penetapan kadar kinin (pk4) kelompok ria (08-30) , riko (08-32), adi darma (08-33), dwija (08-31),...
DESCRIPTION
penetapan kadar kinin dalam urinTRANSCRIPT
Laporan Praktikum Analisis Farmasi II
PENETAPAN KADAR KININ DALAM URIN SETELAH MENGKONSUMSI TABLET
KININ DENGAN METODE FLUORESENSI
(ALAT DENGAN SPEKTROFOTODENSITOMETRI-MODE FLUORESENSI)
OLEH :
Nyoman Yudi Kurniawan (0808505029)
Wayan Ria Medisina (0808505030)
I Gede Dwija Bawa Temaja (0808505031)
Rico Pramana Sugiarto (0808505032)
Made Adi Wiradarma (0808505033)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2010
PENETAPAN KADAR KININ DI URIN SETELAH MENGKONSUMSI TABLET KININ
DENGAN METODE FLUORESENSI
(ALAT DENGAN SPEKTROFOTODENSITOMETRI-MODE FLUORESENSI)
I. Tujuan
Praktikum ini dilakukan bertujuan untuk menetapkan kadar kinin di urin setelah
mengkonsumsi tablet kinin dengan metode fluoresensi (alat dengan
spektrofotodensitometeri - mode fluoresensi).
II. Dasar Teori
2.1 KLT-Spektrodensitometri
Prinsip pengukuran kadar suatu senyawa dengan sistem spektrofotodensitometri
adalah dengan mengukur absorban maupun fluorosensi dari analit yang
menyerap sinar UV. Pada mode absorbsi yang diukur adalah banyaknya REM
yang diabsorsi atau diserap oleh kromofor suatu senyawa, sedangkan untuk mode
fluorosensi yang diukur adalah energi yang dilepas setelah kromofor tersebut
diberikan bereksitasi. Setelah diberikan energi REM berlebih maka senyawa tersebut
akan tereksitasi. Namun pada kondisi tersebut, elektron berada pada kondisi yang
kurang stabil. Elektron akan cenderung menempati posisi yang lebih stabil sehingga
terjadi relaksasi. Saat terjadi eksitasi, elektron melepaskan sejumlah tertentu energi
misalnya berupa dalam bentuk cahaya. Peristiwa ini disebut dengan fluorosensi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Evaluasi visual kromatogram sebelum derivatisasi hanya mampu memberikan
hasil kualitatif sedangkan evaluasi optikal secara langsung (insitu) pada plat
menggunakan suatu instrumen dapat memberikan hasil kualitatif dan hasil kuantitatif.
Alat optis yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif ini adalah
spektrofotodensitometer atau sering disebut dengan TLC Scaner. Spektrofotodensitometer
digunakan dengan menghubungkan pada suatu perangkat komputer (PC) yang
dikendalikan dengan suatu program evaluasi. PC akan menampilkan hasil kalkulasi,
protokol pendukung, menyediakan data dari semua parameter dari peralatan dan program
evaluasi serta data hasil yang berupa angka dan grafik (Deinstrop, 2007).
Gambar 2. TLC Scanner
Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi
elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Untuk
evaluasi bercak hasil KLT secara densitometri, bercak di-scanning dengan sumber sinar
dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik panjangnya maupun lebarnya. Sinar
yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor). Perbedaan antara sinyal
optik daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang mengandung bercak
dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi yang telah
disiapkan dalam lempeng yang sama. Pengukuran densitometri dapat dibuat dengan
absorbansi atau dengan fluoresensi (Settel, 1997).
Kebanyakan pengukuran kromatogram lapis tipis dilakukan dengan cara
absorbansi. Kisaran ultraviolet rendah (di bawah 190 nm sampai 300 nm) merupakan
daerah yang paling berguna (Settel, 1997).
Gambar 1. Komponen Spektrofotodensitometer
Karena adanya penghamburan sinar oleh partikel-partikel yang ada di lempeng,
maka suatu persamaan matematis yang sederhana dan terdefinisi dengan baik yang
menyatakan hubungan antara sinyal sinar dan banyaknya (konsentrasi) senyawa dalam
lapisan lapis tipis tidak pernah dijumpai. Sebagai akibatnya hubungan ini tidak bersifat
linier. Meskipun demikian, karena saat ini tersedia perangkat lunak (software) ataupun
integrator yang dapat menangani hubungan yang tidak linier, maka tidak diperlukan
untuk melinierkan hubungan antara konsentrasi dan respon optis (Settel, 1997).
Untuk scanning dengan fluororesensi, intensitas sinar yang diukur berbanding
langsung dengan banyaknya analit (senyawa) yang berfluororesensi lebih sensitif
dibanding dengan pengukuran absorbansi dan fungsi kalibrasi seringkali linier pada
kisaran konsentrasi yang agak luas. Karena alasan-alasan ini, senyawa-senyawa yang
bersifat fluororesensi secara inhiren selalu di-scan dengan fluororesensi. Untuk senyawa-
senyawa yang tidak berfluororesensi, maka senyawa tersebut dapat diperlakukan dengan
cara mereaksikannya dengan reagen tertentu hingga dihasilkan senyawa yang
berfluororesensi (Settel, 1997).
