pengalaman belajar lapangan - universitas...

41
1 Pengalaman Belajar Lapangan KOLANGITIS AKUT Disusun oleh: I Gusti Ayu Made Dewi Tusiantari (1102005114) I Kadek Herry Dwipayana (1102005126) Pembimbing: dr. Gede Somayana, Sp.PD DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH 2016

Upload: others

Post on 26-May-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

1

Pengalaman Belajar Lapangan

KOLANGITIS AKUT

Disusun oleh:

I Gusti Ayu Made Dewi Tusiantari (1102005114)

I Kadek Herry Dwipayana (1102005126)

Pembimbing:

dr. Gede Somayana, Sp.PD

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH

2016

Page 2: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kasus Pengalaman

Belajar Lapangan (PBL) yang berjudul “Kolangitis Akut” ini tepat pada

waktunya. Kasus PBL ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik

Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan

maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD - KHOM selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah.

2. dr. Made Susila Utama, Sp.PD-KPTI selaku Koordinator Pendidikan

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah.

3. dr. Gede Somayana, Sp.PD, selaku dosen pembimbing atas segala

bimbingan, saran-saran dan bantuan dalam penyusunan kasus PBL ini.

4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan kasus PBL ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa kasus PBL ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat

penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis

mengharapkan semoga kasus PBL ini dapat bermanfaat di bidang ilmu

pengetahuan dan kedokteran.

Denpasar, November 2016

Penulis

Page 3: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

3

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi 2

2.2 Anatomi.............................................................................................. 2

2.3 Epidemiologi 3

2.4 Etiologi 4

2.5 Faktor Resiko........................................................................................... 5

2.6 Patofisiologi 6

2.7 Diagnosis 7

2.8 Pemeriksaan Penunjang 8

2.9 Penatalaksanaan 11

BAB III LAPORAN KASUS 16

BAB IV PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN 28

BAB V KESIMPULAN 36

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 4: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

4

BAB I

PENDAHULUAN

Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, ikterus,

dan nyeri perut kanan atas yang berkembang sebagai akibat dari sumbatan dan

infeksi di saluran empedu. Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi

saluran bilier dan pertumbuhan bakteri dalam empedu. Penyebab paling sering

obstruksi bilier adalah koledokolitiasis.1 Penyakit ini perlu diwaspadai karena

insiden batu empedu di Asia Tenggara cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit

ini untuk terjadi pada pasien berusia lanjut, yang biasanya memiliki penyakit

penyerta yang lain yang dapat memperburuk kondisi dan mempersulit terapi.2

Prevalensi batu empedu di dunia sekitar 20-35% dan resiko terjadinya

kolangitis akut simtomatik dilaporkan sekitar 0.2%. Kolangitis akut dapat pula

disebabkan adanya batu primer di saluran bilier, keganasan dan striktur.1,3 Proporsi

kasus didiagnosis sebagai berat sesuai dengan kriteria penilaian keparahan pada

Tokyo Guideline 2007 adalah 12,3% atau 23 dari 187 kasus kolangitis akut karena

saluran batu empedu.3

Penyebab paling sering obstruksi bilier adalah koledokolitiasis, stenosis

bilier jinak, striktur anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas.

Koledokolitiasis digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi baru-

baru ini kejadian kolangitis akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sklerosis

kolangitis, dan instrumentasi non-bedah saluran empedu telah meningkat.4

Diagnosis secara klinis dapat ditegakan dengan trias Charcot, yaitu adanya

demam, ikterus dan nyeri perut kanan atas. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

meliputi pemeriksaan darah rutin, fungsi hati (aspartate transaminase & alinine

transaminase), alkali fosfatase, dan bilirubin serum, dan kultur bakteri dari sampel

darah. Studi pencitraan juga dapat membantu dalam menegakan diagnosis

kolangitis akut.4

Terapi kolangitis akut terdiri dari pemberian antibiotik dan drainase bilier.

Derajat kolangitis akut menetukan perlu tidaknya pasien dirawat di rumah sakit.

Bila klinis penyakitnya ringan, dapat berobat jalan, terutama jika kolangitis akut

ringan yang berulang.5

Page 5: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, ikterus,

dan nyeri perut kanan atas yang berkembang sebagai akibat dari sumbatan dan

infeksi di saluran empedu. Kolangitis pertama kali dijelaskan oleh Charcot

sebagai penyakit yang serius dan mengancam jiwa, sekarang diketahui bahwa

keparahan yang muncul dapat berkisar dari ringan hingga mengancam nyawa.

Koledokolitiasis atau adanya batu diadalam saluran empedu/bilier merupakan

penyebab utama kolangitis akut.1,3

Istilah kolangitis akut, kolangitis bakterialis, kolangitis asending dan

kolangitis supuratif semuanya umumnya merujuk pada infeksi bakterial saluran

bilier, serta untuk membedakannya dari penyakit inflamasi saluran bilier seperti

kolangitis sklerosis.3

2.2 Anatomi

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang

panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas

anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.4,5 Kandung empedu merupakan

kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah

lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum.

Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit

memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung

empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak

antara korpus dan daerah duktus sistika.6

Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran

empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk

dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus

hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus

komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk

duktus koledokus.1,6

Page 6: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

6

2.3 Epidemiologi

Prevalensi batu empedu di dunia sekitar 20-35% dan resiko terjadinya

kolangitis akut simtomatik dilaporkan sekitar 0.2%. Kolangitis akut dapat pula

disebabkan adanya batu primer di saluran bilier, keganasan dan striktur.1,6

Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%. Kolangitis ini dapat ditemukan pada

semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan perbandingan antara laki-laki

dan perempuan tidak ada yang dominan diantara keduanya.1 Berdasarkan usia

dilaporkan terjadi pada usia pertengahan sekitar 50-60 tahun.3

Kasus yang parah di laporkan Tokyo Guideline 2007 (TG07) merujuk kepada

mereka yang memiliki faktor prognosis yang buruk termasuk syok, gangguan

kesadaran, kegagalan organ, dan disseminated intravascular coagulation. Definisi

itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan penelitian

terhadap frekuensi kolangitis akut, melaporkan bahwa kejadian kasus yang parah

adalah 7-25,5% terjadi syok, 7-22,2% terjadi gangguan kesadaran, dan 3,5-7,7%

terjadi Pentad Reynold. Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat (grade III) sesuai

dengan kriteria penilaian keparahan TG07 adalah 12,3% atau 23 dari 187 kasus

kolangitis akut karena saluran empedu batu.6

Di Amerika Serikat, kolangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi

bersamaan dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier dan infeksi

bakteri empedu (misal: setelah prosedur ERCP, 1-3% pasien mengalami

kolangitis).7 Resiko tersebut meningkat apabila cairan pewarna diinjeksikan secara

retrograd. Insidensi Internasional kolangitis adalah sebagai berikut: kolangitis

pyogenik rekuren, kadangkala disebut sebagai kolangio hepatitis iriental, endemik

di Asia Tenggara. Kejadian ini ditandai oleh infeksi saluran bilier berulang,

pembentukan batu empedu intrahepatik dan ekstrahepatik, abses hepar, dan

dilatasi dan striktur dari saluran empedu intra dan ekstrahepatik.6

Trias Charcot terdiri dari nyeri abdomen kanan atas, demam dan ikterik,

dapat digunakan untuk mendiagnosa kolangitis akut secara klinis. Umumnya

pasien-pasien dengan kolangitis akut menunjukan respon dan terjadi resolusi

dengan antibiotik, namun demikian pembersihan saluran bilier secara endoskopi

pada akhirnya tetap diperlukan untuk mengatasi terapi penyebab obstruksi.

