pengalaman keluarga pasien menggunakan bahasa daerah

119
Pengalaman Keluarga Pasien Menggunakan Bahasa Daerah Selama Dirawat Di Rumah Sakit SKRIPSI Disusun oleh : Auliana Putri 1611 01024 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

26 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Selama Dirawat Di Rumah Sakit
SKRIPSI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya serta petunjuk-Nya yang tiada henti kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengalaman
Keluarga Pasien Menggunakan Bahasa Daerah Selama Dirawat Di Rumah Sakit”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan, bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang
sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih yang setulus-tulusnya
kepada:
1. Bapak Setiawan S.Kp., MNS., Ph.D selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara;
2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara;
3. Ibu Cholina T. Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB selaku Pembantu
Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara;
4. Ibu Dr. Siti Saidah Nasution, Skp., M.Kep., Sp. Mat selaku Pembantu
Dekan III Fakultas Keperawan Universitas Sumatera Utara;
5. Ibu Diah Arruum, S.Kep., Ns, M. Kep selaku Dosen Pembimbing
Akademik saya yang telah memberikan nasehat dan arahan selama 4 tahun
ini.
6. Bapak Roymond H. Simamora, S.Kep., Ns., M.Kep dan Ibu Roxsana Devi
Tumanggor, S.kep, Ns, MNurs selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan, masukan, arahan, bimbingan
serta ilmu yang sangat bermanfaat selama proses pengerjaan dan
penyusunan skripsi ini dapat di selesai kan dengan baik.
iii
7. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.kep., Ns., M.pd selaku dosen penguji II
dalam sidang skripsi ini.
membantu penulis dalam memberikan pelayanan dan melengkapi fasilitas
belajar.
9. Teristimewa buat ayahanda, ibunda, kedua saudara saya. bunda, kakak
abang dan adik sepupu saya tercinta yang selalu mendoakan, memberikan
motivasi, serta dukungan yang tanpa hentinya kepada saya baik moril mau
pun materi, tanpa mereka saya tidak akan mampu mengerjakan skripsi ini
dengan baik.
seperjuangan angkatan 2016 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara, teman-teman terdekat saya yang tidak bisa saya sebut kan satu
persatu yang telah banyak membantu saya dan memberikan dukungan
kepada saya dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat di selesai kan
dengan baik.
kepada semua pihak yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan
segala kerendahan hati penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Kritik dan saran
yang penulis harapkan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, Maret 2021
Halaman Pernyataan Orientasi ................................................................................. ii
2.1.4. Prinsip Komunikasi......................................................................... 10
2.1.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi ........................... 17
2.2. Konsep Bahasa .......................................................................................... 18
2.3. Konsep Persepsi ........................................................................................ 20
2.3.1. Pengertian Persepsi ......................................................................... 20
2.3.2. Macam-macam Persepsi ................................................................. 21
2.3.5. Sifat Persepsi ................................................................................... 23
2.3.7. Pengukuran Persepsi ....................................................................... 26
2.4. Konsep Keluarga ....................................................................................... 27
2.4.1. Pengertian Keluarga ........................................................................ 27
2.4.3. Struktur Keluarga ............................................................................ 29
2.4.4. Fungsi Keluarga .............................................................................. 30
2.4.5. Tugas Keluarga ............................................................................... 31
2.4.6. Ciri-ciri Keluarga ............................................................................ 32
2.4.7. Tipe Keluarga ................................................................................. 32
3.3.1. Lokasi Penelitian ............................................................................. 37
3.4. Pengumpulan Data ................................................................................... 37
3.5. Instrumen Penelitian ................................................................................. 39
3.6. Analisa Data .............................................................................................. 40
3.8. Pertimbangan Etik ..................................................................................... 43
4.1. HasilPenelitian .......................................................................................... 45
4.2. Pembahasan............................................................................................... 65
4.2.2. Komunikasi Bahasa Daerah Membangun Rasa Saling Percaya ..... 67
4.2.3. Hambatan Komunikasi ................................................................... 69
4.2.5. Harapan Pasien dan Keluarga Terhadap Perawat ........................... 73
4.3. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 74
5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 75
5.2. Saran ......................................................................................................... 75
Lampiran 4. Panduan Wawancara
Lampiran 6. Jadwal Tentative Penelitian
Lampiran 7. Rencana Tafsiran Dana
Lampiran 8. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 9. Surat Izin Melakukan Penelitian
Lampiran 10. Lembar Hasil Uji Etik
Lampiran 11. Surat Selesai Penelitian
vii
viii
Selama Dirawat Di Rumah Sakit
Nama : Auliana Putri
hubungan antara perawat dengan pasien. Salah satu komunikasi yang digunakan
dalam pelayanan keperawatan adalah komunikasi menggunakan bahasa daerah.
Penggunaan bahasa daerah sering menjadi komunikasi yang efektif antara
perawat dan pasien. Bahasa daerah sangat bermanfaat untuk masyarakat yang
menggunakan terutama sebagai alat komunikasi antar sesamanya sehingga
memungkinkan saling pengertian, saling sepakat dan saling membutuhkan dalam
kehidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman keluarga
pasien menggunakan bahasa daerah selama di rumah sakit. Penelitian ini
menggunakan desain fenomenologi deskriptif dengan metode wawancara
mendalam terhadap 5 partisipan yang didapatkan melalui teknik Snowball.
Analisis data dilakukan menggunakan metode Colaizzi dengan analisis tematik.
Penelitian dilakukan di daerah Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan
Baru. Lima tema ditemukan dalam penelitian ini yaitu 1) Persepsi Komunikasi
Pasien dan Keluarga, 2) Komunikasi Bahasa Daerah Membangun Rasa Saling
Percaya, 3) Hambatan komunikasi, 4) Manfaat Komunikasi Menggunakan
Bahasa Daerah, 5) Harapan Pasien dan Keluarga Terhadap Perawat.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah komunikasi menggunakan bahasa daerah
di rumah sakit belum terlaksana secara optimal karena beberapa faktor
penghambat yang dirasakan oleh pasien yaitu tidak semua perawat dapat
menggunakan bahasa daerah yang digunakan oleh pasien. Adanya perbedaan
bahasa dapat menyebabkan timbulnya kesalahpahaman dalam menafsirkan
informasi yang diberikan. Ketika hal ini terjadi, hanya keluarga pasien yang
dapat menjadi penghubung komunikasi antara perawat dan pasien.
Kata kunci: Fenomenologi Deskriptif, Menggunakan Bahasa Daerah,
Pengalaman Keluarga pasien
Perawat adalah orang yang terdekat dengan pasien dan jumlahnya
terbanyak diantara tenaga kesehatan (Claramita et al.,2016). Didunia, menurut
WHO (2017) jumlah tenaga perawat mendekati angka 50% dari jumlah tenaga
kesehatan, dimana dari 43,5 juta tenaga kesehatan 20,7 jutanya adalah tenaga
perawat. Sementara itu di Indonesia pada tahun 2017 menurut Kemenkes RI
(2018) tenaga kesehatan terbanyak adalah perawat (30,19%), dimana dari
1.143.493 tenaga kesehatan sebanyak 345.276 adalah tenaga perawat. Jadi,
tenaga kesehatan yang terbanyak jumlahnya adalah perawat.
Layanan keperawatan yang dipersepsikan pasien rawat inap sebagai
layanan yang ramah, tanggap terhadap kebutuhan pasien, cepat dan tepat serta di
dasarkan pada pengetahuan dan keterampilan akan menimbulkan respon yang
baik dari pasien karena menimbulkan rasa senang dan tenang selama menjalani
rawat inap. Perawat yang tidak ramah yang kurang tanggap dengan kondisi pasien
selama berada di rumah sakit, pasien dapat mempersepsikan layanan keperawatan
sebagai layanan yang buruk dan tidak memuaskan, yang kemudian menimbulkan
perasaan tidak senang (Anggraini, 2014).
Undang-Undang Republik Indonesia (RI) Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
3
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah Sakit
juga merupakan sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang
pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat dan tenaga ahli kesehatan lainnya.
Gatot dan Adisasmito, (2005) mengemukakan bahwa di rumah sakit, sumber daya
manusia (SDM) terbanyak yang berinteraksi langsung dengan pasien adalah
perawat. Oleh karena itu, kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan perawat
kepada para pasien akan menjadi salah satu indikator kualitas pelayanan
kesehatan di sebuah rumah sakit secara umum.
Hasil penelitian Fega, (2017) menyatakan bahwa 8 responden (18,2%)
dengan kategori komunikasi terapeutik perawat baik memiliki tingkat
kepercayaan keluarga dalam kategori-kategori ragu-ragu. Dan 6 responden
(13,6%) dengan kategori komunikasi terapeutik perawat kurang baik memiliki
tingkat kepercayaan dalam kategori percaya. Hal ini disebabkan karena meskipun
perawat tersebut memiliki komunikasi yang baik dalam menyampaikan informasi,
tetapi ada faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik perawat tersebut
dalam menyampaikan informasi seperti faktor persepsi, dimana setiap keluarga
memiliki persepsi yang berbeda kepada perawat dalam melakukan tindakan.
Perawat merupakan profesi yang difokuskan pada perawatan individu
keluarga dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan atau
memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati,
hal yang dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan pasien
dalam membantu memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, maupun dengan tenaga
kesehatan lain dalam rangka membantu mengatasi masalah pasien adalah dengan
4
pasien dan menjelaskan prosedur tindakan keperawatan (Mundakir, 2013).
Komunikasi adalah proses penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi
dalam pelayanan keperawatan sangat dibutuhkan untuk membangun suatu
hubungan antara perawat dengan pasien. Salah satu komunikasi yang digunakan
dalam pelayanan keperawatan adalah komunikasi menggunakan bahasa daerah.
