mempengaruhi kesehatan paru masyarakat. Hal ini mudah dimengerti mengingat paru adalah organ yang berhubungan langsung dengan udara luar. Jika kualitas udara memburuk maka akan makin banyak panduduk yang menderita berbagai panyakit pernafasan.(7) Debu adalah salah satu komponen yang menurunkan kualitas udara. Akibat terpapar debu, kenikmatan kerja akan terganggu dan lambat laun dapat pula menimbulkan gangguan fungsi paru. Gangguan fungsi paru ini sudah terjadi sebelum timbulnya penyakit saluran nafas yang nyata, seperti yang ditemui pada penyakit – penyakit paru kerja pada umumnya.(7) Untuk mengetahui dan dapat mengantisipasi terjadinya efek buruk lanjutan akibat pencemaran udara, perlu dilakukan pengujian faal paru bagi orang yang mempunyai faktor resiko (orang – orang yang berdomisili yang udaranya tercemar, pekerja yang memungkinkan paparan terhadap udara yang tercemar dan faktor pencetus lainnya). Ross dan kawan – kawan pada tahun 1994 (dikutip dari 8) di Inggris mendapatkan dari kasus penyakit akibat kerja sebanyak 3267 kasus urutan pertama adalah asma kerja (941), sementara oleh Sallie dan kawan – kawan (dikutip dari 8 ) mendapat penyebab utama dari asma akibat kerja , urutan ketiga adalah penggilingan biji-bijian termasuk kilang padi, setelah isosianated, cat semprot dan laboratorium –laboratorium binatang. Setelah terlihat kecepatan perburukan faal paru pada pekerja – pekerja yang berhubungan dengan debu biji – bijian bila dibandingkan pekerja – pekerja di kantor. Penurunan aliran udara telah ditemukan pada pekerja bergantian dibanding dengan pekerja yang terus menerus sepanjang minggu. Baru-baru ini dilakukan pemeriksaan terhadap patogenesis debu biji-bijian, ternyata hasilnya tampak hampir sama dengan debu – debu organik lainnya. Respon peradangan awal diduga berhubungan dengan hipotese endotoksin. Pada pekerja yang terpapar dengan debu biji-bijian, tidak terlihat hubungan yang bemakna antara kadar debu yang terhirup dengan gejala nyeri dada dan hambatan aliran udara pernapasan.

Kelainan spirometri sangat berkaitan erat sekali dengan kadar endoktosin melalui udara di banding konsentrasi debu yang terhirup. (9)

Pemeriksaan faal paru mempunyai peran penting pada penyakit paru obstruksi yaitu menunjang diagnosis, melihat tingkat dan perjalanan penyakit serta menentukan prognosis penyakit.(10) Gautrind dan kawan-kawan melaporkan diantara 211 pekerja –pekerja logam yang terpapar oleh Chlorin, ternyata menunjukkan VEP1 yang sangat menurun apalagi pekerja tersebut dinyatakan sebagai perokok berat sebanyak ≥ 20 pack year. Dan menunjukkan peningkatan responsif terhadap alergen lebih dari 1,5 kali. (11) XuX, Weiss ST, Rijeken B, Schogten JP, melaporkan bahwa dari data 4.554 partisipan yang berumur antara 15 – 45 tahun ternyata adalah laki-laki perokok terlihat lebih cepat penurunan VEP1nya dibanding dengan yang tidak pernah merokok tetapi bila dibandingkan antara bekas perokok dengan bukan perokok penurunan VEP1nya sedikit lebih lambat. Sedangkan bila dibandingkan antara bekas perokok dengan bukan perokok penurunan VEP1nya terlihat lebih lambat, baik pada laki – laki ataupun pada perempuan. (12)

Page 3: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 3

Penentuan derajat obstruksi dapat dilakukan dengan pemeriksaan yang sederhana sampai pemeriksaan paling rumit. Masing – masing pemeriksaan mempunyai nilai tertentu. Pengukuran VEP1 dan KVP dengan spirometri merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana, akurat dan standar. Cara ini dianggap sebagai diagnosis dini yang mempunyai peran amat penting., salah satu indikator paparan debu atau polusi udara di lingkungan kerja serta untuk kemudian dilakukan tindakan – tindakan pencegahan dan pengobatan yang diperlukan. 1.1. Latar Belakang Berperan dengan usaha pemeriksaan untuk meningkatan sektor agro industri, agar tercapai swasembada pangan, maka salah satu usaha yang dilakukan adalah mendirikan kilang padi. Aceh Tenggara adalah daerah penghasil beras terbesar di daerah Aceh, Kecamatan Bambel memiliki padi terbanyak di Wilayah Aceh Tenggara. Pangamatan terhadap pekerja kilang padi menunjukkan bahwa ketika menjelang tua, mereka mengalami batuk –batuk kronis seperti gejala-gejala PPOK. Debu kilang padi dapat mencemari udara dalam kilang maupun daerah sekitarnya yang kemungkinan besar mempengaruhi faal paru para pekerja kilang padi tersebut. Penyakit saluran nafas yang sering ditemukan pada pekerja yang terpapar polusi udara atau debu adalah bronkhitis kronis, emfesima dan asma. Kondisi ini ditandai dengan penurunan fungsi paru berupa kelainan fungsi ventilasi , yaitu penurunan rata-rata VEP1 yang bermakna diikuti gangguan fungsi oksigenasi (7,13), sehingga akan mempengaruhi produktifitas kerja dan kualitas hidup orang yang bersangkutan dan meningkatan biaya perawatan kesehatannya. 1.2.Perumusan Masalah Kecamatan Bambel merupakan daerah penghasil beras terbesar dan memiliki kilang padi terbanyak di Aceh Tenggara, sehingga sangat mungkin mengalami pencemaran udara oleh debu kilang padi. Polusi udara dan debu dapat mempengaruhi fungsi paru pada pekerja kilang, bahkan juga pada orang yang berdomisili di daerah tersebut, mengakibatkan produktifitas menurun dan biaya pengobatan menjadi mahal. Tingginya frekuensi penyakit paru di kalangan pekerja khususnya pekerja kasar, selain merugikan bagi pekerja, juga meningkatkan biaya kesehatan yang harus ditanggungnya, lebih lanjut lagi keadaan seperti menyebabkan kehilangan hari kerja dan mempengaruhi produktifitas kerja. 1.3. Tujuan

1.3.1 Mendapatkan gambaran fungsi paru VEP1 , KVP pada pekerja kilang padi di Kecamatan Bambel dengan menggunakan spirometri

1.3.2 Mendapatkan gambaran pelayanan klinis/penyakit paru pada pekerja kilang padi di Kecamatan Bambel

1.3.3 Mengamati perbedaan fungsi paru pada pekerja kilang padi yang merokok dan tidak merokok

1.4. Hipotesis Fungsi paru fungsi paru pada pekerja kilang padi yang meroko lebih buruk

dari yang tidak merokok. 1.5. Manfaat

1.5.1. Memberikan gambaran prognosis bagi pekerja kilang padi yang merokok

Page 4: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 4

1.5.2. Menimbulkan pedulian terhadap bahaya industri bagi kesehatan dan lingkungan hidup

1.5.3. Memberikan sumbangan saran untuk pertimbangan dalam penyusunan langkah-langkah upaya pencegahan paparan debu, untuk menghindari penyakit paru akibat kerja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II. 1 . Resiko Gangguan Pernapasan pada Pekerja Pertanian Pekerja pertanian telah didefinisikan oleh WHO pada tahun 1962. Seseorang yang mempunyai kesibukan apakah menetap atau sementara, terlepas dari status hukum, pada kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan pertanian. Kemudian definisi ini telah diubah lebih luas mencakup semua bentuk aktifitas yang berhubungan dengan pertumbuhan, hasil panen dan proses primer dari semua jenis hasil panen serta memelihara (mengolah) atau membiakkan, mengangkat binatang – binatang dan merawat atau menata kebun dan taman dan malah ada yang menambah dengan perkembangan prosesing dan semua aspek komoditinya. (14) Penyakit – penyakit pernafasan yang berhubungan dengan pertanian salah satu pertama yang dikenal dari resiko gangguan (bahaya pekerja) penyakit akibat kerja Mula- mula tahun 1555 Olaus Magnus mengingatkan tentang bahaya menghirup debu biji-bijian dan resiko telah dicatat kembali pada tahun 1700 oleh Romazzini pada perkembangan kerjanya dalam bukunya “De Morbis Artificum”. (15,16,17) Suatu aspek penting dalam pengendalian penyakit akibat kerja adalah deteksi dini, sehingga pengobatan dapat diberikan saat penyakit masih dapat dipulihkan. Pada tahun 1974 dewan eksekutif organisasi kesehatan dunia (WHO) meminta Direktur Jenderal WHO untuk melaksanakan perbandingan dan evaluasi berbagai metode deteksi dini gangguan kesehatan pada pekerja. Deteksi dini penyakit – penyakit akibat kerja yang lebih lanjut ditegaskan dalam program kerja bagi kesehatan pekerja yang disyahkan oleh majelis kesehatan dunia pada tahun 1980.(18,19) Meskipun bahaya – bahaya kesehatan paru pada petani telah dikenal secara dini, tetapi hal ini hanya sekitar dua puluhan negara saja yang telah melakukan penelitian secara berhati – hati. Pemeriksaan terhadap bahaya – bahaya kesehatan paru pada pertanian telah jauh ketinggalan dibanding bahaya-bahaya industri baja dan industri – industri lainnya.(14) Masalah klinis pada pekerja – pekerja pertanian saat ini adalah masalah penyakit saluran pernafasan. Banyak peneliti dibeberapa kota telah menunjukkan peningkatan secara bermakna angka kesakitan pada pernafasan dan angka kematian diantara petani – petani dan pekerja pertanian, meskipun resiko ini lebih rendah dari pada prevalensi. Penyakit – penyakit paru akibat pekerjaan pertanian masih sangat kurang dan kurang mendapat perhatian . Amerika Serikat lebih dari 5 juta orang terlibat dengan produksi pertanian sementara di negara – negara sedang berkembang yang terlibat dengan produksi pertanian ini diperkirakan lebih dari 70 % penduduk (14) Penyakit – penyakit paru oleh karena terpapar hasil pertanian masih sangat kurang mendapat perhatian di dalam literatur yang ada, pada hal semestinya hal ini dapat dicegah. Penyakit – penyakit paru pada pekerja pertanian seharusnya sangat

Page 5: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 5

perlu mendapat perhatian, namun karena keuntungan - keuntungan sosial ekonomi, hal ini banyak terabaikan.(14,15) II.2. Mekanisme Patofisiologi (16,18,19,20) Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk –batuk atau spasme laring (penghentian bernafas). Kalau zat – zat ini menembus kedalam paru – paru, dapat terjadi bronkhitis toksik, edema paru – paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatan sekresi mukus, suatu mekanisme yang khas pada bronkhitis dan juga terlihat pada perokok tembakau. Partikel – pertikel debu dan aerosol yang berdiameter lebih dari 15 µ m tersaring keluar pada saluran nafas bagian atas. Partikel 5 – 15 µ m tertangkap pada mukosa saluran yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar, selanjutnya ditelan. Bila partikel ini mengatasi saluran nafas atau melepaskan zat – zat yang merangsang respon imun dapat timbul penyakit pernafasan seperti bronkhitis. Partikel – partikel berukuran 0,5 dan 5 µ m (debu yang ikut dengan pernafasan) dapat melewati sistem pembersihan mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta alveoli. Dari sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel – sel scavenger (makrofag) dan dihantarkan pulang kembali ke system mukosiliar atau ke system limfatik. Partikel berdiameter kurang dari 0,5 µ m mungkin akan mengambang dalam udara dan tidak diretensi. Partikel – partikel panjang dan serat yang diameternya dari 3 µ m dengan panjang sampai 100 µ m dapat mencapai saluran nafas terminal, namun tidak dibersihkan oleh makrofag ; akan tetapi partikel ini mukin pula ditelan lebih dari satu makrofag dan dibungkus dengan bahan protein kaya besi sehingga terbentuk badan – badan besar “asbes” yang khas. a) Mikroorganisme patogen yang mampu bertahan terhadap fagositesis b) Partikel – partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian

makrofag yang menelannya sehingga terhambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan.

c) Partikel – partikel organik yang merangsang respons imun. d) Kelebihan beban system akibat terus – menerus terhadap debu respirasi

berkadar tinggi yang menumpuk disekitar saluran nafas terminal.

Stimulasi saluran nafas yang berulang (bahkan mugkin juga oleh partikel - partikel inert). Menyebabkan penebalan dinding bronkus, meningkatan sekresi mukus, merendahkan hiperaktivitas bronkus dan batuk meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan gejala – gajala asmatik. Debu – debu organik (dan beberapa zat kimia seperti isosianat dan platinum) dapat merangsang suatu respons imun dengan penyempitan saluran nafas yang reversibel (segera atau tertunda), namun kadang – kadang menyebabkan penyempitan menetap pada individu yang rentan. Daerah perifer paru – paru terutama dirusak oleh debu fibrogenik Umumnya partikel fibrogenik yang masuk paru – paru dibersihkan sebagian dan diendapkan pada kelenjar – kelenjar limfe hilus. Disana partikel – partikel tersebut merangsang reaksi jaringan, penebalan dan pembentukan jaringan parut pada kelenjar - kelenjar tersebut. Drainase limfatik tersumbat, sehingga partikel – partikel pada paparan lebih lanjut akan menumpuk di dekat kelenjar – kelenjar yang berparut tersebut , dan secara progressif memperbesar daerah parut. Trombosis vaskular pada system limfatik perivaskular dan nekrosis paru berakibat fibrosis progresif septa dan kekakuan paru-paru. Pembentukan jaringan parut dengan berbagai cara ini mengakibatkan pengerutan paru – paru yang tersisa, ventilasi tidak merata dan tipe empisema tertentu.

