penerimaan keluarga penderita hiv melalui …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan teknik...

69
PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI KONSELING KELUARGA DENGAN TEKNIK HUMANISTIK SKRIPSI Oleh : Virgina Dwiki Zilma Zuraida 201410230311137 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019

Upload: others

Post on 21-Feb-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI

KONSELING KELUARGA DENGAN TEKNIK HUMANISTIK

SKRIPSI

Oleh :

Virgina Dwiki Zilma Zuraida

201410230311137

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

Page 2: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI

KONSELING KELUARGA DENGAN TEKNIK HUMANISTIK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang

sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh :

Virgina Dwiki Zilma Zuraida

201410230311137

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

Page 3: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

i

LEMBAR PENGESAHAN

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Virgina Dwiki Zilma Zuraida

Nim : 201410230311137

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal, 24 Oktober 2019

Dan dinyatakan memenuhi syarat kelengkapan

memperoleh gelar Sarjana (S1) Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

SUSUNAN DEWAN PENGUJI:

Ketua/ Pembimbing I, Sekretaris/ Pembimbing II,

Dr. Rr. Siti Suminarti Fasikhah, M.Si Putri Saraswati, S.Psi, M.Psi

Penguji 1, Penguji 2,

Hudaniah, S.Psi, M.Si Hanif Akhtar, S.Psi., MA.

Mengesahkan

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang,

M. Salis Yuniardi, M.Psi., PhD

Page 4: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Virgina Dwiki Zilma Zuraida

NIM : 201410230311137

Fakultas/Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :

Penerimaan Keluarga Penderita HIV melalui Konseling Keluarga dengan

Teknik Humanistik

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam

bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan

sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan

Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini

tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang

yang berlaku.

Malang, 6 November 20192

Mengetahui, Yang menyatakan,

Ketua Program Studi

Susanti Prasetyaningurm, S.Psi., M.Psi Virgina Dwiki Zilma Zuraida

Page 5: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Penerimaan Keluarga Penderita HIV melalui Konseling Keluarga

dengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar

sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari bahwa selama masa perkuliahan dan dalam proses

penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bimbingan dan

petunjuk serta bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak M.Salis Yuniardi, S.Psi., M.Psi., Ph.D selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Susanti Prasetyaningurm, S.Psi., M.Psi selaku Ketua Program Studi.

3. Ibu Dr. Rr. Siti Suminarti Fasikhah, M.Si dan Ibu Putri Saraswati M.Psi.,

selaku dosen pembimbing.

4. Keluarga tersayang, alm.Papa, mama, nenek, mbak Septi dan mas One, serta

Fari dan Fira yang selalu ada dan selalu memberikan dukungan untuk saya.

5. Teman – teman tercinta dan tersayang Revin, Sonia, Ratri, Nadia, Arif, Tasya,

Putri, Ade, Hasna, mbak Anis, mbak Sabrina, Eli, dan mas Riyadi, tempat

berkeluh kesah dan selalu membantu dan menyemangati dalam proses

pengerjaan skripsi

6. Teman – teman Fakultas Psikologi khususnya kelas F angkatan 2014 yang

selalu bersama selama masa suka dan duka dalam perkuliahan.

7. Kepada Bu Sasa Puskesmas Turen, seluruh keluarga subjek penelitian dan

perkumpulan HIV Puskesmas Turen yang telah membantu kelancaran

penelitian ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah banyak

memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga

kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan oleh penulis. Meski

demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti secara

khusus, dan bagi pembaca pada umumnya.

Malang,

Penulis

Virgina Dwiki Zilma Zuraida

Page 6: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ i

SURAT PERNYATAAN ........................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ....................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vi

ABSTRAK .................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ...................................................................................... 2

Rumusan Masalah ................................................................................ 5

Tujuan Penelitian ................................................................................. 5

Manfaat Penelitian ............................................................................... 5

LANDASAN TEORI .................................................................................. 5

Penerimaan Keluarga ........................................................................... 5

Konseling Keluarga Humanistik ......................................................... 9

Penerimaan Keluarga dan Konseling Keluarga Humanistik ............... 11

Kerangka Berpikir ............................................................................... 12

Hipotesa ............................................................................................... 12

METODE PENELITIAN ............................................................................ 13

Rancangan Penelitian ........................................................................... 13

Subjek Penelitian ................................................................................. 14

Variabel dan Instrumen Penelitian ....................................................... 14

Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ........................ 15

Prosedur dan Analisa Data ................................................................... 16

HASIL PENELITIAN ................................................................................ 17

DISKUSI ..................................................................................................... 19

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ................................................................. 23

REFERENSI ............................................................................................... 24

LAMPIRAN ................................................................................................ 27

Page 7: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rancangan Penelitian .................................................................... 13

Tabel 2. Alternatif Jawaban Skala Penerimaan Keluarga ........................... 15

Tabel 3. Kriteria Penerimaan Keluarga ........................................................... 15

Tabel 4. Validitas dan Reliabilitas Skala Penerimaan Keluarga ................. 16

Tabel 5. Karakteristik Subjek Penelitian ..................................................... 17

Tabel 6. Perbandingan Skor Penerimaan Keluarga Sebelum dan Setelah

Proses konseling ............................................................................ 17

Tabel 7. Deskriptif Uji Wilcoxon Data Pre test dan Post test ..................... 18

Tabel 8. Perbandingan Persentase Skor Pre test dan Post test pada Setiap

Karakteristik .................................................................................. 18

Page 8: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Blue Print Skala Penerimaan Keluarga .................................. 27

Lampiran 2. Skala Penerimaan Keluarga .................................................... 30

Lampiran 3. Skor Pre test dan Post test ....................................................... 34

Lampiran 4. Tabel Presentase Per Karakteristik ......................................... 37

Lampiran 5. Hasil Analisis Uji Wilcoxon .................................................... 39

Lampiran 6. Tabel Tahapan Konseling ....................................................... 41

Lampiran 7. Lembar Observasi .................................................................... 52

Lampiran 8. Informed Consent ................................................................... 57

Lampiran 9. Hasil Uji Plagiasi .................................................................... 59

Page 9: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

1

PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI

KONSELING KELUARGA DENGAN TEKNIK HUMANISTIK

Virgina Dwiki Zilma Zuraida

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

[email protected]

Penerimaan keluarga merupakan sebuah kondisi dimana sebuah keluarga dapat

memahami kondisi anggota keluarganya yang ditandai dengan sikap menyayangi,

memberikan perhatian, menyediakan kebutuhan, serta memiliki perasaan bahagia

ketika merawat keluarganya. Subjek penelitian ini adalah sebuah keluarga yang

memiliki penerimaan yang rendah terhadap keluarganya yang sedang menderita

HIV. Salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan keluarga adalah dengan

konseling keluarga dengan pendekatan humanistik. Konseling keluarga humanistik

merupakan sebuah proses pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli dengan

melibatkan anggota keluarga yang dalam prosesnya konseli akan didorong untuk

menemukan solusi permasalahannya sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui apakah konseling keluarga humanistik dapat meningkatkan

penerimaan pada keluarga penderita HIV. Subjek dalam penelitian ini adalah

sebuah keluarga berjumlah enam orang yang memiliki penerimaan yang rendah

pada keluarganya yang menderita HIV. Penelitian ini menggunakan desain

penelitian pra eksperimen dengan model One Group Pre Test and Post Test. Hasil

penelitian yang telah diuji dengan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat

peningkatan secara signifikan pada subjek setelah diberikan perlakuan konseling

dimana nilai p < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konseling keluarga

humanistik dapat meningkatkan penerimaan pada keluarga penderita HIV

Kata kunci:Konseling keluarga humanistik, penerimaan keluarga, penderita HIV

Family acceptance can be described as a condition where a family can understand

their family member’s condition signed by a good affection, caring, and happy

feelings while take care of their family members. The subjects of this research were

a family who has a low family acceptance to their family member with HIV

condition. There are many ways to increase tha family acceptance, one of them is

by giving a family counseling with humanistic approach. Humanistic family

counseling is an intervention by counselor to counselee, that will involving their

family members during process and effort the counselee to figure out their own

problem and solution. The objective of this study was to verify whether family

counseling could increase the family acceptance. The subjects on this research is

one family with six members that have a low score of family acceptance to their sick

family member. Design of this research was a pre experimental design with One

Group Pre Test and Post Test model. Research results using Wilcoxon showed there

was a significant increasing in family acceptance level after counseling where p < 0.05. Therefore, it can be concluded that humanistic family counseling could

increase the family acceptance among HIV patient.

Keywords: Humanistic family counseling, family acceptance, HIV patient

Page 10: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

2

HIV (the Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh rentan terkena penyakit (Avert, 2018).

Meskipun saat ini sudah terdapat obat Antiretroviral untuk mengurangi resiko

penyakit yang ditimbulkan oleh HIV, HIV saat ini masih menimbulkan keresahan

di kalangan masyarakat dunia dikarenakan belum ditemukan penyembuhnya

(Kompas, 2017 dalam Afandy, 2017). Sejak ditemukan pada tahun 1983, saat ini

sudah terdapat kurang lebih 21.000.000 orang yang didiagnosa memiliki HIV,

7.000.000 orang yang sudah dalam tahap AIDS, dan 4.500.000 yang telah

meninggal dikarenakan AIDS di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia sudah

terdapat sekitar 730.000 jiwa penderita HIV yang tersebar di seluruh wilayah

Nusantara tidak terkecuali Malang Raya (UNAIDS, 2018). Berdasarkan data Dinas

Kesehatan Kota Malang (2017), sudah terdapat 3800 orang yang didiagnosa

memiliki HIV per tahun 2017 dan jumlah tersebut masih terus bertambah. Hal

tersebut menjadikan kota Malang sebagai kota kedua dengan jumlah pengidap HIV

terbanyak setelah kota Surabaya.

Pada penderita HIV isu kesehatan bukanlah satu-satunya permasalahan yang

mereka hadapi. Menurut Sharma (2016) permasalahan yang dapat dihadapi oleh

penderita HIV antara lain terkait masalah kesehatan mental dan juga sosial. Bagi

penderita HIV, terutama yang baru terdiagnosa, akan sangat mungkin bagi mereka

untuk menolak keadaan bahwa mereka terjangkit HIV, dan hal tersebut akan

membuat mereka mengalami kecemasan atau bahkan depresi. Stigma dari

masyarakat dimana mereka menganggap bahwa HIV adalah penyakit kronis yang

disebabkan oleh tindakan tidak terpuji juga membuat penderita HIV akan merasa

bersalah dan terkucilkan dari lingkungan. Permasalahan sosial tidak hanya

bersumber pada masyarakat, melainkan juga dapat berasal dari keluarga. Pada

pasangan, permasalahan HIV dapat menuntun kepada kegagalan sebuah hubungan

dikarenakan perasaan bersalah dan menyalahkan pada penderita HIV tersebut

(Sharma, 2016). Kemudian pada keluarga dimana terdapat anak atau saudara yang

terjangkit HIV, akan ada anggota keluarga yang akan merasa tidak nyaman

dikarenakan kecemasan untuk ikut tertular, maupun permasalahan ekonomi

dikarenakan pengobatan yang harus dilakukan seumur hidup oleh penderita HIV.

Hal tersebut akan menjadi beban terutama pada keluarga dengan tingkat

perekonomian menengah ke bawah (Sharma, 2016). Permasalahan yang menjadi

fokus peneliti adalah bagaimana keluarga sebagai living system pada penderita HIV.

Individu yang terdiagnosa mengidap HIV/AIDS memerlukan perhatian khusus

terutama dari keluarganya yang merupakan support system utama bagi penderita

HIV. Sejak lahirnya seorang anak, keluarga memiliki tanggung jawab sebagai

penyedia kebutuhan dan dukungan baik dukungan emosional, informasi,

instrumental, dan penilaian. Dukungan tersebut akan memiliki hubungan terkait

well-being seorang anak tidak terkecuali ketika seorang anak tersebut terjangkit

HIV (Pacheco BP, Gomes GC, Xavier DM, Nobre CMG, Aquino DR, 2016). Anak

dengan HIV/AIDS memerlukan dukungan keluarga untuk mendukung

perkembangan sosial maupun emosional mereka. Anggota keluarga perlu mengerti

bagaimana merawat keluarga yang terkena HIV, perencanaan dan penanggulangan

Page 11: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

3

yang tepat untuk mendukung keberlangsungan hidup penderita HIV, juga dukungan

emosional dan penerimaan terkait kondisi keluarganya yang terjangkit HIV

(Pacheco BP, Gomes GC, Xavier DM, Nobre CMG, Aquino DR, 2016).

Asesmen telah dilakukan pada seorang remaja perempuan yang baru saja

didiagnosa mengidap HIV dan juga keluarganya yang terdiri dari ayah, ibu, nenek,

dua orang kakaknya dan neneknya. Berdasarkan hasil asesmen yang telah

dilakukan, diketahui bahwa remaja tersebut merasa sudah dapat menerima

kondisinya sebagai penderita HIV. Namun, remaja tersebut merasa bahwa

meskipun keluarganya tidak membencinya dan tetap merawatnya, tetapi

keluarganya jarang mengajak untuk bercakap-cakap, sedikit menjaga jarak serta

selalu terlihat murung sejak mengetahui bahwa dirinya terkena HIV. Bagi penderita

HIV, penerimaan keluarga sangat penting, namun terdapat beberapa hal yang

menyebabkan anggota keluarga merasa sulit untuk menerima keadaan dari anggota

keluarga yang mengidap HIV. Menurut hasil asesmen yang dilakukan pada anggota

keluarga penderita HIV, dapat diketahui permasalahan utama yang membebani

mereka adalah karena permasalahan sosial

“...menakutkan rasanya, kalau saya ingat orang-orang itu lihat anak saya. Saya

digunjingkan dan diolok-olok itu seperti sudah hal biasa. Tentu saja saya sakit hati

tapi tidak bisa berbuat apa-apa cuma bisa ‘sambat’ dan marah di rumah...”.