Penggunaan bahasa daerah sering menjadi komunikasi yang efektif antara perawat
dan pasien. Bahasa daerah sangat bermanfaat untuk masyarakat yang
menggunakan terutama sebagai alat komunikasi antar sesamanya sehingga
memungkinkan saling pengertian, saling sepakat dan saling membutuhkan dalam
kehidupan. Selain itu bahasa daerah juga di gunakan sebagai alat komunikasi
antar suku dalam suasana informal untuk menunjukan penghargaan atau rasa
hormat, rasa akrab terhadap lawan bicara yang berasal dari daerah yang sama
(Maryam, 2016).
informan menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
dengan keluarga pasien khususnya yang menggunakan bahasa asing seperti
bahasa inggris. Dari 10 informan yang diwawancara 3 diantaranya
mengungkapkan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam memahami bahasa
yang digunakan oleh pasien karena bahasa yang digunakan oleh pasien adalah
5
bahasa inggris, sedangkan tidak semua perawat mampu berbahasa inggris dan
masih ada juga pasien yang dari luar masih menggunakan bahasa isyarat sehingga
perawat merasa sulit memahaminya.
untuk membentuk kebudayaan yang sehat, dari keluarga inilah pendidikan kepada
individu dimulai dan dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang
baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka dimulai dari keluarga.
Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga
saling berkaitan dan saling mempengaruhi keluarga-keluarga yang ada
disekitarnya atau masyarakat sekitarnya atau dalam konteks yang luas
berpengaruh terhadap negara (Setiadi, 2008).
Keluarga sangat penting bagi pasien yang sedang dirawat di rumah sakit,
dimana salah satu peran dan fungsi keluarga adalah memberikan fungsi afektif
untuk pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarganya dalam pemberian
kasih sayang. Salah satu wujud dari fungsi tersebut adalah memberikan dukungan
pada anggota keluarga, dan dukungan keluarga seperti sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap pasien yang di rawat, fungsi dan peran keluarga
sebagai sistem pendukung dalam memberikan bantuan dan pertolongan bagi
anggotanya, dan anggota keluarga akan siap memberikan pertolongan dan bantuan
ketika dibutuhkan (Friedman, 2010).
Daerah Selama di Rawat di Rumah Sakit
1.3. Tujuan Penelitian
Menggunakan Bahasa Daerah Selama di Rawat di Rumah Sakit.
1.4. Manfaat penelitian
dan kegunaan sebagai berikut :
dan perawat pelaksana dalam meningkatkan komunikasi perawat dengan
menggunakan bahasa daerah.
1.4.2. Pendidikan keperawatan
dapat di jadikan sebagai masukan dalam proses belajar mengajar
khususnya dalam bidang manajemen keperawatan.
7
bagi peneliti dan menjadi bahan masukan bagi penelitian selanjutnya
terkait komunikasi menggunakan bahasa daerah.
6
terapeutik mengarah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio, psiko, sosial, kultural dan spiritual
yang di dasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia untuk membangun
hubungan kepercayaan atau membina hubungan saling percaya demi kesembuhan
pasien (Lalongkoe, 2013).
dalam berkolaborasi yang dilakukan perawat dengan tenaga kesehatan lainnya,
dan juga berpengaruh pada kepuasan pasien dan keluaraga. Hal tersebut
menjadikan komunikasi sangat di butuhkan di setiap bentuk pelayanan yang ada
di rumah sakit. Salah satu bentuk pelayanan yang ada di ruangan (ICU) yaitu
sebuah bentuk pelayanan yang khusus pada pasien-pasien yang mengalami
kondisi yang kritis (Suryani, 2014).
7
Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar
profesi kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam
perawatan pasien. Komunikasi yang efektif dalam lingkungan perawatan
kesehatan membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan empati. Ini mencakup
mengetahui kapan harus berbicara, apa yang harus dikatakan dan bagaimana
mengatakannya serta memiliki kepercayaan diri dan kemampuan untuk
memeriksa bahwa pesan telah diterima dengan benar (Yanti, 2007).
Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat,
perawat akan selalu berhubungan dengan pasien atau pun dengan keluarganya,
oleh karena itu dilakukan pembentukan komunikasi yang baik dalam melakukan
tindakan keperawatan, untuk memperoleh keahlian dalam berkomunikasi, perawat
membutuhkan pemahaman tentang proses komunikasi yang akan di terapkan
kepada pasien dan intropeksi tentang pengalaman komunikasinya sebagai seorang
perawat (Potter & Perry, 2009).
memuaskan bagi pasien, dari penelitian terdahulu didapatkan bahwa sebanyak 52
orang (52%) pasien menyatakan verbal perawat saat melakukan tindakan
komunikasi kurang baik 45 orang (45%) pasien mengatakan komunikasi non
verbal kurang baik dan pasien yang merasa kurang puas terhadap komunikasi
perawat sebanyak 57 orang (57%) (Raflis, 2013).
8
kesehatan terutama dalam hal keperawatan di kenal dengan sebutan komunikasi
terapeutik yang digunakan perawat saat melakukan komunikasi terhadap pasien,
komunikasi terapeutik memegang peranan yang sangat penting dalam
menyelesaikan masalah yang mengarah pada tujuan yaitu kesembuhan pasien.
Terapeutik dapat di artikan segala sesuatu yang memfasilitasi proses
penyembuhan pasien, sehingga komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang di
rencanakan secara sadar, dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau
pemulihan pasien (Damaiyanti, 2010).
sekelompok orang kepada satu atau sekelompok orang lain dengan menggunakan
simbol-simbol tertentu sehingga memberikan suatu pengaruh. Komunikasi
menjadi salah satu faktor penentu mutu pelayanan di rumah sakit dan kepuasan
pasien merupakan salah satu indikator pelayanan yang bermutu (Wahyuni &
Yanis, 2013). Komunikasi merupakan upaya meningkatkan kualitas pelayanan.
oleh karena itu, komunikasi yang baik perlu diberi penekanan yang kuat di semua
program perawatan kesehatan profesional untuk menjamin tingkat kepuasan dan
keamanan pasien di rumah sakit dengan adanya komunikasi yang baik dapat
meningkatkan mutu pelayanan yang ada di rumah sakit (Rokhamah &
Anggorowati, 2017).
menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat
dan pasien, mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan serta mengkaji
masalah dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan perawat memberi pengertian
tingkah laku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang di hadapi,
mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien (Rohani &
Hingawati, 2013).
memotivasi dan mengembangkan pribadi pasien kearah yang lebih konduktif dan
adaptif. Selain itu komunikasi terapeutik juga di arahkan pada pertumbuhan
pasien yang meliputi hal-hal berikut ini :
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan
diri melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan pada
pasien.
saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik,
pasien diharapkan mau menerima dan diterima oleh orang lain.
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
10
d. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri,
identitas personal yang dimaksud adalah status, peran dan jenis kelamin
pasien.
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang
ada baik pasien percaya pada hal yang diperlukan.
f. Mengurangi keraguan membantu dalam mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya.
2.1.4. Prinsip Komunikasi Terapeutik
sebagai berikut :
a. Hubungan perawat dengan pasien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan.
b. Prinsip yang sama dengan komunikasi interpersonal De Vito yaitu
keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap positif dan kesetaraan.
c. Kualitas hubungan perawat pasien ditentukan oleh bagaimana perawat
mendefinisikan dirinya sebagai manusia.
untuk memberi pengertian dan mengubah perilaku pasien.
e. Perawat harus menghargai keunikan pasien. Karena itu perawat perlu
memahami perasaan dan perilaku pasien dengan melihat latar belakang.
11
masalah dan alternatif problem solving.
g. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi
maupun penerima.
2.1.5. Komponen Komunikasi
a. Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang
bernilai terapeutik, tanpa kejujuran tidak dapat membina hubungan saling
percaya.
c. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh
perhatian dan penghargaan terhadap pasien.
d. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan
sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan
pasien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh pasien.
e. Mampu melihat permasalahan pasien dari kacamata pasien.
f. Menerima pasien apa adanya.
g. Sensitif terhadap keadaan pasien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masalalu pasien maupun perawat sendiri.
12
2.1.6. Sikap Komunikasi Terapeutik
Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik yaitu :
1. Berhadapan, artinya dari posisi ini adalah “saya siap untuk anda”
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk kearah pasien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengar sesuatu.
menunjukkan keterbukaan untuk sesuatu.
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada pasien
(Maksimus, 2013).
dan pasien atau dari tiga jenis utama: resistensi, transferens dan kontertransferens
(Maksimus, 2013).
1. Resisten
Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resistensi merupakan
penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang
menimbulkan masalah aspek diri seseorang.
13
Transferens adalah respon tidak sadar dimana pasien mengalami perasaan
dan sikap terhadap perawat yang ada dasarnya terkait dengan tokoh dalam
kehidupannya dimasa lalu.
Yaitu kebutuhan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh pasien.
Kontrertransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat
terhadap pasien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan
terapeutik atau ketidak tepatan dalam intensitas emosi.
2.1.8. Fase Komunikasi Terapeutik
Struktur dalam komunikasi terapeutik terdiri dari empati fase yaitu, fase
preinteraksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Dalam
setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan
(Muksimus, 2013).
pasien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1. Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya.
2. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan
terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi
pasien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi
teman kelompok.
rencana interaksi.
diimplementasikan saat bertemu dengan pasien.
b. Fase Orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan pasien, pada saat
berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada
pasien, dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersifat
terbuka pada pasien dan ini diharapkan akan mendorong pasien untuk
membuka dirinya. Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi kekuatan
data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Maksimus, 2013).
Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1. Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan
dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci
dari keberhasilan hubungan terapeutik, karena tanpa adanya rasa saling
percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua bela
pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis bisa berubah
tergantung situasi dan kondisi. Untuk mempertahankan dan membina
hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas,
menerima apa adanya, menepati janji, dan menghargai pasien.
15
2. Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau
mengklarifikasi peran-peran perawat dan pasien agar tidak terjadi
kesalah pahaman antar perawat dan pasien terhadap kehadiran pasien.
3. Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah pasien.
4. Merumuskan tujuan dengan pasien. Tujuan dirumuskan setelah
malasah pasien teridentifiksi. Bila tahap ini gagal dicapai akan
menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi.
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1. Memberi salam terapeutik disertai mengulurkan tangan atau berjabatan
tangan.
3. Memperkenalkan diri perawat.
berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
5. Melengkapi kontak. Pada pertemuan pertama perawat perlu
melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar
pasien percaya kepada perawat.
6. Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian, keluhan utama, alas an
atau kejadian membuat pasien meminta bantuan.
7. Pada pertemuan lanjutan evaluasi atau validasi digunakan untuk
mengetahui kondisi dan kemajuan pasien hasil interaksi sebelumnya.
