penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah menurut …

103
PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT IBNU KATSIR HALAMAN JUDUL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh: WAN MUHAMMAD FADLI BIN WAN MANAN NIM: IAT 301170062 POGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019 NOTA DINAS

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN

IBADAH MENURUT IBNU KATSIR

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

Oleh:

WAN MUHAMMAD FADLI BIN WAN MANAN

NIM: IAT 301170062

POGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

JAMBI

2019 NOTA DINAS

Page 2: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

ii

NOTA DINAS

Page 3: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSIKRIPSI

Page 4: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

iv

PENGESAHAN

Page 5: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

v

MOTTO

ج هم أ زين ولج بة ة طي هۥ حيو ؤمن فلنحيين م ث وهو ن

و أ

ر أ ك ن ذ م لحا حسن من عمل ص

أ رهم ب

عملون ٩٧ما كنوا ي"Barang siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan

dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang

baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah

mereka kerjakan."1(QS. An-Nahl: 97).

1 Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sygma Examedia

Arkanleema,2010), 278.

Page 6: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

vi

PERSEMBAHAN

رب العالمين الحمد لله

Kupersembahkan skripsi ini

Untuk orang-orang yang kucintai

Ibunda Dan Ayahanda Tercinta Serta Keluarga

Ayahanda Wan Manan Bin Wan Derahman dan arwah ibunda Senawiah Binti Mat

Hassan Yang telah mendidik dan mengasuh ananda dari kecil hingga dewasa

dengan penuh kasih sayang, agar kelak ananda menjadi anak yang berbakti

kepada orang tua dan berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa, dan dapat meraih

cita-cita serta tidak lupa pada pemberi semangat yaitu adik-beradik tercinta Wan

Muhammad Ridzuan, Marwan dan Nor Akma.

Dosen Pebimbing

Tidak lupa kepada kedua-dua pembimbing saya yaitu

bapak Dr. H. Hasbullah MA dan ibu Nurbaiti, S. Ag., M.Fil.I karena banyak ilmu

yang dicurahkan dan banyak memberi tunjuk ajar kepada saya arti daya dan upaya

untuk menghadapi cabaran hidup dalam mencari ilmu.

Teman-Teman Seperjuangan

Serta tak lupa pula terima kasih juga untuk insan yang tercinta yaitu sahabat

sejatiku dari Alumni G24, Pelajar Lelaki Kudqi, Pelajar Lelaki Jambi, serta

teman-temanku lain yang tergabung dalam Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar

Malaysia di Indonesia Cabang Jambi, yang setia telah memberikan semangat dan

dorongan di kala suka maupun duka, semoga persahabatan kita tetap terjalin

dengan baik dan semoga ini semua menjadi kenangan yang terindah dalam hidup

kita dan bakal dibawa hingga ke surga.

Page 7: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

vii

ABTRAK

Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Penerimaan Upah Dalam

Pelaksanaan Ibadah Menurut Ibnu Katsir. Melihat kehidupan dunia pelaksanaan

ibadah banyak dalam kehidupan manusia maka hanya sumber yang mutlak yaitu

Al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi panduan hidup. Tujuan penulis menfokuskan

membahas tentang mengetahui landasan upah serta maksud dan pandangan

penafsiran Ibnu Katsir dalam penerimaan upah pelaksanaan Ibadah dari ayat-ayat

upah menurut Al-Quran adalah untuk pemahaman umat Islam tentang masalah ini

dalam menjalani kehidupan dengan kebaikan tidak pada keburukan dalam

penerimaan upah pelaksanaan ibadah ini.

Pendekatan penelitian dalam studi tokoh yang penulis gunakan adalah

(Library Research) untuk fokus dalam penelitiaannya berdasarkan data primer dan

data skunder. Informasi juga diambil dari karya atau bahan-bahan tertulis seperti

buku ilmiah kemudian mengkaji dan menelaah berbagai buku dan tulisan yang

berkaitan dengan masalah yang penulis bahas termasuk Al-Qur’an dan Hadits

dalam membahaskan ayat-ayat upah. Penulis berupaya mengumpul buku-buku

berkaitan dengan pembahasan terutama kitab Tafsir Ibnu Katsir, serta kitab Al-

Bidayah Wan Nihayah, Tafsir Wal Mufassirun dan buku Pekerjaan Haram Di Akhir

Zaman.

Hasilnya penulis menemukan landasan upah itu menurut Ibnu Katsir adalah

pahala yang bermaksud di dunia mendapat kesenangan dan di akhirat mendapat

surga-surga yang tinggi. Penerimaan upah pelaksanaan ibadah paling terbaik hanya

dari Allah dan disimpan disisinya dan pelaksanaan tersebut tidak untuk keuntungan

dunia tapi untuk keuntungan akhirat. Pandangan Ibnu Katsir tentang penerimaan

upah pelaksanaan ini melihat kepada zaman nabi dan hadits-hadits nabi sebagai

panduan dan pedoman umat Islam karena mencari rezeki yang halal adalah impian

setiap muslim dan menjadi tanggungjawab dalam mencari nafkah untuk keluarga

dan kebutuhan diri sendiri. Akhirnya penulis merekomendasikan kepada umat

Islam tidak menjadikan pelaksanaan ibadah ini suatu tempat untuk mencari

keuntungan atau tempat menambahkan harta karena dengan niat yang baik akan

mendapat imbalan dari Allah SWT. di dunia dan akhirat.

Page 8: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

viii

KATA PENGANTAR

رحيم حمن ٱل ر ٱل ١بسم ٱلل

Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq dan hidayah ke jalan yang

benar. Hanya Engkaulah sebaik-baik pembimbing dan penolong. Selawat dan

salam atas junjungan Nabi Muhammad serta keluarga dan sahabat Baginda, karena

dengan berkat dan rahmat-Nya judul “PENERIMAAN UPAH DALAM

PELAKSANAAN IBADAH MENURUT IBNU KATSIR” ini dapat

diselesaikan dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun sebagai memenuhi salah

satu syarat untuk memperolehi Sarjana Strata Satu (S.I) Fakultas Ushuluddin dan

Studi Agama dalam Jurusan Ilmu Al-Quran Tafsir, UIN Sulthan Thaha

Saifuddin,Jambi. Tidak lupa juga rasa terima kasih yang mendalam penulis

ucapkan kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Hasbullah MA, selaku Dosen Pembimbing I, dan Ibu Nurbaiti,S,Ag.,

M.Fil.I, selaku Dosen Pembimbing II yang telah membantu dan meluangkan waktu

dalam membimbing penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Ermawati, MA, selaku Ketua Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas

Usuluddin dan Studi Agama

3. Dr. M. Subhan, M.ag, selaku Dosen Pembimbing Akedemik yang membimbing

dari semester lima sampai semester delapan.

4. Bapak Dr. H. Abdul Ghaffar, M.Ag, selaku Dekan Fakultas

Usuluddin dan Studi Agama.

5. Bapak Dr.Masiyan, M.Ag, H. Abdullah Firdaus, Lc., MA., Ph.D, Dr. Pirhat Abbas,

M.Ag. selaku Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Usuluddin dan Studi Agama.

6. Bapak Prof. Dr. Su’aidi, MA. Ph.D, MA, selaku Rektor Universitas Negeri Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi.

7. Bapak Dr. H. Hidayat, M. Pd, dan Ibu Dr.Hj Fadilah, M. Pd, selaku Wakil Rektor

I, II, dan III UIN STS Jambi

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Usuluddin dan Studi Agama Universitas Negeri

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

9. Para Karyawan dan tenaga administrasi Fakultas Usuluddin dan Studi Agama

10. Para karyawan dan pegawai Perpustakaan Provinsi Jambi maupun Perpustakaan

Fakultas Usuluddin dan Studi Agama. 11. Kedua orang tua, adik-adik dan keluarga besar penulis.

12. Sahabat-sahabat Jurusan Ilmu-Al-Quran dan Tafsir Fakultas Usuluddin dan Studi

Agama Universitas Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

13. Sahabat-sahabat dari Malaysia yang selalu memberikan kata-kata semangat.

14. Serta sahabat-sahabat seperjuangan yang telah memberi sokongan dan inspirasi

kepada penulis.

Page 9: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

ix

Page 10: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i

NOTA DINAS ....................................................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ..................................... iii

PENGESAHAN ....................................................................................................iv

MOTTO ................................................................................................................. v

PERSEMBAHAN .................................................................................................vi

ABSTRAK .......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Permasalahan................................................................................. 6

C. Batasan Masalah............................................................................ 6

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................. 6

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 7

F. Metode Penelitian.......................................................................... 9

G. Sistematika Penulisan.................................................................. 11

BAB II BIOGRAFI DAN GAMBARAN UMUM KITAB TAFSIR AL-

QURAN AL-’AẒĪM

A. Biografi Ibnu Katsir .................................................................... 13

B. Gambaran Umum Kitab Tafsir Al-Quran Al-Azim .................... 17

1. Nama Tafsir ................................................................................. 18

2. Corak dan Metode penafsiran ..................................................... 19

3. Keistimewaan Tafsir Ibnu Katsir ................................................ 20

4. Pendapat Ibnu Katsir Terhadap Israiliyat .................................... 21

5. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir .................................................... 22

C. Penilaian Ulama Terhadap Ibnu Katsir ........................................ 22

1. Referensi Tafsir Ibnu Katsir ........................................................ 22

BAB III MAKNA DAN HAKIKAT UPAH DALAM AL-QURAN

A. Pengertian Upah .......................................................................... 24

B. Klasifikasi Ayat dari Segi Makkiyah dan Madaniyah ................ 27

C. Landasan Al-Qur’an Mengenai Al-Ujrah (Upah) Menurut

Ibnu Katsir ...................................................................................... 29

D. Pemberi Upah Dan Penerima Upah Pelaksanaan Ibadah ............... 37

E. Ayat-Ayat Upah Dalam Al-Quran ................................................. 42

BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT UPAH MENURUT IBNU KATSIR

A. Penafsiran Ayat Upah dalam Tafsir Ibnu Katsir. ......................... 45

B. Pandangan Mufassir Lain Tentang Ayat Upah dalam Al-Quran 55

C. Analisis Penafsiran ...................................................................... 81

Page 11: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

xi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 85

B. Rekomendasi ............................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURRICULUM VITEA

Page 12: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Alfabet

Arab Indonesia Arab Indonesia

ṭ ط ’ ا

ẓ ظ b ب

‘ ع t ت

gh غ th ث

f ف j ج

q ق ḥ ح

k ك kh خ

l ل d د

m م dh ذ

n ن r ر

h ه z ز

w و s س

٬ ء sh ش

y ي ṣ ص

ḍ ض

B. Vokal dan Harkat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

ىا ā ا a ا

وا á ا ى u ا aw

وا i ا ū ىا ay

Page 13: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

xiii

C. Tā’ Marbtūṭah

Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:

1. Tā’ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka

transliterasinya adalah /h/.

Arab Indonesia

Ṣalāh صلاة

Mir’āh مراة

2. Ta Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan

dammah, maka transliterasinya adalah /t/.

Arab Indonesia

Wizārat al-Tarbiyah وزارة التربية

Mir’āt al-zaman مراة الزمن

3. Ta Marbutah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun.

Contoh:

Arab Indonesia

Fajannatan فجنة

Page 14: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Segala amal perbuatan manusia tercatat oleh Allah sebagaimana niatnya.

Bila niatnya baik maka tujuan yang dicapai akan baik dan bernilai pahala oleh

Allah, namun bila berniat buruk berarti akan memperoleh yang sebaliknya sesuai

apa yang diniatkan.

Sebuah contoh bila ada seseorang beribadah atau melaksanakan ibadah pada

Allah, tapi dalam hatinya ada keinginan agar dilihat kebolehan atau rajin oleh orang

lain, maka yang diperoleh orang itu hanyalah pujian dari orang yang memujinya,

tidak mendapat pahala, meskipun ibadahnya mantap dan telah melafalkan niat

ibadah itu. Begitu pula dengan ibadah yang lainya seperti sedekah, puasa dan lain

sebagainya.2

Setiap apa yang kita laksanakan pasti akan mengharapkan sesuatu yang

menguntungkan. Dalam melaksanakan ibadah juga kita kadang-kadang berharap

dapat bukan sekadar pahala tapi ganjaran lain tanpa kita sadari dan meminta, apakah

itu sesuatu yang baik atau buruk bagi kita untuk menerimanya. Kita bisa lihat di

masa Rasulullah setiap masalah pelaksanaan ibadah hanya karena Allah semata-

mata dan menolak segala penghargaan lain dari manusia karena takut ibadah yang

dilakukan menjadi sia-sia.

Semua pekerjaan kita boleh menjadi ibadah jika dilakukan mengikut cara-

cara yang telah ditetapkan oleh Islam. Ia mesti mengandungi hubungan kita dengan

Allah dan hubungan kita sesama manusia.3 Hendaklah seseorang tidak memiliki

tujuan dengan pengetahuannya untuk mencapai kesenangan, posisi, keunggulan

atas orang lain, pujian dari publik atau ingin mendapatkan perhatian orang dan hal-

hal seperti itu.

Biarlah seseorang itu juga tidak mengharapkan dengan pengajaran atau

pekerjaannya itu sesuatu yang diperlukan daripada masyarakat, sama ada ia berupa

2 Muhammad Qasim Kamil, Halal Haram dalam Islam, (Perpustakaan Nasional : Katalog

Dalam Terbitan (KDT),2014), 134. 3 Jakim, IslamGRID 2.0 Obor yang Menyinari Alam, diakses melaui alamat

http://ii.islam.gov.my/articles/ibadah/pengertian-ibadah.php, tanggal 7 Disember 2018.

Page 15: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

2

pemberian harta atau layanan, meskipun sedikit. Sekalipun berupa hadiah yang

seandainya dia tidak lakukan itu, tentulah dia tidak diberi hadiah tersebut.4 Allah

SWT berfirman :

رث من د ح ري ن ي ك زد ل ٱلأخرة رثه ۥن رث ۦ ف ح ريد ح ن ي اومن ك ني ؤته ٱلد ا وما ل ۦن ۥمنه

ف يب ٱلأخرة ٢٠من نص

“Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan

keuntungan itu baginya dan barangsiapa menghendaki keuntungan didunia

Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak

akan mendapat bagian di akhirat”. (QS. Asy-Shūrā : 20).5

Kalau kita hanya menegakkan salah satu dari dua hubungan ini saja,

umpamanya hubungan sesama manusia saja tanpa hubungan dengan Allah SWT

dan tidak menurut perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW, ia tidak dikira ibadah

dan Allah mungkin menimpa azab dan kehinaan ke atas kita.6 Pada zaman ini

masyarakat, bangsa dan keturunan kita melaksanakan ibadah contohnya mengajar

Al-Qur’an, pengurusan jenazah, pengupahan haji atau umrah dan ibadah-ibadah

lain untuk mencari nafkah seolah-olah hanya demi ganjaran dunia. Akan tetapi tidak

semua begitu, ada juga yang ambil upah melaksanakan ibadah karena menjadi

pekerjaan tetap bagi menguruskan kehidupan mereka. Semua ini mungkin terjadi

disebabkan sesuatu dan mungkin ada keperluan dan tujuan yang harus dipenuhi.

Allah SWT menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik sesuai

hakikat wujud manusia dalam kehidupan di dunia, yakni melaksanakan tugas

kekholifahan dalam rangka pengabdian kepada sang maha pencipta, Allah SWT.

Sebagai kholifah-nya di muka bumi, manusia diberi amanah untuk memperdayakan

seisi alam raya dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan seluruh makhluk yang

4 Ustaz Mohd Hazri Hashim Al- Bindany, Panduan Berinteraksi Dengan Al-Qur’an,

Terjemahan kitab At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Quran Karya Al-Imam An-Nawawi (Kuala Lumpur:

Galeri Ilmu,2017), 15. 5 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sygma Examedia

Arkanleema,2010), hlm. 485. 6 Jakim, IslamGRID 2.0 Obor yang Menyinari Alam diakses melaui alamat

http://ii.islam.gov.my/articles/ibadah/pengertian-ibadah.php, tanggal 7 Disember 2018

Page 16: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

3

ada dimuka bumi ini.7

Kita tahu bahwa Allah SWT menciptakan manusia itu sebagai zoon

politician. Yakni ia membutuhkan orang lain yang bisa dijadikan sebagai teman

untuk saling berbagi kemanfaatan dalam segala urusan, baik itu dengan cara

pernikahan, berjual beli, upah, perlakuan di depan hukum, berlaku sosial di dalam

atau dalam menanami lahan dan urusan pertanian serta hal-hal lainnya dari segala

segi yang semua itu dapat menjadikan sebab manusia bisa berkumpul, tidak

berpecah belah, saling bertetangga dan tidak berjauhan.8

Islam sebagai agama Allah SWT, mengatur kehidupan manusia baik

kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ibadah adalah kehidupan manusia maka

hanya sumber yang mutlak yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi panduan

dalam menjalani kehidupan dan ini menjadikan Islam sebagai agama yang

teristimewa berbanding dengan agama lain.9

Perkara utama yang mesti dilakukan oleh guru atau pelaksana dalam ibadah

adalah mengharapkan keredhaan Allah.

Allah SWT berfirman: ا وم عبدوا إل ل ا رو م

أ ل ٱلل ين لص ن م ي ٱلد فا ء ويقيموا ة حن لو ٱلص ؤتوا ة وي كو ز ك ٱل ل وذ

مةدين ٥ ٱلقي

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-

Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan

shalat dan menunaikan zakat; dan demikian itulah agama yang lurus (benar)”.

(QS. Al-Bayyinah : 5).10

Upah dalam Islam adalah imbalan yang diterima seseorang atas

pekerjaannya dalam imbalan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk

7 Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali

Pena,2004),3 8 Ali A. Al Jurjawi, Hikmah dibalik Hukum Islam, (Jakarta: Mustaqim, 2003),206 9 Nurul Huda, Mustofa E. Naution, dkk, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: Penerbit Kencana,

2007), 3. 10 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sygma Examedia

Arkanleema,2010), 597.

Page 17: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

4

imbalan pahala di akhirat (imbalan yang lebih baik).11 Kita perhatikan di masa ini

bahkan dalam pelaksanaan ibadah ada kebutuhan upah untuk pekerjaan itu untuk

seseorang itu mendapatkan uang atau lebih bersikap adil kepada mereka yang

melakukan pekerjaan pelaksanaan ibadah pada masyarakat.

Biasanya dalam masyarakat upah dalam pekerjaan perlaksanaan ibadah ini

dinamakan atau istilahnya adalah hadiah sekalian niat di hati hanya memberi hadiah

pada yang menolong mengerjakan pelaksanaan ibadah itu karena istilah upah lebih

sepadan pada kerja yang untuk mendapatkan uang atau hanya dengan cara halal.12

Al-Isfahani menuliskan bahwa al-ajru bermakna apa yang diperoleh dari

balasan suatu perbuatan baik yang bersifat duniawi ataupun ukhrawi. Balasan atau

upah yang bersifat ukhrawi adalah ganjaran atau pahala yang diperoleh seseorang

atas amal saleh yang ia kerjakan selama di dunia.13

Untuk kerja pelaksanaan ibadah atau dakwah memperjuangkan agama

Allah haruslah ada ketulusan yang tulus dari pada menetapkan harga untuk

pelaksanaan seperti itu meskipun menjadi pekerjaan tetap kita seperti dipetik dari

Firman Allah SWT:14 وقل ى ٱعملوا ي فس م ورسول ٱلل ؤمنون و ۥعملك لم ٱلم ع ل ون إ د ت غيب وس و ٱل ة د ه ٱلش

عملون ئكم بما كنتم ت ١٠٥فينب

“Dan katakanlah, “Berkerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu,

begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan

kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-

Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. At-Tawbah 105).15

Semua aspek menerima upah dalam melakukan ibadah ini dapat terjadi

11 Idwal B. Dosen Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam Iain Bengkulu, “Upah Dan

Tenaga Kerja Dalam Islam”,diakses melalui alamat

www.academia.edu/26696012/UPAH_DAN_TENAGA_KERJA_DALAM_ISLAM tanggal 7

Disember 2018. 12 Ibid. 13Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi (Bandung: Citapustaka Media Perintis,

2012), 156. 14 H. Muhammad Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi: Teks Terjemahan dan Tafsir, cet. Ke.

2 (Jakarta: AMZAH,2013), 60. 15 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sygma Examedia

Arkanleema,2010), 188.

Page 18: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

5

karena sesuatu dan mungkin ada kebutuhan dan tujuan yang harus dipenuhi. Ada

banyak keuntungan dan kerugian yang mungkin kita buat sebagai contoh dan

menjadi orang yang berguna dan bisa melakukan ibadah dengan baik. Sebaik-

baiknya kita menjadi seseorang yang hanya mengharap balasan baik dari Allah dan

dalam masa yang sama diberi ganjaran dunia seperti Ulama Salaf radhiallahu

‘anhum tidak suka menerima upah atas sesuatu yang termasuk ibadah dan fardhu

kifayah seperti memandikan mayit dan mengubur mereka serta azan dan solat

terawih. Oleh karena demikian, mereka jadikan perniagaan sebagai sumber rezeki

untuk menjalani kehidupan.16

Setiap pekerjaan yang mencari rezeki yang halal adalah ibadah tetapi untuk

pekerjaan pelaksanaan ibadah seperti fardhu kifayah berbeda dari pekerjaan lain

karena untuk kerja ini kita tidak bisa mengharapkan sesuatu upah atau hadiah dari

siapa yang kita berikan khidmat karena ia ibadah dan perintah yang diturunkan dari

Allah SWT. supaya tidak ada permasalahan pada imbalan di akhirat nanti karena

apakah kita dapat manfaat dari apa yang kita kerjakan di dunia diterima di akhirat

kelak.

Maka bertitik tolak dari latar belakang masalah ini, penulis tertarik untuk

menekuni atau menulusuri tentang masalah penerimaan upah pelaksanaan ibadah

yang berlaku serta pelaksanaan upah ini bagi umat Islam. Jadi dengan itu penulis

ingin mengupas tentang penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah menurut Ibnu

Katsir.

Alasan penulisan judul ini adalah melihat dari apa yang diterapkan umat

Islam tentang hal ini di dalam kehidupan masa lalu hingga saat ini karena ada yang

berpandukan akal fikiran dan ada yang berpandukan perintah Allah SWT. Oleh

karena itu, penulis memilih penelitian ini menurut Ibnu Katsir dengan metode studi

tokoh dari 13 ayat Al-Qur’an pada seorang penafsir yaitu Ibnu Katsir karena antara

ciri khas tafsirnya ialah perhatiannya yang besar pada masalah tafsir Al-Qur’an bi

Al-Qur’an (menafsirkan ayat dengan ayat) dan ada beberapa pandangan orang yang

berpengetahuan bahwa tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau

16 Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al- Ghazali, Ringkasan IHYA’ Ulumuddin,

(Selangor: Pustaka Al-Ehsan,2013), .173.

Page 19: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

6

memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanya.

B. Permasalahan

Pokok masalah yang diangkat berdasarkan latar belakang di atas sebagai kajian

utama penelitian ini adalah bagaimana penafsiran tentang penerimaan upah dalam

pelaksanaan ibadah menurut Ibnu Katsir dalam tafsir Ibnu Katsir? Untuk

mengkonkritkan pokok masalah diatas maka menjadi beberapa pertanyaan

penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah landasan Al-Qur’an mengenai Al-Ujrah (upah) menurut Ibnu

Katsir?

2. Apa yang dimaksudkan dengan penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah

dalam Al-Qur’an menurut Ibnu Katsir?

3. Bagaimana pandangan Ibnu Katsir tentang penerimaan upah dalam

pelaksanaan ibadah menurut Al-Qur’an?

C. Batasan Masalah

Sehubungan dengan banyaknya pendapat tentang upah atas kerja, maka

batasan yang menjadi tumpuan utama dari karya ilmiah ini agar tidak terjadi

kesalahan fahaman dalam pembahasan, baik terhadap penulis sendiri maupun para

pembaca. Maka penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan yang terkait dengan

penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah menurut Ibnu Katsir kajian studi tokoh

dari Tafsir Al-Qur’an Al-’Aẓīm karya Ibnu Katsir.

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan manusia memiliki tujuan yang ingin dicapai.

Begitu juga dalam penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai agar

perolehi gambaran yang jelas dan tepat. Berdasarkan latar belakang, permasalahan

dan batasan yang dibahaskan, maka secara umum penelitian diusahakan untuk

mencapai bagi mengetahui diantaranya adalah untuk:

1. Mengetahui maksud penerimaan upah dalam ibadah dalam Al-Qur’an menurut

Ibnu Katsir.

2. Mengetahui pandangan Ibnu Katsir tentang penerimaan upah pelaksanaan ibadah

menurut Al-Qur’an.

Page 20: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

7

3. Mengetahui apa landasan Al-Qur’an mengenai Al-Ujrah menurut Ibnu Katsir.

Dari rangkaian rumusan masalah, maka kegunaan dari penelitian ini

diharapkan bersifat teoritis dan juga praktis yaitu:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah hazanah keilmuan

di dalam studi Al-Qur’an terutama di bidang kajian tafsir.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi secara lebih, baik

dalam bidang akademis, terlebih untuk masyarakat luas terutama bagi kaum

muslimin yang ingin mempelajari tentang penafsiran ayat-ayat penerimaan upah

dalam pelaksanaan ibadah.

3. Secara umum diharapkan dapat memberi kesedaran dan menjadikan teladan

untuk melahirkan pelaksanaan ibadah yang mengikut perintah Allah SWT.

4. Untuk memberikan informasi mengenai penerimaan upah dalam pelaksanaan

ibadah menurut Al-Qur’an.

5. Menjadi kontribusi keilmuan penulis terhadap UIN STS Jambi yang tengah

mengembangkan paradigma keilmuan yang berwawasan global dalam bentuk

Universitas Islam.

E. Tinjauan Pustaka

Sebagai mana pengetahuan peneliti bahwa belum ada diantara kajian yang

meneliti tentang judul penelitian ini dan belum diketahui adanya mahasiswa dan

mahasiswi Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Universitas Islam Negeri

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang melakukan kajian ini.

Buku karya H. Azhari Akmal Tarigan dengan judul Tafsir Ayat-Ayat

Ekonomi. Buku ini menjelaskan tentang pengertian Al Ujrah (upah) dan ganjaran

duniawi dan ukhrawi.17

Namun ada skripsi yang penulis temukan, Dewi Yuliana, Jurusan Hukum

Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, UIN STS Jambi 2014, Dalam skripsinya

berjudul “Model Upah Adil Perspektif Ibnu Taimiyah” ada membahas tentang upah

dalam islam sebagai hak pekerja dan upah yang adil menurut Ibnu Taimiyah serta

17Azhari Akmal Tarigan, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi (Bandung: Citapustaka Media Perintis,

2012), 156.

