mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam...

26
54 BAB 2 Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? Langkah-langkah pencegahan penyakit bawaan makanan (foodborne disease) memerlukan upaya gabungan antara pengaturan dan pendidikan. Bab ini menjelaskan mengapa pendidikan bagi penjamah dan konsumen makanan merupakan upaya yang penting. Penyiapan makanan: suatu tahap kritis dalam rantai makanan Rantai makanan memiliki panjang dan kompleksitas yang bervariasi menu- rut derajat urbanisasi atau industrialisasinya. Rantai tersebut dapat me- liputi tahap-tahap berikut (Gambar 8). produksi primer (pertanian, peternakan dan perikanan yang melibat- kan petani dan nelayan); pengolahan dan pembuatan oleh industri besar atau kecil (industri rumah-tangga); transportasi, penyimpanan dan distribusi yang melibatkan pengecer, pasar swalayan dan toko; penyiapan makanan untuk konsumsi yang dilakukan oleh tempat pen- gelolaan makanan (TPM) atau katering, penjaja makanan kakilima dan jurumasak di rumah yang menyiapkan makanan bagi keluarga. Di daerah pedesaan, sebagian atau semua tahap dalam rantai makanan da- pat berlangsung di rumah atau di tingkat industri rumah-tangga (mis., orang yang bermata pencaharian sebagai petani mungkin mengonsumsi makanan yang dihasilkan, diolah, dan disiapkan di rumahnya sendiri). Pencegahan penyakit bawaan makanan mensyaratkan dilakukannya pencegahan atau pengendalian terhadap kontaminasi pada segala tahap dalam rantai makanan, mulai dari tahap produksi sampai konsumsi. Walau- pun demikian, berbagai tindakan yang diterapkan pada tahap dini dalam rantai makanan hanya akan efektif jika tindakan tersebut juga diterapkan pada tahap lanjut, khususnya jika makanan yang disiapkan ditujukan untuk konsumsi.

Upload: trancong

Post on 01-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

54 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

54

BAB 2

Mengapa pendidikan kesehatandiperlukan dalam keamananmakanan?

Langkah-langkah pencegahan penyakit bawaan makanan (foodborne disease)memerlukan upaya gabungan antara pengaturan dan pendidikan. Bab inimenjelaskan mengapa pendidikan bagi penjamah dan konsumen makananmerupakan upaya yang penting.

Penyiapan makanan: suatu tahap kritis dalam rantai makanan

Rantai makanan memiliki panjang dan kompleksitas yang bervariasi menu-rut derajat urbanisasi atau industrialisasinya. Rantai tersebut dapat me-liputi tahap-tahap berikut (Gambar 8).

– produksi primer (pertanian, peternakan dan perikanan yang melibat-kan petani dan nelayan);

– pengolahan dan pembuatan oleh industri besar atau kecil (industrirumah-tangga);

– transportasi, penyimpanan dan distribusi yang melibatkan pengecer,pasar swalayan dan toko;

– penyiapan makanan untuk konsumsi yang dilakukan oleh tempat pen-gelolaan makanan (TPM) atau katering, penjaja makanan kakilima danjurumasak di rumah yang menyiapkan makanan bagi keluarga.

Di daerah pedesaan, sebagian atau semua tahap dalam rantai makanan da-pat berlangsung di rumah atau di tingkat industri rumah-tangga (mis., orangyang bermata pencaharian sebagai petani mungkin mengonsumsi makananyang dihasilkan, diolah, dan disiapkan di rumahnya sendiri).

Pencegahan penyakit bawaan makanan mensyaratkan dilakukannyapencegahan atau pengendalian terhadap kontaminasi pada segala tahapdalam rantai makanan, mulai dari tahap produksi sampai konsumsi. Walau-pun demikian, berbagai tindakan yang diterapkan pada tahap dini dalamrantai makanan hanya akan efektif jika tindakan tersebut juga diterapkanpada tahap lanjut, khususnya jika makanan yang disiapkan ditujukan untukkonsumsi.

Page 2: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 55

Strategi dalam pencegahan penyakit bawaan makanan dapat dijelaskandalam pengertian tiga garis pertahanan—perbaikan mutu bahan panganmentah dalam pertanian dan akuakultur, penerapan teknologi pengolahanpangan yang dapat mengendalikan kontaminan, dan pendidikan bagi kon-sumen serta penjamah makanan.

Pengalaman memperlihatkan bahwa kendati segala upaya sudah dilaku-kan dalam bidang pertanian, produksi pangan yang berasal dari hewanbelum juga bebas dari patogen (garis pertahanan pertama) dan sebagian be-sar bahan pangan yang mencapai konsumen kemungkinan terkontaminasi(1,2). Kadang-kadang kontaminasi bahan pangan tidak dapat dihindarimengingat beberapa organisme merupakan flora alami yang hidup dilingkungan manusia. Toksin juga dapat terbentuk secara alami di dalammakanan. Kadang-kadang komponen alami makanan memiliki konsekuensianti-gizi dan harus menjalani denaturasi atau dihambat kerjanya selamaproses penyiapan makanan (inhibitor tripsin, lektin). Pada keadaansemacam itu, bahaya (hazard) mungkin terkandung dalam makanan, apapunpraktik pertanian atau akuakulturnya.

Gambar 8. Model rantai makanan

Page 3: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

56 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

Garis pertahanan yang kedua (yaitu, penerapan teknologi pengolahanpangan untuk menghilangkan atau mengurangi patogen atau kontaminan)dengan sendirinya belum cukup untuk menjamin keamanan makanan. Kare-na alasan ekonomi atau alasan lainnya, teknologi pengolahan tersebut belumtersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semuapatogen. Makanan dapat terkontaminasi kembali sesudah diolah, khususnyaselama penyiapannya, oleh penjamah makanan yang dirinya kemungkinanmenjadi carrier patogen penyakit.

Dengan demikian, garis pertahanan yang ketiga—pendidikan bagi pen-jamah makanan dan konsumen mengenai cara-cara penanganan makananyang higienis—merupakan unsur yang sangat menentukan di dalam mence-gah penyakit bawaan makanan dan dapat memberikan hasil sekalipunkedua baris pertahanan yang lain mengalami kegagalan. Karena penyiapanmakanan untuk konsumsi berada di tahap akhir rantai makanan, maka pro-ses ini sangat menentukan. Setiap kontaminasi, baik yang terjadi di awalmaupun akibat penanganan selama penyiapannya, bila tidak dikendalikanpada tahap ini akan memberikan dampak negatif secara langsung bagi kese-hatan konsumennya.

Pendidikan bagi masyarakat dan penjamah makanan baik yang domestikmaupun profesional mengenai cara-cara menyiapkan makanan yang amansangat penting untuk menjamin agar:

– makanan tidak terkontaminasi oleh mereka sendiri;– kontaminan yang mungkin ada dalam bahan pangan dapat dihilang-

kan atau dikurangi sampai ke tingkat yang aman;– pertumbuhan mikroorganisme sampai mencapai tingkat yang me-

nimbulkan penyakit, ataupun menghasilkan toksin, dapat dicegah;– makanan terkontaminasi yang tidak bisa dianggap aman dapat dihin-

dari.

Pengolahan makanan yang rutin

Sebagian besar praktik penanganan dan pengolahan makanan berlangsungdi rumah, di tempat pengelolaan makanan dan katering, atau di TPM kaki-lima. Di daerah pedesaan dan negara berkembang, dimana makanan hasil olah-an industri belum ada atau tidak terjangkau, sebagian besar makanan diolahdi tingkat rumah tangga. Terkadang keseluruhan rantai makanan mulai dariproses pertanian sampai konsumsinya berlangsung di rumah. Berbagai upayayang dilakukan oleh gerakan lingkungan hidup di negara industri menyebab-kan beberapa konsumen semakin tertarik pada makanan olahan rumah.

Kapan pun makanan diolah dalam industri, pihak berwenang di bidangkesehatan dapat menerapkan kontrol terhadap mutu dan keamanan produkmelalui pembuatan peraturan dan inspeksi. Selain itu, reputasi dan kepen-tingan komersial perusahaan kerapkali cukup menjadi pendorong diberlaku-

Page 4: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 57

kannya kontrol oleh perusahaan itu sendiri. Banyak perusahaan makananberskala besar yang memiliki ilmuwan bermutu dan laboratorium sendiriuntuk menjamin keamanan makanan yang diproduksinya.

Akan tetapi, kontrol yang resmi (inspeksi dan analisis sampel makanan)tidak mungkin diterapkan di tingkat rumah tangga dan tindakan tersebutjuga memiliki keterbatasan pada TPM dan katering atau pada penjaja ma-kanan kakilima. Walau begitu, jenis pengolahan dan pembuatan makananyang dilaksanakan di tingkat industri juga dapat berlangsung di tingkatrumah-tangga atau di TPM dan katering. Dengan demikian, cara utamauntuk mengendalikan keamanan makanan yang dibuat di rumah atau ditempat pelayanan makan adalah dengan memberikan pendidikan bagi pen-jamah dan konsumen makanan mengenai cara-cara penanganan makananyang aman. Dengan kata lain, pengendalian atau kontrol harus dilakukanoleh penjamah makanan itu sendiri dan; untuk memenuhi tujuan ini, merekaharus diberitahu, dididik dan, bagi tenaga yang profesional, harus dilatihdengan benar.

