pengantar praktikum dan laporan sementara epidemiologi · kelompok pengajar epidemiologi. 1....
TRANSCRIPT
PENGANTAR PRAKTIKUM DAN
LAPORAN SEMENTARA EPIDEMIOLOGI
Disusun oleh : Prof. Dr. drh. Pratiwi Trisunuwati, MS
Dr. drh. Masdiana C.P., M.App.Sc Dr. drh. Rositawati Indrati, MP
Nama : ____________________________________ Nim : ____________________________________ Kelas : ____________________________________ No. Absen : ____________________________________ Kelompok : ____________________________________
LABORATORIUM EPIDEMIOLOGI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2020
i
KATA PENGANTAR
Setelah mengalami beberapa perubahan baik materi maupun format
yang diperlukan, maka Buku Pengantar ini diterbitkan lagi. Buku Pengantar
Praktikum ini disusun dengan mengkaitkan teori supaya dapat berguna dan
bermanfaat untuk mahasiswa setelah mengalami proses belajar. Selama
proses belajar mengajar, isi buku menjadi acuan didalam Satuan Acara
Praktikum yang harus dipertanggung jawabkan oleh setiap mahasiswa
secara perorangan didalam kelompok.
Buku Pengantar ini sekaligus sebagai buku tugas yang harus
diselesaikan mahasiswa, dengan demikian setiap mahasiswa akan mengerti
tugasnya masing-masing dan merupakan bahan ujian akhir semester.
Saran dan kritik membangun akan diterima dengan baik, demi
perbaikan buku dimasa datang.
Tim Pengajar Mata Kuliah Epidemiologi
ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
Setiap mahasiswa harus mematuhi peraturan yang dibuat oleh kelompok pengajar Epidemiologi. 1. Mengikuti pre test sebelum praktikum 2. Selama mengikuti praktikum harus memakai baju praktikum 3. Dilarang memakai kaos oblong, sandal, makan dan minum didalam
laboratorium selama kegiatan praktikum. 4. Selama praktikum berlangsung wajib menjaga kebersihan ruangan,
peralatan dan bahan-bahan praktikum. 5. Kerusakan alat atau pecah karena kecerobohan praktikan, biaya
penggantinya akan dibebankan pada praktikan. 6. Pratikan wajib mengerjakan dan menyerahkan tugas dan laporan
praktikum tepat pada waktunya. 7. Setiap pelanggaran peraturan akan dikenakan sanksi. 8. Pengambilan sample boleh dilakukan oleh anggota kelompok yang
sama 9. Setiap mahasiswa mengerjakan sendiri setiap tugas, bukan merupakan
wakil kelompok, kecuali pengamatan susu mastitis dan uji yogurt 10. Penandatanganan oleh asisten setelah setiap selesai kegiatan dan
dinyatakan disetujui 11. Tidak diperkenankan membuat foto copy lembar tugas, atau
penandatanganan dengan kertas lain 12. Melakukan responsi pratikum setelah semua kegiatan diselesaikan 13. Mematuhi waktu sesuai dengan jadwal 14. Tidak boleh berganti kelompok, kecuali sakit dan alasan dapat diterima
oleh pengajar 15. Setelah melakukan praktikum dilakukan ujian praktikum 16. Bagi yang mengulang harus melapor dengan menunjukkan kartu puas
untuk bebas praktikum (minimal nilai pratikum ≥ 50,00, dinyatakan tidak menggulang pratikum)
17. Harus bersikap sopan dan mematuhi peraturan yang ada dilaboratorium Epidemiologi
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
TATA TERTIB PRAKTIKUM .................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Bagaimana Menilai Terjangkitnya Penyakit ............................... 2
BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG PENYAKIT
2.1 Penyakit Non Infeksius .......................................................... 5
2.2 Penyakit Infeksius ................................................................. 6
BAB III TINJAUAN EPIDEMIOLOGIS SUATU PENYAKIT
3.1 Angka Prevalensi dan Angka insidensi ................................. 9
3.2 Distribusi Geografi ................................................................. 10
BAB IV CARA PENGIRIMAN DAN PENYIMPANAN BAHAN
4.1 Pengawetan Bahan ............................................................... 16
4.2 Pengiriman Bahan ................................................................. 17
BAB V ANTIBIOTIK DAN OBAT-OBATAN KIMIA
5.1 Uji Yoghurt ............................................................................. 23
BAB VI KESIMPULAN ............................................................................. 25
BAB VII MATERI PRAKTIKUM
Tugas I Pengiriman Bahan ............................................................ 26
Tugas II Pengamatan Telur Cacing Dalam Tinja ........................... 30
Tugas III Pengamatan Pada Kerokan Mukosa Usus ..................... 32
Tugas IV Pengamatan Scabiosis Pada Kulit.................................. 34
Tugas V Pengamatan Susu Mastitis .............................................. 36
Tugas VI Pemeriksaan Antibiotik dan Obat-obatan Kimia
Dalam Air Susu ................................................................ 38
Gambar Telur Cacing Pada Sapi ................................................... 40
Gambar Telur Cacing Pada Domba Dan Kambing ........................ 43
Gambar Telur Cacing Pada Unggas .............................................. 44
Gambar Berbagai Jenis Ektoparasit Pada Hewan ......................... 45
Gambar Protozoa ........................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 47
lab epid Fak Peternakan UB 1
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 BAB I PENDAHULUAN
Pemahaman pada konsep epidemiologi harus diawali dengan
pengetahuan ilmu-ilmu yang mendasar antara lain anatomi, phisiologi yang
menjadi dasar pijakan dalam ilmu manajemen ternak. Untuk mempelajari
lebih lanjut tentang konsep epidemiologi, maka perlu mengenal apa yang
disebut dengan penyakit dan aspek-aspek yang terkait. Pemahaman sakit
dan sehat harus terlebih dulu di ketahui. terlebih dahulu secara prinsip.
Dikatakan ternak dalam kondisi sehat apabila keadaan phisiologis stabil
atau secara medis disebut homeostatis, dapat bertumbuh dan berkembang
serta berproduksi dengan optimal. Metabolis kerja intra sel dan matriks
ekstra seluler, diikuti dengan pergantian bagian-bagian yang rusak atau mati
dengan sel-sel yang baru untuk menunjang stabilitas kehidupan ternak.
Sedangkan apa yang disebut sakit adalah kondisi yang menunjukkan
adanya gangguan phisiologis yang dinyatakan dengan gangguan regulasi
fungsi sistem orag tubuh terlihat dalam kelemahan fisik, nampak gejala
klinis sehingga tidak dapat mencapai penampilan produktivitas optimal.
Penyebab penyakit dapat dibagi menjadi aspek infeksius dan non infeksius.
Masuk dalam kategori penyakit infeksius adalah apabila disebabkan oleh
agen penyebab penyakit (agent of infectious), menyerang dan berdampak
terhadap stabilitas phisiologis dan kerusakan organ tubuh (pathogenesa) .