Page 21: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

8

relevensi pemikiran Ibnu Taimiyah terhadap UMR Jambi.18

Selanjutnya, Tesis Syahdian Noor, LC., Filsafat Hukum Islam, IAIN

Antasari Banjarmasin 2016, Tesisnya berjudul “Istinbath Hukum Terhadap Upah

Mengajar Al-Qur’an (Analisis Pendapat Fuqaha Klasik Dan Kontemporer)”

membahaskan tentang para fuqaha klasik dan kontemporer mengharamkan dan

membolehkan menerima upah dari mengajarkan Al-Qur’an serta metode istinbath

hukum yang diterapkan.19

Sementara jurnal karya Fuad Riyadi dengan judul Sistem Dan Strategi

Pengupahan Perspektif Islam. Dalam karyanya tersebut beliau membahas

pengertian upah pada pekerja karena Allah menciptakan manusia sebagai makhluk

yang tidak bisa hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain dan salah satu

bentuk kegiatan manusia dalam bentuk muamalah ialah upah mengupah.20

Jurnal selanjutnya yakni karya Armansyah Walian dengan judul Konsepsi

Islam Tentang Kerja Rekonstruksi Terhadap Pemahaman Kerja Seorang Muslim.

Dalam karyanya ada membahas tentang kerja dan amal sesungguhnya mempunyai

terjemahan yang sama meskipun masyarakat mengenalnya dari sudut yang berbeda

karena upah atau gaji dalam uang maupun material adalah untuk menjaga

kelangsungan hidup bagi diri sendiri atau orang-orang yang bawah

tanggungjawabnya.21

Menurut analisis kajian yang dijumpai ini penulis merasakan perlu lebih

mendalami kajian tentang penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah karena tidak

ada yang membahas tentang penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah secara

mendalam menurut Ibnu Katsir dari sudut tafsir dan pembahasannya terlalu sedikit

di dalam karya-karya ilmiah. Dalam penelitian ini, fokus bahasan terletak pada

penafsiran Ibnu Katsir tentang ayat-ayat menerima upah pelaksanaan ibadah

18 Dewi Yuliana, “Model Upah Adil Perspektif Ibnu Taimiyah”, Skripsi (Jambi: Fakultas

Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2014), 64-65. 19 Syahdian Noor, “Istinbath Hukum Terhadap Upah Mengajar Al-Qur’an (Analisis

Pendapat Fuqaha Klasik Dan Kontemporer)”, Tesis (Banjarmasin: Program Pascasarjana IAIN

Antasari Banjarmasin,2016), 132. 20 Fuad Riyadi. “Sistem Dan Strategi Pengupahan Perspektif Islam.” Jurnal Iqtishadia, Vol

8, No. 1, Maret (2015),159. 21 Armansyah Walian. “Konsepsi Islam Tentang Kerja Rekonstruksi Terhadap Pemahaman

Kerja Seorang Muslim.” Jurnal An Nisa’a, Vol 8, No. 1, Juni (2013),65

Page 22: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

9

menurut Al-Qur’an dalam Kitab Tafsir Al- Quran Al-’Aẓīm.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian (studi tokoh)

dengan pendekatan penelitian (library research) dengan menggunakan:

1.Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Yakni

penelitian yang fokus penelitiannya berdasarkan data-data dan informasi dengan

bantuan berbagai macam literatur yang ada di perpustakaan22 atau datanya diambil

dari karya atau bahan-bahan tertulis yang telah dipublikasikan, baik melalui media

cetak maupun elektronik seperti bahan pustaka karya Ibnu Katsir.

2.Sumber dan Jenis Data

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, karena itu sumber data dalam

penelitian ini adalah data-data literatur, dokumentasi, atau berbagai sumber tertulis

lainnya seperti buku ilmiah, majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi,

ataupun berbagai artikel.

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dapat penulis

klasifikasi dalam dua jenis, yaitu data primer dan data skunder. Data primer

merupakan data literatur yang secara langsung memiliki keterkaitan dan hubungan

langsung dengan topik bahasan penelitian, berupa sumber-sumber yang langsung

ditulis oleh Ibnu Katsir terutama karyanya, yaitu kitab Tafsir Al-Qur’an Al-’Aẓīm.

Adapun data sekunder ialah berupa buku-buku, majalah-majalah, artikel, internet,

dan merupakan karya-karya yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan

dalam penelitian ini.

Di atas sumber-sumber data tersebut penulis juga menyandarkan data hadits

dalam membangun penelitian ini, sehingga diharapkan relatif dapat di terima oleh

kalangan akademik dan kalangan umum pemerhati masalah keislaman dan sejarah.

3.Teknik Pengumpulan Data

22Adib Sofia, Metode Penulisan Karya Ilmiah (Yogtakarta: Karyamedia, 2012), 102.

Page 23: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

10

Mengingat penelitian ini adalah library research, maka penulis

menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi yaitu dengan mencari dan

mengumpulkan berbagai data yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu melakukan

penulusuran pustaka dengan membaca, menela’ah dan menganalisa kemudian

mengkaji dan menela’ah berbagai buku dan tulisan yang berkaitan dengan masalah

yang penulis bahas termasuk Al-Qur’an dan Hadits.

4.Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif dalam studi tokoh dapat dilakukan melalui langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Menemukan pola atau tema tertentu. Artinya, peneliti berusaha menangkap

karakteristik pemikiran Ibnu Katsir dengan cara menata dan melihatnya

berdasarkan dimensi suatu bidang keilmuan sehingga dapati ditemukan pola atau

tema tertentu.

b. Mencari hubungan logis antara pemikiran Ibnu Katsir dalam berbagai bidang,

sehingga dapat ditemukan alasan mengenai penmikiran tersebut. Di samping itu,

peneliti juga berupaya untuk menentukan arti di balik pemikiran tersebut,

berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang mengintarinya.

c. Mengklasifikasikan dalam arti membuat pengelompokan pemikiran sang tokoh

sehingga dapat dikelompokkan ke dalam berbagai bidang.

d. Mencari generalisasi gagasan yang spesifik. Artinya, berdasarkan temuan-

temuan yang spesifik tentang Ibnu Katsir, peneliti mungkin akan dapat

digenerallisasikan untuk tokoh-tokoh lain yang serupa.23

Selain itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

maudhu’i/tematik adalah suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada satu

tema tertentu, lalu mencari pandangan Al-Qur’an tetang tema tersebut dengan jalan

menghimpun semua ayat yang membicarakannya, menganalisis, dan

memahaminya ayat demi ayat, lalu menghimpunnya dalam benak ayat yang bersifat

umum dikaitkan dengan yang khusus, yang Muthlaq digandengkan dengan yang

23 H. Arief Furchan dan H. Agus Maimun, STUDI TOKOH, Metode Penelitian Mengenai

Tokoh (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 60.

Page 24: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

11

Muqayad, dan lain-lain, sambil memperkaya uraian dengan hadits-hadist yang

berkaitan untuk kemudian disimpulkan dalam satu tulisan pandangan menyeluruh

dan tuntas menyangkut tema yang dibahas itu.24

Data juga dianalisis melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan

cara sebagai berikut:

a. Induktif yaitu mulai dari fakta, realiti, gejala, masalah yang diperoleh

melalui suatu observasi khusus. Dari realiti dan fakta yang khusus ini

kemudian peneliti membangun pola-pola umum. Induktif berarti

bertitik tolak dari yang khusus ke umum.25

b. Deduktif yaitu merupakan proses pengambilan kesimpulan sebagai

akibat dari alasan-alasan yang diajukan berdasarkan hasil analisis data.

Proses pengambilan kesimpulan dengan cara deduksi didasari oleh

alasan yang benar dan valid.26

Semua tehnik analisis data tersebut akan penulis terapkan dalam

merampungkan penelitian yang berbicara tentang penerimaan upah dalam

pelaksanaan ibadah menurut Al-Qur’an dalam perspektif penafsiran Ibnu Katsir.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mensistematisasi penulisan dan menjawab pertanyaan dalam

penelitian ini, maka penelitian merujuk pada tekhnik penulisan yang disepakati

pada Fakultas Ushuluddin Dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi. Penelitian ini akan dibagi dalam beberapa bab.

Bab I Membahas tentang latar belakang masalah, permasalahan, batasan

masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian,

serta sistematika penulisan.

Bab II, Penulis akan mendiskripsikan sosok Ibnu Katsir dan kitab tafsirnya

yaitu Tafsir Al-Qur’an Al-’Aẓīm. Pada bagian pertama akan dipaparkan tentang

24 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, Dan Aturan Yang Patut Anda

Ketahui Dalam MemahamiAl-Qur’an, (Tangerang: Lantera Hati, 2013),385. 25 Conny R. Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik Dan

Keunggulannya (Jakarta: PT Grasindo, 2010),121. 26 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Sktipsi, Tesis, Disertasi Dan Karya Ilmiah

(Jakarta: Kencana, 2011),16.

Page 25: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

12

biografi Ibnu Katsir, kemudian dilanjutkan pada pembahasan mengenai gambaran

umum tentang kitab tafsir Ibnu Katsir yang meliputi nama tafsir, corak dan metode

penafsiran, keistimewaan tafsir Ibnu Katsir serta sikap atau pendapat ibnu katsir

terhadap Israi’liyat serta sistematika penafsirannya. Sedangkan pada bagian

berikutnya akan dipaparkan mengenai beberapa penilaian ulama terhadap Ibnu

Katsir dan sumber tafsir Ibnu Katsir. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran lengkap dari pemikiran dan metode penafsiran Ibnu Katsir terhadap ayat-

ayat menerima upah pelaksanaan ibadah.

Bab III, Berisi pengertian mengenai upah pelaksanaan ibadah dalam Al-

Qur’an yang meliputi tentang manfaat dan hakikat upah. Kemudian dilanjutkan

pada klasifikasi ayat upah yang ditinjau dari segi Makiyah dan Madaniyah dan

pembahasan tentang landasan Al-Qur’an mengenai Al-Ujrah (upah) menurut Ibnu

Katsir dalam pandangan mufassir, selanjutnya akan dipaparkan mengenai siapakah

pemberi upah pelaksanaan ibadah dan siapakah penerima upah pelaksanaan ibadah

dan isi dari upah tersebut. Penulis paparkan juga 13 ayat-ayat upah dalam Al-

Qur’an yang terkait pada upah pelaksanaan ibadah.

Bab IV, Secara khusus berbicara tentang penafsiran dan pandangan Ibnu

Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-’Aẓīm mengenai ayat-ayat menerima upah dalam

Al-Qur’an. Kemudian pada pembahasan selanjutnya akan dipaparkan mengenai

pandangan mufassir lain tentang ayat menerima upah menurut Al-Qur’an, dan

analisis penafsiran.

Akhirnya bab V, Merupakan penutup penelitian, berisikan bahasan tentang

kesimpulan akhir penelitian, rekomendasi dari penulis tentang manfaat dan

peringatan pada upah dalam pelaksanaan ibadah bagi umat Islam, serta kata penutup

yang akan mengakhiri penelitian.

Page 26: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

13

BAB II

BIOGRAFI DAN GAMBARAN UMUM KITAB TAFSIR AL-QUR’AN AL-

’AẒĪM

A) Biografi

Beliau adalah seorang yang dijuluki sebagai Al-Hafiz, Al-Hujjah, Al-

Muarrikh Ats-Tsiqah Imaduddin Abu Fida’ Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir Al-

Quraysi Al-Bashrawi Ad-Dimasyq Asy-Syafi’i yang kemudian lebih dikenali

dengan sebutan Ibnu Katsir.27

Predikat Al-Bushrawy sering dicantumkan dibelakang namanya karena ia

lahir di Basrah. Demikian pula predikat Ad-Dimasyqi sering menghiasi namanya.

Hal ini berkaitan dengan berkaitan dengan kedudukan kota Basrah yang menjadi

bagian kawasan Damaskus, atau mungkin disebabkan kepindahan predikat Al-

Bushry berkaitan dengan pertumbuhan dan pendidikannya. Dan predikat Asy-

Syafi’i berkaitan dengan mazhabnya.28

Beliau lahir disebuah desa yang bernama Mijdal daerah bagian Bushra pada

tahun 700 H. Ayahnya meninggal ketika beliau berusia tiga tahun dan beliau

terkenal sebagai khatib di kota itu. Adapun Ismail Ibnu Katsir merupakan anak

paling bungsu. Beliau dinamai Ismail sesuai dengan nama kakaknya yang paling

besar yang wafat ketika menimba ilmu di kota Damaskus sebelum beliau lahir.29

Ia juga menjalin hubungan keluarga (menjadi menantu) dengan Al-Hafizh

Al-Mizzi, maka ia pun banyak meriwayatkan darinya, berfatwa, menelaah, dan

berdiskusi dengannya. Ia sangat mumpuni dalam fikih, tafsir, nahwu, dan sangat

mengerti tentang kondisi para perawi dan kritikus hadits.

Ibnu Katsir mempunyai banyak kemampuan, diantaranya memori yang kuat

dan kemapuan memahami. Di samping menguasai bahasa dan merangkai syair.

27 Muhammad Isfahan, Al-Bidayah Wan Nihayah (Yang Pertama Dan Yang Terakhir),

Diterjemahkan Dari Buku Aslinya Yang Berjudul “Al-Bidayah Wan Nihayah” Oleh Ibnu Katsir

{Selangor: Crescent News, 2013), 7. 28 Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Tafsir

Ibnu Katsir, (Bandung: CV Pustaka Setia,1999), 69. 29 Muhammad Isfahan, (Yang Pertama Dan Yang Terakhir) Al-Bidayah Wan Nihayah,

Diterjemahkan Dari Buku Aslinya Yang Berjudul “Al-Bidayah Wan Nihayah” Oleh Ibnu Katsir

{Selangor: Crescent News, 2013), 7.

Page 27: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

14

Ibnu Katsir juga menghafal dan menulis banyak buku.

Setelah berguru kepada banyak ulama, semisal Syaikh Burhanuddin Al-

Fazari dan Kamaluddin bin Qodhy Suhbah, Ibnu Katsir mengokohkan ilmunya.

Kemudian ia menyunting putri Al-Hafidz Abu Al-Hajaj Al-Muzzi, ia membiasakan

mengaji dengannya. Dalam bidang hadist, Ibnu Katsir mengambil banyak dari ilmu

Ibnu Taimiyyah. Membaca Ushul Hadits dengan Al-Ashfahani. Disamping itu ia

juga menyimak banyak ilmu dari berbagai ulama. Menghafal banyak matan,

mengenali sanad, cacat, biografi tokoh dan sejarah di usia muda.30

Pada tahun 707 H, Ibnu Katsir pindah ke Damaskus, dan disanalah dia mula

menuntut ilmu dari saudara kandungnya Abdul Wahhab ketika itu dia telah hafal

Al-Qur’an, dan sangat mengandungi pelajaran hadits, fikih, maupun tarikh. Beliau

juga turut menimba ilmu dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat tahun 728 H).

Begitu besarnya cintanya kepada gurunya ini sehingga dia terus-menerus

bermulazamah (mengiringinya), dan begitu terpengaruh dengannya hingga

mendapat berbagai macam cobaan dan hal-hal yang menyakitinya demi membela

dan mempertahankan gurunya ini.31

Pergaulan dengan gurunya itu membuahkan berbagai macam faedah yang

turut membentuk keilmuannya, akhlaknya dan tarbiyah kemandirian dirinya yang

begitu mendalam, karena itulah beliau menjadi seorang yang benar-benar mandiri

dalam berpendapat. Beliau akan selalu berjalan sesuai dengan dalil, tidak pernah

taksub (fanatik) dengan mazhabnya, apalagi mazhab orang lain, dan karya-karya

besarnya menjadi saksi atas sikapnya ini. Beliau selalu berjalan atas sunnah,

konsisten mengamalnya.32

Ibnu Katsir menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Khamis bulan

Sya’ban 774 H di kota Damaskus. Sebelum meninggal, Ibnu Katsir kehilangan

penglihatan matanya. Jasadnya dimakamkan disamping makam gurunya

Taqiyyudin Ibnu Taimiyyah. Selama masa hidupnya, ia dikenal sebagai orang yang

memiliki ketinggian ilmu dan karya-karyanya banyak memberi manfaat yang besar

30 Muhammad Sofyan, Tafsir Wal Mufassirun, (Medan: Perdana Publishing, 2015), 53. 31 Muhammad Isfahan, Al-Bidayah Wan Nihayah, {Selangor: Crescent News, 2013), 8. 32 Ibid., 8.

Page 28: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

15

bagi masyarakat.33

1) Para Guru Dan Muridnya

Ibnu Katsir memiliki banyak guru diantaranya, yaitu Ibnu Taimiyyah, Al-

Hajjaar, dan Az-Dzahabi. Semasa muda, Ibnu Katsir menduduki banyak jabatan

penting di bidang pendidikan, ia juga menjadi guru besar di masjid Umayyah

Damaskus.34

Juga yang lainnya, dari Ibnu Qasim bin AAsakir Ibnu Syarazi, Ishaq bin

Amidi, Muhammad bin Zarrad rahimahumullah, dan yang memberinya ijazah di

Mesir adalah Abu Musa Al-Qarafi, Al Husaini, Abu Al Fath Ad-Dabusi, Ali bin

Umar Al Wani, Yusuf Al Khatni, dan yang lainnya rahimahumullah.35

Ibnu Katsir memiliki murid yang sangat banyak. Hal ini karena beliau

pernah menjabat sebagai guru besar pada sebuah sekolah “Darul Hadits Al-

Asyrafiyyah” dan sekolah “Ummu Shalah serta At-Tankaziyyah”. Diantara nama

muridnya yang terkenal adalah Syihabuddin Ibnu Hijji.

Muridnya yang bernama Hijji berkata, “Dia adalah orang yang pernah kami

temui dan yang paling kuat hafalannya terhadap matan hadits, paling paham dengan

takhrij dan para perawinya, dapat membedakan yang hadits shahih dengan yang

lemah, banyak menghafal di luar kepala berbagai kitab tafsir dan tarikh, jarang

sekali lupa, dan memiliki pemahaman yang baik serta agama yang benar.36

2) Karya-Karyanya

Berbagai cabang ilmu keislaman dipelajari secara mendalam oleh Ibnu

Katsir, terutama hadits, fikih, sejarah, dan tafsir. Dalam keempat bidang ini dapat

dijumpai karya-karya tulisnya sehingga wajar apabila gelar Al-Hadits, Al-

Muhaddits, Al-Fikih, dan Al-Mu’arrikh melekat di depan namanya. Namun,

popularitas karya-karyanya di bidang sejarah dan tafsirlah yang memberi andil

33 Muhammad Sofyan, Tafsir Wal Mufassirun, (Medan: Perdana Publishing, 2015), 53. 34 Tedi Ruhiyat et. al., Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Diterjemahkan Dari Buku Aslinya

Yang Berjudul “Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir” Oleh Muhammad Ali (Bandung: Jabal, 2018), 2. 35 Ibnu Majjah, Biografi Imam Ibnu Katsir, diakses melalui alamat

https://ibnumajjah.files.wordpress.com/2018/02/biografi-ibnu-katsir-asy-syafi_i. tanggal 22 mei

2019. 36 Muhammad Isfahan, Al-Bidayah Wan Nihayah, {Selangor: Crescent News, 2013), 8.

Page 29: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

16

terbesar dan mengangkat namanya menjadi tokoh ilmuwan yang dikenal di dunia

Islam.37

Diantara karya besarnya, Tafsir Al-Qur’anul’Aẓīm, Jami’al Al-Masanid iya

as-Sunan, At-Takmu Fi Ma’rifatis Tsiqat Wa Ad-Dhuafa’wa Al-Mujahil dalam

kitab ini beliau menggabungkan apa yang terdapat dalam kitab Tahdzibul Kamal

karya besar Al-Mizzi dan Mizanul ‘idal karya Adz-Dzahabi dengan sedikit

penambahan dalam ilmu jarh wa at-ta’du dan kitab lainnya iaitu Al-Bidayah Wan

Nihayah.38

Karya tulis sejarah yang dikarang oleh Ibnu Katsir adalah kitab Al-Bidayah

Wa An-Nihayah terdiri ats 14 jilid besar yang memaparkan berbagai peristiwa yang

terjadi semenjak awal penciptaan alam sampai dengan peristiwa-peristiwa yang

terjadi pada tahun 768 H atau enam tahun sebelum wafatnya. Sedang karya

tafsirnya yang dimaksud adalah Tafsir Al-Qur’an Al-’Aẓīm atau sering disebut

dengan nama tafsir Ibnu Katsir.

Dalam bidang hadist, Ibnu Katsir menulis sebuah kitab yang berjudul At-

Takmil yang berisi daftar ulama-ulama hadist kurun pertama. Namun karyanya

yang terpenting dalam bidang ini adalah kitab Al-Jamil yang berisikan hadist-hadist

yang terdapat dalam musnad Ibnu Hambal, Al-kutub As-Sittah dan sumber-sumber

lainya berdasarkan nama sahabat yang meriwayatkannya yang disusun secara

altabetis. Ia juga menulis Al-Mukhtashar sebagai ringkasan kitab Muqaddimah Li

Ulūm Al- Ḥadist karya Ibnu Ash-Shalah. Di samping itu, ia juga menulis uraian

tentang Shahih Al-Bukhari yang penyelesaiannya dilanjutkan oleh Ibnu Hajar Al-

Atsqalani.39

Di bidang fiqih, ia merencanakan menulis sebuah kitab yang berlandaskan

Al-Qur’an dan Hadist, tetapi hanya terlaksana satu bab, yaitu mengenai ibadah

sampai persoalan haji. Dalam fatwanya mengenai jihad, ia banyak dipengaruhi

kitab As-Siyasah Asy-Syar’iyyah karya Ibnu Taimiyyah. Karya-karya lainnya

37 Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Tafsir

Ibnu Katsir, (Bandung: CV Pustaka Setia,1999), 70. 38 Muhammad Isfahan, Al-Bidayah Wan Nihayah, {Selangor: Crescent News, 2013), 9. 39 Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Tafsir

Ibnu Katsir, (Bandung: CV Pustaka Setia,1999), 70.

Page 30: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

17

adalah ‘Ala Abwab At-Tauhid, Takhrij Ahadits At-Tanbih, Musnad Syaikhani, As-

Sirah An-Nabawiyyah dan Mukhtashar kitab Al-Madkhal karya Baihaqi.40

Para ulama sepakat akan keluhuran ilmu Ibnu Katsir, terutama dalam bidang

Al-Qur’an. Seorang murid Ibnu Katsir mengatakan “dari ulama yang ada di zaman

ini, Ibnu Katsir merupakan orang yang terbaik dalam menghafal hadist dan yang

paling mahir dalam meneliti tingkat kebenaran dan kapasitas rowi suatu hadist”.

Kita melihat bagaimana keperibadian ulama terdahulu mungkin sedikit

yang kita tahu itupun sudah jauh dengan keperibadian umat kini, semoga dengan

semua pengorbanannya menjadi pengajaran untuk umat akhir zaman dengan semua

manfaat-manfaat yang diberikan dari kekasih-kekasih Allah SWT.

B) Gambaran Umum Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-’Azim

Kajian serta upaya memahami dan memahamkan Al-Qur’an, belajar dan

mengajarkannya kepada orang lain termasuk tujuan amat luhur dan sasaran yang

sangat mulia. Dan ilmu tentang Al-Qur’an yang paling sempurna adalah ilmu

tafsir.41

Ibnu Katsir adalah salah seortang ulama tafsir yang kemampuannya diakui

oleh para ulama lainnya. Imam Az-Dzahabi berkata tentang beliau, “Dia pandai

memberikan fatwa, ahli dalam berdebat, menguasai fikih, tafsir, nahwu dan sangat

menguasai ilmu hadist”.42

Tafsirnya ini merupakan tafsir terbesar dan mengandung manfaat yang luar

biasa banyaknya. Sebuah tafsir yang paling besar perhatiannnya terhadap manhaj

tafsir yang benar, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir sendiri dalam

muqaddimah yang disampaikannya, “metode penafsiran yang paling benar, yaitu

penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Jika tidak dapat menafsirkan Al-Qur’an

dengan Al-Qur’an, maka hendaklah anda menafsirkannya dengan hadist. Dan jika

tidak menemukan penafsirannya di dalam Al-Qur’an dan Hadist, maka hendaklah

merujuk pada pendapat para sahabat, karena mereka lebih mengetahui berdasarkan

konteks dan kondisi yang hanya merekalah yang menyaksikannya, selain itu

40 Ibid,.71. 41 Ibid,.54. 42 Abdullah Bin Muhammad, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Bogor: Pustaka Imam

Asy Syafi’i, 2005), 1.

Page 31: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

18

mereka juga memiliki pemahaman yang sempurna, pengetahuan yang benar, dan

amal shalih. Namun jika tidak ditemukan juga, maka kebanyakkan para imam

sesudahnya”.43

Kitab tafsir Ibnu Katsir menjadi pilihan karena memiliki beberapa kelebihan

dari kitab-kitab tafsir lainnya. Tafsir Ibnu Katsir kaya akan hikmah dan faidah.

Imam Ali Ash-Shabuni mengemukakan bahwa tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab

tafsir Al-Qur’an Bil Mat’sur yang terbaik, yang menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan

ayat Al-Qur’an, kemudian dengan hadist-hadist masyhur yang diambil dari

kumpulan kitab-kitab hadist. Di samping itu, dengan terbuka beliau menyebutkan

status hadist-hadistnya, mana yang shahih dan mana yang dha’if. Beliau juga

menyertakan atsar para sahabat dan tabiin.

1) Nama Tafsir

Pada umumnya para penulis sejarah tafsir menyebut tafsir Ibnu Katsir

dengan nama Tafsir Al-Qur’an Al-’Aẓīm. Muhammad Husain Adz-Dzahabi dalam

salah satu karyanya menulis Tafsir Al-Hafidz bin Katsir Al-Musamma Tafsir Al-

Qur’an Al-’Aẓīm, namun nama tersebut belum mengandungi ketegasan tentang

siapakah yang memberi nama itu, sedangkan Ali Ash-Shabunny dalam

mukhtasarnya dengan tegas mengatakan bahwa nama itu sebagai pemberian Ibnu

Katsir sendiri.

Ibnu Katsir sendiri nampaknya tidak pernah menyebut secara khusus untuk

kitab tafsir ini. Hal ini sangat berbeda dengan para penulis kitab dahulu yang selalu

mencantumkan nama kitab pada mukaddimahnya, yang pada umumnya dipilih dari

rangkaian dan kalimat bersajak.

Para penulis biografi kitab klasik tidak mencantumkan nama khusus untuk

kitab tafsir ini. Hal ini berbeda dengan sikap mereka terhadap karya-karya Ibnu

Katsir lainnya. Barangkali hanya Ibnu Taghri Bardi (813 H-874 H) dalam An-

Nujum Adz-Dzahiriyyah yang menyebutnya dengan tegas. Namun, nama yang

disebutnya berbeda dengan nama yang disebutkan diatas, yaitu Tafsir Al-Qur’an

43 Ibid., 1.

Page 32: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

19

Al-Karim. 44

2) Corak Dan Metode Penafsiran

Ibnu Katsir terkadang memaparkan beberapa aturan-aturan linguistic, I’rab,

Nahwu, dan aspek Balaghah, maka hal itu sangat jarang dan semata-mata ditujukan

untuk membantu dan memudahkan para pembaca untuk memahami ayat secara

luas.