Perlu diingat bahwa banyak teknologi pangan dikembangkan berdasar-kan cara ‘uji dan ralat’ di rumah atau industri kecil. Para ilmuwan memaha-mi cara kerja teknologi pangan dan faktor-faktor apa saja yang dapat menen-tukan keamanan suatu produk pangan. Akan tetapi, karena kurangnyakomunikasi, pengetahuan ini hanya berada di kalangan ilmuwan sendiri dantidak selalu dapat disampaikan dengan baik ke masyarakat luas. Banyakkonsumen dan penjamah makanan menyiapkan makanan menurut penge-tahuan yang mereka peroleh dari generasi sebelumnya atau berdasarkanpengalaman empiris mereka sendiri. Tanpa adanya pemahaman yang benarmengenai akibat yang ditimbulkan oleh tindakan mereka, pengetahuansemacam itu tidak selalu menjamin keamanan makanan dalam segala situa-si. Kapan pun terjadi perubahan kondisi pada pengolahan makanan (mis.,kuantitas dan jumlah piring yang disiapkan bertambah, suhu sekitar me-ningkat, atau patogen baru ditemukan dalam bahan pangan mentah), pe-rubahan itu merupakan suatu awal yang memicu terjadinya kejadian luarbiasa (KLB). KLB penyakit bawaan makanan ternyata sering terjadi dalammusim liburan atau pesta dimana makanan disiapkan dalam jumlah besardan kerapkali jauh lebih awal. Selama musim panas terjadi peningkatan in-sidensi penyakit bawaan makanan yang sebagian disebabkan oleh kenaikansuhu sekitar yang mendukung pertumbuhan bakteri.

Masalah penyakit konzo di Afrika, misalnya, merupakan contoh bagai-mana perubahan status sosioekonomi dapat menimbulkan masalah dalamkeamanan makanan. Pada kasus ini, masalah timbul akibat kurangnya pe-mahaman penjamah makanan akan pentingnya tindakan yang mereka laku-kan dalam mengolah singkong. Epidemi penyakit konzo, suatu bentuk mielo-pati yang ditandai dengan paraparesis spastik yang awitannya mendadak,diketahui berjangkit di kawasan sub-Sahara Afrika. Penelitian terhadap KLBpenyakit tersebut di kawasan Bandundu Republik Demokratik Kongo telahmengaitkan KLB ini dengan pajanan sianida akibat konsumsi singkong yang

Page 5: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

58 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatanTab

el

12.

Pers

en

tase

fakto

r-fa

kto

r yan

g t

uru

t b

erk

on

trib

usi

pad

a K

LB p

en

yakit

baw

aan

makan

an

(a)

ber-

dasa

rkan

pen

yakit

baw

aan

makan

an

tert

en

tu d

an

(b

) b

erd

asa

rkan

berb

ag

ai

lokasi

tem

pat

makan

an

di-

siap

kan

(Su

mb

er:

4)

(a)

Pers

en

tase

fakto

r-fa

kto

r yan

g t

uru

t b

erk

on

trib

usi

pad

a K

LB l

ed

akan

pen

yakit

baw

aan

makan

an

di

Eng

lan

d d

an

Wale

s (E

/W)

dan

ASa

Fa

kto

r-Fa

kto

rSa

lmo

ne

losi

s

AS

(238

)E/

W(3

96)

Ente

roto

ksi

-ko

sis

sta-

filo

ko

ka

l

AS

(214

)E/

W(1

33)

Ga

stro

en

teri

-ti

sC

lost

rid

ium

pe

rfri

ng

en

s

AS

(93

)E/

W(3

87)

Ga

s-tr

oe

n-

teri

tis

Ba

cil-

lus

ce-

reu

s

E/W

(53)

Bo

tu-

lism

e

AS

(85)

Shig

elo-

sis

AS

(27)

De

-m

amti

foid

AS

(14)

Ga

stro

-e

nte

riti

sV

ibri

op

ara

ha

e-

mo

ly-

ticu

s

AS

(12)

Fakt

or-

fakt

or

yan

g m

em

en

gar

uh

ip

ert

um

bu

han

p

ato

ge

n

Pen

yiap

an m

akan

an y

ang

ter

lalu

din

iM

akan

an d

isim

pan

pad

a su

hu

kam

arM

akan

an d

idin

gin

kan

dal

amp

anci

bes

arPe

nyi

mp

anan

pad

a ke

adaa

nh

ang

at y

ang

ku

ran

g t

epat

Pro

ses

pel

eleh

an y

ang

ku

ran

gte

pat

Pen

yiap

an m

akan

an d

alam

jum

lah

san

gat

bes

arFe

rmen

tasi

yan

g m

enyi

mp

ang

21b

47 14 –c 1

49 29 18 2 11 3 –

47 78 18 –

56 41 8 2 –

63 76 46 –

92 54 61 11 6 4 –

677 7

26 5613 2 9

94 60 30 15 –

Page 6: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 59Fa

kto

r-fa

kto

r ya

ng

me

me

ng

aru

hi

be

rtah

an

hid

up

nya

p

ato

ge

nPe

ng

ola

han

ter

mal

ata

u p

emas

a-ka

n y

ang

tid

ak a

dek

uat

Pem

anas

an u

lan

g y

ang

tid

ak a

de-

kuat

Fakt

or-

fakt

or

yan

g m

em

en

gar

uh

iko

nta

min

asi

Ing

red

ien

ata

u b

ahan

pan

gan

men

tah

yan

g t

erko

nta

min

asi

Ora

ng

yan

g t

erin

feks

iKo

nta

min

asi

sila

ng

Pem

ber

sih

an p

eral

atan

yan

g t

idak

adek

uat

Sum

ber

yan

g t

idak

am

anA

ir (

lau

t) y

ang

ter

kon

tam

inas

i

21 13 32 13 21 15 1

23 12 9 2 14 – – –

3 7e

53 3 9

1 3e

33 2 – – –

9d

45 2 1

16d

56 1 – – –

42 33 8

79 14

7 89

80 2

2 55 2 – – –

a Jum

lah

KLB

yan

g d

ian

alis

is d

alam

tan

da

kuru

ng

. A

da

leb

ih d

ari

satu

fak

tor

yan

g b

iasa

nya

dia

ng

gap

ber

tan

gg

un

g j

awab

ter

had

apte

rjad

inya

KLB

.bM

enca

kup

pen

yiap

an m

akan

an 1

ata

u b

eber

apa

har

i se

bel

um

nya

(A

S);

sete

ng

ah h

ari

seb

elu

mn

ya (

E/W

); d

an p

eng

gu

naa

n m

akan

-an

sis

a.c =

dat

a ti

dak

dir

ang

kum

.dSp

ora

C.

pe

rfri

ng

en

s ti

dak

sel

alu

mat

i d

eng

an p

emas

akan

.e Pe

man

asan

ula

ng

tid

ak m

un

gki

n m

eng

han

curk

an e

nte

roto

ksin

.

Page 7: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

60 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

Tab

el

12.

(lan

juta

n)

(b)

Pers

en

tase

fakto

r-fa

kto

r yan

g t

uru

t b

erk

on

trib

usi

dala

m K

LB p

en

yakit

baw

aan

makan

an

di

Kan

ad

a,

Eng

lan

d d

an

Wale

s (E

/W), d

an

ASa

Fa

kto

r-Fa

kto

rA

S, 1

973-7

6

TP

M(2

35

KLB

)R

um

ah

(12

2 K

LB)

Te

mp

at

pen

gola

han

mak

anan

(32 K

LB)

AS,

1961-7

6(1

.15

2 K

LB)

Eng

lan

dd

an W

ales,

1970

-79

(1.0

44 K

LB)

Ka

na

da

,19

73—

77(8

05 K

LB)

