penetapan kadar kinin (pk4) kelompok ria (08-30) , riko (08-32), adi darma (08-33), dwija (08-31),...

38
Laporan Praktikum Analisis Farmasi II PENETAPAN KADAR KININ DALAM URIN SETELAH MENGKONSUMSI TABLET KININ DENGAN METODE FLUORESENSI (ALAT DENGAN SPEKTROFOTODENSITOMETRI-MODE FLUORESENSI) OLEH : Nyoman Yudi Kurniawan (0808505029) Wayan Ria Medisina (0808505030) I Gede Dwija Bawa Temaja (0808505031) Rico Pramana Sugiarto (0808505032) Made Adi Wiradarma (0808505033)

Upload: dwija-bawa-temaja

Post on 27-Jul-2015

947 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

penetapan kadar kinin dalam urin

TRANSCRIPT

Page 1: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

Laporan Praktikum Analisis Farmasi II

PENETAPAN KADAR KININ DALAM URIN SETELAH MENGKONSUMSI TABLET

KININ DENGAN METODE FLUORESENSI

(ALAT DENGAN SPEKTROFOTODENSITOMETRI-MODE FLUORESENSI)

OLEH :

Nyoman Yudi Kurniawan (0808505029)

Wayan Ria Medisina (0808505030)

I Gede Dwija Bawa Temaja (0808505031)

Rico Pramana Sugiarto (0808505032)

Made Adi Wiradarma (0808505033)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2010

Page 2: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

PENETAPAN KADAR KININ DI URIN SETELAH MENGKONSUMSI TABLET KININ

DENGAN METODE FLUORESENSI

(ALAT DENGAN SPEKTROFOTODENSITOMETRI-MODE FLUORESENSI)

I. Tujuan

Praktikum ini dilakukan bertujuan untuk menetapkan kadar kinin di urin setelah

mengkonsumsi tablet kinin dengan metode fluoresensi (alat dengan

spektrofotodensitometeri - mode fluoresensi).

II. Dasar Teori

2.1 KLT-Spektrodensitometri

Prinsip pengukuran kadar suatu senyawa dengan sistem spektrofotodensitometri

adalah dengan mengukur absorban maupun fluorosensi dari analit yang

menyerap sinar UV. Pada mode absorbsi yang diukur adalah banyaknya REM

yang diabsorsi atau diserap oleh kromofor suatu senyawa, sedangkan untuk mode

fluorosensi yang diukur adalah energi yang dilepas setelah kromofor tersebut

diberikan bereksitasi. Setelah diberikan energi REM berlebih maka senyawa tersebut

akan tereksitasi. Namun pada kondisi tersebut, elektron berada pada kondisi yang

kurang stabil. Elektron akan cenderung menempati posisi yang lebih stabil sehingga

terjadi relaksasi. Saat terjadi eksitasi, elektron melepaskan sejumlah tertentu energi

misalnya berupa dalam bentuk cahaya. Peristiwa ini disebut dengan fluorosensi

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Evaluasi visual kromatogram sebelum derivatisasi hanya mampu memberikan

hasil kualitatif sedangkan evaluasi optikal secara langsung (insitu) pada plat

menggunakan suatu instrumen dapat memberikan hasil kualitatif dan hasil kuantitatif.

Alat optis yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif ini adalah

spektrofotodensitometer atau sering disebut dengan TLC Scaner. Spektrofotodensitometer

digunakan dengan menghubungkan pada suatu perangkat komputer (PC) yang

dikendalikan dengan suatu program evaluasi. PC akan menampilkan hasil kalkulasi,

Page 3: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

protokol pendukung, menyediakan data dari semua parameter dari peralatan dan program

evaluasi serta data hasil yang berupa angka dan grafik (Deinstrop, 2007).

Gambar 2. TLC Scanner

Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi

elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Untuk

evaluasi bercak hasil KLT secara densitometri, bercak di-scanning dengan sumber sinar

dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik panjangnya maupun lebarnya. Sinar

yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor). Perbedaan antara sinyal

optik daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang mengandung bercak

dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi yang telah

disiapkan dalam lempeng yang sama. Pengukuran densitometri dapat dibuat dengan

absorbansi atau dengan fluoresensi (Settel, 1997).

Kebanyakan pengukuran kromatogram lapis tipis dilakukan dengan cara

absorbansi. Kisaran ultraviolet rendah (di bawah 190 nm sampai 300 nm) merupakan

daerah yang paling berguna (Settel, 1997).

Page 4: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

Gambar 1. Komponen Spektrofotodensitometer

Karena adanya penghamburan sinar oleh partikel-partikel yang ada di lempeng,

maka suatu persamaan matematis yang sederhana dan terdefinisi dengan baik yang

menyatakan hubungan antara sinyal sinar dan banyaknya (konsentrasi) senyawa dalam

lapisan lapis tipis tidak pernah dijumpai. Sebagai akibatnya hubungan ini tidak bersifat

linier. Meskipun demikian, karena saat ini tersedia perangkat lunak (software) ataupun

integrator yang dapat menangani hubungan yang tidak linier, maka tidak diperlukan

untuk melinierkan hubungan antara konsentrasi dan respon optis (Settel, 1997).

