plant survey debu

74
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri maka terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga berkembang dalam bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang lain. Semua hal ini akan meningkatkan taraf ekonomi dan sosial masyarakat. Di lain pihak kemajuan ekonomi perangsang timbulnya industri baru yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. 1 Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah terhadap paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah perindustrian. Hal ini disebabkan pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri tersebut. Berbagai zat dapat mencemani udara seperti debu batubara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, dan lain-lain. 1 Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. 2

Upload: vina-subaidi

Post on 05-Aug-2015

376 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Plant Survey Debu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini

sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri maka terbukalah

lapangan kerja buat masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga berkembang dalam

bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang lain. Semua hal ini akan

meningkatkan taraf ekonomi dan sosial masyarakat. Di lain pihak kemajuan ekonomi

perangsang timbulnya industri baru yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas.1

Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi

berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah

terhadap paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah perindustrian. Hal ini disebabkan

pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri tersebut. Berbagai zat dapat

mencemani udara seperti debu batubara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, dan

lain-lain.1

Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi

mahluk hidup untuk hidup secara optimal.2

Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu

mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula menjadi kebijakan Pembangunan Kesehatan

Indonesia 2010 dimana program pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari

sepuluh program unggulan.2

Debu di sekitar tempat kerja yang berasal dari pabrik industri, misalnya, dapat

menyebabkan sesak nafas hingga sakit pernafasan atau penyakit paru yang serius. Penyakit

paru ini termasuk penyakit yang banyak diderita masyarakat kita. Ada beberapa jenis debu

yang di antaranya bisa menyebabkan penyakit pernafasan atau paru. Yakni debu organik dan

anorganik.3

Banyak jenis debu yang secara tidak sengaja terhirup oleh para pekerja pabrik. Debu ini

lama kelamaan merusak paru dan menimbulkan apa yang disebut dengan penyakit paru kerja,

Page 2: Plant Survey Debu

dan tergantung dari jenis debunya, maka nama penyakit disesuaikan dengan bahan

penyebabnya antara lain seperti asbestosis, byssinosis, silikosis atau lainnya.3

Debu organik dapat menyebabkan penyakit pernafasan. Ini karena kepekaan dari

saluran nafas bagian bawah terutama alveoli terhadap debu meningkat. Kepekaan inilah yang

mengakibatkan penyempitan saluran nafas, hingga dapat menghambat aliran udara yang

keluar masuk paru dan akibatnya sesak nafas.3

Banyak jenis debu organik dihasilkan oleh industri tekstil mulai dari proses awal yakni

pembuatan biji kapas sampai penenunan. Waktu untuk timbulnya penyakit ini cukup lama.

Waktu yang terpendek adalah 5 tahun. Berdasarkan penelitian, angka kesakitan bisa

mencapai 60% dan angka tertinggi terjadi pada mereka yang bekerja di bagian pemintalan.3

Debu anorganik bila terhirup dalam jumlah banyak dapat menimbulkan gangguan paru

pula. Debu ini banyak menyerang para pekerja di pabrik semen, asbes, keramik, tambang

emas atau besi. Debu ini mengandung partikel-partikel besi, timah putih, asbes dan lainnya.

Kemampuan debu untuk bisa masuk ke dalam paru tergantung dari besar kecilnya partikel

tersebut.3

Bila partikel debu yang masuk ke dalam paru berukuran diameter 5-10 µ, ia akan

tertahan dan melekat pada dinding saluran pernafasan bagian atas. Sedangkan yang berukuran

3-5 µ akan masuk lebih dalam dan tertimbun pada saluran nafas bagian tengah. Partikel debu

berukuran 1-3 µ akan masuk lebih dalam lagi sampai ke alveoli dan mengendap. Sedangkan

yang ukurannya lebih kecil dari 1 µ tidak mengendap di alveoli karena teramat ringan dan

terpengaruh adanya peredaran udara.3

Melihat kenyataan di atas, tidak boleh menganggap sepele terhadap debu. Untuk

mencegah dan mengurangi risiko bahayanya, perlu dipikirkan aspek higiene di tempat kerja.3

1.2 Masalah

Terdapatnya bahaya potensial yang dapat mengganggu kesehatan pekerja yang

bekerja di PT. Bina Busana Internusa.

1.3 Tujuan

1.3.1.Tujuan Umum

Diketahui dan dipahaminya kinerja program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

di PT. Bina Busana Internusa.

Page 3: Plant Survey Debu

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Diketahuinya alur produksi di PT. Bina Busana Internusa.

2. Diketahuinya bahaya potensial yang dominan dan resiko kecelakaan kerja di PT.

Bina Busana Internusa.

3. Diketahuinya masalah akibat debu kain di lingkungan kerja PT. Bina Busana

Internusa.

4. Diketahuinya masalah dalam pelaksanaan program Kesehatan dan Keselamatan

Kerja (K3) di PT. Bina Busana Internusa.

5. Diketahuinya usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam mengatasi

masalah yang ada akibat bahaya potensial debu kain yang didapatkan di PT. Bina

Busana Internusa.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa

1. Meningkatkan pengetahuan mengenai kedokteran kerja.

2. Mengetahui masalah bahaya potensial di lingkungan kerja dan penggunaan alat

pelindung diri.

1.4.2 Manfaat bagi Perusahaan

Memperoleh masukan yang dapat dimanfaatkan bagi program pencegahan timbulnya

kecelakaan atau gangguan akibat bahaya potensial debu kain di lingkungan kerja.

1.4.3 Manfaat bagi Universitas

1. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” dalam pengabdian dalam masyarakat.

2. Meningkatkan saling pengertian dan kerja sama antara mahasiswa, staf pengajar,

pimpinan fakultas dan universitas.

1.5. Metodologi

Penilaian dilakukan dengan metode observasional deskriptif.

Page 4: Plant Survey Debu

BAB II

HASIL KUNJUNGAN

2.1. Profil Perusahaan

Berdiri : 10 november 1989

Produk : mens shirt

: hospital uniform

: office uniform

: working uniform

Lokasi : Pabrik I

Kawasan Berikat Nusantara Jl. Madura III Blok D No. 19A

Cakung, Cilincing, Jakarta 14140 Indonesia

: Pabrik II

Jl. Pulo Buaran II blok Q No. 1

Pulogadung, Jakarta 13920, Indonesia

Luas wilayah : Pabrik I : 5.400 m2

Pabrik II : 1.680 m2

Telepon : Pabrik I : 021-440308

: Pabrik II : 021-46820820

Fax : Pabrik I : 021-46820820

: Pabrik II : 021-4626086

Kapasitas / tahun : Pabrik I : 18 lajur = 1.920.000 potong / tahun

: Pabrik II : 8 lajur = 840.000 potong / tahun

Pekerja : Pabrik I : 984 orang

: Pabrik II : 582 orang

: Penjual II : 582 orang

: Penjualan : 399 orang

: Administrasi : 59 orang

Pasar : Jepang

: Inggris

: Pasar Lokal

Pembeli : Nagai, Cosalt, departement store, institusi

Page 5: Plant Survey Debu

(Sumber kunjungan lapangan di PT BBI dan Wawancara dengan Manager Human Resource

Departement serta company profile PT BBI)

2.2. Gambaran Umum

2.2.1. Sejarah Singkat Perusahaan

Pada tanggal 16 oktober 1989 berdiri PT Mitracorp Pasifik Nusantara, yang

merupakan head office dari beberapa anak perusahaan, diantaranya adalah PT Bina Busana

Internusa dan PT Kharismitra Sukses. PT Bina Busana Internusa berdiri pada tanggal 10

november 1989, yang memproduksi kemeja Valino dan produksi garmen lainnya. PT

Kharismitra Sukses berdiri pada tanggal 6 april 1990 dan bergerak sebagai marketing dan

distribution kemeja Valino.

Pada tanggal 2 januari 1997 PT Bina Busana Internusa dan PT Kharismitra Sukses

digabungkan menjadi PT Bina Busana Internusa, PT Bina Busana Internusa memiliki 2 buah

pabrik.

PT Bina Busana Internusa I

Lokasi : jl. Madura III Blok D No. 19A kawasan berikut Nusantara Cakung Cilincing

Jakarta 14140, Indonesia.

Pada saat ini PT Bina Busana Internusa I memproduksi seragam rumah sakit yang di

pesan oleh Nagai Leben Jepang dan pakaian kerja oleh Cosalt Inggris, space yang

dipergunakan untuk lokasi ini adalah 5.400 m2, dengan kapasitas produksi 18 line dan

menghasilkan 1.920.000 pieces pertahun mempekerjakan sebanyak 984 orang untuk

bagan produksi, 3 orang bagian marketing dan 3 orang untuk tenaga administrasi. Untuk

sementara ini PT BBI I hanya menerima pesanan dari Nagai Leben dan Cosalt Inggris

serta beberapa pekerjaan yang bersifat subkontraktor.

PT Bina Busana Internusa II

Lokasi : Jl. Pulo Buaran II Blok Q No. I Kawasan Industri Pulo Gadung, Pulo Gadung

Jakarta 13920, Indonesia

PT Bina Busana Internusa II memproduksi kemeja Valino, Harry Martin, Cristian

Kent, Vissuto, Sierra Morena, Compagnon, dan Bergamo. Kemudian di distribusikan ke

departement store yang ada di seluruh Indonesia. Untuk sementara ini counter Valino

memiliki 133 outlet, Harry Martin 154 outlet, Christian Kent 17 outlet, Vissuto 12 outlet,

Sierra Morena 59 outlet, Compagnon 30 outlet, dan Bergamo 8 outlet. Luas untuk lokasi

ini adalah 1.680 m2. Kapasitas produksi mempunyai 8 line serta dapat memproduksi

sekitar 840.000 pieces pertahun. Mempekerjakan sebanyak 582 untuk bagian produksi,

Page 6: Plant Survey Debu

601 orang bagian marketing, dan 61 orang untuk tenaga administrasi, untuk sementara ini

kemeja yang di produksi oleh PT BBI II hanya didistribusikan ke departement store dan

institusional.

2.2.2. Falsafah Perusahaan

Komitmen PT Bina Internusa adalah memberikan pelayanan terbaik kepada

pelanggan. Selain itu juga mempunyai visi ke depan sebagai perusahaan yang memimpin

produksi kemeja formal pria di tahun 2015, dengan tekad menjadi yang terbaik dan terbesar

sebagai produsen kemeja yang berstandar internasional. Gabungan antara pelayanan yang

handal, profesionalisme, teknologi serta didukung oleh pengelolaan usaha serta pemasaran

yang mengena pada sasaran.

