penerapan teknologi plasma pada pemusnahan sampah · pdf filelogam, plastik dan resin yang...
TRANSCRIPT
Penerapan Teknologi Plasma pada
Pemusnahan Sampah Kota Sonny Djatnika Sunda Djaja *)
Sampah dan Permasalahan Sebuah Kota
Belum lama ini, sampah Kota Bogor mengakibatkan empat korban meninggal akibat
runtuhnya tembok penahan timbunan sampah. Tahun 2005, sampah Kota Bandung pun
mengalami hal serupa dan menelan korban lebih banyak penduduk di sekitar TPA Leuwigajah.
Demikian pula kejadian di banyak TPA lainnya sejak hampir 20 tahun terakhir. Mengapa hal
yang sama terjadi, walaupun kejadiannya terjadi di dalam kurun puluhan tahun, tetapi belum
ada penyelesaian yang lebih mengarah kepada perbaikan sistem pengelolaan dan pemrosesan
sampah?
Di negara kita, pemusnahan sampah umumnya hanya dilakukan dengan pembakaran
langsung (insenerasi), atau pengkomposan dan penimbunan (landfill). Bayangkan, gundukan
sampah seperti di Kota Bogor saja dapat menggunung sampai ketinggian 50 meter. Sampah di
dalam gundukan akan mengalami poses fermentasi anaerobik menghasilkan gas metan
(methane). Gas metan ini kemudian mengapung ke udara dan memberikan pengaruh 20 kali
lebih buruk dibandingkan emisi gas CO2 dan berdampak besar terhadap pemanasan global.
Selain itu, adanya gas metan yang terperangkap di dalam gundukan sampah akan berakibat
terjadinya kebakaran atau peledakan saat terkena sambaran petir. Mungkinkah ini kejadian
yang dapat menyebabkan sebuah TPA longsor.
Teknologi insenerasi yang diterapkan masih menggunakan bahan bakar fosil yang sangat
banyak terutama untuk sampah basah, karena selain untuk membakar juga digunakan untuk
mengeringkan sampah sebelum dibakar. Oleh karenanya banyak insenerator yang kemudian
tidak lagi dioperasikan. Insenerasi yang umum di negara ini tidak dilengkapi dengan unit
penangkap dan pembersih gas buang, atau dilengkapi dengan after burner. Hal ini memberikan
dampak emisi gas buang beracun yang sangat membahayakan lingkungan.
Di beberapa kota mulai digalakkan pengkomposan. Komposting merupakan cara daur
ulang di luar daur ulang bahan yang dianggap masih memiliki nilai jual, seperti plastik dan
logam. Kompos dimanfaatkan untuk membantu penyuburan tanah. Jumlah sampah kota yang
dikomposkan umumnya sekitar 30% yang berupa bahan karbonis atau sering disebut sampah
organik bio-degradable. Masalahannya, apakah sampah ini bersih bagi tanah pertanian
dan/atau produk pertanian? Sisa sampah sekitar 60% merupakan bahan anorganik, bahan
logam, plastik dan resin yang kurang bernilai jual, serta bahan anorganik lainnya yang kemudian
ditimbun. Setelah timbunan memenuhi bidang laha, areal pegelolaan sampah ditinggalkan.
Sampah timbun akan menimbulkan pencemaran berupa lindi (leacheate) yang berbahaya saat
menyusup di kedalaman tanah dan menurunkan kualitas tanah serta mengalir ke sumur-sumur
pemukiman dan sungai yang akan merusak kualitas air tanah.
Selain sampah yang terangkuit dan ditumpuk di TPA, masih banyak sampah tercecer dan
tidak terangkut. Sampah di buang ke sungai, ditimbun di lahan-lahan tertentu, atau dibakar
langsung. Hal ini juga sudah tentu semakin mercemarkan lingkungan perkotaan, merusak tanah
dan muka air tanah, mencemarkan dan membuat endapan di sungai yang menggangu
pemandangan dan kemungkinan banjir, serta asap pembakaran sampah yang menyesakan
dada.
Selain sampah kota yang tampaknya hanya berupa sampah padat dari pemukiman
(municipal solid waste), sampah kota juga sebenarnya terdiri dari jenis sampah komersial (areal
usaha kantor, pasar, pejagalan, industri dan produk industri), sampahmedis, serta sampah
berupa lumpur (tinja, pengolahan air kotor kota,endapan sungai dan instalasi pengolahan
limbah pabrik). Berdasarkan pengamatan para ahli lingkungan, sampah kota sangat berbahaya
bagi lingkungan terutama sampah yang mengandung unsur-unsur berbahaya dan sampah
medis.