Untuk scanning dengan fluororesensi, intensitas sinar yang diukur berbanding

langsung dengan banyaknya analit (senyawa) yang berfluororesensi lebih sensitif

dibanding dengan pengukuran absorbansi dan fungsi kalibrasi seringkali linier pada

kisaran konsentrasi yang agak luas. Karena alasan-alasan ini, senyawa-senyawa yang

bersifat fluororesensi secara inhiren selalu di-scan dengan fluororesensi. Untuk senyawa-

senyawa yang tidak berfluororesensi, maka senyawa tersebut dapat diperlakukan dengan

cara mereaksikannya dengan reagen tertentu hingga dihasilkan senyawa yang

berfluororesensi (Settel, 1997).

Page 5: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

Sumber radiasi pada spektrofotodensitometri ada tiga macam tergantung pada

rentang panjang gelombang dan prinsip penentuan. Lampu deuterium dipakai untuk

pengukuran pada daerah ultraviolet (190-400 nm) dan lampu tungsten digunakan untuk

pengukuran pada daerah sinar tampak (400-800 nm) sedangkan untuk penentuan secara

flouresensi digunakan lampu busur merkuri bertekanan tinggi (Deinstrop, 2007).

2.2 Kinin (Quinine)

Kinin merupakan senyawa antimalaria, termasuk kedalam golongan alkaloid yang

diperoleh dari kulit kayu pohon kina dan isomer levorotatory dari kuinidin (McEvoy,

2002).

Gambar 3. Struktur Kimia Kinin

Quinin merupakan obat antimalaria. Di dalam tubuh mengalami metabolisme di

hati melalui oksidasi menjadi metabolit terhidroksilasi. Metabolit obat diekskresi dalam

urin dan kurang dari 5% dari dosis diekskresi dalam urin sebagai bentuk yang tidak

berubah. Jadi, pasien yang menggkonsumsi tablet quinin, penentuan kadar obat maupun

metabolitnya di dalam urin dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu

spektrofotometri UV-Vis dan metode kromatografi, baik KLT maupun KCKT. Analisis

kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan

dengan densitometer langsung pada lempeng KLT, yang mana densitometer dapat

bekerja secara serapan maupun fluororesensi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Percobaan penetapan kadar quinin di urine setelah mengkonsumsi tablet quinin

ini, dilakukan dengan metode KLT spektrofotodensitometri yang dikerjakan dengan

metode fluororesensi. Artinya, setelah komponen dari tablet dipisahkan dengan KLT,

maka bercak hasil pemisahan diukur dengan sistem fluoresensi sinar UV dan respon

Page 6: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

sinyal yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah absorpbansi dari analit yang

ditotolkan.

Quinin memiliki rumus molekul C20H24N2O2, dengan berat molekul 324,4 g/mol.

Pemeriannya berupa serbuk mikrokristal atau granul-granul berwarna putih, sedikit

berfluorosensi. Titik lebur kinin sebesar 510 C. Kelarutannya dalam air sebesar 1 : 1900,

dalam air panas 1 : 760, dalam alkohol 1 : 0,8, dalam benzene 1 : 80, dalam kloroform 1 :

1,2, dalam eter kering 1 : 250, dalam gliserol 1 : 2. Quini tidak larut dalam petroleum

eter. Quinin memiliki pKa 4,1 : 8,5 dalam suhu 200 C.

Identifikasi (kromatografi lapis tipis), sistem TA—Rf 51; sistem TB—Rf 02;

sistem TC—Rf 11; sistem TE—Rf 45; sistem TL—Rf 04; sistem TAE—Rf 26; sistem

TAF—Rf 65 (Fluoresensi biru di bawah sinar UV; positif dengan reagen Dragendorff;

positif dengan larutan asam iodoplatinate)

Tabel1. Harga Rf Kinin dan Metabolitnya Dalam Berbagai Sistem Fase Gerak

Sistem TA TB TC TD TE TF TL TADTAE

TAF TAJ TAKTAL

Kinin 51 02 11 - 45 - 04 - 26 65 - - -

Hidroksiquinin

32 - - - - - - - - - - - -

(Moffat, 2005)

Keterangan :

Sistem Fase Gerak Perbandingan

TA Methanol : larutan amonia kuat 100 : 1,5

TB Sikloheksana : toluen : dietilamin 75 : 15 : 10

TC Kloroform : methanol 90 : 10

TD Kloroform : aseton 80 : 20

TE Etil asetat : methanol : larutan amonia kuat 85 : 10 : 5

TF Etil asetat

TL Aseton

Page 7: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

TAD Kloroform : methanol 90 : 10

TAE Methanol

TAF Methanol : n-butanol 60 : 40 (ditambahkan 0,1 mol/L NaBr

TAJ Kloroform : etanol 90 : 10

TAK Kloroform : sikloheksana : asam asetat 4 : 4 : 2

TAL Kloroform : methanol : asam propionat 72 : 18 : 10

(Moffat, 2005)

Quinin sulfat menghitam oleh kontak cahaya. Kapsul quinin sulfat disimpan

dalam tempat yang rapat dan terlindung cahaya pada suhu kurang dari 400C, lebih baik

antara 15-30oC. Tablet quinin sulfat harus disimpan dalam tempat yang tertutup baik

pada suhu kurang dari 40oC, lebih baik 15-30oC (McEvoy, 2002).

2.3 Farmakokinetika Quinin

2.3.1 Absorpsi

Quinin sulfat sebagian besar diabsorpsi dari saluran pencernaan, bahkan pada

pasien dengan diare. Absorpsi quinin terjadi terutama dari usus kecil bagian atas.