Sedangkanpenyakit non infeksius merupakan kondisi sakit yang disebabkan
faktor-faktor lain, misalnya kekurangan vitamin, mineral, keracunan atau
gangguan keseimbangan hormonal. Keadaan-keadaan tersebut diatas akan
lab epid Fak Peternakan UB 2
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 memberikan akibat gangguan phisiologis yang dapat teramati secara jelas
atau perlu dengan bantuan pemeriksaan laboratorium. Sebagai akibat
adalah terjadinya penurunan produksi sehingga menurunkan keuntungan
atau bahkan berakhir dengna kematian (case fatally rate).
1. Bagaimana menilai terjangkitnya suatu penyakit?
Cara penilaian sangat tergantung kepada tujuan akhirnya, apakah
dalam mencapai pengobatan individuil, populasi atau menyusun strategi
pencegahan penyakit atau dengan tujuan yang lain. Salah satu upaya
penilaian penyakit dengan skala lokasi, waktu dan populasi tertentu,
merupakan standart studi epidemiologi. Untuk mendapatkan hasil yang
maksimal diperlukan interaksi berbagai bidang ilmu dalam mengolah data
dan menetukan tindakan yang tepat. Penilaian secara kelompok (populatif)
akan memberikan hasil yang lebih terarah untuk tindakan pencegahan
penyakit secara lebih luas yang akan mengarah terhadap kebijakan
pemerintah dalam pengendalian penyakit tertentu. Berbagai data harus fi
analisis untuk memutuskan cara yang lebih mudah dicapai, tepat dan
bermanfaat. Ketika pertahanan (respon imun) tubuh rendah, maka bahan
yang bersifat racun sebagai produk samping dari organisme (mis : LPS dari
E coli) dapat mengakibatkan radang usus (enteritis) atau terjadi diare. Oleh
karena itu disimpulkan bahwa kejadian penyakit merupakan ketidak
seimbangan dan interaksi beberapa faktor sehingga berakibat terjangkitnya
suatu penyakit, seperti gambar dibawah ini :
lab epid Fak Peternakan UB 3
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
(a) Agent as separate causal factor
(b) Agent as component of environment
Gambar 1. Interaksi faktor (triad) penyebab penyakit
Host
Disease
Agent
Enviroment
Host
Disease
Agent
lab epid Fak Peternakan UB 4
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 Manajemen pemeliharaan ternak yang kurang tepat, pakan yang
tidak rasional atau pemilihan bibit yang kurang selektif, akan memberikan
kesempatan lebih besar berjangkitnya suatu penyakit. Dengan demikian
upaya penanggulangan penyakit selalu akan menyangkut masalah-masalah
yang berkaitan dengan manajemen ternak. Pemilihan bibit merupakan hal
yang sangat penting, termasuk pemilihan daerah dengan klimat yang sesuai
sebaiknya menjadi pertimbangan sebelum melakukan usaha peternakan.
Epidemiologi ternak yang di ajarkan sebagai salah satu Materi
Kuliah (wajib) dalam kurikulum Fakulktas Peternakan merupakan sebagian
dari ilmu Epidemiologi secara utuh, mempunyai tujuan agar mahasiswa
mengenal berbagai upaya dalam mencegah kejadian penyakit pada usaha
peternakan berdasarkan menejemen kesehatan ternak. Sehingga perlu di
perkenalkan beberapa jenis penyakit yang umum terjadi di Indonesia,
penyakit strategic (SK Mentan tentang PHMS), cara pengenalan secara
dini, pengiriman sampel ke laboratorium dan konsep vaksinasi.
lab epid Fak Peternakan UB 5
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 BAB II. PENGERTIAN UMUM TENTANG PENYAKIT
Pada Bab I telah di jelaskan bahwa penyakit dapat diakibatkan oleh
penyebab yang bersifat infeksius dan non infeksius. Untuk menjadi lebih
jelas, Bab II akan mengulas secara umum tentang hal tersebut.
2.1 Penyakit non Infeksius
Kelompok penyakit ini terjadi tidak disebabkan oleh agen penyakit, sehingga
seringkali disebut dengan penyakit metabolik. Penyakit metabolik dapat
terjadi karena disfungsi organ atau gangguan nutrisi (malnutrisi, defisiensi
nutrisi, intoksikasi). Di bawah ini merupakan contoh dari kelompok penyakit
metabolik :
1. Gangguan metabolisme tubuh karena kegagalan kerja organ
atau sistema misalnya Hyperthyroidismus, Diabetes inspidus dan
Kiste ovarium., corpus luteum persisten
2. Gangguan metabolisme karena kekurangan zat tertentu,
diakibatkan karena asupan ke dalam tubuh kurang, misalnya
Paralisis puerpureum, Milk fever, Rachitis, Ketosis dan
Hypocalcemia.
3. Gangguan metabolisme karena adanya produk racun atau
produk lain misalnya zat semacam hormon, yang berasal dari
luar maupun dalam tubuh.
Internal : apabila racun tersebut merupakan produk yang
dihasilkan oleh organ sebagai akibat disfungsi
organ, atau dihasilkan oleh mikroorganisme
lab epid Fak Peternakan UB 6
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 didalam tubuh, termasuk juga kemungkinan
berasal dari cacing.
Eksternal : apabila racun tersebut berasal dari luar tubuh,
misalnya racun yang terkandung didalam pakan
ternak, salah satu diantaranya aflatoxin dari
bahan pakan asal kang-kacangan, cyanida dari
daun singkong atau yang lain.
Kondisi sakit yang disebut diatas dapat bersifat ringan sampai
dapat berakibat dengan kematian. Untuk menetapkan jenis penyakit,
dilakukan dengan pemeriksaan pathologi klinis misalnya pemeriksaan kadar
gula darah, kadar ureum darah, PCV (Packed cell volume) atau uji-uji yang
lain.
Sering kali juga terjadi panyakit yang bersifat sekunder, artinya
merupakan akibat samping dari penyebab utama. Misalnya terjadi kerusakan
jaringan oleh karena perusakkan mekanis, kemudian terkontaminasi oleh
mikroorganisme lain, sehingga akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
gangguan terhadap kondisi phisiologi.