Mengutip pernyataan dari ibu penderita HIV yang telah diasesmen sebelumnya,

dapat diketahui bahwa ibu dari penderita HIV tersebut takut akan diskriminasi dari

warga sekitar yang menganggap bahwa penderita HIV dan keluarganya harus

dijauhi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Da Silva LMS,

Tavares JSC (2015) yang menyebutkan bahwa keluarga pada umumnya tidak akan

mendiskusikan penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya dikarenakan takut

akan stigma sosial dan juga diskriminasi. Dikarenakan hal tersebut, keluarga yang

memiliki anggota keluarga dengan penyakit HIV akan merasa terisolasi dan

sendirian karena mereka tidak mendapatkan dukungan dari tetangga, dan teman

sehingga mereka terpaksa untuk menanggung beban penuh sendirian atau bersama

keluarganya saja. Permasalahan kedua yang dihadapi oleh keluarga yang memiliki

pasien pengidap HIV adalah karena sulitnya merawat pasien HIV

“.. anak saya itu hampir setiap beberapa jam sekali mengeluh sakit kepala, sakit

perut, muntah. Saya sering terbangun tengah malam karena melihat anak saya

kesakitan. Pokoknya kondisi rumah semakin gak karuan sejak HIV”. Menurut ayah

penderita HIV tersebut, dapat diketahui bahwa anggota keluarga merasa terbebani

dengan kondisi anaknya yan sedang mengalami HIV. Hal tersebut sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Da Silva LMS, Tavares JSC (2015) yang

menyebutkan bahwa keluarga pasien pengidap HIV harus menghadapi keluhan

penderita HIV terutama pada fase awal diagnosis dan hal tersebut bukan merupakan

hal yang mudah karena keluarga akan menghadapi kesulitan-kesulitan terkait

dengan perannya sebagai perawat anggota keluarga yang terkena HIV

Permasalahan lain yang dirasakan oleh anggota keluarga terhadap anak yang

mengidap HIV adalah karena masalah ekonomi. Berdasarkan hasil asesmen

diketahui bahwa keluarga subjek adalah keluarga dengan golongan menengah

bawah. Ayah subjek bekerja di bengkel motor dan Ibu subjek adalah seorang buruh

Page 12: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

4

pabrik. Subjek juga memiliki seorang kakak yang belum bekerja dan seorang kakak

yang juga menjadi buruh pabrik. Kemudian ada neneknya yang dari kecil merawat

subjek. Meskipun saat ini sudah terdapat bantuan dari pemerintah untuk pengobatan

HIV/AIDS, keluarga subjek menjelaskan bahwa terdapat beberapa obat yang harus

dibeli tanpa adanya bantuan dari pemerintah dan menurut penuturan dari keluarga

tersebut, obat yang harus dibeli tidaklah murah.

Menurut Coopersmith (1967), penerimaan orang tua akan tercermin melalui

perhatian mereka terhadap anaknya, peduli dan peka terhadap kepentingan-

kepentingan anak, serta mengungkapkan kasih sayang kepada anak. Berdasarkan

hasil asesmen yang dilakukan oleh peneliti, orang tua subjek belum mencerminkan

sikap penerimaan yang seharusnya ada pada setiap diri orang tua terhadap anaknya.

Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Johnson dan Medinnus (1967) bahwa

ketika orang tua memiliki sikap penerimaan terhadap anaknya, orang tua akan

merawat dan mengasihi anaknya dengan penuh kebahagiaan. Berdasarkan hasil

observasi dan wawancara pada asesmen yang telah dilakukan pada orang tua

subjek, orang tua subjek merasa terbebani dan takut terkait kondisi subjek yang

mengidap HIV. Mereka menunjukkan sikap mengeluh, dan mengacuhkan anggota

keluarganya yang mengidap HIV. Sikap yang seperti itulah yang menyebabkan

adanya konflik dalam keluarga. Menurut Rubin (dalam Lestari, 2012) ada beberapa

cara untuk mengelola sebuah masalah, salah satunya adalah pengacuhan (inaction)

seperti yang dilakukan keluarga tersebut ketika asesmen. Sehingga berdasarkan

pemaparan tersebut diketahui bahwa orang tua subjek belum memiliki penerimaan

terhadap subjek.

Anggota keluarga seringkali menemui kesulitan dan keterbatasan dalam hal

menyediakan kepedulian serta merawat anggota keluarga lain yang sakit. Oleh

karena itu, praktisi kesehatan baik fisik maupun mental harus peduli baik kepada

penderita HIV maupun dengan keluarganya (Da Silva LMS, Tavares JSC, 2015).

Porter (dalam Jersid, 1975) mengungkapkan bahwa ada empat bentuk penerimaan

keluarga, yaitu : (1) menunjukkan perasaannya kepada anak atau anggota keluarga

dan mengakui bahwa mereka mempunyai hak untuk mengetahuinya, (2)

beranggapan bahwa setiap anak unik dan berharga walaupun memiliki

keterbatasan, (3) menilai bahwa anak dapat mandiri dan dapat menjadi sesuatu yang

berharga nantinya, (4) mencintai anak tanpa pamrih. Ditinjau dari pernyataan

tersebut, peneliti mengetahui bahwa keluarga subjek belum menunjukkan

penerimaan keluarga sepenuhnya kepada anggota keluarganya yang saat ini sedang

menderita HIV.

Berdasarkan asesmen, peneliti bermaksud untuk menggunakan perlakuan dimana

perlakuan tersebut diharapkan dapat membantu keluarga subjek perlakuan tersebut

melibatkan kedua belah pihak, baik penderita HIV tersebut, dan juga keluarganya.

Intervensi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah konseling keluarga. Menurut

Nurhayati (2011) konseling keluarga adalah pemberian bantuan kepada keluarga

dalam hal interaksi antar anggota keluarga sehingga keluarga tersebut dapat

mengatasi masalah keluarga dan berfokus pada kesejahteraan seluruh anggota

keluarga. Walker, 1992 (dalam Sharma, 2016) menuturkan bahwa terapi keluarga

pada keluarga yang memiliki anggota yang menderita HIV harus menekankan

Page 13: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

5

bahwa keluarga sejatinya adalah living system yang harus merawat dan

mempedulikan anggota keluarganya yang sedang HIV/AIDS. Konseling keluarga

akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan humanistik. Konselor

menggunakan teknik client centered counseling dimana konseling akan terfokus

pada konseli sebagai bagian dari keluarga dan sebagai individu. Pendekatan ini

dikembangkan oleh Carl Rogers pada sekitar tahun 1950 dimana pendekatan ini

didasarkan pemahaman bahwa setiap manusia merupakan individu yang

mengambil kontrol penuh terhadap diri mereka sendiri, bersifat subjektif, tidak

statis dan memiliki motivasi ke arah aktualisasi diri (Corey, 2013).

Menurut Carl Rogers, client centered counseling melibatkan penerimaan, rasa

hormat, pemahaman, menenangkan hati, memberi dorongan, memberi pertanyaan

terbatas, dan perefleksian pernyataan serta perasaan konseli (McLeod, 2014).

Peneliti menggunakan teknik client centered counseling karena pendekatan ini

sesuai dengan kondisi yang sedang dialami oleh konseli. Dengan teknik ini

diharapkan keluarga subjek dapat memahami dan menerima kondisi anaknya yang

sedang mengidap penyakit HIV, mengambil keputusan yang tepat dalam menjaga

dan mendukung anaknya, serta berperan dengan benar sebagai keluarga yang

seharusnya menjadi living support anggota keluarga lainnya terlepas dari kondisi

anaknya yang sedang mengidap HIV.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah yaitu apakah

konseling konseling keluarga dapat meningkatkan penerimaan keluarga pada

keluarga penderita HIV. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah

konseling keluarga humanistik dapat meningkatkan penerimaan keluarga pada

keluarga penderita HIV. Kemudian, secara teoritis penelitian ini dapat menambah

wawasan dalam ilmu psikologi, khususnya tentang penggunaan intervensi

konseling keluarga pada penderita HIV dan keluarganya untuk meningkatkan

penerimaan keluarga. Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya bagi keluarga penderita HIV

agar lebih memperhatikan dan menerima kondisi dari keluarganya yang mengidap

HIV sehingga tidak terpuruk dengan keadaannya. Bagi peneliti selanjutnya,

penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk acuan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya di bidang psikologi.

Penerimaan Keluarga

Keluarga pada dasarnya adalah pemegang peranan penting dalam living system.

Keluarga memiliki fungsi untuk melindungi anggotanya, menyayangi mereka, dan

menyediakan kebutuhan dasar, serta memberikan dukungan pada setiap individu

dalam keluarga tersebut (Schiamberg, 1983). Menurut Achmad (2006), komponen

utama pembentuk sebuah hubungan yang baik adalah adanya dukungan dan sikap

penerimaan terlepas dari kondisi keluarganya. Tetapi dalam kenyataanya, tidak

semua anggota keluarga dapat menerima keadaan anggota keluarga lainnya yang

sedang dalam keadaan khusus, terutama yang merugikan mereka dan tidak sesuai

dengan norma dan aturan di keluarga tersebut (Gordon, 1999).

Page 14: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

6

Sebuah keluarga dapat dikatakan mempunyai penerimaan keluarga yang baik

apabila peduli dan menyayangi anak terlepas dari kondisi anak tersebut (Hurlock,

2001). Penerimaan keluarga juga dapat diartikan dengan sikap perhatian kepada

anak, peka terhadap kepentingan-kepentingan anak, serta relasi yang penuh dengan

rasa bahagia ketika merawat dan membesarkan anak (Coopersmith, 1976). Saat

sebuah keluarga memiliki orang terdekat yang tidak sesuai dengan harapan mereka,

maka akan terdapat dua kemungkinan yaitu menerima atau tidak menerima. Sikap

penerimaan keluarga adalah keadaan dimana keluarga dapat menerima kondisi

anggota keluarganya yang tidak sesuai dengan harapan mereka (Gargiulo, 1985

dama Fauziah, 2010). Uraian tersebut didukung oleh pernyataan Wenworth (1985)

bahwa penerimaan akan terjadi jika keluarga mampu terbiasa dan bisa

menyesuaikan diri dengan kondisi yang sedang dialami keluarganya. Tetapi lebih

lanjut diungkapkan bahwa sebelum menerima keadaan anggota keluarganya,

individu tersebut harus bisa menerima kondisi dirinya sendiri sehingga mereka akan

lebih mudah memahami kondisi orang-orang terdekatnya terutama keluarga

(Jersild, 1975)

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan

keluarga adalah suatu kondisi dimana sebuah keluarga dapat menerima kondisi

anggota keluarganya yang ditandai dengan sikap menyayangi, memberikan

perhatian, menyediakan kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya serta memiliki

perasaan bahagia dalam merawat anak dan anggota keluarganya yang lain. Kubler-

Ross (1969) dalam teorinya Five Stages of Grief, mengemukakan bahwa setiap

orang akan melewati beberapa tahap yang akan mereka lalui untuk mencapai tahap

menerima. Tahapan tersebut adalah denial (penolakan), anger (rasa marah),

bargaining (menawar), depression (depresi), dan acceptance (penerimaan).

Kemudian dengan mengadaptasi teori dari Kubler Ross tersebut, Gargiulo (1985)

dalam bukunya Working with Parents of Exceptional Children menerangkan

beberapa tahapan dari proses penerimaan diri orangtua terhadap anaknya yang

memiliki keterbatasan. Tahapan tersebut antara lain :

1. Shock (merasa terkejut)

Ketika seorang anggota keluarga mengalami sebuah gangguan, keluarga

terutama orang tua akan merasa terkejut dan tidak siap menrima kondisi

anaknya yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Pada tahapan ini mereka

akan merasa tidak berdaya atas kondisi tersebut (Gargiulo, 1985, dalam

Fauziah, 2010)

2. Denial (penolakan)

Pada fase ini, keluarga akan menolak atas kekurangan yang terjadi pada anggota

keluarganya. Biasanya mereka akan mencari pembenaran lewat para ahli bahwa

anaknya sedang dalam keadaan yang baik (Gargiulo, 1985, dalam Fauziah,

2010).

3. Grief and depression (duka dan depresi)

Ketika keluarga sudah mengetahui kebenaran bahwa anggota keluarganya

sedang sakit, maka mereka akan merasakan duka dan kesedihan karena anaknya

tidak seperti harapan mereka di masa lalu. Nantinya mereka juga akan

merasakan depresi karena menganggap diri sendiri gagal membesarkan anak

dan anak tersebut tumbuh tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan

(Gargiulo, 1985, dalam Fauziah, 2010).

Page 15: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

7

4. Ambivalence (pertentangan)

Saat seorang anak terkena gangguan, umunya anggota keluarga akan merasakan

pertentangan batin. Pada satu sisi mereka merasa bersalah dan gagal sehingga

hal tersebut akan memunculkan perasaan-perasaan negatif pada anak. Namun

pada saat yang sama mereka merasa bahwa mereka harus tetap ada untuk

mendukung dan merawat anak serta memberikan kasih sayang tulus kepada

anaknya (Gargiulo, 1985, dalam Fauziah, 2010).

5. Guilt (merasa bersalah)

Orang tua terkadang akan merasa bersalah atas apa ynag terjadi pada anaknya.

Mereka akan merasa bertanggung jawab dan menganggap bahwa dialah yang

menyebabkan semua terjadi pada anaknya. Pada tahap ini terkadang muncul

pemikiran-pemikiran “andai saja...” (Gargiulo, 1985, dalam Fauziah, 2010).

6. Anger (rasa marah)

Pada tahap ini anggota keluarga yang memiliki anak yang mempunyai

gangguan akan merasa marah dan memiliki pemikiran mengapa harus dirinya

yang mengalami kondisi tersebut. Selain itu kemungkinan lain adalah terjadinya

displacement. Displacement adalah kondisi dimana rasa marah akan ditujukan

pada orang lain, umunya orang terdekat (Gargiulo, 1985, dalam Fauziah, 2010)

7. Shame and embarassment (merasa malu)

Perasaan malu atas anak yang sedang sakit akan timbul ketika lingkungan sosial

menolak, mengasihani, atau bahkan mengejak kondisi anak tersebut. Reaksi

yang seperti itu akan membuat harga diri keluarga turun karena memiliki anak

yang tidak sesuai harapan (Gargiulo, 1985, dalam Fauziah, 2010)

8. Bargaining (menawar)

Pada tahap ini orang tua akan berusaha melakukan penawaran pada pihak

manapun. Fase ini adalah cara ketika orang tua memiliki harapan dapat

membuat kesepakatan dengan Tuhan, para ahli, maupun siapapun. Keluarga

akan berusaha semaksimal mungkin dan sebaik yang mereka bisa asalkan

anaknya bisa kembali seperti sedia kala (Gargiulo, 1985, dalam Fauziah, 2010)

9. Adaptation and reorganization (membiasakan diri dan menata diri)

Tahap ini merupakan tahap yang membutuhkan waktu. Keluarga sedikit demi

sedikit mulai merasa nyaman dengan kondisi anggota keluarganya yang sakit

dan sudah mulai berusaha menata kembali perasaannya (Gargiulo, 1985, dalam

Fauziah, 2010)

10. Acceptance and adjusment (penerimaan dan penyesuaian)

Fase ini merupakan fase akhir atau bisa dikatakan tujuan akhir dari seluruh

tahapan sebelumnya. Secara sadar orang tua akan mulai memahami, menerima

dan mencari pemecahan masalah. Keluarga tidak hanya menerima kondisi

anggota keluarganya yang sedang sakit, tetapi juga berusaha menerima diri

sendiri dan akan menyesuaikan atas perubahan yang telah dialaminya

(Gargiulo, 1985, dalam Fauziah, 2010)

Hurlock (2002) memaparkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

penerimaan keluarga terhadap anak dengan kebutuhan khusus. Faktor-faktor yang

mempengaruhi tersebut antara lain:

