pengaruh csr terhadap erc

25
JUDUL : PENGARUH IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSBILITY (CSR) DAN EARNING RESPONSE COEFFICIENT (ERC) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PERTUMBUHAN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERATING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya tujuan utama yang ingin dicapai oleh semua perusahaan adalah bagaimana perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya untuk kepentingan para pemilik modal. Keberpihakan perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat (sosial) secara tidak terkendali dalam aktivitas bisnisnya sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Hal ini disebabkan oleh keberlangsungan dari suatu perusahaan yang tergantung kepada kemampuannya dalam menghasilkan laba atau keuntungan. Hal ini dapat dilihat dalam kajian Wibisono (2007), menurutnya pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan belaka. Begitu pula yang terjadi di Indonesia, banyak perusahaan yang hanya berorientasi pada maksimalisasi laba untuk menunjukkan kinerjanya dan mengabaikan dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan. Hal tersebut kemudian merugikan masyarakat. Telah

Upload: fourthyna

Post on 23-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Pengaruh CSR dan ERC terhadap nilai perusahaan dengan pertumbuhan laba sebagai variabel moderasi

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh CSR terhadap ERC

JUDUL : PENGARUH IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSBILITY (CSR) DAN EARNING RESPONSE COEFFICIENT (ERC) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PERTUMBUHAN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERATING

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pada dasarnya tujuan utama yang ingin dicapai oleh semua perusahaan adalah bagaimana

perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya untuk kepentingan para

pemilik modal. Keberpihakan perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan

melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat (sosial) secara tidak terkendali

dalam aktivitas bisnisnya sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada

akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Hal ini disebabkan oleh keberlangsungan dari suatu

perusahaan yang tergantung kepada kemampuannya dalam menghasilkan laba atau keuntungan.

Hal ini dapat dilihat dalam kajian Wibisono (2007), menurutnya pada saat industri berkembang

setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai

organisasi yang mencari keuntungan belaka.

Begitu pula yang terjadi di Indonesia, banyak perusahaan yang hanya berorientasi pada

maksimalisasi laba untuk menunjukkan kinerjanya dan mengabaikan dampak sosial dan lingkungan

yang ditimbulkan oleh perusahaan. Hal tersebut kemudian merugikan masyarakat. Telah banyak

terjadi kasus-kasus yang terkait akan pencemaran lingkungan, yang memberi dampak terhadap

lingkungan sekitar, baik secara ekonomi maupun secara sosial. Kasus - kasus seperti banjir lumpur

panas Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur, pencemaran Teluk Buyat di Minahasa Selatan

oleh PT. Newmont Minahasa Raya, pembakaran hutan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit di

Sumatera dan Kalimantan, masalah pemberdayaan masyarakat suku di wilayah pertambangan

Freeport di Papua, dan konflik masyarakat Aceh dengan Exxon mobil yang mengelola gas bumi di

Arun membuat masyarakat selalu berpandangan negatif akan kegiatan operasional suatu entitas

bisnis (www.csrindonesia.com). Saat banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka

pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Karena

timbulnya isu – isu tersebut ,maka muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini.

Page 2: Pengaruh CSR terhadap ERC

Seiring dengan perkembangan waktu, perusahaan dituntut untuk bertanggung jawab secara

social, sehingga perusahaan – perusahaan menjadi lebih peka terhadap isu – isu yang berkaitan

dengan reputasi perusahaan di mata masyarakat.

Dengan latar belakang tersebutlah, dirumuskan suatu visi yang sama dalam dunia usaha yang

makin mengglobal dan mengarah pada liberalisasi untuk mewujudkan kebersamaan aturan bagi

tingkat kesejahteraan umat manusia yaitu konsep social sustainability sebagai tanggung jawab

perusahaan secara sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan menjalankan tanggung jawab

sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek demi

kepentingan manajemen saja, namun juga turut memberikan kontribusi bagi peningkatan

kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta lingkungan sekitar dalam jangka panjang.

Dalam perkembangan selanjutnya, menjadi suatu kewajiban moral bagi perusahaan untuk

melaksanakan tanggung jawab sosial yang dikenal dengan konsep Corporate Social

Responsibility (CSR). CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi

secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan

keluarganya, komunitas lokal, dan komunitas luas. Konsep CSR melibatkan tanggung jawab

kemitraan antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas masyarakat setempat yang bersifat aktif

dan dinamis.