2.2 Penyakit Infeksius
Sebagai penyebab penyakit atau bibit penyakit dapat berupa
bakteri, virus, protozoa, jamur, cacing atau ektoparasit. Beberapa contoh
penyakit infeksius dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
lab epid Fak Peternakan UB 7
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Tabel 1. Contoh Penyakit dan Penyebabnya
Disebabkan oleh bakteri
Nama Penyakit Bakteri
Antraks = Radang Limpa Boutvuur = Radang Paha Malleus = Ingus Ganas Tubercolosis Brucellosis = Bang’s Disease Septichaemia haemoragica
Bacillus anthracis Clostridium chauvei Malleomices mallei Mycobacterium tubercolusis Brucella abortus Pasteurella multocida
Disebabkan oleh virus
Nama Penyakit Bakteri
Cacar = Pox Rabies = Gila Anjing Apthae epizootica = Penyakit mulut dan kuku New Castle Disease = Tetelo
Vaccinia variola Herpes virus Rhinovirus Paramyxovirus
Untuk lebih mengenal penyakit, ditugaskan untuk membaca dan
mempelajari buku Pengantar Penyakit Pada Ternak dan
Penanggulangannya (Pratiwi dan rosita, 1990). Pengantar Ilmu Penyakit
Hewan (Pratiwi, 2011), Animal Disease and Preventive Health care (Pratiwi,
2016).
lab epid Fak Peternakan UB 8
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 BAB III TINJAUAN EPIDEMIOLOGIS SUATU PENYAKIT
Tinjauan epidemiologis berorientasi pada daerah (lokasi) yang
terbatas dan berorientasi pada sejenis penyakit tertentu atau beberapa
penyakit yang bersifat terkait. Untuk melakukan tinjauan ini, maka dilakukan
pengumpulan data dari berbagai faktor (lihat Gambar 1.). Minimal data yang
harus dikumpulkan ialah :
a. Angka prevalensi, angka insidensi
b. Distribusi geografis
c. Susceptibilitas species , bangsa, kelamin dan umur
d. Status imunologi dari populasi
e. Peranan vektor, hospes atau hospes intermedier
f. Pengaruh klimat (suhu, kelembaban curah hujan)
g. Pengaruh manajemen
h. Imunisasi dan pengobatan
Dari data tersebut, dapat diperhitungkan dengan rumus perkiraan
studi epidemiologi. Dengan kesimpulan yang didapat, maka dapat
dipertimbangkan dan diputuskan tindakan yang harus diambil, dalam
kelompok ternak yang diamati. Tindakan yang diambil, antara lain ialah :
1. Pengobatan secara masal
2. Immunisasi disekitar daerah yang terserang atau terancam
3. Penutupan daerah yang terserang, keluar masuk ternak,
bahanpakan ternak atau alat-alat yang digunakan
4. Pembatasan mutasi ternak
5. Pemusnahan ternak didaerah terserang
lab epid Fak Peternakan UB 9
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 6. Manajemen penggembalaan
Kejadian wabah perlu mendapat perhatian yang cermat, agar tidak
keliru dengan penyakit non infeksius. Defisiensi mineral atau vitamin dapat
terjadi karena mutu vegetasi yang kurang baik akibat tanah yang kurang
memadai.
3.1 Angka Prevalensi dan Angka Insidensi
Perhitungan ini dilakukan berdasarkan pengertian bahwa ilmu
Epidemiologi ialah multi disiplin, mengukur jumlah kejadian serta kualitas
penyakit untuk dapat menjelaskan kondisi dalam kelompok yang diukur.
Agar suatu hitungan dapat menjelaskan kelompok, maka perhitungan harus
dapat dilihat dalam bentuk proporsi terhadap kelompoknya. Variabel yang
diukur dalam jumlah dibagi dengan jumlah keseluruhan kelompoknya,
variabel yang diukur dalam jumlah dibagi dengan jumlah keseluruhan
kelompoknya. Sebagai contoh kasus tuberkulosis pada kelompok sapi perah
disuatu desa ditemukan sebesar 100 ekor, dari jumlah ternak 3000 ekor.
Maka angka 100 tersebut diperhitungkan terhadap jumlah ekor dalam
kelompok dikalikan 100%. Untuk mendapatkan angka yang lebih terinci
didalam jumlah tadi, misalnya dengan kelompok umur atau kelamin tertentu.
Pada perhitungan yang lebih spesifik ini digunakan dalam menentukan
umumnya menggunakan angka insidensi dinyatakan dalam bentuk
persentase.
ANGKA PREVALENSI =
Jumlah penderita penyakit X 100% Populasi ternak yang diteliti
lab epid Fak Peternakan UB 10
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 Keterangan : waktu pada saat perhitungan
Angka prevalensi ini menjelaskan suatu pada waktu tertentu,
merupakan potret keadaan tersebut pada saat yang dikehendaki. Menjawab
tentang tuberkolosis pada sapi perah, maka angka prevalensinya ialah 100
dibagi 3000 kali 100 % = 3,33% Untuk yang lebih menciri dilakukan
perhitungan lain untuk menentukan angka insidensi dengan
memperhitungkan populasi beresiko.
ANGKA INSIDENSI =
Keterangan : dalam periode waktu tertentu
Angka kematian atau mortalitas menggambarkan jumlah ternak
yang mati didalam kelompok pada suatu periode tertentu. Sedangkan untuk
merinci lebih jauh, didapatkan rumusan lain misalnya Age Specific
Mortality Rate, yaitu pemantauan jumlah kematian pada umur tertentu,
digunakan Case Fatality Rate.
3.2 Distribusi Geografi
Untuk mengenal penyakit yang terjadi, perlu mempertimbangkan
kondisi geografis. Hal ini menyangkut pada kemungkinan tumbuh kembang
mikroorganisme pada kondisi alam tertentu. Baik untuk perkembangan
maupun untuk hospes intermedier yang membantu didalam siklus hidupnya.
Sebagai contoh misalnya Fasciola hepatica tidak banyak menular atau tidak
akan menimbulkan penyakit Distomatosis pada ternak didaerah yang kering,
Jumlah penderita penyakit X 100% Jumlah populasi beresiko
lab epid Fak Peternakan UB 11
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 tidak berawa-rawa karena tidak ada siput air (Lymnaea trucantula) yang
berperan terhadap kehidupan miracidium. Antraks dan Boutvuur akan lebih
banyak didapatkan berjangkit kembali pada daerah berkapur, karena dua
jenis penyakit tersebut tahan terhadap daerah berkapur dan bertahan hidup
pada daerah berkapur dan pada daerah anaerob. Pada kondisi tersebut
akan membentuk spora, terutama apabila kondisi tidak memungkinkan.
Dengan demikian akan muncul penyakit yang bersifat sporadis, artinya
penyakit tersebut tidak akan hilang sama sekali, dan kemungkinan akan
muncul pada saat tertentu.
1. Kesesuaian bangsa, kelamin dan umur
Berbagai penyakit pada umumnya mempunyai sifat spesifikasi
kondisi yang sesuai untuk dapat berkembang dan tumbuhnya bibit penyakit,
sehingga akan berakibat adanya pengaruh keseimbangan untuk munculnya
bibit penyakit. Perbedaan bangsa, kelamin dan umur akan memberikan
respon yang berbeda pada masuknya bibit penyakit. Misalnya untuk caplak
akan lebih banyak menyerang Bos taurus bila dibandingkan dengan Bos
indicus. Perbedaan kelamin misalnya kecenderungan kasus hemophillia
pada manusia, jenis kelamin laki-laki yang diserang, tidak pada wanita.