Page 6: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 6

II.3. Gangguan Saluran Nafas II.3.1. Asma Akibat Lingkungan Pertanian Definisi : Asma kerja adalah suatu penyakit yang ditandai oleh penyempitan saluran nafas yang bervariasi akibat paparan debu, uap atau asap di tempat kerja dan bukan akibat iritasi udara dingin atau latihan fisik. Asma ini adalah asma yang timbul akibat sentisisasi di tempat ke rja, ada orang yang sebelumnya sudah mempunyai gejala dan juga bisa terjadi pada orang belumnya sakit. Benda – benda yang berada lingkungan pertanian dengan jelas memperlihatkan dan mungkin menyebabkan asma. Asma dipertimbangkan menjadi 2 bentuk : (1) Variabel atau Obstruksi aliran udara yang revesibel disebabkan oleh paparan spesifik pada lingkungan pertanian dan (2) asma eksaserbasi atau dipercepat oleh paparan – paparan di lingkungan pertanian. Asma ditandai dengan karakteristik penyakit oleh obstruksi aliran udara variabel, hiperresponsif saluran nafas dan inflamasi saluran nafas. Derajat reversibilitas dari jalan nafas biasanya lebih besar dari 12 %. Hiperresponsif saluran nafas seringkali memanjang dan persisten dimana inflamasi saluran nafas ditandai oleh inflitrasi eosinofil. Tanda – tanda objektif dari obstruksi saluran nafas sering sering dihubungkan dengan gejala – gejala dari dada terasa berat, wheezing, batuk dan sesak (21) Trauma saluran nafas akut disebabkan oleh paparan terhadap konsentrasi tinggi dan vapors (partikel anhydrous ammonia) mungkin menghasilkan Reaktif Airways Disfunction Syndrom (RADS) yang merupakan bentuk asma kerja.(14,17,22)

Paparan Sejumlah besar zat –zat yang ada pada lingkungan pertanian dapat menjadi penyebab asma kerja. Banyak kasus asma kerja yang berasal dari efek paparan terhadap para pekerja pada sektor industri lebih baik dari pada bagian pertanian. Secara umum zat – zat ini dapat menjadi 3 grup : tumbuhan , binatang arthopoda, berasal dari bahan baku. Paparan terhadap tumbuhan yang berasal dari bahan baku seperti debu padi dan debu kapas, memberikan gambaran asma like syndrom yang lebih baik dari asma . Walaupun para petani telah menunjukkan menjadi sensitive terhadap kutu – kutu kandang dan gudang dalam serbuk padi dan berkembang menjadi asma. Serbuk kacang soya adalah sensitilizer yang poten dan menyebabkan epidemik asma pada masyarakat yang memuat atau tidak memuat kacang soya (17) Arthopoda berasal dari bahan baku seperti kutu padi dan kandang telah menunjukkan penyebab asma pada populasi petani. (14,17) Konsentrasi rendah zat iritan mungkin menyulitkan asma tetapi biasanya tidak menyebabkan asma. Kemudian bahan kimia biasanya pada lingkungan pertanian termasuk pelarut, uap amonia, bau tumbuhan, pestisida, herbisida dan pupuk mungkin mengambil bagian terhadap eksaserbasi dan obstruksi saluran nafas pada individu dengan preexisting asma. Suatu bentuk ekstrim dari zat iritan menyebabkan asma atau RADS mungkin muncul mengikuti inhalan konsentrasi tinggi dari bau atau uap – uap pada lingkungan pertanian. (14) Kejadian Peningkatan mortalitas yang cukup berarti dari asma yang ditemukan diantara para petani ( perokok ratio mortalitas standart [SMR] 137 ; 95 % CI, 115 – 156 ) dan para petani ( perokok berat [ SMR ] 170 ; 95 % CI, 107 – 235 ) di Swedia . Laporan tahunan secara kasar terhadap asma kerja di Swedia menunjukkan 80

Page 7: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 7

persejuta diantara tahun 1990 – 1992. Di Perancis, petani – petani sebelumnya dijumpai prevalensi yang lebih tinggi terhadap kumulatif dan kejadian asma yaitu 9,3 dan 5,9 dan OR 2,3 , 9,5 % CI , 1-5,47 dan OR 5,35, 95 % CI , 1,33 – 21,5 masing – masing dibandingkan dengan pekerja collar putih, disesuaikan untuk perokok, umur dan keturunan. Di New Zealand prevalesi untuk kombinasi Wheeze dan non allergik hyperresponsif saluran nafas mengalami peningkatan yang berarti ( OR 4,16 : 95 % CI, 1,33-13,1) pada petani dan pekerja lahan pertanian . (14) Asma kerja diperkirakan sekitar 5 sampai 15 % dari pasien yang diagnosis sebagai asma . Diantara petani di Orkney 15 % ditemukan memiliki gejala – gejala asma yang disebabkan alergi terhadap kutu gudang. (14) Gambaran klinis Diagnosis asma pertanian tergantung pada obstruksi saluran nafas reversibel yang ditunjukkan, yang muncul bersamaan dengan inhalasi zat – zat spesifik yang di kenali sebagai penyebab eksaserbasi asma . Oleh karena itu pemeriksa sebaiknya mengenal awal fokus diagnosis asma dan menentukan penyebab jika terdapat penyebab yang berasal dari pekerjaan. Symptom khas asma termasuk episode berulang batuk non produktif, dada terasa berat, wheezing dan dyspnoe : gejala tersebut mungkin muncul segera setelah paparan atau mungkin berkembang beberapa jam kemudian. (8,23)

Diagnosis asma didasari oleh obstruksi saluran nafas reversibel yang ditunjukkan. Spirometri standar menunjukkan obstruksi saluran nafas reversibel dengan bronkhodilator dan menyebabkan obstruksi saluran nafas reversibel dengan bronkhodilator dan menyebabkan obstruksi saluran nafas dengan hambatan saluran nafas non spesifik sehingga dapat dipikirkan fisiologi obstruksi saluran nafas variabel. Rasio VEP1 / KVP menunjukkan kurang dari 75 % merupakan diagnostik obstruksi saluran nafas. Suatu penurunan rasio VEP1 / KVP biasanya dihubungkan dengan rendahnya VEP1 ( kurang dari 80 % dari perkiraan tau pada dasar dari 90 % CI atau rendahnya APE 25 – 75 % (kurang dari 60 % dari perkiraan ). Perubahan pada obstruksi saluran nafas biasanya di tunjukkan oleh spirometri tetapi mungkin bergantian.dengan penggunaan bronkodilator saat pemeriksaan ( mendekati 12 % perbaikan VEP1 merupakan pertimbangan yang berarti) atau semakin memburuk saluran nafas ( 20% VEP1 , menurun inhalasi histamin yang lain atau metacholin). Pada beberapa keadaan, pengukuran spirometri terhadap fungsi paru adalah normal. Hiperresponsif saluran nafas nonspesifik menunjukkan dukungan terhadap diagnosis asma. (23) Asma pertanian memerlukan penjelasan yang baik tentang hubungannya terhadap kerja pertanian khusus yang dapat menyebabkan asma. Riwayat sering membantu dalam mengenal suatu etiologi; sebagai contoh asma yang disebabkan oleh zat – zat ditempat kerja memperberat gejala selama minggu kerja dan berkurang pada akhir minggu dan liburan, atau riwayat pemaparan terhadap gas iritasi dengan konsentrasi tinggi misalnya ammonia atau nitrogen oxida penting untuk menimbulkan gejala – gejala tidak seperti pasien dengan asma kerja. Pekerja pertanian biasanya tinggal pada lingkungan kerjanya dan sering bekerja tujuh hari dari pada lima hari, kemudian hubungan temporal antara pemaparan dan gejalanya mungkin sulit untuk diketahui. (23.24) Test fisiologi dengan spirometri, pengukuran peak flow, atau bronkoprovokatif non spesifik steril bisa digunakan untuk mengevaluasi hubungan temporal antara pemaparan kerja dan perkembangan obstruksi saluran nafas. Sebagai contoh penurunan yang konsisten pada VEP1 , atau peak flow kurang 15 % bila terpapar pada agents spesifik di daerah pertanian membantu dalam menegakkan diagnosis asma pertanian walaupun monitor serial peak flow tergantung pada kerja sama pasien. Hal ini mungkin saja merupakan pendekatan yang baik

Page 8: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 8

hubungan asma kerja. Computerized peak flow sekarang sudah dapat digunakan. Penggunaannya lebih efektif untuk mencapai keefektifan monitor. (24) Percobaan inhalasi zat spesifik merupakan metoda yang paling defenitif dalam membuat diagnosis, tetapi test tersebut tidak seluruhnya akurat jika percobaan dilakukan tidak tepat, tidak semua pusat kesehatan mempunyai peralatan lengkap untuk melaksanakan test tersebut dalam studi untuk mengurangi resiko. Pengukuran spirometri pada saluran nafas pada interval dalam satu hal metode yang lebih disenanginya untuk menegakkan hubungan temporal pemaparan spesifik di tempat kerja dengan terjadinya asma. (14) Beberapa test imunologi telah dibuat untuk mengevaluasi pasien yang dicurigai atau terbukti mengidap penyakit asma kerja . Walau bagaimanapun, dengan pemeriksaan klinis dapat dibatasi. Sosiologis atau imunologis test dapat mengetahui status at opik dengan respon alergen terhadap alergen lingkungan. Beberapa alergen spesifik seperti ekstrak tepung dan serbuk padi produk binatang dan bahan kimia berguna untuk test imunologi. Serum IgG dan IgE antibodi kemungkinan dapat diketahui dengan metode radioimmunoassay atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) . Kekurangannya percobaan ini tidak dapat menghasilkan diagnosis yang definitif. Tetapi jika digabungkan dengan metode percobaan lain dan riwayat pasien dengan teliti percobaan ini mungkin akan menolong dalam menunjukkan etiologi spesifik. Dalam beberapa bahasan percobaan imunologis yang kemungkinan membantu dalam mengetahui pemaparan pengenalan status atopik pasien. Test immunologis sebaiknya digunakan dalam diagnosis pasti asma pertanian. (14)

Diagnosis asma yang diinduksi oleh zat iritan didasarkan atas riwayat trauma inhalasi akut pada saat serangan pertama. Secara khas, asma yang diinduksi zat iritan muncul setelah pemaparan tunggal kadar dari gas iritatif. Pekerja melaporkan peristiwa khusus yang melibatkan pemaparan terhadap kadar tinggi bahan iritan. Gejala – gejala berupa batuk, dada terasa berat, sulit bernafas muncul dalam 12 jam setelah pemaparan dan dapat menetap selama lebih dari 6 bulan setelah episode akut. (2,17)

Riwayat Lingkungan Sangat sulit diketahui riwayat lingkungan terhadap asma pertanian terhadap para pekerja. Bagimanapun, diantara pasien dengan asma kerja, umumnya akan berkembang menjadi asma yang khusus terhadap paparan. Remisi biasanya berhubungan terhadap lama dan intensitas penyakit dengan gejala berkurang dan bertambah berat setelah terjadinya pemaparan. Perbaikan spontan belum pernah dilporkan diantara pekerja pertanian yang telah terpapar oleh bahan – bahan asma. Justru diantara pekerja pertanian yang berhubungan dengan asma sebaiknya mengubah zat yang terpapar dari pada mengubah pekerjaan dan mengurangi paparan terhadap debu dan bau-bauan yang mudah terhirup. Disebutkan banyak pekerja pertanian tidak menyukai untuk mengubah pekerjaan mereka. Akan lebih membantu menggunakan masker debu 2 lapis. Setiap aktivitas sebaliknya dilakukan pengurangan paparan oleh karena akan memberatkan pekerja yang menggunakan alat pernafasan setiap hari. Pengobatan asma pertanian asma lainnya. Anti inflamasi ( berupa inhalasi steroid) sebaiknya diutamakan dan brokondilator sebaiknya digunakan jika dibutuhkan saja. Yang penting sekali penggunaan steroid inhalasi sebaiknya dilanjutkan selama kurang dari 6 bulan setelah pasien bebas dari gejala - gejala respirasi. (8,24)