PT Bina Busana Internusa mendukung sepenuhnya pembangunan di Indonesia dengan

memberikan pelayanan terbaik serta menghasilkan produk yang bermutu tinggi, PT Bina

Busana Internusa berusaha meningkatkan citra sebagai perusahaan yang bergerak di bidang

garmen yang terkemuka dengan memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Sesuai

dengan motto perusahaan “Menjadi No. I dengan Memberikan Pelayanan yang Terbaik

Kepada Pelanggan dan Pelanggan Adalah Aset Perusahaan “.

Untuk mewujudkan PT Bina Busana Internusa akan memperbanyak produknya yang

banyak di jual di seluruh Indonesia. Pada saat ini produksi kemeja yang dihasilkan oleh PT

Bina Busana Internusa adalah : Valino, Harry Martin, Christian Kent, Vissuto, Sierra

Morena, Compagnon, dan Bergamo. Banyaknya produk kemeja yang diproduksi oleh PT

Bina Busana Internusa dengan demikian kebutuhan kemeja yang diinginkan oleh konsumen

dari seluruh lapisan masyarakat akan terpenuhi.

2.2.3. Alur Poduksi

Adapun alur produksi dari PT. Bina Busana Interusa adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan Sampel

Alur produksi PT. Bina Busana Interusa dimulai dengan pembuatan sampel. Sampel

berupa model pakaian diajukan ke design product developer. Jika disetujui, sampel

tersebut akan dibuatkan pola dan modelnya.

2. Pemesanan Bahan

Page 7: Plant Survey Debu

Melalui bagian marketing, PT. BBI memesan bahan dalam jumlah yang telah ditentukan

ke host yang selanjutnya bahan yang telah datang disimpan di gudang penyimpanan. Di

dalam gudang terasa panas dengan ventilasi yang kurang.

3. Inspeksi Bahan

Inspeksi dilakukan di gudang penyimpanan. Bahan harus memenuhi 28 persyaratan untuk

memenuhi standar. Jika ditemukan cacat pada bahan maka akan ditandai dengan stiker

tanda panah merah. Petugas pada tahap ini berjumlah tiga orang. Sarana yang digunakan

adalah meja dengan tinggi kurang lebih 1 meter dengan kemiringan 45°. Bahan yang akan

diperiksa ditaruh diatas meja yang secara otomatis bahan akan melewati meja dan

tergulung kembali. Pekerja menginspeksi bahan secara seksama untuk melihat adanya

cacat. Hal ini dilakukan dalam waktu yang singkat dan berulang-ulang sehingga akan

terdapat gerakan bola mata yang repetitif. Pekerja melakukan inspeksi dalam posisi

berdiri tegak dengan pencahayaan bersumber dari lampu neon 40 watt yang ada dibalik

meja dan ruangan. Setelah bahan melewati proses inspeksi, kemudian bahan yang

memenuhi syarat akan masuk ke dalam proses produksi.

4. Proses Pembuatan Pola

Proses pembuatan pola dilakukan oleh 12 pekerja. Enam pekerja membentuk pola bahan

dengan pensil dan penggaris secara manual sesuai model pakaian yang akan diproduksi.

Kegiatan ini dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri. Enam pekerja lainnya

menggunakan mesin jahin dalam posisi duduk tanpa sandaran.

5. Cutting

Proses selanjutnya adalah cutting dan marker. Area pemotongan ini mengharuskan

seluruh pekerjanya menggunakan masker, namun ada beberapa pekerja yang tidak

memakainya. Proses cutting menggunakan mesin cutting, dimana alat cukup tajam dan

pekerja melakukan proses ini dengan cepat dan repetitif. Pekerja dilengkapi sarung tangan

dari bahan stainless yang digunakan pada tangan kiri. Proses cutting terbagi mejadi dua

macam, yaitu untuk kain polos dan bermotif.

a. Bila bahan polos langsung menuju proses numbering

b. Bila bahan bermotif, maka akan melalui proses matching dan numbering

6. Proses Pembuatan Manset dan Interlining

Pada proses ini, dilakukan pemotongan dengan mesin berat. Kemudian dilakukan pressing

dengan menggunakan mesin yang mengeluarkan panas. Mesin yang berat tersebut

dijalankan oleh pekerja laki-laki dengan posisi berdiri terus menerus, kepala dan badan

menunduk sekitar 20° dengan alat pelindung diri berupa sarung tangan stainless.

Page 8: Plant Survey Debu

Proses interlining adalah proses pembuatan kerah dimana kain yang telah dipotong

ditempelkan dengan bahan yang keras untuk membentuk kerah. Proses selanjutnya adalah

merekatkan kedua bahan tersebut. Proses perekatan pertama dilakukan dengan solder di

beberapa titik kemudian disetrika dan terakhir direkatkan secara permanen dengan

pressing machine yang menggunakan panas yang tinggi.

7. Proses Sewing

Proses sewing dilakukan dengan menggunakan mesin jahit biasa. Pada proses penjahitan

terdapat dua macam proses, yaitu front back dan assembling. Pada proses front back

dilakukan penjahitan untuk keperluan aksesoris seperti pembuatan kantong kemeja.

Kemudian pada proses assembling dilakukan penjahitan untuk menyatukan pakaian

dengan komponen lainnya. Penjahit bekerja dengan posisi duduk membungkuk dengan

kursi tanpa sandaran. Untuk mengatur kesesuaian antara tinggi meja dan kursi agar

menghasilkan posisi yang ergonomis, terdapat alat pengatur ketinggian pada meja jahit

dan kursi yang terlalu pendek disambung dibagian terbawah kaki kursi. Pekerja

menggunakan seragam berupa kain berbahan katun yang cukup menyerap keringat,

ditambah penutup kepala, apron dan masker, mesin jahit juga dilengkapi dengan needle

gate untuk melindungi tangan dari tusukan jarum. Pada proses ini juga dilakukan

pembersihan bahan yang terdapat noda dengan menggunakan etanol dan benzen yang

disemprotkan, alat semprot menghasilkan bising, sehingga pekerja dilengkapi dengan alat

penutup telinga.

8. Proses Finishing dengan Mesin Kebut

Setelah pakaian selesai dijahit, kemudian dilakukan pembersihan baju dari sisa-sisa

benang dengan menggunakan mesin kebut, yaitu berupa boks dengan ukuran 75 x 100

cm. Mesin tersebut dapat menarik sisa debu dan benang. Pakaian dimasukkan ke dalam

mesin dan ditahan oleh kedua tangan pekerja tersebut. Mesin kebut menghasilkan bising

sehingga pekerja dilengkapi dengan alat penutup telinga.

9. Proses Ironing

Proses ironing dilakukan dengan setrika listrik. Sarana yang digunakan adalah meja

setrika ukuran 60 x 100 cm dengan jarak antar pekerja kurang lebih 1 meter.

10. Proses Packing

Pakaian yang telah disetrika kemudian dilipat dan dimasukkan kedalam polybag, kemudia

pakaian yang telah dibungkus dimasukkan kedalam kardus besar.

11. Quality Control

Page 9: Plant Survey Debu

Sebelum pengiriman beberapa kardus akan diambil secara random untuk dilakukan

pengecekan ulang.

Diagram 1 Alur Produksi

2.3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT BBI II

2.3.1 Program kesehatan Kerja

Perusahaan memiliki sebuah klinik yang terletak di dalam pabrik. Klinik perusahaan

memberikan pelayanan mulai dari hari senin, rabu dan jumat. Klinik ini melayani pengobatan

biasa dan kecelakaan kerja kepada para pekerja. Pelayanan dilakukan selama jam kerja. Di

luar jam kerja poliklinik, pelayanan kesehatan bagi pekerja hanya berupa penyediaan obat-

obatan simptomatik yang dipegang oleh line manager. Bila diperlukan tatalaksana lanjutan

kecelakaan kerja, pekerjaan dirujuk ke RS dengan surat pengantar. Perusahaan bekerjasama

dengan RS Mediros dan RS St. Carolus sehingga jika pekerja berobat ke kedua rumah sakit

tersebut, biaya pengobatan pekerja akan di tanggung oleh perusahaan sesuai dengan

golongan/pangkat. Sementara jika pasien dibawa ke RS lain seperti RS Persahabatan yang

letaknya tidak jauh dari pabrik maka penggantian biaya diberlakukan melalui sistem

reimbursment yaitu biaya di tanggung dahulu oleh karyawan, yang kemudian diganti oleh

perusahaan. Untuk kasus gawat darurat yang terjadi di pabrik, pertama-tama keadaan umum

pasien pasien distabilkan terlebih dahulu kemudian dirujuk ke rumah sakit rujukan.

Pada saat kunjungan dilakukan, klinik sedang beroperasi. Di klinik terdapat data-data

penyakit dan data jumlah kunjungan pekerja ke poliklinik serta data kecelakaan kerja. Klinik

Pembuatan sampel

Pemesanan bahan

Inspeksi bahan

Pembuatan polaCutting

Pembuatan manset dan interlining

sewing Finishing

Ironing Packing

Quality control

Page 10: Plant Survey Debu

perusaan dijalankan oleh seorang dokter umum yang datang dua hari sekali dengan jam kerja

08.00-12.00 dan setiap hari ada satu perawat yang bertugas.

Program klinik perusahaan meliputi juga pemeriksaan kesehatan setiap enam bulan

berupa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin dan

kimia darah serta pemeriksaan penunjang lain seperti rontgent thoraks, dan pemeriksaan

elektrokardiografi. Pemeriksaan kesehatan telinga dengan alat khusus (audiometri dan

otoskop) tidak dilakukan.

Kantin perusahaan ada dua buah. Namun untuk makan siang pekerja perusahaan

menggunakan sistem katering yang dibayar oleh perusahaan. Menu pekerja tergantung pihak

katering yang berupa makanan pokok. Untuk pekerja yang lembur tidak mendapatkan

makanan tambahan. Untuk air minum pekerja disediakan dispenser di beberapa tempat.

Salah satu kekurangan yang ditemukan adalah perusahaan belum memiliki data

penyakit tersering yang terjadi di perusahaan. Di samping itu, tidak terdapat sistem pelaporan

kesehatan pekerja, yang ada hanyalah laporan jumlah kunjungan pekerja ke klinik

perusahaan. Asuransi kesehatan juga tidak disediakan oleh pihak perusahaan bagi para

pekerjanya. Selain itu, program-program kesehatan kerja belum dilaksanakan oleh

perusahaan.