Fakt

or-

fakt

or

yan

g m

em

en

gar

uh

i p

ert

um

-b

uh

an

pat

og

en

Pen

yiap

an m

akan

an y

ang

ter

lalu

din

iM

akan

an d

isim

pan

pad

a su

hu

kam

arM

akan

an d

idin

gin

kan

dal

am p

anci

bes

arPe

nyi

mp

anan

pad

a ke

adaa

n h

ang

at y

ang

kura

ng

tep

atPr

ose

s p

elel

ehan

yan

g k

ura

ng

tep

atPe

nyi

apan

mak

anan

dal

am j

um

lah

san

gat

be

sar

Fakt

or-

fakt

or

yan

g m

em

en

gar

uh

i b

ert

ahan

hid

up

nya

p

ato

ge

nPe

ng

ola

han

ter

mal

ata

u p

emas

akan

yan

gti

dak

ad

eku

atPe

man

asan

ula

ng

yan

g t

idak

ad

eku

at

36 63 26 1 –c 5 25

11 30 6 0 – 21 5

100b

16 0 0 – 25 0

21b

31 15 16 <1 – 16 12

66 40 32 6 6 3 15 29

8 26 3 – – 24 –

Page 8: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 61Fa

kto

r-fa

kto

r ya

ng

me

me

ng

aru

hi

kon

tam

i-n

asi In

gre

die

n p

ang

an m

enta

h y

ang

ter

kon

-ta

min

asi

Ora

ng

yan

g t

erin

feks

iKo

nta

min

asi

sila

ng

Pem

ber

sih

an a

lat

mas

ak y

ang

tid

ak a

dek

uat

Mak

anan

dar

i su

mb

er y

ang

tid

ak a

man

Mak

anan

kal

eng

yan

g t

erko

nta

min

asi

Mak

anan

ola

han

yan

g t

erko

nta

min

asi

(bu

kan

mak

anan

kal

eng

)W

adah

ber

acu

nTa

nam

an b

erac

un

yan

g k

elir

u d

ian

gg

apd

apat

dim

akan

Bah

an a

dit

if t

idak

sen

gaj

a d

imas

ukk

anB

ahan

ad

itif

sen

gaj

a d

imas

ukk

anSa

nit

asi

yan

g t

idak

mem

adai

Prak

tik

pen

go

lah

an m

akan

an y

ang

bu

ruk

2 26 6 9 1 0 0 4 0 2 1 – –

22 8 2 1 11 1 6 1 13 0 0 – –

25 9 0 6 0 – 22 0 0 6 3 – –

11 20 7 7 5 – – 2 –<

1 2 – –

4 5 6 – – 4 19 – – – – – –

3 6 7 – 3 3 3

a D

alam

lap

ora

n d

ari

AS

dan

En

gla

nd

ser

ta W

ales

ter

dap

at l

ebih

dar

i sa

tu f

akto

r ya

ng

bia

san

ya d

ian

gg

ap b

erta

ng

gu

ng

jaw

abse

bag

ai p

enye

bab

KLB

itu

. D

i Ka

nad

a, h

anya

fak

tor

yan

g d

ian

gg

ap s

ebag

ai p

enye

bab

pal

ing

pen

tin

g p

ada

seti

ap K

LB y

ang

dic

atat

; 14

% K

LB d

iseb

abka

n o

leh

fak

tor-

fakt

or

yan

g t

idak

ter

can

tum

di

sin

i.bSe

mu

a m

akan

an d

isia

pka

n s

ehar

i se

bel

um

dik

on

sum

sic =

dat

a ti

dak

dir

ang

kum

.

Page 9: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

62 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

pengolahannya tidak adekuat. Singkong mengandung sianogen alami, danpengolahan tradisional yang dilakukan di Afrika juga mencakup perendam-an singkong untuk menghilangkan sianogen tersebut. Pada pertengahantahun 1970-an dibangun sebuah jalan baru yang menuju ibu kota. Keadaanini memperbesar kebutuhan akan hasil bumi untuk perdagangan. Untukmemenuhi kebutuhan yang semakin meningkat itu, para ibu pengolahsingkong mengurangi waktu rendaman dari tiga hari menjadi satu hari. Tin-dakan mereka mengakibatkan kandungan sianogen pada singkong menjadilebih tinggi sehingga menimbulkan KLB penyakit konzo di musim kemaraukarena selama musim tersebut, makanan penduduk kurang mengandung zattambahan yang di dalamnya terdapat asam-asam amino yang mengandungsulfur; asam amino yang mengandung sulfur ini sangat penting untuk detok-sifikasi sianida (3).

Manajer TPM dan juga penjaja makanan kakilima sering kali merupakanorang yang tidak memiliki pengetahuan khusus tentang keamanan makanan.Mereka menyiapkan makanan berdasarkan pengetahuan yang diperolehnyaketika menyiapkan makanan di rumah dan tidak menyadari bahwa aturandalam penyiapan makanan yang aman dengan jumlah besar ternyata berbe-da dengan aturan dalam penyiapan makanan untuk keluarga sendiri. Con-toh, makanan dalam jumlah besar memerlukan waktu yang lebih lama un-tuk didinginkan sampai mencapai suhu yang aman, kecuali jika makanantersebut secara hati-hati dibagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecilatau jika dapurnya dilengkapi lemari es dengan sistem sirkulasi udara (kon-veksi) yang dapat meningkatkan kecepatan pemindahan panas. Selain itu,risiko terjadinya kontaminasi silang jauh lebih besar pada TPM karena ba-nyaknya hidangan yang harus dimasak atau disiapkan secara bersamaandan kerapkali penyiapan ini dilakukan di ruang yang sempit. Dalam lemari esyang diisi terlalu penuh diperlukan waktu yang lebih lama untuk mendi-nginkan makanan sampai mencapai suhu yang aman. Risiko yang sama jugamuncul pada makanan yang disiapkan untuk pesta atau pemberian makan-an massal dalam kamp pengungsi. Pada semua keadaan ini, hanya penjamahmakanan yang terdidik atau terlatih dengan baik yang dapat menjamin bah-wa tindakan pencegahan yang tepat untuk keamanan makanan memang di-lakukan pada saat makanan disiapkan.

Penelitian epidemiologi di seluruh dunia memperlihatkan bahwa padamayoritas kasus, KLB penyakit bawaan makanan terjadi akibat penangananmakanan yang salah oleh penjamah makanan di rumah, TPM dan kateringatau oleh penjaja makanan kakilima—yaitu kesalahan yang dilakukan dalamtahap terakhir penyiapan makanan (Tabel 12).

Pengalaman di negara industri dan negara berkembang

Banyak negara, khususnya negara industri, memiliki infrastruktur pengon-trol makanan yang besar termasuk perundangan tentang makanan yang

Page 10: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 63

secara teratur diperbarui dan mekanisme yang efektif untuk penegakanaturan tersebut. Pengalaman dari negara industri ini menunjukkan bahwasistem pengaturan terpadu dengan dana yang cukup saja tidak dapatmencegah terjadinya penyakit bawaan makanan. Insidensi penyakitbawaan makanan yang tinggi dan terus meningkat di negara industri meru-pakan buktinya.

Di sisi lain, jika upaya pengaturan dan pendidikan dipadukan, keduanyaterbukti sangat efektif untuk mengurangi insidensi penyakit bawaan makan-an. Satu contoh yang baik diperlihatkan dalam tindakan yang dilakukannegara Inggris dan AS untuk mencegah penyakit listeriosis. Upaya pengatur-an yang dipadukan dengan pendidikan berhasil memberikan penurunanyang bermakna dalam insidensi penyakit ini (lihat halaman 73) (5, 6).

Sayangnya, contoh upaya gabungan pengaturan dan pendidikan masihsangat sedikit. Banyak negara yang masih mengandalkan upaya pengaturanuntuk pencegahan penyakit bawaan makanan saja. Dalam masyarakatdimana kebanyakan makanan diolah dan disiapkan di rumah, seperti dibeberapa negara berkembang atau pada masyarakat yang bermata pencaha-rian bertani, pendekatan perundangan untuk menjaga keamanan makanantidak terlalu membawa manfaat. Dengan demikian, pendidikan masyarakat,khususnya bagi penjamah makanan, membawa manfaat yang lebih besaruntuk pencegahan penyakit bawaan makanan.

Di negara berkembang, sebagian besar upaya untuk mencegah penyakitdiare difokuskan pada perbaikan sanitasi dan persediaan air bersih. Sayang-nya, dalam banyak hal, kegiatan untuk menyediakan air yang aman dansanitasi justru mencapai titik buntu dan tidak dipadukan dengan programpendidikan yang efektif tentang cara-cara higienis penanganan makanan,termasuk air. Satu pengkajian kritis mengenai dampak perbaikan fasilitaspersediaan air bersih dan pembuangan tinja terhadap pengendalian diare diantara anak kecil menunjukkan bahwa sekalipun dalam kondisi yang palingmenguntungkan, angka morbiditas penyakit diare hanya berkurang sebesar27% (7). Meskipun tindakan tersebut jelas sangat penting bagi keamananmakanan dan kesehatan penduduk, efisiensinya dalam mengurangi insidensipenyakit diare masih dapat lebih ditingkatkan jika dipadukan dengan pro-gram pendidikan higiene makanan yang mencakup pendidikan mengenaicara pemakaian serta penyimpanan air yang aman dan kebiasaan mem-basuh tangan secara efisien sebelum menjamah makanan. Memang, pengala-man dari negara industri yang memiliki fasilitas penyediaan air bersih danpembuangan tinja yang aman menunjukkan bahwa penyediaan air bersihdan sanitasi yang aman saja tidak cukup untuk mencegah penyakit diarekarena insidensi dari sebagian besar penyakit seperti itu terus meningkat (8).Di banyak negara berkembang program pengadaan air bersih maju denganpesat dan saat ini persentase penduduk yang menikmati manfaat dari pro-gram tersebut cukup tinggi. Walaupun begitu, penyakit diare pada bayi dananak-anak tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas dinegara berkembang.

