penerapan kebijakan program kota tanpa kumuh …
TRANSCRIPT
i
PENERAPAN KEBIJAKAN PROGRAM KOTA TANPA
KUMUH (KOTAKU) DI KELURAHAN BLIGO KECAMATAN
BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Oleh
Putri Fitriani
3301416050
JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
ii
ii
iii
iii
iv
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Jadilah yang terbaik dimanapun kita berada dan berikan yang terbaik yang bisa
kita lakukan (B.J. Habibie)
Tidak ada gunanya memiliki IQ tinggi tetapi malas dan tidak memiliki disiplin.
Yang terpenting adalah kita sehat dan mau berkorban untuk masa dengan yang
cerah (B.J. Habibie)
Perjuangkanlah mimpi dan cita-citamu sampai ALLAH yang memutuskan
untuk berhenti (Putri Fitriani)
PERSEMBAHAN
Kedua orang tua saya yang sangat saya cintai. Ibu Eni Silvana dan Bapak Usni
yang selalu mendoakan dan mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang dalam
kehidupan saya.
Adik perempuan saya satu-satunya, Syafrina Fitriani. Kebahagiaan dan cita-
citamu menjadi motivasi besarku untuk segera menyelesaikan studi ini.
Bapak Drs. Tijan, M.Si., dosen pembimbing yang senantiasa dengan sabar
membimbing dan memberikan ilmu kepada saya dalam menyelesaikan studi ini.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup
Kabupaten Pekalongan, Pemerintah Kelurahan Bligo dan BKM Mandiri serta
segenap informan yang telah membantu saya untuk membuat dan
menyelesaikan karya tulis ini.
vi
Teman-teman kos skyline Ramaudhita, Becik, Nurul dan Ika yang telah menjadi
keluarga dan menemani susah senang perjuangan hidup di perantauan.
Teman-teman program studi PPKn 2016 yang selalu membuat proses belajarku
menyenangkan.
Almamater Universitas Negeri Semarang yang saya cintai, yang telah
memberikan ilmu untuk berorganisasi dan bertemu dengan orang-orang hebat
selama empat tahun masa studi ini khususnya komunitas G2PM 2016, HIMA
PKn 2017, DPM FIS 2018, keluarga PPL SMA Semesta Bilingual Boarding
School, dan kelompok KKN Desa Karangsari.
vii
SARI
Fitriani, Putri. 2020. Penerapan Kebijakan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan. Skripsi. Jurusan Politik dan
Kewarganegaraan. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs.
Tijan, M.Si. 138 halaman.
Kata Kunci: Kebijakan, penerapan, Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Besarnya jumlah penduduk Indonesia dan terbatasnya kemampuan pemerintah untuk
membangun kawasan permukiman yang layak menyebabkan banyaknya kawasan kumuh
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu daerah yang tergolong kumuh yaitu
Kabupaten Pekalongan khususnya Kelurahan Bligo. Oleh sebab itu, diperlukan adanya
kebijakan pembangunan lingkungan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang
layak. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) adalah kebijakan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan masalah permukiman
kumuh di Indonesia hingga mencapai 0%. Penelitian ini bertujuan untuk (1)
mendeskripsikan penerapan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan; (2) mendeskripsikan faktor-
faktor yang menghambat pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Fokus penelitian ini adalah
penerapan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dan faktor-faktor yang menghambat
penerapan program KOTAKU di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan. Sumber data diperoleh dari informan, peristiwa dan dokumentasi terkait.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi.
Pengujian validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber. Analisis data
menggunakan model analisis data interaktif melalui tahapan pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan (1) program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo meliputi empat tahapan utama yaitu tahap persiapan yang berisi kegiatan
sosialisasi dan pembentukan Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP), tahap perencanaan
yang berisi penyusunan dokumen Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP)
tahap pelaksanaan pembangunan berupa pembuatan saluran air (drainase), jalan paving,
Tempat Pembuangan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R), sumur bor serta tahap
keberlanjutan melalui pembentukan kelompok pengelola dan kelompok pemelihara
pembangunan. Monitoring dan evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo dilaksanakan pada setiap tahapan secara berkala oleh Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pekalongan dan
fasilitator kelurahan; (2) faktor-faktor yang menghambat penerapan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo adalah sumber daya manusia dari aspek pelaksana,
masyarakat yang menolak program, dan tukang bangunan yang dinilai tidak efektif, serta
faktor komunikasi yang mengakibatkan terjadinya ketidakharmonisan dalam internal
Badan keswadayaan Masyarakat (BKM).
Saran yang dapat peneliti rekomendasikan yaitu (1) kepada Dinas Perkim LH
Kabupaten Pekalongan menjalin koordinasi lebih intensif melalui koordinasi forum BKM
dan rapat evaluasi koordinasi dengan fasilitator dan pemerintah desa/kelurahan, (2) kepada
BKM Mandiri Kelurahan Bligo dan tim fasilitator perlu bekerjasama dengan pemerintah
kelurahan dan melibatkan tokoh masyarakat serta perlu adanya pendampingan untuk
menjamin kelancaran terlaksananya program secara efektif dan efisien.
viii
ABSTRACT
Fitriani, Putri. 2020. The Implementation of Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Programs
Policies in Bligo Village Buaran Subdistric Pekalongan Regency. Final Project.
Department of Politics and Civics. Faculty of Social Science. Universitas Negeri
Semarang. Advisor is Drs. Tijan, M.Si. 138 Pages.
Keywords: implementation, Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) program, policy
The large population of Indonesia and the limited ability of the goverment to develop
decent residential areas causes many slum areas in Indonesia territory. One of the slums
areas is Pekalongan regency, especially Bligo village. Therefore, it is necessary to have an
environmental development policy to improve the quality of the environment and the
welfare of the community. Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Programs - slum area free - is
the policy of the Ministry of Public Works and Public Housing as an effort to accelerate
the handling of slum areas problems in Indonesia to reach 0%. The purpose of this research
is to (1) describe the implementation of KOTAKU program policy in Bligo Village Buaran
subdistric Pekalongan regency, (2) describe the factors that inhibit the KOTAKU Programs
in Bligo village Buaran subdistric Pekalongan regency.
This study used a qualitative approach. The focus of this research is the implementation of
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Programs in Bligo village Buaran subdistric Pekalongan
regency and the factors that inhibit this programs. Data sources obtained from informants,
events and related documentation. Data collection techniques using interviews, observation
and documentation. Data validity testing uses source triangulation techniques. Data
analysis using an interactive data analysis model through stages of data collection, data
reduction, data presentation and drawing conclusions.
The results of the research showed (1) Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Programs in Bligo
Village covered four main stages namely the preparation stage which contains the
socialization and formation of the TIPP, the planning stage which contains the preparation
of plan for structuring the settlement environment document, the implementation stage of
development in the form of making water channels (drainage), paving roads, TPS (3R),
bore wells, and the sustainability stage through the formation of a management group and
a group of development maintainers. Monitoring and evaluation of KOTAKU Programs
in Bligo Village is carried out at every stage on a regular basis by Environmental
Management Office of Pekalongan Regency and village facilitators. (2) Factors that inhibit
the implementation of KOTAKU Programs in Bligo Village are the community resources
that reject the program and communication that causes disharmony in the internal BKM.
Suggestions that researchers can recommend (1) The Pekalongan Regency Environmental
Management Office establish more intensive coordination through coordinating the BKM
forum and coordinating evaluation meetings with the facilitators and the village
government, (2) to BKM Mandiri Bligo village and facilitating team need to work together
with village administration and involve community leaders and the need for assistance to
ensure the efficient and effective implementation of the program.
ix
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Penerapan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan”. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mendapatkan dukungan,
bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan hormat
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Bapak Dr. Moh. Solehatul Mustofa, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.
3. Bapak Drs. Tijan, M. Si., Ketua Jurusan Politik dan Kewarganegaraan Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang serta selaku dosen pembimbing.
4. Segenap dosen Jurusan Politik dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.
5. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup
Kabupaten Pekalongan, Pemerintah Kelurahan Bligo, pengurus BKM Mandiri
Kelurahan Bligo dan segenap informan yang telah memberikan banyak
informasi kepada penulis.
6. Ibu Eni Silvana dan Bapak Usni, orang tua penulis yang sangat penulis cintai
7. Keluarga besar Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, khususnya teman-teman
PPKn 2016.
x
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Kritik dan saran yang
membangun selalu penulis harapkan untuk memperbaiki penulisan selanjutnya.
Semarang, April 2020
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v
SARI ................................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
PRAKATA .......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 8
E. Batasan Istilah ............................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 11
A. Deskripsi Teoritis .......................................................................................... 11
1. Penerapan Kebijakan............................................................................... 11
a. Pengertian Kebijakan ........................................................................ 11
b. Unsur-unsur Kebijakan ..................................................................... 13
c. Penerapan Kebijakan......................................................................... 17
d. Tahapan Implementasi Kebijakan ..................................................... 26
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan .................................. 29
2. ProgramKotaTanpaKumuh(KOTAKU)....................................................... 31
a. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) ....................................... 31
b. Tahapan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) ........................ 34
B. Kajian Penelitian yang Relevan .................................................................... 37
C. Kerangka Berfikir ......................................................................................... 45
xii
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 48
A. Latar Penelitian ............................................................................................. 48
1. Jenis Penelitian ........................................................................................ 48
2. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 49
3. Waktu Penelitian ..................................................................................... 49
B. Fokus Penelitian ............................................................................................ 50
C. Sumber Data Penelitian ................................................................................. 51
D. Alat dan Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 52
1. Wawancara .............................................................................................. 52
2. Observasi ................................................................................................. 54
3. Dokumentasi ........................................................................................... 55
E. Uji Validitas Data ......................................................................................... 55
F. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 61
A. Hasil Penelitian ............................................................................................. 61
1. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................ 61
a. Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan .......................................... 61
b. Daerah Kumuh Kelurahan Bligo ..................................................... 64
c. Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan ........................................ 70
d. BKM Mandiri Kelurahan Bligo ........................................................ 77
2. Penerapan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Kelurahan Bligo 82
a. Bentuk-bentuk Program KOTAKU Kelurahan Bligo ....................... 82
b. Tahap-tahap Penerapan Program KOTAKU Kelurahan Bligo ......... 94
c. Monitoring dan Evaluasi Program KOTAKU .................................. 108
3. Faktor Penghambat Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) ............. 109
B. Pembahasan ................................................................................................... 115
1. Penerapan Kebijakan Program KOTAKU Kelurahan Bligo ................. 115
2. Tahapan Kebijakan Program KOTAKU Kelurahan Bligo ..................... 125
3. Faktor Penghambat Kebijakan Program KOTAKU Kelurahan Bligo .... 130
4. Relevansi Penelitian dengan Prodi PPKn ............................................... 132
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 134
A. Simpulan ......................................................................................................... 134
B. Saran ............................................................................................................. 135
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 136
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 139
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Daftar Daerah Kumuh Kelurahan Bligo ........................................... 64
Tabel 4.2 Pengurus BKM Mandiri Kelurahan Bligo Periode 2019-2022 ........ 76
Tabel 4.3 KSM BKM Mandiri Kelurahan Bligo Tahun 2019 .......................... 77
Tabel 4.4 Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Kelurahan Bligo ......... 81
Tabel 4.5 Kegiatan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Kelurahan Bligo Tahun 2019 ........................................................... 91
Tabel 4.6 Rembug Warga Tahunan (RWT) desa/kelurahan di Kecamatan
Buaran Tahun 2019 ........................................................................... 114
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Model Proses Implementasi Kebijakan .......................................... 19
Bagan 2.2 Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier ............. 23
Bagan 2.3 Tahapan Pelaksanaan Program KOTAKU ..................................... 34
Bagan 2.4 Kerangka Berfikir ........................................................................... 45
Bagan 3.1 Triangulasi Sumber ......................................................................... 54
Bagan 3.2 Analisis Data Model Interaktif ....................................................... 58
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Kelurahan Bligo ................................................................... 60
Gambar 4.2 Industri Batik Rumahan ............................................................... 62
Gambar 4.3 Industri Kain Kasa ....................................................................... 62
Gambar 4.4 Titik Daerah Kumuh Kelurahan Bligo ......................................... 68
Gambar 4.5 RWT (Rembug Warga Tahunan) Kelurahan Bligo ..................... 77
Gambar 4.6 Saluran Drainase Hasil Program KOTAKU ................................ 84
Gambar 4.7 Jalan Paving Hasil Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) .... 86
Gambar 4.8 Sumur Bor (PAMSIMAS) ........................................................... 88
Gambar 4.9 Bangunan TPS(3R) ...................................................................... 90
Gambar 4.10 Lembar Pengesahan RPLP Kelurahan Bligo ............................. 98
Gambar 4.11 Tampak Muka Dokumen RPLP ................................................. 99
Gambar 4.12 Lokasi Peralihan Pembangunan Drainase ................................ 111
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi ......... 130
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ................................................................. 131
Lampiran 3. Pedoman Penelitian .................................................................. 133
Lampiran 4. Instrumen Penelitian ................................................................ 135
Lampiran 5. Pedoman Lembar Observasi ..................................................... 150
Lampiran 6. Pedoman Wawancara ............................................................... 151
Lampiran 7. Pedoman Dokumentasi ............................................................. 162
Lampiran 8. Transkip Wawancara ................................................................ 163
Lampiran 9. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ........................ 207
Lampiran 10. Laporan Pertanggungjawaban BKM Mandiri
Kelurahan Bligo Tahun 2019 ................................................. 208
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan suatu daerah tidak terlepas dari pertumbuhan penduduk di
dalamnya. Hal ini tentu menimbulkan permasalahan dalam berbagai aspek
kehidupan, salah satunya adalah masalah kawasan permukiman. Salah satu
masalah permukiman yang terjadi yaitu kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
tempat tinggal dan kualitas lingkungan yang baik untuk masyarakat. Hal ini
dikarenakan terbatasnya kemampuan untuk menyediakan kawasan
permukiman yang layak. Tingginya pertumbuhan penduduk di suatu daerah,
jika tidak diimbangi dengan kemampuan untuk membangun kawasan
permukiman yang mencukupi dan memenuhi syarat maka akan menimbulkan
permukiman yang kurang layak atau permukiman kumuh. Permukiman kumuh
menurut Peraturan Menteri PUPR No 2 tahun 2016 merupakan satuan
perumahan dan permukiman dalam lingkup wilayah kabupaten/kota yang
dinilai tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan
bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang
tidak memenuhi syarat.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat
di dunia, yaitu mencapai sekitar 265 juta jiwa (https://www.bps.go.id:2019).
Hal ini menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap permasalahan kepadatan
penduduk dan penyediaan kualitas lingkungan hidup yang layak. Salah satu
permasalahan lingkungan hidup di Indonesia yang memiliki urgensi untuk
2
segera diselesaikan yaitu banyaknya kawasan permukiman kumuh yang
tersebar di berbagai wilayah. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) menyatakan bahwa luas kawasan permukiman kumuh di Indonesia
pada tahun 2014 mencapai 38.431 Ha. Hal ini menjadi target penanganan
Kementerian PUPR hingga tahun 2019 (https://www.pu.go.id:2017).
Permasalahan kawasan permukiman kumuh memerlukan upaya penyelesaian
melalui pembangunan lingkungan untuk menciptakan kesejahteran masyarakat
dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki
wilayah kumuh terluas di Indonesia. Luas wilayah kumuh Provinsi Jawa
Tengah pada pendataan tahun 2019 menurut Sugihardjo (Kepala Balai Sarana
Prasarana Permukiman Wilayah Jawa Tengah) mencapai 3.982,88 Ha
(https://www.suaramerdeka.com:2019). Kawasan kumuh tersebut tersebar di
35 kabupaten/kota. Provinsi Jawa Tengah memiliki tingkat kepadatan
penduduk mencapai 1.060/km2 (https://www.bps.go.id:2020). Tingkat
kepadatan penduduk yang tinggi dan terbatasnya lahan menjadi salah satu
faktor utama penyebab munculnya kawasan kumuh di wilayah Provinsi Jawa
Tengah. Selain itu, tingginya angka migrasi penduduk juga menyebabkan
overkapasitas di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Akibatnya, penduduk yang
tidak mendapat tempat tinggal akan tinggal di tempat yang seadanya sehingga
kurang memiliki sikap peduli terhadap kondisi lingkungan sekitar.
Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu dari enam daerah
kabupaten/kota yang memiliki kawasan kumuh terluas di Provinsi Jawa
3
Tengah. Berdasarkan SK Bupati Pekalongan Nomor 663/ 408 Tahun 2014
tentang Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Pemukiman Kumuh, luas
kawasan permukiman kumuh di Kabupaten Pekalongan mencapai 671,84 Ha
(https://www.pekalongankab.go.id:2019). Adapun sebaran kawasan kumuh
tersebut dalam kajian RP2KPKP Kabupaten Pekalongan dapat dilihat pada
tabel berikut.
No Kecamatan Luas Kawasan
Kumuh (Ha)
1 Watussalam 14, 30
2 Buaran Kedungwuni 96,41
3 Tirto 140,16
4 Pacar 54,27
5 Kampil 11,03
6 Wiradesa 26,45
7 Wonokerto 193,57
8 Pegaden Tengah 2,02
Sumber: RP2KPKP Kabupaten Pekalongan
Luasnya kawasan kumuh tersebut disebabkan oleh faktor kepadatan
penduduk dan tingkat kerapatan bangunan yang tinggi serta terjadinya bencana
rob di daerah pesisir. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Pekalongan pada
tahun 2018 tercatat mencapai 1.117/km2 (https://www.bps.go.id:2020). Kondisi
tersebut membutuhkan kebijakan penataan lingkungan dari pemerintah
setempat agar dapat terpecahkan. Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi
masalah kawasan permukiman kumuh yaitu dengan mencanangkan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
Kecamatan Buaran merupakan kecamatan terkecil sekaligus terpadat di
Kabupaten Pekalongan. Luas wilayah Kecamatan Buaran yaitu 9,54 km2.
Berdasarkan profil permukiman kumuh dokumen RP2KPKP Kabupaten
4
Pekalongan, jumlah penduduk di Kecamatan Buaran pada tahun 2019 sebanyak
46.721 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 4.897 jiwa/km2.
Tingginya tingkat kepadatan penduduk tersebut membuat Kecamatan Buaran
menjadi salah satu episentrum kawasan permukiman kumuh di Kabupaten
Pekalongan. Adapun luas kawasan kumuh Kecamatan Buaran berdasarkan
dokumen RP2KPKP Kabupaten Pekalongan mencapai 96,41 Ha. Kawasan
kumuh tersebut tersebar di beberapa desa/kelurahan yang menjadi pusat
pengolahan industri seperti Desa Wonoyoso, Simbang Kulon, Kelurahan Bligo,
Sapugarut dan Simbang Wetan. Adapun kawasan permukiman kumuh
Kecamatan Buaran jika dilihat dari 8 indikator kumuh berdasarkan Peraturan
Menteri PUPR No 2 Tahun 2016 yaitu kondisi bangunan masih terlihat buruk
karena masih terdapat 2.678 rumah tidak layak huni atau 34% dari jumlah total
bangunan, kondisi drainase lingkungan buruk karena mengalami sedimentasi
dan banyaknya sampah karena saluran drainase masih tergabung dengan
saluran limbah rumah tangga, kondisi sanitasi yang buruk karena masih
menyatu dengan pembuangan air limbah, dan masalah persampahan karena
belum memiliki alat pengelolaan persampahan sehingga masyarakat masih
membuang sampah dipinggiran rumah dan sungai.
Kelurahan Bligo adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Buaran
Kabupaten Pekalongan yang masih memiliki daerah kumuh. Luas kawasan
permukiman kumuh di Kelurahan Bligo tercatat mencapai 21,84 Ha atau sekitar
33% dari seluruh luas kelurahan. Adanya daerah kumuh tersebut disebabkan
karena tingkat kerapatan bangunan dan infrastruktur yang kurang baik, masalah
5
pengelolaan sampah yang belum memenuhi standar teknis dan kebutuhan akan
penyediaan air bersih yang belum terpenuhi. Kelurahan Bligo merupakan salah
satu kelurahan dengan jumlah penduduk yang besar yaitu mencapai 4.192 jiwa.
Banyaknya penduduk dan kondisi tipologi wilayah menyebabkan adanya
kepadatan bangunan disisi sebelah barat kelurahan. Kondisi tersebut tentunya
menimbulkan berbagai masalah mengenai kawasan permukiman seperti
kualitas saluran air, kondisi jalan dan masalah permukiman lainnya. Selain itu,
Kelurahan Bligo berada di posisi yang strategis karena dekat dengan pusat
pemerintahan kecamatan, pusat perdagangan dan menjadi pusat perkembangan
home industri batik dan kain kasa. Kondisi tersebut juga membawa dampak
negatif bagi lingkungan masyarakat berkenaan dengan pencemaran akibat
limbah yang dihasilkan. Hal ini menjadi penyebab perlunya penerapan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo sebagai upaya untuk
mengurangi daerah kumuh secara signifikan.
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan program kolaborasi
antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan
lainnya yang bertujuan untuk mempercepat pengentasan kawasan kumuh.
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dilaksanakan di 269 kota/kabupaten
di 34 provinsi yang menjadi “platfrom” atau basis penanganan kawasan kumuh
dari berbagai sumber daya dan sumber pendanaan termasuk dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah provinsi, kota/kabupaten, pihak swasta, masyarakat
dan pemangku kepentingan lainnya. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2
Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
6
(RPJMN), Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan upaya
pemerintah yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan kawasan pemukiman
kumuh dan mencegah timbulnya permukiman kumuh yang baru. Program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) mulai dilaksanakan pada tahun 2016 di kawasan
permukiman kumuh yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Banyaknya kawasan kumuh di wilayah Kabupaten Pekalongan
khususnya di Kelurahan Bligo menjadi pusat perhatian pemerintah daerah
setempat sejak tahun 2016. Ayuningtyas dan Artiningsih (2019:88-89)
mengatakan bahwa kondisi kawasan permukiman kumuh dapat diolah lebih
lanjut dengan baseline 100-0-100 yang didapatkan dari Badan/Lembaga
Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM) pada tingkat desa/kelurahan. Kawasan
permukiman kumuh menjadi permasalahan publik yang membutuhkan suatu
kebijakan mengenai penataan lingkungan. Penataan lingkungan yang tepat,
sesuai dengan kondisi geografis dan sosial ekonomi masyarakat dapat
melahirkan suatu kebijakan yang diterima oleh masyarakat secara luas. Oleh
karena itu, Kabupaten Pekalongan menjadi salah satu kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah yang mencanangkan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) diharapkan mampu
mengurangi kawasan kumuh di Kabupaten Pekalongan hingga mencapai 0%.
Kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan
mulai dijalankan pada tahun 2016 di desa/kelurahan yang memiliki kawasan
permukiman kumuh. Pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan menargetkan
berkurangnya kawasan permukiman kumuh melalui program Kota Tanpa
7
Kumuh (KOTAKU) mencapai 0% pada tahun 2021. Untuk mencapai target
tersebut, perlu adanya penerapan kebijakan sesuai dengan peraturan yang ada
agar dapat di implementasikan secara maksimal.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul PENERAPAN KEBIJAKAN
PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) DI KELURAHAN
BLIGO KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penlitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana penerapan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan?
2. Apa sajakah faktor penghambat dalam pelaksanaan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan:
1. Penerapan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan;
2. Faktor penghambat dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teorittis
Hasil penelitian ini secara teoritis hendak menjelaskan mengenai
penerapan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan dalam
perspektif teori implementasi kebijakan (a model of the policy
implementation process) menurut Van Metter dan Van Horn.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Lingkungan
Hidup Kabupaten Pekalongan
Hasil penelitian ini dapat digunakan Dinas Perkim LH Kabupaten
Pekalongan sebagai masukan dalam menjalankan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) untuk mengutamakan koordinasi dengan semua
pihak sebagai upaya untuk mengontrol pelaksanaan program
KOTAKU.
b. Bagi Badan Keswadayaan Masyarakat Mandiri Kelurahan Bligo
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi Badan Keswadayaan
Masyarakat Mandiri Kelurahan Bligo untuk lebih mempertimbangkan
ketepatan pelaksanaan program KOTAKU dengan segala aspek baik
kondisi lingkungan maupun masyarakat .
9
E. Batasan Istilah
1. Penerapan
Konsep penerapan (implementation) menurut Van Meter dan Van Horn
(dalam Wahab, 2004:65) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
individu/pejabat maupun kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan kebijaksanaan. Penerapan diartikan sebagai perbuatan untuk
mempraktekkan teori, metode, dan hal lain guna mencapai tujuan tertentu
dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh kelompok atau golongan
yang telah terencana dan tersusun sebelumnya. Dalam penelitian ini, yang
dimaksud dengan penerapan adalah tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat dalam menjalankan kebijakan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) sebagai upaya untuk mengatasi masalah
kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran
Kabupaten Pekalongan.
2. Kebijakan
Kebijakan menurut Carl Friedrich (dalam Handoyo, 2012:10) adalah
suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu dan diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
berkaitan dengan adanya suatu hambatan seraya mencari peluang untuk
mencapai tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan. Definisi tersebut akan
digunakan untuk menganalisis penerapan kebijakan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) untuk mengatasi kawasan permukiman kumuh di
10
wilayah Kabupaten Pekalongan khususnya di Kelurahan Bligo Kecamatan
Buaran.
3. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) adalah upaya strategis
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mempercepat penanggulangan masalah
kawasan permukiman kumuh di Indonesia dengan membangun platform
kolaborasi antara peran pemerintah dan partisipasi masyarakat
(www.kotaku.pu.go.id). Adapun penelitian ini akan mengkaji bagaimana
penerapan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dijalankan untuk
mengatasi permukiman kumuh di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran
Kabupaten Pekalongan khususnya pada bentuk-bentuk, tahapan-tahapan,
dan monitoring evaluasi, serta faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan
program tersebut.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritis
1. Penerapan Kebijakan
a. Pengertian Kebijakan
Kebijakan menurut Greer and Paul Hoggett (1999) ialah sejumlah
tindakan maupun bukan tindakan yang lebih dari sekedar keputusan
spesifik (dalam Handoyo, 2012:5). Pernyataan tersebut diperjelas oleh
pendapat Carl Friedrich (dalam Handoyo, 2012: 5) yang mengatakan
bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang berorientasi pada tujuan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu yang berkaitan dengan adanya hambatan tertentu
seraya mencari peluang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Anderson (dalam Wahab, 2015: 8)
merumuskan kebijakan merupakan langkah dan tindakan yang secara
sengaja dilakukan oleh seseorang atau sejumlah aktor yang berkaitan
dengan adanya suatu permasalahan atau persoalan tertentu yang
dihadapi. Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kebijakan adalah suatu tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh
seseorang atau kelompok pemegang kepentingan untuk mencapai
tujuan dan penyelesaian dari masalah tetentu.
Sementara itu, H. Hugh Heglo (dalam Abidin, 2012: 6) menyatakan
kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish some end”
12
yang artinya bahwa kebijakan sebagai suatu tindakan yang bermaksud
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Lain halnya dengan pengertian
kebijakan dari Heglo, Jones (dalam Wahab 2015:8) memaknai
kebijakan sebagai suatu “…’behavioral consistency and repetitiveness’
associated with efforts in and through government to resolve public
problems” (… ‘perilaku yang tetap dan berulang’ dalam hubungannya
dengan usaha yang ada dan melalui pemerintah untuk memecahkan
masalah publik). Definisi tersebut menyatakan bahwa suatu kebijakan
itu bersifat dinamis. Sementara itu, Hamdi (2014:37) mengatakan
bahwa kebijakan adalah pola tindakan yang ditetapkan oleh pemerintah
dan terwujud dalam bentuk peraturan perundang-undangan dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Dari beberapa definisi
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan adalah suatu
tindakan yang hanya boleh dilakukan oleh seseorang, kelompok atau
badan yang memiliki wewenang atau pemegang kekuasaan tertentu
sebagai upaya penyelesaian masalah publik.
Kebijakan publik dibuat oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas
dalam menyelesaikan masalah-masalah publik. Merujuk dari beberapa
ahli tersebut, Handoyo (2012:7) memaknai kebijakan publik sebagai
sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan, untuk
memastikan bahwa tujuan yang sudah dirumuskan dan disepakati oleh
publik dapat tercapai. Setiap kebijakan publik berkaitan dengan
penggunaan kekuasaan tertentu dan berlangsung dalam latar (setting)
13
kekuasaan tertentu. Hal ini berarti dalam kebijakan publik terdapat
pihak yang berkuasa dan pihak yang dikuasai. Kebijakan publik dapat
klasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu kebijakan umum, kebijakan
pelaksanaan dan kebijakan teknis. Kebijakan umum dimaknai sebagai
kebijakan makro, kebijakan pelaksanaan sebagai kebijakan meso dan
kebijakan teknis berada pada level mikro (Handoyo, 2012:7).
b. Unsur-unsur Kebijakan
Kebijakan merupakan suatu sistem yang tersusun dari elemen atau
sub-sub yang saling berkaitan. Oleh karena itu, suatu kebijakan yang
baik harus didukung oleh elemen-elemen penyusun yang baik pula.
Abidin (2012: 25) dalam bukunya yang berjudul “Kebijakan Publik”
mengatakan bahwa dilihat dari segi strukturnya, suatu kebijakan
setidaknya memiliki lima unsur sebagai berikut.
1) Tujuan Kebijakan
Tujuan merupakan unsur utama dalam kebijakan (Abidin,
2012:25). Hal ini dikarenakan, suatu kebijakan dibuat karena adanya
tujuan yang ingin dicapai. Tanpa adanya tujuan, maka tidak perlu
adanya kebijakan. Tujuan kebijakan yang baik sekurang-kurangnya
memenuhi empat kriteria yaitu (1) diinginkan untuk dicapai; (2)
rasional atau realistis; (3) jelas; (4) berorientasi kedepan. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Jones (dalam Abidin, 2012:6) mengatakan
bahwa tujuan yaitu sesuatu yang memang dikehendaki untuk dicapai
bukan hanya sekedar diinginkan. Dari definisi tersebut, dapat
14
disimpulkan tujuan yaitu unsur penting dalam suau kebijakan berupa
sesuatu yang hendak dicapai.
2) Masalah
Masalah merupakan salah satu unsur penting dalam kebijakan.
Oleh sebab itu, kesalahan dalam merumuskan masalah yang tepat
akan berakibat pada kegagalan total dalam seluruh proses kebijakan
(dalam Abidin, 2012:27). Sementara itu, Winarno (2014:73)
menyatakan bahwa masalah diartikan sebagai suatu kondisi yang
menimbulkan adanya ketidakpuasan atau kebutuhan pada sebagian
orang yang menginginkan perbaikan maupun pertolongan. Lain
halnya dengan Subarsono (2013:24) yang mengatakan bahwa
masalah publik dipahami sebagai kondisi belum terpenuhinya
kebutuhan, nilai atau kesempatan yang diinginkan publik, dan
pemenuhannya hanya memungkinkan melalui suatu kebijakan. Dari
beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa masalah
merupakan suatu kondisi yang menimbulkan ketidakpuasan atau
kesenjangan dalam masyarakat yang membutuhkan upaya
penyelesaian melalui kebijakan.
3) Tuntutan (demand)
Adanya tuntutan dalam kebijakan disebabkan oleh dua hal yaitu
adanya kepentingan suatu golongan yang terabaikan dalam
perumusan kebijakan sehingga dirasa tidak memenuhi atau
merugikan kepentingan mereka dan adanya kebutuhan baru yang
15
muncul setelah suatu tujuan tercapai atau suatu masalah telah
terpecahkan (dalam Abidin, 2012:28). Lain halnya dengan Winarno
(2014:83) yang menjelaskan bahwa tuntutan dipahami sebagai
upaya agar pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk
melakukan suatu tindakan tertentu. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa tuntutan adalah upaya yang dilakukan agar
pembuat kebijakan melakukan suatu tindakan untuk menyelesaikan
masalah publik.
4) Dampak (outcome)
Dampak merupakan tujuan lanjutan yang muncul sebagai
pengaruh dari tujuan yang dicapai (Abidin, 2012:30). Sementara itu,
Jones (dalam Abidin, 2012:6) mengatakan bahwa dampak yaitu
sesuatu yang ditimbulkan dari suatu program dalam masyarakat.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dampak
adalah akibat yang ditimbulkan oleh suatu program dalam
masyarakat karena adanya pengaruh dalam mencapai tujuan
kebijakan. Besarnya dampak yang ditimbulkan dari suatu kebijakan
sulit untuk diperhitungkan. Hal ini dikarenakan: (1) tidak
tersedianya informasi yang cukup; (2) sulit dipisahkan dengan
kebijakan yang lain; (3) proses berjalannya pengaruh dari suatu
kebijakan dalam bidang sosial sulit untuk diamati.
16
5) Sarana atau Alat Kebijakan (policy instrument)
Sarana atau alat digunakan umtuk mengimplementasikan suatu
kebijakan yang meliputi kekuasaan, insentif, pengembangan
kemampuan, simbolis dan perubahan dari kebijakan yang terkait.
Berbeda dengan Abidin, James Anderson (dalam Abidin, 2012:23)
mengatakan bahwa kebijakan publik selalu memiliki ciri khusus dari
berbagai kegiatan pemerintah yang lain. Oleh karena itu, menurut
Anderson suatu kebijakan publik setidaknya terdiri dari beberapa unsur
berikut.
a) Public policy is purposive, goal-oriented behavior rather than
random or chance behavior. Setiap kebijakan harus memiliki tujuan
yang artinya bahwa pembuatan suatu kebijakan tidak boleh hanya
berdasarkan asal buat atau secara kebetulan ada kesempatan. Tanpa
ada tujuan yang ingin dicapai, maka tidak perlu ada kebijakan.
b) Public policy consists of courses of action-rather than separate,
discrete decision, or actions-performed by government official.
Suatu kebijakan tidak dapat berdiri sendiri dan terpisah dari
kebijakan yang lain. Suatu kebijakan selalu berkaitan dengan
berbagai kebijakan lain dalam masyarakat, dan berorientasi pada
implementasi, interpretasi, dan penegakan hukum.
c) Policy is what government do-not what they say will do or what they
intend to do. Kebijakan ialah apa yang dilakukan pemerintah, bukan
apa yang ingin atau dikehendaki untuk dilakukan oleh pemerintah.
d) Public policy may either negative or positive. Kebijakan dapat
berbentuk negatif atau larangan, dan juga dapat berbentuk positif
atau anjuran untuk melakukan sesuatu.
e) Public policy is based on law and is authoritative. Suatu kebijakan
harus berdasarkan hukum sehingga memiliki kewenangan untuk
memaksa masyarakat mematuhinya.
Selain para ahli diatas, Jones (dalam Abidin, 2012: 6) menjabarkan
unsur-unsur kebijakan berkaitan dengan beberapa isi dari kebijakan itu
sendiri meliputi:
17
(a) tujuan yaitu sesuatu yang sudah dikehendaki untuk dicapai bukan
hanya sekedar diinginkan;
(b) rencana atau proposal yaitu alat atau cara tertentu untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan;
(c) program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan
pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud;
(d) keputusan yaitu tindakan yang diambil untuk menentukan tujuan,
membuat dan menyesuaikan rencana serta melaksanakan dan
mengevaluasi suatu program;
(e) dampak yakni sesuatu yang ditimbulkan dari suatu program dalam
masyarakat.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, unsur-unsur kebijakan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah unsur-unsur kebijakan menurut
Said Zainal Abidin. Adapun unsur-unsur kebijakan menurut Abidin
(2012:25) yaitu (1) tujuan kebijakan; (2) masalah; (3) tuntutan; (4)
dampak; (5) sarana atau alat kebijakan. kelima unsur tersebut akan
digunakan untuk menganalisis penerapan kebijakan program kota tanpa
kumuh sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan
kawasan permukiman kumuh.
c. Penerapan Kebijakan
Implementasi dari segi bahasa dimaknai sebagai penerapan,
pelaksanaan atau pemenuhan. Penerapan atau implementasi merupakan
salah satu tahapan dalam kebijakan. Konsep penerapan
18
(implementation) menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab,
2015:164) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh individu/pejabat
maupun kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan.
Penerapan kebijakan berarti suatu tindakan yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok pemerintah atau swasta yang memiliki
otoritas untuk menjalankan suatu kebijakan guna mencapai tujuan yang
telah dirumuskan. Definisi tersebut sejalan dengan yang dikemukakan
Handoyo (2012: 96) yang mengemukakan bahwa implementasi
kebijakan adalah kegiatan untuk menjalankan kebijakan, yang ditujukan
kepada kelompok sasaran, untuk mewujudkan tujuan kebijakan. Dari
beberapa definisi tersebut, maka dapat peneliti simpulkan bahwa
penerapan kebijakan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
atau kelompok pemegang kepentingan untuk menjalankan suatu
kebijakan agar mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kebijakan
tersebut.
Penerapan atau Implementasi merupakan tahapan dari proses
kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Hal ini didukung
oleh Handoyo (2012:116) yang menyatakan bahwa Implementasi
kebijakan merupakan tahapan dari proses kebijakan segera setelah
penetapan undang-undang atau apa yang terjadi setelah undang-undang
ditetapkan oleh pihak pemberi otoritas program, kebijakan, keuntungan
(benefit), atau jenis keluaran yang nyata (tangible output).
19
Implementasikan kebijakan publik dapat dilakukan dengan dua langkah
yaitu (1) langsung mengimplementasikan dalam bentuk program, (2)
melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik
tersebut (Handoyo, 2012:101). Ramdhani (2017:6) menyatakan bahwa
keberhasilan penerapan suatu kebijakan dapat diukur dan dievaluasi
berdasarkan enam dimensi yaitu (1) konsistensi, (2) transparansi, (3)
akuntabilitas, (4) keadilan, (5) efektivitas, (6) efisiensi. Semakin
kompleks permasalahan dalam kebijakan, maka membutuhkan analisis
yang semakin mendalam serta memerlukan teori atau model yang relatif
operasional sehingga mampu menjelaskan hubungan antarvariabel yang
menjadi fokus dalam analisis kebijakan. Adapun model-model
implementasi kebijakan menurut para ahli yaitu sebagai berikut.