1. Tanggapan orang tua kepada anak akan mempengaruhi sikap orang tua tersebut

2. Semua orang tua memiliki konsep “anak idaman” yang diinginkan bahkan

sebelum anak tersebut lahir

Page 16: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

8

3. Tipe pengasuhan orang tua akan mempengaruhi sikap orang tua terhadap

anaknya

4. Problem solving yang dipilih orang tua merefleksikan bagaimana orang tua

memperlakukan anak

5. Harapan orang tua sebagai wujud keinginan individu kepada anaknya

Sikap keluarga saat menghadapi anggota keluarganya yang sedang mengalami

kondisi yang tidak baik sangat menentukan kondisi anak tersebut. Jika orang tua

menujukkan sikap negatif seperti penolakan, rasa marah dan lain sebagainya, anak

cenderung akan bersikap menolak pula. Tetapi ketika keluarga dan orang tua

bersikap positif, maka sebaliknya anak akan menunjukkan sikap positif juga. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Marijani (2003) bahwa sikap orang tua sangat

mempengaruhi kondisi anak, apabila orang tua menunjukkan sikap menolak, akan

timbul sikap anak yang sulit diarahkan. Orang tua dan keluarga sebagai living

support anggota keluarga lainnya sudah pasti harus menunjukkan sikap menerima

anak tanpa syarat agar tercipta kondisi keluarga yang sehat dan harmonis (Pacheco

BP, Gomes GC, Xavier DM, Nobre CMG, Aquino DR, 2016). Terdapat empat

bentuk dukungan yang dapat diberikan keluarga pada anggotanya yang sedang

dalam kondisi sakit (Norbeck, 2000):

1. Dukungan emosional

Setiap individu, terlebih individu yang sedang sakit akan memerlukan empati

khususnya dari orang terdekatnya. Dukungan emosional yang dapat diberikan

adalah adanya sikap menerima, memiliki komitmen akan perawatan individu

yang sedang sakit, melakukan social involvement terlebih kepada para ahli agar

penyakit dapat tertangani dengan baik, serta memiliki kasih sayang

2. Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan diperlukan setiap individu untuk menciptakan dan

mengembangkan harga diri positif. Dukungan yang dapat diberikan antara lain

affirmation yaitu sikap penegasan atau secara aktif mencari informasi tentang

hal-hal yang perlu dilakukan untuk perawatan. Kemudian listening atau

mendengarkan arahan tenaga ahli secara aktif serta discussion atau

mendiskusikan permasalahan terkait perawatan anggota keluarga yang sakit

3. Dukungan informasi

Sebuah keluarga yang memiliki anggota yang sedang sakit harus aktif mencari

informasi terkait penyakit yang sedang diderita. Informasi-informasi tersebut

terkait seputar penyakit, manajemen tindakan perawatan, respon terhadap

permasalahan, pengambilang keputusan, serta alternatif perawatan yang

diperlukan

4. Dukungan instrumental

Pada individu yang sakit, perawatan yang dilakukan bukan hanya sebatas

diserahkan seutuhnya pada praktisi kesehatan. Keluarga juga harus

memberikan dukungan berupa sumber daya, waktu, care help yang berupa

pemberian bantuan fisik dan pengawasan, dukungan finansial, serta dukungan

aktifitas.

Page 17: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

9

Kemudian, mendukung pernyataan tersebut, Soewadi (2003) lebih lanjut

menyebutkan bentuk penerimaan orang tua terhadap anak yang sedang sakit adalah:

1. Mengerti dengan keadaan anak apa adanya

2. Paham tentang kondisi anak, dapat menerima kondisi anak yang sakit

3. Sadar akan kelebihan dan kekurangan anak atas apa yang bisa dan tidak bisa

dilakukannya

4. Mengupayakan kebutuhan dan perawatan anak

5. Paham tentang sebab-sebab kondisi anak

6. Tidak merasa rendah diri karena kondisi anak yang berbeda dengan orang lain

7. Mendekatkan diri dengan anak agar tercipta ikatan batin yang kuat

8. Mencintai anak tanpa syarat

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga yang memiliki

sikap penerimaan yang baik kepada anak yang sedang sakit adalah menerima

kondisi anak apa adanya, merasa bahagia merawat anak, tidak merasa rendah diri

dan tidak takut akan anggapan orang lain tentang anaknya, mengupayakan

kesembuhan dan perawatan anak, serta memiliki kesadaran penuh bahwa anak

harus disayangi dan dicintai terlepas dari kondisi anak

Konseling Keluarga Humanistik

Konseling keluarga adalah sebuah metode yang difokuskan dan disusun untuk

memecahkan masalah-masalah dalam keluarga dalam usahanya untuk

menyelesaikan masalah pribadi klien (Golden dan Sherwood, dalam Latipun,

2001). Sedangkan menurut Crane (dalam Latipun, 2001) konseling keluarga

merupakan proses intervensi pada orang tua klien selaku individu yang memiliki

pengaruh besar dalam menetapkan sistem-sistem dalam keluarga, dengan kata lain

menentukan arah perilaku anggota keluarganya. Konseling keluarga dilakukan

karena konselor menganggap bahwa masalah klien bukan semata karena masalah

pribadi melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lain dalam keluarga. Proses

konseling akan terwujud dalam komunikasi antara konselor dan konseli, yang

dimana konselor akan menggunakan teknik-teknik tertentu dan hal tersebut

bertujuan untuk memperlancar komunikasi antar individu serta memungkinkan

konseli menemukan penyelesaian atas masalah yang sedang dibahas dalam kegiatan

konseling (Winkel, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling keluarga

merupakan sebuah proses pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli dengan

melibatkan anggota keluarga untuk membantu menyelesaikan permasalahan

konseli.

Prinsip-prinsip yang harus ada dalam konseling keluarga adalah (Perez, dalam

Hasnida 2008) :

1. Tidak ada anggota lain yang kedudukannya lebih tinggi dari anggota keluarga

yang lain atau dalam kata lain kedudukan setiap anggota keluarga adalah sejajar

2. Diagnostik permasalahan keluarga tidak perlu diperhatikan

3. Konselor melibatkan diri selama intervensi berlangsung

Page 18: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

10

4. Konselor mengupayakan agar semua anggota keluarga yang mengikuti

konsleing agar melibatkan diri secara aktif sehingga tercipta “intra family

involved”

5. Hubungan antara konselor dengan konseli bersifat sementara

6. Supervisi dilakukan secara aktual

Konseling keluarga dalam praktiknya memiliki tujuan yaitu menyembuhkan

permasalahan antara anggota keluarga dan diharapkan agar keluarga dapat melihat

realitas dengan mengesampingkan persepsi sehingga anggota keluarga dapat

mengembangkan struktur hubungan baru yang baik (Minuchin, dalam Latipun

2008). Tujuan-tujuan lain dalam konseling keluarga antara lain:

1. Agar anggota keluarga dapat belajar menghargai dinamika antar anggota

keluarga’

2. Membantu anggota keluarga agar menyadari fakta bahwa ketika ada anggota

keluarga yang mengalami masalah, maka hal tersebut akan mempengaruhi

persepsi dan interaksi anggota keluarga yang lain

3. Agar anggota keluarga bersama-sama dapat mengusahakan keseimbangan dan

keselarasan dalam keluarganya

4. Meningkatkan penghargaan antar anggota keluarga.

Pada penelitian ini konseling keluarga akan dilakukan menggunakan pendekatan

humanistik yaitu Client Centered Theraphy. Model pendekatan tersebut merupakan

hasil pemikiran Carl Rogers, dimana client centered theraphy merupakan teknik

terapi yang berpusat pada klien, yang dimana hubungan konselor dan klien akan

diwarnai kehangatan, rasa percaya, dan konseli diberikan kesempatan untuk

mengambil dan bertanggung jawab terhadap keputusannya, karena pada model

pendekatan ini tugas konselor adalah membantu konseli dalam mengenali

masalahnya sendiri hingga pada akhirnya dapat menemukan solusi bagi dirinya

sendiri (Corey, 2009). Pendekatan ini memandang bahwa seseorang yang memiliki

permasalahan pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi

masalahnya sendiri sehingga konseliakan dibiarkan untuk menemukan solusi

mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi.

Peran dan fungsi harus dimiliki konselor dalam konseling keluarga dengan

pendekatan humanis antara lain :

1. Konselor menerima konseli secara netral dan apa adanya dengan segala masalah

yang dihadapinya.

2. Konselor harus memiliki sikap yang sejalan antara kata dan perbuatannya.

3. Konselor memahami dunia konseli yang dilihat dari sudut pandang konseli

dengan empati.

4. Konselor harus bersikap objektif.

5. Konselor mengembangkan penghargaan emosional antar anggota keluarga

6. Konselor menyerahkan keputusan akhir dan solusi di tangan klien

7. Konselor memfasilitasi klien untuk bebas mengungkapkan pandangannya

8. Konselor berusaha menghilangkan pembelaan diri dari keluarga agar

terciptanya konseling yang kondusif

9. Konselor menjadi penengah dari permasalahan keluarga serta menyampaikan

maksud dan pesan yang ingin diutarakan oleh klien dan anggota keluarganya

Page 19: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

11

Sehingga dapat disimpulkan bahwa konseling keluarga humanistik merupakan

sebuah proses pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli dengan melibatkan

anggota keluarga, yang dalam prosesnya konseli bersama keluarganya akan

didorong untuk menemukan solusi permasalahannya sendiri

Penerimaan Keluarga dan Konseling Keluarga Humanistik

Sebuah keluarga dapat dikatakan mempunyai penerimaan keluarga yang baik

apabila peduli dan menyayangi anak terlepas dari kondisi anak tersebut (Hurlock,

2001). Penerimaan keluarga juga dapat diartikan dengan sikap perhatian kepada

anak, peka terhadap kepentingan-kepentingan anak, serta relasi yang penuh dengan

rasa bahagia ketika merawat dan membesarkan anak (Coopersmith 1976). Menurut

uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan keluarga adalah

suatu kondisi dimana sebuah keluarga dapat menerima kondisi anggota keluarganya

yang ditandai dengan sikap menyayangi, memberikan perhatian, menyediakan

kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya serta memiliki perasaan bahagia dalam

merawat anak dan anggota keluarganya yang lain

Agar tercapainya penerimaan keluarga yang baik, maka diperlukan sebuah

intervensi berupa konseling keluarga. Pendekatan yang akan dipakai oleh konselor

dalam konseling keluarga adalah dengan pendekatan humanistik. Dalam teori

humanistik, permasalahan yang terjadi merupakan akibat dari pilihan seseorang,

bukan permasalahannya. Pilihan-pilihan tersebut menjadi sebuah faktor penentu

yang mempengaruhi tindakan dan pemikiran seseorang. Pada konseling keluarga

humanistik tersebut, konselor akan mengarahkan dan memfasilitasi para konseli

agar secara aktif menyampaikan pendapatnya kepada masalah yang dihadapi dalam

keluarga sehingga para anggota keluarga yang mengikuti proses konseling akan

mengetahui pemikiran dan pendapat anggota yang lain dan secara bersama-sama

menemukan solusi bagi permasalahan mereka.

Pada kegiatan konseling keluarga, akan terdapat interaksi antara konselor dengan

konseli dimana konselor akan berempati terhadap masalah yang sedang dihadapi

klien sehingga terciptanya hubungan yang terapeutik. Selain itu juga akan ada

interaksi antar konseli agar mereka dapat mengetahui apa yang sedang dirasakan

oleh anggota keluarganya. Dengan cara tersebut diharapkan orang tua dan anggota

keluarga subjek berempati pada penderitaan anggota keluarganya sehingga

terciptanya penerimaan keluarga yang baik. Berdasarkan uraian di atas, maka

intervensi menggunakan metode konsling keluarga dengan pendekatan humanistik

dianggap efektif dalam membentuk penerimaan keluarga pada pasien HIV

Page 20: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

12

Kerangka Berpikir

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, keluarga penderita HIV tersebut akan diberi

perlakuan berupa konseling keluarga dengan pendekatan humanistik dan

diharapkan keluarga dari penderita HIV tersebut akan mengalami perubahan berupa

meningkatnya penerimaan akan kondisi keluarganya

Hipotesa

Konseling keluarga humanistik mampu meningkatkan penerimaan keluarga pada

keluarga dari penderita HIV.

KELUARGA DARI PENDERITA HIV

Penerimaan keluarga :

1. Shock

2. Denial

3. Grief and Depression

4. Ambivalence

5. Guilt

6. Anger

7. Shame and Embarassment

8. Bargaining

9. Adaptation and reorganization

10. Acceptance and Adjusment

Konseling Keluarga Humanistik :

1. Tahap Orientasi dan Eksplorasi: membangun rapport, pre-test,

mengemukakan tujuan dan manfaat serta peraturan konseling

2. Tahap Transisi : kesiapan konsli dan gambaran proses konseling

3. Tahap Working Stage 1 &2 : penjelasan dan pembahasan masalah

4. Evaluasi : Kesimpulan seluruh kegiatan, pemaparan hasil konseling

5. Penutupan : post test dan feedback, dan menyampaikan

perkembangan permasalahan konseli

6. Follow up : memantau perkembangan permasalahan konseli

Penerimaan meningkat

MENERIMA

TIDAK MENERIMA

Page 21: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

13

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Peneliti akan menggunakan jenis penelitian eksperimen karena peneliti ingin

mengetahui bagaimana konseling keluarga dengan pendekatan humanistik dapat

meningkatkan dan membentuk penerimaan keluarga pada keluarga dari penderita

HIV. Eksperimen adalah cara untuk mengetahui hubungan sebab dan akibat antara

faktor-faktor yang sengaja dimunculkan oleh peneliti dengan cara mengurangi atau

mengeliminasi faktor lain yang dapat mengganggu jalannya eksperimen, hal

tersebut dimaksudkan karena eksperimen bertujuan untuk melihat dampak dari

sebuah perlakuan (Arikunto, 2013).

Dalam praktiknya peneliti akan menggunakan desain penelitian Pre Experimental

Design dimana penelitian akan dilaksanakan tanpa adanya kelompok kontrol dan

yang diutamakan adalah perlakuan yang diberikan tanpa pengendalian terhadap

variabel-variabel yang berpengaruh (Arikunto, 2013). Model penelitian yang akan

digunakan dalam penelitian adalah One Group Pre Test and Post Test. Rancangan

penelitian tersebut merupakan salah satu model dari Pre Experimental Design

dimana rancangan eskperimen hanya akan dilaksanakan pada satu kelompok.

Sebelum diberikan perlakuan, terlebih dahulu akan diberikan pre test. Setelah

perlakuan selesai dilaksanakan, kemudian akan diberikan post test. Hal tersebut

ditujukan agar peneliti mengetahui perbedaan dan efektifitas dari perlakuan yang

telah dilakukan

Tabel 1. Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian

X1 ------ T ------ X2

Keterangan:

X1 = pengukuran sebelum perlakuan/intervensi (pre test)

T = perlakuan/intervensi

X2 = pengukuran setelah perlakuan/intervensi (post test)

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan perlakuan yang nantinya akan dilihat

pengaruh yang terjadi sebagai dampak dari perlakuan yang diberikan. Adapun tahap

pelaksanaannya sebagai berikut:

1. Pre test

Tujuan dari pre test adalah untuk mengetahui tingkat penerimaan dari keluarga

penderita HIV sebelum dilakukan perlakuan berupa konseling keluarga dengan

pendekatan humanistik

2. Perlakuan

Tujuan dari perlakuan adalah untuk meningkatkan penerimaan dari keluarga

penderita HIV dengan konseling keluarga dengan pendekatan humanistik 3. Post test

Tujuan dari post test adalah untuk mengetahui tingkat penerimaan dari keluarga

penderita HIV setelah dilakukan perlakuan berupa konseling keluarga dengan

pendekatan humanistik

Page 22: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

14

Subjek Penelitian

Pengambilan subjek dilakukan menggunakan teknik purposive sampling dimana

pengambilan sampel sesuai dengan yang dikehendaki dengan tujuan penelitian

(Latipun, 2015). Peneliti melakukan wawancara kepada para pengurus LSM yang

menaungi perkumpulan HIV di Puskesmas Turen serta self report kepada para

ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) dan keluarganya di LSM tersebut. Peneliti

kemudian menentukan bahwa Peneliti kemudian menemukan bahwa subjek adalah

sebuah yang memiliki penerimaan yang rendah pada anggota keluarganya yang

mengidap HIV.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yakni variabel bebas (X) dan variabel

terikat (Y). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah konseling keluarga

humanistik dan variabel terikatnya (Y) adalah penerimaan keluarga.