Page 11: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

64 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

Secara keseluruhan, angka kematian bayi akibat penyakit diare di negaraberkembang tampak menurun. Akan tetapi, penurunan ini lebih disebabkanoleh perbaikan manajemen kasus secara klinis bukan keefektifan tindakanpencegahan yang dilakukan. Anak-anak yang selamat akibat pemberianoralit (ORS; oral rehydration salts) mungkin masih akan mengalami diare danmalnutrisi yang menyertainya; anak-anak kemudian menjadi semakinlemah dan akhirnya meninggal akibat penyakit infeksi lain.

Berkaitan dengan negara industri, perlu kita sadari bahwa bersamaandengan meningkatnya perdagangan dan perjalanan antarnegara, langkah-langkah pengaturan di tingkat nasional saja tidak akan cukup untuk melin-dungi penduduk terhadap penyakit bawaan makanan. Di Swedia yangsekalipun sudah menerapkan program terpadu untuk memusnahkan unggasyang terkontaminasi salmonela, insidensi salmonelosis masih menunjukkanangka yang sangat tinggi dan sebanding dengan angka insidensi di negaraEropa lainnya. Salah satu alasan mengapa hal ini terjadi adalah bahwa 80—90% kasus salmonelosis di Swedia berkaitan dengan perjalanan dan wisata.Dengan demikian, peningkatan pendidikan bagi pelancong dapat menurun-kan insidensi salmonelosis.

Tanggung jawab bersama

Keamanan makanan berarti bahwa pada saat dikonsumsi, makanan tidakmengandung kontaminan dalam kadar yang dapat membahayakan kesehat-an. Semua orang, baik yang menyiapkan atau yang hanya memakannya,merupakan bagian dari rantai makanan. Sebagai bagian dari rantai tersebut,mereka berarti ikut bertanggung jawab bersama pemerintah dan industrimakanan dalam menjamin keamanan makanan. Konsep tanggung jawabbersama ini dilukiskan dalam Gambar 9.

Masyarakat ikut memikul tanggung jawab untuk keamanan makananhanya jika mereka memperoleh saran yang profesional tentang risiko yangditimbulkan makanan atau praktik tertentu terhadap kesehatan mereka.Mereka juga perlu dibimbing dalam memilih makanannya. Contoh,konsumen harus mendapatkan informasi—dan terus-menerus diingatkan—tentang risiko bahan pangan mentah tertentu, khususnya yang berasal darihewan. Insidensi penyakit bawaan makanan terjadi berulang kali karenakonsumsi daging mentah, susu mentah dan makanan laut yang mentah.Banyak kasus penyakit bawaan susu (milkborne) terjadi akibat susu mentahyang dikonsumsi anak-anak sekolah ketika berkunjung ke peternakan.Sayangnya, di beberapa negara industri, tren untuk mengonsumsi “makan-an sehat” mendorong semakin banyak orang untuk mengonsumsi susumentah tanpa menyadari risiko yang akan mereka hadapi.

Pada kasus munculnya patogen yang baru atau patogen yang sudah adamenunjukkan sifat-sifat epidemiologis yang baru (mis., Salmonella enteritidisyang mengontaminasi isi telur), masyarakat luas perlu mendapatkan infor-

Page 12: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 65

masi tentang patogen baru ini, cara penularannya serta tindakan pengen-dalian yang diperlukan agar mereka dapat mengambil tindakan untukmelindungi diri mereka.

Perdagangan makanan berskala internasional dipermudah olehperkembangan teknologi dan transportasi pangan serta oleh migrasi danperjalanan antarnegara. Namun, akibat perdagangan internasional ini, ma-kanan penduduk mungkin berubah. Orang mungkin mengonsumsi bahanpangan yang asing bagi mereka atau dapat saja menerapkan cara baru dalam

Gambar 9. Konsep tanggung jawab bersama

Page 13: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

66 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

menyiapkan makanan. Mengingat setiap makanan dan praktik penyiapan-nya memiliki karakteristik dan potensi bahayanya sendiri, maka sangatpenting kiranya jika konsumen diberi tahu tentang bahaya yang mungkinditimbulkan oleh makanan baru atau metode penyiapan yang baru. Contoh,diperkenalkannya tradisi Jepang, mengonsumsi ikan mentah, ke AmerikaUtara menyebabkan banyak kasus anisakiasis yang terjadi di kalangan pen-duduk di Amerika Utara.

Masyarakat berhak diberi tahu tentang bahaya yang ditimbulkan ma-kanan jenis baru dan praktik atau teknologi baru dalam penyiapan makanan.Mereka memerlukan pendidikan tentang cara menjaga keamanan makanan.Demikian pula, pelancong harus diberi tahu tentang risiko yang ada di tem-pat yang akan mereka kunjungi. Hanya konsumen yang terdidik dan ber-pengetahuan yang dapat ikut memikul tanggung jawab dalam pemeliharaankeamanan makanan bersama pemerintah dan industri makanan (lihat jugaKotak 4).

Kelompok berisiko tinggi

Orang tertentu merupakan subjek yang lebih berisiko untuk terjangkit infek-si dan intoksikasi bawaan makanan. Ada dua kelompok berisiko tinggi yangdapat dibedakan—pelancong karena memiliki kemungkinan yang lebih be-sar untuk mengonsumsi makanan yang terkontaminasi, dan orang yangrentan karena mereka lebih mudah sakit. Pelancong menghadapi risiko yanglebih tinggi karena kurang memiliki imunitas terhadap flora mikrobiologis dinegara yang mereka kunjungi, dan mereka juga menghadapi derajat pajananyang lebih tinggi terhadap patogen karena biasanya mereka terpaksa makandi TPM atau membeli makanan dari penjaja kakilima. Orang yang rentanmerupakan masyarakat yang karena alasan fisiologis atau alasan lainnyalebih mudah terkena infeksi bawaan makanan. Kelompok tersebut mencakupbayi dan anak-anak, lansia, ibu hamil, pasien malnutrisi, pasien dengan pe-nyakit utama (mis., penyakit hati, diabetes), dan pasien gangguan kekebalanakibat mengalami infeksi (mis., AIDS) atau menjalani pengobatan (mis.,pasien kanker). Kelompok yang rentan merupakan segmen populasi yang

Kotak 4. Hak konsumen di AS

Empat hak utama yang dimiliki oleh konsumen di AS yang ditegaskan olehmantan presiden AS J. F. Kennedy dalam pidatonya mengenai hak-hak kon-sumen pada bulan Maret 1962, yaitu (9):– hak atas keamanan– hak untuk mendapatkan informasi– hak untuk memilih– hak untuk didengar.

Page 14: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 67

penting. Di AS, kelompok tersebut diperkirakan mencapai 20% penduduk danpersentase ini diperkirakan akan menunjukkan peningkatan yang bermaknamenjelang abad mendatang karena memanjangnya usia harapan hidup dansemakin banyaknya jumlah pasien yang menderita gangguan imunitas (10).

Orang yang rentan bukan hanya berisiko tinggi untuk terjangkit penyakitbawaan makanan tetapi juga dapat menderita sakit yang lebih berat. Con-toh, angka fatalitas kasus pada lansia yang menderita salmonelosis 10 kalilebih tinggi daripada angka fatalitas pada kelompok populasi lain (11). Pasienpenyakit hati menghadapi risiko terjangkit infeksi Vibrio vulnificus 80 kali lebihtinggi daripada kelompok lain, dan risiko kematian pada kelompok pasientersebut juga menjadi 200 kali lebih tinggi (12). Di negara berkembang, lebihdari separuh kasus kematian yang tercatat akibat gastroenteritis dan hepati-tis A terjadi di kalangan lansia (10).

Berdasarkan hasil beberapa penelitian, mereka (termasuk bayi) yangterkena infeksi HIV lebih berpeluang mengalami diare dibandingkan merekayang tidak terinfeksi. Diare juga menyebabkan progresivitas HIV yang lebihcepat. Diare akibat infeksi usus terlihat pada 30—60% kasus HIV dan bahkandianggap sebagai salah satu manifestasi HIV (13, 14).

Mengingat efek yang ditimbulkan patogen bawaan makanan terhadapkesehatan kelompok tersebut, maka sangat penting kiranya untuk memberitahu mereka tentang peningkatan risiko yang akan dihadapi bila mengon-sumsi makanan yang terkontaminasi dan untuk memberikan saran agarmereka melakukan tindakan pencegahan guna melindungi diri sendiri.

Perlu diingat bahwa keamanan yang mutlak tidak mungkin dapat dica-pai. Makanan yang dianggap aman bagi masyarakat luas mungkin tidakaman bagi seseorang yang menderita intoleransi makanan atau alergi ma-kanan, gangguan imunitas, atau memiliki kondisi kesehatan yang membuat-nya rentan (lihat Kotak 5). Orang-orang ini harus diberi tahu tentangpeningkatan risiko yang mungkin ditimbulkan oleh makanan tertentu ter-hadap diri mereka. Pentingnya nasihat seperti ini diakui betul dalam kaitan-nya dengan alergi; badan perundangan di banyak negara mensyaratkan di-lakukan pelabelan untuk zat atau bahan aditif yang dapat menimbulkanalergi bagi sebagian orang. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah mem-berikan saran kepada kelompok berisiko tinggi berkaitan dengan masalahkesehatan makanan yang penting bagi kesehatan kelompok tersebut. Mana-jer TPM juga harus dianjurkan untuk tidak merekomendasikan makananyang dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi kelompok tertentu (mis., te-lur mentah atau telur setengah matang, makanan yang mengandung telurmentah atau daging mentah).