Berdasarkan administrasi dosis oral tunggal, konsentrasi serum puncak dari alkaloid

cinchona, termasuk quinin, umumnya terjadi dalam 1-3 jam. Apabila terapi tidak

dilanjutkan maka konsentrasi obat dalam plasma akan cepat menurun.(McEvoy,

2002)

2.3.2 Distribusi

Volume distribusi quinin lebih rendah pada pasien dengan malaria daripada

individu yang sehat. Volume distribusi rata-rata 1,2-1,7 L/kg pada orang dewasa

dengan malaria serebral dan moderat. Volume distribusi quinin dilaporkan rata-rata

0,8 L/kg pada anak-anak 1-12 tahun yang memiliki malaria moderat dan 1,1 L/kg

pada anak yang sembuh 1-12 tahun (McEvoy, 2002).

Quinin terdistribusi secara luas ke dalam jaringan tubuh. Jumlah kecil dari obat

didisrtribusi ke dalam empedu dan saliva. Konsentrasi quinin dalam CSF dilaporkan

menjadi 2-7% dari konsentrasi plasma obat yang bersamaan. Quinin melewati

Page 8: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

plasenta dan terdistribusi ke dalam susu. Kira-kira 70% quinin terikat dengan protein

plasma (McEvoy, 2002).

2.3.3 Metabolisme

Metabolisme melalui oksidasi menjadi metabolit terhidroksilasi. Metabolit

utama adalah 2-hidroksiquinolin dan derivate 6-hidroksikuinolin, 3-hidroksiquinin,

dan komponen dihidro yang berhubungan. Quinin-10, 11-epoksida dan quinin-10,11-

dihidrodiol juga pernah dideteksi pada urin. Setiap metabolit dari quinin akan

berfluoresensi pada keadaan tertentu. 2-hidroksiquinolin berfluoresensi pada panjang

gelombang 2595 nm pada kondisi asam; 332 nm pada pelarut non polar; 324 nm

pada pelarut polar. 6-hidroksikuinolin akan berfluoresensi pada panjang gelombang

419 nm dan 583 nm jika kondisinya asam (aseton). Sedangkan quinin akan

berfluoresensi pada panjang gelombang 425 nm (O`Reilly, 1975)

2.3.4 Eliminasi

Waktu paruh eliminasi plasma rata-rata 8-21 jam pada orang dewasa dengan

malaria dan 7-12 jam pada orang dewasa yang sudah sembuh. Pada anak 1-12 tahun,

waktu paruh eliminasi plasma dari quinin dilaporkan rata-rata 11-12 jam pada anak

dengan malaria dan 6 jam pada anak yang sehat (McEvoy, 2002).

Quinin sulfat dimetabolisme terutama dalam hati. Berdasarkan dosis tunggal

administrasi oral quinin sulfat, metabolit obat diekskresikan dalam urin dan kurang

dari 5% dari dosis sebagai bentuk yang tidak berubah. Karena quinin direabsorpsi

ketika urin alkali, ekskresi ginjal dari obat dua kali lebih cepat ketika urin asam

dibandingkan urin alkali (McEvoy, 2002).

Tabel ekskresi normal zat padat dalam urin dalam waktu 24 jam

Senyawa Jumlah yang diekskresi dalam g

N amoniakKalsiumKaliumMagnesiumNatriumKloridaFosfat (dihitung sebagai P)

1,4-1,00,05-0,41,0-5,00,05-0,153,0-6,06,0-9,00,7-1,5

Page 9: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

SulfatUreaAsam uratAsam hipuratKreatininAsam oksalat

1,8-3,520-300,25-0,750,1-1,00,5-1,8Sampel 0,03

(Mutschler, 1991)

III. Alat dan Bahan

Alat Bahan

Neraca analitik

Labu ukur 10 ml

Labu ukur 100 ml

Pipet ukur 1 ml

Ball filler

Tabung reaksi

Gelas ukur

Beaker glass

Vortex mixer

Sentrifuge

Plat KLT (silika G60)

Spektrofotodensitometer

Pipet syringe

Pipet tetes

Chamber

Effendorf

Urin

Serbuk tablet kinin

Aquades

Alkohol cuci

Metanol P

Kloroform P

Isopropanol P

Amoniak pekat P

H2SO4 0,1 N

IV. Prosedur Kerja

4.1 Preparasi Sampel

Disiapkan sebanyak 9 larutan di dalam 9 tabung reaksi yang berbeda. Tabung 1

digunakan sebagai kontrol; tabung 2,3,4 digunakan sebagai larutan uji; tabung 5,6

merupakan sampel; dan tabung 7,8,9 digunakan sebagai larutan standar. Komposisi tiap

tabung adalah sebagai berikut.

