pengaruh attachment styles dan loneliness...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH ATTACHMENT STYLES DAN LONELINESS
TERHADAP INTERAKSI PARASOSIAL PENGGEMAR KPOP
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh :
NASHWA OELFY
NIM: 1110070000154
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ii
iii
LEMBAR ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nashwa Oelfy
NIM : 1110070000154
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH
ATTACHMENT STYLES DAN LONELINESS TERHADAP INTERAKSI
PARASOSIAL PENGGEMAR KPOP adalah benar merupakan karya saya
sendiri dan tidak melakukan tindak plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut.
Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya
cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai undang-undang
jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan karya orang
lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 24 Maret 2015
Nashwa Oelfy
NIM: 11100700000154
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Maret 2015
Nashwa Oelfy
NIM: 1110070000154
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“You are never too old to set another goal or to
dream a new dream.” – C.S Lewis
“Life, she realize, was much like a song. In the beginning there is mystery, in the end there is confirmation, but it’s in the
middle where all the emotion resides to make the whole thing
worthwhile.” – Sparks, N
Skripsi ini dipersembahkan untuk My Wondermom, My
Superdad, Kak Sammy, dan Husein.
My love for you is everlasting.
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) March 2014
C) Nashwa Oelfy
D) The Effect of Attachment Styles and Loneliness toward Parasocial
Interaction Kpop Fans.
E) xiv + 85 pages + 4 appendix
F) The aim of this study is to examine the effect of attachment styles and
loneliness toward the parasocial interaction Kpop fans. Theorized that
attachment styles (secure, fearful, preoccupied, and dismissing) and
loneliness (personality, social desirability, and depression) affect the
parasosial interaction Kpop fans. This study uses a quantitative approach
with multiple regression analysis. Samples are 258 Kpop fans aged from 12-
21 years.
The results showed significant influence of attachment styles (secure, fearful,
preoccupied, and dismissing) and loneliness (personality, social desirability,
and depression) toward the parasocial interaction Kpop fans. Minor
hypothesis test results showed that only one significant dimension of the
attachment styles, the dimension is preoccupied attachment styles.
G) Reading materials: 16 books, 21 journals, 1 essay, 3 thesis, 1 dissertation,
6 online articles
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah, serta inayah
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PENGARUH ATTACHMENT STYLES DAN LONELINESS TERHADAP
INTERAKSI PARASOSIAL PENGGEMAR KPOP”. Shalawat serta salam
senantiasa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga
dan para sahabat.
Skripsi ini terwujud tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam
bentuk pikiran, tenaga, maupun waktu. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si., Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si., Wakil Dekan Bidang
Akademik, beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk belajar dan mengembangkan keterampilan sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan
Pembimbing Akademik Kelas D 2010. Penulis ucapkan terima kasih atas
segala bimbingan, masukan, kritik, dan nasihat yang diberikan selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
3. Kepada seluruh responden penelitian yaitu penggemar Kpop yang telah
bersedia menjadi responden penelitian. Semoga senantiasa diberi kesehatan
oleh Allah SWT.
ix
4. Kedua orang tua tercinta, Baba dan Mommy, terimakasih atas doa, kasih
sayang, dukungan, nasihat, serta perhatian kepada penulis. Saudara kandung
penulis, Kak Sammy dan Husein, terima kasih untuk selalu memberikan
dukungan yang tak henti-hentinya, baik dalam kondisi apapun. Terima kasih
atas kasih sayang kalian yang luar biasa.
5. Keluarga ke-2 penulis, Kak Sari, Bonita, Galuh, Mutiara, Rio, Ami, Lia, Abe,
Bojes, Fany, Licca, Ridho, Fidi, Laras, dan Tami. Terima kasih karena telah
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
6. Seluruh keluarga besar kelas Psikologi 2010, Aniq, Amirra, Adila, Sunnny,
Dian, Tenri, Icha, Rahma, Maul, Rere, Kak itri, Melina, Yunita, Ani, Meida,
Shovia, Siska, Amalia, Atiqoh, Naqiyah, serta teman-teman lain. Terima
kasih atas 4 tahunnya yang penuh warna. Semoga pertemanan kita akan terus
berjalan dengan baik.
7. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih
untuk doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Terakhir, Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak
orang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar
pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
Jakarta, 24 Maret 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ ii
LEMBAR ORISINALITAS ............................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1-13
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................. 10
1.2.1 Pembatasan Masalah ................................................................ 10
1.2.2 Perumusan Masalah .................................................................. 10
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 11
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 12
1.4.1 Manfaat Teoritis ....................................................................... 12
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................ 12
1.5 Sistematika Penulisan ......................................................................... 13
BAB 2 LANDASAN TEORI ....................................................................... 14-42
2.1 Interaksi Parasosial ............................................................................. 14
2.1.1 Definisi Interaksi Parasosial ..................................................... 14
2.1.2 Dimensi Interaksi Parasosial .................................................... 17
2.1.3 Karakteristik Seseorang dengan Interaksi Parasosial ............... 18
2.1.4 Pengukuran Interaksi Parasosial ............................................... 22
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Parasosial .......... 22
2.2 Attachment Styles ............................................................................... 25
2.2.1 Definisi Attachment atau Kelekatan ......................................... 25
2.2.2 Dimensi Attachment (Tipe-tipe Kelekatan) .............................. 27
2.2.3 Pengukuran Attachment Styles ................................................. 30
2.3 Loneliness ........................................................................................... 30
2.3.1 Definisi Loneliness ................................................................... 30
2.3.2 Dimensi Loneliness .................................................................. 32
2.3.3 Pengukuran Loneliness ............................................................. 34
2.4 Remaja ................................................................................................ 34
2.4.1 Perkembangan pada Masa Remaja ........................................... 37
xi
2.5 Kpop ................................................................................................... 39
2.6 Kerangka Berpikir ............................................................................... 39
2.7 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 42
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 43-58
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .......................... 43
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .................................... 43
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................. 45
3.4 Uji Validitas ........................................................................................ 48
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Interaksi Parasosial .............................. 49
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Attachment Styles ................................ 52
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Loneliness ........................................... 54
3.5 Teknik Analisis Data .......................................................................... 56
3.6 Prosedur Penelitian ............................................................................. 58
BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................................... 60-70
4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian ................................................. 60
4.2 Hasil Analisis Deskriptif .................................................................... 61
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................ 63
4.3.1 Kategorisasi Skor Interaksi Parasosial ..................................... 63
4.3.2 Kategorisasi Skor Attachment Styles ........................................ 64
4.3.3 Kategorisasi Skor Loneliness ................................................... 65
4.4 Uji Hipotesis ....................................................................................... 65
4.4.1 Uji Hipotesis Interaksi Parasosial ............................................ 66
4.5 Pengujian Proporsi Varians ................................................................ 70
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ..................................... 73-80
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 73
5.2 Diskusi ................................................................................................ 73
5.3 Saran ................................................................................................... 79
5.3.1 Saran Metodologis .................................................................... 79
5.3.2 Saran Praktis ............................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue print skala interaksi parasosial ..................................................... 45
Tabel 3.2 Blue print skala attachment styles ......................................................... 46
Tabel 3.3 Blue print skala loneliness .................................................................... 47
Tabel 3.4 Penilaian skala likert interaksi parasosial dan attachment styles .......... 47
Tabel 3.5 Penilaian skala likert loneliness ............................................................ 47
Tabel 3.6 Hasil uji validitas instrumen interaksi parasosial .................................. 51
Tabel 3.7 Hasil uji validitas instrumen attachment styles ..................................... 54
Tabel 3.8 Hasil uji validitas instrumen loneliness ................................................ 56
Tabel 4.1 Usia ....................................................................................................... 60
Tabel 4.2 Durasi mengkonsumsi kpop .................................................................. 60
Tabel 4.3 Aktivitas mengkonsumsi kpop .............................................................. 61
Tabel 4.4 Deskripsi statistik variabel penelitian ................................................... 62
Tabel 4.5 Pedoman interpretasi skor ..................................................................... 63
Tabel 4.6 Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat interaksi parasosial ....... 63
Tabel 4.7 Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat attachment styles .......... 64
Tabel 4.8 Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat loneliness ...................... 65
Tabel 4.9 Model summary analisis regresi ............................................................ 66
Tabel 4.10 Perolehan R square dari dua variabel besar ......................................... 66
Tabel 4.11 Anova pengaruh keseluruhan IV terhadap DV .................................... 67
Tabel 4.12 Koefisien regresi .................................................................................. 68
Tabel 4.13 Model summary proporsi varians ......................................................... 71
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir .............................................................................. 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Syntax Analisis Faktor Konfirmatori
Lampiran 3. Path Diagram
Lampiran 4. Output SPSS Analisis Regresi
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
1.1. Latar Belakang Masalah
Sejak pertengahan tahun 1990, muncul suatu fenomena kecintaan akan musik dan
drama dari negara ginseng yaitu Korea Selatan. Fenomena tersebut lebih di kenal
dengan sebutan korean wave atau hallyu. Korea selatan juga terkenal akan musik
pop Korea nya yang disebut Korean Pop atau Kpop. Kpop merupakan suatu aliran
musik populer yang berasal dari Korea Selatan. Kpop sendiri merupakan bagian
dari korean wave atau hallyu (Jin, 2012).
Fenomena kecintaan akan budaya Kpop awalnya dipicu oleh kecintaan
orang-orang terhadap drama romantis Asia, termasuk drama Korea. Dari hal
tersebut, mereka kemudian mengenal Kpop dan menggilainya. Kpop tidak hanya
memanjakan telinga dan mata, tetapi juga membentuk suatu imajinasi tentang
selebriti Korea yang berpenampilan menarik dan berwajah mulus. Tidak heran,
kini banyak para remaja yang memiliki keinginan untuk menjadi seperti selebriti
Korea. Hasrat para remaja untuk berpenampilan dengan gaya Korea ini ternyata
diperhatikan oleh sejumlah pengusaha salon di Jakarta. Para pengusaha tersebut
secara bersamaan mengusung tema K-Cut style (potongan rambut Korea). Sederet
toko kosmetik Korea, seperti Skin food, The face shop, dan Missha, membuka
2
cabang tokonya di Indonesia. Bahkan, toko roti atau makanan Korea pun mulai
banyak dijual di Jakarta. Selain itu, perwakilan perusahaan Korea tumbuh subur di
Indonesia. Berdasarkan data Pusat Kebudayaan Korea di Indonesia, saat ini
terdapat 1.300 kantor cabang perusahaan Korea yang didirikan di Indonesia. Hal
tersebut mengacu pada banyaknya jumlah penggemar Kpop saat ini di Indonesia
(Kamil, 2012).
Banyaknya penggemar Kpop di Indonesia juga ditunjukkan dari
meningkatnya grafik digital, penjualan album musik, konser, jumlah penggemar
(fan cafe) dari beberapa nama idola yang menjadi bintang di tahun ini. Salah
satunya adalah EXO, video klip EXO ditonton lebih dari 14 juta kali di youtube.
Lagu mereka konsisten berada diperingkat pertama di tiga negara, yaitu Indonesia,
Singapura, dan Thailand (Ramadhani, 2013).
Fenomena para penggemar Kpop selalu terlihat dari kegiatan-kegiatan
yang mereka lakukan untuk mendekatkan dirinya dengan idolanya. Para
penggemar membentuk sebuah kelompok penggemar yang menyukai idola Kpop
yang sama. Mereka selalu terdepan untuk urusan temu sapa idolanya. Kelompok
penggemar bintang Kpop ini biasanya memiliki nama sendiri disesuaikan dengan
nama idolanya, seperti Shawol untuk penggemar SHINee, VIP untuk penggemar
Bigbang, dan lain-lain. Berbagai kelompok penggemar Kpop di Indonesia banyak
mengadakan acara-acara yang mengumpulkan seluruh penggemar. Selain itu,
agensi Kpop pun tampaknya memfasilitasi fanatisme para penggemar dengan
menghadirkan aneka merchandise, foto, album, hingga kerja sama layanan khusus
agar lebih mendekatkan antara penggemar dengan idolanya. Sayangnya, para
3
penggemar Kpop di Indonesia merasa sangat kesulitan ketika ingin bertemu
idolanya secara langsung, hal tersebut terjadi dikarenakan perbedaan negara
antara Indonesia dengan Korea Selatan. Para penggemar cenderung
memanfaatkan media massa sebagai perantara antara dirinya dengan idolanya.
Dengan media massa, mereka dapat mengetahui informasi terbaru dan
perkembangan karir idolanya. Para penggemar Kpop juga mengganggap idola
korea nya sebagai figur media favoritnya, karena para penggemar merasa
mengenal idola atau figur medianya melalui media massa (Sari, 2012).
Dengan banyaknya paparan media massa, para penggemar atau pengguna
media merasa sangat mengenal figur media favoritnya dari penampilan, sikap,
gaya bahasa, dan tingkah laku figur medianya, meskipun mereka tidak
berkomunikasi secara langsung dengan figur media favoritnya (Roberts, 2007).
Peristiwa dimana seseorang merasa mengenal secara personal terhadap selebritis
atau figur di media disebut dengan interaksi parasosial.
Konsep interaksi parasosial pertama kali diperkenalkan oleh Horton dan
Wohl (1956) untuk mendeskripsikan respon pengguna media terhadap figur media
selama mengkonsumsi media. Interaksi parasosial memiliki interaksi sosial dan
komunikasi yang satu arah karena segala tindakan figur media di media massa
dapat di observasi oleh pengguna media, yang dimana reaksi pengguna media
hanya dapat diantipasi, sedangkan reaksi pengguna media tidak dapat diobservasi
secara langsung oleh figur media. Meskipun interaksinya luas, interaksi parasosial
bersifat satu arah, satu sisi, non-dialektikal, dikontrol oleh figur media, dan tidak
dapat berkembang (Horton & Wohl, 1956).
4
Horton dan Wohl (1956) menganggap interaksi parasosial sebagai
pengalaman ilusi yang dialami oleh pengguna media, yang merasa seperti berada
dalam interaksi dengan figur media, meskipun situasinya tidak bertimbal balik.
Menurut Caughey (dalam Meloy, Sheridan, & Hoffman, 2008) interaksi
parasosial terjadi ketika seseorang yang belum pernah bertemu dengan figur
media favoritnya tetapi merasa memiliki hubungan dekat dengannya, yang dalam
arti dalam arti mereka terlibat dalam interaksi pseudo-sosial dengan figur media
favoritnya.
Giles (dalam Meloy, Sheridan, & Hoffman, 2008) menjelaskan bahwa
interaksi parasosial merupakan keterlibatan seseorang yang dalam meniru perilaku
figur media favoritnya, mendiskusikan figur media favoritnya dengan orang lain,
terlibat dalam interaksi imajinatif, dan terkadang, mencoba membuat kontak
secara langsung dengan figur media favoritnya.
Interaksi parasosial dikonseptualisasikan sebagai keterlibatan interpersonal
pengguna media dengan figur media. Keterlibatan tersebut digambarkan dalam
beberapa karakteristik seperti mencari bimbingan dari figur media, melihat figur
media sebagai teman, dan membayangkan menjadi bagian dari dunia sosial figur
media yang disukai (Rubin, Perse & Powell, 1985). Pengguna media juga merasa
mengenal figur medianya, seperti mengetahui teman dekat dan keluarga figur
media. Selain itu, pengguna media pun merasa memiliki hubungan personal
dengan figur media, memberikan perhatian penuh pada apa yang terjadi dengan
kehidupan figur media, dan berkeinginan untuk menjadi seperti mereka (Hoffner
& Buchanan, 2005).
5
Menurut Cole & Leets (1999), penyelidikan empiris pada fenomena
interaksi parasosial telah berkembang dalam beberapa dekade terakhir, dan
banyak studi yang telah meneliti interaksi parasosial dengan penyiar berita televisi
artis televisi terfavorit; artis opera sabun; karakter sinetron komedi terfavorit dan
pembawa acara belanja di televisi.
Hasil penelitian Cole dan Leets (1999) menyatakan bahwa attachment
styles memiliki peran dalam pembentukan interaksi parasosial dengan figur media
favoritnya. Menurut Giles dan Maltby (2004), attachment terhadap figur media
pada umumnya disebut sebagai interaksi parasosial, yang dimana interaksinya
bersifat satu arah dan seseorang tersebut merasa figur medianya sebagai sosok
teman atau kolega. Meskipun interaksi parasosial bersifat satu arah dan imajiner,
seseorang tetap merasa bahwa interaksi parasosial sama dengan hubungan sosial
sebenarnya. Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa interaksi parasosial
memiliki kolerasi dengan attachment.
Bartholomew dan Griffin (dalam Baron & Byrne, 2005) mendefinisikan
attachment sebagai suatu hubungan dekat atau perilaku lekat antara diri seseorang
dengan orang lain, yang diasumsikan bahwa perilaku interpersonal seseorang akan
terlihat dari evaluasi dirinya yang negatif atau positif, dan sejauh mana orang
tersebut mempersepsikan orang lain sebagai seseorang yang dapat dipercaya,
dapat diharapkan, dan dapat diandalkan (positif) atau lawannya yaitu,
mempersepsikan bahwa orang lain tidak dapat dipercaya, tidak dapat diharapkan
dan tidak dapat diandalkan (negatif).
6
Attachment memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial. Dalam empat
dimensi utama attachment oleh Bartholomew dan Griffin (dalam Baron & Byrne,
2005), attachment styles memiliki empat dimensi yaitu secure, fearful,
preoccupied, dan dismissing. Masing-masing dari dimensi tersebut memiliki
pengaruh yang berbeda terhadap interaksi parasosial.
Ditemukan bahwa seseorang dengan attachment styles preoccupied
cenderung mengembangkan interaksi parasosial untuk memenuhi kebutuhan
emosional yang tidak terpenuhi; Penjelasan mengenai preoccupied konsisten
dengan penelitian yang mengatakan bahwa preoccupied dapat menggambarkan
keterlibatan dan intensitas para remaja yang memiliki interaksi parasosial (Theran,
Newberg, & Gleason, 2010).
Seseorang dengan attachment styles fearful dan dismissing memiliki
pengaruh kecil untuk membentuk interaksi parasosial, dikarenakan seseorang
fearful dan dismissing memiliki gambaran negatif terhadap orang lain secara
bersamaan; serta, seseorang dengan attachment styles secure yang negatif
(memiliki rasa tidak percaya, ragu-ragu, curiga) juga memberikan pengaruh
terhadap interaksi parasosial (Cole & Leets, 1999).
Fenomena interaksi parasosial antara para penggemar Kpop sebagai
pengguna media dengan figur media favoritnya, terlihat dalam karakteristik para
pengguna media yang terkait dari perilaku attachment nya yaitu penggemar atau
pengguna media akan berusaha untuk mengurangi jarak antara dirinya dengan
figur media favoritnya (figur attachment nya), mereka cenderung mengikuti
perkembangan figur media, dan mencoba untuk menghubungi figur medianya
7
melalui surat penggemar; pengguna media merasa senang ketika melihat figur
medianya di media massa; dan pengguna media merasa sedih dan kecewa ketika
figur medianya tidak pernah muncul di media massa (Weiss, 1991; Cole & Leets,
1999).