Page 9: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 9

Patogenesis (14,25,26) Patogenesis asma induksi eksaserbasi akut oleh paparan pada awalnya sangat bervariasi dan bergantung kepada sifat spesifik dan intensitas zat paparan. Saluran nafas menyempit disebabkan oleh inflamasi, edema hiperaktifitas otot polos bronkus. Episode ulangan dari alergi dan non alergi inflamasi kemungkinan berakhir pada remodeling dari saluran nafas dan dapat mengakibatkan obstruksi saluran udara yang progresif. Mekanisme alergi klasik dari inflamasi saluran nafas melibatkan mast cells, IgE, histamin, eosinofil dan limfosit yang mungkin sebagai respon terhadap perkembangan asma akibat terpapar alergen BM tinggi, seperti tumbuh – tumbuhan dan terhadap protein hewan . Pasien - pasien ini biasanya memiliki riwayat atopi. Saat reaksi IgE-Ag terjadi, degranulasi mast cell seiring dengan pelepasan histamin dapat menstimulasi obstruksi bronkus dan peningkatan permeabilitas vaskular, peningkatan kontraksi otot polos dan sekresi mukus dan peningkatan pengaturan produksi lendir oleh prostaglandin. Gas noxious dan iritan mungkin secara langsung menyebabkan kerusakan epitel mungkin dapat bukti suatu mediator penting dari respons inflamasi oleh produksi dan pelepasan Chemotatic factor seperti interleukin-8 (IL – 8). Pengelupasan dari epitel saluran nafas dan perubahan dari sub epitel biasa pada asma. Kemudian epitel saluran nafas mungkin menjadi edema dan inflamasi menyertai inhalasi dari partikel zat iritatif. II.3.2. Asma Like Syndrom (14,27) Istilah Asma Like Syndrom digunakan untuk menguraikan respon saluran nafas non alergik akut terjadi melalui inhalasi zat-zat pada lingkungan pertanian. Gejala-gejala dada terasa berat,mengi, dan/atau sesak dan dapat dihubungkan dengan perubahan VEP1 (biasanya kurang dari 10 %) yang berhubungan dengan erat dengan kadar zat iritan. Gejala – gejala berhubungan dengan inflamasi saluran nafas dengan neutropil dan proinflamatori sitokin yang merupakan sel-sel yang terbanyak. Suatu peningkatan yang berupa responsi saluran nafas non spesifik mungkin juga tampak jelas. Asma Like Syndrom adalah inflamasi self limited yang tidak melibatkan hiperaktivitas saluran nafas yang menetap. Pernafasan Sejumlah zat-zat dalam lingkungan pertanian dapat meningkatkan kasus Asma Like Syndrom. Pemaparan debu biji-bijian yang terdapat diladang, saat pemindahan dan pengangkutan, dan dalam penyimpanan dimana biji-bijian ini mengandung komponen-komponen yang kompleks dan mengandung berbagai jenis campuran biji-bijian, serangga, jamur, bakteri, bulu burung dan kotoran hewan pengerat, pestisida dan silica. Gejala – gejala respiratori seperti batuk, sesak, dan mengi selama bekerja sering dilaporkan. Terjadi antara pekerja, biji-bijian, gejala – gejala dada disertai gejala sisitemik seperti demam, kemerahan pada wajah dan sakit kepala. Terjadi penurunan VEP1 pertama kali diterangkan oleh Gandevia dan Ritchie antara pekerja gudang gandum pada tahun 1966. Terdapat hubungan antara dosis dan derajat perubahan fungsi paru dan tingkat pemamparan debu pada pangangkutan biji-bijian. Masalah pernafasan pada para pekerja di tempat pengolahan telah dikenal selama 2 dekade ini. Gejala –gejala dada akut seperti batuk , sesak, dada terasa berat dan iritasi saluran nafas atas muncul pada saat kerja biasa. Perubahan VEP1 telah sering diteliti, gejala sistemik seperti demam, sakit kepala dan malaise juga sering. (28)

Page 10: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 10

Kejadian Prevalensi dari gejala – gejala akut ini mungkin semakin meningkat sampai 50 % diantara populasi yang terpapar. Hal yang paling penting terhadap prevalensi dari penurunan cross – shif, adalah derajat paparan terhadap debu atau terhadap endotoksin. Ketika merokok menunjukkan perubahan yang berarti efek atopi tidak konsisten. (14,29)

Gambaran klinis Stadium awal penyakit, gambaran klinis berbeda dari pasien dengan asma kerja yang gejala –gejalanya memburuk saat minggu profressif dan membaik pada akhir minggu dan liburan. Gejala – gajala respiratori dari dada terasa tertekan dan batuk mengurang atau menghilang dengan tanpa menunjukka n perubahan cross shift pada fungsi paru saat minggu progressif walaupun pemaparan sama. Mereka mungkin berkurang tanpa pengobatan. Bagaimanapun pada stadium lanjut, penyakit , gejala – gejala dan penurunan VEP1 muncul setiap hari pada minggu kerja. Penelitian klinis dari asma like syndrom terbatas. Hyperresponsif saluran nafas persisten terhadap derajat penilaian pada pasien-pasien dengan asma belum ditemukan. Pada pekerja biji-bijian peningkatan neutrofil seperti pada eosinofil pada darah parifer telah menunjukkan pada subjek yang mengalami perubahan perkembangan pada fungsi paru setelah bekerja. (27) Gambaran klinis dari sindrom ini dapat digabungkan dengan reaksi non alergi. Subyek tersebut mungkin juga berkembang gejala – gejala pada paparan pertama. Kedua atopik dan non atopik subjek terlibat, walaupun atopik subjek cenderung memilih penurunan cross shift pada VEP1 . Antigen spesifik dan antibody belum dapat dikenali, selanjutnya derajat respon saluran nafas secara langsung berhubungan dengan tingkat paparan. Dalam laboratorium percobaan inhalasi dengan ekstrak debu jagung menimbulkan gejala – gejala dalam 12 jam dan obstruksi hubungan udara selama lebih 48 jam. (9)

Riwayat Alami Hubungan antara respon saluran nafas akut terhadap obstruksi saluran nafas kronik pernah dikemukakan oleh Beclahe . Obstruksi hubungan udara akut yang dijumpai tersebut menjadi prediksi dari penurunan longitudinal dari fungsi paru. (9,14) Pathogenesis Pada beberapa penelitian ditemukan suatu hal yang mendukung bahwa endotoxin adalah zat responsive pada sindrom ini. (1) Endotoksin dijumpai pada seluruh debu organik pada pertanian, (2) terdapat kolerasi antara perubahan – perubahan akut dalam fungsi paru normal dengan tingkat endotoksin yang suatu saat akan lebih baik dari pada konsentrasi total debu, (3) inhalasi endotoksin mengakibatkan obstruksi aliran udara mengurangi kapasitas difusi, dan leukositosis mirip dengan inhalasi ekstrak biji kapas dan debu biji – bijian, (4) inflamasi saluran nafas telah dijumpai setelah percobaan inhalasi dengan endotoxin, (5) konsentrasi endotoksin dalam bioaerosol dapat menjadi paparan kerja yang sangat penting yang berhubungan dengan perkembangan dan progresifitas dari penyakit saluran nafas pada pekerja pertanian dan (6) ketika dibandingkan dengan endotoksin tikus – tikus resisten terhadap endotoksin lain secara genetik atau mekanisme yang didapat mengurangi respon inflamasi terhadap inhalasi debu biji – bijian. (14)

Page 11: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 11

Hal ini tidak diketahui apakah endotoksin merupakan penyebab dari sindrom ini. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa ekstrak debu kapas dan debu biji – bijian padi memiliki beberapa perkiraan biologis yang dapat menimbulkan inflamasi saluran nafas dan menyebabkan bronkokonstriksi. Hal ini termasuk aktivasi dari “ alternatif complement pathway”, pelepasan histamin dan “ chemotactic activities” Saat ini ekstrak debu padi menimbulkan stimulasi limfosit . Debu kapas dan debu padi mengandung tannin, yang telah menunjukkan aktivitas fosfolipase C dan A2, yang mengakibatkan pelepasan diasil glerosol dan mobilisasi kalsium bebas intrasellular dan stimulasi kontraksi otot polos. Bakteri gram (+), yang tidak memiliki endotoksin mungkin juga dapat menimbulkan respon biologis. Seperti penyebab respon inflamasi systemic syndrom “ sepsi “ dan mungkin in vitro menstimulan makrofag aseluler manusia dan sel – sel epitel menghasilkan pelepasan sitokin.(14) II.3.3. Penyakit Saluran Nafas Kronik Ada bukti bahwasanya terpaparnya bahan – bahan pertanian berhubungan dengan pekembangan penyakit saluran nafas kronik, seperti asma dan perubahan – perubahan saluran nafas yang reversibel yang mirip seperti penyakit asma . Namun hal ini dapat dibedakan antara gejala –gejala yang respiratori kronik (misalnya : bronkitis kronis dan / atau sesak nafas) dan bukti bahwa dari aliran udara kronik diukur dengan spirometri. (14) Keterbatasan dari aliran udara dihasilkan oleh obstruksi jalan nafas dan kehilangan elastisitas dari parenkim. Komponen pada patologis yang dini adalah respon inflamasi pada jalan nafas perifer. Bahan–bahan paparan pertanian merupakan bagian inisiator potensial dalam inflamasi jalan nafas, seperti halnya penyakit saluran nafas kronik, termasuk debu biji- bijian, makanan hewan dan zat – zat padat, gas –gas dari desinfektan dan komponen-konponen mikroorganisme seperti endotoksin dan jamur. Respon inflamasi ini dapat menyebabkan lesi fibrotik pada parenkim dan dinding saluran nafas atau disebut dengan emfisema. Secara immunologis, inflamasi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas kronik (mis : asma kronis).(14) Meningkatnya angka prevalensi untuk bronkitis kronis telah dilaporkan pada petani dan pekerja pertanian pada beberapa industri. (14) Survey tanya jawab antara populasi petani dilaporkan rata-rata gejala –gejala bronkitis kronis yang bervariasi dari 7,5 % antara petani – petani Finnish sampai 23 % antara petani – petani dari Manitoba, Kanada. Studi Finnish, 3 tahun kemudian melaporkan peningkatan antara 2 % pertahun untuk gejala – gejala bronkitis kronis yang baru diantara gejala – gejala menghilang. (14) Secara relatif rata-rata gejala –gejala rendah, hal ini dilaporkan kepada pekerja ladang Hispanic pada Citrus,tomat dan industri anggur. KVP dilaporkan akan lebih tinggi, tetapi ketika dibandingkan antar pekerja citrus dan tomat, pekerja – pekerja anggur mempunyai KVP yang lebih rendah. Manfreda dan kawan – kawan tidak menemukan perbedaan yang menyolok pada gejala –gejala fungsi paru antara petani – petani dan non petani Manitoba, walaupun pengurangan yang menyolok pada spirometri terlihat. Heller dan kawan – kawan menemukan tidak ada perbedaan rata-rata petani bronkitis kronis pekerja - pekerja di ladang untuk mengawasi bahan-bahan dari industri lokal, walaupun VEP1 telah berkurang, terutama petani – petani pada peternakan dan pekerja – pekerja makanan ternak . Angka yang lebih tinggi untuk bronkitis kronis juga pernah dilaporkan pada peternak sapi Yugoslavia bila yang dibandingkan dengan pekerja – pekerja lainnya. (14) Studi – studi pada petani – petani peternak susu menunjukkan angka prevalensi yang lebih tinggi. Babbot dkk melaporkan angka bronkitis kronis adalah 30 %, dan 16 %, antara perokok dan tidak merokok (n = 198) yaitu 21 % dan 10 %

Page 12: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 12

antara pekerja –pekerja industri non mineral ( n = 516 ), rata-rata menghidap sesak nafas adalah lebih tinggi. Perbedaan yang bermakna pada fungsi paru terlihat hanya pada yang non merokok. Fungsi paru yang paling rendah dan prevalensi gejala-gejala bronkitis kronik ditemukan lebih tinggi oleh Dalphin dan kawan – kawan pada antara petani – petani peternak susu dibandingkan dengan subjek yang tidak merokok. Juga ditemukan pada petani – petani dengan bronkitis kronis lebih sering didapat fungsi pada paru obsktruktif dan sesak nafas bila dibandingkan dengan yang bukan perokok. (30) Pada penelitian ini juga ditemukan petani – petani yang menderita bronkitis kronis yang mempunyai fungsi yang menurun dan sesak dibandingkan dengan subjek kontrol, hal ini mirip dengan petani – petani yang mempunyai riwayat Farmer’s Lung Diseases ( FLD) dan riwayat batuk serta sesak 4 – 8 jam setelah jam menangani makanan ternak yang berdebu atau berjamur. Hampir sama dengan pemeriksaan kelainan obstruksi paru kronis dan pada subjek yang sebelumnya mempunyai riwayat Farmer’s Lung Diseases, juga telah dilaporkan oleh Lalancette dan kawan – kawan. (14) Pada studi ini melibatkan 33 petani ( dimana 27 orang tidak pernah merokok ) dengan penyakit paru yang utama FLD dan ditemukan 24 % bronkitis kronis, 39 % kelainan dalam obstruksi paru dan 27 % emfisema (termasuk 7 orang tidak pernah merokok ) tetapi kelainan restriksi hanya ada 1 orang. Beberapa studi dalam test spirometri dibandingkan antara petani dalam ruang tertutup dan petani – petani lainnya tidak ditemukan penurunan namun adanya peningkatan prevalensi bronkis kronis diantara pekerja – pekerja ruang tertutup. (14)