16
dihadapi pasien. Perawat dan pasien mengekspresikan stressor dan
mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan
persepsi, perasaan, dan prilaku pasien. Tahap ini berkaitan dengan
pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan, dengan ini perawat
sebelum melakukan asuhan keperawatan perlu ada penjelasan tindakan
kepada pasien, melaksanakan tindakan sesuai rencana asuhan keperawatan
dan yang lebih penting perawat memperhatikan sikap dan tehnik
komunikasi terapeutik dalam berinteraksi dengan pasien karena tugas
perawat dalam tahap ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien
(Muksimus, 2013).
d. Fase Terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting. Karena hubungan saling
percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan pasien
keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada perawat
mengakhiri tugas pada unit tertentu atau pada saat pasien akan pulang.
Perawat dan pasien bersama-sama meminjau kembali proses keperawatan
yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan
sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan,
terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu :
17
2. Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan secara menyeluruh. Perbedaan antara terminasi sementara
dan terminasi akhir, adalah bahwa terminasi akhir yaitu mencakup
keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi (Maksimus,
2013). Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan,
evaluasi ini disebut evaluasi objektif.
b. Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menyatakan
perasaan pasien setelah berinteraksi atau setelah melakukan
tindakan tertentu.
pasien), tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi
yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan
berikutnya. Dengan tindak lanjut pasien tidak akan pernah kosong
menerima proses keperawatan dalam 24 jam. Membuat kontrak
untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah
topik, waktu dan tempat pertemuan.
2.1.9. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
Ada berapa faktor yang mempengaruhi komunikasi, diantaranya menurut
Aminah, (2013) adalah persepsi, nilai, emosi, latar belakang, peran, pengetahuan
dan hubungan. Selanjutnya Yudianto, (2005) menyatakan bahwa beberapa faktor
18
pimpinan dan teman sejawat. Keterampilan komunikasi perlu di pelajari,
dipraktekkan dan disempurnakan oleh semua perawat sehingga mereka dapat
berkomunikasi dengan jelas, singkat dan tepat dalam lingkungan yang serba cepat
dan menegangkan meskipun digunakan setiap hari dalam situasi klinis (Fitria,
2013).
masyarakat, bahasa di transmisi secara sosial bahasa sebagai sarana manusia
untuk berperan, bertindak, berinteraksi, dan berfungsi dalam kehidupan
masyarakat, bahasa juga harus dipelajari dan bahasa juga dapat membahagiakan
masyarakat lewat pesan yang disampaikan. Bahasa adalah salah satu ciri khas
manusiawi yang membedakannya dari mahkluk-mahkluk yang lain. Selain itu,
bahasa mempunyai fungsi sosial, baik sebagai alat komunikasi maupun sebagai
suatu cara mengidentifikasikan kelompok sosial, baik sebagai alat komunikasi
maupun sebagai suatu cara mengidentifikasikan kelompok sosial (Basaria, 2017).
Bahasa daerah adalah sebagian kebutuhan dari kebudayaan yang sangat
bermanfaat bagi masyarakat pemakainya, terutama sebagai alat komunikasi dan
memungkinkan terjadinya bisa saling memahami dan pengertian, saling sepakat,
saling membutuhkan dalam kehidupannya. Selain itu, melalui suatu bahasa daerah
19
akan memupuk rasa persatuan dan rasa kesatuan antar sesama masyarakat yang
menggunakan, dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah
berfungsi sebagai pendukung bahasa nasional dan bahasa pengantar di suatu
daerah tertentu, alat pengembangan dan pendukung kebudayaan suatu daerah
(Marsono, 2012).
Kondisi bahasa-bahasa daerah secara kuantitas jumlah penutur bahasa-bahasa
daerah di Nusantara ini cukup berbeda. Ada bahasa-bahasa daerah yang masih
bertahan dengan jumlah penuturnya yang relatif besar, tetapi ada pula bahasa-
bahasa daerah yang jumlah penuturnya tinggal sedikit saja, yang dapat dikatakan
sebagai bahasa minoritas. Namun demikian, walaupun secara kuantitas jumlah
penutur sebuah bahasa kecil, hal tersebut tidak selalu menjadi indikator
keminoritasannya karena ada pula bahasa yang meskipun jumlah penuturnya kecil
tetapi loyalitas mereka terhadap bahasanya cukup kuat sehingga terhindar dari
ancaman kepunahan (Coulmas, 1997).
bahasa daerah yang diperkirakan jumlah penuturnya cukup banyak bahkan lebih
dari satu juta yaitu bahasa Jawa (75.200.000 penutur), bahasa Sunda (27.000.000
penutur), bahasa Melayu (20.000.000 penutur), bahasa Madura (13.694.000
penutur), bahasa Minangkabau (6.500.000 penutur), bahasa Jurnal 280
Masyarakat & Budaya, Volume 11 No. 2 Tahun 2009 Batak (5.150.000 penutur),
bahasa Bugis (4.000.000 penutur), bahasa Bali (3.800.000 penutur), bahasa Aceh
20
(1.600.000 penutur), bahasa Lampung (1.500.000 penutur) dan bahasa Rejang
(1.000.000 penutur). Salah satu bahasa-bahasa tersebut di atas yang belum
tertangani secara menyeluruh yakni bahasa melayu. Hal ini disebabkan karena
bahasa ini seringkali “tersembunyi” dalam nama yang beragam sehingga tidak
secara serta merta terdeteksi sebagai bahasa melayu (Launder, 2006).
2.3. Konsep Persepsi
2.3. Pengertian Persepsi
kedalam otak manusia, melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan
hubungan dengan lingkungannya. Hubungannya ini dilakukan lewat inderanya,
yaitu indera penglihatan, pendengaran, peraba, perasa (Suryani, 2011).
Persepsi adalah suatu proses ketika seseorang memilih, mengorganisasi,
dan menginterpretasikan suatu stimulus (paparan atau rangsangan) menjadi suatu
gambaran yang berarti dan konsisten dengan apa yang telah menjadi cara
berpikirnya. Persepsi dapat didefenisikan seperti “how we see the world around
us”. Sehingga dua orang yang mendapatkan paparan sama, bisa memiliki persepsi
berbeda hal ini dikarenakan persepsi merupakan komponen faktor psikologi
seseorang yang sangat ditentukan oleh kebutuhan, nilai harapan seseorang
(Harjanti, 2012).
kedalam otak manusia, melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan
hubungan dengan lingkungannya, Setiap orang mempunyai persepsi sendiri
mengenai mengenai apa yang dipikirkan, dilihat dan dirasakan. Hal tersebut
sekaligus berarti bahwa persepsi menentukan apa yang di perbuat seseorang untuk
memenuhi berbagai kepentingan baik untuk diri sendiri, keluarga maupun
lingkungan masyarakat tempat berinteraksi. Persepsi dihasilkan dari kongkrititasi
pemikiran, kemudian melahirkan konsep atau ide yang berbeda-beda dari masing-
masing orang meskipun obyek yang dilihat sama (Rahmadani, 2015).
Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan
menggunakan panca indera. Persepsi merupakan inti komunikasi. Persepsi
memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan komunikasi. Artinya,
kecermatan dalam mempersepsikan stimulasi inderawati mengantarkan kepada
keberhasilan komunikasi. Sebaliknya kegagalan dalam mempersepsi stimulus,
menyebabkan mis-komunikasi (Suranto, 2011).
Eksternal Perseption dan Self Perseption:
1. Eksternal perseption, yaitu persepsi yang terjadi karena datangnya
rangsang dari luar individu.
2. Self persaption, yaitu persepsi yang terjadi karena datangnya rangsangan
dari dalam individu. Dalam hal ini obyeknya adalah dari diri sendiri.
22
Proses terjadinya persepsi dimulai dari adanya obyek yang menimbulkan
stimulus, dan stimulus mengenai alat indera. Stimulus yang diterima alat indera
diteruskan oleh saraf sensoris ke otak, kemudian terjadilah proses di otak sebagai
pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang di
dengar, atau apa yang dirasa. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil
oleh individu dalam sebagai macam bentuk (Ninies, 2018).
2.3.4. Syarat Terjadinya Persepsi
terjadinya stimulasi alat indera dan ditafsirkan.
1. Obyek yang dipersepsi
stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi dapat
juga datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung
mengenai saraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.
2. Alat indera, saraf dan pusat susunan saraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di
samping ini juga harus ada saraf sensori sebagai alat untuk menentukan
stimulasi yang diterima reseptor ke pusat susunan saraf yaitu otak sebagai
pusat kesadaran.
dalam rangka mengadakan persepsi.
Menurut Baihaqi, (2007) secara umum ada beberapa sifat persepsi, antara
lain:
1. Bahwa persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu ketika
seseorang berhadapan dengan dunia yang penuh dengan rangsangan indera
manusia menerima 3 milyar perdetik, 2 milyar diantaranya diterima oleh
mata.
2. Persepsi merupakan sifat paling asli, merupakan titik tolak perbuatan
kesadaran.
hanya sebagian, sedangkan yang lain cukup dibayangkan.
4. Persepsi tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi atau bergantung pada
konteks dari pengalaman berarti pengalaman-pengalaman yang dimiliki
dalam kehidupan sebelumnya.
5. Manusia sering tidak teliti sehingga dia sering keliru, ini terjadi karena
sering ada penipuan dibidang persepsi. Sesuatu yang nyata pada bayangan.
Selain itu adapula ilusi persepsi yang salah sehingga keadaanya berbeda
dengan keadaan yang sebenarnya.
24
6. Persepsi sebagai ada yang dipelajari dan sebagian ada yang bawaan.
Persepsi yang sifatnya dipelajari dibuktikan dengan kuatnya pengaruh
pengalaman terhadap persepsi. Sedangkan yang sifatnya bawaan
dibuktikan dengan dimilikinya persepsi ketinggian pada bayi.
7. Dalam persepsi, sifat benda yang duhayati biasanya bersifat permanen dan
stabil, tidak dipengaruhi oleh penerapan, posisi dan jarak (Permanent
Shade).
9. Kesalahan persepsi bagi orang normal, ada cukup waktu untuk
mengoreksi, berbeda dengan orang yang terganggu jiwanya.