Page 7: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

7

Meskipun umumnya pasien dapat berespon dengan terapi antibiotik dan drainase

bilier, penelitian-penelitian melaporkan angka morbiditas dari kolangitis akut

mencapai 10% .2

2.4 Etiologi

Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi saluran bilier dan

pertumbuhan bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis akut

membutuhkan kehadiran dua faktor:1,4

(1) obstruksi bilier

(2) pertumbuhan bakteri dalam empedu (bakterobilia)

Cairan empedu biasanya normal pada individu yang sehat dengan anatomi

bilier yang normal. Bakteri dapat menginfeksi sistem saluran bilier yang steril

melalui ampula vateri (karena adanya batu yang melewati ampula), sfingterotomi

atau pemasangan sten (yang disebut kolangitis asending) atau bacterial portal,

yaitu terjadinya translokasi bakteri melalui sinusoid-sinusoid hepatik dan celah

disse. Bakterobilia tidak dengan sendirinya menyebabkan kolangitis pada individu

yang sehat karena efek bilasan mekanik aliran empedu, kandungan antibakteri

garam empedu, dan produksi IgA. Namun demikian, obstruksi bilier dapat

mengakibatkan kolangitis akut karena berkurangnya aliran empedu dan produksi

IgA, menyebabkan gangguan fungsi sel kupffer dan rusaknya celah membran sel

sehingga menimbulkan refluks kolangiovena.1

Penyebab paling sering obstruksi bilier adalah koledokolitiasis, stenosis

bilier jinak, striktur anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas.

Koledokolitiasis digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi baru-

baru ini kejadian kolangitis akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sklerosis

kolangitis, dan instrumentasi non-bedah saluran empedu telah meningkat. Hal ini

dilaporkan bahwa penyakit ganas sekitar 10-30% menyebabkan kasus akut

kolangitis.2

Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya kolangitis akut, antara lain:2,4

Kolelitiasis

Benign biliary stricture

Faktor kongenital

Page 8: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

8

Faktor post-operatif (kerusakan ductus bilier, strictured choledojejunostomy,

etc.)

Faktor inlamasi

Oklusi keganasan

Tumor duktus bilier

Tumor kandung empedu

Tumor ampula

Tumor pankreas

Tumor duodenum

Pankreatitis

Tekanan eksternal

Fibrosis papila

Divertikulum duodenal

Bekuan darah

Faktor iatrogenic

Parasit yang masuk ke duktus bilier (Biliary ascariasis)

Sump syndrome setelah anastomosis enterik bilier

2.5 Faktor Resiko

Empedu dari subyek sehat umumnya bersifat aseptik. Namun, kultur

empedu positif mengandung mikroorganisme pada 16% dari pasien yang

menjalani operasi non-bilier, 72% dari pasien kolangitis akut, 44% dari pasien

kolangitis kronis, dan 50% dari mereka dengan obstruksi bilier.5 Bakteri dalam

empedu teridentifikasi pada 90% pasien dengan koledokolitiasis disertai dengan

ikterus.8 Pasien dengan obstruksi tidak lengkap dari saluran empedu menyajikan

tingkat kultur empedu positif yang lebih tinggi dibandingkan dengan obstruksi

lengkap dari saluran empedu. Faktor resiko untuk bakterobilia mencakup berbagai

faktor, seperti dijelaskan di atas. Faktor resiko lain terjadinya kolangitis yang

disebut riwayat infeksi sebelumnya, usia >70 tahun dan diabetes.7,8

Page 9: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

9

2.6 Patofisiologi

Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak

mengalami hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier.

Kolangitis terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang disertai

oleh bakteria yang mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama disebabkan oleh

batu common bile duct (CBD), striktur, stenosis, atau tumor, serta manipulasi

endoskopik CBD. Dengan demikian aliran empedu menjadi lambat sehingga

bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami migrasi ke sistem bilier melalui

vena porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari duodenum.3,4

Oleh karena itu akan terjadi infeksi secara ascenden menuju duktus

hepatikus, yang pada akhirnya akan menyebabkan tekanan intrabilier yang tinggi

dan melampaui batas 250 mmH20. Oleh karena itu akan terdapat aliran balik

empedu yang berakibat terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris, vena hepatika

dan limfatik perihepatik, sehingga akan terjadi bakteriemia yang bisa berlanjut

menjadi sepsis (25-40%). Apa bila pada keadaan tersebut disertai dengan

pembentukan pus maka terjadilah kolangitis supuratif.9

Terdapat berbagai bentuk patologis dan klinis kolangitis, yaitu:1,8

1. Kolangitis dengan kolesistitis

Pada keadaan ini tidak ditemukan obstruksi pada sistem bilier, maupun

pelebaran dari duktus intra maupun ekstra hepatal. Keadaan ini sering

disebabkan oleh batu CBD yang kecil, kompresi oleh vesica felea /kelenjar

getah bening/inflamasi pankreas, edema/spasme sfinkter Oddi, edema

mukosa CBD, atau hepatitis.

2. Kolangitis non-supuratif akut

Terdapat bakterobilia tanpa pus pada sistem bilier yang biasanya

disebabkan oleh obstruksi parsial.

3. Kolangitis supuratif akut

Pada CBD berisi pus dan terdapat bakteria, namuntidak terdapat obstruksi

total sehingga pasien tidak dalam keadaan sepsis.

4. Kolangitis supuratif akut dengan obstruksi

Di sini terjadi obstruksi total sistem bilier sehingga melampaui tekanan

normal pada sistem bilier yaitu melebihi 250mm H20 sehingga terjadi

Page 10: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

10

bakterimia akibat reflluk cairan empedu yang disertaidengan influks

bakteri ke dalam sistem limfatik dan vena hepatika.

5. Syok sepsis

Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu

sepsis berlarut, syok septik, gagal organ ganda yang biasanya didahului

oleh gagal ginjal yang disebabkan oleh sindroma hepatorenal, abses hati

piogenik (sering multipel) dan bahkan peritonitis. Jika sudah terdapat

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.

2.7 Diagnosis

Diagnosis kolangitis akut dapat ditegakan melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta melalui pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis penderita

kolangitis secara klinis dapat ditemukan trias Charcot yaitu adanya keluhan

demam, ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya

mengalami dingin dan demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau

perubahan warna kuning pada kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80%

penderita. 1,4

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali,

ikterus, gangguan kesadaran (delirium), sepsis, hipotensi dan takikardi. Adanya

tambahan syok septis dan delirium pada trias Charcot dikenal sebagai Pentad

Reynold.3

Morbiditas dari kolangitis akut dikaitkan dengan terjadinya

cholangiovenous dan cholangiolymphatic refluks bersama dengan tekanan tinggi

di saluran empedu dan infeksi empedu akibat obstruksi saluran empedu yang

disebabkan oleh batu dan tumor. Kriteria diagnostik menurut Tokyo Guideline

2013 (TG13) kolangitis akut adalah kriteria untuk menegakkan diagnosis ketika

kolestasis dan peradangan berdasarkan tanda-tanda klinis atau tes darah di

samping manifestasi empedu berdasarkan pencitraan yang hadir.9,10

Page 11: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

11

2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium

Kriteria untuk diagnosis definitif kolangitis akut adalah sebagai berikut :

adanya trias Charcot atau bila tidak lengkap, adanya 2 unsur trias Charcot

ditambah adanya bukti laboratorium terjadinya respons inflamasi (leukosit yang

abnormal, meningkatnya CRP atau perubahan-perubahan lain yang

mengindikasikan adanya inflamasi), test fungsi hati abnormal (Alkaline

Phosphatase/ALP, Gamma Glutamil Transpeptidase/GGT, Aspartate

Transaminase.AST/SGOT, Alanine Transaminase/ALT/SGPT) dan temuan-

temuan pencitraan dilatasi bilier atau bukti etiologi (misalnya adanya batu, striktur

atau stenosis). TG13 mendefinisikan suatu diagnosis suspek kolangitis akut bila

terdapat 2 atau lebih dari salah satu kriteria berikut: riwayat penyakit bilier,

demam dan/atau menggigil, ikterik dan nyeri abdomen bagian atas atau kanan

atas. Pedoman tersebut menunjukkan adanya kemajuan dan suatu upaya yang

jarang dalam standarisasi definisi kolangitis kaut, namun pedoman tersebut

dirasakan kurang teliti. Misalnya tidak definiskannya berapa tingkat demam atau

ikterik, begitu juga nyeri abdomen kuadran kanan atas.11

Pada TG13 mendefinisikan kolangitis akut dalam kategori ringan (merespon

terhadap terapi suportif dan antibiotik), sedang (tidak merespon terhadap terapi

medikal namun tidak terjadi disfungsi organ), atau berat (adanya paling tidak 1

tanda disfungsi organ). Tanda tanda disfungsi organ meliputi hipotensi, sehingga

memerlukan pemberian dobutamin atau dopamine, delirium, rasio PaO2/FiO2

<300, kreatinin serum >1,5mg/dl, INR >1.5 atau kadar trombosit <100000/µl.11,12

Adapun kriteria diagnosis kolangitis akut apat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kriteria diagnosis kolangitis akut12