Teknologi pangan baru

Ilmu pengetahuan dan teknologi pangan terus berkembang dengan cepat.Konsumen dihadapkan dengan berbagai produk hasil teknologi pangan yang

Page 15: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

68 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

baru (mis., produk pangan hasil radiasi dan produk dengan kemasan vakum)atau mereka menggunakan teknologi yang baru di rumah (mis., pembeku-dinginan, dan penghangatan dengan mikrowave). Pada kedua kondisi terse-but, konsumen harus diberi tahu tentang masalah keamanan pangan yangberkaitan dengan teknologi baru. Kurangnya pemahaman tentang teknologibaru itu dapat menimbulkan penolakan atau penggunaan yang keliru.

Contoh, kurangnya pemahaman dan kekeliruan dalam penghangatandengan mikrowave menimbulkan berbagai jenis masalah kesehatan. Sejum-lah kecelakaan pernah dilaporkan seperti telur yang meledak pada saat di-masak dengan mikrowave dan menimbulkan cedera pada mata, atau luka

Kotak 5. Alergi makanan (15—18)

Selain penyakit bawaan makanan, makanan juga dapat menimbulkan ber-bagai jenis reaksi merugikan nontoksik, misalnya alergi makanan. Alergimakanan merupakan reaksi merugikan terhadap makanan atau komponenmakanan yang sebenarnya tidak berbahaya; reaksi alergi ini melibatkansistem imun tubuh dalam memproduksi imunoglobulin E spesifik-antigenterhadap zat-zat tertentu dalam makanan.

Sejumlah survei menunjukkan bahwa sepertiga dari seluruh orang dewasamerasa yakin bahwa mereka pada suatu waktu pernah mengalami alergimakanan. Padahal alergi makanan yang sesungguhnya diperkirakan hanyamengenai kurang dari 1—2% populasi. Anak-anak menghadapi risiko yanglebih tinggi dimana terdapat sekitar 5% bayi yang mengalami alergi walau-pun kerapkali akan hilang dengan sendirinya. Reaksi alergi pada hakekatnyadapat disebabkan oleh makanan apa pun kendati sebagian besar reaksidisebabkan oleh beberapa jenis makanan tertentu. Beberapa jenis makananyang paling sering menimbulkan alergi (makanan alergenik) adalah telur,susu, ikan, udang, kacang, kedelai, gandum, dan kelapa.

Pada kebanyakan kasus, alergi merupakan keadaan yang tidak menyenang-kan dengan gejala yang sangat mengganggu. Namun, bagi sebagian orangyang sangat sensitif terhadap makanan tertentu (mis., kacang), akibatnyadapat menyebabkan kematian. Reaksi alergi biasanya dimulai dalam bebera-pa menit sampai beberapa jam sesudah mengonsumsi makanan alergenik.Orang yang sangat sensitif dapat mengalami reaksi alergi walaupun jumlahmakanan penyebab yang dikonsumsi sangat sedikit. Gejalanya meliputianafilaksis dan gejala pada kulit (mis., angioedema, urtikaria, eksim, erite-ma), organ pernapasan (rhinitis, bersin-bersin, asma) dan saluran gas-trointestinal (mual, muntah, diare, kolik, nyeri abdomen).

Penjamah makanan yang bekerja di TPM, termasuk jurumasak dan pramusa-ji, harus menyadari sepenuhnya akan pentingnya persoalan alergi makananbagi sebagian orang kendati persoalan ini hanya dialami oleh sejumlah kecilpopulasi. Penjamah makanan harus membaca dengan teliti catatan tentangproduk pangan olahan atau semi-olahan yang mereka gunakan, dan setiapsaat mereka harus mengetahui kandungan unsur-unsur dalam makananyang mereka hidangkan kepada pelanggan.

Orang yang alergi terhadap makanan tertentu harus menghindari makanantersebut. Sebaiknya label makanan dibaca dengan teliti.

Page 16: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 69

bakar dan kulit melepuh pada anak akibat memasak makanan dengan mikro-wave (19—21). Pemasakan makanan tidak sampai matang dan bertahanhidupnya patogen akibat distribusi panas yang tidak merata dalam makan-an (“cold spots”) juga pernah dilaporkan (22—25). KLB penyakit bawaan ma-kanan yang berkaitan dengan pemasakan dengan mikrowave pun pernahdilaporkan (26, 27). Selain itu, terdapat beberapa kasus bayi yang melepuhakibat terkena botol susu yang dipanaskan dengan oven mikrowavesedemikian rupa dimana isinya mendidih tetapi botolnya tetap dingin.

Hasil lain dari teknologi yang baru ini adalah produksi makanan konven-sional dengan kalori yang lebih sedikit—makanan seperti ini disebut “ma-kanan ringan (light foods)”. Konsumen tidak selalu menyadari bahwa makan-an tersebut mungkin memerlukan penyimpanan atau penanganan yangberbeda. Penggunaan kemasan yang vakum dan manfaatnya untuk meng-awetkan makanan juga masih belum dipahami dengan baik sehingga terda-pat risiko kekeliruan dalam penanganan produk tersebut di rumah (28).

Ketakutan masyarakat terhadap teknologi pangan yang tidak lazim jugadapat membuat mereka menolak teknologi yang mungkin bermanfaat bagikesehatan mereka. Salah satu contohnya adalah iradiasi pangan yangternyata merupakan sarana ampuh untuk menghilangkan banyak patogendalam makanan.

Kesadaran dan persepsi risiko

Para pakar dan masyarakat umum acapkali memiliki persepsi yang berbedatentang risiko. Meskipun para pakar menentukan bahaya berdasarkanproses ilmiah dalam pengkajian risiko, masyarakat luas justru melakukanpenilaian berdasarkan kriteria yang dipengaruhi oleh berbagai faktor selainfaktor ilmiah (seperti keyakinan tradisional, budaya, media massa, pengalamanpribadi) (29). Gambar 10 menyajikan perbedaan antara persepsi pakar danmasyarakat mengenai bahaya makanan di AS beberapa tahun lalu. Gambar

Gambar 10. Bagaimana perbedaan kekhawatiran antara pakar dan masyarakat ten-tang keamanan pangan (Sumber: Direproduksi atas izin dari 29).

Pakar

1. Keamanan mikrobial2. Over/undernutrisi3. Keamanan nonmikrobial

a. kontaminanb. toksin alamic. zat kimia pertanian

Masyarakat1. Pestisida2. Zat kimia pangan yang baru3. Zat aditif4. Lemak dan kolesterol5. Pencemaran mikrobial6. Makanan “sampah” (junk

foods)

WHO 98343

Page 17: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

70 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

tersebut masih representatif untuk situasi yang terjadi di banyak negara saatini (30).

Anggota masyarakat dan terkadang pembuat kebijakan serta pihak ber-wenang kesehatan masyarakat memiliki persepsi yang subjektif atau tidakakurat mengenai risiko yang berkaitan dengan makanan. Tidak jarang mere-ka mengabaikan masalah yang ada pada keamanan pangan. Di negara indus-tri, kendati sebagian besar penyakit bawaan makanan disebabkan oleh mik-roba dan dapat terjadi akibat penanganan yang keliru saat menyiapkannya,perhatian konsumen lebih berpusat pada zat kimia seperti pestisida dan zataditif makanan.

Banyak konsumen beralih ke makanan yang biasa disebut sebagai “ma-kanan sehat (health foods)” agar dapat menghindari zat kimia. Mereka meng-abaikan fakta bahwa makanan itu sendiri merupakan campuran senyawakimia dan bahwa banyak senyawa atau substansi yang mereka takuti ituterbentuk secara alami dalam makanan. Dalam hal ini, jika kita tidak menim-bang dengan benar risiko dan manfaat dari “health foods,” kita mungkin akanmemajankan diri kita sendiri pada bahaya kesehatan yang justru jauh lebihbesar. Persepsi bahwa makanan yang tidak diolah memiliki nilai gizi yanglebih baik mendorong sebagian konsumen meminum susu mentah sehinggamemajankan dirinya sendiri pada patogen bawaan susu seperti Campylo-bacter, Salmonella, E. coli O157, dan Cryptosporidium.

Beberapa ahli gizi menjadikan diri mereka sebagai sarana untuk mempro-mosikan tren tersebut dengan merekomendasikan praktik diet tertentu tan-pa menimbang konsekuensinya pada keamanan makanan. Contoh, untukmenghindari pembentukan senyawa yang mutagenik selama pengolahanmakanan (mis., saat memanggang dan menggoreng makanan kaya protein),masyarakat dianjurkan untuk tidak memanaskan makanan dalam waktulama. Ketakutan akan senyawa yang potensial mutagenik mengakibatkanbeberapa konsumen memasak daging tidak sampai matang, yang berartimengabaikan fakta bahwa daging yang kurang matang menimbulkan risikoyang lebih cepat atau jauh lebih besar bagi kesehatan.