2.3.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal:
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang
dalam menciptakan dan menemukan sesuatu yang kemudian bermanfaat
untuk orang banyak misalnya. Dalam ini faktor internal yang
mempengaruhi persepsi, yaitu Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan.
a. Usia
Usia adalah umur individu yang dihitung mulai saat di lahirkan
sampai ulang tahun. Semakin cukup umur, kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
(Nursalam, 2009).
berpendidikan sama sekali (Notoatmodjo, 2007).
c. Pekerjaan
untuk memperoleh informasi. Dengan bekerja seseorang dapat
berbuat sesuatu yang bernilai, bermanfaat, memperoleh
pengetahuan yang baik tentang suatu hal sehingga lebih mengerti
dan akhirnya mempersepsikan sesuatu itu positif (Notoatmodjo,
2010).
faktor yang berasal dari luar diri seseorang dalam menciptakan dan
menemukan sesuatu. Dalam hal ini faktor eksternal yang
mempengaruhi persepsi, yaitu informasi dan pengalaman.
a. Informasi
pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan
kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki (Notoatmadja, 2003).
26
Tidak hanya suatu pengalaman sama sekali dengan suatu obyek
cenderung bersifat negatif terhadap obyek tertentu, untuk jadi suatu
dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi harus lah
meninggalkan kesan yang kuat. Pengalaman yang dimiliki
seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam
menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh pengalaman masa
lalu atau yang kita pelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan
interpretasi.
seseorang atau sekelompok orang tentang penomena sosial. Dalam penelitian ini,
phenomena sosial itu telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya disebut variabel penelitian (Sugianto, 2009). Menurut Azwar, (2010)
pengukuran persepsi dapat dilakukan dengan menggunakan skala likert, dengan
kategori sebagai berikut :
a. Sangat setuju : SS
27
2. Kriteria pengukuran persepsi
a. Persepsi positif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari
kuesioner > T Meam
b. Persepsi negatif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari
kuesioner < T Mean
Menurut Irwanto, (1986) di kutip dari Istana, (2006) dilihat dari segi
individu setelah melakukan interaksi dengan objek yang dipersepsikan maka hasil
persepsi dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Persepsi positif
pemanfaatannya.
tidaknya, kenal tidaknya) serta tanggapan yang tidak selaras obyek yang
dipersepsikan.
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental
dan emosional serta sosial individu yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi
28
yang regular dan di tandai dengan adanya ketergantungan hubungan untuk
mencapai tujuan umum dan keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal
di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung (Fiedman,
2010).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas anggota
keluarga merupakan mereka yang memiliki hubungan personal dan timbal balik
dalam menjalankan kewajiban dan memberi dukungan dan berinteraksi satu sama
lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan (Stuart, 2014).
upaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik mental, emosional dan
sosial dari tiap anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam
kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat (Harnilawati, 2013).
2.4.2. Tujuan Dasar Keluarga
Karena keluarga merupakan unit dari masyarakat. Unit dasar ini memiliki
pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan individu-individu yang dapat
menentukan keberhasilan kehidupan individu tersebut. Keluarga berfungsi sebagai
perantara antara masyarakat dan individu, yakni mewujudkan semua harapan dan
29
menyiapkan peran anggotanya menerima peran di masyarakat.
Keluarga juga merupakan sistem terbuka sehingga dipengaruhi oleh supra
sistemnya yaitu lingkungannya, lingkungannya disini adalah masyarakat dan
sebaliknya sebagai subsistem dari lingkungan (masyarakat). Oleh karena itu
betapa pentingnnya peran dan fungsi keluarga membentuk manusia sebagai
anggota masyarakat yang sehat biopskikososial spiritual.
2.4.3. Struktur Keluarga
fungsi keluarga dimasyarakat. Ada beberapa struktur keluarga yang ada di
Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah :
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.
b. Matrilineal
disusun melalui jalur ibu.
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ayah.
30
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan dengan suami atau istri.
2.4.4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga adalah ukuran dari bagaimana sebuah keluarga beroperasi
sebagai unit dan bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain. Hal ini
mencerminkan gaya pengasuh, konflik keluarga, dan kualitas hubungan keluarga.
Fungsi keluarga mempengaruhi kapasitas kesehatan dan kesejahteraan seluruh
anggota keluarga (Families, 2010).
Menurut Wirdhana et al., (2013) terdapat 8 fungsi keluarga dan berikut
penjelasannya :
menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai agama,
sehingga bisa menjadi insan-insan yang agamis, berakhlak baik dengan
keimanan dan ketakwaan yang kuat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Fungsi Sosial Budaya
anggota keluarganya dalam mengembangkan kekayaan sosial budaya bangsa
yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.
31
Fungsi keluarga dalam memberikan landasan yang kokoh terhadap
hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anak-anaknya, anak dengan
anak, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi
tempat utama berseminya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir batin.
d. Fungsi Perlindungan
menumbuhkan rasa aman dan tentram berlindung keluarganya dalam
menumbuhkan rasa aman dan tentram serta kehangatan bagi setiap anggota
keluarganya.
Fungsi keluarga dalam memberikan peran dan arahan kepada
keluarganya dalam mendidik keturunannya sehingga dapat menyesuaikan
kehidupannya di masa mendatang.
keluarga.
Menurut Friedman, (2010) pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas
pokok sebagai berikut :
2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
32
kedudukannya masing-masing.
7. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.
2.4.6. Ciri-ciri Keluarga
1) Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan
perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
3) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (Nomen Clatur) termasuk
perhitungan garis keturunan.
anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan
dan membesarkan anak.
5) Keluarga merupakan tempat tinggal bersama rumah atau rumah tangga.
2.4.7. Tipe Keluarga
berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe
keluarga berkembang mengikutinya agar dapat mengupayakan peran serta
keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu mengetahui
33
digolongkan sebagai tipe keluarga tradisional dan non tradisional.
Menurut Fatimah, (2010) menjelaskan tipe-tipe keluarga sebagai berikut :
A. Keluarga tradisional
1. Keluarga inti, yaitu terdiri dari suami, istri dan anak. Biasanya keluarga
yang melakukan perkawinan pertama atau keluarga dengan orangtua
campur atau orang tua tiri.
2. Pasangan istri, terdiri dari suami dan istri saja tanpa anak, atau tidak ada
anak yang tinggal bersama mereka. Biasanya keluarga dengan karier
tunggal atau karier keduanya.
3. Keluarga dengan orang tua tunggal, biasanya sebagai konsekuensi dari
perceraian.
5. Keluarga besar, terdiri dari keluarga inti dan orang-orang yang
berhubungan.
6. Pasangan usia lanjut, keluarga inti dimana suami istri sudah tua anak-
anaknya sudah berpisah.
B. Keluarga non tradisional
1. Keluarga dengan orang tua beranak tanpa menikah, biasanya ibu dan
anak.
2. Pasangan yang memiliki anak tapi tidak menikah, didasarkan pada
hukum tertentu.
34
4. Keluarga gay atau lesbian, orang-orang berjenis kelamin yang sama
hidup bersama sebagai pasangan menikah.
5. Keluarga komuni, keluarga yang terdiri dari lebih satu pasangan
monogamy dengan anak-anak secara bersama menggunakan fasilitas,
sumber yang sama.
Anggraeni, 2013). Terkait dengan tujuan dari penelitian ini yaitu “Bagaimana
Pengalaman Keluarga Pasien Menggunakan Bahasa Daerah Selama di Rawat di
Rumah Sakit” maka peneliti memilih metode penelitian deskriptif dengan desain
fenomologi agar dapat mengeksplorasi, memotret dan mencoba menggali
pengalaman hidup manusia baik sutuasi sosial yang akan diteliti secara
menyeluruh luas dan mendalam sehingga adanya pemahaman terkait pengalaman
keluarga pasien akan penggunaan bahasa daerah di rumah sakit.
Pengumpulan data dalam penelitian ini juga diperoleh dengan melakukan
wawancara mendalam (in depth interview). Wawancara mendalam bersifat
informal dan fleksibel yang dimana mengikuti kondisi dan situasi partisipan.
Wawancara mendalam ini dilakukan untuk mendapatkan secara detail informasi
terkait fenomena tentang tujuan yang akan diteliti oleh peneliti. Wawancara ini
juga bertujuan untuk mendapatkan informasi atau suatu yang tidak pernah atau
belum terlihat. Oleh karena itu, fokus utama dalam penelitian ini adalah untuk
36
penggunaan bahasa daerah di rumah sakit.
3.2. Partisipan
Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 5 orang. Kelima partisipan
tersebut telah memenuhi kriteria partisipan dalam penelitian ini pernah melakukan
pengobatan di rumah sakit. Kelima partisipan tersebut terdiri dari 5 keluarga
pasien yang menjaga pasien di rumah sakit.
Partisipan yang dimaksud merupakan bagian dari karakteristik yang
dimiliki oleh populasi, karena pada analisis penelitian ditentukan berdasarkan data
yang terdapat pada sampel sehingga sangat penting memilih sampel yang
representatif dengan populasinya. Untuk itu dalam pengambilan partisipan,
peneliti menggunakan teknik Snowball sampling. Snowball sampling merupakan
suatu metode yang dilakukan untuk mengidentifikasi, memilih dan mengambil
sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus adanya
hubungan saling berkaitan langsung atau tidak langsung sampai didapatkan
informasi yang akurat untuk dianalisis dan ditarik kesimpulannya, pengambilan
sampel ini dilakukan hingga mencapai saturasi data (Neuman, 2003 dalam
Nurdiana, 2014).
Adapun kriteria partisipan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1.) Keluarga yang pernah menjaga pasien selama di rawat dirumah sakit
2.) Mampu berkomunikasi efektif dalam menceritakan pengalamannya
3.) Mampu menggunakan bahasa daerah dirumah sakit saat berinteraksi
dengan perawat
3.3.1. Lokasi penelitian
Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.
3.3.2. Waktu penelitian
3.4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data di mulai dari peneliti mendapatkan izin dari Dekan
Fakiltas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan memperoleh Etichal
Clearance dari komisi Etik penelitian. Kemudian peneliti juga harus mendapatkan
izin penelitian dari kantor lurah kecamatan Medan Baru tersebut. Setelah peneliti
mendapatkan izin penelitian dari Fakultas keperawatan Universitas Sumatera
Utara dan kantor lurah kecamatan Medan Baru. Maka peneliti akan melakukan
pendekatan kepada partisipan sekitae 1-2 kali untuk meningkatkan hubungan
saling percaya dengan cara memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan
38
persetujuan bahwasannya bersedia menjadi responden penelitian.