2.3.2 Sanitasi dan Lingkungan

PT BBI merupakan suatu kompleks bangunan yang terdiri dari 1 bangunan utama, 1

bangunan tempat produksi, dan 1 gudang penyimpanan yang terpisah dari 2 bangunan

sebelumnya (dipisahkan oleh jalan umum). Pada bangunan utama terdapat kantor yang

mengurusi administrasi dan marketing, factory outlet, dan tempat ibadah. Bangunan utama ini

cukup tertata rapi dan bersih serta sebagian besar ruangan menggunakan air conditioner.

Sementara bangunan tempat produksi merupakan bangunan lantai 2 dimana selain terdapat

ruangan tempat berlangsungnya proses produksi, juga terdapat klinik (di lantai 2), dan kantin

(di lantai 1). Kesan kebersihan pada keseluruhan ruangan tempat produksi cukup baik. Alat-

alat produksi di bangunan produksi lantai 1 tertata dengan cukup rapi dengan ruang gerak

pekerja yang cukup leluasa (kurang lebih 1 meter).

Hal ini disebabkan karena jumlah pekerja di ruangan ini relatif lebih sedikit

dibandingkan dengan jumlah pekerja di lantai 2. Sementara itu, alat-alat produksi di lantai 2

walau tersusun rapi cukup rapi namun jarak antara alat cukup dekat (kurang lebih setengah

meter) sehingga ruang gerak pekerja agak terbatas. Lingkungan di sekitar kompleks

Page 11: Plant Survey Debu

bangunan utama dan bangunan tempat produksi cukup bersih. Pada halaman sekitar terdapat

taman kecil yang bersih.

Perusahaan menyediakan fasilitas toilet di kedua lantai produksi, masing-masing

terdiri dari dua toilet besar laki-laki dan dua toilet perempuan. Setiap toilet berukuran 1x 1,5

x 2 m. Masing-masing toilet besar terdiri dari 3 ruangan. Toilet tersebut terlihat kurang bersih

dan terkesan kurang terurus. Dinding toilet dilapisi keramik. Jumlah kakus dalam toilet laki-

laki adalah tiga jamban, dan di dalam toilet perempuan terdapat tiga jamban. Penerangan dan

pertukaran udara dalam toilet cukup baik. Lantai dan dinding toilet terlihat bersih, pintu

jamban dapat dibuka-tutup dengan mudah. Terdapat satu wastafel di tiap toilet. Data

mengenai septic tank tidak diketahui. Di gudang tempat penyimpanan kain, toilet juga

berfungsi sebagai tempat untuk mencuci kain untuk melihat apakah kain ini lintur atau tidak.

Di gudang, tidak terdapat perbedaan antara toilet laki-laki dan perempuan.

Pertukaran udara di dalam bangunan pabrik secara keseluruhan masih kurang. Langit-

langit bangunan pabrik cukup tinggi, namun jumlah exhaust fan masih kurang yaitu 6 buah

setiap lantai (diameter 30 cm) untuk ruangan yang berukuran kurang lebih 60 x 20 m 2. Pihak

perusahaan juga menyediakan fasilitas air minum melalui “dispenser” (berisi guci keramik)

yang tersedia di beberapa sudut ruangan yang terdiri dari 2 buah di setiap lantai. Galon

tampak kurang bersih dan gelas minum bersih yang tersedia sedikit.

Sarana penerangan di dalam ruangan pada siang hari berupa bagian langit-langit yang

transparan sehingga memungkinkan masuknya cahaya matahari. Selain itu juga disediakan

lampu-lampu meskipun hanya dinyalakan sebagian dengan mempertimbangkan efektivitas

biaya. Jumlah lampu yang ada cukup banyak, namun penerangan pada malam hari tidak

dapat kami nilai karena kunjungan dilakukan pada siang hari.

2.3.3 Bahaya faktor resiko

2.3.3.1. Inspeksi bahan

Pada bagian ini terdapat berbagai bahaya potensial yang dapat timbul, baik dari segi

fisik, kimia, ergonomi, maupun psikologis. Yang pertama adalah bahaya potensial dari debu,

baik debu yang berada di dalam ruangan maupun debu bahan. Debu yang berasal dari bahan

berupa debu kain alami (bahan katun) dan debu sintetik (polyester). Bahaya fisik lain adalah

cahaya berlebih dari lampu neon TL 40 watt yang dapat menyilau mata. Kondisi gudang yang

kurang ventilasi juga menyebabkan terbatasnya sirkulasi udara bagi para pekerja di tempat

ini.

Page 12: Plant Survey Debu

Bahaya potensial kimia berasal dari zat kimia dari bahan baku berupa formaldehid

yang berasal dari bahan baku. Sedangkan dari segi ergonomi, bahaya potensial yang ada

diakibatkan oleh posisi pekerja yang berdiri lama dengan posisi kepala menengadah dan

menunduk yang lama, gerakan repetitif bola mata dn gerakan fokus bola mata yang cukup

lama dalam mengamati bahan. Dari segi psikologis didapatkan bahaya stress dan kebosanan

karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskuloskeletal (seperti

Low Back Pain), dehidrasi, ISPA, sefalgia, dispepsia, gangguan penglihatan berupa

penurunan visus dan kelelahan otot mata dan varises tungkai. Resiko kecelakaan kerja berupa

tangan terjepit mesin inspeksi atau tersengat listrik mesin. Upaya yang harusnya dilakukan

dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker penutup kepala,

meskipun tidak semua pekerja menggunakannya. Peraturan yang terdapat di bagian ini

berupa standar operasional mesin. Fasilitas yang tersedia lamp neon TL 40 watt sebanyak 1

buah pada mesin inspeksi dan 20 buah di langit-langit, serta penyediaan sarana air minum.

2.3.3.2. Proses Cutting

Bagian cutting dikerjakan oleh 10 orang pekerja. Pada alur produksi ini, bahaya fisik

yang dapat terjadi berupa kebisingan dari mesin pemotong. Suara mesin pemotong dengan

frekuensi 84 dB dapat menyebabkan gangguan pendengaran berupa tinnitus maupun tuli

perseptif. Bahaya fisik lain berupa debu kain alami dan sintetik, sirkulasi udara terbatas,

vibrasi mesin cutting, dan listrik dari mesin pemotong. Bahaya kimia berasal dari pelarut

benzene yang digunakan sebagai pembersih jika ada noda pada kain. Bahaya dari ergonomi

yaitu posisi berdiri yang lama, posisi kepala yang menunduk lama, dan gerakan repetitif

memotong lkain. Sedangkan dari bahaya psikologis yang dapat timbul adalah stres dan

kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskoloskeletal

(termasuk upper dan low back pain), dehidrasi, ISPA, dispepsia, gangguan pendengaran,

varises tungkai, hiperkeratosis tangan dan dermatitis kontak iritan. Resiko kecelakaan kerja

yang mungkin terjadi adalah tangan terpotong, tangan terjepit gunting atau tangan tersengat

listrik mesin potong.

Upaya yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker, penutup kepala, penutup telinga, serta sarung tangan logam dan fasilitas

seperti kipas angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulais udara, lampu untuk

penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air minum.

Page 13: Plant Survey Debu

Hal-hal yang sudah dilakukan di perusaan ini yaitu penggunaan alat pelindung diri

berupa masker dan sarung tangan yang terbuat dari logam. Semua pekerja menggunakan alat

pelindung diri ini. Peraturan yang terdapat di bagian ini berupa standar operasional mesin dan

kebijakan menggunakan alas kaki. Fasilitas yang tersedia berupa lampu TL 40 watt sebanyak

96 buah, exhaust fan diameter 30 cm (10 buah setiap lantai), kipas angin diameter 30 cm (10

buah setiap lantai), penyediaan sarana air minum (2 buah setiap lantai).

2.3.3.3. Proses Quality Control Pola

Bagian ini dikerjakan oleh 5 orang pekerja. Bahaya fisik yang dapat timbul berupa

debu alami dan sintetik. Bahaya ergonomi yang ada berupa posis berdiri lama, posisi

setengah membungkuk, gerakan repetitif tangan dalam membolak-balik bahan, dan gerakan

repetitif bola mata dalam mengamati bahan. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi

adalah gangguan muskuloskeletal, low dan upper back pain, cefalgia, ulnar twist serta carpal

tunner syndrome, varises tungkai, dan hiperkeratosis tangan. Tidak ada resiko kecelakaan

kerja yang dapat terjadi pada tahap ini. Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini

adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker, dan hanya 1 orang yang tidak memakai

masker kain ini.

2.3.3.4. Proses Numbering

Bagian ini dikerjakan oleh 2 orang pekerja. Bahaya fisik yang ada berupa debu kain

alami dan sintetik. Dari segi ergonomi, bahaya yang timbul berasal dari posisi berdiri yang

lama, posisi kepala dan badan menunduk lama, dan gerakan repetitif tangan menempelkan

stiker angka. Dari segi psikologis, gangguan yang timbul berasal dari rasa bosan karena jam

kerja yang lama tanpa ganti shift, dan dapat timbul stres. Gangguan kesehatan yang mungkin

terjadi adalah gangguan muskuloskeletal, upper and low back pain, ulnar twist serta carpal

tunnel syndrome dan gangguan pengelihatan berupa kelelahan mata.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker dan sarung tangan kain, dan para penkerja sudah menggunakannya. Fasilitas

yang tersedia sudah berupa TL 40 watt sebanyak 96 buah, exhaust fan diameter 30 cm (10

buah setiap lantai), penyediaan sarana air minum (2 buah setiap lantai).

2.3.3.5. Proses Pembuatan Manset

Bagian ini dikerjakan oleh 5 orang pekerja. Bahaya potensial fisika berasal dari

vibrasi mesin pembuat manset, cahaya yang kurang terang, aliran listrik, dan sirkulasi udara

Page 14: Plant Survey Debu

yang kurang terbatas. Dari segi ergonomi, bahaya yang timbul berasal dari posisi duduk lama,

posisi kepala menunduk lama, gerakan repetitif mendorong dan menarik tangan, dan ruang

gerak yang sempit. Dari segi psikologi dapat timbul stres dan rasa bosan karena jam kerja

yang lama tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal,

dehidrasi, low dan upper back pain, dan kelelahan otot mata. Resiko kecelakaan kerja yang

mungkin terjadi berupa tangan tergores atau terjepit mesin pembuat manset, atau tersengat

listrik mesin pembuat manset.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker, serta sarung tangan logam dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan

untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan

sarana air minum. Hal- hal yang sudah dilakukan di perusahaan ini yaitu penggunaan alat

pelindung diri berupa masker dan sarung tangan yang terbuat adari logam. Peraturan yang

terdapat di bagian ini berupa standar operasional mesin. Fasilitas yang tersedia berupa TL 40

watt sebanyak 96 buah, exhaust fan diameter 30 cm (10 buah setiap lantai), kipas angin

dengan diameter 30 cm (10 buah setiap lantai), penyediaan sarana air minum (2 buah setiap

lantai).