Madu dikenal sebagai makanan yang kaya gizi sehingga banyak orangtua, dengan keyakinan bahwa mereka memberikan makanan yang bergiziuntuk bayinya, tidak menyadari bahwa pemberian madu membuat bayimereka berisiko untuk terpajan penyakit botulisme bayi. Madu mungkinmengandung Clostridium botulinum. Meskipun mikroorganisme ini jika terma-kan tidak membawa risiko kesehatan bagi orang dewasa, sebaliknya padaanak-anak dapat menyebabkan botulisme infantilis.

Di negara berkembang, persepsi keliru lain yang lazim terjadi justruberkaitan dengan permasalahan penyakit diare. Menurut keyakinankebanyakan orang di negara berkembang, diare bukanlah gejala penyakitdengan konsekuensi yang berat bagi kesehatan melainkan masalah kesehat-an yang terjadi secara “alami” (lihat Kotak 6). Masyarakat mungkin jugamengabaikan peran makanan dan penanganan makanan dalam penularanpenyakit diare, khususnya diare pada bayi, dan banyak di antara mereka

Page 18: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 71

mengaitkan penyakit tersebut dengan faktor lain seperti salah cerna, tumbuhgigi, makan “makanan pedas”, mutu ASI, atau “terkena santet”. Pada peneli-tian berbasis komunitas tentang etiologi penyakit diare di Papua NewGuinea, anak-anak yang ibunya tidak menganggap kotoran bayi sebagaikontaminan dan sebagai faktor yang penting pada kejadian diare akan meng-hadapi risiko diare yang 7,4 kali lebih besar daripada anak-anak yang ibunyamenyadari akan bahaya tersebut. Risiko terjadinya kontaminasi makananadalah 6,8 kali lebih besar pada anak-anak yang ibunya tidak menyadaripentingnya jalur penularan ini (33). Sebuah survei terhadap pengetahuanibu dalam masyarakat pedesaan yang hidup dalam dua desa di Sudan (87 ibu“melek huruf” dan 152 ibu “buta huruf”) menunjukkan bahwa tumbuhnyagigi merupakan faktor yang paling banyak dikaitkan dengan penyakit diarepada anak mereka (34). Bahkan di negara industri sekalipun, masih banyakpenduduk yang tidak memahami hubungan antara bakteri dan tubuh manu-sia serta hewan, dan tidak menyadari kalau tubuh merupakan pejamu bagibanyak bakteri patogen maupun nonpatogen yang dapat disebarkan kedalam makanan (35).

Kebanyakan budaya memandang tinja sebagai sesuatu yang kotor dantidak selalu dianggap sebagai penyebab penyakit. Ada keyakinan yang terse-bar luas bahwa tinja bayi dan anak kecil tidak berbahaya. Keyakinan ini jugadianut di negara industri. Sebagian ibu di Amerika Serikat ternyata tidakmencuci tangan mereka setelah mengganti popok bayi (36). Umumnya, per-

Kotak 6. Penyebab diare menurut persepsi berbagai budaya (32)

1. Makanan berlemak, tidak dimasak sampai matang atau dengan bumbuyang kental.

2. Ketidakseimbangan panas dan dingin dikaitkan dengan makanan, pajan-an terhadap musim kemarau atau perubahan musim.

3. Mutu ASI yang buruk atau biasa.4. Faktor-faktor fisik seperti anak yang terjatuh atau yang perawatannya

tidak baik.5. Penyebab supernatural, termasuk kesurupan, terkena “santet” atau

“pelet”.6. Polusi akibat terkena atau kontak dengan orang atau benda yang diang-

gap najis.7. Penyimpangan perilaku moral, termasuk perbuatan pasien sendiri atau

orang tua pasien, khususnya jika melakukan hubungan seks terlarangatau mengalami kehamilan pada saat masih menyusui anaknya.

8. Konsekuensi alami peristiwa penting dalam proses tumbuh-kembang,khususnya peristiwa tumbuh gigi, bayi mulai merangkak dan mulai ber-jalan.

9. Infeksi yang mungkin berkaitan dengan higiene dan sanitasi (tetapi yangdianggap terjadi akibat polusi).

Page 19: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

72 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

sepsi kebersihan tidak selalu dilandaskan pada teori kuman. Di Bangladesh,misalnya, kebersihan dalam pengertian higiene perorangan dipandangdalam konteks sosioreligius yang lebih luas sebagai kesucian dan ketidaksu-cian. Membasuh tubuh sendiri berarti memenuhi kebutuhan fisik maupunspiritual dan dilaksanakan menurut pola yang sudah ditentukan yangmungkin tidak efektif untuk mencegah kontaminasi makanan oleh pen-jamahnya. Sabun hanya dianggap sebagai alat kosmetik dan bukan sebagaisarana untuk menghilangkan mikroorganisme (37).

Kalaupun masyarakat sudah mendapatkan informasi, mereka mungkinmasih bersikap subjektif atau tidak realistik tentang hal ini (38). Mungkinmereka terlalu yakin bahwa diri mereka tidak akan sakit. Meskipun sudahmengetahui risiko yang dapat ditimbulkan oleh konsumsi makanan darihewan atau makanan laut yang mentah, masih sering terlihat masyarakatyang tidak menghiraukannya; ini mungkin karena kebiasaan kultural yangsudah tertanam atau karena keengganan mereka untuk meninggalkan kebi-asaan yang menyenangkan bagi mereka.

Konsumen sering menentukan keamanan makanan berdasarkan penam-pakan dan aromanya saja. Mereka menganggap makanan yang mutu orga-noleptiknya bisa diterima merupakan makanan yang aman. Mereka meng-abaikan kenyataan bahwa banyak patogen yang mungkin masih ada dapattumbuh dan menghasilkan toksin tanpa mengubah mutu organoleptik ma-kanan itu.

Di antara berbagai program kesehatan masyarakat, penyakit bawaanmakanan dianggap sebagai penyakit yang ringan dan akan sembuh sendiri.Akibatnya, penyakit ini hanya menempati prioritas yang rendah dalamprogram kesehatan dan tidak ada upaya yang dilakukan untuk memantauinsidensi serta konsekuensinya terhadap kesehatan. Kurangnya informasitentang besaran dan konsekuensi penyakit ini pada akhirnya akan mengaki-batkan kurangnya pemahaman tentang kepentingan yang sebenarnya dibidang kesehatan dan ekonomi.

Informasi yang terlalu berlebihan atau yang tidak seimbang dapat me-mengaruhi persepsi masyarakat tentang risiko. Dalam konteks ini, mediamassa memainkan peranan yang penting. Publikasi secara berlebihantentang efek yang mungkin ditimbulkan oleh bahaya yang berisiko rendahdapat memengaruhi persepsi konsumen tentang risiko dan mengalihkan per-hatian mereka dari bahaya yang berisiko tinggi. Karena pembuat kebijakanwajib menanggapi keprihatinan konsumen, maka persepsi konsumententang risiko secara tidak langsung dapat berpengaruh pada programkeamanan makanan dan kebijakan pemerintah.

Ketidakberhasilan untuk mengomunikasikan secara ilmiah berbagai risi-ko yang sudah teridentifikasi dan untuk menawarkan pilihan guna mengen-dalikan risiko tersebut menyebabkan ketidakpedulian, tabu, dan keyakinantradisional menjadi penentu perilaku dan perbuatan masyarakat. Kotak 7menyajikan elemen yang ada pada komunikasi risiko di dalam konteks pen-didikan kesehatan tentang keamanan makanan.

Page 20: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 73

Keefektifan pendidikan

Sampai saat ini belum ada vaksin yang mampu memberikan perlindunganmenyeluruh terhadap penyakit bawaan makanan, dan kemungkinan besarvaksin semacam itu tidak akan pernah ada. Vaksin yang tersedia hanya un-tuk penyakit hepatitis A, poliomielitis dan demam tifoid. Apabila secaraekonomi biayanya dapat ditanggung, pemilik TPM dan katering harus dido-rong untuk melakukan vaksinasi hepatitis A pada pekerjanya (pengolah/pen-jamah makanan) (39). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembang-kan vaksin penyakit bawaan makanan yang spesifik lainnya sepertishigelosis, rotavirus dan E. coli enterogenik. Namun, semua upaya ini masihberada dalam tahap riset. Ada dua macam vaksin kolera oral yang tersedia dibeberapa negara, tetapi vaksin tersebut direkomendasikan terutama bagipelancong. Praktik pertanian dan peternakan yang ada saat ini tidak men-jamin bahwa bahan pangan yang dihasilkan bebas dari kontaminasi. Dekon-taminasi melalui pengolahan hanya terjadi pada jenis makanan tertentu ser-

Kotak 7. Komunikasi risiko dalam kaitannya dengan pendidikan kese-hatan tentang keamanan makanan

Manajemen keamanan makanan mengalami perkembangan yang pesatdalam tahun-tahun terakhir ini. Pendekatan mutakhir yang direkomendasi-kan melibatkan analisis risiko yang mencakup pengkajian risiko, manajemenrisiko dan komunikasi risiko (27).