A. Inflamasi sistemik

A-1. Demam

A-2. Hasil pemeriksaan laboratorium, menunjukan adanya respnon

inflamasi

B. Kolestasis

B-1. Ikterus

B-2. Hasil laboratorium menunjukan tes fungsi hati yang abnormal

Page 12: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

12

C. Pencitraan

C-1. Dilatasi Bilier

C-2. Bukti dari etiologi dilakukan pencitraan (penyepitan, batu, sumbatan

dan lainnya)

Diagnosis suspek : satu dari item di A + satu dari item B maupun C

Diagnosis definitif : satu dari item A, satu dari B and satu dari C

Catatan:

A-2: nilai hitung abnormal sel darah putih, peningkatan serum level C-reaktif

protein, dan perubahan lain dari indikator inflamasi.

B-2: peningkatan serum ALP, Gamma GT, AST dan ALT.

Faktor lain yang dapat membantu diagnosis kolangitis akut termasuk nyeri

abdomen kanan atas dan adanya riwayat dari penyakit bilier sebelumnya

seperti gallstones, proses bilier sebelumnya, dan pemasangan sten bilier.

Dalam hepatitis akut penanda respon sistemik inflamasi juga dipantau.

Batasan :

A-1 Demam TaxSuhu tubuh >380C

A-2 Adanya bukti respon inflamasi WBC (x1000/µ𝐿) <4.or>10

CRP (mg/dl) ≥1

B-1 Ikterus T-bil≥2mg/dL

B-2 Fungsi liver abnormal ALP (IU) >1.5xSTD

GGT (IU) >1.5xSTD

AST (IU) >1.5xSTD

Ket: White Blood Cell (WBC), C-reaktif protein (CRP), Alkaline Phosphatase

(ALP), Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), Aspartate Transaminase

(AST/SGOT) dan Alanine Transaminase (ALT/SGPT)

Tingkat keparahan kolangitis akut dibagi kedalam tiga kelompok12 :

1. Derajat ringan, yaitu kolangitis fase awal yang tidak memenuhi kriteria

derajat sedang maupun berat.

2. Derajat sedang, yaitu kolangitis yang diikuti dua dari empat gejala yaitu:

a. Jumlah leukosit yang abnormal (>18.000/mm3)

b. Teraba masa pada kuadran kanan atas.

Page 13: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

13

c. Durasi keluhan >72 jam

d. Terdapat tanda inflamasi lokal (abses hepar, peritonitis bilier,

empisematus kolesisitis)

3. Derajat berat, yaitu kolangitis akut yang diikuti minimal satu disfungsi

organ lainya yaitu

a. Disfungsi kardiovaskular

b. Disfungsi neurologi

c. Disfungsi respiratori

d. Disfungsi renal

e. Disfungsi hepatik

f. Disfungsi hematologi

2.8.2 Pemeriksaan penunjang Lainnya

Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik kolangitis akut dapat dilakukan

dengan mendeteksi dilatasi bilier dan pemeriksaan penyebab kolangitis akut

adalah EUS (endoscopic ultrasonography), MRCP (magnetic resonance

cholangiopancreotography) dan ERCP (endoscopic retrograde

cholangiopancreotography). Diantara semuanya hanya MRCP yang tidak bersifat

invasif, namun tidak praktis hanya dapat digunakan pada pasien yang dapat

dibawa keruang radiologi, umumnya studi menunjukkan sensivitas >90% untuk

MRCP dalam mendeteksi batu di CBD dan sensivitasnya makin berkurang untuk

batu yang kecil. ERCP selain memiliki sensivitas untuk mendeteksi juga memiliki

potensi untuk terapeutik, dalam mendiagnosis batu CBD, EUS lebih baik dari

ERCP, dalam hal keganasan EUS sama dengan ERCP. Dilatasi intrahepatik tanpa

adanya dilatasi CBD, menunjukkan kesan suatu striktur jinak, sindrom mirri atau

lesi di daerah hilus duktus biliaris seperti tumor ganas.11,13

Sebaliknya dilatasi CBD dengan atau tanpa dilatasi intrahepatik konsisten

dengan obstruksi distal seperti batu CBD atau kanker pancreas. Mengetahui

penyebab dilatasi meminimalisai kebutuhan injeksi kontras yang dapat

meningkatkan tekanan bilier cukup kuat untuk menimbulkan refluks cairan bilier

kedalam sirkulasi sistemik dan menghindarkan resiko injeksi yang tidak

diinginkan kedalam segmen yang tidak terdrainase (misalnya pasien dengan

Page 14: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

14

striktur daerah hilus yang kompleks) yang secara potensial dapat menyebabkan

terjadinya kolangitis berat. MRCP dapat meberikan informasi serupa dengan EUS

dan ERCP, namun kurang akurat untuk mendeteksi batu ukuran kecil dan harus

dilakukan sebagai prosedur terpisah. Meskipun USG transabdominal relatif tidak

sensitif untuk mendeteksi batu CBD (biasanya <30%), namun tersedia mudah dan

dapat membantu bila batu atau tumor ditemukan. CT scan lebih sensitive dari

USG transabdominal untuk mendeteksi batu CBD, dan sensitivitas helical CT

tampaknya sebanding dengan MRCP atau EUS pada beberapa studi. Namun EUS

lebih sensitif dari CT dan MRCP untuk mendiagnosis batu dengan diameter

<1cm.12,13

2.9 Penatalaksanaan

Pada semua pasien kolangitis akut, hidrasi agresif harus diberikan segera

setelah akses vena didapatkan untuk koreksi kekurangan volume/dehidrasi dan

menormalkan tekanan darah. Terapi kolangitis akut terdiri dari pemberian

antibiotik dan drainase bilier. Beratnya kolangitis akut menetukan perlu tidaknya

pasien dirawat di rumah sakit. Bila klinis penyakitnya ringan, dapat berobat jalan,

teruma jika kolangitis akut ringan yang kambuh/berulang (misalnya pada pasien

dengan batu intrahepatik). Namun demikian umumnya dokter menyarankan

perawatan rumah sakit pada kasus kolangitis akut. Kolangitis ringan sampai

sedang dapat ditatalaksana di ruangan umum, akan tetapi pada kolangitis berat

sebaiknya dirawat di ICU (Intensive Care Unit)3,12,13

Terapi Antibiotik

Terapi antibiotik intravena harus diberikan sesegera mungkin. Pedoman

pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan pola infeksi spesifik dan resistensi

lokal rumah sakit. Beberapa panduan menyarankan pada kolangitis akut ringan

sebaiknya pemberian jangka pendek 2-3 hari dengan sefalosporin generasi

pertama atau kedua, penisilin dan penghambat β laktam. Sedangkan kolangitis

sedang sampai berat sebaiknya pemberian antibiotik minimal 5-7 hari dengan

sefalosporin generasi ketiga atau keempat, non baktam dengan atau tanpa

metronidazol untuk kuman anaerob, atau karbapenem. Rekomendasi lain

menyarankan regimen berikut pada pasien kolangitis akut ringan sampai sedang

Page 15: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

15

atau community acquired: (misalnya Ampisilin sulbactam iv 3 gram setiap 6 jam,

atau ertepenem 1gram sekali sehari, atau ampisilin iv 2 gram setiap 6 jam plus

gentamicin iv 1.7 mg/kgbb setiap 8 jam atau golongan fluorokuinolon (misalnya

siprofloksasin iv 400 mg setiap 12 jam, levofloksasin iv 500 mg sekali sehari, atau