2.3.3.6. Proses Pembuatan Interlining

Pembuatan interlining terdiri dari proses pembuatan pola kerah dengan mesin plong

(1 pekerja), perekatan sementara dengan solder (8 pekerja), dan penempelan kerah ke kain

bahan dengan mesin press (4 pekerja).

Proses pertama, yakni pembuatan pola kerah dengan mesin plong mempunyai

berbagai bahaya potensial yaitu fisika, ergonomi dan psikologi. Bahaya potensial fisika yaitu

debu dari kain berupa debu kain alami dan sintetik, sirkulasi udara yang terbatas, bising,

panas dan listrik dari mesin plong. Bahaya potensial ergonomi adalah posisi berdiri lama dan

setengah membungkuk, ruang gerak yang sempit, dan gerakan repetitif mengangkat benda

berat. Sedangkan bahaya potensial psikologi adalah stres akan bahaya yang mungkin timbul

dari mesin plong.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal akibat

posisi ergonomi yang salah, dehidrasi karena suasana yang panas disekitar mesin, gangguan

pendengaran karena bising yang dihasilkan oleh mesin plong, dan varises tungkai akibat

posisi berdiri yang lama selama bekerja. Kecelakaan kerja yang mungkin timbul adalah jari

dan tangan tergores, terjepit, terpotong, dan tesengat listrik mesin plong.

Page 15: Plant Survey Debu

Proses berikutnya adalah perekatan sementara dengan solder. Proses ini memiliki

bahaya potensial yang serupa dengan proses sebelumnya. Bahaya potensial fisika berupa

panasdan listrik yang dihasilkan oleh alat solder. Bahaya potensial kimia adalah dari debu

kain alami dan sintetik. Bahaya potensial ergonomi adalah posisi berdiri lama, dan posisi

setangah membungkuk. Bahaya psikologi adalah stres akan bahaya yang ditimbulkan alat

solder. Berikutnya adalah proses penempelan kerah ke kain bahan dengan mesin press.

Bahaya potensial fisika adalah panas yang dihasilkan oleh mesin press yaitu sekitar 1600 C

dan listrik dari mesin press. Bahaya kimia berasal dari debu kain alami dan sintetik. Bahaya

potensial ergonomi adalah posisi berdiri lama, posisi setengah membungkuk, dan gerakan

repetitif memasukan dan mengambil kerah dari mesin press. Dan bahaya potensial psikologi

yang terjadi adalah stres akibat panas yang ditimbulkan mesin press dan bahaya mesin press.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker, penutup kepala, penutup telinga, dan fasilitas seperti kipas angin dan exhaust

fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan

sarana air minum. Alat pelindung yang digunakan oleh pekerja adalah sarung tangan,

sebagian menggunakan masker. Dilingkungan sekitar pekerja terdapat Exhaust fan dengan

diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin diameter 30 cm sebanyak 10

buah setiap lantai, dan penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai untuk

mengatasi dehidrasi. Kemudian terdapat standar operasional yang tertempel di mesin plong,

dan mesin press.

2.3.3.7. Proses Sewing

Proses sewing terdiri dari kurang lebih 100 pekerja. Proses ini memiliki bahaya

potensial fisika meliputi sirkulasi udara yang terbatas akibat banyaknya pekerja dan

kurangnya ventilasi, bising dan vibrasi yang berasal dari mesin jahit, debu kain alami dan

sintetik dan listrik dari mesin jahit. Bahaya potensial kimia berasal dari etanol dan pelarut

benzene. Bahaya potensial ergonomi yang ada adalah posisi duduk lama dengan posisi badan

setengah membungkuk, posisi kepala menunduk saat menjahit, gerakan repetitif kaki

menginak pedal mesin jahit, gerakan repetitif tangan menarik dan mendorong kain, dan posisi

jari tangan yang menekan selama menjahit karena memerlukan presisi yang baik, dan ruang

gerak yang terbatas. Sedangkan bahaya potensial psikologi yang dapat terjadi adalah stres

akibat tuntutan ketelitian dan konsentrasi yang tinggi.

Gangguan kesehatan yang dapat timbul adalah gangguan musculoskeletal, low back

pain, dehidrasi, carpal tunner syndrome, dermatitis kontak iritan dan kelelahan pada mata.

Page 16: Plant Survey Debu

Resiko kecelakaan kerja yang dapat timbul berupa tangan tertusuk jarum mesin jahit, tangan

tersengat listrik dari mesin jahit dan terjatuh dari kursi.

Upaya yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker, penutup kepala, penutup telinga, dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust

fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyedia

sarana air minum. Alat pelindung diri yang di gunakan adalah masker dan penutup kepala

yang terbuat dari kain, namun sebagian kecil pekerja tidak menggunakan masker. Sarana

yang disediakan adalah exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas

angin diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, dan penyediaan sarana air minum

sebanyak 2 buah setiap lantai. Selain itu terdapat standar operasional mesin ada dan tertempel

pada mesin dan terdapat aturan penjahitan merk pakaian.

2.3.3.8. Proses Finishing

Proses finishing dengan mesin kebut oleh 1 pekerja. Bahaya potensial fisika berupa

bising, vibrasi dan listrik dari mesin kebut, debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial

ergonomi berupa posisi berdiri lama, gerakan yang repetitif, dan posisi tangan terangkat 900.

Bahaya potensial psikologi dapat berupa kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti

shify. Gangguan kesehatan yang dapat timbul berupa gangguan musculoskeletal, dehidrasi,

low back pain, dan gangguan penglihatan berupa penurunan visus dan kelelahan mata. Resiko

kecelakaan kerja yang ada berupa tangan tersetrum listrik mesin kebut, dan tangan tertusuk

jarum.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pelindung diri berupa masker,

penutup kepala, penutup telinga, serta sarung tangan dan fasilitas seperti kipas angin atau

exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan

penyediaan sarana air minum. Sarana yang disediakan berupa exhaust fan diameter 30 cm

sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap

lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai. Terdapat standar

operasional untuk mengoperasikan mesin kebut.

2.3.3.9. Proses Quality Control Pakaian Jadi

Proses Quality control pakaian jadi sebanyak 2 pekerja. Bahaya potensial fisika

berupa pencahayaan dan debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial ergonomi berupa

gerakan repetitif tangan memegang dan memeriksa pakaian, posisi berdiri lama, posisi kepala

dan punggung membungkuk lama. Dari segi psikologi, bahaya potensial yang ada berupa

Page 17: Plant Survey Debu

kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift dan stres yang mungkin timbul.

Gangguan kesehatan yang mungkin timbul berupa gangguan musculoskeletal, dehidrasi, low

back pain dan upper back pain, varises tungkai, dan keluhan otot mata. Tidak ada resiko

kecelakaan kerja yang ada pada tahap ini.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa maker, penutup kepala, dan fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan untuk

memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air

minum. Hanya sebagian pekerja yang menggunakan masker dan penutup kepala. Sarana yang

disediakan berupa exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin

dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum

sebanyak 2 buah setiap lantai. Terdapat checklist untuk menilai dalam proses quality control.

2.3.3.10. Proses Ironing

Proses ironing pakaian jadi terdiri dari 8 pekerja, mempunyai bahasa potensial berupa

fisika, kimia, ergonomi, dan psikologi. Bahaya potensial fisika adalah suhu panas, sirkulasi

udara terbatas, listrik, debu kain alami dan sintetik, dan kelembapan. Bahaya potensial kimia

berupa etanol dan pelarut benzene sebagai pembersih. Bahaya potensial ergonomi adalah

gerakan repetitif menarik dan mendorong lengan saat menyetrika, posisi berdiri lama, posisi

membungkuk lama, posisi kepala menunduk lama, dan ruang gerak yang sempit. Dari segi

psikologi, bahaya potensial yang ada adalah kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa

ganti shift, dan stres. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan

musculoskeletal, dehidrasi, tension typ headache, dan low back pain. Resiko kecelakaan kerja

yang mungkin terjadi adalah tangan terkena luka bakar akibat setrika listrik.

Upaya yang harusnya dilakukan pada tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker, penutup kepala, serta sarung tangan kain dan fasilitas seperti kipas angin atau

exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup dan

penyediaan sarana air minum. Alat pelindung diri yang digunakan adalah sarung tangan dan

masker kain, semua pekerja menggunakan APD ini. Sarana yang disediakan adalah lampu,

exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin dengan diameter 30

cm sebanyak 10 buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap

lantai. Terdapat standar operasional dalam proses ironing.

Page 18: Plant Survey Debu

2.3.3.11. Proses Packing

Proses packing, terdiri dari 8 pekerja. Bahaya potensial fisika meliputi panas dan debu

kain sintetik dan alami. Bahaya potensial kimia meliputi bahan pembersih yaitu etanol dan

pelarut benzene. Bahaya potensial ergonomi meliputi gerakan repetitif memasukan pakaian

kedalam plastik, gerakan repetitif membungkuk saat memasukan pakaian yang sudah

terkemas ke dalam kardus, posisi berdiri lama, gerakan repetitif mengangkat beban hasil

produksi dari membungkuk sampai berdiri. Bahaya potensial psikologi yang dapat timbul

berupa kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift, dan stres sebagai bahaya

potensial psikologi.

Gangguan kesehatan yang dapat timbul adalah gangguan musculoskeletal, seperti low

back pain dan upper back pain, dan dermatitis kontak iritan. Resiko kecelakaan kerja yang

dapat timbul adalah terjatuh saat mengangkat dan memindahkan beban. Upaya yang harusnya

dilakukan pada tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker kain dan

fasilitas seprti kipas angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk

penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air minum.

Alat pelindung diri yang disediakan adalah masker kain. Sarana yang disediakan adalah

lampu, exhaust fan, kipas angin, dan penyediaan sarana air minum. Terdapat aturan pelipatan

dan tampilan produk dan aturan alur barang produksi setelah packing.

Page 19: Plant Survey Debu

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

3.1.1 Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk dapat melaksanakan pekerjaan tanpa

kecelakaan, memberikan suasana atau lingkungan kerja yang aman sehingga dapat dicapai

hasil yang menguntungkan dan bebas dari segala macam bahaya.

Menurut Suma’mur kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan /

kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja / masyarakat pekerja memperoleh

derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun social dengan usaha preventif

atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan

dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum..