Pemerintah sudah mulai memikirkan bagaimana memusnahkan sampah sampai benar-
benar hilang. Istilah teknologinya adalah pemusnahan tuntas (Zero Waste). Kota Jakarta
misalnya sudah lama mengembangkan tempat pembuangan sampah terintegrasi di
Bantargebang Bekasi. Namun kalau dilihat dari hasil akhir penerapan teknologinya tampak
masih menimbulkan banyak kontroversi antara tepat atau tidaknya teknologi yang diterapkan.
Pemusnahan sampah mempunyai arti yang sangat luas. Misalnya saja sampah dimusnahkan
dengan cara dibakar. Dikatakan pemusnahan tuntas apabila tidak ada lagi bekas sampah
setelah pemusnahan. Ini adalah hal yang ideal, karena hasil pemusnahan masih akan
menyisakan sampah dalam bentuk lainnya lagi. Tulisan ini merupakan sumbang saran
penerapan sebuah teknologi yang sudah mulai banyak diterapkan di banyak kota di Anerika
Seikat (AS), negara-negara Eropa dan bahkan sejumlah negara Asia.
Pemusnahan Tuntas-4R Sampah Kota
Pengelolaan sampah konvesional yang ada saat ini masih banyak menyisakan masalah-
masalah terutama pencemaran gundukan sampah, mulai dari bau sampai bencana, walau
sudah menggunakan kata-kata inovatif seperti pengelolaan sampah terpadu. Para pengelola
masih harus mencari teknologi yang lebih tepat bagi pemusnahan sampah sampai tuntas.
Masih adanya gangguan terhadap penduduk sekitar, atau kejadian bencana yang sering terjadi
menunjukkan kelemahan tersebut. Seyogyanya pola dasar pemikiran pemusnahan dapat
mengunakan acuan sedrhana seperti Gambar 1.
Gambar 1. Pengelolaan sampah hendaknya mengacu kepada tiga kepentingan utama, tanpa
mengorbankan satu pun walau tidak memaksimalkan kepentingan lainnya.
Pemusnahan sampah saat ini masih pada tingkat pengurangan jumlah dan daur-ulang
atau pemanfaatan kembali (reduce, recycle dan reuse). Pada prinsipnya pemusnahan sebaiknya
dilakukan dengan konsep mutakhir 4R (reduce, recycle, reuse and recovery) dapat memberikan
manfaat luas, serta fungsi pengelolaan yang tidak hanya menghabiskan anggaran pengelolaan,
tetapi juga perolehan pendapatan bagi pengelola. Secara ringkas, beberapa metoda dalam
pengelolaan pemusnahan sampah adalah:
1. Komposting dan penimbunan. Merupakan cara konvensional yang banyak diterapkan di
negara ini. Pengurangan volume sampah adalah pengambilan kembali bahan-bahan
daur ulang serta bahan organik segar yang dapat dikomposting, rata-rata sekitar 25% -
35%-berat. Sisanya kemudian ditimbun. Penimbunan sering menimbulkan masalah
mulai dari degradasi tanah dan air tanah sampai kerentanan terhadap longsor.
2. Insinerasi (pembakaran langsung). Merupakan pembakaran sampah secara okidasi
penuh di dalam sebuah insenerator. Insenerasi menggunakan bahan bakar fosil dan
masih akan menyisakan abu yang kemungkinan besar masih memiliki kandungan unsur
berbahaya. Selain itu emisi gas buang yang ditimbulkan merupakan gas-gas yang juga
berbahaya seperti dioksin pada zona bakar di atas 1300 oC, serta jenis gas berbahaya
lainnya berasal dari bahan bakar fosil, terutama pada zona bakar di bawah 1300 oC,
seperti gas merkuri dan belerang. Tujuan penghematan bahan bakar hanya akan
memperlambat pemusnahan, membutuhkan areal penampungan lebih luas dan akan
membutuhkan lahan penimbunan bagi sampah yang tidak sempat dibakar. Konsep
pembakaran cepat disertai pemanfaatan panas untuk pembangkitan listrik juga belum
benilai ekonomis. Di Jepang insenerasi banyak diterapkan, namun masalah akhirnya
adalah pemusnahan abu hasil bakaran yang ternyata juga masih mengandung
senyawaan berbahaya terutama abu dari sampah elektronik.
3. Pirolisis. Merupakan cara degradasi termal di dalam
tungku dengan memanfaatkan kandungan karbonis dan
oksigen dalam bahan sampah (tanpa bantuan oksigen
dari udara luar) yang umum dilakukan pada proses
pembuatan arang kayu. Temperatur pembakaran cukup
rendah antara 400 sampai 800 oC. Pengurangan jumlah
sampah dapat mencapai 70 sampai 75%-berat. Sisa
proses adalah abu dan arang bakar. Manfaat dari
pirolisis adalah produk arang, gas produser dan minyak
pirolisis. Gas produser dialirkan melalui proses
pembersihan untuk diambil belerang dan kadar logam
beratnya, dan gas bersihnya digunakan sebagai gas
bakar langsung pembangkit listrik atau pemanas boiler.