Setelah partisipan sudah menandatangai informed consent maka peneliti
akan melakukan pilot study terhadap partisipan yaitu pasien atau keluarga yang
pernah dirawat di rumah sakit sesuai dengan panduan wawancara. Pilot study ini
merupakan tahap awal yang dilakukan sebagai bentuk persiapan penelitian
kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui apakah peneliti sudah cukup layak
untuk melakukan penelitian. Setelah peneliti melakukan pilot study maka tahap
selanjutnya yaitu melakukan wawancara mendalam, yang dimana ada beberapa
hal yang harus diperhatikan oleh peneliti yaitu menyesuaikan intonasi suara saat
berbicara, kecepatan dalam berbicara, melakukan kontak mata, memberikan
waktu kepada responden untuk berbicara, menerima pendapat responden,
mengarahkan responden agar memberikan jawaban sesuai dengan pernyataan, dan
menerikan pernyataan yang mudah untuk dipahami oleh responden.
Namun sebelum melakukan wawancara mendalam kepada partisipan,
terlebih dahulu peneliti melakukan pertemuan kurang lebih 1-2 kali guna untuk
meningkatkan hubungan saling percaya antara peneliti dan partisipan dengan cara
memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang
dilakukan. Apabila calon partisipan bersedia menjadi partisipan dalam penelitian
ini, maka peneliti memberikan informed consent untuk ditanda tangani sebagai
bukti persetujuan bersedia menjadi partisipan, selanjutnya peneliti memberikan
39
sebenarnya.
melakukan wawancara maka proses tanya jawab dengan partisipan diberikan 30
menit selama satu kali pertemuan dengan menggunakan prosedur panduan
wawancara yang telah disediakan guna untuk menghindari terjadinya kegagalan
dalam melakukan wawancara seperti keheningan dan partisipan merasa bosan.
Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan rekaman sebagai bukti
semua percakapan untuk menghindari ketinggalan informasi dan menggunakan
catatan kecil untuk mencatat poin-poin pentingnya (Polit & Back, 2012). Apabila
waktu telah habis maka peneliti memeriksa kembali terkait hal yang tidak
dipahami ataupun kurang jelas dengan cara melakukan wawancara ulang
(Sugiyono, 2013).
hasil wawancara sampai selesai melakukan wawancara dengan partisipan
demikian wawancara dengan partisipan selanjutnya. Pengumpulan data dilakukan
sampai selesai saturasi data yang dimana wawancara selesai ketika tidak
menemukan informasi terbaru (Sugiyono, 2013).
3.5. Instrumen Penelitian
dalam penelitian ini ialah peneliti itu sendiri (Tracy, 2013). Instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua bagian. Instrumen pertama
40
terdiri dari beberapa daftar pertanyaan Kuesioner Data Demografi (KKD) yang
berupa inisial nama, jenis kelamin, suku, usia, agama. Instrumen kedua
merupakan panduan wawancara yang terdiri dari 5 pertanyaan terbuka yang
dibuat sendiri oleh peneliti dan ditanyakan secara langsung kepada partisipan saat
melakukan wawancara mendalam. Tujuan adanya panduan wawancara ini ialah
untuk menggali informasi secara mendalam terkait pengalaman dan perspektif
partisipan yang pernah di rawat di rumah sakit yang menggunakan komunikasi
dengan bahasa daerah.
3.6. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian kualitatif ini akan dilakukan sejak sebelum
data yang diperoleh dari lapangan. Data yang diterima perlu dicatat kembali
secara teliti, sebab semakin lama peneliti dilapangan maka jumlah data yang
diterima akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera
dilakukan analisa data dengan cara merangkum, memilih dan mengkategorikan
poin-poin penting dari wawancara. Untuk itu proses analisa data yang dapat
dilakukan setiap kali peneliti telah melakukan wawancara, maka peneliti langsung
membuat transkip data dan membuat analisa data.
Berikut proses dalam analisa data antara lain menurut Colaizzi (Polit &
Back, 2010):
1. Peneliti mendengarkan isi rekaman yang di ucapkan oleh partisipan dan
mengetik semua transkip wawancara yang telah disampaikan oleh
partisipan dan mengetik semua transkip wawancara yang telah
41
gambaran dari konsep penelitiannya.
2. Membaca kembali seluruh hasil transkip wawancara dan mengutip poin-
poin penting seperti pernyataan yang bermakna atau bermanfaat dari
semua partisipan sesuai dengan tujuan khusus penelitian dan memberikan
garis penanda terhadap pernyataan yang signifikan.
3. Peneliti menguraikan setiap arti dari pernyataan signifikan.
4. Peneliti mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang terumuskan
kedalam kelompok tema, membaca kembali kategori tema dan melihat
persamaan serta membandingkan kategori-kategori tersebut, dan pada
akhirnya mengelompokkan kategori yang serupa ke dalam sub tema dan
tema.
5. Menuliskan deskriptif yang lengkap. Peneliti peneliti merangkai tema yang
ditemukan selama proses analisa data dan menuliskannya menjadi sebuah
deskripsi dalam bentuk hasil penelitian.
6. Peneliti mendatangi kembali partisipan untuk melakukan validasi deskripsi
hasil analisis terakhir dan membacakan kisi-kisi hasil analisa data tersebut,
guna untuk mengetahui apakah gambaran tema yang diperoleh sebagai
hasil penelitian sesuai dengan keadaan yang dialami oleh partisipan.
3.7. Tingkat Keabsahan Data
interbal) dengan menggunakan metode prolonged engagement. Dalam menguji
tingkat keabsahan data, peneliti menekankan pada uji kredibilitas yang dilakukan
42
tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan melakukan
member check (Sugiyono, 2013).
Perpanjangan tangan ini difokuskan terhadap data yang sudah diperoleh
peneliti dari partisipan, setelah dicek kembali dan data dinyatakan benar
maka data disebut kredibel.
dengan mengecek kembali data-data yang telah disajikan.
c. Tringulasi, dimana data di cek kembali dari berbagai sumber dengan
berbagai cara.
d. Analisis kasus negatif, kegiatan untuk mencek apakah data tersebut
berbeda atau tidak, sejauh yang peneliti analisa terhadap kasus negatif ini
secara subtantif sangat kecil atau lemah maka data yang diperoleh
dinyatakan kredibel.
dengan menemui kembali partisipan setelah merangkum dan
mendeskripsikan data-data yang telah diberikan dan dapat dengan diskusi
sesama teman sejawat terkait data yang diperoleh.
43
Uji keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan agar mendapatkan data
yang benar-benar valid. Teknik keabsahan penelitian ini menggunakan bahan
referensi yang merupakan pendukung dalam menyatakan data yang telah
ditemukan oleh peneliti. Dalam melakukan wawancara mendalam terkait 5 item
pertanyaan yang akan di tanya langsung kepada partisipan, peneliti menggunakan
alat rekaman sebagai bukti pendukung. Data terkait interaksi yang dilakukan atau
gambaran keadaan dalam wawancara, peneliti menggunakan kamera sebagai alat
pendukung untuk menghasilkan foto-foto. Alat-alat pendukung tersebut sangat
dibutuhkan dalam penelitian ini dan sebagai bukti yang mendukung kredibilitas
data yang telah ditemukan oleh peneliti (Sugiyono, 2013).
3.8. Pertimbangan Etik
ethical clearance dari komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mencari
partisipan yang bersedia sebagai sumber data berdasarkan kriteria, dan apabila
sudah bertemu dengan partisipan terlebih dahulu peneliti membina hubungan
saling percaya dan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan. Setelah dijelaskan, bagi partisipan yang bersedia untuk diteliti maka
peneliti menyerahkan lembar persetujuan (Informed Consent) untuk
ditandatangani sebagai bukti telah berpartisipasi sebagai partisipan dalam
penelitian ini.
Apabila tidak bersedia untuk diteliti, partisipan memiliki hak untuk
menolak keikut sertaan dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan memaksa
dan tetap menghargai hak partisipan (Autonomy). Kerahasiaan partisipan
(Confidentiality)akan tetap terjaga dengan tidak akan mencantumkan nama
partisipan. Selain itu, semua data dan informasi yang telah terkumpul dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti. Selama melakukan penelitian, peneliti harus
memperhatikan keadaan partisipan (nonmaleficiency) seperti merasa tidak
nyaman, lelah dan bosan selama dilakukannya wawancara, maka peneliti harus
dan akan dilanjutkan kembali lagi wawancara sesuai kesepakatan bersama
memberitahukan hak partisipan untuk memilih waktu mempertimbangkan prinsip
etik yaitu : Prinsip keadilan (Justice), prinsip menghargai hak asasi manusia dan
prinsip manfaat (Nursalam, 2009).
sama tanpa melibatkan latar belakang responden saat terlibat dalam penelitian,
peneliti juga harus memiliki prinsip menghormati hak asasi manusia baik
ikut/tidak ikutnya sebagai subjek penelitian, dan peneliti harus menerapkan
prinsip manfaat yaitu peneliti harus menghindari keadaan yang tidak
menguntungkan serta memperkirakan keuntungan dan resiko yang dapat
berdampak pada subjek penelitian.
Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana
pengalaman keluarga pasien akan penggunaan bahasa daerah di rumah sakit. Hasil
penelitian ini, peneliti menemukan 5 tema yang merupakan gambaran terkait
bagaimana pengalaman keluarga pasien menggunakan bahasa daerah selama di
rawat di rumah sakit. Pada hasil penelitian yang akan di bahas mencakup 2 hal
yakni karakteristik partisipan dan tema hasil analisa data penelitian.
4.1.1. Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini merupakan pasien atau keluarga pasien
yang pernah di rawat di rumah sakit. Peneliti menggunakan sebanyak 5 orang.
Kelima partisipan tersebut merupakan rekomendasi dari beberapa partisipan
lainnya yang memenuhi kriteria penelitian dan telah bersedia menjadi partisipan
dengan mengisi formulir yang peneliti bagi sebelum dilakukannya wawancara.