Konseling keluarga dengan pendekatan humanistik adalah sebuah proses

pemberian perlakuan pada sebuah keluarga yang memiliki penerimaan yang rendah

pada salah satu anggota keluarganya yang sedang mengidap HIV. Melalui

pendekatan humanistik, konselor berperan sebagai pemberi fasilitas dan penengah

agar para konseli dapat dengan bebas mengemukakan pendapatmya. Tujuan dari

konseling keluarga ini adalah agar antar anggota keluarga dapat mengetahui

pemikiran masing-masing serta bersama-sama menemukan solusi terbaik untuk

permasalahan yang sedang mereka hadapi yaitu dalam upaya meningkatkan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya yang sedang mengidap HIV.

Penerimaan keluarga adalah suatu kondisi yang sedang diupayakan melalui proses

konseling pada sebuah keluarga yang memiliki anggota yang sedang mengidap

HIV. Mereka kurang dapat menerima kondisi tersebut yang ditandai dengan sikap

kurang menyayangi dan memberikan perhatian, sacara minimal menyediakan

kebutuhan-kebutuhan, serta memiliki perasaan kurang bahagia dalam merawat

anggota keluarganya yang sedang mengidap HIV. Keluarga tersebut terdiri dari

kedua orang tua dan tiga orang anak yang salah satunya sedang mengidap HIV.

Diharapkan dengan penerimaan keluarga yang baik akan memberikan dampak yang

baik pula bagi penderita HIV tersebut.

Data penelitian didapatkan dari instrumen penelitian yaitu Skala Penerimaan

Keluarga yang disusun oleh Rizqy Fauziah (2010) pada skripsinya. Skala ini

memiliki 28 item yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen

penelitian ini menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2012), skala Likert

diperuntukkan untuk mengukur pendapat, sikap, dan persepsi seseorang maupun

sekelompok orang mengenai sebuah fenomena sosial (Sugiyono, 2012). Dalam

skala penerimaan keluarga yang disusun oleh Rizqy Fauziah (2010) terdapat 4

pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS

(Sangat Tidak Setuju). Skor empat pilihan jawaban dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Page 23: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

15

Tabel 2.Alternatif Jawaban Skala Penerimaan Keluarga

No Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

1. Sangat Setuju(SS) 3 0

2. Setuju (S) 2 1

3. Tidak Setuju (TS) 1 2

4. Sangat Tidak Setuju (STS) 0 3

Pada penelitian ini menggunakan skala penerimaan keluarga dimana kelas interval

skala tersebut adalah rentangan skor 0-3. Rentangan skor tersebut mewakili 4

kriteria penerimaan keluarga yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah.

Pada aspek shock, denial, grief, ambivalence, guilt, anger, shame, dan bargaining,

presentase berbanding terbalik dengan aspek atau perilaku yang tertera. Hal tersebut

dapat diartikan bahwa semakin besar presentase, maka aspek atau perilaku yang

ditunjukkan akan semakin kecil atau semakin sedikit. Kemudian untuk aspek

adaptation dan acceptance, presentase berbanding lurus dengan aspek atau perilaku

yang tertera. Hal tersebut berarti semakin besar presentase, maka aspek atau

perilaku yang ditunjukkan juga akan semakin besar atau semakin banyak.

Kemudian, penentuan kriteria akan didasarkan pada perhitungan skor dengan cara

sebagai berikut.

Tabel 3. Kriteria Penerimaan Keluarga

No Skor Interval Klasifikasi

1. 64 ≤ Skor ≤ 84 76% ≤ % ≤ 100% Sangat Tinggi

2. 43 ≤ Skor ≤ 63 50% ≤ % ≤ 75% Tinggi

3. 22 ≤ Skor ≤ 42 25% ≤ % ≤ 50% Rendah

4. 0 ≤ Skor ≤ 21 0% ≤ % ≤ 25% Sangat Rendah

Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

Peneliti menggunakan skala penerimaan keluarga yang telah diuji validitas dan

reliabilitasnya oleh Fauziah (2010) menggunakan SPSS 17 for Windows dengan

formula Pearson’s Product Moment dan diperoleh r tabel sebesar 0,334. Dengan

mengacu kepada hasil tersebut, dari 70 item yang diujikan, tersisa 28 item yang

valid yang selanjutnya digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan keluarga.

Uji reliabilitas dilakukan Fauziah (2010) menggunakan rumus Alpha Cronbach

dengan taraf signifikasi sebesar 5%. Selanjutnya diperoleh r hitung sebesar 0.8193.

Adapun dengan melihat taraf signifikan sebesar 5% dengan N=35 maka diperoleh

nilai rtabel sebesar 0.334. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa rhitung

lebih besar dari rtabel, yang berarti bahwa instrumen skala penerimaan keluarga yang

telah diuji reliabel.

Page 24: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

16

Prosedur dan Analisa Data

Penelitian yang akan dilakukan memiliki beberapa tahap, antara lain :

Persiapan, pada tahap ini peneliti meminta izin kepada lembaga yang menanungi

perkumpulan ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) yang kemudian dilanjutkan

dengan melakukan asesmen awal berupa wawancara kepada kepala lembaga,

pengurus, dan dilanjutkan dengan para pasien. Peneliti memilih subjek dengan cara

direkomendasikan beberpa orang yang tampak bermasalah oleh para pengurus dan

kemudian peneliti menggali lebih dalam permasalahan-permasalahan yang sedang

dihadapi oleh beberapa pasien. Berdasarkan hasil wawancara pada asesmen awal

yang dilakukan kepada 7 orang, peneliti memutuskan untuk meneliti lebih lanjut

permasalahan yang sedang dihadapi oleh sdr. R dimana subjek merasa bahwa

keluarganya kurang menerima kondisinya saat ini yang sedang menjadi pasien HIV.

Selanjutnya, peneliti melakukan asesmen lanjutan kepada keluarga subjek yang

terdiri dari kedua orang tua, nenek dan dua saudara subjek..

Intervensi, peneliti menentukan untuk memakai metode intervensi berupa

konseling keluarga karena berdasarkan asesmen permasalahan subjek bersumber

dari permasalahan keluarga. Kegiatan konseling akan dilakukan dalam beberapa

kali pertemuan. Peneliti menggunakan teknik konseling keluarga dimana proses

konseling akan dibagi menjadi enam tahap yaitu tahap orientasi, tahap transisi,

tahap working stage 1, working stage 2, tahap penutupan, dan evaluasi (lihat

lampiran)

Analisa dan hasil, setelah kegiatan konseling usai dilaksanakan, peneliti akan

membuat analisa dari keseluruhan kegiatan konseling yang telah dilakukan.

Kemudian konseli akan mengolah data hasil pre test dan post test menggunakan

program SPSS for windows 21 dengan teknik analisis non-parametrik karena subjek

kurang dari 30 orang. Uji yang akan dilakukan adalah uji Wilcoxon untuk

mengetahui pengaruh atas kegiatan konseling terhadap penerimaan keluarga para

konseli.

Diskusi dan kesimpulan, peneliti kemudian menggunakan hasil uji yang telah

dilakukan untuk kemudian dibahas dan dikaitkan dengan teori yang ada.

Selanjutnya peneliti akan menyimpulkan keseluruhan hasil penelitian untuk

menetahui apakah hipotesa peneliti dapat diterima atau tidak

Page 25: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

17

HASIL PENELITIAN

Hasil dari penelitian penerimaan keluarga penderita HIV melalui konseling

keluarga dengan teknik humanistik adalah sebagi berikut:

Tabel 5. Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek Usia Jenis Kelamin

P

SW

BS

YI

S

R

55 tahun

54 tahun

26 tahun

24 tahun

73 tahun

19 tahun

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Perempuan

Perempuan

Menurut tabel 5, diketahui bahwa subjek penelitian berjumlah enam orang dan

berhubungan keluarga. Rentang usia dari 19 tahun hingga 73 tahun. Jenis kelamin

subjek adalah dua orang laki-laki dan empat orang perempuan. Keenam subjek

merupakan konseli dalam konseling keluarga dengan peneliti sebagai konselor.

Namun hanya lima orang yang diberikan skala Penerimaan Keluarga untuk Pre-test

dan Post-test, tidak termasuk subjek pasien HIV karena peneliti ingin mengukur

tingkat penerimaan keluarga pasien HIV tersebut. Berikut adalah hasil pre test dan

post test para subjek :

Tabel 6. Perbandingan Skor Penerimaan Keluarga Sebelum dan Setelah

proses konseling

No. Subjek Pre test Post test

Jumlah Skor Kategori Jumlah Skor Kategori

P 35 Rendah 61 Tinggi

SW 37 Rendah 63 Tinggi

BS 25 Rendah 71 Sangat Tinggi

YI 31 Rendah 74 Sangat Tinggi

S 36 Rendah 71 Sangat Tinggi

Berdasarkan tabel 6, semua subjek mengalami kenaikan skor setelah diberikan

perlakuan berupa konseling keluarga dengan teknik humanistik. Subjek P dan SW

yang merupakan ayah dan ibu subjek mengalami peningkatan dari skor yang masuk

dalam kategori rendah manjadi kategori tinggi. Kemudian BS, YI dan S yang

merupakan kakak-kakak dan nenek subjek mengalami peningkatan dari skor yang

masuk kategori rendah menjadi skor yang masuk dalam kategori sangat tinggi.

Kemudian setelah didapatkan hasil pre test dan post test di atas, peneliti mengujinya

dengan uji Wilcoxon. Berikut adalah deskriptif uji Wilcoxon dari pre test dan post

test

Page 26: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

18

Tabel 7. Deskriptif uji Wilcoxon data pre test dan post test

N Rata-Rata Skor Penerimaan Keluarga

P Pre test Post test

5 32.80 68.00 0.042

Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa rata-rata skor penerimaan keluarga berubah

dari 32,80 yang masuk dalam kategori rendah menjadi 68,00 yang masuk dalam

kategori sangat tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan skor

penerimaan keluarga setelah diberikan perlakuan. Peningkatan tersebut didukung

dengan hasil uji Wilcoxon dengan nilai probabilitas sebesar 0.042 yang berarti

terdapat peningkatan yang signifikan karena nilai P < 0.05. Kemudian berikut

adalah perbandingan presentase skor pada setiap aspek penerimaan keluarga

sebelum dan sesudah diberikan perlakuan

Tabel 8. Perbandingan Presentase Skor Pre Test dan Post Test pada Setiap

Aspek

No. Aspek

Pre test Post test

Skor

(%) Kategori

Skor

(%) Kategori

1 Shock 67% Tinggi 83% Sangat Tinggi

2 Denial 64% Tinggi 84% Sangat Tinggi

3 Grief 42% Rendah 64% Tinggi

4 Ambivalence 28% Rendah 73% Tinggi

5 Guilt 23% Sangat Rendah 70% Tinggi

6 Anger 33% Rendah 80% Sangat Tinggi

7 Shame 37% Rendah 80% Sangat Tinggi

8 Bargaining 43% Rendah 90% Sangat Tinggi

9 Adaptation 30% Rendah 90% Sangat Tinggi

10 Acceptance 38% Rendah 90% Sangat Tinggi

Berdasarkan tabel 9, perlu diketahui bahwa pada aspek shock, denial, grief,

ambivalence, guilt, anger, shame, dan bargaining, presentase berbanding terbalik

dengan aspek atau perilaku yang tertera. Hal tersebut dapat diartikan bahwa

semakin besar presentase, maka aspek atau perilaku yang ditunjukkan akan semakin

kecil atau semakin sedikit. Kemudian untuk aspek adaptation dan acceptance,

presentase berbanding lurus dengan aspek atau perilaku yang tertera. Hal tersebut

berarti semakin besar presentase, maka aspek atau perilaku yang ditunjukkan juga

akan semakin besar atau semakin banyak. Dapat diketahui dari tabel 8 bahwa

seluruh aspek mengalami peningkatan yang cukup signifikan setelah diberikan

perlakuan.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa skor

penerimaan keluarga mengalami peningkatan setelah diberikan perlakuan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterim yaitu konseling keluarga dapat

meningkatkan penerimaan pada keluarga penderita HIV

Page 27: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

19

DISKUSI

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan

penerimaan pada keluarga penderita HIV setelah diberikan perlakuan berupa

konseling keluarga dengan teknik humanistik. Peningkatan tersebut dibuktikan

dengan perbedaan yang cukup siginifikan antara rata-rata skor pre test dan post test.

Rata-rata skor pre test adalah 32.80 dan masuk dalam kategori rendah. Sedangkan

arat-rata skor post test adalah 68.00 dan masuk dalam kategori tinggi. Selain itu,

peningkatan dan keefektifan perlakuan yang dilakukan juga dibuktikan dengan

hasil analisis menggunakan uji Wilcoxon dimana nilai P = 0.042 atau kurang dari

batas normal yaitu 0.05. Hal tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan

setelah diberikan perlakukan berupa konseling keluarga

Selanjutnya peneliti akan membahas mengenai proses penerimaan keluarga

penderita HIV. Pada awal proses konseling, tepatnya pada tahap orientasi, peneliti

memberikan pre test berupa skala penerimaan keluarga yang terdiri dari sepuluh

aspek penerimaan yaitu shock (merasa terkejut), denial (penolakan), grief (duka),

ambivalence (pertentangan), guilt (rasa bersalah), anger (kemarahan), shame

(merasa malu), bargaining (menawar), adaptation (penyesuaian), serta acceptance

(penerimaan). Seluruh keluarga pada umumnya melewati tahapan-tahapan

penerimaan tersebut, yang berbeda adalah tingkatan dan kadar penerimaan yang

mereka rasakan terhadap anggota keluarganya yang sedang HIV. Berdasarkan hasil

analisis, pada aspek shock dan denial masing-masing mendapatkan presentase 67%

dan 64%. Keduanya masuk dalam kategori tinggi. Pada saat peneliti memulai

proses konseling, semua konseli sudah melewati tahap keterkejutan dan

penyangkalan. Para konseli menuturkan bahwa mereka sudah tidak merasa terkejut

maupun menyangkal kondisi dari keluarga mereka karena sudah lebih dari 6 bulan

sejak subjek R didiagnosa mengidap HIV. Hal tersebut sejalan dengan penelitian

Wardhani (2013) dimana dijelaskan bahwa semakin lama pasien mengalami sakit,

makan tingkat penerimaan akan semakin besar pula karena keluarga sudah mulai

beradaptasi. Kemudian setelah diberikan perlakuan, presentase kedua aspek

tersebut juga meningkat masing-masing adalah 83% dan 84% yang masuk dalam

kategori sangat tinggi.