Minyak pirolisis diproses lanjut dan dikonversikan secara
katalitik menjadi berbagai jenis bahan bakar, bahan
kimia industri, perekat dan sebagainya.
4. Gasifikasi adalah proses pembakaran oksidasi-sebagian
dari reaksi bahan karbonis sampah dengan oksigen
(murni atau dari udara) dan uap air. Temperaturnya
lebih tinggi dibanding proses pirolisis, di atas 600 oC.
Sama seperti pirolisis, proses menghasilkan gas sintetis
dan terak bakar. Gas sintetis merupakan gas yang dapat
dimanfaatkan sebagai gas bakar langsung, hidrogen fuel
cell dan berbagai jenis bahan bakar, kimia, metan dan
urea, serta produk sampingan lainnya seperti asam
sulfat, dan terak padat untuk bahan konstruksi. Untuk
tujuan pembangkitan energi gasifikasi lebih efisien
dibandingkan pirolisis.
5. Busur plasma adalah teknologi konversi termal , yang
memanfaatkan panas dari busur listrik tegangan tinggi
untuk proses pembuatan baja,pembangkitan listrik dan pemusnahan sampah, baik
secara insinerasi, pirolisis dan gasifikasi. Busur plasma merupakan proses temperatur
lebih tinggi sehingga membutuhkan energi listrik lebih besar. Dengan siklus proses
tertutup, maka proses memungkinkan penggunaan kembali energi dari hasil
pemrosesan bahan. Sebagai teknologi relatif baru, busur nyala masih menyisakan kajian
yang berkaitan terhadap kemungkinan resiko terhadap kesehatan, ekonomi dan teknis.
Teknoklogi ini akan dibahas khusus pada bagian di bawah ini.
Gasifikasi diterapkan dalam proses industri pembuatan baja dan pembangkitan listrik mutakhir. Dalam pebangkitan listrik berbahan bakar batu bara, gasifikasi memiliki efisiensi antara 42-65% dibanding PLTU konvebsional yang hanya di bawah 30%.Penerapan teknologi ini adalah berbasis clean coal technology. Selain terintegrasi sebagai pembangkitan ganda PLTG- PLTU sistem Integrated Gasification Combine Cycle (IGCC), industri baja memanfaatkan gas sintetis untuk reduksi bijih besi langsung menjadi besi spons bahan baku baja. Jenis bahan bakar yang digunakan adalah low-rank coal, gambut dan masa bio (IBGCC). Di industri pertambangan, gasifikasi plasma (IPGCC) digunakan untuk memusnahkan limbah batu bara kecil dan low rank coal yang tidak laku dan sebagai pembangkit listrik. Pemanfaatan ganda IPGCC ini juga memusnahkan air limbah pengolahan emas, tembaga dan sebagainya yang mengandung senyawaan berbahaya. Sekitar 14 ton sampah batu bara dapat mengoperasikan 67 MW pembangkit listrik dengan listrik yang dapat dihual sekitar 41 MW. Gasifikasi adalah teknologi lama yang digunakan saat teknologi katalitik oil cracking di dalam oil refinery belum ekonomis. Sebelum Perang Dunia II. Hitler membuat bahan bakar diesel dari gas sintetis batu bara dan masa bio sampai 25 ribu kilo- liter per hari per konverter.
Gambar 2. Prinsip kerja kovereter plasma (dari HowStuffWorks. Inc).
Untuk kebanyakan orang, prinsip busur plasma masih sulit diterima, karena dalam
proses pembangkitan listrik dan prinsip entrophy kekekalan energi yang sulit diterima nalar,
bagaimana suatu proses yang membutuhkan energi 200-400 kWh/ton bahan kemudian
membangkitkan energi 600-1.200 kWh? Prinsip konversi suatu bahan menjadi energi hanya
lebih mudah diterima apabila bentuknya sebagai bahan bakar atau bahan fusi nuklir. Padahal
ada bentuk bahan lain bersifat fisika dan mekanis seperti misalnya sampah magnet. Disini
hanya akan dibahas lebih rinci kepada konversi sampah.