Demikian pula perbedaan umur, akan memberikan gambaran perbedaan
serangan penyakit, misalnya Coccidiosis akan lebih banyak menyerang
umur muda pada periode starter dan grower dari pada ayam-ayam dewasa.
Populasi ternak dengan kekhususan tersebut dianggap sebagai populasi
beresiko. Contoh penyakit lain banyak mempengaruhi angka insidensi.
lab epid Fak Peternakan UB 12
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 Sehingga dengan spesifikasi ini akan dapat diramalkan atau didiagnosa
lebih tepat.
2. Status imunitas dari populasi atau kelompok ternak
Status imunitas dari kelompok ternak dapat terjadi karena vaksinasi
secara massal atau individuil, sehingga akan memberikan imunitas kepada
anak-anaknya pada tahapan tertentu. Demikian pula pada ternak yang
sembuh dari suatu penyakit akan dapat memiliki imunitas yang dapat
memberikan ingatan untuk menyusun ketahanan penyakit yang terkait.
3. Peran vektor atau hospes intermedier
Penularan penyakit kepada ternak yang lain akan lebih cepat terjadi
apabila keperluan biologis bibit penyakit tersebut terpenuhi, misalnya vektor
transmisi. Sebagai contoh untuk Fasciola, diperlukan siput yang sesuai
untuk kehidupan miracidium. Tanpa adanya siput, maka untuk melengkapi
siklus hidupnya Fasciola akan mati dan tidak dapat berkembang. Dengan
demikian penularan atau angka morbiditas akan rendah, bahkan manusia
memanfaatkan situasi ini untuk menanggulangi penularan, yaitu dengan
mematiakn siput agar siklus hidup Fasciola terputus. Hospes intermedier
atau vektor yang lain, misalnya kecoa akan dapat menularkan cacing pita
pada ayam. Berarti dengan kebersihan sekitar kandang insecta, akan
memgurangi kejadian penyakit.
4. Pengaruh klimat atau iklim
Iklim akan mempengaruhi keberhasilan perkembangbiakan
mikroorganisme tersebut apakah diperlukan suhu panas atau rendah, dan
kelembaban tinggi atau rendah. Sebagai contoh misalnya penyakit jamur
lab epid Fak Peternakan UB 13
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 akan tumbuh subur pada keadaan kelembaban tinggi. Telur-telur cacing
akan tumbuh menjadi larva setelah tanah menjadi lembab dan tumbuh
menjadi larva infektif untuk masuk ke dalam tubuh ternak yang terinfeksi.
Sedangkan saat kering pada umumnya telur-telur cacing akan tetap
bertahan tidak tumbuh tetapi tetap hidup, menunggu hujan yang akan tiba.
5. Pengaruh manajemen
Pemeliharaan yang kurang tepat akan berakibat terhadap
terjadinya kesempatan serangan penyakit. Kemungkinan faktor pakan yang
kurang, bentuk kandang maupun bahan kandang yang tidak memenuhi
syarat. Kadang-kadang juga karena kurang benarnya cara pemerahan,
sehingga dapat menyebabkan mastitis. Atau tidak pernah dilakukan potong
kuku sehingga akan memberikan kesempatan infeksi pada teracak.
Kondisi semacam itu menjadi pre disposisi kejadian suatu penyakit
padfa ternak, apakah infeksius atau non infeksius. Sehingga perlu di
lakukan pemahaman seberapa jauh tindakan menejemen yang benar agar
tidak muncul penyakit.
6. Immunitas dan manajemen kesehatan ternak
Dalam menejemen kesehatan ternak termasuk di dalamnya adalah
pemeliharaan atau environment secara global. Sanitasi dan higienen akan
sangant menentukan terjangkitnya penyaki karena memberikan
kemungkinan kemunculan agen penyakit.
Tindakan vaksinasi secara individual akan dapat dilacak seberapa
jauh tindakan pencegahan yang telah dilakukan. Kadang-kadang vaksinasi
yang kurang benar akan menyebabkan sumber penularan, karena
lab epid Fak Peternakan UB 14
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 mikroorganisme yang dilemahkan tadi akan muncul menjadi kuat dan akan
menyerang ternak lain. Syarat mutlak tindakan vaksinasi dalah kondisi
sehat, sehingga organ limpoid dapat membentuk sel imun sesuai dengan
criteria kemampuan vaksin dalam merangsang pembentukan antibody
homolog.
Pengobatan terhadap penyakit tertentu sering kali dapat
menyembuhkan, tetapi akan berakibat lain yaitu kemungkinan ternak yang
sembuh dapat berperan sebagai karier. Kemungkinan akan menularkan
penyakit kepada ternak yang lain yang mempunyai daya tahan tubuh
rendah. Misalnya pada ayam yang terserang NCD, dan sembuh karena
pengobatan akan dapat berperan sebagai karier. Demikian pula
kesembuhan tersebut tidak menjamin pemulihan produktivitas ternak seperti
semula.
Sebenarnya memang pengetahuan tentang penyakit merupakan
sesuatu yang kompleks, oleh karena itu agar dapat memberikan pengobatan
maupun pencegahan yang tepat, perlu kiranya dilakukan tindakan-tindakan
yang membantu dalam diagnosa. Misalnya pemeriksaan laboratorium, inipun
harus didukung oleh tindakan yang tepat oleh petugas lapangan dalam
teknis pengiriman bahan. Dalam pengiriman sampel memerukan SOP
pengiriman, agar dapat di lakukan dengan tepat. Misalnya etiket harus jelas
demikian pula berita acara pemeriksaan lab. Demikian pula cara
penambahan bahan untuk pengiriman sesuai dengan tujuan.
lab epid Fak Peternakan UB 15
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 BAB IV. CARA PENGIRIMAN BAHAN DAN PENYIMPANAN BAHAN
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk membantu dokter
dalam menentukan diagnosa dan pengobatan, dapat dilakukan oleh teknisi
yang terdidik dalam pengawasan dokter. Sedangkan tugas didaerah wabah
antara lain ialah memberikan informasi dan mengirim sampel dari ternak
yang terserang atau tersangka. Untuk menjaga keutuhan bahan tersebut
maka perlu dilakukan upaya yang harus diketahui oleh petugas lapangan.
Berbagai hal yang harus dilakukan ialah mencantumkan dalam berita acara
pemeriksaan : :
1. Nama dan alamat dokter hewan, pejabat yang ditunjuk, atau alamat
kepada Laboratorium Diagnostik penyakit harus jelas.
