penerapan pembelajaran praktik biola melalui … · menjadikan interaksi antara guru dan murid...
TRANSCRIPT
PENERAPAN PEMBELAJARAN PRAKTIK BIOLA MELALUI TIGA BUKU KARYA HARFURG, SUZUKI, DAN ABRSM
PADA TINGKATAN PRADASAR DAN DASAR I DI CHANDRA KUSUMA SCHOOL
T E S I S
Oleh
SOPIAN LOREN SINAGA NIM. 117037004
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2 0 1 2
PENERAPAN PEMBELAJARAN PRAKTIK BIOLA MELALUI TIGA BUKU KARYA HARFURG, SUZUKI, DAN ABRSM
PADA TINGKATAN PRADASAR DAN DASAR I DI CHANDRA KUSUMA SCHOOL
T E S I S
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh SOPIAN LOREN SINAGA
NIM 117037004
PROGRAM STUDI
MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
Judul Tesis : PENERAPAN PEMBELAJARAN PRAKTIK BIOLA MELALUI TIGA BUKU KARYA HARFURG, SUZUKI, DAN ABRSM PADA TINGKATAN PRADASAR DAN DASAR I DI CHANDRA KUSUMA SCHOOL
Nama : Sopian Loren Sinaga Nomor Pokok : 117037004 Program Studi : Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 196512211991031001
Ketua
Dra. Heristina Dewi, M.Pd. NIP. 1966
Anggota Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua, Drs. Irwansyah Harahap, M.A. NIP 196212211997031001
Fakultas Ilmu Budaya Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001
Tanggal lulus:
Telah diuji pada
Tanggal
PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS
Ketua : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. (……………………..)
Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. (..…..………………..)
Anggota I : Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. (….… ………………)
Anggota II : Dra. Heristina Dewi, M.Pd . (...……………………)
Anggota III : Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. (……………...………)
xii
Abstrak
Perkembangan musik barat sangat meluas di Indonesia banyaknya peminat dalam mempelajari instrumen musik, menjadikan sekolah dan instansi maupun lembaga musik menjadi sebuah wadah untuk pembelajaran musik terhadap seorang anak sampai pada orang dewasa. Sekolah dan Instansi musik yang berdiri di Indonesia lebih kepada sebuah praktik instrumen musik, salah satu instrumen yang dipelajari pada sekolah dan instansi musik adalah biola. Proses mempelajari instrumen biola Sebagian sekolah, instansi atau lembaga musik sering sekali menggunakan kurikulum dan sebuah metode dalam bentuk buku panduan seperti Suzuki Violin, A Tune A Day, kurikulum ABRSM, buku paduan inilah yang menjadikan interaksi antara guru dan murid dalam proses belajar-mengajar pada instrumen musik yaitu biola.
Namun Permasalahan yang ada, pemilihan bahan untuk pembelajaran instrumen biola yang dipilih guru terkadang tidak begitu baik terhadap pembelajaran biola yang dilakukan terhadap peserta didik karena kurangnya konsep edukasi terhadap guru dan metode pengajaran. Selain buku panduan untuk pembelajaran biola, terdapat juga sebuah kurikulum ABRSM yang sebagian instansi menggunakannya untuk ujian internasional yang ada di Indonesia.
Melalui permasalahan ini penulis ingin meneliti penerapan buku A Tune A Day, Suzuki Violin, dan buku ABRSM disekolah Candra Kusuma School dalam bentuk proses belajar-mengajar praktik instrumen biola. Kemudian meneliti guru mengajarkan ketiga buku panduan kepada peserta didik, melalui teknik permaianan biola pada tangan kanan seperti tehnik gesekan legato, staccato, dan detache dan tangan kiri pada penjarian 1 (satu) sampai penjarian 4 (empat), posisi jari dan bentuk jari serta permasalahan penjarian lainnya. Ketiga buku panduan yang menjadi bahan penelitian penulis untuk melihat kepentingan dan mengatasi permasalahan-permasalahan pada pembelajaran instrumen biola. Teori yang di pakai penulis untuk kepentingan praktik instrumen biola adalah teori musik barat untuk kepentingan proses pembelajaran biola yang diterapkan pada peserta didik diSekolah Candra Kusuma School dan instansi musik Ipac.
Kata kunci :Pembelajaran Biola, dan Teknik Biola.
xiii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat, rahmat dan karunia-Nya yang membimbing dan menyertai penulis dalam
penyelesaian studi di Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian
Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.
Tulisan dalam bentuk tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Program Studi Magister (S-2)
Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara Medan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada kedua orang tua penulis, ayahku Jorgit Sinaga dan Ibuku
Murniati Br. Turnip nasehatmu ibu senantiasa mengiringi langkahku di manapun
aku berada. Segala yang Bapak berikan (doa dan nasehat) membawaku mencapai
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, saya tidak mampu membalasnya dengan
apapun.
Kepada Ayah angkat saya tercinta, pak Budhi Ngurah, yang tidak pernah
lelah mendukung dan memotivasi saya dengan moril dalam perkuliahan saya
hingga saat ini. Hanya tesis ini yang dapat saya persembahkan sebagai tanda
terima kasih atas Pengetahuan, ilmu bermusik dan rasa kepedulianmu kepadaku.
Tidak lupa kepada ketiga keponakanku yang sangat kucinta dan
kusayangi, Sonata Da Chiesa, Cristian, dan Jarman Sinaga. Atas dorongan dan
kelucuanmu membuat termotivasi dalam penyelesaian tesis ini.
xiv
Tidak lupa saya berterima kasih kepada abang dan kakak, Jontra Hotmadi
Sinaga, Peri Sastra Sinaga, darma wandi Lingga (lae), Putri dewi Sinaga, uli (
kakak ipar). Atas dorongan, motivasi dan doa kalian mendukung terselesaikannya
pembuatan tesis ini. Semoga kalian selalu diberkati Tuhan Yesus Kristus Juru
Selamat kita.
Secara akademik penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. dr. Syahril Pasaribu., DTM & H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan
Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas, sarana dan prasarana belajar
bagi penulis sehingga dapat menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara
ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ketua
Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara, Drs. Irwansyah, M.A., dan Sekretaris,
Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, atas bimbingan akademis dan arahan yang
diberikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada bapak Dr.
Muhammad Takari, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dra. Heristina
Dewi, M.Pd sebagai Dosen Pembimbing II atas semua tuntunan, nasehat serta
bimbingannya dan memotivasi penulis supaya tetap semangat dan terus maju
tidak menyerah. Juga saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Penguji Drs. Setia
Dermawan Purba, M.A yang memberikan koreksi dan kritikan demi perbaikan
penulisan tesis ini.
xv
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen Program Studi
Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, antara lain: Drs. Kumalo Tarigan,
MA, Dra. Rithaony, M.A., Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Dra. Frida Deliana,
M.Si., Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., atas
ilmu yang telah diberikan selama ini. Begitu juga kepada Bapak Drs. Ponisan
sebagai pegawai adminsitrasi, terima kasih atas segala bantuannya selama ini.
Penulis berharap kiranya tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Selain itu juga
dapat menjadi sumbangan dalam ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang
Penciptaan dan Pengkajian Seni, serta Etnomusikologi.
Tentu tesis ini masih jauh dari kesempurnaannya, karena itu kepada semua
pihak penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
pada tesis ini.
Medan, juli 2013 Penulis Sopian Loren Sinaga
xvi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
1. Nama : Sopian Loren Sinaga
2. Tempat/Tgl. Lahir : Siantar, 27 September 1988
3. Jenis Kelamin : laki-laki
4. Agama : Kristen katolik
5. Kewarganegaraan : Indonesia
6. Nomor Telepon : 081392786115
7. Alamat : Pancing, tangkul II no 114 -Medan
8. Pekerjaan : Belum Bekerja
PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Swasta Umi Fatimah Medan lulus tahun 2000
2. Sekolah Menengah Pertama Swasta Medan lulus tahun 2003
3. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Medan lulus tahun 2006
4. Sarjana Seni Jurusan Musik Fakultas Seni pertunjukan Institut Seni Indonesia
Yogyakarta lulus tahun 2010
xvii
5. Mahasiswa Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni di
Fakultas Budaya Universitas Sumatera Utara
Pengalaman Bermusik
Tahun 2007
- Konser Gita Bahana Nusantara (GBN) Istana presiden Indonesia.
- Seameo meeting Bali 13 maret.
- Rakornas & HUT ke – 6 Partai Demokrat 2 desember.
- Festival Kesenian Indonesia V Bali 21 november.
- Penyerahan anugrah kebudayaan Prambanan 6 november
Tahun 2008
- Penganugrahan PTK-PNF Semarang 10 agustus.
- Festival seni Internasional Yogyakarta 18 juli.
Tahun 2009
- Festival kesenian Indonesia VII Jakarta 6 oktober
- Annual meeting Asian Development Bank, Bali 2-5 mei.
- Jakarta Internasional Java Jazz Festival (Dwiki Darmawan) 3-6 maret.
Tahun 2006 - sekarang : Anggota F hole String Ansamble
Tahun2006 - sekarang : Anggota (orkes simpony ISI Yogyakarta)
xviii
Tahun2006 - sekarang : Pengajar Musik Private
Tahun2006 - sekarang : Anggota Orkes Mahasiswa ISI Jogja
Tahun2006 - sekarang : Violin I Maestoso String Kuartet
Guru Pendidik Instrumen:
- Budi Ngurah ( Yogyakarta )
- Pipin Garibaldi ( Yogyakarta )
- Karl Edmund Prier Sj ( Yogyakarta )
- Hamdan ( Medan )
- Slamet ( Medan)
- Hari Martopo ( Yogyakarta )
- Kiki Kwintanada ( Yogyakarta )
xix
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2013
Sopian Loren Sinaga NIM 117037004
xx
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii ABSTRAK ................................................................................................. xii KATA PENGANTAR ................................................................................ xiv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... xvii SURAT PERNYATAAN…………………..…………………………….. xx DAFTAR ISI .............................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................... 1 1.2 Pokok Permasalahan ........................................................... 17 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 18 1.3.1 Tujuan Penelitian ........................................................... 19 1.3.2 Manfaat Penelitian ......................................................... 19 1.3.3 Fokus Penelitian ............................................................. 20 1.4 Studi Kepustakaan .............................................................. 20 1.5 Landasan Teori ................................................................... 24 1.6 Metodologi Penelitian ......................................................... 27 1.7 Teknik Mengumpulkan dan Menganalisis Data ................... 27 1.7.1 Observasi ........................................................................ 28 1.7.2 Wawancara ...................................................................... 28 1.7.3 Tahap analisis ………………………………………….. 29 1.7.4 Perekaman ....................................................................... 29 1.7.5 Kerja laboratorium ........................................................... 29 1.7.6 Tahap pengumpulan data ……………………………… 30 1.7.7 Tahap Praktikum ……………………………………….. 30 BAB II PENGERTIAN METODE PEMBELAJARAN EKSTRAKURIKULER BIOLA ............................................................... 31 2.1 Pengertian Metode Pembelajaran ......................................... 31 2.1.1 Psikologi pendidikan ……………………...…………... 33
2.1.1.1 Faktor fisiologis……...………………….... 38 2.1.1.2 Perhatian …………………………………... 39
2.1.1.3 Pengamatan ………………………………….. 40 2.1.1.4 Ingatan ……………………………………… 40
2.1.1.5 Berpikir …………………………………….… 42 2.2.1.6 Motif ……………………………… ………… 42 2.2 Ekstrakurikuler .................................................................... . 43
2.2.1 Tujuan pendidikan ekstrakurikuler (Musik Program) biola Sekolah Chandra Kusuma School……………….… 46
2.2.1.1 Pembinaan minat dan bakat siswa…………. 48 2.2.1.2 Sebagai wadah di sekolah …………………. 48
2.2.1.3 Pencapaian prestasi yang optimal …………….48 BAB III ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN BIOLA, TEKNIK DASAR PERMAINAN PERMAINAN BIOLA, TEKNIK TANGAN KIRI DAN KANAN, PERKEMBANGAN BIOLA DIINDONESIA, BIOLA DI SEKOLAH CHANDRA KUSUMA SCHOOL………………………..……. 49
3.1 Asal-usul dan Perkembangan Biola……………….……..…… 49 3.1.1 Konstruksi Biola………………………………….……. 52 3.1.2 Nada-nada biola pada posisi senar lepas ………….…..... 54
xxi 3.1.3 Karakter suara dan register biola …………………………..…………… 55 3.2 Perkembangan Biola di Indonesia …………………….……… 55 3.3 Teknik Dasar Permainan Biola …………………………….….. 59 3.3.1 Tehnik selur (Glisando) ……………………….…….… 61 3.3.2 Tehnik vibrato ……………………………….………… 61 3.3.3 Tehnik harmoni (suara nyaring biola) ……………..….. 61 3.3.4 Tehnik memetik senar biola (Pizzicato) ……….……… 62 3.3.5 Teknik senar ganda (Double Strokes) ………….……… 62 3.3.6 Teknik gesek pendek (Staccato) ………...……….…….. 62 3.4 Dasar-dasar Teknik Tangan Kanan dan Kiri ……………….……. 62 3.4.1 Teknik memegang biola …………………………….…. 63 3.4.2 Teknik pada tangan kanan …………………….…….…. 64 3.4.3 Teknik memegang Bow ………………………..………. 64 3.4.3.1 Gaya Rusia ……………………………..……... 66 3.4.3.2 Gaya German ……………………….…….…… 67
3.4.3.3 Gaya Perancis-Belgia ……………..…………... 67 3.4.4 Teknik tangan kiri penjarian …….……….……..……… 68
BAB IV PEMBAHASAN METODE PEMBELAJARAN BIOLA MUSIK PROGRAM SEKOLAH CHANDRA KUSUMA SCHOOL DAN IPAC... 73
4.1 Metode Pembelajaran Biola A Tune A Day di Sekolah Chandra Kusuma School……………………………… …………………..… 73
4.2 Metode Pembelajaran Biola Suzuki di Sekolah Chandra Kusuma School …………………..………………………………….….… 75
4.2.1 Pendidikan superior kepekaan musik ……….….…....… 77 4.2.2 Tonalisasi ………………………………….………...… 78 4.2.3 Mengembangkan sikap yang seimbang ………..……… 78 4.2.4 Menciptakan motifasi…………………….…………… 78
4.2.4.1 Pelajaran individual ……………………….. 78 4.2.4.2 Pelajaran kelompok kelas ………………….. 79
4.2.5 Metode Suzuki …………………………………………. 86 4.2.6 Filosofi Suzuki …………………………………………. 88
4.3 Kurikulum ABRSM …………………………………….………….. 89 4.4 Metode A tune a day ………………………………………………. 89 4.5 Proses Pembelajaran Biola Sekolah Chandra Kusuma School dan Ipac
……………………………………………………………………. 89 4.5.1 Tangan kanan……………………………….………… 90 4.5.2 Tangan kiri ……………………………………………. 93
4.5.3 Detache ......................................................................... 100 4.5.4 Staccato ……………………………………………… 100
4.5.5 Legato ……………………………………..……….… 100 4.5.6 Legato staccato ………………………….……….….. 101 4.6 Proses Pembelajaran Biola Dalam Satu Kali Pertemuan ………. . 102 4.7 Proses Penggarapan Sebuah Lagu Sekolah Chandra Kusuma School dan
IPAC ………………………………………….……………. 105 4.7.1 Nada/intonasi ……………………………………… 107 4.7.2 Penjarian ................................................................. 108 4.7.3 Permainan bow ........................................................ 108 4.7.4 Simbol dan tanda alterasi ......................................... 109
xxii 4.8 Hambatan dalam proses pembelajran biola .......................... 110 4.8.1 Tujuan dan target …………………….………………. 113 4.9 Hasil atau Wujud Pembelajaran Biola pada Sekolah Chandra Kusuma
School dan IPAC ................................................................... 118
BAB V Materi Pembelajaran melalui buku panduan A tune A day, Suzuki Violin, serta kurikulum ABRSM Pada Instrumen Biola Di Sekolah Chandra Kusuma School ………………………………………………………….… 182 5.1 Materi Teknik Pada Instrumen Biola .................................... 182 5.2 Mataeri Lagu Pada Instrumen Biola .................................... 183
5.3 Langkah-Langkah Penerapan Buku Panduan A Tune A Day, Suzuki Violin, Kurikulum ABRSM Pada Instrumen Biola di Sekolah Chandra Kusuma school ……………………………. 125
5.3.1 Pemanasan dalam memainkan tangga nada dan teknik bowing
……………………………………………………… 125 5.4 Pra Dasar I .......................................................................... 126 5.4.1 Proses penerapan ………………………….…………. 127 5.5 Dasar I ................................................................................ 134 5.5.1 Proses penerapan ..………………………………….. 134 BAB VI PENUTUP .................................................................................. 227 6.1 Kesimpulan ........................................................................ 227 6.2 Saran .................................................................................. 229 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 233 LAMPIRAN: GLOSSARIUM .......................................................................... 236 Foto Guru Musik Chandra Kusuma School dan IPAC ............ 231
VIDEO KONSER PESERTA DIDIK MUSIK PROGRAM DAN CHANDRA KUSUMA SCHOOL ............................................
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penduduk Batak Toba di Sumatera Utara ..................................... 29 Tabel 2.2 Luas wilayah Kecamatan Pangaribuan menurut Desa/Kelurahan ... 33 Tabel 2.3 Letak Koordinat Desa di Kecamatan Pangaribuan ........................ 42 Tabel 2.4 Luas Tanah Desa Rahut Bosi ........................................................ 43 Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Desa rahut Bosi ................................................ 43 Tabel 2.6 Luas Tanaman Palawija ................................................................ 43 Tabel 2.7 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga ........................................... 44
BAB I
PENDAHUUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan musik adalah salah satu bagian penting dari subsektor
pendidikan kesenian di Indonesia, yang memiliki potensi yang sangat besar untuk
dikembangkan. Namun dalam kenyataannya, masih memiliki beberapa kendala
yang meliputi sistem pendidikan, kurikulum, tenaga pengajar, fasilitas,
perpustakaan, pembiayaan, dan lain sebagainya. Menurut penulis, yang paling
kurang mendapat perhatian adalah metode pembelajaran musik. Pembelajaran
adalah titik sentral pendidikan musik yang seharusnya menggunakan metode
sebagai alat untuk mencapai keberhasilannya.
Profil pendidikan musik kita tampak beraneka ragam. Berbagai bentuk
penyelenggaraan pendidikan musik dari yang formal seperti sekolah menengah
musik hingga perguruan tinggi atau kursus-kursus musik privat, tetapi terdapat
fakta bahwa pembelajaran musik pada umumnya kurang memperhatikan
metodenya. Pendidikan musik tanpa menggunakan metode pembelajaran tentu
tidak menguntungkan (Martopo, 2005:3).
Pembelajaran instrumen merupakan salah satu bentuk pendidikan musik.
Pembelajaran tersebut menggunakan berbagai metode, kemudian metode tersebut
ditulis dalam notasi balok dan dibuat menjadi sebuah buku panduan untuk proses
pembelajaran praktik instrumen. Kemudian diterapkan melalui sebuah teknik, lagu,
arpeggio, serta tangga nada dalam permainan instrument. Hal ini dilakukan dengan
sebuah metode untuk pembelajaran musik. Pertunjukan musik yang didukung oleh
2
sarana untuk mempelajari musik saat ini sangat berkembang pesat. Hal ini dapat
dibuktikan melalui keberadaan alat-alat musik, buku panduan instrumen musik,
tempat untuk mempelajari musik, serta tumbuhnya kesadaran orang tua
memberikan kesempatan kepada anak-anaknya mempelajari musik walaupun
tujuannya bukan untuk menjadikan anak mereka musisi yang profesional. Keadaan
ini menjadikan perkembangan musik di Indonesia sangat berkembang pesat.
Namun demikian, di sisi lain permasalahannya adalah, tidak sedikit para
orang tua yang berpendapat, bahwa untuk anaknya yang mempelajari musik harus
mempunyai bakat tersendiri. Bakat tersebut sudah terlihat oleh orang tua sejak
seorang anak diusia 5 sampai 10 tahun. Pemikiran orang tua yang selalu
beranggapan pada sebuah bakat terhadap sebuah pembelajaran, menjadi sebuah
faktor penghambat untuk proses pembelajaran khususnya pada instrumen musik.
Akibatnya anak tidak akan pernah dapat menjadi musisi yang profesional,
dikarenakan tidak adanya pelatihan memperaktikkan instrumen musik serta
dukungan yang lainnya, jika para orang tua menunggu anak tumbuh dengan bakat
ketika mempelajari instrumen musik.
Sugesti para orang tua terhadap sebuah bakat, menimbulkan sebuah
pertanyaan negatif, bagaimana seorang anak yang tidak memiliki bakat
mempelajari sebuah instrumen musik, apakah anak tersebut tidak dapat menjadi
musisi yang handal, atau seorang komposer dengan karya yang luar biasa?
Sebaliknya, dengan anak yang memiliki bakat apakah pasti menjadi seorang musisi
yang profesional atau seorang komposer. Kesuksesan anak mempelajarai musik
bukan hanya dari faktor bakat yang dimiliki anak. Tetapi, dukungan orang tua,
3
guru, teman dalam bermain, kurikulum, metode, berlatih di rumah, pertunjukan
dan ujian, yang dilakukan anak menjadi sebuah faktor yang perlu dimengerti para
orang tua. Pembelajaran instrumen musik tanpa bimbingan orang tua dan seorang
guru, seorang anak akan kesulitan untuk mengeluarkan bakatnya mempelajari
musik.
Keinginan orang tua yang ingin anaknya cepat dalam mempelajari musik
menjadikan peran penting seorang guru dibutuhkan dalam sebuah proses belajar-
mengajar melalui praktik instrumen. Apabila seorang guru memberikan materi
dalam pembelajaran musik dengan cara yang sangat monoton, akibatnya anak yang
mempelajari musik akan merasa bosan dan tidak mau mempelajari musik dari
sebuah instrumen musik khususnya biola.
Biola adalah salah satu instrumen musik yang sering sekali dipelajari
seorang anak yang dibunyikan malalui gesekan dan sumber bunyinya berasal dari
dawai yang digesek atau dipetik sesuai dengan kebutuhan fungsi dan kegunaannya.
Biola merupakan salah satu instrumen yang sempurna secara akustik dan
kemampuan musikal yang serbaguna, bahkan penampilannya indah dan juga
emosional. Register suara biola juga hampir mendekati suara sopran manusia.
Selain itu, biola yang disajikan pemainnya juga memiliki kemampuan untuk dapat
memainkan nada dengan cepat dan lincah serta figurasi yang cemerlang efeknya.
Selain itu dapat menjangkau suasana lirik dan lembut hingga tercipta suasana yang
gemilang dan dramatik, tergantung dari keinginan dan kepiawaian pemainnya.
Kapasitas untuk menahan nada amat mengagumkan dan jarang sekali instrumen
4
lain dapat menghasilkan begitu banyak nuansa dari ekspresi dan intensitas
suaranya.1
Biola adalah alat musik yang memiliki 4 senar terdiri dari senar yang paling
rendah adalah G atau sol, kemudian D atau re, A atau la, serta E atau mi senar yang
register nadanya paling tertinggi di instrumen biola. Biola sering sekali disebut
dengan violin, biola juga memiliki kesamaaan dengan instrumen biola alto (viola),
cello (violoncello), dan contrabass (contrabasso). Jarak stem dari seluruh intrumen
ini terdiri dari interval (kwint) atau jarak 3 1/2 laras dan teknik memainkannya
melalui gesekan, perbedaannya adalah pada ukuran (size) dan register nada dari
setiap instrumen.
Biola salah satu alat musik yang sangat berperan penting untuk sebuah
orchestra, yang memainkan karya-karya musik maupun komposisi musik klasik.
Banyaknya pemain biola yang dibutuhkan untuk sebuah orkestra dapat mencapai
16 sampai 28 musisi yang dapat memainkan instrumen biola untuk membentuk
sebuah harmonisasi yang baik. Pemain biola di dalam sebuah orkestra dibagi
menjadi dua sampai tiga bagian yang disebut dengan pemain biola 1, 2, dan 3.
Pemain biola 1 memainkan melodi, sedangkan pemain biola 2 memainkan harmoni
dengan nada 1 oktaf di bawah biola 1, biola 3 juga memainkan harmoni 1 oktaf di
bawah biola 2, agar mendapatkan suara yang baik dan harmoni yang seimbang.
Selain dalam orchestra, pemain biola juga sering tampil dalam sebuah
kelompok-kelompok kecil seperti string kuartet yang dimainkan sebanyak 4 orang
pemain instrumental yang terdiri dari biola 1, biola 2, alto, dan cello, dan dapat
1 R.M. Surtihadi, Tan Thiam Kwie Celah-celah Kehidupan Sang Maestro Pendidik Musik
Tiga Zaman, Panta Rhei Books, Yogyakarta, 2008, hal. 13.
5
juga menghilangkan biola 2 dan menambahkan contrabass. Begitu juga dengan
duet yang dimainkan 2 orang pemain instrumen seperti biola dengan biola atau
biola dengan instrumen yang lain seperti flute, cello, biola alto, atau contrabass.
Biola juga sering sekali digunakan dalam format musik yang lain seperti
jazz, pop, blues, sampai pada musik tradisi atau lagu-lagu rakyat seperti Melayu,
keroncong dan jenis musik tradisi lainnya. Terlebih lagi biola juga sering dilakukan
dalam bentuk solo dengan iringan orkestra, piano, maupun kelompok-kelompok
kecil lainnya seperti ansambel dan string kuartet. Hal ini sering terdapat pada
karya-karya musik klasik untuk sebuah aplikasi dalam pembelajaran instrumen
biola.
Musik klasik adalah salah satu jenis musik diatonis di antara sekian banyak
jenis atau bentuk musik yang sering sekali dimainkan oleh instrumen biola dalam
bentuk Partita, Sonata, concerto, Pieces, musik kamar, dan sebagainya. Di dalam
karya-karya inilah terdapat karakter-karakter musik seperti riang, lirih, dan juga
dramatik, yang sering dimunculkan dengan indah melalui suara biola yang sesuai
dengan bentuk karya-karya tersebut ketika memainkan instrumen biola.
Selain interpretasi pemain biola juga harus memiliki teknik yang baik serta
pemilihan repertoar yang tepat dan sesuai dengan tingkat kemampuan pemain
biola, agar dapat memainkan karya tersebut dengan indah dan sempurna. Namun,
permasalahan yang sering terjadi ketika memainkan bentuk karya tersebut adalah
teknik tangan kiri pada penjarian seperti posisi jari dan perpindahan posisi dan
tangan kanan pada gesekan seperti teknik legato, staccato, detache, spiccato, serta
artikulasi lainnya.
6
Permasalahan teknik tangan kiri seperti posisi jari dan perpindahan posisi
dan tangan kanan pada gesekan seperti teknik legato, staccato, detache, spiccato,
serta artikulasi sering sekali terdapat pada sebuah pembelajaran praktik instrumen
biola. Ini dilakukanb baik pada sebuah universitas atau institut seni jurusan musik,
sekolah musik, maupun instansi musik. Ketika pelajar biola memilih sebuah
reportoar atau karya musik klasik yang akan dimainkan seorang pelajar untuk
kepentingan ujian atau sebuah pertunjukan selalu merubah teknik penjarian dan
gesekan yang ada pada karya instrumental tersebut agar dapat mempermudah
pelajar dalam memainkan karya atau reportoar musik tersebut. Perubahan yang
dilakukan pelajar biola pada teknik tangan kanan seperti gesekan legato, staccato,
detache, spiccato, dan tangan kiri seperti penjarian, posisi jari, perpindahan posisi
serta artikulasi lainnya sering sekali lebih menyulitkan pelajar biola dalam
memainkannya bukan mempermudah ketika memainkan karya tersebut.
Permasalahan ini terjadi karena seorang pelajar biola tidak mengerti akan
persoalan setelah merubah teknik-teknik yang ada pada karya tersebut. Kemudian
Permasalahan ketika seorang pelajar biola mengikuti tulisan atau simbol yang ada
pada sebuah reportoar atau buku panduan pelajar juga mendapatkan kesulitan
dalam memainkannya dikarenakan pemain yang telah merubah teknik dan
artikulasi pada karya tersebut adalah pemain musik atau musisi yang sangat hebat,
bukan mengacu pada proses pembelajaran, maka penulisan teknik dan gesekan
seperti legato, staccato, detache, spiccato, dan masalah penjarian, yang ada pada
karya atau buku panduan akan selalu menurut kemampuan dan kehebatan musisi
yang telah merubahnya. Akibatnya perubahan-perubahan teknik tersebut sering
7
sekali kurang sesuai untuk pemain biola pada tahap pembelajaran, bahkan
cendrung lebih sulit secara teknik baik dari penjarian, gesekan dan artikulasi
lainnya.
Permasalahan ini sering sekali terjadi pada seorang siswa sekolah musik
dan peserta didik biola yang ada pada sebuah sekolah dan instansi atau lembaga
musik maupun universitas dan sebuah institut, dimana pelajar biola sering sekali
lebih memfokuskan kepada sebuah pembelajaran praktik instrumen yang proses
pembelajaran bahan lagu dan teknik yang akan diujiankan sudah dilatih oleh
pelajar biola dan dibimbing oleh instruktur violin 6 (enam) bulan sebelum bahan
tersebut diujiankan. Permasalahannya adalah siswa atau pelajar biola yang
memainkan lagu, teknik dan tangga nada yang selalu berpanduan pada buku
panduan akan selalu mempelajari, mencari serta mempermudah semua yang akan
dimainkan pada lagu maupun teknik yang akan diujiankan oleh pelajar atau pemain
biola tersebut.
Terlebih lagi permasalahan pada peserta didik ketika mempelajari biola
pada tahap awal pembelajaran, adalah banyaknya guru yang mengajarkan peserta
didik tidak melalui buku panduan, namun lagu yang diajarkan seorang guru
terdapat pada sebuah buku panduan, proses tersebut dilakukan guru praktik
dikarenakan sulitnya peserta didik untuk membaca not balok yang kemudian
diaplikasikan pada biola. Akibatnya peserta didik akan dapat memainkan beberapa
lagu saja yang mana proses memainkan lagu tersebut melalui hafalan dan tidak
membaca buku panduan yang ada melalui not balok.
8
Terlebih lagi buku panduan yang memfokuskan pada sebuah lagu,
banyaknya kesamaan sebuah lagu yang terdapat pada beberapa buku panduan
membuat pelajar maupun pemain biola akan memilih edisi apa yang akan dipakai
pada buku panduan tersebut. Perbedaannya adalah pada teknik tangan kanan
seperti gesekan legato, speccato, staccato dan tangan kiri seperti penjarian, posisi.
Permasalahan lain adalah bahwa setiap edisi yang ada pada buku panduan
memiliki teknik yang berbeda-beda pada titik kesulitan dan kemudahannya. Hal ini
membuat pelajar dan pemain biola sering sekali merubah teknik yang ada pada
sebuah lagu menurut kepentingan pelajar maupun pemain biola.
Kemudian banyaknya metode pembelajaran biola yang diambil melalui
lagu-lagu rakyat yang ada pada buku panduan seperti German Folk Song, French
Folk Song, dan lagu-lagu rakyat Eropa lainnya untuk kebutuan kurikulum dalam
pembelajaran instrumen biola. Hal ini sering sekali terdapat untuk sebuah
pembelajaran awal ketika mempelajari praktik instrumen biola yang selalu
memainkan sebuah lagu dalam pembelajarannya melalui penjarian dan gesekan.
Melalui permasalahan ini, maka guru harus mengerti serta mengetahui hal dasar
apa yang harus dimengerti oleh pemula ketika mengajarkan dan memainkan
sebuah lagu pada instrumen biola untuk seorang pelajar.
Selain lagu, terdapat juga sebuah tangga nada (scale) pada buku panduan,
hal ini dilakukan untuk mempermudah penjarian dalam memainkan sebuah tangga
nada dengan metode seperti perpindahan posisi jari, penempatan sebuah jari, dan
awal sebuah jari ketika memainkan sebuah tangga nada. Metode ini menjadi
sebuah identitas, ketika pemain atau pelajar biola bermain tangga nada, pemain
9
biola yang lain akan mengetahui buku panduan apa yang dipakai pemain biola
dalam memainkan tangga nada tersebut.
Berbeda halnya dengan buku panduan untuk mempelajari teknik dasar yang
mana buku panduan tersebut mengajarkan anak gesekan dan penjarian pada posisi
satu. Permasalahannya adalah guru praktik harus mengerti cara mengajarkan
gesekan dan penjarian agar anak tidak bosan ketika mempelajari gesekan serta
penerapan penjarian yang ada pada buku panduan untuk mempelajari instrumen
biola. Maka guru harus memilih buku panduan yang tepat untuk sebuah
pembelajaran pada tahap awal praktik instrumen biola, dikarenakan banyaknya
buku panduan pembelajaran instrumen biola yang cukup sulit untuk tahap
pembelajaran dasar.
Pembelajaran awal praktik instrumen biola melalui sebuah gesekan menjadi
hal yang harus dipertimbangkan dan dimengerti oleh seorang guru. Pembelajaran
ini menjadi sebuah permasalahan bagi seorang peserta didik ketika mempelajarinya
di rumah secara mandiri tanpa sebuah iringan dan bantuan oleh seorang guru.
Permasalahannya adalah, peserta didik akan merasa bosan dan jenuh ketika
mempelajari gesekan pada instrumen biola, karena dalam pembelajaran awal
instrumen biola, peserta didik tidak memainkan sebuah melodi melainkan melatih
sebuah gesekan dari salah satu senar yang terdapat pada instrumen biola untuk
awal pembelajarannya. Akibatnya adalah peserta didik akan merasa sangat sulit
ketika mempelajari instrumen tersebut dan para orang tua akan menganggap
anaknya tidak berbakat terhadap instrumen tersebut dan segera menghentikan
10
proses pembelajaran biola. Hal ini dapat berlangsung sebanyak 4 (empat) sampai
12 (dua belas) kali pertemuan.