Setelah tahapan denial, terdapat tahap berduka atau grief. Pada aspek grief,

presentase yang didapatkan adalah 42% dan masuk dalam kategori rendah.

Meskipun grief termasuk tahapan awal dalam penerimaan dan mungkin sudah

dilewati oleh keluarga tersebut, namun pada kenyataannya skor pre test semua

subjek pada aspek grief masuk dalam kategori rendah. Hal tersebut berkaitan

dengan hilangnya harapan keluarga atas kondisi ideal yang mereka harapkan

tercipta dalam keluarga mereka. Selama proses konseling, hampir pada setiap sesi

ibu, nenek dan kakak perempuan korban selalu menangis, dan sesekali kakak laki-

laki dan ayah subjek juga tampak menangis meskipun tidak sesering yang lain.

Menurut Kubler-Ross (2008) bahwa ketika seseorang sampai pada tahap grief atau

berduka, maka akan muncul aspek lain yang mengikuti kemunculan rasa berduka

tersebut, di antaranya adalah pertentangan dan juga rasa bersalah. Presentase skor

dalam aspek pertentangan adalah 28% dan masuk dalam kategori rendah. Bentuk

perilaku pertentangan (ambivalence) yang muncul adalah merasakan kebingungan

Page 28: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

20

atas apa yang harus dilakukan. Biasanya mereka akan menyalahkan keadaan,

merasakan ketakutan atas konsekuensi yang akan dihadapi selanjutnya atau bahkan

menyalahkan diri sendiri (guilt). Dapat diketahui bahwa presentase aspek guilt atau

rasa bersalah adalah 23% dan masuk dalam kategori sangat rendah. Melalui proses

konseling, peneliti menyimpulkan bahwa semua konseli merasa sangat bersalah

karena sudah gagal mendidik dan menjaga anggota keluarga mereka sehingga

sampai terkena penyakit yang sangat parah. Rasa bersalah pada umumnya

memakan waktu yang relatif lama. Meskipun sudah mencapai tahapan selanjutnya

biasanya rasa bersalah akan tetap ada meskipun nantinya akan menghilang seiring

dengan penerimaan yang semakin meningkat (Kubler-Ross, 2008)

Selanjutnya, terdapat aspek anger atau kemarahan yang dirasakan keluarga

terhadap masalah yang sedang dihadapi. Pada tahap ini, terdapat dua cara untuk

melampiaskan kemarahan yang sedang dirasakan. Yang pertama adalah dengan

marah dan kecewa terhadap diri sendiri karena tidak berhasil menjaga keluarganya,

dan yang kedua adalah dengan displacement atau peralihan sasaran kemarahan

(Kubler-Ross, 2008). Biasanya sasaran kemarahan adalah orang terdekat, para ahli

yang mendiagnosa dan merawat, atau bahkan menyalahkan anggota keluarganya

yang sakit. Berdasarkan hasil pre test, presentase aspek kemarahan adalah 33% dan

masuk dalam kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata konseli

masih merasa marah dan kecewa terhadap masalah yang sedang mereka hadapi.

Pada saat sesi konseling, tampak bahwa para konseli terbawa emosi dan terkadang

saling menyalahkan satu sama lain atas kondisi yang sedang menimpa keluarganya.

Nampak bahwa kakak sulung korban, BS, merupakan konseli yang selama proses

konseling terlihat paling menunjukkan kemarahannya. BS merasa bahwa dirinya

sudah gagal menjadi kakak yang baik dan kemudian marah terhadap diri sendiri.

Pada sesi lain konseling, sesekali BS dan juga ayah subjek, P, akan menunjukkan

kemarahannya secara verbal pada subjek R karena mereka menganggap R lalai

dalam menjaga nama baik keluarga. Ibu, nenek, dan kakak perempuan subjek juga

terkadang menampakkan emosi serta kekesalannya namun tidak diutarakan.

Notoadmodjo (2003) menjelaskan bahwa bentuk kemarahan pada proses

penerimaan merupakan wujud dari kekecewaan karena terdapat anggota yang

melanggar norma dalam keluarga dan menjadikan keluarga tersebut tidak ideal

seperti yang diharapkan.

Ketika membicarakan mengenai menjaga nama baik keluarga seperti yang

dikeluhkan oleh para konseli terhadap subjek R yang menderita HIV, perasaan yang

dirasakan selain marah adalah perasaan malu (shame). Sebagai makhluk sosial yang

hidup di tengah masyarakat, tentu saja para subjek akan peduli dengan apa yang

dipikirkan orang lain tentang kondisi anggota keluarganya.Selain dampak dari

penyakit HIV itu sendiri yang memang sangat berbahaya untuk tubuh, hal lain yang

ditakutkan oleh penderita HIV adalah diskriminasi dari masyarakat karena

anggapan bahwa HIV adalah penyakit yang didapatkan dari perbuatan yang tidak

baik. Kekhawatiran akan dikucilkan oleh masyarakat tidak hanya berdampak pada

kehidupan sosial penderita itu sendiri, melainkan juga berdampak pada keluarga

dan orang terdekatnya. Gargiuolo (dalam Fauziah, 2010) menuturkan bahwa sikap

lingkungan yang negatif akan menurunkan harga diri orang tua dan keluarga karena

mereka dianggap sudah gagal mendidik keluarganya dengan baik. Pada tahap

Page 29: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

21

shame ini, presentase yang diperoleh dari hasil pre test adalah sebesar 37%

(kategori rendah) yang berarti bahwa keluarga masih merasa malu atas kondisi

subjek R yang mendeirta HIV. Bahkan ayah subjek sesekali melarang R untuk

terlalu sering keluar rumah karena takut akan diskriminasi masyarakat sekitar.

Aspek lain yang muncul dalam proses penerimaan adalah bargaining atau tawar

menawar. Pada tahap bargaining, keluarga akan berusaha untuk menenangkan diri

sendiri dengan pengandai-andaian “seandainya saja...”, “apabila saya lebih ...”, dan

pengandaian lainnya yang dimaksudkan untuk menghibur dan menenangkan diri

(Kubler-Ross, 2008). Pada fase bargaining ini, pada umumnya keluarga akan

mencoba berdoa lebih taat dan meminta serta membuat perjanjian kepada Tuhan

agar masalahnya dimudahkan. Berdasarkan hasil konseling, dapat diketahui bahwa

yang paling sering melakukan pengandaian adalah ayah dan ibu subjek. Mereka

sering membandingkan masa lalu dan masa sekarang dan berandai-andai jika saja

keadaan kembali seperti sedia kala. Hal tersebut sesuai dengan nilai pre test dimana

ayah dan ibu subjek memiliki skor aspek bargaining terendah dibandingkan

anggota keluarga yang lain. Secara keseluruhan, aspek bargaining memperoleh

presentase 43% dan masuk dalam kategori rendah.

Tahap akhir yang merupakan tujuan dari seluruh aspek yang telah dibahas adalah

adaptasi dan penerimaan. Pada pre test, kedua aspek tersebut masuk dalam kategori

rendah dengan masing-masing presentase yaitu 30% dan 38%. Kedua aspek

tersebut tentu saja dipengaruhi oleh aspek-aspek sebelumnya yang merupakan

indikator dari sebuah penerimaan. Dikarenakan rata-rata aspek sebelumnya masuk

dalam kategori rendah, maka skor untuk aspek adaptasi dan penerimaan juga ikut

rendah.

Dapat diketahui bahwa keluarga subjek R pada awalnya belum sepenuhnya

menerima kondisi R yang sedang menderita HIV. Norbeck (2000) mengatakan

bahwa ketika keluarga telah menerima kondisi anaknya yang memiliki kebutuhan

khusus, maka keluarga tersebut akan secara maksimal memberikan dukungan-

dukungan yang diperlukan. Namun pada praktiknya, keluarga subjek kurang

memberikan dukungan-dukungan tersbut sehingga hal tersebut berdampak pada

subjek R yang merasa dirinya dikucilkan dalam keluarganya sendiri. Setelah

diberikan perlakuan berupa konseling keluarga yang berlangsung selama enam sesi,

diketahui bahwa semua subjek mengalami peningkatan dalam hal penerimaan

keluarga. Berdasarkan pada skor post test, ayah dan ibu subjek berada dalam

kategori penerimaan yang tinggi setelah diberikan perlakuan. Sedangkan tiga orang

yaitu kedua kakak subjek dan juga nenek subjek berada dalam kategori penerimaan

keluarga yang sangat tinggi. Menurut Wardhani (2013) saudara kandung dan

extended family seperti nenek atau bibi akan memiliki kemampuan penerimaan

lebih baik dengan proses penerimaan yang lebih singkat dibandingkan dengan

orang tua dari anak yang sakit. Teori tersebut sesuai dengan hasil yang telah

didapatkan oleh peneliti bahwa kakak serta nenek subjek memiliki skor penerimaan

yang lebih tinggi setelah perlakuan. Waku yang mereka perlukan untuk mulai

menerima kondisi dari keluarganya yang sedang HIV lebih siingkat dibandingkan

dengan ayah dan ibu subjek. Hal tersebut dikarenakan setiap orang tua memiliki

harapan-harapan yang tinggi atas anaknya serta adanya konsep anak idaman yang

Page 30: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

22

diinginkan orang tua bahkan sebelum anak mereka lahir (Hurlock, 2000).

Kemudian ketika anak mereka mengalami kondisi di luar perkiraan, mereka akan

merasa kecewa dan kurang dapat menerima. Besarnya kasih sayang akan

berbanding lurus dengan kekecewaan yang akan mereka rasakan ketika anak

mereka tidak memenuhi konsep “anak idaman” yang mereka inginkan. Kemudian

lebih lanjut disampaikan oleh Wardhani (2013) bahwa pada umumnya ibu (wanita)

akan lebih kuat secara mental maupun fisik jika dibandingkan dengan ayah (laki-

laki) dalam lingkungan yang kurang menguntungkan maupun kurang

menyenangkan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dimana kedua skor baik

pre test maupun post test ibu lebih besar daripada ayah subjek.

Faktor lain yang mempengaruhi penerimaan keluarga subjek pada anggota

keluarganya yang sedang mengidap HIV adalah karena cara pemecahan masalah

dalam keluarga mereka. Melalui proses konseling, peneliti mengetahui bahwa

dalam keluarga subjek, mereka jarang sekali membicarakan permasalahan mereka.

Apabila terdapat permasalahan dalam keluarga mereka, rata-rata setiap orang hanya

akan memendamnya sendiri atau melampiaskannya dengan cara menghindari

sumber masalah maupun menunjukkan emosi mereka tanpa membahas solusi atas

permasalahan yang sedang mereka hadapi. Berdasarkan hasil pre test diketahui

bahwa semua konseli memiliki tingkat penerimaan keluarga yang rendah sebelum

diberikan perlakuan. Rendahnya tingkat penerimaan mereka salah satunya adalah

karena pemilihan problem solving dalam keluarga mereka. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan Hurlock (2002) dimana problem solving dan tipe pengasuhan

yang dipiilih dalam keluarga akan merefleksikan bagaimana mereka bersikap

terhadap keluarganya Ketika keluarga memilih untuk membiarkan permasalahan

tanpa mencari solusi, hal tersebut juga akan mempengaruhi penerimaan mereka.

Kemudian, faktor-faktor lain yang mempengaruhi penerimaan di antaranya adalah

karena kurangnya pengetahuan mereka tentang penyakit HIV itu sendiri.

Berdasarkan hasil asesmen dan juga pembicaraan lebih lanjut ketika proses

konseling, keluarga sering kali melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu

dilakukan kepada anak mereka. Salah satu contohnya adalah membedakan tempat

cuci baju, makanan, dan beberapa perbedaan lainnya. Keluarga melakukan hal

tersebut dikarenakan mereka takut akan tertular serta sebagai hukuman bagi anak

mereka karena sudah mempermalukan nama keluarga. Notoadmojo (2003)

mengutarakan bahwa pendidikan dan pengetahuan akan berpengaruh dalam

kesejahteraan individu yang membawa ke arah kesejahteraan keluarga. Selain itu,

faktor lainnya adalah karena perekonomian. Obat anti retrorival (ARV) yang

diperlukan penderita HIV untuk dikonsumsi dengan rutin guna mencegah adanya

komplikasi memiliki harga yang cukup mahal. Meskipun dari pemerintah sendiri

sudah menyediakan tunjangan dan bantuan lainnya, ada beberapa obat yang harus

dibeli secara mandiri. Karena kondisi itu lah yang menyebabkan keluarga merasa

sangat direpotkan atas kondisi anaknya dan hal tersebut juga mempengaruhi

penerimaan keluarganya. Selain faktor-faktor di atas, faktor yang juga sangat

penting yang mempengaruhi penerimaan keluarga adalah karena anggapan dan

stereotype masyarakat atas penyakit HIV. Hawari (2003) lebih lanjut mengutarakan

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan orang dengan sakit parah

adalah karena anggapan masyarakat. HIV sendiri dipandang masyarakat sebagai

Page 31: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

23

penyakita yang sangat memalukan dan timbul atas konseskuensi perbuatan yang

tidak terpuji. Anggapan masyarakat itulah yang turut andil dalam penerimaan

keluarga karena mereka berfikiran jika masyarakat juga tidak menerima, maka

keluarga juga akan sulit untuk menerima kondisi tersebut. Dampaknya, penderita

HIV akan merasa terisolasi dan terdiskriminasi karena lingkungan tempat tinggal

yang tidak bersahabat.

Konseling keluarga humanistik yang telah dilakukan diketahui telah meningkatkan

penerimaan keluarga pada penderita HIV tersebut. Selain rata-rata skor penerimaan

keluarga yang meningkat dari 32.80 (kategori rendah) menjadi 68.00 (kategori

tinggi), presentase semua aspek dalam penerimaan juga ikut meningkat. Proses

konseling yang sudah dilakukan telah berhasil mengembangkan penghargaan

emosional antar anggota keluarga dan hal tersebut juga berpengaruh kepada pola

pikir dan juga penerimaan keluarga terhadap subjek R yang menderita HIV.

Menurut penuturan para konseli, dengan adanya fasilitas konseling, mereka bisa

secara bebas menyampaikan apa yang mereka rasakan dan pikirkan tanpa perlu

takut tidak dihiraukan. Konseli juga berpendapat bahwa solusi-solusi yang mereka

temukan sendiri dibantu dengan anggota keluarganya sangat membantu mereka di

kehidupan sehari-hari khususnya dalam memberikan dukungan yang maksimal

bagi anggota keluarga mereka yang sedang sakit. Penelitian ini menunjukkan

bahwa terdapat peningkatan penerimaan keluarga setelah diberi perlakuan

konseling keluarga dengan teknik humanistik. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai

probabilitas uji Wilcoxon (p = 0.042, p <0.05). Sehingga hal tersebut membuktikan

bahwa konseling keluarga dengan teknik humanistik merupakan sarana yang efektif

untuk meningkatkan penerimaan pada keluarga penderita HIV.

Adapun keterbatasan dalam penelitian adalah peneliti merangkap sebagai konselor.

Hal tersebut merupakan sebuah keterbatasan dikarenakan jika peneliti menjadi

konselor, akan mungkin tercipta suasana konseling yang kurang kondusif dan bias.