Penerapan Teknologi Plasma untuk Pemusnahan sampah
Dari sejumlah pilihan teknologi yang memungkinkan, akan ditunjukan suatu teknologi
yang mungkin diterapkan juga di Indonesia. Data-data proses yang ditunjukan adalah lebih
terhadap kondisi aseli sampah asal teknologi ini, jadi untuk Indonesia masih membutuhkan
kajian dalam penyesuaian sistem dan jenis sampahnya terutama terhadap praktek pengurangan
sampah, dimana masih ada parameter jumlah pekerja non-formal terlibat (pemulung), yang
sudah melakukan pengumpulan jenis-jenis bahan untuk didaur-ulang. Pekerja ini tidak boleh
diabaikan selama kesempatan hidup mereka belum dapat dipenuhi oleh pemerintah.
Teknologi plasma sudah dikenal hampir tiga perempat abad, dan diterapkan lebih dari
setengah abad di bidang metalurgi dalam pemroresan produksi baja kualitas tinggi. Hampir dua
puluh tahun terakhir, teknologi ini diterapkan pula dalam proses pemusnahan berbagai jenis
sampah. Konverter plasma penghancur sampah telah diterapkan di sejumlah negara maju, baik
yang terpasang tetap di TPA, maupun dalam bentuk pemusnah berjalan (mobile). Di Jepang
bahkan pemerintah sudah menganjurkan para pengelola kota untuk menerapkan teknologi
plasma, terutama sampah yang mengandung bahan kimia PCB (polychorinated biphenyls) dan
asbestos, serta untuk memusnahan abu insinerator yang kadung sudah terpasang.
Gambar 3. Model awal percobaan jet plasma induksi - lebih tiga per empat abad yang lalu -
yang mencapai temperatur sampai 20.273 oC oleh Lincoln Laboratory M.I.T. AS.
Ini bukan merupakan promosi atau iklan dari sebuah teknologi karena tidak ada
keterkaiatan antara penulis dengan para pengembang peralatan. Banyak kemungkinan
peralatan yang dapat dipilih, salah satu yang cukup maju adalah teknologi plasma. Bagi
kebanyakan, pembakaran sampah akan menimbulkan dampak ekologi seperti halnya
pembakaran konvensional insinerator. Tidak ada sesuatu proses dengan energi secara gratis
(2nd Thermodynamics Law, entrophy), namun bagaimana suatu kerusakan ekologi dan
lingkungan hidup dapat dikurangi (yang berupa energi negatif) oleh jumlah energi yang (jauh)
lebih kecil dampaknya.
Plasma yang sangat panas dibentuk oleh ionisasi gas (yaitu oksigen di bawah tekanan
normal) di dalam ruang busur nyala dari daya tegangan listrik tinggi sampai 20 MW (Mega
Watt). Teknologi plasma sendiri dapat menimbulkan panas lebih dari 20.273 oC (empat kali
panas permukaan matahari), dimana pada temperatur 15.000 oC saja, panas plasma akan
mampu merubah alumina (bijih bauksit) menjadi batu safir imitasi (Gambar 3).
Penggunaan plasma pemusnah sampah menerapkan panas 1.400 oC sampai 6.000 oC.
Pada temperatur tinggi ini semua senyawaan di dalam sampah seperti logam-logam, bahan
berbahaya, bahan silikon dan sebagainya benar-benar melebur tervitifikasi menjadi betuk
padatan gelasi sebagai terak yang tidak berbahaya. Plastik, senyawaan biologis dan kimiawi,
serta gas beracun terurai sempurna sebagai unsur gas hilang pijar (umumnya membutuhkan
sekitar 1500 oC) menjadi gas-gas sederhana, terutama H2 dan CO2 , disebut gas sintetis yang
merupakan produk sampingan utama sebuah penghancur sampah plasma.
(a) (b) (c)
Gambar 4. Terak gelasi (a,) butir logam (b) dan serat batu (c) yang dihasilkankan dari bahan
yang tervitifikasi dalam proses plasma (dari HowStuffWorks. Inc).
Berbeda dengan proses pembakaran insinerasi biasa, sistem konverter plasma dapat
dioperasikan dengan proses pirolisis, proses gasifikasi atau proses ganda-pilih pirolisis dan
gasifikasi. Dalam tujuan-tujuan lingkungan dan pembangkitan listrik, dimana bahan bakar yang
digunakan adalah masa bio (bersumber dari produk agrikultur, silvikultur dan forestri dan/atau
limbah-limbahnya), proses pirolisis dimaksudkan sebagai proses untuk mencapai tujuan carbon
negative, sedang gasifikasi cenderung sebagai proses yang lebih efisien untuk pencapaian
carbon neutral. Disebut carbon negative karena julah CO2 yang dihasilkan lebih kecil dengan
jumlah CO2 yang diserap tanaman yang digunakan sebagai bahan bakar. Arang kemudian
digunakan untuk menyuburkan kembali tanah-tanah yang telah rusak. Cara ini juga bertujuan
menggatikan bahan bakar fosil milik bumi yang telah lama dieksploitasi oleh manusia. Sedang
pada cara carbon neutral diartikan sebagai jumlah CO2 yang dihasilkan proses plasma akan
sama dengan CO2 yang diserap tanaman untuk pertumbuhannya yang kemudian tanaman
tersebut digunakan kembali sebagai bahan bakar (siklus tertutup).