Tafsir ini dalam pembahasannya pada dasarnya menjelaskan sekadarnya

saja. Kemudian para ulama yang lain memperdalam topik-topik ayat yang

ditafsirkan selaras dengan keinginan secara terperinci dan luas. Tujuannya adalah

untuk memperdalam pokok-pokok ilmu tafsir yang sesuai keilmuan dan

pemahaman yang dimiliki oleh ulama. Sehingga dapat menjadi terurai dan

gamblang.45

Al-tafsir Al-Tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud

menjelaskan kandungan ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Penafsir yang

mengikut metode ini dapat mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) atau ra’y

(pemikiran). Di antara salah satu kitab yang menggunakan metode ini adalah tafsir

Al-Qur’an Al-’Aẓīm (terkenal dengan tafsir Ibnu Katsir) karangan Ibnu Katsir.46

Metode Ibnu Katsir dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah merupakan sekian

dari metodologi ideal yang banyak digunakan dalam bidang tafsir. Menurutnya,

metodologi yang lain tepat alam menafsirkan Al-Qur’an adalah:

1. Tafsir Al-Qur’an terhadap tafsir Al-Qur’an itu sendiri.

2. Menggunakan sunnah yang merupakan penjelas Al-Qur’an, bilamana tidak

ditemukan ayat lain yang menjelaskan. Ibnu Katsir menjelaskan bahawa

Imam Syafi’i pernah mengatakan, “setiap hukum yang diterapkan

Rasullullah merupakan hasil pemahaman terhadap Al-Qur’an.

3. Qoul As-Shahabah, bila dalam Al-Qur’an dan sunnah tidak ditemukan

pembahasannya. Karena para sahabat mengetahui banyak sebab-sebab ayat

itu diturunkan dan kondisi pada waktu itu.

44 Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Tafsir

Ibnu Katsir, (Bandung: CV Pustaka Setia,1999), 71. 45 Muhammad Sofyan, Tafsir Wal Mufassirun, (Medan: Perdana Publishing, 2015), 56. 46 Ibid,.27

Page 33: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

20

4. Referensi tabi’in bila mana dalam Al-Qur’an, sunnah dan qoul sahabat tidak

ditemukan tafsirnya.47

Menurut Adz-Dzahabi, tafsir Ibnu Katsir termasuk dalam kategori tafsir bi

al-ma’tsur, yakni menafsirkan Al-Qur’an dengan ayat-ayat Al-Qur’an, hadist-hadist

nabi, atau riwayat-riwayat yang berasal dari sahabat dan tabi’in. Namun, perlu

diperhatikan bahwa dimasukkannya suatu kitab tafsir kedalam kategori yang

bercorakkan bi Al-Ma’tsur tidak berarti menutup kemungkinan bagi penulisnya

untuk memasukkan juga unsur-unsur non riwayat, seperti kupasan ijtihad.48

3) Keistimewaan Tafsir Ibnu Katsir

Tafsir Ibnu Katsir adalah yang paling masyhur yang memberikan perhatian

terhadap apa yang telah diberikan oleh mufassir salaf dan menjelaskan makna-

makna dan hukumnya serta perhatian yang sangat besar dengan penafsiran antara

Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.

Tafsir ini merupakan yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-

ayat yang bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan

hadist marfu’ yang ada relevensinya dengan ayat yang sedang ditafsirkan serta

menjelaskan apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut kemudian diikuti pula

dengan atsar para sahabat dan pendapat tabi’in dan ulama salaf disertakan selalu

peringatan akan cerita-cerita Isra’illiyat yang tertolak (mungkar) yang banyak

tersebar di dalam tafsir-tafsir bil ma’tsur. Baik peringatan itu secara global atau

mendetail dan bersandarkan pada riwayat-riwayat dari sabda Nabi SAW. para

sahabat dan tabi’in.

Keluasan sanad-sanad dan sabda-sabda yang diriwayatkan serta tarjihnya

akan riwayat-riwayat tersebut menjadikan penguaasaan terhadap ayat-ayat nāsikh

Mansūkh, serta-serta penguasaannya terhadap shahih dan selainnya jalan-jalan

riwayat dan kerapannya, penjelasannya dalam segi I’rab, dan istinbatnya tentang

hukum-hukum syar’i dan ayat-ayat Al-Qur’an.

Penjelasannya dalam segi I’rab, dan istinbatnya tentang hukum-hukum

47Ibid,. 55. 48 Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Tafsir

Ibnu Katsir, (Bandung: CV Pustaka Setia,1999), 72.

Page 34: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

21

syar’i dan ayat-ayat Al-Qur’an menjadi literature mufassir setelahnya, telah dicetak

dan disebarkan ke segala penjuru dunia serta tidak mengandung permusuhan

diskusi, golongan dan mazhab. Mengajak pada persatuan dan mencari kebenaran

bersama.49

4) Pendapat Ibnu Katsir Terhadap Israi’liyat

Ibnu Katsir juga menghadapi dilema dalam masalah Israi’liyat dan untuk

memecahkan dilema itu, Ibnu Katsir membagi Israi’liyat dalam tiga klasifikasi

yaitu berita yang diketahui kebenarannya, berita yang diketahui kebohongannya

dan berita yang didiamkan (maskut’anhu). Dengan pengklasifikasian ini,

nampaknya ia telah berhasil mengurangi dilema yang dihadapinya. Buktinya, ia

tidak banyak mempersoalkan Israi’lliyat yang termasuk bagian pertama dan kedua

karena penyelesaiannya adalah mudah. Israi’liyat yang termasuk bagian pertama

harus diterima, sedangkan bagian kedua harus ditolak. Ia hanya mempersoalkan

israi’liyat yang termasuk ke bagian ketiga.

Ibnu katsir memperbolehkan meriwayatkan bagian ketiga dengan dua

syarat:

1) Tidak bertentangan dengan akal dan belum terbukti kebohongannya.

2) Meskipun pensyaratan pertama terpenuhi, Israi’liyat jenis ketiga ini tetap tidak

boleh didustakan dan tidak boleh pula dibenarkan. Dengan demikian, bila

melihat keterangan Ibnu Katsir diatas, bagian orang ketiga ini boleh

diriwayatkan, tetapi tidak boleh dijadikan keyakinan.

Kebolehan yang diberikan oleh Ibnu Katsir untuk meriwayatkan Israi’liyat

yang didiamkan oleh syariat tidak menunjukkan sikapnya yang lunak terhadap

persoalan ini. Sebab ia pun mengetahui bahwa Israi’liyat itu pada umumnya tidak

memberi faidah apa-apa bagi agama dan sedikit sekali yang benar.50

5) Sistematika

Sistematika tafsir Ibnu Katsir menganut sistem tradisional, yakni

sistematika tertib mushafi dengan merampungkan penafsiran seluruh ayat Al-

49 Muhammad Sofyan, Tafsir Wal Mufassirun, (Medan: Perdana Publishing, 2015), 58. 50 Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Tafsir

Ibnu Katsir, (Bandung: CV Pustaka Setia,1999), 139-141.

Page 35: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

22

Qur’an dimulai dari Sūrah Al-Fātihah dan diakhiri oleh Sūrah An-Nās. Hanya

dalam operasionalisasinya, Ibnu Katsir menempuh cara pengelompokan ayat-ayat

yang berbeda, tetapi berada dalam konteks yang sama.51

C) Penilaian Ulama Terhadap Ibnu Katsir

Az-Dzahabi berkata tentang sifat Ibnu Katsir, “Ia pandai memberikan fatwa,

juga dalam berdebat, menguasai fikih, tafsir, nahwu, dan sangat menguasai ilmu

rijāl hadist”. Imam Az-Dzahabi dalam “Thabaqatul Hufadz” berkata, “Ibnu Katsir

seorang ahli fikih yang sangat teliti, ahli hadist yang cermat, dan ahli tafsir yang

sangat kritis”.

Imam Syaukani dalam “Al-Badru At-Thaali” berkata, “Ibnu Katsir sangat

pandai dalam fikih, tafsir, nahwu, sangat faham dalam ilmu rijāl hadist, selain

mengajar ia juga boleh memberikan fatwa”.

Imam Ali Ash-Shabuni {Dr, Tafsir Fakultas Syariah Wa Diratsah Islamiyah

Universitas Al-Malik Abdul Aziz) mengemukakan, tafsir Al-Qur’an yang beliau

tulis merupakan salah satu tafsir Al-Qur’an bil Ma’tsur yang terbaik. 52

1) Referensi Tafsir Ibnu Katsir

Sungguh suatu pengakuan yang jujur dan penghargaan yang tidak

berlebihan kiranya ketika seorang mufassir besar, Imam Suyuthi (W. 911) berkata

mengenai tafsir Ibnu Katsir, “Lam yulafa’la namthihi mitsluhu”. Setelah diteliti

oleh muhaqiq dalam bidang tafsir dan hadist, tafsir Ibnu Katsir sangat ilmiah dan

kaya dengan referensi yang sulit didapat. Bahkan sekarang ada beberapa jenis

referensi yang sudah tidak ada dan sangat sulit dicari. Betapa karya karya ini kaya

dengan ilmu yang menyimpan mutiara-mutiara berharga, karena Ibnu Katsir

menjadikan referensi karyanya yang diambil dari berbagai disiplin ilmu, baik itu

tafsir, ilmu tafsir, hadist, ilmu-ilmu hadist, lughah, sejarah, fiqh, ushul fiqh, bahkan

geografi. Dari hasil penelitian, tafsir Ibnu Katsir menjadikan rujukannya tidak

kurang dari 241 referensi yang terkumpul dari berbagai disiplin ilmu. 53

51 Ibid., 71-72. 52 Tedi Ruhiyat et. al., Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: Jabal, 2018), 3. 53 Ibnu Majjah, Biografi Imam Ibnu Katsir, diakses melalui alamat

https://ibnumajjah.files.wordpress.com/2018/02/biografi-ibnu-katsir-asy-syafi_i. tanggal 22 mei

2019.

Page 36: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

23

Ibnu Katsir diberikankan penguasaan ilmu yang sangat luas dan dalam

kehidupan masyarakat juga ia memberikan banyak manfaat dan kepemimpinan.

Melihat lebih dekat tentang upah pelaksanaan ibadah beliau menafsirkannya

dengan memperhitungkan semua pandangan mazhab dan sejarah para nabi, sahabat

dan ulama sesudahnya. Dari sudut pandang dan fakta membuktikan dirinya adalah

seorang yang layak menjadi tokoh keilmuan dengan semua hasil ilmu dan karya

beliau memberi manfaat dan referensi hingga hari ini.

Page 37: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

24

BAB III

MAKNA DAN HAKIKAT UPAH DALAM AL-QUR’AN

A. Pengertian Upah

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri

tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam

lingkup muamalah adalah upah-mengupah,54 kita melihat bahwa kalimah ini juga

dikaitkan dalam pelaksanaan ibadah di saat ini karena kebutuhan dan menjadi

pekerjaan yang tetap baik secara peribadi atau melalui pemerintah atau penguasa

sesebuah persatuan dan negara.

Menurut kamus Bahasa Indonesia, maksud (upah) berarti uang dan

sebagainya yang dibayarkan sebagai balas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang

sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu seperti gaji atau imbalan hasil

sebagai akibat dari suatu perbuatan atau usaha.55

Istilah upah dalam kehidupan sehari-hari kita sudah tidak asing lagi, namun

ada beberapa hal yang perlu kita fahami supaya dalam pemberian upah tidak salah

dan tidak mendzalimi bagi orang yang berhak menerima upah. Rasulullah

memerintahkan upah harus diberikan secara adil, bahkan dalam memberi upah tidak

boleh menunda-nunda.56

Menurut istilah bagi kalimah ijārah merujuk kepada bayaran yang diberikan

kepada orang yang melakukan sesuatu kerja sebagai ganjaran kepada apa yang

dilakukannya. Ia juga disebutkan sebagai ajr dan ujrah. ‘Ajjarahu’ atau ‘Aājarahu’

bermaksud memberi upah karena kerja yang dilakukan.

kata ini hanya digunakan untuk merujuk pada sesuatu yang memberikan

keuntungan dan tidak digunakan untuk sesuatu yang merugikan. Ajr biasanya

digunakan untuk merujuk ganjaran akhirat sementara istilah ujrah pula merujuk

pada ganjaran dunia.57

54 Fuad Riyadi, “Sistem Dan Strategi Pengupahan Perspektif Islam” Jurnal Iqtishadia, Vol

8, No. 1 (2005), 159. 55 Tim Redaksi, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1595. 56 Siswadi, “Pemberian Upah Yang Benar Dalam Islam Upaya Pemerataan Ekonomi Umat

Dan Keadilan” Jurnal Ummul Qura Vol Iv, No. 2 (2014), 107. 57 Zulkifli Mohamad, Al-Fiqh Al-Manhaji Muamalat Dan Kewangan Islam Dalam Fiqh

Al- Syafi’i (Selangor: Darul Syakir,2017), 185.

Page 38: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

25

Secara bahasa ibadah artinya: taat dan secara istilah menurut Syaikhul Islam

Ibnu Taimiyyah mendefinisi Ibadah sebagai kata yang mencakup semua yang

disukai dan diridhai oleh Allah SWT. baik berupa perkataan maupun perbuatan

yang tersembunyi dan terang-terangan. Seperti pelaksanaan ibadah berkait seperti

berbicara benar, menunaikan amanah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, buat baik

pada manusia dan sebagainya.58

Allah menghalalkan upah, sebab upah (tsaman) adalah konpensasi atas jasa

yang telah diberikan seorang pekerja, dan perampasan terhadap upah merupakan

suatu perbuatan buruk yang akan mendapat ancaman siksa dari Allah.59

Banyak dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadist pada zaman sahabat dan juga

pandangan ulama-ulama tentang upah seperti:

Dalil Al-Qur’an:

منوا وعملوا ٱلص ن ءا ي ن عملا إن ٱل حسمن أ ر ج

أ ع ا ل نضي حت إن ٣٠ل

"Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-

benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan

yang baik itu”. (QS. Al-Kahf: 30).60

Dalil Hadis:

انهصلىاللهعليهوسلماحتجموأعطىالحجاماجره)رواهالشيخان( “Sesungguhnya Rasulullah SAW. pernah berbekam kepada seseorang dan

baginda memberi upah tukang bekam itu.”61

ك إ ن م اأ خ ذت ع ل يه أ جرا الله أ ح ق ت اب "Sungguh, sesuatu yang lebih berhak kalian ambil sebagai upah adalah

(upah) mengajarkan Kitabullah(Al-Qur’an).62

Dari kisah sejarah pula, Al-Wadhi’ bin Atha’ berkata, “ada tiga orang guru

yang mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak Madinah. Umar pun memberikan

58 Manhaj Tarbawi, “Ibadah” Jurnal Divisi Pendidikan Yayasan Al‐Fityan Jakarta (2018),

1. 59 Sri Dewi Yusuf, “Konsep Penentuan Upah Dalam Ekonomi Islam” Jurnal Al- Ulum

Volume. 10, Nomor 2 (2010), 311. 60 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 297. 61 Haji Osman Bin Jantan, Pedoman Mu’amalat Dan Munakahat (Singapura: Pustaka

Nasional, 2001), 20. 62 Muhammad Fuad, Ringkasan Sahih Al-Bukhari (Selangor: Sofa Production, 2014), 396.

Page 39: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

26

gaji kepada mereka sebesar 15 (dirham) setiap bulan.

Mengenai upah ada beberapa perkara yang membawa pengertiannya kearah

istilah hadiah atau dalam bahasa Arab boleh dibaca dengan baris atas (Ja’alah),

bawah (Ji’alah) dan hadapan (Jua’alah). Kata nama ini merujuk pada sesuatu

diberikan oleh seseorang kepada seseorang karena sesuatu dilakukan. Ia juga

disebut sebagai Ju’lun atau Jailah.63

Hikmah amalan ini ada betulnya dan dibenarkan karena amalan seumpama

ini diperlukan oleh manusia. Adakalanya manusia kehilangan sesuatu dan tiada

siapa yang secara sukarela mau mencari dan memulangkan kepadanya. Mungkin

seseorang itu tidak berupaya untuk bekerja sedangkan kerja tersebut tidak boleh

diupah karena wujud unsur ketidakpastian. Melalui cara ini, dia bisa mendapatkan

seseorang untuk melakukannya dengan dibayar sebagai hadiah. Oleh karena itu,

kasus ini dibenarkan bagi memenuhi keperluan ini.64

Hakikat upah adalah Agama Islam tidak memutuskan sesuatu sehingga

menzalimi umatnya. Oleh karena itu, diberi petunjuk dari ayat-ayat Al-Qur’an,

Hadis, Sahabat dan ulama-ulama untuk kita jadikan panduan dan pegangan sesuai

dengan keinginan semua umat Islam mencari rezeki dan harta yang halal, diridhai

sehingga mendapat ganjaran berlipat ganda di akhirat nanti.

Dunia kerja dalam Islam meliputi semua usaha yang bersifat dan

menjangkau semua jenis pekerjaan/mata pencarian yang banyak orang melakukan

apa saja untuk mendapatkan harta kekayaan walaupun dengan upah yang dari

sumber-sumber penipuan, penyuapan, perompakan dan sebagainya.

Manusia perlu mencari upah yang baik dari pekerjaan yang baik karena atas

dunia upah itu berupa uang dan harta benda tetapi di akhirat hidangan Allah SWT.

itu adalah surga. Jalan masuk surga adalah ajaran agama yang diwahyukan Allah

SWT. kepada Rasul-Nya65 maka tentunya manusia perlu mengikuti orang yang

dipercayakan untuk mendapat imbalan di dunia dan akhirat dengan ganjaran yang

63 Zulkifli Mohamad, Al-Fiqh Al-Manhaji Muamalat Dan Kewangan Islam Dalam Fiqh

Al- Syafi’i (Selangor: Darul Syakir,2017), 219. 64 Ibid., 222. 65 Ahsin W. Alhafidz, Indahnya Ibadah Dalam Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2010), 10.

Page 40: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

27

besar.

Gunakan semua kelebihan yang dianugerahkan untuk membuat kebaikan,

Setiap orang diberi kelebihan yang berbeda-beda. Bagi orang yang berharta, harta

itu dapat digunakan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Sedangkan

orang yang berilmu pula, ilmu itu boleh disebarkan untuk memadaikan manusia

sejagat. Begitulah cara kita dapat memanfaatkan dunia untuk kepentingan akhirat.

Setiap orang berpeluang melakukan kebaikan mengikut kemampuan masing-

masing.66

Upah pekerjaaan pelaksanaan ibadah lebih kepada pekerjaan seperti ustadz

atau seseorang yang melaksana dan menyebarkan ajaran islam dari Al-Qur’an serta

dari hukum islam berbeda dari upah pekerjaan lain meskipun semuanya adalah

dianggap ibadah jika pekerjaan itu baik dan tidak ada larangan dari Allah SWT.

tetapi dari penerimaan upah kedua pekerjaan ini berbeda karena pekerjaan

pelaksanaan ibadah adalah perkara fardhu dan kewajiban pada insan yang

berpengetahuan untuk menepati perintah Allah. Upah ini ada yang dibolehkan dan

tidak dibolehkan hasil dari penulis melakukan penelitian penafsiran seorang tokoh

dari kitab tafsir Al-Qur’an Al-’Aẓīm.

Kajian dalam penulisan tentang upah ini penulis lebih khususkan tentang

upah dalam pelaksanaan ibadah menurut Ibnu Katsir yang ada sebagian sama

dengan upah pelaksanaan lain tetapi mungkin ada yang berbeda dari segi aspek

penerimaannya menurut pandangan atau penafsiran dari Ibnu Katsir.

B. Klasifikasi Ayat Upah dari Segi Makiyyah dan Madaniyah

Kita dapati para pengembang dakwah yang terdiri dari para sahabat, tabiin,

dan generasi sesudahnya, mengadakan penelitian dengan cermat tentang tempat

turunnya Al-Qur’an ayat demi ayat, baik dalam hal waktu dan tempatnya. Penelitian

ini merupakan pilar kuat dalam sejarah perundang-undangan. Dia juga menjadi

landasan bagi para peneliti untuk mengetahui metode dakwah, macam-macam

seruan, pentahapan dalam penetapan hukum, dan perintah.67

66 Abdullah Khairi, Tuhan Bayar Cash! (Kuala Lumpur: PTS Publications, 2018), 73. 67 H. Aunur Rafiq El-Mazni, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Diterjemahkan Dari Buku

Aslinya Yang Berjudul “Mubaahis Fii Ulum Al-Qur’an” Oleh Syaikh Manna Al-Qaththan (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2007), 59.

Page 41: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

28

Telah kita ketahui bersama, bahwa Rasulullah SAW. menghabiskan

sebagian hidup beliau di Mekah, baik sebelum diutus jadi rasul maupun

sesudahnya. Kemudian beliau hijrah ke Madinah, menetap disana sampai wafat.

Al-Qur’an diturunkan saat Rasulullah berada di kota-kota, pendesaan,

gunung-gunung, lembah-lembah, lereng-lereng, serta pada waktu yang berbeda-

beda seperti malam, siang, dalam perjalanan, didalam kota, pada musim panas,

musim dingin, dalam keadaan damai maupun pada saat perang.68

Untuk mengetahui dan menentukan Makiyyah dan Madaniyah para ulama

bersandar pada dua cara utama, sima’i naqli (pandangan seperti apa adanya) dan

qiyasi ijtihadi (bersifat ijtihad). Namun demikian, semua itu tidak terdapat sedikit

pun keterangan dari Rasulullah, karena ia tidak termasuk dalam kewajiban, kecuali

terdapat dalam batas yang dapat membedakan mana yang nāsakh dan mana yang

mansūkh.69

Diantara keistimewaaan Sūrah-Sūrah Makiyyah adalah pembelaan aqidah

Islam dalam jiwa melalui ajakan beribadah (penyembahan) kepada Allah yang Esa,

beriman kepada risalah Muhammad SAW. kepada hari akhir. Juga pembatalan

keyakinan-keyakinan poganisme jahili, penyembahan kepada selain Allah serta

pemunculan hujjah-hujjah dan bukti-bukti.70

Diantara keistimewaan Sūrah-Sūrah madaniyah pula adalah Al-Qur’an

berbicara kepada masyarakat Islam Madinah, pada umumnya berisi tentang

penetapan hukum-hukum syariah, ibadah dan muamalah, sanksi-sanksi dan

kewajiban-kewajiban, hukum jihad, dan lain-lain.71

Bilangan Sūrah-Sūrah Makiyyah dan Madaniyah para ulama berbeda

pendapat dalam (menghitung) jumlah Sūrah Madaniyah. Suyuthi telah mengutip

dari Ibnu Al-Hashar, bahwa Madaniyah terdiri atas 20 Sūrah, 12 Sūrah

diperlisihkan dan lainnya Makiyyah. Artinya Sūrah Makiyyah adalah berjumlah 82

68 Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Qur’an; Studi Kompleksitas Al-Qur’an (Yogyakarta:

Aswaja Pressindo, 2016), 185. 69 H. Aunur Rafiq El-Mazni, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2007), 72. 70 Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Qur’an; Studi Kompleksitas Al-Qur’an (Yogyakarta:

Aswaja Pressindo, 2016), 198. 71 Ibid., 201.

Page 42: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

29

(Delapan puluh dua Sūrah).72

Maka dalam klafisikasi ayat upah ini penulis mendapat atau menemui 13

ayat yang mengenai upah dalam Al-Qur’an yang terkait dengan judul penelitian

penulis.

Ayat yang tergolong Makiyyah adalah Sūrah Al-An’ām, Yūnus, Hūd,

Yūsuf, Al-Isrā’, Al-Furqan, Asy-Syu’ara, Saba’, Yasin, dan Ṣad. Sedangkan ayat

yang tergolong Madaniyah pula adalah Sūrah Al-Baqarah.

C) Landasan Al-Qur’an Mengenai Al-Ujrah (Upah) Menurut Ibnu Katsir

(AJR) lafaz ini mempunyai dua makna yang berkaitan. Ia bermakna "upah

atas sesuatu pekerjaan" dan juga "merawat tulang yang retak." Bagi makna pertama,

ia berbentuk al- ajr atau al-ujrah.73

Al-Khalil berkata, "Ajr bermaksud ganjaran atas sesuatu amalan. Daripada

kalimah itu dinamakan juga mahar perempuan sebagai ajr (jamaknya ujur), seperti

yang terdapat dalam ayat Allah " sedangkan bagi makna merawat tangan yang retak,

dikatakan ujirat yaduh (tangannya dirawat) atau ajartu yadah (aku merawat

tangannya).

Lafaz ajr disebut sebanyak 84 kali di dalam Al-Qur’an iaitu dalam sūrah al-

Baqarah (2), ayat 62, 112, 262, 274, 277; Āli Imrān (3), ayat 136, 171, 172, 179,

199; an-Nisā’ (4), ayat 40, 67, 74, 95, 100, 114, 146, 162; al-Mā'idah (5), ayat 9; al-

An’ām (6), ayat 90, al-A’rāf (7), ayat 113, 170, al-Anfāl (8), ayat 28, al-Taubah (9),

ayat 22, 120; Yūnus (10), ayat 72; Hūd (11), ayat 11, 51, 115; Yūsuf (13), ayat 56,

57, 90, 104; al-Nahl (16), ayat 41, 96, 97; al-Kahf (18), ayat 2, 30, 77; al-Isrā’ (17),

ayat 9, al- Furqan (25), ayat 57, al-Syu'ara (26), ayat 41, 109, 127, 145, 164, 180;

al-Qasas (28), ayat 25, 54; al- ’Ankabut (29), ayat 27, 58; al-Ahzāb (33), ayat 29,

31, 35, 44; Saba’ (34), ayat 47; Fatir (35), ayat 7; Yasin (36), ayat 11, 21; Ṣad (38),

ayat 86, al-Zumar (39), ayat 10, 35, 74; Fussilat (41), ayat 8; al-Syura (42), ayat 23,

40; al-Fath (48), ayat 10, 16, 29; al-Hujurat (49), ayat 3; at-Tur (52), ayat 40, al-

Hadid (57), ayat 7, 11, 18, 19, 27; at-Tagabun (64), ayat 15; al-Talaq (65), ayat 5:

72 Fahd Bin Abdurrahman, Ulumul Qur’an; Studi Kompleksitas Al-Qur’an (Yogyakarta:

Aswaja Pressindo, 2016), 189-190. 73 Zulkifli Mohd Yusoff, Kamus Al-Qur’an (Selangor: PTS Publishing House, 2010), 37.

Page 43: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

30

al Mulk (67), ayat 12; al Qalam (68), ayat 3, 46; al-Muzzammil (73), ayat 20; al

Insyiqaq (84), ayat 25, at Tin (950, ayat 6.74

Secara khususnya landasan Al-Qur’an mengenai Al-Ujrah menurut Ibnu

Katsir menafsirkannya atau memberi pandangan pahala itu dimaksudkan

pertolongan dan kemenangan didunia dan diakhirat adalah surga-surga yang tinggi.

Sementara sebesar mana kekuasaan kewibawaan yang dapat didunia tidak dapat

tandingi di akhirat yang lebih besar dari semuanya dan bagaimana para nabi dan

rasul mengupah sesuatu pekerjaan juga dengan upah yang adil dengan apa yang

dimintanya dengan tidak memberatkan, tidak menyakiti dan tidak menguasai pada

seseorang yang menjadi landasan dalam sesuatu upah pekerjaan.

Ayat tentang upah penyusuan juga merupakan landasan Al-Ujrah dalam

memberikan upah yang adil dan berhak mengikat perjanjian mengenai upah yang

akan diberikan dan urusan itu harus secara baik tanpa membahayakan masing-

masing pihak. landasan untuk upah menurut Al-Qur’an juga adalah untuk

perkongsian rahmat yang diberikan Allah antara satu sama lain karena sebagian

mereka membutuhkan sebagian yang lain. Landasan upah ini penting bagi manusia

yang mencari rezeki dengan pekerjaan yang menghasilkan upah untuk mengetahui

bahwa adakah ia berada di jalan yang betul dan halal dalam memberi dan menerima

sesuatu upah dalam bentuk apa pun.