moxiflokasain iv atau oral 400 mg sekali sehari) ditambah metronidazol iv 500mg

setiap 6-8 jam untuk bakteri anaerob. Untuk pasien kolangitis akut berat atau

nosokomial (hospital acquired), direkomendasikan pemberian antibiotik sebagai

berikut: piparisilin-tazobaktam (3.375 gr iv stiap 6 jamatau 4.5 gr iv setiap 8 jam),

stau 3.1 gr iv tikarsilin-klavulanat setiap 6 jam, atau tigesilin (100 mg iv bolus,

diteruskan 50 mg iv sekali sehari) atau sefalosporin generasi ketiga (misalnya

seftriakson 1-2 gr sekali sehari atau cefepim 1-2 gr setiap 12 jam) dengan

metronidazol iv 500 mg setiap 6-8 jam untuk bakteri anaerob. 11,12,13

Pada pasien yang resiko tinggi terkena pathogen resistensi antibiotik dapat

diberikan imipenem iv 500 mg setiap 6 jam, meropenem iv 1 gr setiap 8 jam atau

doripenem iv 500 mg setiap 8 jam. Pengecualian terdapat pada semua panduan,

misalnya sefalosporin generasi pertama tidak mencakup infeksi enterococcus spp.

Walaupun cefazolin disetujui untuk terapi kolangitis akut. Karena itu pemilihan

terapi antibiotik sebaiknya berdasarkan sejumlah faktor meliputi sensitivitas

antibiotik, beratnya penyakit, adanya disfungsi ginjal atau hati, riwayat pemakaian

antibiotik sebelumnya, pola resistensi kuman lokal dan penetrasi bilier dari

antibiotik. Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan hasil kultur darah dan

cairan empedu begitu diperoleh, namun pemberian antibotik tidak boleh

terhambat/tertunda karena menunggu hasil kultur. Pada akhirnya yang lebih

penting dari pemilihan terapi antibiotik adalah drainase bilier efektif, karena

adanya obstruksi menghambat ekskresi bilier antibiotik. Pada suatu studi, dimana

pasien mendapat satu antibiotik (ceftazime, cefoperazone, imipenem, netilmisin

atau siprofloksasin), hanya siproflokasasin diekskresi kedalam sistem bilier yang

obstruksi dan hanya 20% dari konsentrasi serum10.11.12

Drainase bilier

Drainase bilier biasanya diperlukan pada pasien kolangitis akut untuk

menghilangkan sumber infeksi dan juga karena obstruksi dapat menurunkan

ekskresi bilier antibiotik. Beratnya penyakit menetukan dan menegaskan saatnya

Page 16: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

16

untuk dilakukan drainase. Drainase dapat dilakukan secara elektif pada pasien

kolangitis akut ringan, dalam 24-28 jam pada pasien kolangitis sedang, dan segera

(dalam beberapa jam) pada pasien kolangitis berat karena tidak akan merespon

dengan pemberian antibiotik saja. Beratnya kolangitis ditentukan oleh respon

klinik terhadap terapi medical sebagaimana diuraikan dalam TG13, sehingga

penggolangan derajat beratnya penyakit kolangitis akut menuntut observasi untuk

mengetahui pasien-pasien mana akan respons baik terhadap terapi. Pada suatu

studi didapatkaan bahwa sekitar 80% pasien kolangitis akut merespon terhadap

terapi medical saja dan resolusi infeksi.11,12 Namun semua pasien tersebut

akhirnya memerlukan tindakan pembersihan saluran bilier untuk mencegah

kekambuhan kolangitis. Suatu studi dari Hongkong melakukan ERCP emergency

pada 225 pasien kolangitis. 13

Table 2. Rekomendasi antimikrobial untuk infeksi bilier akut6,12

Community-acquired biliary infections Healthcare-

associated biliary

infections

Severity Grade I Grade II Grade III

Antimicrobial

agents

Cholangitis Cholangitis &

cholecystitis

Cholangitis &

cholecystitis

Healthcare-

associated

cholangitis &

cholecystitis

Penicillin

based therapy

Ampicilin/Sulabctam is

not recommended

without an

aminoglycoside

Piperacillin

/tazobactam

Piperacillin

/tazobactam

Piperacillin

/tazobactam

Cephalosporin-

based therapy

Cefazolin, or cefotiam,

or cefuroxime,or

ceftriaxone,or

cefotaxime ±

metronidazol

Cefmetazole, cefoxitin,

Flomoxef,

Cefoperazone/sulbactam

Ceftriaxon, or

cefotaxime, or

cefepim, or

cefozopran, or

ceftazidime ±

metronidazold

Cefoperazone/

sulbactam

Cefepime, or

ceftazidime,

or

cefozopran ±

metronidazol

Cefepime, or

ceftazidime,

or

cefozopran ±

metronidazol

Page 17: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

17

Carbapenem-

based therapy

Ertapenem Ertapenem Imipenem/cilastatin,

meropenem,

doripenem,

ertapenem

Imipenem/cilastatin,

meropenem,

doripenem,

ertapenem

Monbactam-

based therapy

- - Aztreonam ±

metronidazol

Aztreonam ±

metronidazol

Fluoroqui

Nolone based

therapy

Ciprofloxacin, or

levofloxacin, or

pazufloxacin ±

metronidazol

Moxifloxicam

Ciprofloxacin, or

levofloxacin, or

pazufloxacin ±

metronidazol

Moxifloxicam

- -

Frekuensi denyut jantung >100 x/menit, kadar albumin <30 g/l, kadar

bilirubin >50 µmol/l dan masa protrombin > 14 detik pada saat masuk rumah sakit

signifikan berkaitan dengan diperlukannya ERCP, serta menunjukkan terapi

endoskopi lebih aman dibandingkan pembedahan dalam tatalaksana kolangitis

akut, sehingga dekompresi surgical tidak mempunyai peranan dalam managemen

kolangitis akut. Sebuah studi secara random mengalokasikan 82 pasien dengan

kolangitis akut berat kedalam 2 grup, endoskopi atau dekompresi bilier surgical,

kelompok surgical signifikan lebih banyak mengalami komplikasi dan mortalitas

selama di rumah sakit dibandingkan kelompok endoksopi (66% vs 34%, p >0.05

dan 32% vs 10%, p<0.03 secara berurutan). Dengan demikian, pasien dengan

kolangitis akut sebaiknya masuk dirawat diruangan medical untuk terapi antibiotik

intravena dan dekompresi endoskopi. Dekompresi bilier surgical sebaiknya

dihindari pada pasien kolangitis akut.12

ERCP lebih jadi pilihan dibandingkan PTBD (percutaneus biliary drainage)

karena lebih tidah invasif, lebih aman, dapat dilakukan bedside dan dapat

membersihkan batu saluran empedu, tidak perlu koreksi koagulopati dan dapat

dilakukan tanpa paparan radiasi jika perlu (pada pasien yang hamil). Keberhasilan

ERCP lebih tinggi dibandingkan PTBD untuk tatakasana obstruksi CBD, namun

PTBD dipertimbangkan pada obstruksi hilar, bila ahli endoskopi tidak tersedia.