Schawts dan kawan –kawan menemukan perubahan fungsi paru dan endotoksin keduanya berhubungan positif menurut garis longitudinal pada VEP1 yang ditemukan pada pekerja –pekerja tertutup. Satu studi menunjukkan bahwa terdapat fungsi paru yang lebih rendah pada petani – petani tertutup dibandingkan non petani. (14) Dua studi bagi para pekerja penghasil teh dilaporkan memiliki peningkatan kasus bronkitis kronis. Uragoda menemukan bronkitis kronis sebesar 23 % pada perokok dan 33 % non perokok pada 125 pekerja prosesing teh di Sri Langka . Perbedaan populasi tidak termasuk, tetapi prevelansi bronkitis kronik di area ini dilaporkan rendah. Castellan dan kawan – kawan menemukan tingginya kejadian batuk kronik dan pekerja – pekerja penghasil teh di AS. Peningkatan kejadian ini dihubungkan dengan peningkatan kadar papar debu ( 41 % - 73 % pada kadar rendah dan kadar tinggi dari perokok – peroko k yang terpapar debu dan rata – rata bagi yang non perokok adalah 0 % - 40 %). Pada spiromeetri tidak ditemukan perbedaan yang begitu bermakna. (14) Gejala penyakit paru kronik pada paparan debu padi – padian antara pekerja – pekerja padi – padian juga telah dilaporkan. 16 studi kasus dari tahun 1941 – 1986 telah dievaluasi dan semua menemukan gejala prevalensi yang lebih besar ( untuk batuk, sesak nafas dan wheezing) dan presentase VEP1 dan KVP pada pekerja – pekerja padi – padian lebih rendah dan pekerja – pekerja lainnya setelah 2,5 – 3 tahun pengamatan, namun tidak ada perubahan dalam 12 tahun berikutnya.(14) Hubungan antara respon terpapar pada debu padi – padian telah banyak dilaporkan. Corey dan kawan – kawan menemukan hubungan antara aliran dan debu pada para pekerja padi – padian di Ontario. Enarson dan kawan – kawan menemukan penurunan VEP1 yang lebih besar setelah 6 tahun menjadi pekerja padi – padian. Huy dan kawan – kawan menggunakan studi bagi pekerja – pekerja khusus yang terpapar debu padi –padian untuk dikumpul secara komputer dan nilai rata – rata paparan debu padi –padian terhadap 450 pekerja elevator kilang padi di

Page 13: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 13

Vancouver ternyata terlihat hubungan yang bermakna. Diantara yang mengundurkan diri 36 % menunjukkan kelainan VEP1 yang rendah dibandingkan dengan 19 % pekrja sipil (p < 0,05), dengan rata – rata penurunan VEP1 ( dari tahun 1978 – 1992 ), secara bermakna, dan yang paling rendah nilai VEP1 pada tahun 1975. Penelitian para pekerja pemberi makanan binatang yang juga terpapar debu menunjukan hasil yang hampir mirip dengan pekerja – pekerja padi – padian. Penelitian di Yugoslavia menunjukkan peningkatan gejala –gejala saluran nafas kronik pada perokok dan non perokok dan pengurangan KVP dan VEP1 dibandingkan dengan para kont rol studi di Belanda tidak menunjukkan peningkatan yang serupa dalam gejala –gejala saluran nafas diantara 315 orang pada pekerja pemberi makan hewan, tetapi hubungan yang kuat terlihat pada penurunan KVP, VEP1 dan MMFR, dengan peningkatan pemaparan. Pada studi perbandingan di Belanda oleh Peelen dam kawan – kawan melaporkan bangsa Kanada yang bekerja di elevator kilang padi dibandingkan para pekerja makanan ternak, menunjukkan hubungan yang bermakna antara penyakit paru, respon pemaparan dengan lamanya terpapar oleh polutan (lamanya bekerja)14

Di Inggris , Wales dan Perancis pada para pekerja dipertanian menunjukkan angka kematian lebih tinggi oleh karena penyakit paru dari pada orang – orang yang kelas ekonomi lebih baik. Pada studi itu ditunjukkan adanya peningkatan angka kematian oleh penyakit paru, berhubungan dengan pekerjaan di pertanian, lama pemaparan yang dialami, kadar polutan dan asal negara (keturunan)14 Prevalensi penyakit paru pada sebuah rumah sakit tidak ditemukan adanya perbedaan diantara lebih dari 60.000 para pemilik ladang di Swedia dibandingkan dengan populasi yang mempunyai ekonomi yang memadai walaupun ada juga peningkatan pada penyakit seperti bronkitis diantara para pekerja Inggris. Dalam studi yang lebih lanjut, untuk mendeteksi yang bersifat kronik bila ditemukan adanya batuk yang menahun. (14) Studi kasus dalam 2 populasi pada para pekerja yang telah pensiun juga menunjukkan adanya peningkatan angka kematian pada penyakit paru diantara pekerja di pertanian. Dari studi kasus di Belanda (Zupthen) diantara 824 lelaki yang berumur 65 – 84 tahun, peningkatan bronkitis kronis terlihat ada hubungannya dengan pekerjaan di pertanian. Diantara sampel secara acak di Prancis, diatas umur 65 (n = 3777), pekerjaan yang memiliki prevalensi yang tertinggi untuk sesak nafas adalah para pekerja di ladang ( 37 % dengan sesak nafas) dan para pemilik ladang (32 %). Dibandingkan 31 % diantara pekerja tekstil yang tidak mempunyai keahlian dan 15 % diantaranya adalah para pengajar. (14) Dari studi kasus ini menunjukkan bahwa bukti yang kuat pada para pekerja di pertanian ataupun yang terpapar dengan bahan – bahan pertanian akan menunjukkan gejala pernafasan kronik dan obstruksi jalan nafas sebagai hasil langsung dari pekejaan meeka.(14)

II.4. Faal Paru Paru adalah satu – satunya organ tubuh yang berhubungan dengan lingkungan diluar tubuh, yaitu melalui sistem pernafasan. Fungsi paru utama untuk respirasi yaitu pengambilan oksigen dari luar masuk ke dalam saluran nafas dan diteruskan kedalam darah. Oksigen digunakan untuk proses metabolisme karbon dioksida yang terbentuk pada proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar. Proses respirasi dibagi atas tiga tahap utama yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. (31,32,33)

Page 14: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 14

Faktor – faktor yang mempengaruhi faal paru diantara lain: usia, jenis kelamin, dan latihan fisik. Faal paru akan meningkat dengan bertambah usia, nilai faal paru mulai dari masa kanak – kanak terus meningkat sampai mencapai titik optimal pada usia 20 – 30 tahun. Sesudah itu terjadi penurunan, setelah mencapai titik pada usia dewasa muda, difusi paru, ventilasi paru, ambilan oksigen dan semua parameter paru akan menurun sesuai dengan perubahan usia. Sesudah usia pubertas anak laki – laki menunjukkan kapasitas faal paru yang lebih besar dari pada perempuan.(31,34) Kapasitas vital rata – rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter, meskipun nilai – nilai ini jauh lebih besar pada beberapa orang dengan berat badan yang sama pada orang lain. Orang tinggi kurus biasanya mempunyai kapasitas vital lebih besar dari pada orang gemuk dan seorang atlet yang terlatih dengan baik mungkin mempunyai kapasitas vital 30 – 40 % diatas normal yaitu 6 – 7 liter.(31) II.5. Pemeriksaan Faal Paru Pemeriksaan faal paru sejak lama dikenal orang sarana penting dalam penanganan berbagai penyakit paru. Dimasa kini kekerapan penyakit paru dan pernafasan terus meningkat, maka peranan uji faal paru makin dirasakan sangat penting, baik dalam diagnosis, penilaian keberhasilan terapi maupun dalam meramalkan prognosis berbagai penyakit paru. Di masa lalu faal paru diukur dengan berbagai cara yang masih sederhana, misalnya Snider Match Test, yaitu penilaian kemampuan seorang meniup nyala api batang korek api yang diletakkan 25 cm di depan mukanya. Bila api itu gagal di padamkan maka nilai ekspirasi paksa detik pertama orang itu berkisar dibawah 1000 ml.(31,35) Borelli adalah fisiologis yang pertama (1679) yang melakukan percobaan menghitung jumlah udara yang dihirup dengan satu kali inspirasi. Pada tahun 1800, Humphrey Davy menggunakan Mercurial Air Holding dengan suatu teknik dilusi hidrogen untuk mengukur residual. Sedangkan Jhon Hutchinson (1848) dalam kepustakaan dikenal orang yang memulai melakukan pemeriksaan volume paru terhadap pasien – pasiennya dan sejak 1940 spirometri menjadi alat yang sering digunakan. (31) Pada saat ini berbagai alat canggih telah dikembangkan untuk menilai berbagai faal paru seseorang. Spirometri saat ini merupakan salah satu alat penting dalam penanganan penyakit paru khususnya dalam pelayanan kesehatan pada umumnya. Setelah lebih dari 140 tahun, yaitu saat pertama sekali spirometri oleh Jhon Hutchinson (1848), spirometri dapat ditemukan dalam berbagai bentuk seperti saat ini, termasuk bentuk kompleks dan menggunakan komputer mikroprosesor dalam pengoperasiannya dirancang lebih kecil dengan hasil yang langsung tertera.(31,36) Dengan pemeriksaan spirometri ada 4 volume paru dan 4 kapasitas paru utama yang dapat diukur yaitu : - Volume paru

1. Volume alun napas (tidal volume), yaitu jumlah udara yang masuk kedalam dan ke luar dari paru pada pernafasan biasa. Seorang normal dengan berat badan 70 kg dalam istirahat biasanya mempunyai isi alun napas sebesar 500 ml

2. Volume cadangan paru inspirasi ( inspiratory reserve volume ), yaitu jumlah udara yang masuk kedalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi normal. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg besarnya sekitar 2,5 liter.

36

Page 15: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 15

3. Volume cadangan ekspirasi ( expiratory reserve volume ) yaitu jumlah udara yang masuk dikeluarkan secara aktif dari paru setelah ekspirasi normal . Besarnya sekitar 1,5 liter pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg.

4. Volume residu ( volume residu ), yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal. Besarnya sekitar 1, 5 liter pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg.

- Kapasitas paru Biasanya terdiri dari dua atau lebih volume paru utama yaitu :

1. Kapasitas total ( total lung capacity ), yaitu jumlah udara dalam paru saat inspirasi maksimal. Besarnya sekitar 6 liter pada orang dewasa normal dengan berat badan 70 kg.

2. Kapasitas vital (vital capacity), yaitu besarnya jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. Besarnya sekitar 4,5 liter pada orang dewasa normal dengan berat badan 70 kg.

3. Kapasitas inspirasi ( inspiratory capacity ), yaitu jumlah udara maksimal yang dapat masuk ke paru setelah akhir ekspirasi biasa. Besarnya sekitar 3 liter pada orang dewasa normal dengan berat badan 70 kg.

4. Kapasitas residu fungsional (functional residual capacity ), yaitu jumlah udara dalam paru saat akhir ekspirasi biasa.. (31,36)

Pemeriksaan fungsi faal paru merupakan bentuk pemeriksaan yang dapat mengetahui penyakit paru secara luas. Bentuk faal paru yang didapat, dapat memberikan petunjuk mekanisme patogeniknya dan dapat menolong para ahli sepenuhnya dalam proses yang tidak terdeteksi patogenesisnya dan memberikan diagnosis. Tingkat keabnormalannya juga bisa di dapat dari pengukuran pada waktu tertentu. Selanjutnya pengukuran yang di buat berulang dapat melihat keparahan suatu penyakit dan manfaat terapi yang telah diberikan . (37,38)

Pemeriksaan faal paru merupakan suatu pemeriksaan yang lebih peka untuk mengetahui perubahan patologi dari saluran nafas dibandingkan dengan anamnesis, pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan spirometri merupakan sebagian dari pemeriksaan faal paru, yaitu pemeriksaan terhadap fungsi ventilasi. Untuk itu digunakan alat spirometer yang mengukur arus udara dalam satuan isi dan waktu. Spirometer dapat mencatat nilai pada waktu inspirasi dan ekspirasi, tetapi pencatatan pada waktu lebih umum digunakan. (31)

Gangguan ventilasi yang utama ada dua yaitu restriksi dan obstruksi, Restriksi adalah gangguan pengembangan paru sehingga udara yang masuk kedalam paru ini kurang dari normal. Gangguan pengembangan paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan baik di dalam maupun diluar paru. Gangguan ventilasi yang lain adalah obstruksi, yaitu gangguan yang menyebabkan perlambatan aliran udara ekspirasi. Kelainan obstruksi ini dapat terjadi akibat kelainan pada saluran nafas, seperti asma bronkiale , bronkitis kronis, bronkiektasis, sumbatan benda asing, tumor di dalam saluran nafas atau tumor yang menekan saluran nafas, tetapi dapat juga terjadi karena kelainan parenkim paru berupa kurangnya elastisitas paru seperti pada emfisema. Pada gangguan ventilasi baik restriksi maupun obstruksi jumlah udara yang masuk ke dalam paru akan berkurang dari normal. (32,33)

Penyakit paru yang menyebabkan terjadinya obstruksi : 1. Asma Bronkiale 2. Penyakit paru obstruksi menahun ( PPOK ), seperti bronkitis kronis, emfisema 3. Bronkiektasis 4. Kistik fibrosis 5. Bronkiolitis

Page 16: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 16

Penyakit paru yang menyebabkan terjadinya restriksi : 1. Penyakit paru primer di parenkim paru 2. Operasi pengangkatan jaringan paru 3. Penyakit yang ada di pleura dan dinding dada. (33) Jadi penggunaan spirometri secara klinis bermanfaat berbagai sarana pembantu diagnosis kelainan paru seperti obstruksi, restriksi dan campuran.(31,35,39) Pemeriksaan faal paru yang sangat di anjurkan adalah pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan nilai kapasitas vital ( KV) dan volume ekspirasi paksa detik pertama ( VEP1). Pemeriksaan ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, murah, cucup sensitif, akurasinya tinggi dan reproduksibel sebanyak – banyaknya secara perlahan inspirasi maksimal. Sedangkan Kapasitas Vital Paksa (KVP) adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan pada suatu inspirasi maksimal atau volume ekspirasi paksa setelah inspirasi maksimal. (36) Untuk menentukan derejat obstruksi yaitu :

Derajat VEP1 ( % ) Rasio VEP1/ KVP ( % ) 0 ( normal ) > 75 ≥ 80 1 ( ringan ) 60 - 70 60 - 79 2 ( sedang ) 40 – 60 50 – 59 3 ( berat ) < 40 < 40 4 ( sangat berat ) < 20 -

Derajat restriksi sebagai berikut :

Derajat KV (%) Normal ≥ 80 Ringan 60 – 75 Sedang 50 – 60 Berat < 50

Pada kenyataannya VEP1 dikombinasikan dengan kapasitas vital (KV) dapat dilihat akan adanya suatu bentuk gangguan restriktif, kapasitas vital berkurang dengan normal atau menurunnya nilai tiffeneau (VEP1 / KV rasio). Gangguan obstruktif sebaliknya merupakan suatu bentuk gambaran berkurangnnya nilai tiffeneau.(33) Jadi klasifikasi bentuk abnormal dari suatu spirometri yaitu : (31,33) 1. Obstruktif : adanya penurunan aliran udara mulai dari saluran nafas bagian atas

sampai bronkiolus berdiameter kurang dari 2 mm ditandai dengan penurunan VEP1, VEP1/KVP, kecepatan aliran udara pada ekspirasi. Pemeriksaan VEP1 dan rasio VEP1/KVP merupakan pemeriksaan yang standar, sederhana, dapat diulang dan akurat untuk menilai obstruksi saluran nafas.

