pengantar hukum indonesia
DESCRIPTION
Pancasila sebagai kaidah dasar di negara IndonesiaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam
era reformasi sekarang. Lahirnya Pancasila pada bulan Juni 1945, atau sekitar
66 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenegaraan
yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Pancasila yang dikemukakan dalan sidang I BPUKI pada tanggal 1
Juni 1945 adalah kandungan yang dimaksud untuk dijadikan dasar dari
Negara Indonesia Merdeka. Adapun dasar itu haruslah merupakan suatu
falsafah yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan Negara
Indonesia yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik
Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada
kemerdekaan ekonomi, hukum, sosial dan kebudayaan.
Landasan atau dasar itu haruslah kuat dan kokoh agar gedung yang
berdiri di atasnya akan tetap tegak sentosa untuk selama-lamanya. Landasan
itu harus pula tahan uji terhadap serangan-serangan baik yang datang dari
dalam maupun dari luar.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat
Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak mempunyai jiwa Pancasilais.
Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun
1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil
dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus
Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir
Soekarno. Dasar filsafat negara Republik Indonesia itu secara resmi disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan
1
UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7
bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Pancasila itu sendiri merupakan sebuah kaidah dasar negara yang
fundamental di Indonesia karena Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum di Indonesia yang kedudukannya paling tinggi.
Oleh karena itu, Pancasila mempunyai peran dan kedudukannya
tersendiri, yaitu sebagai kaidah dasar, asas dan prinsip hukum di Indonesia.
Sehingga, Pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan
bahkan menjiwai seluruh isi peraturan yang berfungsi sebagai dasar Negara
sebagaimana tercantum jelas dalam alinea ke IV pembukaan UUD 1945
tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan di Republik Indonesia
yang dikeluarkan oleh Negara dan pemerintah RI haruslah pula sejiwa dengan
Pancasila. Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan RI tidak boleh
menyimpang dari jiwa Pancasila.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam
penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis
mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalahnya terdiri
atas:
1. Apakah Pancasila itu?
2. Mengapa Pancasila dijadikan sebagai kaidah dasar di negara Indonesia?
3. Bagaimanakah hubungan Pancasila dengan Hukum?
4. Apakah asas dan prinsip hukum itu?
1.3 Tujuan Penulisan
Setiap penulisan makalah yang dibuat sudah pasti mempunyai
tujuan tertentu. Demikian juga dengan makalah ini diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia pada Program Studi
Administrasi Bisnis di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Padjadjaran.
2
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut,
yaitu untuk mengetahui:
1. Definisi pancasila
2. Penjelasan pancasila sebagai kaidah dasar negara di Indonesia
3. Hubungan pancasila dengan hukum
4. Asas dan prinsip hukum
1.4 Metode Penulisan
Penulis mendapatkan data dan informasi yang bersangkutan
melalui beberapa metode penulisan yang ada. Adapun metode yang
digunakan penulis pada penugasan makalh ini adalah sebagai berikut:
1. Study Kepustakaan
Mendapatkan data yang bersifat teoritis dari buku-buku yang ada
kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam makalah ini.
2. Browsing Internet
Mendapatkan data dengan cara mencari dari situs-situs internet yang
berhubungna dengan masalah yang dibahas dalam makalah ini.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I terdiri dari PENDAHULUAN, yang mencakup Latar Belakang,
Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II terdiri dari PANCASILA DAN HUKUM, yang mencakup
Pengertian Pancasila, Definisi Hukum, serta Fungsi Dan Kedudukan
Hukum.
BAB III terdiri atas PANCASILA SEBAGAI KAIDAH DASAR, ASAS
DAN PRINSIP HUKUM yang mencakup Pancasila Sebagai
Kaidah Hukum, Asas Hukum dan Prinsip Hukum.
BAB IV terdiri atas PENUTUP yang mencakup Kesimpulan dan Saran.
3
BAB II
PANCASILA DAN HUKUM
2.1 Pengertian Pancasila
Pengertian pancasila sangatlah luas, oleh karena itu untuk
memahami Pancasila baik secara kronologis maupun istilah Pancasilanya itu
sendiri, maka pengertian Pancasila dapat dilihat baik secara etimologis,
historis, maupun terminologis.
Pengertian Pancasila secara etimologis berarti istilah “Pancasila”
itu berasal dari bahasa Sansekerta dari India. Menurut Muhammad Yamin,
dalam bahasa Sangsekerta kata “Pancasila” memiliki dua macam arti leksikal
yaitu: “panca” artinya “lima”. “syila” artinya “batu sendi”, “alas” atau
“dasar”. Sehingga “Pancasila” yang dimaksud adalah “berbatu sendi lima”
atau secara harfiahnya “dasar yang memiliki lima unsur”. Perkataan Pancasila
pun sudah digunakan pada ajaran Budha yang bersumber pada kitab suci Tri
Pitaka. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana
dengan melalui Samadhi, dan setiap golongan harus memenuhi kewajiban
moral tersebut yaitu Dasyasyiila, Saptasyiila, dan Pancasyiila. Pancasyiila
tersebut merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang
harus ditaati oleh penganut biasa atau awam di ajaran Budha.1
Secara historis perumusan Pancasila dirumus oleh tokoh-tokoh
seperti Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Pada
tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan
“Pancasila” yang artinya “lima dasar”. Pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18
Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana
didalamnya terdapat rumusan lima Prinsip sebagai Dasar Negara yang diberi
nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila terdapat dalam Bahasa Indonesia
dan merupakan istilah yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan
1 Prof. Dr. Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: “PARADIGMA”, 2010), hlm. 21
4
UUD 45 tidak termuat istilah “Pancasila” namun yang dimaksud dasar
Negara RI adalah disebut istilah “Pancasila” hal ini didasarkan interprestasi
(penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar
Negara. 2
Sedangkan pengertian pancasila secara terminologis, berarti pada
sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD
negara yang dikenal dengan UUD 1945. Adapun UUD 1945 itu terdiri atas
dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan Pasal-pasal UUD 1945 yang
berisi 37 Pasal, 1 aturan peralihan yang terdiri atas 4 Pasal dan 1 aturan
tambahan terdiri atas 2 Ayat. Dalam bagian Pembukaaan UUD 1945 yang
terdiri atas empat Alinea tersebut tercantum rumusan Pancasila sebagai
berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Gambar 2.1 Lambang Pancasila
2 Prof. Dr. Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: PARADIGMA, 2010), hlm. 23
5
Pengertian Pancasila tersebut yang sah dan benar secara
Konstitusional adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945,3 hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS
NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang
menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar
Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945.
2.2 Definisi Hukum
Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang
secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah
atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum.
Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli :
Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dalam “De Legibus”:
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri
manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan.
Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum
Perang dan Damai), 1625:
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang
benar.
J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan
bahwa :
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.
Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan
untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.
3 Prof. Dr. Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: PARADIGMA, 2010), hlm. 26
6
Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam
suatu Negara.
Leopold Pospisil:
Hukum sebagai alat untuk mengendalikan masyarakat ke arah
masyarakat yang tertib. 4
Plato:
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik
yang mengikat masyarakat.
Roscoe Found:
Hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan dalam masyarakat.
(Law as a Tool of Social Engineering).5
Prof. Subekti, S.H., :
Hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yang pada pokok-nya ialah
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan kepada rakyat.6
Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat
masyarakat tetapi juga hakim.
DR. E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup – perintah dan larangan
yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati
oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk
hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa
itu.