Namun peneliti dalam praktiknya mengusahakan agar proses konseling tetap

berjalan kondusif dengan cara mengobservasi dan menuliskan hasil dengan

obyektif. Keterbatasan yang lain adalah konselor tidak dapat mengamati

perkembangan konseli secara rutin.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Melalui hasil penelitian eksperimen yang telah dilakukan, diketahui bahwa terdapat

kenaikan yang signifikan pada penerimaan keluarga setelah dilakukannya

konseling keluaga dengan teknik humanistik (nilai p = 0.042 ; p < 0.05). Dengan

analisis tersebut membuktikan bahwa pengaplikasian konseling keluarga dengan

pendekatan humanistik mampun meningkatkan penerimaan keluarga penderita

HIV. Implikasi yang diharapkan peneliti pada lembaga-lembaga yang menaungi

ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) serta pemerintah melalui Dinas Kesehatan,

agar dapat memberikan bantuan bukan hanya kepada ODHA melainkan juga

kepada keluarga dari ODHA itu sendiri. Bantuan yang diberikan dapat berupa

konseling keluarga maupun sosialisasi tentang tata cara merawat ODHA.

Kemudian, perlu juga untuk memberikan informasi seputar HIV dan AIDS serta

Page 32: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

24

bagaimana berinteraksi dengan ODHA kepada masyarakat umum. Pemberian

informasi tersebut bertujuan agar mengurangi diskriminasi masyarakat terhadap

ODHA dikarenakan informasi yang salah. Implikasi bagi peneliti-peneliti

selanjutnya agar menggali faktor-faktor lain yang mungkin dapat meningkatkan

penerimaan keluarga pada ODHA. Selain itu, diharapkan peneliti selanjutnya juga

mengkaji faktor-faktor selain penerimaan keluarga yang dapat bermanfaat bagi

ODHA agar dapat hidup dengan nyaman tanpa takut menerima respon yang negatif

dari sekitarnya.

REFERENSI

Achmad. (2006). Psikologi Keluarga, Jurnal Psikologi UNDIP Vol.3 No. 1.

Afandy, Y. (2017). Penerimaan diri pada penderita HIV/AIDS di Yogyakarta.

Jurnal Psikologi, 3-5.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Avert. (2019, April 4). What are HIV and AIDS. Diambil kembali dari 20 Agustus

2018: https://www.avert.org/about-hiv-aids/what-hiv-aids

Clarke, J. (2017, March 16). Five Stage of Grief by Kubler Ross. Diambil kembali

dari 2019: https://verywellmind.com/five-stages-of-grief-4175361

Coopersmith, S. (2002, Desember 4). The antecedents of self esteem. Diambil

kembali dari 2012: https://www.vermind.com/self-esteem-and-the-

implications-7348294

Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika

Aditama.

DaSilva LMS; Tavares JSC. (2015). The family's role as a support network for

people living with HIV/AIDS. A review Brazilian psychological research,

112-143.

Fauziah, R. (2010). Hubungan Antara Penerimaan Orangtua pada Konsep diri

dengan Motivasi Berprestasi pada Remaja Penyandang Tunadaksa.

Skripsi, 50-62.

Gargiuolo, R. M. (1985). Working with Parents of Exceptional Children : A Guide

for Professional. Boston: Houghton Mifflin Company.

Gordon, M. B. (1999). beginning and Beyond Foundation in Child Education.

New York: Delmer Publisher.

Page 33: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

25

Hawari, D. (2003). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Kedokteran

Universitas Indonesia.

Hurlock, E. B. (2001). Adolescent Development. Tokyo: International Student

Edition.

Hurlock, E. B. (2002). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Jersild. (1975). Child Psychology. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Kubler-Ross, E. (2008). On Life After Death Revised. USA: Celestial Arts.

Latipun. (2001). Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.

Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana.

Margono. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: RIneka Cipta.

Marijani. (2003). Penerimaan Orang Tua Kandung pada Anak Penyandang Cacat.

Jurnal Psikologi, 32-40.

McLeod, S. (2014). Carl Rogers. Diambil kembali dari 2018:

https://www.simplypsychology.org/carl-rogers.html

Nawawi, A. (2010). Konseling Keluarga yang Memiliki Anak Berkebutuhan

Khusus. Skripsi, 42--49.

Nelson, R. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka

Belajar.

Nelson-Jones, R. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Norbeck, E. (1974). Human Life's Development. Boston: Rinehart and Winston

Inc.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nurhayati, E. (2011). Bimbingan Konseling & Psikoterapi Inovatif. Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Pacheco BP; Gomes GC; Xavier DM; Nobre CMG; Aquino. (2016). Difficulties

and facilities of the family to take care for children with HIV/AIDS.

Journal of Psychology, 52-64.

Puspitawati, H. (2013). Konsep dan Teori Keluarga. Jurnal Ilmu Keluarga dan

Konsumen, 4-8.

Page 34: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

26

Ramli, M. (2017). Pendekatan Konseling. Penunjang PLPG, 7-10.

RC Johnson; GR Medinnus. (1967). Child Psychology Behavior and

Development. Diambil kembali dari 2016: https://wearepsychology/child-

psychology-and-behavior/8348

Schiamberg, L. (1983). Human Development and Family Studies. Boston: Tufts

University.

Sharma, P. (2016). Family Based Counseling in HIV/AIDS. International Journal

of Scientic Development and Research, 34-45.

Sri, E. (2018, Mei 5). Penderita HIV AIDS di Kota Malang. Diambil kembali dari

2018: https://malangkota.go.id/tag/dinkes-kota-malang/hiv-aids-malang

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D.

Bandung: Alfabeta.

UNAIDS. (2017, Agustus 4). UNAIDS Regions Country Indonesia. Diambil

kembali dari 5 September 2018:

http://www.unaids.org/en/regionscountries/countries/indonesia

Wahyunik, S. (2017, 9 27). Jumlah Penderita HIV-AIDS di Malang menempati

Posisi 2 di Jawa Timur. Diambil kembali dari 2018:

http://suryamalang.tribunnews.com/2017/09/27/jumlah-penderita-hiv-aids-

kota-malang-tempati-posisi-2-di-jatim

Wardhani, R. S. (2013). Penerimaan Keluarga Pasien Skizofrenia yang Menjalani

Rawat Inap. Skripsi, 6-9.

Winkel, W. (2007). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.

Yogyakarta: PT. Grasindo.

Page 35: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

27

LAMPIRAN 1

BLUE PRINT SKALA

PENERIMAAN KELUARGA

Page 36: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

28

BLUEPRINT SKALA PENERIMAAN KELUARGA

No Dimensi Indikator

Nomor

Butir Jumlah

F UF

1. Shock tidak percaya

ketidakberdayaan - 1, 17 2

2. Denial rasionalisasi dengan

mengonfirmasi kepada

pihak profesional

23 7, 12 3

3. Grief and

depression

kecewa

sedih

ketidakmampuan mengelak kenyataan

penarikan diri dari anak

-

4,

20,

24

3

4. Ambivalence

perasaan saling

bertentangan

berharap anak tiada

13,

25 3, 5 4

5. Guilt

karma

obsesif

membayar kesalahan masa lalu

- 8, 18 2

6. Anger

mempertanyakan kehadiran anak

merasa anak seorang pengganggu

21 6 2

7. Shame and

embarrasment

tidak membawa anak keluar rumah

penarikan sosial dari teman-temannya

harga diri ibu rendah

menyadari adanya perubahan dalam hidup

14 2 2

8. Bargaining mengadakan perjanjian

dengan Tuhan/pihak lain 9 19 2

9. Adaption and

reorganization

merasa nyaman

percaya diri dalam merawat anak

bertanggungjawab

15,

22,

27

11 4

Page 37: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

29

10.

Acceptance

and

adjustment

mengenali kecacatan anak

memahami masalah yang dihadapi

mencari solusi

menghargai anak

menunjukkan rasa sayang secara fisik dan verbal

menurunkan idealisme

tentang anak

mengikutsertakan dalam acara keluarga

10,

16,

28

26 4

Jumlah 12 16 28

Page 38: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

30

LAMPIRAN 2

SKALA PENERIMAAN

KELUARGA

Page 39: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

31

SKALA PENERIMAAN KELUARGA

Nama : Usia :

L/P :

Pengantar

Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Malang yang akan melakukan penelitian dengan judul “Penerimaan Keluarga

Penderita HIV melalui Konseling Keluarga dengan Teknik Humanistik”. Dengan

ini saya meminta partisipasi anda untuk mengisi kuisioner yang terlampir berikut

ini. Atas perhatian dan kesediaan Anda untuk berpartisipasi, saya ucapkan terima

kasih.

Petunjuk Pengisian

Berilah tanda centang () pada jawaban yang Anda pilih menurut keadaan

diri Anda yang sebenarnya. Terdapat 4 (empat) pilihan jawaban untuk mewakili

keadaan diri Anda, yaitu:

SS : Sangat Sesuai

S : Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

Contoh:

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Saya selalu riang gembira

Hal tersebut menunjukkan anda setuju bahwa anda adalah orang yang selalu riang

gembira.

Page 40: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

32

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Saya merasa tidak percaya bahwa ada

anggota saya yang sakit keras.

2. Saya tidak memperbolehkan keluarga saya

yang sakit untuk keluar rumah karena hal

tersebut sangat memalukan

3. Saya merasa tidak seharusnya saya memiliki

keluarga yang sakit parah

4. Saya merasa tidak ada tempat bersandar atas

masalah saya

5. Saya merasa ragu untuk menemani keluarga

saya yang sakit

6. Saya merasa kondisi anggota keluarga saya

yang sakit akan merugikan keluarga saya

yang lain

7. Saya yakin penyakit keluarga saya dapat

disembuhkan

8. Saya merasa gagal menjadi keluarga yang

baik bagi anggota keluarga saya yang sakit

9. Saya merasa bahwa semua yang terjadi

adalah takdir Tuhan

10. Saya berusaha menghibur dan menguatkan

anggota keluarga saya yang sakit

11. Saya tidak percaya diri merawat keluarga

saya yang sakit

12. Saya merasa dokter tidak jujur kepada saya

tentang penyakit anggota keluarga saya

13. Saya bersedia merawat keluarga saya yang

sakit

14. Saya tetap merasa bangga terhadap keluarga

saya meskipun sedang sakit parah

Page 41: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

33

15. Saya merasa harus melakukan sesuatu untuk

kesembuhan anggota keluarga saya yang

sakit

16. Saya menyediakan kebutuhan-kebutuhan

anggota keluarga saya yang sakit

17. Saya merasa tidak berdaya mengingat ada

anggota keluarga saya yang sakit

18. Saya yakin keluarga saya yang sakit

membenci saya karena tidak mengurusnya

dengan baik

19. Saya berharap bisa menggantikan posisi

keluarga saya yang sakit

20. Saya merasa terpuruk atas kondisi keluarga

saya yang sakit

21. Saya tidak merasa terbebani dengan kondisi

keluarga saya yang sakit

22. Saya merasa perawatan keluarga saya yang

sakit adalah tanggungjawab saya

23. Saya sadar bahwa penyakit yang diderita

anggota keluarga saya adalah penyakit yang

parah

24. Saya merasa kecewa atas penyakit yang

diderita keluarga saya

25. Saya harus selalu ada untuk keluarga saya

yang sakit

26. Saya enggan membantu anggota keluarga

saya yang sakit untuk merawat penyakitnya

27. Saya merasa nyaman merawat keluarga saya

yang sakit

28. Saya menyayangi anggota keluarga saya

dengan sepenuh hati terlepas dari penyakit

yang sedang dideritanya

Page 42: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

34

LAMPIRAN 3

SKOR PRE TEST DAN POST TEST

Page 43: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

35

Perbandingan skor Skala Penerimaan Keluarga sebelum dan sesudah

konseling

No. Subjek Pre test Post test

Jumlah Skor Kategori Jumlah Skor Kategori

P 35 Rendah 61 Tinggi

SW 37 Rendah 63 Tinggi

BS 25 Rendah 71 Sangat Tinggi

YI 31 Rendah 74 Sangat Tinggi

S 36 Rendah 71 Sangat Tinggi

Kriteria skor skala Penerimaan Keluarga

No Skor Interval Klasifikasi

1. 64 ≤ Skor ≤ 84 76% ≤ % ≤ 100% Sangat Tinggi

2. 43 ≤ Skor ≤ 63 50% ≤ % ≤ 75% Tinggi

3. 22 ≤ Skor ≤ 42 25% ≤ % ≤ 50% Rendah

4. 0 ≤ Skor ≤ 21 0% ≤ % ≤ 25% Sangat Rendah

Skor pre test

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

P 2 2 0 1 1 2 2 1 2 0 0 2 1 1 2

SW 2 2 0 2 1 2 2 1 2 1 0 2 2 1 2

BS 2 1 0 2 0 0 2 0 2 0 0 2 0 0 1

YI 2 1 0 1 2 1 2 0 2 0 1 1 1 0 1

S 2 2 0 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 0

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jumlah

1 2 2 0 1 1 2 2 1 1 1 0 2 35

1 2 1 0 1 1 1 2 1 2 1 0 2 37

1 2 0 1 1 1 1 2 0 1 0 1 2 25

2 2 0 1 0 1 1 2 1 2 1 1 2 31

2 2 1 1 1 0 1 3 1 1 1 2 2 36

Skor post test

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

P 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3

SW 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3

BS 2 2 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3

YI 3 3 2 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 2 3

S 3 3 2 3 2 2 3 2 2 3 3 2 3 2 3

Page 44: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

36

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jumlah

2 2 2 3 2 2 2 3 1 2 3 2 3 61

3 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2 3 3 63

3 2 2 3 2 3 3 3 1 3 3 2 3 71

3 3 2 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 74

2 3 3 3 2 2 3 3 1 2 3 3 3 71

Page 45: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

37

LAMPIRAN 4

TABEL PRESENTASE PER

KARAKTERISTIK

Page 46: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

38

TABEL PROSENTASE PER KARAKTERISTIK

SKALA PENERIMAAN KELUARGA

Aspek Pre Test Jml.

Aspek skor

skor

max % Kategori

P SW BS YI S

Shock 4 4 4 4 4 2 20 30 67% Tinggi

Denial 6 6 6 5 6 3 29 45 64% Tinggi

Grief 3 4 3 2 4 3 19 45 42% Rendah

Ambivalence 3 5 1 5 3 4 17 60 28% Rendah

Guilt 3 2 0 0 2 2 7 30 23% Sangat Rendah

Anger 3 3 1 2 1 2 10 30 33% Rendah

Shame 3 3 1 1 3 2 11 30 37% Rendah

Bargaining 2 2 3 3 3 2 13 30 43% Rendah

Adaptation 4 3 3 4 4 4 18 60 30% Rendah

Acceptance 4 5 3 5 6 4 23 60 38% Rendah

Aspek Post Test Jml.