2. Restriktif, keadaan ini menunjukkan adanya penyakit paru atau dari luar yang

menyebabkan kapasitas vital berkurang, khususnya kapasitas total paru. Dengan berkurangnya kapasitas vital maka propors i VEP1 juga menurun, sebagai hasilnya VEP1/KVP (%) jadi menurun. Kapasitas paru kurang dari 80 % nilai dugaan merupakan baku emas untuk menentukan penyakit paru restriktif.

3. Kombinasi obstruktif dan restriktif atau bentuk campuran, hal ini terjadi juga

karena proses patologi yang mengurangi volume paru, kapasitas vital dan aliran, yang juga melibatkan saluran nafas. Rendahnya VEP1/KVP (%) merupakan suatu indikasi obstruktif saluran nafas dan kecilnya volume paru merupakan suatu restriktif. Beberapa kerusakan dapat menghasilkan bentuk campuran obstruktif

Page 17: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 17

dan restriktif, seperti penyakit parenkim paru yang melibatkan fibrosis pada saluran nafas, sehingga terjadi obstruktif, misalnya adalah penyakit tuberkulosis paru.

Jadi pengukuran KVP, VEP1 , VEP1 ,/KVP (%) secara keseluruhan dapat menggambarkan apakah pasiennya mengalami bentuk obstruktif atau restriktif. (35,38,40,41) II.6. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan Pada tahun 600 sebelum Masehi tanaman tembakau mulai di tanam di Amerika Serikat, dan pada tahun 1 penduduk Amerika mulai merokok. Sementara itu di tahun 600, seorang filosof Cina bernama Fang Yizhi mulai menyebutkan bahaya kebiasaan merokok dalam jangka lama akan dapat merusak paru. Tahun 1729 tercatat sebagai tahun pertama ada aturan tertulis melarang merokok yaitu di tempat – tempat ibadah, dinegara Bhutan. Pada tahun 1761 dilakukan studi pertama tentang dampak merokok yang dilakukan oleh John Hill. Di tahun 1950 diterbitkan 2 publikasi utama tentang hasil penelitian dampak merokok bagi kesehatan, dan ditahun 1981 dilakukan penelitian besar tentang dampak merokok pasif oleh Hirayama di Jepang. Sejarah panjang kebiasaan merokok diatas ternyata terus berlanjut. Dewasa ini seluruh dunia diperkirakan terdapat 1,26 milyar perokok, lebih dari 200 jut a diantaranya adalah perempuan. Setiap tahun ada 4 juta orang yang meninggal akibat kebiasaan merokok, sekitar 70 % diantaranya terjadi di negara – negara maju. (42) Pada waktu pertama kali ditemukan pengaruh buruk merokok pada kesehatan, muncul berbagai pro dan kontra. Ada yang menganggap bahwa temuan ini mengada-ada. Namun ketika bukti – bukti terus bermunculan, akhirnya dunia menyakini rokok sebagai penyebab penyakit, yang sebenarnya dapat dihindari. Masih banyak hal yang belum terungkap tetapi telah cukup banyak bukti penelitian tentang bahaya asap rokok baik pada perokok maupun bukan perokok. Asap rokok telah disadari sebagai satu pencemar lingkungan disamping pencemaran dari industri dan lain – lain. Dalam hubungan dengan penyakit – penyakit paru, merokok dianggap merupakan faktor yang lebih berbahaya dari pencemaran udara oleh karena industri(43). II.6.1 Patofisiologi Rokok merupakan salah satu kelainan obstruksi jalan nafas. Merokok faktor utama yang dapat mempercepat penurunan faal paru. Wa laupun demikian hanya sebagian kecil dari perokok akan bermanifestasi klinis menjadi penyakit paru obstruksi dan hanya sebahagian kecil akan yang berkembang menjadi kerusakan fungsi paru yang berat. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas maupun parenkim paru. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan sekret intraluminar. Perubahan pada parenkim paru terdiri dari peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan dinding alveoli yang biasanya terjadi dibahagian sentral lobus. Perubahan struktur karena merokok biasanya dihubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perubahan fungsi yang ringan biasanya disebabkan kerusakan pada jalan nafas perifer. Hal ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan yang sangat peka setelah penderita perokok 10 – 15 tahun (44)

Page 18: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 18

II.6.2. Bahan – bahan Kimia Yang Terdapat Dalam Asap Rokok Rokok merupakan suatu pabrik bahan kimia yang memproduksi tidak kurang dari 2000 – 4000 bahan kimia yang bersifat toksis, baik yang bersifat gas maupun bukan gas. Sebahagian zat kimia bentuk gas yang bersifat toksis dalam asap rokok antara lain : Karbon monoksida, Asetaldehida, Nitrogen oksida, Hidrogen sianida, Akrolein, Amoniak, Formaldehid, Piridina, Akrilonitril, 2-nitripropan, Hidrazina, Uretan, Dimentilnitrosamina, Vinil klorida, dan berbagai senyawa nitrosamina lainnya. Karbon monoksida merupakan salah satu komponen gas hasil pembakaran rokok yang paling berbahaya. Daya ikatnya dengan hemoglobin 230 kali lebih kuat dibandingkan daya ikat zat asam sehingga dengan sejumlah besar ikatan COHb yang beredar, maka sel – sel jaringan dan organ tubuh menjadi kekurangan zat asam. Pada orang sehat ditempat terbuka kadar CO mungkin tidak banyak mengganggu tetapi pada penderita penyakit paru dan kardiovaskular besar sekali pengaruhnya. Partikel bukan gas dalam asap rokok antara lain tar, nikotin dan uap air. Tar merupakan komponen padat dalam asap rokok setelah dikurangi nikotin dan uap air terdiri dari zat kimia, diantaranya golongan nitrosamin, amin aromatik, senyawa alkan, asam karboksilat, Logam (NI, As, Ra, Pb) selain itu juga sisa insektisida dan bambu – bambu tembakau, zat – zat diatas bersifat karsinogenik, sehingga para perokok menghadapi resiko lebih besar menderita kanker seperti kanker paru, mulut, laring, esofagus, pankreas, kandungan kemih, dan lain – lain. Nikotin adalah partikel padat yang sangat mudah diserap oleh selaput lendir mulut, hidung dan jaringan paru. Efek nikotin diantaranya dapat menyebabkan kecanduan dan efek psikomotor yang kuat sehingga perokok dapat menikmati rokoknya dengan rasa relaksasasi dan stimulasi. Nikotin menyebabkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah arteri serta mempercepat denyut jantung dan efek penggumpalan darah (43,47) II. 6. 3. Penyakit Yang Berhubungan dengan kebiasaan Merokok (45) 1. Efek farmakologi nikotin

a. Terhadap sistem kadiovaskuler meningkatan tekanan darah , vasokontriksi di kulit dan takikardia.

b. Terhadap sistem saraf otonom: stimulasi sekejap yang diikuti depresi seluruh ganglia.

c. Terhadap kelenjar adrenal: pengeluaran adrenalin. d. Terhadap susunan saraf pusat : stimulasi pusat – pusat muntah, vasomotor

dan respirasi. e. Antidiuretik : pengaruh pelepasan ADH f. Meninggalkan asam lemak bebas dalam serum. g. Meninggikan daya pengelompokan trombosit.

2. Iritasi faring dan bronkus. a. Bronkis menahun, emfisema. Kematian oleh penyakit ini lebih banyak pada

perokok dari pada bukan perokok. b. Kekerapan pneumoni pasca bedah meninggi.

3. Insiden karsinoma bertambah a. Bronkus b. Esofagus c. Prostat d. Kandungan kemih e. Mulut dan Pankreas

4. Penyakit kardiovaskuler a. Infark miokard, iskemia oleh karena sklerosis koroner dini. Resiko bertambah

dua kali.

Page 19: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 19

b. Penyakit Buerger 5. Mortalitas ulcus peptikum meningkat 6. Idiosinkrasi

a. Angina tembakau : angina dapat terjadi bila merokok yaitu pada penderita kelainan jantung koroner.

b. Ekstrasistole atrium c. Hipoglikemia

7. Ambliopia tembakau : oleh karena kerja toksik sianida pada perokok yang kekurangan vitamin B12

8. Efek pada pertumbuhan janin a. Menghambat pertumbuhan janin b. Meningkatkan mortalitas perinatal

9. Pengaruh rokok terhadap prestasi olah raga: dapat menurun oleh karena paru – paru terganggu dan gangguan pengangkutan O2 Dari berbagai penelitian terdapat banyak bukti bahwa perokok aktif sangat erat

berkaitan dengan timbulnya asma pada anak. Asap rokok yang berkorelasi dengan hiperaktivitas bronkus mungkin saja bertindak sebagai inducer , inciter atau faktor kontribusi dalam menimbulkan asma; NHLBI sendiri menjadi forum kesepakatan para ahli lebih cenderung menyatakan bahwa asap rokok lebih bertindak sebagai faktor kontribusi dalam menimbulkan asma.(43) II.7. Pengaruh Asap Rokok Te rhadap Fungsi Paru Banyak penelitian yang telah melaporkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara orang tua yang merokok dan fungsi paru anaknya. Di Inggris telah dilakukan penelitian terhadap 2.756 anak usia 6,5 – 19 tahun, didapatkan arus tengah ekspirasi maksimal menurun pada anak laki – laki yang ibunya perokok tetapi tidak ada perempuan. Sedangkan untuk pengukuran KVP ( kapasitas vital paksa } dan VEP1, lebih kecil dari pada anak laki – laki dengan bising mengi yang orang tuanya tidak merokok. Penelitian lain dilakukan terhadap 1.033 orang usia 40 – 69 tahun di Beijing didapatkan bahwa orang yang mendapat pajanan di kantor dan di rumah penurunan KVP dan VEP1 lebih besar. Dibandingkan dengan mereka hanya terpajan di rumah atau di kantor saja , yang bermakna secara statistik. Juga diteliti mengenai jumlah anggota keluarga yang merokok dengan hubungan yang bermakna antara dosis respon pajanan asap rokok fungsi paru orang dewasa.(44) Penelitian tentang hubungan antara paparan merokok pasif dengan fungsi paru, di dapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakan antara paparan merokok pasif dengan fungsi paru pada penderita denga fibrosis kistik. Penelitian oleh Thomas Kovesi dan kawan – kawan pada 340 penderita didapatkan bahwa pada keluarga yang tidak pernah merokok mempunyai fungsi paru yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga yang selalu merokok . Sedangkan pada keluarga yang berhenti merokok didapatkan fungsi paru yang lebih jelek dibandingkan dengan keluarga yang merokok dan bermakna secara statistik.(44,45)

Page 20: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 20

BAB III METODE PENELITIAN /BAHAN DAN METODE

III. 1 Tempat dan waktu : Penelitian dilakukan di kilang padi

Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara dan berlangsung sejak bulan Mei 2000 sampi selesai

III. 2 Subjek penelitian : Subjek penelitian adalah para pekerja kilang padi di Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara.

III.2.1. Kriteria penerimaan a. Pekerja kilang padi sedikit dua tahun terus – menerus b. Berumur : 25 – 55 tahun c. Tidak mempunyai riwayat pekerjaan sebelumnya yang diperkirakan

dapat menimbulkan penyakit saluran napas misalnya pada pabrik semen, pabrik asbes dan lain – lain.

d. Bersedia ikut dalam penelitian. III.2.2. Kriteria penolakan

a. mempunyai riwayat penyakit paru kronis, penyakit jantung atau kelainan tulang belakang.

b. tidak dapat mengikuti semua prosedur pemeriksaan yang telah ditetapkan.