Untuk mengetahui sejauh mana program K3 telah diimplementasikan di perusahaan,

maka manajemen perusahaan harus melakukan audit atau evaluasi di setiap unit kerja yang

ada. Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 pada

BAB III pasal 4 bahwa perusahaan wajib mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja

program Keselamatan dan Kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan

pencegahan.

3.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Hakikat dan tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu bahwa faktor

K3 berpengaruh langsung terhadap efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh

terhadap efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh terhadap efisiensi produksi

dari suau perusahaan industri sehingga dengan demikian mempengaruhi tingkat pencapaian

produktifitasnya. Karena pada dasarnya tujuan K3 adalah untuk melindungi para tenaga kerja

atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan untuk menciptakan tenaga kerja

yang sehat dan produktif sehingga upaya pencapaian produktifitas yang semaksimalnya dari

suatu perusahaan industry dapat lebih terjamin.

Page 20: Plant Survey Debu

3.2 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI (1996;2) adalah : ‘’bagian dari system

manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung

jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,

penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan

kerja guna tercapainya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu system K3 di tempat kerja

dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang

terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja

serta terciptanya tempat yang aman, efisien dan produktif.

Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih

dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan

produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran,

pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan SMK3.

Pengelolaan SMK3 ini memiliki pola ‘total loss control’ yaitu suatu kebijakan untuk

menghindarkan kerugian bagi perusahaan, property, personil di perusahaan dan lingkungan

melalui penerapan SMK3 yang mengintegrasikan sumber daya manusia, material, peralatan,

proses, bahan, fasilitas dan lingkungan dengan pola penerapan prinsip manajemen yaitu

planning, do, check, dan improvement.

3.3 Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performa) setiap pekerja merupakan resulatan dari tiga komponen kesehatan

kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja yang dapat menjadi beban

tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka dapat dicapai suatu

derajat kesehatan kerja yang optimal dan meningkatkan produktivitas. Sebaliknya bila

terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit

ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.

3.3.1. Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan.

Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang

kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekuramgan zat besi tanpa anemia.

Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan

Page 21: Plant Survey Debu

produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja

yang ada sebagian besar masih diisi oleh pekerja yang mempunyai banyak keterbatasan,

sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama

menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

3.3.2. Beban Kerja

Pola kerja yang berubah – ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat

terjadinya perubahan pada bioritmik ( irama tubuh ). Faktor lain yang turut memperberat

beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan social bagi pekerja yang masih relative

rendah, hingga pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secar berlebihan. Beban psikis ini

dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stress.

3.3.3. Lingkungan Kerja

Lingkunagan Kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan

kerja, dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja ( Occupational Accident), Penyakit A kibat K

erja dan Pernyakit Akibat Hubungan Kerja ( Occupational Disease & Work Related

Diseases).

3.3.3.1. Lingkungan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang Ditimbulkan

Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh

pemajanan dilingkungan kerja.Untuk mengatasi permasalahan ini maka langkah awal yang

penting adalah identifikasi bahaya yang timbul, kemudian dievaluasi, dan dilakukan

pengendalian. Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkunagan

kerja ditempuh tiga langkah utama, yakni :

1. Pengenalan lingkungan kerja .

Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal (

walk through inspection) , dan ini merupakan langkah dasar yang pertama-tama dilakukan

dalam upaya kesehatan kerja.

2. Evaluasi lingkungan kerja.

Merupakan tahap penilaian larakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang

mungkin timbul sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi

permasalahan.

Page 22: Plant Survey Debu

3. Pengendalian lingkungan kerja.

Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan

yang berbahaya di lingkungan kerja. Ada dua jenis pengendalian lingkungan kerja, yaitu

pengendalian lingkungan ( enviromental Control Measures) berupa penggunan alat

pelindung perorangan, pembatas waktu lamanya pekerja terpajan terhadap bahaya

potensial, serta keberhasilan perorangan dan pakaiannya.

3.4 Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar

3.4.1 Pengertian

Pelayanan kesehatan kerja dasar adalah upaya pelayanan yang diberikan pada masyarakat

pekerja secra minimal dan paripurna oleh institusi pelayanan kesehatan kerja dasar.

3.4.2 Tujuan

Tujuan diselenggarakan pelayanan kesehatan kerja dasar pada masyarakat pekerja adalah

untuk menigkatkan produktivitas kerja masyarakat pekerja, dan terciptanya kondisi kerja

yang aman, sehat dan produktif tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat

sekelilingnya.

3.4.3 Ruang Lingkup

Pelayanan kesehatan kerja dasar mencakup upaya pelayanan paripurna (peningkatan

kesehatan kerja, pencegahan dan penyembuhan PAK & PAHK serta pemulihan PAK &

PAHK) yang meliputi :

1. Pemeriksaan dan seleksi kesehatan calon pekerja

2. Peningkatan mutu dan kondisi tempat kerja

3. Penyerasian kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja

4. Pemeliharaan kesehatan , konseling dan rehabilitasi medis

5. Pembentukan dan pembinaan partisipasi masyarakat pekerja dalam pelayanan kesehatan

kerja.

3.4.4 Insitusi Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar

Suatu lembaga yang terlibat dalam memberkan pelayanan kesehatan kerja dasar yang

meliputi : Pos UKK, Poliklinik Perusahaan dan Puskesmas. Poliklinik Perusahaan

Page 23: Plant Survey Debu

merupakan bagian yang sangat penting karena secara structural merupakan bagian dari

perusahaan dan bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan dan Puskesmas.

3.4.5 Jenis Pelayanan Kesehatan Kerja

Jenis pelayananan Kesehatan Kerja dan pelayanan minimal yang diberikan dapat

dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Pelayananan minimal kesehatan kerja

Jenis Pelayananan Pelayanan Minimal Kesehatan Kerja

Promotif Konsultasi

Penyuluhan tentang SOP kerja, risiko pekerjaan dan

pencegahannya, hygiene, dan pemakaian APD.

Prilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam bekerja

Inventarisasi pekerjaan agar dapat mengetahui ridiko yang

mungkin timbul

Memberikan masukan tentang kesehatan kerja pada manajemen

Promosi kesehatan umum

Sanitasi industry, good house keeping dan potensi risiko di tempat

kerja

Identifikasi, penillaian dan control terhadap risiko

Pelatihan P3K

Pencatatan dan pelaporan

Jenis Pelayanan Pelayanan Minimal Kesehatan Kerja

Preventif Identifikasi dan pengukuran potensi risiko kesehatan di tempat

kerja

Merekonebdasikan perbaikan lingkungan kerja

Penyediaan contoh dan penggunaan APD

Pemeriksaan kesehatan : sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan

pemerikasaan khusus

Prosedur tanggap darurat

Pemantauan kondisi tempat kerja

Surveilans PAK, PAHK, KK dan penyakit umum

Pemeriksaan kualitas air minum dan kebersihan kantin

Pencatatan dan pelaporan

Kuratif Penyakit umum, PAK, PAHK, dan KK

Page 24: Plant Survey Debu

Klinik gawat darurat

Deteksi dini PAK, PAHK, dan KK

Melakukan upaya rujukan

Pencatatan dan pelaporan

Rehabilitatif Melakukan evaluasi tingkat kecacatan pekerja

Rekomendasi terhadap penempatan kembali pekerja susai

kemampuannya

Pencatatan dan pelaporan

3.5 Manajemen Risiko

Penerapan Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di tempat kerja merupakan upaya

utama dalam mewujudkan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat serta melindungi

dan meningkatkan pemberdayaan pekerja yang sehat, selamat dan berkinerja tinggi dalam

aspek higiene perusahaan, ergonomi, kesehatan dan keselamatan kerja, bukan merupakan

cara yang tepat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya akibat negatif di tempat kerja.

Berkaitan dengan uraian diatas, strategi penerapan manajemen risiko sesungguhnya

sangat dibutuhkan dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan suatu organisasi.

Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi atau

perusahaan misalnya:

a. Mengabaikan risiko sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar kendali

manajemen. Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak tepat, karena tidak

semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi / perusahaan.

b. Menghindari semua kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini

merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas ditempat

kerja sampai tingkat tertentu selalu mengandung risiko.

c. Menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang dihadapi

sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan melalui suatu pemikiran

positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau imbalan hasil yang tinggi pula.

Pada prinsipnya manajemen risiko merupakan upaya mengurangi dampak negatif

risiko yang mengakibatkan kerugian pada asset organisasi baik berupa manusia, material,

mesin, metoda, hasil produksi maupun finansial. Secara sistematik dilakukan pengendalian

potensi bahaya serta risiko dalam proses produksi melalui aktivitas :

a. Identifikasi potensi bahaya

b. Penilaian risiko sebagai akibat manifestasi potensi bahaya

Page 25: Plant Survey Debu

c. Penentuan cara pengendalian untuk mencegah atau mengurangi kerugian

d. Penerapan teknologi pengendalian

e. Pemantauan dan pengkajian selanjutnya

3.6 Potensi Bahaya dan Risiko

Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai

kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda maupun lingkungan.

Ditempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat keselamatan

dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa :

1. Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu.

2. Faktor kimia : solven, gas, uap, asap, logam berat.

3. Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus.

4. Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja.

5. Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan.

6. Listrik dan sumber energi lainnya.

7. Mesin, peralatan kerja, pesawat.

8. Kebakaran, peledakan, kebocoran.

9. Tata rumah tangga (house keeping).

10. Sistem Manajemen peusahaan.

11. Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi.

Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang

mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara

pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai

ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya

dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana

atau kerugian lainnya.

Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :

1. Menentukan personil penilai

Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain

diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun

kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang

luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.

Page 26: Plant Survey Debu

2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai

Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen,

jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu

dalam sistematika kerja penilai.

3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja

Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang

bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip

utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik

mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja,

teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.

4. Identifikasi potensi bahaya

Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,

misalnya melalui :

a. Inspeksi/survei tempat kerja rutin.

b. Informasi mengenai data kecelakaan kerja dan penyakit serta absensi.

c. Laporan dari Panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) atau

supervisor atau keluhan pekerja.

d. Lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet), dan lain sebagainya.

Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk

memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi

bahaya tersebut menjadi suatu risiko.

5. Mencari informasi / data potensi bahaya

Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS,

petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.

6. Analisis Risiko

Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan,

frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko

tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat

juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.

7. Evaluasi risiko

Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang

sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko,

dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali

dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.

Page 27: Plant Survey Debu

8. Menentukan langkah pengendalian

Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi

kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah

pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :

a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering

control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.

b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman

berkaitan dengan risiko

c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.

d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian

kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.

e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama

sesuai dengan kebutuhan.