Interaksi parasosial juga memiliki hubungan yang erat dengan loneliness
atau kesepian. Russell (dalam Cook & Wilson, 1979) mengatakan bahwa
loneliness merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, yang
terkait dengan perasaan ketidakpuasan, ketidakbahagiaan, depresi, kecemasan,
kekosongan, kebosanan, kegelisahan dan perasaan terasingkan. Russell, Peplau,
dan Ferguson (dalam Rubin, Perse, & Powell, 1985) menemukan bahwa
loneliness terjadi ketika seseorang merasa kurang puas dengan hubungan
sosialnya, dan merasa kurang berpenampilan menarik daripada orang lain.
Berdasarkan hasil penelitian Norlund (dalam Hoffner, 2002), seseorang
yang kurang atau jarang melakukan hubungan sosial akan lebih sering berada di
dalam rumah sehingga cenderung menggunakan televisi atau media yang lainnya
sebagai teman dan cenderung membentuk interaksi parasosial.
Giles dan Maltby (2004) mendefinisikan interaksi parasosial adalah
perilaku disfungsional yang dihasilkan dari konsekuensi negatif dalam kehidupan
sosial seperti loneliness, isolasi, dan kurangnya interaksi manusia. Rubin, Perse,
dan Powell (1985) mengatakan bahwa interaksi parasosial pada awalnya
dipandang sebagai suatu hubungan yang tidak nyata atau sebagai pengganti
hubungan sosial bagi para orangtua, cacat, dan seseorang yang kesepian
(loneliness).
8
Penelitian mengenai loneliness dan interaksi parasosial banyak dilakukan,
salah satunya yaitu “Loneliness and Parasocial Interaction with Media
Characters” oleh Dhanda (2011) yang memiliki hasil bahwa loneliness
berpengaruh terhadap interaksi parasosial. Lalu, ada penelitian yang dilakukan
oleh Davila-Rosado (2001) yang berjudul “Surviving Reality: Survivor &
Parasocial Interaction”. Penelitian ini memiliki hasil, yaitu terdapat hubungan
antara interaksi parasosial, loneliness, exposure, pemilihan spokesperson, dan
motif menonton televisi. Dikatakan bahwa apabila loneliness meningkat maka
interaksi parasosial pun juga akan meningkat, hal tersebut terjadi dikarenakan
kurangnya kontak sosial (dalam Davila-Rosado, 2001).
Selain itu, terdapat penelitian mengenai hubungan loneliness dan
parasosial yang dilakukan di Indonesia. Penelitian tersebut berjudul “Hubungan
antara loneliness dan parasosial pada wanita dewasa muda. Hasil yang didapatkan
pun menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara loneliness dan
parasosial (Sekarsari, 2009).
Altman dan Taylor (dalam Camella, 2001) mengatakan bahwa interaksi
parasosial akan terbentuk secara kuat ketika individu terlalu berlebihan dalam
memberikan atensinya ketika menonton figur media favoritnya melalui media.
Semakin lama seseorang menggunakan waktunya untuk menyaksikan figur
medianya melalui media, maka ia akan semakin intim dengan figur media dan
interaksi parasosialnya akan semakin kuat.
Peneliti memfokuskan sampel penelitian pada remaja berdasarkan
beberapa alasan. Pertama, interaksi parasosial ternyata dapat terjadi pada masa
9
perkembangan remaja. Interaksi parasosial juga memainkan peran sosial,
emosional, dan transisi yang penting pada masa remaja. Kedua, interaksi
parasosial remaja dengan figur media biasanya disebut sebagai pseudofriends, hal
tersebut sesuai dengan pergeseran perkembangan remaja terhadap peningkatan
otonomi dalam hubungan dengan orang tua. Remaja dapat menggunakan interaksi
parasosial untuk memudahkan transisi menuju hubungan dewasa nantinya, dan
mengatasi tugas-tugas perkembangan seperti pembentukan dan pemeliharaan citra
diri yang sehat (Theran, Newberg, & Gleason, 2010).
Peneliti juga memfokuskan sampel penelitian pada remaja yang berjenis
kelamin perempuan berdasarkan dua alasan. Pertama, remaja perempuan lebih
terlibat dalam interaksi parasosial dengan figur-figur media dibandingkan dengan
remaja laki-laki (Theran, Newberg, & Gleason, 2010).
Kedua, remaja perempuan cenderung memilih figur media sebagai
panutan atau figur, yang berkaitan dalam hal meniru gaya hidup seperti
menginginkan tubuh yang ideal seperti yang dimiliki oleh figur media (Giles,
2002; Theran, Newberg, & Gleason, 2010). Peneliti beranggapan bahwa
mayoritas remaja perempuan yang sangat menyukai figur media kemungkinan
menunjukkan interaksi parasosial.
Dengan demikian penelitian ini berjudul “Pengaruh Attachment Styles
dan Loneliness terhadap Interaksi Parasosial pada Penggemar Kpop”.
10
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan masalah
Pembatasan dalam penelitian ini akan membahas lebih mendalam mengenai
interaksi parasosial, attachment styles, dan loneliness pada penggemar kpop.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1. Interaksi parasosial merupakan hubungan interpersonal antara penggemar
kpop sebagai pengguna media dengan selebriti kpop sebagai figur media
melalui media massa.
2. Attachment styles merupakan kecenderungan perilaku lekat atau hubungan
dekat antara diri seseorang dengan orang lain.
3. Loneliness merupakan pengalaman emosional terkait dengan perasaan yang
tidak menyenangkan.
4. Korean Pop atau Kpop merupakan suatu aliran musik populer yang berasal
dari Korea Selatan.
5. Sampel penelitian adalah penggemar Kpop yang berjenis kelamin
perempuan dan berusia 10-23 tahun.
1.2.2. Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh attachment styles dan loneliness terhadap
interaksi parasosial pada penggemar kpop?
2. Apakah terdapat pengaruh attachment styles secure terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
11
3. Apakah terdapat pengaruh attachment styles fearful terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
4. Apakah terdapat pengaruh attachment styles preoccupied terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
5. Apakah terdapat pengaruh attachment styles dismissing terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
6. Apakah terdapat pengaruh loneliness personality terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
7. Apakah terdapat pengaruh loneliness social desirability terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
8. Apakah terdapat pengaruh loneliness depression terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
1.3. Tujuan penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh attachment styles dan loneliness terhadap
interaksi parasosial pada penggemar kpop?
2. Apakah terdapat pengaruh attachment styles secure terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
3. Apakah terdapat pengaruh attachment styles fearful terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
4. Apakah terdapat pengaruh attachment styles preoccupied terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
12
5. Apakah terdapat pengaruh attachment styles dismissing terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
6. Apakah terdapat pengaruh loneliness personality terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
7. Apakah terdapat pengaruh loneliness social desirability terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
8. Apakah terdapat pengaruh loneliness depression terhadap interaksi
parasosial pada penggemar kpop?
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambahkan hasil-hasil penelitian mengenai
interaksi parasosial, attachment styles, dan loneliness. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dari teori psikologi pada
umumnya, dan khususnya psikologi sosial dan perkembangan.
1.4.2. Manfaat praktis
1. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
interaksi parasosial pada penggemar kpop
2. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran apakah dimensi attachment
styles dan loneliness dapat menggambarkan interaksi parasosial pada
penggemar kpop.
13
1.5. Sistematika Penulisan
Bab 1 Pendahuluan
Meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab 2 Landasan Teori
Meliputi teori-teori yang berhubungan dengan interaksi parasosial; definisi
interaksi parasosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi parasosial, efek
parasosial, pengukuran interaksi parasosial, attachment styles; definisi
attachment, pembentukan perilaku attachment, dimensi attachment styles,
pengukuran attachment style, loneliness; definisi loneliness, dimensi loneliness,
pengukuran loneliness, remaja; batasan remaja, perkembangan pada masa remaja,
kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.
Bab 3 Metode Penelitian
Meliputi desain penelitian, sampel penelitian, metode pengumpulan data, uji
validitas konstruk, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.
Bab 4 Hasil Penelitian
Meliputi pengolahan semua data yang terkumpul dalam penelitian dan analisis
data.
Bab 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Meliputi kesimpulan seluruh isi dan hasil penelitian. Kesimpulan dibuat
berdasarkan analisis dan interpretasi data yang telah dijabarkan di bab
sebelumnya. Bab ini juga berisi diskusi dan saran penelitian.
14
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab dua ini dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian. Teori tersebut yaitu teori interaksi parasosial, teori attachment styles,
teori loneliness, teori remaja, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
2.1. Interaksi Parasosial
2.1.1. Definisi interaksi parasosial
Konsep interaksi parasosial (parasocial interaction) pertama kali dicetuskan oleh
Horton dan Wohl di tahun 1956 sebagai suatu hubungan pertemanan atau
hubungan dekat dengan figur media (musisi, artis, aktor, pembawa acara)
berdasarkan perasaan ikatan afektif seseorang terhadap tokoh tersebut.
Menurut Horton dan Wohl (1956), interaksi parasosial merupakan suatu
hubungan interpersonal yang dimediasi dan terjadi antara pengguna media dengan
figur media melalui media massa yaitu televisi, internet, radio, dan lain-lain.
Interaksi parasosial juga dikatakan sebagai pengalaman ilusi yang dialami oleh
pengguna media, yang merasa seperti berada dalam interaksi dengan figur media,
meskipun situasinya tidak bertimbal balik.
Menurut Horton dan Wohl (1956), interaksi parasosial memiliki interaksi
sosial dan komunikasi yang satu arah karena segala tindakan figur media di media
massa dapat di observasi oleh pengguna media, yang dimana reaksi pengguna
media hanya dapat diantipasi, sedangkan reaksi pengguna media tidak dapat
diobservasi secara langsung oleh figur media. Dengan kata lain, interaksi
15
parasosial bersifat satu arah, non-dialektikal, dikontrol oleh performer, dan tidak
dapat berkembang
Shener-Rogers, Rogers, dan Singhal (1998) mendefinisikan interaksi
parasosial dari sejauh mana pengguna media mengembangkan hubungan
interpersonalnya dengan figur media yang disukai. Hubungan interaksi parasosial
tersebut terjadi ketika pengguna media melihat figur medianya sebagai sesuatu
yang nyata, dan bereaksi terhadap figur tersebut, dan pengguna media merasa
kesulitan dalam membedakan figur media sebagai tokoh fiksi dan kenyataan.
Menurut Caughey (dalam Meloy, Sheridan, & Hoffman, 2008), interaksi
parasosial merupakan respon yang dimiliki oleh seseorang ketika ia merasa
memiliki hubungan dekat dengan figur media favoritnya, tetapi belum pernah
bertemu dengan figur media favoritnya. Dari hal tersebut dikatakan seseorang
terlibat dalam interaksi pseudo-sosial dengan figur media favoritnya.
Menurut Giles (dalam Meloy, Sheridan, & Hoffman, 2008), interaksi
parasosial merupakan keterlibatan seseorang yang dalam meniru perilaku figur
media favoritnya, mendiskusikan figur media favoritnya dengan orang lain,
terlibat dalam interaksi imajinatif, dan terkadang, mencoba membuat kontak
secara langsung dengan figur media favoritnya.
Menurut Perse dan Rubin (1989), interaksi parasosial adalah hubungan
interpersonal yang dirasakan pada pengguna media dengan figur media massa.
Menurut mereka, interaksi parasosial merupakan suatu keterlibatan interpersonal
yang afektif dengan kepribadian media. Rosengren dan Windahl (1972)
mendefinisikan interaksi parasosial sebagai bentuk interaksi dengan seorang figur
16
dari dunia media massa, dan merasakan bahwa figur media tersebut seolah-olah
hadir secara pribadi.
Nordlund (1978) mendefinisikan interaksi parasosial sebagai suatu unsur
pokok yang menyeluruh, didasari fenomena yang lebih beragam terhadap
keterlibatan pengguna media dalam porsi media yang digunakan. Rubin, Perse
dan Powell (1985) juga mendefinisikan interaksi parasosial sebagai keterlibatan
interpersonal pengguna media dengan media apa yang mereka konsumsi.
Rubin dan Mchugh (1987) mendefinisikan interaksi parasosial sebagai
hubungan interpersonal satu sisi antara pengguna media (televisi, internet, radio)
dengan figur media. Selain itu, Grant, Guthrie dan Ball-Rokeach (dalam Schramm
& Hartmann, 2008) mendefinisikan interaksi parasosial sebagai hubungan antara
pengguna media dan kepribadian televisi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti mengacu pada definisi yang
dikemukakan oleh Horton dan Wohl (1956), yang mendefinisikan bahwa interaksi
parasosial merupakan hubungan interpersonal yang dimediasi dan terjadi antara
pengguna media dengan figur media melalui media massa yaitu televisi, internet,
radio, dan lain-lain. Interaksi parasosial juga dikatakan sebagai pengalaman ilusi
yang dialami oleh pengguna media, yang merasa seperti berada dalam interaksi
dengan figur media, meskipun situasinya tidak bertimbal balik, bersifat satu arah,
non-dialektikal, dikontrol oleh pengguna media, dan tidak dapat berkembang
(Horton & Wohl, 1956).
17
2.1.2 Dimensi interaksi parasosial
Menurut Horton dan Wohl (dalam Rubin, Perse, & Powell, 1985), interaksi
parasosial terbagi ke dalam tiga dimensi, yaitu :
1. Empathy
Keinginan untuk bertemu dengan selebriti favorit (active bonding),
pengguna media merasa memiliki beberapa kesamaan ikatan dua arah
dengan selebriti favorit; meliputi pertemanan, empati, dan penarikan selama
selebriti favorit tidak muncul di media (passive bonding).
2. Physical Attraction
Persepsi pengguna media pada suara, ketertarikan fisik, dan kealamian figur
media favoritnya.
3. Perceived Similarity
Pengguna media mengindentifikasi figur media favoritnya dan melihat
kesamaan figur media dengan dirinya.
Selain itu, Schramm dan Hartmann (2008) menyatakan bahwa interaksi
parasosial memiliki tiga dimensi yaitu affective, behavioral response, dan
perceptual cognitive antara pengguna media dengan figur media. Penjelasan dari
tiga dimensi interaksi parasosial yaitu :
1. Affective
Melihat perasaan positif dan negatif pengguna media terhadap figur media
favoritnya. Dari hal tersebut, pengguna media memberikan respon secara
lebih mendalam atau lebih emosional terhadap figur medianya.
18
2. Perceptual Cognitive
Tingkatan dimana pengguna media memberikan perhatian atau atensinya
secara penuh pada figur medianya. Atensi yang diberikan yaitu persepsi
terhadap figur media favorit, evaluasi aktivitas figur media terhadap
kenangan dan pengalaman hidup sendiri, atau perbandingan sosial antara
figur media dan pengguna media.
3. Behavioral
Melihat perilaku nonverbal (bahasa tubuh, mimik), verbal, dan paraverbal
(misalnya, teriak, bernafas) pengguna media, sama seperti intensi perilaku
(keinginan untuk mengatakan sesuatu kepada figur media).
Berdasarkan penjelasan dimensi-dimensi diatas, peneliti memilih dimensi
interaksi parasosial dari Horton dan Wohl (dalam Rubin, Perse, & Powell, 1985)
yaitu empathy, perceived similarity, dan physical attraction.
2.1.3 Karakteristik seseorang dengan interaksi parasosial
Interaksi parasosial dikonseptualisasikan sebagai keterlibatan interpersonal
pengguna media dengan figur media. Keterlibatan tersebut digambarkan dalam
beberapa karakteristik seperti melihat figur media sebagai teman, membayangkan
menjadi bagian dari dunia sosial figur media yang disukai dan keinginan untuk
bertemu dengan figur media (Rubin, Perse, Powell, 1985). Pengguna media juga
merasa mengenal figur medianya, seperti mengetahui teman dekat dan keluarga
figur media. Selain itu, pengguna media pun merasa memiliki hubungan personal
dengan figur media, memberikan perhatian penuh pada apa yang terjadi dengan
19
kehidupan figur media, dan berkeinginan untuk menjadi seperti mereka (Hoffner
& Buchanan, 2005).
Caughey, Boone dan Lomore (dalam Hoffner & Buchanan, 2005)
mengatakan bahwa pengguna media yang berinteraksi parasosial cenderung
membuat perubahan dalam penampilan, sikap, nilai, aktivitas, dan karakteristik
lain untuk menjadi seperti figur media favoritnya. Hoffner dan Cantor (dalam
Hoffner & Buchanan, 2005) juga berpendapat bahwa pengguna media cenderung
mencari tingkat kemiripan dengan figur media untuk mendukung keinginannya
agar menjadi seperti figur medianya, tingkat kemiripan tersebut menjadi sinyal
bahwa hal tersebut layak dan sesuai bagi pengguna media untuk menjadi seperti
figur media dalam cara-cara tertentu.
Salah satu karakteristik penting dari interaksi parasosial adalah mengenai
umpan balik atau respon yang diberikan pengguna media kepada figur medianya.
Pengguna media secara otomatis merespon penampilan figur media secara
nonverbal dan verbal, mereka menyesuaikan respon mereka dengan hal-hal yang
ditampilkan oleh figur media (Schramm & Hartmann, 2008).
Menurut Cole & Leets (1999), ditemukan bahwa seseorang yang
preoccupied cenderung mengembangkan interaksi parasosial untuk memenuhi
kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi. Sedangkan, seseorang dengan secure
negatif (memiliki rasa tidak percaya, ragu-ragu, curiga) juga memberikan
pengaruh terhadap interaksi parasosial.
Selain itu, Cole dan Leets (1999) juga menjelaskan bahwa pengguna
media yang cenderung berinteraksi parasosial akan berusaha untuk mengurangi
20
jarak antara dirinya dengan figur media yang disukai. Mereka juga akan selalu
memberikan perhatian penuh terhadap informasi-informasi penting mengenai
figur medianya, mengatur ulang jadwal atau pengaturan perekaman video figur
media (Rubin & Bantz, 1989; Cole & Leets, 1999). Terkadang mereka mencoba
menghubungi figur media nya melalui surat penggemar atau secara langsung
(Leets, deBecker, & Giles, 1995; Cole & Leets, 1999). Selain itu, pengguna media
akan merasa senang ketika melihat figur medianya muncul di berbagai media
(Perse, 1990; Cole & Leets, 1999).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Levy (dalam Moores, 2000)
karakteristik interaksi parasosial dapat dilihat dari respon pengguna media
terhadap figur media, ditemukan lebih dari setengah respondennya setuju bahwa
figur media yang disukai sudah seperti teman yang setiap hari mereka lihat.
Beberapa responden penelitiannya merasa bingung untuk membedakan antara
figur media dan teman sebenarnya, tetapi banyak yang menganggap bahwa figur
media mereka sebagai seseorang yang spesial. Sehingga, para pengguna media
cenderung membentuk dan memelihara hubungannya dengan figur media.