III. 2.3. Besar sampel Jumlah sampel berdasakan hasil pemeriksaan pendahuluan dengan rumus :

2

22 )2(2∆

+=

βχZSDn

n = perbaikan nilai rata – rata kelompok studi dan kelompok kontrol (perbedaan minimal yang bermakna secara klinik)

SD = deviasi standart kelompok kontrol α = batas kemaknaan biasanya 0,05 Zχ = 2 – tailed = Z0,025 = 1.960 1-β = power biasanya 0,09 atau 0,80 Zβ 1-tailed Z0,10 = 1.282 Dari perhitungan rumus diatas maka didapat sejumlah sampel setiap

kelompok sebesar 15 orang. III.3. Desain penelitian : Perbandingan kelompok paralel terkontrol III.4. Pelaksanaan Penelitian

a. Mula – mula dilakukan survey kelapangan perhitungan jumlah sampel yang akan diperiksa dan sekaligus meminta kesediannya menjadi sampel dalam penelitian

b. Populasi atau pekerja kilang padi yang tidak memenuhi kriteria dikeluarkan dari sampel penelitian.

Terhadap sampel yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan hal – hal sebagai berikut : 1 Wawancara menggunakan kuesioner yang telah disesuaikan dengan

proyek pneumobil Indonesia ATS (terlampir) 2. Pemeriksaan fisik dada dilakukan secara sistematis 3. Pemeriksaan fungsi ventilasi paru dengan :

Page 21: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 21

• Menggunakan alat spiroanalyser ST.250R buatan Chest -Japan dengan perlengkapannya yang telah dikaliberasikan lebih dahulu.

• Dimana sebelumnya diberikan penjelasan tentang prosedur pemeriksaan.

• Setiap populasi sampel dianjurkan meniup sedikitnya tiga kali dan nilai yang diambil adalah nilai yang tertinggi dari ketiga nilai yang diperoleh. Nilai-nilai yang diperoleh adalah KVP, VEP1 , dan rasio VEP1/KVP dan APE.

III.5. Analisa data Data faal paru yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan ANOVA arah

(p > 0,05) bila didapat perbedaan bermakna analisa dilanjutkan dengan planned Compasion atau memahami tes scheffe.

III.6. Definisi Operasional Batasan-batasan yang digunakan adalah standart prediksi normal orang

Indonesia dan pneomobille project Indonesia. Untuk menentukan derajat obstruktif dan restriktif yaitu

Derajat Obstruksi VEP1 (%) Restriksi KV (%) Normal > 75 > 80 Ringan 60 – 75 60 – 80 Sedang 40 – 59 50 – 59 Besar < 40 < 49

No Variabel Definisi Operasional

1 Umur Umur respoden sejak lahir dalam tahun. Hasilnya dikelompokan dengan interval 5 tahun, mulai dari 25 sampai 55 tahun.

2 TB (Tinggi Badan) Ukuran tinggi badan dalam cm, diukur tanpa alas kaki.

3 BB (Berat Badan) Berat badan dalam kg, ditimbang dengan hanya memakai pakaian tanpa alas kaki.

4 Pendidikan Pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai, dikatagorikan dalam tingkat :

- Tidak Tamat SD - SD - SLTP/Sederajat - SLTA/Sederajat - PT

Page 22: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 22

No Variabel Definisi Operasional

5 Kebiasaan merokok Derajat merokok yang dinyatakan dalam indeks Brinkman yaitu hasil perkalian antara lama merokok (dalam tahun ) dengan jumlah batang rokok yang hisap dalam sehari. Perokok ringan : IB 1 – 200 Perokok sedang :IB 201 – 600 Perokok ringan :IB > 600

6 Masa kerja Masa kerja (dalam tahun) sebagai pekerja kilang padi

7 Batuk kronik Batuk hampir sepanjang hari sekurang – kurangnya berlangsung 3 bulan dalam setahun dan selama 2 tahun paling kurang 2 tahun berturut – turut.

8 Bronkitis kronik Gejala klinis berupa batuk berdahak yang terjadi hampir setiap hari selama paling sedikit 3 bulan dalam setahun dan berlangsung paling kurang 2 tahun berturut – turut.

9 Emfisema Penderita dengan gejala batuk & sesak, pada pemeriksaan suara napas vesikuler melemah perkusi paru hipersonor.

10 Asma Serangan sesak nafas yang disertai mengi dengan atau tanpa batuk.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1. Hasil dan Penelitian Hasil ini dilakukan di kilang padi Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara yang berlangsung sejak bulan Mei 2000 sampai selesai . Subyek penelitian adalah para pekerja kilang padi ( PKP ) yang memenuhi kriteria penerimaan, di bagi dalam 4 kelompok yaitu : Pekerja Kilang Padi Yang Tidak Merokok ( PKPTMR), Pekerja Kilang Padi Yang Merokok Ringan (PKPMRR), Pekerja Kilang Padi Yang Merokok Berat (PKPMRB). Masing – masing kelompok sebanyak 15 orang.

Page 23: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 23

Tabel I Jumlah PKP berdasarkan Jenis kelamin

TMR MRR MRS MRB Total PKP Jenis Kelamin

Jlh (org

)

% Jlh (org

)

% Jlh (org)

% Jlh (org)

% Jlh (org)

%

Laki – laki 11 18,3

15 25 15 25 15 25 56 93,3

Wanita 4 6,7 - - - - - - 4 6,7 Total 15 25 15 25 15 25 15 25 60 100

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat Pada tabel I dapat dilihat dari jumlah PKP yang diteliti terdiri dari laki – laki 56 orang ( 93.,3 %) dan perempuan (6,7 %) Tabel II Jumlah PKP berdasarkan kelompok umur

TMR MRR MRS MRB Total PKP Kel Umur

Jlh (org)

% Jlh (0rg)

% Jlh (org)

% Jlh (org)

% Jlh (org)

%

25 – 29 3 5,00 3 5,00 1 1,67 1 1,67 8 13,33 30 – 34 - - 3 5,00 1 1,67 5 8,33 9 15,00 35 - 39 2 3,30 4 6,67 4 6,67 4 6,67 14 23,34 40 – 44 - - 1 1,67 - - 2 3,33 3 5,00 45 – 49 5 8,33 2 3,33 4 6,67 - - 11 18,33 50 – 55 5 8,33 2 3,33 5 8,33 3 5,00 15 25,00 Total 15 25,00 15 25,0

0 15 25,0

0 15 25,0

0 60 100,00

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat Pada tabel II dapat dilihat, berdasarkan kelompok umur (n =60) dapat dilihat bahwa Kelompok Umur 50 – 55 tahun yaitu : sebanyak 15 orang (25 %) adalah kelompok yang paling banyak bekerja sebagai PKP, yang paling sedikit adalah yang berumur 40 – 44 tahun sebanyak 3 orang ( 5 %)

Page 24: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 24

Tabel III Jumlah PKP berdasarkan Kelompok Pendidikan TMR MRR MRS MRB Total PKP

Tkt. Pendidikan

Jlh (org

)

% Jlh (org)

% Jlh (org

)

% Jlh (org)

% Jlh (org)

%

0 Tdk Sekolah

2 3,33 1 1,67 3 5,00 - - 6 10

1 SD 4 6,67 1 1,67 5 7 11,66 17 26,33 2 SLTP 6 10,0

0 9 15,00 3 5,00 4 6,67 22 36,67

3 SLTA 3 5,00 4 6,67 3 5,00 4 6,67 14 23,33 4 PT - - - - 1 1,67 - - 1 1,67 Total 15 25,0

0 15 25,00 15 25,0

0 15 25,00 60 100

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat Pada tabel III dapat dilihat berdasarkan Kelompok Tingkat Pendidikan (n = 60) bahwa kelompok tingkat pendidikan SLTP sebanyak 22 orang (36,67 %) kelompok yang paling banyak bekerja sebagai PKP dan yang paling sedikit adalah yang bertingkat pendidikan PT sebanyak 1 orang (1,67 %). Tabel IV Jumlah PKP berdasarkan Kelompok Lama Masa Kerja

TMR MRR MRS MRB Total PKP Masa Kerja (Thn)

Jlh (org

)

% Jlh (org

)

% Jlh (org)

% Jlh (org)

% Jlh (org

)

%

2 – 6 4 6,67 7 11,67 5 8,33 1 1,67 17 28,34 7 – 11 4 6,67 3 5,00 4 6,67 4 6,67 15 25,00 12 – 16 1 1,67 1 1,67 2 3,33 5 8,34 9 15,00 17 – 21 2 3,33 3 5,00 - - - - 5 8,33 22 - 26 3 5,00 - - 3 5,00 2 3,33 8 13,33 27 – 31 1 1,67 1 1,67 1 1,67 1 1,67 4 6,67 32 - 36 - - - - - - 2 3,33 2 3,33 Total 15 25,00 15 25,00 15 25,00 15 25,0

0 60 100

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat Pada tebel IV dapat dilihat berdasarkan Kelompok Masa Kerja (n = 60) bahwa masa kerja 2 – 6 tahun yaitu sebanyak 17 orang (25,34 %) kelompok yang paling banyak bekerja sebagai PKP dan yang paling sedikit adalah yang masa kerjanya 32 – 36 tahun sebanyak 2 orang (3,33 %). Tabel V Kelainan Faal Paru PKP

Page 25: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 25

TMR MRR MRS MRB Total Kelainan Faal Paru Jlh

(org) % Jlh

(org) % Jlh

(org) % Jlh

(org)

% Jlh (org

)

%

Obstruksi ringan 1 1,67 - - 4 6,67 - - 5 8,33 Obstruksi Sedang

1 1,67 - - - - 2 3,33 3 5,00

Obstruksi Berat - - - - - - - - - - Restriksi Ringan - - 1 1,67 5 8,33 - - 6 10,0

0 Restriksi Sedang - - - - 1 1,67 - - 1 1,67 Restriksi Berat - - - - - - - - - - Campuran 6 10,00 13 21,67 3 5,00 12 20,0

0 34 56,6

7 Normal 7 11,66 1 1,67 2 3,33 1 1,67 11 18,3

3 Jumlah 15 25,00 15 25,00 15 25,00 15 25,0

0 60 100

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat Pada tabel V dapat dilihat Kelainan Faal Paru umumnya adalah campuran yang mana TMR 6 orang (10,00%), MRR 13 orang (21,67%), dan MRB 12 orang (20,00%), kecuali pada kelompok MRS terlihat yang terbanyak pada kelompok Restriksi ringan yaitu sebanyak 5 orang (8,33%). Tabel VI Keluhan Subyektif Batuk, Dahak, dan Sesak Pada PKP

TMR MRR MRS MRB Total Keluhan Jlh

(org)

% Jlh (org)

% Jlh (org

)

% Jlh (org

)

% Jlh (org)

%

Batuk 1 1,67 2 3,33 2 3,33 - - 5 8,33 Dahak 5 8,33 1 1,67 2 3,33 5 8,33 13 21,67 Sesak - - - - - - - - - - Batuk + Dahak 3 5,00 1 1,67 3 5,00 3 5,00 10 16,63 Batuk + Sesak - - - - - - - - - - Dahak + Sesak - - - - 1 - 1 1,67 1 1,67 Batuk+Dahak+Sesak

- - 1 1,67 2 - 2 3,33 3 5,00

Tak ada keluhan 6 10,00

10 16,67 4 13,33 4 6,67 28 46,67

Jumlah 15 25,00

15 25,00 15 25,00 15 25,00

60 100

Page 26: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 26

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat Pada tabel VI dapat dilihat keluhan subjektif pada PKP (n = 60) umumnya tidak ada keluhan, yaitu sebanyak 28 orang (46,67 %) namun yang mengeluh berdahak tanpa ada batuk dan sesak sebanyak 13 orang (21,67 %). Tabel VII Distribusi Persentase Kapasitas Vital Pada Kelompok PKP yang TMR, MRR, MRS dan MRB

% KV KEL. TMR

% KV KEL. MRR

% KV KEL. MRS

% KV KEL. MRB

56 57 53 56 66 60 54 57 73 60 55 59 75 60 62 60 76 61 74 60 76 64 76 61 78 68 76 61 80 69 77 63 84 70 79 64 86 72 81 65 89 74 82 68 93 75 82 73 95 75 84 92 96 77 94 92 98 80 94 96

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat KV : Kapasitas Vital KEL : Kelompok Pada tabel VII dengan menggunakan uji statistik Anova (k = 4, n = 15. N = 60) menunjukkan perbedaan bermakna antara faal Paru PKP yang merokok dibanding yang tidak merokok artinya Ho nya diterima atau Faal Paru PKP ditinjau dari KV yang merokok lebih buruk dari pada faal paru PKP yang tidak merokok (P = 0,05). Sementara uji statistik KV PKP antara kelompok TMR, MRR, MRS, dan MRB d i uji dengan uji statistik Scheffe ternyata di dapat faal paru PKP perokok lebih ringan

Page 27: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 27

lebih buruk dari pada faal paru yang tidak merokok, faal paru PKP rokok sedang lebih buruk dari pada faal paru PKP perokok ringan dan faal paru PKP perokok berat lebih buruk dari pada faal paru PKP perokok sedang. Tabel VIII Distribusi Persentase Kapasitas Vital Paksa Pada Kelompok PKP yang TMR, MRR, MRS dan MRB

% Kv KEL. TMR

% KV KEL. MRR

% KV KEL. MRS

% KV KEL. MRB

42 39 55 37 48 40 57 53 50 43 58 53 51 52 60 53 52 58 60 53 65 59 60 54 67 59 61 55 69 60 68 56 69 63 76 56 72 64 82 56 75 65 82 57 76 66 86 59 77 69 91 60 79 76 96 67 83 85 104 85

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat KV : Kapasitas Vital KEL : Kelompok Pada tabel VIII dengan menggunakan uji statistik Anova (k = 4, n = 15. N = 60) secara statistik menunjukkan perbedaan bermakna antara faal Paru PKP yang merokok dibanding yang tidak merokok artinya Ho nya diterima atau Faal Paru PKP ditinjau dari KV yang merokok lebih buruk dari pada faal paru PKP yang tidak merokok (P = 0,05). Sementara uji statistik KV PKP antara kelompok TMR, MRR, MRS, dan MRB di uji dengan uji statistik Scheffe ternyata di dapat faal paru PKP perokok ringan terlihat perbedaan yang bermakna dibanding dengan PKP yang tidak merokok, artinya faal paru yang tidak perokok, tetapi faal paru PKP perokok sedang tidak lebih buruk dari pada faal paru PKP perokok ringan. Sementara faal paru perokok berat tidak lebih buruk dari pada faal baru PKP perokok sedang.