Sumber radiasi pada spektrofotodensitometri ada tiga macam tergantung pada
rentang panjang gelombang dan prinsip penentuan. Lampu deuterium dipakai untuk
pengukuran pada daerah ultraviolet (190-400 nm) dan lampu tungsten digunakan untuk
pengukuran pada daerah sinar tampak (400-800 nm) sedangkan untuk penentuan secara
flouresensi digunakan lampu busur merkuri bertekanan tinggi (Deinstrop, 2007).
2.2 Kinin (Quinine)
Kinin merupakan senyawa antimalaria, termasuk kedalam golongan alkaloid yang
diperoleh dari kulit kayu pohon kina dan isomer levorotatory dari kuinidin (McEvoy,
2002).
Gambar 3. Struktur Kimia Kinin
Quinin merupakan obat antimalaria. Di dalam tubuh mengalami metabolisme di
hati melalui oksidasi menjadi metabolit terhidroksilasi. Metabolit obat diekskresi dalam
urin dan kurang dari 5% dari dosis diekskresi dalam urin sebagai bentuk yang tidak
berubah. Jadi, pasien yang menggkonsumsi tablet quinin, penentuan kadar obat maupun
metabolitnya di dalam urin dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu
spektrofotometri UV-Vis dan metode kromatografi, baik KLT maupun KCKT. Analisis
kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan
dengan densitometer langsung pada lempeng KLT, yang mana densitometer dapat
bekerja secara serapan maupun fluororesensi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Percobaan penetapan kadar quinin di urine setelah mengkonsumsi tablet quinin
ini, dilakukan dengan metode KLT spektrofotodensitometri yang dikerjakan dengan
metode fluororesensi. Artinya, setelah komponen dari tablet dipisahkan dengan KLT,
maka bercak hasil pemisahan diukur dengan sistem fluoresensi sinar UV dan respon
sinyal yang dihasilkan akan sebanding dengan jumlah absorpbansi dari analit yang
ditotolkan.
Quinin memiliki rumus molekul C20H24N2O2, dengan berat molekul 324,4 g/mol.
Pemeriannya berupa serbuk mikrokristal atau granul-granul berwarna putih, sedikit
berfluorosensi. Titik lebur kinin sebesar 510 C. Kelarutannya dalam air sebesar 1 : 1900,
dalam air panas 1 : 760, dalam alkohol 1 : 0,8, dalam benzene 1 : 80, dalam kloroform 1 :
1,2, dalam eter kering 1 : 250, dalam gliserol 1 : 2. Quini tidak larut dalam petroleum
eter. Quinin memiliki pKa 4,1 : 8,5 dalam suhu 200 C.
Identifikasi (kromatografi lapis tipis), sistem TA—Rf 51; sistem TB—Rf 02;
sistem TC—Rf 11; sistem TE—Rf 45; sistem TL—Rf 04; sistem TAE—Rf 26; sistem
TAF—Rf 65 (Fluoresensi biru di bawah sinar UV; positif dengan reagen Dragendorff;
positif dengan larutan asam iodoplatinate)
Tabel1. Harga Rf Kinin dan Metabolitnya Dalam Berbagai Sistem Fase Gerak
Sistem TA TB TC TD TE TF TL TADTAE
TAF TAJ TAKTAL
Kinin 51 02 11 - 45 - 04 - 26 65 - - -
Hidroksiquinin
32 - - - - - - - - - - - -
(Moffat, 2005)
Keterangan :
Sistem Fase Gerak Perbandingan
TA Methanol : larutan amonia kuat 100 : 1,5
TB Sikloheksana : toluen : dietilamin 75 : 15 : 10
TC Kloroform : methanol 90 : 10
TD Kloroform : aseton 80 : 20
TE Etil asetat : methanol : larutan amonia kuat 85 : 10 : 5
TF Etil asetat
TL Aseton
TAD Kloroform : methanol 90 : 10
TAE Methanol
TAF Methanol : n-butanol 60 : 40 (ditambahkan 0,1 mol/L NaBr
TAJ Kloroform : etanol 90 : 10
TAK Kloroform : sikloheksana : asam asetat 4 : 4 : 2
TAL Kloroform : methanol : asam propionat 72 : 18 : 10
(Moffat, 2005)
Quinin sulfat menghitam oleh kontak cahaya. Kapsul quinin sulfat disimpan
dalam tempat yang rapat dan terlindung cahaya pada suhu kurang dari 400C, lebih baik
antara 15-30oC. Tablet quinin sulfat harus disimpan dalam tempat yang tertutup baik
pada suhu kurang dari 40oC, lebih baik 15-30oC (McEvoy, 2002).
2.3 Farmakokinetika Quinin
2.3.1 Absorpsi
Quinin sulfat sebagian besar diabsorpsi dari saluran pencernaan, bahkan pada
pasien dengan diare. Absorpsi quinin terjadi terutama dari usus kecil bagian atas.