Sedangkan dalam pemusnahan sampah, bahan sampah berasal dari bahan organik, fosil
dan bahan lain dari perut bumi. Oleh karenanya gas buang yang dihasilkan tidak sebersih bahan
masa bio. Oleh karenanya sebuah konverter penghancur sampah dilengkapi oleh sebuah
penangkap gas dan partikulat (scrubber), sehingga gas yang kemudian digunakan pada proses
selanjutnya yang menggunakan gas langsung menghasilkan gas buang kembali yang benar-
benar bersih (zero emission). Apabila produk gas dikonversikan ke dalam bentukan bahan
energi lainnya, maka bahan konversi sudah benar-benar bersih dari bahan pengotor atau
beracun, sehingga produk buangnya pun tetap bersih. Contoh konversi gas sintetis menjadi
minyak diesel non aromatis diakui lebih besih dibanding minyak diesel dari fosil.
Tiga konsep lingkungan yang menarik dalam konverter plasma pemusnahan sampah,
adalah bahwa selain mengurangi jumlah sampah yang merusak lingkungan, juga bahwa:
a) Proses mengkonversikan bahan organik menjadi produk yang dapat digunakan untuk
pembangkitan energi lainnya, artinya melakukan penghematan penggunaan sumber
energi fosil dan/atau bentuk energi terbarukan lainnya.
b) Proses plasma dapat menguraikan senyawaan berbahaya dan beracun menjadi unsur-
unsur asal dan sederhana, sehingga tidak lagi berbahaya bagi lingkungan.
c) Proses merekoveri bahan ikutan sampah menjadi bahan-bahan yang memilki nilai lebih
baik, seperi berbagai logam yang dapat dikembalikan ke industri metalurgi, sehingga
mengurangi penggunaan sumber daya alam bahan tambang. Demikian pula dengan
bahan-bahan non logam yang dikonversikan menjadi terak, selain menghemat sumber
daya alam bahan galian industri, sejumlah bahan logam berbahaya terperangkap di
dalam terak dan saat digunbakan untuk bahan konstruksi, bahan ini tidak terlarutkan
oleh fluida, sehingga bahan aman digunakan.
Tampak bahwa sampah bisa merupakan sumber bahan energi yang sangat bersih apabila
dihitung berdasarkan manfaat dari berbagai sisi, terutama kepada apabila ditinjau dari dampak
proses terhadap emisi lingkungan (Gambar 5, 6 dan 7).
Gambar5 . Gasifikasi Plasma mengkonversikan bahan masuk bernilai rendah menjadi produk energi
bernilai tinggi (Dari : Alter Nrg and Westinghouse Plasma Corp.
The Plasma Gasification Process, 2008).
Gambar 6. Emisi perubahan iklim netto pemusnahan sampah yang dikelola berdasarkan kaidah 4R
adalah negatif dibandingkan pengelolaan sampah konvensional lainnya (Sumber data: Thomeloe SA,
Weitz K. Jambeck J., Application of the U.S. Decision Support Tool for Materials and Waste
Management., WM Journal 2006 August).
Gambar 7. Perbandingan dam polutan kriteria dari pemusnahan sampah menjadi energi.
“One technology which
potentially can use
various types of waste,
produce electricity and
hydrogen without
emitting dioxin, furan
and mercury, is plasma
arc technology.
Municipalities can
install a plasma arc
facility which will
eliminate land filling …”
- EPA-USA
Produk Akhir Pemusnahan Tuntas Sampah Kota
Tujuan dari sebuah pemusnah sampah plasma adalah kemampuannya dalam keberhasilan
memusnahkan atau mengurangi jumlah sampah. Biasanya gas sintetis yang merupakan produk
sampingan utama nampak seperti produk utama. Sebagai contoh adalah produk sebuah
pemusnah sampah berbasis proses ganda plasma gasifikasi- pirolisis dapat dimanfaatkan
sebagai berikut:
1. Listrik. Bahan bakar pembangkitan Listrik turbin gas dan/atau turbin uap. Besarnya
listrik yang dapat dibangkitkan bergantung jenis sampah yang diproses. Bila sampah
mengandung banyak bahan karbon (organik), gas yang dihasilkan juga lebih banyak.