R. Soeroso SH
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang
dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang
4 Bachsan Mustafa, S.H., Sistem Hukum Indonesia Terpadu (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 325 Bachsan Mustafa, S.H., Sistem Hukum Indonesia Terpadu (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 326 Bachsan Mustafa, S.H., Sistem Hukum Indonesia Terpadu (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 33
7
mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat
memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang
mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan
Hukum Nasional (1976:15):
Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum
itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup
lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan
hukum itu dalam kenyataan.
Jadi kesimpulan yang didapatkan dari apa yang dikemukakan oleh
beberapa tokoh ahli di atas dapat kiranya disimpulkan bahwa Hukum adalah
sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh
pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya
berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai
dengan sanksi bagi pelanggarnya.
2.3 Fungsi Dan Kedudukan Pancasila
Pancasila adalah lima dasar luhur yang ada dan berkembang
bersama bangsa Indonesia sekaligus penggerak perjuangan bangsa pada masa
kolonialisme. Hal ini sekaligus menjadi warna dan sikap serta pandangan
hidup bangsa indonesia secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 disahkan menjadi dasar
Negara Republik Indonesia.
8
Gambar 2.3 Peta Konsep Pancasila
1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Maka rumusan isi pancasila sudah mencerminkan apa yang
menjadi jiwa bangsa dan kepribadian hidup bangsa Indonesia. 7
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai
luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap
kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai acuan, baik
untuk menata kehidupan diri pribadi maupun interaksi manusia dalam
masyarakat dan alam sekitarnya. 8
Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara
pandangan hidup masyarakat dengan pandangan hidup bangsa memiliki
hubungan yang timbal balik. Pandangan hidup bangsa diproyeksikan
kembali pada pandangan hidup masyarakat serta tercermin dalam sikap
hidup pribadi warganya. Dengan demikian dalam negara Pancasila
7 Dra. Retno Listyarti, Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2007), hlm. 88 Prof. Dr. Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: PARADIGMA, 2010), hlm. 107
9
PANCASILA
Dicetuskan Oleh:BPUPKI
Diputuskan Melalui:Piagam Jakarta
Disahkan Oleh:PPKI
Berfungsi sebagai:
1. Pandangan hidup2. Dasar Negara
3. Ideologi4. Jiwa dan Kepribadian5. Cita-cita dan Tujuan
6. Falsafah Hidup7. Sumber Hukum8. Perjanjian Luhur
9. Sumber Nilai10.Pedoman atau Ukuran
pandangan hidup masyarakat tercermin dalam kehidupan negara, yaitu
pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional, yaitu kewajiban
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur. 9 skema hubungan timbal balik tersebut bisa
digambarkan seperti ini:
Gambar 2.3 Skema Hubungan Timbal Balik
Pandangan Pancasila sebagai pandangan hidup harus mengandung
konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung
dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang
baik. Oleh karena itu, dalam penempatan Pancasila sebagai pandangan
hidupnya maka masyarakat Indonesia yang ber-Pancasila selalu
mengembangkan potensi kemanusiaannya sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial dalam rangka mewujudkan kehidupan bersama menuju
satu pandangan hidup bangsa dan satu pandangan hidup negara yaitu
Pancasila.
2. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
9 Darmodiharjo, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Sistem Hukum Indonesia (Jakarta: Rajawali, 1996) hlm. 35
10
Pandangan hidup negara(ideologi negara)
pandangan hidup bangsa (ideologi nasional)pandangan hidup masyarakat
Pancasila sebagai dasar negara memberikan arti bahwa segala
sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan ketatanegaraan Republik
Indonesia harus berdasarkan Pancasila. Juga berarti bahwa semua
peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumber
pada Pancasila. Oleh karena itu, semua tindakan kekuasaan atau kekuatan
dalam masyarakat harus berdasarkan peraturan hukum. Selanjutnya,
hukum pulalah yang berlaku sebagai norma di dalam negara, sehingga
negara Indonesia harus dibangun menjadi sebuah negara hukum.
Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala
sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
b. Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang
dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan dalam empat pokok pikiran.
c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum
dasar tertulis maupun tidak tertulis.
d. Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD 1945
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggrara negara termasuk para penyelenggara partai dan
golongan fungsional memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur.
e. Pancasila merupakan sumber semangat bagi UUD 1945,
penyelenggara partai dan golongan fungsional.
Dalam proses reformasi, MPR melalui sidang istimewa tahun 1998,
kembali menegaskan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara Republik
Indonesia yang tertuang dalam TAP MPR No. XXVIII/MPR/1998. Oleh
karena itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi rakyat
(sila keempat) juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.10
10 Prof. Dr. Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: PARADIGMA, 2010), hlm. 110
11
3. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
A. Pengertian Ideologi
Pengertian ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan,
ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang
mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang
kehidupan bidang politik, bidang hukum, bidang pertahanan dan
keamanan, bidang sosial, bidang kebudayaan dan bidang keagamaan.11
Maka ideologi negara menjadi cita-cita negara yang menjadi basis
suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa
yang bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang
antara lain memiliki ciri –ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan
dan kenegaraan
b. Mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan
hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara,
dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi
berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan
berkorban.
B. Perbedaan Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
Tabel 2.3 B Perbedaan Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
AspekIdeologi
Terbuka Tertutup
Ciri khas - Nilai-nilai dan cita-cita
digali dari kekayaan adat
istiadat, budaya dan
religius masyarakatnya.
- Menerima reformasi.
- Nilai-nilai dan cita-cita
dihasilkan dari pemikiran
individu atau kelompok yang
berkuasa dan masyarakat
berkorban demi ideologinya.
- Menolak reformasi
Hubungan
Rakyat
- Penguasa bertanggung
jawab pada
- Masyarakat harus taat
kepada ideologi elite
11 Dra. Retno Listyarti, Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2007), hlm. 3
12
dan
Penguasa
masyarakatnya sebagai
pengemban amanah.
penguasa
- Totaliter
C. Perbedaan Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif
Menurut Karl Manheim yang beraliran Mark secara sosiologis
ideologi dibedakan menjadi dua bagian yaitu ideologi yang bersifat
partikular dan Ideologi Komprehensif.12
Tabel 2.3 C Perbedaan Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif
AspekIdeologi
Partikular Komprehensif
Ciri khas - Nilai-nilai dan cita-cita
merupakan suatu
keyakinan yang tersusun
terkait erat dengan
kepentingan kelas sosial
tertentu.
- Mengakomodasi nilai-nilai
dan cita-cita yang bersifat
menyeluruh tanpa berpihak
pada golongan tertentu atau
melakukan transformasi
sosial secara besar-besaran
menuju bentuk tertentu.
Hubungan
Rakyat
Dan
Penguasa
- Negara komunis membela
kaum proletar
- Negara liberal membela
kebebasan individu
- Negara mengakomodasikan
berbagai idealisme yang
berkembang dalam
masyarakat yang bersifat
majemuk seperti Indonesia
dengan Ideologi Pancasila.
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup,
namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan
bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan
senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi
12 Prof. Dr. Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: PARADIGMA, 2010), hlm. 116
13
masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-
nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeskpresikan
wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang
reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang
berkembang.13
4. Pancasila sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia. diwujudkan
dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan sikap mental.
Sikap mental dan tingkah laku mempunyai ciri khas, artinya dapat
dibedakan dengan Bangsa lain. Ciri Khas inilah yang dimaksud dengan
kepribadian.
Menurut AG. Pringgodigdo bahwa Pancasila sebagai jiwa bangsa
lahir bersamaan adanya Bangsa Indonesia. Jadi Pancasila lahir dari jiwa
kepribadian bangsa Indonesia yang terkristalisasi nilai-nilai yang
dimilikinya.