Berdasarkan administrasi dosis oral tunggal, konsentrasi serum puncak dari alkaloid
cinchona, termasuk quinin, umumnya terjadi dalam 1-3 jam. Apabila terapi tidak
dilanjutkan maka konsentrasi obat dalam plasma akan cepat menurun.(McEvoy,
2002)
2.3.2 Distribusi
Volume distribusi quinin lebih rendah pada pasien dengan malaria daripada
individu yang sehat. Volume distribusi rata-rata 1,2-1,7 L/kg pada orang dewasa
dengan malaria serebral dan moderat. Volume distribusi quinin dilaporkan rata-rata
0,8 L/kg pada anak-anak 1-12 tahun yang memiliki malaria moderat dan 1,1 L/kg
pada anak yang sembuh 1-12 tahun (McEvoy, 2002).
Quinin terdistribusi secara luas ke dalam jaringan tubuh. Jumlah kecil dari obat
didisrtribusi ke dalam empedu dan saliva. Konsentrasi quinin dalam CSF dilaporkan
menjadi 2-7% dari konsentrasi plasma obat yang bersamaan. Quinin melewati
plasenta dan terdistribusi ke dalam susu. Kira-kira 70% quinin terikat dengan protein
plasma (McEvoy, 2002).
2.3.3 Metabolisme
Metabolisme melalui oksidasi menjadi metabolit terhidroksilasi. Metabolit
utama adalah 2-hidroksiquinolin dan derivate 6-hidroksikuinolin, 3-hidroksiquinin,
dan komponen dihidro yang berhubungan. Quinin-10, 11-epoksida dan quinin-10,11-
dihidrodiol juga pernah dideteksi pada urin. Setiap metabolit dari quinin akan
berfluoresensi pada keadaan tertentu. 2-hidroksiquinolin berfluoresensi pada panjang
gelombang 2595 nm pada kondisi asam; 332 nm pada pelarut non polar; 324 nm
pada pelarut polar. 6-hidroksikuinolin akan berfluoresensi pada panjang gelombang
419 nm dan 583 nm jika kondisinya asam (aseton). Sedangkan quinin akan
berfluoresensi pada panjang gelombang 425 nm (O`Reilly, 1975)
2.3.4 Eliminasi
Waktu paruh eliminasi plasma rata-rata 8-21 jam pada orang dewasa dengan
malaria dan 7-12 jam pada orang dewasa yang sudah sembuh. Pada anak 1-12 tahun,
waktu paruh eliminasi plasma dari quinin dilaporkan rata-rata 11-12 jam pada anak
dengan malaria dan 6 jam pada anak yang sehat (McEvoy, 2002).
Quinin sulfat dimetabolisme terutama dalam hati. Berdasarkan dosis tunggal
administrasi oral quinin sulfat, metabolit obat diekskresikan dalam urin dan kurang
dari 5% dari dosis sebagai bentuk yang tidak berubah. Karena quinin direabsorpsi
ketika urin alkali, ekskresi ginjal dari obat dua kali lebih cepat ketika urin asam
dibandingkan urin alkali (McEvoy, 2002).
Tabel ekskresi normal zat padat dalam urin dalam waktu 24 jam
Senyawa Jumlah yang diekskresi dalam g
N amoniakKalsiumKaliumMagnesiumNatriumKloridaFosfat (dihitung sebagai P)
1,4-1,00,05-0,41,0-5,00,05-0,153,0-6,06,0-9,00,7-1,5
SulfatUreaAsam uratAsam hipuratKreatininAsam oksalat
1,8-3,520-300,25-0,750,1-1,00,5-1,8Sampel 0,03
(Mutschler, 1991)
III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Neraca analitik
Labu ukur 10 ml
Labu ukur 100 ml
Pipet ukur 1 ml
Ball filler
Tabung reaksi
Gelas ukur
Beaker glass
Vortex mixer
Sentrifuge
Plat KLT (silika G60)
Spektrofotodensitometer
Pipet syringe
Pipet tetes
Chamber
Effendorf
Urin
Serbuk tablet kinin
Aquades
Alkohol cuci
Metanol P
Kloroform P
Isopropanol P
Amoniak pekat P
H2SO4 0,1 N
IV. Prosedur Kerja
4.1 Preparasi Sampel
Disiapkan sebanyak 9 larutan di dalam 9 tabung reaksi yang berbeda. Tabung 1
digunakan sebagai kontrol; tabung 2,3,4 digunakan sebagai larutan uji; tabung 5,6
merupakan sampel; dan tabung 7,8,9 digunakan sebagai larutan standar. Komposisi tiap
tabung adalah sebagai berikut.