Maka banyak perusahaan swasta kini mulai mengembangkan apa yang disebut CSR sebagai

salah satu kegiatan sosialnya. Di Indonesia, CSR merupakan salah satu kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas

(UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomer 40 Tahun 2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan

Terbatas menyatakan :

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan

sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

2. TJSL merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai

biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan

kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Page 3: Pengaruh CSR terhadap ERC

Sanksi pidana mengenai pelanggaran CSR pun terdapat didalam Undang- Undang Nomor 23

Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) Pasal 41 ayat (1) yang

menyatakan: “Barangsiapa yang melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang

mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana

penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah”. Selanjutnya,

Pasal 42 ayat (1) menyatakan: “Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan

yang mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana

penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah”

(www.hukumonline.com).

Dengan diterapkannya hukum tersebut di Indonesia, perusahaan khususnya perseroaan terbatas

yang bergerak di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam harus melaksanakan

tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat.. Sehingga melalui undang-undang ini, perusahaan

perusahaan wajib untuk melaksanakan CSR sebagai salah satu tanggung jawab kepada

masyarakat dan lingkungan.

Tetapi, Peraturan Pemerintah tersebut ternyata juga ditanggapi secara positif oleh perusahaan-

perusahaan di Indonesia. Menurut National Center for Sustainability Reporting (NCSR),

pelaksanaan CSR dilihat dari perkembangan pengungkapan CSR di Indonesia cukup baik.

Perkembangan jumlah perusahaan yang mengungkapkan laporan CSR di Indonesia (mengikuti

ISRA (Indonesia Sustainability Reporting Award)) dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1.1Perkembangan Jumlah Perusahaan yang Mengungkapkan CSR

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jumlah

Perusahaan

2 5 15 20 23 25 34 40 60

Kemudian banyak perusahaan yang mulai menyadari penerapan CSR sebagai salah satu strategi

bisnisnya. Dengan melakukan CSR secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan

rasa penerimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan. Kondisi seperti itulah yang pada

gilirannya dapat memberikan keuntungan ekonomi-bisnis kepada perusahaan yang bersangkutan

dan juga menjadi salah satu patokan perusahaan dalam melaksanakan CSR. CSR tidaklah harus

dipandang sebagai tuntutan represif dari masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha.

Page 4: Pengaruh CSR terhadap ERC

Menurut Smith (2003), penerapan CSR juga bisa berangkat dari secara internal dan

diklasifikasikan menjadi 2 motif yaitu, motif normatif (normative case) yang merujuk kepada

kepercayaan perusahaan tersebut bahwa CSR adalah suatu hal yang sudah seharusnya dilakukan

dan itu tindakan yang benar atau “it is the right thing to do”. Latar belakang motif ini adalah

teori kontrak sosial, yang menyatakan bahwa perusahaan hanya akan tetap eksis karena kerja

sama dan komitmen dari masyarakat. Jadi dapat dilihat timbal balik yang dapat diberikan

perusahaan dan masyarakat sehingga dapat berjalan harmonis. Motif kedua yang mendasari

penerapan CSR adalah motif bisnis (business case) yang merupakan motif yang tidak jauh dari

profit yang merupakan tujuan utama dari sebuah perusahaan. Maksudnya adalah tindakan

perusahaan mengapa menerapkan CSR adalah untuk menjaga keberlangsungan perusahaan itu

sendiri, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi keuntungan perusahaan itu sendiri

sebagai respons dilaksanakannya CSR.

Menurut Darwin (2004) dalam Rakhiemah dan Agustia (2009) perusahaan dapat memperoleh

banyak manfaat dari praktik dan pengungkapan CSR apabila dipraktekkan dengan sungguh-

sungguh, diantaranya : dapat mempererat komunikasi dengan stakeholders, meluruskan visi misi,

dan prinsip perusahaan terkait dengan praktik dan aktivitas bisnis internal perusahaan,

mendorong perbaikan perusahaan secara berkesinambungan sebagai wujud manajemen risiko

dan untuk melindungi reputasi, serta untuk meraih competitive advantage dalam hal modal,

tenaga kerja, supplier, dan pangsa pasar.

Kotler dkk (2005) juga menjelaskan bahwa terdapat banyak manfaat yang dapat diperoleh atas

aktivitas CSR. Adapun manfaat dari CSR tersebut adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan citra perusahaan.