1) Model Van Metter dan Van Horn
Model implementasi kebijakan yang relatif operasional adalah
model yang kembangkan oleh Van Metter dan Van Horn (dalam
Wahab, 2015:164) yang disebut dengan “a model of the policy
implementation process” (model proses implementasi kebijakan).
Model ini menjelaskan bahwa konsep penting dalam proses
penerapan kebijakan meliputi: (a) perubahan; (b) kontrol; dan (c)
kepatuhan bertindak. Adapun hubungan antara kebijakan dan prestasi
kerja yang akan mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan dapat ditinjau dari beberapa variabel, meliputi: (a) ukuran
dan tujuan kebijakan; (b) sumber-sumber kebijakan; (c) ciri-ciri atau
20
sifat instansi pelaksana; (d) komunikasi antar organisasi terkait dan
kegiatan-kegiatan pelaksanaan; (e) sikap para pelaksana kebijakan;
dan (f) lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Setiap variabel
berkaitan dengan tujuan dan sumber-sumber kebijakan yang tersedia.
Pada akhirnya, titik pusat perhatian pada sikap pelaksana kebijakan
akan menggambarkan orientasi mereka dalam mengoperasionalkan
program kebijakan di lapangan.
Bagan 2.1 Model Proses Implementasi Kebijakan (Wahab, 2015: 166)
2) Model Daniel Mazmanian dan Paul. A. Sabatier
Model ini disebut A Frame Work for Implementatuon Analysis
(kerangka analisis implementasi). Model ini mengartikan
implementasi atau penerapan kebijakan sebagai upaya untuk
mengindentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya
tujuan-tujuan formal dari seluruh proses impelementasi (dalam
Komunikasi
antarorganisasi dan
kegiatan pelaksanaan
Standar dan
tujuan
kebijakan ciri-ciri
badan
pelaksana
Kinerja
Sikap
para
pelaksana
Sumber-
sumber Lingkungan ekonomi,
sosial, dan politik
21
Wahab, 2015:176). Keberhasilan implementasi kebijakan menurut
model ini dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sebagai berikut.
a) Karakteristik Masalah (tractability of the problems)
Karakteristik masalah berarti mudah atau tidaknya suatu
masalah dikendalikan. Karakteristik masalah dalam implementasi
kebijakan dapat dilihat dari beberapa indikator, meliputi: (a)
tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, (b)
tingkat kemajemukan kelompok sasaran kebijakan, (c) proporsi
kelompok sasaran terhadap total populasi, (d) cakupan perubahan
perilaku yang diharapkan.
b) Karakteristik Kebijakan/Undang-Undang (ability of statute to
structure implementation)
Karakteristik kebijakan dapat dimaknai sebagai kemampuan
keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses
implementasi. Karakteristik kebijakan terdiri dari beberapa hal
yaitu: (a) kejelasan isi kebijakan, (b) dukungan teoritis yang
dimiliki kebijakan, (c) alokasi sumberdaya finansial terhadap
kebijakan, (d) keterkaitan dan dukungan antarinstitusi pelaksana,
(e) konsistensi aturan pada badan pelaksana, (f) komitmen aparat
terhadap tujuan kebijakan, (g) tingkat partisipasi kelompok luar
dalam implementasi kebijakan.
22
c) Variabel Lingkungan (nonstatutory variables affecting
implementation)
Variabel lingkungan kebijakan berkenaan dengan berbagai
variabel politik yang dapat mempengaruhi keseimbangan
dukungan untuk mencapai tujuan dari kebijakan. Lingkungan
kebijakan meliputi beberapa hal penting diantaranya: (a) kondisi
sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, (b)
dukungan publik terhadap suatu kebijakan, (c) sikap dari
kelompok pemilih/constituency groups, (d) tingkat komitmen dan
keterampilan dari implementator. Adapun variabel-variabel dalam
proses implementasi kebijakan yaitu sebagai berikut.
1) Mudah/tidaknya masalah dikendalikan
Mudah tidaknya masalah dikendalikan dalam suatu
kebijakan ditentukan oleh beberapa hal seperti (a) kesulitan
teknis, (b) keragaman perilaku kelompok sasaran, (c)
prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah populasi, (d)
ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan
2) Kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses
implementasi
Kemampuan kebijakan dalam menstrukturkan proses
implementasi dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu (a)
kejelasan dan konsistensi tujuan, (b) digunakannya teori kausal
yang memadai, (c) ketepatan alokasi sumberdaya, (d)
23
keterpaduan hierarki dalam dan diantara lembaga pelaksana, (e)
aturan keputusan dari badan pelaksana, (f) rekruitmen pejabat
pelaksana, (g) akses formal pihak luar.
3) Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses
implementasi
Variabel diluar kebijakan yang dapat mempengaruhi proses
implementasi antara lain (a) kondisi sosio-ekonomi dan
teknologi, (b) dukungan publik, (c) sikap dan sumber yang
dimiliki kelompok pemilih, (d) dukungan dari pejabat atasan,
(e) komitmen dan keterampilan kepemimpinan pejabat
pelaksana.
4) Tahap-tahap proses implementasi (variabel tergantung)
Tahap-tahap implementasi kebijakan dalam model ini
meliputi: (a) output kebijakan, (b) kesediaan sasaran untuk
mematuhi output kebijakan, (c) dampak nyata, (d) dampak
output kebijakan, (e) perbaikan dalam UU.
24
Bagan 2.2 Model Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan
Sabatier (Subarsoo, 2013:95)
3) Model G Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli
Model implementasi kebijakan menurut Cheema dan Rondinelli
dapat digunakan untuk implementasi program-program pemerintah
yang bersifat desentralisasi (dalam Subarsono, 2013:101). Menurut
model ini, kinerja dan dampak suatu program dipengaruhi oleh empat
variabel pokok yaitu sebagai berikut.
(a) Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi penerapan
kebijakan antara lain: tipe sistem politik yang dianut, struktur
pembentukan kebijakan, karakteristik struktur politik lokal, kendala
sumberdaya, sosio kultural, tingkat keterlibatan penerima program,
adanya infrastruktur fisik yang cukup.
Mudah-tidaknya masalah
dikendalikan
Variabel diluar kebijakan yang
mempengaruhi proses
implementasi
Tahap-tahap dalam Proses Implementasi (Variabel Tergantung)
Kepatuhan
kelompok
sasaran
terhadap output
kebijakan
Output
kebijakan dari
badan-badan
pelaksana
Dampak
nyata output
kebijakan
Dampak
output
kebijakan
sebagaimana
dipersepsi
Perbaikan
mendasar
dalam
undang-
undang
Kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses
implementasi
25
(b) Hubungan antar organisasi
Hubungan antar organisasi pembuat kebijakan dapat dilihat dari
beberapa hal seperti konsistensi sasaran program, pembagian fungsi
antarinstansi yang pantas, standardisasi prosedur setiap tahap
(perencanaan, anggaran, implementasi, evaluasi), konsistensi
komunikasi antar instansi, efektivitas jejaring pendukung program.
(c) Sumberdaya organisasi untuk implementasi program,
Sumberdaya yang mempengaruhi implementasi program
meliputi: kontrol terhadap sumber dana, keseimbangan antara
anggaran dan program, ketepatan alokasi anggaran, pendapatan
yang cukup, dukungan pemimpin politik pusat, dukungan
pemimpin politik lokal, dan komitmen birokrasi.
(d) Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana
Karakteristik instansi kebijakan meliputi: ketrampilan teknis
dan manajerial, kemapuan mengontol dan mengkoordinasi,
dukungan dan sumberdaya politik instansi, sifat komunikasi
internal, hubungan baik antara instansi dan sasaran program,
kualitas pemimpin instansi, komitmen terhadap program,
kedudukan instansi dalam hierarki sistem administrasi.
Dari beberapa model implementasi kebijakan menurut para ahli
tersebut, adapun model yang digunakan dalam penelitian ini untuk
menganalisis penerapan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh
26
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo yaitu model implementasi kebijakan
Van Metter dan Van Horn.
d. Tahapan Implementasi Kebijakan
Menurut Abidin (2012:73) terdapat 6 tahapan implementasi
kebijakan agar tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai guna
menyelesaikan permasalahan publik. Adapun 6 tahapan tersebut,
meliputi:
1) Identifikasi dan Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan tahap untuk menemukan akar
permasalahan yang akan diangkat menjadi isu masalah publik
sehingga membutuhkan penyelesaian melalui suatu kebijakan.
Perumusan masalah dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu
pengamatan, pengelompokkan, dan pengkhususan masalah (Abidin,
2012:88).
2) Agenda Kebijakan dan Partisipasi Masyarakat
Agenda kebijakan yaitu daftar permasalahan atau isu yang
mendapat perhatian khusus yang disebabkan adanya beberapa
alasan untuk ditindaklanjuti atau diproses oleh pihak yang
berwenang menjadi suau kebijakan (Abidin, 2012:95). Proses
penyusunan agenda dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: (1)
perkembangan sistem pemerintahan yang demokratis, (2) sikap
pemerintah dalam proses penyusunan agenda, (3) realisasi otonomi
daerah, dan (4) tingkat partisipasi masyarakat.
27
3) Proses Perumusan Kebijakan
Proses perumusan kebijakan adalah tahapan yang menjadi
salah satu penentu keberhasilan suatu kebijakan (Abidin, 2012:126).
Proses perumusan kebijakan yang demokratis dan partisipatif akan
membuat kebijakan menjadi aturan yang diterima oleh masyarakat.
Proses perumusan kebijakan dipengaruhi oleh 2 faktor penting yaitu
mutu kebijakan dilihat dari substansi dan adanya dukungan terhadap
strategi kebijakan yang dirumuskan.
4) Analisis dan Perumusan Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan adalah saran yang disampaikan kepada
pihak yang berwenang dalam mengambil kebijakan untuk
melakukan suatu tindakan agar mencapai tujuan yang dikehendaki
(Abidin, 2012:129). Dalam menganalisis dan merumuskan
rekomendasi kebijakan, ada beberapa nilai yang diperhitungkan
yaitu efisiensi, efektivitas, kepatutan dan adil yang berkenaan
dengan input, output dan outcomes atau dampak.
5) Pelaksanaan Kebijakan
Pelaksanaan (implementasi) kebijakan merupakan tahapan
yang sangat penting dalam proses kebijakan (Abidin, 2012:145).
Implementasi menjadi penentu agar suatu kebijakan dapat
bermanfaat dalam kehidupan masyarakat.
28
6) Evaluasi Kinerja Kebijakan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kebijakan.
Evaluasi kinerja kebijakan secara lengkap meliputi tiga hal yaitu (1)
evaluasi awal saat proses perumusan kebijakan sampai sebelum
diimplementasikan; (2) evaluasi dalam proses implementasi; dan (3)
evaluasi akhir setelah selesai proses implementasi kebijakan
(Abidin, 2012: 165).
Berbeda dengan Abidin, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn
(dalam Wahab, 2015:167) mengemukakan bahwa implementasi suatu
kebijakan publik setidaknya meliputi tiga tahapan utama yaitu sebagai
berikut.
1) Tahap Persiapan Kebijakan
Tahap persiapan ini secara umum meliputi proses penggambaran
rencana program dan penetapan tujuan, proses penentuan standar
pelaksanaan kebijakan, dan proses menentukan anggaran yang akan
digunakan serta waktu pelaksanaan.
2) Tahap Pelaksanaan Kebijakan
Tahap ini berisi pelaksanaan suatu program dengan melibatkan
dan memanfaatkan struktur staf instansi pemerintah terkait, sumber
daya, prosedur pelaksanaan, anggaran yang telah ditetapkan dan
metode yang digunakan untuk menjalankan program.
29
3) Tahap Evaluasi Kebijakan
Tahap evaluasi meliputi tahapan ketiga dalam implementasi
keijakan yang meliputi kegiatan (a) menentukan jadwal; (b)
melaksanakan pemantauan; dan (c) melakukan pengawasan guna
menjamin kelancaran program sekaligus mengambil tindakan yang
sesuai apabila terapat penyimpangan atau pelanggaran dalam
pelaksanaan program.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, adapun tahapan implementasi
kebijakan yang digunakan untuk menganalisis kebijakan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran
Kabupaten Pekalongan dalam penelitian ini yaitu tahapan implementasi
kebijakan menurut Brian Hogwood dan Lewis A. Gunn yaitu (1) tahap
persiapan; (2) tahap pelaksanaan; dan (3) tahap evaluasi.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
Keberhasilan suatu kebijakan tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi baik dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan maupun
tahap evaluasi kebijakan. Edward III dalam Winarno (2012:177)
mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi suatu kebijakan
yaitu sebagai berikut.
1. Komunikasi
Komunikasi yaitu alat atau sarana dalam suatu kebijakan yang
digunakan untuk menyampaikan perintah dan arahan dari sumber
pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan. Komunikasi
30
menurut Edward III (dalam Handoyo 2012:113) berkaitan dengan
bagaimana kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada publik,
ketersediaan sumber daya, sikap dan respon pihak yang terlibat dan
struktur organisasi pelaksana kebijakan.
2. Sumber Daya
Sumber daya menjadi faktor penting dalam implementasi suatu
kebijakan atau program tertentu. Unsur penting sumber daya dalam
hal ini yaitu kecakapan pelaksana kebijakan untuk
mengimplementasikan kebijakan secara efektif dan efisien
(Handoyo, 2012: 113). Sumber daya dalam kebijakan meliputi
pelaksana kebijakan dan fasilitas pendukung lainnya.
3. Disposisi
Disposisi diartikan sebagai sikap para pelaksana yang dilihat dari
kemauan dan niat untuk melaksanakan suatu kebijakan serta
menjadi motivasi psikologi bagi pelaksana dalam melaksanakan
kebijakan. Disposisi menurut Edward III (dalam Handoyo
2012:113) diartikan sebagai kesediaan dan komitmen para
implementator dalam mengimplementasikan suatu kebijakan secara
efektif.
4. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan berkenaan
dengan kesesuaian organisasi birokrasi sebagai pelaksana kebijakan
publik. Hal penting dalam struktur birokrasi yaitu bagaimana suatu
31
kebijakan dalam penerapannya tidak terjadi pecahnya birokrasi
karena hal tersebut akan menghambat pelaksanaan suatu kebijakan
publik (Handoyo, 2013:113).
Berbeda dengan Edward III, Van Metter Van Horn (dalam Winarno
2012:158), mengemukakan enam faktor yang mempengaruhi
implementasi suatu kebijakan atau program yaitu (1) ukuran-ukuran
dasar dan tujuan-tujuan kebijakan, (2) sumber-sumber, (3) komunikasi
antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaa, (4) karakteristik-
karakteristik badan-badan pelaksana, (5) kondisi ekonomi, sosial, dan
politik, dan (6) kecenderungan para pelaksana.
Dari beberapa ahli tersebut, adapun faktor-faktor yang digunakan
untuk menganalisis kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
yaitu faktor-faktor menurut Edward III yaitu komunikasi, sumber daya,
disposisi, dan struktur birokrasi.
2. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
a. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) adalah salah satu upaya
strategis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk
mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia
(www.kotaku.pu.go.id). Program KOTAKU dalam Surat Edaran No 40
Tahun 2016 Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR adalah program
32
nasional yang memiliki tujuan dan target secara jelas, membutuhkan
sumber pembiayaan yang tidak hanya memadai dari segi jumlah tetapi
juga terintegrasi dan saling melengkapi serta tepat waktu. Program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) mendukung “Gerakan 100-0-100” yaitu
gerakan 100% akses universal air minum, 0% permukiman kumuh dan
100% akses sanitasi yang layak. Program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) dijalankan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 2
Tahun 2015 tentang RPJMN yang mengamanatkan adanya
pembangunan dan pengembangan kawasan perkotaan melalui
penanganan kualitas lingkungan pemukiman.
Lain halnya dengan Irfani (2018:3) yang menjelaskan bahwa
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) adalah program untuk
mengatasi bertambahnya permukiman kumuh di Indonesia dan
memfokuskan pada perwujudan permukiman layak huni mencapai 0 Ha
kumuh tanpa penggusuran. Program KOTAKU merupakan suatu
kebijakan untuk pengelolaan dan penataan lingkungan hidup.
Sementara itu, Purnaweni (2014:55) menyatakan bahwa upaya
pengelolaan dan penataan lingkungan adalah upaya terpadu pelestarian
fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan,
dan pengendalian lingkungan hidup.
Secara umum, program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) memiliki
tujuan untuk meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan
33
dasar di permukiman kumuh untuk mendukung terwujudnya
permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.
Tujuan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) tersebut dijabarkan
lebih jelas yaitu (1) memperbaiki akses masyarakat terhadap
infrastruktur permukiman sesuai dengan 7+1 indikator kumuh; (2)
penguatan kapasitas pemerintah daerah untuk mengembangkan
kolaborasi dengan pemangku kepentingan (stakeholder); (3)
memperbaiki tingkat kesejahteran masyarakat melalui pengembangan
penghidupan berkelanjutan.
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dicanangkan oleh
pemerintah sebagai upaya untuk mempercepat pengurangan kawasan
permukiman kumuh dan mencegah timbulnya kawasan permukiman
kumuh yang baru. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak
layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan
bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana
yang tidak memenuhi syarat (UU No.1 tahun 2011). Sementara itu, UN-
HABITAT (dalam Askari dan Gupta, 2016:117) mengatakan bahwa
permukiman kumuh ialah sebuah permukiman yang saling berdekatan
dimana rumah yang dimiliki oleh penduduk tidak memadai dan
kurangnya pelayanan dasar.
Nursyahbani dan Pigawati (2015:269) mengungkapkan bahwa
permukiman kumuh timbul karena pesatnya laju pertumbuhan
penduduk yang sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan
34
ruang bermukim, dan adanya pembangunan yang tidak disertai dengan
pengaturan serta pengendalian yang baik. Sejalan dengan hal tersebut,
Etty Soesilowati (2009: 19) mengatakan bahwa masalah permukiman
kumuh tidak hanya masalah kurangnya jumlah lahan, tetapi juga
menyangkut banyaknya rumah yang tidak bermutu dan lingkungan yang
tidak sehat. Pertumbuhan kawasan kumuh memiliki dampak terhadap
perekonomian dan regional yaitu adanya beban biaya transaksi yang
tinggi, meningkatnya belanja transportasi karena infrastruktur tidak
memadai dan adanya beban penyakit (Mahabir dkk, 2016:402).
Berbeda dengan pendapat diatas, menurut United Nations (dalam
Balbim dan Krouse 2019:187) menyatakan bahwa permukiman kumuh
menyangkut beberapa hal seperti kekurangan lahan perumahan,
kurangnya akses peningkatan pasokan air dan limbah, daya tahan
perumahan dan kurangnya penguasaan keamanan. Sementara itu, hasil
survei nasional utama “pelayanan utama oleh public affairs” di India
menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan penduduk dan terbatasnya
sumber daya keuangan di negara-negara berkembang dapat
menimbulkan beban bagi infrastruktur dasar yang sudah lemah sehingga
memicu timbulnya permukiman kumuh (dalam Swami, 2012:11).
b. Tahapan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Program Kota tanpa kumuh (KOTAKU) dijalankan melalui
beberapa tahapan yaitu tahap persiapan, tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan dan keberlanjutan. Seluruh tahapan tersebut merupakan
35
kolaborasi antara pemerintah daerah dari tingkat kabupaten/kota
hingga tingkat desa/kelurahan dengan masyarakat serta pihak lain yang
terkait. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umun dan
Perumahan Rakyat Nomor 40 Tahun 2016, tahapan pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di tingkat desa/kelurahan
dapat dipahami dengan skema berikut.
Bagan 2.3 Tahapan Pelaksanaan Program KOTAKU (SE DKCK No 40 Tahun 2016)
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan di tingkat desa/kelurahan dilaksanakan untuk
membangun kontribusi dan kolaborasi antara pemerintah kecamatan,
pemerintah desa/kelurahan, masyarakat dan pemangku kepentingan
pembangunan. Tahap ini juga meliputi kegiatan penggalangan relawan
untuk terlibat dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitas
pembangunan. Tahap persiapan pada dasarnya terdiri dari dua kegiatan
yang utama yaitu sosialisasi dan pembentukan/penguatan TIPP.
I
Persiapan
1. Sosialisasi awal
& RKM
2. Pembentukan/
penguatan TIPP
II
Perencanaan
1. Membangun Visi
2. RPK
3. Pemetaan Swadaya
4. Penyusunan
(RPLP)
III
Pelaksanaan
1. Implementasi
Kegiatan
Lingkungan,
Ekonomi
dan Sosial
IV
Keberlanjutan
1. Pengembangan
Kelembagaan
2. Integrasi
perencanaan
V. Kegiatan yang Menerus dan Berkala
Monev Pengembangan Kapasitas (menerus):
pelatihan & sosialisasi Operasional & Pemeliharaan
Review Perencanaa
36
Kegiatan sosialisasi bertujuan untuk membangun kepedulian
masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam upaya penataan permukiman
desa/kelurahan melalui program KOTAKU. Pembentukan TIPP (Tim
Inti Perencanaan Partisipatif) tingkat desa/kelurahan terdiri dari
beberapa Pokja berdasarkan tujuh indikator kumuh sesuai kebutuhan
masyarakat dan kondisi lingkungan. TIPP di tingkat desa/kelurahan
berfungsi sebagai lembaga perencanaan penataan permukiman.
2) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan adalah tahap untuk merumuskan kondisi
lingkungan permukiman desa/kelurahan yang layak huni dan
diinginkan oleh masyarakat di masa yang akan datang. Tahap ini
dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi permukiman tingkat
desa/kelurahan untuk mencapai 0 ha permukiman kumuh. Rumusan
kondisi permukiman layak huni dituangkan dalam dokumen RPLP.
Tahap perencanaan berupa kegiatan penyusunan dokumen rencana
penataan lingkungan permukiman (RPLP).
3) Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan atau penerapan program KOTAKU di tingkat
desa/kelurahan dapat berupa kegiatan sosial, ekonomi dan infrastruktur.
Tahap pelaksanaan harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun dalam RPLP dan menjadi prioritas dalam penanganan
permukiman kumuh di tingkat desa/kelurahan. Tahap ini hanya dapat
37
dijalankan setelah dokumen RPLP disahkan oleh pihak yang
berwenang.
4) Tahap Keberlanjutan
Tahap keberlanjutan berarti tahapan setelah pelaksanaan
dilapangan selesai dijalankan. Tahap keberlanjutan harus di upayakan
dari awal proses persiapan, perencanaan dan pelaksanaan yang
didalamnya terdapat tahap monitoring dan evaluasi di setiap tahapan.
B. Kajian Hasil Penelitian Relevan
Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian-penelitian yang relevan. Adapun
penelitian yang relevan yaitu sebagai berikut.
1. Penelitian Ruli As’ari dan Siti Fadjarani. 2015. Jurnal Geografi. Penataan
Permukiman Kumuh Berbasis Lingkungan. Vol: 15 (1).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa upaya penyelesaian masalah
permukiman kumuh dilakukan dengan konsep lingkungan permukiman
berwawasan lingkungan dan upaya keseimbangan penduduk dan daya
dukung lingkungan setempat. Upaya yang paling tepat untuk mengatasi
permukiman kumuh menurut penelitian ini adalah penataan lingkungan
model Land Sharing, yaitu penataan ulang di atas lahan dengan tingkat
kepemilikan masyarakat cukup tinggi.
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat persamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah membahas
upaya untuk menyelesaikan masalah permukiman kumuh. Perbedaannya
yaitu penelitian terdahulu memfokuskan pada penyelesaian masalah
38
permukiman kumuh melalui penataan lingkungan model land sharing di
Kota Tasikmalaya, sedangkan penelitian ini memfokuskan pada upaya
penanggulangan masalah permukiman kumuh melalui kebijakan program
Kota Tanpa Kumuh di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan.
2. Nurhasanah. 2019. Jurnal Inovasi Ilmu Sosial dan Politik: Implementasi
Kebijakan Program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) Dalam Upaya
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Vol: 1 (1).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa tahap implementasi program
KOTAKU di Kelurahan Merjosari dilaksanakan dalam 4 tahap utama yaitu
perencanaan, tahap survei lokal, pendanaan, dan tahap pelaksana. Selain
itu, adanya faktor pendukung dan penghambat berasal dari sikap
masyarakat Kelurahan Merjosari itu sendiri.
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat persamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah membahas
persoalan permukiman kumuh melalui Pogram KOTAKU. Perbedaannya
yaitu pada penelitian terdahulu mengkaji program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) yang bermuara pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat,
sedangkan penelitian ini mengkaji penerapan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) yang bertujuan untuk penataan lingkungan yng berkelanjutan
serta upaya pemerintah untuk mengurai permukiman kumuh hingga
mencapai 0%.
39
3. Yuliani, Sri dan Putri Dhini Rosyida. 2017. Jurnal Wacana Publik:
Kolaborasi dalam Perencanaan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
di Kelurahan Semanggi Kota Surakarta. Vol: 1 (2).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kolaborasi dalam perencanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Semanggi belum
diimplementasikan dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya kendala
komunikasi antar stakeholder. Selain itu, adanya ketidaksesuaian prinsip
kolaborasi dengan prinsip partisipasi, komunikasi dan berbagi.
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat persamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah mengkaji
tentang implementasi atau pelaksanaan Program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) untuk mengatasi permasalahan kawasan permukiman kumuh.
Perbedaannya yaitu penelitian terdahulu memfokuskan penelitian pada
kolaborasi pada tahap perencanaan Program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU), sedangkan penelitian ini memfokuskan penelitian pada
bagaimana penerapan dan bentuk dari Program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Keluruhan Bligo Kabupaten Pekalongan.
4. Wijaya, Doni Wahyu. 2016. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik.
Perencanaan Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Studi Penentuan
Kawasan Prioritas untuk Peningkatan Kualitas Infrastruktur pada Kawasan
Permukiman Kumuh di Kota Malang. Vol: 2 (1).
Penelitian ini penyimpulkan bahwa kawasan permukiman kumuh
perkotaan merupakan dampak dari kurang berhasilnya pembangunan
40
permukiman di perkotaan dan keterbatasan lahan. Hasil penelitian
menunjukkan adanya sebelas klasifikasi kawasan permukiman kumuh dan
lima kawasan prioritas untuk meningkatkan kualitas infrastruktur kawasan
permukiman kumuh di Kota Malang.
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat persamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah membahas
mengenai masalah kawasan permukiman kumuh di perkotaan beserta
strategi untuk mengatasi permasalahan kumuh. Perbedaannya yaitu
penelitian terdahulu memfokuskan penelitian pada klasifikasi penentuan
kawasan permukiman kumuh dan menggunakan strategi matriks interaksi
IFAS-EFAS SWOT untuk mengatasinya, sedangkan penelitian ini
memfokuskan pada penanganan masalah permukiman kumuh secara
signifikan melalui program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
5. Ayuningtyas, Istiqomah dan Artiningsih. 2019. Jurnal Geografi. Evaluasi
Metode Verifikasi Lokasi dan Pemutakhiran Profil Permukiman Kumuh
dalam Penyusunan RP2KPKP. Vol: 17(2).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa akurasi penyusunan RP2KPKP
merupakan hal penting dalam penentuan lokasi kumuh dan berpengaruh
terhadap upaya penanganan dan angka capaian bebas kumuh. Studi ini
menunjukkan banyaknya desa/kelurahan yang diobservasi dapat menjadi
celah adanya kesalahan dalam pengambilan sempel yang menyebabkan
tiga konsekuensi yaitu (a) terkendalanya profil permukiman sehingga tidak
semua desa/kelurahan memiliki baseline 100-0-100; (b) terjadinya
41
tumpang tindih metode verifikasi dan pemutakhiran kawasan kumuh; (c)
ketidaklengkapan output verifikasi .
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat persamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah mengkaji
lokasi permukiman kumuh. Perbedaannya yaitu penelitian terdahulu hanya
meneliti tentang evaluasi metode verifikasi dan pemutakhiran lokasi
permukiman kumuh sebagai bagian dalam proses penanganan masalah
kumuh, sedangkan penelitian ini meneliti keseluruhan tahapan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) untuk mengatasi masalah kumuh secara
signifikan.
6. Krisandriyana Maresty, dkk. 2019. Jurnal Desa-Kota. Faktor yang
Mempengaruhi Keberadaan Kawasan Permukiman Kumuh di Surakarta.
Vol: 1(1).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat tiga topologi kawasan
permukiman kumuh di Surakarta yaitu kawasan permukiman kumuh
bantaran sungai, kawasan permukiman kumuh padat perkotaan dan
kawasan permukiman kumuh sepanjang rel kereta api. Adapun faktor
prioritas yang mempengaruhi adanya kawasan permukiman kumuh di
Surakarta berdasarkan analisis prioritas (Analytic Hierarchi Process) yaitu
faktor lahan perkotaan, faktor tata ruang dan faktor status kepemilikan
bangunan, serta faktor ekonomi.
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat persamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah penelitian
42
terdahulu meneliti mengenai kawasan permukiman kumuh. Perbedaannya
yaitu penelitian terdahulu memfokuskan penelitian pada faktor prioritas
penyebab timbulnya kawasan permukiman kumuh, sedangkan penelitian
ini mengkaji upaya menangani masalah kawasan kumuh melalui program
kota tanpa kumuh serta faktor-faktor penghambatnya.
7. Ratnasari, Dwi Jayanti dan Asnawi Manaf. 2015. Jurnal Pengembangan
Kota. Tingkat Keberhasilan Program Penataan Lingkungan Permukiman
Berbasis Komunitas (Studi Kasus: Kabupaten Kendal dan Kota
Pekalongan). Vol: 3(1).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa program Penataan Lingkungan
Berbasis Komunitas (PLBK) merupakan upaya pemerintah untuk
mengatasi masalah pemanfaatan ruang melalui perencanaan kolaboratif
yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan khususnya pemerintah
daerah dan masyarakat. Program PLBK dilaksanakan sejak tahun 2008 di
185 desa/kelurahan. Hasil penelitian menunjukkan semua desa/kelurahan
sudah tergolong berhasil dengan tingkat keberhasilan program di lokasi
studi mencapai 92,5-99%.
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat
persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah
meneliti mengenai upaya pemerintah untuk mengatasi masalah penataan
lingkungan yang bertujuan pada peningkatan kualitas lingkungan hidup
masyarakat. Perbedaannya yaitu penelitian terdahulu meneliti mengenai
program PLBK dan fokus pada tingkat keberhasilan program, sedangkan
43
penelitian ini meneliti mengenai program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
termasuk tahapan dan faktor penghambatnya.
8. Wahyuni Sri, dkk. 2012. Jurnal Ilmu Lingkungan. Implementasi Kebijakan
Pembangunan dan Penataan Sanitasi Perkotaan Melalui Program Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat di Kabupaten Tulungagung. Vol: 10(2).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa program Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat (SLBM) merupakan kebijakan pemerintah untuk
mengatasi masalah sanitasi perkotaan yang bertujuan mendukung
terciptanya pola hidup bersih sehat (PHBS). Program SLBM dilaksanakan
di kabupaten Temanggung pada tahun 2011 di 4 kelurahan yaitu
Kampungdalem, Karangwaru, Sembung dan Beji. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan program SLBM di Kabupaten
Temanggung belum optimal yang disebabkan adanya kelemahan dari sisi
penentuan lokasi, pelaksanaan RPA dan kurangnya operasional serta
pemeliharaan.
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat
persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah
mengkaji mengenai kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
lingkungan hidup masyarakat. Perbedaannya yaitu penelitian terdahulu
meneliti mengenai kebijakan program Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM), sedangkan penelitian ini meneliti mengenai
kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
44
9. Lestari, Dwi Indah dan Agung Sugiri. 2013. Jurnal Teknik PWK. Peran
Badan Keswadayaan Masyarakat dalam Penanganan Permukiman Kumuh
di Podosugih Kota Pekalongan. Vol: 2(1).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa peran penting kelompok BKM
dalam menangani permukiman kumuh di Kelurahan Podosugih yaitu
mendorong perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih peduli terhadap
lingkungan. Hal ini karena masyarakat dilibatkan dalam penyusunan
program sampai pelaksanaan pelaksanaan sehingga timbul rasa memiliki
dan kewajiban memelihara hasil pembangunan untuk generasi yang akan
datang. Studi ini juga menyatakan bahwa BKM melakukan pelatihan
peningkatan ekonomi dan kohesi sosial masyarakat untuk mengatasi
lingkungan permukiman kumuh.
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat
persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah
mengkaji penanganan masalah kawasan permukiman kumuh.
Perbedaannya yaitu penelitian terdahulu meneliti mengenai peran BKM
sebagai lembaga lokal yang melaksanakan program, sedangkan penelitian
ini mengkaji mengenai penerapan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) sebagai upaya mengatasi maslah permukiman kumuh.
10. Ulyah, Afwah. 2018. Partisipasi Masyarakat dalam Program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Krobokan Kecamatan Semarang Barat
Kota Semarang. Pengembangan Masyarakat Islam. Fakultas Dakwah dan
Komunikasi. UIN Walisongo Semarang.
45
Penelitian ini menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat
merupakan faktor pendukung dan modal utama dalam capaian sasaran
program KOTAKU yang meliputi partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam
evaluasi dan partisipasi dalam menikmati hasil. Adapun faktor
penghambatnya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat untuk
berpartisipasi dan kebiasaan masyarakat yang mengharapkan imbalan
dalam membantu pelaksanaan program.
Hasil penelitian terdahulu seperti pemaparan diatas terdapat
persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya yaitu
mengkaji program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan program tersebut. Perbedaannya yaitu
penelitian terdahulu memfokuskan kajian pada bentuk partisipasi
masyarakat dan seluruh faktor yang mempengaruhi sedangkan penelitian
ini mengkaji penerapan program termasuk bentuk-bentuk dan tahapannya
serta faktor yang menghambat pelaksanaan program KOTAKU.
C. Kerangka Berfikir
Perkembangan suatu wilayah tidak dapat dipisahkan dari perkembangan
penduduk. Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan tingkat
kepadatan penduduk yang tinggi pula. Hal ini sejalan dengan semakin besarnya
kebutuhan akan lingkungan hidup yang layak, sementara hal tersebut
berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan. Hal tersebut menjadi faktor
utama timbulnya kawasan permukiman kumuh. Adanya kawasan kumuh
46
menandakan belum tercapainya kualitas kawasan yang layak sesuai amanat
UU No 1 Tahun 2011. Salah satu wilayah di provinsi Jawa Tengah dengan
kawasan permukiman kumuh terluas adalah Kabupaten Pekalongan yang
tersebar di 8 kecamatan. Daerah di Kabupaten Pekalongan yang masih
memiliki daerah kumuh akibat kurangnya kesadaran perilaku masyarakat dan
dampak limbah dari industri adalah Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran.
Kondisi ini membuat pemerintah daerah memberikan perhatian khusus dengan
mencanangkan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Program tersebut
menjadi langkah pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan untuk mengurangi
kawasan permukiman kumuh di Kabupaten Pekalongan hingga 0% pada tahun
2021. Penelitian ini ingin mengkaji program Kota Tanpa Kumuh dari segi
penerapan dan faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan program.
Penerapan program Kota Tanpa Kumuh dalam penelitian ini dikaji
berdasarkan variabel model implementasi kebijakan Van Metter & Van Horn
serta tahap-tahap utama dalam kebijakan menurut Brian Hogwood & Levis
Gunn yang meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.
Adapun faktor-faktor penghambat program Kota Tanpa Kumuh dikaji
menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan menurut Edward
III yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Harapan
dari penelitian ini yaitu tercapainya tujuan dari program KOTAKU untuk
menciptakan kualitas permukiman yang layak di Kelurahan Bligo Kecamatan
Buaran Kabupaten Pekalongan.
47
Permasalahan Kawasan Permukiman
Belum tercapainya penyediaan kawasan
permukiman yang layak sesuai UU No 1
Tahun 2011 tentang Kawasan Perumahan dan
Permukiman
Adanya Kawasan Permukiman Kumuh
Kebijakan Program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kecamatan
Buaran Kabupaten Pekalongan
Penerapan Kebijakan Program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU)
(Model Implementasi Kebijakan Van
Metter & Van Horn dan tahapan
Kebijakan menurut Brian Hogwood dan
Levis Gunn)
Faktor Penghambat program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)
(Faktor-faktor kebijakan
menurut Edward III)
Terwujudnya permukiman yang layak,
meliputi:
peningkatan akses terhadap
infrastruktur;
penurunan kawasan permukiman
kumuh mencapai 0%;
penanganan sektor air minum dan
sanitasi yang layak.
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Latar Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi yang menjadi lapangan penelitian bagi
peneliti serta memiliki waktu berlangsungnya penelitian. Adapun jenis, lokasi
dan waktu penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena data yang
telah terkumpul melalui wawancara, observasi dan dokumentasi akan
digambarkan dalam bentuk kata-kata dengan terlebih dahulu menganalisis
secara tajam terhadap data yang dikumpulkan. Penelitian kualitatif
menurut pandangan Miles dan Huberman adalah data yang muncul
berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data yang telah
dikumpulkan melalu berbagai macam cara (wawancara, observasi, intisari
dokumen, pita rekaman) dan biasanya diproses sebelum data tersebut siap
digunakan melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan dan alih tulis.
Analisis data kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang biasanya
disusun kedalam teks yang diperluas.
Miles dan Huberman menyatakan bahwa analisis data penelitian
kualitatif terdiri dari tiga tahap yang terjadi secara bersamaan yaitu tahap
reduksi data, tahap penyajian data dan tahap penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Penyajian data yang baik merupakan cara utama untuk analisis
kualitatif yang valid.
49
Dalam diagram hubungan komponen-komponen analisis data model
interaktif, analisis data kualitatif merupakan upaya yang berkelanjutan,
berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan gambaran keberhasilan yang
secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling berurutan.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Bligo Kecamatan
Buaran Kabupaten Pekalongan. Lokasi tersebut dipilih karena memiliki
tingkat kerapatan bangunan dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi
yakni diatas 4000 jiwa/km2. Selain itu, kelurahan tersebut memiliki jarak
yang cukup dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga lebih mudah
dalam melakukan pengambilan data agar lebih optimal.