Permasalahan ini sangat berbeda dengan pembelajaran piano yang ketika
mempelajari instrumen tersebut pada tahap awal praktik, peserta didik sudah dapat
memainkan tiga sampai lima nada yang dapat membentuk sebuah melodi ketika
mempelajari praktik instrumen piano. Berbeda dengan praktik instrumen biola
yang ketika anak ingin mendapatkan beberapa nada untuk membentuk sebuah
melodi, pelajar biola harus dapat memainkan penjarian satu sampai pada penjarian
tiga. Untuk sampai ke tahap kemahiran ini dapat mehabiskan waktu selama 4
(empat) sampai 6 (enam) bulan untuk mendapatkan penjarian yang baik.
Permasalahan penjarian yang ada dikarenakan produksi nada, terdapat pada jari
ketika memainkan biola, hal ini karena instrumen biola tidak memiliki tempat
penjarian yang pasti, ketika memainkan sebuah nada melalui penjarian.
Teknik penjarian pada instrumen biola menjadi sebuah masalah yang sering
terdapat pada peserta didik yang sedang mempelajari instrumen tersebut. Maka hal
ini menjadi cukup penting dimengerti guru agar dapat menyampaikannya kepada
pelajar biola serta mendengar bentuk-bentuk permainan siswa untuk mengerti akan
proses pembelajaran gesekan dan penjarian yang akan dicapai oleh seorang pelajar
serta memilih buku panduan yang tepat untuk seorang pelajar biola yang sedang
mempraktikkan atau memainkan instrumen biola.
Teknik tangan kanan dan tangan kiri pada instrumen biola adalah hal yang
sangat penting dimengerti serta dapat dimainkan secara baik dan benar oleh
pemain biola, agar mendapatkan keindahan dari karya-karya yang akan dimainkan.
11
Buku panduan lagu dan teknik serta tangga nada yang ada ketika memperaktikkan
instrumen biola memiliki kesamaan pada sebuah sekolah dan juga instansi atau
lembaga musik dan yang sering sekali dimainkan peserta didik dalam bentuk lagu
dan teknik serta tangga nada. Buku panduan tersebut seperti Suzuki Violin buku 1-
8, Keyser 1-2, Majas, Wolhfath 1-2, Kreuzer, A Tune A Day 1-2, David’s Violin
School, Marcel Pinkse, Mathieu Crickboom, William Henley, Hanssit, Douze Petits
Duos F, WohlFahrt, Scales Studies, dan banyak lagi bentuk buku panduan
pembelajaran untuk sebuah kepentingan praktik biola.
Buku-buku panduan inilah yang sering sekali dirubah oleh pelajar untuk
kebutuhan bermain biola atau sebuah kepentingan pertunjukan dalam memainkan
sebuah lagu dan teknik serta tangga nada. Perubahan teknik yang ada pada setiap
karya maupun reportoar memiliki kemudahan dan kesulitan yang berbeda bagi
setiap pemain biola, baik pada tahap pembelajaran maupun untuk sebuah
pertunjukan. Hal ini harus dimengerti seorang guru atau instruktur-instrumen biola
ketika memberikan sebuah reportoar kepada peserta didik yang sesuai dengan
kapasitas peserta didik tersebut agar dapat memperoleh suara yang indah dengan
teknik-teknik yang lebih sesuai bagi seorang pelajar biola dalam memainkannya.
Banyaknya sebuah metode yang terdapat pada buku panduan untuk praktik
instrumen biola berbentuk teknik yang bermelodi seperti sebuah lagu yang
diaransemen sesuai kebutuhan teknik yang ada pada tangan kanan dan tangan kiri.
Hal ini dilakukan agar proses pembelajaran biola tidak membosankan dan dapat
bermain dengan nada-nada yang “indah” (konsonan). Lagu-lagu yang diciptakan
untuk sebuah teknik biola kebanyakan diambil dari nada-nada lagu rakyat Eropa
12
dan lagu yang telah populer di telinga untuk proses pembelajaran instrumen biola.
Hal ini sering sekali dilakukan para pemula yang sedang mempelajari instrumen
tersebut.
Terlebih sebuah sekolah musik yang selalu memakai buku panduan atau
bahan praktik, baik dari sebuah lagu maupun teknik yang selalu memilih bahan
yang acuannya pada sebuah universitas ataupun sebuah institute. Akibatnya lagu
dan teknik yang dipraktikkan siswa selalu sulit dan terlalu tinggi karena tidak
memiliki standarisasi kurikulum, konsep edukasi, dan metode pelajaran dan
pengajaran pada siswa yang terdapat pada sebuah sekolah dan tidak pernah
memfokuskan bahan tersebut sampai selesai. Hal ini karena sebuah institut musik
atau universitas selalu menerima pemain biola sebagai mahasiswa yang tidak
diajarkan untuk pembelajaran awal sebuah praktik instrumen. Berbeda halnya
ketika pelajar biola masuk ke dalam sebuah sekolah musik maupun instansi musik.
Ia dapat masuk ke dalam sebuah sekolah maupun lembaga musik untuk
mempelajari sebuah instrumen tanpa memiliki pengetahuan tentang musik baik
pada teori maupun instrumen musik. Hal ini jelas sekali memiliki perbedaan antara
sebuah universitas, sekolah musik, maupun sebuah instansi tempat pembelajaran
musik.
Proses pembelajaran instrumen tersebut pada sebuah institut atau
universitas, adalah mahasiswa lebih mandiri untuk sebuah praktik yang dibimbing
oleh dosen atau instruktur instrumen beberapa kali selama sebulan dan tidak pada
sebuah rutinitas proses memainkan bahan dari awal sebuah lagu sampai akhir
sebuah lagu. Maka dalam hal ini mahasiswa yang mempelajari bahan tersebut,
13
akan selalu mencari, melatih serta melihat video-video dan contoh-contoh musisi
yang telah memainkan bahan atau karya yang sedang dipelajari mahasiswa tersebut
melalui teknik dan interpretasi.
Berbeda halnya proses pembelajaran praktik instrumen antara sebuah
sekolah musik dan sebuah instansi atau lembaga musik, yang mana sekolah musik
hanya mengkhususkan pada pelajaran musik saja baik pada sebuah teori maupun
pada sebuah praktik instrumen. Sekolah musik memiliki visi dan misi menciptakan
musisi yang akan bermain musik setelah menyelesaikan studi di sekolah musik
tersebut. Maka melalui visi dan misi sekolah, pelajar akan banyak berlatih dan
mempelajari semua yang berbentuk pelajaran musik baik sebuah teori maupun
praktik instrumen yang dibimbing instruktur maupun guru musik secara rutinitas
dari awal pembelajarannya sampai pada tingkat yang cukup sulit untuk
pembelajaran praktik instrumen tersebut.
Terlebih lagi sebuah instansi atau lembaga musik yang melakukan proses
pembelajarannya dilakukan sebanyak 4 (empat) pertemuan dalam satu bulan yang
masing-masing pertemuan selama 30 menit dan proses belajar-mengajar yang
dilakukan sebuah instansi berbentuk (privat) yang hanya dilakukan guru dan
murid. Proses pembelajarannya dilakukan tanpa menuntut kamahiran dari seorang
peserta didik yang sedang mempelajari musik. Hal ini menjadikan sebuah instansi
musik tidak memiliki standarisasi pecapaian pelajar musik untuk menjadikan
seorang pelajar menjadi musisi yang hebat. Sebaliknya terdapat juga sebuah
instansi yang membuat kurikulum pembelajaran yang sangat tinggi karena untuk
pembelajaran yang baik pada sebuah instansi, ketika mempelajari sebuah
14
instrumen musik. Sebagian instansi dan lembaga musik memiliki standarisasi
untuk ujian yang akan di ujiankan pada akhir semester yang sering disebut
akademis dan non-akademis.
Selain ujian pada sebuah instansi terdapat juga ujian internasional seperti
ABRSM (Associated Board of the Royal School of Music) yang dilakukan
perorangan terlepas dari sebuah instansi musik. Kurikulum yang dipakai untuk
ujian ABRSM adalah kurikulum yang diciptakan dari kerjasama seluruh
universitas yang ada di Eropa direvisi dan dikembangakan selama 3 tahun sekali
pada pembelajaran praktik instrumen maupun teori musik yang bahan tersebut
dipakai hanya untuk bahan ujian saja.
Instansi atau lembaga musik ini juga membuat dua pilihan untuk para
murid, dapat memilih regular dan non-regular atau akademis dan non-akademis,
regular atau akademis memiliki sebuah persyaratan khusus yang dilakukan anak
setiap akhir semester seperti ujian dan mengambil mata pelajaran musik lainnya
seperti perkusi, solfegio, teori, analisis, dan chamber yang wajib untuk sebuah
persyaratan regular atau akademis. Berbeda halnya dengan non-regular atau non-
akademis yang dapat tidak mengambil mata pelajaran selain praktik instrumen
yang dipilih seorang pelajar musik. Hal ini diciptakan karena banyaknya peminat
musik, yang ingin belajar instrumen musik setelah dewasa dan sebuah kebijakan
instansi musik untuk tidak menutup jalur peminat musik di usia dewasa dalam
bentuk proses pembelajaran instrumen pada sebuah instansi atau lembaga musik
khususnya Pelajar musik pada usia dewasa.
15
Instansi juga membuat sebuah pembelajaran biola yang berbentuk kelas
yang terdiri dari 8 murid dan 1 pengajar biola. Pembelajaran ini dilakukan karena
banyaknya anak yang lebih senang bermain bersama teman-temannya, proses
pembelajaran ini selama 45-60 menit dan lebih kepada bentuk ansambel dengan
memakai melodi yang sama dalam praktik pembelajarannya. Pembelajaran musik
yang di lakukan sebuah instansi, lebih kepada target sebuah kurikulum
pembelajaran yang akan diujiankan dua kali selama setahun yang diawali pada
sebuah tingkatan (great) pra dasar 1 dan 2, dasar 1 sampai 4, menengah 1 dan 2,
lanjut 1 dan 2, hal ini dilakukan selama anak masih belajar pada sebuah instansi
musik. waktu yang dihabiskan anak untuk mencapai tingkatan lanjut 2 selama 5
tahun.
Universitas atau institut, sekolah, serta instansi atau lembaga musik yang
ada di Indonesia, lebih mengkhususkan pada sebuah praktik instrumental yang
didukung oleh sebuah pelajaran teori, solfegio, sejarah, analisis, chamber atau
ensambel, praktik instrumen biola adalah salah satu instrumen yang dipelajari di
sebuah universitas, sekolah maupun instansi.
Maka melalui permasalahan-permasalahan ini penulis ingin meneliti sebuah
metode pembelajaran praktik instrumen biola melalui buku panduan pembelajaran
instrumen biola yang dikhususkan penulis pada tiga buku panduan: (a) A Tune A
Day, (2) Suzuki Violin, serta (3) Kurikulum ABRSM pada sebuah teknik dan lagu,
yang terdapat pada buku-buku tersebut. Kemudian penulis memfokuskan pada
buku panduan A Tune A Day 1 (Satu), yang mana terdiri dari buku 1 (satu) dan 2
(dua), Suzuki Violin 1 yang terdiri dari buku 1 (satu) sampai 8 (delapan) serta
16
Kurikulum ABRSM pada buku 1 yang terdiri dari buku 1 (satu) sampai 8 (delapan).
Hal ini akan diteliti oleh penulis pada musik program yang terdapat pada sekolah
Chandra Kusuma School. Sekolah ini memiliki kelas biola dan sebuah instansi
musik IPAC (Inspire Perfoming Arts Centre), sebuah instansi musik dibawah
pimpinan Chandra Kusuma School yang berfungsi tempat privat musik yang
dilakukan hanya satu persatu dalam pembelajaran praktik instrumen melalui guru
dan murid.
Seni budaya merupakan salah satu pelajaran yang terdapat di sekolah
Chandra Kusuma School. Mata pelajaran seni budaya meliputi bidang seni rupa,
tari, musik. Pada pembahasan seni musik biasanya peserta didik mendapatkan
pokok pembahasan sejarah musik, musik populer, dan mempelajari cara membaca
notasi angka dan notasi balok. Begitu pula peserta didik juga dapat mempelajari
alat musik seperti, rekorder, pianika, angklung, dan guitar, serta membahas materi
tentang musik. Sekolah Chandra Kusuma School juga mempunyai guru praktik
musik juga biasanya memanfaatkan proses pembelajaran ekstrakurikuler ataupun
mata pelajaran wajib dalam bidang musik pada siswa yang ingin belajar musik
secara lebih serius. Misalnya marching band, band, komposisi, ataupun
mempelajari alat intrumen klasik sepreti violin, viola, cello, flute, guitar, dan
piano.
Siswa-siswi Sekolah Chandra Kusuma School dapat memilih berbagai
instrumen musik untuk musik program. Sekolah Chandra Kusuma School
menggunakan mata pelajaran ekstrakurikuler untuk dapat mempelajari alat musik
klasik dan tradisional. Adapun alat musik yang digunakan dalam pembelajaran
17
yaitu mempelajari alat musik angklung, pianika, rekorder, violin, viola, cello,
kontra bass, flute, piano, paduan suara, dan komposisi. Prosesnya melibatkan guru-
guru yang mempunyai kemampuan secara individu untuk memainkan alat musik
tersebut. Proses pembelajaran musik di sekolah Chandra Kusuma School
merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh guru sebagai pendidik dan
siswa sebagai peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan
fasilitas pendidikan yang telah disediakan. Pembelajaran ini bertujuan untuk
meningkatkan pekembangan otak, sains, dan musikalitas peserta didik. Hal ini
dapat dilihat pada fungsi dan tujuan pembelajaran tersebut, dimana peserta didik
tersebut dibentuk untuk dijadikan sebagai pemain orkes di dalam sebuah kelompok
orkestra kecil.
Sekolah Candra Kusuma School dan IPAC yang terletak di Kota Medan
yang menggunakan metode pembelajaran biola melalui teknik dan sebuah lagu
diambil dari buku panduan A Tune A Day, Suzuki Violin, dan Kurikulum ABRSM
untuk mendukung proses pembelajaran biola sebagai pelajaran musik program dan
privat di Sekolah Chandra Kusuma School dan IPAC. Oleh sebab itu dalam tesis
ini akan diangkat dengan judul: “Penerapan Pembelajaran Praktik Biola Melalui
Tiga Buku Karya Harfurg, Suzuki, dan ABRSM pada Tingkatan Pradasar dan
Dasar I di Chandra Kusuma School.”
Penulis hanya memfokuskan pada buku panduan satu saja dikarenakan
penulis akan meneliti penerapan metode tersebut di Sekolah tersebut, hasil
penelitian penulis melalui ketiga metode yang dilaksanakan dan diaplikasikan oleh
18
tenaga pengajar untuk great pradasar dan dasar satu melalui ketiga buku panduan
tersebut.
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan atau pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
bagaimana penerapan pembelajaran biola melalui tiga buku karya Harfurg,
Suzuki dan Kurikulum ABRSM di Chandra Kusuma School?
Pokok masalah tersebut nantinya akan dijawab dengan jawaban-jawaban
yang bersifat dekriptif dan analitis. Di antaranya adalah bagaimana teknik
membaca notasi dan mempraktikkannya di instrumen biola, begitu pula teknik-
teknik legato, staccato, detache, spiccato, dan lainnya dalam pembelajaran biola
ini. Begitu pula tangan kanan gesekan dan tangan kiri penjarian pada tahap pra
dasar dan dasar satu untuk sebuah pembelajaran praktik instrumen biola. Deskripsi
lainnya adalah bagaimana penerapan pembelaran yang memadukan tiga jenis buku
sekali gus.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian penerpan ketiga metode pembelajaran instrumen
biola melalui buku panduan ini adalah sebagai berikut:
(1) Untuk mengetahui hasil penerapan metode biola A Tune A Day, Suzuki Violin
dan Kurikulum ABRSM di Sekolah Candra Kusuma School dan IPAC.
19
(2) Untuk memberikan kemudahan bagi guru dalam bentuk pengajaran serta
memudahkan murid mempelajari instrumen biola melalui ketiga buku panduan
tersebut melalui baik pada gesekan dan juga pada sebuah penjarian.
(3) Menggabungkan ketiga metode tersebut untuk pra dasar dan dasar 1 (satu)
untuk pembelajaran biola.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang di ambil dari penelitian yang diwujudkan dalam bentuk tesis ini
adalah sebagai berikut:
(1) Menambah referensi tentang instrumen (khususnya biola).
(2) Sebagai bahan masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa, pelajar, dan
penikmat musik, agar dapat mengetahui permasalahan pada instrumen biola
dalam konteks permainan biola.
(3) Menambah pengetahuan bagi penulis, guru, pelajar biola serta penikmat
music lain, baik mencakup teori maupun praktik musik pada instrumen biola
(4) Penelitian ini akan bermanfaat untuk pengembangan kesenian dalam konteks
seni musik di Indonesia.
1.3.3 Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian dari ketiga metode pembelajaran adalah meneliti
metode pembelajaran baik pada sebuah lagu maupun teknik yang sesuai untuk
pembelajaran instrumen biola di Sekolah Candra Kusuma School dan ipac melalaui
ketiga buku panduan. Kemudian menggabungkan bahan-bahan yang ada pada
20
ketiga buku panduan baik pada lagu-lagu dan teknik serta tangga nada yang
terdapat pada buku panduan, untuk kepentingan dan permasalahan dan
mempermudah mempelajari instrumen biola baik pada teknik tangan kanan seperti
gesekan dan teknik tangan kiri pada penjarian.
Meneliti guru ketika melakukan pengajaran kepada murid dan melihat
kemampuan murid ketika memainkan lagu yang diajarkan oleh seorang guru
melalui ketiga buku panduan pada sebuah lagu, teknik serta tangga nada yang yang
terdapat pada buku panduan dengan tulisan not balok untuk pembelajaran praktik
instrumen biola.
Merevisi dan mengevaluasi sebuah metode pembelajaran yang terdapat
pada ketiga buku panduan setelah mengaplikasikan ketiga metode pembelajaran
tersebut kepada peserta didik melalui permasalahan ketika peserta didik
memainkannya serta permasalahan pengajaran yang terdapat pada guru atau
instruktur biola ketika seorang guru mengajar.
1.4 Studi Kepustakaan
Sebelum penulis mengadakan studi lapangan, terlebih dahulu penulis
mengadakan studi kepustakaan antara lain: Buku Suzuki Method menjadi referensi
penulis untuk mempermudah sebuah penjarian dalam sebuah lagu yang akan
dimainkan pelajar biola.
Keyser buku panduan teknik biola dengan penjarian dan teknik gesekan
yang membawa penulis membuat masalah pembelajaran dan antisipasi masalah.
Selanjutnya Mazas sebagai buku panduan yang memainkan sebuah teknik yang
21
memiliki struktur bentuk sebuh lagu. Buku tersebut menjadi referensi penulis
untuk membuat sebuah teknik dengan melodi lagu daerah untuk sebuah
pembelajaran musik.
Carl Flesh buku panduan tangga nada, yang membahas permasalahan
tangga nada dengan penjarian dan posisi ketika memainkan tangga nada serta
mempermudah penjarian dengan berbagai posisi.
Wolhfath buku panduan teknik dengan permainan posisi tiga membuat
bentuk jari ketika memainkan jari. Buku panduan ini menjadi acuan penulis untuk
membuat sebuah penjarian dalam pembelajaran yang dilakukan penulis.
Kurikulum ABRSM sebagai acuan penulis untuk membuat sebuah
kurikulum serta menganalisis buku tersebut untuk kepentingan pembelajaran pada
sebuah tingkatan agar peserta didik sampai pada titik merasa terlalu sulit ketika
mempelajari instrumen biola
Suzuki violin sebagai acuan penulis ketika mengaransemen lagu daerah.
Buku Suzuki adalah buku panduan untuk siswa dalam mempelajari biola melalui
sebuah lagu yang telah diubah oleh Sinichi Suzuki melalui penjarian dan
interpretasi yang mempermudah pelajar dalam memainkannya.
Dieter Mack, dalam bukunya Ilmu melodi ditinjau dari segi budaya musik
barat (1995), pusat musik liturgi Yogyakarta, buku ini mengetengahkan analisis
melodi dari beberapa komponis musik barat disertai dengan contoh berupa
cuplikan-cuplikan rekaman.
22
Buku Douglass M. Green Form in Tonal Music: An Introduction to
Analysis (1979), berisikan tentang ilmu bentuk analisa musik dalam musik tonal,
beserta dengan contoh table.
Buku Ilmu Bentuk Analisa (1996) yang dikarang Karl-Edmund Prier, SJ.
Berisikan kumpulan bahan kuliah ilmu bentuk analisa musik. Kemudian disusun
dan diterbitkan dalam bentuk buku, terdiri dri lima bagian, bentuk-bentuk ganda,
bentuk sonata, bentuk polifoni, dan bentuk siklis.
Leon stein, dalam Structur & Style, The Study and analysis of Musikal
Forms (1997), menguraikan tentang musik barat dari unsur bentuk yang paling
kecil sampai pada bentuk yang besar dengan segala unsur perkembangannya.
Buku Arnold Schonberg, Struktural Fungtions of harmony (1969), berisi
tentang fungsi-fungsi struktur harmoni didalam musik diatonik barat. Buku ini
menjadi referensi bagi penulis dalam bentuk harmoni ketika penulis membuat
sebuah iringan untuk metode pembelajaran.
Benjamin Dale, Gordon Jacob & Hugo Hanson, dalam harmony,
Counterpoint & dan Improvisation (1940), jilid 1 dan 2 masing-masing terdiri dari
tiga bagian utama, mengemukakan tentang harmoni, kontrapung, dan improvisasi
khususnya pada piano.
Karya Robert W. Ottoman, Advanced Harmony, Theory and Practice
(1963), berisi tentang teori-teori lanjut tentang penyusunan nada-nada secara
vertical beserta penerapannya terhadap musik barat sampai pada abad XIX.
Buku Vincent Persichetti, Twentieth Century Harmony, Creative Aspects
and Practice (1978), merupakan salah satu buku pedoman mengenai teori harmoni
23
musik abad ke XX dan penerapannya dalam buku ini seluruh latihan serta
penerapan teori harmoni dilakukan dengan membuat komposisi. Bukan pada
sebuah harmoni saja melainkan juga mengandung unsur latihan membuat
komposisi musik.
Nicholas Slonimsky, dalam bukunya Thesaurus of Scales and Melodic
Patterns (1947), mengemukakan tentang pengolahan berbagai tangga nada, modus,
dan pola-pola yang bersifat melodi.
Buku Oliver Messiaen, The Technique of My Musical Language (1966)
berisi tentang teknik komposisi dan pembahasan dari karya-karya messiaen.
Karya Frank Howes, (1947), Full Orchestra, berisi mengenai evolusi dan
peran orkestra dalam musik klasik barat.
Samuel Adler, dalam bukunya The Study of Orchestration (1989), menulis
mengenai teknik orkestrasi secara menyeluruh beserta contoh dan latihannya.
Buku Langsung Jago Main Piano Otodidak, buku ini ditulis oleh Christian
J. Monoach. ST, buku ini berisikan tetang sebuah metode pembelajaran yang tidak
sama dengan pembelajaran akademisi namun lebih kepada cara cepat dalam
pembelajaran istrumen piano, buku ini menjadi contoh dan menjadi perbandingan
bagi penulis agar dapat mempercepat dan mempermudah pembelajar instrumen
khususnya instrumen biola.
Buku Ensiklopedia Musik Klasik buku ini disusun oleh Muhamad Syafiq
yang berisikan seperti kamus musik dan banyak menceritakan peradapan musik
klasik sampai pada saat ini serta menceritakan riwayat hidup composer pada jaman
klasik sampai pada masa modern saat ini.
24
Kamus Musik Pono Bonoe yang membantu untuk mengerti akan symbol
dan tulisan-tulisan yang terdapat pada sebuah lagu. Buku ini membantu penulis
dalam glosarium yang akan dibuat oleh penulis.
Cara Mudah dan Cepat Membaca Notasi buku ini ditulis oleh Yohanes
Andhi Kurniawan yang memengajarkan teknik pembelajaran musik melalui
membaca sebuah not serta pengajaran yang sangat mempermudah ketika membaca
sebuah notasi musik. Buku ini menjadi panduan bagi penulis ketika membuat
sebuah notasi lebih mempermudah peserta didik dan dapat sekaligus mengajarkan
peserta didik cara membaca dengan cepat baik pada not balok instrumen biola
maupun istrumen lainnya.
1.5 Landasan Teori
Dalam mengkoparasi ketiga metode pembelajaran praktik instrumen biola
yang menggunakan medium musik barat yang diambil melalui ketiga buku
panduan A tune A Day, Suzuki Violin, dan kurikulum ABRSM dibutuhkan
landasan teori yang menjadi titik-tolak penggarapan landasan teori tersebut secara
garis besar mengacuh pada buku panduan biola yang telah ada seperti teknik, lagu,
serta tangga nada.
Soemadi Suryabroto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raya Grafindo
Persada, 1995). Buku ini berisi tentang teori-teori perkembangan anak sampai
dewasa dari hasil penelitian para ahli dalam bidang Psikologi Pendidikan.
25
Shinichi Suzuki, Suzuki Violin School, Volume 1 Violin, Summy-Birchard,
Inc, USA, 2008. Buku ini menjabarkan tentang dasar-dasar teknik bermain biola,
yang akan mendukung dalam bab empat.
Ivan Galamian, Principles of Violin Playing & Teaching, Prentice-Hall,
New Jersey : 1985. Buku ini menjabarkan tentang dasar-dasar teknik bermain
biola, yang akan mendukung dalam bab empat.
Norman Lamb, Guide To Teaching Strings, Wm. C. Brown Publishers,
Fifth Edition, Retired California State University, Sacramento, 1990. Buku ini
memaparkan tentang definisi teknik-teknik pengajaran biola, yang akan
mendukung dalam bab empat.
Christian Heinrich Hohmann, Practical Method For The Violin, G.
Schrimer, New York/London. Buku ini menuliskan dan memaparkan tentang
contoh-contoh bentuk dasar memainkan teknik hiasan dalam permainan biola, yang
akan mendukung dalam bab empat.
Djohan dalam Psikologi Musik, (Yogyakarta, Buku Baik, 2005). Buku ini
mengenalkan masyarakat kepada psikologi musik yang relatif baru di negara kita.
Matson Alan Topper, Correting The Right Hand Bow Position For The
Student Violinist and Violist, The Florida State University School Of Music,
Valdosta, 2002. Buku ini berisi untuk mengoreksi tangan kanan untuk pemain
biola dan seseorang yang sedang belajar biola.
Dalam sebuah permainan biola terdapat sebuah teknik penjarian pada
tangga nada. Buku panduan yang sering sekali digunakan oleh pemain biola adalah
buku panduan Carl Flesch dan Polo yang mana bahan ini akan menjadi referensi
26
bagi penulis ketika memainkan atau sedikit memberikan perubahan untuk sebuah
pembelajaran.
Suzuki dan ABRSM adalah buku panduan untuk memainkan sebuah lagu
pada instrumen biola melalui gubahan penjarian dan gesekan yang terdapat pada
buku tersebut membuat penulis lebih dapat mempertimbangkan jari apa yang akan
di aplikasikan dan gesekan apa yang tepat pada lagu daerah yang akan digubah.
Efek Mozart Bagi Anak-Anak yang ditulis oleh Don Cambell buku ini
menceritakan tentang fungsi musik klasik bagi kreatifitas, daya pikir anak melalui
musik klasik, buku ini menjadi referensi penulis untuk mencoba melihat bagian-
bagian mana yang berperan aktif ketika mendengar atau memainkan sebuah lagu
klasik untuk metode pembelajaran musik.
Model-Model Pembelajaran mengembangakan professional guru ditulis
oleh Dr.Rusman, M.pd. buku ini menceritakan bentuk pengajaran dan strategi guru
ketika mengajar. Buku ini membantu penulis membandingkan atau mengikuti
materi pembelajaran yang akan diapalikasikan kedalam bidang musik.
Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem buku ini ditulis oleh Agus
Suprijono yang membahas bentuk pengajaran kelompok dan metode pembelajaran
kelompok, buku ini menjadi acuan penulis pada metode pembelajaran praktik
instrumen biola pada pembelajaran yang dilakukan lebih dari dua pelajar.
1.6 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif (puslit2.ac.id, 2010: 26 April 2010). Langkah-langkah yang
27
ditempuh di antaranya mengadakan studi pustaka untuk mendapatkan sumber-
sumber atau data yang diperlukan serta melakukan pendekatan musikologis,
adapun metode-metode tersebut sangat berperan dalam penulisan metode
pembelajaran biola di Sekolah Candra Kusuma School dan IPAC untuk
melengkapi proses penulisan tentang metode pembelajaran biola di Sekolah
Candra Kusuma School dan IPAC. Yang akan diminta bantuan atau pendapat
kepada beberapa pengajar dan pemain biola, yang berguna untuk menambah dan
melengkapi data yang diperlukan. Setelah data terkumpul, data tersebut dipilah dan
dianalisis secara khusus untuk mendukung dalam penulisan tesis nantinya.
Kemudian penelitian ini di bagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap pengumpulan
data, tahap wawancara, tahap analisis data, tahap praktikum, dan tahap penulisan.
1.7 Teknik Mengumpulkan Data
Untuk mengumpulkan data, dilakukan penelitian lapangan. Penelitian
lapangan yang dimaksud disini adalah kegiatan yang penulis lakukan yang
berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan, yang terdiri dari observasi,
wawancara, tahap analisis dan perekaman serta kerja laboratorium.
1.7.1 Observasi
Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung: yaitu langsung
kepada guru, melihat guru mengajar peserta didik untuk mempelajari biola. Untuk
menjaring data-data yang diperlukan, pertimbangan, revisi, analisis dan
menggabungkan ketiga metode yang terdapat pada buku panduan, penulis akan
28
melakukan studi lapangan dengan cara observasi. Observasi dilakukan untuk
memperoleh kesalahan-kesalahan yang dilakukan penulis dari analisis
penggabungan metode tersebut. melalui observasi dapat peroleh gambaran yang
lebih jelas tentang permainan biola pada great pra dasar dan dasar satu dari ketiga
buku panduan tersebut yang sukar diperoleh metode lain ketika
mengaplikasikannya. Maka observasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini
adalah dengan partisipasi pengamat sebagai partisipan (insider) yaitu sebagai
pemian biola. Keuntungan cara ini adalah peneliti telah merupakan bagian yang
integral dari situasi yang dipelajarinya, sehingga kehadirannya tidak
mempengaruhi situasi itu dalam kewajarannya.
1.7.2 Wawancara
Untuk memperoleh data-data yang tidak dapat dilakukan melalui observasi tersebut
(seperti konsep etnosainsnya tentang estetika dan teknis musikalnya), penulis
melakukan wawancara. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang
sifatnya terfokus yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan biola dan tekniknya. Pada tahap ini akan dilakukan wawancara kepada
pengajar biola, guna mengetahui tingkat pemahaman bermain biola bagi para siswa
setelah menggunakan beberapa metode, dan dilakukan juga wawancara kepada
para siswa, guna mengetahui seberapa besar minat mereka dalam bermain biola.
29
1.7.3 Tahap analisis
Dari data yang diperoleh, data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasikan
sesuai dengan jenisnya dan selanjutnya dilakukan analisis.
1.7.4 Perekaman
Untuk mendokumentasikan data yang berkaitan dengan perubahan metode
pembelajaran dan revisi merode tersebut, maka penulis melakukan perekaman.
Perekaman musik dan wawancara dilakukan dengan menggunakan tape recorder
merk Sony TCM 70, yang diproduksi oleh PT. Sony Amc Graha Jakarta, dengan
menggunakan kaset feroksida BASF dengan ukuran waktu 60 menit (C-60). Untuk
dokumentasi audiovisual, dipergunakan Handycam Sony.
1.7.5 Kerja Laboratorium
Pada tahapan kerja laboratorium, seluruh hasil kerja yang telah diperoleh
dari studi kepustakaan dan dari penelitian lapangan diolah, direvisi, diseleksi,
disaring untuk dijadikan sebagai data dalam analisis dang menggabungkan metode
pembelajaran ini. Data mana yang dapat dipergunakan untuk mendukung analisis
dan menggabungkan ketiga buku panduan dan data mana yang tak dapat
dipergunakan dilakukan dalam kerja laboratorium.
Guru dan pelajar biola yang telah mengaplikasikan metode tersebut dan
yang telah direkam di atas pita kaset BASF dan CD handycam, selanjutnya
ditranskripsikan dan dianalisis di laboratorium. Semua ini penulis lakukan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
30
1.7.6 Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data ini dikumpulkan data yang diperlukan yaitu
buku-buku yang berisi tentang metode pembelajaran yang sangat membantu dalam
pemaparannya.
1.7.7 Tahap Praktikum
Pada tahap ini akan dilakukan praktikum, yaitu berupa rekaman dalam
bentuk CD audio dari hasil pembelajaran biola yang dimainkan oleh Sekolah
Candra Kusuma School dan IPAC.
1.7.8 Tahap Penulisan
Dari hasil analisis dalam segi pembelajaran biola serta data yang
terkumpul, maka dilanjutkan pada tahap penyelesaian yaitu disusun menjadi suatu
karya ilmiah dalam bentuk tesis.
31
BAB II
PENGERTIAN METODE PEMBELAJARAN
EKSTRAKURIKULER BIOLA
2.1 Pengertian Metode Pembelajaran
Metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan
yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut cara
kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat diperlukan oleh para
pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat
atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru (Hamilik, 2001:1).
Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan
ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Wikipedia.org/wiki/
pembelajaran, 3 Februari 2013).
Dalam pembelajaran guru harus memahami materi pelajaran yang diajarkan
sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa
dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan
siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Oleh
32
sebab itu diperlukan adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas
untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas (Dewi, 2004:1).
Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap
rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam hal ini pembalajaran tidak terjadi
seketika, melainkan sudah melalui tahapan rancangan. Proses pembelajaran
aktifitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suatu interaksi
edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah
dicanangkan untuk suatu tujuan tentunya setidaknya adalah pencapaian tujuan
intruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan
pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang diprogamkan guru merupakan kegiatan
integralistik antara pendidik dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara
metodologis berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara
pedagogis berakar dari pihak peserta didik (Dewi, 2004:1).
Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah
memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-
contoh kongkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan
mengalami atau mempraktekannya sendiri. Dalam proses pendidikan dan
pembelajaran pembangunan konsep semestinya tidak dilepaskan dari
pengembangan sikap dan pananaman nilai-nilai ke dalam diri peserta didik. Proses
pendidikan melibatkan banyak hal yaitu: (a) subjek yang dibimbing (peserta didik);
(b) orang yang membimbing (pendidik); (c) interaksi antara peserta didik dengan
pendidik (interaksi edukatif); (d) ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan
pendidikan); (e) pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (alat dan metode); (f)
33
cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode); (g) tempat dimana
tempat bimbingan berlangsung yaitu lingkungan pendidikan (Hartoto, 2009:1).
Cepat lambatnya pesrta didik dalam belajar biola sangat erat kaitannya
dengan metode yang dipakai karena berpengaruh dengan cocok apa tidaknya
metode itu diterapkan. Suatu metode mempunyai cara-cara yang berbeda dengan
metode yang lain sehingga harus melihat lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat. Oleh karena itu salah satu yang bertanggung jawab dalam
pendidikan adalah guru.
2.1.1 Psikologi Pendidikan
Psikologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai pikiran dan perilaku
kemudian menjadi suatu pengertian yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana
tepatnya lingkungan sensori (pendidikan musik langsung maupun tidak langsung)
dapat menghasilkan peningkatan perkembangan otak serta memperkaya hidup
manusia. Radocy dan Boyle pada tahun 1997 menjelaskan bahwa semua jaringan
saraf termasuk sensori, motor, dan koneksi antar saraf dan sebagian besar saraf
otak adalah saling berhubungan, serta merupakan bagian dari hubungan jaringan
komputer raksasa. Belajar harus meliputi peningkatan pemahaman dan efisiensi
komunikasi sejumlah unit fungsi saraf (Djohan, 2003:24).
Psikologi pendidikan sendiri adalah studi yang sistematis terhadap proses
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan
adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.
Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi
34
pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila
beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi
psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan
memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar (Supriadi, 2006:1).
Konsentrasi pada persoalan belajar yakni persoalan-persoalan yang
senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan
ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk
menguasai bidang ilmu ini supaya mereka dalam menjalankan fungsinya, dapat
menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap
berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif (Supriadi, 2006:1).
Samuel Smith telah mengadakan studi mengenai 18 buku tentang psikologi
pendidikan yang dipandang baik. Smith menggolong-golongkan persoalan yang
dikupas oleh para ahli yang diselidikinya itu menjadi 16 macam, yaitu: 1. The
science of educational psychology (ilmu psikologi pendidikan); 2. Heredity (turun-
temurun), 3. Physical structure (struktur fisik), 4. Growth (perkembangan), 5.
Behavior processes (proses perilaku), 6. Nature and scope of learning (sifat dan
ruang lingkup pembelajaran), 7. Factors that condition learning (faktor kondisi
belajar), 8. Law and theories of learning (hukum dan teori pembelajaran), 9.
Measurement: Basic principles and definitions (prinsip dasar pengukuran dan
definisi), 10. Transfer of training: subyect matter (mentransfer materi pelatihan),
11. Practical aspect of measurement (aspek praktis pengukuran), 12. Element of
statistics (unsur statistik), 13. Mental hygiene (kesehatan mental), 14. Character
35
education (pendidikan karakter), 15. Psychology of secondary school subject
(psikologi sekolah menengah subjek), dan 16. Psychology of elementary school
subject (psikologi subjek SD) (Suryabrata, 2002: 2-3).
Dari enam belas poin di atas yang dapat digunakan dalam pembelajaran
biola yaitu: struktur fisik, ruang lingkup pembelajaran, faktor kondisi belajar,
materi pelatihan atau pembelajaran, dan kesehatan mental. Dalam pembelajaran
biola struktur fisik (anatomi) sangat penting kaitannya dengan metode apa yang
cocok digunakan, sedangkan ruang lingkup pembelajaran dan faktor kondisi
belajar sangat penting kaitannya dengan keinginan dan kepuasan saat seseorang
berlatih dan bermain.
Umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki
sejumlah besar pengetahuan tertentu dan berkewajiban menyebarluaskannya
kepada orang lain. Demikian juga subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok
yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang
disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap
atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh dan akan semakin besar pula
pengakuan yang mereka dapatkan sebagai individu terdidik (Supriadi, 2006:1).
Anggapan-anggapan seperti ini mesti sudah berusia cukup tua, tidak dapat
dipertahankan lagi. Fungsi pendidik memberikan informasi pengetahuan sebanyak-
banyaknya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-
ingat keseluruhan informasi itu semakin tidak relevan lagi. Mengingat bahwa
pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan
kata lain pengetahuan-pengetahuan hanya bersifat sementara dan berubah-ubah,
36
tidak mutlak. Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini secara
relatif. Mungkin hanya berfungsi untuk saat ini dan tidak untuk lima hingga
sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya memberikan informasi
pengetahuan kepada subjek didik apalagi bila hal itu terlepas dari konteks
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Namun demikian bukan berarti fungsi
tradisi pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama
sekali. Fungsi ini perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-
fungsi sosial yang lebih luas, yaitu membantu subjek didik untuk memadukan
informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang
utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik
dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek
didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan
mereka (Supriadi, 2006: 1).
Seorang pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi
pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-
waktu diperlukan oleh subjek didik. Dengan perolehan informasi pengetahuan
tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya
mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam
pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji
kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-
kebutuhannya (Supriadi, 2006:1).
Deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar
dikatakan berhasil apabila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya
37
sendiri. Lebih jauh lagi bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri
menjadi dirinya sendiri. Faure pada tahun 1972 menyebutnya sebagai “learning to
be” (Supriadi, 2006:1).
Tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi
berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu
lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam
buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif
dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan (Supriadi, 2006:1).
Bagi beberapa pserta didik, belajar memainkan alat musik berarti
mempelajari sebuah repertoar yang telah tertulis untuk sebuah alat musik.
Kebanyakan pendidikan menggunakan orientasi visual untuk memperkenalkan
lagu baru yang dimainkan dengan membaca dan berlatih beberapa sesi yang
biasanya dalam rangka mempersiapkan sebuah konser atau menjelang ujian. Pada
kasus seorang pemain musik yang sudah ahli dan mencapai tingkat tinggi, yang
familiar dengan notasi sebagai hasil dari berbagai jenis latihan, sangat
memungkinkan baginya untuk mendalami musik dan mempertunjukannya melalui
memori tanpa bantuan notasi musik. Esensi dari pendekatan ini adalah orientasi
visual dimana seorang musisi belajar memainkan musik dengan cara membaca dan
belajar notasi musik (Djohan, 2003:177-178).
Fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator, dan fasilitator dapat
dilakukan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat
38
mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim
dikelompokkan atas dua bagian, yaitu:
2.1.1.1 Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor metode pembelajaran, faktor
lingkungan, dan faktor kondisi individual peserta didik. metode pembelajaran
menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai peserta didik.
Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian metode
pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik, juga melakukan gradasi
materi pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompleks.
Faktor lingkungan yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial
juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih
efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula belajar pada pagi hari selalu
memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan
sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan
pencapaian hasil belajar yang optimal. Dalam bermain musik seseorang harus
fokus dan konsentrasi dengan apa yang dia pelajarinya, karena tidak mungkin
seseorang bermain musik dengan kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil
belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Subjek didik yang berada
dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang
memadai untuk memulai tindakan belajar (Supriadi, 2006: 2).
39
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar
jumlahnya banyak dan masing-masingnya tidak dapat dibahas terpisah. Perilaku
individu termasuk perilaku belajar yang merupakan totalitas penghayatan dan
aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala
seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1.1.2 Perhatian
Peserta didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan
memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran
yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat
dieksploitasi2 sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu (Supriadi,
2006:2). Seperti menyediakan materi pembelajaran yang sesuai dengan peserta
didik (metode), seperti memberikan perhatian lebih ketika seorang peserta didik
bosan atau kesulitan dalam suatu teknik atau lagu.
2.1.1.3 Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui
penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan, dan pengecapan. Pengamatan
merupakan gerbang baik masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek
didik, karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran (Supriadi,
2006:2).
2Pendayagunaan atau pemanfaatan
40
Seseorang belajar musik penglihatan dan pendengaran adalah dua hal yang
tidak dapat terpisahkan. Penglihatan digunakan untuk belajar dan membaca notasi
sedangkan pendengaran sangat penting untuk membedakan benar atau tidaknya
nada (intonasi).
2.1.1.3 Ingatan
Secara teoretis, ada tiga aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan,
yaitu: 1. menerima kesan, 2. menyimpan kesan, dan 3. mereproduksi kesan.
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah ingatan selalu didefinisikan sebagai
kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan mereproduksi kesan. Kecakapan
menerima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah
subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. (Supriadi, 2006:2).
Pengembangan teknik pembelajaran juga lebih mengesankan bagi subjek
didik, terutama untuk materi pembelajaran yang berupa rumus-rumus atau urutan-
urutan lambang tertentu, contoh yang menarik adalah mengingat tanda mula dalam
tangga nada 1# G (gudeg), 2# D (djogja), 3# A (amat), 4# E (enak) dan sebagainya
(Supriadi, 2006: 2).
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat.
Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian,
ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga, bahwa setelah seseorang selesai
melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang
dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung
41
semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam
ingatan untuk waktu yang relatif lama (Supriadi, 2006:2).
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan
psikolog pendidikan, peserta didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari
dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses
pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi peserta didik untuk
mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah
dipelajarinya. Hal ini, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu
submaterial pembelajaran selesai (Supriadi, 2006:2).
2.1.1.5 Berpikir
Definisi yang paling umum dari berpikir adalah berkembangnya ide dan
konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung
melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang
tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-perngertian.
Kemampuan berpikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir
dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan
tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses
pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini dan bukannya
melemahkannya. Para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada
pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan
mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berpikir mereka, seperti
dalam belajar biola untuk pemula diajarkan tangga nada A Mayor dan banyak dari
42
mereka bertanya dan bahkan mencari sendiri tangga nada yang lain seperti tangga
nada D dan G. Pembelajaran seperti ini akan menghadirkan tantangan psikologi
bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.2.1.6 Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan
luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas
dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik, tetapi tidak jarang
pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik.
Misalnya, seorang subjek didik gemar berlatih biola karena dia memang ingin lebih
terampil dalam bermain biola (Supriadi, 2006:3).
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik dan biasanya
berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial
pada peserta didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik.
Motif ini bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu
maupun kelompok peserta didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk
berjuang atau berlomba melebihi yang lain. Namun demikian, pendidik harus
memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang
negatif.3
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”,
yaitu menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik. Melalui grafik ini,
3Intrinsik artinya di dalam, ekstrinsik artinya adalah di luar.
43
setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri dan sekaligus
membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya. Dengan
melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya
supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain (Supriadi, 2006:3).
2.2 Ekstrakurikuler
Hampir semua Sekolah dasar, Menengah Pertama dan Sekolah Menengah
Atas di tanah air memiliki ekstrakurikuler. Kegiatan diluar jam pelajaran itu
menawarkan sejumlah pelatihan sesuai bakat dan minat siswa. Ekstrakurikuler
biasanya dilaksanakan satu kali dalam satu minggu selama satu setengah sampai
dua tahun. Pelatih atau guru pengajar ekstrakurikuler kebanyakan guru sekolah
yang bersangkutan. Sekolah yang mampu biasanya mendatangkan pelatih
profesional dari luar.
Ekstrakurikuler sendiri adalah kegiatan yang dilakukan siswa sekolah atau
universitas, di luar jam belajar kurikulum standar. Kegiatan-kegiatan ini ada pada
setiap jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas. Kegiatan
ekstrakurikuler ditujukan agar siswa dapat mengembangkan kepribadian, bakat,
dan kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Kegiatan ini
diadakan secara swadaya dari pihak sekolah maupun siswa-siswi itu sendiri untuk
merintis kegiatan di luar jam pelajaran sekolah. Kegiatan dari ekstrakurikuler ini
sendiri dapat berbentuk kegiatan pada seni, olahraga, pengembangan kepribadian,
dan kegiatan lain yang bertujuan positif untuk kemajuan dari siswa-siswi itu
sendiri (Wikipedia.org/wiki/pembelajaran: 14 Februari 2013).
44
Terdapat beberapa syarat yang mendasari pembentukan ekstrakurikuler,
yaitu:
1. a. Adanya pembina atau pembimbing dalam ekstrakurikuler tersebut, b. Adanya
seksi OSIS yang mengurusi ekstrakurikuler tersebut, c. Memiliki sejumlah
anggota, d. Disetujui oleh sekolah (Wikipedia.org/wiki/pembelajaran: 14 Februari
2013).
Ekstrakurikuler dibagi menjadi beberapa jenis yaitu Ekstrakurikuler olah
raga, seni, hobi, penalaran, dan cinta bangsa dan tanah air (CBTA). Ekstrakurikuler
yang meliputi kesenian adalah biola, tari, batik, dan paduan suara. Sekolah
Chandra Kusuma School terdapat ekstrakurikuler biola yang sering juga disebut
(Musik Program) yang termasuk dalam ekstrakurikuler seni.
Musik program biola menjadi salah satu kegiatan ekstra yang banyak
diminati dalam bidang seni musik yang mempelajari sebuah instrumen. Musik
program instrumen biola ini sendiri terbentuk dari keinginan siswa dengan seni
musik khususnya instrumen biola biola. Di dalam pelaksanaan musik program
biola diterapkan sistem ansembel yaitu bermain secara bersama-sama dalam satu
kelas. Ansambel biola selalu aktif dalam acara-acara sekolah, seperti masa
orientasi siswa (MOS), penyambutan pelajar dari luar negeri, dan acara lainnya.
Musik program biola memiliki lebih dari 50 peserta didik yang dibagi
setiap kelas 8 siswa dan satu pengajar biola yaitu pemula dan lanjut. Setiap kelas
memiliki keterampilan yang berbeda, untuk pemula biasanya peserta didik yang
belum bisa memainkan tetapi mempunyai keinginan untuk belajar biola. Untuk
45
kelas lanjut biasanya peserta didik yang sudah mampu memainkan lagu-lagu kecil,
tangga nada, serta teknik-teknik dasar bermain biola.
Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrakurikuler sangat baik
untuk mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuan peserta didik di
berbagai bidang di luar bidang akademik sehingga peserta didik dapat menyalurkan
bakat dan minat pada tempatnya.
Adapun silabus progam pembelajaran musik klasik dengan instrumen biola
Chandra Kusuma School sebagai berikut: 1. Program pembelajaran diproyeksikan
untuk satu semester (6 Bulan) yang terbagi pada semua tingkatan kelas baik pada
TK dan SD sampai pada SMP dan SMA. 2. Materi pembelajaran diambil dari
buku A tune a day, Suzuki dan kurikulum ABRSM dan diperkaya dengan repertoar
yang relevan seperti partitur orkestra maupun lagu-lagu lainnya yang diaranemen
dan ditukis dalam bentuk not balok. 3. Pengajar dipersilahkan melakukan
pengembangan materi pembelajaran. Rincian pembagian pembelajaran: a.
Organologi/pengenalan instrument menggesek, b. Fingering/penjarian, c. Nilai
nada, d. Scale/tangga, e. nada etude/teknik, f. Lagu, g. Bermain duet, kwartet,
ansambel, h. Ujian dan konser.
2.2.1 Tujuan Pendidikan Ekstrakurikuler (Musik Program) Biola Sekolah
Chandra Kusuma School
Sekolah Chandra Kusuma School merupakan lembaga pendidikan, yang
menampung peserta didik dan dibina agar mereka memiliki kemampuan,
kecerdasan dan keterampilan. Dalam proses pendidikan diperlukan pembinaan
46
secara berkoordinasi dan terarah. Dengan demikian peserta didik diharapkan dapat
mencapai prestasi belajar yang maksimal sehingga tercapainya tujuan pendidikan.
Dalam pembinaan peserta didik di sekolah Sekolah Chandra Kusuma School,
banyak wadah atau program yang dijalankan demi menunjang proses pendidikan
yang kemudian atas prakarsa sendiri dapat meningkatkan kemampuan,
keterampilan kearah pengetahuan yang lebih maju. Salah satu wadah pembinaan
peserta didik di sekolah Sekolah Chandra Kusuma School adalah kegiatan
ekstrakurikuler.
Kegiatan-kegiatan yang diadakan dalam program ekstrakurikuler didasari
atas tujuan dari pada kurikulum sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler yang
beragam peserta didik dapat mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya.
Kegiatan-kegiatan peserta didik di sekolah khususnya kegiatan ekstrakurikuler
merupakan kegiatan yang terkoordinasi terarah dan terpadu dengan kegiatan lain di
sekolah, guna menunjang pencapaian tujuan kurikulum
(muttaqinhasyim.wordpress.com: 14 Februari 2013).
Kegiatan terkoordinasi di sini adalah kegiatan yang dilaksanakan sesuai
dengan program yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaannya kegiatan
ekstrakurikuler dibimbing oleh guru, sehingga proses pembelajaran biola berjalan
dengan baik. Dengan demikian, kegiatan ekstrakurikuler di sekolah Sekolah
Chandra Kusuma School dapat memberikan kontribusi dalam menciptakan tingkat
kecerdasan peserta didik. Kegiatan ini bukan termasuk materi pelajaran yang
terpisah dari materi pelajaran lainnya, bahkan dapat dilaksanakan di antara
penyampaian materi pelajaran, mengingat kegiatan tersebut merupakan bagian
47
penting dari kurikulum sekolah (Amal, 2005: 378). Secara garis besar kegiatan
ekstrakurikuler mempunyai tiga tujuan dasar, yaitu: a. Pembinaan minat dan bakat
siswa, yang merupakan kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat membina dan
mengembangkan minat yang ada pada peserta didik serta memupuk bakat yang
dimiliki peserta didik. b. Sebagai wadah di sekolah, dengan aktifnya siswa dalam
kegiatan ekstrakurikuler, secara otomatis peserta didik telah membentuk wadah-
wadah kecil yang di dalamnya akan terjalin komunikasi antar peserta didik dan
sekaligus dapat belajar dalam mengorganisir setiap aktivitas kegiatan
ekstrakurikuler. c. Pencapaian prestasi yang optimal, beberapa cabang
ekstrakurikuler baik secara perorangan maupun kelompok diharapkan dapat meraih
prestasi yang optimal, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah
(ekskulabsky. multiply.com: 14 Februari 2013).
Akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan
ekstrakurikuler secara garis besar adalah sebagai wadah pembinaan minat dan
bakat peserta didik di sekolah, dan pencapaian prestasi yang optimal dan didasari
atas tujuan dari pada kurikulum sekolah.
48
BAB III
ASAL-USUL DAN PERKEMBANGAN BIOLA, TEKNIK DASAR
PERMAINAN BIOLA, TEKNIK TANGAN KIRI DAN KANAN,
PERKEMBANGAN BIOLA DIINDONESIA, BIOLA
DI SEKOLAH CHANDRA KUSUMA SCHOOL
3.1 Asal-Usul dan Perkembangan Biola
Pada mulanya biola digunakan bersama instrumen musik lain untuk
mengiringi tarian. Saat itu biola dianggap sebagai alat musik dari kalangan bawah
namun kemudian menjadi instrumen solo selama abad ke-17. Biola berasal dari
Italy pada sekitar tahun 1500-an. Instrumen gesek mungkin berasal dari instrumen
seperti Viele, fiedel, rebec, dan dari Lira da braccio pada masa Renaissans.
Walaupun demikian tampaknya ada instrumen lain bernama Viol dengan enam
dawai di Eropa, yang telah ada sebelum biola dan keberadaanya berdampingan
dengan rebec dan keluarganya selama sekitar 200 tahun.
Pada tahun 1600 an biola memperoleh penghargaan yang lebih baik setelah
digunakan sebagai instrumen pengiring opera-opera Italia seperti Orfeo (1607)
karya Claudio Monteverdi, dan melalui Raja Louis Perancis ke XIII yang
membentuk kelompok pemusik, 24 violos du rei (‘’raja 24 biola’’) pada tahun
1626. Biola bekembang baik sepanjang jaman Barok (1600-1750) dalam
karyakarya dari para pencipta seperti Arcangelo Corelli, Antonio Vivaldi, dan
Giuseppe Tartini di Itali, Heinrich Biber, serta Georg Philipp Telemann dan Johann
Sebastian bach di Jerman. Biola menjadi dasar dari alat musik solo concerto,
49
concerto grosso, sonata, trio sonata, dan cocok sebagus yang digunakan dalam
opera.
Gambar I biola dengan alat gesek biola
Para pembuat biola pertama yang berasal dari Italia Utara di antaranya ialah
Gasparo da Salo (1540-1609) dan Giovanni Maggini (1579-1630?) dari Brescia,
dan Andrea Amati dari Cremona. Pada abad ke-17 dan ke-18 telah ada bengkel
pembuat biola di Italia, yaitu dari Antonio Stradivari dan Giuseppe Guarneri dari
Cremona dan seorang orang Austria Jacob Stainer.
Biola terdahulu berukuran lebih pendek, leher biola lebih tebal dan kurang
membelok kebelakang dari permukaan biola papan jari yang lebih pendek kamnya
lebih datar dan dawainya terbuat murni dari dari usus binatang. Busur biola yang
pertama juga memiliki desain berbeda dengan biola sekarang. Perubahan
50
konstruktif yang mendasar, yang menghasilkan bunyi lebih keras, nyaring, dan
nada yang lebih bagus, terjadi pada abad ke 18 dan 19.
Pada pertengahan abad ke-18 biola adalah instrumen solo terpopuler di
Eropa. Biola juga dijadikan alat musik pada orkestra, alat yang paling penting
dimainkan era Barok dan Klasik(1750-1820); dan pada orkestra modern juga masih
menjadi alat yang paling penting untuk dimainkan. Kelompok biola berkembang
dengan jumlah lebih dari pemainnya yang dimainkan di ruang kecil terdiri dari dua
biola, viola dan cello.
Gambar II Pemain biola dunia, Yehudi Menuhin
Selama abad ke-19 pemain biola yang melegenda di seluruh Eropa, di
antaranya ialah Giovanni Viotti dan Nicolo Paganini, Louis Sphor dan Joseph
Joachim dari Jerman, Pablo de Sarasate dari Spanyol, dan Henri Vieuxtemps dan
Eugene Ysaye dari Belgia. Pada abad ke-20 biola mencapai nilai artistik yang baru
dan teknik yang tinggi di tangan para pemain biola Amerika, Isaac Stern dan
Yehudi Menuhin, keturunan Austria Fritz Kreisler, keturunan Rusia Jascha Heifetz,
51
Mischa Elman dan Nathan Milstein yang menjadi penduduk Amerika, biolis
Hongaria Joseph Szigeti, dan David Oitsrakh dari Rusia. Di antara para pencipta
tunggal dan para pencipta karya-karya untuk biola adalah Bach, Wolfgang
Amadeus Mozart, dan Ludwig van Beethoven; di Austria ada Franz Schubert,
Jerman diwakili oleh Johannes Brahms, Felix Mendelssohn, dan Robert Schumann,
dan dari Rusia ialah Peter llyich Tchaikovsky di era yang penuh dengan
keromantisan; Claude Debussy meakili Perancis, sedangkan untuk Austria ialah
Arnold Schoenberg, dari Hungaria ialah Bela Bartok, dan Rusia diwakili oleh Igor
Stravinsky pada abad ke 20.
3.1.1 Konstruksi Biola
Panjang biola normal (berukuran 4/4) mencapai 60 cm. Walaupun demikian
ada juga yang lebih kecil, yaitu berukuran 3/4 dan 1/2 yang dapat dimainkan oleh
pelajar yang masih muda. Biola adalah salah satu dari keluarga instrumen gesek
yang lain yaitu, biola alto, cello dan kontrra bas. Di antara instrumen musik gesek,
biola termasuk instrument yang memiliki titinada tertinggi. Busur penggesek (bow)
biola terdiri dari tongkat, kurang lebih sepanjang 75 cm, dengan bulu-bulu kuda
yang direntangkan di antara kedua ujung tongkat penggesek. Konstruksi yang
terdapat pada seluruh keluarga instrument gesek pada dasarnya tidak berbeda
dengan konstruksi biola. Walaupun demikian cello dan kontra bas memiliki
tongkat penyanggah di bagian bawahnya (akan dijelaskan kemudian). Secara detail
bagian-bagian biola meliputi:
52
Gambar III Anatomi instrumen Biola
a. Table/ Belly (perut).
b. Ribs, atau papan samping yang memisahkan di antara papan
depan (table) dengan papan belakang.
c. Neck, yaitu leher di antara bagian kepala (peg box) dan badan
(table) biola.
d. Peg box, kotak penala yang berada di bagian kepala.
e. Scroll, hiasan ukir di ujung bagian kepala yang menyerupai
gulungan kain.
f. Tail, yaitu penambat ujung dawai-dawai di bagian bawah
perut (table).
g. Bridge, yaitu keping pembatas tegangan dawai-dawai yang
berada di antara tail dan nut atau batas pada pangkal peg box.
Seksi Gesek
53
h. Fingerboard, yaitu bidang yang terdapat di bagian depan
leher yang terbentang hingga kira-kira pertengahan belly.
i. Lobang suara.
Pada bagian belly terdapat dua buah lubang suara berbentuk tanda dinamik
Forte (f). Biola mempunyai 4 dawai dengan diameter yang berbeda. Pada mulanya,
dawai biola terbuat dari usus binatang, namun pada masa kini telah diganti oleh
helaian kawat tipis dari baja. Untuk dawai-dawai berdiameter besar dilapisi oleh
gulungan semacam perak. Dawai dengan diameter terbesar ditala untuk nada G
(jarak interval 4 di bawah C).
3.1.2 Nada-nada Biola pada Posisi Senar Lepas
Penomoran dawai biola mulai dari yang terbawah sehingga dawai ini biasa
dawai ke-4 atau G. Dawai ke-3 di bawahnya, ditala satu kwint lebih tinggi
sehingga berbunyi D. Demikian selanjutnya, dua dawai lain di bawahnya ditala
satu kwint ke atas yaitu nada A untuk dawai kedua dan nada E untuk dawai
pertama. Dawai biola pada mulanya dibuat dari usus binatang. Guna menghasilkan
bunyi yang nyaring dan kuat maka di jaman modern ini dawai dibuat dari baja
dengan proses pembuatannya menggunakan teknologi canggih.
3.1.3 Karakter suara dan register biola
Di antara karakteristik terbaik biola adalah bunyi yang mendesing dan bisa
dimainkan dengan cepat, bisa dimainkan dengan baik seperti melodi-melodi yang
54
ada pada lirik lagu. Para pemain biola juga bisa menciptakan efek yang bagus
dengan tekhnik berikut ini dengan menggunakan jari tanpa stik, dengan memetik
senar-senarnya dengan mengulang satu nada yang sama atau dua nada yang sama
dengan cepat, menggesek stik pada senar-senarnya dengan cepat.
Salah satu teknik biola dikenal dengan istilah sul panticello, bermain
dengan stik yang didekatkan dengan kamnya untuk menghasilkan bunyi yang
ringan, suara seperti kaca seperti col legno, bermain dengan stik yang dari kayu,
harmoni dengan meletakkan jari-jari dari tangan kanan pada bagian-bagian tertentu
dari senarnya untuk menghasilkan bunyi yang ringan, seperti bunyi seruling dan
glissando, gerakan luwes yang teratur dari jari tangan kiri ke atas dan kebawah
senar untuk menghasilkan nada naik turun. Register biola adalah yang tertinggi di
antara instrumen gesek, yaitu dari nada G (baca: g kecil) sampai C3 (baca: c tiga).
3.2 Perkembangan Biola di Indonesia
Perkembangan instrumen biola di Indonesia memiliki perkembangan yang
sangat pesat. Dikarenakan banyaknya para penikmat musik yang menyukai suara
instrumen biola serta timbulnya kesadaaran orang tua yang memberikan
kesempatan pada anaknya mempelajari musik melalui instrumen tersebut membuat
biola menjadi instrumen yang tidak asing lagi bagi masyarakat indonesia.
Tidak sedikit Penikmat musik instrumen biola di Indonesia menikmati
musik saat ini melalui sebuah orkestra yang dilakukan 30-60 pemain dari berbagai,
Orkestra di Indonesia pada saat ini memiliki sebuah peranan sebagai acara hiburan
untuk mengiringi artis ibukota seperti Agnes Monika, Gita Gutawa, Titiek Puspa,
55
Ryo Domara, Chrisye, Ebiet G Ade, vina panduwinata dan tanto Wiyahya tidak
terlepas juga pada grup band ternama di Indonesia seperti Kotak, Gigi, The
Changcuters, Slank dan banyak lagi grup band lainnya yang sering diiringi sebuah
orkestra dalam sebuah pertunjukan, hal ini dapat terjadi apabila pemimpin orkestra
dapat mengaransir lagu yang dimainkan grup band dikombinasikan pada orkestra
begitu pula pada vocal solo yang diaransir pada iringan orkestra.
Orkestra yang ada diIndonesia yang sering sekali membawakan karya-
karya klasik adalah Nusantara Symphony Orkestra (NSO) yang dipimpin oleh
Edward Van Ness, Twilite Orkestra (TO) yang dipimpin oleh Addie MS dan juga
Orkes Symphony ISI Yogyakarta yang terdiri dari mahasiswa Institut Seni
Indonesia dibawah asuhan Budhi Ngurah, Pipin Garibaldi, Edward Van ness, Surti
Hadi, dan Dosen yang ikut serta di dalamnya.
Penamaan sebuah orkestra di Indonesia sangatlah muda, dimana orang
yang dapat memimpin orkestra dan mengaransir sebuah lagu untuk orkestra dapat
mengatas namakan orkestra tersebut namanya, seperti andreas orkestra, salah
seorang seorang mahasiswa Universitas Pelita Harapan Jakarta yang menamakan
orkestra namanya sendiri, Dwiki Darmawan Orkestra, Surya Vista Orkestra kota
semarang, Erwin Gutawa Orkestra, Ony orkestra dan Banyak lagi nama sebuah
orkestra yang terdapat pada kota Surabaya, Bandung, Bogor, Jakarta, dan Jogja.
Namun tidak sedikit pula yang menamakan sebuah orkestra menambahkan
philharmoni dan menunjukkan sebuah kota asal orkestra itu terbentuk seperti Jogja
philharmoni orkestra (Jophilo), Jakarta Philharmoni Orkestra (JPO), Surabaya
Symphony orkestra (SSO), dan lain-lain. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki
56
sangat banyak orkestra dan memiliki banyak musisi orkestra yang kebenarannya
pemain dari orkestra tersebut adalah pemain freeland yang dapat bermain pada
orkestra mana saja. Salah satu orkestra Indonesia yang dapat mengontrak musisi
adalah Nusantara Symphony Orkestra dibawah asuhan Miranda Gultom yang
dipimpin oleh Edward Van Ness yang saat ini beliau ada di kota medan menjadi
kepala sekolah di Sumatra Conservatoire.
Para pemain yang sering terlibat didalam sebuah orkestra adalah
mahasiswa dan dosen di institute seni Indonesia Yogyakarta yang sering sekali
berangkat ke Jakarta, Semarang, Bandung atau ke Surabaya dikarenakan
kurangnya pemain orkestra didaerah tersebut. Dosen dan Mahasiswa institute seni
Indonesia tidak terlepas dari sekolah menengah musik (SMM) yang hampir 90
persen mahasiswa dan dosen di ISI Jokjakarta adalah hasil dari sekolah menengah
musik.
Indonesia memiliki dua sekolah menengah musik yang satu terletak di kota
Jogjakarta yang sekarang disebut SMKN 2 Kasihan Bantul dan dikota Medan yang
sering disebut SMK Negeri 11 Medan. Sekolah inilah yang banyak menciptakan
musisi orkestra yang setelah melakukan pendidikan selama 4 tahun berangkat ke
Institut Seni Indonesia Jogjakarta dan menjadi pemain orkestra.
Sekolah menengah musik adalah bibit dari tumbuhnya musisi orkestra
diIndonesia. Sekolah musik ini memiliki pelajaran musik yang sangat sulit, siswa
yang tamat dari sekolah ini adalah siswa yang telah mengikuti kompetensi dengan
bermain solo instrumen dan diiringi piano. Sekolah musik juga memiliki orkestra
yang sering dibawa untuk bermain disuatu tempat tak jarang juga siswa-siswi
57
SMM sering sekali berangkat ke luar kota untuk bermain orkestra. Sekolah musik
ini juga memiliki sebuah pelajaran yang sama dengan sekolah-sekolah lainnya
seperti mate-matika, bahasa Indonesia, PPKN, namun tetap lebih menitik beratkan
pelajaran musiknya. Saat ini mungkin telah berubah karena tuntutan pemerintahan
pada sebuah kurikulum.
Siswa-siswi dari sekolah inilah kebanyakan selalu menjadi musisi orkestra
terlebih pada instrumen biola yang banyak menggunakan pemain dalam
pertujukannya. Pemain orkestra harus dapat memainkan lagu secara langsung
(primavista), teknik primavista adalah teknik membaca partitur dengan
menggunakan rasa yang saat itu juga dapat diaplikasikan pada sebuah instrumen.
Teknik tersebut harus didasari oleh pengetahuan dan teori yang cukup kuat agar
dapat memberikan suara dan nada yang diinginkan komposer dan interpretasi
kondukter, tidak sedikit pula para musisi orkestra yang pada awalnya tidak belajar
disekolah menengah musik khususnya pada instrumen biola dikarenakan pada saat
itu telah berdiri juga instansi swasta seperti Irama Musik, Lembaga Musik Murni
(Sumatra Concevatoire), dan Medan Musik.
Namun demikian pembelajaran instrumen biola di Indonesia masih banyak
mengalami kekurangan terhadap sebuah metode, instrumen yang kurang memadai,
dan seorang guru dengan kapasitas yang baik, banyaknya minat untuk
Pembelajaran biola di Indonesia menjadikan kurangnya pendidik atau instruktur
biola dalam mempelajari instrumen biola.