5. Pancasila sebagai Cita-cita dan Tujuan Bangsa Indonesia.
Cita-cita luhur Negara Indonesia tegas dimuat dalam pembukaan
Undang-undang Dasar 1945. Karena pembukaan Undang-undang Dasar
1945 merupakan penuangan jiwa proklamasi yaitu jiwa Pancasila,
sehingga Pancasila merupakan cita-cita dan tujuan bangsa indonesia. Cita-
cita luhur inilah yang akan disapai oleh Bangsa Indonesia.
6. Pancasila sebagai Falsafah Hidup yang Mempersatukan Bangsa.
Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan
Bangsa Indonesia. Karena Pancasila adalah falsafah hidup dan kepribadian
Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang
oleh Bangsa Indonesia diyakini paling benar, adil, bijaksana dan tepat bagi
Bangsa Indonesia untuk mempersatukan Rakyat Indonesia.
Bangsa Indonesia yang pluralis dan wilayah Nusantara yang terdiri
dari berbagai pulau-pulau, maka sangat tepat apabila Pancasila dijadikan
Pemersatu Bangsa, hal ini dikarenakan Pancasila mempunyai nilai-nilai
umum dan universal sehingga memungkinkan dapat mengakomodir
13 Prof. Dr. Kaelan, M.S., Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: PARADIGMA, 2010), hlm. 119
14
semua perikehidupan yang berbhineka dan dapat diterima oleh semua
pihak.
7. Pancasila sebagai Sumber Hukum Dasar Nasional
Dalam ilmu hukum istilah sumber hukum berarti sumber nilai-nilai
yang menjadi penyebab timbulnya aturan hukum. Jadi dapat diartikan
Pancasila sebagai Sumber hukum dasar nasional, yaitu segala aturan
hukum yang berlaku di negara kita tidak boleh bertentangan dan harus
bersumber pada Pancasila.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber Hukum atau sumber
tertib hukum bagi Negara Republik Indonesia. Sumber tertib hukum
Republik Indonesia adalah pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum
serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak Bangsa
Indonesia. Cita-cita itu meliputi cita-cita mengenai kemerdekaan Individu,
kemerdekaan Bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial dan perdamaian
Nasional. Cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara. Cita-
cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan.
8. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
Pada saat bangsa Indonesia bangkit untuk hidup sendiri sebagai
bangsa yang merdeka, bangsa Indonesia telah sepakat untuk menjadikan
Pancasila sebagai Dasar Negara. Kesepakatan itu terwujud pada tanggal 18
Agustus 1945 dengan disahkannya Pancasila sebagai Dasar Negara oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang mewakili seluruh
bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pada saat
bangsa Indonesia mendirikan negara atau Proklamasi 17 Agustus 1945.
Bangsa Indonesia belum mempunyai Undang-undang Dasar Negara yang
tertulis. 18 Agustus 1945 disahkan pembukaan dan batang tubuh Undang-
undang Dasar 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). PPKI merupakan penjelmaan atau wakil-wakil seluruh rakyat
Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur itu untuk membela
Pancasila untuk selama-lamanya.
9. Pancasila Sebagai Sumber Nilai
15
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional
membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan
landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara
Indonesia.
Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai
dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan,
dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
10. Pancasila sebagai Pedoman dan Ukuran
Sebagai pedoman dan ukuran maka pancasila berfungsi sebagai
petunjuk arah perilaku, yaitu ke arah perilaku yang baik dan benar sesuai
dengan kelima asas pancasila yang menurunkan kaidah-kaidah pancasila
yang jumlahnya 36 butir.14
Sedangkan, fungsi Pancasila sebagai ukuran adalah salah benarnya
atau baik buruknya perilaku manusia Indonesia diukur dengan kaidah-
kaidah Pancasila. Dan sebaliknya, buruklah perilaku itu apabila
bertentangan dengan kaidah-kaidah Pancasila.15
BAB III
PANCASILA SEBAGAI KAIDAH DASAR, ASAS DAN
PRINSIP HUKUM
14 Bachsan Mustafa, S.H., Sistem Hukum Indonesia Terpadu (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 11315 Bachsan Mustafa, S.H., Sistem Hukum Indonesia Terpadu (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 113
16
3.1 Pancasila Sebagai Kaidah Dasar Hukum
3.1.1 Kaidah Dasar Hukum
Kaidah dasar hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang
dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa
negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh
aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah
hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap
lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia. Kaidah
hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau
buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah
orang itu. Coba kita pikirkan contoh berikut, ada seorang pria menikahi
seorang wanita dengan sah sesuai dengan aturan agama dan negara
tetapi sebenarnya didalam hatinya ada niat buruk untuk menguras harta
kekayaan si pihak wanita dan lain – lain. Dari contoh tersebut secara
lahiriyah sesuai dengan kaidah hukum karena dia menikahi dengan jalur
tidak melanggar hukum tapi sebenarnya batin pria tersebut adalah
buruk.
Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang sebagai
kaidah. Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan
sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada
konteks ini masyarakat memandang bahwa hukum merupakan patokan-
patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka lakukan atau tidak
boleh mereka lakukan. Pada makna ini aturan-aturan kepala adat atau
ketua kampung yang harus mereka patuhi bisa dianggap sebagai
hukum, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan yang sudah
lumrah dipatuhi dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara
resmi dituliskan, namun selama ia diikuti dan dipatuhi dan apabila yang
mencoba melanggarnya akan mendapat sanksi, maka kebiasaan
masyarakat ini pun dianggap sebagai hukum.
17
HASIL TEMUAN TIM KHUSUS LABORATORIUM PANCASILA IKIP
MALANG TANGGAL 1 OKTOBER 1968 DAN SELESAI AWAL BULAN
FEBRUARI 1969
3.1.2 Pancasila Sebagai Sumber dan Kaidah Penuntun Hukum
Sejak negara didirikan pada tahun 1945 telah ditetapkan bahwa
dasar dan ideologi negara kita adalah pancasila. Latar belakang dan
konsekuensi kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara dapat dilihat dari sekurang-kurangnya tiga aspek yakni politik,
filosofis, dan yuridis (hukum dan peraturan perundang-undangan). Dari
aspek politik Pancasila dapat dipandang sebagai modus vivendi atau
kesepakatan luhur yang mempersatukan semua ikatan primordial ke
dalam satu bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia yang sangat luas
dan majemuk dalam prinsip persatuan. Dari sudut filosofis Pancasila
merupakan dasar bagi penyelenggaraan negara yang dikristalisasisakan
dari nilai-nilai yang telah tumbuh dan berkembang serta berakar jauh
dari kehidupan leluhur atau nenek moyang bangsa Indonesia. Pancasila
sendiri memiliki 36 butir yang menjadi kaidah dalam pancasila itu
sendiri.
Bedasarkan ketetapan MPR No. II tahun 1978 tentang Pedoman
Pengkhayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau Ekaprastia
Pancakarsa.
Berikut sistematika kaidah-kaidah Pancasila yang jumlahnya 36 butir:
Tabel 3.1.2 36 Butir Kaidah Pancasila
I. SILA KETUHANAN YANG
18
MAHA ESA
1.
Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab.
2.
Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
3.Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan
kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
II.SILA KEMANUSIAAN YANG
ADIL DAN BERADAB
1.Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo seliro
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan
bekerja sama dengan bangsa lainnya.
III. SILA PERSATUAN INDONESIA
19
1.Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta tanah air dan bangsa.
4. Bangsa sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
5.Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang
BERBHINEKA TUNGGAL IKA.
IV.