Cerulo (dalam Livingstone & Lunt, 1994) juga mengatakan karakteristik
interaksi parasosial ditemukan pada pengguna media dan media yang digunakan,
contohnya pada talk show Oprah, para pengguna media merasa nyaman ketika
menyapa pembawa acara favoritnya dengan komentar terhadap gaya rambut, baju,
dan berat badan pembawa acara tersebut. Para pengguna media sudah mengetahui
apa yang mereka harapkan dari figur medianya, mereka merasa memiliki figur
21
tersendiri, dan hubungan dengan lingkungannya berkurang, dari hal tersebut
interaksi parasosialnya lebih meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian Norlund (dalam Hoffner, 2002), seseorang
yang kurang atau jarang melakukan hubungan sosial akan lebih sering berada di
dalam rumah sehingga cenderung menggunakan televisi atau media yang lainnya
sebagai teman dan akan membentuk interaksi parasosial. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Schiappa, Allen, dan Gregg (dalam Preiss, Gayle, Burrell,
Allen, & Brynt, 2007), yang mengatakan bahwa seseorang cenderung membentuk
interaksi parasosial karena kurangnya kontak interpersonal dengan orang lain dan
cenderung mencari hubungan sosial lain yaitu melalui figur media.
Selain itu, empati memainkan peran penting dalam hubungan interpersonal
dan berkontribusi terhadap respon emosional jangka pendek terhadap selebriti.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa empati dapat menjadi sarana dalam
mengembangkan kelekatan afektif jangka panjang terhadap figur media. Empati
dapat meningkatkan kecenderungan pengguna media untuk mengenali dan
berbagi pandangan dan perasaan emosional pada figur media yang disukainya,
yang kemudian akan membuatnya merasa semakin dekat dengan figur media
tersebut dan membentuk interaksi parasosial (Hoffner, 2002).
Dalam penelitian Hoffner (2002), ditemukan bahwa parasosial lebih kuat
dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, dan biasanya
perempuan cenderung lebih fleksibel dalam memilih figur medianya. Selain itu,
Levy (dalam Wang, Fink, & Cai, 2008) melaporkan bahwa individu lebih sering
menggunakan televisi atau media yang lain ketika merasa kesepian dibandingkan
22
dengan individu yang tidak kesepian. Kedua, Perse dan Rubin (dalam Wang,
Fink, & Cai, 2008) serta Rubin dan McHugh (dalam Wang, Fink, & Cai, 2008)
menemukan bahwa paparan media yang lebih besar akan meningkatkan interaksi
parasosial.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
interaksi parasosial dapat dilihat ketika seseorang memberikan berbagai respon
terhadap peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan figur media favoritnya,
keinginan untuk bertemu, interaksi dan hubungan sosial yang kurang,
menganggap figur media favoritnya sebagai seseorang yang spesial, attachment
styles, perbedaan seseorang dalam berempati, self-esteem yang rendah, dan jenis
kelamin.
2.1.4 Pengukuran interaksi parasosial
Peneliti membuat alat ukur yang mengukur Interaksi Parasosial. Alat ukur
tersebut didasari pada tiga dimensi interaksi parasosial oleh Horton dan Wohl
(dalam Rubin, Perse, dan Powell, 1985) yaitu empathy, physical attraction dan
perceived similarity. Jumlah keseluruhan item yang terdapat pada alat ukur
interaksi parasosial terdiri atas 38 pernyataan, dengan menggunakan item jenis
favorable dan unfavorable. Item-item dalam skala ini diukur dengan empat poin
skala Likert.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi parasosial
1. Attachment Styles. Menurut Cole dan Leets (1999), attachment styles
memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial. Hal tersebut didasari oleh
keyakinan attachment atau kelekatan seseorang berkaitan erat dengan
23
keinginannya untuk membentuk interaksi parasosial dengan figur media
favoritnya. Cole dan Leet (1999) juga menyatakan bahwa seseorang yang
memiliki attachment styles preoccupied cenderung mengembangkan
interaksi parasosial untuk memenuhi kebutuhan emosional yang tidak
terpenuhi. Attachment styles yang lain seperti secure, fearful, dan dismissing
juga turut memberikan pengaruh-pengaruh yang berbeda terhadap interaksi
parasosial.
2. Loneliness. Rubin dan Mchugh (1987), menyatakan bahwa loneliness
memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial. Seseorang yang loneliness
memiliki hubungan yang positif dalam membentuk suatu hubungan dengan
figur media favoritnya. Sehingga dapat membuat seseorang tersebut
membentuk suatu interaksi parasosial. Interaksi parasosial merupakan salah
satu perantara bagi individu yang loneliness untuk tetap menjalin suatu
hubungan selayaknya hubungan nyata di kehidupan sehari-hari. Rubin,
Perse, dan Powell (1985) mengatakan bahwa interaksi parasosial ini pada
awalnya dipandang sebagai suatu hubungan yang tidak nyata atau sebagai
pengganti hubungan sosial bagi para orangtua, cacat, dan kesepian
(loneliness).
3. Motivasi. Hoffner (2002) mengemukakan bahwa motivasi yang dimaksud
adalah motivasi untuk memperoleh tujuan, kebutuhan dan keinginannya
yang dalam konteks interaksi parasosial adalah kebutuhan akan kepuasan
sosial dan emosional. Hal tersebut dapat memotivasi pengguna media untuk
24
menonton tayangan televisi lebih lanjut dan dapat membantu pengguna
media memuaskan kebutuhan keanggotaannya dalam suatu perkumpulan.
4. Similarity. Kesamaan antara seseorang dengan figur media (similarity).
Adanya kesamaan baik dalam hal penampilan fisik, tingkah laku dan reaksi
emosional, akan membuat pengguna media akan lebih tertarik pada karakter
dan kepribadian figur media yang mirip dengan dirinya. Misalnya,
persamaan dalam jenis kelamin, etnis, kelas sosial, usia, kepribadian,
kepercayaan dan pengalaman (Hoffner, 2002).
5. Keinginan untuk mengindentifikasi, yaitu figur media yang muncul di
televisi memiliki wajah yang tampan ataupun cantik, memiliki bakat yang
tidak biasa, atau sangat sukses. Pengguna media akan tertarik pada individu
tersebut dan melihat mereka sebagai panutan. Proses ini terjadi saat
menyaksikan figur media melalui media. Pengguna media atau penggemar
memiliki kecenderungan untuk mengidentifikasi figur media dan ikut
berpartisipasi dalam pengalaman figur media melalui media (Hoffner,
2002).
6. Komunikasi antar pengguna media. Komunikasi tersebut terjadi untuk
mengurangi ketidakpastian suatu informasi dan menambah informasi-
informasi mengenai figur media yang disukai. Ketidakpastian dalam
interaksi parasosial dapat dikurangi melalui strategi pasif seperti
mengobservasi pengguna media tersebut dalam berbagai situasi dan melalui
strategi aktif, seperti berbicara dengan sesama pengguna media mengenai
figur media tersebut. Penelitian menunjukkan semakin sering sesama
25
pengguna media berkomunikasi untuk lebih menggenal figur media yang
disukainya, semakin kuat interaksi parasosial yang terbentuk (Hoffner,
2002).
7. Lamanya menonton televisi. Altman dan Taylor (dalam Camella, 2001) juga
menambahkan faktor yang mempengaruhi interaksi parasosial pada
individu, yaitu lamanya seseorang menonton televisi. Faktor tersebut juga
turut mempengaruhi kuatnya interaksi parasosial yang terbentuk. Semakin
lama seseorang menonton televisi, maka seseorang tersebut akan semakin
intim dengan figur media dan interaksi parasosialnya semakin kuat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi interaksi parasosial adalah attachment styles, loneliness
(kesepian), motivasi, kesamaan dengan figur media, keinginan untuk
mengindentifikasi figur media, komunikasi antar pengguna media, dan lamanya
menonton televisi.
2.2 Attachment Styles
2.2.1 Definisi attachment styles
Bowlby (1982) mendefinisikan attachment sebagai suatu teori mengenai
kecenderungan psikologis untuk membentuk hubungan yang dekat dengan orang
lain, serta merasa nyaman jika orang tersebut hadir dan juga merasa cemas jika
orang tersebut tidak ada. Attachment yang sehat membawa cinta, keamanan, dan
kebahagiaan; attachment yang tidak sehat membawa kecemasan, duka cita dan
depresi (Bowlby, 1982).
26
Bartholomew dan Griffin (dalam Baron & Byrne, 2005) mendefinisikan
attachment sebagai suatu hubungan dekat atau perilaku lekat antara diri seseorang
dengan orang lain, yang diasumsikan bahwa perilaku interpersonal seseorang akan
terlihat dari evaluasi dirinya yang negatif atau positif, dan sejauh mana orang
tersebut mempersepsikan orang lain sebagai seseorang yang dapat dipercaya,
dapat diharapkan, dan dapat diandalkan (positif) atau lawannya yaitu,
mempersepsikan bahwa orang lain tidak dapat dipercaya, tidak dapat diharapkan
dan tidak dapat diandalkan (negatif).
Menurut Mayseless dan Scharf (2007), teori attachment menggambarkan
suatu pengalaman dalam hubungan dekat, yaitu kemampuan untuk membentuk
hubungan dekat dengan orang lain. Selama perjalanan waktu, hubungan dekat
tersebut akan berpengaruh pada pembentukan attachment styles, model mental,
atau harapan seseorang terhadap orang lain dalam hal ketersediaan, kepercayaan,
dan responsif seseorang di masa remaja dan dewasa (Cole & Leets, 1999).
Menurut Kamus Lengkap Psikologi, Attachment biasa disebut
penglengketan, perkaitan, relasi, ikatan, tersangkut satu sama lain, hubungan, atau
pelekatan. Definisi lain mengatakan bahwa Attachment merupakan suatu daya
tarik atau ketergantungan emosional antara dua orang. Selain itu, attachment
dikatakan sebagai kaitan stimulus-respons atau kaitan perangsang-reaksi (Chaplin,
1981).
Teori attachment merupakan suatu teori interpersonal alternatif yang
mengeksplorasi bagaimana orang-orang membentuk hubungan dekat dan
berinteraksi dengan orang lain. Secara khusus, penerapan teori attachment oleh
27
Bowlby mengarah ke fase remaja dan dewasa, dan telah menghasilkan berbagai
informasi mengenai perkembangan dan pemeliharaan hubungan dekat dengan
orang lain (Cole & Leets, 1999).
McEllhaney et al. (dalam Lerner & Steinberg, 2009) menjelaskan bahwa
teori attachment memiliki gambaran spesifik mengenai perbedaan seseorang
dalam perkembangan otonominya; independen, mandiri yang difasilitasi oleh
hubungan kelekatan yang secure. Hal tersebut terjadi ketika pengasuh mendukung
secara emosional dan mendorong otonom, membuat kapasitas anak berkembang
yaitu memiliki keberanian yang penuh, dapat menguasai situasi dan tugas yang
baru, dan mampu meminta pertolongan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti mengacu pada definisi yang
dikemukakan oleh Bartholomew dan Griffin (dalam Baron & Byrne, 2005), yang
mendefinisikan attachment merupakan suatu hubungan dekat atau perilaku lekat
antara diri seseorang dengan orang lain, yang diasumsikan bahwa perilaku
interpersonal seseorang akan terlihat dari evaluasi dirinya yang negatif atau
positif, dan sejauh mana orang tersebut mempersepsikan orang lain sebagai
seseorang yang dapat dipercaya, dapat diharapkan, dan dapat diandalkan (positif)
atau lawannya yaitu, mempersepsikan bahwa orang lain tidak dapat dipercaya,
tidak dapat diharapkan dan tidak dapat diandalkan (negatif) (Bartholomew &
Griffin, 1994; Baron & Byrne, 2005).
2.2.2 Dimensi attachment (attachment styles)
Attachment styles adalah konsep yang berasal dari teori attachment oleh John
Bowlby dan mengacu pada gaya karakteristik seseorang untuk berhubungan dekat
28
dengan orang lain (Levy, Ellison, Scott & Bernecker, 2011). Bartholomew &
Griffin (dalam Baron & Byrne, 2003) membagi attachment styles menjadi empat
dimensi, yaitu :
1. Secure
Memiliki self-esteem yang tinggi dan positif terhadap orang lain, sehingga ia
mencari kedekatan interpersonal dan merasa nyaman dalam hubungan.
Dibandingkan dengan dimensi attachment styles yang lain, seseorang yang
secure lebih tidak mudah marah, lebih tidak mengatribusikan keinginan
bermusuhan dengan orang lain dan mengharapkan hasil positif dan
konstruktif dari konflik. Dimensi secure paling mampu membentuk
hubungan yang berlangsung lama, dengan komitmen, dan memuaskan
(Baron & Byrne, 2003).
2. Fearful
Memiliki self esteem yang rendah dan pandangan negatif terhadap orang
lain. Dengan meminimalkan kedekatan interpersonal dan menghindari
hubungan akrab, seseorang berharap dapat melindungi diri mereka dari rasa
sakit karena ditolak. Seseorang dengan attachment styles fearful
menggambarkan orang lain secara negatif, memendam perasaan tidak
bersahabat dan marah tanpa menyadarinya (Baron & Byrne, 2003).
3. Preoccupied
Memiliki pandangan yang negatif mengenai dirinya dan harapan positif
bahwa orang lain akan mencintai dan menerimanya. Seseorang tersebut
mencari kedekatan dalam hubungan (terkadang kedekatan yang berlebihan),
29
tetapi mereka juga mengalami kecemasan dan rasa malu karena merasa
“tidak pantas” menerima cinta dari orang lain. Tekanan mengenai
kemungkinan ditolak terjadi secara ekstrem. Kebutuhan untuk dicintai dan
diakui ditambah adanya gambaran negatif tentang dirinya mendorong
terjadinya suatu depresi setiap kali hubungan menjadi buruk (Baron &
Byrne, 2003).
4. Dismissing
Memiliki gambaran diri yang sangat positif (terkadang tidak realistis) dan
gambaran diri dari seseorang ini berbeda jauh dari gambaran orang lain
tentang mereka. Seseorang dengan attachment styles dismissing juga
menolak melihat dirinya sebagai sosok yang berharga, independen dan
sangat layak untuk mendapatkan hubungan yang dekat; orang lain mungkin
lebih melihat mereka secara negatif, tidak ramah, dan terbatas keterampilan
sosialnya. Masalah utamanya adalah mereka mengharapkan yang terburuk
dari orang lain, sehingga mereka mungkin saja merasa takut terhadap
kedekatan yang jujur. Baik seseorang preoccupied dan dismissing
menghindari interaksi langsung berhadapan dan lebih memilih kontak
impersonal seperti catatan atau e-mail (Baron & Byrne, 2003).
Dapat disimpulkan bahwa empat dimensi tersebut memiliki aspek yang
berbeda, secure mempunyai evaluasi diri persepsi mengenai orang lain yang
positif, fearful mempunyai evaluasi diri dan persepsi mengenai orang lain yang
negatif, preoccupied mempunyai evaluasi diri yang negatif dan persepsi mengenai
30
orang lain yang positif, dan dismissing mempunyai kombinasi evaluasi diri yang
positif dan persepsi mengenai orang lain yang negatif.
2.2.3 Pengukuran attachment styles
Peneliti mengadaptasi alat ukur attachment styles yaitu Attachment Styles
Questionnaire (ASQ) dari Van-Oudenhoven, Hofstra dan Bakker (dalam Polek,
2008). Alat ukur tersebut didasari dari model attachment styles Bartholomew dan
Griffin, yang terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi secure, dimensi fearful,
dimensi preoccupied, dan dimensi dismissing. Jumlah keseluruhan item yang
digunakan yaitu 22 item, dengan menggunakan item jenis favorable dan
unfavorable. Item-item dalam skala ini diukur dengan empat poin skala Likert.
2.3 Loneliness
2.3.1 Definisi loneliness
Menurut Peplau dan Perlman (1982), loneliness adalah pengalaman yang tidak
menyenangkan yang terjadi ketika hubungan sosial seseorang menurun secara
kualitas maupun kuantitas. Definisi tersebut memberikan tiga elemen penting
tentang bagaimana para peneliti melihat loneliness.
Pertama, loneliness dihasilkan dari kurangnya hubungan sosial seseorang
berkurang. Loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan
ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial
yang di inginkan dan jenis hubungan sosial yang sudah di miliki. Terkadang,
loneliness merupakan hasil dari pergeseran kebutuhan sosial individu bukan dari
perubahan tingkat kontak sosialnya. Kedua, loneliness merupakan pengalaman
subjektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi sederhana. Ketiga,
31
Loneliness merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan (Peplau & Perlman,
1982).
Menurut Peplau, Sears dan Freedman (1988), loneliness merupakan
kegelisahan subjektif yang dirasakan pada saat hubungan sosial kehilangan ciri-
ciri pentingnya. Loneliness mungkin merupakan kondisi sementara yang
dihasilkan dari sebuah perubahan dalam kehidupan sosial seseorang. Menurut
Sullivan (dalam Peplau dan Perlman 1982), loneliness merupakan pengalaman
yang tidak menyenangkan, yang terhubung dengan pelepasan yang tidak memadai
pada kebutuhan untuk memiliki hubungan dekat dengan orang lain.
Menurut Young (dalam Peplau & Perlman, 1982), loneliness adalah
ketiadaan hubungan sosial yang memuaskan, hal tersebut disertai dengan gejala
tekanan psikologis yang terkait dengan kesepian yang dirasakan. Menurut Weiss
(dalam Peplau & Perlman, 1982), loneliness terjadi bukan karena individu
tersebut sendiri, tetapi individu tersebut merasa belum memiliki hubungan yang
diinginkan atau belum dapat mengatur suatu hubungan tertentu. Loneliness
tampaknya selalu menjadi respon terhadap ketidakhadiran hubungan tertentu.
Russell (1978) mengatakan bahwa loneliness merupakan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan, yang terkait dengan perasaan kekosongan,
kecanggungan, dan kebosanan; seseorang yang kesepian sering merasa depresi,
tidak bahagia, kurang puas dengan hubungan sosial, dan merasa kurang
berpenampilan menarik daripada orang lain.
Jong-Gierveld (1978) mendefinisikan loneliness sebagai keterlambatan
pengalaman antara hubungan interpersonal yang ada dan yang diinginkan sebagai
32
hal yang tidak menyenangkan atau ketidakterimaan, terutama ketika individu
tersebut merasa tidak mampu untuk mewujudkan hubungan interpersonal yang
diinginkan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Gordon (dalam Peplau &
Perlman, 1982), loneliness merupakan suatu perasaan kekurangan yang
disebabkan oleh kurangya jenis tertentu dalam hubungan manusia; perasaan akan
hilangnya seseorang, dan karena seseorang tersebut memiliki harapan-harapan
terhadap kekosongan yang dirasakan. Loneliness dapat dicirikan sebagai perasaan
akan kekurangan ketika hubungan manusia yang diharapkan tidak hadir.