Banyaknya instansi, sekolah musik, maupun universitas yang telah banyak
membuat musik menjadi mata pelajaran yang dikhususkan mempelajari musik dari
58
berbagai instrumen, hal ini menjadikan banyaknya para musisi yang profesional
untuk memainkan instrumen khususnya biola sehingga para musisi mencari
pekerjaan melalui instrumen tersebut pada sebuah grup Band, Chamber maupun
ansambel terlebih sebuah orkestra dari kelompok yang lebih besar lagi serta
menjadi seorang guru dengan tingkat edukasi yang tinggi terhadap instrumen.
Terlebih lagi bentuk grup yang dilakukan 4, 5 sampai 8 pemain biola,
banyaknya gendre musik seperti pop, blues, balada, dangdut, rock sampai pada
musik kontenporer yang melibatkan instrumen biola dalam pencapaian bunyi dan
nada yang diiginkan terlebih lagi musik-musik daerah seperti melayu, simalungun,
Sunda untuk sebuah iringan tarian dan ritual dengan posisi bermain berbeda
dengan musik barat.
3.3 Teknik Dasar Permainan Biola
Biola dipegang secara horizontal, di bagian kiri bagian ujung belakang
biola, di antara tulang selangkaan rahang bawah. Lengan kiri agak ditekan kearah
leher, di antara ibu jari dan ruas jari yang panjang. Biola depegang dengan cara
tersebut sehingga bagian badan biola menghadap ke arah penonton, dan secara
khusus untuk mempermudah penggesekan. Jari-jari tangan kiri harus menekan
senar dengan bentuk sedikit ke depan. Kecepatan jari-jari menekan dan melepaskan
senar akan membedakan keselarasan suara (berhubungan dengan kejelasan
vibrasi). Gerakan jari-jari tersebut tidak hanya secara vertikal tetapi juga secara
menyeluruh sehingga saat memainkannya, baik dengan semua jari atau jari-jari
yang berbeda, nada penuh atau separuh nada dapat dihasilkan. Untuk mengahsilkan
akor didapat dengan menekan dua senar bersama-sama dan menggeseknya. Jari-
59
jari tangan kiri diberi lambang nomor 1 sampai 4.Nomor. Nomor satu untuk jari
telunjuk, 2 untuk jari tengah, 3 untuk jari manis, dan 4 untuk jari kelingking.
Mengubah posisi penjarian dengan cepat dan halus merupakan kesulitan
utama dalam bermain biola. Penguasaan teknik ini bergantung pada kekuatan dagu
dan pundak, karena keduanya menekan bebas alat ini dan tangan dapat
memindahkannya dengan mudah di sepanjang leher biola. Otot juga harus dapat
digerakkan dengan mudah untuk menghindari permasalahan dalam gerakan-
gerakan tubuh. Untuk nada-nada yang lebih tinggi kita juga harus mengubah letak
tangan dan jari. Sela jari-jari untuk menghasilkan suara yang tergolong rendah-
dalam hubungannya dengan bagian-bagian tubuh – berkaitan dengan posisi
pertama (posisi permulaan, dekat nut) Perubahan posisi bermain pada suatu sisi
untuk memperluas rentang suara dan karenanya membutuhkan teknik permainan
yang murni di sisi lain perubahan posisi berain juga berperan penting dala
pengungkapan ekspresi dan pada akhinya dapat diapresiasikan dari sudut pandang
estetika. Nada-nada dalam satu frekuensi yang sama menghasilkan suara yang
berbeda pada beracam-macam senar.
Perubahan posisi berpengaruh pada warna suara. Pilihan penjarian
dibutuhkan sebagai dasar dalam ekspresi teknik bermain bilola untuk menyajikan
berbagai macam gambaran musikal. Sedikit gerakan yang berkesinambugan
dengan perasaan, vibrato, memperkaya musik dengan sedikit modifikasi pada
tinggi rendahnya nada, hal ini merupakan jenis ekspresi permainan biola.
60
3.3.1 Tehnik selur (Glisando)
Tehnik selur adalah sebuah teknik mengambil posisi dengan jari yang sama
dari nada yang satu ke nada yang di telah diperkirakan ketika memproduksi nada
dengan baik.
3.3.2 Tehnik vibrato
Teknik vibra adalah teknik yang menggetarkan sebuah nada dengan jari
yang dinaikkan sedikit dan diturunkan sedikit sehingga menimbulkan nada yang
bergelombang dari efek naik turunnya sebuah jari. Vibra sering sekali digunakan
ketika memainkan sebuah lagu terlebih nada yang lebih dari setengah ketukan.
3.3.3 Tehnik harmoni (suara nyaring biola)
Teknik harmoni adalah sebuah teknik yang dihasilkan dengan meletakkan
jari tetapi tidak menekan senar sampai papan penjarian kemudian tehnik ini sering
dilakukan pada posisi 5 dalam instrumen biola. Teknik harmoni sering sekali
menggunakan jari 4 kemudian jari 3 sesuai dengan kepentingan sebuah lagu dalam
memakai sebuah pejarian, tidak hanya persoalan menekan jari teknik harmoni juga
dapat dilakuka dengan menekan jari satu dan meletakkan dengan intervak 4
(Kwart) dengan menggunakan jari 3 dan 4 tetapi tidak menekan senar sampai pada
papan pejarian.
61
3.3.4 Tehnik memetik senar biola (Pizzicato)
Teknik memetik instrumen biola adalah teknik tidak menggunakan alat
gesek untuk membunyikan senar melainkan sebuah jari yang dipetik seperti gitar.
Hal ini sering menggunakan jari telunjuk dan jari tengah, telapak tangan, ibu jari,
dan jari manis dan kelingking memegang alat gesek untuk kecepatan ketika
kembali menggunakan alat gesek biola.
3.3.5 Teknik senar ganda (Double Strokes)
Teknik senar ganda adalah sebuah teknik bermain biola dengan
membunyikan dua senar biola yang dimainkan secara bersamaan, ketika
memainkan teknik tersebut pemain biola harus memikirkan kestabilan dalam
membunyikan kedua senar tersebut ketika memainkan instrumen tersebut.
3.3.6 Teknik gesek pendek (Staccato)
Teknik gesek pendek adalah teknik memainkan nada secara putus-putus
atau mengurangi setengah dari harga nada, teknik gesek pendek dilakukan apabila
terdapat simbol titik dibawah maupun diatas tulisan not.
3.4 Dasar-dasar Teknik Tangan Kanan dan Kiri
Dasar-dasar teknik pembelajaran biola pada peserta didik sangat
berpengaruh dengan cepat lambatnya anak berhasil mempelajari biola. Teknik-
teknik pembelajaran biola tidak selalu sama antara satu anak dengan anak yang
lain. Mereka mempunyai anatomi yang berbeda sehingga harus menyesuaikan
62
anatomi dari masing-masing individu hal tersebut haruslah dimengerti guru agar
anak tidak memaksakan posisi memainkan biola yang sama dengan seorang guru.
Adapun teknik-teknik dasar permainan biola klasik Barat yaitu sebagai berikut.
3.4.1 Teknik Memegang Biola
Di dalam memegang biola, hal yang pertama dilakukan yaitu dengan posisi
tangan kiri diletakkan tidak terlalu jauh dengan leher biola (neck), namun sedikit
menyentuh kedua sisi dari leher biola agar supaya membantu dalam melakukan
gerakan (Galamian, 1962: 15), kemudian biola ditempatkan pada sisi bahu sebelah
kiri sekitar 45 derajat lurus kedepan, dengan posisi end button menyentuh pada
leher, dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan, kemudian posisi bahu
normal, tidak diangkat (Lamb, 1990: 81). Contoh dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar IV Penempatan tangan kiri dalam memegang biola (Lamb, 1990: 81).
63
Gambar V : Anatomi dalam memegang biola posisi berdiri dan duduk
(Rapoport, 2008: 44).
Beberapa teknik pokok pada biola klasik Barat dibagi menjadi dua yaitu
teknik pada tangan kanan dan teknik pada tangan kiri.
3.4.2Teknik pada tangan kanan
Teknik pada tangan kanan adalah sebuah teknik yang lebih pada
penggunaan alat Gesek (bowing) biola seperti:
3.4.3 Teknik Memegang Bow
64
Teknik memegang bow yaitu bow dipegang di tangan kanan, dengan posisi
ibu jari di bawah sisi bawah pada bow mendekati frog, dan sambungan ruas yang
pertama dari ibu jari dibengkokkan, kemudian empat jari lainnya menggenggam
bow. Genggaman ini harus rileks, agar dapat melakukan gerakan-gerakan saat
menggesek biola dengan fleksibel (Galamian, 1962: 45-46). Adapun contoh
gambar memegang bow, yaitu sebagai berikut:
Gambar VI Posisi ibu jari mendekati frog dalam memegang bow (Galamian, 1962:
46)
Gambar VII Posisi empat jari tangan kanan dalam memegang bow
65
Gambar VIII: Posisi jari tangan kanan memegang bow, dilihat dari
samping
Shinichi Suzuki, Kato Havas, Paul Rolland adalah ketiga pendidik biola
terkemuka di paruh kedua abad kedua puluh. Rolland dan Havas mempertahankan
kealamian bermain biola sedangkan Suzuki dengan memfokuskan pada produksi
nada, masing-masing memiliki gaya sendiri dalam menyelenggarakan haluan.
Suzuki memegang bow mirip dengan sekolah Jerman tua. Pegangan Rolland
dimodelkan sekolah Prancis-Belgia sedangkan busur Havas tetap menyerupai
sekolah Rusia (Perkins, 1993: 55-57).
Bentuk gaya teknik memegang bow negara-negara tersebut adalah sebagai
berikut:
3.4.3.1 Gaya Rusia
Gaya teknik memegang bow Rusia yaitu ruas ketiga jari telunjuk menekan
menyamping pada bow. Jari sedikitnya melingkari bow dengan bantuan ruas
pertama pada jari tersebut, dan hanya ada sedikit ruang diantara jari telunjuk
dengan jari tengah. Jari telunjuk mengambil alih menjadi pengendali bow, dan jari
kelingking menyentuh bow hanya pada saat bermain pada bagian bawah pada
bagian bow. Tegangan pada rambut bow sangat sedikit, dan posisi bow cenderung
66
lebih datar (Rosenblith, 2000: 35). Contoh gambar memegang bow gaya Rusia
sebagai berikut:
Gambar IX : Posisi gaya tangan kanan Rusia dalam memegang bow dan anatomi
posisi jari tangan kanan dalam memegang bow (Rosenblith, 2000: 174).
3.4.3.2 Gaya Jerman
Gaya teknik memegang bow German yaitu jari telunjuk menekan
menyentuh kayu pada bagian sisi bawah permukaan bow, kira-kira mendekati pada
ruas ujung jari. Posisi jari-jari yang lain ditentukan sesuai dengan jari telunjuk, dan
ibu jari berada menyimpang dari jari tengah. Semua jari masing-masing menekan,
dan tegangan pada rambut bow tidak terlalu kuat (Rosenblith, 2000: 35). Contoh
gambar memegang bow gaya Jerman sebagai berikut:
67
Gambar x memegang bow gaya German
Gambar 8: Posisi gaya tangan kanan German dalam memegang bow dan anatomi
posisi jari tangan kanan dalam memegang bow (Rosenblith, 2000: 174).
3.4.3.3 Gaya Perancis-Belgia
Gaya teknik memegang bow Perancis-Belgia yaitu jari telunjuk sedikitnya
menekan bawah pada kayu, bow menyentuh jari dekat pada bagian pertengahan
jari, dengan didorong ke arah ujung bow, dan ada ruang diantara pangkal pada jari
telunjuk dengan jari tengah, kemudian ibu jari berada menyimpang dari jari tengah.
Tegangan pada rambut bow adalah kuat (Rosenblith, 2000: 35). Contoh gambar
memegang bow gaya Perancis-Belgia sebagai berikut:
68
Gambar XI Posisi gaya tangan kanan Perancis-Belgia dalam memegang
bow dan anatomi posisi jari tangan kanan dalam memegang bow
2.2.2 Teknik tangan kiri penjarian
Dalam bermain biola tangan kiri juga penting peranannya, sehingga harus
dilatih dengan baik. Contoh-contoh penjarian atau patern tangan kiri sebagai
berikut:
Pola 1
69
Pola 2
Pola3
Gambar XII pola-pola penjarian posisi 1
Simbol ini (V) menunjukkan bahwa ujung jari harus menyentuh untuk
membentuk setengah langkah atau jarak setengah (Suzuki, 2008: 20).
Metode pembelajaran Suzuki lebih kepada pembelajaran sebuah lagu untuk
mempelajari instrumen biola baik pada sebuah gesekan, penjarian, serta teknik
yang terdapat pada instrumen biola. Metode suzuki sangat berbeda dengan metode
a tune a day untuk mempelajari sebuah penjarian, gesekan, dan teknik, kemudian
memainkan sebuah lagu untuk menerapkan teknik yang telah dipelajari berbeda
halnya etude Suzuki yang memainkan lagu untuk mempelajari gesekan, penjarian
dan teknik untuk mempelajari instrumen biola.
70
3.5 Biola di Sekolah Chandra Kusuma Shcool
Biola di Sekolah Candra Kusuma School adalah sebuah instrumen gesek
yang dipelajari anak dalam bentuk privat maupun kelas, pembelajaran ini
dilakukan disebuah instansi Ipac dan musik program di Sekolah tersebut.
Pembelajaran biola berbentuk privat dilakukan 1kali pertemuan dalam satu minggu
yang dilakukan selama setengah jam, berbeda dengan musik program yang terdiri
dari 5 sampai 8 siswa-siswi dilakukan 2 kali pertemuan dalam satu minggu yang
masing-masing pertemuan dilakukan selama 45 menit.
Pembelajaran musik program tersebut dapat diaplikasikan siswa-siswi pada
sebuah orkestra yang di pimpin oleh Ian Edward Anderson yang bahan-bahan lagu
untuk orkestra tersebut diambil dari lagu-lagu klasik barat, lagu wajib, lagu daerah,
lagu pop diaransemen kembali dengan tehnik yang disesuaikan pada kapasitas
peserta didik memainkan instrumen biola.
Materi lagu dalam pembelajaran instrumen biola menggunakan melodi
sederhana bagi anak-anak di tingkat sekolah dasar sangat penting dalam
pembentukan emosi yang seimbang, dan meningkatkan kemampuan dalam
matematika, sosial, daya ingat, dan kreatifitas. Lagu-lagu yang ringan juga
merupakan salah satu bahan yang mudah untuk dipelajari dan mempunyai tingkat
teknik yang tidak terlalu sulit. Lagu anak-anak yang sering diajarkan dan dipelajari
di Sekolah Chandra Kusuma School dengan materi yang terdapat pada buku
panduan sepert berikut.
71
3.5.1 Buku Panduan A Tune A day
Buku panduan dalam buku A Tune A day dalam metode pembelajaran ini
peserta didik dituntut untuk bias membaca note dan mengaplikasikanya pada
instrume biola, menggesek istrumen biola dengan ketukan 4 ketuk, 3 ketuk, 2
ketuk, 1 ketuk sampai pada ¼ ketukan baik bermain pada sebuah lagu maupun
bermain sebuah tehnik.
3.5.2 Buku panduan Suzuki Violin
Buku panduan Suzuki Violin dalam lagu ini peserta didik dituntut untuk
bisa memainkan sebuah lagu dan mengaplikasika teknik gesekan seperti staccato
legato, aksen, detace, Crossing string dengan menggunakan posisi 1 pada
instrumen biola.
3.5.3 Buku panduan Kurikulum Abrsm
Buku panduan Abrsm adalah buku panduan yang terdiri dari Sembilan
lagu, yang terdiri dari A1 sampai A3, B1 sampai B3 dan C1 sampai C3 masing-
masing dipilih anak satu dari setiap A, B maupun C pembelajaran tersebut untuk
sebuah ujian yang dilakukan 2 kali selama setahun anak dituntuk untuk dapat
memainkan lagu tersebut dengan tulisan dan simbol yang terdapat pada lagu
tersebut.
Peranan metode, bermain teknik dan lagu yang terdapat pada buku panduan
diatas sangat penting bagi peserta didik dalam pempelajari instrumen biola, selain
dapat menghibur ketika memainkan lagu juga menambah skill dan teknik pada
72
setiap individu peserta didik. Dengan lagu-lagu tersebut peserta didik tidak hanya
menambah skill, dan teknik pada instrumen biola, tetapi dapat menambah
konsentrasi pada peserta didik. Biasanya kegiatan ini menghabiskan 30 menit
untuk pembahasan setiap materi lagu.
BAB IV
PEMBAHASAN METODE PEMBELAJARAN BIOLA
MUSIK PROGRAM SEKOLAH
CHANDRA KUSUMA SCHOOL DAN IPAC
4.1 Metode Pembelajaran Biola A Tune A Day di Chandra Kusuma School
Metode pembelajaran A Tune A Day adalah sebuah metode pembelajaran
yang lebih dikhususkan pada tahap awal peserta didik mempelajari instrumen
biola. Buku a tune a day I sering diterapkan pada tingkatan pradasar disebuah
instansi, buku a tune a day terdiri dari 25 bagian dalam pembelajarannya.
diawali dengan mengenalkan peserta didik cara membaca not dan bagian-
bagian dalam penulisan musik, kemudian peserta didik akan mempelajari
gesekan pada senar biola dengan posisi yang baik pada sebuah contoh
gambar.
Mengenalkan anak bagian-bagian dari instrumen biola.
Kemudian mengenalkan pesrta didik keempat string biola yang dimainkan
melalui petikan.
73
Cara menggesek senar biola yang diawali tempo yang tidak terlalu cepat
dan lambat dan diawali senar A dengan satu ketukan setiap nadanya,
kemudian dilakukan pada semua senar
Setelah mempelajari satu ketukan setiap nada anak akan diajarkan melalui
dua ketukan setiap nada sampai pada empat ketukan setiap nada, hal ini
dikarenakan agar anak dapat mempelajari kestabilan gesekan dari setiap
nada yang dipelajari peserta didik.
Kemudian peserta didik akan mempelajari penjarian yang diawali melalui
jari I dengan menjaga kestabilan gesekan kemudian memainkan sebuah
lagu pendek untuk menerapkan penjarian I
Setelah mempelajari jari satu peserta didik akan meneruskan pada penjarian
jari dua dengan teknik yang sama kemudian menerapkan pejarian satu dan
dua terhadap sebuah lagu pendek yang terdiri dari 8 birama untuk
menerapkan teknik penjarian satu dan dua ketika memainkan sebuah lagu.
Setelah mempelajari jari I dan II anak akan meneruskan pada penjarian jari
ke III dengan memainkan lagu pendek untuk menerapkan penjarian I, II dan
III ketika memainkan sebuah lagu.
Setelah mempelajari penjarian I,II dan III anak akan diajarkan interpretasi
memainkan sebuah lagu melalui teknik gesekan staccato, detache serta
legato pada buku panduan A tune A day.
Setelah mempelajari gesekan, teknik, penjarian I, II dan III serta
interpretasi peserta didik menerapkan semua yang telah dipelajari dalam
sebuah lagu yang telah ada, hal ini dikarenakan agar peserta didik tidak
74
bosan dalam memaikan sebuah teknik, gesekan, penjarian, dalam instrumen
biola.
Setelah mempelajari penjarian I,II dan III serta teknik gesekan peserta didik
akan diajarkan menggunakan jari IV dengan memainkan lagu-lagu pendek
untuk menerapkan semua penjarian pada instrumen tersebut.
Kemudian peserta didik akan diajarkan bermain bersama yang berbentuk
sebuah trio (tiga instrumen) yang terdiri dari 2 peserta didik dan satu guru,
memainkan masing-masing part yang tertulis pada buku atune a day.
4.2 Metode Pembelajaran Biola Suzuki di Chandra Kusuma School
Metode pembelajaran Suzuki adalah sebuah metode dengan mengajarkan
peserta didik bermain teknik serta pejarian pada sebuah lagu. Pendidikan dimulai
di hari kelahiran seorang anak sebagai sebuah tubuh manusia berkembang dari hari
ke hari. Tubuhnya itu dengan penuh kekuatan menyerap seluruh rangsangan dan
menerimanya secara eksternal berkembang di dalam proses peningkatan
kemampuan. Tanpa rangsangan terhadap tekanan kehidupan tidak akan ada
perkembangan di dalam diri anak di bawah kondisi yang tidak terperhatikan tidak
ada dan tidak seorangpun dapat berkembang (Suzuki, 2008: 4).
Seperti yang dikatakan Suzuki: “Selama lebih dari 40 tahun eksperimen
pembelajaran, saya telah mengetahui tanpa ragu bahwa kemampuan tidak dibawa
secara lahir, tolong tumbuhkan anakmu menjadi manusia yang baik. Hati dan
kemampuan bergantung seluruhnya pada tata cara pendidikan setiap orang
mengetahui betapa penting untuk mengolah bibit-bibit dengan perhatian. Beberapa
75
orang tua sangat perhatian dan sangat membedakan anak mereka tanpa
menggunakan banyak usaha. Mereka mengistirahatkan diri mereka pada pilihan
bahwa “anakku terlahir demikian”. Saya berharap anda tidak akan mengulangi
kesalahan yang sangat disesalkan ini dari era peradaban manusia yang lalu.
Mohon pertimbangkan kenyataan bahwa anak anda sedang
mengembangkan kemampuan untuk berbicara dengan kemudahan yang lengkap
dan bahwa anak-anak di dunia mengembangkan kemampuan yang mengagumkan
untuk menguasai bahasa mereka sendiri. Bukanlah setiap anak mengembangkan
kemampuan-kemampuan yang menakjubkan. Dalam kondisi yang sama, setiap
anak yang terdidik secara benar akan mengembangkan kemampuan-
kemampuannya dalam area yang lain selain penguasaan bahasa. Dari penelitian
saya tentang metode pembelajarn dari penguasaan bahasa ibu, saya telah membuat
pendekatan secara edukasional yang dikenal sebagai “metode suzuki”. Seperti
halnya setiap anak mempunyai potensi untuk mengembangkan kemampuannya
yang amat besar dalam menguasai bahasa ibunya. Setiap anak telah diisi dengan
filling dengan potensi untuk mengembangkan musik. Mohon jangan gagal
mendidik anak anda, ini adalah kesalahan untuk berpikir bahwa masa depan anak
anda adalah hanya sebuah masalah persamaan karakter dengan orang tua atau
kualitas kelahiran. Menanggapi ketrampilan dan bakat asli dari pendidikan setiap
anak dapat dikembangkan untuk mencapai kemampuan berlevel tinggi (Suzuki,
2008: 4).”
Anak-anak dapat berkembang berdasarkan pada ini “hukum kemampuan”.
Sesuatu bergantung pada metode pendidikan. Metode yang sama mungkin akan
76
menghasilkan hasil yang berbeda di anak-anak yang berbeda. Setiap anak
mempunyai potensi untuk mengembangkan kemampuan di berbagai bidang
setidaknya dalam tahapan kemampuan mereka untuk menguasai bahasa ibu. Setiap
anak adalah ciptaan yang menakjubkan, mahluk yang berharga. Mohon berikan
anak anda kesempatan untuk dididik dan mohon perluas cara yang terbaik untuk
mendidik mereka (Suzuki, 2008: 4).
Lima kondisi untuk pengembangan kemampuan: 1. Permulaan yang awal,
2. Lingkungan yang superior, 3. Komitmen untuk berlatih, 4. Instruktur atau
pengajar yang superior, 5. Metode pembelajaran yang baik (Suzuki, 2008:4). Poin
pembelajaran yang terdapat dalam pembelajaran metode biola Suzuki sebagai
berikut:
4.2.1 Pendidikan Superior Kepekaan Musik
Berikan anak anda kesempatan untuk mendengarkan sebanyak mungkin
jika memungkinkan setiap hari untuk mendengarkan CD yang akan dia pelajari.
Jika murid-murid familiar dengan bagian-bagian sebelum mereka mempelajarinya
mereka dalam kualitas utamanya mengembangkan kemampuan internalnya. Ini
adalah metode yang paling baik untuk mengusahakan motifasi. Motifasi pertama
kali adalah dimana anak anda dapat berlatih dengan senang dan
mengembangkannya dengan baik. Biola adalah media untuk mengolah karakter,
kemampuan dan hati manusia.
4.2.2 Tonalisasi
77
Penyanyi berlatih sebuah latihan pembelajaran yang disebut vokalisasi
untuk mendidik keindahan dan kemerduan suara. Pembelajaran mereka dimulai
dengan vokalisasi untuk mengembangkan kualitas dan kekuatan di dalam vokal
mereka. Dengan instrumentalis, begitu juga, itu vital untuk pengajar-pengajar
membimbing murid mereka dalam latihan tonalisasi dalam setiap pelajaran. Di
rumah juga peserta didik diharapkan untuk melatih nada sehingga mereka dapat
mengembangkan kemampuan yang lebih baik. Di dalam biola, tonalisasi dilakukan
dengan tangga nada dan ritme yang berfariasi seperti latihan tangga nada dengan
variasi ritme yang berdeda-beda.
4.2.3 Mengembangkan sikap yang seimbang
Selalu berlatih keras untuk intonasi yang akurat, postur tubuh yang
seimbang dan memegang bow secara natural.
4.2.4 Menciptakan Motivasi
Orang tua dan pengajar secara bersamaan harus mengusahakan motifasi
buat anak-anaknya sehingga mereka dapat berlatih dengan enak dan baik (Suzuki,
2008: 4). Pelajaran di dalam metode Suzuki dibagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut.
4.2.4.1 Pelajaran individual
78
Seorang anak telah menguasai bagian A dan telah mengerjakan selanjutnya
di bagian B, dia tidak harus berhenti untuk berlatih bagian A sehingga anak
tersebut sebaiknya berlatih baik bagian A maupun B.
Lama dan waktu sebuah pelajaran berfariasi, tergantung pada level
konsentrasi anak. Sebagai tambahan, itu penting untuk para orang tua dan anak-
anak untuk mengamati secara teratur pelajaran individual anak-anak yang lainnya
(Suzuki, 2008: 5).
4.2.4.2 Pelajaran kelompok kelas
Dalam kelompok kelas, murid-murid bermain bersama dengan repertoar
yang telah dipelajari. Hal ini adalah kesempatan yang sangat menyenangkan
karena murid-murid dapat bermain dan mendengar murid-murid yang lebih mahir
dibanding diri mereka sendiri, sehingga permainan mereka sendiri akan meningkat
dengan pesat (Suzuki, 2008: 5).
Latihan di rumah setiap hari membuka jalan pada perkembangan
kemampuan, kuncinya adalah seberapa besar dan seberapa baik murid berlatih
petunjuk-petunjuk gurunya. Itu penting bagi orang tua memahami untuk
mendampingi hati anak mereka dan menyiapkan lingkungan yang memotifasi
tanpa marah dan kritik yang negatif. Pada saat pendidikan bahasa ibu, semua anak
berkembang secara sempurna dalam kenyataan untuk berbicara dengan bahasa
mereka sendiri. Tidak ada seorang anak yang keluar melewati kebosanan atau
keputusasaan. Metode ini, meminjam prinsip-prinsip pembelajaran fundamental
dari pendidikan bahasa ibu tersebut (Suzuki, 2008: 5).
79
Dalam metode Suzuki perawatan dibagi menjadi dua yaitu perawatan biola
dan perawatan bow. Biola sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Terutama hati-hati dan hindari suhu yang ekstrim dan kelembaban yang tinggi.
Sebagai contoh meninggalkan biola di dalam mobil di musim panas atau dingin,
pada kelembaban yang ekstrim atau terkena sinar matahari langsung (Suzuki,
2008: 6).
Setelah bermain biola gunakan satu set kain yang lembut, untuk
membersihkan semua debu bekas rosin dan keringat juga bersihkan rosin dari
dawai. Untuk menentukan suara yang bagus dan intonasi yang akurat, dawai
setidaknya diganti 2 kali dalam setahun dan gantilah dawai satu per satu. Sewaktu-
waktu setiap dawai akan putus jadi disarankan untuk menyiapkan 1 set senar untuk
berjaga-jaga (Suzuki, 2008: 6).
Bow membutuhkan perhatian yang sama pada kondisi lingkungan seperti
biola. Sebelum menggunakan bow, kencangkan rambut bow dengan menggunakan
screw dan pergunakan rosin di sepanjang rambut bow. Setelah bow digunakan,
bersihkan rosin dan keringat dari stik bow. Kendorkan screw untuk mengendorkan
rambut tetapi hanya pada poin dimana rambut masih sejajar dengan stick (Suzuki,
2008: 6).
Sebelum menguraikan teknik dasar biola Suzuki, perlu diketahui tentang
struktur dan bagian-bagian biola, yaitu sebagai berikut:
80
Gambar XIII biola dan nama elemen biola
Dalam Metodenya, Suzuki mengajarkan teknik-teknik permainan biola
dasar. Teknik-teknik dasar cara memegang biola dalam metode Suzuki dibagi
menjadi empat, yaitu:
a. Postur atau cara berdiri (Suzuki, 2008: 16).
Posisi istirahat
81
kaki harus ditempatkan sejajar lebar bahu, dengan kaki kanan sedikit di belakang
kiri
Pemula harus meletakkan tangan kirinya di bahu kanan sambil berlatih cara
memegang
82
Titik hidung mengarah ke scroll
b. Teknik memegang bow (Suzuki, 2008: 17).
pertama mencoba memegang busur dengan pena atau sumpit
Meletakkan ibu jari diantara jari tengah dengan jari manis dan dibengkokkan
83
setelah Anda belajar pada gambar 1 dan 2, tambahkan indeks dan jari-jari kecil
(foto 3 dan 4).
c. Penempatan bow (Suzuki, 2008: 18).
Middle Point
84
Frog haluan harus selalu sejajar dengan bridge
d. Postur untuk derajat kemiringan masing-masing senar (Suzuki, 2008: 19).
85
Dawai E Denar A
Dawai D Dawai G
Setelah melihat dari cara memegang bow diatas, metode Suzuki
mengadopsi teknik-teknik permainan biola klasik Barat yang telah disesuaikan
dengan anatomi dan postur tubuh orang-orang Asia, dan teknik tangan kanan pada
metode Suzuki lebih cenderung ke teknik memegang bow gaya german.
86
4.2.5 Metode Suzuki
Metode yang digunakan dalam ekstrakurikuler biola di Sekolah Chandra
Kusuma School adalah metode Suzuki. Metode Suzuki dibuat oleh Shinichi Suzuki
yang lahir di Nagoya-Jepang tahun 1898. Metode Suzuki ini muncul karena
kebanyakan pesrta didik yang diasuhnya masih belia. Ketika dia berpikir metode
apa yang harus dipakai, dia mendapat inspirasi dari bagaimana anak belajar bahasa
ibunya. Inilah yang akhirnya berkembang. Suatu pengetahuan, dedikasi, dan
keyakinan yang membuat Suzuki berhasil melewati masa-masa sulit. Ketika perang
berakhir, murid-muridnya mulai menunjukkan hasilnya, namanya pun perlahan
ikut melambung, mengundang kagum siapapun yang melihat anak-anak kecil
didikan Suzuki (fortemusiconline.com/forte/news_detail.php?news_id=11: 7 April
2013).
Suzuki menjalani masa kecil seperti anak kebanyakan. Walau ayahnya
punya pabrik biola, tak pernah sekalipun ia mengenyam pelajaran untuk bermain
biola. Hingga pada suatu hari, dia begitu terpesona mendengar rekaman musik dari
Mischa Elman. Pada saat itu, dia berumur 17 tahun dan untuk pertama kalinya ia
mencoba menirukan apa yang ia dengar. Dia terus belajar sampai dia dapat
memainkan lagu itu dengan cukup baik. Menyadari adanya potensi dalam diri
Suzuki, Marquis Tokugawa (teman dari keluarga Suzuki) mencoba memberi
kesempatan Suzuki untuk belajar di Jerman. Pada awalnya ayah Suzuki kurang
setuju. Dia berpikir musik bukanlah jalan hidup Suzuki, namun ternyata anggapan
itu salah. Di bawah bimbingan Karl Klingler, Suzuki menghabiskan bertahun-
87
tahun waktunya di Jerman. Sepulangnya ke Jepang dia mulai sering tampil dan
mengajar di beberapa sekolah musik (fortemusiconline.com/forte/news_
detail.php?news_id=11: 7 April 2013). Sepanjang hidupnya Suzuki terus mengajar,
membagi ilmu dan cintanya yang begitu besar terhadap pendidikan terutama bagi
anak usia dini. Dia melanglang buana dari satu sekolah ke sekolah lain, dari satu
negara ke negara lain, menyebarkan filosofinya yang begitu menghargai
kemampuan anak (fortemusiconline.com/forte /news_detail.php?news_id=11: 7
April 2013).
4.2.6 Filosofi Suzuki
Filosofi dan prinsip-prinsip dalam metode Suzuki yaitu dengan cinta yang
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anak dengan cara yang alami.
Shinichi Suzuki membuat dengan sederhana, mengapa dia tidak bisa berbahasa
Jerman atau Inggris, suzuki berada di Jerman dan memakai bahasa Inggris tetapi
bukan sebagai bahasa ibu. Semua anak-anak Jerman berbahasa Jerman dan anak
Jepang berbicara bahasa Jepang, belajar bahasa telah terjadi secara alami dalam
peradaban manusia. Suzuki mengamati bahwa semua anak bisa belajar bahasa ibu
mereka dengan mudah melalui mendengarkan, meniru dan pengulangan.
Kesadaran ini menyebabkan Suzuki menganalisis belajar bahasa ibu dan mencoba
menerapkan karakteristik yang sama di tempat pertama untuk mempelajari biola.
Nama untuk burung peeko diulang beberapa kali dalam beberapa hari, dan
akhirnya si burung kecil mulai berkata "peeko". Jika kata ini tidak dilatih tekun
88
setiap hari, burung itu tidak akan pernah memiliki "kemampuan" untuk
mengatakannya. dengan latihan sehari-hari tertanam pengetahuan, maka
kemampuan harus dikembangkan sampai waktu yang akan datang (Suzuki,
1983:5).