2. Memperkuat brand positioning.

3. Meningkatkan penjualan dan market share.

4. Menurunkan biaya operasi.

5. Meningkatkan daya tarik perusahaan di mata para investor dan analisis keuangan.

Berdasarkan manfaat CSR tersebut, maka penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost,

melainkan investasi perusahaan (Erni, 2007 dalam Sutopoyudo, 2009). Melalui manfaat

penerapan CSR, perusahaan pun melakukan berbagai usaha sehingga dapat memaksimalkan

Page 5: Pengaruh CSR terhadap ERC

profitnya sebagai reaksi dari penerapan tersebut. Sehingga perusahaan akan dapat mencapai

konsep “win – win solution”, seiring dengan kewajibannya terhadap sosial dan juga untuk

mendapatkan keuntungan.

Salah satu manfaat yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam pelaksanaan CSR adalah

mempertahankan dan mendongkrak brand image perusahaan. Reputasi yang buruk atau

destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan. Begitupun sebaliknya, kontribusi positif

pasti juga akan mendongkrak reputasi dan image positif perusahaan . Hal inilah yang menjadi

modal non finansial bagi perusahaan bagi stakeholdernya yang menjadi nilai tambah bagi

perusahaan untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan.

Didukung dengan Susanto (2007) yang berpendapat dalam kajiannya menjelaskan bahwa CSR

akan meningkatkan citra perusahaan, yang dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan

reputasi perusahaan. Manakala terdapat pihak-pihak tertentu yang menuduh perusahaan

menjalankan perilaku serta praktik-praktik yang tidak pantas, masyarakat akan menunjukkan

pembelaannya. Senada dengan Susanto, Tunggal (2007), pelaksanaan tanggung jawab sosial

berupa kegiatan filantropi dan pengembangan komunitas umumnya dikemas untuk

mengupayakan citra positif. Bahkan keberhasilan CSR dapat ditujukan dalam corporate social

performance yang akan membentuk citra/reputasi perusahaan. Citra atau reputasi positif akan

menjadi aset yang sangat berharga dan sulit ditiru.

Dalam sebuah survey “the millenium poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics

International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader

Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk

opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan,

dampak terhadap lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan.

Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak menjalankan CSR adalah

ingin “menghukum” (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang

bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut. Hasil

survey tersebut menunjukkan bahwa implementasi CSR akan membentuk opini masyarakat

terhadap perusahaan. Opini konsumen mencerminkan citra perusahaan (Lii, 2012)

Page 6: Pengaruh CSR terhadap ERC

Citra perusahaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Terbukti dari sebuah studi yang

hasilnya dikutip oleh Raiborn et. al (2003) dalam Rahman (2004) menunjukkan bahwa 4 dari 5

orang Amerika Serikat mempertimbangkan faktor citra atau reputasi ketika membeli sebuah

produk. Studi yang sama menyatakan bahwa 70% investor mempertimbangkan faktor reputasi

juga ketika melakukan investasi, bahkan walaupun itu mengakibatkan berkurangnya financial

return. Seseorang yang mempunyai impresi dan kepercayaan tinggi terhadap suatu produk tidak

akan berpikir panjang untuk membeli dan menggunakan produk tersebut bahkan boleh jadi ia

akan menjadi pelanggan yang loyal. Kemampuan menjaga loyalitas pelanggan dan relasi bisnis,

mempertahankan atau bahkan meluaskan pangsa pasar, memenangkan suatu persaingan dan

mempertahankan posisi yang menguntungkan tergantung kepada citra produk atau perusahaan

yang melekat di pikiran pelanggan.

Dalam kajian Dewi (2007), dikatakan bahwa manfaat yang dapat dipetik dari akumulasi citra

perusahaan dalam kaitannya dengan pelanggan, diantaranya adalah terciptanya sikap positif

pelanggan terhadap perusahaan yang akhirnya akan bermuara pada kepuasan dan kesetiaan

pelanggan terhadap perusahaan. Dalam kajian Lii (2012) citra atau reputasi akan berpengaruh

positif terhadap loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan akan dipengaruhi oleh citra perusahaan

tersebut. Dalam kajian lain, Nguyen & Leblanc (2001) dalam Prasetya (2009) mengemukakan

bahwa citra perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan loyalitas pelanggan.