Subjek dalam penelitian ini adalah Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim LH) Kabupaten
Pekalongan, Pemerintah Kelurahan Bligo, dan Badan Keswadayaan
Masyarakat (BKM mandiri) Kelurahan Bligo sebagai pelaksana kebijakan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) serta masyarakat Kelurahan
Bligo sebagai penerima manfaat program KOTAKU.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti dalam kurun waktu penelitian
selama 2 bulan yang mulai dari bulan 21 Januari- 13 Maret 2020.
50
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan pemusatan konsentrasi terhadap tujuan
penelitian yang akan dilakukan sehingga lebih terarah. Fokus penelitian
mengandung penjelasan mengenai dimensi yang akan menjadi pusat penelitian
dan hal yang akan dibahas secara tuntas dan mendalam. Sugiyono (2017:286)
dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D bahwa penentuan fokus dalam penelitian
kualitatif lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh
dari situasi sosial (lapangan penelitian). Adapun yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penerapan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan
Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan meliputi:
a. bentuk-bentuk kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU);
b. tahap-tahap pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU);
c. model kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU);
d. monitoring dan evalusasi pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU).
2. Faktor penghambat dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
a. Faktor yang menghambat pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU).
b. Strategi untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU).
51
C. Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer menurut Sugiyono (2017:308) adalah sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data
primer dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi di lapangan
penelitian dan dokumen-dokumen terkait. Adapun sumber data primer
dalam penelitian ini diperoleh melalui cara wawancara langsung dengan
pihak-pihak terkait yaitu Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim LH) Kabupaten Pekalongan
khususnya Bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman, Pemerintah
Kelurahan Bligo, Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mandiri
Kelurahan Bligo, dan masyarakat Kelurahan Bligo.
Data primer dalam penelitian ini juga diperoleh melalui pengamatan
peneliti dalam kegiatan rembug warga tahunan Kelurahan Bligo tahun
2019 serta pengamatan terhadap hasil program KOTAKU di Kelurahan
Bligo.
2. Sumber data Sekunder
Sumber data sekunder dalam pernyataan Sugiyono (2017:309)
merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sumber data tertulis. Peneliti mengambil data sekunder berupa
dokumen Surat Edaran Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 40 tahun 2016 tentang
52
Pedoman Umum Program Kota Tanpa Kumuh, SK Bupati Pekalongan No
663/408 Tahun 2014 tentang Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh, RP2KPKP Kabupaten Pekalongan, dokumen
Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP) Kelurahan Bligo dan
LPJ BKM Mandiri Kelurahan Bligo.
D. Alat dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
suatu penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2017: 308).
Teknik pengumpulan data secara umum dapat dilaksanakan melalui empat
macam yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan gabungan/triangulasi.
Hal ini sejalan dengan Catherine Marshall dan Gretchen B. Rossman (dalam
Sugiyono, 2017: 309) yang menyatakan bahwa “the fundamental methods
relied on by qualitative researchers for gathering information are, participation
in the setting, direct observation, in-depth interviewing, document review”.
Metode dasar yang diandalkan untuk memperoleh informasi dalam penelitian
kualitatif yaitu partisipasi dalam penelitian, observasi langsung, wawancara
mendalam dan tinjauan dokumen terkait.
Adapun teknik penggumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan
53
dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang
diajukan (Moleong, 207:186). Wawancara merupakan teknik
pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi sesuai
dengan realitas yang terjadi.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
tidak terstruktur, dimana pertanyaan yang diajukan tidak terstruktur namun
tetap mengarah pada fokus permasalahan dalam penelitian. Peneliti akan
menggunakan teknik wawancara face to face, sehingga dapat menangkap
keterangan dan informasi dari informan secara langsung. Wawancara tidak
terstruktur digunakan dengan harapan dapat memperoleh informasi yang
lebih mendalam terkait fokus penelitian. Dalam penelitian ini, yang
menjadi informan dalam proses wawancara adalah sebagai berikut.
a. Ibu Asrotun (Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup
Kabupaten Pekalongan) sebagai Pemrakarsa dan penggagas program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
b. Fatkhur Rahman, S.H., Lurah Bligo sebagai pemimpin wilayah yang
menjalankan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
c. Ibu Istiqomah sebagai koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat di
tingkat desa/kelurahan, yaitu BKM Mandiri Kelurahan Bligo sebagai
koordinator pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
54
d. Bapak Budi Nuryanto sebagai koordinator Tim Inti Perencanaan
Partisipatif BKM Kelurahan Bligo sebagai pelaksana lapangan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
e. Masyarakat Kelurahan Bligo sebagai sasaran dalam kebijakan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), meliputi:
- Bapak Syaifudin sebagai masyarakat sekaligus ketua RT 3 RW 1
- Bapak Faizin sebagai masyarakat sekaligus ketua RT 15 RW 5
- Saudari Yunita sebagai masyarakat RT 10 RW 4
2. Observasi
Observasi menurut Sugiyono (2017:203) merupakan teknik
pengumpulan data yang digunakan apabila penelitian yang dilakukan
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala amal dan
apabila responden yang diamati tidak terlalu besar. Teknik pengumpulan
data melalui observasi memiliki ciri yang spesifik yaitu tidak terbatas pada
orang, tetapi juga objek alam yang lainnya.
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi
nonpartisipan, dimana peneliti tidak terlibat dan hanya berperan sebagai
pengamat independen untuk mengamati penerapan kebijakan progam Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran
Kabupaten Pekalongan. Pada tahap pengambilan data menggunakan teknik
observasi, peneliti datang ke lokasi penelitian, namun bersifat pasif.
Artinya bahwa peneliti tidak terlibat secara langsung dalam penerapan
kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
55
untuk mendapatkan data. Adapun alat yang digunakan yaitu lembar
observasi untuk mengumpulkan data mengenai penerapan kebijakan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten
Pekalongan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi menurut Efridawati dan Lubis (2015: 60) yaitu setiap
bahan yang tertulis baik berupa karangan, memo, pengumuman, majalah,
pernyataan, aturan suatu lembaga masyarakat dan berita yang disiarkan
kepada media masa. Dokumentasi bertujuan untuk menyimpan bukti data
yang diperoleh peneliti selama proses penelitian. Adapun dokumentasi
dalam penelitian ini berupa dokumen Surat Edaran Direktorat Jenderal
Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
40 tahun 2016 tentang Pedoman Umum Program Kota Tanpa Kumuh, SK
Bupati Pekalongan No 663/408 Tahun 2014 tentang Penetapan Lokasi
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, RP2KPKP Kabupaten
Pekalongan, RPLP Kelurahan Bligo, dan LPJ BKM Mandiri Kelurahan
Bligo, serta dokumen lain yang berkaitan dengan penerapan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran
Kabupaten Pekalongan.
E. Uji Validitas Data
Sugiyono (2017:363) meyatakan bahwa validitas merupakan derajat
ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang
dapat dilaporkan oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif, suatu data dapat
56
dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan oleh
peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Uji
validitas data merupakan salah satu hal penting dalam penelitian karena
pengujian data terhadap validitasnya akan menghasilkan data yang ilmiah dan
dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini, uji validitas data yang
digunakan yaitu teknik triangulasi. Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut (Moleong. 2007: 330).
Bagan 3.1 Triangulasi Sumber (Sugiyono, 2017: 331 )
Adapun teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik triangulasi sumber yang ditempuh dengan beberapa tahapan sebagai
berikut.
1. Membandingkan pernyataan dan pendapat dari setiap informan dengan
berbagai latar belakang yang dimiliki. Peneliti membandingkan pernyataan
dan pendapat yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintah, orang yang
memiliki jabatan tertentu dan masyarakat umum.
2. Membandingkan data hasil wawancara dari beberapa sumber dengan data
hasil pengamatan. Peneliti membandingkan data yang diperoleh dari hasil
wawancara beberapa sumber yang menjadi informan penelitian dengan
Wawancara
Mendalam
A
B
C
57
data hasil pengamatan mengenai penerapan kebijakan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo.
3. Membandingkan data hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan dengan program KOTAKU. Peneliti membandingkan hasil
wawancara dengan Dinas Perkim LH Kabupeten Pekalongan, Lurah Bligo
dan pengurus BKM Mandiri dengan dokumen RP2KPKP Kabupaten
Pekalongan, dokumen RPLP dan LPJ BKM Mandiri tahun 2019.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data
(Moloeng, 2007: 280). Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model
interaktif. Adapun tahapan-tahapan dalam teknis data model interaktif adalah
sebagai berikut.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
wawancara, observasi dan dokumentasi. Hal ini sesuai dengan filosofi
penelitian ilmiah, bahwa dalam pengambilan data peneliti berbaur dan
berinteraksi secara intensif dengan responden. Data yang didapat dari proses
wawancara, observasi dan dokumentasi akan dicatat dalam catatan
lapangan.
Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui
wawancara dengan informan yang sudah ditentukan secara sistematis pada
58
pedoman wawancara, melakukan observasi terkait bentuk-bentuk program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo dan kegiatan rembug
warga tahunan, serta mengumpulkan dokumentasi yang terkait dengan
program KOTAKU di Kelurahan Bligo seperti dokumen RP2KPKP
Kabupaten Pekalongan, monografi Kelurahan Bligo, dokumen RPLP
Kelurahan Bligo, laporan pertanggungjawaban BKM Mandiri Kelurahan
Bligo.
2. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses penyempurnaan data, baik pengurangan
data yang dianggap kurang perlu maupun penambahan data yang dianggap
masih kurang. Reduksi data merupakan proses untuk menentukan data yang
relevan dan memfokuskan data untuk pemecahan masalah, penemuan,
pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian. Pada tahap
ini, laporan lapangan direduksi, dirangkum, dipilih dan dipilah hal-hal
pokok, difokuskan pada hal-hal penting kemudian dicari tema atau polanya.
Langkah selanjutnya adalah penyederhanaan dan penyusunan data secara
sistematis serta penjabaran hal-hal penting dalam penelitian. Proses reduksi
data terus berjalan sesudah penelitian lapangan sampai laporan akhir
tersusun dengan lengkap.
Adapun reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan memilah
dan memusatkan data hasil wawancara dari beberapa informan terkait,
kemudian peneliti membandingkan dan memeriksa kesesuaian data hasil
59
wawancara dari informan satu dan informan yang lain untuk memperoleh
data yang valid.
3. Penyajian Data
Penyajian data dalam bentuk tulisan, gambar dan tabel yang bertujuan
untuk menggabungkan informasi sehingga dapat menggambarkan keadaan
yang terjadi. Penyajian data dilakukan agar peneliti mampu menguasai data
dan tidak hanya terpaku pada kesimpulan informasi yang ada.
Adapun penyajian data dalam penelitian ini disesuaikan dengan bentuk
informasi yang didapat peneliti di lapangan untuk mendukung kejelasan
informasi dalam menyajikan data seperti bentuk-bentuk Program KOTAKU
disajikan dalam bentuk deskriptif dan didukung dengan gambar hasil
pembangunan program KOTAKU, tahapan-tahapan program KOTAKU
disajikan dalam bentuk deskriptif dengan menyertakan kutipan langsung
hasil wawancara untuk memperoleh informasi yang valid, kemudian
pembagian dan penanganan daerah kumuh disajikan dalam bentuk tabel
untuk memudahkan peneliti dalam menyajikan data yang valid.
4. Verifikasi/Kesimpulan
Penarikan kesimpulan yaitu melakukan verifikasi (pemeriksaan
tentang kebenaran laporan) secara terus menerus, sejak awal memasuki
lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data. Penarikan
kesimpulan dilakukan selama proses penelitian berlangsung. Ketika data
yang terkumpul sudah memadai, maka diperoleh kesimpulan sementara
dan setelah data lengkap sudah terkumpul maka diperoleh kesimpulan
60
akhir untuk menjawab rumusan masalah mengenai penerapan program
KOTAKU dan faktor-faktor yang menghambat program tersebut.
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan dengan
memverifikasi kebenaran data yang diperoleh dari hasil wawancara,
observasi dan dokumentasi dimulai dari awal penelitian hingga semua data
yang dibutuhkan sudah terkumpul. Kemudian dari seluruh data yang
diperoleh tersebut ditarik kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah
dalam penelitian ini.
Bagan 3.2 Analisis Data Model Interaktif (Miles dan Hobberman, 1992:20)
Pengumpulan
data
Penyajian
data
Reduksi
data
Kesimpulan-
kesimpulan:
Penarikan/Verikasi
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Objek Penelitian
a. Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan
Bligo merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan. Bligo pada awalnya merupakan sebuah desa yang statusnya
berubah menjadi kelurahan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Pekalongan No 5 Tahun 2009 tentang Pembentukan, Penghapusan,
Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan.
Kelurahan Bligo memiliki luas wilayah 0,65 km2 yang terbagi menjadi 17
RT dan 5 RW. Wilayah Kelurahan Bligo merupakan dataran rendah dengan
ketinggian 10 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan 2,5 mm/th.
Kelurahan Bligo memiliki jarak 0,5 km dari ibu kota kecamatan dan 18 km
dari ibu kota kabupaten serta 105 km dari ibu kota provinsi. Kelurahan Bligo
memiliki batas-batas daerah administratif sebagai berikut.
Sebelah utara : Desa Wonoyoso dan Sapugarut Kecamatan Buaran
Sebelah barat : Kelurahan Sapugarut Kecamatan Buaran
Sebelah Selatan : Kelurahan Pekajangan Kecamatan Kedungwuni
Sebelah timur : Desa Pakumbulan Kecamatan Buaran
Secara umum, tipologi Kelurahan Bligo terbagi menjadi area
persawahan, peternakan dan industri. Kelurahan Bligo memiliki wilayah
yang padat penduduk di sisi bagian barat dan juga memiliki hamparan
62
sawah yang terbentang luas di sisi bagian timur. Luas wilayah permukiman
Kelurahan Bligo mencapai 27,5 Ha/m2 dengan jumlah penduduk mencapai
4.192 jiwa sedangkan luas area persawahan mencapai 26,1 Ha/m2. Adanya
ketidakseimbangan dalam persebaran kawasan permukiman menyebabkan
Kelurahan Bligo memiliki tingkat kerapatan bangunan yang cukup tinggi.
Adapun yang menjadi visi dari Kelurahan Bligo yaitu: “Terwujudnya
Kelurahan Bligo yang aman, nyaman, makmur dan asri”. Visi tersebut
diwujudkan melalui beberapa misi Kelurahan Bligo yaitu sebagai berikut.
1) Mewujudkan tata kelola pemerintahan kelurahan yang baik dan stabil.
2) Menjalin kerja sama dengan kepolisian melalui Babinkamtibmas guna
mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang aman, tertib dan kondusif.
3) Meningkatkan pembangunan baik fisik maupun non fisik di Kelurahan
Bligo.
4) Memberikan ruang dan akses bagi peningkatan kegiatan ekonomi warga
masyarakat.
5) Menggalakkan kegiatan bersih-bersih lingkungan.
Gambar 4.1 Peta Kelurahan Bligo (sumber: Pemerintah Kelurahan Bligo)
63
Secara umum Kelurahan Bligo memiliki posisi yang strategis baik dari
sisi perekonomian maupun pemerintahan. Hal ini dikarenakan letaknya
yang relatif dekat dengan pusat pemerintahan kecamatan, pusat pendidikan
dan pusat perdagangan. Hal tersebut menunjang tumbuhnya industri dari
skala kecil hingga besar. Kelurahan Bligo terletak di Kecamatan Buaran
yang menjadi kecamatan terkecil sekaligus terpadat di wilayah Kabupaten
Pekalongan yakni mencapai 5.145 jiwa/km2 pada tahun 2013.
Kelurahan Bligo memiliki banyak industri produksi, beberapa
diantaranya menjadi penopang perekonomian masyarakat yaitu industri
batik dan industri kain kasa. Kelurahan Bligo menjadi salah satu penghasil
kain kasa terbesar di Kabupaten Pekalongan dan hasil produksinya mampu
bersaing di kancah nasional. Produksi kain kasa berasal dari industri kecil
rumahan sampai industri pabrik. Hal ini menyebabkan mayoritas penduduk
bermata pencaharian sebagai buruh pabrik dan wiraswasta home industri.
Selain itu, tingginya penduduk dengan usia produktif di Kelurahan Bligo
yang mencapai 2.998 jiwa mendukung pertumbuhan industri khususnya di
bidang produksi batik dan kain kasa. Kedua industri tersebut menjadi salah
satu penopang perekonomian masyarakat Kelurahan Bligo.
64
Gambar 4.2 Industri Batik Rumahan (Sumber: dokumentasi peneliti)
Gambar 4.3 Industri Kain Kasa (Sumber:dokumentasi peneliti)
b. Daerah Kumuh di Kelurahan Bligo
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Pekalongan No 663/408 Tahun
2014 tentang Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh, wilayah Kabupaten Pekalongan memiliki daerah kumuh seluas
671, 844 ha. Daerah kumuh tersebut tersebar dalam 34 desa/kelurahan di 7
kecamatan. Setiap kecamatan memiliki faktor penyebab masing-masing
seperti dampak rob untuk daerah pesisir yaitu Kecamatan Tirto, Kecamatan
Wiradesa dan Kecamatan Wonokerto. Faktor penyebab lainnya yaitu
tingginya kepadatan penduduk dan kerapatan bangunan yang tidak
memenuhi standar kelayakan di daerah perkotaan dan pusat perekonomian
65
seperti Kecamatan Buaran, kecamatan Kedungwuni, Kecamatan Bojong,
dan Kecamatan Wonopringgo. Sebanyak 4 dari 7 kecamatan di Kabupaten
Pekalongan memiliki daerah kumuh yang disebabkan oleh tingginya
kepadatan penduduk dan kerapatan bangunan sehingga menyebabkan
menurunnya kualitas lingkungan dan permukiman.
Kelurahan Bligo merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Buaran
yang termasuk dalam kategori kawasan kumuh. Adapun luas kawasan
kumuh di Kelurahan Bligo mencapai 21, 844 ha atau sekitar 33,6% dari
seluruh wilayah kelurahan. Permasalahan kawasan kumuh di Kelurahan
Bligo mayoritas berkenaan dengan teknis bangunan dan sarana prasarana
umum yang kurang memadai serta kondisi lingkungan setempat yang
memicu timbulnya daerah kumuh. Hal ini disebabkan karena adanya
ketidakseimbangan antara luas daerah permukiman dengan jumlah
penduduk sehingga menimbulkan adanya permukiman padat dan adanya
limbah yang dihasilkan dari industri batik dan kain kasa. Selain itu,
kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan permukiman
menjadi salah satu penyumbang timbulnya daerah kumuh di Kelurahan
Bligo. Daerah kumuh yang terdapat di Kelurahan Bligo tersebar di
beberapa titik yang mencakup 13 RT dari 17 RT secara keseluruhan dengan
total deliniasi kawasan kumuh sebesar 21,844 Ha. Adapun 13 RT yang
termasuk daerah kumuh Kelurahan Bligo yaitu sebagai berikut.
66
Tabel 4.1 Daftar kegiatan pengentasan daerah kumuh Kelurahan Bligo
tahun 2017-2021
RW RT Kegiatan Pengentasan Kumuh
1 1
2
3
Saluran drainase dan jalan paving
Saluran drainase
Jalan paving
2 4
5
6
Saluran drainase dan jalan paving
Saluran drainase
Saluran drainase
4 11
12
Jalan paving
Jalan paving
5 13
14
15
16
17
Saluran drainase
TPS(3R) dan Sumur bor (PAMSIMAS)
Saluran drainase
Saluran drainase
Saluran drainase
(Sumber: RPLP Kelurahan Bligo tahun 2017-2021)
Kondisi kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Bligo termasuk
dalam kawasan strategis kabupaten karena lokasinya yang dekat dengan
akses perdagangan dan jasa. Hal ini membuat kawasan permukiman
kumuh di Kelurahan Bligo memiliki beberapa karakteristik yang ditinjau
dari kondisi lingkungan kelurahan yaitu sebagai berikut.
1) Kondisi Jalan
Kondisi jalan di Kelurahan Bligo sebagian sudah menggunakan
aspal dan paving. Berdasarkan lokasi deliniasi di Kelurahan Bligo,
terdapat kondisi kualitas jalan lingkungan yang masih buruk pada tahun
2017 seluas 1100 meter. Kondisi tersebut disebabkan beberapa masalah
seperti masih terdapat jalan tanah, kondisi permukaan jalan yang rusak
67
serta masih ditemukannya kondisi jalan yang tidak di lengkapi dengan
saluran drainase dan kurangnya penerangan jalan sesuai standar teknis
yang telah ditetapkan pemerintah.
Kondisi jalan yang kurang berfungsi secara optimal dapat menjadi
indikator infrastruktur kelurahan yang kurang baik. Baik buruknya
kondisi jalan akan mempengaruhi mobilitas masyarakat setempat.
Ketika kondisi jalan tidak layak, maka aktivitas masyarakat akan
terhambat. Oleh karena itu perlu adanya inovasi program untuk
memperbaiki akses jalan di Kelurahan Bligo agar lebih tertata dan
berfungsi sebagaimana mestinya.
2) Air Bersih
Kebutuhan air bersih masyarakat Kelurahan Bligo menggunakan
sumur galian, PDAM dan tendon air. Adapun permasalahan air bersih
di Kelurahan Bligo yaitu kualitas air yang minim saat musim kemarau
dan sumur galian yang tercemar karena letaknya yang berdekatan
dengan limbah. Kondisi air sumur yang sudah tercemar jika terus
digunakan tentunya akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan
dan dapat menyebabkan penyakit. Pada tahun 2017 setidaknya terdapat
86 kepala keluarga dengan kebutuhan air bersih yang belum terpenuhi.
Air bersih merupakan kebutuhan pokok masyarakat untuk bisa
hidup sehat. Permasalahan air bersih memiliki urgensi yang tinggi untuk
diselesaikan, terutama bagi daerah-daerah industri seperti Kelurahan
Bligo. Hal ini karena permasalahan air bersih berkaitan erat dengan
68
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya upaya strategis dari
pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga kebutuhan
air bersih bagi masyarakat Kelurahan Bligo dapat terpenuhi. Hal
tersebut bertujuan untuk mendukung pelaksanaan pola hidup bersih dan
sehat sesuai dengan visi dan misi Kelurahan Bligo.
3) Kondisi Saluran Drainase
Kondisi saluran drainase di Kelurahan Bligo memiliki kualitas yang
minimum memadai. Berdasarkan sumber data baseline 100-0-100 tahun
2017, sebanyak 34% saluran drainase di Kelurahan Bligo memiliki
ukuran yang tidak sesuai dengan volume yang dibutuhkan sehingga tidak
mampu menampung limpasan air hujan yang mengakibatkan terjadinya
banjir lingkungan. Sebagian besar permasalahan saluran air atau drainase
di Kelurahan Bligo antara lain saluran air yang macet dan tidak berfungsi,
tidak terhubung ke saluran yang lebih besar sehingga air limbah rumah
tangga tidak bisa mengalir. Selain itu, masih adanya drainase dengan
kualitas buruk dan tidak terpelihara dengan panjang sekitar 5.680 meter.
Kondisi tersebut akan menjadi masalah besar bagi masyarakat
Kelurahan Bligo ketika musim hujan. Saluran air atau drainase yang
tidak mampu menampung air hujan dan tidak berfungsi akan
mengakibatkan terjadinya banjir lingkungan. Selama beberapa tahun
terakhir, banjir lingkungan yang terjadi di Kelurahan Bligo menyebabkan
sebagian rumah dan akses jalan utama terendam air hujan. Selain itu,
banjir lingkungan juga mengakibatkan kerugian dari segi ekonomi
69
terutama bagi home industri kain kasa karena produk yang sudah siap
dipasarkan terendam banjir.
4) Kondisi Persampahan
Sebagian besar masyarakat Kelurahan Bligo masih membuang
sampah di lubang atau lahan kosong dekat rumah kemudian dibakar.
Kebiasaan masyarakat ini dilakukan karena belum adanya layanan
pengangkutan sampah rumah tangga ke TPS atau TPA. Jumlah sampah
domestik rumah tangga yang dapat terangkut ke TPS hanya sekitar 63,4%
dari seluruh sampah yang dihasilkan. Hal ini berarti masih ada 36,6%
sampah yang belum dapat terangkut dan dibuang begitu saja. Selain itu,
Kelurahan Bligo belum mampu untuk memilah dan mengolah sampah
yang dihasilkan sehingga sampah yang berhasil terangkut ke TPS pun
hanya ditumpuk dan menunggu untuk diangkut ke TPA. Hal ini
mengakibatkan adanya tumpukan sampah yang mencemari lingkungan
dan mengganggu pengguna jalan karena letaknya di tepi jalan utama
Kelurahan Bligo.
70
Gambar 4.4 Beberapa titik daerah kumuh Kelurahan Bligo (sumber:
dokumentasi peneliti)
Masih adanya beberapa titik daerah kumuh inilah yang menjadikan
perlunya upaya strategis dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan
kumuh khususnya di Kelurahan Bligo. Sebagai bentuk keseriusan
pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan dalam mengentaskan masalah
kumuh, Kelurahan Bligo menjadi salah satu sasaran dalam program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan. Adapun titik daerah
kumuh di Kelurahan Bligo yang dinilai layak untuk memperoleh kegiatan
pengentasan kumuh didasarkan pada hasil survei yang dilaksanakan oleh
BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) dan fasilitator kelurahan sebagai
pendamping program KOTAKU.
c. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Lingkungan
Hidup Kabupaten Pekalongan
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan
Lingkungan Hidup (Perkim dan LH) berdasarkan Peraturan Bupati No 7
Tahun 2017 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas
71
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup
adalah dinas yang menangani masalah permukiman rakyat dan lingkungan
hidup yang bertanggungjawab kepada Bupati Pekalongan. Adapun
susunan organisasi Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan terdiri dari:
1) Kepala Dinas,
2) Sekretariat,
3) Bidang Pencegahan dan Pengawasan Lingkungan,
4) Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan,
5) Bidang Kebersihan Pertamanan dan Penerangan Jalan,
6) Bidang Bina Teknik,
7) Bidang Cipta Karya,
8) UPT,
9) Kelompok jabatan fungsional.
Penelitian ini mengambil data dari Bidang Cipta Karya yang
menangani masalah penciptakaryaan, pembangunan gedung dan
perumahan serta penataan dan penyehatan kawasan permukiman. Adapun
seksi yang relevan dengan penelitian ini yaitu Seksi Penyehatan
Lingkungan Permukiman. Seksi penyehatan lingkungan permukiman
dipimpin oleh seorang kepala seksi yang berkedudukan dibawah dan
bertanggungjawab kepada kepala bidang.
1. Kepala Bidang Cipta Karya
Kepala bidang cipta karya dibawah Dinas Perkim LH memiliki
tugas untuk melaksanakan administrasi teknis terkait dengan
72
penciptakaryaan, pembangunan gedung dan perumahan serta penataan
dan penyehatan lingkungan permukiman. Adapun uraian tugas kepala
bidang cipta karya yaitu sebagai berikut.
a) Merencanakan operasional program, rencana kerja dan kegiatan
Bidang Cipta Karya sebagai pedoman agar pelaksanaan program
kerja sesuai dengan perencanaan.
b) Mempelajari dan menelaah peraturan perundang-undangan,
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Bidang Cipta Karya
sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
c) Memberi petunjuk, arahan, dan membagi tugas kepada bawahan
dalam pelaksanaan tugas sesuai peraturan perundang-undangan agar
setiap tugas dapat diselesaikan dengan tepat, efektif dan efisien.
d) Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas bawahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
e) Menyelenggarakan konsultasi dan koordinasi baik vertikal maupun
horizontal untuk sinkronisasi dan kelancaran pelaksanaan tugas.
f) Merumuskan bahan kebijakan teknis Bidang Cipta Karya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan petunjuk teknis sebagai
bahan kajian pimpinan.
g) Mengarahkan dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan Bidang
Cipta Karya yang sesuai dengan data masuk dan pemantauan
lapangan untuk mengetahui perkembangan serta permasalahan yang
mungkin terjadi.
73
h) Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan pembangunan
gedung, perumahan, permukiman serta sarana dan prasarana
lingkungan permukiman sesuai peraturan perundang-undangan dan
petunjuk teknis untuk meningkatkan mutu kegiatan.
i) Menyelenggarakan pengawasan teknis pembangunan gedung dan
perumahan, serta penataan dan penyehatan lingkungan permukiman
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan petunjuk teknis
guna peningkatan mutu kegiatan.
j) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
Bidang Cipta Karya dengan cara mengukur capaian program kerja
yang telah disusun sebagai bahan laporan dan kebijakan lebih lanjut.
k) Mengevaluasi dan menilai prestasi kerja bawahan berdasarkan
sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja sesuai peraturan
perundang-undangan dalam rangka peningkatan karier, pemberian
penghargaan dan sanksi.
l) Melaporkan pelaksanaan program dan kegiatan Bidang Cipta Karya
secara lisan dan tertulis kepada Kepala Dinas melalui sekretaris
sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan tugas.
m) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh pimpinan,
baik lisan maupun tertulis sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2. Seksi Bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman
Seksi Bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman di pimpin oleh
seorang kepala seksi yang berkedudukan dibawah dan
74
bertanggungjawab kepada kepala bidang. Kepala seksi bidang
penyehatan lingkungan permukiman memiliki tugas untuk
melaksanakan pembinaan, pengembangan dan pengawasan
pembangunan sarana dan prasarana lingkungan permukiman seperti
jalan lingkungan, sanitasi, saluran drainase dan ketersediaan air bersih.
Adapun yang menjadi uraian tugas dari Kepala Seksi penyehatan
lingkungan permukiman yaitu sebagai berikut.
1) Merencanakan serta mengkonsep program, rencana kerja dan rencana
kegiatan Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman sesuai dengan
program kerja tahun sebelumnya sebagai pedoman kerja agar
pelaksanaan program kerja sesuai dengan rencana.
2) Mempelajari dan menelaah peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman dan bidang
tugasnya.
3) Memberikan tugas, petunjuk, dan membimbing bawahannya dalam
melaksanakan tugas berdasarkan kompetensi dan jabatannya untuk
pemerataan dan kelancaran pelaksanaan tugas secara benar.
4) Meneliti/memeriksa dan menyelia pelaksanaan tugas bawahan
berdasarkan arahan sebelumnya sehingga diperoleh hasil kerja yang
optimal.
5) Melaksanakan konsultasi dan koordinasi secara vertikal dan
horizontal untuk sinkronisasi dan kelancaran pelaksanaan tugas.
75
6) Menyusun bahan kebijakan teknis Seksi Penyehatan Lingkungan
Permukiman berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
petunjuk teknis sebagai bahan kajian pimpinan.
7) Melaksanakan inventarisasi sarana dan prasarana lingkungan
permukiman dan penyehatan kawasan kumuh dengan mempelajari
dan mengolah data, koordinasi baik vertikal maupun horizontal agar
perencanaan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
8) Mengelola data hasil inventarisasi sarana prasarana lingkungan
permukiman dan penyehatan kawasan kumuh melalui koordinasi dan
survei lapangan agar data tersusun dengan baik dan informatif.
9) Menyusun laporan hasil prasurvei program kegiatan dengan
melakukan monitoring dan mengolah data agar program kegiatan
yang diusulkan sesuai dengan prioritas penanganan masalah.
10) Menyusun konsep petunjuk teknis pengembangan konstruksi sarana
prasarana lingkungan permukiman sesuai peraturan perundang-undangan
sebagai pedoman bagi pelaksana kegiatan dalam pengembangan
konstruksi sarana prasarana lingkungan permukiman.
11) Melaksanakan konsultasi teknis mengenai pengembangan konstruksi
sarana prasarana lingkungan permukiman melalui evaluasi dan
koordinasi teknis secara rutin dengan pelaksana kegiatan agar
pelaksanaan fisik tidak menyimpang dan sesuai dengan spesifikasi
teknis yang sudah ditentukan.
76
12) Menyusun konsep petunjuk dan rencana pelaksanaan kegiatan dengan
mempelajari dan menjabarkan petunjuk kegiatan, rambu-rambu
pelaksanaan kegiatan serta sanksi yang dikenakan apabila terjadi
penyimpangan sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan di lapangan.
13) Menyusun rencana usulan pembangunan di bidang fisik sarana
prasarana penyehatan lingkungan melalui koordinasi, merekap data
usulan dari desa/kelurahan, perangkat daerah dan kecamatan,
inventarisasi serta menyusun prioritas program sehingga diperoleh
data usulan pembangunan yang optimal.
14) Melaksanakan pengawasan pembangunan di bidang fisik sarana
prasarana penyehatan lingkungan dengan menyusun dan membagi
tugas pengawasan langsung di lapangan agar pelaksanaan
pembangunan dapat terkontrol dengan baik sesuai dengan rencana dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
15) Melaksanakan penilaian prestasi kerja bawahan berdasarkan sasaran
kerja pegawai dan perilaku kerja sesuai peraturan perundang-
undangan dalam rangka peningkatan karier, pemberian penghargaan
dan sanksi.
16) Mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan Seksi Penyehatan
Lingkungan Permukiman berdasarkan program kerja agar sesuai
dengan target hasil.
77
17) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan Seksi Penyehatan
Lingkungan Permukiman sesuai hasil pelaksanaan kegiatan sebagai
bentuk akuntabilitas dan trasparansi pelaksanaan tugas.
18) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh pimpinan
secara lisan maupun tertulis sesuai dengan tugas dan fungsinya.
d. BKM Mandiri Kelurahan Bligo
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) adalah suatu organisasi
masyarakat di tingkat desa/kelurahan yang keanggotaannya bersifat
relawan. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) bersifat kolektif kolegial
yang artinya bahwa dalam BKM tidak terdapat ketua tetapi dipimpin oleh
seorang koordinator. Kepengurusan Badan Keswadayaan Masyarakat
(BKM) berganti setiap tiga tahun sekali. Setiap periode kepengurusan BKM
dapat mengalami rotasi sehingga semua anggota memiliki kesempatan
untuk menjadi koordinator. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang
ada di Kelurahan Bligo bernama BKM Mandiri yang dibentuk pada tahun
2007. Keanggotaan BKM berawal dari penjaringan melalui RT setempat,
setiap RT akan dipilih sebanyak 2 atau 3 orang. Kemudian hasil penjaringan
tingkat RT akan diseleksi lebih lanjut di tingkat kelurahan. Adapun anggota
kepengurusan BKM Mandiri Keluraan Bligo periode 2019-2022 yaitu
sebagai berikut.
78
Tabel 4.2 Pengurus BKM Mandiri Kelurahan Bligo Periode 2019-2022
NO NAMA ANGGOTA BKM
JENIS
KELAMIN
(L/P)
ALAMAT
1 Budi Nuryanto L RT 11 RW 04
2 H. Dodi L RT 04 RW 02
3 Reza Pahlevi L RT 15 RW 04
4 Nur Sa’adah P RT 16 RW 05
5 Nur Atikah P RT 12 RW 04
6 Dwi Kurniawan L RT 12 RW 04
7 Sunoto L RT 12 RW 04
8 Abdul Rozak L RT 12 RW 04
9 Tini Ekawati P RT 04 RW 02
10 H. Mulyo Harjo L RT 02 RW 01
11 Nur Khayatun P RT 03 RW 01
12 Akbar Rahman L RT … RW …
13 Suroso L RT … RW …
(Sumber: Rembug Warga Tahunan BKM Mandiri Kelurahan Bligo
Tahun 2019)
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh sekretaris dan beberapa unit pengelola. Adapun unit
pengelola BKM Mandiri Kelurahan Bligo antara lain Unit Pengelola Sosial
(UPS), Unit Pengelola Keuangan (UPK) dan Unit Pengelola Lingkungan
(UPL). BKM Mandiri Kelurahan Bligo dalam menerapkan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) memiliki peran:
a. mengelola dana BOP (Biaya Operasional Program) dari pemerintah
daerah;
b. membentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) sebagai panitia
pelaksana program yang akan dilaksanakan;
c. mengkoordinir KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dalam
melaksanakan pembangunan;
d. menjadi penyalur atau penghubung antara pemerintah dengan KSM.
79
BKM Mandiri Kelurahan Bligo dalam menjalankan tugasnya
membentuk tiga Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk
melaksanakan pembangunan dalam program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU). Setiap KSM terdiri dari 7 orang yang tersusun oleh ketua,
sekretaris, bendahara dan anggota. Selain itu, masing-masing KSM
menangani satu kegiatan dalam program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
dan tetap melakukan koordinasi dengan BKM. Adapun KSM yang dibentuk
oleh BKM Mandiri Kelurahan Bligo pada tahun 2019 yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.3 KSM BKM Mandiri Kelurahan Bligo tahun 2019
NO NAMA KSM JENIS KEGIATAN LOKASI
PEMBANGUNAN
1 KSM Anggrek TPS (3R) RT 14 RW 04
2 KSM Flamboyan Saluran Drainase
Jalan Paving
RT 1, RT 2, RT 4, RT 5, RT
12, RT 15, RT 16
Rt 1, RT 4, RT 11, RT 12
3 KSM Mawar Sumur Bor (Air
Bersih)
RT 14 RW 04
(Sumber: LPJ BKM Mandiri Kelurahan Bligo Tahun 2019)
Gambar 4.5 RWT (Rembug Warga Tahunan) BKM Mandiri Kelurahan
Bligo 2019 (sumber: dokumentasi peneliti)
80
Gambar 4.5 menunjukkan masyarakat Kelurahan Bligo yang antusias dan
aktif dalam mengikuti kegiatan Rembug Warga Tahunan (RWT). Pada saat
kegiatan RWT berlangsung, masyarakat aktif mengajukan pertanyaan dan
tanggapan mengenai kinerja BKM selama satu tahun masa kerja. Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mandiri Kelurahan Bligo sebagai organisasi
masyarakat dalam menjalankan tugasnya, bertanggungjawab kepada
masyarakat melalui RWT (Rembug Warga Tahunan). Rembug warga tahunan
Kelurahan Bligo tahun 2019 dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 4 Februari
2019 pukul 20.30 di kantor Kelurahan Bligo. Kegiatan tersebut berisi
pertanggungjawaban BKM Mandiri Kelurahan Bligo selama satu tahun kerja
yang meliputi penggunaan anggaran program KOTAKU tahun 2019, dan
pengelolaan inventaris BKM Mandiri Kelurahan Bligo.