Inti dari filosofi Suzuki adalah semua anak dilahirkan dengan kemampuan
yang potensial, dan bahwa dengan memupuk kemampuan lingkungan yang tepat
kita akan menghasilkan manusia yang hebat. Semua anak memiliki bakat dan harus
dihormati sebagai makhluk yang unik (potensi setiap anak tidak terbatas). Suzuki
memulai metode pendidikannya sebagai upaya untuk melakukan sesuatu untuk
memperbaiki hasil pendidikan. Hasil paling penting dari perubahan dalam
pemikiran pendidikan tidak akan sukses, tanpa mengembangkan manusia dengan
cara alami dan indah, sedangkan “ bakat adalah kebetulan yang dibawa dari lahir”.
4.3 Kurikulum ABRSM
Kurikulum ABRSM adalah sebuah buku panduan dengan lagu-lagu dan
teknik yang dibuat melalui sebuah lagu. Kurikulum Abrsm sering sekali digunakan
untuk sebuah ujian dengan teknik dan kesulitan yang sesuai untuk tingkat
kemampuan anak mempelajari instrumen biola pada tingkatan (Great). bahan
terdiri dari Sembilan lagu yang mana bahan tersebut dipilih oleh seorang anak
ketika ingin mengikuti ujian yang diadakan 2 kali dalam satu tahunnya.
4.4 Metode A Tune A day
89
Pembelajaran melalui buku panduan A tune A day adalah pembelajaran
tahap awal mempelajari instrumen biola melalui gesekan sampai pada penjarian
serta teknik-teknik menggesek biola seperti legato, staccato, arpeggio dan termasuk
juga sebuah tangga nada yang sering sekali diterapkan di sekolah Chandra Kusuma
School.
4.5 Proses Pembelajaran Biola Sekolah Chandra Kusuma School dan Ipac
Dalam pertemuan pertama, anak-anak diperkenalkan bagian-bagian biola
secara umum antara lain: peg, fingerboard, scroll, f-hole, chinrest, tailpiece,
bridge, bow, senar dan sebagainya. Setelah anak-anak mengenal dan mengerti
bagian-bagiannya selanjutnya latihan memegang biola. Dalam memegang biola
dibagi menjadi 2 bagian yaitu sebagai berikut.
4.5.1 Tangan Kanan
Tangan kanan untuk memegang bow sedangkan tangan kiri untuk
memegang biola. Dalam prakteknya, orang memegang biola tidak segampang
yang banyak orang kira. Metode atau cara memegang biola adalah sebuah pondasi
yang penting karena untuk menunjang permainan biolanya kedepan. Tangan kanan
bertanggung jawab dalam hal kualitas nada, ritme, dinamik, artikulasi, dan timbre.
Dengan mengetahui teknik-teknik menggesek busur yang baik, maka seorang
pemain dapat mengatur suara yang dihasilkan oleh biola. Sedangkan untuk tangan
kiri, karena biola tidak memiliki fret seperti gitar sebagai penanda jari, seorang
pemain biola harus benar-benar tahu di mana letak suatu nada dengan
90
menggunakan perasaan. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan berlatih terus
menerus sehingga jari-jari tangan dapat secara otomatis menekan nada yang
diinginkan dengan tepat. Selain melatih jari, pemain biola juga harus melatih
telinga sehingga dapat membedakan nada-nada sumbang, walaupun hanya sedikit
saja.
Cara memegang bow: pertama mencoba memegang pensil atau busur,
meletakkan ibu jari diantara jari tengah dengan jari manis dan dibengkokkan,
tambahkan indeks dan jari-jari kecil, awalnya tempat ibu jari di bagian luar frog
(Suzuki, 2008: 17). Dilakukan beberapa kali sampai anak-anak dapat memegang
dengan benar dan rileks. Berikut ini adalah gambar dasar-dasar memegang bow
Gambar XIV Cara latihan memegang bow dengan pensil atau busur (Foto pribadi,
2013, Sopian)
91
Setelah pegangan sempurna dan mulai rileks, coba lakukan gerakan seperti
ini:
Gambar XV Cara untuk melatih tumpuan jari (Foto pribadi, 2013, Sopian)
Latihan seperti gambar di atas bertujuan untuk melatih tumpuan atau sentral
kekuatan jari pada saat menggesek biola. Pada gambar pertama, kekuatan jari
terletak pada jari telunjuk. Aplikasinya adalah saat kita menggesek biola ke bawah,
kekuatan yang paling dominan berada di jari telunjuk. Pada gambar kedua,
kekuatan jari berada di jari kelingking. Aplikasinya adalah ketika kita menggesek
biola ke atas dan ketika hampir di pangkal bow, kekuatan jari yang paling dominan
berada di jari kelingking. Sudut pergelangan tangan kanan sangat berpengaruh
dengan lurus tidaknya seseorang menggesek biola dan produksi suara yang
dihasilkan. Lihat gambar di bawah ini.
92
Gambar XVI Sudut pergelangan tangan ketika berada di pangkal, tengah, dan
ujung bow (Foto pribadi, 2013, Sopian)
Pada gambar di atas diterangkan bahwa seseorang menggesek biola harus
alami dan rileks. Gerakan di atas adalah gerakan alami pada saat bermain biola.
93
Sudut bow harus sejajar dengan lengan tangan kanan dan diantara bridge dengan
finger board, seperti gambar di bawah ini.
Gambar XVII Lengan tangan kanan sejajar dengan sudut kemiringan bow dan
tempat menggesek diantara jembatan dan finger board (Foto pribadi, 2013, Sopian)
4.5.2 Tangan kiri
94
Cara Memegang Biola hal yang pertama dilakukan yaitu dengan posisi
tangan kiri diletakkan tidak terlalu jauh dengan leher biola (neck), namun sedikit
menyentuh kedua sisi dari leher biola supaya membantu dalam melakukan gerakan
(Galamian, 1962: 15), kemudian biola ditempatkan pada sisi bahu sebelah kiri
sekitar 45 derajat lurus kedepan, dengan posisi end button menyentuh pada leher,
dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan, kemudian posisi bahu normal,
tidak diangkat (Lamb, 1990: 81), miring ke kiri dari posisi lurus ke depan, sudut
siku menghadap ke bawah, dan pergelangan tangan kiri harus lurus seperti gambar
di bawah ini:
95
Gambar XVIII Cara memegang biola jempol sejajar dengan telunjuk,
menghadap ke depan, sudut kemiringan biola kira-kira 45%, dan lengan tangan kiri
lurus (Foto pribadi, 2013, Sopian)
Setelah mengerti cara memegang biola, kemudian latihan dengan cara
meletakkan tangan kirinya dibahu kanan sambil berlatih cara memegang. Seperti
pada contoh di bawah ini.
Gambar XIX Cara melatih kekuatan dagu (Foto pribadi, 2013, Sopian)
Setelah mereka mengerti dan tahu cara memegang bow dan cara memegang
biola yang benar selanjutnya latihan menggesek dawai. Dawai biola terdiri dari G,
D, A, E. Dawai pertama yang digesek adalah senar A karena senar A berada di
posisi yang paling natural dibanding dawai lainnya. Latihan dilakukan berkali-kali
supaya hafal dengan sudut kemiringannya sehingga tidak menyentuh dawai
96
lainnya. Dawai A berada di nomor 2 dari yang paling kecil. Contoh gambar dawai
A di bawah ini:
Latihan berikutnya adalah menggesek dawai E. dawai E adalah dawai yang
paling kecil. Menggesek dawai E dilakukan juga berkali-kali. Latihan dilakukan
sampai bow hanya focus terhadap 1 dawai saja. Setelah dawai A dan E dikuasai
selanjutnya latihan menggesek biola dengan ketukan (ritme):
4 ketuk
2 ketuk
1 ketuk
½ ketuk
1/3 ketuk (triplet)
¼ ketuk
Berikut ini adalah nama not dan bentuk beserta nilainya:
97
Tabel I Nama not, bentuk not, tanda istirahat, dan nilainya
setelah anak-anak mengerti cara menggesek dan ketukan kemudian latihan
dengan tangan kiri. Latihan pertama untuk tangan kiri adalah dengan pola-pola
penjarian yang sudah dijelaskan di atas. Pola pertama berjarak 1 1 ½ 1, pola kedua
berjarak 1 ½ 1 1, pola ketiga berjarak 1 1 1 ½. Seperti pada contah di bawah ini:
98
Setiap pola memiliki jarak yang berbeda, tetapi sangat baik buat proses
belajar. Pola-pola tersebut dilakukan berkali-kali dan berfungsi untuk melatih jari
supaya terbiasa dengan penjarian dan jarak antar nada. Pola diberikan sebelum
melangkah ke tangga nada.
Tangga nada pertama adalah tangga nada A Mayor 1 oktaf, karena di dalam
metode Suzuki untuk lagu-lagu awal hanya menggunakan tangga nada A Mayor
dan hanya menggunakan 2 senar yaitu A dan E, hal ini untuk memudahkan anak-
anak untuk bermain biola. Dibanding dengan senar D atau G, senar A dan E lebih
mudah dimainkan selain posisinya yang lebih natural juga cara menggeseknya
lebih ringan. Dalam menggesek senar D dan G harus dengan tenaga ekstra karena
harus agak ditekan karena untuk menghasilkan suara seperti senar A dan E yang
cara memainkannya tanpa ditekan. Contoh tangga nada A Mayor sebagai berikut:
99
Pada gambar di atas dapat dilihat nada, jarak nada dan penjarian untuk
tangga nada A Mayor. Tangga nada Mayor berjarak 1 , 1 , ½ , 1 , 1 , 1 , ½. Latihan
tangga nada dilakukan beberapa kali dalam 4, 2, maupun 1 ketuk. Untuk siswa
yang belum pernah belajar musik (belajar instrument maupun vokal), latihan
tangga nada seperti ini sangat sulit karena mereka belum mengetahui intonasi yang
benar. Sebaliknya untuk mereka yang pernah belajar musik, hal seperti ini mudah
diikutinya karena mereka sudah tahu bahkan terbiasa dengan nada.
Latihan dilanjutkan dengan variasi ritme seperti di bawah ini:
100
Pola ritme (Suzuki, 2008: 21-22)
Pada lambang seperti ini (V) : berarti bow naik, sedangkan lambang seperti
ini ( ) : berarti bow turun. Dalam belajar musik khususnya biola siswa harus
disiplin karena di dalam biola intonasi sangat sensitif, begitu juga ritme atau
simbol-simbol yang lain harus dimainkan sesuai apa yang tertulis di buku. Berikut
adalah contoh simbol-simbol dan cara bermain dalam biola.
4.5.4 Detache
Detache adalah jenis gesekan yang dalam setiap gesekannya tidak ada
tekanan dan efek apapun, yaitu hanya gesekan yang sederhana dengan
menempatkan hair bow secara penuh dengan arah bow naik dan turun. Detache
dapat dimainkan di bagian manapun pada bow, dengan gesekan panjang atau
pendek (Galamian, 1962: 67). Contoh: Not yang dimainkan secara detache.
4.5.5 Staccato
Staccato adalah suatu gesekan pendek yang dimainkan dengan cara bow
selalu menempel pada senar (on the string), yaitu dimulai dengan gesekan seketika
dari bow, dan menghentikan bow dengan halus. Banyak bagian dari bow yang
digunakan untuk melakukan gesekan staccato sesuai dengan panjangnya nilai not
dan volume yang diinginkan (Galamian, 1962: 78).
101
Contoh: Bentuk not yang dimainkan secara staccato.
4.5.6 Legato
Legato adalah suatu gesekan yang memainkan dua not atau lebih
disambung dalam satu gesekan dengan arah bow turun atau naik, dan kemungkinan
bagian manapun dari area sebuah bow dapat digunakan untuk melakukan legato
(Galamian, 1962: 71). Contoh : Bentuk not yang dimainkan secara legato.
4.5.7 Legato staccato
Legato Staccato yaitu gesekan yang memainkan rangkaian nada atau not
staccato dalam satu gesekan yang dapat dimainkan dengan arah bow naik atau
turun. Legato staccato ini jika dimainkan dengan tempo yang cepat dinamakan
dengan flying staccato(Galamian, 1962: 67). Contoh : Bentuk not yang dimainkan
secara legato staccato.
Penjarian saat bermain biola biasanya diberi nomor 1 (telunjuk) hingga 4
(kelingking). Angak-angka tersebut untuk menentukan atau menandai jari mana
yang akan digunakan terutama untuk para pemula. Nomor 0 berarti open string
102
(jari tidak menekan senar). Seperti pada lagu twinkle, twinkle, little star di Suzuki
Violin School berikut ini.
(Suzuki, 2008: 25).
4.6 Proses Pembelajaran Biola Dalam Satu Kali Pertemuan
Proses pembelajaran biola sekolah Chandra Kusuma School dibagi menjadi
beberapa tahap. Beberapa tahap tersebut meliputi:
5 Tuning (penyeteman)
6 Pemanasan
7 Lagu
103
8 Evaluasi / tugas
Tuning atau penyeteman dilakukan oleh pengajar karena anak-anak masih
kesulitan untuk melakukan tuning. Tuning sangat penting untuk menyamakan nada
terutama nada-nada open string (G,D,A,E). langkah-lahkan tuning: pertama
menyamakan nada A dengan alat tuning yang disebut tuner. Nada A sebagai
patokan untuk menyetem senar yang lain (G,D,E).
Pemanasan dilakukan 10-15 menit dalam setiap tatap muka, tahap-tahap
dari proses pemanasan tersebut adalah sebagai berikut: tangga nada dari not utuh(4
ketuk) sampai not seperenambelas(¼ ketuk) dengan variasi teknik seperti: detache,
legato, staccato dan dengan variasi ritme sebagai berikut:
a. Tangga nada A Mayor not utuh(4 ketuk) dengan teknik gesekan detache
b. Tangga nada A Mayor setengah utuh(2 ketuk) dengan teknik gesekan detache
c. Tangga nada A Mayor not seperempat(1 ketuk) dengan teknik gesekan detache
d. Tangga nada A Mayor not seperdelapan(1/2 ketuk) dengan teknik gesekan
detache
104
e. Tangga nada A Mayor not seperenambelas(1/4 ketuk) dengan teknik gesekan
detache
Dari tahap-tahap diatas kemudian dilakukan pola-pola ritme sebagai latihan teknik
sebagai berikut:
1. Pola ritme variasi I dalam tangga nada A Mayor
2. Pola ritme variasi I dalam tangga nada A Mayor
3. Pola ritme variasi I dalam tangga nada A Mayor
Tahap berikutnya adalah dengan fariasi teknik gesekan sebagai berikut:
1. Teknik legato
2. Teknik staccato
Dari bentuk-bentuk latihan di atas, selanjutnya diajarkan bentuk latihan
terakhir dengan latihan arpeggio (tri suara) sebagai berikut:
1. Tri suara A Mayor 2 ketuk
105
2. Tri suara A Mayor 1 ketuk
Setelah dinilai cukup untuk pemanasan, selanjutnya mulai membahas lagu.
Sebelum melangkah ke depan, biasanya mengulang materi pelajaran yang dibahas
pada pertemuan yang lalu. Hal semacam ini dilakukan untuk menjaga agar anak-
anak tidak lupa pada materi yang lalu. Setelah anak-anak menguasai materi
pembelajaran yang lalu kemudian dilanjutkan dengan materi baru. Materi baru
tersebut melanjutkan materi pertemuan yang lalu, seperti melanjutkan lagu ke
tahap berikutnya.
Tahap terakhir adalah evaluasi dan tugas. Anak-anak diberi tugas untuk
melatih bagian-bagian yang dianggap sulit, dan untuk mencoba materi
pembelajaran selanjutnya.
4.7 Proses Penggarapan Sebuah Lagu Sekolah Chandra Kusuma School dan
IPAC
Lagu yang diterapkan sebagai salah satu materi untuk pembelajaran di
Sekolah Candra Kusuma School adalah Suzuki 1 no. 13 lagu Minuet No. 1, yaitu
sebagai berikut:
106
Suzuki 1 no.13
Tahap-tahap yang dilakukan pengajar yaitu memainkan lagu tersebut yang
bertujuan untuk merespon peserta didik agar dapat mendengarkan dan mengetahui
lagu tersebut, karena sebagian peserta didik tidak mengetahui cara memainkan lagu
sebelum dia mendengarkan lagu yang akan dimainkannya terlebih dahulu,
sehingga pengajar harus memainkan lagu tersebut dua sampai tiga kali supaya
peserta didik dapat memahami dan lebih jelas mengetahui karakter lagu tersebut.
Setelah peserta didik dirasa sudah mengetahui dan terbiasa dengan lagu
tersebut, selanjutnya pengajar memainkan lagu tersebut hanya baris pertama dan
diulang dua sampai tiga kali. Setelah pengajar memainkan baris pertama, kemudian
peserta didik disuruh membaca bersama-sama dan menirukan apa yang
dicontohkan oleh pengajar dan diulangi dua sampai tiga kali. Selanjutnya mereka
107
dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari dua atau tiga anak
dalam satu kelompok. Kelompok-kelompok tersebut dibuat untuk
mengefektifitaskan pembelajaran. Dimulai dari kelompok pertama, mereka
memainkan baris pertama dari lagu tersebut dengan bimbingan pengajar.
Sedangkan kelompok lain menyimak dan mendengarkan kelompok lain
memainkannya. Selanjutnya kelompok kedua yang memainkannya dan diharapkan
kelompok-kelompok yang lain menyimak dan mendengarkan juga. Tahap ini
dilakukan sampai semua kelompok mendapat kesempatan untuk bermain.
Dalam pembahasan dan proses penggarapan lagu tersebut perlu
memperhatikan hal-hal yang berdasarkan teknik-teknik untuk mendukung proses
pengajaran, antara lain.
4.7.1 Nada/Intonasi
Pengajar dan sebuah kelompok yang terdiri dari dua sampai tiga peserta
didik bermain bersama. Pengajar memberikan arahan jika siswa fals atau salah
nada dengan cara memberitahu atau menyuruh peserta didik menggeser jari mereka
ke atas atau ke bawah.
Dalam bermain biola, nada atau intonasi sangat sensitif sehingga harus
selalu diperhatikan. Permasalahan yang sering timbul dalam pembelajaran biola di
Sekolah Chandra Kusuma School adalah kurang perhatiannya peserta didik
terhadap intonasi. Sering dijumpai peserta didik bermain biola hanya dengan
melihat penjariannya saja tanpa menghiraukan intonasinya. Mereka bermain biola
dengan penjarian yang benar tetapi belum tentu intonasinya juga benar.
108
4.7.2 Penjarian
Pengajar memberikan solusi teknik penjarian jika peserta didik mengalami
kesulitan penjarian. Seperti pada Suzuki 1 no. 13 lembar kedua, peserta didik
kesulitan untuk jari empatnya. Solusinya adalah dengan menahan jari tiga terlebih
dahulu dan jari empat diusahakan jauh dari jari tiga.
Sering dijumpai penjarian (fingering) dalam metode Suzuki. Metode
Suzuki, penjarian digunakan untuk mempermudah mereka belajar biola. Jari 0
bararti open sting (tidak ada yang ditekan), jari 1 telunjuk, 2 jari tengah, 3 jari
manis, dan 4 kelingking. Dalam metode Suzuki terdapat penjarian alternatif yaitu
jari 0 dengan 4, itu menandakan bahwa mereka dapat memilih jari 0 (open string)
atau jari 4. peserta didik sering memilih open string karena lebih mudah untuk
memainkannya, sebaliknya pengajar menganjurkan jari 4 karena untuk
menghindari lompatan pada dawai.
4.7.3 Permainan bow
Peserta didik kesulitan pada baris ketiga awal karena baris kedua nada
terakhir jatuhnya bow turun dan nada pertama pada baris ketiga jatuhnya bow juga
turun. Solusi dari pengajar adalah dengan mencuri nilai nada yang semula tiga
ketuk menjadi dua ketuk sehingga ada waktu satu ketuk untuk mengangkat bow.
Permainan bow dalam bermain biola sangat penting untuk menyeragamkan arah
gesekan. Dalam bermain ansambel musik khususnya biola, satu anak salah arah
109
gesekannya akan kelihatan dan dinilai salah memainkannya oleh orang yang
melihatnya, meskipun itu belum tentu salah nadanya.
4.7.4 Simbol dan tanda alterasi
Di dalam Suzuki 1 no. 13 terdapat simbol-simbol dan tanda alterasi berserta
cara memainkannya sebagai berikut:
i. Portato
Portato yaitu berhenti bermain dengan lembut. Contoh bentuk not yang
dimainkan secara portato dalam Suzuki 1 no. 13.
ii. Legato staccato
Legato staccato yaitu gesekan yang memainkan rangkaian nada atau not
staccato dalam satu gesekan. Contoh bentuk not yang dimainkan secara legato
staccato dalam Suzuki 1 no. 13.
iii. Kruis
Kress yaitu menaikkan setengah nada. Contoh bentuk not yang terkena kruis dalam
Suzuki 1 no. 13.
iv. Pugar
110
Pugar yaitu mengembalikan nada semula. Contoh bentuk not yang terkena pugar
dalam Suzuki 1 no. 13.
Setelah mereka mengerti dan mengetahui cara memainkan baris pertama,
selanjutnya baris yang kedua. Tahap-tahap pembelajaran pada baris yang kedua
sama dengan baris pertama. Kemudian mereka memainkan baris satu dan dua
tujuannya untuk melatih konsentrasi peserta didik dalam membaca maupun
berrmain biola. Tahap ini dilakukan beberapa kali sampai jalinan pergantian antara
baris pertama dan kedua tidak terputus. Dalam pergantian baris, siswa sering
terlambat masuk ke baris berikutnya, itu terjadi karena kurang lancarnya mereka
dalam membaca not balok. Setelah baris pertama dan kedua mereka kuasai
selanjutnya baris ketiga dan seterusnya sampai baris terakhir.
Tahap berikutnya siswa memainkan lagu tersebut dari awal sampai akhir.
Banyak dari peserta didik yang salah membaca ketika sampai di tengah lagu, itu
dikarena mereka kurang konsentrasi dan fokus dalam belajar biola. Tahap ini
dilakukan beberapa kali sampai peserta didik memainkan lagu tersebut dengan
baik.
4.8 Hambatan Dalam Proses Pembelajaran Biola
Dalam sebuah pembelajaran sering dijumpai hambatan-hambatan (faktor
teknis maupun non teknis). Hambatan itu sifatnya wajar dan setiap pendidik pasti
111
pernah mengalaminya. Hambatan adalah modal awal untuk kita membenahi dan
memperbaiki apa yang dirasa kurang.
Proses pembelajaran biola di Sekolah Chandra Kusuma School dan IPAC
sering dijumpai banyak hambatan. Hambatan-hambatan itu hampir selalu muncul
dalam setiap proses pembelajaran. Hambatan ini bersifat ringan tetapi mengganggu
untuk proses belajar mengajar, seperti: tidak datang tepat waktu, tidak berangkat
mengikuti ekstrakurikuler biola, ramai atau tidak memperhatikan, dan seterusnya.
Ekstrakurikuler biola di Sekolah Chandra Kusuma School dan IPAC, sering terjadi
pergantian peserta didik yang tidak masuk ekstrakulikuler biola, sehingga harus
mengulang materi untuk peserta didik yang kemarin tidak masuk pada minggu
yang lalu, sedangkan untuk anak yang rajin hal semacam ini merupakan hambatan
yang merugikannya. Ekstrakulikuler biola ini bersifat class system (sistem kelas)
sehingga harus disetarakan antara yang cepat dan lambat, yang rajin dan yang
kurang rajin. Hal semacam itu menjadi tantangan untuk pengajar ke depan. Banyak
orang yang kurang mampu menghadapi kelas musik semacam ini karena selain
harus menguasai metode pembelajarannya juga hurus menguasai keadaan kelas
yang terdiri dari beberapa anak.
Faktor lainnya adalah faktor alatnya (biola), banyak biola yang kurang
terawat dengan baik, sehingga banyak masalah yang timbul di situ, misalnya:
timbul jamur , peg dan fine tuner sulit diputar (keras), akibatnya untuk menyetem
biola itu diperlukan waktu dan tenaga yang lebih. Apalagi kalau banyak siswa yang
terlambat, banyak waktu yang terbuang hanya untuk menunggu dan menyetem
biola siswa yang terlambat.
112
Dalam bermain biola sering dijumpai kesulitan-kesulitan yang dulu pernah
dialami ataupun belum pernah dialami sama sekali. Hal semacam itu wajar, karena
setiap orang memiliki postur atau anatomi yang berbeda-beda. Postur dan anatomi
memiliki peranan yang sangat penting untuk mengetahui cara atau metode apa
yang cocok untuk mereka.
Seorang guru biola harus mengakui bahwa banyak siswa diajarkan untuk
menunjukkan persoalan mendasar dalam haluan yang perlu diperbaiki. Suzuki
menekankan bermain lebih unggul, karena itu setengah keakraban dengan setengah
pengaruh sedikit akan ditanamkan, kecuali guru menekankan bahwa keterbatasan
fisik dari seorang siswa muda, seperti kurangnya kekuatan untuk menjaga jari-jari
melengkung dan fleksibel, terutama jari keempat, kemungkinan akan menyebabkan
overcompensation4 atau kekakuan (Oppelt, 1982: 16). Jari keempat adalah jari
rawan terjadi kesalahan. Selain kurang mendapat perhatian lebih, peserta didik juga
jarang memakainya. Selain itu jari keempat jaraknya paling jauh dan
membutuhkan tenaga ekstra. Hal semacam ini sering terjadi di setiap pembelajaran,
sehingga peran pendidik sangat penting peranannya untuk memberi dan mencari
solusi untuk masalah tersebut.
Tangan kanan juga mendapat perhatian serius. Hampir semua murid tidak
menyadari bahwa ketika mereka menggesek biola tidak lurus, akibatnya produksi
suara yang dihasilkan kurang maksimal. Setiap kali mengikuti ekskul biola mereka
selalu diberi arahan oleh pendidik seperti: membenahi dan mencontohi cara
menggesek biola yang benar dan memberi masukan ketika mereka latihan sendiri
4Kompensasi berlebih.
113
di rumah, disarankan menggesek di depan kaca supaya dapat mengontrol dan
melihat gerakan bow, tetapi banyak dari mereka belum bisa juga menggasek biola
dengan lurus.
4.8.1 Tujuan dan Target
Tujuan diadakannya ekstrakurikuler biola Sekolah Chandra Kusuma School
dan Ipac, selain untuk menyalurkan minat dan bakat peserta didik juga untuk
memperlihatkan bahwa selain mereka unggul dalam pelajaran, mereka juga bisa
bermain biola dengan baik dan benar. Hampir setiap tahun mereka tampil dalam
acara MOS (masa orientasi siswa) di sekolah, selain acara tersebut mereka juga
mengisi dalam acara-acara sekolah lainnya seperti pertukaran pelajar, kunjungan
pelajar, dan seterusnya.
Pembelajaran biola pada Sekolah Chandra Kusuma School dan Ipac juga
bertujuan untuk melatih musikalitas peserta didik. Dalam belajar musik khususnya
biola mereka harus mengerti dan memahami sebagai berikut:
Memegang yang benar
Menggesek yang benar
Intonasi (nada)
Ritme
Di akhir setiap semester, mereka selalu mengikuti tes yang bertujuan untuk
mengetahui kemampuan peserta didik bermain dan mengerti dalam bermain biola.
Tes tersebut dilakukan dengan cara peserta didik maju satu persatu kedepan dan
114
kemudian bermain tangga nada dan satu buah lagu. Hal semacam ini sangat
penting untuk perkembangan ketrampilan dan mental peserta didik.
Setiap pembelajaran memiliki target pembalajaran, sama halnya pada ekstra
kurikuler biola pada Sekolah Chandra Kusuma School dan Ipac. Adapun target-
target pembelajaran biola adalah sebagai berikut:
1. Semester I:
a. Peserta didik diharapkan menguasai tangga nada A Mayor 1 oktaf, sebagai
berikut:
i. Pola ritme not utuh(4 ketuk)
ii. Pola ritme not setengah(2 ketuk)
iii. Pola ritme not seperempat(1 ketuk)
iv. Pola ritme not seperdelapan(1/2 ketuk)
b. Peserta didik diharapkan menguasai lagu sampai dengan Suzuki 1 no 4, yaitu:
i. Lagu “Go Tell Aunty Rhody”
115
c. peserta didik diharapkan dapat membedakan intonasi nada yang tepat dengan
nada yang Fals
d. peserta didik diharapkan dapat menggesek sesuai dengan kriteria sebagai
berikut:
i. Lurus
ii. Tebal
2. Semester II
a. Peserta didik diharapkan menguasai tangga nada G Mayor 2 oktaf, sebagai
berikut:
i. Pola ritme not utuh(4 ketuk)
ii. Pola ritme not setengah(2 ketuk)
116
iii. Pola ritme not seperempat(1 ketuk)
iv. Pola ritme not seperdelapan(1/2 ketuk)
v. Pola ritme not triol/triplet(1/3 ketuk)
vi. Pola ritme not seperenambelas(1/4 ketuk)
b. Peserta didik diharapkan menguasai lagu sampai dengan Suzuki 1 no 14, yaitu:
117
c. Peserta didik diharapkan dapat memainkan nada dengan intonasi yang tepat
d. Peserta didik diharapkan dapat menggesek sesuai dengan kriteria sebagai
berikut:
a. penempatan bow(dinamik)
b. Teknik permainan bow(detache, staccato, legato)
e. Peserta didik diharapkan bisa bermain dengan intonasi yang tepat
`Dari materi-materi di atas sebagai bahan pembelajaran diharapkan peserta
didik dapat mencapai target tersebut. Target di atas dibuat oleh pengajar dan
disesuaikan dengan tingkat efektifitas murid-murid dalam belajar biola.
118
4.9 Hasil atau Wujud Pembelajaran Biola pada Chandra Kusuma School dan
IPAC
Hasil atau wujud pembelajaran biola Sekolah Chandra Kusuma School dan
IPAC adalah dengan foto dan rekaman audio ataupun video. Hasil tersebut diambil
pada saat latihan maupun penampilan ansambel biola pada acara sekolah. Hal ini
adalah sebuah pembuktian bahwa siswa-siswi Sekolah Chandra Kusuma School
dan IPAC tidak hanya unggul di ilmu eksak saja tetapi juga dapat bermain musik
khususnya pada instrumen biola dengan baik dan benar.
Gambar pembelajaran biola Sekolah Chandra Kusuma School dan IPAC
sebagai berikut:
119
120
121
Gambar XX Pembelajaran Di Sekolah Chandra Kusuma School dan IPAC
BAB V
MATERI PEMBELAJARAN MELALUI TIGA BUKU PADA INSTRUMEN
BIOLA DI CHANDRA KUSUMA SCHOOL
1.1 Materi Teknik Pada Instrumen biola
Pada program musik wajib di Chandra Kusuma School khususnya pada
instrumen biola, biasanya guru yang mengajar terlebih dahulu memberikan materi
mengenai pemanasan pada peserta didik, yang bertujuan untuk melatih
perenggangan otot-otot jari, tangan, dan merilekskan tangan kanan untuk gesekan
peserta didik dalam mempelajarai instrumen biola. Materi yang dipelajari dalam
pemanasan ini biasanya membahas tentang tangga nada yang telah dipelajari.
Setelah mempelajari tangga nada biasanya peserta didik diberi pembahasan
122
mengenai teknik dalam menggunakan bowing biola pada tangga nada, seperti
memainkan irama 1/16 dengan posisi bowing di pangkal, ditengah, dan diujung
bowing dengan tempo 85.
Setelah itu dengan menggunakan materi tangga nada, peserta didik dilatih
untuk mempelajari teknik legato pada bowing. Biasanya waktu yang digunakan
untuk membahas materi tangga nada dan teknik bowing kira-kira 15 menit.
1.2 Materi Lagu Pada Instrumen Biola
Musik-musik yang menggunakan melodi sederhana bagi anak-anak di
tingkat sekolah dasar sangat cocok dan penting dalam pebentukan emosi yang
seimbang, dan meningkatkan kemampuan dalam matematika, sosial, daya ingat,
dan kreatifitas. Lagu-lagu yang ringan juga merupakan salah satu bahan yang
mudah untuk dipelajari dan mempunyai tingkat teknik yang tidak terlalu sulit.
Lagu anak-anak yang sering diajarkan dan dipelajari di SD Chandra Kusuma
School Komplek Cemara Asri yaitu bahan yang terdapat juga dalam metode
Shinici Suzuki, seperti:
Minuet in C (J.S. Bach) dalam lagu ini peserta didik dituntut untuk bisa
memainkan lagu dengan teknik legato, detache, dan crossing string dalam posisi 1
pada instrumen biola.
Minuet No. 1 (J.S. Bach) dalam lagu ini peserta didik dituntut untuk bisa
memainkan lagu dengan menggunakan teknik yang posisi 1 pada instrumen biola.
123
Musette (J.S. Bach) dalam lagu ini peserta didik tuntut untuk bisa
memainkan teknik dari interval dengan memperagakan not 1/8 pada instrumen
biola.
Theme from “Witches dace” (N.Paganini) dalam lagu ini peserta didik
tuntut untuk bisa memainkan stakato legato, aksen, detace, dengan menggunakan
posisi 1 pada instrumen biola.
Peranan lagu diatas sangat penting bagi peserta didik, selain dapat
menghibur, menambah skill dan teknik pada setiap individu peserta didik, dengan
lagu-lagu tersebut peserta didik tidak hanya menambah skill dan teknik pada
instrumen biola, tetapi dapat menambah konsentrasi pada peserta didik. Biasanya
kegiatan ini menghabiskan 30 menit untuk pembahasan setiap materi lagu.
1.3 Langkah-Langkah Penerapan Buku Panduan A Tune A Day, Suzuki Violin, Kurikulum ABRSM Pada Instrumen Biola di Sekolah Chandra Kusuma school
Dalam proses pembelajaran yang digunakan oleh guru, untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran yang nyaman, agar peserta didik dapat
mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan, guru
dapat memilih model yang tepat untuk menyampaikan pembahasan materi ajar,
agar terciptanya suasana yang kondusif dan penyampaian kompetensi yang tepat
dan pencapaian pembahasan. Oleh sebab itu pendidik perlu menciptakan suasana
aman dan nyaman bagi peserta didik.
Dalam hal ini penulis akan menjelaskan model pembelajaran dari buku
panduan pada instrumen biola. Data yang diperoleh adalah melalui hasil
124
wawancara yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 10 April 2013 kepada Mr.