SILA KERAKYATAN YANG
DIPIMPIN OLEH HIKMAT
KEBIJAKSANAAN DALAM
PERMUSYAWARATAN /
PERWAKILAN
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
6.Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur.
7.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai kebenaran dan keadilan.
V.
SILA KEADILAN SOSIAL BAGI
SELURUH RAKYAT
INDONESIA
1.Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan
sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong.
2. Bersikap adil.
20
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain
7. Tidak bersikap boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12.Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia karena kaidah-kaidah
Pancasila yang jumlahnya 36 seperti tertera di atas itu merupakan pola
umum tentang cara hidup bangsa Indonesia.16
Dari sudut hukum Pancasila menjadi cita hukum (rechtside) yang
harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di Indonesia. Oleh sebab
itu, setiap hukum yang lahir di Indonesia harus berdasar pada Pancasila
dengan memuat konsistensi isi mulai dari yang paling atas sampai yang
paling rendah hirarkinya. Hukum-hukum di Indonesia juga harus
ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan negara sebagaimana tertuang di
dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu membangun segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia. Tujuan negara tersebut harus dijadikan orientasi politik
pembangunan dan politik hukum sehingga politik hukum haruslah
dipandang sebagai upaya menjadikan hukum sebagai alat pencapaian
tujuan negara dari waktu ke waktu sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan masyarakat.
Dalam kedudukannya yang seperti itu dan dalam kaitan dengan
politik pembangunan hukum maka Pancasila yang dimaksudkan
16 Bachsan Mustafa, S.H., Sistem Hukum Indonesia Terpadu (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 115
21
sebagai dasar pencapaian tujuan negara tersebut melahirkan kaidah-
kaidah penuntun hukum, yaitu:
Pertama, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah bertujuan
membangun dan menjamin integrasi negara dan bangsa Indonesia baik
secara teori maupun secara ideologi. Hukum-hukum di Indonesia tidak
boleh memuat isi yang berpotensi (menyebabkan) terjadinya
disintegrasi wilayah maupun ideologi karena hal itu bertentangan
dengan tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia yang terikat dalam persatuan.
Kedua, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah didasarkan pada
demokrasi dan nomokrasi sekaligus. Demokrasi yang menjadi dasar
politik kerakyatan menghendaki pembuatan hukum berdasar
kesepakatan rakyat atau wakil-wakilnya yang dipilih secara sah baik
melalui kesepakatan aklamasi maupun berdasar suara terbanyak jika
mufakat bulat tak dapat dicapai; sedangkan nomokrasi sebagai prinsip
negara hukum menghendaki agar hukum-hukum di Indonesia dibuat
berdasar substansi hukum secara filosofis sesuai dengan rechtside
Pancasila serta dengan prosedur yang benar. Dengan demikian hukum
di Indonesia tak dapat dibuat berdasar menang-menangan jumlah
pendukung semata tetapi juga harus mengalir dari filosofi Pancasila dan
prosedur yang benar.
Ketiga, hukum yang dibuat di Indonesia harus ditujukan untuk
membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari
penuntun yang demikian maka tidak dibenarkan muncul hukum-hukum
yang mendorong atau membiarkan terjadinya jurang sosial-ekonomi
karena eksploitasi oleh yang kuat terhadap yang lemah tanpa
perlindungan negara. Hukum-hukum di Indonesia harus mampu
menjaga agar yang lemah tidak dibiarkan menghadapi sendiri pihak
yang kuat yang sudah pasti akan selalu dimenangkan oleh yang kuat.
Oleh sebab itu, hukum-hukum di Indonesia harus mampu memberi
proteksi khusus kepada kelompok yang lemah agar mampu
mempersempit jurang sosial-ekonomi yang timbul karena eksploitasi
22
oleh yang kuat terhadap yang lemah. Hukum yang berkeadilan sosial,
dengan demikian, adalah hukum yang dimaksudkan untuk
mempersempit jurang antara yang kuat dan yang lemah atau antara
yang miskin dan yang kaya.
Keempat, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah didasarkan
pada toleransi beragama yang berkaitan yakni hukum yang tidak
mengistimewakan atau mendiskriminasi kelompok tertentu berdasar
besar atau kecilnya pemelukan agama. Indonesia bukan negara agama
(yang mendasarkan pada satu agama tertentu) dan bukan negara sekuler
(yang tak perduli atau hampa spirit keagamaan). Indonesia sebagai
Negara pancasila adalah sebuah religious nation state, negara
kebangsaan yang religius yang memberi perlindungan kuat terhadap
setiap warganya untuk memeluk dan melaksanakan ajaran agamanya
masing-masing tanpa boleh saling mengganggu, apalagi mengarah pada
disintegrasi. Di dalam konsepsi yang demikian maka hukum negara
tidak dapat mewajibkan berlakunya hukum agama, tetapi negara harus
memfasilitasi, melindungi dan menjamin keamanannya jika warganya
akan melaksanakan ajaran agama karena keyakinan dan kesadarannya
sendiri.
Jadi untuk hukum agama negara bukan mewajibkan
pemberlakuannya menjadi hukum formal yang eksklusif melainkan
memfasilitasi, melindungi, dan menjamin keamanan bagi yang ingin
beribadah dengan penuh toleransi. Penegakan penuntun yang demikian
sangat penting ditekankan karena masalah agama adalah masalah yang
paling asasi sehingga tak seorang pun boleh memaksa atau dipaksa
untuk memeluk atau tidak memeluk agama tertentu. Pelaksanaan ajaran
agama, dengan demikian, harus dilaksanakan dengan penuh toleransi
dan berkeadaban.
3.1.3 Penuangan Pancasila Di Dalam Peraturan Perundang-Undangan
Selanjutnya marilah kita lihat bagaiman pancasila sebagai sumber
dan kaidah hukum itu harus dituangkan di dalam peraturan perundang-
23
I
II
III
IV
undangan sebagai sumber hukum formal. Penglihatan atas ini penting
karena dengan kedudukannya yang seperti itu pancasila harus
dijabarkan di dalam peraturan perundang-undangan dengan semua
kaidah penuntunnya. Peraturan perundang-undangan yang ada sekarang
ini sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2004 terdiri dari UUD 1945, UU/
Perppu, PP, Perpres, dan Perda. 17
Pancasila sebagai kaidah dasar negara Kesatuan Republik
Indonesia. Menurut teori jenjang norma yang dikemukakan oleh Hans
Kelsen, dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar dari suatu
negara atau disebut norma dasar dari suatu negara atau disebut norma
fundamental negara. Sebagai sebuah norma dasar, maka Pancasila
menempati norma hukum tertinggi dalam suatu negara. Pendapat
senada juga dilontarkan oleh Prof. Hamid S. Attamani. Menurutnya,
Pancasila adalah cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik
tertulis maupun tidak tertulis. Cita hukum mengarahkan hukum kepada
cita-cita masyarakat yang bersangkutan. Dengan cita hukum, maka
hukum yang dibuat dan dibentuk dapat sesuai dan selaras dengan cita-
cita atau harapan masyarakat.