2. Cantumkan gejala penyakit dengan tanda-tanda klinis.
3. Pemeriksaan yang diinginkan (bakteriologis, pathologi klinis, pathologi
anatomi yang lain)
4. Keterangan tentang ternak yang terserang, misalnya umur, spesies,
kelamin dan bangsa
5. Jumlah ternak yang terserang dalam populasi
6. Jumlah kematian
7. Jenis bahan yang dikirim
8. Pengawet yang digunakan harus sesuai dengan tujuan pemeriksaan
9. Bila laporan hasil sangat diperlukan, dapat ditulis segera melalui
telegram atau telepon
Berita acara tersebut harus disertakan pada saat pengiriman bahan
serta beberapa keterangan harus ditempelkan pada botol atau pembungkus
lab epid Fak Peternakan UB 16
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 bahan tersebut dalam bentuk etiket. yang ditempel pada botol atau
kemasan bahan yang di kirim tersebut. Etiket yang ditempel seharusnya
cukup memberikan informasi tentang jenis bahan, spesifikasi ternak dan
pemeriksaan yang dikehendaki. Sedapat mungkin pengirim bahan
mempertimbangkan bahwa pada hari libur umumnya tidak ada pemeriksaan
atau dengan catatan khusus (segera/CITO).
4.1 Pengawetan Bahan
Pengiriman bahan ke laboratorium diagnostik dapat berupa bahan
segar atau bahan yang diawetkan, tergantung pada berbagai kepentingan
pemeriksaan. Misalnya untuk keperluan bedah bangkai, maka bangkai yang
dikirim secepat mungkin sebelum 24 jam agar belum didapatkan perubahan
pasca mati yang berarti. Untuk pemeriksaan pathologi anatomi dilakukan
pengawetan bahan dengan zat yang tidak merusak, tetapi mempertahankan
kondisi. Adapun dua macam cara pengawetan ialah :
1. Pendinginan
Bahan yang dipakai : es, es kering
Dengan es : (sekitar 40C) bahan dapat dimasukkan dalam kontainer,
kemudian dikelilingi dengan es yang diletakkan pada kontainer yang
sedikit lebih besar. Untuk memperllama pencairan es, dapat
ditambahkan garam dapur atau serbuk gergaji. Bahan yang diawetkan
dengan cara ini misalnya air susu, serum darah.
Dengan es kering atau dry ice: (- 20-300 C )bahan yang dikirim,
dibungkus rapi atau dalam kontainer yang dilapisi dengan bahan yang
memisahkan antara dry ice dengan bahan. Keadaan ini dipertahankan
lab epid Fak Peternakan UB 17
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 agar tidak terjadi pembekuan yang tidak diinginkan. Untuk mencegah
terjadinya pecahnya kontainer maka perlu dipertimbangkan agar tidak
ditutup terlalu rapat.
2. Mempergunakan bahan kimia
Bahan yang dipakai : alkohol, formalin, asam borat.
Pengiriman contoh untuk pemeriksaan histopahatologi dapat
menggunakan larutan formalin 10 % atau Paraformaldehyda 4%
dalam phospat buffer saline. Caranya ialah dengan memotong
jaringan yang dicurugai kira-kira 1 cm2, masukkan kedalam larutan
secepat mungkin sejak kematian atau biopsi. Jumlah cairan tersebut
dipersiapkan 10 kali volume potongan jaringan tersebut. Bahan lain
yang dapat digunakan ialah alkohol 96 % atau 70 %, hanya saja
bahan ini kurang baik apabila dibandingkan dengan formalin, karena
dapat mengeraskan jaringan akibat dehydrasi jaringan. Bateri akan
mati dengan larutan tersebut.
Pengiriman contoh bahan untuk pemeriksaan terhadap virus, dapat
digunakan gliserin 50 %. Sedang bahan yang dapat dipakai untuk
menghambat pertumbuhan bakteri ialah asam borat.. Virus akan
tetap hidup dengan gliserin.
4.2 Pengiriman Bahan
Pemilihan bahan contoh yang dikirim sangat tergantung kepada
jenis penyakit yang dicurigai, dipertimbangkan pula predileksi dari penyakit
atau organ yang diserang. Dengan pertimbangan-pertimbangan itulah dapat
dipilih bahan contoh apa yang diperiksa.
lab epid Fak Peternakan UB 18
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 1. Tinja atau isi usus
Kasus helminthiasis hamper menyerang setiap ternak yang di
pelihara, karena mata rantai yang seringkali tidak di putus secara
tuntas. Akibat dari kecacingan sebenarnya cukup besar pada produksi,
namun seringkali di abaikan. Apabila ternak tersertang endoparasit,
maka dapat ditentukan keparahan dan jenis cacing apa yang
menyerang pada ternak dengan pemeriksaan tinja baik secara natif atau
apung.
Tinja dapat dikirim dalam keadaan segar apabila tidak memerlukan
waktu yang lama, maka dapat disimpan dalam pendingin dengan
termos berisi es. Bila diperlukan waktu berminggu-minggu atau
berbulan-bulan, maka bahan pengawet yang digunakan adalah
formalin 5-10%. Pemeriksaan tinja pada umumnya digunakan untuk
meneliti adanya :
• Telur cacing
• Larva
• Cacing dewasa
• Darah
• Oocyst protozoa
Pemeriksaan tinja dapat dilakukan antara lain dengan cara :
• Pemeriksaan sederhana atau native
• Pemeriksaan dengan pewarna
• Pemeriksaan dengan metode apung atau flotation methode
Pemilihan cara ini sangat tergantung pada tujuan pemeriksaan.
lab epid Fak Peternakan UB 19
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 Interpretasi jumlah epg
Fasciola hepatica : sangat berarti berapapun ditemukan
Cacing paru2 : sangat berarti berapapun di temukan
Triichuris : >500 eggs/g feces
Coccidia : >1,000 oocysts/g feces
2. Air susu
Pada umumnya untuk pemeriksaan bakteriologi, air susu harus
disimpan dalam botol dan dimasukkan dalam kontainer sejuk yang
(dengan es batu) atau harus dalam keadaan segar, misalnya untuk
penyakit mastitis.Air susu tidak di sarankan ditambahkan dengan larutan
kimiawi yang akan merusak komposisi air susu, demikian pula tidak
menggunakan system freezing.
Pemeriksaan air susu yang menjadi asam oleh karena mastitis
subklinis, dapat di lakukan dengan konsep ikatan sel somatic dengan
bahan uji misalnya dengan CMT
3. Jaringan
Jaringan sebagai contoh yang harus diperiksa secara bakteriologis,
histopathologis atau parasitologis. Pemilihan jaringan tergantung pada
predileksi atau kesukaan organ yang diserang oleh penyebab penyakit
tersebut. Usahakan jaringan tidal lebih dari 4 jam harus sudah dipotong
secara benar dan dicelupkan kedalam larutan formalin 10 % atau
Paraformaldehyda 4% dalam phospat buffer saline (BSA) sebagai
pengawet untuk pemeriksaan histophatologis. Bahan seperti hati, limpa
atau ginjal harus dipotong kecil seperti kubus 1 cm tegak lurus pada
lab epid Fak Peternakan UB 20
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 permukaan untuk melihat struktur anatominya. Botol atau kontainer
yang dipakai lebih baik bermulut lebar tetapi rapat agar mudah untuk
mengambil potongan jaringan yang terendam.