Aspek skor

skor

max % Kategori

P SW BS YI S

Shock 4 5 4 6 6 2 25 30 83% Sangat Tinggi

Denial 7 7 9 7 8 3 38 45 84% Sangat Tinggi

Grief 5 5 6 7 6 3 29 45 64% Tinggi

Ambivalence 8 8 9 10 9 4 44 60 73% Tinggi

Guilt 4 4 4 4 5 2 21 30 70% Tinggi

Anger 4 4 6 6 4 2 24 30 80% Sangat Tinggi

Shame 4 5 5 5 5 2 24 30 80% Sangat Tinggi

Bargaining 5 5 6 6 5 2 27 30 90% Sangat Tinggi

Adaptation 10 10 10 12 12 4 54 60 90% Sangat Tinggi

Acceptance 10 10 12 11 11 4 54 60 90% Sangat Tinggi

Page 47: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

39

LAMPIRAN 5

HASIL ANALISIS UJI WILCOXON

Page 48: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

40

HASIL ANALISIS UJI WILCOXON

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post Test - Pre Test Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 5b 3.00 15.00

Ties 0c

Total 5

a. Post Test < Pre Test

b. Post Test > Pre Test

c. Post Test = Pre Test

Test Statisticsb

Post Test -

Pre Test

Z -2.032a

Asymp. Sig. (2-

tailed) .042

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 49: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

41

LAMPIRAN 6

TABEL TAHAPAN KONSELING

Page 50: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

42

Tahap Orientasi dan Eksplorasi

Pengantar

Pada sesi ini konselor dan konseli akan melakukan perkenalan kembali secara

lebih mendalam guna membangun rapport agar kegiatan konseling berjalan

dengan efektif. Kemudian konseli dibantu dengan konselor akan

mengungkapkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek pada konseling yang

akan dilakukan. Diharapkan dengan adanya konseling keluarga ini, keluarga

subjek dapat menerima kondisi subjek yang sedang mengalami HIV dan

mendukung sepenuhnya serta melaksanakan tugas-tugas dan peran sebagai

keluarga seutuhnya. Selain itu, konseli (keluarga subjek) juga dibagikan skala

penerimaan keluarga yang akan dipakai sebagai pretest. Pada sesi ini konselor

juga akan menjelaskan tata tertib konseling yang harus dilaksakanakan oleh

konseli guna kelancaran dan keefektifan proses konseling

Tujuan

- Membangun rapport antara konselor dengan konseli serta antar konseli

- Menentukan tujuan konseling

- Menentukan tata tertib konseling

- Melaksanakan pre test

Alat dan Bahan - Daftar hadir

- Lembar Observasi

- Informed Consent dan Riwayat Hidup

- Alat tulis

- Alat dokumentasi

- Air mineral / snack

- Tisu

Prosedur Pembukaan dan pembangunan rapport

Pada sesi ini, konselor mempersilakan para konseli

untuk duduk di tempat yang telah disediakan

kemudian konselor membuka sesi ini dengan salam,

perkenalan, doa bersama, dan menanyakan kabar

konseli. Kemudian, konselor akan memberikan

lembar persetujuan (Informed Consent), form riwayat

hidup, serta skala penerimaan keluarga untuk pre test

Orientasi dan Eksplorasi

Pada sesi ini, konseli dibantu oleh konselor

menjelaskan tujuan dan manfaat dari kegiatan

konseling. Konselor juga menanyakan kembali

kesiapan dari para konseli untuk mengikuti

konseling serta menjelaskan tata tertib dari kegiatan

yang harus dilaksanakan oleh konseli. Kemudian,

konselor akan mengulas kembali hasil asesmen untuk

kemudian dikoreksi apabila ada hal-hal yang kurang

sesuai.

Page 51: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

43

Penutup

Konselor merangkum dan menyimpulkan hasil

kegiatan serta memberikan arahan untuk sesi

selanjutnya

Evaluasi - Konselor dapat menjalin hubungan yang baik

dengan konseli

- Konselor serta konseli dapat membentuk

dinamika kelompok yang baik

- Konseli dapat mengetahui tujuan, manfaat, serta

tata tertib dari kegiatan konseling

- Konselor mendapatkan gambaran tentang tingkat

penerimaan keluarga konseli melalui pre-test

Tahap Transisi

Pengantar

Pada sesi transisi, konselor aka mengulang kembali tata tertib kegiatan konseling

dan juga menanyakan kesiapan para konseli untuk melanjutkan konseling. Selain

itu, konselor juga menekankan kembali peran konseli serta aspek-aspek lain

dalam tahap perkenalan jika perlu. Kemudian, konselor akan menginformasikan

garis besar kegiatan konseling yang akan dilakukan

Tujuan

- Mengetahui kesediaan dan kesiapan konseli untuk proses konseling

- Menjelaskan kembali peran konseli serta hal-hal lain yang belum dimengerti

- Memberikan garis besar kegiatan konseling

Alat dan Bahan - Daftar hadir

- Alat tulis

- Alat dokumentasi

- Air mineral

- Tisu

Prosedur Pembukaan

Konselor mempersilakan konseli untuk duduk di

tempat yang telah disediakan. Konselor memberikan

salam, berdoa, dan kemudian menanyakan kabar

konseli.

Transisi Konselor menegaskan kembali tata tertib serta hal-

hal lain yang masih kurang dimengerti. Kemudian

konselor akan menanyakan kesiapan konseli

mengikuti kegiatan konseling. Pada tahap ini

Page 52: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

44

konselor juga memberikan gambaran umum akan

kegiatan konseling yang akan dilakukan

Penutup

Konselor memberikan kesimpulan atas kegiatan yang

telah dilakukan. Kemudian konselor mengucapkan

terima kasih dan menjelaskan gambaran dari sesi

selanjutnya

Evaluasi - Konselor dan konseli dapat membangun

hubungan dan dinamika kelompok yang lebih

baik

- Konseli siap untuk mengikuti kegiatan konseling

dengan mengetahui tata tertib serta tujuan

konseling

- Konseli dapat mengerti gambaran proses

konseling yang akan dilakukan

Tahap Working Stage 1

Pengantar

Pada sesi ini, konseli secara bergiliran akan menyampaikan masalah yang sedang

dihadapi di hadapan konselor dan konseli yang lain (anggota keluarga).

Kemudian konselor bersama dengan konseli akan menentukan permasalahan

siapa yang perlu dibahas terlebih dahulu. Setelah menentukannya, konseli

tersebut akan kembali menjelaskan secara lebih mendalam untuk kemudian

ditanggapi oleh konseli yang lain. Konselor juga mempersilakan adanya sesi

tanya jawab antar konseli terkait masalah yang sedang dibahas selama hal

tersebut relevan. Apabila konseli terkait sudah menemukan jalan keluar dari

permasalahan, akan dilanjutkan dengan konseli yang lain.

Tujuan

- Konseli memaparkan masalah yang akan dibahas

- Konseli mendapatkan tanggapan dari konseli yang lain

- Konseli menyelesaikan permasalahan dibantu dengan konseli yang lain

Alat dan Bahan - Daftar hadir

- Alat tulis

- Alat dokumentasi

- Air mineral

- Tisu

Prosedur Pembukaan

Konselor mempersilakan konseli untuk duduk di

tempat yang telah disediakan. Konselor memberikan

salam, berdoa, dan kemudian menanyakan kabar

konseli

Page 53: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

45

Working Stage 1

Pada sesi ini, konseli akan memaparkan masalah

yang sedang dihadapi kemudian bersama konselor

dan konseli yang lain membahas lebih lanjut

permasalahan yang dibahas. Apabila ada

permasalahan lain, konselor akan mempersilakan

konseli untuk memaparkannya dan kemudian akan

dibahas bersama dengan mempertimbangkan

tanggapan dari konseli yang lain.

Tahapan yang akan dilalui dalam sesi working stage

adalah :

1. Konselor mempersilakan konseli secara

bergantian mengemukakan permasalahan

terkait adanya anggota keluarga yang sedang

mengidap HIV

2. Konselor merefleksikan pernyataan-

pernyataan konseli dan merelasikannya

dengan hasil pre-test untuk mengetahui

konseli berada pada tahap mana dalam

penerimaan keluarga.

3. Konselor mempersilakan semua konseli

secara bergantian untuk menanggapi

pemaparan dari salah satu konseli yang telah

selesai mengutarakan masalahnya.

4. Konselor mengarahkan konseli untuk

mencari solusi permasalahannya dibantu

dengan konseli yang lain agar sampai pada

tahap penerimaan

5. Tahapan-tahapan tersebut diulangi hingga

setiap konseli mendapatkan kesempatan yang

sama dan mendapatkan solusi

Penutup

Konselor memberikan kesimpulan atas kegiatan yang

telah dilakukan. Kemudian konselor mengucapkan

terima kasih dan memberikan gambaran tentang sesi

selanjutnya

Evaluasi - Konseli dapat menjelaskan permasalahan yang

sedang dialami

- Konseli mendapatkan tanggapan dari konseli lain

yang secara aktif mengemukakan pendapatnya

- Konseli menemukan solusi atas permasalahan

yang sedang dialami

Page 54: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

46

Tahap Working Stage 1

(pertemuan 1)

Pengantar

Pada sesi ini, konseli secara bergiliran akan menyampaikan masalah yang sedang

dihadapi di hadapan konselor dan konseli yang lain (anggota keluarga).

Kemudian konselor bersama dengan konseli akan menentukan permasalahan

siapa yang perlu dibahas terlebih dahulu. Setelah menentukannya, konseli

tersebut akan kembali menjelaskan secara lebih mendalam untuk kemudian

ditanggapi oleh konseli yang lain. Konselor juga mempersilakan adanya sesi

tanya jawab antar konseli terkait masalah yang sedang dibahas selama hal

tersebut relevan. Apabila konseli terkait sudah menemukan jalan keluar dari

permasalahan, akan dilanjutkan dengan konseli yang lain.

Tujuan

- Konseli memaparkan masalah yang akan dibahas

- Konseli mendapatkan tanggapan dari konseli yang lain

- Konseli menyelesaikan permasalahan dibantu dengan konseli yang lain

Alat dan Bahan - Daftar hadir

- Alat tulis

- Alat dokumentasi

- Air mineral

- Tisu

Prosedur Pembukaan

Konselor mempersilakan konseli untuk duduk di

tempat yang telah disediakan. Konselor memberikan

salam, berdoa, dan kemudian menanyakan kabar

konseli

Working Stage 1

Pada sesi ini, konseli akan memaparkan masalah

yang sedang dihadapi kemudian bersama konselor

dan konseli yang lain membahas lebih lanjut

permasalahan yang dibahas. Apabila ada

permasalahan lain, konselor akan mempersilakan

konseli untuk memaparkannya dan kemudian akan

dibahas bersama dengan mempertimbangkan

tanggapan dari konseli yang lain.

Pada sesi ini, merupakan tahap pertama dalam

working stage 1 dimana konselor akan berusaha

memaksimalkan san serta menopang eksplorasi diri

dari klien. Konseling akan berpusat pada

pemanfaatan potensi individu untuk menilai

pengalanannya, membuatnya untuk memperjelas dan

mendapatkan insight dari pengalamannya

Page 55: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

47

Penutup

Konselor memberikan kesimpulan atas kegiatan yang

telah dilakukan. Kemudian konselor mengucapkan

terima kasih dan memberikan gambaran tentang sesi

selanjutnya

Evaluasi - Konseli dapat menjelaskan permasalahan yang

sedang dialami

- Konseli mendapatkan tanggapan dari konseli lain

yang secara aktif mengemukakan pendapatnya

- Konseli menemukan solusi atas permasalahan

yang sedang dialami

Tahap Working Stage 1

(pertemuan 2)

Pengantar

Pada sesi ini, konseli secara bergiliran akan menyampaikan masalah yang sedang

dihadapi di hadapan konselor dan konseli yang lain (anggota keluarga).

Kemudian konselor bersama dengan konseli akan menentukan permasalahan

siapa yang perlu dibahas terlebih dahulu. Setelah menentukannya, konseli

tersebut akan kembali menjelaskan secara lebih mendalam untuk kemudian

ditanggapi oleh konseli yang lain. Konselor juga mempersilakan adanya sesi

tanya jawab antar konseli terkait masalah yang sedang dibahas selama hal

tersebut relevan. Apabila konseli terkait sudah menemukan jalan keluar dari

permasalahan, akan dilanjutkan dengan konseli yang lain.

Tujuan

- Konseli memaparkan masalah yang akan dibahas

- Konseli mendapatkan tanggapan dari konseli yang lain

- Konseli menyelesaikan permasalahan dibantu dengan konseli yang lain

Alat dan Bahan - Daftar hadir

- Alat tulis

- Alat dokumentasi

- Air mineral

- Tisu

Prosedur Pembukaan

Konselor mempersilakan konseli untuk duduk di

tempat yang telah disediakan. Konselor memberikan

Page 56: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

48

salam, berdoa, dan kemudian menanyakan kabar

konseli

Working Stage 1

Pada sesi ini, konseli akan memaparkan masalah

yang sedang dihadapi kemudian bersama konselor

dan konseli yang lain membahas lebih lanjut

permasalahan yang dibahas. Apabila ada

permasalahan lain, konselor akan mempersilakan

konseli untuk memaparkannya dan kemudian akan

dibahas bersama dengan mempertimbangkan

tanggapan dari konseli yang lain.

Pada sesi ini, merupakan tahap kedua dalam working

stage 1 dimana konselor akan membantu untuk

menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-

pengalaman sebelumnya ke dalam proses konseling.

Kemudian mengintegrasikannya pada pengalaman

konseli lain

Penutup

Konselor memberikan kesimpulan atas kegiatan yang

telah dilakukan. Kemudian konselor mengucapkan

terima kasih dan memberikan gambaran tentang sesi

selanjutnya

Evaluasi - Konseli dapat menjelaskan permasalahan yang

sedang dialami

- Konseli mendapatkan tanggapan dari konseli lain

yang secara aktif mengemukakan pendapatnya

- Konseli menemukan solusi atas permasalahan

yang sedang dialami

Tahap Working Stage 1

(pertemuan 3)

Pengantar

Pada sesi ini, konseli secara bergiliran akan menyampaikan masalah yang sedang

dihadapi di hadapan konselor dan konseli yang lain (anggota keluarga).

Kemudian konselor bersama dengan konseli akan menentukan permasalahan

siapa yang perlu dibahas terlebih dahulu. Setelah menentukannya, konseli

tersebut akan kembali menjelaskan secara lebih mendalam untuk kemudian

ditanggapi oleh konseli yang lain. Konselor juga mempersilakan adanya sesi

Page 57: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

49

tanya jawab antar konseli terkait masalah yang sedang dibahas selama hal

tersebut relevan. Apabila konseli terkait sudah menemukan jalan keluar dari

permasalahan, akan dilanjutkan dengan konseli yang lain.

Tujuan

- Konseli memaparkan masalah yang akan dibahas

- Konseli mendapatkan tanggapan dari konseli yang lain

- Konseli menyelesaikan permasalahan dibantu dengan konseli yang lain

Alat dan Bahan - Daftar hadir

- Alat tulis

- Alat dokumentasi

- Air mineral

- Tisu

Prosedur Pembukaan

Konselor mempersilakan konseli untuk duduk di

tempat yang telah disediakan. Konselor memberikan

salam, berdoa, dan kemudian menanyakan kabar

konseli

Working Stage 1

Pada sesi ini, konseli akan memaparkan masalah

yang sedang dihadapi kemudian bersama konselor

dan konseli yang lain membahas lebih lanjut

permasalahan yang dibahas. Apabila ada

permasalahan lain, konselor akan mempersilakan

konseli untuk memaparkannya dan kemudian akan

dibahas bersama dengan mempertimbangkan

tanggapan dari konseli yang lain.