Larutan No tabung Kandungan
Kontrol
(Blanko)1 2 mL urin
Larutan Uji
2 1,8 mL urin + 0,2 mL larutan baku quinin sulfat (500ng)
3 1,6 mL urin + 0,4 mL larutan baku quinin sulfat (1000 ng)
4 1,2 mL urin + 0,8 mL larutan baku quinin sulfat (2000 ng)
Sampel5 urin yang mengandung quinine sulfat
6 urin yang mengandung quinine sulfat
Larutan
Standar
7 500 ng quinine sulfat
8 1000 ng quinine sulfat
9 2000 ng quinine sulfat
Larutan Quinin sulfat yang digunakan untuk tabung 2,3,dan 4 dibuat dari larutan baku
quinine 5000 ng/ml. Perhitungan untuk tabel di atas yaitu :
Kandungan quinine sulfat pada tabung 2
C1 × V1 = C2 × V2
5000 ng/mL × X = 500 ng/mL × 2 ml
V2 = C2×V 2
C1
V2 = 500 ng/mL×2 mL5000 ng/mL
V2 = 0,2 mL
Kandungan quinine sulfat pada tabung 3
C1 × V1 = C2 × V2
5000 ng/mL × X = 1000 ng/mL × 2 ml
V2 = C2×V 2
C1
V2 = 1000 ng/mL×2 mL5000 ng/mL
V2 = 0,4 mL
Kandungan quinine sulfat pada tabung 4
C1 × V1 = C2 × V2
5000 ng/mL × X = 2000 ng/mL × 2 ml
V2 = C2×V 2
C1
V2 = 2000 ng/mL×2 mL5000 ng/mL
V2 = 0,8 mL
Quinine sulfat pada tabung 7,8, dan 9 dibuat dari larutan baku stok dengan
konsentrasi 1 mg/ml. Dibuat satu larutan dengan konsentrasi 50 ng/µg, variasi
konsentrasi diatur dalam penotolan, yakni dengan cara mengatur volume penotolan,
yaitu 10 µl, 20 µl, dan 40 µl. Perhitungan pembuatan larutan yaitu :
C1 × V1 = C2 × V2
1 mg/ml × X = 50 ng/ µL × 1 ml
1000 ng/ µL × X = 50 ng/ µL × 1 ml
V2 = C2×V 2
C1
V2 = 50 ng/µL×1000µL1000 ng/µL
V2 = 50 µL= 0,05 ml
Sebanyak 0,05 mL larutan baku stok quinin sulfat 1 mg/ mL kemudian dimasukkan ke
dalam effendrof, lalu ditambahkan metanol hingga volume 1 mL. Dari larutan tersebut volume
penotolan diatur agar memperoleh jumlah quinin yang sama seperti pada larutan 2, 3, dan 4.
Perhitungan :
Penotolan pertama
Jumlah quinine = C x V
= 50 ng/µL x 10 µL
= 500 ng
Penotolan kedua
Jumlah quinine = C x V
= 50 ng/µL x 20 µL
= 1000 ng
Penotolan ketiga
Jumlah quinine = C x V
= 50 ng/µL x 40 µL
= 2000 ng
4.2 Ekstraksi Cair –Cair
Tabung 1 - 6 diberi amonia secukupnya + 0,1 mL hingga mencapai pH 9-10.
Ditambahkan 2 ml campuran pelarut kloroform dan isopropanol (3 : 1). Tabung 7 - 9,
tidak ditambahkan amonia dan campuran pelarut kloroform dan isopropanol. Kemudian,
tabung 1 - 6 divortex dengan kecepatan 2500 rpm selama 30 menit agar terbentuk emulsi
sempurna. Tabung 1 - 6 disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Fase
kloroform diambil dari masing – masing tabung, kemudian diuapkan pada suhu 60°C.
Residu dilarutkan dalam 25 L methanol.
4.3 Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotodensitometri
Sistem KLT : TA.
Fase diam : silika G60 ukuran 10 cm × 10 cm
Fase gerak : methanol : larutan amoniak pekat (100:1,5)
Plat dicuci dengan methanol, kemudian diaktivasi pada oven dengan suhu 120º C selama
30 menit. Chamber dijenuhkan dengan fase gerak. Disiapkan tepi atas dan tepi bawah
pada plat silika. Kemudian, larutan kontrol, larutan uji, larutan sampel, dan larutan
standar ditotolkan pada plat silika G60. Lalu, plat dielusi. Plat diangkat dan dikeringkan
pada suhu 60ºC selama 10 menit, lalu diamati menggunakan spektrofotodensitometer.
Bercak diamati dengan spektrofotodensitometer. Masing-masing noda diukur luasnya
dengan spektrofotodensitometer pada panjang gelombang 250 nm. Plat KLT selanjutnya
disemprot dengan larutan asam sulfat 0,1 N. Dilakukan pengukuran spektrum emisi pada
panjang gelombang 254 nm dengan mode fluoresensi. Kemudian dilakukan analisis
terhadap hasil scan yang didapat. Dari data yang diperoleh melalui metode
spektrofluorodensitometri, diukur luas area dari tiap penotolan. AUC antara larutan uji
dan standar dibandingkan dan dihitung perolehan kembali. AUC larutan uji dengan
sampel dibandingkan dan ditentukan kadar yang terdapat pada sampel.
V. SKEMA KERJA
5.1 Preparasi Larutan-larutan
Dimasukkan ke dalam effendorf
Tambahkan sampai tanda batas
5.2 Preparasi Sampel
Ditambahkan metanol hingga volume larutan 1 mL
Larutan standar 50 ng/µL
0,05 ml larutan baku stok quinine sulfat 1 mg/ml
Disiapkan 6 tabung reaksi
Tabung 1 :2 mL urin
Tabung 2, 3, 4 :2 mL urin + larutan baku quinine sulfat (0,2 mL; 0,4 mL; dan 0,8 mL)
Tabung 5, 6 :Sampel
Tabung 1 – 6 + ammonia secukupnya + 2 mL kloroform : isopropanol (3 : 1)
Divortex kecepatan 2500 rpm selama 30 menit
Disentrifugasi kecepatan 3000 rpm selama 30 menit
Fase kloroform dari masing-masing tabung diambil
Diuapkan pada suhu 60°C
Residu dilarutkan dalam 25 µL methanol
5.3.Ekstraksi Cair-cair
5.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotodensitometri
Dilakukan pengukuran spektrum emisi pada panjang gelombang 254 nm.