Berdasarkan hasil observasi, beberapa tokoh masyarakat yang aktif pada
saat kegiatan RWT berlangsung yaitu Bapak H. Khadiri (mantan Kepala Desa
Bligo) mengajukan pertanyaan mengenai dana talangan yang terdapat dalam
laporan pertanggungjawaban BKM. Pertanyaan tersebut kemudian ditanggapi
oleh koordinator BKM Ibu Istiqomah yang mengatakan bahwa “dana talangan
tersebut adalah dana yang dikeluarkan oleh pengurus BKM pada saat itu
karena anggaran dari pemerintah belum cair seluruhnya, sedangkan
pembangunan harus tetap berjalan. Oleh karena itu, pengurus BKM berinisiatif
untuk memberikan dana talangan yang nantinya akan diganti apabila anggaran
sudah turun seluruhnya” (observasi dalam kegiatan RWT tanggal 4 Februari
2020). Kemudian juga terdapat usulan dari Bapak Syarif sebagai ketua RT 15
81
yang mengatakan “untuk ke depannya, terkait anggaran BKM Mandiri
Kelurahan Bligo agar lebih transparan sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman ketika dipertanggungjawabkan dalam kegiatan seperti ini”
(observasi dalam kegiatan RWT tanggal 4 Februari 2020). Adapun hasil dari
kegiatan Rembug Warga Tahunan (RWT) Kelurahan Bligo tahun 2019 yaitu
(1) laporan pertanggungjawaban BKM Mandiri Kelurahan Bligo tahun 2019
diterima oleh masyarakat dalam forum RWT; (2) Kelompok Pengola dan
Pemerima manfaat (KPP) akan dibentuk oleh kelurahan setelah adanya serah
terima dari BKM Mandiri kepada dinas, kemudian dari dinas kepada
Kelurahan Bligo, (3) dilantiknya pengurus BKM Mandiri Kelurahan Bligo
yang baru.
Kegiatan Rembug Warga Tahunan (RWT) Kelurahan Bligo dipimpin oleh
Lurah Bligo, koordinator BKM Mandiri, dan koodinator TIPP. Adapun pihak
yang terlibat dalam kegiatan tersebut yaitu pengurus BKM Mandiri kelurahan
Bligo, Ketua RT dan RW, perwakilan tokoh masyarakat dari organisasi yang
ada seperti IPNU, IPPNU, Aisyiyah dan masyarakat Kelurahan Bligo serta
pemuda. Hal tersebut diperjelas oleh hasil wawancara dengan koordinator
TIPP Bapak Budi Nuryanto dalam kutipan berikut.
“LPJ nya itu BKM bekerjasama dengan faskelnya. Selain itu, nanti juga
ada yang namanya RWT (Rembug Warga Tahunan). RWT itu seperti
bentuk pertanggungjawaban atas kinerja BKM selama satu tahun kepada
warga masyarakat. Biasanya RWT itu dihadiri oleh ketua RT dan RW serta
tokoh-tokoh masyarakat seperti dari IPNU, IPPNU, Aisyiyah dan lainnya
mbak.” (Wawancara tanggal 30 Januari 2020)
Pihak yang terlibat dalam Rembug Warga Tahunan (RWT) Kelurahan
Bligo juga diatur dalam tata tertib rembug warga tahunan tahun 2019 pada
82
pasal 3 tentang pengunjung rapat dan pasal 4 tentang peserta rapat. Menurut
pasal 3 tata tertib RWT tahun 2019 yang menjadi pengunjung rapat yaitu warga
masyarakat Kelurahan Bligo dan pendamping KOTAKU Kelurahan Bligo.
Kemudian menurut pasal 4, yang menjadi peserta rapat yaitu: (a) anggota
BKM Mandiri Kelurahan Bligo; (b) pengurus dan relawan serta unit pelaksana
BKM Mandiri; (c) perwakilan masyarakat (Pemerintah Kelurahan, unsur
lembaga, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda) se Kelurahan Bligo. Dari
berbagai penjelasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa Rembug Warga
Tahunan (RWT) merupakan kegiatan pertanggungjawaban BKM terhadap
masyarakat Kelurahan Bligo yang melibatkan seluruh unsur masyarakat di
Kelurahan Bligo. Adapun tindak lanjut dari adanya kegiatan Rembug Warga
Tahunan (RWT) ini yaitu serah terima dan pembentukan kelompok penerima
manfaat dan pengelola oleh kelurahan sebagai upaya keberlanjutan dari
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo.
2. Penerapan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Kelurahan Bligo
a. Bentuk Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Kelurahan Bligo
Beberapa titik daerah di Kelurahan Bligo yang memperoleh manfaat dari
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan daerah yang masih
terdapat area kumuh. Penentuan area kumuh tersebut didasarkan pada 7+1
indikator kumuh berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat No 2 Tahun 2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh. Adapun kriteria indikator
kumuh tersebut yaitu sebagai berikut.
83
1) Kriteria kekumuhan yang ditinjau dari bangunan gedung.
2) Kriteria kekumuhan yang ditinjau dari kondisi jalan.
3) Kriteria kekumuhan yang ditinjau dari penyediaan air minum.
4) Kriteria kekumuhan yang ditinjau dari drainase lingkungan.
5) Kriteria kekumuhan yang ditinjau dari pengelolaan air limbah.
6) Kriteria kekumuhan yang ditinjau dari pengelolaan persampahan.
7) Kriteria kekumuhan yang ditinjau dari kondisi proteksi terhadap
kebakaran dan bencana.
8) Ketersediaan ruang terbuka hijau.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat No 2/PRT/M/2016, penentuan kawasan penanganan permukiman
kumuh dapat dilakukan dengan tiga cara berdasarkan kondisi kekumuhan,
berdasarkan legalitas lahan dan berdasarkan pertimbangan lainnya dengan
formula penilaian yang telah diatur. Klasifikasi penanganan kawasan
permukiman kumuh di Kelurahan Bligo dibagi menjadi prioritas 1 untuk
kawasan zona A dan prioritas 2 untuk kawasan zona B. Adapun daerah yang
termasuk dalam prioritas tersebut yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.4 Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Kelurahan Bligo
Kawasan RW RT Skor
Nilai
Klasifikasi
Kekumuhan
Legalitas
Lahan
Pertimbang
an Lainnya
Skala
Priorit
as
Zona A 1 1 34 Kumuh Ringan Legal Tinggi 1
1 2 32 Kumuh Ringan Legal Tinggi
1 3 44 Kumuh Ringan Legal Tinggi
2 4 23 Kumuh Ringan Legal Tinggi
2 5 34 Kumuh Ringan Legal Tinggi
2 6 37 Kumuh Ringan Legal Tinggi
5 13 23 Kumuh Ringan Legal Tinggi
5 16 45 Kumuh Sedang Legal Tinggi
84
Zona B 4 11 41 Kumuh Ringan Legal Tinggi 2
4 12 18 Tidak Kumuh Legal Tinggi
5 14 19 Kumuh Ringan Legal Tinggi
5 15 45 Kumuh Sedang Legal Tinggi
5 17 19 Kumuh Ringan Legal Tinggi
(Sumber: RPLP Kelurahan Bligo Tahun 2017-2021)
Tabel 4.4 menunjukkan adanya pembagian daerah mana saja di
Kelurahan Bligo yang masuk dalam prioritas 1 dan prioritas 2. Daerah yang
masuk dalam prioritas 1 berarti daerah yang akan terlebih dahulu untuk
dibangun dan diperbaiki dalam program KOTAKU di Kelurahan Bligo.
Setelah daerah prioritas 1 selesai, maka dilanjutkan pada daerah prioritas
2. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo pada tahun
2019 memperoleh anggaran dari pemerintah daerah sebesar 2 milyar.
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
dijalankan oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mandiri dengan
membentuk panitia pelaksana yang disebut dengan Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM). BKM merupakan organisasi masyarakat yang
menangani kemiskinan dan pembangunan dalam bidang ekonomi, sosial
dan lingkungan. Keanggotaan BKM berasal dari masyarakat itu sendiri
yang dipilih dari penjaringan setiap RT yang kemudian diseleksi lebih
lanjut di tingkat kelurahan setiap tiga tahun sekali. Dalam menjalankan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), BKM membentuk Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai pelaksana pembangunan. Jumlah
KSM yang dibentuk disesuaikan dengan bentuk pembangunan yang akan
85
dilaksanakan. Adapun bentuk-bentuk kegiatan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo yaitu sebagai berikut.
1) Perbaikan Saluran Air atau Drainase
Perbaikan saluran air atau drainase dilakukan di sebagian besar
daerah prioritas penanganan kawasan kumuh Kelurahan Bligo meliputi
RT 1, RT 2, RT 4, RT 5, RT 12, RT 15 dan RT 16. Pembangunan ini
dijalankan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Flamboyan
dengan luas mencapai 861 m2. KSM Flamboyan adalah kelompok
pelaksana pembangunan yang dibentuk oleh Badan Keswadayaan
Masyarakat (BKM) Mandiri Kelurahan Bligo untuk menangani
pembuatan saluran air atau drainase. Mekanisme kerja KSM
Flamboyan sesuai dengan fokus kegiatan yang sudah diprogramkan
yaitu pembuatan drainase, mulai dari ikut dalam kegiatan survei awal
lokasi yang akan dibangun drainase, kemudian melaksanakan
pembangunan drainase sesuai rencana yang sudah ditetapkan hingga
menyusun laporan pertanggungjawaban kegiatan. Laporan
pertanggungjawaban kegiatan pembuatan drainase tersebut kemudian
diserahkan kepada BKM sebagai bentuk pertanggungjawaban KSM.
Adapun yang menjadi anggota KSM Flamboyan yaitu (1) H. Furqon
Bakir, S.Ag. sebagai ketua ; (2) Yunita sebagai sekretaris; (3) H.
Rohman; (4) H. Solihin Romadhon; (5) Faizin; (6) Fauzi; dan (7)
Muhammad Abdul Rozak.
86
Gambar 4.6 Saluran Drainase hasil Program KOTAKU (sumber:
dokumentasi peneliti)
Gambar tersebut menunjukkan kondisi saluran air atau drainase di
sebagian besar Kelurahan Bligo mengalami perubahan yang cukup
signifikan dalam menangani masalah sanitasi air. Perbaikan saluran air
di Kelurahan Bligo bertujuan untuk mengurangi resiko banjir
lingkungan ketika musim hujan dan menambah estetika kawasan.
Setelah adanya perbaikan melalui program KOTAKU, saluran air atau
drainase di Kelurahan Bligo yang tadinya tidak berfungsi dan memiliki
kualitas bangunan yang buruk menjadi berfungsi kembali dan
diperbaharui dengan konstruksi bangunan yang lebih baik. Selain itu,
program KOTAKU juga memperbaharui desain drainase menjadi lebih
rapi dan indah disertai dengan lampu penerangan jalan dan tanaman
hias. Hal ini didukung oleh penjelasan Bapak Budi Nuryanto sebagai
koordinator TIPP Kelurahan Bligo dalam kutipan wawancara berikut.
“.... untuk program KOTAKU itu memang harus ada yang namanya
perubahan wajah dari lingkungan permukiman yang diperbaiki mbak,
87
sehingga banyak yang dibikin taman-taman mbak” (Wawancara
tanggal 30 Januari 2020).
Perbaikan saluran air atau drainase menjadi salah satu prioritas
dalam program Kota Tanpa Kumuh di Kelurahan Bligo. Hal ini
dikarenakan kondisi drainase yang ada di Kelurahan Bligo yang
memiliki dimensi kurang besar dan kondisi yang rusak atau tidak layak
serta terdapat beberapa yang tidak terhubung ke drainase utama. Hal
tersebut mengakibatkan terjadinya banjir lingkungan karena drainase
yang ada tidak mampu menampung limpasan air hujan. Adapun
anggaran yang dibutuhkan oleh KSM Flamboyan untuk pembangunan
saluran air atau drainase sekaligus pembangunan jalan paving sebesar
Rp 894. 603.000,-. Perbaikan saluran air atau drainse tersebut
menimbulkan dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat
Kelurahan Bligo seperti sudah tidak terjadi banjir lingkungan karena
kondisi drainase yang sekarang memiliki volume lebih besar dan
mampu menampung limpasan air hujan serta terhubung dengan
drainase utama. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan dari Mbak
Yunita sebagai masyarakat Kelurahan Bligo yang menerima manfaat
dari program Kota Tanpa Kumuh dalam kutipan wawancara berikut.
“Perubahannya ya pastinya kayak drainase itu pas mulai musim hujan
itu lebih baik dari sebelum dibangun sehingga tidak banjir. Terus yang
sebelah sungai itu kayak kumuh banget sebelumnya, nah sekarang
88
menjadi rapi dan ramai untuk jalan-jalan santai warga kalau sore hari”
(wawancara tanggal 12 Maret 2020).
2) Pembuatan Jalan Paving
Pembuatan jalan paving dijalankan di sebagian jalan Kelurahan
Bligo yang dinilai memiliki kualitas buruk dan tidak memenuhi standar
teknis karena masih berupa jalan tanah maupun permukaan jalan yang
sudah rusak. Adapun daerah yang memperoleh pembangunan jalan
paving yaitu RT 1, RT 4, RT 11 dan RT 12. Pembangunan ini
dijalankan oleh KSM Flamboyan dengan luas pembangunan mencapai
560 m2. Pembangunan jalan paving bertujuan untuk mempermudah
akses jalan dan mobilitas masyarakat.
Gambar 4.7 Jalan Paving hasil program KOTAKU (sumber:
dokumentasi peneliti)
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa pembuatan dan perbaikan jalan
paving melalui program KOTAKU di Kelurahan Bligo menimbulkan
dampak positif bagi kelancaran aktivitas masyarakat dan sebagai
bentuk perbaikan infrastruktur kelurahan. Kondisi jalan yang sudah
89
layak guna membuat akses masyarakat menjadi lebih mudah. Selain
itu, melalui program KOTAKU, jalan-jalan kecil yang ada di
Kelurahan Bligo menjadi lebih tertata dan memudahkan masyarakat
untuk mengakses jalan-jalan kecil tersebut.
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Bapak Syaifudin sebagai
masyarakat sekaligus ketua RT 3 Kelurahan Bligo yang menerima
manfaat dari program KOTAKU dalam kutipan sebagai berikut.
“Sebelum ada program KOTAKU itu infrastruktur masih
berantakan seperti drainase yang macet, jalan yang masih rusak
dan penerangan jalan kurang mbak karena masih mengandalkan
lampu dari rumah warga. Sekarang setelah ada pembangunan
program KOTAKU itu kan sudah ada lampu yang letaknya di
tepi jalan sehingga lebih terang dan lebih bagus dipandang,
drainase menjadi lancar, jalan-jalan kecil tertata rapi sehingga
aktivitas warga menjadi lancar, penerangan jalan yang lebih
memadai” (wawancara tanggal 8 Maret 2020).
3) Pembangunan PAMSIMAS (Air Bersih)
Pembangunan PAMSIMAS (Penyediaaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasis Masyarakat) atau sumur bor bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih dan air minum bagi masyarakat Kelurahan Bligo
yang belum terpenuhi. Lokasi pembangunan PAMSIMAS atau sumur
bor tersebut berada di RT 14 RW 04 dengan kapasitas pengguna
mencapai 50 rumah di daerah RT 11, RT 12, RT 14 dan sekitarnya.
Pembangunan PAMSIMAS dilaksanakan oleh KSM Mawar dengan
dana alokasi kegiatan sebesar Rp 453.293.000,-.
90
Gambar 4.8 Tower Sumur Bor hasil Program KOTAKU (sumber:
dokumentasi peneliti)
Sumur bor (PAMSIMAS) yang dibuat melalui program KOTAKU
tersebut dialirkan ke wilayah Kelurahan Bligo bagian utara yang
kebutuhan air bersihnya belum terpenuhi. Sumur bor (PAMSIMAS)
tersebut mulai dapat dioperasikan pada bulan Januari 2020 dengan 35
rumah di RT 11 dan RT 12 sebagai percobaan awal. Untuk tahap
selanjutnya akan dibentuk tim pengelola yang akan mengurus
penyediaan air bersih melalui sumur bor (PAMSIMAS) tersebut.
Pengelolaan sumur bor (PAMSIMAS) juga dijelaskan oleh
koordinator TIPP Kelurahan Bligo Bapak Budi Nuryanto dalam
kutipan sebagai berikut.
“Untuk tindak lanjut dari program KOTAKU itu nanti ada
kelompok pemeliharaannya mbak kalau tidak salah namanya KPP
(Kelompok Pemelihara Pembangunan). Kecuali untuk
pembangunan PAM sama TPS (3R) itu nanti ada pengurusnya
sehingga dapat dikelola dan masyarakat dapat menikmati perbaikan
penataan lingkungan yang dilakukan. Untuk PAM itu yang megang
Pak Mulyono di RT 2” (wawancara tanggal 30 Januari 2020).
91
Sejalan dengan Bapak Budi Nuryanto, Lurah Kelurahan Bligo
Fatkhur Rahman, S.H juga menjelaskan mengenai keberlanjutan sumur
bor (PAMSIMAS) setelah selesai dibangun dalam kutipan hasil
wawancara berikut.
“Ya nanti seperti PAM itu sendiri akan kita bentuk untuk yang
mengurusi sampai penyaluran airnya ke masyarakat itu
pengurusnya dari masyarakat kita sendiri. Untuk PAM dan tempat
pembuangan sampah nanti yang membentuk pengurusnya adalah
kelurahan, tapi nanti setelah programnya selesai dan diserahkan
pada kelurahan” (wawancara tanggal 27 Januari 2020).
Dari beberapa pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa tim
pengelola sumur bor (PAMSIMAS) sebagai bentuk keberlanjutan
program KOTAKU di Kelurahan Bligo berasal dari masyarakat itu
sendiri dan dibentuk oleh kelurahan setelah adanya serah terima
program dari pelaksana kepada kelurahan. Hal ini menunjukkan
adanya kontribusi masyarakat dalam pengelolaan terhadap
pembangunan perbaikan lingkungan melalui program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU).
4) Pembuatan TPS(3R)
Pembuatan Tempat Pembuangan Sampah Reduce Reuse Recycle
(TPS 3R) bertujuan untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan
lingkungan permukiman di Kelurahan Bligo. Lokasi TPS (3R) berada
di RT 14 RW 04 dan dilaksanakan oleh KSM Anggrek pada Agustus
2019 selama 4 bulan dengan volume 1 unit. Adapun anggaran untuk
pembuatan TPS (3R) ini yaitu Rp 645.820.000.
92
Gambar 4.9 Bangunan TPS(3R) program KOTAKU Kelurahan Bligo
(sumber: dokumentasi peneliti)
Gambar tersebut menunjukkan perubahan kondisi tempat pembuangan
sampah di Kelurahan Bligo yang cukup signifikan. Sebelum dibangun
TPS(3R), tempat pembuangan sampah di Kelurahan Bligo dinilai kurang
layak karena tidak mampu menampung sampah yang dihasilkan sehingga
menyebabkan sampah berserakan di tepian jalan. Pembuatan TPS(3R)
menjadi salah satu bentuk kegiatan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
di Kelurahan Bligo untuk menangani masalah persampahan. Hal ini
dikarenakan Kelurahan Bligo belum mampu untuk memilah dan mengolah
sampah yang dihasilkan sehingga menimbulkan timbunan sampah yang
mengganggu pengguna jalan karena letaknya yang berada di tepi jalan utama
kelurahan. Kondisi persampahan di Kelurahan Bligo juga dijelaskan oleh
Bapak Fathur Rahman sebagai Lurah Bligo dalam kutipan wawancara
sebagai berikut. “…selain itu juga kondisi tempat pembuangan sampah yang
belum dikelola dengan baik sehingga sampahnya masih mengganggu
lingkungan sekitar” (wawancara tanggal 27 Januari 2020). Oleh karena itu,
pembuatan TPS (3R) melalui program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
93
bertujuan agar Kelurahan Bligo mampu untuk mengolah sampah yang
dihasilkan secara mandiri. Hal tersebut diperjelas oleh Bapak Budi Nuryanto
mengenai pengelolaan sampah di TPS (3R) dalam kutipan berikut. “Untuk
TPS (3R) itu nanti sampahnya dipilah mbak, yang organik nanti diolah
menjadi pupuk organik. Kemudian yang plastik-plastik, botol-botol plastik
nanti akan dicacah menjadi biji plastik, nanti yang kardus juga demikian,
nanti ada yang ngurus” (wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Beberapa pernyataan tersebut menunjukkan bahwa masalah
persampahan menjadi salah satu indikator kumuh yang ada di Kelurahan
Bligo dan menjadi salah satu prioritas dalam pengentasan kumuh melalui
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Adapun tujuan pembuatan TPS
(3R) yaitu agar Kelurahan Bligo kedepannya memiliki kemampuan untuk
memilah dan mengolah sampah yang dihasilkan secara mandiri dan
berkelanjutan.
Tabel 4.5 Kegiatan Program KOTAKU tahun 2019
KSM KEGIATAN VOLUME LOKASI DANA (Rp) PROGRES
Anggrek TPS(3R) 1 Unit RT 14 RW
04
645.820.000 100%
Flamboyan Saluran
Drainase
Jalan Paving
861 m2
560 m2
RT 1, 2, 4, 5,
12, 15, 16
RT 1, 4, 11,
12
894.603.000
100%
Mawar Sumur Bor 1 Unit 449. 577.000 100%
BOP 10.000.000
(Sumber: LPJ BKM Mandiri Kelurahan Bligo tahun 2019)
94
b. Tahap-tahap Penerapan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) berawal dari program P2KP
(Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang diluncurkan
sejak tahun 1999 hingga tahun 2007. Program P2KP di bawah Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memiliki fokus untuk
menangani masalah kemiskinan di perkotaan. Kemudian pada tahun 2016
Kementerian PUPR meluncurkan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
sebagai bentuk keberlanjutan dari program P2KP. Namun, terdapat
pergeseran indikator yaitu Program P2KP memiliki fokus terhadap
kemiskinan sedangkan program KOTAKU memiliki fokus indikator pada
lingkungan kumuh atau peningkatan kualitas permukiman.
Hal tersebut didukung oleh penjelasan dari kepala seksi bidang
penyehatan lingkungan permukiman Dinas Perkim LH Ibu Asrotun dalam
kutipan hasil wawancara berikut.
“Program KOTAKU itu sebenarnya berawal dari program P2KP
pada tahun 2007. Cuma, untuk launching menjadi program
KOTAKU itu sendiri tahun 2016. Sebenarnya kan hanya pergantian
nama saja, programnya hampir sama. Tetapi terdapat perbedaan
atau pergeseran indikator, kalau dulu itu fokusnya ke kemiskinan,
sedangkan untuk program KOTAKU yang sekarang itu lebih fokus
ke lingkungan kumuh” (wawancara tanggal 3 Februari 2020).
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) merupakan bentuk kebijakan lanjutan dari program
sebelumnya yaitu P2KP yang dikeluarkan oleh kementerian PUPR. Hal ini
berarti bahwa kebijakan program KOTAKU masih berkaitan dengan
95
kebijakan-kebijakan lainnya untuk mencapai tujuan yang relevan yaitu
mengatasi masalah kumuh untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Berdasarkan SK Bupati Pekalongan No 663/408 Tahun 2014 tentang
Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, kawasan
kumuh di Kabupaten Pekalongan mencapai 671,844 Ha dan menjadi daerah
terkumuh di Provinsi Jawa Tengah. Kawasan kumuh tersebut tersebar di 34
titik yang salah satunya berada di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran
Kabupaten Pekalongan yakni seluas 21,844 Ha. Hal ini disebabkan karena
tingkat kerapatan bangunan yang tinggi serta adanya sarana dan prasarana
yang tidak memenuhi syarat. Kelurahan Bligo menjadi salah satu target
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan sejak
tahun 2018. Adapun program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan
Bligo dijalankan melalui tahap-tahap sesuai dengan arahan dan
pendampingan dari pemerintah daerah melalui Dinas Perkim LH Kabupaten
Pekalongan. Tahapan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di tingkat
desa/kelurahan pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang bersinergi
dengan tahapan program di tingkat kabupaten/kota. Untuk mencapai tujuan
dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) khususnya di Kelurahan
Bligo, pada dasarnya meliputi tahapan sebagai berikut.
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo bertujuan untuk membangun kontribusi dan kolaborasi
antara pemerintah Kecamatan Buaran, pemerintah Kelurahan Bligo,
96
masyarakat serta pemangku kepentingan pembangunan di tingkat
kelurahan. Selain itu, pada tahap persiapan ini juga memerlukan
penggalangan relawan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam kegiatan
peningkatan kualitas permukiman untuk mengentaskan masalah kumuh
di Kelurahan Bligo. Tahap persiapan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo pada dasarnya meliputi dua kegiatan
yaitu sosialisasi dan pembentukan Tim Inti Perencanaan Partisipatif
(TIPP). Sosialisasi pada tahap persiapan ini terdiri dari beberapa bentuk
yaitu sosialisasi kabupaten, sosialisasi desa dan sosialisasi basis. Hal ini
sesuai dengan keterangan Ibu Asrotun selaku Kepala Seksi Penyehatan
Lingkungan Permukiman Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan
bahwa pemerintah daerah dalam menjalankan Program KOTAKU
menyelenggarakan sosialisasi berjenjang. “Pemerintah daerah dalam hal
ini mengadakan sosialisasi secara berjenjang, ada 3 sosialisasi yaitu
sosialisasi kabupaten, sosialisasi desa, dan sosialisasi komunitas. Tetapi
dari dinas hanya mengawal sampai sosialisasi desa” (wawancara tanggal
3 Februari 2020).
Ibu Asrotun kemudian menjelaskan bahwa Sosialisasi kabupaten
yaitu sosialisasi yang diadakan oleh pemerintah daerah Kabupaten
Pekalongan melalui dinas terkait yaitu Dinas Perkim LH dan
dilaksanakan sebelum kegiatan. Sosialisasi kabupaten dimaksudkan
untuk memperkenalkan program KOTAKU kepada pemerintah
kelurahan/desa dan BKM. Kemudian ada sosialisasi desa yaitu
97
sosialisasi yang di laksanakan di tingkat desa/kelurahan. Sosialisasi desa
dilaksanakan dari desa ke komunitas untuk mengenal program
KOTAKU. Sosialisasi desa dilaksanakan apabila proposal dan rencana
desain sudah di setujui oleh pemerintah kabupaten melalui Dinas
Perkim LH. Pelaksanaan sosialisasi desa masih mendapat pengawasan
dari Dinas Perkim LH. Tingkatan sosialisasi selanjutnya yaitu sosialisasi
komunitas yang dikawal oleh fasilitator desa/kelurahan masing-masing.
Sosialisasi basis merupakan sosialisasi di tingkat RT/RW yang nantinya
akan dibangun atau diperbaiki melalui program KOTAKU.
Sejalan dengan Ibu Asrotun, bentuk sosialisasi dalam program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo juga dijelaskan
oleh koordinator TIPP Kelurahan Bligo, Bapak Budi Nuryanto dalam
kutipan berikut.
“Sosialisasi itu ada, bahkan ada beberapa bentuk sosialisasi. Ada
sosialisasi masal yang diselenggarakan oleh pusat yaitu oleh dinas
perkim, kemudian ada sosialisasi desa itu diselenggarakan di
tingkat desa/kelurahan, kemudian juga ada sosialisasi basis itu
sosialisasi di tingkat RT/RW yang nantinya akan dibangun atau
diperbaiki melalui program KOTAKU” (wawancara tanggal 30
Januari 2020).
Dari beberapa penjelasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa
sosialisasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
memiliki tiga bentuk yang dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kabupaten sampai tingkat RT/RW dan masyarakat setempat. Sosialisasi
tersebut meliputi sosialisasi Kabupaten atau sosialisasi masal dalam hal
ini dilaksanakan oleh Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan,
98
sosialisasi desa/kelurahan yang dilaksanakan oleh Kelurahan bersama
dengan BKM dan sosialisasi komunitas/sosialisasi basis yang
dilaksanakan oleh BKM kepada RT/RW yang daerahnya akan diperbaiki
melalui program KOTAKU.
Kegiatan pada tahap persiapan selanjutnya adalah pembentukan Tim
Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP). TIPP merupaka tim inti
perencanaan partisipatif penataan kawasan permukiman di tingkat
desa/kelurahan yang terdiri dari beberapa program kerja sesuai dengan
7+1 indikator kumuh yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
TIPP memiliki peran utama untuk membantu Unit Pengelola Lingkungan
(UPL) terkait pelaksanaan perencanaan teknis. Adapun yang menjadi
koordinator TIPP di Kelurahan Bligo untuk melakukan pemetaan awal
pada program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yaitu Bapak Budi
Nuryanto. Proses pemetaan awal masalah permukiman di Kelurahan
Bligo diperoleh melalui FGD (Forum Group Discution). Hasil FGD
inilah yang menjadi acuan dalam menyusun indikasi kegiatan atau
program kerja pada BKM Mandiri Kelurahan Bligo.
2) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
dilaksanakan setelah tahap persiapan selesai. Adapun tahap perencanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo berupa
tahap penyusunan dokumen Rencana Penataan Lingkungan
Permukiman (RPLP) sebagai acuan dalam pengendalian pembangunan
99
dan pengimplementasian program. Dokumen RPLP merupakan rencana
tata ruang pembangunan di tingkat kelurahan/desa dalam waktu 5 tahun
yang disusun berdasarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk
memperbaiki kualitas lingkungan permukiman.
Penyusunan dokumen Rencana Penataan Lingkungan Permukiman
(RPLP) Kelurahan Bligo dimulai dengan pelaksanaan Focus Group
Discution (FGD) mengenai masalah permukiman dan daerah kumuh di
Kelurahan Bligo, kemudian dilakukan pendataan di tingkat basis (RT)
dimana setiap RT mengusulkan permasalahan permukiman dan
lingkungan yang perlu diperbaiki. Setelah pendataan tingkat basis,
langkah selanjutnya yaitu dilakukan transek atau penelusuran lokasi
oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mandiri Kelurahan Bligo
dengan didampingi oleh fasilitator kelurahan. Hal tersebut sesuai
dengan penjelasan Koordinator TIPP Kelurahan Bligo Bapak Budi
Nuryanto dalam kutipan wawancara berikut. “…untuk tahapan-tahapan
program KOTAKU itu ada tahap perencanaan yaitu sebelum dana itu
cair. Tahap perencanaan itu sendiri meliputi tahap penyusunan RPLP
(Rencana Penataan Lingkungan Permukiman) yang dilakukan oleh
BKM dan fasilitator kelurahan yang bertugas sebagai pendamping”
(wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Sejalan dengan hal tersebut, tahap perencanaan program Kota Tanpa
Kumuh di Kelurahan Bligo juga dijelaskan oleh Bapak Syaifudin
100
sebagai masyarakat penerima manfaat program sekaligus Ketua RT 03
di Kelurahan Bligo dalam kutipan wawancara berikut.
“…ada semacam rembugan di tingkat kelurahan, jadi setiap RT
mengajukan apa yang perlu diperbaiki. Nanti kalau sudah
terkumpul, BKM dan faskel melakukan survei sesuai usulan para
RT. Dari beberapa usulan yang paling dominan dan perlu, itu yang
di setujui untuk dibangun. Pihak yang terlibat itu ya dari BKM,
kelurahan, ketua RT” (wawancara tanggal 8 Maret 2020).”
Gambar 4.10 Lembar Pengesahan RPLP Kelurahan Bligo
(Sumber: BKM Mandiri Kelurahan Bligo)
Gambar 4.10 menunjukkan bahwa tahap perencanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo dalam dokumen
Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP) periode 2018-2021
dilaksanakan dari bulan Juli 2018 sampai dengan November 2018.
Adapun hasil dari tahap perencanaan program KOTAKU di Kelurahan
Bligo yaitu penyepakatan penanganan kawasan permukiman kumuh di
Kelurahan Bligo menjadi dua yaitu prioritas 1 untuk zona A dan prioritas
2 zona B dengan total luas kawasan kumuh mencapai 21,844 Ha.
Dokumen RPLP Kelurahan Bligo periode 2018-2021 disahkan pada
101
November 2018 oleh BKM, pemerintah kelurahan dan koordinator
program KOTAKU Kabupaten Pekalongan.
Gambar 4.11 Tampak Muka Dokumen RPLP Kelurahan Bligo (sumber:
dokumentasi BKM Mandiri Kelurahan Bligo)
Dari beberapa pernyataan yang telah dipaparkan, maka dapat
disimpulkan bahwa tahap perencanaan program Kota Tanpa Kumuh di
Kelurahan Bligo berupa tahap penyusunan dokumen Rencana Penataan
Lingkungan Permukiman (RPLP) yang menjadi pedoman dan alat
kontrol pembangunan permukiman bagi masyarakat, pemerintah dan
semua pihak yang berpartisipasi dalam perbaikan kualitas permukiman
di Kelurahan Bligo.
3) Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan program KOTAKU baik kegiatan sosial, ekonomi
maupun infrastruktur harus sesuai dengan perencanaan yang sudah
disusun dalam RPLP. Tahap pelaksanaan kegiatan hanya dapat dilakukan
setelah dokumen RPLP disahkan oleh pihak yang berwenang. Tahap
pelaksanaan kebijakan program KOTAKU di Kelurahan Bligo dilakukan
secara bertahap dan masih berjalan hingga bulan Januari 2020. Pada
102
tahun 2018, program KOTAKU di Kelurahan Bligo memfokuskan
perbaikan kualitas permukiman pada pembangunan jalan paving dan
perbaikan saluran air atau drainase. Kemudian pada tahun 2019
Kelurahan Bligo memfokuskan pembangunan pada penyelesaian
perbaikan saluran air atau drainase, pembuatan sumur bor (PAMSIMAS)
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dan pembuatan
TPS(3R) untuk mengatasi masalah persampahan di Kelurahan Bligo.
Tahap pelaksanaan berupa tahap pembangunan dan perbaikan
lingkungan permukiman yang dilakukan setelah anggaran dari
pemerintah daerah turun. Adapun tahap pelaksanaan program KOTAKU
di Kelurahan Bligo pada tahun 2019 ini meliputi pembuatan jalan paving,
perbaikan saluran air atau drainase, pembangunan sumur bor
(PAMSIMAS) dan pembangunan TPS(3R). Hal ini disampaikan oleh
koordinator TIPP Kelurahan Bligo, Bapak Budi Nuryanto sebagai
berikut.
“Bentuk perbaikan yang dilakukan melalui program KOTAKU itu
seperti perbaikan permukiman, saluran air atau drainase, kemudian
ada juga PAM dan TPS (3R) atau pengelolaan sampah. Untuk
perbaikan saluran air atau drainase di Kelurahan Bligo ini volumenya
mencapai 1.300 m3. Sementara itu untuk paving secara keseluruhan
seluas 850 m2” (wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Sejalan dengan keterangan dari koordinator TIPP, Lurah Kelurahan
Bligo Bapak Fatkhur Rahman, S.H juga menjelaskan mengenai jenis
pembangunan dan perbaikan lingkungan permukiman melalui program
KOTAKU yaitu sebagai berikut.
103
“Perbaikan kualitas lingkungan melalui program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) yang dilaksanakan di kelurahan Bligo ada
beberapa jenis ya ada saluran atau drainase, paving untuk tahun
sekarang karena untuk aspal sudah tidak boleh, terus ada tempat
sampah atau TPS dan pembangunan PAM. Ya intinya untuk
mengubah wajah Kelurahan Bligo supaya lebih baik” (wawancara
tanggal 27 Januari 2020).
Pembangunan dan perbaikan lingkungan permukiman melalui program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo dalam
pelaksanaannya juga melibatkan masyarakat secara aktif. Hal ini karena
melalui program ini diharapkan mampu mengubah perilaku masyarakat
untuk meningkatkan kesadarannya dalam menjaga lingkungan.
Keterlibatan masyarakat Kelurahan Bligo dalam pelaksanaan program
KOTAKU juga dijelaskan oleh Bapak Syaifudin dalam kutipan
wawancara berikut.
“Kontribusinya melalui swadaya. Berhubung anggaran di
beberapa RT seperti misalnya RT 6 yang terkena drainase itu tipis,
kalaupun pas itu bejo. Oleh karena itu, harus ada swadaya masyarakat
untuk mengurangi biaya tukang. Bentuknya tenaga dan materi juga.
Jadi kan drainase yang lama mau di bongkar, nah itu membutuhkan
tenaga tukang, tapi untuk membongkar membutuhkan waktu
sehingga anggaran unutk upah tidak mencukupi. Karena keterbatasan
anggaran tersebut, maka masyarakat berswadaya untuk membongkar
drainase yang lama. Dan nanti tukang hanya membuat drainase yang
baru sehingga lebih menghemat biaya tukangnya. Kalo untuk
swadaya materi dari masyarakat itu biasanya dalam bentuk
akomodasi tukang berupa minuman dan jajan” (wawancara tanggal 8
Maret 2020).
Sejalan dengan Bapak Syaifudin, koordinator TIPP Kelurahan Bligo
Bapak Budi Nuryanto juga membenarkan adanya keterlibatan masyarakat
dalam pelaksanaan program KOTAKU yang diungkapkan dalam hasil
wawancara berikut. “iya, masyarakat terlibat baik dalam tahap
104
pelaksanaan maupun tahap keberlanjutan. Untuk tahap pelaksanaan
biasanya masyarakat diminta bantuan swadaya seperti penyediaan jajan
tukang dan bantuan tenaga sebagai relawan” (wawancara tanggal 30
Januari 2020).
Tahap pelaksanaan program KOTAKU di Kelurahan Bligo berjalan
dengan adanya monitoring dan evaluasi secara rutin. Monitoring dan
evaluasi dilaksanakan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman dan Lingkungan Hidup (Dinas Perkim LH) Kabupaten
Pekalongan, Koordinator KOTAKU (Korkot), serta Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai audit terakhir. Hal ini
sesuai dengan penjelasan dari Bapak Budi Nuryanto sebagai koordinator
TIPP Kelurahan Bligo dalam kutipan wawancara berikut.