Page 10: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

Larutan No tabung Kandungan

Kontrol

(Blanko)1 2 mL urin

Larutan Uji

2 1,8 mL urin + 0,2 mL larutan baku quinin sulfat (500ng)

3 1,6 mL urin + 0,4 mL larutan baku quinin sulfat (1000 ng)

4 1,2 mL urin + 0,8 mL larutan baku quinin sulfat (2000 ng)

Sampel5 urin yang mengandung quinine sulfat

6 urin yang mengandung quinine sulfat

Larutan

Standar

7 500 ng quinine sulfat

8 1000 ng quinine sulfat

9 2000 ng quinine sulfat

Larutan Quinin sulfat yang digunakan untuk tabung 2,3,dan 4 dibuat dari larutan baku

quinine 5000 ng/ml. Perhitungan untuk tabel di atas yaitu :

Kandungan quinine sulfat pada tabung 2

C1 × V1 = C2 × V2

5000 ng/mL × X = 500 ng/mL × 2 ml

V2 = C2×V 2

C1

V2 = 500 ng/mL×2 mL5000 ng/mL

V2 = 0,2 mL

Kandungan quinine sulfat pada tabung 3

C1 × V1 = C2 × V2

5000 ng/mL × X = 1000 ng/mL × 2 ml

Page 11: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

V2 = C2×V 2

C1

V2 = 1000 ng/mL×2 mL5000 ng/mL

V2 = 0,4 mL

Kandungan quinine sulfat pada tabung 4

C1 × V1 = C2 × V2

5000 ng/mL × X = 2000 ng/mL × 2 ml

V2 = C2×V 2

C1

V2 = 2000 ng/mL×2 mL5000 ng/mL

V2 = 0,8 mL

Quinine sulfat pada tabung 7,8, dan 9 dibuat dari larutan baku stok dengan

konsentrasi 1 mg/ml. Dibuat satu larutan dengan konsentrasi 50 ng/µg, variasi

konsentrasi diatur dalam penotolan, yakni dengan cara mengatur volume penotolan,

yaitu 10 µl, 20 µl, dan 40 µl. Perhitungan pembuatan larutan yaitu :

C1 × V1 = C2 × V2

1 mg/ml × X = 50 ng/ µL × 1 ml

1000 ng/ µL × X = 50 ng/ µL × 1 ml

V2 = C2×V 2

C1

V2 = 50 ng/µL×1000µL1000 ng/µL

Page 12: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

V2 = 50 µL= 0,05 ml

Sebanyak 0,05 mL larutan baku stok quinin sulfat 1 mg/ mL kemudian dimasukkan ke

dalam effendrof, lalu ditambahkan metanol hingga volume 1 mL. Dari larutan tersebut volume

penotolan diatur agar memperoleh jumlah quinin yang sama seperti pada larutan 2, 3, dan 4.

Perhitungan :

Penotolan pertama

Jumlah quinine = C x V

= 50 ng/µL x 10 µL

= 500 ng

Penotolan kedua

Jumlah quinine = C x V

= 50 ng/µL x 20 µL

= 1000 ng

Penotolan ketiga

Jumlah quinine = C x V

= 50 ng/µL x 40 µL

= 2000 ng

4.2 Ekstraksi Cair –Cair

Tabung 1 - 6 diberi amonia secukupnya + 0,1 mL hingga mencapai pH 9-10.

Ditambahkan 2 ml campuran pelarut kloroform dan isopropanol (3 : 1). Tabung 7 - 9,

tidak ditambahkan amonia dan campuran pelarut kloroform dan isopropanol. Kemudian,

tabung 1 - 6 divortex dengan kecepatan 2500 rpm selama 30 menit agar terbentuk emulsi

sempurna. Tabung 1 - 6 disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Fase

kloroform diambil dari masing – masing tabung, kemudian diuapkan pada suhu 60°C.

Residu dilarutkan dalam 25 L methanol.

4.3 Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotodensitometri

Sistem KLT : TA.

Fase diam : silika G60 ukuran 10 cm × 10 cm

Fase gerak : methanol : larutan amoniak pekat (100:1,5)

Page 13: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

Plat dicuci dengan methanol, kemudian diaktivasi pada oven dengan suhu 120º C selama

30 menit. Chamber dijenuhkan dengan fase gerak. Disiapkan tepi atas dan tepi bawah

pada plat silika. Kemudian, larutan kontrol, larutan uji, larutan sampel, dan larutan

standar ditotolkan pada plat silika G60. Lalu, plat dielusi. Plat diangkat dan dikeringkan

pada suhu 60ºC selama 10 menit, lalu diamati menggunakan spektrofotodensitometer.

Bercak diamati dengan spektrofotodensitometer. Masing-masing noda diukur luasnya

dengan spektrofotodensitometer pada panjang gelombang 250 nm. Plat KLT selanjutnya

disemprot dengan larutan asam sulfat 0,1 N. Dilakukan pengukuran spektrum emisi pada

panjang gelombang 254 nm dengan mode fluoresensi. Kemudian dilakukan analisis

terhadap hasil scan yang didapat. Dari data yang diperoleh melalui metode

spektrofluorodensitometri, diukur luas area dari tiap penotolan. AUC antara larutan uji

dan standar dibandingkan dan dihitung perolehan kembali. AUC larutan uji dengan

sampel dibandingkan dan ditentukan kadar yang terdapat pada sampel.

V. SKEMA KERJA

5.1 Preparasi Larutan-larutan

Dimasukkan ke dalam effendorf

Tambahkan sampai tanda batas

5.2 Preparasi Sampel

Ditambahkan metanol hingga volume larutan 1 mL

Larutan standar 50 ng/µL

0,05 ml larutan baku stok quinine sulfat 1 mg/ml

Page 14: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

Disiapkan 6 tabung reaksi

Tabung 1 :2 mL urin

Tabung 2, 3, 4 :2 mL urin + larutan baku quinine sulfat (0,2 mL; 0,4 mL; dan 0,8 mL)

Tabung 5, 6 :Sampel

Tabung 1 – 6 + ammonia secukupnya + 2 mL kloroform : isopropanol (3 : 1)

Divortex kecepatan 2500 rpm selama 30 menit

Disentrifugasi kecepatan 3000 rpm selama 30 menit

Fase kloroform dari masing-masing tabung diambil

Diuapkan pada suhu 60°C

Residu dilarutkan dalam 25 µL methanol

5.3.Ekstraksi Cair-cair

5.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotodensitometri

Page 15: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

Dilakukan pengukuran spektrum emisi pada panjang gelombang 254 nm.