Contoh-contoh ayat yang menjadi landasan dalam sistem pengupahan:

1. Sūrah Āl-Imrān ayat 57:

ا من ٱ وأ ي منوا وعملوا ل حت ٱءا ل جورهم و لص

ٱ فيوف يهم أ ب لل ين ٱل ي لم ظ ٥٧ ل

“Dan ada pun orang yang beriman dan melakukan kebajikan, maka Dia akan

memberikan pahala kepada mereka dengan sempurna. Dan Allah tidak

menyukai orang zalim.”75

Menurut Ibnu Katsir arti ayat ini, yaitu di dunia dan di akhirat. Pahala di

dunia berupa pertolongan dan kemenangan. Sedangkan di akhirat berupa Surga-

74 Ibid., 38. 75 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 57.

Page 44: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

31

Surga yang tinggi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zhalim.76

2. Sūrah yūsuf ayat 57:

ر ج ٱ ول لأخرة ي ل ل ن خ قو منوا وكنوا يت ٥٧ين ءا

“Dan sungguh, pahala akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang beriman

dan selalu bertaqwa.”77

Menurut Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, Allah memberitahukan bahwa

yang disediakan untuk Yusuf A.S. di akhirat nanti lebih besar, lebih banyak, dan

lebih agung daripada kekuasaan dan kewibawaan yang diberikan kepadanya di

dunia, sebagaimana firman Allah tentang Sulaiman A.S.,

ذا طا ؤنا ف ه ن ٱع مو أ

ب مسك أ ي حسا غ ف وحسن م ۥل وإن ٣٩ب زل ندنا ل ب ع ٤٠ا

“Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah

(untuk dirimu sendiri) tanpa perhintungan. Dan sungguh, dia mempunyai

kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik” (QS.

Ṣad: 39-40).78

Maksudnya, Yusuf A.S. diangkat oleh raja Mesir yang telah membelinya,

yaitu suami dari wanita yang merayunya. Raja Mesir ini masuk Islam di tangan

beliau A.S., demikian pendapat Mujahid.79

3. Sūrah Al-Qasas ayat 26-27

ت قالت ب

أ ي هما ى ت ٱإحد س ره من ج ي ت ٱإن خ رت س مين ٱ لقوي ٱ جن قال ٢٦ ل

ريد أ

إن أ

نكحك إحدى ت ٱأ تممت عش بن

ج فإن أ ن حج م رن ث ج

أ ن ت

أ عل تين ه ا فمن عندك

ش ن إن عليك ستجد شق ن أ

د أ ري

ٱا ء وما أ ن لل ين ٱم لح ٢٧ لص

“Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku!

Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling

baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan

dipercayai.” (26) “Dia (Syeikh Madyan) berkata, sesungguhnya aku

bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak

76 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 2, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 41. 77 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 242. 78 Ibid., 455. 79 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 4, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 339.

Page 45: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

32

perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama

delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah

(suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau.

Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik.” (27)80

Menurut Ibnu Katsir, beliau menafsirkan ayat ini yaitu, berkata salah

seorang puteri laki-laki ini. Satu pendapat mengatakan, wanita itu adalah yang pergi

di belakang Musa AS., ia berkata kepada ayahnya “Hai ayahku, ambillah ia sebagai

pekerja,” yaitu sebagai penggembala kambingnya.81

Umar, Ibnu Abbas, Syuraih al-Qadhi, Abu Malik, Qatadah, Muhammad bin

Ishaq dan selainnya berkata: Ketika wanita itu berkata: “Karena sesungguhnya

orang yang paling baik yang engkau ambil untuk pekerja adalah orang yang kuat

lagi amanah,” maka ayahnya berkata kepadanya: “Apa yang kamu ketahui tentang

itu?” Wanita itu berkata: “Dia telah mengangkat sebuah batu besar yang tidak

mampu diangkat kecuali oleh 10 orang laki-laki. Dan saatku datang bersamanya,

aku berjalan di depannya, lalu ia berkata kepadaku: ‘Berjalanlah di belakangku.’

Jika ia berbeda jalan denganku, ia memberikan sebuah tanda batu kerikil agar aku

mengetahui ke mana ia berjalan.”

Sufyan ats-Tsauri berkata dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Manusia

paling cerdik adalah 3 orang; Abu Bakar yang memberikan kecerdikan kepada

Umar, teman Yusuf ketika ia berkata, Berikanlah kepadanya tempat yangt baik, dan

teman wanita Musa yang berkata: “Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang

bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau

ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya,”

Ayahnya berkata, “ Sesungguhnya aku bermaksud menikahkanmu dengan salah

seorang dari kedua anakku ini.” Laki-laki tua ini memintanya untuk

menggembalakan kambingnya dan menikahkannya dengan salah seorang

puterinya.

Syu’aib al-Jubba-I berkata: “Keduanya cantik dan molek.” Para murid Abu

Hanifah mengambil dalil ayat ini tentang sahnya jual beli, dimana seorang berkata:

80 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 388. 81 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 6, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 206.

Page 46: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

33

“Aku jual kepadamu salah satu dua budak ini dengann harga 100,” lalu ia berkata:

“Aku beli,” maka sah. Wallaahu a’lam.

“Atas dasar bahwa engkau bekerja denganku delapan tahun dan jika engkau

cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah darimu,” kewajibanmu hanya

menggembala kambingku selama delapan tahun. Jika engkau mendermakan dengan

melebihkannya dua tahun, maka itu adalah darimu sendiri. Kalau tidak, cukup

delapan tahun saja. “maka aku tidak hendak memberatkanmu. Dan engkau insya

Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik,” yaitu, aku tidak akan

memberatkanmu, tidak menyakitimu dan tidak mengusaimu.82

4. Sūrah Thalaq ayat 6:

سكنوهن عليه أ قوا وهن لضي ار ض ت م ول ن وجدك م ث سكنتم ت من حي ول

كن أ ن ن وإ

عن لكم ف رضأ إن ن ف له ن ح ع يض ت ن ح عليه نفقوا

أ ف ل جو ح

اتوهن أ روا تم

ن وأ ره

تضع ل ينكمب تم فس عاس روف وإن ت ع رى ۥ بم خ ٦أ

“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut

kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk

menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak)

itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka

melahirkan kandungannya, kemudian jika mereka menyusukan (anak-

anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan

musyawarahkanlah di aantara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika

kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)

untuknya.”83

Menurut pandangan Ibnu Katsir, Allah berfirman seraya memerintahkan

kepada hamba-hamba-Nya, jika salah seorang dari mereka menceraikan isterinya

maka hendaklah dia menempatkannya didalam rumah sampai dia selesai menjalani

masa ‘iddahnya, maksudnya di sisi kalian. Ibnu Abbas, Mujahid, dan beberapa

ulama lainnya mengatakan: “Yakni, kesanggupan kalian.” Sampai Qatadah

mengemukakan “kalau pun engkau tidak mendapatkan tempat kecuali di samping

rumahmu, maka tempatkanlah di sana.”84

82 Ibid., 206. 83 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 559. 84 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 8, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 174.

Page 47: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

34

Dan firman Allah Taala, “Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk

menyempitkan (hati) mereka.” Muqatil bin Hayyan mengatakan: Yakni,

menakutinya agar dia mau memberikan tebusan dengan apa yang dimilikinya atau

agar keluar dari rumahnya.”

Ats-Tsauri menceritakan dari Manshur, dari Abudh Dhuha, dia berkata:

“Maksudnya adalah menceraikannya. Jika tersisa dua hari lagi, dia akan merujuk

kembali.”

Banyak ulama, diantaranya Ibnu Abbas dan sekelompok ulama Salaf serta

beberapa kelompok ulama Kalaf, mengatakan bahwa hal itu berkenaan dengan

wanita yang ditalak ba’in. jika di ditalak dalam keadaan hamil, maka dia harus

diberi nafkah sampai ia melahirkan. Dalam hal itu mereka berdalil bahwa wanita

yang ditalak raj’i itu harus diberi nafkah, baik dalam keadaan hamil atau tidak.

Sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa siyaq ayat secara keseluruhan

berkenaan dengan talak raj’i, dan yang menashkan keharusan memberikan nafkah

hanya kepada wanita yang tengah hamil saja, meskipun hanya dijatuhi talak raj’i.

Karena kehamilan itu seringkali memerlukan waktu yang panjang. Dengan

demikian, dibutuhkan ketetapan nash yang mewajibkan pemberian nafkah sampai

waktu melahirkan, agar tidak ada anggapan bahwa diwajibkannya nafkah itu

hanyalah sesuai dengan lamanya masa ‘iddah.

Kemudian para ulama berbeda pendapat, apakah nafkah itu diberikan kepda

pihak isteri dengan perantara kehamilan ataukah nafkah itu murni karena kehamilan

itu sendiri? Mengenai hal tersebut terdapat dua pendapat yang bersumber dari Imam

asy-Syafi’i dan juga selainya, dan darinya berkembang menjadi berbagai macam

masalah yang disebutkan dalam ilmu furu’.85

Firman Allah Taala, “kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu)

untukmu.” Maksudnya, jika isteri-isteri itu melahirkan kandungannya sedang

mereka dalam keadaan sudah diceraikan suaminya, maka sempurnalah talak ba’in

dengan berakhirnya masa ‘iddah mereka. Pada saat itu dia berhak menyusui

anaknya atau menolak untuk menyusui. Tetapi hak ini berlaku setelah dia

85 Ibid., 175.

Page 48: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

35

meberikan air susu ibu yang pertama kepada anaknya, yakni air susu ibu yang

paling pertama keluar, di mana seorang anak biasanya tidak akan tumbuh kecuali

setelah merasakannya. Jika isterinya itu menyusui anaknya, maka dia berhak

mendapatkan balasan yang setimpal, dan dia juga berhak untuk mengikat perjanjian

melalui ayahnya atau walinya mengenai upah yang akan diberikan.

Hendaklah semua urusan antara kalian itu dikelola secara baik tanpa harus

membahayakan masing-masing pihak. Sebagaimana yang difirmankan Allah Taala

dalam Sūrah Al-Baqarah:

لادهۦ ولود لهۥ بوا لا ما لادهاا وا ة بوا لدا ار وا لا تضا

“janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga

seorang ayahnya karena anaknya.” (QS. Al-Baqarah: 233).86

Jika pasangan suami isteri berbeda pendapat, dimana sang isteri menuntut

upah yang banyak namun sang suami tidak memenuhi tuntutan tersebut, atau

memberi upah tetapi hanya sedikit sedang isterinya tidak menyepakatinya, maka

hendaklah suami itu menyusukan anaknya kepada wanita lain. Seandainya sang ibu

menyetujui pembayaran upah untuk wanita lain, maka dia lebih berhak menyusui

anaknya.87

5. Sūrah Al-’Ankabut ayat 58:

منوا ين ءا ين وٱل ل خ ر نهٱل من تتها ري رفا ت ة غ ن ل ن ٱ م هم ئن حت لبو ل ٱلص ملوا وع

ين مل ع ر ٱل جعم أ ٥٨فيها ن

“Dan Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, sungguh,

mereka akan Kami tempatkan pada tempat-tempat yang tinggi (di dalam

surga), yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.

Itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang berbuat kebajikan.”88

Menurut Ibnu Katsir maksudnya, kami akan menempatkan mereka

ditempat-tempat yang tinggi di dalam Surga dimana mengalir sungai-sungai

86 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 35. 87 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 8, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 175. 88 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 403.

Page 49: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

36

dibawahnya dengan berbagai ragam air, khamr, madu dan susunya yang dapat

didistribusikan dan dialirkan sesuai kehendak mereka. Yaitu mereka tinggal di

dalam Surga selama-lamanya, mereka tidak ingin berpindah darinya. Kamar-kamar

ini adalah sebaik-baik pahala atas amal-amal orang-orang yang beriman.89

6. Sūrah Az-Zukhruf ayat 32:

عيشتهم ف ا بينهم م ن قسمن ك ن ب ت ر هم يقسمون رحعن أ ا ورف ني ة ٱلد يو ل ق ٱ عضهم فو ا ب

عون ا يم م م ي ت رب ك خ ورح ا ري عضا سخ عضهم ب ذ ب خ ت ت ل ض درج ع ٣٢ب"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang

menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah

meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat,

agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat

Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”90

Pandangan Ibnu Katsir, Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman menolak

pertentangan mereka ini, “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu?”

Yaitu, perkaranya bukanlah dikembalikan kepada mereka, akan tetapi kepada Allah

SWT. Dan Allah lebih mengetahui kepada siapa Dia jadikan risalahnya, karena Dia

tidak menurunkannya kecuali kepada makhluk-Nya yang hati dan jiwanya paling

bersih, serta keluarganya paling terhormat dan asal-usulnya paling suci. Kemudian,

Allah SWT. berfirman memberikan penjelasan bahwa Dia memberikan tingkatan

kepada makhluk-Nya tentang harta akal dan pemahaman yang diberikan kepada

mereka serta berbagai daya, lahir dan bathin.91

Firman Allah Yang Maha Agung kebesaran-Nya: “Agar sebagian mereka

dapat mempergunakan sebagian yang lain.” Satu pendapat mengatakan bahwa

maknanya adalah, agar sebagian mereka mempergunakan sebagian yang lain dalam

berbagai amal, karena sebagian membutuhkan sebagian yang lain. Itulah yang

dikatakan oleh As-Suddi dan lain-lain. Sedangkan Qatadah dana dh-Dhahhak

berkata: “Agar sebagian mereka memiliki sebagian yang lain,” makna ini kembali

89 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 6, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 262. 90 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 400. 91 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 7, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 207.

Page 50: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

37

kepada yang pertama.

Rahmat Allah kepada para makhluk-Nya lebih baik bagi mereka daripada

apa yang mereka miliki berupa harta benda dan kesenangan kehidupan dunia.92

Diatas ini penulis hadirkan mengenai Al Ujrah (Upah) dari landasan Al-

Qur’an Menurut Ibnu Katsir, kita bisa melihat pandangannya tentang ayat-ayat

yang menjadi landasan kepada umat Islam dalam aspek upah-mengupah dan

memahami arti upah yang sebenarnya dan apa yang telah diperintahkan oleh Allah

SWT.

Mayoritas penggunaan lafaz ajr di dalam Al-Qur’an adalah ganjaran atau

balasan bagi orang yang beramal soleh, bertakwa, berbuat kebaikan dan lain-lain,

berupa nikmat surga di akhirat dan sebagainya. Faktanya, hampir keseluruhannya

membawa maksud ini kecuali beberapa ayat sepertimana yang dibentangkan di atas.

Maka, maksud umum lafaz ajr ialah ganjaran balasan kebaikan dan bukan

kejahatan, sedangkan makna khususnya ialah upah seperti dalam Sūrah Al- Qasas

dan dalam ayat di atas dan lain-lain.93

D. Pemberi Upah Dan Penerima Upah Pelaksanaan Ibadah

Sebagai orang Islam, kita seharusnya sentiasa menjadikan Al-Qur’an dan

Sunnah sebagai pegangan hidup kita dalam mencari rezeki. Allah sudah menjamin

bahwa hamba-hambanya yang mencari rezeki(harta) sesuai mengikut petunjuk-Nya

dan Rasul-Nya, pasti akan merasakan keberkahan, kenikmatan dan kebahagiaan

dari setiap rezeki (harta) yang diperolehnya.94

Jika dilihat upah pelaksanaan ibadah apa yang ditafsirkan juga sama dengan

upah pekerjaaan lainnya karena untuk pekerjaan ini adalah menjadi sumber

rezekinya karena berkhidmat seluruh waktunya untuk dakwah, perobatan, pengajar

dan sebagainya seperti contohnya ayat Al-Qur’an.

ف ن ل ك م ض ع أ ر ف إ ن أ ج ور ه ن ات وه ن

“kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah

92 Ibid., 208. 93 Zulkifli Mohd Yusoff, Kamus Al-Qur’an (Selangor: PTS Publishing House, 2010), 38. 94 Ahmad Sabki Mohd Tahir, Ibadah Menuju Taqwa (Kuala Lumpur: Crescent News,

2012), 73.

Page 51: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

38

imbalannya kepada mereka”. QS. Al-Thalaq: 6.95

Akan tetapi di dalam pekerjaan pelaksanaan ibadah ini ada dua pemberi

upahnya mengikut pandangan umat Islam asalkan niatnya itu betul. Yang pertama,

amal ibadah seseorang yang ikhlas akan hanya mengharap redha Allah SWT. dan

imbalan di akhirat. Keduanya, pemberian upah dari baitu’lmāl, pegawai atau orang

yang mengambilnya karena ingin menggunakan khidmatnya dan ingin

mengupahnya atas sesuatu pelaksanaan ibadah.

Kita memulakan setiap pekerjaan dengan niat. Kita tidak mungkin membuat

sesuatu pekerjaan itu tanpa memasang niat terlebih dahulu. Pekerjaan tanpa ada niat

tidak mendatangkan manfaat apa-apa. Dan dalam Islam, melakukan amalan tanpa

niat hanyalah mendatangkan penat lelah saja. Dalam kitabnya Ash-Shahhah, Al-

Jauhari berkata “Niat adalah kemauan yang kuat”. Al-Baidawy pula berkata bahwa

“Niat adalah dorongan hati yang dilihatnya sesuai dengan suatu tujuan, berupa

mendatangkan manfaat atau mengenyahkan mudarat, dari sisi keadaan maupun

harta”. Bagi Al-Mawardy, “Niat adalah tujuan sesuatu yang disertai

pelaksanaannya. Jika hanya tujuan, maka itu disebut kemauan yang kuat”.96 .

Jadi karunia yang pertama sangatlah diharapkan oleh pelaksanaan ibadah

karena ikhlas akan menjadi sebab diturunkan rahmat Allah kepadanya. Rahmat itu

bisa menjadi bentuk pertolongan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Bisa juga menjadi bentuk kemudahan-kemudahan hidup dan juga bisa menjadi

perlindungan dari bahaya duniawi atau gangguan iblis laknatullah.97

Untuk pemberian kedua walaupun dibenarkan tetapi ada syarat dan sebab

untuk mereka yang melaksanakannya menerima upah tersebut. Jauhilah dari

menjadi ulama yang menjadikan ilmunya sebagai alat untuk memperoleh kekayaan.

As-Syirazi menyatakan, “setan mendandani keburukan dihadapan ulama hingga

berhasil menjerumuskan agama, memperalat ilmu untuk mendapatkan kekayaan

95 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 559. 96 Ahmad Sabki Mohd Tahir, Ibadah Menuju Taqwa (Kuala Lumpur: Crescent News,

2012), 85. 97 Iskandar, Ruqyah Antara Syarie Dan Syirik (Kuala Lumpur: Yayasan Al-Jauhari, 2017),

40.

Page 52: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

39

dari anak yatim, dan orang miskin.98

Bagi penerima dari upah pelaksanaan ibadah, secara khususnya penulis

membahas tentang penerimaan upah ini adalah pada pelaksanaan dakwah, pengajar

ilmu Al-Qur’an, peruqyah, dan pelaksanaan ibadah-ibadah lainnya. Yang paling

penting berpeganglah dengan perintah atau tuntunan dakwah para nabi dan rasul.

Firman Allah:

ٱ عوا هتدون من ل يس تب م را وهم ج ٢١لكم أ

“Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah

orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Yasin 21).99

Maka untuk para ustadz yang mendapatkan imbalan atau uang dari

mengajarkan Al-Qur’an dan sunnah dianugerahkan bagi mereka untuk upah

seperlunya apalagi bagi mereka yang sudah mencurahkan seluruh waktu untuk

mengajarkan Islam, maka akan ada untuk mengambil bayaran dari apa yang

dicurahkannya. Yang buruk itu, jika kegiatan mengajarkan Islam digunakan sebagai

pekerjaan untuk memupuk kekayaan bahkan menentukan tarif yang mahal sehingga

memberatkan bagi mereka yang tidak berduit tebal.100

Semuanya adalah untuk kebaikan seperti adanya pendakwah dan pengajar

sepenuh waktu memberi manfaat dengan adanya yang mahir ditempat khusus maka

lebih terpelihara agama dan dapat ilmu dari sumber yang betul. Sikap buruk

sebagian manusia itu perlu penjagaan untuk orang dibidang ini karena jika

disalahgunakan soal upah pelaksanaan ibadah menjadi insan tercela disisi Allah,

sedangkan jalan yang dibawa itu adalah perintah Allah dan Rasul.

Bagi peruqyah juga perlu menjaga dalam melakukan perkhidmatan rawatan.

Karena banyak berlaku ayat Al-Qur’an dianggap kuasa penyembuh sedangkan

penyembuh itu adalah Allah SWT. Turut berlaku, kos biaya layanan dikenakan

98 Amru Nur Kholis, Pekerjaan Haram Di Akhir Zaman (Jawa Tengah: Granada

Mediatama, 2017), 193-194. 99 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 441. 100 Amru Nur Kholis, Pekerjaan Haram Di Akhir Zaman (Jawa Tengah: Granada

Mediatama, 2017), 201.

Page 53: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

40

dengan harga yang tinggi dan tidak masuk akal.101

Jika diteliti atau dikaji semua pandangan Ibnu Katsir kita dapat melihat

bahwa ia tidak menyebut bagaimana penerimaan upah pelaksanaan ibadah secara

luas tetapi hanya kisah para nabi dan rasul tidak mengambil upah untuk pelaksanaan

tersebut. Namun, Ibnu Katsir menafsirkan bagaimana penerimaan itu dan

menghadirkan hadis-hadis yang berkaitan mengenai upah pelaksanaan ibadah ini.

Ada beberapa hadist yang mempengaruhi penerimaan upah ini yaitu:

ك تاباللهاناحقمااخذتعليهاجرا“Sesungguhnya yang lebih berhak kalian ambil darinya upah adalah

Kitabullah.”102

Sedangkan hadits Ubadah bin Ash-Shamir, yang mengisahkan bahwa ia

pernah mengajarkan kepada salah seorang ahli shuffah sesuatu dari Al-Qur’an, lalu

orang itu memberinya hadiah berupa busur panah. Kemudian ia menanyakan hal itu

kepada Rasulullah SAW, maka beliau pun bersabda:

اناحببتانتطوقبقوسمننارفاقبله“Jika engkau suka dikalungi dengan busur dari api neraka, maka terimalah

busur tersebut.” (HR. Abu Dawud). Maka akhirnya ia menolak pemberian

busur itu.103

Penerimaan upah pelaksanaan ibadah dalam Al-Qur’an menurut Ibnu Katsir

banyak ditafsirkan kepada kisah para nabi dan rasul yang hanya mengharapkan

pemberian upah tersebut hanya dari Allah saja dan menyimpan semua itu disisi

Allah SWT. Itulah sebaik-baik upah atau imbalan dalam pelaksanaan ibadah.

Menurut Ibnu Katsir tentang penerimaan upah pelaksanaan ibadah dalam

Al-Qur’an, makna atau maksud penerimaan upah itu adalah mengambil upah

mungkin dari segi uang atau sehubungan dengannya dalam mengajarkan ilmu Al-

Qur’an yang berasal dari Al-Qur’an dan Rasul-Nya. Ibnu Katsir juga mengatakan

penerimaan upah dari pelaksanaan ibadah adalah diterima dari Baitu’lmāl guna

memenuhi kebutuhan diri dan keluarga karena jika pelaksanaan ibadah ini

101 Iskandar, Ruqyah Antara Syarie Dan Syirik (Kuala Lumpur: Yayasan Al-Jauhari, 2017),

146. 102 Muhammad Fuad, Ringkasan Sahih Al-Bukhari (Selangor: Sofa Production, 2014), 396. 103 Hafidz Al Mundziry, Tarjamah Sunan Abi Daud (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993), 53.

Page 54: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

41

menghalangi seseorang dari mencari penghasilan lain berarti penerimaan upah itu

perlu untuk keperluan hidupnya.

Menurut Ibnu Katsir juga upah dalam pelaksanaan ibadah ini

penerimaannya tidak hanya untuk dunia tetapi lebih untuk akhirat. Penerimaan upah

ini yang terbaik pada pelaksanaan ibadah hanya mengharapkan dari Allah SWT.

tidak dari manusia apalagi meminta upah dari pelaksanaannya. Maksud Ibnu Katsir

tentang penerimaan upah pelaksanaan ibadah ini juga ialah menerima upah dari

mengajarkan ilmu kepada orang lain atau berdakwah dan pelaksanaan ibadah yang

merupakan suatu pekerjaaan seorang manusia yang berilmu dan dipilih oleh Allah

SWT. sebagai pewaris para nabi dan rasul dalam menyampaikan risalah dan ajaran

agama Islam kepada orang lain maka penerimaan upah untuk pelaksanaan ibadah

yang sebenarnya tidak diragukan lagi adalah ganjaran besar disisi Allah.

Semua penerima upah pelaksanaan ibadah dalam ibadah apapun yang paling

penting adalah pahala yang merupakan ganjaran dari Allah SWT. yang diberikan

kepada para hambanya disebabkan kebaikan yang dilakukan. Nilaian pahala tidak

dapat dinisbahkan seperti uang Rupiah. Yang pasti, penganugerahan pahala sangat

bermakna buat insan yang beriman. Maka jadikanlah pelaksanaan ibadah itu bukan

dengan meletakkan sesuatu bayaran tetapi untuk melaksanakan ibadah itu karena

tuntutan Islam maka apa yang diberi tanpa diduga menjadi pemberian dari Allah

untuk kita.104

Pemberi dan penerima upah dalam pelaksanaan ibadah ini manfaatkanlah

kehidupan dunia dengan melakukan sebanyak mungkin kebaikan agar tidak

menyesal di akhirat. Dunia ibarat jambatan ke akhirat, jangan penuhkan kehidupan

dunia dengan amalan-amalan yang tidak menguntungkan kehidupan akhirat.105

E. Ayat-Ayat Upah Dalam Al-Qur’an

1. Sūrah Al-Baqarah ayat 41

منوا به وءا ر ل كف و أ عكم ول تكونو ا ا ل ما م ق زلت مصد ن

ا أ ب‍ ل و ۦ بم وا ت ل تش ا قلي ت ثمن ي

ي ف قون ٱوإي ٤١ ت

104 Abdullah Khairi, Tuhan Bayar Cash! (Kuala Lumpur: PTS Publications, 2018), 123. 105 Ibid., 71.

Page 55: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

42

“Dan berimanlah kamu kepada apa (Al-Qur’an) yang telah aku turunkan yang

membenarkan apa (taurat) yang ada pada kamu dan janganlah kamu menjadi

orang pertama kafir kepadanya, janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga

murah dan bertaqwalah hanya kepadaku.106

2. Sūrah Al-An’ām ayat 90

ئك ولين ٱ أ ٱهدى ل هم لل ى ٱفبهد س قتده

ل ل أ ين ق لم ع رى لل ن هو إل ذك إ ا را ج

يه أ لكم عل

٩٠ “Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah maka ikutlah

petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan

kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur’an).” Al-Qur’an itu tidak lain

hanyalah peringatan untuk (segala umat) seluruh alam.107

3. Sūrah Yūnus ayat 72

فإن إ ر جن أ م لكم

ما سأ تم ف عل تول ل ري إ ج

ٱن أ من لل كون

ن أ

رت أ م

ين ٱوأ ٧٢ لمسلم

“Maka jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta imbalan

sedikit pun darimu. Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah, dan aku

diperintah agar aku termasuk golongan orang-orang muslim (berserah diri).108

4. Sūrah Hūd ayat 15-16

ريد من ة ٱكن ي يو نياٱ ل لهم فيها وهم فيها ل ي لد م ع إلهم أ ئك ١٥بخسون وزينتها نوف ل و

أ

ين ٱ ف ل ٱليس لهم رة ل لأخ ٱإ ار عملون ل ا كنوا ي م طل عوا فيها وب ما صن ط ١٦وحب“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti kami

berikan (balasan) penuh atas peerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan

mereka di dunia tidak akan dirugikan.(15) “itulah orang-orang yang tidak

peroleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah

mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka

kerjakan.(16)109

5. Sūrah Hūd ayat 29

قوم س ويعل ل أ ل ري إ ج

إن أ مالا ه علي ٱلكم طارد لل ب ا ن

ن ٱوما أ ي ل قوا ل م هم إن منو ا ءا

كم قوما تهلون ى ر أ ن ك ٢٩رب هم ول

“Dan wahai kaumku! Aku tidak meminta harta kepada kamu (sebagai imbalan)

atas seruanku. Imbalanku hanyalah dari Allah dan aku sekali-sekali tidak akan

mengusir orang yang telah beriman. Sungguh, mereka akan bertemu dengan

106 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 7. 107 Ibid., 138. 108 Ibid., 217. 109 Ibid., 223.