Page 28: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 28

Tabel IX Distribusi Persentase Volume Expiratori Paksa Detik Pertama (VEP1) Pada Kelompok PKP yang TMR, MRR, MRS dan MRB

% VEP1 KEL. TMR

% VEP1 KEL. MRR

% VEP1 KEL. MRS

% VEP1 KEL. MRB

41 45 65 40 52 45 67 51 52 48 68 53 54 50 70 54 59 56 71 56 61 59 72 57 66 60 72 57 68 64 73 58 63 65 75 58 77 65 76 59 78 65 80 61 81 67 85 61 88 74 92 64 90 76 96 68 91 80 102 85

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat VEP1 : Volume Expiratori Paksa Detik Pertama KEL : Kelompok

Pada tabel IX dengan menggunakan uji statistik ANOVA (k = 4, n = 15, N = 60) menunjukkan perbedaan bermakna antara faal paru PKP yang merokok dibanding yang tidak merokok, artinya Ho nya diterima atau faal paru PKP di tinjau dari VEP1 yang merokok lebih buruk dari pada faal paru PKP yang tidak merokok Sementara uji statistik VEP1 PKP antara kelompok TMR, MRR, MRS, dan MRB diuji dengan uji statistik Scheffe, ternyata didapat faal paru PKP rokok ringan lebih buruk dari pada faal paru yang tidak merokok, faal paru PKP perokok sedang lebih buruk dari pada faal paru PKP perokok ringan dan faal paru perokok berat lebih buruk dari pada faal paru PKP perokok sedang.

Page 29: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 29

Tabel X Distribusi Persentase Rasio VEP1 / KVP Pada Kelompok PKP yang TMR, MRR, MRS, dan MRB

% RATIO VEP1/KVP KEL.TMR

% RATIO VEP1/KVP KEL.MRR

% RATIO VEP1/KVP KEL.MRS

% RATIO VEP1/KVP KEL.MRB

54 73 74 80 79 76 79 80 81 79 81 87 85 88 83 90 87 89 92 90 88 89 93 91 89 92 93 92 91 93 95 93 91 97 96 94 91 97 96 94 92 98 98 95 94 98 99 97 95 98 101 97 96 100 105 99 100 104 114 99

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat VEP1/KVP : Volume Expiratori Paksa Detik Pertama/Kapasitas Vital Paksa KEL : Ke lompok Pada tabel X dengan menggunakan uji statistik ANOVA (k = 4, n = 15, N = 60) menunjukkan perbedaan bermakna antara faal paru PKP yang merokok dibanding yang tidak merokok, artinya Ho nya diterima atau faal paru PKP ditinjau dari angka perbandingan VEP1 dengan KVP (rasio VEP1/KVP) yang merokok lebih buruk dari pada faal baru PKP yang tidak merokok. Sementara uji statistik VEP1/KVP antara kelompok TMR, MRR, MRS, dan MRB di uji dengan uji statistik Scheffe, ternyata di dapat faal paru PKP perokok ringan lebih buruk dari pada faal paru PKP perokok ringan dan faal paru perokok berat lebih buruk dari pada faal paru PKP perokok sedang.

Page 30: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 30

Tabel XI Distribusi Persentase Arus Puncak (AP) Pada Kelompok PKP yang TMR, MRR, MRS, dan MRB.

% AP KEL. TMR

% AP KEL. MRR

% AP KEL. MRS

% AP KEL. MRB

44 38 56 43 59 57 60 53 59 59 78 54 60 71 72 67 60 71 73 70 75 71 73 73 77 72 79 73 79 73 83 75 80 74 83 75 82 76 84 77 83 82 89 78 84 82 92 79 85 83 94 79 95 89 96 81 96 90 111 84

Keterangan : PKP : Pekerja Kilang Padi TMR : Tidak Merokok MRR : Merokok ringan MRS : Merokok sedang MRB : Merokok berat AP : Arus Puncak KEL : Kelompok Pada tabel XI dengan menggunakan uji statistik Anova (k = 4, n = 15, N = 60)secara statistik tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara faal paru PKP yang merokok dibanding yang tidak merokok, artinya Ho nya ditolak atau faal paru PKP ditinjau dari angka perbandingan AP yang merokok tidak lebih buruk dari pada faal paru PKP yang tidak me rokok. (P = 0,05) Sementara uji statistik AP PKP antara kelompok TMR, MRR, MRS, dan MRB di uji dengan statistik Schefee, ternyata di dapat faal paru PKP perokok ringan lebih buruk dari pada faal paru yang tidak merokok, faal paru PKP perokok sedang lebih buruk dari pada faal paru PKP perokok ringan, sementara faal paru perokok berat tidak lebih buruk dari pada faal paru PKP perokok sedang. IV.2. Pembahasan Kecamatan Bambel adalah salah satu kecamatan dari 9 kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara, terletak di tanah Alas luasnya ± 100,550 Ha dengan jumlah penduduk ± 28.913 jiwa. Pada umumnya tanam – tanaman yang tumbuh di sana sangat banyak, namun yang terbanyak adalah padi, buah – buahan dan sayur – sayuran. Karena kesuburan tanahnya masyarakat di setiap desa masih banyak petani – petani padi yang belum memakai pupuk. Jumlah lahan yang di tanami padi

Page 31: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 31

± 4.950 Ha, dengan hasil 19.555 ton/tahun, jumlah kilang padi = 17 buah dan jumlah pekerja kilang padi : 175 orang.(46) Subjek yang diteliti berjumlah 60 orang ( tabel I) yang dibagi dalam 4 kelompok yaitu pekerja kilang padi yang tidak perokok (n=15), pekerja kilang padi yang merokok ringan (n = 15), terdiri dari 56 orang (93,3 %) laki – laki dan 4 orang wanita (6,7 %) perempuan yang memenuhi kriteria. Tidak ada dijumpai satu pun pekerja kilang padi perempuan yang merokok mungkin karena di Aceh Tenggara masih tabu melihat perempuan yang merokok. Sedikitnya jumlah perempuan pekerja kilang padi mungkin karena pekerjaan di kilang padi umumnya pekerjaan yang berat, karena umumnya peralatan - peralatan di kilang padi di negara – negara berkembang seperti negara kita ini masih memakai peralatan – peralatan yang bersifat konvensional. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara faal paru antar laki – laki dan perempuan yang perokok ataupun tidak merokok dan juga tidak dijumpai yang bermakna antara beberapa ras (suku).(47) Berdasarkan kelompok umur (tabel II) ternyata terbanyak adalah kelompok umur 50 – 55 tahun yaitu sebanyak 15 orang (25 %). Sesuai dengan populasi petani (pemilik dan pekerja) di US masih di dominasi orang tua. Berbeda dengan lingkungan industri lainnya, petani sering terus-menerus bekerja sampai berumur 65 tahun. Delapan belas persen petani US berumur > 65 tahun. (14) Dari seluruh pekerja kilang padi di kecamatan Bambel ini ditinjau dari sudut pendidikan ( tabel III ) kebanyakan masih berpendidikan rendah setingkat SD sebanyak 17 orang (28,33 % ) dan SLT sebanyak 22 orang (36,67 %) bahkan 6 orang (10 %) tidak sekolah atau tidak tamat SD. Hal inilah kemungkinan sebagai penyebab mereka tidak memakai peralatan pelindung diri, mereka tidak mengetahi bahaya akibat debu – debu padi dan mereka bekerja sambil merokok. Dari segi masa kerja ( tabel IV ) yang terbanyak adalah antara 2 – 6 tahun dan 7 – 11 tahun masing – masing 17 orang (28,34 % ) dan 15 orang (25 %) , maka kemungkinan untuk mendapatkan penyakit pneumoconiosis adalah relatif kecil pada umumnya lebih dari 20 tahun (48,49) dan sangat ditentukan oleh tingkat paparan polutan atau nilai ambang batas, namun untuk pembuktiannya diperlukan penelitian lebih lanjut. Jenis kelainan faal paru (tabel V) yang didapat pada PKP (n=60) dalam penelitian ini merupakan campuran 34 orang ( 56,67 %), obstruksi ringan 5 orang ( 8,33 %), obstruksi sedang 3 orang (5,0 %) dan obstruksi berat tidak ada, serta kelainan restriksi ringan 6 orang (10,0%), restriksi sedang 1 orang ( 1,67 %) dan faal parunya dalam batas normal sebanyak 11 orang (18,33 %). Bila kita lihat pada tabel V tersebut di atas bahwa pada yang tidak merokok juga kita dapati kelainan campuran 6 orang ( yaitu 40 % dari yang tidak merokok ). Sementara yang memiliki faal paru yang normal adalah 7 orang (46 % dari sampel yang tidak merokok ). Walaupun penyebab penyakit saluran nafas kronis diketahui terbanyak adalah asap rokok, namun bronkitis kronis dan emfisema juga dijumpai 5 – 6 % pada orang – orang tua di Amerika Serikat yang tidak pernah merokok. Hal ini karena timbulnya penyakit saluran nafas kronik ini selain disebabkan oleh rokok, ada beberapa diantaranya adalah polusi udara, terpapar lingkungan berasap dan juga faktor genetik. (50)

Keluhan subyektif (tabel VI ) pada penelitian ini umumnya adalah tanpa keluhan: 28 orang (46,67 %), namun yang mengeluh batuk 5 orang (8,33 %), dahak 13 orang (21,67 %), batuk dan dahak 10 orang ( 16,67 %), dahak dan sesak 1 orang (1,67 %), batuk berdahak dan sesak sebanyak 3 orang (5 %)

Page 32: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 32

Bakhe P, Eide, GE Hanoa R, Gulsvile A melaporkan dari NorWay (1985) bahwa pada penelitian mereka terhadap prevalensi gejala pernafasan pada 4469 orang yang terpapar oleh debu atau gas selain dari debu asbes atau debu permata pada lingkungan kerja pada populasi umur adalah : batuk di pagi hari 20,4 % batuk kronik 13,1 %, batuk berdahak 27,4 %, dada berat atau tidak enak bernafas 14,7 %, kadang – kadang mengi 28,7 % , asma kerja 5,8 %. (51) Tim HJM, Jorna dan kawan – kawan melaporkan bahwa tampak perbedaan yang bermakna pada gejala – gejala pernafasan pada pekerja makanan ternak hewan dibanding kontrol dan prevalensi bronkitis kronis dan pernah mengalami mengi, mereka mendapatkan pada kontrol sebanyak 7 % dan pada pekerja didapat 32 %. HUV dkk melaporkan pada pekerja yang terpapar debu padi – padian tampak hubungan yang erat antara dosis dan respon terhadap produksi sputum kronik dan bernafas terasa berat, VEP1 & KVP. (52) Dari tabel VII, VIII, IX, X dan XI, apabila faal paru PKP yang merokok dibandingkan dengan faal paru PKP yang tidak merokok terdapat perbedaan yang bermakna bahwa faal paru PKP yang merokok adalah lebih buruk , ditinjau dari KV, KVP, VEP1 , rasio VEP1/ KVP dan AP. Hal ini sesuai dengan penelitian dari David J Berglund dkk, melaporkan bahwa terpapar asap tembakau merupakan faktor resiko yang bermakna terhadap obstruksi pada pengukuran faal paru. (35) Ejvind Frausing Hasen dkk, melaporkan dalam suatu penelitian perbandingan paralel antara pekerja pabrik asbes yang tidak merokok, merokok ≤ 20 pack – year (PC), merokok antara 20 – 40 PC dan > 40 PC, terdapat kelainan obstruksi. Ternyat a mereka mendapatkan, pada kelompok makin banyak terpapar rokok maka makin berat derajat obstruksinya. (54) Enarson dkk (55) melakukan tes metacholin terhadap 504 laki – laki kulit putih yang bergelut dengan padi – padian, ternyata mereka menemukan yang bersifat hiperesponsif lebih sering pada yang perokok dibanding yang tidak merokok. Kalau kita bandingkan antara kelompok TMR, MRR, MRS, dan MRB ternyata secara statistik umumnya menunjukkan makin banyak obyek merokok, maka makin buruk keadaan fungsi parunya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan Telah dilakukan suatu penelitian pengaruh debu padi pada pekerja kilang padi yang merokok terhadap faal parunya, hasil penelitian ini disimpulkan sebagai berikut: 1. Faal parunya pekerja kilang padi yang merokok adalah lebih buruk dari pada faal

paru pekerja kilang padi yang tidak merokok, sehingga pada gilirannya gambaran prognosis pekerja kilang padi yang disertai dengan merokok akan lebih jelek.