Sermat (1978) mendefinisikan loneliness sebagai suatu perbedaan
pengalaman antara jenis hubungan interpersonal individu dalam memandang
dirinya di kondisi saat ini, dan jenis hubungan yang ingin dimiliki, baik dalam
pengalaman masa lalu atau beberapa keadaan ideal yang tidak pernah ia alami.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti mengacu pada definisi yang
dikemukakan oleh Russell (1978), yang mendefinisikan bahwa loneliness
merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, yang terkait dengan
perasaan kekosongan, kecanggungan, dan kebosanan; seseorang yang kesepian
sering merasa depresi, tidak bahagia, kurang puas dengan hubungan sosial, dan
merasa kurang berpenampilan menarik daripada orang lain.
2.3.2 Dimensi loneliness
Menurut Russell (1996), loneliness terbagi menjadi tiga bentuk dimensi, yaitu:
a. Personality atau kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri seseorang
dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan karakteristik perilaku dan
berpikir.
33
b. Social Desirability, yaitu kehidupan sosial yang diinginkan seseorang pada
kehidupan di lingkungannya.
c. Depression, merupakan salah satu gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga,
dan berpusat pada kegagalan.
Weiss (dalam Peplau & Goldston, 1984) mengemukakan bahwa di dalam
perasaan kesepian terdapat dua dimensi, yaitu :
a. Kesepian Emosional (Emotional Loneliness)
Merupakan kesepian yang diakibatkan oleh tidak adanya hubungan sosial
dengan seseorang sehingga tidak dapat bergantung kepada siapapun.
Hubungan yang ada kurang memuaskan, atau merasa lingkungan sosial
kurang memahaminya.
b. Kesepian Sosial (social loneliness)
Merupakan kesepian yang diakibatkan oleh tidak adanya teman, saudara
atau orang lain dari jaringan sosial dimana aktivitas-aktivitas dan
kepetingan-kepentingan bisa saling dibagi dan adanya suatu penolakan dari
lingkungan sosial.
Menurut Young (dalam Peplau & Goldston, 1984) loneliness dapat dibagi
menjadi tiga dimensi berdasarkan durasi loneliness yang dialaminya, yaitu:
a. Transient loneliness yakni perasaan loneliness yang singkat dan muncul
sesekali, yang banyak dialami oleh seseorang ketika kehidupan sosialnya
sudah cukup layak. Transient loneliness menghabiskan waktu yang singkat,
34
seperti ketika mendengarkan sebuah lagu atau ekspresi yang mengingatkan
pada seseorang yang dicintai yang telah pergi jauh.
b. Transitional loneliness yakni ketika seseorang yang sebelumnya sudah
merasa puas dengan kehidupan sosialnya menjadi loneliness setelah
mengalami gangguan dalam jaringan sosialnya tersebut (misalnya
meninggalnya orang yang dicintai, bercerai atau pindah ke tempat baru).
c. Chronic loneliness adalah kondisi ketika seseorang merasa tidak dapat
memiliki kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka
waktu tertentu. Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan
tidak dapat dihubungkan dengan stressor yang spesifik.
Berdasarkan penjabaran dimensi-dimensi diatas, peneliti memilih dimensi
oleh Russell (1996) yaitu personality, social desirability, dan depression.
2.3.3 Pengukuran loneliness
Alat ukur yang digunakan peneliti untuk mengukur loneliness menggunakan skala
baku yang disusun oleh Russell (1996) yaitu UCLA Loneliness Scale versi ketiga.
Jumlah keseluruhan item yang digunakan yaitu 20 item, dengan empat pilihan
jawaban yaitu “tidak pernah”, “jarang”, “kadang-kadang”, dan “sering”. Item-item
dalam skala ini diukur dengan empat poin skala Likert..
2.4 Remaja
Larson (dalam Santrock, 2007) mendefinisikan remaja sebagai periode transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan
perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Menurut bapak
studi ilmiah remaja yaitu Hall (dalam Santrock, 2003), remaja adalah masa antara
35
usia 12 sampai 23 tahun dan penuh dengan masa guncangan yang ditandai dengan
konflik dan perubahan. Remaja awal berkisar antara usia 12 sampai 15 tahun,
remaja madya berkisar antara usia 16 sampai 18 tahun, dan remaja akhir berkisar
antara usia 19 sampai 23 tahun.
Remaja menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) berada di tahapan
perkembangan tahap identity versus identity confusion. Pada tahap identity versus
identity confusion, dikatakan bahwa remaja merupakan masa dimana seseorang
dihadapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan ke
mana mereka menuju dalam hidupnya. Remaja bereksperimen dengan sejumlah
peran dan identitas yang mereka ambil dari kebudayaan sekitarnya. Kaum muda
yang berhasil mengatasi identitas-identitas yang saling bertentangan selama masa
remaja ini, muncul dengan suatu kepribadian baru yang menarik dan dapat
diterima, sedangkan remaja yang tidak berhasil mengatasi identitas akan
mengalami kebingungan, dan kebingungan muncul dalam satu dari dua pilihan:
individu menarik diri, memisahkan diri dari teman sebaya dan keluarga; atau
mereka dapat kehilangan identitas mereka dalam kelompok. Erikson (dalam
Santrock, 2003) mengatakan bahwa masa remaja berkisar antara 10 sampai 20
tahun.
Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1980), masa remaja adalah usia di mana
seseorang berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi
merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan
36
dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok.
Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang
dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode
perkembangan ini.
Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1980), masa remaja berada di usia 13
sampai 18 tahun. Remaja awal bermula dari usia 13 tahun sampai 16 atau 17
tahun, dan remaja akhir bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu
usia matang secara hukum (dalam Hurlock, 1980).
Pada tahun 1974, WHO atau World Health Organization (dalam
Sarwono, 2008) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat
konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis,
psikologis, dan sosial ekonomi. Maka, secara lengkap definisi tersebut berbunyi
sebagai berikut, yaitu:
1. Individu yang mulai mengalami perubahan seksual sekunder sampai
mengalami kematangan seksual,
2. Individu yang berkembang secara psikologis dan mengidentifikasikan diri
menjadi dewasa,
3. Individu yang tadinya tergantung secara sosial ekonomi kemudian menjadi
lebih relatif mandiri.
Berdasarkan penjabaran diatas, remaja merupakan suatu periode transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan
perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Batasan usia remaja
37
yang digunakan adalah usia remaja secara umum yaitu dari usia 12 tahun sampai
23 tahun (Santrock, 2003).
2.4.1 Perkembangan pada masa remaja
Menurut Santrock (2003) dan Steinberg, Vandell, dan Bonstein (2011), terdapat
tiga hal perubahan fundamental yang perlu diketahui dalam perkembangan
remaja, yaitu perubahan fisik, kognitif, dan sosioemosional.
2.4.1.1 Perubahan secara fisik
Tanda perkembangan biologis yang paling jelas pada remaja adalah terjadinya
perubahan mencakup perkembangan fisik yang dimulai dengan pubertas, yaitu
saat remaja mulai aktif dan matang secara seksual dan mampu melakukan
reproduksi (Santrock, 2003). Pubertas meliputi semua perubahan fisik yang terjadi
pada anak perempuan dan laki-laki dalam melewati masa kanak-kanak sampai
dewasa.
Kegiatan seksual remaja berkaitan dengan kejadian pubertas, yaitu saat
tubuh remaja mulai berkembang menjadi bentuk dewasa dan fungsi-fungsi
reproduksi mulai bekerja karena adanya perubahan hormonal. Gejala dimulai
ketika hypothalamus di dalam otak memberikan tanda kepada kelenjar pituitary
untuk melepas sejumlah hormon-hormon gonads yang melepaskan hormon
androgen dan estrogen ke dalam pembuluh darah. Hormon-hormon tersebut
menstimulasi perkembangan seksual dan aspek-aspek lain dalam pertumbuhan
fisik (Steinberg, Vandell, & Bonstein, 2011).
38
2.4.1.2 Perubahan secara kognitif
Perubahan secara kognitif pada remaja meliputi perkembangan pikiran,
inteligensi, dan bahasa (Santrock, 2003). Perubahan tersebut terkait dengan
bagaimana remaja berpikir tentang sesuatu. Dibandingkan dengan anak-anak,
kemampuan remaja untuk berpikir secara hipotesis dan abstrak sudah lebih
meningkat.
Remaja juga sudah mulai memahami tingkat permainan kata-kata,
peribahasa, metafora, dan analogi. Selain itu, kapasitas dan ketertarikan remaja
akan pemikiran mengenai hubungan, politik, agama, dan moral sudah mulai
meningkat. Peningkatan atensi, kerja memori, kecepatan pemrosesan berpikir,
organisasi, dan metakognisi juga terjadi di perubahan secara kognitif dalam masa
remaja (Steinberg, Vandell, & Bonstein, 2011).
2.4.1.3 Perubahan secara sosioemosional
Dalam Santrock (2003), perubahan secara sosiemosional pada remaja dapat dilihat
pada perubahan dalam hubungan dengan orang lain, dalam emosi, kepribadian,
dan dalam konteks sosial. Dalam Steinberg, Vandell, dan Bonstein (2011),
perubahan secara sosioemosional menggambarkan aspek-aspek perkembangan
yang menyangkut perubahan yang tekait dengan identitas, otonomi, keintiman,
seksualitas, dan prestasi.
Hubungan remaja dengan orangtua ditandai dengan kedekatan
emosionalnya, serta juga bisa mengarah ke keterasingan, konflik, dan
permusuhan. Remaja memiliki hubungan emosional dengan saudara kandungnya
yang ditandai dengan konflik dan permusuhan tetapi juga dengan pengasuhan dan
39
dukungan. Perubahan secara sosioemosional juga ditandai dengan permasalahan
sosioemosional yang dialami oleh remaja. Permasalahan tersebut ditandai dengan
penyalahgunaan obat, kenakalan, dan depresi pada sebagian remaja (Steinberg,
Vandell & Bonstein, 2011).
2.5 Kpop atau korean pop
Kpop atau korean pop didefiniskan sebagai aliran musik populer yang berasal dari
Korea Selatan, dan telah menjadi aliran musik pop independen selama lebih dari
dua dekade. Sebagian besar idola kpop sudah menembus batas dalam negeri dan
populer di mancanegara (Park, 2013).
Sejak pertengahan tahun 1990, muncul suatu fenomena kecintaan akan
musik dan drama dari negara ginseng yaitu Korea Selatan. Fenomena tersebut
lebih di kenal dengan sebutan korean wave atau hallyu. Kpop sendiri merupakan
bagian dari korean wave atau hallyu (Jin, 2012). Popularitas kpop telah menyebar
ke berbagai negara, yaitu Cina, Jepang, Asia Tenggara, Amerika, dan Eropa.
Kpop juga telah menghasilkan sejumlah lagu dan penyanyi terkenal. Lagu-lagu
kpop telah masuk ke tangga lagu Amerika, yaitu Billboard, yang selama ini
menjadi tolak ukur kualitas industri musik dunia (Park, 2013).
2.6 Kerangka Berfikir
Sekarang ini, para remaja memiliki ketertarikan akan gelombang budaya pop
Korea atau yang biasa disebut dengan Kpop. Kpop tidak hanya memanjakan
telinga dan mata para remaja, tetapi juga membentuk suatu imajinasi tentang
selebriti Korea yang berpenampilan menarik dan berwajah semulus porselen.
40
Selain itu, para remaja yang menganggap diri mereka sebagai penggemar Kpop
membentuk sebuah kelompok penggemar yang menyukai idola Kpop yang sama.
Mereka selalu terdepan untuk urusan temu sapa idola atau figur media favoritnya.
Para penggemar Kpop di Indonesia memanfaatkan media massa sebagai
perantara antara mereka dengan idola atau figur media favoritnya. Mereka dapat
mengetahui perkembangan karir, aktivitas, acara televisi dan program musik yang
diikuti oleh idola atau figur media favoritnya melalui media massa. Dengan
banyaknya paparan media massa, para penggemar Kpop atau pengguna media
merasa sangat mengenal figur media favoritnya. Peristiwa dimana seseorang
merasa mengenal secara personal terhadap selebritis atau figur di media disebut
dengan interaksi parasosial.
Interaksi parasosial merupakan hubungan interpersonal yang di mediasi
dan terjadi antara pengguna media (televisi, internet, radio) dengan figur media
(presenter, aktor, musisi dan selebriti); bersifat satu arah, non-dialektikal,
dikontrol oleh performer, dan tidak dapat berkembang; serta merupakan
pengalaman ilusi yang dialami oleh pengguna media, yang merasa seperti berada
dalam interaksi dengan figur media, meskipun situasinya tidak bertimbal balik
(Horton & Wohl, 1956).
Interaksi parasosial dipengaruhi oleh attachment styles. Penelitian oleh
Cole & Leets (1999) menyatakan bahwa attachment styles berpengaruh secara
signifikan terhadap interaksi parasosial. Attachment styles memiliki pengaruh
dalam pembentukan interaksi parasosial. Attachment styles secure memiliki
pengaruh terhadap interaksi parasosial, apabila secure bersifat negatif. Attachment
41
styles fearful dan dismissing memiliki pengaruh yang kecil dalam mempengaruhi
interaksi parasosial. serta, preoccupied merupakan prediktor yang kuat dalam
mempengaruhi interaksi parasosial.
Interaksi parasosial juga dipengaruhi oleh loneliness. Penelitian yang
dilakukan oleh Rubin dan Mchugh (1987) menyatakan bahwa loneliness memiliki
pengaruh terhadap interaksi parasosial. Penelitian yang dilakukan oleh Dhanda
(2011) juga menyatakan bahwa loneliness dapat mempengaruhi interaksi
parasosial. Dimensi loneliness yaitu social desirability memiliki peran dalam
terbentuknya interaksi parasosial pada seseorang. Dimensi personality memiliki
pengaruh yang kecil terhadap interaksi parasosial. Serta, dimensi depression tidak
memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka disusun sebuah
kerangka berpikir penelitian yang merupakan kombinasi dari teori dan penelitian
yang berkaitan dengan interaksi parasosial pada penggemar Kpop sebagaimana
disajikan di bawah ini. Berikut dijabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
interaksi parasosial pada penggemar Kpop :
Loneliness
Attachment Styles
INTERAKSI
PARASOSIAL PADA
PENGGEMAR
KPOP
Secure
Fearful
Preoccupied
Dismissing
Personality
Social Desirability
Depression
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
42
2.7 Hipotesis Penelitian
Ha : Adanya pengaruh yang signifikan attachment styles dan loneliness
terhadap interaksi parasosial penggemar kpop
Ha1 : Adanya pengaruh yang signifikan secure terhadap interaksi parasosial
penggemar kpop
Ha2 : Adanya pengaruh yang signifikan fearful terhadap interaksi parasosial
penggemar kpop
Ha3 : Adanya pengaruh yang signifikan preoccupied terhadap interaksi
parasosial penggemar kpop
Ha4 : Adanya pengaruh yang signifikan dismissing terhadap interaksi
parasosial penggemar kpop
Ha5 : Adanya pengaruh yang signifikan personality terhadap interaksi
parasosial penggemar kpop
Ha6: Adanya pengaruh yang signifikan social desirability terhadap interaksi
parasosial penggemar kpop
Ha7: Adanya pengaruh yang signifikan depression terhadap interaksi
parasosial penggemar kpop
43
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi
konseptual dan operasional, teknik pengumpulan data, uji instrumen, prosedur
penelitian, dan teknik analisis data.
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah para penggemar musik pop Korea atau kpop
yang berjenis kelamin perempuan, dengan rentang usia antara 10-23 tahun.
Kuesioner yang disebar sebanyak 300 buah dan pada kenyataannya, hanya
terdapat 258 kuesioner yang dapat diolah.
Peneliti menggunakan teknik non probability sampling, yaitu peluang
untuk terpilihnya menjadi responden tidak dapat dihitung. Peneliti menggunakan
dua teknik pengambilan data yaitu melakukan pengambilan data secara langsung
dan pengambilan data berupa skala online dengan memanfaatkan media internet.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang
banyak dituntut menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data,
penafsiran terhadap data-data tersebut, serta penampilan dari hasilnya.
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Dependent variable (variabel terikat) ialah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lain yang sifatnya tidak dapat berdiri sendiri. Dependent variable dalam
penelitian ini adalah interaksi parasosial.
44
Independent variable (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi
variabel lain yang sifatnya berdiri sendiri. Independent variable dalam penelitian
ini adalah attachment styles dan loneliness. Attachment styles memiliki empat
dimensi yaitu secure, fearful, preoccupied, dan dismissing. Loneliness memiliki
tiga dimensi yaitu personality, social desirability dan depression.
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini
adalah:
a. Interaksi parasosial merupakan suatu hubungan interpersonal yang dimediasi
dan terjadi antara pengguna media dengan figur media melalui media massa
yaitu televisi, internet, radio, dan lain-lain. Interaksi parasosial juga dikatakan
sebagai pengalaman ilusi yang dialami oleh pengguna media, yang merasa
seperti berada dalam interaksi dengan figur media, meskipun situasinya tidak
bertimbal balik. Interaksi parasosial dibagi menjadi tiga dimensi yaitu
empathy, physical attraction dan perceived similarity. Peneliti membuat alat
ukur yang mengukur Interaksi Parasosial. Alat ukur tersebut didasari pada tiga
dimensi interaksi parasosial oleh Horton dan Wohl (dalam Rubin, Perse, dan
Powell, 1985).
b. Attachment styles merupakan kecenderungan perilaku lekat antara diri
seseorang dengan orang lain, yang didasari oleh empat tipe attachment yaitu
secure, fearful, preoccupied, dan dismissing. Attachment styles diukur dengan
menggunakan skala Attachment Styles Questionnaire (ASQ) oleh
Oudenhoven, Hofstra dan Bakker (dalam Polek, 2008).
45
c. Loneliness atau kesepian didefinisikan sebagai pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan, yang terkait dengan perasaan ketidakpuasan,
ketidakbahagiaan, kecemasan, kekosongan, kebosanan, kegelisahan dan
perasaan terasingkan. Loneliness memiliki tiga dimensi yaitu personality,
social desirability, dan depression (Russell, 1996). Loneliness diukur dengan
menggunakan UCLA Loneliness Scale version 3 oleh Russell (1996).
3.3. Instrumen Pengumpulan Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan instrumen berupa skala atau kuesioner
yang terdiri dari:
1. Interaksi parasosial
Untuk mengukur interaksi parasosial, peneliti membuat skala interaksi parasosial
yang terdiri dari 38 item. Skala interaksi parasosial terdiri dari tiga dimensi, yaitu
empathy, physical attraction, dan perceived similarity.
Tabel 3.1. Blue print skala interaksi parasosial
No Dimensi Indikator Item
Fav Unfav
1 Empathy - Active Bonding: Keinginan untuk
berperilaku atau bersikap seperti figur
media - Passive bonding: Responden merasa
memiliki beberapa kesamaan ikatan
dua arah dengan figur media; meliputi pertemanan, empati, dan penarikan
selama selebriti favorit tidak muncul di
media.