Kelima partisipan yang peneliti gunakan berusia antara 30-50 tahun. Di antara
partisipan terdapat 5 partisipan dengan jenis kelamin wanita. Dari kelima
partisipan tersebut, terdapat 5 partisipan yang berbeda agama 3 partisipan
beragama islam dan 2 partisipan beragama Kristen protestan, dimana diantara 5
partisipan yang peneliti gunakan terdapat 2 partisipan merupakan suku batak
mandailiing dan 1 partisipan merupakan suku batak toba dan 1 partisipan
merupakan batak karo dan partisipan 1 nya lagi merupakan suku jawa. Kelima
46
pasien diantaranya merupakan yang pernah merawat atau menjaga pasien yang
pernah di rawat di rumah sakit dan sudah memiliki pengalaman di rumah sakit
dengan berkomunikasi menggunakan bahasa daerah antara perawat dan
pasiennya.
Rawat di Rumah Sakit
peneliti mendapatkan 5 tema terkait pengalaman keluarga pasien menggunakan
bahasa daerah selama di rawat di rumah sakit. Adapun kelima tema tersebut,
antara lain: (1) Persepsi Komunikasi Pasien dan Keluarga; (2) Komunikasi Bahasa
Daerah Membangun Rasa Saling Percaya; (3) Hambatan komunikasi; (4) Manfaat
Komunikasi Menggunakan Bahasa Daerah; (5) Harapan Pasien dan Keluarga
Terhadap Perawat.
Komunikasi merupakan suatu proses pemindahan informasi dari satu atau
sekelompok orang kepada satu atau sekelompok orang lain dengan menggunakan
simbol simbol tertentu sehingga memberikan suatu pengaruh. Komunikasi
menjadi salah satu faktor penentu mutu pelayanan di rumah sakit dan kepuasan
pasien merupakan salah satu indikator pelayanan yang bermutu. Beberapa
informan mengungkapkan bahwa komunikasi menggunakan bahasa daerah berupa
suatu proses pertukaran informasi dengan menggunakan bahasa daerah antara satu
orang atau lebih. Hal ini menunjukkan gambaran pengetahuan pasien dan keluarga
mengenai komunikasi menggunakan bahasa daerah.
48
ini :
“Hmm komunikasi kalau yang menggunakan bahasa daerah itu menurut
pandangan kakak adalah hubungan dua arah atau pun minsalnya seperti kita
yang berbicara dengan seseorang atau pun dengan beberapa orang
menggunakan bahasa daerah untuk bertukar pikiran atau pun bisa secara lisan
tadi atau pun secara verbal tulis menulis gitu”
(Partisipan 2)
“Menurut ibu komunikasi menggunakan bahasa daerah itu secara ringkasnya
penyampaian informasi atau pesan dari satu pihak ke pihak lainnya dengan
menggunakan bahasa daerah. Jadi contohnya komunikasi itu ada secara lisan
dan ada yang secara tertulis minsalnya dari surat ataupun pesan suara”
(Partisipan 3)
“Menurut saya komunikasi yaitu sebuah interaksi yang dilakukan antara dua
orang atau lebih untuk menyampaikan pesan atau informasi”
Partisipan 4)
“Kalau menurut saya komunikasi itu suatu proses ketika seseorang atau beberapa
orang kelompok organisasi atau masyarakat menciptakan dan menggunakan
informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain pada umumnya
49
komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal itu saja sih yang saya ketahui
tentang komunikasi dek”
“Yang saya ketahui komunikasi secara umumnya itu kayak transport informasi
pengertian komunikasi itu untuk menyampaikan pesan-pesan kita kepada orang
menurut ibu seperti itu dek dan kalau untuk komunikasi yang menggunakan
bahasa daerah yaitu interaksi antara dua orang atau lebih yang sedang berbicara
dengan menggunakan bahasa daerah”
Di Indonesia terdapat beberapa provinsi yang terpencar dari sabang sampai
merauke, yang masing-masing memiliki rumpun bahasa tersendiri. Indonesia
terdiri dari berbagai suku, budaya, agama dan bahasa daerah, bahasa Indonesia
memiliki kedudukan sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara. Disamping bahasa Indonesia terdapat juga bahasa daerah yang tersebar
diseluruh plosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat Indonesia yang
menggunakan bahasa Indonesia sekaligus bahasa daerah sebagai alat komunikasi
sehari-hari. Bahasa daerah sangat bermanfaat bagi masyarakat pemakainya
terutama sebagai alat komunikasi antar sesamanya sehingga memungkinkan
terjadinya saling pengertian, saling sepakat dan saling membutuhkan dalam
kehidupan.
50
empat dari lima partisipan mengungkapkan bahwa berkomunikasi menggunakan
bahasa daerah dapat meningkatkan hubungan saling percaya antar pasien dan
perawat. Pasien dan keluarga merasa lebih akrab kepada perawat apabila
menggunakan bahasa daerah yang sama, sehingga membuat pasien dan keluarga
lebih terbuka berkomunikasi dengan perawat.
Pernyataan partisipan dapat dikemukakan sebagai berikut :
(Partisipan 1)
“Kalau untuk membangun kepercayaan itu tergantung sama perawatnya kalau
misalnya perawatnya itu masih satu daerah atau kenal dengan kita ya pasti
membangun kepercayaan itu dengan lebih menggunkan bahasa daerah kalau
seandainya sama perawatnya masih belum kenal atau dekat dan belum pernah
berkomunikasi ya pasti lebih menggunakan bahasa Indonesia yang umum lah
gitu, tapi kalau kita udah kenal ya otomatis pasti menggunakan bahasa daerah
kita apalagi dia satu daerah dengan kita apa lagi juga kalau dia itu keluarga kita
gitu. Contohnya menggunakan bahasa daerah itu saat menanyakan juga ini
kapan dokternya datang untuk pemeriksaan gitu kan kalau bahasa daerah batak
mandailing yaitu seperti “andigan ro dokter nai” terus minsalkan lagi yang di
tanyakan kayak infusnya habis gitu kan terus nanti datang memanggil
perawatnya di bilang infusnya habis bahasa daerahnya itu “infus nai habis “
atau “lepas infus nai” itu artinya infusnya lepas gitu, jadi bisanya di ganti gitu
hehe.. biasanya kayak gitu kayak gitu sih yang umum-umum nya saja seperti
51
menanyakan kapan pulang, terus habis itu kalau minsalnya infusnya habis terus
menanyakan kapan dokternya datang dan obatnya ini diminum kayak mana,
berapa kali sehari dan yang di tanya kalau menggunakan bahasa daerah “ piga
kali sadari diminum obat nai“ terus on sesudah makan atau sebelum makan gitu
biasa hanya seperti itu aja sih dek”
(Partisipan 2)
“Ya kalau menjalin hubungan komunikasi itu apalagi kalau membangun rasa
kepercayaan terhadap perawatnya dengan menggunakan bahasa daerah itu pasti
lebih cepat terjalin rasa kepercayaan kita terhadap perawat tersebut, karena
kalau menggunakan bahasa daerah ini lebih keliatan klopnya gitu dan terlihat
lebih akrab macam sudah seperti keluarga sendiri, tapi kalau ada perawatnya
yang masih menggunakan bahasa umum seperti bahasa Indonesia ya saya juga
menjawab sama bahasa yang seperti mereka dek, kalau pas dengan perawat yang
menggunakan bahasa batak toba ya kami menggunakan bahasa daerah kami, tapi
kalau bisa dikasih pilihan antara bahasa batak toba dan bahasa Indonesia ibu
pribadi lebih memilih menggunakan bahasa daerah yaitu batak toba, lebih enak
aja gitu kalau menggunakan bahasa daerah dan lebih terlihat Nampak seperti
kekeluargaannya dan care gitu dek. Kayak gini kan misalnya bahasa daerah
batak toba yaitu“ ka andigan tahe diminum oppung obat on” yang artinya sus
kapan diminum kakek obatnya ? gitu sih dek kalau bahasa batak tobanya terus
ada lagi ni “Hira-hira andigan oppung mulak sian rumah sakit on tahe sus? “
artinya kapan ya sus, kakek pulang dari rumah sakit ini sus. Seperti itu sih
52
daerahnya dek”
(Partisipan 3)
“Kalau menurut saya sendiri saya lebih suka kalau perawatnya menggunakan
bahasa daerah yaitu seperti bahasa jawa, karena disitu saya merasa seperti lebih
dekat dan keliatannya lebih akrab dengan perawatnya. Contohnya kalau pakai
bahasa daerah yaitu menanyakan dokternya itu jam berapa datang hari ini
datang atau tidak gitu contohnya seperti “ jam piro iki dokter e teko, teko opo ora
dokter e dino iki” begitu dek, Terus ada lagi kalau perawatnya memberikan obat
ini diminum kapan saja dan berapa kali diminum dalam sehari gitu contohnya itu
seperti “ iki obate kati di umbe kapan ae sehari iku pirang kali ngumbe obate “
dan ada juga saya bertanya misalkan badan saya sudah mulai sehat dan saya
bertanya kapan saya boleh pulang “ piye iki aku uwes intok mule opo gorong “
begitu”
(Partisipan 4)
“Kalau menurut saya sih engga gitu ya ngga harus menurut ras gitu engga sih ya,
ya namanya perawat kan kita kasih kepercayaan lah yakan kan dia lebih tau juga
keadaan anak kita yang sakit bagaimana karena perawat sudah banya
pengalamannya ketimbang kita yang dirumah walaupun saya selaku orang
tuanya, kita kan taunya terbatas tidak semua kita ketaui”
(Partisipan 5)
“Iya menggunakan bahasa daerah untuk menciptakan kepercayaan karena lebih
dapat rasanya terus lebih paham kalau menggunakan bahasa daerah intinya lebih
ngerti dan lebih memahami lah menurut ibu dek. Misalnya lah ibu tanya tentang
perkembangan hari ini pasti perawatnya bilang selamat pagi ke ibu, terus ibu
menjawabnya oo pagi sus jadi ibu langsung bertanya dengan menggunakan
bahasa daerah yaitu bahasa batak mandailing kan contohnya itu “ sus,
mangsonjia keadaan di oppung on” artinya sudah bagaimana keadaan nenek
terus perawatnya menjawab dengan menggunakan bahasa batak mandailing juga
yaitu contohnya itu “ mang adong ma kan perkembangan ngon natuarian, mang
normal ma suhu badan nai, imia tetap ichek jolo mulak beberapa hari on” terus
perawatnya juga menjawab menggunakan bahasa daerah terus ibu jawab lagi “
o..olo sus, tarimokasih du” artinya itu oo..iya sus, terimakasih sus dan
perawatnya juga bilang “ samo-samo” begitu dek”
3. Hambatan Komunikasi
keluarga pasien dikarenakan adanya perbedaan kultur budaya dan bahasa. Perawat
mengalami kesulitan saat berbicara dengan seseorang yang mempunyai latar
belakang budaya dan bahasa yang berbeda dengan perawat itu sendiri. Adanya
perbedaan bahasa dapat menyebabkan timbulnya kesalahpahaman dalam
menafsirkan informasi yang diberikan.