Sehingga, Corporate Social Responsibility sebagai suatu upaya perusahaan dalam membentuk

citra perushaan dapat digunakan sebagai alat marketing baru bagi perusahaan bila itu

dilaksanakan berkelanjutan. Dalam konteks komersialisasi suatu perusahaan dalam menjalankan

peran bisnisnya, aktivitas CSR dapat digali dalam bentuk social marketing perusahaan melalui

Public Relation untuk meningkatkan loyalitas pelanggan (Neni Yulianita, 2005), walaupun untuk

melaksanakan CSR berarti perusahaan akan mengeluarkan sejumlah biaya dan berpengaruh pada

laba perusahaan pada periode yang bersangkutan. Biaya pada akhirnya akan menjadi beban yang

mengurangi pendapatan sehingga laba yang didapat akan mengalami perubahan dan tingkat

profit perusahaan akan turun. Akan tetapi dengan melaksanakan CSR, citra perusahaan akan

semakin baik sehingga loyalitas konsumen makin tinggi. Seiring meningkatnya loyalitas

konsumen dalam waktu yang lama, maka penjualan perusahaan akan semakin membaik, dan

Page 7: Pengaruh CSR terhadap ERC

pada akhirnya dengan pelaksanaan CSR, diharapkan tingkat profitabilitas perusahaan juga

meningkat (Satyo, 2005 dalam Sutopoyudo, 2009).

Yanita Devy Fatmayanti (2012), dalam penelitiannya telah membuktikan statistik, bahwa biaya

CSR berpengaruh signifikan terhadap tingkat laba perusahaan. Penelitian tersebut telah

menjelaskan bahwa di dalam CSR terdapat unsur – unsur yang dapat mempengaruhi dalam

mengangkat kinerja perusahaan. Terbukti di Indonesia, beberapa perusahaan yang menerapkan

kegiatan CSR di lingkungan sosial dan masyarakat dapat meningkatkan laba perusahaan dari

biaya CSR yang dikeluarkan.

Menurut Zichlinsky et al., 2008, konsep CSR sebagai kegiatan marketing akan berpusat kepada

kebutuhan dari masyarakat dan shareholders. Konsep CSR-Minded Marketing Activity ini

dipercaya akan memberikan kontribusi kepada kesuksesan citra perusahaan, peningkatan

loyalitas konsumen, dan peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan akan berjalan seiring

dengan meningkatnya pertumbuhan laba dan tingkat profitabilitas , maka nilai perusahaan

semakin meningkat sebagai akibat dari para investor yang menanamkan sahamnya pada

perusahaan sebagai reaksi atas tingkat profitabilitas tersebut.

Maka, CSR mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Tujuan penelitian ini menunjukkan

bahwa besar kecilnya praktik CSR mempengaruhi peningkatan nilai perusahaan melalui

perubahan laba terkait jumlah penjualan yang mengalami peningkatan, sehingga dapat

mempengaruhi profitabilitas. Selanjutnya, pertumbuhan laba tersebut sebagai variabel

moderating digunakan dalam penelitian karena secara teoritis semakin tinggi pertumbuhan laba

yang dicapai perusahaan maka semakin kuat pula hubungan implementasi CSR dengan nilai

perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya

beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya.

Apabila perusahaan dapat memaksimalkan manfaat yang diterima maka akan timbul kepuasan

bagi stakeholder yang akan meningkatkan nilai perusahaan.

Selanjutnya, Samuel (2000) dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan bahwa enterprise

value (EV) atau dikenal juga sebagai nilai perusahaan (firm value) merupakan konsep penting

bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan.

Kemudian Wahyudi (2005) dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) juga menyebutkan bahwa nilai

Page 8: Pengaruh CSR terhadap ERC

perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar sebagai respon akan reaksi dan minat

investor terhadap perusahaan tersebut.

Sehingga, pada masa kini, kesadaran investor akan penerapan tanggung jawab sosial pun

semakin tinggi yang menyebabkan permintaan para investor akan laporan berkelanjutan, sebagai

media pelaporan CSR, terutama bagi para investor yang berminat untuk menanamkan modalnya

untuk mendanai usaha yang berwawasan sosial dan ramah lingkungan. Perubahan pola pikir para

shareholder ini serta keuntungan dari CSR ini pun pasti akan ditanggapi, karena hal ini pasti

menyebabkan suatu reaksi (baik positif maupun negatif) pasar yang akan mempengaruhi

kegiatan perusahaan yang bersangkutan.

Pelaporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan perseroan

terbatas di Indonesia telah diwajibkan juga melalui Pasal 66 Ayat 2 Undang-Undang No.40/

2007 tentang Perseroan Terbatas. Lalu diikuti dengan Bapepam-LK yang telah mengeluarkan

aturan yang mengharuskan emiten mengungkapkan pelaksanaan kegiatan Corporate Social

Responsibility (CSR) di dalam laporan tahunan perusahaan. Selain itu masyarakat dan investor

pun menjadi tekanan untuk mendorong perusahaan menerapkan laporan berkelanjutan baik

langsung kepada perusahaan maupun melalui pemerintah.

Meskipun belum bersifat wajib, tetapi dapat dikatakan bahwa hampir semua perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Jakarta sudah mengungkapkan informasi mengenai CSR dalam laporan

tahunannya dalam kadar yang beragam (Sayekti, 2006). Dari perspektif ekonomi, perusahaan

akan mengungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut akan meningkatkan nilai

perusahaan (Verecchia, 1983, dalam Basamalah et al, 2005). Dengan menerapkan CSR,

diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan

keuangannya dalam jangka panjang (Kiroyan, 2006). Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan

yang menerapkan CSR mengharapkan akan direspon positif oleh para pelaku pasar. Literatur

mengenai pengungkapan sukarela yang ada memberikan pemahaman bahwa pengungkapan

informasi tersebut digunakan dalam penilaian perusahaan dan corporate finance (Core, 2001).

Pengungkapan informasi tersebut berhubungan dengan reaksi investor terhadap perusahaan

tersebut.

Page 9: Pengaruh CSR terhadap ERC

Dalam penelitian ini, akan diukur bagaimana pengungkapan informasi sukarela, yaitu CSR-

Disclosure, yang mempengaruhi pertumbuhan laba, dapat mengukur informasi laba tersebut,

pengukuran ini menggunakan Earnings Response Coefficient (ERC) atau koefisien respon laba

yang merupakan proksi dari kualitas laba. Pengertian Koefisien Respon Laba (Earnings

Response Coefficient) menurut Cho dan Jung (1991) adalah sebagai berikut :

“ Koefisien Respon Laba didefinisikan sebagai efek setiap dolar unexpected earnings terhadap

return saham, dan biasanya diukur dengan slopa koefisien dalam regresi abnormal returns saham

dan unexpected earning.”

Penelitian tentang pertumbuhan laba dan koefisien respon laba telah dikemukakan oleh Collins

dan Kothari (1989). Pertumbuhan laba diukur dengan rasio nilai pasar terhadap nilai buku

ekuitas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan laba mempunyai hubungan

yang positif dengan koefisien respon laba. Collins dan Kothari (1989) menyatakan bahwa

kesempatan tumbuh berdampak pada laba masa depan dan begitu juga dengan ERC. Dengan kata

lain, semakin tinggi kesempatan suatu perusahaan untuk tumbuh maka akan semakin tinggi ERC.

Hal ini menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan mempunyai hubungan yang positif dengan

ERC.

Tetapi, hasil penelitian empiris mengenai hubungan antara pertumbuhan returns/earnings di

dalam laporan tahunan menunjukkan bahwa meskipun informasi laba digunakan oleh investor,

tetapi kegunaan dari informasi laba tersebut bagi investor sangat terbatas (Lev, 1989). Hal ini

ditunjukkan dengan lemahnya dan tidak stabilnya contemporaneous korelasi antara return saham

dan laba, dan juga rendahnya kontribusi laba untuk memprediksi harga dan return saham (Lev,

1989). Dalam tulisannya, Lev (1989) menyarankan agar penelitian pasar modal menguji peranan

dari pengukuran dalam penilaian aset, baik menyangkut aspek yang positif maupun yang

normatif. Lev (1989) menyarankan agar penelitian lebih ditujukan pada pemahaman investor atas

informasi yang terkandung dalam laporan keuangan (laporan tahunan) perusahaan, terkhususnya

terkait dengan penerapan dan pengungkapan CSR.