“Monitoring dan evaluasi (monev) itu ada, biasanya berupa
kunjungan dari dinas perkim, dari Koordinator Kota (Korkot
KOTAKU) dan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) yang dari Kota Semarang itu mbak sebagai audit terakhir.
Monevnya dilakukan setiap satu bulan sekali selama pelaksanaan”
(wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Sejalan dengan hal tersebut, monitoring dan evaluasi program
KOTAKU juga dijelaskan oleh Ibu Asrotun sebagai kepala seksi bidang
penyehatan lingkungan permukiman Dinas Perkim LH Kabupaten
Pekalongan dalam kutipan wawancara berikut.
“Monitoring dan evaluasi dilakukan di setiap tahapan baik
sebelum kagiatan, pada saat pelaksanaan kegiatan dan di akhir
kegiatan. Monitoring dan evalulasi itu dilakukan oleh kami Dinas
Perkim LH Kabupaten Pekalongan dan fasilitator bersama-sama dan
terjun ke titik lokasi secara langsung” (wawancara tanggal 3 Februari
2020).
105
Dari beberapa pernyataan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa tahap pelaksanaan program KOTAKU di Kelurahan Bligo
merupakan tahap pembangunan perbaikan lingkungan yang meliputi
perbaikan drainase, jalan paving, sumur bor (PAMSIMAS) dan TPS (3R).
Adapun pembangunan pada tahap pelaksanaan melibatkan masyarakat
dalam bentuk tenaga relawan untuk mengurangi anggaran biaya tukang
dan materi berupa akomodasi tukang. Tahap pelaksanaan pembangunan
berjalan dengan adanya monitoring dan evaluasi setiap bulan secara rutin
oleh pihak yang berwenang yaitu Dinas Perkim LH Kabupaten
Pekalongan dan fasilitator kelurahan sebagai pendamping program
KOTAKU di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan.
4) Tahap Keberlanjutan
Tahap keberlanjutan merupakan tahapan setelah pelaksanaan
dilapangan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) selesai. Tahap
keberlanjutan dalam program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dapat
berupa pengembangan kelembagaan dan pembangunan kolaborasi secara
menerus, kegiatan menerus dan berkala, integrasi perencanaan
pembangunan dan penganggaran daerah, monitoring dan evaluasi setiap
kegiatan, pengembangan kapasitas, operasi dan pemeliharaan serta
pengembangan dan inovasi kegiatan. Kepala Seksi Penyehatan
Lingkungan Permukiman Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan, Ibu
106
Asrotun menerangkan mengenai tindak lanjut dari program KOTAKU
sebagai berikut.
“Setelah pelaksanaan selesai, yang pertama kali ya badan
pengelola harus bekerja, kemudian menjalin mitra dengan beberapa
pihak seperti CSR, adanya kolaborasi semua pihak untuk bersama-
sama menjaga kawasan permukiman yang sehat. Pada intinya harus
ada kolaborasi sehingga apa yang kita butuhkan dan apa yang bisa
kita lakukan dapat mengurangi kumuh itu secara signifikan”
(wawancara tanggal 3 Februari 2020).
Tahap keberlanjutan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo bertujuan agar perbaikan lingkungan permukiman tidak
hanya berhenti pada pembangunan dan perubahan wajah kampung tetapi
juga ada tindak lanjut untuk menjaga dan merawat apa yang sudah
diperbaiki. Oleh karena itu, beberapa upaya keberlanjutan program
KOTAKU yang dilakukan oleh Kelurahan Bligo seperti dalam penjelasan
koordinator TIPP Bapak Budi Nuryanto:
“Untuk tindak lanjut dari program KOTAKU itu nanti ada kelompok
pemeliharaannya mbak kalau tidak salah namanya KPP (Kelompok
Penerima manfaat dan Pengelola). KPP itu dibentuk dari masyarakat
setempat mbak, jadi nanti misal ada batako yang ambles itu nanti yang
bisa memperbaiki ya KPP itu. KPP itu bersifat mandiri mbak, jadi tidak
lagi berkaitan dengan BKM maupun kelurahan. Kecuali untuk
pembangunan PAM sama TPS (3R) itu nanti ada pengurusnya
sehingga dapat dikelola dan masyarakat dapat menikmati perbaikan
penataan lingkungan yang dilakukan” (wawancara tanggal 30 Januari
2020).
Berdasarkan hasil observasi, tahap keberlanjutan program KOTAKU
di Kelurahan Bligo melibatkan masyarakat sebagai peran utama untuk
melakukan pemeliharaan dan perawatan hasil pembangunan program
KOTAKU yang telah selesai dilaksanakan. Keterlibatan masyarakat ini
dalam rangka menumbuhkan rasa memiliki dan meningkatkan kepedulian
107
masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Selain itu, hal ini juga bertujuan
untuk menjadikan masyarakat Kelurahan Bligo lebih mandiri dalam
pengelolaan kawasan lingkungan sekitar.
Setiap daerah di Kelurahan Bligo memiliki bentuk keterlibatan
masyarakat masing-masing pada tahap keberlanjutan program KOTAKU.
Salah satu bentuk keterlibatan masyarakat dalam tahap keberlanjutan
program KOTAKU di Kelurahan Bligo yaitu melalui kegiatan jimpitan.
Hal ini dijelaskan oleh Bapak Syaifudin sebagai masyarakat sekaligus
ketua RT 3 Kelurahan Bligo dalam kutipan wawancara sebagai berikut.
“Kalau setiap RT itu punya metode masing-masing, misalnya
drainase sama lampu penerangan jalan itu kan meliputi beberapa RT.
Beberapa RT di Kelurahan Bligo pada waktu sekarang kan ada acara
jimpitan yang 500 rupiah perhari setiap rumah, nah itu uang dari
jimpitan itu sebagian digunakan untuk perawatan, seperti mangganti
lampu penerangan, membersihkan drainase, juga untuk kegiatan sosial
seperti kalo ada yang meninggal untuk membeli kafan, menjenguk
warga yang sakit. Jadi jimpitan itu kan setiap rumah nanti dikasih
tempat misalnya dari gelas plastik atau kaleng. Nah nanti warganya itu
mengisi tempat tersebut sebesar 500 rupiah setiap hari, berarti
seminggunya ada 3.500 rupiah. Nanti ada yang mengambil dan
dikumpulkan untuk kegiatan-kegiatan tadi” (wawancara tanggal 8
Maret 2020).
Dari beberapa penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
tahap keberlanjutan program KOTAKU khususnya di Kelurahan Bligo
memiliki 2 poin penting yaitu keterlibatan masyarakat secara aktif sebagai
penerima manfaat program dan adanya kolaborasi semua pihak untuk
menjaga kawasan lingkungan yang sudah diperbaiki melalui program
KOTAKU agar tetap dalam kondisi baik.
108
c. Monitoring dan Evaluasi Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan yang penting dalam
penerapan suatu kebijakan termasuk program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU). Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah
kebijakan tersebut layak untuk diteruskan atau perlu ada peninjauan
kembali. Monitoring dan evaluasi memfokuskan pada identifikasi hasil dan
akibat dari implementasi suatu kebijakan atau program. Monitoring dan
evaluasi program KOTAKU di Kelurahan Bligo sesuai dengan RP2KPKP
tingkat kabupaten dilaksanakan pada setiap tahapan. Monitoring dan
evaluasi program KOTAKU dilaksanakan oleh pemerintah daerah
kabupaten yang diwakili oleh dinas terkait. Adapun monitoring dan
evaluasi program KOTAKU di Kabupaten Pekalongan yang disampaikan
oleh Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman Dinas Perkim LH
Ibu Asrotun dalam kutipan sebagai berikut. “Monitoring dan evaluasi
dilakukan di setiap tahapan baik sebelum kegiatan, pada saat pelaksanaan
kegiatan dan di akhir kegiatan. Monitoring dan evalulasi itu dilakukan oleh
kami Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan dan fasilitator bersama-
sama terjun ke titik lokasi secara langsung” (wawancara tanggal 3 Februari
2020).
Hal tersebut sejalan dengan penjelasan koordinator TIPP Kelurahan
Bligo mengenai pelaksanaan monitoring dan evaluasi program KOTAKU
di Kelurahan Bligo dalam kutipan wawancara berikut.
“monitoring dan evaluasi atau monev itu ada, biasanya berupa
kunjungan dari dinas perkim, dari Koordinator Kota (Korkot
109
KOTAKU) dan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) yang dari Kota Semarang itu Mbak sebagai audit terakhir.
Monevnya dilakukan setiap satu bulan sekali selama pelaksanaan”
(wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Dari beberapa penjelasan tersebut maka dapat peneliti simpulkan
bahwa pelaksanaan monitoring dan evaluasi program KOTAKU di
Kelurahan Bligo dilaksanakan secara berkala di setiap tahapan. Pelaksanaan
monitoring dan evaluasi program KOTAKU di Kelurahan Bligo berupa
kunjungan dari Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan dan fasiliatator
untuk memantau pelaksanaan kegiatan, dan melihat kesesuaian kegiatan
dengan perencanaan. Adapun yang menjadi poin utama dalam kegiatan
monitoring dan evaluasi yaitu administrasi, fungsi bangunan, kualitas
bangunan dan kemanfaatan bangunan.
3. Faktor Penghambat Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan bentuk kebijakan
yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
untuk mempercepat penyelesaian masalah permukiman kumuh. Hal ini sesuai
dengan salah satu langkah untuk mengimplementasikan kebijakan menurut
Handoyo (2012: 101) yaitu kebijakan dapat langsung diimplementasikan dalam
bentuk suatu program. Sebagai bentuk suatu kebijakan, program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) tidak terlepas dari adanya hambatan maupun kendala yang
perlu diselesaikan. Hambatan atau kendala yang dihadapi dalam penerapan
program KOTAKU di Kabupaten Pekalongan menurut penjelasan Ibu Asrotun
sebagai kepala seksi penyehatan lingkungan permukiman bidang cipta karya
Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan yaitu sebagai berikut.
110
“terkait kendala itu ada beberapa yang masih menjadi PR kita
kedepannya yaitu (1) kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya
kawasan permukiman yang bersih dan sehat, (2) adanya pihak-pihak yang
hanya mengambil keuntungan dari adanya program KOTAKU, (3) perilaku
masyarakat yang sulit untuk berubah seperti membuang sampah dan buang
air besar sembarangan, biasanya karena sudah menjadi kebiasaan dan turun
temurun (wawancara tanggal 3 Februari 2020)”.
Adapun faktor yang menghambat program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan berdasarkan hasil wawancara
mengacu pada dua hal utama yaitu sumber daya manusia dan komunikasi. Hal
ini diungkapkan oleh koordinator TIPP Kelurahan Bligo, Bapak Budi Nuryanto
dalam kutipan sebagai berikut.
“Penyebab utama hambatan ya dari masyarakatnya mbak, terutama dari
kesadarannya dan juga banyak komplain atau keluhan dari masyarakat. Ada
masyarakat yang mau diajak kerja sama untuk memperbaiki lingkungan
permukiman, tapi juga ada masyarakat yang sulit untuk diajak kerja sama.
Selain itu juga ada ketidakharmonisan sesama pengurus BKM. Koordinator
BKM yang sekarang itu orangnya kaku mbak, terlalu saklek. Jadi akibatnya
terjadi ketidakharmonisan antara anggota BKM dengan koordinator BKM”
(wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Hal yang sama juga dirasakan oleh Ibu Istiqomah sebagai koordinator BKM
Kelurahan Bligo, yang menyatakan bahwa kendala dalam pelaksanaan program
KOTAKU di Kelurahan Bligo terletak pada masyarakat dan koordinasi
pelaksana. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu Istiqomah dalam kutipan hasil
wawancara sebagai berikut.
“untuk hambatan itu ada dari masyarakat juga dari pelaksana Mbak.
Kalau dari masyarakat itu seperti masih adanya masyarakat yang tidak mau
diperbaiki dalam program KOTAKU sehingga menimbulkan adanya
peralihan. Kemudian dari pelaksana sendiri itu seperti internal BKM yang
kurang harmonis dan kurang koordinasinya. Saya sebagai koordinator saja
tidak mengetahui kalau ada peralihan pembangunan itu” (wawancara
tanggal 8 Februari 2020).
111
Adanya peralihan pembangunan dalam program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo didukung oleh gambar berikut.
Gambar 4.12 lokasi peralihan pembangunan drainase (sumber: dokumentasi
KSM Flamboyan BKM Mandiri)
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat adanya peralihan pembangunan
drainase di RT 15 Kelurahan Bligo. Gambar sebelah kiri merupakan lokasi awal
pembangunan terletak di daerah RT 15 yang berbatasan dengan RT 3. Lokasi
awal ini pada tahap perencanaan akan dibangun drainase karena kondisi jalan
yang tidak memiliki sistem drainase di kedua sisi sehingga menyebabkan
terjadinya banjir lingkungan. Akan tetapi, karena adanya masyarakat setempat
yang menolak, maka pembangunan dialihkan di daerah RT 15 yang berbatasan
dengan RT 6. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara perencanaan
dengan pelaksanaan karena kondisi lokasi pengganti belum tentu sama dengan
kondisi lokasi awal. Terjadinya peralihan pembangunan menunjukkan masih
adanya ketidaksiapan sebagian masyarakat sebagai sumber daya yang utama
sehingga menyebabkan pelaksanaan program KOTAKU tidak sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun.
112
Hambatan dari pelaksana program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
Kelurahan Bligo juga dibenarkan oleh Lurah Bligo dalam kutipan wawancara
berikut.
“ya kalo disini itu hambatannya dari pelaksana, jadi untuk pelaksana
sudah dibentuk ok, ternyata yang bersangkutan tidak melaksanakan
sehingga akhirnya di handle oleh orang lain, jadi istilahnya seperti
“njagake” dan kelurahan juga harus mengoprak-oprak mungkin bahasanya
agar program itu dijalankan” (wawancara tanggal 27 Januari 2020).
Lain halnya dengan beberapa pendapat diatas, Bapak Faizin selaku
masyarakat sekaligus ketua RT 15 mengemukakan bahwa
“hambatan yang tahun kemarin tukang nya kurang disiplin, maksudnya,
kemarin tukang itu galinya kurang pas, misalkan kalau motong aspal itu
tidak tanya dulu, semua dipotong jadi menghambat. Jadi motongnya
harusnya salah satu, ini langsung dipotong semua. Anggarannya kurang
transparan kalo menurut saya” (wawancara tanggal 13 Maret 2020).
Senada dengan Bapak Faizin, saudari Yunita sebagai masyarakat sekaligus
anggota KSM Flamboyan juga menyampaikan hambatan program KOTAKU
di Kelurahan Bligo dalam kutipan wawancara berikut.
“…kalau ada pengecekan dari atasan, ternyata ada yang tidak sesuai dan
menghendaki dibongkar ya harus dibongkar lagi mbak walaupun sudah
mulai dibangun sehingga menambah anggaran yang dibutuhkan. Kemudian
kendala lainnya, pas pembangunan ini seperti tukangnya itu kalau lagi
membangun di sebelah sini belum selesai tapi sudah pindah ke tempat lain,
jadi tidak urut. Kemudian kalau misalnya sudah mulai dibangun tetapi
dibongkar itu kan memerlukan anggaran lagi, nah itu biasanya tetap
menggunakan anggaran tersebut” (wawancara tanggal 12 Maret 2020).
Dari beberapa pernyataan yang telah dipaparkan, maka dapat peneliti
simpulkan bahwa faktor penghambat dalam program KOTAKU di Kelurahan
Bligo meliputi beberapa hal pokok sebagai berikut.
113
a. Sumber Daya
Sumber daya yang dinilai menghambat selama pelaksanaan program
KOTAKU di Kelurahan Bligo berlangsung berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa informan terkait yaitu sumber daya manusia yang meliputi
tiga aspek yaitu anggota BKM sebagai pelaksana program, sebagian
masyarakat yang menolak pembangunan lingkungan, dan pekerja yang
dinilai tidak efisien dalam proses pembangunan sehingga penyelesaian
program KOTAKU Kelurahan Bligo pada tahun 2019 melebihi waktu yang
telah ditentukan. Hambatan dari segi sumber daya manusia tersebut berupa
adanya penolakan dari sebagian masyarakat karena kurang memahami
manfaat program KOTAKU untuk memperbaiki kualitas lingkungan
sehingga terjadi peralihan pembangunan di RT 15 tanpa sepengetahuan
koordinator BKM.
Masyarakat dalam program ini pada dasarnya berperan sebagai pelaku
utama karena konsep dari program KOTAKU adalah pemberdayaan
masyarakat. Tanpa adanya dukungan dan komitmen dari masyarakat, maka
keberhasilan untuk mencapai tujuan menjadi sulit untuk direalisasikan.
Adanya masyarakat yang menolak program dan proses pembangunan yang
tidak dilakukan dengan efektif akan berakibat pada ketidaksesuaian
anggaran perencanaan dengan kegiatan pelaksanaan sehingga membuat
program KOTAKU di Kelurahan Bligo belum berjalan secara maksimal.
114
b. Komunikasi
Komunikasi menjadi hal penting dalam penerapan program KOTAKU
di Kelurahan Bligo yang bertujuan untuk menyamakan persepsi semua
pihak yang terlibat agar bersama-sama mengatasi masalah kawasan kumuh.
Komunikasi yang baik akan menciptakan koordinasi dan kolaborasi yang
baik pula sehingga saling bersinergi untuk mencapai tujuan sesuai dengan
tahap perencanaan. Akan tetapi, pada kenyataannya komunikasi berbagai
pihak terkait kurang berjalan dengan lancar sehingga menjadi salah satu
faktor yang menghambat program KOTAKU di Kelurahan Bligo. Kondisi
ini menimbulkan adanya masalah koordinasi dari internal Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM) dengan fasilitator maupun dengan
masyarakat sehingga mengakibatkan beberapa hal tidak berjalan sesuai
dengan perencanaan yang sudah disusun. Adanya hambatan dari aspek
komunikasi dapat dilihat dari kegiatan Rembug Warga Tahunan (RWT)
yang baru dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2020 dan belum
dibentuknya KPP (Kelompok Penerima Manfaat dan Pengelola).
Tabel 4.6 Rembug Warga Tahunan (RWT) desa/kelurahan di Kecamatan
Buaran Tahun 2019
Desa/Kelurahan BKM Luas
Daerah
Kumuh
Pelaksanaan
RWT
Desa Simbang Wetan BKM Telaga Artha
18,708 Ha 31 Desember 2019
Kelurahan Simbang
Kulon
BKM Mandiri
Sejahtera
33,150 Ha 5 Januari 2020
Desa Wonoyoso BKM Sejahtera
15,337 Ha 6 Januari 2020
Kelurahan Bligo BKM Mandiri 21,844 Ha 4 Februari 2020
(sumber: Forum Komunitas Antar/FKA- BKM Kecamatan Buaran Tahun
anggaran 2019)
115
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pelaksanaan kegiatan
RWT Kelurahan Bligo tahun 2019 lebih lambat satu bulan dibandingkan
dengan desa/kelurahan lain di Kecamatan Buaran yang juga memperoleh
program KOTAKU. Kegiatan RWT tingkat desa/kelurahan dapat dilakukan
jika seluruh laporan pertanggungjawaban telah selesai dibuat oleh BKM dan
siap untuk dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Hal ini berarti bahwa
keterlambatan pelaksanaan RWT Kelurahan Bligo menunjukkan
keterlambatan pula pengurus BKM dalam menyelesaikan laporan
pertanggungjawaban selama masa kerja 2019. Keterlambatan pengurus
BKM dalam menyelesaikan laporan pertanggungjawaban dikarenakan
adanya ketidakharmonisan komunikasi antar pengurus BKM.
B. Pembahasan
1. Penerapan Kebijakan Program KOTAKU Kelurahan Bligo
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang ada di Kelurahan Bligo
merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan yang dikeluarkan oleh
Kementerian PUPR untuk mempercepat pengentasan masalah kumuh.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi kawasan kumuh mencapai 0%. Hal
tersebut sesuai dengan konsep kebijakan publik menurut Handoyo (2012:7)
yang menyatakan bahwa ciri khusus yang melekat pada suatu bentuk kebijakan
publik yaitu kebijakan publik pada umumnya dirumuskan, dan diputuskan oleh
orang-orang yang memiliki otoritas dalam sistem politik untuk memastikan
tujuan yang telah disepakati oleh publik dapat tercapai. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebijakan program KOTAKU dikeluarkan dan
116
dilaksanakan oleh pihak yang memiliki otoritas dibidang kawasan
permukiman rakyat yaitu Kementerian PUPR dengan membawahi pihak-pihak
terkait di daerah yaitu Dinas Perkim LH dan pemerintahan di tingkat
desa/kelurahan. Adapun tujuan publik dari kebijakan program ini secara
eksplisit tercantum dalam Surat Edaran Dirjen Cipta Karya Kementerian
PUPR No 40 tahun 2016 yaitu untuk meningkatkan akses terhadap
infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk
mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif
dan berkelanjutan.
a. Konsep Penting Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn
Penerapan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan dalam penelitian ini
didasarkan pada tiga konsep penting model proses implementasi kebijakan
Donald Van Meter dan Carl Van Horn. Adapun tiga konsep penting tersebut
dalam Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo yaitu
sebagai berikut.
1) Perubahan
Perubahan yang terjadi dengan adanya program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo yaitu perilaku masyarakat yang lebih
peduli terhadap lingkungan dan perubahan wajah kampung Kelurahan
Bligo sebagai bentuk peningkatan kualitas lingkungan yang berkelanjutan.
Adapun perubahan kualitas lingkungan Kelurahan Bligo tersebut diakui
oleh koordinator TIPP Bapak Budi Nuryanto dalam kutipan berikut.
117
“Manfaatnya sangat banyak sekali mbak untuk program KOTAKU
itu, disamping lingkungannya menjadi indah dipandang, dan
masyarakat merasakan tidak banjir lagi karena saluran airnya sudah
diperbaiki. Selain itu, kebutuhan masyarakat akan air bersih juga lebih
terpenuhi karena adanya pembangunan PAM dalam program KOTAKU
tahun ini” (Wawancara tanggal 30 Januari 2020).
Bentuk perubahan perilaku masyarakat dan peningkatan kualitas
lingkungan di Kelurahan Bligo juga tercantum dalam tujuan poin pertama
dan kedua penyusunan dokumen Rencana Penataan Lingkungan
Permukiman (RPLP) Kelurahan Bligo. Perubahan dalam prosedur
implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn merupakan faktor
penting untuk mengetahui hambatan yang muncul dalam menciptakan
perubahan yang diharapkan dari adanya kebijakan. Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa perilaku masyarakat Kelurahan Bligo yang
peduli terhadap lingkungan menjadi tujuan perubahan dalam program
KOTAKU untuk mengatasi masalah kumuh di Kelurahan Bligo.
2) Kontrol
Adapun kontrol yang terdapat dalam program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) Kelurahan Bligo yaitu adanya koordinasi semua pihak
pelaksana melalui pokja PKP serta adanya monitoring dan evaluasi di
setiap tahapan program yang dilaksanakan oleh Dinas Perkim LH dan
fasilitator kelurahan untuk memantau dan mengontrol pelaksanaan
program agar sesuai dengan perencanaan yang sudah disusun dalam bentuk
dokumen RPLP (Rencana Penataan Lingkungan Permukiman). Hal ini
dijelaskan oleh Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman Dinas
Perkim LH Kabupaten Pekalongan Ibu Asrotun dalam kutipan berikut.
118
“Monitoring dan evaluasi dilakukan di setiap tahapan baik sebelum
kagiatan, pada saat pelaksanaan kegiatan dan di akhir kegiatan.
Monitoring dan evalulasi itu dilakukan oleh kami Dinas Perkim LH
Kabupaten Pekalongan dan fasilitator bersama-sama dan terjun ke titik
lokasi secara langsung” (wawancara tanggal 3 Februari 2020).
Mekanisme kontrol dalam prosedur implementasi Van Meter dan Van
Horn dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat efektivitas dari kebijakan.
Oleh karena itu, adanya monitoring dan evaluasi pada setiap tahapan
program KOTAKU merupakan bentuk mekanisme kontrol untuk
mengetahui keefektifan program KOTAKU dalam mengatasi masalah
kumuh khususnya di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan.
3) Kepatuhan Bertindak
Kepatuhan bertindak pelaksana dalam program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo dapat dilihat dari kesesuain antara peranan
dan fungsinya masing-masing. BKM Mandiri Kelurahan Bligo sebagai
penerima anggaran program KOTAKU membentuk tiga Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai tim pelaksana lapangan yang
bertugas melaksanakan pembangunan dibawah koordinator BKM. BKM
sendiri menjalankan program KOTAKU sesuai dengan kebijakan
pemerintah daerah yang dalam hal ini melalui Dinas Perkim LH Kabupaten
Pekalongan. Adapun tugas dan peran masing-masing pelaksana tercantum
dalam dokumen Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan
Infrastruktur Skala Lingkungan Program Kota Tanpa Kumuh.
119
Kepatuhan bertindak menjadi salah satu konsep penting dalam
prosedur implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn karena
menyangkut kekuasaan aktor kebijakan dan besarnya rasa keterikatan
setiap orang dalam instansi terkait. Dari penjelasan tersebut, maka
pelaksanaan tugas dan peran masing-masing pelaksana program KOTAKU
di Kelurahan Bligo dapat dikatakan sebagai bentuk kepatuhan bertindak
serta sebagai wujud rasa memiliki terhadap perbaikan-perbaikan yang telah
dilakukan melalui program tersebut sehingga timbul rasa untuk menjaga
dan merawat lingkungan sekitar agar tetap nyaman dan sehat.
b. Program KOTAKU Kelurahan Bligo Berdasarkan Variabel
Implementasi Kebijakan Van metter dan Van Horn
Kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) dalam
penerapannya tidak dapat terlepas dari variabel-variabel yang saling terkait
untuk mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan. Variabel yang saling
terkait tersebut dalam model proses implementasi kebijakan Van Meter dan
Van Horn (dalam Wahab, 2015:164) merupakan variabel yang memisahkan
jalan antara kebijakan dan kinerja. Adapun variabel-variabel yang terkait
dalam kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Kelurahan Bligo
yaitu sebagai berikut.
1) Ukuran atau Tujuan Kebijakan
Tujuan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) tercantum dalam
Surat Edaran Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 40/SE/DC/2016 tentang Pedoman
120
Umum Program Kota Tanpa Kumuh yaitu “Meningkatkan akses
terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh
perkotaan untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang
layak huni, produktif dan berkelanjutan”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan kebijakan program
KOTAKU yaitu pengurangan kawasan kumuh mencapai 0% pada tahun
2021 sudah berjalan lebih dari 80%. Pada akhir tahun 2019, sisa daerah
kumuh di Kabupaten Pekalongan hanya tersisa 50 ha dari total 671 ha
pada tahun 2016. Ukuran dan tujuan dalam kebijakan berguna untuk
menguraikan tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh. Adapun
ukuran kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Kelurahan
Bligo Kabupaten Pekalongan yaitu kesesuaian antara pembangunan yang
dilakukan dengan dokumen RPLP (Rencana Penataan Lingkungan
Permukiman) Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan 2017-2021 yang
telah disetujui bersama antara pihak kelurahan dengan koordinator
KOTAKU Kabupaten Pekalongan. Tujuan program KOTAKU di
Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan secara lebih jelas terdapat dalam
dokumen RPLP periode tahun 2017-2021.
Tujuan kebijakan dalam variabel ini memandang bahwa program
atau kebijakan akan berhasil apabila perubahan yang dikehendaki relatif
sedikit. Program KOTAKU Kabupaten Pekalongan khususnya di
Kelurahan Bligo memiliki tujuan untuk mengurangi kawasan kumuh
mencapai 0%. Hal ini berarti perubahan yang diharapkan dari program
121
ini relatif besar sehingga implementasi program pun belum berhasil
secara menyeluruh.
2) Sumber-sumber kebijakan
Sumber-sumber kebijakan dalam program KOTAKU meliputi sumber
daya manusia dan sumber daya finansial. Adapun sumber daya manusia
yang terlibat yaitu masyarakat penerima manfaat program yang utama,
pemerintah daerah Kabupaten Pekalongan yang diwakili oleh Dinas
Perkim LH, Pemerintah Kelurahan Bligo, Badan Keswadayaan
Masyarakat (BKM) Mandiri Kelurahan Bligo, serta pihak swasta
lainnya. Selain sumber daya manusia, implementasi yang baik itu juga
dipengaruhi oleh sumber daya finansial yang berasal dari APBD
Kabupaten Pekalongan dan swadaya masyarakat. Variabel sumber
kebijakan dimaksudkan untuk mengoptimalkan sumber daya dalam
mencapai tujuan program atau kebijakan. Adanya permasalahan dari
sebagian kecil masyarakat yang masih enggan menerima program
tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap keberhasilan program. Hal ini
dikarenakan sumber daya yang mendukung program jauh lebih besar
dibandingkan dengan yang menolak program.
3) Ciri-ciri atau sifat instansi pelaksana
Karakteristik badan pelaksana menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap implementasi suatu kebijakan. Dinas Perkim LH
merupakan badan atau instansi yang bertugas menangani masalah
permukiman dan lingkungan hidup yang kumuh di Kabupaten
122
Pekalongan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Perkim LH
Kabupaten Pekalongan memiliki inovasi untuk menciptakan program-
program yang bertujuan menimbulkan perubahan perilaku masyarakat
untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Hal tersebut dijelaskan lebih
lanjut oleh Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman Dinas
Perkim LH Ibu Asrotun dalam kutipan wawancara sebagai berikut.
“….perilaku masyarakat yang belum berubah menjadi tantangan yang
besar, oleh karena itu program ini diharapkan menjadi upaya dari
pemerintah untuk mengajak masyarakat mengubah perilakunya agar
lebih sadar dan lebih menjaga lingkungan” (wawancara tanggal 3
Februari 2020).
Ciri atau sifat instansi dalam variabel ini berkaitan dengan bagaimana
kebijakan itu dilaksanakan dengan baik dan dibutuhkannya instansi
pelaksana yang inovatif untuk menciptakan program-program yang
memiliki dampak pada perubahan perilaku masyarakat.
4) Komunikasi dan kegiatan terkait
Hasil penelitian menyatakan bahwa komunikasi dan kolaborasi
program KOTAKU di Kelurahan Bligo melalui FGD (Forum Group
Discustion) untuk memperoleh data kondisi permukiman di tingkat basis
(RT) dan Rembug Warga Tahunan (RWT) sebagai bentuk
pertanggungjawaban program KOTAKU. Adapun komunikasi dan
kolaborasi antara pelaksana di tingkat kelurahan dengan tingkat daerah
melalui rapat evaluasi koordinasi antara kelurahan dan fasilitator. Hal ini
123
diterangkan oleh Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman
Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan Ibu Asrotun dalam kutipan
berikut. “Untuk komunikasi dan koordinasi sendiri, kami melalui
fasilitator, kemudian melalui adanya rapat evaluasi koordinasi dengan
fasilitator dan rapat evaluasi koordinasi dengan desa/kelurahan secara
rutin. Selain itu, kami juga melakukan koordinasi dengan forum BKM”
(wawancara tanggal 3 Februari 2020). Komunikasi sebagai variabel
implementasi kebijakan membahas mengenai bagaimana informasi
mengenai program disalurkan dalam jaringan pelaksana. Hal ini bertujuan
agar pelaksana dapat mengetahui hambatan atau permasalahan yang
terjadi dalam pengimplementasian program.
5) Sikap pelaksana kebijakan
Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan memiliki komitmen untuk
mengurangi kawasan kumuh secara signifikan dengan menggandeng
berbagai pihak dari pemerintah maupun swasta seperti Bank Jateng, PKK,
CSR, OPD terkait serta dari unsur pendidikan seperti STIKES. Hal ini
sesuai dengan penjelasan Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan
Permukiman Dinas Perkim LH Ibu Asrotun dalam kutipan wawancara
sebagai berikut.
“Untuk program KOTAKU itu kami melibatkan semua pihak, ada
dari masyarakat itu yang utama, kemudian dari pemerintah melalui
kedinasan mulai dari tingkat daerah sampai ke desa, pihak swasta
seperti bank jateng dan PKK untuk pelatihan-pelatihannya, CSR, OPD
terkait (di tingkat kabupaten), kemudian ada dari unsur pendidikan
juga seperti dari STIKES. Nah semua pihak itu tergabung dalam suatu
wadah yang namanya Pokja PKP. Jadi itu semua dalam rangka
124
memberantas adanya kawasan kumuh” (wawancara tanggal 3
Februari 2020).
Variabel ini berkenaan dengan persepsi pelaksana dalam melihat
masalah kebijakan yang terdiri dari tiga unsur yaitu pemahaman,
penerimaan dan intensitas tanggapan terhadap kebijakan. Adanya
keterlibatan berbagai pihak dalam program KOTAKU menunjukkan
bahwa Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan sebagai pelaksana di
tingkat daerah memiliki pemahaman dan penerimaan yang baik untuk
keberhasilan program KOTAKU.
6) Lingkungan ekonomi, sosial dan politik
Kondisi lingkungan dan pemahaman masyarakat yang beragam
menimbulkan adanya perbedaan respon terhadap program KOTAKU di
Kabupaten Pekalongan khususya Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran.
Masih adanya masyarakat yang menolak perbaikan melalui program
tersebut menjadi penghambat untuk mencapai tujuan. Hal ini diterangkan
oleh koordinator BKM Kelurahan Bligo Ibu Istiqomah dalam kutipan
berikut.
“untuk masyarakat sendiri itu masih ada beberapa masyarakat
yang tidak mau diperbaiki lingkungannya dalam program KOTAKU,
sehingga hal ini menimbulkan adanya peralihan. Yang tadinya di RT
11 ada pembangunan jalan paving, tapi karena masyarakatnya tidak
mau ya akhirnya dialihkan ke tempat lain” (wawancara tanggal 8
Februari 2020).
Variabel ini berkenaan dengan kesesuaian kondisi lingkungan target
dengan program yang akan dilaksanakan. Ketika lingkungan target tidak
menerima kebijakan tersebut, maka implementasipun tidak akan berhasil
125
dengan baik. Namun, hal ini tidak terlalu berpengaruh pada penerapan
program KOTAKU di Kelurahan Bligo karena lingkungan masyarakat
yang mendukung dan menerima jauh lebih besar daripada yang menolak
program tersebut.
2. Tahapan Kebijakan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo
Tahapan program KOTAKU di Kelurahan Bligo meliputi tahap persiapan,
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap keberlanjutan. Adapun
kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan disetiap tahapan dengan
memperhatikan beberapa poin penting seperti administrasi, kualitas bangunan,
fungsi bangunan dan kemanfaatan bangunan. Hal ini bertujuan untuk
memastikan jalannya program KOTAKU sesuai dengan aturan-aturan yang
sudah ditetapkan serta memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan dapat
mengurangi kawasan kumuh secara efektif dan signifikan. Berdasarkan teori
implementasi kebijakan menurut Brian W. Hogwood dan Levis A. Gunn
(dalam Wahab, 2015:167) implementasi suatu kebijakan minimal meliputi tiga
tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tahapan program KOTAKU Kelurahan Bligo
sesuai dengan teori implementasi kebijakan dari Brian W. Hogwood dan Levis
A Gunn karena memenuhi tahapan minimal suatu kebijakan publik.
Tahap-tahap implementasi kebijakan menurut Brian W. Hogwood dan Levis
A Gunn meliputi tiga tahapan yang utama yaitu sebagai berikut.
126
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan program KOTAKU di Kelurahan Bligo terdiri dari dua
kegiatan yaitu sosialisasi yang dilaksanakan secara berjenjang dan
pembentukan TIPP (Tim Inti Perencanaan Partisipatif) Kelurahan Bligo.
Tahap ini bertujuan untuk mengenalkan program KOTAKU terhadap
masyarakat Kelurahan Bligo dan mengajak masyarakat untuk mengetahui
indikator kumuh yang terdapat di lingkungan sekitar. Selain itu, adanya
sosialisasi pada tahap ini juga bertujuan untuk menyamakan persepsi
terhadap program KOTAKU sehingga pelaksanaan program berjalan
dengan orientasi tujuan yang sama.
Tahap selanjutnya pada program KOTAKU di Kelurahan Bligo yaitu
tahap perencanaan yang berupa penyusunan dokumen Rencana Penataan
Lingkungan Permukiman (RPLP). Pada tahap ini, tujuan pembangunan dan
perbaikan kualitas lingkungan dirumuskan untuk mengatasi masalah daerah
kumuh. Selain itu, dokumen RPLP yang disusun pada tahap ini
menggambarkan secara detail konsep dan teknis pembangunan yang akan
dilakukan. Dokumen ini disusun oleh BKM bersama fasilitator atau
pendamping dengan berdasarkan pada FGD (forum group discustion),
pendataan tingkat basis (RT) dan hasil penelusuran lokasi yang dilakukan
oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) bersama dengan fasilitator
kelurahan.
Tahap persiapan dalam teori implementasi kebijakan Hogwood dan Gun
merupakan tahap awal suatu kebijakan yang terdiri dari kegiatan-kegiatan
127
yang menggambarkan rencana dan tujuan suatu program, standar
pelaksanaan program, serta anggaran biaya dan alokasi waktu yang
dibutuhkan. Dalam hal ini, tahap persiapan dan perencanaan program
KOTAKU di Kelurahan Bligo dapat dikatakan sebagai bentuk dari tahap
persiapan implementasi kebijakan menurut Hogwood dan Gun. Hal ini
dikarenakan pada kedua tahap ini memenuhi indikator-indikator tahap
persiapan implementasi kebijakan yaitu (1) kegiatan sosialisasi berjenjang
dari tingkat kabupaten hingga tingkat basis (RT) dan pembentukan Tim Inti
Perencanaan Partisipatif (TIPP merupakan bentuk kegiatan yang
menggambarkan rencana dari kebijakan program KOTAKU; (2)
penyusunan dokumen Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP)
Kelurahan Bligo yang menggambarkan kegiatan untuk menentukan standar
pelaksanaan, anggaran dan alokasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo.
b. Tahap Pelaksanaan Program
Tahap pelaksanaan program KOTAKU di Kelurahan Bligo berupa
pembangunan dan perbaikan kualitas lingkungan yang dilakukan dengan
mengacu pada rancangan yang telah dibuat dalam dokumen RPLP. Tahap
pembangunan dilaksanakan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
sesuai dengan bentuk kegiatan yang dilakukan. Adapun bentuk kegiatan
program KOTAKU di Kelurahan Bligo yaitu perbaikan saluran air atau
drainse, pembangunan jalan paving, pembangunan sumur bor dan
128
pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Reduce Reuse Ricycle (TPS
3R).