Saat ini busur plasma uang memroses sampah 3.000 ton/hari memasok listrik sebanyak
98.000 rumah skala orang AS, pada pembangkit listrik 120 MW (GeoPlasma, AS).
2. Bahan fuel cell. Gas yang paling sederhana H2 digunakan sebagai bahan bakar ekologis di
dalam perangkat fuel cell, perangkat semacam batere yang mengkonversikan reaksi H2
dan O2 menjadi air, serta pembangkitan panas dan energi listrik.
3. Air bersih. Pada proses gasifikasi, selain air yang terdapat pada sampah basah, ditambah
pula air proses yang diuapkan antara 1/3 sampai 1/2 dari berat sampah awal, serta air
yang diuapkan untuk boiler pada proses pembangkitan turbin uap. Uap air
dikonversikan dalam proses gasifikasi menjadi gas sintetis. Pada penggunaan gas sintetis
untuk bahan termal pembangkitan akan dihasilkan kembali air kondensasi yang bersih.
Jadi proses ini juga dapat dimanfaatkan sebagai proses pengolahan air limbah menjadi
air bersih.
4. Biofuel. Proses berbasis katalis akan mengkonversikan gas sintetis menjadi bagian sama
besar secara bersamaan cairan etanol dan metanol. Bahan ini digunakan untuk imbuhan
bahan bakar otomotif bensin dan diesel yang lebih ramah lingkungan. Biaya pembuatan
bahan ini sangat mungkinhanya jatuh pada Rp 300 - Rp 2.700 per liternya, bergantung
kepada besar tungku pemusnah sampah. Sebelumnya metanol dibuat dari gas alam atau
dari bio-fuel. Secara teotitis 1.000 ton sampah dapat dikonversikan menjadi 160 Kilo-
liter metanol atau ethanol. Bergantung pula kepada jenis sampah dan pemakaian balik
energi yang dibutuhkan untuk proses pemusnahan. Pada tingkat organik tinggi,maka
produksi likuid metanol dan etanol akan lebih besar.
5. Barang dan logam bernilai jual. Rekoveri (pengambilan kembali) logam-logam dari
proses penguraian sampah akan menyumbang bahan baku bagi industri metalurgi.
Selain logam fero dan non fero, juga direcoveri belerang. Isu mutakhir tentang rekoveri
ini dikenal dengan istilah Urban and Landfill Mining. Kajian dari jenis sampah elektrik
dan elektronik saja memberikan potensi rekoveri seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Logam-logam penting yang ada dalam sampah piranti elektronik berdasarkan data produksi
elektronik dunia 2006 (UNEP, United Nation Environment Programme,
Recycling-From E-waste to Resources, Final Report, July 2009)
6. Terra-preta. Terra preta atau arang pertanian bisa dihasilkan oleh proses plasma secara
pirolisis, dimana arang dihasilkan dari pembakaran sampah organik. Bergantung kepada
jenis awal sampah serta tingkat toksisitas dan kadar mineral sampah, arang merupakan
jenis penyubur tanah yang cukup handal dengan jumlah antara 20% sampai 25% dari
berat sampah awal.
7. Terak yang dihasilkan dari sisa proses penguraian sampah dibekukan dengan penyiram
air sehingga menjadi padatan beku. Namun apabila terak dihembus udara, maka terak
akan membeku dalam bentuk serabut batu (glass wool). Serat batu digunakan sebagai
insulator, untuk menyerap tumpahan minyak dan polutan di perairan, atau untuk media
tanaman pertanian hidroponik. Saat ini serat batu dibuat dari batuan mineral yang
dilelehkan dalam tungku berbahan bakar fosil dan dibentuk menjadi serat. Sudah barang
tentu harga serat batu dari sampah akan jauh lebih murah dan lebih ramah lingkungan.
Penggunaan serat sebagai insulator pun berarti penghematan energi didalam kegiatan
lainnya. Banyaknya terak yang diperoleh pada umumnya sekitar 20% berat atau 5%
volumetris dari sampah yang diproses. Terak dapat dipisahkan menjadi terak gelasi yang
digunakan untuk bahan bangunan atau penetarsi jalan.