PTBD biasanya dilakukan pada pasien yang gagal dengan ERCP awal atau bila

terdapat anatomi yang abnormal akibat prosedur pembedahan sebelumnya seperti

Page 18: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

18

koledokoyeyunostomi, kecuali bila ahli endsokopi utntuk tatalaksana pasien

seperti itu ada.13,14

Pasien dengan kolangitis akut dimana kontras tidak terdrainase setelah gagal

ERCP dapat memerlukan drainase bilier perkutan mendesak untuk menghindari

perburukan sepsis. Kolangitis akut yang terjadi stelah manipulasi saluran bilier

merupakan faktor resiko prognosis buruk pada kolangitis akut. Karena itu tidak

direkomendasikan injeksi kontras tanpa terlebih dahulu menempatkan guidwire

kedalam sistem bilier. Pada umumnya pusat endoskopi, keberhasilan ERCP untuk

drainase bilier lebih dari 90%, jika tidak demikian sebaiknya dirujuk pada

unit/pusat layanan endoskopi yang lebih baik. EUS terbatas, bila tersedia

sebaiknya dilakukan sebelumnya untuk evaluasi dilatasi saluran bilier intrahepatik

dan ekstrahepatik, adanya batu, massa pankreas atau hilus atau batu kandung

empedu. Aspirasi jarum halus pada suatu massa sebaiknya dilakukan hanya jika

pasien stabil dan tidak memerlukan dekompresi bilier mendesak.13,14

Gambar 1. Alur penatalaksanaan kolangitis akut menurut Tokyo Guidline 2013.11

Page 19: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

19

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : TH

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 47 tahun

Alamat : Jalan Dukuh Sari, Gang Kaliasem, No.3, Denpasar

Status : Menikah

Bangsa : Indonesia

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Supir Taksi

Pendidikan terakhir : Tamat SMA

Nomor Rekam Medis : 16022013

Tanggal MRS : 2 November 2016

Tanggal Pemeriksaan : 10 November 2016

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Nyeri perut

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 2 November 2016

diantar keluarga mengeluh nyeri perut kanan atas. Nyeri perut kanan atas yang

dirasakan pertama kali kurang lebih sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Nyeri perut kanan atas tersebut dikatakan berlangsung hilang timbul, dan terasa

seperti tertusuk benda tumpul. Nyeri dirasakan menyebar sampai punggung dan

bahu kanan. Keluhan nyeri dirasakan memburuk sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Nyeri dikatakan memberat apabila pasien menarik nafas dan tidak

berkurang bila merubah posisi seperti posisi duduk atau tidur. Tidak jarang

menurut pasien, nyeri muncul setelah pasien makan, sehingga pasien takut untuk

makan terlalu banyak

Page 20: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

20

Pasien juga mengeluhkan mual sejak 2 minggu sebelum masuk rumah

sakit bersamaan dengan keluhan nyeri perut. Mual disertai dengan muntah

dikatakan memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Muntah dialami

pasien terutama ketika mengkonsumsi makanan. Muntah berisikan makanan dan

minuman yang dikonsumsi dengan volume setengah gelas air mineral per hari.

Pasien juga mengeluh panas badan yang sumer-sumer semenjak 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan memberat sejak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Panas dirasakan diseluruh tubuh. Panas dikatakan tidak terlalu tinggi,

namun pasien tidak sempat mengukur. Panas badan dikatakan membaik dengan

pemberian Parasetamol namun naik kembali beberapa jam setelahnya.

Mata berwarna kuning disertai warna kuning pada kulit juga dirasakan

pasien sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Mata kuning tersebut

dirasakan muncul secara perlahan-lahan, semakin lama semakin kuning dan

menetap. Warna kuning di mata tersebut tidak hilang meskipun dikucek-kucek

dan dibilas dengan air. Pasien mengatakan keluhan warna kuning pada mata

diikuti dengan perubahan warna kuning pada kulit pasien yang berlangsung

perlahan – lahan.

Kencing dikatakan berwarna gelap seperti teh sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit. Keluhan tersebut dikatakan terus-menerus sampai pasien tiba

di Rumah Sakit. Pasien mengaku buang air kecil 3-4 kali per hari dengan volume

kurang lebih 1 gelas air mineral. Buang air besar dikatakan berwarna putih pucat

dengan konsistensi lembek sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Buang air

besar pucat dirasakan sebanyak 2 kali dengan volume setengah gelas air mineral

setiap buang air besar.

Pasien juga mengatakan dalam kurun waktu 6 bulan terakhir merasakan

badannya semakin kurus. Namun pasien tidak mengetahui pasti penurunan berat

badan yang dialaminya.

Riwayat Pengobatan dan Penyakit Sebelumnya

Pasien mengatakan 10 tahun yang lalu sempat didiagnosis dengan penyakit

Hepatitis B di Rumah Sakit Wangaya. Saat itu pasien mengaku mengeluh

Page 21: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

21

badannya terasa lemas dan matanya berwarna kuning. Pasien sempat diberikan

pengobatan namun pasien lupa nama obatnya.

Pada bulan Mei 2016 pasien mengaku sempat pergi ke Puskesmas dengan

keluhan demam, nyeri pada perut kanan disertai dengan mual. Pasien mengaku di

diagnosis dengan Maag dan diberikan obat berupa Antasida dan Paracetamol.

Pasien mengaku keluhan yang dirasakannya tidak membaik setelah

mengkonsumsi obat yang diberikan dari Puskesmas. Kemudian pada bulan Juli

2016, pasien datang ke RSUP Sanglah dengan keluhan yang sama disertai dengan

mata berwarna kuning. Pasien mengaku sempat dirawat di RSUP Sanglah selama

17 hari dikatakan karena terdapat sumbatan pada kandung empedunya.

Penyakit sistemik lainya, penyakit diabetes, hipertensi, asma, penyakit

jantung, penyakit ginjal disangkal oleh Pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama

dengan pasien saat ini. Riwayat penyakit kuning dalam keluarga penderita

dikatakan tidak ada oleh keluarga pasien. Riwayat kencing manis, darah tinggi dan

penyakit jantung pada keluarga dikatakan tidak ada oleh keluarga pasien.

Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien adalah seorang supir taksi namun semenjak sakit pasien mengambil

cuti dari pekerjaannya. Pasien mengaku tidak memiliki jadwal teratur untuk

makan kadang melewatkan jadwal makanya. Pasien memiliki kebiasaan yang

tergolong tidak baik, pasien mengaku sering makan mengkonsumsi makanan

berlemak, goreng-gorengan, atau santan selama bekerja. Pasien juga mengaku

sering mengkonsumsi minuman penambah stamina seperti “extrajoss” selama

melakukan pekerjannya. Dalam sehari pasien dapat mengkonsumsi extrajoss

sebanyak 4 botol air mineral tanggung dimana tiap botol berisikan 2-3 sachet

“extrajoss”. Pasien juga memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus perhari sejak

berusia 18 tahun. Riwayat mengkonsumsi alkohol maupun jamu-jamuan

disangkal oleh pasien.

Page 22: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

22

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Kesan sakit : Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Respirasi : 18 x/menit

Tax : 36,8 0C

VAS : 3/10

Tinggi Badan : 170 cm

Berat Badan : 60 kg

IMT : 20,7 kg/m2

Status General

Mata : anemis-/-, ikterus +/+, refleks pupil +/+ isokor

THT

Telinga : bentuk normal, tidak ada tanda-tanda radang, ataupun

bekas luka.

Hidung : bentuk normal, tanda-tanda radang (-), ekskoriasi (-)

Tenggorokan : pembesaran tonsil (-), hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Lidah : atrofi papil lidah (-), mukosa bibir kering (-)

Leher : JVP + PR 0 cmH2O, Pembesara kelenjar getah bening

tidak ada

Thorak:

Jantung:

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas atas : ICS II

batas kanan : PSL D

batas kiri : MCL S ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-)

Page 23: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

23

Paru :

Inspeksi : Simetris (statis dan dinamis)

Palpasi : Tactile fremitus N/N

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronchi -/-, Wheezing -/-

+/+ -/- -/-

+/+ -/- -/-

Abdomen:

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan (+) dikanan atas,

Murphy sign (+)

Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Ekstremitas : hangat ,edema ,eritema palmaris

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Darah Lengkap (2 November 2016)

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks

WBC 13,65 103µL 4,10-11,00 Tinggi

% NEUT 81,62 % 47,00-80,00 Tinggi

% LYMPH 12,72 % 13,00-40,00 Rendah

% MONO 5,01 % 2,00-11,00

% EOS 0,16 % 0,00-5,00

% BASO 0,49 % 0,00-2,00

#NEUT 11,14 103µL 2,50-7,50 Tinggi

#LYMPH 1,74 103µL 1,00-4,00

#MONO 0,68 103µL 0,10-1,20

#EOS 0,02 103µL 0,00-0,50

#BASO 0,07 103µL 0,00-0,10

RBC 4,64 106µL 4,00 – 5,90

Page 24: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

24

b. Kimia Klinik (2 November 2016)