4. Parasit
Parasit yang berukuran besar dapat dimasukkan dalam botol atau pot
bermulut besar dengan pengawet formalin 5-10 %. Sedangkan
ektoparasit terutama pada kulit misalnya scabiosis dapat di ambil
sampel sebagai bahan pemeriksaan berupa kerokan kulit kecil dan
terikat pada jaringan atau kerokan, lebih baik dikirim bersama keropeng
yang diambil dari tepi daerah terserang. Kerokan tersebut dimasukkan
ke dalam pot kecil yang berisi larutan KOH 10 % atau NaOH 10 %
dengan maksud jaringan tersebut larut. Pada endoparasit dapat di ambil
dari kerokan usus dapat di simpan dalam larutan pengawet atau
kerokan segar sehingga dapat di identifikasi jenis larva cacing maupun
protozoa yang menempel dan masuk ke dalam jaringan usus
(endoparasit) atau kulit (ektoparasit).
5. Ternak pasca mati/post mortal
Pengiriman sebaiknya kurang dari 24 jam sejak kematian, agar sebelum
terjadi perubahan jaringan yang berarti, yang disebabkan oleh proses
kematian. Untuk memperlama kemungkinan, dapat disimpan didalam
almari es untuk dibekukan.
Pemeriksaan pasca mati diharapkan tidak melampaui masa busuk
bangkai, karena akan merubah tampilan jaringan organ sehingga sulit
untuk di jadikan acuan pathologi sistemik. Demikian pula pengawetan
lab epid Fak Peternakan UB 21
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 dengan formalin akan mengaburkan perubahan jaringan lunak.
Sehingga sebaiknya se segera mungkin atau hanya dengan
pendinginan bukan pembekuan.
lab epid Fak Peternakan UB 22
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 BAB V. RESIDU ANTIBIOTIK PADA PRODUK TERNAK
Penggunaan antibiotik pada peternakan sapi perah telah
mengakibatkan kemungfkinan residu antibiotik dalam air susu, daging dan
produk olahanya, yang dapat menimbulkan masalah bagi konsumen.
Antibiotik antara lain dipergunakan langsung pada ambing untuk pengobatan
mastitis, injeksi untuk pegobatan berbagai penyakit dan dipakai juga sebagai
bahan tambahan pakan.
Bagaimanapun teknik penggunaannya, sejumlah antibiotika akan
ditemukan dalam ambing sapi dan akibatnya adalah antibiotik kadang-
kadang dijumpai dalam air susu dan produk olahanya, apabila belum melalui
masa ekskresi dari tubuh ternak. Aplikasi melalui ambing dalam pengobatan
mastitis yang paling banyak dipilih, merupakan sebagian besar penyebab
utama dalam air susu dibandingkan dengan antibiotok jenis yang lain.
Tenggang waktu sampai antibiotik ditemukan dalam air susu
setelah pemberian pada ternak terjadi mulai dari beberapa jam sampai
beberapa hari tergantung pada jenis antibiotik ayang dipakai dan terutama
cara penggunaan obat tersebut. Oleh karena itu bagi sapi-sapi yang sedang
diobati, sebaiknya air susu yang diperah tidak dikirim ke tempat pengolahan
susu atau dikonsumsi. Apakah susu tersebut berasal dari ambing yang
diobati maupun ambing lainnya, agar benar-benar terjamin bahwa hanya air
susu yang tidak mengandung antibiotik. Jika sapi yang diobati dengan
menggunakan antibiotik berdaya aktif lama, maka harus ada keterangan
sejelas-jelasnya pada peternak agar selama masa pengoatan air susu ini
tidak dikirim ke pabrik pengolahan air susu. Peraturan yang diterbitkan oleh
lab epid Fak Peternakan UB 23
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 Perda Jatim, air susu segar baru di perbolehkan di jual kepada konsumen 7
hari setelah pengobatan terakhir, walaupun secara teori pada 72 jam post
pengobatan terakhir, air susu sudah bebas dari residu antibiotic.
Antibiotik dan obat-obatan kimia bersifat stabil dalam air susu., baik
pada penyimpanan secara dingin sebelum air susu diolah maupun di
pasteurisasi tidak mengurangi secara efektif jumlah kadar antibiotik. Oleh
karena itu terdapatnya antibiotik dalam air susu dapat mengganggu proses
fermentasi dalam olahan susu. Hal ini merupakan salah satu alasan
mengapa industri pengolahan air susu mempermasalahkan antibiotik secara
serius sejak awal. Alasan lain tertentu mengapa hal tersebut
dipermasalahkan adalah kaitannya dengan kesehatan masyarakat.
Beberapa metode pembuatan produk olahan air susu berdasarkan
aktivitas mikroba tertentu, contohnya pemakaian asam laktat pada
pembuatan yoghurt. Sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu teknik
untuk mendeteksi antibiotika dalam susu. Umumnya cara tersebut
didasarkan pada penghambatan tumbuhnya bakteri tertentu.
Uji Yoghurt terhadap residu anti biotik
Uji didasarkan pada penghambatan pertumbuhan bakteri
fermentasi pembuatan yoghurt Apabila di dapatkan residu antibiotic, mjaka
fermentasi tidak akan terjadi.
Misalnya dalam air susu mengandung Penicilin 0,005 IU /ml,
kemudian dilakukan pemanasan sampai suhu 80-85oC dengan tujuan
merusak senyawa-senyawa bakteristatik yang secara alami terdapat dalam
lab epid Fak Peternakan UB 24
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 air susu, yang juga dapat menghambat pertumbuhan yoghurt (walaupun
sangat kecil kemungkinannya). Setelah dipanaskan susu didinginkan
mencapai suhu 45oC, kemudian diinokulasi dengan bakteri fermentasi
yoghurt dan diinkubasi pada suhu 42-45oC selama 3 jam. Apabila terjadi
keasamam maka dapat disimpulkan sementara bahwa susu segar tersebut
tidak mengandung antibiotic, sebaliknya apabila fermentasi tidak terjadi
diimpulkan bahwa air susu tersebut mengandung antibiotic yang menhambat
perkembangan bakteri
Terdapat juga beberapa teknik pengujian sederhana terhadap
keberadaan residu antibiotic dengan prinsip keberhasilan perkembangan
bakteri pada suatu bahan. Apabila terjadi perkembangan bakteri, secara
awal di katakan bahwa bahan tersebut bebas dari residu, demikian sebalikny
pada tidak terjadi perkembangan bakteri post inokulasi artinya terdapat
residu anti biotik pada bahan yang diperiksa. .
lab epid Fak Peternakan UB 25
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 BAB VI. KESIMPULAN
Sebagai hand out menjelang praktikum Epidemiologi, maka teori
yang sudah di sajikan akan dikembangkan pada mata acara praktikum.