Sampah Kota di Indonesia Sampah kota di Indonesia umumnya sudah lebih "bersih" terhadap bahan-bahan yang
mudah di daur ulang seperti plastik dan logam. baik untuk bahan baku industri maupun bahan
pakai ulang kerajinan. Selain itu sejumlah bahan organik segar pun dimanfaatkan untuk usaha
komposting. Berdasarkan pengamatan, bahan karbonis sampah kota di Indosesia adalah sekitar
65% terdiri dari plastik yang tidak ada harganya, kantong-kantong plastik, karet, resin, tekstil,
potongan kayu, kertas, minyak, oli dan sebagainya. Sisanya berupa bahan logam kompleks,
wadah-wadah logam yang tidak berharga, lumpur, tanah dan sebagainya. Sejumlah bahan
lainnya yang tidak diproses oleh pemusnah sampah konvensional adalah lumpur kota,
perumahan dan indutri. Pada prinsipnya proses pemusnahan sampah plasma mampu
mengkonversikan bahan tersebut di atas dan dijadikan bahan yang lebih berharga, atau kalau
pun akan ditimbun sebagai bahan reklamasi dan penetrasi pemadat tanah sudah tidak akan
berbahaya setelah melewati proses konverter plasma (konsep pada Gambar 8). Selain dapat
mengurangi kemungkinan banjir, pemrosesan plasma bahan-bahan lumpur berguna untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku konstruksi.
Apabila sampah mengandung banyak bahan logam, akan pengelolaan mengikutsertakan
proses rekoveri logam. Sifat terak yang tidak terurai oleh cairan merupakan jaminan
keamanan untuk menangkap bahan berbahayadan memendamnya dalam terak. Contoh
proses pemusnahan sampah 1.000 ton/hari di kota St Lucie AS menghasilkan terak sebanyak
12 ton/hari yang kemudian dipisahkan lagi menjadi 8 ton terak gelasi untuk bahan
konstruksi dan 4 ton butiran logam.
Gambar 8. Bukan saja sampah kota seperti pada umumnya, bahkan berbagai lumpur kota, sungai dan
industri pun dapat dikonversikan menjadi sejumlah produk pemusnah sampah mutakhir.
Jumlah sampah kota Jakarta di akhir Tahun
2009 tercatat sekitar 27.000 m3/hari, atau sekitar
6.000 - 7.000 m3/hari, dan hanya jumlah sampah
yang terangkut oleh armada dinas kebersihan.
Umumnya hambatannya adalah investasi dan
biaya angangkutannya. Berdasarkan data jumlah
penduduk, sampah Kota Jakarta dapat mencapai
di atas 10.000 ton/hari. Belum lagi jumlah lumpur
kota dan lumpur industri. Seandainya saja data
lama dijadikan patokan, serta memperhatikan
adanya kondisi sosial atas keberadaan
pemanfaatan sampah di TPA, maka jumlah
sampah kota yang berpotensi untuk dimusnahkan
hanya adalah sekitar 4.500 ton/hari dengan
setengahnya adalah yang mengandunh bahan
karbonis. Apabila direncanakan penerapan
konverter plasma seperti diterapkan GeoPlasma -
AS dengan kapasitas 6.000 ton/hari, sampah dapat mengoperasikan pembangkit listrik sebesar
240MW. Hal ini akan mendorong pengelola untuk menambah jumlah armada angkutannya
untuk memenuhi kebutuhan masukan konverter, apakah itu dari endapan lumpur,
pengumpulan dari sekitar Kota Jakarta sampai dengan sampah dan limbah industri dan
pertanian sekitar Kota Jakarta. Pemanfaatan lumpur dan sampah dari saluran-saluran air di
Kota Jakarta akan membuat kota semakin bersih dan mengurangi penyebab banjir.
Lumpur dan endapan dari sebuah danau, sungai dan saluran air lainnya memiliki potensi
terjadinya proses fermentasi seperti yang terjadi pada timbunan sampah. Proses
fermentasi menhasilkan gas metan(methane) yang berbahaya bagi atmosfer. Pengaruhnya
terhadap pemanasan global dapat 20 kali lebih besar dibanding emisi gas CO2. Pemanasan
global mengakibatkan penguapan dari danau lebih cepat dan dapat menyebabkan hujan
lebih lebat dalam waktu pendek dan kenaikan jumlah petir.
(International Dam's Association) Kemungkinan akibat lainnya adalah banjir di dataran rendah serta longsor di pegunungan
akibat fungsi hutan yang sebelumnya merupakan penangkap air tidak lagi kuat
menahan beban jumlah air yang tinggi pada tanah yang jenuh air.
Selain itu program tidak perlu menggeser pencaharian banyak warga di kawasan TPA.
Pemanfaatan daya balik untuk kegiatan proses yang hampir sepertiganya masih menyisakan
kemampuan pasokan energi sebesar 160 MW. Besar pasokan listrik ini masih lebih besar
ketimbang pasokan listrik dari panas bumi Kamojang yang hanya 140 MW. Suatu kekayaan yang
mungkin terlupakan dan menarik untuk dikembangkan. Keberadaan TPA Kota Jakarta
cenderung dekat dengan industri, selain dapat menawarkan jasa pemusnahan sampah industri,
juga dapat menjual energi ke industri, baik dalam bentuk termal, refrigasi sampai listrik dengan
harga lebih baik, serta jasa peleburan bahan baku sekrap logam.