Dilakukan analisi terhadap hasil scanDilakukan analisi terhadap hasil scan
Disiapkan plat silica G60 dengan ukuran 10cm
× 10cm
Tepi atas dan bawahnya ditandai
Plat diaktivasi dalam oven 120° C selama 30
menit
Semua larutan ditotolkan pada plat
Untuk larutan 7,8, dan 9 volume yang ada pada plat
sebanyak 10 µL, 20 µL, dan 40 µ
Plat dielusi dalam chamber yang sudah jenuh dengan fase
gerak methanol : amonia kuat (100 : 1,5)
Plat diangkat dan dikeringkan dalam oven
60°C selama 10 menit
Bercak diamati dengan spektrofotodensitometer. Masing-
masing noda diukur luas areanya dengan pada λmax
eksitasi 250 nm.
Plat disemprot dengan H2SO4 0,1 N dan dikeringkan
dalam oven pada suhu 600C selama 10 menit.
VI. Hasil Pengamatan
Dilakukan analisi terhadap hasil scan
No Data Rf AUC Jumlah Quinine
1 Blangko 0.46 2492.5 -
2 Lar. Uji I 0.45 3401.8 500 ng
3 Lar. Uji II 0.41 16633.2 1000 ng
4 Lar. Uji III 0.42 9132.2 2000 ng
5 Sampel I 0.45 3885.8 -
6 Sampel II 0.44 4367.7 -
7 Lar. Standar I 0.45 5558.0 500 ng
8 Lar. Standar II 0.45 19578.2 1000 ng
9 Lar. Standar III 0.47 30056.5 2000 ng
VII. Analisis Data
7. 1 Perhitungan Regresi Linier
r2 = 0,927
a = 318,85
b = 15,496
y = bx + a
y = 15,496 x + 318,85
Jumlah Quinin Hasil Analisis
AUC quinin untuk larutan uji 1 (tabung 2) = 3401,8
y = 45980,7
y = 15,496 x + 318,85
3401,8 = 15,496 x + 318,85
x = 198,95 ng
Dengan cara yang sama maka diperoleh :
Jumlah Quinin Hasil Analisis
larutan uji 1 198,95 ng
larutan uji 2 1052,81 ng
larutan uji 3 568,75 ng
Sampel 1 230,18 ng
Sampel 2 261,28 ng
7.2 Perhitungan Simpangan baku residual (Sy)
Sy=√∑ ( y1− y1 )2
N−2
y1= Nilai AUC quinin terukur alat (respon detector)
y1 = Nilai AUC quinin hasil perhitungan berdasarkan persamaan garis lurus
y1 = bx + a
N= jumlah standar yang diukur
Untuk larutan standar I
y1 = bx + a
= 15,496 (500) + 318,85 = 8066,85
Dengan cara yang sama diperoleh untuk larutan standar II dan III yaitu 15814,85 dan
31310,85
Sy = √ ( y1− y1)
2+( y2− y2)2+( y3− y3 )2
3−2
=
= √22031278 ,17
= 4693,74
7.3 Perhitungan LOD dan LOQ
y = 15,496 x + 318,85
LOD =
3 Syslope
√ (5558 ,0−8066 , 85 )2+(19578 ,2−15814 ,85 )2+(30056 ,5−31310 ,85 )2
3−2
LOD=
3 x 4693,7415 , 496
LOD= 908,7 ng
LOQ =
10 Syslope
LOQ =
10 x 4693 ,7415 , 496
LOQ = 3029 ng
7. 4.Perhitungan Perolehan Kembali
Untuk mennghitung perolehan kembali hasil ekstraksi, digunakan data dari larutan uji
(tabung 2,3, dan 4)
Larutan Uji 1
% perolehan kembali = kadar yangdidapatkadar sebenarnya
x 100 %
% perolehan kembali =
198,95ng500 ng x 100 %
% perolehan kembali = 39,79 %
Dengan cara yang sama didapat persentase perolehan kembali dari larutan uji 2 dan
larutan uji 3 adalah 105,281 % dan 28,4375 %
7.5 Perhitungan Presisi
Berdasarkan data yang diperoleh dari dua kali pengulangan pada sampel
x=x1+x2
2
x=230,18 ng + 261,28ng2
x=245 , 73
Sx = √ ( x1−x1 )2+( x2−x2 )
2−1
= √ (230 ,18−245 ,73)2+(261 ,28−245 ,73 )1
= 21,99
KV =
SDx x 100%
=
21,99245 , 73 x 100%
= 8,949 %
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini akan dilakukan percobaan penentuan kadar quinin dalam urin
pasien yang telah mengkonsumsi tablet quinin. Penetapan kadar quinin ini bertujuan untuk
mengetahui kadar quinin di dalam urin pasien. Karena indeks terapi dari quinin itu sempit,
maka perlu dilakukan therapeutic drug monitoring (TDM) untuk mengontrol jumlah quinin
yang diberikan agar tidak menimbulkan efek toksik.