Hemoglobin 13,47 g/dL 13,50-17,50

Hematokrit 42,92 % 41,00-53,00

Platelet 272,10 103µL 150,00-440,00

MCV 92,54 fL 80,00-100,00

MCH 29,05 Pg 26,00-34,00

MCHC 31,39 g/dL 31,00-36,00

RDW 12,90 % 11,60-14,80

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Remarks

SGOT 70,8 U/L 11,00-33,00 Tinggi

SGPT 26,50 U/L 11,00-50,00

Bil Total 6,01 mg/dL 0,30-1,10 Tinggi

Bil Direk 5,78 mg/dL 0,00-0.30 Tinggi

Bil Indirek 0,23 mg/dL 0,00-0.80

Alkali

Phophatase

515 mg/dL 42-98 Tinggi

Total Protein 7,7 g/dL 6,40-8,30

Albumin 4,1 g/dL 3.40-4,80

Globulin 3,62 µg/dL 3,2-3,7

Gamma GT 950 U/L 7,00-32,00 Tinggi

BUN 7,9 mg/dL 8,00-23,00

Creatinin 0,95 mg/dL 0,70-1,20

GDS 115 mg/dL 70,00-140,00

Amilase 22,9 U/L 25-120 Rendah

Lipase 18,0 U/L 13-60

Natrium 131 mmol/L 136,00,145,00 Rendah

Kalium 4,0 mmol/L 3,50-5,10

Page 25: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

25

c. Hematologi (2 November 2016)

d. Analisis Gas Darah (2 November 2016)

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal Remarks

pH 7,49 7,35 – 7,45

pCO2 31,2 mmHg 35,00 – 45,00 Rendah

pO2 94,20 mmHg 80,00 – 100,00

BEecf -0,5 mmol/L -2 – 2 Rendah

HCO3- 23,00 mmol/L 22,00 – 26,00

SO2c 97,7 % 95% - 100%

TCO2 23,90 mmol/L 24,00 – 30,00 Rendah

Natrium (Na) 134 mmol/L 136 – 145 Rendah

Kalium (K) 3,28 mmol/L 3,50 – 5,10 Rendah

Klorida (Cl) 101 mmol/L 96 – 108

e. Pemeriksaan Imunoserologi (2 November 2016)

Nama Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HBeAG# Non Reaktif Non Reaktif

Anti-HBe Reaktif Non Reaktif

HBV-DNA (Real time PCR) Virus terdeteksi = 1,63 x 104 Virus Tidak terdeteksi

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Remarks

PPT 13,7 detik 10,8-14,4

INR 0,95 0,9 – 1,1

APTT 39,7 detik 24 – 36 Tinggi

Page 26: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

26

f. Rontgen Thorax (2 November 2016)

Cor: Besar dan bentuk normal

Pulmo: Tak tampak infiltrate/nodul

Sinus pleura kanan kiri tajam

Diapragma kanan kiri normal

Tulang-tulang tak tampak kelainan

Kesan : Cor dan pulmo tak tampak kelainan

Page 27: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

27

g. USG Abdomen (4 November 2016)

Hepar : Ukuran tidak membesar, permukaan licin,sudut tajam, tepi rata, tampak

pelebaran IHBD, EHBD lobus kanan-kiri, sistem Vaskular tampak normal,

echoparenkim normal, tak tampak masa/nodul/kista.

Page 28: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

28

Tampak batu di CBD proximal dengan pnp 1,14 cm disertai dilatasi lumen CBD

dan penebalan dinding CBD

Lien : Ukuran normal, echoparenkim normal, tak tampak SOL

Pankreas : Ukuran normal, echoparenkim normal, tak tampak SOL

Ginjal Kanan : Ukuran normal, echoparenkim normal, batas sinus kortex jelas,

PCS tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista

Ginjal Kiri : Ukuran normal, echoparenkim normal, batas sinus kortex jelas, PCS

tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista

Buli : Terisi urin minimal, sulit dievaluasi, kesan tak tampak kelainan

Uterus : Kesan tak tampak kelainan

Tak tampak echocairan bebas pada cavum abdomen dan cavum pelvis

Kesan :

Sesuai gambaran Cholangitis dengan batu CBD proximal yang

menyebabkan cholestasis intra dan ekstrahepatal lobus kanan-kiri hepar

Pankreas/lien/ginjal kanan-kiri saat ini tak tampak kelaianan.

Page 29: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

29

d. ERCP ( 9 November 2016)

Duodenoscopy : Papula Vaseri tampak bulging.

Cholangiogram : Tampak pelebaran CBD, CHD, dan IHBD dengan bayangan

beberapa buah batu CBD, ekspasi batu dengan menggunakan Ballon tampak

keluar batu 3 buah, hitam dan batu kecil-kecil disertai pus, empedu keluar lancar.

Kesimpulan : - Batu CBD multiple,- Cholangitis

V. DIAGNOSIS

Kolangitis Akut

- Batu CBD Multipel

Suspek Kolesistitis Akut

Hepatitis B Kronik

Page 30: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

30

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi :

IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit

Paracetamol 750 mg @8 jam (po)

Levofloxacine 500 mg @24 jam (iv)

Pethidine 50 mg @24 jam (iv)

Domperidone 10 mg @8 jam (po)

Diet lunak 1900 kkal rendah lemak

Monitoring :

Keluhan

Vital sign

VII. PROGNOSIS

ad vitam : dubia ad bonam

ad fungtionam : dubia ad bonam

ad sanationam : dubia ad bonam

Page 31: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

31

BAB IV

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

4.1 Alur Kunjungan

Kunjungan yang dilakukan pada tanggal 24 November 2016 bertujuan

untuk mengenal lebih dekat kehidupan pasien serta masalah apa saja yang saat ini

dihadapi berkenaan dengan kesehatannya. Kunjungan diawali dengan berbincang

tentang keseharian pasien setelah keluar RS, menggali faktor-faktor resiko yang

berhubungan dengan kejadian sakit pasien. Kemudian kami meminta ijin

mengabadikan lingkungan rumah pasien.

Berdasarkan kunjungan yang dilakukan, maka kami mencoba memberikan

jawaban dari permasalahan yang ada di pasien. Adapun intervensi yang kami

lakukan adalah:

a. Edukasi pada pasien untuk meningkatkan pengetahuan pasien atau keluarga

tentang kolangitis akut dengan batu CBD dan kolesistitis akut (penyebab,

tanda ,gejala, penanganan dini dan pencegahannya).

b. Memotivasi keluarga untuk ikut terlibat dalam perawatan pasien.

c. Menyadarkan pasien atau keluarga akan pentingnya perilaku hidup sehat.

4.2 Daftar Masalah

Adapun permasalahan yang kami dapatkan adalah sebagai berikut :

1. Pasien belum sepenuhnya mengerti mengenai penyakit yang

dideritanya, antara lain:

- Arti dari penyakit yang dideritanya yakni kolangitis akut,

kolesistitis akut dan batu CBD.

- Faktor resiko yang memungkinkan munculnya batu CBD.

- Pengobatan yang dilakukan, maafaat obat yang diberikaan pada

pasien kolesistitis akut dan batu CBD.

- Komplikasi yang dapat ditimbulkan, gejala-gejala kegawatan

kolangitis akut,kolesistitis akut dan batu CBD.

2. Pasien masih sering merasa mual saat makan sehingga makan sedikit.

Page 32: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

32

3. Pasien masih belum tahu betul apa saja pilihan makanan yang bisa

dikonsumsi.