2. Makin banyak jumlah rokok yang dihisap maka faal parunya semakin jelek dan akan memperburuk prognosis.

3. Prevalensi kelainan faal paru pekerja kilang padi kebanyakan adalah kelainan campuran sebanyak 56,67 % diikuti oleh obstruksi sebesar 13,33 % dan

Page 33: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 33

restriksi sebesar 11,67 %. Hasil uji statistik memperlihatkan perebedaan yang bermakna.

4. Prevalensi keluhan subjektif, umumnya tidak ada keluhan (46,67 %) namun ada beberapa yang mengeluh ; berdahak (21,67 %) batuk berdahak, (16,63 %), batuk (8,33%), batuk, dahak dan sesak (5 %). Hasil uji statistik memperlihatkan perbedaan yang bermakna.

V.2. Saran 1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain “ study Kohort” yang

dapat menguji hubungan antara tingkat paparan dengan kelainan faal paru. 2. Diharapkan pemeriksaan berkala yang mencakup pemeriksaan klinis, faal paru

dan foto toraks dilakukan sekurang – kurangnya sekali dalam satu tahun bagi semua pekerja kilang padi, dengan cara ini diharapkan kelainan – kelainan dapat dideteksi secara dini.

3. Pada pekerja kilang padi : dihimbau untuk menyediakan alat pelindung diri untuk para pekerja kilang padi.

4. Pada pemilik kilang padi : dihimbau untuk menyediakan alat pelindung diri untuk para pekerja kilang padi.

5. Masyarakat : dilakukan kampanye anti rokok untuk menunjukkan bahwa bahwa merokok adalah lebih serius dari pada bahaya polusi udara.

6. Mensukseskan program penanggulangan masalah merokok dengan meningkatkan kerja sama yang baik antaar LSM dan organisasi profesi atau perorangan yang bergerak dibidang penaggulangan rokok serta diharapkan didukung oleh pemerintah dan masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA 1. Mangunnegoro H, Pulmonologi, Tantangan dalam Era Globalisasi dan

Reformasi, pada Operasi ilmiah dalam rangka peringatan 25 tahun Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Jakarta 8 september 1998

2. Sumantri ES. Masalah Respirologi Masa Kini dan Tantangannya di Masa Depan.

CDK.1997 ; 115:41-4. 3. Aditama TY, Penyakit Paru Terhadap Kerja, Yayasan Penerbit IDI, Jakarta, 1997

: 23 – 41. 4. Setyakusuma D, Aditama TY, Yunus F, Mangunnegoro H, Pengaruh Debu Besi

Terhadap Kesehatan Paru Para Pekerja Pabrik Besi Baja PT. Krakatau Steel. Cilegon, J Respir Indo 1997 ; 17: 16 – 24.

5. Faridawati R, Yunus F, Aditama TY, Mangunnegoro H, Mamdy Z, Prevalensi Penyakit Bronkitis Kronik, Empisema & Asma Kerja pada pekerja di PT. Krakatau Steel, J Respir Indo 1997 ;17: 52 – 8.

6. Yunus F, damapk Debu Industri Pada Paru Pekerja & Pengendaliannya CDK, 1997; 45 – 51.

7. Kennedy SM, Agent Causing Chronc Airwo Obstruction, In :Occapational and Enviromental Respiratory Disease, Mosby Yee Biik Inc, St Lewis Missouri 1996 : 33 – 49.

Page 34: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 34

8. Medan I,Occapational Asthma and Other Respiratory Diseases, BMJ 1996 ; 313 : 219 – 4.

9. Clall WD, Thorne PS, Frees KL, Zhang X, Lux XR and Schwortz DA. The Effect of Inhalation of Grain Dust Extract and Endatoxin on Uper And Lower Airways. Chest 1993; 104 : 825 – 30.

10. Yunus F, Peranan Pemeriksaan Faal Paru Pada Penyakit Paru Obstruktif, Pulmonolofi Klinik. Jakarta 1992 : 167 – 75.

11. Gautrin D Leroyer C, Rivard CI et al. Longitudinal Assesment of Airway Caliber and Responsieunes in Workers, Exposed to Chlorine, Am. J. Resppir Crit Care Med 1999: 1232 – 7.

12. Xu X, Weiss ST, Rijcken B, Schouten JP. Smoking Changes In Smoking Habits, and Rate Of Decline In PEV, New Insight Into Gunder Differences Eur Respir, J, 1994; 7 : 1056 – 61.

13. Young MC, Occupational Expouse and Choronic Obstruvtive Lung Disease, In : 3rd Congres of Asia Pasific Society of Respirology, Singapore, 1993 : 79 – 89.

14. Schenker MB Christiani D, Cormier Y et al. Suppleme nt; American Thoraric Society; Respiratory Health Hazards In Agriculture, Am J.Respir Crit Care Med, 1998; 158 : S1 – S78.

15. Beeklake MR, Premoconiosis, In : Murray Nadle, Text Book of Respiratory Medicine 2nd Ed, WB Sounders Company, Philadelphia, 1994 : 1995 - 62.

16. May JJ, Schenker MB, Agriculture, In Herber P, Schenker MB, Balmes JR Ed. Occupational and Enviromental Respiratory Disease, Mosby, St Lowis, 1996 : 616 – 36.

17. Yunus F. Penyakit Paru Akibat Kerja, J Respir Indo 1996;3:127-32. 18. Wijaya C, Deteksi dini Penyakit Akibat Kerja, Penerbit buku kedokteran EGC,

Jakarta 1993 : 213 – 20. 19. Aditama Ty, Mangunnegoro H, Tugas Wati T, Polusi SO2 , NO2 dan Ozon, Paru ,

1994; 14 : 15 – 7. 20. Jarjour NN, Enhorning G. Antigen Induced Airway Inflamation in A Topic

Subjects Generates Dystruction of Pulmanory Surfactant, Am J Respir Crit Care Med, 1999; 160 : 336 – 41.

21. Speizer FE. Enviromental Lung Diseases In. Fauci AS, Braunwold E, Isselbacher KJ et al, 14th Ed, Harrisson’s Principles of Internal medicine, Mc Graw-Hill, New York, 1998, 1429 – 37.

22. Blanc PD, Ellbjar S, Janson C et al, Asthma – Related Work Disabiliti in Sweden. Am J Respir Crit Care Med. 1999; 160 : 2028 – 33.

23. Mahdu DH. Asma k, kerja Paru, 1995; 2 : 72 – 6. 24. Faridawati R. Penyakit Paru Obstruktif Kronik dan Asma Akibat Kerja, Paru

1995; 4 : 182 – 7. 25. Supartini IN, Santoso DI, Kadjito T. Konsep Baru Patogenesis Asma Bronkial,

Paru, 1995; 4 : 156 – 62. 26. Robinson DS, Durham SR. Mechanism in Asthma, Med. Int, 1995; 31 : 265 –

9. 27. Malo Jl, Carter A. Occupational Asthma In . Horber P, Schenker MB, Balmes

JR Ed Occupational and Enverometal Respiratory Disease, Mosby, St Lowis, 1996 : 420 – 32.

28. Zemp E, Elsasser S, Schindler C et al, Long-term Ambient Air Pollution and Respiratory Symtoms in Adults, Am J Respir Crit Care Med, 1999; 159 : 1257 – 66.

Page 35: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 35

29. Zock JO, Heederik D, Brunekreef B, Infuence of Shift Work and Host Factor on Endotoin - Related Acut Peak Flow Change, Am J Respir Crit Care Med 1999; 159 : 137 – 42.

30. Dalphin JCH, Pernet D, Dubiez A, Debicuvre D, Allemand H, Depierre A. Etiologi Factor of Choronic Bronkhhitis in Dairy Farmers, Case Control Study in The Doubs Region of France, Chest 1993; 103 : 417 - 21.

31. Syamsiah A, Yunus F. Pemeriksaan Spirometri Collins, J Respir Indo 1997; 17 : 45 –51.

32. Yunus F. Faal paru dan Olah raga, J Respir Indo, 1997; 17 : 100 – 5. 33. Isselbacker Kj, Braunwald E, Wilson JD, Fauci As, Kasper Dl. Internal

Medicine Companion HandBook 13th , Mc Grow - Hill - Inc, New York, 1994 : 399 – 403.

34. Raharjo K. Perubahan Fungsi Paru pada Usia Lanjut, CDK 1988; 48 : 25 –6. 35. Cleimen M, Soetjipto D. Faal Paru Pada Penderita Tuberkolosis Paru, J

Respir Indo 1995; 15 : 92 – 5. 36. Aditama TY, Mangunnegoro H, Fachrurodji H, Depari, Sharawati.

Penggunaan Arus Puncak Ekspirasi Maksimal dalam Penilaian Faal Paru, J Med 1987; 7 : 670 – 2.

37. Yunus F. Dampak Debu Industri Pada Paru dan Pengendaliannya, J Respir

Indo 1997; 17 : 4 – 7. 38. Netter FH. Diagnostic and Therapeutic Procedur, Ciba Collection of Medical

Illustraction Respiratory Symtem, 7th Ed, Ciba Pharmaceutical Company, USA 1980 : 267 - 8.

39. Alsagaff H, Mangunnegoro h, Nilai Normal Faal Paru Orang Indonesia Pada Usia Sekolah dan Pekerja Dewasa Berdasarkan Rekomendasi American Thoraric Society (ATS) 1987; Indonesia Preumobil Project, Aillangga University Press, Surabaya, 1993 : 1 – 29.

40. Snow Mg, Beauchamp RK. Assesment Of Airflow, In : Pierson DJ, Kacmarek RM, Fundation of Respirotory Care, Churchill Livingstone, New York, 1992 : 449 – 56.

41. Spiro SG, Roberto CM, Lung Function test, J. Med Int. 1991; 4 : 3661 – 8. 42. Aditama TY. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Mahasiswa Akademi Perawat

serta Mahasiswa Fakultas Kedokteran dalam Masalah Merokok. J. Respir Indonesia, 2000; 2 : 60 – 3.

43. Yusuf A, Saad A. Merokok Pasif. J Respir Indo 1991; 11:16 – 9. 44. Bernida I, Yunus F, Wiyono WH, DKK. Faal Paru dan Uji Bronkodilator pada

Perokok Be3kqas Perokok dan Bukan Perokok. J Respir Indo 1990; 10:4 – 11.

45. Subroto H. Pengaruh Rokok Terhadap Timbunya PPOM, dalam : Darmono. Penyakit Paru Obstruktif Menahun Patogenesis dan Pengelolaan Menyeluruh, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1990; 51-61

46. Hasan H, Sudarsono, Makmur MS, Pengaruh Asap Rokok terhadap Hiperaktivi Bronkus pada Anak. J. Respir Indonesia, 2000; 2 :75-80.

47. Fajriwan, Jusuf A. Merokok Pasif . J. Respir Indonesia, 1999; 1 :22-6 48. Forastiere F, Agabiti N, Corbo GM et al. Passive Smoking as Determinant

of Bronchial Responsivenes in Children . AM J> Respir . Crit Care Med. 1994 ; 49 : 365 – 70.

Page 36: PENGARUH DEBU PADI PADA FAAL PARU PEKERJA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-antaruddin.pdf · punya data pasti tentang penyakit asma kerja di Indonesia. ... Pada penelitian Darma

©2003 Digitized by USU digital library 36

49. Team KPTPD Angkatan I Kecamatan Bambel, Kerangka Pembangunan Strategis (KPS), Pemda Tk-II Aceh Tenggara. 1995 : 20 –27.

50. Beckale MR. Pnemokoniosis in : Muuray Nadel > Text Book of Respiratory Medicine 2nd Ed. WB Sounders Company, Philadelphia, 1994:1955-63

51. Seaton A, The Pnemokoniosis. Medicine Internasional 1995 ; 13 : 399 – 41. 52. Long W, Tate RB, Neuman M et al. Respiratory Symptoms in a Suspectible

Population Due To Burning of Agricultural Residue : Chest 1998; 113 –57.

53. Vollmer WM, Ennight PL, Pedula Kl et al. Race and Difference in the Effects of Smoking on Lung Function, Chest 2000; 117 : 764 – 72.

54. Bakke P, Eide GE, Hanoa R, Gulsvile A. Occupational Dust or Gas Exposure and Prevalences of respiratory Symptoms and Asthma in a General Population Evr. Respir J. 1991 : 4: 273 – 8.

55. Jrona THJM< Brom PJA, Volks Jawab et al. Respiratory Symptomps and Lung Function in animal Workers, Chest 1994 : 46 59

56. Berglund DJ, Abbey De, Lobowitz MD, Knutsen SF, Mc. Donnell WF, Respiratory Symptoms and Pulmonary Function in an Eldery non Smoking Popolutation, Chest 1999 : 115 : 49 59

57. Hase EF, Rusmensen FV, Hardt F, Kamstrup O. Lung Function and Respiratory health og Long Term Fibre Exposure Stonewoal Factory Worker. AM J. Respiratory Critt Care Med. Med 1999 : 160 : 466 – 72.

58. Bohadona AB, Massin N, Wild P Kolopp MN, Toamain JP. Respirat ory Symptoms and Airway Responsiveness in Apparently Healthy Workers Exposed to Flomar Dust. Eur, Respir J. 1994 ; 7 : 1070-6.