Page 56: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

43

Tuhannya, dan sebaliknya aku memandangmu sebagai kaum yang bodoh.110

6. Sūrah Hūd ayat 51

قوم س يعل ل أ ري إل ج

إن أ ا را ج

ه أ يٱلكم علي عقل ل فل ت

أ طرن ٥١ون ف

“Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku) ini.

Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu

mengerti?”111

7. Sūrah Yūsuf ayat 104

ين تس وما م ل ع ر ل ل ر إن هو إل ذك جمن أ ه ١٠٤لهم علي

“Dan engkau tidak meminta imbalan apa pun kepada mereka (terhadap

seruanmu ini), sebab (seruan) itu adalah pengajaran bagi seluruh alam.112

8. Sūrah Al-Isrā’ ayat 18

ن ريد م ن ي جلة ٱك عا ا ل ل لن علنا ل ۥعج ريد ثم ج من ن ا نشا ء ل موما ۥفيها م ا مذ ه م يصلى جهندحورا ١٨م

“Barang siapa menghendakki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami

segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki. Kemudian Kami

sediakan baginya (di akhirat) neraka jahanam; dia akan memasukinya dalam

keadaan tercela dan terusir.113

9. Sūrah Al-Furqan ayat 57

س قل يه ما أ من شا ء لكم عل ل ر إ ج

ه من أ خذ إل رب ن يت

٥٧سبيل ۦأ

“Katakanlah, “Aku tidak meminta imbalan apa pun dari kamu dalam

menyampaikan (risalah) itu, melainkan (mengharapkan agar) orang-orang mau

mengambil jalan kepada Tuhannya.”114

10. Sūrah Asy-Syu’ara ayat 109

س وما أ رب عل ري إل ج

ن أ ر إ ج

من أ يه ين ٱلكم عل لم ع ١٠٩ ل

"Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku hanyalah

dari Tuhan seluruh alam."115

11.Sūrah Saba’ ayat 47

110 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 225. 111 Ibid., 227. 112 Ibid., 248. 113 Ibid., 284. 114 Ibid., Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma

Examedia Arkanleema, 2010), 365. 115 Ibid., 371.

Page 57: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

44

قل

ر فهو لكمما سأ جن أ عل م ل ري إ ج

ٱلكم إن أ ء شهيد لل ش

ك عل ٤٧وهو “Katakanlah (Muhammad),” imbalan apa pun yang aku minta kepadamu, maka

itu untuk kamu. Imbalanku hanyalah dari Allah, dan Dia maha mengetahui

segala sesuatu.”116

12. Sūrah Yasin ayat 21

ٱ عوا هتدون من ل يس تب م را وهم ج ٢١لكم أ

“Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah

orang-orang yang mendapat petunjuk.117

13. Sūrah Ṣad ayat 86

س قل مل ما أ يه ر و كم عل ج

من ن أ نا

ين ٱما أ ٨٦ لمتك ف

“Katakanlah (Muhammad),”Aku tidak meminta imbalan sedikit pun kepadamu

atas (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang mengada-ngada.118

116 Ibid., 433. 117 Ibid., 441 118 Ibid., 458.

Page 58: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

45

BAB IV

PENAFSIRAN AYAT-AYAT MENERIMA UPAH MENURUT IBNU

KATSIR

A) Penafsiran Ayat Upah Dalam Tafsir Ibnu Katsir

1. Sūrah Al-Baqarah ayat 41

منوا به وءا ر ل كف و أ عكم ول تكونو ا ا ل ما م ق زلت مصد ن

ا أ ب‍ ۦ بم وا ت ل تش ل و ا قلي ت ثمن ي

قون ٱي ف وإي ٤١ ت“Dan berimanlah kamu kepada apa (Al-Qur’an) yang telah aku turunkan yang

membenarkan apa (taurat) yang ada pada kamu dan janganlah kamu menjadi

orang pertama kafir kepadanya, janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga

murah dan bertaqwalah hanya kepadaku.119

Menurut Ibnu Katsir arti dari ayat ini, janganlah kalian menukar iman kalian

kepada ayat-ayatku dan pembenaran terhadap Rasul-Ku dengan dunia dan segala

isinya yang mengiurkan, karena ia merupakan suatu yang sedikit lagi binasa (tidak

kekal).

Sebagaimana diriwayatkan Abdullah bin al-Mubarak, dari Abdur Rahman

bin Zaid bin Jabir, dari Harun bin Yazid, bahwa Hasan al-Bashri pernah ditanya

mengenai firman Allah SAW. ( نا قاليلا Harga yang murah” maka ia pun“ (ثاما

menjawab, “Harga yang murah adalah dunia dan segala isinya.”

Mengenai firmannya ( لا تاشتاروا ب نا قاليلا ا وا تي ثاما ايا ( Dan janganlah kamu menukar

ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah, “Abu Ja’far meriwayatkan dari Rabi’ bin

Anas, dari Abu al-Aliyah, artinya, “ Janganlah kalian mengambil upah dalam

mengajarkannya,” hal itu telah tertulis dalam kitab mereka yang terdahulu: “Hai

anak Adam ajarkan (Ilmu ini) dengan Cuma sebagaimana diajarkan kepada kalian

secara Cuma-Cuma.”120

Dalam kitab Sunan Abi Dawud diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah r.a,

katanya Rasullah SAW. bersabda:

119 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 7. 120Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 1, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 149.

Page 59: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

46

منتعلمعلماممايبتغىبهوجهالله،لايتعلمهإلاليصيببهعرضامنالدنيا،لميرحرائحةالجنةيومالقيامة

“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang semestinya dicari untuk

memperoleh ridha Allah, kemudian ia tidak mempelajarinya kecuali untuk

mendapatkan kemewahan dunia, maka ia tidak akan mencium bau surga pada

hari kiamat.” (HR. Abu Dawud).121

Adapun mengajarkan ilmu dengan mengambil upah, jika hal itu merupakan

suatu fardhu ain bagi dirinya, maka tidak dibolehkan mengambil upah darinya,

tetapi dibolehkan baginya menerima dari Baitu’lmāl guna memenuhi kebutuhan diri

dan keluarganya. Tetapi jika ia tidak memperoleh suatu apa pun dari pengajarannya

dan hal itu menghalangi dari mencari penghasilan, maka berarti pengajaran tersebut

tidak menjadi fardhu ain, dan dengan demikian dibolehkan baginya mengambil

upah darinya. Demikian menurut Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan mayoritas

ulama. Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Sa’id,

tentang kisah orang yang tersengat kalajengking Rasulullah SAW. bersabda:

كتاباللهاناحقمااخذتعليه اجرا“Sesungguhnya yang lebih berhak kalian ambil darinya upah adalah

Kitabullah.”122

Sedangkan hadits Ubadah bin Ash-Shamir, yang mengisahkan bahwa ia

pernah mengajarkan kepada salah seorang ahli shuffah sesuatu dari Al-Qur’an, lalu

orang itu memberinya hadiah berupa busur panah. Kemudian ia menanyakan hal itu

kepada Rasulullah SAW, maka beliau pun bersabda:

اناحببتانتطوقبقوسمننارفاقبله“Jika engakau suka dikalungi dengan busur dari api neraka, maka terimalah

busur tersebut.” (HR. Abu Dawud). Maka akhirnya ia menolak pemberian

busur itu.123

Hal serupa juga diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab secara marfu’. Jika sanad

hadits ini shahih, menurut kebanyakan para ulama, diantaranya Abu Umar bin

121 Hafidz Al Mundziry, Tarjamah Sunan Abi Daud jilid 4 (Semarang: CV. Asy Syifa’,

1993), 210. 122 Muhammad Fuad, Ringkasan Sahih Al-Bukhari (Selangor: Sofa Production, 2014), 396. 123 Hafidz Al Mundziry, Tarjamah Sunan Abi Daud Jilid 4 (Semarang: CV. Asy Syifa’,

1993), 55.

Page 60: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

47

Abdul Barr, dapat dipahami bahwa yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu yang

diajarkan oleh Allah, sehingga tidak diperbolehkan baginya untuk menukar pahala

mengajarnya dengan busur panah. Namun, jika sejak semula ia mengajarkan ilmu

dengan mengambil upah, maka hal itu dibenarkan, sebagaimana yang telah

diterangkan dalam kedua hadits terakhir di atas, Wallahua’lam. 124

2. Sūrah Al-An’ām ayat 90

ئك ولن ٱ أ ي ٱهدى ل هم لل ى ٱفبهد ده س قت

ين قل ل أ لم ع رى لل ك ل ذ ن هو إ ا إ را ج

يه أ لكم عل

٩٠ “Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah maka ikutlah

petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan

kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur’an).” Al-Qur’an itu tidak lain

hanyalah peringatan untuk (segala umat) seluruh alam.125

Menurut Ibnu katsir arti ayat ini, aku tidak meminta upah dari kalian atas

penyampaian Al-Qur’an yang kulakukan terhadap kalian, bahkan aku sama sekali

tidak meminta sesuatu pun dari kalian. Dan juga mereka mengambil pelajaran dari

Al-Qur’an sehingga mereka bisa memperoleh petunjuk dari kebutaan menuju

kepada hidayah, dari kesesatan menuju jalan petunjuk, dan dari kekufuran menuju

kepada keimanan.126

3. Sūrah Yūnus ayat 72

عل فإن ري إل جر إن أ ج

ن أ م لكم

ا سأ تم فم ٱتول م لل

وأ

من رت أ كون

ين ٱن أ لمسلم

٧٢

“Maka jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta imbalan

sedikit pun darimu. Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah, dan aku

diperintah agar aku termasuk golongan orang-orang muslim (berserah diri).127

Menurut Ibnu Katsir maksudnya, kalian berdusta dan berpaling dari

124 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 1, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 150. 125 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 138. 126 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 3, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 268. 127 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 217.

Page 61: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

48

ketaatan. Aku tidak meminta dari kalian sesuatu pun atas nasihatku kepada kalian.

Dan aku melaksanakan tugasku, Islam (berserah diri) kepada Allah SWT. Islam

adalah agama seluruh para Nabi dari yang pertama hingga yang terakhir, meskipun

syariat-syariat mereka bermacam-macam.128

4. Sūrah Hūd ayat 15-16

ريد من ة ٱكن ي يو لهم فيها وهم فيها ل يبخسون نيالد ٱ ل م ع إلهم أ ١٥وزينتها نوف

ئك ولن ٱ أ ي س لهم ف ل ٱلي ل لأخرة ٱإ ر طل لا ب ا و فيه عوا ا صن م عملون وحبط ي ا كنوا م

١٦

“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti kami

berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna)

dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.(15) “itulah orang-orang yang tidak

peroleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang

telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka

kerjakan.(16)129

Al-Aufi menceritakan dari Ibnu Abbas mengenai ayat ini, bahwa orang-

orang suka berbuat riya’ (pamer), akan didatangkan kepada mereka kebaikan

mereka di dunia. Dan dengan demikian itu mereka tidak dizhalimi sedikit pun.

Allah berfirman,” Barangsiapa berbuat amal shalih dengan tujuan untuk

kepentingan dunia, baik itu berupa puasa, shalat atau tahajjud pada malam hari,

tidak ia kerjakan kecuali (hanya) untuk memperoleh keduniaan.”

Lebih lanjut Allah Taala berfirman, “Yakni orang yang mengejar balasan di

dunia sehingga amal yang dikerjakannya itu sia-sia karena tersingkirkan oleh

pengejaran hal-hal yang bersifat duniawi, maka di akhirat kelak ia termasuk orang-

orang yang merugi.”130

Demikian itulah yang diriwayatkan dari Mujahid, adh-Dhahhak dan

beberapa ulama lainnya.

Sedangkan Anas bin Malik dan Al-Hasan berkata: “Ayat tersebut turun

128 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 4, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 247. 129 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 223. 130 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 4, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 269.

Page 62: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

49

berkenaan dengan orang-orang YaHūdi dan orang-orang Nasrani.”

Qatadah mengemukakan: “Barangsiapa yang menjadikan dunia ini sebagai

tujuan, niat dan kejarannya, maka Allah akan memberi balasan di dunia atas

kebaikannya yang telah ia lakukan, sehingga ketika menuju alam akhirat kelak,

tidak ada lagi kebaikan baginya yang dapat diberikan sebagai balasan. Sedangkan

orang mukmin, maka ia akan diberikan balasan di dunia atas kebaikan yang telah

dilakukannya dan diberikan pula pahala atasnya kelak di alam akhirat.”131

Hal yang senada pun telah disebutkan dalam sebuah hadits marfu’. Dalam

Sūrah yang lain, Allah SAW. berfirman:

رث من ح ريد ٱكن ي رة زد ل لأخ رثه ۥن رث ۦ ف ح د ح ري ي نياٱومن كن ؤته لد منها وما ۦن ٱف ۥل رة ٢٠ من نصيب لأخ

“Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambahkan

keuntungan itu baginya, dan barang siapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia

tidak akan mendapat bagian di akhirat.” (QS. Asy-Syura 20.132

5. Sūrah Hūd ayat 29

قوم س ويعل ل أ ري إل ج

إن أ لا يه ما ٱلكم عل طارد لل نا ب

ين ٱوما أ ل قوا ل هم م إن منو ا ءا

كم قوما تهلون ى ر أ ن ك ٢٩رب هم ول

“Dan wahai kaumku! Aku tidak meminta harta kepada kamu (sebagai

imbalan) atas seruanku. Imbalanku hanyalah dari Allah dan aku sekali-sekali

tidak akan mengusir orang yang telah beriman. Sungguh, mereka akan

bertemu dengan Tuhannya, dan sebaliknya aku memandangmu sebagai kaum

yang bodoh.133

Nuh AS. berkata kepada kaumnya, aku tidak meminta harta benda kepada

kalian atas pelajaran yang kuberikan kepada kalian, yakni aku tidak meminta upah

yang kuambil dari kalian. Tetapi, aku hanya mengharapkan balasan dari Allah.134

6. Sūrah Hūd ayat 51

131 Ibid., 269. 132 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 485. 133 Ibid., 225. 134 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 4, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 275.

Page 63: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

50

قوم س يعل ل أ ري إل ج

إن أ ا را ج

ه أ يٱلكم علي عقلون ل فل ت

أ طرن ٥١ف

“Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku) ini.

Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu

mengerti?”135

Memberitahukan kepada mereka bahwa dia (Hud A.S.) tidak meminta dari

mereka upah atas nasihat dan penyampaian dari Allah ini, akan tetapi dia hanya

mengharapkan pahala dari Allah Taala yang telah menciptakannya. Apakah kamu

tidak terfikir orang yang mengajakmu kepada perbaikan dunia dan akhirat tanpa

mengharapkan upah, kemudian dia menyuruh mereka untuk memohon ampunan

yang dapat menghapus dosa-dosa yang telah lalu dan bertaubat dari dosa yang

sedang mereka hadapi.136

7. Sūrah Yūsuf ayat 104

ين تس وما م ل ع ر ل ل ر إن هو إل ذك جمن أ ه ١٠٤لهم علي

“Dan engkau tidak meminta imbalan apa pun kepada mereka (terhadap

seruanmu ini), sebab (seruan) itu adalah pengajaran bagi seluruh alam.137

Menurut Ibnu Katsir maksud ayat ini, kamu wahai Muhammad tidak

meminta dari mereka upah sebagai imbalan dari nasehat dan seruan kepada

kebaikan serta petunjuk ini, tetapi kamu melakukannya hanya karena

mengharapkan ridha Allah dan kasih yang tulus kepada makhluk-Nya. Agar mereka

menjadikan peringatan, petunjuk dan dapat selamat di dunia dan akhirat.138

8. Sūrah Al-Isrā’ ayat 18

ن د م ري ن ي ة ٱك عاجل ا ل ل لن ج نا ل ۥع عل د ثم ج ري ن ا نشا ء لمن م ها ها ۥفي م يصلى جهندحورا م موما ١٨مذ

“Barang siapa menghendakki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami

segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki. Kemudian Kami

sediakan baginya (di akhirat) neraka jahanam; dia akan memasukinya dalam

135 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 227. 136 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 4, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 284. 137 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 248. 138 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 4, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 357.

Page 64: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

51

keadaan tercela dan terusir.139

Menurut Ibnu Katsir artinya, Allah SWT. memberitahukan bahwa tidak

semua orang yang mengejar dunia dan segala kenikmatan yang terdapat di

dalamnya, ia akan mendapatkannya, dan hal itu akan didapat oleh orang-orang yang

dikehendaki-Nya saja. Dan ayat ini membatasi pengertian yang ada pada ayat-ayat

lain yang umum, dimana Dia berfirman, “maka kami segerakan baginya di dunia

itu apa apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan kami

tentukan baginya neraka jahanam.” Yakni, neraka itu menenggelamkannya dari

semua sisi. “dalam keadaan tercela,” yakni, dalam keadaan terhina atas tindakan

dan perbuatannya yang buruk, di mana ia lebih memilih hal yang bersifat fana’

(sementara) daripada yang bersifat baqa’ (abadi). “dan terusir” Yakni, terjauhkan

dan tersisihkan dalam keadaan hina dina.140

Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah RA., dimana ia bercerita,

Rasulullah SAW. bersabda:

الدنيادارمنلادارله،ومالمنلامالله،ولهايجمعمنلاعقلله“Dunia ini adalah tempat tinggal bagi orang yang tidak mempunyai tempat

tinggal, dan harta kekayaan bagi orang yang tidak mempunyai harta, dan

padanya berkumpul orang-orang yang tidak berakal.”141

9. Sūrah Al-Furqan ayat 57

س قل ه ما أ خذ إل رب ن يت

من شا ء أ ل ر إ ج

من أ يه ٥٧سبيل ۦلكم عل

“Katakanlah, “Aku tidak meminta imbalan apa pun dari kamu dalam

menyampaikan (risalah) itu, melainkan (mengharapkan agar) orang-orang

mau mengambil jalan kepada Tuhannya.”142

Menurut Ibnu Katsir maksud “Katakanlah, “Aku tidak meminta upah sedikit

pun kepadamu dalam menyampaikan risalah itu,” yaitu dalam menyampaikan dan

memperingatkan hal ini, (aku tidak meminta) upah dari harta-harta kalian. Aku

139 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 284. 140 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 5, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 58. 141 Imam Ahmad Bin Muhammad Bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad Jilid 20, (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2011), 906. 142 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 365.

Page 65: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

52

hanya melakukannya dalam rangka mencari wajah Allah Taala. “melainkan

(mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada

Rabbnya, “yaitu jalan, langkah dan cara yang diikuti dengan sesuatu yang diberikan

kepadamu.143

10. Sūrah Asy-Syu’ara ayat 109

س وما أ رب عل ري إل ج

ن أ ر إ ج

من أ يه ين ٱلكم عل لم ع ١٠٩ ل

"Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku

hanyalah dari Tuhan seluruh alam."144

Menurut Ibnu Katsir maksudnya, yakni aku tidak meminta upah kepada

kalian atas nasehatku kepada kalian, bahkan aku menyimpan pahala itu disisi Allah

SAW. 145

11.Sūrah Saba’ ayat 47

قل ري إ جر فهو لكم إن أ ج

ن أ م لكم

عل ما سأ ٱل ء شهيد لل ش

ك عل ٤٧وهو

“Katakanlah (Muhammad)” imbalan apa pun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Imbalanku hanyalah dari Allah, dan Dia maha

mengetahui segala sesuatu.”146

Menurut Ibnu Katsir, Allah Taala berfirman memerintahkan Rasul-Nya

SAW. untuk berkata kepada orang-orang musyrik, “Upah apa pun yang aku minta

kepadamu, maka itu untuk kamu.” Yaitu, kau tidak menghendaki dari kalian

bayaran dan pemberian dalam menyampaikan risalah Allah SWT. dan nasehatku

kepada kalian serta dalam memerintahkan kalian untuk beribadah kepada Allah.

“Upahku hanyalah dari Allah,” yaitu, aku hanya mencari pahalanya dari sisi Allah.

“Dan dia maha mengetahui segala sesuatu.” Yaitu, maha mengetahui seluruh

perkara tentang keadaanku dalam menyampaikankan berita yang Dia mengutusku

143 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 6, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 107. 144 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 371. 145 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 6, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 136. 146 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 433.

Page 66: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

53

untuk menyampaikannya kepada kalian, juga keadaan tentang kalian.147

12. Sūrah Yasin ayat 21

ٱ عوا هتدون من ل يس تب م را وهم ج ٢١لكم أ

“Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah

orang-orang yang mendapat petunjuk.148

Menurut Ibnu Katsir arti “Ikutilah orang yang tidak meminta balasan

kepadamu,” Yaitu sebagai balasan menyampaikan risalah. “Dan mereka adalah

orang-orang yang mendapat petunjuk,” tentang apa yang mereka serukan kepada

kalian berupa beribadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya.149

13. Sūrah Ṣad ayat 86

س قل يه ما أ من لكم عل نا

ر وما أ ج

ين ٱمن أ ٨٦ لمتك ف

“Katakanlah (Muhammad),” Aku tidak meminta imbalan sedikit pun

kepadamu atas (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang mengada-

ngada.150

Allah Taala berfirman: “Katakanlah hai Muhammad kepada orang-orang

musyrik itu, ‘Aku tidak meminta upah kepada kalian (yang kalian berikan) berupa

harta benda dunia atas penyampaian risalah dan nasehat ini.”

“Dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” Artinya, aku

tidak menghendaki dan tidak menginginkan kelebihan atas risalah yang

disampaikan oleh Allah Taala kepadaku, bahkan aku tunaikan apa yang

diperintahkan-Nya kepadaku, aku tidak tambah dan kurangi, aku hanya mengharap

wajah Allah SWT. dan negeri akhirat.

Sufyan ats-Tsauri berkata dari al-A’masy dan Manshur, dari Abudh Dhuha,

bahwa Masruq berkata: “Kami mendatangi Abdullah bin Mas’ud RA, lalu dia

berkata: “Wahai sekalian manusia, barangsiapa mengetahui sesuatu, maka

147 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 6, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 466. 148 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 441. 149 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 6, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 506. 150 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 458.

Page 67: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

54

hendaklah ia mengatakannya. Dan barangsiapa tidak mengetahuinya, maka

katakanlah: الله اعلم (Allah lebih mengetahui). ‘Karena sesungguhnya termasuk

bagian dari sebuah ilmu bahwa seseorang mengatakan: الله اعلم (Allah lebih

mengetahui)’ apa yang tidak diketahuinya.” Sesungguhnya Allah SWT. berfirman

kepada nabi kalian SAW.

“Katakanlah (hai Muhammad): ‘Aku tidak meminta upah sedikit pun

kepadamu atas dakwahku, dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-

adakan.” Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkannya dari hadits al-A’masy.’151

Pandangan Ibnu Katsir tentang semua ayat Al-Qur’an yang telah

dilampirkan ini, dapat kita melihat bahwa arti ayat tersebut tidak ada menyebut

tentang bagaimana penerimaan upah pelaksanaan ibadah. Pandangan Ibnu Katsir

juga pelaksanaan ibadah ini hanya ingin membawa kebenaran dalam menyebarkan

agama Islam dan ilmu Al-Qur’an itu tidak untuk mendapatkan upah dari manusia

seperti pelaksanaan para nabi dan rasul.

Semua ini menggambarkan bahwa pelaksanaan ibadah itu bukan untuk

mencari keuntungan dunia dengan upah dari manusia karena ilmu ini adalah ilmu

suci yang tidak boleh ditukarkan dengan harta kekayaan apa lagi menetapkan harga

atas sesuatu penyampaian ilmu tersebut dan ditegaskan para nabi dan rasul tidak

akan meminta upah pada orang yang ingin kita sampaikan ilmu ini dan pada

penerima ilmu ini.

Semua ayat-ayat upah yang ditafsirkan Ibnu Katsir terkait dengan

penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah menemukan pandangan beliau lebih

kepada bagaimana kisah para nabi dan Rasul berdakwah dan menyebarkan risalah

tanpa meminta upah kepada ummatnya dan menegaskan perkara tersebut dari awal

permulaan penyampaian dakwah dan risalah Islam dari Allah SWT.

Apa yang paling penting manusia mengambil pelajaran dari Al-Qur’an dan

ilmu agama sehingga mereka bisa memperoleh petunjuk dari kebutaan menuju

hidayah, dari kesesatan menuju jalan petunjuk, dan dari kekufuran menuju

151 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 7, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 72.

Page 68: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

55

keimanan. Hanya dari satu ayat ibnu katsir mengungkapkan tentang penerimaan

upah dalam pelaksanaan ibadah yang menghadirkan hadist dan pandangan ulama

tentang upah ini sebagai pedoman bagi ummat Islam.

Sekiranya pelaksanaan ibadah ini hanya untuk riya’(pamer) dan untuk dunia

maka hanya dunia yang mereka dapat kebaikan dan ganjarannya. Ketika menuju

akhirat tiada lagi kebaikan yang mereka dapat kecuali orang-orang yang hanya

mengharapkan balasan dari Allah maka ia selamat dunia dan akhirat serta mendapat

kebaikan pada kedua kehidupan ini. Demikianlah pandangan Ibnu Katsir dari

penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah menurut Ibnu Katsir.

B) Pandangan Mufassir Lain Tentang Ayat Upah Dalam Al-Qur’an

1. Sūrah Al-Baqarah ayat 41

منوا ه وءا ب ر ل كف و أ ونو ا عكم ول تك م ا ا ل م ق مصد ت زل ن

ا أ ب‍ ۦ بم وا ت ل تش ت ثمنا و ي

ي ف قون ٱقليل وإي ٤١ ت

“Dan berimanlah kamu kepada apa (Al-Qur’an) yang telah aku turunkan yang

membenarkan apa (taurat) yang ada pada kamu dan janganlah kamu menjadi

orang pertama kafir kepadanya, janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan

harga murah dan bertaqwalah hanya kepadaku.152

Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsirnya adalah para pemuka agama

YaHūdi diingatkan agar jangan menukar ayat-ayat-Ku yakni ajaran agama dengan

harga yang sedikit yakni dengan kemegahan duniawi karena betapapun banyaknya,

yang kamu terima, itu adalah sedikit dan murah dibanding dengan apa yang kamu

bayar yakni kesengsaraan duniawi dan ukhrawi.