1. Sebagai pemahaman dasar sarjama peternakan semestinya
memahami tentang prinsip dasar tentang penyakit, pemeriksaan
sederhana/lapang untuk menetukan pemcegahan dari aspek
menajemen. Atau sebelum dilakukan pemeriksaan secadar nmedik
oleh profesi yang di beri kewenangan.
2. Cara pemilihan dan penanganan bahan untuk diperiksa sangat
menentukan keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan.
3. Pengiriman bahan harus dengan kontainer yang memenuhi syarat
dengan bahan pengawet yang sesuai dengan etiket lengkap.
4. Pengiriman bahan untuk di periksa secara labporatorium harus
dilakukan sedini mungkin, hindarkan dari kontaminasi agar
mendapatkan hasil yang akurat sesuai dengan jenis pemeriksaan
yang diperlukan.
5. Residu antibiotik dapat terdeteksi pada produk ternak, apabila
pengobatan antibiotik dalam dosis tinggi dan terus menerus.
Sehingga melewati ambang batas kemampuan sistem ekskresi,
atau kurang dari 72 sejak pemberian antibiotika terakhir.
lab epid Fak Peternakan UB 26
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 BAB VII MATERI PRATIKUM
TUGAS I PENGIRIMAN BAHAN
(Tugas individual)
Siapkan cara pengiriman 4 bahan/sampel untuk pemeriksaan laboratorium sesuai dengan tujuan pemeriksaan. HASIL KERJA SEMENTARA I. Spesifikasi asal bahan buat pada etiket atau berita acara : 1. Tinja sapi untuk pemeriksaan endoparasit, identifikasi sederhana,
pastikan bangsa, umur dan cara pemeliharaan 2. Bagian dari alat pencernaan usus ayam buras untuk pemeriksaan
kerokan mukosa usus terhadap larva cacing, cacing dewasa maupun protozoa.
lab epid Fak Peternakan UB 27
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
3. Kerokan kulit kelinci dan kambing untuk pemeriksaan scabiosis, sebutkan letak pengerokan.
4. Air susu mastitis dari keempat puting untuk pengamatan perubahan fisik
sebutkan dari laktasiu ke berapa, letak putting
lab epid Fak Peternakan UB 28
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
II. Cara pengawetan dan pengiriman bahan sesuai dengan tujuan
pemeriksaan
1. Tinja sapi (metode yang dikehendaki,) dengan bahan pengawet apa
2. Alat pencernaan usus ayam buras (sebutkan jenis ayam apa) dengan
bahan pengawet apa
lab epid Fak Peternakan UB 29
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Paraf Dosen/Asisten :
……………………
…
3. Kerokan kulit kelinci dan kambing (umur ternak) bahan pengawet apat
4. Air susu dari empat puting dari ambing yang sama
lab epid Fak Peternakan UB 30
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 TUGAS II
PENGAMATAN TELUR CACING DALAM TINJA
Bahan dan alat :
• Tinja baru (diambil dari rectum atau segar) satu sendok teh
• Cairan fisiologis atau air bersih
• Lidi atau gelas pengaduk
• Obyek glass dan penutup
• Mikroskop Cara kerja :
• Ambil obyek glass dan penutup, bersihkan
• Ambil tinja sapi satu ujung korek api, letakkan pada glass obyek
• Teteskan sedikit air, aduk pelan dengan lidi, buang bagian yang kasar
• Tutupkan gelas penutup, jangan sampai ada udara yang terperangkap
• Amati dibawah mikroskop, diperhatikan dan tentukan perkiraan jenis telur cacing (dibandingkan dengan gambar)
• Gambarlah yang saudara lihat HASIL KERJA SEMENTARA
lab epid Fak Peternakan UB 31
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Paraf Dosen/Asisten :
……………………
…
HASIL KERJA SEMENTARA
lab epid Fak Peternakan UB 32
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 TUGAS III
PENGAMATAN PADA KEROKAN MUKOSA USUS
Bahan dan alat :
• Siapkan usus ayam buras, keroklah dengan scalpel
• Cairan fisiologi atau air bersih
• Gelas obyek dan gelas penutup
• Mikroskop Cara kerja:
• Pisahkan menjadi 3 bagian : proventrikulus, usus halus dan caecum
• Buka tiap bagian dengan gunting, kemudian keroklah bagian mukosa dengan scalpel
• Lakukan pemeriksaan seperti pada tugas II, tentukan apakah terdapat protozoa, larva cacing, cacing dewasa atau telur cacing pada sampel
• Tentukan jenis yang saudara lihat, gambarlah HASIL KERJA SEMENTARA
lab epid Fak Peternakan UB 33
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Paraf Dosen/Asisten :
……………………
…
HASIL KERJA SEMENTARA
lab epid Fak Peternakan UB 34
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 TUGAS IV
PENGAMATAN SCABIOSIS PADA KULIT
Bahan dan alat :
• Siapkan kerokan kulit penderita kudisan (scabiosis) kelinci atau kambing
• KOH 10 %
• Gelas arloji atau pot plastik
• Mikroskop Cara kerja:
• Ambil kerokan mukosa letakkan dalam pot atau gelas arloji
• Tambahkan KOH 10 %
• Aduk pelan kemudian diamkan 5-10 menit
• Buatlah preparat sederhana pada gelas obyek dengan penutup
• Lihat dibawah mikroskop
• Tentukan jenis ektoparasit yang terlihat, gambarlah HASIL KERJA SEMENTARA
lab epid Fak Peternakan UB 35
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Paraf Dosen/Asisten :
……………………
…
HASIL KERJA SEMENTARA
lab epid Fak Peternakan UB 36
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 TUGAS V
PENGAMATAN SUSU MASTITIS
Bahan dan alat :
• Siapkan air susu mastitis dari empat puting
• Paddle dengan empat lubang Cara kerja:
• Tuangkan air susu setiap puting pada setiap lubang pada paddle
• Aduk dan lihat apakah terdapat mucous/lendir
• Amati perubahan yang terjadi
• Cari cara pembacaan denganCMT HASIL KERJA SEMENTARA Pengamatan :
Kode Warna Bau Viskositas
Susu segar
Puting kanan depan
Puting kiri depan
Puting kanan belakang
Puting kiri belakang
Jelaskan perubahan yang terjadi :
a. Puting depan kiri
lab epid Fak Peternakan UB 37
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Paraf Dosen/Asisten :
……………………
…
b. Putting depan kanan
c. Putting belakang kiri
d. Putting belakang kanan
lab epid Fak Peternakan UB 38
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 TUGAS VI
PEMERIKSAAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU
Bahan dan alat :
• Tabung reaksi
• Pipet 1 ml
• Penangas air
• larutan penicillin 0,005 IU
• Starter yogurt aktif Cara kerja:
• Sediakan 8 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 4 ml sampel air susu
• 4 tabung untuk sampel C1 (putting depan kanan ), C2 (putting depan kiri) , D1 (putting belakang kanan), D2 (putting belang kanan)
• 2 tabung untuk sampel A1 dan A2 ( sampel susu puting sehat) .