17 Perda dipecah lagi ke dalam Perprov, Perkab/kot, Perdes
24
CITA HUKUM
Gambar 3.1.3 Jenjang Kelompok Norma di Indonesia
3.1.4 Penuangan Pancasila di Dalam UUD
Isi UUD secara keseluruhan dimaksudkan mengatur rambu-rambu
pokok untuk mengelaborasi empat kaidah penuntun hukum Pancasila
yang kemudian dilembagakan dari pusat sampai ke daerah-daerah dan
harus dijadikan pedoman dalam pembuatan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Jika dilihat urut-urutan sila Pancasila maka penuangan isi Pancasila
di dalam UUD 1945 juga tampak jelas. Sila Ketuhanan yang Maha Esa
diatur di dalam Pasal 29 dan Pasal 28; Sila kemanusiaan yang adil dan
beradab diatur di dalam pasal-pasal 28; Sila persatuan Indonesia Diatur
di dalam Pasal 1 Ayat (1), Pasal 30, dan Pasal 37 ayat (5); Sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan diatur di dalam Pasal 2, Pasal 5, Pasal 20,
Pasal 18, dan Pasal 22, sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia diatur di dalam Pasal 28, Pasal 33 dan Pasal 34. Pasal-pasal
lain di dalam UUD 1945 semuanya dibuat untuk mendukung
pelaksanaan semua Sila Pancasila itu.
3.2 Asas Hukum
3.2.1 Definisi Asas Hukum
Asas hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang
abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan
pelaksanaan hukum. Dalam bahasa Inggris, kata "asas" diformatkan
sebagai "principle", sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
ada tiga pengertian kata "asas": 1) hukum dasar, 2) dasar (sesuatu yang
menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat) dan 3) dasar cita- cita.
peraturan konkret ( seperti undang- undang) tidak boleh bertentangan
dengan asas hukum, demikian pula dalam putusan hakim, pelaksanaan
25
hukum, dan sistem hukum. Tentang batasan pengertian asas hukum ada
beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli , yaitu:
Pendapat Bellefroid, asas hukum adalah norma dasar yang
dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak
dianggap berasal dari aturan- aturan yang lebih umum.
Pendapat van Scholten, asas hukum adalah kecenderungan yang
disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan
merupakan sifat- sifat umum dengan segala keterbatasannya
sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak
harus ada.
Pendapat van Eikema Hommes, asas hukum bukanlah norma-
norma hukum konkrit, tetapi ia adalah sebagai dasar-dasar pikiran
umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku.
Pendapat van der Velden, asas hukum adalah tipe putusan yang
digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai situasi atau digunakan
sebagai pedoman berperilaku.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat kita ambil kesimpulan
bahwa asas hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan
merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar
belakang peraturan konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang
setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit
tersebut.
Asas dalam istilah asingnya adalah BEGINSEL asal dari perkataan
BEGIN yang artinya permulaan atau awal atau pula dasar. Jadi, asas itu
mengawali atau menjadi permulaan atau menjadi dasar “sesuatu” dan
yang dimaksud dengan sesuatu di sini adalah “kaidah” atau “norma”
atau pula “peraturan”. Sedangkan kaidah itu adalah petunjuk hidup
tentang bagaimana seharusnya manusia berperilaku dalam ia
berhubungan dengan manusia lainnya semasyarakat atau dalam ia
26
berhubungan dengan pemerintah masyarakat yang bersangkutan. Jadi
asas itu menjadi dasar suatu kaidah, misalnya, asas monogami menjadi
dasar kaidah hukum perkawinan barat. Kaidahnya tercantum dalam
Pasal 27 KUHS yang menetapkan:
“Dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan
mempunyai seorang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan
hanya 1(satu) orang laki-laki sebagai suaminya.”
Asas Demokrasi menjadi dasar dari kaidah hukum tata negara,
tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menetapkan:
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
Majelis ini dianggap sebagai penjelmaan rakyat yang memegang
kedaulatan negara. “Asas Freies Ermessen” atu asas kebebasan dalam
menyelenggarakan pemerintahan, yaitu kepada pemerintah diberikan
kebebasan untuk atas inisiatif sendiri, menyelesaikan masalah
pemerintah yang mendesak secara cepat, tepat dan berguna untuk
kepentingan umum, dimana peraturan undang-undang yang
menyelesaikan masalah-masalah tersebut belum ada atau dibuat oleh
badan kenegaraan yang diserahi tugas membuat undang-undang. “Asas
Freies Ermessen” ini menjadi dasar dari kaidah-kaidah hukum tata
usaha negara atau hukum administrasi negara, dan kaidah itu tercantum
dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang
menetapkan:
“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.”
Asas-asas hukum itu tercantum dalam berbagai undang-undang,
seperti dalam Undang-Undang Agraria, Undang-Undang Pajak,
Undang-Undang Perburuhan dan seterusya. Pertanyaan selanjutnya
adalah apakah tujuan dari hukum itu? Pertanyaan ini dijawab oleh Prof.
Van Apeldoorn sebagai berikut:
27
“Tujuan hukum adalah tata tertib masyarakat yang damai dan
adil?”(Pengantar Ilmu Hukum, halaman 25)
Asas, kaidah, dan tujuan hukum berfungsi sebagai pedoman dan
ukuran bagi perilaku manusia. Artinya, bahwa asas, kaidah dan tujuan
hukum itu berfungsi sebagai pedoman ialah sebagai penujuk arah, yaitu
ke arah perilaku yang baik dan benar, dalam menciptakan masyarakat
yang tertib, damai, adil, dan sejahtera. Kemudian, bahwa asas, kaidah,
dan tujuan hukum berfungsi sebagai ukuran artinya bahwa baik dan
benarnya perilaku manusia diukur dengan asas, kaidah, dan tujuan
hukum. Baiklah atau benarlah perilaku itu apabila sesuai dengan asas,
kaidah, dan tujuan hukum dan salahlah atau jahatlah perilaku itu,
apabila bertentangan dengan asas, kaidah, dan tujuan hukum. Jadi, asas,
kaidah dan tujuan hukum itu berfungsi sebagai PEDOMAN dan
UKURAN atau KRITERIA bagi perilaku manusia. 18
Hukum dalam hubungannya dengan Cita Hukum (rechtsidee)
mengandung pula suatu pedoman dan suatu ukuran umum tentang apa
yang harus dilihat sebagai hukum di dalam budaya yang bersangkutan.
Cita Hukum dalam dirinya adalah merupakan sesuatu yang di dalamnya
mengandung unsur-unsur yang emosional – ideal, yang batasan
rasionalnya tidak pasti. Pengertian dari konsepsi hukum yang berusaha
mewujudkan Cita Hukum harus memenuhi tuntutan bahwa hal tersebut
dapat dikerjakan. Untuk itu diperlukan unsur-unsur dari konsepsi
hukum yang dapat dinilai dan merupakan sesuatu yang rasional.
Unsur-unsur yang rasionil dari Cita Hukum tersebut, mengendap
menjadi suatu konsepsi hukum, yang memungkinkan disusun suatu
pengertian hukum umum (allgemein Rechtsbegriff) menurut apa yang
dikandung dan dimaksud oleh Cita Hukum yang bersangkutan. Unsur-
unsur konsepsi hukum ini, adalah merupakan unsur-unsur yang di
dalam mengandung bahan-bahan dasar idiil tentang aturan-aturan
hukum selanjutnya yang diperlukan. Bahan-bahan idiil yang tersimpan 18 Bachsan Mustafa, S.H., Sistem Hukum Indonesia Terpadu (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) hlm.49
28
di dalam unsur-unsur konsepsi hukum tersebut merupakan apa yang
disebut dengan asas-asas hukum, yaitu pikiran dasar atau yang
fundamentil dari hukum yang bersangkutan.
Dengan dan dari asas-asas hukum ini selanjutnya disusun segala
aturan-aturan hukum yang diperlukan secara tertib dan tetap dalam
hubungan persenyawaan dengan Cita Hukum. Kemudian dalam
menyusun aturan selanjutnya dari dan di atas asas-asas tersebut, masih
harus melalui suatu ide yang merupakan kerangka dari aturan-aturan
yang akan disusun selanjutnya. Ide tersebut adalah ide yang dapat
terbentuk sebagai endapan dari asas-asas hukum yang bersangkutan. Ide
yang mendasari tersebut dapat dibedakan dalam dua ide. Yang pertama
ialah ide sosial dan yang kedua ialah ide negara (Staatsidee).