Dilakukan analisi terhadap hasil scanDilakukan analisi terhadap hasil scan

Disiapkan plat silica G60 dengan ukuran 10cm

× 10cm

Tepi atas dan bawahnya ditandai

Plat diaktivasi dalam oven 120° C selama 30

menit

Semua larutan ditotolkan pada plat

Untuk larutan 7,8, dan 9 volume yang ada pada plat

sebanyak 10 µL, 20 µL, dan 40 µ

Plat dielusi dalam chamber yang sudah jenuh dengan fase

gerak methanol : amonia kuat (100 : 1,5)

Plat diangkat dan dikeringkan dalam oven

60°C selama 10 menit

Bercak diamati dengan spektrofotodensitometer. Masing-

masing noda diukur luas areanya dengan pada λmax

eksitasi 250 nm.

Plat disemprot dengan H2SO4 0,1 N dan dikeringkan

dalam oven pada suhu 600C selama 10 menit.

Page 16: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

VI. Hasil Pengamatan

Dilakukan analisi terhadap hasil scan

Page 17: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

No Data Rf AUC Jumlah Quinine

1 Blangko 0.46 2492.5 -

2 Lar. Uji I 0.45 3401.8 500 ng

3 Lar. Uji II 0.41 16633.2 1000 ng

4 Lar. Uji III 0.42 9132.2 2000 ng

5 Sampel I 0.45 3885.8 -

6 Sampel II 0.44 4367.7 -

7 Lar. Standar I 0.45 5558.0 500 ng

8 Lar. Standar II 0.45 19578.2 1000 ng

9 Lar. Standar III 0.47 30056.5 2000 ng

VII. Analisis Data

7. 1 Perhitungan Regresi Linier

r2 = 0,927

a = 318,85

b = 15,496

y = bx + a

y = 15,496 x + 318,85

Jumlah Quinin Hasil Analisis

AUC quinin untuk larutan uji 1 (tabung 2) = 3401,8

y = 45980,7

y = 15,496 x + 318,85

3401,8 = 15,496 x + 318,85

x = 198,95 ng

Dengan cara yang sama maka diperoleh :

Jumlah Quinin Hasil Analisis

larutan uji 1 198,95 ng

larutan uji 2 1052,81 ng

larutan uji 3 568,75 ng

Page 18: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

Sampel 1 230,18 ng

Sampel 2 261,28 ng

7.2 Perhitungan Simpangan baku residual (Sy)

Sy=√∑ ( y1− y1 )2

N−2

y1= Nilai AUC quinin terukur alat (respon detector)

y1 = Nilai AUC quinin hasil perhitungan berdasarkan persamaan garis lurus

y1 = bx + a

N= jumlah standar yang diukur

Untuk larutan standar I

y1 = bx + a

= 15,496 (500) + 318,85 = 8066,85

Dengan cara yang sama diperoleh untuk larutan standar II dan III yaitu 15814,85 dan

31310,85

Sy = √ ( y1− y1)

2+( y2− y2)2+( y3− y3 )2

3−2

=

= √22031278 ,17

= 4693,74

7.3 Perhitungan LOD dan LOQ

y = 15,496 x + 318,85

LOD =

3 Syslope

√ (5558 ,0−8066 , 85 )2+(19578 ,2−15814 ,85 )2+(30056 ,5−31310 ,85 )2

3−2

Page 19: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

LOD=

3 x 4693,7415 , 496

LOD= 908,7 ng

LOQ =

10 Syslope

LOQ =

10 x 4693 ,7415 , 496

LOQ = 3029 ng

7. 4.Perhitungan Perolehan Kembali

Untuk mennghitung perolehan kembali hasil ekstraksi, digunakan data dari larutan uji

(tabung 2,3, dan 4)

Larutan Uji 1

% perolehan kembali = kadar yangdidapatkadar sebenarnya

x 100 %

% perolehan kembali =

198,95ng500 ng x 100 %

% perolehan kembali = 39,79 %

Dengan cara yang sama didapat persentase perolehan kembali dari larutan uji 2 dan

larutan uji 3 adalah 105,281 % dan 28,4375 %

7.5 Perhitungan Presisi

Berdasarkan data yang diperoleh dari dua kali pengulangan pada sampel

x=x1+x2

2

x=230,18 ng + 261,28ng2

x=245 , 73

Sx = √ ( x1−x1 )2+( x2−x2 )

2−1

Page 20: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

= √ (230 ,18−245 ,73)2+(261 ,28−245 ,73 )1

= 21,99

KV =

SDx x 100%

=

21,99245 , 73 x 100%

= 8,949 %

VIII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini akan dilakukan percobaan penentuan kadar quinin dalam urin

pasien yang telah mengkonsumsi tablet quinin. Penetapan kadar quinin ini bertujuan untuk

mengetahui kadar quinin di dalam urin pasien. Karena indeks terapi dari quinin itu sempit,

maka perlu dilakukan therapeutic drug monitoring (TDM) untuk mengontrol jumlah quinin

yang diberikan agar tidak menimbulkan efek toksik.