Pada sesi ini, merupakan pertemuan ketiga dalam

working stage 1 dimana konselor akan melakukan

redefinisi dengan mirroring dan diharapkan konseli

mencapai penerimaan diri serta menerima orang lain.

Konslei juga diharapkan menjadi individu yangdapat

mencari solusi serta sadara akan pentingnya

hubungan timbal balik

Penutup

Konselor memberikan kesimpulan atas kegiatan yang

telah dilakukan. Kemudian konselor mengucapkan

terima kasih dan memberikan gambaran tentang sesi

selanjutnya

Page 58: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

50

Evaluasi - Konseli dapat menjelaskan permasalahan yang

sedang dialami

- Konseli mendapatkan tanggapan dari konseli lain

yang secara aktif mengemukakan pendapatnya

- Konseli menemukan solusi atas permasalahan

yang sedang dialami

Tahap Working Stage 2

Pengantar

Pada tahap working stage 2 merupakan lanjutan dari working stage 1. Hanya saja

pada sesi ini, proses konseling sudah mulai lebih terfokus pada solusi dan rencana

pengaplikasiannya pada kehidupan sehari-hari. Konseli akan kembali

menjelaskan secara lebih mendalam untuk kemudian ditanggapi oleh konseli

yang lain. Konselor juga mempersilakan adanya sesi tanya jawab antar konseli

terkait masalah yang sedang dibahas selama hal tersebut relevan. Kemudian,

konseli akan membahas solusi-solusi yang sudah diutarakan untuk kemudian

nantinya diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari

Tujuan

- Mengetahui output dari kegiatan konseling yang telah dilakukan

sebelumnya

- Mengetahui permasalahan yang akan dibahas

- Mendapatkan solusi atas masalah yang sedang dihadapi

Alat dan Bahan - Daftar hadir

- Alat tulis

- Alat dokumentasi

- Air mineral

- Tisu

Prosedur Pembukaan

Konselor mempersilakan konseli untuk duduk di

tempat yang telah disediakan. Konselor memberikan

salam, berdoa, dan kemudian menanyakan kabar

konseli

Working Stage 2

Pada tahap ini, konselor menanyakan kepada konseli

atas solusi permasalahan yang sudah didapatkan pada

sesi sebelumnya. Kemudian jika masih terdapat

masalah lain yang belum dibahas, konselor akan

mempersilakan konseli untuk mengemukakan

permasalahan tersebut untuk kemudian ditanggapi

Page 59: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

51

oleh konseli lain dan mendapatkan solusi atas

permasalahan yang sedang dihadapi.

Tahapan konseling pada working stage 2 adalah :

1. Konselor bersama konseli melanjutkan

membahas permasalahan yang belum sempat

terselesaikan pada pertemuan sebelumnya

2. Apabila semua konseli sudah mendapatkan

kesempatan yang sama untuk mengutarakan

permasalahannya, konselor akan mulai

membahas solusi-solusi dari para konseli

3. Konselor membuka sesi tanya jawab antar

konseli untuk mengonfirmasi apakah

informasi yang diterima sudah sesuai.

4. Konselor membahas solusi yang sudah

didapat untuk kemudian diaplikasikan oleh

konseli dalam kehidupan sehari-hari

Penutup

Konselor menyimpulkan kegiatan konseling yang

telah dilakukan kemudian memaparkan kembali

solusi-solusi yang telah didapat untuk kemudian

diaplikasikan oleh konseli. Setelah itu, konselor

mengucapkan terima kasih dan menjelaskan tentang

kegiatan selanjutnya

Evaluasi - Konseli dapat mengungkapkan permasalahan

yang sedang dihadapi

- Konseli mendapatkan tanggapan dari konseli

yang lain

- Konseli mendapatkan solusi atas

permasalahannya

Tahap Penutupan

Pengantar

Pada sesi ini, konselor menanyakan kepada konseli tentang solusi yang didapat

pada tahap working stage. Kemudian konselor mempersilakan konseli untuk

mengungkpan perasaan berupa kesan pesan dan manfaat yang didapat dari

kegiatan konseling

Tujuan

- Konseli menemukan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi

- Konseli mengetahui pentingnya hubungan keluarga

- Konseli merasakan manfaat dari kegiatan konseling

Alat dan Bahan - Daftar hadir

- Alat tulis

- Alat dokumentasi

Page 60: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

52

- Air mineral

- Tisu

Prosedur Pembukaan

Konselor mempersilakan konseli untuk duduk di

tempat yang telah disediakan. Konselor memberikan

salam, berdoa, dan kemudian menanyakan kabar

konseli

Penutup

Konselor menanyakan kepada konseli terkait solusi

yang sudah didapatkan dari pembahasan

sebelumnya. Kemudian konselor memastikan bahwa

permasalahan konseli dan keluarga sudah teratasi.

Selanjutnya, konselor mempersilakan konseli untuk

mengemukakan kesan pesan dan manfaat dari

kegiatan yang telah dilakukan serta memberitahukan

bahwa kegiatan konseling telah berakhir. Konselor

mengucapkan terima kasih dan juga apresiasi kepada

konseli.

Evaluasi - Konseli dapat menerapkan solusi yang telah

didapatkan

- Tercipta dinamika yang baik dalam keluarga

konseli

Tahap Evaluasi

Evaluasi Evaluasi

Pada sesi ini, konselor mengobservasi dan

memastikan bahwa solusi sudah dapat terlaksana.

Kemudian konselor akan memberikan skala

penerimaan keluarga untuk dijadikan post test

sehingga konselor mengetahui keefektifan kegiatan

konseling yang telah dilakukan

Page 61: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

53

LAMPIRAN 7

LEMBAR OBSERVASI

Page 62: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

54

LEMBAR OBSERVASI

KEGIATAN KONSELING KELUARGA

NO NAMA (Inisial) URAIAN

1. P

Subjek adalah ayah dari pasien HIV tersebut.

Subjek menyambut konselor dengan hangat

dan selalu menyediakan kebutuhan

konseling. Namun, pada saat awal konseling

subjek terlihat kurang bersemangat

mengikuti kegiatan konseling. Setelah

diskusi lebih lanjut diketahui bahwa subjek

merasa malu membicarakan

permasalahannya. Selain itu, subjek dalam

kesehariannya juga tidak terbiasa

mengutarakan apa yang sedang dirasakannya

kecuali kepada istrinya. Tetapi seiring

dengan berjalannya proses konseling, ayah

subjek lambat laun mulai aktif mengutarakan

pendapat serta menanggapi permasalahan

yang sedang dialami oleh anggota

keluarganya. Beberapa saat subjek tampak

tidak begitu mempedulikan anaknya yang

mengidap HIV. Terlihat ketika anggota

keluarganya yang lain mengutarakan

permasalahannya, subjek akan

menanggapinya. Namun ketika giliran

anaknya yang sedang sakit, subjek tetap

menanggapi namun sangat singkat. Hal

tersebut berlangsung hingga working stage 1.

Saat working stage 2 terlihat bahwa subjek

lebih kooperatif dan menanggapi dengan baik

pendapat anaknya yang sedang sakit.

2. SW

Subjek adalah ibu dari pasien HIV tersebut.

Seperti halnya suaminya, subjek selalu

menyambut konselor dengan hangat. Dari

awal proses konseling, subjek terlihat

sesekali menangis karena mengingat keadaan

anaknya. Subjek lebih banyak menangis

ketika tahap working stage dimana subjek

memaparkan semua yang dirasakannya di

hadapan keluarganya. Subjek berkali-kali

mengutarakan bahwa subjek merasa sangat

sedih atas apa yang menimpa putri

bungsunya dan merasa bahwa tidak ada yang

bisa dia lakukan sebagai seorang ibu. Namun

berbeda dari suaminya, subjek dari awal

sudah aktif menanggapi pendapat konseli

lain, serta mengutarakan pendapat dan

Page 63: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

55

perasaannya meskipun diselingi dengan

tangisan. Selama kegiatan konseling, pada

awalnya subjek terlihat tidak pernah

memandang anaknya yang mengidap HIV.

Namun setelah subjek mengutarakan

perasaanya pada working stage 1 dan 2,

subjek terlihat sesekali melihat anaknya

dengan tatapan sedih. Subjek merasa harus

lebih bersikap sebagai seorang ibu dan tidak

membedakan anaknya

3. BS

Subjek adalah kakak laki-laki dan sekaligus

kakak sulung dari penderita HIV tersebut.

Pada setiap proses konseling subjek terlihat

selalu letih dan malas-malasan. Subjek juga

kurang aktif dalam mengutarakan

pendapatnya. Namun ketika konselor terus

menerus melibatkan subjek dalam proses

konseling serta mendorong subjek untuk aktif

mengutarakan pendapatnya, subjek

menanggapinya dengan baik dan sesekali

mengucapkan mohon maaf karena capai

seusai pulang kerja. Namun subjek juga

mengutarakan bahwa meskipun dia capai, dia

akan selalu mengikuti proses konseling dari

awal hingga akhir karena subjek sebagai

kakak sulung merasa harus mengambil

bagian dalam kesejahteraan keluarganya.

Selama proses konseling, khususnya working

stage, ketika subjek diminta untuk

mengutarakan pendapatnya subjek terlihat

menunjukkan emosi marahnya kepada

adiknya karena sudah terkena penyakit yang

parah akibat pergaulan bebas. Namun

sekalipun subjek marah, subjek tidak pernah

menggunakan kata-kata kasar dan tidak mau

melihat adiknya. Namun setelah berdiskusi

dengan keluarganya dan setelah melalui

proses konseling, subjek mengutarakan

bahwa subjek marah bukan karena membenci

adiknya. Hal tersebut hanya bentuk

kekecewaan seorang kakak kepada adiknya.

4. YI

Subjek adalah kakak perempuan dan

sekaligus kakak kedua dari penderita HIV tersebut. Pada setiap kegiatan konseling,

subjek terlihat selalu antusias dan aktif

mengutarakan pendapatnya serta

menanggapi konseli yang lain. Ketika proses

konseling, fokus subjek sesekali teralihkan

Page 64: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

56

dengan anaknya yang masih bayi. Namun hal

tersebut hanya berlangsung antara 1-5 menit

dan tidak mengganggu jalannya konseling

karena anak dari subjek selalu dijaga oleh

ayahnya selama proses konseling

berlangsung. Subjek juga menunjukkan

kesedihannya atas kondisi adiknya dengan

cara menangis, namun tidak seperti ibu

subjek yang terkadang menangis tidak

terkendali, subjek dapat mengontrol

kesedihannya dan selalu menguatkan ibunya.

Selama proses konseling, subjek juga selalu

menenangkan kakak laki-laki subjek ketika

subjek merasa kakaknya terlalu emosi kepada

adiknya yang megidap HIV.

5. S

Subjek adalah nenek dari penderita HIV

tersebut. Pada awal konseling subjek merasa

ragu untuk mnegutarakan permasalahannya

terkait perasaan terhadap cucunya yang

sedang mengidap HIV. Subjek merasa bahwa

dirinya tidak menjaga subjek dengan baik

sehingga cucunya dapat terkena penyakit

HIV tersebut. Namun setelah konselor

melibatkan subjek terus menerus dan secara

aktif menanyakan pendapat, subjek selalu

menanggapi meskipun masih tampak

keraguan dalam jawabannya. Subjek selalu

mengasuh cucunya dari kecil ketika orang

tuanya bekerja. Subjek mengutarakan bahwa

subjek merasa sangat sedih karena cobaan

yang menimpa cucunya dan juga

keluarganya. Namun dari pernyataan yang

didapatkan dari proses konseling, subjek juga

merasa bahwa subjek sangat kecewa dan

berfikir dengan tidak mempedulikan cucunya

akan membuat cucunya jera. Namun di akhir

sesi subjek merasa bahwa yang perbuatannya

salah.

6. R

Subjek adalah pokok dari proses konseling

ini. Subjek merupakan seorang remaja yang

saat ini sedang mengidap HIV. Selama proses

konseling, subjek selalu berperan aktif ketika

diminta. Namun ketika tiba giliran subjek untuk menanggapi pernyataan dari ayah atau

kakak laki-laki subjek, subjek terlihat ragu

dan selalu menjawab dengan singkat karena

subjek merasa takut untuk dimarahi. Selama

proses konseling berlangsung, subjek

Page 65: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

57

berkali-kali mengucapkan mohon maaf

karena dirinya telah menyebabkan

keluarganya malu dan mencoreng nama baik

keluarga. Subjek juga banyak menangis

terlebih ketika dia meminta keluarganya agar

lebih memperhatikan dirinya dan tidak

membencinya karena penyakit yang

dideritanya. Konselor memperhatikan bahwa

subjek sudah dapat menerima dirinya yang

sedang mengidap HIV. Namun yang

membuat subjek masih merasa bersedih

adalah karena keluarganya yang kurang

mendukung. Pada akhir sesi konseling,

subjek sudah banyak tersenyum dan terlihat

sudah berbincang dengan keluarganya

dengan nyaman.

Page 66: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

58

LAMPIRAN 8

INFORMED CONSENT

Page 67: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

59

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

MALANG

KESEDIAAN TERTULIS (INFORMED CONCENT)

Nama saya adalah Virgina Dwiki Zilma Zuraida NIM :

(201410230311137),yang saat ini menjadi mahasiswa program pendidikan Sarjana

Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Saya adalah

mahasiswa yang sedang menempuh skripsi dengan dosen pengampu Dr. Rr. Siti

Suminarti Fasikhah, M.Si dan Putri Saraswati, M. Psi

Pada kesempatan ini, saya mohon kesediaan anda sebagai subjek atau testee saya.

Untuk proses ini, anda tidak dipungut biaya apapun. Namun, saya juga tidak

diwajibkan untuk menyampaikan hasil pemeriksaan ini kepada Anda, karena dalam

hal ini saya sebagai Mahasiswa masih dalam tahap pembelajaran.

Saya akan mempresentasikan hasil pemeriksaan psikologi ini kepada dosen

pengampu dan saran yang saya berikan TANPA menyebutkan informasi yang bisa

dikaitkan secara langsung dengan diri Anda. Sehingga kerahasiaan identitas Anda

akan tetap dijamin, sehingga saya menjamin tidak akan ada dampak negatif dari

proses ini untuk nama baik Anda dan keluarga Anda.

Setelah membaca penjelasan tertulis diatas, saya menyadari bahwa, Virgina Dwiki

Zilma Zuraida NIM : (201410230311137), nomor Handphone 081291541071 adalah mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang, dibawah bimbingan dosen pembimbing Dr.

Rr. Siti Suminarti Fasikhah, M.Si dan Putri Saraswati, S.Psi, M.Psi.. Saya

memutuskan untuk (Bersedia/TidakBersedia*) berpartisipasi dalam kegiatan ini

(*coretsalahsatu

Malang, ……………...............2019

Konselor Konseli

(________________) (_______________)

Page 68: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

60

LAMPIRAN 9

HASIL UJI PLAGIASI

Page 69: PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV MELALUI …eprints.umm.ac.id/57192/2/skripsi.pdfdengan Teknik Humanistik” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas

61