Prinsip penetapan kadar quinin dalam sampel urin ini adalah memisahkan quinin
yang ada di urin dengan menggunakan campuran pelarut kloroform dan isopropanol
kemudian dipisahkan dengan menggunakan KLT dan selanjutnya dibuat dalam bentuk
quinin sulfat yang akan berfluoresensi pada panjang gelombang tertentu dan intensitas
flouresensinya adalah sebanding dengan kadar quinin yang dinyatakan sebagai quinin
sulfat pada hasil kromatografi.
Metode yang digunakan dalam penentuan kadar quinin dalam urin adalah KLT-
spektrofotodensitometri dengan mode flouresensi. Metode ini digunakan karena quinin
sulfat memiliki sifat mampu berfluorosensi. Prisip kerja alat spektrofotodensiometer
berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang
merupakan noda pada plat (Mulja dan Sukarman, 1995). Mode yang digunakan pada
analisis ini adalah mode fluoresensi, dimana intensitas cahaya flouresensi setelah
dipancarkan melalui suatu monokromator berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada
dalam noda (Sherma and Fried, 1994).
Penetapan kadar quinin dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu preparasi larutan-
larutan, ekstraksi, KLT, dan analisis dengan spektrofotodensitometer. Pelarut yang
digunakan dalam pembuatan larutan adalah methanol. Pelarut ini digunakan karena dapat
melarutkan quinin sulfat. Selain itu, methanol tidak menyerap cukup banyak cahaya dalam
daerah UV-Vis. Methanol memiliki titik batas transparansi minimum sebesar 210 nm pada
daerah UV-Vis sehingga tidak menimbulkan masalah saat pengukuran pada daerah
spektrum quinin (Underwood and Day, 1998). Larutan yang dibuat adalah larutan blanko,
larutan uji, sampel, dan larutan standar.
Larutan blanko adalah larutan yang komposisinya persis sama dengan sampel
namun tidak mengandung analit, sehingga pada analisis ini larutan blanko yang digunakan
adala urin yang tidak mengandung quinin sulfat. Larutan blanko digunakan untuk
mengatur spektrofotometer hingga pada panjang gelombang pengukuran memiliki nilai
serapan (absorbansi) nol. Tujuan dari penggunaan larutan blanko adalah koreksi serapan
yang disebabkan oleh pelarut, pereaksi, sel ataupun pengaturan alat (Anonim a, 1979).
Larutan uji bertujuan untuk menentukan akurasi dari metode yang digunakan dalam
penetapa kadar quinin. Kecermatan merupakan ukuran yang menyatakan derajat kedekatan
hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat dinyatakan dengan
persentase perolehan kembali. Pembuatan larutan uji dari matriks yang tidak diketahui
kandungannya secara pasti, seperti urin, seharusnya menggunakan metode penambahan
baku dan sebaiknya dibuat sedikitnya lima sampel yang mengandung analit 50-150% dari
kandungan yang diharapkan dan plasebo (Harmita,2004). Namun, dalam praktikum ini
pembuatan larutan uji dilakukan dengan metode simulasi. Berdasarkan metode tersebut,
dilakukan penambahan sejumlah analit bahan murni ke dalam urine dari sumber urin yang
sama. Tabung 5 dan 6 berisi larutan sampel yang disiapkan oleh asisten merupakan urin
yang mengandung sejumlah quinin sulfat. Dan standar 7, 8, dan 9 merupakan larutan
standar quinin sulfat dengan jumlah berturut-turut 500ng, 1000ng, dan 2000ng pada tiap
penotolan. Data dari ketiga seri larutan ini digunakan untuk membuat kurva kalibrasi yang
digunakan untuk menentukan kadar sampel. Kurva kalibrasi juga berfungsi untuk uji
validasi metode, yaitu linearitas. Linearitas merupakan kemampuan metode analisis yang
memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik
yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Linieritas biasanya
digunakan untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan
konsentrasi analit. Untuk membuat suatu larutan sandar, biasanya digunakan satu seri
larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel dan
dibuat sekurang-kurangnya delapan buah larutan (Harmita, 2004). Namun, pada praktikum
ini, hanya dibuat 3 larutan standar, dengan anggapan 3 larutan standar sudah cukup untuk
membuat kurva kalibrasi dan menentukan linearitas. Larutan standar yang dibuat
mengandung quinin sulfat sebanyak 50 ng/µL.