Prinsip penetapan kadar quinin dalam sampel urin ini adalah memisahkan quinin

yang ada di urin dengan menggunakan campuran pelarut kloroform dan isopropanol

kemudian dipisahkan dengan menggunakan KLT dan selanjutnya dibuat dalam bentuk

quinin sulfat yang akan berfluoresensi pada panjang gelombang tertentu dan intensitas

flouresensinya adalah sebanding dengan kadar quinin yang dinyatakan sebagai quinin

sulfat pada hasil kromatografi.

Metode yang digunakan dalam penentuan kadar quinin dalam urin adalah KLT-

spektrofotodensitometri dengan mode flouresensi. Metode ini digunakan karena quinin

sulfat memiliki sifat mampu berfluorosensi. Prisip kerja alat spektrofotodensiometer

berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang

merupakan noda pada plat (Mulja dan Sukarman, 1995). Mode yang digunakan pada

analisis ini adalah mode fluoresensi, dimana intensitas cahaya flouresensi setelah

dipancarkan melalui suatu monokromator berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada

dalam noda (Sherma and Fried, 1994).

Penetapan kadar quinin dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu preparasi larutan-

larutan, ekstraksi, KLT, dan analisis dengan spektrofotodensitometer. Pelarut yang

Page 21: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

digunakan dalam pembuatan larutan adalah methanol. Pelarut ini digunakan karena dapat

melarutkan quinin sulfat. Selain itu, methanol tidak menyerap cukup banyak cahaya dalam

daerah UV-Vis. Methanol memiliki titik batas transparansi minimum sebesar 210 nm pada

daerah UV-Vis sehingga tidak menimbulkan masalah saat pengukuran pada daerah

spektrum quinin (Underwood and Day, 1998). Larutan yang dibuat adalah larutan blanko,

larutan uji, sampel, dan larutan standar.

Larutan blanko adalah larutan yang komposisinya persis sama dengan sampel

namun tidak mengandung analit, sehingga pada analisis ini larutan blanko yang digunakan

adala urin yang tidak mengandung quinin sulfat. Larutan blanko digunakan untuk

mengatur spektrofotometer hingga pada panjang gelombang pengukuran memiliki nilai

serapan (absorbansi) nol. Tujuan dari penggunaan larutan blanko adalah koreksi serapan

yang disebabkan oleh pelarut, pereaksi, sel ataupun pengaturan alat (Anonim a, 1979).

Larutan uji bertujuan untuk menentukan akurasi dari metode yang digunakan dalam

penetapa kadar quinin. Kecermatan merupakan ukuran yang menyatakan derajat kedekatan

hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat dinyatakan dengan

persentase perolehan kembali. Pembuatan larutan uji dari matriks yang tidak diketahui

kandungannya secara pasti, seperti urin, seharusnya menggunakan metode penambahan

baku dan sebaiknya dibuat sedikitnya lima sampel yang mengandung analit 50-150% dari

kandungan yang diharapkan dan plasebo (Harmita,2004). Namun, dalam praktikum ini

pembuatan larutan uji dilakukan dengan metode simulasi. Berdasarkan metode tersebut,

dilakukan penambahan sejumlah analit bahan murni ke dalam urine dari sumber urin yang

sama. Tabung 5 dan 6 berisi larutan sampel yang disiapkan oleh asisten merupakan urin

yang mengandung sejumlah quinin sulfat. Dan standar 7, 8, dan 9 merupakan larutan

standar quinin sulfat dengan jumlah berturut-turut 500ng, 1000ng, dan 2000ng pada tiap

penotolan. Data dari ketiga seri larutan ini digunakan untuk membuat kurva kalibrasi yang

digunakan untuk menentukan kadar sampel. Kurva kalibrasi juga berfungsi untuk uji

validasi metode, yaitu linearitas. Linearitas merupakan kemampuan metode analisis yang

memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik

yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Linieritas biasanya

digunakan untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan

konsentrasi analit. Untuk membuat suatu larutan sandar, biasanya digunakan satu seri

Page 22: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel dan

dibuat sekurang-kurangnya delapan buah larutan (Harmita, 2004). Namun, pada praktikum

ini, hanya dibuat 3 larutan standar, dengan anggapan 3 larutan standar sudah cukup untuk

membuat kurva kalibrasi dan menentukan linearitas. Larutan standar yang dibuat

mengandung quinin sulfat sebanyak 50 ng/µL.

Larutan blanko, larutan uji, dan sampel diekstraksi terlebih dahulu dengan metode

ekstraksi cair-cair. Ekstraksi ini bertujuan untuk memisahkan quinin dari senyawa-senyawa

pengotor dalam urin. Quinin merupakan senyawa yang bersifat basa dan akan berada

dalam bentuk bebasnya pada larutan dengan suasana yang basa pula. Dengan demikian,

maka sebelum proses ekstraksi ditambahkan amonia pekat sebanhyak 0,2 mL ke dalam

tabung 1-6 untuk memperoleh suasana basa (pH ± 9 – 10). Rentang pH ini dipilih karena

berdasarkan perhitungan, jumlah quinin yang berada dalam bentuk bebas pada rentang ini

adalah 97 %. Kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair dengan kloroform-isopropanol (3:1)