Model yang banyak digunakan hanya menghipotesakan pada hubungan antara variabel finansial

yang ‘generic’ (misalnya laba) dan nilai pasar, tetapi tidak memasukkan nature dari variabel

lainnya (Lev, 1989). Penelitian-penelitian selanjutnya sudah banyak yang menguji variabel-

Page 10: Pengaruh CSR terhadap ERC

variabel lain selain daripada laba, termasuk pengungkapan sukarela. Namun demikian, penelitian

ini memasukkan komponen pengungkapan informasi CSR belum banyak diteliti. Berdasarkan

hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari laba perusahaan sebagai

reaksi dari implementasi dan pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan terhadap

informativeness of earnings (yang dalam hal ini diukur dengan Earning Response Coefficient,

ERC) terhadap nilai perusahaan.

Gelb dan Zarowin dalam Adhariani (2005) telah menguji hubungan antara luas pengungkapan

sukarela, yaitu CSR-Disclosure dan keinformatifan harga saham menemukan bahwa future ERC

untuk perusahaan dengan luas pengungkapan sukarela yang tinggi secara signifikan lebih besar

daripada future ERC perusahaan dengan luas pengungkapan sukarela yang rendah. Gelb dan

Zarowin tidak secara khusus menguji hubungan antara luas pengungkapan sukarela dengan

current ERC, mereka menyatakan bahwa hubungan antara pengungkapan dan current ERC

mungkin positif atau negatif.

Diharapkan bahwa investor mempertimbangkan laba akuntasi sebagai akibat dari informasi CSR

yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan dalam pengambilan keputusan.

Pengungkapan informasi CSR diharapkan memberikan informasi tambahan kepada para investor

mengenai image perusahaan yang positif dan sustainability perusahaan. Dengan demikian,

penelitian ini membahas tentang pengaruh tingkat pengungkapan informasi CSR dalam

pertumbuhan laba dan ERC terhadap nilai perusahaan.

Dalam penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Widyastuti (2002) yang memprediksi luas

pengungkapan sukarela berpengaruh negatif terhadap ERC, namun tidak didukung oleh hasil

penelitian empirisnya yang justru menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan. Penelitian

ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social

Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan perusahan terhadap respon pasar terhadap laba

perusahaan (earning response coefficient, ERC) dengan pertumbuhan laba sebagai variable

moderating.

Penelitian ini menggunakan perusahaan di dalam sektor industri dasar dan kimia sebagai objek

penelitiannya. Sebuah penelitian yang dilakukan di tahun 2006 oleh Divisi Penelitian

Manajemen Lembaga Manajemen PPM di Indonesia menemukan fakta bahwa walaupun

Page 11: Pengaruh CSR terhadap ERC

konsumen menganggap kualitas atau merk suatu produk sebagai faktor yang paling penting,

konsumen mengganggap tanggung jawab sosial perusahaan sebagai faktor terpenting kedua. Hal

tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya pengungkapan CSR untuk kelangsungan usaha

perusahaan manufaktur.

Oleh karena itu, pada penelitian ini objek penelitian yang digunakan adalah kelompok

perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang listing di Bursa Efek Indonesia

periode tahun 2009-2014. Menurut UU No 40 Pasal 74 tahun 2007 perusahaan yang

menjalankan kegiatan usahanya dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib

melaksanakan CSR. Dengan demikian ada jenis - jenis usaha tertentu yang melakukan kegiatan

CSR bukan sebagai kegiatan yang sifatnya sukarela namun sebagai sebuah kewajiban.

Industri manufaktur adalah industri yang memiliki kaitan yang sangat erat dengan lingkungan

hidup sehingga diwajibkan untuk melakukan dan mengungkapkan mengenai kegiatan CSR.

Betapa tidak, suara - suara yang dihasilkan dari mesin-mesin produksi dapat berpotensi

menghasilkan pencemaran suara. Alat-alat transportasi yang digunakannya dapat berpotensi

menghasilkan pencemaran getaran dan debu. Pemakaian air tanah yang berlebihan, air buangan

yang belum memenuhi baku mutu, rembesan minyak/oli, kebocoran bahan bakar berpotensi

menghasilkan pencemaran air. Lalu gas-gas yang dihasilkan dapat berakibat pada pencemaran

udara bila tidak diperhatikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Galih Imamy Gunady (2006) telah membuktikan bahwa PT.

Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk, selaku produsen semen (subsector industri dasar dan kimia)

terbesar kedua di Indonesia, telah menimbulkan pencemaran lingkungan di dalam proses

produksinya. Kegiatan penambangan yang dilakukan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk

telah memberikan dampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di desa Lulut. Dampak

tersebut berupa perubahan lingkungan dan perubahan dalam aspek sosial ekonomi masyarakat.