Larutan blanko, larutan uji, dan sampel diekstraksi terlebih dahulu dengan metode
ekstraksi cair-cair. Ekstraksi ini bertujuan untuk memisahkan quinin dari senyawa-senyawa
pengotor dalam urin. Quinin merupakan senyawa yang bersifat basa dan akan berada
dalam bentuk bebasnya pada larutan dengan suasana yang basa pula. Dengan demikian,
maka sebelum proses ekstraksi ditambahkan amonia pekat sebanhyak 0,2 mL ke dalam
tabung 1-6 untuk memperoleh suasana basa (pH ± 9 – 10). Rentang pH ini dipilih karena
berdasarkan perhitungan, jumlah quinin yang berada dalam bentuk bebas pada rentang ini
adalah 97 %. Kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair dengan kloroform-isopropanol (3:1)
melalui pengocokan dan sentrifugasi. Quinin merupakan salah satu senyawa golongan
alkaloid yang larut dalam kloroform. Proses pengocokan bertujuan untuk memperbesar
kontak pelarut dengan zat target sehingga distribusi kinin ke fase kloroform akan lebih
optimal. Selama proses pengocokan, kinin bebas ini akan terpartisi ke fase pelarut organik
yaitu kloroform, sedangkan pengotor akan berada pada fase berair karena pada umumnya
zat-zat yang terdapat dalam urin sifatnya larut dalam air. Sentrifugasi berfungsi untuk
memisahkan fase kloroform dengan fase urin dan isopropanol. Selain itu sentrifugasi juga
membantu memisahkan makromolekul-makromolekul yang terdapat dalam urin yang dapat
mengganggu proses analisis. Setelah sentrifugasi fase kloroform kemudian diambil dan
diuapkan untuk memperoleh ekstrak kinin. Penguapan dilakukan dalam tabung effendorf
diatas penangas air pada suhu 70oC, titik uap klorofom adalah sekitar 60oC (Anonim b,
1995). Dengan suhu 70 oC tidak akan merusak analit karena titik leleh kinin adalah pada
suhu 120 0C. Ekstrak quinin direkontitusi menggunakan 25 µL methanol untuk selanjutnya
dipisahkan dengan KLT.
Setelah terpisah dari pengotor, dilakukan lagi pemisahan, yaitu dengan KLT yang
bertujuan untuk memisahkan quinin dari metabolitnya, yaitu hidroksiquinolin. Pemisahan
dengan KLT dilakukan terhadap semua larutan, termasuk larutan standar. Pada larutan
standar dilakukan penotolan dengan variasi volume untuk mendapatkan kadar akhir quinin
sulfat dalam standar sejumlah 500 ng, 1000 ng, dan 2000 ng. Volume penotolan berturut-
turut 10 µL, 20 µL, dan 40 µL.
Pada proses KLT, plat yang digunakan adalah silika gel G60 yang tidak
berfluoresensi. Penggunaan plat yang berfluoresensi dapat mengganggu pemindaian
flouesensi analit akibat adanya intervensi hamburan sinar dari plat. Fase gerak yang
digunakan adalah sistem TA yang terdiri dari campuran metanol-amonia pekat (100:1,5).
Sistem pelarut ini dipilih karena mampu memisahkan kinin berdasarkan perbedaan harga
Rf dengan metabolitnya yaitu hidroksiquinolin.
Setelah dilakukan pemisahan dengan KLT, dilakukan scanning dengan
spektrofotodensitometer dengan mode absorbspsi pada panjang gelombang 250 nm.
Setelah itu plat yang telah di-scan disemprot dengan larutan asam sulfat 0,1 N.
Penyemprotan bertujuan untuk membentuk quinin sulfat yang mampu berfluoresensi.
Selain itu, penambahan asam sulfat bertujuan meningkatkan intensitas fluoresensi quinin
sulfat yang terbentuk karena quinin sulfat mampu berluoresensi pada suasana asam. Pada
preparasi semua larutan, larutan qunin yang digunakan merupakan quinin sulfat, namun
penambahan amonia kuat saat ekstraksi dapat mengubah quinin sufat menjadi quinin bebas.
Fluoresensi yang diberikn quinin bebas lebih lemah dibandingkan quinin sulfat, karenanya
perlu disemprot dengan asam sulfat 0,1 N.
Plat yang telah disemprot di-scan dengan spektrofotodensitometer mode floresensi
pada panjang gelombang 254 nm karena memberikan spektrum emisi yang maksimum
berdasarkan praktikum yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil dari scanning yang dilakukan berupa data AUC, Rf, kromatogram, dan spektra.
Kromatogram yang dihasilkan dicocokkan dengan kromatogram library alat
spektrofotodensitometer untuk mengetahui apakah senyawa yang diidentifikasi tersebut
adalah quinin. Untuk mencocokkan kromatogram, dilakukan pembandingan harga Rf dan
kesesuaian pola spektrum yang dihasilkan masing-masing puncak. Berdasarkan literatur
harga hRf quinin dengan pemisahan menggunakan sistem TA adalah 51 (Moffat et al,
2004). Setelah dilakukan pembandingan, diperoleh bahwa nilai hRf quinin yang dihasilkan
sesuai dengan literatur, dimana kisaran hRf yang diperoleh adalah antara 45-55. Spektra
yang diperoleh dari masing-masing track, menunjukkan kemiripan yang berarti senyawa
yang diidentifikasi memang benar quinin sulfat.
Berdasarkan data fluorosensi hasil scan, diperoleh bahwa pada semua track
ditemukan adanya quinin sulfat. Seharusnya pada track 1 tidak ditemukan quinin sulfat.
Hal ini terjadi karena kesalahan dalam preparasi sampel, yakni ketika mengambil fase
kloroform setelah ekstraksi. Seharusnya larutan blanko mendapat perlakuan terlebih
dahulu, agar tidak bercampur dengan quinine sulfat yang terdapat dalam larutan uji dan
sampel.