Tahap yang kedua dalam implementasi kebijakan menurut Brian W.
Hogwood dan Levis A Gunn yaitu tahap pelaksanaan program dengan
memanfaatkan struktur staf atau pelaksana, sumber daya, prosedur dan
biaya serta metode yang digunakan. Dalam hal ini, pembangunan dan
perbaikan kawasan lingkungan melalui program KOTAKU di Kelurahan
Bligo merupakan tahap pelaksanaan kebijakan dengan struktur birokrasi,
sumber daya, prosedur dan anggaran yang sudah ditetapkan secara jelas
dalam Surat Edaran DJCK Nomor: 40/SE/DC/2016 tentang Pedoman
Umum Program Kota Tanpa Kumuh.
Struktur birokrasi program KOTAKU di Kelurahan Bligo meliputi
pemerintah daerah melalui Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan,
pemerintah tingkat kelurahan, dan BKM Mandiri Kelurahan Bligo. Adapun
sumber daya yang terlibat dalam program ini meliputi sumber daya manusia
yaitu masyarakat Kelurahan Bligo dan sumber daya finansial yaitu APBD
kabupaten dan swadaya masyarakat Kelurahan Bligo.
c. Tahap Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi program KOTAKU di Kelurahan
Bligo dilaksanakan pada setiap tahapan baik sebelum kegiatan, pada saat
kegiatan maupun sesudah kegiatan. Kegiatan monitoring dan evaluasi
dilaksanakan oleh Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan dan fasilitator
kelurahan sebagai pendamping program KOTAKU. Kegiatan ini bertujuan
129
untuk memastikan bahwa program KOTAKU dijalankan sesuai dengan
aturan-aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Tahap evaluasi menurut Brian W. Hogwood dan Levis A yaitu tahap
ketiga dalam implementasi kebijakan publik yang berupa kegiatan untuk
menentukan jadwal, melakukan pemantauan dan pengawasan dalam rangka
menjamin kelancaran pelaksanaan program. Tahapan monitoring dan
evaluasi dalam penerapan program KOTAKU di Kelurahan Bligo
dilaksanakan oleh Dinas Perkim LH Kabupaten pekalongan dan fasilitator
untuk memastikan bahwa pembangunan dan perbaikan yang dilakukan
sesuai dengan rencana kegiatan yang tertuang dalam dokumen RPLP.
Tahapan yang terakhir dalam program KOTAKU adalah tahap
keberlanjutan yang bertujuan agar program KOTAKU tidak berhenti ketika
perbaikan dan pembangunan telah selesai, tetapi ada keberlanjutan dari
program tersebut. Tahap ini berupa adanya kelompok pemelihara
pembangunan dan kelompok pengelola yang berasal dari masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat merupakan sumber daya utama dalam program
KOTAKU. Kelompok pemelihara pembangunan di Kelurahan Bligo
diserahkan kepada masyarakat sekitar yang menerima manfaat program
KOTAKU. Kelompok ini bertugas untuk merawat dan memelihara drainase
dan jalan paving yang sudah diperbaiki. Kemudian kelompok pengelola di
Kelurahan Bligo bertugas untuk mengelola pembangunan yang
menghasilkan materi yaitu sumur bor (PAMSIMAS) dan TPS (3R).
130
3. Faktor Penghambat Kebijakan Program KOTAKU Kelurahan Bligo
a. Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu kunci berhasilnya penerapan suatu
kebijakan atau program. Komunikasi yang lancar akan menciptakan
kolaborasi yang baik antar stakeholder dan pemegang kepentingan dalam
kebijakan sehingga tujuan yang sudah dirumuskan dapat tercapai.
Penerapan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
melibatkan banyak pihak meliputi masyarakat Kelurahan Bligo, Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mandiri, fasilitator atau pendamping,
Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan, dan pihak mitra lainnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komunikasi antar pelaksana kebijakan
program tidak sepenuhnya berjalan dengan baik yang ditandai dengan
munculnya ketidakharmonisan dalam internal BKM dan keterlambatan
pelaksanaan kegiatan Rembug Warga Tahunan (RWT) sebagai bentuk
pertanggungjawaban BKM. Adanya ketidaksepahaman dalam internal
BKM dan pendamping dalam merancang program membuat kejelasan
informasi menjadi rancu. Padahal komunikasi dalam kebijakan menurut
Edward III memiliki tiga hal penting yaitu transmisi, konsistensi dan
kejelasan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
menjadi salah satu faktor penghambat dalam penerapan program
KOTAKU di Kelurahan Bligo yang berakibat pada kolaborasi yang kurang
maksimal.
131
b. Sumber Daya
Sumber daya merupakan faktor penting untuk menjamin terlaksananya
implementasi kebijakan dengan baik dan efektif. Suatu kebijakan akan
mengalami kegagalan apabila kebijakan tersebut kurang
diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana dan penerima
kebijakan (Setyati, 2015:62). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hambatan yang muncul dari aspek sumber daya dalam program KOTAKU
di Kelurahan Bligo yaitu masih adanya sikap masyarakat yang tidak mau
mendukung program dan tidak mau adanya perbaikan karena adanya
kekhawatiran justru menyebabkan banjir. Padahal proses pembangunan
program KOTAKU sudah melewati deskripsi desain pada tahap
perencanaan dengan memperhitungkan segala dampak yang mungkin
terjadi. Sumber daya menurut Edward III merupakan hal penting untuk
mencapai implementasi kebijakan yang efektif. Adanya hambatan dari
aspek sumber daya manusia dalam pelaksanaan program KOTAKU di
Kelurahan Bligo menjadi gambaran mengenai kurangnya keefektifan
pelaksanaan program tersebut.
c. Disposisi
Hasil penelitian menunjukkan adanya jalinan dan kerja sama pelaksana
program dengan masyarakat di Kelurahan Bligo dalam program KOTAKU
dapat dilihat dari dukungan masyarakat untuk bersama-sama menjadi
relawan dan memberikan swadaya baik berupa tenaga maupun materi
seperti biaya konsumsi tukang bangunan. Selain itu, adanya keterlibatan
132
masyarakat dalam setiap tahap menunjukkan sikap persuasif pelaksana
untuk bersama-sama memperbaiki lingkungan melalui program
KOTAKU. Hal tersebut merupakan bentuk sinergitas untuk menyelesaikan
masalah kumuh di Kelurahan Bligo agar menimbulkan dampak yang
signifikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Edward III mengenai
disposisi sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dimana
sikap baik dan dukungan para pelaksana kebijakan menjadi faktor yang
memiliki konsekuensi penting bagi implementasi suatu kebijakan.
d. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi menjadi salah satu faktor penting dalam implementasi
kebijakan sebagai kesepakatan kolektif untuk menyelesaikan masalah-
masalah sosial. Program KOTAKU dilaksanakan oleh BKM sebagai
lembaga masyarakat yang terbentuk berdasarkan kehendak masyarakat
sendiri yang struktur kepengurusannya juga disusun berdasarkan aspirasi
masyarakat. Program KOTAKU di Kelurahan Bligo dilaksanakan oleh
BKM Mandiri dengan membentuk tiga KSM sebagai pelaksana
pembangunan di lapangan.
4. Relevansi Penelitian dengan Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Progam studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah
program studi yang mempelajari empat rumpun disiplin ilmu sebagai kajiannya
yaitu politik, hukum, sosial budaya dan nilai moral. Penelitian ini memiliki
relevansi dengan kajian ilmu program studi PPKn terutama pada rumpun ilmu
133
politik dan hukum. Dilihat dari kajian ilmu politik, penelitian ini mengkaji
mengenai kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah untuk menerapkan suatu
kebijakan berdasarkan struktur pemerintahan beserta tugas dan wewenangnya.
Kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kebijakan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat yang kemudian dijalankan oleh dinas-dinas
terkait di pemerintah daerah kota/kabupaten. Dilihat dari kajian ilmu hukum,
kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) ini dijalankan berdasarkan
Peraturan Menteri PUPR, surat keputusan bupati/walikota setempat dan aturan-
aturan lain dibawahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini juga
mempelajari mengenai tata urutan landasan hukum yang berlaku untuk
menjalankan sebuah kebijakan.
Adapun kontribusi penelitian ini terhadap pembelajaran PPKn di sekolah
yaitu menambah kajian pembelajaran PPKn khususnya pada KD 3.3 kelas X
mengenai fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga negara menurut UUD
1945 dan KD 3.4 kelas X mengenai hubungan pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah menurut UUD 1945.
134
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Penerapan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan meliputi (a) tahap persiapan yang
terdiri dari sosialisasi berjenjang dan pembentukan TIPP, (b) tahap
perencanaan yang berupa kegiata penyusunan dokumen Rencana Penataan
Lingkungan Permukiman (RPLP), (c) tahap pelaksanaan berupa pembangunan
dan perbaikan di daerah kumuh yang terbagi menjadi dua zona prioritas
meliputi perbaikan saluran air atau drainase, pembuatan jalan paving,
pembangunan sumur bor (PAMSIMAS), dan TPS (3R), serta (d) tahap
keberlanjutan dengan membentuk kelompok pemelihara pembangunan dan
kelompok pengelola. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan disetiap tahapan
program secara berkala dan dilaksanakan oleh Dinas Perkim LH Kabupaten
Pekalongan, pendamping atau fasilitator kelurahan dan BPKP sebagai audit
terakhir.
2. Faktor penghambat dalam program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo meliputi dua aspek yang utama yaitu sumber daya manusia
dan komunikasi. Sumber daya manusia dalam hal ini meliputi tiga komponen
yaitu pengurus BKM sebagai pelaksana, sebagian masyarakat yang menolak
program, dan pekerja yang dinilai tidak efisien dalam proses pembangunan.
135
Hambatan dari aspek sumber daya manusia dapat dilihat dari adanya peralihan
pembangunan drainase di RT 15 dan proses pembangunan yang berjalan
kurang efektif. Sementara itu, hambatan dari aspek komunikasi dapat dilihat
dari keterlambatan pelaksanaan kegiatan Rembug Warga Tahun (RWT)
sebagai bentuk pertanggungjawaban BKM selama masa kerja tahun 2019 yang
diakibatkan karena terjadinya ketidakharmonisan komunikasi dalam internal
BKM sebagai pelaksana program.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, ada beberapa saran yang
diajukan peneliti yaitu sebagai berikut.
1. Kepada Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan perlu menjalin koordinasi
lebih intensif melalui koordinasi forum BKM dan rapat evaluasi koordinasi
dengan fasilitator dan pemerintah desa/kelurahan sebagai pelaksana di tingkat
desa/kelurahan sehingga lebih mengetahui permasalahan-permasalahan yang
timbul dan dapat memberikan alternatif penyelesaian yang tepat dalam
penerapan program KOTAKU.
2. Kepada Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Kelurahan Bligo dan tim
fasilitator perlu memfasilitasi terbentuknya kerjasama dengan pemerintah
kelurahan dan melibatkan tokoh masyarakat untuk melakukan pendekatan
persuasif kepada masyarakat serta perlunya diadakan pendampingan dari
Dinas Perkim LH dan Koordinator KOTAKU Kabupaten Pekalongan dalam
pelaksanaan program KOTAKU agar menjamin kelancaran terlaksananya
program secara efektif dan efisien.
136
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik Edisi 2. Jakarta: Salemba Humanika
Hamdi, Muchlis. 2014. Kebijakan Publik. Bogor: Ghalia Indonesia
Handoyo, Eko. 2012. Kebijakan Publik. Semarang: Widya Karya
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI- Press.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Soesilowati, Etty. 2009. Kota dan Permukiman Kebijakan hingga Implementasi.
Semarang: UNNES PRESS.
Subarsono, AG. 2013. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuntitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wahab, Solichin Abdul. 2015. Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2014. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus.
Yogyakarta: CAPS (Center of Academic Publishing Service).
Jurnal
Askari MH dan K Gupta. 2016. Changes in Socio-Economic and Health Condition
of Rehabilitated Slum Dwellers in Kolkata, West Bengal. International
Journal Hum. Capital Urban Manage. No.2. Hal: 177-122.
Ayuningtyas Istiqomah dan Artiningsih. 2019. Evaluasi Metode Verifikasi Lokasi
dan Pemutakhiran Profil Permukiman Kumuh dalam Penyusunan Rencana
Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan
(RP2KPKP). Jurnal Geografi. No. 2. Hal: 79-92.
Balbim Renato dan Cleandro Krause. 2019. Slum Upgrading in Brazil: Lessons
from Evaluation Processes. Journal of Ci& Trop. Recife. No. 43. Hal: 185-
201.
Efridawati dan Anggraeni Atmei Lubis. 2015. Kebijakan Pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan di Dinas Cipta Karya dan Pertambangan Deli
Serdang. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik. No. 1. Hal: 58-70
Krisandriyana Maresty, dkk. 2019. Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan
Kawasan Permukiman Kumuh di Surakarta. Jurnal Desa-Kota. No. 1. Hal:
24-33.
137
Lestari, Indah Dwi dan Agung Sugiri. 2013. Peran Badan Keswadayaan Masyarakat
dalam Penanganan Permukiman KUmuh di Podosugih Kota Pekalongan.
Jurnal Teknik PWK. No. 1. Hal: 30-41.
Mahabir, Ron dkk. 2016. The Study of Slums as Social and Physical Constructs:
Challenges and Emerging Research Opportunities. Regional Studies
Regional Science. No. 1. Hal: 399–419.
Nurhasanah. 2019. Implementasi Kebijakan Program KOTAKU (Kota Tanpa
Kumuh) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal
Inovasi Ilmu Sosial dan Politik . No.1. Hal: 58-70.
Nursyahbani, raisya dan Bitta Pigawati. 2015. Kajian Karakteristik Kawasan
Pemukiman Kumuh di Kampung Kota (Studi Kasus: Kampung Gandekan
Semarang). Jurnal Teknik PWK. No. 2. Hal: 267-281.
Purnaweni, hastuti. 2014. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Kendeng
Utara Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Lingkungan. No. 1. Hal: 53-65.
Ramdhani Abdullah dan Muhammad Ali Ramdhani. 2017. Konsep Umum
Pelaksanaan Kebijakan Publik. Jurnal Publik. No.1. Hal:1-12.
Ratnasari, Dwi Jayanti dan Asnawi Manaf. 2015. Tingkat Keberhasilan Program
Penataan Lingkungan Permukian Berbasis Komunitas (Studi kasus:
Kabupaten Kendal dan Kota Pekalongan). Jurnal Pengembangan Kota. No.
1. Hal: 40-48.
Ruli As’ari dan Siti fadjarani. 2015. Penataan Permukiman Kumuh Berbasis
Lingkungan. Jurnal Geografi. No. 1. Hal: 56-67.
Setyati, Rini dan Warsito Utomo. 2015. Implementasi Kebijakan Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perumahan Kota Banjarbaru. Jurnal Kebijakan dan
Administrasi Publik. No. 1. Hal: 59-72.
Swami, Kumar S. 2017. An Empirical Study of Growth of Slum Population in India.
International Journal of Political Science (IJPS). No. 1. Hal: 10-13.
Wahyuni Sri, dkk. 2012. Implementasi Kebijakan Pembangunan dan Penataan
Sanitasi Perkotaan Melalui Program Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat di Kabupaten Tulungagung. Jurnal Ilmu Lingkungan. No. 2.
Hal: 111-122.
Wijaya, Doni Wahyu. 2016. Perencanaan Penanganan Kawasan Permukiman
Kumuh Studi Penentuan Kawasan Prioritas untuk Peningkatan Kualitas
Infrastruktur pada Kawasan Permukiman Kumuh di Kota Malang. Jurnal
Ilmiah Administrasi Publik. No. 1. Hal: 1-10.
Yuliani, Sri dan Gusty Putri Dhini Rosyida. 2017. Kolaborasi dalam Perencanaan
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di kelurahan Semanggi Kota
Surakarta. Jurnal Wacana Publik. No. 2. Hal: 33-47.
138
Skripsi
Irfani, Intania. 2018. Efektivitas Program Kota Tanpa Kumuh di Kelurahan
Karangwaru Kota Yogyakarta. Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu
Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta.
Saputra, Danang Listya. 2018. Implementasi Kebijakan Dana Desa di Desa Tridadi
Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo. Politik dan Kewarganegaraan.
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.
Ulyah, Afwah. 2018. Partisipasi Masyarakat dalam Program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Krobokan Kecamatan Semarang Barat Kota
Semarang. Pengembangan Masyarakat Islam. Fakultas Dakwah dan
Komunikasi. UIN Walisongo Semarang.
Dokumen
Laporan Pertanggungjawaban Badan Keswadayaan Masyarakat “Mandiri”
Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan Tahun
Anggaran 2019.
Peraturan Bupati No 7 Tahun 2017 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan
Kumuh dan Permukiman Kumuh.
Peraturan Presiden No 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019.
Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP) Kelurahan Bligo Kecamatan
Buaran Kabupaten Pekalongan Tahun 2017-2021.
Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan
(RP2KPKP) Kabupaten Pekalongan Tahun 2017.
Surat Edaran Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 40/SE/DC/2016 tentang Pedoman Umum
Program Kota Tanpa Kumuh.
Surat Keputusan Bupati Pekalongan No 663/408 Tahun 2014 tentang Penetapan
Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Pemukiman.
Internet
https://www.kotaku.pu.go.id (diakses pada 16 Desember 12.30)
https://www.pekalongankab.go.id (diakses pada 16 Desember pukul 12.21)
https://www.suaramerdeka.com (diakses 16 Desember 2019 pukul 11.50)
139
LAMPIRAN
-
LAMPIRAN
140
Lampiran 1. Surat Keputusan Penetapan Dosbing Pembimbing Skripsi
141
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian
142
143
Lampiran 3. Pedoman Penelitian
PEDOMAN PENELITIAN
A. Judul Skripsi
Penerapan Kebijakan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
Kabupaten Pekalongan.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten
Pekalongan.
C. Informan Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pihak yang
menjadi sasaran penelitian yaitu Badan Keswadayaan Masyarakat dan
pemerintah Kelurahan Bligo sebagai pelaksana kegiatan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan.
2. Responden
Adapun responden yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.
a. Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten
Pekalongan.
b. Kepala Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
c. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Mandiri Kelurahan Bligo
Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
d. Koordinator Tim Inti Perencanaan Partsipatif (TIPP) BKM Mandiri
Kelurahan Bligo.
e. Masyarakat Kelurahan Bligo Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan.
144
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam peneliian ini adalah untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
1. penerapan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan
Bligo Kabupaten Pekalongan
2. faktor penghambat dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan
E. Fokus Penelitian
Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Penerapan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan
Bligo Kabupaten Pekalongan
a) Bentuk-bentuk kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
b) Tahap-tahap pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
c) Model kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
d) Monitoring dan evalusasi pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)
2. Faktor penghambat dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan
a) Aspek yang menghambat pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU).
b) Strategi untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU).
145
Lampiran 4. Instrumen Penelitian
INSTRUMEN PENELITIAN
PENERAPAN KEBIJAKAN PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) DI KABUPATEN PEKALONGAN
NO DATA YANG
DIBUTUHKAN
INDIKATOR DAFTAR
PERTANYAAN
TEKNIK
PENGUMPULAN
DATA
SUMBER
DATA
BENTUK
INSTRUMEN
Wan Obs Dok
1 Penerapan
kebijakan program
Kota Tanpa
Kumuh
(KOTAKU) di
Kabupaten
Pekalongan
a. Bentuk-bentuk
kebijakan
program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU)
1. Kabupaten
Pekalongan
menargetkan
pengurangan kawasan
kumuh mencapai 0%
pada tahun 2021
melalui Pogram Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU) sejak
tahun 2016,
bagaimana
pelaksanaan program
tersebut selama ini ?
√
√
1. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH Kabupaten
Pekalongan
Pedoman
wawancara,
dan observasi
146
2. Siapa yang
menjalankan program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
3. Siapa yang berwenang
untuk membentuk tim
pelaksana program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
√
√
√
√
2. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH, Kepala
Kelurahan
Bligo
Kecamatan
Buaran
Kabupaten
Pekalongan
3. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH Kabupaten
Pekalongan
Pedoman
wawancara dan
dokumentasi
Pedoman
wawancara dan
dokumentasi
147
4. Bagaimana struktur
tim pelaksana
program Kota tanpa
Kumuh (KOTAKU)
di Kabupaten
Pekalongan?
5. Apa saja yang menjadi
tugas dan kewenangan
serta peran dari tim
pelaksana program
Kota tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
Kabupaten
Pekalongan?
6. Bagaimana
mekanisme
pertanggungjawaban
tim pelaksana tersebut
√
√
√
√
√
4. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH dan
Koordinator
BKM Mandiri
5. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH Kabupaten
Pekalongan
6. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Pedoman
wawancara dan
dokumentasi
Pedoman
wawancara dan
dokumentasi
Pedoman
wawancara
148
sebagai pelaksana
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)
di Kabupaten
Pekalongan?
7. Bagaimana
penyelenggaraan
sosialisasi mengenai
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)?
8. Daerah mana saja
yang masih tergolong
√
√
√
√
√
Dinas Perkim
LH Kabupaten
Pekalongan,
Koordinator
BKM Mandiri,
dan
Koordinator
TIPP
7. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH, dan
Koordinator
TIPP
Kelurahan
Bligo
8. Koordinator
TIPP
Pedoman
wawancara dan
dokumentasi
Pedoman
wawancara,
149
b. Tahap-tahap
pelaksanaan
program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU)
kumuh di Kelurahan
Bligo?
9. Apa saja bentuk-
bentuk perbaikan
lingkungan dalam
program KOTAKU di
Kelurahan Bligo?
10. Bagaimana tahapan-
tahapan pelaksanaan
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)
di Kabupaten
Pekalongan?
√
√
√
√
√
√
9. Kepala
Kelurahan
Bligo
Koordinator
BKM Mandiri,
Koordinator
TIPP, dan
masyarakat
10. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH,
koordinator
BKM Mandiri,
dan
koordinator
TIPP
observasi dan
dokumentasi
Pedoman
wawancara,
observasi dan
dokumentasi
Pedoman
wawancara,
observasi dan
dokumentasi
150
11. Apa sajakah prosedur
yang harus dipenuhi
pada setiap tahapan
pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
Kabupaten
Pekalongan?
12. Apa saja yang menjadi
tolok ukur
keberhasilan dari
setiap tahapan
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)
di Kabupaten
Pekalongan?
13. Apa saja manfaat dari
adanya program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
√
√
√
√
√
11. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH, dan
koordinator
TIPP.
12. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH dan
koordinator
BKM Mandiri
13. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH, Kepala
Kelurahan
Pedoman
wawancara dan
dokumentasi
Pedoman
wawancara
Pedoman
wawancara dan
observasi
151
c. Monitoring
dan evalusasi
pelaksanaan
program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU)
14. Bagaimana
pelaksanaan
monitoring dan
evaluasi terkait
program KOTAKU di
kelurahan Bligo?
15. Apa sajakah data dan
informasi yang
digunakan untuk
monitoring dan
evaluasi program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
16. Kapan monitoring dan
evaluasi program Kota
Tanpa Kumuh
√
√
√
√
√
Bligo, dan
Masyarakat
14. Kepala
Kelurahan
Bligo, dan
Koordinator
TIPP
15. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH, dan
Koordinator
TIPP
16. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Pedoman
wawancara
Pedoman
wawancara dan
observasi
Pedoman
wawancara dan
dokumentasi
152
(KOTAKU)
dilakukan?
17. Siapa saja pihak-pihak
yang terkait dalam
pelaksanaan
monitoring dan
evaluasi program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
18. Apa sajakah yang
menjadi poin penting
dalam monitoring dan
evaluasi program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
√
√
√
Dinas Perkim
LH, Kepala
Kelurahan Bligo
dan koordinator
TIPP
17. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH, dan
Koordinator
TIPP
18. Kepala Dinas
Perumahan
Rakyat dan
Kawasan
Permukiman
dan Lingkungan
Hidup, Kepala
Pedoman
wawancara dan
dokumentasi
Pedoman
wawancara
153
d. Keberlanjutan
upaya
penataan
lingkungan
melalui
program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU)
Kabupaten
Pekalongan?
19. Bagaimana tindak
lanjut dari program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
Kelurahan Bligo agar
menjadi upaya
penataan lingkungan
yang berkelanjutan?
20. Bagaimana
pemantauan yang
dilakukan setelah
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)
selesai dijalankan?
21. Bagaimana efektivitas
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)
√
√
√
√
Bappeda, dan
Ketua BKM
19. Koordinator
BKM Mandiri
dan Koordinator
TIPP
20. Koordinator
TIPP dan
masyarakat
21. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Pedoman
wawancara
Pedoman
wawancara,
dan observasi
Pedoman
wawancara
154
sebagai upaya
penataan lingkungan
di Kabupaten
Pekalongan?
22. Bagaimana
pengelolaan
lingkungan yang
diperbaiki melalui
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)
setelah program
tersebut selesai
dilaksanakan?
√
√
Permukiman
Dinas Perkim
LH
22. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH dan
koordinator
TIPP
Pedoman
wawancara dan
observasi.
3 Faktor
penghambat
dalam
pelaksanaan
program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
a. Aspek yang
menghambat
pelaksanaan
program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU).
23. Apa saja yang
menghambat
pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
√
√
23. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH, Kepala
kelurahan Bligo,
Koordinator
Pedoman
wawancara dan
observasi
155
Kabupaten
Pekalongan.
24. Apa saja faktor
penyebab munculnya
hambatan dalam
pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
Kelurahan Bligo?
25. Apakah pemerintah
melibatkan
masyarakat dalam
pelaksanaan dan
tindakan keberlanjutan
dari program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
Kelurahan Bligo?
√
√
√
√
BKM Mandiri
dan masyarakat.
24. Kepala
Kelurahan
Bligo,
Koordinator
BKM Mandiri,
Koordinator
TIPP dan
masyarakat
25. Koordinator
TIPP dan
masyarakat
Pedoman
wawancara dan
observasi
Pedoman
wawancara dan
observasi
156
b. Strategi untuk
mengatasi
hambatan
dalam
pelaksanaan
program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU).
26. Adakah faktor dari
masyarakat yang
menghambat
pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
Kelurahan Bligo?
27. Bagaimana upaya untuk
mengatasi hambatan
yang muncul dalam
pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
Kelurahan Bligo?
28. Bagaimana strategi
dari pemerintah
sebagai pembuat dan
pelaksana kebijakan
untuk mengatasi
hambatan dalam
√
√
√
√
26. Koordinator
BKM Mandiri
dan Koordinator
TIPP
27. Kepala
Kelurahan
Bligo,
Koordinator
BKM Mandiri,
dan Koordinator
TIPP
28. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH, dan
Pedoman
wawancara
Pedoman
wawancara dan
dokumentasi
Pedoman
wawancara
157
pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
29. Bagaimana upaya
pemerintah untuk
menjamin adanya
transparansi anggaran
terkait pelaksanaan
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo?
30. Bagaimana upaya
pemerintah untuk
memastikan program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)
dijalankan di kondisi
lingkungan yang
tepat?
√
√
√
Koordinator
TIPP
29. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH, dan Kepala
Kelurahan Bligo
30. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH
Pedoman
wawancara
Pedoman
wawancara dan
observasi
158
31. Bagaimana strategi
yang dilakukan agar
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)
menjadi penataan
lingkungan yang
berkelanjutan bagi
masyarakat?
32. Bagaimana strategi
pemerintah agar
setelah
dilaksanakannya
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)
tidak menimbulkan
kawasan permukiman
kumuh yang baru?
33. Adakah kebijakan
alternatif yang
disiapkan untuk
mengatasi hambatan
√
√
√
31. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH dan
Koordinator
TIPP
32. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH
33. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Pedoman
wawancara
Pedoman
wawancara
Pedoman
wawancara
159
dalam penerapan
program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU)?
34. Bagaimana koordinasi
pemerintah dengan
pelaksana kebijakan
untuk menjamin
terlaksananya program
Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di
Kelurahan Bligo
dengan baik?
35. Apa saja upaya yang
dilakukan untuk
menjaga lingkungan
yang sudah diperbaiki
melalui program Kota
Tanpa Kumuh
(KOTAKU) agar tetap
terjaga?
√
√
√
Dinas Perkim
LH
34. Kepala Seksi
Penyehatan
Lingkungan
Permukiman
Dinas Perkim
LH dan
Koordinator
TIPP
35. Kepala
Kelurahan
Bligo,
Koordinator
TIPP, dan
masyarakat.
Pedoman
wawancara dan
observasi
Pedoman
wawancara
160
Lampiran 5. Pedoman Observasi
LEMBAR OBSERVASI
Lembar Pengamatan Penerapan Kebijakan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan
Tempat :
Kegiatan :
Hari/Tanggal :
Lama Pengamatan :
No Kegiatan Materi Pihak yang
Terlibat
Respon Masyarakat Keterangan
1
2
3
4
5
Dst
161
Lampiran 6. Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
Responden: Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Lingkungan
Hidup Kabupaten Pekalongan
Identitas Diri
Nama :
Alamat :
Profesi :
Usia :
Waktu :
Tempat :
Pertanyaan:
1. Apa yang menjadi dasar hukum untuk menerapkan kebijakan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) ditingkat kabupaten ? (di tingkat Bupati, dinas, atau
bagian dinas)
2. Mengapa Kabupaten Pekalongan termasuk daerah yang ditargetkan dalam
kebijakan program Kota Tanpa Kumuh?
3. Apa sajakah yang menjadi indikator suatu daerah dapat dikatakan kumuh
sehingga berhak untuk mendapatkan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
4. Kabupaten Pekalongan menargetkan pengurangan kawasan kumuh mencapai
0% pada tahun 2021 melalui Pogram Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) sejak
tahun 2016, bagaimana pelaksanaan program tersebut selama ini ?
5. Siapa saja pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
6. Bagaimana koordinasi antar pihak dalam pelaksanaan kebijakan tersebut?
7. Siapa yang berwenang untuk membentuk tim pelaksana program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan? (termasuk faskel)
8. Bagaimana struktur tim pelaksana program Kota tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan?
162
9. Apa saja yang menjadi tugas dan kewenangan dari tim pelaksana program Kota
tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
10. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban tim pelaksana tersebut sebagai
pelaksana program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten
Pekalongan?
11. Apakah Pemerintah Daerah menyelenggarakan sosialisasi mengenai program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
12. Daerah mana saja yang memperoleh kebijakan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
13. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
14. Apa sajakah prosedur yang harus dipenuhi pada setiap tahapan pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
15. Apa saja indikator keberhasilan dari setiap tahapan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
16. Apa saja manfaat dari adanya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan?
17. Kapan monitoring dan evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan dilakukan?
18. Apa sajakah yang menjadi poin penting dalam monitoring dan evaluasi
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
19. Bagaimana tindak lanjut dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan agar menjadi upaya penataan lingkungan yang
berkelanjutan?
20. Bagaimana pemantauan yang dilakukan setelah program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan selesai dijalankan?
21. Bagaimana efektivitas program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) sebagai
upaya penataan lingkungan di Kabupaten Pekalongan?
22. Apa saja upaya pemerintah untuk mendukung terlaksananya program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan? (dukungan materiil dan
imateriil)
163
23. Adakah sumber dana lain selain APDB untuk melaksanakan kebijakan
tersebut?
24. Bagaimana upaya pemerintah untuk menjamin adanya transparansi anggaran
terkait pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten
Pekalongan?
25. Bagaimana upaya pemerintah untuk memastikan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) dijalankan di kondisi lingkungan yang tepat?
26. Bagaimana tindakan pemerintah ketika terjadi ketidaksesuaian antara prosedur
pelaksanaan dengan pelaksanaan dilapangan pada program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
27. Bagaimana koordinasi pemerintah dengan pelaksana kebijakan untuk
menjamin terlaksananya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan dengan baik?
28. Bagaimana strategi pemerintah agar program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
menjadi penataan lingkungan yang berkelanjutan bagi masyarakat?
29. Bagaimana strategi pemerintah agar setelah dilaksanakannya program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) tidak menimbulkan kawasan permukiman kumuh
yang baru?
30. Apa saja yang menghambat pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
31. Apa saja faktor penyebab munculnya hambatan dalam pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
32. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
33. Bagaimana strategi dari pemerintah sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan
untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
164
PEDOMAN WAWANCARA
Responden: Kepala Desa/Lurah
Identitas Diri
Nama :
Alamat :
Profesi :
Usia :
Waktu :
Tempat :
Pertanyaan
1. Bagaimana profil Kelurahan Bligo ditinjau dari kondisi wilayah permukiman
masyarakatnya?
2. Sejak kapan Kelurahan Bligo memperoleh dan menjalankan kebijakan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
3. Berapakah luas wilayah di Kelurahan Bligo yang mendapatkan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
4. Apa saja faktor-faktor penyebab Kelurahan Bligo memperoleh kebijakan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
5. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar wilayah yang terdapat
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
6. Apa bentuk perbaikan lingkungan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
7. Apa sajakah kriteria yang digunakan sehingga Kelurahan Bligo dinilai layak
memperoleh kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
8. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan kebijakan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
9. Apa manfaat adanya kebijakan program Kota Tanpa kumuh (KOTAKU)
khususnya di Kelurahan Bligo?
10. Siapa saja pihak yang menjalankan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
165
11. Apa peran pemerintahan desa/kelurahan dalam penerapan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) untuk menyelesaikan persoalan permukiman kumuh?
12. Adakah pemantauan dari pihak kecamatan dalam penerapan kebijakan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
13. Bagaimana sistem koordinasi antar pihak terkait pelaksanaan kebijakan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
14. Adakah monitoring dan evaluasi di tingkat desa/kelurahan terkait penerapan
kebijakan program Kota tanpa Kumuh (KOTAKU)?
15. Bagaimana tindak lanjut dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
khususnya di Kelurahan Bligo agar menjadi upaya penataan lingkungan yang
berkelanjutan?
16. Bagaimana pengelolaan lingkungan yang diperbaiki melalui program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) setelah program tersebut selesai dilaksanakan?
17. Apakah program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) masuk dalam APBDes di
Kelurahan Bligo?
18. Bagaimanakah kesesuaian antara pelaksanaan program dengan RPLP (Rencana
Penataan Lingkungan Permukiman) dan RPJM?
19. Bagaimana dukungan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan?
20. Bagaimana tingkat keberhasilan penerapan kebijakan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan?
21. Bagaimana keterlibatan pemerintah desa/kelurahan pada tahapan monitoring
dan evaluasi kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
22. Apa saja yang menghambat proses penerapan kebijakan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) khususnya di Kelurahan Bligo?
23. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
166
PEDOMAN WAWANCARA
Responden: Koordinator Badan Keswadayaan Masyarakat tingkat Desa/Kelurahan
Identitas Diri
Nama :
Alamat :
Profesi :
Usia :
Waktu :
Tempat :
Pertanyaan
1. Apa peran BKM dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
2. Apa bentuk perbaikan lingkungan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
3. Bagaimana penyusunan RPLP di Kelurahan Bligo? Siapa saja yang terlibat?
4. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban tim pelaksana tersebut sebagai
pelaksana program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
Kabupaten Pekalongan?
5. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
6. Apa saja yang menjadi tolok ukur keberhasilan dari pelaksanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan?
7. Apa saja manfaat dari adanya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) bagi
lingkungan Kelurahan Bligo?
8. Apa sajakah data dan poin penting yang digunakan untuk monitoring dan
evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
Kabupaten Pekalongan?
9. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten
Pekalongan?
167
10. Bagaimana tindak lanjut dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan agar menjadi upaya penataan lingkungan yang
berkelanjutan?
11. Bagaimana pengelolaan lingkungan yang diperbaiki melalui program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) setelah program tersebut selesai dilaksanakan?
12. Bagaimana dukungan pemerintah terkait anggaran untuk pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan?
13. Bagaimana koordinasi BKM dengan pemerintah untuk menjamin terlaksananya
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo dengan baik?
14. Apakah pemerintah melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan dan tindakan
keberlanjutan dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan
Bligo Kabupaten Pekalongan? (seperti apa keterlibatannya)
15. Apa saja faktor penyebab munculnya hambatan dalam pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
16. Adakah faktor dari masyarakat yang menghambat pelaksanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
17. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
18. Adakah jalinan kerjasama dengan pihak lain untuk memastikan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) berjalan dengan baik?
19. Apakah ada sumber dana lain selain dari pemerintah ? (apa saja)
168
PEDOMAN WAWANCARA
Responden: Koordinator Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP) tingkat kelurahan
Identitas Diri
Nama :
Alamat :
Profesi :
Usia :
Waktu :
Tempat :
Pertanyaan
1. Apa peran BKM dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
2. Apa bentuk perbaikan lingkungan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo ?
3. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban tim pelaksana tersebut sebagai
pelaksana program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
4. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban tim pelaksana tersebut sebagai
pelaksana program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
5. Apakah pemerintah Daerah menyelenggarakan sosialisasi mengenai program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
6. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
7. Apa sajakah prosedur yang harus dipenuhi pada setiap tahapan pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
8. Apa saja yang menjadi tolok ukur keberhasilan dari setiap tahapan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
9. Apa saja manfaat dari adanya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) bagi
lingkungan Kelurahan Bligo?
10. Apa sajakah data dan informasi yang digunakan untuk monitoring dan evaluasi
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
169
11. Kapan monitoring dan evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo dilakukan?
12. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
13. Apa sajakah yang menjadi poin penting dalam monitoring dan evaluasi program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
14. Bagaimana tindak lanjut dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo agar menjadi upaya penataan lingkungan yang berkelanjutan?
15. Bagaimana pemantauan yang dilakukan setelah program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo selesai dijalankan?