1, 2, 3, 4, 5,
6, 8, 9, 10,
11, 12, 13
7
2 Physical Attraction Persepsi responden terhadap
- Suara figur media,
- Ketertarikan fisik figur media, - Kealamian atau naturalness figur
media
14, 15, 16,
17, 18, 19,
20, 22, 23, 24, 25, 26, 27
21
3 Perceived Similarity - Mengindentifikasi figur media - Melihat kesamaan antara dirinya
dengan figur medianya.
28, 29, 30, 31, 33, 34,
35, 36, 37, 38
32
Jumlah 35 3
46
2. Attachment styles
Untuk mengukur skala attachment styles, peneliti menggunakan skala Attachment
Styles Questionnaire (ASQ) oleh Oudenhoven, Hofstra dan Bakker yang terdiri
dari 22 item (dalam Polek, 2008). Pengukuran ini mencakup empat dimensi, yaitu
dimensi secure, dimensi fearful, dimensi preoccupied, dan dimensi dismissing.
Tabel 3.2. Blue print skala attachment styles
No Dimensi Indikator Item
Fav Unfav
1 Secure - Mudah dekat dengan orang lain secara emosional
- Nyaman bila bergantung dengan orang
lain dan begitu sebaliknya.
1, 12, 13, 9, 16, 20
3, 7
2 Fearful - Menginginkan kedekatan emosi dengan
orang lain, tetapi sulit untuk
mempercayai orang lain. - Khawatir disakiti bila terlalu dekat
dengan orang lain.
2, 4, 18,
21
-
3 Preoccupied - Keinginan dekat dengan orang lain secara emosional. Tapi seringnya
merasakan orang lain enggan untuk dekat
- Tidak nyaman tanpa adanya kedekatan
emosional dengan orang lain, namun merasa khawatir orang lain tidak
menghargainya
6, 8, 10, 19
15, 22
4 Dismissing - Nyaman tanpa adanya kedekatan emosional dengan orang lain.
- Merasa mandiri serta memilih untuk
tidak bergantung pada orang lain, begitu pula sebaliknya
5, 11, 14, 17
-
Jumlah 18 4
3. Loneliness
Alat ukur yang digunakan peneliti untuk mengukur loneliness menggunakan skala
baku yang disusun oleh Russell (1996) yaitu UCLA Loneliness Scale version 3.
Alat ukur tersebut terdiri dari tiga dimensi yaitu personality, social desirability
dan depression (Russell, 1996). Jumlah keseluruhan item yang digunakan yaitu 20
item. Item-item dalam skala ini diukur dengan empat poin skala Likert.
47
Tabel 3.3. Blue print skala loneliness
No Dimensi Indikator Item
Fav Unfav
1 Personality Organisasi dinamis dalam individu dari sistem-
sistem psikofisik yang menentukan - karakteristik perilaku
- karakteristik berpikir
3, 8, 13, 17 6, 9, 15, 16
2 Social Desirability Adanya keinginan untuk - Terlibat dalam kehidupan sosial
- Menyukai kehidupan sosial individu di
lingkungan hidupnya
7 1, 5, 10, 19,
20
3 Depression Gangguan yang ditandai dengan perasaan
- Sedih
- Murung, - Tidak bersemangat,
- Merasa tidak berharga,
- Berpusat kepada kegagalan
2, 4, 11, 12, 14, 18
-
Jumlah 11 9
Seluruh skala dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala atau
kuesioner. Kuesioner yang akan digunakan berupa skala model likert dengan pola
pertanyaan tertutup (close question). Pemberian skor pada skala interaksi
parasosial dan attachment style menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
Penilaian yang diberikan pada setiap pernyataan untuk lebih jelasnya akan pada
tabel 3.4.
Tabel 3.4. Penilaian skala likert interaksi parasosial dan attachment styles
Skala Favorable Unfavorable
(SS) Sangat setuju
(S) Setuju
(TS) Tidak setuju (STS) Sangat tidak setuju
4
3
2 1
1
2
3 4
Pemberian skor pada skala loneliness menggunakan empat alternatif jawaban,
yaitu Sering (S), Kadang-kadang (KK), Jarang (J), Tidak Pernah (TP). Penilaian
yang diberikan pada setiap pernyataan untuk lebih jelasnya akan pada tabel 3.5.
Tabel 3.5. Penilaian skala likert loneliness
Skala Favorable Unfavorable
(SL) Selalu
(SR) Sering (J) Jarang
(TP) Tidak Pernah
4
3 2
1
1
2 3
4
48
3.4. Uji Validitas
Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas
konstruk ketiga instrumen yang dipakai, yaitu interaksi parasosial, attachment
styles, dan loneliness. Untuk menguji validitas konstruk alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini, penulis menggunakan Confirmatory Faktor Analysis (CFA).
Adapun logika dari CFA :
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes
bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan
matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar
(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks S -
matriks ∑ atau bisa juga dinyatakan dengan S- ∑ = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan
chisquare. Jika hasil chi square tidak signifikan p > 0.05, maka hipotesis
nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat
49
diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor
saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan
atau tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-
value. Jika hasil t-value tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan
dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di
keluarkan dan sebaliknya.
6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di keluarkan. Sebab hal ini tidak
sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).
Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan
software LISREL 8.70 (Linear Structural Relationship).
3.4.1. Uji validitas konstruk interaksi parasosial
Di bawah ini merupakan tabel 3.6 menjelaskan hasil uji validitas instrumen
interaksi parasosial yang meliputi dimensi empathy, physical attraction, dan
perceived similarity. Setiap dimensi diuji satu per satu, namun dalam
penyajiannya digabung menjadi satu tabel. Langkah pertama, penulis menguji
apakah 38 item yang terdiri dari tiga dimensi interaksi parasosial bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur interaksi parasosial. Ketiga aspek
tersebut yaitu dimensi empathy, physical attraction, dan perceived similarity.
Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
pada dimensi empathy model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-
square = 702.61 df = 65 , P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.195, oleh
50
sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit dengan Chi-square = 53.33, df = 39 , P-value = 0.06287, dan
nilai RMSEA = 0.038. Sehingga ke 12 item diterima dan satu item dikeluarkan.
Gambar model fit dapat dilihat pada lampiran.
Pada dimensi physical attraction dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 1215.70, df
= 77, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.240, oleh sebab itu penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-square = 49.52, df = 36, P-value = 0.06617, dan nilai RMSEA =
0.038. Sehingga keseluruhan item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan.
Gambar model fit dapat dilihat pada lampiran.
Pada dimensi perceived similarity dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 508.12, df =
44, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.203, oleh sebab itu penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-square = 29.36, df = 24 , P-value = 0.20673, dan nilai RMSEA =
0.029. Sehingga ke 9 item diterima dan dua item dikeluarkan. Gambar model fit
dapat dilihat pada lampiran.
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara siginifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
51
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
setiap koefisien muatan faktor. Ada pun hasil uji validitas instrumen interaksi
parasosial seluruh dimensi lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3.6 di bawah ini:
Tabel 3.6. Hasil uji validitas instrumen interaksi parasosial
No.
Item Dimensi Lambda
Standard
Error T-value Signifikan
1 Empathy 0.59 0.08 7.22 √ 2 0.58 0.06 9.75 √
3 0.38 0.06 5.91 √
4 0.30 0.06 4.83 √
5 0.58 0.06 9.13 √
6 0.79 0.06 12.85 √ 7 0.12 0.08 1.43 X
8 0.17 0.06 2.82 √
9 0.18 0.06 2.97 √ 10 0.39 0.06 6.57 √
11 0.38 0.07 5.60 √
12 0.51 0.06 8.12 √ 13 0.33 0.06 5.46 √
14 Physical Attraction 0.20 0.07 2.85 √
15 0.45 0.06 7.00 √ 16 0.41 0.06 6.62 √
17 0.33 0.06 5.19 √
18 0.28 0.07 4.19 √ 19 0.89 0.05 17.76 √
20 0.57 0.06 9.76 √
21 0.60 0.06 10.30 √ 22 0.59 0.06 10.29 √
23 0.60 0.06 10.18 √
24 0.53 0.06 12.00 √ 25 0.68 0.06 12.00 √
26 0.72 0.06 13.11 √
27 0.19 0.07 2.65 √ 28 Perceived Similarity 1.41 0.11 12.69 √
29 0.49 0.06 8.79 √
30 0.55 0.06 9.24 √ 31 0.29 0.04 6.42 √
32 0.85 0.05 16.60 √
33 0.19 0.04 4.68 √ 34 1.09 0.28 3.92 √
35 0.17 0.04 4.23 √
36 -0.18 0.04 -4.24 X 37 0.28 0.06 4.56 √
38 -0.11 0.04 -3.03 X
Keterangan : tanda √ = signifikan (t -1,96 > x > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari hasil tabel 3.6 dapat kita lihat bahwa terdapat 36 item yang signifikan
berkoefisien bermuatan positif serta 2 yang bermuatan negatif. Pada muatan yang
negatif nilai T< 1,96 maka pada item 7, 36, 38 tidak signifikan sehingga item
tersebut di keluarkan.
3.4.2. Uji validitas konstruk attachment styles
52
Di bawah ini merupakan tabel 3.7 menjelaskan hasil uji validitas instrumen
attachment styles yang meliputi dimensi secure, fearful, preoccupied, dan
dismissing. Setiap dimensi diuji satu per satu, namun dalam penyajiannya
digabung menjadi satu tabel.
Langkah pertama, penulis menguji apakah 22 item yang terdiri dari empat
dimensi attachment styles bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur
attachment styles. Ketiga aspek tersebut yaitu dimensi secure, fearful,
preoccupied, dan dismissing.
Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
pada dimensi secure model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square
= 56.22, df = 20 , P-value = 0.00003, dan nilai RMSEA = 0.084, oleh sebab itu
penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-square = 25.75, df = 19 , P-value = 0.13723, dan nilai
RMSEA = 0.037. Sehingga 7 item diterima dan satu item dikeluarkan. Gambar
model fit dapat dilihat pada lampiran.
Pada dimensi fearful dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 8.98, df = 2 , P-value =
0.01121, dan nilai RMSEA = 0.117, oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-square =
1.21, df = 1 , P-value = 0.27055, dan nilai RMSEA = 0.029. Sehingga keseluruhan
53
item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit dapat dilihat
pada lampiran.
Pada dimensi preoccupied dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 23.55, df = 9 , P-
value = 0.00507, dan nilai RMSEA = 0.079, oleh sebab itu penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square = 11.56, df = 7 , P-value = 0.11615, dan nilai RMSEA = 0.050. Sehingga
keseluruhan item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit
dapat dilihat pada lampiran.
Pada dimensi dismissing dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 3.45, df = 2 , P-
value = 0.17841, dan nilai RMSEA = 0.053, oleh sebab itu penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square = 0.07, df = 1 , P-value = 0.79732, dan nilai RMSEA = 0.000. Sehingga
keseluruhan item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit
dapat dilihat pada lampiran.
Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara siginifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi
setiap koefisien muatan faktor. Ada pun hasil uji validitas instrumen attachment
styles seluruh dimensi lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3.7 di bawah ini:
54
Tabel 3.7. Hasil uji validitas instrumen attachment styles
No. Item Dimensi Lambda Standard Error T-value Signifikan
1 Secure 0.14 0.08 1.86 X
3 0.29 0.08 3.71
7 0.38 0.08 4.91
9 0.42 0.08 5.53
12 0.25 0.08 3.28
13 0.73 0.09 8.55
16 0.32 0.08 4.21
20 0.38 0.08 5.03
2 Fearful 0.44 0.07 6.07
4 0.96 0.10 9.10
18 0.75 0.10 7.29
21 0.55 0.08 7.13
6 Preoccupied 0.30 0.08 3.65
8 0.35 0.08 4.17
10 0.56 0.10 5.49
15 0.35 0.10 3.46
19 0.49 0.09 5.56
22 0.28 0.08 3.39
5 Dismissing 0.66 0.22 3.05
11 0.33 0.13 2.62
14 0.29 0.12 2.43
17 0.26 0.10 2.54
Keterangan : tanda √ = signifikan (t -1,96 > x > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari hasil tabel 3.7 dapat kita lihat bahwa terdapat 21 item yang signifikan
berkoefisien bermuatan positif serta 1 yang bermuatan negatif. Pada muatan yang
negatif nilai T < 1,96 maka pada item 1 tidak signifikan sehingga item tersebut di
keluarkan.
3.4.3. Uji validitas konstruk loneliness
Di bawah ini merupakan tabel 3.8 menjelaskan hasil uji validitas instrumen
loneliness yang meliputi dimensi personality, social desirability dan depression.
Setiap dimensi diuji satu per satu, namun dalam penyajiannya digabung menjadi
satu tabel.
Langkah pertama, penulis menguji apakah 20 item yang terdiri dari tiga
dimensi loneliness bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur
loneliness. Ketiga aspek tersebut yaitu dimensi personality, social desirability dan
depression.
55
Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
pada dimensi personality model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-
square = 87.58, df = 20 , P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.115, oleh
sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit dengan Chi-square = 17.37, df = 13 , P-value = 0.18298, dan
nilai RMSEA = 0.036. Sehingga keseluruhan item diterima dan tidak ada yang
dikeluarkan. Gambar model fit dapat dilihat pada lampiran.Pada dimensi social
desirability dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 21.99, df = 9 , P-value = 0.00891, dan
nilai RMSEA = 0.075, oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap
model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi
satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-square = 10.48, df = 8,
P-value = 0.23312, dan nilai RMSEA = 0.035. Sehingga keseluruhan item
diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit dapat dilihat pada
lampiran.
Pada dimensi depression dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 26.42, df = 9 , P-
value = 0.00174, dan nilai RMSEA = 0.087, oleh sebab itu penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square = 10.18, df = 7 , P-value = 0.17853, dan nilai RMSEA = 0.042. Sehingga
keseluruhan item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit
56
dapat dilihat pada lampiran. Ada pun hasil uji validitas instrumen interaksi
parasosial seluruh dimensi lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3.8 di bawah ini:
Tabel 3.8. Hasil uji validitas instrumen loneliness
No. Item Dimensi Lambda Standard Error T-value Signifikan
3. Personality 0.60 0.07 9.01
6. 0.56 0.07 8.05
8. 0.66 0.07 9.86
9. 0.37 0.07 5.20
13. 0.57 0.07 8.41
15. 0.18 0.08 2.21
16. 0.45 0.07 6.16
17. 0.31 0.08 4.04
1. Social Desirability 0.23 0.08 3.04
5. 0.56 0.07 7.92
7. 0.62 0.07 8.82
10. 0.66 0.07 9.39
19. 0.44 0.07 6.17
20. 0.48 0.07 6.78
2. Depression 0.51 0.07 7.56
4. 0.75 0.06 12.67
11. 0.70 0.06 11.31
12. 0.66 0.06 10.58
14. 0.35 0.07 5.20
18. 0.47 0.07 6.97
Keterangan : tanda √ = signifikan (t -1,96 > x > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel 3.8 dapat kita lihat bahwa semua item yang berjumlah 20 item
merupakan item yang signifikan berkoefisien bermuatan positif dengan nilai T >
1.96.
3.5. Teknik Analisis Data
Untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang
signifikan dimensi attachment styles dan dimensi loneliness sebagai independent
variable (IV) terhadap dimensi interaksi parasosial sebagai dependent variable
(DV) dan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan yang diberikan masing-
masing independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV), maka
penulis menggunakan metode statistika karena datanya berupa angka-angka yang
merupakan hasil pengukuran atau perhitungan.
57
Variabel bebas pada penelitian ini berjumlah tujuh variabel, empat
variabel dari dimensi attachment styles (secure, fearful, preoccupied, dan
dismissing), tiga variabel dari dimensi loneliness (personality, social desirability,
dan depression). Dalam hal ini penulis menggunakan teknik analisis regresi
berganda, yang penghitungannya menggunakan bantuan program atau software
SPSS 17.0 untuk mengetahui besar dan arah pengaruh antara variabel X1 hingga
X7 terhadap variabel Y1 yang pada penelitian ini adalah interaksi parasosial.
Adapun persamaan umum analisis regresi bergandanya adalah sebagai
berikut:
Y : a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + e
Keterangan :
Y : Dependent Variabel (DV) 'Interaksi Parasosial'
X1 : Dimensi Secure Attachment Styles
X2 : Dimensi Fearful Attachment Styles
X3 : Dimensi Preoccupied Attachment Styles
X4 : Dimensi Dismissing Attachment Styles
X5 : Dimensi Loneliness Personality
X6 : Dimensi Loneliness Social Desirability
X7 : Dimensi Loneliness Depression
e : Residual
A : Intercept/ konstan
b1, b2, ......, b7: Koefisien regresi untuk masing-masing variabel bebas (IV)
Dalam analisis regresi berganda ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu:
58
1. R2 (R square) untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangan dependent
variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV).
2. Dapat diketahui apakah secara keseluruhan independent variable (IV)
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable (DV).
3. Diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing
independent variable (IV). Koefisien yang signifkan menunjukkan dampak
yang signifikan dari independent variable (IV) yang bersangkutan.
4. Dapat diketahui besarnya sumbangan dari setiap independent variable (IV)
pada dependent variable (DV), dan melihat signifikansinya.
5. Semua perhitungan dan komputerisasi dilakukan dengan bantuan program
SPSS versi 17.0.
3.6. Prosedur Penelitian
1. Persiapan
Pada tahap awal, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti
kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari
sudut pandang teori. Selain itu, peneliti juga melakukan studi pendahuluan
di lapangan, guna membuktikan adanya fenomena terkait masalah yang
diangkat dalam penelitian. Penelitian mengadakan studi pendahuluan
lapangan di beberapa komunitas kpop di Jakarta, Depok, dan Bogor.
Setelah mendapatkan teori-teori secara lengkap, kemudian peneliti
menyiapkan, membuat dan menyusun alat ukur yang akan digunakan
dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala yang peneliti buat
sendiri untuk mengukur variabel dependen. Selain itu, peneliti juga
59
membuat kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri, yaitu kuesioner
interaksi parasosial.
2. Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik
purposive sampling yaitu sampel yang diambil adalah sampel yang
memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti. Langkah-
langkahnya, sampel diambil dengan cara mencari sampel yang
representatif dengan meliputi kelompok-kelompok yang diduga sebagai
anggota sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah penggemar kpop yang
berusia 10-21 tahun dan berjenis kelamin perempuan.
3. Penyebaran Data
Peneliti melaksanakan pengambilan data dengan dua cara yaitu
penyebaran kuesioner skala secara langsung dan online kepada pada
responden sesuai dengan kriteria sampel yang terlah ditentukan, yaitu
kepada penggemar kpop yang berusia 10-21 tahun dan berjenis kelamin
perempuan.
4. Pengolahan Data
Setelah melakukan penyebaran data atau kuesioner, peneliti melakukan
scoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden, menghitung
dan mencatat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel.
Peneliti selanjutnya melakukan analisis data. Teknik analisis yang
digunakan adalah analisi regresi dengan software SPSS 17.0.