Melalui penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa perubahan awal yang terjadi

setelah adanya penambangan, yaitu berupa polusi udara yang berasal dari debu-debu hasil

penambangan, kebisingan dan getaran – getaran akibat proses peledakkan. Yang selanjutnya

mengikuti adalah perubahan dalam aspek sosial ekonomi masyarakat, dimana terjadi peralihan

mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor di luar pertanian.

Page 12: Pengaruh CSR terhadap ERC

Alasan lain pemilihan perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia sebagai objek

penelitian adalah karena masih sedikit penelitian terdahulu yang menggunakan perusahaan

manufaktur sebagai objek penelitiannya terlebih pada perusahaan manufaktur sektor industri

dasar dan kimia. Pada penelitian terdahulu sering kali para peneliti sebelumnya menggunakan

perusahaan pertambangan sebagai objek penelitiannya.

Beberapa penelitian terdahulu telah mencoba untuk mengungkapkan aktivitas CSR sebagai

tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh secara positif terhadap nilai perusahaan.

Penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Balabanis dkk (1988) yang menunjukkan bahwa

pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang listing di London Stock

Exchange berkorelasi positif dengan profitabilitas secara keseluruhan. Dahlia dan Siregar (2008)

menunjukkan hubungan positif Corporate Social Responsibility dan kinerja perusahaan yang

diukur dengan menggunakan ROE dan CAR. Selain itu penelitian Indonesia yang menunjukkan

hubungan positif, penelitian yang dilakukan oleh Danu Candra Irawan (2011) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang positif antara Corporate Social Responsbility terhadap kinerja

pasar perusahaan dengan growth sebagi variable kontrolnya dengan objek penelitian pada

perusahaan sektor manufaktur.

Tetapi, pada penelitian Rimba Kusumadilaga (2010) mengambil kesimpulan bahwa variable

CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, namun variabel profitabilitas sebagai

variabel moderating tidak dapat mempengaruhi hubungan CSR dan nilai perusahaan. Rimba

Kusumadilaga menggunakan ROA sebagai alat ukur profitabilitas terhadap nilai perusahaan.

Finch (2005) mengatakan bahwa motivasi perusahaan untuk melakukan CSR adalah untuk

mengkomunikasikan kinerja manajemen dalam mencapai tujuan perusahaan dalam jangka

panjang kepada stakeholder, seperti maksimalisasi profit, meningkatnya competitive advantage,

dan penciptaan image yang baik Ini didukung dengan penelitian Nurmaya Saputri (2010) yang

berpendapat bahwa CSR berpengaruh terhadap citra perusahaan dan Klement Podnar (2007) juga

berpendapat bahwa CSR sebagai salah satu alat marketing perusahaan untuk membangun citra

perusahaan seiring dengan loyalitas konsumen, sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan.

Yosefa Sayekti Ludovicious Sensi Wondabio (2007) dengan tujuan penelitian adalah untuk

menguji pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan

terhadap ERC (Earning Response Coefficient) mempunyai hasil yang berbeda. Penelitian ini

Page 13: Pengaruh CSR terhadap ERC

menggunakan sampel sebanyak 108 laporan tahunan perusahaan untuk tahun 2005. Kesimpulan

dari pengujian analisa regresi berganda yang menggunakan metode regresi ordinary least square

(OLS) cross-sectional dengan memasukkan variabel beta (sebagai proksi risiko) dan price-to-

book value (sebagai proksi dari growth opportunities) menunjukkan hasil bahwa tingkat

pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negatif terhadap

ERC. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang

diungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Tetapi di dalam keterbatasan penelitiannya

penelitian ini tidak membedakan jenis industri perusahaan, yang mungkin saja dapat

mempengaruhi tingkat implementasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan, dan pengaruhnya

terhadap ERC.

Perusahaan manufaktur di sektor industri dasar dan kimia dalam menerapkan CSR merupakan

kewajiban yang telah diatur oleh undang – undang. Sebagai perusahaan manufaktur, loyalitas

konsumen telah menjadi faktor yang signifikan terhadap operasional perusahaan. Didukung

dengan, penelitian yang membuktikan secara empiris dimana perusahaan yang terus-menerus

tumbuh, dengan mudah menarik reaksi investor, dan ini merupakan sumber dari nilai

perusahaan. Informasi laba pada perusahaan-perusahaan ini akan direspon positif oleh pemodal

di dalam penelitian Zahroh Naimah (2006).