dengan perawat apabila perawat tidak dapat menggunakan atau mengerti bahasa
daerah yang sama dengan pasien dan keluarga. Ketika pasien tidak mengerti
bahasa yang digunakan oleh perawat, maka informasi yang ingin disampaikan
oleh perawat tidak tersampaikan, pasien juga tidak dapat mengutarakan
keperluannya ke perawat. Ketika hal ini terjadi, hanya keluarga pasien yang dapat
menjadi penghubung komunikasi antara perawat dan pasien. Beberapa keluarga
pasien dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, sehingga perawat
dapat memberikan informasi dan edukasi kesehatan yang diperlukan pasien ke
keluarga pasien.
adanya hambatan komunikasi:
(Partisipan 1)
“Hambatan atau kendala yang dirasakan kalau misalkan kalau untuk yang satu
daerah sebenarnya ngga ada masalah yakan karna kan sama-sama satu daerah
dan saling mengerti cuman ya kalau untuk yang berbeda daerah atau lain daerah
baru ada kendala mungkin dia tidak paham apa maksud kita kadang logat kita
kan kurang paham juga mreka ya jadi kendalanya ya ini misalkan kalau yang
berbeda daerah pasti sama sekali tidak mengerti. Itu sih kendalanyaa dek”
55
(Partisipan 2)
“Kalau hambatan pasti adalah dek karena tidak semua yang dirumah sakit sana
yang tau dan mengerti dengan semua bahasa daerah kan apalagi bahasa daerah
seperti ibu batak toba, lalu apa lagi kalau dengan perawatnya yang tidak
mengerti bahasa daerah contohnya seperti perawatnya datang keruangan oppung
ibu untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan seperti memeriksa TTV, disitu
perawatnya menggunakan bahasa Indonesia dan oppung ibu tidak mengerti
dengan tujuan yang perawat lakukan, saat oppung ibu berbahasa daerah dengan
perawat tersebut nah disitu perawatnya keliatan bingung dengan yang di ucapkan
oppung, nah disitulah terjadinya hambatan antara perawat dan pasiennya karena
perawatnya tidak mengerti dengan bahasa daearah maka perawatnya mencari
teman yang mengerti dengan bahasa daerah tersebut agar terlaksana tindakan
yang akan dilakukan oleh perawat. Gitu sih menurut ibu sudah terjadinya
hambatan antara pasien dan perawatnya, maka dari situ perawat juga harus
mengerti dalam beberapa bahasa karena tidak semua pasien yang mengerti
dengan bahasa daerah apalagi kalau tinggal di perkampungan jauh dari kata
kota”
“Disini karena keseharian saya lebih sering berkomunikasi menggunakan bahasa
jawa dengan keluarga dan yang lainnya jadi saya lebih suka berkomunikasi
dengan perawat menggunakan bahasa jawa, akan tetapi kan tidak semua perawat
dirumah sakit bisa berbahasa jawa, maka disitu saya seperti merasa terhambat
56
dan juga merasakan kesulitan karena saat saya memerlukan bantuan saya
langsung reflek atau sepontan menggunakan bahasa jawa terkadang perawatnya
itu tidak terlalu mengerti dengan apa yang saya maksud, karena kan keseharian
saya lebih menggunakan bahasa jawa”
(Partisipan 4)
“Menurut saya tidak ada hambatan ataupun kendala sih terkait kalau
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah apa lagi kalau sama-sama
mengerti terhadap bahasa kita sendiri, kecuali yang perawatnya sama sekali
tidak bisa berbahasa karo itu otomatis pasti ada hambatan ataupun kendala
karna berbeda pendapat sama apa yang kita tuju gitu tapi kalau sama-sama
menggunakan bahasa karo itu sama sekali tidak ada hambatan sedikit pun malah
lebih sama-sama enak”
(Partisipan 5)
“Menurut ibu tidak ada hambatan sih kalau yang sama-sama satu daerah
otomatis sudah mengerti dengan bahasa daerahnya, tapi ada juga beberapa
perawat yang tidak pande berbahasa daerah kami jadi kayak mau melakukan
tindakan itu jadi kami susah memahaminya dia mau melakukan tindakan apa dan
kami juga tidak mengerti jadi perawatnya ini harus nyari temannya lagi yang bisa
mengerti dengan bahasa daerah kami kayak gitu dek”
57
Komunikasi yang diterapkan oleh perawat dalam berhubungan dengan
pasien untuk meningkatkan rasa saling percaya, dan apabila tidak diterapkan akan
mengganggu hubungan terapeutik yang berdampak pada ketidakpuasan pasien.
Pasien akan merasa puas ketika kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya
sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan
kecewa pasien yang akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan tidak sesuai
dengan harapannya.
terencana dan melakukan hubungan interpersonal yang terarah yang fokus pada
pasien. Komunikasi transkular atau lazimnya disebut komunikasi lintas-budaya
mencakup faktor-faktor tertentu yang harus dipertimbangkan ketika perawat
berinteraksi dengan pasien dan anggota keluarga mereka dari latar belakang
budaya yang berbeda dari mereka sendiri, ini melibatkan lebih dari hanya
komunikasi lisan dan tertulis. Isyarat nonverbal memainkan peran penting dalam
menyampaikan pesan, dan ini dapat bervariasi antara budaya yang berbeda.
Memahami isyarat komunikasi tersebut artinya pengetahuan dan perawatan
transkultural menjadi penting bagi perawat agar mereka menjadi lebih sensitif
terhadap kebudayaan pasien yang berasal dari berbagai budaya terutama karena
masyarakat menjadi semakin global dan kompleks.
58
kelima partisipan mengungkapkan bahwa adanya manfaat berkomunikasi
menggunakan bahasa daerah. Adapun beberapa manfaat yang di sampaikan oleh
partisipan yaitu: berkomunikasi dengan bahasa daerah terasa lebih akrab dan
percaya dengan perawat; lebih mudah dipahami; persamaan suku bahasa menjadi
penentu dalam berkomunikasi menggunakan bahasa daerah dan berkomunikasi
menggunakan bahasa daerah antara perawat, pasien dan keluarga pasien; perawat
yang menggunakan bahasa daerah lebih disukai oleh pasien dan keluarga;
berkomunikasi menggunakan bahasa daerah dapat mempermudah komunikasi
dalam masa perawatan.
Berikut pernyataan partisipan:
(Partisipan 1)
“Menurut kakak ya manfaatnya pasti ada yaitu jadinya pasien dan perawatnya
keliatan lebih akrab terus lebih semangat dan lebih terjalin hubungan
kepercayaannya, jadi apalagikan kalau misalkan pasiennya itu datangnya dari
perkampungan kan, dia pun ingin ada yang bisa mengerti dengan bahasanya.
Teruatama yang sama-sama menggunakan bahasa daerah batak mandailing jadi
kecemasaan pasien tersebut ketika dirawat itu lebih berkurang, dan merasa puas
dengan pelayanannya intinya manfaatnya adalah timbulnya kepercayaan,
keakraban”
59
(Partisipan 2)
“Manfaatnya udah pasti tentu adalah dek, karena komunikasi bahasa daerah itu
pasti ada manfaatnya apalagi untuk orang yang tidak bisa berbahasa Indonesia
salah satunya sih lebih mempermudah komunikasi dalam menjalankan perawatan
dan terlihat klop dan akrab kekeluargaannya juga terlihat meski pun suku
berbeda tapi mereka tau bahasa tersebut ya pastinya lebih enak gitu dan lebih
care menurut ibu dek, okelah kita lebih mengerti bahasa Indonesia dan semua
orang lebih memahami jika berbahasa Indonesia, ya ada juga baiknya kalau kita
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah yang memang bisa membuat
komunikasi kita dengan mereka lebih terjalinnya kedekatan dan rasa kepercayaan
apalagi di rumah sakit kan lebih menjaga pasien dan membuat pasien tersebut
sembuh dan merasa puas pokoknya bangkitlah dari penyakitnya itu”
(Partisipan 3)
“Manfaatnya menurut saya sudah pasti ada dek, karena untuk lebih memudahkan
saat berkomunikasi antara satu dan lainnya apabila saya memerlukan bantuan
juga perawatnya itu lebih cepat dan tanggap dia terhadap saya, karena juga dia
sudah mengerti dengan bahasa daerah yang sayaa gunakan saat berkomunikasi,
jika saya berada dirumah sakit disekitaran pulau jawa karena disana juga
mayoritasnya kebanyaakan orang jawa jadi saya berkomunikasi dengan perawat
ataupun dengan pasien yang lain itu lebih menggunakan bahasa daerah yaitu
bahasa jawa yaitu juga untuk lebih mempermudahkan saya juga saat
berkomunikasi saya merasa puas dengan pelayanan dirumah sakit ”
60
(Partisipan 4)
“Otomatis sudah pasti ada lo manfaatnya jadi intinya lebih keliatan akrab dan
lebih keliatan dekat dan merasa lebih diperhatikan gitu kalau berbicara
menggunakan bahasa daerah dan saya lebih suka menggunakan bahasa daerah
dek”
“Manfaatnya itu karena kami komunikasinya sesuai sama bahasa daerah kami
sendiri itu jadi kita lebih mengerti terus lebih semangat lagi untuk menjalani
pengobatannya jadi nenek ibu ini pun karena satu bahasa ngerti dia kan jadi
lebih semangat asik bercerita sama perawatnya seperti ada kepuasan tersendiri
apalagi kan nenek ibu ini di kampung itu lebih cenderung menggunakan bahasa
daerah gitu jadi kalau pakai bahasa Indonesia dia itu terkadang tidak mengerti
sama sekali kadang dek, kadang dia cuman tau iya dan tidak jadi kalau sama
perawatnya yang satu suku itu dia senang kali dek jadi lebih keliatan semangat
dek”
Harapan merupakan sesuatu yang dapat dibentuk dan dapat digunakan
sebagai langkah untuk perubahan. Perubahan yang menguntungkan dapat
menyebabkan individu mencapai hidup yang lebih baik. Setiap individu memiliki
kemampuan untuk membentuk harapan karena mereka memiliki komponen dasar
dalam kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menghasilkan pemikiran-
61
harapan tersebut membutuhkan pembentukan dan pemeliharaan kekuatan pribadi
dalam konteks hubungan yang suportif/saling membantu (Snyder, 1994).