60
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini peneliti membahas hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi gambaran umum sampel penelitian, analisis
deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian dan hasil uji hipotesis.
4.1. Gambaran Umum Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini sebanyak 258 penggemar korean pop atau kpop.
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang sampel penelitian,
maka pada sub bab ini ditampilkan gambaran banyaknya sampel penelitian
berdasarkan usia, durasi mengkonsumsi kpop dan aktivitas mengkonsumsi kpop.
Tabel 4.1. Usia
Jumlah Persentase
Remaja Awal 12 – 15 Tahun 96 37%
Remaja Madya 16 – 18 Tahun 144 56% Remaja Akhir 19 – 23 Tahun 18 7%
Total 258 100%
Dari rincian tabel 4.1, dapat dikatakan bahwa sampel penelitian dengan usia
remaja awal sebanyak 96 orang (37%), sampel penelitian dengan usia remaja
madya sebanyak 144 orang (56%), sampel penelitian dengan usia remaja akhir
sebanyak 18 orang (7%).
Tabel 4.2. Durasi mengkonsumsi kpop
Kategori Jumlah Persentase
Durasi Mengkonsumsi Kpop* Rendah (0-8 jam) 232 91% Sedang (9-16 jam) 19 7%
Tinggi (17-24 jam) 7 2%
Total 258 100%
*(Selama sehari)
61
Dari rincian tabel 4.2, dikatakan bahwa sampel penelitian dengan durasi
mengkonsumsi kpop selama 0-8 jam memiliki sampel penelitian sebanyak 232
orang (91%), sampel penelitian dengan durasi mengkonsumsi kpop 9-16 jam
sebanyak 19 orang (7%), dan sampel penelitian dengan durasi mengkonsumsi
kpop 17-24 jam sebanyak 7 orang (2%).
Tabel 4.3. Aktivitas mengkonsumsi kpop
Kategori Jumlah Persentase
Aktivitas Mengkonsumsi
Kpop
Menonton konser Kpop 24 10%
Mendengar radio Kpop 5 2%
Social Media (Twitter, Facebook, Path, Instagram, dll) 107 42%
Melihat artikel Kpop 16 6%
Mendengar musik Kpop 50 19%
Membaca majalah Kpop 6 2%
Menonton video Kpop (music video, music show, variety show, reality show, dll)
50 19%
Total 258 100%
Dari rincian tabel 4.3, dikatakan bahwa sampel penelitian dengan kategori
menonton konser kpop memiliki sampel penelitian sebanyak 24 orang (10%),
sampel penelitian dengan kategori mendengar radio kpop sebanyak 5 orang (2%),
sampel penelitian dengan kategori social media sebanyak 107 orang (42%),
sampel penelitian dengan kategori melihat artikel kpop sebanyak 16 orang (6%),
sampel penelitian dengan kategori mendengar musik kpop sebanyak 50 orang
(19%), sampel penelitian dengan kategori membaca majalah kpop sebanyak 6
orang (2%), dan sampel penelitian dengan kategori menonton video kpop
sebanyak 50 orang (19%).
4.2. Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian.
Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan nilai maksimum, minimum,
mean dan standar deviasi dari setiap variabel serta kategorisasi tinggi dan
62
rendahnya skor variabel penelitian. Gambaran hasil analisis deskriptif ini dapat
dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4. Deskripsi statistik variabel penelitian
Nama Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
InteraksiParasosial 258 30.99 77.60
50.0000 9.28512
Secure 258 29.20 87.50
50.0000 6.57198
Fearful 258 27.73 69.57
50.0000 9.99500
Preoccupied 258 30.71 67.13
50.0000 6.40477
Dismissing 258 38.25 70.03
50.0000 4.79458
Personality 258 32.76 69.22
50.0000 7.56160
SocialDesirability 258 31.83 68.74
50.0000 6.74858
Depression 258 33.93 72.79
50.0000 9.99500
Valid N (listwise) 258
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa standar deviasi dari variabel interaksi
parasosial sebesar 9.28512 dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum
yang didapat adalah 30.99 dan nilai maksimumnya adalah 77.60. Untuk variabel
secure, standar deviasi yang didapat sebesar 6.57198 dengan mean sebesar
50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah 29.20 dan nilai maksimumnya
adalah 87.50. Untuk variabel fearful, standar deviasi yang didapat sebesar 9.99500
dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah 27.73 dan
nilai maksimumnya adalah 69.57. Untuk variabel preoccupied, standar deviasi
yang didapat sebesar 6.40477 dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum
yang didapat adalah 30.71 dan nilai maksimumnya adalah 67.13.
Variabel dismissing memiliki standar deviasi sebesar 4.79458 dengan
mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah 38.25 dan nilai
maksimumnya adalah 70.03. Untuk variabel personality, standar deviasi yang
63
didapat sebesar 7.56160 dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum yang
didapat adalah 32.76 dan nilai maksimumnya adalah 69.22. Untuk variabel social
desirability, standar deviasi yang didapat sebesar 6.74858 dengan mean sebesar
50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah 31.83 dan nilai maksimumnya
adalah 68.74. Untuk variabel depression, standar deviasi yang didapat sebesar
9.99500 dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah
33.93 dan nilai maksimumnya adalah 72.79.
4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori yaitu, tinggi dan
rendah.
Tabel 4.5. Pedoman interpretasi skor
Kategori Norma
Tinggi X ≥ Mean Rendah X < Mean
4.3.1. Kategorisasi skor interaksi parasosial
Uraian mengenai gambaran kategorisasi skor variabel berdasarkan tinggi dan
rendahnya variabel interaksi parasosial dijelaskan pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6. Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat interaksi parasosial
Kategori Frekuensi Persentase
Tinggi 115 45%
Rendah 143 55%
Total 258 100%
Dari tabel tersebut diketahui bahwa terdapat 115 sampel penelitian (45%)
memiliki skor interaksi parasosial tinggi dan 143 sampel penelitian (55%)
memiliki skor interaksi parasosial rendah.
64
4.3.2. Kategorisasi skor attachment styles
Pada tabel 4.7 akan dijelaskan mengenai distribusi sampel berdasarkan variabel
independen (IV), pertama akan dijelaskan mengenai tingkat attachment styles
subjek yang terdiri dari empat dimensi attachment styles, yaitu secure, fearful,
preoccupied, dan dismissing.
Tabel 4.7. Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat attachment styles
Dimensi Kategori Frekuensi Persentase
Secure Tinggi 146 57%
Rendah 112 43%
Fearful Tinggi 157 61%
Rendah 101 39% Preoccupied Tinggi 157 61%
Rendah 101 39%
Dismissing Tinggi 134 52%
Rendah 124 48%
Berdasarkan hasil jawaban kuesioner sampel dalam penelitian ini, sampel
penelitian memiliki tingkat attachment styles yang berbeda-beda. Setiap dimensi
dibagi menjadi dua kategori, tinggi dan rendah.
Dari tabel 4.7 diketahui bahwa terdapat 146 orang (57%) memiliki skor
secure tinggi dan 112 orang (43%) memiliki skor secure rendah. Skor tertinggi
fearful dimiliki oleh 157 orang (61%) dan 101 orang (39%) memiliki skor fearful
rendah. Skor tertinggi preoccupied dimiliki oleh 157 orang (61%) dan 101 orang
(39%) memiliki skor preoccupied rendah. Serta, terdapat 134 orang (52%)
memiliki skor dismissing tinggi dan 124 orang (48%) memiliki skor dismissing
rendah.
4.3.3. Kategorisasi skor loneliness
Pada tabel 4.8 dijelaskan mengenai distribusi sampel berdasarkan variabel
independen (IV), pertama akan dijelaskan mengenai tingkat loneliness sampel
penelitian, yaitu variabel personality, social desirability, dan depression.
65
Tabel 4.8. Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat loneliness
Dimensi Kategori Frekuensi Persentase
Personality Tinggi 124 48%
Rendah 134 52%
Social desirability Tinggi 145 56%
Rendah 113 44%
Depression Tinggi 109 42%
Rendah 149 58%
Dari tabel 4.8 diketahui bahwa terdapat 124 orang (48%) memiliki skor
personality tinggi dan 134 orang (52%) memiliki skor personality rendah. Skor
tertinggi social desirability dimiliki oleh 145 orang (56%) dan 113 orang (44%)
memiliki skor social desirability rendah. Serta, terdapat 109 orang (42%)
memiliki skor depression tinggi dan 149 orang (58%) memiliki skor depression
rendah.
4.4. Uji Hipotesis
Selanjutnya, analisis uji hipotesis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh
masing-masing independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV)
dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik regresi berganda. Data yang
dianalisis adalah faktor score atau true score yang diperoleh dari hasil analisis
faktor. Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS 17. Dalam regresi ada tiga hal
yang dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen
varians dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV),
kedua apakah secara keseluruhan independent variable (IV) berpengaruh secara
signifikan terhadap dependent variable (DV), dan yang ketiga adalah melihat
siginifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent
variable (IV).
66
4.4.1. Uji hipotesis interaksi parasosial
Pengujian hipotesis dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah pertama penulis
melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen varians dependent
variable (DV) yang dijelaskan oleh keseluruhan independent variable (IV) dan
besaran R square untuk mengetahui berapa persen varians dependent variable
(DV) yang dijelaskan oleh dua independent variable (IV). Selanjutnya untuk tabel
R square dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9. Model summary analisis regresi
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .308a .095 .069 8.95681
a. Predictors: (Constant), Depression, SocialDesirability, Dismissing, Preoccupied, Secure, Personality, Fearful
Dari tabel 4.9, diperoleh R square sebesar 0.095 atau 9.5%. Artinya, sebesar 9.5%
bervariasinya variabel interaksi parasosial pada penggemar kpop dapat dijelaskan
oleh depression, social desirability, dismissing, preoccupied, secure, personality,
fearful, sedangkan 90.5% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian
ini.
Tabel 4.10. Perolehan R square dari dua variabel besar
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Chance F Chance df1 df2
Sig. F
Change
1 .267a .071 .056 9.01961 .071 4.838 4 253 .001 2 .308b .095 .069 8.95681 .024 2.187 3 250 .090
Dari tabel 4.10, diperoleh R square variabel attachment styles sebesar 0.071
(7.1%). Artinya, sebesar 7.1% bervariasinya interaksi parasosial pada penggemar
kpop dapat dijelaskan oleh variabel attachment styles. Selain itu, diperoleh R
square variabel loneliness sebesar 0.024 (2.4%). Artinya, sebesar 2.4%
67
bervariasinya interaksi parasosial pada penggemar kpop dapat dijelaskan oleh
variabel loneliness.
Langkah kedua penulis menganalisis dampak dari seluruh independen
variabel terhadap interaksi parasosial. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel
4.11 berikut.
Tabel 4.11. ANOVAb
pengaruh keseluruhan IV terhadap DV
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2100.734 7 300.105 3.741 .001a
Residual 20056.114 250 80.224
Total 22156.848 257
a. Predictors: (Constant), Depression, SocialDesirability, Dismissing, Preoccupied, Secure, Personality, Fearful
b. Dependent Variable: InteraksiParasosial
Jika melihat kolom keenam dari kiri diketahui bahwa nilai p (sig) sebesar 0.001.
Dengan demikian diketahui bahwa p (0.001) < 0.05, maka hipotesis yang
menyatakan ada pengaruh yang signifikan dari depression, social desirability,
dismissing, preoccupied, secure, personality, fearful terhadap interaksi parasosial
tidak ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari dimensi attachment
styles dan dimensi loneliness terhadap interaksi parasosial.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari masing-masing
independen variabel. Jika nilai t > 1,96 atau nilai sig < 0,05 maka koefisien regresi
tersebut signifikan yang berarti bahwa independent variable (IV) tersebut
memiliki dampak yang signifikan terhadap variabel interaksi parasosial dan
begitupun sebaliknya. Adapun analisisnya ditampilkan pada tabel 4.12 berikut:
68
Tabel 4.12. Koefisien regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 21.683 10.125 2.141 .033
Secure .125 .086 .088 1.449 .149
Fearful -.073 .057 -.079 -1.280 .202
Preoccupied .308 .089 .213 3.476 .001*
Dismissing .123 .117 .063 1.047 .296
Personality .134 .076 .109 1.771 .078
SocialDesirability -.131 .084 -.095 -1.550 .122
Depression .080 .056 .086 1.425 .156
a. Dependent Variable: InteraksiParasosial
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.12 Dapat dijelaskan persamaan regresi
sebagai berikut (* signifikan) :
Interaksi Parasosial = 26.925 + 0.125 (secure) - 0.073 (fearful) + 0.308
(preoccupied)* + 0.123 (dismissing) + 0.134 (personality) - 0.131 (social
desirability) + 0.080 (depression)
Dari tabel 4.12, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi
yang dihasilkan, cukup melihat nilai sig pada kolom yang paling kanan (kolom
ke-6). Jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan
pengaruhnya terhadap interaksi parasosial dan sebaliknya.
Dari hasil di atas, koefisien regresi dari preoccupied dikatakan memiliki
pengaruh yang signifikan sedangkan variabel lainnya memiliki pengaruh yang
tidak signifikan.
69
Hal ini berarti dari tujuh independent variable (IV) hanya satu yang
signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-
masing independent variable (IV) adalah sebagai berikut:
1. Variabel dimensi secure
Nilai koefisien regresi sebesar 0.125 dengan signifikansinya sebesar 0.149
(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel secure tidak berpengaruh
signifikan terhadap interaksi parasosial.
2. Variabel dimensi fearful
Nilai koefisien regresi sebesar -0.073 dengan signifikansinya sebesar 0.202
(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel fearful tidak berpengaruh
signifikan terhadap interaksi parasosial.
3. Variabel dimensi preoccupied
Nilai koefisien regresi sebesar 0.308 dengan signifikansinya sebesar 0.001
(p < 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel preoccupied berpengaruh
signifikan terhadap interaksi parasosial. Nilai koefisien regresi yang positif
menunjukkan arah hubungan yang positif antara preoccupied dan interaksi
parasosial. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika semakin tinggi
nilai preoccupied seseorang, maka semakin tinggi pula interaksi
parasosialnya dan begitupun sebaliknya.
4. Variabel dimensi dismissing
Nilai koefisien regresi sebesar 0.123 dengan signifikansinya sebesar 0.296
(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel personality tidak berpengaruh
signifikan terhadap interaksi parasosial.
70
5. Variabel dimensi personality
Nilai koefisien regresi sebesar 0.134 dengan signifikansinya sebesar 0.078
(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel personality tidak berpengaruh
signifikan terhadap interaksi parasosial.
6. Variabel dimensi social desirability
Nilai koefisien regresi sebesar -0.131 dengan signifikansinya sebesar 0.122
(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel social desirability tidak
berpengaruh signifikan terhadap interaksi parasosial.
7. Variabel dimensi depression
Nilai koefisien regresi sebesar 0.080 dengan signifikansinya sebesar 0.156
(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel depression tidak berpengaruh
signifikan terhadap interaksi parasosial.
4.5. Pengujian Proporsi Varians
Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi varians
dari masing-masing independent variable (IV) terhadap interaksi parasosial.
Berikut ini akan disajikan tabel dimana dalam tabel tersebut terdiri atas kolom
pertama (model) adalah independent variable (IV) yang dianalisis satu persatu.
Kolom ketiga (R square) merupakan penambahan varians dependent
variable (DV) dari tiap independent variable (IV) yang dianalisis satu persatu
tersebut, kolom keenam (R square change) merupakan nilai murni varians
dependent variable (DV) dari tiap independent variable (IV) yang dianalisis satu
persatu, kemudian kolom df adalah derajat kebebasan atau taraf nyata bagi
independent variable (IV) yang bersangkutan dan df terdiri atas numerator dan
71
denumerator. Lalu yang terakhir adalah kolom signifikansi (Sig. F change).
Besarnya proporsi varians pada interaksi parasosial dapat dilihat pada tabel 4.13
berikut ini:
Tabel 4.13. Model summary proporsi varians
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .126a .016 .012 9.22930 .016 4.118 1 256 .043*
2 .137b .019 .011 9.23402 .003 .739 1 255 .391
3 .260c .067 .056 9.01967 .049 13.264 1 254 .000*
4 .267d .071 .056 9.01961 .004 1.004 1 253 .317
5 .281e .079 .061 8.99888 .008 2.167 1 252 .142
6 .296f .087 .066 8.97516 .008 2.333 1 251 .128
7 .308g .095 .069 8.95681 .007 2.030 1 250 .156
a. Predictors: (Constant), Secure
b. Predictors: (Constant), Secure, Fearful
c. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied
d. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing
e. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, Personality
f. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, Personality, SocialDesirability
g. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, Personality, SocialDesirability, Depression
Berdasarkan data pada tabel 4.13 dapat disampaikan informasi sebagai berikut :
1. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,
variabel secure memberikan sumbangan sebesar 1.6% dalam varians
interaksi parasosial.
2. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,
variabel fearful memberikan sumbangan sebesar 0.3% dalam varians
interaksi parasosial.
72
3. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,
variabel preoccupied memberikan sumbangan sebesar 4.9% dalam varians
interaksi parasosial.
4. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,
variabel dismissing memberikan sumbangan sebesar 0.4% dalam varians
interaksi parasosial.
5. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,
variabel personality memberikan sumbangan sebesar 0.8% dalam varians
interaksi parasosial.
6. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,
variabel social desirability memberikan sumbangan sebesar 0.8% dalam
varians interaksi parasosial.
7. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,
variabel depression memberikan sumbangan sebesar 0.7% dalam varians
interaksi parasosial.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa terdapat dua independent variable
dari tujuh independent variable, yaitu secure dan preoccupied yang
mempengaruhi interaksi parasosial secara signifikan jika dilihat dari besarnya R2
yang dihasilkan dari sumbangan masing-masing independent variable tersebut
terhadap proporsi varians dependent variable secara keseluruhan.
73
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab lima, peneliti memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah
dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah adanya pengaruh yang signifikan secara bersama-sama
dari secure, fearful, preoccupied, dismissing, personality, social desirability, dan
depression terhadap interaksi parasosial pada penggemar Kpop.
Setelah melakukan uji hipotesis dari masing-masing koefisien regresi
terhadap interaksi parasosial, maka hanya diperoleh satu koefisien regresi yang
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap interaksi parasosial, yaitu variabel
preoccupied.
5.2. Diskusi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa attachment styles dan loneliness terbukti
berpengaruh signifikan terhadap interaksi parasosial pada penggemar Kpop.
Penelitian oleh Cole & Leets (1999) mendukung hasil penelitian ini yang
menyatakan bahwa attachment styles berpengaruh secara signifikan terhadap
interaksi parasosial. Attachment styles memiliki peran dalam pembentukan
interaksi parasosial dengan figur media favoritnya. Menurut Giles dan Maltby
(2004), attachment terhadap figur media pada umumnya disebut sebagai interaksi
parasosial, yang dimana interaksinya bersifat satu arah dan seseorang tersebut
74
merasa figur medianya sebagai sosok teman atau kolega. Meskipun interaksi
parasosial bersifat satu arah dan imajiner, seseorang tetap merasa bahwa interaksi
parasosial sama dengan hubungan sosial sebenarnya.