melalui pengocokan dan sentrifugasi. Quinin merupakan salah satu senyawa golongan

alkaloid yang larut dalam kloroform. Proses pengocokan bertujuan untuk memperbesar

kontak pelarut dengan zat target sehingga distribusi kinin ke fase kloroform akan lebih

optimal. Selama proses pengocokan, kinin bebas ini akan terpartisi ke fase pelarut organik

yaitu kloroform, sedangkan pengotor akan berada pada fase berair karena pada umumnya

zat-zat yang terdapat dalam urin sifatnya larut dalam air. Sentrifugasi berfungsi untuk

memisahkan fase kloroform dengan fase urin dan isopropanol. Selain itu sentrifugasi juga

membantu memisahkan makromolekul-makromolekul yang terdapat dalam urin yang dapat

mengganggu proses analisis. Setelah sentrifugasi fase kloroform kemudian diambil dan

diuapkan untuk memperoleh ekstrak kinin. Penguapan dilakukan dalam tabung effendorf

diatas penangas air pada suhu 70oC, titik uap klorofom adalah sekitar 60oC (Anonim b,

1995). Dengan suhu 70 oC tidak akan merusak analit karena titik leleh kinin adalah pada

suhu 120 0C. Ekstrak quinin direkontitusi menggunakan 25 µL methanol untuk selanjutnya

dipisahkan dengan KLT.

Setelah terpisah dari pengotor, dilakukan lagi pemisahan, yaitu dengan KLT yang

bertujuan untuk memisahkan quinin dari metabolitnya, yaitu hidroksiquinolin. Pemisahan

dengan KLT dilakukan terhadap semua larutan, termasuk larutan standar. Pada larutan

standar dilakukan penotolan dengan variasi volume untuk mendapatkan kadar akhir quinin

Page 23: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

sulfat dalam standar sejumlah 500 ng, 1000 ng, dan 2000 ng. Volume penotolan berturut-

turut 10 µL, 20 µL, dan 40 µL.

Pada proses KLT, plat yang digunakan adalah silika gel G60 yang tidak

berfluoresensi. Penggunaan plat yang berfluoresensi dapat mengganggu pemindaian

flouesensi analit akibat adanya intervensi hamburan sinar dari plat. Fase gerak yang

digunakan adalah sistem TA yang terdiri dari campuran metanol-amonia pekat (100:1,5).

Sistem pelarut ini dipilih karena mampu memisahkan kinin berdasarkan perbedaan harga

Rf dengan metabolitnya yaitu hidroksiquinolin.

Setelah dilakukan pemisahan dengan KLT, dilakukan scanning dengan

spektrofotodensitometer dengan mode absorbspsi pada panjang gelombang 250 nm.

Setelah itu plat yang telah di-scan disemprot dengan larutan asam sulfat 0,1 N.

Penyemprotan bertujuan untuk membentuk quinin sulfat yang mampu berfluoresensi.

Selain itu, penambahan asam sulfat bertujuan meningkatkan intensitas fluoresensi quinin

sulfat yang terbentuk karena quinin sulfat mampu berluoresensi pada suasana asam. Pada

preparasi semua larutan, larutan qunin yang digunakan merupakan quinin sulfat, namun

penambahan amonia kuat saat ekstraksi dapat mengubah quinin sufat menjadi quinin bebas.

Fluoresensi yang diberikn quinin bebas lebih lemah dibandingkan quinin sulfat, karenanya

perlu disemprot dengan asam sulfat 0,1 N.

Plat yang telah disemprot di-scan dengan spektrofotodensitometer mode floresensi

pada panjang gelombang 254 nm karena memberikan spektrum emisi yang maksimum

berdasarkan praktikum yang telah dilakukan sebelumnya.

Hasil dari scanning yang dilakukan berupa data AUC, Rf, kromatogram, dan spektra.

Kromatogram yang dihasilkan dicocokkan dengan kromatogram library alat

spektrofotodensitometer untuk mengetahui apakah senyawa yang diidentifikasi tersebut

adalah quinin. Untuk mencocokkan kromatogram, dilakukan pembandingan harga Rf dan

kesesuaian pola spektrum yang dihasilkan masing-masing puncak. Berdasarkan literatur

harga hRf quinin dengan pemisahan menggunakan sistem TA adalah 51 (Moffat et al,

2004). Setelah dilakukan pembandingan, diperoleh bahwa nilai hRf quinin yang dihasilkan

sesuai dengan literatur, dimana kisaran hRf yang diperoleh adalah antara 45-55. Spektra

yang diperoleh dari masing-masing track, menunjukkan kemiripan yang berarti senyawa

yang diidentifikasi memang benar quinin sulfat.

Page 24: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

Berdasarkan data fluorosensi hasil scan, diperoleh bahwa pada semua track

ditemukan adanya quinin sulfat. Seharusnya pada track 1 tidak ditemukan quinin sulfat.

Hal ini terjadi karena kesalahan dalam preparasi sampel, yakni ketika mengambil fase

kloroform setelah ekstraksi. Seharusnya larutan blanko mendapat perlakuan terlebih

dahulu, agar tidak bercampur dengan quinine sulfat yang terdapat dalam larutan uji dan

sampel.