Pengkajian risiko merupakan evaluasi ilmiah terhadap berbagai efek yangdiketahui atau berpotensi merugikan kesehatan akibat terpajannya manu-sia pada bahaya bawaan makanan. Upaya ini melibatkan identifikasi sertapenentuan sifat bahaya dan pengkajian terhadap kemungkinan munculnyaefek yang memengaruhi kesehatan.

Manajemen risiko merupakan proses menimbang berbagai alternatif kebi-jakan untuk menerima, meminimalkan atau mengurangi risiko, dan memilihserta menerapkan pilihan yang tepat.

Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi dan pandangan yang ber-kaitan dengan risiko dan faktor-faktor yang terkait di antara para pengkajirisiko, manajer risiko, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Persepsi tentang apa yang menyebabkan risiko bergantung pada budayaseseorang, pendidikan dan pengalamannya. Namun, walau apa yang diang-gap risiko itu bisa saja berbeda, prinsip ilmiah dasar untuk mengatasi risikotetap sama.

Komunikasi risiko, sebagai komponen dalam pendidikan kesehatan untukkeamanan makanan, terdiri atas pemahaman terhadap persepsi konsumententang risiko keamanan makanan dan penyebarluasan hasil-hasil pengka-jian risiko serta keputusan yang berkaitan dengan manajemen risiko.Penyebarluasan hasil pengkajian itu dapat mencakup tindakan yang harusditerapkan atau dipraktikkan pihak industri dan pemerintah yang harusterlihat oleh masyarakat sebagai konsumen atau penjamah makanan.

Page 21: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

74 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

ta jenis patogen tertentu, dan tidak akan mencegah terjadinya rekontaminasiselama penyiapan makanan. Selain itu, banyak patogen ditularkan melaluimakanan oleh penjamah makanan yang terinfeksi. Untuk mencegah penular-an patogen dari penjamah ke dalam makanan, kode etik kesehatanmasyarakat di beberapa negara industri sudah mensyaratkan pemeriksaanmedis atau bentuk skrining kesehatan tertentu bagi calon karyawan yangakan bekerja di tempat pengelolaan makanan atau sebagai penjaja makanansebelum mereka diterima bekerja di tempat tersebut. Pemeriksaan berkalaterhadap pengelola makanan juga sering dijadikan syarat. Namun, analisisterhadap biaya-manfaat menunjukkan bahwa tindakan tersebut tidak terla-lu berarti. WHO telah merekomendasikan agar sumber daya yang ada lebihbaik dimanfaatkan untuk pendidikan dan pelatihan penjamah makanan (40).

Pihak berwenang pengontrol makanan tidak dapat mengintervensi setiaprumah tangga. Demikian pula, inspeksi yang dilakukan pada TPM tidakcukup sering dilakukan untuk memastikan keamanan makanan yang konsis-ten. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan tentang keamanan makanantetap menjadi pilihan yang paling penting dan paling efektif untuk mencegahpenyakit bawaan makanan.

Pengalaman yang diperoleh dari pelaksanaan program pendidikan untukmasalah kesehatan lain seperti gizi dan kebersihan gigi memperlihatkanbahwa jika dirancang dan dijalankan dengan baik, pendidikan merupakansarana yang terjangkau dan hemat biaya dalam memperbaiki statuskesehatan masyarakat. Jika dibandingkan dengan bentuk intervensi yanglain, pendidikan kesehatan relatif murah tetapi menghasilkan perubahanyang berlangsung lama pada perilaku kesehatan kelompok sasaran (41).

Penelitian tentang keefektifan pendidikan keamanan makanan masihjarang dilakukan. Mungkin salah satu contoh yang paling penting adalahpenurunan insidensi listeriosis di beberapa negara industri setelah dilaku-kannya program pendidikan bagi ibu hamil. Contoh, badan-badan peng-aturan dan industri di AS yang menerapkan tindakan terkoordinasi dengankomponen utama pendidikan bagi ibu hamil berhasil menurunkan jumlahkasus listeriosis serta angka kematian yang diakibatkannya hingga menca-pai masing-masing 44% dan 48% antara tahun 1989 dan 1993 (5). Penurunanyang sama sebagai hasil upaya gabungan dari pihak industri dan pemerin-tah juga terlihat di Inggris dan beberapa negara lain (6).

Penurunan insidensi penyakit bawaan makanan yang terlihat pada be-berapa negara Latin sesudah KLB kolera epidemik di awal tahun 1990-ansebagian juga dapat dikaitkan dengan aktivitas pendidikan intensif yang di-laksanakan akibat epidemi tersebut (lihat Gambar 3).

Setelah dilakukannya pendidikan yang intensif pada penjamah makanan,pihak berwenang di Tunisia berhasil menurunkan insidensi penyakit diare dikalangan wisatawan dari 40—54% pada tahun 1980-an menjadi 27—37%pada tahun 1992 (42, 43).

Salah satu contoh penting keberhasilan pendidikan kesehatan tentangkeamanan makanan adalah pada world fair “EXPO 92” yang diselenggarakan

Page 22: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 75

di Seville, Spanyol pada tahun 1992. Mengingat besarnya peristiwa tersebut,organisasi penyelenggaranya yang sangat kompleks, dan kenyataan bahwaperistiwa ini berlangsung di musim panas dengan suhu sekitar mencapai40ºC, layanan kesehatan masyarakat di kota itu menghadapi tantangan yangluar biasa. Namun, pendidikan dan pelatihan bagi para penjamah makanandi TPM ternyata efektif dalam mencegah penyakit bawaan makanan. Selamaenam bulan penyelenggaraan EXPO 92, tidak terdapat laporan yang signifi-kan tentang kejadian penyakit bawaan makanan kendati puluhan juta jenishidangan dikonsumsi pengunjung (lihat Kotak 18, halaman 121) (44).

Beberapa hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa pelatihan danpendidikan bagi manajer TPM serta penjamah makanan menyebabkanmembaiknya kondisi sanitasi di TPM itu dan pada saat inspeksi dilakukandiperoleh skor yang lebih baik (45, 46). Demikian pula, pelatihan dan pendi-dikan bagi penjamah makanan tentang berbagai teknik untuk menjaminkeamanan makanan pasca-KLB salmonelosis yang terjadi akibat jasa kate-ring penerbangan di Yunani telah menunjukkan perningkatan yang cukupbesar dalam mutu higiene makanan jasa katering itu (lihat pula halaman 57).Di Jamaika, pendidikan kesehatan yang diberikan melalui media massa ber-hasil mencegah penyakit penyumbatan vena pada hati yang terjadi akibatkeracunan minuman herbal (bush tea and ackee) karena buah ackee yang masihmentah (47).

Kondisi di negara berkembang

Lingkungan yang tercemar, kurangnya persediaan air bersih yang aman dansanitasi yang buruk memperbesar kemungkinan terjadinya kontaminasimakanan. Kondisi semacam ini umumnya dijumpai di lingkunganmasyarakat yang tingkat sosioekonominya rendah kendati juga dapat terja-di karena bencana alam atau akibat ulah manusia sendiri (seperti perang).Jika kondisi lingkungan tercemar dan makanan kemungkinan juga terkon-taminasi, maka pendidikan bagi konsumen dan penjamah makanan agarmereka dapat mengambil langkah-langkah khusus untuk mempertahankankeamanan makanan (termasuk air minum) menjadi semakin penting.

Di negara yang kontrol makanannya tidak kokoh karena kurangnya sum-ber daya, pendidikan keamanan makanan bagi konsumen akan membekalimereka dengan pengetahuan tentang cara memilih dan menolak makananyang mutu higienisnya diragukan. Sikap konsumen yang pilih-pilih ini cu-kup efektif untuk memaksa industri makanan melaksanakan praktik yangbaik dalam produksi makanan sekaligus memainkan peranan yang pentingdalam meningkatkan standar keamanan makanan.

Penyakit bawaan makanan: penyakit yang dapat dicegah

Kebanyakan penyakit bawaan makanan dapat dicegah. Upaya pengendaliansebagian besar bahaya ini sudah diketahui. Upaya tersebut sederhana dan

Page 23: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

76 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

dapat diterapkan oleh konsumen atau penjamah makanan itu sendiri. Untuksebagian besar penyakit bawaan makanan, pendidikan kesehatan tentangkeamanan makanan merupakan pilihan yang paling penting untuk mence-gah penyakit tersebut. Meskipun pendidikan kesehatan memainkan perananyang sangat penting dalam mencegah penyakit bawaan makanan, metode iniharus terlihat sebagai bagian dalam upaya promosi kesehatan yang lebihluas. Upaya pendidikan kesehatan memerlukan partisipasi banyak sektoryang terlibat dalam rantai makanan serta pembuatan kebijakan umum yangsehat, lingkungan yang mendukung dan komunitas yang memahami pen-tingnya pendidikan tersebut. Sangat disesalkan dan bahkan bisa dianggaptidak punya rasa tanggung jawab jika hidup manusia terancam akibat mere-ka yang berada dalam posisi untuk mengubah atau memengaruhi situasitersebut belum melaksanakan upaya yang memadai guna memberi tahu danmendidik konsumen serta melatih penjamah makanan.