Begitu juga dengan penelitian oleh Rubin dan Mchugh (1987), yang
menyatakan bahwa loneliness memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial.
Seseorang yang loneliness memiliki hubungan yang positif dalam membentuk
suatu hubungan dengan figur media favoritnya. Hal tersebut yang membuat
seseorang yang loneliness akan tertarik untuk berinteraksi parasosial. Interaksi
parasosial merupakan salah satu perantara bagi individu yang loneliness untuk
tetap menjalin suatu hubungan selayaknya hubungan nyata di kehidupan sehari-
hari. Rubin, Perse, dan Powell (1985) mengatakan bahwa interaksi parasosial ini
pada awalnya dipandang sebagai suatu hubungan yang tidak nyata atau sebagai
pengganti hubungan sosial bagi para orangtua, cacat, dan kesepian (loneliness).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa interaksi parasosial
penggemar Kpop terbukti signifikan dipengaruhi oleh tipe kelekatan preoccupied.
Artinya, semakin tinggi skor tipe kelekatan preoccupied penggemar Kpop, maka
semakin penggemar Kpop tersebut berpeluang untuk membentuk interaksi
parasosial dengan figur media favoritnya.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Cole dan Leets (1999), yang menunjukkan bahwa individu dengan tipe
kelekatan preoccupied cenderung mengembangkan interaksi parasosial dengan
figur media favoritnya untuk memenuhi kebutuhan emosional yang tidak
terpenuhi. Interaksi parasosial antara individu dengan figur media favoritnya
75
hanya mencerminkan manifestasi lain dari keinginan individu untuk berhubungan
dekat dengan orang lain, bahkan berhubungan dekat dengan figur media. Menurut
Greenwood, Pietromonaco, dan Long (dalam Theran, Newberg, & Gleason,
2010), tipe kelekatan preoccupied berhubungan erat dengan interaksi parasosial.
Hasil penelitian lain yang didukung oleh hasil penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Laken (2009), yang menyatakan bahwa tipe kelekatan
preoccupied telah terbukti menjadi prediktor kuat dalam interaksi parasosial.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tipe kelekatan fearful dan
dismissing tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap interaksi parasosial.
Uniknya, hal tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Laken (2009), yang
menyatakan bahwa individu yang memiliki tipe kelekatan fearful atau dismissing
kemungkinan besar kurang membentuk interaksi parasosial.
Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa tipe kelekatan secure tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap interaksi parasosial. Hal tersebut
terjadi dikarenakan variabel secure memiliki pengaruh yang kecil terhadap
interaksi parasosial. Hal tersebut juga dapat didukung dari penelitian yang
dilakukan oleh Laken (2009), yang menyatakan bahwa individu dengan tipe
kelekatan secure memiliki interaksi parasosial yang kecil.
Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak adanya
pengaruh signifikan dari seluruh dimensi loneliness yaitu personality, social
desirability, dan depression terhadap interaksi parasosial. Hasil penelitian ini
ternyata tidak sesuai dengan penilitian terdahulu oleh Dhanda (2011) yang
memiliki hasil bahwa loneliness berpengaruh terhadap interaksi parasosial. dan
76
juga tidak sesuai dengan penelitian oleh Davila-Rosado (2001) yang mengatakan
bahwa apabila loneliness meningkat maka interaksi parasosial pun juga akan
meningkat, hal tersebut terjadi dikarenakan kurangnya kontak sosial.
Selain itu, hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa loneliness tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap interaksi parasosial ternyata sesuai dengan
hasil-hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rubin, Perse, dan Powell
(1985), bahwa loneliness bukan prediktor yang kuat terhadap interaksi parasosial.
Sehingga, hasil penelitian tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian oleh
Tsao (dalam Eyal dan Cohen 2006), juga mengatakan bahwa pengaruh loneliness
terhadap interaksi parasosial sangat kecil. Sama halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wang, Fink, dan Cai (2008), yang menyatakan bahwa loneliness
bukan prediktor yang kuat terhadap interaksi parasosial. Hal tersebut terjadi
dikarenakan individu yang loneliness cenderung mencari orang untuk berinteraksi
secara langsung dibandingkan dengan menghabiskan waktu mengkonsumsi media
massa.
Beberapa dimensi yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
interaksi parasosial mungkin terjadi dikarenakan beberapa hal. Faktor pertama
terjadi terjadi dikarenakan adanya keterbatasan atau kelemahan dalam penelitian.
Antara lain partisipan yang kurang serius saat mengisi skala sehinga respons
menjadi tidak terpola. Faktor kedua, kondisi serta situasi pada saat sampel
penelitian mengisi skala yang tidak kondusif menyebabkan sampel penelitian
menjadi tidak konsentrasi dalam memberikan responnya. Faktor ketiga,
dikarenakan oleh banyaknya item dan tidak semua item mencakup konsep yang
77
bisa dimengerti secara jelas oleh sampel penelitian. Faktor kelima, minimnya
penelitian terdahulu yang menghubungkan antara variabel attachment styles dan
variabel loneliness terhadap variabel interaksi parasosial menyebabkan penelitian
ini terbatas secara kajian literatur.
Gambaran umum sampel penelitian dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa dari 258 sampel penelitian yaitu penggemar Kpop lebih banyak di usia
remaja madya (16 – 18 tahun) yaitu sebesar 56%. Hal tersebut terjadi karena
keterbatasan tempat dalam menyebarkan kuesioner penelitian, sehingga hasil
terbanyak yang didapatkan yaitu remaja madya.
Gambaran umum sampel penelitian yang kedua adalah durasi para
penggemar Kpop dalam mengkonsumsi berbagai macam hal-hal yang berkaitan
dengan figur media favoritnya dalam waktu 24 jam atau sehari, ternyata lebih
banyak di kategori 0-8 jam yaitu sebesar 59%. Dalam Jannah (2014), remaja
penggemar Kpop yang cenderung menghabiskan waktunya untuk mengkonsumsi
Kpop ternyata memiliki dampak negatif secara psikologis. Dampak negatif
tersebut membuat remaja lupa waktu karena keasyikan menonton acara Kpop
seperti, video Kpop ataupun acara televisi (variety show) yang menampilkan artis-
artis Kpop. Hal ini membuat remaja menjadi malas untuk melakukan kegiatan lain
karena remaja keasyikan menonton youtube, televisi yang menayangkan figur
media favoritnya. Selain itu, figur Kpop juga sangat mempengaruhi perilaku
remaja, remaja menjadikan figur Kpop sebagai idola dan model yang
mempengaruhi penampilan dan perilaku remaja sehari-hari.
78
Gambaran umum sampel penelitian yang ketiga adalah ketertarikan
penggemar akan Kpop lebih ditunjukkan dalam aktivitas mengikuti perkembangan
figur media favoritnya melalui social media yaitu sebesar 42%. Persentase
aktivitas penggemar Kpop terbanyak dalam mengikuti informasi terbaru dan
perkembangan figur media favoritnya melalui social media wajar terjadi pada
penggemar Kpop di Indonesia. Hal tersebut terjadi dikarenakan jauhnya lokasi
antara para penggemar dengan figur media favoritnya dan menjadikan para
penggemar untuk menggunakan social media, karena informasi yang didapatkan
melalui social media selalu informasi yang paling terbaru dibandingkan dengan
informasi di media lain seperti televisi, radio, dan majalah. Social media menjadi
salah satu kategori yang paling populer untuk mengkonsumsi Kpop di kalangan
penggemar di Indonesia dan di tempat lain (Jung, 2011). Dalam penelitian Stever
dan Kevin (2013), juga dikatakan bahwa social media memberikan pengaruh
terhadap perkembangan seseorang secara psikologis.
Selain itu, ketertarikan remaja terhadap Kpop ikut dipengaruhi oleh
kelompok teman sebayanya, yang ditandai dengan attachment yang kuat dan
hubungan yang dekat. Ketika kelompok teman sebaya remaja menunjukkan
ketertarikan pada figur media, remaja akan cenderung mengikuti kelompok teman
sebayanya agar bisa memenuhi fungsi sosialnya. Hubungan ini cenderung
mempengaruhi remaja dalam pengembangan interaksi parasosial dengan figur
media (Giles & Maltby, 2004).
Pada penelitian ini ternyata pengaruh keseluruhan independent variable
(attachment styles dan loneliness) terhadap dependent variable (interaksi
79
parasosial) hanya 9.5%. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak hal lain di luar
penelitian ini yang ikut mempengaruhi interaksi parasosial. Yang demikian ini
bisa terjadi karena dalam penelitian ini hanya diteliti dua independent variable
saja, sehingga variabel lain yang mungkin ikut berpengaruh tidak ikut diteliti.
5.3. Saran
Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu
peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran praktis.
Saran tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi peneliti lain yang akan meneliti
interaksi parasosial juga.
5.3.1. Saran metodologis
1. Ada banyak faktor lain di luar penelitian ini yang mungkin dapat
mempengaruhi interaksi parasosial. Hal ini terbukti dari hanya satu variabel
independen dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
interaksi parasosial (9.5%). Sedangkan sebesar 90.5% dari variabel di luar
penelitian diduga mempengaruhi interaksi parasosial tersebut. Oleh karena
itu, peneliti menyarankan untuk menambahkan variabel-variabel lain di luar
penelitian ini dalam penelitian selanjutnya.
2. Pada penelitian ini, usia sampel penelitian yang digunakan adalah usia
remaja secara umum. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan
untuk menggunakan sampel penelitian yang berusia remaja dan dewasa.
Sehingga, hasil penelitian dapat dijadikan perbandingan apakah interaksi
parasosial lebih banyak di usia remaja atau dewasa.
80
3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menambah jumlah sampel
penelitian agar variasi dari karakteristik masing-masing variabel independen
meningkat.
5.3.2. Saran praktis
a. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel preoccupied berpengaruh
secara signifikan (p<0.05) terhadap interaksi parasosial. Maka disarankan
agar sedini mungkin keluarga dapat membentuk attachment styles dengan
baik pada anak. Sehingga pada masa remaja dan dewasa akan terbentuk
attachment styles yang positif seperti memiliki gambaran diri dan orang lain
secara positif, memiliki hubungan yang hangat dengan orang terdekat.
Attachment styles yang positif tersebut disebut secure.
b. Variabel preoccupied menggambarkan individu yang cenderung memiliki
kebutuhan untuk dicintai dan diakui ditambah adanya gambaran negatif
tentang dirinya mendorong terjadinya suatu depresi setiap kali hubungan
menjadi buruk (Baron & Byrne, 2003). Oleh karena itu, disarankan agar
remaja penggemar Kpop dapat mengembangkan kemampuan interpersonal
dalam membangun hubungan dengan orang-orang terdekatnya lebih
mendalam dan terbuka mengenai apa yang dirasakan baik itu perasaan yang
baik atau yang tidak mengenakkan, sehingga dengan berjalannya waktu
individu dapat membentuk hubungan yang berlangsung lama, dengan
komitmen, dan memuaskan (Baron & Byrne, 2003). Dari hal tersebut dapat
mengarahkan individu ke attachment styles yang positif.
81
DAFTAR PUSTAKA
Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Social psychology 10th
ed. New York: McGraw
Hill.
Bowlby, J. (1982). Attachment and loss vol. 1: Attachment (2nd ed). New York:
Basic Books.
Camella, C. (2001). Parasocial relationships in female college student soap opera
viewers today. Thesis. Diunduh tanggal 13 Januari 2015 dari
http://people.wcsu.edu/mccarneyh/acad/Camella.html.
Chaplin, J.P. (1981). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Cole, T., & Leets, L. (1999). Attachment styles and intimate television viewing:
Insecurely forming relationships in a parasocial way. Journal of Social and
Personal Relationships, 16(4), 495-511.
Cook, M., & Wilson, G. (1979). Blueprint for a social psychological theory of
loneliness. Journal of Love and Attraction, 10(1), 99-108.
Davila-Rosado, P.N. (2006). Surviving Reality: Survivor and parasocial
interaction. Thesis.
Dhanda, R.K. (2011). Loneliness and parasocial interaction with media characters.
Thesis.
Eyal, K., & Cohen, J. (2006). When good friend say goodbye: A parasocial
breakup study. Journal of Broadcasting and Electronic Media, 50(3), 502-
523.
Giles, D.C., & Maltby, J. (2004). The role of media figures in adolescent
development: relations between autonomy, attachment, and interest in
celebrities. Journal of Personality and Individual Differences, 36(2), 813-
822.
Hartmann, T., & Goldhoorn, C. (2011). Horton and wohl revisited: exploring
viewers’s experience of parasocial interaction. Journal of Communication,
61(3), 1104-1121.
Hoffner, C.A. (2002). Attachment to media characters. Encyclopedia of
Communication and Information, 1(1), 60-65. Diunduh tanggal 13 Januari
82
2015 dari http://encyclopedia.jrank.org/ articles/pages/6428/Attachment-to
MediaCharacters.html
Hoffner, C., & Buchanan, M. (2005). Young adult’s wishful identification with
television characters: The role of perceived similarity and character
attributes. Media Psychology, 7(1), 325-351.
Horton, D., & Wohl, R. (1956). Mass communication and para-social interaction:
Observations on intimacy at a distance. Psychiatry, 19(1), 215-229.
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Jannah, M. (2014). Gambaran identitas diri remaja akhir wanita yang memiliki
fanatisme k-pop di Samarinda. E-Journal Psikologi, 2(2), 182-194.
Jin, D.Y. (2012). Hallyu 2.0: The new korean wave in the creative industry.
Journal of Communication, 2, 3-7. Diunduh tanggal 25 September 2014
dari http://quod.lib.umich.edu/cgi/p/pod/dod-idx/hallyu-20-the-new-
korean-wave-in-the-creativeindustry.pdf?c= iij;idno=11645653.0002.102.
Jong-Gierveld, J. (1978). The construct of loneliness: Components and
measurement. Essence, 2(1), 221-238.
Jung, S. (2011). K-pop, indonesian fandom, and social media: In race and
ethnicity in fandom. Journal of Transformative Works and Cultures, 8, 1-
11. Diunduh tanggal 22 Februari 2015 dari http://journal.transformative
works. org/index.php/twc/article/view/289/219.
Kamil, A. (2012). Gelombang Korea menerjang dunia. Kompas. Diakses tanggal
25 September 2014 dari http://entertainment.kompas.com/read/2012/
01/15/18035888/.Gelombang.Korea.Menerjang.Dunia.
Laken, A.R. (2009). Parasocial relationships with celebrities: An illusion of
intimacy with mediated friends. Thesis. Capstones: Nevada.
Lerner, R.M., & Steinberg, L. (2009). Handbook of adolescent psychology (third
edition): Individual bases of adolescent development. New Jersey: John
wiley & sons inc.
Levy, K.N., Ellison, W.D., Scott, L.N., & Bernecker, S.L. (2011). Attachment
styles. Journal of Clinical Psychology, 67(2), 193-203.
Livingstone, S., & Lunt, P. (1994). Talk on television: Audience participation and
public debate. USA: Routledge.
83
Mayseless, O., & Scharf, M. (2007). Adolescents’ attachment representations and
their capacity for intimacy in close relationships. Journal of Research on
Adolesence, 17(2), 23-50.
Meloy, J.R., Sheridan, L., & Hoffman, J. (2008). Stalking, threatening, and
attacking public figures: A psychological and behavioral analysis. Oxford
University Press.
Moores, S. (2000). Media and everyday life in modern society. Edinburgh:
Edinburgh University Press Ltd.
Nordlund, J. (1978). Media Interaction. Communication research, 5(1), 150-175.
Park, G.S. (2013). Manufacturing creativity: Production, performance, and
dissemination of k-pop. Korean Journal, 53(4), 14-33.
Peplau, L.A., & Goldston, S. (1984). Preventing the harmful consequences of
severe and loneliness. USA: Government printing office.
Peplau, L.A., & Perlman, D. (1982). Loneliness: a sourcebook of current theory,
research and therapy. New York: Wiley Interscience.
Peplau, L.A., Sears, D.O., & Freedman, J.L. (1988). Psikologi sosial. Jakarta:
Erlangga.
Perse, E.M., & Rubin, R.B. (1989). Attribution of social and parasocial
relationhips. Communication Research, 16(1), 59-77.
Polek, E. (2008). Attachment in cultural context: Differences in attachment
between eastern and western europeans and the role of attachment styles in
eastern european migrants’ adjusment. Disertation.
Preiss, R.W., Gayle, B.M., Burrell, N., Allen, M., & Brynt, J. (2007). Mass media
effects research: Advances through meta-analysis. New Jersey: Lawrence
erlbaum associates.
Ramadhani, M. (2013). Boyband yang mencuri hati fans k-pop tahun ini.
Republika. Diakses tanggal 26 September 2014 dari http://www.republika.
co.id/berita/senggang/asia-pop/13/10/17/mut15g-boyband-yang-mencuri-
hati-fans-kpop-tahun-ini.
Roberts, K.A. (2007). Relationship attachment and the behavior of fans towards
celebrities. Applied Psychology in Criminal Justice, 3(1), 54-74.
Rosengren, K.E, & Windahl, S. (1972). Mass media consumtion as a functional
alternative. Sociology of Mass Communication, 8(1), 166-194.
84
Rubin, R.B., & Mchugh, M.P. (1987). Development of parasocial interaction
relationships. Journal of Broadcasting and Electronic Media, 31(3), 279-
292.
Rubin, A.M., Perse, E.M., & Powell, R.A. (1985). Loneliness, parasocial
interaction, and local television news viewing. Human Communication
Research, 12(2), 155-180.
Russell, D.W. (1996). UCLA loneliness scale (version 3): reliability, validity, and
factor structure. Journal of Personality Assessment, 66(1), 20-40.
Russell, D.W. (1978). Developing a measure of loneliness. Journal of Personality
Assessment, 42(1), 290-294.
Santrock, J.W. (2003). Adolescence. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sari, D. (2012). Para penggila k-pop. Tempo. Diakses tanggal 25 September 2014
darihttp://www.tempo.co/read/news/2012/12/02/219445336/ParaPenggila-
Pop Korea.
Sarwono, S.W. (2008). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Schramm, H., & Hartmann, T. (2008). The PSI-process scales: a new measure to
assess the intensity and breadth of parasocial processes. Journal of
Communications, 33(2), 285-401.
Sekarsari, M. (2009). Hubungan antara loneliness dan perilaku parasosial pada
wanita dewasa muda. Skripsi. Universitas Indonesia.
Sermat, V. (1978). Sources of loneliness. Essence, 2(1), 271-276.
Shefner-Rogers, C, L., Rogers, E. M., & Singhal, A. (1998). Parasocial interaction
with the television soap operas “simpelemente maria” and “oshin”.
Journal of Communication, 20(1), 2-17.
Steinberg, L., Vandell, D.L., & Bonstein, M. H. (2011). Development: Infancy
through adolescence. USA: Wadsworth.