Dari data yang didapatkan dilakukan sejumlah validasi metode meliputi permbuatan

kurva kalibrasi dan persamaan regresi, perhitungan persen perolehan kembali, perhitungan

LOD dan LOQ, dan perhitungan kadar quinin dalam sampel. Pembuatan kurva kalibrasi

dilakukan dengan cara memplot AUC yang dihasilkan dari masing-masing standar terhadap

konsentrasi.

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu

berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus

dipertimbangkan adalah kecermatan atau akurasi, keseksamaan (presisi), linieritas dan

rentang, serta parameter lainnya adalah batas deteksi dan batas kuantitasi (LOD dan LOQ)

(Harmita, 2004).

Perolehan kembali menyatakan kecermatan dan akurasi. Kecermatan merupakan

ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar sebenaranya. Harga

perolehan kembali untuk larutan uji 1, 2, dan 3 yaitu 39, 79%, 105, 281%, dan 28, 4375 %.

Pada larutan uji 2 perolehan kembali lebih dari 100%, hal ini kemungkinan disebabkan

karena adanya tumpang tindih antar kromatogram sehingga peak ganda terbaca menjadi

peak tunggal sehingga diperoleh nilai AUC yang besar yang besar.

Presisi atau keseksamaan merupakan suatu ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual , diukur melalui penyebaran hasil individual rata rata

jika prosedur yang diterapkan secara berulang pada sampel – sampel yang diambil dari

campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku dan simpangan baku

relatif (koefisien variasi atau KV), pada praktikum ini diperoleh simpangan baku sebesar

4693, 74 ng, dan nilai koefisien variasi sebesar 8,949%. Semakin kecil nilai standar deviasi

maka hasil yang diperoleh semakin baik, karena hasil yang diperoleh pada masing – masing

pengukuran hampir sama. Sedangkan nilai KV menunjukkan simpangan relatif terhadap

Page 25: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

kadar rata rata sampel. Semakin kecil nilai KV maka data hasil yang diperoleh semakin baik.

Berdasarkan pustaka nilai presisi yang adalah <2 %, sedangkan pada perhitungan diperoleh

presisi parasetamol sebesar 8,949%.

Linearitas merupakan kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang

secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik, proporsional

terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). Berdasarkan data yang diperoleh

maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui parameter linearitas, diperoleh persaman

regresi yaitu y = 15,496x + 318,85 dengan r = 0,927. Secara umum persamaan regresi di

tulis y = a + bx, hasil akan dikatakan ideal jika b = nol, r = 1 dan a menunjukkan kepekaan

analisis. Parameter lain yang berperan disini yaitu simpangan baku residual Sy. Simpangan

baku residual berkaitan dengan linearitas, dimana nilai simpangan baku residual yang besar

dapat disebabkan oleh nilai r yang kecil atau data yang tidak linear. Jadi semakin besar nilai

simpangan baku residual maka data yang diperoleh semakin tidak linier.

Parameter lainnya yaitu batas deteksi dan batas kuantitasi (LOQ dan LOD). Batas

deteksi (LOD) adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih

memberikan respon signifikan dibanding dengan blanko (Harmita, 2004). Berdasarkan

perhitungan diperoleh nilai LOD sebesar 908,7 ng. Artinya jumlah quinin terkecil dalam

sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon signifikan dibanding dengan

blanko yaitu sebesar 908,7 ng, apabila terdapat quinin dengan jumlah yang lebih kecil dari

itu maka quinin tidak akan terdeteksi atau tidak akan memberikan respon yang signifikan

jika dibandingkan dengan blanko. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan kuantitas terkecil

analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita,

2004). Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai LOQ sebesar 3029 ng. Kadar quinin dalam

sampel sebesar 230,18 ng dan 261,28 ng, artinya hasil yang diperoleh belum memenuhi

kriteria cermat dan seksama.

IX. Kesimpulan

Setelah dilakukan perhitungan, maka dapat diketahui kadar quinin dalam sampel

adalah sebesar 230,18 ng dan 261, 28 ng.

Page 26: Penetapan Kadar Kinin (Pk4) Kelompok Ria (08-30) , Riko (08-32), Adi Darma (08-33), Dwija (08-31), Dan Yudi (08-29)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Deinstrop, E. H. 2007. Applied Thin Layer Chromatography, 2nd Edition. Weinheim : Wiley

VCH Verlag.

Flanagan, R. J., Taylor, A., Watson, I. D., and Whelpton, R. 2007. Fundamentals of Analytical

Toxicology. New Delhi : John Wiley and Sons, Ltd.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu

Kefarmasian, Departemen FMIPA-UI. Jakarta.

McEvoy, G.K. 2002. AHFS Drug Information. USA: American Society of Health System

Pharmacist.

Moffat, antonym C., M.David Osselton, dan Brian Widdop. 2005. Clarke`s Analysis of Drugs

and Poisons. 3rd editions. London: The Pharmaceutical Press.

Mulja, M dan Sukarman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga University Press.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat edisi V. Bandung: Penerbit ITB.

O’Reilly, J.E. 1975. Fluorescence Experiments with Quinin. University of Kentucky Lexington.

Available at : http://www.journalofchemicaleducation.html

Opened : 12 October 2010

Settel, F. 1997. Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry. New Jersey :

Prentice Hall PTR

Sherma, J. and B. Fried. 1996. Handbook of Thin Layer Chromatography Third Edition. New

York : Marcel Dekker Inc.P 147-179.

Underwood, A.L., and R.A. Day, JR. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Penerbit

Erlangga: Jakarta.