Salah satu dari staatsidee ini adalah yang perlu disebutkan yaitu
adanya ide negara hukum rechtstaat, seperti yang dimiliki Indonesia
melalui UUD 1945. Artinya semua badan-badan Negara yang
menjalankan kekuasaan pemerintahan harus dibentuk berdasarkan
hukum yang berlaku dan dalam menjalankan kekuasaannya pun semua
badan-badan tersebut harus berpedoman kepada aturan hukum. Dalam
Negara hukum Indonesia maka semua aturan yang dibuat itu harus
bersumber dari dan menggambarkan cita hukum Pancasila tadi. Dengan
begitu segala perangkat aturan yang dikeluarkan negara hukum berarti
harus berada dalam persenyawaan dengan isi Cita Hukum Pancasila
yang membentuknya itu. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan
Arief Sidharta yaitu bahwa dalam membentuk hukum di Indonesia
maka setiap hukum itu harus dijiwai oleh Pancasila 19, atau dengan kata
lain dia menyebutnya dengan cita hukum (the idea of law, rechtsidee)
dalam alam pikiran berdasarkan Pancasila 20.
Susilo Bambang Yudoyono menegaskan Pancasila sebagai ideologi
nasional bangsa Indonesia. Dasar Negara Republik Indonesia. Falsafah
19 Arief Sidharta, FN. 4. Op.Cit., hlm. 620 Arief Sidharta, ibid., hlm. 5
29
bangsa: Weltanschaung. Pandangan hidup bangsa (way of life). Jati diri
bangsa. Perekat dan pemersatu bangsa 21.
Menurut Arief bahwa dalam membentuk hukum di Indonesia maka
setiap hukum itu harus dijiwai oleh Pancasila 22, dan yang dikehendaki
hukum adalah ketertiban dan keteraturan yang bersuasanakan
ketenteraman batin, kesenangan bergaul di antara sesamanya,
keramahan dan kesejahteraan yang memungkinkan terselenggaranya
interaksi antar-manusia yang sejati. Karena itu, hukum yang dijiwai
oleh Pancasila adalah hukum yang berasaskan semangat kerukunan.
Terpaut pada asas kerukunan adalah asas kepatutan. Asas ini juga
adalah asas tentang cara menyelenggarakan hubungan antar-warga
masyarakat yang di dalamnya para warga masyarakat diharapkan untuk
berperilaku dalam kepantasan yang sesuai dengan kenyataan-kenyataan
sosial. Sifat lain yang memberikan ciri pada Hukum Pancasila adalah
asas keselarasan. Asas ini menghendaki terselenggaranya harmoni
dalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian Asas kerukunan, asas
kepatutan dan asas keselarasan sebagai ciri-ciri khas dari Hukum
Pancasila dapat dicakup dengan satu istilah, yakni sifat kekeluargaan.
Karena itu, dapat dikatakan bahwa Hukum Pancasila adalah hukum
bersemangat kekeluargaan. Semangat kekeluargaan menunjuk pada
sikap yang berdasarkannya kepribadian setiap warga masyarakat diakui
dan dilindungi oleh masyarakat 23
3.2.2 Fungsi Asas Hukum
Dalam sistem hukum, asas hukum memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Menjaga ketaatan asas atau konsistensi.
Contoh, dalam Hukum Acara Perdata dianut " asas pasif bagi
hakim ", artinya hakim hanya memeriksa pokok-pokok sengketa yang
ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim.
Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi 21 Susilo Bambang Yudhoyono, Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila, Pidato Peringatan 61 Tahun Lahirnya Pancasila, Jakarta Convension Center, Tanggal 6 Januari 2006, hlm. 522 Arief Sidharta, FN. 4. Op.Cit., hlm. 623 Lihat Ibid, hlm.6-7
30
segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya keadilan. Dengan
demikian hakim menjadi pasif dan terjagalah ketaatan asas atau
konsistensi dalam Hukum Acara Perdata, karena para pihak dapat
secara bebas mengakhiri sendiri persengketaannya.
2. Menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam sistem hukum.
Fungsi ini diwujudkan dalam beberapa asas hukum di bawah ini:
Lex dura sed ita scripta : Undang- Undang adalah keras tetapi ia
telah ditulis demikian.
Lex niminem cogit ad impossibilia, undang- undang tidak
memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
mungkin,
Lex posterior derogat legi priori atau Lex posterior derogat legi
anteriori, undang- undang yang lebih baru mengenyampingkan
undang- undang yang lama.
Lex specialist derogat legi generali, undang- undang yang
khusus didahulukan berlakunya daripada undang- undang yang
umum.
Lex superior derogat legi inferiori, undang- undang yang lebih
tinggi mengenyampingkan undang- undang yang lebih rendah
tingkatannya.
3. Sebagai rekayasa sosial, baik dalam sistem hukum maupun dalam
sistem peradilan.
Pada fungsi rekayasa sosial, kemungkinan difungsikannya suatu
asas hukum untuk melakukan rekayasa sosial di bidang peradilan,
seperti asas Hukum Acara Peradilan di Indonesia menganut asas tidak
ada keharusan mewakilkan kepada pengacara, diubah menjadi " asas
keharusan untuk diwakili ". Asas yang masih dianut tersebut,
sebetulnya sebagai bentuk diskriminasi kolonial Belanda, sehingga
sudah perlu dihapuskan. Dengan demikian, asas hukum difungsikan
sebagai a tool of social engineering bagi masyarakat.
31
Tapi sekarang ada dari sebagian masyarakat yang melakukan acara
pengadilan tanpa didampingi oleh seorang pengacara, apakah fungsi
ini masih berlaku?.
Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas hukum dalam hukum
positif, sedangkan asas hukum mempunyai dua fungsi yaitu, : fungsi
dalam hukum dan fungsi dalam ilmu hukum .
Asas dalam hukum mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh
pembentuk undang-undang dan hakim ( ini merupakan fungsi yang
bersifat mengesahkan ) serta mempunyai pengaruh yang normatif dan
mengikat para pihak.
Asas dalam ilmu hukum hanya bersifat mengatur dan eksplikatif
atau menjelaskan. Tujuannya adalah memberi ikhtisar, sifatnya tidak
normatif dan tidak termasuk hukum positif.
3.2.3 Bentuk dan Kekuatan Asas Hukum
Sejak zaman dahulu kala, orang-orang sudah berkeyakinan bahwa
manusia tidak bisa membentuk undang-undang dengan sewenang-
wenang saja. Ada prinsip-prinsip tertentu yang lebih tinggi daripada
hukum yang ditentukan oleh manusia. Ada tiga bentuk asas- asas
hukum yaitu :
1. Asas-asas hukum objektif yang bersifat moral. prinsip-prinsip itu
telah ada pada para pemikir zaman klasik dari abad pertengahan.
2. Asas-asas hukum objektif yang bersifat rasional, yaitu prinsip-
prinsip yang termasuk pengertian hukum dan aturan hidup bersama
yang rasional. Prinsip ini juga telah diterima sejak dahulu, tetapi
baru diungkapkan secara nyata sejak mulainya zaman modern,
yakni sejak timbulnya negara-negara nasional dan hukum yang
dibuat oleh kaum yuris secara profesional.