Ayat ini tidak menjelaskan apa yang menjadi imbalan dari ayat-ayat Allah.

Ayat di atas hanya menyebut kata tsamanan/harga yang sedikit tanpa menjelaskan

apa yang diperoleh dari harga yang sedikit itu. Jika penggalan redaksi ayat ini

disebut secara lengkap maka bunyinya adalah: jangan kamu membeli/menukar

ayat-ayat-Ku dengan sesuatu yang kecil yakni nilainya. Nah, sesuatu itu tidak

dijelaskan oleh ayat ini. Bisa saja berupa kedudukan, atau harta atau apa saja dari

kemegahan duniawi. Agaknya hal tersebut sengaja tidak disebutkan untuk

152 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 7.

Page 69: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

56

mencakup segala hal yang berkaitan dengan kemegahan duniawi.153

Sementara ulama menjadikan ayat ini sebagai salah satu dasar melarang

menerima upah mengajar Al-Qur’an, bahkan agama. Pemahaman demikian apalagi

melalui ayat ini terlalu dipaksakan. Betapapun demikian, larangan menerima upah

untuk mengajar Al-Qur'an bukanlah pendapat yang kuat, mayoritas ulama sejak

dahulu membolehkannya, antara lain Imam Malik, Syafi'i, dan Ahmad. Salah satu

alasan mereka adalah sabda Nabi melalui Ibnu Abbas ra. yang menyatakan bahwa:

"Sesungguhnya yang paling wajar kamu ambil sebagai upah adalah mengajar kitab

Allah". Ibnu Rusyd menyatakan bahwa pakar-pakar hukum Madinah sepakat

membenarkan perolehan upah mengajar Al-Qur'an dan agama. Jika demikian

halnya pada masa lalu, maka lebih-lebih dewasa ini di mana kebutuhan hidup

semakin bertambah.

Sebenarnya, penggalan ayat ini tidak bermaksud kecuali melarang menukar

dan atau mengabaikan ayat-ayat Allah dengan memperoleh sesuatu imbalan.

Agaknya ini merupakan kecaman kepada pemuka-pemuka agama YaHūdi yang

menuntut imbalan atas fatwa-fatwa yang bertentangan dengan ajaran agama Ini

jelas berbeda dengan mengajar membaca Al-Qur’an atau menjelaskam

kandungannya. Pengajaran kitab suci dengan menerima upah bukanlah menukar

atau mengabaikan ayat-ayat itu tetapi justeru menyebarluaskannya dan

mengukuhkan pemahaman tuntunannya kepada yang diajar.154

Menurut Al-Maragi dalam tafsiran ayat ini artinya, janganlah kalian

berpaling dari kerasulan Nabi Muhammad SAW. dan apa yang diturunkan

kepadanya. Dan janganlah kalian mengganti hidayah yang dibawa Nabi hanya

lantaran persoalan sepele, yakni karena uang dan pangkat yang sengaja di alirkan

oleh para pemimpin mereka agar rakyat bersedia menolak kenabian Muhammad

SAW. Dan keadaan inilah diinginkan para pemimpin mereka karena alasan takut

kepada kekuasaan kaum YaHūdi jika rakyat menentangnya.155

Pertukaran seperti ini dikatakan sebagai sesuatu yang sedikit. Padahal

153 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 1 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 169. 154 Ibid., 170. 155 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi (Semarang: PT. Karya Toha Putra

Semarang, 1992), 176.

Page 70: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

57

mereka mendapatkan kerugian yang sangat besar karena kehilangan ridha Allah, di

samping akan mendapatkan siksaan Allah di dunia dan akhirat. Lebih-lebih, mereka

merugi karena kehilangan nilai-nilai kebenaran yang kini menjadi menjadi kabur di

mata mereka. Akal sehat mereka pun sudah hilang lantaran mereka berpaling dari

bukti-bukti yang jelas kebenarannya.156

2. Sūrah Al-An’ām ayat 90

ئك ولن ٱ أ ي ٱهدى ل هم لل ى ٱفبهد ده س قت

ل أ رى قل ك ل ذ ن هو إ إ ا را ج

ه أ علي لكم

ين لم ع ٩٠لل

“Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah maka ikutlah

petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan

kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur’an).” Al-Qur’an itu tidak lain

hanyalah peringatan untuk (segala umat) seluruh alam.157

Menurut Tafsir Nurul Quran, ayat ini memberitahukan apa yang telah

dilakukan para rasul terkemuka itu kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai contoh

petunjuk yang tinggi. Ayat ini menyatakan, Mereka itulah orang- orang yang telah

diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.

Sekali lagi, ayat ini menjelaskan tentang prinsip dan metode para rasul Allah

yang sama dalam mengajak umat pada kebenaran, meskipun agama selanjutnya

lebih sempurna daripada agama sebelumnya. Istilah bahasa Arab hidayah

memberikan arti luas yang meliputi prinsip keesaan Allah dan prinsip-prinsip

agama yang lain. Hidayah juga berarti keSaba’ran, ketabahan, prinsip-prinsip moral

dan pendidikan lainnya.158

Pada kalimat selanjutnya, Nabi Muhammad SAW. diperintahkan untuk

menyampaikan kepada umat bahwa beliau tidak meminta upah atas tugas

kenabiannya. Sebagaimana tugas-tugas yang telah dilakukan oleh para rasul

sebelumnya, Rasulullah SAW. pun melaksanakan prinsip-prinsip yang sama dalam

menegakkan perintah Allah SWT.

156 Ibid.,176. 157 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 138. 158 Kamal Fakih, Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya Al-Qur’an

(Jakarta: Al-Hūda, 2004), 232.

Page 71: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

58

Katakanlah, "Aku tidak meminta upah kepadamu (dari kenabian)" Selain itu, Al-

Qur’an dan kenabian merupakan petunjuk yang memberi peringatan kepada seluruh

umat manusia di dunia. Ayat ini menyatakan, Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah

peringatan untuk segala umat.

Karunia seperti itu seperti cahaya matahari, atau udara di atmosfer, atau

seperti turunnya hujan, yang semua itu dengan mudah dipahami telah memberikan

manfaat dalam kehidupan di dunia ini. Mereka tidak diberi tawaran atau

mendapatkan upah apapun dari manusia.159

Menurut M. Quraish Shihab pula, setelah menjelaskan kedudukan tinggi

para hamba-hamba-Nya yang mendapat petunjuk, lebih-lebih para nabi yang

disebut nama-namanya sebelum ini, maka kepada Nabi Muhammad SAW. yang

tidak disebut namanya dalam ayat yang lalu diarahkan ayat ini, yakni mereka para

nabi yang disebut nama- namanya itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk

yang sempurna oleh Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, maka dengan

petunjuk mereka khususnya yang berkaitan dengan sikap dan sifat istimewa

masing-masing dalam berdakwah hendaklah engkau ikuti, yakni teladani.160

Lanjutan ayat ini menjelaskan salah satu sikap mereka yang menonjol dan

yang perlu diteladani yaitu tidak menerima upah, karena itu diperintahkan kepada

Nabi SAW.: Katakanlah kepada semua yang engkau ajak bahwa: Aku tidak

meminta kepada kamu atasnya yakni atas dakwah yang kusampaikan termasuk

penyampaian wahyu Al-Qur’an, sedikit upah pun. la yakni Al-Qur’an atau dakwah

itu tidak lain kecuali peringatan yang berlangsung sepanjang masa untuk seluruh

alam khususnya bagi manusia dan jin.

Firman-Nya: maka dengan petunjuk itu hendaklah engkau ikuti

mengisyaratkan bahwa hidayah dan petunjuk Allah yang diperoleh oleh para nabi

itu adalah petunjuk yang sempurna. Penggalan ayat ini menjadi pengantar untuk

menyebut secara khusus dan secara tersendiri Nabi Muhammad SAW. sambil

menunjukkan betapa beliau SAW, telah menghimpun keistimewaan para nabi

terdahulu. Ini, karena beliau mengindahkan perintah ini. Ditemukan sekian riwayat

159 Ibid., 233. 160 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 4 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 182.

Page 72: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

59

yang membuktikan hal tersebut. Ketika beliau diganggu oleh kaumnya, beliau

berucap sambil berSaba’r: "Sesungguhnya Musa telah diganggu lebih dari

gangguan yang kuhadapi ini, namun beliau bersabar (sehingga akupun harus

bersabar).161

Penutup ayat di atas dapat juga dipahami dalam arti "Saya tidak meminta

atas dakwah dan pengajaran yang saya sampaikan. Apa yang mendorong saya

melakukannya tidak lain kecuali memberi peringatan dengan Al-Qur'an dan petuah-

petuah yang lain". Ini berarti bahwa beliau tidak meminta upah, disebabkan oleh

dua hal. Pertama, peringatan dan nasehat untuk kemaslahatan mereka dan dalam

hal ini beliau tidak membutuhkan balasan dari mereka. Yang kedua, peringatan

untuk selain mereka bukan hanya khusus buat mereka.162

3. Sūrah Yūnus ayat 72

ر فإن جن أ م لكم

ا سأ تم فم عل تول ري إل ج

ٱ إن أ من لل كون

ن أ

رت أ م

ين ٱوأ لمسلم

٧٢

“Maka jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta imbalan

sedikit pun darimu. Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah, dan aku

diperintah agar aku termasuk golongan orang-orang muslim (berserah diri).163

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar artinya, "Maka jika kamu

berpaling, tidaklah kepada kamu aku akan minta upah.” (pangkal ayat 72). Artinya,

Ayat ini menerangkan betapa sambutan Nabi Nuh atas penerimaan yang demikian.

Bahwasanya pekerjaannya ini tidak akan dihentikannya, walaupun mereka

berpaling. Dan dari mereka dia tidak meminta upah: "Tidak ada upahku, melainkan

atas tanggungan Allah." Janganlah kamu sangka bahwa kedatanganku ini hendak

merugikan kamu dari sisi harta, melainkan hendak memberimu keuntungan dari

segi pendirian hidup. Dan naikkanlah tingkat cara kamu berfikır kepada yang lebih

tinggi, jangan mengikut kedatangan seorang Rasul dengan kelobaan hidupmu yang

amat rendah, terikat oleh benda, sebab kamu menyembah benda: "Dan aku telah

diperintah" Oleh Tuhan Allah "Supaya adalah aku dari golongan orang yang

161 Ibid., 183. 162 Ibid., 185. 163 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 217.

Page 73: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

60

Muslim (menyerah diri)." (ujung ayat 72). Dengan ujung ayat ini, menceritakan

percakapan Nabi Nuh kepada kaumnya, sekali lagi kita mendapat arti yang sangat

dalam atau cita yang paling tinggi dari hidup sebagai Muslim. Kita sudah tahu, arti

Muslimin ialah orang- orang yang benar-benar telah membulatkan kepercayaannya

kepada Allah. Karena sudah insaf bahwa tidak ada yang lain lagi yang berkuasa

menentukan hidup ataupun mati kita, menentukan rezeki kita, kaya dan miskin kita,

melainkan Allah. Sebab itu maka Islam yang sejati itu dirumuskan di dalam kalimat

Syahadat: "Tidak ada Tuhan, melainkan Allah." Maka Islam adalah mencakup

segala kegiatan hidup kita dan tawakkal adalah sebagian dari Islam. Dalam kedua

ayat-ayat berturut-turut ini, kita dapat memahami cara Nuh membawa tawakkal dan

Islam. Didalam menghadapi maksud jahat kaumnyanya, beliau bertawakkal kepada

Tuhan, dan di dalam menghadapi seluruh persoalan hidup, dan Islam kepada

Tuhan.164

Menurut M. Quraish Shihab artinya, Jika kamu memaksakan diri menentang

fitrah manusiawi yang telah diciptakan Allah dalam diri masing-masing manusia

sehingga berpaling enggan menerima peringatanku setelah kamu semua

mengetahui sikapku, maka ketahui pulalah bahwa aku tidak rugi sedikit pun dengan

keengganan kamu itu. Boleh jadi aku rugi kalau aku meminta upah kepada kamu

dalam penyampaian risalah itu karena tidak menerimanya kalau kalian berpaling itu

kalau aku meminta upah tetapi kalian tahu bahwa aku tidak meminta upah sedikit

pun dari kamu atas peringatan dan tuntunan Allah yang kusampaikan itu. Upahku

tidak lain hanyalah dari Allah semata-mata, dan aku disuruh supaya aku termasuk

kelompok orang-orang muslim yang berseralah diri secara mantap kepada-Nya.165

4. Sūrah Hūd ayat 15-16

ريد من ة ٱكن ي يو نياٱ ل لهم فيها وهم فيها ل يبخ لد م ع إلهم أ ١٥سون وزينتها نوف

ئك ولن ٱ أ ي س لهم ف ل ٱلي ل لأخرة ٱإ ر عملون لا ي ا كنوا م طل ب ا و فيه عوا ا صن م وحبط

١٦

“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti kami

164 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 5 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 3364-3365. 165 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 6 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 125.

Page 74: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

61

berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna)

dan mereka di dunia tidak akan dirugikan (15) “itulah orang-orang yang tidak

peroleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang

telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka

kerjakan. (16)166

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya akan

Kami sempumakan ganjaran pekerjaan mereka atasnya. Dan mereka tidak akan

dirugikan padanya." (ayat 15).

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar arti ayat ini, Apakah yang

engkau tuju dalam kehidupan ini? Apakah ambisi yang memenuhi hatimu dalam

perjuangan hidup itu? Apakah engkau menginginkan dunia dengan segala

perhiasannya? Jika engkau bersungguh-sungguh hendak mencapai dunia dengan

perhiasannya itu; dengan pangkat yang tinggi, dengan mahligai yang megah,

dengan kekayaan yang berlimpah, dan kehormatan dan segala kelebihannya,

semuanya itu akan engkau capai. Semuanya itu diberikan kepadamu. Tak usah

khuatir.

Tentu saja untuk mencapai dunia dengan perhiasannya itu engkau

menempuh jalanmu sendiri. "Untuk mencapai suatu tujuan, halal segala jalan Tentu

engkau tenggang-menenggang dengan orang lain. Yang engkau citakan itu akan

tercapai!167

Mereka itulah orang-orang yang tidak akan ada untuk mereka (bahagian di akhirat.

(pangkal ayat 16).

Mengapa tidak? Orang yang akan mendapat bahagian di akhirat ialah orang

yang menjadikan perjuangan dunia itu untuk akhirat. Orang yang sejak semula

sudah meniatkan bahwa dunia yang dikejarnya itu ialah untuk dia menanam amal.

Dan hasil amalnya itu disengajanya untuk diterimanya di akhirat. Adapun kalau

yang dikejar hanya semata dunia, tidaklah ada bahagiannya lagi di akhirat.

Seumpama Fir’aun menjadi Raja Mesir. Segala usaha, tipu-daya dan siasat

telah dipergunakannya agar dia mencapai tempat yang tinggi itu. Seluruh Mesir di

166 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 223. 167 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 5 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 3446.

Page 75: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

62

bawah telapak kakinya, sungai Nil mengalir di bawah kuasanya, dan akhir- nya dia

mendabik dada mengatakan dirinya Tuhan! - "Kecuali api neraka."

Mengapa api neraka? Sebab dia tidak akan sukses mencapai tempat dunia

dan perhiasannya itu kalau tidak dengan merugikan orang lain, menganiaya kepada

yang lemah karena dia merasa kuat. Untuk mengejar tempat yang dipandang mulia

itu dia mesti melakukan kebatilan, korupsi, menindas yang lemah; menyuap,

membujuk dan kadang-kadang merampas hak orang lain. Padahal dia kuat dan

kuasa itu hanya selama dalam dunia. Dan kalau dia sudah mulai keluar dari dalam

dunia ini dan masuk ke dalam alam kubur, seluruh kekuasaannya itu telah habis.

Dia kembali sebagai budak dari Allah, dan wajib bertanggungjawab di hadapan

Tuhan Rabbul 'lzzati tentang kezaliman-kezaliman yang telah dilakukannya.

Niscaya api nerakalah akan tempatnya karena dosa-dosanya yang besar itu. Puncak

dari dosa-dosa besar itu ialah karena semasa dia diberi Allah kekuasaan itu, dia

selalu merebut Maha Kekuasaan Allah 168

"Dan gugurlah apa yang mereka usahakan dan batal apa yang mereka

amalkan." (ujung ayat 16).

Mengapa dikatakan gugur apa yang mereka usahakan? Padahal banyak juga

usaha penguasa-penguasa itu yang baik? Mengapa batal apa yang mereka amalkan?

Padahal sudah nyata bahwa di samping kejahatan-kejahatan yang dibuatnya, pasti

ada juga amal-amalnya yang baik? Sebabnya ialah karena usaha ataupun amal yang

dibuatnya selama dia mendapat dunia dan perhiasaannya itu hanyalah karena riya'

belaka, karena mengambil muka dan menipu rakyat atau masyarakat.169

Berkata Qatadah: "Barangsiapa yang tujuan, cita-cita dan niatnya hanya

dunia, akan didapatnya ganjarannya di dunia ini juga. Kemudian setelah sampai ke

hari Akhirat, tidaklah segala perbuatannya itu dapat penghargaan apa-apa,

walaupun pada lahir kelihatan baik. Tetapi kalau orang Mu'min yang berbuat baik,

di dunia dia dapat ganjaran dan di akhirat dapat pahala." 170

Menurut M. Quraish Shihab tentang ayat ini, karena salah satu sebab utama

168 Ibid., 3447. 169 Ibid., 3447. 170 Ibid., 3448

Page 76: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

63

keengganan kaum musyrikin menerima tuntunan Al-Qur’an adalah kepentingan

dunia dan keinginan untuk meraih gemerlapnya sebanyak mungkin, maka ayat ini

mengisyaratkan dampak keengganan itu serta akibat ketamakan meraih gemerlapan

duniawi. Ayat ini menegaskan bahwa barang siapa yang menghendaki dengan

aneka aktifitasnya untuk meraih kehidupan dunia dan perhiasannya semata-mata,

sambil melupakan dan mengabaikan akhiratnya, niscaya Kami sempurnakan

aktivitas itu dengan mengantarnya bagi mereka hasil pekerjaan-pekerjaan yakni

usaha-usaha mereka di sana yakni dalam kehidupan dunia dan mereka di sana yakni

di dunia ini tidak akan dirugikan menyangkut balasan dan dampak aktifitas itu,

walaupun pada hakikatnya mereka merugikan diri sendiri. Itulah yang sangat jauh

dari rahmat Ilahi orang-orang yang membatasi pikiran dan aktivitas mereka untuk

meraih kenikmatan duniawi semata-mata yang tiada bagi mereka perolehan sedikit

pun di akhirat kelak, kecuali siksa api neraka akibat kedurhakaan mereka,

disamping karena telah sempurnanya balasan amal-amal mereka ketika mereka

hidup di dunia dan lenyaplah di akhirat nanti ganjaran apa yang telah mereka

usahakan dari amal-amal yang terlihat baik oleh pandangan manusia di sini yakni

di dunia dan sia-sialah apa yang senantiasa mereka kerjakan walaupun apa yang

mereka kerjakan itu dalam bentuk yang terlihat baik dan sempurna 171

Firman-Nya: (يريد الحياة الدنيا وزينتها) yuridu al-hayāta ad-dunyāwa

zīnatahā/menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya bukanlah sesuatu yang

tercela selama seseorang tidak terpaku padanya atau tidak mengabaikan nilai- nilai

agama dalam memperoleh dan menikmatinya. Seseorang tidak dilarang menikmati

dunia dan hidup senang serta dalam kondisi serba berkecukupan. Yang demikian

ini pun dinamai oleh Al-Qur’an kehidupan dunia dan perhiasannya sebagaimana

terbaca dalam QS. al-Ahzäb [33]:28 yang menguraikan pilihan yang diperintahkan

oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. agar ditawarkan kepada istri-istri

beliau yang merasa berat hidup sederhana, antara menikmati kehidupan dunia dan

perhiasannya dengan perceraian dengan baik.172

Firman-Nya: (نوف اليهم) nuwaffi ilaihim/Kami sempurnakan kepada mereka

171 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 6 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 207. 172 Ibid., 207

Page 77: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

64

dipahami oleh sementara ulama dalam arti secara sempurna, karena mereka yang

enggan beriman itu tidak menyadari adanya kewajiban agama menyangkut

penggunaan dan pemanfaatan perolehan mereka. Mereka tidak merasa wajib

membayar zakat, berjihad, tidak juga terbatasi oleh ketentuan-ketentuan agama

sehingga apa pun yang mereka hendak lakukan dengan harta atau kenikmatan

duniawi yang mereka raih, dapat mereka lakukan. Demikian mereka

memperolehnya dengan sempurna, berbeda dengan kaum muslimin yang selalu

mempertimbangkan dan mengindahkan nilai-nilai agama sehingga mereka

menyadari bahwa tidak semua yang mereka peroleh dapat mereka nikmati sendiri.

Penyempurnaan hasil dan dampak yang diperoleh orang-orang kafir itu dapat

bertingkat-tingkat, tetapi paling sedikit, mereka terbebaskan dari kesulitan

melaksanakan kewajiban agama serta luput pula mereka dari keharusan bersabar

dan tabah menghadapi rayuan setan dan nafsu. Mereka bebas melakukan apa saja,

tidak seperti kaum muslimin yang kebebasannya terbatasi dalam koridor nilai-nilai

llahi.173

Ayat Sūrah Hūd ini mengingatkan kaum muslimin agar tidak menjadikan

kegiatan mereka hanya tertuju kepada upaya meraih kenikmatan duniawi semata-

mata, serta jangan pula terpengaruh dengan keadaan mereka yang bergelimang

dalam kenikmatan itu.174

5. Sūrah Hūd ayat 29

قوم س ويعل ل أ ري إل ج

ن أ إ لا ه ما ٱلكم علي طارد لل نا ب

ن ٱوما أ ي قوا ل ل م م ه إن منو ا ءا

كم قوما تهلون ى ر أ ن ك ٢٩رب هم ول

“Dan wahai kaumku! Aku tidak meminta harta kepada kamu (sebagai

imbalan) atas seruanku. Imbalanku hanyalah dari Allah dan aku sekali-sekali

tidak akan mengusir orang yang telah beriman. Sungguh, mereka akan

bertemu dengan Tuhannya, dan sebaliknya aku memandangmu sebagai kaum

yang bodoh.175

"Dan wahai kaumku! Tidaklah aku meminta harta kepada kamu atasnya.

173 Ibid., 208. 174 Ibid., 209. 175 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 225.

Page 78: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

65

(pangkal ayat 29) Artinya: Atas pekerjaanku menyeru kamu kepada jalan yang

benar, hanya menyembah kepada Allah saja, tidaklah aku meminta supaya aku

diberi harta.

Ketika menafsirkan ayat ini, teringatlah penulis Tafsir al-Azhar ini akan

nasib orang orang yang menyediakan diri menjadi penyambut waris Nabi-nabi itu:

yaitu ahli ahli Dakwah, Muballigh-muballigh yang berjuang didorong oleh

kewajibannya buat menyampaikan seruan kebenaran, lalu seruan itu mereka

sampaikan kepada orang orang kaya, orang berpangkat, orang-orang yang

berkedudukan penting, lalu diukurnya seruan itu dengan sangkanya yang buruk.

Mentang-mentang muballigh muballigh dan ahli-ahli dakwah itu biasanya hidup

miskin, mereka sangka bahwa orang datang hendak mengemis kepadanya.

Disangkanya asal orang datang menyerukan kebenaran, bahwa orang itu

mengharapkan harta.

"Tidak lain upahku, hanyalah (terserah) kepada Allah." Allah yang

memerintahkan daku menyampaikan ini, dan Allah pula yang menjamin hidupku.

Urusan ini tidak ada hubungan dengan upah mengupah. "Dan tidaklah aku pengusir

orang-orang yang beriman.

"Apakah rahasia yang terkandung maka sampai Nabi Nuh terpaksa

mengeluarkan perkataan ini? Bahwa beliau tidak hendak mengusir orang yang telah

mengaku beriman? Apakah karena pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya itu

serupa pula yang pemuka-pemuka Quraisy? Yang tidak senang jika disama-ratakan

saja kedudukan mereka dengan orang-orang yang mereka pandang rendah? Dan

asal mereka diistimewakan oleh Nuh, lalu mereka bersedia memberikan Nuh uang?

Astaghfirullah!! Susunan ayat memang telah mengisyaratkan demikian.

Mereka merasa diri istimewa karena mereka berpangkat, mereka berharta

dan berpengaruh. Asal mereka diistimewakan, mereka mau membayar. Mereka

hanya mau duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan orang yang sama

berbangsa, sama berharta. Nafsu congkak manusia zaman purbakala itu, masih

mengalir ke dalam zaman moden kita ini. Manusia dihargai bukan karena

penderitaannya, bukan karena cita-citanya, bukan karena luhur budinya, tetapi

karena kedudukan dan harta. Tetapi Nuh a.s. telah memberikan kata tegas: Dan

Page 79: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

66

tidaklah aku pengusir orang-orang beriman.176

Pengikut-pengikutnya yang telah menyatakan Iman itu tidak akan diusirnya.

Karena hubungan Nuh dengan mereka bukanlah hubungan harta. Meskipun orang-

orang yang beriman itu miskin tidak memberikan harta apa-apa kepada Nuh,

mereka itu lebih utama bagi Nuh daripada orang orang menilai pendirian manusia

dengan harta itu. Dan sekali lagi Nuh menjelaskan kepada pemuka-pemuka itu

kelebihan orang-orang yang beriman itu dan kekurangan pemuka-pemuka itu. Kata

Nuh selanjutnya: "Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka,

tetapi aku lihat kamu ini adalah kaum yang bodoh." (ujung ayat 29).177

Menurut M. Quraish Shihab tentang ayat ini, Nabi Nuh as. membantah dalih

kaumnya yang menyatakan bahwa beliau berbohong dan bermaksud meraih

kekayaan dan kekuasaan kaumnya serta membantah pula pelecehan mereka

terhadap pengikut- pengikutnya. Dan Nabi Nuh as. berkata juga membantah mereka

bahwa: "Hai kaumku, bagaimana kamu menuduh aku berbohong untuk meraih

harta benda dan kekuasaan kalian padahal aku sama sekali sepanjang hidupku tiada

meminta kepada kamu kini dan akan datang atasnya yakni atas seruanku kepada

kamu untuk beriman sedikit harta benda pun baik sebagai hadiah, imbalan atau

pemaksaan. Tidak lain upahku kecuali atas Allah yakni imbalan atas apa yang

kulakukan, tidak kuharapkan dari siapa pun kecuali dari Allah semata-mata.178

Selanjutnya beliau meluruskan pandangan mereka tentang pengikut-

pengikut beliau dengan berkata, "dan walaupun kalian melecehkan pengikut-

pengikutku karena mereka miskin dan meminta agar aku menyingkirkannya tetapi

aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman walau belum

mantap iman mereka-sebagaimana dipahami dari kata (الذين ءامنوا) alladẓina 'āmanu

bukan (المؤمنين) al-mu'minin. Bagaimanapun dan apapun motivasi mereka

mengikutiku, yang jelas sesungguhnya yakni pasti mereka akan bertemu dengan

Tuhan mereka pada hari Kebangkitan nanti di mana semua makhluk akan kembali

kepada-Nya dan ketika itu mereka akan memperoleh balasan dan ganjaran atas niat

176 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 5 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 3463. 177 Ibid., 3464. 178 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 6 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 231.