9. Menyusun pencatatan / pelaporan

Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun

sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai

dengan kondisi yang ada.

10. Mengkaji ulang penelitian

Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat

perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru

dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

3.7. Potensi Bahaya dan Resiko Terhadap Debu

3.7.1. Definisi Debu

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di

udara (Suspended Particulate Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500

mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (indoor and out

door pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk

menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan

kesehatan kerja.

Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Deposit Particulate Matter

Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara. Partikel

ini akan segera mengendap karena daya tarik bumi.

Page 28: Plant Survey Debu

2. Suspended Particulate Matter

Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah

mengendap. (Pudjiastuti, 2002).

Debu terdiri dari 2 golongan, yaitu padat dan cair. Debu yang terdiri atas partikel-partikel

padat dapat menjadi 3 macam :

a. Dust

Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar.

Debu yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan,

umumnya lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru

b. Fumes

Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari

bentuk gas, biasannya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan lain-lain dan

biasanya disertai dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam

(Cadmium) dan timbal ( Plumbum).

c. Smoke

Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna

dan berukuran sekitar 0,5 mikron.

3.7.2. Sifat-sifat Debu

Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan

turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal

dari bahan baku atau hasil produksi (Depkes RI, 1990). Sifat-sifat debu adalah sebagai

berikut :

1. Sifat Pengendapan yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi

bumi.

2. Permukaan cenderung selalu bersih disebabkan karena permukaannya selalu dilapisi oleh

lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu

di tempat kerja.

3. Sifat Penggumpalan. Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu

basah maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan.

Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah

debu membentuk gumpalan.

Page 29: Plant Survey Debu

4. Debu Listrik Statik. Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain

yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya

penggumpalan.

5. Sifat Opsis. Opsis adalah partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar

yang dapat terlihat dalam kamar gelap.

Partikel debu melayang (Suspended Particulated Matter) adalah suatu kumpulan

senyawa dan bentuk padatan maupun cair yang tersebar di udara dengan diameter yang

sangat kecil, kurang dari 1 mikron sampai maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang

membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel

debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan

melayang-layang dan dapat masuk melalui saluran pernafasan. Konsentrasi debu dengan

ukuran 5 mikron akan dikeluarkan seluruhnya bila jumlah yang masuk ke saluran nafas

kurang dari 10 partikel, sedangkan seluruhnya bila yang masuk 1.000 partikel maka 10% dari

jumlah tersebut akan ditimbun di dalam jaringan paru (WHO, 1990).

Debu yang berukuran antara 5 – 10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun

pada saluran nafas bagian atas; yang berukuran antara 3 – 5 mikron tertahan dan tertimbun

pada saluran nafas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1 – 3 mikron disebut debu respirabel

merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bronkhiolus

terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah

mengendap di alveoli, debu yang ukurannya antara 0,1 – 0,5 mikron berdifusi dengan gerak

Brown keluar masuk alveoli; bila membentur alveoli ia dapat tertimbun disitu. Meskipun

batas debu respirabel adalah 5 mikron, tetapi debu dengan ukuran 5 – 10 mikron dengan

kadar berbeda dapat masuk ke dalam alveoli. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan

dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara. Bila

jumlahnya 1.000 partikel per milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan ditimbun

dalam paru (WHO, 1990).

3.7.3. Jenis debu

Menurut macamnya, debu diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu :

1. Debu organik adalah debu yang berasal dari makhluk hidup (debu kapas, debu daun-

daunan, tembakau dan sebagainya).

2. Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd,

dan Arsen).

Page 30: Plant Survey Debu

3. Debu mineral ialah debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks ( SiO2, SiO3,

dan lain-lain).

Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu fisik (debu tanah,

batu, dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik), dan debu biologis (virus,

bakteri, kista), debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif

(uranium, tutonium), debu inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain).

3.7.4. Pengaruh Partikel Debu Terhadap Pernapasan

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran

pernafasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut:

1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat

menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.

2. Partikel diameter 0,5 – 5,0 mikron terkumpul di paru – paru hingga alveoli, ini dapat

menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma.

3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.

Gambar 1 Saluran pernafasan

Page 31: Plant Survey Debu

3.7.5. Pengendalian Debu

Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu pencegahan

terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap manusia yang terkena

dampak.

1. Pencegahan Terhadap Sumbernya

Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain dengan mengisolasi

sumber agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan ‘Local Exhauster’ atau

dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.

2. Pencegahan Terhadap Transmisi

a. Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling).

b. Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum.

3. Pencegahan terhadap Tenaga Kerja

Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker, sarung

tangan.

3.7.6. Dampak Pencemaran Udara Oleh Debu

Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan

gangguan sebagai berikut:

1. Gangguan aestetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna

bangunan dan pengotoran.

2. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori pori tumbuhan

sehingga mengganggu jalannya fotosintesis.

3. Merubah iklim global regional maupun internasional.

4. Menganggu perhubungan/ penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosial

ekonomi di masyarakat.

5. Menganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan

pernafasan dan kanker pada paru-paru.

Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada: solubity (mudah larut), komposisi

kimia, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu.

3.7.7. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru

Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai faktor antara

lain :

Page 32: Plant Survey Debu

1. Faktor debu itu sendiri yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi,

lama perjalanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor

yang menyebabkan timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel,

konsentrasi partikel, lama pajanan, dan kerentanan individu.

2. Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu

tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan

memiliki resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang

mengandung debu akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama

gangguan saluran pernafasan.

Page 33: Plant Survey Debu

3. Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap

gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat

memburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam

Rosbinawati (2002), mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan

paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam

tubuh. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara umur dengan gejala pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan

kejadian penyakit dan gangguan kesehatan.

Page 34: Plant Survey Debu

4. Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap

bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang

dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol.

5. Riwayat merokok merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan,

karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa

saluran napas. (Antaruddin, 2003).

6. Riwayat penyakit penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus

timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan

mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau

sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko

timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu.

3.8. Jenis Penyakit Akibat Kerja

Gejala penyakit akibat masuknya debu ke paru antara lain batuk disertai bersin, pilek

dan berlendir sebagai reaksi tubuh serta sesak nafas. Otot polos sekitar saluran nafas

terangsang dan menimbulkan penyempitan. Semakin lama seorang pekerja pada lingkungan

kerja debu, endapan debu di paru semakin tinggi. Gangguan fungsi paru menjadi lebih tinggi

bila pekerja merokok. Keadaan menjadi lebih buruk bila ventilasi udara kurang baik,

disamping daya tahan tubuh dan gizi yang kurang, tidur kurang dari 8 jam perhari dan adanya

penyakit lain.

Pneumoconiosis adalah kondisi pada paru yang merupakan hasil pengumpulan debu

mineral pada paru dan sebagai reaksi jaringan paru terhadap paparan debu. Paparan debu

kapas yang terjadi di perusahaan garmen disebut byssinosis. Sedang bila debu silica maka

disebut silicosis. Bila penyebabnya debu asbes disebut asbestosis. Jadi macam

pneumoconiosis tergantung jenis debu yang terhirup.

Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (Silikosis,

antrakosilikosis, asbestosis) Gejala penyakit ini berupa sakit paru paru, namun berbeda

dengan penyakit TBC paru.

Silikosis adalah penyakit yang paling penting dari golongan penyakit

Pneumokonioses. Penyebabnya adalah silika bebas (SiO2) yang terdapat dalam debu yang

dihirup waktu bernafas dan ditimbun dalam paru paru dengan masa inkubasi 2-4 tahun.

Pekerja yang sering terkena penyakit ini umumnya yang bekerja di perusahaan yang

menghasilkan batu-batu untuk bangunan seperti granit, keramik, tambang timah putih,

Page 35: Plant Survey Debu

tambang besi, tambang batu bara, dan lain lain.Gejala penyakit ini dapat dibedakan pada

tingkat ringan sedang dan berat.

Pada tingkat Ringan ditandai dengan batuk kering, pengembangan paru-paru.Pada

tingkat sedang terjadi sesak nafas tidak jarang bronchial, ronchi terdapat basis paru paru.

Pada tingkat berat terjadi sesak napas mengakibatkan cacat total, hypertofi jantung kanan,

kegagalan jantung kanan.

Anthrakosilikosis ialah pneumokomiosis yang disebabkan oleh silika bebas bersama

debu arang batu. Penyakit ini mungkin ditemukan pada tambang batu bara atau karyawan

industri yang menggunakan bahan batu bara jenis lain. Gejala penyakit ini berupa sesak

nafas, bronchitis chronis batuk dengan dahak hitam (Melanophtys).

Asbestosis adalah jenis pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu asbes dengan

masa latennya 10-20 tahun. Gejala yang timbul berupa sesak nafas, batuk berdahak/riak

terdengan rhonchi di basis paru, cyanosis terlihat bibir biru. Gambar radiologi menunjukan

adanya titik titik halus yang disebut “Iground glass appearance”, batas jantung dengan

diafragma tidak jelas seperti ada duri duri landak sekitar jantung (Percupine hearth), jika

sudah lama terlihat penumpukan kapur pada jaringan ikat.

Berryliosis, Penyebabnya adalah debu yang mengandung Berrylium, terdapat pada

pekerja pembuat aliasi berrylium tembaga, pada pembuatan tabung radio, pembuatan tabung

Fluorescen pengguna sebagai tenaga atom.

Byssinosis disebabkan oleh debu kapas atau sejenisnya dikenal dengan : Monday

Morning Syndroma”atau”Monday Fightnesí” Sebag gejala timbul setelah hari kerja sesudah

libur, terasa demam, lemah badan, sesak nafas, baruk-batuk, “Vital Capacity” jelas menurun

setelah 5-10 tahun bekerja dengan debu.

Stannosis Penyebab debu bijih timah putih (SnO) sedangkan Siderosis disebabkan

oleh debu yang mengandung (Fe202).

3.9. Pengendalian/Pencegahan

Untuk mencegahnya, pekerja yang terpapar debu harus memakai masker. Sedang bila

paparan debu bahan kimia berbahaya diperlukan penggunaan respirator dengan atau tanpa

cartridge. Untuk perusahaan garmen, alat pelindung diri yang perlu dipakai adalah masker

biasa. Untuk para pekerja, termasuk yang terpapar debu harus diperiksa kesehatan secara

berkala dan khusus. Untuk pengguna respirator khusus pemeriksaan fungsi paru (spirometri)

menjadi keharusan guna selalu memberikan kesehatan paru yang setinggi-tingginya

disamping pekerja mengelola hidup dengan lifestyle yang baik.