4. Pasien saat ini masih cuti bekerja karena merasa badannya masih lemas.

4.3 Analisis Kebutuhan Pasien

4.3.1 Kebutuhan fisik-biomedis

4.3.1.1 Kecukupan Gizi

Jenis Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu

Karbohidrat

Nasi

Roti

Mie

Singkong

1 piring

2 potong

Jarang

2 potong

2-3x/hari

1x/hari

-

2x/hari

18-21x/minggu

3x/minggu

-

1x/minggu

Protein

Hewani

Ayam

Telur

Ikan

Nabati

Tahu-tempe

Kacang

2 potong

1 butir

2 potong

2-4 potong

-

1 kali

2 kali

1 kali

3 kali

-

± 2 x/ minggu

± 3 x/ minggu

± 3 x/ minggu

± 3 x/ minggu

-

Susu 1 gelas 1 kali ± 3 x/ minggu

Buah 2 buah 1 kali ± 3 x/ minggu

Sayur 3 porsi 3 kali ± 6 x/ minggu

Lainnya: kopi - - -

Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan dua sampai tiga

kali sehari. Menu makanan bervariasi, dengan uraian menu untuk sarapan berupa

nasi, sayur, tempe, tahu, ayam, ikan sedangkan untuk makan siang dan malam

menunya adalah nasi, sayur, tempe, tahu, ayam, ikan. Kadang-kadang ditambah

buah-buahan.

Page 33: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

33

Analisis Kebutuhan Kalori

Kebutuhan kalori pasien dapat dihitung dengan menggunakan rumus Brocca

dengan pertama-tama menentukan berat badan ideal (BBI).

BBI = (TB – 100) – (10% x (TB-100))

= (170-100) – (10% x (170-100))

= 63 kg

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan, berat badan pasien saat

ini adalah 60 kg dengan BMI 20,7 kg/m2. Selanjutnya dilakukan perhitungan

kebutuhan kalori basal dan penyesuaian kebutuhan kalori pasien sesuai kondisi

pasien.

1. Kebutuhan Kalori Basal (jenis kelamin: laki-laki)

= BBI x 30 kalori

= 63 kg x 30 kalori = 1890 kalori

2. Penyesuaian

Tingkat aktivitas ringan, maka ditambah 20% dari kebutuhan kalori

basal.

20% x 1890 kalori= 378 kalori

Stress metabolik berat, ditambah 30% dari kebutuhan kalori basal

30% x 1890 kalori = 567 kalori

Total kebutuhan kalori pasien dalam satu hari adalah 1890 kalori + 378 kalori +

567 kalori yaitu 2837 kalori/hari

Distribusi Makanan

Jumlah kalori per hari pasien ini, dibagi dalam 3 porsi makan utama dan 2 porsi

makan selingan, yaitu:

a. Makan Pagi : 20% x 2837 kalori = 567,4 kalori

b. Makan Siang : 30% x 2837 kalori = 851,1 kalori

c. Makan Sore : 25% x 2837 kalori = 709,25 kalori

d. Selingan 1 : 15% x 2837 = 425,55 kalori

e. Selingan 2 : 10% x 2837 = 283,7 kalori

Page 34: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

34

Distribusi makanan berdasarkan komponen makanan, adalah:

Waktu

Makan

Total

(kalori)

Karbohidrat

(60% x kalori)

Protein

(20% xkalori)

Lemak

(20% x kalori)

Makan Pagi 567,4 340,44 kalori 113,48 kalori 113,48 kalori

Makan Siang 851,1 510,66 kalori 170,22 kalori 170,22 kalori

Makan Sore 709,25 425,55 kalori 141,85 kalori 141,85 kalori

Selingan 1 425,55 - - -

Selingan 2 283,7 - - -

Pemilihan Jenis Makanan

Melalui perhitungan tersebut, maka penulis mencoba untuk memberikan suatu

pola jadwal yang mencakup pilihan jenis makanan dan jumlah makanan.

Perhitungan di atas sudah disesuaikan dengan kondisi penyakit pasien. Pemilihan

jenis makanan pun disesuaikan dengan makanan yang tersedia dan terjangkau bagi

pasien. Dalam hal ini pasien sebaiknya diberikan makanan yang rendah lemak.

Bahan makanan yang dianjurkan :

- Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, roti, kentang, gula.

- Sumber Protein Hewani: ikan, ayam.

- Sumber Vitamin dan Mineral : semua sayur dan buah.

Bahan makanan yang perlu dihindari :

- Makanan cepat saji, makanan berminyak, dan makanan pedas

- Daging merah, telur dalam jumlah yang banyak

- Kacang-kacangan

Contoh Makanan Sesuai Kebutuhan

Waktu Jumlah Jenis Jenis

Makan

Pagi

± 20% dari

total asupan

harian

Karbohidrat: 340,44 kal

Lemak: 113,48 kal

Protein: 113,48 kal

- Nasi putih (1 gelas)

- Susu sapi (1 gelas)

- Telor ayam(1 butir)

Page 35: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

35

(567,4

kalori)

Selingan

Pagi

± 10% dari

total asupan

harian

(425,55

kalori)

- Pepaya 2 potong sedang

- Susu sapi (1 gelas)

Makan

Siang

± 30% dari

total asupan

harian

(851,1

kalori)

Karbohidrat: 510,66 kal

Lemak: 170,22 kal

Protein: 170,22 kal

- Nasi putih (1,5 gelas)

- Pepes ayam (1 potong)

- Telor ayam (1 butir)

- Sup/sayur (1 mangkuk)

Selingan

Siang

± 15% dari

total asupan

harian

(283,7

kalori)

- Singkong 2 potong sedang

- Bubur kacang ijo (1 gelas)

Makan

malam

± 25% dari

total asupan

harian

(709,25

kalori)

Karbohidrat: 425,55 kal

Lemak: 141,85 kal

Protein: 141,85 kal

- Nasi putih (1 gelas)

- Daging ayam (1 potong

sedang)

- Tahu (1/2 potong sedang)

- Sayur (1 mangkuk)

4.3.1.2 Kegiatan Fisik

Semenjak sakit pasien mengatakan jarang beraktifitas. Pasien lebih banyak

menghabiskan waktunya untuk duduk dirumah. Pasien juga jarang keluar rumah

dan melakukan aktivitas berat. Pasien jarang berolahraga karena apabila

melakukan olah raga pasien merasa cepat lelah. Pasien juga tidak terlalu sering

mengikuti berbagai kegiatan di lingkungan rumahnya.

Page 36: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

36

4.3.1.3 Akses pelayanan kesehatan

Rumah pasien dapat dikategorikan mudah terjangkau. Untuk mencapai

jalan utama memerlukan waktu sekitar 5 menit dengan kondisi jalan yang relatif

baik. Akses pelayanan kesehatan yang paling dekat adalah Rumah Sakit Sanglah

sekitar 15 menit perjalanan. Pasien memiliki kendaraan pribadi berupa 1 buah

sepeda motor. Apabila pasien mengalami kekambuhan baisanya istri pasien

meninta tolong pada tetangga sebelah rumahnya untuk mengantar ke RSUP

Sanglah. Sedangkan untuk koktrol ke poliklinik setiap 2 minggu, pasien diantar

oleh istrinya dengan mengendarai sepeda motor.

4.3.1.4 Lingkungan

Saat ini pasien tinggal bersama istri dan satu orang anaknya di rumah.

Rumah pasien terdiri atas 1 bangunan yang tidak permanen. Dalam bangunan

terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Setiap

ruangan hanya dibatasi dengan menggunakan kayu triplek, atap rumah pasien

masih menggunakan aluminium. Rumah pasien sangat berdekatan dengan rumah

tetangga. Keadaan rumah pasien cukup gelap dan lembab karena kurangnya

ventilasi udara. Lantai rumah pasien berupa plaster semen namun sebagian berupa

keramik. Sumber air untuk mandi dan mencuci baju berasal dari sumur yang

ditimba sendiri. untuk air minum dan keperluan memasak juga menggunakan air

yang berasal dari sumur timba dan dimasak. Pasien memiliki 1 buah kamar mandi

lengkap dengan jamban pribadi. Tempat pembuangan sampah menggunakan

tempat sampah. Dari analisis pasien dapat digolongkan sebagai ekonomi kurang.

4.3.2 Kebutuhan Bio-psikososial

4.3.2.1 Lingkungan Biologis

Pasien adalah penderita kolangitis akut dengan batu CBD dan kolesistitis

akut serta memiliki riwayat hepatitis B kronis, dalam lingkungan

biologis/keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat yang sama dengan

pasien. Keluhan saat ini yang dialami pasien yakni mual dan muntah yang masih

menetap. Pasien mengeluh masih sedikit lemas dan terjadi penurunan aktivitas

sehari-hari.