Page 80: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

67

dan amal mereka. Jika demikian, aku tidak dapat menilai kalian orang-orang

bijaksana akan tetapi aku memandang kamu yang menolak kerasulanku,

melecehkan orang-orang lemah dan miskin serta menuduh mereka dengan aneka

tuduhan palsu, adalah suatu kaum yang bodoh yakni bersikap dan berlaku seperti

orang bodoh sehingga tidak mengetahui bahwa ada hari kebangkitan dan ada juga

dalam hidup ini nilai-nilai Ilahiyah yang harus dianut dan diemban, dan itulah yang

menentukan kemuliaan seseorang dan membedakannya dengan yang lain, bukan

kedudukan sosial atau banyaknya harta dan pengikut.179

" Dan Selanjutnya Nabi Nuh as. mengingatkan mereka yang melecehkan

kaum lemah dan memintanya untuk mengusir mereka bahwa "Hai kaumku,

siapakah yang akan menolongku dan menghalangi jatuhnya siksa yang bersumber

dari Allah yang sangat pedih siksa-Nya jika aku mengikuti usul kalian mengusir

mereka kaum lemah itu. Maka tidakkah kamu mengingat, walau sedikit, bahwa hal

demikian adalah penganiayaan dan kedurhakaan? Tidakkah kamu mengingat

bahwa mereka dapat mengadukan aku kepada Allah., atau kalaupun mereka tidak

mengadu, Allah SWT. pasti mengetahui, sehingga aku terancam dijatuhi hukuman

oleh Allah? Allah Yang Maha Adil pasti membela yang teraniaya dan menghukum

yang menganiaya dan durhaka. Semoga, dengan mengingat, kalian Ṣadar dan tidak

melecehkan mereka serta mempercayai kerasulanku dan mengikuti pula tuntunan

Allah SWT. yang aku sampaikan kepada kamu.180

Jawaban Nabi Nuh as. yang menafikan permintaan harta dan bahwa beliau

hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT. mengisyaratkan bahwa Rasul mulia

itu sama sekali tidak mengharap harta dari siapa pun. Kepada Allah pun beliau tidak

memohonnya secara tegas. Memang kata (اجر) ajr/imbalan dapat mencakup harta,

tetapi Nabi mulia itu tidak menyebutnya, dan hanya menyerahkan kepada Allah

SWT. imbalan apa yang akan diberikan-Nya kepada beliau. Apa yang beliau

ucapkan itu adalah sesuatu yang sangat wajar, karena bagi yang memperhatikan

nilai-nilai ruhaniah, maka limpahan rahmat dan kenikmatan ruhani jauh melebihi

limpahan harta benda atau kenikmatan material. Di sisi lain, harapan memperoleh

179 Ibid., 231 180 Ibid., 232.

Page 81: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

68

imbalan kepada Allah SWT. mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lakukan adalah

sesesuatu yang bermanfaat, karena tiada imbalan yang diharapkan kecuali atas

kegiatan yang bermanfaat. Ini sekaligus mengisyaratkan bahwa sebenarnya

kaumnyalah yang seharusnya memberi beliau sesuatu, karena mereka memperoleh

manfaat dari ajakan dan bimbingan Nabi Nuh as., namun demikian beliau tidak

menuntutnya.181

6. Sūrah Hūd ayat 51

قوم س ي ل أ

ه أ عل لكم علي ري إل ج

إن أ ا را يٱ ج عقلون ل فل ت

أ طرن ٥١ف

“Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku) ini.

Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu

mengerti?”182

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar arti ayat ini, kemudian Hud

menerangkan lagi bahwasanya kedatangannya menyampaikan seruan suci itu

benar-benar timbul dari kewajiban batin yang tidak mengharapkan apa-apa dari

mereka: "Wahai kaumku! Tidaklah aku meminta kepada kamu atas (kerjaku) ini

akan upah." (pangkal ayat 51). Pekerjaan seperti ini, membukakan matamu kepada

kebenaran, menunjukkan jalan bagimu menuju Allah Tuhanmu Yang Maha Esa,

tidaklah dapat dinilai dengan harta benda. "Tidak ada upahku melainkan dari yang

menjadikan daku.” Sebab Dialah yang memerintahkan daku menyampaikan ini

kepadamu: "Apakah tidak kamu fikirkan?" (ujung ayat 51).

Dengan bertanya, apakah tidak kamu fikirkan? Nabi Nuh telah mengajak

kaumnya berfikir dengan tenang. Fikirkan segala kejadian, rezeki dan perlindungan

yang diberikan Allah kepada mereka, yang semuanya itu akan menimbulkan

keinsafan tentang nilai hidup dan nilai seruan yang dibawa oleh saudara mereka

sendiri. Dengan berfikir memakai akal dan fikiran yang jernih, niscaya mereka tidak

akan merasa perlu lagi menyembah kepada yang selain Allah, lalu taubat kembali

kepada Allah.183

181 Ibid., 232 182 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 227. 183 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 5 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 3491.

Page 82: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

69

Menurut Quraish Shihab, Selanjutnya Nabi Hud AS. mengingatkan bahwa

peringatan beliau ini adalah tulus tanpa pamrih dengan menyatakan: Hai kaumku,

aku tidak meminta kepada kamu sekarang dan akan dating sebagaimana dahulu aku

tidak pernah meminta atasnya yakni atas seruanku ini sedikit upah pun. Tidak lain

upahku yang kuharapkan hanyalah atas Allah yang telah menciptakanku. Sebab

ketika Dia menciptakanku pasti Dia pula yang menciptakan dan menyiapkan semua

sarana dan kebutuhan bahkan kesempurnaan hidupku, karena itu aku tidak

mengandalkan atau mengharap upah dari kalian. Maka jika demikian tidakkah

kamu memikirkannya untuk sampai kepada kesimpulan bahwa kamu telah berdosa

dengan mendurhakai atau mempersekutukan Yang Maha Esa itu.184

7. Sūrah Yūsuf ayat 104

ين تس وما م ل ع ر ل ل ر إن هو إل ذك جمن أ ه ١٠٤لهم علي

“Dan engkau tidak meminta imbalan apa pun kepada mereka (terhadap

seruanmu ini), sebab (seruan) itu adalah pengajaran bagi seluruh alam.185

Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menafsirkan ayat ini, "Sedangkan

engkau tidaklah meminta upah kepada mereka" (pangkal ayat 104). Manusia-

manusia itu enggan, betapa pun diajak, sedangkan Utusan Tuhan yang menyeru dan

mengajak itu tidaklah meminta upah dan bayaran dari usahanya mengajak mereka

dan menyeru mereka kepada kebenaran siang dan malam, menghabiskan seluruh

tenaga dan harta benda kepunyaan sendiri. Nabi Muhammad SAW. membawa

Kitab Suci Al-Qur’an dan menerangkan isinya kepada mereka: "Tidak lain dia,

hanyalah peringatan bagi manusia (ujung ayat 104).

Oleh karena isi Al-Qur’an itu adalah semata-mata peringatan kepada

manusia, Nabi kita Muhammad SAW. pun tidak henti-hentinya menyampaikan

peringatan itu. Bahwa di kalangan manusia banyak yang tidak mau percaya; itu

sudah mesti dimaklumi. Tetapi Allah SWT. telah memberikan kepada manusia itu

akal dan manusia itu pun telah dijadikan sebagai Khalifah Allah di bumi, dan akal

itulah alatnya menjadi Khalifah. Supaya akal tadi timbul dan tertuntun dengan baik,

184 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 6 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 267. 185 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 248.

Page 83: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

70

didatangkan agama, diutus Rasul, diturunkan wahyu yang dipimpinkan oleh Rasul

itu. Maka walaupun dalam 1000 manusia, hanya seorang yang dapat tertuntun

akalnya oleh pimpinan wahyu, maka yang menentukan kelak bukan yang 999

orang. tetapi yang satu orang.186

Bagi M. Quraish Shihab pula, walaupun yang disampaikan ini sudah sangat

jelas menunjukkan bahwa engkau adalah rasul Allah SWT. yang mendapat

bimbingan Ilahi sehingga seharusnya mereka percaya, tetapi kenyataannya tidak

demikian. Oleh sebab itu, jangan bersedih hati. Memang, sebagian besar manusia

yaitu mereka yang bergelimang dalam kedurhakaan, walaupun engkau sangat

menginginkan keimanan mereka, tidak akan menjadi orang-orang mukmin karena

fitrah kesucian mereka telah dikotori oleh aneka dosa sehingga mereka lupa Allah

SWT. dan melupakan diri mereka sendiri. Padahal engkau ketika menyampaikan

Al-Qur’an yang merupakan bimbingan Allah SWT. sekali-kali tidak meminta upah

kepada mereka terhadap penyampaian bimbinganmu ini. la yakni Al-Qur’an tidak

lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam.187

8. Sūrah Al-Isrā’ ayat 18

ن د م ري ن ي ة ٱك عاجل ا ل ل لن ج نا ل ۥع عل د ثم ج ري ن ا نشا ء لمن م ها ها ۥفي م يصلى جهندحورا م موما ١٨مذ

“Barang siapa menghendakki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami

segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki. Kemudian Kami

sediakan baginya (di akhirat) neraka jahanam; dia akan memasukinya dalam

keadaan tercela dan terusir.188

Menurut Al-Maragi arti ayat ini, barangsiapa cita-citanya hanya dunia yang

sekarang, dan dia bekerja dan berusaha demi dunia dengan mencurahkan segala

perhatiannya kepadanya, sedang ia tidak yakin tentang adanya akhirat, tidak

mengharapkan pahala dan tidak takut akan hukuman dari tuhannya atas apa yang

dilakukan, maka Allah pun menyegerakan baginya di dunia ini apa yang dia

kehendaki, seperti diluaskannya rezeki dan dilebarkannya penghidupan. Kemudian,

186 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 5 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 3718. 187 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 6 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 517. 188 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 284.

Page 84: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

71

ketika dia hadir di hadapan Allah di akhirat kelak, maka akibat sakitnya karena tak

pandai bersyukur, dan keburukan perbuatannya di masa lalu, dan dia dijauhkan dari

rahmat Allah, dan terusir dari anugerah-Nya.189

Hukuman ini memuat tiga hal:

a. Bahwa hukuman itu abadi untuk selama-lamanya, hal ini, ditunjukkkan

dengan firman-Nya:

هاا ثم هانما ياصلاى لناا لاهۥ جا عا جا

Kemudian kami temukan baginya neraka Jahannam. Dia memasukinya,

hingga neraka itu meliputinya dari segala penjuru.

b. Hukuman itu bersifat menghinakan dan merendahkan, yang ditunjukkkan

pula oleh firman Allah Taala, mazmuman (dalam keadaan tercela).

c. Hukuman itu mengusir dan menjauhkan dari rahmat Allah terus-menerus,

dalam arti tidak diselingi oleh keenakkan dan tidak disudahi dengan

kebebasan. Hal ini pun ditunjukkan dengan firman Allah Taala, maudḥurā

(terusir).

Kemudian, firman Allah Taala, Li man nuridu, merupakan isyarat bahwa

kejayaan didunia, tidak mesti dicapai oleh orang yang menginginkannya, karena

nyatanya banyak orang kafir yang sesat berpaling dari agama, demi mencari dunia,

namun mereka tetap saja tidak memperoleh agama, dan juga dunia.

Hal ini merupakan ancaman dan cegahan besar terhadap orang kafir itu, karena

mereka kadang-kadang meninggalkan agama demi mencari dunia. Dan boleh jadi,

mereka pun takkan memperoleh dunia.190

Menurut Tafsir Jalalain arti ayat ini, (Barangsiapa yang menghendaki)

dengan amalnya, (kehidupan sekarang) yakni perkara duniawi, (maka Kami

segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami

kehendaki) Lafaz liman menjadi badal dari lafaz lahu yang juga disertai

pengulangan huruf jar, (dan kami tentukan baginya) di akhirat kelak, (neraka

Jahannam; ia akan memasukinya) dijebloskan kedalamnya, (dalam keadaan tercela)

189 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi (Semarang: PT. Karya Toha Putra

Semarang, 1992), 44. 190 Ibid., 45.

Page 85: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

72

terhina, (lagi terusir) dijauhkan rahmat Allah.191

9. Sūrah Al-Furqan ayat 57

س قل ه ما أ خذ إل رب ن يت

من شا ء أ ل ر إ ج

من أ يه ٥٧سبيل ۦلكم عل

“Katakanlah, “Aku tidak meminta imbalan apa pun dari kamu dalam

menyampaikan (risalah) itu, melainkan (mengharapkan agar) orang-orang

mau mengambil jalan kepada Tuhannya.”192

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar di dalam ayat yang

selanjutnya disuruh Tuhan akan Nabi menjelaskan bahwa perjuangannya ini

tidaklah meminta upah dan tidak meminta gaji dari manusia. Sebab orang-orang

yang memperkembangkan dirinya kepada benda menyangka perjuangan orang

menegakkan kebenaran, dapat dinilai dengan upah.193

Berapa suatu pelancaran cita-cita harus dibayar? Berapa suatu jasa harus

dihargai? Suatu jasa kalau telah diberi harga dengan uang atau benda, jatuhlah

harganya. Apabila seorang Rasul mengajak orang kepada jalan yang benar tidaklah

itu untuk kepentingan dirinya, melainkan untuk kebahagiaan orang lain. Orang yang

telah hidup dalam cita-cita untuk kebahagiaan sesamanya manusia, sudahlah

merasa bahagia jika ajakan diturut, seruannya didengar. Itu sudahlah upah baginya.

Bukan saja Nabi Muhammad yang berkata demikian, bahkan sekalian Rasul

yang diutus Tuhan berkata demikian. Nabi Yūnus, Nabi Hūd, Nabi Shalih, Nabi

Syu'aib, bahkan sekalian Nabi, selalu berkata

Kadang-kadang "upah" yang mereka terima sangat menyedihkan. Dan

orang yang menjunjung tinggi suatu keyakinan pun akan menerima upah yang

kadang-kadang tak dapat diukur oleh kekuatan benda. Dibakar sebagai Ibrahim,

dipenjarakan sebagai Yūsuf, diusir sebagai Muhammad, berpindah besar-besaran

dengan membelah laut sebagai Musa, membuat perahu untuk memisahkan diri dari

kaum yang fasik sebagai Nabi Nuh.

191 Jalaludin Al-Mahalli Dan Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2003), 1135. 192 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 365. 193 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 7 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 5051.

Page 86: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

73

Dalam ayat ini Nabi Muhammad SAW. menegaskan bahwa saya tidak

mengharapkan upah daripada kamu, melainkan kalau ada di antara kamu yang sudi

menuruti jejakku ini, berjalan mengiringi daku menuju Ridha Allah, sudahlah itu

upah yang besar bagiku, tandanya usahaku berhasil. Apabila engkau mendapat

keselamatan dunia dan akhirat. Di dunia engkau menjadi orang baik dan mulia,

sebagai Abu Bakar dan Umar dan yang lain, senanglah sudah hatiku. Dan itulah

upahku.

Seakan-akan terbayanglah di mata khayal kita betapa hebatnya perjuangan

batin Rasulullah di dalam menghadapi sanggahan kaumnya yang belum mau

percaya itu. Rasul menyeru kepada hidup yang bahagia, memberi peringatan akan

siksaan jika mereka tidak mau turut, tidak pernah bosan siang dan malam, tidak

mengenal hari "libur". Lalu mereka bertanya: "Berapa kami harus bayar?"194

Menurut M. Quraish Shihab, pendapat yang mirip dikemukakan oleh Ibn

'Asyûr. Ulama ini terlebih dahulu menjelaskan bahwa (اجر) ajr/ upah adalah

imbalan bagi satu pekerjaan, walau dalam bentuk pekerjaan yang lain. Dari sini,

ulama asal Tunis itu memahami ayat di atas dalam arti: "Kecuali pekerjaan siapa

yang mau bersungguh-sungguh mencari jalan menuju Tuhannya yaitu dengan

mengikuti agama Islam." Nah, karena hal tersebut merupakan pemenuhan ajakan

dan dakwah Rasulullah SAW., maka ia serupa dengan ajr/ upah atas ajakan itu.

Pengecualian semacam ini- tulis Ibn Asyur terkadang dinamai istisná' munqathi.195

Satu hal lain lagi yang perlu dicatat, dalam firman-Nya: iliā man syā an

yatlakbidẓa ilā Rabbihi sabilān/ kecuali (tetapi) siapa yang mau kepada Tuhannya

mengambil jalan, adalah bahwa pelaku yang mau dan bersungguh-sungguh itu

adalah manusia itu sendiri, bukan Allah. Demikian ayat ini meletakkan tanggung

jawab di atas pundak manusia agar mau dan bersungguh-sungguh mencari jalan,

dan bila mereka telah melakukan hal tersebut, pasti Allah akan mengantarnya ke

sana.

Didahulukannya kata ilā Rabbihi/ kepada Tuhannya sebelum kata

sabilān/jalan bertujuan menekankan perlunya keikhlasan dan ketulusan kepada

194 Ibid., 5052. 195 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 9 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 507.

Page 87: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

74

Allah, dan tidak mencari jalan-jalan lain selainnya.196

10. Sūrah Asy-Syu’ara ayat 109

س وما أ رب عل ري إل ج

ن أ ر إ ج

من أ يه ين ٱلكم عل لم ع ١٠٩ ل

"Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku

hanyalah dari Tuhan seluruh alam."197

Menurut Buya Hamka Tafsir Al- Azhar tentang ayat ini bermaksud, apa

sebab maka Nuh sampai berkata begitu? Ini dapatlah kita rasakan karena orang

orang yang berkata jujur kepada kaumnya, terutama rasul-rasul itu, membawa

pelajaran yang suci murni, diterima dengan salah oleh kaumnya Mereka kerapkali

mengukur orang yang jujur dengan hidup mereka sendiri Nuh ini selalu memberi

ajaran kepada kita, barangkali dia ini mengharapkan upah. Sebagaimana juga

kerapkali muballigh yang jujur di zaman kita ini disangka oleh orang yang kaya

raya dan hidup mewah bahwa muballigh itu mengharapkan "sedekah" rupanya di

mana-mana sejak dahulu, orang yang memperhambakan dirinya kepada benda,

mengukur cinta dan maksud baik orang lain dengan benda pula. Sebab itulah Nuh

mengatakan bahwa pekerjaanku ini bukanlah meminta upah daripada kamu. Tuhan

yang mengutus aku, maka Dialah yang menyediakan upah untukku. Bukan upah

benda, tetapi upah yang lebih tinggi daripada benda.

Maka jika aku sampaikan kepadamu ajaran Tuhan, tidaklah ada maksudku

supaya kamu bayar kepadaku ganti kerugian karena tempohku habis mengajar

menunjukimu.198

Menurut M. Quraish Shihab arti ayat ini, setelah menjelaskan dan

mengingatkan kaumnya tentang kerasulan dan ketepercayaan dan amanatnya, Nabi

Nuh as. menguatkan pernyataannya itu, dengan menampik dugaan negatif yang

boleh jadi terlintas dalam benak mereka tentang motivasi keduniaan di balik

dakwahnya. Beliau berkata: Dan di samping itu aku tidak meminta kepada kamu

atau kepada selain kamu atasnya yakni atas jerih payahku menyampaikan ajaran

196 Ibid., 508. 197 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 371. 198 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 7 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 3718.

Page 88: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

75

agama ini sedikit upah pun; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan Pemelihara dan

Pengendali semesta alam. Maka karena itu bertakwalah kepada Allah dan patuhilah

aku menyangkut perintah-perintah agama yang aku sampaikan.199

11.Sūrah Saba’ ayat 47

عل قل ل ري إ جر فهو لكم إن أ ج

ن أ م لكم

ٱما سأ لل

ك عل ء شهيد وهو ٤٧ش

“Katakanlah (Muhammad)” imbalan apa pun yang aku minta kepadamu,

maka itu untuk kamu. Imbalanku hanyalah dari Allah, dan Dia maha

mengetahui segala sesuatu.”200

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar artinya,"Katakanlah: Upah

yang aku minta daripada kamu maka dia adalah untuk kamu jua" (pangkal ayal 47)

Ayat ini bukanlah berarti bahwa Rasulullah s.a.w. meminta upah dan mereka dalam

beliau melakukan dakwah. Ibarat kata ini ialah bantahan dan tangkisan kepada

mereka yang menilai dakwah Rasul akan meminta "persen" atau balas jasa. Kepada

orang seperti ini Nabi disuruh mengatakan kata sebagai itu, yang berarti:

"Simpanlah yang kamu sangka akan aku minta itu buat ke perluanmu sendiri.

"Upahku sendiri lain tidak adalah terserah kepada Allah. Yang mengutus aku

menjadi Rasul adalah Allah sendiri. Sebab itu maka hidupku dan matiku, jaminan

hidupku dan keselamatanku adalah dari Allah semata-mata. Jangan kamu

menyangka aku mengharapkan apa-apa dari kalian. Harapanku hanya kalian

berbahagia, selamat dunia dan akhirat. "Dan Dia atas segala sesuatu adalah

menyaksikan." (ujung ayat 47). Perjuanganku menegak kan dakwah kepada kamu,

sanggahan kamu terhadap seruanku, ataupun penerimaan kamu dengan baik,

semuanya di bawah kesaksian Allah semata- mata.201

Menurut M. Quraish Shihab maksud ayat ini, Jika mereka berpikir lurus,

pastilah mereka mengetahui secara pasti bahwa Nabi Muhammad SAW. tidak

mungkin mengidap penyakit gila sebagaimana tidak mungkin berbohong, setelah

mereka mengenal beliau jauh sebelum kenabiannya sebagai Al-Āmin (yang sangat

199 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 10 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 91. 200 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 443. 201 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 8 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 5877-5878.

Page 89: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

76

terpercaya). Boleh jadi ada yang menduga bahwa upaya beliau itu bertujuan

memperoleh keuntungan material. Untuk itu ayat di atas melanjutkan dengan

memerintahkan Nabi Muhammad SAW. bahwa: Katakan jugalah kepada mereka

bahwa: Aku tidak meminta sedikit pun upah kepada kamu atas ajaran Ilahi yang

kusampaikan, dan kalaupun seandainya kamu menilai aku meminta upah, maka

upah apapun yang aku minta kepada kamu, maka manfaat dari upah itu kembali

untuk kamu juga. Upahku yang kuharapkan hanyalah dari Allah, dan Dia atas segala

sesuatu Maha Menyaksikan."202

12. Sūrah Yasin ayat 21

ٱ عوا هتدون من ل يس تب م را وهم ج ٢١ لكم أ

“Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah

orang-orang yang mendapat petunjuk.203

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar artinya, disampaikannya

seruan itu dengan mengemukakan alasan yang kuat: "Ikutilah olehmu orang-orang

yang tidak meminta upah kepada kamu (pangkal ayat 21). Ini adalah alasan utama

bagi si penyeru yang datang tergesa-gesa itu untuk membuktikan kebenaran dan

kejujuran ketiga Rasul itu. Yaitu dia melakukan dakwah dan seruan, tidaklah

meminta upah. "Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (ujung

ayat 21).

Mereka mendapat petunjuk dari Tuhan. Buktinya ialah karena seruan yang

dibawanya itu terang dan jelas, tidak berbelit-belit. Menyeru ummat kepada

penyembahan Tuhan Yang Esa tidak bersekutu dengan yang lain.204

Dia menarik perhatian kaumnya, karena ketiga Rasul ini tidak meminta

upah, tidak meminta persen atas seruan yang mereka bawa. Ini pun patut jadi

perhatian kita. Karena bukan di zaman sekarang saja, di zaman dahulu pun tidak

kurang kejadian ada penipu-penipu dan pembohong masuk ke suatu negeri.

Katanya membawa ajaran yang baru untuk keselamatan penduduk negeri itu. Tetapi

202 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 11 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 410. 203 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 441. 204 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 8 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 5981.

Page 90: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

77

penduduk itu hendaklah membayar sekian dan sekian. Kemudian setelah mereka

pergi baru ternyata bahwa mereka adalah penipu. Maka orang yang datang dengan

tergesa dari ujung negeri ini memberi ingat kaumnya bahwa Rasul yang bertiga ini

tidaklah begitu halnya. Sebab itu patutlah dia ditaati dan ajakannya diterima.205

Menurut pandangan M. Quraish Shihab, ucapan lelaki yang bergegas datang

itu, mendahulukan kalimat "Siapa yang tidak meminta dari kamu imbalan" atas

penegasannya bahwa “Mereka adalah orang orang yang mendapat petunjuk."

Agaknya ini sejalan dengan pandangan penduduk ketika itu. Mereka mengukur

semua orang sama dengan diri mereka sendiri. Penduduk yang bejat itu, selalu

menduga adanya keuntungan material di balik aktivitas setiap orang, karena

demikian itulah selalu sikap mereka. Mereka hampir tidak mengenal adanya

ketulusan dalam satu aktivitas mereka, dan karena itu pula mereka tidak percaya

kalau para rasul itu tulus dan tidak mengharap imbalan atas tuntunan mereka. Nah,

karena ini adalah sesuatu yang demikian mendarah daging dalam jiwa penduduk

itu, maka itulah yang wajar ditampik terlebih dahulu, dan karena itu lelaki yang

bergegas itu mendahulukannya. Di sisi lain, ketika menafikan adanya keinginan

memperoleh imbalan, ayat di atas menggunakan kata kerja masa kini yakni (يسالكم)

yas’alukum dan dalam bentuk jumlah fi'liyah/verbal sentense sebagai isyarat bahwa

sekalipun mereka pernah atau akan memintanya, apalagi berkali-kali dan menjadi

tujuan mereka, sedang ketika menetapkan hidayat, bentuk yang digunakan adalah

jumlah ismiyyah/nominal sentense yakni (هم مهتدون) hum mubtadun untuk

mengisyaratkan kemantapan mereka dalam perolehan hidayat.206

13. Sūrah Ṣad ayat 86

س قل من ما أ نا

ر وما أ ج

من أ يه ين ٱلكم عل ٨٦ لمتك ف

“Katakanlah (Muhammad),”Aku tidak meminta imbalan sedikit pun

kepadamu atas (dakwahku); dan aku bukanlah termasuk orang yang mengada-

ngada.207

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, ayat-ayat ini adalah penutup

205 Ibid., 5982. 206 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 11 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 525-526. 207 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: PT. Sigma Examedia

Arkanleema, 2010), 458.

Page 91: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

78

Sūrah. Di penutup ini Nabi kita Muhammad SAW. diberi peringatan oleh Allah

supaya beliau katakan:

"Katakanlah:" (pangkal ayat 86). Olehmu hai Rasul-Ku kepada kaummu

Quraisy itu: "Tidaklah aku meminta kepada kamu sebarang upah pun." Disuruh

Tuhan memperingatkan hal ini kepada mereka agar jangan mereka ukur perjuangan

Nabi SAW. ini dengan penilaian harga harta benda, uang atau emas dan perak.