16. Bagaimana pengelolaan lingkungan yang diperbaiki melalui program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) setelah program tersebut selesai dilaksanakan?
17. Bagaimana dukungan pemerintah terkait anggaran untuk pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan?
18. Bagaimana koordinasi pemerintah dengan pelaksana kebijakan untuk menjamin
terlaksananya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
Kabupaten Pekalongan dengan baik?
19. Bagaimana strategi pemerintah agar program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
menjadi penataan lingkungan yang berkelanjutan bagi masyarakat?
20. Apakah pemerintah melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan dan tindakan
keberlanjutan dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan
Bligo?
20. Apa saja faktor penyebab munculnya hambatan dalam pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
21. Adakah faktor dari masyarakat yang menghambat pelaksanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
22. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
23. Adakah jalinan kerjasama dengan pihak lain untuk memastikan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) berjalan dengan baik?
170
PEDOMAN WAWANCARA
Responden: Masyarakat Kelurahan Bligo
Identitas Diri
Nama :
Asal :
Profesi :
Usia :
Jabatan :
Pertanyaan
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) yang ada di kelurahan Bligo?
2. Apa saja bentuk perbaikan kawasan lingkungan dari program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) yang ada di sekitar tempat tinggal Bapak/Ibu?
3. Bagaimana perubahan yang ditimbulkan dari program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di kelurahan Bligo?
4. Apakah perbaikan yang dilakukan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) sudah tepat untuk memperbaiki lingkungan sekitar tempat tinggal
Bapak/Ibu?
5. Menurut Bapak/Ibu, apa sajakah manfaat dari adanya program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
6. Bagaimana respon masyarakat Kelurahan Bligo terhadap adanya program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
7. Bagaimana keterlibatan Bapak/Ibu dalam program KOTAKU sebagai
masyarakat di Kelurahan Bligo? (keterlibatan dalam setiap tahapan)
8. Apakah program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo berjalan
dengan baik?
9. Apa sajakah bentuk kontribusi masyarakat selama pelaksanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
10. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan program KOTAKU di Kelurahan
Bligo?
171
11. Kendala apa saja yang muncul selama pelaksanaan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
12. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu ketika ada masyarakat yang menolak adanya
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
13. Bagaimana pemantauan terhadap pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
14. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai sikap BKM dalam menjalankan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
15. Apa saja bentuk kontribusi masyarakat dalam memelihara lingkungan sekitar
yang sudah diperbaiki melalui program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo?
172
Lampiran 7. Pedoman Dokumentasi
PEDOMAN DOKUMENTASI
PENERAPAN KEBIJAKAN PROGRAM KOTA TANPA KUMUH
(KOTAKU) DI KELURAHAN BLIGO KABUPATEN PEKALONGAN
Lokasi :
Waktu :
Aspek dokumentasi yang dibutuhkan:
A. Deskripsi Umum Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan, meliputi:
1. Kondisi geografis Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan
2. Kondisi demografis Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan
3. Kondisi sosial ekonomi Kelurahan Bligo kabupaten Pekalongan
B. Deskripsi Umum Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) Kelurahan
Bligo kabupaten Pekalongan, meliputi:
1. Kondisi titik daerah kumuh di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan
2. Foto bentuk-bentuk program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo
C. Dokumen-dokumen terkait, meliputi:
1. Buku monografi Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan
2. Rencana Pemeliharaan Lingkungan Permukiman (RPLP) kelurahan
Bligo
3. Laporan pertanggungjawaban BKM Mandiri kelurahan Bligo
173
Lampiran 8. Transkip Hasil Wawancara
A. Identitas Diri
Nama : Asrotun
Alamat : Kec. Bojong, Kab. Pekalongan
Profesi : Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman Dinas Perkim
LH
Usia : 39 Tahun
Waktu : Senin, 3 Februari 2020 pukul 10.16 WIB
Tempat : Kantor Bidang Cipta Karya Dinas Perkim LH Kabupaten
Pekalongan
Pertanyaan:
1. Apa yang menjadi dasar hukum untuk menerapkan kebijakan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) ditingkat kabupaten ? (di tingkat Bupati, dinas,
atau bagian dinas)
Jawab:
SK Bupati Pekalongan No 663/408 Tahun 2014 tentang Penetapan Lokasi
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
2. Mengapa Kabupaten Pekalongan termasuk daerah yang ditargetkan dalam
kebijakan program Kota Tanpa Kumuh?
Jawab:
Berdasarkan SK kumuh dari pemerintah kabupaten, kita ada 600 sekian
hektar kawasan kumuh, sekitar 671 hektare yang mana pada tahun 2014 itu
kami menjadi salah satu kawasan terkumuh di Jawa Tengah. Hal itu yang
menjadi dasar untuk kita melakukan program-program baik dari pusat
maupun provinsi dan daerah terkait dengan adanya kawasan kumuh
tersebut. Program KOTAKU itu sebenarnya berawal dari program P2KP
pada tahun 2007. Cuma, untuk launching menjadi program KOTAKU itu
sendiri tahun 2016. Sebenarnya kan hanya pergantian nama saja,
programnya hampir sama. Tetapi terdapat perbedaan atau pergeseran
174
indikator, kalau dulu itu fokusnya ke kemiskinan, sedangkan untuk program
KOTAKU yang sekarang itu lebih fokus ke lingkungan kumuh.
3. Apa sajakah yang menjadi indikator suatu daerah dapat dikatakan kumuh
sehingga berhak untuk mendapatkan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
Jawab:
Jadi ada 7+1 indikator yang terkait dengan kumuh, seperti kualitas air
minum, sanitasi, perumahan, kondisi jalan, ruang terbuka hijau,
pengamanan terhadap kebakaran dan bencana, kemudian juga ada masalah
sampah dan indikator lainnya yang saya sendiri tidak begitu hafal ya mbak.
Sehingga kalo dari indikator tersebut kita ada di derajat berapa ya itu yang
dinyatakan kekumuhannya.
4. Kabupaten Pekalongan menargetkan pengurangan kawasan kumuh
mencapai 0% pada tahun 2021 melalui Pogram Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) sejak tahun 2016, bagaimana pelaksanaan program tersebut
selama ini ?
Jawab:
Kalo menurut saya si untuk sampai ke tahun 2021 dengan penurunan
kawasan kumuh mencapai 0% ya insyaAllah bisa tercapai karena disaat
sekarang akhir tahun 2019 itu tinggal tersisa sekitar 50 hektare. Tapi hal itu
berdasarkan SK yang lama, kalau kemudian tiap tahun ada perubahan SK
itu kan tidak mungkin, jadi untuk indikator yang untuk ukuran pun tidak
ada, jadi kalau kita ya berpegangan pada tahun 2014 itu ya bisa kita
wujudkan.
5. Siapa saja pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Untuk program KOTAKU itu kami melibatkan semua pihak, ada dari
masyarakat itu yang utama, kemudian dari pemerintah melalui kedinasan
mulai dari tingkat daerah sampai ke desa, pihak swasta seperti bank jateng
dan PKK untuk pelatihan-pelatihannya, CSR, OPD terkait (di tingkat
175
kabupaten), kemudian ada dari unsur pendidikan juga seperti dari STIKES.
Nah semua pihak itu tergabung dalam suatu wadah yang namanya Pokja
PKP. Jadi itu semua dalam rangka memberantas adanya kawasan kumuh.
6. Bagaimana koordinasi antar pihak dalam pelaksanaan kebijakan tersebut?
Jawab:
Untuk koordinasi antar pihak itu ya kita melalui Pokja PKP tadi, jadi ada
kelompok kerja yang menangani masalah kumuh itu disitu unsurnya ada
dari berbagai pihak. Untuk pihak-pihak yang tergabung dalam Pokja PKP
itu tidak ada ketentuan khusus, itu memang diserahkan pada masing-masing
kabupaten sesuai dengan unsur-unsur kontribusinya masing-masing,
tergantung yang dibutuhkan apa. Jadi mungkin saja di kabupaten lain
berbeda, karena memang permasalahannya berbeda-beda.
7. Siapa yang berwenang untuk membentuk tim pelaksana program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan? (termasuk faskel)
Jawab:
Untuk tim pelaksana itu diserahkan kepada dinas sesuai dengan kondisi
wilayah dan permasalahan kumuh yang dihadapi.
8. Bagaimana struktur tim pelaksana program Kota tanpa Kumuh (KOTAKU)
di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Strukturnya biasa, ada ketua, sekretaris, dan anggota. Semua pihak itu
menjadi anggota yang terdiri dari seluruh unsur-unsur yang terlibat tadi.
Ketua: Bappeda
Sekretaris : Dinas Perkim
Anggota : BKM, CSR, OPD, LSM
9. Apa saja yang menjadi tugas dan kewenangan dari tim pelaksana program
Kota tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Terkait tugas dan wewenang tim pelaksana yaitu Pokja PKP dalam program
KOTAKU itu ada beberapa yaitu sebenarnya seperti forum untuk
176
mendiskusikan kondisi kekumuhan yang ada seperti apa kemudian langkah-
langkahnya bagaimana. Hal tersebut dapat berupa:
- Memberikan arahan
- Melakukan monitoring dan evaluasi
- Mencetuskan atau mengusulkan program-program perbaikan
- Menjembatani kemitraan dalam menjalin kerjasama
10. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban tim pelaksana tersebut sebagai
pelaksana program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten
Pekalongan?
Jawab:
Untuk pertanggungjawaban itu ada LPJ, setiap tahun menyampaikan
perkembangan dari kondisi lingkungan yang menjalankan program
KOTAKU, langkah-langkah untuk melakukan monitoring dan evaluasi,
jumlah pengurangan kumuh.
11. Apakah Pemerintah Daerah menyelenggarakan sosialisasi mengenai
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Pemerintah daerah dalam hal ini mengadakan sosialisasi secara berjenjang,
ada 3 sosialisasi yaitu sosialisasi kabupaten, sosialisasi desa, dan sosialisasi
komunitas. Tetapi dari dinas hanya mengawal sampai sosialisasi desa.
- Sosialisasi kabupaten : dilaksanakan sebelum kegiatan
- Sosialisasi desa : di laksanakan di tingkat desa, dari desa ke komunitas.
Untuk sosialisasi desa masih kami kawal dari dinas perkim.
- Sosialisasi komunitas : dikawal oleh fasilitator
12. Daerah mana saja yang memperoleh kebijakan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Kalau dilihat dari titik kumuh itu ada 119 titik lokasi di Kabupaten
Pekalongan yang terbagi dalam upaya penanganan dan pencegahan kumuh.
Tetapi untuk tahun 2019 ini yang mendapat intervensi (dana dari pusat) itu
20 lokasi. Program KOTAKU itu konsepnya adalah pemberdayaan
177
masyarakat, sehingga hasilnya kembali lagi ke masyarakat maksudnya
efektivitasnya ya tergantung masyarakat tersebut menyikapi program
tersebut sehingga hasilnya pun macam-macam. Tetapi untuk di Kabupaten
Pekalongan sendiri secara umum hasilnya baik.
13. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
- Sosialisasi kabupaten untuk lokasi-lokasi yang mendapatkan intervensi
dari pemerintah pusat, yang kemudian DED yang sudah mereka punya
untuk dituangkan dalam proposal pengajuan.
- Penyusunan proposal
- Verifikasi proposal, jadi mereka akan dihadapkan ke kita mengenai
proposal yang diajukan. Mana yang lebih urgensi untuk di selesaikan
dan efektif untuk mengrangi kumuh.
- Deskripsi terkait desain, mereka punya kumuh dimana kemudian
rencana mereka seperti apa, nanti kita hitung kefektivannya. Biasanya
kita akan memberikan masukan agar dana yang dianggarkan dapat
mengurangi kumuh secara signifikan.
- Sosialisasi desa, setelah semuanya acc maka kita adakan sosialisasi desa
mengenai kegiatan sesuai proposal yang mereka ajukan.
- Pelaksanaan pembangunan dan perbaikan lingkungan yang dianggap
kumuh
- Monitoring dan evaluasi, monitoring dilakukan oleh banyak pihak,
mulai dari kami (dinas perkim), dari provinsi juga melakukan
monitoring.
- Serah terima (dari BKM ke Dinas, kemudian dari Dinas ke Badan
Pengelola)
Badan pengelola berasal dari masyarakat yang dibentuk pada saat akan
dilaksanakan pembangunan, sehingga harapannya mereka merasa
memiliki karena sudah diikutkan dari awal pembangunan.
178
14. Apa saja indikator keberhasilan dari setiap tahapan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Keberhasilan program dapat dikatakan baik, baik itu terkait dengan
infrastrukturnya, terkait dengan rencana pemeliharaan yang akan dilakukan,
kemudian yang tidak kalah penting adalah adanya pengurangan indikator
kumuhnya.
15. Apa saja manfaat dari adanya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Sebenarnya untuk manfaat itu banyak sekali, tapi ya kembali pada
masyarakat itu sendiri.bagaimana masyarakat itu mau mengubah
perilakunya agar kawasan permukiman yang tadinya kumuh, setelah
diperbaiki agar tidak kumuh lagi. Manfaat program KOTAKU dapat dilihat
dari beberapa hal seperti:
- kondisi lingkungan tertangani masalah kumuh
- masyarakat diajak untuk mengubah perilakunya
- meningkatkan kualitas lingkungan permukiman
- beberapa daerah juga ada yang berdampak dari segi ekonomi, misalnya
daerah yang tadinya terkena rob setelah diperbaiki dan tidak terkena rob
lagi bisa untuk berjaualn atau berwirausaha.
16. Kapan monitoring dan evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
di Kabupaten Pekalongan dilakukan?
Jawab:
Monitoring dan evaluasi dilakukan di setiap tahapan baik sebelum kagiatan,
pada saat pelaksanaan kegiatan dan di akhir kegiatan. Monitoring dan
evalulasi itu dilakukan oleh kami Dinas Perkim LH Kabupaten Pekalongan
dan fasilitator bersama-sama dan terjun ke titik lokasi secara langsung.
17. Apa sajakah yang menjadi poin penting dalam monitoring dan evaluasi
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
179
Beberapa poin penting dalam monitoring dan evaluasi itu dapat dilihat dari
administrasi yang baik dan transparan, fungsi bangunan yang sesuai dengan
apa yang dibutuhkan, kualitas bangunan yang bagus, serta kemanfaatan
bangunan.
18. Bagaimana tindak lanjut dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan agar menjadi upaya penataan lingkungan yang
berkelanjutan?
Jawab:
- Badan pengelola harus bekerja
- Menjalin mitra dengan beberapa pihak seperti CSR
- Adanya kolaborasi semua pihak untuk bersama-sama menjaga kawasan
permukiman yang sehat
19. Bagaimana pemantauan yang dilakukan setelah program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan selesai dijalankan?
Jawab:
Untuk pemantauan itu sebenarnya masih tetap ada melalui organisasi-
organisasi pengelola yang ada di level kabupaten. Namun, secara
administrasi sudah diserahkan kepada pengelola.
20. Bagaimana efektivitas program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) sebagai
upaya penataan lingkungan di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Program KOTAKU ini tidak bisa dikatakan berhasil tanpa adanya
perubahan perilaku masyarakat. Jadi goals yang sebenarnya dari program
ini adalah adanya perubahan perilaku masyarakat. Walaupun intervensinya
kecil tapi kalau masyaraktnya memang mau berubah itu malah yang lebih
bagus. Jadi indikator yang sebenarnya itu bukan besar kecilnya intervensi
tapi lebih ke bagaimana masyarakat untuk merubah perilakunya.
21. Apa saja upaya pemerintah untuk mendukung terlaksananya program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan? (dukungan materiil
dan imateriil)
Jawab:
180
Semua sektor sudah mengambil perannya masing-masing, sehingga
nantinya bergantung pada bagaimana masyarakat dalam menyikapinya.
Perilaku masyarakat yang belum berubah menjadi tantangan yang besar,
oleh karena itu program ini diharapkan menjadi upaya dari pemerintah
untuk mengajak masyarakat mengubah perilakunya agar lebih sadar dan
lebih menjaga lingkungan.
22. Adakah sumber dana lain selain APDB untuk melaksanakan kebijakan
tersebut?
Jawab:
Program KOTAKU ini mendapatkan dana mulai dari pusat sampai ke
daerah. Oleh karena itu, sumber dana yang digunakan untuk menjalankan
program itu ada dari APBN, APBD, Dana Desa, juga ada dari CSR.
23. Bagaimana upaya pemerintah untuk menjamin adanya transparansi
anggaran terkait pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
- Audit independen setiap tahun
- Audit per bulan di tingkat fasilitator (semacam pengecekan pembukuan
yang dilakukan secara mandiri oleh fasilitator)
- Audit BPKP (biasanya dilaksanakan antara bulan Februari- Maret)
24. Bagaimana upaya pemerintah untuk memastikan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) dijalankan di kondisi lingkungan yang tepat?
Jawab:
- Adanya identifikasi lokasi
- Deskripsi lokasi/kegiatan
- Monitoring dan evaluasi
Ketiga hal tersebut dalam rangka untuk menjamin bahwa memang
pembangunan yang dilakukan itu tepat sasaran dan sesuai yang dibutuhkan.
25. Bagaimana tindakan pemerintah ketika terjadi ketidaksesuaian antara
prosedur pelaksanaan dengan pelaksanaan dilapangan pada program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
181
Jawab:
Ketika terjadi ketidaksesuaian, maka yang dilakukan pemerintah khususnya
di tingkat dinas itu melalui adanya evaluasi, kemudian memberi arahan dan
adanya surat pernyataan.
26. Bagaimana koordinasi pemerintah dengan pelaksana kebijakan untuk
menjamin terlaksananya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan dengan baik?
Jawab:
Untuk koordinasi, kami melalui fasilitator, kemudian melalui rapat evaluasi
koordinasi dengan fasilitator dan rapat evaluasi koordinasi dengan
desa/kelurahan secara rutin. Selain itu, kami juga melakukan koordinasi
dengan forum BKM.
27. Bagaimana strategi pemerintah agar program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) menjadi penataan lingkungan yang berkelanjutan bagi
masyarakat?
Jawab:
- Badan pengelolan harus bisa diandalkan (sustainable) serta terdiri dari
orang-orang yang memang mau bekerja
- Adanya kemitraan, sehingga dari desa diharapkan bisa mandiri dan tidak
bergantung lagi untuk keberlanjutan dari program.
28. Bagaimana strategi pemerintah agar setelah dilaksanakannya program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) tidak menimbulkan kawasan permukiman
kumuh yang baru?
Jawab:
- adanya penanganan dan pencegahan terhadap masalah kumuh yang
harapannya keduanya itu mendapat intervensi dari pemerintah pusat
sehingga menimbulkan pemicu untuk perubahan masyarakat dan hidup
sehat.
- adanya kolaborasi semua pihak dan stakeholder yang terkait
- kemandirian yang dilakukan oleh desa/kelurahan tidak menimbulkan
kawasan permukiman kumuh yang baru
182
29. Apa saja yang menghambat pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
- Kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya kawasan
permukiman yang bersih dan sehat
- Adanya pihak-pihak yang hanya mengambil keuntungan dari adanya
program KOTAKU tersebut
- Perilaku masyarakat yang sulit untuk berubah, biasanya karena sudah
menjadi kebiasaan dan turun temurun.
30. Apa saja faktor penyebab munculnya hambatan dalam pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Beberapa faktor utama munculnya hambatan itu seperti kebiasaan
masyarakat yang sulit untuk diubah dan kurangnya pemahaman dan
kesadaran dari masyarakat.
31. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam
pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten
Pekalongan?
Jawab:
Upaya yang dapat dilakukan yang dengan adanya sosialisasi yang dilakukan
secara intens serta adanya koordinasi dengan berbagai pihak dan
stakeholder untuk menyamakan persepsi sehingga apa yang menjadi acuan
dari pusat sampai ke lapangan itu sama.
32. Bagaimana strategi dari pemerintah sebagai pembuat dan pelaksana
kebijakan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
33. Strateginya ya perlunya sosialisasi yang lebih intensif untuk menyamakan
persepsi, kemudian koordinasi semua pihak harus berjalan dengan baik dan
adanya channeling dengan forum-forum untuk bekerjasama mensukseskan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan.
183
B. Identitas Diri
Nama : Fatkhur Rahman, S.H
Alamat : Kuripan Kidul
Profesi : Lurah Bligo
Usia : 55 tahun
Waktu : Senin, 27 Januari 2020 (Pukul 10.35-11.23)
Tempat : Kantor Kelurahan Bligo
Pertanyaan
1. Bagaimana profil Kelurahan Bligo ditinjau dari kondisi wilayah
permukiman masyarakatnya?
Jawab:
Sebagian besar masyarakat Kelurahan Bligo bermata pencaharian di sektor
pembuatan kain kasa dan buruh pabrik, itu hamper semua masyarakatnya
sehari-hari bekerja dibidang itu.
2. Sejak kapan Kelurahan Bligo memperoleh dan menjalankan kebijakan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
Jawab:
Kalau yang saya tahu itu dari tahun 2018. Kemarin tahun 2018 mendapat
anggaran 1 milyar, kemudian di tahun 2019 itu 2 milyar.
3. Berapakah luas wilayah di Kelurahan Bligo yang mendapatkan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
Jawab:
Hanya sebagian seperti wilayah d RT 2, RT 6, RT 7, kemudian RT 12
sampai RT 17. Terutama yang wilyah bagian timur kesana. Kalo untuk yang
dekat pasar itu udah masuknya APBD, jadi diluar program KOTAKU. Kan
kalau program KOTAKU itu hanya untuk daerah yang masih terbilang
kumuh.
184
4. Apa saja faktor-faktor penyebab Kelurahan Bligo memperoleh kebijakan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
Jawab:
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) itu kan diperuntukkan bagi
wilayah-wilayah yang masih memiliki daerah kumuh. Untuk Kelurahan
Bligo yang masih termasuk daerah kumuh itu di sekitar wilayah RT 2, RT
6, RT 7, RT 12 sampai RT 17. Jadi yang dapat bantuan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) itu yang masih ada daerah kumuhnya. Daerah kumuh
itu sebagian besar disebabkan karena keadaan lingkungan yang utama,
kemudian baru aktivitas masyarakat.
5. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar wilayah yang
terdapat program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Masyarakat Kelurahan Bligo itu mayoritas bekerja di sektor industri kain
kasa dan batik, baik sebagai pekerja maupun wirausaha. Oleh karena iu,
kain kasa dan batik menjadi ciri khas dari Kelurahan Bligo, tetapi yang lebih
utama yang kain kasa.
6. Apa bentuk perbaikan lingkungan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Perbaikan kualitas lingkungan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) yang dilaksanakan di kelurahan Bligo ada beberapa jenis ya
ada saluran atau drainase, paving untuk tahun sekarang karena untuk aspal
sudah tidak boleh, terus ada tempat sampah atau TPS dan pembangunan
PAM. Ya intinya untuk mengubah wajah Kelurahan Bligo supaya lebih
baik. Tetapi yang lebih banyak perbaikan itu di saluran atau drainase. Untuk
perbaikan paving jalan itu di RT 12 ada, di RT 17 juga ada. Untuk PAM di
RT 12, untuk TPS di sebelahnya PAM namanya TPS(3R). untuk program
KOTAKU di tahun 2018 fokusnya ke perbaikan saluran air (drainase) dan
paving. Baru untuk tahun 2019 meningkat yaitu perbaikan tempat
pembuangan sampah dan pembangunan air PAM.
185
7. Apa sajakah kriteria yang digunakan sehingga Kelurahan Bligo dinilai layak
memperoleh kebijakan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
Jawab:
Untuk kriterianya sendiri karena di Kelurahan Bligo ini masih ada sebagian
yang daerah kumuh, baik karena memang kondisi lingkungan maupun
karena kesadaran masyarakatnya. Selain itu juga kondisi tempat
pembuangan sampah yang belum dikelola dengan baik sehingga sampahnya
masih mengganggu lingkungan sekitar. Mungkin keadaan itu yang masih
terbilang daerah kumuh.
8. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan kebijakan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Tahapan-tahapan secara rincinya saya kurang paham, karena itu menjadi
tugas dari BKM. Yang pasti ada tahap perencanaan dengan dibentuknya
BKM dan beberapa faskel (fasilitator kelurahan), kemudian ada juga
himbauan dari dinas perkim mengenai pelaksanaan dan bentuk-bentuk
perbaikan lingkungan yang diperbolehkan. Setelah itu ada juga evaluasi,
nanti dari kelurahan biasanya Pak Lurahnya yang diundang, nanti dari pihak
BKM juga diundang, kemudian kita ketemunya di dinas perkim.
9. Apa manfaat adanya kebijakan program Kota Tanpa kumuh (KOTAKU)
khususnya di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) itu manfaatnya luar biasa, tetapi
tergantung yang menerima juga. Kalau memang yang menerima diajak
rembug, diajak melaksanakan bareng itu tidak masalah, malah bagus. Tapi
kalau yang menerima itu tidak bisa diajak bekerja sama ya nanti dari pihak
kelurahan yang mengoprak-oprak agar segera dijalankan.
10. Siapa saja pihak yang menjalankan kebijakan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
186
Untuk pihak yang menjalankan, terus terang dari pihak kelurahan tidak ada.
Istilahnya kalo boleh dikatakan kelurahan itu lepas. Yang menjalankan
adalah BKM. BKM itu setiap kelurahan ada, biasanya dibentuk setiap 3
tahun sekali. Kalo untuk program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) itu
hanya koordinator, jadi dari BKM ditunjuk pengurusnya siapa dan
koordinatornya dari situ siapa yang mengurusi program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU). Setiap tahun koordinatornya ganti.
11. Apa peran pemerintahan desa/kelurahan dalam penerapan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) untuk menyelesaikan persoalan permukiman
kumuh?
Jawab:
Kalau untuk kebijakan tersendiri itu kami tidak ada. Jadi, kita hanya
melaporkan saja ke dinas, terutama sini kita melapornya ke Puskesmas dulu,
terus baru ke dinas kesehatan dan dinas sosial.
12. Adakah pemantauan dari pihak kecamatan dalam penerapan kebijakan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Mestinya itu ada, tetapi itu langsung ke dinas perumahan rakyat dan
kawasan permukiman dan lingkungan hidup (perkim lh) yang menangani.
Selama ini kecamatan sepertinya tidak mengurusi masalah tersebut.
Koordinator BKM langsung ke dinas perkim lh.
13. Bagaimana sistem koordinasi antar pihak terkait pelaksanaan kebijakan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
Jawab:
Untuk koordinasi ya tidak masalah. Cuma kan kalau di dinas perkim itu
nanti mesti jadi satu. Jadi ada pembinaan, ada evaluasi dan sebagainya itu
dari pihak kelurahan diundang, nanti dari pihak BKM juga diundang nanti
kita ketemunya disana, di dinas perkim.
14. Adakah monitoring dan evaluasi di tingkat desa/kelurahan terkait penerapan
kebijakan program Kota tanpa Kumuh (KOTAKU)?
Jawab:
187
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi itu biasanya dari perkim, dari faskel-
faskel itu kan setelah itu ngasih tahu ke kelurahan dan kelurahan nanti juga
survei. Jadwalnya itu ada, biasanya di pertengahan dan di akhir pelaksanaan
program.
15. Bagaimana tindak lanjut dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
khususnya di Kelurahan Bligo agar menjadi upaya penataan lingkungan
yang berkelanjutan?
Jawab:
Untuk tindak lanjutnya sendiri tinggal bagaimana masyarakat memiliki
kesadaran dan untuk pemeliharaan, cuma itu saja. Dari kelurahan
menghimbau masyarakat melalui RT dan RW agar selalu dijaga agar
kekumuhannya hilanng dan tidak ada masalah.
16. Bagaimana pengelolaan lingkungan yang diperbaiki melalui program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) setelah program tersebut selesai dilaksanakan?
Jawab:
Ya nanti seperti PAM itu sendiri akan kita bentuk untuk yang mengurusi
sampai penyaluran airnya ke masyarakat itu pengurusnya dari masyarakat
kita sendiri. Kalo untuk paving dan drainase karena sudah dibangun ya
tinggal pemeliharaan aja dari kesadaran masyarakat. Untuk PAM dan
tempat pembuangan sampah nanti yang membentuk pengurusnya adalah
kelurahan, tapi nanti setelah programnya selesai dan diserahkan pada
kelurahan.
17. Bagaimana transparansi anggaran program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Untuk transparansi anggaran sendiri itu harus ada, biasanya kalo untuk
program KOTAKU itu dari kelurahan Cuma pak Lurahnya aja diajak
rembug mengenai programnya. Untuk kesesuaian anggaran, saya kira sudah
sesuai untuk honor pekerja, untuk penyediaan barang itu sudah sesuai.
Untuk anggaran program KOTAKU itu langsung dari APBN pusat, nanti
melalui dinas perkim kemudian langsung ke BKM tidak lewat kelurahan.
188
18. Bagaimanakah kesesuaian antara pelaksanaan program dengan RPLP
(Rencana Penataan Lingkungan Permukiman) dan RPJM?
Jawab:
Saya kira sudah sesuai, apa yang sudah direncanakan bisa dijalankan oleh
BKM dan tim. Biasanya bentuk perbaikan itu sesuai dengan hasil rembug
musyawarah warga yang bersangkutan. Tapi, terkadang juga tergantung
dari dinas nya, untuk tahun ini pengaspalan sudah tidak boleh, kalo paving
masih boleh, kemudian TPS (3R) itu hampir semua boleh. Jadi juga
disesuaikan dengan aturan dari pusat.
19. Bagaimana dukungan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Kalo untuk program kota tanpa kumuh (KOTAKU) itu langsung dari pusat.
Jadi dana itu langsung cair 2 milyar itu ke BKM, tapi lewatnya rekening.
Kelurahan tidak menerima dana itu, jadi dari pemerintah pusat melalui dinas
perkim kemudian langsung ke BKM. Untuk tahun 2018 kan Kelurahan
Bligo mendapatkan anggaran 1 milyar, kemudian tahun 2019 mendapatkan
anggaran 2 milyar. Ya mudah-mudahan kalau tahun ini dapat lagi bisa lebih
baik lagi, karena kan jika administrasinya bagus, pengurusan daerah kumuh
berjalan dan sebagainya mungkin tidak ada masalah.
20. Bagaimana tingkat keberhasilan penerapan kebijakan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Kalo disini di Kelurahan Bligo ini sudah memenuhi target, ya sudah 90%
lah program KOTAKU berjalan tidak ada masalah. Ini sudah memasuki
tahap akhir, semua pembangunan sudah selesai tinggal kelengkapan-
kelengkapan yang masih kurang saja. Penyelesaian semua perbaikan sesuai
target, akhir bulan ini sepertinya selesai semuanya. Nanti yang PAM sama
tempat pembuangan sampah itu tinggal pembentukan pengurus.
189
21. Bagaimana keterlibatan pemerintah desa/kelurahan pada tahapan
monitoring dan evaluasi kebijakan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
Jawab:
Pihak kelurahan kita saling membantu saja, nanti dari dinas perkim biasanya
meninjau kesini, nanti kumpul lagi di kelurahan, terus BKM nya juga yang
ngabari dan kelurahan, nanti bareng-bareng meninjau ke lokasi.
22. Apa saja yang menghambat proses penerapan kebijakan program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) khususnya di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Ya kalau disini itu hambatannya cuma pelaksana aja, jadi untuk pelaksana
sudah dibentuk ok, ternyata yang bersangkutan tidak melaksanakan
sehingga akhirnya di handle oleh orang lain, jadi istilahnya seperti
“njagake”. Ya itu, hambatannya cuma itu, kalau untuk masalah anggaran
sudah disiapkan semua.
23. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam
pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Untuk mengatasi hambatan yang ada itu ya dari kelurahan bahasanya
“ngoprak-ngoprak” sehingga yang tadinya belum jalan kan akhirnya
berjalan programnya. Seperti kemarin kan terbentur dengan adanya pemilu,
kemudian juga terbentur dengan bulan puasa. Tapi Alhamdulillah di
Kelurahan Bligo ini menurt saya termasuknya cepat.
190
C. Identitas Diri
Nama : Istiqomah
Alamat : Kelurahan Bligo RT 12
Profesi : Koordinator BKM Mandiri Kelurahan Bligo
Usia : 45 tahun
Waktu : Sabtu, 8 Februari 2020 (pukul 16.45-18.12)
Tempat : Kelurahan Bligo RT 12
Pertanyaan
1. Apa peran BKM dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
Jawab:
Peran BKM itu sendiri sebenarnya ada beberapa yang penting seperti
menjadi penyalur antara pemerintah kepada KSM untuk melakukan
pembangunan, sebagai pengontrol, kemudian BKM itu juga yang mengelola
dana BOP unutk kepentingan-kepentingan program. Selain itu, BKM juga
berperan dalam hal ini unutk membentuk KSM sebagai panitia pelaksana
dalam program KOTAKU.
2. Apa bentuk perbaikan lingkungan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kalau di Kelurahan Bligo ini bentuk-bentuk perbaikannya ada beberapa
macam seperti pembuatan saluran air atau drainase, pembangunan jalan
paving, pembuatan sumur bor (PAMSIMAS) untuk air bersih dan juga
pembuatan TPS(3R) untuk mengolah sampah.
3. Bagaimana penyusunan RPLP di Kelurahan Bligo? Siapa saja yang terlibat?
Jawab:
Untuk penyusunan RPLP itu kan yang saya tahu ya dari usulan setiap RT di
Kelurahan Bligo, kemudian di tampung oleh BKM. Setelah itu kan di
rembug di musyawarahkan bersama-sama, baru di buat RPLP. Tapi dalam
191
kenyataannya RPLP itu kemarin dibuat oleh faskel. Faskelnya itu setiap
tahun ganti, kemarin dari Doro, Kajen sama Kesesi.
4. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban tim pelaksana tersebut sebagai
pelaksana program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Untuk pertanggungjawaban itu nanti dari BKM dan KSM melalui RWT
(REmbug Warga Tahunan) yang kemarin itu si Mbak, Hari Rabu tanggal 12
Februari jam 20.00 di Kelurahan. Nah biasanya ketika dana belum cair, itu
nanti ada talangan dari KSM. Makanya kemarin RWTnya baru bisa
dilaksnakan tanggal 12 Februari itu karena kita harus menyelesaikan dana
talangan tadi, setelah semuanya selesai, sisa dana yang ada berapa dan
penggunaannya selama satu tahun itu bagaimana, nanti di
pertanggungjawabkan melalui RWT itu mbak. RWT itu juga dihadiri oleh
Pak Lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda juga dari fasilitatornya
hadir disitu.
5. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Untuk tahap-tahap program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan
Bligo itu dimulai dari perencanaan. Nah di tahap perencanaan ini diadakan
pelatihan-pelatihan dan sosialisasi. Setelah tahap perencanaan selesai, nanti
dana dari pemerintah turun. Dana dari pemerintah tersebut di turunkan
langsung ke BKM, kemudian dari BKM ke KSM sebagai pelaksana
pembangunan. setelah dana turun, ya pembangunan mulai berjalan sesuai
rencana tadi. Setelah itu juga ada yang namanya evaluasi. Evaluasi itu
dilaksanakan setiap tahapan, baik dari sebelum pembangunana, pada saat
pembangunana maupun setelah pembangunan selesai. Setelah itu ada audit
setiap tahunnya.
192
6. Apa saja yang menjadi tolok ukur keberhasilan dari pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo Kabupaten
Pekalongan?
Jawab:
Kalau menurut saya yang menjadi ukuran berhasil atau tidaknya program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo itu ya seperti dana yang
didapat tersalur dengan baik, kemudian anggaran dapat terealisasikan sesuai
dengan aturan, pelaksanaan program juga sesuai dengan aturan dari
pemerintah, hasil dari pembangunan itu dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat, serta laporan pertanggungjawaban juga sesuai dengan aturan
yang ada mbak.
7. Apa saja manfaat dari adanya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) bagi
lingkungan Kelurahan Bligo?
Jawab:
Manfaat program KOTAKU itu sebenarnya banyak untuk Kelurahan Bligo
sendiri seperti membangun akses jalan agar lebih baik, lebih rapid an layak.
kemudian juga memperbaiki lingkungan masyarakat yang tadinya kumuh
menjadi tidak kumuh serta memperbaiki penampilan wajah kampung di
Kelurahan Bligo. Dan yang tidak lupa itu memenuhi kebutuhan air bersih
bagi masyarakat dan mengelola persampahan sesuai standar.
8. Apa sajakah data dan poin penting yang digunakan untuk monitoring dan
evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Poin penting dalam monitoring dan evaluasi itu diantaranya (1) segala
sesuatunya harus sesuai dengan aturan dari pemerintah, (2) kesesuaian antara
pembangunan yang dilakukan dengan rencana yang sudah ditetapkan, (3)
kesesuaian LPJ.
193
9. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan monitoring dan
evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Untuk pihak yang terkait dalam program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
kelurahan Bligo itu ada berbagai pihak mbak mulai dari Dinas Perkim LH
Kabupaten Pekalongan, fasilitator kelurahan sebagai pendamping, kemudian
tentunya ada BKM bersama dengan KSM sebagai pelaksananya.
10. Bagaimana pengelolaan lingkungan yang diperbaiki melalui program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) setelah program tersebut selesai dilaksanakan?
Jawab:
Untuk pengelolaan itu nanti ada kelompoknya sendiri mbak. Untuk TPS(3R)
sama PAMSIMAS itu nanti kelompoknya dibentuk kelurahan, sedangkan
untuk drainase sama jalan paving nanti dikelola oleh masyarakat itu sendiri.
11. Bagaimana dukungan pemerintah terkait anggaran untuk pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Terkait anggaran itu pemerintah mendukung penuh melalui APBD Mbak,
hal ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2019 Kelurahan Bligo memperoleh
anggaran sebesar 2 milyar untuk mengatasi masalah kawasan kumuh melalui
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) ini. Anggaran tersebut nantinya
disalurkan ke BKM kemudian langsung ke KSM sebagai pelaksana
lapangan. Setiap KSM nanti memperoleh anggaran sesuai kebutuhan setiap
pembangunan yang akan dilakukan.