Page 36: Plant Survey Debu

Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain :

a. Isolasi sumber agar tidak mngeluarkan debu di ruang kerja dengan “ Local Exhauster”atau

dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.

b. Subtitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu.

Pencegahan terhadap transmisi, yaitu :

(a) Memakai metoda basah yaitu, penyiraman lantai, pengeboran basah, (wet drilling).

(b) Dengan alat (scrubber, elektropresipitator, ventilasi umum).

Pencegahan terhap tenaga kerjanya antara lain dapat menggunakan Alat Pelindung

Diri (APD) yaitu dengan menggunakan masker.

Page 37: Plant Survey Debu

BAB IV

PEMBAHASAN

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul karena hubungannya dengan kerja

atau yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Menurut Keppres RI no 22 tahun

1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja terdapat 31 jenis penyakit. Secara

khusus terdapat 6 jenis penyakit yang mengenai paru tenaga kerja dalam peraturan tersebut.

Penyakit tersebut meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru & saluran napas oleh debu logam

berat, disebakan oleh debu kaps, vlas, henep dan sisal, Asma akibat kerja, Alveolitis alergika

akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma oleh asbes dan Penyakit infeksi oleh

virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.

Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2002,

penyakit paru akibat kerja di bidang industri merupakan penyakit akibat kerja nomor satu

yang dikaitkan dengan frekuensi, tingkat keparahan dan kemampuan pencegahannya.

Kejadian penyakit paru ini disebabkan oleh paparan iritasi atau bahan toksik yang dapat

menyebabkan gangguan pernapasan akut maupun kronis. Adanya kebiasaan merokok pada

pekerja akan semakin memperparah penyakit paru yang diderita. Penelitian tersebut

menemukan total pembiayaan kesehatan terhadap penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja

mencapai US$ 170 milyar per tahunnya.

Oleh karena itu perlunya aturan yang mengatur tentang kesehatan terutama bagi tenaga

kerja. Dimulai dari Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (yang

biasanya disingkat menjadi UU Kesehatan) antara lain mengatur hak dan kewajiban setiap

warga negara dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; tugas dan tanggung

jawab pemerintah; pelaksanaan upaya kesehatan yang harus secara menyeluruh (paripurna),

terpadu dan berkesinambungan melalui pendekatan peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Dalam pasal 23 UU Kesehatan

tersebut dinyatakan bahwa upaya kesehatan kerja merupakan salah satu dari 15 upaya

kesehatan, yang diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal sejalan

dengan perlindungan tenaga kerja. Upaya kesehatan kerja wajib dilakukan di setiap tempat

kerja, dan mencakup pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja serta

penerapan syarat – syarat kesehatan kerja. 2

Dari 11 (sebelas) proses pengerjaan industri, 10 diantaranya terpapar dengan hazard

(potensi bahaya) debu dan akibat yang ditimbulkan jika terpapar oleh hazard debu pada para

Page 38: Plant Survey Debu

pekerja industri PT. BBI adalah masalah kesehatan pada paru – paru. Paparan hazard debu

yang berlangsung lama secara terus – menerus terhadap para pekerja di industri garmen ini

dapat memicu gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan penurunan kinerja produktivitas

perusahaan.

4.1 PELAYANAN KESEHATAN

Dalam rangka mengatasi masalah kesehatan kerja, PT. BBI menyediakan sebuah poli

klinik di dalam lokasi yang berada di lantai 2. Beranggotakan 1 orang perawat untuk

menangani semua jenis penyakit baik yang bersifat biologis maupun fisik (kecelakaan) pada

seluruh karyawan PT. BBI. Dibantu oleh 3 orang yang bertugas sebagai petugas P3K. Yang

mana, ketiga orang ini bukanlah orang yang berlatar belakang pendidikan medis, namun

hanya karyawan biasa yang diberi pelatihan khusus oleh perawat untuk melakukan

pertolongan pertama bagi luka-luka dan masalah kesehatan akibat kecelakaan kerja.

Gambar 2 Poliklinik PT. BBI

Sedangkan untuk kotak P3K itu sendiri, tersebar diberbagai macam lokasi untuk

mempermudah pencapaian bila kecelakaan kerja terjadi. Jika terjadi kecelakaan dan

gangguan kesehatan saat bekerja pada seorang pekerja dan dianggap ringan maka pekerja

tersebut dapat melakukan pengobatan dini dengan menggunakan kotak P3K yang telah

tersedia tanpa perlu memanggil petugas P3K atau melakukan pengobatan ke poli klinik.

Namun, terkadang saat pekerja yang terkena kecelakaan saat bekerja dan mengalami

gangguan kesehatan sehingga membutuhkan bantuan petugas kesehatan namun tak tertangani

dengan baik karena ketidakhadiran petugas kesehatan, maka pekerja tersebut dapat

melakukan pengobatan dini secara mandiri melalui kotak P3K yang tersedia.

Page 39: Plant Survey Debu

Gambar 3 Lantai 2 PT. BBI

Idealnya, untuk perusahaan yang memiliki jumlah karyawan lebih dari 500 orang,

minimal harus mempunyai 1 orang dokter perusahaan yang selalu ada setiap hari dengan jam

kerja 6 jam/hari. Dokter perusahaan tersebut dibantu oleh sedikitnya 2 perawat yang selalu di

setiap hari jam kerja. Dan juga disetiap bagian-bagian produksi mempunyai kader-kader

kesehatan yang sudah terlatih sebagai perpanjangan tangan dokter. Untuk PT. BBI sendiri,

petugas pelayanan kesehatan yang terdapat adalah 1 orang dokter yang datang setiap 2 hari

sekali dan 1 orang perawat yang selalu ada setiap hari dengan 3 orang kader kesehatan yang

tidak berasal dari tiap-tiap bagian produksi.

Sedangkan untuk rujukan, perusahaan bekerjasama dengan RS Mediros dan RS. St.

Carolus sehingga jika pekerja berobat ke dua rumah sakit tersebut, biaya pengobatan pekerja

akan di tanggung oleh perusahaan sesuai dengan golongan / pangkat. Sementara jika pasien

dibawa ke RS lain seperti RS Persahabatan yang letaknya tidak jauh dari pabrik maka

penggantian biaya diberlakukan melalui sistem reimbursment yaitu biaya di tanggung dahulu

oleh karyawan, yang kemudian diganti oleh perusahaan.

Untuk pemeriksaan kesehatan karyawan, idealnya dilakukan setiap 1 bulan untuk

pemeriksaan rutin dan setiap 3 bulan untuk pemeriksaan yang membutuhkan bantuan alat

seperti audiometric, rontgen, dan lain sebagainya. Pada PT. BBI ini, walau sudah mempunyai

aturan pemeriksaan setiap bulan, namun dalam pelaksanaannya masih belum sempurna.

4.2 BAHAYA POTENSIAL DEBU

Ketika bernapas, udara yang mengadung debu masuk ke dalam paru-paru. Tidak

semua debu dapat tertimbun di dalam jaringan paru-paru, karena tergantung besarnya ukuran

debu tersebut. 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas, 3-5 mikron

akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah, 1-3 mikron sampai dipermukaan

alveoli, 0,5-0,1 mikron hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan

Page 40: Plant Survey Debu

vibrosis paru, 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli. Depkes mengisaratkan bahwa

ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron.

Menurut berbagai penelitian debu-debu tersebut tekontaminasi bakteri, bakteri

tersebut mengeluarkan endotoksin yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti

batuk, pilek, sesak napas, dll. Bakteri yang sering ditemukan adalah golongan enterobacter

aglomerans. Pernah pula ditemukan bakteri pseudomonas syringae, pseudomonas stuszeril.

Debu-debu kapas ini juga dapat menyebabkan teraktifasinya pelepasan histamin dalam tubuh.

Hal ini akan mengakibatkan ganguan berupa sesak napas.

Sesuai dengan undang-undang nomor 1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1 tentang memberi

alat-alat perlindungan diri pada para pekerja, mencegah dan mengendalikan timbul atau

menyebar luasnya suhu, asap, gas, hembusan angin, cuaca, debu, radiasi, suara, dan getaran,

serta mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja.

Maka semua perusahaan dan industri harus memberikan alat pelindung diri pada

setiap pekerjanya serta mencegah dan mengendalikan semua hazard yang ada di perusahaan

atau industri tersebut dan mencegah terjadinya penyakit yang di akibatkan oleh hazard.

Hazard di sini yaitu hazard debu yang sedang penulis teliti.

Melalui metode observasional deskriptif yang peneliti lakukan pada plant survei kali

ini. Peneliti mendapatkan bahaya potensial fisik organik yang di alami pekerja PT. BBI. Debu

organik tersebut sebagian besar berasal dari bahan baku yaitu debu kain.

Sama seperti industri lainnya, PT. BBI juga salah satu industri yang tak terhindarkan

dari hazard debu. Dari seluruh bagian-bagian produksi, hampir seluruhnya menjadi sumber

debu. Karena setiap bagian produksi berhubungan dengan kain yang merupakan sumber debu

Langkah pengendalian

1. Eliminasi

Untuk mengurangi kadar debu yang ada di dalam pabrik, pabrik harus memiliki

ventilasi yang baik Menurut keputusan mentri kesehatan republik indonesia nomor

1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran

dan industri syarat untuk ruangan kerja yang tidak ber AC harus memiliki lubang

ventilasi minimal 15% dari luas lantai dengan menerapkan sistem ventilasi silang. Untuk

lantai satu ventilasi kurang dari 15% luas lantai sedangkan untuk lantai dua ventilasi lebih

dari 15% luas lantai ditambah dengan pemasangan exhause fan. Di dalam pabrik PT.BBI

telah terpasang exhause fan dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantainya.

Namun hal ini masih dirasa kurang untuk lantai satu.

Page 41: Plant Survey Debu

2. Isolasi

Setelah dilakukan pengamatan terdapat beberapa bagian produksi yang lebih banyak

debu. yaitu inspeksi bahan, cutting, pembuatan manset dan interlining, sewing, dan

finishing. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan pemisahan bagian produksi yang terdapat

debu lebih banyak untuk mengisolasi debu. Dan untuk membersihkan lantai

menggunakan vacum cleaner. Di PT. BBI pembersihan lantai dibersihkan setiap hari

menggunakan vacum cleaner dan setelah itu lantai di pel.