• 2 tabung yang tersisa untuk sampel B1 dan B2 diisi dengan sampel susu mastitis.
• Siapkan larutan penicillin 0,5 IU/ml
• Panaskan seluruh tabung reaksi yang berisi sampel A1, A2, B1, B2, C1 . C2, C3 dan C4 pada suhu 80oC-85oC selama 10 menit
• Dinginkan sampai mencapai suhu 45oC
• Tambahkan 3 % starter yogurt aktif pada semua tabung
• Masukkan ke incubator semua tabung pada temperatur 43oC selama 3- 4 jam (atau lebih)
• Amati perubahan yang terjadi : - Susu yang menjadi yogurt akan terjadi perubahan konsistensi
dari encer menjadi kental, berarti tidak ada antibiotika dalam susu
- Susu tetap encer berarti ada antibiotik dalam susu
lab epid Fak Peternakan UB 39
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
……………………
…
HASIL KERJA SEMENTARA 1. Pengamatan sebelum inkubasi
Kode Warna Viskositas
2. Pengamatan setelah inkubasi
Kode Warna Viskositas Penilaian
lab epid Fak Peternakan UB 40
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Sumber : Soulsby E.J.L., 1971
1. Schistosoma bovis
2. Eurytrema pancreaticum
3. Schistosoma spindalis
4. Schistosoma japonicum
5. Schistosoma indicum
6. Ornithobilharzia turkestanicum
7. Thelazia rodesii
8. Schistosoma nasalis
9. Oesophagustomum radiatum
10. Syngamus larygeus
11. Mecistocirrus digitatus
12. Fischoederius cohboldi
13. Bunosthomum phlebotonum
14. Carmyerius spatiosus
15. Gastrothylax crumenifer
16. Cooperia pectinita
17. Ascaris vitulorum
18. Fischoederius clongatus
Eggs Worm Parasites Of Cattle (Original)
lab epid Fak Peternakan UB 41
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Ostertagia Haemonchus contortus
Trichosronylus spp Nematodirus
Trichostrongylus Trichuris spp
lab epid Fak Peternakan UB 42
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Moniezia Fasciola spp
Paramphistomum Paramphistomum
lab epid Fak Peternakan UB 43
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Sumber : Soulsby E.J.L., 1971
Egg Worm Parasites Of Sheep (Original)
1. Fasciola hepatica
2. Paramphistomum cervi
3. Thysaniezia giardi
4. Moniezia expansa
5. Moniezia benedeni
6. Dicoceolium dendriticum
7. Strongyloides papillosus
8. Gongylonema pulchrum
9. Trichuris globulosa
10. Fasciola gigantica
11. Nematodirus spathiger
12. Gaigeria pachyscelis
13. Tricostrongylus spp
14. Skrjabinema ovis
15. Acitellina centripunctata
16. Chabertia ovina
17. Haemonchus contortus
18. Bunostomum trigonocephalus
19. Oesophagustomum columbinarum
20. Cotylophoron cotylophorum
21. Fascioluides magna
22. Ostertagia circumcincta
23. Marshallagia marshalli
lab epid Fak Peternakan UB 44
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 Morfologi telur cacing:
Eggs Worm Parasites Of The Fowl (Original)
.
1. Ascaridia galli
2. Heterakis galliae
3. Saburula brumpti
4. Prasthoganimus sp
5. Strongiloides avium
6. Tetramers Americana
7. Acuaria spiralis
8. Acuaria hanulosa
9. Gongylonema ingluvicola
10. Syngamus trachea
11. Harteria gallinarum
12. Oxyspirura mansoni
13. Capillaria annulala
14. Capillaria relusa
15. Capillaria columbae
16. Capillaria longicollis
17. Amaebotaenia sphenoides
18. Hymenolepis carioca
19. Raillietina cesticillus
20. Choanotaenia infundibulum
21. Single egg of C. infundibulum
22. Raillietina echinubothrida
23. Raillietina Terragona
24. Davainea proglottina
lab epid Fak Peternakan UB 45
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020
Psoroptes spp Mange-Scabies Chorioptes equi Demodec spp
Morfologi Ektoparasit
,
Psoroptes
Sarcoptes scabiei
lab epid Fak Peternakan UB 46
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 Morfologi protozoa usus - Eimeria sp.
lab epid Fak Peternakan UB 47
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 DAFTAR PUSTAKA
Campell. R.S.F., Copeman. D.B., Goddard. M.E., Johnson S.J. and Tranter.
W.P., 1983. Veterinary Epidemiology. A.U.I.D.P Donal P. Conway and M. Elizabeth McKenzie, 2007.Poultry Coccidiosis Diagnosticand Testing Procedures. Blackwell Publishing Edsel Salvana, MD, DTM&H, 2010. Introduction of Parasitology Friedman G.D., 1986. Primer of Epidemiology. Yayasan Essentia Medica.
Penerbit Buku-buku Ilmiah Kedokteran, Yogyakarta Hansen J., Perry B., 1994. The Epidemiology, Diagnosis and Control of
Helmith Parasite Runimants. International Laboratory for research. Ethiophia
Direktorat bina Kesehatan Hewan, Direktorat Jendral Peternakan,
Departement Pertanian. 1990. Manual Standart Metoda Diagnosa Laboratorium Kesehatan Hewan.
Lapage G. 2000. Monning’s Veterinary Helminthology and Entomology . Greenworld Publ Soulsby E.J.L., 2012. Veterinary Helminthology Helminth, Arthopode and
Protozoa of Domesticated Animal Minig. Balliere, Tindal and Cassel. London
Trisunuwati P., Indrati R., 1990. Pengantar penyakit Pada Ternak dan
Penaggulangannya. Nuffic-Universitas Brawijaya. Madang Trocy P.M., Itard. J. and Morell P., 1989. Manual of Tropical Veterinary
Parasitology. C.A.B International, U.K Thrusfield, M , 2006 . Veterinary epidemiology
lab epid Fak Peternakan UB 48
Petunjuk Praktikum Epidemiologi & Laporan Sementara 2020 Tritschler.J and Bradrad LM, 2002 Parasites livestock fecal examination for
parasite eggs Villarroe A, 2013 Internal Parasites in Sheep and Goats,