Ian Anderson yang berasal dari Inggris sebagai pimpinan musik program yang
menangani mata pelajaran praktik instrumen di Chandra Kusuma School yang
menyatakan bahwa penerapan buku panduan A Tune A Day, Suzuki Violin,
kurikulum ABRSM digunakan dalam proses pembelajaran instrumen biola pada
tingkat pra dasar dan dasar 1 yang dilakukan selama satu tahun pembelajaran
instrumen biola di Sekolah Chandra Kusuma School, kemudian peserta didik lebih
dituntut untuk membahas materinya secara kelas yang terdiri 2 dua sampai 5 lima
peserta didik didalam sebuah kelas, pembelajaran ini menjadikan peserta didik
saling bekerja sama ketika memainkan materi-materi yang terdapat pada ketiga
buku panduan.
Berdasarkan wawancara dengan Mr. Ian Anderson selaku kepala divisi
bagian program musik sekaligus merangkap tenaga pendidik pada instrumen gesek
(String) dan seni budaya di Chandra Kusuma School Komplek Cemara Asri pada
10 April 2013, menambahkan bahwa program musik diharuskan wajib pada siswa-
siswi di Chandra Kusuma School sangat berperan positif pada perkembangan
emosional, meningkatkan konsentarasi anak, dan menambah tingkat kecerdasan
pada mata pelajaran yang berkaitan dengan angka atau perhitungan. Secara tidak
langsung dengan mempelajari instrumen yang telah ditetapkan oleh Chandra
Kusuma School dengan menggunakan model pembelajaran, metode dari buku
panduan khususnya pada instrumen biola, telah menambah daya positif terhadap
perkembangan otak kanan dan otak kiri dari bahan-bahan yang telah diajarkan pada
peserta didik.
125
Proses penerapan pada buku panduan A tune A Day pada pelajaran
instrumen Biola sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler musik program di berbagai
kelas SD dan SMP Sekolah Chandra Kusuma School Komplek Cemara Asri ini
memiliki beberapa tahap.
1.3.1 Pemanasan dalam memainkan tangga nada dan teknik bowing
Pemanasan dalam memainkan beberapa tangga nada biasanya dilakukan
oleh peserta didik untuk memulai pelajaran biola dan melenturkan jari-jari peserta
didik yang berfungsi merilekskan otot-otot dan syaraf. Sedangkan pada
pembelajaran teknik bowing masih menggunakan tangga nada, hanya saja teknik
bowing yang digunakan berfariasi, seperti teknik legato, staccato, dan crossing.
Didalam kegiatan ini guru terlebih dahulu memberi aba-aba agar tempo dan nada
yang dihasilkan mendekati dengan sempurna, dikarenakan peserta didik masih
dalam proses belajar. Dalam memainkan tangga nada peserta didik dibimbing oleh
para guru yang berjumlah 2 orang. Kegiatan ini biasanya dilakukan kira-kira 10
menit sebelum memulai pokok pembahasan.
5.4 Pra Dasar I
Pra dasar pertama bertujuan mengenalkan peserta didik pada istrumen
biola, dan cara memegang biola serta mengajarkan cara anak memegang bow biola
sampai anak mendapatkan posisi yang baik dan benar sehingga anak tidak
mengalami pegal dan nyaman ketika memainkan instrumen biola tersebut. Pra
126
dasar juga mengajar peserta didik menggesek biola melalui penjarian dan juga
mengenalkan peserta didik pada gesekan legato, staccato dan detache.
Mengenalkan peserta didik biola
Mengajarkan cara memegang bow dan posisi untuk biola
Mengajarkan peserta didik membaca dalam notasi balok
Mengajarkan cara menggesek biola dengan menggunakan semua senar
lepas (Open String) secara baik dan posisi yang nyaman
Mengajarkan peserta didik posisi I
Mengajarkan penjarian pada senar lepas atau 0, serta jari 1,2,3,
Guru mengajarkan tangga nada dengan penjarian 0,1,2,3 sampai pada
penjarian ke 4
Guru mengajarkan lagu dengan bahan yang ada dan tangga nadanya.
Mengenalkan peserta didik teknik legato, staccato, dan juga detache.
5.4.1 Proses penerapan
Dalam pengajarannya guru berperan penting dalam pelaksanaan ini
pertemuan yang dilakukan selama 45 menit dan dalam sebulan dilakukan 4x dalam
1 bulan dan bahan proses untuk pra dasar diselesaikan selama 6 bulan.
Pertemuan I guru mengenalkan cara memegang biola dan alat geseknya
(Bow) kepada peserta didik sampai guru benar-benar memastikan anak
bermain dengan posisi yang baik dan tidak memaksa ketika memainkan
127
biola dan peserta didik dapat menggesek secara baik. Sebaiknya dilakukan
sesuai dengan cara guru memainkan biola namun jangan memaksakan
peserta didik jika posisi peserta didik tidak memungkinkan dan guru dapat
mengajarkan peserta didik tanpa buku panduan terlebih dahulu, agar peserta
didik dapat melihat gesekannya dan dapat menirukan apa yang dilakukan
guru ketika mengajarnya. Setelah peserta didik dapat melakukan gesekan
dengan baik guru dapat menggunakan bahan yang ada pada buku panduan
sebagai pembelajaran.
Pertemuan II guru dapat melihat kembali perkembangan peserta didik dan
meneliti kembali apa yang diajarkan pada pertemuan pertama, kemudian
guru dapat mengulang pelajaran gesekan dari buku panduan. Guru dapat
memberitahu anak teknik gesekan turun (down bow) dan naik (up bow)
dan mengajarkan peserta didik teknik mengangkat bow (circle) sebaiknya
guru menggunakan biola untuk menirukannya kepada peserta didik dan
bermain bersama dengan peserta didik.
Pertemuan III kembali peserta didik diajarkan cara menggesek secara baik
yang di awali dari senar A dikarenakan posisi yang paling sejajar tidak
terlalu tinggi, guru dapat melanjutkan buku panduan dengan teknik bow
yang ada.
Pertemuan ke IV dilanjutkan dengan senar D,E,G guru juga harus meneliti
lengan peserta didik agar sejajar dengan bow yang berbentuk persegi
dengan melanjutkan bahan yang ada pada buku panduan. Sebaiknya guru
memainkan biola agar dapat menjadi contoh pada pertemuan tersebut.
128
Pertemuan V guru dapat mengulang kembali pelajaran menggesek untuk
tahap perbaikan yang dilakukan peserta didik dengan melanjutkan lesson
yang ada pada buku panduan. Guru juga harus memperhatikan gesekan dan
bentuk tangan peserta didik dikarenakan posisi tangan peserta didik dapat
berubah karena fokus membaca not pada buku panduan.
Pertemuan VI anak diajarkan jari pertama sebaiknya dilakukan pada senar
A, guru lebih teliti mendengar hasil yang dibunyikan peserta didik dari
gesekan dan penjariannya kemudian melatih jari peserta didik secara
berulang-ulang dengan memakai buku panduan yang ada. Sebaiknya guru
menggunakan biola dan piano agar guru dapat memberikan contoh serta
mendengar nada yang dihasilkan dari penjarian dan gesekan.
Pertemuan VII pengulangan pada jari satu yang dilakukan pada senar
D,E,G sehingga peserta didik lebih terbiasa pada senar-senar yang lain dan
juga memainkan lagu-lagu pendek yang ada pada buku panduan dan teknik
gesekan yang dilakukan peserta didik, sebaiknya guru menggunakan piano.
Pertemuan VIII Guru harus lebih memperhatikan penjarian peserta didik
ketika menggunakan jari satu dikarenakan papan fingerboard biola tidak
selalu sama tempat jari satu pada senar A,D,E, dan G jika peserta didik
menggunakan jari I.
Pertemuan IX guru mengulang kembali mengajarkan peserta didik jari satu
dengan melanjutkan buku panduan yang ada. Guru juga harus mendengar
nada yang dimainkan peserta didik dikarenakan peserta didik sering sekali
hanya berpanduan dengan not dan jari yang dibuatnya tanpa mendengar
129
nada yang dihasilkan ketika bermain. Guru harus membuat pengertian
bahwa instrumen biola produksi nadanya diciptakan oleh jarinya sendiri
tidak seperti piano.
Pertemuan X guru mengajarkan jari II dan menggabungkan jari I yang telah
di ajarkan pada peserta didik pada pertemuan ketiga dan keempat. Guru
juga harus memperhatikan bentuk jari peserta didik, ketika peserta didik
menggunakan jari II guru harus menyarankan peserta didik agar tidak
melepaskan jari I agar berfungsi untuk mengingatkan peserta didik bentuk
penjarian pertama dan membuat pundasi pada teknik dan bentuk penjarian.
Guru juga dapat menggunakan buku panduan yang peserta didik pada lagu
sehingga peserta didik tidak bosan. Sebaiknya guru mengunakan piano agar
dapat mengiringi dan memberi contoh nada yang benar kepada peserta
didik.
Pertemuan XI mengulang kembali penjarian I dan II sehingga lebih
mengingatkan dan memperkokoh penjarian yang dilakukan anak pada
pertemuan minggu yang lalu dengan lagu-lagu yang ada pada buku
panduan. Guru juga harus selalu mengingatkan anak, ketika peserta didik
melakukan penjarian ke II jari I jangan dilepas. guru dapat memberikan
tugas latihan untuk peserta didik dengan bahan-bahan yang ada.
Pertemuan XII guru dapat membuat pengulangan serta melanjutkan bahan
lagu pada buku panduan. Masih tetap menggunakan jari 1 dan 2 agar
peserta didik tidak terlalu dituntut untuk teknik-teknik yang baru dan
130
peserta didik dapat bermain secara senang dengan lagu-lagu yang ada pada
buku panduan.
Pertemuan ke XIII guru mengajarkan jari ketiga kepada peserta didik
dengan bahan yang ada dan guru harus berperan aktif mengecek nada yang
peserta didik mainkan. Peserta didik juga harus memiliki feling yang baik
agar peserta didik dapat mendengar nada yang dimainkannya sendiri. Guru
dapat memberikan pelatihan bahan yang ada pada buku panduan, sebaiknya
guru menggunakan piano untuk mengiringinya dan peserta didik dapat
mendengarkan hasil nada yang dimainkannya.
Pertemuan XIV guru mengajarkan peserta didik tangga nada a mayor pada
instrumen biola serta bermain lagu dengan jari ketiga yang ada pada buku
panduan yang ada.
Pertemuan XV guru mengajarkan peserta didik tanda baca penjarian
dengan menggunakan 0,1,2,3 jika naik dan jika turun 0,3,2,1 hal ini sangat
membantu peserta didik untuk membaca namun guru harus menekankan
kembali bahwa membaca dengan nada bukan dengan penjarian, hal ini
cukup signifikan jika salah mengartikan peserta didik akan selamanya
membaca dengan penjarian 0,1,2,3 dan 0,3,2,1 maka hal ini harus
dimengerti oleh seorang guru. (Lihat contoh) guru dapat mengajarkan
kembali tangga nada dengan nada dasar D dan G mayor. Kemudian guru
melanjutkan lagu yang terdapat pada buku panduan.
Pertemuan XVI guru dapat mengulang kembali tangga nada A,D, dan G
mayor dengan penjarian yang baik. Guru juga harus menekankan bahwa
131
ketika peserta didik menggunakan jari ketiga jari 1 dan 2 jangan dilepas
agar peserta didik dapat membentuk jari yang baik dan memiliki panduan
jari ketika jauh maupun rapat ketika memainkan sebuah lagu yang ada.
Guru juga dapat melanjutkan lagu-lagu yang ada pada buku panduan.
Pertemuan XVII guru mengajarkan tangga nada dan tri suara A,D, dan G
mayor kepada peserta didik mengajarkan lagu-lagu pendek yang ada sesuai
dengan buku panduan yang ada, kemudian jangan memaksa anak
memainkan dinamika, biarkan peserta didik bermain dengan nada yang
tertera dan guru juga harus mengajarkan bahwa not yang ada dibuku
panduan tidak dibaca dengan penjarian namun dibaca melalui nada baik
secara movebel do maupun viks do.
Pertemuan XVIII guru mengajarkan lagu-lagu yang ada pada buku panduan
serta menerapkan penjarian yang dilatih peserta didik ketika bermain
tangga nada dan tri suara serta melatih peserta didik menghafal lagu agar
peserta didik lebih yakin memainkan lagu dan juga ketika meletakkan jari.
Pertemuan XIX guru mengenalkan peserta didik teknik staccato dan
memainkannya secara baik dan anak senang melakukannya dengan contoh-
contoh yang ada dibuku panduan secara tertulis. Guru harus dapat
mencontohkan teknik tersebut dengan baik sehingga dapat menirunya
dikarenakan anak lebih mudah melihat dan menirukankannya dari pada
membaca atau mendengarkan, guru dapat mengajarkan lagu-lagu yang ada
pada buku panduan dengan teknik staccato, sebaiknya guru menggunakan
biola.
132
Pertemuan XX peserta didik diajarkan etude staccato yang ada dibuku
panduan dan memainkan lagu yang ada di buku panduan guru harus dapat
mencontohkan lagu sebaiknya guru memainkan biola agar dapat
memberikan contoh kepada peserta didik ketika bermain bersama.
Pertemuan XXI guru mengenalkan peserta didik teknik legato (disambung)
dikarenakan teknik ini cukup sulit untuk dimainkan peserta didik, teknik
legato adalah teknik bow yang memainkan lebih dari satu nada yang
dimainkan satu bow, teknik ini cukup rumit untuk di praktikan. Masalah
yang sering dihadapi guru peserta didik akan selalu kehabisan bow sebelum
ketukannya habis. Guru dapat mengajarkan peserta didik bermain dengan
buku panduan yang ada sebaiknya guru menggunakan biola untuk
memberikan peserta didik contoh.
Pertemuan ke XXII guru mengajarkan teknik legato yang ada pada buku
panduan dan lagu yang ada pada buku panduan. guru dapat meneliti
permainan peserta didik sebaiknya menggunakan biola agar dapat bermain
sama dengan peserta didik.
Pertemuan XXIII peserta didik dilatih dengan teknik staccato legato dalam
memainkan sebuah lagu dan guru harus memperhatikan teknik yang
dimainkan peserta didik dan nada yang dihasilkan anak melalui gesekannya
Pertemuan XXVI guru dapat melanjutkan teknik permainan tangga nada tri
suara dan lagu yang ada dibuku panduan dengan baik dan benar. Guru
sebaiknya memainkan piano agar peserta didik dapat mandiri dan guru
dapat megiringinya dengan sebuah chord.
133
5.5 Dasar I
Pra dasar kedua adalah sebuah bentuk edukasi yang dibuat agar peserta
didik dapat memainkan lagu-lagu yang ada pada buku panduan secara baik, tujuan
dari hal ini adalah agar peserta didik dapat bermain biola secara baik dan banyak
menerapkan teknik yang dipelajari peserta didik pada sebuah lagu dengan
penjarian, gesekan, nada dan teknik-teknik yang terdapat pada instrumen biola.
figure guru sangat penting untuk mengajarkan anak dengan teknik-teknik yang ada
pada buku panduan, guru juga harus mendoktrin peserta didik agar berlatih
dirumah dan tidak waktu bertemu dengan guru saja. buku panduan dasar I untuk
instrumen biola memiliki tempo cepat dan lambat pada lagu-lagu yang ada pada
buku panduan dan kurikulum ABRSM dipilih oleh seorang anak untuk bahan yang
akan diujiankan.
Peserta didik bermain sebuah lagu.
Mengajarkan peserta didik jari keempat.
Mengajarkan anak teknik staccato, legato dan detache.
Peserta didik bermain tangga nada dengan mengguakan jari keempat.
5.5.1 Proses Penerapan
Pertemuan I guru harus melatih peserta didik memainkan sebuah lagu
dengan teknik staccato, legato maupun staccato legato sehingga peserta
didik terbiasa dengan teknik tersebut dan lagu-lagu yang ada pada buku
134
panduan sehingga peserta didik dapat memainkan teknik tersebut dengan
sebuah lagu.
Pertemuan II hal yang sama dilakukan kembali dengan bermain lagu dan
menggunakan teknik yang sama pada lagu yang baru dibuku panduan.
Pertemuan III guru melakukan perubahan senar lepas (open string) menjadi
jari empat. Guru harus menjelaskan kepada peserta didik bahwa senar lepas
dapat diganti menjadi jari 4 namun ada perubahan senar ketika perubahan
itu dilakukan. Guru juga harus menjelaskan bahwa perubahan ini dilakukan
untuk mempermudah bukan mempersulit permainan biola dan guru juga
harus menjelaskan contoh-contoh fungsi jari 4 dan open string.
Pertemuan IV guru mengajarkan peserta didik bermain tangga nada dengan
memakai jari 4 dan kemudian trisuara dengan menggunakan jari 4,
kemudian Memainkan lagu dengan jari empat dengan baik dan tidak fals
Pertemuan V kembali peserta didik dilatih tangga nada dan tri suara dengan
menggunakan jari 4 dan kemudian menyambung bahan yang ada sehingga
lebih baik didengar dengan menggunakan jari 4 pada buku panduan.
Pertemuan VI peserta didik kembali bermain lagu dengan bermain legato
pada lagu yang terdapat pada buku panduan.
Pertemuan ke VII peserta didik kembali bermain lagu dengan teknik
staccato yang ada pada buku panduan dan dapat berupa etude agar
mengingatkan kembali bentuk permainan staccato dalam memainkan biola
dan melanjutkan lagu yang ada pada buku panduan.
135
Pertemuan VIII peserta didik akan bermain lagu yang ada pada buku
panduan dan guru harus terus mengontrol jari 4 agar tidak fals.
Pertemuan IX guru mengajarkan tangga nada G mayor 2 oktaf yang naik
memakai jari 4 dan turun memakai senar lepas dan guru dapat menggulang
teknik-teknik gesekan yang telah dipelajari, bersamaan dengan tangga nada
yang diajarkan kepada peserta didik kemudian dilanjutkan dengan
memainkan lagu yang ada di buku panduan.
Pertemuan X guru dapat mengulang kembali tangga nada yang telah
dipelajari peserta didik dan dapat memainkan lagu yang ada pada pra dasar
II dan memiliki rasa percaya diri karena sudah menguasai teknik yang ada
dan guru harus mendokrin anak untuk tetap percaya diri ketika ujian bukan
bermain didepan guru saja.
Pertemuan XI guru dapat mengajarkan tangga nada A mayor dua oktaf
yang dimulai dari jari satu senar G. Permasalahan yang ada peserta didik
selalu merapatkan jari 3 dengan jari 2 pada senar G dan senar D yang
seharusnya jari 3 jauh dari jari 2 dan rapat pada jari 4, hal ini menjadi
perhatian guru agar peserta didik mengerti penjarian yang ada pada tangga
nada A mayor ketika memainkan tangga nada naik memakai jari 4 dan
ketika turun memakai jari lepas (open Strings). Selanjutnya guru dapat
melanjutkan bahan yang ada pada buku panduan.
Pertemuan XII kembali guru mengulang tangga nada A mayor 2 oktaf, dan
guru dapat mengajarkan permainan lagu-lagu yang ada pada buku panduan
dengan teknik-teknik yang ada pada lagu-lagu tersebut.
136
Pertemuan XIII guru dapat tangga nada C mayor 2 oktaf yang dimulai dari
jari ketiga senar G. Tetap menggunakan jari 4 ketika naik dan memakai
senar lepas waktu turun, permasalahan yang ada peserta didik akan
mengalami kesulitan dijari 4 dikarenakan tangga nada C mayor hanya
sampai nada B pada senar E jari 4, dalam teknik ini guru harus mengajari
anak mengeser jari 4 setelah nada B agar sampai ke nada C sebaiknya jika
jari peserta didik tidak begitu panjang guru harus memberitahu agar siku
peserta didik dimiringkan kekanan. Setelah itu guru dapat melanjutkan pada
lagu yang ada pada buku yang ada.
Pertemuan XIV guru dapat mengulang kembali tangga nada C yang
dilakukan peserta didik pada pertemuan sebelumnya dengan menggunakan
teknik gesekan yang ada kemudian dilanjutkan pada lagu yang ada pada
buku panduan.
Pertemuan XV Guru dapat mengajarkan teknik mengeser jari jika terdapat
permasalahan 2 nada yang memakai 1 jari. Kemudian guru dapat memakai
bahan yang ada pada buku panduan.
Pertemuan XVI guru dapat melanjutkan permainan menggeser jari dan
mengulang tangga nada yang ada dan mengajarkan lagu yang ada pada
buku panduan.
Pertemuan XVII dengan teknik menggesek dua senar dengan tempo cepat
dan tidak bersamaan (Crossing String) sesuai dengan buku panduan yang
ada.
137
Pertemuan XVIII guru dapat mengulang kembali lagu yang ada sampai
peserta didik benar-benar dapat memainkannya teknik crossing tanpa beban
dan ringan ketika tangan kanan memainkan teknik tersebut. Selanjutnya
dapat memainkan lagu yang ada pada buku panduan.
Pertemuan XIX peserta didik dilatih tangga nada Bes mayor 2 oktaf dengan
mengunakan jari yang sama ketika naik dan turun seperti tangga nada A
dan C mayor, permasalahan yang ada peserta didik sering sekali membuat
jari 4 jauh pada senar A dan E yang seharusnya merapat pada jari ke 3 dan
anak sering sekali membuat open string pada pada senar E yang seharusnya
jari 4 disenar A dan rapat pada jari 3. Hal ini menjadi perhatian untuk para
guru agar mendengarkan peserta didik dengan baik ketika mempelajari
tangga nada Bes. Kemudian guru dapat melanjutkan bahan yang ada pada
buku panduan.
Pertemuan XVII guru dapat mengulang tangga nada bes dan melanjutkan
pada lagu yang ada di buku panduan dan dapat bermain lagu dengan baik
dan indah.
Pertemuan XVIII guru dapat mengulang tangga nada yang dilakukan
peserta didik pada tangga nada G,A,Bes, dan C mayor 2 oktaf dengan
teknik-teknik gesekan yang sudah dipelajari peserta didik dan guru dapat
melanjutkan bermain lagu pada buku panduan.
Pertemuan XIX guru dapat mengulang tangga nada agar peserta didik
benar-benar hafal untuk tangga nada tersebut dan dapat melanjutkan
memainkan lagu-lagu yang ada pada buku panduan .
138
Pertemuan XX guru dapat mengulang tangga nada dengan teknik gesekan
dan lagu-lagu yang ada pada buku panduan.
Pertemuan XXI guru dapat melanjutkan permainan lagu yang ada pada
buku panduan yang sesuai dengan teknik gesekan yang ada.
Pertemuan XXI guru dapat mengulang seluruh tangga nada yang telah
dipelajari sesuai dengan teknik gesekan dan melanjutkan lagu yang ada
pada buku panduan.
Pertemuan XXII guru dapat melanjutkan permainan lagu-lagu yang ada
pada buku panduan.
Pertemuan XXIII guru dapat melanjutkan permaianan lagu-lagu yang ada
pada buku panduan dan dapat mengulang apa yang peserta didik tidak
mampu baik pada teknik gesekan tangan kanan maupun teknik penjarian
tangan kiri.
Pertemuan XXIV guru dapat melanjutkan permainan lagu-lagu yang ada
pada buku panduan dan guru dapat menjelaskan teknik-teknik yang telah
dipelajari.
5.6 Hasil Pembelajaran Jigsaw Pada Instrumen Biola di Sekolah Chandra
Kusuma School
Hasil pembelajaran praktik instrumen biola dengan menerapkan metode
dari ketiga buku panduan pada kelas SMP I, SD II, dan SD V Chandra Kusuma
School pada intsrumen biola sangat baik. Hal ini disebabkan dengan adanya buku
panduan peserta didik lebih terbantu dan lebih terangsang untuk saling berlomba-
139
lomba mengetahui tentang materi ajar dari ketiga buku panduan. Peserta didik juga
tidak merasa bosan menggunakan ketiga buku panduan yang tediri dari sebuah
lagu dan teknik, kemudian peserta didik juga dapat saling bersosialisasi dan
berinteraktif dengan timnya masing-masing. Dengan menggunakan buku panduan,
peserta didik juga tidak hanya menjalin sosial pada sesama siswa, tetapi dapat juga
menjalin keakraban dengan guru yang mengajar. Komunikasi yang dibentuk dalam
pembelajaran biola, menjadikan peserta didik berani mengemukakan pendapatnya,
presentasi laporan, memanjangkan kegiatannya untuk melatih bahan ajarnya.
Dengan pembelajaran pratik instrumen biola melalui buku panduan peserta
didik merasakan kesenangan dan kemudahan dalam mempelajari instrumen biola.
Dapat kita simpulkan, bahwa dengan model jigsaw pula tercipta hubungan yang
baik antara peserta didik, maupun peserta didik dan guru. Maka hasil dari
pembelajaran pada instrumen biola di Sekolah Chandra Kusuma School dapat
dilihat dari tabel penilaian berikut:
140
Tabel Hasil Nilai Akhir SMP I dan SD II
o Nama
Kriteria Penilaian
Nilai
Kelompok
Nilai
Individu
Hasil
Nilai
Akhir
Melody Jonathan 81 78 79,5
Cerelyn 81 80 80,5
Rachel 81 76 78,5
Edrik Alvaro 81 83 82
Hanny 80 76 78
Nama Nilai
kelompok
Nilai
individu
Hasil nilai
akhir
Kelly Tendean 80 86 83
Wijafalensia 80 81 80,5
Graciela Putri 80 83 81,5
141
Tabel Hasil Nilai Akhir SD V.
o Nama
Kriteria Penilaian
Intonasi
(60-90)
Teknik
Penyajian
(60-90)
Interpretasi
(60-90)
Russel 60 60 60
Jaiby ong 60 70 65
Silvia 60 65 65
Tiffany 60 65 65
Viviana 80 80 70
Afina 75 75 75
Marieta 80 80 70
Dari hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa mempelajari instrumen biola
dengan menggunakan buku panduan A tuna A day Suzuki Violin dan kurikulum
Abrsm, dapat menambah tingkat kemahiran peserta didik dalam penilaian intonasi,
teknik penyajian, interpretasi. Hal ini disebabkan meningkatnya rasa kepedulian
sesama peserta didik dan nalar otak untuk mempelajari materi ajar secara
mendalam. Selain nilai kelompok dan individu, biasanya para guru untuk
mengetahui hasil dari nilai akhir peserta didik di sekolah dasar (SD) Chandra
Kusuma School menggabungkan nilai dari kelompok dan individu.
142
5.7 Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Prosees Penerapan Buku
Panduan A Tune A Day, Suzuki Violin, Kurikulum ABRSM pada
Instrumen Biola Di Sekolah Chandra Kusuma School
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan buku panduan pada
instrumen biola di Sekolah Chandra Kusuma School, terdapat beberapa faktor
pendukung dan penghambat. Dimana faktor pendukung membuat siswa dapat lebih
maju dalam belajar khususnya pada instrumen biola, sedangkan faktor penghambat
adalah bagian dari hal-hal yang menyulitkan peserta didik untuk menjadi lebih
maju dalam proses belajar khususnya pada instrumen biola. Adapun faktor
pendukung dan penghambat pada proses pembelajaran buku panduan tersebut pada
instrument biola di Sekolah Chandra Kusuma School adalah sebagai berikut.
5.7.1 Faktor Pendukung
1. Masing-masing peserta didik mempunyai instrumen Biola secara individu.
2. Baiknya fasilitas ruangan yang diberikan sekolah untuk memenuhi standar
belajar musik, yang menjadi salah satu peranan untuk memberikan
kenyamanan belajar.
3. Mampunya pihak sekolah memdatangkan guru pengajar instrument biola.
4. Adanya ruangan konser yang diberikan sekolah untuk mewujudkan pencapaian
materi ajar.
5. Siswa saling melengkapi dan saling membantu dalam proses belajar.
143
5.7.2 Faktor Penghambat
1. Adanya peserta didik yang belum bisa menggunakan teknik dalam pembacaan
krosing pada bowing instrumen biola.
2. Adanya peserta didik yang belum terbiasa dengan pitch pada posisi-posisi
tinggi pada instrumen biola.
3. Adanya kejenuhan yang dihadapi oleh peserta didik dalam mengikuti pelajaran.
4. Adanya perbedaan tingkat kecerdasan atara peserta didik, baik dalam satu tim
ataupun dalam kelompok yang lain.
5. Adanya sifat malas peserta didik untuk melatih bahan ajar yang diberikan guru.
6. Kurangnya dukungan dari orang tua untuk memenuhi kebutuhan aksesoris dari
instrumen biola peserta didik.
7. Kurangnya fasilitas yang diberikan sekolah untuk memenuhi media ajar oleh
guru.
5.8 Buku Panduan A Tune A Day
Proses pembelajaran dilakukan dengan mengajarkan kepada guru metode
permainan biola, hal ini dilakukan agar guru mengerti proses pembelajaran yang
akan diajarkan kepada peserta didik selama 4 kali pertemuan dalam satu bulan dan
terdapat 24 kali pertemuan dalam 1 semester , dan masing-masing pertemuannya
dilakukan selama 30 menit dalam setiap pertemuan, hal ini dilakukan agar guru
mendapatkan target pada akhir semester melalui buku panduan.
144
Guru mengenalkan Tanda kunci kepada murid agar peserta didik
mengetahui letak do atau c dan nada yang lain pada sebuah not balok yang terdapat
pada buku panduan, misalnya kunci G, letak do pada garis bantu pertama dibawah
garis paranada, begitu juga dengan kunci F ada di spasi kedua dan C ada di garis
ketiga. Namun untuk tahap pembelajaran awal guru hanya mengenalkan kunci G
saja agar seorang anak tidak merasa kesulitan pada tahap awal membaca not balok
untuk pembelajaran instrumen biola.
Guru mengenalkan sukat 4\4 atau dapat ditulis tanda C diawal penulisan
not balok
Guru mengenalkan bar atau birama agar peserta didik dapat menghitung bar
ketika membaca not balok dan mengetahui sampai dimana not yang dibaca ketika
mempelajari instrumen. Guru mengenalkan sangkar nada kepada murid yang
145
berfungsi agar murid mengetahui penulisan dan cara baca yang terdapat pada not
balok. Sangkar nada terdiri dari lima garis dan 4 spasi
Guru mengenalkan berlin atau sering disebut pembatas bar.
Guru mengenalkan harga not, agar murid dapat membaca nilai ketukan
dalam mempelajari instrumen biola dimulai dari:
- semi breve, not penuh, 4 ketuk, 1 not dalam satu birama dengan sukat 4\4
- minims, not setengah, 2 ketuk, 2 not dalam satu birama dengan sukat 4\4
- crotchets,not 1/4, 1 ketuk, 4 not dalam satu birama dengan sukat 4\4
- Quavers,not 1/8, 1\2 ketuk, 8 not dalam satu birama dengan sukat 4\4
lalu guru mengenalkan tanda diam (rest) yang sesuai dengan harga not
yang tertulis yang dimulai dari:
-Tanda diam semi breve, not penuh, 4 ketuk, 1 not dalam satu birama dengan sukat
4\4
- Tanda diam minims, not setengah, 2 ketuk, 2 not dalam satu birama dengan sukat
4\4
146
- Tanda diam crotchets,not 1/4, 1 ketuk, 4 not dalam satu birama dengan sukat 4\4
- Tanda diam Quavers,not 1/8, 1\2 ketuk, 8 not dalam satu birama dengan sukat 4\4
Lalu guru mengenalkan double birama yang memiliki fungsi untuk
menutup birama dan akhir dari sebuah lagu dalam penulisan not balok dan
menempatkan tanda- tanda kemudian melalui birama ganda terdapat simbol di
dalam birama yg artinya kembali ke awal.
lalu guru mengenalkan tanda pengulangan (repeat) yang artinya tanda
ulang dalam penulisan not balok sehingga murid dapat bermain dengan membaca
symbol maupun tulisan yang terdapat pada not balok.
147
(The Open Strings Pizzicato)
Di lesson 1 guru mengajarkan teknik pizzccato,teknik pizzcato yaitu
dimainkan dengan cara memetik senar biola tanpa menggunakan bowing,
kemudian mengajarkan peserta didik letak senar biola dimulai dari senar paling
tertinggi sampai pada senar yang wilayah register nadanya paling rendah pada
instrumen biola.
- Jempol tangan kanan diletakan dibawah papan penjarian (Fingerboard).
D - Pizz. A - A Count : 1 - 2 1
A - A
1 - 2
D - D D - D A - A A - A D - D D - D
1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2
REPEAT SIGN
CROTCHET REST
Pizz. D - D Count : 1 - 2 2
D - D
1 - 2
G - G G - G D - D D -D G - G G - G
1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2
G -
1 - 2
Pizz. A - A
Count : 1 - 2 3
D - D
1 - 2
A - A D - D A - A D - D A - A D - D
1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2
D -
1 - 2
1 - 2
Pizz. D - D
Count : 1 - 2 4
G - G
1 - 2
D - D G - G D - D G -G D - D G - G
1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2
G -
1 - 2 1 - 2
Pizz. D - A
Count : 1 - 2 5
D - G
1 - 2
D - A D - G D - A D - G D - A D - G
1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2
G -
1 - 2
Pizz. A - A
Count : 1 - 2 6
E - E
1 - 2
A - A E - E A - D A - E A - D A - E
1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2
A -
1 - 2
Pizz. G - G
Count : 1 - 2
C - C
1 - 2
G - G C - C G - C G - D G - C G - D
1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2 1 - 2
G -
1 - 2 7
VIOLA AND CELLO ONLY
VIOLIN AND BASS
148
- Lalu jari tengah,manis,dan kelingking menggenggam bowing.
- Jari telunjuk digunakan untuk memetik senar biola.
- anak diajarkan hitungan dua dalam satu birama agar anak dapat menjaga tempo.
Lesson I
No.1
Diperkenalkan pada senar A dan D dimainkan dengan teknik memetik
(pizzicato) senar, senar A dimainkan 1 ketuk 2 kali sebanyak 2 birama dilanjut
senar D dengan cara yang sama kemudian kembali ke A dan D setelah itu terdapat
pengulangan (repeat) dan diakhir pada senar D kembali.
No.2
Peserta didik memainkan senar D dan G, dengan cara yang sama ketika
memainkan contoh no.1 perbedaannya hanya pada senar saja.