3. Asas-asas hukum subjektif yang bersifat moral maupun rasional,
yakni hak-hak yang ada pada manusia dan menjadi titik tolak
pembentukan hukum. Perkembangan hukum paling nampak dalam
bidang ini.
32
Dari penjelasan mengenai bentuk-bentuk asas hukum dapat
diketahui bahwa asas hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit
melainkan merupakan latar belakang peraturan yang konkrit dan
bersifat umum dan abstrak Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa
asas hukum bukanlah norma hukum konkrit karena asas hukum adalah
jiwa dari norma hukum itu sendiri.
Asas hukum dikatakan sebagai jiwa dari norma hukum atau
peraturan hukum karena ia merupakan dasar lahir atau ratio legis dari
peraturan hukum. Sebagai contoh bahwa asas hukum merupakan jiwa
dari peraturan atau norma hukum yaitu : asas hukum yang menyatakan
bahwa apabila seseorang melakukan perbuatan dursila yang merugikan
orang lain maka ia harus mengganti kerugian, dan ini merupakan asas
hukum yang bersifat abstrak, dari asas hukum ini lahir suatu norma
hukum yang bersifat konkrit yaitu setiap perbuatan yang melawan
hukum dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain, wajib membayar
ganti rugi. ( lihat Pasal 1365 BW ). Karena sifat asas hukum yang
abstrak inilah sehingga tidak bisa diterapkan secara langsung dalam
peristiwa hukum lain halnya dengan peraturan hukum yang bersifat
konkrit.
3.2.4 Asas-asas Yang Terkandung Didalam Undang-Undang Dasar 1945
1. Asas Pancasila
Asas pancasila merupakan sumber hukum materil karena itu setiap
pengaturan isi peraturan perundangan tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila dan jika terjadi maka peraturan tersebut harus segera dicabut.
Pancasila sebagai asas Hukum Tata Negara dapat dilihat dari:
a. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Asas prikemanusiaan
c. Asas kebangsaan
d. Asas kedaulatan rakyat
e .Asas keadilan
2 . Asas Kekeluargaan
33
Asas kekeluargaan terdapat pada batang tubuh UUD 1945 dan
didalam penjelasannya: Pasal 33 ayat 1 menyebutkan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
3. Asas Kedaulatan Rakyat
Dalam Hukum Tata Negara pengertian kedaulatan bisa relatif,
artinya bahwa kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada negara-negara
yang mempunyai kekuasaan penuh keluar dan kedalam tapi juga bisa
dikenakan kepada negara-negara yang terikat pada suatu perjanjian
yang berbentuk traktat atau dalam bentuk konfederasi atau
federasi.kedaulatan itu tidak terpecah-pecah karena dalam suatu negara
hanya terdapat satu kekuassan yang teringgi.
Kedaulatan rakyat adalah bahwa rakyatlah yang mempunyai
wewenang yang tertinggi yang menentukan segala wewenang dalam
negara kedaulatan rakyat diwakilkan pada MPR, kekuasaan majelis itu
nyata dan ditentukan oleh UUD tapi oleh karena majelis merupakan
suatu badan yang besar dan lamban sifatnya maka ia menyerahkan lagi
kepada badan-badan yang ada dibawahnya.
4. Asas Pembagian Kekuasaan
Pengertian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pengertian
pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan
Negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai
orangnya maupun fungsinya. Kenyataan menunujukan bahwa suatu
pemisahan kekuasaan murni tidak dapat dilaksanakan. Karena itu
pilihan jatuh kepada istilah pembagian kekuasaan yang berarti bahwa
kekuasaan itu dibagi-bagi dalam beberapa bagian, tetapi tidak
dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara bagian-
bagian itu dimungkinkan adanya kerjasama.
5. Asas Negara Hukum
Yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah Negara yang berdiri
di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga Negaranya.
Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk
34
warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu di
ajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga Negara
yang baik. Demikian pula peraturan hokum yang sebenarnya hanya ada
jika peraturan hokum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup
antar warga negaranya.
Negara hukum adalah negara yang berdiri diatas hukum yang
menjamin keadilan pada warga negaranya. Ciri-ciri negara hukum,
adalah sebagai berikut:
Pengakuan dan perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) yang
mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi,
dan kebudayaan.
3.3 Prinsip Hukum
3.3.1 Prinsip Dan Nilai Pancasila
Prinsip adalah gagasan dasar yang mengandung kebenaran, berupa
doktrin atau asumsi, yang terjabar dalam hukum atau tata pergaulan,
yang dijadikan landasan dalam menentukan sikap dan tingkah laku.
Prinsip dipegang sebagai acuan dalam menentukan pilihan suatu
pemikiran atau tindakan, menentukan pola fikir dan pola tindak, sehingga
akan mewarnai tingkah laku pemegang prinsip dimaksud.
Contoh prinsip yang cukup banyak kita fahami di antaranya: yang
penting adalah tercapainya tujuan, sedang cara tidak bermakna, atau
tujuan menghalalkan segala cara. Dalam bahasa asing sering kita dengar
ungkapan, the end justifies the mean, all is well that ends well. Terdapat
pula prinsip bahwa penyelesaian masalah adalah dengan cara tidak
melawan dengan kekerasan, kalau anda dipukul pipimu kiri, serahkan
pipimu kanan. Ada juga prinsip yang menyatakan bahwa perdamaian
hanya akan terwujud dengan pengorbanan secara total, ibarat sebatang
lilin yang habis terbakar demi menerangi sekitarnya. Namun ada yang
berprinsip keadilan akan terwujud apabila dilakukan tindakan yang
seimbang, kalau seorang membunuh harus dibalas dengan dibunuh.
35
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang tidak berpegang pada
suatu prinsip, tindakannya tidak terduga dan tidak terarah, tergantung
pada angin berembus, orang semacam ini dikatakan sebagai orang yang
tidak berprinsip.
Dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyebut
sila-sila dalam Pancasila itulah prinsip-prinsip kehidupan bangsa
Indonesia. Pancasila dalam bahasa Inggris disebutnya sebagai the five
principles. Dengan demikian makna sila-sila dalam Pancasila itu
memberi corak pada pola fikir dan pola tindak bangsa Indonesia dalam
menghadapi segala permasalahan hidupnya.
Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, pola pikir, sikap dan
tidak bangsa Indonesia mengacu pada prinsip yang terkandung di
dalamnya. Orang bebas berfikir, bebas berusaha, namun sadar dan yakin
bahwa akhirnya yang menentukan segalanya adalah Tuhan Yang Maha
Esa. Man proposes, but God disposes, sehingga manusia rela dan ikhlas
diatur. Dalam menentukan suatu pilihan tindakan seorang memiliki
kebebasan, namun kebebasan tersebut harus dipertanggungjawabkan, dan
memiliki akibat terhadap pilihan tindakannya. Dalam menentukan pilihan
tindakan, seseorang mengacu pada terwujudnya keselarasan atau harmoni
dan kelestarian alam semesta.
Prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan acuan
bahwa dalam olah fikir, olah rasa, dan olah tindak, manusia selalu
mendudukkan manusia lain sebagai mitra, sesuai dengan harkat dan
martabatnya. Hak dan kewajibannya dihormati secara beradab. Dengan
demikian tidak akan terjadi penindasan atau pemerasan. Segala aktivitas
bersama berlangsung dalam keseimbangan, kesetaraan dan kerelaan.