Pada prinsipnya, definisi kualitas pelayanan perawat berfokus pada upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasien, serta ketepatan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan pasien dalam mewujudkan kepuasan pasien.
Sehingga kualitas produk (baik barang atau jasa) berkontribusi besar pada
kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2007). Implikasinya, baik buruknya kualitas
pelayanan perawat tergantung kepada penyedia pelayanan atau pihak rumah sakit
dalam memenuhi harapan pasiennya secara konsisten. Bila kinerja sama dengan
harapan maka pasien akan puas, bila kinerja melebihi harapan, pasien akan senang
atau bahagia, namun bila kinerja lebih rendah dari pada harapan, maka pasien
akan merasa tidak puas. Pasien yang menilai layanan keperawatan sebagai
layanan yang tidak memuaskan dapat merasa kecewa karena harapannya terhadap
layanan yang seharusnya diterima tidak terpenuhi. Dengan kata lain kualitas
pelayanan perawat yang baik atau positif diperoleh bila kualitas yang dialami
memenuhi harapan pasien, bila harapan pasien tidak realistis, maka kualitas
pelayanan perawat dipandang rendah oleh pasien.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada kelima partisipan,
adapun harapan yang diungkapkan oleh partisipan yaitu Perawat juga harus
mengerti beberapa bahasa daerah karena tidak semua pasien mengerti bahasa
Indonesia dengan baik; Pasien dan keluarga berharap perawat dapat menggunakan
beberapa bahasa daerah; Pasien dan keluarga berharap perawat dapat
62
membina keakraban dengan pasien.
(Partisipan 2)
“Perawat juga harus mengerti dalam beberapa bahasa karena tidak semua
pasien yang mengerti dengan bahasa daerah apalagi kalau tinggal di
perkampungan jauh dari kata kota. ya harapannya semoga perawat harus
mengetahui beberapa bahasa, apa lagi kalau pasiennya sudah tua yang
berumuran seperti 60 atau selebihnya pasti mereka lebih senang itu kalau
menggunakan bahasa daerah lebih keliatan masuk dan akrab jadi pada pasien
tersebut engga memilih-milih yang mana perawat yang tau nih, bahasa daerah,
tau nih bahasa batak toba gitu jadi orang itu tidak memilih-milih gitu sih dek
hehe kalau bisa ya di tingkatkan lah komunikasinya dengan menggunakan
bahasa daerah, memang perawat dirumah sakit tidak langsung menetap dirumah
sakit tersebut, tapi setidaknya kuasailah beberapa bahasa untuk lebih
mempermudah dalam memulihankan pasien”
(Partisipan 3)
“Pendapat saya ya tidak semuanya memang bisa berbahasa jawa tapi kalau yang
bisa berbahasa jawa itu ya saya lebih suka, mungkin bukan diskriminasi atau
apa cuman karena saya orang jawa ya pasti kalau disuruh memilih pun pasti
inginnya yang merawat saya ya juga pande berbahasa jawa seperti saya,
ataupun komunikasi nya itu sama bahasanya pun seperti nyambung gitu, jadi
63
pendapat saya ya seharusnya walaupun tidak satu daerah atau tidak satu
kampung, tidak satu suku bangsa dirumah sakit ini, maunya seorang perawat
mampu untuk mengenali ataupun mempelajari beberapa bahasa untuk membina
kepercayaan ataupun membina keakraban bersama dengan pasien”
64
Application of Colaizzi’s Method
Perumusan makna Klaster Tema Tema
1. Komunikasi dua arah antara dua orang atau lebih menggunakan bahasa daerah untuk
saling bertukar pikiran dengan cara lisan atau tulisan
2. Penyampaian informasi menggunakan bahasa daerah dari pihak satu ke pihak lainnya
3. Contohnya komunikasi secara lisan, secara tertulis (surat) atau pun pesan suara
4. Interaksi yang dilakukan antara dua orang atau lebih untuk menyampaikan pesan atau
informasi
5. Suatu proses bertukar informasi agar dapat terhubung dengan lingkungan dan orang lain
6. Komunikasi dilakukan pada umumnya secara lisan atau verbal
7. Penyampaian informasi antara dua orang atau lebih dengan menggunakan bahasa daerah
Persepsi pasien dan keluarga
Pasien dan Keluarga
8. Membangun kepercayaan antara perawat dan pasien yang satu daerah dengan cara
berkomunikasi menggunakan bahasa daerah
9. Membangun kepercayaan antara perawat dan pasien yang beda daerah dengan cara
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia
13. Menyukai perawat yang berkomunikasi menggunakan bahasa daerah serta merasa lebih
dekat dan akrab dengan perawat
33. Penggunaan bahasa daerah menentukan kedekatan antara perawat dan pasien atau
keluarga
Efektivitas membangun kepercayaan
dengan berkomunikasi menggunakan
Saling Percaya
17. Kendala yang dirasakan apabila berbeda bahasa atau lain daerah komunikasi menjadi
tidak saling mengerti
18. Perawat tidak mengerti dengan bahasa daerah pasien menjadi hambatan saat ingin
melakukan tindakan
20. Perbedaan bahasa pasien dan keluarga dengan perawat menjadi hambatan
22. Komunikasi terhambat apabila perawat tidak bisa menggunakan bahasa daerah
23. Perawat tidak mengerti dengan bahasa daerah pasien menjadi hambatan saat ingin
Kendala yang dirasakan pasien dan
keluarga saat berkomunikasi dengan
menimbulkan rasa saling percaya
40. Berkomunikasi menggunakan bahasa daerah dengan perawat menciptakan hubungan
saling percaya dan juga meningkatkan rasa kepuasan bagi pasien dan keluarga
11. Berkomunikasi dengan bahasa daerah terasa lebih akrab
16. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah lebih mudah dipahami
21. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah tidak menjadi hambatan
24. Persamaan suku bahasa menjadi penentu dalam berkomunikasi menggunakan bahasa
daerah dan berkomunikasi menggunakan bahasa daerah antara perawat, pasien dan keluarga
pasien
25. Berkomunikasi menggunakan bahasa daerah lebih terasa akrab dan percaya dengan
perawat
pasien merasa lebih tenang dan semangat untuk sembuh
27. Perawat yang menggunakan bahasa daerah lebih disukai oleh pasien dan keluarga
28. Penggunaan bahasa daerah menentukan kedekatan antara perawat dan pasien atau
keluarga
30. Perawat yang bisa menggunakan bahasa daerah lebih disukai oleh pasien dan keluarga
32. Menggunakan bahasa daerah antara pasien dan perawat untuk berkomunikasi
berdampak lebih akrab dan saling percaya
35. Berkomunikasi menggunakan bahasa daerah dapat mempermudah komunikasi dalam
masa perawatan
dengan pasien
38. Komunikasi menggunakan bahasa daerah menjalin kedekatan dan merasa lebih
deiperhatikan
41. Berkomunikasi menggunakan bahasa daerah antara perawat dengan pasien, dapat
memberikan rasa semangat dan kepuasan bagian pasien dan keluarga
Manfaat menggunakan bahasa daerah Manfaat Komunikasi
Menggunakan Bahasa
Daerah
66
19. Perawat juga harus mengerti beberapa bahasa daerah karena tidak semua pasien
mengerti bahasa Indonesia dengan baik
29. Pasien dan keluarga berharap perawat dapat menggunakan beberapa bahasa daerah
31. Pasien dan keluarga berharap perawat dapat menggunakan beberapa bahasa daerah
untuk membina kepercayaan ataupun membina keakraban dengan pasien
Harapan pasien kedepannya kepada
hubungan antara perawat dengan pasien. Salah satu komunikasi yang digunakan
dalam pelayanan keperawatan adalah komunikasi menggunakan bahasa daerah.
Penggunaan bahasa daerah sering menjadi komunikasi yang efektif anatara
perawat dan pasien. Bahasa daerah sangat bermanfaat untuk masyarakat yang
menggunakan terutama sebagai alat komunikasi antar sesamanya sehingga
memungkinkan saling pengertian, saling sepakat dan saling membutuhkan dalam
kehidupan. Selain itu bahasa daerah juga di gunakan sebagai alat komunikasi
antar suku dalam suasana informal untuk menunjukan penghargaan atau rasa
hormat, rasa akrab terhadap lawan bicara yang berasal dari daerah yang sama.
(Maryam, 2016).
memiliki cara, bentuk, dan strategi komunikasi yang berbeda-beda. Perbedaan
komunikasi ini tidak terlepas dari perbedaan budaya, suku bangsa, perkembangan
hidup, jenis kelamin, status ekonomi, ataupun pekerjaan. Hal ini sudah pasti
berlaku juga dalam praktik keperawatan. Perawat sangat dituntut memiliki sikap
dan perilaku yang berintegritas dalam berkomunikasi serta terampil dalam
menyampaikan pesan komunikasinya, baik yang berkenaan dengan tindakan
medical keperawatan maupun aktivitasnya sehari-hari selaku makhluk sosial.
Peneliti mendapatkan 5 tema yang berhubungan dengan pengalaman keluarga
pasien akan penggunaan bahasa daerah di rumah sakit. Berdasarkan hasil
68
penelitian, peneliti akan membahas tiap-tiap tema yang telah ditemukan pada hasil
penelitian tersebut.
Dari hasil wawancara dengan partisipan. Beberapa informan
mengungkapkan bahwa komunikasi menggunakan bahasa daerah berupa suatu
proses pertukaran informasi dengan menggunakan bahasa daerah antara satu
orang atau lebih. Hal ini menunjukkan gambaran pengetahua