No.3
Peserta didik kembali memainkan senar A dan D tetapi dengan sedikit cara
yang berbeda, ketika di no. 1 senar A dimainkan 1 ketuk 2 kali sebanyak 2 birama
di lesson 3 senar A dimainkan 1 ketuk 2 kali sebanyak 1 birama.
No.4
Peserta didik kembali memainkan senar D dan G, tetapi cara
memainkannya mengkuti pola no.3
No.5
Peserta didik memainkan senar D, A dan D, G, senar D dan A dimainkan
masing-masing 1 ketuk kemudian dilanjut senar D dan G masing-masing 1 ketuk
149
setelah itu kembali ke senar D, A serta D, G kemudian terdapat pengulangan dan
berakhir di senar G.
No.6
Peserta didik memainkan senar A,E dan A,D senar A dimainkan 1 ketuk 2
kali dilanjut senar E dengan cara yang sama kemudian kembali ke A dan E
dilanjutkan senar A,D 2 ketuk kemudian A, E 2 ketuk kembali ke A,D dan A,E
dengan cara yang sama kemudian pengulangan dan berakhir di senar A.
Setelah itu guru menerapkan teknik pizzicato yang telah dipelajari Peserta didik ke
dalam sebuah lagu Ten Little Indians, siswa memainkan senar D,A, senar D
dimainkan 1 ketuk 2 kali sebanyak 2 birama kemudian dilanjut dengan senar A,D
dengan cara yang sama kemudian A dimainkan 1 ketuk 2 kali sebanyak 1 birama
dan diikuti senar D dengan cara yang sama, dan guru memainkan melodi di piano,
permasalahannya adalah tidak semua guru dapat memainkan piano dengan baik
maka guru dapat memainkan melodi lagu tersebut dengan biola atau menyanyikan
lagu tersebut.
150
(Holding and Drawing the Bow)
Lesson 2 no 1
Lesson 2 no 1
Mengajarkan Peserta didik menggesek biola dengan menggunakan senar A
2 not dalam satu birama yang terdiri dari 2 birama dan senar D 2 not dalam satu
birama yang terdiri dari 2 birama dengan tempo yang tidak terlalu cepat dan tidak
terlalu lambat dimulai dari tempo 1 ketuk, hal ini dilakukan sampai anak benar-
benar merasa relevan menggesek biola. Kemudian mengajarkan Peserta didik tanda
turun (down bow) dan naik (up bow).
Lesson 2 no 2
Lesson II no 2
Peserta didik mempelajari gesekan 1 ketukan 2 dalam satu birama senar A
dimainkan 1 ketuk sebanyak 2 kali dalam 1 birama, birama 2/4 kemudian dilanjut
ke D dengan cara yang sama kembali ke senar A dan berakhir pada senar D,
perbedaannya hanya memakai satu birama saja kemudian diulang sebanyak dua
kali.
151
lesson I merupakan transisi untuk melangkah ke lesson II no 2 yang lebih sulit
dari lesson II no1.
Lesson 2 no 3
Lesson II no 3
Peserta didik memainkan senar D dan G yang dimainkan dengan cara yang
sama pada no 2 hal ini dilakukan agar anak yang mempelajari biola dapat
memainkan semua senar yang terdapat pada instrumen biola.
Lesson 2 no 4
Lesson II no 4
Peserta didik diuji untuk memainkan senar A D G, dengan birama 2/4 senar
A dimainkan 1 ketuk dilanjut ke senar A-D-G-D A-D-G-D dengan pengulangan.
Lesson 2 no 5
Lesson II no 5
152
Peserta didik memainkan senar E dan A, senar E merupakan senar yang
lebih sulit digesek dari senar biola yang lain, senar E dimainkan 1 ketuk 2 kali
sebanyak 2 birama, birama 2/4 dilanjut dengan senar A dengan cara yang sama lalu
pengulangan sama seperti lesson II no 1.
Lesson 2 no 6
Lesson II no 6
Peserta didik memainkan senar E dan A dengan cara yang sama seperti di
lesson II no 2 hanya perbedaaan pada sebuah senar.
Lesson 2 no 7
Lesson II no 7
Peserta didik memainkan senar D dan G dengan cara yang sama seperti di
lesson II no 1 Setelah Peserta didik mampu melewati lesson I teknik menggesek ke
empat senar biola, murid menerapkan dalam lagu Baa! Baa! Black Shepp dengan
senar D dan A dan Jingle Bells melalui senar D A G.
Lesson 2 no 8
153
Peserta didik memainkan senar D dan G dengan cara yang sama seperti di
lesson II no 2 perbedaannya hanya pada sebuah senar. Setelah Peserta didik
mampu melewati lesson II teknik menggesek ke empat senar biola, murid
menerapkan teknik menggesek dalam lagu Baa! Baa! Black Sheep dengan senar D
dan A dan Jingle Bells dengan diiringi seorang guru. Guru dapat memainkan
iringan tersebut dengan biola, piano dan juga guru dapat menyanyikan lagu
tersebut.
(Contiunation of Open String Crotchets)
(One Count Each)
154
Lesson 3 no 1
Guru mengajarkan murid untuk memainkan senar D dan G 1 dengan sukat
2/4 dilanjutkan D-A- D-A-D-G,dua nada dengan jumlah 1 ketuk tiap senar, setelah
itu dilanjutkan dengan pengulangan, hal ini dilakukan agar Peserta didik dapat
menguasai teknik menggesek senar secara bergantian (crossing string) karena
menggesek satu senar secara berulang ulang berbeda dengan menggesek 4 senar
secara bergantian, hal ini lebih sulit untuk dipelajari Peserta didik dan guru harus
lebih memerhatikan lengan Peserta didik agar sejajar dengan bow biola.
Lesson 3 no 2
Peserta didik memainkan dengan cara yang sama seperti di no 1, hanya saja
pergantian senar yang berbeda, dimana pada bagian no 2 diawali dengan senar D
dan A dilanjut dengan D-G-D-A-A-D yang masing-masing satu ketukan setiap
nada. Hal ini dilakukan agar Peserta didik biasa lebih memperbaiki gesekan ketika
bermain senar yang bergantian
Lesson 3 no 3
155
Memiliki cara yang sama, Peserta didik menggesek diawali dari senar A
kemudian ke E dilanjutkan dengan A-D-A-E-E-A, guru menuntut Peserta didik
untuk mampu menggesek senar A kemudian ke senar E, dimana senar E
merupakan senar yang posisi yang sangat sulit untuk digesek.
Lesson 3 no 4
Pada bagian ini memiliki cara yang sama untuk dimainkan, Peserta didik
menggesek senar D-G-D-A-D-G-D-G setelah itu pengulangan, tujuannya dari
lesson 3 ini adalah agar Peserta didik mampu menggesek senar biola secara
bergantian dengan teknik yang baik.
Setelah mempelajari bagian-bagian itu teknik menggesek secara bergantian
senar biola, Peserta didik menerapkan dalam lagu Twinkle, Twinkle, Little Star
dengan kesamaan melodi dengan lagu Baa! Baa! Black Sheep yang
membedakannya adalah senar yang digesek di Twinkle, Little Star adalah senar G-
D-A sedangkan Baa! Baa! Black Shepp hanya menggunakan senar D dan A
kemudian diterapkan lagi dalam lagu Oats and Beans dengan bermain teknik
gesekan secara bergantian (crossing string).
156
(Minims-Two Counts Each)
Lesson 4 no 1
Guru mengajarkan Peserta didik bagaimana menggesek senar dengan
panjang nada 2 ketuk dengan birama 2/4 not ½ (minims), hal ini dilakukan agar
Peserta didik mampu menjaga kestabilan ketika menggesek nada yang panjang
dengan panjang nada 2 ketuk. Diawali dengan menggesek senar A dengan panjang
2 ketuk sebanyak 2 birama kemudian dilanjutkan dengan senar D dengan cara yang
sama kemudian kembali ke senar A dan D kemudian pengulangan.
Lesson 4 no 2
157
Hal yang sama dilakukan Peserta didik memainkan senar dengan nada
panjang senar D 2 ketuk sebanyak 2 birama, dilanjutkan ke G-D-A setelah itu
pengulangan nada. Guru harus memerhatikan kestabilan murid ketika menggesek
nada panjang terhadap sebuah bow biola.
Lesson 4 no 3
Pada bagian ini kembali Peserta didik memainkan senar dengan panjang
nada senar A 2 ketuk terdiri dari 2 birama. Kemudian dilanjutkan dengan senar D 2
ketuk sebanyak 2 birama kemudian senar A dua ketuk 2 birama, dan diakhiri
dengan senar A 2 ketuk 1 birama.
Lesson 4 no 4
Memiliki cara yang sama dengan no 3, murid memainkan senar D 2ketuk 1
birama kemudian dilanjut senar G-D-A 2 ketuk 2 birama kemudian D 2 ketuk 1
birama, dan G 2 ketuk 2 birama lalu pengulangan.
Setelah memainkan teknik menggesek panjang 2 ketuk, teknik gesek
panjang tersebut diaplikasikan pada lagu Au Clair de la lune, Peserta didik
memainkan senar A 2 not setengah dalam 1 birama sebanyak 8 birama dan guru
158
memainkan melodinya pada instrumen biola biola dengan memainkan nada
melalui permainan senar ganda (double string). Kemudian dilanjutkan dengan lagu
marching, Peserta didik memainkan senar D dengan cara yang sama. Kemudian
dilanjutkan dengan lagu Merrily, Peserta didik memainkan senar D sebanyak 2
birama, kemudian A 1 birama, D tiga birama, dilanjutkan A 1 birama dan diakhiri
D 2 ketuk dan diakhiri dengan tanda berhenti 2 ketuk (minim rest).
Introducing Four-Four 4/4 Time
159
SemiBreves-Four Counts Each
Lesson 5 no 1
Guru mengajarkan Peserta didik bagaimana menggesek senar dengan
panjang nada 4 ketuk dengan birama 4/4 not penuh (semibreves), hal ini dilakukan
agar Peserta didik mampu menguasai bow dan lebih menjaga kestabilan bow
dengan panjang nada 4 ketukan. Diawali dengan menggesek senar A dengan
panjang 4 ketuk sebanyak 1 birama kemudian dilanjutkan dengan senar D dengan
cara yang sama kemudian kembali ke A dan D kemudian pengulangan.
(Semibreves-Four Counts Each)
Lesson 5 no 2
160
Kembali murid memainkan senar D dengan panjang nada 4 ketuk sebanyak
1 birama, dilanjutkan ke senar G-D-A setelah itu kembali pada pengulangan.
Lesson 5 no 3
Memiliki cara yang sama, Peserta didik menggesek diawali dari senar E
dilanjutkan dengan senar A-E-A dengan cara yang sama. Tetapi Peserta didik guru
harus lebih teliti memerhatikan Peserta didik ketika memainkan senar dengan
panjang nada 4 ketukan.
Lesson 5 no 4
Memainkan cara yang sama, Peserta didik menggesek senar diawali dari
senar D dilanjutkan dengan senar G-D G dengan cara yang sama dan panjang nada
sebanyak 4 ketukan.
Lesson 5 no 5
Pada bagian ini 4 ketukan a(semibreves) digabungkan dengan 2 ketukan
(Minims), Peserta didik memainkan senar D dengan panjang 4 ketuk sebanyak 1
161
birama, dilanjutkan ke A satu birama dengan 2 not setengah kemudian dilanjutkan
ke senar D 4 ketuk satu birama, kemudian G satu birama dengan 2 not setengah.
Lesson 5 no 6
Peserta didik memainkan senar D dengan panjang nada 2 ketuk 2 not
setengah sebanyak 1 birama, dilanjutkan ke senar A satu birama 4 ketuk kemudian
dilanjutkan ke D 2 ketuk 2 not setengah sebanyak 1 birama, kemudian G satu
birama 4 ketuk. Bagian no 6 merupakan kebalikan dari bagian no 5.
Lesson 5 no 7
Peserta didik memainkan senar A dengan panjang nada 4 ketuk sebanyak 1
birama, dilanjutkan ke E satu birama dengan 2 not setengah kemudian dilanjutkan
ke A 4 ketuk satu birama, kemudian D satu birama dengan 2 not setengah. Bagian
ini memiliki cara yang sama dengan bagian no 5.
Lesson 5 no 8
Peserta didik memainkan senar D dengan panjang 4 ketuk sebanyak 1
birama, dilanjutkan ke A satu birama dengan 2 not setengah kemudian dilanjutkan
162
ke senar D 4 ketuk satu birama, kemudian G satu birama dengan 2 not setengah,
Bagian ini memiliki cara yang sama dengan bagian no 5. Diakhir dari contoh I
sampai V murid menggabungkan semibraves, minims, crotchets dalam sebuah lagu
folk song dan guru memainkan pianonya. Jika sorang guru biola tidak dapat
memainkan piano maka guru biola dapat mengambil melodi pokok dari lagu
tersebut.
(The Open A Strings)
Lesson I no 1
Guru mengajarkan Peserta didik gesekan panjang selama 4 ketuk
(semibrave) pada senar A dengan birama 4/4 mulai dari pankal ke ujung bow dan
ujung ke pangkal bow (frog to point and point to frog) kemudian dilanjut tanda
berhenti selama 4 ketukan (semibrave rest), ketika murid pada posisi istirahat
163
Peserta didik diberitahukan untuk membenarkan dan memperbaiki posisi bow
untuk birama selanjutnya yaitu senar A sepanjang 4 ketuk seperti di birama 1
kemudian dilanjut lagi tanda berhenti sepanjang 4 ketuk, hal ini dilakukan
sebanyak 8 birama dengan pengulangannya.
Lesson I no 2
Guru mengajarkan Peserta didik hal yang sama pada senar A dimainkan
sepanjang 4 ketuk birama 4/4, perbedaannya adalah Peserta didik tidak lagi
memainkan tanda berhenti. Guru harus lebih memerhatikan gesekan Peserta didik
dikarenakan murid tidak diberikan waktu untuk memperbaiki posisi dikarenakan
tidak memiliki tanda berhenti.
Lesson I no 3
Peserta didik memainkan nada A 2 ketuk (minims) pada senar A, tetap pada
birama 4/4 sebanyak 4 birama dengan pengulangannya.
Lesson I no 4
Kembali guru mengajarkan Peserta didik senar A yang dimainkan
sepanjang 2 ketuk dan tanda istirahat 2 ketuk (minim rest) dalam 1 birama dengan
sukat 4/4, hal ini dilakukan sebanyak 8 birama dengan pengulangannya.
164
Lesson I no 5
Memainkan senar terbuka pada senar A (Open A string) no 1-4 merupakan
transisi yang mana Peserta didik akan menerapkan teknik gesekan tersebut pada
sebuah lagu Au clair de la lune. Peserta didik memainkan 4 ketukan senar A
dimainkan sepanjang 4 ketuk 1 birama kemudian dilanjut birama 2 yang masing-
masing sepanjang 2 ketuk (minims), kemudian birama 3 sama dengan birama 1 dan
birama 4 sama dengan birama 2 hal ini dilakukan sebanyak 8 birama.
(The Open D Strings)
Lesson II no 1
Guru mengajarkan kembali menggesek panjang tetapi pada senar D (The
open D string), semua teknik yang dimainkan di senar A sama halnya dengan
Kesson II no1, perbedaannya hanya pada senar, Peserta didik memainkan senar D,
tujuannya agar Peserta didik menguasai setiap senar.
Lesson II no 2
165
Lesson II no 3
Lesson II no 4
Lesson II no 5
Memainkan senar terbuka pada senar D (Open D string) no 1-4 merupakan
transisi yang mana peserta didik akan menerapkan teknik gesekan tersebut pada
sebuah lagu Marching. Peserta didik memainkan 4 ketuk senar A dimainkan
sepanjang 4 ketuk 1 birama kemudian dilanjut birama 2 yang masing-masing
sepanjang 2 ketuk (minims), kemudian birama 3 sama dengan birama 1 dan birama
4 sama dengan birama 2 hal ini dilakukan sebanyak 8 birama.
(The Open A and D-Strings)
166
Lesson II no 6
Memainkan cara yang sama dilakukan Peserta didik dengan menggesek
panjang senar A selama 4 ketukan dan setelah menggesek tanda berhenti 4 ketuk,
kemudian dilanjutkan gesekan pada senar D (The open A string and The open D
string), yang dilakukan 16 birama dengan pengulangannya.
Lesson II no 7
Guru mengajarkan Peserta didik gesekan 4 ketukan, di birama 1 pada senar
A kemudian di birama 2 senar D dengan cara yang sama, dimainkan sepanjang 4
ketuk birama 4/4 tanpa tanda berhenti kemudian senar D dengan cara yang sama,
hal ini dilakukan sebanyak 8 birama dengan pengulangan.
Lesson II no 8
Peserta didik memainkan minims pada senar A, ada 2 minims dalam 1
birama dimainkan sepanjang 2 ketuk tiap minims birama 4/4 kemudian birama
berikutnya dilanjutkan dengan senar D dengan cara yang sama, hal ini dimainkan
sebanyak 4 birama lalu pengulangan.
Lesson II no 9
167
Peserta didik memainkan senar D dan A dalam satu birama yang terdiri 2
ketukan (minims) dengan birama 4\4 ada 2 ketukan pada setiap not senar A dan D
dalam 1 birama dimainkan sepanjang 2 ketuk tiap minims, murid memainkan ini
sebanyak 8 birama dengan pengulangan.
Lesson II no 10
Peserta didik memainkan minims senar D dan A pada birama 1, perbedaan
sedikit dengan lesson 9, pada birama 2 senar D dan A, kembali dimainkan namun
di birama 2 lesson 10 dibalikkan menjadi D dan A, hal ini dilakukan sebanyak 8
birama dengan pengulangan.
Lesson II no 11
Gesekan senar A dan D merupakan bagian dari sebuah transisi dimana
Peserta didik akan menerapkan teknik tersebut dalam lagu Merilly. Peserta didik
168
memainkan senar D dimainkan sepanjang 4 ketuk 1 birama kemudian dilanjut ke
birama 2, terdapat 2 not masing-masing 2 ketukan, 2 minims yang dimainkan
kemudian birama 3 ada 2 minims senar A yang dimainkan, birama 4 ada 2 minims
senar D yang dimainkan, birama 5,8 sama dengan birama 1, birama 6,7 sama
dengan birama 2,3 diseratai dengan guru memainkan melodi di biola.
(Crotchets And Crotchet Rests)
Lesson III no 1
Guru mengajarkan gesekan pada senar A 1 ketuk (Crochet), setelah Peserta
didik baik menggesek 1 ketuk, ada 4 not dengan harga satu ketukan pada senar A
dalam 1 birama birama 4/4, dimainkan sebanyak 8 birama dengan pengulangannya.
(Continuation of Strings Crotchets)
(One Count Each)
Lesson III no 2
Peserta didik mempelajari gesekan 1 ketuk dan tak ada tanda 1 birama
(crotchets and crotchets rest, ada 4 not dan 2 crotchets rest senar A dalam 1 birama
birama 4/4, Peserta didik memainkan crotchets 1 ketuk, crotchets rest 1, crotchets 1
ketuk, crotchets rest 1 ketuk, ini dilakukan berseling-selingan dalam 1 birama, ini
dilakukan sebanyak 4 birama.
169
Lesson III no 3
Birama 1 peserta didik memainkan 4 ketukan (semibrave) senar A
kemudian dilanjut dengan 4 crotchets di birama 2, birama 3 sama dengan birama 1,
birama 4 sama dengan birama 2. Melalui contoh ini guru harus sering
memperhatikan Peserta didik ketika bagian dari nada panjang sampai pada gesekan
stabil satu ketuk.
Lesson III no 4
Birama 1 sampai 4 guru mengajarkan peserta didik bermainkan pada senar
D 2 ketuk, kemudian setelah itu disambung dengan nada yang sama namun
ketukannya menjadi 1 ketuk terdiri dari 2 nada dalam 1 birama, teknik ini
dimainkan sebanyak 8 birama dengan pengulangannya.
Lesson III no 5
Kembali hal yang sama seperti no 4 tetapi perbedaannya hanya pada senar
A, jika no 4 diawali dengan dengan 2 ketuk dan 1 ketuk yang terdiri dari 2 nada,
170
pada no 5 1 ketuk yang terdiri dari 2 nada dan satu not 2 ketuk dalam
memaikannya, teknik ini dimainkan sebanyak 8 birama dengan pengulangannya.
Lesson III no 6
Peserta didik dihadapkan cara bermain menggunakan 3 nada yang diawali
pada Birama 1 nilai nada 4 ketuk kemudian birama 2 satu ketuk yang terdiri dari 2
nada dan 1 nada 2 ketuk, untuk Peserta didik dalam proses pembelajarannya. Hal
ini dilakukan agar murid dapat bermain dengan beberapa nada ketika memainkan
lagu pendek.
171
Lalu peserta didik mengaplikasikan teknik tersebut ke dalam sebuah lagu
Baa Baa Black Sheep dan Hop, Hop, Hop dengan menggunakan senar D dan A,
dimainkan bersamaan dengan guru yang memainkan melodi lewat biola. Hal ini
bermanfaat agar peserta didik tidak bosan ketika proses pembelajaran menggesek
senar biola yang didukung dengan iringan melodi dan nada panjang anak menjadi
suara tengah untuk harmoni dalam sebuah lagu.
(The Open E Strings)
Lesson IV no 1
Guru mengajarkan peserta didik memainkan senar E 4 ketukan diawali
pada birama pertama kemudian dilanjut dengan 2 not 2 ketuk pada birama 2,
birama 3 sama dengan birama 1, dan birama 4 sama dengan birama 2 lalu
pembelajaran ini terdiri dari 8 birama dengan pengulangannya.
Lesson IV no 2
172
Birama 1 peserta didik memainkan 1 ketuk setiap nada yang terdiri dari 4
nada senar E kemudian dilanjut dengan birama 2 ketuk, birama 3 sama dengan
birama 1, dan birama 4 sama dengan birama 2 teknik ini terdiri dari 8 birama
dengan pengulangannya.
Lesson IV no 3
Kembali guru mengajarkan untuk peserta didik memainkan biola pada
senar E dengan nada 2 ketuk dan 1 ketuk yang terdiri 2 nada dalam satu birama.
Lesson IV no 4
Kemudian pada no 4 Peserta didik lebih mendapatkan variasi dengan
diawali 1 ketuk dan dilanjutkan 2 ketuk dan ditutup dengan 1 ketuk dakam satu
birama, hal yang sama terjadi pada birama 2,3, dan 4. Teknik terebut terdiri dari 8
birama dengan pengulangannya.
173
Gesekan yang telah dipelajari Peserta didik kemudian diterapkan ke dalam
lagu Ten Little Indians, dengan menggunakan senar A dan E satu ketuk, kemudian
dilanjut dengan lagu Oats and Beans dengan menggunakan senar D, A, E dengan
menggabungkan 1 ketuk dan 2 ketukan (crotchets and minims), kemudian dilanjut
dengan lagu A riddle menggunakan senar D, A, E dengan menggabungkan 1 ketuk
2 dan empat ketukan (crotchets, minims and semibrave).
(The Open G Strings)
Lesson V no 1
174
Peserta didik melatih senar 4 ketuk pada senar G senar ini adalah nada yang
paling rendah pada instrumen biola kemudian posisi yang paling mengangkat
lengan paling tinggi hal ini menjadi perhatian guru ketika murid memainkan lesson
5 no 1
Lesson V no 2
Kemudian Peserta didik melatihnya menjadi 2 ketukan tetapi sama panjang bow
ketika memainkan 4 ketukan kecepatan anak menjadi perhatian seorang guru
untuk kestabilan anak menggesek senar G.
Lesson V no 3
Gesekan peserta didik semakin cepat yang dimainkan 1 ketukan untuk menggesek
senar G perbedaannya anak akan memainkannya tidak lagi mengunakan semua
bow untuk I ketuk ketika peserta didik menggesek biola pada senar G.
Lesson V no 4
Peserta didik memainkan gabungan yang terdiri dari 4 ketuk, 1 ketuk dan 2
ketukan serta kembali peserta didik mengaplikasikan permainan gesekan biola
175
dengan menggunakan senar G-D-A pada lagu Tinkle, Twinkle, Little Star dalam
pembelajaran biola.
(The Four Open Strings)
Lesson V no 5
Guru mengajarkan menggesek panjang melalui 4 ketukan tetapi hal ini
berbeda dengan biasanya. Senar yang digesek tidak pada satu senar melainkan
semua senar yang terdapat pada instrumen biola. Guru harus memperhatikan
lengan Peserta didik agar sejajar dengan posisi bow ketika menggesek instrumen
biola.
Lesson V no 6
Murid memainkan keempat senar biola, birama 1 terdapat 2 ketukan yang
dimulai melalui senar E, kemudian dilanjut ke A, D dan G, setelah itu dibalik
menjadi G, D, A, E semua senar dimainkan 2 ketuk, tiap birama ada 2 ketukan
dengan nada yang sama.
176
Lesson V no 7
Peserta didik memainkan keempat senar biola, birama 1 terdapat 1 ketukan
yang dimulai melalui senar G, kemudian dilanjut ke senar D, A dan E, setelah itu
dibalik menjadi E, A, D, G semua senar dimainkan 1 ketuk, tiap birama ada 1
ketukan dengan nada yang sama.
Lesson V no 8
Peserta didik memainkan keempat senar biola diawali pada senar E, birama
1 terdapat 2 ketukan pada senar E dan A, diikuti birama 2 pada senar D dan G
kemudian G dan D dilanjut ke birama terakhir A dan E. dalam 1 birama peserta
didik memainkan 2 senar yang berbeda.
Lesson V no 9
Kemudian peserta didik memainkan keempat senar biola dengan 1 ketukan,
teknik gesekan sama dengan lessom V no 9.
177
(The Quever)
Lesson VI no 1
Guru mengajarkan teknik 1 ketukan dan setengah ketukan (Crochet and
Quever) pada senar A dan D yang diawali birama pertama 1 ketukan dan birama 2
setengah ketukan kemudian birama 3 dan 4 memiliki kesamaan ritmik perbedaan
pada sebuah senar.
Lesson VI no 2
Peserta didik memainkan 2 birama pada no 2 birama pertama ketukan 1
Peserta didik memainkan senar D dengan satu ketukan kemudian birama kedua
memainkan setengah ketukan tetap pada senar D dan dilanjut pada birama kedua
ketukan pertama Peserta didik memainkan setengah ketukan dan 1 ketukan pada
senar A.
Lesson VI no 3
Birama 1 peserta didik memainkan 2 not 1 ketukan dan 4 not setengah pada
senar E dengan birama 4/4, kemudian birama 2 memainkan 2 not 1 ketukan dan 4
178
not setengah pada senar A, kemudian birama 3 memainkan 2 not 1 ketukan dan 4
not setengah pada senar D, dilanjut denngan senar G dan kemudia naik pada senar
D dan senar A.
Kemudian peserta didik menerapkan teknik itu dalam lagu Gally The
Troubadour dan lagu Lightly Row, dengan menggunakan senar D dan senar A
pada lagu Gally The Troubadour yang dimainkan peserta didik dan senar G dan D
pada lagu Lightly Row memakai satu ketukan dan setengah ketukan dimainkan
bersamaan dengan guru yang membawakan melodi biola.
(First Finger B on the A-String)
Whole tone From A to B
Lesson VII no 1
179
Guru mengajarkan peserta didik bermain biola melalui jari pertama (First
Finger), jari pertama dilakukan dengan panjang 4 ketukan yang diawali senar lepas
(open string) dari senar lepas A dan jari pertama adalah nada B, buku panduan
tersebut terdiri dari 16 birama dengan pengulangannya.
Lesson VII no 2
Kemudian birama 1 Peserta didik memainkan senar A yang terdiri dari 2
not setengah atau 2 ketukan dimainkan senar lepas kemudian pada birama 2
digunakan jari pertama sampai pada birama 8, pembelajaran ini terdiri dari 16
birama dengan pengulangannya.
Lesson VII no 3
180
Setelah itu Peserta didik memainkan senar lepas A dan birama 2
memainkan jari satu, kemudian diaplikasikan pada lagu little A and B March untuk
dimainkan peserta didik lagu ini terdiri dari 8 birama tanpa pengulangan.
Lesson VII no 4
((First Finger E on the D-String)
Whole tone From D to E
Lesson VII no 5
Hal yang sama dilakukan pada no 5 dan 4 untuk pembelajaran, peserta
didik melakukan pembelajaran senar lepas dan jari 1. Hal ini memiliki perbedaan
posisi senar saja no 4 dan 5 pada senar D yang akan dimainkan oleh peserta didik
ketika melakukan pembelajaran biola, pembelajaran ini terdiri darri 8 birama tanpa
pengulangan
Lesson VII no 6
181
Kemudiuan guru mengaplikasikan untuk pembelajaran biola yang dilkukan
pada 2 ritme 1 ketukan dan 2 ketukan yang dimainkan peserta didik pada senar D,
lagu tersebut terdiri dari 8 birama tanpa pengulangannya.
(Optional Material For Lessons7&8)
Lesson VII no 7
Lesson VII no 1.1
Lesson VIII no 1.1
182
Lesson VIII no 2.1
Peserta didik mengaplikasikan penjarian pertama dengan lagu yang terdapat
pada lesson 7 dan 8 dan diiringkan oleh seorang guru yang memainkan biola untuk
mengiringi peserta didik agar tidak bosan mempelajari penjarian yang terdapat
pada sebuah lagu.
(First Finger B, second finger C# on the A-String)
Lesson VIII no 1
Guru mengajarkan jari kedua dengan gesekan panjang 4 ketukan yang
dimulai senar lepas A kemudian jari 1 pada nada B serta jari 2 pada nada C# dan
kembali pada penjarian pertama, peran penting seorang guru harus lebih
183
memperhatikan dan mendengarkan baik pada gesekan maupun pada penjarian
ketika peserta didik memainkan nada tersebut.
Lesson VIII no 2
Guru mengajarkan penjarian 1 dan 2 dengan 2 not setengah dalam satu
birama contoh ini terdiri dari 8 birama dengan pengulangannya.
Lesson VIII no 3
Guru mengajarkan penjarian 1 dan 2 dengan 4 not 1 ketuk dalam satu
birama contoh ini terdiri dari 8 birama dengan pengulangannya.
Lesson VIII no 4
Guru mengajarkan penjarian dengan aplikasi penjarian yang tidak berurutan
dengan menggabungkan 2 nada pada 2 ketuk dan satu ketukan, agar dapat
memainkan teknik yang terdapat pada sebuah lagu yang ada.
Lesson VIII no 5
184
Melody
Lesson VIII no 6
Merrily
Lesson VIII no 7
Melody
Guru mengajarkan sebuah lagu dengan mengaplikasikan latihan penjarian
yang telah diajarkan pada peserta didik dengan menggunakan nada 1 ketuk dan 2
ketukan hal ini dilakukan agar peserta didik tidak bosan melakukan latihan
penjarian karena telah diaplikasikan pada sebuah lagu. Terlebih lagi seorang guru
harus mengerti jika produksi nada yang dihasilkan peserta didik tidak begitu baik
(fals), guru dapat membenarkan penjariannya, guru juga dapat mengikuti peserta
didik bermain biola atau mengiringi peserta didik dengan piano dengan
mengaplikasikan akor pada nada-nada yang membentuk sebuah melodi yang
terdapat pada buku panduan.
(First Finger E, second finger F# on the D-String)
185
Lesson VIII no 8
Lesson VIII no 9
Lesson VIII no 10
Lesson VIII no 11
Pada lesson 8 no 8 sampai no 11 memiliki kesamaan teknik pada no 1
sampai no 4 baik pada sebuah ketukan maupun pada penjarian di lesson yang
sama, perbedaannya adalah guru mengajarkan dan mengaplikasikan teknik tersebut
pada senar D.
Lesson VIII no 12
Melody
186
Kembali guru mengaplikasikan penjarian pada sebuah lagu yang dimainkan
pada senar D, guru harus lebih memperhatikan posisi murid ketika memainkan
pada senar D maupun senar yang lainnya.
(On the A-string)
Lesson IX no 1
Guru mengajarkan penjarian 1,2 dan 3 dengan 4 ketukan pada senar A yang
dimainkan peserta didik dalam proses pembelajaran biola teknik tersebut terdiri
dari 16 birama dengan pengulangannya.
Lesson IX no 2
Guru mengajarkan penjarian 1,2 dan 3 dengan 2 ketukan pada senar A yang
dimainkan peserta didik dalam proses pembelajaran biola teknik tersebut terdiri
dari 16 birama dengan pengulangannya.
Lesson IX no 3
Guru mengajarkan penjarian 1,2 dan 3 dengan 1 ketukan pada senar A yang
dimainkan peserta didik dalam proses pembelajaran biola teknik tersebut terdiri
dari 16 birama dengan pengulangannya.
187
Lesson IX no 4
Guru mengajarkan penjarian dengan cara melakukan tidak pada jari yang
berurutan dari jari 1 sampai 3 tetapi langsung menggunakan jari 2 dari senar lepas
kemudian jari 3 dari jari 1, hal ini dilakukan agar peserta didik dapat memproduksi
nada dengan baik dan mengandalkan pendengaran murid agar tidak fals.
Lesson IX no 5
Guru mengajarkan kembali penjarian tetapi dilakukan dari senar lepas A
langsung pada jari 3, kembali guru harus mendengarkan penjarian peserta didik
yang menghasilkan sebuah nada. Dari penjarian tersebut, hal ini dilakukan
sebanyak 8 birama dengan pengulanganya.
Lesson IX no 6
Melody
Lesson IX no 7
188
Kemudian guru mengaplikasikan jari 3 pada sebuah lagu yang terdapat
pada no 6 dan no 7 hal ini dilakukan agar peserta didik tidak bosan dan guru dapat
mengiringi lagu tersebut dengan biola dan piano.
(On the D-string)
Lesson IX no 8
Lesson IX no 9
Lesson IX no 10
Pada lesson 9 no 8 sampai no 10 memiliki kesamaan teknik pada no 1
sampai no 5 baik pada sebuah ketukan maupun pada penjarian di lesson yang
sama, perbedaannya adalah guru mengajarkan dan mengaplikasikan teknik tersebut
pada senar D.