Kota Bandung dengan sampah hampir 1.000 Ton/hari juga dapat meghasilkan daya
listrik tambahansebesar 33 MW. Sedang Kota Bogor mungkin sekitar 600 Ton/hari dan Kota
tasikmalaya sekitar 250 Ton/hari. Biaya instalasi bisa bersaing dibandingkan biaya instalsi
pembangkit PLTU. Pada harga konverter sekitar US$2.400/kW (dibanding PLTU US$ 1.400/kW)
memang relatif mahal. Pada perhitungan biaya pembangkit siap beroperasi karena semuanya
sudah tersedia, diperkirakan dapat mencapai US$2.800/kW, sedang PLTU kadang mencapai
US$2.300, pada daerah yang jauh dari kota. Apalagi kalau analisis biaya untuk perbandingan
aspek ekonomis kedua sistem pembangkit ini dibandingkan, maka ada parameter yang
membuat konverter plasma lebih murah, antara lain bahan bakar, transmisi yang pendek serta
kehilangan energi yang rendak karena pendeknya transmisi jaringan. Di sisi lainnya yang dapat
dipertimbangkan adalah konverter bukan bertujuan komersial pembangkit, bukan PLTSa
(Pembangkit Listrik Tenaga sampah) yang artinya bahan baku sampah adalah yang harus
dimusnahkan bukan menjadi komponen biaya produksi. dari sisi lingkungan nasional maupun
internasional, pengelolaan dapat memperoleh insentif CDM. Proses pemusnahan juga dapat
dijadikan jasa untuk sampah industri dan bahkan memungkinkan membatu penyiapan
peleburan sekunder sekrap logam bagi insustri metalurgi. Nah sekarang tinggal bagaimana
menerapkan teknologi yang bak peribahasa: Sekali mengayuh dua tiga pulau terlampaui,
*) Sonny Djatnika Sunda Djaja, Metallurgist - ITB74-Inkubator
Seandainya teknologi ini juga diterapkan untuk pembangkitan listrik ber bahan bakar masabio, selain
tetap menjaga lingkungan yang bersih, kebutuhan listrikpun tercapai. Terjadi proses tebang-menebang
dan bakar membakar skala mega proyek yang pada awalnya dapat menjadikan kontroversi di kalangan
masyarakat yang trauma dengan perusakan hutan. Sosialisasi teknologi menjadi sangat penting. Dari sisi
teknologi, proses gasifikasi dan pirolisis sampah dan masa bio adalah paling "bersih". Dan kedua bahan ini
masuk kategori energi yang dapat diperbaharui. Tebang menebang terjadi di lahan agroforestri yang
ditanam. Jenis tanaman cepat tumbuh seperi kayu-kayu lunak albasia dan lamtoro atau haramai, switch
grass dan bambu merupakan sumber bahan baku potensial. Bahkan umbi dan tanaman ubi kayu raksana
bisa menghasilkan bahan di atas 120 Ton/tahun. Dengan asumsi produksi 60 Ton/tahun, maka untuk
pembangkitan program pemerintah 10.000 MW, dibutuhkan masa bio yang diperoleh dari rotasi tanaman
sekitar 1,8 juta hektar. Penanaman 10 juta hektar lahan akan mencukupi kebutuhan selain 10.000MW
pembangkit listrik, sisa 8,2 juta hektar dapat digunakan untuk bahan produksi 75 juta Kilo-liter/tahun
minyak diesel, cukup untuk memenuhi kebutuhan minyak diesel nasional. Saat ini kerusakan hutan
nasional sudah lebih dari 50 juta hektar lahan sangat kritis dan lebih dari 25 juta hektar sebagian kritis
(info berbagai sumber). Penanaman kembali 10 juta hektar lahan sangat ktitis dalam bentuk agroforestri,
selain membantu perbaikan kembali sebagian hutan sebagai lahan konservasi air, tanah dan sumber daya
hayati, juga memberikan penyediaan energi listrik bersih, bahan bakar pengganti diesel fosil yang juga
bersih, serta kesempatan bagi lebih dari 20 juta tenaga kerja baru di dalam usaha penanaman dan
penyiapan bahan masa bio serta menggulirkan perekonomian. Bandingkan dengan rencana penamanan 3
juta hektar tanaman jathropa yang hanya mampu mensubsitusi 10% saja kebutuhan diesel Jawa barat.
Sungguh, negara ini sebenarnya kaya berkat sinar matahari berlimpah ruah.