Gambar 4 Denah PT. BBI

Poliklinik

Sew

ing

Sew

ing

Sew

ing

Finishing

PackingIroning

Quality control

Hasil produksi

Pembuatan pola

Inspeksi bahan

Cuting

Cuting

Num

bering

Inter lining dan pembuatan kerah

Lantai I

Sew

ing

Page 42: Plant Survey Debu

3. Alat perlindungan diri

Pihak PT. BBI telah menyediakan masker untuk para karyawannya. Tetapi masker

yang disediakan belum memenuhi syarat. Untuk pabrik yang belum diukur kadar

debunya semestinya menggunakan respirator sebenarnya di pabrik PT. BBI sudah

disediakan respirator tetapi jumlahnya belum memadai.

Gambar 5 APD masker

4. Administratif

Adanya tanda untuk menghindari daerah yang terdapat hazard tanpa alat

pelindung diri dan adanya prosedur cara pemakaian alat pelindung diri yang

dibutuhkan untuk area tersebut mutlak harus dimiliki oleh perusahaan. Untuk hal ini

PT. BBI telah membuat tanda bahaya dan tata cara mengenakan alat pelindung diri

tetapi tetap ada pekerja yang tidak mematuhi peraturan tersebut

5. Untuk para pekerja

Pemeriksaan kesehatan sebelum penerimaan dan adanya pelatihan tetang bahaya

hazard dan pentingnya penggunaan alat pelindung diri dengan baik dan benar,

pemeriksaan rutin setelah pekerja dipekerjakan oleh perusahaan, dan pemeriksaan

khusus bila dipeerlukan. Dan bila ada pekerja yang telah menderita penyakit akibat

hazard tersebut pekerja dipindah tempatkan ke bagian produksi yang lain. Hal ini

Page 43: Plant Survey Debu

telah dilaksanakan oleh PT.BBI tetapi untuk pelatihan pentingnya penggunaan alat

pelindung diri dengan baik dan benar belum maksimal karena masih ada pekerja yang

tidak menggunakan alat pelindung diri.

Page 44: Plant Survey Debu

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk kecelakaan kerja paling banyak adalah tergunting. Bagian tubuh yang sering terkena adalah jari tangan. Dan bagian produksi yang sering mengalami kecelakaan tergunting adalah proses cutting yang menggunakan gunting secara manual. Pencegahan yang dilakukan selama ini belum ada, karyawan tak menggunakan pelindung jari saat proses menggunting. Menurut kepala bagian, pelindung tangan untuk proses manual tidak disediakan. Pelindung tangan hanya disediakan untuk proses dengan menggunakan mesin.

Gambar 6 Pekerja di lantai 1 PT. BBI

Sedangkan untuk jenis kecelakaan kedua terbanyak adalah tertusuk jarum. Bagian tubuh

yang terkena biasanya jari dan bagian produksi yang sering mengalami adalah sewing.

Pencegahan yang dilakukan selama ini juga belum ada, karyawan tak menggunakan

pelindung jari saat proses memasukan jarum atau menjahit. Menurut kepala bagian, padahal

alat pelindungnya sudah disediakan walau dalam jumlah yang masih terbatas.

Gambar 7 Pekerja sewing di PT. BBI

Untuk kecelakaan kerja yang terbanyak nomor 3 adalah terkena setrika/ solder. Bagian

tubuh yang sering terkena adalah telapak tangan dan bagian produksi yang sering mengalami

Page 45: Plant Survey Debu

adalah bagian reksi. Selama ini pencegahan yang dilakukan sudah ada dan menurut kepala

bagian pelindung tangan seperti sarung tangan memang disediakan tapi kebanyakan para

karyawan tidak mengenakannya.

Gambar 8 Pekerjaan ironing

Sedangkan untuk nomor 4 dan 5 adalah tangan terjepit mesin dan tangan tertusuk obeng.

Bagian poduksi yang sering mengalami adalah bagian interlining dan bagian perbaikan

mesin.

Gambar 9 Pekerjaan pressing

Untuk jenis penyakitnya sendiri, batu/pilek dan Alergi menempati urutan nomor 1 dan 2

dalam penyakit yang sering mengenai karyawan. Dilihat dari korelasi antara indutri pakaian

yang sarat akan debu, maka wajar saja apabila 2 penyakit tersebut paling banyak dialami oleh

karyawan. Untuk urutan momor 3 ditempati oleh penyakit pusing. Mungkin pusing yang

dialami oleh karyawan dapat disebabkan oleh hazard bising yang selalu terdengar terus-

menerus selama mereka bekerja. Sedangkan untuk nomor 4, ditempati oleh penyakit pegal

dan maag. Penyakit pegal mungkin disebabkan oleh posisi sewaktu bekerja yang tidak

nyaman atau pekerjaan yang repetitif.

Page 46: Plant Survey Debu
Page 47: Plant Survey Debu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. PT. Bina Busana Internusa (PT. BBI) adalah perusahaan nasional yang bergerak dalam

bisnis pakaian dan berpengalaman lebih dari 10 tahun.

2. Alur produksi dari PT. Bina Busana Interusa meliputi pembuatan sampel, pemesanan

bahan, inspeksi bahan, proses pembuatan pola, cutting, proses pembuatan manset dan

interlining, proses sewing, proses finishing dengan mesin kebut, proses ironing, proses

packing, dan quality control.

3. Hazard debu yang membahayakan kesehatan umum adalah debu yang ukurannya berkisar

antara 0,1 mikron sampai 10 mikron.

4. Konsentrasi debu dengan ukuran 5 mikron akan dikeluarkan seluruhnya bila jumlah yang

masuk ke saluran nafas kurang dari 10 partikel, bila masuk 1.000 partikel maka 10% dari

jumlah tersebut akan ditimbun di dalam jaringan paru.

5. Masalah yang timbul adalah untuk lantai satu ventilasi kurang dari 15% luas lantai

walaupun dengan penambahan exhause fan.

6. Sudah disediakannya masker untuk karyawan akan tetapi masker yang disediakan belum

memenuhi syarat dikarenakan untuk pabrik yang belum diukur kadar debunya semestinya

menggunakan respirator yang sebenarnya dengan jumlah yang memadai.

7. Pada dasarnya pengendalian hazard debu dapat dilakukan terhadap sumbernya,

perjalanannya dan penerimanya, selaian itu dapat juga dengan melakukan pengendalian

secara teknis, pengendalian secara administratif, dan langkah terahir adalah dengan

menggunakan alat pelindung diri.

8. Pencegahan penyakit pernafasan akibat debu di tempat kerja dapat dilakukan dengan

pemeriksaan kesehatan sebelum penerimaan dan adanya pelatihan tetang bahaya hazard

dan pentingnya penggunaan alat pelindung diri dengan baik dan benar, pemeriksaan rutin

setelah pekerja dipekerjakan oleh perusahaan, dan pemeriksaan khusus bila diperlukan.

Hal ini telah dilaksanakan oleh PT.BBI akan tetapi belum maksimal karena masih ada

pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri.

9. Di klinik PT. BBI hanya terdapat 1 orang perawat beserta 3 orang kader kesehatan yang

membantu, tidak ada dokter umum.

Page 48: Plant Survey Debu

5.2. Saran

1. Untuk meminimalisir resiko kerja, perusahaan PT. BBI hendaknya menambah alat

pelindung diri bagi karyawannya, terutama alat pelindung tangan, karena resiko kerja

pada tangan cukup besar prevalensinya. Pihak perusahaan juga senantiasa mengingatkan

dan memberi motivasi bagi karyawannnya untuk senantiasa menjaga kesehatannya

dengan selalu menggunakan alat pelindung diri setiap saat bekerja.

2. Sebagai perusahaan yang tergolong besar dengan karyawan yang berjumlah lebih dari

500 orang, idealnya perusahaan menyediakan setidaknya 1 dokter perusahaan yang selalu

ada setiap hari dengan jam kerja 6 jam/hari. Dokter perusahaan tersebut dibantu oleh

sedikitnya 2 perawat yang juga selalu ada setiap harinya. Dan juga disetiap bagian-bagian

produksi mempunyai kader-kader kesehatan yang sudah terlatih sebagai perpanjangan

tangan dokter.

3. Untuk pemeriksaan kesehatan karyawan, idealnya dilakukan setiap 1 bulan untuk pemeriksaan

rutin dan setiap 3 bulan untuk pemeriksaan yang membutuhkan bantuan alat seperti audiometric,

rontgen, dan lain sebagainya.

4. Perusahaan melakukan tindakan pengendalian atau Pengontrolan debu di ruang kerja

berdasarkan sumber dan tempatnya. Serta memperhatikan ventilasi udara yang masih kurang

memadai.

5. Perusahaan melakukan pengendalian terhadap mesin-mesin, tidak hanya mengendalikan dengan

memperbaiki mesin-mesin dikala rusak saja.

6. Menata ruangan dengan sebaik-baiknya, untuk menghindari resiko kerja yang berlebihan,

misalnya paparan bising, dan pengapnya udara jika satu ruangan dipakai untuk beberapa fungsi

pekerjaan.

Page 49: Plant Survey Debu

DAFTAR PUSTAKA

1 Yunus, Faisal. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan Pengendaliannya. Diunduh dari : http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.pdf/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.html. Cermin Dunia Kedokteran No. 115, 1997

2 Departemen Kesehatan RI. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Diunduh dari : http://www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF

3 RSUD Kota Prabumulih. Bahaya Debu Bagi Kesehatan Pernapasan. Diunduh dari : http://www.rs-prabumulih.org/index.php/arsip/artikel-kesehatan/240-bahaya-debu-bagi-kesehatan-pernapasan. 1 Nopember 2010

4 http://www.smallcrab.com/kesehatan/520-5-macam-penyakit-akibat-pencemaran-partikel-debu-di-udara

5 Pusat Kesehatan Kerja. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pelayanan LINEN di Rumah Sakit. Diunduh dari : www.depkes.go.id/index.php. 31 Agustus 2007

6 Jamaludin. Budaya Keselamatan, Dimulai Dari yang Kecil. Diunduh dari : www.sinarharapan.co.id. 31 Agustus 2007

7 Roslan R. Kesehatan Kerja dan Dampaknya terhadap Dunia Industri dan Produktivitas Pekerja. Diunduh dari : www.bppsdmk.depkes.go.id. 31 Agustus 2007

8 Departemen Kesehatan RI. Peningkatan Produktivitas Kerja melalui Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Diunduh dari : www.bppsdmk.depkes.go.id. 31 Agustus 2007

9 Pudjiastuti W. Debu sebagai Bahan Pencemar yang Membahayakan Kesehatan Kerja. Diunduh dari : www.depkes.go.id/downloads/debu.pdf. 2002

10 SNI. Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja. Diunduh dari : www.bsn.or.id/SNI/download/debu.pdf. 31 Agustus 2007