Hasil dari beberapa penelitian terdahulu masih terjadi research gap sehingga menarik perhatian

penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan ingin menguji kembali

apakah implementasi CSR berpengaruh terhadap nilai perusahan sebagai reaksi dari citra

perusahaan yang positif yang mendorong pertumbuhan penjualan. Akibat dari pertumbuhan

penjualan tersebut seiring dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan, dan bagaimana respon

investor terhadap laba akuntansi tersebut, serta kepada nilai perusahaan. Berdasarkan latar

belakang masalah yang disajikan di atas, maka penulis tertarik untuk mencoba melakukan

penelitian mengenai pengaruh implementasi CSR terhadap nilai perusahaan manufaktur sektor

industri dasar dan kimia yang dituangkan dalam bentuk penelitian dengan judul

“Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) dan Earnings Response

Coefficient (ERC) Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pertumbuhan Laba sebagai

Variabel Moderating (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan

Kimia Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.

Page 14: Pengaruh CSR terhadap ERC

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, penulis telah mengidentifikasikan masalah yang kemudian

dijadikan sebagai dasar untuk melakukan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara implementasi CSR terhadap

pertumbuhan laba di perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia ?

2. Apakah implementasi CSR berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan manufaktur

sektor industri dasar dan kimia pada saat terjadi peningkatan laba?

3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan laba dengan Earning

Response Coefficient ?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara implementasi CSR dan Earning Response

Coefficient dengan pertumbuhan laba yang meningkat pada nilai perusahaan?

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan agar suatu penelitian mempunyai ruang lingkup dan arah

penelitian yang jelas. Dalam penelitian ini, penulis ingin membatasi masalah yang akan diteliti

dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Metode pengukuran profitabilitas yang berpengaruh kepada nilai perusahaan, yaitu yang

digambarkan dengan pertumbuhan laba yang dialami oleh perusahaan

2. Pengukuran ERC adalah CAR (Cummulative Abnormal Return) sebagai reaksi investor

terhadap pengungkapan CSR.

3. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur di sektor industri dasar dan kimia.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini

adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh implementasi CSR terhadap pertumbuhan laba di

perusahaan manufaktur di sektor industri dasar dan kimia.

Page 15: Pengaruh CSR terhadap ERC

2. Untuk mengetahui pengaruh positif implementasi CSR dengan nilai perusahaan pada saat

terjadi pertumbuhan laba yang naik sebagai variabel moderating.

3. Untuk mengetahui reaksi investor yang digambarkan oleh variabel Earning Response

Coefficient (ERC) terhadap laba akuntasi yang meningkat.

4. Untuk mengetahui pengaruh implementasi CSR dan Earning Response Coefficient (ERC)

dengan pertumbuhan laba pada nilai perusahaan.

1.5 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pihak-pihak di bawah ini :

1. Penulis sendiri

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan penulis

terkait pengaruh implementasi CSR terhadap pertumbuhan laba dan bagaimana variabel

tersebut menjadi variabel moderating terhadap nilai perusahaan. Bagaimana ERC dapat

terpengaruh akan laba akuntansi dari pertumbuhan penjualan serta loyalitas konsumen.

2. Bagi perusahaan – perusahaan yang menjadi subjek penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang relevan bagi pengambilan

keputusan bagi perusahaan dalam menerapkan CSR, bukan hanya untuk motif normatif

yang sesuai dengan kontrak sosial tetapi juga sebagai motif bisnis. Sehingga diharapkan

CSR dapat meningkatkan nilai perusahaan.

3. Bagi Investor

Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran untuk mempertimbangkan aspek-

aspek yang perlu diperhitungkan dalam investasi yang tidak hanya dilihat pada ukuran-

ukuran moneter.

4. Bagi peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan acuan bagi

peneliti lain yang akan meneliti topik – topik yang berkaitan dengan CSR, ERC, dan nilai

perusahaan.

1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian

Page 16: Pengaruh CSR terhadap ERC

Penelitian ini akan dilakukan dengan mendapatkan laporan keuangan dan laporan CSR dari

perusahaan manufaktur di sektor industri dasar dan kimia yang telah terdaftar di Bursa Efek

Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan periode 3 tahun, yaitu 2010 – 2013.