Referensi

1. Jacob M. Salmonella in poultry: is there a solution? Environmental policy andpractice, 1995, 5(2):75—80.

2. Roberts D. Sources of infection: food. Lancet, 1990, 336:859—861.

3. Tylleskär TM et al. Cassava cyanogens and konzo, an upper motoneuronedisease found in Africa. Lancet, 1992, 339:208—211.

4. The role of food in health and development. Report of a Joint FAO/WHO Expert Com-mittee on Food Safety. Geneva, World Health Organization, 1984 (WHO Techni-cal Report Series, No. 705).

5. Tappero JW et al. Reduction in the incidence of human listeriosis in the UnitedStates: effectiveness of prevention effort? Journal of the American Medical Asso-ciation, 1995, 273(14):1118—1122.

6. McLauchlin J. The role of the Public Health Laboratory Service in England andWales in the investigation of human listeriosis during the 1980s and 1990s. Foodcontrol, 1996, 7(4/5):235—239.

7. Esrey SA. Interventions for the control of diarrhoeal diseases among youngchildren: improving water supplies and excreta disposal facilities. Bulletin of theWorld Health Organization, 1985, 63(4):757—772.

8. Bern C et al. The magnitude of the global problem of diarrhoeal disease: a tenyear update. Bulletin of the World Health Organization, 1992, 70(6):705—714.

9. Guilford CT. Integration of consumer interest in food control in developing countries.FAO Expert Consultation on Integration of Consumer Interests in Food Control, Rome,14—18 June 1993. Rome, Food and Agriculture Organization of the United Na-tions, 1993.

10. Gerba CP et al. Sensitive populations: who is at the greatest risk? Internationaljournal of food microbiology, 1996, 30:113—123.

Page 24: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 77

11. Levine WC et al. Foodborne disease outbreaks in nursing homes, 1975 through1987. Journal of the American Medical Association, 1991, 266(15):2105—2109.

12. Hlady WG, Mullen RC, Hopkin RS. Vibrio vulnificus from raw oysters. Leadingcause of the reported deaths from foodborne illness in Florida. Journal of theFlorida Medical Association, 1993, 80(8):536—538.

13. Kotloff KL et al. Diarrhoeal morbidity during the first two years of life amongHIV infected infants. Journal of the American Medical Association, 1994,271(6):448—452.

14. Pavia AT et al. Diarrhoea among African children born to human immunodefi-ciency virus 1-infected mothers: clinical, microbiologic, and epidemiologic fea-tures. Pediatric infectious disease journal, 1992, 11(12):996—1003.

15. Food allergy and other adverse reactions to food. Brussels, International Life Scienc-es Institute Europe, 1994.

16. Anderson JA. Allergic reactions to foods. Critical reviews in food science and nutri-tion, 1996, 36(S):S19—S38.

17. Biotechnology and food safety. Report of a joint FAO/WHO consultation. Rome, Foodand Agriculture Organization of the United Nations, 1996 (Food and Agricul-ture Nutrition Paper 61).

18. Report of the FAO Technical Consultation on Food Allergies. Rome, Food and Agri-culture Organization of the United Nations, 1995.

19. Ford GR, Horrocks CL. Hazards of microwave cooking: direct thermal damageto the pharynx and larynx. Journal of laryngology and otology, 1994, 108(6):509—510.

20. Budd R. Burns associated with the use of microwave ovens. Journal of microwavepower and electromagnetic energy, 1992, 27(3):160—163.

21. Shukla PC. Ocular burn from microwaved egg. Pediatric emergency care, 1994,10(4):229—231.

22. Lunden A, Uggla A. Infectivity of Toxoplasma gondii in mutton following curing,smoking, freezing or microwave cooking. International journal of food microbiolo-gy, 1992, 15:357—363.

23. Coote PJ, Holyoak CD, Cole MB. Thermal inactivation of Listeria monocytogenesduring a process of stimulating temperatures achieved during microwaveheating. Journal of applied bacteriology, 1991, 70(6):489—494.

24. Bates CJ, Spencer RC. Survival of Salmonella species in eggs poached using amicrowave oven. Journal of hospital infection, 1995, 29(2):121—127.

25. Heddleson RA, Doores S. Injury of Salmonella species heated by microwaveenergy. Journal of food protection, 1994, 57(12):1068—1073.

26. Gessner BD, Beller M. Protective effect of conventional cooking versus use ofmicrowave ovens in an outbreak of salmonellosis. American journal of epidemio-logy, 1994, 139(9):903—909.

27. Evans MR, Parry SM, Ribeiro CD. Salmonella outbreak from microwave cookedfood. Epidemiology and infection, 1995, 115(2):227—230.

Page 25: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

78 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan

28. Blundell JE et al. Light foods. Brussels, International Life Sciences Institute Eu-rope, 1995.

29. Lee K. Food neophobia: major causes and treatments. Food technology, 1989,December, 62—73.

30. Oltersdorf U. Differences in German consumer concerns over suggestedhealth and food hazards. Dalam: Feichtinger E, Köhler BM, eds. Currentsresearch into eating practices. Contribution of social sciences. 16th Annual ScientificMeeting of AGEV, Postdam, Germany, 14—16 October 1993. Supplement toErnährungs-Umschau (Nutrition Survey), 1995, 42:171—173.

31. Application of risk analysis to food standards issue. Report of the Joint FAO/WHOExpert Consultation, Geneva, Switzerland, 13—17 March 1995. Geneva, WorldHealth Organization, 1995 (unpublished document WHO/FNU/FOS/95.3; dapatdiperoleh dari Food Safety, World Health Organization, 1211 Geneva 27, Swit-zerland).

32. Weiss MG. Cultural models of diarrhoeal illness: conceptual framework andreview. Social science and medicine, 1988, 27:5—16.

33. Bukenya GB et al. The relationship of mothers’ perception of babies’ faeces andother factors to childhood diarrhoea in an urban settlement of Papua NewGuinea. Annals of tropical paediatrics, 1990, 10:185—189.

34. Ahmed IS et al. Knowledge, attitudes and practices of mothers regarding diar-rhoea among children in a Sudanese rural community. East African medicaljournal, 1994, 71(11):716—719.

35. Mortimore SE. How effective are the current sources of food hygiene and education andtraining in shaping behaviour? [Thesis]. Leicester, University of Leicester Centrefor Labour Market Studies, 1993.

36. Pelto GH. The role of behavioral research in the prevention and managementof invansive diarrhoeas. Review of infectious diseases, 1991, 13(Suppl. 4):S255—S258.

37. Zeitlyn S, Islam F. The use of soap and water in two Bangladeshi communities:implications for transmission of diarrhoea. Reviews of infectious diseases, 1991,13(Suppl. 4):S259—264.

38. Weinstein ND. Unrealistic optimism about susceptibility to health problems.Journal of behaviour medicine, 1982, 5(4):441—460.

39. Prevention of foodborne hepatitis A. Weekly epidemiological record, 1993,68(5):25—26.

40. Health Surveillance and management procedures for food-handling personnel. Report ofa WHO consultation. Geneva, World Health Organization, 1989 (WHO TechnicalReport Series, No. 785).

41. Ashworth A, Feachem RG. Interventions for the control of diarrhoeal diseasesamong young children: weaning education. Bulletin of the World Health Organiza-tion, 1985, 63:1115—1127.

42. Steffen R. Anfallsrate der Reisediarrhoe bei Schweizer Touristen in Tunesien, 1992.[Rates of travellers’ diarrhoea among Swiss tourist in Tunisia, 1992.] [Thesis]. Zurich,University of Zurich. 1994.

Page 26: Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam …libdoc.who.int/publications/2005/9794487074_chapter2_ind.pdf · tersedia untuk mengolah segala macam makanan atau memusnahkan semua

Mengapa pendidikan kesehatan diperlukan dalam keamanan makanan? 79

43. Cartwright RY, Chahed M. Foodborne diseases in travellers. World health sta-tistics quarterly, 50(1/2):102—110.

44. Duran-Moreno A, Moreno-Duran A, Toledano-Hidalgo P. El control de lahigiene alimentaria durante la Exposicion Universal de Sevilla (EXPO ’92).[Control of food hygiene during the world’s fair in Seville, EXPO ’92.] Gacetasanitaria, 1993, 7(38):249—258.

45. Penninger HK, Rodman VA. Food Service managerial certification: how effec-tive has it been? Dairy and food sanitation, 1984, 4(7):260—264.

46. Mathias RG et al. The effects of inspection frequency and food handler educa-tion on restaurant inspection violations. Canadian journal of public health, 1995,86(1):46—50.

47. Health education in food safety. Report of a WHO consultation (unpublished docu-ment WHO/EHE/FOS/88.7; dapat diperoleh dari Food Safety, World HealthOrganization, 1211 Geneva 27, Switzerland).