Page 37: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

37

4.3.2.2 Faktor psikososial

Dalam keadaan sakit ini pasien sangat membutuhkan pengertian dan

dukungan dari keluarga. Terutama karena harus menjaga asupan makan pasien,

dan pengawasan minum obat dan keluhan-keluhan pasien. Pasien mengatakan saat

ini dirinya sangat ingin sembuh, pasien memotivasi dirinya untuk semangat dan

kembali bekerja. Jika dibandingkan dengan sakit yang pertama kali pada bulan

Oktober pasien merasa ada perbedaan motivasi yang dirasakan. Pasien mampu

hidup bersama dengan sakitnya dan masih bisa beraktivitas tanpa perasaan

depresi. Pasien mengatakan sangat bersemangat untuk sembuh, pasien selalu

teratur makan dan minum juga mengkonsumsi obat. Istri serta anak pasien juga

sangat mendukung kesembuhan pasien. Istri pasien juga selalu bersiaga terhadap

gejala-gejala yang terjadi pada suaminya yang tampak dari pertanyaan-

pertanyaannya pada pemeriksa tentang sakit yang dialami pasien.

4.4 Saran Dan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah pada pasien harus dilakukan secara

berkesinambungan, dimana harus melibatkan kesadaran dari pasien sendiri dan

dukungan dari banyak pihak, terutama dalam mengatasi masalah yang berkaitan

dengan pola makan pasien. Beberapa saran yang bisa diberikan antara lain:

1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya.

Pemahaman yang baik dari pasien, akan memudahkan kita dalam

mencapai kepatuhan terapi.

2. Memberitahukan kepada pasien pentingnya untuk menjaga pola makan

pasien yang teratur dan dengan kadar gizi yang cukup. Memberikan

nasihat kepada pasien untuk makan secara teratur minimal 3 kali sehari

dan keluarga juga diharapkan mengawasi waktu makan pasien. Menjaga

asupan gizi yang seimbang pada pasien terutama mengkonsumsi

makanan kaya akan serat, rendah kolesterol, rendah lemak. Dengan

asupan gizi yang baik dan teratur makan kondisi pasien akan semakin

membaik.

3. Memberikan KIE pada pasien agar segera memeriksakan diri ke dokter

atau pelayanan medis terdekat jika sedang sakit. Terutama apabila ada

Page 38: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

38

tanda kegawatan/komplikasi dari batu CBD seperti nyeri hebat di perut

kanan atas, kuning, demam tinggi, dan mual muntah

4. Memberi motivasi kepada pasien dan keluarga untuk selalu semangat

walaupun dalam kondisi sakit. Selalu mendukung dan menemani pasien

dalam kondisi sakitnya, agar pasien tidak jatuh depresi yang malah akan

memperberat kondisi sakit pasien.

4.5 Denah Rumah Pasien

Kamar

Mandi Kamar Tidur

(1)

Kamar Tidur

(2)

Dapur

Ruang Tamu

Page 39: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

39

BAB V

KESIMPULAN

Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, sakit

kuning, dan nyeri perut kanan atas (Triad Charcod), yang berkembang sebagai

akibat dari stasis/sumbatan dan infeksi di saluran empedu. Pemeriksaan yang

dapat dilakukan meliputi pemeriksaan darah rutin, fungsi hati (SGOT & SGPT),

alkali fosfatase, dan bilirubin serum, dan kultur bakteri dari sampel darah. Studi

pencitraan yang dapat membantu adalah USG, ERCP, PTC, CT scan Helical

dengan kontras, dan MRCP. Penanganannya harus segera dilakukan berupa

pemberian antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau sesuai pola

kuman di tempat tersebut, dan harus dilakukan tindakan drainase. Pada kasus ini

pasien laki-laki, usia 47 tahun, mengeluhkan nyeri perut, mual muntah, demam

dan lemas yang memberat sejak 1 hari SMRS. Pasien mendapat perawatan

selama 17 hari di RSUP Sanglah dengan diagnosis kolangitis akut dengan batu

CBD multiple, dan suspek kolesistitis akut.

Pada kunjungan belajar lapangan yang dilakukan, ditemukan beberapa

permasalahan utama yang di identifikasi pada pasien yaitu ; 1) Pasien belum

sepenuhnya mengerti mengenai penyakit yang dideritanya, antara lain: arti dari

penyakit yang dideritanya yakni kolangitis akut dengan batu CBD, faktor resiko

munculnya batu CBD, pengobatan yang dilakukan, manfaat obat yang diberikaan,

komplikasi yang dapat ditimbulkan, gejala-gejala kegawatan dari kolangitis dan

kolesistitis akut dan batu CBD. 2) Pasien masih sering merasa mual saat makan

sehingga makan sedikit. 3) Pasien masih belum tahu betul apa saja pilihan

makanan yang bisa dikonsumsi. 4) Pasien saat ini masih cuti bekerja karena

merasa badannya masih lemas. Dari permasalahan tersebut, diberikan beberapa

solusi dengan memberikan KIE kepada pasien dan keluarga pasien untuk

menemukan solusi pemecahan masalah bersama. Diberikan juga motivasi kepada

pasien dan keluarga untuk selalu semangat dan mendukung dan menemani pasien

dalam kondisi sakitnya.

Page 40: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauzi A. Kolangitis Akut. Dalam: Rani A, Simadibrata M, Syam AF, Editor.

Buku ajar Gastroenterohepatologi. Edisi-1. Jakarta: Interna Publishing;

2011:579-90.

2. Leung JW,et al. Bacteriologic Analysis of Bile and Brown Pigment Stones in

Patients with Acute Cholangitis. Gastrointest Endosc. 2001;54:340-5

3. Kimura Y, Takada T, Karawada Y, Nimura Y, Hirata K, Sekiomto M,et al.

Defenitions, Pathophysiology, and Epidemiology of Acute Cholangitis and

Cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007;14:15-

26

4. Satapathy SK, Shifteh A, Kadam J, Friedman B, Cerulli M A, Yang SS. Acute

Cholangitis Secondary to Biliary Ascariasis, A Case Report. Practical

Gastroenterology. Maret 2011:44-46

5. Gomi H, Solomkin JS, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Yoshida M. TG13

Antimicrobial Therapy for Acute Cholangitis and Cholecystitis. J

Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:60–70

6. Kimura Y, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Dirk J. Gouma, et al. TG13

Current Terminology, Etiology, and Epidemiology of Acute Cholangitis and

Cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:8–23

7. Attasaranya S, Fogel EL, Lehman GA, Choledocholithiasis, Ascending

Cholangitis, and Gallstone Pancreatitis. Med Clin N Am. 2008;92:925–960

8. Higuchi R, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Gouma DJ, Garden OJ. TG13

Miscellaneous Etiology of Cholangitis and Cholecystitis. J Hepatobiliary

Pancreat Sci. 2013;20:97–105

9. Sung JY, Costerton JW, Shaffer EA. Defense system in the biliary tract

against bacterial infection. Dig Dis Sci. 1992; 37:689.

10. Miura F, Takada T, Strasberg MS, Solomkin JS, Pitt HA, Gouma DJ, TG13

flowchart for the management of acute cholangitis and cholecystitis. J

Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:47–54

Page 41: Pengalaman Belajar Lapangan - Universitas Udayanaerepo.unud.ac.id/id/eprint/10954/1/d8fb9f6c9388e4df2d630...Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan

41

11. Okamoto K, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Garden OJ.

TG13 management bundles for acute cholangitis and cholecystitis. J

Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:55–59

12. Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Gomi H, Yoshida M, Mayumi

T. TG13: Updated Tokyo Guidelines for the management of acute cholangitis

and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:1–7

13. Kiriyama S, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Mayumi T, Pitt HA,et al.

TG13 Diagnostic criteria and severity grading of acute cholangitis. Tokyo

Guidline. J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:24-34

14. Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles

of Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2012, p : 1203-1213