189
Lesson IX no 11
Melody
Kemudian guru menerapkan teknik tersebut pada sebuah lagu yang
dimainkan peserta didik pada senar D dengan ketukan dan penjarian 1,2 dan 3
tetapi tidak dengan cara yang berurutan pada lagu tersebut ketika memainkannya.
Slurred Notes (legato)
Lesson X no 1
Guru mengajarkan teknik menyambung bowing (Legato) yang dilakukan 2
nada 1 ketukan dimainkan satu gesekan turun (down bow) atau naik (up bow).
Teknik tersebut dimainkan peserta didik melalui senar D serta melakukan penjarian
1,2, dan 3.
Lesson X no 2
Guru mengajarkan teknik menyambung bowing (Legato) yang dilakukan 3
nada 1 ketukan dan dimainkan satu gesekan turun (down bow) atau naik (up bow).
190
Teknik tersebut dimainkan peserta didik melalui senar A serta melakukan penjarian
1,2, dan 3.
Lesson X no 3
Guru mengajarkan teknik menyambung bowing (Legato) yang dilakukan 4
nada 1 ketukan dan dimainkan satu gesekan turun (down bow) atau naik (up bow).
Teknik tersebut dimainkan peserta didik melalui senar D serta melakukan penjarian
1,2, dan 3.
Lesson X no 1.1
Guru mengajarkan teknik menyambung bowing (Legato) yang dilakukan 2
nada 2 ketukan dan dimainkan satu gesekan turun (down bow) atau naik (up bow).
Teknik tersebut dimainkan peserta didik melalui senar D dan A yang membentuk
sebuah tangga D mayor dengan melakukan penjarian 1,2, dan 3.
Lesson X no 1.2
191
Guru mengajarkan teknik menyambung bowing (Legato) yang dilakukan 2
nada 1 ketukan dan dimainkan satu gesekan turun (down bow) atau naik (up bow).
Teknik tersebut dimainkan peserta didik melalui senar D dan A yang membentuk
sebuah tangga D mayor dengan melakukan senar lepas dan penjarian 1,2, dan 3.
Lesson X no 1.3
Guru mengajarkan teknik menyambung bowing (Legato) yang dilakukan 2
nada 1 ketukan dan dimainkan satu gesekan turun (down bow) atau naik (up bow).
Teknik tersebut dimainkan peserta didik melalui senar D dan A yang membentuk
sebuah arpegio dari tangga D mayor dan akor 4 G mayor dengan melakukan senar
lepas dan penjarian 1,2, dan 3.
Lesson XI no 1
Lesson XI no 2
Lesson XI no 3
192
Lesson XI no 4
Lesson XI no 5
Lesson XI no 6
Guru mengajarkan sebuah lagu pendek yang terdiri dari 8 birama dengan
teknik yang telah dipelajari oleh peserta didik biola baik pada senar lepas dan
penjarian 1,2, dan 3 serta teknik menyambung bow. Teknik penjarian dan gesekan
tersebut diaplikasikan pada lagu-lagu yang terdapat pada lesson 11 dalam buku
panduan A Tune A Day, kembali guru dapat mengiringi lagu tersebut melalui biola
maupun piano ketika murid memainkan lagu-lagu tersebut.
(The Dotted Minim and the Dotted Chrotchet)
Lesson XII
Mengenalkan murid tulisan not dan cara memainkannya
Lesson XII no 1
193
Guru mengajarkan bermain tangga nada A mayor dengan sukat ¾ dan
setiap nada bermain 3 ketukan ( Dotted Minim).
Guru mengajarkan teknik-teknik ¾ yang dimainkan senar lepas dan jari 1
dengan menggunakan 1 dan 2 ketukan, ½ ketukan dan 1½ ketukan (dotted
crochet).
Lesson XII no 2
Lesson XII no 3
Lesson XII no 4
Murid mengaplikasikan penjarian dan teknik-teknik yang terdapat pada
lagu-lagu yang terdapat pada lesson XII serta memainkan beberapa ketukan yang
telah dipelajari peserta didik pada model-model permainan dengan sukat ¾.
(My First Solo Pieces)
Lesson XIII no 1
194
Lesson XIII no 2
(Using the D Major Scale)
Lesson XIV no 1
195
Guru mengajarkan peserta didik memainkan sebuah lagu pendek (pieces),
dengan teknik-teknik yang telah dipelajari pada lesson XIII dan lesson XIV pada
buku panduan tersebut.
(Datached Notes in One Bow)
Lesson XV no 1
Guru mengajarkan teknik bermain gesek pendek dan menyambung (Legato
Staccato) dengan simbol titik dibawah not kemudian diaplikasikan dengan bermain
tangga nada yang digesek dengan 2 ketukan secara gesekan turun dan 2 nada
secara gesekan naik yang masing-masing nada 1 ketukan digesek secara pendek-
pendek dan menyambung, setiap birama memiliki kesamaan nada hanya
perbedaannya pada gesekan ketukan 1 sampai ketukan 4.
Lesson XV no 2
Hal yang sama dilakukan kembali kepada peserta didik dengan perbedaan
menggunakan jari 1,2 dan 3, yang dimainkan pada senar D, terdapat sebuah
perbedaan nada pada satu birama yang dilakukan 8 birama dengan pengulanganya.
Lesson XV no 3
196
Guru mengajarkan kepada hal yang sama kepada peserta didik dengan
perbedaan menggunakan jari 1,2 dan 3, yang dimainkan pada senar A, terdapat
sebuah perbedaan disetiap nada pada satu birama yang dilakukan 8 birama dengan
pengulanganya.
Kemudian peserta didik mengaplikasikan teknik-teknik permainan tersebut pada
sebuah lagu agar peserta didik dapat mengaplikasikan ketika mendapat simbol-
simbol pada karya-karya biola.
(The fourth Finger on the D and A Strings)
Lesson XVI no 1
197
Guru mengajarkan penjarian 1,2,3 dan 4 dan diawali pada senar lepas A
kemudian digesek setiap nada 2 ketukan pada bagian ini terdiri dari 8 birama
dengan pengulangannya.
Lesson XVI no 2
Kembali guru mengajarkan penjarian 1,2,3 dan 4 dan diawali pada senar
lepas A kemudian digesek pada birama 1 dan 3 setiap nada 1 ketukan dan birama 2
dan 4 pada terdiri 2 ketukan dengan menggunakan jari 4 pada birama 2 dan senar
lepas pada birama 4, bagian ini terdiri dari 8 birama dengan pengulangannya.
Lesson XVI no 3
Kemudian guru mengajarkan mengelang jari dengan menggunakan jari 4
yang terdiri dari setiap nada 1 ketukan,
Lesson XV no 4
Guru mengajarkan penjarian 1,2,3 dan 4 dan diawali pada senar lepas D
kemudian digesek pada birama 1 sampai 3 menggunakan teknik menyambung 2
nada yang dilakukan satu bowing setiap nada terdiri dari 1 ketukan bagian ini
terdiri dari 8 birama dengan pengulangannya.
198
Lesson XV no 5
Guru mengajarkan penjarian 1,2,3 dan 4 dengan sukat 3\4 dan diawali pada
senar lepas D kemudian digesek pada birama 1 sampai 4 dengan mengelang jari
setiap nada terdiri dari 1 ketukan, bagian ini terdiri dari 8 birama dengan
pengulangannya.
Lesson XV no 6
Hal yang sama guru mengajarkan penjarian 1,2,3 dan 4 dengan sukat 3\4
dan diawali pada senar lepas D kemudian digesek pada birama 1 sampai 4 dengan
mengelang jari dengan penduan senar lepas dan mengaplikasikan jari 4, jari 1 dan
4, jari 2 dan 4, dan kembali ke jari 1 dan 4 setiap nada terdiri dari 1 ketukan,
bagian ini terdiri dari 8 birama dengan pengulangannya.
199
Kemudian peserta didik mengaplikasikan jari 4 terhadap sebuah lagu-lagu
dan tidak mmenggunakan senar lepas pada lagu tersebut. Guru harus
memperhatikan penjarian peserta didik agar tidak fals ketika memainkan sebuah
lagu.
The up-Beat
Lesson XVII no 1
Two German Folk Songs
Lesson XVII no 2
Lesson XVII no 3
200
Lesson XVII no 4
Lesson XVII no 5
Lesson XVII no 6
Lesson XVIII
201
Setelah banyak mempelajari teknik penjarian, gesekan legato dan Staccato
yang terdapat pada buku panduan, kali ini guru mengajarkan sebuah lagu dari
teknik yang sudah dipelajari peserta didik pada buku panduan A tune A day guru
dapat bermain bersama dengan anak, atau guru dapat bermain piano untuk
mengiringi peserta didik bermain biola.
202
(Five notes on the E String)
Lesson XIX no 1
Guru mengajarkan menggunakan senar lepas dan penjarian 1,2,3 dan 4 dan
pada senar E, guru harus memerhatikan penjarian peserta didik agar tidak salah.
Pembelajaran ini dilakukan 16 birama dengan pengulangannya yang masing-
masing nada terdiri dari 2 ketukan.
Lesson XIX no 2
Guru mengajarkan nada yang sama tetapi dilakukan dengan
menggabungkan nilai satu ketukan dengan 2 ketukan, pembelajaran ini harus
dimengerti peserta didik agar dapat membagi bow jika terdapat nada yang cukup
panjang dari ketukan yang pendek pada senar E .
Lesson XIX no 3
Kemudian guru mengajarkan teknik satu ketukan dengan jari yang
mengelang jari dari jari I kemudian trus sampai pada jari III dan jari II sampai pada
jari ke IV. Pembelajaran ini terdiri dari delapan birama dengan pengulangannya
dan dilakukan diatas senar E.
Lesson XIX no 4
203
Kemudian guru mengajarkan variasi dari apa yang telah dipelajari oleh
seorang peserta didik pada no 3, variasi tersebut berbentuk ritmik dengan panjang
nada 1 ½ (dotted crotchet) dan ½ (Quever) sampai pada birama satu sampai 4
kemudian birama ½ ketuk dari birama 5 sampai delapan.
Lesson XIX no 5
Kemudian guru mengajarkan sebuah lagu yang dimainkan pada senar E
kemudian diaplikasikan dengan menggabungkan teknik 1 ketuk, 1 ½ ketuk
kemudian ½ ketukan, yang dimainkan berbentuk lagu raktyat untu sebuah
pembelajaran biola.
Lesson XIX no 6
Kemudian anak memainkan sebuah tangga nada dari hasil yang telah
dipelajari peserta didik pada no 1 sampai 5 pembelajaran tersebut untuk
memudahkan peserta didik bermain tangga nada yang menggunakan senar A dan
E. Permainan tangga nada tersebut dilakukan dengan 2 ketukan setiap nada.
Lesson XIX no 7
204
Kemudian peserta didik memainkan sebuah tangga nada dari hasil yang
telah dipelajari peserta didik pada no 1 sampai 5 pembelajaran tersebut untuk
memudahkan peserta didik bermain tangga nada yang menggunakan senar A dan
E. Permainan tangga nada tersebut dilakukan dengan 1 ketukan setiap nada dan
terdiri dari 8 birama dengan pengulangannya.
Lesson XIX no 8
Kemudian peserta didik bermain arpegio atau tri-suara yang terdapat pada
birama 1 dan 2 kemudian arpegio dari D mayor akor V dari tangga nada tersebut
dan dimainkan secara teknik legato dan terdiri dari birama dengan
pengulangannya.
Kemudian peserta didik mengaplikasikan permainan tersebut pada sebuah
lagu baik pada senar D, A, dan E. Kemudian menerapkan nilai-nilai ketukan yang
telah dipelajari oleh peserta didik ketika mempelajari buku tersebut.
205
(Five notes on the G-String)
Lesson XX no 1
Guru mengajarkan 5 nada dari senar G yang dimulai dari senar lepas
kemudian jari 1,2,3 dan 4. Tehnik tersebut digesek dengan panjang 2 ketukan,
kemudian guru harus memperhatikan nada yang diproduksi oleh anak ketika
mengguakan jari IV, teknik tersebut terdiri dari 16 birama dengan pengulangannya.
Lesson XX no 2
Kemudian guru mengajarkan peserta didik dengan bermain 1 ketukan dan 2
ketukan agar peserta didik dapat melatih jari 4 dengan cara menahan nada yang
menggunakan jari ke IV. Teknik tersebut terdiri dari 8 birama dengan
pengulangannya.
Lesson XX no 3
Kemudian guru melatih peserta didik dengan jari melompat yang dilakukan
di senar G dengan gesekan 1 ketukan guru juga harus tetap mendengarkan nada
206
yang diproduksi oleh peserta didik. Teknik ini terdiri dari 8 birama dengan
pengulangannya.
Lesson XX no 4
Hal yang sama dilakukan dengan jari melompat diawali senar lepas
kemudian jari I, senar lepas jari II, kemudian jari I ke jari II, kembali pada jari 1
ke jari 3. Lalu jari 2 kejari 3, kembali ke jari 2 dan langsung kejari 4 yang digesek
semua nada melalui 1 ketukan. Teknik ini terdiri dari 8 birama dengan
pengulangannya.
Lesson XX no 5
Guru mengajarkan kembali teknik melompat jari kemudian mengurutkan
jari yang dimulai dari senar lepas kemudian jari 2 yang diurutkan ke jari I dan
kembali pada senar lepas, kemudian jari I melompat pada jari ketiga yang
diurutkan pada jari II dan jari I, kemudian jari II melompat kejari ke IV yang
diurutkan pada jari ke III, dan kembali pada jari II, lalu kembali lagi pada jari I
yang dilakukan seperti hal yang sama. Teknik ini terdiri dari 8 birama dengan
pengulangannya.
Lesson XX no 6
207
Kemudian peserta didik diberikan sebuah lagu yang terdapat pada buku
paduan agar dapat mengaplikasikan permainan dari teknik penjarian yang telat
dipelajari peserta didik sehingga peserta didik tidak merasa bosan dengan teknik
yang dipelajari seorang peserta didik.
Lesson XX no 7
Kemudian dilanjutkan dengan hal yang sama peserta didik diajarkan tangga
nada G dengan menggunakan senar G dan D kemudian mengaplikasikan semua
jari yang dilakukan memakai legato dan digesek 2 ketukan.
Lesson XX no 8
Kemudian peserta didik diajarkan tangga nada G dengan menggunakan
senar G dan D kemudian mengaplikasikan semua jari yang dilakukan memakai
legato namun digesek 1 ketukan.
Lesson XX no 9
208
Kemudian peserta didik diajarkan Arpegio dari tangga nada G mayor yang
digesek 1 ketukan dengan memakai legato dua pada birama 1 sampai birama 2
kemudian birama 3 dan 4 memainkan arpegio yang diambil dari akor 4 dari nada
dasar G mayor, teknik ini terdiri dari 8 birama dengan pengulangannya.
Kemudian peserta didik memainkan sebuah lagu untuk mengaplikasikan
teknik-teknik tersebut.
Lesson XXI no 1
209
peserta didik diajarkan memainkan sebuah lagu yang lagu tersebut
berbentuk lagu pendek (pieces) tidak lagi kepada contoh lagu yang terdiri dari 8
birama, kemudian peserta didik dapat mengaplikasikan permainan lagu tersebut
dengan menggunakan tehnik-tehnik yang telah dipelajari peserta didik pada awal
menggunakan buku panduan A Tune A Day. Guru dapat membantu peserta didik
mengiringi melalui sebuah akord dan memainkan sebuah biola unruk membantu
peserta didik bermain. Biasanya lagu yang terdapat pada lesson ini menjadi bahan
untuk ujian biola tengah semester musik program di Sekolah Chandra Kusuma
School.
Lesson XXI no 1
210
Kemudian peserta didik diajarkan bermain dengan teman-temannya secara
bersamaan terhadap sebuah lagu yang sama tetapi memiliki perbedaan nada yang
membentuk sebuah harmoni.
5.9 Buku Panduan Suzuki
211
Mengajarkan peserta didik bermain lagu Twinkle-Twinkle Little Star yang
diawali dengan teknik staccato dilakukan panjang gesekan ¼ ketuk (Semi Quaver)
dan ½ ketuk (Quaver). Kemudian dilakukan dengan variasi B dengan
menggunakan variasi ritmik ½ ketukan dengan menggunakan teknik staccato.
Variasi C dengan menggunakan not ½ ketuk dan ¼ ketuk yang dilakukan pada
semua not untuk melatih peserta didik teknik bowing. Variasi D dengan
menggunakan not ¼ ketuk yang dilakukan pada semua not untuk melatih peserta
didik teknik bowing.
212
213
Melatih peserta didik memainkan lagu-lagu dengan menggunakan jari I,II,
dan jari ke III, tetapi pada lagu ini peserta didik tidak ditekankan untuk bermain
jari IV ketika memainkan lagu-lagu yang terdapat pada buku panduan Suzuki
Violin dengan menggunakan teknik-teknik yang telah dipelajari oleh seorang
peserta didik.
Lagu ini adalah sebuah tehnik untuk melatih sebuah penjarian untuk
merapikan penjarian peserta didik ketika memainkannya dengan tempo cepat,
kemudian guru dapat mengajarkan pada senar yang lainnya contohnya pada senar
D, E dan G.
214
Kemudian peserta didik kembali memainkan sebuah lagu untuk materi
pembelajarannya pada buku panduan Suzuki tersebut melalui teknik yang telah
dipelajari peserta didik untuk sebuah lagu
Kemudian guru megajarkan peserta didik sebuah teknik yang berbentuk
sebuah lagu yang terdapat pada buku panduan. Tehnik yang dipelajari seorang
peserta didik untuk etude tersebut berfungsi sebagai penjarian yang baik serta
tehnik menyebrangi senar (Crossing String) dari senar yang satu ke senar yang
lainnya.
215
Minuet adalah sebuah pembelajaran lagu yang mengaplikasikan banyak
tehnik dalam permainannya. Ketika peserta didik mempelajari lagu tersebut guru
harus memberitahu gaya permainan secara klasik barat yang telah dimainkan anak.
216
Kembali guru mengajarkan sebuah lagu kepada peserta didik setelah anak
mempelajari tehnik, etude dan gaya permainan yang telah dipelajari seorang
peserta didik.
5.10 Buku panduan ABRSM
A.1
217
A.2
A.3
B.1
218
B.2
B.3
C.1
219
C.2
C.3
Kurikulum Abrsm adalah kurikulum yang sering sekali dipakai hanya
untuk sebuah ujian yang dilakukan sebagian instansi musik seperti Medan Musik,
Era musika, Irama Musik Studio, serta instansi musik lainnya. Hal ini dilakukan
karena kurangnya materi pembelajaran serta keinginan anak mendapatkan sebuah
hasil ketika peserta didik mempelajari sebuah instrumen. Terlebih lagi guru privat
220
musik yang mengajar datang kerumah peserta didik untuk memberikan sebuah
pengajaran musik, guru tersebut akan memikirkan modul apa yang akan diberikan
kepada murid untuk ujian kepada peserta didik.
Pemikiran orang tua terhadap sebuah ujian masih sangat besar terhadap
sebuah pembelajaran maka guru musik akan selalu mengambil bahan ujian untuk
peserta didik melalui kurikulum ABRSM.
Bahan lagu kurikulum ABRSM tersebut terdiri dari 3 bagian yang masing-
masing bagian terdiri dari 3 buah lagu A1 sampai A3, B1 sampai B3, C1 sampai
C3 bahan-bahan lagu tersebut dipilih satu dari tiga bagian oleh peserta didik untuk
diujiankan.
Pembelajaran biola di Sekolah Chandra Kusuma School yang memakai
bahan kurikulum ABRSM untuk sebuah ujian dasar I, kebanyakan peserta didik
memilih bahan lagu terdiri dari A.1, B.3, dan C.1 hal ini dikarenakan pembelajaran
sebuah lagu pada A.1 lebih mudah karena menggunakan jari yang berurutan dan
bahan tersebut tidak membuat peserta didik mengalami kesulitan ketika
memainkannya.
Berbeda dengan bahan lagu B.3 yang memakai sukat ¾ dengan nada 3
ketuk,2 ketuk sampai pada 1 ketuk, dan penjarian yang tidak begitu sulit dan
dapaat dijangkau oleh seorang anak ketika memainkan lagu tersebut. Terlebih lagi
C.3 yang dengan bahan gesekan yang riang dan tidak terlalu sulit dalam bagian ini
banyak lagu dengan pengulangan-pegulangan motif dan jari yang tidak begitu sulit
membuat peserta didik lebih memilih C.3 dari bahan-bahan yang terdapat pada
bagian C kurikulum ABRSM.
221
\
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Penulis membuat kesimpulan untuk menjawab pokok-pokok permasalahan
dan penelitian ini dan berdasarkan seluruh uraian yang telah dijabarkan tentang
pembelajaran biola melalui sebuah buku panduan A Tune A Day I, Suzuki violin I,
dan kurikulum ABRSM I yang diterapkan pada peserta didik tingkat pra dasar
dasar dasar I.
Pembelajaran awal biola merupakan sebuah pembelajaran yang sangat
membosankan bagi peserta didik, hal ini dapat terlihat dalam sebuah proses
belajar-mengajar melalui gesekan atau nada panjang untuk dapat membunyikan
instrumen biola, tidak sedikit keinginan peserta didik memainkan sebuah lagu pada
awal pembelajaran instrumen biola dan para orang tua dari peserta didik ingin
melihat hasil pembelajaran instrumen biola dengan memainkan sebuah lagu. Hal
ini menjadikan sebuah masalah bagi guru atau instruktur musik agar peserta didik
dapat memainkan sebuah lagu pada tahap awal pembelajaran instrumen biola
dikarenakan ketika anak akan memainkan sebuah lagu pada instrumen biola anak
harus dapat melakukan teknik gesekan dengan baik dan penjarian 1,2 dan 3 untuk
dapat memainkan sebuah lagu dengan gesekan yang baik serta penjarian yang tepat
memproduksi sebuah nada, peserta didik harus menghabiskan waktu pembelajaran
selama 3 bulan. Permasalahan ini menjadikan para orang tua peserta didik
meragukan proses pembelajaran instrumen biola terhadap anak-anaknya.
222
Banyaknya peserta didik yang melakukan kesalahan dengan memainkan
sebuah lagu tanpa memikirkan teknik gesekan dan penjarian akibatnya peserta
didik hanya dapat meminkan sebuah lagu dan tidak dapat melakukan sendiri harus
dengan bantuan orang lain dengan kata lain, peserta didik meniru dan tidak dapat
membaca dan menerapkan bentuk penjarian dan sebuah gesekan terhadap sebuah
notasi yang diaplikasikan terhadap sebuah lagu dalam memainkan instrumen biola
pada pembelajarannya.
Terlebih lagi banyaknya para guru yang melakukan pembelajaran biola
dengan memainkan sebuah lagu dan mengajari peserta didik meniru permainan
yang dilakukan seorang guru dalam memainkan instrumen biola. Hal ini
dikarenakan tuntutan orang tua kepada anaknya memainkan sebuah lagu dalam
pembelajaran instrumen biola tetapi hal ini menjadikan anak mereka tidak dapat
berkompetisi dan mengembangkan hal yang baru dari pembelajaran biola yang
didapat anak ketika mempelajari instrumen tersebut. dikarenakan peserta didik
harus melihat terlebih dahulu kemudian menirukannya dan memperbaiki
permainnannya dalam memainkan instrumen biola.
Maka dalam pembelajaran biola kerja sama dan tukar informasi antara
seorang guru dan orang tua terhadap anak dirumah mempelajari biola dan anak
disekolah mempelajari biola sangat menentukan perkembangan peserta didik
dalam mempelajari instrumen biola.
223
Saran
Pembelajaran musik melalui instrumen biola saat ini telah berkembang
pesat di Indonesia banyaknya ilmu pengetahuan, informasi, serta teknologi yang
ada menjadikan manusia yang serba siap saji untuk sebuah bidang ilmu. Begitu
juga dengan pembelajaran musik, keinginan orang tua yang ingin anaknya cepat
dalam mempelajari musik baik sebuah teori maupun pada instrumen musik,
menjadikan banyaknya sebuah metode yang diciptakan pada pembelajaran musik
khususnya pada instrumen biola, kemudian metode tersebut dituangkan dalam
sebuah notasi yang dibuat menjadi sebuah buku panduan untuk seorang anak
dalam pembelajaran musik. Hal ini harus dimengerti oleh seorang guru untuk
memberikan materi ajar yang baik terhadap sebuah pembelajaran kepada peserta
didik dikarenakan kesuksesan pembelajaran instrumen biola tergantung bagaiman
cara ajar seorang guru kepada peserta didik, melalui sebuah buku panduan, metode
pembelajaran, penyampaian sebuah materi dan kedekatan seorang guru terhadap
peserta didik, serta kerjasama yang baik antara seorang guru dan para orang tua
peserta didik.
Pemilihan buku panduan yang dipakai seorang guru untuk bahan ajar
terhadap peserta didik terkadang kurang menguntungkan terhadap sebuah proses
belajar-mengajar, maka dalam hal ini guru terlebih dahulu menganalis buku
panduan tersebut kemudian memperkirakan peserta didik dapat memainkan bahan
akhir untuk sebuah ujian yang dilakukan pada akhir semester yang mana proses
pembelajaran tersebut dilakukan dengan 24 pertemuan yang masing-masing
pertemuan selama 30 sampai 45 menit pada proses belajar-mengajar. Banyaknya
224
sebuah instansi yang memakai buku panduan karena adanya sebuah kerjasama
antara penerbit dan pencipta sebuah metode terhadap sebuah instansi, maka dalam
hal ini peran penting seorang guru sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran
untuk kemajuan seorang peserta didik.
Metode sebuah pembelajaran tidak selalu bergantung pada sebuah sebuah
konsep edukasi tetapi bagaimana cara seorang guru melihat kemampuan seorang
peserta didik terhadap sebuah proses pembelajaran. Banyaknya sebuah metode
yang terdapat pada buku panduan terkadang terlalu sulit untuk dimengerti oleh
seorang peserta didik. Maka dalam hal ini guru dapat mengikuti buku penduan
berdasarkan metode guru sendiri dengan memakai buku panduan yang sama. Hal
ini cukup sulit dilakukan seorang guru persoalannya bukan pada sebuah metode
yang ada. tetapi kemampuan seorang peserta didik dengan memakai sebuah
metode dengan kemampuan daya tangkap peserta didik yang sangat minim.
Penyampaian sebuah materi yang dilakukan seorang guru terhadap peserta
didik pada sebuah proses belajar-mengajar adalah hal yang sangat penting terhadap
daya tangkap anak menerima pelajaran, keseharian yang dilalui seorang peserta
didik menjadi sebuah pencontohan bahan ajar untuk materi pembelajaran,
kemudian guru harus mengerti akan tingkah laku seorang anak dalam mempelajari
sebuah bidang ilmu penyampaian sebuah materi bahan ajar sebaiknya dilakukan
dengan mengkaitkan lingkungan dan keseharian peserta didik yang sering sekali
dijumpai seorang anak. Terlebih lagi perbedaan keseharian lingkungan anak
dengan perekonomian orang tua kelas menengah kebawah dan kelas menengah
keatas. menjadikan peserta didik memiliki sebuah latar belakang yang berbeda
225
terhadap sosial antara peserta didik. Terlebih lagi sebuah penyampaian pada
peserta didik diusia dewasa guru harus menyampaikan materi ajar dengan
membuat sebuah logika berpikir terhadap seorang peserta didik diusia dewasa.
Dalam hal ini proses penyampaian seorang guru kepada peserta didik menjadi
peran penting akan suksesnya pembelajaran seorang peserta didik ketika
mempelajari instrumen musik khususnya biola.
Kedekatan seorang guru dengan peserta didik sangat mempengaruhi
lancarnya sebuah proses belajar-mengajar, hal ini harus dimulai oleh seorang guru
kepada peserta didik dikarenakan peserta didik tidak akan pernah memulai
kedekatannya kepada seorang guru karena jarak usia yang terlalu jauh, takut akan
mendapatkan sebuah kesalahan karena tidak sopan, serta berlatih musik dirumah
karena takut akan tugas yang diberikan bukan karena kemauan peserta didik
sendiri. Kelebihan seorang guru menjalin kedekatan terhadap peserta didik dapat
terlihat dari kehadiran peserta didik mengikuti proses belajar-mengajar yang sangat
antusias, melatih bahan dirumah karena sebuah pertemuan yang menarik, tidak
akan melupakan apa yang diajarkan guru terhadap sebuah materi karena
kepercayaan peserta didik kepada seorang guru telah terjalin dari kedekatan
tersebut.
Kerjasama yang baik antara seorang guru dan para orang tua sangat
mempengaruhi peserta didik dalam mempelajari bidang ilmu terlebih bidang
musik, kegiatan peserta didik dirumah menjadi laporan kepada seorang guru untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan dari apa yang telah dilatih oleh peserta didik
dirumah, ketika mengulang kembali pembelajaran yang telah dilatih oleh seorang
226
guru. Sebaliknya, orang tua juga akan mengetahui apa yang dilakukan peserta
didik ketika mengikuti sebuah proses pembelajaran dan apa yang akan dilatih oleh
peserta didik dirumah. Hal ini membuat peserta didik semakin baik karena orang
tua mengetahui masalah apa yang saat ini dipelajari anaknya, dan guru mengetahui
permasalahan apa yang ada ketika anak berlatih dirumah.
Maka dalam proses pembelajaran biola keterikatan satu dengan yang
lainnya menentukan akan baiknya proses pembelajaran biola yang dilakukan oleh
seorang peserta didik. Buku paduan adalah sebuah media untuk penyampaian
bahan ajar yang tertulis namun tidak dapat memjadikan seorang peserta didik
menjadi musisi yang sangat hebat tanpa dukungan seorang guru dan orang tua.
227
DAFTAR PUSTAKA
Adler Samuel, The Study of Orchestration, New York, W.W. Norton and Company, 1989.
Alan Topper, Matson, Correting The Right Hand Bow Position For The Student Violinist and Violist, The Florida State University School Of Music, Valdosta, 2002
Auer Leoport, Violin Playing As I Teach It, Inc. New York, Dover Publications,
1960.
Carlson Betty, Jane Stuart Smith, Karunia Musik, Surabaya, Penerbit Momentum, 2003. Dale, B.J.,Jacob & Anson, H.V., 1940, Harmony, counterpoint & Improvisation,
Book 1, Borough Green Sevenoaks, Kent, 1940.
Dewi, Damjanti Kusuma, “Definisi Pembelajaran”, dalam Jurnal Pembelajaran, 2004.
Djohan, Psikologi Musik, (Yogyakarta, Buku Baik, 2005). Flesch, Carl, The Art of Violin Playing (Book One, Translate and Edited by Eric
Rosenblith, Foreword by Anne Shophie Mutter, Carl Fischer, New York, 2000).
Galamian, Ivan, Principles of Violin Playing & Teaching, Third Edition, Prentice
Hall, New Jersey: 1962. Hohmann, Christian Heinrich, Practical Method For The Violin, G.Schrimer, New
York/ London. Hucthing Arthur, Concerto dalam The New Grove Dictionary of Musik and
Musicians (Stanley Sadie), Vol. 4, London,2002.
Kamian Roger, Terj: Triyono Bramantyo, Pengantar Apresiasi Musik, Terjemahan dari buku Introduction to Music a Guide to Good, Yogyakarta, Institut Seni
Indonesia, 1998.
Lamb Norman, GUIDE TO TEACHING STRINGS, by Wm. United States of America, C. Brown Publishers, 1990.
Mack Dieter, Ilmu melodi, Diatinjau dari segi Budaya Musik Barat Yokyakarta, Pusat Musik Liturgi, 1995
228
Mack Dieter, Sejarah Musik Jilid 3, Yokyakarta, Pusat Musik Liturgi, 1995. Mack Dieter, Sejarah Musik Jilid 4, Yokyakarta, Pusat Musik Liturgi, 1995. Martopo, Hari, “Metode Pembelajaran Biola Ditinjau dari Prespektif Quantum”,
dalam Jurnal Penciptaan dan Pengkajian Seni, Pascasarjana ISI Yogyakarta, 2005.
Messiaen Oliver , Translated by John Satterfield, The Technique of My Musical Language, AlphonseLeduc, Edition Muaicales,175, Paris, rue Saint- Honore, 1966.
Miller M. Hugh, History of Music, New York, 1973. Ottoman Robert W., Elementary Harmony, Theory and Practice-hall, Inc., USA,
Englewood Cliffs, 1962.
Persichetti, Vincent, Twentieth Century Harmony, Creative Aspect and Practice, Faber and Faber Limited, London, 3 Queen Square, 1978.
Peter Larsen Jens, The New Grove Dictionary of Music & Musicians, Vol. 8 H- Hyporchema, London, 2002.
Rhoderick McNeill J., Sejarah Musik II, Jakarta, PT BPK Gunung Mulia, 1998. Roeder Thomas Michael, A History of the Concerto, London, Amadeus Press,
1994, hal 22-36,
Schoenberg Arnold, Structural Fungtions of Harmony, London, Ernest Benn Limited, 1869.
Scholes A. Percy, The Oxford Companion to Musik, London, Oxford University Press, 1972.
Slonimsky Nicolas, Baker’s Biographical Dictionary of Musicians, G. Schirmer, London 1971.
Stein Leon, Structure and Style, University of Music, New Jersey, 1979. Supriadi, “Psikologi Pendidikan”, dalam Jurnal Psikologi Pendidikan, 2006. Suryabroto, Soemadi, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raya Grafindo Persada,
1995). Suryanto, Anton, Skripsi: Teknik Permainan Biola Pada Musik Keroncong Asli,
Yogyakarta, 2007. Suzuki, Shinichi, Suzuki Violin School, Volume 1 Violin, Summy-Birchard, Inc,
USA, 2008 Wiryawan Budhiana I Gusti Ngurah, eksplorasi Idiom Musik Bali Dalam
Konserto Biola, Tesis S2 UGM, Yogyakarta, 2001.
229
B. Sumber Elektronik 1. Violin For Dummies (violinfordummies.com), download tgl 18 maret 2013. 2. Metode Suzuki (fortemusiconline.com), download tgl 7 april 2013. 3. Ekstrakurikuler (Wikipedia.org), download tgl 14 februari 2013. 4. muttaqinhasyim.wordpress.com: 14 Februari 2013. 5. ekskulabsky.multiply.com: 14 Februari 2013