12. Bagaimana koordinasi BKM dengan pemerintah untuk menjamin
terlaksananya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
dengan baik?
Jawab:
Koordinasinya melalui fasilitator kelurahan yang dari pemerintah memang
ditugaskan sebagai pendamping, karena kan kalau masalah detail
pembangunan kan BKM tidak terlalu paham jadi ada pendampingnya.
194
Melalui faskel itulah BKM berkoordinasi dengan pemerintah yang dalam hal
ini adalah Dinas Perkim LH kabupaten Pekalongan.
13. Apakah pemerintah melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan dan tindakan
keberlanjutan dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan
Bligo? (seperti apa keterlibatannya)
Jawab:
Iya mbak, masyarakat Kelurahan Bligo terlibat dalam program KOTAKU
ini. Keterlibatannya itu berupa swadaya berupa tenaga atau relawan serta
swadaya berupa penyediaan jajan dan minuman untuk tukang. Bentuk
keterlibatan masyarakat untuk mendukung program ini dapat dilihat juga di
beberapa warga RT 11 yang rumahnya di pinggir jalan kecil dekat sungai.
Warga tersebut diminta keikhlasannya untuk memberikan tanah mereka
seluas setengah meter guna membangun jalan paving agar lebih luas dan
lebih layak untuk digunakan.
14. Apa saja faktor penyebab munculnya hambatan dalam pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Sebenarnya penyebab timbulnya hambatan itu dari masyarakatnya ada, dari
pengurusnya juga ada mbak. Jadi untuk hambatan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo itu ada beberapa hal seperti adanya
ketidakharmonisan dalam internal pengurus BKM , kurangnya koordinasi
antara pihak BKM dengan faskel, kemudian faskel yang sedikit mempersulit
dalam pembangunan sesuai usulan warga. Kalau dari masyarakatnya itu
masih ada beberapa yang menolak program KOTAKU mbak.
15. Adakah faktor dari masyarakat yang menghambat pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Untuk faktor dari masyarakat yang menghambat itu saya kira ada ya mbak,
jadi waktu awal program ini mau berjalan, itu masih ada masyarakat di
Kelurahan Bligo yang tidak mau diperbaiki lingkungan sekitar tempat
tinggalnya melalui program KOTAKU sehingga hal ini menimbulkan
195
adanya peralihan. Peralihan itu yang tadinya di RT 11 rencananya ada
perbaikan drainase, tetapi masyarakatnya ada yang tidak mau sehingga harus
dialihkan ke daerah lain tetapi masih dalam satu RT tersebut. Hal itu kan
sebenarnya juga menghambat mbak, yang tadinya sudah diukur dan
persiapkan sebagainya harus dipindah ke daerah lain yang kondisinya belum
tentu sama dengan daerah sebelumnya.
16. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam
pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten
Pekalongan?
Jawab:
Sebenarnya semua itu bisa diatasi kalau kita bisa menjalin kerja sama dengan
baik kepada semua pihak untuk bareng-bareng bekerja sehingga lebih ringan.
17. Apakah ada sumber dana lain selain dari pemerintah ? (apa saja)
Jawab:
Kalau dana itu sebenarnya secara keseluruhan sudah disediakan oleh
anggaran dari pemerintah Mbak. Tetapi cairnya kan bertahap, jadi ketika
dana itu belum cair maka akan di talangi atau dipinjami dulu oleh BKM atau
KSM karena kan pembangunan harus tetap jalan mbak. Nanti dana talangan
itu akan diganti ketika anggaran dari pemerintah sudah cair. Makanya
kemarin baru bisa RWT karena kami harus menyelesaikan dana talangan itu.
196
D. Identitas Diri
Nama : Budi Nuryanto
Asal : Kelurahan Bligo RT 11
Profesi : Koordinator TIPP Kelurahan Bligo
Usia : 45 Tahun
Waktu : Kamis, 30 Januari 2020 (pukul 16.20-17.17)
Tempat : Sumur Bor (PAMSIMAS) RT 14 Kelurahan Bligo
Pertanyaan
1. Apa peran BKM dalam pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU)?
Jawab:
BKM itu memiliki tugas atau peranan untuk penataan kota tanpa kumuh dan
di BKM itu ada permodalan atau dana untuk pengentasan kemiskinan
melalui penataan lingkungan. BKM itu sendiri sebenarnya sudah ada jauh
sebelum adanya program KOTAKU, karena BKM itu sendiri sudah ada
sejak tahun 2005.
2. Apa bentuk perbaikan lingkungan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Bentuk perbaikan yang dilakukan melalui program KOTAKU itu seperti
perbaikan permukiman, saluran air atau drainase, kemudian ada juga PAM
dan TPS (3R) atau pengelolaan sampah. Untuk perbaikan saluran air atau
drainase di Kelurahan Bligo ini volumenya mencapai 1.300 m3. Sementara
itu untuk paving secara keseluruhan seluas 850 m2. Pembangunan itu
dilakukan oleh masyarakat kita sendiri seperti drainase itu biasanya pakai
tukang bangunan harian, kecuali untuk pembangunan PAM karena
tenaganya harus khusus mbak, tidak semua orang bisa dan ahli dibidangnya.
Makanya untuk PAM itu bisa di lelangkan atau diborongkan istilahnya
ditenderkan seperti itu mbak.
197
3. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban tim pelaksana tersebut sebagai
pelaksana program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten
Pekalongan?
Jawab:
LPJ nya itu BKM bekerjasama dengan faskelnya. Selain itu, nanti juga ada
yang namanya RWT (Rembug Warga Tahunan). RWT itu seperti bentuk
pertanggungjawaban atas kinerja BKM selama satu tahun kepada warga
masyarakat. Biasanya RWT itu dihadiri oleh ketua RT dan RW serta tokoh-
tokh masyarakat seperti dari IPNU, IPPNU, Aisyiyah dan lainnya mbak.
4. Apakah pemerintah Daerah menyelenggarakan sosialisasi mengenai
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Sosialisasi itu ada, bahkan ada beberapa bentuk sosialisasi. Ada sosialisasi
masal yang diselenggarakan oleh pusat yaitu oleh dinas perkim, kemudian
ada sosialisasi desa itu diselenggarakan di tingkat desa/kelurahan, kemudian
juga ada sosialisasi basis itu sosialisasi di tingkat RT/RW yang nantinya
akan dibangun atau diperbaiki melalui program KOTAKU.
5. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Untuk tahapan-tahapan program KOTAKU itu ada tahap perencanaan yaitu
sebelum dana itu cair. Tahap perencanaan itu sendiri meliputi tahap
penyusunan RPLP (Rencana Penataan Lingkungan Permukiman) yang
dilakukan oleh BKM dan faskel (pendamping), ada faskel ekonomi, faskel
teknik, ada 4 orang yang senior 2 orang. Kemudian tahap perencanaan
pembangunan, selanjutnya ada sosialisasi. Sosialisasi itu sendiri ada
beberapa macam, ada sosialisasi masal, sosialisasi desa/kelurahan dan
sosialiasasi basis atau tingkat RT/RW yang akan dibangun. Setelah itu baru
dana cair sesuai anggaran yang didapatkan. Setelah dana cair, tahap
selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yaitu pembangunan dan perbaikan
lingkungan permukiman. Selain itu juga ada monitoring dan evaluasi setiap
198
bulannya. Setelah itu juga ada tim pengurus sebagai bentuk keberlanjutan
setelah pembangunan melalui program KOTAKU selesai.
6. Apa saja manfaat dari adanya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
bagi lingkungan Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Manfaatnya sangat banyak sekali mbak untuk program KOTAKU itu,
disamping lingkungannya menjadi indah dipandang, dan masyarakat
merasakan tidak banjir lagi karena saluran airnya sudah diperbaiki. Selain
itu, kebutuhan masyarakat akan air bersih juga lebih terpenuhi karena
adanya pembangunan PAM dalam program KOTAKU tahun ini.
7. Apa sajakah data dan informasi yang digunakan untuk monitoring dan
evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten
Pekalongan?
Jawab:
Data atau informasi yang disampaikan pada saat monev biasanya terkait
kualitas dari pembangunan, dari pasir, batu atau material lainnya.
8. Kapan monitoring dan evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
di Kabupaten Pekalongan dilakukan?
Jawab:
Monitoring dan evaluasi (monev) itu ada, biasanya berupa kunjungan dari
dinas perkim, dari Koordinator Kota (Korkot KOTAKU) dan dari Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dari Kota
Semarang itu Mbak sebagai audit terakhir. Monevnya dilakukan setiap satu
bulan sekali selama pelaksanaan.
9. Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan monitoring dan
evaluasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten
Pekalongan?
Jawab:
Kalau untuk pihak yang terkait seperti dinas perkim, BKM, dan masyarakat
setempat. BKM itu yang melaksanakan pembangunan bekerja sama dengan
faskel. Kemudian setiap kegiatan itu ada pengurusnya mbak, namanya KSM
199
(Kelompok Swadaya Masyarakat). Di BKM sini itu ada 3 KSM salah
satunya saya yang menangani drainase, kemudian PAM dipegang oleh Pak
Mulyono di RT 2 dan TPS (3R) itu dipegang oleh Pak Taufiq. Jadi, untuk
masing-masing pembangunan nanti ada yang mengurusnya sendiri-sendiri.
10. Apa sajakah yang menjadi poin penting dalam monitoring dan evaluasi
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Poin pentingnya ya semua tahap mbak, jadi dari awal perencanaan sampai
pelaksanaan itu selalu di monitoring.
11. Bagaimana tindak lanjut dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan agar menjadi upaya penataan lingkungan yang
berkelanjutan?
Jawab:
Tindak lanjut dari program KOTAKU itu nanti ada kelompok
pemeliharaannya mbak kalau tidak salah namanya KPP (Kelompok
Pemelihara Pembangunan). KPP itu dibentuk dari masyarakat setempat
mbak, jadi nanti missal ada batako yang ambles itu nanti yang bisa
memperbaiki ya KPP itu. KPP itu bersifat mandiri mbak, jadi tidak lagi
berkaitan dengan BKM maupun kelurahan. Kecuali untuk pembangunan
PAM sama TPS (3R) itu nanti ada pengurusnya sehingga dapat dikelola dan
masyarakat dapat menikmati perbaikan penataan lingkungan yang
dilakukan. Sementara untuk drainase sama paving itu kami kembalikan
pada masyarakat yang lingkungannya dibangun dan diperbaiki.
12. Bagaimana pemantauan yang dilakukan setelah program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) selesai dijalankan?
Jawab:
Kalau pemantauan ada mbak, biasanya dari BKM. Ini saya karena tahun ini
dipercaya sebagai ketua BKM, makanya hampir setiap hari saya selalu ke
tempat PAM dan TPS (3R) untuk melihat kondisi sekaligus memantau apa
saja yang masih kurang.
200
13. Bagaimana pengelolaan lingkungan yang diperbaiki melalui program Kota
Tanpa Kumuh (KOTAKU) setelah program tersebut selesai dilaksanakan?
Jawab:
Untuk TPS (3R) itu nanti sampahnya dipilah mbak, yang organik nanti
diolah menjadi pupuk organik. Kemudian yang plastik-plastik, botol-botol
plastik nanti akan dicacah menjadi biji plastik, nanti yang kardus juga
demikian, nanti ada yang ngurus.
14. Bagaimana dukungan pemerintah terkait anggaran untuk pelaksanaan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Kalau dana itu memang dari pusat, semuanya ada anggarannya. Tapi
biasanya masyarakat juga dilibatkan untuk swadaya berupa penyediaan
jajan untuk tukang atau tenaga untuk relawan.
15. Bagaimana koordinasi pemerintah dengan pelaksana kebijakan untuk
menjamin terlaksananya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan dengan baik?
Jawab:
Koordinasinya ya berupa pemantauan serta dengan adanya faskel-faskel itu
mbak yang nantinya mendampingi BKM dalam melaksanakan
pembangunan.
16. Bagaimana strategi agar program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kelurahan Bligo menjadi penataan lingkungan yang berkelanjutan bagi
masyarakat?
Jawab:
Keberlanjutannya itu dengan dibentuknya kelompok pengelola dan
kelompok pemelihara pembangunan. kelompok pengelola itu untuk
mengelola pembangunan yang menghasilkan nilai ekonomis seperti
TPS(3R) dan sumur bor (PAMSIMAS) nanti dibentuk oleh kelurahan.
kemudian untuk kelompok pemelihara pembangunana itu diserahkan
kepada masyarakat yang daerahnya sudah diperbaiki seperti drainase dan
201
jalan paving, nanti unutk perawatannya diserahkan sepenuhnya kepada
masyarakat.
17. Apakah pemerintah melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan dan
tindakan keberlanjutan dari program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di
Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Iya, masyarakat terlibat baik dalam tahap pelaksanaan maupun tahap
keberlanjutan. Untuk tahap pelaksanaan biasanya masyarakat diminta
bantuan swadaya seperti penyediaan jajan tukang dan bantuan tenaga
sebagai relawan. Kemudian untuk tahap keberlanjutan, masyarakat itu
sendiri yang diberi tanggungjawab untuk menjaga dan merawat apa yang
sudah kami perbaiki mbak.
18. Apa saja faktor penyebab munculnya hambatan dalam pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Penyebab utama hambatan ya dari masyarakatnya mbak, terutama dari
kesadarannya. Ada masyarakat yang mau diajak kerja sama untuk
memperbaiki lingkungan permukiman, tapi jg ada masyarakat yang sulit
untuk diajak kerja sama. Selain itu juga ada ketidakhamonisan sesame
pengurus BKM.
19. Adakah faktor dari masyarakat yang menghambat pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten Pekalongan?
Jawab:
Kalo untuk hambatan itu biasanya dari masyarakatnya banyak yang
komplain, banyak yang biasanya kalo di bangun atau dibatako nanti takut
kebanjiran. Tapi setelah melihat daerah lain sudah diperbaiki, sudah rapi
mereka yang tadinya menolak menjadi iri. Jadi masyarakatnya itu istilahnya
“mbolak-mbalik” itu si mbak. Kadang dari pihak BKM nya sudah pesan
paving sejumlah sekian, tapi karena banyak yang iri dan minta dibangun
jadi kadang tidak sesuai. Itu si mbak untuk hambatan paling ya dari
masyarakatnya sendiri.
202
20. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam
pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kabupaten
Pekalongan?
Jawab:
Terkait mengatasi hambatan itu biasanya kalau yang memang sulit diatasi
ya kita tinggal aja, kalau masyarakatnya sulit untuk dibikin rapi ya sudah
kita biarkan saja. Kami melayani yang enak saja, yang mau diajak kerja
sama buat merapikan lingkungan.
21. Adakah jalinan kerjasama dengan pihak lain untuk memastikan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) berjalan dengan baik?
Jawab:
Biasanya ada kerja sama dengan pihak lain seperti perusahaan-perusahaan
terkait keberlanjutannya, terutama untuk beberapa kegiatan yang memang
membutuhkan tenaga ahli khusus seperti pengelolaan PAM dan TPS (3R).
203
E. Identitas Diri
Nama : Syaifudin
Alamat : Kelurahan Bligo RT 3 RW 1
Profesi : Karyawan (Ketua RT 3)
Usia : 42 tahun
Waktu : Minggu, 8 Maret 2020 (Pukul 10.30-11.20)
Tempat : Bligo RT 3 RW 1
Pertanyaan
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) yang ada di kelurahan Bligo?
Jawab:
Program lingkungan yang tadinya infrastrukturnya masih berantakan,
melalui program kotaku itu menjadi lebih tertata dan lebih rapi.
2. Apa saja bentuk perbaikan kawasan lingkungan dari program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) yang ada di sekitar tempat tinggal Bapak/Ibu?
Jawab:
Drainase, penerangan lampu jalan , dan paving jalan ukuran kecil
3. Bagaimana perubahan yang ditimbulkan dari program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di kelurahan Bligo?
Jawab:
Sebelum ada program KOTAKU itu infrastruktur masih berantakan seperti
drainase yang macet, jalan yang masih rusak dan penerangan jalan kurang
mbak karena masih mengandalkan lampu dari rumah warga. Sekarang
setelah ada pembangunan program KOTAKU itu kan sudah ada lampu yang
letaknya di tepi jalan sehingga lebih terang dan lebih bagus dipandang,
drainase menjadi lancar, jalan-jalan kecil tertata rapi sehingga aktivitas
warga menjadi lancar, penerangan jalan yang lebih memadai.
4. Apakah perbaikan yang dilakukan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) sudah tepat untuk memperbaiki lingkungan sekitar tempat
tinggal Bapak/Ibu?
204
Jawab:
Ketepatan program belum sepenuhnya 100%. Karena belum semua daerah
yang memerlukan perbaikan memperoleh pembangunan melalui program
itu. Jadi masih ada beberapa daerah yang masih belum tertata dengan baik.
5. Menurut Bapak/Ibu, apa sajakah manfaat dari adanya program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kalau untuk manfaat itu sebenarnya banyak, seperti sarana-sarana umum
yang tadinya itu tidak optimal fungsinya sekarang bisa difungsikan kembali
seperti drainase tadi. Jadi sebelum ada program kotaku itu drainasenya pada
macet sehingga tidak mampu mengalirkan limbah rumah tangga yang
dihasilkan, tetapi setelah ada program KOTAKU itu drainasenya menjadi
lancar dan ketika musim hujan tidak lagi menyebabkan banjir. Kemudian
yang tadinya belum tertata menjadi lebih rapi seperti kondisi jalan-jalan
kecil yang sudah dipaving, dan kondisi penerangan jalan menjadi baik.
6. Bagaimana respon masyarakat Kelurahan Bligo terhadap adanya program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
Jawab:
Pada awalnya memang ada yang menolak karena tumpukan material
mengganggu aktivitas, tetapi sekarang menjadi lebih enak. Jadi komplain
dari masyarakat itu rata-rata cuma sebentar, tapi kalo sudah diperbaiki ya
kembali tertata jadi lebih enak.
7. Bagaimana keterlibatan Bapak/Ibu dalam program KOTAKU sebagai
masyarakat di Kelurahan Bligo? (keterlibatan dalam setiap tahapan)
Jawab:
Persiapan: harusnya bkm itu sharing dengan kelurahan sehingga faskel dr
kabupaten dapat memperoleh data secara lebih akurat, tetapi dalam
kenyataannya dari BKM itu malah faskelnya yang langsung meninjau ke
lokasi sehingga kelurahan tidak ikut campur. Mungkin dalam hal ini BKM
tidak menggandeng kelurahan. oleh karena itu, yang saya tahu nanti untuk
tahun 2020 ini dari pihak camatnya sendiri mengajak kelurahan dan BKM
205
untuk saling sharing bahwa pembangunan pada tahun depan harus disiapkan
dan bersama dengan kelurahan.
8. Apakah program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
berjalan dengan baik?
Jawab:
Kalau pembangunan dikatakan berjalan ya berjalan dengan baik. Tapi ya
tadi yang masalah mengenai galian dari drainase lama yang diletakkan di
pinggir jalan itu mengganggu aktivitas warga sehingga ada beberapa yang
keberatan.
9. Apa sajakah bentuk kontribusi masyarakat selama pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kontribusinya melalui swadaya. Berhubung anggaran di beberapa RT
seperti misalnya RT 6 yang terkena drainase itu tipis, kalopun pas itu bejo.
Oleh karena itu, harus ada swadaya masyarakat untuk mengurangi biaya
tukang. Bentuknya tenaga dan materi juga. Jadi kan drainase yang lama mau
di bongkar, nah itu membutuhkan tenaga tukang, tapi untuk membongkar
membutuhkan waktu sehingga anggaran unutk upah tidak mencukupi.
Karena keterbatasan anggaran tersebut, maka masyarakat berswadaya untuk
membongkar drainase yang lama. Dan nanti tukang hanya membuat
drainase yang baru sehingga lebih menghemat biaya tukangnya. Kalo untuk
swadaya materi dari masyarakat itu biasanya dalam bentuk akomodasi
tukang berupa minuman dan jajan.
10. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan program KOTAKU di Kelurahan
Bligo?
Jawab:
Hambatanya masalah turunnya anggaran itu bertahap, sehingga kalo
materialnya habis harus menunggu cair lagi. Selain itu, derah yang
bermasalah misalnya yang akan didepan drainase itu yang punya rumah
ngga boleh, Karen afaktor dari masyarakat itu yang belum tau pentingnya
keguanaan drainase
206
11. Kendala apa saja yang muncul selama pelaksanaan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kendalanya ya itu tadi, anggaran yang bertahap, kemudian harga material
tidak sesuai dengan patokan di buku panduan. Harga di buku lebih murah
dari harga asli, selain itu harga tukang juga tidak sesuai antara yang dibuku
dengan asli, yang dibuku lebih murah.
Kalo dari masyarakat itu ya ada yang tidak mau dibangun kayak di RT 15
itu tidak mau, padahal sudah diukur sehingga dialihkan tapi tetap dalam 1
RT. Kemudian waktu Musyrenbang tingkat kelurahan, jadi setiap RT
mengajukan apa yang perlu diperbaiki. Nanti kalau sudah terkumpul, tim
faskel dari kabupaten melakukan survei sesuai usulan para RT. Dari
beberapa usulan yang paling dominan dan perlu, itu yang di setujui untuk
dibangun. Pihak yang terlibat BKM, kelurahan, ketua RT. Dipercayakan
pada ketua RT, kelurahan tidak melakukan suvei sehingga ketika ada yang
menolak, kelurahan tidak tahu. Yang melakukan BKM, faskel dan RT.
Padahal instruksi dari camat itu kalo ada pembangunan, agar pihak dari
kelurahan harus ada yang tahu dan menjadi penguat dan penanggungjawab
karena wilayahnya adalah wilayah kelurahan. survei dilakukan sekitar 5
bulan sebelum pembangunan dimulai. RPK dan pemetaan swadaya itu
masuk dalam rapat BKM (Musyremang). Seluruh usulan ditampung, nanti
BKM mengadakan rapat kemudian ditentukan mana yang diprioritaskan.
12. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu ketika ada masyarakat yang menolak
adanya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Sebenarnya si tidak ada penolakan jika dari pihak kelurahan padasaat survey
memberi gambaran dan pengertian, sebab- akibat dibangunnya drainase
sehingga juga ada dasar hukumnya. Tapi kelurahan tidak menjalankan itu
sehingga ketika warga menolak
207
13. Bagaimana pemantauan terhadap pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kalau biasanya pemantau itu dari kabupaten, jadi biasanya setelah
mendapat beberapa persen dari pembangunan itu di survey, tapi periodenya
berapa bulan saya lupa.
14. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai sikap BKM dalam menjalankan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
BKM kan juga punya asset, terus BKM juga yang menjalankan dan mengisi
pembangunan seperti program KOTAKU atau program lainnya. kalo
pembangunannya sesuai dengan anggaran mungkin tidak ada yang kecewa,
jadi lebih transparan.
15. Apa saja bentuk kontribusi masyarakat dalam memelihara lingkungan
sekitar yang sudah diperbaiki melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kalau setiap RT itu punya metode masing-masing, misalnya drainase sama
lampu penerangan jalan itu kan meliputi beberapa RT. Beberapa RT di
Kelurahan Bligo pada waktu sekarang kan ada acara jimpitan yang 500
perhari setiap rumah, nah itu uang dari jimpitan itu sebagian digunakan
untuk perawatan, seperti mangganti lampu penerangan, membersihkan
drainase, juga untuk kegiatan sosial seperti kalo ada yang meninggal untuk
membeli kafan, menjenguk warga yang sakit. Jadi jimpitan itu kan setiap
rumah nanti dikasih tempat missal dari gelas plastic atau kaleng. Nah nanti
warganya itu mengisi tempat tersebut sebesar 500 rupiah setiap hari, berarti
seminggunya ada 3.500 rupiah. Nanti ada yang mengambil dan
dikumpulkan untuk kegiatan-kegiatan tadi.
208
F. Identitas Diri
Nama : Yunita
Alamat : Bligo RT 10 RW 4
Profesi : Guru Paud
Usia : 24 tahun
Waktu : Kamis, 12 Maret 2020 (Pukul 20.45-21.33)
Tempat : Bligo RT 10 RW 4
Pertanyaan
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) yang ada di kelurahan Bligo?
Jawab:
Program KOTAKU itu program yang biasanya kerja sama dengan BKM
dan dinas perkim untuk mengatasi maslah kumuh. Kalo dulu itu pnpm
mandiri namanya, jadi kayak lanjutan gitu, tapi untuk sekarang namanya
KOTAKU.
2. Apa saja bentuk perbaikan kawasan lingkungan dari program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) yang ada di sekitar tempat tinggal Bapak/Ibu?
Jawab:
Setahu saya itu kalau di sekitar RT 12 yang deket rumahnya Pak Lurah Ihsan
itu masih dibangun drainase sama paving, itu kan menjadi lebih baik. Terus
yang di sebelah sungai itu kan tadinya kumuh banget mbak, sekarang
setelah dibangun itu jadi lebih indah, dari penataannya juga menjadi lebih
rapi dan sekarang juga daerah situ untuk jalan-jalan warga kalo sore hari.
3. Bagaimana perubahan yang ditimbulkan dari program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di kelurahan Bligo?
Jawab:
Perubahannya ya pastinya kayak drainase itu pas mulai musim hujan itu
lebih baik dari sebelum dibangun sehingga tidak banjir. Terus yang sebelah
sungai itu kayak kumuh banget sebelumnya, nah sekarang menjadi rapi dan
209
ramai untuk jalan-jalan santai warga kalau sore hari. Kalo untuk paving saya
kurang paham, tapi kalau dilihat itu dari penataannya lebih bagus.
4. Apakah perbaikan yang dilakukan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) sudah tepat untuk memperbaiki lingkungan sekitar tempat
tinggal Bapak/Ibu?
Jawab:
Kalau itu menurut saya kan sudah ada rembugan dulu BKM sama faskelnya
kalau mau dibangun itu. Waktu diadakan rapat juga ada usulan dari RT
mengenai daerah-daerah mana saja yang perlu dibangun dan bagian apanya
yang harus diperbaiki. Tetapi ketika dari atasannya yaitu faskel dan BKM
dengan pertimbangan-pertimbangan dirasa kurang sesuai maka belum bisa
di setujui, jadi semua usulan-usulan yang masuk itu belum semuanya dapat
disetujui. Setiap KSM itu kan tugasnya untuk menangani satu projek
pembangunan dan itu sudah ada bukunya yang disediakan oleh faskelnya.
Soalnya kan nanti buku itu menjadi paduan untuk melaksanakan
pembangunan itu mbak.
5. Menurut Bapak/Ibu, apa sajakah manfaat dari adanya program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Manfaatnya menurut saya itu seperti memperbaiki misalkan jalan dan
fasilitas desa yang kurang layak atau mungkin yang sudah rusak, kemudian
dari segi penataaan juga lebih rapi, dan itu semua sebnarnya berdampak
untuk menjadikan masyarakat lebih nyaman.
6. Bagaimana respon masyarakat Kelurahan Bligo terhadap adanya program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
Jawab:
Kalau untuk responnya macam-macam mbak, kalo pas di kelompok saya
itu kan waktu mau dibangun drainase itu ada warga yang tidak setuju karena
rumahnya itu dari jalan sampai ke rumahnya warga ini sudah terbiasa banjir,
nanti kalau dibangun takutnya malah jadi banjir mbak katanya. Nah warga
ini itu menolak sehingga alot tidak setuju buat dibangun, kemudian dari
210
kami dan faskel itu meyakinkan dan menjelaskan bahwa pembangunan itu
sudah ada perhitungan dan pertimbangannya dan sekarang Alhamdulillah
sudah jadi dan sudah setuju. Kalau masalah penataan tanaman dan lampu
sebagai kelengkapan itu belum dipasang.
7. Bagaimana keterlibatan Bapak/Ibu dalam program KOTAKU sebagai
masyarakat di Kelurahan Bligo? (keterlibatan dalam setiap tahapan)
Jawab:
Keterlibatan saya pribadi mungkin ya itu saya diikutkan dalam salah satu
anggota KSM flamboyan. Sebenarnya awalnya saya dikut-ikutin saja,
soalnya kan mumet juga mbak karena saya juga ada pekerjaan lain. Tapi
karena saya dibujuk sama pak budi katanya kalau bukan saya siapa lagi
mbak, jadi akhirnya saya sanggupi.
Kemudian untuk LPJ itu kan dibawa ke perkim juga, nanti juga diperiksa di
koreksi lagi. Setiap bulan dari perkim dicek pelaksanaannya. Kemarin
waktu ada monev, kalau dari sananya tidak sesuai maka harus dibongkar
sehingga ada anggaran lebih. Kalo survei itu menurutku yang
melaksanakan ya BKM, faskel dan melibatkan kelurahan biasanya sama
pak lurah yang ikut surveinya.
8. Apakah program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
berjalan dengan baik?
Jawab:
Ya mungkin kalau ini tahun kemarin kan dapat anggaran itu dari 2018-2019
berarti bisa dikatakan sudah baik. Tetapi menurut saya ya tetap harus
ditingkatkan lagi kinerjanya, waktu kerjanya harus lebih baik, lebih kompak
lagi.
9. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan program KOTAKU di Kelurahan
Bligo?
Jawab:
Hambatannya mungkin itu pas kemarin ada beberapa yang tidak setuju kalo
daerahnya mau dibangun, ada beberapa daerah yang butuh untuk dibangun
tapi dari atasnya belum acc. Mungkin nanti gantian kalo tahun ini dapat lagi.
211
Tapi dari RT atau RW nya sudah mengajukan. Waktu itu kan ada rapat atau
rembugan lah bahasanya, terus diusulkan disitu. Rapat itu yang
melaksanakan ya dari BKM dan Kelurahan, jadi semacam sosialiasasi
sebelum dibangun. Kemudian untuk hambatan itu juga kemarin sempat ada
yang mau dibangun tapi dari masyarakatnya ada yang belum setuju karena
ribet, kayak kemarin tahun 2019 itu juga drainase ada di bligo selatan sama
yang deket pasar itu beberapa masyarakat katanya agak riweh. Tapi
sekarang setelah melihat hasilnya malah jadi iri, kok ternyata bagus. Jadi
Alhamdulillah hampir semua sekarang sudah setuju.
10. Kendala apa saja yang muncul selama pelaksanaan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kendalanya kalau saya pribadi kan saya masuknya tidak dilapangan, jadi
susah dalam mengatur waktunya. Kalau kata pak budi, dia itu sering
dikomplain sama orang-orangnya karena ada yang tidak setuju. Kalau
misalnya ada pengecekan dari atasan, ternyata ada yang tidak sesuai dan
menghendaki dibongkar ya harus dibongkar lagi mbak walaupun sudah
mulai dibangun sehingga menambah anggaran yang dibutuhkan. Kemudian
kendala lainnya itu, pas pembangunan ini kayak tukangnya itu kalau lagi
membangun di sebelah sini belum selesai tapi sudah pindah ke tempat lain,
jadi ngga urut. Kemudian kalau misalnya sudah mulai dibangun tetapi
dibongkar itu kan memerlukan anggaran lagi, nah itu biasanya tetap
menggunakan anggaran tersebut.
11. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu ketika ada masyarakat yang menolak
adanya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kalau menurut saya ya tetap ditampung terlebih dahulu, nanti diberikan
penjelasan bahwa untuk pembangunana ini sudah dipertimbangkan dengan
survei dan juga sudah diukur. Karena kan sebenarnya itu juga untunk
kebaikan masyarakat sendiri. Selain itu, nanti juga tergantung bagaimana
212
caranya tugas BKM dan faskel itu untuk meyakinkan masyarakat bahwa
pembangunan itu dilaksanakan untuk kenyamanan masyarakat.
12. Bagaimana pemantauan terhadap pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Pemantauan itu biasanya setiap bulan atau beberapa bulan sekali dan
melibatkan KSM, BKM dan faskel. Pemantauannya itu biasnya terjun ke
lapangan untuk melihat perkembangan pelaksanaan program.
13. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai sikap BKM dalam menjalankan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kalau di Kelurahan Bligo sendiri, ini kan kemaren koordinatornya masih
Bu Istiqomah, mungkin beliaunya sudah mengarahkan. tetapi waktu itu kan
beliaunya masih melahirkan sehingga terbatas untuk tenaga dan waktunya.
Kalau bisa dibilang si BKM nya belum maksimal, karena yang masuk BKM
itu juga punya kesibukan sendiri-sendiri.
14. Apa saja bentuk kontribusi masyarakat dalam memelihara lingkungan
sekitar yang sudah diperbaiki melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kalau kemarin disampaikan si seharusnya dari masyarakatnya itu sendiri.
Karena itukan sebenarnya juga buat masyarakat, sehingga mereka harus
bisa menjaganya sendri. Misalnya kayak paing ada yang lepas atau pecah,
nah nanti yang memperbaiki ya mereka masyarakat itu mbak.
213
G. Identitas Diri
Nama : Faizin
Alamat : Bligo RT 5 RW 1
Profesi : Wirausaha
Usia : 44 Tahun
Waktu : Jum’at, 13 maret 2020 (Pukul 13.15-13.43)
Tempat : Bligo RT 5 RW 1
Pertanyaan
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) yang ada di kelurahan Bligo?
Jawab:
Kotaku adalah program untuk menuntaskan kekumuhan di des2, untuk
membuat sebuah desa menjadi lebih baik dan tidak kumuh.
2. Apa saja bentuk perbaikan kawasan lingkungan dari program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) yang ada di sekitar tempat tinggal Bapak/Ibu?
Jawab:
Perbaikan saluran air atau drainase, terus ada lampu penerangan jalan.
3. Bagaimana perubahan yang ditimbulkan dari program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di kelurahan Bligo?
Jawab:
Perubahannya lebih baik, maksudnya kalau tadinya kalo hujan banjirnya
lama, sekarang langsung surut. Masih banjir tapi untuk mengurangi lebih
cepat.
Penerangannya lebih tertata, yang tadinya kurangn menjadi lebih terang dan
lebih indah juga.
4. Apakah perbaikan yang dilakukan melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) sudah tepat untuk memperbaiki lingkungan sekitar tempat
tinggal Bapak/Ibu?
Jawab:
214
Ya sudah sesuai, cuma ada yang belum sreg, kadang ada satu warga yang
tidak perbaiki jadi masih ada yang kumuh. Kadang ada warga yang kurang
suka, jadi kita ngga bisa maksakana.
5. Menurut Bapak/Ibu, apa sajakah manfaat dari adanya program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Manfaatnya ya banyak, jalannan jadi terang, terus juga drainase juga lancar.
Selain itu juga sudah ada tempat sampah, itu tambah rapi seidaknya
mengurangi kumuh. Awal bulan ini tempat sampah mau dijalankan. Tps3r
nanti ada panitianya sendiri
6. Bagaimana respon masyarakat Kelurahan Bligo terhadap adanya program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)?
Jawab:
Responnya si kalo satahu saya ya lebih baik, kan program KOTAKU itu
untuk menghilangkan kekumuhnan serta untuk menuntaskan agar desa
menjadi lebih bak. Masyarakat ya sebagian besar sudah setuju, tapi ya tetap
ada yang belum setuju kayak tembok rumahnya yang terlalu mepet jalan,
sehingga kurang setuju jika dibangun.
7. Bagaimana keterlibatan Bapak/Ibu dalam program KOTAKU sebagai
masyarakat di Kelurahan Bligo? (keterlibatan dalam setiap tahapan)
Jawab:
Ya kalau dulu dilibatkan pernah dalam KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat) dan ikut pembinaan.
8. Apakah program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo
berjalan dengan baik?
Jawab:
Ya dibilang baik ya sudah, tapi masih ada yang kurang. Menurut saya kan
yag tah kemaren harusnya setiap ada drainase atau program lainnya dikasih
papan informasi mengenai deskripsi dan lokasi drainase jadi warganya pada
tahu. Tapi ini tidak, jadi warganya tidak tahu karena beberapa drainase
papannya jadi satu.
215
9. Apa sajakah bentuk kontribusi masyarakat selama pelaksanaan program
Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kalo masyarakat itu ya kontribusinya dari penyediaan konsumsi yang
dibagi oleh ketua RT. Kalau membantu ya paling memberi tahu batas-batas
tanah milik warga, mana yang boleh dibangun mana yang tidak.
10. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan program KOTAKU di Kelurahan
Bligo?
Jawab:
Hambatan yang tahun kemarin tukang nya kurang disiplin, maksudnya
kemarin itu tukang itu galinya kurang pas, misalkan kalau motong aspal itu
tidak tanya dulu, semua dipotong jadi menghambat. Saji motongnya
harusnya salah satu, ini langsung dipotong semua. Anggaran nya kurang
transparan kalo menurut saya.
11. Kendala apa saja yang muncul selama pelaksanaan program Kota Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Kendalanya ya itu dari masyarakatnya masih ada yang menolak sehingga
kan harus dialihkan, itu kan menghambat sebenarnya mbak. Kemudian dari
tukangnya itu kalau membongkar drainase itu tidak salah satu diselesaikan
baru ke yang lain, tetapi dibongkar semua sehingga mengganggu aktivitas
masyarakat.
12. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu ketika ada masyarakat yang menolak
adanya program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Menurut saya itu karena kurangnya sosialisasi saja dari pihak BKM maupun
kelurahan yang menjelaskan bahwa pembangunan itu tidak akan
mengganggu tanah ataupun bangunan pribadi masyarakat.
13. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai sikap BKM dalam menjalankan
program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
216
BKM dalam menjalankan program KOTAKU itu sudah cukup baik, tapi
masih perlu diperbaiki lagi mengenai transparansi anggarannya.
14. Apa saja bentuk kontribusi masyarakat dalam memelihara lingkungan
sekitar yang sudah diperbaiki melalui program Kota Tanpa Kumuh
(KOTAKU) di Kelurahan Bligo?
Jawab:
Masyarakat berkontribusi dalam penyediaan akomodasi tukang berupa air
minum dan jajan. Kemudian memberitahu batas-batas tanah yang milik
pemerintah dengan milik pribadi.
217
Lampiran 9. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
218
Lampiran 10. Laporan Pertanggungjawaban BKM Mandiri Kelurahan Bligo
Kabupaten Pekalongan
219
220
221
222
223
224
225