Dengan prinsip Persatuan Indonesia, pola fikir, sikap dan tindak
bangsa Indonesia selalu mengacu bahwa negara Indonesia merupakan
negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke. Kita mengaku bahwa
negara kesatuan ini memiliki berbagai keanekaragaman ditinjau dari segi
agama, adat, budaya, ras, dan sebagainya, yang harus didudukkan secara
proporsional dalam negara kesatuan. Dalam hal terjadi konflik
36
kepentingan, maka kepentingan bangsa diletakkan di atas kepentingan
pribadi, golongan dan daerah.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, memberikan petunjuk dalam
berfikir, bersikap dan bertingkahlaku bahwa yang berdaulat dalam negara
Republik Indonesia adalah seluruh rakyat, sehingga rakyat harus
didudukkan secara terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Aspirasi rakyat dipergunakan sebagai pangkal tolak
penyusunan kesepakatan bersama dengan jalan musyawarah. Apabila
dengan musyawarah tidak dapat tercapai kesepakatan, maka pemungutan
suara tidak dilarang. Setiap kesepakatan bersama mengikat semua pihak
tanpa kecuali, dan wajib untuk merealisasikan kesepakatan dimaksud.
Dalam menentukan kesepakatan bersama dapat juga ditempuh dengan
jalan perwakilan.
Prinsip Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia memberikan acuan bagi olah fikir, olah sikap dan olah tindak
bahwa yang ingin diwujudkan dengan adanya negara Republik Indonesia
adalah kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa
kecuali. Pemikiran yang mengarah pada terwujudnya kesejahteraan
sepihak tidak dibenarkan.
Prinsip-prinsip yang lima tersebut merupakan pendukung dan
sekaligus realisasi konsep-konsep yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945, seperti konsep pluralistik, harmoni atau keselarasan, gotong
royong dan kekeluargaan, integralistik. kerakyatan dan kebangsaan.
3.3.2 Prinsip-Prinsip Filsafat Pancasila Dan Keberadaan Pancasila
Prinsip-Prinsip Filsafat Pancasila
Pancasila ditinjau dari kausal Aristoteles:
37
a. Kausal Materialis– Sebab yang berhubungan dengan materi/ bahan.
Artinya Pancasila digali dan nilai-nilai social budaya yang ada dalam
bangsa Indonesia sendiri.
b. Kausal Formalis– Sebab yang berhubungan dengan bentuknya.
Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat
formal kebenaran formal.
c. Kausal Efisiensi– Kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan
merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia.
d. Kuasa Finalis–Berhubungan dengan tujuan. Tujuan diusulkannya
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila-sila Pancasila:
a. Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.
b. Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sendiri.
c. Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, hams bekerja sama dan gotong-
royong.
d. Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang
menjadi haknya.
Keberadaan Pancasila
Pada sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), seluruh anggota sidang telah bulat
berusaha dengan sekuat tenaga untuk bersama-sama merumuskan dasar
Indonesia Merdeka. Akhirnya, sidang menerima Pancasila sebagai dasar
negara dengan suara bulat. Pada sidang PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945, para anggota
menerima dengan bulat UUD Negara Republik Indonesia. Bung Karno
sebagai ketua sidang mengatakan: “Dengan ini tuan-tuan sekalian, UUD
Negara Republik Indonesia serta Peraturan Peralihan telah sah
ditetapkan”.
Pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959, bangsa Indonesia menghadapi
pelbagai tantangan terhadap pelaksanaan Pancasila. Bahkan konstituante
yang ditugaskan menyusun UUD tidak berhasil menyelesikan tugasnya
38
dengan baik. Untuk mengatasinya, Presiden Soekarno mengeluarkan
maklumat berikut.
a. Menetapkan pembubaran konstituante.
b. Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia,
dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai dari tanggal
penetapan Dekrit ini, dan tidak berlaku UUD Sementara..
c. Pembentukan MPR Sementara terdiri atas anggota-anggota dewan
DPR ditambah utusan-utusan dan daerah dan golongan serta DPA.
Sementara akan diselesaikan dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya.”
Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 ini diterima secara
bulat oleh DPR hasil pemilu 22 Juli 1959. Peristiwa ini merupakan
konsensus nasional, suatu perjanjian luhur bangsa Indonesia.
30 Prinsip-Prinsip Hukum internasional :
1. Re judicata atau keputusan tetap pengadilan
2. Nullum Crimen Sine Lege
3. Asas konsensualisme/ Free will
4. Asas Kebebasan Berkontrak / freedom of contract
5. Prinsip Yurisdiksi Teritorial(ratione loci)
6. Singel Narcotic Drugs Convention
7. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang
beradap
8. jus cogens
9. General principle of law
10 Asas Legalitas as the general principle of law
11. Prinsip proporsionalitas
12. Prinsip Hidup Berdampingan.
13. Pinsip umum hukum dalam bidang hukum dagang
14. Prinsip tentang kebebasan berekspresi dan kesetaraan
15. Persetujuan mengikat para pihak dan harus dihormati.
16. Prinsip Pembatasan (Limitation Principle)
17. Ratifikasi dan adopsi hukum hak asasi manusia
39
18. Kerangka hukum untuk melindungi hak atas kebebasan berekspresi
19. Kerangka hukum untuk melindungi hak atas kesetaraan
20. Akses terhadap Pemulihan
21. Pembatasan
22. Penyebarluasan Kebencian
23. Asas teritorial
24. Asas kebangsaan
25. Asas kepentingan umum
26. Egality rights
27. Reciprositas
28. Courtesy
29. Rebus Sig stantibus
30. Prinsip Jus Cogen
ke- 30 prnsip-prinsip hukum internasional di atas merupakan sebagian
dari sekian banyak prinsip-prinsip hukum internasional yang ada dan diakui
oleh dunia internasional.
BAB IV
PENUTUP
40
4.1 Kesimpulan
Dari penulisan makalah ini dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang
Pancasila sebagai Kaidah Dasar, Asas dan Prinsip Hukum, antara lain:
1. Pengertian Pancasila dapat dilihat baik secara etimologis, historis,
maupun terminologis.
2. Pancasila adalah kandungan yang dimaksud untuk dijadikan dasar dari
Negara Indonesia Merdeka.
3. Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan
yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan
pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya
ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
4. Fungsi Pancasila secara keseluruhan yaitu sebagai Pandangan hidup,
Dasar Negara, Ideologi, Jiwa dan Kepribadian, Cita-cita dan Tujuan,
Falsafah Hidup, Sumber Hukum, Perjanjian Luhur, Sumber Nilai,
Pedoman atau Ukuran suatu bangsa.
5. Sebagai sebuah norma dasar, maka Pancasila menempati norma hukum
tertinggi dalam suatu negara. Oleh sebab itu, setiap hukum yang lahir di
Indonesia harus berdasar pada Pancasila dengan memuat konsistensi isi
mulai dari yang paling atas sampai yang paling rendah hirarkinya.
Hukum-hukum di Indonesia juga harus ditujukan untuk mencapai tujuan-
tujuan negara sebagaimana tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945.
6. Hukum yang dijiwai oleh Pancasila adalah hukum yang berasaskan
semangat kerukunan. Terpaut pada asas kerukunan adalah asas
kepatutan.
7. Prinsip adalah gagasan dasar yang mengandung kebenaran, berupa
doktrin atau asumsi, yang terjabar dalam hukum atau tata pergaulan,
yang dijadikan landasan dalam menentukan sikap dan tingkah laku.
4.2 Saran
41
Setelah membuat makalah ini, maka penulis mempunyai beberapa saran,
diantaranay sebagai berikut:
1. Karena pancasila merupakan sumber hukum di Indonesia yang paling
tinggi kedudukannya, maka segala hukum yang lainnya harus berdasarkan
nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila.
2. Sebagai warga negara Indonesia, setidaknya kita harus memaknai dan
mengamalkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.
42