Dari data yang didapatkan dilakukan sejumlah validasi metode meliputi permbuatan
kurva kalibrasi dan persamaan regresi, perhitungan persen perolehan kembali, perhitungan
LOD dan LOQ, dan perhitungan kadar quinin dalam sampel. Pembuatan kurva kalibrasi
dilakukan dengan cara memplot AUC yang dihasilkan dari masing-masing standar terhadap
konsentrasi.
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus
dipertimbangkan adalah kecermatan atau akurasi, keseksamaan (presisi), linieritas dan
rentang, serta parameter lainnya adalah batas deteksi dan batas kuantitasi (LOD dan LOQ)
(Harmita, 2004).
Perolehan kembali menyatakan kecermatan dan akurasi. Kecermatan merupakan
ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar sebenaranya. Harga
perolehan kembali untuk larutan uji 1, 2, dan 3 yaitu 39, 79%, 105, 281%, dan 28, 4375 %.
Pada larutan uji 2 perolehan kembali lebih dari 100%, hal ini kemungkinan disebabkan
karena adanya tumpang tindih antar kromatogram sehingga peak ganda terbaca menjadi
peak tunggal sehingga diperoleh nilai AUC yang besar yang besar.
Presisi atau keseksamaan merupakan suatu ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual , diukur melalui penyebaran hasil individual rata rata
jika prosedur yang diterapkan secara berulang pada sampel – sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku dan simpangan baku
relatif (koefisien variasi atau KV), pada praktikum ini diperoleh simpangan baku sebesar
4693, 74 ng, dan nilai koefisien variasi sebesar 8,949%. Semakin kecil nilai standar deviasi
maka hasil yang diperoleh semakin baik, karena hasil yang diperoleh pada masing – masing
pengukuran hampir sama. Sedangkan nilai KV menunjukkan simpangan relatif terhadap
kadar rata rata sampel. Semakin kecil nilai KV maka data hasil yang diperoleh semakin baik.
Berdasarkan pustaka nilai presisi yang adalah <2 %, sedangkan pada perhitungan diperoleh
presisi parasetamol sebesar 8,949%.
Linearitas merupakan kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang
secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika yang baik, proporsional
terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). Berdasarkan data yang diperoleh
maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui parameter linearitas, diperoleh persaman
regresi yaitu y = 15,496x + 318,85 dengan r = 0,927. Secara umum persamaan regresi di
tulis y = a + bx, hasil akan dikatakan ideal jika b = nol, r = 1 dan a menunjukkan kepekaan
analisis. Parameter lain yang berperan disini yaitu simpangan baku residual Sy. Simpangan
baku residual berkaitan dengan linearitas, dimana nilai simpangan baku residual yang besar
dapat disebabkan oleh nilai r yang kecil atau data yang tidak linear. Jadi semakin besar nilai
simpangan baku residual maka data yang diperoleh semakin tidak linier.
Parameter lainnya yaitu batas deteksi dan batas kuantitasi (LOQ dan LOD). Batas
deteksi (LOD) adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih
memberikan respon signifikan dibanding dengan blanko (Harmita, 2004). Berdasarkan
perhitungan diperoleh nilai LOD sebesar 908,7 ng. Artinya jumlah quinin terkecil dalam
sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon signifikan dibanding dengan
blanko yaitu sebesar 908,7 ng, apabila terdapat quinin dengan jumlah yang lebih kecil dari
itu maka quinin tidak akan terdeteksi atau tidak akan memberikan respon yang signifikan
jika dibandingkan dengan blanko. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan kuantitas terkecil
analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita,
2004). Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai LOQ sebesar 3029 ng. Kadar quinin dalam
sampel sebesar 230,18 ng dan 261,28 ng, artinya hasil yang diperoleh belum memenuhi
kriteria cermat dan seksama.
IX. Kesimpulan
Setelah dilakukan perhitungan, maka dapat diketahui kadar quinin dalam sampel
adalah sebesar 230,18 ng dan 261, 28 ng.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Deinstrop, E. H. 2007. Applied Thin Layer Chromatography, 2nd Edition. Weinheim : Wiley
VCH Verlag.
Flanagan, R. J., Taylor, A., Watson, I. D., and Whelpton, R. 2007. Fundamentals of Analytical
Toxicology. New Delhi : John Wiley and Sons, Ltd.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu
Kefarmasian, Departemen FMIPA-UI. Jakarta.
McEvoy, G.K. 2002. AHFS Drug Information. USA: American Society of Health System
Pharmacist.
Moffat, antonym C., M.David Osselton, dan Brian Widdop. 2005. Clarke`s Analysis of Drugs
and Poisons. 3rd editions. London: The Pharmaceutical Press.
Mulja, M dan Sukarman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga University Press.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat edisi V. Bandung: Penerbit ITB.
O’Reilly, J.E. 1975. Fluorescence Experiments with Quinin. University of Kentucky Lexington.
Available at : http://www.journalofchemicaleducation.html
Opened : 12 October 2010
Settel, F. 1997. Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry. New Jersey :
Prentice Hall PTR
Sherma, J. and B. Fried. 1996. Handbook of Thin Layer Chromatography Third Edition. New
York : Marcel Dekker Inc.P 147-179.
Underwood, A.L., and R.A. Day, JR. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Penerbit
Erlangga: Jakarta.