Stever, G.S., & Lawson, K. (2013). Twitter as a way for celebrities to
communicate with fans: implications for the study of parasocial
interaction. North American Journal of Psychology, 15(1), 339.
85
Theran, S.A., Newberg, E.M., & Gleason, T.R. (2010). Adolescent girls’
parasocial interactions with media figures. The Journal of Genetic
Psychology, 171(3), 270-277.
Tsay, M., & Schwartz. (2014). Theorizing parasocial interactions based on
authenticity: The development of a media figure classification scheme.
Psychology of Popular Media Culture, 3(2), 66-78.
Wang, Q., Fink, E.L., & Cai, D.A. (2008). Loneliness, gender, and parasocial
interaction: A uses and gratifications approach. Communication Quarterly,
56(2), 87-109.
86
LAMPIRAN
87
LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN
Dengan hormat,
Saya Nashwa Oelfy, saat ini sedang memenuhi sebagian persyaratan
dalam penyelesaian pendidikan pada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Jakarta. Sebagai bahan penulisan skripsi, saya
melaksanakan penelitian mengenai remaja yang menyukai K-Pop dan memiliki
artis K-Pop yang disukai atau favorit.
Sehubungan dengan itu, dimohon kesediaan Anda untuk mengisi
kuesioner ini sesuai dengan petunjuk pengisiannya. Hasil penelitian ini hanya
untuk kepentingan akademik dan jawaban Anda dijamin kerahasiannya. Atas
waktu yang diberikan, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Jakarta, November 2014
Nashwa Oelfy
IDENTITAS RESPONDEN
Nama/Inisial : ....................................................
Usia : ..........................................Tahun
Pendidikan : ....................................................
Alamat : ....................................................
Artis Kpop favorit/yang disukai : ....................................................
Durasi menyaksikan, mendengarkan, dan mencari
informasi mengenai Artis Kpop dalam sehari
: .............................................Jam
Aktivitas mengkonsumsi Kpop : 1. Menonton konser Kpop
88
*(pilih salah satu dari tujuh kategori) 2. Mendengar radio Kpop
3. Social media (twitter,
facebook, instagram, dll)
4. Melihat artikel Kpop
5. Mendengar musik Kpop
6. Membaca majalah Kpop
7. Menonton video Kpop (music
video, music show, variety
show, reality show, dll)
Petunjuk Pengisian:
1. Anda dimohon untuk memberikan jawaban sesuai dengan keadaan Anda
secara objektif dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu kriteria
untuk setiap pernyataan yang menurut Anda paling tepat.
2. Skor yang diberikan tidak mengandung nilai jawaban benar-salah
melainkan menunjukkan kesesuaian penilaian Anda terhadap isi setiap
pernyataan. Pilihan jawaban yang tersedia adalah:
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
3. Sebelum menyerahkan lembaran ini, harap periksa kembali dan
pastikan semua nomor terisi dengan baik.
4. Contoh :
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya mengagumi kemampuan selebriti
favorit saya
X
89
Skala I
Keterangan: Seluruh pernyataan pada Skala I dikaitkan dengan Artis Kpop
favorit Anda.
No. Pernyataan SS S TS STS
1
Jika selebriti favorit saya muncul di suatu
acara/film/drama/variety show yang berbeda, saya akan
menontonnya
2 Saya ingin bertemu dengan selebriti favorit saya
3 Saya akan terus mengikuti perkembangan selebriti favorit
saya di TV, radio, dan internet.
4 Jika ada berita mengenai selebriti favorit saya di koran atau
majalah, saya akan membacanya
5
Saya rela mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar
untuk membeli tiket konser agar bisa bertemu dengan
selebriti favorit saya
6 Saya berharap dapat selalu melihat selebriti favorit saya
7 Menurut saya, bertemu dengan selebriti favorit saya
bukanlah hal yang penting
8 Saya merindukan selebriti favorit saya ketika saya tidak
melihatnya sejenak
9 Saya merasa sedih jika selebriti favorit saya membuat
kesalahan
10 Selebriti favorit saya membuat saya nyaman, seolah-olah ia
seperti teman untuk saya
11 Ketika selebriti favorit saya mengalami sesuatu yang
buruk, saya merasa hal tersebut juga terjadi kepada saya
No. Pernyataan SS S TS STS
12 Saya merasa senang jika selebriti favorit saya
memenangkan suatu penghargaan
13 Saya akan merasa lebih dekat dengan selebriti favorit saya
ketika saya mengikuti perkembangan dan kabar-kabarnya
14 Saya akan merasa tenang jika mendengar suara selebriti
favorit saya
15 Lagu-lagu yang dinyanyikan oleh selebriti favorit saya
selalu membuat saya merasa nyaman
16 Bagi saya, suara selebriti favorit saya merdu sekali
17 Saya merasa suasana hati saya menjadi jauh lebih baik
ketika mendengarkan suara selebriti favorit saya
18
Semua rasa lelah karena aktivitas yang saya lakukan akan
berkurang ketika saya mendengar suara selebriti favorit
saya
19 Selebriti favorit saya adalah seseorang yang menarik
20 Selebriti favorit saya selalu menampilkan gaya busana
90
yang berbeda setiap tampil di manapun
21 Selebriti favorit saya tidak memiliki penampilan fisik yang
baik
22 Saya menyukai bentuk tubuh selebriti favorit saya yang
terlihat sempurna
23 Selebriti favorit saya memiliki kecantikan/ketampanan
yang natural
24 Saya melihat selebriti favorit saya selalu terlihat natural,
karena ia selalu tampil apa adanya/sederhana
25 Selain penampilan fisik, selebriti favorit saya memiliki
inner beauty
26 Saya mengagumi kecantikan/ketampanan yang dimiliki
oleh selebriti favorit saya
27 Saya berfikir bahwa selebriti favorit saya akan terlihat
lebih cantik/tampan ketika tidak menggunakan make-up
28
Ketika selebriti favorit saya menunjukkan bagaimana cara
ia menghadapi suatu masalah, hal tersebut dapat membantu
saya dalam pengendalian masalah saya
29 Selebriti favorit saya merupakan panutan yang baik karena
usaha dan kerja kerasa yang ia lakukan pada karirnya
30 Saya suka mengikuti gaya busana (fashion) selebriti favorit
saya
31 Saya dapat membayangkan diri saya seperti selebriti
favorit saya
32 Saya lebih tertarik menjadi diri saya sendiri daripada
berperilaku atau bersikap seperti selebriti favorit saya
33 Selebriti favorit saya tampaknya memahami hal-hal yang
ingin saya ketahui
34 Saya ingin membandingkan ide-ide saya dengan ide yang
dikatakan oleh selebriti favorit saya
35 Saya memiliki gaya busana yang sama dengan selebriti
favorit saya
No. Pernyataan SS S TS STS
36 Saya memiliki kualitas yang sama dengan selebriti favorit
saya
37 Saya terlihat memiliki kepercayaan dan sikap yang sama
seperti selebriti favorit saya
38 Saya menganggap selebriti favorit saya bukanlah sebagai
figur/model bagi saya
Skala II
No. Pernyataan SS S TS STS
1 Saya merasa nyaman dengan hubungan emosional saya
2 Saya ingin terbuka dengan orang lain tetapi saya merasa
bahwa saya tidak dapat percaya dengan orang lain
91
3 Saya merasa cemas ketika hubungan saya dengan orang
lain menjadi dekat
4
Saya ingin memiliki hubungan yang dekat dengan orang
lain, tetapi saya sulit untuk percaya seutuhnya kepada
mereka
5 Saya lebih memilih untuk tidak saling bergantung sama
lain dengan orang lain
6 Saya sering membayangkan apakah ada orang lain yang
menyukai saya
7 Saya menjauhi hubungan yang dekat dengan orang lain
8 Saya merasa bahwa saya lebih menyukai orang lain
dibandingkan mereka
9 Saya percaya kepada orang lain dan saya merasa senang
ketika mereka dapat mengandalkan saya
10 Saya sering merasa ketakutan jika ada orang lain yang
tidak menyukai saya
11 Menjadi mandiri adalah hal yang penting untuk saya
12 Sangat mudah untuk saya dalam memiliki hubungan yang
dekat dengan orang lain
13 Saya merasa nyaman dengan hubungan akrab yang saya
miliki
14 Saya senang dengan diri saya yang dapat berdiri sendiri
tanpa bantuan orang lain
15 Bagi saya, pandangan orang lain terhadap saya bukanlah
hal yang penting
16 Menurut saya, seseorang yang dapat bergantung satu sama
lain dengan orang lain merupakan suatu hal yang penting
17 Saya benar-benar tidak membutuhkan orang lain
18 Saya takut saya akan ditipu ketika saya dekat dengan orang
lain
19
Saya selalu merasa bahwa orang lain lebih menarik
dibandingkan saya
No. Pernyataan SS S TS STS
20 Saya percaya bahwa orang-orang terdekat saya akan ada
disaat saya membutuhkan mereka
21 Saya waspada untuk memiliki hubungan yang dekat
dengan orang lain, karena saya takut disakiti
22 Sangat penting untuk saya tahu jika ada seseorang yang
menyukai saya
Petunjuk Pengisian Skala III:
92
1. Pilihan jawaban yang tersedia adalah:
TP : Tidak Pernah (0 kali dalam seminggu)
KK : Kadang-kadang (1-2 kali dalam seminggu)
SR : Sering (3-6 kali dalam seminggu)
SL : Selalu (7 kali dalam seminggu)
2. Contoh :
No. Pernyataan TP KK SR SL
1. Seberapa sering saya merasa percaya diri? X
Skala III
No. Pernyataan TP KK SR SL
1. Seberapa sering kamu merasa harmonis dengan orang-
orang di sekitar?
2. Seberapa sering kamu merasa kurang dalam menjalin
persahabatan?
3 Seberapa sering kamu merasa tidak ada satu orangpun yang
dapat menjadi tempat curahan hati (curhat)?
4 Seberapa sering kamu merasa sendiri?
5 Seberapa sering kamu merasa menjadi bagian dari
kelompok pertemanan?
6 Seberapa sering kamu merasa memiliki banyak kesamaan
dengan orang-orang di sekitar?
7 Seberapa sering kamu merasa tidak lagi dekat dengan
siapapun?
8 Seberapa sering kamu tidak terbuka dengan orang lain
mengenai hobi dan ide-ide yang kamu miliki?
9 Seberapa sering kamu merasa ramah atau bersahabat?
10 Seberapa sering kamu merasa dekat dengan seseorang?
11 Seberapa sering kamu merasa ditinggalkan?
12 Seberapa sering kamu merasa hubungan sosial kamu
dengan yang lain tidak berarti?
13 Seberapa sering kamu merasa tidak ada seorang pun yang
sangat mengenalmu dengan baik?
No. Pernyataan TP KK SR SL
14 Seberapa sering kamu merasa terisolasi/terkucilkan dari
orang lain?
15 Seberapa sering kamu merasa dapat menemukan
persahabatan yang kamu inginkan?
16 Seberapa sering kamu merasa ada seseorang yang benar-
benar memahamimu?
17 Seberapa sering kamu merasa malu?
18 Seberapa sering kamu merasa orang-orang di sekitarmu,
93
tetapi tidak bersamamu?
19 Seberapa sering kamu merasa bahwa ada orang yang dapat
berbicara denganmu?
20 Seberapa sering kamu merasa bahwa kamu memiliki teman
yang selalu ada ketika kamu mengalami musibah?
Terima kasih atas partisipasinya
Mohon diperiksa kembali dan pastikan semua nomor terisi dengan baik.
94
LAMPIRAN 2 SYNTAX ANALISIS FAKTOR KONFIRMATORI
Interaksi Parasosial – Empathy Interaksi Parasosial - Physical Attraction
UJI VALIDITAS PSI EMPATHY
DA NI=13 NO=258 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12
ITEM13
PM SY FI=EMP.COR
MO NX=13 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
EMPATHY
FR TD 13 10 TD 9 8 TD 3 1 TD 11 10 TD 9 5 FR
TD 4 3 TD 7 2 TD 7 5 TD 10 2 TD 7 6
FR TD 12 3 TD 12 1 TD 6 1 TD 8 5 TD 9 4 FR TD
5 1 TD 12 10 TD 13 12 TD 11 6
FR TD 13 3 TD 11 1 TD 9 3 TD 5 3
FR TD 12 7 TD 4 1 TD 13 5
PD
OU TV SS MI
UJI VALIDITAS PSI PA
DA NI=14 NO=258 MA=PM
LA
ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25
ITEM26 ITEM27
PM SY FI=PA.COR
MO NX=14 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PHYSICALATTRACTION
FR TD 4 1 TD 4 3 TD 5 2 TD 11 10 TD 3 2 FR TD 11
7 TD 13 1 TD 12 7 TD 7 3 TD 14 6
FR TD 6 1 TD 9 8 TD 9 5 TD 9 1 TD 6 2
FR TD 6 5 TD 12 5 TD 13 8 TD 8 7 TD 7 2 FR TD 14
11 TD 14 7 TD 5 4 TD 5 1 TD 4 2 FR TD 2 1 TD 9 4
TD 14 9 TD 14 4 TD 13 11 FR TD 10 7 TD 14 10 TD
3 1 TD 5 3 TD 12 1 FR TD 6 4 TD 11 8 TD 10 8 TD
7 1 TD 12 10
FR TD 13 9
PD
OU TV SS MI
Interaksi Parasosial - Perceived Similarity Attachment Styles - Secure
UJI VALIDITAS PSI PERCEIVED SIMILARITY
DA NI=11 NO=258 MA=PM
LA
ITEM28 ITEM29 ITEM30 ITEM31 ITEM32
ITEM33 ITEM34 ITEM35 ITEM36 ITEM37
ITEM38
PM SY FI=PS.COR
MO NX=11 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PERCEIVED SIMILARITY
FR TD 8 5 TD 5 1 TD 9 5 TD 6 3 TD 10 7
FR TD 7 1 TD 3 1 TD 10 8 TD 6 2 TD 7 4
FR TD 7 3 TD 10 1 TD 9 4 TD 11 5 TD 8 7 FR TD
7 2 TD 9 7 TD 11 9 TD 10 6 TD 7 5
PD
OU TV SS MI AD=OFF IT=1000
UJI VALIDITAS AS SECURE
DA NI=8 NO=258 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM3 ITEM7 ITEM9 ITEM12 ITEM13
ITEM16 ITEM20
PM SY FI=SECURE.COR
MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SECURE
FR TD 3 2
PD
OU TV SS MI
Attachment Styles – Fearful Attachment Styles - Preoccupied
UJI VALIDITAS AS FEARFUL
DA NI=4 NO=258 MA=PM
LA
ITEM2 ITEM4 ITEM18 ITEM21
PM SY FI=FEAR.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
FEARFUL
FR TD 3 2
PD
OU TV SS MI
UJI VALIDITAS AS PREOCCUPIED
DA NI=6 NO=258 MA=PM
LA
ITEM6 ITEM8 ITEM10 ITEM15 ITEM19 ITEM22
PM SY FI=PRE.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PREOCCUPIED
FR TD 4 3 TD 6 1
PD
OU TV SS MI
95
Attachment Styles – Dismissing Loneliness - Personality
UJI VALIDITAS AS DISMISSING
DA NI=4 NO=258 MA=PM
LA
ITEM5 ITEM11 ITEM14 ITEM17
PM SY FI=DIS.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
DISMISSING
FR TD 3 2
PD
OU TV SS MI
UJI VALIDITAS LONELINESS PERSONALITY
DA NI=8 NO=258 MA=PM
LA
ITEM3 ITEM6 ITEM8 ITEM9 ITEM13 ITEM15
ITEM16 ITEM17
PM SY FI=PERSON.COR
MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PERSONALITY
FR TD 7 6 TD 7 4 TD 8 5 TD 6 5 TD 7 2
FR TD 8 3 TD 6 1
PD
OU TV SS MI
Loneliness - Social Desirability Loneliness - Depression
UJI VALIDITAS LONELINESS SOCIAL
DESIRABILITY
DA NI=6 NO=258 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM5 ITEM7 ITEM10 ITEM19 ITEM20
PM SY FI=SODES.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SOCIALDESIRABILITY
FR TD 2 1
PD
OU TV SS MI
UJI VALIDITAS LONELINESS DEPRESSION
DA NI=6 NO=258 MA=PM
LA
ITEM2 ITEM4 ITEM11 ITEM12 ITEM14 ITEM18
PM SY FI=DEP.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
DEPRESSION
FR TD 3 1 TD 6 4
PD
OU TV SS MI
96
LAMPIRAN 3
PATH DIAGRAM
1. Path Diagram Interaksi Parasosial
a. Empathy
97
b. Physical Attraction
98
c. Perceived Similarity
99
2. Path Diagram Attachment Styles
a. Secure
b. Fearful
100
c. Preoccupied
d. Dismissing
101
3. Path Diagram Loneliness
a. Personality
b. Social Desirability
102
c. Depression
103
LAMPIRAN 4 HASIL UJI HIPOTESIS
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .308a .095 .069 8.95681
a. Predictors: (Constant), LoneDepression,
LoneSocialDesirability, Dismissing, Preoccupied, Secure,
LonePersonality, Fearful
Perolehan R Square variabel besar
Model Summary
Mo
del R
R
Square
Adjusted
R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R Square
Chance
F
Chance df1 df2
Sig. F
Change
1 .267a .071 .056 9.01961 .071 4.838 4 253 .001
2 .308b .095 .069 8.95681 .024 2.187 3 250 .090
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2100.734 7 300.105 3.741 .001a
Residual 20056.114 250 80.224
Total 22156.848 257
a. Predictors: (Constant), LoneDepression, LoneSocialDesirability, Dismissing,
Preoccupied, Secure, LonePersonality, Fearful
b. Dependent Variable: InteraksiParasosial
104
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 21.683 10.125 2.141 .033
Secure .125 .086 .088 1.449 .149
Fearful -.073 .057 -.079 -1.280 .202
Preoccupied .308 .089 .213 3.476 .001
Dismissing .123 .117 .063 1.047 .296
LonePersonality .134 .076 .109 1.771 .078
LoneSocialDesirabilit
y
-.131 .084 -.095 -1.550 .122
LoneDepression .080 .056 .086 1.425 .156
a. Dependent Variable: InteraksiParasosial
105
Proporsi varians masing-masing independent variables
Model Summary
Mod
el R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .126a .016 .012 9.22930 .016 4.118 1 256 .043
2 .137b .019 .011 9.23402 .003 .739 1 255 .391
3 .260c .067 .056 9.01967 .049 13.264 1 254 .000
4 .267d .071 .056 9.01961 .004 1.004 1 253 .317
5 .281e .079 .061 8.99888 .008 2.167 1 252 .142
6 .296f .087 .066 8.97516 .008 2.333 1 251 .128
7 .308g .095 .069 8.95681 .007 2.030 1 250 .156
a. Predictors: (Constant), Secure
b. Predictors: (Constant), Secure, Fearful
c. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied
d. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing
e. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, LonePersonality
f. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, LonePersonality,
LoneSocialDesirability
g. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, LonePersonality,
LoneSocialDesirability, LoneDepression