Tuhan menyuruhkan katakan begini niscaya telah ada pula di kalangan mereka itu

yang mengukur keperibadian Utusan Allah dengan hawa nafsunya sendiri. Orang-

orang terkemuka Quraisy kebanyakan adalah saudagar yang menghubungkan Utara

(Syam) dengan Selatan (Yaman) Yaman pintu ke India terus ke Tiongkok. Syam

pintu ke Laut Tengah lanjut ke Eropa. Sebab itu penghargaan atas seseorang

ditentukan oleh kekayaannya atau hasil harta, gaji, upah dan nilai jerih payah yang

didapatnya. Mungkin ada yang bertanya- tanya: "Dari mana dia dapat uang karena

pekerjaan ini?" Atau mungkin ada yang berkata: "Kalau mulutnya disumbat dengan

harta benda dia akan diam."

Maka disuruhlah Nabi SAW. menjelaskan bahwa dalam usahanya dan

perjuangannya menyampaikan dakwah agama ini dia tidak mengharapkan upah dari

mereka. Kalau kiranya diselidiki hidupnya masa di Makkah, waktu Sūrah Ṣad ini

turun, maka hidup di Makkah itu tidaklah pernah dia berkekurangan. Dia termasuk

orang yang mampu karena jaminan harta benda isterinya Khadijah yang termasuk

orang yang lebih dahulu menyatakan Iman akan seruannya. Sebab itulah maka

dalam Sūrah-Sūrah yang turun ke Makkah banyak kali diulang-ulangi oleh

Rasulullah SAW. bahwa dia tidak mengharapkan diberi upah. Upah apa yang akan

beliau harapkan daripada mereka, padahal perbaikan akidah dari syirik kepada

Tauhid bukanlah hal yang mereka inginkan. Mereka tidak memerlukan Nabi,

bahkan mereka menuduhnya tukang sihir pembohong.208

Dan semua Nabi-nabi dan Rasul-rasul pun tidak ada yang minta upah.

Ajaran berarti upah Maka sudah terang bahwa tidak ada seorang Rasul pun yang

mengharapkan upah harta. Tidak ada di antara seorang Nabi pun yang "mata

208 Abdulmalik AbdulKarim Amirullah, Tafsir Al-Azhar Jilid 8 (Singapura: Pustaka

Nasional, 2003), 6229.

Page 92: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

79

duitan". Tetapi sebagai manusia Nabi-nabi dan rasul-rasul pun tentu ingin

penghargaan yang bukan benda. Ingin usahanya itu dihargai secara budi, disambut

baik. Karena terlebih dahulu mereka benar-benar telah bertawakkal kepada Allah.

Dari pihak kaum yang masih kafir hanya caci maki yang didapat, hanya tuduhan

gila, tukang sihir, pembohong dan sebagainya. Dari orang-orang begini tidak

diharap penghargaan selama mereka masih kafir. Tetapi Jika usaha beliau-beliau

berhasil, jika usaha Nabi kita Muhammad SAW., sampai isterinya sendiri yang

terlebih dahulu menyatakan iman kepada seruannya, itu adalah penghargaan. Obat

hati seorang Rasul ialah Iman ummatnya kepadanya.209

Dan sabda beliau selanjutnya: "Dan tidaklah aku termasuk orang yang

mengada-ada." (ujung ayat 86) Artinya ialah bahwa segala yang beliau serukan,

beliau rayukan, beliau ajakkan, tidak sepatah pun kata yang beliau ada-adakan

sendiri, yang timbul dari kehendak beliau sendiri. Apa yang beliau sampaikan

adalah wahyu Ilahi, yang mesti beliau sampaikan bagaimana adanya. Maka kalau

kiranya kaum Musyrikin di kalangan kaumnya itu merasa sakit hati karena berhala

mereka dicela, adat kebiasaan mereka disalahkan, kalau mempersekutukan Tuhan

dijelaskan salahnya, lalu mereka disuruh menyembah Allah Yang Tunggal tiada

sekutu dengan yang lain, memang karena demikianlah wahyu yang dia terima dan

mesti dia sampaikan. Kalau telinga mereka sakit mendengarkan, namun yang

merasa sakit itu ialah karena tidak tahan kena kritik. Cobalah berfikir dengan

tenang, bukankah seruan yang disampaikan itu benar? Bukankah kamu sendiri bila

ditanya dari hati ke hati senantiasa mengakui juga bahwa yang menciptakan langit

dan bumi, matahari dan bulan serta alam seisinya itu ialah Allah jua, tidak ada yang

lain yang turut menjadikannya pula. Tidak ada yang lain yang turut berkongsi

menciptakannya. Maka oleh sebab itu apa yang disampaikan Nabi bukanlah kata-

kata yang dia ada-adakan sendiri, melainkan dia adalah Utusan dari Tuhan.210

Menurut M. Quraish Shihab artinya, Setelah ayat-ayat yang lalu memberi

peringatan kepada semua pihak, kini ayat-ayat di atas kembali kepada uraian awal

Sūrah ini yang menegaskan tentang keagungan Al-Qur’an serta keangkuhan kaum

209 Ibid., 6229-6230. 210 Ibid., 6230.

Page 93: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

80

kafir. Di sini Allah SWT. berfirman memerintahkan Nabi Muhammad SAW.

bahwa: Katakanlah: Aku tidak meminta kepada kamu atasnya yakni atas pengajaran

dan peringatan yang kusampaikan ini sedikit upah pun. Aku hanya mengharap dari

Allah atas keridhaan-Nya, dan di samping itu bukanlah juga aku termasuk orang-

orang yang mengada ada yakni berpura-pura. la yakni Al-Qur’an ini tidak lain

hanyalah peringatan serta kemuliaan bagi semesta alam, masing-masing dapat

menimba sesuai kemampuannya. Dan sesungguhrya kamu wahai para pengingkar

Al-Qur’an dan penolak kenabianku pasti akan mengetahui kebenaran beritanya

yakni informasi Al-Qur’an yang kusampaikan kepada kamu baik yang berkaitan

dengan kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Kamu pasti akan mengetahuinya

setelah beberapa waktu mendatang ini.211

" Kata (عليه) alaihi/ atasnya pada ayat di atas dipahami oleh al-Biqa’i sebagai

mengisyaratkan bahwa permintaan yang dinafikan itu adalah yang bersifat

mengatasi atau memaksa. Karena itu ayat ini tidak bertentangan dengan ayat lain

yang mengecualikan permintaan al-Mawaddata fi al-qurbā/ kasih sayang dalam

kekeluargaan serta ajakan untuk meneladani beliau. Kasih sayang dan ajakan itu

walaupun merupakan permintaan Nabi Muhammad SAW. sebagaimana terbaca

dalam QS. asy-Syura [42]: 23 tetapi bukan permintaan yang bersifat mengatasi dan

memaksa mereka. Keduanya adalah jiwa ajaran agama. Demikian lebih kurang al-

Biqa’i.

Kata ( لمتكلفينا ) al-mutakallifin terambil dari kata) تكلف) takallafa yaitu

membebani diri dengan sesuatu yang tidak mudah karena sesuatu itu berada di luar

bawaan atau sifat yang bersangkutan. Misalnya dengan berpura-pura mengetahui

padahal ia tidak tahu. Dalam konteks Nabi Muhammad SAW. misalnya dengan

mengaku nabi dan menerima wahyu padahal tidak demikian.

Sementara ulama menyebut tiga tanda bagi seseorang mutakallif yaitu: 1) Melawan

siapa yang berkedudukan lebih tinggi darinya, 2) Merindukan apa yang mustahil

diraihnya, serta 3) Menyampaikan apa yang tidak diketahuinya.212

C) Analisis Penafsiran Ibnu Katsir

211 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid 12 (Jakarta: Lantera Hati, 2002), 173-174. 212 Ibid., 174.

Page 94: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

81

Secara terminilogis, tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. serta untuk menjalankan makna-

maknanya, mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.

Para sahabat RA. dan orang-orang setelah mereka dalam memahami Al-

Qur’an tidak berada pada maqam (peringkat) yang sama. Mereka masing-masing

berbeda dalam hal ini. Kadang sebagian mereka menganggap sulit, sementara

sebagian yang lain tidak.213

Hal ini juga mengacu kepada perbedaan mereka dalam hal Bahasa, serta

pengetahuan tentang hal yang mengelilingi seputar turunnya ayat, baik peristiwa-

peristiwa, serta perangkat-perangkat lain seperti asbab an-Nuzul. Lebih dari itu,

bahkan menambah kemampuan akal mereka sebagai manusia. Seandainya akal

pikiran berada pada posisi yang sama dalam memahami makna-makna Al-Qur’an,

maka akan rusaklah kompetisi dan padamlah cita-cita. Dengan demikian ia

menghilangkan prestasi yang dikandungnya, menghilangkan pekerjaan akal

pikiran, perenungan dan penelitian. Akan tetapi, Allah yang Agung dengan

kebijaksanaan-Nya menjadikan lafal-lafal Al-Qur’an sebagai sesuatu yang kadang-

kadang mengandung banyak makna. Allah SWT. juga memerintahkan manusia

untuk merenung dan memikirkan Al-Qur’an, serta mendorong untuk berbuat

demikian. Sehingga para sahabat serta generasi setelah mereka berlomba

menafsirkannya, agar memperoleh pahala yang besar serta ganjaran yang

setimpal.214

Berhubung penafsiran Ibnu Katsir menggunakan metode Al-Tahlily dan

bercorakkan tafsir bil mat’sur maka berdasarkan kandungan ayat-ayat upah, Ibnu

Katsir menafsirkan 13 ayat dari yang dikemukakan penulis secara umumnya

berkaitan dengan upah pelaksanaan ibadah menyatakan imbalan akhirat. Sebagian

ayat ini ditafsirkan sebagai landasan upah pelaksanaan ibadah dan sebagiannya lagi

sebagai pengajaran dari rasul-rasul dan nabi-nabi untuk umatnya teladani.

Ibnu katsir menghadirkan hadist-hadist nabi, atau riwayat-riwayat yang

213 Fahd Bin Abddurrahman, Ulumul Quran; Studi kompleksitas Al-Qur’an (Yogyakarta:

Aswaja Pressindo, 2016), 228. 214 Ibid., 229.

Page 95: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

82

berasal dari sahabat dan tabiin seperti penafsirannya dalam ayat 41 Sūrah Al-

Baqarah. Menurut Ibnu Katsir arti dari ayat ini, janganlah kalian menukar iman

kalian kepada ayat-ayat-ku dan pembenaran terhadap Rasul-Ku dengan dunia dan

segala isinya yang mengiurkan, karena ia merupakan suatu yang sedikit lagi binasa

(tidak kekal).215

Dari penafsiran ini beliau hadirkan sumber yang membenarkan dan

melarangnya yaitu:

Dalam kitab Sunan Abi Dawud diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah r.a,

katanya Rasullah SAW. bersabda:

بهعرضامنالدنيا،لميرحيبيصمنتعلمعلماممايبتغىبهوجهالله،لايتعلمهإلالرائحةالجنةيومالقيامة

“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang semestinya dicari untuk

memperoleh ridha Allah, kemudian ia tidak mempelajarinya kecuali untuk

mendapatkan kemewahan dunia, maka ia tidak akan mencium bau surga pada

hari kiamat.” (HR. Abu Dawud).216

كتابالله اناحقمااخذتعليهاجرا“Sesungguhnya yang lebih berhak kalian ambil darinya upah adalah

Kitabullah.”217

Sedangkan hadits Ubadah bin Ash-Shamir, yang mengisahkan bahwa ia

pernah mengajarkan kepada salah seorang ahli shuffah sesuatu dari Al-Qur’an, lalu

orang itu memberinya hadiah berupa busur panah. Kemudian ia menanyakan hal itu

kepada Rasulullah SAW, maka beliau pun bersabda:

اناحببتانتطوقبقوسمننارفاقبله“Jika engkau suka dikalungi dengan busur dari api neraka, maka terimalah

busur tersebut.” (HR. Abu Dawud). Maka akhirnya ia menolak pemberian

busur itu.218

215 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 7, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 49. 216 Hafidz Al Mundziry, Tarjamah Sunan Abi Daud Jilid 4 (Semarang: CV. Asy Syifa’,

1993), 210. 217 Muhammad Fuad, Ringkasan Sahih Al-Bukhari (Selangor: Sofa Production, 2014), 396. 218 Hafidz Al Mundziry, Tarjamah Sunan Abi Daud Jilid 4 (Semarang: CV. Asy Syifa’,

1993), 55

Page 96: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

83

Dalam Sūrah Hūd ayat 15-16 Ibnu Katsir hadirkan tentang Al-Aufi

menceritakan dari Ibnu Abbas mengenai ayat ini, bahwa orang-orang suka berbuat

riya’ (pamer), akan didatangkan kepada mereka kebaikan mereka di dunia. Dan

dengan demikian itu mereka tidak dizhalimi sedikit pun. Allah berfirman,”

Barangsiapa berbuat amal shalih dengan tujuan untuk kepentingan dunia, baik itu

berupa puasa, shalat atau tahajjud pada malam hari, tidak ia kerjakan kecuali

(hanya) untuk memperoleh keduniaan.”

Sedangkan Anas bin Malik dan Al-Hasan berkata: “Ayat tersebut turun

berkenaan dengan orang-orang YaHūdi dan orang-orang Nasrani.”

Qatadah mengemukakan: “Barangsiapa yang menjadikan dunia ini sebagai

tujuan, niat dan kejarannya, maka Allah akan memberi balasan di dunia atas

kebaikan nya yang telah ia lakukan, sehingga ketika menuju alam akhirat kelak,

tidak ada lagi kebaikan baginya yang dapat diberikan sebagai balasan. Sedangkan

orang mukmin, maka ia akan diberikan balasan di dunia atas kebaikan yang telah

dilakukannya dan diberikan pula pahala atasnya kelak di alam akhirat.”219

Di dalam Sūrah Al-Isra’ ayat 18, Menurut Ibnu Katsir artinya, Allah SWT.

memberitahukan bahwa tidak semua orang yang mengejar dunia dan segala

kenikmatan yang terdapat di dalamnya, ia akan mendapatkannya, dan hal itu akan

didapat oleh orang-orang yang dikehendaki-Nya saja.220

Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah RA., dimana ia bercerita,

Rasulullah SAW. bersabda:

الدنيادارمنلادارله،ومالمنلامالله،ولهايجمعمنلاعقلله“Dunia ini adalah tempat tinggal bagi orang yang tidak mempunyai tempat

tinggal, dan harta kekayaan bagi orang yang tidak mempunyai harta, dan

padanya berkumpul orang-orang yang tidak berakal.”221

Dalam Sūrah Ṣad ayat 86, Ibnu Katsir hadirkan riwayat Sufyan ats-Tsauri

berkata dari al-A’masy dan Manshur, dari Abudh Dhuha, bahwa Masruq berkata:

219 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 4, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 247 220 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 5, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 58. 221 Imam Ahmad Bin Muhammad Bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad Jilid 20, (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2011), 906.

Page 97: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

84

“Kami mendatangi Abdullah bin Mas’ud RA, lalu dia berkata: “Wahai sekalian

manusia, barangsiapa mengetahui sesuatu, maka hendaklah ia mengatakannya. Dan

barangsiapa tidak mengetahuinya, maka katakanlah: الله اعلم (Allah lebih

mengetahui). ‘Karena sesungguhnya termasuk bagian dari sebuah ilmu bahwa

seseorang mengatakan: الله اعلم (Allah lebih mengetahui)’ apa yang tidak

diketahuinya.”222

Dan Sūrah dan ayat-ayat yang lain mengisahkan peristiwa-peristiwa Nabi

Nuh, Nabi Hud, Nabi Muhammad dan para nabi dan rasul dalam menyebarkan

risalah dan berdakwah seperti penafsirannya Sūrah Yasin ayat 21, “Ikutilah orang

yang tidak meminta balasan kepadamu,” Yaitu sebagai balasan menyampaikan

risalah. “Dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk,” tentang apa

yang mereka serukan kepada kalian berupa beribadah kepada Allah semata yang

tidak ada sekutu bagi-Nya.223

Ibnu Katsir menyatakan semua dalil-dalil yang membenarkan dan melarang

bagi mendukung dan menjelaskan tentang upah dalam pelaksanaan ibadah ini.

Dalam penafsirannya boleh lihat bagaimana pandangan beliau dalam perkara ini

dan menerima segala pandangan ulama dalam penafsirannya

222 Imadudin Abu Fida’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Juz 7, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998), 82. 223 Ibid., 506.

Page 98: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

85

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semua argumen yang penulis buat dalam kajian, penelitian dan pandangan

penafsiran Ibnu Katsir tentang ayat-ayat penerimaan upah dalam pelaksanaan

ibadah menurut Ibnu Katsir dapat penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1) Landasan Al-Qur’an mengenai Al-Ujrah (upah) menurut Ibnu Katsir

merupakan landasan untuk mendapat upah didunia dan akhirat. Pahala

didunia berupa pertolongan dan kemenangan sedangkan diakhirat berupa

surga-surga yang tinggi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang

yang zhalim dan rahmat Allah kepada para makhluk-Nya untuk perkongsian

karena sebagian membutuhkan sebagian yang lain.

2) Penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah menurut Ibnu Katsir dalam

pelaksanaan atau penyampaian ilmu agama Islam yang terbaik hanya

diterima dari pemberian Allah SWT. tetapi jika menjadi keperluan maka

upah ini layak diterima dari Baitul Mal untuk kegunaan memenuhi

kebutuhan diri dan keluarga karena menghalang untuk mencari nafkah dari

sumber lain.

3) Pandangan Ibnu Katsir tentang penerimaan upah dalam pelaksanaan ibadah

menurut Al-Qur’an mengandungi banyak kisah para nabi dan rasul dalam

berdakwah yang hanya berharap mendapat pahala disisi Allah bukan dari

ummat manusia. Ibnu Katsir menambah pandangan beliau dari Al-Qur’an

dengan menghadirkan riwayat-riwayat dalam menafsirkan ayat-ayat ini

sebagai anugerah dan peringatan untuk insan yang terpilih oleh Allah bagi

mendapat ganjaran dunia dan juga akhirat.

B. Rekomendasi

Al-Qur’an dan hadist menceritakan banyak kisah para nabi dan rasul serta

para sahabat dalam berdakwah atau pelaksanaan ibadah kepada umat Islam. Semua

itu adalah untuk kita teladani supaya para pelaksana ibadah saat ini berada di jalan

yang benar dalam melakukan pelaksanaan ibadah tidak hanya untuk upah mereka

Page 99: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

86

sendiri.

Mencari rezeki yang halal adalah impian setiap muslim dan menjadi

tanggungjawab mencari nafkah untuk keluarga. Jadi dalam pekerjaan pelaksanaan

ibadah ini tidak menjadikannya sesuatu tempat untuk mencari keuntungan atau

tempat menambahkan harta karena ia adalah sesuatu yang dikeji oleh Allah SWT.

Semoga penelitian memberi manfaat kepada semua dan untuk penelitian kepada

hukum Syariah boleh menjadikan penafsiran dari Al-Qur’an ini sebagai landasan

penelitian.

Page 100: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: PT. Sygma

Examedia Arkanleema, 2010.

Buku

Abu Fida’ Ismail, Imadudin. Tafsir Al-Quran Al-Azim. Beirut: Dar Al-Kotob Al-

Ilmiyah, 1998.

Abdullah, Muhammad. Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Imam Asy

Syafi’i, 2005.

Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra

Semarang, 1992.

AbdulKarim Amirullah, Abdulmalik. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka

Nasional, 2003.

Al Mundziry, Hafidz. Tarjamah Sunan Abi Daud. Semarang: CV. Asy Syifa’, 1993.

Anwar, Rosihon. Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan

Tafsir Ibnu Katsir. Bandung: CV Pustaka Setia,1999.

Abdurrahman, Fahd Bin. Ulumul Qur’an; Studi Kompleksitas Al-Qur’an.

Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016.

A. Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta:Rajawali

Pena,2004.

Amin Suma, Prof. Dr. H. Muhammad, S.H., M.A., MM, Tafsir Ayat Ekonomi: Teks

Terjemahan dan Tafsir, cet. Ke. 2 Jakarta: AMZAH,2013.

El-Mazni, H. Aunur Rafiq. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Diterjemahkan Dari

Buku Aslinya Yang Berjudul “Mubaahis Fii Ulum Al-Quran” Oleh Syaikh

Manna Al-Qaththan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.

Fakih, Kamal. Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya Al-

Qur’an. Jakarta: Al-Huda, 2004.

Fuad, Muhammad. Ringkasan Sahih Al-Bukhari. Selangor: Sofa Production, 2014.

Furchan, H. Arief dan H. Agus Maimun. STUDI TOKOH, Metode Penelitian

Mengenai Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Hashim Al- Bindany, Ustaz Mohd Hazri, Panduan Berinteraksi Dengan Al-Quran,

Terjemahan kitab At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Quran Karya Al-Imam An-

Nawawi, Kuala Lumpur: Galeri Ilmu,2017.

Isfahan, Muhammad. Al-Bidayah Wan Nihayah (Yang Pertama Dan Yang

Terakhir), Diterjemahkan Dari Buku Aslinya Yang Berjudul “Al-Bidayah

Wan Nihayah” Oleh Ibnu Katsir. Selangor: Crescent News, 2013.

Iskandar. Ruqyah Antara Syarie Dan Syirik. Kuala Lumpur: Yayasan Al-Jauhari,

2017.

Jantan, Haji Osman Bin. Pedoman Mu’amalat Dan Munakahat. Singapura: Pustaka

Nasional, 2001.

Kamil, Muhammad Qasim, Halal Haram dalam Islam. Perpustakaan Nasional:

Katalog Dalam Terbitan (KDT),2014.

Khairi, Abdullah. Tuhan Bayar Cash!. Kuala Lumpur: PTS Publications, 2018.

Page 101: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

Kholis, Amru Nur. Pekerjaan Haram Di Akhir Zaman. Jawa Tengah: Granada

Mediatama, 2017.

Muhammad Al- Ghazali, Abu Hamid Muhammad, Ringkasan IHYA’ Ulumuddin,

Selangor: Pustaka Al-Ehsan,2013.

Mohamad, Zulkifli. Al-Fiqh Al-Manhaji Muamalat Dan Kewangan Islam Dalam

Fiqh Al- Syafi’i. Selangor: Darul Syakir,2017.

Mohd Yusoff, Zulkifli. Kamus Al-Qur’an. Selangor: PTS Publishing House, 2010.

Mohd Tahir, Ahmad Sabki. Ibadah Menuju Taqwa. Kuala Lumpur: Crescent News,

2012.

Mustofa, Nurul Huda, E. Naution, dkk, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Penerbit

Kencana, 2007.

Muhammad Bin Hanbal, Imam Ahmad Bin. Musnad Imam Ahmad Jilid 20, Jakarta:

Pustaka Azzam, 2011.

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian:Sktipsi,Tesis,Disertasi Dan Karya Ilmiah,

Jakarta:Kencana, 2011.

R. Semiawan,Conny. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik Dan

Keunggulannya, Jakarta: PT Grasindo, 2010.

Ruhiyat, Tedi. et. al. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Diterjemahkan Dari Buku

Aslinya Yang Berjudul “Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir” Oleh Muhammad

Ali. Bandung: Jabal, 2018.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lantera Hati, 2002.

Shihab, M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, Dan Aturan Yang

Patut Anda Ketahui Dalam Memahamial-Quran, Tangerang: Lantera Hati,

2013.

Sofia, Adib. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Karyamedia,2012.

Sofyan, Muhammad. Tafsir Wal Mufassirun. Medan: Perdana Publishing, 2015.

Tim Redaksi, Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Tarigan, Azhari Akmal. Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, Bandung: Citapustaka Media

Perintis, 2012.

Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa, Fakultas Ushuluddin

IAIN STS Jambi, Jambi: Fakultas Ushuluddin IAIN STS Jambi,2016.

W. Alhafidz, Ahsin. Indahnya Ibadah Dalam Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2010.

Tesis/Skripsi

Majid, Ahmad. “Fasiq Dalam Gambaran Tafsir Ibnu Katsir”. Skripsi Sarjana:

Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016. Noor, Syahdian. “Istinbath Hukum Terhadap Upah Mengajar Al-Quran (Analisis Pendapat

Fuqaha Klasik Dan Kontemporer)”. Tesis. Banjarmasin: Program Pascasarjana

IAIN Antasari Banjarmasin,2016. Yuliana, Dewi. “Model Upah Adil Perspektif Ibnu Taimiyah”. Skripsi. Jambi: Fakultas

Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2014. Samak, Muhammad Jawais. “Amanah Dalam Al-Quran (Kajian Tematik Tafsir Al-

Quran Al- Azim Karya Ibnu Katsir) Skripsi UIN SUNAN KALIJAGA,

YOGYAKARTA 2017.

Page 102: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

Jurnal

Armansyah Walian. “Konsepsi Islam Tentang Kerja Rekonstruksi Terhadap

Pemahaman Kerja Seorang Muslim.” Jurnal An Nisa’a, Vol 8, No. 1, Juni

(2013), 63-80.

Fuad Riyadi. “Sistem Dan Strategi Pengupahan Perspektif Islam.” Jurnal

Iqtishadia, Vol 8, No. 1, Maret (2015), 155-188.

Siswadi. “Pemberian Upah Yang Benar Dalam Islam Upaya Pemerataan Ekonomi

Umat Dan Keadilan.” Jurnal Ummul Qura, Vol Iv, No. 2 (2014), 107.

Tarbawi, Manhaj. “Ibadah.” Jurnal Divisi.Pendidikan Yayasan Al‐Fityan Jakarta

(2018), 1.

Yusuf, Sri Dewi. “Konsep Penentuan Upah Dalam Ekonomi Islam.” Jurnal Al-

Ulum Volume. 10, Nomor 2 (2010), 311.

Website

Jakim, IslamGRID 2.0 Obor yang Menyinari Alam, diakses melaui alamat

http://ii.islam.gov.my/articles/ibadah/pengertian-ibadah.php, tanggal 7 Disember 2018.

Idwal B. Dosen Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam Iain Bengkulu,Upah Dan

Tenaga Kerja Dalam Islam,diakses melalui alamat

www.academia.edu/26696012/UPAH_DAN_TENAGA_KERJA_DALA

M_ISLAM. tanggal 7 Disember 2018 .

Siswadi, S.Ag., S.Pd., M.Pd.I, Pemberian Upah Yang Benar Dalam Islam Upaya

Pemerataan Ekonomi Umat Dan Keadilan diakses melalui. Alamat

https://sublibrary.com/view?t=105+PEMBERIAN+UPAH+YANG+BEN

AR+DALAM+ISLAM+UPAYA+...&u=http%3A%2F%2Fejournal.kopert

ais4.or.id tanggal 8 disember 2018

Majjah,Ibnu. “Biografi Imam Ibnu Katsir”. diakses melalui alamat

https://ibnumajjah.files.wordpress.com/2018/02/biografi-ibnu-katsir-asy-

syafi_i. tanggal 22 mei 2019.

Page 103: PENERIMAAN UPAH DALAM PELAKSANAAN IBADAH MENURUT …

CURRICULUM VITAE

A. Informasi Diri

Nama : Wan Muhammad Fadli Bin Wan Manan

Tempat & Tgl. Lahir : Pahang, Malaysia & 22 Mei 1995

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Kampung Pengkalan Berangan 21040

Marang, Terengganu.

B. Riwayat Pendidikan

S1 UIN STS Jambi : 2017-2019

Kolej Universiti Darul Qur’an Islamiyyah : 2014-2017

Ma’ahad Darul Quran : 2008-2014

Sekolah Rendah Pengkalan Berangan : 2002-2008